Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank"

Transkripsi

1 TRIWULAN I 216 i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Reza Pahlevi Ananda (reza_pa@bi.go.id) Riyan Galuh Pratama (riyan_gp@bi.go.id) iv

5 iring Piring Piring v

6 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Triwulan I 216. Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami: Setelah mengalami perbaikan pada triwulan IV 215, pada triwulan ini perekonomian Sumatera Barat kembali mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan laporan mencapai 5,484% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 5,74% (yoy). Perlambatan ekonomi berasal dari hampir semua komponen pengeluaran, yaitu menurunnya tingkat konsumsi swasta seiring dengan masih lemahnya daya beli, terbatasnya realisasi investasi akibat perilaku wait and see pelaku usaha, serta minimnya realisasi belanja pemerintah pada awal tahun. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor tercatat turun akibat masih lemahnya permintaan dari negara mitra dagang. Sementara itu, tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat kembali meningkat setelah menurun signifikan pada akhir tahun 215. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat triwulan I 216 tercatat sebesar 6,62% (yoy), meningkat dibandingkan akhir tahun 215 yang mencapai 1,8% (yoy). Laju inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera, serta tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi nasional ke 2 (dua) tertinggi. Perbedaan pola musim tanam di Sumbar disertai curah hujan yang tinggi di beberapa daerah sentra produksi serta ketergantungan pasokan beberapa komoditas dari luar Sumatera Barat menjadi faktor meningkatnya inflasi Sumatera Barat. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami vi

7 menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Mei 216 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Puji Atmoko Direktur vii

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GRAFIK... xi RINGKASAN EKSEKUTIF... xiv 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan BAB II INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Perkembangan DPK Perkembangan Kredit Intermediasi dan Risiko Perbankan viii

9 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Perkembangan Transaksi Non Tunai BAB IV KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prakiraan Inflasi ix

10 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PENGELUARAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 2.1. LAJU INFLASI TERTINGGI PADA TW I TABEL 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BUKITTINGGI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, QTQ) TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG & JASA (%YOY) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (QTQ, %) TABEL 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULAN SUMATERA BARAT KELOMPOK BAHAN MAKANAN (QTQ, %) TABEL 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU (QTQ, %)... 3 TABEL 2.8. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR (QTQ, %)... 3 TABEL 2.9. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK SANDANG (QTQ, %) TABEL 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK KESEHATAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN (QTQ, %) TABEL 3.1. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT... 4 TABEL 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH SUMATERA BARAT... 5 TABEL 6.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA TABEL 6.2. PERTUMBUHAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA x

11 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN I GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB MENURUT PERMINTAAN... 5 GRAFIK 1.5. PENJUALAN KENDARAAN BERMOTOR... 5 GRAFIK 1.6. PERTUMBUHAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR... 5 GRAFIK 1.7. REALISASI BELANJA APBD PROV. SUMBAR... 7 GRAFIK 1.8. INDEKS PERKEMBANGAN INVESTASI (SKDU BI)... 8 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI... 8 GRAFIK 1.1. EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 9 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 9 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK HARGA KOMODITAS KARET... 1 GRAFIK HARGA KOMODITAS CPO... 1 GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR... 1 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR... 1 GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK 1.2. AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA JUAL KOMODITAS PERTANIAN, PETERNAKAN, DAN PERIKANAN (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN (SKDU BI) GRAFIK PENJUALAN MOTOR GRAFIK 1.3. PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENUMPANG BIM GRAFIK PERKEMBANGAN TINGKAT HUNIAN HOTEL GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KAPASITAS TERPASANG LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU BI) GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA JUAL LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU BI) GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI GRAFIK 2.2. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.3. KONTRIBUSI INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) GRAFIK 3.1. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT... 4 GRAFIK 3.2. SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR... 4 GRAFIK 3.3. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK 3.4. PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK 3.5. PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK 3.6. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK 3.7. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.8. PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN NPL SEKTOR KORPORASI xi

12 GRAFIK 3.1. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENTIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN TRUK DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM... 5 GRAFIK PERTUMBUHAN ASET, DPK DAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM SYARIAH GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN FDR DAN NPF BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN ASET BPR DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN DPK BPR MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PANGSA DPK BPR MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT BPR MENURUT JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PANGSA KREDIT BPR MENURUT JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BPR GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 3.3. PEMUSNAHAN UTLE DI SUMBAR GRAFIK JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK FREKUENSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 4.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.2. PERKEMBANGAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.3. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.4. PORSI KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH PADA APBD GRAFIK 4.5. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.7. PORSI KOMPONEN DAN BELANJA DAERAH PADA APBD GRAFIK 5.1. ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT... 7 GRAFIK 5.2. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT... 7 GRAFIK 5.3. PEKERJA TIDAK PENUH DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.4. PEKERJA BERDASARKAN LAPANGAN USAHA GRAFIK 5.5. PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 5.6. INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA DAN INDEKS PENGHASILAN GRAFIK 5.7. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 5.8. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.9. UMP SUMATERA BARAT GRAFIK 5.1. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERBANDINGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA GRAFIK 6.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 6.2. PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA GRAFIK 6.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN xii

13 GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI GRAFIK 6.5. PRAKIRAAN INVESTASI SECARA UMUM GRAFIK 6.6. PRAKIRAAN KEGIATAN USAHA SECARA UMUM GRAFIK 6.7.PRAKIRAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA SECARA UMUM GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN HARGA TBS DAN HARGA CPO DUNIA GRAFIK 6.9. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK 6.1. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER... 9 GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL)... 9 xiii

14 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV 215 Perekonomian Sumatera Barat kembali melambat. Perekonomian Sumatera Barat kembali mengalami perlambatan pada awal tahun 216 setelah pada triwulan sebelumnya membaik. Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,48% (yoy) pada triwulan I 216, melambat dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang mencapai 5,74% (yoy). Perlambatan ekonomi berasal dari hampir semua komponen pengeluaran. Perlambatan ekonomi berasal dari hampir semua komponen pengeluaran, yaitu menurunnya tingkat konsumsi swasta seiring dengan masih lemahnya daya beli, terbatasnya realisasi investasi akibat perilaku wait and see pelaku usaha, serta minimnya realisasi belanja pemerintah pada awal tahun. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor tercatat turun akibat masih lemahnya permintaan dari negara mitra dagang. Dari sisi sektoral, sumber perlambatan ekonomi berasal dari penurunan kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan sebagai dampak masih rendahnya harga komoditas dibandingkan pencapaian tahun , serta melemahnya konsumsi masyarakat. Sementara, lapangan usaha transportasi pergudangan dan industri pengolahan mengalami peningkatan sehingga mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat meningkat di awal tahun 216. Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat kembali meningkat setelah menurun signifikan pada akhir tahun 215. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat triwulan I 216 tercatat sebesar 6,62% (yoy) atau meningkat cukup signifikan dibandingkan akhir tahun 215 yang mencapai 1,8% (yoy). Laju inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera, serta tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi nasional ke 2 (dua) tertinggi. xiv

15 Pertumbuhan aset, DPK, dan kualitas kredit perbankan melambat. Perbedaan pola musim tanam di Sumbar disertai curah hujan yang tinggi di beberapa daerah sentra produksi serta ketergantungan pasokan beberapa komoditas dari luar Sumatera Barat menjadi faktor meningkatnya inflasi Sumatera Barat. Perlambatan perekonomian Sumatera Barat di awal tahun 216 berdampak pada penurunan sejumlah indikator perbankan seperti pertumbuhan aset, DPK, kredit, serta kualitas kredit perbankan. Perlambatan aset perbankan tersebut juga dipengaruhi oleh menurunnya kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank dan selanjutnya mengurangi aset. Minimnya transfer dana APBN dan realisasi APBD di triwulan I 216 turut mempengaruhi melambatnya kinerja DPK. Sementara lemahnya kinerja sebagian korporasi dan daya beli masyarakat berdampak pada melambatnya pertumbuhan kredit dan penurunan kualitas kredit. Di sisi korporasi, perlambatan kredit terutama terjadi pada sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor jasa, sedangkan sektor perdagangan mulai meningkat. Sementara itu, kredit pada sektor rumah tangga tumbuh relatif stabil. Intermediasi perbankan sedikit menurun namun tetap berada pada level yang tinggi. Kualitas kredit menurun. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat sedikit menurun seiring dengan perlambatan ekonomi dan siklus di awal tahun, namun tetap berada pada level yang tinggi. Fungsi intermediasi tersebut tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 141,2% pada triwulan I 216, dari sebelumnya 145,1% di triwulan IV 215. Penurunan LDR diikuti oleh penurunan kualitas kredit, terindikasi dari meningkatnya rasio Non Performing Loans (NPL) kredit dari 2,7% menjadi 3,1%. Transaksi tunai dan non tunai mengalami penurunan. Dari sistem pembayaran, transaksi tunai dan nontunai mengalami penurunan di triwulan I 216. Net inflow uang kartal tercatat sebesar Rp2,49 triliun pada triwulan I 216 atau tumbuh sebesar minus 1,7% (yoy), membaik dibandingkan triwulan IV 215 tumbuh sebesar minus 5,7% (yoy). Demikian pula dengan volume dan nominal transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan sebesar 3,3% (yoy) dan 1,8% (yoy). Penurunan tersebut ditengarai didorong oleh masih minimnya realisasi belanja pemerintah daerah di awal tahun, siklus ekonomi di awal tahun dan kondisi xv

16 perekonomian yang masih melambat. Realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan. Realisasi belanja daerah meningkat. Melambatnya pertumbuhan ekonomi berdampak pada turunnya realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. Berbeda dengan pos pendapatan, realisasi belanja daerah selama triwulan I 216 sedikit membaik dibandingkan periode yang sama tahun 215. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja meningkat. Tingkat pengangguran terbuka menurun. Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi Sumbar yang melambat pada triwulan I 216, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat sedangkan pengangguran terbuka menurun. Meningkatnya kapasitas utilisasi perusahaan dan membaiknya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi faktor utama peningkatan TPAK dan penurunan pengangguran. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan serta lapangan pekerjaan utama perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Selain itu, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat meningkat Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat terus meningkat. Kondisi ini tercermin dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat. Peningkatan kualitas hidup masyarakat juga diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari membaiknya nilai rasio gini provinsi Sumatera Barat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh lebih tinggi di triwulan II 216. Perekonomian Sumbar di triwulan II 216 diprakirakan tumbuh lebih tinggi. Perekonomian Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,4% - 5,8% (yoy) yang ditopang oleh konsumsi dan investasi serta perbaikan aktivitas ekspor. Berdasarkan sisi penawaran, faktor peningkatan terutama bersumber dari lapangan usaha pertanian, perdagangan besar xvi

17 dan eceran, industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan. Tekanan inflasi Sumatera Barat di triwulan II 216 diprakirakan berada pada level moderat. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 216 diprakirakan meningkat disertai dengan tekanan inflasi lebih tinggi dibandingkan tahun 215 Laju inflasi triwulan II 216 secara umum diperkirakan berada pada level moderat dalam rentang 4,5% - 4,9% (yoy). Faktor utama pendorong laju inflasi di triwulan II 216 adalah perayaan keagamaan yang dapat memicu kenaikan inflasi kelompok volatile foods memberikan tekanan pada kelompok administered price. Namun demikian, terdapat faktor penahan laju inflasi yakni penurunan harga BBM dan LPG 12 kg yang dilakukan pemerintah pusat serta panen padi yang terjadi di berbagai sentra produksi di Sumbar. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 216 diperkirakan cenderung meningkat pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 215 (5,41%, yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 216 diperkirakan ditopang oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor (sisi permintaan) serta peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan (sisi penawaran). Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 216 diprakirakan berada pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 215 sebesar 1,8% (yoy). Faktor bencana banjir pada triwulan I 216, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa komoditas hortikultura serta ekspektasi perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat diperkirakan menjadi pendorong utama inflasi di tahun 216. xvii

18 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT I II III IV I II III IV I MAKRO IHK Sumatera Barat * IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga 59,43 61,661 64,224 66,819 17,159 17,333 17,74 17,814 7,1 17,884 18,69 18,498 18,569 73,21 18,613 - Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1, , , Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,96 3,612 3,766 5,877 16,215 3,4 3,787 3,991 6,191 16,974 3,14 - Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 3,724 34,84 36,256 37,947 9,465 9,868 1,98 1,512 39,943 9,927 1,23 1,565 1,954 41,676 1,35 - Perubahan Inventori (25) (34) (28) 69 (46) (5) 81 (142) - Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,781 4,81 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,68 5,236 21,84 4,44 - Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,97 8,477 2,133 2, 2,35 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,77 - Net Ekspor Antar Daerah (1,543) (12,754) (6,276) (7,112) (318) (1,259) (462) (3,434) (5,472) 74 (1,595) (732) (2,889) (5,142) 1,287 PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 3,286 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,72 8,718 33,539 8,299 - Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,28 5,321 5,726 1,475 1,46 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 - Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,69 14,394 3,676 3,679 3,818 3,967 15,14 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 - Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 8,279 8,925 9,814 1,825 2,865 2,83 2,852 3,18 11,537 2,945 3,31 3,132 3,219 12,327 3,12 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,99 5,314 5,163 2,547 5,229 5,345 5,47 5,551 21,595 5,598 - Transportasi dan Pergudangan 1,939 11,872 12,794 13,877 3,63 3,626 3,754 3,966 14,95 3,943 4,11 4,11 4,12 16,156 4,176 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,69 1,12 1,179 1, , , Informasi dan Komunikasi 5,763 6,296 7,35 7,676 2,38 1,993 2,98 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,28 9,131 2,468 - Jasa Keuangan 3,35 3,317 3,641 3, ,13 1,6 1,28 4,41 1,63 1,5 1,46 1,74 4,188 1,119 - Real Estate 2,153 2,24 2,343 2, , , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,82 1,93 1,973 7,56 1,915 1,931 1,959 2,54 7,86 2,27 - Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,2 4,358 1,13 1,91 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,4 1,341 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,54 1, , , Jasa lainnya 1,61 1,76 1,822 1, , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 27=1, IHK th 214 menggunakan tahun dasar 212=1 ** PDRB menggunakan tahun dasar 21 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xviii

19 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat mengalami perlambatan pada awal tahun 216. Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,48% (yoy) pada triwulan I 216, melemah dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang mencapai 5,74% (yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat juga dialami oleh sebagian besar provinsi di kawasan Sumatera dan nasional. Perlambatan ekonomi terjadi di hampir semua komponen pengeluaran, yaitu menurunnya tingkat konsumsi swasta seiring dengan masih lemahnya daya beli, terbatasnya realisasi investasi akibat perilaku wait and see pelaku usaha, serta minimnya realisasi belanja pemerintah sesuai dengan siklus awal tahun. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor tercatat turun akibat masih lemahnya permintaan dari negara mitra dagang. Dari sisi sektoral, sumber perlambatan ekonomi berasal dari penurunan kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan sebagai dampak belum membaiknya harga komoditas seperti pencapaian tahun , serta melemahnya konsumsi masyarakat. Sementara, lapangan usaha transportasi pergudangan dan industri pengolahan mengalami peningkatan sehingga mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi. 1

20 1.1 Perkembangan Umum Mengawali tahun 216, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tidak hanya melambat tetapi juga mencapai titik terendah dalam kisaran pertumbuhan rata-rata selama 3 (tiga) tahun terakhir yang sebesar 5,86% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 216 sebesar 5,48% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan IV 215 yang mampu mencapai 5,74% (yoy) (Grafik 1.1). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan laporan disebabkan oleh masih lemahnya tingkat konsumsi masyarakat, rendahnya investasi dan minimnya belanja pemerintah pada awal tahun, serta tertahannya kinerja ekspor seiring belum membaiknya harga komoditas. Dari sisi sektoral, perlambatan ekonomi terjadi karena menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar, eceran, dan reparasi mobil dan motor. Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan dan transportasi dan komunikasi menujukkan peningkatan. % yoy Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan I %, yoy Nasional Sumatera Barat I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Secara regional, perlambatan ekonomi juga terjadi di kawasan Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Sumatera melambat dari 4,56% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 4,18% (yoy) pada triwulan I 216, seiring dengan masih rendahnya realisasi investasi, minimnya pengeluaran pemerintah pada awal tahun, serta menurunnya kinerja ekspor antar daerah. Dalam periode laporan, setidaknya tercatat 6 (enam) provinsi di Sumatera yang mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu Sumatera Barat (5,48 %, yoy), Lampung (5,5%, yoy), 2

21 Sumatera Utara (5,2%, yoy), Kepulauan Riau (4,58%, yoy), Kepulauan Bangka Belitung (3,42%, yoy), dan Riau (2,34%, yoy). Sedangkan Bengkulu (4,99%, yoy), Sumatera Selatan (4,94%, yoy), Aceh (3,66%, yoy), dan Jambi (3,42%, yoy) tumbuh lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan realisasi tersebut, perekonomian Sumatera Barat masih mencatatkan sebagai provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan 9 (sembilan) provinsi lain di kawasan Sumatera (Grafik 1.1). Meski demikian, kontribusi Sumatera Barat hanya sebesar 7% dari total PDRB Sumatera dan menempati urutan ke-6 di antara provinsi lain atau masih berada di bawah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kepulauan Riau. Sejalan dengan regional Sumatera, kinerja ekonomi nasional juga mengalami perlambatan pada awal tahun 216. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 216 hanya mampu tumbuh sebesar 4,92% (yoy), melambat dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya sebesar 5,4% (yoy) (Grafik 1.2). Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 216 terjadi karena masih terbatasnya konsumsi pemerintah sesuai dengan pola historisnya di awal tahun, serta minimnya realisasi investasi akibat perilaku menunggu (wait and see) dari investor swasta. Sementara itu, masih kuatnya konsumsi rumah tangga seiring terjaganya perkembangan harga dan membaiknya ekspektasi pendapatan, terbukti mampu menahan perlambatan ekonomi lebih lanjut. 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Ditinjau dari kelompok pengeluaran, melambatnya perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 216 terjadi pada hampir semua komponen (Tabel 1.1). Rendahnya daya beli masyarakat, perilaku menunggu investor swasta, terbatasnya pengeluaran belanja modal Pemerintah pada awal tahun, serta masih lemahnya permintaan negara mitra dagang, menjadi pendorong utama menurunnya kinerja perekonomian Sumatera Barat pada triwulan laporan. 3

22 Tabel 1.1. Pertumbuhan Pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Komponen Pengeluaran (%, yoy) 214 Total 215 Total 216 I II III IV 214 I II III IV 215 I Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah ,633.6 Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah PDRB Sumber: BPS, diolah Konsumsi Rumah Tangga Lemahnya daya beli masyarakat akibat meningkatnya tekanan inflasi dan berkurangnya pendapatan masyarakat karena kegiatan ekonomi yang lesu berdampak pada penurunan tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan awal 216. Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 216 hanya tumbuh sebesar 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai 4,24% (yoy) (Grafik 1.3). Menurunnya konsumsi rumah tangga berdampak pada penurunan kinerja perekonomian Sumatera Barat mengingat kontribusi konsumsi rumah tangga masih mendominasi PDRB secara keseluruhan, dengan sumbangan sebesar 51,9% (Grafik 1.4). Belum membaiknya daya beli masyarakat menjadi faktor utama penyebab melambatnya pengeluaran rumah tangga untuk keperluan makanan dan non makanan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga untuk makanan turun dari 3,39% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 3,29% (yoy) pada triwulan I 216. Sedangkan konsumsi untuk non makanan, seperti pembelian pakaian dan alas kaki, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, biaya kesehatan dan pendidikan, transportasi dan komunikasi, serta konsumsi lainnya pada triwulan I 216 hanya tumbuh sebesar 4,84% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,1% (yoy). 4

