I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai."

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. Sungai merupakan salah satu sumber daya air alami yang harus dijaga dari pengaruh air limbah atau polutan, yang berarti kualitas air sungai harus diamankan dari pencemaran yang berasal dari limbah industri, limbah pertanian dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Dan dengan meningkatnya beban air limbah yang dibuang ke sungai yang semakin lama semakin meningkat, maka upaya pengawasan dan monitoring kualitas air sungai juga perlu semakin ditingkatkan. Namun pada kenyataannya, pengawasan dan monitoring kualitas air masih ditemui nilai konsentrasi polutan hasil monitoring masih di atas ambang batas maksimal yang diperbolehkan. Mengingat pentingnya kualitas air yang baik untuk setiap waktu, diperlukan suatu model matematika untuk memprediksi kualitas air pada waktu yang akan datang. Model matematika tersebut bergantung dengan keadaan sungai dan polutan yang masuk di sungai. Salah satunya adalah model matematika polusi air di sungai telah banyak dibahas oleh Beltrami (1997).

2 2 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji model matematika dan solusi analitik dari model sistem dinamik polusi air di sungai dengan syarat batas yang ditentukan. Selanjutnya akan dilihat perilaku polutan yang mengalir di sungai saat waktu dengan simulasi komputasi menggunakan metode beda hingga. 1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan masalah nilai batas model polusi air di sungai dengan syarat batas konsentrasi polutan yang masuk di hulu adalah konstan, dengan { dalam hal ini diberikan. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. mengkaji model matematika dari model sistem dinamik polusi di sungai. 2. menjabarkan solusi analitik dari pemodelan sistem dinamik polusi di sungai dengan syarat batas tertentu. 3. mensimulasikan perilaku model terhadap menggunakan metode beda hingga.

3 3 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. untuk menambah wawasan mengenai penerapan matematika dalam ilmu biologi. 2. untuk memprediksi perilaku masalah polusi di sungai terhadap waktu dengan simulasi numerik menggunakan metode beda hingga.

4 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan diferensial yaitu persamaan diferensial biasa (PDB) dan persamaan diferensial parsial (PDP). Definisi Persamaan Diferensial Sebuah persamaan diferensial adalah sebuah persamaan yang meliputi satu atau lebih turunan-turunan. Persamaan-persamaan diferensial diklasifikasikan menurut macam, orde dan derajat (Weber, 1999). Definisi Orde dari Persamaan Diferensial Orde dari sebuah persamaan diferensial adalah orde dari turunan orde tertinggi yang terdapat dalam persamaan (Weber, 1999). Definisi Derajat dari Persamaan Diferensial Derajat dari persamaan diferensial adalah pangkat dari turunan orde tertinggi yang terjadi setelah persamaan diferensial dirasionalkan untuk menghilangkan pangkat pecahan dari turunan-turunan (Weber, 1999).

5 5 2.2 Persamaan Diferensial Biasa Definisi Persamaan Diferensial Biasa Jika sebuah persamaan diferensial melibatkan satu atau lebih turunan-turunan sebuah fungsi dengan satu variabel bebas, maka persamaan diferensial itu merupakan persamaan diferensial biasa (Weber, 1999). 2.3 Persamaan Diferensial Parsial Definisi Persamaan Diferensial Parsial Jika sebuah persamaan diferensial melibatkan satu atau lebih turunan-turunan parsial sebuah fungsi dengan dua atau lebih variabel-variabel bebas, persamaan itu adalah persamaan diferensial parsial (Weber, 1999). 2.4 Turunan Berarah Definisi Turunan Berarah Perhatikan persamaan dengan dan konstan yang tidak nol bersama-sama. Terkait dengan turunan berarah, jika mempunyai fungsi, turunan berarah dalam arah dengan adalah

6 6 Turunan berarah ini merupakan bilangan yang digunakan untuk menyatakan kemiringan permukaan, pada satu titik, bila dipotong oleh bidang tegak melalui. Bila dibandingkan turunan berarah dari dengan persaman diferensial di atas, haruslah. Jadi bernilai konstan dalam arah, juga kelipatannya. Sedangkan persamaan diferensial berlaku pada bidang, jadi sepanjang garis yang lain, yang sejajar dengan, berlaku pula = konstan, dengan konstanta yang berbeda. Garis yang berpadanan dengan konstan tersebut berbentuk = konstan, yang disebut garis karakteristik. Persamaan garis karakteristik diperoleh dari hubungan. Secara geometri: untuk setiap titik pada garis dengan suatu, memberikan, untuk yang lain akan memberikan nilai yang lain pula. Oleh karena itu, solusinya bergantung pada satu bentuk, dengan fungsi sebarang (L.H. Wiryanto). 2.5 Sistem Dinamik Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memberikan kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial ataupun persamaan beda. Bila digunakan persamaan diferensial, teori tersebut dinamakan sistem dinamik kontinu. Bila digunakan persamaan beda, teori tersebut dinamakan sistem dinamik diskret. Bila variabel

7 7 waktu berjalan dalam himpunan yang diskret pada beberapa selang dan kontinu pada selang lain, atau himpunan-waktu lain seperti himpunan Cantor, maka kita mendapatkan persamaan dinamik pada skala waktu. Beberapa keadaan juga mungkin dimodelkan oleh operator campuran seperti persamaan diferensial-beda. Sistem dinamik adalah deskripsi perkembangan dari waktu ke waktu terhadap batas di suatu keadaan dari beberapa ruang di suatu keadaan ruang pada sistem (Richard E. Williamson, 2001). 2.6 Syarat Awal dan Syarat Batas Sampai sekarang dalam menentukan solusi persamaan diferensial parsial diperoleh solusi yang memuat fungsi tak diketahui. Untuk mendapatkan jawaban yang lebih khusus maka diperlukan satu atau beberapa syarat. Biasanya syarat yang digunakan terkait dengan keadaan fisis, berupa kondisi awal (berhubungan dengan waktu) atau kondisi batas (berhubungan dengan batas daerah). Contohnya : Persamaan difusi mempunyai kondisi awal ( ) dengan dan menyatakan konsentrasi awal. Persamaan panas, sama seperti persamaan difusi, dengan ( ) menyatakan temperatur awal. Persamaan gelombang diselesaikan menggunakan kondisi awal ( ) dan ( ), sebagai simpangan dan kecepatan awal. Juga daerah definisi dawai terbatas pada selang, sehingga batas daerah perlu diterapkan. Untuk membran batas daerah berupa kurva tertutup.

8 8 Terkait dengan kondisi batas, terdapat 3 macam: nilai tertentu disebut kondisi Direchlet, misal untuk dawai. nilai tertentu terkait turunan normal, disebut kondisi Neumann. gabungan bernilai tertentu, disebut kondisi Robin. Masalah well-posed PDP dengan kondisi awal dan batas harus memenuhi existensi : paling tidak ada satu solusi ketunggalan : paling banyak satu solusi stabil : solusi bergantung pada data dari masalah. Dengan perubahan data yang kecil solusi juga berubah tidak terlalu besar (L.H. Wiryanto). 2.7 Pengelompokan Persamaan Diferensial Parsial Secara umum persamaan diferensial parsial linear dinyatakan sebagai berikut : 1. Orde 1: 2. Orde 2: Terkait dengan koefisien turunan kedua dari PDP orde 2, dapat dikelompokkan dalam 1. Eliptik jika, contoh persamaan jenis ini adalah persamaan Laplace. 2. Hiperbolik jika, contoh persamaan jenis ini adalah persamaan getaran dawai.

9 9 3. Parabolik jika, contoh persamaan jenis ini adalah persamaan difusi atau panas (L.H. Wiryanto). 2.8 Solusi pada Persamaan Diferensial Parsial Yang dimaksud dengan solusi suatu persamaan diferensial pada suatu daerah R di dalam ruang peubah-peubah bebasnya ialah fungsi yang memiliki turunan parsial yang muncul di dalam persamaan itu, yang didefenisikan pada suatu domain mengandung R dan yang memenuhi persamaan itu dimana-mana di dalam R. Ada kalanya orang hanya menyaratkan bahwa fungsi tersebut kontinu pada batas daerah R, mempunyai turunan-turunan tersebut di dalam interior daerah R, dan memenuhi persamaan itu di dalam interior daerah R (Awang). Solusi yang terdapat dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial ada dua solusi, yaitu : Solusi Analitik Penyelesaian analitik dari suatu model matematika adalah penyelesaian yang didapat dari manipulasi aljabar terhadap persamaan dasar sehingga didapat suatu penyelesaian yang berlaku untuk setiap titik dalam domain yang menjadi perhatian (Djoko Luknanto, 2003) Solusi Numerik Solusi numerik didapat dari metode numerik. Metode numerik merupakan satusatunya metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematis yang solusi analitiknya sulit diperoleh.

