BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika, antara lain tentang Fungsi, Fungsi Genap, Fungsi Ganjil, Limit, Turunan, Turunan Fungsi Trigonometri dan Fungsi Hiperbolik, Persamaan Diferensial, Persamaan Diferensial Biasa, Integral Tentu, Integral Parsial, Teorema Nilai Rata-Rata Integral, Persamaan Diferensial Parsial, Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas, Masalah Sturm- Liouville dan Fungsi Eigen, Orthogonal Fungsi Eigen, Metode Separasi Variabel, Deret Fourier, Sifat-Sifat Perambatan Panas. Berikut ini penjelasannya. A. Fungsi Definisi.1 Fungsi (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 76): Sebuah fungsi f adalah suatu aturan korespondensi yang menghubungkan setiap objek x dalam satu himpunan, yang disebut daerah asal, dengan sebuah nilai tunggal f(x) dari suatu himpunan kedua yag disebut daerah hasil. Contoh.1: A = {(1, 1), (, 4), (3, 6), (4, 7), (5, 8)} B = {(1, 6), (, 7), (, 8), (3, 9), (4, 10)} C = {(1, 4), (, 5), (3, 6)} Berdasarkan Definisi (.1), himpunan A dan C merupakan fungsi, sedangkan himpunan B bukan merupakan fungsi. Hal ini dikarenakan setiap domain di 6

2 himpunan A memasangkan tepat satu dengan sebuah nilai tunggal di kodomain. Begitu juga untuk himpunan C, namun hal yang berbeda untuk satu nilai domain pada himpunan B yang mempunyai dua anggota di kodomain. Sehingga hal tersebut tidak sesuai dengan definisi fungsi. Selanjutnya akan dibahas tentang fungsi genap dan fungsi ganjil, berikut ini penjelasannya. Definisi. Fungsi Genap (Walter A. Strauss, 199 : 110): Sebuah fungsi genap adalah fungsi yang dapat dinyatakan seperti Persamaan (.1) f( x) = f(x) (.1) artinya bahwa grafik y = f(x) akan simetris terhadap sumbu y. Definisi.3 Fungsi Ganjil (Walter A. Strauss, 199 : 110): Sebuah fungsi ganjil adalah fungsi yang dapat dinyatakan seperti Persamaan (.) f( x) = f(x). (.) artinya bahwa grafik y = f(x) akan simetris terhadap titik asal. Contoh.: f(x) = x 3 (.3) f(x) = x 016 (.4) f(x) = sin(4x) (.5) 7

3 f(x) = cos(14x) (.6) f(x) = 0. (.7) Berdasarkan Definisi (.3), Persamaan (.3) pada Contoh (.) merupakan fungsi ganjil, karena f( x) = ( x) 3 = x 3 = f(x). Persamaan (.5) juga merupakan fungsi ganjil, karena f( x) = sin( 4x) = sin(4x) = f(x). Persamaan (.4) dan Persamaan (.6) merupakan fungsi genap, karena f( x) = ( x) 016 = x 016 = f(x) dan f( x) = cos( 14x) = cos(14x) = f(x). Persamaan (.7) merupakan fungsi genap sekaligus fungsi ganjil karena f( x) = f(x) = 0. B. Limit Definisi.4 Limit : (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 118): Diberikan lim x c f(x) = L yang artinya untuk setiap ε > 0 yang nilainya sangat kecil, terdapat δ > 0, sedemikian sehingga f(x) L < ε dengan syarat 0 < x c < δ atau dengan kata lain 0 < x c < δ f(x) L < ε. Contoh.3: Akan dibuktikan bahwa lim x 3x = 5. x x Analisis pendahuluan: Akan ditentukan nilai dari δ, sedemikian sehingga 8

4 0 < x < δ x 3x x 5 < ε sehingga x 3x x (x + 1)(x ) 5 < ε 5 < ε x (x + 1) 5 < ε x 4 < ε (x ) < ε x < ε x < ε (.8) Berdasarkan Persamaan (.8) diperoleh nilai dari δ = ε. Bukti baku: Andaikan nilai dari ε > 0, dan dipilih nilai dari δ = ε, sehingga didapatkan x 3x x (x + 1)(x ) 5 = 5 = x x = (x ) = x < δ = ε (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 10). 9

5 C. Turunan Misalkan P merupakan titik tetap yang terletak pada kurva y = f(x) dan Q merupakan titik yang berdekatan dengan P yang melalui y = f(x) seperti tampak pada Gambar (.1). y x Gambar.1 Ilustrasi Garis singgung Kemiringan garis yang melalui titik P dan Q pada Gambar (.1) adalah m = f (x) = f(x) x m = f (x) = f(x + h) f(x) (x + h) x m = f (x) = f(x + h) f(x) h (.9) Apabila nilai P dekat dengan Q, maka nilai limit dari h 0, sehingga Persamaan (.9) dapat dituliskan f f(x + h) f(x) (x) = lim. h 0 h 10

6 Definisi.5 Turunan (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 163): Turunan pertama fungsi f(x) dinotasikan f (x) yang nilainya pada sembarang x adalah dengan syarat nilai limit dari f(x) ada. f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h Notasi dari turunan disimbolkan dengan notasi Leibniz dy, d y dx dx, d3 y dx3... atau notasi prima y, y", y, atau bisa dinotasikan sebagai D x y, D x y, D x 3 y,. atau f (x), f"(x), f (x). Contoh.4: Akan ditentukan turunan pertama dari f(x) = 4x 14. Menurut Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 (4(x + h) 14) (4x 14) h f (x) = lim h 0 (4x + 4h 14) (4x 14) h f (x) = lim h 0 4x + 4h 14 4x + 14 h f 4h (x) = lim h 0 h = 4. Jadi, turunan pertama dari f(x) adalah 4. 11

7 D. Turunan Fungsi Trigonometri dan Hiperbolik Teorema.1 Turunan Fungsi Sin (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 :18): Jika f(x) = sin x, maka f (x) = cos x. Bukti: Berdasarkan Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h f (x) = lim h 0 sin(x + h) sin x h f (x) = lim h 0 sin x cos h + cos x sin h sin x h f (x) = lim ( sin x ( 1 cos h ) + cos x ( sin h h 0 h h )) f (x) = ( sin x) (lim ( 1 cos h )) + (cos x) (lim ( sin h h 0 h h 0 h )) f (x) = ( sin x). 0 + (cos x). 1 = cos x Terbukti. Teorema. Turunan Fungsi Cos (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 :18): Jika f(x) = cos x, maka f (x) = sin x. 1

8 Bukti: Berdasarkan Definisi (.5), sehingga f (x) = lim h 0 f(x + h) f(x) h f (x) = lim h 0 cos(x + h) cos x h f (x) = lim h 0 cos x cos h sin x sin h cos x h f (x) = lim ( cos x ( 1 cos h ) sin x ( sin h h 0 h h )) f (x) = ( cos x) (lim ( 1 cos h )) (sin x) (lim ( sin h h 0 h h 0 h )) f (x) = ( cos x). 0 (sin x). 1 = sin x Terbukti. Teorema.3 Turunan Fungsi Sinh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 541): Jika f(x) = sinh x, maka f (x) = cosh x. Bukti: Bentuk lain dari sinh x adalah ex e x, sehingga f(x) = ex e x 13

9 f(x) = ex e x f(x) = ex e x f(x) = 1 ex 1 e x f (x) = 1 ex + 1 e x f (x) = ex + e x f (x) = cosh x Terbukti. Teorema.4 Turunan Fungsi Cosh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 541): Jika f(x) = cosh x, maka f (x) = sinh x. Bukti: Bentuk lain dari cosh x, adalah ex +e x, sehingga f(x) = ex + e x f(x) = ex + e x 14

10 f(x) = 1 ex + 1 e x f (x) = 1 ex 1 e x f (x) = ex e x f (x) = sinh x Terbukti. Berikutnya akan dibahas tentang integral tentu. Integral tentu pada BAB III digunakan untuk menentukan luasan perambatan panas pada suatu interval tertutup, berikut penjelasannya. E. Integral Tentu Diberikan sebuah fungsi pada interval [a, b] kemudian dipartisi terhadap sumbu x sebanyak n seperti tampak pada Gambar (.) berikut ini. x 1 x x n Titik Partisi x 0 x 1 x.... x n 1 x n = b Titik Sampel Partisi x 1 x.... x n Gambar. Partisi Sumbu x 15

11 Pada Gambar (.) merupakan partisi sumbu x dengan titik titik partisi a = x 0 < x 1 < x < < x n 1 < x n = b. Apabila disketsakan pada sumbu x dan sumbu y, diperoleh bentuk partisi berupa persegi panjang, maka jumlahan semua persegi panjang dengan banyaknya partisi n disebut Jumlahan Riemann. Pada Prinsipnya konsep Integral merupakan Jumlahan Riemann. Langkah-langkah penyelesaian sebagai berikut ini. 1. Partisi fungsi f(x) menjadi beberapa bagian misalkan banyak partisi n, dalam hal ini semakin banyak partisinya semakin bagus, karena nilainya akan mendekati nilai eksak atau dengan kata lain errornya sangat kecil.. Apabila kita akan menentukan hasil dari f(x) pada interval [a,b], maka tentukan jarak di setiap partisinya x i = x i x i 1, dengan i = 1,,3. n. 3. Setelah itu tentukan nilai dari f(x i ). 4. Kemudian gunakan konsep jumlahan luas persegi panjang yaitu n i=1 f(x i )( x i ) (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010:363). Definisi.6 Integral Tentu (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010: 363): Andaikan f suatu fungsi yang didefinisikan pada selang tertutup [a,b]. Jika n lim f(x i ) x i P 0 i=1 b ada, kita katakan f adalah terintegralkan pada [a,b]. Lebih lanjut f(x) dx a disebut integral tentu (atau integral Riemann) f dari a ke b, diberikan oleh 16

12 b n f(x)dx = lim f(x i ) x i. P 0 a i=1 Contoh.5: Akan ditentukan luas daerah f(x) = x + pada interval [ 1,]. Apabila grafik f(x) = x + disketsakan dalam koordinat kartesius, maka tampak pada Gambar (.3). y f(x) = x + 1 O x Gambar.3 Fungsi f(x) = x + dipartisi sebanyak n Apabila pada interval [ 1,] dipartisi sebanyak n bagian, maka diperoleh jarak antar partisi x i = ( 1) n = 3 n dengan x i = x i x i 1, i = 1,,3, n. Dengan partisi pada interval [a, b] adalah a = x 0 < x 1 < x < x 3 < x n 1 < x n = b. 17

13 x 0 = 1 x 1 = 1 + x = 1 + ( 3 n ) x = 1 + x = 1 + ( 3 n ) x 3 = x = ( 3 n )... x n 1 = 1 + (n 1) x = 1 + (n 1) ( 3 n ) x n = 1 + n x = 1 + n ( 3 n ) = karena x i merupakan titik-titik di ujung sebelah kanan di setiap partisinya, sehingga diperoleh x i = x i = 1 + i ( 3 n ) dan f(x i ) = x i + = ( 1 + i ( 3 ) ) + = 1 + i n (3 ). Oleh karena itu diperoleh n n (x + ) dx = lim f(x i ) x i P 0 1 i=1 n = lim (1 + i (3 P 0 n )) (3 n ) i=1 18

14 n n = lim (( ( 3 P 0 n ) ) + (( 9 n) i)) i=1 i=1 = lim (( 3 n n ) n + ( 9 n) ( n)) = lim (( 3 n n ) n + ( 9 + 1) n) (n(n )) = lim n (3 + 9 (1 + 1 n )) = = 7 1. Jadi, hasil dari (x + ) dx = 7 1 satuan luas. 1 Teorema.5 Teorema Dasar Kalkulus (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 37): Misalkan f kontinu pada interval [a, b] dan misalkan F antiturunan dari f, sehingga b f(x)dx = F(b) F(a). a Bukti: Misalkan P: a = x 0 < x 1 < x < x 3 < < x n 1 < x n = b adalah partisi pada interval [a, b], sehingga 19

15 F(b) F(a) = (F(x n ) F(x n 1 )) + (F(x n 1 ) F(x n )) + + (F(x ) F(x 1 )) + (F(x 1 ) F(x 0 )) n F(b) F(a) = (F(x i ) F(x i 1 )). i=1 Menurut Teorema nilai rata-rata turunan F pada selang [x i 1, x i ] adalah F(x i ) F(x i 1 ) = F (x i )(x i 1, x i ) = f(x i ) x i Sehingga diperoleh F(b) F(a) = (f(x i ) x i ). n i=1 Apabila partisinya diambil sangat kecil P 0, maka n b F(b) F(a) = lim (f(x P 0 i ) x i ) = f(x)dx. i=1 a Terbukti. Contoh.6: π Akan ditentukan hasil dari cos((n 1)x)dx. 0 Berdasarkan Teorema (.5), sehingga diperoleh π 1 cos((n 1)x)dx = ( n 1 ) sin((n 1)x)] 0 0 π 0

16 π 1 cos((n 1)x)dx = (( ) sin((n 1)π)) 0 n 1 0 π 1 cos((n 1)x)dx = (( n 1 ) sin((n 1)π)) = ( 1 n 1 ). 0 = 0 0 π Jadi, hasil dari cos((n 1)x)dx 0 = 0. F. Integral Parsial Misalkan f(x) = u(x)v(x), maka turunan pertama dari f(x) adalah f (x) = u (x)v(x) + u(x)v (x). (.10) Apabila Persamaan (.10) diintegralkan, maka f (x) dx = (u (x)v(x) + u(x)v (x))dx u(x)v(x) = (u (x)v(x)) dx + (u(x)v (x)) dx (u(x)v (x)) dx = u(x)v(x) (u (x)v(x)) dx (.11) karena dv = v (x)dx dan du = u (x)dx, sehingga Persamaan (.11) menjadi u(x)dv = u(x)v(x) v(x)du. (.1) Persamaan (.1) merupakan rumus integral parsial (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 579). 1

17 Contoh.7: Akan ditentukan hasil dari e x sin 4x dx. Berdasarkan Persamaan (.1), sehingga diperoleh e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x ex cos xdx + c e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x (1 4 ex sin 4x 1 4 ex sin 4x) + c e x sin 4x dx = 1 4 ex cos 4x ex sin 4x 1 16 ex sin 4x + c ex sin 4x dx = 4 16 ex cos 4x ex sin 4x + c e x sin 4x dx = 4 17 ex cos 4x ex sin 4x + c e x sin 4x dx = 1 17 ex ( 4cos 4x + sin 4x) + c. Jadi, hasil dari e x sin 4x dx = 1 17 ex ( 4cos 4x + sin 4x) + c. G. Teorema Nilai Rata-Rata Integral Teorema ini digunakan untuk membuktikan bahwa dalam suatu perambatan panas pada suatu interval tertutup, dan proses perambatan panasnya diasumsikan kontinu, maka terdapat minimal satu titik yang terdapat dalam interval tertutup tersebut.

18 Teorema.6 Teorema Nilai Rata-Rata Integral (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 010 : 387): Jika fungsi f kontinu pada interval [a, b], maka terdapat suatu bilangan c yang terletak diantara a dan b, sedemikian sehingga b f(t) dt = f(c)(b a). a Bukti: Andaikan didefinisikan suatu fungsi G(x) sebagai berikut x G(x) = f(t)dt a, a x b Berdasarkan teorema nilai rata-rata turunan yang mengatakan bahwa andaikan didefinisikan G(x), maka terdapat nilai c pada interval (a, b), sehingga G(b) G(a) = G (c)(b a) b f(t)dt 0 = G (c)(b a) a (.13) x a karena G (x) = D x ( f(t)dt). Hal ini akan berakibat nilai dari G (c) = f(c), sehingga Persamaan (.13) menjadi f(c) = b a f(t)dt b a Terbukti. 3

19 H. Persamaan Diferensial Definisi.7 Persamaan Diferensial (Ross,L.S, 1984:3): Persamaan Diferensial adalah persamaan yang memuat turunan-turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas. Secara umum Persamaan Diferensial dibedakan menjadi dua, yaitu Persamaan Diferensial Biasa(PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial(PDP). Definisi.8 Persamaan Diferensial Biasa (Ross, L.S, 1984:4): Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah persamaan yang memuat turunanturunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. Definisi.9 Persamaan Diferensial Parsial (Ross, L.S, 1984:4): Persamaan Diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang memuat turunan-turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel bebas. Persamaan Diferensial Parsial biasanya dinotasikan dengan u untuk turunan pertama fungsi atas variabel tak bebas u terhadap variabel bebas x. Untuk turunan parsial kedua, ketiga sampai turunan ke n berturut-turut dinotasikan x sebagai u, 3 u, 4 u, n u x x 3 x 4 xn. Persamaan Diferensial Parsial juga dapat dinotasikan u xx, u untuk turunan kedua fungsi atas u terhadap x. Contoh.8: 4

20 dy + 5y = ex dx (.14) dx dt + dy dt = x + y (.15) u t = u (.16) c x u x = u t u t (.17) Berdasarkan Contoh (.8), sesuai dengan Definisi (.8) dan Definisi (.9) tentang Persamaan Diferensial biasa dan Persamaan Diferensial Parsial, dapat disimpulkan bahwa Persamaan (.14) dan Persamaan (.15) merupakan Persamaan Diferensial biasa. Hal itu karena Persamaan (.14) terdapat satu variabel bebas yaitu x, dan satu variabel tak bebas yaitu y, sedangkan Persamaan (.15) terdapat satu variabel bebas yaitu t, dan ada dua variabel tak bebas yaitu x, y. Persamaan (.16) dan Persamaan (.17) merupakan Persamaan Diferensial parsial, karena Persamaan (.16) terdapat dua variabel bebas yaitu x, t dan satu variabel tak bebas u. Untuk Persamaan (.17) terdapat dua variabel bebas yaitu x, t dan satu varibel tak bebas u. Selanjutnya akan dibahas tentang persamaan Diferensial parsial (PDP). Definisi.10 (James W.B & Ruel V. Churchill 1993:4): Bentuk umum Persamaan Diferensial parsial linear orde adalah 5

21 Au xx + Bu yy + Cu xy + Du x + Eu y + Fu = G (.18) dengan u = u(x, y), dimana A, B, C,.... G merupakan konstanta atau fungsi dalam x dan y. Apabila nilai dari G = 0, maka Persamaan (.18) dikatakan sebagai persamaan Diferensial parsial homogen. Jika nilai G 0, maka Persamaan (.18) dikatakan Persamaan Diferensial parsial nonhomogen. Selanjutnya akan dibahas tentang Prinsip Superposisi. Teorema.7 Prinsip Superposisi (Dennis G Zill, 005:130): Jika y 1, y, y 3, y k adalah solusi dari Persamaan Diferensial homogen berorde n dari Persamaan (.17) pada interval I, maka kombinasi linearnya adalah y = c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x) dimana c i untuk i = 1,,.... k adalah konstanta, juga solusi dalam interval I. Bukti : Misalkan L didefinisikan sebagai operator Diferensial dan y 1 (x),y (x), y 3 (x), y k (x) adalah solusi dari persamaan homogen, sehingga L(y(x)) = 0. Jika didefinisikan y = c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x), maka linearitas dari L adalah L(y) = L(c 1 y 1 (x) + c y (x) + c 3 y 3 (x) + + c k y k (x)) L(y) = c 1 L(y 1 (x)) + c L( y (x)) + c 3 L(y 3 (x)) + + c k L(y k (x)) 6

22 karena nilai dari L(y(x)) = 0, maka L(y) = c c. 0 + c c k. 0 = 0 (Terbukti). I. Solusi Persamaan Diferensial Parsial 1. Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas Untuk ilustrasi yang lebih mudah, dalam hal ini diambil tinjauan sebuah batang logam dengan panjang l yang dipanasi dengan suhu tertentu. Misalkan u(x, 0) menyatakan suhu pada posisi x saat waktu t sama dengan nol dan 0 < x < l, sehingga suhu saat t = 0 untuk setiap posisi dikatakan masalah nilai awal. Secara umum syarat batas dibedakan menjadi tiga yaitu syarat batas Dirichlet, syarat Neumann, dan syarat batas Robin atau Campuran dari syarat batas Dirichlet dan Neumann. Syarat batas Dirichlet adalah syarat batas yang kedua ujung batang logam dipertahankan nol derajat, dalam hal ini yang digunakan untuk mempertahankan suhunya nol derajat adalah benda yang bersifat isolator. Misalkan u(x, t) merupakan suhu pada posisi x saat waktu ke t. Apabila syarat batas Dirichlet dituliskan dalam bentuk notasi matematika, maka u(0, t) = u(l, t) = 0 dengan t > 0. Syarat batas Neumann adalah syarat batas yang perubahan suhu di kedua ujung batang logam dipertahankan 0 derajat. Misalkan u(x,t) x merupakan perubahan suhu terhadap posisi. Apabila syarat batas Neumann dituliskan dalam notasi matematika, maka u(0,t) x = u(l,t) x = 0 dengan t > 0. 7

23 Syarat batas Robin adalah syarat batas yang perubahan suhu pada posisi x = 0 dipertahankan nol derajat, sedangkan suhu pada posisi x = l dipertahankan nol derajat. Apabila dituliskan dalam notasi matematika, maka u(0,t) x = u(l, t) = 0 dengan t > 0. Syarat batas Robin disebut juga syarat batas campuran. Hal ini dikarenakan, syarat batas Robin merupakan kombinasi linear dari dari syarat batas Dirichlet dan Neumann (Dean G. Duffy, 003 : 648).. Masalah Sturm-Liouville dan Fungsi Eigen Definisi.11 Masalah Sturm-Liouville (Dean G. Duffy, 003:501): Diberikan Persamaan Diferensial linear berorde berikut ini d dx dy [p(x) ] + [q(x) + λr(x)]y = 0 dx p(x) d y dx + p (x) dy dx + [q(x) + λr(x)]y = 0, untuk a x b (.19) dengan syarat batas αy(a) + βy (a) = 0 dan γy(a) + δy (b) = 0. Dalam hal ini nilai dari p(x), q(x), dan r(x) merupakan fungsi bilangan real atas x, λ adalah suatu parameter. Nilai dari α, β, γ, δ merupakan suatu konstanta real, sedangkan nilai dari p(x) dan r(x) merupakan suatu fungsi yang kontinu dan positif yang terletak pada interval a x b, sehingga Persamaan (.19) disebut sebagai Masalah Sturm-Liouville. Ketika p(x) atau r(x) hilang di salah satu ujung interval [a, b] atau pada interval tak terbatas, masalah ini merupakan masalah Sturm-Liouville tunggal. Dengan mempertimbangkan solusi untuk masalah reguler Sturm-Liouville, diperoleh 8

24 solusi y = 0 untuk semua nilai λ. Namun, solusi nontrivial ada jika diambil nilai tertentu, nilai ini disebut nilai karakteristik atau nilai eigen. Nilai yang sesuai solusi nontrivial adalah disebut fungsi karakteristik atau fungsi eigen. (Dean G. Duffy, 003 : 50). Selanjutnya, akan ditentukan akar-akar karakteristik dari Persamaan (.19). Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linear homogen orde dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Akar-akar karakteristik riil berbeda Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) adalah a dan b, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 e ax + c e bx = c 1 cosh(ax) + c sinh (bx).. Akar-akar karakteristik riil kembar Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) suatu akar riil kembar yaitu a, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 e ax + c xe ax. 3. Akar-akar karakteristik bilangan kompleks Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (.19) adalah a + ib dan a ib, maka solusi umum dari Persamaan (.19) adalah y = c 1 cos(bx) + c sin(bx) (Ross,L.S, 1984 :16). 9

25 Contoh.9: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.0) X"(x) k X(x) = 0. (.0) Persamaan karakteristik pada Persamaan (.0) adalah m k = 0 (m k)(m + k) = 0 m 1, = ±k sehingga solusi umum Persamaan (.0) adalah X(x) = c 3 e kx + c 4 e kx X(x) = ( c 1 + c ) e kx + ( c 1 c ) e kx X(x) = ( c 1 ) ekx + ( c ) ekx + + ( c 1 ) e kx ( c ) e kx X(x) = ( c 1 ) ekx + ( c 1 ) e kx + ( c ) ekx ( c ) e kx X(x) = c 1 ( ekx + e kx ) + c ( ekx e kx ) X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Jadi, solusi umum dari Persamaan (.0) adalah 30

26 X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Contoh.10: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.1) X"(x) kx (x) + k X(x) = 0. (.1) Persamaan karakteristik dari Persamaan (.1) adalah m km + k = 0 (m k) = 0 m 1, = k Jadi, solusi umum dari Persamaan (.1) adalah X(x) = c 1 e kx + c xe kx. Contoh.11: Akan ditentukan solusi umum dari Masalah Sturm-Liouville pada Persamaan (.) X"(x) + k X(x) = 0. (.) Persamaan karakteristik dari Persamaan (.) adalah m + k = 0 m = ± k 31

27 m 1, = ±ki sehingga solusi umum Persamaan (.) adalah X(x) = c 3 e kxi + c 4 e kxi X(x) = c 3 (cos(kx) + i sin(kx)) + c 4 (cos(kx) i sin(kx)) X(x) = c 3 cos(kx) + ic 3 sin(kx) + c 4 cos(kx) c 4 i sin(kx) X(x) = c 3 cos(kx) + c 4 cos(kx) + ic 3 sin(kx) c 4 i sin(kx) X(x) = (c 3 + c 4 )cos(kx) + i(c 3 c 4 ) sin(kx) X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx) Jadi, solusi umum dari Persamaan (.) adalah X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx). 3. Ortogonal Fungsi Eigen Diberikan fungsi f(x) yang terdefinisi pada interval a < x < b. Kita dapat menuliskan f(x) dalam bentuk fungsi eigen y n (x), sehingga f(x) = c n y n (x). n=1 (.3) Setelah itu kalikan Persamaan (.3) dengan r(x)y m (x) dengan m adalah bilangan bulat dan integralkan Persamaan (.3)dengan batas bawah a dan batas atas b. Persamaan (.3) dapat dituliskan menjadi 3

28 b b r(x)f(x)y m (x)dx = c n r(x) y n (x)y m (x)dx a n=1 a (.4) Bentuk Orthogonal yang berada di ruas kanan di Persamaan (.4) nilainya akan sama dengan 0, kecuali nilai m = n, sehingga Persamaan (.4) menjadi b b r(x)f(x)y m (x)dx = c m r(x) y m (x)y m (x)dx a a c m = b a r(x)f(x)y m(x)dx b r(x) y m (x)dx a (.5) kemudian Persamaan (.5) disebut sebagai Koefisien Fourier secara umum (Dennis & Michael, 009:401). 4. Metode Separasi Variabel Metode Separasi Variabel merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah persamaan Diferensial parsial. Pada prinsipnya metode ini adalah mengkonversikan masalah persamaan Diferensial parsial ke dalam persaman Diferensial biasa.langkah-langkah penyelesaian(dean G. Duffy, 003 : 574): 1. Subtitusi fungsi dari solusi Persamaan diferesial parsial dan pisahkan fungsi yang memuat satu variabel diruas yang berbeda dengan operasi setiap fungsinya adalah perkalian.. Ambil konstanta pemisah, misalkan λ dengan λ merupakan bilangan riil. 3. Pisahkan masing-masing variabel, sehingga diperoleh Persamaan diferensial biasa. 33

29 4. Berdasarkan langkah 3, pisahkan menjadi 3 kemungkinan, yaitu nilai λ < 0, λ = 0 dan λ > 0 dengan mengambil subtitusi pada syarat batas. 5. Berdasarkan langkah 4 tentukan nilai eigen dan fungsi eigen. 6. Selesaikan masalah persamaan diferensial biasa untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah Gunakan prinsip superposisi untuk memperoleh solusi umum persamaan diferensial linear homogen orde. Contoh.1: u t = u (.6) c x. dengan syarat batas Dirichlet u(0, t) = u(l, t) = 0. Langkah penyelesaian: 1. Ambil subtitusi fungsi dari solusi Persamaan diferesial parsial dan pisahkan fungsi yang memuat satu variabel diruas yang berbeda dengan operasi setiap fungsinya adalah perkalian. Ambil substitusi u(x, t) = X(x)T(t), sehingga diperoleh u t = X(x)T"(t) dan u x = X"(x)T(t), kemudian hasilnya disubtitusikan ke Persamaan (.6), maka diperoleh u t = u c x 34

30 X(x)T"(t) = c (X"(x)T(t)) (.7). Ambil konstanta pemisah, misalkan λ dengan λ merupakan bilangan riil. Sehingga, Persamaan (.7) menjadi X(x)T"(t) = c (X"(x)T(t)) = λ. (.8) 3. Pisahkan masing-masing variabel, sehingga menjadi Persamaan diferensial biasa. T"(t) c T(t) = X"(x) X(x) = λ. (.9) Berdasarkan Persamaan (.9), sehingga diperoleh Masalah Sturm-Liouville X"(x) X(x) = λ (.30) T"(t) c T(t) = λ. (.31) 4. Berdasarkan langkah 3, pisahkan menjadi 3 kemungkinan, yaitu nilai λ < 0, λ = 0 dan λ > 0 dengan mengambil subtitusi pada syarat batas. Kemungkinan 1: untuk nilai λ = k < 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) k X(x) = 0. (.3) Solusi umum Persamaan (.3) adalah X(x) = c 1 cosh(kx) + c sinh(kx). Syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 cosh(kx) + C sinh (kx) 35

31 X(0) = C 1 cosh(k. 0) + C sinh (k. 0) 0 = C C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 cosh(kx) + C sinh (kx) X(l) = 0. cosh(kl) + C sinh (kl) 0 = C karena C 1 = C = 0, sehingga untuk nilai λ = k < 0 diperoleh solusi trivial. Kemungkinan : untuk nilai λ = 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) = 0. (.33) Apabila kedua ruas pada Persamaan (.33) diintegralkan, maka diperoleh X"(x)dx = 0 dx X (x) = c X (x)dx = c dx X(x) = c 1 + c x. Syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 + C x X(0) = C 1 + C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 + C x 36

32 X(l) = 0 + C. l C = 0 karena C 1 = C = 0, sehingga untuk nilai λ = 0 diperoleh solusi trivial. Kemungkinan 3: untuk nilai λ = k > 0, sehingga Persamaan (.30) menjadi X"(x) + k X(x) = 0. (.34) Solusi umum Persamaan (.34) adalah X(x) = c 1 cos(kx) + c sin(kx) syarat batas X(0) = 0 X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx) X(0) = C 1 cos (k. 0) + C sin (k. 0) 0 = C C. 0 C 1 = 0 syarat batas X(l) = 0 X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx) X(l) = 0. cos (kl) + C sin (kl) 0 = C sin(kl). Agar diperoleh solusi nontrivial, maka nilai C 0. Tetapi nilai dari sin(kl) = 0 kl = nπ, n = 1,,3. (.35) 37

33 5. Berdasarkan langkah 4, tentukan nilai eigen dan fungsi eigen. Nilai dari k pada Persamaan (.35) bergantung dengan n, sehingga k = k n. Oleh karena itu Persamaan (.35) dapat dituliskan k n l = nπ, n = 1,,3. k n = nπ l, n = 1,,3. Karena nilai dari X(x) = C 1 cos (kx) + C sin (kx), dengan C 1 = 0, sehingga X(x) = C sin (kx). Nilai dari k bergantung pada n, hal tersebut berakibat nilai dari X(x) juga bergantung pada n. Jadi, fungsi eigen dari Persamaan (.34) adalah X n (x) = C sin ( nπ l x) dengan n = 1,,3,4. (.36) 6. Selesaikan masalah persamaan diferensial biasa untuk variabel yang lain dengan menggunakan nilai eigen yang diperoleh pada langkah 5. Selanjutnya akan ditentukan solusi dari Persamaan T"(t) c T(t) = λ. (.37) Mengingat nilai λ yang memenuhi adalah λ = k > 0 dan nilai k bergantung pada n. Hal itu berakibat nilai dari T(t) juga bergantung pada n, sehingga λ n = k n = ( nπ l ), n = 1,,3. Persamaan (.37) dapat dituliskan menjadi T"(t) + c k T(t) = 0 38

34 dan diperoleh solusi dari Persamaan (.37) adalah T(t) = C 3 cos(ckt) + C 4 sin(ckt) T n (t) = (C 3 ) n cos ( nπct l ) + (C 4 ) n sin ( nπct ) l (.38) 7. Gunakan prinsip superposisi untuk memperoleh solusi umum persamaan diferensial linear homogen orde. Berdasarkan Persamaan (.36) dan Persamaan (.38) nilai dari X(x), T(t) bergantung pada n, sehingga nilai dari u(x, t) juga bergantung pada n. Oleh karena itu, u(x, t) = X(x). T(t) dapat dituliskan menjadi u n (x, t) = ((C 3 ) n cos ( nπct l ) + (C 4 ) n sin ( nπct )) (C l sin ( nπ l x)) (.39) dengan n = 1,,3 Apabila Persamaan (.39) diubah dengan menggunakan prinsip superposisi, maka didapatkan u(x, t) = ((C 3 ) n cos ( nπct ) + (C l 4 ) n sin ( nπct )) (C l sin ( nπ l x)) n=1 (Walter A. Strauss, 199 : 83). 5. Deret Fourier Definisi.1 Deret Fourier ( Dennis G Zill & Warren Wright 013: 47): Deret fourier pada fungsi f yang terdefinisi pada interval ( p, p)adalah dengan f(x) = a 0 + (a ncos ( nπx p ) + b nsin ( nπx p )) n=1 39

35 p a 0 = 1 p f(x)dx a n = 1 p b n = 1 p p p f(x)cos (nπx p ) dx p p f(x)sin (nπx p ) dx p Contoh.13: x, jika 1 < x < 0 Akan ditentukan deret Fourier dari f(x) = { x, jika 0 < x < 1. Berdasarkan Definisi (.1) tentang deret Fourier, sehingga diperoleh nilai dari 0 a 0 = 1 1 ( xdx + xdx) = 1 x ] a n = 1 1 ( xcos(nπx)dx + xcos(nπx)dx) x ] = 1 0 a n = x n sin(nπx) 1 0 n cos(nπx)] + x 1 n sin(nπx) n cos(nπx)] 0 a n = (nπ) (( 1)n 1) 0 b n = 1 1 ( xsin(nπx)dx + xsin(nπx)dx) =

36 b n = x n cos(nπx) 1 n sin(nπx)] 1 Jadi, deret Fourier dari f(x) adalah 0 + x n sin(nπx) n cos(nπx)] = 0 0 f(x) = a 0 + (a ncos ( nπx p ) + b nsin ( nπx p )) n=1 f(x) = 1 + ( (nπ) (( 1)n 1)cos(nπx)) n=1 f(x) = 1 4 π ( cos(nπx) n ) n=1,3,5 (Mayer Humi & William B. Miller, 199:80). J. Sifat-Sifat Perambatan Panas Menurut Holman(010:6), dalam proses perambatan panas terdapat beberapa sifat yang perlu diperhatikan, diantaranya. 1. Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang rendah.. Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduksi bahan penyusunnya. 3. Ketebalan batang logam, panjang batang logam, luas penampang, dan volume penampang. 41

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI

PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Di erensial Orde-2 oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 75 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 75 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 75 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61

Matematika I: Turunan. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 61 Matematika I: Turunan Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 61 Outline 1 Garis Singgung Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 61 Outline 1 Garis Singgung

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) =

= F (x)= f(x)untuk semua x dalam I. Misalnya F(x) = Nama : Deami Astenia Purtisari Nim : 125100300111014 Kelas : L / TIP A. Integral Integral merupakan konsep yang bermanfaat, kegunaan integral terdapat dalam berbagai bidang. Misalnya dibidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c

: Pramitha Surya Noerdyah NIM : A. Integral. ʃ f(x) dx =F(x) + c Nama : Pramitha Surya Noerdyah NIM : 125100300111022 Kelas/Jur : L/TIP A. Integral Integral dilambangkan oleh ʃ yang merupakan lambang untuk menyatakan kembali F(X )dari F -1 (X). Hitung integral adalah

Lebih terperinci

LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI

LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SUATU FUNGSI Afrizal, S.Pd, M.PMat Matematika MAN Kampar Juli 2010 Afrizal, S.Pd, M.PMat (Matematika) Luas Daerah Dibawah Kurva Juli 2010 1 / 29 Outline Outline 1 Limit dan Turunan

Lebih terperinci

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 5: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu - Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Review

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5.

16. INTEGRAL. A. Integral Tak Tentu 1. dx = x + c 2. a dx = a dx = ax + c. 3. x n dx = + c. cos ax + c. 4. sin ax dx = 1 a. 5. 6. INTEGRAL A. Integral Tak Tentu. dx = x + c. a dx = a dx = ax + c. x n dx = n+ x n+ + c. sin ax dx = a cos ax + c 5. cos ax dx = a sin ax + c 6. sec ax dx = a tan ax + c 7. [ f(x) ± g(x) ] dx = f(x)

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

MATEMATIKA INDUSTRI 1 RESUME INTEGRAL DAN APLIKASI

MATEMATIKA INDUSTRI 1 RESUME INTEGRAL DAN APLIKASI MATEMATIKA INDUSTRI 1 RESUME INTEGRAL DAN APLIKASI Nama : Syifa Robbani NIM : 125100301111002 Dosen Kelas : Nimas Mayang Sabrina S., STP, MP, MSc : L Nimas Nimas Mayang Sabrina S., STP, MP, MSc Mayang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA BAB 2 BIASA 2.1. KONSEP DASAR Persamaan Diferensial (PD) Biasa adalah persamaan yang mengandung satu atau beberapa penurunan y (varibel terikat) terhadap x (variabel bebas) yang tidak spesifik dan ditentukan

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

Matematika I : Limit. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 79

Matematika I : Limit. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 79 Matematika I : Limit Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 79 Outline 1 limit Introduction to Limit Rigorous Study of Limits Limit Theorem Limit Involving Trigonometric

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Pembahasan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri SNMPTN) Bidang Matematika Kode Paket 536 Oleh : Fendi Alfi Fauzi. Nilai p agar vektor 2i + pj + k dan i 2j 2k saling tegak lurus adalah... a) 6

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

DERIVATIVE Arum Handini primandari

DERIVATIVE Arum Handini primandari DERIVATIVE Arum Handini primandari INTRODUCTION Calculus adalah perubahan matematis, alat utama dalam studi perubahan adalah prosedur yang disebut differentiation (deferensial/turunan) Calculus dikembangkan

Lebih terperinci

INTEGRAL (ANTI DIFERENSIAL) Tito Adi Dewanto S.TP

INTEGRAL (ANTI DIFERENSIAL) Tito Adi Dewanto S.TP A. Soal dan Pembahasan. ( x ) dx... Jawaban : INTEGRAL (ANTI DIFERENSIAL) Tito Adi Dewanto S.TP ( x) dx x dx x C x C x x C. ( x 9) dx... x Jawaban : ( x 9) dx. (x x 9) dx x 9x C x x x. (x )(x + ) dx =.

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. ahli matematika lainnya di Kerala School membuat penemuan-penemuan (yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. ahli matematika lainnya di Kerala School membuat penemuan-penemuan (yang BAB LANDASAN TEORI.1 Kalkulus Pada abad ke-14, seorang ahli Matematika asal India, Madhava bersama rekanrekan ahli matematika lainnya di Kerala School membuat penemuan-penemuan (yang nantinya akan menjadi

Lebih terperinci

Suku Banyak Chebyshev

Suku Banyak Chebyshev Bab 3 Suku Banyak Chebyshev Suku banyak Chebyshev, yang diberi nama oleh Pafnuty Chebyshev, merupakan suatu deret dari suku banyak ortogonal yang dapat dituliskan secara rekursif. Suku banyak ini dibedakan

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER Persamaan Differensial Linier Pengertian : Suatu persamaan differensial orde satu dikatakan linier jika persamaan tersebut dapat dituliskan sbb: y + p x y = r(x) (1) linier

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN LINIER NON HOMOGEN Contoh PD linier non homogen orde 2. Bentuk umum persamaan PD Linier Non Homogen Orde 2, adalah sebagai berikut : y + f(x) y + g(x) y = r(x) ( 2-35) Solusi umum y(x) akan didapatkan

Lebih terperinci

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x)

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x) II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Limit Definisi lim f(x) = L, dan mengatakan limit f (x) ketika x mendekati a sama dengan L, jika dapat dibuat nilai f (x) sebarang yang dekat dengan L dengan cara mengambil nilai

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Kalkulus II. Institut Teknologi Kalimantan

Kalkulus II. Institut Teknologi Kalimantan Tim Dosen Kalkulus II Tahun Persiapan Bersama Institut Kalkulus Teknologi II Kalimantan January 31, () 2018 1 / 71 Kalkulus II Tim Dosen Kalkulus II Tahun Persiapan Bersama Institut Teknologi Kalimantan

Lebih terperinci

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel Vol.14, No., 180-186, Januari 018 Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi Metode Pemisahan Variabel M. Saleh AF Abstrak Dalam keadaan distribusi temperatur setimbang (tidak tergantung pada waktu)

Lebih terperinci

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi

Kalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi Kalkulus Diferensial week 09 W. Rofianto, ST, MSi Tingkat Perubahan Rata-rata Jakarta Km 0 jam Bandung Km 140 Kecepatan rata-rata s t 140Km jam 70Km / jam Konsep Diferensiasi Bentuk y/ disebut difference

Lebih terperinci

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR)

BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) BAB II TEOREMA NILAI RATA-RATA (TNR) Teorema nilai rata-rata menghubungkan nilai suatu fungsi dengan nilai derivatifnya (turunannya), dimana TNR merupakan salah satu bagian penting dalam kuliah analisis

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK TINJAUAN KASUS PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU SECARA ANALITIK ANALYTICALLY REVIEW ON ONE-DIMENSIONAL HEAT EQUATION Oleh: Ahmadi 1), Hartono 2), Nikenasih Binatari 3) Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI

SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI SISTEM BILANGAN RIIL DAN FUNGSI Matematika Juni 2016 Dosen : Dadang Amir Hamzah MATEMATIKA Juni 2016 1 / 67 Outline 1 Sistem Bilangan Riil Dosen : Dadang Amir Hamzah MATEMATIKA Juni 2016 2 / 67 Outline

Lebih terperinci

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T.

Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI. 0 a b X A. b A = f (X) dx a. Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Kode Modul MAT. TKF 20-03 Fakultas Teknik UNY Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif INTEGRASI FUNGSI Y Y = f (X) 0 a b X A b A = f (X) dx a Penyusun : Martubi, M.Pd., M.T. Sistem Perencanaan Penyusunan Program

Lebih terperinci

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f D. URAIAN MATERI 1. Definisi dan Rumus-rumus Turunan Fungsi a. Definisi Turunan Sala satu masala yang mendasari munculnya kajian tentang turunan adala gradien garis singgung. Peratikan Gambar 1. f(c +

Lebih terperinci

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK BAB III KONDUKSI ALIRAN SEDI - DIMENSI BANYAK Untuk aliran stedi tanpa pembangkitan panas, persamaan Laplacenya adalah: + y 0 (6-) Aliran kalor pada arah dan y bisa dihitung dengan persamaan Fourier: q

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Standar Kompetensi BAB 5 TEOREMA SISA Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian

Lebih terperinci

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35 Bab 16 Grafik LIMIT dan TURUNAN Matematika SMK, Bab 16: Limit dan 1/35 Grafik Pada dasarnya, konsep limit dikembangkan untuk mengerjakan perhitungan matematis yang melibatkan: nilai sangat kecil; Matematika

Lebih terperinci

Matematika Teknik I. Prasyarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks

Matematika Teknik I. Prasyarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks Kode Mata Kuliah : TE 318 SKS : 3 Matematika Teknik I Prasarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks Tujuan : Mahasiswa memahami permasalahan teknik dalam bentuk PD atau integral, serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

KALKULUS 1. Oleh : SRI ESTI TRISNO SAMI, ST, MMSI /

KALKULUS 1. Oleh : SRI ESTI TRISNO SAMI, ST, MMSI / Oleh : SRI ESTI TRISNO SAMI, ST, MMSI 08125218506 / 082334051234 E-mail : sriestits2@gmail.com Bahan Bacaan / Refferensi : 1. Frank Ayres J. R., Calculus, Shcaum s Outline Series, Mc Graw-Hill Book Company.

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI lim h 0 f ( x h) f( x) h KELAS : XII IIS SEMESTER GANJIL SMA Santa Angela Bandung Tahun Pelajaran 017/018 XII IIS Semester 1 Tahun Pelajaran 017/018 PENGANTAR : TURUNAN FUNGSI

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

log2 PEMBAHASAN SOAL TRY OUT = = 2 1 = 27 8 = 19 Jawaban : C = = = 2( 15 10) Jawaban : B . 4. log3 1 2 (1) .

log2 PEMBAHASAN SOAL TRY OUT = = 2 1 = 27 8 = 19 Jawaban : C = = = 2( 15 10) Jawaban : B . 4. log3 1 2 (1) . TRY OUT AKBAR UN SMA 08 PEMBAHASAN SOAL TRY OUT. 9 6 4 8 7 Jawaban : C 4 4 = = = 7 8 4 = 9. 5 + = 0 5 = 0 5 = 5 0 = ( 5 0). log5 5 log8 log6 4 log log4 = log5 5 4 log log log6 log4 =. log5 5. 4. log log

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Kalkulus Kode : TSP 102 Pengantar Kalkulus Pertemuan - 1

a home base to excellence Mata Kuliah : Kalkulus Kode : TSP 102 Pengantar Kalkulus Pertemuan - 1 Mata Kuliah : Kalkulus Kode : TSP 102 SKS : 3 SKS Pengantar Kalkulus Pertemuan - 1 TIU : Mahasiswa dapat memahami dasar-dasar Kalkulus TIK : Mahasiswa mampu menjelaskan sistem bilangan real Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

BAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III Diferensial Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada. Turunan Fungsi q Definisi Turunan Fungsi Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat a. Turunan pertama fungsi f di =a ditulis f (a) didefinisikan dengan f ( a h) f ( a) f '( a) lim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 4: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Persamaan

Lebih terperinci

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI lim h 0 f ( x h) f( x) h KELAS : XI MIA SEMESTER : (DUA) SMA Santa Angela Bandung Tahun Pelajaran 06-07 XI MIA Semester Tahun Pelajaran 06 07 PENGANTAR : TURUNAN FUNGSI Modul

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

(b) M merupakan nilai minimum (mutlak) f apabila M f(x) x I..

(b) M merupakan nilai minimum (mutlak) f apabila M f(x) x I.. 3. Aplikasi Turunan a. Nilai ekstrim Bagian ini dimulai dengan pengertian nilai ekstrim suatu fungsi yang mencakup nilai ekstrim maksimum dan nilai ekstrim minimum. Definisi 3. Diberikan fungsi f: I R,

Lebih terperinci

KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA KALKULUS BAB I. PENDAHULUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA BAB I Bilangan Real dan Notasi Selang Pertaksamaan Nilai Mutlak Sistem Koordinat Cartesius dan Grafik Persamaan Bilangan Real dan Notasi Selang Bilangan

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL Dra.Sri Rejeki Dwi Putranti, M.Kes. Fakultas Teknik - Universitaas Yos Soedarso Surabaya Email : riccayusticia@gmail.com Abstrak Hubungan antara Differensial dan

Lebih terperinci

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. 1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. Jika persamaan diferensial memiliki satu peubah tak bebas maka disebut Persamaan Diferensial

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 25 September 2013

Hendra Gunawan. 25 September 2013 MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 25 September 2013 Kuis 1 (Kuliah yang Lalu) 1. Selesaikan pertaksamaan 2x 3 < x. 2. Diketahui i f(x) ) = x 2 sin (1/x) untuk x 0 dan f(0) = 0.

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq

MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO REFERENSI E-BOOK REFERENSI ONLINE SOS Mathematics http://www.sosmath.com/diffeq/diffeq.html Wolfram Research Math World http://mathworld.wolfram.com/ordinarydifferentialequation.h

Lebih terperinci