BAB 1 Konsep Dasar 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 Konsep Dasar 1"

Transkripsi

1 BAB 1 Konsep Dasar 1

2 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2

3 BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3

4 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4

5 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal Gerak harmonis pendulum (bandul), sebagaimana digambarkan dibawah ini, menunjukkan masalah nilai awal dengan PD order 2. d 2 dt + g sin =0 2 L (t 0 )= 0 0 (t 0 )= 0 0 Dapat juga ditulis sebagai d2 + g =0, bila sangat kecil sekali. Dalam dt 2 L L θ hal ini L adalah panjang tali pendulum, g gravitasi bumi dan sudut antara pendulum dengan posisi setimbang. Selanjutnya solusi analitik terhadap persamaan difrensial ini tidak efektif dilakukan, mengingat persamaan itu tidak linier. Dengan demikian metoda numeris sangat dibutuhkan. 67

6 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 68 Persamaan difrensial biasa order pertama dapat disajikan dalam bentuk berikut dy dx = f(x y) atau y0 = f(x y): (5.1) Solusi dari persamaan ini adalah y(x)yang memenuhi persamaan y 0 (x) =f( y(x)) di semua titik pada interval domain [a b]. Selanjutnya persamaan (5.1) dikatakan merupakan masalah nilai awal bila solusi itu memenuhi nilai awal y(a) =y 0,sehingga persamaan itu dapat digambarkan sebagai y 0 = f(x y) a x b y(a) = y 0 : Kemudian bila persamaan ini terdiri dari lebih dari satu persamaan yang saling terkait maka dikatagorikan sebagai sistem persamaan difrensial. Sistem persamaan difrensial order pertama disajikan sebagai berikut. y 0 1 = f 1 (t y 1 y 2 ::: y n ) y 0 2 = f 2 (t y 1 y 2 ::: y n ). y 0 n = f n (t y 1 y 2 ::: y n ): Atau dalam bentuk umum dapat disajikan sebagai y 0 i = f i (t y 1 y 2 ::: y n ) i =1 2 ::: n dan a t b: (5.2) dengan nilai awal y 1 (a) = 1 y 1 (a) = 2 ::: y 1 (a) = n. Metoda numeris pada umumnya diterapkan dalam menyelesaikan sistem persamaan difrensial order satu ini. Sehingga bila fenomena yang dihadapi adalah sistem persamaan difrensial order n maka haruslah ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem persamaan difrensial order satu.

7 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 69 Contoh Transformasikan sistem persamaan difrensial dibawah ini dalam sistem persamaan difrensial order satu. v 0 + v + u u 00 v 0 = xv u 1+x = cos x dimana u(0) = ;1 u 0 (0)=1 u 00 (0) = 1 v(0) = 1 Penyelesaian Misal y 1 = u y 2 = u 0 y 3 = u 00 dan y 4 = v, maka y 0 1 = u 0 = y 2 y 0 2 = u 00 = y 3 y 0 3 = u 000 = xy 4 ; y 3 (cos x ; y 4 ; y 1 1+x ) y 0 4 = v 0 = cos x ; y 4 ; y 1 1+x : Nilai awal seakarang adalah y 1 (0) = ;1 y 2 (0) = 1 y 3 (0) = 1 y 4 (0) = Teori Dasar Sebelum menyelesaikan suatu model persamaan difrensial terlebih dahulu harus diselidiki apakah persamaan itu mempunyai solusi (existence) atau tidak dan bila solusi itu ada apakah solusi itu tunggal (uniqueness) atau trivial. Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun kualitatif. Denisi (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f(t y) dikatakan memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D 2 R 2 jika ada konstanta L>0

8 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 70 sedemikian hingga jjf(t y 1 ) ; f(t y 2 )jj Ljjy 1 ; y 2 jj untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz. Denisi (Konvek) Suatu himpunan D 2 R 2 dikatakn konvek bila untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D maka titik ((1 ; )t 1 + t 2 (1 ; )y 1 + y 2 ) juga merupakan elemen dari D untuk 2 [0 1]. Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 Konvek Tidak Konvek Gambar 5.1: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 Teorema Andaikata f(t y) terdenisi dalam himpunan konvek D 2 R 2 dan ada konstanta L>0 dimana df dy (t y) L untuk semua (t y) 2 D (5.3) maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz. Teorema Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1gdan f(t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal y 0 (t) =f(t y) a t b y(a) =

9 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 71 mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Contoh y 0 = 1 +t sin(ty) 0 t 2 y(0) = 0. Tentukan apakah persamaan ini mempunyai solusi tunggal. Penyelesaian f(t y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai rata-rata pada buku "Analisa Numerik I" yaitu untuk sebarang y 1 <y 2, maka ada bilangan 2 (y 1 y 2 ) sedmikian hingga f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) y 2 ; y f(t ) =t2 cos(t): Kemudian f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) = (y 2 ; y 1 )t 2 cos(t) jjf(t y 2 ) ; f(t y 1 )jj = jj(y 2 ; y 1 )t 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjjt 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjj max t 2 cos(t)jj 0t2 = 4jjy 2 ; y 1 jj: Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu jjf(t y 1 );f(t y 2 )jj Ljjy 1 ;y 2 jj, dimana konstanta Lipschitznya adalah L =4,berarti persamaan itu mempunyai solusi tunggal. 5.2 Beberapa Metoda Numeris Ada beberapa metoda numeris yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai awal. Metoda-metoda ini dikembangkan dan dikaji berdasarkan

10 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 72 ekspansi deret Taylor. f(x) p n (x)+r n+1 (x) (5.4) p n (x) = f(x 0 )+ (x ; x 0) f 0 (x 0 )++ (x ; x 0) n f (n) (x 0 ) (5.5) 1! n! R n+1 (x) = 1 n! untuk antara x 0 dan x. Z x x 0 (x ; t) n f (n+1) (t)dt (5.6) = (x ; x 0) n+1 f (n+1) () (5.7) (n +1)! Selanjutnya kita mulai dengan masalah y 0 = f(x y) a x b y(a) =y 0 (5.8) Solusi numeris terhadap masalah ini diperoleh dengan membagi doain itu [a b] kedalam grid yakni x i = a + ih i =0 1 ::: n h =(b ; a)=n: Dengan demikian x 0 = a, dan x n = b, sedangkan h disebut besarnya grid (stepsize). Solusi numerisnya adalah himpunan dari nilai grid y 0 = y(x 0 = a) y 1 y 2 ::: y n (5.9) Nilai-nilai ini dihitung secara berurutan kemudian hasilnya dipakai sebagai aproksimasi terhadap solusi eksak y(x) sedemikian hingga y n y(x n ) n =0 1 2 ::: n: Metoda Euler Deret Taylor secara umum adalah f(x) f(x 0 )+ (x ; x 0) 1! f 0 (x 0 )+ (x ; x 0) 2 f (2) (x 0 )+:::: 2!

11 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 73 Bila x = x 1 maka y(x 1 )=y(x 0 )+ (x 1 ; x 0 ) 1! y 0 (x 0 )+ (x 1 ; x 0 ) 2 y 00(x 0 )+::: 2! sedangkan x 1 ; x 0 = h sehingga secara berurutan disetiap grid dirumuskan y(x n+1 ) = y(x n )+ (x n+1 ; x n ) 1! y 0 (x n )+ (x n+1 ; x n ) 2 y 00(x n )+::: 2! y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y 00 (x n )+ h3 3! y 000 (x n )+::: Formulasi Euler memandang bahwa suku-suku setelah suku kedua dapat dipenggal (truncation) mengingat h2 kita hitung h3 2! 3! ::: hn n! akan mendekati nol, sebagai gantinya y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n ) y n+1 = y n + hf(x n y n ) (5.10) secara berulang. Rumus ini kemudian disebut dengan Metoda Euler. Denisi (Kesalahan global) Kesalahan global didenisikan sebagai e n := y(x n ) ; y n Denisi (Konvergen) Suatu metoda dikatakan konvergen bila max jjy(x i) ; y i jj! 0 untuk h! 0 0in Denisi (Kesalahan Pemenggalan Lokal) Kesalahan pemenggalan lokal adalah kesalahan yang ditimbulkan oleh perumusan suatu metoda dalam bentuk l n := y(x n+k ) ; y n+k. Denisi (Order) Suatu metoda dikatakan berorder p bila l n := O(h p+1 ).

12 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 74 Denisi (Konsisten) Suatu metoda dikatakan konsisten bila ordernya minimal satu. Dapat dibuktikan bahwa metoda Euler adalah berorder satu, hal ini dapat ditelusuri dengan menentukan kesalahan pemenggalan lokal dari metoda tersebut, dengan memperluas rumusan Taylor x n = x 0 + nh x n+1 = x 0 +(n +1)h y n+1 y(x n+1 ) (5.11) y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n )+ h3 y(x n;1) = y(x n ) ; h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n ) ; h3 3! y000 (x n )+::: (5.12) 3! y000 (x n )+::: (5.13) (5.14) Sehingga kesalahan pemenggalan lokal adalah l n := y(x n+1 ) ; y n+1 =(y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 l n := h2 2! y0 (x n )+::: l n := O(h 1+1 ): 2! y00 (x n )+:::) ; y(x n ) ; hy 0 (x n ) Kemudian suatu metoda harus teruji keakurasiannya dengan meneliti apakah kesalahan yang ditimbulkan dalam perhitungan semakin mengecil pada setiap iterasi (konvergen) artinyauntuk h! 0 makakesalahan global e n dari Euler harus mendekati 0. Selanjutnya bila suatu metoda memiliki sifat ini dikatakan bahwa metoda itu memenuhi prinsip dasar (principal property) yang harus dipenuhi.

13 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 75 Teorema Disebarang titik grid x n dalam [a b] kesalahan global dari metoda Euler memenuhi sifat dimana L adalah konstanta Lipschitz dan jje n jj hm 2 2L (e(b;a)l ; 1) (5.15) jjy 00 (x)jj M 2 a x b: Bukti Solusi numeris metoda Euler y n+1 = y n + hf(x n y n ) dan ekpansi Taylor y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 ( n ) x n n x n+1 : Suku terakhir dari deret ini merupakan ekspresi dari kesalahan pemenggalan lokal. Kurangkan kedua rumus itu dan gunakan terorema sarat Lipschitz diperoleh jje n+1 jj jje n jj(1 + hl)+ h2 2 M 2 Selanjutnya gunakan fakta bahwa jje 0 jj = 0 jje 1 jj h2 2 M 2 dan jje 2 jj (1 + hl) h2 2 M 2, sehingga jje n jj h2 2 M 2(1 + (1 + hl)++(1+hl) n;1 ): Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri, didapat jje n jj h2 2 M (1 + hl) n ; 1 2 (1 + hl) ; 1 = h2 2 M 2 (1 + hl) n ; 1 hl = h 2L M 2((1 + hl) n ; 1)

14 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 76 Kita memahami bahwa untuk h L > 0 berlaku (1 + hl) n e nhl sedang x n = x 0 +(n)h atau h = xn;x 0 n sehingga e nhl = e (xn;x 0)L e (b;a)l sehingga jje n jj h 2L M 2(e (b;a)l ; 1) Jelas disini lim jje n jj =0: h!0 Dengan demikian dikatakan bahwa metoda Euler adalah konvergen. 2 Contoh Gunakan metoda Euler untuk menyelesaikan persamaan difrensial berikut 8 >< >: dy dt = f(t y) =y ; t 0 t 1 y(0) = 0:5 Penyelesaian Solusi analitik dari persamaan ini adalah y(t) =t +1; 0:5e t. Selanjutnya dengan menetapkan h = 0:1 dapat dihitung solusi numeris sebagai berikut. n = 0! t 0 =0dany 0 =0:5 y 1 = y 0 + hf(x 0 y 0 )=0:5 +0:1f(0 0:5) = 0:5500 n = 1! t 1 =0+10:1 dany 1 =0:5500 y 2 = y 1 + hf(x 1 y 1 )=0: :1f(0:1 0:5500) = 0:5950 dan seterusnya. Lakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh tabel berikut ini

15 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 77 t n y n y(t n ) e n Dalam visualisasi gras kedua solusi itu dapat dibandingkan sebagai berikut : Solusi numeris y_n 0.55 oo : Solusi analitik y(x) Gambar 5.2: Metoda Euler dalam grak Metoda Runge-Kutta Metoda Euler adalah metoda yang cukup lama dikenal, namun demikian keakura-sian metoda ini masih perlu dipertimbangkan untuk kategori persoalan yang sedekit lebih komplek. Metoda ini hanya bekerja dengan baik pada awalawal interval domain selanjutnya diujung akhir interval domain biasanya mengalami osilasi yang cukup besar (perhatikan gambar 5.2). Untuk meningkatkan keakurasian metoda ini diperlukan proses bertahap dengan mengasumsikan suatu

16 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 78 estimasi awal ^y n+1,kemudian tentukan nilai dari turunan di ujung grid x n de-ngan menghitung f(x n+1 ^y n+1 ). Selanjutnya selesaikan langkah berikutnya dengan menggunakan rumus rata-rata dua gradien, yang diberikan berikut ini ^y n+1 = y n + hf(x n y n ) y n+1 = y n + h 2 (f(x n y n )+f(x n+1 ^y n+1 )) Teknik seperti ini lebih akurat daripada metoda Euler. Metoda Runge Kutta mengadobsi teknik diatas dengan representasi sebagai berikut k 1 = f(x n y n ) k 2 = f(x n + c 2 h y n + ha 21 k 1 ) y n+1 = y n + h(k 1 + k 2 ): Selanjutnya secara umum dapat disajikan dalam bentuk k 1 = f(x n y n ) k i = f(x n + c i h y n + h y n+1 = y n + h mx i=1 i;1 X j a ij k j ) i =1 2 ::: m b i k i : (5.16) Dengan istilah lain metoda ini terkenal dengan nama metoda Ekpslisit Runge Kutta, dan dapat direpresentasikan dalam bentuk tabel berikut dimana c i = P m j=1 a ij dan P m i=1 b i = 1. Dengan kata lain dapatlah disajikan dalam bentuk Sebagai contoh metoda Runge-Kutta dua tahap adalah

17 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 79 0 c 2 a 21 c 3 a 31 a c m a m1 a m2 ::: a mm;1 b 1 b 2 ::: b m;1 b m c A b T Dengan demikian dapatlah diuraikan k 1 = f(x 0 y 0 ) k 2 = f(x 0 + h y 0 + hk 1 ) y n+1 = y n h(k 1 + k 2 ): (5.17) Kondisi dari Order Runge-Kutta Order dari metoda Runge-Kutta ditunjukkan dengan jumlah tahap dari metoda tersebut. Contoh diatas adalah metoda Runge-Kutta dua tahap, berarti order dari metoda itu adalah 2. Selanjutnya setiap order metode ini menunjukkan kondisi yang berbeda dari hubungan antara elemen matrik A, vektor c dan b

18 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 80 Teorema Metoda Runge-Kutta dua tahap yang sekaligus berorder 2 mempunyai sifat sebagai berikut: a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = 1 2 Bukti Persamaan difrensial adalah y 0 = f(x y) y(x 0 )=y 0 : Gunakan aturan Chain yakni untuk turunan partial y 00 = f x + f y y 0 = f x + f y f (5.18) y 000 = f xx +2f xy f + f yy f 2 + f y (f x + f y f) (5.19) f(x + m y + n) = )f Sekarang ingat ekspansi Taylor )2 f + ::: (5.20) y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n )+ h3 3! y000 (x n )+::: y(x 1 ) = y(x 0 )+hy 0 (x 0 )+ h2 2 y00 (x 0 )+ h3 6 y000 (x 0 )+::: (5.21) Perluas k 1 dan k 2 k 2 = f(x 0 + c 2 h y 0 + ha 21 f) = f(x 0 y 0 )+h(c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) h 2 2 (c2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+:::

19 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 81 Kemudian substitusikan k 1 dan k 2 kedalam (5.17) dengan mempertimbangkan nilai awal y(x 0 )=y 0. y 1 = y 0 + h(b 1 + b 2 )f(x 0 y 0 )+h 2 b 2 (c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) + h3 2 b 2(c 2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+::: y 1 y(x 0 )+h(b 1 + b 2 )y 0 (x 0 )+h 2 b 2 (c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) + h3 2 b 2(c 2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+::: (5.22) Suatu metoda dikatakan berorder p bila l n := O(h p+1 ). Dengan demikian untuk order 2 dalam metoda ini, selisih persamaan (5.21) dan (5.22) atau kesalahan pemenggalan lokal l 0 = y(x 1 ) ; y 1 = O(h 2+1 ), lihat denisi (5.2.3). Artinya suku-suku dari l 0 sebelum O(h 2+1 ) harus dinolkan. Untuk memenuhi ini maka tidak ada jalan lain pada persamaan (5.22) harus mempunyai sifat a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = Sifat kekonvergenan dari metoda ini dapat dianalisa dengan membuktikan teorema berikut ini. Teorema Disebarang titik grid x n dalam [a b] kesalahan global dari metoda Runge-Kutta berorder p memenuhi sifat dimana ^L adalah konstanta Lipschitz. jje n jj hp M p+1 C ^L (e(b;a) ^L ; 1) (5.23)

20 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 82 Buktikan dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan pembuktian kekonvergenan pada metoda Euler, dan bila benar maka lim jje n jj =0 h!0 sehingga metoda Runge-Kutta adalah metoda yang konvergen. Contoh Gunakan metoda Runge-Kutta order 2 untuk menyelesaikan persamaan yang tertera dalam contoh (5.1.1) Penyelesaian Dengan memanfaatkan rumus yang diberikan pada (5.17) didapat tabel solusi numeris sebagai berikut. t n y n y(t n ) e n Tabel 5.1: Data hasil eksekusi program metoda Runge-Kutta

21 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 83 Dalam grak dapat digambarkan sebagai berikut : Solusi numeris oo : Solusi analitik Gambar 5.3: Metoda Runge-Kutta order 2 Bila kita bandingkan dengan gambar 5.2 maka metoda Runge-Kutta jelas memberikan perbedaan yang segnikan. Solusi dari metoda ini, y n, menginterpolasi y(x n ) dengan akurat diseluruh interval domain. Berbeda dengan metoda Euler yang akurasinya hanya ditunjukkan pada awal interval domain. Dengan demikian interpolasi oleh hasil metoda ini tidak mengalami osilasi Metoda Multistep Linier (MML) Metoda ini berada dalam satu kelas dengan metoda Runge-Kutta. Dalam arti tingkat keakurasiannya sama-sama berada diatas level metoda Euler. Sedangkan perbandingan dengan metoda Runge-Kutta sendiri tidak dapat dibandingkan, hal ini tergantung kepada kompleknya persoalan. Secara umum metoda multistep didenisikan sebagai berikut i y n+i = h i f n+i : (5.24) Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut implisit. Selanjutnya metoda ini dapat dispesikasikan kedalam dua bentuk

22 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 84 polinomial, yang dinotasikan dengan dan. (s) = k s k + k;1s k; (ruas kiri) dan (s) = k s k + k;1s k; (ruas kanan) Dengan demikian untuk metoda Euler, dapatlah disajikan dalam bentuk ( ) (s ; 1 1), yang kemudian disebut metoda satu step. Kondisi dari Order MML Denisi (Kesalahan pemenggalan lokal) Kesalahan pemenggalan lokal untuk MML didenisikan sebagai berikut l n = = i y(x n+i ) ; h i y(x n+i ) ; h i f(x n+i y(x n+i )) i y 0 (x n+i ): (5.25) Rumus ini tidak berbeda dengan denisi (5.2.3), dengan demikian sesuai dengan konsep ekspansi Taylor dapatlah ditulis y(x n+i ) = y(x n )+i h 1! y0 (x n )+ (ih)2 2! y 0 (x n+i ) = y 0 (x n )+i h 1! y00 (x n )+ (ih)2 2! y 00 (x n )+ (ih)3 y 000 (x n )+::: 3! y 000 (x n )+ (ih)3 y 0000 (x n )+::: 3! maka l n = i y(x n )+i h y0 (x n )+ (ih)2 1! 2! ;h i 2! y 0 (x n )+i h 1! y00 (x n )+ (ih)2 y 00 (x n )+ (ih)3 y 000 (x n )+::: 3! y 000 (x n )+ (ih)3 y 0000 (x n )+::: 3!

23 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 85 Kelompokkan semua suku yang mempunyai order h yang sama sehingga diperoleh dimana l n = C 0 y(x n )+C 1 hy 0 (x n )+C 2 h 2 2! y00 (x n )+::: C 0 = k + k; C 1 = C 2 = i i ; i 2 i ; 2 i i i. C q = i q i ; q i q;1 i q =2 3 ::: p p+1 ::: s: Kemudian suatu metoda dikatakan berorder p bila C 0 = C 1 = = C p =0 sedang C p+1 6=0 Contoh Buktikan bahwa MML berikut ini konsisten dalam order 3. y n+2 +4y n+1 ; 5y n = h(4f n+1 +2f n ) Penyelesaian Gunakan sifat-sifat (5.11),(5.12) dan (5.13) sehingga didapat l n = y n+2 +4y n+1 ; 5y n ; 4hf n+1 +2hf n y(x n+2 )+4y(x n+1 ) ; 5y(x n ) ; 4hy 0 (x n+1 ) ; 2hy 0 (x n )

24 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 86 Sederhanakan kedalam y(x n+1 ) l n = y(x n+1 )+ h1! y0 (x n+1 )+ h2 +4y(x n+1 ) ; 5 + h4 4! y0000 (x n+1 )+::: ; h3 3! y0000 (x n+1 )+::: y00 (x n+1 )+ h3 y000 (x n+1 )+ h4 2! 3! y(x n+1 ) ; h1! y0 (x n+1 )+ h2 ; 4hy 0 (x n+1 ) ; 2h Dengan mengelompokkan suku-suku yang sama diperoleh 4! y0000 (x n+1 )+::: y00 (x n+1 ) ; h3 y000 (x n+1 ) 2! 3! y 0 (x n+1 ) ; h1! y00 (x n+1 )+ h2 y000 (x n+1 ) 2! l n = 4 h 4! y0000 (x n+1 )+::: = h 6 y0000 (x n+1 )+ = O(h 3+1 ) Sehingga terbukti bahwa MML diatas adalah order 3. Tidak dapat dipastikan bahwa bila suatu metoda konsisten akan secara otomatis metoda itu konvergen. Oleh karena itu kita membutuhkan sarat lain yaitu nol-stabil Denisi (Nol-stabil) Suatu metoda dikatakan memiliki sifat nol-stabil atau memenuhi kondisi akar bila akar dari (s) =0memenuhi sifat js n j1. Bila semua s n =1maka metoda itu dikatakan sangat stabil. Teorema Bila MML memenuhi sifat konsisten dan sekaligus nol-stabil maka metoda itu dikatakan konvergen. konsisten + nol-stabil, konvergen Teorema Order maksimum dari MML k-step adalah 2k untuk implisit dan 2k ; 1 untuk eksplisit. Kemudian MML implisit k-step dengan order p yang

25 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 87 mempunyai sifat nol-stabil akan memenuhi sifat p k +2 untuk k genap dan p k +1 untuk k ganjil, sedangkan MML eksplisit k-step memenuhi sifat p k. Berikut ini beberapa contoh MML yang banyak dipakai 1. MML eksplisit (a) y n+1 = y n + hf n order 1, dan MML 1-step (b) y n+2 = y n+1 + h 2 (3f n+1 ; f n ) order 2, dan MML 2-step (c) y n+3 = y n+2 + h 12 (23f n+2 ; 16f n+1 +5f n ) order 3, dan MML 3-step 2. MML implisit (a) y n+1 = y n + h 2 (f n+1 + f n ) order 2, dan MML 1-step (b) y n+2 = y n+1 + h 12 (5f n+2 +8f n+1 ; f n ) order 3, dan MML 2-step (c) y n+3 = y n+2 + h 24 (9f n+3 +19f n+2 ; 5f n+1 + f n ) order 4, dan MML 3-step Contoh Buktikan bahwa beberapa contoh MML eksplisit maupun implisit diatas memenuhi sifat konsistensi dan nol stabil. 5.3 Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang dapat dirangkum dalam modul ini, diantaranya adalah: Bentuk umum sistem PDB order pertama adalah y 0 i = f i (t y 1 y 2 ::: y n ) i =1 2 ::: n dan a t b: (5.26) dengan nilai awal y 1 (a) = 1 y 1 (a) = 2 ::: y 1 (a) = n.

26 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 88 Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1gdan f(t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y, yaitu jjf(t y 1 ) ; f(t y 2 )jj Ljjy 1 ; y 2 jj untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D dan konstanta L>0, maka y 0 (t) =f(t y) a t b y(a) = mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Beberapa metoda numeris yang dapat dipakai untuk menyelesaikan PDB dengan masalah nilai awal adalah 1. Metoda Euler y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n ) y n+1 = y n + hf(x n y n ) (5.27) 2. Metoda Runge-Kutta k 1 = f(x n y n ) k i = f(x n + c i h y n + h y n+1 = y n + h mx i=1 i;1 X j a ij k j ) i =1 2 ::: m b i k i : (5.28) 3. Metoda Multistep i y n+i = h i f n+i : (5.29) Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut implisit.

27 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 89 Latihan Tutorial 1 1. Suatu sistem PD yang disajikan dalam persamaan berikut z 00 +2w 0 = y + e w z 0 +siny 0 + w = 1+t 2 w 0 + y cos t ; z 00 = 0 dengan nilai awal z(0)=1 z 0 (0) = 1 y(0) = 1 w(0) = ;20, dapat diselesaikan dengan mudah dalam numerik bila ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem PD order satu, laku-kan transformasi itu. Kemudian untuk meyakinkan sistem itu dapat mempunyai solusi tunggal terlebih dahulu harus dicek dengan teorema Lipschitz. Sebagai gambaran periksa mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz: (a) f(t y) =y cos t 0 t 1 y(0) = 1 (b) f(t y) =1+t sin y 0 t 2 y(0) = 0 (c) f(t y) = 2 t y + t2 e 2 1 t 2 y(1) = 0 (d) f(t y) = 4t3 y 1+t 4 0 t 1 y(0) = 1 dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini. 2. Perhatikan PDB y 0 = ;y 2 dan y 0 = p jyj. Buktikan bahwa kedua PDB itu tidak memenuhi syarat Lipschitz pada selang interval 0 x 1 ;1 y 1, dan pada sebarang nilai awal y(0) = y 0 tunjukkan bahwa persamaan pertama tidak mempunyai solusi pada 0 x 1. Kemudian Buktikan bahwa persamaan kedua tidak mempunyai solusi tunggal untuk y(0)= 0.

28 BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL Ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk menyelesaikan sistem PD diatas diantaranya dengan metoda yang sederhana dari Euler y n+1 = y n + hf(t y). Sebagai metoda teknik Euler ini harus memenuhi sifat prinsip kekonvergenan, sekarang tunjukkan apakah metoda ini merupakan metoda yang konvergen (gunakan teorema Lipschitz). Kemudian terapkan metoda ini dalam sistem persamaan order pertama soal no. 1 untuk menghitung y Berikan penjelasan lengkap bagaimana metoda Runge-Kutta diformulasikan. Dan Buktikan bahwa metoda Runge-Kutta dua tahap (Runge- Kutta order 2) mempunyai sifat sebagai berikut: a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = Perbincangan kekonvergenan dapat ditempuh dengan memahami teorema konsistensi dan nol-stabil. Sebutkan bunyi kedua teorema tadi dan telusuri apakah metoda MML dibawah ini konsisten atau nol-stabil. y n y n+2 ; 3y n y n =3hf(t n+2 y n+2 ) Sebenarnya dengan rumus P k iy n+i = h P k if n+i kita dapat menentukan sendiri koesien dari metoda ini terlepas dari metoda yang diperoleh itu konvergen atau tidak. Coba gunakan 2 =1dan 2 =0,dantentukan MML eksplisit step 3 ini, kemudian beri komentar tentang kekonvergenanya.

BAB 1. KONSEP DASAR. d y ; 3x = d3 y ; y = 3 d y ; x = @u @z 5 6. d y = 7 y x Dalam bahan ajar ini pemba

BAB 1. KONSEP DASAR. d y ; 3x = d3 y ; y = 3 d y ; x =  @u  @z 5 6. d y = 7 y x Dalam bahan ajar ini pemba BAB 1 Konsep Dasar 1.1 Klasikasi Persamaan Difrensial Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal 5

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB Konsep Dasar BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier Suatu tekanan p dibutuhkan untuk menancapkan suatu plat sirkuler

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB Konsep Dasar BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial. Norm Denisi.. (Norm vektor) Norm vektor adalah pemetaan dari suatu fungsi terhadap setiap x IR N yang

Lebih terperinci

BAB PDB Linier Order Satu

BAB PDB Linier Order Satu BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB PDB Linier Order Satu BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx +

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx + BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx + N(x y) = 0 (2.1) 2.1.1 PDB Eksak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial berperan penting dalam kehidupan, sebab banyak permasalahan pada dunia nyata dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan diferensial. Ada dua jenis

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Untuk Keluarga Tercinta ii

Untuk Keluarga Tercinta ii PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA (Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial) Oleh Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409 Program Pendikan Matematika FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4 ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4 Asep Juarna, SSi, MKom. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

p2(x)

p2(x) BAB 1 Konsep Dasar 1.1 Denisi dan Teorema Dalam Kalkulus Pengembangan metoda numerik tidak terlepas dari pengembangan beberapa denisi dan teorema dalam mata kuliah kalkulus yang berkenaan dengan fungsi

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui nilainya dan diketahui jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan 7

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persamaan diferensial berperang penting di alam, sebab kebanyakan fenomena alam dirumuskan dalam bentuk diferensial. Persamaan diferensial sering digunakan sebagai model

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL PENGERTIAN SOLUSI. Solusi dari suatu persamaan differensial adalah persamaan yang memuat variabelvariabel dari persamaan differensial dan memenuhi persamaan differensial yang

Lebih terperinci

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Agung Christian

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial Denition (Metoda numeris) Metoda numeris adalah suatu model pendekatan dengan menggunakan teknik-teknik

BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial Denition (Metoda numeris) Metoda numeris adalah suatu model pendekatan dengan menggunakan teknik-teknik BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial Denition 2.0.1 (Metoda numeris) Metoda numeris adalah suatu model pendekatan dengan menggunakan teknik-teknik kalkulasi berulang (teknik iterasi)

Lebih terperinci

1.1 Definisi dan Teorema Dalam Kalkulus Representasi bilangan dalam komputer Algoritma Software Komputer...

1.1 Definisi dan Teorema Dalam Kalkulus Representasi bilangan dalam komputer Algoritma Software Komputer... Daftar Isi Contents ii Daftar Tabel iii Daftar Gambar iv 1 Konsep Dasar 1 1.1 Definisi dan Teorema Dalam Kalkulus................ 1 1.2 Representasi bilangan dalam komputer................ 4 1.3 Algoritma................................

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi BAB II Galat & Analisisnya Galat - error Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematis hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (yang benar dari penyelesaian analitis. Penyelesaian

Lebih terperinci

Ilustrasi Persoalan Matematika

Ilustrasi Persoalan Matematika Pendahuluan Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 8 Hendra Gunawan 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Persamaan Nonlinier Solusi persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n! Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Pencocokan Kurva Permasalahan dan

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3.1 Masalah Dalam Mekanik Misal 4x adalah perubahan jarak yang ditimbulkan benda bergerak selama waktu 4t maka kecepatan

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester

Lebih terperinci

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 672 Topik dalam Matematika Terapan Semester Ganjil 2016/2017 Pendahuluan Metode perturbasi

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT DAN METODE ADAMS-BASHFORTH ORDE EMPAT DALAM PENYELESAIAN MASALAH NILAI AWAL ORDE SATU

PERBANDINGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT DAN METODE ADAMS-BASHFORTH ORDE EMPAT DALAM PENYELESAIAN MASALAH NILAI AWAL ORDE SATU PERBANDINGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT DAN METODE ADAMS-BASHFORTH ORDE EMPAT DALAM PENYELESAIAN MASALAH NILAI AWAL ORDE SATU Lilik Prasetiyo Pratama Jurusan Matematika, FMIPA UNS 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deret Taylor Deret Taylor dinamai berdasarkan seorang matematikawan Inggris, Brook Taylor (1685-1731) dan deret Maclaurin dinamai berdasarkan matematikawan Skotlandia, Colin

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. SI 2201 - METODE NUMERIK Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. Prodi Matematika Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan 35365 Hp. +6282260066546, Email. triyana.muliawati@ma.itera.ac.id 1. Pengenalan Metode

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

PENURUNAN FUNGSI SECARA NUMERIK

PENURUNAN FUNGSI SECARA NUMERIK 6 PENURUNAN FUNGSI SECARA NUMERIK Èada bab ini kita membicarakan metode numerik untuk menaksir nilai turunan suatu fungsi. Suatu fungsi, baik diketahui rumusnya secara eksplisit maupun dalam bentuk data

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan

Lebih terperinci

METODA NUMERIK (3 SKS)

METODA NUMERIK (3 SKS) METODA NUMERIK (3 SKS) Dosen Dr. Julan HERNADI Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Masa Perkuliahan Semester Ganjil 2013/2014 Deskripsi dan Tujuan Perkuliahan Mata kuliah ini berisi

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Numerik Untuk Mencari Nilai Percepatan Gravitasi

Penggunaan Metode Numerik Untuk Mencari Nilai Percepatan Gravitasi Penggunaan Metode Numerik Untuk Mencari Nilai Percepatan Gravitasi Khaidzir Muhammad Shahih (13512068) 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil TKS 4007 Matematika III Deret Fourier (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil Perhitungan koefisien-koefisien Fourier sering kali

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk menuju ketahap pembahasan mengenai keberadaan dan ketunggalan dari iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui beberapa bagian dari persamaaan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK

DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK LABORATORIUM KOMPUTER PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014 KATA PENGANTAR Diktat ini disusun untuk pedoman dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi TURUNAN Ide awal turunan: Garis singgung Tali busur c +, f c + Garis singgung c, f c c P h c+h f c + f c Kemiringan garis singgung di titik P: f c + f c lim Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi lain

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

CONTOH SOLUSI UTS ANUM

CONTOH SOLUSI UTS ANUM CONTOH SOLUSI UTS ANUM 0 Propagasi eror adalah kejadian di mana eror dari operan suatu komputasi sederhana memberikan eror yang lebih besar pada hasil komputasi tersebut. Misalnya, eror awal suatu representasi

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Pendahuluan PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Turunan Numerik Permasalahan

Lebih terperinci

Untuk Keluarga Tercinta

Untuk Keluarga Tercinta Untuk Keluarga Tercinta 1 Daftar Isi Daftar Tabel 5 Daftar Gambar 7 Kata Pengantar 8 1 Konsep Dasar 1 1.1 Klasifikasi Persamaan Difrensial................... 1 1.2 Solusi PDB..............................

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks

Sistem Bilangan Kompleks Modul Sistem Bilangan Kompleks Drs. Hidayat Sardi, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan membahas bilangan kompleks, sistemnya dan arti geometri dari bilangan kompleks. Untuk itu Anda dianggap telah paham

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU Definisi: Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen x, suatu variabel dependen y, dan satu atau lebih turunan y terhadap

Lebih terperinci