Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank"

Transkripsi

1 i Periode Agustus

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Reza Pahlevi Ananda (reza_pa@bi.go.id) Riyan Galuh Pratama (riyan_gp@bi.go.id) iv

5 iring Piring Piring v

6 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Agustus Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami: Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2016 didorong membaiknya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan nasional. selain itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi di kawasan Sumatera sejak triwulan IV Sementara itu, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan II 2016 mulai menurun. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada akhir periode triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,23% (yoy), menurun dibandingkan laju inflasi triwulan I 2016 yang mencapai 6,63% (yoy). Laju inflasi tersebut berada di bawah laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera yang masing-masing tercatat 3,46% (yoy) dan 3,83% (yoy). Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-22 (dua puluh dua) secara nasional. Terjaganya pasokan sebagai dampak panen raya beberapa komoditas strategis di sentra produksi menjadi faktor penahan laju inflasi Sumatera Barat. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan vi

7 informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Agustus 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Puji Atmoko Direktur vii

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GRAFIK... xi RINGKASAN EKSEKUTIF... xiv 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan III BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB III INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH viii

9 4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Institusi Keuangan (Perbankan) Aset Perbankan Intermediasi Perbankan Penyaluran Kredit Perkembangan LDR dan NPL Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan Penduduk BAB IV PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembagan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi ix

10 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PENGELUARAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 3 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 2.1. LAJU INFLASI TERTINGGI PADA TW I TABEL 2.2. LAJU INFLASI TERTINGGI PADA TW I TABEL 2.3. LAJU INFLASI TERTINGGI PADA TW II TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BUKITTINGGI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.2. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN TABEL 4.5. PERKIRAAN BEBAN ANGSURAN TERHADAP PENDAPATAN KORPORASI 6 BULAN MENDATANG TABEL 4.6. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA (JUTA ORANG) TABEL 6.2. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA TABEL 7.2. POTENSI PENGEMBANGAN INVESTASI DI SUMBAR TABEL 7.3. PERTUMBUHAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA x

11 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN II GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 4 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB TW II 2016 MENURUT PERMINTAAN... 4 GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)... 5 GRAFIK 1.6. KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.7. KREDIT MULTIGUNA RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.8. REALISASI BELANJA APBD PROV. SUMBAR... 6 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI... 7 GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN INVESTASI (SKDU BI)... 7 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 8 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK HARGA KOMODITAS TBS DAN CPO... 9 GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR... 9 GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN II GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN II GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA TBS DAN BOKAR GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KAPASITAS TERPAKAI (SKDU) GRAFIK PENJUALAN MOBIL GRAFIK PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS GRAFIK INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH PENUMPANG BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU GRAFIK PERKEMBANGAN TINGKAT HUNIAN HOTEL GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN HARGA JUAL LAP. USAHA TRANSPORTASI (SKDU) GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN TENAGA KERJA LAPA. USAHA TRANSPORTASI (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KAPASITAS TERPAKAI INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN, MINUMAN, DAN TEMBAKAU(SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN PENJUALAN SEMEN GRAFIK PRAKIRAAN PERKEMBANGAN USAHA (SKDU BI) GRAFIK PRODUKSI PADI DAN PADI SAWAH GRAFIK PRAKIRAAN CUACA JULI GRAFIK PRAKIRAAN CUACA AGUSTUS GRAFIK PRAKIRAAN CUACA SEPTEMBER GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN II GRAFIK 2.3. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN II xi

12 GRAFIK 2.4. PERKEMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN II GRAFIK 2.5. PORSI KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH PADA APBD GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN TRIWULAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.8. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH HINGGA TRIWULAN II TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.9. PORSI KOMPONEN DAN BELANJA DAERAH PADA APBD GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL GRAFIK 2.2. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.3. KONTRIBUSI INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN TIAP JENIS PENEMPATAN GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN MOTOR GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK KINERJA KORPORASI DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN LIAISON TRIWULAN II GRAFIK KONDISI KEGIATAN USAHA DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN UMP DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI DI SUMATERA BARAT GRAFIK KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI BERDASARKAN SEKTORAL GRAFIK PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BERD.JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK RASIO REKENING DPK PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK BEKERJA GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR * GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 5.3. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.4. FREKUENSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 5.7. PEMUSNAHAN UTLE DI SUMBAR GRAFIK 5.8. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK 6.1. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.2. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN, PENGHASILAN DAN KEGIATAN USAHA YANG AKAN DATANG GRAFIK 6.4. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.5. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 6.6. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.7. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT xii

13 GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN PMDN DAN PMA PROVINSI SUMBAR GRAFIK 7.5. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.6. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK 7.7. PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER GRAFIK 7.8. PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xiii

14 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II 2016 Perekonomian Sumatera Barat meningkat dan tertinggi di Sumatera Sumber pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2016 didorong membaiknya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan nasional. selain itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi di kawasan Sumatera sejak triwulan IV Sumber pertumbuhan terutama berasal dari kegiatan konsumsi yang berhubungan dengan perayaan lebaran dan liburan sekolah. Meningkatnya permintaan dalam rangka perayaan lebaran dan liburan sekolah, yang didukung oleh membaiknya pendapatan masyarakat pasca perbaikan harga komoditas dan tambahan pendapatan menjelang lebaran mendorong konsumsi masyarakat. Penyelesaian proses lelang dan mulai beroperasionalnya sejumlah proyek mendorong belanja pemerintah. Realisasi pendapatan dan belanja daerah meningkat Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan pada triwulan II 2016, baik yang berasal dari pendapatan sendiri maupun dari pemerintah pusat. Peningkatan penerimaan tersebut berasal dari meningkatnya pos pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan, serta pos lain-lain pendapatan daerah yang sah dampak dari pemberian hibah dan dana penyesuaian. Realisasi belanja daerah juga xiv

15 mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sebagai upaya dari program percepatan belanja anggaran dan berjalannya proses pengadaan barang dan jasa. Sumber peningkatan realisasi belanja tersebut berasal dari kenaikan belanja modal, belanja barang dan jasa, serta belanja bagi hasil untuk kabupaten, kota, dan desa. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat menurun di pertengahan tahun. Setelah mengalami peningkatan pada triwulan I 2016, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan II 2016 mulai menurun. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada akhir periode triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,23% (yoy), menurun dibandingkan laju inflasi triwulan I 2016 yang mencapai 6,63% (yoy). Laju inflasi tersebut berada di bawah laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera yang masing-masing tercatat 3,46% (yoy) dan 3,83% (yoy). Risiko korporasi di Sumbar relatif terjaga Intermediasi perbankan sedikit menurun namun tetap berada pada level yang tinggi. Kualitas kredit menurun. Ditinjau dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 3,3% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2015 mencapai Rp27,6 triliun, tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Kondisi tersebut relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,6% (yoy). Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat sedikit menurun seiring perlambatan kredit, namun tetap berada pada level yang tinggi. Fungsi intermediasi tersebut tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 140,9% dari sebelumnya sebesar 141,2%. Penurunan LDR diikuti oleh penurunan kualitas kredit, terindikasi dari meningkatnya rasio Non Performing Loans (NPL) kredit yang meningkat menjadi 3,3% dari triwulan sebelumnya 3,0%. Transaksi tunai mencatat net Dari sistem pembayaran, pasca penerapan RTGS Generasi II, xv

16 outflow. transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 kembali mengalami penurunan, baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Di sisi lain, transaksi kliring di Sumatera Barat mengalami peningkatan pada pertengahan tahun 2016 sebagai dampak dari kebijakan peningkatan batas atas transaksi kliring. Dari transaksi tunai pada triwulan II 2016 ditandai dengan terjadinya net outflow, berbeda dengan karakteristik Sumatera Barat yang biasanya mengalami net inflow. Fenomena net outflow yang cukup jarang terjadi di Sumatera Barat ini tidak terlepas dari faktor seasonal yaitu lebaran dan musim liburan sekolah. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja meningkat. Tingkat pengangguran terbuka menurun. IPM masyarakat Sumatera Barat membaik Di tengah akselerasi pertumbuhan ekonomi Sumbar yang cukup tinggi pada triwulan II 2016, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat sedangkan pengangguran terbuka menurun. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan serta lapangan pekerjaan utama perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah peningkatan persentase jumlah penduduk serta rasio gini yang cenderung meningkat. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM namun masih belum diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh lebih tinggi di triwulan IV Perekonomian Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,7% - 6,1% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih tinggi dibandingkan prakiraan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016 sebesar 5,6% - 6,0% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah xvi

17 Tekanan inflasi Sumatera Barat di triwulan III 2016 diprakirakan berada pada level moderat. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diprakirakan meningkat disertai dengan tekanan inflasi lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 tangga masih menjadi penopang utama dan diperkirakan akan meningkat dipicu oleh multiplier effect yang ditimbulkan oleh peningkatan realisasi berbagai proyek serta adanya siklus liburan akhir tahun dan perayaan Tahun Baru. Investasi diperkirakan mulai meningkat dengan penggerak utama dari sisi belanja modal pemerintah. Laju inflasi triwulan IV 2016 secara umum diprakirakan berada pada level moderat dalam rentang 4 + 1% (yoy). Faktor utama pendorong laju inflasi di triwulan IV 2016 adalah liburan anak sekolah dan perayaan tahun baru yang secara historis memicu peningkatan harga tiket angkutan udara serta prediksi terjadinya La Nina yang terjadi di Jawa berpotensi memberikan tekanan secara tidak langsung terhadap harga komoditas hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah di Sumbar mengingat besarnya pasokan komoditas tersebut dari Jawa. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2016 diperkirakan meningkat pada kisaran 5,6% - 6,0% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 (5,41%, yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diperkirakan ditopang oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi (sisi permintaan) serta peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan, lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha transportasi (sisi penawaran). Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 2016 diprakirakan berada pada rentang 4% ± 1% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2015 sebesar 1,08% (yoy). Faktor bencana banjir pada awal tahun 2016, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa komoditas hortikultura, dampak La Nina terhadap pasokan beberapa komoditas serta ekspektasi perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat, diperkirakan menjadi pendorong utama inflasi di tahun xvii

18 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II III IV I II MAKRO IHK Sumatera Barat * IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga 59,403 61,661 64,224 66,819 17,159 17,333 17,704 17,814 70,010 17,884 18,069 18,498 18,569 73,021 18,613 18,852 - Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1, , , Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,960 3,612 3,766 5,877 16,215 3,004 3,787 3,991 6,191 16,974 3,104 3,997 - Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 30,724 34,084 36,256 37,947 9,465 9,868 10,098 10,512 39,943 9,927 10,230 10,565 10,954 41,676 10,305 10,654 - Perubahan Inventori (25) (34) (28) 69 (46) (50) 81 (142) Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,781 4,810 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,068 5,236 21,084 4,404 4,067 - Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,907 8,477 2,133 2,000 2,305 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,077 1,699 - Net Ekspor Antar Daerah (10,543) (12,754) (6,276) (7,112) (318) (1,259) (462) (3,434) (5,472) 74 (1,595) (732) (2,889) (5,142) 1,287 (274) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 30,286 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,702 8,718 33,539 8,299 8,397 - Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,028 5,321 5,726 1,475 1,460 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 1,536 - Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,690 14,394 3,676 3,679 3,818 3,967 15,140 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 4,151 - Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 8,279 8,925 9,814 10,825 2,865 2,803 2,852 3,018 11,537 2,945 3,031 3,132 3,219 12,327 3,102 3,209 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,099 5,314 5,163 20,547 5,229 5,345 5,470 5,551 21,595 5,598 5,594 - Transportasi dan Pergudangan 10,939 11,872 12,794 13,877 3,603 3,626 3,754 3,966 14,950 3,943 4,011 4,101 4,102 16,156 4,176 4,329 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,069 1,120 1,179 1, , , Informasi dan Komunikasi 5,763 6,296 7,035 7,676 2,038 1,993 2,098 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,280 9,131 2,468 2,559 - Jasa Keuangan 3,035 3,317 3,641 3, ,013 1,006 1,028 4,041 1,063 1,005 1,046 1,074 4,188 1,119 1,104 - Real Estate 2,153 2,240 2,343 2, , , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,802 1,903 1,973 7,506 1,915 1,931 1,959 2,054 7,860 2,027 2,053 - Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,020 4,358 1,103 1,091 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,040 1,341 1,344 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,504 1, , , Jasa lainnya 1,610 1,706 1,822 1, , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** PERBANKAN Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang - - Modal Kerja - - Konsumsi - - Investasi - - LDR (%) - NPL (gross, %) Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xviii

19 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2016 didorong membaiknya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan nasional. selain itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi di kawasan Sumatera sejak triwulan IV Dari komponen pengeluaran, sumber pertumbuhan terutama berasal dari kegiatan konsumsi yang berhubungan dengan perayaan lebaran dan liburan sekolah. Meningkatnya permintaan dalam rangka perayaan lebaran dan liburan sekolah, yang didukung oleh membaiknya pendapatan masyarakat pasca perbaikan harga komoditas dan tambahan pendapatan menjelang lebaran mendorong konsumsi masyarakat. Penyelesaian proses lelang dan mulai beroperasionalnya sejumlah proyek mendorong belanja pemerintah. Dari sisi sektoral, perbaikan kinerja industri pengolahan dan transportasi pergudangan menopang pertumbuhan ekonomi triwulan ini. Meningkatnya permintaan masyarakat pada saat Ramadhan dan persiapan menjelang lebaran masyarakat minang rantau saat lebaran turut menopang kinerja transportasi dan pergudangan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III diprakirakan sedikit membaik berada di kisaran 5,6 6,0% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor menjadi penopang pertumbuhan pada triwulan III Sementara secara sektoral, membaiknya lapangan usaha perdagangan dan pertanian menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang. 1

20 1.1 Perkembangan Umum Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2016 yang terutama disebabkan oleh faktor musiman berupa perayaan lebaran dan libur sekolah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat meningkat dari 5,49% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,78% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.2). Level pertumbuhan tersebut merupakan tertinggi dibandingkan historis pertumbuhan triwulan II selama 2 (dua) tahun terakhir ( ). Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, lembaga non profit rumah tangga (LNPRT), dan pemerintah daerah. Momentum hari raya ramadhan dan lebaran, serta liburan pergantian tahun ajaran baru sekolah meningkatkan permintaan akan barang dan jasa. Membaiknya pendapatan masyarakat pasca perbaikan harga komoditas kelapa sawit, pemberian gaji ke-13 untuk PNS dan THR juga berkontribusi dalam mendorong konsumsi.. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ditopang oleh perbaikan kinerja industri pengolahan dan transportasi dan pergudangan. Meningkatnya permintaan masyarakat saat Ramadhan dan persiapan menjelang lebaran mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Tra menopang kinerja transportasi dan pergudangan. % yoy Sumber: BPS, diolah Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan II %, yoy Nasional Sumatera Barat I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tercatat paling tinggi di kawasan. Secara regional, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II 2016 sebesar 4,49% (yoy), lebih 2

21 tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 4,18% (yoy). Perbaikan ekonomi Sumatera ditopang oleh meningkatnya kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor antar daerah. Perbaikan ekonomi terjadi hampir di semua provinsi di kawasan Sumatera, kecuali Nangroe Aceh Darussalam. Setidaknya terdapat 2 (dua) provinsi yang pertumbuhan ekonominya meningkat lebih besar dari 0,5%, yaitu Sumatera Utara dan Kepulauan Riau, masing-masing dari 5,0% (yoy) dan 4,5% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,7% (yoy) dan 5,4% (yoy) pada triwulan II pada triwulan II 2016, perekonomian Sumatera Barat menduduki posisi tertinggi, diikuti Sumatera Utara, Bengkulu, dan Kepulauan Riau (Grafik 1.1). Meskipun demikian, kontribusi Sumatera Barat hanya mencapai 7% dari total PDRB Sumatera atau menempati urutan ke-6 setelah Sumatera Utara (22,6%), Riau (22,1%), Sumatera Selatan (13,2%), Lampung (10,5%), dan Kepulauan Riau (8,0%). Meningkatnya kinerja perekonomian juga terjadi pada skala nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 4,92% (yoy) (Grafik 1.2). Mulai meningkatnya harga komoditas non migas di pasar internasional, terkendalinya inflasi, serta meningkatnya realisasi belanja pemerintah menjadi pendorong perbaikan ekonomi Indonesia pada triwulan II Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Ditinjau dari kelompok pengeluaran, meningkatnya perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2016 berasal dari konsumsi rumah tangga dan LNPRT, serta belanja pemerintah (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Pertumbuhan Pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total I II Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah P D R B Sumber: BPS, diolah 3

22 1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga Faktor hari raya dan liburan yang didukung oleh perbaikan daya beli masyarakat mendorong tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan II Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga mulai membaik dari 4,1% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,3% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.3). Menguatnya konsumsi rumah tangga menjadi penopang perbaikan kinerja perekonomian Sumatera Barat seiring kontribusinya yang mencapai 52,5% terhadap PDRB (Grafik 1.4). perbaikan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga komoditas kelapa sawit, pemberian gaji ke-13 dan THR juga turut menopang konsumsi masyarakat. Pengeluaran rumah tangga untuk makanan meningkat dari 3,14% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 3,67% (yoy) pada triwulan II Sedangkan pengeluaran untuk non makanan, seperti biaya kesehatan dan pendidikan, transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel pada triwulan II 2016 tumbuh meningkat menjadi 5,74% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 5,13% (yoy). Triliun Rp 19,500 19,000 18,500 18,000 17,500 17,000 16,500 16,000 15,500 15,000 Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan 4.33 I II III IV I II III IV I II III IV I II Investasi, 29.7% Konsumsi Pemerintah, 11.1% Net Ekspor Antar Daerah, - 0.8% Net Ekspor LN, 6.6% Konsumsi RT, 52.5% Sumber: BPS, diolah Konsumsi LNPRT, 1.1% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Tw II 2016 Menurut Permintaan Penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator. Hasil Survei Indeks Tendensi Konsumsi (ITK) BPS menunjukkan bahwa optimisme konsumen meningkat dari 101,9 pada triwulan I 2016 menjadi 109,0 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.5). Peningkatan optimisme terutama berasal dari membaiknya keyakinan terhadap tingkat konsumsi makanan dan non makanan, serta tingkat pendapatan masyarakat. Indikator lain yang mengkonfirmasi perbaikan konsumsi 4

23 rumah tangga, yaitu pertumbuhan konsumsi listrik yang meningkat dari 3,32% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 3,66% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.6). Selain itu, pertumbuhan kredit multiguna rumah tangga pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 22,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 21,92% (yoy) (Grafik 1.7). Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Juta KWh Rumah Tangga g.rumah Tangga I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: PLN, diolah % yoy Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Multiguna g.multiguna (sisi kanan) % yoy 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II (50.0) Grafik 1.7. Kredit Multiguna Rumah Tangga 5

24 1.2.2 Konsumsi Pemerintah Sesuai pola historisnya, realisasi belanja pemerintah mulai menunjukkan peningkatan pada triwulan II Laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah tercatat meningkat dari 3,33% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,52% (yoy) pada triwulan II Peningkatan pengeluaran pemerintah terutama berasal dari belanja pegawai dan belanja barang jasa. Pemberian gaji ke-13 dan ke-14 kepada PNS daerah menjelang perayaan Idul Fitri, serta penyelesaian sejumlah tahapan proses lelang mendorong realisasi belanja pemerintah. Himbauan pemerintah pusat untuk percepatan belanja turut memengaruhi kinerja konsumsi pemerintah. Kondisi ini tercermin dari penyerapan belanja daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 sebesar 33,7%, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar 29,0% (yoy). Miliar (Rp) 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, , Belanja Daerah 899 I II III IV I II III IV I II III IV I II 1, ,077 1, ,115 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.8. Realisasi Belanja APBD Prov. Sumbar Investasi Kegiatan investasi sedikit melambat pada triwulan Pertumbuhan investasi turun dari 4,23% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,15% (yoy) pada triwulan II Sumber perlambatan terutama berasal dari melambatnya kinerja investasi non bangunan pada triwulan II 2016 menjadi 4,92% (yoy), dibandingkan triwulan I ,83% (yoy) (Grafik 1.9). Peningkatan realisasi belanja modal dan pengerjaan proyek fisik pemerintah belum diimbangi oleh aktivitas investasi pihak swasta. Kondisi ini tercermin dari APBD Pemda Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa penyerapan belanja modal selama triwulan II 2016 sebesar Rp238,6 miliar atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar Rp139,1 6

25 miliar. Meskipun demikian, peningkatan investasi pemerintah tersebut tidak disertai dengan investasi skala besar dari sektor swasta dalam jumlah yang besar. Berdasarkan hasil liaison KPw BI Sumbar menyatakan sejumlah perusahaan kontak tidak berinvestasi dalam jumlah yang besar melainkan hanya melakukan pemeliharaan rutin. Hal ini diperkuat oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Sumbar yang menunjukkan perkembangan indeks investasi turun dari 3,87 pada triwulan I 2016 menjadi 1,81 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.10). %, yoy (2.00) (4.00) (6.00) (8.00) Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.9. Pertumbuhan Komponen Investasi Indeks Perkembangan Investasi I II III IV I II III IV I II Grafik Indeks Perkembangan Investasi (SKDU BI) Ekspor Kinerja ekspor melambat seiring dengan masih terbatasnya permintaan negara mitra dagang. Ekspor luar negeri pada triwulan II 2016 mencatat pertumbuhan sebesar -30,34% (yoy), semakin dalam terkontraksi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar -10,88% (yoy) (Grafik 1.11). Volume ekspor non migas turun dari 663,9 ribu ton pada triwulan I 2016 menjadi 647,0 ribu ton pada triwulan II Ditinjau dari komoditasnya, menurunnya ekspor non migas terutama berasal dari turunnya ekspor CPO yang memiliki pangsa sebesar 75,1% dari total ekspor Sumatera Barat. Volume ekspor CPO dari 431,4 ribu ton pada triwulan I 2016 menjadi 362,7 ribu ton pada triwulan II 2016 (Grafik 1.13). Dari sisi pertumbuhan, volume ekspor CPO memburuk menjadi -33,9% (yoy) pada triwulan II 2016, dibandingkan pencapaian triwulan I 2016 yang masih tumbuh sebesar 40,4% (yoy). Berdasarkan hasil liaison ekspor CPO turun sebagai dampak dari lemahnya permintaan negara tujuan ekspor, menurunnya produksi pasca gangguan asap dan kemarau pada tahun lalu, serta harga yang masih belum setinggi tahun 2014 (Grafik 1.15). Indikator lain yang menunjukkan perlambatan 7

26 ekspor tercermin dari aktivitas perdagangan luar negeri melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Volume dan pertumbuhan muatan ekspor Teluk Bayur mengalami penurunan dari 643,9 ribu ton dan -22,2% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 632,5 ribu ton dan -27,1% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.17). %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri %, yoy Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton % 3.9% 11.6% 1.7% 2.1% Minyak dan lemak nabati atau hewani 75.1% Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan Lainnya 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Berbeda dengan ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan antar daerah membaik pada triwulan II 2016 seiring dengan membaiknya daya beli. Kinerja ekspor antar daerah tumbuh meningkat dari 11,37% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan II Mulai membaiknya daya beli masyarakat secara nasional turut berimbas pada perbaikan aktivitas perdagangan antar daerah. Skala likert hasil liaison KPw BI Sumbar menunjukkan bahwa penjualan domestik perusahaan kontak pada triwulan II 2016 meningkat menjadi 8

27 0,5 dibandingkan triwulan I 2016 sebesar -2,9. Indikator lain tercermin juga dari volume aktivitas bongkar melalui Pelabuhan Teluk Bayur yang meningkat dari 1,01 juta ton pada triwulan I 2016 menjadi 1,02 juta ton pada triwulan II 2016 (Grafik 1.18) Rata-rata Harga TBS Rata-rata Harga CPO Dunia - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II USD/MT 1,400 1,200 1, Tiongkok Bangladesh 2% 4% Mianmar Belanda Pakistan 5% Amerika Serikat 13% Lainnya 13% India 44% Singapura 13% Sumber: Bloomberg dan Dinas Perkebunan Grafik Harga Komoditas TBS dan CPO Grafik Porsi Negara Tujuan Ekspor Ton 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , ,000 0 Volume Impor Volume Ekspor % yoy g. Impor - sisi kanan g. Ekspor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Pelindo Grafik Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (50.0) (100.0) Ton 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Pelindo Volume Bongkar Volume Muat g. Bongkar - sisi kanan g. Muat - sisi kanan % yoy Grafik Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (10.0) (20.0) (30.0) Impor Kontraksi impor luar negeri semakin dalam pada triwulan II 2016 sejalan dengan masih terhambatnya kegiatan investasi dan pelemahan rupiah. Kinerja impor pada triwulan II 2016 mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar - 20,41% (yoy), semakin parah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 1,84% (yoy). Nilai impor komoditas utama non migas tercatat turun dari USD27,0 juta pada 9

28 triwulan I 2016 menjadi USD15,7 juta pada triwulan II 2016 (Grafik 1.20). Penurunan terutama berasal dari impor limbah dan pupuk yang nilainya masingmasing turun dari USD6,9 juta dan USD8,4 juta pada triwulan I 2016 menjadi USD2,4 juta dan USD5,1 juta pada triwulan II Indikator lain tercermin dari aktivitas volume impor melalui Pelabuhan Teluk Bayur pada triwulan II 2016 mencapai 113,7 ribu ton, turun dibandingkan triwulan I 2016 sebanyak 129,0 ribu ton (Grafik 1.17). Ribu Ton Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisi kanan Vol. Impor Pupuk - sisi kanan Vol. Impor Mesin - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II Ribu Ton Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas juta USD juta USD 120 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas Berdasarkan komoditasnya, impor luar negeri sebagian besar merupakan bahan baku (86,7%). Nilai impor bahan baku selama triwulan II 2016 tercatat sebesar USD13,6 juta, atau turun dibandingkan triwulan I 2016 sebesar USD21,6 juta (Grafik 1.21). Ditinjau dari negara asal, impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan II 2016 Tiongkok (30,8%), Kanada (18,1%), dan Jerman (6,7%) (Grafik 1.23). 10

29 Juta USD Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Lainnya 24% Limbah dari industri makanan 15% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Mesin 12% Sereal 1% Garam, sulfur, dan batubatuan 6% Kertas 9% Pupuk 33% Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan II 2016 Lainnya 31.6% Tiongkok 30.8% India 1.9% Rusia 5.8% Jerman 6.7% Kanada 18.1% Belanda 5.1% Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan II Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Secara sektoral, membaiknya kinerja lapangan usaha industri pengolahan dan transportasi pergudangan menjadi penyebab meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan II Momentum liburan sekolah dan lebaran mampu meningkatkan permintaan makanan minuman (mamin) olahan dan tiket angkutan udara hingga berimbas pada perbaikan pertumbuhan industri pengolahan dan transportasi. Sementara itu, melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan menahan ekonomi Sumatera Barat untuk tumbuh lebih tinggi lagi. 11

30 Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha No Lapangan Usaha (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total I II 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Masih terbatasnya insentif petani untuk meningkatkan produksi sawit dan karet imbas dari harga komoditas yang masih di bawah rata-rata harga tahun 2014 dan 2015 berdampak pada menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian. Pertumbuhan lapangan usaha pertanian melambat dari 5,21% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.25). Meskipun harga Tandan Buah Sawit (TBS) dan Bahan Olah Karet (Bokar) terus membaik, pencapaian harga yang masih berada di bawah rata-rata tahun 2014 dan 2015 belum dapat mendorong petani meningkatkan produksi pada triwulan II Selama triwulan II 2016, harga rata-rata TBS dan Bokar masing-masing mencapai Rp1.521/kg dan Rp13.067/kg, lebih rendah dibandingkan harga rata-rata 2014 (Rp1.793/kg untuk TBS dan Rp15.090/kg untuk Bokar) dan tahun 2015 (Rp1.551/kg untuk TBS dan Rp15.090/kg untuk Bokar) (Grafik 1.26). Terbatasnya produksi sawit dan karet sejalan pula dengan rendahnya penyerapan ekspor Sumatera Barat terhadap kedua komoditas tersebut. Hasil liaison kontak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan menyebutkan pula bahwa faktor kabut asap dan kemarau di daerah sentra produksi tahun lalu berimbas pada turunnya produksi yang baru dirasakan pada triwulan II Melambatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian terkonfirmasi pula dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa 12

31 kapasitas produksi terpasang lapangan usaha pertanian turun dari 76,73 pada triwulan I 2016 menjadi 61,26 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.27). Lainnya 16.1% Transportasi dan Pergudangan 12.1% Jasa - Jasa 12.4% Perdagangan 15.6% Pertanian 23.4% Konstruksi 8.9% Industri Pengolahan 11.6% %, yoy Sumatera Barat Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Rata-rata Harga TBS 90 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Rata-rata harga Bokar - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Rata-rata Harga TBS dan Bokar Grafik Perkembangan Indeks Kapasitas Terpakai (SKDU) Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja lapangan usaha perdagangan terpantau melambat pada triwulan laporan. Secara keseluruhan, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan II 2016 melambat menjadi 4,66% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 7,33% (yoy). Menurunnya aktivitas perdagangan tercermin pula dari arus barang melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Selama triwulan II 2016, volume bongkar di Teluk Bayur tercatat sebesar 772,8 ribu ton, turun dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 949,4 ribu ton. Hal serupa terjadi pada sisi eksternal, aktivitas volume 13

32 ekspor dan impor masing-masing menurun dari 643,9 ribu ton dan 129,0 ribu ton pada triwulan I 2016 menjadi 632,5 ribu ton dan 113,7 ribu ton pada triwulan II 2016 (Grafik 1.17 dan 1.18). Indikator lain tercermin dari volume pendaftaran mobil baru selama triwulan II 2016 tercatat sebesar unit, turun dibandingkan triwulan I 2016 sebesar unit. Sementara dari sisi pertumbuhannya, pendaftaran mobil baru pada triwulan II 2016 masih mengalami kontraksi sebesar 8,2% (yoy) (Grafik 1.28). Selain itu, terbatasnya aktivitas perdagangan juga sebagai akibat dari meningkatnya biaya operasional pelaku usaha seiring dengan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada awal bulan Mei dan Juni Hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan pemakaian listrik kelompok bisnis dari 9,18% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,88% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.29). Unit 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Mobil I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: DPKD, diolah g.mobil - sisi kanan Grafik Penjualan Mobil % (yoy) Juta KWh Bisnis I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: PT PLN, diolah g.bisnis - skala kanan Grafik Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis % yoy Perlambatan kinerja lapangan usaha perdagangan lebih lanjut tertahan seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat. Hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa indeks penghasilan konsumen meningkat dari 103,5 pada triwulan I 2016 menjadi 105,5 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.31). Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit perdagangan pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 11,91% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,27% (yoy) (Grafik 1.31). 14

33 Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II Triliun Rp %,yoy 16.0 Kredit Perdagangan Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Indeks Penghasilan Konsumen Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan u menjelang lebaran berdampak pada perbaikan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 6,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 7,93% (yoy) (Grafik 1.25). Meningkatnya kunjungan masyarakat Minang di perantauan ke Sumatera Barat untuk merayakan hari raya lebaran berdampak pada membaiknya kinerja lapangan usaha transportasi. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya jumlah penumpang melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dari 836,8 ribu orang pada triwulan I 2016 menjadi 860,3 ribu orang pada triwulan II 2016 (Grafik 1.32). Selain itu, tingkat hunian hotel mengalami peningkatan dari 47,6% pada triwulan I 2016 menjadi 53,9% pada triwulan II 2016 (Grafik 1.33). 15

34 Ribu Orang 1, Total penumpang Pertumbuhan penumpang - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: PT Angkasa Pura, diolah % (yoy) 40 Grafik Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara Internasional Minangkabau Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Membaiknya kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan tercermin pula dari indikator hasil survei. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa perkembangan indeks harga jual lapangan usaha transportasi meningkat dari 0,63 pada triwulan I 2016 menjadi 0,96 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.34). Indikator lain tercermin pula dari membaiknya penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha transportasi. Hasil SKDU KPw BI Provinsi Sumatera Barat menunjukkan indeks tenaga kerja lapangan usaha ini meningkat dari -1,48 pada triwulan I 2016 menjadi 0,50 pada triwulan II 2016 (Grafik 1.35). Dari sisi pembiayaan, kontraksi pertumbuhan kredit transportasi membaik dari -33,00% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi -11,33% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.36). Selain itu, hasil liaison KPw BI Provinsi Sumatera Barat menunjukkan maraknya perdagangan online dan usaha UMKM di Sumatera Barat yang turut mendorong kinerja pengangkutan dan pengiriman barang. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya omset perusahaan kontak di bidang pengangkutan dan pengiriman barang sebesar 20% - 30% hingga triwulan II

35 Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Indeks Perkembangan Harga Jual Lap. Usaha Transportasi (SKDU) Triliun Rp Grafik Indeks Perkembangan Tenaga Kerja Lapa. Usaha Transportasi (SKDU) %,yoy 0.7 Kredit Transportasi Pertumbuhan - sisi kanan (20.0) 0.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (40.0) Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Meningkatnya permintaan dalam rangka persiapan menjelang perayaan Idul Fitri mendorong geliat lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan laporan. Pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 7,8-% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 1,65% (yoy) (Grafik 1.25). Perbaikan kinerja industri pengolahan tercermin dari meningkatnya pertumbuhan produksi industri manufaktur sedang dan besar dari 9,77% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 16,95% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.37). Meningkatnya kebutuhan masyarakat memasuki periode Ramadhan dan persiapan lebaran berimbas pada building stock pelaku usaha khususnya yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Kapasitas produksi terpakai untuk pengolahan makanan dan minuman selama triwulan II 2016 mencapai 80,63, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 76,67 17

36 (Grafik 1.38). Indikator lain tercermin dari meningkatnya skala likert persediaan kontak liaison dari negatif 0,08 pada triwulan I 2016 menjadi 0,29 pada triwulan II Selain itu, mulai beroperasinya pengerjaan proyek fisik pemerintah berdampak pula pada peningkatan kinerja lapangan usaha industri pengolahan barang galian bukan logam. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya penjualan semen di Sumatera Barat dari 243,8 ribu ton pada triwulan I 2016 menjadi 254,7 ribu ton pada triwulan II 2016 (Grafik 1.39). %, yoy 20 Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil Indeks IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Grafik Perkembangan Indeks Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan Makanan, Minuman, dan Tembakau(SKDU) ribu ton Konsumsi Semen Pertumbuhan-skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,015 2,016 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah %, yoy (5.00) (10.00) (15.00) (20.00) (25.00) Grafik Perkembangan Penjualan Semen 1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan III 2016 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 diprakirakan sedikit membaik berada di kisaran 5,6 6,0% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor menjadi penopang pertumbuhan pada triwulan III Konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring kenaikan permintaan di tengah periode 18

37 Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus lebaran, masuknya tahun ajaran baru, dan penyelenggaran kegiatan internasional (seperti Tour de Singkarak). Indikasi perbaikan konsumsi dikonfirmasi uga dari hasil liaison kontak perusahaan pembiayaan yang menyebutkan bahwa omset meningkat sekitar 15% imbas dari kenaikan permintaan pembiayaan motor bekas dan alat-alat rumah tangga oleh perantau pada saat mudik lebaran. Konsumsi pemerintah meningkat seiring dengan kenaikan realisasi belanja modal dan barang/jasa imbas dari pengerjaan fisik proyek infrastruktur. Investasi membaik sejalan dengan adanya sejumlah kebijakan Pemerintah Pusat (paket kebijakan ekonomi dan tax amnesty) yang semakin kondusif menstimulus investasi kelompok swasta. Perbaikan investasi terindikasi dari membaiknya iklim dunia usaha tercermin dari meningkatnya perkembangan kegiatan dunia usaha yang terkonfirmasi dari peningkatan indeks Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.40). Berdasarkan hasil liaison, terdapat perusahaan eksportir yang akan melakukan investasi pembangunan gudang dan pembelian mesin. Kinerja ekspor diprakirakan membaik sejalan dengan harga komoditas yang berangsur membaik. Meskipun demikian, penguatan ekspor diprakirakan masih terbatas seiring dengan belum solidnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang. %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw II 2016 Prakiraan Tw III 2016 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Grafik Prakiraan Perkembangan Usaha (SKDU BI) Ton 950, , , , , ,000 Padi Padi Sawah 2013 (ATAP) 2014 (ATAP) 2015 (ASEM) 2016 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat Grafik Produksi Padi dan Padi Sawah Dari sisi sektoral, membaiknya lapangan usaha perdagangan dan pertanian menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan III Meningkatnya konsumsi domestik seiring dengan perbaikan daya beli serta peningkatan jumlah wisatawan saat penyelenggaran kegiatan internasional diharapkan mampu mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan. Indikator 19

38 perbaikan lapangan usaha ini tercermin dari hasil SKDU KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa prakiraan kegiatan usaha sektor perdagangan pada triwulan III 2016 akan meningkat lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II 2016 (Grafik 1.40). Setelah tumbuh melambat selama triwulan II 2016, kinerja lapangan usaha pertanian diprakirakan meningkat seiring dengan peningkatan produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan hasil perkebunan. Berdasarkan prognosa Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat, produksi padi dan padi sawah pada triwulan III 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.41) seiring dengan kondisi cuaca yang mendukung aktivitas pertanian. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumatera Barat yang memprakirakan bahwa curah hujan pada Juli hingga September masih berada di kisaran menengah (Grafik ) sehingga diharapkan tidak mengganggu proses penjemuran gabah. Sublapangan usaha perkebunan diyakini turut membaik seiring dengan pemulihan harga sawit dan karet, sehingga akan memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi (Grafik 1.45). Sumber: BMKG Prov. Sumbar Sumber: BMKG Prov. Sumbar Grafik Prakiraan Cuaca Juli 2016 Grafik Prakiraan Cuaca Agustus

39 USD/MT 1,200 Harga CPO Dunia Harga Karet Dunia USD Cent/Kg 600 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BMKG Prov. Sumbar Grafik Prakiraan Cuaca September 2016 Grafik Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia 21

40 BOKS 1: Mendorong Pengembangan UMKM Melalui Wirausaha Bank Indonesia Pengalaman krisis ekonomi dan moneter telah membuktikan bahwa Usaha Sumatera Barat Tahun 2016UNGGULAN Pengusaha menyumbangkan peranan penting untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2014, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mampu menyerap 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja dan memiliki kontribusi dalam pembentukan PDB yang cukup signifikan yakni sebesar 57,9% dari total PDB. Namun saat ini, jumlah pelaku wirausaha di Indonesia masih belum mencapai angka ideal yakni 2% dari jumlah penduduk Indonesia (menurut Sociologist David Mc Cleiland). Data terkini dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM) menunjukkan bahwa Indonesia baru memiliki 1,65% persen pelaku wirausaha dari total jumlah penduduk 250 juta jiwa. Mempertimbangkan kondisi di atas, upaya untuk mendorong pertumbuhan wirausaha di Indonesia perlu dilakukan. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia adalah pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) sejak tahun 2011 yang bertujuan untuk membangkitkan semangat dan jiwa kewirausahaan masyarakat. Gerakan tersebut diharapkan dapat memicu pertumbuhan jumlah wirausaha di Indonesia. Program pemerintah ini sejalan dengan komitmen negara anggota G20 yaitu mengatasi masalah pengangguran dan underemployment, terutama di kalangan usia muda. Bank Indonesia juga turut serta dalam upaya meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia. Salah satu langkah yang diambil oleh Bank Indonesia adalah dengan menginisiasi program wirausaha sejak tahun 2012 melalui pilot project program Penciptaan Wirausaha Baru yang melibatkan 8 satuan kerja pelaksana dengan target wirausaha baru dari kalangan mahasiswa, eks-tki dan masyarakat umum dengan berbagai sektor usaha (industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dll). Program wirausaha Bank Indonesia ini memiliki karakteristik yang membedakan dengan program-program sejenis dengan mengusung konsep trilogi program program ini memfokuskan pada peningkatan jumlah wirausaha di sektor agribisnis dan berorientasi ekspor dalam rangka mendukung ketahanan pangan 22

41 kesinambungan wirausaha dengan menerapkan pola pendampingan melalui coaching, training dan monitoring secara intensif kepada para wirausaha. dalam pelaksanaannya yaitu antara lain Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, stakeholders dan berbagai media dalam rangka memberikan dampak yang lebih besar. Program Wirausaha Bank Indonesia memiliki tujuan untuk meningkatkan jumlah wirausaha sektor agribisnis dan wirausaha berorientasi ekspor, mengurangi ketergantungan impor komoditas non migas (diutamakan komoditas pertanian), meningkatkan akses keuangan melalui introduksi pembiayaan ekspor dan pembiayaan formal, meningkatkan kualitas produk melalui inovasi dan pengembangan produk serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2016 ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat (KPw BI Prov. Sumbar) menyelenggarakan Program Wirausaha Bank Indonesia Sumatera Barat (WUBI SUMBAR) 2016 bekerjasama dengan konsultan pengembangan bisnis Top Coach Indonesia. Program WUBI SUMBAR 2016 memiliki beberapa tahapan yaitu: 1. Pada tanggal 11 Agustus 2016 lalu bertempat di Aula Anggun Nan Tongga 23

42 Bank Indonesia, KPw BI Provinsi Sumbar bekerjasama dengan Top Coach Indonesia oleh 141 wirausaha yang berasal dari berbagai wilayah di Provinsi Sumbar. Dalam kegiatan seminar tersebut Master Coach dari Top Coach Indonesia yaitu Coach Tom Mc. Ifle memberikan beberapa materi penting terkait kewirausahaan seperti memahami cara menjadi entrepreneur tangguh, membangun sebuah usaha yang menguntungkan, mengelola cashflow dan berbagai materi lainnya. Dalam kegiatan seminar ini Top Coach Indonesia juga melakukan business assessment kepada seluruh peserta seminar. Dari hasil business assessment yang dilakukan oleh Top Coach Indonesia terpilih 40 wirausaha potensial yang akan menjadi calon peserta WUBI SUMBAR Bootcamp 40 wirausaha potensial yang akan menjadi calon peserta WUBI SUMBAR 2016 diikutsertakan dalam Program Bootcamp WUBI SUMBAR Pada program ini peserta akan dikarantina selama 3 hari yang bertujuan agar setiap peserta dapat bersatu menjadi sebuah komunitas, saling mengenal, saling terbuka dan berbagi pengalaman. Selain itu program ini juga dapat membentuk mental, keterampilan, kedisiplinan dan budaya yang kuat agar mampu menciptakan usaha yang berkualitas. Setelah di karantina selama 3 hari, peserta akan kembali di seleksi hingga terpilih 20 peserta WUBI SUMBAR 2016 yang akan mengikuti tahapan program WUBI SUMBAR berikutnya. 3. Pendampingan 20 peserta WUBI SUMBAR 2016 terpilih akan mengikuti program pendampingan selama 3 bulan. Dalam program pendampingan ini peserta akan diberikan berbagai materi yang lebih teknis untuk mengembangkan usaha yang dimilikinya. Dalam proses pendampingan ini peserta diharapkan dapat merubah pola pikir, mental, sikap dan cara berbisnis serta daya tahan dalam menghadapi persaingan usaha. Melalui berbagai tahapan kegiatan dalam Program WUBI SUMBAR 2016 tersebut, diharapkan dapat mendorong terciptanya wirausaha-wirausaha berkualitas di Provinsi Sumbar sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumbar. 24

43 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 25

44 26

45 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan pada triwulan II 2016, baik yang berasal dari pendapatan sendiri maupun dari pemerintah pusat. Peningkatan penerimaan tersebut berasal dari meningkatnya pos pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan, serta pos lain-lain pendapatan daerah yang sah dampak dari pemberian hibah dan dana penyesuaian. Di sisi lain, akumulasi pendapatan daerah selama Januari hingga Juni 2016 relatif lebih rendah dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun Nihilnya pemberian Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) serta turunnya penerimaan Dana Penyesuaian menyebabkan turunnya pendapatan daerah akumulatif pada tahun Realisasi belanja daerah juga mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 sebagai upaya dari program percepatan belanja anggaran dan berjalannya proses pengadaan barang dan jasa. Sumber peningkatan realisasi belanja tersebut berasal dari kenaikan belanja modal, belanja barang dan jasa, serta belanja bagi hasil untuk kabupaten, kota, dan desa. Secara keseluruhan tahun, penyerapan belanja daerah hingga triwulan II 2016 meningkat dibandingkan dengan tahun 2015 seiring dengan adanya arahan percepatan belanja dari Presiden. Meskipun demikian, kualitas belanja tahun 2016 masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, seiring dengan turunnya penyerapan belanja modal. 27

46 2.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Sesuai pola historisnya, pemberian dividen BUMD pada triwulan II berdampak pada kenaikan realisasi pendapatan periode laporan. Pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp1.273,6 miliar atau 27,7% dari target APBD, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 sebesar Rp1.087,5 miliar atau 23,7% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.1). Meningkatnya penerimaan daerah terutama berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penerimaan dividen BUMD yang direalisasikan pada triwulan II 2016 mendorong peningkatan PAD, khususnya pada pos Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Sedangkan meningkatnya Pendapatan Hibah serta diberikannya Dana Penyesuaian (khususnya Dana Insentif Daerah) pada triwulan laporan menyebabkan kenaikan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pemberian Dana Insentif Daerah pada triwulan laporan merupakan imbas dari perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun Realisasi penerimaan daerah hingga triwulan II 2016 relatif lebih rendah dibandingkan periode sama tahun Secara nominal, kumulatif pendapatan APBD Provinsi Sumatera Barat sampai dengan triwulan II 2016 mencapai Rp2.361,1 miliar naik dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp2.054,7 miliar. Meski demikian, persentase penerimaan hingga triwulan II hanya mencapai 51,4% terhadap target APBD, turun dibandingkan pencapaian tahun 2015 sebesar 52,0% dari target. Penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh menurunnya persentase penerimaan Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ditengah perbaikan PAD. Nihilnya pemberian Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) serta turunnya penerimaan Dana Penyesuaian berimbas pada menurunnya pendapatan daerah pada tahun Sebagai informasi, akumulasi DBH SDA dan Dana Penyesuaian hingga triwulan II 2015 mencapai Rp0,74 miliar (77,6%) dan Rp372,9 miliar (50,2%), sementara pencapaian tahun 2016 adalah Rp0 untuk DBH SDA dan Rp20,9 miliar (50,0%) untuk Dana Penyesuaian. 28

47 35% 30% 25% 20% 15% 30.1% 28.5% 27.5% 27.7% 26.8% 25.3% 25.6% 25.3% 25.8% 25.4% 23.8% 23.6% 23.7% 24.1% 23.8% 24.0% 22.5% 21.0% 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% % % 40.0% 20 5% 0% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 20.0% 0.0% 0 Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.2. Perkembangan PAD dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan II % Dana Perimbangan DBH Pajak/Bukan Pajak DBH SDA DAU DAK Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.3. Perkembangan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.4. Perkembangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan II Kemandirian fiskal pendapatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari semakin mendominasinya transfer dana Pemerintah Pusat terhadap struktur penerimaan daerah. Ditinjau dari komponennya, hingga triwulan II 2016 porsi PAD dan Lainlain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap total pendapatan APBD turun dibandingkan periode sama tahun Sementara itu, porsi penerimaan dari Dana Perimbangan tahun 2016 dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 4.5). Dengan demikian, struktur penerimaan Sumatera Barat mengalami perubahan dari yang semula selalu didominasi oleh PAD, sekarang hampir sebagian besarnya berasal dari transfer Pemerintah Pusat khususnya Dana Perimbangan. 29

48 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1.0% 16.3% 15.7% 18.3% 57.5% 42.3% 41.4% 39.6% 41.4% 42.9% 42.1% 41.5% Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.5. Porsi Komponen Pendapatan Daerah Pada APBD 2.2 Belanja Pemerintah Daerah Penyerapan belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan penyelesaian proses lelang barang dan jasa. Realisasi belanja pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp1.114,5 miliar atau 22,4% dari target APBD, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar Rp563,2 miliar atau 11,3% dari target APBD (Grafik 4.6). Meningkatnya belanja modal dan belanja barang dan jasa seiring dengan mulai dikerjakannya proyek fisik Pemerintah menjadi penyebab kenaikan realisasi belanja daerah pada triwulan laporan (Grafik 4.7). Kenaikan penyerapan belanja daerah juga berasal dari meningkatnya belanja bagi hasil untuk kabupaten, kota, dan desa serta belanja pegawai seiring pemberian gaji ke-13 dan ke-14. Arahan Presiden untuk mempercepat penyerapan realisasi anggaran berimbas pada perbaikan kualitas belanja Provinsi Sumatera Barat. Realisasi belanja daerah hingga triwulan II 2016 mencapai Rp1.677,7 miliar atau 33,7% dari target APBD, meningkat dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar Rp1.172,9 miliar atau 29,0% dari target APBD (Grafik 4.8). Ditinjau dari komponennya, peningkatan belanja terutama berasal dari membaiknya penyerapan untuk belanja hibah, belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai. Penyerapan belanja hibah, belanja barang dan jasa, dan belanja pegawai masingmasing meningkat dari Rp262,3 miliar (32,7%), Rp284,2 miliar (31,8%), dan Rp342,7 miliar (42,0%) pada tahun 2015 menjadi Rp547,3 miliar (50,3%), Rp377,7 miliar (37,8%), dan Rp367,3 miliar (45,6%). Percepatan pengesahan APBD tahun 2016 sejak tanggal 26 November 2015 serta proses pelelangan yang dilakukan 30

49 lebih awal dibandingkan tahun 2015 mendorong peningkatan kumulasi realisasi belanja daerah. Meski demikian, penyerapan belanja modal hingga triwulan II 2016 turun dibandingkan pencapaian tahun Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap realisasi anggaran serta mengenakan sanksi kepada SKPD yang tidak mencapai target antara lain merupakan upaya dari Pemerintah Daerah untuk terus meningkatkan kualitas penyerapan belanja. 50% 40% 42.1% 41.9% 38.3% 38.3% 120.0% 100.0% 30% 25% 22.4% 30% 20% 10% 0% 10.0% 11.6% 10.1% 10.5% 11.3% 24.6% 25.4% 23.1% 22.0% 21.9% 22.4% 20.2% 20.9% 16.1% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi sisi kanan Akumulasi sisi kanan 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 20% 15% 10% 5% 0% 11.3% I 2016 Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.6. Perkembangan Belanja Daerah terhadap Target APBD Struktur alokasi belanja APBD tahun 2016 sedikit berbeda dibandingkan tahun Porsi belanja daerah selama Januari Juni 2016 didominasi oleh belanja hibah (32,6%), kemudian diikuti oleh belanja barang dan jasa (22,5%), belanja pegawai (21,9%), belanja modal (14,7%), dan belanja bagi hasil (7,9%). Porsi belanja modal terhadap total belanja daerah tahun 2016 turun hingga hingga hampir setengah pencapaian tahun Turunnya porsi belanja modal mengindikasikan bahwa kualitas belanja Pemerintah relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di satu sisi, mengecilnya proporsi belanja modal turunnya belanja produktif yang dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, kondisi ini terkompensasi dengan meningkatnya porsi belanja barang pada tahun Meningkatnya belanja barang dan jasa juga mengindikasikan adanya peningkatan pembayaran sejumlah proses lelang yang merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah. Grafik 2.7. Perkembangan Triwulan Belanja Daerah dan Komponennya Terhadap Target APBD 31

50 % Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Barang Belanja Modal Belanja Pegawai dan Jasa % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 27.2% 24.4% 29.2% 19.6% 21.6% 13.3% 21.9% 23.9% 24.2% 5.6% 6.8% 10.9% 14.7% 22.5% 7.9% 32.6% 25.6% 23.3% 22.4% 21.9% Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Tidak Terduga Belanja Bantuan Keuangan Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Sosial Belanja Hibah Belanja Pegawai Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.8. Perkembangan Belanja Daerah Hingga Triwulan II terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.9. Porsi Komponen dan Belanja Daerah Pada APBD 32

51 33

52 3 BAB III INFLASI DAERAH Setelah mengalami peningkatan pada triwulan I 2016, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan II 2016 mulai menurun. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada akhir periode triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,23% (yoy), menurun dibandingkan laju inflasi triwulan I 2016 yang mencapai 6,63% (yoy). Laju inflasi tersebut berada di bawah laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera yang masing-masing tercatat 3,46% (yoy) dan 3,83% (yoy). Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-22 (dua puluh dua) secara nasional. Terjaganya pasokan sebagai dampak panen raya beberapa komoditas strategis di sentra produksi menjadi faktor penahan laju inflasi Sumatera Barat. Secara triwulanan, perkembangan harga di Sumatera Barat selama triwulan II 2016 menunjukkan penurunan harga atau deflasi dibandingkan dengan triwulan I Laju deflasi triwulanan Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 1,19% (qtq), bertolak belakang dengan triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 1,40% (qtq). Kondisi deflasi Sumatera Barat disebabkan oleh melimpahnya pasokan komoditas strategis seperti beras dan cabai merah sebagai dampak panen raya di beberapa sentra produksi serta penurunan harga bensin, Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan LPG. Namun, laju deflasi selama periode laporan sedikit tertahan dengan peningkatan harga tarif cukai hasil tembakau dan tarif air minum PDAM. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, perkembangan inflasi pada triwulan III 2016 diprakirakan akan meningkat. Peningkatan diprakirakan akan terjadi pada semua kelompok pembentuk inflasi yaitu volatile food, administered price dan inti. Kemungkinan potensi risiko yang muncul diprakirakan berasal dari sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Gangguan cuaca seperti 34

53 fenomena La Nina di Jawa berpotensi akan berdampak pada gagal panen sejumlah komoditas strategis dan terganggunya pasokan ke Sumatera Barat. kenaikan permintaan menjelang tahun ajaran baru diprakirakan turut memberikan tekanan inflasi Sumatera Barat pada triwulan III Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Setelah mengalami peningkatan yang signifikan pada triwulan I 2016, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 mulai mereda akibat kondisi pasokan yang membaik. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,23% (yoy), menurun signifikan dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 6,62% (yoy) didorong oleh terjaganya pasokan bahan pangan. Penurunan lebih lanjut laju inflasi tersebut sedikit tertahan dengan meningkatnya biaya pendidikan menjelang tahun ajaran baru dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-7 (tujuh) di regional Sumatera pada triwulan II Perkembangan inflasi Sumatera Barat selama triwulan II 2016 relatif lebih terkendali dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,46% (yoy) dan rata-rata inflasi provinsi di regional Sumatera 3,83% (yoy) (Tabel 2.1). Meskipun perkembangan inflasi Sumatera Barat berada di bawah nasional dan rata-rata inflasi di regional Sumatera, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama semester I 2016 masih menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi (Grafik 2.1). Laju inflasi yang fluktuatif tersebut mengindikasikan adanya permasalahan struktural yang harus dibenahi khususnya yang terkait dengan ketersediaan pasokan komoditas pangan strategis sehingga dapat menciptakan laju inflasi yang rendah dan stabil. 35

54 Tabel 2.1. Laju Inflasi Tertinggi Pada Tw I 2016 No Provinsi Inflasi Tw. II-16 (%yoy) 1 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 6,20 2 Provinsi Bengkulu 5,47 3 Provinsi Sumatera Selatan 4,37 4 Provinsi Sumatera Utara 4,32 5 Provinsi Kepulauan Riau 3,85 6 Provinsi Jambi 3,39 7 Provinsi Sumatera Barat 3,23 8 Provinsi Lampung 3,16 9 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2,34 10 Provinsi Riau 1,93 Sumatera Nasional 3,83 3,46 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi tahunan tertinggi dari seluruh subkelompok barang dan jasa pada triwulan II Secara tahunan, subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga tercatat mengalami inflasi sebesar 7,25% (yoy), meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 7,65% (yoy). Tingginya inflasi subkelompok tersebut disumbang oleh peningkatan biaya pendaftaran pendidikan untuk tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Meskipun subkelompok tersebut memiliki laju inflasi tertinggi, andil terhadap inflasi secara keseluruhan tidak terlalu besar yaitu hanya sebesar 0,54% (yoy). Subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 5,23% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,19% (yoy). Masih berlanjutnya kenaikan tarif cukai rokok menjadi penyebab tingginya inflasi pada subkelompok tersebut. Kenaikan tarif cukai rokok berimbas pada kenaikan harga seluruh jenis rokok yaitu rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih yang masing-masing 36

55 tercatat inflasi sebesar 10,47% (yoy); 11,95% (yoy); dan 12,15% (yoy). Subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau memiliki andil inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,96% (yoy). Subkelompok kesehatan mencatat inflasi 4,26% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 4,39% (yoy). Peningkatan pada subkelompok ini disumbang oleh subsubkelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang mengalami peningkatan harga sebesar 7,92% (yoy) seiring dengan moderatnya daya beli masyarakat. Secara keseluruhan, subkelompok kesehatan memiliki andil inflasi yang relatif kecil yaitu sebesar 0,17% (yoy). Subkelompok bahan makanan mencatat inflasi sebesar 4,25% (yoy), menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang mencapai 15,15% (yoy). Terjaganya pasokan bahan pangan strategis sebagai dampak pasca panen di sejumlah sentra produksi menjadi faktor penyebab turunnya laju inflasi pada kelompok ini. Melimpahnya pasokan cabai merah sebagai dampak panen raya di beberapa sentra produksi baik di Jawa maupun lokal mampu menekan harga cabai merah di Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) KPwBI Provinsi Sumatera Barat yang memantau harga cabai merah Jawa dan lokal pada akhir triwulan II 2016 turun menjadi Rp29.859,00 dan Rp29.291,00 dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai Rp47.150,00 dan Rp55.838,00. Selain itu, upaya Pemerintah Daerah melalui koordinasi dengan BULOG yakni dengan terus melakukan Operasi Pasar telah berhasil menstabilkan pasokan beras di Sumatera Barat. Kestabilan tersebut tercermin dari hasil SPH terhadap harga komoditas beras pada triwulan II 2016 turun menjadi Rp12.229,- dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang mencapai Rp13.506,00. Berdasarkan prognosa Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat, komoditas beras dan cabai merah pada triwulan II 2016 masing-masing mengalami surplus sebesar ton dan ton. Penurunan lebih jauh laju inflasi subkelompok bahan makanan tertahan, seiringpeningkatan harga pada komoditas bawang merah, kacang panjang, pisang, bawang putih, dan kentang yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,35% (yoy); 0,19% (yoy); 0,15% (yoy); 0,13% (yoy); dan 0,13% (yoy). Subkelompok bahan makanan memiliki andil inflasi paling tinggi diantara seluruh subkelompok yaitu sebesar 1,11% (yoy). 37

56 Subkelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,04% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang hanya sebesar 1,87% (yoy). Peningkatan harga pada subkelompok ini disumbang oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pakaian baru menjelang perayan Idul Fitri dan tahun ajaran baru serta tren harga emas global yang semakin meningkat turut mendorong permintaan emas domestik. Secara keseluruhan, subkelompok sandang memiliki andil inflasi sebesar 0,13% (yoy). Subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatat inflasi sebesar 1,79% (yoy), menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 2,68% (yoy). Peningkatan harga pada subkelompok ini disumbang oleh peningkatan harga kontrak rumah dan tukang bukan mandor yang masingmasing memiliki andil inflasi 0,21% (yoy) dan 0,22% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki andil inflasi 0,36% (yoy). Subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat deflasi sebesar 0,05% (yoy), menurun tajam setelah pada triwulan I 2016 mengalami inflasi 3,43% (yoy). Penyumbang utama deflasi subkelompok ini berasal dari penurunan harga bensin dan solar yang ditetapkan pada tanggal 1 April 2016 dan diikuti dengan penurunan kembali harga bensin pada tanggal 15 Mei Pada akhir triwulan II 2016, bensin dan solar memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,50% (yoy) dan 0,02% (yoy). Namun, penurunan lebih lanjut indeks harga pada subkelompok ini tertahan oleh peningkatan harga tiket angkutan udara sebagai dampak tingginya permintaan menjelang hari raya Idul Fitri. Tiket angkutan udara memberi andil inflasi sebesar 0,44% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memberi andil deflasi 0,01% (yoy) selama triwulan II 2016 (Tabel 2.2). 38

57 Kelompok / Subkelompok Tabel 2.2. Laju Inflasi Tertinggi Pada Tw I 2016 I II 2014 Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2015 III IV I II III IV I 2016 II Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Melimpahnya pasokan bahan makanan di Sumatera Barat menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan pada periode triwulan II Setelah mengalami inflasi pada triwulan I 2016 sebesar 1,40% (qtq), pergerakan indeks harga barang dan jasa di Sumatera Barat tercatat deflasi pada triwulan II 2016 sebesar 1,19% (qtq). Penurunan indeks harga ini disumbang oleh 3 (tiga) subkelompok yang tercatat mengalami deflasi antara lain subkelompok bahan makanan, subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, dan subkelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang masing-masing tercatat deflasi sebesar 4,68% (qtq); 1,73% (qtq); 0,18% (qtq). Laju deflasi subkelompok ini sedikit tertahan dengan peningkatan harga pada subkelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau, subkelompok sandang, subkelompok kesehatan dan subkelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga yang masing-masing tercatat sebesar 1,82% (qtq); 0,97% (qtq); 0,93% (qtq); dan 0,005% (qtq). 39

58 Tabel 2.3. Laju Inflasi Tertinggi Pada Tw II 2016 Kelompok / Subkelompok I II 2014 Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2015 III IV I II III IV I 2016 II 3.3 Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile food dan administered price menjadi penyumbang utama deflasi triwulanan Sumatera Barat. Kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price) masing-masing tercatat deflasi 5,17% (qtq) dan 0,79% (qtq) pada triwulan II Sementara itu, kelompok inti (core) mencatatkan inflasi sebesar 0,58% (qtq) (Grafik 2.2). Membaiknya pasokan bahan pangan pasca panen mampu menekan indeks harga kelompok volatile food ke arah negatif, terutama disumbang oleh komoditas cabai merah yang memiliki andil deflasi 0,74% (qtq), paling besar diantara seluruh komoditas volatile food yang mengalami deflasi, diikuti oleh komoditas beras dengan andil deflasi 0,53% (qtq). Laju deflasi kelompok volatile food sedikit tertahan dengan peningkatan harga pada komoditas daging ayam ras seiring meningkatnya permintaan menjelang hari raya Idul fitri. Komoditas daging ayam ras memberikan andil inflasi sebesar 0,11% (qtq). Penurunan harga bensin menjadi penyumbang deflasi pada kelompok administered price. Penurunan harga bensin yang telah terjadi dua kali selama triwulan II 2016 menyebabkan penurunan indeks harga pada kelompok administered price ke arah deflasi. Hal ini tercermin dari besaran andil deflasi bensin yang cukup signifikan yaitu 0,28% (qtq). Namun demikian, laju deflasi pada kelompok administered price tertahan oleh peningkatan harga pada semua jenis rokok baik rokok kretek, rokok kretek filter maupun rokok putih menyusul penyesuaian tarif cukai rokok. Masing-masing rokok kretek, rokok kretek filter 40

59 dan rokok putih memberi andil inflasi sebesar 0,09% (qtq); 0,08% (qtq); dan 0,03% (qtq). Sumber: BPS, diolah Grafik 2.2. Laju Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: BPS, diolah Grafik 2.3. Kontribusi Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Kenaikan harga pada komoditas gula pasir dan emas memberi tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II Bertolak belakang dengan kelompok volatile food dan administered price yang mengalami deflasi, kelompok inti (core) mencatatkan inflasi sebesar 0,58% (qtq). Lebih jauh lagi, tekanan inflasi pada kelompok inti disumbang oleh kenaikan harga komoditas gula pasir yang memberikan andil inflasi sebesar 0,09% (qtq). Kenaikan harga komoditas gula pasir dipicu oleh gangguan pasokan sebagai dampak penegakan hukum terhadap distibutor gula pasir yang memasarkan gula pasir yang tidak ber- SNI. Selain itu, tekanan inflasi pada kelompok inti juga disumbang oleh kenaikan harga komoditas emas di tengah tren meningkatnya harga emas global yang turut mempengaruhi harga emas domestik. Secara keseluruhan, kelompok volatile food memberi andil deflasi terbesar di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 dengan angka 1,22% (qtq) diikuti oleh kelompok administered price dengan andil deflasi 0,17% (qtq). Sementara itu, kelompok inti (core) menahan laju deflasi lebih jauh dengan andil inflasi sebesar 0,32% (qtq) (Grafik 2.3). 41

60 3.4 Inflasi Menurut Kota Secara spasial, tingginya laju inflasi Kota Padang dan Bukittinggi menjadi pemicu tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat. Pada triwulan I 2016, inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 6,55% (yoy) dan 7,20% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 2015 yang masing-masing hanya tercatat sebesar 0,85% (yoy) dan 2,79% (yoy). Secara nasional, Kota Padang tercatat sebagai kota dengan pencapaian laju inflasi tertinggi ke-6 (enam) dan Kota Bukittinggi di posisi ke-3 (tiga) dari seluruh 82 kota sampel inflasi di Indonesia. Pada regional Sumatera, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing berada pada urutan ke-5 (lima) dan ke-3 (tiga) dari 23 kota sampel inflasi se-sumatera. Dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi menunjukkan kecenderungan peningkatan tercermin dari peringkat secara nasional dan regional Sumatera yang cenderung meningkat Inflasi Kota Padang Laju inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan II 2016 mulai mereda. Setelah mengalami inflasi yang signifikan pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 6,55% (yoy), laju inflasi Kota Padang pada triwulan II 2016 mulai mereda yaitu tercatat 3,16% (yoy). Penurunan laju inflasi ini disebabkan oleh relatif terjaganya pasokan bahan makanan sebagai dampak pasca panen di beberapa sentra produksi. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan inflasi pada subkelompok bahan makanan menurun dari 14,96% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 3,94% (yoy) pada triwulan II 2016 (Tabel 2.2). Capaian inflasi tahunan tersebut menempatkan Kota Padang pada urutan ke-50 (lima puluh) dari 82 kota/kabupaten sampel inflasi yang seluruhnya mengalami inflasi. 42

61 Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II UMUM 8,87 6,26 5,95 11,90 6,52 8,42 6,42 0,85 6,55 3,16 1 Bahan Makanan 11,52 2,75 10,75 21,73 4,21 12,15 4,91-5,20 14,96 3,94 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 7,61 7,66 3,95 3,70 6,08 5,94 5,53 5,49 3,70 4,84 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4,73 5,18 6,22 11,04 11,00 9,54 7,80 3,96 2,57 1,90 4 Sandang 7,43 7,38 1,58-0,56 1,13 2,51 2,19 2,75 1,65 1,90 5 Kesehatan 4,21 4,38 5,09 8,97 12,81 12,56 12,03 7,75 4,69 4,49 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 1,13 2,26 5,53 7,45 8,51 8,08 11,22 9,35 7,88 7,44 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 16,13 12,91 3,01 13,78 5,35 6,02 6,44-2,40 3,76 0,29 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Kota Bukittinggi Sejalan dengan kondisi di Kota Padang, perkembangan indeks harga barang dan jasa di Kota Bukittinggi mengalami inflasi namun dengan laju yang lebih rendah. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi menurun dari 7,20% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 3,76% (yoy) pada triwulan II 2016 (Tabel 2.3). Sama halnya dengan Kota Padang, terjaganya pasokan bahan makanan mampu meredam gejolak inflasi pada periode triwulan II Hal ini terlihat dari laju inflasi pada subkelompok bahan makanan yang juga mengalami penurunan dari 16,59% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 6,62% (yoy) pada triwulan II Capaian inflasi tahunan tersebut menempatkan Kota Bukittinggi pada urutan ke- 34 (tiga puluh empat) dari 82 kota/kabupaten sampel inflasi yang seluruhnya mengalami inflasi. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II UMUM 6,94 5,44 6,37 9,24 4,53 6,34 5,00 2,79 7,20 3,76 1 Bahan Makanan 9,86 5,04 11,63 15,45 0,28 3,73-1,10-0,59 16,59 6,62 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 5,06 5,08 4,92 3,20 3,41 4,29 5,39 7,32 7,95 8,18 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4,49 4,46 7,32 9,09 10,49 12,26 9,78 6,78 3,49 1,05 4 Sandang 3,15 3,99 2,15 1,03 0,50 2,16 3,77 2,98 3,56 3,13 5 Kesehatan 2,78 2,57 2,58 3,28 4,88 5,07 5,05 3,72 2,22 2,55 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 4,01 4,01 6,63 6,85 5,70 5,78 5,99 5,94 5,88 5,84 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 13,24 10,36 2,09 14,57 6,16 7,85 8,27-3,79 1,04-2,55 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 43

62 3.5 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah TPID Provinsi Sumatera Barat memperkuat koordinasi menghadapi bulan puasa dengan fokus strategi pada penajaman konsep Kerja Sama Antar Daerah (KAD) dan finalisasi serta pemberian payung hukum peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi daerah. Sebagai bagian dari roadmap pengendalian inflasi, KAD yang telah dijajaki oleh Kota Padang melalui penandatanganan MoU dengan beberapa daerah seperti Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Padang Panjang dan Kota Bukittinggi perlu didukung dengan ketersediaan data yang komprehensif untuk memperkuat konsep kerja sama yang akan diimplementasikan. Untuk itu, TPID provinsi menyepakati perlunya ada pemetaan ketahanan pangan seperti pengaturan pola tanam dan rencana panen di masing-masing sentra produksi, kebutuhan riil konsumen, kebutuhan pasar, neraca surplus/defisit pangan dan arus distribusi komoditas pangan penyumbang inflasi serta data pemasok/pedagang besar. Dalam rangka memperkuat kebijakan stabilisasi harga dan pasokan pangan ke depan, Pemprov Sumbar telah mengesahkan roadmap pengendalian inflasi sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur No tanggal 4 Mei 2016 tentang Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun dan berencana menerbitkan Pergub sebagai turunan dari Perda Prov. Sumbar No. 3 Tahun 2015 tentang Kemandirian Pangan. Dengan adanya Pergub tersebut, maka masing-masing daerah dapat merumuskan Peraturan Walikota/Peraturan Bupati. Selain KAD, TPID provinsi mengharapkan agar BULOG dapat segera merealisasikan upaya pengendalian harga cabai melalui operasi pasar cabai. Namun, upaya tersebut menghadapi kendala tidak tersedianya cold storage yang memadai. Ke depannya, dalam rangka menjaga stabilitas harga khususnya pada kota sampel inflasi, maka fokus pengendalian inflasi akan ditingkatkan di Kota Bukittinggi mengingat laju inflasi Bukittinggi sejak April 2015 hingga Maret 2016 cenderung lebih tinggi dari Kota Padang. Selama Ramadhan, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar telah melakukan langkah nyata pengendalian inflasi. Penguatan koordinasi baik di tingkat TPID Provinsi maupun kabupaten/kota telah dimulai sejak sebelum memasuki bulan Ramadhan. Bentuk penguatan koordinasi tersebut di lapangan antara lain berupa inspeksi mendadak (sidak) pasar, pasar murah dan pelaksanaan 44

63 Operasi Pasar. Sidak pasar dilakukan oleh Gubernur Provinsi Sumbar, Walikota Padang, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumbar serta anggota TPID Provinsi Sumbar dan TPID Kota Padang di Pasar Raya pada tanggal 14 Juni 2016 untuk memantau kondisi pasokan di pasar terkait perkembangan harga, jumlah pasokan dan keamanan pasokan dari bahan-bahan berbahaya. Pelaksanaan Operasi Pasar dilakukan bekerja sama dengan BULOG dan beberapa distributor yang mencakup komoditas daging sapi, beras, gula pasir dan telur ayam ras. Pelaksanaan pasar murah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumbar di beberapa lokasi seperti Kantor Gubernur, Disperindag Prov. Sumbar, Dinas Koperasi UKM Prov. Sumbar dan Dinas Peternakan Prov. Sumbar. Selain itu, dalam rangka membentuk ekspektasi positif kepada masyarakat sekaligus menghimbau masyarakat agar tidak melakukan konsumsi yang berlebihan selama bulan Ramadhan, TPID Prov. Sumbar dan TPID Kota Padang menyampaikan iklan layanan masyarakat serta talkshow pengendalian inflasi yang disiarkan melalui televisi dan radio di Kota Padang. 3.6 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III 2016 Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, perkembangan inflasi pada triwulan III 2016 diprakirakan akan meningkat. Pada kelompok volatile food, arah inflasi diprakirakan cenderung sedang. Faktor-faktor risiko yang perlu dicermati terkait kestabilan harga volatile food antara lain: (i) peningkatan harga pasokan bahan pangan pasca berakhirnya musim panen; (ii) peningkatan intensitas hujan yang menganggu proses penjemuran gabah; (iii) gangguan pasokan akibat fenomena La Nina di Jawa yang berpotensi menyebabkan banjir, longsor dan puting beliung; (pernikahan) pasca lebaran. Pada kelompok administered price, arah inflasi diprakirakan cenderung tinggi seiring dengan kenaikan tarif angkutan udara saat peak seasonpasca lebaran. Pada kelompok inti (core), arah inflasi diprakirakan cenderung sedang sebagai dampak lanjutan dari kenaikan TTL bulan Juni 2016 dan kenaikan permintaan memasuki periode tahun ajaran baru. 45

64 BOKS 2: Gubernur Sumbar dan Walikota Padang Melakukan Sidak Pasar Selama Ramadhan 1437 H Tahun Dalam rangka memantau kondisi pasokan pangan selama Ramadhan 1437 H, Gubernur Sumbar, Walikota Padang bersama Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar tradisional. Berdasarkan pemantauan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar selama lebih dari sepekan bulan Ramadhan, beberapa harga barang mengalami kenaikan khususnya bahan pangan. Setidaknya terdapat 5 (lima) komoditas utama yang pergerakan harganya cukup signifikan seperti daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah dan bawang merah. Masing-masing komoditas tersebut selama sepekan terakhir sempat mencapai harga tertinggi yaitu Rp ,00 (daging sapi), Rp37.000,00 (daging ayam ras), Rp21.500,00 (telur ayam ras), Rp28.000,00 (cabai merah) dan Rp32.000,00 (bawang merah). Untuk memantau perkembangan harga terkini, Gubernur Sumbar dan Walikota Padang bersama TPID Provinsi Sumbar dan TPID Kota Padang menggelar sidak ke Pasar Raya pada tanggal 14 Juni Kepala Perwakilan BI Sumbar, Puji Atmoko mendampingi Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno (tengah) dan Walikota Padang (kiri) melakukan dialog dengan salah satu pedagang cabai di Pasar Raya Kota Padang Kepala Perwakilan BI Sumbar Puji Atmoko menyampaikan upaya yang dilakukan TPID selama bulan Ramadhan dalam rangka mewujudkan ekspektasi positif kepada masyarakat serta menginformasikan kebutuhan uang kartal di Sumbar selama Ramadhan 1437 H 46

65 Sidak pasar tersebut dilakukan untuk memantau ketersediaan pasokan terkait penimbunan. Selain itu, pemantauan juga dilakukan untuk memastikan makanan yang dijual bebas dari bahan-bahan berbahaya. Untuk itu, sidak pasar dilakukan juga nilai Rp per KK miskin. Untuk menjaga ketersediaan dan keamanan pasokan, diperlukan kerja sama yang baik tidak hanya pemerintah daerah/instansi terkait tetapi juga peran dan dukungan masyarakat serta pedagang menjadi penting. Untuk itu, kepada masyarakat dihimbau agar tidak melakukan konsumsi berlebihan dengan menyetok kebutuhan pangan dalam jumlah besar. Khusus untuk pedagang dihimbau supaya tidak menimbun kebutuhan pangan, menaikkan harga untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dan tidak memasukkan bahan-bahan berbahaya ke dalam makanan. Pedagang yang melanggar peraturan akan dikenakan sanksi. Jadwal Pelaksanaan Operasi Pasar di Kota Padang selama Ramadhan 1437 H No Kecamatan Tanggal Tempat Waktu 1 Padang Selatan Masjid Nurul Iman Jam WIB 2 Padang Barat Masjid Nurul Iman Jam WIB 3 Padang Utara Masjid Nurul Iman Jam WIB 4 Bungus Teluk Kabung Pasar Bungus Jam WIB 5 Lubuk Kilangan Halaman Gedung Serba Guna Indarung Jam WIB 6 Kuranji Halaman Pasar Uje By Pass Jam WIB 7 Pauh Halaman Kantor Camat Jam WIB 8 Lubuk Begalung Halaman Kantor Camat Jam WIB 9 Nanggalo Lapangan KPPS Perumnas Siteba Jam WIB 10 Koto Tangah Halaman Kantor Camat Jam WIB 11 Padang Timur Masjid Nurul Iman Jam WIB 47

66 48

67 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH Ditinjau dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 3,3% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi sangat perlu diwaspadai karena eksposur kredit perbankan pada sektor ini sangat besar mencapai 56% dari total penyaluran kredit di Sumatera Barat. Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2015 mencapai Rp27,6 triliun, tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Kondisi tersebut relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,6% (yoy) namun jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan akhir 2015 yang mencapai 14,6% (yoy). Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit korporasi terus mengalami tekanan pada kualitas kreditnya. NPL kredit terus mengalami peningkatan dari 4,5% pada triwulan I 2016 menjadi 5,1% pada triwulan II 2016, dan diprakirakan terus meningkat pada triwulan III 2016 yang terlihat pada NPL yang mencapai 5,9% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum Sumbar triwulan II 2016 kembali melambat seiring dengan perlambatan kredit. Total aset bank umum pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp56,5 triliun atau tumbuh sebesar 6,8% (yoy), melambat setelah sebelumnya mampu tumbuh sebesar 9,3% (yoy) pada triwulan I 2016 (Grafik 3.1). Pergerakan giro pemerintah berdampak pada penurunan penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp35,2 triliun atau melambat sebesar 6,7% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 yang dapat tumbuh mencapai 7,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama terjadi pada jenis giro dan 49

68 deposito, sementara tabungan relatif masih tumbuh cukup baik mencapai 20,3% (yoy). Sejalan dengan kinerja penghimpunan dana, fungsi penyaluran kredit secara keseluruhan turut mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit bank umum melambat menjadi 8,3% (yoy) pada triwulan II 2016 dari sebelumnya sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan I Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam satu tahun terakhir. Perlambatan terjadi khususnya pada kredit produktif terutama pada kredit modal kerja yang melambat dari 4,8% (yoy) menjadi 1,9% (yoy). Sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia dapat menahan perlambatan kredit lebih dalam. Meskipun belum signifikan, penurunan BI rate diikuti dengan penurunan suku bunga tertimbang sebesar 11 bps dari 12,34% pada bulan Desember 2015 menjadi 12,07% pada Juni Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 sedikit menurun namun konsisten berada di level yang tinggi. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan II 2016 ini tercatat menurun menjadi 140,9% dari sebelumnya sebesar 141,2%. Sementara itu, penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar cenderung berlanjut dan menjadi perhatian yang serius. Pada triwulan II 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,3% dari sebelumnya sebesar 3,0% pada triwulan I Dari sisi kinerja sektor rumah tangga, pengeluaran rumah tangga Sumatera Barat pada triwulan II 2016 masih didominasi untuk keperluan konsumsi yang porsinya meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring meningkatnya permintaan masyarakat pada bulan Ramadhan dan persiapan lebaran. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Sumatera Barat didominasi oleh sektor rumah tangga dengan pangsa sebesar 67,0%. Berdasarkan preferensinya, penempatan rumah tangga sebagian besar dalam bentuk tabungan dan deposito dengan pangsa keduanya > 90% dari keseluruhan DPK. Meski konsumsi rumah tangga mengalami perbaikan, permintaan kredit sektor rumah tangga menunjukkan perlambatan pada triwulan II Perlambatan kredit sektor rumah tangga menyebabkan melambatnya 50

69 pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan mengingat porsinya yang mencapai 43,7% dari total kredit bank umum. Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih terjaga tercermin dari seluruh jenis kredit rumah tangga yang memiliki NPL 5%. Rasio NPL pada triwulan II 2016 tercatat stabil pada besaran 1,1%. Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kembali meningkat pada triwulan laporan. Kredit UMKM yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2016 mencapai Rp15,5 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 3,8% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,4% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM tidak disertai dengan perbaikan kualitas kredit. Kondisi ini tercermin dari rasio NPL kredit UMKM pada triwulan II 2016 yang masih stabil pada level 7,2%. Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana maupun kredit mengalami penurunan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap angkatan kerja di Sumatera Barat tahun 2016 mencapai 138,6%, turun dibandingkan periode Agustus Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga Sumatera Barat pada triwulan II 2016 masih didominasi untuk keperluan konsumsi yang porsinya meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat pada bulan Ramadhan dan persiapan lebaran. Dengan bertambahnya porsi konsumsi, maka porsi dana yang digunakan untuk pembayaran cicilan hutang menjadi berkurang dari 10,5% menjadi 10,3%. Sedangkan dana yang digunakan untuk menabung masih tinggi pada kisaran 22%. Berdasarkan pendekatan dari sisi pengeluaran rumah tangga*, pengeluaran konsumsi tertinggi berasal dari kelompok berpendapatan rendah Rp1-2 juta. Meskipun demikian, kelompok pendapatan menengah (Rp4,1-5 juta) dan kelompok pendapatan tinggi (>Rp5 juta) memiliki tingkat pembayaran cicilan hutang yang lebih tinggi. 51

70 67,1% 10,5% 22,4% 68,1% 10,3% 21,6% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 72.6% 69.8% 66.4% 65.7% 66.0% 68.1% Cicilan/Pinjaman 9.5% 8.2% 7.3% 11.2% 15.2% 10.3% Tabungan 17.8% 22.0% 26.3% 23.0% 18.8% 21.6% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% Bila dilihat dari perilaku berhutang, terdapat peningkatan risiko dari sisi kredit karena secara agregat jumlah rumah tangga yang memiliki Debst Service Ratio (DSR) lebih dari 30% dari pendapatannya (DSR >30%) meningkat (Tabel 4.2). Jumlah rumah tangga dengan DSR >30% pada triwulan II 2016 terpantau meningkat sebesar 6,1% dibandingkan triwulan I Peningkatan risiko tersebut terutama terjadi pada kelompok pendapatan rendah (Rp1-2 juta) dan kelompok menengah (Rp4,1-5 juta). Selain itu, peningkatan risiko terjadi pula pada perilaku menabung masyarakat. Kondisi ini tercermin dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung pada triwulan II 2016 mencapai 20,0% dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3). Ditinjau dari kelompoknya, rumah tangga yang mengalami peningkatan terbesar dalam hal tidak dapat menabung berada kelompok pendapatan Rp2,1-3 juta. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak bisa menabung berpotensi akan menganggu stabilitas keuangan daerah mengingat hal tersebut mencerminkan berkurangnya likuiditas institusi keuangan. Meskipundemikian, terdapat pula penambahan rumah tangga yang porsi untuk tabungan >30% dari pendapatannya, terutama pada kelompok Rp1-2 juta dan >Rp5 juta. 52

71 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan II 2016 Debt Service Ratio (DSR) Triwulan II 2016 Tabungan TMB Rp1-2 jt 0.8% 0.8% 0.5% 0.5% Rp2,1-3 jt 3.0% 3.8% 3.7% 1.5% Rp3,1-4 jt 2.8% 3.8% 1.7% 1.8% Rp4,1-5 jt 1.5% 0.8% 0.8% 1.3% >Rp5 jt 1.0% 1.5% 1.2% 0.7% Total 9.2% 10.8% 7.8% 5.8% Rp1-2 jt 1.7% 1.7% 1.2% 0.3% 3.8% Rp2,1-3 jt 6.3% 10.3% 6.0% 4.5% 11.7% Rp3,1-4 jt 6.2% 6.8% 4.2% 9.8% 7.3% Rp4,1-5 jt 3.5% 2.7% 1.0% 2.3% 1.7% >Rp5 jt 2.0% 2.5% 1.2% 0.3% 1.0% Total 19.7% 24.0% 13.5% 17.3% 25.5% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMB Rp1-2 jt -37.5% -28.6% 50.0% 50.0% Rp2,1-3 jt 5.9% 15.0% -8.3% 12.5% Rp3,1-4 jt -34.6% 64.3% -47.4% -21.4% Rp4,1-5 jt -18.2% -44.4% -37.5% 60.0% >Rp5 jt 500.0% -18.2% -12.5% 0.0% Total -12.7% 6.6% -23.0% 6.1% Rp1-2 jt -41.2% -50.0% 250.0% -71.4% -4.2% Rp2,1-3 jt 11.8% 29.2% 16.1% 8.0% 52.2% Rp3,1-4 jt -26.0% -18.0% 66.7% -4.8% -22.8% Rp4,1-5 jt 16.7% 0.0% 0.0% -30.0% -33.3% >Rp5 jt 71.4% 7.1% 133.3% -60.0% -25.0% Total -6.3% -2.7% 42.1% -12.6% 2.0% Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Sumatera Barat didominasi oleh sektor rumah tangga dengan pangsa sebesar 67,0%. Meskipun pangsa DPK kelompok perseorangan pada triwulan II 2016 sedikit turun (Grafik 4.2), namun pertumbuhannya mulai meningkat setelah mengalami tren menurun sejak triwulan I Bahkan pertumbuhan DPK perseorangan pada triwulan II 2016 hampir mencapai 2 (dua) kali lipat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 8,4% (yoy) menjadi 14,3% (yoy) (Grafik 4.3). Berdasarkan preferensinya, penempatan rumah tangga sebagian besar dalam bentuk tabungan dan deposito dengan pangsa keduanya > 90% dari keseluruhan DPK. Bila dilihat lebih lanjut, fasilitas tabungan pada triwulan II 2016 mendominasi DPK perseorangan dengan tren yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.4). 53

72 Bertambahnya pangsa tabungan terindikasi adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan mulai membaiknya harga komoditas serta imbas dari pemberian gaji ke-13 dan ke-14 menjelang lebaran. Dari sisi pertumbuhan, DPK tabungan perseorangan pada triwulan II 2016 masih tumbuh tinggi sebesar 20,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, di tengah penurunan suku bunga tertimbang deposito imbas dari turunnya BI rate, pertumbuhan deposito sebaliknya menunjukkan perbaikan setelah melambat sejak triwulan I 2015 dan dapat tumbuh sebesar 4,9% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 4.5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 32.3% 29.7% 67.7% 70.3% Tw I 2016 Tw II 2016 Bukan Perseorangan 91.2% 88.6% 8.8% 11.4% Tw I 2016 Tw II % 5.6% 94.0% 94.4% Tw I 2016 Perseorangan Tw II % 33.0% 67.7% 67.0% Tw I 2016 Total DPK Giro Tabungan Deposito Tw II 2016 %, yoy DPK Total 30.0 Perseorangan 25.0 Bukan Perseorangan I II III IV I II III IV I II Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Deposito Tabungan Giro 32.3% 30.6% 65.0% 66.4% I II III IV I II III IV I II % yoy Giro Tabungan Deposito Suku Bunga Deposito % I II III IV I II III IV I II Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera Barat Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Pada triwulan II 2016, terdapat penambahan jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 3,8% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penambahan rekening tersebut berasal dari hampir semua kategori simpanan, terutama kelompok (> 10 juta 100 juta) dan (> 100 juta 500 juta) yang memiliki 54

73 pangsa sebesar 11,3% dari keseluruhan jumlah rekening. Ditinjau dari komponennya, jumlah rekening semua jenis fasilitas DPK perseorangan meningkat, dengan persentase pertambahan lebih besar berasal dari kategori tabungan (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan Kategori Jumlah <10 JT >10 JT JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M DPK Giro Tabungan Deposito Rekening Rekening Rekening Rekening 3,605,577 13,830 3,543,146 48,601 3,195,468 9,690 3,179,812 5, ,472 2, ,762 31,787 35,325 1,018 25,755 8,552 2, ,256 1, Δ % Δ % Δ % Δ % Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Meski konsumsi rumah tangga mengalami perbaikan, permintaan kredit sektor rumah tangga menunjukkan perlambatan pada triwulan II Penyaluran kredit perbankan untuk sektor rumah tangga pada triwulan II 2016 mencapai Rp21,7 triliun atau 8,1% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 9,6% (yoy). Perlambatan kredit sektor rumah tangga menyebabkan melambatnya pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan mengingat porsinya yang mencapai 43,7% dari total kredit bank umum. Harga rata-rata sawit dan karet yang masih belum sebaik tahun 2014 dan 2015 diprakirakan menjadi penyebab rumah tangga menahan permintaan akan kredit mengingat sebagian besar mata pencaharian penduduk Sumatera Barat bertumpu pada kedua komoditas tersebut. Berdasarkan informasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meski harga sawit dan karet sudah mulai naik namun hal tersebut tidak bisa menutupi biaya operasional petani mulai dari pemupukan hingga peremajaan lahan. Ditinjau dari komponennya, turunnya pertumbuhan kredit rumah tangga berasal dari kredit multiguna dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan kredit lain-lain. Pertumbuhan KKB masih mengalami kontraksi sebesar negatif 19,6% (yoy) atau semakin dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar negatif 15,2% (yoy) (Grafik 4.6). Berdasarkan data dari 55

74 Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat, pendaftaran kendaraan baru yang menjadi proksipenjualan mobil pada triwulan II 2016 masih mengalami kontraksi meskipun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan penjualan motor yang tumbuh positif mampu menahan kontraksi kredit KKB lebih lanjut (Grafik 4.8). % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy g.kkb g.kredit lain-lain g.multiguna (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II % 15% 8% 26% KPR KKB Multiguna Kredit Lainnya Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Di sisi lain, relaksasi kebijakan Loan to Value (LTV) kredit properti dan penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) konsumsi di beberapa bank belum mampu mengangkat permintaan KPR. Pertumbuhan KPR pada triwulan II 2016 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut sejalan dengan melambatnya pertumbuhan sektor ekonomi real estate dari 6,9% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 6,5% (yoy) pada triwulan II Selain itu, harga properti yang terus meningkat turut mempengaruhi turunnya permintaan KPR. Kondisi ini tercermin dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya peningkatan harga properti, terutama untuk tipe kecil dan besar (Grafik 4.9). 56

75 Unit 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, diolah % (yoy) Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah Mobil dan Motor % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 4.9. Perkembangan Harga Properti Residensial (SHPR) di Sumatera Barat Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih terjaga. Hal ini tercermin dari seluruh jenis kredit rumah tangga yang memiliki NPL 5% sesuai ketentuan Bank Indonesia (Grafik 4.10). Rasio NPL pada triwulan II 2016 tercatat stabil pada besaran 1,1%. Bahkan rasio NPL KPR dan KKB mencatat penurunan pada triwulan laporan. Meninjau kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan II yoy Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Omset Penjualan Dalam menilai kinerja korporasi di suatu daerah tidak akan terlepas dari perkembangan penjualan dari pelaku usaha baik secara domestik maupun ekspor. 57

76 Dari hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan II 2016, terlihat bahwa korporasi mengalami penurunan pertumbuhan omset yang terindikasi pada likert scale penjualan domestik ratarata sebesar 0,5, yang berarti bahwa penjualan masih tumbuh namun lebih rendah dibandingkan rata-rata selama beberapa tahun. Sementara itu, hasil likert scale pada industri pengolahan pada komponen penjualan domestik berada pada posisi -2,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan namun masih berada pada rata-rata normalnya. skala Likert 3,00 2,00 1,00 - (1,00) (2,00) (3,00) Penjualan Domestik Penjualan Ekspor Kapasitas Utilisasi Investasi Biaya Harga Jual Margin Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan Pertanian Grafik Kinerja Korporasi di Sumatera Barat Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016 Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, penurunan pertumbuhan penjualan pada industri pengolahan disebabkan berkurangnya pasokan bahan baku khususnya pada industri karet olahan, dan penurunan permintaan pada industri tekstil di Sumbar. Selain itu, penurunan penjualan ekspor juga mengalami penurunan pertumbuhan karena adanya penurunan permintaan luar negeri khususnya pada komoditas CPO dan karet sebagai komoditas ekspor utama Sumbar. Meskipun demikian, penjualan ekspor tersebut sudah mulai tumbuh dibandingkan tahun 2015 yang mengalami kontraksi seiring perbaikan harga komoditas CPO dan karet sejak awal tahun Peningkatan penjualan korporasi juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat. Kegiatan usaha pada triwulan II 2016 menunjukkan saldo bersih tertimbang sebesar -3,70, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang memiliki saldo bersih sebesar -10,15. Meskipun masih negatif, terdapat perbaikan kegiatan usaha pada triwulan II 58

77 2016. Nilai saldo bersih yang positif menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami peningkatan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang mengalami penurunan permintaan. %, saldo bersih tertimbang Tw I 2016 Tw II 2016 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih ribu Rp UMP Pertumbuhan % (yoy) Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kondisi Kegiatan Usaha di Sumatera Barat Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Perkembangan UMP di Sumatera Barat Biaya Hampir seluruh korporasi menyebutkan adanya peningkatan biaya produksi pada triwulan II 2016, meskipun masih pada level yang relatif rendah. Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi sektor perdagangan dan sektor pertanian dengan likert scale sebesar 0,83. Nilai likert (di bawah 1) tersebut mengindikasikan adanya peningkatan biaya namun masih di bawah rata-rata kenaikan biaya setiap tahunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang meningkat setiap tahun mengikuti pergerakan Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara itu, penurunan BBM dan tarif listrik cukup mampu menahan pergerakan kenaikan biaya pada korporasi yang lebih tinggi. Selain itu, peningkatan UMP tahun 2016 juga berkontribusi terhadap peningkatan biaya korporasi. UMP Sumatera Barat pada tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi Rp1,80 juta, dibandingkan UMP 2015 sebesar Rp1,62 juta, atau meningkat sebesar 11,5%. Peningkatan UMP pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan peningkatan UMP pada tahun sebelumnya yang mencapai 8,4%. Marjin Keuntungan Perolehan laba atau margin keuntungan sebagian besar perusahaan di Sumbar mengalami penurunan pada triwulan II Sektor pertanian dan sektor 59

78 pengangkutan dan komunikasi masih mengalami pertumbuhan pada marginnya, namun dengan pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan rata-rata normalnya. Hal ini terindikasi dari likert scale yang mencapai 1,00 dan 0,75. Selain itu, pertumbuhan margin yang lebih rendah ini juga terjadi karena peningkatan harga jual hasil produksinya lebih rendah daripada peningkatan biaya. Sementara itu, margin industri pengolahan turun cukup signifikan dan berada di bawah batas normalnya dengan likert scale mencapai -1,25. Hal tersebut terjadi karena perbaikan harga komoditas karet yang mulai terlihat sejak awal tahun dirasa belum signifikan bagi para pelaku usaha. Penjualan ekspor yang menurun tersebut sangat mengerus margin yang diperoleh perusahaan. 66,7% 6,0% Tw I ,3% 64,7% 4,0% Tw II ,3% Jasa Hotel Restoran Pertanian Perdagangan Angkutan Bangunan Industri 25,7 24,2 24,0 12,5 10,5 66,7 66,7 68,6 75,8 72,0 87,5 73,7 33,3 33,3 0% 20% 40% 60% 80% 100% Baik Cukup Buruk Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sumatera Barat Baik Cukup Buruk Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, kondisi keuangan korporasi dari sisi likuiditas pelaku usaha di Sumbar menunjukkan keadaan yang lebih baik dan likuid pada triwulan II Pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik, meningkat dari 27,3% pada triwulan I 2016 menjadi 31,3% pada triwulan laporan. Selain itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang kurang baik juga turut mengalami penurunan dari 6,0% menjadi 4,0%. Meski sebagian besar kondisi marjin perusahaan sedikit tergerus, kondisi tersebut tidak mengganggu secara signifikan terhadap kondisi likuiditas para pelaku usaha. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak pada sektor perdagangan dan jasa. Jumlah 60

79 korporasi yang memiliki kualitas keuangan yang baik pada sektor tersebut mencapai 66,7%. Sementara itu, korporasi pada sektor industri memiliki jumlah korporasi dengan kondisi likuiditas baik yang paling rendah, hanya sebesar 10,5% dari keseluruhan responden pada sektor tersebut. Selain itu, korporasi pada sektor industri yang memiliki kondisi likuiditas kurang baik cukup tinggi yakni mencapai 15,8%. Tabel 4.5. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Sektor Memiliki Kredit Bank (% thd total Perkiraan Beban Angsuran (% Responden thd Responden Kredit) responden) Semakin Berat Tetap Semakin Ringan Pertanian 25,7 0,0 88,9 11,1 Industri 36,8 0,0 85,7 14,3 Bangunan 12,5 0,0 100,0 0,0 Perdagangan 15,2 0,0 100,0 0,0 Hotel Restoran 33,3 0,0 100,0 0,0 Angkutan 12,0 0,0 33,3 66,7 Jasa 12,5 33,3 66,7 0,0 Total 20,0 3,3 83,3 13,3 Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Beban Angsuran Hutang Korporasi Ditinjau dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 3,3% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Sementara itu, terdapat 13,3% korporasi yang memiliki kredit perbankan dan menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Dari total 150 pelaku usaha, hanya terdapat 20% responden yang masih memiliki hutang ke perbankan. Relatif minimnya responden yang menggunakan kredit mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku usaha relatif memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya dengan keuangan mandiri. 61

80 4.2.2 Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi sangat perlu diwaspadai karena eksposur kredit perbankan pada sektor ini sangat besar mencapai 56% dari total penyaluran kredit di Sumatera Barat. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat berpengaruh terhadap kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2015 mencapai Rp27,6 triliun, tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Kondisi tersebut relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,6% (yoy) namun jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan akhir 2015 yang mencapai 14,6% (yoy). Meskipun relatif rendah, pertumbuhan kredit sektor korporasi masih lebih tinggi dibandingkan sektor rumah tangga, terutama didukung oleh kredit investasi yang tumbuh masih cukup tinggi mencapai 20,3% (yoy), sementara kredit modal kerja terus mengalami penurunan dan hanya mampu tumbuh rendah sebesar 1,5% (yoy) pada triwulan II Perlambatan kinerja kredit korporasi khususnya kredit modal kerja ini juga diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan III 2016 yang telah terlihat dari perkembangan kredit di bulan Juli 2016 yang terus menunjukkan perlambatan. Kredit korporasi hanya mampu tumbuh 7,5% (yoy), yang disebabkan perlambatan kredit modal kerja yang hanya tumbuh 0,1% (yoy) pada bulan Juli

81 21% 35% 44% MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja 40 Kredit Investasi Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar Grafik Pertumbuhan Kredit Berd.Jenis Penggunaan Ditinjau lebih dalam hingga sektor ekonomi terbesar di Sumbar, perlambatan kredit korporasi pada triwulan II 2016 tersebut terutama terjadi pada sektor industri pengolahan, pertanian dan jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut terus tumbuh melambat dan bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan khususnya pada sektor jasa-jasa. Perlambatan kredit pada sektor tersebut juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Juli 2016 yang terus melambat. Sementara itu kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebagai kredit dengan pangsa terbesar di Sumbar (50%), pada triwulan II 2016 mampu tumbuh meningkat dari 11,3% (yoy) menjadi 11,9% (yoy), sehingga mampu menahan perlambatan yang lebih dalam pada kredit sektor korporasi. Perbaikan kinerja kredit sektor ini juga berlanjut hingga bulan Juli 2016 yang tumbuh relatif stabil sebesar 12,0% (yoy). 63

82 % yoy Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa (20.5) I-16 II-16 Jul 16 (21.4) (29.6) %, NPL risiko meningkat risiko meningkat Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa I-16 II-16 Jul 16 risiko meningkat risiko meningkat 6.8 Grafik Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Grafik NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit korporasi terus mengalami tekanan pada kualitas kreditnya. NPL kredit terus mengalami peningkatan dari 4,5% pada triwulan I 2016 menjadi 5,1% pada triwulan II 2016, dan diprakirakan terus meningkat pada triwulan III 2016 yang terlihat pada NPL yang mencapai 5,9% (yoy). Nilai NPL tersebut sudah sangat mengkhawatirkan bagi industri perbankan di Sumbar karena nilainya telah berada di atas threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko yang perlu mendapat perhatian tinggi terjadi pada 3 (tiga) sektor utama perdagangan, pertanian, dan jasa-jasa yang telah mencapai lebih dari 5 % pada bulan Juli Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan meski relatif masih rendah, namun meningkat signifikan pada bulan Juli 2016 mencapai 2,7%, dibandingkan pada akhir triwulan II 2016 yang hanya mencapai 1,0%. Meski didukung dengan penurunan suku bunga kredit, kinerja penyaluran kredit korporasi belum menunjukkan perbaikan hingga bulan Juli Suku bunga kredit investasi turun dari 11,73% pada triwulan II 2016, menjadi 11,59% pada Juli Sementara itu suku bunga kredit modal kerja turun dari 12,52% menjadi 12,43% pada periode yang sama. Penurunan suku bunga tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan BI Rate yang terjadi sejak awal tahun Tingginya tekanan yang dialami dunia usaha sebagai dampak perlambatan ekonomi global dan pelemahan konsumsi domestik, serta penurunan harga komoditas diindikasikan menjadi pendorong utama perlambatan kredit sektor korporasi pada triwulan II Korporasi melakukan upaya-upaya efisiensi, 64

83 termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional. Kondisi ini mendorong keputusan pencairan simpanan dana di perbankan yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan DPK perbankan. 4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) Tabel 4.6. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16 II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16 II-16 Aset ,0 10,4 12,9 9,3 6,8 Giro ,9 10,8 13,9 7,9-12,0 18,4 Tabungan ,6 8,4 14,4 13,8 20,3 49,4 Deposito ,6 12,9 5,4-1,0 1,5 32,1 Total DPK ,2 10,4 11,3 7,4 6,7 Modal Kerja ,0 9,2 6,9 4,8 1,9 34,7 Investasi ,1 32,3 30,8 15,9 21,0 21,5 Konsumsi ,3 12,9 9,3 9,6 8,1 43,8 Total Kredit ,4 14,8 12,2 9,0 8,3 Pertanian ,5 21,3 15,3 2,1 7,0 16,8 Pertambangan dan Penggalian ,5 4,3-6,4-12,2-19,5 1,4 Industri Pengolahan ,7 68,0 57,2 30,9 15,6 21,2 Listrik, Gas dan Air Bersih ,1 296,9 288,6 68,7 68,8 0,5 Konstruksi ,8 4,9 2,0-21,8 8,3 3,4 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,7 6,7 11,3 11,3 11,9 48,8 Pengangkutan dan Komunikasi ,6-28,9-22,4-33,0-11,3 1,6 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,3-17,3-19,1-3,2-12,2 3,3 Jasa-jasa ,1-0,9-18,3-20,5-21,4 3,0 Kredit Rumah Tangga ,3 12,9 9,3 9,6 8,1 LDR (%) 138,8 139,4 145,1 141,2 140,9 NPL (%) 3,0 3,1 2,7 3,0 3,3 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) Aset Perbankan Pertumbuhan aset bank umum Sumbar triwulan II 2016 kembali melambat seiring dengan perlambatan kredit. Total aset bank umum pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp56,5 triliun atau tumbuh sebesar 6,8% (yoy), melambat setelah sebelumnya mampu tumbuh sebesar 9,3% (yoy) pada triwulan I 2016 (Grafik 3.1). Perlambatan aset perbankan tersebut juga dipengaruhi dengan menurunnya kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Selain itu, meningkatnya biaya dana akibat penurunan suku bunga tertimbang kredit dan suku bunga DPK tertimbang akan memengaruhi kinerja laba perbankan dan pada 65

84 akhirnya diperkirakan memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset perbankan. Pada triwulan laporan, suku bunga tertimbang kredit menurun terbatas menjadi 12,07% dari sebelumnya sebesar 12,34% pada triwulan I 2016, sementara suku bunga tertimbang DPK turun dari 3,80% menjadi 3,55%. Triliun Rp % yoy 70 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III* % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Intermediasi Perbankan Perkembangan DPK Pergerakan giro pemerintah berdampak pada penurunan penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp35,2 triliun atau melambat sebesar 6,7% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 yang dapat tumbuh mencapai 7,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama terjadi pada jenis giro dan deposito, sementara tabungan relatif masih tumbuh cukup baik mencapai 20,3% (yoy) (Grafik 4.22). Peningkatan tabungan ini diindikasi akibat meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan penyaluran gaji ke 13 dan Tunjangan Hari Raya menjelang Lebaran lalu. Struktur DPK bank umum Sumatera Barat cenderung didominasi dana murah seperti tabungan dan giro, dibandingkan deposito. Pangsa tabungan dan giro masing-masing mencapai 49,4% dan 18,4%, sementara porsi deposito sebesar 32,1% (Grafik 4.23). Pertumbuhan DPK diprakirakan meningkat pada triwulan III 2016, hal ini ditandai dengan mulai meningkatnya pertumbuhan DPK pada bulan Juli 2016 yang mencapai 10,6% (yoy) terutama ditopang oleh peningkatan giro. 66

85 %, yoy DPK TABUNGAN 40 DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Rp triliun 40 DEPOSITO TABUNGAN GIRO , , ,5 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada perlambatan pertumbuhan deposito yang hanya mampu tumbuh 1,5% (yoy). Melambatnya pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 2014 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito dari 7,45% di akhir tahun 2015 menjadi 6,87% pada triwulan II Selain itu, tersedianya alternatif produk investasi lain dengan imbal hasil lebih tinggi seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ditengarai juga memberikan pengaruh terjadinya perpindahan dana deposito kepada produk investasi tersebut. %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja 40 Kredit Investasi Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III* % % 170 6, ,4 5,0 4, ,8 3,0 90 2,0 70 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 67

86 Penyaluran Kredit Sejalan dengan kinerja penghimpunan dana, fungsi penyaluran kredit secara keseluruhan turut mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit bank umum melambat menjadi 8,3% (yoy) pada triwulan II 2016 dari sebelumnya sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan I Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam satu tahun terakhir. Perlambatan terjadi khususnya pada kredit produktif terutama pada kredit modal kerja yang melambat dari 4,8% (yoy) menjadi 1,9% (yoy). Sementara, kredit konsumsi juga melambat dari tumbuh 9,5% (yoy) menjadi 8,1% (yoy) (Grafik 4.24). Berdasarkan pangsanya, kredit produktif yang terdiri dari kredit modal kerja dan investasi masing-masing memiliki pangsa sebesar 35,3% dan 20,4%, sementara kredit konsumsi memiliki pangsa sebesar 44,3%. Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya sebesar 56% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 70% dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia dapat menahan perlambatan kredit lebih dalam. Bank Indonesia menurunkan BI rate sebanyak 3 kali sejak bulan Januari hingga Juni 2016 dengan total penurunan mencapai 100 basis point (bps). Meskipunbelum signifikan, penurunan BI rate diikuti dengan penurunan suku bunga tertimbang sebesar 11 bps dari 12,34% pada bulan Desember 2015 menjadi 12,07% pada Juni Dengan didukung berbagai kebijakan pemerintah dan lembaga/otoritas terkait lainnya, diharapkan suku bunga dapat terus turun hingga mencapai single digit di akhir tahun Selain itu, Bank Indonesia juga kembali mengeluarkan kebijakan makroprudensial antara lain menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah, dari sebelumnya 7,5% menjadi 6,50%, berlaku efektif sejak 16 Maret Pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan/kredit perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Selain itu, pelonggaran Loan to Value (LTV) yang telah diberlakukan Juni 2015 dan relaksasi kembali pada bulan Agustus 2016 diharapkan dapat meningkatkan kredit. Berbagai kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut diharapkan dapat mendorong akselerasi pertumbuhan 68

87 kredit dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat khususnya Sumbar. Perkembangan LDR dan NPL Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 sedikit menurun namun konsisten berada di level yang tinggi. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan II 2016 ini tercatat menurun menjadi 140,9% dari sebelumnya sebesar 141,2% (Grafik 4.25). Penurunan LDR ini diprakirakan akan berlanjut terindikasi dari nilai LDR pada bulan Juli 2016 yang menurun menjadi 135,4%. Nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan bahwa terdapatnya penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan. Sementara itu, penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar cenderung berlanjut dan menjadi perhatian yang serius. Pada triwulan II 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,3% dari sebelumnya sebesar 3,0% pada triwulan I Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi khususnya pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturiasasi kredit, masih rendahnya kegiatan usaha dan daya beli masyarakat terus menggerus kualitas kredit. Penurunan kualitas kredit ini memerlukan perhatian yang serius karena terindikasi terus meningkat. Hal ini terlihat pada NPL bulan Juli 2016 yang kembali meningkat cukup signifikan menjadi 3,8%. Kredit korporasi menjadi pendorong utama peningkatan NPL bulan Juli 2016 yang meningkat dari 5,1% menjadi 5,9%. 69

88 4.4 Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan UMKM Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kembali meningkat pada triwulan laporan. Kredit UMKM yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2016 mencapai Rp15,5 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 3,8% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,4% (yoy) (Grafik 4.26). Membaiknya pertumbuhan kredit UMKM dapat menahan laju perlambatan kredit perbankan lebih lanjut mengingat pangsanya mencapai >30% dari keseluruhan kredit bank umum. Pertumbuhan kredit UMKM yang mulai membaik selama 2 (dua) triwulan berturut-turut terindikasi merupakan dampak dari implementasi paket kebijakan ekonomi, yaitu penurunan suku bunga KUR. Meskipun membaik, pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2016 ini, tidak lebih besar dibandingkan pencapaian tahun Berdasarkan informasi dari perbankan, penyebab utama masih rendahnya pertumbuhan kredit UMKM antara lain terbatasnya bank penyalur KUR dengan skema terbaru hingga awal tahun 2016, serta adanya pengendalian ekspansi kredit akibat peningkatan risiko yang berasal dari peningkatan NPL kredit UMKM. Ditinjau dari komponennya, sumber perbaikan pertumbuhan UMKM terutama terjadi pada skala mikro dan kecil, dengan kontribusi dari keduanya mencapai 68,6% dari keseluruhan kredit UMKM. Sementara itu, pertumbuhan kredit skala menengah mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. % yoy 50 UMKM Mikro Kecil Menengah (18.5) -30 I II III IV I II III IV I II III IV I II Bangunan 2.7% Transportasi 4.2% Perdagangan 67.3% Pertanian 13.6% Lain-lain Industi 7.8% Pengolahan 4.4% Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Ditinjau dari sektor ekonomi, perbaikan kredit UMKM terutama terjadi pada sektor transportasi dan bangunan. Kredit UMKM sektor transportasi dan bangunan masing-masing dapat tumbuh meningkat dari 10,8% (yoy) dan 70

89 1,3% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 15,5% (yoy) dan 2,9% (yoy) pada triwulan II Meningkatnya permintaan sewa kendaraan dan kebutuhan transportasi menjelang arus mudik terindikasi mendorong peningkatan kredit sektor transportasi. Penyelesaian sejumlah proses lelang proyek Pemerintah serta tradisi masyarakat yang melakukan renovasi rumah/tempat usaha menjelang lebaran mendorong meningkatnya permintaan kredit sektor bangunan. Di sisi lain, kredit UMKM sektor perdagangan yang memiliki pangsa sebesar 67,3% dari total kredit UMKM, tercatat sedikit melambat menjadi 13,6% (yoy) pada triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,1% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM tidak disertai dengan perbaikan kualitas kredit. Kondisi ini tercermin dari rasio NPL kredit UMKM pada triwulan II 2016 yang masih stabil pada level 7,2% (Grafik 4.28). Nilai NPL tersebut sudah melampaui ketentuan batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5,0%. Risiko peningkatan rasio NPL masih diprakirakan masih besar mengingat suku bunga rata-rata UMKM yang masih tinggi sebesar 13,8% pada triwulan laporan. Untuk itu perlu ada perhatian dan sejumlah upaya dari perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM sehinga tidak mengganggu ketahanan keuangan daerah. % UMKM Mikro Kecil Menengah I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Akses Keuangan Penduduk Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana maupun kredit mengalami penurunan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap angkatan kerja di Sumatera Barat tahun 2016 mencapai 138,6%, turun dibandingkan periode Agustus Rasio yang >100% mengindikasikan terdapat penduduk angkatan kerja yang memiliki rekening lebih dari satu. Rasio >100% 71

90 juga menunjukkan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasisiwa. Rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio penduduk angkatan kerja di Sumatera Barat menunjukkan sedikit penurunan menjadi 24,6% (Grafik 4.30). Di satu sisi, masih rendahnya rasio rekening kredit mengindikasikan bahwa penggunaan kredit oleh masyarakat di Sumatera Barat masih sedikit sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan peningkatan penyaluran kredit di masa datang. Di sisi lain, turunnya rekening kredit juga mengindikasikan menurunnya permintaan kredit dari masyarakat seiring dengan masih terbatasnya percepatan pertumbuhan ekonomi. % % Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Grafik Rasio Rekening DPK Penduduk Bekerja Grafik Rasio Rekening Kredit Penduduk Bekerja 72

91 5 BAB IV PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN Pasca penerapan RTGS Generasi II, transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 kembali mengalami penurunan, baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Penurunan transaksi ini terjadi pasca penerapan RTGS Generasi II yang dimulai sejak triwulan IV Penerapan batasan minimal transaksi sebesar Rp500 juta melalui RTGS tersebut, mulai 1 Juli 2016 berubah kembali menjadi Rp100 juta. Di sisi lain transaksi kliring mengalami peningkatan pada pertengahan tahun 2016 dari sisi volume maupun nilai transaksi. Volume transaksi kliring mengalami kenaikan sebesar 3,2% (yoy) sedangkan nominal transaksi kliring yang meningkat mencapai 12,26% (yoy). Dalam rangka peningkatan keuangan inklusif, perkembangan agen LKD di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan. Tercatat sebanyak agen LKD telah terbentuk hingga triwulan II 2016 dan diperkirakan bahwa program LKD akan tumbuh dan berkembang semakin pesat kedepannya sejalan telah dicanangkannya Program Keluarga Harapan (PKH) secara non-tunai yang menggunakan agen LKD sebagai pihak penyalur bantuan dari pemerintah. Dari sisi transaksi tunai, pergerakan arus kas di Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 ditandai dengan terjadinya net outflow, berbeda dengan karakteristik Sumatera Barat yang biasanya mengalami net inflow. Fenomena net outflow yang cukup jarang terjadi di Sumatera Barat ini tidak terlepas dari faktor seasonal yaitu lebaran dan musim liburan sekolah, yang berdampak pada peningkatan kebutuhan uang kartal. Dalam rangka meningkatkan kualitas uang layak edar (clean money policy) di wilayah Sumatera Barat pada triwulan II 2016 ditunjukkan melalui sejumlah program, antara lain kegiatan layanan penukaran uang 73

92 melalui perbankan umum dan BPR selama bulan Ramadhan 2016, kegiatan layanan penukaran uang melalui Bandara Internasional Minangkabu dan layanan kas titipan Bank Indonesia di Kota Sungai Penuh, Jambi. Temuan uang palsu terus mengalami penurunan ditengah semakin gencarnya sinergi antara sejumlah pihak terkait untuk menekan peredaran uang palsu di Sumatera Barat. Kantor Perwakilan Bank indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait dalam rangka memberantas peredaran uang palsu, terutama menjelang lebaran dan musim liburan. 5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) Pasca penerapan RTGS Generasi II, transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 kembali mengalami penurunan, baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Berdasarkan data sementara, transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp1,8 triliun, turun signifikan hingga 95,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp41,1 triliun. Penurunan nilai transaksi tersebut diikuti dengan penurunan volume transaksi menjadi transaksi, atau turun 93,1% (yoy). Penurunan transaksi ini terjadi pasca penerapan RTGS Generasi II yang dimulai sejak triwulan IV Penerapan batasan minimal transaksi sebesar Rp500 juta melalui RTGS tersebut, mulai 1 Juli 2016 berubah kembali menjadi Rp100 juta. 74

93 Triliun Rp RTGS (Rp Miliar) RTGS (volume) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Ribu triliun rupiah Nominal Volume (Sisi Kanan) ribu lembar 5, , , , , , , , , , ,00 90 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar * Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar *) Data sementara Transaksi Kliring Transaksi kliring di Sumatera Barat mengalami peningkatan pada pertengahan tahun 2016 sebagai dampak dari kebijakan peningkatan batas atas tranksaksi kliring. Pada triwulan II 2016, volume transaksi kliring mengalami kenaikan sebesar 3,2% (yoy) menjadi lembar. Kondisi serupa juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang meningkat mencapai 12,26% (yoy) atau sebesar Rp3,8 triliun. Peningkatan ini diperkirakan akibat dari kebijakan baru Bank Indonesia yang menaikkan batas atas transaksi kliring hingga mencapai Rp500 juta rupiah, dimana sebelumnya hanya senilai Rp100 juta. Porsi transaksi keuangan diatas Rp100 juta yang sebelumnya dilakukan melalui sistem RTGS, per November 2015 mulai dialihkan menggunakan transaksi kliring Jumlah Kartu Nominal Transaksi-rhs juta rupiah Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening I II III IV I II (5) - I II III IV I II Grafik 5.3. Perkembangan Layanan Keuangan Digital di Sumbar Grafik 5.4. Frekuensi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar 75

94 5.1.3 Layanan Keuangan Digital Perkembangan agen LKD di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan. Tercatat sebanyak agen LKD telah terbentuk hingga triwulan II Bahkan, pertumbuhannya mencapai 129% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, sebanyak 779 agen. Nominal transaksi LKD hingga triwulan II 2016 tercatat mengalami kenaikan hingga menjadi Rp31,2 juta dengan frekuensi transaksi mencapai 539 transaksi, yang sebagian besar didominasi oleh aktivitas tarik tunai. Selain itu, jumlah pemilik rekening digital juga terus tumbuh. Hingga triwulan II 2016, tercatat pemilik rekening digital di Sumatera Barat berjumlah 107 pemilik rekening. Diperkirakan bahwa program LKD akan tumbuh dan berkembang semakin pesat kedepannya. Hal ini didasarkan telah dicanangkannya Program Keluarga Harapan (PKH) secara non-tunai yang menggunakan agen LKD sebagai pihak penyalur bantuan dari pemerintah. Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai penanggung jawab program tersebut telah menetapkan 74 kabupaten/kota sebagai proyek percontohan penyerahan bantuan sosial PKH dari tunai menjadi non tunai pada tahun Penyaluran PKH secara non tunai melalui agen-agen LKD menjadikan efisiensi dari seluruh bantuan sosial. Selain itu juga memastikan ketepatan sasaran dan jumlah serta kualitas terutama untuk keluarga penerima beras sejahtera. 5.2 Perkembagan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Pergerakan arus kas di Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 ditandai dengan terjadinya net outflow, berbeda dengan karakteristik Sumatera Barat yang biasanya mengalami net inflow. Net outflow uang kartal pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp1,43 triliun atau mengalami penurunan hingga sebesar 287,24% (yoy) dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat net inflow dan karakteristik umum Sumbar. Pada triwulan sebelumnya, net outflow tercatat turun sebesar 1,70% (yoy) disebabkan kebutuhan uang kartal yang lebih rendah dibandingkan triwulan II Fenomena net outflow yang cukup jarang terjadi di Sumatera Barat ini tidak terlepas dari faktor seasonal yaitu lebaran dan musim liburan sekolah. Pada tahun 2016, Ramadhan, lebaran dan 76

95 liburan sekolah dan pergantian tahun ajaran baru sekolah berlangsung pada saat yang hampir bersamaan sehingga jadwal libur masyarakat lebih panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Faktor-faktor tersebut memberikan dampak pada derasnya arus uang yang keluar (outflow) hingga mencapai Rp3,6 triliun pada triwulan II Sedangkan, kondisi arus uang yang masuk (inflow) ke Sumatera Barat pada triwulan yang sama hanya sebesar Rp2,2 triliun saja. Inflow Outflow Net Inflow-rhs miliar rupiah miliar rupiah (500) (1.000) (1.500) 0 (2.000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) triliun rupiah Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.5. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) mengalami kenaikan pada periode laporan. Jumlah pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat meningkat hingga 46,74% (yoy). Kenaikan juga terjadi pada rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow yang berada di level 68,8%, sedangkan triwulan I 2016 rasio pemusnahan UTLE hanya sebesar 46,3%. Kenaikan rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow ini berkorelasi dengan tingginya outflow pada triwulan II 2016 sehingga UTLE juga banyak yang mengalir keluar dari Sumatera Barat. Hal ini juga dibarengi dengan kenaikan jumlah pemusnahan UTLE yang mencapai Rp1,5 triliun pada triwulan yang sama. Kondisi tersebut diharapkan berimbas pada kualitas uang layak edar di Sumatera Barat yang meningkat. Namun demikian, pemusnahan UTLE secara lembaran berbanding terbalik dengan jumlah pemusnahan UTLE secara nilai instrinsiknya. Terjadi penurunan jumlah 77

96 lembar pemusnahan mencapai 41,1 juta lembar, setelah pada triwulan sebelumnya pemusnahan UTLE mencapai 42,2 juta lembar. Komitmen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat untuk terus meningkatkan kualitas uang layak edar (clean money policy) di wilayah Sumatera Barat pada triwulan II 2016 ditunjukkan melalui sejumlah program, antara lain kegiatan layanan penukaran uang melalui perbankan umum dan BPR selama bulan Ramadhan 2016, kegiatan layanan penukaran uang untuk perantau yang mudik melalui Bandara Internasional Minangkabu pada minggu terakhir Ramadhan 2016 dan layanan kas titipan Bank Indonesia di Kota Sungai Penuh, Jambi. juta lembar Pemusnahan UTLE I II III IV I II Grafik 5.7. Pemusnahan UTLE di Sumbar Lembar Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.8. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Temuan uang palsu terus mengalami penurunan ditengah semakin gencarnya sinergi antara sejumlah pihak terkait untuk menekan peredaran uang palsu di Sumatera Barat. Temuan uang palsu selama triwulan II 2016 di Sumatera Barat tercatat sebanyak 125 lembar, mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 146 lembar uang palsu. Kantor Perwakilan Bank indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak, antara lain Kepolisian Daerah Provinsi Sumatera Barat, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat dan Badan Intelijen Negara (BIN) Provinsi Sumatera Barat dalam rangka memberantas peredaran uang palsu, terutama menjelang lebaran dan musim liburan. 78

97 BOKS 3: Menggencarkan Penerapan Transaksi Non Tunai di Sumatera Barat Melalui Kegiatan Cikal bakal Festival Non Tunai Inklusif 2016 ini diawali dengan launching Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014 lalu di Universitas Andalas. Konsep festival kali ini lebih diperluas, tidak hanya mencakup GNNT, namun juga meliputi gerakan gemar menabung, gerakan anti uang lusuh dan peduli koin serta gerakan cinta rupiah. Untuk itu, kegiatan festival ini juga turut menggandeng Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar dan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Sumbar. Festival Non Tunai Inklusif diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain fun walk, bazar non tunai, pencanangan program gerakan gemar menabung, penukaran uang lusuh dan uang koin serta acara hiburan. Gambar 1 Kampus Penyelenggara Kegiatan GNNT Tahun 2014 Festival Non Tunai Inklusif 2016 diselenggarakan di Pantai Padang yang dihadiri langsung oleh Gubernur Sumatera Barat, Walikota Padang, Kepala Kantor OJK Provinsi Sumatera Barat dan seluruh pimpinan perbankan di Kota Padang. Kegiatan inidiikuti lebih dari 750 peserta, 30 perbankan dan 4 merchant kuliner serta 1 perusahaan telekomunikasi penyedia uang elektronik berbasis server. 79

98 Gambar 1. Pembukaan Fun Walk Festival Non Tunai Inklusif 2016 oleh Walikota Padang dan Kepala KPw BI Sumatera Barat Gambar 2. Gubernur Sumbar, Kepala KPw BI Sumbar, Kepala Kantor OJK Sumbar dan Sejumlah Pimpinan Perbankan dalam Acara Festival Non Tunai Inklusif 2016 Penyelenggaraan festival ini bertujuan agar masyarakat Sumatera Barat menjadi semakin familiar terhadap transaksi non tunai serta instrumen-instrumennya karena relatif masih rendahnya persentase transaksi non tunai. Di tingkat nasional, persentase transaksi non tunai di Indonesia masih relatif rendah, hanya sekitar 31%. Jauh di bawah dengan negara-negara tetangga yang penggunaan transaksi non tunainya telah mencapai 50%. Selain paham dan familiar, masyarakat juga diajak untuk mencoba merasakan kemudahan bertransaksi langsung secara non tunai melalui bazar non tunai yang diikuti sejumlah merchant kuliner di Kota Padang. Persentase Transaksi Tunai (2013) GDP Perkapita 2013 (USD) Grafik 1 Persentase Perbandingan Transaksi Tunai di Negara Asia Pasifik 2013 Bank Indonesia berharap agar masyarakat Sumbar yang bertransaksi menggunakan sarana non tunai dapat terus bertambah. Saat ini, preferensi masyarakat Minang dalam menggunakan uang tunai dalam transaksi sehari-hari masih cukup tinggi. Namun, sedikit demi sedikit pola pikir masyarakat dan pemerintah daerah terhadap transaksi non tunai mulai terbuka. Sudah mulai banyak rencana dan program pemerintah daerah untuk mengaplikasikan 80

99 transaksi non tunai, seperti pada bis TransPadang yang telah diluncurkan pada Maret 2016 lalu. Penggunaan transaksi non tunai memiliki banyak manfaat antara lain transaksi akan menjadi lebih cepat, aman dari uang palsu dan kembalian permen saat berbelanja serta mudah dilakukan kapan saja dan dimana saja. Hal tersebut akan berimbas positif terhadap perekonomian suatu daerah, seperti percepatan pertumbuhan ekonomi serta kemudahan dalam berinvestasi dan bisnis. Selain itu, transaksi non tunai juga tercatat, sehingga mendukung dan mendidik masyarakat untuk berperilaku jujur, bersih serta terbuka. Sudah saatnya, bertransaksi secara non tunai menjadi bagian gaya hidup dan budaya masyarakat yang modern. Gambar 3. Gubernur Sumbar dan Kepala KPw BI Sumbar Bertransaksi Menggunakan Uang Elektronik pada Kegiatan Festival Non Tunai Inklusif 2016 Gambar 4. Salah Satu Tampilan Merchant Kopi dalam Festival Non Tunai Inklusif

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 76/11/19/Th.IX, November 01 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 01 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III-01 TUMBUH,96 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-01

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 38/05/21/Th.XI, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 No. 74/08/71/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,80 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2017 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 13/02/71/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,12 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2015 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci