BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
|
|
- Inge Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William (1955). Pada model ini, kondisi lalu lintas dianalogikan sebagai aliran fluida dengan mengasumsikan kendaraan sebagai partikel yang berada pada aliran tersebut. Lebih jauh lagi, pola arus lalu lintas dimodelkan melalui metode dinamika fluida. Melalui hukum konservasi massa, diperoleh bahwa model LWR dirumuskan secara matematis oleh persamaan diferensial parsial hiperbolik sebagai berikut: (4.1) dimana ρ(x,t) merepresentasikan kepadatan (jumlah kendaraan per satuan jarak) lalu lintas pada suatu titik x dan waktu t, sedangkan q(ρ) merepresentasikan fluks (jumlah kendaraan per satuan waktu) lalu lintas pada kepadatan tertentu. Perhatikan bahwa fluks lalu lintas merupakan fungsi yang diberikan oleh (4.2) dengan V(ρ) adalah kecepatan lalu lintas pada kepadatan tertentu. 37
2 Hubungan antara kecepatan dan kepadatan lalu lintas diberikan secara non linear, yaitu 38 (4.3) dimana V dan ρ secara berturut-turut merepresentasikan kecepatan dan kepadatan maksimum lalu lintas. Hubungan ini secara umum dapat digambarkan melalui gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik Fundamental Hubungan Antara Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas Perhatikan gambar 4.1. Pada kondisi AB, kepadatan lalu lintas masih relatif kecil sehingga kendaraan masih bisa meningkatkan kecepatan. Kecepatan kendaraan bisa terus meningkat sampai pada suatu kondisi dimana kemacetan mulai terjadi (jam point), yang berada di titik B. Tepat pada titik B, kecepatan kendaraan mencapai kecepatan maksimum (V ). Seiring dengan bertambahnya kepadatan, maka pada kondisi BC kecepatan kendaraan akan menurun, sampai akhirnya berhenti pada titik C, dimana terjadi kepadatan maksimum lalu lintas.
3 39 Lebih jauh lagi, substitusikan persamaan (4.2) dan (4.3) ke dalam persamaan (4.1), sehingga diperoleh persamaan diferensial hiperbolik orde satu yang menggambarkan model kepadatan lalu lintas, yaitu (4.4) Asumsikan bahwa kepadatan lalu lintas pada saat awal pengamatan yaitu pada saat t = 0 adalah sebagai berikut: (4.5) Dengan demikian, persamaan (4.4) dan (4.5) merupakan masalah nilai awal yang akan diselesaikan secara analitik dan numerik pada subbab berikutnya. 4.2 Metode Karakteristik Pada sub bab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan diselesaikan dengan metode karakteristik. Pertama-tama, tuliskan persamaan (4.1) ke dalam bentuk aturan rantai yaitu (4.6) Sedangkan hubungan antara fluks, kepadatan, dan kecepatan lalu lintas dapat diperoleh melalui persamaan (4.2) dan (4.3) yaitu (4.7) sehingga diperoleh
4 40 (4.8) Berdasarkan persamaan (4.8), maka persamaan (4.6) dapat dituliskan sebagai berikut (4.3) Berdasarkan metode karakteristik, maka dari persamaan (4.9) diperoleh (4.10) sehingga persamaan garis karakteristiknya adalah (4.11) Solusi dari persamaan (4.9) sepanjang garis karakterisitk (4.11) adalah
5 41 (4.12) untuk sebarang fungsi f. Ingat bahwa kita memiliki syarat awal (4.5), sehingga dari persamaan (4.12) diperoleh (4.13) Persamaan (4.13) merupakan solusi analitik untuk masalah nilai awal (4.4) dan (4.5). Perhatikan bahwa solusi kepadatan lalulintas tersebut merupakan solusi implisit. 4.3 Skema Beda Hingga Pada subbab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan disimulasikan secara numerik melalui metode beda hingga. Pertama-tama, hampiri melalui deret Taylor yaitu sehingga diperoleh hampiran forward time untuk dan backward space untuk secara berturut-turut sebagai berikut (4.14)
6 42 (4.15) Dengan cara yang serupa, diperoleh hampiran backward space untuk (4.16) sehingga skema beda hingga FTBS (Forward Time Backward Space) untuk persamaan diferensial parsial (4.1) adalah (4.17) dan dari persamaan (4.7) dapat diperoleh (4.18) (4.19) Perhatikan bahwa persamaan (4.17) adalah bentuk skema beda hingga yang masih mengaitkan antara fluks (q) dan kepadatan (ρ). Oleh karena itu, substitusikan persamaan (4.18) ke dalam persamaan (4.17) untuk memperoleh skema beda hingga yang hanya bergantung pada kepadatan saja, sehingga diperoleh (4.2 0) yang dapat disederhanakan menjadi
7 43 (4.21) Selain itu diberikan juga syarat kestabilan sebagai berikut : Diketahui bahwa dt = Time Discretedan dx = Space Discrete. Serta dimisalkan,, maka persamaan menjadi Dimisalkan, Karena, Sehingga
8 44 Dari persamaan diatas didapat bahwa dan disimpulkan bahwa 4.4 Simulasi Pada subbab ini akan diberikan beberapa contoh kasus untuk disimulasikan. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan arus lalu lintas juka data diubah-ubah. Data simulasi yang digunakan pada subbab ini berasal dari data sekunder yang dilakukan oleh M.H. Khabir (2010). a. Kasus I Pada kasus yang pertama ini, akan diambil suatu nilai awal yang berupa fungsi yaitu (4.22)
9 45 Pemilihan nilai awal kepadatan yang berupa fungsi ini bertujuan agar kita bisa mendapatkan solusi analitik dari (4.13) secara eksplisit. Pertama-tama, substitusikan persamaan (4.22) ke dalam (4.13) sehingga diperoleh 2 1 3ρ ρ ( x, t ) = x V 1 2 t 2 (4.23) ρ Melalui manipulasi aljabar maka diperoleh persamaan kuadrat dalam fungsi ρ ( x, t) yaitu V tρ 2ρ ρ + ( x V t) ρ 0 (4.24) = sehingga solusi dari (4.23) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ± ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ Perhatikan bahwa nilai ρ + ρ 3 ρ akan 2 4 Vt( x Vt) 2 melebihi nilai ρ sehingga kita pilih bahwa solusi analitik dari persamaan (4.4) dengan kepadatan awal (4.22) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ b. Kasus II Misalkan kita mengamati suatu ruas jalan yang panjangnya 10 km selama 6 menit. Asumsikan kepadatan jalan (banyaknya kendaraan) pada jarak 0 km, ρ(0,t) adalah tetap yaitu sebesar 21/km, kepadatan jalan maksimum ρ = 250/km dan kecepatan arus jalan imum V = 60 km/jam.
10 46 Pada kasus kedua ini, kepadatan awal jalan ρ(x,0) tidak diberikan berupa fungsi seperti pada kasus 1. Kepadatan awal jalan diberikan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Gambar 4.2 Kepadatan jalan awal, ρ(x,0) Perhatikan Gambar 4.2, gambar tersebut menunjukkan bahwa kepadatan awal tidak dapat dinyatakan ke dalam suatu fungsi yang sederhana. Dengan demikian, kita tidak dapat mencari solusi analitiknya secara eksplisit, sehingga pada kasus ini hanya akan dilihat solusi numeriknya saja. Ingat bahwa hubungan antara kecepatan dan kepadatan arus lalu lintas yang kita miliki adalah non linear yang diberikan oleh persamaan berikut (4.25) Berdasarkan hubungan (4.25) tersebut, dapat kita lihat bahwa kecepatan lalu lintas akan nol ketika kepadatan lalu lintas sama dengan kepadatan imum yang dapat dicapai oleh ruas jalan.
11 47 Lebih jauh lagi, perhatikan gambar 4.3 dan gambar 4.4. Nilai kecepatan lalu lintas tidak pernah mencapai nol, karena kepadatan lalu lintas tidak pernah mencapai nilai kepadatan maksimum yang dapat ditampung oleh jalan tersebut. Lebih rinci lagi, kepadatan terbesar yang dicapai adalah 24/km (yaitu saat t = 0), sedangkan kepadatan maksimum jalan adalah ρ = 250/km, sehingga kecepatan lalu lintas tidak pernah nol. Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4 kita juga dapat melihat bahwa seiring dengan bertambahnya waktu dan jarak, maka nilai kepadatan dan kecepatan lalu lintas semakin tidak fluktuatif atau dengan kata lain semakin homogen. Hal ini jelas masuk akal, mengingat bahwa kepadatan lalu lintas bisaanya akan terurai dengan sendirinya walaupun dalam waktu yang sangat lama. Kepadatan awal juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas di setiap titik. Gambar 4.3 Profil Kepadatan lalu lintas, ρ(x,t)
12 48 Gambar 4.4 Profil Kecepatan lalu lintas, v(x,t) Selain itu, dari hubungan (4.25) juga diperoleh bahwa semakin besar nilai kepadatan lalu lintas ρ, maka kecepatan arus lalu lintas V semakin kecil. Hal ini terlihat juga pada gambar 4.3 dan gambar 4.4. Saat kepadatan lalu lintas ρ konstan, maka kecepatan lalu lintas juga konstan. Keadaan ini sudah sesuai dengan grafik fundamental dari kepadatan lalu lintas yang diberikan pada gambar 4.1. Lebih detail lagi, gambar 4.5 dan gambar 4.6 secara berturut-turut menggambarkan profil kepadatan dan kecepatan lalu lintas pada saat 2 menit, 4 menit, dan 6 menit. Perhatikan bahwa pada saat t = 2 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.25 km. Saat t = 4 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.5 km. Saat t = 6 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 1 km. Dengan demikian, seiring dengan bertambahnya waktu, maka semakin jauh dari
13 titik asal kita akan merasakan perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas. 49 Gambar 4.5 Profil Kepadatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Gambar 4.6 Profil kecepatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda
14 50 Gambar 4.7 Profil fluks lalu lintas Gambar 4.8 Profil fluks lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Sudut pandang yang berbeda (Fluks dan Kepadatan) menghasilkan permukaan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena kepadatan melihat jumlah kendaraan yang ada pada suatu ruas jalan. Sedangkan fluks adalah banyaknya kendaraan yang lewat selama waktu tertentu.
15 Tampilan Halaman Gambar 4.9 Halaman Muka Tampilan muka awal saat program dijalankan.
16 52 Gambar 4.10 Halaman Input Tampilan input pertama, dimana user harus memasukan data-data awal dan data numeric yang akan di proses.
17 53 Gambar Halaman Input Kondisi Awal Tampilan input kedua, dimana user memasukan data awal yang bisa berupa file dengan ekstensi txt, atau secara manual menentukan kepadatan di titik tertentu saat t=0.
18 54 Gambar 4.12 Fluks pada 2, 4, 6 menit Tampilan fluks diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
19 55 Gambar 4.13 Permukaan Fluks selama 6 Menit Tampilan fluks dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.
20 56 Gambar 4.14 Kepadatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kepadatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
21 57 Gambar 4.15 Permukaan Kepadatan selama 6 Menit Tampilan kepadatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.
22 58 Gambar 4.16 Kecepatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kecepatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
23 59 Gambar 4.17 Permukaan Kecepatan selama 6 Menit Tampilan fkecepatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.
BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan baru seputar arus kepadatan jalan. Sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan sarana penting sebagai salah satu faktor pendukung berkembangnya suatu kota. Oleh karena itu kebutuhan akan jalur transportasi semakin bertambah.
Lebih terperinciAnalisis dan Perancangan Program Arus. Kepadatan Jalan Dengan Dinamika Fluida. Berbasis Python
Analisis dan Perancangan Program Arus Kepadatan Jalan Dengan Dinamika Fluida Berbasis Python Setiadi Sidarta Jalan Bumi Cirebon Adipura Lestari VIII no.1 Ssidarta30@gmail.com ABSTRAK Skripsi ini menganalisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan
Lebih terperinciSidang Tugas Akhir - Juli 2013
Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI Interaksi Manusia dan Komputer
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Interaksi Manusia dan Komputer Menurut Ben Shneiderman (2010) interaksi manusia dan komputer adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan komputer
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemodelan matematika telah berkembang seiring perkembangan matematika sebagai alat analisis berbagai masalah nyata. Dalam pengajaran mata kuliah pemodelan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode
Lebih terperinciPemodelan Matematika dan Metode Numerik
Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik
Lebih terperinciPEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT
Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 43 52 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT NANDA ARDIELNA, MAHDHIVAN SYAFWAN Program Studi Matematika, Fakultas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.
BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik
Lebih terperinci1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan
Lebih terperinciBAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI
BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari
Lebih terperinciSIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV
SIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV Erwin Budi Setiawan 1, Dede Tarwidi 2, Ilyana Fadhilah 3 1,2,3 Jurusan Ilmu Komputasi Universitas Telkom, Bandung 1 erwinbudisetiawan@telkomuniversity.ac.id,
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun
Lebih terperinciSIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV
ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.3 Desember 2015 Page 7940 SIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV Erwin Budi Setiawan 1, Dede Tarwidi 2,
Lebih terperinciPERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD
Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,
Lebih terperinciSolusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit
Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak
Lebih terperinciBab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar
Lebih terperinciBab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D
Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai
Lebih terperinciMata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb
Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial
Lebih terperinciBab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis
Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis III.1 III.1.1 Solusi Dasar dari Model Prekursor Persamaan Fluida Tipis Dimensi Satu Sebagai langkah pertama untuk memahami karakteristik aliran
Lebih terperinciBAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.
BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peranan Politik Transportasi Dunia terbagi atas berbagai satuan politis, di mana pada umumnya kecenderungan dibentuknya pemerintahan dan hukum hampir seragam yaitu untuk perlindungan
Lebih terperinciSOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON
SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar BelakangMasalah Model matematika merupakan representasi masalah dalam dunia nyata yang menggunakan bahasa matematika. Bahasa matematika yang digunakan dalam pemodelan meliputi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah
Lebih terperinciDASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus
Lebih terperinciAPLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS
Sulistyono, Metode Beda Hingga Skema Eksplisit 4 APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS Bambang Agus Sulistyono Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNP Kediri bb7agus@gmail.com
Lebih terperinciTINJAUAN MATEMATIS PADA MODEL MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK ARUS LALU-LINTAS RIA SUSILIAWATI G
TINJAUAN MATEMATIS PADA MODEL MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK ARUS LALU-LINTAS RIA SUSILIAWATI G54104014 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 09
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA
BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah
Lebih terperinciMetode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik
Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil
Lebih terperinciMetode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial
Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu
Lebih terperinciPDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan
PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan
Lebih terperinciPENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A
PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman, lalu lintas menjadi sarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.semakin banyak pengguna kendaraan bermotor, semakin besar pula ketergantungan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diferensial Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap variabel bebas x, maka dy adalah diferensial dari variabel tak bebas (terikat) y, yang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak
BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan
Lebih terperinciBAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL Bila persamaan diferensial linear homogen memiliki koefisien constant maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan metoda aljabar (seperti yang
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA
ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA (HAMA PENGGEREK BUAH) DAN PAEDERUS FUSCIPES SP (TOMCAT) DENGAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DAN RESPON FUNGSIONAL MICHAELIS MENTEN DENGAN METODE BEDA HINGGA MAJU SKRIPSI
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir setiap hari manusia menggunakan transportasi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana penunjang kemajuan
Lebih terperinciPersamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi
Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dalam ilmu kesehatan yaitu
Lebih terperinciPEMILIHAN RUTE PERJALANAN
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 9 dan 10 PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI NUMERIK
BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I akan dibahas latar belakang dan permasalahan penulisan tesis. Berdasarkan latar belakang, akan disusun tujuan dan manfaat dari penulisan tesis. Selain itu, literatur-literatur
Lebih terperinciANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO
ANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO Natalia Diane Kasenda Alumni Pascasarjana S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi James A. Timboeleng, Freddy
Lebih terperinciDistribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan
JURNAL SAINS POMITS Vol. 1, No. 1, 2013 1-6 1 Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan Annisa Dwi Sulistyaningtyas, Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc. Jurusan Matematika, Fakultas
Lebih terperinciHUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE)
HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE) Mukhlis Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:
Lebih terperinciBab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi
Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial
Lebih terperinciBAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU
BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU Isi: Pengantar pengembangan model sederhana Arti fisik parameter-parameter proses 3. PENGANTAR PENGEMBANGAN MODEL Pemodelan dibutuhkan dalam menganalisis sisten kontrol (lihat
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:
5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: PD Variabel Terpisah dan PD Homogen Latihan Rangkuman Tes Formatif
iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xiii MODUL 1: PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU 1.1 Pengertian PD Orde Satu dan Solusinya... 1.2 Latihan... 1.7 Rangkuman... 1.9 Tes Formatif 1..... 1.10 PD Variabel
Lebih terperinciBab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik
28 Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik Pada bab berikut dibahas tentang simulasi suatu kasus yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyumbatan aliran (bottleneck) serta mencari solusi numerik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial biasa (ordinary differential equations (ODEs)) merupakan salah satu alat matematis untuk memodelkan dinamika sistem dalam berbagai bidang ilmu
Lebih terperinciBAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)
BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis
Lebih terperinciBAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan
4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun 1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI SM STT MIGAS
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,
Lebih terperinciFISIKA KINEMATIKA GERAK LURUS
K-13 Kelas X FISIKA KINEMATIKA GERAK LURUS TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Menguasai konsep gerak, jarak, dan perpindahan.. Menguasai konsep kelajuan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PENELITIAN. Kebon Jeruk - Simprug dan arah Simprug - Kebon Jeruk. Total. rabu dan jum at. Pengambilan waktu dari pukul
BAB IV ANALISA PENELITIAN 4.1. Data Lalu lintas 4.1.1 Volume Lalu Lintas Pengumpulan data volume lalu lintas di lakukan dalam interval waktu pengamatan 15 menit, dibedakan menurut arah Kebon Jeruk - Simprug
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MA KALKULUS II Disusun oleh: PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTASI FAKULTAS INFORMATIKA TELKOM UNIVERSITY LEMBAR PENGESAHAN Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
Lebih terperinciSimulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa
Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,
Lebih terperinciAnalisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!
Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),
Lebih terperinciMetode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang
Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang Tulisan ini diadaptasi dari buku PDP yang disusun oleh Dr. Sri Redeki Pudaprasetia M. Jamhuri UIN Malang July 2, 2013 M. Jamhuri UIN Malang Metode Beda Hingga
Lebih terperinciBAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU
BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU Definisi: Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen x, suatu variabel dependen y, dan satu atau lebih turunan
Lebih terperinciPenerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant
Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Hasan 1*, Tony Yulianto 2, Rica Amalia 3, Faisol 4 1,2,3) Jurusan Matematika, Fakultas MIPA,Universitas Islam Madura Jl.
Lebih terperinciSIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KECEPATAN MODEL KERNER KONHÄUSER
SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KECEPATAN MODEL KERNER KONHÄUSER Yessy Yusnita Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Riau Kepulauan Batam Abstract In the real situation, the
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
6 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diberikan beberapa definisi dan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi 2.1 (Turunan) Turunan merupakan pengukuran terhadap bagaimana fungsi berubah.
Lebih terperinciPengantar Oseanografi V
Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid
Lebih terperinciMATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU
MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU 1 Persamaan diferensial orde satu Persamaan diferensial menyatakan hubungan dinamik antara variabel bebas dan variabel tak bebas, maksudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini terus mengalami kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 3 (tiga)
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x x 50 menit Pertemuan : 3 (tiga) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami tentang
Lebih terperinciTUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.
MATA KULIAH : FISIKA DASAR TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. POKOK BAHASAN: Pendahuluan Fisika, Pengukuran Dan Pengenalan Vektor
Lebih terperinciBAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan
Lebih terperinciBarisan dan Deret Agus Yodi Gunawan
Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk
Lebih terperinciKestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi
1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan
Lebih terperinci