KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III 2015 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan IV Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 18 November 2015 Plt. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Ismet Inono Deputi Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Boks 1 DAMPAK PELEMAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH SERTA KETAHANAN DAN DAYA SAING INDUSTRI iv

6 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Boks 2. DAMPAK EL NINO DAN KABUT ASAP BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Bank Umum Perkembangan Perkembangan Dana Pihak Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Perkembangan Transaksi Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Penyediaan Uang Kartal Layak v

7 Daftar Isi HALAMAN 7.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Real Time Gross Settlement 58 BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Ketenagakerjaan Kesejahteraan Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Keparahan Kemiskinan (P 2) Riau BAB Prospek Makro Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xvii vi

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau sisi penggunaan (yoy) Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp Juta) Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank umum di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 3.4 Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Juta) 47 Tabel 3.5 Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw II-2015 Menurut Sektor Ekonomi Tabel 3.6. Perkembangan Perbankan Syariah Tabel3.7 Perkembangan BPR/S Tabel 3.8 Perkembangan Nilai BI RTGS Provinsi Riau Tw II 2015 dan Tw III 2015 (dalam Rp Miliar) Tabel 3.8. Perkembangan Volume warkat BI-RTGS di Riau triwulan II-2015 dan triwulan III-2015 (dalam Rp juta) Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan III Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan III Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2015 (dalam%) Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan IV vii

9 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 9 Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Penghasilan Konsumen Provinsi Riau Grafik 1.4.Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Triwulan III Riau Grafik1.10.Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik1.11. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.12.Perkembangan PMI dan Industrial Production Tiongkok Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik1.14. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan dan Peternakan 19 Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian Provinsi Riau Berdasarkan Subsektor viii

10 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Sektor Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Grafik Konsumsi Semen Riau Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi di Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3.Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw III di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw III 2015 di Riau (qtq) Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw III ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw III Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw III Grafik 2.13.Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik 2.14.Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) ix

11 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di kota Pekanbaru Grafik Perkembangan inflasi Administered Price...36 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau (Rptriliun) Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok (%) Grafik 3.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank (%) Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Jenis Bank Tw III-2015 (%) Grafik 3.5. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.6. Perkembangan Nilai DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Grafik 3.8. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Grafik 3.9. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) Grafik Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq).. 43 Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Produktif (%) Grafik Sumber Perlambatan Kredit Modal Kerja Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Penyumbang NPL Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik Perkembangan Harga Karet Dunia Grafik Growth dan Pangsa Subsektor Pertanian Grafik Growth dan Pangsa Subsektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik Pangsa Subsektor Perdagangan dan Pertanian Terbesar (%) Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulanan III-2015 (%) Grafik Pangsa Kredit Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Pangsa DPK Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Simpanan x

12 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Series Inflow dan Outflow Triwulan III Grafik Perkembangan Outflow Bulanan Triwulan III Grafik Perkembangan Inflow Bulanan Triwulan III Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau. 57 Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.1. TPT dan TPAK Sumatera dan Indonesia Agustus Grafik 5.2. Sebaran Angkatan Kerja di Provinsi Riau Grafik 5.3. TPT dan TPAK Berdasarkan Wilayah Grafik 5.4. Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan Daerah Grafik 5.5. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tenaga Kerja Grafik 5.6. TPT Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Grafik 5.7. Perkembangan Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Grafik 5.8. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Grafik 5.9. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau Grafik Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) Riau Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Mendatang Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 6.3. Perkembangan Harga Cabe dan Bawang di Kota Pekanbaru xi

13 Daftar Grafik xii

14

15 E

16

17 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau periode laporan tercatat mengalami kontraksi dibandingkan periode sebelumnya Perekonomian Riau pada triwulan III-2015 masih mengalami kontraksi, yaitu sebesar 1,87% (yoy). Pertumbuhan ini tercatat lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2015 lalu yang tercatat kontraksi sebesar 2,54% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 4,67% (yoy) menjadi 4,73% (yoy). 1

18 Ringkasan Eksekutif II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan III-2015 didorong oleh pertumbuhan investasi dan konsumsi pemerintah Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja investasi dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan kinerja ekspor masih berlanjut, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan masih mengalami kontraksi. Perbaikan permintaan komoditas ekspor unggulan, seperti CPO masih terbatas sehingga menyebabkan kinerja ekspor masih terkontraksi. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga, yang masih memiliki pangsa terbesar PDRB dari sisi penggunaan, tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Riau pada triwulan III-2015 melambat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 6,36% (yoy) menjadi 5,92% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 106,50 pada triwulan II-2015 menjadi 77,22 pada triwulan III Penurunan ini diperkirakan akibat masih rendahnya harga komoditas dan perbaikan ekonomi global yang masih sangat terbatas sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi domestik serta dampak kabut asap yang terjadi selama triwulan III Perkembangan investasi Riau pada triwulan III-2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 1,24% (yoy) menjadi 4,19% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah dan nilai proyek PMA dan PMDN di Riau pada periode laporan. Perkembangan ekspor luar negeri Riau pada triwulan III-2015 masih mengalami penurunan, namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar 19,10% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi kontraksi sebesar 9,55% (yoy) pada triwulan III Hal ini disebabkan oleh perbaikan kinerja ekspor migas seiring membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian. Di sisi lain, impor pada triwulan III-2015 tercatat menurun dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari kontraksi 8,25% (yoy) menjadi kontraksi sebesar 17,42% (yoy). Penurunan impor luar negeri Riau pada triwulan laporan berasal dari penurunan impor barang intermedier. Impor 2

19 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Secara sektoral, kinerja perekonomian Riau menunjukkan penurunan, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan II-2015 barang intermedier menurun signifikan dari kontraksi 7,63% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi kontraksi 21,24% (yoy) di triwulan III Dari sisi sektoral, kinerja perekonomian Riau pada triwulan III-2015 secara umum menunjukkan penurunan, meskipun cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan II Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor utama yang masih tercatat negatif. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sementara, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi diperkirakan menahan laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan III III. ASSESMEN INFLASI Penurunan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat penurunan harga bawang dan cabe merah, cabe rawit, daging ayam ras dan beberapa jenis ikan segar serta penurunan kelompok core Kota Dumai tercatat mengalami inflasi tertinggi sebesar 6,21% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 5,70% (yoy) dan 4,71% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 5,70% (yoy), lebih rendah dibandingkan posisi triwulan II-2015 yang mencapai 7,39%. Dengan demikian, inflasi Riau berada pada level yang lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Inflasi di Riau sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari 6,83% pada triwulan II menjadi 5,53% pada triwulan III Penurunan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat penurunan harga bawang merah, cabe merah, cabe rawit, daging ayam ras dan beberapa jenis ikan segar serta penurunan kelompok core akibat penurunan permintaan masyarakat karena penurunan daya beli masyarakat dan menurunnya aktivitas ekonomi akibat kondisi asap. Menurut kota perhitungan inflasi, inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai baik secara triwulanan maupun tahunan masing-masing sebesar 6,21% (yoy) dan 1,10% (qtq). Sementara, inflasi Kota Pekanbaru sebesar 5,70% (yoy) dan 0,61% (qtq) dan inflasi Kab. Tembilahan sebesar 4,71% (yoy) dan 0,66% (qtq). Namun demikian, inflasi triwulanan ketiga kota tersebut lebih rendah dibandingkan sebelumnya. 3

20 Ringkasan Eksekutif Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan melambat dibandingkan triwulan II Hal ini terlihat dari melambatnya aset dan DPK pada periode laporan IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan melambat dibandingkan triwulan II-2015, hal ini tercermin dari melambatnya aset dan DPK perbankan. Aset melambat dari 19,86% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 10,07% (yoy) di triwulan III-2015 dengan nilai sebesar Rp96,51 triliun, sedangkan DPK melambat dari 15,82% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 9,57% (yoy) di triwulan III-2015 dengan nilai sebesar Rp70,29 triliun. Sementara, penyaluran kredit meningkat dari 6,75%(yoy) di triwulan II-2015 menjadi 7,86% (yoy) di triwulan III-2015 dengan nilai sebesar Rp55,86 triliun. Namun demikian, kualitas kredit yang disalurkan tercatat menurun yaitu dari 4,33% menjadi 4,50%, bahkan kualitas kredit BPR/S perlu mendapat perhatian khusus mengingat tingginya NPL BPR/S mencapai 14,39%. Fungsi intermediasi bank umum pada triwulan III-2015 tercatat stabil Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 berada pada kondisi yang stabil. Hal ini terlihat dari angka LDR 1 sebesar sebesar 79,41%. Berbeda dengan BPR/S, LDR masih tercatat cukup tinggi yaitu mencapai 104,01%. Tingginya LDR tersebut sejalan dengan semakin tingginya risiko likuiditas BPR/S. Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh melambat dibandingk an triwulan sebelumnya Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM pada triwulan III-2015 mencapai Rp19,89 triliun, turun sebesar 1,57% (qtq) atau tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,05% (yoy) dari 2,32% (yoy). Kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar Rp7,77 triliun, diikuti oleh usaha menengah dan mikro masing-masing Rp6,66 triliun dan Rp5,47 triliun. Sejalan dengan hal tersebut, NPL UMKM masih tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 7,41%. Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 belum menunjukkan perbaikan. Aset dan pembiayaan masing-masing tercatat sebesar Rp4,95 triliun dan Rp3,43 triliun, terkontraksi masing-masing sebesar 3,63% (yoy) dan 0,25% (yoy). Namun demikian, DPK meningkat sebesar 1 Loan to Deposit Ratio (LDR) dihitung menggunakan data penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank 4

21 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif 11,45% (qtq) dan 7,16% (yoy). Di sisi lain, NPF perbankan syariah masih tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 6,19%. Perkembangan BPR/S melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari melambatnya aset dan DPK dibandingkan dengan triwulan II Aset BPR/S tercatat sebesar Rp1,19 triliun, melambat dari 8,65% (yoy) menjadi 7,26% (yoy), sedangkan DPK tercatat sebesar Rp881,19 miliar, melambat dari 15,17% (yoy) menjadi 14,41% (yoy).jumlah aset yang melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 8,65% (yoy) menjadi 7,26% (yoy). Keuangan Daerah Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan III sebesar Rp5,15 triliun atau sebesar 59,06% Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan III-2015 sebesar Rp5,15 triliun atau sebesar 59,06%, lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 79,11%. Tidak jauh berbeda pada periode sebelumnya, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar adalah komponen Dana Perimbangan atau Pendapatan Transfer yang terealisasi sebesar Rp2,32 triliun atau sebesar 55,28% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, pendapatan asli daerah terealisasi sebesar Rp2,18 triliun atau sebesar 59,50% dari total yang dianggarkan. Realisasi anggaran pendapatan transfer lainnya hingga triwulan III-2015 mencapai Rp656,07 miliar atau sebesar 75,51% dari total yang dianggarkan. Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp3,45 triliun atau sebesar 32,30% dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja operasi yaitu sebesar Rp2,22 triliun atau 39,77% dari total alokasi yang dianggarkan tahun Realisasi belanja operasi utamanya bersumber dari belanja pegawai dan belanja barang dan jasa yang tercatat masing-masing terealisasi sebesar 61,76% dan 21,82%. 5

22 Ringkasan Eksekutif V. PROSPEK Perekonomian Daerah Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2015 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat dan mencatatkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 1,0-2,0% (yoy) dengan tendensi ke arah batas bawah. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi dan perbaikan kinerja ekspor, sementara perbaikan kinerja sektor utama, terutama sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan IV Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV diperkirakan meningkat yang berada pada kisaran 1,0-2,0% (yoy) Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks keyakinan konsumen bulan November 2015 di Riau yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU). Peningkatan optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi hingga akhir tahun, meskipun masih sangat terbatas. Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan III Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan. Peningkatan permintaan CPO diperkirakan akan mendorong laju produksi perkebunan kelapa sawit, meskipun tidak begitu optimal karena faktor cuaca di awal triwulan IV-2015 yang masih terkena kabut asap. Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi. Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif sehingga diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan migas. Selain itu, potensi pemulihan kinerja sektor pertanian masih cukup rendah. 6

23 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Inflasi Inflasi Riau pada triwulan IV 2015 diperkirakan akan cenderung menurun yaitu kisaran 2,5-3,5% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan IV 2015 diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 2,5-3,5% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0,8-1,5% (qtq). Adapun capaian inflasi hingga Oktober 2015 dibandingkan dengan akhir tahun 2014 telah mencapai 1,22% (ytd). Oleh sebab itu, sasaran inflasi nasional tahun 2015 sebesar 4±1% (yoy) diperkirakan akan tercapai. Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan tekanan dari kelompok administered prices akibat faktor baseline kenaikan harga BBM pada November 2014 lalu. Meskipun demikian, terdapat risiko peningkatan tekanan inflasi dari kelompok volatile food dan kelompok inti. Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi antara lain (i) rencana pemerintah menaikkan HET LPG 3 kg, dan (ii) El Nino yang berpotensi mengganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu (i) perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices, (ii) tindakan pre-emptive TPID melalui koordinasi dengan berbagai instansi dalam menjaga ekspektasi konsumen dan (ii) masih berlanjutnya koordinasi kebijakan yang bersifat counter cyclical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai rupiah. 7

24 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan III 2015 masih mengalami kontraksi, yaitu sebesar 1,87% (yoy). Pertumbuhan ini tercatat lebih baik dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2015 lalu yang tercatat kontraksi sebesar 2,54% (yoy) 1. Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan II 2015 yaitu dari 4,67% (yoy) menjadi 4,73% (yoy). 1 Revisi data oleh BPS. 8

25 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Sumber: BPS Membaiknya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III 2015 utamanya disebabkan oleh peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor tercatat melambat. Di sisi lain, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, sektor pertambangan dan penggalian masih mengalami kontraksi, namun tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan didorong oleh peningkatan kinerja subsektor industri makanan, minuman. Sementara itu, peningkatan kinerja konstruksi didorong oleh peningkatan investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di sektor konstruksi dan realisasi belanja modal pemerintah menjelang akhir tahun anggaran. Dari sisi penggunaan, perbaikan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh peningkatan investasi dan perbaikan kinerja ekspor luar negeri. Perbaikan kinerja ekspor migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian. Sementara itu, peningkatan investasi tercermin dari peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selama triwulan laporan. 9

26 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja investasi dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan kinerja ekspor masih berlanjut, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan masih mengalami kontraksi. Perbaikan permintaan komoditas ekspor unggulan, khususnya CPO, akibat perbaikan ekonomi global yang masih terbatas menyebabkan kinerja ekspor masih terkontraksi. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga, yang masih memiliki pangsa terbesar PDRB dari sisi penggunaan, tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Sektor I* II* III* IV* I(r)*** II*** III*** Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT (0.07) (1.61) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (1.81) (3.68) (4.80) (4.45) Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa (5.65) (37.93) (32.62) (19.10) (9.55) (3.86) Impor Barang dan Jasa 3.60 (10.22) 0.99 (37.94) (7.10) (8.25) (17.42) (0.80) Total Sumber Pertumbuhan (%) (0.03) (2.54) (1.87) (1.87) Ket: *) Data sementara ***) Data sangat sementara r) revisi Sumber: BPS Provinsi Riau 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan III 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan II 2015, yakni dari 6,36% (yoy) menjadi 5,92% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga seiring dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 106,50 pada triwulan II 2015 menjadi 77,22 pada triwulan III 2015 (Grafik 1.2). Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 10

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional Penurunan IKK didorong oleh penurunan kedua komponen IKK yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang diperkirakan akibat masih rendahnya harga komoditas dan perbaikan ekonomi global yang masih sangat terbatas sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi domestik serta dampak kabut asap yang terjadi selama triwulan III Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Penghasilan Konsumen Provinsi Riau Grafik 1.4. Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Hingga triwulan III 2015 pergerakan harga CPO internasional masih terus menurun sehingga menekan perkembangan harga TBS setempat. Pada triwulan III 2015, harga CPO rata-rata hanya mencapai $506 USD/MT atau turun sebesar 28,86% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai $600 USD/MT. Kondisi ini juga mendorong penurunan pada harga TBS lokal yang tercatat mencapai Rp1.243/Kg atau turun sebesar 18,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1.352/Kg (Grafik 1.4). Penurunan harga komoditas berpengaruh terhadap penurunan penghasilan masyarakat setempat yang tercermin dari penurunan indeks penghasilan berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yaitu dari 123,7 pada Juni 2015 menjadi 99,7 pada September 2015 (Grafik 1.3). Masih kuatnya konsumsi pada triwulan III 2015 tercermin dari penyaluran kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatakan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,72 triliun atau tumbuh sebesar 9,46% (yoy), tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai 7,09% (yoy) atau sebesar Rp20,09 triliun. Peningkatan penyaluran kredit konsumsi utamanya didorong oleh peningkatan penyaluran kredit konsumsi untuk perumahan dan kredit durable 11

28 Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional goods. Di sisi lain, kredit konsumsi untuk multiguna tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kredit kendaraan bermotor masih terkontraksi, namun telah mencatatkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya 2. 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna 14,000 12,000 10, Perumahan (kiri) gyoy (kanan) 8,000 6,000 4,000 2,000 - I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III Multiguna gyoy (kanan) Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,18% (yoy) menjadi 8,80% (yoy). Kondisi ini juga sejalan dengan penurunan DPK pemerintah pada triwulan laporan. Peningkatan konsumsi pemerintah terjadi seiring dengan peningkatan realisasi belanja pemerintah daerah Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods (100.00) Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Triwulan III Provinsi Riau Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 3, khususnya pemerintah I II III IV I II III IV I II III IV I II III Durable Goods gyoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Kendaraan bermotor gyoy (kanan) (50.00) (20.00) (40.00) 2 3 Penjelasan terkait kredit konsumsi dapat dilihat pada Bab 3 Buku KEKR ini Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 Buku KEKR ini 12

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional Provinsi Riau yang telah terealisasi sebesar 32,30% dari total yang dianggarkan hingga triwulan III Jumlah realisasi ini lebih besar dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar 27,27%, namun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi belanja triwulan III selama lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 42,13%. Perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga tercatat mengalami peningkatan, yaitu dari kontraksi 1,61% (yoy) menjadi tumbuh 0,70% (yoy) Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan III 2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,24% (yoy) menjadi 4,19% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah dan nilai proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau pada triwulan III Pada triwulan III 2015 jumlah proyek yang dilaksanakan di Riau mencapai 107 proyek. Sementara total nilai investasi pada triwulan III 2015 di Riau mencapai Rp5,65 triliun atau meningkat 59,98% (yoy). Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Peningkatan investasi di Provinsi Riau utamanya didorong oleh peningkatan nilai investasi berupa PMDN, yaitu mencapai 72,62% (yoy). Peningkatan PMDN utamanya didorong oleh investasi pada konstruksi dan properti, yang diperkirakan akibat meningkatnya pembangunan jalan dan jembatan serta apartemen dan hotel-hotel di Provinsi Riau selama triwulan III Sementara itu, peningkatan PMA didorong oleh investasi di bidang industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi. 13

30 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.3. Ekspor dan Impor Ekspor Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan masih mengalami penurunan namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar 19,10% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi kontraksi sebesar 9,55% (yoy) pada triwulan III Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan ekspor migas, seiring dengan membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian. Meskipun demikian, masih kontraksinya kinerja pertambangan migas mengakibatkan total ekspor luar negeri masih mengalami kontraksi. Di sisi lain, kinerja ekspor non migas tercatat melambat. Melambatnya pertumbuhan ekpor non migas didorong oleh melambatnya ekspor utama non migas Provinsi Riau yaitu minyak dan lemak nabati. Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Jenis 2015 (ribu ton) Pangsa (%) yoy (%) I II III I-15 II-15 III-15 I-15 II-15 III-15 Makanan dan Hewan Bernyawa (6.01) Tembakau dan Minuman (2.57) (27.47) Barang Mentah (2.51) Bahan Bakar Mineral dan Pelumas (88.15) (81.47) (68.73) Minyak dan Lemak Nabati 2, , , Bahan Kimia (67.88) (38.74) (71.71) Barang Manufaktur (2.81) (0.94) Mesin dan Peralatan (100.00) (99.99) (95.15) Hasil Olahan Manufaktur (7.36) ,300 Koin, bukan mata uang Total 4, , , (2.13) Berdasarkan komoditasnya, melambatnya ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh perlambatan ekspor CPO dan penurunan ekspor karet. Melambatnya ekspor CPO disebabkan oleh menurunnya impor dari negara tujuan ekspor utama seperti India dan Tiongkok akibat perlambatan ekonomi. Sementara itu, menurunnya ekspor karet diperkirakan akibat penurunan permintaan karet dari Tiongkok, yang tercermin dari penurunan PMI Manufacturing Tiongkok pada triwulan III Penurunan tersebut juga berpengaruh terhadap permintaan energi sehingga ekspor batubara masih terkontraksi hingga triwulan laporan, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor harga yang masih rendah juga mempengaruhi penurunan ekspor batubara pada triwulan laporan. 14

31 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan PMI dan Industrial Production Tiongkok Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia Sementara itu, perkembangan ekspor pulp dan kertas pada triwulan III 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, melambatnya ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan didorong oleh penurunan ekspor kertas akibat tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh negara kawasan Amerika terhadap produk kertas dari Indonesia terkait dengan isu lingkungan. Sementara itu, pulp lebih banyak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik seiring dengan peningkatan kapasitas produksi dan pembuatan pabrik tisu. Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Berdasarkan negara tujuan ekspornya, melambatnya volume ekspor non migas utamanya berasal dari penurunan ekspor ke India dan MEE.. Pada triwulan III 2015, volume ekspor ke India dan MEE masing-masing tercatat sebesar 644 ribu ton dan 587 ribu ton, atau masing-masing terkontraksi sebesar 1,06% (yoy) dan 0,28% (yoy). Melambatnya ekspor ke kedua kawasan tersebut didominasi oleh ekspor CPO yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi dan penurunan permintaan pasca Idul Fitri 15

32 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 1456H. Sementara itu, ekspor ke Tiongkok tercatat melambat, yaitu dari 14,20% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 11,68% (yoy) pada triwulan III Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Di sisi lain, ekspor ke negara kawasan ASEAN tercatat mengalami peningkatan yang siginifikan pada triwulan laporan. Pertumbuhan ekpor ke ASEAN pada triwulan III 2015 mencapai 10,70% (yoy) atau sebesar 606 ribu ton. Peningkatan ekspor ke ASEAN utamanya ke Vietnam dan Myanmar, merupakan ekspor CPO yang diperkirakan akibat semakin terdiversifikasinya pasar CPO Indonesia di ASEAN. Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan III 2015 tercatat menurun yakni dari kontraksi 8,25% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi kontraksi sebesar 17,42% (yoy). Penurunan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan berasal dari penurunan impor barang intermedier. Impor barang intermedier menurun signifikan 16

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional dari kontraksi sebesar 7,63% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi kontraksi 21,24% (yoy) pada triwulan III Penurunan impor barang intermedier diperkirakan akibat masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah dan menyentuh nilai Rp14.730,00 untuk kurs jual. Selain itu, pelemahan permintaan ekspor dan perekonomian lokal mengakibatkan tertahannya kegiatan investasi perusahaan setempat sehingga impor bahan baku juga mengalami penurunan. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Di sisi lain, impor barang modal, yang didominasi oleh mesin-mesin, tercatat meningkat dari kontraksi sebesar 59,32% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi tumbuh sebesar 43,77% (yoy) pada triwulan III Sementara itu, impor barang konsumsi pada triwulan III 2015 juga mengalami peningkatan yakni dari tumbuh 6,24% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi tumbuh 91,91% (yoy) pada triwulan III Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III 2015 secara umum masih menunjukkan penurunan, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor utama yang 17

34 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional masih tercatat negatif. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi menahan laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan III Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Uraian Total Total Total Total I(r)*** II(r)*** III*** Andil (%) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (2.46) Pertambangan dan Penggalian (1.48) Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Moto Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi (0.01) Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (0.03) (2.54) (1.87) (1.87) Ket: *) Data sementara ***) Data sangat sementara r) revisi 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Sumber: BPS Provinsi Riau *) Data sementara,***) Data sangat sementara, r) revisi Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan III 2015 masih tercatat mengalami kontraksi dan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu kontraksi sebesar 9,37% (yoy) dari kontraksi 5,56% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan 18

35 Kondisi Ekonomi Makro Regional didorong oleh penurunan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian yang tercatat mengalami kontraksi yang semakin dalam yaitu sebesar 11,62% (yoy) dari kontraksi sebesar 7,83% (yoy). Penurunan subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian diperkirakan akibat penurunan kinerja subsektor perkebunan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, adanya kabut asap yang melanda Provinsi Riau selama triwulan laporan membuat kegiatan panen kelapa sawit terkendala sehingga produksi TBS tidak maksimal. Selain itu, ke depannya diperkirakan produksi TBS masih akan menurun di kisaran 10-15% dari kondisi normal 4. Penurunan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian diperkirakan juga akibat dampak kekeringan lahan yang disebabkan oleh El Nino di kawasan selatan. Hal ini juga dikonfirmasi berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 5 Bank Indonesia terkait perkembangan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari kontraksi 1,11% (qtq) menjadi kontraksi 1,34% (qtq). Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan juga tidak optimal disebabkan karena pengusaha masih menahan produksi akibat kondisi perekonomian global dan nasional yang belum membaik. Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Berdasarkan informasi dari contact liaison, penurunan kinerja subsektor kehutanan dan penebangan kayu disebabkan oleh penurunan ukuran dan kualitas kayu yang ditebang. Akan tetapi, pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas dapat terpenuhi melalui impor dari daerah lain. Adanya kebakaran lahan selama triwulan laporan diperkirakan juga menyumbang penurunan kinerja subsektor kehutanan dan 4 Penjelasan terkait dampak asap terhadap perekonomian Provinsi Riau dapat dilihat pada Boks 1 Buku KEKR ini 5 Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) merupakan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengumpulkan data kegiatan dunia usaha yang merupakan salah satu pendekatan/proksi kegiatan usaha untuk mendapatkan informasi dini (leading economy indicator) mengenai indikasi perkembangan kegiatan ekonomi di sektor riil secara triwulanan, yaitu triwulan yang sedang berjalan dan perkiraan pada triwulan yang akan datang 19

36 yoy,% E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional penebangan kayu. Di sisi lain, perkembangan subsektor perikanan masih tercatat tumbuh meskipun cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,53% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 5,02% (yoy) pada triwulan III Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan III 2015 tercatat relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari kontraksi sebesar 7,59% (yoy) menjadi kontraksi 5,94% (yoy). Sementara itu, Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi, namun tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini, tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya diperkirakan akibat optimalisasi teknologi pertambangan minyak bumi Sumber: Kementerian ESDM yang dilakukan oleh pengusaha yakni berupa injeksi kuman atau injeksi kimia. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan III 2015 yang cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hingga triwulan III 2015, pencapaian lifting minyak bumi di Provinsi Riau Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian Provinsi Riau berdasarkan subsektor I* II* III* IV* I(r)*** II(r)*** III*** (20.00) (40.00) (60.00) Pertambangan Minyak, Gas, dan Panas Bumi (80.00) Pertambangan Batubara dan Lignit (RHS) Pertambangan Bijih Logam Pertambangan dan Penggalian Lainnya Sumber: ESDM mencapai 311,05 ribu barel per hari. Pencapaian tersebut tercatat menurun sebesar 5,11% (yoy), dan relatif membaik dibandingkan triwulan II 2015 yang mengalami penurunan sebesar 7,66% (yoy). Meskipun demikian, kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif 20

37 Kondisi Ekonomi Makro Regional di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan menggunakan bahan-bahan kimia seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi. Selain keterbatasan sumber cadangan minyak baru, perusahaan minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara peraturan beberapa pihak berwenang. Kondisi serupa juga terjadi pada perusahaan gas bumi yang ada di provinsi Riau. Selanjutnya, kinerja pertambangan batu bara masih terkontraksi, yaitu mencapai 67,43% (yoy). Berdasarkan informasi dari contact liaison, kondisi ini didorong oleh perkembangan harga batubara dunia yang masih terus menurun, sehingga perusahaan tidak melakukan produksi akibat tingginya biaya produksi. Ekspor batubara juga terlihat menurun, terutama pada dua bulan pertama di triwulan laporan karena tidak adanya produksi batubara Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan III 2015 tercatat tumbuh sebesar 4,15% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2015 yang tercatat tumbuh sebesar 0,33% (yoy). Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan kinerja industri makanan dan minuman dan industri karet, barang dari karet, dan plastik. Peningkatan kinerja kedua sektor ini diperkirakan akibat meningkatnya permintaan negara tujuan ekspor utama, terutama negara kawasan ASEAN. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa kapasitas terpakai sektor industri pengolahan pada triwulan III 2015 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Sektor Industri Pengolahan Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia 21

38 yoy,% yoy,% E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Meningkatnya subsektor industri pengolahan makanan dan minuman disebabkan karena masih tumbuhnya ekspor CPO Provinsi Riau pada triwulan laporan, meskipun cenderung melambat. Masuknya El Nino ke negara kawasan Selatan Samudera Pasific dikhawatirkan dapat menganggu ketersediaan stok CPO pada tahun depan. Oleh sebab itu, beberapa negara tujuan ekspor utama mulai melakukan penumpukan stok untuk menghindari peningkatan harga pada tahun depan. Selain Grafik Perkembangan itu, menipisnya stok minyak kedelai dan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan minyak biji bunga matahari yang menjadi substitusi CPO juga berpengaruh terhadap permintaan CPO pada triwulan laporan (5.00) (10.00) (15.00) I* II* III* IV* I(r)*** II(r)*** III*** Sumber : BPS Provinsi Riau Industri Makanan dan Minuman Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik Di sisi lain, penurunan kinerja industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan reproduksi media rekaman mengakibatkan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan tertahan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, adanya politik anti-dumping produk Indonesia oleh negara-negara di benua Amerika mengakibatkan permintaan kertas menurun, sehingga perusahaan cenderung menahan produksinya Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor (2.00) I* II* III* IV* I(r)*** II(r)*** III*** (4.00) (6.00) Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan mobil dan Sepeda Motor Sumber: BPS Provinsi Riau Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan III 2015 tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,58% (yoy) menjadi 0,38% (yoy). Perlambatan pada sektor ini didorong oleh penurunan kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran, bukan mobil, dan sepeda 22

39 Kondisi Ekonomi Makro Regional motor yang menurun dari 2,53% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 1,45% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat dampak kabut asap yang melanda Provinsi Riau selama triwulan laporan sehingga kegiatan jual beli di pasar, terutama di pasar tradisional dan makanan khas juga berkurang. Selain itu, penurunan daya beli akibat masih rendahnya harga komoditas diperkirakan juga memberikan andil dalam penurunan kinerja subsektor ini. Sementara itu, subsektor Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya masih tercatat mengalami kontraksi namun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan subsektor perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya pada triwulan III 2015 tercatat mengalami Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI kontraksi 2,33% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,10% (yoy). Hal ini diperkirakan akibat pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berlanjut hingga triwulan laporan, sehingga meningkatkan harga barang-barang impor dan bahan bakunya. Selain itu, perkembangan ekonomi domestik yang menurun juga mensinyalir penurunan daya beli masyarakat sehingga kegiatan jualbeli tidak dapat tumbuh optimal. Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi 23

40 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Dilihat dari kredit perbankan, perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga tercermin dari masih terkontraksinya kredit subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau serta melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit untuk subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau. Pada triwulan III 2015, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau mencapai Rp2,27 triliun atau turun sebesar 8,27% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit juga mencapai Rp624,2 miliar atau tumbuh 4,07% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,44% (yoy) Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan III 2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan II Pertumbuhan sektor konstruksi di Provinsi Riau pada triwulan III 2015 mencapai 8,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5.07% (yoy). Grafik Konsumsi Semen Riau Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Peningkatan pertumbuhan konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan peningkatan konsumsi semen yaitu dari 403 ribu ton pada triwulan II 2015 menjadi 468 ribu ton pada triwulan III Secara tahunan pertumbuhan konsumsi semen di Riau tercatat tumbuh sebesar 19,54% (yoy) setelah kontraksi sebesar 6,57% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor konstruksi diperkirakan juga akibat mulai terealisasinya proyek-proyek pemerintah setempat menjelang tutup tahun anggaran 6. Peningkatan investasi PMDN di bidang konstruksi juga mendorong peningkatan kinerja sektor ini pada triwulan laporan. 6 Pembahasan terkait realisasi APBD dapat dilihat pada Bab IV Buku KEKR ini. 24

41 Boks 1 Dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Perekonomian Daerah serta Ketahanan dan Daya Saing Industri Menurut World Economic Forum (WEF), tolak ukur daya saing diukur dari 5 (lima) faktor, 3 (tiga) faktor berada pada tataran makro: (a) tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsi sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; (c) lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas, serta 2 (dua) faktor lainnya pada tataran mikro yaitu (d) rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan (e) lemahnya iklim persaingan usaha. Kurang kondusifnya kondisi makro dan lingkungan usaha memiliki implikasi besar terhadap penurunan daya saing ekonomi, terutama bagi sektor-sektor industri sebagai lapangan kesempatan kerja utama dan sebagai motor pendorong perekonomian nasional Pada bulan Oktober 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan survei dampak pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap kinerja perekonomian daerah serta ketahanan daya saing usaha/industri. Survei ini dilakukan kepada sejumlah entitas perusahaan yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian di Provinsi Riau yaitu subsektor industri pengolahan dan pertambangan & penggalian migas. Perkembangan nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2015 sebesar Rp ,- atau melemah 5,46% (qtq) jika dibandingkan triwulan II-2015, dan jika dilihat pada akhir triwulan III-2015 (bulan September 2015) nilai tukar Rupiah mencapai Rp ,-. Seluruh contact menyatakan bahwa depresiasi Rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Adapun pengaruh yang paling dirasakan oleh perusahaan di subsektor industri pengolahan baik karet maupun kelapa sawit serta perusahaan di subsektor pertambangan & penggalian migas adalah menurunnya harga komoditas internasional. Penurunan harga jual saat ini telah dialami oleh 84,62% responden, sedangkan 15,38% responden lainnya mengalami kenaikan harga. Contact menjelaskan bahwa depresiasi Rupiah tidak mampu mengkompensasi penurunan harga secara signifikan. Disisi lain sekitar 61,54% responden menyatakan bahwa menurunnya harga berdampak terhadap peningkatan permintaan yang berkisar antara 5-30%. Sementara itu 38,46% responden lainnya menginformasikan hal yang sebaliknya bahwa menurunnya harga diikuti oleh menurunnya kinerja penjualan sekitar 6%. Meningkatnya volume permintaan karena penurunan harga menyebabkan peningkatan biaya dan volume produksi 61,54% responden sekitar 10-30%. Demikian juga dengan penurunan kinerja penjualan yang

42 terjadi pada 38,46% yang berdampak terhadap penurunan biaya dan volume produksi. Sementara itu, depresiasi Rupiah dan menurunnya harga komoditas internasional secara langsung juga berdampak terhadap pencapaian margin perusahaan. Sekitar 46,15% responden menginformasikan bahwa margin usaha menurun seiring dengan penurunan penjualan dan harga, sedangkan 15,38% lainnya menyatakan terdapat kenaikan margin karena peningkatan permintaan dan sisanya 38,46% menjelaskan bahwa margin yang diperoleh perusahaan relatif sama dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 seperti yang tercermin pada grafik dibawah ini. Harga Naik 15% Turun 85% Penjualan Turun 38% Naik 62% Volume Produksi Turun 38% Naik 62% Turun 31% Biaya Produksi Tetap 8% Naik 61% Margin Usaha Tetap 39% Naik 15% Turun 46% Grafik B.1.1. Dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Perusahaan Sebagian besar responden menyatakan nilai tukar Rupiah yang ideal atau mendukung kegiatan usaha bagi sebagian besar perusahaan dengan adanya penyesuaian pada

43 fundamental perekonomian domestik (dimana konsumsi domestik terindikasi melemah dan faktor ekonomi global yang kurang mendukung) adalah Rp /USD, sedangkan nilai tukar Rupiah yang diperkirakan akan mengganggu kinerja kegiatan usaha secara signifikan adalah diatas Rp /USD. Secara umum, depresiasi dan penurunan harga komoditas internasional menekan pertumbuhan perusahaan. Sampai dengan akhir tahun 2015, responden menyatakan belum ada rencana penambahan investasi baik dalam bentuk barang modal maupun bangunan. Namun demikian, perlambatan kinerja tidak berpengaruh terhadap kenaikan/penurunan pembiayaan perusahaan baik di dalam maupun luar negeri. Hingga saat ini seluruh responden berupaya untuk tidak mengurangi jumlah tenaga kerja (disiasati dengan pengaturan shift kerja) dan memberikan upah minimum setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp ,-. Untuk meminimalkan dampak pelemahan nilai tukar dan perlambatan permintaan global, perusahaan melakukan strategi berupa peningkatan produksi dan volume penjualan untuk menjaga eksistensi perusahaan, menahan laju penjualan pada saat harga turun signifikan, menekan penurunan produksi yang lebih dalam dengan menggunakan alat berteknologi tinggi, melakukan hedging, mengoptimalkan penggunaan bahan baku dari kebun sendiri, efisiensi biaya dengan mengurangi jam operasional atau meningkatkan penggunaan cangkang kelapa sawit, mengoperasikan pabrik dengan full capacity, menerapkan sistem pemupukan dan pengangkutan hasil produksi yang termekanisasi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap tenaga manusia. Berkenaan dengan ketahanan dan daya saing usaha/industri, contact menilai bahwa aspek infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi, lokasi produksi, logistik, perizinan, insentif fiskal dan akses kredit cukup mendukung daya saing perusahaan namun belum maksimal. Adapun negara-negara yang dijadikan benchmark terkait peningkatan daya saing usaha antara lain adalah Malaysia, Thailand dan Eropa. Sementara itu, deregulasi dalam bentuk paket kebijakan ekonomi tahap I, II dan III khususnya yang terkait dengan kegiatan investasi, ekspor dan biaya energi diperkirakan akan berpengaruh kepada perusahaan karena dapat mendorong iklim investasi dan gairah dunia usaha sepanjang paket kebijakan ekonomi dimaksud terealisasi sesuai dengan yang direncanakan. Ke depannya, sebagian besar responden berharap agar pemerintah konsisten dalam memberikan insentif investasi kepada pelaku usaha, memberikan kemudahan perizinan,

44 meningkatkan serapan pasar domestik, serta memberlakukan peraturan dan regulasi yang dapat meningkatkan ketahanan dan daya saing industri.

45 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 2015 berada pada level yang lebih rendah dengan perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan III 2015 (yoy) 1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat penurunan harga bawang merah, cabe merah, cabe rawit, daging ayam ras dan beberapa jenis ikan segar, serta penurunan kelompok core akibat penurunan permintaan masyarakat karena penurunan daya beli masyarakat dan menurunnya aktivitas ekonomi akibat kondisi asap. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 25

46 Perkembangan Inflasi Daerah 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan III 2015 (yoy) tercatat sebesar 5,70%, lebih rendah jika dibandingkan posisi triwulan II 2015 yang mencapai 7,39%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari 6,83% pada triwulan II 2015 menjadi 5,53% pada triwulan III Bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan III 2015 tercatat lebih tinggi Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw III 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Nasional Riau Tw II Tw III Avg Tw III Tw II Tw III Avg Tw III Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok volatile food, akibat menurunnya harga beberapa bahan makanan terutama terjadi pada September Penurunan harga bersumber dari kelompok bumbu-bumbuan (bawang merah, cabe merah, dan cabe rawit) seiring dengan meningkatnya pasokan dari beberapa sentra produksi di Sumatera Barat dan Jawa, serta penurunan harga komoditas makanan lainnya seperti beras, daging ayam ras dan beberapa jenis ikan (nila dan tongkol) yang juga diakibatkan terjaganya pasokan. Inflasi core (inti) pada triwulan laporan juga relatif menurun ditengah menurunnya permintaan karena menurunnya daya beli masyarakat dan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat pada saat kondisi asap yang terjadi bulan September sehingga mengurangi tekanan inflasi inti Riau pada triwulan III Begitu halnya inflasi administered price juga mengalami penurunan akibat penurunan tarif listrik pada bulan Agustus Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 6,21% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 5,70% dan 4,71% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga 26

47 Perkembangan Inflasi Daerah kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) Nasional Riau Sumatera I II III IV I II III IV I II III IV I II III % (yoy) Pekanbaru Tembilahan Dumai Riau I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber penurunan inflasi secara tahunan pada triwulan III 2015 terutama berasal dari penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan, yaitu masing-masing menyumbang sebesar 1,13%, 1,69%, dan 1,37% terhadap inflasi Riau. Kontribusi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan lalu, masing-masing sebesar 2,18%, 2,02%, dan 1,71%. Kontribusi inflasi cukup rendah terjadi pada kelompok sandang, kesehatan dan pendidikan rekreasi dan olahraga, masing-masing berkontribusi 0,17%, 0,12%, dan 0,17%, lebih rendah dari kontribusi triwulan sebelumnya. Sementara itu kelompok transportasi komunikasi menjadi satu-satunya kelompok yang mengalami peningkatan kontribusi dari 1,04% menjadi 1,14% pada triwulan laporan. Apabila dilihat level inflasinya, tingkat Inflasi tertinggi pada triwulan III dialami oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yaitu 8,27% (yoy), diikuti kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok perumahan masing-masing 7,10% dan 6,21% (yoy). Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok sandang yaitu sebesar 2,55% (yoy) dan 2,72% (yoy. 27

48 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) % (yoy) % (yoy) Tw II 2015 % (yoy) Tw III Kont.Tw II 2015 Kont.Tw III % Kontribusi Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi 0.0 Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,77% menjadi 1,44% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar 2,11% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) % qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan berasal dari menurunnya harga-harga pada sub kelompok bumbu-bumbuan dan sub kelompok lemak dan minyak pada kelompok bahan makanan, dan sub kelompok rekreasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Dilihat dari komoditasnya, maka penurunan inflasi utamanya bersumber dari penurunan bawang merah, cabe merah, cabe rawit, daging ayam ras, dan minyak goreng. Beberapa upaya telah diambil oleh TPID di Riau 28

49 Perkembangan Inflasi Daerah untuk menahan peningkatan inflasi antara lain pengelolaan ekspektasi harga dan pola konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan, melakukan pengawasan ketat terhadap pendistribusian LPG 3Kg, serta sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok, serta memperbanyak program pasar murah terutama pada bulan Ramadhan sampai dengan menjelang hari raya Idul Fitri. Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw III di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw III Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi triwulanan terbesar terjadi di kota Dumai sebesar 1,10% (qtq), sementara inflasi kota Pekanbaru dan Tembilahan mencapai tingkat inflasi triwulanan masing-masing sebesar 0,61% dan 0,66% (qtq). Inflasi triwulanan ketiga kota tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya Dumai, Pekanbaru, dan Tembilahan mengalami inflasi 1,97%, 1,97% dan 1,93% (qtq), serta lebih rendah dari rata-rata inflasi triwulan III tahun yang sebesar 2,29%, 2,08% dan 2,13% (qtq). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami deflasi triwulanan terjadi pada kelompok bahan makanan, sementara inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, kelompok pendidikan rekreasi olahraga, dan kelompok transportasi dan komunikasi masing-masing sebesar 1,18%, 1,55%, dan 1,44% (qtq). Kelompok tersebut memberikan andil pada inflasi triwulan laporan yaitu mencapai 0,24%, 0,10% dan 0,23%. Sementara itu, kelompok perumahan dan kelompok kesehatan mengalami tingkat inflasi terendah masing-masing sebesar 0,41% dan 0,55% (qtq), keduanya memberikan andil inflasi sebesar 0,09%dan 0,02%. Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw III 2015 di Riau (qtq) 29

50 Perkembangan Inflasi Daerah % (qtq) % (qtq) Tw II 2015 % (qtq) Tw III Bahan Makanan Kont.Tw II 2015 Kont.Tw III 2015 Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi % Kontribusi Sumber : BPS, diolah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan III 2015, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 5,70% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 7,53% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasinya. Penurunan inflasi utamanya berasal dari penurunan harga bahan makanan akibat melimpahnya pasokan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabe merah) dan daging ayam ras terutama pada akhir triwulan III Penurunan harga juga disebabkan oleh menurunnya permintaan sehingga menurunkan tekanan pada inflasi inti terutama untuk beberapa komoditas perumahan (besi beton dan bahan bakar rumah tangga) serta komoditas sandang (emas perhiasan). Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok bahan makanan jadi (7,84%, yoy) dan kelompok transportasi dan komunikasi (7,33%, yoy), selanjutnya diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan dan kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi 5,95% dan 5,46% (yoy). Hampir seluruh kelompok komoditas mengalami inflasi yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan penurunan terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan dari 10,16% menjadi 5,56% (yoy). Kelompok transportasi 30

51 Perkembangan Inflasi Daerah dan komunikasi menjadi satu-satunya yang mengalami peningkatan inflasi akibat meningkatnya tarif angkutan udara pada bulan Juli dan Agutus Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw III ( ) % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw III ( ) % (qtq) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw III 2015 % (yoy) % (yoy) Tw III 2015 Kont.Tw III % kontribusi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom 0.0 Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami penurunan dari 7,29% menjadi 6,21% (yoy). Penurunan inflasi kota Dumai terutama bersumber dari penurunan inflasi kelompok bahan makanan yang berasal dari penurunan harga bumbu-bumbuan bawang merah, cabai merah, beras, rempela hati ayam dan daging ayam karena peningkatan pasokan. Selain itu penurunan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan karena penurunan bahan bakar rumah tangga dan kelompok sandang karena penurunan harga emas perhiasan, sehingga menurunkan inflasi dari 8,66% dan 6,94% (yoy) di triwulan lalu menjadi 7,62% dan 5,31% (yoy) pada triwulan laporan. Inflasi cukup rendah terjadi pada kelompok kesehatan (4,54%, yoy) serta kelompok transportasi dan komunikasi (5,57%, yoy), namun memiliki pergerakan meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,45% dan 4,93% (yoy). 31

52 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II 2015 % (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw III ( ) % (qtq) % (yoy) % (yoy) Tw III 2015 Kont.Tw III Bahan Makanan Makanan Jadi 7.62 Sumber : BPS, diolah % kontribusi 5.57 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi Riau yaitu mencapai 4,71% (yoy) pada triwulan III Searah dengan kedua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya, maka penurunan dialami oleh kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, kelompok sandang dan kelompok pendidikan rekreasi olahraga, masing-masing menurun dari 7,39%, 9,60%, 4,51%, dan 5,14% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,93%, 6,27%, 2,24% dan 4,43% (yoy) di triwulan III Dilihat berdasarkan subkelompok, komoditas yang mendorong terjadinya deflasi berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah), daging segar dan hasil hasilnya (daging ayam ras dan telur ayam ras), serta sebagian ikan segar (mujair dan patin) Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw III 2015 % (yoy) % (yoy) Tw III 2015 Kont.Tw III % kontribusi I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom

53 Perkembangan Inflasi Daerah 2.2. Disagregasi Inflasi 2 (yoy) Penurunan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, didorong oleh seluruh kelompok disagregasi terutama penurunan tekanan dari kelompok volatile food, yang berasal dari penurunan harga komoditas bumbu-bumbuan, daging segar & hasil-hasilnya, serta ikan segar sehingga menurunkan inflasi di triwulan III 2015, akibat meningkatnya jumlah pasokan. Penurunan juga terjadi pada tekanan inflasi kelompok core (inti) dan kelompok administered price. Faktor yang menyebabkan penurunan inflasi inti terutama berasal dari kelompok perumahan akibat menurunnya harga beberapa bahan bangunan (besi beton) dan kelompok sandang akibat menurunnya harga emas perhiasan. Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) CPI Core Volatile Food Administered Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan III 2015 sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2015 karena penurunan kelompok perumahan terutama harga beberapa bahan bangunan dan bahan bakar rumah tangga. Masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga emas perhiasan domestik juga turut mendorong penurunan laju inflasi inti pada triwulan laporan. Penurunan inflasi 2 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 33

54 20 May July August October December January March May July August October December January March April June Agust Okt 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah kelompok non tradable goods 3 yang cukup dalam menjadi faktor yang mendorong penurunan inflasi inti Riau pada triwulan laporan. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota Dumai (7,09, yoy). Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya. Selain itu inflasi inti di ketiga kota Dumai mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, berbeda dengan pergerakan inflasi inti di kedua kota lainnya yang mengalami penurunan. Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia $/OZ Harga Emas (LHS) growth (RHS) g (yoy) Sumber : Bloomberg, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS, diolah Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi 3 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 34

55 Perkembangan Inflasi Daerah pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbubumbuan dan daging segar & hasil-hasilnya. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kedua kelompok tersebut ialah bawang merah, cabe merah, dan daging ayam ras. Penurunan permintaan pasca Ramadhan dan hari raya Idul Fitri dan akibat kondisi asap yang terjadi pada akhir triwulan III 2015, serta meningkatnya pasokan dari daerah sentra produksi mendorong penurunan harga pada komoditas tersebut. Sementara itu, masih berlanjutnya penurunan harga beras hingga triwulan III 2015 juga mendorong penurunan laju inflasi kelompok volatile food pada triwulan laporan. Hal ini disebakan oleh etersediaan pasokan beras yang mencukupi pasca musim panen raya beras dan penyaluran raskin yang optimal di triwulan III. Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III ,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Data Survei Pemantauan Harga Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Cabe Merah Cabe Rawit Bawang Merah Bawang Putih Sumber : BPS, diolah Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan mengalami penurunan setelah mengalami peningkatan pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvei, maka penurunan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Tembilahan, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok administered price disebabkan oleh penurunan tarif listrik pada Agustus 2015 sebesar Rp1 per kilo Watt hour (kwh) baik golongan tegangan rendah, menengah maupun tegangan tinggi, akibat harga minyak bumi yang mengalami penurunan. 35

56 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah 36

57 Boks 2 Dampak El Nino dan Kabut Asap Dampak El Nino dan Kabut Asap terhadap Pertumbuhan Ekonomi El Nino adalah gejala penyimpangan kondisi meningkatnya suhu permukaan laut yang signifikan di samudera Pasifik sekitar ekuator khususnya di bagian tengah dan timur. Fenomena El Nino di Sumatera terjadi di wilayah Selatan yang menyebabkan kekeringan yang lebih panjang dengan curah hujan yang rendah. Kondisi kekeringan ini menyebabkan munculnya titik api di Provinsi Riau mencapai 311 titik api (24 Juni-13 September 2015). Munculnya titik api tersebut menyebabkan kualitas udara di Riau memburuk. Data PM10 BMKG menunjukkan bahwa rata-rata kualitas udara di Riau mencapai 272,29 yang mengindikasikan kondisi Sangat Tidak Sehat. Memburuknya kualitas udara tidak hanya berdampak terhadap kesehatan tetapi juga berdampak terhadap penurunan produksi beberapa sektor ekonomi, antara lain: pertanian dan perkebunan, gangguan penerbangan, menurunnya occupancy rate hotel dan menurunnya omset pedagang retail. Di Provinsi Riau diperoleh informasi bahwa dalam jangka menengah, produksi sawit diperkirakan turun hingga 15%. Sedangkan dari sisi transportasi, kabut asap ini menyebabkan dibatalkannya 62% penerbangan pada bulan September Sedangkan jumlah penumpang sejak Agustus 2015 di Provinsi Riau menurun 11,18% secara mtm dan 8,67% secara yoy. Berdasarkan informasi dari contact liaison di Provinsi Riau, omset penjualan maskapai penerbangan selama September 2015 menurun hingga 50%. Selain itu, kabut asap juga menurunkan occupancy rate hotel berbintang 4 dan 5 di Provinsi Riau hingga 20% secara mtm sedangkan penurunan occupancy rate hotel berbintang 3 ke bawah mencapai 30-40%. Selanjutnya, kabut asap juga menurunkan omset penjualan pedagang oleh-oleh khas Provinsi Riau sekitar 28,67%. Secara umum, penurunan kinerja usaha terutama di subsektor perkebunan kelapa sawit, perdagangan dan penerbangan, berpotensi menurunkan perekonomian di Provinsi Riau sebesar 0,57% akibat multiplier effect kabut asap tersebut. Di bidang pendidikan kerugian dengan diliburkannya sekolah-sekolah selama bulan September sehingga diperkirakan memberikan kerugian secara finansial di kota Pekanbaru lebih dari Rp. 20 M, ditambah kerugian akibat berkurangnya kualitas siswa karena tidak mendapatkan pengajaran (pengajaran melalui pemberian pekerjaan rumah dan hanya beberapa sekolah yang melalui fasilitas online). Dinas kesehatan telah membagi masker di beberapa lokasi dan posko kesehatan sebanyak 600 ribu masker biasa (harga Rp500) total sekitar 300 juta, dan masker N95 untuk penyakit menular H5N1 (harga Rp7500) sebanyak 100 ribu sekitar 750 juta sehingga total biaya diperkirakan lebih

58 dari Rp. 1 M. Total penderita penyakit yang terdampak asap s.d. 5 Okt 2015 mencapai , dengan asumsi biaya pengobatan Rp per penderita, total biaya yang dikeluarkan diperkirakan mencapai Rp. 2,8 M. Selain itu, memasuki minggu pertama Oktober 2015, kineja kredit mikro-kecil beberapa bank diperkirakan mulai terdampak oleh kondisi asap, sementara kredit yang berhubungan dengan bisnis besar masih terdampak dengan anjloknya harga komoditas (terutama sawit dan karet). Kelancaran debitur di pasar Sukaramai dan Ramayana sudah mulai terdampak terutama akibat berkurangnya jumlah pembeli dari berbagai Kabupaten/Kota di Riau. Tabel B.2.1. Potensi Penurunan Perekonomian di Provinsi Riau Akibat Kabut Asap Provinsi Potensi Penurunan Perekonomian (%) Sawit Padi Dampak Asap (2015) Perdagangan Penerbangan Hotel Total Riau (0.57) Dampak El Nino dan Kabut Asap terhadap Inflasi El Nino menyebabkan minimnya curah hujan di beberapa daerah yang berdampak terhadap menurunnya produktivitas sektor pertanian, khususnya pertanian tanaman bahan makanan (TABAMA). Di Provinsi Riau diperoleh informasi bahwa sampai dengan akhir tahun 2015, El Nino ini diperkirakan menyebabkan potensi gagal panen lahan pertanian hingga 2.943,65 Ha. Peningkatan potensi lahan yang gagal panen tersebut akan berdampak terhadap penurunan produksi padi. Namun demikian, sampai dengan triwulan III-2015 penurunan produksi padi ini tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan harga beras. Provinsi Riau bukan merupakan daerah sentra produksi beras sehingga sebagian besar kebutuhan beras di pasok dari luar daerah. Disisi lain, kabut asap yang terjadi di Sumatera berdampak terhadap penundaan penerbangan hingga penutupan aktivitas bandara sehingga dialihkan ke Bandara Internasional Minangkabau. Hal ini berdampak terhadap pergerakan harga tiket pesawat. Berdasarkan inflasi di bulan September 2015, tarif angkutan udara di Sumatera tercatat mengalami deflasi sebesar -12,94% (mtm) akibat penurunan aggregate demand. Kondisi ini diperkirakan akibat pelemahan daya beli masyarakat seiring dengan penurunan harga komoditas utama dan berkurangnya aktivitas perekonomian terutama di pasar tradisional akibat kabut asap.

59 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan tidak sebaik triwulan II- 2015, hal ini tercermin dari melambatnya aset dan DPK perbankan. Aset perbankan tercatat sebesar Rp96,51 triliun atau tumbuh sebesar 10,07% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 19,86% (yoy), DPK tercatat sebesar Rp70,29 triliun atau tumbuh sebesar 9,57% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 15,82% (yoy). 37

60 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berbeda dengan perkembangan aset dan deposito, penyaluran kredit pada triwulan III-2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 6,75% (yoy) menjadi 7,86% (yoy) dengan nilai sebesar Rp55,86 triliun. Namun, kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan tercatat semakin menurun yaitu dari 4,33% menjadi 4,50%. Angka tersebut sudah mendekati batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Selanjutnya, risiko likuiditas pada triwulan III-2015 tercatat masih terjaga, tercermin dari angka LDR yang stabil sebesar 79,47%. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja perbankan nasional juga mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan II Aset tercatat melambat dari 14,57% (yoy) menjadi 10,98% (yoy), DPK melambat dari 14,35% (yoy) menjadi 10,85% (yoy) dan kredit melambat dari 14,77% (yoy) menjadi 11,14% (yoy). Perlambatan tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan kinerja perbankan nasional pada periode laporan. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta) Indikator (yoy,%) I II III IV I II III Tw II 2015 Tw III 2015 Aset (Rp Juta) ,86 10,07 - Bank Umum ,01 10,11 - BPR/S ,65 7,26 Aset Nasional (Rpmiliar) *) Sumber : Bank Indonesia 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Aset Kinerja bank umum pada triwulan III-2015 tidak sebaik triwulan II-2015, hal ini terlihat dari melambatnya aset bank umum dari 20,01% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 10,11% (yoy) di triwulan III Selanjutnya, jika dibandingkan secara triwulanan, aset bank umum tercatat menurun sebesar 3,18% (qtq) dengan nilai mencapai Rp95,32 triliun ,57 10,98 Kredit (Rp Juta) ,75 7,86 - Bank Umum ,60 7,78 - BPR/S ,43 12,44 Kredit Nasional (Rpmiliar) *) ,77 11,14 Kredit UMKM (Rp Juta) ,32 1,05 Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) ,82 9,57 - Bank Umum ,83 9,51 - BPR/S ,17 14,41 DPK Nasional (Rpmiliar) *) ,35 10,85 LDR 89,20% 83,61% 80,73% 81,78% 79,06% 77,06% 79,47% NPL 3,51% 3,72% 3,76% 3,39% 3,82% 4,33% 4,50% - Bank Umum 3,32% 3,54% 3,57% 3,23% 3,64% 4,16% 4,34% - BPR/S 15,47% 15,78% 15,56% 13,75% 14,45% 13,84% 14,39% 38

61 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Jika diklasifikasikan berdasarkan kelompok kepemilikan, kontribusi terbesar terhadap aset bank umum masih didominasi oleh kelompok pemerintah dengan nilai sebesar Rp69,90 triliun dengan pangsa 73,33%. Aset tersebut tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 27,24% (yoy) menjadi 13,58% (yoy), bahkan menurun secara kuartal sebesar 4,46%. Di sisi lain, hal yang sama juga terjadi pada kelompok swasta yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,07% (yoy) menjadi 1,58% (yoy). Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau (Rptriliun) Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok (%) Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank (%) Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Jenis Bank Tw III-2015 (%) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 2.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Kinerja bank umum di Provinsi Riau yang tercermin dari perkembangan DPK juga tidak sebaik triwulan II-2015, hal ini terlihat dari melambatnya DPK bank umum dari 15,83%(yoy) di triwulan II-2015 menjadi 9,16% (yoy) di triwulan III Selanjutnya, jika dibandingkan secara triwulanan, DPK bank umum tercatat menurun sebesar 1,75% (qtq) dengan nilai mencapai Rp69,19 triliun. 39

62 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.5. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.6. Perkembangan Nilai DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (Rptriliun) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya pertumbuhan DPK bersumber dari menurunnya komponen giro sebesar 0,29% (yoy). Sementara komponen deposito melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 61,41% (yoy) menjadi 23,88% (yoy) dan komponen tabungan pertumbuhannya relatif stabil. Menurunnya komponen giro mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah semakin meningkatkan realisasi belanjanya menjelang akhir tahun Sementara, melambatnya pertumbuhan komponen deposito diperkirakan disebabkan oleh mulai terealisasinya investasi menjelang akhir tahun Jika dilihat berdasarkan pangsa, komponen tabungan mengalami peningkatan, sementara giro dan deposito mengalami penurunan. Pangsa komponen tabungan merupakan yang terbesar yaitu 41,09% dengan nilai mencapai Rp28,43 triliun, kemudian diikuti oleh deposito dan giro masing-masing sebesar 37,54% dan 21,37%. Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpJuta) No Kepemilikan Growth Tw.III-2015 I II III IV I II III yoy qtq Sektor Pemerintah ,30-6,34 1 Pemerintah Pusat (4,06) 14,17 2 Pemerintah Daerah ,53-9,34 3 Badan/ Lembaga Pemerintah ,04 11,88 4 Badan Usaha Milik Negara (3,79) 10,33 5 Badan Usaha Milik Daerah ,05 290,28 Sektor Swasta ,87-11,79 6 Perusahaan Asuransi (22,44) 19,35 7 Perusahaan Swasta ,80-13,89 8 Yayasan dan Badan Sosial ,00 4,72 9 Koperasi ,61-1,68 10 Lainnya (12,17) -2,11 Perorangan ,65 2,29 Jumlah ,16-1,75 Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kepemilikan, baik DPK yang bersumber dari pemerintah maupun swasta tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III- 40

63 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2015, DPK yang bersumber dari pemerintah tercatat sebesar Rp16,73 triliun atau tumbuh 8,30% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 24,75% (yoy). Melambatnya penghimpunan DPK pemerintah secara total utamanya bersumber dari DPK pemerintah daerah yang tumbuh jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 30,89% (yoy) menjadi 9,53% (yoy), bahkan tercatat menurun secara kuartalan sebesar 9,34% (qtq). Di sisi lain, DPK yang bersumber dari swasta pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp8,17 triliun, tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 25,75% (yoy) menjadi 13,87% (yoy). Melambatnya penghimpunan DPK swasta utamanya bersumber dari perusahaan swasta yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 26,31% (yoy) menjadi 12,80% (yoy), bahkan tercatat menurun sangat dalam secara kuartalan yaitu sebesar 13,89% (yoy). DPK yang bersumber dari perusahaan swasta memiliki pengaruh terbesar terhadap pembentukan DPK swasta yaitu dengan pangsa sebesar 86,36%. Berdasarkan jenis simpanannya, melambatnya pengimpunan DPK pemerintah utamanya bersumber dari menurunnya komponen giro pemerintah sebesar 10,25% (yoy) dan 13,07% (qtq), khususnya giro Pemerintah Daerah sebesar 6,72% (yoy) dan 15% (qtq). Menurunnya giro Pemerintah Daerah mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah semakin meningkatkan realisasi belanjanya dan hingga triwulan III-2015 realisasi belanja daerah mencapai 32,30%. Di sisi lain, melambatnya DPK swasta disebabkan oleh penurunan komponen deposito sebesar 1,38% (yoy) atau secara triwulanan turun cukup signifikan sebesar 49,29% (qtq), khususnya deposito perusahaan swasta yang turun 53,43% (qtq). Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Grafik 3.5. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Sumber : Bank Indonesia Jumlah rekening dana bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat mencapai , meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu masingmasing sebesar 2,22% (qtq) dan 4,30% (yoy), bahkan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2015 sebesar 1,84% (qtq) dan 3,25% (yoy). Rekening giro dan tabungan 41

64 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah tercatat meningkat masing-masing sebesar 5,45% (yoy) dan 4,12% (yoy), sementara rekening deposito tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 16,33% (yoy) menjadi 15,97% (yoy) Perkembangan Penyaluran Kredit Penyaluran kredit bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat meningkat sebesar 7,78% (yoy) dengan nilai mencapai Rp54,95 triliun. Hal ini didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit bank umum milik pemerintah yang tumbuh dari 9,44% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 12,26% (yoy) di triwulan III dengan nilai mencapai Rp36,81 triliun (pangsa 67,01%). Sementara penurunan penyaluran kredit bank umum milik swasta menjadi penyebab tertahannya pertumbuhan kredit. Kredit yang disalurkan oleh bank umum milik swasta yaitu sebesar Rp18,13 triliun (pangsa 32,99%) atau turun sebesar 0,29% (yoy) di triwulan III-2015 dari tumbuh sebesar 1,50% (yoy) di triwulan II Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum di Provinsi Riau (dalam RpJuta) Keterangan Pertumbuhan Tw II-2015 I II III IV I II III yoy (%) qtq (%) A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah ,26 3,43 2. Bank Swasta ,29-1,55 B. V a l u t a 1. Rupiah ,50 1,71 2. Valas ,55 2,41 T o t a l ,78 1,73 Sumber : Bank Indonesia Dari jenis valutanya, kredit yang disalurkan dalam mata uang rupiah pada triwulan III-2015 mencapai Rp53,76 triliun, meningkat sebesar 7,50% (yoy) atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2015 sebesar 6,94% (yoy). Sementara, kredit yang disalurkan dalam valas mencapai Rp1,19 triliun, tumbuh sebesar 22,55%(yoy) atau meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang menurun sebesar 7,03% (yoy). Selanjutnya, jika dibandingkan secara triwulanan, kredit dalam mata uang rupiah dan valas masing-masing tumbuh sebesar 1,71% (qtq) dan 2,41% (qtq). 42

65 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.8. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat dari sisi penggunaan, pada triwulan laporan penyaluran kredit konsumsi (pangsa 37,70%) tercatat tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,46% (yoy) atau mencapai Rp20,72 triliun, diikuti oleh kredit investasi (pangsa 31,72%) sebesar 8,38% (yoy) dengan nilai Rp17,43 triliun dan kredit modal kerja (pangsa 30,58%) sebesar 5,20% (yoy) dengan nilai Rp16,80 triliun. Meskipun tercatat tumbuh, namun kredit modal kerja melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,56% (yoy). Grafik 3.9. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) Grafik Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berbeda dengan pertumbuhan kredit konsumsi, kredit produktif (investasi dan modal kerja) tumbuh stabil yaitu dari 6,31% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 6,80% (yoy) di triwulan III Pertumbuhan kredit produktif yang tidak signifikan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit modal kerja yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi sehingga mengakibatkan ketidakpastian kegiatan bisnis di 43

66 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Provinsi Riau. Di sisi lain, masih melemahnya harga komoditas utama yaitu sawit dan karet juga menjadi pemicu perlambatan kredit modal kerja. Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Produktif (%) Grafik Sumber Perlambatan Kredit Modal Kerja Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, perlambatan pada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang cukup dalam yaitu dari 23,09% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 7,93% (yoy) di triwulan III-2015 menjadi faktor utama melambatnya kredit modal kerja. Perlambatan terjadi di sub sektor perkebunan kelapa sawit yaitu dari 24,55% (yoy) pada triwulan II-2015 menjadi 14,43% (yoy) pada triwulan III-2015, sementara sub sektor perkebunan karet dan getah turun sebesar 3,15% (yoy). Berdasarkan hasil liaison 1 Bank Indonesia, diperoleh informasi bahwa perusahaan karet mengurangi peminjaman kredit modal kerja kepada perbankan dikarenakan rendahnya harga komoditas tersebut. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran masih tercatat tumbuh rendah yaitu sebesar 2,74% (yoy). Kondisi ini menunjukkan tendensi perlambatan kinerja pada sektor pertanian dan perdagangan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan kredit modal kerja. 3. Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 berada pada kondisi yang stabil. Hal ini terlihat dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di angka 79,41%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 76,70%. Meningkatnya LDR pada periode laporan didorong oleh melambatnya pertumbuhan DPK dan meningkatnya pertumbuhan kredit. Masih 1 Liaison merupakan wawancara pada perusahaan yang representative untuk mendapatkan informasi secara mendalam 44

67 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah cukup stabilnya LDR menunjukkan risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga, serta adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Dari awal tahun 2015, kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau menunjukkan trend penurunan. NPL bank umum pada triwulan III-2015 tercatat sebesar 4,34% meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2015 sebesar 4,16%. Hal ini perlu menjadi perhatian perbankan untuk semakin meningkatkan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Penyumbang NPL (%, yoy) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, dapat dilihat bahwa jasa dunia usaha mengalami NPL tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 8,86%, diikuti oleh sektor konstruksi dan sektor pengangkutan masing-masing sebesar 8,22% dan 8,11%. Namun demikian, ketiga sektor tersebut tidak memiliki pangsa terbesar sehingga belum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap NPL secara umum. 45

68 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Selanjutnya, 2 (dua) sektor yang memiliki pangsa terbesar terhadap kredit yaitu sektor pertanian dan perdagangan tercatat mengalami peningkatan NPL pada periode laporan. NPL sektor pertanian (pangsa kredit 22,10%) tercatat sebesar 3,32% meningkat dari 2,89% di triwulan sebelumnya. Peningkatan NPL tersebut utamanya bersumber dari peningkatan pertumbuhan NPL subsektor perkebunan kelapa sawit (pangsa NPL 88,60%) yang cukup signifikan yaitu dari 18,17% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 44,99% (yoy) di triwulan III-2015, serta subsektor perkebunan karet dan penghasil getah lainnya (pangsa NPL 7,05%) yang tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 72,89% (yoy). Sementara, NPL sektor perdagangan (pangsa kredit 20,90%) tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 7,15% meningkat dari 6,35% di triwulan sebelumnya. Peningkatan NPL tersebut utamanya bersumber dari peningkatan pertumbuhan NPL subsektor perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan tembakau (pangsa NPL 32,92%) sebesar 9,28% (yoy) dan subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit (pangsa NPL 9,08%) sebesar 43,91% (yoy). Masih tertahannya perbaikan NPL pada sektor pertanian dan perdagangan merupakan dampak masih rendahnya harga komoditas utama khususnya sawit dan karet yang berimbas kepada pelunasan hutang yang jatuh tempo. Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik Perkembangan Harga Karet Dunia Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 4. Stabilitas Sistem Keuangan 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Jika dilihat per sektor, kredit yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau masih terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan dengan nilai masing-masing 46

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sebesar Rp12,14 triliun (pangsa 22,10%) dan Rp11,48 triliun (pangsa 20,90%). Pada triwulan III-2015, penyaluran kredit sektor pertanian tumbuh sebesar 9,64% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 9,70% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi secara triwulanan dimana penyaluran kredit sektor pertanian melambat dari 3,73% (qtq) di triwulan II-2015 menjadi 2,26% (qtq) di triwulan III No. Tabel 3.4. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpJuta) Sektor Ekonomi Sumber : Bank Indonesia Tw III-2015 I II III IV I II III Pangsa yoy (%) qtq (%) 1 Pertanian ,10 9,64 2,26 2 Pertambangan ,77 51,99 (15,82) 3 Perindustrian ,15 21,13 1,14 4 Listrik, Gas dan Air ,19 15,45 1,72 5 Konstruksi ,90 17,73 14,18 6 Perdag., Resto. & Hotel ,90 2,44 0,12 7 Pengangkutan, Pergud ,81 (1,72) (1,81) 8 Jasa-jasa ,43 1,09 (3,73) 9 Lain-lain ,74 9,11 3,11 Jumlah ,00 7,78 1,73 Pertumbuhan kredit sektor pertanian didorong oleh peningkatan subsektor perkebunan kelapa sawit (pangsa 91,70%) sebesar 12,39% (yoy), namun tertahan oleh penurunan subsektor perkebunan karet dan penghasil getah lainnya (pangsa 3,46%) yang cukup dalam sebesar 5,51% (yoy). Penyerapan yang besar pada subsektor kelapa sawit tidak terlepas dari karakteristik sektor utama Provinsi Riau. Grafik Growth dan Pangsa Subsektor Pertanian Grafik Growth dan Pangsa Subsektor Perdagangan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Di sisi lain, penyaluran kredit sektor perdagangan pada triwulan III-2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan II-2015 yaitu dari 1,47% (yoy) menjadi 2,44% (yoy). Namun, secara triwulanan melambat dari 2,37% (qtq) menjadi 0,12% (qtq). Melambatnya pertumbuhan kredit sektor perdagangan secara triwulanan didorong oleh menurunnya subsektor yang memiliki pangsa terbesar yaitu 47

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah perdagangan eceran yang didominasi makanan, minuman dan tembakau (pangsa 19,73%) sebesar 2,42% (qtq), subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit (pangsa 5,44%) sebesar 2,92% (qtq), subsektor perdagangan eceran komoditi lainnya (pangsa 5,37%) sebesar 2,87% (qtq) dan subsektor perdagangan eceran bahan konstruksi (pangsa 4,56%) sebesar 2,30% (qtq) Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Tingkat konsumsi masyarakat di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari kredit konsumsi yang menunjukkan peningkatan dari 7,09% (yoy) menjadi 9,46% (yoy) dengan nilai sebesar Rp20,72 triliun. Meningkatnya kredit konsumsi juga mencerminkan mulai membaiknya daya beli masyarakat pada periode laporan secara umum (3,14%, qtq). Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Sumber : Bank Indonesia Daya beli masyarakat pada triwulan III-2015 juga tercermin dari permintaan masyarakat terhadap perumahan dan kendaraan. Kredit perumahan pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp7,49 triliun, meningkat sebesar 0,51% (qtq) dan 4,18% (yoy). Peningkatan kredit perumahan utamanya didorong oleh peningkatan kredit kepemilikan rumah tinggal tipe di atas 70. Sementara, kredit kendaraan bermotor masih mengalami kontraksi sebesar 6,95% (yoy) dengan nilai mencapai Rp416 miliar. Meskipun mengalami kontraksi, kondisi periode laporan sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 9,50% (yoy). Masih terkontraksinya kendaraan bermotor diindikasikan sebagai dampak pelemahan nilai tukar rupiah serta masih rendahnya harga komoditas internasional yang mengakibatkan masih rendahnya daya beli masyarakat yang mendorong 48

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah penurunan penjualan kendaraan bermotor. Namun demikian, telah dikeluarkannya penyesuaian kebijakan Bank Indonesia mengenai Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) 2 diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit kendaraan bermotor. Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sama seperti triwulan sebelumnya, pada triwulan III-2015 kredit multiguna masih menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 21,79% (yoy) menjadi 21,64% (yoy) dengan nilai sebesar Rp12,30 triliun. Di sisi lain, kredit durable goods menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 53,14% (yoy) dengan nilai sebesar Rp32,60 miliar. Peningkatan tersebut diperkirakan masih disebabkan oleh faktor keagamaan dimana Hari Raya Idul Fitri jatuh pada pertengahan bulan Juli 2015 dan konsumsi masyarakat semakin meningkat di bulan tersebut khususnya untuk membeli peralatan rumah tangga. 2 Penyesuaian dalam bentuk peningkatan rasio Loan to Value (LTV) atau rasio Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor 49

72 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 4.3. Ketahanan Sektor UMKM Penyaluran kredit UMKM oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 mencapai Rp19,89 triliun (pangsa 36,21% terhadap total kredit), melambat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 2,32% (yoy) menjadi 1,05% (yoy). Jika diklasifikasikan berdasarkan jenis usahanya, penyerapan kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar Rp7,77 triliun, kemudian diikuti oleh usaha menengah dan mikro masing-masing dengan nilai kredit mencapai Rp6,66 triliun dan Rp5,47 triliun. Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Tidak seperti triwulan sebelumnya, pada triwulan III-2015 kredit usaha mikro tercatat tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 10,63% (yoy), diikuti oleh kredit usaha kecil tumbuh sebesar 1,32% (yoy). Sementara, kredit usaha menengah mengalami penurunan sebesar 5,93%(yoy). Jika dibandingkan dengan triwulan II-2015, diketahui bahwa penyaluran kredit usaha kecil mengalami perlambatan (tumbuh 6,81%, yoy), sementara penyaluran kredit usaha menengah terkontraksi lebih dalam (kontraksi 4,93%, yoy). Melambatnya kredit usaha kecil dan terkontraksinya kredit usaha menengah berakibat terhadap perlambatan kredit UMKM secara umum. Tabel 3.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw.III-2015 Menurut Sektor Ekonomi No. Sektor Ekonomi Growth Tw II 2015 (%) Pangsa Tw I II III IV I II III yoy qtq II Pertanian ,47 (0,05) 34,95 2 Pertambangan ,21 (19,12) 0,75 3 Perindustrian ,70 (0,23) 1,96 4 Listrik, Gas dan A ,68 6,41 0,53 5 Konstruksi (8,81) (3,57) 5,14 6 Perdag., Resto. & (0,60) (0,83) 43,04 7 Pengangkutan, P (16,15) (6,43) 3,33 8 Jasa-jasa (7,62) (5,86) 10,26 9 Lain-lain (86,48) (24,66) 0,04 Jumlah ,05 (1,57) 100,00 Sumber : Bank Indonesia 50

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan dan pertanian. Kredit disalurkan ke sektor perdagangan sebesar Rp8,56 triliun dengan pangsa 43,04% dan sektor pertanian sebesar Rp6,95 triliun dengan pangsa 34,95%. Namun demikian, kredit sektor perdagangan masih mengalami kontraksi sebesar 0,60% (yoy) dan kredit pertanian tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 13,33% (yoy) menjadi 9,47% (yoy). Grafik Pangsa Subsektor Perdagangan dan Pertanian Terbesar (%) Sumber : Bank Indonesia Pada sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau sebesar Rp2,18 triliun (pangsa 25,44%), sedangkan pada sektor pertanian, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh subsektor perkebunan kelapa sawit sebesar Rp6,21 triliun (pangsa 89,27%). Kondisi tersebut sejalan dengan karakteristik sektor utama di Provinsi Riau. Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulan III-2015 (%) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 51

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Dari awal tahun 2015, kualitas kredit UMKM menunjukkan trend penurunan. NPL UMKM pada triwulan III-2015 tercatat cukup tinggi mencapai 7,41%. Hal ini didorong oleh cukup tingginya NPL sektor utama yaitu perdagangan sebesar 8,51% dan pertanian sebesar 5,59%. Angka NPL tersebut telah melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian perbankan untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. 5. Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 belum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Namun demikian, masih lebih baik dibandingkan dengan triwulan II Aset dan pembiayaan masing-masing tercatat sebesar Rp4,95 triliun dan Rp3,43 triliun, terkontraksi masing-masing sebesar 3,63% (yoy) dan 0,25% (yoy). Secara sektoral, masih menurunnya pembiayaan perbankan syariah didorong oleh terkontraksinya sektor pertanian dan konstruksi yang memiliki pangsa terbesar dalam pembentukan pembiayaan. Pada triwulan III-2015, pembiayaan sektor pertanian tercatat sebesar Rp419 miliar (pangsa 12,22%), terkontraksi lebih dalam menjadi 8,87% (yoy) dari 6,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara, pembiayaan sektor konstruksi tercatat sebesar Rp275 miliar (pangsa 8,01%), terkontraksi sebesar 13,50% (yoy), triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 29,13% (yoy). Namun, di sisi lain sektor perdagangan masih menunjukkan kinerja yang positif dengan tumbuh sebesar 10,26% (yoy). Tabel 3.6. Perkembangan Perbankan Syariah No. Keterangan I II III IV I II III yoy qtq 1 Jumlah Bank Aset ,63 2,56 3 DPK ,16 11,45 4 Pembiayaan ,25 0,73 5 NPF 4,76% 5,25% 5,04% 4,70% 5,51% 6,11% 6,19% 6 FDR 87,03% 90,95% 95,48% 99,23% 101,18% 98,34% 88,88% Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan jenis penggunaan, pembiayaan lebih besar disalurkan pada jenis pembiayaan konsumsi sebesar Rp1,71 triliun (pangsa 49,74%), diikuti investasi sebesar Rp969,55 miliar (pangsa 28,28%) dan modal kerja sebesar Rp753,87 miliar (pangsa 21,99%). Sementara itu, kualitas pembiayaan dari awal tahun menunjukkan trend penurunan. NPF pada periode laporan tercatat sebesar 6,19%, bergerak meningkat dari triwulan I-2015 yang tercatat sebesar 5,51% dan triwulan II

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah yang tercatat sebesar 6,11%. Hal ini perlu menjadi perhatian perbankan syariah untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Grafik Pangsa Kredit Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Pangsa DPK Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia DPK perbankan syariah pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp3,86 triliun, tumbuh dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 11,45% dan 7,16%. Sumber DPK utamanya berasal dari tabungan (pangsa 52,14%), diikuti oleh deposito (pangsa 36,34%) dan giro (pangsa 11,51%). Di sisi lain, intermediasi perbankan syariah tercatat mengalami penurunan, hal ini tercermin dari penurunan rasio FDR yaitu dari 98,34% di triwulan II-2015 menjadi 88,88% di triwulan III Namun demikian, angka FDR tersebut masih tercatat stabil, hal ini mencerminkan bahwa risiko likuiditas masih terjaga. 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Kinerja BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 belum cukup menggembirakan. Aset BPR/S tercatat sebesar Rp1,19 triliun melambat dibandingkan triwulan II-2015 yaitu dari 8,65% (yoy) menjadi 7,26% (yoy), meskipun secara triwulan meningkat sebesar 0,08% (qtq). Pertumbuhan DPK pada triwulan III-2015 juga mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan II-2015 yaitu dari 15,17% (yoy) menjadi 14,41% (yoy) dengan nilai mencapai Rp881,19 miliar. Perlambatan DPK bersumber dari perlambatan deposito sebesar 26,13% (yoy) dan tabungan sebesar 0,49% (yoy). Selanjutnya, perlambatan juga terjadi dari sisi kredit, pada triwulan III-2015 penyaluran kredit mencapai Rp916,50 miliar, melambat sebesar 12,44% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 16,43% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit bersumber dari perlambatan sektor pertanian dari 15,46 % (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 8,66% (yoy) di triwulan III-2015 dan 53

76 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah perlambatan sektor perdagangan dari 11,21% (yoy) di triwulan II-2015 menjadi 8,38% (yoy) di triwulan III Namun demikian, kualitas kredit BPR/S triwulan laporan tidak sebaik triwulan sebelumnya. NPL BPR/S mengalami peningkatan dari 13,84% menjadi 14,39%. Keterangan Tabel 3.7. Perkembangan BPR/S I II III IV I II III 1. Asset DPK Tabungan Deposito Kredit NPL (nominal) LDR 101,86% 105,14% 105,83% 103,26% 101,98% 106,28% 104,01% 6. NPLs 15,47% 15,78% 15,56% 13,75% 14,45% 13,84% 14,39% Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, perlambatan kredit diikuti dengan perlambatan DPK berdampak terhadap penurunan LDR yaitu dari 106,28% di triwulan II-2015 menjadi 104,01% di triwulan III Kondisi ini perlu menjadi perhatian agar risiko likuiditas BPR/S tetap terjaga. 7. Perkembangan Transaksi Pembayaran 7.1. Kondisi Umum Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat mengalami peningkatan baik dari sisi outflow maupun inflow. Meningkatnya outflow merupakan faktor musiman mendekati Hari Raya Idul Fitri yang jatuh di pertengahan bulan Juli Sementara, meningkatnya inflow disebabkan oleh setoran perbankan yang meningkat akibat arus balik setelah melewati Hari Raya Idul Fitri. Berdasarkan hal tersebut, Provinsi Riau masih tercatat net outflow. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring secara triwulanan tercatat meningkat, sementara transaksi BI-RTGS secara triwulanan tercatat menurun. Penurunan transaksi RTGS mengindikasikan terjadinya perlambatan kegiatan bisnis di Provinsi Riau Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Sesuai dengan pola musimnya, perkembangan transaksi pembayaran tunai mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari 54

77 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah peningkatan transaksi inflow dan outflow 3. Pada triwulan III-2015, outflow tercatat sebesar Rp4,22 triliun, secara triwulanan meningkat sebesar 5,89% (qtq), namun secara tahunan menurun sebesar 14,67% (yoy). Di sisi lain, inflow tercatat sebesar Rp2,41 triliun, meningkat cukup signifikan, secara triwulanan sebesar 71,75% (qtq) atau secara tahunan meningkat 3,59% (yoy). Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Series Inflow dan Outflow Triwulan III Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Outflow Bulanan Triwulan III-2015 Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Inflow Bulanan Triwulan III-2015 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Meningkatnya outflow pada triwulan laporan merupakan faktor musiman akibat konsumsi masyarakat semakin meningkat mendekati Hari Raya Idul Fitri yang jatuh di pertengahan bulan Juli Hal ini terlihat dari outflow bulan Juli yang tercatat paling tinggi sebesar Rp3,28 triliun (pangsa 77,91%). Namun demikian, jika dilihat trend triwulan III selama 5 (lima) tahun, outflow triwulan III-2015 tidak setinggi outflow triwulan III-2013 dan triwulan III Sementara, meningkatnya inflow pada periode laporan disebabkan oleh meningkatnya setoran perbankan akibat arus balik setelah melewati bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini terlihat dari 3 Inflow-Outflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau untuk perbankan di Riau 55

78 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah cukup tingginya inflow pada bulan Juli dan Agustus masing-masing sebesar Rp1,13 triliun (pangsa 46,95%) dan Rp923,35 miliar (38,24%). Berdasarkan kondisi tersebut, dimana outflow lebih besar dibandingkan inflow, maka Provinsi Riau pada periode laporan tercatat mengalami net outflow sebesar Rp1,80 triliun, menurun sebesar 30,06% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,58 triliun Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Sebagai salah satu bentuk upaya Bank Indonesia dalam memenuhi uang kartal layak edar (fit for circulation) kepada masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Pada triwulan laporan, jumlah UTLE yang dimusnahkan tercatat sebesar Rp171,82 miliar, menurun sebesar 43,40% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp303,59 miliar. Rasio UTLE terhadap inflow juga mengalami penurunan karena tingginya inflow pada triwulan laporan dan menurunnya jumlah UTLE. Jika dilihat jumlah UTLE sampai dengan triwulan III, secara kumulatif UTLE di tahun 2015 lebih rendah dibandingkan UTLE di tahun Penurunan tersebut menunjukkan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat dalam memperlakukan uang. 56

79 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat menurun dibandingkan dengan triwulan II Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah tidak asli sebanyak 126 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 202 lembar. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau terdiri dari 62 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 57 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu, 2 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu dan 5 lembar menyerupai pecahan Rp10 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat dapat terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. 57

80 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 7.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi Kliring Jumlah nominal transaksi kliring pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp8,68 triliun, tumbuh sebesar 7,62% (yoy) atau 46,42% (qtq), meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang turun sebesar 25,83% (yoy). Di sisi lain, pengggunaan warkat tercatat sebanyak lembar, turun sebesar 7,29% (yoy) namun tumbuh sebesar 44,12% (qtq), tercatat lebih baik dibandingkan dengan triwulan II yang turun sebesar 38,91% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, rata-rata transaksi per warkat mengalami peningkatan sebesar 1,59% dengan nilai mencapai Rp36,49 miliar. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) Nilai transaksi non tunai melalui BI-RTGS pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp88,48 triliun, tumbuh sebesar 0,47% (yoy) atau turun sebesar 19,27% (qtq), melambat dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang tumbuh sebesar 12,18% (yoy). Di sisi lain, penggunaan warkat pada periode laporan sebanyak lembar, turun sebesar 35,20% (yoy) atau 5,46% (qtq), mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 32,94% (yoy). Menurunnya transaksi RTGS secara triwulanan mengindikasikan terjadinya perlambatan kegiatan bisnis di Provinsi Riau. Berdasarkan hal tersebut, maka ratarata transaksi per warkat menjadi sebesar Rp2,87 miliar, turun sebesar 14,61% (qtq) dari Rp3,36 miliar. 58

81 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Series Transaksi BI-RTGS Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat per Kabupaten/Kota, transaksi RTGS baik nilai maupun volume masih didominasi oleh Kota Pekanbaru, kemudian diikuti oleh Kota Dumai. Kota Pekanbaru memberikan kontribusi terbesar terhadap total transaksi BI-RTGS dengan pangsa mencapai 96,26% dengan nilai sebesar Rp85,17 triliun. Transaksi tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp106,55 triliun (20,07%, qtq). Namun demikian, masih tingginya transaksi di Kota Pekanbaru menunjukkan masih tingginya aktivitas ekonomi di kota tersebut yang merupakan pusat bisnis di Provinsi Riau khususnya untuk sektor perdagangan dan jasa. Tabel 3.8. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan II-2015 dan Sumber : Bank Indonesia Triwulan III-2015 (dalam Rp miliar) Kabupaten/Kota Triwulan II-2015 Triwulan III-2015 FROM TO FROM - TO Kumulatif Nilai FROM TO FROM - TO Kumulatif Nilai BENGKALIS DUMAI INDRAGIRI HILIR INDRAGIRI HULU KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU

82 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.9. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan II-2015 dan Sumber : Bank Indonesia Triwulan III-2015 Kabupaten/Kota Triwulan II-2015 Triwulan III-2015 FROM TO FROM-TO Kumulatif Volume FROM TO FROM-TO Kumulatif Volume BENGKALIS DUMAI INDRAGIRI HILIR INDRAGIRI HULU KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU Selanjutnya, transaksi di Kota Dumai pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp1,95 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2015 sebesar Rp1,73 triliun (12,21%, qtq). Masih meningkatnya transaksi RTGS di Kota Dumai sejalan dengan kota tersebut sebagai daerah industri di Provinsi Riau. Sama seperti triwulan sebelumnya bahwa Kab. Kuantan Singingi tercatat dengan nilai transaksi RTGS terendah yaitu sebesar Rp539 miliar, kemudian diikuti oleh Kab. Rokan Hilir dengan transaksi sebesar Rp3 miliar. Masih belum optimalnya aktivitas ekonomi dan kurangnya jaringan perbankan diperkirakan menjadi faktor rendahnya transaksi RTGS di daerah tersebut. 60

83 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga triwulan III 2015 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2014, terutama dari komponen realisasi belanja daerah. Di sisi lain, adanya koreksi harga minyak dan CPO internasional mengakibatkan realisasi pendapatan daerah lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III-2015 mencapai 59,06% atau mencapai Rp5,15 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah, yaitu sebesar Rp3,45 triliun atau sekitar 32,30% dari total anggaran yang dialokasikan. 61

84 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD 2015 Realisasi anggaran pendapatan pemerintahan Provinsi Riau hingga triwulan III 2015 mencapai Rp5,15 triliun atau sebesar 59,06% dari total yang dianggarkan. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp5,64 triliun atau sebesar 79,11% dari total yang dianggarkan. Di sisi lain, pada sisi pengeluaran, realisasi anggaran belanja mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau tercatat sebesar Rp3,45 triliun atau sebesar 32,30% dari total yang dianggarkan. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan 2015 Uraian Alokasi Anggaran (Rp Milyar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2014 Nilai Realisasi Realisasi Tw III (%) Alokasi Anggaran (Rp Milyar) Nilai Realisasi Realisasi Tw III (%) Pendapatan 7,127 5, ,722 5, Belanja 8,277 2, ,684 3, Surplus / Defisit (1,150) 3, (1,962) 1, Realisasi anggaran pendapatan yang lebih besar daripada realisasi anggaran belanja pemerintah daerah mengakibatkan pemerintah Provinsi Riau pada triwulan III 2015 mengalami surplus anggaran sebesar Rp1,70 triliun. Secara umum peningkatan realisasi APBD hingga triwulan III 2015 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya didorong oleh program percepatan realisasi belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau Realisasi Pendapatan Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan III-2015 mencapai 59,06% atau sebesar Rp5,15 triliun. Tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar ialah komponen Dana Perimbangan atau Pendapatan Transfer yang terealisasi sebesar Rp2,32 triliun atau sebesar 55,28% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, pendapatan asli daerah terealisasi sebesar Rp2,18 triliun atau sebesar 59,50% dari total yang dianggarkan. Realisasi anggaran pendapatan transfer lainnya hingga triwulan III 2015 mencapai Rp656,07 miliar atau sebesar 75,51% dari total yang dianggarkan. 62

85 Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan III 2015 Uraian Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Jumlah A nggaran (R p Juta) R ealisasi s.d 30 September 2015 (Rp Juta) Realisasi anggaran dana perimbangan utamanya didorong oleh pendapatan dana bagi hasil sumber daya alam yang mencapai Rp1,07 triliun atau sebesar 37,03% dari total yang dianggarakan. Selanjutnya, realisasi dana bagi hasil pajak mencapai Rp730,46 miliar atau sebesar 130,52% dari total yang dianggarkan. Selain itu, realisasi dana perimbangan juga didorong oleh realisasi dana alokasi umum dan khusus yang terealisasi masing-masing sebesar Rp490,67 miliar dan Rp23,76 miliar atau sebesar 75,00% dan 30,00% dari total yang dianggarkan. % R ealisasi PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah 3,656, ,175, Pendapatan Pajak Daerah 2,924, ,490, Pendapatan Retribusi Daerah 24, , Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 208, , Lain-lain PAD yang Sah 498, , Pendapatan Transfer 4,196, ,319, Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 559, , Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2,903, ,074, Pendapatan Dana Alokasi Umum 654, , Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79, , Pendapatan Transfer Lainnya 868, , Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian 868, , Lain-lain Pendapatan yang Sah Jumlah Pendapatan 8,721, ,151, Realisasi pendapatan tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan pada periode yang sama di tahun sebelumnya disebabkan karena menurunnya realisasi dana perimbangan, terutama dana bagi hasil sumber daya alam yang diperkirakan akibat penurunan harga minyak dunia dan harga CPO internasional. Kondisi ini sejalan dengan perekonomian Provinsi Riau yang memang ditopang oleh kedua komoditas tersebut dan pergerakan harga internasional yang cenderung terus menurun mengakibatkan nilai penjualan yang diterima lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi pada penerimaan yang berasal dari komponen retribusi daerah. Hingga triwulan III 2015 realisasi pendapatan yang berasal dari retribusi daerah mencapai 58,84% dari total yang dianggarkan, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar 72,60% dari total yang dianggarkan. Penurunan komponen pendapatan ini diperkirakan berasal dari pajak perhotelan dan restoran akibat lesunya pengunjung selama triwulan laporan yang disebabkan oleh kabut asap. 63

86 Kondisi Keuangan Daerah Sementara itu, realisasi komponen pendapatan asli daerah utamanya berasal dari realisasi pajak daerah yang terealisasi sebesar Rp1,49 triliun atau sebesar 50,95% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan pajak daerah hingga triwulan III 2015 lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar 69,12% dari total yang dianggarkan. Kondisi ini diperkirakan akibat penjualan kendaraan bermotor yang cenderung terbatas seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah dan penurunan pendapatan sehingga pendapatan dari pajak kendaraan bermotor ikut menurun. Selanjutnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus yang telah terealisasi mencapai 75,51% dari total yang dianggarkan Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp3,45 triliun atau sebesar 32,30% dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja operasi yaitu sebesar Rp2,22 triliun atau 39,77% dari total alokasi yang dianggarkan tahun Realisasi belanja operasi utamanya bersumber dari belanja pegawai dan belanja barang dan jasa yang tercatat masing-masing terealisasi sebesar 61,76% dan 21,82% terhadap alokasinya. Sementara itu, realisasi belanja hibah hingga triwulan laporan mencapai 63,45% dan sebagian besar diperkirakan masih didominasi oleh Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan II 2015 Uraian Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Jumlah A nggaran (R p Juta) R ealisasi s.d 30 September 2015 (Rp Juta) % R ealisasi BELANJA Belanja Operasi 5,581, ,219, Belanja Pegawai 1,395, , Belanja Barang dan Jasa 3,107, , Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 1,070, , Belanja Bantuan Sosial 7, Belanja Modal 2,901, , Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin 221, , Belanja Gedung dan Bangunan 368, , Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 2,294, , Belanja Aset Tetap Lainnya 5, Belanja Aset Lainnya 10, Belanja Tak Terduga 10, Belanja Tak Terduga 10, Belanja Transfer 2,191, , Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota 1,159, , Belanja Bantuan Keuangan 1,032, , Jumlah Belanja 10,683, ,450,

87 Kondisi Keuangan Daerah Selanjutnya, realisasi belanja modal hingga triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp564,88 miliar atau mencapai 19,47%. Peningkatan realisasi belanja modal utamanya didorong oleh realisasi komponen belanja jalan, irigasi, dan jaringan yang mencapai Rp484,63 miliar atau terealisasi sebesar 21,12% dari total yang dianggarkan. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya seiring dengan program percepatan realisasi belanja oleh pemerintah Provinsi Riau dan focus pembangunan jalan dan jembatan yang memang diprioritaskan oleh Dinas Bina Marga Provinsi Riau pada tahun Selanjutnya, belanja peralatan dan mesin serta belanja gedung dan bangunan hingga triwulan III 2015 masing-masing mencapai 25,67% dan 5,08% dari total yang dianggarkan. Meskipun relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau hingga triwulan III 2015 masih lebih rendah dibandingkan realisasi belanja pada periode yang sama selama tiga tahun terakhir yang mencapai 35,90% dari total yang dianggarkan. Adapun kendala dalam realisasi belanja hingga triwulan III 2015 masih sama dengan triwulan sebelumnya, yaitu (i) penyusunan rencana anggaran TA 2015 yang dilakukan pada tahun 2014 belum sesuai dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang baru, dan (ii) Diberlakukannya Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana pejabat SKPD baru dilantik per April 2015 sehingga realisasi anggaran menjadi tertunda. 65

88 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAANDAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Agustus 2015 menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan Agustus Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau yaitu dari 6,56% di tahun 2014 menjadi 7,83% di tahun Kondisi kesejahteraan masyarakat juga lebih rendah tercermin dari peningkatan jumlah penduduk miskin di tahun 2015 yang mencapai 8,42% dari total penduduk. 66

89 % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Grafik 5.1. TPT dan TPAK Sumatera dan Indonesia Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau hingga akhir tahun 2015 secara umum masih tidak begitu baik dibandingkan kondisi nasional. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Agustus 2015 tercatat sebesar 7,83%, lebih tinggi dibandingkan TPT pada Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,72% dan TPT nasional yang tercatat sebesar 6,18%. Provinsi Riau merupakan provinsi kedua dengan TPT tertinggi di Sumatera setelah Provinsi Aceh. Sementara itu, angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Riau mencapai 63,22%, merupakan TPAK terendah di Sumatera dan juga lebih rendah dibandingkan TPAK nasional yang mencapai 65,76%. Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Riau pada tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa atau meningkat 2,82% dari periode yang sama pada tahun Dari jumlah tersebut, sebanyak 92,17% bekerja atau mencapai jiwa dan jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1,42% dibandingkan tahun Jumlah pengangguran angkatan kerja juga mengalami peningkatan, yaitu dari jiwa pada tahun 2014 menjadi jiwa pada tahun Hal ini menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Riau mengalami penurunan, yaitu dari 63,31% menjadi 63,22% Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas (Jiwa) Agustus-2015 TPT (LHS) TPAK (RHS) Sumber: BPS Aug-12 Aug-13 Aug-14 Aug-15 3,985,257 4,135,186 4,257,120 4,383, ,934 Bekerja 2,399,002 2,479,493 2,518,485 2,554,296 38,992 Pengangguran 107, , , ,053 32,945 Total Angkatan Kerja 2,506, ,623,310 2,695,247 2,771,349 71,937 Bukan Angkatan Kerja 1,478,481 1,511,876 1,561,873 1,612,201 49,997 TPAK (%) (0.13) TPT (%) Sumber : BPS Provinsi Riau 67

90 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Berdasarkan spasialnya, umumnya penduduk angkatan kerja berada di daerah pedesaan, yaitu sebanyak 60,20%. Sementara angkatan kerja di daerah perkotaan hanya mencapai 39,80% dari total angkatan kerja di Provinsi Riau pada tahun Meskipun demikian, kondisi ketenagakerjaan di daerah pedesaan lebih baik dibandingkan di daerah perkotaan. Hal ini tercermin dari angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang lebih rendah dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan. TPT daerah pedesaan pada tahun 2015 tercatat sebesar 6,90% lebih rendah dibandingkan TPT di daerah perkotaan yang mencapai 9,25%. Sementara itu, angka TPAK di pedesaan tercatat sebesar 63,65%, lebih tinggi dibandingkan TPAK di perkotaan sebesar 62,58%. Grafik 5.2. Sebaran Angkatan Kerja Di Provinsi Riau Grafik 5.3. TPT dan TPAK Berdasarkan Wilayah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Mayoritas tenaga kerja di daerah perkotaan berprofesi di sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi, yaitu sebanyak 34,59%, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan sebanyak 26,07%. Kondisi ini sejalan dengan struktur ekonomi wilayah perkotaan yang memang didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa. Di sisi lain, tenaga kerja di daerah pedesaan umumnya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan, yaitu sebesar 64,12% dari total tenaga kerja yang ada di daerah tersebut. Banyaknya lahan perkebunan dan pertanian di pedesaan menyebabkan tenaga kerja yang diserap sektor ini juga tinggi. Sektor lainnya yang juga menyerap cukup banyak tenaga kerja di pedesaan ialah sektor jasa kemasyarakan, sosial, dan perorangan dan sektor perdagangan, rumah makan, dan akomodasi masing-masing sebanyak 11,39% dan 11,25%. 68

91 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Grafik 5.4. Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan Daerah Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SD ke bawah, yaitu mencapai 37,17% dari total angkatan kerja yang bekerja. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 40,51% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai 8,95%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 23.06%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwat ingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. Grafik 5.5. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tenaga Kerja Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Grafik 5.6. TPT Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Universitas Diploma I/II/III Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Pertama SD ke bawah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah % Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas, dan Diploma yaitu mencapai 22.68%. Sementara itu, TPT dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan mencapai 10,17%dan Universitas mencapai 8.97%. Kondisi ini menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 69

92 jiwa % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 3. Kesejahteraan Daerah 3.1. Penduduk Miskin Riau Persentase penduduk miskin di Riau pada tahun 2015 kembali menunjukkan peningkatan. Kondisi ini diperkirakan sebagai dampak dari penurunan harga komoditas utama internasional seperti CPO dan karet akibat penurunan harga minyak dunia. Jumlah penduduk miskin di Riau pada tahun 2015 mencapai 531 ribu jiwa atau sekitar 8,42% dari jumlah penduduk. Grafik 5.7. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jumlah (kiri) % (kanan) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 0 Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan mencapai 365 ribu jiwa atau sekitar 9,46% dari total penduduk desa di Provinsi Riau. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan. Penduduk miskin di daerah perkotaan mencapai 6,79% dari total penduduk di perkotaan atau mencapai 166 ribu jiwa. Berdasarkan perkembangannya, jumlah dan persentase penduduk miskin di wilayah pedesaan cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan cenderung menurun, dan jumlah penduduk miskin relatif stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini diperkirakan karena mayoritas penduduk di pedesaan berprofesi sebagai petani di subsektor perkebunan sawit dan karet, sehingga penurunan harga komoditas tersebut sangat berdampak terhadap kesejahteraan penduduk setempat. Sementara itu, penduduk di daerah perkotaan memiliki profesi yang lebih bervariasi sehingga lebih tahan terhadap tekanan luar. 70

93 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Grafik 5.8. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 3.2. Garis Kemiskinan Riau Garis Kemiskinan (GK) 1 Riau terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, GK Riau mengalami peningkatan sebesar 9,62% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi Rp ,- perkapita/bulan. Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, GK di kota lebih tinggi dari GK di desa. GK di Kota tahun 2015 mencapai Rp ,- perkapita/bulan meningkat 7,86% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, GK di desa tercatat sebesar Rp ,- perkapita/bulan, meningkat 10,83% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, perkembangan GK di provinsi Riau pada tahun 2015 secara umum masih melambat dibandingkan pertumbuhan GK pada tahun sebelumnya. Perlambatan GK tersebut didorong oleh melambatnya pertumbuhan GK makanan dan GK non-makanan pada periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan GK makanan tercatat melambat dari 11,33% pada Maret 2014 lalu menjadi 9,44% pada Maret Sementara GK bukan makanan juga mengalami perlambatan dari 12,83% pada Maret 2014 menjadi 10,40% Maret Melambatnya GK Riau pada tahun 2015 dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang relatif lebih rendah 1 Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin 71

94 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dibandingkan tahun 2014 lalu akibat normalisasi harga pasca kenaikan harga BBM di tahun Grafik 5.9. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 3.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau, tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan pada tahun 2015 juga berada pada tren yang meningkat. Kondisi ini diperkirakan karena tren penurunan harga komoditas internasional yang masih berlanjut sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat setempat. Perbedaan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan antara penduduk kota dan penduduk desa juga cenderung semakin melebar. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau pada tahun 2015 meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 yang lalu, yaitu dari 1.01 menjadi Dilihat dari aspek spasial, peningkatan Indeks P1 terjadi baik di daerah desa, maupun di kota. Indeks P1 di kota meningkat sebesar 22,47% (yoy) menjadi 1.09 pada tahun Sementara, Indeks P1 di desa mengalami peningkatan sebesar 44,04% (yoy) menjadi 1,38. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah pedesaan lebih menjauh dari garis kemiskinan dibandingkan dengan penduduk miskin di daerah perkotaan yang pengeluaran penduduk miskinnya semakin mendekati garis kemiskinan. 72

95 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Selanjutnya, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau pada tahun 2015 juga menunjukkan peningkatan yaitu dari 0,21 menjadi 0,36. Berdasarkan aspek kewilayahan, diketahui bahwa Indeks P2 di desa mengalami peningkatan dari 0,23 menjadi 0,41 pada tahun Sementara, Indeks P2 di kota juga menunjukkan peningkatan yakni dari 0,18 menjadi 0,28. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di desa lebih tinggi dibandingkan di kota, meskipun ketimpangan pengeluaran di kedua wilayah tersebut cenderung meningkat. Grafik Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 73

96 Prospek Perekonomian Daerah Bab 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2015 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat dan mencatatkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 1,0-2,0% (yoy) dengan tendensi ke arah batas bawah. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi dan perbaikan kinerja ekspor, sementara perbaikan kinerja sektor utama, terutama sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan IV Dengan demikian, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diperkirakan jauh lebih rendah dibandingkan tahun

97 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV-2015 serta 2015 (Dalam %) 2014* 2015*** Komponen 2014* 2015 (p) I II III IV I(r)*** II(r)*** III*** IV (p) Total 3,93 2,90 2,67 1,05 2,62 (0.03) (2.54) (1.87) (0.2)-(1.2) Sumber: BPS Riau Ket: *) Data sementara, ***) Data sangat sementara, r) revisi BPS (p) Proyeksi Bank Indonesia Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan pada triwulan IV 2015 diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan November 2015 di Provinsi Riau yang tercatat meningkat berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Peningkatan optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi hingga akhir tahun, meskipun masih sangat terbatas. Selain itu, indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang sesuai hasil SKDU juga menunjukkan peningkatan. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan meningkat, terkait dengan percepatan realisasi APBD menjelang akhir tahun anggaran. Tabel 6.2. Outlook Perekonomian Global Region 2014 Proyeksi Mei 2015 Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, November 2015 Proyeksi Agustus 2015 PDB Dunia Amerika Serikat Kawasan Eropa Jepang Tiongkok India Negara Emerging Market Lainnya Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan IV 2015 diperkirakan mulai membaik sejalan dengan membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian. Meskipun demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan masih melambat hingga akhir tahun 2015, ke depannya masih akan menjadi faktor penahan laju peningkatan kinerja ekspor luar negeri Riau pada triwulan mendatang. Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan III Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Peningkatan permintaan CPO diperkirakan akan mendorong laju produksi perkebunan kelapa sawit setempat, meskipun tidak begitu optimal karena faktor cuaca di awal triwulan IV 2015 yang 75

98 Prospek Perekonomian Daerah masih terkena kabut asap. Selanjutnya, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif stabil sehubungan dengan peningkatan permintaan ekspor. Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Datang Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen BI Dengan demikian, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2015 diperkirakan mengalami kontraksi pada kisaran (0,2)% yoy-(1,2)% yoy. Kondisi ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 yang tercatat mencapai 2,62% (yoy). Penurunan kinerja ekonomi didorong oleh penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor pertambangan dan penggalian. Adanya kabut asap yang cukup lama melanda Provinsi Riau dan pergeseran masa tanam tanaman bahan makanan menyebabkan penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sementara itu, penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian disebabkan oleh penurunan kinerja lifting minyak bumi akibat natural declining. Dari sisi penggunaan, penurunan ekonomi pada tahun 2015 utamanya disebabkan oleh perlambatan kinerja konsumsi akibat penurunan daya beli seiring dengan penurunan harga komoditas utama. Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif (natural declining) sehingga diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan migas. Selain itu, potensi pemulihan kinerja sektor pertanian masih cukup rendah, khususnya terhadap subsektor perkebunan kelapa sawit sehubungan dengan dampak kabut asap yang diperkirakan akan mulai dirasakan hingga tahun depan. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi 76

99 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi peningkatan industri pengolahan sehubungan dengan proyeksi meningkatnya harga komoditas internasional, yang diperkirakan akan memberikan sentimen positif terhadap beberapa perusahaan eksportir di Riau. 2. PERKIRAAN INFLASI Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan IV 2015 Inflasi I II III IV I II III(p) IV (p) yoy,% 7,76 6,60 5,82 8,65 6,17 7,39 5,70 2,5-3,5 qtq,% 1,05 0,81 1,03 4,26-1,26 1,97 0,68 0,8-1,5 Sumber: BPS Riau Ket: (p) Proyeksi Bank Indonesia Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 2,5-3,5% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0,8-1,5% (qtq). Adapun capaian inflasi hingga Oktober 2015 dibandingkan dengan akhir tahun 2014 telah mencapai 1,22% (ytd). Oleh sebab itu, sasaran inflasi nasional tahun 2015 sebesar 4±1% (yoy) diperkirakan akan tercapai. Inflasi Riau pada triwulan IV 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi volatile food dan inflasi inti. Peningkatan inflasi volatile food diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat permasalahan pasokan seiring peningkatan permintaan menjelang akhir tahun. Sementara itu, tekanan dari kelompok inti didorong oleh masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah hingga akhir tahun. Tekanan dari kelompok administered prices diperkirakan relatif menurun meskipun terdapat potensi peningkatan tarif angkutan udara mendekati liburan natal dan tahun baru. Beberapa komoditas seperti cabe merah dan bawang merah mulai menunjukkan peningkatan sehingga berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok volatile food di triwulan mendatang. 77

100 Prospek Perekonomian Daerah Grafik 6.6. Perkembangan Harga Cabe dan Bawang di Kota Pekanbaru Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, (i) rencana pemerintah menaikkan HET LPG 3 kg, dan (ii) El Nino yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (upside risks) proyeksi, yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices. Pada tingkat regional, solusi dini (pre-emptive solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam menjaga ekspektasi diperkirakan dapat mengurangi permasalahan informasi pasokan yang asimetris terutama di tingkat konsumen. Kemudian, pada tingkat nasional, masih berlanjutnya koordinasi kebijakan yang bersifat counter cyclical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai Rupiah diperkirakan dapat membantu mengurangi tekanan inflasi barang impor. 3. REKOMENDASI Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Jangka pendek a. Peningkatan produksi pangan lokal melalui program intensifikasi dan pengembangan urban farming sehubungan dengan program kedaulatan pangan dan energi; b. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota perlu menyusun konsep kerjasama antar daerah dan mulai melakukan 78

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT GEOPARK CILETUH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- Mei

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten Dwiki K. [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 KATEGORI 2015 Konsumsi

Lebih terperinci