10 10 Ada beberapa metode numerik untuk menghampiri solusi persamaan diferensial parsial, diantaranya : 1. Metode beda hingga Biasanya untuk metode beda hingga dimana persamaannya mengandung diskritisasi terhadap ruang dan waktu, maka skema-skema beda hingga lebih jelas jika dijelaskan dengan kisi beda hingga seperti Gambar 1 berikut : Gambar 1. Kisi beda hingga ruang dan waktu Dasar dari setiap skema dari metode beda hingga dapat dirunut dari deret Taylor. Deret Taylor dalam artian fisik dapat diartikan sebagai berikut suatu besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu tertentu (ruang dan waktu tinjauan) dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang mempunyai perbedaan kecil dengan ruang dan waktu tinjauan atau secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

11 11 a. Skema maju Dengan menggunakan tiga suku pertama dari ruas kanan deret Taylor pada persamaan (2.8.1) diperoleh : ] derajat satu ] Dari persamaan (2.8.2), maka skema maju disebut mempunyai kesalahan derajat satu atau Dengan mengunakan kisi beda hingga maka skema maju biasa ditulis sebagai berikut : atau dengan. Pada skema maju informasi pada titik hitung dihubungkan dengan informasi pada titik hitung yang berada didepannya.

12 12 Gambar 2. Kisi skema maju Beda hingga terhadap waktu dapat digunakan salah satu dari diskritisasi di bawah ini : atau dengan. b. skema mundur ] derajat satu ]

13 13 Dengan mengunakan kisi beda hingga maka skema mundur biasa ditulis sebagai di bawah ini : atau dengan Pada skema mundur informasi pada titik hitung dihubungkan dengan informasi pada titik hitung yang berada didepannya. Gambar 3. Kisi skema mundur Sedangkan beda hingga terhadap waktu : atau dengan (Djoko Luknanto, 2003).

14 14 Tujuan dari metode beda hingga adalah untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan mentransformasikan masalah kalkulus ke dalam masalah aljabar. Langkah-langkah dari metode beda hingga adalah : 1. Mendiskritisasikan kekontinuan domain fisik ke dalam kisi-kisi beda hingga diskrit. 2. Memperkirakan turunan eksak pada nilai awal persamaan diferensial parsial oleh hampiran beda hingga. 3. Substitusikan hampiran beda hingga ke dalam persamaan diferensial parsial untuk memperoleh aljabar persamaan beda hingga. 4. Menyelesaikan persamaan beda hingga tersebut. (Joe D. Hoffman, 2001). 2. Metode elemen hingga Metode elemen hingga adalah teknik umum untuk menyusun hampiran jawaban pada persoalan nilai batas. Metode ini membagi daerah (domain) jawaban ke dalam sejumlah berhingga daerah kecil (subdomain) yang sederhana, yang dinamakan elemen hingga, dan dengan mempergunakan konsep variasional membentuk pendekatan jawaban pada sekumpulan elemen hingga (Becker, Carey, dan Oden, 1985). Metode beda hingga lebih menunjukkan kelebihannya dibandingkan metode elemen hingga. Metode beda hingga dapat digunakan pada permasalahan satu dimensi atau persamaan yang dapat diubah menjadi permasalahan satu dimensi. Selain itu konsep metode beda hingga lebih dahulu dikenal, segala sesuatu yang

15 15 berhubungan dengan sifat matematisnya telah benar-benar diteliti dan dipahami, sehingga memudahkan pengenalannya (Djoko Luknanto, 2003). 2.9 Kestabilan Salah satu hal penting dalam solusi numerik adalah analisis kestabilan persamaan beda. Metode yang sering digunakan untuk masalah kestabilan ini adalah Metode von Neumann. Namun analisis kestabilan ini hanya dapat digunakan pada persamaan diferensial parsial linear. Oleh karena itu, untuk persamaan diferensial parsial nonlinear maka harus dilinearisasikan terlebih dahulu. Langkah-langkah dari analisis kestabilan von Neumann pada persamaan beda hingga sebagai berikut : 1. Substitusikan komponen Fourier kompleks dari dan ke dalam persamaan beda hingga. 2. Ekspresikan dengan dan dan tentukan amplikasi faktor,. 3. Analisis, untuk menentukan kriteria kesabilan pada persamaan beda hingga. Sebagai contoh : Diberikan persamaan difusi : Persamaan disubtitusikan komponen Fourier kompleks dari dan ke dalam persamaan beda hingga, sehingga diperoleh :

16 16 Persamaan (2.9.2) dan (2.9.3) disubtitusikan ke persamaan (2.9.1) : Tulis Maka persamaan (2.9.4) menjadi Solusi eksak pada persamaan (2.9.5) dari langkah tunggal dapat diekspresikan sebagai berikut : dimana disebut amplikasi faktor, pada umumnya merupakan sebuah kompleks konstan. Solusi dari persamaan beda hingga pada saat adalah sebagai berikut :

17 17 dimana dan. Dari untuk batas Dengan demikian analisis kestabilan direduksi untuk menentukan solusi pada persamaan beda hingga, bahwa adalah amplikasi faktor. Dari persamaan dapat dilihat bahwa tidak hanya disesuaikan pada, kecuali pada dan harus berhubungan dengan, jadi persamaan dapat diselesaikan untuk. Dapat diekspresikan oleh pada deret Fourier kompleks. Deret Fourier kompleks untuk dapat ditulis : Dimana bilangan gelombang didefinisikan sebagai berikut : Misalkan, maka : Lalu diberikan : Persamaan berhubungan dengan untuk. Analisis serupa dengan maka didapat : dimana persamaan (2.9.11) dan (2.9.12) dapat ditulis sebagai berikut :

18 18 dan Persamaan (2.9.13) dapat diekspresikan dengan dan menjadi dan Dari persamaan (2.9.13) maka dan pada persamaan (2.9.5) dapat ditulis dan Persamaan (2.9.16) dan (2.9.17) disubtitusikan ke persamaan (2.9.5), maka diperoleh : Substitusikan persamaan (2.9.14) ke persamaan (2.9.18) sehingga diperoleh : ( ) Dari persamaan (2.9.6) maka amplikasi faktornya ditulis :

19 19 Kestabilan pada persamaan beda hingga ini adalah sebagai berikut : Maka, kestabilan persamaan numerik dari masalah difusi ini adalah (Joe D. Hoffman, 2001).

20 20 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/ Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan software MATLAB 6.1 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memahami asumsi-asumsi yang terdapat pada model sistem dinamik polusi air sungai. 2. Menjabarkan model matematika untuk polusi di sungai. 3. Menjabarkan solusi analitik dari model sistem dinamik polusi di sungai dengan transformasi tertentu ke persamaan diferensial parsial yang lebih sederhana. 4. Melakukan simulasi numerik dengan metode beda hingga untuk melihat perilaku model sistem polusi di sungai. 5. Menginterpretasikan hasil dari simulasi numerik tersebut.

21 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Asumsi-asumsi pada Model Sistem Dinamik Polusi Air di Sungai Beberapa asumsi yang digunakan dalam model yang dikaji adalah semua polutan tercampur dengan air sungai secara menyeluruh dan bergerak ke arah muara dengan laju konstan. Konsentrasi polutan di sungai bersifat homogen ke segala arah kecuali ke arah muara, dimana polutan mengalir dari kiri ke kanan sungai. Dengan demikian, polusi air di sungai ini dimodelkan secara adveksi dan polutan di sungai mengalir di satu dimensi. Selanjutnya masalah polusi di sungai yang seharusnya bergerak memutar dan ketidakteraturan yang berliku-liku semua diabaikan. Polutan terurai dan berkurang akibat aksi bakteri. 4.2 Parameter-parameter dan deskripsinya Parameter-parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik polusi air di sungai adalah sebagai berikut : Konsentrasi polutan di sungai bersifat yang homogen ke segala arah kecuali ke arah muara. Koefisien laju dari polutan yang tercampur dengan air sungai secara menyeluruh dan bergerak ke arah muara yang bernilai konstan. Konstanta proporsionalitas yang mengukur efisiensi dari aksi bakteri.

22 22 laju dari kepadatan polutan yang menurun. jumlah diskritisasi terhadap waktu. jumlah diskritisasi terhadap ruang. 4.3 Mengkaji Model Matematika dari Polusi Air di Sungai Pada bagian ini akan mengkaji model matematika dari polusi air di sungai berdasarkan asumsi-asumsi pada sub bab 4.1. Kekekalan massa menyatakan bahwa kemungkinan adanya penambahan atau pengurangan massa eksternal, maka laju pada polutan berubah dalam panjang interval di dalam medium harus sama dengan laju yang bergerak melalui batas dari interval tersebut. Ketika merupakan total massa polutan dalam panjang interval pada suatu waktu tertentu, prinsip ini dapat ditulis dalam persamaan matematika : Ruas kanan dari persamaan (4.3.1) menunjukkan bahwa aliran masuk ke batas kiri interval pada waktu dikurangi aliran yang keluar pada batas kanan. Selisih ini adalah aliran yang melalui batas pada suatu waktu tertentu. Jika positif dan negatif, contohnya, seluruh aliran masuk ke dan persamaan (4.3.1) akan menjadi positif, ini menandakan bahwa massa dalam interval sedang meningkat.

23 23 Seandainya beberapa kotoran dapat bergerak ke dalam atau ke luar atau keluar dari luar medium yang diberikan. Ini menunjukkan adanya penambahan atau pengurangan sumber (terkadang disebut kotoran). Misalkan adalah laju dari kepadatan polutan atau kotoran yang sedang mengalami perubahan. Asumsikan bahwa adalah sebuah fungsi licin dan diketahui, dengan diambil untuk mengartikan bahwa polutan bertambah, jika tidak kotoran berkurang. Dalam prakteknya tidak semua polutan atau kotoran tersalurkan dengan lancar. Kemungkinan polutan mengalir mengotori sungai menuju beberapa muara limbah. Dalam berbagai kejadian, adalah laju dari polutan yang bergerak ke dalam atau ke luar dari sumber eksternal pada mediumnya. Agar pertahanan massa seimbang, maka kwantitas ini harus ditambahkan ke sisi kanan dari persamaan (4.3.1). Maka laju pada massa dalam yang sedang berubah seharusnya berpengaruh dalam penambahan efek yang bergerak dalam medium itu sendiri : Membagi persamaan ini dengan. Ketika dimana menunjukkan bahwa lebih cepat mendekati nol dibandingkan, saat, yang diperoleh dari limitnya :

24 24 ( ) ( ) Dengan catatan :, Maka persamaan dapat ditulis : ( ) Persamaan (4.3.4) sering disebut persamaan diferensial dasar. Catatan bahwa tanda negatif pada persamaan (4.3.4) sangat memungkinkan. Seandainya, pernyataan ini menyatakan bahwa kotoran menyatu di pada waktu ketika konsentrasinya sedang meningkat. Selanjutnya, laju pada aliran

25 25 seharusnya berkurang atau mengurai dengan cara lain, harus negatif. Ini ditunjukkan pada persamaan (4.3.4). Persamaan dapat mempengaruhi dan yang tidak diketahui, agar dapat digunakan, dibutuhkan bermacam-macam kejadian untuk membuktikan bahwa dapat dinyatakan sebagai fungsi licin dari. Jika diberikan, maka persamaan menjadi : Terkait dengan persamaan (4.3.5) dapat ditinjau dengan dua kasus. Kasus pertama yang disebut adveksi dimana, untuk beberapa. Fungsi memiliki satuan dari jarak per satuan waktu dan dapat diinterpretasikan seperti laju pada kotoran yang bergerak sepanjang sumbu. Satu kasus dari adveksi sederhana, yaitu ketika kotoran bergerak dengan laju konstan. Dimana sama dengan laju. Ini dapat juga dilihat dengan cara lain. Pada waktu, polutan bergerak dengan jarak, dan menjadi Menunjukkan semua kotoran berakhir di selama. Pembagian dengan dan memisalkan menuju nol pada persamaan (4.3.6) harus memberikan laju dimana polutannya berubah pada, yaitu ( ). Oleh karena itu,

26 26 Sehingga untuk kasus adveksi dengan mensubstitusikan ke dalam persamaan (4.3.5) akan ditemukan bahwa Misalkan adalah laju dari kepadatan polutan yang menurun. Dengan diasumsikan berbanding lurus dengan kepadatan itu sendiri :, Dimana adalah konstanta proporsionalitas yang mengukur efisiensi dari aksi bakteri. Ketika model adveksi sudah tepat, dapat dipakai persamaan (4.3.8) untuk, konstan. Persamaannya menjadi Ini adalah persamaan diferensial parsial linear orde pertama, yang dapat diselesaikan dengan sederhana.

27 27 Pada kasus kedua, dimana merupakan fungsi dari yang sering disebut difusi. Difusi memberikan penjelasan tentang aliran panas, dimana laju diketahui berbading lurus dengan gradien suhu. Selain itu, aliran panas ini selalu mengalir dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Hal ini dapat ditulis ke dalam persamaan matematika sebagai berikut : dengan konstanta proporsional. Tanda negatif memperlihatkan bahwa jika maka suhu dapat meningkat pada dan pada saat, kemudian aliran bersih mengalir secara berlawanan arah (dari kanan ke kiri). Perpindahan panas berasal dari gerakan acak molekul yang bertabrakan. Perpindahan karakteristik difusi, yaitu bergerak kesana kemari sepanjang sumbu dan sangat berlawanan dengan adveksi. Subtitusikan persamaan (4.3.11) ke dalam persamaan (4.3.5) menjadi ( ( )) ( ) ( ) Dari persamaan dengan diketahui sebagai persamaan panas dan karena linear.

28 Solusi Analitik dari Polusi Air di Sungai Untuk solusi analitik persamaan model polusi air di sungai, langkah awal yang dilakukan adalah dengan mereduksi persamaan (4.3.10) melalui transformasi : atau ; ; Subtitusikan ke persamaan (4.3.10), maka diperoleh : Dengan menggunakan teorema aturan hasilkali untuk turunan, maka diperoleh : atau dapat ditulis

29 29 Solusi persamaan (4.4.2) dapat ditentukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama, adalah menggunakan turunan berarah. Pandang fungsi dan vektor arah dengan. Maka turunan berarah dalam arah adalah Turunan berarah ini merupakan bilangan yang digunakan untuk menyatakan kemiringan permukaan ( ), pada satu titik, bila dipotong oleh bidang tegak melalui. Bila dibandingkan turunan berarah dari dengan persamaan diferensial (4.4.2), haruslah. Jadi bernilai konstan dalam arah, juga kelipatannya. Sedangkan persamaan diferensial berlaku pada bidang, jadi sepanjang garis yang lain, yang sejajar dengan, berlaku pula ( ) = konstan, dengan konstan yang berbeda. Garis yang berpadanan dengan konstan tersebut berbentuk = konstan, yang disebut garis karakteristik. Persamaan garis karakteristik diperoleh dari hubungan. Secara geometri: untuk setiap titik pada garis dengan suatu, memberikan, untuk yang lain akan memberikan nilai yang lain

30 30 pula. Oleh karena itu, solusinya bergantung pada satu bentuk, dengan fungsi sebarang. Pendekatan kedua untuk mendapatkan solusi (4.4.2) menggunakan persamaan transformasi. Ketika persamaan (4.4.1) tidak mengandung polutan atau suatu kotoran yang dapat menduga bahwa kepadatan pada awalnya didistribusikan ke dalam sungai, distribusi ini sama dan akan tetap berlangsung kecuali, ditranslasikan ke kanan secara kontinu untuk nilai dari pergerakan di sungai. Asumsikan bahwa ( ) dapat ditulis dengan variabel tunggal yaitu translasi pada posisi dengan jumlah. Definisikan sebuah fungsi dengan dimana. Dan Dengan aturan rantai diperoleh : Berdasarkan persamaan (4.4.2), maka :

31 31 Oleh karena itu, tidak bergantung dengan : untuk beberapa fungsi sembarang. Saat maka : Ini menunjukkan bahwa adalah distribusi awal dari kepadatan yaitu nilai awal dari. Ketika persamaan (4.4.4) benar untuk semua bilangan riil dengan memasukkan nilai, maka solusinya menjadi Persamaan ini disebut solusi perambatan gelombang untuk persamaan (4.4.1) karena distribusi awal dari kepadatan itu menyebar ke arah muara dengan gelombang. Ketika bernilai konstan untuk, maka memiliki nilai yang sama untuk setiap titik pada garis lurus, sebuah nilai beda untuk setiap. Kumpulan garis lurus disebut garis karakteristik. Jika garis karakteristik diketahui, dan memiliki sebuah solusi eksplisit dari persamaan untuk setiap titik yang diberikan, nilai diketahui pada saat. Pada waktu awal, nilai

32 32 diseluruh garis karakteristiknya harus sama pada sumbu. Dengan pendekatan yang terkait dengan turunan berarah dan pendekatan persamaan transport di atas menunjukkan bahwa solusi persamaannya sama dengan nol. Kembali ke persamaan asli (4.3.10) : Jika diberikan asumsi bahwa dan ketika, maka karena maka dapat ditulis : Disubstitusikan ke persamaan transformasinya : karena maka

33 33 dimana perambatan gelombang tersebut merupakan arus yang sedang meningkat selama untuk kepadatan polutan yang berkurang sampai akhir waktu. Misalkan model dari polusi air di sungai ini dimodifikasi untuk situasi yang sederhana, dimana polutan pada beberapa titik di sungai, yang di ambil untuk. Suatu sumber polutan yang berasal dari limbah pabrik memiliki muara di sungai. Sebelum pabrik mulai beroperasi pada, sungai dinyatakan bersih. Akan dilihat kepadatan polutan yang mengurai di sungai sampai waktu yang akan datang. Polutan ditambahkan ke sungai dengan laju dari pembuangannya. Didefinisikan dengan { Kemudian dapat ditentukan syarat batasnya : Ketika polutan ini hanya ada pada satu tempat, maka tidak ada polutan yang lain mengalir. Masalah ini menggunakan syarat batas. Untuk menemukan maka harus diubah solusi perambatan gelombangnya. Ini disebabkan karena tidak adanya distribusi awal dari kepadatan yang tersedia. Sebagai gantinya, persamaan (4.4.6) menyediakan distribusi kepadatan untuk setiap waktu pada titik tunggal. Maka waktu ini didefinisikan dengan variabel dari

34 34 Dan fungsinya Dengan demikian, solusi perambatan gelombang untuk persamaan (4.3.9) adalah Karena maka, Dan dengan demikian diperoleh solusi analitiknya sebagai berikut : diperoleh dari penjabaran sebagai berikut :

35 35 Solusi analitik (4.4.8) menunjukkan bahwa jika, kemudian, dimana ketika polutan menuju muara diperlukan waktu. Faktor eksponensial menunjukkan bahwa kepadatan polutan berkurang disebabkan oleh aksi bakteri pengurai yang menguraikan polutan selama mengalir di sungai. 4.5 Simulasi Numerik Model Sistem Dinamik Polusi Air di Sungai Selanjutnya untuk simulasi numerik dari perilaku model sistem dinamik polusi air di sungai, akan digunakan hampiran beda hingga. Tinjau persamaan dasar model sistem dinamik polusi air di sungai sebagai berikut: Tulis persamaan dasar dari model tersebut dengan :

36 36 Sehingga persamaan dasarnya dapat ditulis sebagai berikut : Diskritisasi yang digunakan adalah : Dan Persamaan (4.5.2), (4.5.3), dan (4.5.4) disubstitusikan ke persamaan (4.3.8) : Tulis maka persamaan (4.5.5) menjadi misalkan

37 37 maka : Dari persamaan (2.9.9) maka dapat ditulis : Subtitusikan persamaan (4.5.7) ke persamaan (4.5.6), sehingga persamaan (4.5.6) menjadi : ( ) misalkan dan substitusikan ke persamaan (4.8.8) : ( ) ( ( ) ) ( ) karena

38 38 maka, persamaan menjadi ( ) karena Jadi, dari analisis kestabilan von Neumann amplifikasi faktornya adalah sebagai berikut : ( ) Kestabilan pada persamaan beda hingga ini adalah sebagai berikut : ( ) Maka, kestabilan persamaan numerik dari masalah polusi air di sungai ini adalah ( ). Setelah didapat persamaan numerik dengan menggunakan metode beda hingga, maka dapat diberikan simulasi numerik dari persamaan (4.5.6) untuk menggambarkan perilaku polusi air di sungai yang mengalir terhadap waktu. Adapun nilai-nilai parameter yang digunakan pada simulasi numerik masalah polusi air di sungai ini yaitu sebagai berikut :

39 39 No. Parameter Nilai Dengan menggunakan software Matlab 6.1 diperoleh gambar berikut : Gambar 4. Kasus dari perilaku kepadatan polutan yang mengalir terhadap koordinat panjang sungai dengan,,, dan

40 40 Gambar 4 memperlihatkan bagaimana perilaku kepadatan polutan yang mengalir terhadap koordinat panjang sungai dengan laju alir polutan (warna biru), (warna merah), (warna hijau), dan. Dari gambar tersebut terlihat kepadatan polutan pada laju alir yang lebih rendah, kepadatan polutan lebih cepat menuju nol (habis). Hal ini dimungkinkan karena semakin lambat laju alir polutan, maka waktu bakteri pada polutan semakin lama. Sehingga polutan lebih banyak yang terurai. Dengan demikian sebelum mencapai ujung sungai polutan sudah habis.

41 41 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian simulasi model sistem dinamik polusi air di sungai menggunakan metode beda hingga ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada model matematika polusi air di sungai didapat persamaan dasar sebagai berikut : 2. Dengan menjabarkan persamaan dasar maka didapat solusi analitik dari polusi air di sungai sebagai berikut : Memperlihatkan faktor eksponensial ini menunjukkan bahwa kepadatan polutan berkurang disebabkan oleh aksi bakteri pengurai yang menguraikan polutan selama mengalir di sungai. 3. Perilaku polutan yang mengalir di sungai dapat dilihat dengan simulasi numerik. Simulasi numerik didapat dengan mendiskritisasikan model matematikanya dengan menggunakan metode beda hingga. Simulasi numerik ini memakai nilai yang beragam. Dengan yang berbeda-beda, dapat dilihat lama atau cepat kepadatan polutan terurai. Dengan demikian, terlihat bahwa kepadatan polutan pada laju alir yang lebih rendah,

42 42 kepadatan polutan lebih cepat menuju nol (habis). Hal ini dimungkinkan karena semakin lambat laju alir polutan, maka waktu bakteri pada polutan semakin lama. Sehingga polutan lebih banyak yang terurai. Dengan demikian, sebelum mencapai ujung sungai polutan sudah habis. Ketika polutan sudah habis maka sungai menjadi bersih. 5.2 Saran Penelitian polusi air di sungai ini dapat dilanjutkan dengan memisalkan model yang lain pada kajian model matematika polusi air di sungai yang terdapat pada buku Beltrami (1997). Model ini memisalkan polutan memerlukan oksigen dalam penguraiannya. Ketika polutan berkurang, oksigen habis. Misalkan ( ) adalah kepadatan untuk menghancurkan oksigen di dalam sungai. adalah nilai maksimum, yang bergantung dengan suhu. Asumsi tersebut digunakan untuk mengetahui perbaikan kuantitas.

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS

APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS Sulistyono, Metode Beda Hingga Skema Eksplisit 4 APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS Bambang Agus Sulistyono Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNP Kediri bb7agus@gmail.com

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dalam ilmu kesehatan yaitu

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH. Indikator Pokok Bahasan/ Materi Aktivitas Pembelajaran

SILABUS MATAKULIAH. Indikator Pokok Bahasan/ Materi Aktivitas Pembelajaran SILABUS MATAKULIAH Revisi : 2 Tanggal Berlaku : Maret 2014 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : A11.54201 / Kalkulus II 2. Program Studi : Teknik Informatika-S1 3. Fakultas : Ilmu Komputer 4. Bobot sks :

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar : Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dijelaskan metode Adams Bashforth-Moulton multiplikatif (M) orde empat beserta penerapannya. Metode tersebut memuat metode Adams Bashforth multiplikatif orde empat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MUG1B4 KALKULUS 2 Disusun oleh: Jondri, M.Si. PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS INFORMATIKA TELKOM UNIVERSITY LEMBAR PENGESAHAN Rencana Semester (RPS) ini

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T. DESKRIPSI MATA KULIAH TK-... Matematika Dasar: S1, 3 SKS, Semester I Mata kuliah ini merupakan kuliah dasar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan salah satu topik dalam matematika yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal itu karena banyak permasalahan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3 8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

ANALISIS METODE DEKOMPOSISI SUMUDU DAN MODIFIKASINYA DALAM MENENTUKAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR

ANALISIS METODE DEKOMPOSISI SUMUDU DAN MODIFIKASINYA DALAM MENENTUKAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 2 (2016), hal 103-112 ANALISIS METODE DEKOMPOSISI SUMUDU DAN MODIFIKASINYA DALAM MENENTUKAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T. DESKRIPSI MATA KULIAH TK-301 Matematika: S1, 3 SKS, Semester I Mata kuliah ini merupakan kuliah dasar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika dan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Hasan 1*, Tony Yulianto 2, Rica Amalia 3, Faisol 4 1,2,3) Jurusan Matematika, Fakultas MIPA,Universitas Islam Madura Jl.

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB-4. METODE PENELITIAN

BAB-4. METODE PENELITIAN BAB-4. METODE PENELITIAN 4.1. Bahan Penelitian Untuk keperluan kalibrasi dan verifikasi model numerik yang dibuat, dibutuhkan data-data tentang pola penyebaran polutan dalam air. Ada beberapa peneliti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemodelan matematika telah berkembang seiring perkembangan matematika sebagai alat analisis berbagai masalah nyata. Dalam pengajaran mata kuliah pemodelan

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA (HAMA PENGGEREK BUAH) DAN PAEDERUS FUSCIPES SP (TOMCAT) DENGAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DAN RESPON FUNGSIONAL MICHAELIS MENTEN DENGAN METODE BEDA HINGGA MAJU SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB IV HITUNG DIFERENSIAL

BAB IV HITUNG DIFERENSIAL BAB IV HITUNG DIFERENSIAL (Pertemuan ke 5 s/d 8) PENDAHULUAN Diskripsi singkat Pada bab ini dibahas tentang derivatif macam-macam fungsi, yaitu fungsi aljabar, fungsi trigonometri, fungsi logaritma, fungsi

Lebih terperinci

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2016/2017 15 Maret 2017 Kuliah yang Lalu 10.1-2 Parabola, Elips, dan Hiperbola 10.4 Persamaan Parametrik Kurva di Bidang 10.5 Sistem Koordinat Polar 11.1

Lebih terperinci

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n 1. FUNGSI DUA PEUBAH ATAU LEBIH fungsi bernilai riil dari peubah riil, fungsi bernilai vektor dari peubah riil Fungsi bernilai riil dari dua peubah riil yakni, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 415-422 PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Iyut Riani, Nilamsari

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH KALKULUS II

SILABUS MATA KULIAH KALKULUS II Kode Formulir : FM-STMIK MDP-KUL-04.02/R3 SILABUS MATA KULIAH KALKULUS II A. IDENTITAS MATA KULIAH Program Studi : Teknik Informatika Mata Kuliah : Kalkulus II Kode : TI 203 Bobot : 4 sks Kelas : TI 2A

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diferensial Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap variabel bebas x, maka dy adalah diferensial dari variabel tak bebas (terikat) y, yang

Lebih terperinci

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI POKOK Persamaan dan Pertidaksamaan Linear MATERI BAHASAN : A. Persamaan Linear B. Pertidaksamaan Linear Modul.MTK X 0 Kalimat terbuka adalah kalimat matematika yang belum dapat ditentukan nilai

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci