KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III-216 dengan penekanan pada kondisi ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 216 berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, data PDRB dan Inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, Data Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal, informasi anekdotal serta data instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, November 216 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Ismet Inono Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Gambar DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR GAMBAR... xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH... xv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Kondisi Umum PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Provinsi Riau Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru iv

6 Daftar Gambar Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi (yoy) Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau BAB 3. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Kondisi Umum Realisasi APBD Triwulan III Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perkembangan Penyaluran Kredit Intermediasi dan RIsiko Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan Bank Penkreditan Rakyat (BPR/S) BAB 5. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai v

7 Daftar Gambar 1.1 Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital (LKD) BAB 6. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Kondisi Umum Ketenagakerjaan Kesejahteraan Daerah Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Nilai Tukar Petani BAB 7. PROSPEK PERKENOMIAN DAERAH Prospek Makroregional Prakiraan Inflasi Rekomendasi... 1 DAFTAR ISTILAH... xvi vi

8 Daftar Gambar DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Tabel 1.2 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Tabel 1.3 Jumlah Investor dan Tenaga Kerja PMA dan PMDN di Riau Tabel 1.4 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 3.1 Ringkasan Realisasi APBD RiauTriwulan III 215 dan Triwulan III Tabel 3.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tw III Tahun 215 dan Tabel 3.3 Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tw III 215 dan Tw III Tabel 4.1 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel 4.2 Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp Miliar) Tabel 4.3 Kredit Alokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun) Tabel 4.4 Kredit Alokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp Triliun) Tabel 4.5 Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV-215 Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun vii

9 Daftar Gambar Tabel 7.1 Perkembangan Perrtumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV-216 serta Triwulan I-217 (Dalam %) Tabel 7.2 Outlook Perekonomian Global Tabel 7.3 Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan III-216 dan Triwulan I viii

10 Daftar Gambar DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau Grafik 1.3 Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4 Kredit Durable Goods Grafik 1.5 Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.6 Indeks Suku Cadang dan Aksesori Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau Grafik 1.9 Likert Scale Investasi Grafik 1.1 Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik 1.14 Ekspor CPO Dunia (Juta MT) Grafik 1.15 Pertumbuhan Ekspor Non Migas Riil Grafik 1.16 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau menurut Wilayah Tujuan... 2 Grafik 1.17 Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik 1.18 Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau 21 Grafik 1.19 Perkembangan Impor Barang Intermedier Grafik 1.2 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik 1.21 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Grafik 1.22 Perkembangan Harga Karet Grafik 1.23 Perkembangan Harga Sawit Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Grafik 1.25 Likert Scale Pertanian Grafik 1.26 Perkembagan Kredit Perkebunan Karet dan Getah ix

11 Daftar Gambar Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit Grafik 1.28 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik 1.29 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Grafik 1.3 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau Grafik 1.31Perkembangan Harga Batubara Grafik 1.32 Harga Minyak Dunia Grafik 1.33 Pertumbuhan Industri Pengolahan Grafik 1.34 Likert Scale Industri Pengolahan Grafik 1.35 Indeks Makanan, Minuman dan Tembakau Grafik 1.36 Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan Subsektor... 3 Grafik 1.37 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga... 3 Grafik 1.38 Perkembangan Kredit Perdagangan Eceran Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.4 Likert Scale Perdagangan Grafik 1.41 Indeks Barang Tahan Lama Grafik 1.42 Kredit Konstruksi Grafik 1.43 Konsumsi Semen Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3 Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulan Grafik 2.5 Historis Inflasi Tw III di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6 Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw III-216 (qtq) Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw III ( )... 4 Grafik 2.8 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru TwIII Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw III ( ) Grafik 2.1 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan x

12 Daftar Gambar Grafik 2.12 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II Grafik 2.13 Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik 2.14 Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik 2.16 Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik 2.17 Perkembangan Inflasi Tradeables Goods Non Tradable Goods (yoy) Grafik 2.18 Perkembanga Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik 2.19 Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru Grafik 2.2 Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru Grafik 2.21 Perkembanga Harga Daging dan Telur di Kota Pekanbaru Grafik 2.22 Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) Grafik 2.23 Inflasi Kumulatif Riau Grafik 2.24 Pergerakan Inflasi Tahunan Grafik 2.25 Perbandingan Inflasi Oktober Grafik 2.26 Perkiraan Harga 3 Bulan ke Depan Grafik 2.27 Perkiraan Harga per Kelompok Barang Grafik 3.1 Realisasi APBD Provinsi Riau Tw III 215 dan Tw III Grafik 3.2 Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Riau Tw III 215 dan Tw III Grafik 3.3 Realisasi Belanja Langsung TwIII 215 dan Tw III Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau... 6 Grafik 4.2 Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok... 6 Grafik 4.3 Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank. 6 Grafik 4.4 Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank... 6 Grafik 4.5 Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.9 Perkembangan Kredit Berdasrkan Kelompok dan Valuta Grafik 4.1 Pertumbuhan Kredit Berdasrkan Kelompok dan Valuta Grafik 4.11 Perkembangan LDR di Provinsi Riau xi

13 Daftar Gambar Grafik 4.12 Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinis Riau Grafik 4.13 Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan II Grafik 4.14 Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II Grafik 4.15 NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II Grafik 4.16 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw I Grafik 4.17 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw I Grafik 4.18 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.19 Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 4.2 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 4.21 Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 4.22 Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 4.23 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.24 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.25 Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 4.27 NPL Sektoral UMKM Triwulan II-216 (%) Grafik 4.28 Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik 4.29 Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.3 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan Grafik 4.31 Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral.. 74 Grafik 4.32 Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik 4.33 Perkembangan FDR Perbankan Syariah Grafik 4.34 Perkembangan Aset BPR/S Grafik 4.35 Perkembangan DPK BPR/S Grafik 4.36 Perkembangan Kredit BPR/S Grafik 4.37 Penyaluran Kredit Sektoral Grafik 4.38 Perkembangan NPL BPR/S xii

14 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Inflasi Riau dan Nsional Tw III 216 dibandingkan dengan HALAMAN Historisnya (yoy) xiv

15 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR I II III IV I II III Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (.1) (2.13) (1.38) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2, ,9.73 2, , ,22.9 2, ,825.9 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4, , , , , , , Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Volume Impor Non Migas (ribu Ton) B. PERBANKAN Bank Umum INDIKATOR 215 I II III IV I II III 216 Total Aset (dalam Rp Juta) 9,534,888 98,451,429 95,323,47 81,686,28 84,514,141 87,15,773 87,93,91 DPK (dalam Rp Juta) 66,525,297 7,42,859 69,189,487 62,5,178 62,588,183 65,616,219 66,367,322 - Giro 15,18,19 15,31,1 14,785,66 9,874,611 11,99,735 11,691,981 11,296,33 - Tabungan 27,139,376 27,688,84 28,427,87 31,117,84 28,694,78 3,93,236 31,178,733 - Deposito 24,277,812 27,431,54 25,976,795 21,57,764 21,984,37 23,21,2 23,892,287 Kredit (dalam Rp Juta) 52,41,716 54,12,485 54,946,577 56,538,247 56,252,232 58,325,238 58,47,53 - Modal Kerja 16,78,784 16,81,235 16,81,524 17,653,632 17,488,673 18,65,46 18,611,39 - Investasi 16,716,814 17,125,784 17,428,77 17,48,648 17,23,391 17,571,645 17,133,957 - Konsumsi 19,66,118 2,85,465 2,716,283 21,43,968 21,56,168 22,13,187 22,661,787 - LDR (%) NPL (%) Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 19,89,94 2,212,276 19,894,36 19,884,668 19,95,368 2,633,645 2,495,81 - Mikro 5,461,112 5,531,45 5,465,328 5,645,99 5,835,773 6,15,89 6,81,458 - Kecil 7,439,193 7,775,31 7,771,32 7,687,958 7,791,884 8,63,526 8,,244 - Menengah 6,99,635 6,95,929 6,657,713 6,55,721 6,277,711 6,465,29 6,414,18 NPL UMKM (%) BPR Total Aset (dalam Rp Juta) 1,189,489 1,185,757 1,186,762 1,228,315 1,246,785 1,252,252 1,289,943 DPK (dalam Rp Juta) 847,56 857,25 881, , , , ,369 - Tabungan 364, ,23 353, ,11 347, ,76 359,182 - Deposito 482,929 58,2 527, ,16 547, ,25 588,187 Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proye 864,37 911,96 916,54 97,81 916,87 957, ,911 Rasio NPL (%) LDR (%) xiii

16 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) I II III IV I II III (111,261) 2,575,811 1,81,68 3,45,622 (264,922) 5,668, ,963 1,798,68 1,45,848 2,414,612 1,224,352 2,253,374 1,293,835 3,14,82 1,687,347 3,981,659 4,216,22 4,629,974 1,988,452 6,962,23 3,19,765 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 185,727 33,59 171, ,27 799, , ,228 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 89,64 19,63 88,477 68, Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 31,363 32,636 3,853 13, Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,446 1,797 1,44 1, Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7,881 5,163 8,684 7,366 6,89 6,56 6,374 Volume Transaksi Kliring (lembar) 254,5 135, ,984 26,11 29,67 194, ,425 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) xiv

17 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau pada triwulan IIII-216 tercatat sebesar 1,11% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan II-216 sebesar 2.46% (yoy). Perekonomian Riau pada triwulan III-216 mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 1,11% (yoy). Pertumbuhan ini mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 2,46% (yoy) serta lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun 215 yang tercatat kontraksi 1,38% (yoy). Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan III-216 tercatat sebesar 2,87% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya 1

18 Ringkasan Eksekutif yang sebesar 4,15% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang pada triwulan III-216 masing-masing tercatat sebesar 5,2% (yoy) dan 3,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 masing-masing sebesar 5,18% (yoy) dan 4,49% (yoy). I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 216 bersumber dari meningkatnya konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, investasi dan perbaikan kinerja ekspor. Melambatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III-216 utamanya disebabkan oleh perlambatan sektor utama seperti pertanian, industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan besar eceran serta kontraksi yang semakin dalam pada sektor pertambangan dan penggalian. Namun perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi, real estate, dan jasa perusahaan. Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga, dan kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah. Disisi lain, pertumbuhan investasi mengalami peningkatan dan ekspor menunjukkan perbaikan kontraksi sehingga mampu menahan perlambatan ekonomi pada triwulan laporan. Pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, konstruksi dan perdagangan besar dan eceran. Secara umum, perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya harga minyak dunia yang turut menggeret menurunnya harga komoditas kelapa sawit yang menjadi primadona di Provinsi Riau, semakin berkurangnya cadangan migas dan keterbatasan untuk melakukan eksplorasi, belum optimalnya realisasi anggaran, dan menurunnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari raya Idul Adha. Perkembangan berbagai indikator ekonomi terkini mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau triwulan IV Memasuki triwulan IV-216, perkembangan berbagai indikator ekonomi mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau ke depan. Kegiatan konsumsi diindikasikan mengalami perbaikan meski masih terbatas seiring terjaganya daya beli dan sejalan dengan membaiknya ekspektasi konsumen dan kenaikan permintaan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, termasuk percepatan realisasi pengadaan infrastruktur oleh pemerintah daerah. Sementara itu, kegiatan investasi juga diindikasikan membaik sejalan dengan membaiknya persepsi investor pasca dikeluarkannya paket kebijakan 2

19 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif pemerintah, sekaligus masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis yang proses pembangunnya dipercepat. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bersumber dari subsektor perkebunan dan industri pengolahan. Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan meningkat seiring dengan adanya pergeseran musim panen dan semakin gencarnya program pemerintah di sektor pertanian. Selain itu, mandatori campuran 2% biodiesel ke dalam bahan bakar berpotensi meningkatkan penyerapan produk industri pengolahan sawit. Adanya kebijakan relaksasi LTV diharapkan mampu meningkatkan KPR dan mendorong pertumbuhan sektor real estate dan konstruksi, serta periode Natal dan Tahun Baru juga diperkirakan turut mendorong peningkatan aktivitas di sektor perdagangan pada periode laporan. Disisi lain kinerja sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan mengalami kontraksi lebih dalam seiring dengan penurunan lifting migas Riau. Secara keseluruhan tahun 216, indikasi perbaikan ekonomi masih cukup kuat. II. ASSESMEN INFLASI DAERAH Inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 216 tercatat sebesar 3,27% (yoy), lebih rendah tinggi dingkan triwulan II-216 sebesar 1,92% (yoy). Inflasi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar 3,27% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 1,92% (yoy). Kondisi ini berbanding terbalik dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan penurunan dari 3,45% (yoy) pada triwulan II-216 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan III-216. Jika dibandingkan dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan II dan III-216 masih tercatat lebih rendah. Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi bersumber dari komponen volatile food dan administered price, sedangkan tekanan dari kelompok inflasi inti relatif stabil. Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung mengalami peningkatan, yaitu berada pada kisaran 4,7+.5% (yoy), masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 216 sebesar 4±1% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi triwulan IV-216 diperkirakan bersumber dari komponen volatile food dan administered price, sedangkan tekanan dari kelompok inflasi inti relatif stabil. Signifikannya peningkatan inflasi pada kelompok volatile food terutama bersumber dari kenaikan harga cabai merah akibat curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan gagal panen di daerah sentra produksi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat. 3

20 Ringkasan Eksekutif Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai, diikuti Tembilahan dan Pekanbaru. Sedangkan kenaikan tekanan inflasi dari kelompok administered price dipengaruhi oleh penyesuaian tarif listrik sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia dan kenaikan cukai rokok yang berdampak terhadap kenaikan harga rokok. Di sisi lain menurunnya tekanan inflasi kelompok inti disebabkan oleh tekanan permintaan yang cenderung moderat pasca perayaan hari raya Idul Adha dan ekspektasi inflasi yang relatif terkendali. Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai mencapai 3,2% (yoy), diikuti oleh Tembilahan dan Pekanbaru masing-masing 2,63% (yoy) dan 1,65% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan I-216 yang masing-masing tercatat sebesar 4,84% (yoy), 4,% (yoy) dan 4,39% (yoy). Hal ini juga menunjukkan bahwa disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi anggaran pendapatan pemerintah Riau di triwulan III- 216 secara umum menurun jika dibandingkan triwulan II-216. Alokasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 216 secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 215. Dari sisi pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,72 triliun pada tahun 215 menjadi Rp7,58 triliun pada tahun 216. Kondisi ini didorong oleh penurunan rata-rata harga minyak internasional yaitu dari USD 48,68/barel di tahun 215 menjadi USD 34,27/ barel di tahun 216. Penurunan harga minyak dunia tersebut berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 65% (yoy), disamping karena adanya penurunan lifting minyak bumi akibat natural declining. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 216 relatif meningkat dibandingkan tahun 215 sebesar 2,69% (yoy) yaitu dari Rp1,68 triliun pada tahun 215 menjadi Rp1,97 triliun pada tahun 216. Peningkatan utamanya berasal dari anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah Provinsi Riau pada triwulan III 216 masing-masing mencapai 64,58% dan 38,68% sementara realisasi pada triwulan yang sama tahun 215 tercatat sebesar 64,84% dan 3,33% dari total anggaran. Rendahnya realisasi belanja pemerintah selama dua 4

21 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif tahun terakhir disinyalir juga menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi APBD khususnya dari sisi belanja daerah pada tahun 216. IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III- 216 cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan II-216. Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III-216 cenderung membaik jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tercermin dari pertumbuhan Aset dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang membaik, namun demikian penyaluran Kredit justru mengalami perlambatan. Pada triwulan III-216 aset perbankan tercatat mencapai Rp89,19 triliun, membaik dari kontraksi 11,28% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi sebesar 7,58% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp67,31 triliun, membaik dari kontraksi 6,66% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi sebesar 3,93% (yoy) pada triwulan III-216. Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III- 216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 88,1%, lebih rendah dibandingkan LDR pada triwulan II-216 yang tercatat 88,89%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 1% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan III-216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan. Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan III 216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masingmasing 22,76% dan 21,6% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp13,29 triliun dan Rp12,62 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,2%dari total kredit 5

22 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan III- 216 sedikit melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. sektor pertanian atau sebesar Rp12,39 triliun. Sedangkan subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 18,67% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,36 triliun. Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan III-216 mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan II 216, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar 9,39% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,5% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke sektor kendaraan bermotor, kredit multi guna dan kredit durable goods. Kredit kendaraan bermotor pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp343,84 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari kontraksi 15,66% menjadi 17,41% (yoy). Penyaluran kredit UMKM pada triwulan III- 216 meningkat dibandingkan triwulan II Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp2,5 triliun pada triwulan III 216 atau tumbuh sebesar 3,2% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,8% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 35,38% menjadi 35,9%. Kinerja perbankan syariah tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan II-216. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,8 triliun, tumbuh 17,23% (yoy) atau melambat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 19,12% (yoy). Aset BPR/S tercatat tumbuh membaik dibandingkan triwulan II Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp1,29 triliun, tumbuh membaik jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yaitu dari 5,61% (yoy) menjadi 8,69% (yoy) pada triwulan III-216. Sementara itu, DPK BPR/S pada triwulan II-216 tercatat sebesar Rp947 miliar, tumbuh 7,51% (yoy) membaik dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 6,31% (yoy). 6

23 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III-216 mengalami net outflow. Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III- 216 tercatat mengalami net outlow, hal ini sejalan dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Secara umum pada triwulan III 216 terjadi peningkatan inflow jika dibandingkan dengan triwulan II 216, sementara outflow pada triwulan III 216 tercatat mengalami penurunan setelah pada triwulan II 216 tercatat outflow sebesar Rp Rp6,96 triliun yang merupakan outflow tertinggi dalam 5 tahun terakhir yang utamanya didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan di triwulan II 216 ditambah dengan meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri dan memasuki musim liburan sekolah. Namun secara keseluruhan jumlah outflow yang lebih tinggi dibandingkan jumlah inflow telah menyebabkan terjadinya net outflow di triwulan III 216 di Provinsi Riau. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. Secara berkala Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Salah satu upaya Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang kartal layak edar (fit for circulation) di masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan, kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum, serta melakukan sosialisasi keaslian uang rupiah. Perkembangan ketengakerjaan dan kesejahteraan daerah periode Agustus 216 terindikasi membaik. VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Agustus 216 menunjukkan perkembangan yang cukup membaik. Dari 7

24 Ringkasan Eksekutif indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 7,83% pada Agustus 215 menjadi 7,43% pada Agustus 216. Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,42% pada bulan Maret 215 menjadi 7,98% pada Maret 216 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari 98,11 pada triwulan II-216 menjadi 99,11 pada triwulan III-216. VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perkembangan ekonomi Riau keseluruhan tahun 216 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 2.+.5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Secara keseluruhan, perkembangan ekonomi Riau selama tahun 216 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 1,48-2,48 (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun depan dengan kisaran pertumbuhan triwulan I-217 sekitar 2,2-3,2% (yoy) dan keseluruhan tahun 217 sekitar 3,-4,% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi serta net ekspor. Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi dari sisi penggunaan diperkirakan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan net ekspor. Dari sisi penggunaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi periode mendatang didorong oleh perbaikan kondisi ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, percepatan pengesahan APBD-P yang diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah seiring dengan realisasi belanja yang lebih tinggi dibandingkan tahun 216, optimisme pelaku usaha terhadap perbaikan kondisi ekonomi ke depan yang turut meningkatkan investasi, serta perbaikan harga komoditas dunia mendorong peningkatan kinerja net ekspor. 8

25 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi di sisi sektoral utamanya diperkirakan bersumber dari subsektor perkebunan, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi pada tahun 217 diperkirakan bersumber dari peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari perbaikan harga komoditas, meningkatnya permintaan ekspor dan penyerapan domestik, volume produksi seiring dengan mulai berproduksinya tanaman yang telah di replanting, percepatan realisasi anggaran pemerintah daerah dan terus berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur strategis mendorong peningkatan kinerja sektor konstruksi, serta membaiknya kondisi perekonomian mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan ekspektasi pedagang terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga berpotensi mendorong pertumbuhan di sektor perdagangan besar dan eceran. Inflasi Riau tahun 216 diperkirakan berada pada kisaran 4.+.5% (yoy). Inflasi Provinsi Riau tahun 216 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 215, yaitu berada pada kisaran 4,15+.5% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga terutama bahan makanan yang cukup tinggi pada awal triwulan IV-216. Pada triwulan I- 217 hingga akhir tahun 217, tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada kisaran 4,5+.5 (yoy), masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 216 sebesar 4±1% (yoy). Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi antara lain menguatnya kemungkinan terjadinya la nina yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian, kenaikan permintaan pada momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan, penyesuaian tarif listrik, kenaikan cukai rokok, kenaikan harga pakan ternak, dan sebagainya. Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices, apresiasi nilai rupiah, melimpahnya pasokan pada saat musim panen yang terjadi bersamaan di beberapa daerah sentra produksi, kebijakan pemerintah yang semakin baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, penurunan tingkat suku bunga, dan sebagainya. 9

26 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan III-216 tumbuh sebesar 1,11% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 2,46% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan triwulan III-216 tersebut lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-215 yang mengalami kontraksi sebesar 1,38% (yoy). Jika dilihat pertumbuhan ekonomi tanpa migas Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar 2,87% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,15% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang pada triwulan III-216 masing-masing tercatat 5,2% dan 3,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang sebesar 5,18% dan 4,49% (yoy) (Grafik 1.1). 1

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Laju Pertumbuhan PDRB (% yoy) (.5) (1.5) (2.5) I II III IV I II III IV I II III Nasional Sumatera Riau (. (2.1 ( Sumber: BPS Melambatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III-216 utamanya disebabkan oleh perlambatan sektor utama seperti pertanian, industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan besar eceran serta kontraksi yang semakin dalam pada sektor pertambangan dan penggalian. Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi, real estate, dan jasa perusahaan. Sementara itu dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga, dan kontraksi pertumbuhan pada konsumsi pemerintah. Di sisi lain, pertumbuhan investasi mengalami peningkatan dan ekspor menunjukkan perbaikan kontraksi sehingga mampu menahan perlambatan ekonomi pada triwulan laporan. Secara umum, perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya harga minyak dunia, kelapa sawit dan karet yang selama ini menjadi komoditas unggulan di Provinsi Riau, semakin berkurangnya cadangan migas dan keterbatasan untuk melakukan eksplorasi, belum optimalnya realisasi anggaran, dan menurunnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari raya Idul Fitri. Memasuki triwulan IV 216, perkembangan berbagai indikator ekonomi mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau ke depan berada pada kisaran 2,4+,5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, serta investasi yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan III-216. Kegiatan konsumsi diindikasikan mengalami perbaikan meski masih terbatas seiring terjaganya daya beli dan sejalan dengan membaiknya ekspektasi konsumen yang disertai dengan kenaikan permintaan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, 11

28 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional serta percepatan realisasi pengadaan infrastruktur oleh pemerintah daerah memasuki tutup anggaran 216. Sementara itu, kegiatan investasi juga diindikasikan membaik sejalan dengan membaiknya persepsi investor pasca dikeluarkannya paket kebijakan pemerintah dan masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis yang proses pembangunnya dipercepat. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan IV-216 diperkirakan mengalami kontraksi sebagai dampak dari ketidakpastian ekonomi global terutama perbaikan mitra dagang yang diperkirakan masih terbatas, serta fluktuasi harga komoditas dunia. Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan meningkat seiring dengan adanya pergeseran musim panen, semakin gencarnya program pemerintah di sektor pertanian berupa intensifikasi dan perluasan areal tanam, serta mulai berproduksinya beberapa lahan replanting mendorong laju pertumbuhan sektor perkebunan dan industri pengolahan Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan migas dan batubara menjadi faktor yang menahan pertumbuhan. Selain itu, mandatori campuran 2% biodiesel ke dalam bahan bakar yang berpotensi meningkatkan penyerapan produk industri pengolahan sawit. Adanya kebijakan relaksasi LTV diharapkan mampu meningkatkan KPR dan mendorong pertumbuhan sektor real estate dan konstruksi, serta periode Natal dan Tahun Baru yang juga diperkirakan turut mendorong peningkatan aktivitas di sektor perdagangan triwulan IV 216. Sementara itu kinerja sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan mengalami kontraksi lebih dalam seiring dengan penurunan lifting migas Riau. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan III-216 bersumber dari melambatnya konsumsi rumah tangga dan kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah. Perlambatan tersebut tertahan oleh pertumbuhan investasi dan perbaikan kontraksi ekspor pada triwulan laporan. Seiring dengan perkembangan indikator terkini, perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. 12

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Komponen Pengeluaran 214 Growth (% yoy) Kontribusi Pertumbuhan (%) I II III IV I II III Tw 1 Tw 2 Tw 3 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT (.7) (1.61) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.8) (1.69) 6.88 (4.5) Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri 4.82 (3.63) (17.75) (9.55) 1.96 (15.27) (4.68) (9.11) (1.7) Impor Luar Negeri (13.1) (7.1) (8.25) (17.42) 4.17 (7.65) (3.47) Net Ekspor Antar Daerah (83.4) (63.82) (983.21) (59.89) (24.48) (79.18) PDRB 2.7 (.1) (2.13) (1.38) Sumber : BPS 2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan III- 216 tercatat sebesar 5,12% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,8% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi pula oleh harga komoditas internasional dan Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt IKK IKE IEK Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia permintaan negara mitra dagang yang belum stabil sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat yang mayoritas bekerja di subsektor perkebunan kelapa sawit. Perlambatan konsumsi rumah tangga ini juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Keyakinan Ekonomi (IKE) yang berada pada level pesimis (di bawah batas 1) (Grafik 1.2). Pada triwulan laporan, IEK tercatat sebesar 88,9% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 88,28%. Menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi saat ini juga terindikasi dari kredit durable goods yang tumbuh melambat secara tahunan (Grafik 1.4) serta melambatnya kredit rumah tangga khususnya kredit kendaraan bermotor (Grafik 13

30 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 1.5) yang terelaksasi pula pada Indeks Suku Cadang dan Aksesori berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (Grafik 1.6) Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor Rp. Miliar I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Indeks Kegiatan Usaha Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 1 Kendaraan Indeks Penghasilan Konsumen g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : LBU Bank Indonesia Persen (%) Grafik 1.4. Kredit Durable Goods Rp Miliar Durable Goods g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia Grafik 1.6. Indeks Suku Cadang & Aksesori Sumber : SPE Bank Indonesia Suku Cadang dan Aksesori Indeks Total I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat kontraksi 4,5% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 6,88% (yoy). Menurunnya konsumsi pemerintah disebabkan oleh realisasi anggaran yang masih belum optimal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor kehati-hatian akibat masalah korupsi yang menimpa sejumlah pemimpin daerah di Provinsi Riau, penundaan DAU untuk Pemerintah Provinsi Riau dan beberapa Kab/Kota di Riau sedangkan sebagian besar Kab/Kota tidak memiliki anggaran SILPA, dan pemotongan DBH akibat berkurangnya lifting migas dan menurunnya harga minyak dunia. Realisasi belanja pemerintah pada triwulan III-216 tercatat sebesar 38,68% atau Rp 4,24 triliun dari total yang dianggarkan sebesar Rp1,97 Triliun. Namun realisasi ini 14

31 Kondisi Ekonomi Makro Regional tercatat lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III-215 yang tercatat sebesar 3,33% atau sebesar Rp 3,24 triliun (Tabel 1.2). Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Uraian Triwulan III 215 Triwulan III 216 Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Pendapatan Daerah 8, , % 7, , % Belanja Daerah 1, , % 1, , % Pembiayaan Daerah 1, , % 3, , % Surplus / (Defisit) -1, , % -3, % Sumber : BPKAD Adapun faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-216 adalah perayaan Natal dan Tahun Baru serta persepsi akan membaiknya penghasilan sejalan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) turut mendorong realisasi konsumsi masyarakat. Sedangkan faktor-faktor yang berpotensi menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah lebih rendahnya alokasi pendapatan tahun 216 sehingga mengurangi optimalisasi penggunaan anggaran serta adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik golongan tertentu dan menurunnya harga minyak mentah yang dapat menekan perbaikan harga komoditas global. Sementara itu, adanya monitoring anggaran yang lebih intensif diharapkan mendorong realisasi konsumsi pemerintah yang lebih baik. Monitoring ini merupakan salah satu faktor pendorong utama meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah. Namun demikian, tertekannya pertumbuhan konsumsi pemerintah dapat bersumber dari sikap pemerintah yang semakin hati-hati dalam menggunakan anggaran dan adanya regulasi yang menghambat realisasi bantuan sosial dan hibah Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar 3,43% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 3,9% (yoy). Kondisi ini didukung oleh meningkatnya realisasi investasi sejumlah pelaku usaha yang terelaksasi dari hasil liaison (Grafik 1.9). Namun dilihat dari realisasi PMA dan PMDN terjadi penurunan. Kondisi ini dipengaruhi oleh sikap wait 15

32 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional and see pelaku usaha terhadap kondisi pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II- 216 yang mengalami perlambatan. Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau PMA di Provinsi Riau Rp Ribu Realisasi PMDN growth (yoy) % yoy USD Ribu Realisasi PMA growth (yoy) % yoy 4,5, 6 7, 35 4,, 5 6, 3 3,5, 4 5, 25 3,, 3 2 2,5, 4, ,, 3, 1 1 1,5, 1,, 2, 5 5, -1 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Berdasarkan data yang diperoleh dari Grafik 1.9. Likert Scale Investasi Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Riau, menurunnya investasi PMA dan PMDN di Riau turut LS Realisasi Investasi LS Pembiayaan Investasi mempengaruhi kemampuan perusahaan.5 4. dalam menyerap tenaga kerja baik Tenaga Kerja Indonesia maupun Asing (Tabel 1.3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Liaison Bank Indonesia Tabel 1.3 Jumlah Investor dan Tenaga Kerja PMA & PMDN di Riau Uraian PMA 216 PMDN 216 I II III I II III Jumlah Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia 894 1,257 3,462 1,49 2,25 5,717 Tenaga Kerja Asing Sumber : Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Riau Indikator terkini menunjukkan peningkatan kinerja investasi seiring dengan meningkatnya investasi sektor swasta dan pemerintah meskipun ada kemungkinan bias ke bawah. Beberapa faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan antara lain: i) ekspansi investasi existing dan program maintenance; ii) masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, rehabilitasi bangunan, peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan dan pembangunan jalur kereta api Dumai-Bukit Kayu Kapur; iii) adanya penurunan suku 16

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional bunga acuan diharapkan menurunkan tingkat suku bunga bank; iv) relaksasi LTV diharapkan meningkatkan KPR (investasi sektor konstruksi); dan v) insentif tax amnesty diharapkan mendorong peningkatan masuknya dana segar sehingga dapat meningkatkan kapasitas permodalan. Adapun faktor lain yang berpotensi menahan pertumbuhan investasi di Riau pada triwulan IV-216 adalah sikap pelaku usaha yang cenderung wait and see terkait perkembangan harga komoditas yang belum menunjukkan ke arah perbaikan yang ditargetkan, serta belum maksimalnya kapasitas utilisasi dan RTRW yang telah disahkan namun belum sesuai dengan yang diusulkan oleh pemerintah Provinsi Riau Ekspor dan Impor Ekspor Kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan III-216 tercatat tumbuh sebesar 1,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II-216 yang mengalami kontraksi 2,3% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekspor juga bersumber dari perbaikan ekspor luar negeri yang sebelumnya kontraksi 9,11% (yoy) menjadi 1,7% (yoy) pada triwulan III-216. Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) Jenis 215 (ribu ton) 216 Pangsa (%) yoy (%) 215 I II III IV I II III I-16 II-16 III-16 I-16 II-16 III-16 Makanan dan Hewan Bernyawa , (9.57) (9.23) (8.82) Tembakau dan Minuman (13.41) (16.91) Barang Mentah , (7.52) Bahan Bakar Mineral dan Peluma (56.59) (1.) Minyak dan Lemak Nabati 2, , ,4.55 3, , , , , (6.7) (24.7) (4.76) Bahan Kimia (1.4) Barang Manufaktur , Mesin dan Peralatan Hasil Olahan Manufaktur (1.) (1.) (1.) Koin, bukan mata uang Total 4, , , , , , , , (3.78) (15.87) (.65) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, peningkatan ekspor terutama bersumber dari komoditas pulp seiring dengan proyeksi peningkatan produksi pulp salah satu pemain besar industri ini yang mencapai di atas 1% (Grafik 1.1). Selain itu, perbaikan harga komoditas karet 17

34 ribu ton % ribu ton % ribu ton % ribu ton % E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional internasional mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan ekspor (Grafik 1.13). Namun perbaikan ekspor ini masih relatif terbatas karena gejolak ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga berdampak terhadap permintaan komoditas utama. Grafik 1.1. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2.) (4.) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau - Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1.) (2.) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Vol (kiri) yoy (kanan) (2.) (4.) (6.) (8.) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II (1.) (12.) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Berdasarkan negara tujuan ekspornya, peningkatan ekspor pada triwulan laporan terutama berasal dari India yang tercatat sebesar 822 ribu ton, meningkat 27,56% (yoy) dibandingkan triwulan II-216 yang hanya mencapai 677 ribu Ton. Ke depan permintaan dari India diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Demikian pula dengan permintaan dari Eropa juga terus meningkat seiring dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang juga mendorong kenaikan pendapatan dan peningkatan konsumsi. Sementara itu, lemahnya pemulihan ekonomi AS menahan peningkatan permintaan ekspor. 18

35 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.14 Ekspor CPO Dunia (Juta MT) 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Grafik Pertumbuhan Ekspor Non Migas Riil Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia Sumber: USDA Sumber: Recent Economic Development BI Ekspor pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat meskipun masih dalam level terbatas. Perbaikan ekspor ini didukung oleh menurunnya produksi CPO Dunia sehingga menaikkan harga, Vietnam yang akan segera bergabung dengan International Tri-Partite Rubber Commission (ITRC) dan diharapkan dapat mendorong perbaikan harga karet, penetapan bea keluar serta kontrak penjualan biodiesel periode Mei-Oktober 216 mendorong meningkatnya penjualan domestik, meningkatnya produksi kertas dan tisu guna memenuhi permintaan buyer salah satu perusahaan besar di industri sejenis. Grafik 1.16 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan 6, 5, 4, 3, 2, 1, - 1,343 1, ,433 1,457 1,83 1,657 1,558 1, ,78 1, ,617 1,892 1, , , , ,228 1, , ,188 1,763 1,741 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Cina India ASEAN MEE Lainnya Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 19

36 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Terdapat beberapa faktor yang dapat menahan pertumbuhan ekspor Riau ke depan yaitu mulai diberlakukannya kebijakan compound rubber Tiongkok sehingga diproyeksikan akan menurunkan demand dari Tiongkok, black campaign CPO di kawasan Eropa, meningkatnya proteksi industri dalam negeri maupun industri produk substitusi, pembatasan volume ekspor karet terkait kesepakatan tri partit (Indonesia, Malaysia, Thailand) untuk mendorong kenaikan harga dan kembali tertekannya harga minyak dunia menyebabkan perbaikan harga komoditas yang tidak optimal, penerapan amandemen Solas 1972 per 1 Juli 216 terkait Verifikasi Berat Peti Kemas yang belum diiringi dengan sosialisasi yang memadai dikhawatirkan menghambat aktivitas ekspor serta gangguan produktivitas sawit akibat tingginya curah hujan Impor Perkembangan impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar 22,7%, meningkat dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat kontraksi sebesar 1,39% (yoy). Peningkatan ini utamamya bersumber dari pertumbuhan impor antar daerah sebesar 31,8% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 11,37% (yoy). Peningkatan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan utamanya bersumber dari peningkatan impor non migas yang tercatat tumbuh 427,82% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 161,73% (yoy) sebagaimana ditunjukkan pada Grafik Jika dilihat dari jenis barang non migas yang diimpor, barang modal dan intermedier (Grafik 1.18 dan Grafik 1.19) tercatat mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan lalu. Meningkatnya impor juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah yang pada triwulan III-216 secara rata-rata tercatat sebesar Rp13.136,/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan II-216 sebesar Rp13.317,/USD. Namun peningkatan impor ini tertahan oleh kontraksi 49,7% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 23,34% (yoy) yang ditunjukkan oleh Grafik

37 Kondisi Ekonomi Makro Regional 25 Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Ribu Ton Volume (ribu ton) growth (rhs) 3 yoy,% 5 4 Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau ribu Ton Barang Modal(lhs) yoy (rhs) % 14 1,2 12 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III -1 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Impor Barang Intermedier Grafik 1.2. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ribu Ton Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 3, 2,5 2, % ribu Ton Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs) % , , (1) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Impor pada triwulan IV-216 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III-216. Hal ini dipicu oleh meningkatnya daya beli masyarakat serta penguatan nilai tukar yang sudah terlihat sejak awal tahun 216. Namun masih belum optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan di tengah gejolak ekonomi global berpotensi menahan laju impor. Grafik 1.21 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Sumber : Bank Indonesia 21

38 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III-216 secara umum menunjukkan perlambatan. Perlambatan kinerja terjadi di empat sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar eceran. Perlambatan lebih dalam didorong oleh kontraksi sektor pertambangan dan penggalian. Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Growth (yoy) Kontribusi Pertumbuhan (%) Uraian I II III IV I II III I II III Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB PDRB Tanpa Migas Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Melambatnya pertumbuhan di sektor pertanian berasal dari penurunan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian terutama perkebunan sawit dan karet yang menjadi unggulan di Provinsi Riau seiring dengan menurunnya harga komoditas global. Menurunnya kinerja di sektor pertanian secara langsung berdampak terhadap penurunan kinerja industri pengolahan yang mayoritas di Provinsi Riau berbahan baku kelapa sawit atau Tandan Buah Segar (TBS). Selain itu, semakin menurunnya cadangan minyak bumi secara alamiah diperparah dengan turunnya harga minyak dunia sehingga mengakibatkan kontraksi yang semakin dalam. Di sisi lain, belum terealisasinya anggaran pembangunan infrastruktur secara optimal turut menekan pertumbuhan sektor konstruksi. 22

39 Kondisi Ekonomi Makro Regional Perlambatan dari sektor utama ini menyebabkan daya beli masyarakat mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya permintaan pasca Idul Fitri sehingga menyebabkan perlambatan ekonomi Riau secara keseluruhan. Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi, real estate, dan jasa perusahaan. Perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan besar & eceran serta konstruksi. Peningkatan laju ekonomi sektoral diperkirakan tertahan oleh kontraksi sektor pertambangan yang semakin dalam Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,9% (yoy), namun lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II-216 sebesar 4,32% (yoy). Perlambatan tersebut utamanya bersumber dari subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian yang tercatat sebesar 3,58% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,55% (yoy). Laju penurunan yang lebih dalam tertahan oleh subsektor kehutanan dan penebangan kayu serta subsektor perikanan yang tumbuh positif masing-masing sebesar,22% dan 1,77% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II-216 yang masing-masing tercatat mengalami kontraksi 3,1% dan tumbuh positif sebesar,33% (yoy). Melambatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan terindikasi dari menurunnya harga CPO Global dan TBS Lokal. Selain CPO dan TBS, harga karet juga menunjukkan tren menurun. Pada dasarnya beberapa faktor yang menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia ini, antara lain kondisi ekonomi internasional, volume permintaan dan pasokan, fluktuasi nilai tukar dan pergerakan harga minyak dunia (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23). 23

40 USD % E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Harga Karet Karet Growth (2.) - (4.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bloomberg Grafik Perkembangan Harga Sawit 1,9 1,4 1,8 1,2 1,7 1, 1,6 1,5 8 1,4 6 1,3 4 1,2 1,1 TBS CPO (RHS) 2 1, - Rp/Kg I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II III $/MT Sumber : Bloomberg Berdasarkan informasi dari contact liaison, penurunan harga ini berdampak terhadap menurunnya penjualan perusahaan baik ekspor maupun domestik karena sebagian perusahaan lebih memilih untuk menahan stok sampai harga kembali menunjukkan tren peningkatan (Grafik 1.25). Pada semester I-216, produktifitas sawit berada pada titik yang rendah seiring dengan terjadinya musim trek sehingga menyebabkan terbatasnya suplai TBS yang secara otomatis mendorong kenaikan harga TBS dan CPO, namun excess supply minyak nabati pada triwulan III-216 menekan kenaikan harga komoditas global. Selain itu, melambatnya kinerja di sektor pertanian juga terindikasi dari perkembangan kredit karet dan getah serta kredit perkebunan kelapa sawit (Grafik 1.26 dan 1.27). % yoy Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Perikanan Kehutanan dan Penebangan Kayu I II III IV I II III IV I II III (1.) (2.) (3.) (4.) Grafik Likert Scale Pertanian Penjualan Domestik Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Provinsi Riau Sumber : Liaison Bank Indonesia 24

41 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Kredit Perkebunan Karet dan Getah Rp. Triliun.5 Kredit Perkebunan Karet g (yoy) - RHS I II III IV I II III IV I II III Sumber : LBU Bank Indonesia Persen (%) Rp Triliun Grafik Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit Kredit Kelapa Sawit growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III Sumber : LBU Bank Indonesia Persen (%) Penyaluran kredit subsektor perkebunan karet dan kelapa sawit berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau pada triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar Rp32,5 Miliar dan Rp12,39 Triliun atau mengalami kontraksi 22,45% dan tumbuh 11,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang sebesar Rp12,49 Triliun dan Rp 32,6 Miliar atau mengalami kontraksi 18,38% dan tumbuh 15,51% (yoy). Panen raya kedua tanaman pangan pada akhir tahun 216 diperkirakan mendorong membaiknya kinerja sektor pertanian pada triwulan mendatang. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan kinerja sektor ini antara lain adalah adanya kontrak penjualan biodiesel pemerintah dengan perusahaan di Riau serta program pemerintah yang cukup baik di bidang pertanian, antara lain: Intensifikasi dan perluasan areal tanam oleh Distan melalui peningkatan indeks pertanaman. Bantuan alsintan berupa traktor roda empat dan handtractor kepada petani. Program penanaman Hektar tanaman jagung pada tahun 216. Program pembagian kapal tangkap ikan bagi nelayan Perluasan area tanam bawang merah dengan jumlah insentif Rp37,5 juta per hektar. Adapun beberapa faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor pertanian antara lain: i) bantuan benih Pajale yang belum sepenuhnya disalurkan (pertanian tabama); ii) belum disahkannya RTRW yang berdampak terhadap izin sertifikat lahan yang tidak bisa dikeluarkan sehingga bantuan dana untuk replanting kelapa sawit terhambat; iii) preferensi Tiongkok untuk mulai menggunakan kedelai dibandingkan dengan kelapa sawit seiring dengan berkembangnya industri 25

42 I II II III II III II III II III II III Okt* ribu barel/hari yoy,% E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional peternakan serta selisih harga yang rendah; serta iv) adanya libur lebaran menyebabkan petani enggan melakukan panen kelapa sawit akibat tutupnya beberapa petani kelapa sawit Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan III-216 mengalami kontraksi sebesar 6,13% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 4,34% (yoy). Semakin dalamnya kontraksi terutama bersumber dari penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas bumi yang pada triwulan II-216 tercatat kontraksi sebesar 4,61% (yoy), turun lebih dalam pada triwulan III-216 menjadi 6,68% (yoy) sebagaimana ditunjukkan Grafik % yoy Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Batubara dan Lignit Pertambangan Bijih Logam Pertambangan dan Penggalian Lainnya Berdasarkan hasil survei dan liaison, penurunan tersebut disebabkan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dan keterbatasan perusahaan untuk melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak yang tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang pada triwulan III-216 masih cenderung melanjutkan tren penurunan (Grafik 1.29) meskipun mulai meningkat pada awal Oktober 216. Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau III IV I Lifting (LHS) IV I Sumber: Kementerian ESDM IV I IV I growth (RHS) IV I (2.) (4.) (6.) (8.) (1.) (12.) (14.) Grafik 1.3. Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau SBT I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I Tw-II Tw-III Sumber: SKDU Bank Indonesia 26

43 USD % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Harga Batubara Grafik Harga Minyak Dunia I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bloomberg Coal Growth (1.) (2.) (3.) Minyak WTI 4. Minyak Minas 2. - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bloomberg Kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang lebih dalam tertahan oleh kinerja pertambangan batubara yang relatif stabil seiring dengan perkembangan harga batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan akibat menurunnya produksi batubara di Tiongkok dan Amerika Serikat sehingga perusahaan berupaya untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga eksistensi perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau. Oleh sebab itu, pada triwulan berjalan subsektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan mengalami kontraksi yang semakin dalam. Secara alamiah, lifting migas mengalami penurunan seiring dengan cadangan minyak yang semakin berkurang dan usia sumur yang tua serta keterbatasan untuk melakukan eksplorasi baru. Akibatnya, produksi migas secara alamiah turun sekitar 8-12% per tahun namun dengan investasi yang dilakukan penurunan dapat ditekan menjadi 6-7%. Namun dengan kondisi saat ini, perusahaan tidak mungkin melakukan investasi baru akibat harga yang tidak memenuhi nilai keekonomisan atau tidak dapat menutupi biaya investasi yang tergolong besar. Selain itu eksplorasi sumur baru juga menghadapi kendala perijinan terutama izin amdal. Kenaikan harga minyak ke depan relatif terbatas mengingat masih tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih lemah. Meningkatnya harga minyak akhir-akhir ini bersifat temporary dipengaruhi oleh kesepakatan OPEC menurunkan produksi ke level 32,5-33 MBPD yang berdampak terhadap meningkatnya harga di akhir 27

44 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional September 216. Meskipun demikian, penurunan produksi minyak dengan skala terbatas tersebut diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap harga ke depan karena masih excess supply Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan III- 216 tumbuh sebesar 3,88% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 4,62% (yoy). Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh beberapa subsektor antara lain, kontraksi industri batubara dan pengilangan migas dan perlambatan subsektor industri makanan dan minuman, dan industri kertas dan barang dari kertas (Grafik 1.33). Grafik Pertumbuhan Industri Pengolahan % yoy Industri Batubara dan Pengilangan Migas Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Makanan dan Minuman I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) Pada triwulan III-216 subsektor industri batubara dan pengilangan migas tercatat mengalami kontraksi sebesar,87% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi,43% (yoy). Kontraksi industri batubara dan pengilangan migas pada triwulan laporan terjadi seiring dengan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi. Subsektor lainnya yang mengalami perlambatan pada triwulan III-216 terutama adalah industri makanan dan minuman, dan industri kertas dan barang dari kertas. Subsektor industri makanan dan minuman pada triwulan laporan tumbuh sebesar 4,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,53% (yoy). Perlambatan di subsektor industri makanan dan minuman ini dipengaruhi oleh menurunnya permintaan masyarakat pasca Idul Adha dan menurunnya daya beli ditengah perlambatan ekonomi. Sedangkan perlambatan di subsektor industri kertas dan barang dari kertas dari,19% (yoy) pada triwulan II-216 menjadi,15% (yoy) pada triwulan III-216 dilatarbelakangi oleh menurunnya permintaan kertas dari luar negeri sehubungan dengan masih berlanjutnya politik dumping negara-negara kawasan Amerika terhadap produk kertas Indonesia. 28

45 Kondisi Ekonomi Makro Regional (1.) (2.) (3.) Grafik 1.34 Likert Scale Industri Pengolahan Penjualan Domestik Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III Grafik Indeks Makanan, Minuman dan Tembakau Makanan, Minuman dan Tembakau Indeks Total I II III IV I II III IV I II III Sumber : Liaison Bank Indonesia Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia Kinerja industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat sejalan dengan kebijakan 15% biodiesel kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan sehingga meningkatkan penyerapan domestik. Selain itu, peningkatan penjualan domestik di subsektor industri pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat didorong oleh peningkatan permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina. Selain itu, peningkatan produksi kertas dan tisu dari salah satu pemain besar di industri sejenis turut menjadi faktor yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain: i) Black campaign CPO di Eropa, dalam bentuk penerapan bea masuk dan kewajiban adanya label POF (Palm Oil Free), serta dari negara lain seperti India, Rusia dan Tiongkok yang menerapkan adanya bea masuk; ii) pasokan BBM yang masih cukup tinggi menyebabkan kembali rendahnya harga minyak dunia sehingga juga memberikan tekanan bagi perkembangan harga komoditas perkebunan; iii) keterbatasan pasokan TBS akibat persaingan dengan perusahaan indusri sejenis, terutama pada saat harga membaik sehingga produksi perusahaan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan; iv) tindakan anti dumping Amerika Serikat; dan v) harga gas industri yang masih relatif tinggi serta adanya penyesuaian tarif listrik yang berpotensi meningkatkan biaya dan menekan margin usaha. 29

46 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan III-216 tercatat melambat dari 6,6% (yoy) pada triwulan II-216 menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan III-216. Perlambatan pada sektor ini terutama didorong oleh perlambatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan III216 masingmasing 3,29% dan 3,73% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 6,4% dan 6,68% (yoy) sebagaimana Grafik Kondisi ini sejalan perlambatan pengeluaran rumah tangga (Grafik 1.37), perkembangan kredit perdagangan dan durable goods (Grafik 1.38 dan 1.39) yang tumbuh melambat. Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor % yoy Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Provinsi Riau Rp Triliun Perdagangan Besar dan Eceran Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Eceran I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia Persen (%) Perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan tembakau g (yoy) Grafik 1.37 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Bahan makanan Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Kesehatan Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Durable Goods Sumber: LBU Bank Indonesia Makanan jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Sandang Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Rp Miliar Durable Goods g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%)

47 Kondisi Ekonomi Makro Regional Jika dilihat dari kredit perbankan, perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga tercermin dari menurunnya penyaluran kredit subsektor perdagangan eceran dan kredit durable goods berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau (Grafik 1.38 dan Grafik 1.39) yang pada triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar Rp2,36 Triliun dan Rp77,83 Miliar atau tumbuh 3,97% dan 138,76% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar Rp2,42 Triliun dan Rp71,2 Miliar atau tumbuh 1,46% dan 253,61% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran juga tercermin dari meningkatnya Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (Grafik 1.41) triwulan II 216 yang berada pada level optimis 14,75% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada level 15,74%. Melambatnya konsumsi rumah tangga pada periode triwulan berjalan menjadi penyebab melambatnya subsektor perdagangan besar, eceran dan reparasi mobil ini. Namun demikian, masih rendahnya risiko tekanan inflasi, terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan menjadi insentif bagi pengusaha di sektor ini dan berpotensi mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu apresiasi nilai tukar sejak awal tahun 216 dapat menyebabkan harga sparepart, suku cadang dan aksesoris lebih murah dan terjangkau sehingga berpotensi mendorong kinerja sektor perdagangan ke depan. Grafik.1.4. Likert Scale Perdagangan Grafik Indeks Barang Tahan Lama (.5) (1.) (1.5) (2.) (2.5) IV I II III IV I II III Sumber: Liaison Bank Indonesia Penjualan Domestik 2 Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 31

48 ribu Ton E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.5. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan III-216 tercatat sebesar 4,67% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II-216 sebesar 4,87% (yoy). Melambatnya realisasi investasi PMDN dan PMA serta belum optimalnya penyerapan APBD dan terganggunya daya beli masyarakat juga turut mendorong perlambatan kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan. Grafik Kredit Konstruksi Rp. Triliun Kredit Konstruksi growth (yoy) Persen (%) I II III IV I II III IV I II III Grafik Konsumsi Semen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan) % Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Peningkatan kinerja sektor konstruksi tercermin dari meningkatnya realisasi penyaluran dan pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau yang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp2,1 triliun, lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 1,85 triliun (Grafik 1.42). Selain itu, indikator peningkatan volume realisasi konsumsi semen yang pada triwulan laporan terkontraksi sebesar 3,77% (yoy) namum membaik jika dibandingkan triwulan II-216 sebesar ton turut menjadi indikator pendukung meningkatnya kinerja sektor konstruksi ke depan. Meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun sebelumnya, namun pencapaian volume konsumsi semen triwulan III-216 ini tercatat kontraksi sebesar 3,77% (yoy), membaik jika dibandingkan kontraksi pada triwulan II-216 yang sebesar 5,84% (yoy) (Grafik 1.42). Seiring dengan berlanjutnya proyek infrastruktur, kinerja sektor konstruksi pada triwulan IV-216 diperkirakan membaik. Meningkatnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya daya beli masyarakat 32

49 Kondisi Ekonomi Makro Regional ke depan. Sebaliknya, apabila pelaku swasta khawatir dalam merealisasikan investasinya terkait dengan kepatuhan wajib pajak, terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari undisbursed loan di kategori konstruksi yang didominasi oleh perumahan premium, dapat menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian juga dengan belum disahkannya RTRW masih menjadi faktor penghambat dalam pengembangan sektor ini. 33

50 Boks Kemajuan dan Tantangan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Maritim Contact liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau yang bergerak di subsektor pelayaran (shipping company) menginformasikan bahwa arus barang masuk (inbound) dan arus barang keluar (outbound) dari Pelabuhan Perawang di Provinsi Riau pada tahun 216 mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 215. Terminal Petikemas Perawang merupakan terminal peti kemas pertama di Riau, diharapkan mendorong pertumbuhan perekonomian di Provinsi Riau dan daerah sekitarnya karena arus barang dari dan keluar provinsi Riau menjadi lebih cepat dan efisien sehingga mampu meningkatkan daya saing perekonomian Provinsi Riau. Keberadaan pelabuhan Perawang dinilai memberikan dampak yang positif, karena ekspor karet, hasil hutan dan hasil industri yang sebelumnya harus melalui Jambi, Padang dan Medan dan menimbulkan biaya angkutan relatif besar, berpeluang beralih ke Perawang karena telah beroperasinya terminal Peti Kemas Perawang sejak tahun 212. Selain itu, depo (penumpukan peti kemas) dan pergudangan juga sangat mendukung bisnis dan arus barang dari dan menuju Riau, karena letaknya yang cukup strategis dan mudah dijangkau oleh para pengguna jasa kepelabuhanan, lebih kurang 6 Km dari pusat Kota Pekanbaru. Lapangan penumpukan peti kemas kini telah memiliki luas 24. m2 mampu menampung TEUs/tahun dengan target bongkar muat peti kemas yang

51 ditampung di pelabuhan tersebut hingga akhir tahun 216 mencapai sekitar 7. TEUs 1. Menurut hasil liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dengan perusahaan yang bergerak di industri sejenis, pembenahan dan penambahan fasilitas di pelabuhan Perawang, mampu memangkas dwelling time di pelabuhan dari semula sekitar tujuh hari, saat ini menjadi 3-4 hari. Pelabuhan Perawang ini merupakan pelabuhan di Sungai Siak, berbeda dengan pelabuhan laut, Perawang memiliki sejumlah keterbatasan, antara lain besarnya kapal yang bisa melalui alur sungai Siak terbatas pada kapal dengan panjang maksimal 12m 12m, dengan kapasitas 8.1 dwt (deadweight tonnage) atau setara dengan 537 TEUs. Tapi hanya bisa diisi maksimal 75% atau sekitar 4 TEUs terkait dengan aturan yang ditetapkan syahbandar (otoritas pelabuhan) dan kondisi sungai siak (kedalaman) yang tidak memungkinkan bagi kapal untuk diisi full capacity. Dampak dari keterbatasan batasan tersebut tentunya adalah biaya angkut yang relatif jadi lebih mahal, karena shipping company tidak bisa mengisi space dikapalnya sampai penuh, sehingga fixed cost yang dibebankan untuk setiap kontainer jadi lebih tinggi. Contact juga menyampaikan bahwa untuk melakukan perawatan rutin (docking), perusahaannya lebih memilih melakukannya dinegara tetangga, yaitu di Jurong Singapura, dibanding menggunakan galangan kapal di dalam negeri, padahal nilainya tidak kecil dan merupakan devisa negara. Demikian pula untuk pembelian kapal, pengusaha lebih memilih membeli dari perusahaan di China dibanding dari galangan kapal di dalam negeri. Beberapa alasan yang disampaikan antara lain harga yang lebih murah dan penyelesaian pesanan relatif cepat, hanya 9-12 bulan kapal telah siap dikirimkan. Bila jasa perawatan dan pembuatan kapal bisa dilakukan oleh galangan kapal dalam negeri, pastilah banyak devisa yang bisa dihemat. Ditambah lagi penyerapan lapangan kerja dan perputaran ekonomi yang terjadi. 1 Twenty Foot Equivalent Unit, sebuah satuan kapasitas kargo yang didasarkan pada volume peti kemas berukuran 2-foot-long / 6.1 m)

52 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 ASESMEN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia, inflasi Provinsi Riau pada triwulan III 216 mengalami peningkatan. Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat gangguan produksi di daerah pemasok. Selain itu, meningkatnya tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok administered price akibat penyesuaian tarif listrik dan kenaikan cukai rokok. Tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga daging ayam ras, bawang merah, telur ayam ras, dan gula pasir karena kondisi pasokan yang cukup baik secara nasional. Relatif terkendalinya laju inflasi di Provinsi Riau tidak terlepas dari berbagai koordinasi aktif Bank Indonesia, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya akan terus dilakukan dan difokuskan pada upaya menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi untuk meminimalisir tekanan inflasi yang lebih tinggi. 34

53 Perkembangan Inflasi Daerah 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar 3,27% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 1,92% (yoy). Kondisi ini berbanding terbalik dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan penurunan dari 3,45% (yoy) pada triwulan II-216 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan III-216. Jika dibandingkan dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan II dan III-216 masih tercatat lebih rendah. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw III 216 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) 1.92 Riau Tw II Tw III Avg Tw III Nasional Tw II Tw III Avg Tw III Sumber : BPS, diolah Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung mengalami peningkatan, yaitu berada pada kisaran 4,7+.5% (yoy), masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 216 sebesar 4±1% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi triwulan IV-216 diperkirakan bersumber dari komponen volatile food dan administered price, sedangkan tekanan dari kelompok inflasi inti relatif stabil. Signifikannya peningkatan inflasi pada kelompok volatile food terutama bersumber dari kenaikan harga cabai merah akibat curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan gagal panen di daerah sentra produksi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Sedangkan kenaikan tekanan inflasi dari kelompok administered price dipengaruhi oleh penyesuaian tarif listrik sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia dan kenaikan cukai rokok yang berdampak terhadap kenaikan harga rokok. Di sisi lain menurunnya tekanan inflasi kelompok inti disebabkan oleh tekanan 35

54 Perkembangan Inflasi Daerah permintaan yang cenderung moderat pasca perayaan hari raya Idul Adha dan ekspektasi inflasi yang relatif terkendali. Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru mencapai 3,37% (yoy), diikuti oleh Dumai dan Tembilahan masingmasing 3,7% (yoy) dan 2,58% (yoy). Tekanan inflasi di Kota Pekanbaru dan Dumai menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan II-216 yang masingmasing tercatat 1,65% (yoy) dan 3,2% (yoy). Sebaliknya tekanan inflasi di Kota Tembilahan menunjukkan penurunan yaitu dari 2,63%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 2,58% (yoy) pada triwulan laporan. Tingkat inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) 1 Nas Riau Smt I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan III 216 terutama berasal dari peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memiliki kontribusi sebesar 2,23% dan 1,3% pada triwulan III-216 dengan tingkat inflasi tahunan sebesar 8,71% dan 4,96% (yoy). Sebaliknya kontribusi kelompok sandang pada triwulan laporan sebesar,14%, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar,14%, serta kelompok transportasi & komunikasi yang mengalami deflasi sebesar,21% tercatat lebih rendah dibandingkan kontribusi pada triwulan II-216 yang masing-masing tercatat sebesar,16%,,22% dan deflasi,18%. Sedangkan kelompok 36

55 Perkembangan Inflasi Daerah perumahan dan kesehatan cenderung stabil dengan kontribusi masing-masing sebesar,15% dan,8%. Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) % (yoy) Inflasi % (yoy) Tw II 216 Inflasi % (yoy) Tw III 216 % Kontribusi Kontribusi Kont.Tw II 216 Kontribusi Kont.Tw III Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi. -2. Sumber : BPS, diolah Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan juga tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,1% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan II-216 yang mengalami deflasi sebesar -,48% (qtq). Namun, angka inflasi Riau pada triwulan laporan masih tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang sebesar 1,88% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) % qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Meningkatnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh kenaikan harga subkelompok bumbu-bumbuan, lemak dan minyak, transpor, dan komunikasi. Berdasarkan komoditasnya, peningkatan tekanan inflasi utamanya bersumber dari cabai merah, cabai hijau, minyak goreng, mobil, angkutan udara, dan tarif pulsa ponsel. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain 37

56 Perkembangan Inflasi Daerah berkurangnya supply dari daerah sentra produksi akibat curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan gagal panen dan disertai lonjakan permintaan masyarakat seiring dengan momentum perayaan Idul Adha. Grafik 2.5. Historis Inflasi Tw III di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw III Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan -.22 Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, semua kelompok tercatat mengalami inflasi. Inflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok makanan jadi, dan kelompok transportasi & komunikasi dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 5,44%, 1,82%, dan 1,2% (qtq), atau masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 2,23%, 1,3% dan deflasi,21%. Sementara itu, realisasi inflasi triwulanan terendah terjadi pada kelompok perumahan dan pendidikan dengan tingkat inflasi sebesar,48% dan,49% (qtq). Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang Jasa Tw III-216 (qtq) % (qtq) % (qtq) Tw II 216 % (qtq) Tw III 216 Kont.Tw II 216 Kont.Tw III % Kontribusi Sumber : BPS, diolah 38

57 Perkembangan Inflasi Daerah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan III-216, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 3,37% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,65% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru terutama bersumber dari kelompok volatile food yang tercatat mengalami inflasi 9,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,43% (yoy). Tingginya inflasi kelompok volatile food disebabkan oleh kondisi curah hujan yang cukup tinggi sehingga beberapa daerah sentra produksi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat mengalami gagal panen dan mengakibatkan berkurangnya pasokan bahan makanan khususnya cabai merah yang memiliki andil cukup tinggi terhadap inflasi Pekanbaru sebesar,62% (mtm). Selain itu, sumber tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok inti yang tercatat sebesar 2,58% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat 2,29% (yoy). Meningkatnya laju inflasi inti disebabkan oleh kenaikan harga makanan jadi dan minyak goreng yang juga dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan peningkatan permintaan masyarakat. Di sisi lain, peningkatan inflasi yang lebih dalam tertahan oleh inflasi administered price yang tercatat deflasi -,61% (yoy), meskipun sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi lebih dalam sebesar,87% (yoy) seiring dengan mulai naiknya tarif angkutan udara dan angkutan antar kota menjelang Idul Adha. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi di Pekanbaru pada triwulan laporan bersumber dari semua kelompok kecuali kelompok transportasi & komunikasi yang mengalami deflasi sebesar 1,34% (yoy). Tekanan inflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memberikan andil sebesar 2,2% (yoy) dan 1,1% (yoy) dengan tingkat inflasi 9,44% dan 5,% (yoy). Laju inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 2,65% dan 3,77% (yoy) dengan andil pada triwulan lalu masing-masing sebesar,59% dan,76% (yoy). 39

58 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw III ( ) % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai % (qtq) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw III 216 % (yoy) % (yoy) Tw III 216 Kont.Tw III 216 % kontribusi Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport &.2 Rekreasi Kom -.2 Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga tercatat mengalami peningkatan dari 3,2% di triwulan II 216 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan III 216. Meningkatnya tekanan inflasi di Dumai terutama bersumber dari kelompok volatile food seiring dengan kenaikan harga komoditas bumbubumbuan seperti cabai merah, cabai rawit, cabai hijau, dan udang basah. Sama halnya dengan Pekanbaru, kenaikan harga komoditas tersebut juga dipicu oleh gangguan pasokan dari daerah sentra produksi, sedangkan produksi dari derah sendiri belum dapat memenuhi jumlah permintaan yang ada. Di sisi lain, laju inflasi administered price di Kota Dumai juga tercatat mengalami inflasi sebesar 1,67% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 1,25% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga rokok filter sebagai dampak dari penyesuaian tarif listrik dan cukai rokok. Tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh perkembangan inflasi inti yang menunjukkan penurunan dari 4,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,11% (yoy) pada triwulan III-216. Relatif terkendalinya inflasi inti bersumber dari penurunan harga gula pasir karena terjaganya pasokan. Apabila dilihat per kelompok komoditas, kelompok bahan makanan dan makanan jadi memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan III-216 masing-masing 1,74% dan 1,1%, dengan tingkat inflasi 6,73% dan 5,25% (yoy), merupakan tertinggi dari seluruh kelompok barang dan jasa. Sementara itu, kelompok yang memiliki andil inflasi terendah adalah transportasi dan komunikasi 4

59 Perkembangan Inflasi Daerah yang bahkan tercatat deflasi,2% dengan tingkat deflasi pada triwulan laporan sebesar 1,21% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar,9% (yoy). Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw III ( ) Grafik 2.1. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III- 216 % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy % (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % (yoy) % (yoy) Tw III 216 Kont.Tw III Bahan Makanan 5.25 Makanan Jadi % kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport &.2 Rekreasi Kom -.2 Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Tembilahan Berbeda dengan kedua kota perhitungan inflasi lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,63% (yoy). Penurunan tekanan inflasi ini utamanya bersumber dari kelompok administered price yang tercatat inflasi sebesar,75% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,65% (yoy). Terkendalinya inflasi administered price didorong oleh penurunan tarif angkutan antar kota. Sementara itu, inflasi inti turut mendorong lebih rendahnya inflasi pada triwulan laporan. Realisasi inflasi inti pada triwulan III-216 tercatat 1,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang sebesar 2,19% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi inti utamanya disumbang oleh menurunnya harga komoditas semen dan gula pasir. Namun demikian, penurunan inflasi lebih dalam tertahan oleh kenaikan inflasi volatile food dari 4,21% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy) pada triwulan III

60 Perkembangan Inflasi Daerah Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok transportasi dan komunikasi memiliki kontribusi terendah terhadap inflasi di Tembilahan sebesar -,26%, atau tercatat deflasi sebesar 2,48%(yoy). Tingkat deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat deflasi 2,5% (yoy). Sementara itu, kelompok bahan makanan dan makanan jadi memiliki kontribusi terbesar masingmasing 1,45% dan,8% dengan tingkat inflasi sebesar 5,12% dan 3,88% (yoy) pada triwulan laporan. Kondisi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,9% (yoy) dan 4,35% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy % (qtq) rafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II-216 % (yoy) % (yoy) Tw III 216 Kont.Tw III 216 % kontribusi I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Disagregasi Inflasi 1 (yoy) Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi terutama kelompok volatile food. Kenaikan inflasi volatile food tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan harga cabai merah akibat gagal panen di daerah sentra produksi sehingga mengganggu ketersediaan pasokan. Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok administered price karena kenaikan tarif listrik dan harga rokok kretek filter. Kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan oleh kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait penyesuaian tarif listrik dan kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok. Di sisi lain, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan laju inflasi inti seiring dengan menurunnya harga gula pasir dan bahan 1 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 42

61 Perkembangan Inflasi Daerah bangunan seperti pasir, besi beton, kayu seiring dengan moderatnya tekanan permintaan secara umum dan terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) 2 CPI Core Volatile Food Administered Sumber : BPS, diolah Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan III-216 tercatat sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang mencapai 2,6% (yoy). Terjaganya inflasi inti merupakan dampak dari relatif terjaganya pasokan komoditas inti, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terkendalinya ekspektasi masyarakat, dan cenderung moderatnya tekanan permintaan secara umum. Pada akhir periode triwulan laporan perlambatan tekanan inflasi inti didorong oleh koreksi harga komoditas gula pasir dan bahan bangunan seperti pasir, besi beton, kayu balokan. Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan inflasi inti adalah kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga dari distributor menjelang perayaan Idul Adha. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi inti terendah pada triwulan III-216 terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang tercatat sebesar 2,19% (yoy). Sebaliknya, inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 2,58% (yoy), meningkat bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,29% (yoy). Sementara itu di Kota Dumai inflasi inti sebesar 2,11% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan triwulan II-216 yang mencapai 4,8% (yoy). 43

62 USD % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah 15, 14,5 14, 13,5 13, 12,5 12, 11,5 11, Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Sumber : Bank Indonesia Kurs Tengah 2-Jan Jan Feb Mar-15 6-Apr Apr May Jun-15 8-Jul-15 5-Aug Aug Sep Oct-15 6-Nov-15 3-Nov Dec Jan Feb-16 4-Mar-16 3-Mar Apr Mei Jun-16 3-Jun Jul Aug Sep-16 6-Oct Oct-16 Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bloomberg, diolah Harga Emas Growth (1.) (2.) (3.) Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Sumber : BPS, diolah Non Tradeable Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan laporan tercatat sebesar 8,83% (yoy), meningkat signifikan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,59% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi volatile food didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut adalah cabai merah. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, harga cabai merah sejak awal triwulan laporan terus mengalami peningkatan pada kisaran harga Rp /Kg. Kenaikan harga tersebut dipicu oleh kenaikan harga dari daerah pemasok seperti Sumatera Utara dan 44

63 I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV MI MII I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV MI MII KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Sumatera Barat akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan gagal panen di sentra produksi sehingga supply cabai di pasar menjadi terbatas. Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food tertinggi pada triwulan III-216 terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 9,6% (yoy), diikuti oleh Dumai dan Tembilahan masing-masing sebesar 6,53% dan 5,3% (yoy). Inflasi volatile food di ketiga kota tersebut tercatat meningkat bila dibandingkan triwulan II-216 yang masing-masing tercatat sebesar 2,43%, 2,33%, dan 4,21% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU Rp 26, 24, 22, 2, 18, 16, 14, 12, 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah Grafik 2.2. Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov 216 Beras Kualitas Murah I Beras Kualitas Murah II Beras Kualitas Medium I Beras Kualitas Medium II Beras Kualitas Super I Beras Kualitas Super II Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru Rp 75, 65, 55, 45, 35, 25, 15, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov 216 Cabe Merah Besar Cabe Merah Keriting Cabe Rawit Grafik Perkembangan Harga Daging dan Telur di Kota Pekanbaru Rp 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI I III I III I III V II IV II IV I III I III I III V II IV II IV MII Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov 216 Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI Rp 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, Inflasi Administered Prices Pada triwulan III-216 kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II-216 yang mengalami deflasi sebesar,26% (yoy). Inflasi administered price pada triwulan laporan terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik dan harga rokok kretek filter. Kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan oleh kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait penyesuaian tarif listrik sebagai dampak 45

64 Perkembangan Inflasi Daerah kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar Rupiah di bulan Agustus 216, serta kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok sebesar 11,19% per tahun. Jika dilihat per kota perhitungan inflasi di Provinsi Riau, meningkatnya tekanan inflasi administered price terjadi di Kota Dumai dari 1,25% (yoy) pada triwulan II-216 menjadi 1,67% (yoy) pada triwulan III-216. Inflasi administred price tertinggi kedua pada triwulan laporan terjadi di Kota Tembilahan sebesar,75% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,65% (yoy). Sementara itu, di Kota Pekanbaru kelompok administered price tercatat deflasi,61% (yoy), namun tidak serendah deflasi pada triwulan II-216 yang sebesar,87% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS, diolah 2.3 Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan Secara tahunan inflasi IHK Riau sampai dengan Oktober 216 mencapai 4,8% (yoy) atau secara kumulatif Januari-Oktober 216 mengalami inflasi sebesar 2,64% (ytd), meningkat jika dibandingkan posisi September 216 yang secara kumulatif realisasi inflasi sebesar 1,99% (ytd) dan secara tahunan 3,27% (yoy). Namun demikian realisasi inflasi sampai dengan Oktober tersebut masih berada di kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia 4±1% (yoy). Jika dilihat per kelompok disagregasi, peningkatan inflasi berasal dari tekanan inflasi volatile food yaitu kenaikan harga cabai merah dan daging ayam ras akibat gangguan pasokan, serta kenaikan tarif listrik, harga rokok putih, rokok kretek filter dan rokok kretek. Tarif listrik di bulan Oktober 216 mengalami kenaikan seiring dengan adanya penyesuaian tarif listrik sebagai dampak kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar Rupiah dibulan Agustus 216, sementara inflasi pada komoditas rokok didorong oleh kenaikan cukai 46

65 Perkembangan Inflasi Daerah rokok. Namun demikian jika dilihat secara historis, inflasi IHK secara year on year pada bulan Oktober tahun 216 masih relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historis 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar 5,85% (yoy). Grafik Inflasi Kumulatif Riau (% Ytd) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Sumber : BPS, diolah Ke depan, inflasi diperkirakan masih berada pada sasaran inflasi nasional 216, yaitu pada kisaran 4%±1% (yoy). Pada bulan November 216, inflasi secara bulanan (mtm) diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Oktober 216. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi pada kelompok disagregasi administered price yakni penurunan tarif dasar listrik rata-rata Rp3 per kwh pada 12 golongan yang tidak mendapatkan subsidi. Penurunan tarif listrik ini disebabkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar USD dan penurunan harga minyak Indonesia. Sementara itu, koordinasi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi volatile food akibat adanya fenomena La Nina yang masih berpotensi menyebabkan banjir, longsor dan puting beliung sehingga dapat menganggu produksi daerah sentra pertanian dan berpotensi memberikan gangguan dari sisi supply. Namun demikian tekanan inflasi kelompok bahan makanan secara keseluruhan diperkirakan akan berkurang pada periode November 216. Koordinasi dalam pengendalian tekanan inflasi ini akan terus diperkuat melalui upaya menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi agar tetap terkendali. 47

66 Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 May-15 Jun-15 Jul-15 Aug-15 Sep-15 Oct-15 Nov-15 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Pergerakan Inflasi Tahunan % YOY Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Grafik Perkiraan Harga 3 Bulan Ke Depan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik Perbandingan Inflasi Oktober Inflasi Bulan Oktober (% mtm) Oktober 216 Avg Oktober ( ) Sumber : BPS, diolah Grafik Grafik Perkiraan Perkiraan Harga Harga Per Kelompok Per Kelompok Barang Sumber : Su rvei Konsumen Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia.6 Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Bahan makanan Makanan jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Sandang Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau Kegiatan pengendalian inflasi yang dilakukan di Provinsi Riau pada periode laporan adalah terus meningkatkan koordinasi untuk mengendalikan harga. Pada jangka pendek, TPID berkoordinasi dan menyusun program yang akan fokus pada 7 program prioritas antara lain: (i) meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian (fokus komoditas padi, cabai merah, bawang merah, daging sapi, daging ayam); (ii) mendorong pembangunan infrastruktur yang mendukung kelancaran produksi/distribusi hasil pertanian; (iii) perbaikan struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif dan efisien; (iv) peningkatan kegiatan intervensi dalam rangka stabilisasi harga; (v) pengelolaan dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa yang ditetapkan pemerintah pusat; (vi) mendorong ketersediaan informasi surplus defisit, ketersediaan stok distributor, dan monitoring harga harian; (vii) peningkatan koordinasi intensif antar SKPD anggota TPID dan antar TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota terutama dalam hal sharing program pengelolaan inflasi, serta rencana kerjasama antar daerah. 48

67 Perkembangan Inflasi Daerah Pada jangka menengah, TPID akan melakukan evaluasi rumusan Roadmap TPID Tahun 215 untuk memonitor perkembangan kegiatan pengendalian inflasi yang dilakukan, fokus pada komoditas volatile food beras, cabe merah, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras. Evaluasi meliputi beberapa aspek diantaranya: progress dan kendala pelaksanaan program perbaikan sarana irigasi, pencetakan lahan sawah baru, perbaikan teknis budidaya cabe, pengembangan bawang merah varietas Bima, penyusunan masterplan pengembangan tanaman hortikultura, dan sebagainya. Roadmap tersebut kemudian akan dilengkapi dengan penyesuaian program kerja terbaru dan telah ditandatangani sebagai bentuk komitmen pelaksanaan program TPID. Roadmap tersebut juga akan dilengkapi rencana tindak lanjut hasil Rakornas VII TPID. Adapun pokok pembahasan dalam dalam Rakornas adalah: (i) Pemerintah Daerah perlu memberi perhatian khusus yang berimbang pada pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi; (ii) Pemerintah Daerah perlu segera merealisasikan APBD guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah; (iii) Dalam konteks pengendalian inflasi, Pemerintah Daerah perlu mengambil langkah-langkah konkrit untuk menjaga inflasi ke tingkat yang rendah dan stabil; serta (iv) Koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci untuk menghadapi berbagai tantangan perekonomian domestik maupun global. Cakupan prioritas program pengendalian inflasi daerah ke depan antara lain: a. Penguataan kelembagaan TPID di seluruh Kabupaten/Kota. b. Merumuskan dukungan intervensi atau program pengendalian harga yang diperlukan dengan alokasi APBD. c. Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan monitoring kewajaran stok pangan di gudang-gudang daerah secara berkala. d. Monitoring kondisi infrastruktur distribusi pangan daerah. e. Mencermati kondisi distribusi pasokan pangan dan mengidentifikasi faktorfaktor yang memicu disparitas harga. 49

68 Boks z Implementasi Permendag No. 63/M-Dag/Per Tahun 216 Dalam upaya pengendalian harga terutama bahan pangan pokok masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Perdagangan No. 63/M-Dag/Per Tahun 216 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Peraturan yang ditetapkan sejak tanggal 9 September 216 tersebut memiliki pokok pembahasan mengenai penetapan harga 7 (tujuh) komoditas baik di tingkat produsen maupun konsumen. Komoditas yang ditetapkan harga acuannya adalah (i) beras; (ii) jagung; (iii) kedelai; (iv) gula; (v) bawang merah; (vi) cabai; dan (vii) daging sapi. Mekanisme stabilisasi harga tersebut akan dikelola oleh Bulog dan/atau BUMN bekerjasama dengan BUMD, Koperasi dan/atau Swasta. Kebijakan tersebut mengatur mengenai harga beli di tingkat produsen dan harga jual di tingkat konsumen dengan mempertimbangkan struktur biaya yang wajar mencakup antara lain biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan/atau biaya lain. Penetapan harga tersebut ditetapka oleh Menteri yang akan dikaji setiap 4 bulan untuk menilai relevansi dengan kondisi di lapangan.

69 Peraturan tersebut dipandang relevan untuk menjadi solusi bagi fluktuasi harga bahan pangan pokok yang merugikan baik dari sisi produsen maupun konsumen. Pola musim tanam yang relatif masih serentak membuat beberapa komoditas mengalami fluktuasi yang sangat tinggi. Pada periode panen raya, harga bahan pangan cenderung menurun dikarenakan pasokan melimpah. Hal tersebut menjadikan disinsentif bagi para petani yang memiliki struktur biaya realtif tetap. Sementara di saat musim paceklik, keterbatasan pasokan membuat harga jual di tingkat konsumen meningkat. Dengan penetapan harga pembelian di tingkat produsen, petani memiliki kepastian harga penjualan sehingga menjaga keberlangsungan usaha pertanian pangan. Sementara di sisi konsumen penetapan harga jual memberikan kepastian harga komoditas di pasar. Pengelolaan 3 komoditas (beras, jagung, dan kedelai) akan ditangani oleh Bulog sementara untuk 4 komoditas lain (gula, bawang merah, cabai, dan daging sapi) dapat dikelola oleh Bulog dan/atau BUMN bekerjasama dengan BUMD, Koperasi dan/atau pihak swasta.

70 Implementasi peraturan tersebut di Provinsi Riau dapat menjaga stabilitas harga terutama untuk komoditas utama agar berada pada tingkat yang wajar. Namun dalam penerapan di lapangan, masih terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian: 1. Provinsi Riau belum memiliki BUMD yang mengelola pangan secara berkelanjutan, sehingga implementasi pengelolaan cadangan pangan dan stabilisasi harga bergantung terhadap peran Bulog dan BUMN yang memiliki keterbatasan dalam menjawab tantangan dengan karakteristik spesifik di masing-masing daerah. 2. Diperlukan upaya peningkatan infrastruktur pendukung dalam pengelolaan cadangan pangan terutama ketersediaan gudang untuk penyimpanan komoditas yang bersifat perishable. Kondisi gudang Bulog di Riau secara desain baru mampu menampung komoditas beras. Upaya penyimpanan komoditas lain perlu menambah spesifikasi sarana yang memadai. 3. Upaya perlindungan komoditas lokal yang terkendala dengan kualitas yang belum memadai. Penetapan harga pembelian minimum di tingkat petani menemui tantangan dikarenakan secara kualitas, produksi lokal memiliki standar yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan produksi impor. Sehingga pelaku usaha hilir cenderung memilih komoditas impor dikarenakan memiliki kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih rendah. 4. Upaya stabilisasi harga terkendala dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki. BUMD yang dibiayai oleh APBD tidak memiliki dukungan anggaran yang memadai untuk dapat mengelola cadangan pangan dan melakukan intervensi pasar apabila dilakukan. 5. Perlunya penetapan harga acuan dengan mempertimbangan karakteristik masing-masing daerah. Perbedaan kondisi infrastruktur dasar dan panjang rantai nilai belum diakomodir dengan optimal oleh peraturan, sehingga penetapan harga beli di petani dan harga jual di pedagang akan menemui kendala untuk diterapkan. Diperlukan kebijakan khusus yang dapat mengakomodir perbedaan/variasi harga di masing-masing daerah sesuai karakteristik daerah.

71 Ilustrasi tantangan dalam penetapan harga beli di tingkat produsen:

72 Keuangan Pemerintah Bab 3 ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH 1. Kondisi Umum Perkembangan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau 1 hingga triwulan III 216 secara umum lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan III 216 Anggaran Pendapatan Daerah telah terealisasi sebesar 64,58% dari total yang dianggarkan, sementara itu 1 APBD Provinsi Riau yang dimaksud dalam bab ini adalah APBD Pemerintah Provinsi Riau. 5

73 Keuangan Pemerintah realisasi Anggaran Belanja Daerah telah mencapai 38,68% dari total yang dianggarkan. Grafik 3.1. Realisasi APBD Provinsi Riau Tw III 215 dan Tw III 216 Rp. Triliun Pendapatan Daerah Belanja Daerah ,65 3,24 4,9 4,24 2 Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Tw III 215 Tw III 216 Sumber : BPKAD Provinsi Riau 2. Realisasi APBD Triwulan III 216 Alokasi APBD Provinsi Riau pada tahun 216 secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 215. Dari sisi pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,72 triliun pada tahun 215 menjadi Rp7,58 triliun pada tahun 216. Kondisi ini didorong oleh penurunan rata-rata harga minyak internasional yaitu dari USD 48,68/Barel di tahun 215 menjadi USD 34,27/ Barel di tahun 216, yang berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 65% (yoy) dari Rp2,9 triliun pada tahun 215 menjadi Rp1,1 triliun pada tahun 216. Di samping faktor harga, penurunan Dana Bagi Hasil juga disebabkan karena adanya penurunan lifting minyak bumi akibat natural declining. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 216 relatif meningkat dibandingkan tahun 215 sebesar 2,69% (yoy) yaitu dari Rp1,68 triliun pada tahun 215 menjadi Rp1,97 triliun pada tahun 216. Peningkatan utamanya berasal dari anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah Kab/Kota. 51

74 Keuangan Pemerintah Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Triwulan III 215 dan Triwulan III 216 Uraian Triwulan III 215 Triwulan III 216 Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Pendapatan Daerah 8.721, ,8 64,84% 7.588,65 4.9,4 64,58% Belanja Daerah 1.683, ,22 3,33% 1.972, ,52 38,68% Pembiayaan Daerah 1.962, ,56 22,89% 3.383, ,9 92,57% Surplus / (Defisit) ,4 2.19,16-12,89% ,43 251,53-7,43% Sumber : BPKAD Provinsi Riau Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada triwulan III 216 khususnya belanja pemerintah daerah relatif meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, sementara realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah Provinsi Riau pada triwulan III 216 masing-masing mencapai 64,58% dan 38,68% sementara realisasi pada triwulan yang sama tahun 215 tercatat sebesar 64,84% dan 3,33% dari total anggaran. Rendahnya realisasi belanja pemerintah selama dua tahun terakhir disinyalir juga menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi APBD khususnya dari sisi belanja daerah pada tahun Realisasi Pendapatan Realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau hingga triwulan III 216 tercatat sebesar 64,58%, relatif sama dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat 64,84%. Penurunan realisasi pendapatan didorong oleh penurunan realisasi kelompok pendapatan asli daerah (PAD). Grafik 3.2. Realisasi Pendapatan APBD Prov Riau Tw III 215 dan Tw III 216 Rp Triliun Realisasi Tw III 215 Realisasi TW III , ,11,6 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Sumber : BPKAD Provinsi Riau 52

75 Keuangan Pemerintah Komponen utama yang mendorong penurunan realisasi PAD berasal dari realisasi pajak daerah yang baru mencapai Rp1,59 triliun atau sebesar 57,54% dari total yang dianggarkan pada tahun 216, yaitu sebesar Rp2,76 triliun. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,9 triliun atau sebesar 65,27% dari total yang dianggarkan. Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan III Tahun 215 dan 216 Tw III 215 Tw III 216 Uraian (Miliar Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % PENDAPATAN DAERAH 8.721, ,8 64, ,64 4.9,4 64,58 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.656, ,69 71, , ,5 6,58 Pajak Daerah 2.924, ,7 65, , ,26 57,54 Retribusi Daerah 24,37 14,35 58,87 11, 9,63 87,55 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 28,54 177,33 85,3 218, 75,81 34,78 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 498,52 523,94 15,1 51, 44,8 87,98 DANA PERIMBANGAN 4.196, ,32 56, , ,5 67,95 Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 559,67 73,45 13,51 877,34 568,62 64,81 Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2.93, ,93 37,3 1.15,83 63,22 62,4 Pendapatan Dana Alokasi Umum 654,22 545,18 83,33 737,74 548,3 74,32 Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79,2 23,76 3, 1.454, ,91 7,75 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 868,88 656,7 75,51 7,82 6,85 87,6 Hibah ,82 1,85 65,6 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 868,88 656,7 75,51 5, 5, 1, Sumber : BPKAD Provinsi Riau Sementara itu, pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan hingga triwulan III 216 tercatat mencapai Rp2,77 triliun atau sebesar 67,95% dari total yang dianggarkan. Realisasi ini relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp2,37 triliun atau 56,58% dari total yang dianggarkan. Peningkatan realisasi Dana Perimbangan berasal dari komponen pendapatan dana alokasi khusus yang pada triwulan III 216 tercatat realisasi sebesar Rp 1,2 triliun atau sebesar 7,75% dari yang dianggarkan. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana Dana Alokasi Khusus hanya terealisasi sebesar Rp 23,76 miliar atau 3% dari yang dianggarkan. Adanya peningkatan pendapatan dari Dana Alokasi Khusus sejalan dengan beberapa proyek pemerintah pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai dan rencana pembangunan jalur lintas kereta api trans-sumatera. Penurunan pendapatan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam diperkirakan mencapai 65% pada tahun 216. Kondisi ini terjadi akibat penurunan 53

76 Keuangan Pemerintah harga minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang disebabkan oleh kondisi sumur yang semakin tua (natural declining) Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau sampai dengan triwulan III-216 tercatat sebesar Rp4,24 triliun atau sebesar 38,68% dari total alokasi anggaran. Anggaran belanja langsung pada tahun 216 secara umum menurun dibandingkan tahun 215, khususnya pada komponen belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja barang dan jasa pada tahun 216 dianggarkan sebanyak Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun 215 yang dianggarkan sebanyak Rp3,1 triliun. Sementara itu, belanja modal yang dianggarkan pada tahun 216 adalah sebesar Rp2,53 triliun, juga menurun jika dibandingkan tahun 215 yang sebesar Rp2,9 triliun. Penurunan alokasi anggaran diperkirakan akibat penyesuaian terhadap menurunnya pendapatan di tahun 216. Di sisi lain, rencana anggaran kelompok belanja tidak langsung pada tahun 216 cenderung meningkat dibandingkan tahun 215, yaitu dari Rp4,4 triliun menjadi Rp5,38 triliun. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada belanja hibah, belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja pegawai, serta belanja bantuan keuangan. Kondisi ini diperkirakan karena fokus pemerintahan di tahun 216 yang lebih menitikberatkan pada percepatan pembangunan di pedesaan. Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tw III 215 dan Tw III 216 Triwulan III 215 Triwulan III 216 Uraian (Miliar Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % BELANJA DAERAH 1.683, ,22 3, , ,52 38,68 BELANJA TIDAK LANGSUNG 4.42, ,84 45, , ,54 43,85 Belanja Pegawai 1.122,75 676,8 6, ,95 73,13 6,69 Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 1.7,65 679,37 63, ,61 956,52 73,94 Belanja Bantuan Sosial 7, , 5,27 52,7 Belanja Bagi Hasil 1.159,15 538,39 46, ,58 486,26 37,88 Belanja Bantuan Keuangan 1.32,47 128,28 12, ,21 184,36 11,67 Belanja Tidak Terduga 1, , - - BELANJA LANGSUNG 6.281, ,38 19, , ,98 33,69 Belanja Pegawai 272,81 113,71 41,68 34,56 174,36 51,2 Belanja Barang dan Jasa 3.17,85 539,56 17, ,4 98,92 33,53 Belanja Modal 2.91,12 564,11 19, ,12 797,7 31,5 Sumber : BPKAD Provinsi Riau 54

77 Keuangan Pemerintah Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada triwulan III 216 tercatat sebesar Rp4,24 triliun atau 38,68% dari total belanja sebesar Rp1,97 triliun yang dianggarkan dalam APBD 216. Kondisi ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan realisasi belanja daerah pada triwulan III tahun 215 yang tercatat sebesar Rp3,24 triliun atau 3,33% dari total belanja sebesar Rp1,68 triliun pada APBD 215. Penyerapan anggaran belanja daerah khususnya belanja langsung mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III 216 ini realisasi belanja langsung di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp1,8 triliun atau sebesar 33,69% dari total anggaran belanja langsung sebesar Rp5,58 triliun. Kondisi ini meningkat jika dibandingkan dengan realisasi belanja langsung pada triwulan III 215 yang baru mencapai 19,38% dari anggaran belanja langsung. Meningkatnya realisasi belanja langsung pada triwulan III 216 bersumber dari realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa maupun belanja modal yang tercatat relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga September 216, realisasi belanja pegawai Provinsi Riau tercatat mencapai Rp174,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 215 yang baru mencapai Rp113,71 miliar. Selanjutnya, realisasi belanja barang dan jasa hingga akhir September 216 mencapai Rp98,92 miliar, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp539,56 miliar, sementara realisasi belanja modal mencapai Rp797,7 miliar lebih tinggi dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp564,11 miliar. 55

78 Keuangan Pemerintah Grafik 3.3. Realisasi Belanja Langsung Tw III 215 dan Tw III 216 Rp Miliar Realisasi Tw III 215 Realisasi TW III ,92 797, ,36 1 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : BPKAD Provinsi Riau Meskipun relatif lebih baik dibanding tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau hingga akhir tahun 216 masih perlu mendapat perhatian serius. Adapun kendala dalam realisasi belanja APBD di Provinsi Riau antara lain: 1. Keterlambatan pengesahan APBD Kabupaten/Kota/Provinsi, termasuk keterlambatan Daerah dalam menetapkan Perda APBD dan terlambatnya penyusunan dan penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD; 2. Belum kuatnya manajemen keuangan daerah, dan masih lemahnya pemantauan pelaksanaan program/ kegiatan dengan belum diberlakukannya reward dan punishment bagi SKPD yang tidak dapat memenuhi target penyerapan; 3. Belum memadainya kemampuan manajemen pelaksanaaan proyek, antara lain kurangnya koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah, dan keterbatasan SDM terkait dengan persiapan teknis, penyusunan RAB, dan desain konstruksi atas pekerjaan fisik. 4. Tingginya pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan pada awal tahun anggaran. 5. Pemerintah Daerah sangat berhati-hati dalam melaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa melalui lelang di daerah, sehingga terkadang proses lelang 56

79 Keuangan Pemerintah mengalami keterlambatan. Proses pengadaan barang dan/atau jasa dapat terhambat karena: a. Tidak terdapat tenaga ahli (PPK) yang memadai pada masing-masing satker, kurangnya personil yang mempunyai sertifikasi pengadaan barang dan jasa; termasuk Keengganan pegawai untuk ditunjuk menjadi PPK karena takut terjerat kasus hukum oleh oknum di kepolisian dan kejaksaan. b. Belum ditetapkannya pengelola anggaran dan pengelola kegiatan/ pengadaan; c. Perencanaan pengadaan yang mengalami keterlambatan, meliputi penetapan jadwal pengadaan, penyusunan dan penetapan dokumen pengadaan, serta pengumuman pengadaan. 6. Terdapatnya double penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah terhadap kegiatan yang sama sehingga anggaran tidak terserap dengan maksimal. 7. Kurang baiknya perencanaan anggaran yang berdampak terhadap adanya revisi anggaran di pertengahan tahun. Hal ini biasanya akan menyebabkan program dan kegiatan dimana program dan kegiatan yang belum/tidak direncanakan sebelumnya tidak dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran, karena harus menunggu perubahan anggaran (APBD-P). Solusi yang ditempuh agar penyerapan APBD di Provinsi Riau lebih maskimal kedepannya antara lain : 1. Menyusun rencana penyerapan anggaran (disbursement plan) yang sinkron dengan rencana pengadaan (procurement plan). 2. Mengurangi pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan di awal tahun anggaran sehingga kelancaran pelaksanaan anggaran pada tahun berjalan dapat dilakukan dengan baik. 3. Komitmen dan kesepakatan antara legislatif dan yudikatif terhadap pentingnya ketepatan waktu dalam penyusunan anggaran. 4. Penyusunan program di daerah berpatokan pada RPJMD dengan mengacu kepada RPJMN. 57

80 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dan UMKM 1. Kondisi Umum Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III-216 cenderung membaik jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tercermin dari pertumbuhan Aset dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang membaik, namun demikian penyaluran Kredit justru mengalami perlambatan. Pada triwulan III-216 aset perbankan tercatat mencapai Rp89,19 triliun, membaik dari kontraksi 11,28% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi sebesar 7,58% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp67,31 triliun, membaik dari kontraksi 6,66% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi sebesar 3,93% (yoy) pada triwulan III

81 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Berbanding terbalik dengan perkembangan aset dan DPK yang mengalami perbaikan, penyaluran kredit pada triwulan III-216 mengalami perlambatan, yaitu dari tumbuh 7,94% di triwulan II 216 menjadi 6,26% (yoy) dengan nilai mencapai Rp59,36 triliun. Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, kualitas kredit yang disalurkan perbankan di provinsi Riau tercatat mengalami perbaikan. NPL perbankan di triwulan III-216 tercatat sebesar 4,13%, sedikit membaik dibandingkan dengan NPL di triwulan II-216 yang sebesar 4,14%. Dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan DPK yang membaik, LDR perbankan provinsi Riau mengalami penurunan dari 89,11% pada triwulan II 216 menjadi 88,18% pada triwulan III 216. Hal ini mencerminkan ruang penyaluran kredit masih terbuka serta likuiditas perbankan yang terjaga. Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta) Indikator (yoy, %) I II III IV I II III Tw I 216 Tw II 216 Tw III 216 Aset (Rp Juta) (6,5) (11,28) (7,58) - Bank Umum (6,65) (11,48) (7,78) - BPR/S ,82 5,61 8,69 Kredit (Rp Juta) ,33 7,94 6,26 - Bank Umum ,35 7,98 6,3 - BPR/S ,8 5,13 4,8 Kredit UMKM (Rp Juta) ,48 2,8 3,2 Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) (5,77) (6,66) (3,93) - Bank Umum (5,92) (6,82) (4,8) - BPR/S , , ,95 5,64 6,31 7,51 LDR 79,6% 77,6% 79,72% 91,29% 9,5% 89,11% 88,18% NPL 3,82% 4,33% 4,5% 3,86% 4,23% 4,14% 4,13% - Bank Umum 3,64% 4,16% 4,34% 3,71% 4,7% 3,98% 3,91% - BPR/S 14,45% 13,84% 14,39% 12,92% 14,8% 13,76% 14,7% Sumber : Bank Indonesia 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Aset Pada triwulan III 216, aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp87,9 triliun, atau mengalami kontraksi 7,78% (yoy). Kondisi tersebut lebih baik jika dibandingkan triwulan II 216 yang mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 11,48% (yoy). Jika dilihat secara triwulanan aset bank umum mengalami ekspansi sebesar,86% (qtq), melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami ekspansi sebesar 3,12% (qtq). 59

82 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Rp Triliun Aset g - yoy (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Persen (%) Rp Triliun Pemerintah Swasta Total (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kepemilikannya, membaiknya pertumbuhan aset bank umum pada triwulan laporan terutama bersumber dari aset kelompok bank umum pemerintah masih mengalami kontraksi 1,94% (yoy), namun lebih baik jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 16,5% (yoy). Sementara pertumbuhan aset bank swasta mengalami pertumbuhan sebesar,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,74% (yoy). Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 7,82% mengalami peningkatan dibandingkan share pada triwulan sebelumnya yang sebesar 7,48%. Grafik 4.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 4.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Rp Triliun 11 Konvensional Total Syariah (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Konvensional Syariah I II III IV I II III IV I II III IV I II III 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1,, Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kegiatannya, aset bank umum konvensional (pangsa 93,44%) pada triwulan III-216 tercatat mengalami kontraksi sebesar 9,14% (yoy) dengan nilai mencapai Rp82,14 triliun, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 13,5% (yoy) dengan nilai mencapai Rp81,43 triliun. Namun berbeda dengan kinerja bank umum konvensional yang mengalami 6

83 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM perbaikan pertumbuhan aset, bank umum syariah (pangsa 6,56%) mengalami perlambatan pertumbuhan aset dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 216, aset bank umum syariah tumbuh sebesar 12,22% (yoy) dengan nilai mencapai Rp5,77 miliar, melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,14% (yoy) dengan nilai Rp 5,72 miliar Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat mengalami kontraksi 4,8% (yoy), membaik jika dibandingkan triwulan II 216 yang mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 6,82% (yoy). Membaiknya pertumbuhan DPK pada triwulan III 216 ditopang oleh Deposito (pangsa 36,%) yang walaupun mengalami kontraksi 8,2% (yoy) lebih membaik jika dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 16,8% (yoy). Sementara itu komponen giro (pangsa 17,2%) relatif tidak berubah jika dibandingkan triwulan sebelumnya, dimana pada triwulan III 216 mengalami kontraksi 23,6% (yoy), sedikit lebih baik dari triwulan II 216 mengalami kontraksi sebesar 23,59% (yoy). Di sisi lain Tabungan (pangsa 46,98%) mengalami perlambatan pertumbuhan dari 11,61% (yoy) di triwulan II-216 menjadi 9,68% (yoy) di Triwulan III-216. Grafik 4.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan RpTriliun DPK Giro Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Persen (%) Sumber : Bank Indonesia Giro Tabungan Deposito DPK I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Membaiknya pertumbuhan deposito ditopang baik deposito milik pemerintah maupun swasta yang mengalami perbaikan kinerja. Deposito milik pemerintah pada triwulan III 216 mengalami kontraksi sebesar 4,52% (yoy), membaik jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi lebih dalam sebesar 59,% (yoy). Sementara deposito sektor swasta tumbuh sebesar 17,2% (yoy) membaik jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 52,3% (yoy). 61

84 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Namun demikian membaiknya pertumbuhan DPK tertahan oleh melambatnya pertumbuhan tabungan di sektor pemerintah yang mengalami kontraksi 7,27% (yoy) pada triwulan III 216, menurun dibanding triwulan II 216 yang mengalami pertumbuhan 11,93% (yoy). Menurunnya tabungan pemerintah seiring dengan terkontraksinya tabungan pemerintah pusat sebesar 42,59% di triwulan III 216, yang mengindikasikan terjadi penyaluran dana oleh pemerintah ke masyarakat sebagai upaya untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Sementara itu tabungan di sektor perorangan justru melambat dari tumbuh 15,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi tumbuh sebesar 9,11% (yoy) pada triwulan III 216. Kondisi tersebut di atas mengindikasikan adanya switching preferensi masyarakat dalam hal menyimpan uangnya ke produk yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi terkait kebijakan penurunan tingkat suku bunga. Tabel 4.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar) RpMiliar Sumber : Bank Indonesia 2.3. Perkembangan Penyaluran Kredit Pada triwulan III-216, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp58,41 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 6,3% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 7,98%(yoy). Perlambatan penyaluran kredit menunjukkan masih rendahnya permintaan kredit pada triwulan laporan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas (mengalami perlambatan) I II III IV I II III g - yoy Pemerintah ,68 Pemerintah Pusat ,22 Pemerintah Daerah ,82 Badan/ Lembaga Pemerintah ,78 Badan Usaha Milik Negara ,8 Badan Usaha Milik Daerah ,58 Swasta ,78 Perusahaan Asuransi ,62 Perusahaan Swasta ,93 Yayasan dan Badan Sosial ,52 Koperasi ,16 Lainnya ,63 Perorangan ,6 62

85 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Rp Triliun Modal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Persen (%) Modal kerja Investasi 35 Konsumsi Produktif 3 Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya penyaluran kredit pada triwulan III-216 terjadi pada penyaluran kredit pada sektor pemerintah yang tumbuh sebesar 12,19% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh 14,4 (yoy). Sementara itu penyaluran kredit di sektor swasta mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 5,67% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi 4,43% (yoy). Jika dilihat penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaanya, kredit investasi (pangsa 29,34%) mengalami kontraksi sebesar 1,69% (yoy) dengan nilai Rp 17,13 triliun, menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 2,6% (yoy) dengan nilai Rp17,57 triliun. Sementara kredit modal kerja (pangsa 31,86%) mengalami perlambatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari tumbuh 11,1% (yoy) di triwulan II 216, melambat menjadi 1,77% (yoy) di triwulan III 216 dengan nilai Rp 18,61 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi pada kredit konsumsi (pangsa 38,8%) yang tumbuh dari 1,5% (yoy) di triwulan II-216 menjadi 9,39% (yoy) di triwulan III-216 dengan nilai Rp22,66 triliun. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penyaluran kredit produktif di triwulan III-216 mencapai Rp35,75 triliun atau tumbuh melambat sebesar 4,43% (yoy). Dibandingkan triwulan II 216 yang tumbuh sebesar 7,98% (yoy). 63

86 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Rptriliun Pemerintah Swasta Rupiah Valas (Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia 2 1 Grafik 4.1. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Persen (%) Persen (%) 25 Pemerintah Swasta Rupiah Valas (Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Sementara itu perlambatan kredit juga terjadi pada penyaluran kredit berdasarkan valuta. Penyaluran kredit valas mencapai Rp742,9 miliar mengalami kontraksi sebesar 37,5% (yoy), lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 28,15% (yoy). Hal ini diikuti oleh penyaluran kredit dalam mata uang Rupiah yang mengalami perlambatan. Kredit Rupiah mencapai Rp57,66 triliun, tumbuh 7,27% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,78% (yoy). 3. Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 88,1%, lebih rendah dibandingkan LDR pada triwulan II-216 yang tercatat 88,89%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 1% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. 64

87 Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdag, resto.. Pengangkutan, pe.. Jasa Lainnya KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau Rp Triliun DPK Kredit LDR (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Sumber : Bank Indonesia NPL kredit bank umum pada periode laporan menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,98% menjadi 3,91%. Tingkat NPL kredit bank umum yang menurun menunjukkan trend perbaikan kualitas kredit yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau dalam kurun 3 bulan terakhir. Dengan demikian kualitas kredit di Provinsi Riau masih berada di bawah batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) namun perlu menjadi perhatian oleh perbankan, mengingat kecenderungan NPL dapat meningkat di triwulan berikutnya. Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan II-216 1,8 1,6 1,4 1,2 1,,8,6,4,2 - RpTriliun Persen (%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Kurang lancar Diragukan Macet Diragukan ,22-27,94 96,25 71,45-23,71-3,92 14,61-48,38-1,15 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 65

88 Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan.. Konstruksi Perdagangan, res.. Pengangkutan, per.. Jasa Lainnya KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II-216 Grafik NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II-216 Pertanian ,77 Persen (%) 6,44 6,19 22,45 21,95 5,79,21 2,88,8 Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, resto dan hotel Pengangkutan, pergudangan ,83 1,29 2,8,92 6,67 6,25 4,25 2,3 Jasa 34,1 Lainnya Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor pengangkutan dan pergudangan yaitu sebesar 1,77%, meningkat dibandingkan triwulan II 216 yang sebesar 4,61%. Beberapa sektor lain yang memilki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah sektor konstruksi sebesar 6,67% dan sektor perdagangan yaitu 6,25%. Namun demikian pada kedua sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. 4. Stabilitas Sistem Keuangan 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan III 216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 22,76% dan 21,6% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp13,29 triliun dan Rp12,62 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari tingginya porsi kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,2%dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp12,39 triliun. Sedangkan subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 18,67% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,36 triliun. Pada triwulan III 216 penyaluran kredit kepada sektor pertanian menurun yaitu tercatat tumbuh 9,48% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 216 yang tumbuh 66

89 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sebesar 13,11% (yoy), begitu pula dengan penyaluran kredit di sektor perdagangan yang juga melambat dari tumbuh sebesar 11,28% (yoy) di triwulan II 216, menjadi tumbuh 9,88% (yoy) di triwulan III 216. Tabel 4.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) RpTriliun I II III IV I II III Pangsa g (yoy) Pertanian 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 13,43 13,29 22,76 9,48 Pertambangan,39,5,42,45,36,4,38,66 (8,6) Perindustrian 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 2,52 2,38 4,8 4,46 Listrik, gas dan air,11,1,11,22,21,2,19,32 77,4 Konstruksi 1,76 1,88 2,14 1,9 1,73 1,85 2,1 3,45 (6,1) Perdag, resto dan hotel 11,2 11,47 11,48 12,4 12,18 12,76 12,62 21,6 9,88 Pengangkutan, pergud 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 1,38 1,33 2,28 (13,7) Jasa 4,8 4,24 4,8 4,5 3,76 3,64 3,51 6,2 (13,96) Lainnya 19,65 2,11 2,74 21,43 21,58 22,15 22,68 38,82 9,34 Total 52,4 54,1 54,95 56,54 56,25 58,33 58,41 1, 6,3 Sumber : Bank Indonesia Menurunnya penyaluran kredit sektor pertanian utamanya didorong oleh penurunan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan III 216 tumbuh sebesar 11,27% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,51% (yoy). Hal ini ditengarai akibat masih rendahnya harga komoditas kelapa sawit dan turunannya sehingga perbankan melihat adanya peningkatan faktor risiko dalam penyaluran kredit yang menyebabkan perbankan lebih berhati-hati di dalam penyaluran kredit ke subsektor ini. Sementara itu menurunnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya didorong oleh melambatnya penyaluran kredit pada sub sektor hotel berbintang dimana pada triwulan II 216 tumbuh sebesar 47,18% (yoy) melambat dibanding triwulan III 216 yang tumbuh 34,62% (yoy). Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216 Grafik Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216 Persen (%) Hotel bintang Perdagangan eceran bahan konstruksi,3 34,62 Perdagangan eceran bahan konstruksi Perdagangan eceran komoditi lainnya 5, 5,57 Persen (%) Perdagangan eceran komoditi lainnya Perdagangan kelapa dan kelapa sawit 6,52 13,95 Perdagangan kelapa dan kelapa sawit 5,27 Perdagangan eceran didominasi makanan 3,97 Perdagangan eceran didominasi makanan 18,67 Perkebunan karet dan getah lainnya Perkebunan karet dan getah lainnya 2,45 Perkebunan kelapa sawit 11,27 Perkebunan kelapa sawit 93,2-3, -2, -1,, 1, 2, 3, 4, Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia, 5, 1, 67

90 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.4. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) Sektor Ekonomi (Rp Triliun) I II III IV I II III Pangsa g (yoy) Pertanian 19,34 19,83 2,24 24,91 24,43 25,25 25,79 3,32% 27,42 Pertambangan dan Penggalian 1,18 1,21 1,11 1,8,92,95,94 1,1% -15,38 Industri Pengolahan 9,3 8,72 9,23 8,98 8,31 8,44 7,14 8,39% -22,62 Listrik, Gas dan Air,45,45,48 1,76 1,65 1,75 1,39 1,64% 187,71 Konstruksi 1,95 2,23 2,46 2,29 2,17 2,35 2,32 2,72% -5,81 Perdagangan 12,4 12,5 12,59 14,36 14,59 14,96 14,96 17,58% 18,81 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 1,93 1,89 1,96 1,94 1,85 1,89 1,73 2,4% -11,69 Jasa 4,53 4,67 4,37 4,77 4,61 4,48 4,53 5,32% 3,56 Lainnya 23,6 24,17 24,93 25,13 25,28 25,69 26,26 3,87% 5,35 TOTAL KREDIT 74,5 75,67 77,37 85,22 83,82 85,76 85,6 1,% 9,94 Sejalan dengan kredit berdasarkan lokasi bank, jumlah penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan III 216 tercatat sebesar Rp85,6 triliun atau tumbuh sebesar 9,94% (yoy) menurun jika dibandingkan triwulan II 216 yang tercatat sebesar Rp85,76 triliun atau tumbuh sebesar 13,33% (yoy). Penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 3,32% dan 17,58% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp25,79 triliun dan Rp14,96 triliun. Secara sektoral NPL sektor pertanian pada triwulan III 216 berada pada level 3,83% membaik jika dibandingkan triwulan II 216 yang sebesar 4,25%, sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan III 216 berada pada level 6,25% membaik jika dibandingkan triwulan II 216 yang sebesar 6,52%. Namun demikian level tersebut telah berada diatas treshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, sehingga penyaluran kredit secara ekspansif di sektor perdagangan diharapkan harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, optimisme masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja berada pada level 81,25 (di bawah 1) hal ini sebagai dampak belum pulihnya kondisi keuangan korporasi atas pelemahan harga komoditas yang terjadi sehingga sebagian besar korporasi masih melakukan efisiensi termasuk dalm hal penyediaan tenaga kerja. Namun demikian Indeks Penghasilan Konsumen menunjukkan peningkatan dari 11,5 pada triwulan II 216 menjadi 121,75 pada triwulan III 216. Hal ini menunjukkan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian Provinsi Riau dalam enam bulan mendatang lebih baik. 68

91 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia I II III IV I II III IV I II III IV I II III 121,75 81, Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan III-216 mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan II 216, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar 9,39% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,5% (yoy). Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Rp Triliun Perumahan g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Rp. Miliar Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Kendaraan g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke sektor kendaraan bermotor, kredit multi guna dan kredit durable goods. Kredit kendaraan bermotor pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp343,84 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari kontraksi 15,66% menjadi 17,41% (yoy). Melambatnya pertumbuhan di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit kendaraan roda empat 69

92 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM (pangsa 89,41%) yang mengalami kontraksi lebih dalam dari kontraksi triwulan sebelumnya yaitu 16,83% menjadi 18,61% (yoy). Sementara kredit kendaraan roda dua (pangsa 8,6%) tercatat sebesar Rp27,7 miliar tercatat atau melambat dari 15,5% di triwulan II 216 menjadi 5,75% (yoy) di triwulan III 216. Perlambatan kredit juga terjadi pada sektor kredit durable goods yang mengalami perlambatan dari 253,61% (yoy) di triwulan II-216 menjadi 138,76% (yoy) di triwulan III-216 dengan nilai mencapai Rp77,83 miliar. Melambatnya kredit durable goods diikuti oleh kredit multiguna yang mengalami kontraksi sebesar 1,25% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,26% (yoy) dengan nilai Rp12,14 triliun. Melambatnya penyaluran kredit kendaraan bermotor di atas sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian yang juga mengalami penurunan. Namun demikian perlambatan kredit konsumsi lebih dalam tertahan oleh Kredit Perumahan yang tumbuh lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-216, kredit perumahan tercatat sebesar Rp8,16 triliun atau tumbuh sebesar 9,2% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan II-216 yang tercatat tumbuh Rp8,2 triliun atau tumbuh 7,73% (yoy). Membaiknya penyaluran kredit di sektor perumahan bersumber dari meningkatnya kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 7 (pangsa 56,36%) yang pada triwulan II 216 tercatat tumbuh sebesar 23,52% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang hanya 18,46% (yoy). Membaiknya penyaluran kredit di sektor perumahan seiring dengan pelonggaran kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk pembiayaan properti, dimana pada triwulan III 216 jumlah uang muka (down payment) yang harus dibayarkan oleh nasabah untuk pembelian rumah turun menjadi rata-rata 15% dari semula 2% sesuai dengan tipe dan jenis rumah yang diambil. Kebijakan tersebut di satu sisi diharapkan dapat memperkuat permintaan domestik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 7

93 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Rp. Triliun Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Multiguna Sumber : Bank Indonesia g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Rp Miliar Durable Goods Sumber : Bank Indonesia g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau sejalan dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia dimana Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini masing-masing berada pada level 97,8 dan 89,75 (dibawah 1), namun demikian masyarakat memandang bahwa pada triwulan mendatang kinerja perekonomian akan terakselerasi, hal ini terlihat dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang mengalami peningkatan dari 11,66 pada triwulan II 216 menjadi 14,42 di triwulan III 216. Grafik Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia ,42 97,8 89,75 3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IKK IKE IEK Garis Ketahanan Sektor UMKM Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp2,5 triliun pada triwulan III 216 atau tumbuh sebesar 3,2% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,8% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang 71

94 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM diberikan bank umum di Provinsi Riau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 35,38% menjadi 35,9%. Penyaluran kredit skala usaha mikro (pangsa 29,67%) memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan III 216 yaitu mampu tumbuh sebesar 11,27% (yoy). Kredit skala usaha menengah (pangsa 31,29%) juga mengalami perbaikan walaupun masih tercatat kontraksi 3,66% (yoy) namun masih lebih baik jika dibandingkan kontraksi pada triwulan II 216 yang sebesar 6,32% (yoy). Di sisi lain pertumbuhan kredit skala usaha kecil (pangsa terbesar 39,3%) pada triwulan II 216 mengalami perlambatan dari 3,71% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi tumbuh 2,95% (yoy) pada triwulan III 216. Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Rp Triliun Kredit UMKM g - yoy 25 2 Persen (%) 25 2 Menengah 31% Mikro 3% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Kecil 39% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat porsinya, kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar Rp8, triliun (pangsa 39,3%), kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah (pangsa 31,29%) dan kredit usaha mikro (pangsa 29,67%) masing-masing sebesar Rp6,41 triliun dan Rp6,8 triliun. Tabel 4.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau TwIV-215 Menurut Sektor Ekonomi (RpMiliar) RpMiliar I II III IV I II Pangsa g (yoy) Pertanian ,42 -,85 Pertambangan ,46-48,94 Perindustrian ,19 15,62 Listrik, gas dan air ,85 78,32 Konstruksi ,74 11,66 Perdagangan ,55 8,87 Pengangkutan ,74-2,14 Jasa ,84-15,82 Lainnya ,2 254,25 Total ,8 Sumber : Bank Indonesia 72

95 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa 45,68%) dan pertanian (pangsa 32,66%). Pada triwulan III-216, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor perdagangan mencapai Rp9,36 triliun atau tumbuh sebesar 9,34% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,87% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp6,69 triliun mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 3,72% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar,85% (yoy). Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulan II-216 (%) Rp Triliun Kredit UMKM NPL Persen (%) Lainnya Jasa Pengangkutan Perdagangan Konstruksi Listrik, gas dan air Perindustrian Pertambangan 1,2 4,72 5,4 Persen (%) 7,97 7,3 9,21 7,95 6,79 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Pertanian 6, Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia NPL UMKM pada triwulan III-216 tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan II-216 yaitu dari 7,69% menjadi 7,29%. Penurunan NPL didorong oleh membaiknya NPL sektor pertanian yang tercatat sebesar 6,59% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,3%. Selain itu NPL pada sektor perdagangan juga mengalami perbaikan dari 8,21% pada triwulan II 216 menjadi 7,95% pada triwulan III 216. Walaupun terjadi penurunan level NPL kredit UMKM, namun angka NPL tersebut telah jauh melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%, sehingga prinsip kehati-hatian perlu ditingkatkan. 5. Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan II-216. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,8 triliun, tumbuh 17,23% (yoy) atau 73

96 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM melambat jika dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 19,12% (yoy). Sementara itu, dana yang dihimpun oleh perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,25 triliun atau tumbuh 1,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,79% (yoy). Perlambatan DPK perbankan syariah didorong oleh perlambatan jenis simpanan deposito (pangsa 36,16%) dan tabungan (pangsa 51,12%) dibandingkan triwulan II-216. Deposito tumbuh melambat dari 25,87% menjadi 9,87% (yoy), begitu halnya Tabungan tumbuh melambat dari 8,49% menjadi 8,24% (yoy). Sementara Giro (pangsa 12,72%) tumbuh dari 4,11% (yoy) pada triwulan II 216 menjadi 21,96% (yoy) pada triwulan laporan. Rp Triliun 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1,, Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Aset I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia g yoy (kanan) Persen (%) Grafik 4.3. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan Grafik Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Rp Miliar I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Giro Tabungan Deposito Total Grafik Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral Rp Miliar Modal Kerja Investasi 2.5 Konsumsi Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III Lainnya Jasa Pengangkutan, pergud Perdag, resto dan hotel Konstruksi Listrik, gas dan air Perindustrian Pertambangan Pertanian Rp Miliar 2.4 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sementara itu sisi pembiayaan perbankan syariah pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp4,14 triliun meningkat dari tumbuh 17,88% di triwulan II 216 menjadi 2,86% (yoy). Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah didorong oleh peningkatan pembiayaan konsumsi (pangsa 49,25%) dan investasi (pangsa 32,71%). Pembiayaan konsumsi meningkat dari 16,61% pada triwulan II 216 menjadi 19,68% (yoy) pada triwulan III 216, sementara pembiayaan investasi 74

97 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM mengalami perbaikan yang pada triwulan II 216 tumbuh sebesar 33,81%, pada triwulan III 216 tumbuh menjadi 39,82% (yoy). Secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan (pangsa 15,91%) dan pertanian (pangsa 14,69%). Pembiayaan sektor pertanian dan perdagangan pada triwulan III-216 masing-masing tercatat sebesar Rp66 miliar dan Rp657 miliar. Pembiayaan sektor pertanian meningkat dari tumbuh sebesar 2,16% menjadi 44,67% (yoy), sementara pembiayaan sektor perdagangan melambat dari 67,88% menjadi 48,59% (yoy). Grafik Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah Rp Miliar Nominal NPF Kanan Persen (%) DPK Pembiayaan FDR (Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III - I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, kualitas pembiayaan oleh perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat memburuk, hal ini tercermin dari meningkatnya NPF yaitu dari 4,96% di triwulan II-216 menjadi 4,99% di triwulan III-216. Tingkat NPF perbankan syariah tersebut hampir menyentuh threshold Bank Indonesia sebesar 5%, sehingga perbankan syariah perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Seiring dengan menurunnya kualitas pembiayaan, FDR perbankan syariah menurun dari 11,87% pada triwulan II 216 menjadi 96,92% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas berada pada kondisi yang masih terjaga. 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp1,29 triliun, tumbuh membaik jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yaitu dari 5,61% (yoy) menjadi 8,69% (yoy) pada triwulan III-216. Sementara itu, DPK BPR/S pada triwulan II-216 tercatat sebesar Rp947 miliar, tumbuh 7,51% (yoy) membaik dibandingkan 75

98 Pertanian Pertambanga n Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Pengangkuta n Jasa Lainnya KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM dengan triwulan II-216 yang tumbuh sebesar 6,31% (yoy). Membaiknya pertumbuhan DPK BPR/S didorong oleh membaiknya pertumbuhan tabungan (pangsa 37,91%) yang pada triwulan II 216 mengalami kontraksi sebesar 3,48% (yoy) pada triwulan III 216 tumbuh sebesar 1,54% (yoy). Namun demikian membaiknya pertumbuhan DPK tertahan oleh melambatnya pertumbuhan deposito (pangsa 62,8%) yang pada triwulan II 216 tumbuh 13,4% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 216 yang tumbuh sebesar 11,52% (yoy). Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S Rp Miliar Aset g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Tabungan Deposito DPK (Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Sumber : Bank Indonesia Grafik Penyaluran Kredit Sektoral Rp Miliar Kredit g yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Rp Miliar Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Perlambatan juga terjadi dari sisi penyaluran kredit, pada triwulan III-216 kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercatat sebesar Rp954 miliar atau tumbuh 4,8% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan II-216 yang tumbuh mencapai 5,13% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit utamanya bersumber dari perlambatan sektor perdagangan (pangsa 24,76%) dari 7,79% (yoy) di triwulan II-216 menjadi tumbuh sebesar 7,3% (yoy). Sementara itu penyaluran ke sektor pertanian (pangsa 27,53%) mengalami kontraksi lebih dalam dimana pada triwulan II 216 terkontraksi sebesar 1,44% (yoy) menjadi terkontraksi 2,36% (yoy) pada triwulan III

99 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Selain itu kualitas kredit yang disalurkan oleh BPR/S pada triwulan III 216 tercatat memburuk yakni sebesar 14,7%, lebih buruk dibandingkan dengan triwulan II- 216 dimana NPL tercatat pada level 13,76%. Sementara itu, risiko likuiditas BPR/S juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S pada triwulan III-216 mencapai 1,69% menurunkan dibandingkan triwulan II 216 yang sebesar 15,1%. Grafik Perkembangan NPL BPR/S Rp Miliar Nominal NPL (kanan) Persen (%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia 77

100 Boks Boks 7 Days Repo Rate Pada tanggal 15 April 216 yang lalu, Bank Indonesia mengumumkan formula baru suku bunga acuan perbankan, yaitu BI 7-day (Reverse) Repo1 Rate. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 19 Agustus 216. Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai instrumen transmisi kebijakan moneter. Rapat Dewan Gubernur yang dilakukan setiap bulan. BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui liquidity management di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional tersebut ditercerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank2 Overnight (PUAB O/B). Penggerakan suku bunga pada pasar uang tersebut diharapkan akan diikuti oleh perkembangan suku bunga deposito, dan pada gilirannya mempengaruhi suku bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan. Kemudian, suku bunga perbankan akan mempengaruhi aggregate demand dan output gap, yang pada akhirnya berdampak pada inflasi. Lalu, apa itu BI 7-Day Repo Rate? BI 7-Day Repo Rate merupakan suku bunga transaksi pembelian surat berharga surat berharga besyarat oleh perbankan kepada BI dengan jangka waktu tujuh hari, dengan kewajiban penjualan kembali (bisa disebut dengan transaksi Repo). Instrumen BI 7-Day Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki hubunga yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Aspek BI Rate BI 7 Days Repo Rate Term Structure Operasi Ekuivalen 9 12 bulan 7 hari Moneter Sifat Non Transaksional Transaksional (dengan Bank Sentral) Transmisi Belum tercermin optimal pada suku bunga pasar uang. Hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang. Pendalaman Pasar Cost of being illiquid terlalu Cost of being illiquid lebih tinggi, kurang mendorong rendah, lebih mendorong pendalaman pasar. pendalaman pasar. Penguatan kerangka operasi moneter tersebut memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. 1 REPO adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua belah pihak dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu. 2 PUAB adalah kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek (dalam satuan malam) antar bank yang dilakukan melalui jaringan komunikasi elektronis.

101 Untuk menjaga keefektifan kebijakan ini, Bank Indonesia akan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (deposit facility rate/df rate) dan batas atas koridor (lending facility rate/lf rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Dalam menjalankan operasi moneter tersebut, Bank Indonesia juga akan menempuh langkah-langkah percepatan pendalaman pasar uang. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain mencakup: (1) memperkuat peran suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)3 bagi terbentuknya struktur suku bunga di pasar uang untuk tenor dari overnight sampai dengan 12 bulan; (2) mempercepat transaksi Repo dengan mendorong bank-bank berpartisipasi ke dalam General Master Repo Agreement (GMRA); (iii) mengurangi segmentasi dan meningkatkan kapasitas transaksi pasar dengan mendorong perbankan untuk lebih membuka akses counterparty. Gambar 1. Latar Belakang Penggunaan 7 Days Repo Rate. 3 JIBOR adalah rata-rata dari suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang ditawarkan dan dimaksudkan untuk ditransaksikan oleh Bank Kontributor kepada Bank Kontributor lain untuk meminjamkan rupiah pada tenor tertentu di Indonesia.

102 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III 216 tercatat mengalami net outlow, sejalan dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Secara umum pada triwulan III 216 terjadi peningkatan inflow jika dibandingkan dengan triwulan II 216, sementara outflow pada triwulan III 216 tercatat mengalami penurunan setelah pada triwulan II 216 tercatat outflow sebesar Rp Rp6,96 triliun yang merupakan outflow tertinggi dalam 5 tahun terakhir akibat seasonal factor bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri serta musim liburan sekolah. Namun demikian, secara keseluruhan jumlah outflow yang 78

103 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah lebih tinggi dibandingkan jumlah inflow telah menyebabkan terjadinya net outflow di triwulan III 216 di Provinsi Riau. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan, terjadi penurunan sisi outflow dari Rp6,96 triliun pada triwulan II 216 menjadi Rp3,19 triliun pada triwulan III 216, atau menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 54,17% (qtq). Sementara itu jumlah inflow pada triwulan III 216 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu Rp1,29 triliun menjadi Rp3,1 triliun atau meningkat 133,1% (qtq). Peningkatan jumlah inflow pada triwulan III 216 didorong oleh tingginya inflow pada bulan Juli 216 yang merupakan arus balik masuknya kembali uang kartal ke sistem perbankan setelah mengalami net outflow yang tinggi pada triwulan II 216 yang merupakan net outflow tertinggi dalam 5 tahun terakhir dikarenakan tingginya aktifitas ekonomi masyarakat seiring dengan kebutuhan pada saat bulan puasa, hari raya idul fitri dan persiapan memasuki tahun ajaran baru. Namun secara keseluruhan jumlah outflow yang lebih tinggi dibandingkan jumlah inflow telah menyebabkan terjadinya net outflow pada triwulan III 216 di Provinsi Riau sebesar Rp,18 triliun. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Triwulan III-216 Rp. Triliun 4, Inflow Outflow Net Outflow 6, 2, 5, 4, - I II III IV I II III IV I II III 3, (2,) , (4,) 1,8 1, (6,),18-4, 3, 2, 1,, -1, -2, -3, 3,1 3,19,18 Inflow Outflow Net Outflow Rp. Triliun (8,) (1,) -4, Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 79

104 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Salah satu upaya Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang kartal layak edar (fit for circulation) di masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum. Kegiatan kas keliling wholesale selama periode triwulan III 216 dilakukan di Pasir Pangaraian, Rengat, Dumai dan Pulau Rupat, Tembilahan, Bengkalis dan Air Molek, Sementara itu kegiatan kas keliling retail untuk kepentingan masyarakat umum dilakukan setiap 1 kali dalam seminggu. Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk memenuhi uang layak beredar di Provinsi Riau adalah dengan membuka kas titipan. Kas titipan yang sudah beroperasi normal berada di kota Dumai dengan plafon sebesar Rp5 miliar, dan rencananya akan ditingkatkan menjadi Rp1 miliar agar uang layak edar dapat didistribusikan sampai ke pelosok pelosok daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga berencana menambah jumlah kas titipan saat ini telah dilakukan survei dan pembuatan kajian eligibilitas pembukaan kas titipan di 5 Kabupaten di Riau, dan telah dilakukan sosialisasi di Rengat (Kab. Indragiri Hulu) dan Pasir Pangaraian (kab. Rokan Hulu). Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Rp Miliar Persen (%) UTLE Inflow Rasio g - yoy I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia 8

105 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebesar Rp955 miliar, meningkat jika dibanding triwulan sebelumnya sebesar 55,34% (qtq) dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 31,68%. Meningkatnya pemusnahan UTLE pada triwulan III 216 tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah inflow pada triwulan laporan Uang Rupiah Tidak Asli Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) melalui kunjungan industri yang dilakukan oleh sekolah-sekolah maupun event khusus seperti Expo maupun Car Free Day. Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan III-216 tercatat sebanyak 295 lembar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-216 yang sebanyak 431 lembar. Grafik 5.4. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Lembar Lembar g yoy (kanan) Persen (%) , , , I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau terdiri dari 167 lembar menyerupai pecahan Rp1 ribu, 12 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu, 8 lembar menyerupai pecahan Rp2 ribu, serta 18 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. 81

106 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 3.1. Transaksi Kliring Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan III 216 tercatat menurun baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada triwulan III 216 tercatat sebesar Rp6,37 triliun dengan volume transaksi mencapai lembar, menurun jika dibandingkan dengan triwulan II 216 yang nilainya tercatat sebesar Rp6,56 triliun dengan volume transaksi lembar. Terjadinya penurunan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, diikuti pula dengan penurunan nilai rata-rata transaksi per warkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp33,74 juta menjadi Rp33,29 juta per warkat. Penurunan transaksi kliring pada triwulan III 216 baik dari nominal transaksi maupun warkat yang digunakan diperkirakan akibat implementasi Surat Edaran Bank Indonesia No.17/753/DPSP, terhitung tanggal 16 November 215 sampai dengan 3 Juni 216, nilai nominal transfer untuk transaksi RTGS diwajibkan diatas Rp5.. (lima ratus juta rupiah) per transaksi. Sementara untuk transaksi yang menggunakan SKNBI tidak terdapat batasan. Per 1 Juli 216, nilai nominal transfer menggunakan RTGS kembali diturunkan menjadi diatas Rp1.. (seratus juta rupiah) per transaksi. Untuk transaksi yang menggunakan SKNBI semula tidak terdapat batasan menjadi paling besar Rp5.. (lima ratus juta rupiah) per transaksi. Sehingga diperkirakan masyarakat memilih menggunakan RTGS dibandingkan kliring dalam melakukan transfer dana. Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.6. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau Rp. Miliar Nominal yoy - nominal I II III IV I II III IV I II III Persen (%) Warkat Persen (%) Warkat yoy - lembar I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 82

107 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3.2. Layanan Keuangan Digital (LKD) Definisi LKD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/214 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang mudah, murah, terjangkau, nyaman, aman, terpercaya serta proporsional. Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya diperuntukkan bagi bank BUKU 4 1. Sampai saat ini baru 3 (tiga) bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri dan Bank Central Asia. Jumlah agen LKD di Provinsi Riau per posisi September 216 sebanyak agen atau tumbuh 357,6% (ytd). Daerah dengan jumlah agen terbanyak berada di Kota Pekanbaru sebanyak agen (pangsa 35,93%) sementara daerah dengan jumlah agen terendah berada di Kabupaten Kuantan Singingi sebanyak 124 agen (pangsa 3,78%) Grafik 5.7. Perkembangan Jumlah Agen LKD Jumlah Agen 35 Jumlah Agen LKD g - yoy (kanan) Persen (%) - yoy ,64 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Bank dengan modal inti di atas Rp3 Triliun. 83

108 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau 35,93% 3,78% Kab. Kampar Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hulu Kab. Indragiri Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Rokan Hilir Kab. Pelalawan Kab. Siak Kab. Kuantan Singingi Kab. Kepulauan Meranti Kota Pekanbaru Kota Dumai Kab./Kota Lainnya di Riau Upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh Bank Indonesia melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi yang akan dilaksanakan di daerah-daerah yang potensial. Seperti edukasi keuagan kepada masyarakat, pelajar dan UMKM Binaan Bank Indonesia. 84

109 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Bab 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Agustus 216 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Beberapa indicator menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 7,83% pada Agustus 215 menjadi 7,43% pada Agustus 216. Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,42% pada Maret 215 menjadi 7,98% pada Maret 216 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari 98,11 pada triwulan II 216 menjadi 99,11 pada triwulan III

110 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. Ketenagakerjaan Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus Aceh Kepulauan Riau Sumatera Utara Riau Indonesia Sumatera Barat Jambi Bangka Belitung Lampung Sumatera Selatan Bengkulu 66,25 Bangka Belitung Bengkulu Jambi Sumatera Selatan Lampung Sumatera Barat Indonesia Sumatera Utara Riau Aceh Kepulauan Riau 7,43 6, 62, 64, 66, 68, 7, 72, 74, Sumber : BPS - diolah Sumber : BPS - diolah Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 216 menunjukkan bahwa 2,99 juta (atau 66,25%) dari 4,51 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 215 yang tercatat sebesar 7,83% menjadi 7,43%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT Indonesia yang tercatat 6,18% pada Agustus 215 menjadi 5,61% di Agustus 216 sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara nasional. Hal ini juga searah dengan arah perbaikan perekonomian Riau sampai dengan triwulan III tahun 216 dibandingkan tahun 215. Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT ketiga tertinggi di Sumatera. Sementara Bangka Belitung menjadi daerah dengan TPT terendah di Sumatera dengan angka 2,6%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 215, Kepulauan Riau merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami peningkatan TPT di tahun 216, yang diperkirakan sebagai akibat perlambatan ekonomi khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang dirumahkan. 86

111 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Agt 214 9,2 6,23 6,5 6,56 5,8 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69 Feb 215 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,3 3,21 3,44 3,35 9,5 Agt 215 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,7 4,91 5,14 6,29 6,2 Feb 216 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,3 Agt 216 7,57 5,84 5,9 7,43 4, 4,31 3,3 4,62 2,6 7,69 Sumber: BPS. - diolah Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Agustus Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,61 41,88 Pertambangan dan Penggalian 1,5 1,5 Industri 5,97 7,56 Listrik Gas dan Air Minum,22,65 Konstruksi 5,72 5,7 Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 2,4 18,65 Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,84 4,28 Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,6 2,38 Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,14 17,4 Total 1 1 Sumber: BPS Provinsi Riau Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 41,88% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi serta sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 18,65% dan 17,4%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu dari 42,61% menjadi 41,88%. Seiring dengan penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi pun mengalami penurunan, yaitu dari 2,4% menjadi 18,65%. Sementara Sektor Industri mengalami peningkatan yaitu dari 5,97% menjadi 7,56%. 87

112 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Transportasi Pergudangan dan Komunikasi Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Konstruksi Listrik Gas dan Air Minum Industri Pertambangan dan Penggalian Pertanian Perkebunan Kehutanan 41, Persen (%) Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,53%. Angka ini cenderung menurun dibandingkan Agustus 215 yang tercatat sebesar 46,29%. Penurunan penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya perlambatan ekonomi khususnya penurunan Kinerja sektor migas yang menyebabkan terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut. Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami peningkatan dari 18,69% pada Agustus 215 menjadi 21,23% pada Agustus 216. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi menuntut sebagian masyarakat untuk lebih kreatif dalam menciptakan lapangan kerja sendiri, terutama pasca terjadinya pengurangan karyawan di beberapa sektor usaha. Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri 21,23 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap / Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh Tetap / Buruh Dibayar Buruh / Karyawan 41,53 Pekerja Bebas Pekerja tidak dibayar 88

113 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Dilihat dari jumlah jam kerja per hari, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan waktu jam kerjanya selama * 1 dan lebih dari 35 jam seminggu, yaitu sebanyak 64,4%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Agustus 215 merupakan pegawai dengan waktu kerja penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas. Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Agustus Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 3% 6% 14% % 37% SD kebawah SMP 64% 13% % SMA / SMK Pendidikan Tinggi * dan % Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 14 12, ,66 7,74 4 2,79 2 SD kebawah SMP SMA / SMK Pendidikan Tinggi Agustus 215 Agustus 216 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja. 89

114 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 55,24%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 56,26%dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan Universitas hanya mencapai 11,89%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 32,87%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK yaitu mencapai 12,93%. Sementara TPT kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami penurunan dari 9,51% pada Agustus 215 menjadi 7,74% pada Agustus 26. Kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau semakin optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 3. Kesejahteraan Daerah 3.1 Penduduk Miskin Riau Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan Maret 216 sebesar 515,4 ribu atau 7,98% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 15,98 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 215 yang berjumlah 531,39 ribu atau 8,42% dari jumlah penduduk Riau. Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau Dalam Ribu 8,47 8,42 Persen (%) 8,6 8, ,22 7,72 8,12 7,98 8,2 8 7,8 7,6 32% 68% 44 7, Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin 7,2 Perdesean Perkotaan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 9

115 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan pada Maret 216 mengalami penurunan. Dimana pada daerah pedesaan jumlah penduduk miskinnya mencapai 352,9 ribu penduduk, turun sebesar 11,98 ribu penduduk atau sekitar 3,28% jika dibandingkan dengan Maret 215 yang sebanyak 364,94 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan Maret 216 sebesar 162,45 ribu jiwa, juga turun sebesar 4 ribu jiwa atau sebesar 2,4% jika dibandingkan dengan Maret 215 yang sebesar 166,45 ribu jiwa. 3.2 Garis Kemiskinan Riau Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Sumber : BPS Provinsi Riau Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 216 Daerah GK Tahun 215 GKM GKNM Total Perkotaan Mar Mar Perdesaan Mar Mar Kota + Desa Mar Mar Garis Kemiskinan (GK) Riau pada tahun 216 mencapai angka Rp426.1 per kapita/bulan, meningkat 6,71% (yoy) dari tahun 215 yang tercatat Rp per kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar 91

116 Indeks Kedalaman Kemiskinan (%) Indeks Keparahan Kemiskinan (%) KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 216 mencapai 7,61% (yoy) sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 216 mencapai 5,32% (yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan perkotaan sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat bertambah. 3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 216 menunjukkan adanya trend penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,382 pada Maret 215 menjadi 1,359 pada Maret 216. Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan. Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau 2 1,8 1,6 1,4 Kota Desa Riau,7,6,5 Kota Desa Riau 1,2 1,8,4,3,6,2,4,2 Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I,1 Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan mengalami penurunan yaitu dari 1,88 pada Maret 215 menjadi,934 pada Maret 216, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan yang mengalami kenaikan yaitu dari 1,569 pada Maret 215 menjadi 1,633 pada Maret 216. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin mendekati garis kemiskinan sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan semakin menjauhi garis kemiskinan. 92

117 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan trend penurunan, yaitu tercatat turun dari,358 pada Maret 215 menjadi,337 pada Maret 216. Penurunan indeks ini mengindikasikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami peningkatan dari,41 pada Maret 215 menjadi,424 pada Maret 216, sedangkan di daerah perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari,275 pada Maret 215 menjadi,23 pada Maret 216, hal ini mengindikasikan terjadi peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan sementara di daerah perkotaan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. 3.4 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani pada triwulan III-216 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan II-216 yakni dari 98,11 menjadi 99,11. Kenaikan NTP pada triwulan III- 216 disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 2,61%, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 1,59%. Nilai NTP dibawah 1 secara umum memberikan gambaran bahwa kegiatan pertanian di Provinsi Riau belum berjalan efisien dan kurang bernilai tambah untuk meningkatkan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani dibanding pendapatan yang diperoleh. Peningkatan nilai tukar petani dicatatkan oleh seluruh sub sektor. Nilai tukar petani terendah dicatatkan oleh subsektor holtikultura sebesar 16,32. Sementara nilai tukar petani tertinggi dicatatatkan oleh subsektor perikanan sebesar 117,85. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Mar Jun Sep Des Mar Juni Sep Des Mar Juni Sept Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Rakyat Perikanan Indeks yang dibayar Hortikultura Peternakan Indeks yang diterima Nilai Tukar Petani Umum Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 93

118 Prospek Perekonomian Daerah Bab 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-216 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 2,4+,5%(yoy) dengan sumber pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi (dari sisi penggunaan), serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran (dari sisi sektoral). Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian serta ekspor pada akhir tahun berjalan. Arah perbaikan ditunjukkan oleh beberapa indikator diantaranya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, sejalan dengan perkembangan Indeks 94

119 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekonomi Konsumen (IKK) hingga Oktober 216 yang menunjukkan adanya tren peningkatan. Peningkatan optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi sampai dengan 6 bulan yang akan datang, terutama ekspektasi terhadap kondisi dunia usaha dan peningkatan penghasilan konsumen meskipun masih terbatas. Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV-216 serta Triwulan I-217 (dalam % yoy) Komponen P III IV I II III IV P I P 217 PDRB P Proyeksi Bank Indonesia Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt IKK IKE IEK Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Kegiatan Usaha Garis 1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya, terkait dengan realisasi anggaran yang semakin intensif menjelang akhir tahun sehingga mendorong peningkatan realisasi APBD pada triwulan IV-216. Selain itu, pengesahan APBD-P tahun ini juga relatif lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan arahan Gubernur Provinsi Riau yang meminta komitmen kepada seluruh Kepala SKPD untuk meningkatkan realisasi belanja di semester II-216. Peningkatan belanja pemerintah juga diikuti oleh peningkatan investasi seiring dengan berlanjutnya proyek strategis yang prosesnya terus dipercepat. 95

120 Prospek Perekonomian Daerah Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan IV-216 diperkirakan mengalami kontraksi sebagai dampak dari ketidakpastian ekonomi global terutama negara mitra dagang utama dan fluktuasi harga komoditas dunia. Secara umum, menurunnya ekspor luar negeri diperkirakan bersumber dari kontraksi sektor pertambangan dan penggalian dari sisi migas, serta masih terbatasnya perbaikan kinerja sektor perkebunan sawit dan industri CPO (non migas). Tabel 7.2 Outlook Perekonomian Global Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, Oktober 216 Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan membaik, didorong perbaikan kinerja subsektor perkebunan sawit. Kurang optimalnya produksi sawit pada awal tahun 216 karena tertundanya pemupukan pada saat kondisi asap pada semester II-215, diperkirakan ke depan akan mengalami perbaikan. Selain itu mulai meningkatnya harga TBS lokal dan meningkatnya permintaan domestik CPO (termasuk penyerapan untuk produk turunan), serta mulai berproduksinya beberapa lahan replanting mendorong laju pertumbuhan sektor pertanian. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian Riau, perkembangan sektor industri pengolahan juga diperkirakan akan meningkat yang didorong oleh perbaikan harga komoditas internasional, meningkatnya kinerja industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri pengolahan pulp and paper. Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan migas dan batubara menjadi faktor yang menahan pertumbuhan. 96

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT GEOPARK CILETUH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- Mei

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci