Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi"

Transkripsi

1 Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013

2 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi x dan pada waktu t Pada selang [x 0,x 1 ], massa zat dan perubahan massa M = dm dt ˆ x1 x 0 u(x,t)dx ˆ x1 = u t (x,t)dx (1) x 0 Massa pada selang tersebut akan berubah bila ada zat yang masuk atau keluar selang tersebut Hukum Fick mengatakan rata-rata penyebaran sebanding dengan gradien konsentrasi dm dt = zat masuk zat keluar = ku x (x 1, t) ku x (x 0, t) (2) dimana k adalah konstanta pembanding dengan menyamakan dm dt pada persamaan (1) dan (2) diperoleh ˆ x1 x 0 u t (x,t)dx = ku x (x 1,t) ku x (x 0, t) atau ˆ x1 x 0 u t (x,t) dx = k ˆ x1 x 0 u xx (x,t) dx (3)

3 Jika integral kedua ruas dari (3) dihilangkan diperoleh u t = ku xx (4) yang biasa disebut sebagai persamaan difusi atau persamaan panas

4 Solusi Analitik Sebelum menentukan solusi persamaan difusi (4) pada daerah < x < dan t > 0, kita tinjau lebih dahulu solusi persamaan difusi dalam bentuk khusus dengan Q (x,t) = g (p) p = x 4kt Permasalahan disini adalah bagaimana bentuk dari g, untuk itu akan kita lakukan langkah-langkah sebagai berikut: substitusikan Q pada (4), dengan Q t = dg p dp t = 1 2t pg (p) (5) Q x = dg p dp x 1 = g (p) (6) 4kt 2 Q x 2 = = 1 4kt x g (p) 1 4kt g (p) (7)

5 sehingga diperoleh Q t = kq xx 1 [ ] 1 2t pg (p) = k 4kt g (p) pg (p) = 1 2 g (p) Solusi dari (8) dapat diperoleh sebagai berikut misalkan dan Solusi dari ODE (10) adalah g (p)+2pg (p) = 0 (8) d 2 dp 2 g (p)+2p d dp g (p) = 0 ( ) d dg dp + 2p = 0 dp dg dp = v (9) ( ) d dp + 2p v = 0 (10) dv dp v = 2pv = C 1 e p2

6 selanjutnya substitusikan v pada (9), sehingga diperoleh dan ˆ dg dp = C 1 e p2 dg = C 1ˆ e p2 dp [ˆ ] g = C 1 e p2 dp + C 2 Q(x,t) = C 1ˆ x 4kt 0 e p2 dp + C 2 Konstanta C 1 dan C 2 diperoleh dengan menggunakan syarat awal khusus, yang diberikan dalam bentuk { 1, untuk x > 0 Q (x,0) = 0, untuk x < 0

7 Hitung limit t 0 + Kasus x > 0 lim Q (x, t) = C1 t 0 + ˆ 0 e p2 dp + C 2 = C 1 π 2 + C2 = 1 Dalam menghitung integral tak wajar, kita gunakan distribusi normal berbentuk 1 e πˆ p2 dp = 1 Kasus x < 0 ˆ 0 π lim Q (x, t) = C1 e p2 dp+c 2 = C t 0 1ˆ e p2 dp+c 2 = C C2 = 0 Dari dua limit diatas diperoleh sehingga untuk t > 0 C 1 = 1 π dan C 2 = 1 2 Q(x,t) = πˆ 1 x 4kt 0 e p2 dp Dari Q yang sudah diperkenalkan di atas, kita akan menentukan solusi u terkait dengan Q Tetapi lebih dahulu kita perhatikan sifat-sifat berikut

8 Jika u memenuhi u t ku xx = 0 maka v = u x juga memenuhi persamaan tersebut Kita dapat menunjukkan dengan memeriksa apakah v memenuhi persamaan, turunan dari v v t = ( ) u t x = v x = v xx = 2 u t x ( ) u x x = 2 u x 2 x ( 2 u x 2 = 3 u x 3 Selanjutnya terapkan v t, dan v xx diatas pada persamaan difusi, yaitu 2 u v t kv xx = t x u k 3 x [ 3 ] u = x t u k 2 x 2 = x 0 = 0 memenuhi persamaan difusi )

9 Dengan Q seperti didefinisikan diatas, S (x,t) = Q x juga solusi persamaan panas Hal ini dapat ditunjukkan, karena Q memenuhi persamaan panas, dan sifat sebelum ini, Begitu juga S (x,y) memenuhi persamaan panas, dan juga ˆ W (x,t) = S (x y,t) g (y)dy untuk sebarang g (y) asalkan integral konvergen Dengan sifat-sifat diatas dan pendefinisian S terkait dengan Q, maka u dapat didefinisikan sebagai ˆ u(x,t) = S (x y,t)φ(y)dy untuk t > 0, yang memenuhi persamaan panas Masalah sekarang adalah apakah u tersebut memenuhi kondisi awal u(x,0) = φ(x) Untuk itu, kita tuliskan u dalam dalam Q sedangkan ˆ u(x,t) = Q x (x y,t)φ(y)dy Q x = Q y (x y) = Q (x y) y (x y) x y x

10 Selanjutnya gunakan integral parsial, sehingga diperoleh u(x,t) = [Qφ ˆ ] Q (x y,t)φ (y)dy Suku pertama pada ruas kanan bernilai nol dengan menggunakan asumsi φ 0 untuk y, sehingga diperoleh ˆ u(x,0) = Q (x y,0)φ (y)dy Sekarang kita gunakan Q (x,0) = 1 untuk x > 0 Q (x y,0) = 1 untuk y < x dan dengan uraian yang sama diperoleh Q(x y, 0) = 0 untuk y > x Bila hal ini diterapkan pada integral, didapat ˆ x u(x,0) = φ (y)dy = φ(x) memenuhi syarat yang ada, dan secara eksplisit solusinya u(x,t) = 1 4πktˆ e (x y)2 4kt φ(y) dy (11)

11 Contoh Tentukan solusi u t ku xx = 0 untuk < x <, dengan syarat awal Dari persamaan 11 diperoleh u(x,t) = = u(x,0) = e x 1 4πktˆ 1 4πktˆ e (x y)2 4kt e y dy [ e ] (x y) 2 +4kty 4kt dy (12) (x y) 2 + 4kty 4kt sehingga (12) menjadi = = = = 1 [ ] (x y) 2 + 4kty 4kt 1 [( x 2 xy + y 2) + 4kty ] 4kt 1 [(x y 2kt) 2 + 4ktx 4k 2 t 2] 4kt ( ) x y 2kt 2 +(x kt) 4kt ˆ u(x,t) = e (x kt) e s2 ds = e (x kt) 4πkt

12 Metode Pemisahan Variabel Diberikan persamaan difusi dengan kondisi batas u t = 3u xx pada 0 < x < π, t > 0 (13) u(0, t) = u(π,t) = 0 (14) u(x,0) = 4sin(2x) (15) Misalkan u(x, t) = X (x) T (t) dan substitusikan pemisalan tersebut pada (13), sehingga diperoleh XT T 3T = 3X T = X X Ruas kiri dari (16) hanya bergantung pada variabel t saja, sedangkan ruas kanan hanya bergantung pada variabel x saja, kondisi tersebut hanya mungkin dipenuhi jika keduanya merupakan konstan yaitu (16) T 3T = X = λ (17) X Misalkan λ = β 2, maka persamaan (17) dapat dituliskan menjadi dua buah ODE yaitu X +β 2 X = 0 (18) dan T + 3λT = 0 (19)

13 Solusi dari (18) adalah X (x) = C 1 e iβx + C 2 e iβx atau dalam bentuk sinusoidal X (x) = A cos(βx)+b sin(βx) (20) Kondisi u(0, t) = 0 memberikan A = 0, sehingga X (x) = B sin(βx) selanjutnya kondisi u(π, t) = 0 memberikan sin(βπ) = 0 βπ = arcsin 0 βπ = nπ, {n = 0,1, 2,} β = n sehingga diperoleh X n (x) = sin(nx) (21) Solusi dari persamaan (19) adalah T (t) = Ce 3λt karena λ = β 2 = n 2, maka T n (t) = Ce 3n2 t (22)

14 Dari persamaan (21) dan (22), maka diperoleh solusi u n (x,t) = C ne 3n2t sin(nx) Karena kombinasi linier dari solusi persamaan difusi adalah solusi, maka u(x,t) = C ne 3n2t sin(nx) (23) n=1 Selanjutnya gunakan kondisi awal (15) u(x,0) = 4sin(2x) sehingga diperoleh dimana C n 4sin(2x) = C n sin(nx) n=1 = 8 ˆ π sin(2x)sin(nx)dx π 0 { 0, jika n 2 = 4 n lainnya Substitusikan kembali C n pada (23) sehingga diperoleh u(x,t) = 4e 12t sin(2x)

15 Metode Numerik dengan RBF Persamaan difusi (13) yaitu u t = 3u xx kita aproksimasi dengan jaringan RBF sebagai dimana N j=1 N j=1 α j t φ(x,t) = 3 N j=1 α j 2 x 2φ(x,t) [ ] 2 α j φ(x,t) 3 t x 2φ(x,t) = 0 (24) φ(x,t) = (x c) 2 +(t d) 2 +ǫ 2 t φ(x,t) = t d (x c) 2 +(t d) 2 +ǫ 2 2 x 2φ(x,t) = (t d) 2 +ǫ 2 [ ] (x c) 2 +(t d) 2 3 +ǫ 2 2 {α} N j=1 adalah koefisien interpolan atau bobot jaringan yang akan ditentukan, sedangkan c dan d adalah center dari jaringan, dan ǫ adalah parameter bebas yang harus dipilih

16 Berikutnya aproksimasi kondisi batas (14) memberikan dan Dari kondisi batas (15) diperoleh N α j φ(0, t) = 0 (25) j=1 N α j φ(π,t) = 0 (26) j=1 N α j φ(x,0) = 4sin(2x) (27) j=1 Untuk mendapatkan solusi numerik dari persamaan difusi (13) dengan kondisi batas (14) dan (15), pertama kita harus menentukan koefisien α dari sistem persamaan (24), (25), (26), dan (27) Selanjutnya gunakan α yang didapat untuk menentukan solusi u dengan cara mengaproksimasi u sebagai u(x,t) N α j φ(x,t) j=1

17 Hasil Simulasi Hasil simulasi metode RBF diatas diperoleh dengan menggunakan 16 buah titik untuk 0 < x < π dan 21 buah titik untuk 0 < t < 1 Parameter ǫ dipilih sebagai ǫ = var(x)+var(y) 2

18 Plot error mutlak antara metode RBF vs hasil eksak

19 Metode Beda Hingga: FTCS Pada tulisan ini akan dibahas beberapa metode beda hingga untuk persamaan difusi u t = ku xx (28) dengan k suatu konsatnta Metode FTCS (Forward Time Central Space) biasa disebut sebagai metode eksplisit untuk persamaan difusi Pada metode ini, forward time diterapkan pada u t dengan akurasi O ( t) dan metode beda pusat yang diterapkan pada u xx dengan akurasi O ( x 2), sehingga diperoleh persamaan beda sebagai berikut: u n+1 j uj n t Persamaan (29) dapat disederhanakan sebagai atau dengan S = k t x 2 u n+1 j u n+1 j = k un j+1 2un j + u n j 1 x 2 (29) = k t ( ) x 2 uj+1 n 2un j + uj 1 n + uj n ( ) = (1 2S)uj n + S uj+1 n + un j 1 (30)

20 Stencil untuk metode FTCS pada persamaan difusi dapat dilihat pada gambar berikut: Kestabilan: Substitusikan uj n = ρ n e iaj pada persamaan (30), sehingga diperoleh ( ρ n+1 e iaj = (1 2S)ρ n e iaj + S ρ n e ia(j+1) +ρ n e ia(j 1)) (31) Bagi kedua ruas dari persamaan (31) dengan ρe iaj, sehingga diperoleh ρ = (1 2S)+S (e ia + e ia) = (1 2S)+S ([cos a+i sina]+[cos a i sina]) = (1 2S)+2S cos a = 1+2S (cos a 1) Agar skema stabil, maka ρ 1, yaitu ρ = 1+2S (cos a 1) S (cos a 1) 1 2 2S (cos a 1) 0 1 S (cos a 1) 0 0 (1 cos a)s 1

21 min(1 cos a) = 0, dan max(1 cos a) = 2, sehingga 2S 1 Jadi skema akan stabil jika Konsistensi: Diberikan dua hampiran berikut: S 1 2 S = k t x u n+1 j = u n j + t u t n j t2 u tt n j + 1 3! t3 u ttt n j + 1 4! utttt n j + (32) uj±1 n = uj n ± x u x n j x2 u xx n j ± 1 3! x3 u xxx n j + 1 4! uxxxx n j + (33) u n j+1 + un j 1 = 2un j + x 2 u xx n j uxxxx n j + (34) Substitusikan (32) dan (34) pada persamaan (28), sehingga diperoleh uj n + t u t n j t2 u tt n j + = (1 2S)uj n + ( S 2uj n + x 2 u xx n j + 1 ) 12 uxxxx n j +

22 Contoh Penerapan Metode FTCS Diberikan persamaan difusi dengan kondisi batas u t = 3u xx pada 0 < x < π, t > 0 (35) u(0, t) = u(π,t) = 0 (36) u(x,0) = 4sin(2x) (37) Persamaan difusi (35) dengan kondisi batas (36), dan (37) diatas akan kita selesaikan secara numerik menggunakan skema FTCS dengan langkah-langkah sebagai berikut Persamaan (35) kita diskritkan dengan menggunakan persamaan beda (30), yaitu u n+1 j = (1 2S)u n j + S sedangkan kondisi batas (36) dan (37) sebagai ( ) uj+1 n + un j 1, S = 3 t x 2 (38) u n 1 = 0 dan un M x = 0 uj 1 = 4sin ( ) 2x j dimana {n = 1,N t, j = 1,,M x} dengan N t = T 0 dan M t x = π 0 x Contoh, misalkan untuk j = 2 dan n = 1, maka (38) menjadi u2 2 = (1 2S)u1 2 + S ( u3 1 + ) u1 1

23 Simulasi metode beda hingga FTCS

24 Error mutlak: metode beda hingga vs hasil eksak

25 Metode Implisit BTCS Metode BTCS memiliki akurasi O ( t, x 2), persamaan beda untuk persamaan difusi dengan menggunakan metode BTCS adalah u n+1 j uj n t = k un+1 j+1 2un+1 j + u n+1 j 1 x 2 (39) u n+1 j uj n = k t ( x 2 u n+1 j+1 2un+1 j + u n+1 j 1 Su n+1 j 1 +(2S + 1) un+1 j Su n+1 j+1 = un j (40) dengan S = k t x 2 Kestabilan: Substitusikan u n j = ρ n e iaj ke dalam (40) sehingga diperoleh Sρe ia +(2S + 1)ρ Sρe ia = 1 ( S e ia + e ia) +(2S + 1) = 1 ρ ) 2S cos a+2s ρ (1 cos a)2s ρ = 0 = 0 (1 cos a)2sρ+ρ = 1 1 ρ = (1 cos a)2s + 1

26 Karena untuk setiap S dan a penyebut selalu lebih besar atau sama dengan 1, maka jelas bahwa ρ 1 jadi skema stabil untuk setiap S = k t x 2 Perhtikan persamaan beda (40) diatas, jika diberikan syarat batas bertipe dirichlet yaitu u(0, t) = f 1 dan u(l, t) = f 2 Titik-titik yang harus dihitung adalah u n+1 j

27 Contoh penerapan metode BTCS Diberikan persamaan difusi u t = 3u xx pada 0 < x < π, t > 0 (41) dengan kondisi batas u(0, t) = u(π,t) = 0 (42) u(x,0) = 4sin(2x) (43) Persamaan beda skema BTCS untuk persamaan (41) adalah atau u n j u n 1 j t uj n u n 1 j [ ] uj n S uj+1 n 2un j + uj 1 n Su n j 1 +(1+2S) un j Su n j+1 = 3 un j+1 2un j + uj 1 n x 2 = 3 t [ ] x 2 uj+1 n 2un j + uj 1 n = u n 1 j, S = 3 t x 2 = u n 1 j Su n j 1 (1+2S) un j + Su n j+1 = un 1 j (44)

28 Kondisi batas (42) kita diskritkan sebagai dan (43) kita diskritkan sebagai u n 1 = 0, dan un M x = 0 (45) u 1 j = 4sin ( 2x j ) dimana {j = 1,,M x, n = 1,,N t} dengan M x = π 0 x dan Nt = (46) T 0 t Dalam bentuk matrik dapat kita gambarkan persamaan beda (44), (45), dan (46) sebagai j \ n N t 1 N t sin(2x 2 ) u2 2 u2 3 u Nt 1 2 u Nt 2 3 4sin(2x 3 ) u3 2 u3 3 u Nt 1 M x 1 4sin(2x Mx 1) um 2 x 1 um 3 x 1 u Nt 1 M x 1 M x u Nt 3 u Nt M x 1

29 Sebagai contoh, untuk j = 2,3,,M x 1 dan n = 2 akan kita tentukan u n j, yaitu maka dengan menggunakan (44) diperoleh u 2 2 =? Su n j 1 (1+2S)un j + Su n j+1 = un 1 j j = 2 Su1 2 (1+2S) u2 2 + Su2 3 = u2 1 j = 3 Su 2 (1+2S) u2 3 + Su2 4 = u3 1 j = 4 Su3 2 (1+2S) u2 4 + Su2 5 = u4 1 j = M x 1 Su 2 M x 2 (1 2S)u2 M x 1 + Su2 M x = u 1 M x 1 so we have matrix (1 + 2S) S 0 0 S (1 + 2S) S 0 0 S (1 + 2S) (1 + 2S) u 2 u 3 2 u 4 2 u Mx 1 2 = u 1 2 Su2 1 u 1 3 u 1 4 u 1 Mx 1 Su2 Mx

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial

Soal Ujian 2 Persamaan Differensial Parsial Soal Uian 2 Persamaan Differensial Parsial M. Jamhuri April 15, 2013 1 Buktikan bahwa ux,t) = πˆ 1 x e θ2 dθ merupakan solusi persamaan difusi u t = u xx untuk setiap x R,t > 0. Untuk x 0 tunukkan bahwa

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Tulisan ini diadaptasi dari buku PDP yang disusun oleh Dr. Sri Redeki Pudaprasetia M. Jamhuri UIN Malang July 2, 2013 M. Jamhuri UIN Malang Metode Beda Hingga

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Transport dengan RBF

Solusi Numerik Persamaan Transport dengan RBF Solusi Numerik Persamaan Transport dengan RBF Unpublished M. Jamhuri UIN Malang March 30, 013 Hampiran RBF RBF singkatan dari radial basis function φ(r), adalah sebuah fungsi kontinu dengan satu peubah

Lebih terperinci

Simulasi Persamaan Gelombang

Simulasi Persamaan Gelombang December 15, 213 Soal 1 Perhatikan persamaan gelombang u tt = u xx, untuk x 1, dengan syarat batas u x (,t) = dan u (1,t) =, dan syarat awal u t (x,) = dan { 2 u (x,) = 16 (x 3) 2 (x 7) 2, 3 x 7, untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL Dalam menyelesaikan persamaan pada tugas akhir ini terdapat beberapa teori dasar yang digunakan. Oleh karena itu, pada

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

METODE PEMISAH VARIABEL: PERSAMAAN LAPLACE

METODE PEMISAH VARIABEL: PERSAMAAN LAPLACE METODE PEMISAH VARIABEL: PERSAMAAN LAPLACE M. Jamhuri April 1, 2013 Salah satu metode untuk menyelesaikan persamaan Laplace adalah dengan metode pemisahan variabel. Misalkan diberikan persamaan laplace

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang 1 balok

Reflektor Gelombang 1 balok Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Salah satu jenis generalisasi integral tentu b f (x)dx diperoleh dengan menggantikan himpunan [a, b] yang kita integralkan menjadi himpunan berdimensi dua dan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: dan Do maths and you see the world ? Pengantar Bentuk tak tentu? Bentuk apa? Bentuk tak tentu yang dimaksud adalah bentuk limit dengan nilai seolah-olah : 0 0 ; ; 0

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang December 2, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik December 2, 2013 1 / 18 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3 8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.

Lebih terperinci

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall... Contents 1 Pendahuluan pdp 2 2 Persamaan Type Hiperbolik 6 2.1 Persamaan Transport.............................. 6 2.1.1 Metoda karakteristik........................... 7 2.1.2 Koefisien tak konstan..........................

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I dan Fungsi Implisit dan Fungsi Implisit Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia dan Fungsi Implisit Ingat kembali aturan rantai pada fungsi satu peubah! Jika y = f (x(t)), di mana baik f maupun t

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 214 Salah satu jenis generalisasi integral tentu b f (x)dx diperoleh dengan menggantikan himpunan [a, b] yang kita integralkan menjadi himpunan berdimensi dua

Lebih terperinci

Kuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu.

Kuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Kuliah PD Pertemuan ke-1: Motivasi: 1. Mekanika A. Hukum Newton ke-: Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Misalkan F: gaya, m: massa benda, a: percepatan,

Lebih terperinci

BAB PDB Linier Order Satu

BAB PDB Linier Order Satu BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB PDB Linier Order Satu BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang September 27, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik September 27, 2013 1 / 12 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. 1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. Jika persamaan diferensial memiliki satu peubah tak bebas maka disebut Persamaan Diferensial

Lebih terperinci

BAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA

BAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA BAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA Jika dari suatu fungsi kita dapat memperoleh turunannya, bagaimana mengembalikan turunan suatu fungsi ke fungsi semula? Operasi semacam ini disebut operasi balikan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

Jurusan Matematika FMIPA-IPB

Jurusan Matematika FMIPA-IPB Jurusan Matematika FMIPA-IPB Ujian Kedua Semester Pendek T.A 4/5 KALKULUS/KALKULUS Jum at, Agustus 4 (Waktu : jam) SETIAP SOAL BERNILAI. Tentukan (a) + (b) p 4 + 5. Periksa apakah Teorema Nilai Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU BAB PERSAAA DIFERESIAL ORDER SATU PEDAHULUA Persamaan Diferensial adalah salah satu cabang ilmu matematika ang banak digunakan dalam memahami permasalahan-permasalahan di bidang fisika dan teknik Persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2 BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal

Lebih terperinci

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Matematika LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENGUATAN PROGRAM STUDI Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal Oleh: Mohammad Jamhuri, M.Si NIP. 1981050 00501 1004 FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL

FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI KHUSUS DALAM BENTUK INTEGRAL FUNGSI FAKTORIAL Definisi n e d n! Buktikan bahwa :!! e d e d e ( ) Terbukti FUNGSI Gamma Definisi ( ) p p e d ; p > Hubungan fungsi Gamma dengan fungsi Faktorial (

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I

BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE I. Pengertian PD, Orde (tingkat), & Derajat (Pangkat) Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat derivatifderivatif (turunan) sekurang-kurangnya derivatif

Lebih terperinci

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

BANK SOAL METODE KOMPUTASI BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5.

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5. 6. INTEGRAL A. Integral Tak Tentu. dx = x + c. a dx = a dx = ax + c. x n dx = n+ x n+ + c. sin ax dx = a cos ax + c 5. cos ax dx = a sin ax + c 6. sec ax dx = a tan ax + c 7. [ f(x) ± g(x) ] dx = f(x)

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO REFERENSI E-BOOK REFERENSI ONLINE SOS Mathematics http://www.sosmath.com/diffeq/diffeq.html Wolfram Research Math World http://mathworld.wolfram.com/ordinarydifferentialequation.h

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ABSTRACT

DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ABSTRACT DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN Lucy L. Batubara 1, Deswita. Leli 2, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari-

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari- MATEMATIKA 3 Turunan Parsial -Irma Wulandari- Pengertian Turunan Parsial T = (,) Rata-rata perubahan suhu pelat T per satuan panjang dalam arah sumbu, sejauh, untuk koordinat tetap ; (, ) (, ) Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III Diferensial Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz

Lebih terperinci

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi TURUNAN Ide awal turunan: Garis singgung Tali busur c +, f c + Garis singgung c, f c c P h c+h f c + f c Kemiringan garis singgung di titik P: f c + f c lim Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi lain

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

Suku Banyak Chebyshev

Suku Banyak Chebyshev Bab 3 Suku Banyak Chebyshev Suku banyak Chebyshev, yang diberi nama oleh Pafnuty Chebyshev, merupakan suatu deret dari suku banyak ortogonal yang dapat dituliskan secara rekursif. Suku banyak ini dibedakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

11. Konvolusi. Misalkan f dan g fungsi yang terdefinisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang didefinisikan sebagai.

11. Konvolusi. Misalkan f dan g fungsi yang terdefinisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang didefinisikan sebagai. 11. Konvolusi Operasi konvolusi yang akan kita bahas di sini sebetulnya pernah kita jumpai pada pembahasan deret Fourier (ketika membuktikan kekonvergenan jumlah parsialnya). Operasi konvolusi merupakan

Lebih terperinci

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50

TURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50 TURUNAN Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, 2012 1 / 50 Topik Bahasan 1 Pendahuluan 2 Turunan Fungsi 3 Tafsiran Lain Turunan 4 Kaitan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 4: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Persamaan

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

FUNGSI EVANS, SIFAT-SIFAT DAN APLIKASINYA PADA PELACAKAN NILAI EIGEN DARI MASALAH STURM-LIOUVILLE

FUNGSI EVANS, SIFAT-SIFAT DAN APLIKASINYA PADA PELACAKAN NILAI EIGEN DARI MASALAH STURM-LIOUVILLE Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. Hal. 23 3 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND FUNGSI EVANS, SIFAT-SIFAT DAN APLIKASINYA PADA PELACAKAN NILAI EIGEN DARI MASALAH STURM-LIOUVILLE HILDA FAHLENA,

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

HANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS. DOSEN Efendi, M.Si. BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M.

HANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS. DOSEN Efendi, M.Si. BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M. HANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS DOSEN Efendi, M.Si BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M.Si Daftar Isi 1 Pengantar Persamaan Diferensial 1 1.1 Pendahuluan...............................

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani LAMPIRAN I Alfabet Yunani Alha Α Nu Ν Beta Β Xi Ξ Gamma Γ Omicron Ο Delta Δ Pi Π Esilon Ε Rho Ρ Zeta Ζ Sigma Σ Eta Η Tau Τ Theta Θ Usilon Υ Iota Ι hi Φ, Kaa Κ Chi Χ Lambda Λ Psi Ψ Mu Μ Omega Ω LAMPIRAN

Lebih terperinci

Agus Suryanto dan Isnani Darti

Agus Suryanto dan Isnani Darti Pengaruh Waktu Tunda pada Model Pertumbuhan Logistik Agus Suryanto dan Isnani Darti Jurusan Matematika - FMIPA Universitas Brawijaya suryanto@ub.ac.id www.asuryanto.lecture.ub.ac.id Prodi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 8 Hendra Gunawan 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret

Lebih terperinci

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Heni Kusnani 1, Leli Deswita, Zulkarnain 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Husna Arifah,M.Sc : Persamaan Bessel: Fungsi-fungsi Besel jenis Pertama

Husna Arifah,M.Sc : Persamaan Bessel: Fungsi-fungsi Besel jenis Pertama Bentuk umum PD Bessel : x 2 y"+xy' +(x 2 υ 2 )y =...() Kita asumsikan bahwa parameter υ dalam () adalah bilangan riil dan tak negatif. Penyelesaian PD mempunyai bentuk : y(x) = x r m = a m x m = a m xm

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB Kalkulus Variasi Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Februari 2014 tbakhtiar@ipb.ac.id (IPB) MAT332 Kontrol Optimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK UNTUK PERSAMAAN INTEGRAL KUADRAT NONLINEAR. Eka Parmila Sari 1, Agusni 2 ABSTRACT

SOLUSI NUMERIK UNTUK PERSAMAAN INTEGRAL KUADRAT NONLINEAR. Eka Parmila Sari 1, Agusni 2 ABSTRACT SOLUSI NUMERIK UNTUK PERSAMAAN INTEGRAL KUADRAT NONLINEAR Eka Parmila Sari 1, Agusni 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 26 Februari 2014 9.6 Deret Pangkat Kuliah yang Lalu Menentukan selang kekonvergenan deret pangkat 9.7 Operasi pada Deret Pangkat Mlkk Melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK ANALYTICALLY REVIEW ON ONE-DIMENSIONAL HEAT EQUATION Oleh: Ahmadi 1), Hartono 2), Nikenasih Binatari 3) Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci