KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi"

Transkripsi

1

2

3 E

4 E

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Boks 1 Dampak Perlambatan Ekonomi Terhadap Kondisi Ketenagakerjaan Perusahaan iv

6 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Bank Umum Perkembangan Intermediasi dan Risiko Perbankan Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Perkembangan Transaksi Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow v

7 Daftar Isi HALAMAN 7.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Real Time Gross Settlement 61 BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Boks 2. Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Non Tunai BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Ketenagakerjaan Kesejahteraan Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Keparahan Kemiskinan (P 2) Riau BAB Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xv vi

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau sisi penggunaan (yoy)... 1 Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Selama 215 di Provinsi Riau Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta)... 4 Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar) Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Tabel 3.4 Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw.IV-215 Menurut Sektor Ekonomi Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 214 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi belanja Daerah Provinsi Riau Tabel 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)... 7 Tabel 5.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama... 7 Tabel 5.3. Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 216 (dalam%, yoy) Tabel 6.2. Outlook Perekonomian Global Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tw.I vii

9 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 9 Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4.Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Grafik1.1.Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau Grafik1.11. Perkembangan Penjualan Eceran, Industrial Production, dan Fixed Asset Investment (FAI) Tiongkok Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik1.13. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik 1.2. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian... 2 Grafik Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit... 2 Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau viii

10 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor Grafik 1.3. Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan Minuman dan Tembakau di Riau Grafik 1.32.Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Komoditi Lainnya di Riau Grafik 1.33.Konsumsi Semen Riau Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3.Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)... 3 Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)... 3 Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw IV 215 di Riau (qtq) Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw IV Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.1. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw IV Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV Grafik 2.13.Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik 2.14.Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) ix

11 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru Grafik 2.2. Perkembangan inflasi Administered Price...38 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.8. Pertumbuhan KRedit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik 3.1. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan IV Grafik Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw IV Grafik Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw IV Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik Perkembangan Harga Karet Dunia Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.IV Grafik Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.IV Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Perumahan... 5 Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor... 5 Grafik Perkembangan Kredit Multiguna... 5 Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods... 5 Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulan IV-215 (%) Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan x

12 Daftar Grafik Grafik 3.3. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis Penggunaan Grafik Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral Grafik Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Grafik Penyaluran Kredit Sektoral Grafik Perkembangan NPL BPR/S Grafik Perkembangan LDR BPR/S Grafik 3.4. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.IV Grafik Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau... 6 Grafik Growth Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau... 6 Grafik 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 214 dan Grafik 5.1. Perkembangan TPT Riau dan Indonesia Grafik 5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Agustus Grafik 5.3. Pendidikan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Grafik 5.4. Pendidikan Tingkat Pengangguran Terbuka Grafik 5.5. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 5.6. Wilayah Penduduk Miskin Riau Grafik 5.7. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 5.8. Peningkatan GK Riau Tahun Grafik 5.9. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) Riau Grafik 5.1. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) Riau Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 6.3. Perkembangan Harga di Kota Pekanbaru... 8 xi

13 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw IV 215 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xii

14 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR I II III IV I II III IV Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau 111,51 112,42 115, 119,9 118,39 12,73 121,55 123,8 - Kota Pekanbaru 111,13 111,89 114,51 119,56 117,98 12,31 121,4 122,8 - Kota Dumai 111,27 112,62 115,2 119,6 118,5 12,83 122,16 122,75 - Kota Tembilahan 116,5 117,61 12,11 124,6 122,58 124,94 125,77 126,62 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau 7,75 6,59 5,81 8,65 6,17 7,39 5,7 2,65 - Kota Pekanbaru 7,38 6,17 5,5 8,53 6,16 7,53 5,7 2,71 - Kota Dumai 7,26 6,78 5,88 8,53 6,5 7,29 6,21 2,63 - Kota Tembilahan 12,59 1,64 8,91 1,6 5,63 6,23 4,71 2,6 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 4,5 2,83 2,61 1,39 (,1) (2,13) (1,38) 4,45 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.988, , , , ,67 3.9, , ,78 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.442, , , , , , , ,39 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 47,21 351,21 38,77 299,12 33,88 276,28 32,92 195,42 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542,25 585,34 62,44 686,66 723,75 53,77 482,74 39,43 B. PERBANKAN Bank Umum INDIKATOR 214 I II III IV I II III IV 215 Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Giro Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) 89,2 83,34 8,43 81,51 78,77 76,7 79,41 91,12 - NPL (%) 3,32 3,54 3,57 3,46 3,64 4,16 4,34 3,71 Kredit UMKM (dalam Rp Juta) Mikro Kecil Menengah NPL MKM (%) 5,12 5,82 5,99 5,49 6,2 6,71 7,41 BPR Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proye Rasio NPL (%) 15,47 15,78 15,56 13,75 14,45 13,84 14,39 12,92 LDR (%) 11,86 15,14 15,83 13,26 11,98 16,28 14,1 13,41 xiii

15 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) I II III IV I II III IV ( ) Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) Volume Transaksi RTGS (lembar) *) Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Volume Transaksi Kliring (lembar) Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) *) Data triwulan IV-215 masih bersifat sementara xiv

16 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomia n Riau pada triwulan IV- 215 mengalami pertumbuhan positif, namun secara tahunan melambat Perekonomian Riau pada triwulan IV-215 mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 4,45% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan III-215 yang mengalami kontraksi sebesar 1,38% (yoy). Jika dilihat secara total, pertumbuhan ekonomi Riau di tahun 215 mengalami perlambatan dibandingkan tahun 214 yaitu dari 2,7% (yoy) menjadi,22% (yoy). Membaiknya perekonomian Riau pada tahun 215 utamanya disebabkan oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, 1

17 Ringkasan Eksekutif Membaiknya perekonomian Riau didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan membaiknya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian sektor industri pengolahan dan membaiknya kontraksi sektor pertambangan dan penggalian. Peningkatan sektor pertanian berasal dari peningkatan kinerja perkebunan kelapa sawit, peningkatan kinerja sektor industri pengolahan didorong oleh peningkatan kinerja subsektor industri makanan, minuman dan industri pulp dan kertas, sementara peningkatan kinerja sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh peningkatan produksi pertambangan migas. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor, sektor transportasi dan pergudangan dan sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman juga mengalami perbaikan. Namun demikian, perlambatan di sektor konstruksi dan sebagian besar sektor jasa menahan laju pertumbuhan pada triwulan laporan. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV- 215 dari sisi penggunaan didorong oleh peningkatan kinerja investasi, konsumsi pemerintah dan ekspor Investasi Riau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 5,31% (yoy) menjadi 6,79% (yoy) Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-215 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja investasi, konsumsi pemerintah dan peningkatan ekspor. Kinerja ekspor yang sebelumnya mengalami kontraksi, pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan positif yang berasal dari pertumbuhan positif ekspor luar negeri dan net ekspor antar daerah. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan laporan seiring dengan masih rendahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yaitu sebesar 98,7%. Masih rendahnya IKK berasal dari rendahnya keyakinan terhadap penghasilan saat ini dan terhadap ketersediaan lapangan kerja. Kondisi tersebut diperkirakan akibat masih rendahnya harga komoditas dan perbaikan ekonomi global yang masih sangat terbatas sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi domestik serta dampak kabut asap yang masih terjadi pada awal triwulan IV-215 Investasi di Riau pada triwulan IV-215 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,31% (yoy) menjadi 6,79% (yoy). Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari 72,62% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 93,63% (yoy) di triwulan IV-215 dengan nilai Rp2,78 triliun. 2

18 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Ekspor luar negeri pada triwulan IV- 215 tumbuh positif sebesar 1,96% (yoy), kondisi yang sama juga terjadi pada impor yang meningkat sebesar 4,17% (yoy) Secara sektoral, peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau didorong oleh perbaikan sektor pertambangan dan penggalian, peningkatan sektor pertanian dan industri pengolahan Perkembangan ekspor luar negeri Riau pada triwulan IV-215 mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,96% (yoy), membaik dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 9,55% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan ekspor migas seiring dengan membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian. Selain itu, kinerja ekspor non migas juga tercatat meningkat meskipun belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Di sisi lain, impor Riau pada triwulan IV-215 tercatat meningkat dari kontraksi 9,55% (yoy) di triwulan III-215 menjadi tumbuh positif sebesar 4,17% (yoy). Peningkatan impor luar negeri diperkirakan berasal dari peningkatan impor migas Riau. Sementara itu, impor non migas terkontraksi lebih dalam sebesar 43,14% (yoy) Kinerja sektor utama perekonomian Riau pada triwulan IV-215 secara umum menunjukkan peningkatan positif, berbeda arah dengan kontraksi pertumbuhan tiga triwulan awal tahun 215. Peningkatan terjadi dari tiga sektor utama yaitu perbaikan kontraksi sektor pertambangan dan penggalian, peningkatan pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dan sektor industri pengolahan. III. ASSESMEN INFLASI Penurunan tekanan inflasi bersumber dari penurunan administered price, volatile food (bumbubumbuan, sayur-sayuran dan buahbuahan) dan inflasi inti akibat menurunnya daya beli masyarakat Inflasi Riau pada triwulan IV-215 (yoy) tercatat sebesar 2,65%, lebih rendah dibandingkan posisi triwulan III-215 yang mencapai 5,7%. Penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered price akibat berakhirnya efek struktural kenaikan harga BBM November 215 di November 215, menurunnya harga beberapa komoditas volatile food yang bersumber dari kelompok bumbubumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan seiring dengan meningkatnya pasokan dari beberapa sentra prodoksi di Sumatara Barat, Sumatera Utara dan Jawa dan menurunnya inflasi core (inti) akibat menurunnya daya beli dan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat pada saat kondisi asap yang terjadi di awal triwulan IV

19 Ringkasan Eksekutif Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 2,71% (yoy) diikuti Kota Dumai dan Kab. Tembilahan masing-masing 2,63% dan 2,6% (yoy) Menurut kota perhitungan inflasi, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 2,71% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kab. Tembilahan masing-masing mencapai 2,63% dan 2,6% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika dilihat inflasi triwulanannya, diketahui bahwa inflasi di Kota Pekanbaru tercatat sebesar 1,45% (qtq), inflasi di Kab. Tembilahan tercatat sebesar,68% (qtq) dan inflasi di Kota Dumai tercatat sebesar,48% (qtq) Kinerja perbankan pada triwulan IV-215 mengalami penurunan yang tercermin dari menurunnya aset dan DPK. Namun, kredit mengalami peningkatan. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Ditengah perlambatan perekonomian Riau tahun 215, kinerja perbankan di Riau pada triwulan IV-215 mengalami penurunan yang tercermin dari menurunnya pertumbuhan aset dan DPK. Pada triwulan IV-215, aset tercatat sebesar Rp82,91 triliun atau terkontraksi sebesar 4,49% (yoy). Sementara, DPK tercatat sebesar Rp62,93 triliun atau terkontrasi sebesar 3,12% (yoy). Namun demikian, berbeda dengan penyaluran kredit yang justru mengalami peningkatan dari 7,86% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 8,14% (yoy) dengan nilai mencapai Rp57,45 triliun. Fungsi intermediasi bank umum tercatat meningkat, sementara LDR BPR/S stabil Fungsi intermediasi bank umum di Riau pada triwulan IV-215 meningkat dibandingkan trwulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit, sementara DPK mengalami penurunan. LDR bank umum di triwulan IV-215 tercatat sebesar 91,12%, meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan III-215. Di sisi lain, LDR BPR/S tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 13,41%. Penyaluran kredit UMKM oleh bank umum tercatat kontraksi sebesar,74% (yoy) Penyaluran kredit UMKM oleh bank umum di Riau pada triwulan IV-215 tercatat mengalami penurunan yang sebelumnya dari awal tahun 215 hingga triwulan III-215 menunjukkan trend perlambatan. Penyaluran kredit UMKM tercatat sebesar Rp19,88 triliun atau terkontraksi sebesar,74% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, NPL UMKM masih tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 6,76%. 4

20 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Kinerja perbankan syariah tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, kinerja BPR/S menunjukkan perlambatan yang tercermin dari melambatnya aset, DPK dan kredit Kinerja perbankan syariah di triwulan IV-215 tercatat membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya aset, DPK dan pembiayaan. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,19 triliun atau meningkat sebesar 6,16% (yoy), DPK tercatat sebesar Rp3,87 triliun atau meningkat sebesar 1,9% (yoy) dan pembiayaan tercatat sebesar Rp3,55 triliun atau meningkat sebesar 2,32% (yoy). Kinerja BPR/S pada triwulan IV-215 tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III-215. Aset melambat dari 7,26% (yoy) menjadi 5,87% (yoy), DPK melambat dari dari 14,41% (yoy) menjadi 8,33% (yoy) dan kredit melambat dari 12,44% (yoy) menjadi 8,49% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit tercatat masih cukup rendah dengan NPL mencapai 12,92%. Selain itu, risiko likuiditas juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S mencapai 13,41%. Keuangan Daerah Realisasi anggaran pendapatan Riau tahun 215 mengalami penurunan dibandingkan tahun 214 Realisasi anggaran pendapatan Riau tahun 215 mengalami penurunan dibandingkan tahun 214 yaitu dari 16,39% menjadi 92,9%. Menurunnya realisasi anggaran pendapatan disebabkan oleh penurunan sektor migas dan perkebunan yang menjadi sektor utama Riau sehingga berdampak terhadap berkurangnya penerimaan Dana Bagi Hasil. Jika diklasifikasikan, kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami peningkatan realisasi dari 11,9% di tahun 214 menjadi 11,36% di tahun 215. Sementara, realisasi kelompok pendapatan asli daerah dan dana perimbangan masing-masing sebesar 99,46% dan 81,48%. Realisasi anggaran belanja Riau pada tahun 215 tercatat sebesar Rp7,68 triliun atau sebesar 67,42%, meningkat dibandingkan tahun 214 sebesar 62,59%. Meskipun meningkat, namun penyerapan anggaran belanja relatif belum optimal. Kondisi ini dapat dilihat dari belum optimalnya realisasi kelompok belanja tidak langsung yaitu dari 83,2% menjadi 61,62%. 5

21 Ringkasan Eksekutif Sementara, realisasi kelompok belanja langsung mengalami peningkatan dari 44,68% di tahun 214 menjadi 75,62% di tahun 215. V. PROSPEK Perekonomian Daerah Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I- 216 secara umum diperkirakan tumbuh positif pada kisaran 1,2-2,2% (yoy) Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-216 secara umum diperkirakan tumbuh positif pada kisaran 1,2-2,2% (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga. Namun, komponen lainnya diperkirakan akan mengalami penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, perlambatan kinerja sektor utama yaitu sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan sektor industri pengolahan serta berlanjutnya penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-215. Dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan pada triwulan I-216 diperkirakan ditopang oleh permintaan domestrik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Januari dan Februari 216 di Riau yang cenderung meningkat. Peningkatan optmisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi sampai dengan 6 bulan yang akan datang terutama ekspektasi terhadap penghasilan dan konsumsi durable goods meskipun masih sangat terbatas. Selain itu, perkiraan pengeluaran 3 bulan yang akan datang juga relatif meningkat. Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang diperkirakan akan melambat dibandingkan triwulan IV-215. Faktor pendorong melambatnya pertumbuhan berasal dari subsektor perkebunan sawit akibat tertundanya pemupukan karena kondisi asap sehingga pemupukan baru dapat dilakukan sebagian besar perusahaan pada triwulan IV-215 yang menyebabkan kurang optimalnya produksi sawit di triwulan I-216. Di sisi lain, meningkatnya permintaan domestik CPO dan 6

22 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif mulai berproduksinya beberapa lahan replanting menahan laju perlambatan sektor pertanian. Sejalan dengan penurunan kinerja sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian Riau, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan melambat didorong oleh menurunnya kinerja industri pengilangan migas dan batubara, serta melambatnya pertumbuhan industri pengolahan CPO dan industri pulp dan kertas. Inflasi Inflasi Riau pada triwulan I-216 diperkirakan akan cenderung meningkat yaitu kisaran 4,9-5,4% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan I-216 diperkirakan akan cenderung meningkat yaitu berada pada kisaran 4,9-5,4% (yoy). Sedangkan triwulanan inflasi diperkirakan berkisar,9-1,4% (qtq). Adapun capaian inflasi Riau hingga akhir tahun 216 berada pada kisaran 4,2-4,7% (yoy), masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 216 yang sebesar 4±1% (yoy). Inflasi Riau pada triwulan I-216 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi volatile food dan inflasi inti. Peningkatan inflasi volatile food diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat permasalahan pasokan seiring gangguan panen di beberapa sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Sementara itu, tekanan dari kelompok inti didorong oleh masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah sehingga meningkatkan imported inflation dan peningkatan harga dari kelompok perumahan dan tekanan dari kelompok administered prices diperkirakan relatif menurun karena adanya penyesuaian tarif listrik rumah tangga sebagai dampak penurunan harga BBM pada awal Januari 216 Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain El Nino yang berpotensi mengganggu produksi daerah sentra pertanian yang menyuplai kebutuhan ke Riau. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah kisaran proyeksi (upside risk) yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices. 7

23 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan IV 215 mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 4,45% (yoy). Pertumbuhan ini tercatat jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan tiga triwulan awal tahun 215, yang seluruhnya tercatat mengalami kontraksi masing-masing sebesar,1% (triwulan I), 2,13% (triwulan II), 1,38% (yoy) (triwulan III) 1. Peningkatan kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat meningkat dibandingkan tiga triwulan awal di 215 yaitu dari 4,73% (triwulan I), 4,66% (triwulan II), 4,74% (triwulan III) menjadi 5,4% (yoy) di triwulan IV 215. Secara total pertumbuhan ekonomi Riau di 215 mencapai,22% (yoy), 1 Revisi data oleh BPS. 8

24 Kondisi Ekonomi Makro Regional melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 214 yang mampu tumbuh sebesar 2,7% (yoy). Begitu halnya jika dilihat pertumbuhan ekonomi provinsi Riau tanpa migas juga mengalami perlambatan dari 5,92% di 214 menjadi 2,1% (yoy) pada tahun 215 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) % (yoy) Laju Pertumbuhan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV Riau Nasional Sumber: BPS Provinsi Riau Membaiknya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 215 utamanya disebabkan oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan penggalian. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman juga mengalami perbaikan. Di sisi lain perlambatan yang terjadi pada sektor konstruksi dan sebagian besar sektor jasa menahan laju pertumbuhan pada triwulan laporan. Faktor yang mendorong peningkatan kinerja di sekor pertanian berasal dari peningkatan kinerja perkebunan kelapa sawit. Untuk peningkatan kinerja di sektor pertambangan dan penggalian berasal dari peningkatan produksi pertambangan migas, sementara perbaikan yang terjadi pada sektor industri pengolahan didorong oleh peningkatan kinerja subsektor industri makanan, minuman dan industri pulp dan kertas. Dari sisi penggunaan, perbaikan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh peningkatan investasi, perbaikan kinerja ekspor luar negeri, serta perbaikan konsumsi pemerintah. Peningkatan investasi utamanya berasal dari trend peningkatan 9

25 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Penanaman Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selama triwulan IV 215. Perbaikan kinerja ekspor migas Riau didorong oleh membaiknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian migas. Sementara itu peningkatan konsumsi pemerintah disebabkan oleh meningkatnya realisasi belanja pemerintah terutama dari sisi belanja modal pada triwulan IV untuk mengoptimalkan realisasi APBD secara total di tahun PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 215 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja investasi, konsumsi pemerintah, dan peningkatan ekspor. Kinerja ekspor yang di triwulan sebelumnya mengalami kontraksi, pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan positif yang berasal dari pertumbuhan positif ekspor luar negeri dan net ekspor antar daerah. Permintaan komoditas ekspor unggulan baik migas dan non migas masih tertahan, akibat perbaikan ekonomi global yang masih terbatas. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga, yang memiliki pangsa terbesar kedua PDRB dari sisi penggunaan, tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Komponen Pengeluaran 214 Growth (% yoy) I II III IV IV Kontribusi Pertumbuhan (%) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT (.7) (1.61) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.8) Pembentukan M odal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri 4.82 (3.63) (17.75) (9.55) 1.96 (15.27) Impor Luar Negeri (13.1) (7.1) (8.25) (17.42) 4.17 (7.65) Net Ekspor Antar Daerah (83.4) (63.82) (983.21) (59.89) PDRB 2.7 (.1) (2.13) (1.38) Sumber: BPS Provinsi Riau 1

26 Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan IV 215 tercatat melambat dibandingkan triwulan III 215, yakni dari 5,92% (yoy) menjadi 5,56% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga seiring dengan masih rendahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan IV yaitu sebesar 98,7 (dibawah batas 1) (Grafik 1.2). Masih rendahnya IKK didorong oleh rendahnya komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia sebesar 85,3 yang berasal dari rendahnya keyakinan terhadap penghasilan saat ini dan terhadap ketersediaan lapangan kerja. Kondisi tersebut diperkirakan akibat masih rendahnya harga komoditas, perbaikan ekonomi global yang masih sangat terbatas sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi domestik, serta dampak kabut asap yang berkepanjangan di akhir periode triwulan III 215 dan awak triwulan IV 215. Indeks Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Konsumsi Durable Goods Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1, Grafik 1.4. Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal TBS (Rp/Kg) CPO (USD/MT) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 1,2 1, Hingga triwulan IV 215 pergerakan harga CPO internasional masih terus menurun sehingga menekan perkembangan harga TBS lokal. Pada triwulan IV 215, harga CPO rata-rata hanya mencapai $54 USD/MT atau turun sebesar 22,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai $512 USD/MT. Kondisi ini juga mendorong penurunan pada harga TBS lokal yang tercatat mencapai Rp1.19/Kg atau turun sebesar 19,16% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan 11

27 RpTriliun RpMiliar RpTriliun E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional sebelumnya yang mencapai Rp1.243/Kg (Grafik 1.4). Penurunan harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap penurunan penghasilan masyarakat setempat yang tercermin dari masih rendahnya indeks penghasilan sebesar 92 dan indeks ketersediaan lapangan kerja yang sebesar 64,8 (Grafik 1.3). Di sisi lain ekspektasi konsumen terhadap kondisi 6 bulan yang akan datang menjadi faktor mendorong membaiknya keyakinan konsumen pada triwulan laporan. Optimisme masyarakat terhadap perekonomian ke depan mendorong peningkatan penyaluran kredit konsumsi yang tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp21,4 triliun atau tumbuh sebesar 1,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang tumbuh 9,46% (yoy) atau sebesar Rp2,72 triliun. Peningkatan penyaluran kredit konsumsi utamanya didorong oleh peningkatan penyaluran kredit konsumsi untuk perumahan dan kredit durable goods. Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods Perumahan g - yoy (kanan) Durable goods g - yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (5) RpMiliar I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Multiguna g - yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Kendaraan g - yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 12

28 Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, kredit konsumsi untuk multiguna tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kredit kendaraan bermotor tercatat masih terkontraksi, namun telah mencatatkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya 2. Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,3% (yoy) menjadi 7,39% (yoy). Kondisi ini juga diindikasikan oleh penurunan DPK pemerintah pada triwulan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan dalam realisasi anggaran. Realisasi APBD pemerintah secara total tahun 215 mencapai 67,41% atau mencapai Rp 7,6 triliun terjadi di periode Triwulan IV-215. Jika dilihat secara triwulanan, porsi realisasi tersebut mencapai 55,5% dari seluruh realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada tahun Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan IV 215 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,31% (yoy) menjadi 6,79% (yoy). Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan IV 215 di Riau yang mencapai Rp2,78 triliun, meningkat 93,63% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III tahun 215 yang sebesar 72,62% (yoy). Peningkatan realisasi PMDN utamanya didorong oleh investasi pada konstruksi dan properti, yang diperkirakan akibat meningkatnya pembangunan jalan dan jembatan serta apartemen dan hotel-hotel di Provinsi Riau selama triwulan IV 215. Sebaliknya, PMA pada triwulan IV 215 mencapai USD ribu atau sedikit terkontraksi sebesar,86% (yoy). PMA di provinsi Riau didominasi oleh investasi di bidang industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi. Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Selama 215 di Provinsi Riau Belanja 215 (Rp miliar) I II III IV Realisasi 487 1,411 3,451 7,677 Presentase 4.57% 13.21% 32.3% 67.41% Realisasi/Tw ,4 4,226 Porsi 6.34% 12.4% 26.57% 55.5% Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2 Penjelasan terkait kredit konsumsi dapat dilihat pada Bab 3 Buku KEKR ini 13

29 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Rp Juta Realisasi PMDN growth (yoy) % yoy 4,5, 6 4,, 5 3,5, 4 3,, 3 2,5, 2 2,, 1,5, 1 1,, 5, I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik 1.1. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau USD Ribu Realisasi PMA growth (yoy) % yoy 7, 35 6, 3 5, 25 4, , 1 2, 5 1, - -5 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2.3. Ekspor dan Impor Ekspor Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,96% (yoy), mengalami perbaikan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 9,55% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan ekspor migas yang diindikasikan dari melandainya kontraksi lifting migas Riau di triwulan IV 215 yang tercatat kontraksi 2,13% (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan III 215 yang mencapai 5,9%. Selain itu, kinerja ekspor non migas juga tercatat meningkat meskipun belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Masih rendahnya pertumbuhan ekpor non migas disebabkan oleh melambatnya kinerja ekspor utama non migas Provinsi Riau yaitu minyak dan lemak nabati. Berdasarkan komoditasnya, rendahnya pertumbuhan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh perlambatan ekspor CPO dan penurunan ekspor karet. Melambatnya ekspor CPO disebabkan oleh menurunnya permintaan dari beberapa negara tujuan ekspor utama seperti India dan Eropa akibat perlambatan ekonomi di negara tersebut. Di sisi lain, menurunnya ekspor karet diperkirakan akibat penurunan permintaan karet dari Tiongkok, yang tercermin dari pertumbuhan investasi dan industrial production Tiongkok pada triwulan IV 215 serta penurunan harga karet di pasar internasional dari 1,79 USD/Kg menjadi 1,56 USD/Kg. Penurunan tersebut juga berpengaruh terhadap permintaan energi sehingga ekspor batubara pada triwulan laporan juga masih rendah, meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. 14

30 Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Jenis 215 (ribu ton) Pangsa (%) yoy (%) I II III IV III-15 IV-15 III-15 IV-15 Makanan dan Hewan Bernyawa Tembakau dan Minuman (27.47) (9.56) Barang Mentah (2.51) (14.52) Bahan Bakar Mineral dan Pelumas (68.73) - Minyak dan Lemak Nabati 2, ,43.7 3,4.6 3, Bahan Kimia (71.71) (46.35) Barang Manufaktur (.94) (1.6) Mesin dan Peralatan (95.15) (96.31) Hasil Olahan Manufaktur ,3 (99) Koin, bukan mata uang Total 4, , , , Grafik Perkembangan Penjualan Eceran, Industrial Production, dan Fixed Asset Investment (FAI) Tiongkok Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia Sementara itu, perkembangan ekspor pulp dan kertas pada triwulan IV 215 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, melambatnya ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan didorong oleh penurunan ekspor kertas akibat tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh negara kawasan Amerika terhadap produk kertas dari Indonesia terkait dengan isu lingkungan. Sementara itu, pulp lebih banyak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik seiring dengan peningkatan kapasitas produksi dan pembuatan pabrik tisu. 15

31 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional ribu ton ribu ton % Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV (1.) (2.) % Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV (1.) (2.) ribu ton Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV (2.) (4.) (6.) (8.) (1.) (12.) % ribu ton Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV % Berdasarkan negara tujuan ekspornya, meningkatnya volume ekspor non migas pada triwulan laporan utamanya berasal dari peningkatan ekspor ke Tiongkok dan ASEAN yang masing-masing memiliki total volume ekspor sebesar ribu ton dan 72 ribu ton. Volume ekspor tersebut tumbuh masing-masing 26,7% dan 52,% (yoy), atau lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,68% dan 1,7% (yoy). Grafik Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan growth per tujuan (% yoy) Total Cina India ASEAN MEE Lainnya growth total (% yoy) I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

32 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan 6, 5, 4, 3, 2, 1, - 1,343 1, ,433 1,457 1,83 1,657 1,558 1, ,617 1,892 1, , ,78 1, , , ,228 1, , ,188 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Cina India ASEAN MEE Lainnya Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Meningkatnya pertumbuhan ekspor non migas ke Tiongkok tertahan oleh masih melambatnya perekonomian yang ditunjukkan oleh pertumbuhan investasi dan industrial production yang cukup rendah, meskipun retail sales mengalami kenaikan. Sementara itu peningkatan ekspor ke negara kawasan ASEAN utamanya ke Vietnam dan Myanmar yang sebagian besar merupakan ekspor CPO diperkirakan akibat semakin terdiversifikasinya pasar CPO Indonesia di ASEAN Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan IV 215 tercatat meningkat yakni dari kontraksi 9,55% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi tumbuh positif sebesar 4,17% (yoy). Peningkatan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan berasal dari peningkatan impor migas Riau, sementara impor non migas mengalami penurunan kinerja yaitu terkontraksi 43,14% (yoy) atau lebih dalam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 19,86% (yoy). Jika dilihat jenis barang non migas yang diimpor, impor barang modal dan impor barang intermedier mengalami pertumbuhan yang menurun masing-masing kontraksi 93,11% dan 36,34% (yoy). Kinerja tersebut lebih buruk jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya dimana impor barang modal mampu tumbuh 43,77% (yoy), sedangkan impor barang intermedier mengalami kontraksi 21,24% (yoy). Kondisi ini diakibatkan perlambatan perekonomian global dan domestik yang diperkirakan menyebabkan sebagian besar perusahaan menahan kegiatan investasi sehingga permintaan impor 17

33 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional barang modal dan barang intermedier juga mengalami penurunan. Kondisi tersebut juga ditambah faktor akibat penguatan nilai tukar rupiah yang masih terbatas, secara rata-rata di triwulan IV sebesar Rp , sedikit lebih rendah dari rata-rata triwulan lalu yang sebesar Rp13.867,. Sementara itu, impor barang konsumsi pada triwulan IV 215 meski tumbuh positif, namun mengalami perlambatan yakni dari tumbuh 91,91% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi tumbuh 59,53% (yoy) pada triwulan IV 215. Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Ribu Ton volume (ribu Ton) growth (rhs) yoy,% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ribu Ton Barang Modal(lhs) yoy (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % (1) (2) Grafik 1.2. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ribu Ton Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % (1) (2) (3) (4) (5) Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi ribu Ton Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % (5) (1) (15) 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 215 secara umum menunjukkan peningkatan positif, berbeda arah dengan kontraksi pertumbuhan di tiga triwulan awal tahun 215. Peningkatan kinerja terjadi dari tiga sektor utama yaitu perbaikan kontraksi pada sektor pertambangan dan penggalian, dan peningkatan pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan sektor industri pengolahan. Perbaikan kinerja juga terjadi pada beberapa sektor tersier yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor akomodasi dan penyediaan makan 18

34 Kondisi Ekonomi Makro Regional minum, yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, pelambatan kinerja sektor konstruksi dan sebagian besar sektor jasa menahan laju peningkatan perekonomian Riau pada triwulan IV 215. Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Uraian Kontribusi Growth (% yoy) Pertumbuhan (%) I II III IV IV Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB PDRB Tanpa Migas Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan IV 215 masih tercatat mengalami pertumbuhan positif 8,24% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 7,26%. Peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian yang tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 1,88% (yoy) dari kontraksi sebesar 9,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa 19

35 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional pertanian diperkirakan akibat peningkatan kinerja subsektor perkebunan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, adanya kabut asap yang melanda Provinsi Riau pada akhir triwulan III dan awal triwulan IV menyebabkan kegiatan panen kelapa sawit bergeser karena terkendala dan baru dapat dioptimalkan di triwulan IV 215. Selain itu, faktor positif yang mendorong pertumbuhan subsektor perkebunan adalah replanting yang dilaksanakan empat tahun yang lalu sudah mulai berproduksi, serta kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian juga diperkirakan didukung oleh faktor cuaca mulai memasuki musim hujan di provinsi Riau pada pertengahan triwulan laporan. Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian % yoy Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Kehutanan dan Penebangan Kayu Perikanan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit Rp Triliun Kredit Perkebunan Kelapa Sawit % yoy 14 growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : LBU Bank Indonesia Peningkatan kinerja juga dikonfirmasi oleh perkembangan kredit berdasarkan lokasi bank yang disalurkan ke sektor pertanian yang tumbuh dari 9,64% di triwulan III 215 meningkat menjadi 1,88% (yoy), atau secara nominal mencapai Rp. 12,62 Triliun. Kredit pertanian tersebut sangat didominasi oleh kredit yang disalurkan ke perkebunan kelapa sawit (pangsa 91,9%), yang mengalami peningkatan pertumbuhan dari 12,39% menjadi 15,9% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya kredit yang disalurkan ke perkebunan karet mengalami kontraksi yang semakin dalam yaitu dari kontraksi 5,51% pada triwulan III 215 menjadi kontraksi 8,92% pada triwulan IV 215. Hal tersebut mengindikasikan kinerja perkebunan karet di provinsi Riau yang masih melanjutkan tren penurunan. Sejalan dengan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, kinerja subsektor kehutanan dan penebangan kayu meskipun masih mengalami kontraksi sebesar,1% (yoy), namun mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 5,98% (yoy). Perbaikan tersebut diperkirakan peningkatan produksi HTI untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas. 2

36 Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, perkembangan subsektor perikanan mengalami perlambatan, yaitu tumbuh dari 5,2% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 3,1% (yoy) pada triwulan III 215 akibat gelombang tinggi yang terjadi di beberapa wilayah perairan provinsi Riau sehingga menjadi faktor penghambat nelayan untuk melaut Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan IV 215 tercatat relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari kontraksi sebesar 6,7% (yoy) menjadi Grafik Pertumbuhan Sektor kontraksi 5,5% (yoy). Kontraksi pada Pertambangan dan Penggalian sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi, namun tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini, sejalan dengan perbaikan yang terjadi pada triwulan sebelumnya, diperkirakan akibat optimalisasi teknologi pertambangan minyak bumi yang dilakukan oleh pengusaha yakni berupa injeksi uap dan penggunaan surfaktan. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan IV 215 yang cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hingga triwulan IV 215, pencapaian lifting minyak bumi di Provinsi Riau mencapai 39,8 ribu barel per hari. Pencapaian tersebut tercatat menurun sebesar 2,13% (yoy), namun kontraksi tersebut membaik dibandingkan triwulan III 215 yang mengalami kontraksi sebesar 5,9% (yoy). % yoy Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Batubara dan Lignit Pertambangan Bijih Logam Pertambangan dan Penggalian Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) 21

37 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau ribu barel/hari Lifting (LHS) growth (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV yoy,% (2.) (4.) (6.) (8.) (1.) Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertambangan dan Penggalian SBT I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Kementerian ESDM Sumber: SKDU Bank Indonesia Meskipun demikian, kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan mulai melakukan uji coba bahan-bahan kimia seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi. Selain keterbatasan sumber cadangan minyak baru, perusahaan minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara peraturan beberapa pihak berwenang. Selain itu disampaikan juga eksplorasi sumur baru juga menghadapi kendala terkait pengesahan RTRW di provinsi Riau. Di sisi lain, kinerja pertambangan batu bara masih terkontraksi, yaitu mencapai 73,19% (yoy), lebih rendah dari kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 67,43% (yoy). Berdasarkan informasi dari contact liaison, kondisi ini didorong oleh perkembangan harga batubara dunia yang masih terus menurun, sehingga perusahaan tidak melakukan produksi akibat tingginya biaya produksi. Kondisi ini juga yang menyebabkan beberapa perusahaan batubara mulai tutup beroperasi sejak awal tahun 215 sehingga menurunkan produksi batubara Riau lebih dari 6%. 22

38 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.3. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan IV 215 tercatat tumbuh sebesar 9,58% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat tumbuh sebesar 4,28% (yoy). Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan kinerja industri pengilangan migas, dan peningkatan industri pengolahan non migas yang berasal dari industri makanan dan minuman, serta industri kertas, dan barang dari kertas. Peningkatan kinerja industri pengilangan migas sejalan dengan meningkatnya produksi migas pada triwulan laporan, sementara peningkatan kedua subsektor utama industri pengolahan non migas diperkirakan akibat meningkatnya permintaan negara tujuan ekspor utama, terutama Tiongkok dan negara kawasan ASEAN dan peningkatan permintaan domestik. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang menunjukkan perkembangan kegiatan usaha sektor industri pengolahan pada triwulan IV 215 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.27 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Industri Batubara dan Pengilangan Migas Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Makanan dan Minuman I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan SBT I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : SKDU Bank Indonesia Meningkatnya subsektor industri pengolahan makanan dan minuman disebabkan karena masih tumbuhnya ekspor CPO Provinsi Riau pada triwulan laporan, meskipun cenderung melambat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Indonesian Palm Oil Conference 215 di Bali, prospek harga CPO pada tahun 216 diperkirakan membaik. Hal ini dipengaruhi oleh potensi terjadinya EL Nino di negara-negara penghasil kelapa sawit seperti Indonesia dan Malaysia, sehingga menyebabkan produksi menurun. Oleh sebab itu, beberapa negara tujuan ekspor utama mulai melakukan penumpukan stok untuk menghindari peningkatan harga pada tahun 23

39 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional depan. Selain itu, meningkatnya permintaan domestik juga turut meningkatkan produksi CPO pada triwulan laporan. Sejalan dengan industri CPO, kinerja industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan reproduksi media rekaman juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi akibat meningkatnya permintaan domestik. Namun pertumbuhan industri pulp dan kertas tertahan oleh adanya politik anti-dumping produk Indonesia oleh negara-negara di benua Amerika mengakibatkan permintaan kertas menurun, sehingga perusahaan cenderung menahan produksinya Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan IV 215 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari,58% (yoy) menjadi 3,97% (yoy). Peningkatan pada sektor ini didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran, bukan mobil, dan sepeda motor yang meningkat dari 1,44% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 6,11% (yoy). Kondisi ini diperkirakan mulai meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat paska dampak kabut asap yang melanda Provinsi Riau di triwulan III sampai dengan awal triwulan laporan sehingga kegiatan perdagangan masyarakat di pasar tradisional dan pasar modern mulai meningkat. % yoy Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya Perdagangan Besar dan Eceran I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Provinsi Riau SBT Grafik 1.3. Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI Sementara itu, subsektor perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya masih tercatat mengalami kontraksi namun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan subsektor perdagangan mobil, sepeda motor, dan 24

40 Kondisi Ekonomi Makro Regional reparasinya pada triwulan IV 215 tercatat mengalami kontraksi 1,4% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,59% (yoy). Faktor yang menahan perbaikan kinerja subsektor tersebut diperkirakan akibat penguatan nilai tukar rupiah yang masih terbatas hingga triwulan laporan, sehingga harga barang-barang impor dan bahan baku relatif tinggi. Selain itu, perkembangan perekonomian secara keseluruhan 215 yang melambat juga mensinyalir penurunan daya beli masyarakat sehingga kegiatan jual-beli tidak dapat berjalan optimal. Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Rp Triliun Perdagangan besar & eceran (mkn, mnm, tembakau) growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: LBU Bank Indonesia % yoy Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran Komoditi Lainnya di Riau Rp Triliun Perdagangan besar & eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman dan tembakau) growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: LBU Bank Indonesia % yoy Dilihat dari kredit perbankan, peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan juga tercermin dari berkurangnya kontraksi kredit subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau serta meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit untuk subsektor perdagangan eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman, dan tembakau) berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau. Pada triwulan IV 215, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau mencapai Rp2,36 triliun, terkontraksi 2,11% atau lebih baik dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 6,23% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan besar dan eceran komoditi lainnya juga mencapai Rp718,3 miliar atau tumbuh 7,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 8,4% (yoy). 25

41 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.5. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan IV 215 tercatat melambat dibandingkan triwulan III 215. Pertumbuhan sektor konstruksi di Provinsi Riau pada triwulan IV 215 mencapai 7,69% ribu Ton Grafik Konsumsi Semen Riau % (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8.6% (yoy). - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia -2 Melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi semen yang tercatat sebesar 1,7% (yoy) lebih rendah dibandingkan 19,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan investasi PMDN di bidang konstruksi diperkirakan mendorong perlambatan kinerja sektor ini pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi ditahan oleh tingginya realisasi proyek-proyek pemerintah setempat menjelang tutup tahun anggaran 3. 3 Pembahasan terkait realisasi APBD dapat dilihat pada Bab IV Buku KEKR ini. 26

42 Dampak Perlambatan Ekonomi Terhadap Kondisi Ketenagakerjaan Perusahaan Berdasarkan hasil quick survei terhadap 24 perusahaan di sektor pertambangan dan penggalian, industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit maupun karet serta Tetap 38% Naik 12% Turun 5% Grafik Kondisi Tenaga Kerja perdagangan di Provinsi Riau, tercatat bahwa 5% contact menginformasikan bahwa jumlah tenaga kerja mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tidak diperpanjangnya kontrak tenaga kerja tidak tetap yang memiliki kinerja dibawah standar perusahaan, resign atau pensiunnya pegawai yang tidak digantikan dengan penambahan pegawai baru sebagai upaya efisiensi, menurunnya jumlah tenaga kerja borongan karena menurunnya produksi, di PHK nya pegawai yang sudah tidak produktif dan dimutasikannya pegawai ke subsektor lain perusahaan. Sementara itu, 38% contact lainnya memutuskan untuk tetap mempertahankan jumlah tenaga kerja yang ada. Adapun penambahan jumlah tenaga kerja dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di subsektor industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit seiring dengan optimisme perusahaan terhadap peningkatan permintaan dan perbaikan kondisi ekonomi ke depan. Terkait dengan paket kebijakan dan arah kebijakan daerah (RKPD), contact di subsektor utama menyatakan bahwa deregulasi dalam bentuk paket kebijakan ekonomi tahap I, II dan III khususnya yang terkait dengan kegiatan investasi, ekspor dan biaya energi diperkirakan akan berpengaruh kepada perusahaan karena dapat mendorong iklim investasi dan gairah dunia usaha sepanjang paket kebijakan ekonomi dimaksud terealisasi sesuai dengan yang direncanakan. Ke depannya, sebagian besar responden berharap agar pemerintah konsisten dalam memberikan insentif investasi kepada pelaku usaha, memberikan kemudahan perizinan, meningkatkan serapan pasar domestik, serta memberlakukan peraturan dan regulasi yang dapat meningkatkan ketahanan dan daya saing industri.

43 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan IV 215 berada pada level yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan IV 215 (yoy) 1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok administered price akibat berakhirnya efek struktural peningkatan harga BBM November tahun 214 pada bulan November 215. Penurunan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok volatile food yang berasal dari penurunan harga bumbu-bumbuan (cabe merah dan cabe rawit) pada awal triwulan laporan, sayur-sayuran (buncis, ketimun, petai, wortel) dan 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 27

44 Perkembangan Inflasi Daerah beberapa buah-buahan, akibatnya meningkatnya jumlah pasokan. Namun demikian harga beras, bumbu-bumbuan (cabe merah dan bawang merah), dan daging ayam ras yang menunjukkan tren peningkatan terutama pada akhir triwulan IV 215 menahan penurunan laju inflasi volatile food. Sejalan dengan kelompok administered price dan volatile food, pergerakan kelompok core juga mengalami penurunan tekanan yang disebabkan menurunnya permintaan masyarakat secara umum akibat menurunnya daya beli masyarakat dan menurunnya aktivitas ekonomi akibat kondisi asap yang terjadi pada akhir triwulan III dan awal triwulan IV 215, selain itu terdapat penurunan harga TBS yang mempengaruhi harga minyak goreng serta menurunnya harga emas internasional yang ditransmisikan pada harga emas perhiasan domestik. 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan IV 215 (yoy) tercatat sebesar 2,65%, lebih rendah jika dibandingkan posisi triwulan III 215 yang mencapai 5,7%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan tren penurunan dari 6,83% pada triwulan III 215 menjadi 3,35% pada triwulan IV 215. Bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan IV 215 juga tercatat lebih rendah. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw IV 215 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Riau Nasional Tw III Tw IV Avg Tw IV Tw III Tw IV Avg Tw IV Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered price akibat berakhirnya efek struktural kenaikan harga harga BBM November 214 di November 215, juga penurunan harga beberapa komoditas volatile food, yang bersumber dari kelompok bumbu-bumbuan pada awal triwulan, serta beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan seiring dengan 28

45 Perkembangan Inflasi Daerah meningkatnya pasokan dari beberapa sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa. Selain itu komoditas Inflasi core (inti) pada triwulan laporan juga relatif menurun ditengah menurunnya permintaan akibat menurunnya daya beli dan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat pada saat kondisi asap yang terjadi pada awal triwulan IV 215. Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 2,71% (yoy), diikuti oleh Dumai dan Tembilahan masingmasing 2,63% dan 2,6% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil yang berarti efek dari biaya distribusi tidak terlalu signifikan dari ketiga kota tersebut. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) Nas Riau Smt I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % (yoy) Pekanbaru Tembilahan Dumai Riau I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber penurunan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan IV 215 terutama berasal dari penurunan inflasi kelompok transportasi komunikasi, kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan, dengan kontribusi masing-masing sebesar -,49%, 1,6%, 1,14%, dan,76% terhadap inflasi Riau. Kontribusi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan lalu, masing-masing sebesar 1,14%, 1,13%, 1,69%, dan 1,37%. Kontribusi inflasi cukup rendah terjadi pada kelompok sandang dan kelompok kesehatan, masing-masing berkontribusi,13%, dan,11%, juga lebih rendah dibandingkan kontribusi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga menjadi satu-satunya 29

46 Perkembangan Inflasi Daerah kelompok yang mengalami peningkatan kontribusi dari,17% menjadi,19% pada triwulan laporan. Apabila dilihat level inflasinya, tingkat Inflasi tertinggi pada triwulan IV dialami oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yaitu 5,57% (yoy), diikuti kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan masing-masing 4,24% dan 3,47% (yoy). Sebaliknya, kondisi deflasi dialami oleh kelompok transportasi dan komunikasi yaitu sebesar -3,55% (yoy). Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) % (yoy) % (yoy) Tw III 215 % (yoy) Tw IV Kont.Tw III 215 Kont.Tw IV 215 % Kontribusi Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari,68% menjadi 1,25% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar 2,15% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) % qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah 3

47 Perkembangan Inflasi Daerah Meningkatnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan berasal dari meningkatnya harga sub kelompok padi-padian, bumbu-bumbuan, daging segar & hasil-hasilnya pada kelompok bahan makanan. Dilihat dari komoditasnya, maka peningkatan inflasi triwulanan utamanya bersumber dari peningkatan harga beras, bawang merah, cabe merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Beberapa upaya telah diambil oleh TPID di Riau untuk menahan peningkatan inflasi pada akhir tahun antara lain: sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok, koordinasi dalam penyaluran raskin ke 13 dan 14, serta pembahasan kerja sama antar daerah dalam rangka menjamin ketersediaan stok secara jangka menengah. Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw IV Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi triwulanan terbesar terjadi di kota Pekanbaru sebesar 1,45% (qtq), sementara inflasi di Tembilahan dan Dumai mencapai tingkat inflasi triwulanan masing-masing sebesar,68% dan,48% (qtq). Inflasi triwulanan di Pekanbaru dan Tembilahan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar,61% dan,68% (qtq), sebaliknya inflasi di Dumai lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,1% (qtq). Sementara itu jika dibandingkan dengan historis 5 tahun terakhir, inflasi di ketiga kota tersebut lebih rendah dari rata-rata inflasi triwulan IV tahun yaitu 2,14% di Pekanbaru, 2,28% di Dumai dan 3,29% (qtq) di Tembilahan. Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami inflasi triwulanan tertinggi yaitu 3,92% (qtq) sehingga memberikan andil inflasi secara keseluruhan,98%. Sementara itu inflasi terendah dan deflasi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok sandang masing-masing sebesar,13% dan -,1% 31

48 Perkembangan Inflasi Daerah (qtq). Kedua kelompok tersebut memberikan andil pada inflasi triwulan laporan yaitu sebesar,2% dan -,1%. Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw IV 215 di Riau (qtq) % (qtq) % (qtq) Tw III 215 % (qtq) Tw IV 215 Kont.Tw III 215 Kont.Tw III % Kontribusi Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transportasi Rekreasi Komunikasi Sumber : BPS, diolah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan IV 215, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 2,71% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 5,7% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terutama terjadi pada kelompok administered price, akibat berakhirnya efek struktural pasca kenaikan harga BBM November 214, dan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok core akibat menurunnya daya beli masyarakat dan berkurangnya aktivitas masyarakat pada saat kondisi asap yang terjadi pada awal triwulan. Sebaliknya kelompok volatile food mengalami peningkatan yang berasal dari peningkatan harga komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabe merah) dan daging ayam ras terutama mendekati akhir triwulan IV 215 akibat terjadi keterbatasan pasokan. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok bahan makanan (5,79%, yoy) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau (4,96%, yoy), selanjutnya diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan dan kelompok kesehatan yang masing-masing sebesar 3,31% dan 2,51% (yoy). Sementara deflasi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi 3,5% (yoy). 32

49 Perkembangan Inflasi Daerah Sebagian besar kelompok komoditas mengalami inflasi yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan penurunan terbesar terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi dari 7,33% menjadi -3,5% (yoy), serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok tembakau dari 7,84% menjadi 4,96% (yoy). Sebaliknya dua kelompok komoditas mengalami peningkatan inflasi yaitu kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga akibat meningkatnya harga beras, bumbu-bumbuan (cabe merah dan bawang merah), daging ayam ras, serta biaya sekolah dasar dan seragam sekolah. Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah % (qtq) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw IV 215 % (yoy) % (yoy) Tw IV 215 Kont.Tw IV Bahan Makanan 4.96 Makanan Jadi % kontribusi 1.6 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami penurunan dari 6,21% menjadi 2,63% (yoy). Penurunan inflasi kota Dumai terutama bersumber dari penurunan inflasi administered price yang berasal dari berakhirnya efek struktural peningkatan harga BBM November 214. Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok volatile food akibat penurunan harga bumbubumbuan (cabe merah, cabe rawit), sayur-sayuran (kangkung, petai), dan beberapa buah-buahan karena peningkatan pasokan, serta penurunan inflasi kelompok core yang berasal dari penurunan kelompok perumahan akibat penurunan beberapa harga bahan bangunan (keramik dan pasir), bahan bakar rumah tangga. Apabila dilihat per kelompok komoditas, penurunan tekanan inflasi terbesar terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi yang mengalami penurunan inflasi dari 5,57% menjadi deflasi 3,23% (yoy), serta kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi dari,62% menjadi deflasi 2,23% (yoy) pada triwulan laporan, 33

50 Perkembangan Inflasi Daerah dan kelompok perumahan dari inflasi 7,62% menjadi 4,% (yoy). Sebaliknya, peningkatan tekanan inflasi terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang mengalami inflasi 7,89% atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 7,47%(yoy). Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah % (qtq) Grafik 2.1. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw IV 215 % (yoy) % (yoy) Tw IV 215 Kont.Tw IV Bahan Makanan Makanan Jadi 4. Sumber : BPS, diolah % kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi Riau yaitu mencapai 2,6% (yoy) pada triwulan IV 215. Searah dengan kedua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama akibat berakhirnya efek struktural kenaikan harga BBM November 214. Akibat berkurangnya efek struktural tersebut, tekanan inflasi kelompok transportasi dan komunikasi turun secara signifikan dari 7,55% menjadi deflasi 3,2% (yoy). Kelompok komoditas lainnya yang mengalami penurunan tekanan inflasi adalah kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau, kelompok perumahan, dan kelompok sandang masing-masing menurun dari 3,81%, 3,93%, 6,27%, dan 2,24% (yoy) di triwulan III 215 menjadi 1,7%, 2,83%, 4,15% dan 1,63% (yoy) di triwulan IV 215. Dilihat berdasarkan subkelompoknya, komoditas yang mendorong penurunan tekanan inflasi berasal dari penurunan harga bumbu-bumbuan (cabe merah dan cabe rawit), sayur-sayuran (petai, ketimun, jengkol, buncis), lemak dan minyak (minyak goreng), barang pribadi dan sandang lainnya (emas perhiasan). 34

51 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV 215 % (yoy) % (yoy) Tw IV 215 Kont.Tw IV Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah 1.63 % kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Disagregasi Inflasi 2 (yoy) Penurunan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, didorong oleh seluruh kelompok disagregasi terutama penurunan tekanan dari kelompok administered price akibat berakhirnya efek struktural peningkatan harga BBM November tahun 214. Penurunan juga terjadi pada tekanan inflasi kelompok core akibat penurunan harga emas perhiasan dari kelompok sandang, serta penurunan harga beberapa bahan bangunan dan bahan bakar rumah tangga (kelompok perumahan). Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) CPI Core Volatile Food Administered Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 35

52 Perkembangan Inflasi Daerah Sejalan dengan dua kelompok disagregasi di atas, kelompok volatile food juga mengalami penurunan tekanan akibat menurunnya harga bumbu-bumbuan (cabe merah dan cabe rawit), sayur-sayuran (buncis, ketimun, petai, wortel) dan beberapa buah-buahan akibat meningkatnya jumlah pasokan. Namun mendekati akhir tahun, tren pergerakan harga volatile food mulai menunjukkan peningkatan akibat mulai berkurangnya pasokan beras, beberapa bumbu-bumbuan (bawang merah, cabe merah) akibat menurunnya produksi dari daerah penghasil, dan daging ayam ras akibat kenaikan biaya pakan ternak Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan IV 215 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 215 karena pergerakan harga yang secara umum mengalami penurunan yang disebabkan berkurangnya permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat dan berkurangnya aktivitas masyarakat saat terjadi akibat kondisi asap pada awal triwulan IV. Apabila dilihat per kelompok komoditas, penurunan inflasi inti berasal dari kelompok perumahan terutama harga beberapa bahan bangunan dan bahan bakar rumah tangga, serta masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke penurunan harga emas perhiasan. Penurunan laju inflasi inti Riau pada triwulan laporan juga ditunjukkan oleh penurunan inflasi kelompok non tradable goods 3 yang cukup dalam. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di kota Dumai yaitu sebesar 5,64 (yoy) dan tercatat lebih tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya yaitu kota Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing sebesar 2,75% dan 2,91% (yoy). Apabila dilihat pergerakannya, inflasi inti di ketiga kota tersebut mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. 3 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 36

53 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 14, 12, 1, 8, 6, 2 May July August October December January March May July August October December January March April June Agust Okt Nop Jan-16 Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Harga Emas (LHS) Sumber : Bloomberg, diolah growth (RHS) Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS, diolah Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut ialah cabe merah, cabe rawit, buncis, ketimun, wortel, petai, jeruk, dan apel. Penurunan aktivitas masyarakat pada saat kondisi asap yang terjadi pada awal triwulan IV 215, serta meningkatnya pasokan dari daerah sentra produksi mendorong penurunan harga pada komoditas tersebut. Namun demikian, beberapa harga komoditas mulai menunjukkan peningkatan pada akhir triwulan sehingga menahan penurunan laju inflasi kelompok volatile food pada triwulan laporan. Beberapa komoditas tersebut antara lain beras, bawang merah, cabe merah, dan daging ayam ras akibat mulai berkurangnya pasokan dari daerah sentra produksi paska panen raya yang terjadi pada akhir triwulan III

54 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU 28 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru Rp/sat Pemantauan Harga Bahan Makanan Tahun 215 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Beras Kualitas Medium (Kg) Minyak Goreng (Ltr) Daging Ayam Ras (Kg) Telur Ayam Ras (Kg) Cabai Merah (Kg) Cabe Rawit (Kg) Bawang Merah (Kg) Bawang Putih (Kg) Wortel (Kg) Sumber : BPS, diolah Sumber: Survei Pemantantauan Harga BI Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan mengalami penurunan setelah berakhirnya efek struktural peningkatan harga BBM November 214 pada bulan November 215. Jika dilihat per kota, maka penurunan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Dumai sebesar 1,28% (yoy), diikuti Tembilahan 1,1% (yoy), sementara di Pekanbaru terjadi deflasi sebesar,42% (yoy). Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah 38

55 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perbankan Ditengah perlambatan perekonomian Riau tahun 215, kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 mengalami penurunan yang tercermin dari menurunnya pertumbuhan aset dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada triwulan IV-215 aset perbankan tercatat mencapai Rp82,91 triliun, mengalami penurunan pertumbuhan dari tumbuh 1,7% (yoy) di triwulan III menjadi kontraksi 4,49% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp62,93 triliun, juga menurun dari tumbuh 9,22% (yoy) di triwulan III-215 menjadi kontraksi 3,12% (yoy). 39

56 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berbeda dengan perkembangan aset dan DPK, penyaluran kredit pada triwulan IV-215 justru mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-215, yaitu dari 7,86% (yoy) menjadi 8,14% (yoy) dengan nilai mencapai Rp57,45 triliun. Meningkatnya kredit diikuti oleh membaiknya kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan. NPL perbankan di triwulan IV-215 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan NPL di triwulan III-215 dari 4,5% menjadi 3,86%. Sejalan dengan penurunan pertumbuhan DPK yang diiringi dengan peningkatan pertumbuhan kredit, LDR perbankan meningkat cukup signifikan mencapai 91,29% yang mencerminkan bahwa masih cukup terjaganya likuiditas perbankan di Provinsi Riau. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta) Indikator (yoy, %) I II III IV Tw III 215 Tw IV 215 Aset (Rp Juta) ,7 (4,49) - Bank Umum ,11 (4,63) - BPR/S ,26 5,87 Kredit (Rp Juta) ,86 8,14 - Bank Umum ,78 8,14 - BPR/S ,44 8,49 Kredit UMKM (Rp Juta) ,5 (,74) Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) ,22 (3,12) - Bank Umum ,16 (3,26) - BPR/S ,41 8,33 LDR 81,78% 79,6% 77,6% 79,72% 91,29% NPL 3,39% 3,82% 4,33% 4,5% 3,86% - Bank Umum 3,23% 3,64% 4,16% 4,34% 3,71% - BPR/S 13,75% 14,45% 13,84% 14,39% 12,92% Sumber : Bank Indonesia 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Aset Menurunnya pertumbuhan ekonomi di tiga kuartal awal di 215 memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja bank umum di Provinsi Riau. Kondisi ini tercermin dari penurunan aset pada triwulan IV-215 yang sebelumnya sejak awal tahun hingga triwulan III-215 menunjukkan trend perlambatan. Aset bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp81,69 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 4,63% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III-215 yang tumbuh sebesar 1,11% (yoy). 4

57 Rp Triliun Rptriliun % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok I II III IV I II III IV I II III IV Rp Triliun I II III IV I II III IV I II III IV Aset g - yoy (kanan) Pemerintah Swasta Total (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Menurunnya aset bank umum bersumber dari terkontraksinya aset kelompok bank umum pemerintah (pangsa 69,19%) sebesar 6,51% (yoy) dengan nilai mencapai Rp56,62 triliun dan terkontraksinya aset kelompok bank umum swasta (pangsa 3,81%) sebesar,13% (yoy) dengan nilai mencapai Rp25,17 triliun. Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank I II III IV I II III IV I II III IV IV III II I IV III II I IV III II I Konvensional Total Syariah (Kanan) Konvensional Syariah Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kegiatannya, aset bank umum konvensional (pangsa 93,68%) pada triwulan IV-215 tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,28% (yoy) dengan nilai mencapai Rp76,52 triliun. Namun berbeda dengan kinerja bank umum syariah (pangsa 6,32%), dimana ditengah perlambatan kinerja perekonomian 215 bank umum syariah masih tercatat cukup baik dengan aset yang tumbuh sebesar 6,19% (yoy) dengan nilai mencapai Rp5,17 triliun. 41

58 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat mengalami kontraksi sebesar 3,26% (yoy). Penurunan kinerja tersebut melanjutkan perlambatan pertumbuhan DPK yang terjadi mulai triwulan I sampai dengan triwulan III 215. Terkontraksinya DPK pada triwulan laporan bersumber dari Giro (pangsa 15,91%) yang terkontraksi lebih dalam yaitu dari,29% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 28,5% (yoy) di triwulan IV-215 dan melambatnya pertumbuhan Deposito (pangsa 33,94%) dari 23,88% (yoy) di triwulan III-215 menjadi,56% (yoy) di triwulan IV-215. Sementara itu komponen Tabungan (pangsa 5,15%) meskipun meningkat namun tidak terlalu signifikan, yaitu tumbuh dari 3,5% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 5,56% (yoy) di triwulan IV-215. Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan RpTriliun I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV DPK (kiri) Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito DPK Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Menurunnya penghimpunan dana di triwulan laporan sejalan dengan menurunnya penghimpunan dana milik pemerintah. Penghimpunan DPK milik Pemerintah Daerah (pangsa triwulan III-215 sebesar 2,73%) turun dari Rp8,99 triliun di 214 menjadi Rp4,9 triliun pada 215 (turun 54,44%, yoy). Hal ini sejalan dengan lebih rendahnya realisasi pendapatan APBD Riau di tahun 215 dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan selama tahun 215 mencapai Rp6,82 triliun lebih rendah dari tahun 214 yang sebesar Rp7,87 triliun. Sementara itu, belanja Pemerintah Daerah menunjukkan peningkatan dari Rp5,54 triliun menjadi 7,68 triliun. Penurunan DPK milik Pemerintah Daerah tercermin dari menurunnya penghimpunan giro dan deposito di Riau. Giro Pemerintah Daerah (pangsa 15,31% terhadap giro) 42

59 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah terkontraksi lebih dalam dari 6,72% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 7,65% (yoy) di triwulan IV-215. Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar) Kepemilikan I II III IV g-yoy Pemerintah (42,34) Pemerintah Pusat ,71 Pemerintah Daerah (54,44) Badan/ Lembaga Pemerintah ,19 Badan Usaha Milik Negara ,68 Badan Usaha Milik Daerah ,98 Swasta (1,94) Perusahaan Asuransi (28,42) Perusahaan Swasta (4,92) Yayasan dan Badan Sosial ,14 Koperasi ,95 Lainnya (26,44) Perorangan ,1 Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, Deposito milik Pemerintah Daerah mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari tumbuh 35,9% (yoy) di triwulan III-215 menjadi kontraksi 32,42% (yoy) di triwulan IV-215. Kondisi ini menunjukkan Pemerintah Daerah mulai melakukan penarikan sejumlah dana yang disimpan dalam bentuk deposito. Deposito Pemerintah Daerah didominasi oleh deposito dengan tenor 1 bulan. Di sisi lain, tabungan mulai menunjukkan perbaikan sejak awal tahun meskipun pertumbuhan di triwulan IV-215 relatif tidak signifikan. Kondisi ini mencerminkan masih cukup rendahnya daya beli masyarakat dan ekspektasi kondisi perekonomian yang masih rendah sehingga masyarakat cenderung berjaga-jaga menyimpan dananya dalam bentuk tabungan di perbankan Perkembangan Penyaluran Kredit Di tengah perlambatan ekonomi daerah, perkembangan kredit bank umum di Provinsi Riau masih cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari meningkatnya penyaluran kredit bank umum di triwulan IV-215 dibandingkan dengan triwulan 43

60 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sebelumnya yaitu dari 7,78% menjadi 8,14% (yoy) dengan nilai mencapai Rp56,54 triliun. Meningkatnya penyaluran kredit menunjukkan adanya ekspektasi kegiatan perekonomian yang diperkirakan memberikan hasil yang positif ditengah kelesuan kondisi ekonomi di 215. Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan RpTriliun I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Modal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total (kanan) Modal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Meningkatnya kredit pada triwulan IV-215 didorong oleh peningkatan kredit konsumsi (pangsa 37,86%) yaitu dari 9,46% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 1,65% (yoy) di triwulan IV-215 dengan nilai mencapai Rp21,4 triliun dan peningkatan kredit modal kerja (pangsa 31,22%) yaitu dari 5,2% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 8,18% (yoy) di triwulan IV-215 dengan nilai mencapai Rp17,65 triliun. Sementara, melambatnya kredit investasi (pangsa 3,92%) menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan kredit pada periode laporan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penyaluran kredit produktif di triwulan IV-215 mencapai Rp35,13 triliun atau tumbuh sebesar 6,66% (yoy). Peningkatan kredit modal kerja bersumber dari peningkatan kredit sektor pertanian, perburuan dan kehutanan dari 7,93% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 17,15% (yoy) di triwulan IV-215 dan peningkatan kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 2,74% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 6,44% (yoy) di triwulan IV-215. Sementara itu, perlambatan kredit investasi disebabkan oleh melambatnya kredit sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yaitu dari 1,91% (yoy) di triwulan III- 215 menjadi 9,36% (yoy) di triwulan IV-215. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya subsektor perkebunan kelapa sawit dari 11,72% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 11,11% (yoy) di triwulan IV-215 dan terkontraksinya subsektor perkebunan karet sebesar 8,91% (yoy). Kondisi ini mengindikasikan bahwa 44

61 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah perusahaan kelapa sawit dan perusahaan karet masih menahan laju investasi mengingat masih rendahnya harga komoditas tersebut di pasar internasional. Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik 3.1. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta RPTRILIUN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan) Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, apabila diklasifikasikan berdasarkan kelompok, diketahui bahwa penyaluran kredit bank umum milik pemerintah mengalami peningkatan dari 12,26% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 15,15% (yoy) di triwulan IV-215 dengan nilai mencapai Rp38,78 triliun. Sementara, penyaluran kredit bank umum milik swasta mengalami kontraksi lebih dalam dari,29% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 4,55% (yoy) di triwulan IV-215. Jika dilihat berdasarkan valutanya, penyaluran kredit dalam rupiah tercatat sebesar Rp55,51 triliun atau tumbuh 8,55% (yoy). Sedangkan penyaluran kredit dalam bentuk valuta asing tercatat sebesar Rp1,3 triliun atau mengalami penurunan yang cukup dalam sebesar 1,16% (yoy). dari tumbuh 22,55% (yoy) di triwulan sebelumnya. 3. Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit bank umum, sementara di sisi lain DPK mengalami penurunan. Meningkatnya fungsi intermediasi tercermin dari tingginya nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 91,12% yang sebelumnya di triwulan III-215 tercatat sebesar 79,41%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 1% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. 45

62 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV DPK Kredit LDR (kanan) Sumber : Bank Indonesia Kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 menunjukkan perbaikan meskipun sebelumnya sejak awal tahun 215 sampai dengan triwulan III-215 menunjukkan trend penurunan. NPL bank umum pada triwulan IV-215 tercatat sebesar 3,71% lebih rendah dibandingkan dengan NPL triwulan III-215 sebesar 4,34%. Meskipun kualitas penyaluran kredit oleh bank umum menunjukkan perbaikan, namun potensi kecenderungan terjadinya peningkatan NPL tetap perlu diwaspadai oleh perbankan mengingat masih melemahnya pertumbuhan ekonomi daerah. Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan IV-215 RpTriliun 1,8 1,6 1,4 1,2 1,,8,6,4,2 - I II III IV I II III IV I II III IV % ,51 1,19 1,27,11 8,67 6,6 3,89 4,24 2, Kurang lancar Diragukan Macet NPL (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 46

63 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan IV-215 Grafik Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan IV , ,9 23, ,26 1,4,1 7,85 2,8 8, Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, membaiknya NPL bank umum di Riau utamanya didorong oleh membaiknya kualitas kredit di sektor perdagangan yaitu dari 7,15% di triwulan III-215 menjadi 6,6% di triwulan IV-215. Perbaikan NPL sektor perdagangan tersebut utamanya disebabkan oleh membaiknya kualitas penyaluran kredit di 2 (dua) subsektor terbesar yaitu perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dari 11,93% di triwulan III-215 menjadi 9,91% di triwulan IV-215 dan subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit dari 11,95% di triwulan III-215 menjadi 9,94% di triwulan IV-215. Di sisi lain, meningkatnya NPL sektor pertanian dari 3,32% di triwulan III-215 menjadi 3,51% di triwulan IV-215 menahan laju perbaikan kualitas kredit pada periode laporan. Masih meningkatnya NPL sektor pertanian utamanya disebabkan oleh meningkatnya NPL subsektor perkebunan kelapa sawit dari 3,21% di triwulan III-215 menjadi 3,4% di triwulan IV-215. Hal tersebut merupakan dampak masih rendahnya harga komoditas di pasar internasional yang berimbas kepada cash flow petani didalam melunasi hutangnya. Rata-rata harga TBS dan CPO dunia masingmasing sebesar Rp1.19/kg dan 54 USD/MT, lebih rendah dibandingkan triwulan III-215 masing-masing sebesar Rp1.243/kg dan 512 USD/MT. Di sisi lain, harga karet di triwulan IV-215 sebesar 1,56 USD/kg lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-215 sebesar 1,79 USD/kg. 47

64 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik Perkembangan Harga Karet Dunia I II III IV I II III IV I II III IV ,29 3,9 2,73 2,67 2,44 2,37 2,2 1,93 1,83 1,96 1,79 1, I II III IV I II III IV I II III IV TBS (Rp/Kg) CPO, USD/MT (kanan) Sumber : Bloomberg dan Disbun Provinsi Riau Sumber : Bloomberg 4. Stabilitas Sistem Keuangan 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Secara sektoral, penyaluran kredit oleh bank umum di Provinsi Riau masih terkonsentrasi pada sektor pertanian (pangsa 22,33%) dan perdagangan (pangsa 21,3%). Penyaluran kredit ke sektor pertanian di triwulan IV-215 tercatat mencapai Rp12,62 triliun atau meningkat sebesar 1,88% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan III-215 yang sebesar 9,64% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit ke sektor perdagangan mencapai Rp12,4 triliun atau tumbuh 7,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-215 yang tumbuh sebesar 2,44% (yoy). Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) Sektor Ekonomi TW.IV-215 I II III IV Pangsa g, yoy Pertanian 11,39 11,45 11,87 12,14 12,62 22,33 1,88 Pertambangan,38,39,5,42,45,8 17,27 Perindustrian 2,3 2,14 2,26 2,28 2,31 4,9 13,71 Listrik, gas dan air,12,11,1,11,22,4 87,39 Konstruksi 1,78 1,76 1,88 2,14 1,9 3,36 6,76 Perdag, resto dan hotel 11,21 11,2 11,47 11,48 12,4 21,3 7,39 Pengangkutan, pergud 1,59 1,62 1,57 1,55 1,51 2,67-5,1 Jasa 4,3 4,8 4,24 4,8 4,5 7,16-5,75 Lainnya 19,48 19,65 2,11 2,74 21,43 37,9 9,99 Total 52,28 52,4 54,1 54,95 56,54 1, 8,14 Sumber : Bank Indonesia 48

65 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Meningkatnya penyaluran kredit sektor pertanian utamanya didorong oleh peningkatan kredit subsektor perkebunan kelapa sawit (pangsa 91,95%) yaitu dari 12,39% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 15,9% (yoy) di triwulan IV-215. Di sisi lain, meningkatnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya didorong oleh peningkatan subsektor akomodasi hotel berbintang (pangsa 8,62% dari kredit sektor perdagangan) dari 16,75% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 3,37% (yoy) di triwulan IV-215. Hal ini sejalan dengan banyaknya hotel-hotel baru berbintang yang sedang dibangun di Provinsi Riau khususnya di Kota Pekanbaru sebagai sentra bisnis dan niaga di Provinsi Riau. Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.IV-215 Grafik Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.IV ,9-8,92-2,11 3,82 7,93 4,38 3, ,95 3,24 19,59 5,33 5,96 5,35 8,62 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selain itu, subsektor perdagangan eceran bukan makanan, minuman dan tembakau, subsektor perdagangan eceran bahan konstruksi dan subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit juga turut memberikan andil dalam peningkatan penyaluran kredit sektor perdagangan. Namun, terkontraksinya subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau (pangsa 19,59% dari kredit sektor perdagangan) yang merupakan subsektor dengan pangsa terbesar menahan laju pertumbuhan kredit sektor perdagangan pada periode laporan Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Di tengah melambatnya perekonomian daerah, kredit konsumsi di triwulan IV-215 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan bahwa ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian 6 bulan ke depan akan membaik yang ditunjukkan dengan indeks ekspektasi kondisi ekonomi mendatang mengalami trend meningkat di triwulan laporan. 49

66 RpTriliun RpMiliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Perumahan g, yoy (kanan) Kendaraan g, yoy (kanan) RpTriliun I II III IV I II III IV I II III IV (2) RpMiliar I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Membaiknya konsumsi masyarakat tercermin dari meningkatnya kredit perumahan dan kredit durable goods. Pada triwulan IV-215, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,67 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan III-215 yaitu dari 4,18% (yoy) menjadi 8,33% (yoy). Hal ini didorong oleh peningkatan kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 7 sebesar 2,78% (yoy). Masih cukup tingginya realisasi kredit perumahan diperkirakan didorong oleh masih cukup tingginya kebutuhan masyarakat terhadap kepemilikan rumah pribadi serta adanya kelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) oleh Bank Indonesia untuk kredit properti melalui Peraturan Bank Indonesia No.17/1/PBI/215 tanggal 18 Juni 215. Kelonggaran kebijakan LTV/FTV tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa sektor properti memiliki keterkaitan serta pengaruh yang cukup besar terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Multiguna g, yoy (kanan) Durable goods g, yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 5

67 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sementara itu, kredit durable goods mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 53,14% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 128,46 (yoy) di triwulan IV-215 dengan nilai mencapai Rp45,91 miliar. Meningkatnya kredit durable goods sejalan dengan meningkatnya kredit perumahan dimana masyarakat melakukan pembelian peralatan rumah tangga baru. Di sisi lain, terdapat faktor yang menahan pertumbuhan kredit konsumsi yaitu terkontraksinya kredit kendaraan bermotor dan melambatnya kredit multiguna. Terkontraksinya kredit kendaraan bermotor mengindikasikan bahwa kebijakan kelonggaran LTV belum memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan penyaluran kredit kendaraan bermotor pada periode laporan. Hal ini disebabkan oleh perspektif masyarakat yang menganggap pembelian kendaraan bermotor bersifat konsumtif, sementara daya beli masyarakat masih rendah akibat masih rendahnya harga komoditas utama yaitu kelapa sawit dan karet. Kredit kendaraan bermotor di triwulan IV-215 tercatat mengalami kontraksi sebesar 6,21% (yoy), sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan III-215 yang tercatat kontraksi sebesar 6,95% (yoy) dengan nilai mencapai Rp394,18 miliar. Masih terkontraksinya kredit kendaraan utamanya bersumber dari kredit kepemilikan mobil roda empat (pangsa 9,28%) yang mengalami kontraksi sebesar 5,71% (yoy). Sementara itu, kredit multiguna mengalami perlambatan dari 21,64% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 11,99% (yoy) di triwulan IV Ketahanan Sektor UMKM Di tengah perlambatan ekonomi daerah, penyaluran kredit UMKM oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat mengalami penurunan yang sebelumnya dari awal tahun 215 hingga triwulan III-215 menunjukkan trend perlambatan. Penyaluran kredit UMKM di triwulan IV-215 tercatat mencapai Rp19,88 triliun atau terkontraksi sebesar,74% (yoy). Terkontraksinya kredit UMKM tersebut didorong oleh belum maksimalnya kinerja semua jenis kelompok usaha. Kredit usaha menengah terkontraksi lebih dalam sebesar 7,72% (yoy), kredit usaha mikro melambat dari 1,63% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 4,51% (yoy) di triwulan IV-215, sementara kredit usaha kecil tumbuh tidak signifikan dari 1,32% (yoy) di triwulan III-215 menjadi 2,8% (yoy) di triwulan IV

68 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Kredit UMKM g, yoy (kanan) RpTriliun I II III IV I II III IV I II III IV Menengah; 32,94 Kecil; 38,66 Mikro; 28,39 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat porsinya, kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar Rp7,69 triliun (pangsa 38,66%), kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah (pangsa 32,94%) dan kredit usaha mikro (pangsa 28,39%) masing-masing sebesar Rp6,55 triliun dan Rp5,65 triliun. Tabel 3.4. Kredit UMKM di Provinsi Riau TwIV-215 Menurut Sektor Ekonomi (RpMiliar) Sektor Ekonomi Triwulan IV-215 I II III IV Pangsa g, yoy Pertanian ,6 2,77 Pertambangan ,81 26,21 Perindustrian ,17 9,87 Listrik, gas dan air ,19-66,43 Konstruksi ,26-8,2 Perdagangan ,41 2,23 Pengangkutan ,22-14,5 Jasa ,78-11,56 Lainnya ,1-77,37 Total , -,74 Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa 44,41% dari total kredit UMKM) dan pertanian (pangsa 34,6% dari total kredit UMKM). Pada triwulan IV-215, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor perdagangan mencapai Rp8,83 triliun atau tumbuh sebesar 2,23% (yoy) di triwulan IV-215, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi,6% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp6,77 triliun atau tumbuh melambat 52

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2,77% (yoy) dari 9,47% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh melambatnya subsektor perkebunan kelapa sawit dari 11,57% (yoy) menjadi 4,49% (yoy) dan subsektor perkebunan karet yang terkontraksi lebih dalam sebesar 8,88% (yoy). Menurunnya kinerja kedua subsektor tersebut disebabkan oleh profil risiko sektor UMKM yang relatif tinggi sehingga perbankan mengedepankan aspek kehati-hatian yang tercermin dari NPL UMKM yang relatif tinggi. Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulan IV-215 (%) I II III IV I II III IV I II III IV Kredit NPL (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia NPL UMKM tercatat masih cukup tinggi namun membaik dibandingkan dengan triwulan III-215 yaitu dari 7,41% menjadi 6,76%. Masih tingginya NPL tersebut didorong oleh NPL sektor perdagangan dan sektor pertanian yang tercatat cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 7,22% dan 5,88%. Masih tingginya NPL kedua sektor tersebut sejalan dengan masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap kemampuan membayar hutang jatuh tempo. Di sisi lain, angka NPL tersebut telah melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian perbankan untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit UMKM. 5. Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat membaik di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan aset, DPK, dan pembiayaan dibandingkan triwulan III-215. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,19 triliun meningkat sebesar 6,16% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III-215 yang terkontraksi 3,63% (yoy). Sementara, dana yang dihimpun oleh perbankan syariah tercatat sebesar Rp3,87 triliun atau tumbuh 1,9% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan 53

70 RpMiliar RpMiliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sebelumnya yang sebesar 7,16% (yoy). Peningkatan DPK perbankan syariah didorong oleh meningkatnya jenis simpanan Deposito (pangsa 35,4%) dan Giro (pangsa 1,36%) dibandingkan triwulan III-215. Deposito meningkat dari 9,66% menjadi 22,72% (yoy) dan giro meningkat dari 32,72% menjadi 42,15% (yoy). Sementara itu, jenis simpanan tabungan tumbuh melambat dari 1,24% di triwulan III-215 menjadi,49% (yoy) di triwulan IV-215 sehingga menahan laju pertumbuhan DPK secara umum. Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan 6 4 Giro Tabungan Deposito Total RpTriliun I II III IV I II III IV I II III IV Aset g, yoy (kanan) RpMIiliar I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan Sumber : Bank Indonesia Grafik Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral I II III IV I II III IV I II III IV Modal kerja Investasi Konsumsi Total (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp3,55 triliun meningkat dibandingkan triwulan III-215 dari kontraksi,25% (yoy) menjadi tumbuh 2,32% (yoy). Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah didorong oleh peningkatan pembiayaan investasi (pangsa 29,37%) dan pembiayaan konsumsi (pangsa 49,78%). Pembiayaan investasi meningkat dari 8,95% menjadi 13,48% (yoy) dan pembiayaan konsumsi meningkat dari 5,67% menjadi 7,22% 54

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (yoy). Sementara terkontraksinya pembiayaan modal kerja (pangsa 2,85) sebesar 17,98% (yoy) menahan laju pembiayaan perbankan syariah secara umum. Secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah masih terkonsentrasi pada sektor pertanian (pangsa 13,93%) dan perdagangan (pangsa 12,64%). Pembiayaan sektor pertanian dan perdagangan pada triwulan IV-215 masing-masing tercatat sebesar Rp494 miliar dan Rp448 miliar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-215. Pembiayaan sektor pertanian meningkat dari kontraksi 8,86% menjadi tumbuh 7,8% (yoy), sementara pembiayaan sektor perdagangan meningkat dari 1,26% menjadi 12,32% (yoy). Grafik Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah I II III IV I II III IV I II III IV Nominal (RpMiliar) NPL (kanan) DPK Pembiayaan FDR (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, kualitas pembiayaan oleh perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat membaik, hal ini tercermin dari menurunnya NPF yaitu dari 6,19% di triwulan III-215 menjadi 5,7% di triwulan IV-215. Namun demikian, perbankan syariah tetap perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Di sisi lain, FDR perbankan syariah tercatat sebesar 91,56% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas berada pada kondisi yang masih terjaga. 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah juga berimbas kepada kinerja BPR/S di Provinsi Riau. Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp1,23 triliun, melambat dibandingkan dengan triwulan III-215 yaitu dari 7,26% menjadi 5,87% (yoy). Sementara, DPK BPR/S pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp877 miliar, tumbuh 8,33% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan III- 215 yang tumbuh sebesar 14,41% (yoy). Melambatnya DPK BPR/S didorong oleh 55

72 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah perlambatan Deposito (pangsa 6,33%) dari 26,13% menjadi 16,64% (yoy), serta terkontraksinya Tabungan (pangsa 39,67%) sebesar 2,26% (yoy). Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S RpMiliar Aset g, yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV RpMiliar I II III IV I II III IV I II III IV Tabungan Deposito DPK (kanan) Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Sumber : Bank Indonesia Grafik Penyaluran Kredit Sektoral Kredit g, yoy (kanan) RPMILIAR I II III IV I II III IV I II III IV RpMiliar Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Perlambatan juga terjadi dari sisi penyaluran kredit, pada triwulan IV-215 kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercatat sebesar Rp97 miliar atau tumbuh 8,49% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III-215 yang sebesar 12,44% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit utamanya bersumber dari perlambatan sektor pertanian (pangsa 28,8%) yang cukup signifikan yaitu dari 8,51% (yoy) di triwulan III-215 menjadi,77% (yoy) di triwulan IV-215. Sementara penyaluran kredit ke sektor perdagangan (pangsa 26,2%) tercatat tumbuh sebesar 14,93% (yoy). Di sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercatat masih cukup rendah yang tercermin dari masih tingginya angka NPL BPR/S pada triwulan laporan sebesar 12,92%, namun membaik dibandingkan dengan triwulan III-215 yang tercatat sebesar 14,39%. Selain itu, risiko likuiditas BPR/S juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S pada triiwulan IV-215 mencapai 13,41% yang menunjukkan bahwa DPK BPR/S tidak dapat menutupi jumlah kredit yang disalurkan. 56

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan NPL BPR/S Grafik Perkembangan LDR BPR/S Nominal NPL (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV ,62 17,78 15,14 15,83 16,28 13,98 14,1 14,1 13,26 13,41 11,86 11,98 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 7. Perkembangan Transaksi Pembayaran 7.1. Kondisi Umum Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat mengalami peningkatan baik dari sisi inflow maupun outflow dan sesuai dengan karakteristik Provinsi Riau yang tercatat mengalami net outflow. Namun demikian, jika dilihat series tahunannya diketahui bahwa pertumbuhan net outflow pada triwulan laporan tercatat masih cukup rendah. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. Masih rendahnya pertumbuhan net outflow dan menurunnya transaksi kliring sejalan dengan ekonomi daerah yang mengalami perlambatan Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau tercermin dari perkembangan inflow dan outflow 1. Pada triwulan IV-215, outflow tercatat sebesar Rp4,63 triliun, tumbuh 9,81% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III-215 yang sebesar 5,89% (qtq). Meningkatnya outflow pada triwulan laporan diperkirakan sejalan dengan meningkatnya realisasi belanja Pemerintah Daerah menjelang akhir tahun. Di sisi lain, sesuai dengan pola musimnya inflow mengalami penurunan sebesar 49,29% (qtq) dengan nilai sebesar Rp1,22 triliun. Berdasarkan kondisi tersebut dan sesuai dengan 1 Inflow-Outflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau untuk perbankan di Riau 57

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah karakteristiknya, Provinsi Riau mengalami net outflow sebesar Rp3,41 triliun atau meningkat sebesar 89,3% (qtq). Jika dilihat pergerakan secara tahunannya, diketahui bahwa inflow dan outflow di triwulan IV-215 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflow meningkat dari 3,59% menjadi 69,73% (yoy), sementara outflow meningkat dari kontraksi 14,67% menjadi tumbuh 19,44% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, maka net outflow Provinsi Riau mengalami peningkatan dari kontraksi 3,98% (yoy) menjadi tumbuh 7,95% (yoy). Namun demikian, jika dilihat series tahunannya diketahui bahwa pertumbuhan net outflow pada triwulan laporan tercatat masih cukup rendah. Kondisi tersebut sejalan dengan melambatnya perekonomian daerah sehinggga aktivitas/tingkat konsumsi masyarakat relatif berkurang. Grafik 3.4. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Triwulan IV-215 Inflow Outflow Net Outflow (kanan) RPMILIAR Inflow Outflow RpMiliar I II III IV I II III IV I II III IV (1.) Okt Nov Des Inflow Outflow Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Sebagai salah satu bentuk upaya Bank Indonesia dalam memenuhi uang kartal layak edar (fit for circulation) kepada masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. 58

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan RpMiliar I II III IV I II III IV I II III IV UTLE Inflow Rasio (kanan) g, yoy (kanan) Sumber : Bank Indonesia Jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp185 miliar atau turun 25,47% (yoy) dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 15,13%. Menurunnya pemusnahan uang tidak layak edar mengindikasikan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat dalam memperlakukan uang Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan III-215. Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah tidak asli sebanyak 132 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 126 lembar. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Lembar I II III IV I II III IV I II III IV RpJuta Lembar Nominal (kanan) Sumber : Bank Indonesia 59

76 RpMiliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau terdiri dari 46 lembar menyerupai pecahan Rp1 ribu, 85 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu dan 1 lembar menyerupai pecahan Rp2 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi Kliring Nilai transaksi kliring pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp7,37 triliun atau menurun dibandingkan dengan triwulan III-215 yaitu dari tumbuh 7,62% (yoy) menjadi kontraksi 12,71% (yoy). Di sisi lain, volume penggunaan warkat juga mengalami penurunan lebih dalam dari kontraksi 7,29% (yoy) di triwulan III-215 menjadi kontraksi 24,97% (yoy) di triwulan IV-215 dengan penggunaan warkat sebanyak lembar. Penurunan transaksi kliring tersebut diperkirakan sejalan dengan kondisi ekonomi daerah yang mengalami perlambatan. Sejalan dengan hal tersebut, rata-rata transaksi per warkat tercatat sebesar Rp35,74 juta. Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik Growth Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV yoy - nominal yoy - lembar I II III IV I II III IV I II III IV Warkat Nominal (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 6

77 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) Sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mewujudkan transaksi yang aman, cepat dan handal, maka Bank Indonesia melakukan pembaruan teknologi sistem Bank Indonesia termasuk salah satunya adalah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada bulan November 215 lalu. Selain peningkatan kualitas teknologi, Bank Indonesia juga meningkatkan perlindungan nasabah dengan menerapkan kewajiban maksimal proses dana transfer nasabah. Bank diwajibkan untuk memproses dana transfer nasabah paling lama 1 (satu) jam setelah bank penerima memperoleh dana di sistem BI-RTGS. Implementasi sistem BI-RTGS generasi II ini didasarkan kepada 5 (lima) pertimbangan penting yaitu peningkatan efisiensi dan kemampuan mitigasi risiko sistem sesuai international best practice, kemampuan untuk terhubung dengan infrastruktur lain di pasar/sistem keuangan baik domestik maupun cross border, mengakomodasi dinamika di pasar/sistem keuangan global maupun domestik termasuk perubahan kebijakan baik dari Bank Indonesia maupun pemerintah, mengakomodasi perkembangan volume transaksi yang semakin meningkat dan pembaharuan teknologi. Bagi perbankan, implementasi sistem BI-RTGS generasi II ini akan memberikan kesempatan dalam melakukan manajemen prioritas transaksi dan likuiditasnya secara lebih baik. Selain itu, kebutuhan transaksi pasar uang juga akan dapat diakomodasi dengan baik karena informasi mengenai transaksi pasa uang dapat diperoleh dengan lebih baik. Sementara, peningkatan perlindungan nasabah dilakukan dengan pengaturan waktu transfer serta batas biaya transaksi BI-RTGS, yaitu sebesar Rp35 ribu. Hal ini menguntungkan bagi nasabah karena adanya kepastian waktu dan biaya transfer. Selanjutnya, melalui sistem BI-RTGS generasi II tersebut diketahui bahwa nominal transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau pada triwulan IV-215 tercatat sebesar Rp68,94 triliun dengan volume warkat mencapai lembar 2. 2 Data masih bersifat sementara 61

78 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada tahun 215 secara umum mengalami penurunan. Dari sisi pendapatan, realisasi anggaran tahun 215 tercatat sebesar Rp 6,82 triliun atau mengalami penurunan dari Rp 7,87 triliun di 214, secara prosentase realisasi pendapatan juga tercatat menurun dari 16,39% pada tahun 214 menjadi 92,9% di 215. Hal tersebut merupakan akibat menurunnya sektor migas dan perkebunan yang menjadi sektor utama Riau dan berdampak pada berkurangnya penerimaan dari Dana Bagi Hasil. Dari sisi belanja, meski mengalami peningkatan prosentase realisasi belanja dari 62,59% di tahun 214 menjadi 67,41% di tahun 215, namun penyerapan anggaran tersebut tergolong relatif rendah. Hal tersebut membuat pembangunan perekonomian Riau masih memiliki ruang untuk bergerak cukup besar dan perlu dioptimalkan pada 62

79 Kondisi Keuangan Daerah tahun 216 dengan diberlakukannya PMK No. 235/PMK perihal Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU Dalam Non Tunai. 2. Realisasi APBD 215 Sampai dengan akhir triwulan IV tahun 215, realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Riau mencapai Rp 7,4 triliun. Secara prosentase angka realisasi tersebut sebesar 92,9% atau mengalami penurunan dari realisasi pendapatan pada tahun 214 yang tercatat 16,39%. Sementara dari sisi belanja, realisasi anggaran 215 tercatat sebesar Rp 7,68 triliun dari Rp 11,39 triliun yang direncanakan atau sebesar 67,42%. Meskipun secara prosentase realisasi 215 lebih baik dibandingkan dengan realisasi tahun 214 yang hanya mencapai 62,59%, namun pencapaian realisasi belanja Provinsi Riau tersebut relatif belum optimal. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 214 dan 215 Uraian Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Pendapatan 7,41 7, % 7,47 6, % Belanja 8,848 5, % 11,388 7, % Pembiayaan Daerah 1,447 1, % 3,981 3,981 1.% Surplus/(Defisit) - 3,787-3,125 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Penurunan realisasi pendapatan pemerintah daerah yang lebih besar dibandingkan peningkatan realisasi belanja membuat struktur anggaran pemerintah Provinsi Riau mengalami surplus anggaran yang tercatat sebesar Rp 3,13 triliun, lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 215 yang mencapai Rp 3,79 triliun. Secara umum penurunan realisasi pendapatan diakibatkan berkurangnya angka dana bagi hasil akibat perlambatan sektor utama seperti migas dan pertanian. 63

80 Kondisi Keuangan Daerah 2.1. Realisasi Pendapatan Grafik 4.1. Porsi Anggaran Pendapatan Provinsi Riau 215 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Realisasi anggaran pendapatan Riau pada tahun 215 tercatat sebesar 92,9%, lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 214 yang mencapai 16,39%. Apabila dilihat secara terpisah antar akun, hanya kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah (Lain-Lain) yang mengalami peningkatan realisasi dari 11,9% pada tahun 214 menjadi 11,36% di 215. Sementara kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang menjadi pembentuk terbesar anggaran pendapatan pemerintah Provinsi Riau mengalami penurunan realisasi. PAD yang menjadi kontributor terbesar bagi pendapatan pemerintah daerah meski mengalami penurunan namun relatif stabil dan mencapai 99,46% dari yang ditargetkan. Sementara Dana Perimbangan yang pada tahun 214 menjadi kelompok pendapatan dengan realisasi tertinggi yaitu sebesar 111,58%, mengalami penurunan realisasi secara signifikan menjadi hanya 81,48% pada 215. Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Uraian (Juta Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % PENDAPATAN DAERAH 7,4,62 7,873, ,47,6 6,821, PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,946,912 2,972, ,47,516 3,389, Pajak Daerah 2,446,651 2,439, ,67,92 2,543, Retribusi Daerah 18,75 17, ,953 2, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 166, , , , Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 314, , ,98 647, DANA PERIMBANGAN 3,85,272 4,245, ,127,84 2,548, Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 2,94,55 3,381, ,394,381 1,831, Dana Alokasi Umum 82,985 82, ,22 654,22 1. Dana Alokasi Khusus 43,738 43, ,23 63, LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 648, , , , Pendapatan Hibah 2,665 2, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus n/a 869,74 88, Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Pada kelompok PAD, realisasi pajak daerah sebagai komponen utama secara nominal mengalami sedikit peningkatan dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2,5 triliun. Namun apabila dilihat secara prosentase realisasi anggaran mengalami penurunan dari 64

81 Kondisi Keuangan Daerah 99,72% menjadi 95,24%. Hal ini disebabkan kenaikan target penerimaan pajak yang ditetapkan tidak dapat terpenuhi yang diindikasikan akibat tidak tercapainya penerimaan dari pajak dan bea kendaraan bermotor sebagai salah satu dampak penurunan tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi provinsi Riau. Sementara itu, pada kelompok lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mengalami peningkatan nominal realisasi dari Rp 361 miliar pada 214 menjadi Rp 647 miliar di 215 atau setara dengan meningkat sebesar 79%. Dengan target realisasi anggaran sebesar Rp 495 miliar, pencapaian realisasi 215 tercatat sebesar 13,83%. Tingginya angka realisasi tersebut salah satunya disebabkan oleh realisasi anggaran pendapatan dari rekening deposito di bank yang mencapai 254%. Kondisi tersebut menjadi salah satu landasan Pemerintah Pusat mengeluarkan PMK No. 234/PMK.7/215, tentang konversi penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam non tunai untuk mendorong penyerapan APBD yang optimal dan tepat waktu, serta mengurangi simpanan Pemerintah Daerah di bank dalam jumlah relatif besar yang berdampak pada penundaan pelaksanaan pembangunan daerah. Komponen Dana Perimbangan secara prosentase mengalami penurunan realisasi yang cukup signifikan dari 111,58% tahun lalu menjadi 81,48%. Apabila dilihat dari subkelompoknya, Dana Bagi Hasil Pajak/Non Pajak menjadi penyumbang terbesar pembentukan anggaran Dana Perimbangan dengan porsi 77%. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak dan Non Pajak tersebut terealisasi Rp 1,8 triliun dari total Rp 2,4 triliun yang dianggarkan pada tahun 215. Tidak tercapainya realisasi anggaran pendapatan pemerintah Provinsi Riau pada tahun 215 utamanya disebabkan oleh menurunnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pajak Bumi dan Bangunan yang hanya mencapai angka realisasi 76% dan DBH dari Pertambangan Minyak yang tercatat sebesar 8%. Berkurangnya angka realisasi penerimaan DBH Minyak diprediksi sebagai dampak penurunan harga minyak dunia yang berdampak pada berkurangnya DBH yang diterima oleh Riau. 65

82 Kondisi Keuangan Daerah 2.2. Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada tahun 215 tercatat sebesar Rp 7,68 triliun atau 67,42% dari total belanja Rp 11,39 triliun yang dianggarkan dalam APBD 215. Realisasi tersebut menunjukkan peningkatan secara nominal dari Rp 5,54 triliun pada tahun 214. Meskipun mengalami peningkatan dari realisasi tahun 214 yang tercatat sebesar 62,59%, namun penyerapan anggaran belanja relatif belum optimal. Salah satunya disebabkan oleh bencana asap yang terjadi sampai 3 bulan yang mengakibatkan proyek pemerintah mengalami keterlambatan. Pada kelompok belanja tidak langsung, terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup signifikan dari 83,2% pada tahun 214 menjadi hanya mampu terealisasi 61,62% di tahun 215. Sementara pada kelompok belanja langsung, nominal realisasi mencapai Rp 3,56 triliun atau 75,62% dari Rp 4,71 triliun yang dianggarkan pada tahun 215. Apabila dibandingkan tahun 214 yang mencapai 44,68%, belanja langsung pemerintah daerah pada tahun 215 relatif lebih tinggi. Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Uraian (Juta Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % BELANJA DAERAH 8,848,296 5,538, ,388,482 7,677, BELANJA TIDAK LANGSUNG 4,133,454 3,431, ,674,248 4,112, Belanja Pegawai 1,71, , ,166, , Belanja Subsidi 5, Belanja Hibah 1,61, , ,24, , Belanja Bantuan Sosial 22,179 13, , Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa 1,85,674 1,614, ,435,414 1,223, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan Partai Politik 117, , ,831, , Belanja Tidak Terduga 5, ,9 - - BELANJA LANGSUNG 4,714,842 2,16, ,714,234 3,564, Belanja Pegawai 263,42 17, , , Belanja Barang dan Jasa 2,996,575 1,314, ,92,236 1,352, Belanja Modal 1,454, , ,336,756 1,976,68 85 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Pada kelompok belanja tidak langsung, dari 42% anggaran belanja yang dialokasikan pada belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota pemerintah desa dan partai politik atau sebesar Rp 2,8 triliun, hanya terealisasi sebesar Rp. 979 miliar atau secara prosentase 34,59%. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya alokasi belanja keuangan tersebut meningkat sangat tinggi yaitu dari Rp. 117 miliar menjadi Rp 2,8 triliun. Anggaran belanja yang dapat 66

83 Kondisi Keuangan Daerah dipergunakan untuk memperbaiki kesenjangan fiskal di daerah serta membantu pelaksanaan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang tidak tersedia dananya perlu dievaluasi untuk menghindari kemungkinan terjadi overlap penganggaran yang dapat menyebabkan realisasi anggaran tidak optimal. Selanjutnya pada kelompok belanja langsung, kelompok belanja barang dan jasa yang memiliki porsi sebesar 44% menjadi kelompok dengan realisasi anggaran terendah atau secara prosentase sebesar 64,62%. Rendahnya realisasi anggaran pada kelompok ini disebabkan oleh penyerapan belanja perjalanan dinas yang hanya terealisasi sebesar 54,77% dari yang dianggarkan yang dapat diindikasikan sebagai bentuk efisiensi perjalanan dinas dan perlu menjadi pertimbangan penyusunan anggaran pada periode selanjutnya untuk menghindari penganggaran yang tidak optimal. Selain itu, belanja hibah barang dan jasa juga memiliki angka realisasi yang cukup rendah yaitu 42,11%. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya realisasi belanja hibah barang dan jasa adalah penyaluran anggaran yang terkendala dengan aspek legalitas calon penerima hibah yang mayoritas tidak memiliki badan hukum. 67

84 Boks 1 z Dampak Implementasi Tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Non Tunai Diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No. 235/PMK.7/215 perihal Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Non Tunai pada tanggal 22 Desember 215 menimbulkan paradigma baru bagi Pemerintah Daerah. Sejak PMK tersebut diberlakukan, Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) yang selama ini disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana tunai akan berubah ke dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Sesuai PMK tersebut, jenis SBN yang ditetapkan adalah Surat Perbendaharaan Negara (SPN)/Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPN-S) yang tidak dapat diperdagangkan dengan jangka waktu selama tiga bulan. Tujuan diberlakukannya peraturan ini adalah: a. Mendorong pengelolaan APBD yang sehat, efisien, dan efektif b. Mendorong penyerapan APBD yang optimal dan tepat waktu c. Mengurangi uang kas dan/atau simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah tidak wajar Dalam menentukan besaran penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk SBN bersumber dari Pemerintah Daerah dan/atau Bank Indonesia. Data yang bersumber dari Pemerintah Daerah adalah (i) Perkiraan Belanja Operasi dan Belanja Modal bulanan; (ii) Laporan Posisi Kas bulanan; dan (iii) Ringkasan Realisasi APBD bulanan. Sementara data yang bersumber dari Bank Indonesia adalah mengenai dana Pemerintah Daerah di perbankan yang akan dipergunakan sebagai data pendukung perhitungan uang kas dan/atau simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah tidak wajar. Penentuan daerah dan besaran penyaluran DBH dan/atau DAU pada akhir triwulan I dan II didasari oleh (i) daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan Pemda di bank dalam jumlah yang tidak wajar atau memiliki saldo kas dan setara kas melebihi belanja operasi dan 3% belanja modal untuk kurun waktu 3 (tiga) bulan berikutnya; (ii) daerah yang memiliki saldo kas dan setara kas melebihi 3 (tiga) bulan belanja operasi dan 3% belanja modal dirata-ratakan secara nasional; dan (iii) daerah yang memiliki saldo kas dan setara kas diatas rata-rata nasional. Sementara penentuan daerah dan besaran penyaluran DBH dan/atau DBH di akhir triwulan II dan awal triwulan III adalah (i) daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan Pemda di bank dalam jumlah tidak wajar dengan saldo kas dan setara kas melebihi belanja operasi dan 5% belanja modal untuk kurun waktu 3 bulan berikutnya;

85 (ii) memiliki saldo kas dan setara kas melebihi 3 bulan belanja operasi dan 5% belanja modal dirata-ratakan secara nasional; dan (iii) memiliki saldo kas dan setara kas di atas rata-rata nasional. DBH konversi akan disalurkan pada dua periode yaitu pada akhir triwulan I dan akhir triwulan II, sementara periode penyaluran DAU akan diselenggarakan pada awal triwulan II dan awal triwulan III. Mekanisme pelaksanaan PMK ini dilakukan dengan tahapan sbb: a. Pemerintah Daerah mengirimkan (i) laporan perkiraan belanja operasi dan belanja modal bulanan; (ii) laporan posisi kas bulanan; dan (iii) ringkasan realisasi APBD bulanan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah baik secara hardcopy maupun softcopy melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah bulan bersangkutan berakhir b. Apabila Pemda tidak menyampaikan laporan sebagaimana point a diatas, Menteri Keuangan dapat menunda penyaluran DBH dan/atau DAU. Sanksi berupa penundaan penyaluran DBH atau DAU pada minggu ketiga setiap tahap penyaluran bulan. Besar pengenaan sanksi penundaan sebesar 5% dari nilai DBH atau DAU (dipilih yang terbesar) pada tahap penyaluran. Pengenaan sanksi dilaksanakan secara efektif pada tahap penyaluran/bulan berikutnya. c. Dirjen Perimbangan Keuangan menetapkan daerah dan besaran penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk penerbitan SBN d. Daerah yang dimaksud pada point c diatas adalah daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar e. Penetapan tersebut dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum bulan Maret dan Juni berakhir f. Dirjen Perimbangan Keuangan menyampaikan surat penetapan daerah serta inforrmasi Rekening Surat Berharga Pemerintah Daerah kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang dilakukan paling lambat 6 (enam) hari kerja sebelum bulan Maret dan Juni berakhir sebagai persyaratan penerbitan SBN g. Surat penetapan tersebut mencakup informasi mengenai (i) nama daerah (ii) besaran DBH dan/atau DAU yang dikonversi (iii) Jenis atau sumber dana (iv) informasi Rekenung Surat Berharga Pemerintah Daerah pada sub-registry dan (v) Nomor Rekening Kas Umum Daerah h. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (KPA BUN) akan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) Konversi Penyaluran DBH dan/atau

86 DAU dalam bentuk SBN ke rekening Menteri Keuangan paling lambat 4 (empat) hari kerja sebelum bulan Maret dan Juni berakhir i. Berdasarkan SPM tersebut, Kepala Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) penyaluran DBH dalam bentuk SBN pada hari kerja terakhir bulan Maret dan Juni j. Berdasarkan SPM tersebut, Kepala Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) penyaluran DAU dalam bentuk SBN pada hari kerja pertama bulan April dan Juli Tabel B2.1 Timeline Penyaluran DBH dan DAU AGENDA Januari Februari Maret April Penyaluran DBH Penyaluran DAU Penyerahan data dari Pemda 7 HK 7 HK 7 HK 7 HK Penetapan Daerah & Besaran Penyaluran DBH dan DAU 7 HK Penyampaian Surat Penetapan Daerah 6 HK Penerbitan SPM 4 HK Penyaluran DBH 1 HK Penerbitan SP2D 1HK Tabel B2.2 Timeline Penyaluran DBH dan DAU AGENDA Mei Juni Juli Penyaluran DBH Penyaluran DAU Penyerahan data dari Pemda 7 HK 7 HK 7 HK Penetapan Daerah & Besaran Penyaluran DBH dan DAU 7 HK Penyampaian Surat Penetapan Daerah 6 HK Penerbitan SPM 4 HK Penyaluran DBH 1 HK Penerbitan SP2D 1HK PMK No. 235/PMK Tingkat imbal hasil (yield) SBN ditetapkan sebesar 5% dari tingkat suku bunga penempatan kas Pemerintah Pusat pada Bank Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya dan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen hingga jatuh tempo. Pelunasaan SBN dapat dilakukan pada saat jatuh tempo dan sebelum jatuh tempo (early redemption), dimana pelunasaan pada saat jatuh tempo dilakukan dengan pelunasan secara tunai atau penerbitan SBN seri baru. Sementara pelunasaan dengan mekanisme early redemption dilakukan dengan pelunasan secara tunai yang dapat dilakukan pada 1 (satu) atau 2 (dua) bulan sebelum SBN jatuh tempo. Dalam hal Pemda akan mengajukan early redemption, Pemda akan mengajukan surat permintaan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan paling lambat 1 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pelunasan SBN. Dirjen Perimbangan Keuangan akan menyampaikan persetujuan early redemption kepada Pemda paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.

87 Penerapan PMK tersebut dilandasi dengan besarnya nominal simpanan Pemda di perbankan yang akan berdampak pada inefisiensi pengelolaan anggaran dan berpotensi membebani sektor perbankan dengan peningkatan beban bunga yang perlu dibayarkan serta menyebabkan operasional di perbankan menjadi tidak efisien. Dari sisi Pemerintah Daerah, konversi tersebut berpotensi untuk mengurangi likuiditas anggaran Pemda dikarenakan dana tunai yang selama ini dikelola akan dirubah kedalam bentuk SBN, dan berpotensi menahan optimalisasi pendapatan Pemda yang berasal dari penerimaan bunga simpanan. Selanjutnya terdapat potensi keterlambatan pembayaran proyek apabila waktu pelunasan SBN baik regular maupun early redemption tidak sesuai (mismatch) dengan waktu pelunasan pembayaran kepada pihak ketiga. Serta potensi timbulnya risiko operasional terkait sumber daya untuk mengelola SBN agar sesuai kebutuhan dan memenuhi unsur governance. Bagi perbankan, penerapan peraturan ini membuat bank mengalami pengetatan likuiditas akibat konversi dana tunai yang selama ini diterima dikonversi ke dalam bentuk SBN. Konversi ini juga membuat kemampuan bank dalam memenuhi target dana yang diperlukan berkurang dan perlu mencari sumber pendaan lain melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan sebagainya. Hal ini terlihat dari struktur Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum di Provinsi Riau pada tahun 215 yang mencapai 2,96% secara rata-rata di empat triwulan 215. Pemilik Dana (Rp Miliar) Tabel B2.3 Porsi Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Riau I-215 II-215 III-215 IV-215 Rata-Rata Nominal Porsi (%) Nominal Porsi (%) Nominal Porsi (%) Nominal Porsi (%) Porsi (%) Pemerintah 16, , , , Swasta 8, , , , Lainnya Perorangan 42, , , , Total 66, , , , Pemberlakukan peraturan konversi DBH ini akan mengubah tatanan pengelolaan dana APBD utamanya pada aspek penerimaan Pemda yang berasal dari DBH dan DAU. Dalam masa transisi diperlukan sosialiasi dan pemahaman dari seluruh pihak terkait untuk memastikan tidak ada kegiatan operasional yang terhambat sebagai dampak perubahan likuiditas anggara. Dikarenakan secara nominal yang diterima oleh Pemda tidak akan mengalami perubahan signifikan karena PMK ini hanya mengubah mekanisme penyaluran dana perimbangan tanpa mengurangi substansi nominal yang disalurkan. Pemerintah pusat memmpertimbangkan pengelolaan APBD yang selama ini belum optimal dan terkonsentrasi di akhir tahun anggaran perlu dibenahi agar pelaksanaan program dan proyek dapat dijalankan secara berkelanjutan merata di setiap periode.

88 Dengan pengelolaan yang lebih optimal, pembangunan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat lebih baik. Selain itu, landasan diberlakukannya peraturan ini juga diharapkan dapat mendorong Pemda untuk lebih proaktif dalam penyusunan dan realisasi anggaran. Apabila hal tersebut telah dilakukan, sesuai PMK tersebut Pemerintah Daerah tidak akan menemui kendala dalam pelaksanaan program kerja di tahun berjalan. Daerah Tabel B2.4 Perhitungan Daerah Terkena Dampak Konversi DBH dan DAU Periode I Saldo Kas dan Setara Kas Kebutuhan Belanja Operasional (3 bln) Kebutuhan Belanja Modal (3 bln) 3% Kebutuhan Belanja Modal (3 bln) Rata-Rata 3% Kebutuhan Belanja Modal Nasional Kebutuhan Operasional dan Modal Sendiri (3 bln) Kebutuhan Operasional dan Kriteria Modal Rata-Rata Nasional (3 bln) A 5,,, 1,,, 1,,, 3,,, 1,92,, 4,,, 2,92,, A & B Terkena Dampak B 1,,, 5,, 5,,, 1,5,, 1,92,, 2,,, 2,42,, - Tidak Terkena Dampak C 2,7,, 7,, 7,,, 2,1,, 1,92,, 2,8,, 2,62,, B Terkena Dampak D 2,,, 4,, 4,,, 1,2,, 1,92,, 1,6,, 2,32,, A Terkena Dampak E 2,,, 6,, 6,,, 1,8,, 1,92,, 2,4,, 2,52,, - Tidak Terkena Dampak PMK No. 235/PMK Status Tabel B2.5 Perhitungan Daerah Terkena Dampak Konversi DBH dan DAU Periode II Daerah Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan 5% Kebutuhan Rata-Rata 5% Saldo Kas dan Belanja Operasional Operasional dan Belanja Modal Belanja Modal Kebutuhan Belanja Kriteria Setara Kas Operasional (3 dan Modal Modal Rata-Rata (3 bln) (3 bln) Modal Nasional bln) Sendiri (3 bln) Nasional (3 bln) Status A 5,,, 1,,, 1,,, 5,,, 3,2,, 6,,, 4,2,, B Terkena Dampak B 1,,, 5,, 5,,, 2,5,, 3,2,, 3,,, 3,7,, - Tidak Terkena Dampak C 2,7,, 7,, 7,,, 3,5,, 3,2,, 4,2,, 3,9,, - Tidak Terkena Dampak D 3,,, 4,, 4,,, 2,,, 3,2,, 2,4,, 3,6,, A Terkena Dampak E 4,,, 6,, 6,,, 3,,, 3,2,, 3,6,, 3,8,, A & B Terkena Dampak PMK No. 235/PMK.7.215

89 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada tahun 215 menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Dari beberapa indikator terkait menunjukkan terjadi penurunan kualitas ketenagakerjaan dan kesejahteraan antara lain kenaikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,56% di tahun 214 menjadi 7,83% di 215, serta penduduk miskin yang tercatat meningkat menjadi 8,82%. Kondisi tersebut diperkirakan sebagai dampak perlambatan ekonomi Riau khususnya subsektor perkebunan yang utamanya dirasakan oleh penduduk di perdesaan, dimana lapangan pekerjaan penduduknya terkonsentrasi di sektor pertanian. 68

90 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 215 menunjukkan dari 4,4 juta jiwa penduduk dengan usia 15 tahun ke atas, 2,8 juta atau 63,22% Riau (%) Grafik 5.1 Perkembangan TPT Riau dan Indonesia Feb Agt Feb Agt Feb Agt Riau Indonesia Sumber: BPS diantaranya merupakan angkatan kerja. Penyebaran angkatan kerja di Riau mayoritas (6,2%) berada di wilayah perdesaan. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan dari periode Februari 215 yang tercatat sebesar 4,19% menjadi 7,83% pada periode Agustus 215. Hal tersebut menunjukkan terjadi penurunan kondisi ketenagakerjaan Riau dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sehingga mengindikasikan terjadinya trend kenaikan angka pengangguran Riau. Trend kenaikan TPT Riau yang searah dengan pergerakan TPT Indonesia yang tercatat 6,18% di periode Agustus 215 mengindikasikan terjadinya penurunan ketenagakerjaan secara nasional sebagai salah satu dampak perlambatan ekonomi. Grafik 5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Agustus 215 Sumber: BPS Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT kedua tertinggi di Sumatera setelah provinsi Aceh. Sementara Jambi menjadi daerah dengan angka TPT terendah di Sumatera dengan angka 4,34%. Selain Kepulauan Riau, seluruh provinsi di Sumatera mengalami peningkatan TPT di tahun 215 yang diperkirakan sebagai dampak perlambatan perekonomian. Indonesia (%) 69

91 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tabel 5.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Agt Feb Agt Sumber: BPS Berdasarkan kategori daerah perkotaan dan perdesaan, jumlah angkatan kerja di daerah pedesaan sebanyak 1,7 juta jiwa, lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan yang tercatat hanya 1,1 juta jiwa. Namun angka TPT pedesaan hanya sebesar 6,9% atau lebih baik dari daerah perkotaan yang mencapai 9,25%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan. Tabel 5.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Perkotaan Perdesaan Kota & Desa Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan Total Sumber: BPS Dari sisi lapangan usaha, sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar Riau adalah sektor pertanian yang ditunjukkan dengan 42,61% angkatan kerja Riau bekerja di sektor yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Riau tersebut. Apabila dilihat secara spasial, sektor lapangan kerja di pedesaan terkonsentrasi di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yang menjadi mayoritas (64,12%), disusul oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan (11,39%) dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (11,25%). Ketiga sektor utama lapangan pekerjaan di pedesaan secara dominan menyerap 86,85% angkatan kerja. Sementara di perkotaan, lapangan pekerjaan relatif seimbang antara 3 (tiga) sektor utama yaitu perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi (34,59%) jasa kemasyarakatan, 7

92 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah sosial dan perorangan (26,7%) dan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan (9,21%) yang apabila diakumulasi menyerap 69,87% tenaga kerja perkotaan. Tingginya konsentrasi penyerapan tenaga kerja di salah satu sektor relatif menimbulkan ketergantungan yang tinggi dan berpotensi mengurangi daya tahan perekonomian masyarakat. Dari sisi tingkat pendidikan, penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja memiliki pendidikan mayoritas SD kebawah sebesar 37%. Golongan pendidikan menengah atas (SMP, SMA dan SMK) secara akumulasi memiliki porsi sebesar 51%, sementara untuk jenjang pendidikan tinggi (Diploma dan Universitas) tercatat hanya 12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyerapan lapangan pekerjaan di Riau mayoritas berlatar belakang pendidikan dasar dan menengah. Dari seluruh jenjang pendidikan kecuali Universitas, terjadi peningkatan angka TPT. Informasi tersebut menunjukkan penyerapan tenaga kerja untuk pendidikan tinggi mengalami perbaikan di tengah kondisi ketenagakerjaan yang memburuk. Grafik 5.3 Pendidikan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Grafik 5.4 Pendidikan Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: BPS 71

93 Jumlah Penduduk Miskin Riau (ribu) KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 3. Kesejahteraan Daerah 3.1. Penduduk Miskin Riau Provinsi Riau yang memiliki penduduk sebanyak 6,3 juta jiwa pada tahun 215 dan wilayah daerah seluas Km 2 memiliki penduduk miskin atau 8,82% dari seluruh populasi Riau. Angka tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 214 yang tercatat sebesar 7,99%. Kondisi tersebut diperkirakan sebagai salah satu dampak dari perlambatan ekonomi khususnya di Provinsi Riau di tengah kemerosotan kinerja migas dan kelapa sawit yang menjadi sektor unggulan Riau. Grafik 5.5 Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 5.6 Wilayah Penduduk Miskin Riau Jumlah Penduduk Miskin Riau (ribu) Jml Penduduk & Penduduk Presentase Penduduk Miskin (%) Sumber: BPS Grafik 5.7 Perkembangan Penduduk Miskin Riau Kota Desa Sumber: BPS Dilihat dari wilayah, penduduk miskin mayoritas berlokasi di daerah pedesaan sebanyak jiwa, jauh melebihi jumlah penduduk miskin di perkotaan yang tercatat hanya jiwa. Angka TPT pedesaan yang lebih rendah dibandingkan di perkotaan dengan tingkat kemiskinan di perdesaan lebih tinggi, hal tersebut menunjukkan sektor lapangan perkerjaan di perdesaan relatif memberikan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan. Kondisi tersebut berkaitan dengan sektor lapangan 72

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MEI 2017 FEBRUARI 2017 Gambar: Pasar Terapung Lok Baintan, Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan I-212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

Pariwisata Bahari Usulan KEK Sungailiat, Bangka cover belakang Sumber : FGD Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pariwisata Bahari Usulan KEK Sungailiat, Bangka cover belakang Sumber : FGD Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i FEBRUARI 2017 Edisi Februari 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

SURVEI PERBANKAN * perkiraan SURVEI PERBANKAN TRIWULAN IV-217 PERTUMBUHAN KREDIT TAHUN 218 DIPERKIRAKAN MENINGKAT Hasil Survei Perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada triwulan IV- 217 secara triwulanan (qtq) meningkat.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci