Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto"

Transkripsi

1 Teori kendali Oleh: Ari suparwanto

2 Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto

3 Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem sedekat mungkin dengan sinyal referensi. Sinyal kendali yang bergantung pada respon sistem disebut kendali feedback atau kendali loop tertutup. Untuk mendapatkan kendali yang baik, sinyal kendali feedback didesain sebagai fungsi dari state dan sinyal referensi

4 Permasalahan Masalah kendali yang dibahas : 1. Pole Assignment Menentukan kendali feedback sedemikian hingga akar-akar dari polinomial karakteristik dari sistem feedback dapat dipilih sebarang. 2. Stabilisasi Menentukan kendali feedback sedemikian hingga akar-akar dari polinomial karakteristik dari sistem feedback berada di sebelah kiri bidang kompleks.

5 Permasalahan 3. State Estimator atau State Observer Menentukan sistem bantuan yang inputnya adalah input dan output dari sistem sebenarnya dan outputnya adalah aproksimasi dari state sistem sebenarnya 4. Decoupling Menentukan kompensator sehingga sistem tercouple menjadi sistem terdecouple

6 Permasalahan 5. Kendali Optimal Diberikan sistem dengan input u U. Tentukan fungsi u U sedemikian hingga fungsi cost yang diberikan minimal.

7 Minggu Ke-2 Pole Assigment dan Stabilisasi oleh : Ari Suparwanto

8 Pole Assigment dan Stabilisasi Ekuivalensi Sistem Diberikan sistem x = Ax + Bu y = Cx + Du (1) Misalkan x = Px, dengan P matriks nonsingular.

9 Pole Assigment dan Stabilisasi Sistem x = A x + Bu y = C x + Du (2) dengan A = PAP ;1, B = PB, C = CP ;1, D = D disebut sistem ekuivalen dari sistem (1).

10 Pole Assigment dan Stabilisasi Kasus Sistem Terkendali Sifat. Sistem (1) terkendali jika dan hanya jika sistem (2) terkendali. Kasus Single Variabel Misalkan polinomial karakteristik dari matriks A pada sistem (1) adalah λ = det λi A = λ n + α 1 λ n;1 + + α n;1 λ + α n

11 Pole Assigment dan Stabilisasi Bentuk Kanonik Teorema. Jika sistem (1) single variabel dan terkendali, maka ia ekuivalen dengan sistem x = α n α n;1 α n;2 0 1 α 2 α 1 x + y = β n β n;1 β n;2 β 2 β 1 dengan α 1, α 2,, α n adalah koefisien dari polinomial karakteristik dari A u

12 Pole Assigment dan Stabilisasi Contoh. Transformasikan sistem terkendali single variabel x = x + 1 u Ke bentuk kanoniknya.

13 Minggu Ke-3 Pole Assigment dan Stabilisasi oleh : Ari Suparwanto

14 Pole Assigment dan Stabilisasi State Feedback Dengan mengganti u pada sistem (1) dengan r + Kx, maka diperoleh sistem feedback Teorema. x = y = A + BK x + Br C + DK x + Dr (3) Sistem feedback (3) terkendali jika dan hanya jika sistem (1) terkendali.

15 Pole Assigment dan Stabilisasi Teorema berikut menyatakan bahwa kendali feedback dapat digunakan untuk mengendalikan eigenvalue dari sistem. Teorema. Jika sistem (1) terkendali, maka dengan kendali feedback u = r + Kx, nilai-nilai eigen dari A + BK dapat ditentukan sebarang.

16 Pole Assigment dan Stabilisasi Algoritma Diberikan sistem (1) terkendali dan himpunan nilai-nilai eigen λ1, λ 2,, λ n. Tentukan kendali feedback u = r + Kx sedemikian hingga sistem feedback (3) mempunyai himpunan λ1, λ 2,, λ n sebagai nilai-nilai eigennya. Langkah-langkah: 1. Tentukan polinomial karakteristik dari A : det si A = s n + α 1 s n;1 + + α n;1 s + α n. 2. Hitung (s λ1) s λ 2 s λ n = s n + α 1 s n;1 + + α n;1 s + α n

17 Pole Assigment dan Stabilisasi 3. Tentukan K = α n α n α n;1 α n;1 α 1 α Hitung q n;i = Aq n;i;1 + α i q n, untuk i = 1,2,, n 1, dengan q n = B. 5. Bentuk Q = q 1 q 2 q n. 6. Tentukan P = Q ;1. 7. Tentukan K = KP.

18 Pole Assigment dan Stabilisasi Contoh. Diberikan sistem terkendali x = x u. Tentukan vektor k 1 k 2 sedemikian hingga sistem state-feedback mempunyai -1 dan -2 sebagai eigenvaluenya. Hitunglah k 1, k 2 secara langsung tanpa menggunakan transformasi ekuivalensi.

19 Pole Assigment dan Stabilisasi Contoh. Tentukan state feed-back yang mentransformasikan eigenvalue dari sistem x = x + 0 u menjadi -1, -2 dan -2.

20 Minggu Ke-4 Pole Assigment dan Stabilisasi oleh : Ari Suparwanto

21 Pole Assigment dan Stabilisasi Kasus Multi Variabel Untuk kasus ini, pada dasarnya metode atau prosedur yang digunakan sama dengan kasus untuk single variabel, yaitu mentransformasikan sistem semula ke sistem ekuivalen berbentuk kanonik dan selanjutnya menentukan kendali feedbacknya.

22 Pole Assigment dan Stabilisasi Bentuk Kanonik Jika sistem (1) terkendali, maka terdapat n vektor kolom yang bebas linear pada matriks keterkendaliannya. Berikut skema yang dapat digunakan untuk memilih n vektor kolom tersebut: Misalkan B = b 1 b 2 b p. Dimulai dari vektor b 1, dan selanjutnya ditinjau vektor Ab 1, A 2 b 1,, A μ 1;1 b 1 sampai vektor A μ 1b 1 dapat disajikan sebagai kombinasi linear dari b 1,, A μ 1;1 b 1.

23 Pole Assigment dan Stabilisasi Jika μ 1 = n, maka b 1,, A μ 1;1 b 1 adalah n vektor kolom yang bebas linear. Jika μ 1 < n, ditinjau b 2, Ab 2,, A μ 2;1 b 2 sampai vektor A μ 2b 2 dapat disajikan sebagai kombinasi linear dari himpunan b 1,, A μ 1;1 b 1, b 2,, A μ 2;1 b 2. Jika μ 1 + μ 2 < n, lanjutkan proses seperti di atas sampai diperoleh n vektor yang bebas linear.

24 Pole Assigment dan Stabilisasi Ditinjau sistem dengan n = 9 dan p = 3. Diasumsikan dengan skema di atas diperoleh μ 1 = 3, μ 2 = 2 dan μ 3 = 4, maka matriks M = b 1 Ab 1 A 2 b 1 b 2 Ab 2 b 3 Ab 3 A 2 b 3 A 3 b 3 nonsingular. Hitung M ;1 dan nyatakan baris-barisnya sebagai berikut:

25 Pole Assigment dan Stabilisasi M ;1 = e 11 e 12 e 13 e 21 e 22 e 31 e 32 e 33 e 34. Bentuk matriks P = e 13 e 13 A e 13 A 2 e 22 e 22 A e 34 e 34 A e 34 A 2 e 34 A 3.

26 Pole Assigment dan Stabilisasi Diperoleh bektuk kanonik : A = PAP ;1 = x x x x x x x x x x 0 x x x 1 x x x x x x x x x x x x x x

27 Pole Assigment dan Stabilisasi B = PB = x x

28 Pole Assigment dan Stabilisasi Diambil kendali feedback u = r + Kx. Karena bentuk dari B, maka semua baris dari A kecuali tiga baris yang ditandai dengan huruf x tidak dipengaruhi oleh kendali feedback. Karena tiga baris tak nol dari B bebas linear, maka tiga baris dari A yang ditandai dengan huruf x dapat ditentukan sebarang, sehingga K dapat dipilih sedemikian hingga A + BK berbentuk:

29 Pole Assigment dan Stabilisasi d 1 d 2 d d 4 d 5 d d 7 d 8 d 9

30 Pole Assigment dan Stabilisasi Polinomial karakteristik dari A + BK adalah s 9 d 9 s 8 d 8 s 7 d 2 s d 1. Karena d i dapat ditentukan sebarang, maka akan diperoleh hasil yang diinginkan.

31 Minggu Ke-5 Pole Assigment dan Stabilisasi oleh : Ari Suparwanto

32 Pole Assigment dan Stabilisasi Contoh. Diberikan sistem terkendali multi variabel x = x u Tentukan kendali feedback u = Kx + r sedemikian hingga nilai-nilai eigen dari sistem feedbacknya adalah -1, -2±i dan -1±2i.

33 Pole Assigment dan Stabilisasi Kasus Sistem Tak Terkendali Bentuk Kanonik Jika sistem (1) tidak terkendali, maka sistem dapat ditransformasikan ke sistem ekuivalen berbentuk: x = A x + Bu

34 Pole Assigment dan Stabilisasi A 11 A12 dengan A =, B = B 1 dan sistem 0 A 22 0 x 1 = A11x 1 + B 1 u terkendali. Karena bentuk dari A, maka himpunan nilai eigen dari A adalah gabungan dari himpunan nilai eigen dari A11 dan A 22. Dari bentuk B, maka matriks A 22 tidak dipengaruhi oleh pengambilan sebarang kendali feedback berbentu u = r + Kx. Oleh karena itu semua nilai eigen dari A 22 tidak dapat dikendalikan.

35 Pole Assigment dan Stabilisasi Akan tetapi, karena A11, B 1 terkendali, maka semua nilai eigen A11 dapat ditentukan sebarang. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa nilai eigen eigen dari (A + BK) dapat ditentukan sebarang jika dan hanya jika himpunan nilai-nilai eigen A 22 merupakan himpunan bagian dari nilai-nilai eigen yang ditentukan.

36 Pole Assigment dan Stabilisasi Contoh. Diberikan sistem tak terkendali x = x + 0 u Selidiki apakah sistem di atas dapat distabilkan dengan menggunakan state feedback! Jika ya, tentukan vektor gain k sedemikian hingga sistem closed-loopnya mempunyai eigenvalue -1, -1, -2, -2 dan - 2.

37 Minggu Ke-6 State Estimator atau State Observer oleh : Ari Suparwanto

38 State Estimator atau State Observer State Estimator atau Observer adalah sistem bantuan yang inputnya adalah input dan output dari sistem sebenarnya dan outputnya adalah aproksimasi dari state sistem sebenarnya. Observer dari sistem x = Ax + Bu, y = Cx (4) diasumsikan berbentuk z = Pz + Qu + Ky x = Sz + Tu + Ry dengan matriks P, Q, K, S, T dan R harus ditentukan.

39 State Estimator atau State Observer Observer harus memenuhi kondisi berikut: 1. Jika x t 0 = x(t 0 ) pada saat t 0, maka x t = x(t) untuk t t Selisih x t x(t) harus konvergen ke nol untuk t terhadap kondisi awal x 0 = x 0, z 0 = z 0 dan kendali u.

40 State Estimator atau State Observer Akan dikonstruksikan observer dengan S = I, T = R = 0. Pilihan ini menghasilkan x = z dan state dari observer mempunyai peran sebagai aproksimasi dari state x. Kondisi pertama yang harus dipenuhi oleh observer menghasilkan Q = B; P = A KC. Jadi, observer berbentuk x = Ax + Bu + K(y y) dengan y = Cx.

41 State Estimator atau State Observer Agar kondisi kedua dipenuhi oleh observer, didefinisikan e t = x t x t maka diperoleh e = d x x = A KC e. dt Karena e(t) harus konvergen ke nol, maka matriks (A KC) harus stabil asimtotik. Dengan demikian, matriks K harus dipilih sedemikian hingga nilai-nilai eigen dari (A KC) mempunyai bagian real negatif.

42 State Estimator atau State Observer Teorema berikut menjamin bahwa pemilihan matriks K dapat dikerjakan apabila sitem (4) terobservasi. Teorema. Untuk sebarang polinomial w λ = λ n + w n;1 λ n;1 + + w 0 terdapat matrik K sedemikian hingga det λi A CK = w(λ) jika dan hanya jika sistem (4) terobservasi

43 Minggu Ke-7 State Estimator atau State Observer oleh : Ari Suparwanto

44 State Estimator atau State Observer Berdasarkan teorema di atas dapat disusun algoritma sebagai berikut. Algoritma. 1. Tinjau sistem terkendali A, C. 2. Tentukan matriks L sedemikian hingga matriks A + C L mempunyai nilai-nilai eigen dengan bagian real negatif. 3. Tentukan K = L.

45 State Estimator atau State Observer Contoh. Diberikan sistem x = x u y = 1 1 x. Tentukan pengobserver full-dimension dari sistem di atas yang error reconstructionnya konvergen ke 0 untuk t dengan memilih nilai eigen pengobserver dari * 2 ± 2i+.

46 State Estimator atau State Observer Contoh. Diberikan sistem x = x + 1 u Tentukan pengobserver full-dimension dari sistem di atas yang error reconstructionnya konvergen ke 0 untuk t.

47 State Estimator atau State Observer Jika sistem (4) tidak terobservasi, maka sistem dapat ditransformasikan ke sistem ekuivalen berbentuk: dengan A = x = A x + Bu, y = C x A 11 0 A 21 A 22, B = B 1 B 2, C = C1 0 dan sistem x1 = A11x1 + B 1 u, y = C1x1 terobservasi.

48 State Estimator atau State Observer Dari bentuk A dan C, maka untuk sebarang pemilihan matriks L, nilai-nilai eigen matriks A 22 pada matriks A + C L tidak berubah. Akan tetapi, karena C1, A11 terobservasi, maka semua nilai eigen A11 dapat ditentukan sebarang. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa observer untuk sistem (4) tak terobservasi dapat ditentukan jika dan hanya jika semua nilai eigen A 22 mempunyai bagian real yang negatif.

49 Mingg Ke- 8 Decoupling dengan State Feedback oleh : Ari Suparwanto

50 Decoupling dengan State Feedback Ditinjau sistem (4) dengan banyak input sama dengan banyak output. Matriks transfer dari sistem (4) adalah G s = C si A ;1 B. Jika state awal sistem adalah nol, maka hubungan antara input dan output dapat dinyatakan dengan y 1 s = g 11 s u 1 s + g 12 s u 2 s + + g 1p (s)u p (s) y 2 s = g 21 s u 1 s + g 22 s u 2 s + + g 2p (s)u p (s) y p s = g p1 s u 1 s + g p2 s u 2 s + + g pp (s)u p (s) dengan g ij s elemen ke-ij dari G s.

51 Decoupling dengan State Feedback Dari sistem persamaan di atas terlihat bahwa setiap input mengendalikan lebih dari satu output dan setiap output dikendalikan lebih dari satu input. Sistem sedemikian disebut sistem tercouple. Pada umumnya, sistem tercouple sangat sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, pada bagian ini akan ditentukan kompensator yang mengubah sistem tercouple menjadi sistem terdecouple, yaitu sistem yang setiap inputnya hanya mengendalikan satu output dan setiap outputnya hanya dikendalikan oleh satu input

52 Decoupling dengan State Feedback Berikut definisi sistem terdouple dalam terminologi matriks transfernya. Definisi. Sistem multivariabel dikatakan terdecouple jika matriks tranfernya adalah matriks diagonal nonsingular. Untuk menentukan kondisi pada G(s) agar sistem dapat didecouplekan oleh kendali feedback, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang diperlukan.

53 Decoupling dengan State Feedback Didefinisikan: d i =min{selisih derajat penyebut dan pembilang dari setiap unsur pada baris ke-i dari G(s)}-1 dan E i = lim s s d i:1 G i (s) dengan G i (s) adalah baris ke-i dari G(s).

54 Decoupling dengan State Feedback Contoh. Diberika matriks transfer G s = s:2 s 2 :s:1 1 s 2 :2s:1 1 s 2 :s:2 3 s 2 :s:4 Selisih derajat penyebut dan dan pembilang dari unsur-unsur baris pertama G s adalah 1 dan 2, maka d 1 = 0 dan.

55 Decoupling dengan State Feedback s E 1 = lim s s s 2 + s + 1 s 2 + s + 2 = 1 0. Selisih derajat penyebut dan dan pembilang dari unsur-unsur baris kedua G s adalah 2 dan 2, maka d 1 = 1 dan E 2 = lim s s s 2 + 2s + 1 s 2 + s + 4 = 1 3.

56 Minggu Ke-9 Decoupling dengan State Feedback oleh : Ari Suparwanto

57 Decoupling dengan State Feedback Diberikan kendali feedback berbentuk: u t = Kx + Hr Dengan mensubstitusikan kendali feedback di atas pada sistem (4) diperoleh sistem feedback: x = A + BK x + Hr y = Cx Matriks transfer sistem feedback (5) adalah G f s = C si A BK ;1 BH. (5)

58 Decoupling dengan State Feedback Didefinisikan: d i=min{selisih derajat penyebut dan pembilang dari setiap unsur pada baris ke-i dari G f (s)}-1 dan E i = lim s s d i:1 G fi (s) dengan G fi (s) adalah baris ke-i dari G f (s).

59 Decoupling dengan State Feedback Teorema berikut menyatakan hubungan antara d i dan d i dan antara E i dan E i. Teorema. Untuk sebarang matriks K dan matriks nonsingular H, berlaku d i = d i dan E i = E i H.

60 Decoupling dengan State Feedback Berdasarkan hasil pada teorema di atas dapat diturunkan karakterisasi untuk suatu sistem dapat didecouplekan atau tidak dalam teorema berikut. Teorema. Suatu sistem dengan matriks transfer G(s) dapat didecouplekan oleh state feedback berbentuk u = Kx + Hr dengan K sebarang matriks dan H matriks nonsingular jika dan hanya jika matriks E 1 E E = 2 E p nonsingular.

61 Minggu Ke-10 Decoupling dengan State Feedback oleh : Ari Suparwanto

62 Decoupling dengan State Feedback Berdasarkan teorema di atas, maka dapat disusun algorima untuk mendecouplekan sistem. Algoritma. 1. Tentukan matriks transfer G(s). Jika G(s) diagonal nonsingular maka sistem terdecouple. Jika tidak demikian, sistem tercouple, lanjutkan ke langkah Tentukan d i dan E i untuk i = 1,2,, p. 3. Tentukan E = E 1 E 2 E p.

63 Decoupling dengan State Feedback Jika matriks E singular, sistem tak dapat didecouplekan. Jika E nonsingular, sistem dapat didecouplekan, lanjutkan ke langkah 4. C 1 A d 1:1 C 4. Tentukan matriks F = 2 A d 2:1 C p A d p:1 5. Tentukan kendali feedback u = Kx + Hr dengan matriks K = E ;1 F dan H = E ;1.

64 Decoupling dengan State Feedback Contoh. Diberikan sistem x = x y = x Selidiki apakah sistem terdecouple atau tidak. Jika tidak, apakah sistem dapat didecouplekan. Jika ya, tentukan state feedback yang mendecouplekan sistem. u

65 Kendali Optimal Masalah kendali optimal: Diberikan sistem x t = f x t, u t yang didefinisikan pada interval waktu 0 t T, kondisi awal x 0 = x 0, Himpunan kendali u(t) U dan fungsi obyektif yang harus dimaximumkan. J = ψ(x T ) + l x t, u t dt 0 T

66 Kendali Optimal Hamiltonian Untuk menyelesaikan masalah kendali optimal, cara yang dilakukan adalah dengan membentuk fungsi Obyektif yang dimodifikasi: T J = J λ t T x t f x t, u t dt 0 dan mendefinisikan fungsi Hamiltonian: H λ, x, u = λ T f x, u + l(x, u). Dengan Hamiltonian, maka fungsi obyektif yang dimodifikasi menjadi: T J = ψ x T + H(λ t, x t, u t λ t T x (t) dt 0

67 Minggu Ke-11 Kendali Optimal oleh : Ari Suparwanto

68 Kendali Optimal Misalkan fungsi kendali u(t) U mengalami perubahan kecil menjadi v(t) U, maka diperoleh state trayektori baru x t + δx t. Jika δj menyatakan perubahan yang berkorespondensi pada fungsi obyektif yang dimodifikasi makadiperoleh δj = ψ x T + δx T ψ(x(t) T + H λ, x + δx, v H(λ, x, u) λ t T δx dt 0

69 Kendali Optimal Karena T λ T δx dt = λ T T δx T λ 0 T δx 0 λ T δxdt 0 0 maka δj = ψ x T + δx T ψ(x T λ T T δx T + λ 0 T δx 0 + H λ, x + δx, v H λ, x, u + λ T δx dt 0 T T

70 Kendali Optimal Karena 0 T H λ, x + δx, v H(λ, x, u) dt T = H x λ, x, u δx + H λ, x, v H(λ, x, u) dt 0 maka δj = ψ x (x T λ T T δx T + λ 0 T δx 0 T + H x (λ, x, u) + λ T δxdt 0 Karena δx 0 T + H λ, x, v H(λ, x, u) dt 0 = 0, maka suku kedua persamaan terakhir menjadi nol.

71 Kendali Optimal Persamaan Adjoint Pilih λ(t) sebagai solusi dari persamaan diferensial adjoint: λ t = H x (λ t, x t, u t ) dengan kondisi akhir λ(t) T = ψ x (x T ). Dari sini, maka T δj = H λ t, x t, v t H(λ t, x t, u t ) dt 0

72 Kendali Optimal Jika fungsi kendali u adalah kendali optimal, maka untuk sebarang t, berlaku H(λ t, x t, v t ) H(λ t, x t, u t ) untuk semua v U. Jadi, untuk setiap t, nilai u(t) dalam kendali optimal mempunyai sifat memaksimalkan fungsi Hamiltonian.

73 Kendali Optimal Prinsip Maximum Hasil di atas merupakan prinsip maksimum untuk teorema berikut. Teorema. Jika u(t) U kendali optimal dan x(t) menyatakan trayektori state untuk masalah kendali optimal, maka terdapat trayektori adjoint λ(t) sedemikian hingga memenuhi x t = f(x t, u(t) x 0 = x 0 λ t = λ t T f x (λ t, x t, u t + l x (λ t, x t, u t λ(t) T = ψ x (x T ) Untuk semua t, 0 t T, dan v U H(λ t, x t, v t ) H(λ t, x t, u t ) Dengan H adalah fungsi Hamiltonian H λ, x, u = λ T f x, u + l(x, u).

74 Minggu Ke-12 Kendali Optimal oleh : Ari Suparwanto

75 Kendali Optimal Contoh. Diberikan sistem x t = u t x 0 = 0 u t 1 Maksimumkan fungsi obyektif J = x(t)

76 Kendali Optimal Contoh. Diberikan sistem x t = u(t) x 0 = 0 x 0 = 0 Maksimumkan fungsi obyektif J = x T 1 2 T 0 u(t) 2 dt.

77 Optimisasi Linear Kuadratik Masalah Optimisasi Linear Kuadratik: (kasus time varying) Diberikan sistem x t = A t x t + B(t)u t yang didefinisikan pada interval waktu 0 t T, kondisi awal x 0 = x 0, Himpunan kendali u(t) U dan fungsi obyektif T J = 1 x t T Q t + u t T R t u(t) dt 2 0 yang harus diminimumkan.

78 Optimisasi Linear Kuadratik Persamaan adjoint: λ t T = λ t T A t x t T Q(t) dengan kondisi akhir λ T = 0. Fungsi Hamiltonian: H = λ t T A t + λ t T B t u t 1 2 x t T Q t x t 1 2 u t T R t u(t)

79 Optimisasi Linear Kuadratik Kondisi untuk memaksimalkan Hamiltonian terhadap u(t) adalah H u = 0, atau λ t T B t u t T R t = 0 sehingga diperoleh u t = R t ;1 B t T λ t. Jika hasil ini disubstitusikan ke sistem awal, maka diperoleh x t = A t x t + B t R t ;1 B t T λ t λ t = Q t x t A t T λ t dengan kondisi x 0 = x 0 λ T = 0

80 Minggu Ke-13 Kendali Optimal oleh : Ari Suparwanto

81 Optimisasi Linear Kuadratik Persamaan Riccati Karena sistem linear, maka x(t) dan λ(t) bergantung pada x 0, sehingga λ t bergantung pada x t. Dari sini, akan dicoba memilih solusi berbentuk λ t = P t x t dengan P t matriks yang masih harus ditentukan.

82 Optimisasi Linear Kuadratik Dengan mensubstitusikan λ t = P t x t ke persamaan terakhir diperoleh x t = A t B t R t ;1 B t T P t x(t) P t x t P t x t = Q t A t T P t x t Kalikan ke dua ruas persamaan pertama dengan P(t) dan tambahkan ke persamaan kedua, maka diperoleh 0 =,P t P t A t + A t T P t P t B t R t ;1 B t T P t + Q(t)-x(t). Persamaan ini dipenuhi untuk sebarang x(t) jika P t dipilh sedemikian memenuhi persamaan diferensial matriks P t = P t A t + A t T P t P t B t R t ;1 B t T P t + Q(t) Karena λ T = 0, maka diperoleh P T = 0. Persamaan diferensial di atas disebut persamaan diferensial Riccati.

83 Optimisasi Linear Kuadratik Kasus Time Invariant Misalkan semua matriks dalam masalah optimisasi linear kuadratik adalah matriks konstan dan T, maka diperoleh persamaan aljabar Riccati: 0 = PA + A T P PBR ;1 B T P + Q. Dalam kasus ini, kendali optimalnya adalah u t = R t ;1 B T Px t.

84 Optimisasi Linear Kuadratik Contoh. Diberikan sistem linear x 1 = 0 1 x 1 x x u x 1 0 = x 2 0 = 0 Maksimumkan fungsi obyektif J = x 1 T T u t 2 dt.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keterkendalian (Controlability) Contoh Soal Ringkasan Latihan Contoh Soal Ringkasan Latihan Vektor Bebas Linear Keterkendalian Keadaan Secara Sempurna dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0}

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0} BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan R menyatakan himpunan bilangan riil. Notasi R n menyatakan himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x } dan R n + := {x= (x

Lebih terperinci

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Vol 7, No2, 92-97, Januari 2011 Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Nur Erawati Abstrak Suatu sistem linear yang matriks transfernya berupa matriks rasional proper,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 0 KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

Lebih terperinci

SISTEM KONTROL LINIER

SISTEM KONTROL LINIER SISTEM KONTROL LINIER Silabus : 1. SISTEM KONTROL 2. TRANSFORMASI LAPLACE 3. PEMODELAN MATEMATIKA DARI SISTEM DINAMIK 4. ANALISIS SISTEM KONTROL DALAM RUANG KEADAAN 5. DESAIN SISTEM KONTROL DALAM RUANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono Program Studi Matematika Jurusan Matematika FSM UNDIP Onforest212@gmail.com Abstrak: Metode matriks pseudo

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama ada dan berkembang sangat pesat di setiap zaman. Perkembangan ilmu matematika tidak lepas

Lebih terperinci

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (216) 2337-352 (231-928X Print) A-25 Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit Yunita Indriana Sari dan Didik Khusnul Arif Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono, J2A605006, Jurusan Matematika, FSM UNDIP, Semarang, 2012 Abstrak: Metode matriks pseudo invers merupakan

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 34 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN DIAN PUSPITA BEY

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 126 133 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN FAURI Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Model state space yang dikembangkan pada akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960, memiliki keuntungan yang tidak hanya menyediakan metode yang efisien untuk analisis

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) 1 SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Abstrak Dalam artikel ini, konsep sistem dinamik linear disajikan dengan sistem

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL. Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang

BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL. Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang BAB 2 OPTIMISASI KOMBINATORIAL 2.1 Masalah Model Optimisasi Kombinatorial Masalah optimisasi merupakan suatu proses pencarian varibel bebas yang memenuhi kondisi atau batasan yang disebut kendala dari

Lebih terperinci

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah.

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. POLINOM (SUKU BANYAK) Standar Kompetensi: Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar: 1. Menggunakan algoritma pembagian suku banyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 1 5 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU YULIAN SARI Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup[1] Sistem kendali dapat dikatakan sebagai hubungan antara komponen yang membentuk sebuah konfigurasi sistem, yang akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu

BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu pengetahuan. Di bidang ilmu ukur, diperlukan untuk mencari titik potong dua garis dalam satu bidang. Di bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. Hal. 35 42 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT NOVITA ASWAN Program Studi Magister Matematika,

Lebih terperinci

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks 6. Tentukan polinomial karakteristik dari matriks transformasi A=. Andaikan A adalah matriks persegi berdimensi x. Polinom karakteristik

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS KONTROL SISTEM PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN REGULATOR KUADRATIK LINEAR

ANALISIS KONTROL SISTEM PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN REGULATOR KUADRATIK LINEAR Jurnal INEKNA, ahun XII, No., Mei : 5-57 ANALISIS KONROL SISEM PENDULUM ERBALIK MENGGUNAKAN REGULAOR KUADRAIK LINEAR Nurmahaludin () () Staf Pengajar Jurusan eknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Standar Kompetensi BAB 5 TEOREMA SISA Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kendali model prediktif termultipleksi atau Multiplexed Model Predictive Control (MMPC) merupakan pengembangan dari kendali model prediktif atau Model Predictive

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol 5 No 1 Hal 96 12 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU SUKMA HAYATI, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. 0 (017), hal 17 6. PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT Yuyun Eka Pratiwi, Mariatul Kiftiah,

Lebih terperinci

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Matriks Tujuan Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Pengertian Matriks Adalah kumpulan bilangan yang disajikan secara teratur dalam

Lebih terperinci

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan Bab 2 Landasan Teori 21 System Identification System identification adalah suatu metode umum untuk membangun model matematika berdasarkan data masukan dan data keluaran Metode ini termasuk dalam teori

Lebih terperinci

Invers Transformasi Laplace

Invers Transformasi Laplace Invers Transformasi Laplace Transformasi Laplace Domain Waktu Invers Transformasi Laplace Domain Frekuensi Jika mengubah sinyal analog kontinyu dari domain waktu menjadi domain frekuensi menggunakan transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, ruang Bernorm dan ruang Banach, ruang barisan, operator linear (transformasi linear) serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Konvek Definisi 2.1.1. Suatu himpunan C di R n dikatakan konvek jika untuk setiap x, y C dan setiap bilangan real α, 0 < α < 1, titik αx + (1 - α)y C atau garis penghubung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep-konsep Matriks Definisi Matriks Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, B, X, Y. Elemen-elemen di dalamnya disebut skalar yang berasal

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 1 8 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU NOVRIANTI Program Studi Magister Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK ISBN : 978-979-7763-3- ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) Oleh Ahmadin Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

9. Teori Aproksimasi

9. Teori Aproksimasi 44 Hendra Gunawan 9 Teori Aproksimasi Mulai bab ini tema kita adalah aproksimasi fungsi dan interpolasi Diberikan sebuah fungsi f, baik secara utuh ataupun hanya beberapilai di titik-titik tertentu saja,

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. ii. Constant returns to scale, yaitu situasi di mana output meningkat sama banyaknya dengan porsi peningkatan input

II LANDASAN TEORI. ii. Constant returns to scale, yaitu situasi di mana output meningkat sama banyaknya dengan porsi peningkatan input 2 II LANDASAN EORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa definisi dan teori penunjang yang akan digunakan dalam karya ilmiah ini. 2.1 Istilah Ekonomi Definisi 1 (Pertumbuhan Ekonomi) Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN SEMSTER GENAP

MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN SEMSTER GENAP MODUL MATEMATIKA XI IPA SUKU BANYAK SMA SANTA ANGELA TAHUN PELAJARAN 05 06 SEMSTER GENAP STANDAR KOMPETENSI 4. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. KOMPETENSI DASAR 4. Menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif, yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu effective yang artinya berhasil. Menurut kamus ilmiah popular, efektivitas

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Kontrol

Pemodelan Matematika dan Kontrol Bab 3 Pemodelan Matematika dan Kontrol 3.1 Identifikasi Sistem Metode untuk memodelkan sistem masukan-keluaran bervariasi dan disesuaikan informasi yang dimiliki. Informasi yang diperlukan untuk membangun

Lebih terperinci

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1 Aljabar Linier Lanjut Kuliah 1 Materi Kuliah (Review) Multiset Matriks Polinomial Relasi Ekivalensi Kardinal Aritmatika 23/8/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Multiset Definisi Misalkan S himpunan

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Jurnal Penelitian Sains Volume 14 Nomer 1(A) 14103 Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Yuli Andriani Jurusan Matematika FMIPA,

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Analisa Kestabilan Lyapunov

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Analisa Kestabilan Lyapunov Institut Teknologi Seuluh Noember Surabaya Analisa Kestabilan Lyaunov Contoh Soal Ringkasan Latihan Contoh Soal Ringkasan Latihan Sistem Keadaan Kesetimbangan Kestabilan dalam Arti Lyaunov Penyajian Diagram

Lebih terperinci

Untai Elektrik I. Metode Analisis. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Metode Arus Cabang

Untai Elektrik I. Metode Analisis. Dr. Iwan Setyawan. Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana. Untai 1. I. Setyawan. Metode Arus Cabang Untai Elektrik I Analisis Dr. Iwan Setyawan Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana (1) Pada (Branch Current), setiap cabang pada untai diberi arus. Kemudian, kita terapkan Kirchhoff s Current

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. November 19, 2007 Secara geometris, f kontinu di suatu titik berarti bahwa grafiknya tidak terputus

Lebih terperinci

(MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS

(MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS Seminar Nasional Statistika 2 November 20 Vol 2, November 20 (MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS Euis Hartini Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 27 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS ISWAN RINA Program

Lebih terperinci

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif Joko Harianto 1, Puguh Wahyu Prasetyo 2, Vika Yugi Kurniawan 3, Sri Wahyuni 4 1 Mahasiswa S2 Matematika FMIPA UGM, 2 Mahasiswa S2 Matematika FMIPA UGM, 3

Lebih terperinci