23 Miliar Rp Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan %, yoy Net Ekspor Antar Daerah; 12.3% 19,, 18,5, 18,, 17,5, 17,, 16,5, 16,, 15,5, 15,, I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Investasi; 28.7% Konsumsi Pemerintah; 8.6% Net Ekspor LN; -.4% Konsumsi LNPRT; 1.1% Sumber: BPS, diolah Konsumsi RT; 51.9% Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Menurut Permintaan Turunnya konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator konsumsi. Indikator yang menunjukkan pelemahan konsumsi rumah tangga terpantau dari penjualan kendaraan bermotor yang menceriminkan turunnya pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan non makanan. Secara agregat, volume penjualan kendaraan bermotor turun dari unit pada triwulan IV 215 menjadi 26.8 unit triwulan I 216 (Grafik 1.5). Penurunan konsumsi rumah tangga, tercermin juga dari kontraksi pertumbuhan kredit kendaran bermotor (KKB) yang makin dalam dari -14,5% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi -15,2% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik1.6). Unit Mobil Motor % (yoy) 4, g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan 4 35, 3 3, 2 25, 1 2, 15, 1, -1 5, -2-3 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah,diolah Miliar (Rp) % yoy 3, KKB g. KKB - sisi kanan 12 2, , 6 1,5 4 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.5. Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.6. Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor 5

24 1.2.2 Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) Berakhirnya masa pilkada pasca telah dilantiknya 13 kepala daerah baru di Sumatera Barat berdampak pada turunnya aktivitas LNPRT pada triwulan awal tahun 216. Pertumbuhan LNPRT pada triwulan I 216 mencapai 6,46% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 8,69% (yoy) (Grafik 1.1). Melambatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT merupakan salah satu pendorong turunnya kinerja perekonomian Sumatera Barat pada triwulan laporan Konsumsi Pemerintah Pola musiman belanja pemerintah yang relatif terbatas pada awal tahun berdampak pada perlambatan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan. Konsumsi pemerintah pada triwulan I 216 hanya tumbuh sebesar 3,33% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai 5,33% (yoy). Meski pengesahan APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 216 sudah dilakukan sejak 26 November 215, pengeluaran pemerintah pada awal tahun 216 masih terbatas mengingat secara historis kegiatan fisik proyek pemerintah baru akan dilaksanakan menjelang triwulan kedua tahun berjalan. Selain itu, masa transisi pemerintahan dan pelantikan kepala daerah yang baru dilaksanakan menjelang akhir triwulan I 216, serta sikap kehati-hatian Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam penyerapan belanja seiring dengan ketatnya regulasi dari Pemerintah Pusat terindikasi menjadi salah satu penyebab masih terbatasnya belanja pemerintah pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari penyerapan belanja daerah Pemda Provinsi Sumatera Barat triwulan I 216 yang hanya mencapai 11,7% dari target APBD, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 215 sebesar 12,1% dari target APBD. 6

25 Miliar (Rp) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, , Belanja Daerah , ,77 1,772 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.7. Realisasi Belanja APBD Prov. Sumbar Investasi Masih berlanjutnya perilaku menunggu (wait and see) investor ditengah masa peralihan pemerintahan yang baru, serta permasalahan struktural di Sumatera Barat menjadi faktor terhambatnya realisasi investasi pada triwulan laporan. Berdasarkan FGD dengan SKPD dan pelaku usaha, proses pembebasan lahan yang panjang menjadi kendala utama pelaksanaan proyek di Sumatera Barat. Selain itu, faktor infrastruktur listrik yang belum memadai turut mempengaruhi keputusan pelaku usaha untuk berinvestasi di Sumatera Barat. 1 Kinerja investasi tercatat melambat dari 4,21% (yoy) pada triwulan I 216 menjadi 3,81% (yoy) pada triwulan IV 215. Hal ini diperkuat oleh informasi liaison Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menyebutkan bahwa menurunnya permintaan selama tahun 215 menyebabkan sebagian besar perusahaan kontak menahan investasinya pada tahun 216. Kondisi ini tercermin dari semakin turunnya nilai skala likert investasi, yaitu dari 1,5 pada triwulan IV 215 menjadi,31 pada triwulan I 216. Indikator lain tercermin pula dari penurunan indeks perkembangan investasi hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat, yaitu dari 13,44 pada triwulan IV 215 menjadi 3,87 pada triwulan I 216. (Grafik 1.8). Dari sisi pembiayaan, penyaluran 1 Di mbar Alami Banyak Masalah menyebabkan banyak pengusaha berpikir ulang untuk mendirikan perusahaan di Sumbar. 7

26 Triliun Rupiah kredit investasi perbankan juga menurun dari 3,76% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 15,92% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik 1.9). Indeks Perkembangan Investasi I II III IV I II III IV I Kredit Investasi Pertumbuhan - sisi kanan % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.8. Indeks Perkembangan Investasi (SKDU BI) Grafik 1.9. Pertumbuhan Kredit Investasi Ekspor Masih terbatasnya permintaan seiring dengan pelemahan ekonomi negara mitra dagang berdampak pada turunnya kinerja ekspor Sumatera Barat pada triwulan I 216. Kegiatan ekspor luar negeri pada triwulan I 216 tercatat tumbuh sebesar minus 1,88% (yoy), semakin terkontraksi dibandingkan triwulan IV 215 sebesar minus 4,16% (yoy) (Grafik 1.1). Perlambatan kinerja ekspor luar negeri tercermin dari menurunnya nilai ekspor non migas dari USD361,41 juta pada triwulan IV 215 menjadi USD315,8 juta pada triwulan I 216 (Grafik 1.11). Ditinjau dari komoditasnya, penurunan ekspor non migas terutama berasal dari menurunnya volume ekspor 2 (dua) komoditas utama, yaitu CPO dan karet yang masing masing turun dari 55,83 ribu ton dan 43,49 ribu ton pada triwulan IV 215 menjadi 431,4 ribu ton dan 32,74 ribu ton pada triwulan I 216. Sementara dari sisi pertumbuhan, volume ekspor CPO meningkat dari minus 1,3% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi,4% (yoy) pada triwulan I 216. Sedangkan, volume ekspor karet pada triwulan I 216 mengalami kontraksi sebesar 2,5% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 11,55% (yoy). Begitupula dengan nilai ekspor CPO dan karet pada triwulan I 216 yang masing-masing turun menjadi USD237,18 juta dan USD36,61 juta, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar USD258,5 juta dan USD54,63 juta (Grafik 1.12). Penurunan ekspor karet juga disebabkan pula oleh adanya penerapan kuota ekspor yang mulai diberlakukan sejak tahun

27 Aturan tersebut merupakan bagian dari konsensus 3 (tiga) negara penghasil karet terbesar di dunia (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) yang dicetuskan pada tahun 215 untuk membatasi total ekspor sebesar 615 ribu ton guna meningkatkan kembali harga karet internasional. Berdasarkan informasi liaison, belum membaiknya kinerja penjualan ekspor hingga awal tahun 216 disebabkan oleh kondisi harga komoditas utama CPO dan karet yang masih berada di bawah harga komoditas pada tahun 214 dan 215 (Grafik 1.14 dan 1.15). Kondisi ini tercermin pula dari skala likert penjualan ekspor hasil liasion Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya penurunan dari,6 pada triwulan IV 215 menjadi -,88 pada triwulan I 216. %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Ekspor dan Impor Luar Negeri %, yoy Sumber: BPS, diolah Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah I II III IV I Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ribu ton % 3.9% 11.6% 1.7% 2.1% Minyak dan lemak nabati atau hewani 75.1% Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan Lainnya Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Melambatnya permintaan domestik turut berdampak pada penurunan kinerja perdagangan antar daerah. Meskipun sedikit membaik bila dibandingkan dengan triwulan IV 215, permintaan domestik masih lemah 9

28 sebagaimana ditunjukkan oleh skala likert permintaan domestik yang masih berada di area negatif yaitu -,29 pada triwulan laporan, Akibatnya, pertumbuhan ekspor antar daerah pada triwulan I 216 melambat menjadi 11,34% (yoy), dibandingkan pencapaian triwulan IV 215 sebesar 13,94% (yoy)., Turunnya kinerja perdagangan antar daerah juga tercermin dari turunnya volume aktivitas muat barang melalui pelabuhan Teluk Bayur dari 961,28 ribu ton pada triwulan IV 215 menjadi 949,39 ribu ton pada triwulan I 216 (Grafik 1.17) Rata-rata Harga Bokar Rata-rata Harga Karet Dunia - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg dan Dinas Perkebunan Rata-rata Harga TBS Rata-rata Harga CPO Dunia - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg dan Dinas Perkebunan USD/MT 1,4 1,2 1, Grafik Harga Komoditas Karet Grafik Harga Komoditas CPO Tiongkok Bangladesh 2% 4% Mianmar Belanda Pakistan 5% Amerika Serikat 13% Lainnya 13% India 44% Singapura 13% Grafik Porsi Negara Tujuan Ekspor Juta Ton 2,5 2, 1,5 1, 5 - Muat I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Pelindo Bongkar g. Bongkar - sisi kanan g. Muat - sisi kanan % yoy (1.) (2.) (3.) Grafik Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur Impor Kinerja impor luar negeri Sumatera Barat terpantau semakin membaik, meski masih mengalami kontraksi sebesar 2,62% (yoy) pada triwulan I 216, kontraksinya tidak sedalam bila dibandingkan dengan triwulan IV 215 sebesar -4,91% (yoy). Penguatan impor tersebut terutama masih ditopang 1

29 oleh peningkatan impor komoditas non migas. Nilai impor komoditas utama non migas mencatatkan perbaikan menjadi USD27,2 juta pada triwulan I 216, dibandingkan triwulan IV 215 sebesar USD22,82 juta (Grafik 1.19). Perbaikan impor, terutama berasal dari impor limbah dari industri dan pupuk yang masingmasing naik dari USD2,33 juta dan USD5,73 juta pada triwulan IV 215 menjadi USD6,91 juta dan USD8,36 juta (Grafik 1.2). Indikator perbaikan impor tercermin dari meningkatnya aktivitas impor melalui pelabuhan Teluk Bayur dari 117,61 ribu ton pada triwulan IV 215 menjadi 129,4 ribu ton pada triwulan I 216 (Grafik 1.22). Ribu Ton Vol. Impor Nonmigas Ribu Ton Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisi kanan Vol. Impor Pupuk - sisi kanan Vol. Impor Mesin - sisi kanan 12 I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas juta USD juta USD 12 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas Ditinjau dari komoditasnya, hampir seluruh impor luar negeri Sumatera Barat merupakan bahan baku (8%), sementara sisanya merupakan barang konsumsi (18%) dan barang modal (2%). Selama triwulan I 216, nilai impor bahan baku tercatat sebesar USD21,56 juta, meningkat dibandingkan triwulan IV 215 sebesar USD13,42 juta (Grafik 1.21). Berdasarkan negara asal, impor Sumatera Barat pada triwulan I 216 didominasi dari negara India (34,59%), Singapura (12,33%), dan Amerika Serikat (11,19%) (Grafik 1.23). 11

30 Juta Ton 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Ekspor Impor g. Impor - sisi kanan g. Ekspor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % yoy (5.) (1.) Juta US$ 12 Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.2. Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Sereal 19% Garam, sulfur, dan batu-batuan 11% Kertas 5% Mesin 4% Lainnya 4% Limbah dari industri makanan 26% Pupuk 31% Bangladesh Pakistan 7% Australia Kanada 9% Tiongkok 2% Lainnya 12% Mianmar 2% Amerika Serikat 11% India 35% Singapura 12% Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat 1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 216 disebabkan oleh menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan dan transportasi pergudangan masih tumbuh meningkat dan mampu menahan pelemahan ekonomi lebih lanjut. Masih rendahnya insentif petani untuk meningkatkan produksi seiring dengan harga komoditas yang belum sebaik tahun sebelumnya berdampak pada turunnya kinerja lapangan usaha pertanian. Sementara itu, kinerja perdagangan turun akibat masih terbatasnya tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat. 12

31 Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha Kategori Uraian I II III IV Total I II III IV Total 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS Sumber: BPS, diolah 216 I Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan I 216 turun seiring dengan masih rendahnya insentif petani untuk meningkatkan produksi tanaman perkebunan akibat harga kelapa sawit dan karet yang masih di bawah rata-rata tahun 214 dan 215. Pertumbuhan lapangan usaha pertanian tercatat melambat dari 11,84% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 5,16% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik 1.25). Harga TBS dan Bokar pada awal tahun 216 mulai menunjukkan perbaikan, namun pencapaian harga yang masih berada di bawah rata-rata tahun sebelumnya diyakini belum mampu meningkatkan insentif petani untuk menambah produksinya. Rata-rata harga TBS dan Bokar selama triwulan I 216 tercatat sebesar Rp1.448/kg dan Rp12.398/kg, lebih rendah dibandingkan harga rata-rata pada periode sama tahun 214 (Rp1.793/kg untuk TBS dan Rp21.183/kg untuk Bokar) dan tahun 215 (Rp1.551/kg untuk TBS dan Rp15.9/kg untuk Bokar) (Grafik 1.14 dan Grafik 1.5). Masih rendahnya volume produksi sejalan dengan masih terbatasnya penyerapan komoditas tersebut melalui ekspor Sumatera Barat. Penurunan kinerja lapangan usaha pertanian tercermin dari sejumlah indikator. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa indeks perkembangan harga jual pertanian, perkebunan, dan perikanan pada triwulan I 216 turun hingga hampir separuh dibandingkan triwulan IV 215 (Grafik 1.27). Indikator lain yang menunjukkan perlambatan kinerja pertanian tercermin pula dari 13

32 pertumbuhan pembiayaan perbankan untuk sektor pertanian yang turun signifikan dari 15,3% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 2,13% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik 1.26). Lainnya 17.9% Transportasi dan Pergudangan 11.6% Jasa - Jasa 12.3% Perdagangan 15.6% Pertanian 23.1% Konstruksi 8.6% Industri Pengolahan 1.8% %, yoy Sumatera Barat Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan 5.5 I 5.48 II 4.93 III 5.74 IV 5.48 I Sumber: BPS, diolah Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Triliun Rp Kredit Pertanian Pertumbuhan - sisi kanan %,yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (5) (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Grafik Perkembangan Indeks Harga Jual Komoditas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (SKDU) Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Belum membaiknya daya beli masyarakat pada triwulan I 216 berdampak pada penurunan kinerja lapangan usaha perdagangan. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan I 216 tercatat sebesar 7,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai 7,52% (yoy) (Grafik 1.25). Perlambatan kinerja terkonfirmasi dari hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan indeks perkembangan 14

33 kegiatan usaha perdagangan yang semakin terkontraksi pada triwulan I 216 (Grafik 1.28). Minimnya permintaan seiring dengan lemahnya daya beli masyarakat diyakini sebagai penyebab tertahannya aktivitas perdagangan Indeks Perdagangan I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Lapangan Usaha Perdagangan (SKDU BI) Unit Motor g.motor - sisi kanan % (yoy) 4, 3 35, 2 3, 25, 1 2, 15, -1 1, 5, -2-3 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: DPKD, diolah Grafik Penjualan Motor Kondisi ini sejalan dengan hasil liaison Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan masih negatifnya skala likert permintaan domestik pada triwulan I 216. Indikator lain melambatnya kinerja perdagangan tercermin dari penurunan volume penjualan motor dari unit pada triwulan IV 215 menjadi pada triwulan I 216 (Grafik 1.29). Sementara laju pertumbuhan penjualan motor pada triwulan I 216 masih tercatat kontraksi sebesar 17% (yoy), namun tidak sedalam triwulan IV 215 sebesar minus 21% (yoy). Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit perbankan untuk lapangan usaha perdagangan juga tercatat melambat dari 11,34% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 11,27% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik 1.3). Turunnya aktivitas perdagangan disebabkan juga oleh periode low season kunjungan wisata seiring dengan berakhirnya masa liburan. Kondisi ini tercermin dari menurunnya jumlah penumpang Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dari 88,8 ribu orang pada triwulan IV 215 menjadi 836,81 ribu orang pada triwulan I 216 (Grafik 1.31). Begitu pula dengan tingkat hunian hotel di Sumatera Barat pada triwulan I 216 yang turun menjadi 47,64, dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 59,25 (Grafik 1.32). 15

34 Triliun Rp Kredit Perdagangan Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I %,yoy Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Perdagangan Ribu Orang 1, Total penumpang Pertumbuhan penumpang - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Persen Sumber: PT. Angkasa Pura, BIM Grafik Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang BIM Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Kebijakan Pemerintah yang menurunkan harga BBM berdampak pada perbaikan kinerja lapangan usaha transportasi karena mampu menurunkan biaya operasional sektor tersebut. Lapangan usaha transportasi dan pergudangan pada triwulan I 216 tumbuh sebesar 5,92% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 3,42% (yoy) (Grafik 1.25). Berdasarkan hasil FGD dengan pelaku usaha, hampir separuh biaya operasional perusahaan angkutan merupakan komponen BBM. Dengan demikian, penyesuaian harga BBM diyakini berdampak signifikan terhadap perbaikan sektor transportasi karena mampu menekan biaya perusahaan. Kondisi ini tercermin dari hasil liaison yang menunjukkan bahwa penurunan harga BBM mengikuti harga minyak dunia sejak semester II 215 hingga awal 216 berpengaruh terhadap penurunan biaya energi 16

35 perusahaan kontak, dengan pangsa biaya energi terhadap total biaya yang dikeluarkan kontak berkisar 15-2%. Membaiknya kinerja lapangan usaha transportasi tercermin dari meningkatnya permintaan kredit transportasi pada triwulan I 216 yang mencapai Rp436,47 miliar, dibandingkan triwulan IV 215 sebesar Rp433,7 miliar (Grafik 1.33). Miliar Rp %,yoy 7. Kredit Transportasi Pertumbuhan - sisi kanan (2). I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (4) Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kinerja lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan laporan mencatatkan perbaikan, namun masih terbatas seiring dengan masih lemahnya permintaan. Lapangan usaha industri pengolahan pda triwulan I 216 tumbuh sebesar 1,65% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 215 yang mengalami kontraksi sebesar minus 2,% (yoy). Perbaikan tersebut tercermin dari positifnya pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, dan industri manufaktur mikro dan kecil. Masing-masing industri tumbuh dari 5,31% (yoy) dan 5,38% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 9,77% (yoy) dan 8,74% (yoy) pada triwulan I 216 (Grafik 1.34). Membaiknya kinerja industri pengolahan tercermin dari hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya peningkatan indeks kapasitas terpakai dari 68,13 pada triwulan IV 215 menjadi 7,79 pada triwulan I 216 (Grafik 1.35). Indikator lain tercermin pula dari indeks perkembangan harga jual industri pengolahan pada triwulan I 216 yang mencatat peningkatan menjadi 3,3, dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar minus,38 (Grafik 1.36). 17

36 %, yoy Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Indeks Kapasitas Terpasang Lapangan Usaha Industri Pengolahan (SKDU BI) Indeks (1) -.4 I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Indeks Harga Jual Lapangan Usaha Industri Pengolahan (SKDU BI) 18

37 BOKS 1: Meminimalisir Kesenjangan Informasi UMKM Melalui Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) UMKM Pengalaman krisis ekonomi dan moneter telah membuktikan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan dan kontribusi yang nyata dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa peran UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pertama, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 214 tercatat sebanyak 56,5 juta unit atau 99,99% dari total unit usaha yang ada di Indonesia merupakan pelaku UMKM. Kedua, potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM mampu menyerap 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 57,9% dari total PDB. Meskipun UMKM mempunyai peran yang signifikan dalam perekonomian Indonesia, berbagai permasalahan masih dihadapi oleh pelaku UMKM, antara lain kualitas produk dan daya saing, informasi pasar, kualitas SDM, keahlian dalam pemasaran, dan permodalan. Sebagai bentuk dukungan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM, Bank Indonesia memiliki strategi untuk mendorong UMKM agar mampu meningkatkan kelayakan dan kapabilitasnya. Strategi dimaksud terdiri dari peningkatan kapasitas UMKM, peningkatan akses keuangan, meminimalisir kesenjangan informasi, dan peningkatan koordinasi serta kerja sama dengan stakeholder. Salah satu program kerja yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka meminimalisir kesenjangan informasi terkait pengembangan UMKM adalah program penyediaan kajian (penelitian), antara lain penelitian Baseline Economic Survey (BLS) yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada penyediaan informasi mengenai potensi ekonomi suatu daerah. Dalam perkembangannya, sejak tahun 26, penelitian BLS lebih diarahkan kepada penelitian pengembangan potensi ekonomi daerah yang memberikan informasi 19

38 kepada stakeholder mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) yang potensial untuk menjadi unggulan daerah. Ragam dan rentang usaha UMKM yang sangat bervariasi dan mencakup hampir semua sektor ekonomi, membuat penelitian KPJU Unggulan UMKM sangat diperlukan untuk penetapan atau identifikasi komoditas, produk atau jenis usaha UMKM yang diunggulkan di setiap daerah. Penelitian ini pada akhirnya juga dapat memberikan arah dan sasaran yang tepat dalam pembinaan UMKM dimaksud yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian di suatu wilayah. Informasi tentang KPJU UMKM yang ada di suatu wilayah sangat strategis dan penting, yang digunakan antara lain 1) sebagai informasi mendasar untuk pembinaan pengembangan UMKM; 2) memfokuskan perumusan kebijakan dan program untuk pembinaan dan pengembangan UMKM pada KPJU yang unggul; 3) menentukan KPJU UMKM yang berpotensi dan mempunyai prospek dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan daya saing; 4) Membantu pihak perbankan dalam pembiayaan usaha dan investor untuk pengembangan usahanya. Beberapa tujuan penelitian KPJU UMKM tersebut antara lain 1) membantu mengenalkan profil daerah, profil UMKM, peran perbankan termasuk kebijakan pemerintah yang terkait dalam upaya pengembangan UMKM; 2) memberikan informasi terkait KPJU UMKM yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun kecamatan; dan 3) memberikan rekomendasi berupa KPJU yang perlu dikembangkan di masingmasing daerah, peran perbankan dalam pengembangan KPJU dan kebijakan pemerintah dalam upaya pengembangan KPJU UMKM. Pada penelitian KPJU UMKM Provinsi Sumatera Barat tahun 211, telah teridentifikasi beberapa KPJU UMKM di berbagai Kab./Kota seperti perikanan dan ayam potong untuk Kota Padang, tanaman hias dan produk olahan pertanian bagi Kota Bukittinggi, serta kakao dan pisang untuk Kab. Kep. Mentawai. Selain itu, 5 (lima) KPJU UMKM tingkat Provinsi lintas sektor meliputi kakao, karet, kepala sawit, ayam ras petelur, dan sapi potong. Melalui hasil penelitian ini pemerintah daerah dapat lebih memfokuskan arah pengembangan masing- 2

39 masing daerah sesuai dengan komoditas/produk/jenis usaha unggulan yang dimilikinya. Penelitian KPJU dilakukan dalam jangka waktu 5 tahun sekali, sehingga di tahun 216, KPw BI Provinsi Sumatera Barat kembali melaksanakan penelitian KPJU UMKM sebagai proses pengkinian penelitian tahun 211,. Penelitian KPJU UMKM Provinsi Sumatera Barat tahun 216 ini mencakup 19 Kab./Kota serta 179 Kecamatan yang ada di Sumatera Barat. Penelitian ini akan menghasilkan informasi terkait KPJU yang bersifat unggulan dan potensial yang perlu atau dapat dikembangkan di masing-masing kabupaten dan kota di Sumatera Barat. KPJU yang tergolong unggulan adalah KPJU di masing-masing sektor dan lintas sektor yang menempati rangking 1 s.d. 5 berdasarkan hasil penjaringan dan penyaringan pada tingkat kecamatan. Selanjutnya dilakukan penetapan KPJU yang sifatnya unggulan di tingkat kabupaten atau kota, serta penetapan KPJU yang bersifat unggulan di tingkat provinsi. Sektor ekonomi yang masuk dalam cakupan penelitian merupakan kelompok sektor ekonomi yang ada dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 29 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dukungan kepada pelaku UMKM menjadi isu penting ditengah perlambatan ekonomi saat ini. UMKM sebagai tulang punggung perekonomian bangsa memiliki kontribusi signifikan dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Melalui penelitan KPJU UMKM Provinsi Sumatera Barat tahun 216 ini diharapkan dapat dihasilkan data tentang komoditas produk maupun jenis usaha unggulan dan potensial di setiap daerah. Oleh karenanya, pelaksanaan penelitian KPJU UMKM perlu mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak terkait, seperti dinas/instansi terkait, asosiasi usaha, Kadin, Bappeda, BPS, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), perbankan dan peneliti/dosen perguruan tinggi. Diharapkan data yang dihasilkan oleh penelitian ini dapat menjadi acuan bagi seluruh pihak terkait untuk dapat memajukan perekonomian Sumatera Barat secara umum dan mengembangkan sektor UMKM pada khususnya. 21

40 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 22

41 2 BAB II INFLASI DAERAH Laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan I 216 cenderung meningkat. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada akhir periode triwulan I 216 tercatat sebesar 6,63% (yoy), meningkat dibandingkan laju inflasi triwulan IV 215 yang mencapai 1,8% (yoy). Laju inflasi tersebut juga jauh lebih tinggi dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera yang masing-masing tercatat 4,45% (yoy) dan 5,71% (yoy). Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi kedua secara nasional. Perbedaan pola musim tanam di Sumbar disertai curah hujan yang tinggi di beberapa daerah sentra produksi serta ketergantungan pasokan beberapa komoditas dari luar Sumatera Barat menjadi faktor meningkatnya inflasi Sumatera Barat. Pergerakan harga di Sumatera Barat secara triwulanan masih menunjukkan peningkatan namun dengan laju yang lebih rendah. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat pada periode laporan tercatat sebesar 1,4% (qtq), lebih rendah dari laju inflasi triwulan IV 215 yang mencapai level 1,87% (qtq). Kondisi inflasi Sumatera Barat masih diwarnai oleh keterbatasan pasokan bahan makanan utama khususnya cabai merah, beras dan bawang merah. Namun, laju inflasi selama periode laporan sedikit tertahan dengan penurunan harga BBM serta penurunan tarif listrik yang dilakukan secara bertahap sejak Desember

42 2.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa Sumatera Barat meningkat signifikan pada periode triwulan I 216. Secara tahunan, inflasi Sumatera Barat pada triwulan I 216 telah mencapai 6,63% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 215 yang hanya mencapai 1,8% (yoy). Beberapa faktor penyebab tingginya inflasi pada periode laporan ini antara lain terganggunya pasokan bahan pangan akibat gagal panen di sejumlah sentra produksi, pergeseran pola tanam di Sumatera Barat khususnya komoditas beras, peningkatan harga tiket angkutan udara, kenaikan tarif cukai rokok serta tren peningkatan harga emas global yang turut mempengaruhi peningkatan harga emas domestik. Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi ke- 2 (dua) secara nasional pada periode triwulan laporan. Laju inflasi nasional pada periode triwulan laporan tercatat sebesar 4,45% (yoy), sementara inflasi rata-rata provinsi di regional Sumatera telah berada di atas nasional yaitu sebesar 5,71% (yoy). Dibandingkan dengan seluruh provinsi di regional Sumatera dan Indonesia, inflasi tahunan provinsi Sumatera Barat merupakan yang tertinggi kedua secara nasional (Tabel 2.1). Perkembangan inflasi tersebut perlu perhatian serius mengingat capaian inflasi Sumatera Barat pada tahun 215 hanya mencapai 1,8% (yoy) dan menjadikan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan pencapaian inflasi terendah secara nasional. Laju inflasi yang fluktuatif tersebut mengindikasikan adanya permasalahan struktural yang harus dibenahi oleh pemerintah daerah Sumatera Barat agar volatilitas inflasi dapat dikendalikan dan menciptakan besaran inflasi yang tetap rendah dan stabil. Di sisi lain, meskipun laju inflasi tahunan Sumatera Barat meningkat signifikan, laju inflasi secara triwulanan sedikit mereda. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat menurun dari 1,87% (qtq) pada triwulan IV 215 menjadi 1,4% (qtq) pada triwulan I 216. Keterbatasan pasokan bahan makanan utama khususnya cabai merah dan beras akibat cuaca buruk, serta kenaikan harga tiket transportasi udara menjadi faktor utama pendorong meningkatnya laju inflasi tersebut. 24

43 Tabel 2.1. Laju Inflasi Tertinggi Pada Tw I 216 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional No Provinsi Inflasi Tw I-16 (%, yoy) 1 Provinsi Sumatera Utara 7,15 2 Provinsi Sumatera Barat 6,63 3 Provinsi Bengkulu 5,93 4 Provinsi Sumatera Selatan 5,5 5 Provinsi Kepulauan Riau 5,59 6 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 5,49 7 Provinsi Lampung 5,29 8 Provinsi Jambi 4,95 9 Provinsi Riau 4,42 1 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 3,56 Sumatera 5,71 Nasional 4,45 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2.2 Inflasi Menurut Kota Secara spasial, tingginya laju inflasi Kota Padang dan Bukittinggi menjadi pemicu tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat. Pada triwulan I 216, inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 6,55% (yoy) dan 7,2% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 215 yang masing-masing hanya tercatat sebesar,85% (yoy) dan 2,79% (yoy). Secara nasional, Kota Padang tercatat sebagai kota dengan pencapaian laju inflasi tertinggi ke-6 (enam) dan Kota Bukittinggi di posisi ke-3 (tiga) dari seluruh 82 kota sampel inflasi di Indonesia. Pada regional Sumatera, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing berada pada urutan ke-5 (lima) dan ke-3 (tiga) dari 23 kota sampel inflasi se-sumatera. Dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi menunjukkan kecenderungan peningkatan tercermin dari peringkat nasional dan regional Sumatera yang cenderung meningkat. 25

44 2.2.1 Inflasi Kota Padang Inflasi tahunan Kota Padang pada awal tahun 216 mengalami peningkatan. Tekanan inflasi meningkat dari,85% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 6,55% (yoy) pada triwulan I 216 (Tabel 2.2). Terganggunya pasokan bahan makanan strategis baik yang berasal dari Sumatera Barat maupun yang dipasok dari luar Sumatera Barat akibat cuaca buruk berkontribusi terhadapnya tingginya inflasi pada subkelompok bahan makanan sekaligus menjadi subkelompok dengan inflasi tertinggi pada kelompok barang dan jasa. Gangguan pasokan tersebut tercermin dari capaian inflasi subkelompok bahan makanan yang mencapai 14,96% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 215 yang tercatat deflasi 5,2% (yoy). Peningkatan harga-harga pada subkelompok bahan makanan diikuti dengan peningkatan harga pada seluruh subkelompok lainnya pada kelompok barang dan jasa. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I Umum 8,87 6,26 5,95 11,9 6,52 8,42 6,42,85 6,55 1 Bahan Makanan 11,52 2,75 1,75 21,73 4,21 12,15 4,91-5,2 14,96 Makanan Jadi, Minuman, 2 7,61 7,66 3,95 3,7 6,8 5,94 5,53 5,49 3,7 Rokok Dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas 3 4,73 5,18 6,22 11,4 11, 9,54 7,8 3,96 2,57 dan Bahan Bakar 4 Sandang 7,43 7,38 1,58 -,56 1,13 2,51 2,19 2,75 1,65 5 Kesehatan 4,21 4,38 5,9 8,97 12,81 12,56 12,3 7,75 4,69 Pendidikan, Rekreasi dan 6 1,13 2,26 5,53 7,45 8,51 8,8 11,22 9,35 7,88 Olah Raga Transpor, Komunikasi dan 7 16,13 12,91 3,1 13,78 5,35 6,2 6,44-2,4 3,76 Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, qtq) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I Umum 6,94 5,44 6,37 9,24 4,53 6,34 5, 2,79 7,2 1 Bahan Makanan 9,86 5,4 11,63 15,45,28 3,73-1,1 -,59 16,59 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau 5,6 5,8 4,92 3,2 3,41 4,29 5,39 7,32 7,95 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas 4,49 dan Bahan Bakar 4,46 7,32 9,9 1,49 12,26 9,78 6,78 3,49 4 Sandang 3,15 3,99 2,15 1,3,5 2,16 3,77 2,98 3,56 5 Kesehatan 2,78 2,57 2,58 3,28 4,88 5,7 5,5 3,72 2,22 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 4,1 4,1 6,63 6,85 5,7 5,78 5,99 5,94 5,88 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 13,24 1,36 2,9 14,57 6,16 7,85 8,27-3,79 1,4 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Kota Bukittinggi Sebagaimana terjadi di Kota Padang, peningkatan harga bahan pangan menjadi pendorong utama tingginya inflasi tahunan Kota Bukittinggi pada triwulan I 216. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi meningkat dari 2,79% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 7,2% (yoy) pada triwulan I 216 (Tabel 2.3). Sama halnya dengan Kota Padang, subkelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya yaitu tercatat sebesar 16,59% (yoy), lebih tinggi dari Kota Padang. Tekanan inflasi tersebut selama ini ditengarai diakibatkan oleh tingginya permintaan komoditas pangan 26

45 lokal dari provinsi lain seperti provinsi Riau yang secara geografis dekat dengan Kota Bukittinggi. 2.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Pergerakan harga kelompok bahan makanan mendominasi naiknya laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada periode laporan. Secara tahunan, inflasi Sumatera Barat triwulan I 216 mencapai 6,63% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 6,28% (yoy). Terganggunya sejumlah pasokan bahan pangan strategis akibat cuaca buruk berimplikasi terhadap tingginya laju inflasi triwulan I 216. Terganggunya pasokan bahan pangan strategis mendorong tekanan inflasi kelompok volatile food. Pergerakan harga kelompok bahan pangan meningkat dari deflasi 5,3% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi inflasi 15,59% (yoy) pada triwulan I 216. Tekanan inflasi pada kelompok ini berasal dari peningkatan harga beras, cabai merah, dan bawang merah mengingat komoditas tersebut masing-masing memiliki andil sebesar 5,98%, 3,34%, dan 1,13% terhadap pembentuk inflasi Sumatera Barat. Tingginya curah hujan menyebabkan beberapa komoditas pangan mengalami gagal panen seperti beras, cabai merah dan bawang merah. Berkurangnya pasokan cabai merah dan bawang merah dari daerah penghasil di Jawa akibat banjir 2 berdampak pada meningkatnya kedua komoditas tersebut. Selain itu, intensitas curah hujan yang masih tinggi menyebabkan kondisi cuaca tidak kondusif dalam mendukung proses penjemuran gabah sehingga berdampak pada peningkatan harga beras. Namun demikian, peningkatan laju inflasi yang lebih tinggi dapat tertahan akibat menurunnya harga beberapa komoditas seperti daging ayam ras dan telur ayam ras, seiring dengan mulai meningkatnya pasokan day old chicken (DOC) dan turunnya harga pakan ternak. Penyesuaian tarif cukai hasil tembakau yang dilakukan oleh Pemerintah mulai tahun 216 turut berkontribusi mendorong tekanan inflasi 2 Harian Haluan, 31 Maret

46 kelompok administered price. Laju inflasi kelompok administered price pada triwulan I 216 meningkat menjadi 4,96% (yoy), dibandingkan triwulan IV 215 sebesar,88% (yoy). Peningkatan harga cukai menyebabkan meningkatnya harga rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih yang masing-masing memiliki andil sebesar 2,25%, 1,74%, dan 1,% dari pembentuk inflasi. Tekanan inflasi kelompok inti tercatat mereda seiring dengan masih moderatnya daya beli masyarakat. Laju inflasi kelompok inti pada triwulan I 216 turun menjadi 3,19% (yoy), dibandingkan triwulan IV 215 4,67% (yoy). Ditinjau dari komoditasnya, tekanan inflasi kelompok ini berasal dari peningkatan harga komoditas emas perhiasan seiring dengan masih berlanjutnya kenaikan harga emas global. Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%yoy) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 6,5 6,5 7,94 7,94 1,3 1,3 1,87 1,87 8,63 8,63 6,16 6,16 6, 6, 11,58 11,58 6,28 6,28 8,17 8,17 6,25 6,25 1,8 1,8 6,62 6,62 Bahan Makanan 9,4 2,68 11,34 3,41 13,5 3,97 16,21 4,78 11,31 2,91 3,3,76 1,86 2,87 2,98 5,88 3,73,94 11,1 2,88 4,18 1,8-4,67-1,23 15,15 4,11 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,47 1,64 8,29 1,6 9,43 1,85 8,52 1,68 7,31 1,34 7,35 1,36 4,6,74 3,64,62 5,77 1,6 5,75 1,4 5,51,99 5,7 1,2 4,19,75 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,49,47 3,9,57 4,34,79 4,66,85 4,7,93 5,9 1,2 6,35 1,27 1,8 2,11 1,94 2,26 9,87 2,1 8,4 1,63 4,3,87 2,68,53 Sandang 4,12,26 1,43,9 4,67,3 3,1,19 6,91,47 6,97,47 1,65,11 -,37 -,2 1,6,7 2,47,16 2,38,15 2,78,17 1,87,11 Kesehatan 3,27,12 3,4,11 4,28,15 5,16,18 4,3,15 4,15,16 4,77,18 8,24,31 11,8,47 11,62,46 11,16,44 7,26,29 4,39,17 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 12,32,75 11,74,71 1,92,13 1,83,12 1,47,1 2,47,18 5,66,41 7,38,51 8,17,59 7,81,56 1,59,8 8,95,66 7,65,56 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3,57,58 8,92 1,44 17,51 2,85 19, 3,7 15,78 2,9 12,6 2,33 2,9,52 13,88 2,59 5,45,99 6,24 1,13 6,66 1,19-2,57 -,46 3,43,61 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Peningkatan harga bahan pangan menjadi pemicu tekanan inflasi triwulanan Sumatera Barat pada periode laporan. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat sedikit menurun dari 1,87% (qtq) di triwulan IV 215 menjadi 1,4% (qtq) pada triwulan I 216 (Tabel 2.5). Bila dibandingkan dengan periode sama tahun 215, pergerakan indeks harga triwulanan meningkat dari deflasi 3,87% (qtq) pada triwulan I 215 menjadi inflasi 1,4% (qtq) pada triwulan I 216. Laju inflasi triwulanan (qtq) berasal dari kelompok bahan makanan (4,17%), diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (1,29%); kelompok sandang (1,64%) dan kelompok kesehatan (1,14%). Sementara itu, kelompok lainnya tercatat deflasi dengan deflasi terdalam pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (,29%) diikuti kelompok perumahan, I 28

47 air, listrik, gas dan bahan bakar (,9) dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (,8%). Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 2,33 2,33 2,61 2,61 3,74 3,74 1,78 1,78,92,92,28,28 2,97 2,97 7,8 7,8-3,87-3,87 2,6 2,6 1,14 1,14 1,87 1,87 1,4 1,4 Bahan Makanan 5,48 1,61 5,4 1,53 1,17,36 3,68 1,12,57,15-1,7 -,44 7,8 2, 13,51 3,57-13,76-3,46 5,29 1,37 1,9,28 3,86 1,2 4,17 1,1 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,95,38,72,14 4,58,88 1,7,21,69,13,83,15 1,18,21,89,16 2,76,5,81,15,95,17 1,7,19 1,29,23 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1,53,28,96,17 1,26,22,83,14 1,35,27 1,67,33 2,32,46 5,8 1,1 1,48,31,69,14,62,13 1,44,29 -,9 -,2 Sandang -2,12 -,14 -,97 -,6 6,41,38 -,14 -,1 1,1,7 -,59 -,4 1,8,7-1,93 -,13 2,55,16,8,5 1,,6-1,55 -,1 1,64,1 Kesehatan,74,3 1,53,5 1,76,6 1,4,3,61,2 1,21,5 1,97,7 4,25,16 3,92,16 1,5,4 1,55,6,59,2 1,14,4 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,39,3 -,32 -,2 1,64,1,13,1,38,3,71,5 4,39,32 1,75,13 1,12,8,38,3 7,8,5,24,2 -,8 -,1 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,87,14 5,,8 1,58 1,73 1,61,28 1,44,26,94,17 -,78 -,15 12,1 2,16-6,7-1,11 1,69,31 -,39 -,7 2,4,43 -,29 -,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Subkelompok bumbu-bumbuan kembali menjadi penggerak tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan di triwulan I 216. Inflasi kelompok bahan makanan meningkat signifikan menjadi 4,17% (qtq) pada triwulan laporan dari sebelumnya yang hanya sebesar 3,86% (qtq) pada triwulan IV 215. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh harga subkelompok bumbubumbuan dengan kenaikan 1,95% (qtq), sedikit mereda dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai 17,61% (qtq). Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan sangat berdampak pada laju inflasi Sumatera Barat yang tercermin dari pergerakan harganya yang selalu berfluktuasi (Tabel 2.6). Sementara itu, subkelompok bahan makanan yang juga mengalami inflasi triwulan (qtq) cukup tinggi adalah subkelompok padi-padian (7,71%); dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya (3,93%). Secara umum andil kelompok bahan makanan terhadap keseluruhan inflasi Sumatera Barat pada triwulan I 216 mencapai 1,1% (qtq). Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulan Sumatera Barat Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Bahan Makanan 1,7-5,17 6,14 3,46-3, 2,87 -,77 1,27 5,48 5,4 1,17 3,68,57-1,7 7,8 13,51-13,76 5,29 1,9 3,86 4,17 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 17,1-9,98 2, 5,77 3,73-9,93 2,95 2,52 1,42-1,26 4,14 6,17 1,56,1 11,64 8,24-5,2-1,75 -,24 4,94 7,71 Daging dan Hasil-hasilnya 1,93 2,17 1,25-3,3 1,41,15 3,65 2,36 1,53 1,82 4,35-2,28,19 4,5,7-4,58 -,84 7,72,24-1,54 3,93 Ikan Segar 1,84 6,28 3,57-6,14 4,74 1,57 1,29,9 3,51 1,56 2,58-1,85 8,4-1,69-2,61-1,83 2, 1,48 -,54 -,2 2,36 Ikan Diawetkan 2,59 6,56,4-2, 1,51,18 14,7,44,82 2,6 1,8 5,47 7,84-3,35 1,54-8,86 4,48-2,47 5,3 4,57,95 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 2,45 1,5 6,31 1,19 3,89,5 2,3 -,41 2,34 4,13 3,46,54 2,61 4,35 3,2,43,45 2,82 2,57,11 -,14 Sayur-sayuran 3,53 2,14 7,57,84-6,85 4,47 5,14-2,89 6,81 6,6 4,86 2,61 3,19 7,38 8,64-3,54-2,93 1,91 8,64,34 -,54 Kacang - kacangan -,16,53,38 -,3 7,45-1,75 14,46 -,2,29 3,6 12,15,26 7,69 -,7,7,6 1,,78,16 -,1-1,41 Buah - buahan 2,96-1,64 3,2 2,53,25 2,88 4,48 -,3 1,73 3,62 5,89 2,26 2,17 2,37 2,6 1,28 1,2,83 6,6 1,84 -,41 Bumbu - bumbuan -29,96-32,77 38,27 27,75-35,41 54,77-28,8 6,34 34,97 28,58-15,6 15,76-12,57-22,45 35,89 89,29-53,69 33,49-2,33 17,61 1,95 Lemak dan Minyak 1,26,33 4,28 -,71,41,71 1,95-1,29 -,2,26 4,47,44 1,41 2,5-1,44-1,12 1,26 -,1-2,16-3,6-1,45 Bahan Makanan Lainnya 3,68 3,46 2,97 3,72,15,, -,92, 1,23 3,51,12,38 1,68,15,21,95,81 1,96,2 3,86 29

48 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Peningkatan harga cukai rokok mendorong peningkatan harga kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Inflasi triwulanan (qtq) kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat sebesar 1,29% pada triwulan laporan, sedikit meningkat dari triwulan IV 215 yang hanya 1,7% (Tabel 2.7). Meningkatnya tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau yang dilakukan oleh pemerintah mulai tahun 216 mendorong peningkatan harga komoditas rokok, seperti rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih. Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,29 2,17 3,8 1,32 1,67,89 3,49 1,91 1,95,72 4,58 1,7,69,83 1,18,89 2,76,81,95 1,7 1,29 Makanan Jadi 1,16 2,16 1,84,46,9,47 1,9,15 1,17,2 6,24 1,17,41,45 1,1 1,3 3,47,21,74,39,57 Minuman yang Tidak Beralkohol,93 1,63 2,34,18 1,61 2,67 5,63 -,12,4 -,29 3,47-1,26,83,23,56,93,74 1,5,61 1,29,6 Tembakau dan Minuman Beralkohol 1,78 2,49 6,31 3,77 5,6,85 5,61 6,36 4,7 2,8 2,16 1,91 1,23 2, 1,92,59 2,42 2,2 1,58 2,39 3,21 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Penurunan tarif listrik mendorong penurunan indeks harga pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Pergerakan harga triwulanan pada kelompok ini tercatat menurun atau deflasi menjadi,9% dari sebelumnya inflasi 1,44% pada triwulan IV 215. (Tabel 2.8). Deflasi kelompok ini disumbang oleh deflasi subkelompok biaya tempat tinggal dan bahan bakar, penerangan dan air yang masing-masing tercatat sebesar,16% (qtq) dan,39% (qtq). Laju deflasi kelompok ini tertahan dengan inflasi pada subkelompok perlengkapan rumah tangga dan penyelenggaraan rumah tangga yang masingmasing tercatat sebesar,23% (qtq) dan,98% (qtq). Inflasi subkelompok barang ini diakibatkan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 13 VA dan 22 VA. Sejak tanggal 1 Desember 215, kedua golongan listrik tersebut akan mengalami tariff adjustment secara berkala akibat adanya penyesuaian atas perubahan nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang rupiah, harga minyak, dan inflasi bulanan. Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 3,79 -,9 -,34,38 2,,37,5,51 1,53,96 1,26,83 1,35 1,67 2,32 5,8 1,48,69,62 1,44 -,9 Biaya Tempat Tinggal 6,52 -,61 -,76 -,9 3,41,56,1,92 1,5 1,74 1,18,31,4 3,23,15 3,98,88,17,44 2,17 -,16 3 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,4,,16 1,39,8,4,, 2,97 -,48 1,2 1,9 3,99-1,56 7,5 9,81 2,64 2,1,78,49 -,39 Perlengkapan Rumahtangga,4 2,39,22, -,14,3, -,25,38 -,18 3,65 1,7,72 1,19,75 2,63 2,98,81,96,79,23 Penyelenggaraan Rumahtangga,19 1,3,34,32,74,6,53,18,79 1,49,12,56,8 1,19 4,11,4,36,52 1,8,24,98

49 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tren peningkatan harga emas global menjadi penyumbang peningkatan harga pada kelompok sandang. Pergerakan harga triwulanan (qtq) kelompok sandang tercatat mengalami inflasi sebesar 1,64% pada triwulan laporan, meningkat signifikan dari triwulan IV 215 yang tercatat deflasi -1,55% (Tabel 2.9). Seluruh subkelompok sandang mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi disumbang oleh subkelompok barang pribadi dan sandang lain. Kondisi tersebut merupakan implikasi dari meningkatnya harga emas global yang turut meningkatkan harga emas domestik. Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sandang,12 2,71 6,77 4,4,54 1,66 3,12 1,48-2,12 -,97 6,41 -,14 1,1 -,59 1,8-1,93 2,55,8 1, -1,55 1,64 Sandang Laki-laki,26 3,54 5,38,52,9 2,83 1,17,6,38,48,72, 1,71,33 1,95,5 2,4,57 1,7,4 1,28 Sandang Wanita,37 1,97 1,8,11,25 1,97,54,,74,37,12,27 1,2,54 1,56,65,6,39,66,17,2 Sandang Anak-anak,34 1,68 2,85,41,12 1,29,73,13 -,8,5,8,21 -,15,38 1,9,17 1,82,24 1,8,5,21 Barang Pribadi dan Sandang Lain -,5 3,52 16,91 13,81,7,63 8,53 4,13-7,4-4,19 2,5 -,71 1,28-2,97 -,65-7,88 5,4 1,81,73-5,84 4,65 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tekanan inflasi pada kelompok kesehatan meningkat dibandingkan triwulan IV 215. Pergerakan indeks harga triwulanan meningkat dari,59% (qtq) pada triwulan IV 215 menjadi 1,14% (qtq) pada triwulan I 216 (Tabel 2.1). Meningkatnya tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari kenaikan harga pada subkelompok jasa perawatan jasmani, seperti facial dan tarif gunting rambut. Sementara perkembangan harga pada subkelompok obat-obatan terpantau masih relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Kesehatan 1,11 1,9 1,81,15 1,23 1,76,55,19,74 1,53 1,76 1,4,61 1,21 1,97 4,25 3,92 1,5 1,55,59 1,14 Jasa Kesehatan,18, 2,95, 3,44 2,53,,,,,,,2 1,81 2,69 8,77 6,83,79,5,67,21 Obat-obatan,2 6,32 4,7,,4 4,2 1,16,45,47 2,2 2,56,99,72,36,11, 1,75 2,64,,2,1 Jasa Perawatan Jasmani,76,, 1,56,,,,, 2,8 5,68 4,5,93 1,4,3 2,36, 4,4,1, 6,96 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 2,25 1,86,21,7,35,59,78,25 1,5 2,27 2,3 1,27,98,98 2,35 2,25 2,76,29 3,61,77 1,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 31

50 Perkembangan indeks harga pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami deflasi pada triwulan I 216. Secara triwulanan, pergerakan harga kelompok ini turun dari sebelumnya inflasi,24% (qtq) pada triwulan IV 215 menjadi deflasi,8% (qtq) pada triwulan I 216 (Tabel 2.11). Meredanya tekanan inflasi berasal dari penurunan harga subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan. Sementara itu, indeks harga subkelompok pendidikan dan subkelompok kursus-kursus/pelatihan stabil pasca mengalami kenaikan iuran sekolah dan tarif bimbingan belajar yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga -,3,14 5,25,56,38,2 11,43,21,39 -,32 1,64,13,38,71 4,39 1,75 1,12,38 7,8,24 -,8 Pendidikan,, 7,85,,, 17,6,,, 2,8,,22,72 3,3,,, 11,76,, Kursus-kursus / Pelatihan,,,18,,, 6,97, 2,17,43,,,34 1,95,49 2,61,,,49,, Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -,29,84 2,47 -,6 2,74 -,41 1,26, 1,81-1,33,,1 -,4,7 2,39 1,44 8,25 1,69,44,6 -,66 Rekreasi,,13, 4,54,2 1,77, 1,57, -1,36 1,93,73 1,59,73 12,95,8 -,16,8,15 1,53,3 Olahraga,,16,,59,,,,,42,19 1, 2,2,21, 7,7,,1,,3,,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kebijakan Pemerintah yang menurunkan harga BBM seiring dengan masih rendahnya harga minyak dunia menyebabkan deflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kelompok ini tercatat mengalami deflasi sebesar,29% (qtq) pada triwulan I 216, turun dibandingkan triwulan sebelumnya yangmencatat inflasi sebesar 2,4% (qtq) (Tabel 2.12). Sumber deflasi pada kelompok ini terutama berasal dari turunnya harga pada subkelompok transpor dari 3,14% (qtq) menjadi,44% (qtq) pada triwulan I 216. Penurunan harga BBM yang dilakukan pada Januari 216 menyebabkan harga komoditas bensin turun sebesar 4,3% (qtq). Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,87,43,48 -,49 1,41 -,16 2,5,33,87 5, 1,58 1,61 1,44,94 -,78 12,1-6,7 1,69 -,39 2,4 -,29 Transpor 1,,61 1,21 -,66 2,1 -,1 3,25,42 1,3 6,41 13,57 1,99 1,84 1,19-1,17 16,31-8,5 2,25 -,58 3,19 -,44 Komunikasi Dan Pengiriman, -,16-2,66, -2,92-1,18,3, -,94,,,,31,18 -,19 -,29,,,,2, Sarana dan Penunjang Transpor 1,72,,,14 4,25,33,8,15,2 1,5,31,32,41,36 2,4,97 1,13,4,69 -,1,35 Jasa Keuangan,,,,,, 1,4,,81,,,,,, 8,44,,,, 1,47 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 32

51 2.4 Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasinya, tekanan inflasi pada triwulan I 216 terutama berasal dari kelompok volatile food dan administered price. Berkurangnya pasokan bahan pangan bergejolak berpengaruh pada pergerakan harga di Sumatera Barat mengingat kontribusinya mencapai 23,5% terhadap pembentuk inflasi. Selain itu, kenaikan harga barang yang diatur pemerintah (administered price) turut menambah tekanan inflasi karena peran kelompok tersebut mencapai 21,6%. Sementara itu, pergerakan harga pada kelompok inti relatif terjaga meski pangsanya mencapai 54,9% dari pembentuk inflasi Sumatera Barat. Masih terbatasnya daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat sert terjaganya ekspektasi terindikasi menjadi penyebab utama moderatnya realisasi inflasi inti. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.2. Laju Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.3. Kontribusi Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Tekanan inflasi di Sumatera Barat pada triwulan I 216 secara triwulanan meningkat dibandingkankan periode sebelumnya, berasal dari kelompok volatile food. Laju inflasi triwulanan (qtq) kelompok volatile food pada triwulan I 216 tercatat sebesar 4,46% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai 3,92% (qtq) (Grafik 2.2). Peningkatan harga komoditas bahan pangan bergejolak disebabkan oleh berkurangnya pasokan cabai merah dan bawang merah akibat gagal panen dari sejumlah sentra produksi di Pulau Jawa. Selain itu, harga komoditas beras mengalami peningkatan seiring dengan musim penghujan yang kurang mendukung untuk proses pengeringan gabah. 33

52 Meningkatnya harga beras dan cabai merah berpengaruh besar terhadap tekanan inflasi di Sumatera Barat mengingat kedua komoditas tersebut masing-masing memiliki andil inflasi sebesar,44% (qtq). Kebijakan Pemerintah yang menurunkan harga BBM seiring dengan tren penurunan harga minyak dunia mengurangi tekanan inflasi kelompok administered price. Kontribusi inflasi triwulanan (qtq) kelompok administered price turun dari,51% pada triwulan IV 215 menjadi,5% pada triwulan I 216 (Grafik 2.3). Secara keseluruhan, pergerakan harga kelompok administered price dibentuk oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air; subkelompok transpor; dan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Turunnya indeks harga kelompok barang yang diatur pada triwulan laporan, terutama disebabkan oleh penurunan harga BBM subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 216. Kebijakan penurunan harga LPG 12kg yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebesar Rp11.5/tabung pada tanggal 3 Januari 216 dan Rp2.4/tabung pada 5 Januari 216 turut meredakan laju inflasi kelompok administered price. Masih rendahnya daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat berdampak pada turunnya permintaan pada kelompok inflasi inti. Secara triwulanan, pergerakan indeks harga kelompok inti turun dari 2,34% (qtq) pada triwulan IV 215 menjadi,24% (qtq) pada triwulan I 216. Melemahnya permintaan seiring dengan perlambatan ekonomi terindikasi menyebabkan turunnya aktivitas produksi pelaku usaha. Indikator pelemahan tersebut tercermin dari penurunan indeks perkembangan kegiatan dunia usaha dari 16,37 pada triwulan IV 215 menjadi 3,4 pada triwulan I 216 (Grafik 2.4). % (5) (1) (15) (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 2.4. Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) 34

53 2.5 Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Seiring dengan meningkatnya tekanan harga pada triwulan I 216, TPID Provinsi Sumbar telah menggelar rapat koordinasi TPID seluruh Provinsi Sumbar pada tanggal 3 Maret 216 untuk merumuskan sejumlah strategi pengendalian harga khususnya pada kelompok bahan pangan bergejolak. Langkah tersebut segera diambil setelah upaya operasi pasar di 17 lokasi pasar yang tersebar di wilayah Padang dengan total kumulatif penyaluran beras sebanyak 2.75 ton (periode Desember 215 sampai dengan Februari 216) belum mampu menahan kenaikan harga beras secara optimal. Upaya pengendalian harga beras akan ditingkatkan melalui implementasi Toko Tani Indonesia (TTI) yang direncanakan mulai berjalan pada bulan Mei 216 di Kota Padang, Bukittinggi dan Solok. TTI memiliki mekanisme pemasaran beras secara langsung dari petani melalui Gapoktan ke masyarakat, sehingga memotong jalur distribusi yang panjang dan harga beras dapat dijual kepada masyarakat dibawah harga pasarnya. Selain itu, komoditas strategis lainnya seperti cabai merah dan bawang merah juga memerlukan penanganan serius agar pasokannya dapat tetap terjaga mengingat komoditas tersebut selama ini dipasok dari luar Sumbar. Oleh karena itu, TPID Prov. Sumbar perlu menyinkronkan pogram kerja SKPD yang berkaitan dengan pengendalian harga, yaitu melalui pemberian payung hukum peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi Provinsi Sumbar. 35

