Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)
|
|
- Johan Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik multiple-scale. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Persamaan air dangkal terdiri dari persamaan yang menyatakan hukum kekekalan massa dan persamaan yang menyatakan hukum kekekalan momentum. Kedua persamaan inilah yang mengaturaliran fluida. Sesuai dengan namanya, persamaan air dangkal hanya berlaku untuk medium fluida (air) yang dangkal. Pengertian air dangkal di sini berarti bahwa gelombang air yang diamati memiliki panjang gelombang yang cukup besar jika dibandingkan dengan kedalamannya. Apabila suatu domain air kedalamannya kurang dari sepersepuluh panjang gelombangnya maka domain tersebut tergolong ke dalam air yang dangkal atau h λ 1. Persamaan air 10 dangkal juga sering digunakan untuk mempelajari gelombang tsunami dan gelombang di atmosfir. Perhatikan lapisan fluida di atas dasar tidak rata z = h(x). Aliran fluida di 6
2 sini memenuhi persamaan air dangkal linier (SWE linier), yaitu η t = (h(x)u) x (2.1.1) u t = gη x dengan η(x, t) menyatakan simpangan permukaan air dari kondisi setimbang, u(x, t) menyatakan kecepatan partikel air dalam arah horizontal, dan g percepatan gravitasi. Gambar 2.1: Komponen-komponen persamaan SWE linier Persamaan air dangkal linier (2.1.1) dapat dituliskan ke dalam bentuk lain. Perhatikan persamaan (2.1.1), apabila persamaan pertama pada (2.1.1) diturunkan terhadap t dan persamaan kedua pada (2.1.1) diturunkan terhadap x, kemudian dengan mengeliminasi u tx dengan cara mensubtitusikan u tx = gη xx ke dalam persamaan η tt dapat diperoleh bentuk lain dari persamaan gelombang, yaitu η tt = g(h(x)η x ) x. (2.1.2) Demikian juga sebaliknya apabila persamaan pertama pada (2.1.1) diturunkan terhadap x dan persamaan kedua pada (2.1.1) diturunkan terhadap t, kemudian dengan mengeliminasi η tx dengan cara mensubtitusikan η tx = [h(x)u] xx ke dalam persamaan u tt dapat diperoleh persamaan gelombang dalam ekspresi yang berbeda, yaitu u tt = g(h(x)u) xx (2.1.3) 7
3 Dengan demikian persamaan SWE linier (2.1.1) ekivalen dengan persamaan gelombang (2.1.2) dan (2.1.3). 2.2 Metode Ekspansi Asimtotik Multiple-scale Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai metode ekspansi asimtotik dan variasinya yaitu Multiple-Scale Asymptotic Expansion untuk menyelesaikan persamaan diferensial. Selain itu, akan dijelaskan pula tentang perbedaan solusi yang dihasilkan keduanya yang merupakan alasan mengapa ekspansi asimtotik multiple-scale lebih baik daripada ekspansi asimtotik yang biasa pada contoh kasus yang diberikan. Definisi: 1. Fungsi-fungsi φ 1,φ 2,... membentuk barisan asimtotik, saat ε 0jikadan hanya jika φ n = o(φ m ) (2.2.1) saat ε 0untuksemuam dan n yang memenuhi m<n 2. Jika φ 1,φ 2,... adalah sebuah barisan asimtotik, maka f(ε) mempunyai suatu ekspansi asimtotik ke-n, yang berhubungan dengan barisan asimtotik sebelumnya, jika dan hanya jika m f = a k φ k (ε)+o(φ m ) untuk m =1,..., n (2.2.2) k=1 saat ε 0, dimana a k bebas terhadap ε. Dalam hal ini, dituliskan sebagai f a 1 φ 1 (ε)+a 2 φ 2 (ε) a n φ n (ε) (2.2.3) saat ε 0. φ k disebut sebagai skala, atau ukuran, atau fungsi basis. Penyelesaian suatu persamaan diferensial dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik diawali dengan mengasumsikan bahwa solusinya merupakan deret y 0,y 1,... dan diformulasikan sebagai y(ˆt) y 0 (ˆt)+εy 1 (ˆt)+ (2.2.4) 8
4 Berikut ini akan diberikan sebuah contoh masalah sederhana dimana metode asimtotik biasa gagal. Misalkan diberikan sebuah persamaan diferensial y + εy + y = 0 (2.2.5) dengan syarat awal y(0) = 0 dan y (0) = 1 (2.2.6) Selanjutnya akan dicari y(ˆt) yang memenuhi persamaan diferensial di atas. Dengan mensubtitusikan (2.2.3) ke dalam persamaan di atas, akan dihasilkan solusi y(ˆt) sin ˆt 1 2 εˆt sin ˆt. (2.2.7) Sebagai pembanding solusi eksak persamaan diferensial (2.2.4) adalah y(ˆt) = 1 1 ε2 /4 e εˆt/2 sin (ˆt 1 ε 2 /4) (2.2.8) Gambar 2.2: Kurva solusi eksak dan kurva solusi hasil ekspansi asimtotik dengan nilai ε =10 1. Perhatikan Gambar 2.2, solusi eksak dan solusi (2.2.6) hanya ekivalen untuk nilai ˆt yang kecil, tetapi untuk nilai ˆt yang cukup besar perbedaannya sangat besar. Dari kedua kurva solusi yang diberikan terlihat bahwa solusi eksak menuju nol saat t, sedangkan solusi hasil ekspansi asimtotik semakin menjauhi solusi eksak saat t. Ini menunjukkan bahwa ekspansi asimtotik tidak cocok untuk menyelesaikan 9
5 persamaan diferensial (2.2.4). Sebagai gantinya akan diterapkan metode Ekspansi Asimtotik Multiple-scale yang akan disajikan berikut ini. Perbedaan antara metode ekspansi asimtotik multiple-scale dengan metode ekspansi asimtotik biasa adalah pada metode ini variabel bebasnya menjadi dua buah yaitu variabel cepat dan lambat t = ˆt, dan t = εˆt (2.2.9) dengan penambahan variabel waktu ini, maka turunannya pun berubah menjadi d dˆt = t + ε t. (2.2.10) Hasil subtitusi persamaan di atas ke (2.2.4) dan (2.2.5) memberikan ( 2 t +2ε t t + ε 2 2 t )y + ε( t + ε t)y + y = 0 (2.2.11) dengan syarat awal y(0, 0) = 0 dan ( t + ε t)y(0, 0) = 1 (2.2.12) Sehingga ekspansinya menjadi adalah y(t, t) y 0 (t, t)+εy 1 (t, t)+ (2.2.13) Kemudian dengan mensubtitusikan ekspansi di atas ke (2.2.4) dan jika hanya melibatkan suku berorde O(1) dan O(ε), diperoleh ( 2 t +2ε t t + ε 2 2 t )(y 0 + εy 1 )+ε( t + ε t)(y 0 + εy 1 )+(y 0 + εy 1 ) = 0 (2.2.14) Persamaan di atas dapat dipisahkan berdasarkan suku-suku ε. Pertama, untuk orde O(1) : ( 2 t +1)y 0 = 0, dengan y 0 (0, 0) = 0, t y 0 (0, 0) = 1 dan solusi umumnya adalah y 0 (t, t) =a 0 ( t)sint + b 0 ( t)cost (2.2.15) Syarat awal y 0 (0, 0) = 0 dan t y 0 (0, 0) = 1 memberikan b 0 (0) = 0 dan a 0 (0) = 1. 10
6 Untuk mencari a 0 ( t) danb 0 ( t) digunakan komponen-komponen dari persamaan (2.2.13) yang berorde O(ε). Selanjutnya, dengan mensubtitusi (2.2.14) ke dalam persamaan O(ε) diperoleh 2 y 1 t 2 + y 1 =(2b 0 + b 0 )sint (2a 0 + a 0 )cost (2.2.16) Perhatikan bahwa ruas kanan (2.2.15) memuat suku-suku dengan frekuensi yang sama dengan solusi homogennya. Ini berarti bahwa akan terjadi resonansi, y 1 (t) untuk t. Agar dapat memperoleh solusi yang berhingga maka haruslah ruas kanan dari (2.2.15) menjadi nol, atau 2a 0 + a 0 = 0 (2.2.17) 2b 0 + b 0 = 0 (2.2.18) Kemudian dengan menggunakan hasil yang diperoleh pada pembahasan sebelumnya, yaitu a 0 (0) = 1 dan b 0 (0) = 0, maka kedua persamaan di atas mempunyai solusi a 0 ( t) =e t/2, b 0 ( t) =0. (2.2.19) Gambar 2.3: Kurva solusi eksak dan kurva solusi hasil metode ekspansi asimtotik multiple-scale dengan nilai ε =10 1. Jadi dengan ekspansi multiple-scale, solusi untuk persamaan diferensial (2.2.4) dengan syarat (2.2.5) adalah y e εˆt/2 sin ˆt. (2.2.20) 11
7 Perhatikan bahwa (2.2.20) hanya merupakan solusi berorde O(1) saja, tetapi sudah menghasilkan solusi hampiran yang cukup baik (lihat Gambar 2.2). Dengan demikian metode ekspansi asimtotik multiple-scale memberikan solusi hampiran yang jauh lebih baik dibandingkan dengan metode ekspansi asimtotik yang biasa. 2.3 Metode Beda Hingga (Finite Difference) Metode beda hingga (finite difference) merupakan salah satu metode untuk mengetahui karakteristik dari solusi persamaan differensial dengan teknik komputasi. Hal ini disebabkan karena banyak persamaan diferensial yang solusi eksaknya sukar dicari atau sebagai perbandingan untuk memeriksa kebenaran solusi eksaknya. Pada dasarnya metode ini mendekati suatu fungsi satu peubah u(x), dimana x = jδx, dengan nilai u j, j =1, 2,... dan Δx adalah lebar selang dari x (grid). u j u(x j ) Kemudian dari dua buah expansi deret Taylor masing-masing untuk u(x + Δx) dan u(x Δx) : u(x +Δx) =u(x)+u (x)δx u (x)(δx) u (x)(δx) 3 + O(Δx) 4 u(x Δx) =u(x) u (x)δx u (x)(δx) u (x)(δx) 3 + O(Δx) 4 diperoleh tiga buah hampiran untuk turunan pertama u (jδx) yaitu: 1. Hampiran Beda Mundur u (jδx) u j u j 1 Δx + O(Δx) (2.3.1) 2. Hampiran Beda Maju u (jδx) u j+1 u j Δx + O(Δx) (2.3.2) 12
8 Gambar 2.4: (a) Skema diagram beda mundur, FTBS (forward time backward space) (b) Skema diagram meda maju, FTFS (forward time forward space) (c) Skema diagram beda pusat, FTCS (forward time center space) 3. Hampiran Beda Pusat u (jδx) u j+1 u j 1 2Δx + O(Δx 2 ) (2.3.3) dengan akurasi masing-masing sebesar O(Δx), O(Δx) dano(δx 2 ). Selanjutnya, diperoleh hampiran beda pusat untuk turunan kedua, yaitu : dengan akurasi O(Δx 2 ). u (jδx) u j+1 2u j + u j 1 (Δx) 2 + O(Δx 2 ) (2.3.4) 13
9 Hal serupa berlaku pula untuk fungsi dua peubah u(x, t), pilih x = jδx dan t = nδt dengan t, n =1, 2,... sehingga u(x, t) dapat dituliskan sebagai u(x j,t n ) u n j. Maka hampiran beda maju untuk u t u dan adalah x u t un+1 j (jδx, nδt) u n j Δt + O(Δt) (2.3.5) u x (jδx, nδt) un j+1 u n j Δx + O(Δx) (2.3.6) Hal yang sama berlaku untuk hampiran beda mundur dan beda pusat, rumusnya dapat dituliskan seperti pada ( ) baik untuk peubah x ataupun t. Dalam menggunakan metode beda hingga ada tiga hal yang harus diperhatikan agar solusi yang dihasilkan dapat diterima atau tidak, antara lain: kestabilan persamaan beda, kekonsistenan persamaan beda, dan kekonvergenan persamaan beda. Penjelasan mengenai masing-masing hal akan dijelaskan pada bagian yang terpisah berikut ini. 2.4 Kekonsistenan dan Kekonvergenan Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai konsep dari kekonsistenan dan kekonvergenan dari pendekatan metode beda hingga yang kemudian dilanjutkan dengan konsep kestabilan. Pendekatan dengan metode beda hingga memiliki dua jenis error, yaitu Global Truncation Error danlocal Truncation Error. Truncation error adalah error yang terdapat pada solusi hasil pendekatan numerik yang biasa diwakili oleh O(Δx) atau sejenisnya. Error seperti yang pada persamaan ( ) termasuk ke dalam local truncation error. Sedangkan global truncation error merupakan error yang muncul pada solusi dari suatu persamaan diferensial sebagai efek kumulatif dari local truncation error. Error seperti ini sangat berpengaruh pada kestabilan, kekonsistenan, dan kekonvergenan dari skema suatu numerik, dalam pembahasan ini skema persamaan beda. 14
10 Kekonsistenan dan kestabilan secara tidak langsung mengarah pada kekonvergenan seperti yang telah didefinisikan oleh Lax. Kekonsistenan berarti bahwa, selama grid dari persamaan beda hingga (Δt, Δx 0), truncation error menuju nol. Dengan kata lain, model persamaan beda hingga yang digunakan mendekati persamaan diferensial partialnya atau perbedaan atara keduanya mendekati nol. Misalkan untuk persamaan difusi u t = u xx, u(x, 0) = φ(x) (2.4.1) dengan menggunakan skema beda maju untuk u t dan beda pusat untuk u xx,maka persamaan bedanya adalah u n+1 j u n j Δt = un j+1 2un j + un j 1 (Δx) 2 (2.4.2) Perhatikan truncation error untuk persamaan difusi (2.4.1) (u t u xx ) un+1 j u n j Δt + un j+1 2un j + un j 1 (Δx) 2 T.E (2.4.3) Jika TE (Truncation Error) menuju nol saat Δt, Δx 0 maka persamaan beda hingga yang digunakan konsisten dengan model persamaan diferensial parsialnya. Sebuah skema beda hingga dikatakan konvergen jika û n j u n j 0 (2.4.4) saat Δt, Δx 0. Di sini. merupakan norm, yang menyatakan selisih antara solusi eksak û(x, t) dengan solusi hasil komputasi u n j pada titik j, n. Terkadang syarat konvergen hanya dipenuhi untuk Δx dan Δt tertentu saja sedangkan untuk Δx dan Δt lainnya skema beda hingga menjadi tidak konvergen. Keadaan seperti ini sering disebut sebagai konvergen bersyarat. 2.5 Analisa Kestabilan von Neumann Metode beda hingga tidak menghasilkan sebuah fungsi û(x) sebagai aproksimasi dari fungsi u(x). Akan tetapi metode ini menghasilkan deretan nilai-nilai u j di setiap 15
11 titik x j. Deretan nilai-nilai inilah yang membentuk solusi aproksimasi dari fungsi u(x) dan grafik inilah yang selanjutnya disebut solusi numerik. Agar solusi yang dihasilkan tidak tumbuh secara eksponensial dibutuhkan suatu skema persamaan beda yang stabil. Hal ini bisa dilihat dari analisis kestabilan von Neumann, sebuah metode yang menentukan syarat kestabilan suatu masalah nilai batas dan masalah nilai awal. Hal yang harus diperhatikan bahwa analisis kestabilan von Neumann ini bersifat lokal, yang berarti metode ini mengasumsikan bahwa koefisien dari persamaan beda dianggap konstan dalam waktu dan ruang. Berdasarkan asumsi ini, solusi pada setiap titik dapat diformulasikan sebagai u n j = ρn e ikδxj (2.5.1) dimana k adalah bilangan gelombang di ruang dan ρ adalah suatu bilangan kompleks yang biasa disebut sebagai amplification factor. Nilai mutlak amplification factor harus selalu kurang atau sama dengan satu, ρ 1, agar kriteria kestabilan untuk skema yang digunakan terpenuhi. Kemudian dengan mensubtitusikan (2.4.1) ke dalam persamaan beda akan menghasilkan pasangan nilai Δx dan Δt yang memenuhi kriteria kestabilan ρ 1+O(Δt) (2.5.2) untuk setiap k dan nilai Δt yang kecil. Suku tambahan O(Δt) pada persamaan (2.4.2) hanya berlaku untuk masalah di mana solusi eksaknya bertambah sejalan dengan waktu. 16
Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciBab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal
Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan
Lebih terperinciReflektor Gelombang 1 balok
Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor
Lebih terperinciBab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal
Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),
Lebih terperinciPersamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal
Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah
Lebih terperinciPengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas
Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 672 Topik dalam Matematika Terapan Semester Ganjil 2016/2017 Pendahuluan Metode perturbasi
Lebih terperinciDASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus
Lebih terperinciMetode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang
Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Tulisan ini diadaptasi dari buku PDP yang disusun oleh Dr. Sri Redeki Pudaprasetia M. Jamhuri UIN Malang July 2, 2013 M. Jamhuri UIN Malang Metode Beda Hingga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan
Lebih terperinciBab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar
Lebih terperinciSimulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal
Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN
Lebih terperinciBab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai
Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan
Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa
Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester
Lebih terperinciSidang Tugas Akhir - Juli 2013
Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD
Lebih terperinciPDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan
PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan
Lebih terperinciMetode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial
Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu
Lebih terperinciPersamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi
Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinciSKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS
PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS (Kata kunci:persamaan burgers,
Lebih terperinciDASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Viska Noviantri Jurusan Matematika dan Statistik, Fakultas Sains dan Teknologi, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William
Lebih terperinciGalat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi
BAB II Galat & Analisisnya Galat - error Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematis hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (yang benar dari penyelesaian analitis. Penyelesaian
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun
Lebih terperinciTriyana Muliawati, S.Si., M.Si.
SI 2201 - METODE NUMERIK Triyana Muliawati, S.Si., M.Si. Prodi Matematika Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan 35365 Hp. +6282260066546, Email. triyana.muliawati@ma.itera.ac.id 1. Pengenalan Metode
Lebih terperinciBANK SOAL METODE KOMPUTASI
BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....
Lebih terperinci1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing
Lebih terperinci1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...
Contents 1 Pendahuluan pdp 2 2 Persamaan Type Hiperbolik 6 2.1 Persamaan Transport.............................. 6 2.1.1 Metoda karakteristik........................... 7 2.1.2 Koefisien tak konstan..........................
Lebih terperinciBab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D
Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan
Lebih terperinciBAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan
Lebih terperinciPAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi
PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi Mahdhivan Syafwan Program Magister Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan
Lebih terperinciSKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS
SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS Nafanisya Mulia 1, Yudhi Purwananto 2, Rully Soelaiman 3
Lebih terperinciPEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)
5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka
Lebih terperinciPENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL LINIER 1D MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA SKRIPSI OLEH LIA IZZATUN NIKMAH NIM.
PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN GELOMBANG AIR DANGKAL LINIER 1D MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA SKRIPSI OLEH LIA IZZATUN NIKMAH NIM. 11610009 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak
BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.
Lebih terperinciReflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok
Bab 4 Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Setelah kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dimensi optimum dari 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang maka pada bab ini akan dibahas bagaimana
Lebih terperinciPAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik
Pendahuluan PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Turunan Numerik Permasalahan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA
A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciSimulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan
Lebih terperinciPENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A
PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deret Taylor Deret Taylor dinamai berdasarkan seorang matematikawan Inggris, Brook Taylor (1685-1731) dan deret Maclaurin dinamai berdasarkan matematikawan Skotlandia, Colin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi
Lebih terperinciSolusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit
Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak
Lebih terperinciModul Praktikum Analisis Numerik
Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang December 2, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik December 2, 2013 1 / 18 Praktikum 1: Deret
Lebih terperinciAyundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga
Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang
Lebih terperinciPertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT
Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui
Lebih terperinciMetode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik
Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil
Lebih terperinciBAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas
Lebih terperinciNOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT
NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Heni Kusnani 1, Leli Deswita, Zulkarnain 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciMetode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang
Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah perambatan gelombang akustik (harmonis) berhasil diturunkan pada tulisan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan
Lebih terperinciCONTOH SOLUSI UTS ANUM
CONTOH SOLUSI UTS ANUM 0 Propagasi eror adalah kejadian di mana eror dari operan suatu komputasi sederhana memberikan eror yang lebih besar pada hasil komputasi tersebut. Misalnya, eror awal suatu representasi
Lebih terperinciBAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK
BAB I ARTI PENTING ANALISIS NUMERIK Pendahuluan Di dalam proses penyelesaian masalah yang berhubungan dengan bidang sains, teknik, ekonomi dan bidang lainnya, sebuah gejala fisis pertama-tama harus digambarkan
Lebih terperinciCNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK
CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]
II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi
Lebih terperinciPerbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral
Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agustus 2016 ISSN: 0852-730X Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Lukman Hakim 1, Azwar Riza Habibi 2 STMIK
Lebih terperinciBAB 3 DINAMIKA STRUKTUR
BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR Gerakan dari struktur terapung akan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, dimana terdapat gaya gaya luar yang bekerja pada struktur dan akan menimbulkan gerakan pada struktur. Untuk
Lebih terperinciMETODE FINITEDIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS
METODE FINITEDIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS Aziskhan, Mardhika W.A, Syamsudhuha Jurusan MatematikaFMIPA Universitas Riau Abstract. The aim of this paper is to solve a heat equation
Lebih terperinciPENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN ADVEKSI DIFUSI 2-D UNTUK TRANSFER POLUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DUFORT FRANKEL
1 PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN ADVEKSI DIFUSI 2-D UNTUK TRANSFER POLUTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DUFORT FRANKEL NUMERICAL SOLUTION OF 2-D ADVECTION DIFFUSION EQUATION FOR POLLUTANT TRANSFER
Lebih terperinciASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4
ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4 Asep Juarna, SSi, MKom. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas
Lebih terperinciBab II Teori Pendukung
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3
8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. Propagated wave area. Shallow water. Area of study. Gambar II-1. Ilustrasi Tsunami
BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Rambatan Tsunami Gelombang tsunami terbentuk akibat adanya pergesaran vertikal massa air. Pergeseran ini bisa terjadi oleh gempa, letusan gunung berapi, runtuhan gunung es, dan
Lebih terperinciBAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK
BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan
Lebih terperinciPEMBUKTIAN RUMUS BENTUK TUTUP BEDA MUNDUR BERDASARKAN DERET TAYLOR
Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. Hal. 68 76 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMBUKTIAN RUMUS BENTUK TUTUP BEDA MUNDUR BERDASARKAN DERET TAYLOR WIDIA ASTUTI Program Studi Matematika, Fakultas
Lebih terperinciProgram Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA. 10 Maret 2010
Metode Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA 10 Maret 2010 (Program Studi Pendidikan Matematika UNTIRTA) Metode 10 Maret 2010 1 / 16 Ekspansi Taylor Misalkan f 2 C [a, b] dan x 0 2 [a, b], maka untuk
Lebih terperinciBAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang
Lebih terperinciAkar-Akar Persamaan. Definisi akar :
Akar-Akar Persamaan Definisi akar : Suatu akar dari persamaan f(x) = 0 adalah suatu nilai dari x yang bilamana nilai tersebut dimasukkan dalam persamaan memberikan identitas 0 = 0 pada fungsi f(x) X 1
Lebih terperinciMETODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT
METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan
Lebih terperinciPENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH MOULTON
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 2 (2014), hal 125 134. PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR HOMOGEN DENGAN KOEFISIEN KONSTAN MENGGUNAKAN METODE ADAMS BASHFORTH
Lebih terperinciPENYELESAIAN NUMERIK GELOMBANG AIR DANGKAL LINEAR ID DENGAN METODE LAX-FRIEDRICHS SKRIPSI OLEH ROWAIHUL JANNAH NIM
PENYELESAIAN NUMERIK GELOMBANG AIR DANGKAL LINEAR ID DENGAN METODE LAX-FRIEDRICHS SKRIPSI OLEH ROWAIHUL JANNAH NIM. 10610002 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
Lebih terperinciHendra Gunawan. 26 Februari 2014
MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI
LAPORAN AKHIR MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI PRAKTIKUM UJIAN AKHIR TAKE HOME RATRI BERLIANA 1112100114 Dosen : Sungkono, M.Si. JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI
Lebih terperinciSolusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel
Vol.14, No., 180-186, Januari 018 Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi Metode Pemisahan Variabel M. Saleh AF Abstrak Dalam keadaan distribusi temperatur setimbang (tidak tergantung pada waktu)
Lebih terperinciBAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI
BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2016 SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN AIR DANGKAL PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG MELALUI MEDIA BERPORI
LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2016 SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN AIR DANGKAL PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG MELALUI MEDIA BERPORI Nomor DIPA : DIPA BLU: DIPA-025.04.2.423812/2016 Tanggal :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.
BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik
Lebih terperinci2.1 Pelinieran Model Matematik dengan Ekspansi Deret Taylor
Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat mengenai beberapa teori umum yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Dimulai dengan pelinieran model matematik, lalu perumusan
Lebih terperinciPEMBUKTIAN BENTUK TUTUP RUMUS BEDA MAJU BERDASARKAN DERET TAYLOR
Jurnal Matematika UAD Vol. 5 o. 4 Hal. 8 ISS : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UAD PEMBUKTIA BETUK TUTUP RUMUS BEDA MAJU BERDASARKA DERET TAYLOR ADE PUTRI, RADHIATUL HUSA Program Studi Matematika, Fakultas
Lebih terperinciAnalisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!
Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),
Lebih terperinciDeret Binomial. Ayundyah Kesumawati. June 25, Prodi Statistika FMIPA-UII. Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, / 14
Deret Binomial Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII June 25, 2015 Ayundyah (UII) Deret Binomial June 25, 2015 1 / 14 Pendahuluan Deret Binomial Kita telah mengenal Rumus Binomial. Untuk bilangan
Lebih terperinciPenerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant
Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Hasan 1*, Tony Yulianto 2, Rica Amalia 3, Faisol 4 1,2,3) Jurusan Matematika, Fakultas MIPA,Universitas Islam Madura Jl.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui
II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk menuju ketahap pembahasan mengenai keberadaan dan ketunggalan dari iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui beberapa bagian dari persamaaan
Lebih terperinciBab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi
Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak
Lebih terperinci