BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan diferensial, masalah nilai awal dan syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda hingga. A. Persamaan Diferensial Persamaan diferensial muncul dalam banyak penerapan teknik dan penerapan lain, seperti model matematis dari sistem fisis dan sistem lainnya. Sistem fisis merupakan sistem yang berkaitan dengan hukum alam yang dibahas dalam fisika. Dengan membentuk permasalahan menjadi model persamaan diferensial, sistem fisis akan lebih mudah dipahami. Persamaan diferensial didefinisikan sebagai berikut Definisi 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan-turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Ross, 1984:3) Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.definisi dari kedua jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut. 7

2 Definisi 2.2 Persamaan Diferensial Biasa Persamaan diferensial biasa adalah suatu persamaan yang memuat turunanturunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. (Ross, 1984:4) Definisi 2.3 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan yang memuat turunanturunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel bebas. (Ross, 1984:4) Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa atau parsial Contoh 2.1 (2.1) (2.2) (2.3) Berdasarkan Contoh (2.1) serta mengacu pada Definisi (2.2) dan Definisi (2.3), Persamaan (2.1) dan Persamaan (2.2) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial biasa. Pada Persamaan (2.1), terdapat satu variabel tak bebas dan satu variabel bebas. Begitu pula pada Persamaan (2.2), terdapat dua variabel tak bebas yaitu dan serta satu variabel bebas yaitu. Sedangkan untuk 8

3 Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan variabel tak bebas dan variabel bebas dan. Tingkat turunan tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial disebut orde persamaan diferensial, yang didefinisikan sebagai berikut Definisi 2.4 Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari semua turunan yang terdapat pada persamaan diferensial tersebut. Sebagai ilustrasi dari definisi orde tersebut, perhatikan contoh berikut ini Contoh 2.2 (2.4) (2.5) (2.6) Dalam Contoh (2.2) tersebut, Persamaan (2.4) merupakan persamaan diferensial biasa berorde dua; Persamaan (2.5) merupakan persamaan diferensial biasa berorde empat; dan Persamaan (2.6) merupakan persamaan diferensial parsial berorde dua. Berdasarkan hubungan dengan variabel tak bebasnya, persamaan diferensial orde, dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial linear dan persamaan diferensial non linear. Perhatikan definisi berikut ini. 9

4 Definisi 2.5 Persamaan diferensial biasa orde dengan variabel tak bebas dan variabel bebas, dapat dinyatakan dalam bentuk Dimana (Ross, 1984:5) Persamaan diferensial dikatakan memiliki bentuk linear jika memenuhi syaratsyarat berikut ini (Ross, 1984:5): (1) Derajat dari variabel tak bebas dan turunan-turunannya adalah satu. (2) Tidak ada perkalian antara variabel tak bebas dengan turunan-turunannya maupun perkalian antara turunan dengan turunannya. (3) Tidak ada fungsi transenden dari variabel-variabel tak bebas Persamaan diferensial yang tidak memenuhi ketiga syarat tersebut dikatakan sebagai persamaan diferensial non linear. Selanjutnya akan dibahas mengenai persamaan diferensial homogen dan persamaan diferensial tak homogen. Berikut ini merupakan definisi dari persamaan diferensial homogen dan tak homogen. Definisi 2.6 Diberikan persamaan diferensial linear orde dengan satu variabel tak bebas dan satu variabel bebas yang terdefinisi pada domain I dalam bentuk 10

5 dengan. Persamaan diferensial tersebut dikatakan homogen jika, dan dikatakan tak homogen jika (Duffy, 2003:125). Untuk memahami Definisi (2.6) perhatikan beberapa contoh berikut ini Contoh 2.3 (2.7) (2.8) (2.9) Dalam Contoh (2.3) tersebut, Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial orde dua yang linear dan homogen, Persamaan (2.8) persamaan diferensial orde empat yang linear dan tak homogen, Persamaan (2.9) bukan persamaan diferensial linear. Sebelum dibahas mengenai persamaan diferensial, kelinearan dan kehomogenan, selanjutnya akan dibahas teorema mengenai prinsip superposisi yang berlaku untuk persamaan diferensial homogen orde. Teorema 2.1 Diberikan homogen berorde adalah penyelesaian dari persamaan diferensial pada interval, maka kombinasi linear 11

6 Dengan adalah konstanta, juga merupakan penyelesaian dalam interval (Zill, 2013:120). Bukti Misalkan didefinisikan sebagai operator diferensial dan adalah penyelesaian dari persamaan diferensial homogen, sehingga ( ). Jika didefinisikan, maka linearitas dari adalah ( ) ( ) ( ) ( ) Karena nilai dari ( ), maka. Sehingga, Teorema (2.1) telah terbukti. B. Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas Ketika mencari penyelesaian terhadap persamaan diferensial, seringkali menjumpai penyelesaian yang masih dalam bentuk umum. Namun, jika akan mencari suatu penyelesaian khusus, maka diperlukan suatu kondisi tertentu. Pada persamaan diferensial biasa yang hanya mengandung satu variabel bebas, satu bentuk kondisi tertentu saja sudah cukup untuk mendapatkan penyelesaian khusus.hal ini sedikit berbeda untuk persamaan diferensial parsial.dalam persamaan diferensial parsial, diperlukan dua bentuk kondisi tertentu karena terdapat lebih dari satu variabel bebas.kondisi yang diperlukan untuk 12

7 menyelesaikan persamaan diferensial pasial adalah kondisi awal dan kondisi batas (Strauss, 1992:20). Kondisi awal atau yang biasa disebut nilai awal adalah kondisi yang harus dipenuhi pada awal waktu tertentu (Humi,1992:50). Dengan demikian, nilai awal pada persamaan diferensial parsial berhubungan dengan waktu awal. Sebagai contohnya, suatu persamaan gelombang mempunyai nilai awal dan. Nilai awal menyatakan bahwa pada saat bentuk gelombangnya adalah, sedangkan menyatakan bahwa kecepatan awal yang diberikan pada gelombang adalah Kondisi batas atau yang disebut sebagai syarat batas adalah suatu kondisi yang harus dipenuhi pada batas-batas domain terkait dengan ruang (Humi, 1992:42). Sebagai contohnya, diberikan suatu persamaan gelombang dengan syarat batas. Syarat batas menunjukkan bahwa simpangan di titik pada waktu dipertahankan nol, dan syarat batas menunjukkan bahwa simpangan di titik pada waktu dipertahankan nol. Untuk persamaan diferensial parsial orde dua, terdapat tiga bentuk syarat batas, yaitu (Humi, 1992:42) a. Syarat batas dengan nilai yang telah ditentukan, dinamakan kondisi Dirichlet. b. Syarat batas dengan nilai dari turunan normal dituliskan sebagai telah ditentukan, dinamakan kondisi Neumann. 13

8 c. Syarat batas dengan nilai dan yang ditentukan, dinamakan kondisi campuran atau kondisi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh syarat batas berikut ini. Contoh 2.4 Andaikan adalah simpangan dari dawai yang bergetar dengan ujungujung yang terikat di dan, maka kondisi dan disebut kondisi Dirichlet. Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar (2.1) Contoh 2.5 Andaikan ( ) adalah suhu dari sebuah batang dengan panjang. Jika pada kedua ujung batang dan perubahan suhunya dipertahankan tetap di titik nol, maka kondisi batas dan disebut kondisi Neumann.Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar (2.2) 14

9 Contoh 2.6 Andaikan adalah suhu dari sebuah batang dengan panjang. Jika perubahan suhu di dan suhu di dipertahankan tetap di titik nol, maka kondisi batas dan disebut kondisi campuran atau Robin. Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar (2.3) C. DeretFourier Sebelum membahas mengenai deret Fourier, terlebih dahulu disajikan definisi dari fungsi periodik sebagai berikut. Definisi

10 Diberikan suatu fungsi yang terdefinisi di setiap. Jika dimana maka fungsi dikatakan fungsi periodik berperiode. Selanjutnya diberikan beberapa contoh terkait dengan fungsi periodik sebagai berikut. Contoh 2.7 (1) Fungsi merupakan fungsi periodik dengan periode sebab. (2) Fungsi merupakan fungsi periodik dengan periode sebab Berikutnya akan dibahas mengenai deret Fourier. Humi (1992:75) mendefinisikan deret Fourier sebagai berikut Definisi 2.9 Diberikan suatu fungsi yang terdefinisi pada interval [ ] Deret Fourier dari adalah deret { } dengan koefisien 16

11 Contoh 2.8 Akan ditentukan koefisien Fourier dan deret Fourier untuk fungsi { karena periode dari adalah maka, dengan demikian dan selanjutnya, untuk nilai ] ] ( ) ( ) ( ) sehingga deret Fourier dapat dituliskan sebagai ( ) 17

12 Dalam kalkulus, dikenal juga istilah fungsi genap dan fungsi ganjil. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai fungsi genap dan fungsi ganjil. Fungsi genap dan fungsi ganjil didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.10 Diberikan terdefinisi pada interval, dimana. Fungsi dikatakan genap pada jika (Humi, 1992:84). Definisi 2.11 Diberikan terdefinisi pada interval, dimana. Fungsi dikatakan ganjil pada jika (Humi, 1992:84). Berikut ini disajikan beberapa contoh terkait dengan fungsi ganjil dan fungsi genap. Contoh Fungsi merupakan fungsi genap, sebab untuk setiap. 2. Fungsi merupakan fungsi ganjil, sebab. 3. Fungsi bukan merupakan fungsi genap maupun fungsi ganjil, sebab Setelah membahas deret Fourier, fungsi genap dan fungsi ganjil, selanjutnya akan dibahas mengenai deret Fourier cosinus dan deret Fourier sinus. Deret Fourier cosinus dijelaskan dalam bentuk teorema berikut ini. 18

13 Teorema 2.2 Diberikan suatu fungsi yang terdefinisi pada interval dan diperluas pada interval sebagai fungsi genap. Jika deret Fouriernya ada, maka deret akan berbentuk dimana dan (Humi, 1992:88) Bukti Diketahui fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas sebagai fungsi genap pada interval Deret Fourier ada, sehingga deret Fourier tersebut adalah { } Untuk nilai berdasarkan Definisi 2.9 diperoleh (2.10) 19

14 Ambil pemisalan sehingga untuk integral bagian pertama dapat dituliskan sebagai karena merupakan fungsi genap, diperoleh karena adalah variabel dummy, sehingga Substitusikan ke Persamaan (2.10) diperoleh untuk nilai, berdasarkan Definisi 2.10 diperoleh (2.11) Ambil pemisalan sehingga untuk integral bagian pertama dapat dituliskan sebagai 20

15 ( ) Karena dan merupakan fungsi genap, diperoleh Karena adalah variabel dummy, sehingga Substitusikan ke Persamaan (2.11) diperoleh dengan menggunakan cara yang sama, dapat diperoleh juga nilai dari. Untuk yang selanjutnya akan dibahas mengenai deret Fourier sinus. Berikut ini disajikan teorema tentang deret Fourier sinus. Teorema 2.3 Dibrikan suatu fungsi yang terdefinisi pada interval dan diperluas pada interval sebagai fungsi ganjil. Jika deret Fouriernya ada, maka deret akan berbentuk dimana 21

16 dan (Humi, 1992:86) Bukti Diketahui fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas sebagai fungsi genap pada interval Deret Fourier ada, sehingga deret Fourier tersebut adalah { } Berdasarkan Definisi 2.10 diperoleh (2.12) Ambil pemisalan sehingga untuk integral bagian pertama dapat dituliskan sebagai ( ) karena dan merupakan fungsi ganjil, diperoleh ( ) karena adalah variabel dummy, sehingga 22

17 Substitusikan ke Persamaan (2.12) diperoleh dengan menggunakan cara yang sama, dapat diperoleh juga nilai dari Torema 2.3 disebut juga deret Fourier sinus. D. Metode Separasi Variabel Metode separasi variabel merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial.prinsip dari separasi variabel yaitu mengubah persamaan diferensial parsial kedalam persamaan diferensial biasa.metode ini bertujuan untuk mereduksi persamaan diferensial parsial menjadi persamaan diferensial biasa. Diberikan persamaan diferensial parsial dengan variabel bebas dan, serta variabel tak bebas yang dilengkapi dengan syarat batas tertentu. Selanjutnya langkah-langkah dalam metode separasi variabel adalah sebagai berikut (Humi, 1992: ). Langkah 1.Nyatakan penyelesaian dari persamaan diferensial parsial sebagai perkalian fungsi persamaan diferensial biasa yang masing-masing mengandung satu variabel. Langkah 2.Substitusikan kedalam persamaan diferensial parsial. Selanjutnya, hasil dari langkah (1) dibagi dengan 23

18 Langkah 3. Jika hasil dari langkah (2) dapat dinyatakan sebagai jumlahan suku yang hanya bergantung pada variabel dan suku yang hanya bergantung pada variabel, maka dengan menambahkan suatu konstanta pemisah akan diperoleh dua persamaan diferensial biasa. Langkah 4. Gunakan syarat batas yang diberikan pada persamaan diferensial parsial untuk menentukan syarat batas pada persamaan diferensial biasa pada langkah (3) Langkah 5.Selesaikan persamaan diferensial hasil dari langkah (3) dan (4) Langkah 6. Setelah diperoleh penyelesaian dalam bentuk, selanjutnya dengan menerapkan prinsip superposisi ditentukan penyelesaian umumnya. Langkah 7.Masukkan nilai awal yang diberikan sehingga diperoleh penyelesaian khusus persamaan diferensial parsial. Berikut ini disajikan suatu contoh penyelesaian persamaan diferensial parsial dengan menggunakan metode separasi variabel. Contoh 2.10 Diberikan persamaan diferensial parsial dalam bentuk (2.13) dengan syarat batas (2.14) dan nilai awal 24

19 (2.15) Langkah-langkah penyelesaianya adalah sebagai berikut Langkah 1. Asumsikan adalah penyelesaian dari Persamaan (2.13) Langkah 2. Substitusikan ke Persamaan (2.13) sehingga diperoleh (2.16) Selanjutnya bagi kedua ruas pada Persamaan (2.16) dengan diperoleh (2.17) Langkah 3.Dalam Persamaan (2.16) ruas kiri hanya bergantung pada variabel sedangkan ruas kanan hanya bergantung pada variabel sehingga dapat direduksi menjadi persamaan diferensial biasa dengan menambahkan suatu konstanta pemisah. Pilih konstanta pemisah pada Persamaan (2.17) sehingga diperoleh (2.18) dari Persamaan (2.18) diperoleh dua persamaan diferensial biasa yaitu (2.19a) dan 25

20 (2.19b) Langkah 4.Gunakan syarat batas pada Persamaan (2.13) pada persamaan, diperoleh Berdasarkan Persamaan (2.17) disyaratkan, sehingga Langkah 5.Dari langkah 3 dan 4 diperoleh suatu Masalah Sturm-Liouville sebagai berikut Selanjutnya mencari penyelesaian non trivial dari Masalah Sturm-Liouville yang ditinjau dari tiga kemungkinan yaitu (1) untuk (2) untuk dan (3) untuk Dengan menyelesaikan ketiga kemungkinan tersebut, diperoleh satu penyelesaian non trivial yaitu dari. Masalah Sturm- Liouville mempunyai penyelesaian non trivial dengan nilai eigen dan konstanta sebarang, kemudian mencari penyelesaian untuk Persamaan (2.18a) dengan menggunakan nilai eigen diperoleh 26

21 Langkah 6. Substitusikan dan ke persamaan, diperoleh atau dapat dituliskan sebagai dengan selanjutnya dengan menggunakan prinsip superposisi, diperoleh penyelesaian sebagai berikut Langkah 7.Setelah diperoleh penyelesaian umum ( ), selanjutnya mencari penyelesaian khusus dengan menggunakan nilai awal yang diberikan. Nilai awal yang diberikan adalah sehingga Dengan menerapkan deret Fourier sinus pada persamaan diatas, diperoleh nilai ( ) Nilai dari, sehingga nilai dapat dituliskan menjadi 27

22 Dengan demikian diperoleh penyelesaian khusus dari Persamaan (2.13) sebagai berikut E. Deret Taylor Jika suatu fungsi diketahui dititik dan semua turunan dari terhadap diketahui pada titik tersebut, maka deret Taylor (Persamaan 2.20) dapat dinyatakan nilai pada titik yang terletak pada jarak dari titik. (2.20) dengan : fungsi dititik : fungsi dititik : turunan pertama, kedua,...,ke-n dari fungsi. : langkah ruang, yaitu jarak antara dan : kesalahan pemotongan! : operator faktorial, misalkan bentuk Berikut teorema dasar deret Taylor beserta buktinya. Teorema: 28

23 Andaikan suatu fungsi demikian sehingga dan semua turunan-turunannya ada dalam suatu selang ( ). Maka fungsi itu dapat diuraikan menjadi deret Taylor, dalam rumusan sebagai berikut: Untuk semua sehingga jka dan hanya jika dengan setiap ada diantara dan Bukti: Di dalam selang, fungsi memenuhi hipotesis sebagai berikut (2.21) dengan adalah polinom Taylor berderajat dari dan adalah suku sisannya yang diberikan oleh (2.22) dengan setiap ada diantara dan sekarang adalah jumlah buah suku pertama dari deret Taylor dari pada. Jadi bila dibuktikan ada dan sama dengan jika dan hanya jika, teorema itu akan terbukti. Dari Persamaan (2.21) (2.23) Jika menurut Persamaan (2.23) 29

24 Sekarang dari hipotesis bahwa akan dibuktikan bahwa. Dari Persamaan (2.21) Jadi Jadi teorema terbukti. (Leithold, 1991:98) Dari Persamaan (2.20) maka deret taylor yang hanya memperhitungkan satu suku pertama dari ruas kanan akan mempunyai bentuk umum sebagai berikut (2.24) Bentuk Persamaan (2.24) dapat disebut sebagai perkiraan orde nol, nilai pada titik sama dengan nilai pada. Perkiraan tersebut adalah benar jika fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstan. Jika fungsi tidak konstan maka harus diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor. Sedangkan bentuk deret Taylor orde satu, yang memperhitungkan dua suku pertama dapat ditulis dalam bentuk: 30

25 (2.25) Yang merupakan persamaan garis lurus (linier). Dengan cara yang analog, maka deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan dapat ditulis menjadi: (2.26) Persamaan (2.26) disebut perkiraan orde dua (Triatmodjo, 2002:7). F. Metode Beda Hingga Metode beda hingga merupakan metode yang sederhana dan mudah digunakan. Dengan metode ini, persamaan diferensial diganti dengan persamaan beda hingga yang diperoleh dengan menggantikan turunannya dengan hasil bagi beda pusat. Metode ini menggunakan matriks tridiagonal sehingga lebih cepat untuk menyelesaikan persamaan ini dan juga memungkinkan menggunakan banyak persamaan karena hanya menggunakan variabel dan. Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah pada analisis numerik, khususnya pada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Prinsipnya adalah mengganti turunan yang ada pada persamaan diferensial dengan beda hingga berdasarkan deret Taylor. Berdasarkan ekspansi Taylor, terdapat tiga skema beda hingga yang bisa digunakan yaitu skema maju, skema mundur, dan skema pusat. Untuk 31

26 mengaproksimasi turunan dengan metode beda hingga digunakan deret Taylor sebagai berikut (2.27) Sehingga didapat pendekatan turunan pertama di titik, yaitu Untuk mendapatkan pendekatan turunan kedua, dilakukan cara yang sama yaitu ( ) Pendekatan turunan pertama dan kedua diatas menggunakan pendekatan beda maju. Untuk mendapatkan pendekatan beda mundur, digunakan deret Taylor sebagai berikut (2.28) Sehingga didapat pendekatan beda mundur untuk turunan pertama yaitu Sedangkan pendekatan beda mundur untuk turunan kedua dapat dicari dengan cara yang sama dengan uraian pendekatan beda maju sehingga didapat 32

27 Untuk mendapatkan pendekatan yang lebih baik, dengan orde kesalahan, dicari pendekatan beda pusat dengan mengurangkan Persamaan (2.27) dengan (2.28). Sehingga didapatkan pendekatan turunan pertama beda pusat dengan orde kesalahan Turunan kedua dapat diturunkan dengan menjumlahkan Persamaan (2.27) dengan (2.28) Sehingga didapat pendekatan beda pusat turunan kedua yaitu (Agus Suryanto. Modul Persamaan Diferensial Numerik I) 33

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD-045315 Mingg u Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub-pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL 1. Pendahuluan : Pemodelan Arus Panas Satu Dimensi Y Bahan penyekat (insulator) A Batang 0 L X Z Misalkan bila ada batang yang dapat menghantarkan panas. Batang tersebut

Lebih terperinci

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil Bab 5 DERET FOURIER Pada Bab sebelumnya kita telah membahas deret Taylor. Syarat fungsi agar dapat diekspansi ke dalam deret Taylor adalah fungsi tersebut harus terdiferensial pada setiap tingkat. Untuk

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 415-422 PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Iyut Riani, Nilamsari

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN Topik bahasan : Analisis Vektor Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa memahami kalkulus vektor dan dapat menerapkannya dalam bidang rekayasa. Jumlah pertemuan : 3 (tiga ) kali 1, 2 dan 3 1. Mengingat mbali

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai salah satu ilmu bantu yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial.

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. FUNGSI BESSEL 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. x 2 y ''+xy'+(x 2 - n 2 )y = 0, n ³ 0 (1) yang dinamakan persamaan diferensial Bessel. Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dalam ilmu kesehatan yaitu

Lebih terperinci

SYARAT DIRICHLET. 1, 1 < t < 0

SYARAT DIRICHLET. 1, 1 < t < 0 SYARAT DIRICHET Misalkan f t adalah fungsi yang licin bagian demi bagian, berperioda, maka deret fourier konvergen. Ke nilai f t untuk setiap titik di mana fungsi f kontinu.. Ke nilai f t + + f t bagi

Lebih terperinci

BAB IV DERET FOURIER

BAB IV DERET FOURIER BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I 7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut

Lebih terperinci

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi 8 Hendra Gunawan 4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan menggunakan turunan fungsi pada

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan menggunakan turunan fungsi pada 5 TURUNAN JUMLAH PERTEMUAN : 4 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami konsep dasar turunan fungsi dan menggunakan turunan fungsi pada permasalahan yang ada Materi : 5.1 Pendahuluan Ide awal adanya

Lebih terperinci

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil TKS 4007 Matematika III Deret Fourier (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil Perhitungan koefisien-koefisien Fourier sering kali

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan sangat besar dalam kehidupan nyata. Salah satu bagian dari matematika adalah persamaan

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diferensial Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap variabel bebas x, maka dy adalah diferensial dari variabel tak bebas (terikat) y, yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Teknikom : Vol. No. (27) E-ISSN : 2598-2958 PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya Utama,

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Teknikom : Vol. No. (27) ISSN : 2598-2958 (online) Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini:

LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini: LIMIT Perhatikan fungsi di bawah ini: f x = x2 1 x 1 Perhatikan gambar di samping, untuk nilai x = 1 nilai f x tidak ada. Tetapi jikakita coba dekati nilai x = 1 dari sebelah kiri dan kanan maka dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada

Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada 5 TURUNAN JUMLAH PERTEMUAN : 4 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami konsep dasar turunan fungsi dan mengaplikasikan turunan fungsi pada permasalahan yang ada Materi : 5.1 Pendahuluan Ide awal

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat derivatif dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987],

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel Vol.14, No., 180-186, Januari 018 Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi Metode Pemisahan Variabel M. Saleh AF Abstrak Dalam keadaan distribusi temperatur setimbang (tidak tergantung pada waktu)

Lebih terperinci

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi BAB II Galat & Analisisnya Galat - error Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematis hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (yang benar dari penyelesaian analitis. Penyelesaian

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3 8 III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode iterasi variasi untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang terdapat pada masalah osilasi berpasangan.

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA ( ) ( ) ( ) Asalkan limit ini ada dan bukan atau. Jika limit ini memang ada, dikatakan ( ) ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA ( ) ( ) ( ) Asalkan limit ini ada dan bukan atau. Jika limit ini memang ada, dikatakan ( ) ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan sebuah fungsi f adalah fungsi lain (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah Asalkan limit ini ada dan bukan. Jika limit ini memang

Lebih terperinci

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier (FS) 1. Deret Fourier Menurut Fourier setiap fungsi periodik dapat dinyatakan sebagai jumlah fungsi sinus dan cosinus yang tak berhingga jumlahnya dan dihubungkan secara harmonis.

Lebih terperinci

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 3. Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non-homogen pada interval 0, dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3 Week 5: Separasi Variabel untuk Persamaan Panas Orde Satu - Tim Ilmu Komputasi Coordinator contact: Dr. Putu Harry Gunawan phgunawan@telkomuniversity.ac.id 1 Review

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agustus 2016 ISSN: 0852-730X Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Lukman Hakim 1, Azwar Riza Habibi 2 STMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang December 2, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik December 2, 2013 1 / 18 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN FUNGSI TRANSENDEN 7.1 Fungsi Logaritma Asli 7.2 Fungsi-fungsi Balikan dan Turunannya 7.3 Fungsi-fungsi Eksponen Asli 7.4 Fungsi Eksponen dan Logaritma Umum 7.5 Pertumbuhan dan Peluruhan Eksponen 7.6 Persamaan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama/Kode Mata Kuliah : Matematika Fisika II/FI-431 Tujuan Matakuliah : Jumlah SKS/Semester : 3/ 2(3) mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER 1 Deret Fourier 2 Tujuan : 1. Dapat merepresentasikan seluruh fungsi periodik dalam bentuk deret Fourier. 2. Dapat memetakan Cosinus Fourier, Sinus Fourier, Fourier

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen orde-2 Solusi PD pada PD Linier Tak Homogen ditentukan dari solusi umum PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen.

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi Mahdhivan Syafwan Program Magister Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2016/2017 1 Mahdhivan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deret Fourier Dalam bab ini akan dibahas mengenai deret dari suatu fungsi periodik. Jenis fungsi ini sering muncul dalam berbagai persoalan fisika, seperti getaran mekanik, arus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Di erensial Orde-2 oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu integral dapat diselesaikan dengan 2 cara, yaitu secara analitik dan secara numerik. Perhitungan secara analitik dilakukan untuk menyelesaikan integral pada fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sering menjadi pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga untuk menunjang perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Pendahuluan PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Turunan Numerik Permasalahan

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I akan dibahas latar belakang dan permasalahan penulisan tesis. Berdasarkan latar belakang, akan disusun tujuan dan manfaat dari penulisan tesis. Selain itu, literatur-literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3.

BAB I PENDAHULUAN. Tahap-tahap memecahkan masalah dengan metode numeric : 1. Pemodelan 2. Penyederhanaan model 3. BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pembelajaran: Mengetahui apa yang dimaksud dengan metode numerik. Mengetahui kenapa metode numerik perlu dipelajari. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian persoalan numerik.

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

Prosiding Matematika ISSN:

Prosiding Matematika ISSN: Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Pengaruh Faktor Sigma Pada Ekspansi Fungsi Periodik Melalui Eksplorasi Deret Fourier Termodifikasi The Influence of Sigma Factor on The Expansion of The Periodic Function

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER Bentuk umum PD orde-n adalah PD yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk di atas dikatakan tidak linier. Contoh: Jika F(x) pada persamaan (3.1) sama dengan nol maka

Lebih terperinci

Modul Praktikum Analisis Numerik

Modul Praktikum Analisis Numerik Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang September 27, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik September 27, 2013 1 / 12 Praktikum 1: Deret

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci