KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan III Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 14 Agustus 2015 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Mahdi Muhammad Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... ix Daftar Gambar... xiii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Boks 1 Kondisi Kelistrikan Provinsi Riau iv

6 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Provinsi 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Boks 2. Indeks Harga Produsen (IHP) VS Indeks Harga Konsumen (IHK) BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Bank Umum Perkembangan Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Penyediaan v

7 Daftar Isi HALAMAN 6.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Real Time Gross Settlement 59 BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja Boks 3. Penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Ketenagakerjaan BAB Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xvii vi

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau sisi penggunaan (yoy) Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral dengan migas (yoy,%) Tabel 3.1. Perkembangan DPK di provinsi Riau menurut kepemilikan (dalam Rp Juta) Tabel 3.2. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.3. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.4 NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw II-2015 Menurut Sektor Ekonomi Tabel 3.5 Perkembangan perbankan syariah Tabel 3.6. Perkembangan BPR/S Tabel3.7 Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan I-2015 dan Triwulan II-2015 (dalam Rp miliar) Tabel 3.8. Perkembangan Volume warkat BI-RTGS di Riau triwulan I-2015 dan triwulan II-2015 (dalam Rp juta) Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan II Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan II Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) vii

9 Daftar Tabel Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2015 (dalam%) Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan III viii

10 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 9 Grafik 1.2.PerkembanganIndeks Pengeluaran Saat Ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu Grafik 1.3.Pergerakan indeks penghasilan konsumen Grafik 1.4.Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.8. PerkembanganKredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.9. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik1.10.Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik1.11. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.12.Perkembangan Realisasi Investasi di Riau Grafik Perkembangan PMI Tiongkok Grafik1.14. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Grafik Perkembangan Subsektor Kelapa Sawit ix

11 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Grafik Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian Grafik Pencapaian Litting Minyak Bumi hingga Triwulan II Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian Provinsi Riau berdasarkan subsektor Grafik Perkembangan Stok CPO Dunia Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor berdasarka subsekor Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Rill Grafik Konsumsi Semen Riau Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi di Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3.Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy) Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II 2015 di Riau (qtq) Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw II Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II x

12 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II Grafik 2.13.Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik 2.14.Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuandi kota Pekanbaru Grafik Perkembangan inflasi Administered Price ( 39 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.5. Perkembangan jumlah rekening dana Grafik 3.6. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan Grafik 3.7. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy).. 45 Grafik 3.8. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq).. 45 Grafik 3.9. Perkembangan LDR di Provinsi Riau Grafik Perkembangan NPL di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Data Inflow Outflow Triwulan II Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan xi

13 Daftar Grafik Terhadap Inflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 4.1. Realisasi Sub komponen Belanja Modal Pemerintah Provinsi riau.. 65 Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran terbuka (TOT) Feb- Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb Grafik 5.3. Ttingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%) 69 Grafik 5.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 5.6. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Riau Grafik 5.7. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau Grafik 5.8. Inflasi Pedesaan Provinsi Riau Berdasarkan Kelompok Pengeluaran. 71 Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Mendatang Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 6.4. Perkembangan Lifting xii

14 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw II 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xiii

15 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV I II Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau 111,51 112,42 115,00 119,90 118,39 120,73 - Kota Pekanbaru 111,13 111,89 114,51 119,56 117,98 120,31 - Kota Dumai 111,27 112,62 115,02 119,60 118,50 120,83 - Kota Tembilahan 116,05 117,61 120,11 124,06 122,58 124,94 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau 7,75 6,59 5,81 8,65 6,17 7,39 - Kota Pekanbaru 7,38 6,17 5,50 8,53 6,16 7,53 - Kota Dumai 7,26 6,78 5,88 8,53 6,50 7,29 - Kota Tembilahan 12,59 10,64 8,91 10,06 5,63 6,23 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 3,93 2,90 2,67 1,05 (0,03) (2,64) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.988, , , , , ,71 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.442, , , , , ,68 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 407,21 351,21 380,77 299,12 303,88 276,28 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542,25 585,34 602,44 686,66 723,75 530,77 B. PERBANKAN Bank Umum INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV I II Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Giro Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek LDR - Lokasi Proyek (%) 123,05 119,08 112,71 116,51 112,46 107,03 Kredit (dalam Rp Juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) 89,02 83,34 80,43 81,51 78,77 76,70 - NPL (%) 3,32 3,54 3,57 3,46 3,64 4,16 Kredit UMKM (dalam Rp Juta) Mikro Kecil Menengah NPL MKM (%) 5,12 5,82 5,99 5,49 6,20 6,71 BPR Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek Rasio NPL (%) 15,47 15,78 15,56 13,75 14,45 13,84 LDR (%) 101,86 105,14 105,83 103,26 101,98 106,28 xv

16 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) I II III IV I II ( ) Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Volume Transaksi RTGS (lembar) Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Tolakan Cek/BG Kosong (dalam Rp Juta) Volume Tolakan Cek/BG Kosong Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong (dalam Rp Juta) Rata-rata Harian Cek/BG Kosong xvi

17 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau hingga semester I-2015 masih mengalami kontraksi, yaitu sebesar 1,37% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I lalu yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,03% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat tumbuh melambat dibandingkan triwulan I-2015 yaitu dari 4,71% (yoy) menjadi 4,67% (yoy). Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 utamanya bersumber dari 1

18 Ringkasan Eksekutif Perekonomia n Riau periode laporan tercatat mengalami kontraksi dibandingkan periode sebelumnya Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian; sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor tercatat melambat. Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian terkait dengan semakin menurunnya produktivitas sumur minyak existing. Sementara itu, penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan didorong oleh penurunan subsektor pertanian tanaman bahan makanan (TABAMA) akibat perubahan pola tanam dan perlambatan kinerja subsektor perkebunan akibat level harga komoditas yang masih rendah. Di sisi lain, sektor industri pengolahan dan sektor kontruksi tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih mampu tumbuhnya kedua sektor tersebut didorong oleh meningkatnya ekspor CPO dan terealisasinya belanja modal pemerintah sesuai dengan faktor musiman. Sementara, dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh masih menurunnya ekspor dan perlambatan investasi Pada triwulan III-2015, perekonomian Provinsi Riau diperkirakan masih mengalami kontraksi, namun relatif membaik dibandingkan triwulan II Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan III Meski demikian kontraksi sektor pertambangan dan penggalian masih berlanjut akibat kontraksi lifting minyak bumi. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Tumbuhnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan penurunan perekonomian dari sisi penggunaan Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan I-2015 yaitu dari 6,00% (yoy) menjadi 6,36% (yoy). Peningkatan konsumsi rumah tangga diperkirakan sejalan dengan meningkatnya konsumsi bulan Ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan. Meskipun demikian, masih berlanjutnya pelemahan harga komoditas mengakibatkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tidak optimal karena pelemahan daya beli masyarakat. Perkembangan investasi di Riau pada triwulan II-2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,33% (yoy) menjadi 1,24% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh menurunnya pertumbuhan jumlah dan 2

19 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif realisasi nilai proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 meskipun secara nilai mulai membaik. Ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami penurunan namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar 32,62% (yoy) menjadi kontraksi sebesar 19,08% (yoy). Masih cukup membaiknya ekspor didorong oleh peningkatan volume ekspor CPO. Sementara impor Provinsi Riau tercatat menurun, yakni kontraksi 7,10% (yoy) pada triwulan I-2015 menjadi kontraksi 8,11% (yoy). Hal ini utamanya didorong oleh penurunan impor barang intermedier dari tumbuh 30,27% (yoy) pada triwulan I-2015 menjadi kontraksi 7,63% (yoy). Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor pertambangan dan sektor pertanian. Peningkatan tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered price akibat peningkatan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada akhir Maret 2015 dan peningkatan volatile food Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi tertinggi sebesar 7,53% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan masing-masing 7,29% dan 6,23% Dari sisi sektoral, kinerja sektor utama Provinsi Riau pada triwulan II-2015 secara umum masih menunjukkan penurunan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor utama yang tercatat menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian (kontraksi 7,98%, yoy) dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (kontraksi 5,47%, yoy). Penurunan sektor pertambangan didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi, sementara penurunan sektor pertanian didorong oleh penurunan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. III. ASSESMEN INFLASI Inflasi Riau pada triwulan laporan adalah sebesar 7,39% (yoy), dengan demikian pencapaian inflasi Provinsi Riau di triwulan II-2015 masih berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2015 (4%±1%, yoy). Peningkatan tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered price akibat peningkatan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada akhir Maret 2015 yang lalu dan peningkatan kelompok volatile food akibat peningkatan harga bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah), daging ayam ras dan telur ayam ras. Menurut kota perhitungan inflasi, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yang mencapai 7,53% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan 3

20 Ringkasan Eksekutif masing-masing-masing 7,29% dan 6,23% (yoy). Pada ketiga kota tersebut, tekanan inflasi masih menunjukkan peningkatan. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan kredit Fungsi intermediasi perbankan Riau tercatat cukup baik. Hal ini terlihat dari stabilnya angka LDR bank umur dan meningkatnya angka LDR BPR/S IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 tercatat sebesar Rp98,45 triliun atau tumbuh 20,01% (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan aset perbankan di triwulan I-2015 yang sebesar 23,68%. Sejalan dengan hal tersebut, DPK dan kredit juga mengalami perlambatan. Pada triwulan II-2015, DPK bank umum tumbuh sebesar 15,83% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan kuartal sebelumnya yang sebesar 22,14%. Sedangkan pertumbuhan kredit di triwulan II-2015 tercatat sebesar 6,60% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan kuartal sebelumnya yang sebesar 7,83% (yoy). Hal yang sama terjadi pada perkembangan BPR/S. Aset BPR/S di triwulan II-2015 mengalami kontraksi sebesar 0,31%% (qtq), sementara di triwulan I-2015 tercatat tumbuh sebesar 2,53% (qtq). Sejalan dengan itu, pertumbuhan DPK BPR/S mengalami perlambatan dari 4,67% (qtq) di triwulan I-2015 menjadi 1,14% (qtq) di triwulan II Sementara kredit pada triwulan laporan meningkat dari Rp864,31 miliar menjadi Rp911,10 miliar atau tumbuh sebesar 5,41%. Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh melambat dibandingk an triwulan sebelumnya Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 berada pada kondisi yang stabil. Hal ini terlihat dari angka LDR sebesar 76,70%. Berbeda dengan BPR/S, LDR justru mengalami peningkatan dari 101,98% di triwulan sebelumnya menjadi 106,28% di triwulan II-2015 Penyaluran kredit bank umum kepada UMKM pada triwulan II-2015 mencapai Rp20,21 triliun, melambat dari 9,48% (yoy) menjadi 2,32% (yoy). Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit mencapai 37,42% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan pangsa 37,80%. Kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil dengan 4

21 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif nilai kredit sebesar Rp7,78 triliun, diikuti oleh usaha menengah dan mikro. Sejalan dengan perlambatan kredit, NPL kredit UMKM telah melampaui 5%, yakni mencapai 6,71%. Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini tercermin dari perkembangan aset perbankan syariah yang masih mengalami kontraksi dari 9,72% (yoy) di triwulan I-2015 menjadi 6,34% (yoy) di triwulan II Sementara, DPK juga masih mengalami kontraksi yaitu dari 10,80% di triwulan I-2015 menjadi 7,72% (yoy) di triwulan II Perkembangan BPR/S belum cukup menggembirakan, hal ini tercermin dari jumlah aset yang menurun sebesar 0,31% (qtq) dari Rp1,20 triliun menjadi Rp1,19 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah aset meningkat sebesar 8,65% (yoy). Menurunnya jumlah aset secara triwulanan sejalan dengan perlambatan DPK yaitu sebesar 1,14%. Keuangan Daerah Realisasi anggaran APBD pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya (34,48%). Realisasi anggaran pendapatan pemerintahan Provinsi Riau hingga triwulan II-2015 mencapai Rp3,77 triliun atau sebesar 43,21% dari total yang dianggarkan. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan realiasi pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,48 triliun atau tumbuh 34,84%. Sementara itu, pada sisi pengeluaran, realisasi anggaran belanja mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau tercatat sebesar Rp1,41 triliun atau sebesar 13,21% dari total yang dianggarkan. Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan II-2015 mencapai 43,21% atau sebesar Rp3,77 triliun. Secara spesifik, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar adalah komponen dana perimbangan yang terealisasi sebesar Rp1,82 triliun atau sebesar 43,39% dari total yang dianggarkan. 5

22 Ringkasan Eksekutif V. PROSPEK Perekonomian Daerah Prospek perekonomian Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan relatif meningkat yakni berada pada kisaran - 1,5%-(-0,5%) (yoy). Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2015 secara umum diperkirakan masih mengalami kontraksi namun relatif membaik dibandingkan triwulan II Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran (-1,5 s.d -0,5% (yoy)). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan III Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks keyakinan konsumen bulan Juli 2015 di Provinsi Riau yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU). Selain itu, indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang sesuai hasil SKDU juga menunjukkan peningkatan. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan meningkat, terkait dengan terealisasinya APBD Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan II Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Peningkatan permintaan CPO diperkirakan akan mendorong laju produksi perkebunan kelapa sawit setempat, meskipun tidak begitu optimal karena faktor cuaca di awal triwulan III 2015 yang memasuki musim kemarau. Selanjutnya, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan peningkatan permintaan ekspor dan menurunnya stok CPO dunia. 6

23 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Inflasi Proyeksi inflasi pada triwulan III 2015 diperkirakan mencapai 6,3%-6,8% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 6,3-6,8% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 1,3-1,8% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan III 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile foods. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan masih berasal dari faktor baseline kenaikan BBM pada tahun Selanjutnya, peningkatan inflasi volatile foods diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat permasalahan pasokan. Beberapa komoditas seperti beras, daging sapi, dan cabe merah mulai menunjukkan peningkatan sehingga berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok volatile food di triwulan mendatang. Namun, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas yaitu (i) nilai tukar rupiah yang masih terdepresiasi, (ii) rencana pemerintah menaikkan HET LPG dan (iii) El nino yang berpotensi mengganggu produksi daerah sentra pertanian. Namun di sisi lain, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu solusi dini TPID dan koordinasi kebijakan yang bersifat counter cydical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai rupiah yang dapat membantu mengurangi tekanan inflasi barang impor. 7

24 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau hingga semester I 2015 masih mengalami kontraksi, yaitu sebesar 1,37% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2015 lalu yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,03% (yoy) 1. Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat tumbuh melambat dibandingkan triwulan I 2015 yaitu dari 4,71% (yoy) menjadi 4,67% (yoy). 1 Revisi data oleh BPS. 8

25 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Sumber: BPS Penurunan ekonomi Riau pada triwulan II 2015 utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor tercatat melambat. Di sisi lain, sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian terkait dengan semakin menurunnya produktivitas sumur minyak existing. Sementara itu, penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan didorong oleh penurunan subsektor pertanian tanaman bahan makanan (TABAMA) akibat perubahan pola tanam dan perlambatan kinerja subsektor perkebunan akibat level harga komoditas yang masih rendah. Dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh masih menurunnya ekspor dan perlambatan investasi. Kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang berkelanjutan diperkirakan berdampak terhadap penurunan ekspor migas Provinsi Riau pada triwulan laporan, sementara ekspor non migas cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan investasi diperkirakan akibat pesimisme investor terhadap kondisi perekonomian dan penurunan harga komoditas utama di tingkat dunia akibat penurunan harga minyak dunia. 9

26 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II 2015 masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, dari sisi eksternal, penurunan impor juga mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Di sisi lain, penurunan kinerja ekspor yang masih berlanjut dan perlambatan investasi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan masih mengalami kontraksi. Belum membaiknya kondisi perekonomian global dan nasional menjadi penyebab turunnya kinerja kedua komponen ini. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Sektor I* II* III* IV* I(r)*** II*** Sumber Pertumbuhan (%) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT (0.07) (1.61) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (1.81) (3.68) (4.80) (4.45) (3.79) Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa (5.65) (37.93) 2.92 (32.62) (19.08) Impor Barang dan Jasa 3.60 (10.22) 0.99 (37.94) (13.01) (7.10) (8.11) Total (0.03) (2.64) (2.64) Ket: *) Data sementara ***) Data sangat sementara r) revisi Sumber: BPS Provinsi Riau 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Pengeluaran Saat ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu tangga Provinsi Riau pada triwulan II 2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan I 2015, yakni dari 6.00% (yoy) menjadi 6,36% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan sehubungan dengan masuknya bulan Ramadhan pada triwulan laporan. Kondisi ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia terkonfimasi dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia terkait perkembangan Indeks Pengeluaran Saat Ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu yang cenderung meningkat dibandingkan posisi 10

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional akhir triwulan I 2015, yaitu dari 175,4 pada Maret 2015 lalu menjadi 180 pada Juni 2015 (Grafik 1.2). Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 1.4. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Meskipun demikian, masih berlanjutnya pelemahan harga komoditas mengakibatkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tidak optimal seiring dengan terjadinya pelemahan daya beli masyarakat. Kondisi ini tercermin dari pergerakan Indeks Penghasilan Konsumen yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Hal ini juga tercermin dari pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 119,39 pada Maret 2015 lalu menjadi pada Juni Penurunan IKK didorong oleh penurunan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang berada di bawah level optimis dan perlambatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) (Grafik 1.3). Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Perumahan 11

28 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Peningkatan konsumsi juga tercermin dari peningkatan kredit konsumsi yang disalurkan untuk durable goods. Peningkatan penyaluran kredit konsumsi untuk durable goods utamanya didorong kredit untuk pemilikan furnitur dan peralatan rumah tangga. Hal ini diperkirakan sehubungan dengan kebiasaan masyarakat dalam menyambut Idul Fitri. Meskipun demikian, perkembangan kredit konsumsi bank umum di Provinsi Riau secara umum pada II 2015 mengalami perlambatan, yang utamanya didorong oleh penurunan kredit perumahan, kendaraan bermotor dan multiguna karena peningkatan suku bunga kredit dan pelemahan ekonomi. Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,93% (yoy) menjadi 5,18% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terjadi seiring dengan peningkatan realisasi belanja pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2, khususnya pemerintah Provinsi Riau yang telah terealisasi sebesar 13,26% dari total yang dianggarkan hingga triwulan II Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2 Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 buku kajian ini 12

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional Jumlah realisasi ini lebih besar dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar 12,76%, namun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi belanja triwulan II selama lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 21,21%. Berbeda dengan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan sebesar 1,61% (yoy) Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan II 2015 tercatat relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,33% (yoy) menjadi 1,24% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh menurunnya pertumbuhan jumlah dan realisasi nilai proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 meskipun secara nilai mulai membaik. Pada triwulan II 2015 jumlah proyek yang dilaksanakan di Riau mencapai 99 proyek. Sementara total nilai investasi pada triwulan II 2015 di Riau mencapai Rp4,47 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 43,11% (yoy). Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Meskipun demikian, secara triwulanan perkembangan investasi di provinsi Riau mengalami peningkatan sebesar 2,10% (qtq). Peningkatan ini juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dimana realisasi investasi pada triwulan II 2015 tercatat lebih baik dibandingkan triwulan I 2015, yaitu dari 1,83% menjadi 2,37%. Sementara itu, berdasarkan informasi dari contact liaison Bank Indonesia pada triwulan II 2015 investasi cenderung relatif stabil dimana secara umum investasi hanya berupa maintenance dan mayoritas bukan berupa investasi bangunan. 13

30 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Realisasi Investasi di Riau 2.3. Ekspor dan Impor Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BI Ekspor Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan masih mengalami penurunan namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar 32,62% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi kontraksi sebesar 19,08% (yoy) pada triwulan II Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan kinerja ekspor non migas, khususnya ekspor kelompok minyak dan lemak nabati, yang didominasi oleh CPO. Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Jenis Pangsa (%) yoy (%) I II 2014 I-15 II I-15 II-15 Makanan dan Hewan Bernyawa 1, (6.01) 4.92 Tembakau dan Minuman (2.57) Barang Mentah 2, (8.50) Bahan Bakar Mineral dan Peluma (64.29) (88.15) (81.47) Minyak dan Lemak Nabati 10, , , Bahan Kimia 1, (67.88) (38.74) Barang Manufaktur 1, (2.81) Mesin dan Peralatan , (100.00) (99.99) Hasil Olahan Manufaktur (92.26) (7.36) Koin, bukan mata uang Total 18, , , (4.49) (2.13) Di sisi lain, kinerja ekspor migas Provinsi Riau diperkirakan masih mengalami kontraksi. Hal ini diperkirakan seiring dengan kinerja sektor pertambangan dan penggalian yang masih mengalami kontraksi pada triwulan laporan. Masih berlanjutnya penurunan ekspor migas menyebabkan kinerja ekspor pada periode laporan tercatat masih mengalami kontraksi. 14

31 Kondisi Ekonomi Makro Regional Berdasarkan komoditasnya, peningkatan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan ekspor CPO dan karet. Peningkatan ekspor CPO disebabkan oleh meningkatnya permintaan CPO dunia sehubungan masuknya bulan Ramadhan pada triwulan laporan, terutama di wilayah Asia Selatan yang penduduk muslimnya cukup banyak. Sementara peningkatan ekspor karet diperkirakan akibat meningkatnya permintaan karet dari China dan perbaikan harga karet internasional meskipun masih terbatas. Peningkatan karet dari China dapat terlihat dari pergerakan PMI China pada triwulan II 2015 yang cenderung membaik dibandingkan triwulan I Grafik Perkembangan PMI Tiongkok Sementara itu, perkembangan ekspor pulp dan kertas pada triwulan II 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, melambatnya ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan didorong oleh pemenuhan kebutuhan domestik seiring dengan peningkatan kapasitas produksi dan pembuatan pabrik tisu. Di sisi lain, perkembangan ekspor batubara pada triwulan II 2015 masih tercatat mengalami kontraksi, meskipun sudah mulai mengalami tren perbaikan. Kondisi ini diperkirakan akibat perkembangan harga batubara dunia yang masih tertekan dan melemahnya permintaan, sehingga pengusaha masih menahan laju produksi. 15

32 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Berdasarkan negara tujuan ekspornya, peningkatan volume ekspor utamanya berasal dari peningkatan ekspor ke Tiongkok, India, dan MEE. Pada triwulan II 2015, volume ekspor ke Tiongkok, India, dan MEE masing-masing tercatat sebesar 891 ribu ton, 798 ribu ton, dan 570 ribu ton, atau tumbuh sebesar 14,20% (yoy), 48,31% (yoy), dan 31,77% (yoy). Peningkatan ekspor ke ketiga kawasan tersebut didominasi oleh ekspor CPO dan karet. Sementara ekspor ke ASEAN mengalami penurunan sebesar 2,20% (yoy) namun cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,79% (qtq). 16

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Peningkatan ekspor ke Tiongkok, India, dan MEE didorong oleh mulai menipisnya stok CPO dunia dan sehubungan dengan masuknya bulan Ramadhan dimana konsumsi CPO sebagai minyak goreng di negara dengan penduduk muslim yang cukup banyak seperti India cenderung meningkat. Selain itu, kekeringan akibat El Nino yang telah diisukan akan terjadi lebih awal dari yang diperkirakan juga mempengaruhi peningkatan permintaan CPO dunia Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan II 2015 tercatat menurun yakni dari kontraksi 7,10% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi kontraksi sebesar 8,11% (yoy). Penurunan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan berasal dari semua komponen impor. Penurunan impor utamanya terjadi pada komponen utama impor Provinsi Riau yaitu impor barang intermedier yang menurun signifikan dari tumbuh sebesar 30,27% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi kontraksi 7,63% (yoy) pada triwulan II Sementara itu, impor barang modal tercatat mengalami kontraksi sebesar 59,32% (yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi pada triwulan II 2015 masih mencatatkan pertumbuhan yang positif yakni sebesar 6,24% (yoy), namun melambat siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 145,38% (yoy). 17

34 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Penurunan impor pada triwulan II 2015 diperkirakan akibat pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berlanjut hingga akhir periode laporan dan menyentuh nilai Rp13.399,00 untuk kurs jual. Selain itu, pelemahan permintaan ekspor dan perekonomian lokal mengakibatkan tertahannya kegiatan investasi perusahaan setempat sehingga impor bahan baku juga mengalami penurunan. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II 2015 secara umum masih menunjukkan penurunan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor utama yang tercatat menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan 18

35 Kondisi Ekonomi Makro Regional dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi diperkirakan menahan laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan II Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Sumber Uraian I* II* III* IV* I(r)*** II*** Pertumbuha n (%) Pertanian, Kehutanan, Perikanan (5.74) (1.43) Petambangan dan Penggalian (4.09) (5.98) (5.38) (6.41) (8.68) (7.98) (2.07) Industri Pengolahan (0.41) Pengadaan Listrik Air, Pengolahan dan Gas (0.62) Sampah, Limbah, dan Daur Ulang (2.90) Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (2.17) (0.01) Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi (4.42) (0.04) Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4.43 (2.65) (0.13) Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB (0.03) (2.64) (2.64) Ket: *) Data sementara ***) Data sangat sementara r) revisi 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Sumber: BPS Provinsi Riau *) Data sementara,***) Data sangat sementara, r) revisi Berbeda dari historisnya, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan II 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,74% (yoy), menurun siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7.42% (yoy). Penurunan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan didorong oleh penurunan kinerja subsektor pertanian, peternakan, perburuan, 19

36 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional dan jasa pertanian yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,02% (yoy). Subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan dan memiliki share sebesar 17,46% terhadap perekonomian Provinsi Riau atau sebesar 68,64% dari total sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Penurunan kinerja subsektor pertanian, Grafik Perkembangan Kredit Subsektor peternakan, perburuan, dan jasa Perkebunan Kelapa Sawit pertanian diperkirakan akibat bergesernya pola musim tanam tanaman bahan makanan (TABAMA) yang terjadi secara bersamaan pada hampir seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini juga dikonfirmasi berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia terkait perkembangan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan juga tidak optimal disebabkan karena pengusaha masih menahan produksi karena kondisi perekonomian global dan nasional. Perkembangan kredit bank umum di Provinsi Riau kepada subsektor perkebunan juga mengalami perlambatan. Total kredit subsektor kelapa sawit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 mencapai Rp10,81 miliar atau tumbuh sebesar 10,29% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2015 yang mencapai 19,43% (yoy) atau sebesar Rp10,21 miliar. Berdasarkan informasi dari contact liaison, penurunan kinerja subsektor kehutanan dan penebangan kayu disebabkan oleh penurunan ukuran dan kualitas kayu yang ditebang. Akan tetapi, pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas dapat terpenuhi melalui impor dari daerah lain. Di sisi lain, perkembangan subsektor perikanan tercatat relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. 20

37 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Grafik Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan II 2015 tercatat relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari kontraksi sebesar 8.68% (yoy) menjadi kontraksi 7.98% (yoy). Hal ini diperkirakan akibat optimalisasi teknologi pertambangan minyak bumi yang dilakukan oleh pengusaha yakni berupa injeksi kuman atau injeksi kimia. Sementara itu, kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan miyak bumi dan gas bumi, namun tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan II 2015 yang berada di atas total lifting minyak bumi pulau Sumatera. Hingga triwulan II 2015, pencapaian lifting minyak bumi di Provinsi Riau mencapai ,8 ribu barel atau sebesar 300,59 ribu barel per hari. Pencapaian tersebut tercatat menurun sebesar 7,66% (yoy), dan relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 yang mengalami penurunan sebesar 7,20% (yoy). Sementara itu, pencapaian lifting gas bumi di Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 mencapai 9.446,20 ribu MMBTU (Million Metric British Thermal Unit) atau sebesar 40,63% dari target Lifting gas bumi Provinsi Riau mencapai 2,04% dari total lifting gas bumi Sumatera. 21

38 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Pencapaian Lifting Minyak Bumi hingga Triwulan II 2015 Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Sumber: ESDM Sumber: ESDM Meskipun demikian, kinerja lifting minyak bumi di Riau semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua dan minimnya penemuan Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan sumber cadangan minyak baru dan Penggalian Provinsi Riau berdasarkan yang produktif di Provinsi Riau. subsektor Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan menggunakan bahan-bahan kimia seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi. Selain keterbatasan Sumber: ESDM sumber cadangan minyak baru, perusahaan minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara 22

39 Kondisi Ekonomi Makro Regional peraturan beberapa pihak berwenang. Kondisi serupa juga terjadi pada perusahaan gas bumi yang ada di provinsi Riau. Di sisi lain, kinerja pertambangan batu bara mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh penurunan harga batu bara dunia dan melemahnya permintaan ekspor sehingga perusahaan cenderung menahan produksi. Hal ini terlihat dari penurunan ekspor batu bara Provinsi Riau pada triwulan laporan Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan II 2015 tercatat tumbuh sebesar 0,51% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,41% (yoy). Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan kinerja industri makanan dan minuman dan industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan reproduksi media rekaman. Peningkatan kinerja kedua sektor ini diperkirakan akibat mulai terealisasinya investasi kegiatan usaha pada triwulan laporan. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa realisasi perkembangan kegiatan usaha pada triwulan II 2015 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya subsektor industri pengolahan makanan dan minuman terjadi seiring dengan peningkatan ekspor CPO Provinsi Riau pada triwulan laporan. Masuknya bulan Ramadhan dan menipisnya stok CPO dunia mendorong peningkatan ekspor CPO. Peningkatan industri pengolahan karet, barang dari karet dan plastik disebabkan oleh peningkatan ekspor karet akibat peningkatan permintaan karet dari negara tujuan ekspor. Di sisi lain, penurunan kinerja industri batubara dan pengilangan migas yang masih berlanjut mengakibatkan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan tertahan. Menurunnya kinerja subsektor ini disebabkan oleh kinerja lifting minyak bumi, gas dan pertambangan batubara yang masih mengalami kontraksi hingga triwulan laporan. 3 Penjelasan terkait ekspor dapat dibaca pada bagian awal bab ini. 23

40 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Stok CPO Dunia Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Sumber: USDA Sumber : BPS Provinsi Riau 3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan II 2015 tercatat Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan dibandingkan berdasarkan subsektor triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,36% (yoy) menjadi 0,58% (yoy). Perlambatan pada sektor ini didorong oleh penurunan kinerja subsektor perdagangan perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya yang masih tercatat mengalami penurunan dari -3,79% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi -4,10% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat masih Sumber: BPS Provinsi Riau berlanjutnya depresiasi nilai rupiah sehingga biaya produksi dan pembelian bahan baku meningkat cukup tinggi dan berdampak terhadap peningkatan harga jual. 24

41 Kondisi Ekonomi Makro Regional Sementara itu, subsektor perdagangan Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan besar dan eceran, bukan mobil dan sepeda motor juga tercatat mengalami perlambatan dari 3,54% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 2,53% (yoy). Hal ini diperkirakan akibat pelemahan ekonomi global yang berdampak terhadap penurunan ekspor komoditas utama. Selain itu, perkembangan ekonomi lokal yang menurun juga mensinyalir penurunan daya beli Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI masyarakat sehingga kegiatan jual-beli tidak dapat tumbuh optimal. Perlambatan juga dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia dimana realisasi perkembangan kegiatan usaha sektor perdagangan pada triwulan II 2015 masih mengalami kontraksi meskipun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan subsektor, perlambatan Grafik Perkembangan kinerja sektor perdagangan didorong Pertumbuhan Subsektor Perdagangan oleh penurunan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,10% (yoy) pada triwulan II Penurunan kinerja subsektor ini diperkirakan akibat pelemahan nilai tukar rupiah sehingga impor bahan baku menurun dan terjadi peningkatan harga jual. Sementara itu, subsektor perdagangan besar dan eceran Sumber: BPS Provinsi Riau bukan mobil dan sepeda motor tercatat tumbuh melambat yaitu dari 3,54% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 2,53% (yoy) pada triwulan II Kondisi ini erat kaitannya dengan penurunan daya beli masyarakat setempat akibat harga komoditas yang masih rendah. 25

42 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Grafik Perkembangan Indeks Dilihat dari kredit perbankan, Penjualan Riil perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau pada triwulan II Perlambatan tersebut didorong oleh masih berlanjutnya kontraksi Sumber: Survei Pedagang Eceran BI penyaluran kredit pada subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau meskipun relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2015, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman dan tembakau mencapai Rp2,32 triliun atau turun sebesar 8,27% (yoy). Selain itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,44% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 12,98% (yoy). 26

43 Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1436H pada triwulan laporan menjadi faktor penahan laju perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Kondisi ini ditunjukkan oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia yaitu Indeks Penjualan Riil pada triwulan II 2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 96,40 menjadi 102,82. Peningkatan Indeks Penjualan Riil tertinggi terjadi pada perdagangan eceran makanan, minuman, dan tembakau, dan perdagangan eceran barang budaya dan rekreasi Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan II 2015 tercatat meningkat dibandingkan triwulan I Pertumbuhan sektor konstruksi di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 mencapai 5,07% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,59% (yoy). Grafik Konsumsi Semen Riau Peningkatan pertumbuhan konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan peningkatan konsumsi Sumber : Asosiasi Semen Indonesia semen yaitu dari 352 ribu ton pada triwulan I 2015 menjadi 403 ribu ton pada triwulan II Secara tahunan pertumbuhan konsumsi semen di Riau tercatat mengalami kontraksi sebesar 6,57% (yoy) setelah kontraksi sebesar 8,26% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor konstruksi diperkirakan juga akibat mulai terealisasinya proyek-proyek pemerintah setempat meskipun masih belum optimal 4. Di sisi lain, perlambatan ekonomi dan peningkatan suku bunga kredit menjadi penahan tumbuhnya sektor konstruksi terutama untuk konstruksi yang bersifat investasi dan konstruksi property residential pada triwulan laporan. 4 Pembahasan terkait realisasi APBD dapat dilihat pada Bab IV buku kajian ini. 27

44 Boks 1 KONDISI KELISTRIKAN PROVINSI RIAU Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Grafik B.1.1. Rasio Elektrifikasi Provinsi Riau Provinsi Riau belum terlaksana dengan Berdasarkan Kabupaten/Kota optimal. Hal ini tercermin dari rasio elektrifikasi Provinsi Riau pada tahun 2014 yang mencapai 85,19%. Tingkat rasio elektrifikasi tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan rasio elektrifikasi Sumatera yang mencapai 84,82%. Berdasarkan wilayahnya, rasio elektrifikasi tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Indragiri Hulu, dimana masing-masing tercatat memiliki rasio elektrifikasi sebesar Sumber: PLN Wil. Riau & Kepri 101,52% dan 97,22%. Sementara kabupaten dengan rasio elektrifikasi terendah di Provinsi Riau ialah Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hulu, yang tercatat memiliki rasio elektrifikasi sebesar 68,49% dan 60,43%. Target rasio elektrifikasi Provinsi Riau sampai dengan tahun 2020 mencapai 100%. Adapun rata-rata peningkatan kebutuhan listrik di Provinsi Riau setiap tahunnya sekitar 15% namun pengembangan kelistrikan yang terealisasi saat ini sekitar 11% sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi PLN setempat dalam memenuhi kebutuhan listrik yang kian bertambah. Untuk daerah perkotaan, pasokan listrik mayoritas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis seperti subsektor perhotelan, sedangkan daerah pinggiran kota sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri. Belum meratanya pemenuhan listrik di Provinsi Riau disebabkan karena pembangunan jaringan distribusi yang masih belum merata dan kapasitas pembangkit yang belum mencukupi. Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Sistem kelistrikan di Provinsi Riau sebagian besar dipasok dari Sistem Sumatera Utara dan Sumatera Bagian Selatan dan Tengah yang dijual dengan biaya transfer price. Adapun interkoneksi Kelistrikan di Riau memiliki daya mampu 425 Kit dengan beban puncak 530 MW. Sistem Kelistrikan di

45 PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau mencakup sistem interkoneksi 150 KV Sumatera dan Sistem Isolated. Sistem Interkoneksi tersebut mencakup pembangkitan yang dikelola PT. PLN (Persero) Kit Sumatera Selatan dan Kit Sumatera Utara, Penyaluran dikelola PT. PLN (Persero) P3B Sumatera, Distribusi oleh PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau serta Pembangkit berupa PLTA, PLTG, PLTMG, PLTU dan PLTD. Sedangkan sistem isolated terdiri dari Pembangkitan dan Distribusi yang dikelola PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau serta Pembangkit berupa PLTD (HSD), PLTMG, PLTMG CNG dan PLTS. Tabel B.1.1. Pemenuhan Listrik Riau dari Dari proyek nasional pembanguan Sistem Interkoneksi Sumatera MW yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, sebesar 1.483MW terdapat di Provinsi Riau, diantaranya yaitu proyek (i) PLTU Riau Kemitraan (2x600 MW), (ii) PLTGU Riau 250 MW, (iii) PLTMG Bengkalis (18 MW), dan (iv) PLTMG Selat Panjang-1 (15 MW). Proyek ini masih dalam tahap starting point dengan proses pelelangan yang masih berjalan ditengah masalah perizinan jalur transmisi. Sampai dengan akhir tahun 2015, diperkirakan proses pembangunan belum bisa dilaksanakan. Sumber: PLN Wil. Riau & Kepri Selain itu terkait dengan proyek Riau Kemitraan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia baru memasuki tahap penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) dengan PLN, PNB dan PTBA. Beberapa rencana pengembangan pembangkit listrik di Provinsi Riau untuk tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel B.1.2. Rencana Pengembangan Pembangkit di Provinsi Riau Sumber: PLN Wil Riau& Kepri

46 Salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pembangunan pembangkit listrik, ialah izin lahan di Pasir Putih yang masih belum selesai meskipun Gardu Induknya sudah dibangun. Proses perizinan dalam pembangunan listrik cukup panjang dan melibatkan stakeholder terkait di daerah dan di tingkat nasional. Oleh sebab itu, kemampuan manajemen dan sumber daya kontraktor yang bagus dibutuhkan dalam menghadapi sejumlah birokrasi perizinan yang tidak mudah. Selain itu, pembangunan PLTD yang di batasi ketersediaan mesin dan bahan bakar juga turut menjadi kendala. Di sisi lain, pembangunan pembangkit PLTU Tenayan Raya yang berkapasitas 100 MW ditargetkan dapat beroperasi pada Desember 2015 nanti. Pembangunan di Tenayan Raya ini sudah berjalan sejak tahun 2012 dan terdiri dari 2 unit yang mana unit 2 diharapkan dapat beroperasional tahun Sebagian besar pembangkit listrik di Provinsi Riau menggunakan bahan bakar High Speed Diesel/HSD (Solar) dengan persentase mencapai 70,36%. Namun jika dilihat dari tren nya, persentase penggunaan HSD semakin berkurang dari 85,88% pada tahun 2012 menjadi 70,36% pada tahun Sedangkan pemanfaatan BBG (Gas) terus meningkat setiap tahunnya dari 5,80% pada tahun 2012 menjadi 11,68% pada tahun Demikian juga dengan penggunaan bahan bakar batubara yang meningkat dari 8,32% tahun 2012 menjadi 12,90% tahun Dengan asumsi harga BBM USD.14 maka biaya penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) tersebut relatif sama dengan HSD (Solar) yang dibeli dengan harga non subsidi. Namun saat ini harga LNG dinilai relatif lebih murah karena sumbernya relatif lebih dekat dengan Provinsi Riau meskipun ketersediaan dan kenaikan harganya ke depan menjadi sesuatu yang harus di pertimbangkan. Berdasarkan hal tersebut, efisiensi biaya, lokasi sumber energi, kemudahan memperoleh dan waktu untuk pemenuhan energi pembangkit menjadi faktor-faktor yang menentukan bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit.

47 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan II 2015 berada pada level yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan II 2015 (yoy) 1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered prices akibat peningkatan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada akhir Maret 2015 yang lalu dan peningkatan kelompok volatile food akibat peningkatan harga bumbubumbuan (bawang merah dan cabai merah), daging ayam ras dan telur ayam ras. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 28

48 Perkembangan Inflasi Daerah Namun demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4%±1% (yoy). 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan II 2015 (yoy) tercatat sebesar 7,39%, meningkat dibandingkan posisi triwulan I 2015 yang mencapai 6,17%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari 6,38% pada triwulan I 2015 menjadi 7,26% pada triwulan II Bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan II 2015 juga tercatat lebih tinggi. Meskipun Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan II 2015 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4% ± 1%. Meskipun demikian, capaian inflasi Provinsi Riau hingga Juni 2015 dibandingkan akhir tahun 2014 lalu hanya tercatat sebesar 0,70% (ytd), sehingga target inflasi di akhir tahun 2015 diperkirakan akan tercapai. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw II 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Nasional 6,38 7,26 Riau 7,39 6,17 5,60 Tw I Tw II Avg Tw II ,54 Tw I Tw II Avg Tw II Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau disebabkan oleh meningkatnya tekanan dari kelompok administered price, akibat peningkatan harga BBM 2 yang terjadi pada akhir Maret 2015, diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan udara dan bahan bakar rumah tangga. Peningkatan harga yang terjadi pada kelompok volatile food 2 Pada tanggal 28 Maret 2015, harga Premium Ron 88 tercatat meningkat dari Rp6.800,- per liter menjadi Rp7.300,- per liter, sedangkan Solar meningkat dari Rp6.400,- menjadi Rp.6.900,-. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan harga minyak dunia dari USD $47,78/ barel menjadi USD $51,26/barel atau naik sebesar 7,28% (mtm) 29

49 Perkembangan Inflasi Daerah juga memberikan kontribusi peningkatan tingkat inflasi, yang bersumber dari peningkatan harga bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabe merah) seiring dengan menurunnya pasokan dari beberapa sentra produksi di Sumatera Barat dan Jawa akibat faktor cuaca, serta peningkatan harga daging dan telur ayam ras akibat adanya pembatasan Day Old Chicken (DOC). Sementara itu, inflasi core (inti) pada triwulan laporan relatif sedikit meningkat ditengah masih kuatnya tekanan eksternal juga menjadi faktor yang menambah tekanan inflasi Riau pada triwulan II Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 7,53% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan masing-masing-masing 7,29% dan 6,23% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) Nasional Riau Sumatera I II III IV I II III IV I II III IV I II % (yoy) Pekanbaru Tembilahan Dumai Riau I II III IV I II ,53 7,29 6,23 Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan inflasi secara tahunan pada triwulan II 2015 terutama berasal dari peningkatan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok transportasi komunikasi, yaitu masingmasing menyumbang sebesar 2,18%, 2,02%, 1,71%, dan 1,04% terhadap inflasi Riau. Sumbangan inflasi cukup rendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga, masing-masing berkontribusi 0,17% dan 0,19%. Inflasi tertinggi pada triwulan laporan dialami oleh kelompok makanan 30

50 Perkembangan Inflasi Daerah jadi yaitu 9,92% (yoy), diikuti bahan makanan dan kelompok perumahan masingmasing 8,89% dan 7,75% (yoy). Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok sandang yaitu sebesar 2,82% (yoy) dan 3,90% (yoy. Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) % (yoy) % (yoy) Tw I 2015 % (yoy) Tw II Kont.Tw I 2015 Kont.Tw I % Kontribusi 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi 0,0 Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari -1,25% (qtq) menjadi 1,97% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,99% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) % qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS, diolah Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan berasal dari meningkatnya harga-harga pada sub kelompok bumbu-bumbuan dan daging & hasilnya pada kelompok bahan makanan, dan sub kelompok transportasi pada 31

51 Perkembangan Inflasi Daerah kelompok transportasi dan komunikasi. Dilihat dari komoditasnya, maka peningkatan inflasi utamanya bersumber dari peningkatan harga beras, cabe merah, daging ayam ras, telur ayam ras, bensin, solar dan tarif angkutan udara. Beberapa upaya telah diambil oleh TPID di Riau untuk menahan peningkatan inflasi antara lain pengelolaan ekspektasi harga terutama meminimalisir dampak kenaikan harga BBM yaitu bekerja sama dengan Pertamina setempat dalam menjaga kecukupan stok BBM, melakukan pengawasan ketat terhadap pendistribusian LPG 3Kg, serta sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok terutama menjelang dan pada awal bulan Ramadhan (pada akhir periode triwulan II Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw II ,5 2,5 1,5 0,5 0,83 1,40 1,97 1,97 1,97 1,93 0,99 0,90 1,35 1,34-0,5 Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi terbesar terjadi di Kota Pekanbaru dan kota Dumai, keduanya mencapai tingkat inflasi triwulanan yang sama yaitu 1,97% (qtq). Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing mengalami deflasi -1,32% dan -0,92% (qtq) dan rata-rata inflasi triwulan II yang sebesar 0,90% dan 1,35% (qtq). Sementara itu Kota Tembilahan tercatat mengalami inflasi sebesar 1,93% (qtq), juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar - 1,19% (qtq). Secara umum, perkembangan inflasi ketiga kota yang disurvei secara triwulanan pada triwulan laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata historisnya ( ). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka inflasi triwulanan tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi masing-masing sebesar 3,92% dan 2,09% (qtq). Kelompok tersebut 32

52 Perkembangan Inflasi Daerah memberikan andil pada inflasi triwulan laporan yaitu mencapai 0,96% dan 0,43%. Sementara itu, kelompok transportasi komunikasi dan kelompok perumahan masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 1,77% dan 1,25% (qtq), keduanya memberikan andil inflasi yang sama yaitu sebesar 0,28%. Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II 2015 di Riau (qtq) % (qtq) % (qtq) Tw I 2015 % (qtq) Tw II Kont.Tw I 2015 Kont.Tw II 2015 % Kontribusi 1,5 4 1, Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Komunikasi 0,5 0,0-0,5-6 -1,0-8 -1,5 Sumber : BPS, diolah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan II 2015, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 7,53% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 6,16% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasinya. Peningkatan inflasi utamanya berasal dari peningkatan harga bahan makanan akibat terbatasnya pasokan bumbu-bumbuan (cabe merah dan bawang merah) dan daging ayam ras dan telur ayam ras, serta peningkatan harga BBM bersubsidi (peningkatan harga bensin) pada akhir Maret Peningkatan harga BBM juga direspon dengan peningkatan tarif angkutan udara pada April 2015 dan peningkatan bahan bakar rumah tangga. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok bahan makanan (10,16%, yoy) dan kelompok makanan jadi (9,63%, yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 6,76% dan 8,64% (yoy). Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan dan kelompok transportasi komunikasi yang mengalami inflasi 7,40% dan 6,86% (yoy). 33

53 Perkembangan Inflasi Daerah Sementara itu, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan rekreasi olahraga (2,38%,yoy) dan kelompok sandang (3,24%,yoy). Meski demikian kedua kelompok tersebut sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,10% dan 3,17%, yoy). Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II ( ) % (yoy) Sumber : BPS, diolah Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw II ( ) I II III IV I II III IV I II III IV I II Inflasi Kota Dumai % (qtq) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw II 2015 % (yoy) % (yoy) Tw II 2015 Kont.Tw II ,16 9, Bahan Makanan Makanan Jadi 7,40 3,24 4,77 2,38 % kontribus 6,86 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom 2,4 2,0 1,6 1,2 0,8 0,4 0,0 Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami peningkatan dari 6,50% (yoy) menjadi 7,29%(yoy). Tekanan inflasi kota Dumai tertinggi didorong oleh peningkatan inflasi kelompok makanan jadi yang berasal dari peningkatan harga rokok kretek filter dan rokok kretek yang diakibatkan oleh keterbatasan pasokan, serta peningkatan inflasi kelompok perumahan yang berasal dari peningkatan biaya sewa rumah akibat kebutuhan tempat tinggal yang terus meingkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain itu peningkatan harga juga terjadi pada sebagian besar komoditas bahan makanan antara lain bawang merah, cabai merah, dan daging ayam ras karena permasalahan pasokan, sehingga meningkatkan inflasi kelompok bahan makanan dari 4,47% (yoy) di triwulan lalu menjadi 5,24% (yoy) pada triwulan laporan. Inflasi cukup rendah terjadi pada kelompok pendidikan rekreasi olahraga yang sebesar 2,45% (yoy), dan memiliki pergerakan menurun dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,65% (yoy). 34

54 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II ( ) % (yoy) Sumber : BPS, diolah Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw II ( ) I II III IV I II III IV I II III IV I II % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II 2015 % (yoy) % (yoy) Tw II 2015 Kont.Tw II ,24 Bahan Makanan 12,88 Makanan Jadi 8,66 Sumber : BPS, diolah 6,94 2,45 4,17 % kontribusi 4,93 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom 2,8 2,4 2,0 1,6 1,2 0,8 0,4 0, Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi Riau yaitu mencapai 6,23% (yoy) pada triwulan II Searah dengan dua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya, maka peningkatan dialami oleh kelompok bahan makanan, kelompok transportasi komunikasi dan kelompok perumahan, masing-masing meningkat dari 2,53%, 3,85%, dan 9,60% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 3,73%, 6,15%, dan 9,60% (yoy) di triwulan II Dilihat berdasarkan subkelompok, penyumbang inflasi pada kelompok bahan makanan utamanya berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan (cabe merah, bawang merah, bawang putih), daging segar dan hasil hasilnya (daging ayam ras dan telur ayam ras), serta sebagian ikan segar (udang basah dan patin). Sementara itu pelambatan inflasi terjadi pada kelompok makanan jadi, kelompok kesehatan, serta kelompok pendidikan rekreasi olahraga. 35

55 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan I II III IV I II Sumber : BPS, diolah 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0 Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II 2015 % (yoy) % (yoy) Tw II 2015 Kont.Tw II 2015 % (qtq) 12 4,0 9, ,73 Bahan Makanan 7,39 Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah 4,51 2,22 5,14 % kontribusi 6,15 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom 2,8 2,4 2,0 1,6 1,2 0,8 0,4 0, Disagregasi Inflasi 3 (yoy) Peningkatan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh meningkatnya tekanan dari kelompok administered price, yang berasal dari peningkatan harga BBM bersubsidi pada bulan akhir Maret 2015 sehingga meningkatkan inflasi di triwulan II 2015, serta peningkatan yang terjadi pada kelompok volatile food (kelompok makanan bergejolak) yang dipicu oleh peningkatan harga bahan makanan terutama bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah), daging ayam ras dan telur ayam ras karena menurunnya pasokan. Sementara, tekanan inflasi kelompok core (inti) meskipun meningkat masih relatif terjaga. Faktor yang menyebabkan peningkatan inflasi inti terutama berasal dari kelompok perumahan akibat meningkatnya harga sewa rumah (di ketiga kota) dan harga beberapa bahan bangunan. 3 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 36

56 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) CPI Core Volatile Food Administered Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan II 2015 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015 karena peningkatan kelompok perumahan terutama sewa rumah, upah pembantu rumah tangga, bahan bakar rumah tangga, dan beberapa bahan bangunan. Masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga emas perhiasan domestik menahan peningkatan laju inflasi inti pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari mulai menurunnya inflasi tradables goods 4 pada triwulan laporan. Sementara inflasi kelompok non tradable goods 5 menjadi faktor yang mendorong peningkatan inflasi inti Riau pada triwulan laporan. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota Dumai. Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya. Meskipun demikian inflasi inti di ketiga kota Pekanbaru, Dumai, Tembilahan seluruhnya mengalami peningkatan. 4 Tradable goods merupakan barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 5 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 37

57 20 May July September November December February April June August October November January March May July 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Sumber : Bloomberg, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS, diolah Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan dan daging segar & hasil-hasilnya. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kedua kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras. Peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan dan keterbatasan pasokan dari daerah sentra produksi mendorong peningkatan harga pada komoditas tersebut. Sementara itu, masih berlanjutnya penurunan harga beras hingga triwulan II 2015 menahan laju peningkatan inflasi kelompok volatile food pada triwulan laporan. Ketersediaan pasokan beras yang mencukupi pasca musim panen raya beras dan penyaluran raskin yang optimal di triwulan I 2015 lalu menyebabkan penurunan harga beras terus terjadi hingga Idul Fitri 1436 H. 38

58 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru Rp/Kg Bawang Merah Lokal Bawang Putih Lokal Cabe Rawit Hijau Cabe Merah Keriting Januari Februari Maret April Mei Juni Sumber : BPS, diolah Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan kembali mengalami peningkatan setelah mengalami peurunan pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvei, maka peningkatan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan. Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered price disebabkan oleh peningkatan harga BBM bersubsidi (bendin dan solar) yang terjadi pada akhir Maret 2015, sehingga dampak inflasi baru terjadi pada bulan April Komoditas bensin pada bulan April menjadi andil inflasi terbesar di ketiga kota. Peningkatan tersebut berdampak langsung terhadap peningkatan tarif angkutan udara di kota Pekanbaru, serta penyesuaian tarif angkutan antar kota di kota Tembilahan pada bulan Mei Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BPS, diolah 39

59 Boks 2 INDEKS HARGA PRODUSEN VS INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) 1. Latar Belakang Perekonomian suatu Negara dikategorikan sebagai Negara maju, berkembang atau terbelakang tergantung dari indikator makro ekonomi Negara tersebut. Secara umum terdapat 3 (tiga) indikator makro ekonomi suatu Negara, yaitu: Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi dan tingkat pengangguran (unemployment). Sesuai dengan amanat UU No.6 Tahun 2009 perihal perubahan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank kestabilan harga barang dan jasa, serta kestabilan nilai tukar mata uang rupiah itu sendiri. Pengukuran tingkat inflasi di Indonesia terdapat 3 (tiga) indeks, yaitu: Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Indeks Deflator Produk Domestik Bruto (IDPDB). Sesuai penjelasan dalam web site BI untuk masing-masing indeks sebagai berikut: 1. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli Indeks Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. 3. IDPDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan Pengukuran tingkat inflasi di Indonesia dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan memperhitungkan tingkat kenaikan atau penurunan IHK. Dengan hanya memperhitungkan inflasi melalui IHK, maka kita hanya memperhitungkan inflasi dari satu sisi saja yaitu konsumen. Di sisi lain, terdapat pembelian barang dari produsen kepada pedagang antara, atau pedagang besar atau khusus produk-produk pertanian. Apabila kita hanya mengandalakan pengukuran inflasi yang berasal dari sisi konsumen, maka hasilnya dapat berpotensi bias karena transaksi harga juga terjadi di sisi produsen, baik barang maupun jasa. IHK akan berhasil apabila semua transaksi adalah dari produsen langsung ke konsumen. Namun,

60 dalam kondisi riil yang terjadi adalah kebanyakan melalui pedagang antara, sehingga di sini tercermin dengan adanya pasar. 2. Hubungan PPI dan CPI Di sisi lain terdapat indeks inflasi lain yaitu Production Price Index (PPI). Di Amerika, PPI dikenal sebagai Indeks Harga Grosir, atau Wholesale Price Index (WPI). PPI merupakan salah satu sstem perhitungsn inflasi untuk menyelidiki efek dari hukum tarif pada impor dan ekspor, pertumbuhan, perkembangan,. produksi, dan harga dari artikel pertanian dan diproduksi di rumah dan di luar negeri. Di Indonesia PPI dapat disimpulkan tergolong sebagai Indeks harga perdagangan Besar (IHPB). Idealnya antara IHPB dan IHK terdapat hubungan yang searah, dengan besaran berimbang. Hubungan antara IHPB dan IHK mekanismemya tertuang pada gambar 1, berikut ini: Gambar 1. Alur Kerja IHPB dan IHK Idealnya transaksi langsung dari produsen ke konsumen Produsen Pedagang Antara, Pedagang besar, Tengkulak, Ijon Indeks Harga Produsen Indeks Harga Konsumen Idealnya arah dan proporsi kenaikan/ penurunan IHP & IHK berimbang Konsumen Idealnya barang-barang hasil produksi langsung ditransaksikan ke tangan konsumen, sehingga harga yang terbentuk lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Mekanisme pasar merupakan kondisi yang menunjukkan pertemuan pedagang dengan konsumen, yang mana pedagang berfungsi sebagai mediator barang-barang hasil mengambil keuntungan dari dua sisi yakni produsen dan konsumen. Kelemahan mendasar dari IHPB sebagai berikut: a. Harga yang terbentuk adalah ketika barang sudah terdapat dipedagang besar atau grosir. Dalam hal ini harga yang terbentuk di produsennya langsung tidak tercermin terutama untuk barang intermedier dan barang akhir.. b. Produsen belum tentu semuanya berasal dari dalam negeri karena terdapat beberapa barang yang masih diimpor. Jumlah importir untuk komoditi tertentu sdh ditetapkan beberapa importee, sehingga pasarnya lebih bersifat oligopoli. Harga yang terbentuk lebih dominan ditentukan pedagang besarnya.

61 c. Semua variable cost pedagang besar, sehingga harga barang produksi yang terbentuk di pasar Kondisi ideal hubungan antara IHPB dan IHK seharusnya dapat mewakili kepentingan semua pelaku ekonomi dari produsen, pedagang antara sampai ke konsumen. Mekanismenya terdapat pada gambar 2 berikut ini: Gambar 2. Hubungan IHPB dan IHK IHPB/PPI IHK/CPI Arah Wajar/ Tidak Wajar -? - Wajar/ Tidak Wajar +? Besaran + 5% Wajar/ Tidak Wajar + 10%? IHPB = Indeks Harga Perdagangan Besar PPI = Production Price Index IHK = Indeks Harga Konsumen CPI = Consumer Price Index Arah, menentukan bahwa antara IHPB dan IHK seharusnya sama, artinya apabila IHPB positif (+), maka IHK seharusnya positif (+), atau sebaliknya. Apabila terjadi sebaliknya yakni, IHPB positif (+), namun IHK negatif (-). Hal ini akan menunjukkan hubungan yang kontradiktif antara produsen dengan konsumen. Pemain kuncinya adalah pedagang, yang lebih mengetahui kondisi di lapangan baik dengan produsem maupun konsumen. Besaran, menunjukkan berapa besaran (angka) yang pantas, sebagai pencerminan bahwa hubungan antara IHPB dan IHK masih dalam taraf tolerable. Secara umum baik arah maupun besaran, hubungan antara IHPB dan IHK belum ada literatur yang membahas secara spesifik tentang hal ini. Namun tidak ada salahnya kedua indikator inflasi tersebut, dapat kita sandingkan sebagai alat untuk saling melakukan monitoring diantara keduanya. Contoh: apabila IHPB arahnya positif (+), sedangkan IHK arahnya negatif (-), maka hal ini dapat dijadikan monitoring untuk menyelaraskan arah, sehingga inflasi secara keseluruhan menjadi lebih jelas arahnya. Demikian juga untuk besaran apakah spread 5%, 10%, 20 bahkan lebih dari 20% wajar atau tidak? Karena potensi spread yang besar dapat menimbulkan ekspektasi inflasi baik dari sisi produsen maupun konsumen menjadi ekspektasi negatif. Potensi yang terjadi adalah kenaikan inflasi akan semakin kurang terkendali.

62 3. Perbandingan IHPB/PPI dan IHK/CPI antara United State of America (USA) dan Indonesia Sebagai pembanding agar dapat melihat bagaimana arah dan besaran hubungan antara PPI dan CPI, maka akan analisis perbandingan 2 (dua) indikator inflasi tersebut yang terjadi di USA dan Indonesia. Perbandingan spread PPI dan CPI di USA tertuang pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Perbandingan Spread PPI dan CPI di USA Periode (%) Indeks PPI Finished Goods PPI Imtermediary Goods Crude Goods PPI Simple Average CPI Spread CPI-PPI Sumber : Beraue of Statistic USA Rentang spread terendah dan tertinggi antara PPI dan CPI di USA dalam kurun waktu 7 tahun, berkisar antara 1,4% - 7,3% atau sebesar 8,7%. Rentang PPI selama 7 tahun berkisar antara -3,5% - 3,0% atau sebesar 6,5%. Sedangkan rentang CPI selama 7 tahun berkisar antara 1,6% - 3,8% atau sebesar 2,2%. Artinya, arah PPI bergerak ke positif, sedangkan CPI arahnya positif. Dengan besaran rentang PPI lebih besar daripada CPI, hal ini mengindikasikan PPI lebih berfluktuasi daripada CPI. Apabila digolongkan ke dalam jenis inflasi, maka PPI dan CPI termasuk dalam inflasi rendah (>5%), karena ratarata inflasi selama 7 tahun untuk PPI sebesar 0,4% dan CPI sebesar 2,7%. Perbandingan spread PPI dan CPI di Indonesia tertuang pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Perbandingan Spread PPI dan CPI di Indonesia Periode (%) Indeks PPI Simple Average Suplai Domestik (30.1) PPI Simple Average Ekspor (34.8) PPI Simple Average (32.4) CPI Spread CPI-PPI Sumber : BPS Rentang spread terendah dan tertinggi antara PPI dan CPI di Indonesia dalam kurun waktu 7 tahun, berkisar antara 14,0% - 35,2% atau sebesar 49,2%. Rentang PPI selama 7 tahun berkisar antara -32,4% - 25,1% atau sebesar 57,5%. Sedangkan rentang CPI selama 7 tahun berkisar antara 2,8% - 11,1% atau sebesar 8,3%. Artinya, arah PPI berfluktuasi ke positif, sedangkan CPI arahnya positif. Dengan besaran rentang di PPI lebih besar daripada CPI, hal ini mengindikasikan PPI lebih berfluktuasi daripada CPI. Apabila digolongkan ke dalam jenis inflasi, maka PPI tergolong inflasi rendah (>5%) dan CPI tergolong inflasi sedang (5% - >10%), karena rata-rata inflasi selama 7 tahun untuk PPI sebesar 4,9% dan CPI sebesar 6,0%.

63 Berdasarkan angka inflasi IHPB/PPI lebih besar daripada IHK/CPI, namun kalau pembuktian secara nominal bisa jadi terjadi sebaliknya, yaitu kenaikan IHK/CPI lebih besar daripada IHPB/PPI. Contoh, sebagai mana tertuang pada tabel 3 berikut ini: Simulasi pada tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa IHPB/PPI naiknya sebesar 66,7% dengan kenaikan nominal Rp sedangkan IHK/CPI naiknya sebesar 50,0% dengan kenaikan nominal Rp hal ini menunjukkan besarnya angka kenaikan presentasi dari IHPB/PPI dan IHK/CPI, tidak mencerminkan kenaikan secara nominal. 4. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. IHPB/PPI dan IHK/CPI merupakan indikator inflasi yang perlu dimonitor secara paralel dan berkelanjutan karena keduanya saling melengkapi, walaupun untuk IHPB/PPI belum mencerminkan kondisi harga yang sebenarnya karena pedagang besar lebih dominan dalam menentukan harga. 2. Secara umum baik IHPB/PPI dan IHK/CPI yang terjadi di USA dan Indonesia menunjukkan IHPB/PPI lebih berfluktuasi daripada IHK/CPI. Hal ini disebabkan karena dalam content IHPB/PPI terdapat unsur barang atau jasa impor. Hal ini rentan terhadap volatilitas nilai kurs. 3. Walaupun secara angka IHPB/PPI lebih besar daripada IHK/CPI, namun secara nominal justru sebaliknya IHK/CPI dapat lebih besar daripada IHPB/PPI. Oleh sebab itu, perlunya IHPB/PPI dapat dijadikan penyeimbang tingkat inflasi pada IHK/CPI.

64 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan perbankan Provinsi Riau pada triwulan II-2015 relatif melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan baik aset, dana maupun kredit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit. Hal ini perlu menjadi perhatian serius perbankan untuk meningkatkan kontrol terhadap penyaluran kredit kepada nasabah. 40

65 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Aset Aset bank umum di Riau pada triwulan II-2015 tercatat sebesar Rp98,45 triliun, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 8,74% dan 20,01%. Peningkatan aset bank umum sejalan dengan meningkatnya dana yang dihimpun oleh perbankan sehingga mendorong peningkatan penyaluran kredit oleh bank umum. Namun demikian, pertumbuhan di triwulan II-2015 secara yoy melambat dibandingkan dengan pertumbuhan di triwulan I-2015 sebesar 23,68%. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kelompok kepemilikan, kontribusi terbesar terhadap perkembangan aset bank umum masih didominasi oleh kelompok pemerintah seperti periode-periode sebelumnya. Pada triwulan II-2015, aset bank umum yang berasal dari kelompok pemerintah tumbuh sebesar 27,24% (yoy) dengan nilai mencapai Rp73,16 triliun (pangsa 74,31% dari total aset). Namun demikian, pertumbuhan aset yang bersumber dari kelompok pemerintah pada triwulan laporan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 34,81% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan melambatnya penghimpunan DPK dan penyaluran kredit oleh perbankan di Provinsi Riau. 41

66 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 3.1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 tercatat mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing tumbuh sebesar 5,86% (qtq) dan 15,83% (yoy) dengan nilai mencapai Rp70,42 triliun. Komponen tabungan memiliki pangsa terbesar dalam DPK yaitu sebesar 39,32% nilai mencapai Rp27,69 triliun, kemudian diikuti oleh deposito dan giro masing-masing sebesar 38,95% dan 21,73%. Meskipun secara umum mengalami kenaikan, namun pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat melambat dibandingkan dengan triwulan I-2015 yang tumbuh 22,14% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh menurunnya komponen giro sebesar 9,27% (yoy) dan melambatnya pertumbuhan komponen deposito dari 66,91% (yoy) di triwulan I-2015 menjadi 61,41% (yoy) di triwulan II Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kepemilikannya, peningkatan DPK pada triwulan laporan didorong oleh meningkatnya dana milik swasta (pangsa 13,14%) sebesar 14,38% (qtq) dan pemerintah (pangsa 25,36%) sebesar 10,91% (qtq), sehingga masing-masing mencapai Rp9,26 triliun dan Rp17,86 triliun. Peningkatan dana milik swasta utamanya didorong oleh peningkatan dana milik perusahaan swasta dengan pangsa sebesar 88,47% dari total dana milik swasta. Sementara dana milik pemerintah utamanya didorong oleh peningkatan dana milik Pemerintah Daerah dengan pangsa sebesar 88,57% dari total dana milik pemerintah. Jika dilihat berdasarkan jenis simpanannya, meningkatnya dana milik swasta didorong oleh 42

67 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah peningkatan dana deposito sebesar 29,64% (qtq), kemudian diikuti oleh tabungan dan giro yaitu 9,07% dan 6,21% (qtq). Sementara, peningkatan dana milik pemerintah utamanya didorong oleh peningkatan deposito sebesar 27,73% (qtq), sedangkan jenis simpanan giro pemerintah mengalami penurunan sebesar 1,8% (qtq), penurunan ini secara dominan didorong oleh penurunan giro milik Pemerintah Daerah. Menurunnya giro pada triwulan laporan mengindikasikan bahwa pemerintah mulai meningkatkan realisasi belanjanya khususnya bagi Pemerintah Daerah dengan realisasi sebesar 13,21% hingga triwulan II Tabel 3.1. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpJuta) No Kepemilikan Growth Tw.II-2015 I II III IV I II yoy qtq Sektor Pemerintah ,75 10,91 1 Pemerintah Pusat (18,97) 0,83 2 Pemerintah Daerah ,89 14,36 3 Badan/ Lembaga Peme ,64-3,67 4 Badan Usaha Milik Neg (7,03) -11,98 5 Badan Usaha Milik Dae (11,82) -18,52 Sektor Swasta ,75 14,38 6 Perusahaan Asuransi (33,52) -20,17 7 Perusahaan Swasta ,31 16,96 8 Yayasan dan Badan So ,08-1,31 9 Koperasi ,53 1,60 10 Lainnya (28,95) -4,17 Perorangan ,70 2,30 Jumlah ,83 5,86 Sumber : Bank Indonesia Total rekening dana bank umum di Provinsi Riau di triwulan II-2015 mencapai , meningkat sebesar 1,84% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Grafik 3.5. Perkembangan Jumlah yang tercatat berjumlah Rekening Dana Jika di breakdown berdasarkan jenis Sumber : Bank Indonesia 4.1. Perkembangan Penyaluran Kredit simpanannya, jumlah rekening deposito tercatat tumbuh lebih tinggi yaitu mencapai 2,79% (qtq), kemudian diikuti oleh rekening tabungan dan rekening giro masingmasing tumbuh sebesar 1,84% dan 1,05% (qtq). Pada triwulan II-2015, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp54,01 triliun, meningkat dibandingkan penyaluran kredit triwulan 43

68 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,07% dan 6,60%. Sebagian besar kredit disalurkan oleh bank umum milik pemerintah yaitu sebesar Rp35,60 triliun (pangsa 65,91%), sedangkan Rp18,41 triliun disalurkan oleh bank umum milik swasta (pangsa 34,09%). Meskipun mengalami peningkatan, namun pertumbuhan kredit triwulan laporan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya penyaluran kredit diindikasikan sebagai dampak peningkatan suku bunga yang berpengaruh terhadap kegiatan investasi, konsumsi dan kegiatan usaha. Penyaluran kredit melalui bank umum milik pemerintah melambat dari 10,97% menjadi 9,44% (yoy), sementara bank umum milik swasta melambat dari 3,02% menjadi 1,50% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 3.2. Posisi Kredit Bank Umum di Provinsi Riau (dalam RpJuta) Keterangan Pertumbuhan Tw II-2015 I II III IV I II yoy (%) qtq (%) A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah ,44 4,09 2. Bank Swasta ,50 1,16 B. V a l u t a 1. Rupiah ,94 3,12 2. Valas ,03 1,06 T o t a l ,60 3,07 Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, dari jenis valutanya, dominan kredit disalurkan masih dalam mata uang rupiah yaitu mencapai Rp52,85 triliun, meningkat sebesar 6,94% (yoy) dan 3,12% (qtq). Sedangkan, penyaluran kredit dalam valas mencapai Rp1,16 triliun, meningkat sebesar 1,06% dibandingkan triwulan sebelumnya dan menurun sebesar 7,03% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Grafik 3.6. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Sumber : Bank Indonesia 44

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa 37,19% (atau sebesar Rp20,09 triliun), sedangkan pangsa kredit investasi dan modal kerja masing-masing 31,71% dan 31,11%. Grafik 3.7. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) Grafik 3.8. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit produktif tercatat sebesar 3,45% (qtq) atau secara tahunan tumbuh 6,31% (yoy), sementara kredit konsumsi tumbuh sebesar 2,44% (qtq) atau tumbuh 7,09% (yoy). Meski demikian, pertumbuhan pada kredit investasi tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,97% menjadi 5,11% (yoy). Begitu halnya kredit konsumsi melambat dari 8,12% menjadi 7,09% (yoy) dan kredit modal kerja melambat dari 8,12% menjadi 7,56% (yoy). Melambatnya kredit investasi disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit pada sektor pertanian, perburuan dan kehutanan (pangsa 49,00% dari total kredit investasi) dari 11,24% menjadi 5,44% (yoy). Selain itu, juga terjadi penurunan penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran hanya tumbuh 3,10% (yoy) dan sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh 6,84% (yoy). Kondisi ini menunjukkan terjadinya perlambatan kinerja pada ketiga sektor tersebut yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan kredit investasi. 3. Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 berada pada kondisi yang stabil. Hal ini terlihat dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di angka 76,70% meskipun sedikit menurun dibandingkan dengan angka LDR triwulan sebelumnya sebesar 78,77%. Menurunnya angka LDR pada periode laporan sejalan dengan pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan DPK. 45

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Namun demikian, masih cukup stabilnya LDR menunjukkan performa bank umum di Provinsi Riau pada periode laporan masih cukup baik. Grafik 3.9. Perkembangan LDR di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari meningkatnya Non Performing Loan (NPL) yaitu dari 3,65% menjadi 4,16% dan angka tersebut mulai mendekati batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat secara sektoral, diketahui bahwa sektor kontruksi masih mengalami NPL tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 8,98%, namun sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,37%. Tingginya NPL pada sektor tersebut utamanya didorong oleh kredit 46

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah bermasalah pada subsektor kontruksi gedung (pangsa 19,18%) dan penyiapan lahan (pangsa 13,07%). Meskipun tercatat paling tinggi, namun pangsa penyaluran kredit ke sektor ini relatif kecil (3,47%), sehingga belum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap NPL secara umum. Selanjutnya, beberapa sektor lain yang memiliki NPL cukup tinggi pada triwulan laporan yaitu sektor jasa dunia usaha (8,86%), sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi (7,81%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,35%). Dari ketiga sektor tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan kredit dan NPL (masing-masing memiliki pangsa 21,24% terhadap kredit dan 32,38% terhadap NPL), khususnya pada subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau. 4. Stabilitas Sistem Keuangan 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Secara sektoral, kredit yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau masih terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan. Nilai kredit yang disalurkan pada triwulan II-2015 masing-masing sebesar Rp11,87 triliun (pangsa 21,98%) dan Rp11,47 triliun (pangsa 21,24%). Penyaluran kredit pada sektor pertanian meningkat sebesar 3,73% (qtq) atau tumbuh 9,70% (yoy). Subsektor perkebunan kelapa sawit mendominasi penyerapan kredit pada sektor pertanian dengan pangsa 91,07% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp10,81 triliun, diikuti dengan subsektor perkebunan karet dan penghasil getah lainnya dengan pangsa sebesar 3,72% atau sebesar Rp441,13 miliar. Penyerapan yang besar pada subsektor kelapa sawit tidak terlepas dari karakteristik sektor utama Provinsi Riau serta masih prospektifnya sektor tersebut. Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpJuta) Tw II-2015 No. Sektor Ekonomi yoy I II III IV I II Pangsa (%) qtq (%) 1 Pertanian ,98 9,70 3,73 2 Pertambangan ,92 94,60 27,27 3 Perindustrian ,18 15,39 5,37 4 Listrik, Gas dan Air ,19 0,87 (7,43) 5 Konstruksi ,47 21,35 6,78 6 Perdag., Resto. & Hotel ,24 1,47 2,37 7 Pengangkutan, Pergud ,91 (1,35) (2,64) 8 Jasa-jasa ,86 1,23 4,01 9 Lain-lain ,24 6,47 2,36 Jumlah ,00 6,60 3,07 Sumber : Bank Indonesia 47

72 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Selanjutnya, penyerapan kredit pada sektor perdagangan meningkat sebesar 2,37% (qtq) atau secara tahunan tumbuh 1,47% (yoy). Subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau mendominasi penyerapan kredit pada sektor perdagangan dengan pangsa sebesar 20,25% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,32 triliun, diikuti subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit dengan pangsa sebesar 5,61% atau sebesar Rp642,96 miliar. Meskipun kredit kedua sektor tersebut mengalami peningkatan, namun pertumbuhan pada triwulan laporan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit sektor pertanian melambat dari 16,56% menjadi 9,70% (yoy), sedangkan sektor perdagangan melambat dari 3,11% menjadi 1,47% (yoy). Grafik Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Sumber : Bloombreg dan Disbun Provinsi Riau Kualitas kredit sektor pertanian dan perdagangan tercatat tidak sebaik triwulan sebelumnya. NPL sektor perdagangan meningkat dari 5,93% menjadi 6,35%, sedangkan sektor pertanian meningkat dari 2,67% menjadi 2,89%. Tertahannya perbaikan NPL diakibatkan rendahnya kualitas kredit pada subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau sebesar Rp250,89 miliar akibat rendahnya daya beli masyarakat dan subsektor perkebunan kelapa sawit sebesar Rp300,73 miliar akibat melemahnya harga komoditas utama kelapa sawit. 48

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Konsumsi masyarakat Provinsi Riau triwulan laporan semakin menunjukkan penurunan, hal ini tercermin dari kredit konsumsi yang mengalami perlambatan dari 8,12% pada triwulan I-2015 menjadi 7,09% di triwulan II Hal ini juga mencerminkan semakin rendahnya daya beli masyarakat. Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Sumber : Bank Indonesia Rendahnya daya beli masyarakat juga tercermin dari rendahnya permintaan masyarakat terhadap perumahan dan kendaraan. Kredit perumahan pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp7,09 triliun, mengalami kontraksi dibandingkan dengan triwulan I-2015 yang tercatat tumbuh sebesar 6,02% (yoy). Kontraksi kredit perumahan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh menurunnya kredit kepemilikan flat atau apartemen tipe di atas 70 dan kredit rumah tangga untuk kepemilikan flat atau apartemen s.d tipe 21. Selanjutnya, kredit kendaraan bermotor masih menunjukkan kontraksi sebesar 9,50%. Masih terkontraksinya kredit kendaraan bermotor diindikasikan sebagai dampak pelemahan nilai tukar rupiah serta menurunnya harga komoditas internasional yang mengakibatkan rendahnya daya beli masyarakat yang mendorong penurunan penjualan kendaraan bermotor. Namun, untuk meningkatkan perkembangan kredit properti dan kendaraan, Bank Indonesia mengambil kebijakan dengan menyesuaikan PBI tentang Loan to Value (LTV), meskipun belum memberikan dampak terhadap pertumbuhan kredit properti dan kendaraan. 49

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Rendahnya daya beli masyarakat juga tercermin dari kredit multiguna yang mengalami perlambatan yaitu dari 25,05% (yoy) di triwulan I-2015 menjadi 21,79% (yoy) di triwulan II Namun demikian, kredit durable goods masih menunjukkan peningkatan sebesar 21,21%, peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh faktor hari raya keagamaan dimana masyarakat cenderung mengganti perabotan yang lama dengan perabotan yang baru Ketahanan Sektor UMKM Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 mencapai Rp20,21 triliun, meningkat sebesar 2,03% (qtq) dan 2,32% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit mencapai 37,42% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan pangsa sebesar 37.80%. Jika dilihat secara spesifik, penyerapan kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil 50

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah dengan nilai kredit sebesar Rp7,78 triliun, diikuti oleh usaha menengah dan mikro masing-masing dengan nilai kredit sebesar Rp6,91 triliun dan Rp5,53 triliun. Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Sumber : Bank Indonesia Penyaluran kredit pada usaha kecil tercatat tumbuh paling tinggi dibandingkan penyaluran kredit pada usaha mikro dan menengah. Pada triwulan laporan, kredit usaha kecil tumbuh sebesar 6,81% (yoy), diikuti kredit usaha mikro yang tumbuh sebesar 6,16% (yoy). Meskipun meningkat, namun secara umum penyaluran kredit UMKM melambat cukup rendah dari 9,48% menjadi 2,32% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit UMKM utamanya didorong oleh perlambatan kredit usaha mikro dari 23,42% menjadi 6,16% (yoy) serta kontraksi yang lebih dalam pada kredit usaha menengah sebesar 4,93%. Tabel 3.4. Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw.II-2015 Menurut Sektor Ekonomi No. Sektor Ekonomi Growth Tw II 2015 (%) Pangsa I II III IV I II yoy qtq Tw II- 1 Pertanian ,33 4,47 34,41 2 Pertambangan ,31 17,61 0,92 3 Perindustrian ,34 (16,05) 1,93 4 Listrik, Gas dan Air (4,57) (7,81) 0,49 5 Konstruksi (1,53) 0,08 5,25 6 Perdag., Resto. & H (1,21) 2,10 42,72 7 Pengangkutan, Pe (25,89) (1,54) 3,50 8 Jasa-jasa (0,99) 0,10 10,72 9 Lain-lain (90,81) (45,14) 0,06 Jumlah ,32 2,03 100,00 Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau didominasi oleh sektor perdagangan dan pertanian yaitu masingmasing Rp8,63 triliun (pangsa 42,72%) dan Rp6,96 triliun (pangsa 34,41%). Namun demikian, kredit sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 13,33% (yoy) sedangkan perdagangan kontraksi sebesar 1,21% (yoy). 51

76 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Pada sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau sebesar Rp2,23 triliun, sedangkan pada sektor pertanian, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh subsektor perkebunan kelapa sawit sebesar Rp6,18 triliun. Kondisi tersebut sejalan dengan karakteristik sektor utama di Provinsi Riau. Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Sumber : Bank Indonesia Kualitas kredit UMKM triwulan laporan tercatat tidak sebaik triwulan sebelumnya. Secara umum, NPL kredit UMKM meningkat dari 6,20% menjadi 6,71%. Angka NPL tersebut telah melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian perbankan untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. 5. Perkembangan Perbankan Syariah Kondisi perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Aset dan DPK perbankan syariah pada triwulan II-2015 masing-masing tercatat sebesar Rp4,82 triliun dan Rp3,46 triliun. Aset perbankan syariah mengalami penurunan sebesar 6,34 (yoy), namun meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,37%. Menurunnya aset perbankan syariah secara tahunan sejalan dengan penurunan DPK yang tercatat sebesar 7,72%, namun meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,60%. Sejalan dengan hal tersebut, pangsa aset perbankan syariah di Provinsi Riau terhadap total aset perbankan tercatat sebesar 4,84%, lebih rendah dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,04%. 52

77 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sumber : Bank Indonesia Tabel 3.5. Perkembangan Perbankan Syariah No. Keterangan IV I II III IV I II yoy qtq 1 Jumlah Bank Aset ,34 4,37 3 DPK ,72 1,60 4 Pembiayaan ,22-1,25 5 NPF 4,01% 4,76% 5,25% 5,04% 4,70% 5,51% 6,11% 6 FDR 90,34% 87,03% 90,95% 95,48% 99,23% 101,18% 98,34% Intermediasi perbankan syariah tercatat mengalami penurunan, hal ini tercermin dari penurunan rasio FDR yaitu dari 101,18% di triwulan I-2015 menjadi 98,34% di triwulan II Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah pada periode laporan tercatat sebesar Rp3,40 triliun, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,25% (qtq) maupun dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,22% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, pembiayaan lebih besar disalurkan pada jenis pembiayaan konsumsi yang tercatat sebesar Rp1,70 triliun dengan pangsa 49,86%, sedangkan pembiayaan produktif tercatat sebesar Rp1,69 triliun dengan pangsa 49,57%. Secara sektoral, sebagian besar pembiayaan perbankan syariah disalurkan pada sektor pertanian dan sektor perdagangan masing-masing sebesar Rp414 miliar dan Rp404 miliar. Namun, penyaluran pembiayaan di sektor pertanian menurun sebesar 3,50% (yoy), sedangkan sektor perdagangan masih menunjukkan kinerja positif sebesar 3,13 (yoy). Pembiayaan sektor lain yang juga relatif besar adalah sektor kontruksi sebesar Rp259,06 miliar dan sektor jasa dunia usaha sebesar Rp205,92 miliar. Meskipun pembiayaan tercatat menurun, namun kualitas pembiayaan perbankan syariah tercatat menurun, hal ini tercermin dari meningkatnya rasio NPF pada triwulan laporan menjadi 6,11% dari 5,51% pada periode sebelumnya. Tingkat NPF tersebut sudah berada di atas batas atas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Hal ini perlu menjadi perhatian perbankan syariah untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. 53

78 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, perkembangan BPR/S di Provinsi Riau belum cukup menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari jumlah aset yang menurun sebesar 0,31% (qtq) dari Rp1,20 triliun menjadi Rp1,19 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah aset meningkat sebesar 8,65% (yoy). Menurunnya jumlah aset secara triwulanan sejalan dengan perlambatan DPK yaitu dari 4,67% menjadi 1,14% (qtq). Hal ini menunjukkan semakin menurunnya penghimpunan dana khususnya pada jenis tabungan dari Rp364,63 miliar menjadi Rp349,23 miliar. Keterangan Tabel 3.6. Perkembangan BPR/S I II III IV I II 1. Asset DPK Tabungan Deposito Kredit NPL (nominal) Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat dari sisi kredit, meskipun jumlah dana yang dihimpun mengalami penurunan, namun penyaluran kredit pada triwulan laporan meningkat dari Rp864,31 miliar menjadi Rp911,10 miliar. Penyaluran kredit terbesar terdapat pada sektor pertanian dan perdagangan masing-masing sebesar Rp271,37 miliar (pangsa 29,78%) dan Rp220,03 miliar (pangsa 14,15%). Meskipun, kualitas kredit tercatat semakin membaik, namun masih berada di batas atas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. NPLs BPR/S tercatat menurun dari 14,45% menjadi 13,84% dan hal ini perlu menjadi perhatian bagi pihak bank. Peningkatan jumlah kredit mencerminkan bahwa penghimpunan dana pihak ketiga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan, hal ini terlihat dari meningkatnya LDR BPR/S dari 101,98% triwulan sebelumnya menjadi 106,28% triwulan II LDR 101,86% 105,14% 105,83% 103,26% 101,98% 106,28% 6. NPLs 15,47% 15,78% 15,56% 13,75% 14,45% 13,84% 54

79 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 7. Perkembangan Transaksi Pembayaran 7.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan II-2015 mengalami net outflow, tidak jauh berbeda dengan beberapa kondisi historis sebelumnya. Hal ini utamanya di dorong oleh peningkatan outflow yang diikuti dengan penurunan inflow. Meningkatnya outflow pada triwulan laporan diperkirakan karena faktor musiman dimana konsumsi masyarakat meningkat memasuki bulan Ramadhan, menyambut Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah sehingga masyarakat lebih banyak melakukan penarikan secara tunai. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai melalui kliring mengalami penurunan, hal ini sejalan dengan preferensi masyarakat terhadap transaksi RTGS yang lebih cepat. Transaksi melalui RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow) 1. Jika dilihat dari sisi outflow, pada triwulan laporan terjadi kenaikan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp1,69 triliun menjadi Rp3,98 triliun atau sebesar 135,97%. Meningkatnya outflow pada triwulan laporan merupakan faktor musiman dimana konsumsi masyarakat meningkat memasuki bulan Ramadhan, menyambut Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah. Jika dilihat tren triwulan II selama 5 tahun, outflow pada triwulan laporan merupakan yang tertinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat di Provinsi Riau mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. 1 Inflow-Outflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau untuk perbankan di Riau 55

80 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik DataInflow-Outflow Tw.II Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, dari sisi inflow terjadi penurunan sebesar 21,84% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp1,80 triliun menjadi Rp1,41. Namun, meskipun demikian, masih meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya inflow sejalan dengan konsumsi masyarakat yang tinggi pada triwulan laporan. Berdasarkan hal tersebut, maka pada triwulan laporan Provinsi Riau mengalami net outflow sebesar Rp2,58 triliun Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Sebagai salah satu bentuk upaya Bank Indonesia dalam memenuhi uang kartal layak edar (fit for circulation) kepada masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Pada triwulan laporan,jumlah UTLE yang dimusnahkan tercatat sebesar Rp303,60 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp185,73 miliar (63,46%). Cukup besarnya UTLE pada triwulan laporan secara dominan disebabkan oleh setoran UTLE perbankan sebagai bentuk upaya dalam menyediakan uang layak edar kepada nasabahnya khususnya memasuki hari besar keagamaan. Namun demikian, jika dilihat secara semesteran, UTLE pada semester I-2015 tercatat sebesar Rp244,66 miliar, lebih rendah dibandingkan semester I-2014 yang 56

81 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah tercatat sebesar Rp698,29. Penurunan UTLE secara semesteran menunjukkan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat dalam memperlakukan uang. Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah tidak asli sebanyak 202 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 123 lembar. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia 57

82 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau terdiri dari 88 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 110 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu, 2 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu, 1 lembar menyerupai pecahan Rp10 ribu dan 1 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diaraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat dapat terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya baikdari sisi nominal maupun jumlah warkat. Jika dilihat dari sisi nominal,terjadi penurunan sebesar 24,74% yaitu dari Rp7,88 triliun menjadi Rp5,93 triliun. Sementara, dari sisi penggunaan warkat, terjadi penurunan sebesar 34,99% yaitu dari 254 lembar menjadi 165 lembar. Menurunnya nominal dan jumlah warkat kliring pada periode laporan diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya preferensi masyarakat terhadap transaksi pembayaran non tunai melalui BI-RTGS yang transaksinya lebih cepat. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia 58

83 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Real Time Gross Settlement (RTGS) Nilai transaksi masyarakat di Provinsi Riau melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan II-2015 tercatat sebesar Rp109,60 triliun, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp89,64 triliun (22,27%). Meningkatnya nominal transaksi sejalan dengan peningkatan jumlah warkat yang digunakan. Pada triwulan laporan, jumlah warkat yang digunakan tercatat sebesar lembar, meningkat sebesar 4,06% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar lembar.kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata transaksi warkat mengalami peningkatan yaitu dari Rp2,86 miliar menjadi Rp3,36 miliar. Jika dilihat per Kabupaten/Kota, transaksi RTGS baik nilai maupun volume di dominasi oleh Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Kota Pekanbaru memberikan kontribusi terbesar terhadap total transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau. Transaksi RTGS di Kota Pekanbaru pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp106,55 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp86,82 triliun. Tingginya nilai transaksi di Kota Pekanbaru menunjukkan tingginya aktivitas ekonomi di kota tersebut yang merupakan pusat bisnis di Provinsi Riau. Selanjutnya, transaksi RTGS di Kota Dumai pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,73 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,60 triliun. Hal ini sejalan dengan kota tersebut sebagai daerah industri di Provinsi Riau. Tabel 3.7. Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan I-2015 dan Ket : *) angka koreksi Sumber : Bank Indonesia Triwulan II-2015 (dalam Rp miliar) Kabupaten/Kota Triwulan I-2015 Triwulan II-2015 FROM TO*) FROM-TO*) Kumulatif Nilai*) FROM TO FROM - TO Kumulatif Nilai BENGKALIS DUMAI INDRAGIRI Hilir INDRAGIRI Hulu KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU

84 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.8. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan I-2015 dantriwulan Ket : *) angka koreksi Sumber : Bank Indonesia II-2015 Kabupaten/Kota Triwulan I-2015 Triwulan II-2015 FROM TO FROM-TO*) Kumulatif Volume*) FROM TO FROM-TO Kumulatif Volume BENGKALIS DUMAI INDRAGIRI Hilir INDRAGIRI Hulu KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU Sementara itu, nilai transaksi terendah tercatat di Kab. Kuantan Singingi dengan nilai transaksi sebesar Rp1 miliar, diikuti oleh Kab. Rokan Hilir dengan nilai transaksi sebesar Rp2 miliar. Masih belum optimalnya aktivitas ekonomi dan kurangnya jaringan perbankan diperkirakan menjadi faktorrendahnya transaksi RTGS di daerah tersebut. 60

85 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan II-2015 mencapai 43,21% atau sebesar Rp3,77 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah, yaitu sebesar Rp1,41 triliun atau sekitar 13,21% dari total anggaran yang dialokasikan. 61

86 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD 2015 Realisasi anggaran pendapatan pemerintahan Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 mencapai Rp3,77 triliun atau sebesar 43,21% dari total yang dianggarkan. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,48 triliun atau tumbuh 34,84%. Sementara itu, pada sisi pengeluaran, realisasi anggaran belanja mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi riau tercatat sebesar Rp1,41 triliun atau sebesar 13.21% dari total yang dianggarkan. Uraian Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan 2015 Alokasi Anggaran Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Nilai Realisasi Realisasi Tw II (%) Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Realisasi Tw II (%) Pendapatan 7,127 2, ,722 3, Belanja 8,277 1, ,684 1, Surplus / Defisit (1,150) 1,427 (1,962) 2,357 Realisasi anggaran pendapatan yang lebih besar daripada realisasi anggaran belanja pemerintah daerah mengakibatkan pemerintah Provinsi Riau pada triwulan II 2015 mengalami surplus anggaran sebesar Rp2,36 triliun. Secara umum peningkatan realisasi APBD hingga triwulan II 2015 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya didorong oleh program percepatan realisasi belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau Realisasi Pendapatan Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan II-2015 mencapai 43,21% atau sebesar Rp3,77 triliun. Secara spesifik, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar ialah komponen Dana Perimbangan yang terealisasi sebesar Rp1,82 triliun atau sebesar 43,39% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, pendapatan asli daerah terealisasi sebesar Rp1,51 triliun atau sebesar 41,27% dari total yang dianggarkan. Realisasi anggaran lain-lain pendapatan daerah yang sah hingga triwulan II 2015 mencapai Rp439 miliar atau sebesar 50,52% dari total yang dianggarkan. 62

87 Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan II 2015 Komponen Anggaran Anggaran (Rp Realisasi Hingga Juni Milyar) 2015 (Rp Milyar) % Realisasi PENDAPATAN ASLI DAERAH 3, , % Pajak Daerah 2, , % Retribusi Daerah % Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan % Lain - Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah % DANA PERIMBANGAN 4, , % Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 3, , % Dana Alokasi Umum % Dana Alokasi Khusus % LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH % Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus % TOTAL PENDAPATAN DAERAH 8, , % Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Realisasi anggaran dana perimbangan utamanya didorong oleh pendapatan dana hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam) sebesar Rp1,42 triliun atau sebesar 40,87% dari total yang dianggarakan. Realisasi tersebut sebagian besar berasal dari realisasi dana bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam yang terealisasi sebesar Rp939,78 miliar atau sebesar 32,37% dari total yang dianggarkan. Selain itu, realisasi dana perimbangan juga didorong oleh realisasi dana alokasi khusus yang terealisasi sebesar Rp381,63 miliar atau sebesar 58,33% dari total yang dianggarkan. Berdasarkan informasi dari pemerintahan Provinsi Riau, penerimaan dana perimbangan pada tahun 2015 mengalami penurunan sesuai Peraturan Presiden No.36 Tahun 2015 tanggal 17 Maret 2015 sebesar Rp1,56 triliun 1. Sementara itu, realisasi komponen pendapatan asli daerah utamanya berasal dari realisasi pajak daerah yang terealisasi sebesar Rp1,21 triliun atau sebesar 41,48% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan pajak daerah utamanya berasal dari realisasi pajak kendaraan bermotor, bea balik kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar bermotor. Realisasi ketiga komponen pendapatan tersebut hingga triwulan II 2015 masing-masing mencapai Rp392,24 miliar, Rp379,67 miliar, dan Rp371,11 miliar. Selanjutnya, realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah didominasi oleh realisasi pendapatan bunga yang mencapai Rp47,44 miliar. Hingga triwulan II 2015 dana penyesuaian dan otonomi khusus yang telah terealisasi mencapai 50,52% dari total yang dianggarkan. 1 Penjelasan terakit penurunan Dana Perimbangan dapat dilihat pada Boks 3 buku kajian ini. 63

88 Kondisi Keuangan Daerah 2.2. Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan II-2015 tercatat sebesar Rp1,411 triliun atau sebesar 13,21% dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja tidak langsung yaitu sebesar Rp926,28 miliar atau 21,04% dari total alokasi yang dianggarkan tahun Realisasi belanja tidak langsung utamanya bersumber dari belanja hibah dan pegawai yang tercatat masing-masing terealisasi sebesar 40,58% dan 34,81% terhadap alokasinya. Seluruh realisasi belanja hibah hingga triwulan laporan berasal dari realisasi belanja hibah dana BOS, yang memiliki porsi terbesar dalam dana hibah yang dianggarkan yaitu sebesar 84,88%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai merupakan belanja rutin gaji dan penghasilan pegawai pemerintahan Provinsi Riau. Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan II 2015 Komponen Anggaran Anggaran (Rp Milyar) Realisasi Hingga Juni 2015 % Realisasi BELANJA TIDAK LANGSUNG 4, % Belanja Pegawai 1, % Belanja Hibah 1, % Belanja Bantuan Sosial % Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan 1, % Belanja Bantuan Keuangan kepada 1, % Belanja Tidak Terduga % BELANJA LANGSUNG 6, % Belanja Pegawai % Belanja Barang dan Jasa 3, % Belanja Modal 2, % BELANJA DAERAH 10, , % Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Selanjutnya, realisasi biaya langsung hingga triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp485,27 miliar atau mencapai 7,73%. Peningkatan realisasi belanja langsung utamanya didorong oleh realisasi komponen belanja barang dan jasa, dan belanja modal, yaitu masing-masing mencapai Rp264,04 miliar dan Rp144,31 miliar atau terealisasi sebesar 8,50% dan 4,97% dari total yang dianggarkan. Realisasi belanja barang dan jasa hingga triwulan II 2015 didominasi oleh belanja perjalanan dinas dan belanja barang dan jasa pada BLUD yang masing-masing mencapai 14,16% dan 57,92%. Realisasi belanja modal di Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 meningkat dibandingkan triwulan II 2014, yaitu dari 1,07% menjadi 4,97% dari total yang 64

89 Kondisi Keuangan Daerah dianggarkan. Komponen terbesar dalam belanja modal pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2015 ialah belanja modal pengadaan konstruksi jalan dan belanja modal pengadaan konstruksi jembatan. Adapun realisasi kedua komponen tersebut hingga triwulan II 2015 masing-masing mencapai Rp131,19 miliar dan Rp3,88 miliar atau sebesar 6,33% dan 3,65% dari total yang dianggarkan. Sementara itu realisasi tertinggi komponen belanja modal berasal dari realisasi belanja modal pengadaan mebeulair atau perlengkapan berupa furniture yang terealisasi sebesar 12,55% dari total yang dianggarkan atau mencapai Rp1,61 miliar. Grafik Realisasi Sub Komponen Belanja Modal Pemerintah Provinsi Riau Sumber: Biro Perekonomian Provinsi Riau Meskipun relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 masih lebih rendah dibandingkan realisasi belanja pada periode yang sama selama lima tahun terakhir yang mencapai 21% dari total yang dianggarkan. Adapun kendala dalam realisasi belanja hingga triwulan II 2015, antara lain (i) penyusunan rencana anggaran TA 2015 yang dilakukan pada tahun 2014 belum sesuai dengan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang baru, dan (ii) Diberlakukannya Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana pejabat SKPD baru dilantik per April 2015 sehingga realisasi anggaran menjadi tertunda. 65

90 Boks 3 PENURUNAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM DALAM APBD TA 2015 Boks ini berisi uraian singkat terkait kondisi pendapatan pemerintah daerah yang sangat berkaitan dengan dana perimbangan, khususnya dana bagi hasil sumber daya alam. Penurunan dana bagi hasil sumber daya alam terjadi pada seluruh provinsi yang berbasis sumber daya alam hasil pertambangan, baik migas maupun non migas, di tahun 2015 ini. Kondisi ini terjadi seiring dengan menurunnya harga komoditas minyak dunia sejak awal tahun akibat peningkatan supply minyak dunia. Pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) untuk tahun 2015 diatur dalam Perpres No.36 tahun Sebelumnya, dasar perencanaan anggaran dana perimbangan dibuat berdasarkan Perpres No.162 tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang rincian APBN TA 2015/ seluruh alokasi transfer ke daerah TA 2015, yaitu sebesar Rp4 Triliun. Selanjutnya peraturan tersebut disesuaikan berdasarkan Perpres No.36 Tahun 2015 tentang rincian APBN TA 2015 tanggal 17 Maret 2015 (Target APBD-P 2015) menjadi Rp3,13 Triliun, menurun Rp874,15 Miliar dari anggaran awal. Dari total dana perimbangan tersebut, sampai dengan 30 April 2015 sudah terealiasi sekitar Rp1,47 Triliun. Grafik B.3.1. Pangsa Sub Komponen DBH Grafik B.3.2. Perbandingan Besaran DBH Sumber Daya Alam Prov. Riau TA 2015 Sumber Daya Alam Sumber: BAPPEDA Provinsi Riau Berdasarkan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015 yang telah disusun sebelumnya, komponen terbesar dalam penerimaan Dana Perimbangan berasal dari Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam (DBH Sumber Daya Alam). Sebanyak 98% dari DBH Sumber Daya Alam di Provinsi Riau merupakan DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi. Total rencana

91 penerimaan yang berasal dari DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi pada tahun anggaran 2015 mencapai Rp2,86 triliun. Sementara itu, total penerimaan pemerintahan Provinsi Riau untuk sub komponen DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi menurut Perpres No. 162 Tahun 2014 tercatat sebesar Rp2,38 triliun. Dengan adanya Perpres terbaru No. 36 Tahun 2015, maka target penerimaan DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dalam APBD Perubahan (APBD-P) pemerintah Provinsi Riau untuk tahun 2015 berubah menjadi Rp1,31 triliun, menurun sebesar Rp1,07 triliun dibandingkan Perpres sebelumnya. Penurunan penerimaan dari DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi tersebut dikompensasi melalui peningkatan penerimaan dari DBH SDA Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan DBH SDA Pertambangan Umum sebesar Rp6,37 miliar. Penurunan pendapatan DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi di Provinsi Riau disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia dan kinerja lifting minyak bumi di Provinsi Riau. Pada triwulan II 2015 harga minyak WTI mencapai $59,80 USD/barel atau turun sebesar 43,17% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penurunan lifting minyak bumi di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 mencapai 7,66% (yoy) atau rata-rata sebesar 300,59 ribu barel per hari. Kondisi ini lebih rendah dibandingkan lifting minyak bumi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,18% (yoy) atau mencapai 325,53 ribu barel per hari. Penurunan harga minyak WTI dan lifting minyak bumi diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Dengan demikian, peneriman DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi di Provinsi Riau masih akan mengalami penurunan. Grafik. Perkembangan Lifting Minyak Grafik. Perkembangan Harga Minyak WTI Bumi di Provinsi Riau Sumber: ESDM Sumber: Bloomberg

92 Secara total, rencana pendapatan pemerintah Provinsi Riau berdasarkan Perpres No. 36 Tahun 2015 tanggal 17 Maret 2015 tercatat mengalami penurunan sebesar Rp874,15 miliar dibandingkan rencana APBD berdasarkan Perpres No.162 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober Menurunnya total pendapatan tersebut dikompensasi dengan Sisa Lebih Penerimaan Anggaran Provinsi Riau (SILPA) tercatat sekitar Rp.3,9 Triliun. Dengan demikian, pembiayaan belanja daerah pemerintah Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dari yang telah direncanakan.

93 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAANDAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada awal tahun menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatantingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau yaitu dari 4,99% di tahun 2014 menjadi 6,72% di tahun Kondisi kesejahteraan yang diindikasikan oleh pergerakan Indeks Tendensi Konsumen dan Nilai Tukar Petani juga cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. 1 Data Release BPS Provinsi Riau Februari 2015 untuk ketenagakerjaan 66

94 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb-2015 Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb-2015 Sumber: BPS Sumber: BPS Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tidak begitu baik. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2015 tercatat sebesar 6,72%, lebih tinggi dibandingkan TPT nasional yang tercatat sebesar 5,81% dan merupakan provinsi ke-3 di Sumatera dengan TPT tertinggi. Sementara angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Riau mencapai 64,22%, merupakan TPAK terendah di Sumatera dan juga lebih rendah dibandingkan TPAK nasional yang mencapai 69,50%. Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa atau meningkat 6,17% dari tahun Dari jumlah tersebut, sebanyak 93,28% bekerja atau mencapai jiwa dan jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,24% dibandingkan tahun Jumlah pengangguran angkatan kerja juga mengalami peningkatan, yaitu dari jiwa pada tahun 2014 menjadi jiwa pada tahun Hal ini menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Riau mengalami penurunan, yaitu dari 66,88% menjadi 64,22%. 67

95 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Kegiatan Utama Feb-13 Feb-14 Feb-15 Bekerja 2,712,245 2,661,327 2,774, ,918 Pengangguran 116, , ,769 59,931 Total Angkatan Kerja 2,829,198 2,801,165 2,974, ,849 Bukan Angkatan Kerja 1,253,330 1,386,897 1,345,780 (41,117) Pekerja Tidak Penuh ,043 Setengah Penganggur ,374 Paruh Waktu ,669 TPAK (%) TPT (%) (2.66) Sumber : BPS Provinsi Riau Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 46,09% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan dan sektor perdagangan dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 19,85% dan 16,04. Peningkatan jumlah penganggur yang lebih besar dibandingkan peningkatan jumlah tenaga kerja menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada awal tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.tpt Riau pada triwulan I 2015 mencapai 6,72%, meningkat dari 4,99% pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan tingkat pengangguran tersebut diduga berkaitan dengan penurunan kinerja perekonomian dan perlambatan investasi pada tahun 2014 sehingga pembentukan lapangan kerja baru di awal tahun sangat minim. Grafik 5.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 68

96 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SMP ke bawah, yaitu mencapai 76,1 juta jiwa atau sebesar 58,58%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 57,71% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai 11,15%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan SMK mencapai 30,27%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwat ingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan Diploma, dan Universitas, yaitu mencapai 28,88%. Sementara itu, TPT dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 21,86%. Kondisi ini menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebihtinggi. Kedepannya, perkembangan ketenagakerjaan di Riau diperkirakan membaik. Hal ini tercermin dari perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang cenderung meningkat pada triwulan I 2015, yaitu dari 98 pada triwulan IV 2014 menjadi 106,55. Peningkatan lapangan kerja tersebut diperkirakan terkait dengan mulai teralisasinya rencana investasi pada tahun Kesejahteraan Daerah Grafik 5.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 69

97 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Perkembangan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan relatif menurun dibandingkan tahun Kondisi ini tercermin dari perkembangan indeks tendensi Grafik 5.6. Perkembangan Indeks Tendensi konsumen hingga triwulan II 2015 Konsumen (ITK) Provinsi Riau cenderung lebih rendah dibandingkan perkembangan indeks tendensi konsumen pada tahun Penurunan Indeks tendensi Konsumen tersebut secara umum diperkirakan akibat pelemahan ekonomi global dan ekonomi lokal sejak awal tahun Selain itu, penurunan harga komoditas utama Riau yang telah berlangsung sejak awal tahun Sumber: BPS Provinsi Riau 2015, khususnya harga CPO dan karet dunia yang terus menurun. Akibat Penurunan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar yang masih berlanjuthinggatriwulan II 2015 juga berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat setempat. Sementara itu, perkembangan tingkat kesejahteraan petani secara umum relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau pada triwulan II 2015 yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2015, yaitu dari 97,55 menjadi 96,24. Penurunan NTP didorong oleh peningkatan indeks yang dibayar, meskipun indeks yang diterima juga mengalami peningkatan namun peningkatan indeks yang dibayar lebih tinggi. Peningkatan tersebut diperkirakan akibat pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berlanjut hingga akhir triwulan laporan. Grafik 5.7. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau 70

98 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Juni Sumber: BPS Provinsi Riau Selanjutnya, perkembangan inflasi pedesaan di Provinsi Riau hingga triwulan II 2015 juga menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,44% (yoy) menjadi 7,87% (yoy). Peningkatan inflasi pedesaan pada triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan inflasi pada pengeluaran kelompok bahan makanan dan kelo mpok pengeluaran transportasi dan komunikasi. Hal ini seiring dengan sumber inflasi perkotaan pada triwulan II 2015 yang juga berasal dari kelompok volatile food dan kelompok administered price. Peningkatan permintaan pada bulan Ramadhan dan belum meredanya dampak baseline peningkatan BBM di tahun 2014 menjadi penyebab kenaikan inflasi dari kedua kelompok pengeluaran tersebut Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat Perikanan Indeks yang dibayar Peternakan Indeks yang diterima Nilai Tukar Petani Umum Grafik 5.8. Inflasi Pedesaan Provinsi Riau Berdasarkan Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, Olahraga Konsumsi Rumah Tangga Sumber: BPS Provinsi Riau Kelompok Pengeluaran Kesehatan Sandang Perumahan Makanan Jadi, Rokok & Bahan Makanan yoy,% Tw II 2015 Tw I

99 Prospek Perekonomian Daerah Bab 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2015 secara umum diperkirakan masih mengalami kontraksi namun relatif membaik dibandingkan triwulan II Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran (- 1,5)-(-0,5)% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan III

100 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2015 (Dalam %) 2014* 2015*** Komponen 2013* 2014* I II III IV I(r)*** II*** III (p) Total 2,49 3,93 2,90 2,67 1,05 2, (-1.5)-(-0.5) Sumber: BPS Riau Ket: *) Data sementara, ***) Data sangat sementara, r) revisi BPS (p) Proyeksi Bank Indonesia Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks keyakinan konsumen bulan Juli 2015 di Provinsi Riau yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU). Peningkatan optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena Idul Fitri 1436H yang terjadi pada pertengahan bulan Juli Selain itu, indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang sesuai hasil SKDU juga menunjukkan peningkatan. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan meningkat, terkait dengan terealisasinya APBD. Selain itu, perkembangan investasi Tabel 6.2. Outlook Perekonomian Global Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, Juli 2015 diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan mulai membaik sejalan dengan peningkatan permintaan komoditas ekspor utama seperti CPO dan karet. Meskipun demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan masih melambat hingga akhir tahun 2015, ke depannya masih akan menjadi penahan laju peningkatan kinerja ekspor luar negeri Riau pada triwulan mendatang, sehingga diperkirakan kinerja ekspor masih akan mengalami kontraksi. 73

101 Prospek Perekonomian Daerah Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Datang Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen BI Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan II Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Peningkatan permintaan CPO diperkirakan akan mendorong laju produksi perkebunan kelapa sawit setempat, meskipun tidak begitu optimal karena faktor cuaca di awal triwulan III 2015 yang memasuki musim kemarau. Selanjutnya, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan peningkatan permintaan ekspor dan menurunnya stok CPO dunia. Grafik 6.3. Perkembangan Stok CPO Dunia Grafik 6.4. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Sumber: USDA Sumber: ESDM, Data hingga Agustus

102 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan migas. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan kinerja industri pengolahan sehubungan dengan mulai meningkatnya harga komoditas internasional, khususnya karet, yang diperkirakan akan memberikan sentimen positif terhadap beberapa perusahaan eksportir di Riau. 2. PERKIRAAN INFLASI Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan III 2015 Inflasi I II III IV I II III(p) IV (p) yoy,% 8,79 7,76 6,60 5,82 8,65 6,17 7,39 6,3-6,8 4±1 qtq,% 1,67 1,05 0,81 1,03 4,26-1,26 1,97 1,3-1,8 0,8-1,5 Sumber: BPS Riau Ket: (p) Proyeksi Bank Indonesia Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 6,3-6,8% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 1,3-1,8% (qtq). Adapun capaian inflasi hingga Juli 2015 dibandingkan dengan akhir tahun 2014 telah mencapai 1,31% (ytd). Oleh sebab itu, target inflasi tahun 2015 sebesar 4±1% (yoy) diperkirakan akan tercapai. Inflasi Riau pada triwulan III 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile foods. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan masih berasal dari faktor baseline kenaikan BBM pada tahun Selanjutnya, peningkatan inflasi volatile foods diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat permasalahan pasokan. Beberapa komoditas seperti beras, daging sapi, dan cabe merah mulai menunjukkan peningkatan sehingga berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok volatile food di triwulan mendatang. 75

103 Prospek Perekonomian Daerah Grafik 6.5. Perkembangan Harga Beras, Daging Ayam Ras, dan Daging Sapi di Kota Pekanbaru Grafik 6.6. Perkembangan Harga Cabe dan Bawang di Kota Pekanbaru Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, (i) nilai tukar rupiah yang masih terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barangbarang impor, (ii) rencana pemerintah menaikkan HET LPG 3 kg, dan (iii) El Nino yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (upside risks) proyeksi. Pada tingkat regional, solusi dini (pre-emptive solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam menjaga ekspektasi diperkirakan dapat mengurangi permasalahan informasi pasokan yang asimetris terutama di tingkat konsumen. Kemudian, pada tingkat nasional, masih berlanjutnya koordinasi kebijakan yang bersifat counter cyclical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai Rupiah diperkirakan dapat membantu mengurangi tekanan inflasi barang impor. 3. REKOMENDASI Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut: 76

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Pangkalpinang, Februari 2015 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Bayu Martanto Deputi Direktur i

Pangkalpinang, Februari 2015 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Bayu Martanto Deputi Direktur i i Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan IV 2014 dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci