KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

2 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei 2017 menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. Semarang, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TENGAH Ttd Hamid Ponco Wibowo Direktur Eksekutif 2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 3 DAFTAR TABEL... 7 DAFTAR GRAFIK... 9 TABEL INDIKATOR...15 RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran Investasi Ekspor dan Impor Luar Negeri Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antardaerah Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Lapangan Usaha Lainnya Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Pengeluaran Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Lapangan Usaha Keuangan Pemerintah

4 2.1. Realisasi APBD Triwulan I Realisasi Pendapatan Triwulan I Realisasi Belanja Triwulan I APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Secara Umum Inflasi Berdasarkan Kelompok Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Kelompok Bahan Makanan Disagregasi Inflasi Kelompok Administered Prices Kelompok Inti Kelompok Volatile Food Inflasi Kota Kota di Provinsi Jawa Tengah Disagregasi Inflasi Cilacap Disagregasi Inflasi Purwokerto Disagregasi Inflasi Kudus Disagregasi Inflasi Surakarta Disagregasi Inflasi Semarang Disagregasi Inflasi Tegal Perkembangan Inflasi Triwulan II Inflasi April Inflasi Triwulan II Program Pengendalian Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan I

5 Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Kredit Perseorangan di Perbankan Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Bank Perkembangan Penghimpunan DPK Penyaluran Kredit Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing Perkembangan Akses Keuangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan Pengangguran Nilai Tukar Petani Tingkat Kemiskinan Pembangunan Manusia Pemerataan Penduduk Prospek Perekonomian Daerah Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2017 dan Keseluruhan Tahun Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun

6 Perkiraan Inflasi Triwulan III Perkiraan Inflasi Tahun

7 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)...22 Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar)...24 Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar)...24 Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY)...24 Tabel 1.5 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)...40 Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)...40 Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)...41 Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar)...51 Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan I 2016 & Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)..59 Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan...63 Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan...63 Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah...64 Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok...64 Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan..65 Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar...65 Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan...66 Tabel 4.1 Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya...94 Tabel 4.2 Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori...95 Tabel 4.3 Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah...99 Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya Tabel 4.6 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 Agustus 2017 (juta orang)

8 Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) Tabel 6.6 Perbandingan IPM Provinsi Peers Tabel 6.7 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun

9 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah...21 Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional...22 Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi...22 Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi...23 Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi...23 Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (yoy)...25 Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen...26 Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan...26 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi...26 Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi...26 Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT...27 Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah...27 Grafik 1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah...28 Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah...28 Grafik 1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah...28 Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto...29 Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen...29 Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi...29 Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri...30 Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi...30 Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU)...30 Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison)...31 Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)...31 Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Volume dan Nilai Impor Barang Modal...31 Grafik 1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri...32 Grafik 1.26 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas Berdasarkan Komoditas...32 Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT...33 Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT...33 Grafik 1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu...34 Grafik 1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu

10 Grafik 1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat Grafik 1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok Grafik 1.35 Cadangan Devisa Tiongkok Grafik 1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Grafik 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah Grafik 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah Grafik 1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah Grafik 1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Grafik 1.52 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan Grafik 1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman Grafik 1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Grafik 1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur Grafik 1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (Hasil SKDU) Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU) 45 Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Grafik 1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan Grafik 1.60 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) Pertumbuhan PDRB Konstruksi Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah

11 Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah...53 Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah...55 Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja...58 Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja...59 Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional...61 Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah...61 Grafik 3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa...62 Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa...62 Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah...62 Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan...67 Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan...67 Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I Grafik 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices...68 Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I...69 Grafik 3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti...69 Grafik 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga...70 Grafik 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran...70 Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded...70 Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I Grafik 3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food...72 Grafik 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food...72 Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan...73 Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota...73 Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap...74 Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap...74 Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto

12 Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran Grafik 4.1. Hasil SPE Jawa Tengah Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah Grafik 4.3. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah Grafik 4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah Grafik 4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran.. 92 Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah 94 Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah 95 Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

13 Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Gra fik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah. 114 Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah

14 Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah Grafik 5.14 PangsaValuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah Grafik 5.15Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah Grafik 5.16 Realisasi Jumlah Agen LKD dan Jumlah Transaksi melalui Agen LKD Grafik 6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah Grafik 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.8. Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun (ribuan orang) 129 Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah Grafik 7.1 Proyeksi Inflasi Tahun

15 TABEL INDIKATOR A. PDRB & Inflasi Indikator I II III IV I Ekonomi Makro Regional *) Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 5,27 5,47 5,08 5,71 5,01 5,33 5,28 5,20 Berdasarkan Sektor -Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,95 5,60-1,96-0,02 3,02 8,75 2,13 9,42 -Pertambangan dan Penggalian 6,66 3,05 21,59 16,53 17,30 19,65 18,73 6,73 -Industri Pengolahan 6,61 4,81 3,99 4,80 4,19 3,43 4,09 4,11 -Pengadaan Listrik dan Gas 6,50 2,43 9,12 8,72 5,78 6,80 7,57 6,09 -Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,45 1,63-2,61 1,39 4,56 5,46 2,17 7,19 -Konstruksi 4,38 6,00 6,04 7,46 7,61 6,40 6,88 4,70 -Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor 4,79 3,97 7,76 5,68 1,98 5,20 5,10 5,19 -Transportasi dan Pergudangan 9,26 7,80 7,13 6,97 7,29 5,31 6,66 5,44 -Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,61 6,79 6,26 6,82 6,54 6,00 6,40 6,06 -Informasi dan Komunikasi 13,00 9,53 9,07 9,62 7,58 7,06 8,31 7,08 -Jasa Keuangan dan Asuransi 4,12 8,02 8,44 13,95 10,07 6,61 9,67 3,40 -Real Estate 7,19 7,59 7,64 6,39 5,89 7,29 6,80 6,68 -Jasa Perusahaan 7,97 8,49 10,92 10,81 10,06 10,72 10,62 8,08 -Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,78 5,31 4,22 5,23-0,10 0,30 2,37-0,05 -Jasa Pendidikan 9,37 7,55 9,63 10,78 9,44 1,27 7,64 1,83 -Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,37 6,61 10,48 14,00 10,46 5,00 9,86 4,68 -Jasa lainnya 8,50 3,21 4,69 12,98 10,43 6,75 8,62 6,25 Berdasarkan Permintaan -Konsumsi Rumah Tangga 4,31 4,45 4,75 4,80 4,36 4,41 4,57 4,59 -Konsumsi LNPRT 8,62-3,04 8,73 9,17 3,47 1,60 5,61 3,24 -Konsumsi Pemerintah 2,19 3,71 3,26 7,48-12,53-1,45-1,71 2,57 -PMTB 4,52 5,12 5,34 6,87 5,54 6,09 5,96 5,50 -Ekspor Luar Negeri 10,66 0,28-0,28-1,59-10,48 3,13-2,22 8,32 -Impor Luar Negeri -7,29-16,03-26,76-12,77-18,81 2,59-14,49 27,27 -Net Ekspor Antardaerah -6,80 0,65-34,48-7,31-0,26 59,79-13,17 39,77 -Perubahan Inventori -22,63-71,08-0,39-30,87 52,63-34,57 11,14 28,47 Ekspor -Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) Volume Ekspor Non Migas (Juta Ton) Impor -Nilai Impor Non Migas (USD Juta) Volume Impor Non Migas (Juta Ton) Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Tengah 118,60 121,84 122,60 122,70 123,69 124,71 124,71 126,65 Kota Purwokerto 117,36 120,32 121,31 121,36 121,81 123,23 123,23 125,22 Kota Surakarta 116,84 119,83 120,82 120,91 121,43 122,41 122,41 124,24 Kota Semarang 118,73 121,77 122,35 122,42 123,60 124,59 124,59 126,35 Kota Tegal 114,73 119,26 120,13 120,55 121,91 122,49 122,49 123,94 Kota Kudus 124,16 128,23 129,16 128,88 129,70 131,20 131,20 134,15 Kota Cilacap 121,18 124,37 125,32 125,79 126,96 127,81 127,81 130,59 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah 8,22 2,73 4,21 2,96 2,71 2,36 2,36 3,30 Kota Purwokerto 7,09 2,52 4,15 2,95 2,36 2,42 2,42 3,22 Kota Surakarta 8,01 2,56 4,43 3,21 2,93 2,15 2,15 2,93 Kota Semarang 8,53 2,56 3,99 2,65 2,61 2,32 2,32 3,27 Kota Tegal 7,40 3,95 4,99 3,77 3,73 2,71 2,71 3,17 Kota Kudus 8,59 3,28 4,83 3,33 2,18 2,32 2,32 3,86 Kota Cilacap 8,19 2,63 3,79 3,23 2,87 2,77 2,77 4,21 *Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 15

16 B. Perbankan Indikator I II III IV I Perbankan **) Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 188,11 216,17 217,92 225,02 228,39 240,40 240,40 245,78 -Giro 24,83 29,69 33,75 31,14 32,90 30,25 30,25 35,81 -Tabungan 97,60 109,04 104,36 112,08 112,90 123,34 123,34 119,59 -Deposito 65,68 77,44 79,82 81,80 82,59 86,81 86,81 90,38 Kredit (Rp Triliun) 198,15 216,71 217,89 226,15 229,91 236,76 236,76 237,77 -Modal Kerja 106,38 115,80 115,89 120,94 122,87 125,63 125,63 125,47 -Investasi 29,06 34,31 35,49 36,68 37,85 39,82 39,82 40,23 -Konsumsi 62,71 66,60 66,51 68,53 69,20 71,30 71,30 72,08 Loan to Deposit ratio (%) 105,33 100,25 99,99 100,50 100,67 98,49 98,49 96,74 NPL Gross (%) 2,23 3,02 3,22 3,43 3,26 2,84 2,84 3,06 **Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor) C. Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Transaksi Kliring I II III IV I - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar) Transaksi Kas (Rp Triliun) Indikator Inflow 62,32 71,23 18,75 12,45 26,63 14,67 72,49 18,38 -Outflow 39,11 46,84 7,00 23,06 10,88 12,03 52,98 10,12 16

17 RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Pada triwulan I 2017, ekonomi Provinsi Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,20% (yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,33% (yoy). Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,08% (yoy). Tren perlambatan ini berbeda dengan perekonomian nasional dan kawasan Jawa yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan 4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45% (yoy) pada triwulan IV Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami peningkatan dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian. Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil. Keuangan Pemerintah Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017 meningkat dibandingkan tahun anggaran Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47 triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp23,36 triliun atau naik 10,44% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar Rp104 milliar. Ditinjau dari serapan terhadap anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat, namun persentase realisasi belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%. Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan I 2017 sebesar 10,04% dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,69%. 17

18 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan I 2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi 1. Pada akhir triwulan I 2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar 1,56% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62% (qtq). Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian daerah pada periode tersebut. Indikator-indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan kinerja korporasi. Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah mengalami peningkatan pada triwulan IV Sesuai dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I 2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy); melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy). Sedangkan kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami peningkatan baik terjadi pada kredit umum maupun kredit UMKM. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan I 2017 dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien, mudah diakses, serta melindungi konsumen. Aktivitas transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi transaksi valuta asing, transaksi penukaran valuta asing mengalami perbaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang 1 Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan. 18

19 tumbuh negatif. Peningkatan transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa Tengah. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2017 melambat dibandingkan triwulan IV NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50; lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,35. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif melambat. Lapangan usaha ini mencatatkan perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh 8,75% (yoy). Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 69,02%. Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah diperkirakan mengalami deselerasi pada triwulan III Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau periode Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih lambat, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut diproyeksikan masih berada pada kisaran yang tinggi, yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun Lebih lanjut, kinerja konsumsi 19

20 pemerintah diperkirakan membaik seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi. Sementara itu, Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal dari kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring normalisasi permintaan pasca Lebaran serta meningkatnya pasokan untuk komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, inflasi administered prices diperkirakan menurun di tengah hilangnya efek penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi pada bulan Mei Untuk keseluruhan tahun 2017, inflasi diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang utamanya ini berasal dari penyesuaian harga komoditas barang yang diatur pemerintah, terutama untuk kebijakan energi. Sementara untuk kelompok volatile food, masih meneruskan tren inflasi rendah pada tahun 2016 lalu. Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile food. 20

21 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi pertumbuhan terutama disumbang oleh perlambatan komponen investasi dan peningkatan impor luar negeri. Sementara itu, konsumsi dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan sehingga menahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan didorong oleh lapangan usaha konstruksi, serta lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Adapun lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; serta lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besareceran dan reparasi mobil-sepeda motor relatif stabil Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,20% (yoy) pada triwulan I Kinerja perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan triwulan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,33% (yoy). Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,08% (yoy) % I II III IV I II III IV I II III IV I PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY) PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2 Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III tahun 2016 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara. 21

22 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Berbeda dengan Jawa Tengah, pada triwulan laporan, perekonomian nasional dan kawasan Jawa tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan 4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45% (yoy) pada triwulan IV %, YOY 7 JAWA JATENG NASIONAL I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional Pada kawasan Jawa, perlambatan juga dialami oleh perekonomian Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara itu, provinsi lainnya di Kawasan Jawa, yakni DKI Jakarta, Banten, dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan pertumbuhan. Dibandingkan provinsi lainnya di Kawasan Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah menempati posisi kedua terendah, di atas DI Yogyakarta. Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa Tengah menyumbang 14,72% terhadap perekonomian kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa secara dominan disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%. Triwulan I 2017 Triwulan IV 2016 DKI BANTEN JABAR JATENG Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi DIY JATIM Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy) PROVINSI TW IV 2016 TW I 2017 DKI 5,51 6,48 BANTEN 5,53 5,90 JABAR 5,45 5,24 JATENG 5,33 5,20 DIY 4,71 5,12 JATIM 5,48 5,37 JAWA 5,45 5,66 Sumber: BPS, diolah Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa sarana pendukungnya, seperti aktivitas perbankan. Seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017, kebutuhan akan pembiayaan turut melemah. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang tumbuh 22

23 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional melambat pada periode tersebut. Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan di Jawa Tengah tercatat 11,84% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,62% (yoy). Lebih lanjut, perkembangan tersebut juga tercermin pada aktivitas sistem pembayaran. Pada triwulan I 2017, nilai rata-rata perputaran kliring harian mengalami kontraksi 9,74% (yoy), berbalik arah setelah tumbuh 13,52% (yoy) pada triwulan IV %, YOY KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I %, YOY Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi %, YOY NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I %, YOY Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami peningkatan dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian. Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2017 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan pangsa 61,57%. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar 29,88%. Lebih lanjut, peran ekspor luar negeri sebesar 9,27%, dan konsumsi pemerintah sebesar 5,00%. Selain itu, pangsa impor luar negeri, sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga cukup besar, yaitu 16,32%. Komposisi ini tidak banyak berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode laporan terutama berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di awal tahun. Selain itu, kinerja impor 23

24 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional luar negeri sebagai komponen pengurang PDRB mengalami peningkatan dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi. Meningkatnya pertumbuhan impor didorong oleh masih kuatnya kinerja konsumsi dan lapangan usaha industri. Pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam. Meningkatnya kinerja konsumsi didukung oleh optimisme konsumen dan daya beli masyarakat yang terjaga. Selanjutnya, ekspor luar negeri turut mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan mulai pulihnya perekonomian negara mitra dagang. Komponen Pengeluaran 2014 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar) 2015 * 2016 ** * 2016** I II III IV I II III IV I Konsumsi Rumah Tangga 570, , , , , , , , , , , ,589 Konsumsi LNPRT 10,773 2,736 2,748 2,912 3,042 11,439 3,028 3,029 3,062 3,139 12,257 3,201 Konsumsi Pemerintah 75,556 11,991 17,657 23,013 33,483 86,144 13,546 20,453 20,319 33,583 87,901 14,192 Investasi 274,558 72,937 74,553 78,230 82, ,361 79,037 81,890 84,174 88, ,513 84,743 Ekspor 84,542 22,130 24,308 22,692 23,684 92,813 23,522 25,036 20,890 25,157 94,606 26,277 Impor 220,421 48,715 51,556 48,453 42, ,252 35,286 43,478 37,358 43, ,132 46,274 Net Ekspor Antardaerah 99,974 25,649 20,377 18,281 6,083 70,389 12,151 13,966 16,982 3,566 46,664 20,963 Perubahan Inventori 27,054 6,835 10,931 6,113 (10,212) 13,667 4,139 6,627 3,965 (5,235) 9,495 5,879 P D R B 922, , , , ,455 1,011, , , , ,877 1,092, ,571 Komponen Pengeluaran *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar) 2015 * 2016 ** * 2016* I II III IV I II III IV I Konsumsi Rumah Tangga 465, , , , , , , , , , , ,872 Konsumsi LNPRT 8,299 1,939 1,934 2,046 2,129 8,047 2,109 2,111 2,116 2,163 8,499 2,177 Konsumsi Pemerintah 56,643 8,876 12,250 15,017 22,601 58,744 9,165 13,166 13,135 22,273 57,739 9,400 Investasi 220,773 55,555 56,439 58,684 61, ,079 58,521 60,317 61,937 65, ,916 61,741 Ekspor 68,523 17,003 18,147 16,444 17,123 68,717 16,955 17,858 14,721 17,660 67,193 18,365 Impor 118,498 25,636 26,917 24,941 22,007 99,500 18,775 23,478 20,250 22,577 85,080 23,894 Net Ekspor Antardaerah 47,723 17,086 14,371 15,483 1,096 48,035 11,194 13,320 15,443 1,751 41,708 15,646 Perubahan Inventori 16,261 2,658 4,454 1,234-3,643 4,703 2,647 3,079 1,884-2,383 5,227 3,401 P D R B 764, , , , , , , , , , , ,707 Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY) 2015 * 2016 ** 2017 Komponen Pengeluaran * 2016* I II III IV I II III IV I Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT 8.62 (9.66) (12.33) (3.04) Konsumsi Pemerintah (12.53) (1.45) (1.71) 2.57 Investasi Ekspor (3.05) (1.56) (0.28) (1.59) (10.48) 3.13 (2.22) 8.32 Impor (7.29) (12.04) (7.53) (18.48) (25.77) (16.03) (26.76) (12.77) (18.81) 2.59 (14.49) Net Ekspor Antardaerah (6.80) (3.58) (74.45) 0.65 (34.48) (7.31) (0.26) (13.17) Perubahan Inventori (22.63) (49.60) (20.99) (75.02) (988.66) (71.08) (0.39) (30.87) (34.57) P D R B *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang meningkat pada triwulan laporan. Lebih lanjut, peningkatan terjadi pada seluruh jenis konsumsi, baik konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT). 24

25 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tumbuh 4,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,41% (yoy). Peningkatan ini diindikasikan sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian domestik sehingga dapat menjaga daya beli masyarakat. % 5 4 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (yoy) Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga triwulan laporan membaik dibandingkan triwulan IV Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2016 yang sebesar 99,93. Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini terutama bersumber oleh meningkatnya volume konsumsi barang dan jasa (dari 99,45 menjadi 108,29), baik dalam bentuk makanan maupun non makanan. Selain itu, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi juga mengalami penurunan, atau dengan kata lain, masyarakat semakin optimis dengan terjaganya daya beli di tengah inflasi. Hal tersebut tercermin dari peningkatan indeksnya dari 99,67 menjadi 104,10. Dengan terjaganya keyakinan konsumen ini, dampak dari inflasi yang relatif tinggi pada triwulan I 2017 masih dapat tertahan sehingga kinerja konsumsi rumah tangga tetap meningkat. Jawa Tengah mengalami inflasi 3,30% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan inflasi 2,36% pada triwulan sebelumnya. 3 I II III IV I II III IV I II III IV I Adapun yang menahan keyakinan konsumen adalah pendapatan rumah tangga terindikasi mengalami penurunan, ditunjukkan oleh penurunan indeksnya dari 100,26 menjadi 98,33. Namun demikian, penurunan pendapatan ditengarai karena pada triwulan sebelumnya rumah tangga masih mendapatkan tambahan pendapatan dari bonus akhir tahun. Sementara penghasilan rutin justru mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) pada awal tahun. 25

26 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen %, YOY INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan 4 3 Namun demikian, kinerja konsumsi yang meningkat ini belum tercermin dari kinerja kredit perbankan. Kredit konsumsi pada triwulan I 2017 tumbuh melambat dengan level 8,76% (yoy), dari 9,11% (yoy) pada triwulan IV Perlambatan terjadi pada Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari 4,18% (yoy) menjadi 2,16% (yoy); serta kredit untuk perlengkapan rumah tangga, yaitu dari 76,19% (yoy) menjadi 46,64%(yoy). Sementara itu, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit konsumsi lainnya mengalami peningkatan pertumbuhan. %, YOY KREDIT KONSUMSI %, YOY 13 PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi 4 3 %, YOY KKB KPR LAINNYA - SKALA KANAN PERALATAN RUMAH TANGGA I II III IV I II III IV I II III IV I %, YOY Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) pada triwulan I 2017 tumbuh 3,24% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang tercatat 1,60% (yoy). Adapun peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diselenggarakan 7 kabupaten/kota pada Februari Selain itu, berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), perbaikan juga berasal dari semakin meningkatnya aktivitas komunitas hobi. Lomba komunitas hobi yang diselenggarakan di Jawa Tengah juga turut mendorong kegiatan ekonomi kelompok tersebut. Sementara itu, kegiatan dan bantuan sosial masih terbatas sesuai pola musiman pada awal tahun. 26

27 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY (10) I II III IV I II III IV I II III IV I (20) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Pertumbuhan konsumsi pemerintah pun mengalami perbaikan pada triwulan I Setelah mengalami kontraksi 1,45% (yoy) pada triwulan IV 2016, konsumsi pemerintah tumbuh 2,57% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan diindikasikan berasal dari realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di Jawa Tengah, serta Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada level kabupaten/kota. Sementara itu realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. % PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I % Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah

28 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL) PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I %, YOY Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah % REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah RP MILIAR ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA - SKALA KANAN %, YOY Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Pengeluaran Investasi Pada triwulan I 2017, investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,50% (yoy), melambat dari triwulan yang lalu yang tumbuh 6,09% (yoy). Secara triwulanan, investasi tercatat turun 9,70% (qtq), lebih dalam dari penurunan triwulan I 2016 yang sebesar 4,69% (qtq). 28

29 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional % (2) (4) (6) (8) (10) (12) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto %, YOY PDRB KONSTRUKSI PDRB INVESTASI I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen Pihak perbankan juga mengonfirmasi adanya pelemahan pertumbuhan investasi pada periode laporan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum untuk kegiatan investasi di Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi 15,54% (yoy), dari pertumbuhan 18,41% (yoy) pada triwulan IV Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit sejak tahun 2014 sudah mulai berbalik arah dan mengalami peningkatan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi triwulan I 2017 tercatat meningkat dari 10,15% menjadi 10,34%. %, YOY KREDIT INVESTASI % RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi Perlambatan kinerja ini diindikasikan bersumber dari investasi dalam bentuk bangunan. Kinerja investasi bangunan terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi atau bangunan yang melambat menjadi 4,70% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh 6,40% (yoy) pada triwulan IV Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal, perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada investasi yang berasal dalam negeri, sementara pertumbuhan investasi dari pihak asing masih mengalami peningkatan. Nilai penanaman modal dalam negeri mengalami penurunan 5,74% (yoy), setelah tumbuh 178,53% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, nilai penanaman modal asing mengalami peningkatan pertumbuhan dari -5,08% (yoy) menjadi 144,05% (yoy). 29

30 PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN J A S A - J A S A Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri Pada sisi swasta, perlambatan investasi terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), di mana Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi triwulan I 2017 sebesar 9,58% (yoy) lebih rendah dari SBT triwulan IV 2016 yang sebesar 10,02% (yoy). Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran; listrik, gas, dan air bersih, serta pengangkutan dan komunikasi. %, YOY PMA PMDN I II III IV I II III IV I II III IV I %, SBT SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi %, SBT TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU) Hal tersebut juga tercermin pada hasil kegiatan liaison pada triwulan laporan. Sejumlah 59,18% responden mengkonfirmasi bahwa kegiatan investasi pada triwulan berjalan relatif tetap, dan hanya 38,78% responden yang menyatakan terdapat peningkatan kegiatan investasi. Likert scale investasi triwulan I 2017 tercatat 0,67; menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,08. Kegiatan investasi yang dilakukan lebih banyak bersifat investasi rutin meliputi pemeliharaan dan peremajaan mesin rutin, peremajaan sarana prasarana, serta pengadaan perlengkapan operasional. 30

31 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I 2017 Triwulan IV 2016 Naik Tetap Turun Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison) %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison) Kegiatan investasi rutin tersebut tercermin dari kinerja impor barang modal yang masih tinggi. Pada triwulan I 2017, impor barang modal Jawa Tengah tercatat tumbuh tinggi pada level 29,35% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang juga tinggi, yaitu 20,65% (yoy). Kegiatan impor ini salah satunya didukung oleh nilai tukar Rupiah yang masih mengalami apresiasi sejak triwulan III Pada triwulan laporan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mengalami apresiasi 1,32% (yoy), walaupun tidak setinggi apresiasi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,80% (yoy). %, YOY 100 NILAI IMPOR BARANG MODAL VOLUME IMPOR BARANG MODAL (20) (40) I II III IV I II III IV I II III IV I (60) Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Volume dan Nilai Impor Barang Modal Ekspor dan Impor Luar Negeri Ekspor Luar Negeri Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan I 2017 tumbuh 8,32% (yoy), melanjutkan tren perbaikan dari triwulan IV 2016 yang mencatatkan pertumbuhan 3,13% (yoy). Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan laporan tumbuh 3,99% (qtq) berbalik arah dari penurunan 0,98% (qtq) pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. 31

32 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional % (5) (10) (15) (20) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode 65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan mencapai 45,56%, serta kayu dan barang dari kayu (SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 20,69%. Selain kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan (SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga turut berperan walaupun dengan pangsa masing-masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini relatif persisten selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan jenis komoditasnya, perbaikan pesat kegiatan ekspor Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 ini dialami oleh seluruh komoditas utama, kecuali bahan makanan (SITC 0). Triwulan III 2016 Triwulan IV 2016 TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5) PERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA Grafik 1.26 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas Berdasarkan Komoditas Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) menjadi pendorong utama perbaikan ekspor Jawa Tengah pada triwulan laporan dengan tingkat pertumbuhan 8,22% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,21% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari ekspor produk tekstil seperti pakaian jadi atau garmen (SITC 84). Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 17,89% (yoy) meningkat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 8,80% (yoy). Ekspor komoditas ini secara konsisten mencatatkan pertumbuhan selama hampir 5 tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan di beberapa periode. Industri ini merupakan industri yang bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah Minimum 32

33 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor mendorong kinerja ekspor industri ini meningkat lebih tinggi. Sebaliknya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan kain tekstil (SITC 65) mengalami penurunan sebesar 13,28% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan lalu yang sebesar 7,31% (yoy). Komoditas ini telah mengalami penurunan sejak pertengahan tahun Berdasarkan hasil kegiatan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil (benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya saing komoditas dimaksud di pasar global. USD JUTA 1,000 NILAI EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY 15 JUTA TON 200 VOLUME EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan 82) Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif stabil dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor komoditas tersebut masih mencatatkan penurunan sebesar 0,99% (yoy), tidak jauh berbeda dibandingkan penurunan pada triwulan IV 2016 yang sebesar 1,01% (yoy). Komoditas mebel masih mencatatkan penurunan namun telah mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari -11,52% (yoy) menjadi -9,04% (yoy). Sementara itu, komoditas olahan kayu dan gabus (SITC 63) menunjukan pertumbuhan positif sebesar 6,27% (yoy) namun melambat dibandingkan pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan IV

34 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional USD JUTA NILAI EKSPOR %, YOY 500 PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu JUTA TON VOLUME EKSPOR %, YOY 300 PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu Berdasarkan hasil kegiatan liaison, beberapa tantangan dalam ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor, terdapat produk substitusi dengan material selain kayu seperti logam yang berdaya tahan tinggi untuk di luar ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha, ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan di Jawa Tengah. Lebih lanjut, industri ini juga mengalami tantangan dalam pemenuhan bahan baku, serta tenaga kerja. Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami perubahan signifikan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa masing-masing 26,72% dan 17,92%. Setelah kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang (10,44%), Tiongkok (10,11%), dan ASEAN (7,34%). Pada triwulan laporan, perbaikan pertumbuhan ekspor khususnya terjadi dengan negara tujuan Amerika Serikat, Eropa, dan ASEAN. Sementara itu ekspor ke negara tujuan utama lainnya yaitu Tiongkok dan Jepang mengalami penurunan kinerja. TRIWULAN I 2017 TRIWULAN IV 2016 %, YOY AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN I II III IV I II III IV I II III IV I AS ASEAN JEPANG TIONGKOK EROPA LAINNYA Grafik 1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan 34

35 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan dengan pangsa terbesar tumbuh tinggi sebesar 21,78% (yoy) pada triwulan laporan, jauh membaik dari pertumbuhan 9,37% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perbaikan ini seiring dengan membaiknya perekonomian negara tersebut, terutama pada kinerja konsumsi yang ditunjang oleh perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan. Grafik 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat Selain itu, ekspor ke Eropa juga mencatatkan perbaikan signifikan, yaitu dari pertumbuhan 1,91% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,00% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan ini juga sejalan dengan perekonomian Eropa yang membaik pada sejak akhir 2016, khususnya pada konsumsi dan ekspor. Sebaliknya, ekspor dengan mitra dagang Tiongkok mengalami kontraksi cukup dalam pada triwulan laporan, yakni sebesar 12,04% (yoy) setelah mengalami pertumbuhan 5,71% (yoy) pada triwulan IV Hal ini sejalan dengan perekonomian Tiongkok yang ditengarai masih melanjutkan tren pelemahan, yang tercermin dari rasio utang terhadap PDB yang terus meningkat, serta cadangan devisa yang semakin menurun. Grafik 1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok Grafik 1.35 Cadangan Devisa Tiongkok Impor Luar Negeri Kinerja impor luar negeri Jawa Tengah masih melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan IV Pada triwulan laporan, pertumbuhan komponen ini tercatat 27,27% (yoy), melonjak tinggi dari 35

36 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 2,59% (yoy). Tingginya pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari kinerja impor triwulan I 2016 yang secara triwulanan mencatatkan kontraksi dalam sebesar 14,68% (qtq), sementara pada triwulan laporan terjadi pertumbuhan 3,99% (qtq). % 40 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (10) (20) I II III IV I II III IV I II III IV I (30) (40) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa sebesar 44,47% dari total impor Jawa Tengah, sementara pangsa impor nonmigas sebesar 55,57%. Pangsa impor komoditas migas menurun selama beberapa tahun terakhir didorong oleh penurunan harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas migas. Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok sekitar 34% kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. USD JUTA 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, MIGAS NONMIGAS I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah %, YOY NONMIGAS MIGAS TOTAL I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas terus mengalami penurunan secara nominal, dengan penurunan pada triwulan lalu adalah sebesar 11,43% (yoy). Setelah penurunan selama lebih dari dua tahun, pada triwulan I 2017, impor luar negeri mencatatkan pertumbuhan tinggi sebesar 53,67% (yoy). Lonjakan ini seiring dengan 36

37 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional perbaikan harga minyak dunia hingga mencapai rata-rata sebesar USD51,70/barel pada periode tersebut dari sebelumnya dengan rata-rata harga adalah sebesar USD49,16/barel. Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah dapat dikatakan cukup produktif. Impor tersebut utamanya ditujukan untuk kegiatan produktif, yaitu bahan baku dengan pangsa mencapai 68,18% dari total impor nonmigas Jawa Tengah, dan impor barang modal dengan pangsa 21,69%. Sementara itu, impor barang konsumsi hanya memiliki pangsa 10,13%. Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya. TRIWULAN I 2107 TRIWULAN IV 2016 BAHAN BAKU BARANG MODAL BARANG KONSUMSI Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran USD JUTA 1,800 1,600 1,400 1,200 1, BARANG KONSUMSI BARANG MODAL BAHAN BAKU I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas terutama berasal dari impor bahan baku dan barang modal. Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami perlambatan. Pertumbuhan impor bahan baku meningkat menjadi 17,01% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 12,96% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan ditengarai merupakan dampak dari membaiknya kinerja ekspor germen atau pakaian jadi yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi. Impor bahan baku untuk komoditas tersebut, khususnya benang dan kain (SITC 65) tercatat tumbuh 26,54% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya 13,41% (yoy). Selain itu, impor bahan baku untuk industri makanan juga tercatat meningkat. Impor barang modal juga mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 20,65% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 29,35% (yoy). Impor ini salah satunya dalam bentuk mesin dalam rangka peremajaan atau penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat transportasi (SITC kode 7) tumbuh 26,29% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari pertumbuhan 25,92% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami perlambatan, walaupun masih tumbuh dengan level yang tinggi. Impor kelompok komoditas ini tumbuh 13,93% (yoy), setelah tumbuh 28,69% (yoy) 37

38 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional pada periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi ini bergerak seiring dengan kinerja konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat, dan didukung dengan nilai tukar yang relatif terjaga. %, YOY BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI %, YOY TPT (SITC 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan 0 I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa 36,52%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya yaitu Amerika Serikat (10,36%), ASEAN (10,23%), dan Eropa (7,75%). Mitra dagang utama ini tidak banyak berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan, pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan dari seluruh negara tujuan utama selain Tiongkok. TRIWULAN I 2017 TRIWULAN IV 2016 AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah USD JUTA 1,800 1,600 1,400 1,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV I LAINNYA EROPA TIONGKOK ASEAN AMERIKA SERIKAT Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal %, YOY AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA (20) I II III IV I II III IV I II III IV I (40) (60) (80) Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal 38

39 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Net Ekspor Antardaerah Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh 39,77% (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 59,79% (yoy). Perlambatan diindikasikan berasal dari peningkatan impor antardaerah, sementara ekspor antardaerah mengalami peningkatan. Meningkatnya impor antardaerah seiring dengan konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat pada triwulan laporan. Selain itu, peningkatan juga ditengarai berasal dari industri yang melakukan pembelian bahan baku dari daerah lain dalam rangka kegiatan penambahan stok. Sementara itu, sejalan dengan musim panen yang mencapai puncaknya pada triwulan I 2017, ekspor antardaerah berupa komoditas bahan makanan mencatatkan peningkatan. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu lumbung pangan nasional sehingga pangsa komoditas bahan makanan dalam ekspor antardaerah cukup signifikan. Hal tersebut khususnya bagi komoditas beras, sementara komoditas hortikultura cenderung mengalami penurunan kinerja akibat tingginya curah hujan. % (50) I II III IV I II III IV I II III IV I (100) (150) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari tiga lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan (34,95%); pertanian, kehutanan dan perikanan (14,68%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,63%). Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari periode sebelumnya. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian. Perlambatan lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan akibat dari berakhirnya dampak peningkatan kapasitas penggalian Blok Cepu pada tahun Selanjutnya, perlambatan lapangan usaha konstruksi sejalan dengan kinerja investasi yang belum optimal di awal tahun. 39

40 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sementara itu, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah, meliputi industri pengolahan; dan pertanian justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha perdagangan tumbuh relatif stabil. Peningkatan kinerja industri pengolahan didukung oleh permintaan domestik yang masih kuat maupun ekspor yang mulai membaik. Selajutnya, peningkatan kinerja pertanian didorong oleh meningkatnya hasil panen tanaman pangan, terutama padi. Tabel 1.5 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) * Lapangan Usaha I II III IV I II III IV 2016* I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 140,435 38,363 41,499 45,207 32, ,202 38,818 43,020 47,548 34, ,362 41,620 B Pertambangan dan Penggalian 19,654 5,281 5,608 6,000 6,041 22,930 6,339 6,424 6,975 7,149 26,887 6,968 C Industri Pengolahan 329,025 85,862 87,941 89,961 91, ,520 91,321 94,003 96,269 98, ,224 99,116 D Pengadaan Listrik dan Gas , E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 93,450 24,707 25,220 26,065 27, ,406 26,732 27,509 28,480 29, ,256 28,464 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 124,943 31,810 33,001 34,937 35, ,953 35,547 35,991 36,659 38, ,222 38,638 H Transportasi dan Pergudangan 27,668 7,544 7,692 8,168 8,417 31,820 8,139 8,089 8,721 9,010 33,958 9,133 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 27,788 7,417 7,666 7,838 8,048 30,968 8,401 8,671 8,830 8,877 34,778 9,104 J Informasi dan Komunikasi 28,403 7,434 7,475 7,735 7,868 30,511 8,080 8,163 8,310 8,523 33,075 9,037 K Jasa Keuangan dan Asuransi 25,535 6,978 6,839 7,291 7,739 28,846 7,803 7,994 8,225 8,573 32,596 8,446 L Real Estate 15,037 4,026 4,144 4,256 4,323 16,749 4,381 4,483 4,594 4,714 18,172 4,778 M,N Jasa Perusahaan 3, , ,010 1,021 3,957 1,065 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 26,406 6,809 6,929 7,408 7,780 28,926 7,728 7,903 7,720 7,882 31,233 7,813 P Jasa Pendidikan 38,446 10,089 10,271 10,300 11,329 41,989 11,482 11,493 11,787 11,860 46,623 12,109 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,538 2,041 2,062 2,065 2,236 8,404 2,283 2,307 2,341 2,386 9,317 2,440 R,S,T,U Jasa lainnya 13,681 3,693 3,464 3,632 3,847 14,637 4,054 4,109 4,221 4,276 16,659 4,384 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 922, , , , ,455 1,011, , , , ,877 1,092, ,571 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2017** Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) 2015 * 2016 ** Lapangan Usaha * I II III IV I II III IV 2016* I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 107,793 27,941 30,614 32,449 22, ,826 27,395 30,607 33,429 24, ,251 29,975 B Pertambangan dan Penggalian 15,567 3,738 3,924 4,196 4,183 16,041 4,545 4,572 4,922 5,006 19,045 4,851 C Industri Pengolahan 271,527 69,374 70,461 71,683 73, ,576 72,143 73,840 74,684 75, ,227 75,107 D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 76,682 19,580 19,858 20,462 21,386 81,286 20,763 21,339 22,020 22,754 86,875 21,739 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 110,899 27,526 28,393 29,675 29, ,299 29,662 30,007 30,263 31, ,181 31,201 H Transportasi dan Pergudangan 24,868 6,513 6,509 6,766 7,020 26,808 6,978 6,963 7,259 7,392 28,592 7,357 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 23,472 6,107 6,237 6,311 6,409 25,064 6,489 6,663 6,724 6,794 26,669 6,882 J Informasi dan Komunikasi 30,130 8,029 8,082 8,367 8,523 33,001 8,757 8,859 9,002 9,125 35,743 9,377 K Jasa Keuangan dan Asuransi 20,107 5,333 5,169 5,445 5,772 21,719 5,783 5,890 5,994 6,154 23,821 5,979 L Real Estate 13,777 3,569 3,678 3,768 3,807 14,822 3,842 3,913 3,990 4,084 15,829 4,099 M,N Jasa Perusahaan 2, , , O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 21,076 5,439 5,451 5,614 5,690 22,195 5,668 5,736 5,608 5,707 22,720 5,666 P Jasa Pendidikan 27,266 7,184 7,111 7,233 7,796 29,324 7,875 7,878 7,916 7,895 31,564 8,019 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,917 1,547 1,514 1,567 1,680 6,308 1,709 1,725 1,731 1,764 6,929 1,789 R,S,T,U Jasa lainnya 11,918 3,128 2,919 3,053 3,201 12,300 3,275 3,297 3,371 3,417 13,360 3,479 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2017** 40

