Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan"

Transkripsi

1 Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan Moh. Ivan Azis Abstrak Metode Elemen Batas diturunkan untuk penentuan solusi masalah nilai batas yang membangun model Model Perpindahan dan Penyebaran Pollutan. Beberapa contoh diperlihatkan untuk mengilustrasikan penerapan metode elemen batas. 1 Pendahuluan Masalah perpindahan dan penyebaran pollutan di suatu medium (misalnya sungai atau udara/atmosfir) merupakan masalah yang telah sering dibicarakan. Penelitian untuk masalah ini juga telah banyak dilakukan, baik melalui eksperimen maupun secara simulasi melalui pemodelan. Tulisan ini membicarakan model perpindahan dan penyebaran pollutan di suatu medium, dan penentuan solusinya secara numerik. Model yang dimaksud adalah model yang mengikutkan dua fenomena fisik yang biasanya terlibat dalam proses perpindahan dan penyebaran pollutan, yaitu fenomena difusi dan konveksi. Juga akan diasumsikan bahwa dalam model ini variabel waktu tidak punya pengaruh. Ini berarti bahwa sistem yang diamati berada dalam keadaan tetap terhadap waktu (steady) atau pengukuran dilakukan sesaat pada suatu periode waktu yang sangat pendek (instan). Selain itu, pembicaraan juga dibatasi untuk kasus dua dimensi, yakni bahwa kita hanya akan mengamati perpindahan dan penyebaran pollutan ke arah panjang (kordinat x 1 ) dan lebar (kordinat x ) dari medium saja, tapi tidak untuk perpindahan dan penyebaran ke arah kedalaman medium. Model semacam ini cocok dipakai untuk media dangkal. Lebih jauh, model yang diamati berlaku untuk media yang memiliki kofisien difusivitas ke arah panjang media, yakni k 1, boleh tidak sama dengan kofisien difusivitas ke arah lebar media, yakni k. Media semacam ini biasa disebut sebagai media anisotropik. Dalam hal ini, model tetap berlaku untuk media isotropik sebagai kasus khusus dari media anisotropik, yakni media isotropik adalah media anisotropik dengan kofisien difusivitas k 1 = k. Demikian pula halnya, vektor kecepatan aliran media juga memiliki dua komponen yang bisa saja berlainan untuk kedua arah panjang dan lebar media. Dosen Jurusan Matematika Fak. MIPA Unhas, Makassar Indonesia. ivan@unhas.ac.id 1

2 x v k v 1 k 1 pollutan aliran fluida n x 1 Gambar 1: Sistem perpindahan dan penyebaran pollutan dalam suatu medium Solusi masalah dijelaskan di atas ditentukan dengan menggunakan suatu metode numerik, yaitu Metode Persamaan Integral Batas atau sering disebut sebagai Metode Elemen Batas (MEB). Metode numerik lainnya yang biasa dipakai adalah Metode Beda Hingga dan Metode Elemen Hingga. Model Perhatikan sistem perpindahan dan penyebaran pollutan di suatu medium seperti diperlihatkan dalam Gambar 1. Dengan merujuk pada sistim kordinat Cartesian Ox 1 x, secara umum persamaan pembangun untuk sistem konduksi-konveksi steady dua dimensi dalam suatu media anisotropik yang homogen, dengan asumsi bahwa tidak terdapat sumber pembangkit dalam media, adalah k i ϕ x i v i ϕ = 0 (1) dimana ϕ dapat berupa konsentrasi pollutan, k i adalah diffusivitas konstan, dan v i adalah komponen vektor kecepatan konstan v. Pada (1) penjumlahan untuk index yang berulang (jumlahan dari 1 sampai ) diberlakukan, sehingga secara eksplisit (1) dapat dituliskan sebagai ϕ ϕ ϕ ϕ k 1 + k x v 1 x 1 v = 0 x 1 x Suku pertama di ruas kiri dari (1) merepresentasikan proses difusi, sedangkan suku keduanya menggambarkan proses konveksi dari sistem. 3 Masalah nilai batas Solusi dari (1) dicari dimana solusi tersebut valid dalam daerah Ω di R dengan batas Γ yang terdiri dari sejumlah berhingga kurva mulus bagian demi bagian. Pada Γ salah

3 satu dari ϕ(x) atau fluks ϕ(x) P (x) = k i n i (x) diberikan, dimana x = (x 1, x ), n = (n 1, n ) melambangkan vektor normal satuan mengarah ke luar di batas Γ. Metode solusi yang dipakai akan bekerja dengan cara menurunkan suatu persamaan integral batas, yang relevan untuk persamaan differensial (1), darimana nilai numerik ϕ dan P dapat ditentukan untuk semua titik dalam daerah Ω. 4 Solusi fundamental Persamaan integral batas yang disebutkan pada Pasal 3 melibatkan suatu fungsi solusi fundamental ϕ yang didefinisikan sebagai k i ϕ x i + v i ϕ = δ(x ξ) () dimana ξ = (ξ 1, ξ ) dan δ adalah fungsi delta Dirac. Solusi fundamental ϕ ini dapat dituliskan sebagai berikut (lihat Azis [] untuk penurunan ϕ ) ( ) ( ) ϕ (x, ξ) = K π exp v. Ṙ vṙ K 0 (3) D D dimana D = [k 1 + k ρρ]/ K = ρ/d Ṙ = ẋ ξ ẋ = (x 1 + ρx, ρx ) ξ = (ξ 1 + ρξ, ρξ ) v = (v 1 + ρv, ρv ) Ṙ = (x 1 + ρx ξ 1 ρξ ) + ( ρx ρξ ) v = (v 1 + ρv ) + ( ρv ) ρ dan ρ berturut-turut merupakan bagian real dan imajiner positif dari akar kompleks ρ dari persamaan kuadrat k 1 + k ρ = 0 dan tanda bar (.) melambangkan operasi konjugat untuk bilangan kompleks, serta K 0 adalah fungsi Bessel termodifikasi berorde nol. Selain ϕ kita juga memerlukan fungsi P, yang didefinisikan sebagai P k i ϕ (x, ξ) n i (x) (4) 3

4 untuk evaluasi persamaan integral batas tersebut di atas. Perununan fungsi P ini dapat dilakukan sebagai berikut. Tuliskan solusi fundamental ϕ dalam (3) sebagai dimana ϕ (x, ξ) = c exp [ f(x, ξ)] K 0 [g(x, ξ)] Sehingga Sekarang f x 1 = 1 f x = 1 g x 1 = v D (v 1 + ρv ) c = K π f(x, ξ) = v. Ṙ D g(x, ξ) = vṙ D D [ ρ(v 1 + ρv ) + ρ ρv ] (x D 1 + ρx ξ 1 ρξ ) 1 Ṙ g x = v [ ρ(x D 1 + ρx ξ 1 ρξ ) + ρ( ρx ρξ )] 1 Ṙ ϕ f = ϕ + g } K 1 [g(x, ξ)] K 0 [g(x, ξ)] dimana K 1 adalah fungsi Bessel termodifikasi berorde satu. Sehingga dengan mensubstitusikan (5) ke dalam (6), kemudian substitusikan (6) ke dalam (4) akan diperoleh ekspresi dari P. Perlu dicatat bahwa P memiliki titik singular pada x = ξ. 5 Persamaan integral batas Bila (1) diperkalikan dengan ϕ lalu diintegralkan, maka ( ) ϕ ϕ k i v Ω x i ϕ dω = 0 (7) i Dengan menggunakan Teorema Divergensi Gauss pada (7) kita akan memperoleh ( ) ( ) ϕ k i n j ϕ v i n i ϕ ϕ ϕ ϕ dγ k i ϕ v i dω = 0 (8) Γ Ω Penggunaan Teorema Divergensi Gauss sekali lagi pada integral domain di persamaan (8) untuk integran pertamanya akan menghasilkan ( ) ϕ k i n i ϕ v i n i ϕ ϕ dγ ϕ k i n i dγ Γ Γ ) + (ϕ ϕ ϕ k i + ϕ v i dω = 0 (9) Ω x i 4 (5) (6)

5 Atau dimana Ω (k i ϕ x i ) ϕ + v i ϕ dω = [P ϕ (P v ϕ + P )ϕ] dγ (10) Γ P v (x) = v i n i (x) Sebagai salah satu sifat dari fungsi delta Dirac, persamaan berikut berlaku ϕ(x) δ(x ξ) dω(x) = η(ξ) ϕ(ξ) (11) Ω dimana η = 1 bila ξ berada pada batas domain Γ dan Γ mempunyai kemiringan yang berubah secara kontinyu pada ξ, η = 1 bila ξ berada di dalam domain Ω, η = 0 bila ξ berada di luar domain Ω. Substitusi persamaan () ke dalam ruas kiri dari (10) dan penggunaan persamaan (11) memberikan η(ξ) ϕ(ξ) = P (x) ϕ (x, ξ) Γ [P v (x) ϕ (x, ξ) + P (x, ξ)] ϕ(x)} dγ(x) (1) Persamaan (1) dapat digunakan untuk menentukan solusi ϕ dan P di setiap titik x di batas Γ dan di dalam domain Ω. Dan kalkulasi solusi ini sepenuhnya hanya memerlukan kalkulasi integral batas pada ruas kanan persamaan (1). Tetapi secara umum integral batas ini tidak mudah dikalkulasi secara analitik, karena bentuk geometri dari Γ tidak beraturan atau kelakuan dari fungsi ϕ dan P sangat bervariasi. Untuk itu, nilai integral batas ini lalu diapproksimasi dengan cara memenggal-menggal batas domain Γ menjadi segmen-segmen kecil berupa garis lurus dan kelakuan dari fungsi ϕ dan P pada setiap segmen juga didekati dengan mengasumsikan bahwa fungsi-fungsi ini konstan, atau bervariasi secara linear, kuadratik dan seterusnya. Lalu integral dihitung untuk setiap segmen dan kemudian menjumlahkannya. Dengan kata lain batas domain Γ diapproksimasi oleh suatu poligon yang jumlah sisinya diambil sebanyak mungkin sehingga nilai pendekatan akurat dapat diperoleh. 6 Diskritisasi Misalkan batas domain Γ didekati oleh suatu poligon dengan sejumlah J sisi, sehingga Γ terdiri atas segmen-segmen garis lurus Γ j [, q j ], j = 1,,..., J dimana dan q j adalah titik-titik ujung awal dan akhir dari segmen Γ j, maka persamaan (1) dapat ditulis sebagai η(ξ) ϕ(ξ) = Γ j P (x) ϕ (x, ξ) [P v (x) ϕ (x, ξ) + P (x, ξ)] ϕ(x)} dγ(x) (13) 5

6 Selanjutnya, bila kita mengasumsikan bahwa pada setiap segmen Γ j nilai ϕ dan P konstan, dan masing-masing diwakili oleh nilainya pada titik-tengah q j = ( +q j )/ dari segmen tertentu Γ j, maka persamaan (13) dapat ditulis sebagai η(ξ) ϕ(ξ) = P (q j ) ϕ (x, ξ) dγ(x) } qj ϕ(q j ) [P v (x) ϕ (x, ξ) + P (x, ξ)] dγ(x) Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pengambilan nilai ϕ dan P pada titik-tengah q j untuk setiap segmen Γ j menghasilkan keakuratan maksimal. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 3, pada suatu segmen Γ j hanya salah satu dari ϕ dan P diketahui. Bila nilai ϕ(q j ) diberikan maka nilai P (q j ) menjadi unknown di Γ j. Sebaliknya, bila pada segmen Γ j nilai P (q j ) diberikan maka nilai ϕ(q j ) menjadi unknown. Untuk penentuan nilai unknown di batas domain Γ, hanya ada dua kemungkinan pengambilan posisi titik ξ, yakni diletakkan di batas domain Γ (yang mengimplikasikan bahwa η = 1 ) atau di luar domain Ω (mengimplikasikan η = 0). Kita tidak dapat meletakkan ξ di dalam domain Ω (untuk mana η = 1) untuk penentuan nilai unknown di batas domain Γ, kecuali bila kita mempunyai informasi tambahan mengenai nilai ϕ di titik dalam ξ ini. Sementara itu, peletakan titik ξ di luar domain Ω akan menghindari titik singular dari P di x = ξ dan hal ini tentu akan memiliki advantage untuk hasil evaluasi integral. Dan telah ada beberapa kajian di dalam beberapa paper yang telah terpublish, yang memakai analisis peletakan titik ξ di luar domain Ω. Umumnya kajian-kajian ini telah berhasil menentukan jarak ideal dari titik ξ ke batas domain Γ untuk tingkat keakuratan yang cukup bagus. Namun penentuan jarak optimal ini masih sebatas cara coba-coba (trial and error), dan belum dilandasi oleh dan belum dibuktikan keabsahannya secara analitik matematik. Untuk itu, pada tulisan ini kita akan memposisikan titik ξ pada batas domain Γ. Sehingga untuk penentuan nilai unknown di batas domain Γ, nilai ϕ(ξ) pada ruas kiri (14) akan mengambil nilai ϕ(q l ) dan η(ξ) = 1. Persamaan (14) kemudian dapat dituliskan sebagai 1 ϕ(q l) = P (q j ) ϕ (x, q l ) dγ(x) } qj ϕ(q j ) [P v (x) ϕ (x, q l ) + P (x, q l )] dγ(x) untuk l = 1,,..., J. Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk matriks (14) (15) 1 ϕ l + Ĥ lj ϕ j = G lj P j (16) 6

7 dimana ϕ j = ϕ(q j ), P j = P (q j ), dan Ĥ lj = G lj = [P v (x) ϕ (x, q l ) + P (x, q l )] dγ(x) (17) ϕ (x, q l ) dγ(x) (18) Evaluasi integral pada persamaan (17) dan (18) dapat dilakukan secara analitik maupun numerik. Tentunya evaluasi analitik (eksak) akan memberikan hasil yang lebih memuaskan (akurat) daripada evaluasi numerik (pendekatan). Namun perlu diperhatikan bahwa untuk j = l selang integral dalam (17) memuat titik singular q l dari integran P (x, q l ). Untuk itu nilai prinsipal Cauchy (Cauchy principal value) dari integral ini biasanya diambil untuk evaluasi analitik. Di lain hal, dangan evaluasi numerik dari kedua integral ini, strategi pemilihan metode kuadratur (pengintegralan numerik) sangatlah penting, sebab terdapat beberapa metode kuadratur yang melibatkan dan ada pula yang tidak melibatkan (misalnya aturan trapezoidal) kalkulasi nilai fungsi integran pada titik tengah dari selang integral. Dan metode kuadratur yang terakhir inilah yang dikehendaki. Pada tulisan ini, untuk hasil numerik dari setiap contoh masalah yang akan dibicarakan pada Pasal 7, evaluasi integral dilakukan secara numerik dengan menggunakan aturan trapezoidal termodifikasi enam titik (lihat Abramowitz and Stegun [1]). Nilai fungsi-fungsi Bessel termodifikasi K 0 dan K 1 yang terlibat dalam solusi fundamental ϕ dan P dihitung dengan menggunakan pendekatan polinomial fungsinya (lihat Abramowitz and Stegun [1]). Lebih kompak, persamaan (16) dapat ditulis sebagai H lj ϕ j = G lj P j (19) dimana Ĥlj bila l j H lj = Ĥ lj + 1 bila l = j Persamaan matriks (19) dapat diurutkan ulang dengan meletakkan unknown di ruas kiri dan known-nya di ruas kanan, dalam bentuk AX = B (0) dimana X adalah vektor unknown ϕ dan/atau P. Persamaan ini merupakan suatu sistem persamaan aljabar linear dengan J persamaan dan J unknown. Penyelesian sistem persamaan aljabar linear (0) dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan metode eliminasi Gauss. Namun, pada tulisan ini, untuk hasil numerik dari setiap contoh masalah yang akan dibicarakan pada Pasal 7, solusi sistem persamaan aljabar linear (0) ditentukan dengan menggunakan metode gradien konjugat (lihat Coleman [3]), yang secara empiris telah diketahui lebih stabil ketimbang metode eliminasi Gauss. 7

8 Solusi dari persamaan (0) ini dapat ditentukan untuk unknown ϕ dan P di batas domain Γ. Sekali nilai ϕ dan P pada batas domain Γ telah diketahui, maka kita bisa menentukan nilai ϕ dan P pada sebarang titik dalam ξ dengan menggunakan persamaan (14), yakni ϕ(ξ) = P (q j ) ϕ (x, ξ) dγ(x) ϕ(q j ) [P v (x) ϕ (x, ξ) + P (x, ξ)] dγ(x) Selain itu dapat pula ditentukan nilai turunan ϕ/ ξ 1 dan ϕ/ ξ melalui persamaan berikut ϕ ϕ (ξ) = P (q ξ j ) (x, ξ) dγ(x) 1 ξ 1 ϕ ξ (ξ) = ϕ(q j ) [P v (x) ϕ (x, ξ) + P ] (x, ξ) ξ 1 ξ 1 P (q j ) ϕ(q j ) 7 Hasil numerik ϕ (x, ξ) dγ(x) ξ [P v (x) ϕ (x, ξ) + P (x, ξ) ξ ξ ] dγ(x) dγ(x) Pada pasal ini beberapa contoh masalah konduksi-konveksi dalam media anisotropik akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan persamaan integral batas (1). Contoh 1 : Masalah Uji Contoh 1 ini dimaksudkan untuk menguji keabsahan dan keakuratan MEB dalam menentukan solusi masalah dengan persamaan pembangun (1). Perhatikan solusi analitik untuk (1) berikut ϕ = exp(α 1 x 1 + α x ) (4) dimana α 1 dan α adalah bilangan ril yang memenuhi } } } (1) () (3) k 1 α 1 + k α v 1 α 1 v α = 0. (5) Geometri medium dan syarat batas dari masalahnya adalah (lihat Gambar ) P, yang dapat dihitung dari (4), diketahui pada AB, BC dan CD, ϕ, seperti diberikan oleh (4), diketahui pada AD. 8

9 x D(0, 1) C(1, 1) x 1 A(0, 0) B(1, 0) Gambar : Geometri dari masalah uji Kofisien k i dan v i adalah k 1 = 1, k =, v 1 = 1, v = 1. Juga diambil α 1 = 1 dan nilai α dihitung dari persamaan kuadrat (5). Tabel 1 memperlihatkan perbandingan antara solusi MEB dan solusi analitik. Dapat diamati bahwa solusi MEB konvergen ke solusi analitik sejalan dengan meningkatnya jumlah segmen dari 80, 160 dan 30. Hasil ini sesuai dengan yang diharapkan, dengan alasan bahwa semakin kecil selang integral yang digunakan maka semakin akurat pendekatan integrasi numerik yang akan diperoleh. Contoh Perhatikan masalah transpor dan dispersi polutan dalam tanah yang dibangun oleh persamaan (1) untuk suatu medium tanah yang diasumsikan isotropik (kofisien konduktivitas k 1 = k = 1) yang homogen dan memiliki geometri dan syarat batas seperti diperlihatkan dalam Gambar 3 dengan kecepatan aliran polutan v 1 = 0, v = 1 untuk kasus pertama, dan v 1 =, v = 1 untuk kasus kedua. Tidak tersedia solusi analitik eksak sederhana untuk contoh masalah ini. Kita tertarik untuk melihat pengaruh perubahan komponen kecepatan v 1, dari v 1 = 0 menjadi v 1 =. Tabel memperlihatkan solusi MEB dengan menggunakan 30 segmen. Dari tabel ini dapat diamati pengaruh perubahan komponen kecepatan v 1 (kecepatan ke arah sumbu-x 1 ) dari v 1 = 0 menjadi v 1 =, dengan komponen kecepatan v tetap (v = 1). Dapat dikatakan bahwa perubahan ini menurunkan besarnya nilai (magnitude) dari solusi ϕ dan ϕ/ x dan menaikkan besarnya nilai ϕ/ x 1. Secara intuitif hasil ini diharapkan (expected) karena keberadaan aliran ke arah sumbu-x 1 (v 1 0) akan mempengaruhi (mengurangi) laju aliran ke arah sumbu-x ( ϕ/ x ) dan konsentrasi polutan ϕ itu sendiri. Dapat pula diamati bahwa perubahan nilai v 1 dari v 1 = 0 menjadi v 1 = mempengaruhi kesimetrian solusi di sepanjang ordinat x = 0.5. Ketika v 1 = 0 solusi di 9

10 Tabel 1: Solusi MEB dan analitik untuk Contoh 1 Posisi MEB Analitik (x 1, x ) ϕ ϕ/ x 1 ϕ/ x ϕ ϕ/ x 1 ϕ/ x 80 segmen (.1,.5) (.3,.5) (.5,.5) (.7,.5) (.9,.5) segmen (.1,.5) (.3,.5) (.5,.5) (.7,.5) (.9,.5) segmen (.1,.5) (.3,.5) (.5,.5) (.7,.5) (.9,.5) x D(0, 1) P = 1 C(1, 1) P = 0 P = 0 A(0, 0) ϕ = 0 B(1, 0) Gambar 3: Geometri untuk Contoh x 1 10

11 Tabel : Solusi MEB untuk Contoh Posisi v 1 = 0, v = 1 v 1 =, v = 1 (x 1, x ) ϕ ϕ/ x 1 ϕ/ x ϕ ϕ/ x 1 ϕ/ x (.1,.5) (.3,.5) (.5,.5) (.7,.5) (.9,.5) (.5,.1) (.5,.3) (.5,.5) (.5,.7) (.5,.9) titik-titik dengan ordinat x = 0.5 simetris, tapi untuk v 1 = kesimetrian ini tidak terjadi lagi. Secara intuitif hal ini juga diharapkan. 8 Konklusi Suatu MEB untuk solusi masalah nilai batas untuk model konduksi-konveksi dalam suatu medium anisotropik telah ditemukan. MEB ini secara umum cukup mudah untuk diimplementasikan untuk memperoleh solusi numerik untuk masalah tertentu. Hasil numerik yang diperoleh dengan menggunakan MEB ini mengindikasikan bahwa MEB ini dapat menghasilkan solusi numerik yang cukup akurat. Evaluasi integral secara analitik, penerapan proses refinement untuk penyelesaian sistim persamaan aljabar linear, dan strategi peletakan titik ξ di luar domain Ω akan memberikan hasil yang lebih akurat. References [1] Abramowitz, M. and Stegun, A. Handbook of Mathematical Functions, Dover, New York, [] Azis, M. I. (001). On the boundary integral equation method for the solution of some problems for inhomogeneous media (PhD Thesis), Department of Applied Mathematics, University of Adelaide. [3] Coleman, C. J. University of Wollonggong, Australia. [4] Wrobel, L. C. and DeFigueiredo, D. B. Coupled Conduction-Convection Problems. in BEMs in Heat Transfer, Wrobel, L. C. and Brebbia, C. A. (eds.), Computational Mechanics Publications, Elsevier Applied Science 11

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah perambatan gelombang akustik (harmonis) berhasil diturunkan pada tulisan

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi Panas

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi Panas Metode Elemen Batas MEB) untuk Model Konduksi Panas Moh. Ivan Azis October 14, 011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah konduksi panas pada media ortotropik berhasil ditemukan pada tulisan ini. Solusi

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

Suatu Metode Numerik Untuk Komputasi Perembesan Air Ke Dalam Tanah Pada Sistim Irigasi

Suatu Metode Numerik Untuk Komputasi Perembesan Air Ke Dalam Tanah Pada Sistim Irigasi Suatu Metode Numerik Untuk Komputasi Perembesan Air Ke Dalam Tanah Pada Sistim Irigasi Moh. Ivan Azis Abstrak Suatu metode numerik ditemukan untuk menghitung kandungan air dalam tanah pada suatu sistim

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS (MEB) UNTUK SOLUSI NUMERIK MASALAH STATIK DARI MATERIAL ELASTIS ISOTROPIK TAK-HOMOGEN

METODE ELEMEN BATAS (MEB) UNTUK SOLUSI NUMERIK MASALAH STATIK DARI MATERIAL ELASTIS ISOTROPIK TAK-HOMOGEN METODE ELEMEN BATAS (MEB) UNTUK SOLUSI NUMERIK MASALAH STATIK DARI MATERIAL ELASTIS ISOTROPIK TAK-HOMOGEN Mohammad Ivan Azis ) ABSTRACT A boundary element method is derived for the solution of static boundary

Lebih terperinci

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas

Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas Bab II Konsep Dasar Metode Elemen Batas II.1 II.1.1 Kalkulus Dasar Teorema Gradien Misal menyatakan domain pada ruang dimensi dua dan menyatakan batas i x + j 2 2 x 2 + 2 2 elanjutnya, penentuan integral

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit

Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit Vol. 13, No. 1, 39-45, Juli 2016 Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit Jeffry Kusuma Abstrak Propagasi gelombang pada material homogen telah banyak dibahas dan didiskusikan oleh banyak ahli.

Lebih terperinci

Metode elemen batas untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas

Metode elemen batas untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas Metode elemen batas untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas Imam Solekhudin 1 Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, imams@ugm.ac.id Abstrak. Permasalahan perpindahan panas keadaan stasioner dimodelkan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. INTEGRASI NUMERIK TANPA ERROR UNTUK FUNGSI-FUNGSI TERTENTU Irma Silpia 1, Syamsudhuha, Musraini M. 1 Mahasiswi Jurusan Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Model Aliran Dua-Fase Nonekulibrium pada Media Berpori Penelitian ini merupakan kajian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Juanes (008), dalam tulisannya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB VI. PENGGUNAAN INTEGRAL. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

BAB VI. PENGGUNAAN INTEGRAL. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB VI. PENGGUNAAN INTEGRAL Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB VI. PENGGUNAAN INTEGRAL Luas Daerah di Bidang Volume Benda Pejal di Ruang: Metode Cincin Metode Cakram Metode Kulit Tabung

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS NUMERICAL SOLUTION OF LAPLACE AND HELMHOLTZ EQUATION BY BOUNDARY ELEMENT METHOD Cicilia Tiranda Dr. Jeffry Kusuma Dr.

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

MODIFIKASI APROKSIMASI TAYLOR DAN PENERAPANNYA

MODIFIKASI APROKSIMASI TAYLOR DAN PENERAPANNYA MODIFIKASI APROKSIMASI TAYLOR DAN PENERAPANNYA Irpan Riski M 1, Musraini M 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE CAUCHY DENGAN ORDE KONVERGENSI EMPAT. Masnida Esra Elisabet ABSTRACT

MODIFIKASI METODE CAUCHY DENGAN ORDE KONVERGENSI EMPAT. Masnida Esra Elisabet ABSTRACT MODIFIKASI METODE CAUCHY DENGAN ORDE KONVERGENSI EMPAT Masnida Esra Elisabet Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK ABSTRACT

METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK ABSTRACT METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK Risvi Ayu Imtihana 1, Asmara Karma 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan penting bagi pertumbuhan tanaman. Namun, pada saat musim kemarau tiba atau di daerah dengan intensitas hujan rendah, ketersediaan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

Bab IV Persamaan Integral Batas

Bab IV Persamaan Integral Batas Bab IV Persamaan Integral Batas IV.1 Konvensi simbol ebelum memulai pembahasan, kita akan memperkenalkan sejumlah konvensi simbol yang akan digunakan pada tesis ini. imbol x, y, x 0 akan digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan

Bab 4 Hukum Gauss. A. Pendahuluan Bab 4 Hukum Gauss A. Pendahuluan Pada pokok bahasan ini, disajikan tentang hukum Gauss yang memberikan fluks medan listrik yang melewati suatu permukaan tertutup yang melingkupi suatu distribusi muatan.

Lebih terperinci

Modul 05 Persamaan Linear dan Persamaan Linear Simultan

Modul 05 Persamaan Linear dan Persamaan Linear Simultan Modul 05 Persamaan Linear dan Persamaan Linear Simultan 5.1. Persamaan Linear Persamaan adalah pernyataan kesamaan antara dua ekspresi aljabar yang cocok untuk bilangan nilai variable tertentu atau variable

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK

MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK BAHAN AJAR MATA KULIAH ANALISIS NUMERIK Oleh: M. Muhaemin Muhammad Saukat JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2009 Bahan Ajar Analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT

PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK. Nurul Ain Farhana 1, Imran M. 2 ABSTRACT PEMILIHAN KOEFISIEN TERBAIK KUADRATUR KUADRAT TERKECIL DUA TITIK DAN TIGA TITIK Nurul Ain Farhana, Imran M Mahasiswa Program Studi S Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real.

Silabus. 1 Sistem Bilangan Real. 2 Fungsi Real. 3 Limit dan Kekontinuan. Kalkulus 1. Arrival Rince Putri. Sistem Bilangan Real. Silabus 1 2 3 Referensi E. J. Purcell, D. Varberg, and S. E. Rigdon, Kalkulus, Jilid 1 Edisi Kedelapan, Erlangga, 2003. Penilaian 1 Ujian Tengah Semester (UTS) : 30 2 Ujian Akhir Semester (UAS) : 20 3

Lebih terperinci

Bab V Prosedur Numerik

Bab V Prosedur Numerik Bab V Prosedur Numerik Pada bab ini, metode numerik digunakan untuk menghitung medan kecepatan, yakni dengan menghitung batas dan domain integral. Tensor tegangan tak Newton melalui persamaan Maxwell Linear

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5

BAB 1 PERSAMAAN. a) 2x + 3 = 9 a) 5 = b) x 2 9 = 0 b) = 12 c) x = 0 c) 2 adalah bilangan prima genap d) 3x 2 = 3x + 5 BAB PERSAMAAN Sifat Sifat Persamaan Persamaan adalah kalimat matematika terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan. Sedangkan kesamaan adalah kalimat matematika tertutup yang menyatakan hubungan sama

Lebih terperinci

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR Rino Martino 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan dari sebuah

syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan dari sebuah 2 Tempat Kedudukan dan Persamaan 2.1. Tempat Kedudukan Tempat kedudukan (locus) adalah himpunan titik-titik yang memenuhi suatu syarat tertentu yang diberikan. Atau bisa juga diartikan sebagai lintasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL SINGULAR PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE DUA ABSTRACT

MODIFIKASI METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL SINGULAR PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE DUA ABSTRACT MODIFIKASI METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL SINGULAR PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE DUA Kristiani Panjaitan 1, Syamsudhuha 2, Leli Deswita 2 1 Mahasiswi Program

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Modul 1 Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Drs. Susiswo, M.Si. K PENDAHULUAN ompetensi umum yang diharapkan, setelah mempelajari modul ini, adalah Anda dapat memahami konsep tentang persamaan linear dan

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika IPA (MATEMATIKA TKD SAINTEK) Distributed By : WWW.E-SBMPTN.COM Kumpulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia. METODE SIMPSON-LIKE TERKOREKSI Ilis Suryani, M. Imran, Asmara Karma Mahasiswa Program Studi S Matematika Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I

UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I PETUNJUK UJIAN AKHIR SEMESTER METODE NUMERIS I DR. IR. ISTIARTO, M.ENG. KAMIS, 8 JUNI 017 OPEN BOOK 150 MENIT 1. Saudara tidak boleh menggunakan komputer untuk mengerjakan soal ujian ini.. Tuliskan urutan/cara/formula

Lebih terperinci

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear Persamaan Sistem Persamaan Linear PENGERTIAN Definisi Persamaan kuadrat adalah kalimat matematika terbuka yang memuat hubungan sama dengan yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah 2. Bentuk umum

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial.

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. FUNGSI BESSEL 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. x 2 y ''+xy'+(x 2 - n 2 )y = 0, n ³ 0 (1) yang dinamakan persamaan diferensial Bessel. Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

PENERAPAN TRANSFORMASI SHANK PADA METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

PENERAPAN TRANSFORMASI SHANK PADA METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT PENERAPAN TRANSFORMASI SHANK PADA METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Muliana 1, Syamsudhuha 2, Musraini 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB-4. METODE PENELITIAN

BAB-4. METODE PENELITIAN BAB-4. METODE PENELITIAN 4.1. Bahan Penelitian Untuk keperluan kalibrasi dan verifikasi model numerik yang dibuat, dibutuhkan data-data tentang pola penyebaran polutan dalam air. Ada beberapa peneliti

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL Dra.Sri Rejeki Dwi Putranti, M.Kes. Fakultas Teknik - Universitaas Yos Soedarso Surabaya Email : riccayusticia@gmail.com Abstrak Hubungan antara Differensial dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

TRANSPOR POLUTAN. April 14. Pollutan Transport

TRANSPOR POLUTAN. April 14. Pollutan Transport TRANSPOR POLUTAN April 14 Pollutan Transport 2 Transpor Polutan Persamaan Konveksi-Difusi Penyelesaian Analitis Rerensi Graf and Altinakar, 1998, Fluvial Hydraulics, Chapter 8, pp. 517-609, J. Wiley and

Lebih terperinci

Perhitungan Nilai Golden Ratio dengan Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar

Perhitungan Nilai Golden Ratio dengan Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar Perhitungan Nilai Golden Ratio dengan Beberapa Algoritma Solusi Persamaan Nirlanjar Danang Tri Massandy (13508051) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Koko Saputra 1, Supriadi Putra 2, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan

Lebih terperinci

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT

MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS. Nuryanto.ST.,MT MATEMATIKA EKONOMI DAN BISNIS Fungsi Non Linear Fungsi non-linier merupakan bagian yang penting dalam matematika untuk ekonomi, karena pada umumnya fungsi-fungsi yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi

Lebih terperinci

SEBUAH VARIASI BARU METODE NEWTON BERDASARKAN TRAPESIUM KOMPOSIT ABSTRACT

SEBUAH VARIASI BARU METODE NEWTON BERDASARKAN TRAPESIUM KOMPOSIT ABSTRACT SEBUAH VARIASI BARU METODE NEWTON BERDASARKAN TRAPESIUM KOMPOSIT Vera Alvionita Harahap 1, Asmara Karma 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

Bab II Fungsi Kompleks

Bab II Fungsi Kompleks Bab II Fungsi Kompleks Variabel kompleks z secara fisik ditentukan oleh dua variabel lain, yakni bagian realnya x dan bagian imajinernya y, sehingga dituliskan z z(x,y). Oleh sebab itu fungsi variabel

Lebih terperinci

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh

Lebih terperinci