1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall..."

Transkripsi

1 Contents 1 Pendahuluan pdp 2 2 Persamaan Type Hiperbolik Persamaan Transport Metoda karakteristik Koefisien tak konstan Persamaan Gelombang Energi Well-posed problem Metoda Beda Hingga pada Persamaan Tipe Hiperbolik Persamaan Transport Metode Courant-Isaacson-Rees (FTBS, upwind) Metode Richardson Metode Lax Metode Lax - Wendroff One Step Persamaan Gelombang Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall Metode beda hingga bagi persamaan difusi Metode FTCS (Forward Time Center Space) Metode Implisit BTCS (Backward Time Center Space) Metode Crank - Nicholson Metode - θ Soal-soal Persamaan Laplace & Poisson Prinsip maksimum dan ketunggalan solusi persamaan Laplace Persamaan Laplace pada domain persegi panang Rumus Poisson Formula Green bagi solusi persamaan Laplace Metode beda hingga bagi persamaan Laplace 2D Metode langsung Metode Iterasi

2 Bab 1 Pendahuluan pdp Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial bagi fungsi peubah banyak u(x, y, ). Orde dari pdp adalah turunan tertinggi yang muncul pada pdp tersebut. Untuk fungsi dua peubah u(x, y) bentuk umum pdp orde satu adalah: F (x, y, u(x, y), u x (x, y), u y (x, y)) = F (x, y, u, u x, u y ) = 0, (1.0.1) sedangkan bentuk umum pdp orde dua adalah: F (x, y, u, u x, u y, u xx, u xy, u yy ) = 0. (1.0.2) Solusi dari pdp adalah fungsi u(x, y) yang memenuhi persamaan diferensial tersebut, untuk suatu daerah di bidang xy. Pada pencarian solusi persamaan diferensial biasa, kadang kala variabel bebas dan variable tak bebas boleh ditukar, misalnya mencari solusi du dx = u3. Untuk persamaan diferensial parsial hal ini tidak diperbolehkan. Peran variabel bebas dan variabel tak bebas tak dapat ditukar. Berbagai persamaan diferensial parsial yang penting 1. u x + u t = 0 (persamaan transport) 2. u x +uu t = 0 (persamaan Burgers, merupakan bentuk khusus pers. Buckley-Leverett) 3. u t = ku xx (persamaan panas, persamaan difusi) 4. u tt c 2 u xx = 0 (persamaan gelombang) 5. u xx + u yy = 0 u = 0 (persamaan Laplace) Semua pdp pada contoh di atas adalah pdp linier, kecuali pdp no.3. Klasifikasi pdp Perhatikan bentuk umum persamaan diferensial parsial orde-2 berikut Au xx + 2Bu xy + Cu yy = F (x, y, u, u x, u y ). (1.0.3) Persamaan diferensial dikatakan bertipe 1. eliptik ika AC B 2 > 0, 2

3 BAB 1. PENDAHULUAN PDP 3 2. parabolik ika AC B 2 = 0, 3. hiperbolik ika AC B 2 = 0. Tunukkan bahwa persamaan difusi u t = ku xx bertipe parabolik, persamaan gelombang u tt = c 2 u xx bertipe hiperbolik. persamaan Laplace u xx + u yy = 0 bertipe eliptik, Persamaan diferensial yang bertipe sama mempunyai perilaku solusi yang serupa. Oleh karena itu pada kuliah ini kita akan mempelaari perilaku solusi persamaan bertipe parabolik melalui bentuk kanoniknya, yaitu persamaan difusi. Begitu pula dengan perilaku solusi persamaan tipe hiperbolik melalui persamaan gelombang, dan perilaku solusi persamaan tipe eliptik melalui persamaan Laplace. Definisi Suatu operator L dikatakan linier ika L(u + v) = Lu + Lv, and L(cu) = clu, (1.0.4) untuk setiap fungsi u, v dan untuk setiap bilangan real c. Suatu pdp berbentuk Lu = 0 dikatakan linier ika L operator linier. Contoh Akan dibuktikan bahwa persamaan difusi adalah pdp linier. Persamaan difusi dapat dituliskan dalam bentuk Lu = 0, dengan operator L = t k xx. Selanutnya L(u + v) = ( t k xx )(u + v) = t u k xx u + t v k xx v = Lu + Lv. Coba buktikan bahwa persamaan transport dan persamaan gelombang adalah uga pdp linier. Semua pdp pada contoh di atas dikatakan homogen, karena dapat dituliskan dalam bentuk Lu = 0. Sedangkan u x +u t = x adalah pdp tak homogen. Bentuk umum pdp tak homogen: Lu = g, dengan g 0. Contoh Buktikan prinsip superposisi solusi pdp linier. Untuk suatu pdp linier Lu = 0, dengan L operator linier, maka berlaku prinsip superposisi solusi. Jika u 1 dan u 2 masing-masing solusi, maka αu 1 + βu 2, dengan α, β R uga merupakan solusi. 2. Jika u 1 solusi pdp linier tak homogen Lu = g untuk suatu g, sedangkan u 0 adalah solusi pdp homogennya Lu = 0, maka u 1 + u 0 solusi pdp yang mana? Buktikan awab Anda. 3. Perhatikan bahwa pdp berikut dapat dicari solusinya dengan cara persamaan diferensial biasa. (a) u x = x

4 BAB 1. PENDAHULUAN PDP 4 (b) u xx = 0 (c) u xx + u = 0 (d) u xy = 0 4. (a) Cari semua polinom deraat satu berbentuk p(x, y) = ax+by+c yang memenuhi u xx + u yy = 0. (b) Cari semua polinom homogen deraat dua berbentuk p(x, y) = ax 2 + bxy + cy 2 yang memenuhi u xx + u yy = 0. Sketsakan solusi polinom deraat dua yang relatif sederhana. Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa solusi dari pdp memuat bukan hanya kon stanta sebarang melainkan fungsi sebarang. 5. Buktikan bahwa u(x, t) = f(bx at), untuk sebarang fungsi f, memenuhi persamaan transport au x + bu t = 0. Misalkan diketahui a = 2, b = 1, dan { 1, 0 < x < 3 u(x, 0) = f(x) = 0, untuk x lainnya Sketsakan u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2) pada satu sumbu koordinat. Amati apa yang teradi. Cari solusi dari u = 0 pada persegi satuan [0, 1] [0, 1] yang memenuhi syarat batas u(x, 1) = sin πx dan u = 0 pada ketiga sisi lainnya. (Petunuk: Mengingat syarat batasnya, cobalah solusi berbentuk u(x, y) = a(y) sin πx.) Catatan: Jika disubstitusikan akan diperoleh solusi u(x, y) = (sinh πy/ sinh π) sin πx. Gambar di samping menunukkan permukaan solusi persamaan Laplace u(x, y). Plot solusi persamaan Laplace dengan syarat batas tipe Dirichlet dapat dibayangkan berupa permukaan membran yang tepinya dibengkokkan mengikuti syarat batas Dirichlet yang diberikan. Diketahui persamaan Laplace beserta syarat batasnya u xx + u yy = 0, pada pers. pan. [0, 2] [0, 1] u x (0, y) = 0, u x (2, y) = 2, u y (x, 0) = 0, u y (x, 1) = 1, Tentukan solusi u(x, y) berbentuk polinom berderaat-2 yang memenuhi persamaan Laplace beserta syarat batasnya. Catatan: Plot solusi masalah ini diberikan pada gambar di samping. Yakinilah bahwa permukaan pada gambar di samping memenuhi keempat syarat batas yang diberikan. Soal Latihan linier? 1. Manakah diantara operator berikut yang merupakan operator (a) Lu = u x + xu y (b) Lu = u x + uu y (c) Lu = u x + u 2 y (d) Lu = u x + u y + 1

5 BAB 1. PENDAHULUAN PDP 5 (e) Lu = 1 + x 2 (cos y)u x + u yxy [arctan(x/y)]u 2. Buktikan bahwa u(x, y) = f(x)g(y) adalah solusi dari pdp uu xy = u x u y untuk sebarang fungsi f dan g yang diferensiabel. 3. Buktikan melalui substitusi langsung bahwa u n (x, y) = sin nx sinh ny adalah solusi dari u xx + u yy = 0 untuk setiap n > Perhatikan persamaan Laplace u xx + u yy = 0 dengan syarat batas u x (0, y) = 0, u x (1, y) = 1 u y (x, 0) = 0, u y (x, 1) = 1. Carilah solusi eksak masalah di atas yang berbentuk polinom deraat dua 5. (Pembuktian solusi pdp dengan substitusi langsung) Soal-soal Kreyszig 11.1 no 2-13, 14(b). 6. (Pdp yang dapat diselesaikan sebagai ode) Soal-soal Kreyszig 11.1 no

6 Bab 2 Persamaan Type Hiperbolik 2.1 Persamaan Transport Persamaan transport, dikenal uga sebagai persamaan konveksi, seringkali muncul pada masalah transport dari berbagai substansi, misalnya polutan, gas, atau fluida lainnya. Bentuk umum persamaan transport adalah sbb: aη t + bη x = 0. (2.1.1) Berikut ini akan diturunkan model persamaan transport melalui konservasi massa. Perhatikan fluida yang mengalir dengan kecepatan u pada sebuah kanal dengan penampang konstan. Misalkan η(x, t) menyatakan ketinggian fluida pada posisi x saat t. Perhatikan massa fluida pada domain dengan batas kiri x dan batas kanan x + x. Dalam selang waktu t [akumulasi] = [laumasuk] [laukeluar] u ( x, t) x x u b (η t+ t η t ) xb = ((uη) x (uη) x+ x ) b t Jika dibagi dengan b x t, dan diambil limit x 0, t 0, akan diperoleh η t + (uη) x = 0. (2.1.2) Persamaan (2.1.2) dikenal sebagai persamaan konservasi massa. Latihan: Coba turunkan persamaan konservasi massa ika dasar kanal tak rata dan topografinya h(x) (lebar kanal tetap b). Jika fluks u konstan, maka persamaan (2.1.2) berubah menadi η t + uη x = 0, suatu persamaan transport dalam variabel η(x, t) dengan koefisien konstan u. Metoda integral Sebagai alternatif, persamaan transport dapat uga diturunkan melalui formulasi integral. Massa total fluida pada domain pengamatan [x 0, x 1 ] adalah M = x1 x 0 η dx. Misalkan u(x, t) menyatakan kecepatan fluida di posisi x saat t. Lau aliran fluida keluar, atau fluks di posisi x i adalah η(x i, t)u(x i, t), dengan i = 0, 1. Dengan demikian lau perubahan massa fluida pada domain pengamatan [x 0, x 1 ] adalah lau perubahan =fluks masuk - fluks keluar 6

7 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 7 d dt x1 x 0 η(x, t) dx = η(x 1, t)u(x 1, t) η(x 0, t)u(x 0, t). (2.1.3) Persamaan (2.1.3) merupakan persamaan konservasi massa dalam bentuk integral. Untuk memperoleh bentuk lain dari konservasi massa, maka persamaan di atas diintegralkan terhadap waktu dari t 0 ke t 1 dan menghasilkan x1 x 0 η(x, t 1 )dx x1 x 0 η(x, t 0 )dx = t1 t 0 η(x 0, t)u(x 0, t)dt t1 t 0 η(x 1, t)u(x 1, t)dt. (2.1.4) Assumsikan η(x, t) dan u(x, t) merupakan fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka dan η(x, t 1 ) η(x, t 0 ) = t1 t 0 t η(x 1, t)dt η(x 1, t)u(x 1, t) η(x 0, t)u(x 0, t) = x1 x 0 (η(x, t)u(x, t)) dx. x Selanutnya (2.1.4) dapat dituliskan sebagai t1 x1 { } η(x, t) + (η(x, t)u(x, t)) dxdt = 0. t x t 0 x 0 Mengingat persamaan di atas berlaku untuk sebarang selang [x 0, x 1 ] dan sebarang selang waktu [t 0, t 1 ], maka integrannya haruslah nol, atau η t + (uη) x = 0. (2.1.5) Persamaan (2.1.5) merupakan konservasi massa dalam bentuk diferensial. Dalam hal lau aliran u(x, t) sebanding dengan η(x, t), maka persamaan konservasi massa menadi η t + ηη x = 0 (2.1.6) Persaman Burger terkenal akan solusinya berupa gelombang keut (shock wave). Persamaan Burger merupakan bentuk khusus dari persamaan Buckley-Leverett, suatu model bagi aliran fluida dua phasa, misal air dan minyak. Namun kedua persamaan di atas tidak akan dibahas dalam kuliah ini. Di kuliah ini kita akan membahas kasus bila u(x, t) = c konstan, dan persamaan konservasi massa menadi η t + c η x = Metoda karakteristik Untuk pembahasan selanutnya kita menggunakan persamaan transport (koefisien konstan) dengan bentuk umum berikut (perhatikan adanya perubahan notasi η u) au x + bu t = 0, (2.1.7) dengan konstanta a, b bilangan real sebarang. Perhatikan bahwa persamaan transport di atas dapat dituliskan sebagai turunan berarah D v u = v u = 0, dengan vektor arah ( ) a v =. b

8 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 8 Ini berarti u(x, t) solusi (3.1.1), ika dan hanya ika turunan berarah dari u(x, t) pada arah v = (a b) T sama dengan nol! Perhatikan garis-garis yang seaar dengan vektor v pada gambar berikut. Persamaan garis-garis seaar itu adalah t = b a x C bx at = C. Garis-garis ini disebut sebagai garis karakteristik. t bx-at=c x Perhatikan tiga pernyataan equivalen berikut. 1. u(x, t) solusi au x + bu t = D v u = 0 dengan v = (a, b) T 3. Nilai fungsi u(x, t) konstan selama x, t terletak pada satu garis karakteristik. Point 3 akan dielaborasi. Nilai fungsi u(x, t) konstan selama x, t terletak pada satu garis karakteristik bx at = C. Jadi u(x, t) hanya bergantung pada nilai C pada persamaan garis karakteristik tersebut, atau u(x, t) hanya bergantung pada bx at, sehingga solusi pers transport au x + bu t = 0 adalah u(x, t) = f(bx at), dengan f suatu fungsi sebarang. Fungsi sebarang f dapat diperoleh ika diberikan syarat tambahan. Syarat tersebut bisa berupa syarat awal atau syarat batas. Soal Latihan Buktikan bahwa u(x, t) = f(bx at), untuk sebarang fungsi f, memenuhi persamaan transport au x + bu t = 0. Misalkan diketahui a = 2, b = 1, dan { 1, 0 < x < 3 u(x, 0) = f(x) = 0, untuk x lainnya Sketsakan u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2) pada satu sumbu koordinat. Amati apa yang teradi. 2. Diberikan suatu persamaan transport 3u x 4u t = 0 dengan syarat awal { 4 x u(x, 0) = 2, x < 2 0, x > 2 (a) Tentukan persamaan garis karakteristiknya lalu gambarkan. (b) Sketsakan u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2), u(x, 3) pada satu sumbu koordinat. 3. Tentukan solusi persamaan transport 2u x u t = 0, dengan syarat awal { sin πx 0 x 1 u(x, 0) = 0 untuk x lainnya. Sketsakan u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2) pada satu sumbu koordinat. Tentukan rumusan solusi u(x, t). Gunakan Maple untuk memplot u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2) pada satu sumbu koordinat (Pastikan hasilnya sesuai). 4. Tentukan solusi persamaan transport u x + u t = 0, dengan syarat batas { 1 t 0 u(0, t) = 0 untuk t lainnya. Sketsakan u(x, 0), u(x, 1), u(x, 2) pada satu sumbu koordinat.

9 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 9 5. Perhatikan pdp 2u t + u x = x. Persamaan di atas dapat ditulis sebagai Lu = x, dengan operator diferensial L = 2 t + x. (a) Buktikan bahwa operator L adalah operator linier, sehingga pdp yang bersesuaian uga merupakan pdp linier. (b) Tentukan satu solusi pdp tak homogen di atas. Selanutnya mengingat bagi pdp linier berlaku sifat: solusi umum pdp tak homogen = solusi umum pdp homogen + satu solusi pdp tak homogennya, tentukan solusi umum pdp di atas. 6. Perhatikan persamaan transport au x + bu t = 0. Terapkan transformasi koordinat, yang mengubah variabel bebas (x, t) menadi variabel bebas baru (v, z) berikut v = ax + bt, z = bx at. Gunakan aturan rantai untuk menyatakan u x dalam turunan-turunan u terhadap variabel bebas baru: u v dan u z. Lakukan hal yang sama terhadap u t. Substitusikan kedua hasilnya ke dalam persamaan transport, dan tunukkan bahwa persamaan transport dalam variabel baru menadi u v = 0. Selanutnya tunukkan bahwa solusinya adalah u(v, z) = f(z) atau u(x, t) = f(bx at), untuk sebarang fungsi f. Metoda pencarian solusi dengan cara di atas, dikenal dengan nama metoda koordinat, dan bentuk pdp yang mana setelah transformasi koordinat dapat diselesaikan dengan pengintegralan langsung tsb dikenal sebagai bentuk normal. Untuk soal-soal solusi pdp melalui bentuk normal, lihat Kreyszig 8 ed Subbab 11.4 no Koefisien tak konstan Soal Latihan Tentukan solusi u x + tu t = 0, u(0, t) = t 3. Periksa awabnya dengan substitusi langsung. 2. Tentukan solusi u x + 2xt 2 u t = Tentukan solusi (1 + x 2 )u x + u t = 0. Sketsakan beberapa kurva karakteristiknya. 4. Tentukan solusi 1 x 2 u x + u t = 0, u(0, t) = t. 5. Tentukan solusi au x + bu y + cu = Tentukan solusi u x + u y + u = e x+2y, u(x, 0) = Gunakan metoda koordinat untuk menentukan solusi persamaan differensial u x + 2u y + (2x y)u = 2x 2 + 3xy 2y Persamaan Gelombang Getaran senar gitar mengikuti persamaan gelombang (bentuk yang paling sederhana) berikut u tt = c 2 u xx, (2.2.1) dengan c 2 = T ρ, dimana T gaya tegang senar, dan ρ rapat massa tali. Di sini u menyatakan simpangan senar dari kondisi setimbang, lihat Gambar Penurunan persamaan gelombang tali dapat dilihat antara lain pada Strauss 1.3 hal. 11. Selain itu,

10 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 10 u x Gambar 2.2.1: Fungsi u(x, t) menyatakan simpangan di posisi x saat t diukur dari kondisi setimbang. persamaan (3.2.1) uga merupakan model perambatan gelombang air, dengan c = gh, dan H menyatakan kedalaman air. Di sini c menyatakan cepat rambat gelombang air. Solusi persamaan (3.2.1) dapat diperoleh dengan beberapa cara sesuai dengan domain keberlakuan persamaan gelombang tersebut. Solusi persamaan (3.2.1) pada domain R dapat diperoleh dengan metode d Alembert. Misalkan u merupakan suatu fungsi yang bergantung pada variabel baru ξ dan η, dengan ξ dan η dinyatakan sebagai berikut, sehingga dapat diperoleh ξ = x + ct dan η = x ct, x = ξ + η ; t = c( ξ η ), u tt = c 2 (u ξξ 2u ξη + u ηη ), u xx = u ξξ + 2u ξη + u ηη. Dengan demikian, persamaan (3.2.1) menadi 4u ξη = 0. Solusi dari (2.2.2) adalah u(ξ, η) = F (ξ) + G(η), (2.2.2) u(x, t) = F (x + ct) + G(x ct), (2.2.3) dengan F dan G adalah sebarang fungsi differensial. Misal ditambahkan syarat awal sebagai berikut, { u(x, 0) = ϕ(x) u t (x, 0) = ψ(x). Substitusikan (2.2.3) ke (2.2.4) diperoleh : { F (x) + G(x) = ϕ(x) c(f (x) G (x)) = ψ(x) { F + G = ϕ F G = 1 c ψ, (2.2.4) sehingga akan didapatkan, F = 1 2 ( ϕ + ψ ) c ; G = 1 2 ( ϕ ψ ). c Jadi, F (s) = 1 2 ϕ(s) + 1 2c s 0 ψ(r)dr + k 1,

11 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 11 sehingga, G(s) = 1 2 ϕ(s) 1 2c s 0 ψ(r)dr + k 2, u(x, t) = 1 2 {ϕ(x + ct) + ϕ(x ct)} + 1 2c x+ct x ct Persamaan (2.2.5) dikenal sebagai rumus d Alembert. ψ(r)dr. (2.2.5) Soal: Plot kurva-kurva solusi persamaan gelombang u tt c 2 u xx = 0 dengan tiga tipe pilihan syarat awal berikut. { 1 x a. u(x, 0) = φ(x) = 2, untuk x 1 0, untuk x lainnya dan u t(x, 0) = 0. b. u(x, 0) = 0, dan u t (x, 0) = ψ(x) = c. u(x, 0) = φ(x), dan u t (x, 0) = ψ(x). Amati max x u(x, t). { 1, untuk x 1 0, untuk x lainnya. Gambar 2.2.2: Garis-garis karakteristik persamaan gelombang. x-ct t (x,t) (a) x+ct x x+ct=xo t xo (b) x-ct=xo Gambar 2.2.3: (a). Daerah kebergantungan (domain of dependence) dari titik (x, t), (b). Daerah pengaruh (domain of influence) dari titik (x 0, 0). x Perhatikan bahwa rumus solusi d Alembert berlaku untuk persamaan gelombang pada domain tak hingga. Apabila domain keberlakuan persamaan gelombang hanya berupa setengah selang, misalnya (0, ) atau (, 0) maka rumus d Alembert dapat dimodifikasi. Diskusi lengkap mengenai hal ini ada pada Bab 3.2 Strauss. Apabila domain keberlakuan persamaan gelombang adalah berupa domain berhingga, maka cara penyelesaiannya adalah menggunakan metoda separasi variabel, Bab 4 Strauss.

12 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 12 Jika dipunyai syarat batas u(0, t) = 0 (tipe Dirichlet) maka syarat awal u(x, 0) = ϕ(x) pada (0, ) diperluas menadi fungsi ganil. Selanutnya karena pada persamaan gelombang, gelombang menalar mengikuti garis karakteristik, kita dapatkan sketsa gelombang untuk t = t 0, lihat Gambar 1.4. Hasil tersebut sesuai dengan kondisi gelombang yang merambat pada tali dengan uung kiri terikat. Jika dipunyai syarat batas u x (0, t) = 0 (tipe Neumann) maka syarat awal u(x, 0) = ϕ(x) pada (0, ) diperluas menadi fungsi genap. Selanutnya karena pada persamaan gelombang, gelombang menalar mengikuti garis karakteristik, kita dapatkan sketsa gelombang untuk t = t 0, lihat Gambar 1.5. Hasil tersebut sesuai dengan kondisi gelombang yang merambat pada tali dengan uung kiri bebas Energi Berikut ini akan ditunukkan bahwa solusi (3.2.1) memenuhi kekekalan energi. Perhatikan bahwa energi kinetik sistem KE = 1 2 ρ u 2 t dx, sedangkan energi potensialnya = T pertambahan panang, sehingga P E = T (ds dx) = 1 2 T u 2 xdx. sehingga energi totalnya adalah Kemudian, E = KE + P E = 1 2 de dt (ρu 2 t + T u 2 x)dx. = (ρu t u tt + T u x u xt )dx = (c 2 ρu t u xx + T u x u xt )dx = ( T u tx u x + T u x u xt )dx de = 0. dt yang berarti sepanang evolusi energi E bernilai konstan. (Strauss, Section 2.2 no. 5) Periksa perubahan energi E(u) untuk u(x, t) solusi persamaan gelombang yang memperhitungkan faktor redaman u tt = c 2 u xx ru t, r > Well-posed problem Suatu persamaan diferensial parsial dengan syarat awal dan syarat batas (atau syaratsyarat lainnya) dikatakan well-posed ika mempunyai solusi tunggal (existence and uniqueness) dan solusi tersebut stabil terhadap perubahan nilai awal (stability). Contoh Perhatikan persamaan gelombang u tt c 2 u xx = 0, untuk x R, t > 0 dengan syarat awal u(x, 0) = Φ(x), u t (x, 0) = Ψ(x) bersifat well-posed. Penelasan, mengingat adanya rumus solusi d Alembert dari persamaan gelombang, maka elas memenuhi existence &

13 BAB 2. PERSAMAAN TYPE HIPERBOLIK 13 uniqueness. Berikut adalah sekilas mengenai kestabilan solusi terhadap syarat awal u(x, 0) = Φ(x), u t (x, 0) = 0. Misalkan u i (x, t), i = 1, 2 berturut-turut adalah solusi persamaan gelombang dengan syarat awal u(x, 0) = Φ i (x), i = 1, 2. (u 2 u 1 )(x, t) = 1 2 (Φ 2 Φ 1 )(x ct) (Φ 2 Φ 1 )(x + ct) Kestabilan dipenuhi ika untuk setiap ε > 0, terdapat δ > 0 sehingga Φ 2 Φ 1 < δ = u 2 u 2 < ε. Perhatikan sistim persamaan linier A m n U n 1 = b m 1. Jika m > n yang berarti umlah baris lebih besar dari umlah kolom, maka SPL di atas bersifat overdetermined, adi SPL tak mempunyai solusi. Jika m < n yang berarti umlah baris lebih kecil dari umlah kolom, maka SPL di atas bersifat underdetermined, adi SPL tak mempunyai tak hingga banyak solusi. Jika m = n dan matriks A bersifat singular (det A = 0), maka SPL tak punya solusi. Jika m = n dan nilai eigen dari matriks A kecil sekali, maka SPL tidak memenuhi konsep kestabilan. Untuk setiap kasus yang diuraikan di atas, SPL bersifat ill-posed. Sebagai catatan: masalah difusi untuk t 0 bersifat well-posed, namun backward-diffusion tidak.

14 Bab 3 Metoda Beda Hingga pada Persamaan Tipe Hiperbolik Sebuah persamaan diferensial apabila didiskritisasi dengan metode beda hingga akan menadi sebuah persamaan beda. Jika persamaan diferensial parsial mempunyai solusi eksak u(x, t), maka persamaan beda akan mempunyai solusi hampiran u(x, t n ). Kaitan antara pdp dengan persamaan beda, dan solusi u(x, t) dan solusi hampiran u(x, t n ) tak lain adalah konsep kekonsistenan, kestabilan, dan kekonvergenan suatu persamaan beda, lihat Gambar kekonsistenan kekonvergenan Gambar 3.0.1: Skema hubungan antara pdp dan persamaan beda serta solusi-solusinya. 3.1 Persamaan Transport Sebagai langkah awal pengenalan metoda beda hingga, akan digunakan pdp yang paling sederhana yaitu persamaan transport u t + du x = 0, untuk (x, t) [0, L] [0, T ] (3.1.1) beserta syarat awalnya u(x, 0) = f(x), untuk 0 x L (3.1.2) yang telah kita ketahui mempunyai solusi eksak u(x, t) = f(x dt). Persamaan beda hingga dikatakan stabil ika persamaan beda menghasilkan solusi u n yang berhingga. Persamaan beda dikatakan konsisten terhadap pdpnya ika selisih antara persamaan beda dengan pdpnya (suku-suku truncation error) menuu nol ika lebar grid menuu nol, x 0, t 0. Persamaan beda hingga dikatakan konvergen ika solusi 14

15 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 15 persamaan beda mendekati solusi pdp ika lebar grid menuu nol, x 0, t 0. Teorema Equivalensi Lax: Untuk suatu masalah nilai awal yang well-(properly-)posed, ika suatu persamaan beda konsisten dan stabil, maka persamaan beda tersebut pastilah konvergen Metode Courant-Isaacson-Rees (FTBS, upwind) Perhatikan selang [0, L] yang dipartisi dengan ukuran x dengan titik-titik partisi x = ( 1) x, untuk = 1, 2,, Nx. Selang [0, T ] dipartisi dengan ukuran t dengan titik-titik partisi t n = (n 1) t, untuk n = 1, 2,, Nt. Akan dicari u(x, t n ) untuk = 1, 2,, Nx, dan n = 1, 2,, Nt. Akan digunakan notasi u n u(x, t n ). Metode Courant-Isaacson-Rees tak lain adalah Metode FTBS (Forward Time Backward Space) dikenal uga sebagai metode upwind. sehingga persamaan beda untuk persamaan transport (3.1.1) adalah: atau u n+1 u n t + d un un 1 x = 0. (3.1.3) u n+1 = (1 C)u n + Cu n 1, (3.1.4) dengan C d t x suatu bilangan Courant. Metode ini memiliki akurasi O( t, x). Gambar 3.1.1: Stencil metoda upwind untuk persamaan transport. Perhatikan domain perhitungan [0, L] [0, T ] yang telah dipartisi. Syarat awal (3.1.2) telah diketahui sehingga u 1, untuk = 1, 2,, Nx telah diketahui. Untuk satu time-step berikutnya dengan kita dapat menghitung u 2, untuk = 2,, Nx, namun u2 1 tak dapat dihitung. Ini berarti untuk pendekatan numerik ini kita membutuhkan syarat batas kiri. Jika digunakan syarat batas kiri u(0, t) = 0 atau u n 1 = 0 untuk n = 1, 2,, Nt, maka FTBS dapat digunakan untuk menentukan u n, untuk setiap = 1, 2,, Nx, n = 1, 2,, Nt. Perhatikan bahwa FTBS pada persamaan transport tidak membutuhkan syarat batas kanan. Catatan: di sini syarat batas kiri kita tambahkan melulu untuk keperluan perhitungan numerik. Pilihan untuk syarat batas kiri tersebut tentu berragam. Jika kita ingin mensimulasikan situasi tertentu, pilihan syarat batas ini menadi hal yang penting untuk dicermati. Lihat soal-soal pada akhir bab ini.

16 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 16 Kestabilan: Metode berikut ini disebut metode kestabilan von Neumann 1 Substitusikan u n = ρn e ia ke dalam (3.1.4). Setelah dibagi dengan u n, akan diperoleh atau ρ = 1 C(1 e ia ). ρ = 1 C(1 cos a) ic sin a. Persamaan beda stabil ika dan hanya ika ρ < 1 atau ρ 2 = ( ) 1 2C sin 2 a (C sin a) 2 1, 1 4C ( sin 2 a 2 + 4C2 ) ( sin 4 a 2 + 4C2 sin 2 a 2 cos2 a 2 1, 4C sin 2 a C sin 2 a 2 + C cos2 a 2) 0, 4C(C 1) sin 2 a 2 0. Ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk setiap a R ika dan hanya ika 0 C = d t x 1. Jadi, syarat kestabilan metode FTBS adalah 0 d t x 1. Konsistensi: Perhatikan ekspansi Taylor dari u n+1 dan u n 1 masing-masing di sekitar u n berikut. u n+1 = u n + t u t u n 1 = u n x u x n n t2 2 u t 2 n x2 2 u x 2 n +... (3.1.5) +... (3.1.6) Substitusikan (3.1.5) dan (3.1.6) ke dalam persamaan beda (3.1.4), dan setelah menggunakan hubungan 2 u t 2 = ( d u ) = d ( ) u = d 2 2 u t x x t x 2. akan diperoleh modified differential equation sebagai berikut: ( u n t + d u ) n x d(d t x) 2 n u x = 0. (3.1.7) Suku pertama pada (3.1.7) tak lain adalah persamaan transport yang akan diselesaikan. Suku kedua dan seterusnya pada (3.1.7) tak lain adalah suku tambahan yang kita dapatkan saat kita bekera dengan persamaan beda (3.1.4), dan disebut truncation term. truncation term = 1 2 d(d t x) 2 n u x 2 Perhatikan bahwa ika t 0 dan x 0, maka truncation term 0. Jadi metode FTBS konsisten terhadap persamaan transport. Catatan: Modified differential equation adalah persamaan yang diperoleh dari persamaan beda, yang mana beberapa sukunya diekspansikan ke dalam deret Taylor, sehingga akan ditemui suku-suku pada pdp semula. Suku-suku pada modified differential equation yang 1 Terdapat tiga metode untuk mengui kestabilan suatu persamaan beda, yaitu von Neumann stability analisis, metode matriks, dan discrete perturbation method.

17 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 17 tidak terdapat pada pdp semula disebut truncation term. Pengamatan lebih lanut, saat kita bekera dengan persamaan beda (3.1.4) sebenarnya kita bukan menyelesaikan persamaan transport (3.1.1) melainkan menyelesaikan modified differential equation (3.1.7). Suku pertama dari truncation term akan nol ika dan hanya ika d t = x (C = 1). Suku kedua dari truncation term adalah ( 1 3 d3 t d2 x t 1 ) 6 d x3 ) u xxx n dan akan bernilai nol ika C = 1. Ternyata hal ini uga berlaku untuk suku ketiga dan seterusnya pada truncation term. Jadi ika C = 1 persamaan beda (3.1.4) ekuivalen dengan (3.1.1). Dengan kata lain metode FTBS pada persamaan transport dengan C = 1 akan menghasilkan solusi eksak, dan uraian di atas adalah buktinya. Jika C < 1, maka suku pertama truncation term berupa suku difusi 2 u, dan akan menimbulkan error numerik berupa x2 damping Metode Richardson Metode Richardson biasa disebut sebagai Metode FTCS (Forward Time Center Space), akurasim metode ini O( t, x 2 ). Persamaan beda hingga untuk persamaan transport (3.1.1) adalah sebagai berikut: u n+1 u n t + d un +1 un 1 2 x Gambarkan stencil metode Richardson. = 0. (3.1.8) Kestabilan: Substitusikan u n = ρ n e ia ke dalam (3.1.8), kemudian dibagi dengan u n, maka persamaan (3.1.8) menadi: sehingga diperoleh ρ 1 t + d eia e ia 2 x ρ = 1 d t i sin a, x Perhatikan bahwa ρ > 1 untuk setiap a R, ini berarti metode FTCS / metode Richardson selalu tidak stabil Metode Lax Metode ini merupakan perbaikan dari metode Richardson, yang mana nilai dari u n diganti menadi rata-rata dari u n +1 dan un 1, sehingga u t n u x n = ( ) u n u n +1 + un 1 = un +1 un 1 2 x t = 0, + O( t), (3.1.9) + O( x 2 ). (3.1.10)

18 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 18 Substitusikan (3.1.9) dan (3.1.10) ke (3.1.1) sehingga diperoleh persamaan beda sebagai berikut: ( ) u n u n +1 + un 1 + d un +1 un 1 = 0. (3.1.11) t 2 x Akurasi metode ini O( t, x 2 ). Gambarkan stencil metode Lax. Kestabilan: Substitusikan u n = ρn e ia x ke dalam (3.1.11), sehingga diperoleh: ρ = 1 2 ( e ia x + e ia x) 1 2 C ( e ia x e ia x), dengan C = d t. Kemudian uga dapat diperoleh, x Jadi, ika C = d t x ρ = ρ = cos a x ic sin a x, cos 2 a x + C 2 sin 2 a x, 1 maka ρ 1 untuk setiap a, adi skema stabil. Konsistensi: Perhatikan ekspansi Taylor dari u n+1 dan u n ±1 masing-masing di sekitar u n berikut. u n+1 = u n + t u t u n ±1 = u n ± x u x n n t2 2 u t 2 n x2 2 u x 2 n +... (3.1.12) +... (3.1.13) Substitusikan (3.1.12) dan (3.1.13) ke dalam akan menghasilkan u n + t u t n t u t n t2 2 u t t2 2 u t 2 n n +... = u n x2 2 n u x ( C x u n x + 1 ) 3! ( x)3 3 n u x = 1 2 x2 2 n u x d t u n x 1 3! d t x2 3 u x 3 Perhatikan bahwa di sini berlaku pers. transport (3.1.1), maka 2 n u t 2 = d 2 2 n u x 2. Sehingga diperoleh modified difference equation berikut ( ) u t t + d u + 1 ( x 2 x2 C 2 1 ) 2 u x 2 n + O( x 3, t 3 ) (3.1.14) Jelas bahwa suku truncation term akan menuu nol ika x 0 dan t 0. Jadi persamaan beda (3.1.11) konsisten. n

19 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 19 Lebih auh dapat dibuktikan bahwa, suku pertama truncation term yang berorde-2: O( x 2 ) akan bernilai nol ika dan hanya ika C = 1. Begitu uga dengan suku-suku truncation term berorde lebih tinggi (cek!). Jika C < 1, suku berorde-2 tersebut akan menimbulkan efek difusi. Selain itu, suku-suku truncation term yang merupakan turunan orde genap akan memberikan efek error numerik berupa difusi atau damping, disipasi, sedangkan sukusuku yang merupakan turunan orde ganil akan memberikan efek error numerik berupa efek dispersi. Terdapat sebuah aturan umum yang mengatakan bahwa approksimasi orde-1 bagi t akan menghasilkan error numerik berupa difusi sedangkan aproksimasi orde-2 bagi t akan menghasilkan error numerik berupa dispersi. Pada uraian selanutnya akan dibahas metode beda hingga berorde Metode Lax - Wendroff One Step Pada metode ini digunakan hampiran sebagai berikut: u n+1 = u n + t u t n t2 u tt n + O( t3 ). (3.1.15) Kemudian dari persamaan transport dapat diperoleh bahwa u t = du x dan u tt = d 2 u xx, sehingga persamaan (3.1.15) menadi u n+1 = u n t du x n 1 2 t2 d 2 u xx n + O( t3 ). (3.1.16) Aproksimasi u x dan u xx dengan center difference sehingga diperoleh persamaan beda dari metode Lax-Wendroff One Step bagi persamaan transport sebagai berikut: u n+1 = u n C 2 ( u n +1 u n 1) + C 2 2 ( u n +1 2u n + u n ) 1 + O( t 3, x 3 ), (3.1.17) dengan C = d t x. Akurasi dari metode Lax - Wendroff One Step: O( t2, x 2 ). Gambar 3.1.2: Stencil metode Lax-Wendroff One Step untuk persamaan transport. Soal Latihan Implementasikan metoda upwind untuk persamaan u t + u x = 0 dengan syarat awal u(x, 0) = sin 8πx. Gunakan x = dan t = Gambarkan solusi numerik bersama-sama dengan solusi eksaknya saat t = 1 dan hasilkan Gambar Perhatikan bahwa metoda upwind memuat error berupa damping.

20 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 20 Gambar 3.1.3: Solusi numerik beserta solusi eksak dari metode upwind saat t = Buktikan syarat kestabilan metoda Lax-Wendroff: C = d t x 1. Tentukan suku pertama truncation term dari metoda Lax-Wendroff. Kerakan Soal di atas dengan menggunakan metoda Lax-Wendroff. Gambarkan solusi numerik bersama-sama dengan solusi eksaknya saat t = 1 dan hasilkan Gambar Perhatikan bahwa error damping berkurang, namun solusi numerik memiliki error phase yang cukup nyata. Gambar 3.1.4: Solusi numerik beserta solusi eksak dari metode Lax-Wendroff. 3. Terapkan metoda upwind dan metode Lax-Wendroff untuk mensimulasikan perambatan gelombang awal berupa gelombang persegi, dan hasilkan gambar seperti Gambar Perhatikan persamaan transport u t +bu x = 0, dengan b konstanta real sebarang yang tidak diketahui tandanya, dan syarat awal u(x, 0) = f(x). Perhatikan persamaan beda dengan akurasi orde satu berikut 1 t (un+1 i u n ) = b+ x (un i u n i 1) b x (un i+1 u n i ) dengan b + max(b, 0) dan b min(b, 0). Implementasikan persamaan beda di atas. Pilih sendiri syarat awal f(x).

21 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 21 Gambar 3.1.5: Perbandingan antara solusi eksak dan numerik dari metoda upwind (kiri) dan metode Lax-Wendroff (kanan) sesudah 25, 50 dan 75 timestep. (a) Jika b > 0, syarat batas apa yang diperlukan? pilih sendiri. Hasil apa yang Anda lihat? (b) Pertanyaan yang sama seperti di atas untuk b < 0. Berikut ini adalah metode-metode lainnya. Soal Latihan Metode Leapfrog memiliki akurasi O( t 2, x 2 ). Persamaan beda untuk persamaan transport (3.1.1) dengan metode ini adalah u n+1 u n 1 2 t + d un +1 un 1 2 x atau dapat ditulis sebagai berikut: u n+1 = u n 1 = 0, (3.1.18) C(u n +1 u n 1), dengan C = d t. Gambarkan stencil metoda Leapfrog. Buktikan bahwa syarat x kestabilan Metode Leapfrog adalah C = d t 1. Buktikan bahwa suku pertama x truncation term berupa dispersi (memuat suku u xxx ). Detailnya dapat dilihat pada Hoffmann hal (Metode Lax-Richtmyer two step) memiliki keakuratan O( t 2, x 2 ). Pada metode ini digunakan dua hampiran sebagai berikut: u n+2 = u n C(u n+1 +1 un+1 1 ), (3.1.19)

22 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 22 u n+1 = 1 2 (un +1 + u n 1) C 2 (un +1 u n 1), (3.1.20) dengan C = d t. Substitusikan (3.1.20) ke dalam (3.1.19) untuk memperoleh persamaan beda berikut x ini, u n+2 = u n C 2 (un +2 u n 2) + C2 2 (un +2 2u n + u n 2). (3.1.21) Perhatikan bahwa persamaan beda (3.1.21) tepat sama dengan persamaan beda dari metoda Lax-Wendroff untuk lebar selang 2 t dan 2 x, yaitu (3.1.17). Dengan demikian, pembahasan mengenai kestabilan, kekonsistenan, dll. pada metode ini sama persis dengan pembahasan pada metode Lax-Wendroff one step. Gambarkan stencil metode Lax - Richtmyer two step. 3.2 Persamaan Gelombang Perhatikan persamaan gelombang u tt c 2 u xx = 0, dengan syarat awal c 2 = T ρ (3.2.1) u(x, 0) = ϕ(x), u t (x, 0) = ψ(x). (3.2.2) Terapkan beda pusat pada kedua sukunya menghasilkan persamaan beda dengan akurasi O( t 2, x 2 ) berikut u n+1 2u n + un 1 t 2 atau dapat ditulis sebagai berikut: u n+1 dengan S = c2 ( t) 2 ( x) 2. = c 2 un +1 2un + un 1 x 2, (3.2.3) = S(u n +1 + u n 1) + 2(1 S)u n u n 1, (3.2.4) S Gambar 3.2.1: Stencil metode beda hingga untuk persamaan gelombang S S Perhatikan bahwa persamaan beda (3.2.4) membutuhkan dua baris syarat awal, sementara permasalahan kita hanya mempunyai syarat awal (3.2.2), yang berarti u 0, untuk = 1,, Nx. Bagaimana mendapatkan u 1? Perhatikan yang berikut, terapkan beda pusat dengan akurasi O( t 2 ) pada u t 0 : u 1 u 1 2 t = ψ. (3.2.5)

23 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 23 Persamaan (3.2.4) untuk n = 0 menghasilkan dan karena u 1 u 1 = S(u u 0 1) + 2(1 S)u 0 u 1, = 2 tψ u 1, maka dapat diperoleh: u 1 = S 2 (ϕ ϕ 0 1) + (1 S)ϕ 0 + tψ. (3.2.6) Jadi, persamaan beda (3.2.3) dapat diterapkan dengan u 0 = ϕ. dan (3.2.6) sebagai dua baris nilai awal. Hampiran orde rendah bagi u t 0, yaitu sehingga u 1 u0 t = ψ + O( t), u 1 = ϕ + tψ + O( t 2 ), (3.2.7) dapat digunakan sebagai nilai awal, namun akurasi O( t) tidak memenuhi syarat karena akurasi O( t) yang rendah ini akan masuk dan tersebar ke dalam domain perhitungan sehingga akurasi dari keseluruhan perhitungan hanya dapat dikatakan berorde-1 saa, dan akurasi orde-2 dari persamaan beda (3.2.4) menadi sia-sia. Kestabilan: Substitusikan u n = ρn η dimana η = e ia x ke dalam (3.2.4) sehingga diperoleh ρ ρ = S(η ) = 2S(cos a x 1) = 2p, η yang dapat disederhanakan menadi ρ 2 2(1 + p)ρ + 1 = 0. Dengan demikian, diperoleh akar-akar berikut ini ρ 1,2 = (1 + p) ± p 2 + 2p, p 0. Nilai dari ρ 1,2 terbagi menadi dua kasus yaitu: 1. Jika p 2 + 2p > 0, p < 2, diperoleh bahwa ρ 1,2 bernilai real dan salah satu diantaranya bernilai < 1. Jadi, skema tidak stabil. 2. Jika p 2 + 2p < 0, 2 < p 0, diperoleh bahwa ρ 1,2 = (1 + p) ± i p 2 2p merupakan bilangan kompleks dengan ρ 1,2 = 1. Jadi ρ 1,2 = cos θ + i sin θ. 3. Jika p = 2, maka akan dipeoleh ρ = 1. Dengan demikian, skema beda hingga stabil ika p [ 2, 0], a. Hal ini akan teradi ika dan hanya ika: 2 S(cos a x 1) 0, a dan karena 2 cos a x 1 0, a, maka batasan untuk S adalah 2 2S 0 0 < S 1.

24 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 24 Jadi syarat kestabilan untuk skema ini adalah S = c 2 ( t x )2 1. (3.2.8) Ilustrasi garis-garis karakteristik pada persamaan gelombang dapat dilihat pada Gambar Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa ika untuk S = 1, yang berarti t = c x, maka garis karakteristik melewati titik-titik grid. Sedangkan ika S < 1, yang berarti t < c x, maka garis karakteristik lebih curam yang berarti kecepatan gelombang hasil numerik lebih kecil daripada kecepatan sebenarnya. Sehingga syarat kestabilan persamaan gelombang (3.2.8) mengartikan bahwa numerical propagation speed tidak bisa lebih besar dari continuous propagation speed. (Strauss hal 204.) (a) Gambar 3.2.2: Garis karakteristik persamaan gelombang untuk (a) S = 1 t = c x, (b) S < 1 t < c x. Konsistensi: Perhatikan dua uraian Taylor berikut: u n±1 = u n ± t u t n t2 u tt n ± O( t3 ) t4 u 4t n u n ±1 = u n ± x u x n x2 u xx n ± O( x3 ) x4 u 4x n Dari persamaan (3.2.9) dan (3.2.10) diperoleh: u n +1 + u n 1 = 2 (u n + 12 x2 u xx n + 14! ) x4 u 4x n +... u n+1 + u n 1 = 2 (u n + 12 t2 u tt n + 14! ) t4 u 4t n +... (b) +... (3.2.9) +... (3.2.10) (3.2.11) (3.2.12) Kemudian substitusikan (3.2.11) dan (3.2.12) ke dalam persamaan beda (3.2.4) dan dengan sedikit manipulasi alabar akan didapatkan 2u n + t 2 u tt n + 2 4! t4 u 4t n 2Sun S x 2 u xx n S 2 4! x4 u 4x n = 2(1 S)un, yang dapat disederhanakan menadi ( t) 2 (u tt c 2 u xx ) n + 2 4! (( t)4 u 4t S( x) 4 u 4x ) n. Jelas bahwa skema konsisten. Lebih auh lagi suku pertama truncation terms-nya adalah 2 4! (( t)4 u 4t S( x) 4 u 4x ) = 2 4! (( t)4 c 2 u 4x S( x) 4 u 4x ) = 2 4! ( x)4 (S 2 S)u 4x, yang berupa suku difusi, dan akan bernilai nol ika dan hanya ika S 2 S = 0 atau S = c2 ( t) 2 ( x) 2 = 1.

25 BAB 3. METODA BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN TIPE HIPERBOLIK 25 Soal Latihan (Standing wave) Untuk k tertentu, tentukan ω sehingga fungsi u(x, t) = cos kx cos ωt solusi bagi persamaan gelombang u tt c 2 u xx = 0. Gunakan Maple untuk mensimulasikan solusi standing wave tersebut. 2. Perhatikan persamaan gelombang u tt = u xx, untuk 0 x 10, dengan syarat batas u x (0, t) = 0 dan u(10, t) = 0, dan syarat awal u t (x, 0) = 0 dan { 2 u(x, 0) = 16 (x 3)2 (x 7) 2, 3 x 7 0, untuk x lainnya (a) Terapkan skema beda hingga orde-2 untuk persamaan gelombang. Gunakan pula hampiran orde-2 untuk menaksir u(x, t), uga untuk syarat batas kiri. (b) Jika dipilih x = 1, diperoleh suatu hampiran bagi simpangan awal berikut u(x, 0) = Hitung u(x, t) untuk beberapa selang waktu (hand-calculation), pilih t = 1. Apa yang Anda lihat pada batas? (c) Implementasikan dan simulasikan perpecahan gundukan awal sampai gelombang pecahannya menabrak batas kanan dan kiri, kemudian berbalik. Amatilah! (d) Kerakan soal (c) namun simpangan awal nol, dan kecepatan awal { 1, x 5 1 u(x, 0) = 0, x lainnya.

26 Bab 4 Persamaan Difusi Persamaan difusi adalah persamaan tipe hiperbolik. Dalam uraian berikut ini persamaan difusi akan diformulasikan berdasarkan prinsip kesetimbangan energi. Perhatikan masalah distribusi panas pada suatu batang penghantar yang panangnya L. Misalkan u(x, t) menyatakan suhu pada posisi x saat t. Perhatikan elemen batang dengan batas kiri x dan batas kanan x+ x, internal energi pada elemen tersebut adalah ρc u( x, t) x, dengan c, ρ berturut-turut menyatakan specific heat, rapat massa batang. Jika dimisalkan fluks aliran panas sebagai fungsi f(u), maka selama selang waktu t, perubahan internal energi pada elemen batang adalah f ( u ) f ( u) ρc(u t+ t u t ) x = (f(u) x f(u) x+ x ) t Jika kedua ruas dibagi dengan t x, dan setelah diambil limitnya, diperoleh: x x ρcu t + (f(u)) x = 0. (4.0.1) Persamaan dengan ρc dianggap 1 atau u t +(f(u)) x = 0 merupakan bentuk umum persamaan konservasi bagi masalah-masalah konservasi lainnya, misalnya konservasi massa. Tentunya setiap proses penurunan persamaan konservasi tertentu memerlukan formulasi yang cermat. Jika selanutnya diterapkan hukum Fick s: fluks energi sebanding dengan gradien temperatur: fluks= κu x, dengan κ menyatakan heat conductivities. maka persamaan (4.0.1) menadi persamaan difusi u t = ku xx, (4.0.2) dengan k = κ ρc. Konstanta difusi k > 0 menyatakan koefisien penghantar panas, dan berdimensi [L 2 ]/[T ]. Tanda negatif pada hukum Fick s berarti arah aliran searah dengan arah berkurangnya suhu. Alternatif lain, persamaan difusi dapat uga diperoleh melalui formulasi integral. Internal energi dari elemen batang adalah x+ x x ρcu dx, sedangkan lau perubahannya bergantung pada fluks masuk dikurangi fluks ke luar d dt x+ x x ρcu dx = f(u) x f(u) x+ x. 26

27 BAB 4. PERSAMAAN DIFUSI 27 Perhatikan bahwa di sini batas kiri dan kanan x dan x + x tidak bergerak sehingga d dt x+ x x x+ x x ρcu dx = x+ x ρcu t + (f(u)) x dx = 0. x ρcu t dx = x+ x x ( f(u)) x dx Karena relasi di atas berlaku untuk setiap x dan x, maka berarti haruslah integran bernilai nol, atau u(x, t) memenuhi persamaan (4.0.1). Jika selanutnya dimisalkan berlaku hukum Ficks: f(u) = κu x, dengan κ > 0, maka u(x, t) memenuhi persamaan difusi u t = ku xx, (4.0.3) dengan k = κ ρc. Selain sebagai persamaan pengatur masalah distribusi panas, persamaan difusi uga merupakan persamaan pengatur proses melarutnya tinta dalam zat pelarut tertentu, dan konstanta difusi k menyatakan seberapa cepat tinta dapat terlarut. Terdapat tiga tipe syarat batas: 1. Syarat batas tipe Dirichlet: ika nilai u diketahui. Pikirkan situasi yang bersesuaian dengan syarat batas kiri Dirichlet homogen: u(0, t) = 0 (masalah panas & masalah tinta) 2. Syarat batas tipe Neumann: ika turunan dari u diketahui. Pikirkan situasi yang bersesuaian dengan syarat batas kanan Neumann homogen: u x (L, t) = 0 (masalah panas & masalah tinta) 3. Syarat batas tipe Robin: kombinasi dari Dirichlet dan Neumann. Pikirkan situasi yang bersesuaian dengan syarat batas kanan Robin: u x (L, t) = u(l, t). Uraian lanut mengenai arti fisis syarat batas Robin dapat dilihat pada Strauss Section 4.3. [Strauss 1.4 no 5] Dua batang penghantar berpenampang sama Prinsip Maksimum Teorema Prinsip Maksimum: Solusi persamaan difusi (5.0.1) pada persegi panang [0, L] [0, ) memenuhi u(x, t) max u pada batas persegi panang, Dengan kata lain, solusi persamaan difusi u(x, t) mencapai ekstrim pada saat awal t = 0 atau pada batas kiri x = 0 atau kanan x = L: u(x, t) max {u(x, 0), u(0, t), u(l, t)}. Prinsip Maksimum versi kuat: Solusi persamaan difusi (5.0.1) pada persegi panang [0, L] [0, ) memenuhi u(x, t) < max {u(x, 0), u(0, t), u(l, t)}, atau u(x, t) = konstan. Pikirkan kesesuaian prinsip maksimum pada masalah distribusi tinta. Bukti prinsip maksimum: Strauss hal 41.

28 BAB 4. PERSAMAAN DIFUSI 28 Coba buktikan prinsip minimum berikut. Jika u(x, t) solusi persamaan difusi pada persegi panang [0, L] [0, ) maka berlaku min {u(x, 0), u(0, t), u(l, t)} u(x, t). Gabungan antara versi kuat prinsip maksimum dan mininum adalah: solusi u(x, t) dari persamaan difusi memenuhi min {u(x, 0), u(0, t), u(l, t)} < u(x, t) < max {u(x, 0), u(0, t), u(l, t)}, atau u(x, t) = konstan. Ketunggalan Selanutnya kita akan membuktikan ketunggalan solusi persamaan difusi dengan syarat batas tipe Dirichlet berikut: u t ku xx = f(x, t), 0 < x < L, t > 0 u(x, 0) = ϕ(x) u(0, t) = g(t), u(l, t) = h(t) (4.1.1) Bukti: Misalkan u 1 (x, t) dan u 2 (x, t) merupakan dua solusi (4.1.1) akan ditunukkan bahwa u 1 (x, t) = u 2 (x, t). Tuliskan w(x, t) u 1 (x, t) u 2 (x, t), maka w(x, t) memenuhi w t kw xx = 0, 0 < x < L, t > 0 u(x, 0) = 0 w(0, t) = 0, w(l, t) = 0 (4.1.2) Terapkan prinsip maksimum dan minimum pada persamaan difusi dengan syarat batas dan syarat awal di atas akan menghasilkan w(x, t) = 0 atau u 1 (x, t) = u 2 (x, t). Alternatif: metoda energi untuk membuktikan ketunggalan solusi masalah difusi. Misalkan u 1 (x, t) dan u 2 (x, t) merupakan dua solusi (4.1.1), misalkan w(x, t) u 1 (x, t) u 2 (x, t), maka w(x, t) memenuhi (4.1.2). 0 = 0 w = (w t kw xx )w = (1/2w 2 ) t + ( kw x w) x + kw 2 x. Integralkan terhadap x dengan batas 0 dan L, maka atau 0 = L 0 (1/2w 2 ) t dx kw x w x=l x=0 + k d L 1 dt 0 2 w2 dx = k L 0 w 2 x dx. Berarti L 0 w 2 dx turun untuk setiap t 0 L 0 w 2 x dx L 0 w 2 dx L 0 w(x, 0) 2 dx, Sedangkan L 0 w(x, 0) 2 dx = 0, adi w 0 atau u 1 (x, t) = u 2 (x, t). Interpretasi syarat batas Robin bagi persamaan difusi (soal Strauss 2.3 no 8). Perhatikan persamaan difusi u t = ku xx pada domain 0 < x < L, t > 0 dengan syarat batas Robin

29 BAB 4. PERSAMAAN DIFUSI 29 u x (0, t) a 0 u(0, t) = 0, dan u x (L, t) a L u(l, t) = 0. Jika a 0 > 0 dan a L > 0, gunakan metoda energi untuk membuktikan bahwa kedua titik uung berperan dalam berkurangnya L 0 u2 (x, t) dx. Dengan kata lain, sebagian dari energi hilang melalui batas, dan syarat batas ini dikenal sebagai syarat batas radiating atau dissipative. Soal: Buktikan ketunggalan solusi persamaan difusi non-linear berikut u t = u xx u 3, x [0, L], t > 0 u(0, t) = u(l, t) = 0 u(x, 0) = f(x) Kestabilan Misalkan u i (x, t) untuk i = 1, 2 masing-masing nerupakan solusi (4.1.1) dengan syarat awal u(x, 0) = ϕ i (x, t) untuk i = 1, 2. Akan ditunukkan bahwa untuk setiap ε > 0, terdapat δ > 0 sehingga ϕ 1 ϕ 2 < δ berakibat u 1 u 2 < ε. Bukti: Tuliskan w(x, t) u 1 (x, t) u 2 (x, t), maka w(x, t) memenuhi persamaan difusi u t ku xx = 0, 0 < x < L, t > 0 u(x, 0) = ϕ 1 (x) ϕ 2 (x) u(0, t) = 0, u(l, t) = 0 Penerapan prinsip maksimum menghasilkan w(x, t) max{ϕ 1 ϕ 2, 0} max x ϕ 1 ϕ 2, sedangkan penerapan prinsip minimum menghasilkan min{ϕ 1 ϕ 2, 0} w(x, t). Lebih auh lagi dapat diperoleh hubungan max ϕ 1 ϕ 2 max{ϕ 2 ϕ 1, 0} = min{ϕ 1 ϕ 2, 0} w(x, t). Sehingga akhirnya diperoleh atau max x ϕ 1 ϕ 2 w max x ϕ 1 ϕ 2 w = u 1 u 2 max x ϕ 1 ϕ 2. Tugas: Buktikan kestabilan solusi persamaan difusi menggunakan metoda energi. 4.2 Fungsi Green Solusi persamaan difusi (5.0.1) untuk x R dengan syarat awal u(x, 0) = ϕ(x) dapat direpresentasikan secara eksplisit: u(x, t) = dengan fungsi Green S(x, t) adalah S(x y, t)ϕ(y)dy, (4.2.1) S(x, t) = 1 4πkt e x2 /4kt, t > 0. (4.2.2) Fungsi S(x, t) dikenal dengan nama fungsi Green. Nama lainnya: Gaussian, propagator, fundamental solution. Tampak dari Gambar 1.6 bahwa kurva S(x, t) menurun menuu nol seiring dengan bertambahnya

30 BAB 4. PERSAMAAN DIFUSI 30 S t kecil t sedang t besar Dengan demikian kita memiliki rumusan eksplisit bagi solusi persamaan difusi dengan syarat awal u(x, 0) = ϕ(x), yaitu Catatan: Soal: u(x, t) = 1 4πkt e (x y)2 /4kt ϕ(y)dy. (4.2.3) S(x, t) merupakan solusi persamaan (5.0.1) dengan syarat awal ϕ(x) = δ(x) fungsi delta Dirac. S(x, t)dx = 1, lim t 0 S(x, t) = (Smoothing processes in the solution of diffusion equation) Tentukan { solusi persamaan difusi u t = ku xx, x R, t > 0 dengan syarat awal u(x, 0) = 0, x < 0 1, x > 0 Simulasikan menggunakan Maple solusi u(x, t) untuk menunukkan proses smoothing yang berasal dari persamaan difusi. Cermati lau dari proses smoothing tersebut untuk berbagai pilihan k, misalnya 1/10, 1/2, 1, Perhatikan bahwa u x merupakan solusi persamaan difusi dengan syarat awal δ(x). Solusi inilah yang dikenal sebagai Fungsi Green: S(x, t) u x = 1 2 πkt e x2 /4kt 4.3 Metoda separasi variable, recall Solusi persamaan difusi (5.0.1) pada selang berhingga [0, L] dapat diperoleh melalui metode separasi variabel. Pelaari metoda separasi variabel persamaan difusi. Solusinya berupa umlahan suku-suku e iax e ka2t = e ka2t (cos ax + i sin ax). Suku e ka2t menelaskan bahwa efek damping membesar seiring dengan bertambahnya waktu. Selain itu, untuk bilangan gelombang a yang lebih besar faktor damping exp( ka 2 t) uga lebih besar. Dengan demikian elas bahwa persamaan difusi merupakan persamaan pengatur bagi masalah-masalah difusi atau damping.

31 Bab 5 Metode beda hingga bagi persamaan difusi Pada subbab ini akan diuraikan berbagai metode beda hingga untuk persamaan difusi u t = du xx, dengan d suatu konstanta. 5.1 Metode FTCS (Forward Time Center Space) (5.0.1) Metode FTCS sering disebut dengan metode eksplisit bagi persamaan difusi. Pada metode ini, forward time diterapkan pada u t dengan akurasi O( t) dan metode beda pusat yang diterapkan pada u xx dengan akurasi O( x 2 ), sehingga diperoleh persamaan beda berikut: atau u n+1 = u n + d t ( x) 2 (un +1 2u n + u n 1), (5.1.1) u n+1 = (1 2S)u n + S(u n +1 + u n 1), dengan S = d t ( x) 2. (5.1.2) -1, n, n+1, n +1, n Gambar 5.1.1: Stencil FTCS untuk persamaan difusi. Kestabilan Substitusikan u n = ρn e ia x ke dalam (5.1.2), sehingga diperoleh: ρ = (1 2S) + S(e ia x + e ia x ) = 1 + 2S(cos a x 1). Agar skema stabil, maka ρ 1, yaitu ρ = 1 + 2S(cos a x 1) 1, S(cos a x 1) 1, 1 S(cos a x 1) 0, 0 S(1 cos a x) 1, 0 2S sin 2 ( ) a x 2 1, 31

32 BAB 5. METODE BEDA HINGGA BAGI PERSAMAAN DIFUSI 32 sehingga 2S 1. Jadi, skema akan stabil ika S = d t ( x) Konsistensi Diberikan dua hampiran berikut: u n+1 = u n + t u t n t2 u tt n + O( t3 ) t4 u 4t n +... (5.1.3) u n ±1 = u n ± x u x n x2 u xx n ± O( x3 ) x4 u 4x n +... (5.1.4) Substitusikan (5.1.3) dan (5.1.4) ke dalam (5.1.1), u t n t u tt n +... = d ( 2 2! u xx n + 2 4! x2 u 4x n +... ), selanutnya dapat disederhanakan menadi (u t du xx ) n + ( 1 2 td2 u 4x 2 4! x2 du 4x ) n +... = 0. Jelas bahwa skema konsisten. Selanutnya suku pertama truncation term yaitu 1 2 td2 u 4x 2 4! x2 du 4x = d (d t 16 ) 2 x2 u 4x, yang berupa suku difusi akan bernilai nol ika S = Metode Implisit BTCS (Backward Time Center Space) Metode BTCS memiliki akurasi O( t, x 2 ). Persamaan beda untuk persamaan difusi dengan menggunakan metode BTCS adalah u n+1 ( u n u n+1 +1 = d 2un+1 + u n+1 ) 1 t ( x) 2. (5.2.1) -1, n+1, n+1, n +1, n+1 Gambar 5.2.1: Stencil BTCS untuk persamaan difusi. Kestabilan Substitusikan u n = ρn e ia x ke dalam (5.2.1) menghasilkan: dengan S = d t. Dengan demikian, ( x) 2 ρ = ρ 1 = Sρ(e ia x + e ia x 2), ρ 1 = 2Sρ(cos a x 1), S(1 cos a x) = S sin 2 a x 2.

Reflektor Gelombang 1 balok

Reflektor Gelombang 1 balok Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Tulisan ini diadaptasi dari buku PDP yang disusun oleh Dr. Sri Redeki Pudaprasetia M. Jamhuri UIN Malang July 2, 2013 M. Jamhuri UIN Malang Metode Beda Hingga

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial Soal Uian 2 Persamaan Differensial Parsial M. Jamhuri April 15, 2013 1 Buktikan bahwa ux,t) = πˆ 1 x e θ2 dθ merupakan solusi persamaan difusi u t = u xx untuk setiap x R,t > 0. Untuk x 0 tunukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 3: Pengantar, konsep dasar dan klasikasi PDP Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Kontrak kuliah 2

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

Simulasi Persamaan Gelombang

Simulasi Persamaan Gelombang December 15, 213 Soal 1 Perhatikan persamaan gelombang u tt = u xx, untuk x 1, dengan syarat batas u x (,t) = dan u (1,t) =, dan syarat awal u t (x,) = dan { 2 u (x,) = 16 (x 3) 2 (x 7) 2, 3 x 7, untuk

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

13. Aplikasi Transformasi Fourier

13. Aplikasi Transformasi Fourier 13. plikasi ransformasi Fourier Misal adalah operator linear pada fungsi yang terdefinisi pada R dengan sifat: jika [f(x] = g(x, maka [f(x + s] = g(x + s untuk setiap s R. Maka, fungsi f(x = e ax (a C

Lebih terperinci

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi Bab V Aplikasi Selain aplikasi yang sudah diperkenalkan di bab I, teori variabel kompleks masih memiliki banyak ragam aplikasi lainnya. Beberapa di antaranya akan dibahas di dalam bab ini. Perhitungan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas II.1 II.1.1 Kalkulus Dasar Teorema Gradien Misal menyatakan domain pada ruang dimensi dua dan menyatakan batas i x + j 2 2 x 2 + 2 2 elanjutnya, penentuan integral

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL Dalam menyelesaikan persamaan pada tugas akhir ini terdapat beberapa teori dasar yang digunakan. Oleh karena itu, pada

Lebih terperinci

BAB 9 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL

BAB 9 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL BAB 9 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL Kebanyakan permasalahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipresentasikan dalam bentuk persamaan diferensial parsiil. Persamaan tersebut merupakan lau perubahan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR

SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR Bab 3 SISTEM HUKUM KEKEKALAN LINEAR 3.1 Sistem Linear Hiperbolik Sistem linear dalam pengertian Tugas Akhir ini adalah suatu sistem hukum kekekalan dengan bentuk umum, t u + d A α (t) xα u = 0 (3.1.1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA (Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial) Oleh Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409 Program Pendikan Matematika FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel Vol.14, No., 180-186, Januari 018 Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi Metode Pemisahan Variabel M. Saleh AF Abstrak Dalam keadaan distribusi temperatur setimbang (tidak tergantung pada waktu)

Lebih terperinci

Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan

Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan Moh. Ivan Azis Abstrak Metode Elemen Batas diturunkan untuk penentuan solusi masalah nilai batas yang membangun model Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA MANIPULATOR FLEKSIBEL

MODEL MATEMATIKA MANIPULATOR FLEKSIBEL Bab 3 MODEL MATEMATIKA MANIPULATOR FLEKSIBEL Pada Bab ini akan dibahas mengenai model matematika dari manipulator fleksibel. Model matematika yang akan diturunkan akan menggunakan teori balok Timoshenko

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2 BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB Kalkulus Variasi Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Februari 2014 tbakhtiar@ipb.ac.id (IPB) MAT332 Kontrol Optimum

Lebih terperinci

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Di erensial Orde-2 oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 2(B) 13204 Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Siti Sailah Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan,

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah perambatan gelombang akustik (harmonis) berhasil diturunkan pada tulisan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 11-12: Finite Dierence Method for PDE Wave Eqs Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Masalah Gelombang

Lebih terperinci

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part II

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part II Fourier Analysis & Its Applications in PDEs Hendra Gunawan http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/ Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA WIDE 2010 5-6 August

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas

Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Slide II Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB February 2012 TBK (IPB) Kalkulus Variasi February 2012 1 / 37 Masalah Brachystochrone

Lebih terperinci