41 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) 2015 * 2016 ** Lapangan Usaha * I II III IV I II III IV 2016* I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 2017** Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih tumbuh tinggi di level 9,42% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan 8,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan 20,77% (qtq), sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (20,03%; qtq). % 40 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (10) (20) I II III IV I II III IV I II III IV I (30) (40) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Peningkatan aktivitas di sektor ini terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit sektor pertanian yang meningkat menjadi 20,12% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 9,65% (yoy) pada triwulan IV 2016,. Hal ini juga disertai dengan membaiknya kualitas kredit sektor tersebut yang tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) menjadi 9,16% pada triwulan laporan dari 10,17% pada triwulan IV

42 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Kinerja baik sektor pertanian pada triwulan I 2017 utamanya didukung oleh anomali cuaca La Nina yang terjadi pada semester II Tingginya curah hujan pada periode tersebut diperkirakan dapat semakin mendorong kinerja pertanian khususnya untuk tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Produksi padi pada periode laporan mencatatkan pertumbuhan sebesar 40,59% (yoy), relatif stabil pada level yang tinggi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 41,28% (yoy). Angka produksi ini juga terkonfirmasi dengan harga beras di pasar konsumen yang relatif stabil, bahkan mengalami deflasi 3,69% (yoy) pada akhir triwulan laporan. Sebaliknya, La Nina menjadi penghambat kinerja pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah hujan tinggi atau kelembaban tinggi seperti aneka bawang dan aneka cabai. Komoditas tersebut rentan rusak, atau bahkan gagal panen. Menurunnya produksi komoditas ini tercermin dari harga di pasar yang meningkat pesat. Inflasi bawang merah dan cabai rawit melesat tinggi pada awal tahun, yaitu tercatat masing-masing sebesar 7,72 (qtq) dan 19,30% (qtq). Namun demikian, pangsa komoditas hortikultura relatif kecil dibandingkan komoditas padi, jagung dan kedelai sehingga secara keseluruhan kinerja sektor ini tetap mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan. Hektar 900, , , , , ,000 LUAS TANAM LUAS PANEN %, YOY PERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADI , , ,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah (10.00) (20.00) (30.00) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah Ribu Ton PRODUKSI PADI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANAN 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

43 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat dari 3,43% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,11% (yoy) pada triwulan I Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami penurunan 0,06% (qtq), tidak sedalam penurunan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -1,25% (qtq). %, YOY PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (1) (2) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Sisi perbankan mengonfirmasi peningkatan kinerja lapangan usaha ini. Pertumbuhan kredit perbankan di sektor industri pengolahan mengalami percepatan dari 1,37% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,33% (yoy) pada triwulan I Namun demikian, peningkatan pertumbuhan diiringi dengan penurunan kualitas kredit, walaupun masih berada di bawah level indikatif 5%. Rasio NPL kredit industri pengolahan naik menjadi 4,57%; dari 3,81% pada triwulan lalu. %, YOY PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN % I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.52 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan 43

44 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perbaikan kinerja pertumbuhan industri pengolahan ditengarai akibat masih kuatnya permintaan domestik, serta peningkatan permintaan ekspor. Kinerja permintaan domestik yang masih baik ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung membaik menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan laporan, dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV Sementara pada sisi global, kinerja ekspor sudah menunjukkan peningkatan pertumbuhan, yakni dari 3,13% (yoy) menjadi 8,32% (yoy). Masih kuatnya permintaan domestik mendorong kinerja industri manufaktur di Jawa Tengah yang berorientasi domestik, khususnya industri makanan dan minuman. Selain itu, berdasarkan hasil FGD, terdapat indikasi bahwa industri tersebut juga sudah mulai melakukan kegiatan penambahan stok dalam rangka periode Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II Turut menunjang perbaikan, tingginya produksi padi juga mendorong jenis industri ini, khususnya penggilingan padi. Perkembangan ini terkonfirmasi dari hasil survei industri besar dan sedang (IBS) maupun industri mikro kecil (IMK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa industri makanan mengalami perbaikan kinerja, khususnya pada skala usaha mikro kecil. Sementara itu, industri minuman mengalami peningkatan signifikan, baik pada skala usaha besar sedang maupun mikro kecil %, YOY IV I INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI BESAR SEDANG INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDSTRI MIKRO KECIL Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman Selanjutnya, perbaikan ekonomi global mendorong kinerja industri dengan orientasi ekspor, yaitu industri tekstil dan produk tekstil, serta industri kayu dan barang dari kayu. Peningkatan kinerja tekstil dan produk tekstil terutama terlihat pada skala besar dan sedang sebagai pelaku eksportir utama, sementara industri tekstil berskala mikro dan kecil lebih berorientasi domestik. Perbaikan kinerja industri kayu juga dialami oleh skala industri besar dan sedang, sementara industri furnitur membaik pada skala industri mikro kecil. Hal ini juga dikonfirmasi dari hasil survei industri manufaktur besar sedang dan industri manufaktur mikro kecil yang dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah. 44

45 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY IV I %, YOY IV I INDUSTRI TEKSTIL INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI TEKSTIL INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI BESAR SEDANG INDUSTRI MIKRO KECIL -10 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi INDUSTRI KAYU INDUSTRI FURNITUR Industri BESAR SEDANG INDUSTRI KAYU Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur INDUSTRI FURNITUR INDUSTRI MIKRO KECIL Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya peningkatan utilitas kapasitas produksi. Penggunaan kapasitas produksi industri pengolahan periode laporan tecatat 78,72%; meningkat dari 75,11% pada periode sebelumnya. Peningkatan terutama berasal dari industri alat angkut, mesin, dan peralatannya; industri semen dan barang galian non logam; industri kertas dan barang dari kertas; serta industri barang lainnya. Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi industri utama Jawa Tengah, yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau tercatat relatif stabil % I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (Hasil SKDU) MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA KERTAS DAN BARANG CETAKAN PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA BARANG LAINNYA Q Q Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU) Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi lapangan usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor mengalami pertumbuhan 5,19% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,20% (yoy). Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat turun 0,15% (qtq), juga relatif stabil dibandingkan penurunan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 0,14% (qtq). 45

46 SUKU CADANG DAN AKSESORI MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR PERALATAN DAN KOMUNIKASI DI TOKO PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA LAINNYA BARANG BUDAYA DAN REKREASI BARANG LAINNYA SANDANG Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional % (2) (4) (6) (8) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Terjaganya pertumbuhan lapangan usaha ini ditopang oleh daya beli konsumen yang terjaga. Berdasarkan hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ekonomi rumah tangga triwulan laporan membaik dibandingkan triwulan IV Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2016 yang sebesar 99,93. Namun demikian, berdasarkan hasil FGD, pertumbuhan perdagangan besar dan eceran relatif melambat, sementara penjualan mobil dan motor mengalami peningkatan kinerja. Perbaikan penjualan mobil dan motor ditengarai karena peluncuran varian atau tipe baru serta gencarnya promosi di awal tahun. Sementara itu, meningkatnya kinerja konsumsi ternyata belum dapat mendorong kinerja perdagangan besar dan eceran. PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE), perlambatan kinerja perdagangan eceran tercermin dari hasil penjualan yang indeksnya menurun ke level 175,9 dari 189,6 pada triwulan IV Penurunan terjadi untuk semua kategori kecuali peralatan dan komunikasi di toko. INDEKS 220 INDEKS PPENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN %, YOY 10, INDEKS 2016-IV 2017-I 200 8, , , , I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan 0,00 Grafik 1.60 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas 46

47 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Lapangan Usaha Lainnya Walaupun ketiga ketiga lapangan usaha utama mengalami peningkatan atau stabil, terdapat perlambatan signifikan pada beberapa lapangan usaha lainnya, yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian; serta lapangan usaha konstruksi. Hal ini menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sehingga mengalami perlambatan di tengah peningkatan kinerja lapangan usaha utama. Pada triwulan laporan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh 6,73% (yoy), melambat dalam setelah mencatatkan pertumbuhan tinggi, di atas 15% setiap triwulan selama tahun Tingginya pertumbuhan pada tahun lalu diakibatkan oleh peningkatan produksi Blok Cepu. Berdasarkan hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pembangunan Central Processing Plant (CPP) area Gundih Asset 4 PT Pertamina EP mencapai titik optimalnya pada Januari 2016 sehingga produksi mengalami peningkatan sejak triwulan I Pasokan gas dari CPP ini akan dialirkan untuk PLTGU Tambak Lorok, Semarang. Setelah satu tahun, dampak peningkatan pertumbuhan ini sudah ternormalisasi sehingga pertumbuhan kembali ke level semula. Lebih lanjut, lapangan usaha konstruksi juga mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya kegiatan investasi bangunan. Pelemahan juga dikonfirmasi dari hasil SKDU. SBT kegiatan usaha sektor bangunan mengalami penurunan menjadi 1,42% pada triwulan I 2017 dari 1,50% pada triwulan IV %, SBT PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI 4 PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) Pertumbuhan PDRB Konstruksi Lebih lanjut, pada triwulan laporan, pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan lapangan usaha dengan tingkat pertumbuhan tertinggi. Adapun lapangan usaha lainnya yang tumbuh dengan level yang tinggi adalah jasa perusahaan, yaitu sebesar 8,08% (yoy). Tingginya laju pertumbuhan tersebut 47

48 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional didorong oleh kunjungan wisatawan, penyelenggaraan acara, yang mendorong usaha jasa persewaan, serta jasa pariwisata. Sementara itu, di sisi lain, lapangan usaha administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mencatatkan kontraksi yaitu sebesar -0,05% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan perlambatan belanja pegawai pemerintah. Walaupun konsumsi pemerintah mengalami perbaikan, konsumsi tersebut terutama berupa pembelian barang, sementara belanja pegawai cenderung melambat Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017 Sesuai pola musimannya pada periode Ramadhan dan Lebaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diperkirakan meningkat pada triwulan II Lebih lanjut, periode Ramadhan dan Lebaran yang pada tahun lalu masih sebagian berada pada triwulan III, bergeser sehingga pada tahun ini keseluruhan periode Ramadhan dan Lebaran berada pada triwulan II. Berdasarkan sisi penggunaan, peningkatan terutama berasal dari konsumsi dan investasi. Sementara itu, berdasarkan lapangan usaha, peningkatan diprediksi berasal dari lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan seiring dengan peningkatan permintaan domestik dari Jawa Tengah maupun provinsi lain Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Pengeluaran Pendorong utama akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 pada sisi pengeluaran adalah konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi pemerintah. Dengan pangsa lebih radi 60%, peningkatan pada jenis pengeluaran tersebut akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Turut menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, kinerja investasi pun diprediksi mengalami peningkatan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 utamanya bersumber dari pola konsumsi masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Pada periode tersebut, konsumsi makanan dan minuman, transportasi, komunikasi, juga wisata biasanya akan meningkat. Lebih lanjut, peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut didukung dengan pendapatan yang juga meningkat dengan penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS. Proyeksi tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi baik saat ini maupun ke depan meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2017 (s.d. Mei) yang meningkat menjadi 127,2 dari 125,7 pada triwulan I

49 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Ramadhan dan Lebaran juga akan mendorong konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Pada periode tersebut, kegiatan lembaga masyarakat atau lembaga penyaluran zakat meningkat. Peningkatan tersebut juga diprediksi berasal dari kegiatan amal rumah tangga, pihak swasta lain, maupun pemerintah yang disalurkan melalui lembaga nonprofit. Pada sisi pemerintah, konsumsi pun diperkirakan tumbuh membaik. Secara keseluruhan tahun, APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 meningkat 10,44% dari APBDP Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan peningkatan APBDP 2016 yang sebesar 7,76%. Pada triwulan laporan, pertumbuhan terutama berasal dari pos belanja pegawai, untuk penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kinerja investasi pun diprediksi meningkat pada triwulan II Optimisme peningkatan di sisi swasta tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, perkiraan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi triwulan II 2017 tercatat sebesar 13,83%, lebih tinggi dibandingkan SBT kegiatan investasi triwulan I yang sebesar 9,58%. Peningkatan tersebut terutama berasal dari sektor pertanian; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sementara itu, investasi yang berasal dari pemerintah terutama dalam bentuk pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dan perbaikan jalan, untuk beberapa ruas akan ditargetkan agar selesai pada musim mudik Lebaran pada akhir triwulan II Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang berjalan pada triwulan II 2017 antara lain: (i) Jalan Tol Pejagan Pemalang; (ii) Pembangunan PLTU Batang; (iii) Pembangunan Pelabuhan Tanjung Emas dan TPKS; (iv) Bendungan Logung; (v) Pembangunan sarana pendukung Bandara Wirasaba (mis: jalan); (vi) Perbaikan jalan Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Lapangan Usaha Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa Tengah masih diproyeksikan mengalami pertumbuhan. Industri pengolahan dengan pangsa terbesar, di atas 30%, mengalami perbaikan kinerja dan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah secara keseluruhan. Selain itu, kinerja lapangan usaha perdagangan juga diproyeksi mencatatkan perbaikan seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi pada periode Ramadhan dan Lebaran. Namun demikian, lapangan usaha pertanian diprediksi mengalami perlambatan seiring dengan berakhirnya panen raya. 49

50 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Seiring dengan meningkatnya permintaan dalam rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran, pertumbuhan industri pengolahan diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya berasal dari domestik, sementara permintaan ekspor masih belum cukup kuat. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, beberapa pelaku industri sudah mulai melakukan kegiatan building stock dalam rangka menghadapi peningkatan permintaan tersebut. Berdasarkan hasil SKDU, pelaku usaha telah memprediksi adanya peningkatan kegiatan usaha industri pengolahan pada triwulan II Hal tersebut tercermin dari perkiraan SBT yang sebesar 8,37%, meningkat dibandingkan SBT triwulan I 2017 yang sebesar 2,36%. Peningkatan juga diprediksi terjadi pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Seiring dengan peningkatan permintaan domestik terutama pada saat Ramadhan dan Lebaran, kegiatan usaha perdagangan diperkirakan mengalami peningkatan. Pelaku usaha lapangan usaha ini pun memperkirakan adanya peningkatan kinerja. Hal tersebut tercermin dari hasil SKDU, di mana perkiraan SBT kegiatan usaha sektor perdagangan, hotel, dan restoran triwulan II 2017 tercatat 11,46%; meningkat dari SBT triwulan I 2017 yang sebesar 4,67%. Adapun penahan akselerasi berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Seiring dengan berakhirnya panen raya dan mulai masuknya musim tanam, khususnya untuk komoditas beras, produksi pada triwulan II 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan juga mengingat tingginya produksi triwulan II 2016 yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata karena pergeseran musim tanam sebagai dampak dari El Nino. 50

51 Bab 2. Keuangan Pemerintah 2. Keuangan Pemerintah Persentase realisasi pendapatan tercatat meningkat, meskipun belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah, Dana Alokasi Umum dan Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Penurunan realisasi belanja berasal dari menurunnya belanja modal pada komponen belanja langsung. Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016, mengindikasikan adanya upaya perbaikan realisasi oleh pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian. 2.1.Realisasi APBD Triwulan I 2017 Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017 meningkat dibandingkan tahun anggaran Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47 triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp23,36 triliun atau naik 10,44% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar Rp104 milliar. Ditinjau dari serapan terhadap anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat, namun persentase realisasi belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%. Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan I 2017 sebesar 10,04% dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,69%. Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar) Realisasi Tahun c APBD-P 2017 % Realisasi Tw I PENDAPATAN ,13% PAD ,39% Dana Perimbangan ,95% Transfer Pemerintah Pusat Lainnya ,34% BELANJA ,04% Belanja Tidak Langsung ,87% Belanja Langsung ,72% SURPLUS/DEFISIT Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Secara nominal, pada triwulan I 2017 realisasi pendapatan meningkat sedangkan belanja pemerintah mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Realisasi pendapatan triwulan I

52 SUPLEMEN tercatat sebesar Rp5,19 triliun, meningkat Rp1,11 triliun dibandingkan realisasi pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp4,08 triliun. Kondisi berbeda dialami pada realisasi belanja yang mengalami penurunan sebesar Rp276 miliar pada triwulan I 2017; dari triwulan sebelumnya sebesar Rp2,66 triliun menjadi Rp2,35 triliun pada triwulan laporan. Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp2,85 trilliun pada triwulan I Surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar Rp1,46 trilliun dan selama lima tahun terakhir ( ) yang sebesar Rp... triliun. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir, kondisi surplus ini selalu terjadi di awal tahun. Meningkatnya surplus yang terjadi pada awal tahun 2017 ini sejalan dengan persentase pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Ditambah lagi, persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 yang lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi belanja selama lima tahun terakhir berkontribusi pada tingginya surplus di triwulan laporan. Realisasi belanja yang lebih rendah ini akibat kewajiban pembayaran pelaksanaan proyek pemerintah yang belum diajukan oleh vendor tidak dapat dibayarkan di triwulan awal

53 SUPLEMEN Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017 Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 22,13%, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 dengan realisasi 18,54%. Peningkatan persentase serapan ini terjadi di seluruh komponen, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper), dan lain-lain pendapatan yang sah. Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017 Komponen Pendapatan Daerah Tw I 2016 Tw I 2017 P endapatan Asli Daerah 14,32% 19,38% P ajak Daerah 15,82% 19,50% Retribus i Daerah 25,86% 23,03% Hs l P engelolaan Kekayaan Daerah Yg Dipis ahkan 0,19% Lain-Lain P AD Yg S ah 3,60% 23,49% Dana perimbangan 25,77% 24,95% Dana B agi Hs l P jk/b ukan P jk 20,62% 32,72% Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Dana Alokas i Umum 33,33% 20,41% Dana Alokas i Dana Khus us 24,03% L ain-l ain P endapatan Yang S ah 7,99% 29,34% Hibah 21,25% Dana P eny. dan Otonomi Khus us Dana Ins entif Daerah 50,00% P endapatan Lainnya Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper) memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber 53

54 SUPLEMEN utama pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua pos tersebut. Meskipun bertumbuh, namun pangsa PAD pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 44,67% atau menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 48,84%. Penurunan ini mengindikasikan menurunnya kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu, pangsa Daper meningkat menjadi 54,84% pada triwulan I 2017 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan I Peningkatan ini terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemprov Jateng. Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017 Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran sebesar 85,45% dari total PAD dan lain-lain PAD yang sah (13,53%). Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah terbilang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 19,50%; lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang mencapai 15,82%. Perbaikan ini terjadi seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison Bank Indonesia terhadap perusahaan otomotif di Jawa Tengah yang menyatakan terjadi peningkatan penjualan mobil baru di triwulan awal tahun Berdasarkan perannya terhadap total pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor memang menjadi pemasukan utama pajak daerah, dengan peran masingmasing sekitar 35-40% di tiap tahunnya. Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang terkumpul pada triwulan I 2017 mengalami perbaikan. Pajak daerah tumbuh 3,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,16% (yoy). Capaian pajak daerah ini juga sejalan dengan perekonomian yang tumbuh membaik dibandingkan triwulan sama tahun

55 SUPLEMEN Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami peningkatan realisasi menjadi 23,49% pada triwulan I 2017 setelah sebelumnya terealisasi 3,60% pada triwulan sama tahun Meningkatnya komponen ini ditengarai akibat hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan kontribusi badan usaha yang meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen Daper, sumber pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan peran sebesar 48,29% dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU (40,18%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (11,13%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sama seperti tahun sebelumnya. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar Rp1,38 triliun, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp1,29 triliun. Sementara itu, realisasi DAU meningkat menjadi Rp1,14 triliun; lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp620 miliar. Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun serapan DBH meningkat menjadi Rp322,67 miliar dari sebelumnya Rp190 miliar di triwulan I Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan. Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 29,34%; meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016 sebesar 7,99%. Meningkatnya komponen ini terutama berasal dari realisasi dana insentif daerah yang sebesar Rp25,10 miliar, setelah sebelumnya tidak mengalami realisasi di triwulan I Dengan realisasi sebesar itu, persentase serapan dana insentif daerah tercatat sebesar 50,00% dari total anggaran

56 SUPLEMEN Realisasi Belanja Triwulan I 2017 Pada triwulan I 2017, realisasi belanja Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp2,34 trilliun dari total anggaran belanja Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,62 trilliun. Menurunnya realisasi ini terutama didorong oleh penurunan belanja langsung dari komponen belanja modal. Lebih jauh, belanja tidak langsung yang memiliki peranan dominan sebesar 87,98% dari total belanja, juga mengalami penurunan persentase realisasi. Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017 Pencapaian realisasi belanja tidak langsung menurun pada triwulan laporan. Realisasi pada triwulan I 2017 sebesar 11,87%; lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 12,58%. Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan masing-masing peran sebesar 38,29%; 29,78%, dan 16,32% dari total belanja tidak langsung. Pada triwulan I 2017, belanja hibah tercatat sebesar Rp873,22 milliar atau 17,66% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar Rp1,273 trilliun atau 23,76%. Penurunan ini terjadi di tengah tertahannya realisasi Pemprov Jateng pada awal tahun 2017 yang ditengarai sebagai dampak adanya perubahan struktur nomenklatur pada dinas-dinas di Provinsi Jateng. 56

57 SUPLEMEN Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017 Komponen Belanja Daerah Tw IV 2016 Tw IV 2017 Belanja Tidak L angsung 12,58% 11,87% Belanja P egawai 16,46% 16,18% Belanja Hibah 23,76% 17,66% Belanja Bantuan S os ial 0,00% 0,00% Blnj Bagi Has il Kpd Kab/Kota 4,87% 6,03% Blnj Bant.Keu. Kpd Kab/Kota 0,00% 0,00% Belanja Tdk Terduga 0,00% 6,03% Belanja L angsung 9,45% 4,72% Belanja P egawai 10,03% 7,71% Belanja Barang Dan Jas a 6,12% 4,95% Belanja Modal 12,42% 3,47% J umlah Belanja 11,69% 10,04% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sementara itu, komponen belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar 6,03%, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,87%. Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan, yakni dari Rp261 milliar menjadi Rp265 milliar. Adapun belanja pegawai tercatat mengalami penurunan persentase realisasi, yakni sebesar 16,18%; menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 16,46%. Penyesuaian nomenklatur di awal tahun diperkirakan memengaruhi serapan realisasi untuk perjalanan dinas dan kegiatan sehingga tidak terserap sesuai target. Namun demikian, secara nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi Rp925,42 miliar, dari sebelumnya yang sebesar Rp483,36 milliar. Serupa dengan belanja tidak langsung, pada komponen belanja langsung persentase realisasi mengalami penurunan. Penyerapan belanja langsung tercatat 4,72%; relatif turun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 9,45%. Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya, realisasi belanja modal yang memiliki peran 42,39% dari total belanja langsung ini mengalami penurunan persentase realisasi. Meskipun mengalami peningkatan secara nominal, belanja barang dan jasa serta belanja pegawai, yang masing-masing memiliki peran sebesar 51,91% dan 5,70% terhadap belanja langsung, mengalami penurunan persentase realisasi pada triwulan laporan. Realisasi belanja modal pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp64,17 milliar, atau terserap 3,47% dari total anggaran. Persentase ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terserap sebesar Rp 391 milliar atau 12,42%. Penurunan ini terjadi akibat perubahan nomenklatur sehingga mengakibatkan realisasi belanja modal lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. 57

58 SUPLEMEN Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp179,05 milliar, atau terserap 4,95% dari total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan dibandingkan persentase realisasi tahun lalu sebesar 6,12%. Penurunan juga terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja pegawai tercatat terserap 7,71% dari total anggaran. Angka ini menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar 10,03% dari total anggaran. 2.2.APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017 APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 mengalami peningkatan di tengah upaya pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian melalui belanja fiskal. Meskipun demikian, hal ini dilakukan dengan tetap mengupayakan defisit anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi kenaikan anggaran APBN sebesar 4,81%; dari sebelumnya Rp33,48 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp35,09 triliun di triwulan laporan. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai dianggarkan sebesar Rp14,35 triliun atau 40,91% dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti oleh belanja barang sebesar Rp11,02 triliun (31,41%), belanja modal sebesar Rp9,47 triliun (26,96%), dan belanja bantuan sosial Rp240 miliar (0,68%). Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan relatif mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp4,89 triliun atau 13,93% dari total anggaran 2017, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar Rp4,38 triliun atau 13,09% dari APBN Provinsi Jawa Tengah

59 SUPLEMEN Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada triwulan I 2017 meningkat akibat komponen belanja barang yang mengalami peningkatan. Belanja barang ini memiliki peran 28,11% dari total realisasi belanja. Kenaikan juga terjadi untuk belanja modal (pangsa 15,56%) dan belanja bantuan sosial (0,18%). Namun demikian, terjadi penurunan persentase serapan pada komponen belanja pegawai (56,15%) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Realisasi belanja pegawai pada triwulan I 2017 sebesar Rp2,74 triliun atau 19,12% dari total APBN Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 21,43% dari total APBN 2016, sebesar Rp2,78 triliun. Penurunan persentase realisasi ini ditengarai merupakan upaya penghematan pemerintah di tengah risiko penerimaan pajak yang menurun pada tahun berjalan. Sementara itu, belanja barang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun atau 12,46% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang sebesar Rp1,01 triliun atau 8,80%. Persentase realisasi belanja barang ini meningkat di tengah perbaikan serapan yang dilakukan oleh Pemerintah di awal tahun. Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar) Jenis Triwulan I 2016 Triwulan I 2017 Pagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % Realisasi Belanja Pegawai ,43% ,12% Belanja Barang ,80% ,46% Belanja Modal ,67% ,03% Belanja Bantuan Sosial ,96% ,72% Total ,09% ,93% Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah 59

60 SUPLEMEN Belanja modal tercatat sebesar Rp760,21 milliar atau terealisasi sebesar 8,03%; lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja modal triwulan I 2016 yang sebesar Rp579,50 milliar atau 6,67%. Peningkatan ini juga sejalan dengan realisasi pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur, khususnya untuk proyek pembangunan jalan yang mengalami percepatan yang ditargetkan dapat selesai sebelum hari raya Idul Fitri. Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,93 miliar atau 3,72% dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan I 2016 yang sebesar Rp2,30 miliar atau 0,96%. Realisasi bansos ini sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu di tengah upaya revitalisasi beberapa daerah, termasuk Magelang, yang terkena musibah banjir di awal tahun Selain itu, beberapa program untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan berimplikasi pada serapan realisasi bansos yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. 60

61 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3. Perkembangan Inflasi Daerah Pada triwulan I 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok administered prices dan inti. Pada triwulan II 2017, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan penyesuaian harga pada kelompok administered prices serta meningkatnya permintaan komoditas pangan seiring Ramadhan dan Idul Fitri. Namun demikian, inflasi diperkirakan masih berada pada target sasaran inflasi 4±1% Inflasi Secara Umum Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan I 2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. 3 Pada akhir triwulan I 2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar 1,56% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62% (qtq). TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA KESEHATAN SANDANG PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU BAHAN MAKANAN UMUM TW I 2016 TW I 2017 RATA-RATA TW I % Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah 3 Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan. 61

62 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Walaupun mengalami peningkatan, inflasi Jawa Tengah masih relatif terkendali. Laju inflasi Jawa Tengah masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,61% (yoy), maupun inflasi Kawasan Jawa yang sebesar 3,47% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi tetangga di Kawasan Jawa, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi pada Jawa Timur dengan nilai 3,84% (yoy). Terjaganya inflasi Jawa Tengah ini terutama didukung oleh adanya kebijakan pengendalian inflasi di daerah, terutama untuk pasokan bahan pangan strategis. %,MTM 1,80 1,60 1,40 Jabar Banten Jateng DIY Jatim DKI Jawa %,YOY 9,00 8,00 7,00 Jabar Banten Jateng DIY Jatim DKI Jawa 1,20 6,00 1,00 0,80 0,60 0,40 5,00 4,00 3,00 0,20 2,00 0,00-0,20-0,40 Jan Feb Mar ,00 0,00 Tw I 2015 Tw I 2016 Tw I 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa %, MTM RATA-RATA %, YOY %, MTM 9,0 Kenaikan Pembatasan Tw I ,5 Curah hujan BBM Kenaikan TTL tahap produksi bibit ayam Kenaikan komoditas adm. 8,0 tinggi Ekspektasi prices, meliputi biaya akhir 2013 Bencana 2,0 mulai naik administrasi STNK, TTL banjir Kenaikan Kenaikan TDL serta kenaikan aneka TTL u/p1, I3, dan elpiji 12 kg 7,0 R3, I4, B2, B3 1,5 Kenaikan harga BBM, gejolak 6,0 1,0 pangan Ramadhan El-Nino 5,0 0,5 1 4,0 0,0 3,0-0,5 0-1 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES 2,0-1, YOY 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5,0 5,0 6,1 8,2 6,7 5,7 5,6 5,9 6,2 6,1 6,3 6,1 5,7 5,2 4,0 2,7 3,5 3,9 4,2 3,5 3,1 2,9 3,0 2,4 2,7 2,8 3,1 2,3 3,0 3,8 3,3 MTM 0,9 0,3 0,2-0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2-0, -0, 0,1 0,1 0,5 0,6 0,9 0,2-0, -0, 0,2 0,9 0,4-0, 0,3-0, 0,1 0,4 1,0-0, 0,0 0,0 0,5 0,2 1,1 0,5-0, Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan disagregasi inflasi, 4 peningkatan laju inflasi tahunan pada triwulan I 2017 terutama berasal dari kelompok administered prices akibat dari penyesuaian harga dan tarif oleh pemerintah. Selain itu, kelompok inti juga mengalami kenaikan inflasi yang didorong oleh peningkatan beberapa 4 Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti. 62

63 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah harga komoditas pada awal tahun, meliputi kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan tarif pulsa. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food tercatat menurun seiring petani memasuki musim panen pada awal triwulan tahun Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Januari Februari Maret Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Biaya Perpanjangan STNK 0,34 Tarip Listrik 0,14 Tarip Listrik 0,06 Tarip Pulsa Ponsel 0,18 Bawang Merah 0,08 Tukang Bukan Mandor 0,02 Tarip Listrik 0,14 Cabai Rawit 0,08 Rokok Kretek Filter 0,02 Cabai Rawit 0,13 Tarip Pulsa Ponsel 0,04 Batu Bata 0,02 Bensin 0,12 Tukang Bukan Mandor 0,04 Bensin 0,02 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Januari Februari Maret Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Bawang Merah -0,06 Daging Ayam Ras -0,05 Cabai Rawit -0,12 Telur Ayam Ras -0,04 Telur Ayam Ras -0,04 Cabai Merah -0,08 Cabai Merah -0,03 Cabai Merah -0,03 Beras -0,05 Semen -0,01 Beras -0,03 Tarip Pulsa Ponsel -0,03 Tomat Sayur -0,01 Angkutan Udara -0,03 Bawang Putih -0,03 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Apabila dilihat berdasarkan 6 (enam) kota pantauan inflasi di Jawa Tengah, seluruh kota pantauan pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan inflasi tahunan dibandingkan dengan triwulan IV Kota Semarang sebagai kota dengan bobot terbesar (±51%) mengalami peningkatan inflasi dari 2,32% (yoy) menjadi 3,27% (yoy). Adapun inflasi tertinggi terjadi di Cilacap dengan besaran 4,21% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi di Surakarta dengan nilai 2,93% (yoy). Seiring dengan peningkatan inflasi, disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah pun relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,62% menjadi 1,28%. 63

64 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah Kota Inflasi Tw IV 2016 (%,yoy) Inflasi Tw I 2017 (%,yoy) Surakarta 2,15 2,93 Kudus 2,71 3,17 Semarang 2,42 3,22 Purwokerto 2,32 3,27 Tegal 2,32 3,86 Cilacap 2,77 4,21 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Ditinjau berdasarkan kelompok, peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 disumbang oleh kelompok tranportasi, komunikasi, & jasa keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar. Kenaikan ini didorong oleh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan biaya sarana pendukung transportasi, tarif pulsa ponsel, serta tarif listrik untuk golongan masyarakat mampu pada triwulan laporan. Sementara itu, terjadi penurunan inflasi untuk kelompok bahan makanan. Penurunan ini sejalan dengan pola musiman di triwulan awal, di mana sebagian besar komoditas pangan mengalami masa panen. Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok KELOMPOK III IV I II III IV I II III IV I Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada triwulan I 2017, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan inflasi, setelah sebelumnya mencatatkan deflasi pada triwulan IV Kelompok ini mengalami inflasi 4,95% pada triwulan I 2016, dari sebelumnya deflasi 1,61% pada triwulan IV Peningkatan inflasi tertinggi berasal dari subkelompok sarana dan penunjang transpor serta 64

65 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah subkelompok komunikasi dan pengiriman. Subkelompok sarana dan penunjang transpor mencatatkan inflasi 22,37% (yoy), melonjak tajam dari sebelumnya 1,66% (yoy) pada triwulan IV Kenaikan kelompok ini terutama diakibatkan oleh meningkatnya biaya administrasi perpanjangan STNK di awal tahun Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman meningkat menjadi 8,84% (yoy) dari sebelumnya 2,49% (yoy). Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel seiring dengan kebijakan operator telekomunikasi untuk meningkatkan biaya operasional pada tahun ini. Adapun subkelompok transpor juga menunjukkan peningkatan inflasi, terutama disebabkan oleh tarif angkutan udara yang meningkat seiring beberapa libur akhir pekan panjang yang jatuh di bulan Maret Komoditas Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tw III (yoy) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar ini mengalami peningkatan pada triwulan I Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 3,92% pada triwulan laporan dari 1,53% (yoy) pada triwulan IV Kenaikan ini terutama berasal dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik untuk pelanggan non-subsidi menjadi komoditas utama yang menyumbangkan inflasi dari subkelompok ini. Kenaikan bertahap golongan tarif R-1/900 VA khusus masyarakat mampu telah diberlakukan setiap 2 bulan selama tiga periode, yakni pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Pada triwulan I 2017, sub kelompok ini mencatatkan lonjakan inflasi menjadi sebesar 8,22% (yoy), dari triwulan lalu yang sebesar 0,83% (yoy). Komoditas Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Tw III (yoy) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Perumahan,Air,Listrik,Gas & Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga

66 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Bahan Makanan Inflasi tahunan kelompok bahan makanan mengalami penurunan pada triwulan laporan. Inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dalam dari sebelumnya 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,93% (yoy) pada triwulan I Penurunan inflasi kelompok ini utamanya terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan seiring dengan meningkatnya pasokan di tengah musim panen. Subkelompok ini mencatatkan inflasi 6,29% (yoy), turun jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,24%(yoy). Komoditas bumbu-bumbuan yang mengalami panen di awal triwulan adalah cabai rawit, cabai merah, beras, dan komoditas hasil ternak seperti daging ayam ras dan telur ayam ras. Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Komoditas Tw III (yoy) Tw IV (yoy) Tw I (yoy) Tw II (yoy) Tw III (yoy) Tw IV (yoy) Tw I (yoy) Tw II (yoy) Tw III (yoy) Tw IV (yoy) Tw I (yoy) Bahan Makanan 4,79 11, Padi-padian, Umbi-umbian & Hasilnya 5,95 12, Daging dan Hasil-hasilnya 3,09 1, Ikan Segar 6,92 8, Ikan Diawetkan 4,17 7, Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 10,59 11, Sayur-sayuran 8,43 14, Kacang kacangan 4,31 3, Buah buahan 6,48 2, Bumbu bumbuan -13,10 41, Lemak dan Minyak 10,69 3, Bahan Makanan Lainnya 7,67 7, Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 3.3. Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi terjadi pada kelompok administered prices dan inti. Inflasi kelompok administered prices meningkat dari -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,39% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan inflasi kelompok inti yang mengalami peningkatan inflasi menjadi 3,44% (yoy), dari sebelumnya 2,23% (yoy). Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi, yakni dari sebelumnya 5,35% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,99% (yoy) pada triwulan laporan. 66

67 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan Kelompok Administered Prices Kelompok administered prices mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I Inflasi tercatat sebesar 4,39% (yoy), meningkat dari sebelumnya -0,29% (yoy) pada triwulan IV Meningkatnya inflasi ini terutama disebabkan oleh penyesuaian subsidi Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA untuk golongan mampu. Kenaikan tarif tersebut dilakukan setiap dua bulan sekali yaitu pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Pencabutan subsidi listrik tersebut didasari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero). Peraturan tersebut mengatur penerapan tarif nonsubsidi bagi rumah tangga daya 900 VA yang mampu secara ekonomi. Berdasarkan Permen ESDM tersebut, tarif listrik golongan pelanggan RTM 900 VA akan menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari Kemudian, akan menjadi Rp 1.034/kWh pada 1 Maret 2017 dan 1 Mei 2017 tarifnya berubah lagi menjadi Rp 1.352/kWh. Kenaikan rokok kretek filter juga terjadi akibat kenaikan cukai di awal tahun. Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Dalam kebijakan baru tersebut, ditetapkan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen di tahun Selain kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan ratarata 12,26 persen. Kemenkeu dalam 10 tahun terakhir mengurangi jumlah pabrik rokok dari pabrik menjadi 754 pabrik pada Secara tahunan, inflasi kelompok administered prices yang meningkat ini berasal dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air serta subkelompok transportasi. Hal ini terutama terjadi akibat inflasi yang berasal dari kenaikan TTL akibat penyesuaian tarif pelanggan non-subsidi 900 VA. Sementara itu kenaikan harga BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax, Pertalite, dan Dextile mengalami penyesuaian dan naik sebesar Rp300 per liter per 5 Januari Kenaikan harga bensin, 67

68 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah terutama Pertamax dan Pertalite kembali terjadi pada Maret 2017 seiring harga minyak dunia yang terus meningkat mengikuti tren perkembangan harga minyak dunia yang sedang berlangsung. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices Secara triwulanan, terjadi peningkatan inflasi pada kelompok administered prices. Pada triwulan I 2017, kelompok ini mengalami inflasi sebesar 3,26% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan deflasi 1,37% (qtq). Inflasi yang terjadi pada kelompok ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar -0,26% (qtq). Kenaikan ini terjadi akibat penyesuaian harga TTL nonsubsidi serta kenaikan harga rokok kretek filter. Selain itu, pada awal triwulan, terjadi kenaikan inflasi yang bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan harga bensin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, terdapat kenaikan biaya beberapa penerbitan atau perpanjangan yang termasuk ke dalam PNBP, termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan beberapa surat atau perizinan lainnya Kelompok Inti Inflasi inti mengalami peningkatan menjadi 3,44% (yoy), dari 2,23% (yoy) pada triwulan IV Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 3,70% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi pada subkelompok nontraded. Ditinjau dari komoditasnya, terjadi inflasi untuk komoditas batu bata dan tukang bukan mandor seiring meningkatnya kegiatan pembangunan infrastruktur serta kenaikan Upah Menengah Kota (UMK) di awal tahun. 68

69 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan dibandingkan triwulan IV 2016 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti meningkat menjadi 1,82% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,27% (qtq) dan triwulan I 2016 yang sebesar 0,63% (qtq). Inflasi inti triwulanan ini juga lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,85% (qtq). Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti terkonfirmasi oleh tren output gap yang positif. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan yang signifikan. Pada triwulan I 2017, output gap tercatat positif, sejalan dengan inflasi yang tinggi. Output gap yang positif ini juga menjadi salah satu indikator meningkatnya permintaan masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Namun demikian, inflasi tercatat relatif terkendali di tengah kegiatan pengendalian inflasi di Jawa Tengah yang semakin baik sehingga mampu meredam potensi kenaikan inflasi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 sejalan dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan ke depan oleh masyarakat berdasarkan hasil Survei Konsumen. Pada periode sebelumnya, konsumen memandang bahwa harga secara keseluruhan akan meningkat pada triwulan laporan. 69

70 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia Grafik 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun pada triwulan I 2017, meskipun terjadi peningkatan inflasi inti secara keseluruhan. Menurunnya tekanan imported inflation tercermin dari kelompok inti traded yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV Inflasi inti traded turun dari 2,45% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), sedangkan inflasi inti non-traded relatif meningkat dari sebelumnya 2,17% (yoy) menjadi 3,83% (yoy). Peningkatan tersebut terjadi di tengah adanya pelemahan kurs Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp atau melemah 0,75% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded 5 Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI 70

71 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok Volatile Food Inflasi tahunan volatile food mengalami penurunan pada periode triwulan I Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,35% (yoy) dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 8,26% (yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas bahan pangan, terutama komoditas aneka cabai dan beras seiring memasuki musim panen di awal triwulan, sesuai dengan pola musiman tahunan. Selain itu, meningkatnya pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras di triwulan I 2017 mampu menekan terjadinya inflasi yang lebih tinggi. Penurunan harga cabai rawit Jawa Tengah pada akhir triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan stok yang berada di pasaran. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya produksi di sentra-sentra cabai rawit utama, seperti Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Rembang. Adapun total produksi cabai rawit Jawa Tengah pada bulan Maret 2017 tercatat sebesar ton, meningkat sebesar 11,36% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar ton. Selain peningkatan produksi, penurunan curah hujan Jawa Tengah di bulan ini menyebabkan tingkat hasil panen yang hilang pada komoditas cabai rawit semakin kecil, dengan demikian jumlah yang dapat dijual oleh petani juga semakin banyak. Penurunan harga beras sejalan dengan peningkatan stok akibat panen yang terjadi pada bulan Februari dan Maret di beberapa sentra penghasil, seperti Demak, Sragen, dan Pemalang. Adapun total produksi beras Jawa Tengah pada bulan Februari dan Maret 2017 tercatat sebesar ton, meningkat signifikan dibandingkan produksi bulan Desember 2016 dan Januari 2017 yang sebesar ton. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I

72 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi triwulanan mencatatkan penurunan, dari sebelumnya inflasi 2,62% (qtq) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,66% (qtq) pada triwulan I Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan ratarata lima tahun terakhir yang sebesar 2,48% (qtq). Penurunan inflasi ini terjadi di hampir seluruh subkelompok, terutama untuk subkelompok padi-padian, subkelompok daging, dan subkelompok bumbu-bumbuan. Penurunan harga komoditas-komoditas VF tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan stok sejalan dengan mulai masuknya musim panen yang juga didukung oleh penurunan curah hujan sehingga hasil panen cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food 3.4. Inflasi Kota Kota di Provinsi Jawa Tengah Secara umum, empat dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus, dari sebelumnya 2,32% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan I Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Cilacap, meningkat dari sebelumnya 2,77% (yoy) menjadi 4,21% (yoy). 72

73 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,28%. Sementara pada triwulan IV 2016, selisih tersebut sebesar 0,62%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 4,21% (yoy) dan 3,86% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017 Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kelompok tersebut terpantau tinggi di Kota Tegal, diikuti oleh Kota Semarang. Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel serta kenaikan harga bensin dan tarif angkuran udara. Selain itu, kelompok yang menyumbangkan inflasi lainnya adalah kelompok perumahan, air, dan listrik seiring dengan penyesuaian TTL untuk pelanggan nonsubsidi. 73

74 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan administered prices yang lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Cilacap, dan Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok volatile food yang berada di atas inflasi Jawa Tengah hanya dijumpai di Kota Kudus dan Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Disagregasi Inflasi Cilacap Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan administered prices mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan IV Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik menjadi 4,75% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan IV Kenaikan juga terjadi untuk inflasi 74

75 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah triwulanan yang meningkat menjadi 3,92% (qtq) dari sebelumnya1,56% (qtq). Komoditas yang mendorong peningkatan inflasi kelompok ini adalah kenaikan tarif tukang bukan mandor. Inflasi volatile food menurun pada triwulan I Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,35% (yoy) atau -0,96%(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,51% (yoy) atau 1,58%(qtq). Inflasi ini menurun di tengah meningkatnya pasokan aneka cabai dan jeruk seiring dengan memasuki musim panen di awal tahun. Sementara itu, kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,51% (yoy) atau 3,92% (qtq) pada triwulan I 2017, dari sebelumnya sebesar 1,22% (yoy) atau 1,56% (qtq) pada triwulan IV Peningkatan ini terjadi seiring dengan kenaikan TTL dan tarif parkir di Kota Cilacap Disagregasi Inflasi Purwokerto Peningkatan inflasi Kota Purwokerto terutama didorong oleh kelompok inti dan administered prices. Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik menjadi 2,60% (yoy) dari sebelumnya 1,42% (yoy) pada triwulan IV Demikian pula halnya dengan inflasi triwulanan yang mencatatkan kenaikan menjadi 1,56% (qtq) dari sebelumnya 0,39% (qtq) pada triwulan IV Kenaikan pada kelompok ini terutama berasal dari meningkatnya harga bahan bangunan yakni genteng. 75

76 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan administered prices juga mengalami peningkatan pada triwulan I Inflasi administered prices tercatat sebesar 4,63% (yoy) atau 3,68% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 0,77% (yoy) atau 1,35% (qtq). Peningkatan inflasi kelompok administered prices di Purwokerto ini didorong oleh kenaikan harga TTL. Sementara itu, secara tahunan kelompok volatile food kota Purwokerto menunjukkan penurunan inflasi. Kota Purwokerto mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy) atau 0,14% (qtq) pada triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,32% (yoy) atau 2,95% pada triwulan IV Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya pasokan aneka cabai dan jeruk Disagregasi Inflasi Kudus Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi tahunan untuk seluruh kelompok, dengan peningkatan tertinggi pada kelompok administered prices. Secara triwulanan, inflasi terjadi untuk komoditas inti dan administered prices, sementara volatile food mencatatkan deflasi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan I 2017 naik menjadi 3,81% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,92% (yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga meningkat pada triwulan I 2017 yang sebesar 1,71% (qtq), naik dari sebelumnya yang sebesar 0,23% (qtq) pada triwulan IV Kenaikan inflasi ini didorong oleh meningkatnya harga batu bata di tengah musim penghujan dan meningkatnya permintaan. Inflasi tahunan kelompok administered prices mencatatkan inflasi 3,31% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar -0,97% (yoy). Hal serupa terjadi pada inflasi triwulanan yang mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi 76

77 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah sebesar 3,29% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,94% (qtq). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga rokok kretek filter dan TTL. Inflasi tahunan volatile food meningkat pada triwulan I Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 3,86% (yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini terutama disumbang oleh kenaikan harga sayur-sayuran, meliputi kangkung dan bayam. Namun demikian, inflasi triwulanan mengalami penurunan menjadi 2,62% (qtq) dari 3,52% (qtq) pada triwulan sebelumnya Disagregasi Inflasi Surakarta Kota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 jika dibandingkan dengan triwulan IV Kenaikan inflasi terjadi pada kelompok inti dan administered prices, sementara kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi pada triwulan laporan. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan pada triwulan I 2017 menjadi 2,75% (yoy) dari 2,20% (yoy) pada triwulan IV Sementara itu, inflasi triwulanan juga memiliki pola yang sama yaitu mengalami kenaikan menjadi 1,59% (qtq) dari 0,08% (qtq) pada triwulan lalu. Kenaikan kelompok ini berasal dari meningkatnya tarif upah tukang bukan mandor Inflasi tahunan kelompok administered prices juga meningkat menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya 0,02% (yoy) pada triwulan IV Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan kenaikan inflasi menjadi 3,07% (qtq) dari sebelumnya 1,37% (qtq). Kenaikan harga tarif angkutan udara, TTL, dan rokok kretek filter menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pada kelompok ini. 77

78 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sementara itu, inflasi tahunan volatile food mengalami penurunan pada triwulan laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,95% (yoy) atau -0,32% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,20% (yoy) atau 2,62% (qtq). Penurunan pada kelompok ini terutama didorong oleh meningkatnya pasokan aneka cabai dan bawang putih. Serupa dengan Kota Surakarta, Kota Semarang juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I Berdasarkan disagregasinya, peningkatan terjadi pada kelompok inti dan administered prices. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang Inflasi tahunan kelompok inti meningkat pada triwulan I 2017 menjadi 3,52% (yoy) dari 2,15% (yoy) pada triwulan IV Adapun inflasi triwulanan mencatatkan peningkatan menjadi 1,88% (qtq) dari 0,31% (qtq) pada triwulan lalu. Peningkatan kelompok ini didorong oleh kenaikan tarif upah tukang bukan mandor dan harga batu bata. Begitu pula dengan inflasi tahunan kelompok administered prices yang mengalami peningkatan menjadi inflasi 4,19% (yoy) pada triwulan I 2017 dari sebelumnya deflasi 0,87% (yoy) pada triwulan IV. Inflasi triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 2,95% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan inflasi 1,12% (qtq). Peningkatan kelompok ini terutama berasal dari kenaikan TTL dan harga rokok kretek filter. Sementara itu, inflasi tahunan volatile food pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 6,13% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini 78

79 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah didorong oleh masuknya musim panen raya untuk sejumlah komoditas bumbu-bumbuan, yaitu aneka cabai, bawang merah, bawang putih, serta komoditas beras Disagregasi Inflasi Tegal Serupa dengan Surakarta dan Semarang, Kota Tegal juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I Peningkatan inflasi ini terjadi pada kelompok inti dan administered prices. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan pada triwulan I 2017, yakni sebesar 3,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang 2,80% (yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga meningkat menjadi 1,13% (qtq) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,31% (qtq). Ditinjau berdasar komoditas, peningkatan inflasi terutama dipengaruhi oleh biaya pemeliharaan/service, nasi dengan lauk, dan harga komoditas pasir yang meningkat. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami peningkatan menjadi 6,36% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya 2,02% (yoy) pada triwulan IV Inflasi triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 3,85% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,99% (qtq). Meningkatnya inflasi ini terutama berasal dari kenaikan TTL. Sementara itu, inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017, yang tercatat sebesar -0,98% (yoy) atau -1,53% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,14% (yoy) atau 0,48% (qtq). Penurunan inflasi ini didorong oleh penurunan harga beras, aneka cabai, dan bawang merah. 79

80 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II Inflasi April 2017 Pada April 2017 Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,15% (mtm), berbalik arah setelah bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm), serta rata-rata historisnya yang sebesar -0,10% (mtm). Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Dengan perkembangan ini, inflasi Jawa Tengah sampai dengan April 2017 tercatat 1,71% (ytd), dan secara tahunan tercatat 3,93% (yoy). Inflasi yang terjadi di bulan April 2017, terutama disumbangkan oleh kelompok administered prices. Sementara itu, kelompok inti mengalami inflasi, namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan kelompok volatile food justru mengalami deflasi. Kelompok administered prices Jawa Tengah pada April 2017 mencatatkan inflasi sebesar 1,48% (mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,58% (mtm), dan berlawanan arah dengan rata-rata historisnya yang sebesar -0,16%. Kenaikan kelompok AP terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik, angkutan udara, bensin, dan rokok. Inflasi tarif listrik bulan laporan tercatat sebesar 7,40% (mtm), mencatatkan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir, dan menjadi penyumbang utama inflasi April 2017 dengan besar sumbangan 0,27%. Kenaikan ini merupakan penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi sebesar 30%. Selanjutnya, kenaikan tarif angkutan udara yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan akibat banyaknya hari libur akhir pekan yang panjang (long weekend) pada April 2017 juga menjadi salah satu dari penyumbang utama inflasi periode laporan. Selain itu, harga bensin dan rokok juga mengalami kenaikan, walaupun tidak sebesar dua komoditas sebelumnya. Inflasi bensin pada bulan April didorong oleh kenaikan harga bahan bakar khusus (BBK) seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex masing-masing sebesar Rp100/liter. Sementara kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% per tahun. Tekanan inflasi kelompok inti pada April 2017 tercatat 0,03% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya (0,14%; mtm), maupun rata-rata capaian April selama lima tahun terakhir (0,19%, mtm). Penurunan inflasi terjadi pada kelompok inti non-traded, sementara kelompok traded mengalami deflasi pada bulan laporan. 80

81 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok inti traded mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm) pada bulan laporan, berbalik arah dari capaian Februari 2017 yang mengalami inflasi sebesar 0,15% (mtm) dan rata-rata historisnya yang sebesar 0,19% (mtm). Penurunan harga pada kelompok tersebut terutama didorong oleh komoditas gula pasir. Penurunan harga komoditas gula tersebut sejalan dengan penguatan Rupiah sebesar 0,30% (mtm) dan penurunan harga komoditas gula dunia. Selain itu, beberapa sentra gula utama Jawa Tengah seperti Blora juga sudah mulai memasuki masa penggilingan. Sejalan dengan kelompok traded, inflasi pada kelompok inti non-traded pun tercatat relatif rendah pada bulan laporan, yaitu sebesar 0,08% (mtm), menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,14% (mtm), maupun rata-rata historis yang sebesar 0,09% (mtm). Semen menjadi penyumbang utama penurunan inflasi pada kelompok ini. Sementara itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masih mendorong inflasi upah tukang bukan mandor, walaupun tidak setinggi kenaikan pada Januari maupun Februari. Inflasi kelompok volatile food pada April 2017 melanjutkan deflasi dari bulan sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan deflasi 1,09% (mtm) pada bulan laporan, tidak sedalam dibandingkan Maret 2017 dengan deflasi 1,57% (mtm) dan rata-rata lima tahun terakhir yang mencatatkan deflasi 1,25% (mtm). Secara tahunan, inflasi tercatat relatif stabil, dari sebelumnya 1,99% (yoy) pada Maret 2017 menjadi 1,96% (yoy) pada April Adapun komoditas yang menjadi penyumbang deflasi pada kelompok ini adalah bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan minyak goreng. Komoditas bawang merah memberikan sumbangan deflasi sebesar 0,17%. Penurunan harga ini disebabkan oleh meningkatnya pasokan bawang merah di tengah keberhasilan oleh penanaman di luar musim tanam. Selain itu, berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), terdapat indikasi adanya pasokan bawang merah yang masuk dari India dan Tiongkok, sehingga meningkatkan pasokan komoditas pada bulan April Komoditas cabai rawit dan cabai merah juga mencatatkan deflasi dengan sumbangan sebesar -0,09% dan -0,05%. Menurunnya harga aneka cabai ini didorong oleh meningkatnya pasokan di beberapa sentra penghasil, meliputi Magelang, Wonosobo, dan Temanggung. Komoditas lain yang mengalami deflasi yaitu minyak goreng dengan sumbangan -0,01% seiring dengan penurunan harga Crude Palm Oil (CPO)di pasar global. Sementara itu, komoditas bawang putih dan daging ayam ras berperan dalam menahan laju deflasi menjadi lebih dalam. Kenaikan harga bawang putih dan daging ayam ras disebabkan peningkatan permintaan menjelang bulan puasa di tengah terbatasnya pasokan. 81

82 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Triwulan II 2017 Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan I Faktor yang mendorong peningkatan inflasi adalah penyesuaian TTL 900 VA untuk golongan mampu, serta berkurangnya pasokan dari komoditas pangan di tengah memasuki musim tanam. Adapun tekanan dari sisi permintaan diperkirakan meningkat di tengah Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini kemudian mendorong terjadinya peningkatan inflasi baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan. Namun demikian, pemerintah senantiasa berupaya memperbaiki distribusi logistik dan menjaga ketersediaan pasokan selama bulan Ramadhan sehingga diperkirakan inflasi triwulan II 2017 diperkirakan masih berada pada rentang atas sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1%. Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan kelompok administered prices diperkirakan meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA. Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Selain itu, tarif berbagai angkutan; meliputi angkutan udara, antarkota, dan dalam kota, serta tarif kereta api, diperkirakan meningkat seiring tingginya permintaan untuk mudik Lebaran. Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar hingga Juni 2017 dan penundaan kebijakan distribusi tertutup LPG 3 kg diperkirakan mampu menahan inflasi agar tidak lebih tinggi. Inflasi tahunan volatile food diperkirakan meningkat. Secara pasokan, penurunan ini sejalan dengan memasukinya masa tanam beras dan beberapa komoditas hortikultura, seperti aneka cabai pada triwulan kedua sesuai dengan pola historisnya. Lebih jauh, dari sisi permintaan, kebutuhan akan komoditas pangan diperkirakan akan meningkat, terutama untuk komoditas hasil peternakan dan hortikultura. Namun demikian, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Tengah memastikan kebutuhan beras untuk bulan puasa dan Lebaran di wilayah Jateng aman. Pada akhir April 2017, ketersediaan beras di gudang Bulog hingga saat ini mencapai ton. Stok ini mampu memenuhi kebutuhan hingga tujuh bulan ke depan. Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 mendatang juga relatif tertahan seiring dengan upaya pemerintah yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas untuk komoditas panga, yakni gula pasir, minyak goreng, dan daging sapi. Berdasarkan kebijakan pemerintah tersebut HET gula pasir ditetapkan sebesar Rp per kilogram, minyak goreng dalam kemasan sederhana Rp per liter, dan daging beku Rp per kilogram. Inflasi kelompok inti juga diperkirakan mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan masyarakat, meliputi komoditas sandang, kendaraan bermotor, dan 82

83 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah makanan/minuman jadi. Sementara itu, terdapat dampak lanjut penyesuaian tarif listrik terhadap kenaikan sewa dan kontrak rumah. Adapun percepatan infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah jelang Ramadhan diperkirakan berpotensi menyebabkan peningkatan permintaan untuk bahan bangunan. Lebih jauh, peningkatan inflasi inti tercermin dari ekspektasi harga di tingkat pedagang. Hasil Survei Konsumen menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga 6 bulan mendatang. Begitu pula dengan Survei Pedagang Eceran yang juga menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga untuk 3 bulan yang akan datang. Meningkatnya ekspektasi ini turut mengkonfirmasi pola historis meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran 3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan bahan pangan strategis, TPID Provinsi Jawa Tengah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan sampai dengan April 2017, antara lain sbb: a) Telah dilaksanakan Rakorwil TPID se-jawa Tengah pada tanggal 3 April Rakorwil dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Tengah. Fokus tema yang dibahas dalam acara tersebut adalah Optimalisasi Peran BUMD dalam mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga. BUMD Jawa Tengah didorong untuk lebih berperan aktif dalam mendukung ketahanan pangan Jawa Tengah. b) Melaksanakan Survey Evaluasi Pengendalian Inflasi. Dalam rangka menilai efektifitas pengendalian inflasi, TPID Prov. Jawa Tengah melaksanakan survey kegiatan pengendalian inflasi kepada TPID di 35 Kab/Kota se-jawa Tengah. c) Koordinasi dalam rangka Pengembangan SiHaTi Data Produksi dengan melaksanakan rapat koordinasi bersama dengan Dinas/OPD terkait (Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas 83

84 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Jawa Tengah). Selain dengan OPD, koordinasi juga dilaksanakan dengan petani dan peternak dari daerah sentra. d) Dalam rangka meningkatkan prosentase informasi pasokan melalui penambahan jumlah petani/peternak penginput di SiHaTi Data Produksi, TPID Jateng menyelenggarakan capacity building cara input SiHaTi Data Produksi bagi 56 Gapoktan di 15 Kabupaten/Kota daerah sentra pada tanggal 20 April Sebagai pilot project, komoditas yang dinput ke dalam aplikasi SiHaTi Data Produksi adalah aneka cabai, bawang merah, bawang putih, dan daging sapi. e) Evaluasi Input pada aplikasi SiHaTi data Produksi yang dilaksanakan pada tanggal 25 April Peserta dari kegiatan dimaksud adalah 56 petani/peternak yang berasal dari 15 Kab/Kota sentra serta OPD terkait. Evaluasi input dilaksanakan sebagai tindak lanjut competency building input data kepada para petani dan peternak. Kegiatan ini bermanfaat bagi petani dan peternak apabila mengalami kesulitan dalam melakukan input sekaligus dalam rangka menjaga kualitas input data. f) Perbaikan Aplikasi SiHaTi Data Produksi. Walaupun aplikasi dimaksud telah ada dan digunakan oleh petani dan peternak, namun pengembangan dan perbaikan aplikasi terus dilakukan dalam rangka menyediakan aplikasi yang lebih berdayaguna dan user friendly. g) Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Idul Fitri 2017, telah dilakukan penyusunan materi Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Terdapat 2 jenis materi ILM yaitu : ILM Bijak Berbelanja bagi konsumen dan bijak dalam berdagang (tidak menimbun barang) bagi pedagang. Rencananya ILM akan disampaikan di 3 (tiga) radio mulai H-7 Ramadhan dan H+7 Idul Fitri. h) Aplikasi SiHaTi Masyarakat telah selesai dikembangkan oleh KPw BI Prov. Jateng, dalam rangka sosialisasi telah dilaksanakan penyusunan materi sosialisasi aplikasi SiHaTi Masyarakat melalui radio. i) Grand Launching SiHaTi Generasi III a. Setelah sukses dengan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi Generasi II (SiHaTi Gen.II) yang memungkinkan Pejabat Daerah memperoleh early warning kenaikan harga, serta berkoordinasi secara virtual, sehingga mempercepat dalam pengambilan keputusan, TPID Provinsi Jawa Tengah kembali dengan inovasi baru yaitu SiHaTi Gen.III. Inovasi ini dilaunching langsung oleh Gubernur Jawa Tengah bersama dengan Sekretaris Daerah serta Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 28 April b. SiHaTi Gen.III merupakan integrasi antara 3 (tiga) aplikasi yaitu pertama, SiHaTi Data Produksi yang merupakan aplikasi berbasis android yang memungkinkan petani atau peternak di daerah sentra untuk mencatatkan informasi terkait produksi (meliputi: jumlah 84

85 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah dan perkiraan panen, harga jual, serta kendala yang dihadapi). Sebagai tahap awal, pilot project SiHaTi Data Produksi mencakup 56 Gapoktan yang tersebar di 15 Kabupaten/Kota sentra komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, dan daging sapi. Kedua, SiHaTi Mobile Application atau yang sering disebut SiHaTi Gen.II Ketiga, aplikasi SiHaTi Masyarakat yang memungkinkan masyarakat luas untuk memantau perkembangan harga di pasar-pasar utama di 35 Kabupaten/Kota se-jawa Tengah. Aplikasi ini dapat diunduh di playstore android secara gratis. c. Beberapa manfaat utama yang diperoleh dari SiHaTi Gen.III yang merupakan penggabungan dari ketiga aplikasi tersebut: i. Bagi pemerintah - Memantau perkembangan data produksi (pasokan) riil dan perkiraan pasokan yang dimiliki oleh petani/peternak di daerah sentra secara real time. - Mendukung pengambilan keputusan terkait ketahanan pangan, misal: insiasi kerjasama perdagangan antar daerah. ii. Bagi Produsen (Petani/Peternak) Sebagai acuan dalam menentukan rencana tanam. Pengaturan pola tanam akan meminimalkan harga jatuh saat panen raya dan meminimalkan lonjakan harga ketika terjadi kelangkaan produksi. iii. Bagi Konsumen (Masyarakat) Mengelola ekspektasi positif di masyarakat karena adanya transparansi harga dan pasokan. 85

86 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tekanan terhadap stabilitas keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 menurun sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian. Menurunnya kerentanan sektor korporasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercermin dari membaiknya beberapa indikator kinerja utama korporasi. Namun demikian pada triwulan I 2017, kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami perlambatan sejalan dengan siklus perlambatan perekonomian pada awal tahun Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja perekonomian daerah pada periode tersebut. Indikator-indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan kinerja korporasi.. Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah mengalami peningkatan pada triwulan IV Sesuai dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah kembali melambat pada awal tahun.. Pada triwulan I 2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy); melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy) Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Ketidakpastian perekonomian global yang didorong oleh kebijakan perekonomian pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) yang cenderung protektif berpotensi memberikan dampak signifikan bagi kinerja korporasi Jawa Tengah mengingat AS masih merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah dengan pangsa sebesar 27,46% (keseluruhan tahun 2016). Selain itu, tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga berpotensi memberikan tekanan tambahan bagi korporasi Jawa Tengah. Namun demikian, di tengah tekanan perekonomian global yang meningkat, korporasi Jawa Tengah berhasil mencatatkan kinerja yang meningkat di triwulan IV Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang menunjukkan rata-rata penjualan riil yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. 86

87 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016 Kinerja korporasi pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah yang juga menunjukkan peningkatan kegiatan usaha dibandingkan triwulan III Berdasarkan hasil SPE tersebut, pencapaian Indeks Penjualan Riil (IPR) mengalami peningkatan menjadi 189,64 pada triwulan IV 2016 dari 187,17 pada triwulan III I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Penjualan Riil Grafik 4.1. Hasil SPE Jawa Tengah Meski kinerja korporasi meningkat di triwulan IV 2016, penyerapan tenaga kerja korporasi pada pada triwulan laporan cenderung menurun. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penggunaan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah triwulan III 2016 yang sedikit menurun menjadi sebesar 0,26% dari 0,48% pada periode sebelumnya. % SBT 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0 Tw I Tw II *) Angka perkiraan Tw Tw IV Tw I Tw II Tw Tw IV Tw I Tw II Tw Tw IV Tw I Tw II III III III Tw Tw IV Tw I Tw II Tw Tw IV III III Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah 87

88 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Indikator kinerja keuangan korporasi 6 yang tercermin dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) yang juga turut mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari indikator asset turnover 7 yang naik menjadi 0,20 di triwulan IV 2016 dari 0,16 di triwulan III Meskipun asset turnover mengalami peningkatan, inventory turnover 8 korporasi Jawa Tengah cenderung stabil sejak triwulan II 2016, yakni sebesar 0,18. 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% I II III IV I II III IV I II III IV ROA ROE Sumber: Situs IDX, diolah. Grafik 4.3. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah 6 Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah menggunakan data 3 korporasi terbuka di Jawa Tengah 7 Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan 8 Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi 88

89 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 30% 22% 25% 20% 20% 18% 15% 16% 10% 14% 5% 12% 0% I II III IV I II III IV I II III IV 10% I II III IV I II III IV I II III IV Asset Turnover Inventory Turnover Sumber: Situs IDX, diolah. Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah Sumber: Situs IDX, diolah. Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah Sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2016, Debt Equity Ratio (DER) sebagai salah satu indikator ketahanan korporasi dalam jangka panjang (solvabilitas) juga mengalami peningkatan menjadi 1,18 pada triwulan IV 2016 dari 1,15 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, rasio Total Aset/Total Liabilitas (TA/TL) korporasi Jawa Tengah cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 1,85 pada triwulan IV ,4 2,3 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 I II III IV I II III IV I II III IV 1,3 1,2 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 I II III IV I II III IV I II III IV TA/TL DER Sumber: Situs IDX, diolah Grafik 4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah Meskipun mengalami peningkatan kinerja keuangan, beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar utang pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III Rasio beban utang korporasi (debt service ratio) korporasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,71; meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar -0,44. 9 Sejalan dengan 9 DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDA 89

90 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM hal tersebut, kemampuan korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga juga cenderung menurun pada triwulan IV Rasio Interest Coverage Ratio (ICR) menunjukkan penurunan menjadi sebesar 1,60 pada triwulan IV 2016 dari 2,88 pada triwulan III I II III IV I II III IV I II III IV DSR ICR Grafik 4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah Sementara itu, ketahanan jangka pendek (likuiditas) koporasi Jawa Tengah mengalami penurunan pada triwulan IV Hal tersebut tercermin dari Current Ratio (CR) yang mengalami penurunan menjadi 2,93 pada triwulan IV 2016 dari sebesar 3,49 pada triwulan sebelumnya. 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV Current Ratio Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan I Tren pertumbuhan di awal tahun yang melambat mampu ditahan oleh kinerja lapangan usaha utama agar tidak melambat lebih dalam. Hal tersebut juga didukung oleh fungsi intermediasi perbankan pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa Tengah yang mengalami peningkatan pada 10 ICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5 90

91 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM triwulan I Sementara itu, kualitas kredit pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang beragam. Peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan I 2017 disertai dengan peningkatan pertumbuhan kredit sektor pertanian. Pada triwulan laporan, lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar 9,42% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,75% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor pertanian pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan menjadi 23,75% (yoy) dari 12,99% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja pada lapangan usaha ini juga disertai dengan perbaikan kualitas kreditnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit pada lapangan usaha pertanian tercatat sebesar 9,93% pada triwulan I 2017 atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,26%. Sebagaimana kondisi pada lapangan usaha pertanian, peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan yang meningkat pada triwulan I 2017 juga diiringi oleh peningkatan penyaluran kredit sektor industri pengolahan. Pada triwulan laporan, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat menjadi 4,11% (yoy) dari 3,43% (yoy) di triwulan IV Sejalan dengan hal tersebut, kredit sektor industri pengolahan pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan menjadi 4,33% (yoy) dari 1,37% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit sektor tersebut mengalami penurunan di triwulan I NPL sektor industri pengolahan pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,57% atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 3,81%. 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANAN NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan 91

92 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I 5% 4% 3% 2% 1% 0% PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN - SKALA KANAN Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran cenderung stabil pada triwulan I Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,19% (yoy), cenderung stabil dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,20% (yoy). Kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan I 2017 tumbuh melambat menjadi sebesar 14,70% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 20,60% (yoy). Sementara itu, meskipun masih dalam batas toleransi yang diperkenankan, kualitas kredit di sektor ini mengalami pemburukan dengan tingkat NPL sebesar 3,80% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,32% Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kerentanan pada sektor rumah tangga di triwulan I 2017 cenderung meningkat sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian. Perlambatan tersebut sejalan dengan pola musiman pertumbuhan ekonomi yang kembali ternormalisasi setelah mengalami peningkatan di akhir tahun. Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 cenderung menurun dibandingkan triwulan IV Hal tersebut tercermin dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 125,70; lebih rendah dibandingkan rata-rata IKK triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 126,99. Hal ini juga sejalan dengan perlambatan kredit 92

93 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM konsumsi 11 Jawa Tengah yang tercatat sebesar 8,76% (yoy) pada triwulan I 2017, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,11% (yoy) Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan IV DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 11,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 11,03% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi pangsa DPK perbankan. Meski demikian, pangsa DPK RT pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016 menjadi 71,57% dari sebesar 75,23%. Peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan I 2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan pada seluruh komponen. Pada triwulan laporan, deposito RT pada triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,17% (yoy) atau meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,30% (yoy). Pertumbuhan tabungan RT pada triwulan laporan tercatat sebesar 14,14% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,21% (yoy). Sementara itu, giro RT masih mengalami kontraksi meskipun tidak sedalam triwulan sebelumnya. Pertumbuhan giro RT pada triwulan I 2017 tercatat sebesar -0,03% (yoy) atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -1,52% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, preferensi RT dalam menyimpan uangnya masih didominasi oleh tabungan dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 64,45% dan 32,36% pada triwulan I Berdasarkan lokasi proyek 93

94 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 30,00 % YOY 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00-5,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I GOLONGAN DEBITUR PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Sejalan dengan pola historisnya, ditinjau berdasarkan kelompok nilainya, terlihat bahwa ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap deposan perseorangan dengan nilai besar masih tinggi pada triwulan I Hal tersebut tercermin dari 0,03% deposan perseorangan dengan nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar menguasai hingga 18,33% tabungan perseorangan di Jawa Tengah. Tabel 4.1 Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya Pengelompokkan Tabungan (Rp) Pangsa Nominal Pangsa Deposan Juta 48.70% 99.26% Juta 27.08% 0.67% 500 Juta - 1M 5.90% 0.04% >1M 18.33% 0.03% Kredit Perseorangan di Perbankan Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017, penyaluran kredit RT pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan kredit RT pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 8,76% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 9,11% (yoy). Perlambatan tersebut tertutama didorong oleh perlambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pada triwulan laporan, pertumbuhan KPR tercatat sebesar 4,27% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan KKB tercatat sebesar 1,26% (yoy) pada triwulan I 2017 atau melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,18% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, pangsa kredit RT masih didominasi oleh Kredit Multiguna yang kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat sebesar 26,42% sementara KPR dan KKB masing-masing tercatat sebesar 24,04% dan 11,53%. 94

95 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2017, kualitas kredit RT Jawa Tengah di triwulan laporan juga cenderung memburuk untuk sebagian besar kategori kredit RT. Pemburukan kulaitas kredit tersebut tercermin dari peningkatan rasio NPL yang utamanya terjadi pada kelompok KPR Tipe 21, KPA Tipe 21, dan KPR Tipe di atas 70. %, yoy TOTAL %, yoy KPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYA I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I %, yoy 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I KPR KKB PERLENGKAPAN RT MULTIGUNA LAINNYA Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Tabel 4.2 Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori Kategori I II III IV I II III IV I Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal s.d. Tipe % 1.75% 1.89% 1.50% 1.95% 2.08% 2.56% 2.23% 2.68% Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d % 2.43% 2.41% 1.85% 1.91% 1.83% 1.85% 1.52% 1.70% Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe Diatas % 3.01% 3.11% 2.78% 2.76% 2.83% 2.98% 2.50% 2.97% Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen s.d. Tipe % 0.51% 0.56% 0.11% 0.29% 5.31% 1.92% 0.04% 1.63% Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen Tipe 22 s.d % 2.23% 2.74% 3.23% 3.50% 2.27% 2.04% 3.00% 2.43% Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen Tipe Diatas % 12.91% 12.99% 10.80% 6.73% 4.64% 6.81% 3.94% 3.37% Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Toko (Ruko) atau Rumah Kantor (Rukan) 4.19% 4.36% 4.37% 3.34% 4.29% 3.77% 3.95% 4.33% 4.59% Rumah Tangga untuk Pemilikan Mobil Roda Empat 0.67% 0.77% 0.83% 0.75% 0.73% 0.63% 0.78% 0.77% 0.75% Rumah Tangga untuk Pemilikan Sepeda Bermotor 1.88% 1.94% 1.91% 1.82% 1.88% 2.38% 2.17% 1.89% 1.92% Rumah Tangga untuk Pemilikan Truk dan Kendaraan Bermotor Roda Enam atau Lebih 1.52% 1.13% 0.61% 0.95% 1.16% 0.70% 1.04% 1.80% 1.30% Rumah Tangga untuk Pemilikan Kendaraan Bermotor Lainnya 0.55% 0.54% 0.67% 1.96% 2.27% 2.10% 2.23% 0.40% 0.37% Rumah Tangga untuk Pemilikan Furnitur dan Peralatan Rumah Tangga 1.54% 1.47% 1.98% 2.31% 6.75% 6.48% 2.59% 1.76% 1.09% Rumah Tangga untuk Pemilikan Televisi, Radio, dan Alat Elektronik 1.02% 0.97% 0.43% 0.14% 0.23% 0.27% 0.90% 0.31% 0.95% Rumah Tangga untuk Pemilikan Komputer dan Alat Komunikasi 8.06% 11.63% 9.08% 7.45% 5.52% 2.08% 2.97% 3.09% 4.29% Rumah Tangga untuk Pemilikan Peralatan Lainnya 4.19% 1.50% 2.22% 1.66% 1.28% 1.10% 1.05% 1.02% 0.85% Rumah Tangga untuk Keperluan Multiguna 1.05% 1.16% 1.15% 0.99% 1.04% 1.04% 1.05% 1.02% 0.85% Rumah Tangga untuk Keperluan yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain 1.46% 1.20% 1.23% 1.17% 0.91% 0.85% 0.75% 0.56% 0.57% Bukan Lapangan Usaha Lainnya 0.44% 0.48% 0.47% 0.47% 0.53% 0.51% 0.55% 0.47% 0.51% 4.2. Kondisi Umum Perbankan 12 Jawa Tengah Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa Tengah di triwulan I 2017, indikator utama kinerja perbankan di Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang melambat dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 melambat dibandingkan triwulan IV Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit perbankan 12 Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 95

96 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Jawa Tengah juga melambat dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu, laju pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan melambat pada triwulan I Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,04% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun. Meski melambat, laju pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar 10,39% (yoy) pada triwulan laporan. Sejalan dengan pertumbuhan aset yang melambat, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah yang tercermin melalui penyaluran kredit juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan Jawa Tengah tumbuh 9,12% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 9,25% (yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan ini tercatat sebesar Rp237,77 triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 9,26% (yoy). Namun demikian, laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah masih tercatat cukup tinggi bila dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada indikator aset, pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami pertumbuhan yang meningkat. Pada triwulan I 2017, DPK tumbuh sebesar 12,78% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 11,21% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp245,78 triliun. Komposisi DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (48,66%), diikuti oleh deposito (36,77%) dan giro (14,57%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.916,67 triliun atau tumbuh sebesar 10,02% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara tahunan tumbuh lebih tinggi. Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I 2017 juga cenderung masih lebih tinggi. 96

97 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM % YOY 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa % YOY 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Sejalan dengan kondisi perekonomian yang mengalami perlambatan, kualitas kredit perbankan Jawa Tengah mengalami penurunan pada triwulan I Pada triwulan I 2017, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 3,06% atau meningkat dibandingkan NPL Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 2,84%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 3,02%. % YOY 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA % YOY 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA TIMUR BANTEN NASIONAL JAWA BARAT DKI JAKARTA DI YOGYAKARTA Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 96,74%, menurun dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 98,48%. Meskipun mengalami penurunan pada triwulan laporan, angka LDR perbankan Jawa Tengah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang tercatat sebesar 89,55%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 juga merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa. 97

98 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM RP TRILIUN ASET DPK KREDIT % ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Bank Sejalan dengan perlambatan kinerja perbankan Jawa Tengah di triwulan I 2017, jumlah jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah pada periode yang sama juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah kantor atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional. Pada kelompok bank pemerintah daerah, penurunan jumlah terutama terjadi pada kantor cabang pembantu yang turun menjadi 340 dari sebelumnya 359 kantor pada triwulan IV Pada kelompok bank swasta nasional, jumlah kantor cabang pembantu dan kantor kas turun menjadi 666 dan 99 kantor, dari sebelumnya 671 dan 107 kantor di triwulan IV Sedangkan, jumlah kantor cabang bank swasta nasional bertambah sebanyak 2 kantor menjadi 188 kantor pada triwulan laporan. Berbeda dengan bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional, jumlah kantor kelompok bank pemerintah serta bank asing dan campuran mengalami peningkatan pada triwulan I Pada bank pemerintah, peningkatan jumlah kantor terjadi pada kantor cabang, kantor cabang pembantu 13, dan kantor kas. Pada bank asing dan campuran, peningkatan jumlah kantor terjadi pada kantor cabang dan kantor cabang pembantu. 13 Termasuk BRI Unit 98

99 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.3 Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah KETERANGAN I II III IV I II III IV I Bank Konvensional Jumlah Bank Umum Jumlah Bank (kantor pusat) Jumlah Kantor Bank Umum Jumlah Kantor Bank Umum Bank Pemerintah Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu 1) Kantor Kas Bank Pemerintah Daerah Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu Kantor Kas Bank Swasta Nasional Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu Kantor Kas Bank Asing dan Bank Campuran Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu Kantor Kas ) Termasuk BRI Unit Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan seluruh komponennya. Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh seluruh komponennya, yaitu tabungan, deposito, dan giro. Komponen DPK yang berupa tabungan pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 14,60% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan tabungan penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 14,13% (yoy) dari 13,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tabungan penduduk perseorangan tersebut memberikan dorongan yang besar kepada pertumbuhan tabungan secara keseluruhan sejalan dengan dominasinya yang signifikan terhadap keseluruhan tabungan perbankan Jawa Tengah, yakni 62,93% dari keseluruhan tabungan perbankan Jawa Tengah. Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,23% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 12,09% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan deposito penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 9,19% (yoy) dari 8,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya. 99

100 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Peningkatan deposito penduduk perseorangan tersebut memberikan dorongan yang cukup besar kepada pertumbuhan deposito secara keseluruhan sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 62,93% dari keseluruhan deposito perbankan Jawa Tengah. Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 6,12% (yoy) atau meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 1,92% (yoy). Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro penduduk bukan lembaga keuangan yang tercatat sebesar 18,10% (yoy) dari 5,79% (yoy) pada triwulan lalu. Pangsa giro penduduk bukan lembaga keuangan terhadap keseluruhan giro di Jawa Tengah tercatat sebesar 36,51% pada triwulan laporan. Sejalan dengan pola historisnya, sebagian besar DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar 99,45%. Nasabah sektor swasta tercatat mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok penduduk yaitu dengan komposisi 88,74%. Sementara, nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 11,26% terhadap keseluruhan DPK kelompok penduduk. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh golongan nasabah penduduk sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah penduduk sektor swasta tumbuh sebesar 14,79% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,03% (yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK penduduk perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar 71,23% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar 11,98% (yoy), meningkat dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar 11,04% (yoy). Sejalan dengan sektor swasta, pertumbuhan DPK sektor pemerintah juga mengalami peningkatan pada triwulan I 2017 meskipun masih berada dalam tren kontraksi sebagaimana triwulan lalu. DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -3,89% (yoy) pada triwulan I 2017, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -18,75% (yoy). Peningkatan ini sejalan dengan pola musiman realisasi belanja pemerintah yang cenderung melambat di awal tahun. 100

101 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 35 %, YOY DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO RP TRILIUN GIRO TABUNGAN DEPOSITO I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09% penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 43,84% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah. Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya DPK Nominal (Rp Miliar) Jumlah Rekening Persentase Persentase Nominal Rekening ,464 26,342, % 98.86% , , % 0.96% 500-1M 18,067 24, % 0.09% >1M 107,754 22, % 0.09% Total 245,783 26,644, % % Penyaluran Kredit Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah mengalami perlambatan pada triwulan I Kredit perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 9,25% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut juga lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 9,26% (yoy). Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa 33,08% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 19,30%. Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,91% 101

102 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM dari total kredit meskipun sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah. Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa 52,77%. Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masingmasing sebesar 30,31% dan 16,92% dari total kredit. Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh sektor industri pengolahan. Laju pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan melambat menjadi sebesar 6,42% (yoy) pada triwulan I 2017, setelah sebelumnya tumbuh 10,98% (yoy) pada triwulan IV Perlambatan tersebut cukup signifikan mendorong perlambatan penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan dengan pangsanya yang cukup besar yakni 19,30%. Sektor pertanian juga mengalami perlambatan pertumbuhan kredit pada triwulan laporan meskipun tidak terlalu signifikan. Pertumbuhan kredit sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,55% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 11,58% (yoy). Sementara, peningkatan laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah untuk sektor perdagangan besar dan eceran cukup menahan tren perlambatan pertumbuhan kredit di triwulan laporan. Laju pertumbuhan kredit sektor perdagangan meningkat menjadi 8,29% (yoy) pada triwulan laporan, dari 8,23% (yoy) pada triwulan sebelumnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi dan kredit modal kerja. Kredit investasi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 13,34% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 102

103 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM yang tercatat sebesar 16,07% (yoy). Kredit modal kerja juga mengalami perlambatan menjadi sebesar 8,27% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 8,49% (yoy). Sedangkan, kredit konsumsi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 8,36% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 7,07% (yoy) RP TRILIUN MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI %, YOY MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah 30,31% 52,77% 16,92% MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,11% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar 45,96% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata. Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit 103

104 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM di Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal tersebut terlihat dari 0,66% debitur di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai 45,96% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah. Berdasarkan data triwulan I 2017, mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 Miliar merupakan golongan debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan. Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya Kredit Nominal (Rp Persentase Persentase Jumlah Rekening Miliar) Nominal Rekening ,27% 88,89% ,84% 9,88% 500-1M ,93% 0,57% >1M ,96% 0,66% Total ,00% 100,00% Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan perbankan secara umum mengalami mengalami penurunan pada triwulan I 2017 kecuali untuk kategori giro. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 6,02% dari 6,05% pada triwulan IV Sementara itu, suku bunga tabungan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,33%; menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,34%. Sedangkan suku bunga giro mengalami peningkatan menjadi 2,51% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,09%. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017 juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaan. Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan ini tercatat sebesar 11,49%; atau menurun dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 11,58%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,29%; atau menurun dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 11,49%. Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,80% dari 12,92% pada triwulan sebelumnya. Secara umum, tren penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru, yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter yang baru tersebut sudah sudah berlaku sejak tanggal 19 Agustus

105 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Gra fik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku bunga kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016, yakni menjadi sebesar 11,97% dari 12,12%. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan pada triwulan laporan menjadi sebesar 10,44% dari 10,48% pada triwulan lalu. Sedangkan suku bunga kredit sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,81% atau relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya % PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN 9 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian, kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) 105

106 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,06% atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 2,84%. Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan NPL nasional yang tercatat sebesar 3,02% pada triwulan laporan. Penurunan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada seluruh jenis penggunaannya. Rasio NPL kredit modal kerja pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan menjadi 3,98% dari 3,81% di triwulan IV Rasio NPL kredit investasi juga meningkat menjadi 3,58% dari 2,99% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, rasio NPL kredit konsumsi juga tercatat mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,16% dari 1,04% pada triwulan lalu. Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran. NPL sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,21%; atau meningkat dari triwulan lalu yang sebesar 3,87%. NPL sektor industri pengolahan juga mengalami kenaikan dari 3,64% pada triwulan IV 2016 menjadi 3,87% pada triwulan I % NPL KREDIT TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN % NPL KREDIT KESELURUHAN 6 NPL KREDIT MODAL KERJA NPL KREDIT INVESTASI 5 NPL KREDIT KONSUMSI I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah 4.3. Perkembangan Perbankan Syariah Indikator kinerja industri perbankan syariah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan perkembangan yang bervariasi pada triwulan I Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan I 2017 mencatatkan perlambatan menjadi 21,51% (yoy) dari sebesar 34,89% (yoy) pada triwulan IV Meski melambat, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan syariah nasional yang sebesar 20,81% (yoy). 106

107 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa Tengah mengalami peningkatan pada triwulan I Pada triwulan laporan, DPK perbankan syariah Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar 27,05% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 23,38% (yoy). Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 merupakan yang tertinggi. % YOY 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % YOY 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa Meski pertumbuhan DPK meningkat di triwulan I 2017, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan melambat menjadi sebesar 12,81% (yoy) dari 16,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Angka tersebut juga cenderung lebih rendah bila dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dalam periode yang sama, laju pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Banten tercatat sebesar 13,20% (yoy) sementara DKI Jakarta sebesar 14,65% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah nasional yang sebesar 17,31% (yoy). Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan ke level 99,54% dari 97,93% di triwulan IV Apabila dibandingkan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, FDR perbankan syariah Jawa Tengah tersebut tergolong tinggi. FDR Provinsi DI Yogyakarta tercatat sebesar 66,58%; DKI Jakarta 72,27%; dan Banten 89,07%. FDR perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 87,92%. 107

108 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM % YOY 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % YOY 160% 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA BANTEN DI YOGYAKARTA NASIONAL Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa Pada triwulan I 2017, jumlah jaringan kantor perbankan syariah Jawa Tengah tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan IV Pada triwulan laporan, jumlah dan komposisi kantor perbankan syariah yang ada di Provinsi Jawa Tengah tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan lalu. KETERANGAN Tabel 4.6 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah I II III IV I II III IV I Bank Syariah Bank Umum Jumlah Bank Jumlah Kantor Unit Usaha Syariah Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Jumlah Bank Jumlah Kantor Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan pada triwulan I 2017 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga melambat. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,29% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 12,93% (yoy). Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 juga mengalami perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 11,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,85% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh komponen deposito dan tabungan. Deposito BPR Jawa Tengah tumbuh melambat menjadi sebesar 9,55% (yoy) 108

109 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM pada triwulan laporan atau melambat dari triwulan lalu yang sebesar 12,23% (yoy). Tabungan BPR Jawa Tengah juga tumbuh melambat menjadi sebesar 13,91% (yoy) dari 16,05% (yoy) pada triwulan sebelumnya. % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pertumbuhan Aset BPR Jawa Tengah Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Tabungan BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Deposito BPR Jawa Tengah Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah 57,84% 42,16% Pangsa Tabungan BPR Jawa Tengah Pangsa Deposito BPR Jawa Tengah Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah Berbeda dengan aset dan DPK BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan adalah sebesar 13,17% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 11,83% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh kredit modal kerja dan investasi. Kredit modal kerja BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 16,26% (yoy) pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,33% (yoy). Kredit investasi BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 25,88% (yoy), meningkat dari 21,07% (yoy) pada triwulan lalu. Sedangkan kredit konsumsi BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi sebesar 7,32% (yoy) dan 8,64% (yoy) di triwulan lalu. 109

110 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM % YOY ,78% 0-10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ,42% 56,80% Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Modal Kerja BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Investasi BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Konsumsi BPR Jawa Tengah Kredit Modal Kerja BPR Jawa Tengah Kredit Konsumsi BPR Jawa Tengah Kredit Investasi BPR Jawa Tengah Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama disumbang oleh kredit sektor industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran. Kredit sektor industri pengolahan tumbuh meningkat menjadi sebesar 31,43% (yoy) di triwulan laporan dari 12,41% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit sektor perdagangan besar dan eceran juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 15,66% (yoy) dari 12,73% (yoy) pada triwulan sebelumnya. % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pertumbuhan Kredit BPR Keseluruhan Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Pertanian Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Rumah Tangga - Skala Kanan Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi ,21% 7,91% 2,22% 1,54% 3,41% 33,72% Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan Eceran Rumah Tangga Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya Lainnya Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2017, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah juga mengalami penurunan di triwulan laporan. Hal tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan I NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar 7,06% pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,07%. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada seluruh komponen. NPL kredit modal kerja BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,45%; meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,12%. Sejalan dengan kredit modal 110

111 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM kerja, NPL kredit investasi juga tercatat mengalami peningkatan di triwulan I 2017 menjadi sebesar 5,54% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,26%. NPL kredit konsumsi juga meningkat menjadi sebesar 3,67% dari triwulan lalu yang sebesar 3,18%. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh peningkatan NPL sektor perdagangan besar dan eceran dan pertanian. NPL kredit sektor perdagangan besar dan eceran tercatat sebesar 9,14% pada triwulan laporan atau meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,36%. NPL kredit sektor pertanian tercatat sebesar 9,40% pada triwulan laporan atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,70%. 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I NPL BPR Jawa Tengah Keseluruhan NPL Kredit Modal Kerja BPR Jawa Tengah NPL Kredit Investasi BPR Jawa Tengah NPL Kredit Konsumsi BPR Jawa Tengah Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I NPL BPR Jawa Tengah Keseluruhan NPL Pertanian, Perburuan dan Kehutanan NPL Industri Pengolahan NPL Perdagangan Besar dan Eceran Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV FDR BPR Jawa Tengah tercatat sebesar 102,47 % pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 99,67%. 120% 115% 110% 105% 100% 95% 90% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I LDR BPR Jawa Tengah Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah 111

112 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Aktivitas transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, laju pertumbuhan penyelesaian transaksi melalui SKNBI tertahan pada triwulan I Volume pembayaran non tunai selama triwulan pelaporan tercatat sebesar Data Keuangan Elektronik (DKE) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar DKE. Pertumbuhan penyelesaian volume transaksi kliring mengalami kontraksi sebesar 4,32% (qtq) setelah mengalami peningkatan 8,06% pada triwulan IV 2016 (qtq). Nilai transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 7,40% (qtq) seiring dengan tertahannya pertumbuhan volume transaksi kliring. Jumlah nilai transaksi pada triwulan I 2017 sebesar Rp47,76 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp51,57 triliun. Secara tahunan, perputaran transaksi kliring menunjukkan perlambatan. Volume perputaran kliring pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 0,22% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,28% (yoy). Nilai nominal perputaran kliring tumbuh negatif sebesar 8,26% (yoy), berbalik arah setelah mencatat pertumbuhan sebesar 19,20% (yoy) pada triwulan IV Rata-rata harian jumlah transaksi yang dikliringkan pada triwulan I 2017 sebanyak transaksi per hari, lebih rendah 2,78 (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar transaksi per hari. Sejalan dengan penurunan volume transaksi, nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI tumbuh negatif sebesar 5,90% (qtq). Rata-rata nilai transaksi pada periode pelaporan sebesar Rp770,25 miliar per hari atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp818,59miliar per hari. Pertumbuhan tahunan rata-rata harian perputaran kliring pada triwulan I 2017 menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume maupun nilai transaksi. Pada triwulan laporan volume penyelesaian transaksi tumbuh negatif sebesar 1,40% (yoy), 112

113 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 17,41% (yoy). Sedangkan dari sisi nominal, pertumbuhan tahunan rata-rata harian perputaran kliring tercatat tumbuh negatif 9,74% (yoy), berbalik arah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 13,52% (yoy). Perlambatan aktivitas penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya ditunjukkan dengan peningkatan indikator rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan Eceran (SPE). Pada triwulan I 2017, IPR tercatat sebesar 175,89 lebih rendah 13,71 poin dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 189,60 serta menurun 0,23 poin dibandingkan triwulan I Pertumbuhan ini juga dikonfirmasi oleh dunia usaha yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang berada pada level 14,24% setelah pada triwulan sebelumnya SBT sebesar 19,46%. Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU RP MILIAR RIBU TRANSAKSI 2 % YOY 75 INDEKS I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota Semarang dan Solo sebagai pusat perekonomian di Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu masing-masing sebesar 43,46% dan 41,51%. Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa volume sebesar 24,20% dan 27,68% dari sisi nominal. Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah Purwokerto, Kudus, dan Tegal. Sementara kota-kota yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar adalah Purwokerto, Kudus, dan Pekalongan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN

114 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI RIBU TRANSAKSI Berdasarkan Daerah Pengiriman RP MILIAR Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro (BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi volume dan nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari pada triwulan laporan sebanyak 207 warkat per hari atau lebih tinggi 2,39% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak 199 warkat per hari. Sejalan dengan peningkatan volume penarikan cek dan BG kosong, nilai penarikan cek dan BG kosong meningkat 5,20% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp8,43 miliar per hari. Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah RP MILIAR 30 LEMBAR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal menunjukkan adanya penipisan net inflow dibanding triwulan sebelumnya. Posisi net inflow menurun signifikan sebesar 83,24% (qtq) dari Rp15,74 triliun 114

115 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah pada triwulan III 2016 menjadi Rp2,63 triliun pada triwulan IV Uang kartal masuk ke Bank Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar 44,91% (qtq) dari Rp26,62 triliun menjadi Rp14,67 triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow) meningkat 10,54% (qtq) dari Rp10,88 triliun menjadi Rp12,01 triliun. Penipisan net inflow pada triwulan laporan tidak terlepas dari pola siklikal pada akhir tahun. Pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat terkait dengan persiapan Natal dan Tahun Baru, keperluan belanja pemerintah, serta realisasi investasi, sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan outflow. Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar 4,22% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi sebesar 16,57% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara perkembangan tahunan posisi outflow tumbuh 2,92% (yoy), berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 35,81% (yoy). Dengan demikian, posisi net inflow pada triwulan IV 2016 mengalami pertumbuhan positif sebesar 195,00% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 83,18% (yoy). Pola historis Jawa Tengah yang mencatatkan net inflow tidak terlepas dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi dan perdagangan. Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehinga mendorong posisi net inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi. Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui Bank Indonesia Semarang dan Solo selalu menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net outflow dalam beberapa tahun terakhir. Pola net inflow yang terjadi di Semarang dan Solo dipengaruhi adanya aliran uang kartal yang masuk dari wilayah lainnya, mengingat kedua daerah tersebut merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan di Jawa Tengah. 115

116 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah RP TRILIUN (5) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (10) (15) (20) INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW) Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah RP TRILIUN (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (3) (5) SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar, Bank Indonesia aktif melakukan pelayanan kas. Layanan kas dilakukan di dalam kantor Bank Indonesia dan di luar kantor, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Layanan kas di luar kantor atau yang disebut dengan kas keliling rutin dilakukan di dalam kota lokasi Bank Indonesia serta menjangkau daerah terpencil. Pada triwulan IV 2016, kegiatan kas keliling dilaksanakan sebanyak 67 kali, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 54 kali. Selama kegiatan kas keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan uang Rupiah sebesar Rp57,91 miliar yang dilayani oleh seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat 139,72% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya serta tumbuh positif 94,42% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Kas keliling dapat melayani penukaran uang kepecahan yang lebih kecil maupun menukarkan uang Rupiah lusuh menjadi uang Rupiah Layak Edar. Peningkatan signifikan frekuensi dan nominal kas keliling pada triwulan IV 2016 ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk mengedarkan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 sebagai pelaksanaan amanat UU Mata Uang. Pada 19 Desember 2016 Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam. Uang Rupiah kertas terdiri dari pecahan Rp , Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan Rp Sementara itu, uang Rupiah logam terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan Rp100. Sebagai upaya mendorong clean money policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Pemusnahan uang rupiah tidak layak edar di 116

117 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 39,74% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada di level 31,31% Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling RP MILIAR I II III IV I II III IV I II III IV KALI Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar RP TRILIUN RASIO (%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN Sepanjang 2016, jumlah uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak lembar. Jumlah ini mengalami kenaikan 10,25% dibandingkan tahun lalu dengan temuan uang palsu sebanyak lembar. Sebagai pusat perekonomian Jawa Tengah, mayoritas uang palsu ditemukan di Semarang (45,49%). Sementara pangsa penemuan uang palsu di kota lain adalah Solo (28,38%), Tegal (13,91%), dan Purwokerto (12,21%). Secara nominal, uang palsu yang paling banyak ditemukan dalam pecahan Rp sebanyak lembar (53,02%), diikuti oleh pecahan Rp sebanyak lembar (44,74%). Sedangkan uang palsu dalam pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing pecahan kurang dari2%. Penemuan tersebut antara lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia (93,35%), hasil setoran bank (2,97%), serta setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,49%), temuan kepolisian (1,18%), serta klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,01%). Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan 1,07% 1,17% 44,74% 53,02% PECAHAN

118 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan 0,01% 1,18% 2,97% 2,49% 93,35% Setoran Bank Klarifikasi Bank Kepolisian Masyarakat Klarifikasi Masyarakat 5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing Terdapat 28 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin dari Bank Indonesia di Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, 53,58% (15 KUPVA) terdapat di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Tengah, masing-masing 5 KUPVA di wilayah KPwBI Solo dan Purwokerto (17,85%) dan 3 KUPVA di wilayah KPwBI Tegal (10,72%). Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan mencapai Rp639,89 miliar atau tumbuh negatif sebesar 2,20% (qtq) mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang kontraksi 5,16% (qtq). Secara tahunan, transaksi penukaran valuta asing mengalami peningkatan sebesar 14,83% (yoy) atau mengalami perbaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 18,58% (yoy). Peningkatan transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa Tengah sebesar 15,14% (yoy) pada libur Natal dan tahun baru. Wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad Yani Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo Solo pada triwulan laporan tercatat sebesar kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar kunjungan. Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi, transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank mencapai Rp318,89 miliar atau menurun 2,34% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp326,55 miliar. Transaksi penjualan juga mengalami penurunan sebesar 2,05% (qtq) menjadi Rp321,01 miliar dari Rp327,72 miliar pada triwulan sebelumnya. Secara tahunan, transaksi pembelian dan penjualan mencatat pertumbuhan positif masing-masing sebesar 15,09% (yoy) dan 14,57% (yoy). 118

119 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi pada triwulan IV 2016 (41,72%) yang diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 22,11%), Yen Jepang (JPY, 6,51%), Euro (EUR, 6,21%), dan Ringgit Malaysia (MYR, 5,83%). Penggunaan USD masih mendominasi transaksi di Jawa Tengah seiring dengan peran USD sebagai mata uang internasional. Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah RP MILIAR % YOY (40) - (80) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 5.14 PangsaValuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah RP MILIAR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV PEMBELIAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN PENJUALAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA Penyempurnaan ketentuan tentang KUPVA melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank tanggal 3 Oktober 2016 diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih jelas dalam penyelenggaraan KUPVA oleh lembaga bukan bank, meningkatkan tata kelola yang baik, serta mendorong perkembangan industri KUPVA menjadi lebih sehat dan efisien. Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan kepada KUPVA serta melakukan upaya persuasif kepada KUPVA yang belum berizin agar dapat memperoleh izin selambat-lambatnya tanggal 7 April Kedua hal tersebut dilakukan agar dapat mendukung pembentukan iklim sistem pembayaran yang aman, lancar, efisien, serta melindungi konsumen Perkembangan Akses Keuangan Sebaran jaringan kantor bank umum masih terpusat di kota-kota dengan aktivitas perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang paling banyak dilayani perbankan dengan pangsa jaringan kantor perbankan sebesar 26,47% terhadap total jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul Kota Solo dengan pangsa 13,72%. Sementara pangsa jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%. Bank Indonesia mendorong perluasan jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah terpencil yang belum dilayani jaringan kantor perbankan melalui penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD). Hingga periode pelaporan, terdapat agen LKD mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat 58,73% dibandingkan jumlah agen LKD pada akhir 2015 sebesar agen LKD. 119

120 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kenaikan signifikan pada jumlah agen LKD juga diikuti dengan kenaikan volume dan nilai transaksi yang dilayani oleh agen LKD. Pada triwulan IV 2016 tercatat 1,27 juta transaksi dengan nilai 1.038,66 miliar telah dilayani oleh agen LKD. Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding periode triwulan sebelumnya dengan kenaikan volume dan nilai masing-masing sebesar 39,47% dan 25,91%. Seiring dengan diterbitkannya Peraturan Bank Inodnesia Nomor 18/17/PBI/2016 tanggal 29 Agustus 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang Elektronik (Electronic Money), penyelenggara LKD yang semula terbatas pada Bank Umum BUKU 4 akan menjadi lebih luas karena Bank Umum BUKU 3 dan BPD dengan BUKU 1 dan 2 dapat mengajukan menjadi Penyelenggara LKD. Dengan kebijakan Bank Indonesia tersebut serta dengan adanya program-program bantuan pemerintah yang penyalurannya melalui agen LKD mendorong perbankan untuk dapat memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat dalam mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau melalui agen LKD mitra perbankan. Grafik 5.15Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Kab. Kudus 3% Kota Pekalongan 3% Kab. Cilacap 4% Kab. Sukoharjo 2% Lainnya 29% Kota Magelang 4% Tengah Kab. Kebumen 2% Kota Tegal 7% Kab. Semarang 1% Kota Semarang 25% Kota Solo 13% Kab. Banyumas 7% Grafik 5.16 Realisasi Jumlah Agen LKD dan Jumlah Transaksi melalui Agen LKD JUMLAH AGEN RP MILIAR JUMLAH AGEN LKD JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD 120

121 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan I 2017 relatif membaik, tercermin dari membaiknya indikator ketenagakerjaan dan berkurangnya kemiskinan. Namun demikian, Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan. Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Februari 2017 mengalami perbaikan, tercermin dari meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya persentase pengangguran. Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, NTP pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia produktif sebagai angkatan kerja relatif stabil pada triwulan laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 17,91 juta orang menjadi sebanyak 18,20 juta orang atau tumbuh 1,62% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja ini lebih baik dibandingkan dengan Februari 2016 yang mengalami perlambatan, mengindikasikan berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode tersebut. Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2017 sebanyak 17,44 juta orang atau 96% dari total angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 1,63% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 17,16 juta orang. Sementara itu, sisanya sebesar 4% atau 0,76 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak berbeda jauh dengan nasional, di mana 95% angkatan kerja tergolong bekerja sementara 5% merupakan pengangguran. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 69,02%. 121

122 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Data diolah dari Sakernas Sumber : BPS Jawa Tengah Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini mengalami penurunan jumlah pekerja. Pada Februari 2017, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 4,97 juta orang atau 28,50% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini menurun dibandingkan Februari 2016 yang mencatatkan tenaga kerja di sektor Pertanian sebanyak 5,16 juta orang atau 30,07% dari total penduduk bekerja. Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) *Data diolah dari Sakernas ** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan Sumber : BPS Jawa Tengah Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian mengalami penurunan sebesar 0,19 juta orang atau 3,68% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari penurunan nilai tukar petani (NTP), terutama untuk subsektor tanaman pangan dan hortikultura. 122

123 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua dengan menyerap 4,12 juta orang atau 23,62% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 0,24%. Adapun lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi ketiga dengan menyerap 3,6 juta orang atau 20,64% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Jumlah pekerja lapangan usaha industri pengolahan ini tumbuh 11,80% (yoy), berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan usaha pertanian yang mengalami penurunan jumlah pekerja. Kondisi ini mengindikasikan adanya fenomena migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di sektor pertanian, saat ini berpindah ke sektor industri pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di sektor pertanian yang berhubungan erat dengan faktor musim. Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai mencapai 6,05 juta orang, lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang sebesar 5,89 juta orang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja ini sejalan dengan fakta bahwa terjadi peningkatan migrasi pekerja ke sektor industri pengolahan. Lebih jauh, peningkatan ini juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Pada Februari 2017, jumlah pekerja sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,64 juta orang atau 38,10% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebesar 6,43 juta orang. Hal serupa dijumpai pada jumlah pekerja di sektor informal yang turut mengalami peningkatan. Pada Februari 2017 pekerja informal tercatat sebanyak 10,79 juta orang, atau meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 10,72 juta orang. 123

124 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 Agustus 2017 (juta orang) * Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk Sumber : BPS Jawa Tengah Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per Februari 2017 tercatat sebanyak 12,71 juta orang atau meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 12,19 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 yang tumbuh 5,20% (yoy), lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 5,08%. Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode laporan yang tercatat sebesar 72,88% merupakan pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,97 juta menjadi 4,73 juta orang pada periode yang sama. Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) * Data diolahdarisakernas Sumber : BPS Jawa Tengah Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar belakang pendidikan SMP ke atas yang meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan SMP pada Februari 2017 tercatat sebanyak 3,47 orang atau meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 3,28 juta orang. Begitu pula dengan pekerja dengan latar belakang SMA Umum dan SMA Kejuruan yang masing-masing meningkat menjadi 1,97 juta orang dan 1,85 juta orang; lebih baik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang dan 1,64 juta orang. Peningkatan juga terjadi untuk pekerja dengan latar belakang Universitas dengan jumlah 1,12 juta orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri pengolahan 124

125 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa Tengah. Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah pada Februari 2017 tercatat sebanyak 8,69 juta orang atau menurun dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah mengalami penurunan. Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) * Data diolahdarisakernas Sumber : BPS Jawa Tengah 6.2. Pengangguran Angka pengangguran mengalami peningkatan pada Februari 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Februari 2017 tercatat sebanyak 0,76 juta orang, lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang berjumlah 0,75 juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang 10,84% dari total angka pengangguran nasional. Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami peningkatan, yaitu dari 4,20% pada Februari 2016 menjadi 4,15% pada Februari TPT Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka TPT nasional yang sebesar 5,33% Salah satu faktor yang turut mendorong penurunan jumlah pengangguran di Jawa Tengah adalah meningkatnya lapangan pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Tw I 2017 yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah triwulan I 2017 lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi lapangan kerja saat ini. 125

126 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut sejalan dengan peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi penghasilan dan lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang akan datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi penghasilan yang meningkat menjadi 146,2 dari sebelumnya 144,00 pada triwulan IV Begitu pula dengan ekspektasi lapangan kerja yang meningkat menjadi 133,2 dari sebelumnya 120,00. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan di triwulan mendatang diperkirakan relatif membaik dibandingkan triwulan laporan. Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang 6.3. Nilai Tukar Petani 14 Pada triwulan I 2017, petani di Jawa Tengah masih mengalami defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah yang berada di bawah batas 100, dan mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50; lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,35. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif melambat. Lapangan usaha ini mencatatkan perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh 8,75% (yoy). 14 Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan. 126

127 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian Penurunan NTP Jawa Tengah pada triwulan I 2017 didorong oleh menurunnya penerimaan petani yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran. Penerimaan yang menurun tercermin dari indeks yang diterima petani menurun 0,94%; dari 125,45 menjadi 124,27 pada triwulan laporan. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh musim panen yang menurunkan harga komoditas pertanian. Penurunan terutama terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar 2,25%, dari 120,41 pada triwulan IV 2016 menjadi 117,70 pada triwulan laporan. Selain itu, subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor peternakan juga mengalami penurunan penerimaan. Adapun subsektor yang mengalami peningkatan penerimaan adalah subsektor hortikultura dan subsektor perikanan. Sebaliknya, pengeluaran petani, yang digambarkan oleh indeks yang dibayarkan petani meningkat 0,94%; dari sebelumnya 126,27 menjadi 127,46 pada triwulan I Data historis menunjukkan bahwa indeks yang dibayar petani mengalami tren peningkatan secara persisten. Peningkatan pengeluaran terjadi pada seluruh subsektor. Lebih lanjut, kenaikan terjadi baik pada pengeluaran petani untuk konsumsi, maupun untuk biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPM). Walaupun harga bahan makanan cenderung menurun, pengeluaran konsumsi lainnya khususnya untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta untuk perumahan mengalami peningkatan. Sementara itu, pengeluaran untuk BPPM meningkat untuk seluruh jenis komponen biaya maupun barang modal. 127

128 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah INDEKS 150 TOTAL TANAMAN PANGAN HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN INDEKS TOTAL HORTIKULTURA PERIKANAN TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.8. Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami penurunan. Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) 15 pada triwulan I 2017 menurun menjadi 104,44 dari 106,78 pada triwulan IV Perlambatan NTUP pada triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat dan subsektor tanaman pangan yang turun masing-masing menjadi 114,35 dan 94,61 pada triwulan I 2017 dari 119,03 dan 98,17 pada triwulan IV Adapun subsektor yang mengalami peningkatan kemampuan produksi adalah subsektor perikanan. 15 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal. 128

129 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Subsektor I II III IV I II III IV I Tanaman Pangan 106,68 97,5 103,73 106,24 101,17 99,83 99,22 98,17 94,61 Hortikultura 102,91 102,83 104,49 107,76 107,43 106,84 109,76 107,99 107,66 Tanaman Perkebunan Rakyat 103,71 105,4 106,87 108,6 107,97 111,07 114,32 119,03 114,35 Peternakan 109,24 109,08 113,60 109,88 109,64 110,44 113,32 109,00 107,62 Perikanan 103,92 106,17 109,31 109,46 111,26 112,06 111,87 112,7 113,06 Total 104,99 103,09 107,00 107,95 106,05 106,16 107,85 106,78 104,44 Sumber : BPS Jawa Tengah 6.4. Tingkat Kemiskinan Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per September 2016 sebanyak ribu jiwa atau menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah mengalami penurunan secara persentase menjadi 13,19% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 13,32% dari jumlah penduduk. Penurunan persentase jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari ribu jiwa pada September 2015 menjadi ribu jiwa pada September Berlawanan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dari ribu jiwa pada September 2015 menjadi ribu pada September Sumber : BPS, diolah Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun (ribuan orang) Penurunan angka kemiskinan pada September 2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila dibandingkan dengan periode September 2015, 129

130 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan jumlah penduduk miskin di pedesaan turun sebesar 3,76% atau setara dengan 102 ribu orang. Hal ini sejalan dengan Pemprov Jateng yang diturunkan melalui empat strategi, yakni i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; ii) meningkatkan pendapatan melalui pemberdayaan ekonomi; iii) mengembangkan UMKM, dan iv) sinergitas kebijakan antar instansi dengan optimalisasi pragram atau anggaran. Sementara di perkotaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 5% atau setara dengan 89 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada September 2016 mencapai ribu jiwa sedangkan di perkotaan mencapai ribu jiwa. Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah, angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa, lebih rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar 28,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional ini mengalami penurunan sebesar 750 ribu jiwa atau turun 2,63%. Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada 16,19% dari total penduduk miskin nasional, meningkat dibandingkan kontribusi pada bulan September 2015 yang sebesar 15,80%. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan. 16 Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan tahunan sebesar 4,75% dari Rp308,163 per kapita/bulan pada September 2015 menjadi Rp per kapita/bulan pada September Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan juga mengalami kenaikan sebesar 3,93%, dari Rp310,295 per kapita/bulan pada September 2015 menjadi Rp322,489 per kapita/bulan pada September Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 4,34% dari Rp309,314 per kapita/bulan pada September 2015 menjadi Rp322,748 per kapita/bulan pada September Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk miskin. Namun demikian kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan meningkat, sehingga pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis kemiskinan. 16 BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang. 130

131 66,64 67,09 67,21 67,70 68,02 68,31 68,78 68,90 69,49 69,55 69,98 70,18 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, September 2016 (Rupiah) Sumber : BPS, diolah 6.5. Pembangunan Manusia 17 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,98, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 69,49. Dengan perkembangan tersebut, status pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih termasuk dalam kategori sedang (nilai IPM 60 70). Capaian Jawa Tengah ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang sudah mencatatkan status pembangunan manusia kategori tinggi (nilai IPM 70 80), dengan nilai IPM 70,18; meningkat dibandingkan IPM tahun 2015 yang sebesar 69, INDEKS JAWA TENGAH NASIONAL Sumber: BPS Nasional Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional Dibandingkan dengan provinsi se-kawasan Jawa, IPM Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada kategori sedang, bersama dengan 17 Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut: a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) c. Standar Hidup: PNB per kapita 131

132 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jawa Barat, dan Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di Kawasan Jawa. Tabel 6.6 Perbandingan IPM Provinsi Peers Provinsi IPM Pertumbuhan IPM (%, YOY) Banten 70,27 70,96 0,98 DKI Jakarta 78,99 79,60 0,77 Jawa Barat 69,50 70,05 0,79 Jawa Tengah 69,49 69,98 0,71 DI Yogyakarta 77,59 78,38 1,02 Jawa Timur 68,95 69,74 1,15 Nasional 69,55 70,18 0,91 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun standar hidup. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Tabel 6.7 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen Dimensi Satuan Tahun Kesehatan Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Tahun 72,91 73,09 73,28 73,88 73,96 74,02 Pengetahuan Harapan Lama sekolah (HLS) Tahun 11,18 11,39 11,89 12,17 12,38 12,45 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 6,74 6,77 6,8 6,93 7,03 7,15 Standar Hidup Layak Pengeluaran per Kapita disesuaikan Rupiah IPM 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 69,86 Pertumbuhan IPM % 0,84 0,86 1,21 1,12 1,04 0,71 Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi (nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 80); 17 kabupaten/kota memiliki status pembangunan manusia sedang (nilai IPM 60 70); dan tidak ada yang memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai IPM < 60). Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara. 132

133 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 6.6. Pemerataan Penduduk Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna. Pada September 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah tercatat sebesar 0,36; lebih rendah dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal ini mengindikasikan tidak ada peningkatan ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang sebesar 0,39. Dengan kata lain, tingkat pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik dibandingkan dengan nasional. 133

134 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Sumber : BPS, diolah Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan. Pada September 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang sebesar 0,31. Tingkat ketimpangan yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang sebesar 0,32. Sumber : BPS, diolah Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah 134

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2016 KAJAN EKONOM REGONAL PROVNS JAWA TENGAH AGUSTUS KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Mei 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 TUMBUH 2,40 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN II/2015 No. 42/08/14/Th.XVII, 05 Agustus 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016 No. 1/0/33/Th.XI, 6 Februari 017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN TUMBUH 5,8 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN PERTUMBUHAN TAHUN SEBELUMNYA 17 1 A. PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN 7 Desember 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN EKONOMI TAHUN 2015 TUMBUH 4,06 PERSEN MELAMBAT SEJAK EMPAT TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kabupaten Bangka Selatan tahun 2015 yang diukur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT GEOPARK CILETUH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- Mei

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2018 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo MHA Ridhwan : Kepala Perwakilan / Direktur : Kepala Divisi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK No. 65/08/21/Th.X, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,35 PERSEN (C-TO-C) Perekonomian

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 11/02/32/Th.XVII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,07 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci

Pariwisata Bahari Usulan KEK Sungailiat, Bangka cover belakang Sumber : FGD Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pariwisata Bahari Usulan KEK Sungailiat, Bangka cover belakang Sumber : FGD Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i FEBRUARI 2017 Edisi Februari 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan

Lebih terperinci