1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
|
|
- Suryadi Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan kecepatan potensial partikel air di permukaan. Pertama-tama, akan dicari solusi analitik dari persamaan laplace beserta syarat batas lainnya dengan menggunakan metode pertubation. Solusi analitik yang diperoleh melalui metode tersebut merupakan solusi orde (ε) yang masih berupa masalah nilai batas. Kemudian masalah nilai batas ini diselesaikan melalui transformasi fourier dan teorema residu. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu model yang merepresentasikan koefisien transmisi dan refleksi. Melalu koefisien inilah kita dapat melihat apakah dasar tak rata mampu mereduksi amplitudo gelombang datang secara efektif atau tidak. Selain itu, pada bab ini juga akan diberikan suatu simulasi yang menggunakan metode numerik. Program akan mensimulasikan perubahan koefisien transmisi dan refleksi ketika nilai parameter-parameter yang terkait diubah. Program yang akan digunakan adalah python. 4.1 Masalah Nilai Batas Perhatikan gambar 4.1. Misalkan fungsi kedalaman air ketika dasarnya tak rata dinyatakan sebagai berikut:, (1.1) dimana merupakan fungsi yang merepresentasikan dasar tak rata, menyatakan kedalaman air laut ketika dasar rata, merupakan sebuah parameter tak berdimensi dengan nilai yang sangat kecil (. Parameter digunakan untuk menyatakan 51
2 bahwa bentuk dasar yang tak rata ini, memiliki bentuk yang relatif kecil jika dibandingkan dengan kedalaman air laut.
3 53 Gambar 4.1 Gelombang Air Melalui Dasar Tak Rata Asumsikan fluida air bersifat incompressible (kepadatan air di setiap titik dianggap sama) dan irrotational (partikel air bergerak dengan arah horizontal saja), sehingga persamaan awal yang akan digunakan untuk memodelkan persamaan gelombang air adalah persamaan Laplace dengan syarat batas berikut: (4.2) (4.3) (4.4) dimana menyatakan kecepatan partikel air permukaan di titik, merupakan konstanta frekuensi angular dari gelombang datang ke arah permukaan air yang tak rata dengan fungsi waktu, merupakan percepatan gravitasi, dan merupakan turunan berarah pada titik. Kecepatan potensial awal gelombang yang datang dari tengah laut bisa dinyatakan sebagai berikut
4 54 (4.5) dimana merupakan bilangan gelombang monokromatik, sedangkan dinyatakan sebagai berikut (4.6) Pada dasarnya, gelombang air yang melewati dasar tak rata akan mengalami perpecahan menjadi gelombang transmisi dan refleksi. Gelombang transmisi adalah gelombang yang diteruskan ke pantai, sedangakan gelombang refleksi adalah gelombang yang dipantulkan menjauh dari pantai. Dengan demikian, kecepatan potensial air permukaan dapat dinyatakan sebagai berikut (4.7) dengan dan secara berturut-turut merupakan koefisien dari gelombang yang direfleksikan dan gelombang yang ditransmisikan. Substitusikan kecepatan potensial awal yang diberikan oleh persamaan 4.5 ke dalam persamaan 4.7 sehingga diperoleh (4.8) Keadaan dasar laut yang memenuhi pada, dapat diubah ke dalam orde pertama dengan parameter sebagai berikut (4.9)
5 Analisis Pertubasi Untuk Masalah Nilai Batas Dengan menggunakan batasan diatas dan sebuah fakta dimana gelombang dengan kedalaman yang tetap tidak mengalami refleksi maka ekspansi untuk,, dan secara berturut-turut dinyatakan oleh (4.10) Substitusikan persamaan 4.10 ke dalam persamaan 4.2, 4.3, 4.9 dan 4.8 sehingga diperoleh masalah nilai batas untuk suku-suku berorde ε, yaitu (4.11) (4.12) (4.13) (4.14) 4.3 Kecepatan Potensial Air Orde O(ε) Asumsikan bahwa karakteristik dari kecepatan potensial orde (ε) sama dengan kecepatan potensial air berorde O(1), yaitu gelombang monokromatik yang periodik dan dinyatakan sebagai fungsi kompleks. Oleh karena itu, transformasi Fourier tepat untuk digunakan menyelesaikan masalah nilai batas yang memiliki domain tak terhingga.
6 56 Notasikan transformasi Fourier untuk adalah sebagai berikut (4.15) dengan inversnya, (4.16) Terapkan transformasi Fourier kepada persamaan 4.11 dan pada syarat batas 4.12 dan 4.13 sehingga diperoleh masalah nilai batas yang baru yaitu: (4.17) (4.18) (4.19) dimana (4.20) Persamaan 4.17 merupakan persamaan diferensial biasa berorde dua dengan syarat batas 4.18 dan 4.19 yang dapat diselesaikan dengan metode karakteristik biasa. Pada akhirnya, melalui manipulasi aljabar diperoleh solusi dari masalah nilai batas tersebut, yaitu (4.21) Dengan menggunakan invers dari transformasi fourier, solusi orde pertama kecepatan potensial dapat ditulis sebagai berikut
7 57 (4.22) 4.4 Koefisien Transmisi dan Refleksi Perhatikan bahwa solusi 4.22 memiliki nilai singular saat = 0. Dengan demikian, solusi 4.22 akan diselesaikan melalui teorema residu. Pertama-tama, tuliskan solusi 4.22 sebagai berikut: (4.23) dimana (4.24) (4.25) Misalkan merupakan zero expression maka nilai dari bisa ditentukan dan (4.26) dimana adalah akar dari dan (4.27) Analisalah bahwa kontur integral berupa setengah lingkaran yang berpusat di titik asal dan berjari-jari R. Dengan menggunakan teorema residu diperoleh
8 58 (4.28 ) Untuk dan (4.29 ) Untuk yang mengimplikasikan (4.30 ) Untuk dan
9 59 (4.31 ) Untuk Bandingkan persamaan (4.30) dan (4.31) dengan persamaan (4.14), maka diperoleh koefisien refleksi dan koefisien transmisi secara berturut-turut sebagai berikut: (4.32) (4.33) 4.5 Solusi Analitik Kasus Dasar Sinusoidal Pada kasus dasar sinusoidal maka dapat dinyatakan sebagai berikut ini: (4.34) dimana merupakan amplitudo dasar sinusoidal, dan merupakan banyaknya gundukan (bilangan gelombang) dasar sinusoidal. Substitusikan persamaan 4.34 ke dalam persamaan 4.32, maka didapat persamaan sebagai berikut (4.35) Dari persamaan 4.35, tuliskan bagian ke dalam bentuk berikut
10 60 (4.36 ) Dengan sedikit manipulasi aljabar dan mengintegralkan persamaan 4.36, maka didapatkan persamaan sebagai berikut (4.37 ) Perhatikan persamaan 4.37, dengan mengubah bentuk trigonometri ke dalam bentuk eksponen, maka diperoleh persamaan berikut ini (4.38) Substitusikan kembali persamaan 4.38 ke dalam persamaan Kemudian pilih L 1 nπ = dan L2 l = mπ l maka melalui proses perhitungan diperoleh (4.39) Pilihlah nilai dan sedemikian sehingga memenuhi dan, maka koefisien refleksi direpresentasikan oleh persamaan berikut (4.40)
11 61 Koefisien refleksi merupakan perbandingan antara amplitudo gelombang datang dengan amplitudo gelombang yang direfleksikan. Nilai koefisien refleksi ini memiliki rentang nilai antara 0 sampai dengan 1. Berikut ini akan ditampilkan simulasi analitik dengan menggunakan data sekunder (Martha, Bora, & Chakrabarti, 2009) yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data Simulasi Analitik Variabel Amplitudo dasar sinusoidal / Kedalaman air laut pada saat dasar rata Nilai 0.1 Banyaknya gundukan (bilangan gelombang) Kedalaman air laut pada saat dasar rata 1 Bilangan gelombang dasar sinusoidal 1,3,5 Gambar 4.2 Perbandingan Koefisien Refleksi (Hasil Analitik)
12 62 Perhatikan Gambar 4.2. Gambar tersebut menunjukkan besarnya koefisien refleksi sebagai fungsi dari perkalian antara bilangan gelombang dating dengan kedalaman air pada saat dasar rata (k 0 h). Koefisien refleksi digambarkan untuk beberapa kasus jumlah gundukan (bilangan gelombang) dasar sinusoidal. Garis berwarna merah, hijau, dan biru secara berturut-turut menunjukkan besarnya koefisien refleksi ketika bilangan gelombang dasar sinusoidal adalah 1, 3, dan 5 (l = 1, 3, 5). Tabel 4.2 Koefisien Refleksi Maksimum (Hasil Analitik) Bilangan Kedalaman Bilangan Koefisien Refleksi Gelombang Air Laut Saat gelombang datang k 0 x h Maksimum Dasar Sinusoidal Dasar Rata (k 0 ) saat R1 (R1 maximum) (l) (h) Maksimum / / Lebih jauh lagi, kita dapat melihat nilai maksimum koefisien refleksi dari tabel 4.2. Berdasarkan Gambar 4.2 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa untuk perbandingan antara amplitudo dasar sinusoidal dengan kedalaman air laut ( ) yang sama, semakin besar bilangan gelombang dasar sinusoidal, maka semakin besar koefisien refleksi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar bilangan gelombang (semakin banyak gundukan) dasar sinusoidal, maka akan semakin besar amplitudo gelombang yang direfleksikan, sehingga amplitudo gelombang yang ditransmisikan menuju pantai semakin kecil.
13 63 Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa koefisien refleksi maksimum akan dicapai ketika bilangan gelombang dasar sinusoidal sebesar dua kali lipat bilangan gelombang monokromatik yang datang. Hal ini sesuai dengan kondisi Resonansi Bragg (C.C Mei, 2004). 4.6 Simulasi Numerik Kasus Dasar Sinusoidal Untuk mendapatkan solusi numerik, maka akan ditinjau dari persamaan (4.32). Pada persamaan ini terdapat bagian integral yang akan diselesaikan secara numerik. Fungsi dapat dinyatakan sebagai berikut ini. Dengan menggunakan variabel berikut ini maka akan dihitung solusi numerik dengan menggunakan software yang telah dikembangkan. Berikut ini akan ditampilkan hasil simulasi numerik dengan berbagai skenario Kasus 1: Variasi Banyaknya Jumlah Gundukan Pada kasus ini, maka akan dilakukan beberapa perhitungan dengan jumlah gundukan dasar sinusoidal yang berbeda dengan data seperti pada tabel 4.3. Perhatikan juga bahwa data-data pada Tabel 4.3 memenuhi semua kondisi pada tabel 4.1. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat melihat perbandingan antara solusi analitik dan numerik yang akan dibahas lebih lanjut pada subbab Tabel 4.3 Data Simulasi Numerik: Variasi Jumlah Gundukan Amplitudo dasar sinusoidal Jumlah gundukan(l) Jumlah Partisi Kedalaman Air Laut Batas Kiri Batas Kanan
14 Hasil simulasi dari ketiga kasus yang diberikan pada dari tabel 4.3 ditunjukkan dengan gambar 4.3, gambar 4.4, dan gambar 4.5. Berdasarkan ketiga gambar tersebut dapat dilihat bahwa solusi numerik dan solusi analitik menunjukkan kesesuaian, yaitu semakin banyak gundukan (bilangan gelombang) dasar sinusoidal, maka semakin besar pula koefisien refleksinya. Gambar 4.3 Koefisien Refleksi Kasus 1 Gundukan (Variasi Jumlah Gudukan)
15 65 Gambar 4.4 Koefisien Refleksi Kasus 3 Gundukan (Variasi Jumlah Gudukan) Gambar 4.5 Koefisien Refleksi Kasus 5 Gundukan (Variasi Jumlah Gudukan) Tabel 4.4 Koefisien Refleksi Maximum (Variasi Jumlah Gundukan) Bilangan gelombang Jumlah Gundukan Nilai datang (k 0 ) saat R1 Maksimum
16 66 Simulasi numerik ini juga memberikan bahwa nilai koefisien refleksi maksimum juga dicapai saat bilangan gelombang dasar sinusoidal (jumlah gundukan) sebesar dua kali lipat bilangan gelombang monokromatik yang datang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan data tabel 4.4 juga terlihat bahwa jumlah gundukan berbanding lurus dengan nilai. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah gundukan, maka refleksi yang dihasilkan akan semakin besar sehingga secara tidak langsung amplitudo gelombang air yang di transmisikan ke pantai akan berkurang Kasus 2: Variasi Nilai Amplitudo Dasar Sinusoidal Pada kasus kedua, simulasi dilakukan dengan nilai amplitudo dasar sinusoidal yang berbeda-beda, sedangkan parameter lainnya tetap. Lihat Tabel 4.5. Tabel 4.5 Data Simulasi Numerik: Variasi Nilai Amplitudo Dasar Sinusoidal Amplitudo Jumlah gundukan (l) Jumlah Partisi Kedalaman Air Laut Batas Kiri Batas Kanan Tabel 4.6. Hasil simulasi dari kasus kedua ini ditunjukkan dengan gambar dan
17 67 Gambar 4.6 Koefisien Refleksi: Amplitudo Dasar Sinusoidal 0.03 Gambar 4.7 Koefisien Refleksi: Amplitudo Dasar Sinusoidal 0.06
18 68 Gambar 4.8 Koefisien Refleksi: Amplitudo Dasar Sinusoidal 0.03 Tabel 4.6 Koefisien Refleksi Maksimal (Variasi Nilai Amplitudo Dasar Sinusoidal) Amplitudo Nilai Maximum Berdasarkan data tabel 4.6 diatas, terlihat bahwa semakin besar amplitudo dasar sinusoidal, maka nilai koefisien refleksi akan semakin besar. Lebih jauh lagi dapat dilihat bahwa jika amplitudo dasar dinaikkan dua kali lipat nilai semula, maka koefisien refleksi juga naik dua kali lipat dari koefisien semula (bersifat linier) Kasus 3: Variasi Panjang Dasar Sinusoidal Pada kasus ketiga, simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah panjang dasar sinusoidal dengan cara mengubah batas kanan dasar sinusoidal, sedangkan batas kirinya dan parameter lainnya tetap. Lihat Tabel 4.7 Tabel 4.7 Data Simulasi Numerik: Variasi Panjang Dasar Sinusoidal Amplitudo Jumlah Jumlah Kedalaman Batas Kiri Batas Kanan
19 69 gundukan (l) Partisi Air Laut Hasil simulasi dari tabel 4.7 ditunjukkan dengan gambar , dan Tabel 4.8. Gambar 4.9 Koefisien Refleksi: Panjang Dasar Sinusoidal 3.14 Gambar 4.10 Koefisien Refleksi: Panjang Dasar Sinusoidal 6.28
20 70 Gambar 4.11 Koefisien Refleksi Amplitudo Dasar Sinusoidal 9.42 Tabel 4.8 Koefisien Refleksi Maksimal (Variasi Nilai Panjang Dasar Sinusoidal) Batas Kanan Nilai Maksimal Berdasarkan data tabel 4.8, terlihat bahwa semakin panjang dasar sinusoidal, maka nilai koefisien refleksi akan semakin besar Analisis Sensitivitas Pada setiap simulasi yang telah diuraikan pada subbab-subbab sebelumnya, diambil jumlah partisi sebanyak 250 partisi. Nilai ini diperoleh berdasarkan pada analisis sensitivitas yang telah dilakukan dengan cara membandingan hasil perhitungan analitik dan hasil perhitungan numerik dengan jumlah partisi yang beragam. Tabel 4.9 Analisis Sensitivitas
21 71 Jumlah Partisi Hasil Perhitungan Analitik Hasil Perhitungan Numerik Error (%) Perhitungan error pada tabel 4.9 didapatkan dengan cara berikut ini : Berdasarkan tabel 4.9, dibuat grafik yang menunjukan hubungan antara jumlah partisi dan error antara solusi analitik dan numerik yang dapat dilihat pada Gambar 4.12 Gambar 4.12 Pengaruh Jumlah Partisi Terhadap Error
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar
Lebih terperinciDASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter
Lebih terperinciMATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga
MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya
Lebih terperinciReflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok
Bab 4 Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Setelah kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dimensi optimum dari 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang maka pada bab ini akan dibahas bagaimana
Lebih terperinci1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang air laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial. Terjadinya gelombang
Lebih terperinciPersamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal
Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah
Lebih terperinciBab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal
Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),
Lebih terperinciRESONANSI BRAGG PADA ALIRAN AIR AKIBAT DINDING SINUSOIDAL DI SEKITAR MUARA SUNGAI
RESONANSI BRAGG PADA ALIRAN AIR AKIBAT DINDING SINUSOIDAL DI SEKITAR MUARA SUNGAI Viska Noviantri Jurusan Matematika dan Statistik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Bina Nusantara Jln. K.H. Syahdan
Lebih terperinciANALISIS PERAMBATAN GELOMBANG AIR MELALUI DASAR TAK RATA DENGAN METODE PERTUBATION BERBASIS BAHASA PYTHON
1 ANALISIS PERAMBATAN GELOMBANG AIR MELALUI DASAR TAK RATA DENGAN METODE PERTUBATION BERBASIS BAHASA PYTHON David Kurniawan Anggadi Jalan Thalib IV no 9, Jakarta +628999839863 davidanggadi@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA
BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah
Lebih terperinciBab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai
Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik
Lebih terperinciBAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK
BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan pantai bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyara- kat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pantai baik karena ulah manusia maupun karena
Lebih terperinciDASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG
DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Viska Noviantri Jurusan Matematika dan Statistik, Fakultas Sains dan Teknologi, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.
BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik
Lebih terperinciReflektor Gelombang 1 balok
Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM BENTUK KEDUA
BAB IV PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM BENTUK KEDUA Pada bab III, kita telah memandang permasalahan aliran fluida pada celah pintu air dan memodelkan persamaan integralnya. Dari situ kita memperoleh sebuah
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan
Lebih terperinciBab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal
Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan
4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan
Lebih terperinciModul Praktikum Analisis Numerik
Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang December 2, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik December 2, 2013 1 / 18 Praktikum 1: Deret
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak
BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.
Lebih terperinciBab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA
Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI NUMERIK
BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada
Lebih terperinciMATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER
MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER 1 Deret Fourier 2 Tujuan : 1. Dapat merepresentasikan seluruh fungsi periodik dalam bentuk deret Fourier. 2. Dapat memetakan Cosinus Fourier, Sinus Fourier, Fourier
Lebih terperinciKED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I
7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi
Lebih terperinciDERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA
Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan
6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing
Lebih terperinciAnalisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!
Analisa Numerik Teknik Sipil 1 PENDAHULUAN 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah Dalam matematika, dikenal adanya fungsi transenden (fungsi eksponen, logaritma natural, invers dan sebagainya),
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah
Lebih terperinciPengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan
Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,
Lebih terperinciPEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK
Bab 4 PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK 4.1 Kasus 2 buah Balok Dalam bahasan ini akan dipelajari proses transmisi dan refleksi yang terjadi untuk kasus 2 buah balok dengan bentuk geometri yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan
Lebih terperinciModul Praktikum Analisis Numerik
Modul Praktikum Analisis Numerik (Versi Beta 1.2) Mohammad Jamhuri UIN Malang September 27, 2013 Mohammad Jamhuri (UIN Malang) Modul Praktikum Analisis Numerik September 27, 2013 1 / 12 Praktikum 1: Deret
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA
Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.
Lebih terperinciPENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A
PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
Topik bahasan : Analisis Vektor Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa memahami kalkulus vektor dan dapat menerapkannya dalam bidang rekayasa. Jumlah pertemuan : 3 (tiga ) kali 1, 2 dan 3 1. Mengingat mbali
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS
BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah: Eksperimental
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.
2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;
Lebih terperinci: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil
BAB 4. INTEGRAL OMPLES 4. Integral Garis ompleks Misalkan ( : D adalah fungsi kompleks dengan domain riil b D [ a, b], maka integral (, dimana ( x( + iy( dapat dengan mudah a b dihitung, yaitu a i contoh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.
Lebih terperinciTransformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks
Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)
Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik
Lebih terperinciBAB III REGRESI PADA DATA SIRKULAR
BAB III REGRESI PADA DATA SIRKULAR Variabel dalam suatu regresi secara umum terdiri atas variabel bebas (independent variable dan variabel terikat (dependent variable. Jenis data pada variabel-variabel
Lebih terperinciSolusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit
Vol. 13, No. 1, 39-45, Juli 2016 Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit Jeffry Kusuma Abstrak Propagasi gelombang pada material homogen telah banyak dibahas dan didiskusikan oleh banyak ahli.
Lebih terperinciKONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciBil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah
ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk
Lebih terperinciFisika Dasar I (FI-321)
Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran
Lebih terperinciFUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI
FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi besaran x. secara umum ditulis: y= f(x)
Lebih terperinciBAB II TEORI TERKAIT
II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku
Lebih terperinciBab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis
Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis III.1 III.1.1 Solusi Dasar dari Model Prekursor Persamaan Fluida Tipis Dimensi Satu Sebagai langkah pertama untuk memahami karakteristik aliran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciFUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial.
FUNGSI BESSEL 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. x 2 y ''+xy'+(x 2 - n 2 )y = 0, n ³ 0 (1) yang dinamakan persamaan diferensial Bessel. Penyelesaian
Lebih terperinciPenerapan Metode Multiple Scales untuk Masalah Galloping pada DuaSpans Kabel Transmisi
Penerapan Metode Multiple Scales untuk Masalah Galloping pada DuaSpans Kabel Transmisi Eristia Arfi 1 1 Prodi Matematika terapan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan
Lebih terperinciBAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding
14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya
Lebih terperincimatematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran
Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan
Lebih terperinciBAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan
Lebih terperinciPSALM: Program Simulasi untuk Sistem Linier
PSALM: Program Simulasi untuk Sistem Linier Hany Ferdinando Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra hanyf@petra.ac.id Abstrak Dalam mempelajari Sistem Linier, mahasiswa
Lebih terperinciBAB IV OSILATOR HARMONIS
Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =
Lebih terperinciBAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK
BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah
Lebih terperinciBAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN
BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN 2.1 PENDAHULUAN Salah satu masalah yang sering terjadi pada bidang ilmiah adalah masalah untuk mencari akar-akar persamaan berbentuk : = 0 Fungsi f di sini adalah fungsi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan
Lebih terperinciSILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah
SILABUS Nama Sekolah : SMA PGRI 1 AMLAPURA Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas/Program : XII / IPA Semester : 1 STANDAR KOMPETENSI: 1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah. KOMPETENSI DASAR
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam
Lebih terperinciSEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMAA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata : TEKNIK RANGKAIAN LISTRIK Kode Mata : DK - 23202 Jurusan / Jenjang : S1 SISTEM KOMPUTER Tujuan Instruksional Umum
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Pengembangan Produk Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan produk berupa Skema Pencapaian
Lebih terperinciANALISIS METODE DEKOMPOSISI SUMUDU DAN MODIFIKASINYA DALAM MENENTUKAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 2 (2016), hal 103-112 ANALISIS METODE DEKOMPOSISI SUMUDU DAN MODIFIKASINYA DALAM MENENTUKAN PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Lebih terperinciProsedur tersebut bisa digambarkan sbb.:
Transformasi Laplace Ditemukan oleh Pierre-Simon Marquis de Laplace (1749-1827), pakar matematika dan astronomi Perancis. Prinsipnya mentransformasi sinyal/sistem kontinyu dari ranah waktu ke ranah-s Mirip
Lebih terperinciSistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang
Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Lebih terperinciPenggunaan Bilangan Kompleks dalam Pemrosesan Signal
Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Pemrosesan Signal Stefanus Agus Haryono (13514097) 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen, suatu variabel dependen, dan satu atau lebih turunan dari
Lebih terperinciBAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN
BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN 4.1. Asimtotik Orde-2 Berdasarkan hasil simulasi pada Helmers dan Mangku (2007) kasus kernel seragam, aproksimasi asimtotik orde pertama pada ragam dan bias, gagal memprediksikan
Lebih terperinciPengertian limit secara intuisi
Pengertian it secara intuisi Perhatikan fungsi f ( ) = Fungsi diatas tidak terdefinisi di =, karena di titik tersebut f() berbentuk 0/0. Tapi masih bisa ditanyakan berapa nilai f() jika mendekati Dengan
Lebih terperinciFisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi
Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari
Lebih terperinci1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.
1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 2. Sebuah gelombang transversal frekuensinya 400 Hz. Berapa jumlah
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari pemodelan yang telah dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. 1. Pemodelan rambatan gelombang dilakukan dengan menggunakan 2 persamaan pengatur
Lebih terperinciDeret Fourier untuk Sinyal Periodik
x( t T ) x( Analisis Fourier Jean Baptiste Fourier (1768-1830, ahli fisika Perancis) membuktikan bahwa sembarang fungsi periodik dapat direpresentasikan sebagai penjumlahan sinyal-sinyal sinus dengan frekuensi
Lebih terperinciBAB IV DERET FOURIER
BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut
Lebih terperinciMATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri
MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA LIMIT FUNGSI SMK NEGERI 1 SURABAYA Halaman 1 BAB LIMIT FUNGSI A. Limit Fungsi Aljabar PENGERTIAN
Lebih terperinciLIMIT DAN KEKONTINUAN
LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang
Lebih terperinciV. INTERPRETASI DAN ANALISIS
V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dan mempunyai karakteristik yang beragam di setiap tempatnya. Hal tersebut disebabkan oleh interaksi antara litosfer,
Lebih terperinciDERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)
DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan
Lebih terperinciMetode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO
Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen orde-2 Solusi PD pada PD Linier Tak Homogen ditentukan dari solusi umum PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen.
Lebih terperinciMODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS
MODUL 1 Teori Bilangan Bilangan merupakan sebuah alat bantu untuk menghitung, sehingga pengetahuan tentang bilangan, mutlak diperlukan. Pada modul pertama ini akan dibahas mengenai bilangan (terutama bilangan
Lebih terperinciPemodelan Matematika dan Metode Numerik
Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari
Lebih terperinci