54 BOKS 2: Pemberian Payung Hukum Peta Jalan (Roadmap) Pengendalian Inflasi Daerah Sumatera Barat Dalam rangka memperkuat strategi pengendalian Inflasi di Sumatera Barat, TPID Provinsi Sumatera Barat menggelar High Level Meeting (HLM) yang diadakan pada tanggal 1 Mei 216 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. HLM tersebut membahas beberapa isu antara lain diseminasi roadmap pengendalian inflasi Sumbar sekaligus penandatanganan komitmen bersama pelaksanaan roadmap oleh walikota/bupati serta persiapan TPID se-sumatera Barat menghadapi bulan puasa dan lebaran. Roadmap pengendalian inflasi daerah berisi sejumlah strategi pengendalian inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk setiap komoditas penyumbang inflasi terpilih. Komoditaskomoditas yang termasuk ke dalam roadmap pengengalian inflasi Sumbar antara lain beras, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, tarif angkutan udara, tarif listrik dan tarif angkutan antar kota dalam provinsi. Diseminasi roadmap pengendalian inflasi Sumbar oleh Kepala Perwakilan BI Prov. Sumbar Penandatanganan komitmen bersama pelaksanaan roadmap di masing-masing daerah oleh Walikota/Bupati Salah satu program yang akan dijalankan terkait roadmap pengendalian inflasi Sumbar adalah Kerjasama Antar Daerah (KAD). KAD pertama kali diinisiasi oleh Pemko Padang dengan telah ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara Pemko Padang dengan Pemko Solok, Pemkab Solok, Pemko Bukittinggi, Pemkab 36

55 Lima Puluh Kota dan Pemko Padang Panjang terkait penyediaan bahan pangan strategis. Mencermati risiko inflasi ke depan dalam menghadapi bulan puasa dan lebaran, TPID Provinsi Sumbar melalui HLM akan memperkuat sinergi dengan SKPD dan instansi terkait. Beberapa strategi yang akan ditempuh antara lain: (i) penguatan koordinasi dengan BULOG Sumbar dalam melakukan operasi pasar beras sekaligus mendorong BULOG agar memasukkan cabai merah ke dalam cakupan operasi pasar; (ii) percepatan implementasi Toko Tani Indonesia (TTI) yang direncanakan berjumlah 28 TTI yang tersebar di 12 kota/kabupaten di Sumbar dengan perbandingan 1 (satu) gapoktan bekerjasama dengan 2 (dua) TTI. 37

56 3 BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perlambatan perekonomian Sumatera Barat di awal tahun 216 berdampak pada penurunan sejumlah indikator perbankan seperti pertumbuhan aset, DPK, kredit, serta kualitas kredit perbankan. Perlambatan aset perbankan tersebut juga dipengaruhi oleh menurunnya kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank dan selanjutnya mengurangi aset. Minimnya transfer dana APBN dan realisasi APBD di triwulan I 216 turut mempengaruhi melambatnya kinerja DPK. Sementara lemahnya kinerja sebagian korporasi dan daya beli masyarakat berdampak pada melambatnya pertumbuhan kredit dan penurunan kualitas kredit. Di sisi korporasi, perlambatan kredit terutama terjadi pada sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor jasa, sedangkan sektor perdagangan mulai meningkat. Sementara itu, kredit pada sektor rumah tangga tumbuh relatif stabil. Perlambatan ekonomi berdampak pada penurunan fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat dicermin oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang turun dari 145,1% pada triwulan IV 215 menjadi sebesar 141,2% pada triwulan I 216. Kualitas kredit bank umum di Sumbar juga memburuk seperti ditunjukkan oleh peningkatan rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan dari 2,7% menjadi 3,1%. 38

57 3.1 Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Pertumbuhan aset bank umum Sumatera Barat (Sumbar) pada awal 216 kembali melambat seiring dengan perlambatan kredit dan pertumbuhan ekonomi Sumbar. Total aset bank umum pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp55,5 triliun atau tumbuh sebesar 9,3% (yoy), melambat setelah sebelumnya mampu tumbuh sebesar 12,9% (yoy) pada triwulan IV 215 (Grafik 3.1). Namun, pertumbuhan aset di awal 216 tersebut relatif lebih baik dibandingkan awal tahun 215 yang hanya mencapai 6,7% (yoy). Perlambatan aset perbankan tersebut juga dipengaruhi oleh menurunnya kualitas kredit yang berdampak pada peningkatan cadangan bank atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Selain itu, meningkatnya biaya dana akibat penurunan suku bunga tertimbang kredit yang cukup besar ditengah perkembangan suku bunga DPK tertimbang yang relatif meningkat diindikasi dapat memengaruhi kinerja laba perbankan dan berdampak padapenurunan pertumbuhan aset perbankan. Pada triwulan laporan, suku bunga tertimbang kredit menurun terbatas menjadi 12,23% dari sebelumnya sebesar 12,34% pada triwulan IV 215, sementara suku bunga tertimbang DPK meningkat dari 3,68% menjadi 3,8% pada awal

58 Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 I-16 Aset ,7 13, 1,4 12,9 9,3 Giro , 22,9 1,8 13,9 7,9 2,9 Tabungan ,3 8,6 8,4 14,4 13,8 46,8 Deposito ,4 13,6 12,9 5,4-1, 32,3 Total DPK ,1 13,2 1,4 11,3 7,4 Modal Kerja ,7 9, 9,2 6,9 4,8 35,3 Investasi ,6 23,1 32,3 3,8 15,9 2,4 Konsumsi ,9 13,3 12,9 9,3 9,6 44,3 Total Kredit ,9 13,4 14,8 12,2 9, Pertanian ,1 17,5 21,3 15,3 2,1 16,5 Pertambangan dan Penggalian ,2 4,5 4,3-6,4-12,2 1,6 Industri Pengolahan ,8 44,7 68, 57,2 3,9 21,3 Listrik, Gas dan Air Bersih ,2 175,1 296,9 288,6 68,7,5 Konstruksi ,5 8,8 4,9 2, -21,8 2,7 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,9 7,7 6,7 11,3 11,3 49,5 Pengangkutan dan Komunikasi ,4-21,6-28,9-22,4-33, 1,6 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,9-16,3-17,3-19,1-3,2 3,5 Jasa-jasa ,5 45,1 -,9-18,3-2,5 2,9 Kredit Rumah Tangga ,9 13,3 12,9 9,3 9,6 LDR (%) 139, 138,8 139,4 145,1 141,2 NPL (%) 3, 3, 3,1 2,7 3, *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) Triliun Rp % yoy 6 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.2. Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Perkembangan DPK Perlambatan ekonomi Sumbar pada awal tahun juga berdampak pada perlambatan DPK yang dihimpun bank umum. Sesuai siklusnya, minimnya transfer dana APBN, realisasi APBD dan perlambatan kinerja perekonomian secara umum di Sumbar berdampak pada perlambatan DPK pada triwulan I 216. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp34,1 4

59 triliun atau tumbuh melambat sebesar 7,4% (yoy) dibandingkan triwulan IV 215 yang dapat tumbuh mencapai 11,3% (yoy). Dana pemerintah yang mencapai pangsa 22% dari total DPK bank umum di Sumbar tumbuh melambat hanya sebesar sebesar 6,6% (yoy) dibandingkan akhir tahun 215 yang mampu tumbuh 9,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK pada awal tahun 216 tersebut terutama terjadi pada jenis giro dan deposito, sementara tabungan relatif masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.3). Masih belum turunnya dana transfer APBN ke daerah menyebabkan pertumbuhan giro dari 13,9% (yoy), menjadi 7,9% (yoy). Hal ini terindikasi dari pertumbuhan dana giro pemda pada triwulan I 216 yang hanya sebesar 3,8% (yoy). Sementara itu, jenis tabungan relatif masih tumbuh cukup tinggi mencapai 13,8% (yoy). Berdasarkan focus group discussion (fgd) yang dilakukan bersama perbankan di Sumbar, peningkatan DPK khususnya tabungan hanya terjadi pada periode/bulan-bulan tertentu (khususnya setiap akhir dan awal tahun) dan bersifat situasional. Struktur DPK bank umum Sumatera Barat cenderung didominasi dana murah seperti tabungan dan giro, dibandingkan deposito. Pangsa tabungan dan giro masing-masing mencapai 46,8% dan 2,9%, sementara porsi deposito sebesar 32,3% (Grafik 3.4). %, yoy DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I Rp triliun 4 DEPOSITO TABUNGAN GIRO , , 1 5 7,1 - I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada penurunan deposito yang cukup dalam mencapai -1,% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang masih tumbuh 5,4% (yoy). Melambatnya pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 214 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena bankbank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito dari 7,45% di 41

60 akhir tahun 215 menjadi 7,23% di awal tahun 216. Selain itu, tersedianya alternatif produk investasi lain dengan imbal hasil lebih tinggi seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ditengarai juga memberikan pengaruh terjadinya perpindahan dana deposito kepada produk investasi tersebut Perkembangan Kredit 3 Melambatnya perekonomian Sumbar pada awal tahun 216 berdampak pada penurunan kinerja kredit. Pertumbuhan kredit bank umum melambat menjadi 9,% (yoy) pada triwulan I 216 dari sebelumnya sebesar 12,2% (yoy) pada triwulan IV 215. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam satu tahun terakhir. Perlambatan terjadi khususnya pada kredit produktif terutama pada kredit investasi yang melambat dari 3,8% (yoy) menjadi 15,9% (yoy). Sementara, kredit konsumsi relatif stabil dengan pertumbuhan sebesar 9,6% (yoy) (Grafik 3.5). Berdasarkan pangsanya, kredit produktif yang terdiri dari kredit modal kerja dan investasi masing-masing memiliki pangsa sebesar 35,3% dan 2,4%, sementara kredit konsumsi memiliki pangsa sebesar 44,3%. Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya sebesar 56% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 7% dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia mampu menahan perlambatan kredit lebih dalam. Bank Indonesia menurunkan BI rate sebanyak 3 kali sejak bulan Januari hingga Maret 216 dengan total penurunan mencapai 75 basis point (bps). Meski belum signifikan, penurunan BI rate diikuti dengan penurunan suku bunga kredit tertimbang sebesar 11 bps dari 12,34% pada bulan Desember 215 menjadi 12,23% pada Maret 216. Didukung dengan berbagai kebijakan pemerintah dan lembaga/otoritas terkait lainnya, diharapkan suku bunga dapat terus turun hingga mencapai single digit di akhir tahun 216. Selain itu, Bank Indonesia juga kembali mengeluarkan kebijakan makroprudensial antara lain menurunkan Giro 3 Data kredit berdasarkan lokasi proyek 42

61 Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah, dari sebelumnya 7,5% menjadi 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret 216. Pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Berbagai kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut diharapkan dapat mendorong akselerasi pertumbuhan kredit dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat khususnya Sumbar. %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja 4 Kredit Investasi Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.5. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan % % 17 5, ,2 I II III IV I II III IV I II III IV I 3, Grafik 3.6. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,, Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan I 216 sedikit menurun namun konsisten tetap berada di level yang tinggi. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan I 216 ini tercatat menurun menjadi 141,2% dari sebelumnya sebesar 145,1% (Grafik 3.6). Nilai rasio LDR di atas 1% menunjukkan bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih lebih kecil bila dibandingkan dengan penyaluran kreditnya oleh perbankan. 43

62 Sementara itu, perlambatan kredit turut berdampak pada penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar. Pada triwulan I 216 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,1% dari sebelumnya sebesar 2,7% pada triwulan IV 215. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi khususnya pada sektor korporasi. Meski pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih rendahnya kegiatan usaha dan daya beli masyarakat berdampak pada penurunan kualitas kredit tersebut. 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Kinerja beberapa sektor ekonomi utama yang masih lemah berdampak pada perlambatan kredit sektor korporasi Sumbar pada triwulan I 216. Kredit korporasi dengan total penyaluran kredit Rp26,8 triliun pada triwulan laporan, tercatat hanya tumbuh sebesar 8,6% (yoy), melambat dari sebelumnya tumbuh sebesar 14,6% (yoy) pada triwulan IV 215. Perlambatan kredit terutama pada sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor jasa dengan pangsa kredit masing-masing sebesar 21%, 17%, dan 3%. Kredit sektor pertanian melambat dari 15,3% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi hanya tumbuh 2,1% (yoy) pada awal 216. Berdasarkan informasi perbankan Sumbar, sejumlah perbankan membatasi penyaluran kredit kepada sektor perkebunan akibat harga komoditas yang belum membaik secara signifikan. Imbas lemahnya harga komoditas tersebut sangat berdampak pada kredit untuk perkebunan karet dan kelapa sawit yang mengalami kontraksi sebesar 6,37% (yoy) dan 1,7% (yoy) pada awal 216. Selain itu, meski tumbuh cukup tinggi, pertumbuhan kredit sektor ekonomi industri pengolahan melambat menjadi 3,9% (yoy) dari sebelumnya sebesar 57,2% (yoy), dengan didominasi subsektor utama adalah industri pengolahan semen, kapur dan gips yang tumbuh sangat signifikan sebesar 291,53%(yoy). Berdasarkan liaison yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, pertumbuhan kredit industri pengolahan yang tinggi tersebut terutama disebabkan oleh ekspansi investasi perusahaan semen di Sumatera Barat. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, perusahaan sedang melakukan pembangunan pabrik baru dan diprakirakan selesai pada semester 2 tahun

63 Setelah terus melambat sejak awal tahun 215, pertumbuhan kredit sektor perdagangan sebagai kredit dengan pangsa terbesar relatif stabil. Sektor perdagangan sebagai sektor ekonomi penyumbang penyaluran kredit terbesar yang mencapai sebesar 5% dari total penyaluran kredit, kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit Sumatera Barat secara keseluruhan. Pada triwulan laporan, kinerja kredit pada sektor perdagangan tercatat tumbuh stabil sebesar 11,3% (yoy). Perkembangan tersebut sejalan dengan kondisi permintaan masyarakat yang relatif stabil. 17% 3% 1% Pertanian 5% 21% %, yoy Total Kredit Korporasi g. Pertanian %, yoy 6 g. Perdagangan 1 g. Ind Pengolahan (sisi kanan) 5 g. Jasa (sisi kanan) 8 4 Ind. Pengolahan 3 Perdagangan 2 Jasa-jasa 1 Lainnya 8,6 I II III IV I II III IV I II III IV I ,9 11,3 (18,3) 2,1 Grafik 3.7. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Korporasi Perlambatan kredit turut berdampak pada penurunan kualitas kredit sektor korporasi pada triwulan I 216. Pada triwulan laporan NPL kredit korporasi tercatat meningkat menjadi 4,5% dari sebelumnya sebesar 3,9% pada triwulan IV 215 (Grafik 3.9). Secara umum, peningkatan NPL terjadi pada seluruh sektor ekonomi utama seperti perdagangan, pertanian, industri pengolahan, dan jasa-jasa. Pada triwulan laporan NPL Sektor perdagangan tercatat naik menjadi 5,5% dari sebelumnya sebesar 5,% pada triwulan IV 215, sementara NPL sektor pertanian naik dari 2,7% menjadi 3,%. Masih lemahnya kinerja pelaku usaha mengakibatkan sejumlah kebijakan pemerintah di bidang restrukturisasi kredit belum mampu secara efektif memperbaiki kualitas kredit bank umum. 45

64 % NPL. Kredit Korporasi NPL. Pertanian NPL. Ind Pengolahan NPL. Perdagangan NPL. Jasa-jasa I II III IV I II III IV I II III IV I % 14% 9% 26% 1% KPR KKB Multiguna Kredit RT Lainnya Kredit Lain-lain Grafik 3.9. Perkembangan NPL Sektor Korporasi Grafik 3.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Perlambatan konsumsi rumah tangga terindikasi dari belum optimalnya pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada triwulan I 216. Belum membaiknya harga komoditas perkebunan, lemahnya realisasi investasi dan infrastruktur, serta masih rendahnya realisasi dana desa berdampak pada masih lemahnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang berpengaruh pada perlambatan kredit sektor Rumah Tangga. Kredit sektor rumah tangga yang mencapai porsi 44,3% dari total kredit bank umum, tercatat sebesar Rp 21,4 triliun atau relatif stabil sebesar 9,6% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya tumbuh sebesar 9,3% (yoy) pada triwulan IV 215 (Grafik 3.11). Pertumbuhan kredit tersebut relatif rendah bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan setahun terakhir yang mencapai lebih dari 12%. Rendahnya pertumbuhan kredit sektor terutama terjadi pada jenis kredit rumah tangga seperti kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit pemilikan rumah (KPR), dan kredit rumah tangga lainnya. Pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) tercatat tumbuh negatif sebesar 15,2% (yoy) atau turun semakin dalam dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -14,5% (yoy). Berlanjutnya kontraksi penjualan kendaraan bermotor baik mobil maupun motor di Sumatera Barat sejak awal tahun 215 menjadi penyebab utama perlambatan kredit sektor rumah tangga (Grafik 3.13). Berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, penjualan mobil dan motor mengalami kontraksi masing-masing sebesar 1% (yoy) dan 17% 46

65 (yoy) hingga awal 216. Di sisi lain, pertumbuhan kredit multiguna relatif stabil 21,9% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, peningkatan kredit pemilikan rumah (KPR) belum optimal meskipun telah dilakukan revisi kebijakan rasio LTV untuk kredit properti. Pada triwulan laporan, KPR tercatat tumbuh sedikit melambat menjadi sebesar 9,8% (yoy) dari sebelumnya yang tumbuh 11,6% (yoy). Namun demikian, sejak dikeluarkan penyesuaian ketentuan mengenai LTV pada 18 Juni 215, KPR terindikasi mulai meningkat pada semester II 215, setelah terjadi kontraksi pertumbuhan di awal tahun 215. Kebijakan tersebut membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan rumah pertamanya untuk tempat tinggal. Selain itu, peningkatan permintaan kredit sektor perumahan juga disebabkan oleh program pada akhir April 215. Sebagian besar kabupaten/kota di Sumatera Barat mengajukan permohonan permintaan kredit perumahan yang disubsidi bunganya oleh pemerintah. Sebagai dampak meningkatnya permintaan kredit sektor perumahan tersebut harga properti secara umum di Sumatera Barat mulai merangkak naik sesuai hasil Survei Harga Properti dan Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Grafik 3.12). % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy g.kkb g.kredit lain-lain 5 4 g.multiguna (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Harga Properti Residential (SHPR) di Sumatera Barat Di tengah perlambatan kredit, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga sedikit menurun. Secara keseluruhan nilai rasio NPL rumah tangga tercatat hanya sebesar 1,1% pada triwulan I 216, sedikit meningkat dibandingkan akhir 215 yang mencapai 1,% (Grafik 3.14). Meskipun demikian, NPL tersebut relatif rendah, mengindikasikan bahwa risiko kredit kepada sektor 47

66 rumah tangga di Sumatera Barat masih dinilai relatif rendah. Walaupun secara keseluruhan menunjukkan risiko kredit yang rendah, potensi peningkatan risiko masing-masing jenis kredit tetap perlu diwaspadai khususnya pada KPR dengan NPL yang lebih tinggi dibandingkan jenis kredit rumah tangga lainnya. Pada triwulan laporan, nilai rasio NPL KPR meningkat menjadi sebesar 3,9%, sementara NPL pada KKB dan Multiguna hanya sebesar masing-masing 1,3% dan 1,2%. Unit Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I % (yoy) Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat Grafik Perkembangan Jumlah Mobil dan Truk di Sumatera Barat % Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 1,1 3,9 1, Ketahanan Sektor UMKM Perlambatan kinerja penyaluran kredit sangat berdampak pada rendahnya pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kredit UMKM yang disalurkan bank umum pada awal 216 tercatat mencapai Rp15, triliun atau tumbuh 3,4% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang tumbuh sebesar 2,7% (yoy) Grafik 3.15). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit UMKM tersebut masih sangat rendah. Sejak akhir tahun 214, pertumbuhan kredit UMKM terus melambat dan rendah. Berdasarkan diskusi bersama perbankan, penyebab utama rendahnya pertumbuhan kredit UMKM antara lain disebebkan kondisi perekonomian yang melambat, dan terbatasnya bank penyalur KUR dengan skema terbaru hingga awal tahun 216, serta adanya pengendalian ekspansi kredit akibat peningkatan risiko yang berasal dari peningkatan NPL kredit UMKM. Kontribusi terbesar dalam perlambatan pertumbuhan UMKM terjadi pada kredit skala menengah yang terus mengalami perlambatan sejak setahun terakhir dan bahkan terjadi kontraksi sebesar 17,2% 48

67 (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu pertumbuhan kredit skala mikro dan skala kecil tumbuh meningkat, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 25,7% (yoy) dan 11,9% (yoy). Berdasarkan sektor ekonomi, rendahnya pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi pada sektor ekonomi industri pengolahan dan jasa-jasa. Sektor industri pengolahan dan jasa-jasa mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan I 216 sebesar minus 45,6% (yoy) dan minus 25,6% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), yang memiliki pangsa tertinggi yaitu mencapai 66%, tumbuh sedikit meningkat menjadi 14,1% (yoy) pada triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,6% (yoy). % UMKM Mikro Kecil Menengah 25,7 11,9 3,4 I II III IV I II III IV I II III IV I (17,2) Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Lain-lain Jasa-jasa 1% 4% Pertanian 14% Perdagangan, 68% Industri Pengolahan 4% Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Rendahnya pertumbuhan kredit UMKM masih diwarnai dengan kualitas kredit yang terus memburuk. Pada triwulan laporan, rasio NPL kredit UMKM meningkat cukup tinggi mencapai 7,2% (Grafik 3.17). Rasio NPL tersebut melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5% sehingga perlu menjadi perhatian perbankan daerah untuk terus melakukan pengawasan secara mendalam terhadap kinerja debitur UMKM dan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kreditnya. Upaya tersebut sangat penting dilakukan, mengingat sektor UMKM mempunyai porsi yang cukup besar di Sumatera Barat. Selain itu, potensi risiko meningkatnya NPL kredit UMKM ke depan diperkirakan masih cukup besar sebagai dampak dari masih tingginya tingkat suku bunga rata-rata kredit UMKM yang mencapai 13,7% pada triwulan laporan. Hal tersebut menyebabkan sektor UMKM dinilai sebagai sektor yang paling sangat terpengaruh akibat tingginya tingkat suku bunga kredit perbankan. 49

68 % 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, - UMKM Mikro Kecil Menengah 11,8 7,2 6,4 3,2 I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Indikator Perbankan Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 I-16 Aset ,5-1,2-2, 3,9 2,4 DPK ,7-3,9 -,9 7,6 11,2 Giro ,6-26,2-22,3 5, 16,8 5,4 Tabungan ,5 8,5 7,5 12,8 1,3 5,9 Deposito ,2-12,3-6,4 1,8 11,6 43,7 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan ,7-3,6-3,6-3, 1,2 Modal Kerja ,4-7,6-1,3-9,6 9, 28,8 Investasi ,9 16,7 12,4 14,8 3,6 13,4 Konsumsi ,4-5,4-3,4-3,4-2,7 57,9 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi ,7-3,6-3,6-3, 1,2 Pertanian ,4 32,3 21,3 46,6 1,7 4,1 Pertambangan , 33,8-14,4 1356,8 3,6 Industri Pengolahan ,7 43,4 17,5 13,4 9,1 1,7 Listrik, Gas dan Air , Konstruksi , 18,1-13,7-9,3-23,4,5 Perdagangan ,5 5,9-6, 2,3-3, 17,4 Transportasi dan Komunikasi ,3 36, 19,2 193,2 56,9 1,2 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,7 14,9 13,9-1,9-5,8 8,4 Jasa Sosial ,5 14, -15,7-35,6-4,8 5,2 Kredit Rumah Tangga ,4-12,7-6, -3,4-2,7 57,9 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 153,8 151,3 142,1 139,3 14, Non-Performing Financing (NPF) 3,8 3,9 4,1 4, 4,4 Setelah terus mengalami kontraksi pertumbuhan selama setahun terakhir, kinerja perbankan syariah di Sumatera Barat mulai mengalami perbaikan. Beberapa indikator perbankan syariah mulai mengalami pertumbuhan pada awal tahun 216 terutama pada DPK dan pembiayaan, sementara pertumbuhan aset relatif menurun. Secara tahunan (yoy), pertumbuhan aset bank umum syariah pada triwulan IV 216 tumbuh sebesar 5

69 2,4% (yoy) dengan nilai aset sebesar Rp4,13 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,9% (yoy) (Tabel 3.2). Melambatnya aset tersebut disebabkan oleh menurunnya kualitas pembiayaan dengan nilai rasio NPL yang kembali meningkat sehingga memberikan pengaruh terhadap bertambahnya nilai cadangan yang diperlukan bank. Penghimpunan DPK terus mengalami peningkatan. Setelah mulai tumbuh positif pada triwulan sebelumnya, DPK bank umum syariah di Sumatera Barat terus menunjukkan perbaikan dan mampu tumbuh sebesar 11,2% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,6% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terjadi pada jenis simpanan baik deposito, tabungan dan giro. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada jenis giro yang mampu tumbuh 16,8% (yoy), sedangkan deposito dan tabungan masing-masing mampu tumbuh 11,6% (yoy)dan 1,3% (yoy) pada awal tahun 216. Pertumbuhan DPK perbankan syariah tersebut lebih tinggi dibandingkan perbankan umum di Sumbar (Grafik 3.19). Berdasarkan pangsanya, jenis tabungan masih mendominasi penghimpunan DPK pada perbankan syariah yang mencapai 5,9%, sementara deposito dan giro memiliki pangsa masing-masing sebesar 43,7% dan 5,4%. %, yoy Aset DPK Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah %, yoy DPK Giro Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah Setelah selama setahun terus mengalami kontraksi, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mulai membaik. Pembiayaan perbankan syariah secara nominal mulai mengalami peningkatan menjadi Rp3,63 triliun dari sebelumnya sebesar Rp3,57 triliun, dan mulai tumbuh positif sebesar 1,2% (yoy)(grafik 3.2). Pertumbuhan tertinggi terjadi pada pembiayaan modal kerja yang mampu tumbuh 9,% (yoy), sementara investasi hanya mampu tumbuh 51

70 3,6%(yoy). Kontraksi pembiayaan perbankan syariah masih terjadi pada jenis penggunaan pembiayaan konsumsi, yaitu tercatat sebesar -2,7% (yoy) pada triwulan laporan. Pelemahan daya beli masyarakat yang masih berlangsung menjadi penyebab melambatnya pembiayaan di sektor rumah tangga. Kontraksi pembiayaan sektor rumah tangga tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan bank syariah mengingat pangsanya yang sangat besar yakni mencapai 57,9%. %, yoy Pembiayaan Investasi Modal Kerja Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.2. Perkembangan Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah % FDR NPF (sisi kanan) 2 8, 7, , 6, 5, 4, 8 4,4 3, 4 2, 1,, I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan FDR dan NPF Bank Umum Syariah Seperti halnya bank umum konvensional, fungsi intermediasi perbankan syariah di Sumatera Barat tetap konsisten berada pada level yang tinggi. Pada triwulan laporan, nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi sebesar 14,% dibandingkan akhir 215 yang mencapai 139,3% (Grafik 3.21). Nilai FDR tersebut tetap konsisten berada di atas 1% sehingga memberikan informasi bahwa masih adanya penggunaan dana dari luar provinsi atau dana dari kantor pusat bank syariah sebagai salah satu sumber penyaluran pembiayaan untuk proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, niai FDR tersebut juga menunjukkan bahwa penghimpunan simpanan di bank Syariah masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan penyaluran pembiayaannya. Ditengah mulai membaiknya pertumbuhan pembiayaan, kualitas pembiayaan perbankan syariah justru menurun. Rasio Non Performing Financing (NPF) pada triwulan laporan meningkat menjadi 4,4% dari sebelumnya sebesar 4,% pada triwulan IV 215. Nilai rasio NPF tersebut cukup tinggi dan mendekati batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5% dan terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi dalam 1 tahun terakhir dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, perbankan syariah di Sumatera 52

71 Barat perlu terus mewaspadai peningkatan nilai rasio NPF dengan melakukan pengawasan secara mendalam terhadap kinerja debitur dan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaannya. 3.4 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perlambatan berbagai indikator perbankan juga dialami oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan aset BPR pada triwulan I 216 tumbuh 5,7% (yoy) dengan total aset tercatat mencapai Rp 1,42 triliun, melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,3% (yoy). Melambatnya pertumbuhan aset disebabkan oleh mulai memburuknya kualitas kredit BPR sehingga meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) BPR yang berdampak pada penurunan asetnya. % yoy Total Aset - sisi kanan Aset miliar Rp ,3 5, I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Aset BPR di Sumbar Total DPK - sisi kanan g. Total DPK % yoy g. Tabungan g. Deposito miliar Rp , , ,6 8 7 I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan DPK BPR menurut Jenis Simpanan Meski tumbuh relatif tinggi, perkembangan DPK BPR di Sumatera Barat menunjukkan kecenderungan melambat. Jumlah DPK yang berhasil dihimpun BPR pada triwulan I 216 mencapai Rp 1,25 triliun dengan pertumbuhan sebesar 12,1% (yoy), tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,6% (yoy). Perlambatan DPK terjadi pada jenis deposito yang tumbuh 2,4% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 22,8% (yoy). Meski melambat, pertumbuhan deposito relatif jauh lebih tinggi dibandingkan tabungan. Pertumbuhan deposito yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa suku bunga deposito di BPR tetap menarik mengingat besaran suku bunga deposito yang ditawarkan secara ratarata berada di atas level suku bunga deposito bank umum. Sementara itu, jenis 53

72 tabungan tumbuh melambat dari 9,4% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 6,6% (yoy) pada triwulan laporan. Deposito 43% Tabungan 57% % yoy Total Kredit - sisi kanan g. Total Kredit g. Modal Kerja g. Investasi miliar Rp g. Konsumsi 13, ,31.15,61.1 (1,4) I II III IV I II III IV I Grafik Pangsa DPK BPR menurut jenis simpanan Grafik Perkembangan Kredit BPR menurut Jenis Penggunaan Kontraksi pertumbuhan kredit BPR masih berlanjut hingga awal tahun 216. Penyaluran kredit BPR pada triwulan I 216 mengalami kontraksi sebesar 1,4% (yoy), sedikit menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar -2,3% (yoy). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kredit modal kerja dan konsumsi, sementara kredit investasi tumbuh meningkat. Kredit konsumsi tumbuh 4,3% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,8% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja hanya mampu tumbuh rendah sebesar,6% (yoy). Di sisi lain, kredit investasi tumbuh sebesar 13,2% (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,4% (yoy). Kredit produktif mendominasi penyaluran kredit BPR di Sumbar. Dilihat dari jenis penggunaannya, kredit modal kerja merupakan jenis kredit dengan pangsa tertinggi yang mencapai 61%, sementara kredit investasi dan konsumsi memiliki pangsa masing-masing sebesar 14% dan 24%. Proporsi kredit modal kerja dan investasi yang tinggi mencapai 76% dibandingkan kredit konsumsi mengindikasikan bahwa BPR mulai meningkatkan penyaluran kreditnya pada sektor produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Namun demikian, tingkat persaingan BPR dalam memperebutkan target pasar kredit mikro dan kredit kecil menjadi relatif tinggi akibat semakin banyaknya unit kredit mikro dan kecil yang dijalankan bank umum di Sumatera Barat. Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit BPR masih didominasi oleh sektor perdagangan dan pertanian yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 56% dan 15%. 54

73 Konsumsi 24% Investasi 14% Modal Kerja 62% % % ,7 12 8, , LDR NPL - sisi kanan 2 I II III IV I II III IV I Grafik Pangsa Kredit BPR menurut Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan LDR dan NPL BPR Seiring dengan perlambatan kredit, kualitas kredit BPR juga menurun signifikan. Rasio NPL kredit BPR pada triwulan laporan mencapai 9,7% meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa BPR di wilayah Sumatera Barat perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditnya dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap kinerja debiturnya. Sementara itu, LDR BPR di Sumatera Barat pada awal tahun 216 relatif stabil mencapai 98,6%. 3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Sesuai karakteristiknya, Sumatera Barat kembali mengalami net inflow pada triwulan I 216. Net inflow uang kartal tercatat sebesar Rp2,49 triliun pada triwulan I 216 atau tumbuh sebesar minus 1,7% (yoy), membaik dibandingkan triwulan IV 215 tumbuh sebesar minus 5,7% (yoy). Net inflow tersebut ditengarai didorong oleh masih minimnya realisasi belanja pemerintah daerah dan kondisi perekonomian yang masih melambat pada triwulan I 216. Selain itu, aktivitas perekonomian masyarakat juga telah kembali normal pasca berakhirnya musim liburan akhir tahun lalu. Kondisi tersebut berimbas pada derasnya inflow yang mencapai Rp3,2 triliun, sedangkan arus uang keluar (outflow) hanya Rp533 miliar pada triwulan I

74 miliar rupiah Inflow Outflow Net Inflow-rhs miliar rupiah I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) triliun rupiah Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow 2,5 2, 1,5 1,,5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layak Edar dan Uang Palsu Pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) yang tinggi pada tahun sebelumnya berpengaruh pada penurunan pemusnahan UTLE pada periode laporan. Jumlah pemusnahan UTLE pada triwulan I 216 tercatat mencapai Rp1,4 triliun, menurun hingga 11,9% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya meningkat 1,9% (yoy). Penurunan juga terjadi pada rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow yang berada di level 46,3%, sedangkan triwulan IV 215 rasio pemusnahan UTLE sebesar 73,1%. Dari sisi jumlah, jumlah UTLE yang dimusnahkan juga menurun 9,62% (yoy), yakni sebanyak 42,2 juta lembar dari 46,8 juta lembar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Besarnya nominal UTLE yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia pada triwulan I 216 perlu mendapat perhatian serius dari seluruh masyarakat. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat gencar melakukan sosialisasi 3D (Didapat, Disayang, Disimpan) agar masyarakat juga semakin peduli menjaga kondisi yang baik terhadap uang rupiah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas uang layak edar (clean money policy) di wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya. Oleh karena itu, per 1 April 216 lalu telah dibuka layanan kas titipan di wilayah Kota Sungai Penuh yang masuk ke wilayah administrasi Provinsi Jambi untuk memenuhi kebutuhan uang layak edar di daerah remote. Pembukaan kas titipan tersebut dapat mempermudah perbankan untuk memenuhi kebutuhan uang layak di wilayah Kota Sungai Penuh dan sekitarnya. 56

75 juta lembar Pemusnahan UTLE I II III IV I Grafik 3.3. Pemusnahan UTLE di Sumbar Lembar Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Temuan uang palsu mengalami penurunan sejalan dengan melambatnya aktivitas perekonomian Sumatera Barat pada awal tahun 216. Jumlah temuan uang palsu di Sumatera Barat selama triwulan I 216 tercatat sebanyak 146 lembar atau turun 24,74% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.kantor Perwakilan Bank indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berupaya secara intensif menyosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada seluruh masyarakat dan mengintensifkan kerja sama dengan polisi untuk meminimalisir peredaran uang palsu Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Transaksi BI-RTGS Sumatera Barat pada triwulan I 216 turun nominal maupun jumlah transaksi. Berdasarkan data sementara, transaksi BI-RTGS Sumatera Barat pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp3,3 triliun, turun 9,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp33,8 triliun. Penurunan nilai transaksi tersebut diikuti dengan penurunan volume transaksi menjadi 1.54 transaksi, atau turun sebesar 93,1% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan transaksi tersebut, selain karena penerapan BI- RTGS Generasi II juga disebabkan masih lambatnya aktivitas perekonomian serta siklus ekonomi di awal tahun yang berdampak pada belum banyaknya kegiatan transaksi bernilai besar yakni di atas Rp5 juta. 57

76 Triliun Rp Nominal Volume (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar Ribu triliun rupiah Nominal Volume (Sisi Kanan) 5, 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ribu lembar Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar Transaksi Kliring Sesuai pola transaksi kliring di Sumatera Barat, transaksi kliring triwulan I 216 kembali mengalami penurunan. Tercatat, pada triwulan I 216, volume transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan sebesar 3,3% (yoy) menjadi lembar. Begitu pula dengan nominal transaksi kliring yang juga mengalami penurunan hingga 1,8% (yoy) menjadi sebesar Rp3,8 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah karena masih minimnya realisasi proyek di awal tahun. Selain itu, sejumlah perusahaan swasta di Sumatera Barat yang memiliki tenggat waktu pembayaran pada triwulan I 216 juga masih kecil dibandingkan periode akhir tahun Jumlah Agen Nominal Transaksi - rhs juta rupiah (2) I II III IV I Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening I II III IV I Grafik Perkembangan Layanan Keuangan Digital di Sumbar Grafik Frekuensi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar 58

77 Layanan Keuangan Digital (LKD) Perkembangan agen LKD di Sumatera Barat terus menunjukkan tren yang positif. Hingga triwulan laporan, tercatat sebanyak agen LKD telah terbentuk. Bahkan, pertumbuhan agen LKD di Sumatera Barat pada triwulan I 216 mencapai 464,9% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 359 agen. Kota Padang masih mendominasi jumlah agen LKD terbanyak di Sumatera Barat. Pesatnya perkembangan tersebut tidak terlepas dari sosialisasi dan edukasi yang dilakukan oleh Bank indonesia bersama perbankan dalam mendukung program pengembangan keuangan inklusif. Sementara itu, nominal transaksi LKD hingga triwulan laporan tercatat sebesar Rp14,4 juta dengan frekuensi transaksi mencapai 246 transaksi yang sebagian besar didominasi oleh aktivitas tarik tunai. Jumlah pemilik rekening digital juga terus mengalami penambahan. Hingga triwulan I 216, jumlah pemilik rekening digital sebesar 84 pemilik rekening, jauh meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dimana belum terdapat pemilik rekening digital. LKD sendiri merupakan program yang digagas oleh Bank Indonesia yang dibentuk dalam rangka mempermudah akses keuangan masyarakat, terutama unbanked maupun underbanked, dengan menggunakan sarana teknologi mobile based maupun web based dengan perantara jasa pihak ketiga (agen). 59

78 BOKS 3: Penerapan Transaksi Non Tunai Dalam Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Transaksi yang dilakukan oleh masyarakat Sumbar saat ini masih didominasi oleh transaksi menggunakan uang tunai. Hal ini dipicu oleh sejumlah hal, antara lain keterbatasan sarana dan prasarana transaksi non tunai dan budaya masyarakat yang masih gemar menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Namun demikian, faktanya, transaksi non tunai terbukti memiliki implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Global Insight (23) di beberapa negara, setiap peningkatan transaksi non tunai sebesar 1% akan berdampak pada peningkatan pembelanjaan konsumen sebesar,5%. Belanja konsumen merupakan salah satu trigger pertumbuhan ekonomi, sehingga survei ini mengindikasikan adanya korelasi positif antara transaksi non tunai dengan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Persentase Transaksi Tunai (213) GDP Perkapita 213 (USD) Selain itu, transaksi non tunai juga dapat mempercepat roda perekonomian sebuah daerah. Keuntungan menggunakan transaksi non tunai yakni (i) lebih efisien karena tidak perlu menyediakan uang tunai, (ii) lebih aman karena terdapat kepastian perpindahan dana secara mudah dan aman karena melalui sistem elektronik, dan (iii) lebih lancar karena setiap transaksi dilakukan secara cepat dan tepat, baik dari sisi waktu dan jumlah. Salah satu karakteristik dari transaksi non tunai yaitu transaksi berlangsung secara real time, sehingga dapat berpengaruh terhadap percepatan perputaran uang terutama penerimaan kas 6

79 daerah. Penerimaan kas daerah secara non tunai dapat diterima dan dikonsolidasikan di rekening kas pemerintah daerah dengan segera. Semakin cepat uang hasil penerimaan daerah diterima, maka semakin cepat pula uang tersebut dapat dialokasikan ke sektor-sektor yang dapat menunjang akselerasi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Selain itu, dilihat dari sudut pandang pengelolaan anggaran, penggunaan transaksi non tunai dapat memperkuat tata kelola pengelolaan anggaran terutama dari sisi transparansi dan akuntabilitas serta mendukung upaya pemberantasan korupsi dan upaya pencegahan pencucian uang (money laundering). Atas dasar hal tersebut, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 214 lalu perlu mendapatkan dukungan dan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan di wilayah Provinsi Sumbar. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumbar, Pemerintah Daerah dapat memelopori penggunaan transaksi non tunai di lingkungan instansi pemda baik dalam bentuk pembayaran dari pemerintah daerah kepada masyarakat dan badan usaha swasta maupun sebaliknya. Dalam hal ini, transaksi pemerintah daerah, baik government to person (G2P) maupun person to government (P2G), didorong untuk menggunakan ke transaksi non tunai. juta rupiah 5 17,4% 45 57,% 7,8% 9,2% 8,7% Kota Padang Kab. Agam Kab. Pesisir Selatan Kab. Padang Pariaman Kab/Kota Lainnya Grafik 1. Persentase Penduduk Sumbar tahun 214 Grafik 2. Pendapatan per Kapita Masyarakat Kota Padang tahun Dalam rangka menumbuhkan transaksi non tunai, Pemerintah Kota (Pemko) Padang berupaya untuk mengubah transaksi yang semula masih didominasi secara tunai menjadi transaksi secara non tunai. Pembayaran G2P yang dilakukan oleh Pemko Padang mulai dialihkan secara bertahap menjadi transaksi non tunai, seperti pembayaran gaji pegawai negeri sipil yang saat ini sudah ditransfer 61

80 langsung ke rekening bank masing-masing pegawai. Selain itu, Pemko Padang juga mulai menggarap transaksi P2G. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sudah dapat dibayarkan melalui automatic teller machine (ATM) beberapa perbankan milik pemerintah. Pemko Padang bekerja sama dengan institusi terkait, juga sedang menggarap transaksi non tunai di sektor-sektor layanan publik lainnya. Parkir Meter Kereta Api Bandara Bis TransPadang Gambar 1. Proyek Pengembangan Transaksi Non Tunai Sektor Layanan Publik Saat ini, transaksi non tunai pada layanan transportasi publik telah diterapkan pada bis TransPadang dengan menggunakan uang elektronik sebagai instrumen pembayarannya. Pada tanggal 11 Maret 216 lalu, telah diresmikan penggunaan uang elektronik BRIzzi (produk uang elektronik BRI) sebagai alat pembayaran tiket bis TransPadang. Acara tersebut langsung diresmikan oleh Walikota Padang dengan didampingi oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang dan Kepala Kanwil BRI Kota Padang dan Kepala KC BRI Kota Padang. Penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran bis TransPadang merupakan kerja sama antara Dishub Kota Padang dengan Kanwil BRI Kota Padang. Penggunaan uang elektronik ini diharapkan dapat mengoptimalkan dan mempercepat penerimaan kas daerah Kota Padang dari sektor transportasi publik. 62

81 4 BAB IV KEUANGAN DAERAH Melambatnya pertumbuhan ekonomi berdampak pada turunnya realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. Turunnya penerimaan daerah pada awal tahun 216 berasal dari semua komponen pendapatan, baik dari kemampuan daerah sendiri maupun dari transfer dana Pemerintah Pusat ke daerah dan pendapatan hibah. Berbeda dengan pos pendapatan, realisasi belanja daerah selama triwulan I 216 sedikit membaik dibandingkan periode yang sama tahun 215. Pengesahan APBD tahun 216 yang dilakukan lebih awal, serta percepatan mekanisme pengadaan barang dan jasa terindikasi menjadi pendorong perbaikan daya serap belanja. Ditinjau dari komponennya, peningkatan penyerapan belanja terjadi pada pos belanja barang dan jasa serta pos bantuan hibah. Sementara belanja modal masih rendah seiring dengan belum terlaksananya beberapa kegiatan SKPD pada awal tahun, serta permasalahan operasional seperti pembebasan lahan. 63

82 4.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Realisasi penerimaan Provinsi Sumatera Barat selama triwulan I 216 menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Hingga akhir triwulan I 216, penyerapan penerimaan Provinsi Sumatera Barat mencapai 23,7% dari target APBD, atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 215 yang mampu mencapai 25,3% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.1). Ditinjau dari komponen pendapatan, melambatnya realisasi penerimaan berasal dari semua komponen, baik dari kemampuan daerah sendiri (Pendapatan Asli Daerah/PAD) maupun dari Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan daerah yang Sah). Secara keseluruhan, realisasi PAD triwulan I 216 mencapai Rp371,9 miliar atau 19,6% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan I 215 yakni sebesar Rp379,65 miliar atau 21,4% dari target APBD (Grafik 4.2). Turunnya kemampuan daerah tersebut terutama bersumber dari rendahnya penerimaan retribusi dan PAD lainnya yang ditengarai sebagai dampak dari melambatnya aktivitas perekonomian. Sementara itu, pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan masih nihil mengingat pembagian dividen BUMD baru dilaksanakan pada triwulan II tahun berjalan. Sejalan dengan PAD, transfer Pemerintah Pusat triwulan I 216 baru mencapai 27,% dari target APBD, turun dibandingkan periode yang sama tahun 215, yang mampu mencapai 3,8% (Grafik 4.3). Nihilnya pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam, menurunnya DBH pajak seiring dengan lesunya perekonomian, serta terbatasnya penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) menjadi penyebab rendahnya daya serap Dana Perimbangan. Perlambatan terbesar terjadi pada komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, dengan realisasi triwulan I 216 sebesar Rp1,14 miliar atau 2,2% dari target APBD, turun signifikan dibandingkan triwulan I 215 sebesar Rp187,34 miliar atau 23,8% dari target yang ditetapkan. Penurunan tersebut terjadi akibat turunnya Penerimaan Hibah Sumatera Barat. 64

83 35% 3% 25% 2% 15% 3.1% 28.5% 27.5% 26.8% 25.3% 25.6% 25.3% 25.8% 25.4% 23.8% 23.6% 23.7% 24.1% 23.8% 24.% 22.5% 21.% 12.% 1.% 8.% 6.% 25% 2% 15% 1% % 21.4% 21.7% 22.2% 22.1% 2.9% 2.1% 19.6% 19.7% 21.8% 19.1% 16.% 13.1% 9.7% 23.4% 14.6% 1% 4.% 5% 5% % I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 2.%.% % Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah PAD Lainnya Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.2. Perkembangan PAD dan Komponennya terhadap Target APBD pada Triwulan I Dari sisi kemandirian fiskal, berbeda dengan tahun sebelumnya, kemandirian penerimaan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 216 menurun. Kondisi ini tercermin dari struktur komponen pendapatan daerah yang lebih banyak didominasi dari transfer Pemerintah Pusat. Porsi PAD terhadap APBD Sumatera Barat tahun 216 tercatat sebesar 41,2%, turun dibandingkan tahun 215 yang mencapai 44,4% (Grafik 4.4). Sama halnya dengan PAD, porsi pos Lainlain Pendapatan Daerah yang Sah turun signifikan dari 19,1% pada tahun 215 menjadi 1,1% pada tahun 216. Sementara, sumber penerimaan dari Dana Perimbangan saat ini mencapai 57,6% dari keseluruhan pendapatan, atau meningkat signifikan dibandingkan tahun 215 sebesar 36,5%. Dengan kondisi tersebut, terjadi perubahan struktur penerimaan daerah dari yang semula sebagian besar berasal dari PAD menjadi didominasi oleh transfer Dana Perimbangan. Turunnya proporsi PAD terhadap pendapatan daerah mengindikasikan bahwa kualitas dan kemampuan daerah untuk membiayai aktivitas belanjanya menurun. 65

84 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % 31% 29.4% 27.7% 27.% 21.9% % 16.9% 14% Dana DBH Perimbangan Pajak/Bukan Pajak 33.4% 33.3% 33% 33.3% 3.4% 3% 25.% DBH SDA DAU DAK 21.8% 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah 1.1% 18.% 16.3% 19.1% 57.6% 4.1% 38.9% 36.5% 41.9% 44.9% 44.4% 41.2% Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.3. Perkembangan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD pada Triwulan I Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.4. Porsi Komponen Pendapatan Daerah Pada APBD 4.2 Belanja Pemerintah Daerah Sesuai pola historisnya, penyerapan belanja daerah masih terbatas pada awal tahun 216. Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat selama triwulan I 216 tercatat sebesar Rp563,19 miliar atau 11,7% dari target APBD, sedikit membaik dibandingkan periode sama tahun 215 yang mencapai Rp491,63 miliar atau 11,6% dari target (Grafik 4.5). Percepatan pengesahan APBD tahun 216 yang sudah ditetapkan sejak 26 November 215, terindikasi menjadi pendorong membaiknya realisasi belanja tersebut. Meskipun demikian, penyerapan belanja daerah triwulan I 216 hampir sama dengan tahun sebelumnya yang sebagian besar untuk belanja tidak langsung, khususnya untuk belanja pegawai dan bantuan hibah. Percepatan mekanisme pengadaan barang dan jasa terindikasi menjadi penyebab perbaikan realisasi belanja daerah. Berdasarkan komponennya, perbaikan belanja daerah terutama berasal dari belanja barang dan jasa dan belanja bantuan sosial. Penyerapan masing-masing komponen belanja tersebut naik dari Rp85,56 miliar (9,9%) dan Rp185,44 miliar (2,7%) pada triwulan I 215 menjadi Rp139,1 miliar (14,6%) dan Rp26,46 miliar (24,%) pada triwulan I 216 (Grafik 4.6). Sementara itu, daya serap belanja modal Pemerintah tercatat sebesar Rp16, miliar (1,4%), turun dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai Rp47,28 miliar (5,4%). Berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DKPD) Provinsi Sumatera Barat, rendahnya penyerapan belanja modal terjadi 66

85 karena beberapa kegiatan SKPD memang belum bisa dilaksanakan pada triwulan awal tahun 216. Permasalahan pembebasan lahan juga menjadi penyebab terhambatnya pelaksanaan proyek Pemerintah yang berdampak pada minimnya realisasi belanja modal pada triwulan laporan. Sejumlah upaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk meningkatkan penyerapan belanja, termasuk melakukan rapat monitoring dan evaluasi setiap bulan, serta pengenaan sanksi bagi SKPD yang tidak mencapai target yang ditetapkan. 5% 4% 3% 2% 1% % 1.% 11.6% 11.7% 1.1% 1.5% 24.6% 25.4% 23.1% 22.% 21.9% 2.2% 2.9% 16.1% 42.1% 41.9% 38.3% 38.3% I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan Akumulasi sisi kanan 12% 1% 8% 6% 4% 2% % 3% 25% 2% 15% 1% 5% % 12.1% 1.5% 11.7% Belanja Daerah 18.4% 21.3% 15.8% Belanja Pegawai 5.4% % 19.9% 8.% 6.7% 24.3% 25.% 22.7% 23.1%.2% 3.1%.3% Belanja Belanja Modal Belanja Hibah Belanja Bagi Belanja Tidak Barang dan Jasa Hasil Terduga Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.5. Perkembangan Belanja Daerah terhadap Target APBD Struktur alokasi anggaran belanja APBD Sumatera Barat tahun 216 hampir sama dengan tahun 215, namun kualitasnya relatif membaik yang ditandai dengan meningkatnya porsi belanja modal. Secara keseluruhan, komponen belanja APBD tahun 216 porsi belanja daerah didominasi oleh belanja modal (24,3%), kemudian diikuti belanja hibah (22,7%), belanja barang dan jasa (19,9%), serta belanja pegawai (15,8%) (Grafik 4.7). Porsi belanja modal terhadap total belanja daerah pada tahun 216 meningkat dibandingkan porsi tahun 215 sebesar 2,5%. Sementara porsi untuk belanja pegawai turun dibandingkan porsi tahun sebelumnya yang mencapai 18,9%. Kondisi ini diharapkan dapat berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat mengingat belanja modal dapat memberikan efek multiplier yang lebih besar bagi perekonomian daerah. Grafik 4.6. Perkembangan Belanja Daerah dan Komponennya terhadap Target APBD pada Triwulan I 67

86 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota dan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa Belanja Hibah Belanja Tidak Terduga Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Belanja Barang dan Jasa 14.9% 15.8% 13.9% 2.7% 2.9% 3.1% 15.3% 21.2% 22.7% 22.8% 23.4% 2.4% Belanja Pegawai 2.5% 24.3% 19.9% 2.3% 18.9% 15.8% Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.7. Porsi Komponen dan Belanja Daerah Pada APBD 68

87 5 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi Sumbar yang melambat pada triwulan I 216, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat sedangkan pengangguran terbuka menurun. Meningkatnya kapasitas utilisasi perusahaan (SKDU KPw BI Sumbar) dan membaiknya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi faktor utama peningkatan TPAK dan penurunan pengangguran. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan serta lapangan pekerjaan utama perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Selain itu, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Berdasarkan data terkini, kondisi kesejahteraan masyarakat di semester kedua tahun 215 relatif membaik. Kondisi ini tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Penurunan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat juga meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya indeks pembangunan manusia yang diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. 69

88 5.1 Ketenagakerjaan Daerah Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi Sumbar yang melambat pada triwulan I 216, tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat sedangkan pengangguran terbuka menurun. Berdasarkan data terkini, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 216 tercatat sebesar 5,81% atau lebih rendah dibandingkan Februari 215 sebesar 5,99%. Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat pada Februari 216 adalah sebesar 7,34%, meningkat dibandingkan Februari 215 sebesar 68,73% dan Agustus 215 sebesar 64,56% (Grafik 5.2). Membaiknya lapangan kerja yang tersedia, memberikan insentif bagi masyarakat untuk masuk ke dalam angkatan kerja. Meningkatnya aktivitas perekonomian terindikasi pada meningkatnya kapasitas utilisasi perusahaan dan jam kerja pekerja. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia memperlihatkan terjadinya peningkatan pada kapasitas produksi perusahaan menjadi 8% (triwulan I 216) dibandingkan sebelumnya sebesar 77,43% (triwulan I 215). Selain itu, jenis pekerja dengan rentang waktu kerja tertentu mengalami peningkatan jam kerja dibandingkan periode sebelumnya. Pekerja yang bekerja di atas 35 jam kerja per minggu mengalami peningkatan tertinggi hingga sebanyak 92,8 ribu orang dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sementara pekerja yang bekerja selama 1-34 jam kerja per minggu mengalami peningkatan terendah yakni sebanyak 2,4 ribu orang. juta orang % 3,5 Bekerja Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 8, 3, 7, 2,5 6, 2, 5, 4, 1,5 3, 1, 2,,5 1,,, Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah % 72, 7,34 7, 68, 5,81 66, 64, 62, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 6, Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 58, Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah % 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1,, Grafik 5.1. Angkatan Kerja di Sumatera Barat Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Barat 7

89 Selain peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja, meningkatnya kualitas ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan tingkat pengangguran yang menurun. Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan menjadi 5,81% (Februari 216) bila dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 5,99% (Februari 215) (Grafik 5.1). Secara jumlah, walaupun penduduk yang menganggur tercatat meningkat sebanyak 1 orang yakni menjadi 149,7 ribu orang pada Februari 216 apabila dibandingkan periode yang sama tahun 215, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja jauh lebih besar daripada jumlah pengangguran hingga sebanyak 95,2 ribu orang. Meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja antara lain disebabkan relaksasi terhadap kebijakan pembatasan penggunaan hotel oleh pemerintah serta upaya perbaikan kinerja beberapa sektor antara lain pariwisata. Kondisi ini tercermin dari peningkatan pangsa penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi dari 23,27% pada Februari 215 menjadi 25,4% pada Februari 216. ribu orang % 1.2 Setengah Pengangguran 6 1. Pekerja Paruh Waktu Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja-sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah Pekerja bebas 12% Pekerja keluarga/tak dibayar 15% Buruh/ Karyawan 32% Berusaha sendiri 2% Sumber: BPS, diolah, periode Februari 216 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 18% Berusaha dibantu buruh tetap 4% Grafik 5.3. Pekerja Tidak Penuh di Sumatera Barat Grafik 5.4. Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha Penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan dan lapangan pekerjaan utama perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi. Lapangan pekerjaan pertanian menyerap 97,9 ribu pekerja atau sebesar 37,4% dari total penduduk yang bekerja (Grafik 5.4). Pangsa penyerapan tenaga kerja pada lapangan kerja pertanian menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 39%. 71

90 Sementara itu, lapangan kerja perdagangan menyerap 67,9 ribu pekerja atau mengalami peningkatan menjadi 25,4% (Februari 216) bila dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 23,27% (Februari 215). Peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan ditengarai disebabkan oleh membaiknya kinerja hotel dan restoran pasca relaksasi kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait pelarangan pelaksanaan kegiatan di hotel. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat masih relatif rendah. Jumlah tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah masih mendominasi pasar tenaga kerja Sumatera Barat dengan pangsa sebesar 37,2%. Sementara itu tenaga kerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai sebesar 13,5% dari total tenaga kerja, relatif kecil apabila dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya (Grafik 5.5). Secara umum, komposisi tingkat pendidikan tenaga kerja tersebut relatif tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Permasalahan struktural ini perlu segera diatasi mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah diimplementasikan sejak 1 Januari 216. Dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, tenaga kerja Sumatera Barat dikhawatirkan tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Namun demikian, kualitas penduduk yang bekerja mulai membaik, tercermin dari menurunnya jumlah pekerja yang berpendidikan rendah yaitu tingkat pendidikan SMP ke bawah. Dalam setahun terakhir, tenaga kerja berpendidikan rendah mencatat penurunan sebanyak 16,6 ribu orang. Sementara itu, tenaga kerja lulusan SMA, SMK, dan diploma mengalami peningkatan sebanyak 96,7 ribu orang. Lainnya 4,1% Transportasi 3,5% Jasa 18,% Pertanian 37,4% Indeks 14, 12, 1, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Perdagangan 25,% Industri Pengolahan Konstruksi 7,1% 4,9% 8, 6, 4, 2, Sumber: BPS, diolah, periode Februari 216, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 5.5. Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Grafik 5.6. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Penghasilan 72

91 Membaiknya kondisi ketenagakerjaan telah dirasakan masyarakat Sumatera Barat hingga triwulan I 216. Perbaikan persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha tersebut tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, terindikasi dari indeks ketersediaan lapangan kerja yang pada triwulan I 216 mencapai level 94,5 atau meningkat bila dibandingkan dengan triwulan I 215 sebesar 73. Kondisi ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha di Sumatera Barat semakin membaik dan cenderung bersikap optimis bila dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu, tingkat pendapatan masyarakat juga meningkat dan telah berada pada level optimis dengan indeks penghasilan konsumen sebesar 13,5 pada triwulan I 216. Secara umum hal ini mencerminkan kondisi masyarakat yang mulai optimis terhadap tingkat pendapatan dan daya belinya sebagai akibat tetap tingginya pertumbuhan ekonomi Sumbar (Grafik 5.6). Status pekerjaan di Sumatera Barat sebagian besar masih bersifat informal. Berdasarkan enam kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal. Dengan demikian pada posisi Februari 216, pangsa pekerja formal di Sumatera Barat hanya mencapai 34,9% atau berjumlah 848,9 ribu orang, sedangkan pekerja non formal berjumlah 1.578,5 ribu orang (Grafik 5.7). Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pangsa pekerja formal cenderung mengalami penurunan dari 36,9% (Februari 215) menjadi 34,9% (Februari 216). Pekerja bebas 12% Pekerja keluarga/tak dibayar 15% Buruh/ Karyawan 32% Berusaha sendiri 2% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 18% Total Universitas Diploma SMK SMA SMP 2,65 5,81 5,66 7,66 1,12 13,69 Sumber: BPS, diolah, periode Februari 216 Berusaha dibantu buruh tetap 4% SD ke bawah 4, Sumber: BPS, diolah, periode Februari 216 % Grafik 5.7. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi 73

92 Dari sisi tingkat pendidikannya, pengangguran terdidik masih tergolong tinggi sebagai dampak masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Tingkat pengangguran terbuka yang berpendidikan universitas dan diploma tercatat double digit, masing-masing mencapai 1,1% dan 13,7% sedangkan yang berpendidikan SMK ke bawah tercatat single digit (Grafik 5.8). Secara keseluruhan, tingkat pengangguran terbuka yang berpendidikan diploma bahkan tercatat paling tinggi sedangkan yang berpendidikan SMP justru paling rendah. Masih tingginya pengangguran terdidik ini mengindikasikan bahwa peningkatan angkatan kerja lulusan diploma dan universitas tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja formal. Kondisi ini disebabkan oleh kegiatan usaha di Sumatera Barat masih didominasi oleh kegiatan informal seperti sektor pertanian serta sektor perdagangan besar dan eceran sebagai lapangan usaha utama. ribu Rp UMP 1.15 Pertumbuhan % (yoy) Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov.Sumatera Barat Grafik 5.9. UMP Sumatera Barat Ke depan, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat relatif membaik didukung peningkatan upah tenaga kerja. Pemerintah provinsi Sumatera Barat menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 216 sebesar Rp , naik 11,5% (yoy) dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp (Grafik 5.9). Kenaikan UMP tahun 216 relatif baik dan meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,4% (yoy). Penentuan besaran UMP tahun 216 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana tahun lalu besaran UMP didapat dari survei Kondisi Hidup Layak (KHL), namun tahun ini tidak lagi memakai standar KHL. Mulai tahun 216 penentuan UMP merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 74

93 Tahun 215 tentang Pengupahan dimana penghitungannya didasarkan dari UMP tahun 215, data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi/produk Domestik Bruto (PDB) tahun berjalan. 5.2 Kesejahteraan Daerah Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang melambat, kondisi kesejahteraan masyarakat justru menunjukkan perbaikan. Membaiknya kesejahteraan masyarakat tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat mengalami penurunan menjadi 349,5 ribu jiwa (September 215) bila dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 379,6 ribu jiwa (Maret 215), sehingga menyebabkan persentase penduduk miskin terhadap keseluruhan penduduk Sumatera Barat mengalami penurunan menjadi 6,71% dari sebelumnya yang mencapai sebesar 7,31% (Grafik 5.1). Penurunan jumlah penduduk miskin terutama terjadi pada masyarakat perdesaan Sumatera Barat. Jumlah penduduk miskin di perdesaan menurun sebanyak 3,5 ribu jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 231 ribu jiwa. Sementara penduduk miskin di perkotaan sedikit meningkat sekitar 4 jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 118,5 ribu jiwa. Mayoritas penduduk miskin berdomisili di daerah perdesaan yaitu mencapai 66%, sementara penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya berkisar 34% dari total keseluruhan penduduk miskin di Sumatera Barat (Grafik 5.11) Jumlah Penduduk Miskin Kota Penduduk Miskin Kota-rhs Jumlah Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Desa-rhs Total Penduduk Miskin-rhs Sumber: BPS, diolah ribu jiwa % ,3 6,7 6 Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep ribu Rp/kapita/bulan 5 Kota Desa Kota+Desa ,3 4 g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah % (yoy) 24 43, (1) Grafik 5.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat Grafik Garis Kemiskinan di Sumatera Barat 75

94 Meskipun garis kemiskinan terindikasi meningkat, kondisi kesejahteraan masyarakat relatif membaik. Garis kemiskinan 4 mencapai Rp per kapita/bulan (September 215), meningkat dari sebelumnya sebesar Rp per kapita/bulan (Maret 215) (Grafik 5.11). Terkait pengeluaran terhadap komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai peran jauh lebih besar terhadap garis kemiskinan dibandingkan komoditas non makanan. Di perdesaan pertumbuhan garis kemiskinan yang meningkat cukup signifikan terutama ditujukan untuk pengeluaran komoditas makanan, sedangkan garis kemiskinan untuk makanan di perkotaan relatif stabil (Grafik 5.12). Sementara itu, garis kemiskinan untuk pengeluaran komoditas non makanan mengalami peningkatan yang cukup tinggi baik di perkotaan maupun perdesaan (Grafik 5.13). ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 4 2 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 35 31,4 313, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 14 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 117,9 122, , 77, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan Perbaikan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat belum diikuti dengan menurunnya kesenjangan masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 5 dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 6. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan dari Maret 215 ke September 215 (Grafik 5.14), sehingga memberikan sinyal negatif dalam upaya pengentasan kemiskinan. 4 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), bertujuan untuk mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap garis kemiskinan. 6 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin 76

95 Apabila dilihat berdasarkan daerah, indeks P1 baik di perdesaan maupun perkotaan mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya indeks P1 mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin semakin besar, sehingga tidak terdapat kesempatan untuk menabung bagi penduduk miskin serta berdampak semakin jauh di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga meningkat baik di perkotaan maupun perdesaan (Grafik 5.15). Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga meningkat. Indeks 1,6 Indeks 1,2 1,26,4,8,75,98,3,29,4,2,21 Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep ,1,15 Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Kota Desa Kota+ Desa Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan 5.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat terus meningkat. Kondisi ini tercermin dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 69,36 (tahun 214), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 68,91 (tahun 213). Dibandingkan provinsi lainnya di regional Sumatera dan secara nasional, IPM Sumatera Barat relatif cukup baik dan berada pada peringkat ke-3 (tiga) tertinggi di Sumatera, serta sedikit berada di atas rata-rata IPM nasional yang sebesar 68,9. Indikator IPM digunakan untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan. 77

96 Kep. Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Kep. Bangka Belitung Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Nasional 7,33 69,36 68,87 68,81 68,27 68,24 68,6 66,75 66,42 68,9 73, Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 214 Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, 215 Peningkatan kualitas hidup masyarakat juga diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari membaiknya nilai rasio gini provinsi Sumatera Barat yang pada September 215 mencapai,32. Nilai tersebut lebih baik dibandingkan angka rasio gini nasional yang mencapai,4. Dibandingkan dengan provinsi lain di regional Sumatera, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan ke-2 (dua) terendah di Sumatera, lebih baik dari bulan Maret 215 yang berada pada urutan ke-3 (tiga) terendah di Sumatera. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah. 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami peningkatan yang ditopang oleh mulai membaiknya harga komoditas perkebunan. Pada bulan Maret 216, NTP Sumbar tercatat sebesar 98,38 lebih tinggi dari posisi Desember 215 sebesar 97,75. Berdasarkan data NTP Sumbar menurut subsektor pada bulan Maret 216, subsektor perikanan tercatat memiliki NTP tertinggi 16,69 diikuti subsektor peternakan 12,23 dan tanaman pangan 98,62. Sementara NTP subsektor hortikultura secara relatif tercatat paling rendah dibandingkan subsektor lainnya 94,71. 78

97 12,73 11,85 99,17 98,38 98,4 97,36 97,25 96,93 94,48 92,61 Sejak bulan November 214 hingga triwulan I 216, angka NTP Sumbar secara perlahan cenderung menurun dan berada di bawah indeks 1 (indeks yang dibayar lebih besar daripada indeks yang diterima). Penurunan NTP tersebut didorong oleh adanya penurunan indeks yang diterima petani khususnya pada subkelompok perkebunan rakyat seiring dengan penurunan harga komoditas CPO dan karet domestik dan internasional. Di samping itu adanya bencana banjir dan curah hujan yang terjadi pada triwulan awal 216 ikut mewarnai kurang optimalnya kinerja subsektor tanaman pangan. Ke depan, NTP Sumbar diperkirakan membaik seiring dengan peningkatan NTP subsektor perkebunan rakyat yang telah mencapai 1,34 pada April 216. Indeks tersebut pertama kali berada diatas 1 sejak November 214 seiring peningkatan harga pada komoditas CPO dan karet yang menjadi insentif bagi petani di sisi pendapatan NTP NTP Tanaman Pangan NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat NTP Peternakan NTP Perikanan Indeks NTP Maret 216 NTP Nasional Lampung Babel Sumut Sumbar Kepri Riau Aceh Jambi Sumsel Bengkulu Sumber : BPS Prov. Sumbar Grafik NTP Sumbar Menurut Subsektor Grafik Perbandingan NTP Provinsi di Sumatera Kinerja NTP petani Sumbar masih perlu ditingkatkan. Dibandingkan petani di provinsi lain yang berada di pulau Sumatera, NTP petani Sumatera Barat berada di urutan keempat setelah Provinsi Lampung, Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Nilai NTP Sumatera Barat tersebut masih berada di bawah nasional sebesar 11,32. Ke depan, berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Salah satu upaya untuk memperbaiki kesejahteraan petani adalah dengan meningkatkan produksi baik melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian serta 79

98 memperkuat kelembagaan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar pada saat akan menjual produk yang dihasilkan. Selain itu pemerintah perlu melakukan inisiasi penetapan jadwal tanam untuk menjaga kesinambungan pasokan dan stabilitas harga yang seringkali turun drastis pada saat panen. 8

99 6 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian Sumbar di triwulan II 216 diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang ditopang oleh konsumsi dan investasi serta perbaikan aktivitas ekspor. Perekonomian Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh dikisaran 5,4% - 5,8% (yoy) pada triwulan II 216, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 216 yang sebesar 5,48% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama dan diperkirakan meningkat khususnya menjelang Ramadhan dan Idul Fitri sebagaimana tercermin dalam Survei Konsumen (BI). Investasi diperkirakan mulai meningkat dengan penggerak utama dari sisi belanja modal pemerintah. Sementara dari aktivitas ekspor, walaupun ekonomi negara tujuan ekspor masih menghadapi risiko stagnasi, perbaikan harga komoditas internasional menjadi insentif kinerja kelompok ekspor. Berdasarkan sisi penawaran, faktor peningkatan terutama bersumber dari lapangan usaha pertanian, perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan. Laju inflasi triwulan II 216 secara umum diperkirakan berada pada level moderat dalam rentang 4,5% - 4,9% (yoy). Faktor utama pendorong laju inflasi di triwulan II 216 adalah perayaan keagamaan yang dapat memicu memberikan tekanan pada kelompok administered price. Namun demikian, terdapat faktor penahan laju inflasi yakni penurunan harga BBM dan LPG 12 kg yang dilakukan pemerintah pusat serta panen padi yang terjadi di berbagai sentra produksi di Sumbar. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 216 diperkirakan cenderung meningkat pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 215 (5,41%, yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 216 diperkirakan ditopang oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor (sisi permintaan) serta peningkatan kinerja 81

100 sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan (sisi penawaran). Faktor pendorong utama perekonomian tahun 216 antara lain realisasi investasi beberapa perusahaan besar, penyaluran dana desa, membaiknya harga komoditas ekspor utama serta paket kebijakan fiskal dan moneter yang lebih kondusif. Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 216 diprakirakan berada pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 215 sebesar 1,8% (yoy). Faktor bencana banjir pada triwulan I 216, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa komoditas hortikultura serta ekspektasi perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat diperkirakan menjadi pendorong utama inflasi di tahun Prospek Ekonomi Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 216 diprakirakan tumbuh di kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 216 sebesar 5,48% (yoy). Setelah pada awal tahun pengeluaran pemerintah dan investasi cenderung melambat, pada triwulan II kinerja kedua kelompok PDRB tersebut akan meningkat dan diprakirakan menjadi faktor penopang pertumbuhan ekonomi. Sementara berdasarkan lapangan usaha, kinerja pertanian, perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Beberapa faktor utama penyebab terjadinya peningkatan tersebut antara lain mulai meningkatnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO dan karet, panen padi di sejumlah daerah, perayaan keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri, perbaikan pendapatan dan daya beli masyarakat serta meningkatnya realisasi anggaran pemerintah di triwulan II 216. %, yoy 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, 3,5 3, 5,54 6,6 6,67 6, ,31 4,57 6,47 7, ,8 6,19 7,52 4, ,86 5,44 5,59 5,5 5,48 4, ,41 5,74 5,48 216* 5,4-5,8 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun

101 Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sumbar untuk keseluruhan tahun 216 diperkirakan cenderung meningkat pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 215 (5,41%, yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi 216 utamanya ditopang oleh kinerja konsumsi swasta,investasi dan ekspor. Dari sisi penawaran, lapangan usaha yang diperkirakan menopang pertumbuhan antara lain industri pengolahan dan perdagangan besar/eceran. Faktor pendorong utama perekonomian tahun 216 antara lain realisasi investasi beberapa perusahaan besar, penyaluran dana desa, membaiknya harga komoditas ekspor utama dan peningkatan permintaan negara mitra dagang Sumbar khususnya India dan China, ekspektasi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat serta paket kebijakan fiskal dan moneter yang lebih kondusif. Tabel 6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Jan 216 Apr 216 (%,yoy) p 217p p 217p Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4 2,4 2,5 Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6 1,5 1,6 Kawasan Asia India 7,3 7,5 7,5 7,3 7,5 7,5 China 6,9 6,3 6 6,9 6,5 6,2 Jepang,6 1,3,5,5 -,1 Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,7 4,8 5,1 Sumber : IMF *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Prospek Sisi Permintaan Meningkatnya pertumbuhan perekonomian di triwulan II 216 diprakirakan berasal dari membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan cenderung meningkat yang dipicu oleh kebijakan pemerintah berupa penurunan harga BBM dan elpiji yang diharapkan dapat berimbas pada penurunan harga barang/jasa lainnya. Selanjutnya, meningkatnya alokasi dana desa pada tahun 216 diharapkan dapat menstimulus kegiatan ekonomi masyarakat di pedesaan. 83

102 Disamping itu, meningkatnya harga komoditas utama seperti CPO dan karet diharapkan memberikan perbaikan pada penghasilan utama masyarakat khususnya pada lapangan usaha pertanian. Sementara itu, berdasarkan siklusnya, konsumsi masyarakat diprakirakan meningkat menjelang akhir triwulan II 216 sering dengan masuknya bulan Ramadhan dan persiapan lebaran. Peningkatan konsumsi swasta ini sejalan dengan ekspektasi perbaikan konsumsi ke depan sebagaimana ditunjukkan oleh tingkat keyakinan konsumen yang menunjukkan peningkatan optimisme memasuki awal triwulan II 216. Rp triliun yoy 25 16% Kredit Konsumsi pertumbuhan (yoy) 14% 2 12% 15 1% 9,55% 8% 1 6% 5 4% 2% - % I II III IV I II III IV I II III IV I Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 6.2. Perkembangan Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 6.3. Indeks Ekspektasi Konsumen Realisasi investasi pada triwulan II 216 diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan I 216, seiring dengan mulai dilaksanakannya sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Meningkatnya realisasi belanja modal pemerintah sejalan dengan mulai dilaksanakannya pengerjaan fisik proyek infrastruktur pemerintah. Upaya perbaikan pencairan anggaran dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam proses monitoring/evaluasi sehingga dapat mempercepat realisasi belanja pemda. Dari sisi swasta, Pemprov Sumbar memberikan dukungan untuk mempermudah proses investasi bagi investor swasta yang serius berinvestasi di Sumbar antara lain melalui perbaikan kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Keputusan Dewan Gubernur BI yang tidak menaikkan BI rate pada bulan April 216 (tetap sebesar 6,75%) diharapkan mampu memberikan stimulus bagi kegiatan usaha. Indikator lain yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, mengkonfirmasi bahwa terdapat perbaikan investasi secara umum di triwulan II 216 (Grafik 6.5 ). 84

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 38/05/21/Th.XI, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016 No. 74/11/19/Th. X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III- TUMBUH 3,83 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN TRIWULAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2015 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th.X, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2015 TUMBUH 7,14 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN I-2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 13/02/71/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,12 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2015 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2014 No. /2/1/Th.XVI, 5 Februari 215 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN Release PDRB tahun dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2 berbasis SNA 28 EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 2,62 PERSEN Perekonomian Riau tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 36/05/21/Th. XII, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2017 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I 2017 (Q TO Q) MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR -2,76 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-2015 No. 26/5/14/Th.XVI, 5 Mei 215 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-215 EKONOMI RIAU TRIWULAN I-215 MENGALAMI KONTRAKSI,18 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-214 Perekonomian Riau yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 58/8/21/Th. XII, 7 Agustus 217 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-217 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II 217 (Q TO Q) TUMBUH SEBESAR 1,16 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 90/11/21/Th.X, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,37 PERSEN (C-TO-C) Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK No. 65/08/21/Th.X, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,35 PERSEN (C-TO-C) Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 76/11/19/Th.IX, November 01 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 01 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III-01 TUMBUH,96 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-01

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/01/Th.XV, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 TUMBUH 5,08 PERSEN, MELAMBAT 0,7 PERSEN DARI TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci