Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti..."

Transkripsi

1

2 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Analisis PDRB Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor dan Impor Analisis PDRB Sisi Penawaran Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor Lainnya BOKS Bab 2 Keuangan Pemerintah APBD Provinsi Lampung Anggaran Pendapatan Provinsi Lampung Realisasi Pendapatan Provinsi Lampung Anggaran Belanja Provinsi Lampung Realisasi Belanja Provinsi Lampung Belanja APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Penerimaan & Belanja Negara di Provinsi Lampung Penerimaan Belanja Bab 3 Perkembangan Inflasi Inflasi Umum Provinsi Lampung i

3 Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi Pengendalian Inflasi Inflasi Kota-Kota di Provinsi Lampung Inflasi Kota Bandar Lampung Inflasi Kota Metro Inflasi Kota-Kota di Sumatera Arah Perkembangan Inflasi Tahun Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan & UMKM Asesmen Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Asesmen Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposure Perbankan pada Sektor Korporasi Asesmen Institusi Keuangan Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Bank Syariah Perkembangan Kredit UMKM BOKS Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pemantauan Transaksi Sistem Pembayaran Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Penyediaan Uang Layak Edar Perkembangan Temuan Uang Palsu Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi RTGS ii

4 Perkembangan Transaksi Kliring Pengembangan Elektronifikasi dan Akses Keuangan Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan Nilai Tukar Petani Kemiskinan Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Rekomendasi Lampiran Daftar Istilah iii

5 Daftar Tabel Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Permintaan (% yoy)... 2 Tabel 1.2. Daftar Kegiatan Investasi Berdasarkan Sektor Ekonomi... 7 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Penawaran (% yoy) Tabel 1.4. Realisasi dan Target Produksi Tanaman Pangan Tabel 2.1. Struktur APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.2. Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.3. Realisasi Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.4. Struktur Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.5. Realisasi Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tabel 2.6. Laporan Arus Kas Masuk di Provinsi Lampung Tabel 2.7. Laporan Arus Kas Keluar di Provinsi Lampung Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Apr Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Mei Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Jun Tabel 3.4. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% mtm) Tabel 3.5. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% yoy) Tabel 4.1. Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Lampung Tabel 4.2. Indikator Kinerja Bank Syariah Tabel 5.1. Perputaran Cek & Bilyet Giro Kosong Tabel 6.1. Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Lampung Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Harga Komoditas, Volume Perdagangan Dunia, dan Harga Konsumen Tabel 7.2. Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko iv

6 Daftar Grafik Grafik 1.1. PDRB Provinsi Lampung (qtq)... 1 Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Lampung dan Nasional (%yoy)... 1 Grafik 1.3. Indeks Tendensi Konsumen... 3 Grafik 1.4. Komponen Indeks Tendensi Konsumen... 3 Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen... 3 Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 3 Grafik 1.7. Kredit Konsumsi... 4 Grafik 1.8. Kinerja KPR, KKB, Alat RT dan Multiguna... 4 Grafik 1.9. Volume Impor Barang Konsumsi... 4 Grafik Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi... 4 Grafik Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha... 5 Grafik Perkembangan Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Mendatang... 5 Grafik Giro Pemerintah di BPD Triwulanan... 6 Grafik Perkembangan Giro Pemerintah Bulanan... 6 Grafik Porsi Investasi Bangunan dan Non Bangunan... 6 Grafik Impor Barang Modal... 6 Grafik Porsi Pangsa Investasi PMA Tw II Grafik Porsi Pangsa Investasi PMDN Tw II Grafik Perkembangan Ekspor Luar Negeri... 9 Grafik Pangsa Kelompok Ekspor Non Migas... 9 Grafik Negara Tujuan Ekspor... 9 Grafik Perkembangan Impor Luar Negeri Grafik Pangsa Kelompok Impor Non Migas Grafik Negara Asal Impor Grafik Tracking Perkembangan Ekspor Luar Negeri Grafik Perkembangan Harga Kopi Internasional Grafik Perkembangan Harga Batu Bara Internasional Grafik Tracking Perkembangan Impor Luar Negeri Grafik Sumber Pertumbuhan PDRB Lap. Usaha Tw-II Grafik Pangsa PDRB Lap. Usaha Grafik Kredit Sektor Pertanian Grafik Nilai Tukar Petani Grafik Kredit Sektor Industri Grafik Penjualan Listrik Industri v

7 Grafik Ekspor Industri Grafik Kapasitas Industri Terpakai Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Industri Grafik Penjualan Motor Grafik Penjualan Truk Grafik Kredit Sektor Perdagangan Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan Grafik Kredit Sektor Konstruksi Grafik Penjualan Semen Grafik Pembangunan Properti Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Konstruksi Grafik Perkiraan Pembangunan Properti Tw-III Grafik Ekspor Batubara Grafik Harga Batubara Grafik Kredit Sektor Pertambangan Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan Grafik Arus Barang Melalui Pelabuhan Grafik Arus Barang Melalui Kereta Api Grafik Jumlah Penumpang Kereta Api Grafik Jumlah Penumpang Angkutan Laut Grafik Jumlah Penumpang Angkutan Udara Grafik Kredit Sektor Transportasi & Pergudangan Grafik Total Penjualan Listrik Grafik Jumlah Pelanggan Terhadap Konsumsi Listrik Grafik Total Penjualan PDAM Grafik Jumlah Pelanggan PDAM Grafik 2.1. Perkembangan APBD Provinsi Lampung Grafik 2.2. Perkembangan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Lampung Grafik 2.3. Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Lampung Grafik 2.4. Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota Grafik 2.5. Realisasi Belanja per Kab/Kota Tw-II Grafik 2.6. Struktur Belanja APBD Kab/Kota Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Lampung & Nasional Grafik 3.2. Sumbangan Inflasi Bulanan Apr vi

8 Grafik 3.3. Sumbangan Inflasi Bulanan Mei Grafik 3.4. Sumbangan Inflasi Bulanan Jun Grafik 3.5. Inflasi Tahunan Lampung & Nasional Grafik 3.6. Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab Grafik 3.7. Perkembangan Inflasi Volatile Food Grafik 3.8. Perkembangan Harga Beras Grafik 3.9. Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan Grafik Perkembangan Harga Sayur-Sayuran Grafik Perkembangan Harga Daging & Telur Grafik Perkembangan Inflasi Administered Prices Grafik Perkembangan Harga BBM Grafik Perkembangan Harga BBM Rumah Tangga Grafik Perkembangan Tarif Angkutan Grafik Perkembangan Harga Rokok Grafik Perkembangan Inflasi Inti (Core) Grafik Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang & Jasa 3 Bulan Ke Depan Grafik Inflasi Bulanan Kota Bandar Lampung Grafik Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung Grafik Inflasi Bulanan Kota Metro Grafik Inflasi Tahunan Kota Metro Grafik Inflasi Tahunan Kota-Kota di Sumatera Grafik Realisasi Inflasi vs Nilai Historis Inflasi 5 Tahun Terkahir Grafik Realisasi Inflasi Juli Provinsi Lampung Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.3. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Mendatang Grafik 4.5. Preferensi Investasi Konsumen Grafik 4.6. Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.7. Komposisi DPK Perbankan Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Perbankan Grafik 4.9. Komposisi DPK Perseorangan Grafik Pertumbuhan DPK Perseorangan vii

9 Grafik Komposisi Kredit Perbankan Grafik Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Grafik Komposisi Kredit Konsumsi Perorangan Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi Perorangan Grafik Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik Perkembangan Biaya Operasional Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi Perorangan Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum pada Sektor Ekonomi Utama Lampung Grafik Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Grafik Pertumbuhan Komponen DPK Bank Umum Grafik Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Grafik Pertumbuhan Aset BPR Grafik Penyaluran Kredit BPR Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Penyaluran Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik Penghimpunan DPK BPR Grafik Pertumbuhan DPK BPR Berdasarkan Jenis Simpanan Grafik Pertumbuhan LDR dan NPL BPR Grafik Fungsi Intermediasi Bank Syariah Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah Grafik Penghimpunan Dana Bank Syariah Grafik Non-Performing Financing Bank Syariah Grafik Perkembangan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Grafik NPL Kredit UMKM Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.3. Perkembangan Perkasan Triwulanan Grafik 5.4. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Grafik 5.5. Penukaran Uang Melalui BI viii

10 Grafik 5.6. Perkembangan Uang Palsu Grafik 5.7. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Grafik 5.8. Nilai Transaksi RTGS Grafik 5.9. Volume Transaksi RTGS Grafik Perkembangan Rata-Rata Jumlah Perputaran Kliring Harian Grafik 6.1. Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6.2. Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja per Sektor Grafik 6.3. NTP Provinsi Lampung dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.4. NTP per Sub Sektor Grafik 6.5. Indeks yang Diterima per Sub Sektor Grafik 6.6. Indeks yang Dibayar per Sub Sektor Grafik 6.7. NTP Juni 2017 Provinsi di Sumatera Grafik 6.8. Persentase Penduduk miskin di Sumatera di bandingkan Nasional Grafik 6.9. Jumlah Penduduk miskin Perkotaan dan Pedesaan di Lampung Grafik 6.10.Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.11.Indeks Keparahan Kemiskinan Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Lampung (yoy) Grafik 7.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Lampung Grafik 7.3. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang Grafik 7.4.Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha ix

11 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Lampung Periode Agustus 2017 akhirnya dapat diselesaikan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 bahwa Bank Indonesia memiliki tujuan yang difokuskan pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia secara periodik melakukan asesmen terhadap perkembangan ekonomi di daerah, sumber-sumber tekanan inflasi, risiko dan prospeknya serta rekomendasi kebijakan yang perlu ditempuh Pemerintah Daerah. Seiring dengan penerapan otonomi daerah sejak 1999, asesmen ekonomi regional semakin berperan dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya untuk menstabilkan harga. Perhatian terhadap perkembangan ekonomi daerah semakin kuat di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dicerminkan oleh realisasi anggaran desa yang meningkat cukup signifikan dalam 3 tahun terakhir. Perkembangan ini merupakan sesuatu yang diharapkan banyak pihak bahwa aktivitas ekonomi tidak lagi terpusat pada suatu daerah tertentu, melainkan tersebar di berbagai daerah, sehingga disparitas antar daerah semakin mengecil. Terkait dengan hal tersebut di atas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung melakukan kajian serta memberikan asesmen terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan regional Lampung secara menyeluruh dan dituangkan dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Lampung. Diskusi dan evaluasi terhadap perkembangan ekonomi daerah Lampung dilakukan dengan berbagai pihak terutama para pembina kepentingan di daerah seperti sektor dan dinas Pemerintah Daerah, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, serta dengan para akademisi dari Universitas Lampung dan Perguruan Tinggi di Lampung. Di tengah proses pemulihan ekonomi nasional yang tidak secepat perkiraan, perekonomian Lampung di triwulan II 2017 masih dapat tumbuh cukup tinggi yakni 5,03% (yoy), didorong oleh pesatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan investasi yang di atas rata-rata historis 3 tahun terakhir. Dari sisi produksi, perekonomian Lampung triwulan II 2017 ditopang oleh sektor perdagangan yang tumbuh hampir 3 kali lipat dari rata-rata historisnya dan sektor konstruksi yang tumbuh double digit. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Lampung tersebut di atas pertumbuhan ekonomi Sumatera dan nasional yang masing-masing sebesar 4,09% (yoy) dan 5,01% (yoy). Dari sisi perkembangan harga-harga, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung selama triwulan II 2017 tercatat meningkat, namun cukup terkendali yakni sebesar 4,91% (yoy). Inflasi tersebut terutama karena adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered prices seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik tahap II dan III, serta kenaikan harga angkutan antar kota menjelang perayaan Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang merupakan fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Lampung khususnya pada bulan Ramadhan, masih memberikan sumbangan inflasi, namun dengan laju yang cenderung turun dan terkendali. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan II 2017 terutama didukung oleh pasokan bahan makanan yang memadai ditengah meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan Kedepan, upaya pengendalian inflasi Provinsi Lampung masih menghadapi tantangan yang cukup besar diantaranya bersumber dari inflasi kelompok volatile foods dan kelompok administered prices. x

12 Sementara itu, kinerja korporasi yang membaik ditandai dengan meningkatnya penjualan domestik dan ekspor yang stabil serta kecenderungan konsumsi masyarakat yang cukup tinggi sesuai pola historis musiman bulan Ramadhan dan libur hari raya Idul Fitri bersamaan dengan liburan sekolah berdampak positif pada kinerja korporasi dan rumah tangga, mendukung stabilitas keuangan daerah yang terjaga baik. Kinerja perbankan yang tercatat membaik serta indikator intermediasi perbankan yang masih cukup terjaga turut menopang ketahanan sistem keuangan di Provinsi Lampung. Meskipun demikian, seiring pemulihan ekonomi domestik yang masih rentan membawa dampak kecenderungan peningkatan NPL kredit sektor rumah tangga dan optimisme masyakarat yang melemah terhadap kondisi ekonomi kedepan perlu mendapat perhatian. Selain itu, indikasi perbaikan harga komoditas yang belum stabil menjadi risiko penahan kinerja korporasi kedepan. Memasuki triwulan III 2017, kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang didorong oleh masih baiknya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, secara sektoral pertumbuhan ekonomi Lampung masih ditopang oleh pertumbuhan sektor Pertanian dan Industri Pengolahan, seiring dengan kembali meningkatnya produksi perkebunan, termasuk sektor Perdagangan Besar & Eceran dan Reparasi Mobil & Motor sejalan dengan akselerasi pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah yang sedang gencarnya dilakukan. Dari sisi perkembangan hargaharga, inflasi IHK Provinsi Lampung dipredikasi masih cukup terkendali seiring dengan mulai meredanya tekanan inflasi pasca bulan Ramadhan Meskipun demikian, ke depan risiko inflasi tetap perlu dikelola dengan baik khususnya terkait peningkatan biaya pendidikan yang diikuti oleh kenaikan harga perlengkapan pendukungnya, gejolak beberapa harga pangan, serta kemungkinan penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi. Sejumlah langkah telah perlu ditempuh antara lain dengan memperkuat koordinasi dan implementasi kerjasama perdagangan antar daerah maupun Kabupaten/Kota dalam rangka pemenuhan pasokan, melakukan pengendalian ekspektasi masyarakat dengan memberikan informasi harga pangan terkini dan himbauan melakukan konsumsi secara lebih bijak, serta mengantisipasi jika terjadi kenaikan harga bahan bakar bersubsidi melalui perhitungan simulasi kenaikan tarif angkutan umum yang wajar dan mengupayakan pasokan bahan bakar tercukupi di seluruh daerah. Dalam kesempatan ini kami sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, PLN Wilayah Lampung, Bulog Provinsi Lampung dan semua penyedia data yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa hasil kajian ekonomi yang disajikan dalam buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kami juga mengharapkan kiranya kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhirnya, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya kepada kita semua. Bandar Lampung, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI LAMPUNG Arief Hartawan Direktur xi

13 A. Inflasi dan PDRB Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung Indikator I II III IV I II Indeks Harga Konsumen (IHK) Bandar Lampung 124,20 124,26 125,16 127,31 129,05 130,62 Metro 131,84 131,63 133,06 134,08 135,01 136,59 Gabungan 125,32 125,34 126,32 128,31 129,93 131,50 Laju Inflasi (yoy) Bandar Lampung 5,37 3,21 2,41 2,75 3,90 5,12 Metro 4,83 2,84 2,79 2,92 2,40 3,77 Gabungan 5,28 3,15 2,47 2,78 3,68 4,91 PDRB - Harga Konstan (Miliar Rp) , , , , , , , ,87 Pertanian, Kehutanan, & , , , , , , , ,68 Perikanan Pertambangan & Penggalian , , , , , , , ,56 Industri Pengolahan , , , , , , , ,04 Pengadaan Listrik, Gas 203,87 60,26 61,17 61,68 68,80 269,49 80,25 93,71 Pengadaan Air 200,67 50,83 51,51 52,74 52,75 207,84 53,19 55,60 Konstruksi , , , , , , , ,11 Perdagangan Besar & Eceran dan Reparasi Mobil & , , , , , , , ,10 Sepeda Transportasi & Pergudangan 9.779, , , , , , , ,14 Penyediaan Akomodasi dan 2.632,96 671,33 697,26 721,42 723, ,17 719,78 767,63 Makan Minum Informasi & Komunikasi 8.406, , , , , , , ,43 Jasa Keuangan 4.143, , , , , , , ,02 Real Estate 5.966, , , , , , , ,82 Jasa Perusahaan 285,14 72,40 73,35 76,45 75,19 297,39 76,29 78,25 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan 6.423, , , , , , , ,10 Jaminan Sosial Jasa Pendidikan 5.361, , , , , , , ,18 Jasa Kesehatan dan 1.902,99 491,88 501,00 511,88 516, ,87 520,54 Kegiatan Sosial 527,18 Jasa Lainnya 1.716,92 433,06 442,72 456,22 461, ,40 462,39 489,31 Pertumbuhan PDRB (yoy) 5,13 5,06 5,21 5,26 5,01 5,15 5,13 5,03 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3.864,61 740,65 600,72 261, , , ,66 867,65 Volume Ekspor (Ribu Ton) , , ,63 898, , , , ,79 Nilai Impor (Juta USD) 1.122,10 260,71 355,76 123,21 328, ,17 264,25 361,54 Volume Impor (Ribu Ton) 2.193,55 479,17 698,88 176,95 538, ,41 492,52 566,40 xii

14 B. Sistem Pembayaran Indikator Makro IV I II III IV I II Posisi Kas Gabungan (Triliun Rp) 1,92 2,63 3,31 4,22 3,50 3,90 3,05 Inflow (Triliun Rp) 2,08 2,75 1,19 3,38 2,16 2,59 1,94 Outflow (Triliun Rp) 1,74 0,96 4,86 2,06 1,81 1,74 5,87 Pemusnahan Uang (Triliun Rp) 0,46 1,22 1,44 0,73 0,93 0,90 0,46 Nominal Transaksi RTGS (Triliun Rp) 2,54 4,08 5,08 6,43 7,61 6,22 8,32 Volume Transaksi RTGS (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Triliun Rp) 60,54 66,96 80,71 107,19 120, Rata-Rata Harian Volume Transaksi RTGS (Lembar) Volume Kliring Kredit (Lembar) Nominal Kliring Kredit (Triliun Rp) 2,62 4,92 6,93 4,62 4,65 4,21 4,15 Rata-Rata Harian Volume Kliring Kredit (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 41,55 80,66 109,96 72,21 73,83 67,89 71,56 Volume Kliring Debet (Lembar) Nominal Kliring Debet (Triliun Rp) 7,20 6,44 6,73 6,70 6,57 6,10 4,55 Rata-Rata Harian Volume Kliring Debet (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 114,23 105,60 106,76 104,71 104,33 98,34 78,51 Volume Kliring Pengembalian (Lembar) Nominal Kliring Pengembalian (Triliun Rp) 0,21 0,15 0,16 0,16 0,15 0,14 0,15 Rata-Rata Harian Volume Kliring Pengembalian (Lembar) Rata-Rata Harian Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 3,39 2,44 2,55 2,43 2,42 2,30 2,56 Volume Tolakan Cek/BG Kosong (Lembar) Volume Tolakan Cek/BG Kosong (Triliun Rp) 0,17 0,11 0,12 0,12 0,12 0,11 0,10 Rata-Rata Harian Volume Cek/BG Kosong (Lembar) Rata-Rata Harian Volume Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 2,66 1,80 1,89 1,88 1,85 1,71 1,72 xiii

15 C. Perbankan Indikator Perbankan IV I II III IV I II Bank Umum Total Aset (Triliun Rp) 52,41 51,86 53,48 53,62 54,24 56,23 60,85 DPK (Triliun Rp) 33,09 32,53 33,63 34,04 34,88 36,20 38,26 Giro 7,90 7,29 6,92 6,82 5,01 7,49 8,04 Tabungan 16,90 16,46 17,92 18,35 20,79 19,47 20,78 Deposito 8,29 8,78 8,79 8,88 9,09 9,24 9,43 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Proyek 52,67 52,93 56,11 57,00 57,52 47,76 50,75 Modal Kerja 24,78 24,69 26,81 27,91 27,87 24,26 25,22 Investasi 13,19 13,70 14,39 13,95 14,16 10,49 11,84 Konsumsi 14,70 14,54 14,90 15,13 15,49 13,01 13,70 LDR 138,00 134,13 135,93 135,84 137,48 131,95 132,64 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Kantor 42,87 43,63 45,71 46,25 47,96 53,54 55,61 Cabang Modal Kerja 22,31 22,43 23,80 24,29 24,81 27,16 25,97 Investasi 9,17 9,26 9,58 9,49 10,31 14,08 13,32 Konsumsi 11,39 11,93 12,32 12,46 12,84 12,29 16,32 LDR (%) 129,54 134,13 135,93 135,84 137,48 131,95 132,64 Kredit UMKM (Triliun Rp) 13,92 14,64 15,53 15,18 15,62 17,04 15,80 Kredit Mikro (<Rp50 Juta) (Triliun Rp) 4,64 5,12 5,43 5,28 5,35 5,39 5,66 Modal Kerja 2,90 3,51 3,84 3,74 3,86 3,88 4,09 Investasi 0,34 0,42 0,45 0,45 0,46 0,47 0,48 Konsumsi 1,40 1,18 1,14 1,10 1,03 1,05 1,09 Kredit Kecil (Rp50 Juta < X < Rp500 juta) (Triliun Rp) 13,51 14,62 15,06 15,11 15,44 15,60 15,60 Modal Kerja 3,66 3,82 3,90 3,82 3,88 3,90 3,90 Investasi 1,35 1,23 1,23 1,21 1,18 1,09 1,09 Konsumsi 8,50 9,56 9,92 10,08 10,38 10,60 10,60 Kredit Menengah (Rp500jt < X < Rp5m) (Triliun Rp) 7,02 7,42 7,61 7,59 7,67 7,68 7,68 Modal Kerja 4,75 5,10 5,25 5,22 5,23 5,19 5,19 Investasi 1,25 1,20 1,19 1,17 1,15 1,18 1,18 Konsumsi 1,01 1,12 1,17 1,20 1,29 1,31 1,31 Total Kredit MKM (Triliun Rp) 25,17 27,15 28,10 27,99 28,45 28,68 29,23 NPL MKM Gross (%) 3,25 2,95 3,20 3,23 2,76 2,74 2,69 BPR Total Aset (Trilun Rp) 8,71 9,10 9,49 9,84 10,53 10,51 10,92 Dana Pihak Ketiga (Triliun Rp) 4,23 4,74 4,68 4,87 5,13 5,38 5,41 Tabungan 0,73 0,76 0,74 0,78 0,86 0,97 0,88 Simpanan Berjangka 3,49 3,98 3,94 4,08 4,28 4,41 4,53 Kredit (Triliun Rp) - Berdasarkan Lokasi Proyek 6,93 7,21 7,42 7,40 7,65 7,95 8,15 Modal Kerja 0,82 0,79 0,83 0,80 0,78 0,79 0,81 Investasi 0,18 0,17 0,18 0,19 0,20 0,23 0,23 Konsumsi 5,93 6,26 6,42 6,41 6,67 6,94 7,11 Kredit UMKM (Milyar Rp) 1.029,84 997, , , , , ,96 Rasio NPL Gross (%) 1,46 1,60 1,62 1,73 1,46 1,63 1,72 LDR (%) 172,59 160,48 167,19 161,08 157,46 156,19 159,51 xiv

16 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan II 2017 mencapai 5,03% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 4,09% (yoy) dan 5,01% (yoy). Pertumbuhan Ekonomi Di tengah proses pemulihan ekonomi nasional yang tidak secepat perkiraan, perekonomian Lampung di triwulan II 2017 masih dapat tumbuh cukup tinggi, yakni 5,03% (yoy), didorong oleh pesatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan investasi di atas rata-rata historis 3 tahun terakhir. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Lampung tersebut di atas pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 4,09% (yoy) dan 5,01% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup tinggi sebesar 6,09% (yoy) sesuai dengan pola musiman pada periode Ramadhan dan Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah. Selain itu, pertumbuhan investasi juga tercatat meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 11,82% (yoy), terutama pada investasi bangunan seiring dengan pesatnya pembangunan proyek strategis Pemerintah. Di sisi penawaran, motor penggerak perekonomian Lampung bersumber dari sektor Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Konstruksi yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,98%, 0,92%, dan 0,90%. Memasuki triwulan III 2017, ekonomi Lampung diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi yang didorong oleh masih baiknya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, secara sektoral, meningkatnya kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan diperkirakan menjadi pendorong ekonomi Lampung pada triwulan III Realisasi anggaran belanja pada triwulan II tahun 2017 relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Keuangan Pemerintah Sampai dengan triwulan II 2017, realisasi anggaran belanja relatif lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 sejalan dengan rendahnya realisasi belanja modal dan belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Meskipun secara total realisasi pendapatan lebih tinggi, namun penyerapan anggaran tersebut belum optimal di setiap kabupaten/kota yang antara lain disebabkan oleh penundaan pencairan dana perimbangan. Secara keseluruhan, ketergantungan fiskal Provinsi Lampung terhadap pusat semakin tinggi yang berimplikasi pada terbatasnya diskresi pemerintah daerah dalam melakukan inovasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. xv

17 Dari anggaran tersebut, komposisi belanja pegawai masih mendominasi, khususnya pada anggaran belanja kabupaten/kota. Di tengah keterbatasan alokasi anggaran, komitmen pemerintah daerah terhadap pengeluaran yang bersifat produktif semakin tinggi yang ditunjukkan dengan meningkatnya pangsa anggaran belanja modal. Inflasi IHK Provinsi LampungTriwulan II 2017 sebesar 4,91% (yoy), relatif terkendali meskipun mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh tekanan inflasi kelompok administered prices dan volatile food. Inflasi Sesuai dengan pola historisnya, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 3,68% (yoy) menjadi sebesar 4,91% (yoy). Inflasi tersebut terutama dikarenakan adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok adiministered prices seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik tahap II dan III, serta kenaikan harga angkutan antar kota menjelang perayaan Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang merupakan fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah provinsi Lampung khususnya pada bulan Ramadhan, masih memberikan sumbangan inflasi, namun dengan laju yang cenderung turun dan terkendali. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan II 2017 terutama didukung oleh pasokan bahan makanan yang memadai ditengah meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan Berdasarkan kota perhitungan IHK, inflasi IHK Kota Metro tercatat lebih rendah dibandingkan kota Bandar Lampung, dan rata-rata inflasi kota-kota perhitungan IHK di Sumatera. Adapun secara nasional, inflasi IHK Provinsi Lampung sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi IHK Nasional yang mencapai 4,37% (yoy). Tantangan pengendalian inflasi Provinsi Lampung kedepan masih cukup besar diantaranya bersumber dari inflasi kelompok volatile foods dan kelompok administered prices. Ditengah kondisi pemulihan ekonomi domestik, stabilitas keuangan Provinsi Lampung masih terjaga yang ditopang oleh kinerja sektor rumah tangga dan korporasi. Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM Ditengah kondisi pemulihan ekonomi domestik, stabilitas keuangan Provinsi Lampung yang ditopang oleh kinerja sektor rumah tangga dan korporasi masih terjaga. Ketahanan sektor rumah tangga tercermin dari masih cukup stabilnya penghasilan rumah tangga dan konsumsi yang meningkat sesuai pola historis musiman bulan Ramadhan dan libur hari raya Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah meskipun tidak setinggi perkiraan semula. Meningkatnya NPL kredit rumah tangga dan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi kedepan yang melemah masih menjadi risiko kerentanan sektor rumah tangga xvi

18 kedepan. Sementara itu ketahanan sektor korporasi ditengah proses konsolidasi perekonomian global masih cukup baik tercermin dari meningkatnya penjualan domestik dan ekspor yang stabil. Di lain sisi, masih rendahnya margin dan terdapatnya indikasi perbaikan harga komoditas yang belum stabil menjadi risiko penahan kinerja korporasi kedepan. Kinerja perbankan Provinsi Lampung pada triwulan laporan tercatat membaik, yang tercermin dari pertumbuhan aset, DPK serta kredit bank umum maupun pembiayaan bank syariah yang tercatat meningkat, dengan kualitas kredit yang membaik dan masih terjaga di bawah threshold 5% serta indikator intermediasi perbankan yang cukup terjaga. Di sisi lain, kinerja kredit UMKM belum cukup menggembirakan, ditandai dengan melambatnya pertumbuhan kredit UMKM dan pangsa yang menurun, serta peningkatan risiko kredit yang perlu mendapat perhatian. Sistem pembayaran pada triwulan II 2017 tercatat mengalami peningkatan baik tunai dan non tunai sejalan dengan masih baiknya pertumbuhan ekonomi. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 tercermin dari perkembangan positif pertumbuhan sistem pembayaran non tunai di Provinsi Lampung. Nilai transaksi pembayaran melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan peningkatan pertumbuhan, walaupun dari volume pertumbuhannya tidak setinggi triwulan sebelumnya. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang bekerjasama dengan perbankan, kas keliling, remise, program peduli uang lusuh, gerakan peduli koin dan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Dalam hal pengembangan akses keuangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung terus berupaya memperkenalkan Gerakan Nasional Non Tunai untuk memperluas edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat di Provinsi Lampung. Kesejahteraan masyarakat di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 diperkirakan relatif tidak Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami sedikit perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), penggunaan tenaga kerja meningkat terutama dari sektor Industri xvii

19 berubah namun masih berpotensi mengalami penurunan seiring kondisi ketenagakerjaan dan kemiskinan yang tidak menunjukkan perubahan signifikan. Pengolahan, Perdagangan, serta Pertambangan. Sementara itu, kesejahteraan petani yang tercemin dari Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat stabil namun cenderung menurun dari 104,32 pada triwulan I 2017 menjadi 104,28 pada triwulan laporan. Penurunan NTP tersebut disebabkan oleh indeks yang diterima petani (It) tercatat memiliki penurunan yang lebih dalam dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib). Relatif menurunnya NTP dimaksud antara lain didorong oleh meningkatnya biaya produksi seiring dengan standard kualitas hasil produksi yang cukup tinggi, termasuk fluktuasi harga pada komoditas tanaman hortikultura dan perkebunan. Kedepan, kesejahteraan petani masih rentan apabila ketergantungan Lampung terhadap ekonomi yang berbasis komoditas masih tinggi mengingat harga komoditas yang cenderung berfluktuasi. Di lain sisi, meskipun kondisi NTP tercatat masih cukup baik serta jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung menunjukkan tren yang menurun, rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Lampung selama 3 tahun terakhir tergolong cukup tinggi dan berada diatas rata-rata persentase penduduk miskin nasional. Upaya pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan di Provinsi Lampung perlu untuk terus ditingkatkan terutama pada daerah pedesaan. Prospek pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh cukup tinggi, namun dibayangi downward risk yang sedikit lebih tinggi. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh cukup tinggi pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy), namun dibayangi downward risk yang sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan, sedangkan net ekspor berpotensi mengalami koreksi dibandingkan triwulan III seiring kemungkinan berlanjutnya depresiasi harga komoditas ekspor seperti CPO dan Batubara, berkurangnya produksi kopi dan beberapa komoditas pangan, serta downward bias proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama. Secara sektoral, peningkatan kinerja sektor perdagangan diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan triwulan IV sejalan dengan pola musiman realisasi anggaran dan pelaksanaan hari besar keagamaan serta libur akhir tahun, sedangkan pertumbuhan sektor pertanian sedikit termoderasi seiring siklus penurunan produksi pangan memasuki musim hujan. xviii

20 Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Lampung pada tahun 2017 diperkirakan akan sedikit meningkat dari tahun sebelumnya. Prospek inflasi tahun 2017 diperkirakan masih tetap terkendali namun dengan level yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Inflasi Prospek inflasi pada triwulan IV dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih tetap terjaga pada kisaran 4%±1% (yoy), namun berpotensi mencatatkan level yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada periode tersebut berasal dari kelompok volatile food sejalan dengan masuknya musim penghujan dan potensi penurunan hasil panen. Kondisi ini perlu diantisipasi TPID dengan fokus pada upaya menjaga stabilitas inflasi pangan di level yang cukup rendah (dibawah 5%) guna mempertahankan daya beli masyarakat. xix

21 Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Di tengah proses pemulihan ekonomi nasional yang tidak secepat perkiraan, perekonomian Lampung di triwulan II 2017 masih dapat tumbuh cukup tinggi, yakni 5,03% (yoy), didorong oleh pesatnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan investasi di atas rata-rata historis 3 tahun terakhir. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Lampung tersebut di atas pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 4,09% (yoy) dan 5,01% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup tinggi sebesar 6,09% (yoy) sesuai dengan pola musiman pada periode Ramadhan dan Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah. Selain itu, pertumbuhan investasi juga tercatat meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 11,82% (yoy), terutama pada investasi bangunan seiring dengan pesatnya pembangunan proyek strategis Pemerintah. Di sisi penawaran, motor penggerak perekonomian Lampung bersumber dari sektor Perdagangan Besar- Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Konstruksi yang masing-masing memberikan andil sebesar 0,98%, 0,92%, dan 0,90%. Memasuki triwulan III 2017, ekonomi Lampung diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi yang didorong oleh masih baiknya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, secara sektoral, meningkatnya kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan diperkirakan menjadi pendorong ekonomi Lampung pada triwulan III Analisis PDRB Sisi Permintaan Di tengah proses pemulihan ekonomi nasional yang tidak secepat perkiraan, perekonomian Lampung pada triwulan II 2017 masih dapat tumbuh cukup tinggi yakni 5,03% (yoy), di atas pertumbuhan ekonomi Sumatera dan nasional yang masing-masing sebesar 4,09% (yoy) dan 5,01% (yoy) (Grafik 1.2.). Dibalik pertumbuhan yang masih cukup tinggi, ekonomi Lampung tercatat mengalami perlambatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 5,13% (yoy). Hal ini disebabkan net ekspor yang tercatat negatif dan penurunan kinerja konsumsi pemerintah. Grafik 1.1. PDRB Provinsi Lampung (qtq) Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Lampung dan Nasional (%yoy) Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah 1

22 Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Permintaan (% yoy) Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Pertumbuhan ekonomi Lampung di sisi permintaan tidak banyak mengalami perubahan dari 5 (lima) tahun sebelumnya, dimana konsumsi rumah tangga masih mendominasi struktur ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 dengan pangsa sebesar 57,02% yang diikuti oleh ekspor, impor dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi dengan peranan masing-masing sebesar 39,68%, 35,39% dan 29,17% dari total pengeluaran ekonomi Provinsi Lampung. Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terutama tercermin dari meningkatnya investasi, konsumsi rumah tangga serta perbaikan kinerja ekspor (Tabel 1.1.). Investasi menyumbang 3,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung, sementara konsumsi rumah tangga yang selalu menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung hanya mampu tumbuh terbatas dan memberikan kontribusi sebesar 3,54%. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan dan mempunyai andil negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan (-0,53%). Dari sisi eksternal, sumber pertumbuhan baik dari kinerja ekspor maupun impor tecatat mengalami peningkatan dengan sumbangan masingmasing sebesar 4,04% dan 5,85%, meskipun secara net ekspor belum menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan mengingat Memasuki triwulan III 2017, peningkatan kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung diperkirakan terus berlanjut dengan motor pertumbuhan masih akan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor Lampung diperkirakan akan mengalami pertumbuhan seiring perbaikan harga beberapa komoditas ekspor seperti kopi dan batu bara, meskipun pertumbuhan ekspor diperkirakan tidak sekuat perbaikan kinerja impor yang diperkirakan juga mengalami peningkatan seiring akselerasi proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta yang mendorong naiknya impor barang modal dan bahan baku Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga memiliki pangsa terbesar dalam struktur perekonomian Lampung dan masih tumbuh cukup baik pada triwulan laporan yakni sebesar 6,09% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,63% (yoy). Kondisi tersebut juga tercermin dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan II 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.3.). Konsumsi rumah tangga yang meningkat didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga dan volume konsumsi barang/jasa yang tercermin dari indeks pendapatan rumah tangga yang meningkat dari 98,9 menjadi 116,49 dan kenaikan indeks volume konsumsi barang dan jasa dari 111,2 menjadi 123,24 (Grafik 1.4.). Meningkatnya konsumsi barang dan jasa pada triwulan ini sesuai dengan pola musiman pada periode Ramadhan dan Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah pada bulan Juni dan Juli. Selain itu, cukup terkendalinya inflasi 2

23 selama enam bulan terakhir terindikasi dari stabilnya pergerakan harga pangan yang mampu meredam tekanan inflasi yang berasal dari kenaikan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA, sehingga dapat menjaga daya beli masyarakat dan memberi dorongan untuk meningkatkan pengeluaran. Di sisi lain, survei konsumen Bank Indonesia mengindikasikan bahwa tingkat keyakinan konsumen sepanjang triwulan II 2017 tetap dalam level optimis, meskipun sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.5.). Grafik 1.3. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.4. Komponen Indeks Tendensi Konsumen Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: PT PLN Distribusi Lampung, diolah Peningkatan konsumsi rumah tangga juga ditunjukkan dari data pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh menjadi 42,85% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,44% (yoy) (Grafik 1.6.). Penggunaan listrik rumah tangga oleh masyarakat pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi 608,82 juta KwH dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 571,40 juta KwH. Penyesuaian tarif listrik 900 VA untuk rumah tangga mampu pada bulan Mei 2017 tidak mempengaruhi konsumsi listrik rumah tangga yang tetap mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah rumah tangga di Provinsi Lampung yang mendapatkan pelayanan listrik dari PLN sebanyak rumah tangga sehingga jumlah keseluruhan rumah tangga yang menerima pelayanan listrik sampai dengan triwulan laporan adalah sebanyak 1,790 juta rumah tangga. 3

24 Grafik 1.7. Kredit Konsumsi Grafik 1.8. Kinerja KPR, KKB, Alat RT dan Multiguna Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, data indikator kredit konsumsi juga menunjukkan tren meningkat sejak triwulan III tahun lalu. Dibandingkan triwulan sebelumnya, kredit konsumsi Lampung pada triwulan II sedikit meningkat, yakni tercatat sebesar Rp21,20 triliun dengan pertumbuhan sebesar 10,99% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,64% (yoy) (Grafik 1.7.). Berdasarkan penggunaannya, kredit konsumsi rumah tangga yang digunakan untuk pembelian alat rumah tangga mengalami pertumbuhan tertinggi yakni mencapai 175,9% (yoy) seiring perayaan Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017 (Grafik 1.8.). Berdasarkan hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, meningkatnya permintaan kredit konsumsi pada triwulan II 2017 didorong oleh prospek usaha nasabah yang mulai meningkat serta tingkat suku bunga kredit konsumsi yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga mendorong aktivitas penyaluran kredit konsumsi. Grafik 1.9. Volume Impor Barang Konsumsi Grafik Pangsa Komoditas Impor Barang Konsumsi Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Peningkatan konsumsi ditengarai terutama bersumber dari barang impor. Hal ini tercermin pada pertumbuhan volume impor barang konsumsi yang tercatat sebesar 826,78% (yoy), meningkat sangat signifikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -57,59% (yoy). (Grafik 1.9.). Berdasarkan pangsanya, impor barang konsumsi masih didominasi impor makanan olahan yang meningkat signifikan dari 76,6% menjadi 96,24%, diikuti oleh impor barang semi tahan lama dengan kontribusi 1,85% (Grafik 1.10.). 4

25 Grafik Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha Grafik Perkembangan Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Mendatang Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KPw BI Provinsi Lampung Sumber: Survei Konsumen KPw BI Provinsi Lampung Memasuki triwulan III 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tetap tumbuh didukung perbaikan harga komoditas utama, dan faktor panen komoditas pangan yang diperkirakan akan mendorong perbaikan kegiatan usaha masyakarat, meningkatkan pendapatan serta menambah daya beli (disposible income) rumah tangga. Hal tersebut diindikasikan dari hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung yang menunjukkan adanya perkiraan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.11.). Hal yang menjadi perhatian adalah turunnya ekspektasi penghasilan konsumen 6 bulan mendatang, persepsi ketersediaan tenaga kerja (Grafik 1.12.) serta pengeluaran untuk barang tahan lama yang cenderung menurun dan meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk menyimpan uangnya berpotensi menahan ekspansi konsumsi rumah tangga triwulan mendatang Konsumsi Pemerintah Berbeda dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup stabil, pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 mengalami kontraksi pertumbuhan yakni -6,8% (yoy). Terkontraksinya pengeluaran konsumsi pemerintah antara lain disebabkan pergeseran pembayaran gaji ke-13 PNS yang mempengaruhi realisasi belanja tidak langsung APBD Selain itu, realisasi belanja modal pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka membiayai pembangunan serta rehabilitasi proyek pemerintah yang masih rendah turut mempengaruhi turunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan. Hal ini juga tercermin dalam pertubuhan giro pemerintah di BPD tercatat 20,10% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -3,77% (yoy). Pada triwulan III 2017, pengeluaran konsumsi pemerintah diperkirakan masih akan tumbuh yang tercermin dari posisi giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan pada bulan Juli Sesuai pola musiman diperkirakan belanja pemerintah akan meningkat pada semester II, seiring realisasi konsumsi pemerintah pada beberapa proyek infrastruktur di Provinsi Lampung. Hal yang perlu menjadi perhatian antara lain adalah penerapan kebijakan terkait penyaluran yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang mengatur penyaluran TKDD berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD yang disalurkan pada tahun sebelumnya. Penyaluran berbasis kinerja ini diterapkan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur Papua dan Papua Barat, serta dana desa. Apabila penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD masih rendah maka kondisi ini dapat 5

26 membatasi ruang gerak Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam melakukan percepatan pembangunan infrastuktur yang sudah direncanakan. Grafik Giro Pemerintah di BPD Triwulanan Grafik Perkembangan Giro Pemerintah Bulanan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Investasi Kinerja Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) tercatat meningkat cukup signifikan yakni sebesar 11,82% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -1,44% (yoy). Peningkatan kinerja investasi terutama di sektor investasi bangunan seiring dengan pesatnya pembangunan proyek strategis pemerintah seperti infrastruktur jalan terus menjadi prioritas pembangunan di Provinsi Lampung, termasuk pembangunan properti bersubsidi oleh swasta yang secara langsung mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur oleh pemerintah dapat menjadi daya tarik bagi investor swasta untuk berinvestasi di Provinsi Lampung. Perkembangan yang positif juga terjadi pada investasi non bangunan yang tercermin dari peningkatan impor barang modal secara signifikan yakni mencapai 124,32% (yoy) serta penyaluran kredit investasi yang tercatat tumbuh cukup tinggi, yakni 23,89% (yoy). Grafik Porsi Investasi Bangunan dan Non Bangunan Grafik Impor Barang Modal Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Berdasarkan jenis investasinya, meningkatnya investasi pada triwulan laporan terutama didorong oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.800,39 milyar atau tumbuh 13,23%(qtq). Penanaman modal dalam negeri terbesar pada triwulan laporan terutama berada pada sektor konstruksi (89,70%), diikuti oleh sektor industri makanan (10,3%). Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) pada triwulan laporan tercatat sebesar US$ 11,64 juta atau tumbuh negatif sebesar -66,7% (qtq). Penanaman modal asing terbesar pada triwulan laporan berada pada sektor industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik 6

27 (56,7%) kemudian diikuti oleh sektor pertambangan (25,57%) dan listrik, gas dan air (11,89%) (Grafik dan 1.18.). Grafik Porsi Pangsa Investasi PMA Tw II 2017 Grafik Porsi Pangsa Investasi PMDN Tw II 2017 Sumber: BKPM Sumber: BKPM Meningkatnya investasi pada triwulan ini juga ditunjukkan dari hasil liaison 1 yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung yang menyatakan bahwa investasi yang dilakukan (kontak liaison) sebagian besar berupa ekspansi usaha berupa pembukaan lini bisnis baru maupun kantor cabang baru. Kegiatan investasi dengan skala besar terjadi di subsektor industri pengolahan makanan dan perdagangan otomotif, Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan - Peternakan & Hasil-hasilnya sementara di subsektor lainnya hanya melakukan perawatan, peremajaan alat dan mesin serta renovasi untuk kegiatan operasional (Tabel 1.2.). Tabel 1.2. Daftar Kegiatan Investasi Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor Produk Bentuk Investasi Konveksi sulam usus,tapis,batik & kebaya Lampung Perawatan rutin alat produksi sulam usus Persiapan mengikuti pameran di Perancis yang membutuhkan biaya sebesar Rp2,5 miliar Pengolahan Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan - Peternakan & Escargots, nata de coco, wood package Sapi Perluasan kapasitas gedung untuk kegiatan pengolahan yang telah dimulai pada tahun Renovasi layout pabrik agar proses produksi menjadi lebih baik. Proses renovasi ini diperkirakan selesai pada bulan Juli hingga Agustus Penggantian pendingin ruangan yang sebelumnya menggunakan AC menjadi AHU. Total investasi ini diperkirakan memerlukan biaya sebesar Rp 10 miliar. Pembangunan kandang berkapasitas sampai dengan 10 ribu ekor sapi dengan total investasi sebesar Rp30 miliar untuk proyek peternakan dairy yang ditargetkan berjalan secara penuh pada tahun Pengembangan usaha breeding sebanyak ekor sapi yang diperkirakan dapat berjalan penuh pada 1 Liaison merupakan wawancara mendalam mengenai perkembangan usaha selama satu tahun dengan responden meliputi perusahaan, asosiasi, dan lembaga pemerintahan 7

28 Sektor Produk Bentuk Investasi Hasil-hasilnya tahun 2019, Ekspansi kandang usaha breeding senilai Rp10 miliar. Feasibility study mengenai RPH modern, serta rencana pengembangan fungsi agribisnis dari hulu ke hilir yang diperkirakan berjalan hingga tahun 2018 senilai Rp30 miliar. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan - Tanaman Perkebunan Perdagangan Sawit, Karet, Teh, Tebu Kopi Investasi tanaman (replanting) rata-rata senilai Rp31,1 miliar, investasi non tanaman (pabrik, jalan, jembatan) rata-rata senilai Rp5 miliar, serta investasi pengembangan (termasuk revitalisasi pabrik gula dan pengembangan lainnya) rata-rata senilai Rp3,71 miliar. Pembukaan gerai penjualan kopi hasil perkebunan perkebunan yang direncanakan setelah Lebaran tahun Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan - Perikanan Udang Pengadaan cold storage berkapasitas ton yang telah direncanakan dua tahun sebelumnya. Kinerja investasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan tumbuh seiring dengan pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan di Lampung. Optimisme ini juga didukung oleh hasil liaison yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung terutama di subsektor perkebunan, pertanian dan peternakan. Meskipun demikian, kinerja investasi diperkirakan akan tumbuh moderat cenderung lebih lambat dibandingkan triwulan II 2017, hal ini dipengaruhi realisasi investasi salah satu proyek infrastruktur yang telah mencapai 54,12% sampai dengan Mei 2017 dari target yang akan dicapai sampai dengan akhir tahun Ekspor dan Impor Dari sisi eksternal, kinerja ekspor 2 Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yakni mencapai 10,80% (yoy), meskipun belum mampu mengimbangi impor yang naik lebih tinggi yakni 16,50% (yoy). Dilihat dari sisi baiknya, impor yang pesat tersebut sebagian besar dalam bentuk barang modal yang dalam jangka menengah panjang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas perekonomian Lampung. 2 Pengertian ekspor dan impor dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar provinsi 8

29 Grafik Perkembangan Ekspor Luar Negeri Grafik Pangsa Kelompok Ekspor Non Migas Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik Negara Tujuan Ekspor Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Capaian kinerja ekspor terutama dipengaruhi kinerja ekspor luar negeri Provinsi Lampung yang pada triwulan laporan tumbuh sebesar 43,66% (yoy), cukup tinggi meskipun secara nominal ekspor secara triwulanan cenderung menurun dari triwulan sebelumnya yakni hanya mencapai US$ 867,74 juta (Grafik 1.19.). Tertahannya kinerja ekspor antara lain dipengaruhi oleh proses pemulihan ekonomi di negara tujuan ekspor utama dan perbaikan harga komoditas ekspor yang belum sepenuhnya pulih. Tidak banyak berubah dari triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan ekspor berupa lemak dan minyak hewan/nabati (CPO) menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar dengan pangsa 41,75%, diikuti dengan komoditas kopi, teh dan rempah-rempah (26,39%) (Grafik1.20.). Sementara itu, negara tujuan ekspor terbesar Provinsi Lampung pada triwulan laporan adalah Amerika Serikat (14,73%), India (12,95%) dan Italia (9,29%) (Grafik 1.21.). Sementara itu kinerja impor Provinsi Lampung juga mengalami perbaikan dengan pertumbuhan sebesar 16,50% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 5,23% (yoy). Membaiknya kinerja impor Lampung pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya impor antar daerah yang tumbuh mencapai 20,98% (yoy). Di lain sisi, kinerja impor luar negeri Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 tercatat mencapai US$ 663,53 juta atau tumbuh 10,28% (yoy) (Grafik 1.22.), cenderung melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 44,82% (yoy). Pada triwulan II 2017, komoditas impor ke Provinsi Lampung mayoritas berupa binatang hidup (23,78%), kapal laut (20,31%), gula dan kembang gula (13,73%) serta ampas/sisa industri makanan 9

30 (13,38%) (Grafik 1.23.). Sementara itu, negara pemasok barang impor terbesar ke Provinsi Lampung adalah Thailand (21,90%), Bahrain (14,04%), dan Qatar (13,77%) (Grafik 1.25.). Grafik Perkembangan Impor Luar Negeri Grafik Pangsa Kelompok Impor Non Migas Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Grafik Negara Asal Impor Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Memasuki triwulan III 2017, kinerja ekspor Lampung diperkirakan akan tetap tumbuh seiring dengan membaiknya harga dan meningkatnya produksi salah satu komoditas ekspor Lampung yakni kopi robusta seiring musim panen pada rentang bulan Juli-Agustus (Grafik 1.26.). Hal ini juga ditunjukkan dari pangsa ekspor bulan Juli yang didominasi oleh komoditas kopi, teh dan rempah-rempah yang mencapai 32,19%. Demikian pula dengan kinerja ekspor CPO yang diperkirakan akan membaik sampai dengan akhir tahun sehubungan dengan kebijakan penerapan program biodiesel Tiongkok yang menciptakan kebutuhan minyak kelapa sawit (CPO) mencapai 9 juta ton. Perkiraan membaiknya kinerja ekspor pada triwulan III 2017 juga diperkuat oleh membaiknya beberapa harga komoditas lainnya, antara lain harga batubara yang tercatat sebesar US$ 52,38/Mt, mulai meningkat jika dibandingkan dengan harga Juni yang tercatat US$ 52,38/Mt bahkan dibandingkan akhir Maret 2017 yang sebesar US$ 51,6/Mt (Grafik 1.27.). Namun demikian, kinerja ekspor diperkirakan akan sedikit tertahan oleh pemulihan ekonomi negara tujuan ekspor yang masih berlangsung, khususnya ketidakpastian terkait arah kebijakan Amerika Serikat dan Eropa. Selain itu, terdapat potensi turunnya demand batubara dari negara importir, serta perbaikan harga komoditas yang belum stabil dan cenderung turun. Hal ini ditunjukkan dari data ekspor pada bulan Juli 2017 yang tercatat tumbuh, namun cenderung stabil, yakni US$ 305,84 juta (Grafik 1.25.). 10

31 Grafik Tracking Perkembangan Ekspor Luar Negeri Grafik Perkembangan Harga Kopi Internasional Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: Bloomberg Grafik Perkembangan Harga Batu Bara Internasional Grafik Tracking Perkembangan Impor Luar Negeri Sumber: Bloomberg Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Memasuki triwulan III 2017, impor Lampung diperkirakan akan meningkat seiring dengan akselerasi proyek pembangunan infrastruktur dan membaiknya kondisi ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari data impor pada bulan Juli 2017 yang tercatat tumbuh mencapai US$ 260,32 USD, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.28.). Meningkatnya kinerja impor juga diperkirakan didorong oleh masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga dan kinerja di sektor industri pengolahan, dan diperkirakan akan semakin meningkat didorong pengembangan kawasan industri dan pariwisata di Lampung Analisis PDRB Sisi Penawaran Motor penggerak perekonomian Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 bersumber dari sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Konstruksi, dan sektor Industri Pengolahan. Sektor Perdagangan tercatat tumbuh hampir 3 kali lipat dari rata-rata historisnya selama 3 tahun terakhir. Begitu pula dengan sektor Konstruksi yang tumbuh 2 kali lipat dari rata-rata historisnya. Sementara itu, walaupun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor Industri Pengolahan masih memberikan andil yang cukup tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung, yakni sebesar 0,92%. Di sisi lain, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang memiliki pangsa terbesar dari perekonomian Lampung pada triwulan laporan tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 1.3.). 11

32 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung - Sisi Penawaran (% yoy) Lapangan Usaha Tw II 2016 (qtq) Tw I 2017 (qtq) Tw II 2017 (qtq) Tw II 2016 (yoy) Tw I 2017 (yoy) Tw II 2017 (yoy) Andil Tw II 2017 A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik, Gas E Pengadaan Air F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Meningkat Melambat Moderat Dilihat dari pangsanya, porsi terbesar PDRB Lampung pada triwulan laporan masih didominasi oleh tiga sektor utama Provinsi Lampung yaitu sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dengan porsi masing-masing sebesar 32,27%, 17,45% dan 11,87% (Grafik 1.30.). Memasuki triwulan III 2017, kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang ditopang oleh pertumbuhan di sektor Pertanian dan Industri Pengolahan, seiring dengan kembali meningkatnya produksi perkebunan, termasuk sektor Perdagangan Besar & Eceran dan Reparasi Mobil & Motor sejalan dengan akselerasi pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah yang sedang gencarnya dilakukan. Grafik Sumber Pertumbuhan PDRB Lap. Usaha Tw-II

33 Grafik Pangsa PDRB Lap. Usaha Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan ini tumbuh melambat dari 1,03% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,64% (yoy). Secara garis besar, melambatnya pertumbuhan di sektor pertanian tersebut disebabkan oleh panen raya bahan pangan yang berlangsung lebih awal yakni sebagian besar di triwulan I serta masih cukup tingginya curah hujan yang mengganggu produksi tanaman hortikultura dan hasil perkebunan. Curah hujan di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 masih berada pada level menengah dengan rata-rata curah hujan mm. Melambatnya kinerja di sektor pertanian pada triwulan II 2017 tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada triwulan II 2017 menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 104,32 menjadi 104,28 (Grafik 1.32.). Penurunan NTP tersebut disebabkan oleh indeks yang diterima petani turun lebih dalam dari pada indeks yang dibayarkan oleh petani. Selain NTP, kinerja sektor pertanian yang menurun juga tercermin dari dukungan pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor pertanian tercatat tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 8,32% (yoy), menurun dari triwulan I 2017 yang pertumbuhannya sebesar 8,72% (Grafik 1.31.). Secara nominal, dukungan pembiayaan sektor pertanian pada triwulan II 2017 adalah sebesar Rp9,18 triliun. Grafik Kredit Sektor Pertanian Grafik Nilai Tukar Petani 13

34 Meskipun kinerja sektor pertanian pada triwulan laporan belum cukup baik dibandingkan triwulan sebelumnya, namun sektor tersebut dapat tetap tumbuh dengan dukungan dari produksi tanaman pangan (padi dan jagung) di Provinsi Lampung yang pada tahun 2017 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan (Tabel 1.4.). Hal ini didukung oleh upaya pemerintah yang memprioritaskan Upaya Khusus (UPSUS) tahun 2017 untuk meningkatkan produksi jagung, setelah sebelumnya UPSUS padi. Sementara itu, untuk kedelai akan diprioritaskan pada tahun Dengan adanya upayaupaya tersebut, diperkirakan kinerja sektor pertanian tahun 2017 tetap akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. Tabel 1.4. Realisasi dan Target Produksi Tanaman Pangan Komoditas Target 2017 % 2017 thdp 2016 Padi (Sawah + Ladang) 3,320,064 3,641,895 4,020,420 4,401, Jagung 1,719,386 1,502,800 1,720,196 2,371, Kedelai 13,777 9,815 9,960 7, Kacang Tanah 17,915 4,963 4,842 5, Kacang Hijau 4,060 1,445 1,347 1, Ubi Kayu 9,011,274 7,387,084 6,481,382 6,735, Ubi Jalar 47,547 28,494 23,603 31, Memasuki triwulan III 2017, kinerja sektor pertanian, perikanan dan kehutanan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan kembali meningkatnya produksi perkebunan. Meningkatnya kinerja di sektor pertanian diperkirakan juga didorong oleh pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi, waduk dan bendungan di tahun Selain itu, adanya UPSUS peningkatan produksi tanaman pangan yang berfokus terhadap peningkatan produksi jagung diperkirakan turut mendorong kinerja di sektor pertanian. Namun demikian, belum begitu membaiknya harga singkong diperkirakan masih menahan laju pertumbuhan di sektor pertanian Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor Industri Pengolahan di Provinsi Lampung pada tumbuh sedikit lebih lambat, yakni dari 6,78% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,28% (yoy) pada triwulan II Sedikit melambatnya kinerja sektor tersebut tercermin dari konsumsi listrik segmen industri pada triwulan laporan yang tumbuh melambat dari 17,38% (yoy) menjadi 3,23% (yoy) (Grafik 1.34.). Hal ini sebagai dampak dari adanya kebijakan Pemerintah dalam menaikkan tarif listrik secara bertahap khususnya tahap 3 yang terjadi pada bulan Mei Dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan terhadap sektor industri pengolahan juga tercatat sedikit melambat sehingga menahan laju pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Hal tersebut terlihat dari penyaluran kredit di sektor industri yang tumbuh melambat pada triwulan II 2017 sebesar 5,62% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,05% (yoy) (Grafik 1.33.). 14

35 Grafik Kredit Sektor Industri Grafik Penjualan Listrik Industri Grafik Ekspor Industri Grafik Kapasitas Industri Terpakai Perlambatan kegiatan industri pengolahan yang terjadi pada triwulan laporan ternyata sedikit tertahan oleh pertumbuhan ekspor industri. Pada triwulan II 2017 ekspor industri Provinsi Lampung tercatat masih tumbuh cukup tinggi, yakni sebesar 27,14% (yoy) (Grafik 1.35.). Walaupun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 39,71% (yoy), namun pertumbuhan sampai dengan triwulan II 2017 tersebut masih cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sehingga perkembangannya masih dalam tren yang meningkat. Sejalan dengan ekspor industri yang masih tumbuh cukup tinggi, kapasitas industri terpakai pada triwulan laporan juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 64,83% menjadi 80,06% (Grafik 1.36.). Perkembangan yang cukup baik dari sisi ekspor industri dan kapasitas industri terpakai ini ternyata mampu memberikan dampak yang cukup baik pula bagi perkembangan sektor industri, yang mana pada triwulan laporan tumbuh sedikit melambat namun mampu memberikan sumbangan pertumbuhan PDRB Lampung yang cukup tinggi, yakni sebesar 0,92% (tertinggi kedua setelah sektor perdagangan). Memasuki triwulan III 2017, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh meningkat. Kondisi tersebut didukung oleh telah selesainya tahapan kebijakan Pemerintah untuk menaikkan tarif listrik pada bulan Mei Selain itu, berdasarkan survei penggunaan tenaga kerja yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, penggunaan tenaga kerja sektor industri diperkirakan meningkat dari triwulan sebelumnya, yakni dari 0,47% menjadi 1,06% (Grafik 1.37.). 15

36 Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Industri Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor pada triwulan laporan tumbuh sebesar 8,52% (yoy), tumbuh hampir 3 kali lipat dari rata-rata historisnya. Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,83% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan di sektor perdagangan terkonfirmasi dari pertumbuhan perdagangan otomotif khususnya penjualan motor dan truk yang menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, penjualan motor dan truk tercatat tumbuh positif, setelah triwulan dan tahun sebelumnya selalu mencatatkan pertumbuhan negatif. Volume penjualan motor pada triwulan laporan tumbuh sebesar 8,93% (yoy), sedangkan volume penjualan truk tumbuh sebesar 31,74% (yoy) (Grafik & Grafik 1.39.). Membaiknya pertumbuhan perdagangan otomotif khususnya penjualan motor didorong oleh konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup baik. Selain itu, meningkatnya penjualan truk juga didorong oleh peningkatan investasi di Provinsi Lampung, seperti perbaikan infrastruktur jalan sehingga membutuhkan kendaraan jenis truk dalam jumlah banyak untuk mendukung operasionalnya sehari-hari. Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan aktivitas di sektor perdagangan ternyata tidak diiringi oleh peningkatan pertumbuhan di sisi penyaluran kredit. Kredit sektor perdagangan pada triwulan ini tercatat melambat dari 6,27% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,53% (yoy) pada triwulan laporan. Namun demikian, secara nominal pembiayaan di sektor perdagangan meningkat dari Rp14,36 triliun menjadi sebesar Rp15,09 triliun (Grafik 1.40.). Memasuki triwulan III 2017, sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan tetap tumbuh, namun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Tumbuhnya sektor perdagangan terkonfirmasi dari perkiraan indeks kegiatan dunia usaha di sektor perdagangan yang pada triwulan III 2017 diperkirakan sebesar 7,41%. Tumbuhnya sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan juga didorong oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga serta masih berlanjutnya perbaikan infrastruktur. Namun demikian, adanya kemungkinan penghapusan subsidi bbm oleh Pemerintah yang berdampak terhadap kenaikan harga diperkirakan akan menahan laju kinerja di sektor perdagangan. 16

37 Grafik Penjualan Motor Grafik Penjualan Truk Grafik Kredit Sektor Perdagangan Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan Sektor Konstruksi Sektor Konstruksi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 11,13% (yoy), tumbuh 2 kali lipat dibandingkan rata-rata historisnya. Pertumbuhan tersebut juga tercatat jauh di atas pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 6,64% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan pada sektor konstruksi terkonfirmasi dari data konsumsi semen yang pada triwulan ini tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 1,3% (yoy) menjadi 11,38% (yoy) (Grafik 1.43.). Pertumbuhan yang terjadi pada penjualan semen mengindikasikan bahwa pembangunan yang dilakukan di Provinsi Lampung meningkat. Meningkatnya aktifitas pembangunan yang dilakukan di Provinsi Lampung sejalan dengan pembangunan proyek infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, termasuk pembangunan properti bersubsidi oleh pihak swasta. Meningkatnya pertumbuhan pada sektor konstruksi tercermin dari pertumbuhan pembangunan properti, khususnya properti untuk tipe besar yang masih tumbuh meningkat pada triwulan II Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, pembangunan properti untuk tipe besar (>70) oleh pihak swasta menunjukkan pertumbuhan yang meningkat walaupun masih negatif secara tahunan. Dari sisi pembiayaan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan di sektor konstruksi, penyaluran kredit di sektor tersebut juga mulai menunjukkan perbaikan walaupun masih tercatat tumbuh negatif. Kredit di sektor konstruksi pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.670 miliar, lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1.645 miliar (Grafik 1.42.). 17

38 Grafik Kredit Sektor Konstruksi Grafik Penjualan Semen Grafik Pembangunan Properti Memasuki triwulan III 2017, kinerja di sektor konstruksi diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil survei harga properti residensial yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, dimana diperkirakan akan terjadi penurunan pembangunan properti dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, dari hasil survei kegiatan dunia usaha, sektor konstruksi diperkirakan pada triwulan III 2017 cenderung tidak banyak berubah dari triwulan sebelumnya. Beberapa hal yang menjadi faktor penurunan pembangunan properti tersebut antara lain karena biaya administrasi kepemilikan rumah yang masih cukup tinggi dan membebani para pembeli. Selain itu, masih sulitnya proses pengajuan KPR kepada Perbankan juga menjadi salah satu faktor yang menghambat sektor konstruksi untuk dapat tumbuh lebih tinggi lagi. Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Konstruksi Grafik Perkiraan Pembangunan Properti Tw-III

39 Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan laporan tumbuh sebesar 3,21% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,40% (yoy). Masih tumbuhnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh meningkatnya kinerja di subsektor pertambangan seiring dengan meningkatnya produksi batu bara untuk kegiatan ekspor. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari ekspor batu bara yang pada triwulan laporan mengalami peningkatan cukup signifikan yakni sebesar 89,36% (yoy) (Grafik 1.47.) seiring dengan harga batubara yang sedang dalam tren meningkat sampai dengan triwulan II Grafik Ekspor Batubara Grafik Harga Batubara Masih baiknya kinerja di sektor pertambangan juga didukung oleh penyaluran kredit di sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan sebesar 6,53% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 0,98% (yoy). Secara nominal, penyaluran kredit di sektor pertambangan pada triwulan ini tercatat sebesar Rp168,01 milyar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 150,01 milyar (Grafik 1.49.). Grafik Kredit Sektor Pertambangan Grafik Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Pertambangan Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari hasil SKDU yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung dimana indeks kegiatan usaha di sektor pertambangan pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh 1,46% (Grafik 1.50.), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja di sektor pertambangan dan penggalian didorong oleh peningkatan subsektor pertambangan seiring dengan membaiknya harga batubara dan meningkatnya subsektor penggalian seiring dengan pembangunan proyek infrastruktur strategis Pemerintah yang akan terus diakselerasi. 19

40 Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat menjadi sebesar 10,45% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 8,94% (yoy). Meningkatnya kinerja di sektor transportasi dan pergudangan terkonfirmasi dari data bongkar muat di pelabuhan. Pada triwulan laporan, arus bongkar muat di pelabuhan menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Arus bongkar barang tumbuh cukup signifikan, yakni sebesar 99,63% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -15,14% (yoy). Begitu juga dengan arus muat di pelabuhan juga tumbuh meningkat dari 27,03% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 44,80% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.51.). Grafik Arus Barang Melalui Pelabuhan Grafik Arus Barang Melalui Kereta Api Meningkatnya aktivitas di sektor transportasi dan pergudangan juga ditunjukkan dari pertumbuhan pada arus barang dan penumpang melalui angkutan kereta api. Arus barang melalui kereta api pada triwulan laporan tumbuh cukup signifikan yaitu sebesar 28,24% (yoy) (Grafik 1.52.). Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,38% (yoy). Sama halnya dengan arus barang, pertumbuhan arus penumpang yang menggunakan kereta api juga mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni sebesar 29,70% (yoy). Keduanya tumbuh signifikan pada triwulan laporan seiring dengan periode Ramadhan dan mudik lebaran tahun Sejalan dengan arus penumpang kereta api yang tumbuh meningkat, jumlah penumpang angkutan laut juga menunjukkan pertumbuhan positif, yakni sebesar 15,91% (yoy) pada triwulan ini, setelah 2 triwulan sebelumnya berturut-turut tumbuh negatif. Sementara itu, jumlah penumpang angkutan udara tercatat tumbuh meningkat namun tidak banyak berubah dari triwulan sebelumnya, yakni 23,11% (yoy). Hal ini sebagai dampak dari adanya peningkatan tarif angkutan udara pada periode triwulan II 2017 seiring dengan tingginya permintaan masyarakat pada periode menjelang lebaran. Dari sisi pembiayaan, sejalan dengan sektor transportasi dan pergudangan yang meningkat, pertumbuhan penyaluran kredit di sektor tersebut juga tercatat mengalami peningkatan dari 89,85% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi tumbuh sebesar 126,91% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.56.). 20

41 Grafik Jumlah Penumpang Kereta Api Grafik Jumlah Penumpang Angkutan Laut Grafik Jumlah Penumpang Angkutan Udara Grafik Kredit Sektor Transportasi & Pergudangan Memasuki triwulan III 2017, kinerja di sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan akan tetap tumbuh cukup baik, namun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Akselerasi pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang dilakukan di Provinsi Lampung juga diperkirakan turut mendorong kinerja di sektor transportasi dan pergudangan. Namun, aktivitas di sektor transportasi dan pergudangan berpotensi tertahan oleh kemungkinan penyesuaian harga BBM oleh Pemerintah. Penysuaian harga BBM diperkirakan akan berdampak lanjutan terhadap kenaikan tarif angkutan sehingga menahan konsumsi masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi Sektor Lainnya Kinerja sektor Pengadaan Listrik dan Gas pada triwulan II 2017 tumbuh cukup tinggi, yakni sebesar 39,96% (yoy). Angka tersebut tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 21,64% (yoy). Masih tingginya sektor pengadaan listrik dan gas sejalan dengan data PLN Provinsi Lampung yang menunjukkan bahwa total penjualan listrik pada triwulan laporan tumbuh sebesar 3,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (Grafik 1.57.). Namun demikian, secara volume penjualan listrik pada triwulan laporan meningkat dari sebesar 962 juta KwH menjadi 994 juta KwH. Selain itu, kinerja sektor Pengadaan Air juga tumbuh meningkat sebesar 7,94% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 4,63% (yoy). Meningkatnya kinerja di sektor pengadaan air tercermin dari total penjualan PDAM yang tumbuh sebesar 6,61% (yoy), sedikit lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,90% (yoy) (Grafik 1.59.). Sementara itu, pertumbuhan jumlah pelanggan tidak banyak berubah dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan, jumlah pelanggan tumbuh lebih rendah yakni dari 5,85% (yoy) menjadi 2,92% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.60.). Tercatat bahwa jumlah 21

42 total penjualan air pada triwulan II 2017 sebesar 10,81 juta kilo liter dan jumlah pelanggan PDAM sebanyak 40,98 ribu pelanggan. Tumbuh tingginya sektor kedua sektor tersebut terutama didorong oleh peningkatan penggunaan gas sejalan dengan semakin banyaknya industri, hotel dan restoran yang menggunakan gas sebagai bahan bakar. Sementara kenaikan sektor pengadaan air bersih didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap air bersih sejalan dengan semakin banyaknya hotel dan restoran baru di Provinsi Lampung. Grafik Total Penjualan Listrik Grafik Jumlah Pelanggan Terhadap Konsumsi Listrik Grafik Total Penjualan PDAM Grafik Jumlah Pelanggan PDAM Memasuki triwulan III 2017, sektor pengadaan listrik, gas, dan air diperkirakan masih tumbuh namun tidak setinggi triwulan sebelumnya tinggi yang ditopang oleh meningkatnya permintaan masyarakat untuk pemenuhan kegiatan usaha di Provinsi Lampung serta masih cukup baiknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III

43 BOKS 1 : Mendorong Pengembangan Sektor Agroindustri sebagai Basis Industri Nasional melalui Peningkatan Integrasi dan Keterkaitan Manufaktur dengan Sektor Primer (Hilirisasi Pertanian) Berdaya Saing Tinggi Secara historis, perekonomian Lampung bertumpu pada 3 (tiga) sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan dengan pangsa mencapai yang relatif terjaga dalam 5 (lima) tahun terakhir. Salah satu isu terkait konsentrasi sektoral tinggi tersebut adalah terbatasnya ruang gerak ekonomi bila diantara sektor tersebut mengalami koreksi pertumbuhan, padahal risiko terjadinya hal tersebut cukup besar mengingat ketergantungan Lampung yang tinggi terhadap komoditas ekstraktif (pertanian) yang rentan terhadap gangguan cuaca dan fluktuasi harga pasar. Selain itu, nilai tambah sektor pertanian juga relatif rendah sehingga meskipun memiliki pangsa besar, andil terhadap pertumbuhan ekonomi relatif kecil. Pada triwulan II-2017, pangsa sektor pertanian tercatat sebesar 32,2% namun andil terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung yang mencapai 5,03% (yoy) hanya sebesar 0,21%. Dibandingkan provinsi lain di Sumatera, pangsa pertanian Lampung juga relatif tinggi (pangsa rata-rata Sumatera 23,1%) sehingga upaya diversifikasi sektor penopang ekonomi Lampung perlu menjadi prioritas. Meskipun demikian, secara nasional Lampung merupakan salah satu produsen utama beberapa komoditas seperti kopi, ubi kayu, jagung dan nanas yang potensial untuk diolah lebih lanjut khususnya melalui sektor industri. Beberapa pelaku industri hasil pertanian Lampung bahkan telah tergolong maju, selain tergabung dalam rantai perdagangan nasional dan global juga mampu memproduksi produk urunan bernilai tambah tinggi. a. Komoditas Unggulan Lampung KOPI Berdasarkan data rata-rata selama 5 (lima) tahun terakhir ( ), Provinsi Lampung merupakan produsen kopi terbesar kedua di Indonesia setelah Sumatera Selatan (21,2%) dengan rata-rata kontribusi selama tahun sebesar 18,35% atau ton/tahun. Di kawasan ASEAN, produktivitas kopi Indonesia terendah kedua setelah Myanmar hanya sebesar 740kg/ha. Sedangkan yang tertinggi di negara Vietnam dengan produktivitas mencapai kg/ha. Pertumbuhanan konsumsi kopi secara nasional mencapai 8% per tahun, melebihi pertumbuhan permintaan kopi secara global 2,5% pada Grafik 1. Share Produksi Kopi Perkebunan Lampung Terhadap Indonesia Grafik 2. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Kopi Provinsi Lampung 23

44 Grafik 3. Konsumsi Kopi Indonesia Indonesia sebagai salah satu pengekspor kopi dunia dengan komposisi kopi yang diekspor 75% masih dalam bentuk green bean, 5% dalam bentuk olahan dan hanya sekitar 20% yang diolah untuk konsumsi dalam negeri. Negara tujuan ekspor Kopi Lampung terbesar antara lain Jerman, Italia, Malaysia, Russia, Jepang, dan Amerika Serikat. Hingga Juni 2017 total netto ekspor kopi dari Provinsi Lampung mencapai ton. NANAS Berdasarkan data rata-rata produksi tahun sebanyak65,5% produksi nanas Indonesia dipasok dari Provinsi Lampung (32,77%), Jawa Barat (10,39%) dan Sumatera Utara(12,78%). Persentase ekspor olahan buah Lampung selalu termasuk ke dalam 5 jenis komoditi ekspor terbesar Lampung (mencapai 5,46% pada triwulan II 2017). Hal ini didukung dengan adanya PT Great Giant Pineapple, salah satu pabrik pengalengan nanas modern terbesar ke-3 di dunia dengan pangsa 17% yang hingga saat ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak ± orang dengan produk yang dihasilkan berupa nanas kalengan, jus nanas konsentrat, dan cocktail buah kalengan. Sisa produksi berupa bonggol nanas diolah menjadi enzym bromelin yang digunakan sebagai kosmetik dan suplemen makanan. Perusahaan ini menggunakan bahan baku impor seperti gula dari Thailand dengan kualitas lebih baik dibandingkan gula dalam negeri serta dan harga yang lebih murah. Hingga Juni 2017 total netto ekspor nanas dari Provinsi Lampung mencapai ton. Grafik 4. Share Produksi Nanas Lampung Terhadap Indonesia Grafik 5. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Nanas Provinsi Lampung 24

45 JAGUNG Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, secara rata-rata dari tahun 2012 hingga tahun 2016, Provinsi Lampung menduduki urutan ke-3 untuk produksi jagung dengan total kontribusi sebesar 8,97% atau 1,69 juta ton. Hilirisasi komoditas jagung terbesar di Provinsi Lampung dilakukan oleh PT. Charoen Pokphand, yakni mengolah jagung menjadi berbagai jenis pakan ternak. Grafik 6. Share Produksi Jagung Lampung Terhadap Indonesia Grafik 7. Konsumsi RT Jagung Prov. Lampung Grafik 8. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Jagung Provinsi Lampung b. Tantangan Hilirisasi Produk Pertanian Terlepas dari kemajuan impresif beberapa pelaku industri agro, pengembangan industri agro unggulan di Lampung pada kenyataannya menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, kebutuhan investasi lahan yang cukup besar untuk menjamin pasokan bahan baku dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Pada prakteknya, industri melakukan pembelian lahan yang secara administratif biasanya memakan waktu lama (lebih dari 1 tahun), termasuk karena lokasi lahan luas biasanya di kawasan hutan atau kawasan dengan izin penggunaan tertentu. Sebagai alternatif industri dapat menyewa lahan asalkan lokasi lahan dari para pemilik dapat disatukan agar memiliki bentang yang luas. Kedua, adanya permasalahan mendasar sektor industri seperti akses sumber energi yang terbatas dan biaya energi yang relatif tinggi. Salah satu pelaku industri unggulan Lampung misalnya, harus memenuhi pasokan energinya dengan membangun sendiri pembangkit listrik. Selain penyediaan energi, 25

46 permasalahan lain terkait akses infrastruktur yang terbatas, biaya logistik yang relatif tinggi, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan insentif pemerintah yang terbatas (misalnya untuk pengadaan barang modal), juga menjadi permasalahan mendasar terutama jika dibandingkan produsen negara pesaing. Ketiga, industri hilir memerlukan lingkungan pendukung inovasi, diantaranya untuk berbagi risiko (biaya) dalam R&D, misalnya dengan universitas atau pusat riset. Inovasi biasanya juga melibatkan alih teknologi yang memerlukan dukungan kebijakan terkait hubungan ekonomi antar negara, penyediaan insentif dan pengembangan industri komplemen termasuk industri rekayasa sarana dan peralatan produksi. Disamping ketiga hal tersebut, tantangan utama pengembangan hilirisasi vertikal sebenarnya terletak di sisi hulu pertanian (upstream agriculture) yang beragam masalahnya berdampak pada rendahnya produktivitas dan kualitas hasil petani, lemahnya posisi tawar petani sehingga terpaksa menanggung biaya produksi sekaligus distribusi (menjadi penerima margin terendah dalam value chain), serta munculnya risiko operasional terkait side-stream oleh petani. Kondisi ini memberikan kesulitan bagi industri agro untuk memastikan pasokan bahan baku dalam jumlah, kualitas, harga dan waktu yang tepat sesuai kebutuhan produksi. Meskipun dapat diantisipasi dengan pemberian dukungan teknis dan keuangan ke sektor hulu, investasi tambahan yang ditimbulkan dapat menciptakan barrier to entry bagi investasi industri agro. Sejumlah permasalahan hulu pertanian yang mempengaruhi pengembangan industri hilir (downstream agriculture) antara lain: Terbatasnya skala produksi petani mengingat mayoritas petani memiliki lahan kurang dari 0,5 ha (sebagian bahkan land-less farmer) atau belum memenuhi skala produksi minimal (misalnya terkait luasan kandang atau jumlah minimum ternak). Terbatasnya skala produksi menyebabkan penerapan teknik produksi yang efisien antara lain penggunaan mekanisasi atau tambahan supplemen menjadi mahal dan tidak dapat dijangkau oleh petani. Minimnya akses petani pada pendidikan berkualitas, sehingga tidak mudah mengubah tradisi dengan pola produksi modern dan mengembangkan kemampuan enterpreneurial maupun literasi keuangan yang penting dikuasai mengingat karakteristik sebagian komoditas pertanian yang high risk - low yield (pangan), sementara informal lenders masih mendistorsi suplai modal petani. Kondisi ini juga diperparah oleh tren penurunan jumlah petani, seiring rendahnya minat generasi muda menjadi petani. Masih terbatasnya penggunaan teknologi maupun pola produksi berstandar oleh petani, misalnya terkait penggunaan bibit unggul bersertifikat, pengaturan pupuk/pakan dan pestisida/suplemen, serta penerapan Good Agriculture Practices (GAP). Kurang efisiennya akses petani kepada fasilitas industri, diantaranya karena keterbatasan infrastruktur transportasi dan sarana distribusi seperti gudang/cold storage dan pasar lelang, banyaknya middleman dalam rantai distribusi (a.l. pada padi dan kopi), serta mismatch waktu dan lokasi penempatan, atau kapasitas sarana pengolahan awal (a.l. mesin pengupas/penggiling dan pengering). Sebagai contoh, lokasi penggilingan tebu idealnya dapat diakses kurang dari 12 jam dan memiliki kapasitas giling yang sesuai dengan kemampuan produksi kawasan sekitar untuk mendapatkan tingkat rendemen yang ekonomis bagi industri gula. 26

47 Strategi Pengembangan Hilirisasi Produksi Pertanian Memperhatikan kompleksitas permasalahan yang ada, pada dasarnya diperlukan solusi yang integratif guna meningkatkan hilirisasi produksi pertanian Lampung. Namun sejumlah isu di sisi hulu membutuhkan waktu penyelesaian yang tidak pendek, sehingga dapat menjadi titik awal pembenahan. Fokus kebijakan di titik ini adalah peningkatan efisiensi akses industri agro kepada produsen. Akses yang efisien dapat terbentuk jika sumber daya produsen/petani terkonsolidasi. Pembentukan badan usaha dimana petani memiliki share kepemilikan perlu menjadi prioritas kebijakan yang implementasinya dioptimalkan menggunakan pendekatan triple helix (kolaborasi pemerintah daerah, perguruan tinggi dan social investor). Langkah strategis melalui kolaborasi dimaksud setidaknya meliputi (i) perbaikan kualitas pendidikan di lingkungan petani, diikuti pengembangan enterpreneurship petani dan ketrampilan menerapkan GAP/standar relevan lainnya, (ii) percepatan legalisasi dan konsolidasi lahan memanfaatkan fasilitas TORA dan program Prona pemerintah, (iii) adopsi teknologi keuangan untuk mengikat ekuitas, hak dan kewajiban petani, serta memperbesar akses sumber keuangan, (iv) penyediaan demplot berikut funding untuk pelatihan/sertifikasi dan penyediaan emergency loan/donasi dan asuransi, serta (v) dukungan pemasaran dan penguatan hubungan dengan pelaku industri agro. Dalam pelaksanaannya, pelaku industri agro dapat pula berperan sebagai social investor memanfaatkan program CSRnya. Selain konsolidasi petani, pemerintah daerah perlu meningkatkan efisiensi pasar dengan (i) mendorong perluasan opsi pasar hasil olahan petani, misalnya untuk singkong diciptakan pasar keripik/chips, pellet singkong, tepung singkong, dan pati singkong, (ii) pemetaan dan perbaikan akses petani pada sarana pengolahan awal (pengupasan/penggilingan/pengeringan), (iii) sistem informasi untuk mempermudah akses pasar (termasuk lelang komoditas), pergudangan dan transportasi, serta (iv) evaluasi, perbaikan dan pengawasan tata niaga/distribusi antara petani dengan pelaku industri agro. Disamping pembenahan upstream agriculture, upaya mendorong pengembangan industri agro memerlukan pertama, kejelasan visi jangka menengah-panjang dari pemerintah daerah. Fokus pada pengembangan kopi atau coklat yang bernilai tambah tinggi namun memiliki rantai turunan (forward linkages) relatif pendek tentu memerlukan pendekatan berbeda dari pengembangan tebu, jagung, singkong dan kelapa yang memiliki backward dan forward linkages panjang yang pemanfaatannya optimal bila didukung industri dasar (oleofood/chemicals) di satu sisi rantai, dan industri turunan (farmasi/bio-chemicals) di ujung lain rantai. Pilihan pengembangan produk berantai panjang menjanjikan banyak keuntungan, namun juga menghadapi tantangan tersendiri, karena dalam konteks perencanaan memerlukan integrasi rencana secara regional/nasional untuk mendapatkan rantai nilai (lintas wilayah) yang optimal mengingat industri dasar umumnya memiliki margin yang relatif rendah dan perlu dukungan sumber energi murah. Hal kedua yang diperlukan adalah strategi clustering industri yang tepat yang didukung pemerintah daerah. Klaster/kawasan industri yang sesuai untuk mendorong hilirisasi memerlukan (i) kedekatan atau kemudahan akses ke lokasi produksi/stok pertanian, (ii) adanya beberapa industri yang saling memasok bahan baku/energi dan memiliki produk beragam, misalnya tidak saja pengolah raw sugar dan pengolah bahan makanan (fine sugar) namun juga pengolah bahan makanan lain (syrup, fats), pengolah energi/biomassa, pengolah by-product berupa pakan ternak atau produk kimia, maupun industri pendukung (logistik), 27

48 dan (iii) hadirnya industri anchor yang menawarkan sofistikasi proses/teknologi yang tinggi dan berstandar internasional serta akses ke value chain global. Selain itu (iv) mahalnya investasi kearah hilir agro yang cenderung semakin capital intensive dan juga memerlukan modal kerja signifikan terkait seasonalitas suplai dari hulu, maka faktor biaya overhead yang murah didukung ketersediaan infrastruktur transportasi dan utilitas yang efisien, ataupun insentif keuangan menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hal ketiga yang selayaknya dipenuhi untuk mendukung hilirisasi industri adalah pengembangan lingkungan inovasi yang dapat memenuhi tuntutan inovasi industri dalam klaster. Keberadaan fasilitas demonstrasi teknologi dari para pelaku industri dan atau pusat riset agro pemerintah di sekitar lokasi klaster dapat menjadi modal awal pembentukan lingkungan inovasi dimaksud. Seiring berjalannya waktu, diharapkan dapat dibentuk pusat riset tematik bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi atau yang lebih ideal, berdirinya lembaga riset dan pengembangan swasta/semi swasta yang didukung industri anchor dan investor global. 28

49 Bab 2 Keuangan Pemerintah Sampai dengan triwulan II 2017, realisasi anggaran belanja relatif lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 sejalan dengan rendahnya realisasi belanja modal dan belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota & pemerintah desa. Meskipun secara total realisasi pendapatan lebih tinggi, namun penyerapan anggaran tersebut belum optimal di setiap Kab/Kota yang antara lain disebabkan oleh penundaan pencairan dana perimbangan. Secara keseluruhan, ketergantungan fiskal Provinsi Lampung terhadap Pusat semakin tinggi yang berimplikasi pada terbatasnya diskresi Pemerintah daerah dalam melakukan inovasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Dari anggaran tersebut, komposisi belanja pegawai masih mendominasi, khususnya pada anggaran belanja Kab/kota. Di tengah keterbatasan alokasi anggaran, komitmen pemerintah daerah terhadap pengeluaran yang bersifat produktif semakin tinggi yang ditunjukkan dengan meningkatnya pangsa anggaran belanja modal APBD Provinsi Lampung Dukungan fiskal Provinsi Lampung untuk tahun 2017 mencapai Rp6,72 triliun untuk anggaran pendapatan dan Rp6,80 triliun untuk anggaran belanja. Anggaran pendapatan tersebut tercatat meningkat 15,41%, sedangkan anggaran belanja meningkat 14,95% dibandingkan tahun Proyeksi kekurangan anggaran yang terjadi mengalami penurunan dari Rp92,51 miliar di tahun 2016 menjadi Rp79,14 miliar pada tahun 2017 mengindikasikan strategi pengelolaan fiskal daerah yang digunakan cukup ekspansif dan lebih berhati-hati dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.1.). Grafik 2.1. Perkembangan APBD Provinsi Lampung Sumber: Biro Keuangan Provinsi Lampung, diolah Sampai dengan triwulan II 2017, perkembangan keuangan daerah Provinsi Lampung dalam data realisasi APBD menunjukkan persentase penyerapan anggaran belanja yang baru mencapai Rp2,16 triliun atau 31,72% dari anggaran belanja Realisasi belanja ini lebih kecil dibandingkan persentase penyerapan anggaran pada periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 37,78%. Secara persentase, besaran realisasi penyerapan anggaran belanja tercatat turun 3,49% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang disebabkan rendahnya realisasi belanja modal dan belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang mengatur penyaluran TKDD berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD yang disalurkan pada tahun sebelumnya, penting untuk SKPD 29

50 terkait agar menjaga kinerjanya mengingat Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus serta Dana Desa disalurkan berdasarkan kinerja tahun sebelumnya. Tidak berbeda dengan anggaran belanja, persentase penyerapan anggaran pendapatan pada triwulan II 2017 juga tercatat lebih rendah yakni hanya mencapai 34,87% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 39,96%. Meski secara persentase tercatat lebih rendah, dari sisi pertumbuhan nominal realisasinya, pendapatan pemerintah Provinsi Lampung tercatat meningkat 69,9% (yoy) (Tabel 2.1.). Sejalan dengan realisasi pendapatan yang lebih tinggi daripada penyerapan belanja, maka sampai dengan triwulan II ini Pemerintah Provinsi Lampung mengalami surplus sebesar Rp186,92 miliar. Tabel 2.1. Struktur APBD Provinsi Lampung Sumber: Biro Keuangan Provinsi Lampung, diolah Anggaran Pendapatan Provinsi Lampung Untuk keseluruhan tahun 2017, anggaran pendapatan daerah Provinsi Lampung terutama ditopang oleh transfer Dana Perimbangan yang naik signifikan hingga 33,59%, khususnya didorong oleh peningkatan pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat dari Rp1.082,37 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp1.906,18 miliar pada tahun 2017 (Tabel 2.2.). Tabel 2.2. Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung No Uraian APBDP 2016 APBD 2017 % Perubahan (yoy) 1 Pendapatan 5.825, ,79 15,41 A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.739, ,22 (3,30) Pajak Daerah 2.469, ,30 (3,06) Retribusi Daerah 6,85 5,71 (16,72) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 26,98 28,46 5,47 Lain-Lain PAD yang Sah 236,07 220,75 (6,49) B. Dana Perimbangan 3.017, ,51 33,59 Bagi Hasil Pajak 142,73 153,49 7,54 Bagi Hasil Bukan Pajak/ Sumber Daya Alam 42,21 69,61 64,90 Dana Alokasi Umum (DAU) 1.082, ,18 76,11 Dana Tambahan Guru Dana Alokasi Khusus (DAK) 1.750, ,23 8,67 Dana Alokasi Khusus P3K C. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 68,42 43,06 (37,07) Sumber: Biro Keuangan Provinsi Lampung, diolah Di lain sisi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada umumnya menjadi pendorong pertumbuhan keuangan daerah, pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 3,30% dibandingkan tahun sebelumnya yang utamanya disebabkan oleh penurunan dari penerimaan pajak daerah sebesar 3,06% serta adanya penurunan dari target penerimaan retribusi daerah sebesar 16,72%. Dengan 30

51 perkembangan tersebut, rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Lampung tercatat sebesar 39,40% pada tahun Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, DOF Provinsi Lampung menunjukkan tren yang menurun (Grafik 2.2.). Hal ini menunjukkan bahwa, dari sisi pendapatan, Provinsi Lampung semakin bergantung kepada Pemerintah Pusat. Dalam 5 tahun terakhir, Pajak Daerah sebagai komponen terbesar dalam PAD mengalami penurunan pertumbuhan target penerimaan. Target penerimaan Pajak Daerah tahun 2017 tumbuh negatif yakni sebesar 3,06% (yoy). Angka ini berada di bawah angka rata-rata dalam 5 tahun terakhir yang sebesar 17,90%. Grafik 2.2. Perkembangan Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Prov. Lampung Realisasi Pendapatan Provinsi Lampung Berdasarkan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung, perkembangan keuangan daerah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan II 2017 menunjukkan telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp2,344 triliun atau mencapai 34,87% dari rencana anggaran tahun Pencapaian ini relatif turun dibandingkan pencapaian anggaran pada periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 39,96%. Peningkatan pencapaian realisasi anggaran ini juga didukung peningkatan realisasi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada periode laporan yang meningkat 20,01% dibandingkan dengan realisasi triwulan I tahun Tabel 2.3. Realisasi Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Lampung 31

52 Adapun komponen pendapatan dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan II 2017 adalah Dana Perimbangan yang mencapai 38,19%. Tingginya realisasi ini disebabkan adanya realisasi anggaran pendapatan yang bersumber dari bagi hasil pajak yang telah mencapai 59,45% pada periode laporan. Selanjutnya, realisasi Dana Alokasi Umum yang mencapai 54,67% dan diikuti oleh bagi hasil bukan pajak yang terealisasi sebesar 51,74% Anggaran Belanja Provinsi Lampung Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2017 terdiri dari anggaran Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung dengan total anggaran mencapai Rp6,8 triliun atau meningkat sebesar 14,95% dibandingkan dengan tahun 2016 (Tabel 2.4.). Peningkatan terjadi pada anggaran Belanja Tidak Langsung, khususnya Belanja Pegawai dengan peningkatan sebesar Rp878,81 miliar atau 112,14% (yoy). Di lain sisi, anggaran Belanja Langsung tidak mengalami perubahan yang signifikan dibanding tahun 2016, yakni hanya meningkat sebesar 0,29% (yoy). Komposisi terbesar ada pada Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal yang masing-masing memiliki porsi sebesar 45,85% dan 48,37%. Tabel 2.4. Struktur Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung No Uraian APBDP 2016 APBD 2017 % Perubahan (yoy) 2 Belanja Daerah 5.918, ,93 14,95 A. Belanja Tidak Langsung 3.583, ,64 24,49 Belanja Pegawai 783, ,47 112,14 Belanja Hibah 1.464, ,32 2,93 Belanja Bantuan Sosial 6,00 6,00 - Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota & Pem Desa 1.269, ,00 (6,95) Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota 47,12 76,85 63,10 Belanja Tidak Terduga 13,52 28,00 107,15 B. Belanja Langsung 2.334, ,29 0,29 Belanja Pegawai 100,96 135,36 34,07 Belanja Barang dan Jasa 1.107, ,40 (3,12) Belanja Modal 1.125, ,53 0,61 Grafik 2.3. Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Lampung 32

53 Sejalan dengan pertumbuhan yang terjadi pada total anggaran belanja Provinsi Lampung, komponen Belanja Modal juga mengalami pertumbuhan sebesar Rp6,91 miliar atau 0,61% (yoy). Namun demikian, jika dilihat dari komposisinya, anggaran Belanja Modal mengalami penurunan share yang pada tahun 2016 sebesar 19,02%, pada tahun 2017 menjadi 16,65% (Grafik 2.3.). Terdapat shifting anggaran yang cukup signifikan pada tahun 2017 sehingga sebagian besar terfokus pada anggaran belanja Pegawai. Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Lampung, mengingat dibutuhkan anggaran belanja modal yang cukup besar untuk mendorong kegiatan pembangunan yang bersifat produktif, terutama pembangunan infrastruktur dan konektifitas yang menjadi salah satu kunci peningkatan daya saing dan insentif untuk mendorong investasi ke Lampung Realisasi Belanja Provinsi Lampung Berdasarkan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung, realisasi anggaran Belanja Daerah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan II 2017 menunjukkan pencapaian sebesar Rp2.157 miliar atau mencapai 31,72% dari rencana anggaran Penyerapan anggaran ini tercatat turun jika dibandingkan dengan pencapaian anggaran pada periode yang sama tahun 2016, yang mencapai 37,78%. Tabel 2.5. Realisasi Belanja APBD Pemerintah Provinsi Lampung Adapun komponen belanja dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan II 2017 adalah Belanja Tidak Langsung yang sebesar 38,14%. Apabila dilihat dari total realisasinya, anggaran Belanja Tidak Langsung banyak terserap oleh Belanja Bantuan Sosial dengan pangsa realisasi sebesar 58,32%, diikuti oleh Belanja Hibah dan Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota & Pemerintah Desa yang masing-masing sebesar 46,82% dan 46,15%. Dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, realisasi belanja pegawai tercatat lebih rendah terutama disebabkan pergeseran realisasi pembayaran gaji ke-13 PNS yang semula pada triwulan ke-ii menjadi triwulan III Di lain sisi, penyerapan anggaran Belanja Langsung pada triwulan II 2017 baru mencapai 19,47%. Komponen realisasi Belanja Langsung yang menjadi penyumbang terbesar adalah Belanja Barang dan Jasa dengan pangsa sebesar 55,85%, diikuti oleh Belanja Pegawai dengan pangsa 32,54%. Secara garis besar, pencapaian realisasi anggaran Belanja Langsung yang masih rendah pada triwulan II 2017 dipengaruhi oleh masih rendahnya pencapaian realisasi Belanja Modal yang hanya mencapai 13,10%. 33

54 2.2. Belanja APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung, anggaran belanja untuk 14 Kabupaten/Kota pada tahun 2017 yang tercatat pada aplikasi Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) sebesar Rp19,15 triliun atau meningkat sebesar 101,53% dibandingkan anggaran belanja tahun 2016 (hanya tercatat untuk 8 Kabupaten/Kota) yang sebesar Rp9,5 triliun. Grafik 2.4. Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 Grafik 2.5. Realisasi Belanja per Kab/Kota Tw-II 2017 Grafik 2.6. Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2017 Adapun anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dengan pangsa mencapai 15,03%, diikuti oleh Kabupaten Lampung Tengah (13,04%), Kabupaten Lampung Timur (11,28%) dan Kabupaten Lampung Selatan (10,76%). Di sisi lain, Kabupaten/Kota dengan pangsa belanja terendah adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat (0,37%), Kabupaten Lampung Utara (2,85%), dan Kabupaten Mesuji (4,00%). Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja Kabupaten/Kota pada tahun 2017 didominasi oleh anggaran Belanja Pegawai yang sebesar 47,28%, yang diikuti oleh Belanja Modal (21,01%), Belanja Barang/Jasa (17,91%), dan Belanja Non Pegawai (13,80%). Sampai dengan triwulan II tahun 2017, realisasi belanja APBD dari 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang tercatat di aplikasi TEPRA mencapai 36,31% terhadap total anggaran. Angka realisasi ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang ditargetkan sampai dengan triwulan II Rendahnya realisasi ini antara lain disebabkan oleh adanya penundaan pemberian gaji ke-13 PNS yang pada awalnya direncanakan pada bulan Juni 2017, namun digeser menjadi bulan Juli Sampai dengan triwulan II 2017, Terdapat 7 (tujuh) Kabupaten/Koya yang realisasi belanjanya di bawah rata-rata seluruh Kabupaten/Kota, yakni Kab. Tulang Bawang Barat, Kab. Lampung Utara, Bandar Lampung, Kab. Mesuji, Kab. Pringsewu, Metro, dan Kab. Way Kanan. Perlu dilakukan belanja Pemerintah Daerah yang lebih ekspansif lagi khususnya bagi Kab/Kota dengan total anggaran belanja yang besar seperti Bandar Lampung dan Kab. Lampung Tengah. Baik secara persentase maupun 34

55 nominal, realisasi tertinggi dicapai oleh Kabupaten Lampung Timur yang sebesar Rp miliar atau 57,76% Penerimaan dan Belanja Negara di Provinsi Lampung Penerimaan Berdasarkan Laporan Arus Kas Masuk, jumlah Penerimaan Negara di Provinsi Lampung sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp3.752 miliar. Komponen Penerimaan Perpajakan masih menjadi sumber penerimaan utama di Provinsi Lampung, yaitu sebesar Rp3.434 miliar atau mencapai 91,54% dari keselurahan total penerimaan. Selanjutnya diikuti oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang mencapai Rp318 miliar atau 8,46%. Tabel 2.6. Laporan Arus Kas Masuk di Provinsi Lampung Laporan Arus Kas Masuk Tw-II 2017 (Miliar Rp) Pendapatan Negara & Hibah 3,752 Penerimaan Perpajakan 3,434 - Pendapatan Pajak Dalam Negeri 2,731 - Pendapatan Pajak Perdagangan Intl. 704 Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan Sumber Daya Alam - - Pendapatan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan Badan Layanan Umum 140 Pada triwulan II tahun 2017, komponen Penerimaan Pajak Dalam Negeri yang menyumbangkan porsi terbesar adalah Penerimaan Pajak Penghasilan yang sebesar Rp1.435 miliar atau 52,55% dari total Penerimaan Pajak Dalam Negeri. Diikuti oleh Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang sebesar Rp1.251 miliar atau 45,82% Belanja Laporan Arus Kas Keluar Pemerintah Provinsi Lampung sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp133 miliar. Komponen penyumbang tertinggi adalah Belanja Barang yang sebesar Rp51 miliar atau 38,17% dari keseluruhan total Belanja Negara di Provinsi Lampung. Diikuti oleh Belanja Badan Layanan Umum (BLU) dan Belanja Perjalanan yang masing-masing sebesar Rp40 miliar (29,88%) dan Rp21 miliar (16,11%). Tabel 2.7. Laporan Arus Kas Keluar di Provinsi Lampung Laporan Arus Kas Keluar Tw-II 2017 (Miliar Rp) Belanja Belanja Gaji & Tunjangan 0.30 Belanja Barang Belanja Jasa 6.52 Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Belanja Badan Layanan Umum (BLU) Belanja Barang Untuk Pemda/Masyarakat

56 Bab 3 Perkembangan Inflasi Sesuai dengan pola historisnya, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 3,68% (yoy) menjadi sebesar 4,91% (yoy). Inflasi tersebut terutama dikarenakan adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok adiministered prices seiring dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik tahap II dan III, serta kenaikan harga angkutan antar kota menjelang perayaan Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi kelompok pangan (volatile food) yang merupakan fokus kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah provinsi Lampung khususnya pada bulan Ramadhan, masih memberikan sumbangan inflasi, namun dengan laju yang cenderung turun dan terkendali. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi pada triwulan II 2017 terutama didukung oleh pasokan bahan makanan yang memadai ditengah meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan Berdasarkan kota perhitungan IHK, inflasi IHK kota Metro tercatat lebih rendah dibandingkan kota Bandar Lampung, dan rata-rata inflasi kota-kota perhitungan IHK di Sumatera. Adapun secara nasional, inflasi IHK Provinsi Lampung sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi IHK Nasional yang mencapai 4,37% (yoy). Tantangan pengendalian inflasi Provinsi Lampung kedepan masih cukup besar diantaranya bersumber dari inflasi kelompok volatile foods dan kelompok administered prices Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Rata-rata inflasi bulanan Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.1.). Secara garis besar, menurunnya tekanan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh koreksi harga yang terjadi pada komoditas pangan utama. Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Lampung & Nasional Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada bulan April 2017 tercatat mengalami deflasi sebesar -0,21% (mtm), lebih rendah jika dibandingkan dengan Nasional yang mengalami inflasi sebesar 0,09% (mtm). Deflasi yang terjadi pada bulan April tersebut juga tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm). Secara bulanan, terjadinya deflasi pada bulan April 2017 didorong oleh deflasi yang terjadi pada kelompok volatile food (-1,98%, mtm), sedangkan kelompok inti (core) dan kelompok administered price masing-masing tercatat inflasi sebesar 0,01% (mtm) dan 1,36% (mtm). 36

57 Deflasi yang terjadi pada kelompok volatile food tercatat lebih dalam dari bulan sebelumnya yang juga deflasi sebesar -0,57% (mtm). Deflasi yang terjadi dipicu oleh ketersediaan pasokan yang memadai di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro, seiring dengan musim panen yang terjadi di sejumlah sentra produksi. Deflasi harga cabai merah yang terjadi pada bulan sebelumnya terus berlanjut pada bulan April 2017 yakni sebesar -17,26% (mtm) atau menyumbang sebesar -0,24% seiring dengan berlangsungnya panen raya di Kabupaten Lampung Barat. Komoditas lainnya yang turut menyumbang deflasi adalah bawang merah dan cabai rawit. Pasokan bawang merah yang sebelumnya hanya mengandalkan dari sentra produksi Brebes, pada bulan ini mengalami peningkatan seiring dengan suplai bawang dari sentra produksi Wonosobo dan Banjarnegara yang sudah mulai masuk ke pasaran. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok inti (core) relatif terjaga pada bulan April Hal ini antara lain didukung oleh deflasi yang terjadi pada komoditas gula pasir dan minyak goreng, sejalan dengan adanya kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) masing-masing sebesar Rp12.500,- dan Rp11.000,-. Selain itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan domestik juga masih relatif kurang. Hal ini diindikasikan oleh oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang belum menunjukkan perbaikan begitu signifikan. Di sisi lain, inflasi yang bersumber dari kenaikan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah (administered price) tercatat masih cukup tinggi pada bulan April Inflasi yang terjadi pada kelompok ini dipicu oleh kenaikan tarif listrik tahap II untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada awal Maret Kenaikan tekanan inflasi dari tarif listrik tersebut terutama berasal dari pelanggan pasca-bayar yang secara volume penggunaan dan komposisi pelanggan lebih banyak dibandingkan dengan pelanggan prabayar. Grafik 3.2. Sumbangan Inflasi Bulanan Apr-17 Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Apr-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Tarip Listrik 0.30 Cabai Merah Bawang Putih 0.05 Bawang Merah Tomat Sayur 0.03 Cumi-Cumi Daging Sapi 0.03 Jeruk Jengkol 0.03 Angkutan Udara Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Mei 2017 di Provinsi Lampung tercatat sebesar 0,89% (mtm), lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 0,39% (mtm) dan rata-rata periode yang sama dalam tiga tahun terakhir yang mencatat inflasi sebesar 0,27% (mtm). Secara bulanan, terjadinya inflasi pada bulan Mei 2017 dipicu oleh kenaikan harga pangan (volatile food) dengan kenaikan mencapai 2,55% (mtm), termasuk kelompok administered prices dan kelompok inti (core) yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,65% (mtm) dan 0,23% (mtm). Seiring dengan mulai masuknya bulan Ramadhan pada bulan Mei 2017, kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi. Inflasi yang terjadi dipicu oleh terbatasnya pasokan yang memadai di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Kenaikan harga yang cukup signifikan terjadi pada komoditas cabai merah, bawang putih dan telur ayam ras yang masing-masing menyumbang inflasi 0,19%, 0,17% dan 0,09% (Tabel 3.2.). Lonjakan harga bawang putih yang terjadi yang disebabkan tersendatnya pasokan bawang putih ke sejumlah pedagang di Lampung sementara tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bawang putih dari negara pengimpor bawang putih cukup tinggi. Demikian pula permintaan yang meningkat menjelang Ramadhan juga mendorong kenaikan 37

58 harga telur ayam ras, yang mulai terpantau naik pada minggu ketiga Mei Sementara itu, koreksi harga bahan bangunan (batu bata) yang menyumbang deflasi -0,06% ternyata belum mampu meredam tekanan inflasi kelompok inti (core) yang sumber utamanya berasal dari meningkatnya harga pada kelompok perumahan yakni tarif sewa rumah dengan kontribusi mencapai 0,14% terhadap inflasi IHK di Provinsi Lampung. Peningkatan tarif sewa rumah tersebut seiring dengan penyesuaian tarif listrik tahap III yang terjadi pada awal Mei Begitu juga dengan inflasi yang bersumber dari kenaikan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah (administered prices) tercatat masih cukup tinggi yang dipicu oleh kenaikan tarif listrik tahap III untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada awal Mei 2017, khususnya pelanggan pra-bayar. Inflasi dari tarif listrik ini terjadi di kedua kota yang menjadi basis perhitungan inflasi, yaitu Kota Bandar Lampung dan Metro. Selain itu, kenaikan harga bensin juga turut menyumbang inflasi pada kelompok administered prices. Kenaikan harga terjadi pada bensin bensin jenis pertamax, pertalite, dan pertamina dexlite seiring dengan harga minyak dunia yang dalam 6 bulan terakhir mengalami tren meningkat. Grafik 3.3. Sumbangan Inflasi Bulanan Mei-17 Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Mei-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Cabai Merah 0.19 Batu Bata/Batu Tela Bawang Putih 0.17 Tarip Pulsa Ponsel Sewa Rumah 0.14 Kangkung Tarip Listrik 0.09 Bayam Telur Ayam Ras 0.09 Cabai Rawit Pada bulan Juni 2017, Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung mengalami inflasi sebesar 0,53% (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,89% (mtm). Inflasi Juni 2017 tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi rata-rata historis selama 3 tahun terakhir di bulan peringatan hari raya Idul Fitri yang mencapai 0,90%. Inflasi yang lebih rendah dari bulan sebelumnya terutama disebabkan oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok volatile food dari 2,55% (mtm) menjadi 0,45% (mtm). Inflasi kelompok inti (core) juga tercatat lebih stabil dan terkendali dengan inflasi sebesar 0,05% (mtm). Sementara itu, inflasi administered price tercatat masih cukup tinggi, yakni 0,53% (mtm). Menjelang akhir Bulan Ramadhan dan seiring Hari Raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017, kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi yang cukup terkendali dan jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Menurunnya inflasi pangan tersebut terutama disebabkan oleh koreksi harga pada komoditas bawang putih, cabai merah, jengkol, dan cabai rawit. Meskipun inflasi pangan pada bulan ini tercatat lebih terkendali, namun masih terdapat beberapa komoditas pangan yang harganya meningkat yakni pada komoditas kangkung, beras, jeruk, dan bawang merah, termasuk kecenderungan kenaikan harga beras yang patut menjadi perhatian karena bobotnya yang cukup besar pada basket IHK. Begitu juga halnya dengan inflasi dari kelompok inti (core) yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena terjadinya koreksi harga bahan bangunan (batu bata) yang menyumbang deflasi -0,012% dan gula pasir -0,006%, meskipun belum mampu meredam tekanan inflasi yang bersumber dari meningkatnya harga cung kediro dengan sumbangan inflasi sebesar 0,02%. Sementara itu, kenaikan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah (administered price) tercatat masih cukup tinggi. Inflasi dipicu oleh kenaikan tarif listrik 38

59 tahap III untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA pada Mei 2017 yang berdampak pada pelanggan paska-bayar dan menyumbang inflasi 0,28%. Selain itu, kenaikan harga angkutan antar kota juga turut menyumbang inflasi pada kelompok administered prices seiring perayaan Idul Fitri pada minggu terakhir Juni 2017 dan memberikan andil inflasi sebesar 0,12%. Grafik 3.4. Sumbangan Inflasi Bulanan Jun-17 Tabel Komoditas Inflasi & Deflasi Jun-17 Komoditas % Andil Komoditas % Andil Tarip Listrik 0.28 Bawang Putih Angkutan Antar Kota 0.12 Cabai Merah Kangkung 0.07 Jengkol Beras 0.05 Cabai Rawit Jeruk 0.04 Batu Bata/Batu Tela \ No Tabel 3.4. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% mtm) Kelompok Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1 Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau Perumahan Sandang Jasa Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga Transport & Komunikasi Umum Inflasi Tahunan Secara tahunan, tekanan inflasi di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 (Juni 2017) tercatat sebesar 4,91% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Maret 2017) yang sebesar 3,68% (yoy) dan inflasi nasional (4,37%; yoy) (Grafik 3.5.). Grafik 3.5. Inflasi Tahunan Lampung & Nasional Tabel 3.5. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang & Jasa (% yoy) No Kelompok I II III IV I II III IV I II 1 Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau Perumahan Sandang Jasa Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga Transport & Komunikasi Umum

60 Secara tahunan, meningkatnya inflasi tersebut dibandingkan triwulan sebelumnya terutama bersumber dari meningkatnya harga-harga komoditas kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan, serta transport seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat selama periode Ramadhan dan menjelang lebaran, serta kebijakan kenaikan tarif listrik tahap III untuk pelanggan rumah tangga mampu berdaya listrik 900 VA Disagregasi Inflasi Secara tahunan, inflasi triwulan II 2017 di Provinsi Lampung meningkat terutama disebabkan oleh naiknya tekanan inflasi pada kelompok volatile food dan administered prices. Harga barang dan jasa secara umum di Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari 3,68% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,91% (yoy) pada triwulan II Meningkatnya inflasi pada triwulan II 2017 terutama bersumber dari meningkatnya inflasi pada kelompok volatile food (3,46%; yoy) dan administered prices (8,82%; yoy). Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti (core) sedikit mereda (4,04%; yoy). Grafik 3.6. Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab Non Fundamental Volatile Food Inflasi volatile food (VF) pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dari 2,52% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,46% (yoy) pada triwulan laporan. Dilihat berdasarkan perkembangannya, inflasi VF cenderung mengalami peningkatan mulai awal tahun 2017 sampai dengan triwulan II Meskipun demikian, dilihat dari rata-rata nilai historisnya dalam 3 tahun terakhir (8,20%; yoy), angka tersebut tercatat lebih rendah. Peningkatan harga pangan pada triwulan II 2017 seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan Hal ini memberikan dampak pada kenaikan harga beberapa komoditas pangan, khususnya memasuki bulan Puasa, yakni periode bulan Mei Grafik 3.7. Perkembangan Inflasi Volatile Food 40

61 Sejalan dengan hasil survei pemantauan harga (SPH) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, tingginya permintaan masyarakat menjadi faktor utama penyebab peningkatan harga beberapa komoditas pangan tersebut. Beberapa komoditas yang mengalami inflasi pada triwulan II 2017, khususnya pada periode menjelang bulan Puasa antara lain kelompok bumbu-bumbuan, yakni cabai merah, bawang putih, telur ayam ras, dan beras. Walaupun demikian, menjelang berakhirnya periode Ramadhan 2017, inflasi volatile food (VF) kembali menurun yang ditunjukkan dengan penurunan tekanan inflasi bulan Juni Hal ini seiring dengan mulai kembali normalnya permintaan masyarakat pasca bulan Ramadhan. Grafik 3.8. Perkembangan Harga Beras Grafik 3.9. Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan Grafik Perkembangan Harga Sayur-Sayuran Grafik Perkembangan Harga Daging & Telur Administered Prices Inflasi administered prices (AP) pada triwulan II 2017 mencatat inflasi sebesar 8,82% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,51% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Administered Prices 41

62 Dilihat dari perkembangannya, selama triwulan II 2017, tekanan inflasi AP terus menunjukkan tren kenaikan sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA. Kenaikan tarif listrik tahap II pada awal Maret 2017 berdampak pada pelanggan pasca bayar yang pembayarannya dilakukan pada bulan April Sedangkan kenaikan tarif listrik tahap III pada awal Mei 2017 berdampak baik pada pelanggan pra bayar maupun pasca bayar yang pembayarannya masing-masing dilakukan di bulan Mei dan bulan Juni. Pada bulan Juni 2017, tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan total sumbangan sebesar 0,28%. Selain tarif listrik, tarif angkutan antar kota juga menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua pada bulan Juni dengan sumbangan sebesar 0,12% seiring dengan banyaknya masyarakat yang melakukan aktivitas mudik menyambut perayaan hari raya Idul Fitri pada minggu terakhir Juni Grafik Perkembangan Harga BBM Grafik Perkembangan Harga BBM Rumah Tangga Grafik Perkembangan Tarif Angkutan Grafik Perkembangan Harga Rokok Fundamental/Inti Pada triwulan II 2017, inflasi pada kelompok inti (core) yang menggambarkan inflasi yang bersifat fundamental masih relatif terjaga dan bahkan menurun dari 4,29% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,04% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Inti (Core) Grafik Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 42

63 Terkendalinya inflasi yang terjadi pada kelompok inti pada triwulan II 2017 antara lain disebaban oleh koreksi harga bahan bangunan (batu bata/batu tela) yang terjadi dalam 2 bulan terakhir, yakni bulan Mei dan bulan Juni 2017 dengan sumbangan deflasi masing-masing bulan sebesar -0,06% dan - 0,01%. Selain itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan dinilai masih relatif rendah yang diindikasikan oleh berbagai indikator keyakinan konsumen. Meskipun indikator tersebut mulai mengalami peningkatan di akhir triwulan II 2017, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I Ekspektasi Inflasi Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Lampung, ekspektasi inflasi konsumen 3 bulan ke depan mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, dengan indeks sebesar 173,5. Menurunnya ekspektasi inflasi konsumen pada bulan ini sejalan dengan tekanan inflasi di akhir triwulan II 2017 yang mulai mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Menurunnya permintaan masyarakat seiring berakhirnya periode Ramadhan sehingga berdampak pada kondisi pasokan pangan yang surplus, turut membentuk ekspektasi masyarakat terhadap penurunan tekanan inflasi ke depan. Selain itu, kebijakan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA yang menjadi faktor peningkatan inflasi selama triwulan I dan triwulan II 2017 telah berakhir pada awal Mei 2017 yang lalu, sehingga ke depan diperkirakan tidak terdapat tekanan inflasi yang begitu berarti dari kelompok administered price. Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang & Jasa 3 Bulan Ke Depan Pengendalian Inflasi Dalam rangka mencapai target inflasi IHK Provinsi Lampung sebesar 4±1% tahun 2017 beberapa upaya pengendalian inflasi telah ditempuh tim TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Lampung selama triwulan II Upaya-upaya dimaksud meliputi : Pertama, mengantisipasi gejolak harga-harga bahan pokok yang sesuai pola historisnya cenderung berfluktuaktif dan mencatat kenaikan yang signifikan di bulan Ramadhan, telah dilakukan High Level Meeting dengan seluruh peserta TPID dan Dinas Perdagangan di masingmasing Kab/Kota, Dinas dan Instansi terkait, serta pelaku usaha bahan pokok. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan beberapa hal : 1. Ketersediaan bahan pokok dan perkembangan harganya sejauh ini masih aman dan stabil serta masih mencukupi untuk memnuhi kebutuhan HBKN Seluruh TPID Kab/Kota berkomitmen untuk melakukan 4K (Menjamin ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi) 43

64 3. Seluruh TPID melakukan koordinasi dengan tokoh/pemuka agama tentang pentingnya BIJAK DALAM BERBELANJA terutama pada bulan puasa 4. TPID Provinsi Lampung segera berkoordinasi dengan stakeholder dalam forum CSR untuk mendukung pasar murah bersubsidi 5. TPID melakukan komunikasi efektif untuk meredam ekspektasi inflasi 6. Percepatan penyelesaian masalah distribusi Bantuan Pangan Non Tunai di Kota Bandar Lampung dengan dukungan Pemerintah Pusat 7. Percepatan penyaluran Rastra untuk Kabupaten/Kota Kedua, memperkuat koordinasi dan kerjasama antar TPID Kabupaten/Kota serta melakukan pemantauan kondisi pasokan dan perkembangan harga kelompok bumbu-bumbuan di Provinsi Lampung untuk menjaga harga tetap stabil. Ketiga, dalam konteks penguatan monitoring sekaligus pengendalian ekspektasi publik, KPwDN provinsi Lampung secara berkala menyampaikan surat mengenai asesmen dan rekomendasi kebijakan kepada Gubernur Lampung terkait perkembangan inflasi terkini. Secara bersamaan, asesmen dimaksud juga dimuat di media massa lokal dalam rangka menjaga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi daerah Inflasi Kota-Kota di Provinsi Lampung Inflasi Kota Bandar Lampung Pada bulan April 2017, harga barang dan jasa secara umum di Kota Bandar Lampung mengalami deflasi sebesar -0,21% (mtm), lebih dalam jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencatat deflasi sebesar -0,06% (mtm). Secara tahunan, inflasi di kota Bandar Lampung pada bulan April 2017 tercatat sebesar 4,48% (yoy) atau secara kumulatif sebesar 1,15% (ytd). Sejalan dengan deflasi yang terjadi di Provinsi Lampung, deflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung bersumber dari sumbangan deflasi kelompok bahan makanan, khususnya kelompok bumbu-bumbuan yakni cabai merah, cabai rawit dan bawang merah. Selain itu, kelompok makanan jadi dan kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan juga turut menyumbang deflasi masing-masing sebesar -0,02% dan - 0,01%. Harga barang dan jasa di Kota Bandar Lampung pada bulan Mei 2017 meningkat menjadi sebesar 0,89% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Bandar Lampung pada bulan Mei 2017 sebesar 5,33% (yoy), atau secara kumulatif tercatat sebesar 2,05% (ytd). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di Provinsi Lampung, inflasi pada bulan Mei 2017 di Kota Bandar Lampung terutama dipicu oleh kelompok bahan makanan dengan sumbangan inflasi sebesar 0,65%. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan memasuki bulan Ramadhan Selain itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, juga turut menyumbang inflasi yang cukup besar yakni 0,22%. Tingginya sumbangan tarif listrik terhadap inflasi kelompok tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA tahap III yang khususnya berdampak pada pelangga pra-bayar. Menjelang akhir triwulan II 2017, tekanan inflasi di Kota Bandar Lampung mulai menurun sebagaimana tercermin dari penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada bulan Juni 2017, yaitu sebesar 0,54% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Bandar Lampung pada bulan Juni 2017 sebesar 5,12% (yoy), atau secara kumulatif tercatat sebesar 2,60% (ytd). Penurunan tekanan inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung terutama disebabkan oleh menurunnya inflasi kelompok bahan makanan dari 2,78% (mtm) menjadi 0,49% (mtm) pada triwulan laporan. Penurunan inflasi dan bahkan deflasi tercatat pada beberapa komoditas pangan utama, antara lain bawang putih, cabai 44

65 merah, dan cabai rawit yang masing-masing memberikan sumbangan deflasi sebesar -0,16%, -0,13%, dan -0,01%. Berdasarkan hasil SPH KPw BI Provinsi Lampung, penurunan ketiga harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh mulai menurunnya permintaan masyarakat seiring dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Sementara itu, penyumbang inflasi terbesar pada Juni 2017 bersumber dari kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan sumbangan sebesar 0,29%. Hal ini sebagai dampak dari kenaikan tarif listrik golongan 900 VA tahap III pada bulan Mei 2017 yang di bulan Juni 2017 berdampak pada pelanggan listrik paska-bayar. Grafik Inflasi Bulanan Kota Bandar Lampung Grafik Inflasi Tahunan Kota Bandar Lampung Inflasi Kota Metro Sejalan dengan deflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung, Kota Metro pada bulan April 2017 juga mencatatkan deflasi sebesar -0,17% (mtm). Inflasi tersebut berada di bawah inflasi Nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Metro pada bulan Januari 2017 adalah sebesar 3,06% (yoy) atau secara kumulatif sebesar 0,52% (ytd). Deflasi yang terjadi di Kota Metro utamanya bersumber dari sumbangan deflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi terbesar pada kelompok ini adalah kelompok bumbu-bumbuan, yakni bawang merah dan cabai merah masing-masing sebesar -0,26% dan -0,23%. Hal ini sejalan dengan deflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung yang juga bersumber dari kelompok bumbubumbuan. Grafik Inflasi Bulanan Kota Metro Grafik Inflasi Tahunan Kota Metro Harga Barang dan Jasa di Kota Metro pada bulan Mei 2017 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,86% (mtm). Angka tersebut tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung maupun Provinsi Lampung yang keduanya mencatatkan inflasi sebesar 0,89% (mtm). Inflasi kota Metro juga tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 0,39% (mtm). Secara tahunan, inflasi Kota Metro pada bulan Mei 2017 sebesar 3,97% (yoy) 45

66 atau secara kumulatif sebesar 1,39% (ytd). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di Kota Bandar Lampung, terjadinya inflasi pada kelompok bahan makanan memberikan andil yang cukup besar pada inflasi yang terjadi di Kota Metro seiring dengan meningkatnya permintaan memasuki bulan Ramadhan Kelompok ini memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,45%. Selain itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, juga turut menyumbang inflasi yang cukup besar yakni 0,21% yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif listrik dari pencabutan subsidi listrik rumah tangga mampu golongan 900 VA tahap III yang khususnya berdampak pada pelangga pra-bayar. Pada akhir triwulan II 2017, sejalan dengan Kota Bandar Lampung, tekanan inflasi di Kota Metro mulai menurun menjadi sebesar 0,48% (mtm). Secara tahunan, inflasi kota Metro pada bulan Juni 2017 sebesar 3,77% (yoy), atau secara kumulatif tercatat sebesar 1,87% (ytd). Penurunan tekanan inflasi yang terjadi di Kota Metro terutama disebabkan oleh menurunnya tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan dari 1,57% (mtm) menjadi 0,10% (mtm) pada triwulan laporan. Penurunan inflasi dan bahkan deflasi tercatat pada beberapa komoditas pangan utama, antara lain bawang putih, cabai rawit, dan daging ayam ras yang masing-masing memberikan sumbangan deflasi sebesar -0,13%, -0,05%, dan -0,01%. Berdasarkan hasil SPH KPw BI Provinsi Lampung, penurunan ketiga harga komoditas tersebut dipengaruhi oleh mulai menurunnya permintaan masyarakat seiring dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Sementara itu, penyumbang inflasi terbesar pada Juni 2017 bersumber dari kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan sumbangan sebesar 0,32%. Hal ini sebagai dampak dari kenaikan tarif listrik golongan 900 VA tahap III pada bulan Mei 2017 yang di bulan Juni 2017 berdampak pada pelanggan listrik paska-bayar Inflasi Kota-Kota di Sumatera Secara umum, laju inflasi tahunan kota-kota di Sumatera pada triwulan II 2017 sebagian besar tercatat mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan laju inflasi pada triwulan sebelumnya. Inflasi Sumatera pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,65% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,91% (yoy). Inflasi Sumatera tersebut juga tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Nasional yang sebesar 4,37% (yoy). Grafik Inflasi Tahunan Kota-Kota di Sumatera Dari 23 kota inflasi di Sumatera (SBH 2012), terdapat 12 kota yang memiliki inflasi di atas inflasi Nasional dan 11 kota yang memiliki inflasi di bawah inflasi Nasional. Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang inflasinya di atas Nasional dengan inflasi tahunan sebesar 5,12% (yoy). Tiga kota dengan inflasi tertinggi di Sumatera dan berada di atas Nasional adalah Pangkal Pinang (7,33% yoy), Tanjung Pandan (6,72% yoy), dan Pekanbaru (6,50% yoy). Sementara itu, Kota 46

67 Tembilahan menduduki peringkat pertama dengan inflasi terendah di Sumatera dan bahkan berada di bawah Nasional Arah Perkembangan Inflasi Tahunan 2017 Tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada bulan Juli 2017 mengalami deflasi, setelah pada bulan Mei dan Juni mengalami inflasi yang cukup tinggi seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Pada Juli 2017, Provinsi Lampung mengalami deflasi sebesar -0,09% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi IHK Provinsi Lampung masih dalam batas sasaran 4±1% yakni 4,30% (yoy), walaupun di atas inflasi Nasional yang sebesar 3,88% (yoy). Grafik Realisasi Inflasi vs Nilai Historis Inflasi 5 Tahun Terkahir Grafik Realisasi Inflasi Juli Provinsi Lampung Terjadinya deflasi di bulan Juli 2017 terutama disebabkan oleh penuruan tarif pada kelompok administered prices (AP) yang tercatat deflasi sebesar -0,81% (mtm). Menurunnya tekanan inflasi kelompok AP terutama disebabkan oleh koreksi tarif angkutan antar kota pasca Lebaran. Namun demikian, penurunan tarif angkutan tersebut tidak terjadi pada semua moda transportasi. Tarif angkutan udara pada bulan ini tercatat mengalami kenaikan di Kota Bandar Lampung akibat tingginya permintaan masyarakat di periode arus balik Lebaran. Selain administered prices, kelompok volatile food juga tercatat mengalami deflasi sebesar -0,64% (mtm), lebih rendah jika dibandingkan bulan Juni 2017 yang tercatat inflasi sebesar 0,45% seiring dengan koreksi harga yang terjadi pada komoditas bawang putih, cabai merah, dan bawang merah. Hal tersebut dikarenakan kondisi pasokan yang surplus pada bulan Juli 2017 dan diperkirakan masih berlanjut hingga bulan berikutnya. Ketiga komoditas tersebut memberikan sumbangan deflasi masing-masing sebesar -0,17%, -0,17%, dan -0,03%. Meskipun inflasi pangan pada bulan Juli 2017 tercatat lebih terkendali, namun masih terdapat beberapa komoditas pangan baik di Kota Bandar Lampung maupun Metro yang harganya meningkat yakni telur ayam ras, tomat sayur, dan beras yang masing-masing memberikan sumbangan terhadap inflasi sebesar 0,04%, 0,04% dan 0,03%. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok inti (core) masih relatif terjaga, yang pada bulan Juli 2017 tekanannya berasal dari kenaikan tarif tukang bukan mandor yang dipengaruhi oleh tingginya permintaan renovasi rumah menjelang periode Lebaran serta tarif bimbingan belajar seiring dengan mulai masuknya tahun ajaran baru anak sekolah. Keduanya memiliki sumbangan inflasi masingmasing sebesar 0,05%. 47

68 Meskipun secara umum inflasi IHK pada bulan Juli 2017 masih terkendali, TPID tetap mewaspadai sejumlah risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi ke depan, yaitu : Pertama, meningkatnya biaya pendidikan yang biasanya juga diikuti dengan kenaikan harga seragam, sepatu, dan peralatan sekolah lainnya seiring dengan tahun ajaran baru. Kedua, gejolak harga telur ayam ras seiring dengan banyaknya ayam yang terjangkit penyakit dan kenaikan harga pakan. Ketiga, kenaikan harga daging sapi dan daging kambing seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat menyambut hari raya Idul Adha. Keempat, masih adanya potensi kenaikan harga terutama untuk kelompok bumbu-bumbuan sejalan dengan musim penghujan yang mempengaruhi produksi. Kelima, kemungkinan penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi lebih lanjut karena kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat. Hal yang perlu dicermati terkait dengan dampak langsung dan dampak tidak langsung dari kenaikan harga bahan bakar tersebut mengingat perannya yang sangat strategis. Mengingat masih terdapat beberapa risiko yang dapat mendorong kenaikan harga lebih tinggi, TPID akan melanjutkan upaya stabilisasi harga di Provinsi Lampung yang antara lain ditempuh melalui : Pertama, perlunya menjaga agar biaya pendidikan serta peralatan sekolah pendukungnya tidak mengalami kenaikan yang berlebihan. Hal ini menjadi penting agar siswa dengan potensi akademik yang tinggi tapi ekonominya terbatas tetap mendapatkan akses pendidikan yang terbaik. Kedua, memperkuat koordinasi dan implementasi kerjasama perdagangan antar daerah maupun Kabupaten/Kota dalam rangka pemenuhan pasokan terutama apabila terjadi defisit pada komoditas telur ayam ras, daging sapi atau daging kambing. Ketiga, melakukan pemantauan kondisi pasokan dan perkembangan harga pangan secara lebih intensif terutama kelompok bumbu-bumbuan di Provinsi Lampung untuk menjaga harga tetap stabil. Pemantauan perkembangan harga pangan dapat mengacu pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang menjadi monitor perkembangan harga di seluruh daerah di Indonesia. Keempat, melakukan pengendalian ekspektasi masyarakat dengan memberikan informasi harga pangan terkini di media serta memberikan informasi agar dapat melakukan konsumsi secara lebih bijak. Kelima, TPID Kabupaten/Kota perlu mengantisipasi jika terjadi kenaikan harga bahan bakar bersubsidi dengan cara melakukan simulasi perhitungan kenaikan tarif angkutan umum yang wajar serta mengupayakan agar pasokan bahan bakar mencukupi di seluruh daerah. 48

69 Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan & UMKM Ditengah kondisi pemulihan ekonomi domestik, stabilitas keuangan Provinsi Lampung yang ditopang oleh kinerja sektor rumah tangga dan korporasi masih terjaga. Ketahanan sektor rumah tangga tercermin dari masih cukup stabilnya penghasilan rumah tangga dan konsumsi yang meningkat sesuai pola historis musiman bulan Ramadhan dan libur hari raya Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah meskipun tidak setinggi perkiraan semula. Meningkatnya NPL kredit rumah tangga dan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi kedepan yang melemah masih menjadi risiko kerentanan sektor rumah tangga kedepan. Sementara itu ketahanan sektor korporasi ditengah proses konsolidasi perekonomian global masih cukup baik tercermin dari meningkatnya penjualan domestik dan ekspor yang stabil. Di lain sisi, masih rendahnya margin dan terdapatnya indikasi perbaikan harga komoditas yang belum stabil menjadi risiko penahan kinerja korporasi kedepan. Kinerja perbankan Provinsi Lampung pada triwulan laporan tercatat membaik, yang tercermin dari pertumbuhan aset, DPK serta kredit bank umum maupun pembiayaan bank syariah yang tercatat meningkat, dengan kualitas kredit membaik dan masih terjaga di bawah threshold 5% serta indikator intermediasi perbankan yang cukup terjaga. Di sisi lain, kinerja kredit UMKM belum cukup menggembirakan, ditandai dari melambatnya pertumbuhan kredit UMKM dan pangsa yang menurun, serta peningkatan risiko kredit yang perlu mendapat perhatian Asesmen Sektor Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama penopang perekonomian Lampung dengan pangsa mencapai 57,02% dari PDRB dan memberikan andil 3,54% terhadap pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan II Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan laporan masih terjaga cukup baik diatas 5% (yoy) ditengah tekanan inflasi yang sampai dengan Juni 2017 tercatat sudah cukup tinggi yakni mencapai 2,49% (ytd). Masih terbatasnya pemulihan ekonomi domestik, kapasitas konsumsi maupun kapasitas utang sektor rumah tangga masih cukup terjaga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tercatat tumbuh 6,09% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (Grafik 4.1.). Hasil survei KPw BI Provinsi Lampung terkait kegiatan konsumsi rumah tangga menunjukkan indikasi bahwa kegiatan konsumsi rumah tangga terus mengalami perbaikan meskipun lambat (Grafik 4.2.). Tekanan inflasi dari kenaikan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik 900 VA yang dapat diredam oleh cukup stabilnya pergerakan harga pangan mempengaruhi kinerja konsumsi rumah tangga yang masih terjaga. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini tercermin dari cukup stabil dan cenderung meningkatnya komponen indeks ekonomi saat ini antara lain indeks penghasilan saat ini dan indeks konsumsi kebutuhan tahan lama (Grafik 4.3.). Sementara itu, terhadap prospek ekonomi 6 bulan mendatang, optimisme masyarakat cenderung melemah meskipun masih pada level optimis. Hal ini tercermin dari turunnya ekspektasi kegiatan usaha dan ekspektasi penghasilan konsumen yang masing-masing turun dari dari 159,3 dan 147,8 pada triwulan I 2017 menjadi 140,83 dan 140,17 pada triwulan laporan (Grafik 4.4.). Sejalan dengan hal itu, preferensi konsumen untuk membeli 49

70 barang tahan lama seperti properti dalam 12 bulan mendatang mengalami penurunan sedangkan preferensi untuk menabung mengalami peningkatan (Grafik 4.5.), antara lain disebabkan kurangnya keyakinan konsumen bahwa tekanan inflasi akan mereda pada 12 bulan kedepan. Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.3. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 4.4. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan Mendatang Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.5. Preferensi Investasi Konsumen Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Kinerja Keuangan Rumah Tangga Pada triwulan II 2017, alokasi keuangan rumah tangga tertinggi masih digunakan untuk konsumsi yakni 58,2% (Grafik 4.6.). Dari sisi komponen alokasinya, porsi konsumsi rumah tangga tercatat meningkat dibandingkan porsi pengeluaran pada triwulan sebelumnya dan preferensi menabung masyarakat tercatat turun pada dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan faktor musiman 50

71 bulan Ramadhan dan libur hari raya Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan sekolah. Kesadaran rumah tangga untuk membayar pinjaman tercatat cukup stabil meskipun penurunan preferensinya turut mempengaruhi kinerja rasio Non-Performing Loan (NPL) rumah tangga di Provinsi Lampung yang tercatat meningkat dari 2,67% pada triwulan I 2017 menjadi 2,92% pada triwulan laporan. Grafik 4.6. Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi Lampung masih didominasi sektor rumah tangga yang tercermin dari pangsa DPK perseorangan yang mencapai 75,88% (Grafik 4.7.). Dominasi sektor rumah tangga pada fasilitas tabungan mencapai 96,28% dari total keseluruhan Tabungan. Sementara itu, porsi DPK dalam bentuk deposito oleh nasabah perseorangan juga mencapai 79,75%. Dari sisi pertumbuhan, DPK perseorangan pada triwulan laporan tumbuh sebesar 13,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK non-perseorangan yang mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 12,65% (yoy) (Grafik 4.8.). Pertumbuhan tersebut juga meningkat dari triwulan III yang sebesar 8,5% (yoy). Sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga yang meningkat pada liburan sekolah dan pada perayaan Idul Fitri pada pertengahan tahun, preferensi nasabah perseorangan pada Tabungan yang relatif likuid tercatat turun dari 17,58% pada triwulan I 2017 menjadi 15,50% (Grafik 4.10.). Grafik 4.7. Komposisi DPK Perbankan Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Perbankan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia 51

72 Grafik 4.9. Komposisi DPK Perseorangan Grafik Pertumbuhan DPK Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Kredit Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Dari sisi pertumbuhannya, kinerja kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 4,68% (yoy) atau mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh 5,64% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit rumah tangga tersebut didorong perlambatan atau penurunan seluruh komponen kredit perseorangan dengan penurunan terdalam pada kredit investasi perseorangan yang terkontraksi -11,94% (yoy). Dari sisi komposisi kredit perbankan, rumah tangga di Provinsi Lampung masih mendominasi penyaluran kredit yang terlihat dari pangsa kredit perseorangan yang mencapai 55,61% dibandingkan keseluruhan kredit yang disalurkan pada triwulan II 2017 (Grafik 4.11.). Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, mayoritas kredit perseorangan pada triwulan laporan digunakan untuk kegiatan konsumsi (47,50%), sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan produktif seperti untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar 44,8% dan 7,7% (Grafik 4.12.). Dilihat dari komponennya, pertumbuhan kredit konsumsi rumah tangga perbankan Lampung pada triwulan II 2017 relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan konsumsi yang berorientasi jangka pendek seperti kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) maupun multiguna. Di sisi lain, pertumbuhan kredit KPR rumah tangga yang masih tercatat relatif tinggi (13,60%, yoy) dapat menjadi indikasi awal akan membaiknya permintaan kredit sektor rumah tangga di Lampung. Lebih lanjut, peningkatan cukup tajam terjadi pada pertumbuhan kredit kepemilikan alat rumah tangga yang mencapai 175,9% (yoy), jauh di atas pola historisnya pada periode liburan. Memperhatikan kondisi ekonomi Lampung yang masih didominasi komoditas serta terdapat potensi tekanan harga yang bersumber dari kelompok administered prices, masih menjadi risiko kerentanan sektor rumah tangga kedepan. Grafik Komposisi Kredit Perbankan Grafik Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia 52

73 Grafik Komposisi Kredit Konsumsi Perseorangan Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Dari sisi risiko kreditnya, ditengah perbaikan kondisi makroekonomi domestik, risiko kredit pada kredit rumah tangga masih menunjukkan kinerja yang stabil dan masih di bawah threshold 5%, yakni 2,67%. Meskipun demikian, berdasarkan survei konsumen KPw BI Provinsi Lampung yang menunjukkan perkiraan turunnya pendapatan konsumen kedepan perlu diwaspadai karena berpotensi menekan daya beli masyakarat dan menurunkan kemampuan rumah tangga untuk melunasi kewajiban kreditnya Asesmen Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Omzet Penjualan Kinerja korporasi di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 dipengaruhi perkembangan eksternal dan domestik. Di sisi eksternal, ketidakpastian pemulihan ekonomi dan persaingan usaha mempengaruhi kinerja ekspor tujuan ekspor utama dan perbaikan harga komoditas ekspor yang belum sepenuhnya pulih. Sedangkan di sisi internal, masih tingginya ketergantungan terhadap komoditas impor dan domestic demand yang relatif stagnan menahan laju pertumbuhan ekonomi Lampung. Berdasarkan hasil liaison KPw BI Provinsi Lampung kepada pelaku usaha, penjualan domestik korporasi selama triwulan II-2017 tercatat stabil, yang tercermin dari likert scale penjualan domestik triwulan II-2017 yang berada pada level 0,00. Meski stabil, penjualan domestik selama triwulan laporan cenderung melambat atau tercatat lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan penjualan domestik pada triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu. Stabilnya penjualan domestik selama periode laporan dapat menjadi salah satu indikator potensi perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2017 (6,09%;yoy), dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga PDRB pada triwulan I-2017 (5,63%;yoy) dan triwulan II-2016 (6,06%;yoy). 53

74 Grafik Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: SKDU dan SK Bank Indonesia Penjualan domestik yang stabil pada triwulan II-2017 tersebut sejalan dengan optimisme dunia usaha. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Lampung menunjukkan perkiraan kegiatan usaha di triwulan II-2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yang tercermin dari rata-rata persentase Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkiraan kegiatan dunia usaha pada triwulan II-2017 (42,46%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (35,09%) dan periode yang sama tahun lalu (24,73%) (Grafik 4.15.). Di lain sisi, stabilnya penjualan domestik tidak sejalan dengan optimisme konsumen yang melemah, terindikasi dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II-2017 (121,28) yang lebih rendah dibandingkan triwulan I (126,14). Penurunan IKK tersebut bersumber dari penurunan keyakinan konsumen akan kondisi ekonomi ke depan. Peningkatan penjualan domestik pada triwulan II-2017 terkonfirmasi oleh sektor industri pengolahan dan perdagangan, sedangkan penurunan terkonfirmasi oleh subsektor perkebunan dan peternakan. Penjualan produk kontak liaison pada subsektor industri tekstil dan pakaian jadi mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Penjualan pada triwulan II 2017 naik sebesar 5% sesuai dengan rata-rata peningkatan tahunannya. Peningkatan yang terjadi ditopang oleh meningkatnya permintaan konsumen tetap perusahaan, khususnya pada periode tiga bulan menjelang musim hajatan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Sistem pemasaran yang dilakukan perusahaan melalui toko, website, personal, instagram, liputan media cetak dan elektronik, maupun pameran-pameran di Indonesia turut mendorong meningkatnya penjualan. Kontak liaison yang bergerak di bidang penjualan produk sektor industri pengolahan, khususnya subsektor makanan, minuman, dan tembakau, juga terpantau meningkat. Penjualan domestik produk nata de coco pada triwulan II-2017 naik 8% dibandingkan tahun lalu, meskipun peningkatan penjualan tersebut tidak sebesar peningkatan pada tahun 2016, yang disebabkan penurunan permintaan. Faktor musiman perayaan hari besar diperkirakan tidak mampu mendorong permintaan dibandingkan dengan periode yang sama tahun Sementara itu, penjualan kopi di pasar domestik juga menunjukkan peningkatan yang mencapai 1 ton per kapita per tahun. Peningkatan penjualan kopi di pasar domestik sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang tercermin dari semakin banyaknya kedai kopi di Indonesia. Di sisi lain, usaha penjualan sapi mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi politik dan ekonomi saat ini dirasa perusahaan kurang mendukung iklim usaha yang dijalankan perusahaan. Selain itu, kebijakan pemerintah lebih memilih melakukan impor daging 54

75 beku serta penetapan 20% wajib impor indukan sapi dari total impor sapi yang dilakukan perusahaan juga dirasa sangat memberatkan feedlotter di Indonesia dan mempengaruhi kinerja perusahaan. Selain subsektor penjualan sapi, penurunan penjualan domestik juga dialami oleh subsektor perkebunan. Volume penjualan domestik kontak liasion hingga triwulan II 2017 menurun sebesar 25% dibandingkan periode yang sama tahun 2016, yaitu dari ton menjadi ton. Penurunan volume penjualan tersebut dikarenakan menurunnya hasil produksi pada beberapa komoditas. Berdasarkan nilainya, total penjualan domestik perusahaan hingga triwulan II 2017 mencapai Rp395 miliar atau meningkat 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun Dari total nilai penjualan tersebut, sawit dan turunannya menyumbang 52,72% pendapatan perusahaan, karet 44%, tebu 0%, dan teh 2,92%. Berdasarkan komoditasnya, penurunan penjualan domestik terjadi pada komoditas teh. Volume penjualan teh selama tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 12% dibandingkan tahun 2016, dengan nilai penjualan yang juga menurun sebesar 23%. Pangsa penjualan teh meliputi 84,5% untuk lokal dan 15,5% untuk ekspor. Penjualan domestik antara lain dipasarkan ke Jakarta dan Jawa Barat. Sementara itu, nilai penjualan sawit dan turunannya mengalami peningkatan mencapai 19,8% dibandingkan tahun 2016 seiring dengan kenaikan harga jual sawit dan turunannya. Biaya Biaya-biaya yang dikeluarkan korporasi kontak liaison selama triwulan II-2017 cenderung mengalami peningkatan normal tahunan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, sebagaimana tercermin dari likert scale biaya bahan baku, biaya energi, dan upah tenaga kerja yang masing-masing sebesar 2,00; 2,14; dan 2,00. Pangsa biaya bahan baku rata-rata sebesar 50%-90%, biaya tenaga kerja sebesar 2%-41%, dan pangsa biaya energi rata-rata 1%-10% dari seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan. Rata-rata pangsa biaya bahan baku kontak liaison sangat bervariasi mulai dari 50%-90% dari total biaya. Sebagian besar menyatakan bahwa beban biaya terbesar dialokasikan untuk pembelian bahan baku produksi. Pada subsektor industri pengolahan makanan dan minuman, biaya bahan baku merupakan komponen biaya terbesar bagi perusahaan dengan pangsa sekitar 60% dari total biaya perusahaan. Dalam proses produksi perusahaan pengolahan, dilakukan impor bahan baku berupa kaleng printing dari Tiongkok karena biaya yang lebih murah. Sementara itu, pemenuhan gula rafinasi yang sebelumnya diimpor dari Malaysia, saat ini dapat diperoleh dari Lampung, sehingga impor korporasi berkurang dari 20% pada tahun 2016 menjadi 5%. Dari keseluruhan biaya di subsektor peternakan sapi, diluar biaya pembelian sapi bakalan, biaya operasional terbesar penggemukan sapi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya pengadaan sapi bakalan yang mencapai 75-80% dari seluruh total biaya. Sementara itu, bahan baku berupa udang mentah subsektor perikanan udang didapatkan baik melalui budidaya sendiri oleh perusahaan maupun petani plasma. Selain itu, bahan baku yang digunakan di subsektor industri pengolahan tekstil dan pakaian jadi seluruhnya berasal dari dalam negeri, disamping biaya yang dikeluarkan untuk fashion show yang cukup besar, terdiri dari sewa venue, biaya panggung, model, fotografer, lighting, dan lain sebagainya. Dari kelompok biaya energi yang dikeluarkan oleh kontak liaison, alokasi yang dikeluarkan berada pada kisaran 1%-10% dari total biaya pada triwulan II Pada kontak subsektor perkebunan, energi yang digunakan berupa listrik, solar, serta bahan bakar alami yaitu dari cangkang sawit dan 55

76 ampas tebu sebagai bahan bakar boiler. Pabrik kelapa sawit tidak menggunakan listrik sebagai energi utama, sementara pabrik karet disamping menggunakan energi listrik, juga menggunakan solar pada dryer-nya. Sementara itu, biaya energi kontak pada subsektor perikanan udang sebagian besar digunakan untuk biaya pengggunaan listrik dan pembelian bahan bakar solar yang dipergunakan untuk operasional genset. Di lain sisi, kontak subsektor peternakan sapi mengungkapkan porsi biaya energi sangat kecil dibandingkan total biaya, dan sumber energi yang digunakan adalah batubara yang berasal dari boiler grup perusahaan. Grafik Perkembangan Biaya Operasional Korporasi Biaya tenaga kerja menjadi biaya terbesar kedua setelah biaya bahan baku dengan pangsa yang bervariasi mulai dari 2%-41% dari total biaya. Berdasarkan likert scale, beban biaya ini meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu. Peningkatan tersebut sejalan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Meskipun naik, perkembangan tahunan UMP Lampung masih menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan UMP sebesar 8,25% pada tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016 dengan pertumbuhan sebesar 11,51%. Margin Keuntungan Penurunan omzet penjualan serta cenderung meningkatnya biaya operasional menyebabkan kinerja korporasi dari perolehan laba atau margin keuntungan yang diterima korporasi selama triwulan II 2017 cenderung menurun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya bahkan terkontraksi lebih dalam. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh likert scale pada periode laporan yang sebesar -0,33. Menurunnya margin terkonfirmasi oleh kontak subsektor peternakan sapi dan perikanan udang, yang antara lain disebabkan selisih antara harga jual sapi potong dengan harga beli sapi bakalan sangat jauh, dan terkontraksinya harga ekspor udang. Adanya peningkatan biaya operasional yang tidak diiringi dengan kenaikan harga jual membuat margin semakin menurun. Saat ini Contact berupaya meningkatkan margin melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas Eksposure Perbankan pada Sektor Korporasi Sejalan dengan peningkatan kredit pada triwulan II 2017, kredit korporasi di Provinsi Lampung pada triwulan laporan tercatat tumbuh 20,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dari triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 15,2% (yoy) (Grafik 4.17.). Dari sisi kredit, kompoisisi penyaluran kredit korporasi di Provinsi Lampung didominasi oleh sektor pertanian (27,1%) diikuti sektor perdagangan (23,4%), serta sektor industri pengolahan (12,4%) sebagai sektor utama penggerak ekonomi di Provinsi Lampung. 56

77 Dari hasil liaison, secara umum korporasi tetap memanfaatkan pembiayaan perbankan sebagai sumber pembiayaan baik untuk modal kerja maupun investasi, dengan pangsa mulai dari 20%. Berdasarkan data perbankan, suku bunga kredit secara total menurun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni dari 13,03% menjadi 12,07%. Kondisi tersebut terjadi baik pada suku bunga kredit modal kerja maupun investasi, masing-masing menjadi sebesar 12,29% dan 10,32%, dimana sebagian kontak menggunakan suku bunga tersebut dalam pembiayaan kegiatan usaha yang dijalankan. Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Konsumsi Perorangan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia 4.3. Asesmen Institusi Keuangan Bank Umum Secara umum, indikator utama kinerja Bank Umum di Lampung pada triwulan II 2017 menunjukkan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan risiko kredit yang masih berada dalam threshold yang ditetapkan. Aset bank umum pada triwulan laporan mencapai Rp60,85 triliun, tumbuh 13,78% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu maupun triwulan sebelumnya. Rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL) masih terjaga dibawah threshold 5%, dan tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kesadaran masyarakat menyelesaikan kewajiban membayar cicilan/pinjaman pada triwulan laporan seiring peningkatan total kredit bank umum. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit tercatat tumbuh masing-masing 13,79% (yoy) dan 11,03% (yoy) (Grafik 4.19.). Kedepan, perlu dicermati tantangan kondisi perekonomian nasional dan global yang masih ditengah proses pemulihan, serta persepsi masyarakat akan penurunan penghasilan konsumen 6 bulan mendatang yang berpotensi meningkatkan risiko kredit perbankan di Lampung. Tabel 4.1. Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Lampung Sumber: LBU Bank Indonesia 57

78 Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit Bank Umum di Provinsi Lampung masih terkonsentrasi untuk kredit modal kerja, yang pangsanya mencapai 49,69% dari keseluruhan penyaluran kredit Bank Umum, meskipun kredit modal kerja bank umum mengalami perlambatan pertumbuhan (5,95% yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit terbesar dicapai oleh kredit investasi yang mencapai 23,53% (yoy), sejalan dengan perbaikan investasi pada triwulan II 2017 yang turut mendukung pertumbuhan ekonomi Lampung (Grafik 4.20.). Sedangkan secara sektoral, kredit terbesar disalurkan kepada sektor perdagangan dengan pangsa mencapai 28,89% diikuti oleh sektor lainnya (konsumtif) sebesar 27% dan sektor pertanian yang mencapai 17,83% dari total penyaluran kredit bank umum di Lampung. Selanjutnya dilihat dari pertumbuhannya, sektor ekonomi dengan pertumbuhan kredit bank umum tertinggi dicatat oleh sektor lainnya (konsumtif) yang tumbuh 11,14% (yoy), sedangkan kredit pada sektor utama lainnya mengalami perlambatan pertumbuhan yakni dan pertanian, industri pengolahan dan perdagangan masing-masing tumbuh 8,55% (yoy), 5,58% (yoy) dan 5,56% (yoy) (Grafik 4.21.). Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum pada Sektor Ekonomi Utama Lampung Grafik Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Sementara itu, dari sisi risiko kredit secara umum cukup terjaga yang tercermin dari rasio NPL bank umum dibawah 5% dan cenderung mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.22). Peningkatan DPK sebesar 13,79% (yoy) yang belum mampu menutup pertumbuhan kredit berdampak pada funding gap yang mempengaruhi peningkatan LDR bank umum yang tercatat cukup tinggi diatas threshold yakni 132,6% (Grafik dan Grafik 4.25.). Terdapat potensi risiko Likuiditas bank umum yang perlu dicermati yang tercermin dari penghimpunan deposito bank umum di 58

79 Provinsi Lampung yang didominasi deposito jangka pendek yakni deposito dengan jangka waktu <12 bulan dengan pangsa 77,71%. Meskipun tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, dominasi simpanan dengan durasi yang pendek meningkatkan risiko likuiditas perbankan pada periode laporan. Seluruh komponen DPK bank umum mengalami peningkatan pertumbuhan terutama dengan pertumbuhan terbesar adalah giro yang tumbuh 16,26% (yoy), diikuti oleh deposito yang tumbuh 3,76% (yoy). Meski tabungan mengalami pertumbuhan 15,99% (yoy), namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.24.). Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Grafik Pertumbuhan Komponen DPK Bank Umum Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Sumber: LBU Bank Indonesia Bank Perkreditan Rakyat Aset BPR di Lampung pada triwulan II 2017 mencapai Rp10,93 triliun atau tumbuh 15,14% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,5% (yoy) (Grafik 4.26.). Sejalan dengan perkembangan aset, penyaluran kredit oleh BPR di Lampung juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 10,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,37% (yoy) pada triwulan laporan, dengan nominal mencapai Rp8,8 triliun (Grafik 4.27.). 59

80 Grafik Pertumbuhan Aset BPR Grafik Penyaluran Kredit BPR Sumber: LBPR Bank Indonesia Sumber: LBPR Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Penyaluran Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: LBPR Bank Indonesia Sumber: LBPR Bank Indonesia Tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, penyaluran kredit BPR berdasarkan jenis penggunaan masih terkonsentrasi untuk kredit konsumsi, yang pangsanya mencapai 86,86% dari keseluruhan penyaluran kredit BPR. Dari sisi penyaluran kredit berdasarkan sektoral, sejalan dengan sektor terbesar yang dibiayai bank umum, penyaluran kredit BPR didominasi oleh sektor perdagangan yang mencapai 4,87% diikuti oleh sektor angkutan dan pertanian yang masing-masing sebesar 2,93% dan 1,57% dari penyaluran kredit BPR (Grafik 4.29.). Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan yang cukup tinggi dicapai oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 40,9% (yoy) meskipun tercatat melemah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit konsumsi dan kredit modal kerja mencatat pertumbuhan yang stabil pada triwulan laporan, yakni masing-masing 10,7% (yoy) dan 0,1% (yoy). Nominal penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp5,41 triliun, dengan tren pertumbuhan yang meningkat menjadi 15,7% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.30.). Pertumbuhan DPK yang meningkat didorong peningkatan pertumbuhan tabungan, yang mampu tumbuh 19,71%(yoy) demikian pula deposito yang tumbuh 14,94% (yoy) (Grafik4.31.). 60

81 Grafik Penghimpunan DPK BPR Grafik Pertumbuhan DPK BPR Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: LBPR Bank Indonesia Sumber: LBPR Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan LDR dan NPL BPR Kondisi likuiditas BPR pada triwulan II 2017 masih berada di atas threshold meskipun tercatat naik 156,19% menjadi 159,51%. Rasio LDR diatas 100% mengindikasikan BPR menggunakan sumber dana lain selain DPK untuk membiayai penyaluran kreditnya, seperti modal sendiri. Sementara itu, meskipun terhitung cukup rendah, risiko kredit BPR tercatat meningkat yang tercermin dari NPL kredit BPR Provinsi Lampung yang meningkat menjadi 1,72% dibandingkan triwulan sebelumnya dengan NPL 1,63% (Grafik 4.32) Bank Syariah Sumber: LBU Bank Indonesia Tabel 4.2. Indikator Kinerja Bank Syariah Secara umum, indikator kinerja utama Bank Syariah (Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) di Provinsi Lampung relatif terjaga baik. Hal ini antara lain tercermin dari pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan di Triwulan II 2017 yang mampu tumbuh masing-masing 61

82 sebesar 27,12% (yoy), 27,63% (yoy) dan 12,91% (yoy), meskipun senada dengan yang terjadi pada Bank Umum, DPK tercatat melambat dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 4.2.). Grafik Fungsi Intermediasi Bank Syariah Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah Sumber: Bank Indonesia Grafik Penghimpunan Dana Bank Syariah Sumber: Bank Indonesia Grafik Non-Performing Financing Bank Syariah Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Fungsi Intermediasi bank syariah di Provinsi Lampung masih terjaga baik yang tercermin dari rasio FDR yang terkendali yakni 113,74% (yoy) seiring peningkatan demand pembiayaan bank syariah yang lebih besar dibandingkan peningkatan DPK. Peningkatan pembiayaan bank syariah pada triwulan laporan mencapai 12,91% (yoy) terutama dipengaruhi oleh peningkatan pembiayaan konsumsi yang mencapai 11,13% (yoy). Sementara itu, DPK bank syariah pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan pertumbuhan 27,63% (yoy). Kualitas penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah di Provinsi Lampung tercatat membaik meski cukup tinggi yang tercermin dari Rasio Non Performing Financing (NPF) sebesar 3,78%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,64% (Grafik 4.36.) Perkembangan Kredit UMKM Grafik Perkembangan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 62

83 Grafik NPL Kredit UMKM Sumber: Bank Indonesia Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Lampung pada triwulan II 2017 belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Penyaluran kredit kepada UMKM mengalami perlambatan pertumbuhan triwulan sebelumnya yakni tumbuh 1,83% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,40% (yoy) (Grafik 4.37.). Selain pertumbuhan yang melambat, pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di Lampung mengalami penurunan menjadi 31,15%, dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 35,7% (Grafik 4.38.). Sementara itu, kualitas kredit UMKM yang tercermin dari NPL mengalami peningkatan, yakni dari 3,47% pada triwulan sebelumnya, menjadi 3,99% pada triwulan laporan (Grafik 4.39.), sehingga risiko kredit pada sektor UMKM perlu mendapat perhatian. 63

84 BOKS 2 : Program Pengembangan UMKM Bank Indonesia di Provinsi Lampung Stabilitas ekonomi yang telah dicapai selama ini ternyata belum mampu mengakselerasi percepatan pertumbuhan di sektor riil. Hal ini ditandai dengan kecenderungan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Dengan melihat kondisi tersebut Bank Indonesia merasa perlu untuk mendorong peningkatan kapasitas ekonomi di daerah-daerah, melalui upaya tersebut diharapkan gap yang terjadi dengan sektor riil dapat dikurangi. Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan kapasitas ekonomi adalah pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster dan program UMKM unggulan berbasis Local Economic Development (LED). Pendekatan ini dinilai strategis dalam pemberdayaan UMKM mengingat upaya yang dilakukan dari hulu sampai hilir, selain itu pendekatan ini juga dapat memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan antara stakeholder dalam meningkatkan daya saing dan mengatasi hambatan berkembangnya UMKM. Pengembangan pogram klaster dan UMKM unggulan yang diinisiasi dan difasilitasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung pada tahun 2017 adalah Klaster Kambing Saburai di Kabupaten Tanggamus dan Klaster Bawang Merah di Kabupaten Lampung Tengah, serta rencana pengembangan klaster cabai yang saat ini dalam tahap kajian pemilihan wilayah di 10 kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Sedangkan untuk program UMKM unggulan adalah tenun tapis di Kabupaten Pesawaran. Secara umum pelaksanaan program klaster dan UMKM unggulan didesain selama 3 tahun, dengan tahapan (road map) pertama kegiatan perintisan (penumbuhan) merupakan kegiatan penyadaran sebagai dasar untuk membangun dan menumbuhkan rasa saling percaya dan bekerjasama. Kedua, tahapan penguatan kegiatan yang dilakukan antara lain melakukan penguatan dari semua aspek yang menjadi objek sasaran program baik dari aspek usaha masyarakat (livelihood), termasuk penguatan modal sosial, serta aspek pengelolaan kelembagaan atau organisasi. Ketiga, merupakan tahapan kemandiran, yang merupakan suatu kondisi yang dialami penerima manfaat dengan ditandainya suatu kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang dimiliki secara mandiri. Pencapaian (progress) dan hambatan program pengembangan UMKM sampai dengan semester II sebagai berikut : c. Klaster Kambing Saburai Implementasi program Klaster Kambing Saburai pada tahun 2017 telah memasuki tahun kedua. Adapun pencapaian pada aspek kelembagaan adalah badan hukum koperasi telah direalisasikan sehingga semakin meningkatkan partisipasi anggota untuk bergabung dalam kelompok dan mengikuti berbagai kegiatan pertemuan kelompok. Secara keseluruhan jumlah penerima manfaat sebanyak 261 peternak yang terhimpun dalam 13 kelompok ternak kambing saburai tersebar di Kec. Gisting, Kec. Sumberejo dan Kec. Kota Agung Timur. Pada aspek budidaya kambing menunjukkan perkembangan dengan total populasi sebanyak ekor terdiri dari kambing saburai (G1, G2, G3) sebanyak ekor dan kambing non saburai (Boer, PE, Rambon) sebanyak ekor. Kelompok binaan telah mampu mengoptimalkan kotoran ternak sebagai pupuk organik padat dan cair, meskipun sebagian besar digunakan l 64

85 untuk keperluan usaha taninya sendiri dan dijual jika ada permintaan. Namun dengan adanya koperasi, potensi pupuk organik akan dikembangkan sebagai unit usaha yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan anggota kelompok. Sedangkan pada aspek akses keuangan sebanyak 23 peternak telah terakses kepada lembaga pembiayaan. Sebanyak 10 peternak telah mendapatkan pembiayaan KUR dengan rata-rata pinjaman sebanyak Rp ,- dan 13 peternak lainnya masih dalam proses pengajuan. Kendala dalam pengembangan klaster kambing saburai antara lain; masih rendahnya kesadaran peternak untuk mempertahan kambing saburai dengan kualitas terbaik dikarenakan faktor ekonomi, pemanfaatan potensi sumber pakan, dan terbatasnya modal usaha kelembagaan koperasi. Upaya yang dilakukan bersama stakeholder terkait dengan memfokuskan pada penguatan kelompok dan kelembagaan melalui berbagai bentuk pelatihan, fasilitasi inovasi teknologi tepat guna dan pendampingan kelembagaan secara intensif. b. Klaster Bawang Merah Pelaksanaan Klaster Bawang Merah tahun 2017 merupakan tahun pertama program. Pada aspek kelembagaan difokuskan kepada kelembagaan kelompok dan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan bantek pelatihan dan studi banding. Petani binaan program klaster bawang merah di Kabupaten Lampung Tengah pada tahap awal adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Maju Tama di Kecamatan Kota Gajah dan Gapoktan Subur Asri di Kecamatan Seputih Raman. Selain bawang merah komoditas lain yang ditanam di wilayah klaster antra lain padi sawah, jagung dan aneka sayuran. Budidaya bawang merah sangat rentan terhadap serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), sehingga komoditas ini cocok ditanam pada MT-1 (musim kemarau) yaitu bulan Mei Agutus, dikarenakan di bulan tersebut intensitas curah hujan relatif rendah. Sedangkan untuk MT-2 dan MT-3 umumnya ditanam padi sawah. 65

86 Pengembangan bawang merah di Kabupaten Lampung Tengah saat ini telah diperluas pada 4 kecamatan yaitu Kec. Pubian, Seputih Agung, Kalirejo, dan Padang Ratu. Secara keseluruhan luas penanaman untuk bulan Juli-Agusutus sebanyak 34 hektar. Kendala utama pengembangan klaster bawang merah adalah ketersediaan benih bawang merah yang masih berasal dari bantuan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Sedangkan pasokan benih bawang merah berasal dari Brebes Jawa Tengah. Petani melakukan penanaman bawang merah pada musim kemarau hingga memasuki musim penghujan. Penanaman pada musim tersebut untuk mengendalikan serangan OPT meskipun keterbatasan ketersediaan air, serta kebutuhan sinar matahari dalam proses pasca panen bawang merah. Selain itu budidaya komoditas padi merupakan komoditas utama yang menjadi sumber pendapatan petani. Tentunya keadaan ini dapat mengganggu stabilitas usahatani petani bawang merah, sebab persediaan produk yang tidak stabil dapat menyebabkan fluktuasi harga. c. UMKM Unggulan Tapis Pesawaran Program UMKM Unggulan Tapis Pesawaran sebagai pendorong berbagai perkembangan usaha kerajinan tapis di Kecamatan Negeri Katon. Diawali bantuan PSBI berupa alat tekang dan alat pintal sebanyak 300 unit. Bantuan tersebut telah dimanfaatkan oleh pengrajin dalam perbaikan kualitas dan peningkatan produktivitas tenun tapis. Pengrajin diberikan berbagai fasilitasi seperti Bantek pelatihan dan pameran/bazzar produk. Sentra kerajinan tapis tersebar di 5 (lima) desa di Kecamatan Negeri Katon dengan jumlah pengrajin sebanyak 192 orang. Berdasarkan pendapat dari beberapa pengrajin, pemberian fasilitasi bantuan teknis dari Bank Indonesia telah memberikan manfaat dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan guna memperbaiki kualitas produk tenun, serta inovasi pengembangan bermacam-macam produk fashion (aneka busana, hijab dan kopiah), dan kerajian (handycraft/souvenir). Fasilitasi perbaikan keterampilan teknis (skill) serta peningkatan kualitas produk tapis dan turunannya senantiasa ditingkatkan di setiap desa sentra tapis 66

87 di Kecamatan Negeri Katon agar desa-desa tersebut memiliki variasi produk yang menjadi keunggulannya. Kendala dalam pengembangan usaha tapis, antara lain; ketersediaan (supply) bahan baku kain tenun sebagian besar sangat tergantung dengan distributor yang berasal dari dua pasar utama yaitu; Pasar Bambu Kuning dan Pasar Way Halim. Meskipun demikian pengrajin masih mendapatkan bahan baku namun jumlahnya terbatas. Jika pengrajin menjual tenun tapis maka sebagian dari produk tenun tersebut wajib ditukarkan dengan kain tenun dan bahan baku (benang mas dll), sedangkan sisa produk lainnya dapat diuangkan oleh pengrajin. Pengrajin terpaksa memenuhi ketentuan tersebut guna mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan. Mengingat pengembangan sektor riil melalui pendekatan klaster dan UMKM unggulan membutuhkan sumber daya yang komperhensif, sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan komitmen dan kerjasama terintegrasi dengan seluruh stakeholders terkait. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia sentiasa menjalin koordinasi dalam rangka memadukan program klaster dan UMKM unggulan dengan instansi terkait. 67

88 Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 tercermin dari perkembangan positif pertumbuhan sistem pembayaran non tunai di Provinsi Lampung. Nilai transaksi pembayaran melalui Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan peningkatan pertumbuhan, walaupun dari volume pertumbuhannya tidak setinggi triwulan sebelumnya. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang bekerjasama dengan perbankan, kas keliling, remise, program peduli uang lusuh, gerakan peduli koin dan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Dalam hal pengembangan akses keuangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung terus berupaya memperkenalkan Gerakan Nasional Non Tunai untuk memperluas edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat di Provinsi Lampung Pemantauan Transaksi Sistem Pembayaran Tunai Pemantauan transaksi sistem pembayaran tunai dapat dilakukan melalui beberapa indikator, antara lain jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke Perbankan (outflow) serta pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penyediaan Uang Layak Edar Perkembangan Aliran Uang Kartal Kegiatan perkasan Bank Indonesia pada triwulan II 2017 untuk wilayah Provinsi Lampung, inflow tercatat sebesar Rp1,95 triliun, sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat Rp2,59 triliun, atau mengalami penurunan 24,94% (qtq). Sementara secara tahunan, inflow Provinsi Lampung pada triwulan laporan tumbuh meningkat dari -5,79% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 63,77% (yoy) (Grafik 5.1). Dari sisi outflow, tercatat mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1,74 triliun menjadi Rp5,87 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar 238,20% (qtq). Namun demikian, secara tahunan, pertumbuhan outflow pada periode laporan yang sebesar 20,89% (yoy) tidak setinggi triwulan sebelumnya yang meningkat sebesar 80,54% (yoy) (Grafik 5.2.). Peningkatan pertumbuhan outflow secara triwulanan tersebut relatif sejalan dengan peningkatan aktifitas perekonomian pada triwulan laporan yang utamanya didorong oleh Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sehingga secara total, Provisi Lampung mengalami net-outflow pada triwulan II 2017, yakni sebesar Rp3,93 triliun (Grafik 5.3.). Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow 68

89 Grafik 5.3. Perkembangan Perkasan Triwulanan Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia berkomitmen untuk secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) bagi masyarakat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar dilakukan penarikan uang lusuh di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung. KPw BI Provinsi Lampung memiliki program Peduli Uang Lusuh dalam rangka memfasilitasi masyarakat untuk menukarkan uang lusuhnya, yang dilaksanakan bersamaan dengan gerakan peduli koin, yang bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penggunaan uang koin sebagai alat pembayaran yang sah untuk meningkatkan efektifitas uang koin. Grafik 5.4. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Grafik 5.5. Penukaran Uang Melalui BI Uang lusuh yang ditarik pada triwulan laporan sedikit mengalami penurunan bila dibandingkan jumlah pada triwulan I 2017 yaitu dari senilai Rp896,7 miliar menjadi Rp456,9 miliar. Dilihat dari proporsi terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh juga mengalami penurunan dari 34,6% pada triwulan I 2017 menjadi 23,5% pada triwulan laporan (Grafik 5.4.). Sementara itu penukaran uang pada triwulan laporan tercatat tidak banyak berubah dari triwulan sebelumnya sebesar Rp22,1 miliar menjadi Rp21,8 miliar. Namun demikian, secara tahunan pertumbuhannya meningkat seignifikan sebesar 128,19% (yoy) (Grafik 5.5.). Selain karena bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, hal tersebut juga didorong oleh banyaknya masyarakat yang antusias terhadap pecahan uang baru tahun emisi Dalam penerapan kebijakan clean money policy, saat ini sudah terdapat 2 kas titipan di Provinsi Lampung, yaitu di Kotabumi Lampung Utara dan Liwa Kabupaten Lampung Barat. Ke depan diharapkan, pembukaan kas titipan juga menjangkau Provinsi Lampung bagian timur. Selain pembukaan kas titipan, Bank Indonesia tetap membuka pelayanan penukaran uang rusak untuk 69

90 masyarakat dan perbankan secara rutin setiap hari Rabu-Kamis dengan jam operasi s.d WIB di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Perkembangan Temuan Uang Palsu Grafik 5.6. Perkembangan Uang Palsu Grafik 5.7. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Dalam 4 tahun terakhir, pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan bahkan hingga triwulan II Pada periode laporan, telah ditemukan uang palsu sebanyak 784 lembar, menurun bila dibandingkan triwulan I 2017 yang sebanyak lembar (Grafik 5.6.). Temuan uang palsu selama triwulan II 2017 didominasi oleh pecahan Rp50.000,- sebanyak 406 lembar, sisanya adalah pecahan Rp ,- sebanyak 370 lembar (Grafik 5.7.). Menurunnya jumlah uang palsu sampai dengan triwulan II 2017 ini tidak terlepas dari upaya KPw BI Provinsi Lampung dalam mengantisipasi peredaran uang palsu yakni melalui pemberian edukasi/sosialiasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR), termasuk mendorong pihak Perbankan agar terus berkontribusi dalam pelaporan temuan uang palsu Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi RTGS Transaksi pembayaran non tunai nominal besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) dari Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 secara nilai transaksi menunjukkan peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara volume transaksi, pertumbuhannya tidak setinggi triwulan sebelumnya. Grafik 5.8. Nilai Transaksi RTGS Grafik 5.9. Volume Transaksi RTGS Peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran ini, selain peningkatan teknologi dan jaringan komunikasi, Bank Indonesia juga meningkatkan perlindungan nasabah melalui penerapan kewajiban 70

91 maksimal proses dana transfer nasabah. Bank diwajibkan untuk memproses dana transfer nasabah paling lama 1 jam setelah bank penerima memperoleh dana di sistem BI-RTGS. Ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 tentang Penyelenggaraan Settlemen Dana Seketika Melalui Sistem BI RTGS. Sejalan dengan penerapan kebijakan diatas, pada triwulan II 2017, nilai transaksi BI-RTGS dari perbankan di Provinsi Lampung tercatat sebesar Rp8,32 triliun, meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6,22 triliun. Begitu juga dari sisi pertumbuhan tahunan, pada triwulan laporan juga tercatat tumbuh meningkat, yakni sebesar 63,61% (yoy) (Grafik 5.8.). Sementara untuk volume transaksi, pada triwulan II 2017 tercatat sebesar transaksi, meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tercatat hanya sebesar Namun demikian, dari sisi pertumbuhan tahunan, angka tersebut tercatat tumbuh sedikit melambat yakni sebesar 177,19% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 189,42% (yoy) (Grafik 5.9.) Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat kembali mengalami penurunan pada triwulan II 2017, baik dari sisi volume maupun nominalnya. Jumlah nilai kliring pada periode laporan tercatat sebesar Rp8,7 triliun atau kontraksi sebesar -15,5% (qtq), sementara pada triwulan sebelumnya sebesar Rp10,3 triliun. Penurunan juga terjadi di sisi jumlah transaksi, dari 248,8 ribu lembar pada triwulan I 2017 menjadi 205,7 ribu lembar. Grafik Perkembangan Rata-Rata Jumlah Perputaran Kliring Harian Tabel 5.1. Perputaran Cek & Bilyet Giro Kosong Periode Lembar Nominal (Rp Miliar) Rata-Rata Per Hari Lembar Nominal (Rp Miliar) I 3, II 3, III 3, IV 4, I 4, II 3, III 3, IV 3, I 3, II 3, III 2, IV 2, I 2, II 3,

92 Ditinjau dari rata-rata warkat harian, jumlah rata-rata warkat yang dikliringkan per hari pada periode laporan tercatat sebanyak 3,55 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp150,07 miliar (Grafik 5.10.). Secara tahunan, jumlah warkat yang dikliringkan kontraksi -17,17% (yoy), kembali mengalami penurunan jika dibandingkan pertumbuhan jumlah warkat kliring triwulan sebelumnya yang juga kontraksi -2,48% (yoy). Dari nominal kliring, pertumbuhan tahunan pada triwulan laporan juga mengalami penurunan dari -10,76% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi -30,75% (yoy). Secara jumlah warkat, peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami peningkatan, sedangkan secara nominal mengalami penurunan (Tabel 5.1.). Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak lembar dengan nominal sebesar Rp99,69 miliar. Dibandingkan periode sebelumnya, nominal cek/bg kosong masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -6,18% (qtq) walaupun tidak sedalam triwulan sebelumnya yang juga kontraksi -8,84% (qtq) Pengembangan Elektronifikasi dan Akses Keuangan Sejalan dengan perkembangan tren digitalisasi masyarakat Indonesia dan dunia internasional, elektronifikasi menjadi penting dalam mendorong perekonomian yang lebih efisien, disamping mendorong good governance yang lebih baik dalam pengelolaan keuangan oleh masyarakat khususnya lembaga-lembaga pemerintah. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Lampung terus berupaya untuk melakukan perluasan pelaksanaan edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat. Sampai dengan triwulan II 2017, telah dilaksanakan edukasi keuangan dan Sosialisasi Layanan Keuangan Digital peternak di Kecamatan Tanjung Sari terkait Kebanksentralan, Uang Rupiah TE 2016, dan Layanan Keuangan Digital. Telah dilaksanakan edukasi kepada agen LKD dari BRI dan BNI, pendamping TKSK, bersama dengan Anggota DPR Komisi XI kepada guru, perangkat desa, dan masyarakat di Kotabumi. Talkshow tentang Gerakan Nasional Uang Tunai (GNNT) dan Uang Elektronik di Radio Republik Indonesia, dan survei ke Pesantren di Kota Bandar Lampung dalam rangka penjajakan implementasi LKD di Pesantren (Pesantren Darul Amal di Kota Metro sebagai pilot project penerapan elektronifikasi). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Lampung juga mendukung implementasi integrasi penyaluran Bansos Pangan Non Tunai (BPNT) dengan terlibat aktif dalam mendukung edukasi dan sosialisasi teknis BPNT yang dilaksanakan oleh BRI, BNI dan BULOG kepada Agen LKD, pendamping TKSK dan PKH. Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan dan hasil koordinasi dengan perbankan serta dinas terkait di Kota Bandar Lampung, diketahui bahwa penyaluran BPNT di Kota Bandar Lampung belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dari jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Bandar Lampung, per 12 April 2017 baru dapat tersalurkan BPNT untuk KPM (realisasi baru 11,8%). Masalah dan kendala yang masih sering dihadapi dalam penyaluran BPNT adalah : 1. Validitas Data Data KPM untuk penerima BPNT Non Program Keluarga Harapan (PKH) yang jumlahnya kurang lebih 30 ribu KPM hingga saat ini belum final dan masih dalam proses validasi oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Pendamping belum mau menyalurkan BPNT untuk menghindari terjadinya konflik di masyarakat jika nantinya terjadi perubahan data KPM. 72

93 2. Legalitas Pendamping Pendamping BPNT dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kota Bandar Lampung hingga saat ini belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Sosial Republik Indonesia terkait penugasan mereka sebagai pendamping Program BPNT. Oleh karenanya, para pendamping dari TKSK yang sudah siap untuk melakukan pendampingan tidak dapat melakukan tugasnya karena tidak memiliki dasar Surat Perintah Kerja. 3. Outlet Distribusi BPNT Dengan jumlah KPM di Kota Bandar Lampung, maka1 (satu) e-warong harus melayani KPM (tiap KPM mendapatkan 10 kg beras dan 2 kg gulapasir per bulan, maka asumsi total penyaluran per bulan setara dengan 13,6 ton beras dan 2,7 ton gula pasir). Dengan jumlah yang sedemikian besar, maka akan menjadi kendala penyaluran apabila e-warong tidak memiliki ruang penyimpanan yang memadai. Selain itu, lokasi e-warong yang tidak merata berada disemua kecamatan akan semakin mempersulit distribusi BPNT bagi KPM yang berdomisili jauh dari lokasi e-warong. 73

94 Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung pada triwulan II 2017 mengalami sedikit perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), penggunaan tenaga kerja meningkat terutama dari sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, serta Pertambangan. Sementara itu, kesejahteraan petani yang tercemin dari Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat stabil namun cenderung menurun dari 104,32 pada triwulan I 2017 menjadi 104,28 pada triwulan laporan. Penurunan NTP tersebut disebabkan oleh indeks yang diterima petani (It) tercatat memiliki penurunan yang lebih dalam dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib). Relatif menurunnya NTP dimaksud antara lain didorong oleh meningkatnya biaya produksi seiring dengan standard kualitas hasil produksi yang cukup tinggi, termasuk fluktuasi harga pada komoditas tanaman hortikultura dan perkebunan. Kedepan, kesejahteraan petani masih rentan apabila ketergantungan Lampung terhadap ekonomi yang berbasis komoditas masih tinggi mengingat harga komoditas yang cenderung berfluktuasi. Di lain sisi, meskipun kondisi NTP tercatat masih cukup baik serta jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung menunjukkan tren yang menurun, rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Lampung selama 3 tahun terakhir tergolong cukup tinggi dan berada diatas rata-rata persentase penduduk miskin nasional. Upaya pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan di Provinsi Lampung perlu untuk terus ditingkatkan terutama pada daerah pedesaan Ketenagakerjaan 3 Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung sampai dengan triwulan II 2017 secara umum stabil/tidak ada perubahan yang signifikan, namun membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Pada triwulan II 2017, realisasi penggunaan tenaga kerja di Provinsi Lampung meningkat dari 5,76 menjadi 6,30 (Grafik 6.1.). Lebih tingginya realisasi penggunaan tenaga kerja tersebut didorong oleh meningkatnya penggunaan tenaga kerja pada sektor-sektor utama Provinsi Lampung, yakni sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, serta sektor Pertambangan. Penggunaan tenaga kerja dari ketiga sektor tersebut pada triwulan II 2017 masing-masing sebesar 0,47, -0,04, dan 0,49, seluruhnya meningkat dari triwulan sebelumnya. Grafik 6.1. Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6.2. Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja per Sektor 74

95 Di sisi lain, penggunaan tenaga kerja di sektor terbesar Provinsi Lampung, yakni sektor Pertanian mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan penggunaan tenaga 3 Tidak terdapat BRS Ketenagakerjaan terbaru, release BRS Ketenagakerjaan terakhir telah dianalisis dalam KEKR Tw I 2017 kerja tercermin dari PDRB sektor Pertanian yang pertumbuhannya pada triwulan II 2017 sebesar 0,64% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,03% (yoy). Hal tersebut didorong oleh masa panen yang sebagian besar terjadi di triwulan I 2017 dan berakhir pada bulan April 2017, sehingga penyerapan tenaga kerja lebih banyak di triwulan sebelumnya Nilai Tukar Petani Tingkat daya beli petani di pedesaan pada triwulan II 2017 terindikasi stabil walaupun cenderung turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 104,28, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 104,32. Hal ini didorong oleh indeks yang diterima petani (It) tercatat memiliki penurunan yang lebih dalam dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib) (Grafik 6.5.). Secara sektoral, terdapat 4 sektor yang mengalami peningkatan NTP, yaitu sektor Perikanan Tangkap, Peternakan, Padi & Palawija, serta Perikanan Budidaya. Sedangkan sektor Hortikultura dan Perikanan Budidaya mengalami penurunan NTP (Grafik 6.6.). Grafik 6.3. NTP Provinsi Lampung dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.4. NTP per Sub Sektor Indeks harga yang diterima petani (It) di Provinsi Lampung pada triwulan laporan tercatat sebesar 130,02, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 130,2 namun meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (126,3). Petani yang mengalami peningkatan It tertinggi adalah petani dari sub sektor Perikanan Tangkap yaitu sebesar 2,02% (qtq), diikuti oleh petani dari sub sektor Peternakan dan Padi & Palawija yang masing-masing meningkat sebesar 1,40% (qtq) dan 0,81% (qtq). Sementara itu, Indeks harga yang dibayarkan petani (Ib) cenderung stabil namun sedikit menurun (-0,07% qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 124,7. Sedangkan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, angka tersebut tercatat lebih tinggi sebesar 2,75% (yoy). Penurunan Ib terjadi hampir diseluruh sektor kecuali sektor peternakan dan perikanan budidaya, yang masing-masing meningkat sebesar 0,22% (qtq) dan 0,12% (qtq). Secara keseluruhan, kesejahteraan nelayan dan peternak di Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan. NTP di subsektor perikanan tangkap meningkat sebesar 2,08% (qtq) atau 4,44% (yoy) menjadi 111,38. Peningkatan NTP subsektor perikanan tangkap terutama disebabkan oleh 75

96 peningkatan It yang disertai dengan penurunan Ib. Sementara itu, untuk peternakan, peningkatan It tercatat lebih tinggi dibandingkan peningkatan Ib. Grafik 6.5. Indeks yang Diterima per Sub Sektor Grafik 6.6. Indeks yang Dibayar per Sub Sektor Grafik 6.7. NTP Juni 2017 Provinsi di Sumatera Bila dibandingkan dengan petani di provinsi lain di Sumatera, NTP Provinsi Lampung periode Juni 2017 (104,18) merupakan yang tertinggi dan masih berada diatas Nasional yang sebesar 100, Kemiskinan Meskipun kondisi Nilai Tukar Petani tercatat masih cukup baik dan bahkan tertinggi dibandingkan Provinsi lainnya di Sumatera, rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Lampung selama 3 tahun terakhir tergolong tinggi dan berada diatas rata-rata persentase penduduk miskin nasional. Jumlah penduduk miskin Provinsi Lampung pada Maret 2017 tercatat sebanyak 1,13 juta jiwa atau 13,69% dari total jumlah penduduk Lampung, atau tercatat mengalami penurunan -3,2% (yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 1,17 juta jiwa. Berdasarkan komposisinya, sampai dengan Maret 2017, penduduk miskin di Provinsi Lampung utamanya berada di daerah pedesaan, dengan pangsa sebesar 79,83%, sedangkan sisanya berada di daerah perkotaan. Dari 10 (sepuluh) provinsi di Sumatera, persentase penduduk miskin Provinsi Lampung merupakan yang tertinggi ke-3 setelah Provinsi Aceh (16,89%) dan Provinsi Bengkulu (16,43%). Hal ini patut diwaspadai mengingat tingkat kemiskinan di Lampung masih tercatat lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional yang sebesar 10,64% (Grafik 6.8). 76

97 Grafik 6.8. Persentase Penduduk Miskin di Sumatera dibandingkan Nasional Grafik 6.9. Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Pedesaan di Lampung Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Penurunan jumlah penduduk miskin terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah penduduk miskin kota di Provinsi Lampung pada Maret 2017 mencapai 228,3 ribu jiwa, atau mengalami penurunan -2,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 233,4 ribu jiwa. Demikian halnya dengan pedesaan, jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan pada Maret 2017 tercatat sebanyak 903,4 ribu jiwa atau mengalami penurunan -3,5% (yoy) dibandingkan posisi data Maret 2016 yang mencapai 912,3 ribu jiwa. Di lain sisi, dilihat dari pergerakan garis kemiskinan pada periode September 2016 sampai dengan Maret 2017, garis kemiskinan Provinsi Lampung tercatat meningkat 4,42% dari sebelumnya Rp per kapita/bulan menjadi Rp per kapita/bulan. BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu individu. Individu dikategorikan miskin apabila berada dalam rata-rata garis kemiskinan. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan. Dengan meningkatnya garis kemiskinan daerah, apabila tidak terjadi peningkatan pendapatan maka jumlah penduduk yang tergolong penduduk miskin akan meningkat. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan. Tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya, komoditi makanan yang berkontribusi cukup besar terhadap garis kemiskinan adalah beras dengan sumbangan terhadap garis kemiskinan kota sebesar 25,45%, dan desa 30,85%, diikuti oleh rokok kretek filter dengan sumbangan 18,73% terhadap garis kemiskinan kota dan 14,16% terhadap garis kemiskinan desa. Sedangkan komoditi non makanan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap garis kemiskinan adalah perumahan, listrik dan bensin. Periode Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin Perkotaan Pedesaan Total Perkotaan Pedesaan Total Mar Mar Mar Mar Mar Rata Sumber: BPS, diolah Tabel 6.1. Perkembangan Penduduk Miskin Provinsi Lampung 77

98 Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, jumlah dan persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung menunjukkan tren yang menurun, mengindikasikan bahwa program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Lampung berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung. Upaya pemerintah Provinsi Lampung dalam menanggulangi kemiskinan adalah melalui program Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa) Saburai untuk mengentaskan desa tertinggal melalui peningkatan kerjasama dan peran aktif masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong. Sebagai prgram yang berkelanjutan sejak tahun 2015, Gerbang Desa Saburai pada tahun 2017 ditargetkan untuk dapat membangun 250 desa di 13 kabupaten, yakni di Tanggamus sebanyak 53 desa, Lampung Utara 35 desa, Pesisir Barat 29 desa, Mesuji 21 desa, Pesawaran 20 desa, Way Kanan 19 desa, Lampung Barat 18 desa, Tulang Bawang 15 desa, Tulang Bawang Barat dan Lampung Selatan 12 desa, Lampng Tengah 7 desa, serta Pringsewu dan Lampung Timur masing-masing 5 dan 4 desa. Sejalan dengan program tersebut, upaya lainnya yang ditempuh adalah dengan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta penyaluran beras sejahtera (rastra) yang saat ini beralih menjadi Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk Kota Bandar Lampung serta program untuk petani dan nelayan. Hal yang penting untuk dicermati yaitu meski jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, pedesaan memiliki jumlah dan persentase penduduk miskin yang lebih tinggi atau mencapai 79,83% dari total penduduk miskin di Provinsi Lampung, sedangkan selebihnya yakni 20,17% berada di perkotaan (Grafik 6.9), sehingga upaya pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan di Provinsi Lampung perlu untuk terus ditingkatkan terutama berfokus pada daerah pedesaan. 78

99 Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh cukup tinggi pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy), namun dibayangi downward risk yang sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah diperkirakan juga menjadi pendorong pertumbuhan, sedangkan net ekspor berpotensi mengalami koreksi dibandingkan triwulan III seiring kemungkinan berlanjutnya depresiasi harga komoditas ekspor seperti CPO dan Batubara, berkurangnya produksi kopi dan beberapa komoditas pangan, serta downward bias proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama. Secara sektoral, peningkatan kinerja sektor perdagangan diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan triwulan IV sejalan dengan pola musiman realisasi anggaran dan pelaksanaan hari besar keagamaan serta libur akhir tahun, sedangkan pertumbuhan sektor pertanian sedikit termoderasi seiring siklus penurunan produksi pangan memasuki musim hujan. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Lampung pada tahun 2017 diperkirakan akan sedikit meningkat dari tahun sebelumnya. Sementara itu, Prospek inflasi pada triwulan IV dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih tetap terjaga pada kisaran 4%±1% (yoy), namun berpotensi mencatatkan level yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada periode tersebut berasal dari kelompok volatile food sejalan dengan masuknya musim penghujan dan potensi penurunan hasil panen. Kondisi ini perlu diantisipasi TPID dengan fokus pada upaya menjaga stabilitas inflasi pangan di level yang cukup rendah (dibawah 5%) guna mempertahankan daya beli masyarakat Pertumbuhan Ekonomi Sebagai salah satu sentra produksi dan perdagangan komoditas pertanian, perkembangan ekonomi Lampung terutama di semester pertama tahun ini cukup diuntungkan oleh relatif tingginya harga komoditas internasional, disamping kinerja produksi pangan yang baik. Namun demikian memasuki triwulan IV 2017, kemungkinan depresiasi harga beberapa komoditas internasional seperti CPO dan Batubara berpotensi menurunkan ekspor yang sejak awal tahun menjadi salah satu kunci pendorong pertumbuhan PDRB. Beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Lampung memasuki akhir tahun 2017 diantaranya, pertama, update prakiraan pertumbuhan ekonomi global tetap sebesar 3,5% (WEO update, Juli 2017) (grafik 7.2.), namun perkembangan PMI (Purchasing Manager Index) terkini beberapa negara tujuan utama ekspor Lampung memunculkan peluang downward bias permintaan global terkait pertumbuhan ekonomi yang tidak setinggi perkiraan. Perkembangan manufacturing PMI kuartal ke-3 India menunjukkan adanya koreksi, sedangkan China belum menunjukkan perbaikan berarti, meskipun PMI Uni Eropa khususnya Italia masih menunjukkan permintaan yang cukup kuat. Sementara PMI Amerika Serikat meskipun meningkat, namun masih belum cukup menjadi indikasi perbaikan kinerja manufaktur yang signifikan. Disamping itu, ketidakpastian masih membayangi kemungkinan kenaikan suku bunga dan penyesuaian neraca the FED yang berisiko mengganggu arus modal dan nilai tukar negara berkembang. Kedua, produksi seasonal CPO yang melimpah di akhir triwulan III dibayangi pasokan produk substitusi yang menekan harga CPO. Faktor ketiga terkait kebijakan perdagangan, diantaranya kebijakan pemerintah India untuk mengurangi ketergantungan impor batubara untuk 79

100 pembangkit listrik, meskipun terdapat indikasi penurunan produksi batubara domestik, serta kebijakan China terkait revitalisasi industri batubara dan terutama pembatasan produksi batubara domestik yang mungkin meningkatkan prospek ekspor. Sementara dari sisi domestik, secara umum ekonomi Lampung masih bergantung pada kinerja konsumsi swasta dan investasi, dan dihadapkan pada pada kondisi produksi pertanian khususnya tanaman pangan yang diperkirakan mengalami penurunan seiring masuknya musim kering, disamping masih adanya potensi peningkatan tekanan inflasi terkait kerentanan supply komoditas pangan, maupun berlanjutnya penyesuaian harga pada kelompok administered prices. Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Lampung (yoy) Grafik 7.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Sumber: Bank Indonesia Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Lampung, pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih tumbuh tinggi. Perkiraan tersebut didasarkan pada sejumlah kondisi diantaranya adanya penyesuaian konsumsi dengan disposible income yang tahun ini diperkirakan membaik seiring perbaikan harga komoditas yang berlangsung sejak tahun lalu, dan produksi pangan yang meningkat di awal tahun. Potensi relatif kuatnya konsumsi rumah tangga terindikasi dari hasil survey konsumen KPw BI Lampung triwulan III yang memperlihatkan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masih relatif tinggi, rata-rata mencapai 139,67% (Grafik 7.3.). Peningkatan IEK tersebut diantaranya terkait dengan prospek kenaikan penghasilan dalam 6 (enam) bulan kedepan yang diyakini konsumen akan terus meningkat setelah melewati seasonal konsumsi terkait perayaan dan libur idul fitri. Indikator konsumsi seperti penjualan kendaraan bermotor dan penjualan rumah tinggal juga masih menunjukkan pertumbuhan yang baik hingga periode laporan. Grafik 7.3. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang Sumber: Bank Indonesia 80

101 Meski demikian, terdapat indikasi adanya kemungkinan perlambatan laju peningkatan (downward bias) konsumsi rumah tangga yang tercermin dari koreksi Nilai Tukar Petani yang merepresentasikan sumber penghasilan mayoritas penduduk, dari 104,28 di triwulan II menjadi 103,57 pada triwulan laporan. Selain itu, proporsi rata-rata konsumen yang berkeyakinan akan membeli/membangun rumah dalam 12 (dua belas) bulan kedepan juga tercatat turun dari 43,83% dalam triwulan II, menjadi 33,25% pada triwulan laporan. Kondisi ini konsisten dengan perkembangan harga properti residensial yang pada periode laporan naik menjadi 203,68. Kondisi lain yang diperkirakan turut mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV adalah faktor musiman peningkatan belanja perusahaan maupun konsumen memasuki akhir tahun anggaran dan masa liburan juga mendukung pertumbuhan konsumsi, khususnya terkait belanja makanan-minuman, serta belanja transportasi, komunikasi dan akomodasi. Kondisi ini didukung oleh persepsi terhadap inflasi kedepan yang cenderung turun yaitu dari 189,17 pada triwulan II, menjadi 167,50 pada periode laporan. Peningkatan penyediaan kredit konsumsi dari perbankan juga diperkirakan tetap mendorong konsumsi di triwulan IV. Pertumbuhan kredit konsumsi bank umum per Juni 2017 tercatat mencapai 10,2% (yoy) tertinggi dalam 2 tahun, antara lain didorong akselerasi pertumbuhan kredit kepemilikan rumah yang meningkat dari 12,4% (yoy) di triwulan I menjadi 14,6% (yoy) pada triwulan II. Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut, pengeluaran konsumsi rumah tangga Lampung pada triwulan IV dan juga keseluruhan tahun 2017 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 5,7%-6,1% (yoy). Sejalan dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan. Perkiraan tersebut konsisten dengan dinamika perkembangan konsumsi pemerintah yang secara historis umumnya meningkat sejak triwulan III hingga akhir tahun. Sebagaimana tahun 2016, realisasi belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan II diperkirakan baru sekitar 40% dari anggaran. Indikasi lainnya adalah perkembangan dana pemerintah daerah dan pemerintah pusat di perbankan Lampung yang secara seasonal biasanya mengalami penurunan pada triwulan III dan berlanjut hingga triwulan IV, kecuali terdapat penundaan realisasi di akhir tahun. Perkiraan kenaikan realisasi konsumsi pemerintah tersebut juga ditopang oleh akumulasi penerimaan yang semakin baik dari penerimaan pajak khususnya terkait pajak kendaraan, dan pajak bumi dan bangunan, serta didasari ekspektasi adanya percepatan realisasi belanja khusus terkait belanja barang/jasa dan belanja program terkait DAK sejalan dengan tuntutan efisiensi proses pemanfaatan anggaran negara. Meskipun demikian, ketergantungan fiskal pemerintah daerah di Lampung yang relatif tinggi pada pemerintah pusat ditengah upaya penghematan belanja pemerintah untuk kepentingan optimalisasi belanja infrastruktur dan untuk menjaga defisit APBN maksimum 2,92%, serta kurang lancarnya pemanfaatan dana transfer khususnya dana desa sesuai kriteria dan batas waktu yang ditetapkan, memunculkan potensi peningkatan kapasitas fiskal daerah yang tidak sesuai perkiraan pada akhir tahun. Memperhatikan rendahnya pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga semester I, konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2017 diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,9%-5,3% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2017, kapasitas fiskal diperkirakan tidak banyak berubah dari tahun lalu, sehingga belum dapat mendorong kenaikan realisasi belanja Pemerintah secara signifikan, dengan pertumbuhan pada kisaran 1,5%-1,9% (yoy). Investasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih relatif tinggi, didukung oleh pembangunan infrastruktur strategis khususnya Jalan Tol Trans Sumatera, realisasi pembangunan pembangkit 81

102 listrik (antara lain PLTA Semangka dan PLTBm Gunung Batin Baru), penyelesaian dermaga eksekutif pelabuhan Bakaheuni dan kelanjutan pembangunan dan perbaikan bendungan/jaringan irigasi, termasuk persiapan pembangunan bendungan Margatiga yang memasuki proses lelang oleh kementerian PUPR di bulan Juli. Selain infrastruktur, investasi bangunan juga didukung realisasi pembangunan properti khususnya rumah tinggal tipe kecil (tipe 36 kebawah) yang didukung subsidi pemerintah dan pengembangan properti baru yang relatif tinggi, meskipun tidak setinggi realisasi semester pertama dengan adanya kenaikan harga properti. Selain itu, kondisi korporasi Lampung yang relatif diuntungkan oleh apresiasi harga komoditas dan permintaan domestik yang kuat, cenderung optimis terhadap perkembangan kegiatan usaha kedepan (hasil SKDU), sehingga diperkirakan dapat menunjang pertumbuhan investasi khususnya non bangunan. Beberapa pelaku usaha tercatat memiliki rencana melakukan peremajaan pabrik dan mesin serta pembelian alat transport (hasil liaison). Selain itu perkembangan impor alat transportasi selama semester-1 tergolong signifikan meskipun impor barang modal lainnya seperti mesin belum naik signifikan. Dari segi pembiayaan, dukungan kredit investasi perbankan juga berada dalam tren meningkat sejak triwulan IV 2016 dengan pertumbuhan kredit investasi yang dialokasikan ke Lampung mencapai 12,3% (per Juni, yoy), tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Dengan perkembangan tersebut, investasi di triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,9%-6,3% (yoy) dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih tumbuh dalam kisaran 5,8%-6,2%(yoy). Dalam WEO update Juli 2017 (Tabel 7.1.), IMF memperkirakan volume perdagangan dunia masih dalam tren meningkat hingga akhir tahun sehingga dilakukan revisi naik prakiraan sebesar 0,2% dari prakiraan di bulan April Sejalan dengan hal tersebut, kinerja ekspor Lampung diharapkan tetap tinggi pada akhir tahun meskipun pertumbuhannya tidak setinggi pertumbuhan di triwulan III. Diantara tiga komoditas utama ekspor Lampung, ekspor kopi diperkirakan mengalami penurunan terkait faktor musiman penurunan produksi memasuki musim hujan di triwulan IV, disamping perkembangan harga kopi yang diperkirakan stabil di kisaran yang lebih rendah dari harga di awal tahun yang rata-rata mencapai USD1,1 cents/pound robusta. Produksi CPO yang secara musiman meningkat di akhir tahun sejalan dengan panen kelapa sawit (hasil Liaison), diperkirakan menjadi kontributor utama pertumbuhan ekspor di triwulan IV. Meskipun demikian, harga CPO diperkirakan mengalami depresiasi sejalan kenaikan pasokan dan tekanan produk substitusi yakni soybean di pasar Amerika (dipasok panen di Brazil dan Argentina). Adapun path harga batubara menurun sejalan dengan stabilnya pasokan di China hingga triwulan III, konsistensi India dalam kebijakan penurunan ketergantungan impor batubara. Penurunan harga batubara dibandingkan posisi awal tahun secara fundamental konsisten dengan tren harga migas pada level yang relatif rendah, serta kebijakan konversi/investasi energi ramah lingkungan di berbagai negara, termasuk China dan Korea Selatan yang merupakan importir utama batubara. Tabel 7.1 Perkembangan Pertumbuhan Harga Komoditas, Volume Perdagangan Dunia, dan Harga Konsumen Sumber: WEO IMF Juli

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci