Reflektor Gelombang 1 balok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reflektor Gelombang 1 balok"

Transkripsi

1 Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang baik dari hasil analitik maupun numerik. 3.1 Hasil Analitik Reflektor Gelombang Berupa Satu Balok ( x, t) h0 h1 u( x,t) L Gambar 3.1: Daerah pengamatan dengan 1 balok terendam selebar L sebagai reflektor gelombang Seperti telah dielaskan pada bab sebelumnya, persamaan SWE linier (2.1.4) dan 12

2 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 13 (2.1.5) ekivalen dengan persamaan gelombang (2.1.6) dan (2.1.7). Persamaan yang akan digunakan adalah η tt = c 2 0η xx (3.1.1) dengan c 2 = g untuk fluida dengan dasar yang rata dan kedalaman sedalam. Berikut ini akan dibahas mengenai relasi dispersi dari (3.1.1). Dimisalkan solusi dari (3.1.1) berbentuk η(x, t) = e i(kx ωt), maka fungsi ini akan menadi solusi bagi (3.1.1) ika ω dan k memenuhi hubungan Tulis dalam h dan c memberikan dengan c = gh. ω k = ± c 0 ω k = ± gh (3.1.2) Persamaan (3.1.2) dinamakan relasi dispersi, yaitu hubungan yang harus dipenuhi antara bilangan gelombang k dengan frekuensi anguler ω agar η(x, t) = e i(kx ωt) merupakan solusi monokromatik bagi (3.1.1). Solusi dari (3.1.1) adalah superposisi dari gelombang yang bergerak ke arah kiri dan kanan dengan kecepatan konstan c 0. Solusi d Alembert dari (3.1.1) dengan syarat awal berupa gundukan awal mengatakan bahwa gundukan awal akan terpecah menadi dua sama besar menadi gelombang yang bergerak ke kiri dan gelombang yang bergerak ke kanan. Gelombang yang telah bergerak ke kanan akan tetap bergerak ke kanan dengan kecepatan dan bentuk yang tetap selama kedalaman fluida tidak berubah. Demikian uga untuk gelombang yang bergerak ke kiri. Perhatikan suatu balok terendam yang lebarnya L dan tingginya ( h 1 ), diletakkan pada dasar fluida dengan kedalaman, lihat Gambar 3.1. Maka kedalaman fluida berupa fungsi h(x) dengan h 1 untuk 0 < x < L, h(x) = lainnya, (3.1.3)

3 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 14 dengan h 1 <. Sebelum dielaskan mengenai hasil analitik dari pengaruh balok terhadap gelombang datang, maka akan dielaskan terlebih dahulu sifat-sifat gelombang yaitu gelombang transmisi dan refleksi. Transmisi dan refleksi merupakan suatu geala fisis dari fenomena gelombang yang teradi salah satunya sebagai akibat perubahan kedalaman fluida. Bayangkan suatu gelombang air datang dari kiri, bertranslasi di atas dasar rata, dalam perambatannya gelombang tersebut mengalami gangguan (dalam hal ini kedalaman air berubah) maka gelombang akan terpecah dua. Sebagian dari gelombang ini akan direfleksikan dan sebagian lagi ditransmisikan. Istilah gelombang transmisi di sini berarti bahwa gelombang merambat dengan arah yang sama dengan gelombang semula, sedangkan gelombang refleksi berarti gelombang yang arah rambatnya berbalik arah. Selanutnya dimisalkan terdapat gelombang monokromatik datang dari sebelah kiri sebagai A exp i(k 0 x ωt) memasuki daerah pengamatan dengan fungsi kedalaman (3.1.3). Ketika gelombang A exp i(k 0 x ωt) memasuki daerah dengan kedalaman air yang lebih dangkal h 1 maka gelombang akan terpecah dua, sebagian gelombang ditransmisikan menuu daerah di atas balok dan sebagian gelombang direfleksikan. Gelombang yang merambat ke kanan di atas kedalaman h 1 dinyatakan sebagai exp i(k 1 x ωt) dan gelombang yang merambat ke kiri di atas kedalaman sebagai exp i(k 0 x + ωt). Ketika gelombang yang merambat ke kanan kembali memasuki daerah dengan kedalaman semula, maka gelombang tersebut akan kembali terpecah menadi gelombang ke kiri exp i(k 1 x + ωt) dan gelombang ke kanan exp i(k 0 x ωt). Proses ini berulang terus menerus, sehingga profil gelombang setiap saat dapat dituliskan sebagai: η(x, t) = exp( iωt)ν(x) (3.1.4) dimana A exp ik 0 x + r exp ik 0 x, x < 0 ν(x) = a exp ik 1 x + b exp ik 1 x, 0 x < L (3.1.5) t exp ik 0 (x L), L x.

4 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 15 dengan r adalah amplitudo superposisi gelombang ke kiri di daerah x < 0 dan t adalah amplitudo superposisi gelombang ke kanan di daerah x > L. Analog untuk a dan b. Karena η harus kontinu di titik x = 0 dan x = L maka ν(x) haruslah uga kontinu di titik x = 0 dan x = L. Hal ini merupakan ump condition yang pertama. Subtitusikan η pada (3.1.4) ke dalam persamaan gelombang η tt = (c 2 η x ) x dengan c(x) = gh(x) sehingga diperoleh persamaan ων(x) = (c 2 ν x ) x. Integralkan persamaan di atas terhadap x dengan batas x dari x = 0 x = 0 +, diperoleh sampai ων(x)dx = c 2 ν x = lim x 0+ {g(h(x)ν x )} lim x 0 {g(h(x)ν x )} lim x 0 ν x = lim x 0+ h 1 ν x atau dengan kata lain hν x haruslah kontinu pada x = 0. Ini merupakan ump condition yang kedua. Di posisi x = L kondisi ini uga berlaku. Sehingga profil permukaan air η(x, t) = exp( iωt)ν(x) dengan kedalaman laut berupa (3.1.3) mempunyai dua ump condition. Dengan menggunakan kekontinuan ν(x) dan h(x)ν x (x) di x = 0 dan x = L dapat dicari hubungan antara r, a, b, t dengan amplitudo gelombang awal A. Kekontinuan ν(x) dan h(x)ν x (x) di x = 0 akan menghasilkan: N 0 A r = N 1 a b, (3.1.6) sedangkan kekontinuan ν(x) dan h(x)ν x (x) di x = L akan menghasilkan persamaan M 0 a = t 1, (3.1.7) b k 0

5 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 16 dengan N = M 0 = 1 1, untuk = 0, 1 (3.1.8) h k h k E E 1, (3.1.9) k 0 E k 0 E 1 dan E = exp ik 1 L. matriks N dan M 0 mempunyai determinan yang tidak sama dengan 0 sehingga kedua matriks tersebut mempunyai invers. Perhatikan bahwa pada saat tidak ada balok (h 1 = ), persamaan (3.1.6, 3.1.7) akan memberikan solusi r = 0, t = AE = A exp ik 1 L, b = 0 dan a = A, yang berarti tidak ada gelombang refleksi dan semua gelombang datang akan ditransmisikan. Hal ini sesuai dengan yang diperkirakan. Dari persamaan (3.1.6) dan (3.1.7) dapat dicari hubungan antara amplitudo gelombang transmisi t dan amplitudo gelombang datang A dengan cara mengkombinasikan kedua matriks N dan M. Karena kedua matriks mempunyai invers maka dari persamaan (3.1.6) diperoleh a = N1 1 N 0 A, dengan N1 1 1 = h 1k 1 1 kemudian subtitusikan ke persamaan (3.1.7) sehingga diperoleh b r 2h 1 k 1 h 1 k 1 1 t 1 = M 0 N1 1 N 0 A (3.1.10) k 0 r Misalkan S = h 1 k 1 + k 0 dan D = h 1 k 1 k 0 maka M 1 N 1 1 N 0 dapat ditulis menadi M 0 N1 1 N 0 = 1 ES + E 1 D ED + E 1 S 2h 1 k 1 h 1 k 1 (ES E 1 D) (h 1 k 1 ED E 1 S) Maka r dapat dieliminasi dari kedua persamaan pada (3.1.10) dengan cara mengalikan baris pertama dari matriks dengan ED SE 1 dan mengalikan persamaan

6 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 17 baris kedua dari matriks dengan ED + SE 1 sehingga memberikan atau t = A S2 D 2 S 2 E 1 D 2 E t A = S 2 D 2 S 2 E 1 D 2 E (3.1.11) Dengan cara yang sama dapat diperoleh hubungan antara amplitudo gelombang releksi r dengan amplitudo gelombang datang A yaitu r = SD(E 1 E) A D 2 E S 2 E 1 (3.1.12) Lebih auh lagi dapat dibuktikan bahwa 2 t A + r 2 = 1. (3.1.13) A Persamaan ini dapat diartikan sebagai kekekalan energi yang berlaku pada gelombang air dengan 1 balok sebagai reflektor gelombang. Gelombang datang dengan amplitudo A setelah melewati balok akan terpecah dua menadi gelombang transmisi downstream dengan amplitudo t dan gelombang refleksi upstream dengan amplitudo r sedemikian sehingga (3.1.13) berlaku. Setelah diketahui hubungan antara amplitudo gelombang transmisi dan gelombang datang maka akan dicari dimensi balok yang akan memberikan t paling minimum. A Perhatikan bahwa nilai t A bergantung pada, h 1, k 0, k 1, E. Karena berlaku relasi dispersi (3.1.2) maka k 0, k 1 berturut-turut uga bergantung pada, h 1, yang artinya uga bergantung pada, h 1, L. Untuk tinggi balok h 1 tertentu, maka nilai t A minimum pada saat nilai S 2 E 1 D 2 E maksimum. Sehingga nilai t A bergantung pada nilai L secara periodik. Dengan menggunakan (3.1.13) maka nilai r A uga bergantung pada L secara periodik, lihat Gambar 3.2. Sehingga dapat diperoleh lebar balok L yang membuat amplitudo gelombang transmisi minimum t A = S2 D 2 ketika 2L = (n + 1 min S 2 + D 2 2 )2π = (n + 1 k 1 2 )λ 1, n = 0, 1, 2,... (3.1.14) t A = 1 ketika 2L = n 2π = nλ 1, n = 0, 1, 2,... (3.1.15) max k 1

7 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK L Gambar 3.2: kurva periodik t A 2 (atas) dan r A 2 (bawah) sebagai fungsi dari L. Di sini digunakan h 1 = 0.4 dengan = 10 Misal L opt menyatakan nilai minimum dari panang balok yang memberikan t/a minimum, maka L opt = 1/4λ 1. Kita dapat menuliskan S = h 1 k 1 + k 0 = ω g ( h 1 + ) dan D = h 1 k 1 k 0 = ω g ( h 1 ) uga menggunakan persamaan (3.1.2), maka persamaan (3.1.11) dapat dituliskan secara eksplisit sebagai fungsi dari h 1 / dan L yaitu: t A = ( h 1 + ) 2 ( h 1 ) 2 ( h 1 + ) 2 E 1 + ( h 1 ) 2 E h 1 t 2 A = (( h 1 + 1) sin( q ωl )) 2 + (4 h 1 g h 1 )(cos( q ωl g h 1 )) 2 (3.1.16) Persamaan (3.1.16) menyatakan bahwa nilai t A bergantung pada h 1 dan melalui perbandingannya, yaitu h 1 dan nilai L. Jadi perbandingan amplitudo gelombang transmisi dengan amplitudo gelombang datang tidak bergantung pada seberapa dalam laut ( ) dan tinggi balok ( h 1 ) melainkan pada perbandingan h 1. Untuk lebih elasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.3 dimana dipilih nilai L opt = 1 4 λ 1 = π 2ω gh1.

8 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK depth Gambar 3.3: Kurva t A sebagai fungsi dari h 1. Di sini digunakan lebar optimum balok L = 1 4 λ 1 Berikut ini akan dielaskan interpretasi fisis dari hasil analitik di atas (3.1.14, ). Bagian ini penting karena dapat langsung diperumum untuk kasus n-balok. Ketika gelombang mencapai batas kiri dari balok di x = 0 sebagian dari gelombang akan ditransmisikan ke daera < x < L dan sebagian gelombang akan direfleksikan. Ketika gelombang yang ditransmisikan mencapai uung balok kanan di x = L maka gelombang tersebut kembali akan terpecah dua, sebagian ditransmisikan ke daerah x > L dan sebagian direfleksikan ke 0 < x < L. Gelombang yang ke kanan saat mencapai x = L uga akan terpecah dua. Dimisalkan gelombang yang akan terpecah di x = L sebagai e i(k1x ωt). Sedangkan gelombang yang direfleksikan, saat mencapai x = 0 akan terpecah dua uga. Gelombang kedua yang mencapai x = L ini rumusannya berupa e i(k1(x+2l) ωt). Terdapat banyak sekali proses transmisi dan refleksi, dan gelombang ke-n yang mencapai x = L rumusannya berupa berbentuk e k1(x+2nl) ωt dengan n bilangan bulat. Selanutnya gelombang-gelombang di x = L akan bersuperposisi saling melemahkan ika beda phase antar gelombangnya sebesar π atau kelipatan bilangan ganil kali π

9 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 20 yaitu: (k 1 x ωt) (k 1 (x + 2L) ωt) = (2n + 1)π 2π λ 1 (x x + 2L) = (2n + 1)π 2L = (n + 1)λ 2 1 Sebaliknya ika beda phase antara gelombang merupakan kelipatan bilangan genap dari 2π atau sama dengan 2nπ maka gelombang-gelombang yang ada di x = L akan bersuperposisi saling menguatkan atau bersifat destruktif. Hal ini akan teradi ketika 2L = nλ 1 dengan n bilangan bulat. Jadi total gelombang yang bergerak ke arah kiri di daerah x < 0 adalah superposisi dari semua gelombang yang direfleksikan di x = 0 dan semua gelombang yang ditransmisikan dari daera < x < L menuu daerah x < 0. Sedangkan total gelombang yang beralan ke arah kanan di x > L adalah umlah dari semua gelombang yang ditransmisikan dari daera < x < L menuu x > L. Jika lebar balok L = (n + 1)λ 4 1 maka semua gelombang yang ditransmisikan ke daerah x > L akan bersuperposisi saling melemahkan, sedangkan ika lebar balok L = nλ 2 1 maka semua gelombang yang ditransmisikan ke x > L akan bersuperposisi saling menguatkan. 3.2 Diskretisasi SWE Menggunakan Metode Lax Pada subbab ini persamaan SWE linier akan didiskritisasi menggunakan metode beda hingga (finite difference). Perhatikan persamaan SWE linier pada domain berhingga {(x, t) a < x < b, 0 < t < T }. Metode yang digunakan untuk menghampiri persamaan linear SWE adalah metoda Lax yang merupakan modifikasi dari metode FTCS (Foward Time Centered Space) karena metode FTCS ini menghasilkan suatu hampiran yang selalu tidak stabil. Pertama-tama akan dibuktikan bahwa metode FTCS untuk persamaan Linear SWE selalu tidak stabil. Misal η n = η( x, n t) merupakan hampiran bagi η(x, t) dan u n = u( x, n t) merupakan hampiran dari u(x, t), maka penerapan FTCS untuk persamaan (2.1.4) akan

10 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 21 menghasilkan persamaan beda: + h un +1 u n 1 t 2 t = 0 (3.2.1) Dengan cara yang sama persamaan beda bagi persamaan (2.1.5) uga dapat dicari, yaitu: + g ηn +1 η 1 n t 2 t = 0 (3.2.2) Metoda matriks akan digunakan untuk menganalisa kestabilan persamaan beda (3.2.1) dan (3.2.2). Subtitusikan komponen Fourier e i x ke dalam persamaan beda (3.2.1) dan (3.2.2) maka diperoleh dengan C 1 = h t x = η n C 1 2 u n (e iθ e iθ ) = η n u n C 1 i sin θ = u n C 2 2 η n (e iθ e iθ ) = u n η n C 2 i sin θ dan C 2 = g t x. Jika (3.2.3)dituliskan dalam bentuk matriks menadi ηn+1 = 1 ic 1 sin θ ic 2 sin θ 1 ηn Misalkan G = 1 ic 1 sin θ. Maka G λi = 0 memberikan ic 2 sin θ 1 u n (3.2.3) (1 λ) 2 + ( i sin θ) 2 C 1 C 2 = 0 (1 λ) = ± i sin θ C 1 C 2 λ = 1 ± i C 1 C 2 sin θ λ = 1 + C 1 C 2 sin 2 θ yang bernilai lebih dari 1 untuk setiap C 1, C 2 > 0. Dengan demikian metode FTCS selalu menghasilkan solusi yang tidak stabil. Metode Lax merupakan modifikasi dari metofe FTCS. Persamaan beda yang diperoleh dapat menghasilkan solusi yang stabil. Metoda Lax mengganti nilai u n dan η n dengan nilai rata-rata dari titik-titik grid sebelahnya yaitu 1 2 (un +1+u n 1) dan 1 2 (ηn +1+η 1). n Dengan demikian persamaan

11 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 22 beda (3.2.1) dan (3.2.2) menadi = 1 2 (ηn +1 + η n 1) h t 2 x (un +1 u n 1) (3.2.4) = 1 2 (un +1) + u n 1) g t 2 x (ηn +1 η n 1) (3.2.5) Persamaan beda di atas mempunyai akurasi O( t, x 2 ). Selanutnya akan diperiksa syarat kestabilan dari metode Lax ini. Subtitusikan komponen Fourier e (i x) kedalam persamaan (3.2.4) dan (3.2.5) diperoleh = η n (e iθ + e iθ ) C 1 2 u n (e iθ e iθ ) = η n cos θ u n C 1 i sin θ = u n (e iθ + e iθ ) C 2 2 η n (e iθ e iθ ) = u n cos θ η n C 2 i sin θ atau dalam bentuk matriks menadi ηn+1 = cos θ ic 1 sin θ ic 2 sin θ cos θ Tuliskan G = cos θ ic 1 sin θ. ic 2 sin θ cos θ Maka G λi = 0 memberikan ηn u n (cos θ λ) 2 + sin 2 θc 1 C 2 = 0 λ = cos θ ± i C 1 C 2 sin θ λ = cos 2 θ + C 1 C 2 sin 2 θ = 1 sin 2 θ(1 C 1 C 2 ) Perhatikan bahwa 1 sin 2 θ(1 C 1 C 2 ) 1 sehingga nilai dari sin 2 θ(1 C 1 C 2 ) 0. Karena nilai sin 2 θ selalu positif maka C 1 C 2 1. Oleh sebab itu metode Lax stabil dengan syarat gh( t x )2 1. Maka untuk dasar berupa kedalaman diskontinu sepeti pada (3.1.3), persamaan beda yang sesuai adalah = 1 2 (ηn +1 + η n 1) h i t 2 x (un +1 u n 1) = 1 2 (un +1 + u n 1) g t 2 x (ηn +1 η n 1), (3.2.6)

12 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 23 dengan h i, i = 0, 1. Persamaan beda di atas mempunyai akurasi O( t, x 2 ). Selain kestabilan uga harus diperhatikan kekonsistenan dari persamaan beda (3.2.4) dan (3.2.5). Kekonsistenan diperiksa dengan cara mensubtitusikan ekspansi deret Taylor dari persamaan (2.4.1) dan persamaan (2.4.2) ke dalam persamaan beda (3.2.4) dan (3.2.5). Diperoleh hasil persamaan beda konsisten. Lebih auh lagi, ika gh i ( t x )2 < 1 maka pada truncation term muncul suku η xx. Suku η xx ini dikenal sebagai suku yang memberikan efek difusi. Menyelesaikan persamaan beda ini tak lain adalah menyelesaikan persamaan SWE linier (2.1.4) dan (2.1.5) dengan tambahan suku truncation term. Dengan demikian penggunaan persamaan beda (3.2.6) dengan gh i ( t x )2 < 1 akan memberikan error berupa efek difusi atau disebut uga eror difusi numerik. Untuk menghindari eror difusi numerik ini maka haruslah dipilih nilai x, t yang membuat gh i ( t x )2 = 1. Eror difusi numerik harus dihindari agar kita dapat membuat hasil perbandingan kuantitatif yang baik antara hasil analitik dengan numerik. Jadi di sini sumbu x pada domain spatial dipartisi secara tak homogen sebagai berikut. Untuk t tertentu, maka x 1 = gh 1 t pada daerah dengan kedalaman h 1 yaitu 0 < x < L dan x 0 = g t pada daerah lainnya. Sedangkan pada titik diskontinu, misalkan pada = J digunakan persamaan beda sebagai berikut: J = 1 2 (ηn J+1 + ηn J 1 ) ( + h 1 )/2 x 0 + x 1 (u n J+1 un J 1 ) (3.2.7) J = 1 2 (un J+1 + un J 1 ) g t x 0 + x 1 (ηj+1 n ηn J 1 ) t Untuk simulasi kita menggunakan syarat awal simpangan permukaan air sebagai berikut : η(x, 0) = 0 dan u(x, 0) = 0 (3.2.8) Sedangkan untuk syarat batas kiri daerah pengamatan digunakan syarat batas: η(a, t) = A sin ωt dan u(a, t) = g gh0 η(a, t) (3.2.9)

13 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 24 Kedua syarat awal (3.2.8) menyatakan bahwa pada saat awal permukaan air dalam keadaan setimbang dan diam. Syarat batas (3.2.9) menyatakan bahwa gelombang monokromatik A sin ωt masuk dari sebelah kiri domain, sedangkan syarat batas bagi u(a, t) diturunkan dari persamaan linier SWE sebgai berikut. Perhatikan persamaan SWE linier (2.1.5), gelombang yang beralan ke kanan dengan dasar rata dan memenuhi (2.1.5)adalah η(x λ 0 t) dan u(x λ 0 t). Subtitusikan kembali kedalam persamaan SWE linier (2.1.5)maka akan didapat λ 0 u = gη sehingga u = g η pada batas kiri. Sehingga dengan syarat batas kiri η(a, t) nilai u(a, t) diberikan pada (3.2.9). Sedangkan untuk syarat batas kanan diterapkan metode FTBS (Forward Time Backward Space) dengan akurasi O( x, t) bagi η(l, t) dan u(l, t). Penelasan untuk ini adalah sebagai berikut. Garis karakteristik bagi persamaan gelombang dengan metode FTBS adalah berupa garis x = ct + k dengan k bilangan real. Garis-garis tersebut mengarah keluar domain. Hal ini mengakibatkan gelombang terserap ke kanan seluruhnya. Perhatikan bahwa perbedaan orde akurasi pada metode FTBS tidak akan mempengaruhi akurasi O( x 2, t) dalam perhitungan domain, karena perhitungan dengan akurasi rendah ini akan segera meninggalkan domain perhitungan. 3.3 Simulasi Numerik Setelah diformulasikan skema numerik bagi SWE dengan 1 balok reflektor maka untuk perhitungan digunakan data sebagai berikut: selang spatial [0, 150] dengan waktu pengamatan [0, 22], gravitasi g = 10, frekuensi gelombang ω = 1 dan dasar berupa 4, untuk 50 < x < 50 + L opt = 10 h(x) = 10, untuk lainnya, Dengan program MATLAB disimulasikan solusi numerik SWE. Dapat teramati pada Gambar 3.4 bahwa gelombang monokromatik yang masuk dari kiri, setelah melewati balok yang terletak di posisi [50, 60] akan terpecah menadi gelombang transmisi dan refleksi. Dapat dilihat uga bahwa amplitudo gelombang transmisi lebih kecil dari-

14 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 25 pada amplitudo gelombang awal. Ini berarti bahwa balok dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang. Dari hasil simulasi numerik menggunakan beberapa nilai L, dapat dilihat bahwa t uga bergantung pada L secara periodik. Dengan simulasi numerik uga dapat A diui lebar balok yang paling optimum untuk h 1 = 0.4. Hasilnya sesuai dengan lebar balok optimum yang diperoleh secara analitik, hal ini akan dielaskan pada sub bab berikutnya. Dari hasil simulasi numerik dapat diperoleh amplitudo gelombang Gambar 3.4: Hasil simulasi numerik SWE linier dengan 1 balok terendam, terlihat pada gambar gelombang masuk dari kiri dan setelah melalui balok mengalami proses perpecahan menadi gelombang refleksi dan transmisi datang sebelum mencapai balok yaitu di x = [0, 40] ika dibandingkan dengan amplitudo gelombang setelah balok di x = 120 auh lebih besar. Hal ini dapat dilihat lebih akurat pada sub bab selanutnya. 3.4 Perbandingan antara Hasil Analitik dan Numerik Dari simulasi numerik dengan lebar grid yang diperhalus dan lebar balok L yang berbeda-beda maka diperoleh L yang paling mereduksi amplitudo gelombang datang, nilai yang diperoleh sudah sesuai dengan hasil analitik yaitu L opt = 1 4 λ 1 dimana

15 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 26 gelombang yang dibangkitkan dalam program mempunyai panang gelombang λ 1 = 2π k 1 = 2π gh1 yaitu sama dengan Berikut ini adalah tabel per- ω bandingan antara hasil analitik dan numerik dengan nilai grid yang berbeda yaitu x = 1, t = 0.1 dan grid x = 0.5, t = L t analitik A t num A t num A x = 1, t = 0.1 x = 0.5, t = Tabel 3.1: Tabel perbandingan antara hasil analitik dengan numerik menggunakan grid yang berbeda Dari tabel di atas maka dapat dilihat hasil perbandingan antara t analitik dan numerik menghasilkan L opt yang sama. Hasil numerik dengan lebar grid yang lebih kecil akan memberikan hasil yang semakin dekat dengan solusi eksaknya. A 3.5 Metode Lax-Wendroff Perhitungan numerik dengan menggunakan metode Lax akurasinya adalah O( x 2, t). Akurasi tersebut sudah cukup baik, tetapi dalam partisi spatial dan partisi waktu metode Lax memberikan akurasi yang berbeda. Hal ini dapat diatasi dengan men-

16 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 27 cari skema numerik yang lebih baik yang memberikan akurasi O( x 2, t 2 ). Salah satu metode yang memberikan akurasi O( x 2, t 2 ) adalah metode Lax-Wendroff. Persamaan SWE linier (2.1.4) dan (2.1.5) akan dihampiri dengan metode Lax- Wendroff. Perhatikan ekspansi Taylor dari η(x, t) dalam waktu yaitu: η(x, t + t) = η(x, t) + η t (x, t) t η tt(x, t) t 2 + O( t 3 ) dari persamaan (2.1.4) diketahui bahwa η t (x, t) = hu x (x, t), sedangkan (2.1.5) memberikan η tt (x, t) = (η t ) t = ( hu x ) t = h(u t ) x = h( gη xx ). Maka ekspansi Taylor dari η(x, t + t) menadi: η(x, t + t) = η(x, t) hu x (x, t) t + gh 2 η xx(x, t)( t) 2 + O( t 3 ) Jika ekspansi Taylor ini dihampiri dengan beda pusat untuk u x dan η xx maka akan diperoleh persamaan beda bagi persamaan (2.1.4): = η n h t 2 x (un +1 u n 1) + gh( t)2 2( x) 2 (ηn +1 2η n + η n 1) (3.5.1) Dengan cara yang sama maka dapat diperoleh persamaan beda bagi persamaan (2.1.5): = u n g t 2 x (ηn +1 η n 1) + gh( t)2 2( x) 2 (un +1 2u n + u n 1) (3.5.2) Setelah diperoleh persamaan beda bagi SWE linier maka akan diperiksa kestabilannya dengan menggunakan metode matriks. Subtitusikan komponen Fourier e (i x) ke dalam persamaan beda sehingga ηn+1 = = η n h t 2 x un (e iθ e iθ ) + gh( t)2 2( x) 2 ηn (e iθ 2 + e iθ ) = u n g t 2 x ηn (e iθ e iθ ) + gh( t)2 2( x) 2 un (e iθ 2 + e iθ ) Kemudian tuliskan dalam bentuk matriks menadi 1 + gh( t)2 (cos θ 1) 2( x) 2 g t x h t x i sin θ 1 + gh( t)2 2( x) 2 (cos θ 1) ηn u n (3.5.3)

17 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK gh( t)2 (cos θ 1) h t i sin θ 2( x) 2 x Misalkan G = nilai eigen dari matriks G. G λi = 0 memberikan g t x 1 + gh( t)2 2( x) 2 (cos θ 1) (1 + c(cos θ 1) λ) 2 + c sin 2 θ = 0 λ (1 c) = c cos θ ± i c sin θ maka akan dicari dengan c = gh( t)2. Perhatikan bahwa λ merupakan bilangan kompleks. Tempat ( x) 2 kedudukan λ pada bidang kompleks berupa sebuah elips di bidang kompleks dengan pusat (1 c, 0), dan panang sumbu horisontal c dan sumbu vertikal c, lihat Gambar 3.5. Agar persamaan beda menghasilkan solusi yang stabil maka haruslah λ 1, hal ini dipenuhi ika c 1. Im c 1-c Re Gambar 3.5: Daerah λ pada bidang kompleks Setelah diperoleh kondisi agar persamaan beda stabil maka akan diperiksa kekonsistenan dari persamaan beda (3.5.1) dan (3.5.2). Subtitusikan ekspansi Taylor (2.4.1) dan (2.4.2) ke dalam persamaan beda (3.5.1) sehingga diperoleh : η n + η t n t + η tt n ( t) 2 + η ttt n( t) = η n h t x (u x n x + u xxx n ( x) ) + gh( t)2 ( x) 2 (η xx n ( x) 2 + η xxxx n ( x) )

18 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 29 η t n + hu x n = 1 6 ( gh2 ( t) 2 )u xxx n + gh t 24 η xxxx n ( x) 2 ) Dari persamaan di atas maka diketahui bahwa suku pertama truncation term berupa suku dispersi. Agar persamaan beda konsisten dengan persamaan yang dihampiri maka pilih x, t yang membuat suku truncation term sama dengan nol. Suku pertama akan nol ika gh 2 ( t) 2 h( x) 2 = 0 atau gh( t) 2 = ( x) 2. Sehingga untuk kedalaman fluida yang berbeda seperti pada persamaan (3.1.3) digunakan partisi yang berbeda uga yakni x 0 = g t untuk daerah dengan kedalaman dan x 1 = gh 1 t untuk daerah dengan kedalaman h 1. Karena persamaan beda stabil dan konsisten menuu persamaan (2.1.4) dan (2.1.5) maka menurut Teorema Ekuivalensi Lax, persamaan beda ini uga akan konvergen menuu persamaan (2.1.4) dan (2.1.5). Pada titik-titik diskontinu dimana kedalaman fluida berubah, misalkan pada =J maka skema numerik yang digunakan menadi: J = η n J ( + h 1 ) t 2( x 0 + x 1 ) (un J+1 u n J 1) + g( + h 1 )( t) 2 2( x 0 + x 1 ) 2 (ηn J+1 2η n J + η n J 1) J (3.5.4) = u n g t J ( x 0 + x 1 ) (ηn J+1 ηj 1)+ n g( + h 1 )( t) 2 2( x 0 + x 1 ) 2 (un J+1 2u n J+u n J 1) (3.5.5) 3.6 Simulasi Numerik Menggunakan Metode Lax- Wendroff Setelah diformulasikan skema numerik Lax-Wendroff maka untuk mensimulasikan pengaruh 1 balok sebagai relektor digunakan data sebagai berikut: selang daerah [0, 150] dengan waktu pengamatan [0, 22], gravitasi g = 10, frekuensi gelombang ω = 1 dan dasar berbentuk 4, untuk 50 < x < 50 + L opt = 10 h(x) = 10, untuk lainnya,

19 BAB 3. REFLEKTOR GELOMBANG 1 BALOK 30 Dengan program MATLAB disimulasikan solusi numerik SWE linier. Dengan menggunakan syarat awal (3.2.8) dan syarat batas (3.2.9) sama seperti pada metode Lax maka dapat disimulasikan gelombang yang masuk domain dari arah sebelah kiri domain, dan mengalami proses transmisi dan refleksi seperti pada Gambar 3.6. Hasil yang diperoleh sama dengan ika kita menggunakan metode Lax, hanya saa akurasi untuk waktu ( t) lebih besar. Gambar 3.6: Hasil simulasi numerik menggunakan metode Lax-Wendroff dengan akurasi O( x 2, t 2 )

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK

PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK Bab 4 PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK 4.1 Kasus 2 buah Balok Dalam bahasan ini akan dipelajari proses transmisi dan refleksi yang terjadi untuk kasus 2 buah balok dengan bentuk geometri yang

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Bab 4 Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Setelah kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dimensi optimum dari 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang maka pada bab ini akan dibahas bagaimana

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Tulisan ini diadaptasi dari buku PDP yang disusun oleh Dr. Sri Redeki Pudaprasetia M. Jamhuri UIN Malang July 2, 2013 M. Jamhuri UIN Malang Metode Beda Hingga

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal

Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah

Lebih terperinci

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial Soal Uian 2 Persamaan Differensial Parsial M. Jamhuri April 15, 2013 1 Buktikan bahwa ux,t) = πˆ 1 x e θ2 dθ merupakan solusi persamaan difusi u t = u xx untuk setiap x R,t > 0. Untuk x 0 tunukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Viska Noviantri Jurusan Matematika dan Statistik, Fakultas Sains dan Teknologi, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480

Lebih terperinci

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall... Contents 1 Pendahuluan pdp 2 2 Persamaan Type Hiperbolik 6 2.1 Persamaan Transport.............................. 6 2.1.1 Metoda karakteristik........................... 7 2.1.2 Koefisien tak konstan..........................

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan pantai bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyara- kat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pantai baik karena ulah manusia maupun karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK

BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK Pendahuluan Di dalam proses penyelesaian masalah yang berhubungan dengan bidang sains, teknik, ekonomi dan bidang lainnya, sebuah gejala fisis pertama-tama harus digambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

Mutawafaq Haerunnazillah 15B08011

Mutawafaq Haerunnazillah 15B08011 GELOMBANG STASIONER Gelombang stasioner merupakan perpaduan dua gelombang yang mempunyai frekuensi, cepat rambat, dan amplitudo yang sama besar namun merambat dalam arah yang berlawanan. Singkatnya, gelombang

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3.

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3. BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pembelajaran: Mengetahui apa yang dimaksud dengan metode numerik. Mengetahui kenapa metode numerik perlu dipelajari. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian persoalan numerik.

Lebih terperinci

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi Bab V Aplikasi Selain aplikasi yang sudah diperkenalkan di bab I, teori variabel kompleks masih memiliki banyak ragam aplikasi lainnya. Beberapa di antaranya akan dibahas di dalam bab ini. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.. Respon Impuls Akustik Ruangan. Respon impuls akustik suatu ruangan didefinisikan sebagai sinyal suara yang diterima oleh suatu titik (titik penerima, B) dalam ruangan akibat suatu

Lebih terperinci

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt. 1. Pengertian Gelombang Berjalan Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya tetap. Pada sebuah tali yang panjang diregangkan di dalam arah x di mana sebuah gelombang transversal sedang berjalan.

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS (Kata kunci:persamaan burgers,

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis III.1 III.1.1 Solusi Dasar dari Model Prekursor Persamaan Fluida Tipis Dimensi Satu Sebagai langkah pertama untuk memahami karakteristik aliran

Lebih terperinci

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi besaran x. secara umum ditulis: y= f(x)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang. KOMPETENSI DASAR 3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata INDIKATOR 3.11.1. Mendeskripsikan gejala gelombang mekanik 3.11.2. Mengidentidikasi

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Interferensi Cahaya Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Interferensi Cahaya 1 / 39 Contoh gejala interferensi

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

BAB IV DERET FOURIER

BAB IV DERET FOURIER BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi atau getaran dari sebuah data pada frekuensi tertentu. Analisis spektral

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL 1. Pendahuluan : Pemodelan Arus Panas Satu Dimensi Y Bahan penyekat (insulator) A Batang 0 L X Z Misalkan bila ada batang yang dapat menghantarkan panas. Batang tersebut

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Pendahuluan PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Turunan Numerik Permasalahan

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b)

8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b) 8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L (a, b) 8.1 Deret Fourier yang Diperumum Jika {ϕ n } 1 adalah basis ortonormal untuk L (a, b) dan f L (a, b), maka f, ϕ n disebut koefisien Fourier

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang air laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial. Terjadinya gelombang

Lebih terperinci

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons SILABUS : 1.Getaran a. Getaran pada sistem pegas b. Getaran teredam c. Energi dalam gerak harmonik sederhana 2.Gelombang a. Gelombang sinusoidal b. Kecepatan phase dan kecepatan grup c. Superposisi gelombang

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma

Fungsi Gamma. Pengantar Matematika Teknik Kimia. Muthia Elma Fungsi Gamma Pengantar Matematika Teknik Kimia Muthia Elma Fungsi Gamma Defenisi Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam pembahasan kalkulus tingkat lanjut Dalam aplikasinya fungsi

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1 KELAS XII LC FISIKA SMA KOLESE LOYOLA M1-1 MODUL 1 STANDAR KOMPETENSI : 1. Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah KOMPETENSI DASAR 1.1. Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA. 10 Maret 2010

Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA. 10 Maret 2010 Metode Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA 10 Maret 2010 (Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA) Metode 10 Maret 2010 1 / 16 Ekspansi Taylor Misalkan f 2 C [a, b] dan x 0 2 [a, b], maka untuk

Lebih terperinci

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier (FS) 1. Deret Fourier Menurut Fourier setiap fungsi periodik dapat dinyatakan sebagai jumlah fungsi sinus dan cosinus yang tak berhingga jumlahnya dan dihubungkan secara harmonis.

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

CONTOH SOLUSI UTS ANUM

CONTOH SOLUSI UTS ANUM CONTOH SOLUSI UTS ANUM 0 Propagasi eror adalah kejadian di mana eror dari operan suatu komputasi sederhana memberikan eror yang lebih besar pada hasil komputasi tersebut. Misalnya, eror awal suatu representasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Hampiran turunan menggunakan metoda numerik

Hampiran turunan menggunakan metoda numerik Hampiran turunan menggunakan metoda numerik Kie Van Ivanky Saputra March 31, 2009 K V I Saputra (Analisis Numerik) Turunan Numerik March 31, 2009 1 / 9 Tujuan 1 mengerti apa itu dari turunan numerik, 2

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS

C.1 OSILASI GANDENG PEGAS Mata Kuliah GELOMBANG-OPTIK OPTIK TOPIK I SUB TOPIK OSILASI GANDENG C. SISTEM OSILASI DUA DERAJAT KEBEBASAN:OSILASI GANDENG Satu derajat kebebasan: Misalkan: pegas yang memiliki satu simpangan Dua derajat

Lebih terperinci

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 50 57 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI ILHAM FEBRI RAMADHAN Program Studi Matematika

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

B. LANDASAN TEORI Getaran adalah gerak bolak balik melalui titik keseimbangan. Grafik getaran memiliki persamaan: y= A sin ( ωt +φ o)

B. LANDASAN TEORI Getaran adalah gerak bolak balik melalui titik keseimbangan. Grafik getaran memiliki persamaan: y= A sin ( ωt +φ o) A. TUJUAN PERCOBAAN. Mengetahui berbagai pola lissajous dengan variasi frekuensi dan amplitudo. Menggambarkan pola-pola lissajous menggunakan fungsi sinusoidal pada sumbu x dan sumbu y 3. Membandingkan

Lebih terperinci

Simulasi Persamaan Gelombang

Simulasi Persamaan Gelombang December 15, 213 Soal 1 Perhatikan persamaan gelombang u tt = u xx, untuk x 1, dengan syarat batas u x (,t) = dan u (1,t) =, dan syarat awal u t (x,) = dan { 2 u (x,) = 16 (x 3) 2 (x 7) 2, 3 x 7, untuk

Lebih terperinci

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008 Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008. Diketahui premis premis : () Jika hari hujan, maka udara dingin. (2) Jika udara dingin, maka ibu memakai baju hangat. (3) Ibu tidak memakai baju hangat

Lebih terperinci