KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilainilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas NILAINILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV2013 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I2014. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data eksporimpor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihakpihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 17 Februari 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau ttd Mahdi Muhammad Kepala Perwakilan iii

4 E Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Indeks Harga Konsumen : Kota Pekanbaru Kota Dumai Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : Kota Pekanbaru Kota Dumai Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3, , , , , Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4, , , , , Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Volume Impor Non Migas (ribu Ton) B. PERBANKAN INDIKATOR (dalam Rp juta) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Bank Umum Total Aset 72,349,212 73,223,820 78,286,527 80,675,676 76,861,876 DPK 52,242,540 52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 Giro 14,149,049 15,784,036 16,721,201 15,832,861 13,298,066 Tabungan 25,373,740 23,838,197 23,861,366 25,713,538 28,588,150 Deposito 12,719,750 13,131,535 15,407,504 15,331,951 13,637,670 Kredit berdasarkan lokasi proyek 58,954,331 60,296,662 62,761,261 64,359,544 66,696,948 LDR Lokasi Proyek (%) Kredit 43,443,660 44,090,792 44,090,792 47,548,033 48,745,468 Modal Kerja 15,201,999 15,423,020 14,593,372 14,789,614 15,413,714 Investasi 12,252,477 12,326,636 14,941,919 15,313,208 15,383,108 Konsumsi 15,989,184 16,341,136 17,014,991 17,445,211 17,948,646 LDR (%) , NPL (%) 2.89% 3.21% 3.19% 3.67% 3.25% Kredit UMKM Mikro 3,843,216 3,973,181 4,239,979 4,287,628 4,317,958 Kecil 6,057,104 6,070,237 6,271,690 6,566,675 6,912,290 Menengah 5,729,879 5,686,988 6,610,748 6,490,190 6,384,535 NPL MKM (%) 4.03% 4.57% 4.64% 5.38% 4.83% BPR Total Aset 1,038,271 1,019,107 1,027,508 1,063,827 1,043,922 DPK 694, , , , ,027 Kredit berdasarkan lokasi proyek 708, , , , ,672 Rasio NPL 13.11% 14.44% 14.73% 15.52% 15.61% LDR % % % % % *) SBH 2007 xiii

5 E Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan Inflow Outflow Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 3,291,115 (98,037) 2,011,793 2,243,321 4,850, ,321 1,640,158 1,147,027 2,456, ,382 4,248,435 1,542,121 3,158,820 4,699,901 5,595,358 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 99, , , , ,924 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 84,580 90,785 96,628 82,740 91,492 Volume Transaksi RTGS (lembar) 59,648 51,596 53,531 52,745 71,150 Ratarata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,387 1,513 1,534 1,293 1,500 Ratarata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) ,166 Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 159, , , , ,697 Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,523 5,703 6,254 6,749 5,869 Ratarata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2,621 2,766 3,920 2,926 3,257 Ratarata Harian Cek/BG Kosong xiv

6 E Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang tahun 2013 berada pada kondisi yang kurang begitu menggembirakan Kondisi perekonomian Riau pada triwulan IV2013, sebagaimana telah diperkirakan, tercatat mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari triwulan sebelumnya dengan kualitas yang lebih berimbang. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV2013 masingmasing tercatat sebesar 3,77% dan 6,01% (tanpa migas). Meskipun menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan, namun pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang tahun 2013 berada pada kondisi yang kurang menggembirakan dimana tumbuh melambat hingga sebesar 2,61% dan 6,13% (tanpa migas), atau merupakan titik terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. 1

7 E Ringkasan Eksekutif Sumber perlambatan berasal dari perlambatan ekonomi global, hambatan tarif dan nontarif serta minimnya penemuan sumur minyak baru Kondisi ini utamanya bersumber dari pengaruh eksternal yang berasal dari faktor perlambatan ekonomi global dan pemberlakuan hambatan tarif dan nontarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di sejumlah negara. Selain itu, beberapa pengaruh internal juga turut berperan diantaranya terkait event penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012, minimnya penemuan sumur minyak baru yang lebih produktif dan menurunnya margin keuntungan pelaku usaha sejalan dengan meningkatnya biaya produksi akibat penyesuaian biaya energi. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV2013 mencatat peningkatan sejalan dengan membaiknya kinerja sektor nontradables Motor penggerak ekonomi Riau berasal dari konsumsi dan ekspor non migas Secara sektoral, motor penggerak ekonomi utamanya ditopang olah sektor tradables Kinerja ekonomi Riau pada triwulan IV2013 mengalami perbaikan dan tumbuh diatas perkiraan Bank Indonesia. Peningkatan ekonomi Riau pada triwulan IV2013 utamanya tidak terlepas dari membaiknya kinerja sektor tradables dimana peningkatan pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan membaiknya kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan. Ditinjau dari sisi penggunaan, secara spesifik, motor penggerak ekonomi Riau berasal dari permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan ekspor non migas. Faktor yang berperan penting dalam mendukung meningkatnya pertumbuhan konsumsi Riau diindikasikan berasal dari membaiknya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, meningkatnya ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas kenaikan ekspor non migas sejalan dengan perayaan hari raya Diwali di India yang sedikit banyak berpengaruh terhadap permintaan produk CPO dan turunannya. Dari sisi sektoral, kondisi ekonomi sektoral Riau menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dimana sektor tradables tercatat sebagai motor penggerak utama pertumbuhan triwulan IV2013. Secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau tumbuh meningkat menjadi 3,36% (yoy). Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables tumbuh lebih tinggi yakni mencapai 7,20% (yoy). Lebih lanjut, selain didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor tradables, peningkatan ekonomi Riau pada 2

8 E Ringkasan Eksekutif triwulan laporan juga tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan sektor nontradables yang tercatat tumbuh dari 2,88% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 4,84% (yoy) pada triwuan IV2013. III. ASSESMEN INFLASI Faktor utama penyebab meningkatnya inflasi Riau pada tahun 2013 didominasi oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, pembatasan impor holtikultura di awal tahun dan bencana alam di daerah sentra produksi. Tekanan inflasi Riau pada tahun 2013 (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi Riau s.d. triwulan IV2013 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. Faktor yang dominan mendorong inflasi luar biasa adalah kenaikan harga BBM sebesar 44,44% yang didahului ketidakpastian dan berlanjutnya rencana kenaikan BBM yang mendorong tingginya ekspektasi produsen. Selain itu, pembatasan impor holtilkulturapada awal tahun 2013, kenaikan TDL secara progresif dan bencana alam di daerah senta produksi juga turut memberikan tekanan yang berarti. Secara tahunan (yoy), inflasi Riau pada triwulan IV2013 mengalami peningkatan dari 7,74% menjadi 8,79%. Bila dibandingkan dengan ratarata inflasi historisnya sejak tahun yang mencapai 4,28%, inflasi Riau pada triwulan IV2013 tercatat jauh lebih tinggi. Namun demikian, inflasi Riau masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang mencapai 8,91% (yoy), tetapi lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy). Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 8,83% (yoy), sementara Kota Dumai mencatat inflasi sebesar 7,79% (yoy). Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 8,83% (yoy) dari 7,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi di Kota Dumai mencapai 8,60% (yoy) juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,53%. Seperti pada periode periode sebelumnya, inflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru tercatat masih memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi Riau triwulan IV2013 sebesar 7,25%. 3

9 E Ringkasan Eksekutif Kegiatan usaha perbankan Riau pada tahun 2013 melambat signifikan dibandingkan tahun Aset perbankan Riau tercatat sebesar Rp77,91 triliun, sementara DPK dan kredit yang disalurkan masingmasing tercatat sebesar Rp56,22 triliun dan Rp49,50 triliun. Perkembangan perbankan syariah meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Aset perbankan syariah tumbuh 11,53% (yoy) menjadi Rp51,11triliun atau naik lebih tinggi dibandingkan indikator DPK namun lebih rendah dibandong pertumbuhan pembiayaan. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Pertumbuhan kinerja perbankan Riau pada periode laporan mengalami perlambatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan indikator utama yaitu aset, dana dan kredit dibandingkan periode sebelumnya baik secara tahunan (yoy) maupun triwulanan (qtq). Pada tahun 2013, aset perbankan Riau tercatat sebesar Rp77,91 triliun atau hanya tumbuh sebesar 6,16% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 21% (yoy). Aset bank umum tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan aset BPR/S yaitu masingmasing sebesar 6,24% dan 0,54%. Posisi LDR bank umum di Riau pada tahun 2013 tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 87,79%, meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 83,60%. Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek 1, LDR bank umum Riau dalam periodelaporan mencapai angka yang lebih tinggi yakni sebesar 120,12%, juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan LDR nasional 2 yang tercatat sebesar 90,95% pada periode yang sama. Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh bank umum di Riau pada tahun 2013 mencapai Rp17,61 triliun atau tumbuh sebesar 12,70% (yoy). Pangsa kredit nya mencapai 36,14% dari total kredit bank umum di Riau, meningkat jika dibandingkan dengan tahun Secara spesifik, jika dilihat menurut skala usahanya, kredit yang disalurkan sebagian besar diserap oleh usaha kecil dengan nilai kredit sebesar Rp6,91 triliun, diikuti oleh skala usaha menengah dan skala mikro masingmasing sebesar Rp6,38 triliun dan Rp4,32 triliun. Kondisi perbankan syariah Riau pada triwulan IV2013 juga menunjukkan penurunan secara triwulanan (qtq), namun tetap tumbuh relatif melambat (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari menurunnya pertumbuhan aset, dana, maupun pembiayaan. Aset 1 data posisi November data posisi November

10 E Ringkasan Eksekutif perbankan syariah Riau pada triwulan IV2013 mencapai Rp5,11 triliun atau turun 5,70% (qtq), namun meningkat 11,53% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan aset ini utamanya didorong oleh menurunnya dana yang dihimpun menjadi Rp3,71 triliun atau turun 5,94% (qtq) dan namun meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,46% (yoy). Intermediasi perbankan syariah pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya rasio FDR yaitu dari 84,30% pada tahun 2012 menjadi 90,34%. Namun, rasio NPF meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu dari 2,98% menjadi 4,01%. Rasio NPF perbankan syariah tercatat lebih tinggi dari pada rasio NPL secara umum, sehingga perlu mendapat perhatian perbankan syariah. Keuangan Daerah Realisasi anggaran pendapatan dan belanja Riau pada tahun 2013 masingmasing tercatat sebesar 97,92% dan 84,17%. Realisasi Belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau sampai dengan akhir tahun 2013 relatif meningkat bila dibandingkan dengan tahun Namun bila dilihat dari sisi pendapatan tercatat menurun bila dibandingkan dengan tahun Meningkatnya realisasi belanja utamanya didorong oleh peningkatan pada realisasi belanja operasi dan belanja modal. V. PROSPEK Perekonomian Daerah Prospek perekonomian Riau pada triwulan I2014 diperkirakan tumbuh relatif melambat yakni berada pada kisaran 3,0% 3,6% (yoy). Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I2014 secara umum diperkirakan relatif melambat dibandingkan triwulan IV2013. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 3,0%3,6% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yakni berada pada kisaran 5,9%6,5% (yoy). Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. 5

11 E Ringkasan Eksekutif Hal ini diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh mulai membaiknya harga Tandan Buah Segar (TBS) lokal sehingga berpotensi meningkatkan daya beli dan tingkat keyakinan masyarakat secara umum. Sementara itu, dari sisi sektoral, membaiknya daya beli diperkirkaan akan berpengaruh terhadap kenaikan pertumbuhan sektor perdagangan. Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). terutama terkait dengab kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas mengalami kontraksi. Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau. Inflasi Inflasi Riau pada triwulan I2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,6% 7,0% (yoy) Perkembangan inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan berada pada kisaran 6,6% 7,0% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0,6% 1,0% (qtq). Terjadinya inflasi Kota Pekanbaru pada kisaran tersebut diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor depresiasi depresiasi Rupiah yang berpotensi mendongkrak laju inflasi barang impor dan gangguan pasokan bahan makanan yang berpotensi meningkatkan inflasi bahan makanan sejalan degan terjadinya bencana alam di beberapa daerah yang menjadi pemasok utama. Sementara itu, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain (i) kenaikan ekspektasi pelaku usaha sejalan gangguan distribusi akibat bencana alam, (ii) rencana kebijakan untuk menaikkan harga gas elpiji non subsidi 12 kg, serta (ii) hambatan distribusi dan infrastruktur. Selanjutnya, beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (downside risks) proyeksi adalah solusi dini TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait melalui penguatan strategi komunikasi dalam menjaga ekspektasi diperkirakan. 6

12 E Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Kinerja ekonomi Riau pada triwulan IV2013 mengalami perbaikan dan tumbuh diatas perkiraan Bank Indonesia. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau mencapai 3,77% (yoy) atau merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan triwulantriwulan sebelumnya selama tahun Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,01% (yoy), meningkat dari triwulan III2013 dan juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi non migas secara nasional yang tercatat sebesar 5,90% (yoy). 7

13 yoy (%) E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 6,6 7,2 7,8 7,8 6,1 5,0 3,0 4,2 3,6 2,6 2,00 1,00 Kumulatif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Riau 5,1 2,1 1,6 3,0 2,8 3,5 4,8 5,5 5,2 5,2 5,1 4,5 4,5 3,5 3,7 2,4 1,8 2,6 2,2 3,7 Nasional 4,5 4,0 4,1 5,4 5,6 6,1 5,8 6,9 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,1 6,1 6,0 5,8 5,6 5,7 Riau (Tanpa Migas) 6,6 6,5 5,7 7,3 5,9 6,8 7,9 7,8 7,9 7,7 7,8 7,5 7,1 7,8 9,0 7,3 8,0 6,7 3,9 6,0 Nasional (Tanpa Migas) 4,9 4,4 4,5 5,8 6,2 6,5 6,2 7,4 6,9 7,0 6,9 6,9 6,7 6,9 6,8 6,7 6,7 6,3 6,0 5,9 Sumber : BPS Peningkatan ekonomi Riau pada triwulan IV2013 utamanya tidak terlepas dari membaiknya kinerja sektor tradables dimana peningkatan pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh sektor. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan membaiknya kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan Meskipun tumbuh membaik pada triwulan laporan, namun secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Riau selama tahun 2013 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan kumulatif yang tercatat 2,61% dan 6,13% (tanpa migas), atau merupakan titik terendah dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh faktor eksternal antara lain persoalan krisis ekonomi global yang berimbas terhadap rendahnya harga komoditas internasional, melemahnya kinerja ekonomi di negara mitra dagang utama khususnya Cina dan India dan pemberlakuan hambatan tarif dan nontarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional. Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, pelemahan ekonomi juga tidak terlepas dari faktor internal diantaranya terkait dengan event penyelenggaraan PON tahun 2012, minimnya penemuan sumur minyak baru yang lebih produktif dan melonjaknya tekanan inflasi akibat kebijakan pemerintah mengenai penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Tenaga Listrik 8

14 E Kondisi Ekonomi Makro Regional (TTL) pada tahun , terutama pada semester II2013, yang sedikit banyak mempengaruhi margin keuntungan pelaku usaha. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak ekonomi Riau berasal dari permintaan domestik terutama konsumsi dan ekspor non migas. Faktor yang berperan penting dalam mendukung meningkatnya pertumbuhan konsumsi Riau diindikasikan berasal dari membaiknya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, meningkatnya realisasi APBD dibandingkan dengan tahun sebelumnya juga turut memberikan dorongan berarti. Sementara itu, meningkatnya ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas kenaikan ekspor non migas sejalan dengan perayaan hari raya Diwali di India yang sedikit banyak berpengaruh terhadap permintaan produk CPO dan turunannya. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Komponen 2012*** 2013 (r) Sumbangan (%) 2013 III*** IV*** 2012 III13 IV Konsumsi Investasi (2.98) (0.92) Ekspor 4.15 (0.06) (0.03) Impor Total Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy) Komponen 2012*** 2013 (r) Sumbangan (%) 2013 III*** IV*** 2012 III13 IV Konsumsi Investasi Ekspor Impor Total Non Migas Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS 1 Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2000/lt untuk premium dan Rp1.500/lt untuk solar. Disamping itu, PLN telah memberlakukan TTL baru (progresif) sejak awal tahun2013 dengan ratarata kenaikan mencapai 30% sepanjang tahun

15 %, yoy E Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan IV2013 mengalami peningkatan yakni dari 6,63% (yoy) menjadi 7,36% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh menguatnya konsumsi rumah tangga Riau yang tercatat tumbuh dari 7,22% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 7,95% (yoy) pada triwulan IV2013. Namun demikian, peningkatan tidak hanya terjadi pada konsumsi rumah tangga tetapi juga pada konsumsi swasta dan pemerintah. Bahkan konsumsi pemerintah juga tercatat lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang didorong oleh realisasi APBD yang lebih besar dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi pada triwulan laporan diindikasikan tidak terlepas dari meningkatnya optimisnya konsumen sebagaimana terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Riau dari 112,45 pada triwulan III2013 menjadi 129,70 pada triwulan IV2013 (Grafik 1.3.). Grafik 1.2. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun (yoy) Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau , , ,0 6,0 4,0 2, ,0 70 2,0 4,0 6,0 8,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Rumah Tangga Swasta Pemerintah 50 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Baseline Sumber : BPS Provinsi Riau Selain diindikasikan dari kenaikan IKK, meningkatnya pertumbuhan konsumsi juga secara implisit tercermin dari peningkatan kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan. Penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan Riau pada triwulan IV2013 mencapai Rp17,95 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 12,26% (yoy). Adanya peningkatan utamanya didorong oleh peningkatan pada kredit perumahan tipe 22 s.d 70 yang mencerminkan perbaikan daya beli masyarakat. Sebagaimana diketahui, penyaluran kredit perumahan tipe menengah pada semester I2013 sempat mengalami penurunan seiring dengan melemahnya keyakinan konsumen akibat penurunan harga TBS lokal dan karet. 10

16 % Rp miliar % Rp miliar E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Riau Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Tipe 22 s.d 70 dan diatas 70 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 12,21 12,26 I II III IV I II III IV I II III IV K. Konsumsi (kiri) yoy (kanan) 28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2, I II III IV I II III IV I II III IV KPR 22 s.d 70 (lhs) KPR diatas 70 (lhs) yoy (rhs) yoy (rhs) 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 (10,00) (20,00) 2.2. Investasi Perkembangan investasi di Riau secara umum menunjukkan hal yang kurang begitu menggembirakan sebagaimana yang terlihat dari kontraksi yang terjadi pada triwulan laporan. Investasi Riau tercatat terkontraksi atau turun sebesar 2,98% (yoy) yang merupakan pertumbuhan investasi terendah dalam tahun Menurunnya pertumbuhan investasi diperkirakan tidak terlepas dari menurunnya minat investasi di sektor migas yang memiliki pangsa sebesar 40% terhadap investasi di Provinsi Riau. Grafik 1.6. Perkembangan Investasi Riau 25,00 Migas 20,00 Non Migas 15,00 10,00 5,00 (5,00) I II III IV I II III IV I II III IV (10,00) (15,00) (20,00) Sumber : BPS Riau Sementara itu, tanpa memperhitungkan unsur migas, investasi Riau tercatat mengalami peningkatan yakni dari 3,17% (yoy) menjadi 5,51% (yoy). Meningkatnya investasi non migas diperkirakan berkaitan dengan investasi infrastruktur yang masih berlanjut, khususnya investasi bangunan. Hal ini secara tidak langsung tercermin dari peningkatan pertumbuhan konsumsi semen yang tercatat tumbuh dari 17,78% menjadi 19,59% dengan nilai mencapai 500 ribu ton. Indikator lain yang mendukung kenaikan investasi di Riau adalah meningkatnya jumlah proyek Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari 49 proyek menjadi 63 proyek. 11

17 Rp triliun ribu Ton % Unit E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.7. Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV Konsumsi Semen (kiri) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2.3. Ekspor Impor 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 10,00 20,00 g.yoy (kanan) I II III IV I II III IV Nilai PMA 1,28 2,74 5,63 1,33 5,72 1,32 4,26 2,38 Nilai PMDN 0,35 3,51 0,31 1,29 0,15 1,99 2,02 0,71 Nilai (kiri) 1,63 6,25 5,94 2,61 5,87 3,31 6,29 3,10 Grafik 1.8. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau I II III IV I II III IV PMDN PMA Proyek Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Kinerja neraca perdagangan eksternal Riau sepanjang tahun masih mencatat net ekspor dengan angka sebesar USD14,27 miliar. Lebih rendahnya realisasi net ekspor Riau pada tahun 2013 dibanding 2012 bersumber dari penurunan yang lebih tinggi pada nilai ekspor (USD1,56 miliar) dibandingkan dengan penurunan nilai impor (USD0,33 miliar). Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya harga komoditas ekspor unggulan Riau seperti CPO, karet dan batubara di pasar internasional akibat relatif lambannya pemulihan krisis ekonomi di zona Eropa serta pelemahan ekonomi di negara mitra dagang utama (India, Cina dan Eropa) yang sedikit banyak mengakibatkan volume ekspor ke wilayah tersebut tidak setinggi tahuntahun sebelumnya. Depresiasi nilai tukar Rupiah juga belum dapat mendorong ekspor tumbuh lebih tinggi lagi. Selain itu, pemberlakuan hambatan tarif dan nontarif produk CPO dan turunannya oleh sejumlah negara maju dan 12

18 USD miliar E Kondisi Ekonomi Makro Regional mitra dagang juga berdampak cukup signifikan terhadap terbatasnya permintaan ekspor CPO selama tahun Grafik Perkembangan Kinerja Ekspor dan Impor Riau Tahun (2.00) Net X Ekspor Impor Sumber : BPS Riau Jika dilihat secara triwulanan, perkembangan ekspor Riau pada triwulan IV2013 menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan sebagaimana terlihat dari bertumbuhnya ekspor, baik secara total maupun tanpa unsur migas. Volume Ekspor produk CPO (Tabel 1.3) memiliki pangsa sebesar 52,98% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III2013 yang tercatat sebesar 49,74%. Secara tahunan, pertumbuhan volume ekspor produk CPO dan turunannya pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,16%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III2013 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 14,46%. Meningkatnya kinerja ekspor diindikasikan tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekspor non migas komoditas unggulan Riau terutama CPO dan produk turunannya seiring dengan perayaan hari Diwali yang berlangsung pada triwulan IV2013 di India. Sementara itu, produk ekspor unggulan lain seperti pulp and paper, karet alam dan batubara cenderung menunjukkan perlambatan sejalan dengan masih belum begitu membaiknya negara tujuan ekspor utama seperti Cina dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada triwulan laporan. 2 Data tahun 2013 hingga November. 13

19 E Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu Ton) Jenis 2013 Pangsa (%) yoy (%) I II III IV III13 IV13 III13 IV13 Makanan dan Hewan Bernyawa Tembakau dan Minuman Barang Mentah Bahan Bakar Mineral dan Pelumas (33.22) (27.76) Minyak dan Lemak Nabati (14.46) 2.16 Bahan Kimia Barang Manufaktur (2.54) Mesin dan Peralatan (100.00) Hasil Olahan Manufaktur (100.00) Koin, bukan mata uang Total 4, , , , (4.71) 5.16 Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan (900) I II III IV I II III IV I II III IV Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau mengalami kenaikan yang cukup tajam terutama pada wilayah India dan Cina. Pada triwulan IV2013, volume ekspor ke India tercatat sebesar 920 ribu ton atau naik 285 ribu ton dari triwulan sebelumnya. Sedangkan volume ekspor ke Cina tercatat sebesar ribu ton atau naik sebesar 258 ribu ton dari triwulan sebelumnya. Relatif tingginya kenaikan ekspor tersebut di India utamanya tidak terlepas dari adanya perayaan Hari Raya Lainnya Diwali yang berlangsung pada triwulan laporan. MEE ASEAN India Cina Secara spesifik, perkembangan ekspor komoditas batubara (Grafik 1.14) dan karet olahan (Grafik 1.15) menunjukkan arah pertumbuhan yang relatif stagnan pada triwulan IV2013. Relatif stagnannya pertumbuhan kedua produk ini tidak terlepas dari rendahnya harga jual produk di pasar internasional. Berdasarkan hasil survei kepada pelaku industri, diketahui bahwa rendahnya harga jual internasional mengakibatkan beberapa industri terpaksa mengoreksi dan mengurangi target penjualan (kuota produksi) untuk mempertahankan tingkat margin keuntungan, terlebih ditengah meningkatnya tekanan biaya produksi yang berasal dari biaya overhead terutama energi. 14

20 ribu ton % ribu ton % ribu ton % ribu ton % E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau Grafik Perkembangan Ekspor Pulp and Paper Riau ,0 900,0 200, ,0 800,0 700,0 150, ,0 600,0 100, ,0 500,0 400,0 50, ,0 500 (50,0) 200,0 100,0 (50,0) 0 I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIV (100,0) I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV (100,0) Vol (kiri) yoy (kanan) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau 1.600,0 700,0 10, , , , ,0 800,0 600,0 400,0 200,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 (100,0) 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1, , , ,0 500,0 I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIV (200,0) I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV (500,0) Vol (kiri) yoy (kanan) Vol (kiri) yoy (kanan) Di sisi lain, impor Riau pada triwulan IV2013 juga menunjukkan peningkatan yakni dari 2,62% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 4,25% (yoy). Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, impor non migas mengalami peningkatan pertumbuhan yakni dari 4,27% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 5,01% (yoy). Kondisi ini utamanya didorong oleh meningkatnya impor barang modal terutama pupuk sejalan dengan kebutuhan yang terkait dengan pemeliharaan kebun kelapa sawit dan bertambahnya luas lahan kelapa sawit di Provinsi Riau. Meskipun demikian, volume impor barang intermedier yang sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri tercatat mengalami penurunan sebesar 13,15% (yoy). Penurunan ini diperkirakan terjadi akibat depresiasi nilai tukar Rupiah sepanjang tahun 2013 yang mengakibatkan kenaikan biaya barang impor. 15

21 ribu Ton ribu Ton ribu Ton E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi (100) (50) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (200) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (100) Barang Modal(lhs) yoy (rhs) Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs) Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (20) (40) (60) (80) (100) Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 3. PDRB SEKTORAL Dari sisi sektoral, kondisi ekonomi sektoral Riau menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dimana sektor tradables tercatat sebagai motor penggerak utama pertumbuhan triwulan IV2013. Secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau tumbuh meningkat menjadi 3,36% (yoy). Sementara dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables tumbuh lebih tinggi yakni mencapai 7,20% (yoy). Lebih lanjut, selain didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor tradables, peningkatan ekonomi Riau pada triwulan laporan juga tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan sektor nontradables yang 16

22 E Kondisi Ekonomi Makro Regional tercatat tumbuh dari 2,88% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 4,84% (yoy) pada triwuan IV2013. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Keterangan 2012*** Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%) 3.1. Sektor Pertanian 2013 (r) Sumbangan (%) 2013 III*** IV*** 2012 III13 IV A. Sektor Tradables Pertanian Pertambangan (0.98) (1.47) Industri Pengolahan B. Sektor Non Tradables Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasajasa Total Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) revisi Keterangan 2012*** 2013 (r) Sumbangan (%) 2013 III*** IV*** 2012 III13 IV A. Sektor Tradables Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan B. Sektor Non Tradables Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasajasa Non Migas Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) revisi Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari 4,05% (yoy) menjadi 5,70% (yoy). Peningkatan diperkirakan bersumber dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Berdasarkan informasi liason kepada pelaku usaha, diketahui umumnya kenaikan produksi tanaman kelapa sawit terjadi pada bulan Oktober hingga Januari sejalan dengan siklus panen tanaman kelapa sawit. Sementara itu, produksi sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan relatif menurun dibandingkan dari triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari 17

23 E Kondisi Ekonomi Makro Regional perkembangan produksi padi periode September hingga Desember yang mencapai ton atau turun sebesar 24,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada periode sebelumnya. Namun, peranan sub sektor ini relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan sub sektor tanamn perkebunan khususnya kelapa sawit. Tabel 1.5. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau Periode Perkembangan Keterangan ARAM II Absolut % Absolut % a Luas Panen (ha) Januari April 77,561 69,255 55,658 (8,306) (10.71) (13,597) (19.63) Mei Agustus 38,078 42,466 41,213 4, (1,253) (2.95) September Desember 29,603 32,294 23,962 2, (8,332) (25.80) Januari Desember 145, , ,833 (1,227) (0.84) (23,182) (16.10) b Produkstivitas (ku/ha) Januari April (3.22) (9.28) Mei Agustus (1.36) (3.28) September Desember (1.00) (2.65) Januari Desember (1.33) (3.60) c Produksi (ton) Januari April 269, , ,869 (51,143) (19.00) (32,219) (14.77) Mei Agustus 155, , ,242 20, (10,794) (6.13) September Desember 111, ,028 89,020 6, (29,008) (24.58) Januari Desember 535, , ,131 (23,636) (4.41) (72,021) (14.06) Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG) Sumber : BPS Riau 3.1. Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau menunjukkan pertumbuhan yang meningkat yakni dari 0,13% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 1,14% (yoy) pada triwulan IV2013. Kemudian, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor pertambangan mencatat angka yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,90% (yoy), meskipun melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III2013 yang tercatat sebesar 3,34% (yoy). Terjadinya peningkatan pertumbuhan di sektor pertambangan diperkirakan bersumber dari optimalisasi sumur minyak yang telah ada dan juga kenaikan produksi gas sejalan dengan penemuan sumber baru. Sementara itu, melambatnya produksi sektor pertambangan non migas diperkirakan terbatasnya produksi batubara sejalan dengan faktor lokasi tambang yang sudah cukup dalam. 18

24 yoy,% Rp/Kg USD/MT juta barel juta barel Miliar BTU Miliar BTU E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Riau Grafik Perkembangan Volume Lifting Gas Bumi di Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan) Pelalawan Pekanbaru Kep. Meranti Total (kanan) Sumber : Departmen ESDM RI Sumber : Departmen ESDM RI 3.2. Industri Pengolahan Dalam triwulan laporan, sektor industri pengolahan Riau menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tumbuh masingmasing sebesar 8,46% dan 10,49 (tanpa migas), atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III2013. Terjadinya peningkatan ini diperkirakan bersumber dari peningkatan produksi Industri Mikro dan Kecil khususnya di sektor industri bahan makanan. Grafik Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri di Riau (%) Sumber : BPS Riau IV I II III IV I II III IV Ket. : Industri Besar dan Menengah (IBS), Industri Mikro dan Kecil (IMK) IBS IMK Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global 1,900 1,800 1,700 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1, Sumber : USDA TBS Domestik (lh) CPO Dunia (rhs) 1,400 1,200 1,

25 Feb09 Apr09 Jun09 Aug09 Oct09 Dec09 Feb10 Apr10 Jun10 Aug10 Oct10 Dec10 Feb11 Apr11 Jun11 Aug11 Oct11 Dec11 Feb12 Apr12 Jun12 Aug12 Oct12 Dec12 Feb13 Apr13 Jun13 Aug13 Oct13 Dec13 E Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia Sumber : USDA Berdasarkan hasil survei liason, kapasitas terpakai sektor industri pengolahan di Riau tercatat meningkat dari 80,03% menjadi 95,43% pada triwulan IV2013. Disamping itu, peningkatan ini juga ditopang oleh mulai meningkatnya harga CPO internasional sehingga sedikit banyak menopang insentif pelaku usaha. Sebagaimana diketahui, konsumsi CPO Indonesia terus menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan khususnya sejak awal tahun Bahkan, sejak awal tahun 2012 lalu, tingkat konsumsi domestik Indonesia telah melewati China dengan angka mencapai 7,8 juta ton. Hal ini diperkirakan turut mendorong peningkatan kebutuhan minyak sawit mentah dalam negeri yang selanjutnya akan diproses menjadi produk turunan India China EU27 Indonesia Total (kanan) 3.3. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) 0 Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh meningkat peningkatan yakni 0,11% (yoy) pada triwulan III2013 menjadi 2,23% (yoy) pada triwulan IV2013. Di sisi eksternal, peningkatan ini diperkirakan tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekspor yang sedikit banyak mempengaruhi kenaikan tingkat pendapatan dan penjualan pelaku usaha. Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau 65% 60% 55% 50% 47% 45% 40% 54% 48% 56% 46% 51% 44% 52% 49% 52% 52% 61% 41% 56% 42% 52% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sementara itu, di sisi internal, kenaikan sektor PHR diperkirakan dipengaruhi oleh kegiatan perayaan hari raya Natal dan persiapan kegiatan menjelang tahun baru yang berpengaruh terhadap kenaikan tingkat hunian (occupancy rate) di Provinsi Riau pada triwulan laporan. Sumber : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia 20

26 Jiwa % unit % E Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.4. Pengangkutan dan Komunikasi Secara umum kegiatan perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan laporan menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di Riau mencapai 4,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,99% (yoy), namun relatif melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12,84% (yoy) yang didorong faktor PON tahun Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah meningkatnya pertumbuhan kedatangan arus penumpang di Bandara Internasional SSK II. Jumlah penumpang yang datang di Bandara Internasional SSK II meningkat jiwa hingga jiwa pada triwulan IV2013, tumbuh sebesar 16,74% (yoy) dan lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III2013 yang tercatat sebesra 8,63% (yoy). Peningkatan jumlah penumpang yang datang ke Provinsi Riau diperkirakan dipengaruhi oleh pelaksanaan libur akhir tahun, berlangsungnya kegiatan Hari Raya Natal dan persiapan kegiatan menjelang tahun baru. Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim Sumber : PT. Angkasa Pura II I III I III I III I III I III Penumpang yoy (%) Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim Sumber : PT. Angkasa Pura II I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV Pesawat yoy (%) Di sisi lain, jumlah pesawat yang datang ke Provinsi Riau pada triwulan laporan mencapai unit atau tumbuh sebesar 17,19% (yoy). Pertumbuhan ini relatif melambat jika dibandingkan dengan triwulan III2013 yang tercatat sebesar 34,93% namun relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 2,36%. Relatif tingginya pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi oleh dibukanya beberapa rute baru ke 21

27 E Kondisi Ekonomi Makro Regional Pekanbaru seiring dengan relatif tingginya pertumbuhan kegiatan usaha di Provinsi Riau serta permintaan kunjungan ke luar Provinsi Riau. 22

28 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada tahun 2013 (yoy) 1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi Riau s.d. triwulan IV 2013 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. Faktor yang dominan mendorong inflasi luar biasa adalah kenaikan harga BBM sebesar 44,44% yang didahului ketidakpastian dan berlanjutnya rencana kenaikan BBM yang mendorong tingginya ekspektasi produsen. Selain itu, pembatasan impor holtilkulturapada awal tahun 2013, kenaikan TDL secara progresif dan bencana alam di daerah senta produksi juga turut memberikan tekanan yang berarti. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 23

29 Perkembangan Inflasi Daerah Namun demikian, inflasi Riau tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Sumatera sebesar 8,91% (yoy), yang menunjukkan bahwa inflasi Riau relatif lebih terkendali dibandingkan daerah lain di Sumatera. Inflasi Riau pada tahun 2013 sebagai dampak kenaikan BBM juga relaif terkendali pada single digit dibandingkan kondisi yang sama pada tahun 2008 yang mencapai double digit. Kondisi ini tidak terlepas dari peran TPID di Riau (TPID Provinsi Riau, TPID Kota Pekanbaru, dan TPID Kota Dumai) yang bersamasama dengan pemda untuk mengendalikan dampak lanjutan dari kenaikan inflasi pada kelompok administered price dan kelompok volatile foods terhadap tekanan inflasi secara umum. Selain itu, perlambatan kegiatan ekonomi juga turut memberikan kontribusi terhadap terkendalinya inflasi Dampak pelemahan nilai tukar rupiah juga masih minimal karena diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan ke harga konsumen. Pelaku usaha diperkirakan cenderung menahan harga jual dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih melemah akibat kenaikan BBM bersubsidi dan tingginya kompetisi. Selain itu, masih rendahnya harga komoditas global juga membantu meredam dampak pelemahan nilai tukar rupiah tersebut 2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) Secara tahunan (yoy), inflasi Riau pada triwulan IV2013 mengalami peningkatan dari 7,74% menjadi 8,79%. Bila dibandingkan dengan ratarata inflasi historisnya sejak tahun yang mencapai 4,28%, inflasi Riau pada triwulan IV2013 tercatat jauh lebih tinggi. Namun demikian, inflasi Riau masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang mencapai 8,91% (yoy), tetapi lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau, Sumatera dan nasional pada triwulan IV2013 berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%, namun tetap terkendali pada single digit dibandingkan dengan periode kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 yang mencapai double digit. 24

30 Perkembangan Inflasi Daerah Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Tw III13 (yoy) Tw IV13 (yoy) Ratarata Tw IV (yoy) Nasional Riau Sumatera Sumber : BPS, diolah Realisasi inflasi yang berada di atas target bersumber dari tingginya inflasi administered price (AP) dan volatile foods (VF). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan Juni 2013 serta kebijakan pembatasan impor produk holtikulura di awal tahun. Selain itu, anomali cuaca juga menyebabkan pasokan pangan domestik terganggu. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau, Sumatera dan Nasional secara Tahunan (yoy) Nasional Sumatera P.baru Dumai Riau Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, kenaikan inflasi Riau pada triwulan IV2013 (yoy) utamanya berasal dari tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan (12,17%), kelompok transportasi (13,48%), kelompok makanan jadi (8,65%), kelompok pendidikan (8,36%), kelompok perumahan (6,48%), dan kelompok kesehatan (3,14%). Sementara itu, seperti pada triwulan sebelumnya, kelompok sandang (1,58%) masih tercatat memberikan sumbangan 25

31 Perkembangan Inflasi Daerah deflasi terhadap inflasi Riau akibat menurunnya harga emas. Kenaikan harga pada subkelompok bumbubumbuan menjadi pemicu utama peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy) (1.00) (2.00) (3.00) Bahan Makanan Sumber : BPS, diolah Makanan Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi Jadi Inflasi Andil Inflasi Riau Grafik 2.3. Sumbangan Inflasi Kota yang disurvey di Provinsi Riau(yoy) Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 8,83% (yoy) dari 7,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi di Kota Dumai mencapai 8,60% (yoy) juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,53%. Seperti pada periode periode sebelumnya, inflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru tercatat masih memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi Riau triwulan IV2013 sebesar 7,25% Dumai Pbr Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan IV2013, inflasi Kota Pekanbaru tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan ratarata historisnya sejak tahun (5,24%). Kelompok transportasi (13,48%) tercatat mengalami inflasi tertinggi diikuti oleh kelompok bahan makanan (12,36%). Namun apabila dilihat dari andilnya, kelompok bahan makanan memberikan kontribusi tertinggi sebesar 3,12% terhadap inflasi Kota Pekanbaru diikuti oleh kelompok transportasi yang tercatat sebesar 1,89%. Kenaikan harga bumbubumbuan (pembatasan impor holtikultura) yang diikuti dengan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik, merupakan pendorong utama meningkatnya inflasi pada kelompok tersebut. 26

32 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Ratarata Historis Tw III yoy Pekanbaru Sumber : BPS, diolah Ratarata Historis Tw IV Grafik 2.5. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw III (2.00) (4.00) Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Inflasi Andil Inflasi Pbr Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Berdasarkan komoditasnya, inflasi tertinggi dialami oleh komoditas cabe hijau diikuti oleh petai dan cabe merah. Namun, jika dilihat dari andilnya terhadap inflasi Pekanbaru triwulan IV2013 maka bensin (1,39%) tercatat memberikan kontribusi tertinggi diikuti oleh cabe merah (0,65%) dan beras (0,51%). Di sisi lain, penurunan harga emas perhiasan, gula pasir, beberapa jenis ikan, dan bawang putih merupakan faktor yang meredam tekanan inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan. Tabel 2.1. Komoditas yang Mengalami Inflasi dan Andil Tertinggi di Kota Pekanbaru (yoy) Keterangan Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi Keterangan Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Cabe Hijau Bensin 1.39 Baung Emas Perhiasan 0.23 Petai Cabe Merah 0.65 Daun Bawang Gula Pasir 0.08 INFLASI Cabe Merah Beras 0.51 DEFLASI Selais Asap Baung 0.07 Bioskop Sewa Rumah 0.43 Nangka Muda Bawang Putih 0.04 Sandal Karet Tarip Listrik 0.42 Pampers Selais Asap 0.03 Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Dumai pada triwulan IV2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, juga jauh lebih tinggi dari ratarata historisnya sejak tahun (4,95%). Seperti halnya yang terjadi di Kota Pekanbaru, inflasi tertinggi di Kota Dumai dialami oleh kelompok transportasi (13,61%) diikuti oleh kelompok bahan makanan (11,34%). Kedua kelompok ini juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan IV2013. Kenaikan harga bumbubumbuan yang diikuti dengan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik, merupakan pendorong utama meningkatnya inflasi pada triwulan laporan, khususnya pada kedua kelompok tersebut. 27

33 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Ratarata Historis Tw III yoy Dumai Sumber : BPS, diolah Ratarata Historis Tw IV Grafik 2.7. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III Inflasi Andil Inflasi Dumai Bahan Makanan Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Berdasarkan komoditasnya, inflasi tertinggi dialami oleh komoditas bawang merah diikuti oleh cabe merah, apel, dan bensin. Sementara itu, komoditas bensin (1,32%) tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Dumai diikuti oleh cabe merah (1,03%) dan angkutan udara (0,64%). Di sisi lain, penurunan harga emas perhiasan, minyak goreng, beberapa jenis ikan dan bawang putih merupakan komoditas yang meredam tekanan inflasi Kota Dumai pada triwulan IV Tabel 2.2. Komoditas yang Mengalami Inflasi dan Andil Tertinggi di Kota Dumai (yoy) Keterangan Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi Keterangan Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Bawang Merah Bensin 1.32 Gabus Emas Perhiasan 0.10 Cabe Merah Cabe Merah 1.03 Bawang Putih Minyak Goreng 0.04 INFLASI Apel Angkutan Udara 0.64 DEFLASI Tenggiri 6.93 Gabus 0.01 Bensin Bawang Merah 0.58 Kol Putih/Kubis 6.76 Bawang Putih 0.01 Gaun Ketupat/Lontong Sayur 0.38 Tepung Terigu 6.36 Tenggiri 0.01 Sumber : BPS, diolah 2.2. Disagregasi Inflasi 2 Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Core Volatile Foods Administered Price IHK Sumber : BPS, diolah Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan IV2013, utamanya masih berasal dari faktor non fundamental yaitu kenaikan inflasi kelompok volatile foods yang merupakan dampak dari kebijakan pembatasan holtikultura pada awal tahun 2 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 28

34 Yoy, % Perkembangan Inflasi Daerah serta terbatasnya pasokan pada triwulan laporan. Sementara itu, tingginya inflasi kelompok administered price masih merupakan dampak lanjutan dari kenaikan BBM bersubsidi. Di sisi lain, meskipun tekanan eksternal masih terus mengalami peningkatan seiring dengan masih berlanjutnya depresiasi nilai tukar Rupiah, inflasi inti Riau masih relatif terjaga Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti (core) Riau pada triwulan IV2013 masih dalam level yang terjaga meskipun menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya karena depresiasi nilai rupiah. Pelemahan nilai tukar rupiah diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan oleh pelaku usaha ke harga konsumen. Kondisi ini disebabkan pelaku usaha melihat daya beli masyarakat masih lemah pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal initercermin dari terkendalinya inflasi tradable goods pada triwulan IV2013. Terjaganya inflasi inti juga disumbang oleh turunnya harga emas dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sumber inflasi dari kelompok inti utamanya berasal dari peningkatan harga pada angkutan udara. Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi inti tertinggi dialami oleh Kota Dumai. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Pekanbaru Dumai Riau Harga Emas (yoy,rhs) Grafik Perkembangan Inflasi Tradable Goods (yoy) Tradable Goods NonTradable Goods Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 29

35 Yoy,% Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Inflasi Riau (RHS) Ekspektasi harga 6 bulan yad Ekspektasi harga 3bulan yad Ekspektasi harga 12 bulan yad Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Inflasi Volatile Foods Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok volatile food mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan tekanan inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru dan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Begitu pula di Kota Dumai, inflasi volatile foods mengalami peningkatan dibandingkan Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food (yoy) Pekanbaru Dumai Riau Sumber : BPS, diolah dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi kelompok volatile food pada triwulan laporan sangat dipengaruhi kebijakan pembatasan impor holtikultura di awal tahun dan bencana di Sumatera utara (bencana Gunung Sinabung) yang menyebabkan terbatasnya pasokan. Selain itu, faktor natal dan liburan akhir tahun turut memberikan kontribusi terhadap inflasi volatile foods triwulan IV Riau merupakan daerah yang mengalami defisit produksi cabe merah dan bawang merah sehingga sangat dipengaruhi oleh pasokan.dilihat dari komoditasnya, tekanan inflasi volatile foods di Riau utamanya disebabkan meningkatnya harga pada komoditas beras dan cabe merah dibandingkan triwulan sebelumnya. 30

36 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan merupakan pemicu utama peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Kondisi ini masih merupakan dampak lanjutan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada triwulan II2013, serta peningkatan tarif dasar listrik secara progresif sejak awal tahun. Hal ini tercermin dari inflasi bensin dan tarif listrik yang terus mengalami peningkatan sejak awal triwulan laporan. Inflasi bensin di Kota Pekanbaru dan Dumai secara tahunan (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu masing masing dari 42,48% dan 40,83% menjadi 43,02% dan 41,79%. Inflasi pada tarif listrik juga meningkat yaitu masingmasing dari 11,88% dan 8,64% pada triwulan III2013 menjadi 16,03% dan 11,71% pada triwulan laporan. Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) Pekanbaru Dumai Riau Inflasi Bensin Pbr Inf. Bensin Dumai Inf. Tarif Listrik Inf. Tarif Listrik Dumai Sumber : BPS, diolah 3. PERKEMBANGAN INFLASI SELAMA TAHUN 2013 Perkembangan inflasi Provinsi Riau selama tahun 2013 meningkat siginifikan dibandingkan inflasi pada tahun 2012, yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Kondisi ini disebabkan oleh beberapa kebijakan pemerintah selama tahun 2013 yang mendorong peningkatan inflasi volatile foods dan administered price yaitu pembatasan impor holtikultura dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, kuatnya tekanan eksternal yaitu pelemahan nilai tukar rupiah selama tahun 2013 juga turut memberikan kontribusi. Kondisi yang sama terjadi pada inflasi Sumatera dan Nasional. 31

37 % Perkembangan Inflasi Daerah Pembatasan impor holtikultura pada awal tahun 2013 menjadi pemicu tingginya harga kelompok bahan makanan terutama subkelompok bumbubumbuan. Selanjutnya kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi telah mendorong kenaikan harga pada kelompok transportasi yang pada akhirnya juga mendorong kenaikan kelompok barang dan jasa lainnya. Namun demikian, inflasi 2013 masih relatif terkendali bila dibandingkan dengan inflasi tahun 2008 yang juga terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal ini tidak terlepas dari peran TPID di Riau (TPID Provinsi Riau, TPDI Kota Pekanbaru, dan TPID Kota Dumai) yang bersamasama dengan pemerintahan daerah untuk mengendalikan dampak lanjutan dari kenaikan inflasi administered price dan volatile foods. Grafik Event Analysis Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional (yoy) Booming Harga CPO naik 50% hingga ke level US347/MT Jul Sept 08 Sep 10 Jan 13 Jun 13 Sep 13 Subprime mortgage crisis: lehman brother collapse Anomali cuaca, Booming harga cabe merah Pembatasan impor hortikultura dimulai dan kenaikan TTL bertahap Kenaikan BBM bersubsidi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pemilu Gubernur Riau Nasional Riau Pekanbaru Dumai Selain itu, dampak pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi selama tahun 2013 juga masih minimal karena diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan ke harga konsumen. Pelaku usaha diindikasikan menahan harga jual dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat masih lemah pasca kenaikan BBM. Masih rendahnya harga komoditas juga turut membantu meredam dampak pelamahan nilai tukar rupiah. 32

38 yoy, % Perkembangan Inflasi Daerah 3.1 Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Pekanbaru pada tahun 2013 meningkat signifikan dibandingkan 2012, yaitu dari 3,35% (yoy) menjadi 8,83% (yoy). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (13,45%,yoy) dan kelompok bahan makanan (12,36%,yoy). Inflasi kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan meningkat signifikan bila dibandingkan dengan inflasi tahun 2012 yang tercatat sebesar 0,84% (yoy), sementara kelompok bahan makanan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,13% (yoy). Kedua kelompok tersebut juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi Kota Pekanbaru selama tahun Grafik Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru (yoy) Umum Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Transpor Inflasi Kota Dumai Tidak jauh berbeda dengan Kota Pekanbaru, inflasi Kota Dumai pada tahun 2013 juga meningkat siginifikan dibanding tahun 2012 yaitu dari 3,20% (yoy) menjadi 8,60% (yoy). Kondisi ini juga disumbang oleh tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan tersebut mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun Kebijakan pemerintah untuk membatasi impor holtikultura dan kenaikan BBM bersubsidi juga menjadi pendorong utama meningkatnya inflasi tahun

39 yoy,% yoy, % Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai (yoy) Umum Makanan Jadi Kesehatan Bahan Makanan Perumahan Transport Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasinya, inflasi Riau selama tahun 2013 didorong oleh peningkatan inflasi non fundamental yaitu inflasi volatile foods dan administered price, sementara inflasi inti tercatat lebih stabil. Dilihat dari sumbangannya, inflasi dari kelompok volatile foods memberikan sumbangan tertinggi pada hampir setiap bulan sepanjang tahun Sementara peranan kelompok administered price mulai meningkat semenjak semester II tahun Grafik Perkembangan Disagregasi Inflasi Provinsi Riau (yoy) Inflasi Inti Inflasi VF Non Inti Inflasi AP Inflasi Inti (Core) Inflasi inti Riau pada tahun 2013 tercatat stabil bila dibandingkan dengan inflasi inti tahun Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey maka inflasi inti di Kota Dumai merupakan yang tertinggi dan meningkat siginifikan dibanding tahun 2012, 34

40 yoy,% Perkembangan Inflasi Daerah sementara inflasi inti di Kota pekanbaru sedikit menurun dibandingkan tahun Grafik Perkembangan Inflasi Inti Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, dan Kota Dumai (yoy) Riau Pbr Dumai Dilihat dari komoditasnya, peningkatan inflasi inti yang cukup tinggi di Kota Dumai disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi subkelompok makanan jadi dari 1,92% (yoy) menjadi 9,46% (yoy). Sementara rendahnya harga emas dunia menjadi penyumbang utama menurunnya inflasi inti Kota Pekanbaru. Jika dilihat secara bulanan, inflasi inti Riau pada bulan Januari 2013 meningkat cukup berarti yang didorong oleh peningkatan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 1,24% (yoy) pada akhir 2012 menjadi 1,52% (yoy) pada awal tahun Selanjutnya, inflasi inti Riau menunjukkan penurunan sampai dengan bulan Agustus Pada September 2013 kembali meningkat cukup berarti yang didoorong oleh peningkatan inflasi kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan dan relative stabil sampai dengan akhir tahun Inflasi Volatile Foods Perkembangan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile foods) di Riau selama tahun 2013 mencatat perkembangan tertinggi dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Kondisi ini sedikit banyaknya dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang kurang baik dan adanya kebijakan pembatasan impor holtikultura yang diberlakukan oleh pemerintah sejak awal tahun

41 Jan12 Feb12 Mar12 Apr12 May12 Jun12 Jul12 Aug12 Sep12 Oct12 Nov12 Dec12 Jan13 Feb13 Mar13 Apr13 May13 Jun13 Jul13 Aug13 Sep13 Oct13 Nov13 Dec13 yoy,% Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Foods (VF) Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Kota Dumai, dan Subkelompok bumbubumbuan (yoy) (2.00) (4.00) (6.00) (8.00) Riau Pbr Dumai Inflasi BumbuBumbuan (RHS) (10.00) (20.00) (30.00) (40.00) Dilihat berdasarkan kota yang disurvey, inflasi volatile foods tertinggi disumbang oleh Kota Dumai dan diikuti oleh Kota Pekanbaru. Tingginya inflasi volatile foods di Kota Dumai pada Januari 2013 (4,27%,yoy) disumbang oleh kenaikan harga bumbubumbuan dan sayuran akibat adanya kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor holtikultura. Kondisi serupa juga terjadi pada Kota Pekabaru, dimana harga komoditas bawang merah dan bawang putih mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun diimbangi dengan harga cabe merah yang mengalami deflasi sehingga pada Januari 2013 kelompok volatile foods di Kota Pekanbaru mengalami deflasi. Perkembangan inflasi volatile foods di Riau sejak Januari 2013 mengalami terus meningkat hingga April 2013, dan kembali menurun pada bulan Mei 2013 seiring dengan mulai stabilnya pasokan bahan makanan. Gejolak inflasi volatile foods kembali meningkat pada bulan juni 2013 disebabkan memasuki bulan Ramadhan dan Hari besar keagamaan dan hingga akhir 2013 mencatat inflasi tertinggi selama dua tahun terakhir disebabkan terbatasnya pasokan akibat gangguan cuaca dan bencana alam di daerah sentra produksi Inflasi Administered Price Tidak jauh berbeda dengan inflasi kelompok volatile foods, perkembangan inflasi administered price di Riau meningkat siginifikan dibandingkan dua tahun terakhir. Secara tahunan, perkembangan inflasi pada kelompok administered price mengalami peningkatan yang siginifikan pada bulan Juli Kondisi ini utamanya didorong oleh inflasi pada subkelompok transpor. Tingginya inflasi pada 36

42 Jan12 Feb12 Mar12 Apr12 May12 Jun12 Jul12 Aug12 Sep12 Oct12 Nov12 Dec12 Jan13 Feb13 Mar13 Apr13 May13 Jun13 Jul13 Aug13 Sep13 Oct13 Nov13 Dec13 Yoy, % Yoy, % Perkembangan Inflasi Daerah subkelompok transport disebabakan oleh inflasi pada komoditas bensin yang didorong oleh adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi meliputi bensin dan minyak solar. Kondisi serupa juga menyebabkan tingkat inflasi nasional dan Sumatera melampaui target inflasi yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 4,50 ± 1%. Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (AP) Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Kota Dumai, dan Subkelompok Transpor (yoy) Riau Pbr Dumai Subkelompok Transpor (RHS) (3.00) Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi administered price tertinggi disumbang oleh Kota Pekanbaru dan diikuti oleh Kota Dumai. Ratarata inflasi bensin setelah kenaikan BBM bersubsidi (JuliDesember 2013) di Kota Pekanbaru mencapai 42,78% (yoy), dan di Kota Dumai mencapai 41,27% (yoy). Tingginya inflasi pada komoditas bensin ikut mendorong kenaikan tarif angkutan dalam dan antar kota, sehingga inflasi pada subkelompok transport tercatat mengalami peningkatan yang signifikan. 37

43 Boks 1 Transparansi Harga Pangan Sebagai Bagian Dari Pengendalian Inflasi : Hasil Survei Informasi Harga Pangan Strategis Latar Belakang Langkah kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan sasaran inflasi sangat terkait erat dengan stabilitas harga terutama harga bahan pangan. Minimnya informasi harga bahan pangan yang terpercaya akan mempengaruhi efisiensi keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi di tingkat nasional dan daerah. Akumulasi dari ekspektasi negatif masyarakat akibat adanya asimetri informasi berpotensi menimbulkan gejolak harga yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat mempengaruhi inflasi dan stabilitas ekonomi makro. Diharapkan dengan adanya transparansi harga bahan pangan maka akan terjadi konvergensi informasi yang akan mengurangi potensi gejolak perekonomian di daerah. Salah satu kesepakatan bersama anggota Rapat Koordinasi Nasional III Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) 2012 adalah memperluas akses informasi harga pangan di daerah dalam upaya menjaga stabilitas harga melalui pengembangan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS). Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan umum dalam pengembangan PIHPS, yaitu : 1. Belum adanya integrasi dan sinkronisasi informasi harga pangan, karena masih didasarkan atas kepentingan atau tujuan lembaga yang bersangkutan. 2. Pusat informasi harga dari masingmasing instansi belum semuanya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat termasuk media sehingga belum bisa dijadikan sebagai referensi (benchmark) bagi pelaku ekonomi (terutama petani). 3. Beberapa data yang tersedia tidak seluruhnya diupdate dan diverifikasi validitasnya. Dalam kaitannya dengan pembentukan PIHPS, tentunya upaya dan komitmen setiap pemangku kepentingan menjadi prasyarat utama disamping tersedianya data secara terintegrasi, terkini serta menyeluruh kepada masyarakat luas. Selanjutnya, guna mengetahui halhal yang dapat menjadi preferensi masyarakat terkait dengan pembentukan PIHPS di Kota Pekanbaru maka dilakukan survei kepada petani, pedagang dan konsumen di beberapa pasar tradisional yang memiliki peran vital dalam menunjang roda perekonomian daerah.

44 Pembentukan PIHPS di Kota Pekanbaru Studi dilakukan terhadap responden terkait yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu konsumen (78,50%), pedagang (15,58%) dan, Petani/produsen (5,92%). Survei terhadap responden untuk kategori konsumen dan pedagang dilakukan di lima pasar terbesar di Kota Pekanbaru diantaranya Pasar Arengka, Pasar Cik Puan, Pasar Dupa, Pasar Kodim, dan Pasar Sail. Sementara survei terhadap produsen/petani dilakukan terhadap produsen ternak, cabe, jagung, sayur dan ikan. Grafik 1. Distribusi Responden Survei 5,92% 25,00% 20,00% 15,58% 78,50% Konsumen Pedagang Petani/Produsen 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Arengka Cikpuan Dupa Kodim Sail Pedagang 3,31% 2,32% 2,98% 4,30% 3,64% Konsumen 19,21% 17,22% 19,87% 12,91% 14,24% Sumber : hasil olahan data survei Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa sebagian besar responden (43,25%) melakukan kegiatan belanja sebanyak dua hingga tiga kali dalam satu minggu. Adapun Lokasi tempat belanja umumnya berada di pasar Arengka. Sementara itu, responden yang melakukan kegiatan belanja setiap hari mencapai 22,62%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa responden relatif sering dalam melakukan kegiatan belanja di pasar Arengka mengingat pasar tersebut merupakan tempat masuknya utama bahan makanan dari provinsi tetangga. Grafik 2. Intensitas Kegiatan dan Lokasi Belanja Sumber : hasil olahan data survei

45 Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa responden yang berasal dari konsumen memiliki kecenderungan untuk mengurangi pembelian jika terjadi kenaikan harga cukup besar. Sebaliknya jika terjadi penurunan harga, maka konsumen tidak akan meningkatkan pembelian, namun akan tetap membeli sesuai kebutuhan. Jika dilihat dari jenis komoditasnya, maka cabe merah merupakan komoditas yang sering dibeli, sementara komoditas yang dibeli secara teratur adalah beras. Terkait dengan hal tersebut, maka kebutuhan konsumen akan informasi harga sebelum berbelanja cukup besar yaitu mencapai 80,95% dari jumlah responden dari kategori konsumen. Dari jumlah tersebut 93,63% konsumen tersebut juga menganggap bahwa pusat informasi harga dalam hal ini PIHPS perlu dibentuk. Selanjutnya, responden yang berasal dari kategori pedagang dan produsen memiliki kecenderungan untuk menaikkan harga sesuai informasi yang diterima jika mendapat informasi harga barang lebih tinggi dari ekspektasi. Sebaliknya pedagang akan menjual sesuai ekspektasi semula, meskipun mendapatkan informasi harga yang lebih rendah dari ekspektasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa harga sangat sulit untuk turun. Dari hasil survei (Grafik 3,4,5), diketahui bahwa sebagian besar responden menganggap perlu untuk dibentuk PIHPS di Kota Pekanbaru. Grafik 3. Preferensi Pembentukan PIHPS di Tingkat Produsen (Petani) Grafik 4. Preferensi Pembentukan PIHPS di Tingkat Pedagang Tidak Perlu Tidak Perlu Perlu Perlu 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Perlu Tidak Perlu Hewan/Ternak 27,27% 9,09% Cabe 9,09% 0,00% Jagung 9,09% 0,00% Sayur 27,27% 0,00% Ikan 18,18% 0,00% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Perlu Tidak Perlu Arengka 25,64% 0,00% Cik Puan 7,69% 2,56% Dupa 20,51% 0,00% Kodim 15,38% 7,69% Sail 17,95% 2,56% Grafik 5. Preferensi Pembentukan PIHPS di Tingkat Konsumen Tidak Ya 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Ya Tidak SD/Sederajat 5,88% 1,47% SMP/Sederajat 19,12% 0,98% SMA/Sederajat 49,51% 2,45% S1/Sederajat 15,69% 0,98% Lainnya 3,43% 0,49%

46 Dalam rangka mengatasi masalah informasi harga yang asimetris, seluruh responden baik konsumen, pedagang maupun petani/produsen mengharapkan adanya informasi harga dan stok kebutuhan pokok yang lebih transparan. Adapun dua media yang mendapat preferensi tertinggi dari seluruh responden terkait dengan publikasi harga pangan strategis adalah papan harga dan acara/siaran televisi. Grafik 7. Media Diseminasi Informasi Harga Pangan Strategis 60,00% 50,00% Papan harga di pasar Radio Acara televisi SMS Gateway Website/Internet Lainnya 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% KONSUMEN PEDAGANG PETANI/PRODUSEN

47 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Kinerja perbankan Riau pada triwulan IV2013 kembali mengalami perlambatan, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami sedikit peningkatan. Hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan aset, dana, dan kredit (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, penyaluran kredit UMKM masihterus mengalami peningkatan yang menunjukkan masih kuatnya daya serap sektor UMKM. Risiko kredit perbankan Riau pada triwulan laporan juga masih relatif terjaga. 38

48 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2. Perkembangan Perbankan Riau Pertumbuhan kinerja perbankan Riau pada periode laporan mengalami perlambatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan indikator utama yaitu aset, dana dan kredit dibandingkan periode sebelumnya baik secara tahunan (yoy) maupun triwulanan (qtq). Pada tahun 2013, aset perbankan Riau tercatat sebesar Rp77,91 triliun atau hanya tumbuh sebesar 6,16% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 21% (yoy). Aset bank umum tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan aset BPR/S yaitu masingmasing sebesar 6,24% dan 0,54%. Rendahnya pertumbuhan aset pada tahun 2013 didorong oleh penurunan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau menjadi Rp56,22 triliun atau hanya tumbuh sebesar 6,21% (yoy). Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau pada periode laporan mencapai Rp49,50 triliun atau tumbuh 12,11% (yoy). Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp66,70 triliun atau tumbuh 11,11% (yoy). Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) Keterangan: *) Posisi November

49 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan dana yang disalurkan telah mendorong meningkatnya LDR dari 83,89% menjadi 88,04%. Namun dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 118,63%. Sementara itu, risiko kredit yang disalurkan mengalami penurunan, yang tercermin dari menurunnya NPL menjadi 3,25%. 3. Perkembangan Bank Umum 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Jumlah bank umum di Riau pada akhir tahun 2013 telah berjumlah 48 bank, bertambah 1 bank dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah jaringan kantor telah mencapai 804 kantor, bertambah 7 kantor dibandingkan triwulan sebelumnya. Penambahan tersebut terjadi pada jumlah kantor cabang dan kantor cabang pembantu. Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan IV2013 Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, penyebaran jaringan kantor bank umum masih terpusat di Kota Pekanbaru dengan jumlah jaringan kantor mencapai 315 kantor. Selanjutnya, diikuti oleh Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kampar, masingmasing sebanyak 85 dan 54 kantor. Namun, perbankan juga sudah mulai melihat potensi ekonomi pada kabupaten/kota lain di Provinsi Riau sebagaimana tercermin dari meningkatnya jumlah kantor bank di kabupaten/kota lain. *) Kantor wilayah, Payment Point, Kantor Fungsional, Kantor Layanan syariah, Gerai 40

50 Rp triliun % Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.3. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum Menurut Kab./Kota di Riau Triwulan IV Perkembangan Aset Aset bank umum di Riau pada tahun 2013 tercatat sebesar Rp76,86 triliun, meningkat 6,24% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya, namun melambat siginifikan dibandingkan tahun Melambatnya pertumbuhan aset bank umum dibandingkan tahun sebelumnya terjadi seiring dengan melambatnya pertumbuhan dana yang dihimpun sehingga juga turut mendorong perlambatan pertumbuhan kredit yang disalurkan. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok % % 80% 70% 60% % 40% 30% 20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Aset (kiri) Pertumbuhan (yoy%) Pertumbuhan (qtq%) Sumber : Bank Indonesia (5.00) 10% 0% Pemerintah Swasta Berdasarkan kelompoknya, komposisi aset bank umum di Riau tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan periodeperiode sebelumnya. Aset bank umum milik pemerintah masih memiliki pangsa terbesar dengan nilai mencapai Rp52,94 triliun atau sekitar 68,87% dari total aset bank umum di Riau, sementara sisanya merupakan kepemilikan swasta. 41

51 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 3.3. Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Pada tahun 2013, jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum mencapai Rp48,75 triliun, tumbuh 12,20% (yoy), namun melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Sebagian besar kredit disalurkan oleh bank umum milik pemerintah yaitu mencapai Rp31,24 triliun (64,09%), sementara sisanya sebesar Rp17,50 triliun disalurkan oleh bank umum milik swasta. Dari jenis valutanya, sebagian besar kredit masih disalurkan dalam mata uang Rupiah yaitu mencapai Rp47,38 triliun (97,20%) atau tumbuh sebesar 12,78% (yoy). Sementara, kredit yang disalurkan dalam valuta asing hanya sebesar Rp1,37 triliun, menurun 4,77% (yoy) jika dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 3.4. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Konsentrasi Kredit Secara sektoral, kredit yang disalurkan bank umum utamanya masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan, hotel & restoran serta sektor pertanian yang tumbuh melambat jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (yoy). Penyaluran kredit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran mencapai Rp10,84 triliun (22,24%). Penyaluran kredit ke sektor ini tumbuh sebesar 13,97% (yoy) dan didominasi oleh subsektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa 91,17%. Penyaluran kredit kepada subsektor perdagangan besar dan eceran utamanya diberikan kepada perdagangan eceran jenis makanan sebesar Rp2,91 triliun. Sementara penyaluran kredit kepada perdagangan eceran bukan makanan sebesar Rp705,09 miliar dan perdagangan eceran bahan konstruksi sebesar Rp563,22 miliar. 42

52 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Penyaluran kredit kepada sektor pertanian mencapai Rp9,95 triliun (20,41%), dimana sebagian besar kredit diserap oleh sub sektor perkebunan kelapa sawit dengan nilai mencapai Rp8,67 triliun. Masih tingginya konsentrasi penyaluran kepada sub sektor perkebunan kelapa sawit diperkirakan tidak terlepas dari adanya kegiatan peremajaan tanaman kelapa sawit yang membutuhkan dana cukup besar serta tingginya minat pelaku usaha dalam melakukan ekspansi usaha melalui peningkatan luas tanam. Tabel 3.5. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Ditinjau dari pertumbuhannya, secara tahunan (yoy) penyaluran kredit kepada sektor perindustrian tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu mencapai 22,24% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh peningkatan kredit untuk industri minyak mentah (minyak makan) dari nabati dan hewani (193,82%,yoy) dan industri karet remah (15,88%,yoy) yang memiliki pangsa terbesar terhadap sektor industri. Kondisi ini diperkirakan tidak terlepas dari dorongan pemerintah kepada para pengusaha sawit untuk melakukan hilirisasi produk sawit di Indonesia khususnya Provinsi Riau. Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit produktif 1 masih tetap mendominasi dengan nilai sebesar Rp30,80 triliun atau mencapai 63,18% dari total kredit yang disalurkan dan tumbuh sebesar 12,17% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat sebesar Rp17,95 triliun dan tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 12,25% (yoy). 1 Terdiri dari Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi 43

53 qtq,% yoy,% Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Peningkatan kredit produktif utamanya berasal dari Kredit Investasi (KI) yang mengalami peningkatan cukup berarti yaitu sebesar 25,55% (yoy) hingga mencapai Rp15,38 triliun, namun tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi terjadi pada sektor pertanian dan sektor perdagangan yang masingmasing tumbuh 25,89% (yoy) dan 26,50% (yoy). Penyaluran kredit investasi pada kedua sektor ini juga tercata paling tinggi. Sementara Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh melambat sebesar 1,39% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp15,41 triliun. Melambatnya pertumbuhan kredit modal kerja bank umum di Riau disebabkan oleh penurunan kredit modal kerja di sektor pertanian. Kondisi ini diperkirakan karena menurunnya minat pelaku usaha untuk memulai usaha baru di sektor pertanian, karenan lebih memilih pengembangan kegiatan usaha yang telah ada. Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pertumb. MK Pertumb. Inv Pertumb. Kons Total Pertumb. MK Pertumb. Inv Pertumb. Kons Total Sementara itu, jika dilihat berdasarkan lokasi proyek maka total realisasi kredit Riau pada tahun 2013 tercatat lebih tinggi yaitu mencapai Rp66,70 triliun atau meningkat 11,11% (yoy). Berdasarkan daerahnya, kredit lokasi proyek yang diserap di Provinsi Riau sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru dengan nilai 44

54 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah mencapai Rp26,11 triliun (39,15%), meningkat 7,67% (yoy). Daerah lain yang juga tercatat menyerap kredit cukup tinggi adalah Kota Dumai dan Kabupaten Kampar dengan nilai masingmasing mencapai Rp8,37 triliun dan Rp7,96 triliun. Secara tahunan (yoy) pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada Kabupaten Rokan Hulu. Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) *) Data s.d. bulan November 2013 Hingga akhir tahun 2013, jumlah rekening kredit di perbankan Riau mencapai rekening, menurun dibandingkan triwulan III2013 yang mencapai rekening. Namun secara tahunan, perkembangan jumlah rekening tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya fungsi perbankan dalam menyalurkan dana yang dihimpun. Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 500, , , , , , , , ,000 50,000 Tw I 2010 Tw II 2010 Tw III 2010 Tw IV 2010 Tw I 2011 Tw II 2011 Tw III 2011 Jumlah Rekening Kredit (total) 343, , , , , , , , , , , , , , , ,294 Tw IV 2011 Tw I 2012 Tw II 2012 Tw III 2012 Tw IV 2012 Tw I 2013 Tw II 2013 Tw III 2013 Tw IV Penyaluran Kredit UMKM Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh bank umum di Riau pada tahun 2013 mencapai Rp17,61 triliun atau tumbuh sebesar 12,70% (yoy). Pangsa kredit nya mencapai 36,14% dari total kredit bank umum di Riau, meningkat jika dibandingkan dengan tahun Secara spesifik, jika dilihat 45

55 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah menurut skala usahanya, kredit yang disalurkan sebagian besar diserap oleh usaha kecil dengan nilai kredit sebesar Rp6,91 triliun, diikuti oleh skala usaha menengah dan skala mikro masingmasing sebesar Rp6,38 triliun dan Rp4,32 triliun. Penyaluran kredit untuk skala kecil juga tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi (yoy) diikuti oleh kredit skala mikro. Relatif besarnya penyaluran kredit UMKM di Riau menunjukkan daya serap sektor UMKM masih kuat. Dilihat dari kualitas kredit UMKM yang disalurkan, pada tahun 2013 kualitas kredit UMKM mulai membaik, yaitu 4,83%, namun masih mendekati ambang batas yang diatur oleh regulator. NPL tertinggi terjadi pada penyaluran kredit UMKM ke sektor perdagangan dan sektor pertanian, masingmasing sebesar 5,08% dan 4,78%, namun nilai NPL tersebut membaik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari bank umum di Riau, mengingat pangsa ke dua sektor ini merupakan yang terbesar terhadap total kredit UMKM. Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Seperti disampaikan sebelumnya, secara sektoral, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Riau utamanya diserap oleh sektor perdagangan dan pertanian yaitu masingmasing sebesar Rp8,29 triliun dan Rp5,35 triliun. Secara tahunan kredit UMKM yang disalurkan pada sektor perdagangan dan sektor pertanian tumbuh melambat dari 23,05% (yoy) dan 16,83% (yoy), menjadi 15,35%(yoy) dan 13,36% (yoy). Pada sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran. Kredit perdagangan eceran utamanya adalah perdagangan eceran makanan, minuman & tembakau serta perdagangan eceran bukan makanan, minuman atau tembakau masingmasing sebesar Rp2,77 triliun dan Rp656,27 miliar. Perlambatan pada sektor perdagangan utamanya terjadi pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit yang tumbuh 22,68% 46

56 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (yoy). Subsektor lainnya yang juga turut menyumbang perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada sektor ini yaitu sektor perdagangan dalam negeri makanan, minuman dan tembakau lainnya yang tumbuh 16,26% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan kepada sektor pertanian utamanya disalurkan pada sub sektor kelapa sawit yaitu sebesar Rp4,59 triliun, dan diikuti oleh perkebunan karet dan penghasil getah lainnya sebesar Rp367,66 miliar. Kondisi ini seiring dengan masih cerahnya prospek perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau. Di sisi lain, kredit UMKM kepada sektor perindustrian masih relatif kecil dan cenderung menurun. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat sektor industri merupakan sektor yang padat karya sehingga mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar. Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Sementara itu dilihat dari penggunaannya, Kredit UMKM utamanya diserap dalam bentuk kredit modal kerja yakni sebesar Rp10,31 triliun dan sisanya merupakan kredit investasi yakni sebesar Rp7,31 triliun. Secara tahunan, penyaluran kredit investasi untuk UMKM Riau mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu mencapai 50,44% (yoy), namun tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 61,34% (yoy). Sementara kredit modal kerja tercatat mengalami penurunan sebesar 4,31% (yoy). Kondisi ini diperkirakan merupakan dampak dari masih belum membaiknya ekspektasi pengusaha. Dilihat dari pangsanya, kredit modal kerja masih mendominasi yaitu sebesar 58,53%, namun sejak triwulan II2013 sudah mulai diimbangi oleh kredit investasi. 47

57 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Jumlah rekening kredit UMKM hingga tahun 2013 mencapai rekening atau sekitar 45,95% dari total rekening kredit perbankan. Jumlah rekening tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai rekening. Secara historikal, jumlah rekening kredit UMKM yang terus meningkat menunjukkan peningkatan intermediasi perbankan di Riau terhadap UMKM. Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit UMKM dan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 500, , , , , , , , ,000 50,000 Tw I 2010 Tw II 2010 Tw III 2010 Tw IV 2010 Tw I 2011 Tw II 2011 Tw III 2011 Jumlah Rekening Kredit (total) 343,370361, , , , , , , , , , , , , , ,294 Jumlah rekening Kredit UMKM 153,071154,177147,615154,395159,154163,991178,270177,551184,600190,759197,599201,155207,579216,102221,728222,092 Tw IV 2011 Tw I 2012 Tw II 2012 Tw III 2012 Tw IV 2012 Tw I 2013 Tw II 2013 Tw III 2013 Tw IV Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Jumlah kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada periode laporan tercatat sebesar Rp4,32 triliun (sekitar 8,86% dari total kredit yang disalurkan bank umum), meningkat sebesar 22,78% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Secara tahunan, peningkatan undisbursed loan didorong oleh meningkatnya undisbursed loan dari bank milik swasta yaitu sebesar 25,47% (yoy). Sementara undisbursed loan bank milik pemerintah mengalami penurunan sebesar1,69% (yoy). 48

58 Rp Triliun Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.8. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV13 Pemerintah Menurut jenis penggunaan, kredit yang belum dicairkan utamanya merupakan kredit modal kerja dengan nilai mencapai Rp3,44 triliun diikuti oleh kredit investasi yakni sebesar Rp863,32 miliar. Sementara, jika dilihat menurut sektor ekonomi, jumlah kredit yang belum dicairkan utamanya terdapat pada sektor perdagangan (Rp1,65 triliun) dan sektor industri pengolahan (Rp599,90 miliar). Relatif tingginya jumlah undisbursed loan diperkirakan karena pencairan kredit tersebut utamanya bersifat termin atau bertahap Risiko Kredit Swasta Total Kualitas kredit pada periode laporan semakin meningkat tercermin dari menurunnya risiko kredit bermasalah (Non Performing Loans / NPLs) meskipun jumlah kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, NPLs bank umum di Riau tercatat sebesar 3,06%, menurun dibandingkan dengan triwulan III2013 (3,48%). Namun kondisi ini perlu diperhatikan agar kualitas kredit tidak kembali mengalami penurunan seperti beberapa triwulan sebelumnya. Grafik 3.9. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau Rp miliar 1,200 1, Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12 Tw III 12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II Tw III Tw IV % Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan) 49

59 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan sektor ekonomi, sektor konstruksi masih mengalami NPL tertinggi dibandingkan sektorsektor lainnya yaitu sebesar 5,95%, namun sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (6,00%). Meskipun demikian, pangsa penyaluran kredit ke sektor ini relatif kecil (3,74%), sehingga belum memberikan dampak yang signifikan terhadap NPL secara umum. Namun demikian, mengingat pertumbuhan kredit pada sektor ini cukup tinggi, maka perlu menjadi perhatian perbankan Riau agar tingkat risikonya dapat terkontrol. Selain itu, sektor lainnya yang perlu diperhatikan lebih intensif oleh perbankan ialah sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya (4,44%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (4,33%) yang NPL nya sudah hampir menyentuh batas kewajaran yang ditentukan regulator. Namun, sudah menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang masingmasing mencapai 5,48% dan 4,78%. Penurunan NPL dari kedua sektor tersebut cukup memberi andil terhadap penurunan NPL total, terutama dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki pangsa terbesar dalam penyaluran kredit. Di luar sektor tersebut, NPL sektor lainnya tercatat masih rendah dan berada dibawah batas kewajaran yang ditentukan regulator. Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Jika dilihat berdasarkan risiko di Kabupaten/Kota, maka risiko kredit bermasalah tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir diikuti oleh Kab. Rokan Hilir dan Indragiri Hulu yaitu masingmasing sebesar 7,86%, 5,94% dan 5,49%. Rasio NPLs pada Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Rokan Hilir tercatat mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Relatif tingginya risiko kredit bermasalah di Kabupaten Indragiri Hilir utamanya berasal dari sektor 50

60 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah perdagangan (9,38%), pertanian (6,73%) dan sektor konstruksi (57,02%). Pangsa masingmasing kredit yang disalurkan sebesar 32,67%, 5,11% dan 0,40% dari total kredit yang diterima Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu, penyumbang utama tingginya NPL pada Kabupaten Rokan Hilir berasal dari sektor perdagangan (8,94%), sektor pertanian (7,07%) dan sektor konstruksi 65,41%. Jumlah kredit yang dicairkan kepada sektor tersebut masingmasing mencapai 27,24%, 22,89%, dan 1,21% dari total kredit yang diterima Kabupaten Rokan Hilir. Selanjutnya, penyumbang NPL di Kabupaten Indragiri Hulu berasal dari sektor perdagangan dan sektor konstruksi dengan NPL masingmasing sebesar 14,13% dan 30,51%. Di sisi lain, NPL terendah terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu sebesar 1,27%, dan membaik bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,56%. Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Dalam rangka menjaga agar risiko kredit yang disalurkan oleh bank umum tetap terjaga, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain kebijakan Loan To Value (LTV) yang dikeluarkan pada tanggal 15 Maret Ketentuan tersebut diberlakukan untuk menahan laju pertumbuhan kredit konsumsi Riau. Namun, ketentuan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap laju pertumbuhan kredit properti nasional yang membumbung tinggi. Tingginya pertumbuhan tersebut dikhawatirkan dapat memicu instabilitas keuangan apabila terjadi subprime mortgage yang terjadi di Amerika beberapa waktu lalu. Oleh sebab itu, diberlakukan beberapa penyempurnaan LTV mulai 1 September 2013 lalu, diantaranya meningkatkan LTV untuk KPR/KPA untuk masingmasing tipe properti. 51

61 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 3.4. Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp56,52 triliun atau tumbuh melambat 6,28% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Dilihat dari komposisinya, dana yang dihimpun masih bertumpu pada dana jangka pendek yaitu giro (share 23,95%) dan tabungan (share 51,49%). Pada triwulan laporan, komponen giro tercatat mengalami penurunan sebesar 16,01% (qtq) dan 6,01% (yoy) yang terjadi seiring dengan menurunnya giro milik pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sementara itu, komponen deposito menurun sebesar 11,05% (qtq) namun secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 7,22% (yoy). Jika dilihat secara tahunan dan triwulanan, penurunan utamanya terjadi pada deposito dengan jangka waktu s.d 3 bulan dan >612 bulan, sementara deposito berjangka lainnya masih terus meningkat secara triwulanan. Komponen tabungan masih terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 11,18% (qtq) dan 12,67% (yoy) hingga mencapai Rp28,59 triliun. Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) Berdasarkan kepemilikannya, penurunan DPK utamanya didorong oleh menurunnya dana milik pemerintah daerah sebesar 48,93% (qtq) dan dana milik pemerintah pusat sebesar 25,71% (qtq), sehingga masingmasing mencapai Rp6,16 triliun dan Rp272,11 miliar. Penurunan dana milik pemerintah daerah utamanya terjadi pada komponen giro sebesar 37,27% (qtq) seiring dengan terealisasinya anggaran belanja APBD Riau memasuki akhir tahun anggaran. Di sisi lain, dana milik sektor swasta mengalami peningkatan, didorong oleh peningkatan dana milik perusahaan swasta sebesar 23,95% (qtq) menjadi Rp7,80 triliun. 52

62 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sementara dana milik perorangan mengalami peningkatan menjadi Rp39,31 triliun (7,75%,qtq) setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya. Dana milik perusahaan swasta mengalami peningkatan yang mencerminkan peningkatan dan terjadi pada giro (26,66%,qtq) yang merupakan komponen terbesar dana perusahaan swasta. Sementara komponen deposito tumbuh 23,57% (qtq) dan komponen tabungan tumbuh 9,57% (qtq). Kondisi ini menunjukkan pelaku usaha menilai sektor usaha masih prospektif sehingga dunia usaha masih berjalan yang tercermin dari transaksi pembayaran giro. Selanjutnya, dalam kurun waktu 1 triwulan dana milik perorangan meningkat cukup berarti yang utamanya terjadi pada komponen tabungan, sementara jumlah rekening relatif stabil. Kondisi ini diperkirakan karena masyarakat cenderung menahan konsumsinya karena lebih tertarik dengan peningkatan suku bunga perbankan. Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) Berdasarkan Kabupaten/Kota, dana yang dihimpun masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru dengan nilai mencapai Rp34,59 triliun atau sekitar 62,30% terhadap total DPK bank umum. Daerah lain yang juga memiliki pangsa DPK cukup besar adalah Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis masingmasing sebesar 8,84% dan 7,72%. Relatif tingginya penghimpunan DPK di ketiga kota tersebut diindikasikan tidak terlepas dari prospek dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut yang juga memiliki andil cukup signifikan terhadap perekonomian Riau. 53

63 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Perkembangan jumlah rekening dana pada triwulan laporan masih terus menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periodeperiode sebelumnya. Sampai dengan periode laporan, jumlah rekening tabungan masih mendominasi yaitu mencapai 3.346,95 ribu rekening dan mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen lainnya yaitu 9,86% (qtq) dan 24,48% (yoy). Jumlah rekening tabungan tersebut utamanya merupakan rekening perseorangan (98,79%). Grafik Perkembangan Jumlah Rekening Dana 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 I II III IV I II III IV Giro 56,973 57,747 58,671 59,227 60,831 60,944 61,917 62,101 Tabungan 2,411,871 2,526,522 2,668,867 2,688,790 2,849,175 2,881,768 3,046,484 3,346,947 Deposito 43,568 42,853 43,054 44, ,664 43,458 43,886 45,413 Total 2,512,412 2,627,122 2,770,592 2,792,068 3,154,670 2,986,170 3,152,287 3,454, Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Posisi LDR bank umum di Riau pada tahun 2013 tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 87,79%, meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 83,60%. Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek 2, LDR bank umum Riau dalam periode laporan mencapai angka yang 2 data posisi November

64 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah lebih tinggi yakni sebesar 120,12%, juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan LDR nasional 3 yang tercatat sebesar 90,95% pada periode yang sama. Relatif tingginya LDR berdasarkan lokasi proyek menunjukkan relatif besarnya nilai proyek yang dibiayai di Provinsi Riau. Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I 11 Tw II 11 LDR 65.2% 66.0% 73.2% 78.0% 73.4% 77.4% 78.5% 78.8% 75.2% 75.9% 76.5% 80.3% 77.2% 80.1% 78.3% 83.2% 83.60%83.14%83.60%87.79% LDR1*) 98.2% 95.9% 106.2%114.5%104.1%111.2%117.4%114.4%114.0%112.1%113.7%113.7%108.5%111.0%111.4%114.9% Nasional* 88.4% 87.1% 73.6% 72.9% 75.7% 75.7% 77.4% 75.5% 77.2% 80.0% 81.7% 79.0% 80.8% 83.4% 84.36%84.53%85.94%88.38%89.92%90.95% Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12 Tw III 12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek *) Data s.d. November Profitabilitas Spread Bunga Pergerakan suku bunga ratarata tertimbang bank umum di Riau pada periode laporan menunjukkan peningkatan baik pada suku bunga dana yang tercermin dari deposito 3 bulan dan ratarata deposito maupun suku bunga kredit. Suku bunga kredit tertimbang bank umum pada triwulan laporan tercatat meningkat sebesar 19 bps menjadi 12,63%. Sementara itu, suku bunga dana tertimbang bank umum yaitu dengan pendekatan ratarata deposito dan ratarata deposito 3 bulan mencatat peningkatan yang lebih tinggi yaitu masingmasing sebesar 71 bps dan 91 bps hingga menjadi 6,60% dan 6,84%. Peningkatan suku bunga deposito s.d 3 bulan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan suku bunga kredit menyebabkan margin yang diterima oleh perbankan mengalami penurunan yaitu dari 6,51% menjadi 5,79% (72 bps). Peningkatan BI Rate menjadi 7,50% pada periode laporan (12 November 2013) setelah sebelumnya juga mengalami kenaikan dari 7% menjadi 7,25% pada 12 3 data posisi November

65 % Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah September 2013 diperkirakan sudah mulai direspon oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga dana maupun suku bunga kredit meskipun masih relatif terbatas. Kenaikan BBM bersubsidi yang mendorong peningkatan inflasi dan menyebabkan daya beli masyarakat melemah diperkirakan menjadi alas an bank untuk menahan laju peningkatan suku bunga kredit untuk menghindari risiko gagal bayar yang lebih besar dari debitur. Grafik Perkembangan Suku Bunga Ratarata Tertimbang Kredit dan Deposito Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate Suku Bunga Dep. (Total) Tw I/2011 Tw II/2011 Tw III/2011 Tw IV/2011 Tw I/2012 Tw II/2012 Tw III/2012 Tw IV/2012 Tw I/2013 Tw II/2013 Tw III/2013 Tw IV/ Pendapatan dan Beban Bunga Jumlah pendapatan bunga yang diperoleh bank umum di Provinsi Riau selama periode laporan mencapai Rp2,11 triliun, meningkat 3,36% dibandingkan dengan triwulan III2013, dan tumbuh 25,73% (yoy) dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi pada komponen pendapatan bunga kredit dan kelompok pendapatan bunga SBI dan surat berharga, yaitu masingmasing sebesar 5,3%(qtq) dan 27,5% (qtq) sehingga masingmasing menjadi Rp1,65 triliun dan Rp19,9 miliar. Peningkatan pendapatan dari kelompok kredit terjadi karena meningkatnya suku bunga kredit yang diikuti dengan peningkatan kredit yang disalurkan oleh perbankan. Peningkatan BI rate juga berdampak pada peningkatan pendapatan dari bunga SBI dan surat berharga. Sementara itu, pendapatan yang berasal dari penempatan antar bank mengalami peningkatan sebesar 4,0% (qtq) sehingga totalnya menjadi Rp80,2 miliar. 56

66 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% Grafik Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) 0% Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I 11 Lainnya Antar Bank Kredit ,048 1,072 1,103 1,115 1,223 1,257 1,243 1,361 1,432 1,464 1,471 1,488 1,572 1,654 SBI dan surat berharga Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12 Tw III 12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Di sisi lain, beban bunga yang ditanggung oleh bank umum juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya hingga menjadi Rp872,04 miliar atau meningkat sebesar 4,42% (qtq) dan 63,94% (yoy). Peningkatan didorong oleh peningkatan beban bunga dari komponen deposito sebesar 18,12% (qtq) dan tabungan sebesar 0,09% (qtq). Sementara itu, komponen antar bank meningkat sebesar 0,09% (qtq). Di sisi lain, beban giro pada triwulan laporan mengalami penurunan (7,64%,qtq) seiring dengan menurunnya jumlah giro. Meningkatnya beban bunga bank yaitu deposito, tabungan, dan antar bank terjadi seiring dengan peningkatan suku bunga bank yang didorong oleh peningkatan BI Rate. Grafik Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I 11 Tw II 11 Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Lainnya Antar Bank Tabungan Deposito Giro Meskipun peningkatan beban bunga yang lebih besar dari peningkatan pendapatan bunga, perbankan Riau masih mencatatkan pendapatan bersih dan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya pendapatan bunga bersih bank umum pada 57

67 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah triwulan laporan. Nilai pendapatan bunga bersih 4 bank umum di Riau pada triwulan IV2013 tercatat mencapai Rp1,23 triliun atau tumbuh 2,62% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya Perbankan Syariah Sejalan dengan perbankan konvensional, kondisi perbankan syariah Riau pada triwulan IV2013 juga menunjukkan penurunan secara triwulanan (qtq), namun tetap tumbuh relatif melambat (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari menurunnya pertumbuhan aset, dana, maupun pembiayaan. Aset perbankan syariah Riau pada triwulan IV2013 mencapai Rp5,11 triliun atau turun 5,70% (qtq), namun meningkat 11,53% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan aset ini utamanya didorong oleh menurunnya dana yang dihimpun menjadi Rp3,71 triliun atau turun 5,94% (qtq) dan namun meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,46% (yoy). Penurunan dana yang dihimpun mendorong menurunnya pembiayaan syariah menjadi Rp3,35 triliun atau menurun sebesar 0,46% (qtq), namun tetap tumbuh sebesar 15,16% (yoy). Menurunnya dana yang dihimpun perbankan syariah pada triwulan laporan utamanya berasal dari penurunan komponen tabungan sebesar 4,75% (qtq) dan penurunan tertinggi terjadi pada komponen giro sebesar 29,81% (qtq). Dilihat dari pangsanya komponen tabungan masih tercatat mendominasi struktur dana perbankan syariah (56,11%). Sejalan dengan perkembangan tersebut, pangsa aset syariah Riau terhadap total aset perbankan tercatat sebesar 6,56% sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu 6,63%. Tabel Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta) 4 Net Interest Income atau pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi beban bunga. 58

68 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Intermediasi perbankan syariah pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya rasio FDR yaitu dari 84,30% pada tahun 2012 menjadi 90,34%. Namun, rasio NPF meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu dari 2,98% menjadi 4,01%. Rasio NPF perbankan syariah tercatat lebih tinggi dari pada rasio NPL secara umum, sehingga perlu mendapat perhatian perbankan syariah. Sebagian besar pembiayaan perbankan Syariah disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai pangsa 55,75% namun sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 56,05%. Sisanya diserap dalam bentuk pembiayaan konsumtif. Secara tahunan, pembiayaan produktif yaitu modal kerja dan investasi masingmasing mengalami peningkatan sebesar 10,96% (yoy) dan 28,07% (yoy), sementara pembiayaan konsumtif meningkat sebesar 10,52% (yoy). Dilihat secara sektoral, sebagian besar pembiayaan perbankan Syariah disalurkan kepada sektor jasa yaitu mencapai Rp985,27 miliar, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp793,89 miliar (24,11%, yoy) dan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp911,50 miliar (8,09%,qtq). Pembiayaan sektor lain yang juga relatif besar adalah pertanian yang mencapai Rp372,28 miliar,atau meningkat sebesar 29,74% (yoy). Sementara itu, dilihat dari jumlah bank, terdapat penambahan jumlah bank umum syariah menjadi 11 bank, namun jumlah BPRS tetap berjumlah 2 bank, sehingga total bank syariah di Provinsi Riau berjumlah 13 bank. 4. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan secara umum menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih tumbuh jika dilihat secara tahunan. Kondisi ini tercermin dari menurunnya aset, dana yang dihimpun dan kredit yang disalurkan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator perkembangan BPR secara triwulanan mengalami penurunan utamanya pada komponen aset sebesar 1,87% (qtq) menjadi Rp1,04 triliun, namun sedikit meningkat secara tahunan sebesar 0,54% (yoy). Kondisi ini didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar 0,34% (qtq) menjadi Rp700,03 miliar, 59

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sehingga menyebabkan kredit yang disalurkan mengalami penurunan sebesar 0,44% (qtq) yang tercatat sebesar Rp753, 67 miliar. Penurunan jumlah dana terjadi pada komponen deposito, yaitu sebesar 0,77% (qtq) menjadi Rp378,83 miliar. Di sisi lain komponen tabungan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,18% (qtq) menjadi Rp321,20 miliar. Berbeda dengan bank umum, struktur dana BPR/S didominasi oleh dana jangka panjang yaitu deposito (54,12%). Secara umum, hal ini memungkinkan BPR/S dapat meningkatkan fungsi intermediasinya. Sementara jumlah kredit yang disalurkan mengalami penurunan yang lebih dalam yaitu sebesar 0,44% (qtq), namun meningkat secara tahunan sebesar 6,37% (yoy) hingga mencapai Rp753,67 miliar. Berdasarkan sektoral, penurunan penyaluran kredit BPR/S pada triwulan laporan utamanya terjadi pada sektor pengangkutan (64,10%,qtq) dengan pangsa 2,18%. Namun pangsa kredit terbesar disalurkan kepada sektor pertanian yaitu mencapai Rp201,04 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya yaitu 4,36% (qtq). Penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan yang juga cukup besar yaitu sebesar Rp193,90 miliar juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 9,88% (qtq). Berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan jumlah kredit didorong oleh penurunan kredit konsumsi sebesar 2,58% (qtq) menjadi Rp199,83 miliar, diikuti oleh kredit investasi yang turun sebesar 3,29% (qtq) hingga mencapai Rp98,20 miliar. Di sisi lain, kredit modal kerja mengalami peningkatan (1,18%, qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya hingga mencapai Rp455,65 miliar. Penurunan penyaluran kredit yang lebih dalam (qtq) daripada penurunan penghimpunan dana (qtq) pada triwulan laporan telah menyebabkan penurunan LDR BPR/S dari 107,77% menjadi 107,66%. Namun demikian yang perlu mendapat perhatian adalah NPL BPR/S yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai 15,61% pada triwulan laporan. Hal ini menunjukkan belum optimalnya kinerja debitur BPR mengingat sebagian besar segmen kreditnya berada pada sektor informal. Jika kondisi ini terus berlanjut diperkirakan akan menyebabkan memburuknya Kualitas Aktiva Produktif (KAP) yang pada akhirnya akan mengganggu fungsi intermediasi perbankan. 60

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Ket: (*) data sampai November Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh 8 (delapan) bank pelaksana KUR di Riau hingga triwulan IV2013 telah mencapai Rp4,03 triliun, naik 5,42 % (qtq) dan 30,74% (yoy) atau berada pada urutan ke9 di tingkat nasional dan ke4 di Sumatera. Namun demikian, jika dilihat dari sisi pertumbuhannya maka penyaluran KUR Riau pada triwulan IV2013 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya (yoy) meskipun meningkat secara triwulanan (qtq). Penyaluran KUR di Riau mencakup sekitar 2,92% dari total penyaluran KUR secara nasional yang tercatat sebesar Rp137,70 triliun. Jumlah debitur penerima KUR di Provinsi Riau s.d triwulan IV2013 tercatat sebesar jiwa. Dengan demikian, ratarata KUR yang disalurkan di Provinsi Riau pada triwulan IV2013 mencapai Rp23,96 juta/jiwa atau turun sebesar 0,09% (qtq) dan 0,76% (yoy). Tabel Perkembangan Penyaluran KUR di Riau Sumber: Kantor Menko Perekonomian 6. Perkembangan Transaksi Pembayaran 6.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV2013 mengalami net outflow, tidak jauh berbeda dengan beberapa kondisi historis sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh peningkatan outflow yang lebih besar dari peningkatan inflow. Meningkatnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena faktor hari besar keagamaan dan persiapan liburan akhir tahun dimana transaksi penarikan tunai lebih marak di masyarakat. Sementara itu, 61

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun RTGS pada triwulan IV2013 juga mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow) 5. Hal ini diperkirakan merupakan dampak dari faktor meningkatnya kebutuhan uang pasca kenaikan BBM dan depresiasi nilai tukar rupiah. Kondisi ini juga diperkirakan mendorong masyarakat untuk mencairkan uangnya yang ada di perbankan yang tercermin dari penurunan dana di perbankan secara umum. Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan pada sisi outflow dari Rp5,50 triliun menjadi Rp5,95 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,70% (qtq) dan 31,70% (yoy). Sementara itu, jumlah inflow pada triwulan IV2013 mengalami penurunan yang siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp2,46 triliun menjadi Rp747,38 miliar (69,70%, qtq), juga dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp957,32 miliar (22,24%, yoy). Berdasarkan perkembangan tersebut maka pada triwulan laporan Provinsi Riau mengalami net outflow sebesar Rp4,85 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 59,29% (qtq). Kondisi tersebut juga ditemui pada periode yang sama setiap tahunnya dimana faktor hari besar keagamaan dan liburan akhir tahun mempengaruhi tingginya tingkat penarikan uang tunai (outflow) di Provinsi Riau oleh perbankan. 5 InflowOutflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau untuk perbankan Riau 62

72 Persen (%) Rp.miliar Rp. miliar Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow 5,700 5,100 4,500 3,900 3,300 2,700 2,100 1, (300) (900) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Net Outflow Inflow Outflow Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Hal ini dilakukan sejalan dengan upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy). Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat tersebut selanjutnya diganti dengan uang layak edar (fit for circulation). Pada triwulan laporan, jumlah UTLE yang dimusnahkan tercatat sebesar Rp265,92 miliar atau meningkat sebesar 0,41% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan ratio UTLE yang dimusnahkan terhadap inflow, pada triwulan IV2013 tercatat sebesar 35,72%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,78%. Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau 3,000 2,500 2,000 1,500 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Uang Tidak Layak Edar Inflow Rasio (RHS) 63

73 Rp. Juta Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Uang Rupiah Tidak Asli Temuan uang rupiah tidak asli pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari segi nominal (nilai) maupun jumlah lembar (volume). Nominal uang rupiah tidak asli yang ditemukan selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp31,97 juta, meningkat dari Rp19,09 juta pada triwulan sebelumnya (67,47%,qtq). Sementara jumlah lembar (volume) uang rupiah tidak asli yang ditemukan meningkat dari 346 lembar menjadi 543 lembar (56,94%,qtq). Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dalam triwulan laporan terdiri dari pecahan Rp sebanyak 106 lembar, Rp sebanyak 422 lembar, Rp sebanyak 12 lembar, dan Rp sebanyak 3 lembar. Penemuan uang rupiah tidak asli tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta setoran bankbank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Nominal (kiri) Lembar (kanan) Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciriciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. 64

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Secara umum transaksi non tunai di Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total kliring di Provinsi Riau pada triwulan IV2013 mencapai Rp8,76 triliun, sementara nilai transaksi RTGS mencapai Rp91,49 triliun. Peningkatan transaksi non tunai selama triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas dari faktor kenaikan harga barangbarang pasca kenaikan harga BBM bersubsisidi dan faktor tekanan eksternal yaitu depresiasi nilai tukar rupiah Transaksi Kliring Transaksi non tunai melalui kliring pada triwulan IV2013 mengalami peningkatan dari sisi nominal maupun warkat. Nominal transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,76 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumya dengan nominal tercatat sebesar Rp7,77 triliun (12,80%,qtq) dan meningkat bila dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6,82 triliun (28,42%,yoy). Sementara, dari sisi jumlah warkat yang digunakan tercatat mencapai lembar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu masingmasing sebesar 7,41% (qtq) dan 5,93% (yoy). Kondisi ini diperkirakan juga terkait dengan peningkatan hargaharga pasca kenaikan BBM bersubsidi dan depresiasi nilai tukar Rupiah. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Nominal Warkat 65

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Real Time Gross Settlement (RTGS) Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS) di Provinsi Riau pada triwulan IV2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp82,74 triliun menjadi Rp91,49 triliun atau meningkat sebesar 10,58%. Seiring dengan peningkatan nilai transaksi RTGS tersebut, jumlah warkat yang digunakan pada triwulan IV2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari warkat menjadi warkat. Peningkatan nilai RTGS yang diikuti oleh peningkatan warkat RTGS menunjukkan meningkatnya volume transaksi, namun nilai ratarata transaksi perwarkat mengalami penurunan yang berarti yaitu dari Rp1,57 miliar menjadi Rp1,29 miliar atau menurun sebesar 18,03%. Tabel Perkembangan Nilai BIRTGS di Provinsi Riau Triwulan IV2013 (dalam Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BIRTGS di Riau Triwulan IV

76 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Jika dilihat per Kabupaten/Kota, maka transaksi RTGS baik nilai maupun volume di dominasi oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Tingginya nilai transaksi RTGS di Kota Pekanbaru merupakan hal yang wajar mengingat tingginya aktivitas ekonomi di kota tersebut yang merupakan pusat bisnis di Provinsi Riau. Secara umum perkembangan nilai dan volume transaksi RTGS di seluruh kabupaten/kota tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai transaksi RTGS di Kota Pekanbaru mengalami peningkatan dari Rp78,73 triliun menjadi Rp84,99 triliun atau naik sebesar 7,95% (qtq). Sementara, nilai transaksi RTGS di Kota Dumai juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan sebesar 96,58% (qtq) menjadi Rp3,75 triliun dan Kabupaten Bengkalis naik 32,61% (qtq) menjadi Rp2,78 triliun. Sementara itu, nilai transaksi terendah tercatat di Kuantan Singingi dengan nilai transaksi sebesar Rp6 miliar dan diikuti oleh Kabupaten Rokan Hilir dengan nilai transaksi sebesar Rp8 miliar. Kurangnya jaringan perbankan diperkirakan menjadi faktor rendahnya transaksi melalui RTGS di kedua kabupaten tersebut. Meningkatnya RTGS terutama di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai yang merupakan pusat perusahaanperusahaan besar di Provinsi Riau diperkirakan searah dengan depresiasi nilai tukar, sehingga nilai transaksi dari pelaku usaha mengalami peningkatan. 67

77 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Realisasi Belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau sampai dengan akhir tahun 2013 relatif meningkat bila dibandingkan dengan tahun Namun bila dilihat dari sisi pendapatan tercatat menurun bila dibandingkan dengan tahun Meningkatnya realisasi belanja utamanya didorong oleh peningkatan pada realisasi belanja operasi dan belanja modal. 68

78 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD 2013 Realisasi pendapatan Provinsi Riau pada tahun 2013 mencapai Rp6,79 triliun atau sebesar 97,92% dari total anggaran yang ditargetkan. Realisasi anggaran pendapatan sampai dengan Tw IV2013 tercatat lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 100,57%. Di sisi lain, realisasi anggaran belanja yang mencapai Rp7,50 triliun atau 84,17% dari total anggaran belanja Realisasi belanja pada tahun 2013 tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 76,63%. Tingginya realisasi belanja mendorong anggaran Provinsi Riau pada tahun 2013 tercatat mengalami defisit sebesar Rp710,90 miliar. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau 2012 dan 2013 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Ket: (*) Data Sementara 2.1 Realisasi Pendapatan Alokasi anggaran pendapatan pada tahun 2013 mencapai Rp6,94 triliun, lebih tinggi dari alokasi pendapatan pada tahun 2012 yang mencapai Rp6,64 triliun. Realisasi anggaran pendapatan Riau pada tahun 2013 mencapai 97,92%, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 100,57%. Porsi realisasi pendapatan Provinsi Riau selama tahun 2013 sebagian besar berasal dari dana perimbangan, yaitu sebesar Rp 3,61 triliun atau 95,06% dari total anggaran yang telah dialokasikan. Alokasi pendapatan dari dana perimbangan sebagian besar disumbang oleh dana bagi hasil sumber daya alam yang mencapai Rp2,23triliun, diikuti oleh dana alokasi umum sebesar Rp726,63 miliar. Selanjutnya persentase realisasi tertinggi terjadi pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 102,65% atau Rp2,55 triliun. Dilihat dari strukturnya realisasi PAD tertinggi berasal dari realisasi pajak daerah yang mencapai Rp2,10 triliun atau sebesar 103,89% dari total yang direncanakan. Diikuti oleh lainlain pendapatan asli daerah yang sah yang telah melebih target yang ditentukan yaitu sebesar 69

79 Kondisi Keuangan Daerah Rp325,31 miliar atau 108,44% dari rencana yang dianggarkan. Demikian juga halnya dengan retribusi daerah yang telah mencapai Rp22,27 miliar atau 132,42% dari rencana yang dianggarkan. Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau 2012 dan 2013 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Ket: (*) Data Sementara 2.2 Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau selama tahun 2013 tercatat sebesar Rp4,39 triliun atau sebesar 84,17% dari total anggaran yang dialokasikan. Pencapaian realisasi belanja pada tahun 2013 juga meningkat dibandingkan realisasi belanja pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 76,86%. Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau 2012 dan 2013 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Ket: (*) Data Sementara Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja operasi yaitu sebesar Rp4,39 triliun atau 82,38% dari total alokasi yang dianggarkan tahun Realisasi belanja operasi tertinggi berasal dari belanja barang dan jasa serta belanja pegawai masingmasing sebesar Rp1,65 triliun dan Rp1,19 triliun, atau tercatat sebesar 82,93% dan 83,19% dari anggaran yang direncanakan. Hingga akhir tahun 2013 masih terdapat Rp938 miliar belanja operasi yang belum direalisasikan. Selanjutnya, pada tahun 2013 realisasi belanja modal mencapai Rp2,25 triliun atau 86,41% dari alokasi anggaran. Belanja modal utamanya berasal dari belanja jalan, 70

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Penanggung Jawab: Unit Kajian, Statistik dan Survey (UKSS) Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura JAMBI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci