KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 20 Mei 2015 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Mahdi Muhammad Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... ix Daftar Gambar... xiii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Boks 1 Dampak Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Boks 2 Identifikasi Permasalahan Investasi (Growth Diagnostic) di Provinsi Riau iv

6 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Boks 3. Perkembangan Program Kedaulatan Pangan di Provinsi Riau BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Perkembangan Jaringan Kantor Perkembangan Aset Perkembangan Penyaluran Kredit Konsentrasi Kredit Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Perkembangan Loan to Deposit Ratio Spread Perbankan Syariah v

7 Daftar Isi HALAMAN 3.Perkembangan Transaksi Pembayaran Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-Outflow) Real Time Gross Settlement 62 BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Ketenagakerjaan BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xvii vi

8 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi Halaman ini sengaja dikosongkan vii

9 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy,%) Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan I Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV 2014 Menurut Sektor Ekonomi Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau vii

10 Daftar Tabel Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 dan Triwulan I 2015 (dalam Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV 2014 dan Triwulan I Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015 (Rp miliar) Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I 2014 dantriwulan I 2015 (Rp miliar) Tabel 4.5. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan II viii

11 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 9 Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Pengeluaran Saat Ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.8. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Realisasi Investasi di Riau Grafik Perkembangan PMI Tiongkok Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan ix

12 Daftar Grafik Grafik Pertumbuhan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia Grafik Perkembangan KapasitasTerpakai Indutri Pengolahan Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan di Riau Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan di Riau Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Riil Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Grafik Konsumsi Semen Riau Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi di Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan KelompokBarang dan Jasa yang di Survey (yoy) Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei Tw I 2015 di Riau (qtq) 31 Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) x

13 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Beras dan 37 Grafik Perkembangan inflasi Administered Price 38 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq). 44 Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy). 44 Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank umum di Riau Grafik 3.8. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 Bulan Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau. 61 Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb Grafik 5.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama di Riau Grafik 5.4. Status Pekerjaan Utama Grafik 5.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Grafik 5.6. Jumlah Jam Kerja per Minggu Grafik 5.7. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan xi

14 Daftar Grafik Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Grafik 5.9. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Mendatang Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI xii

15 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xiii

16 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV I Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (0.18) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2, , , , , Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4, , , , , Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Volume Impor Non Migas (ribu Ton) B. PERBANKAN INDIKATOR (dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV I Bank Umum Total Aset 73,201,701 82,036,875 86,572,336 85,652,213 90,534,888 DPK 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,143,197 66,525,297 - Giro 12,556,764 16,863,613 14,828,129 13,723,591 15,108,109 - Tabungan 27,363,917 26,936,859 27,586,835 29,478,220 27,139,376 - Deposito 14,545,606 16,994,736 20,968,870 20,941,386 24,277,812 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 67,020,254 72,391,925 71,441,476 74,731,969 74,812,059 LDR - Lokasi Proyek (%) Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 - Modal Kerja 14,871,302 15,620,041 15,971,702 16,318,273 16,078,784 - Investasi 15,482,142 16,292,777 16,080,635 16,621,249 16,716,814 - Konsumsi 18,134,236 18,755,434 18,926,530 19,343,915 19,606,118 - LDR (%) NPL (%) Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940 - Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 5,461,112 - Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 7,439,193 - Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 6,909,635 NPL MKM (%) BPR Total Aset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 1,189,489 DPK 748, , , , ,560 - Tabungan (RpMiliar) 336, , , , ,632 - Deposito (Rp ) 412, , , , ,929 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 762, , , , ,307 Rasio NPL LDR xv

17 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan Inflow Outflow EKONOMI TERPILIH I II III IV I 247,524 2,250,641 2,610,379 3,154,898 (164,116) 1,884,781 1,135,202 2,330, ,361 1,798,608 2,132,305 3,385,843 4,941,248 3,876,259 1,634,492 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380, , , , ,727 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 73,538 97,703 90, ,120 98,879 Volume Transaksi RTGS (lembar) 47,244 48,670 48,509 52,078 31,327 Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,226 1,656 1,413 1,578 1,595 Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 199, , , , ,583 Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,522 6,931 5,737 5,415 3,343 Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 3,331 4,260 3,150 2,988 1,655 Rata-rata Harian Cek/BG Kosong xvi

18 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I 2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2014 dan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,18% (yoy), dan 3,83% (qtq). Menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan mendorong kontraksi pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral. Di sisi lain, masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan penurunan perekonomian dari sisi penggunaan. 1

19 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan VI 2014 mengalami penurunan. Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor indystri pengolahan.. Penurunan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor konstruksi tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh penurunan ekspor dan perlambatan pada konsumsi. Pelemahan ekonomi global dan harga komoditas internasional diperkirakan menjadi penyebab terkontraksinya ekspor luar negeri Riau pada triwulan laporan. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih berasal dari konsumsi. Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga meskipun tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan IV 2014, yakni dari 8,59% (yoy) menjadi 6,00% (yoy). Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,52% (yoy) menjadi 1,33% (yoy). Peningkatan investasi yang diiringi dengan peningkatan konsumsi pemerintah tidak dapat mengimbangi kinerja net ekspor yang memburuk sehingga perekonomian terkontraksi pada triwulan laporan. Penurunan kinerja impor namun diikuti dengan penurunan ekspor yang cukup dalam mengakibatkan kinerja net ekspor menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan menahan laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan I Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu 2

20 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif dari 5,3% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan dan sektor pengolahan Riau pada triwulan I 2015 masingmasing tercatat mengalami kontraksi sebesar 9,02% (yoy) dan 0,54% (yoy). III. ASSESMEN INFLASI Faktor utama penyebab menurunnya inflasi Riau pada triwulan I 2015 didominasi oleh penurunan harga BBM. Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 berada pada level lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan I 2015 (yoy) 1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered prices akibat penurunan harga BBM yang terjadi dua kali pada bulan Januari 2015 yang lalu. Namun demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4%±1% (yoy). Secara tahunan, penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered price, akibat penurunan harga BBM bersubsidi 2 yang terjadi pada bulan Januari 2014, diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan udara dan angkutan antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG 12 Kg pada Januari 2015 lalu juga mendorong penurunan inflasi kelompok administered price. Selain itu, perkembangan inflasi pada kelompok volatile food juga memberikan kontribusi penurunan tingkat inflasi. Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 6,16% (yoy), Kota Dumai sebesar 6,50% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 5,63% (yoy). Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 6,50% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing-masing 6,16% dan 5,63% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 2 Sejalan menurunnya harga minyak dunia, 1 Januari 2015 Pemerintah Pusat menurunkan harga BBM bersubsidi yaitu premium turun menjadi Rp7.600,- dan solar Rp7.250,-. Penurunan harga BBM berlanjut pada 19 Januari 2015, harga BBM premium turun menjadi Rp6.600,- (luar Jawa), Rp6.700,- (jawa & Madura), dan Rp7.000,- (Bali). Solar turun menjadi Rp6.400,- dan harga LPG 12 Kg menjadi Rp ,- 3

21 Ringkasan Eksekutif Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan kredit IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp91,72 triliun atau meningkat dari 11,43% (yoy) menjadi 23,44% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,31% (yoy) menjadi 8,15% (yoy). Posisi kredit perbankan Riau pada triwulan I mencapai Rp 53,26 triliun. Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp 74,81 triliun atau tumbuh 9,46% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau juga tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 22,02% (yoy) dari 15,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Intermediasi perbankan mengalami penurunan disertai dengan menurunnya kualitas kredit Pada triwulan I 2015, LDR perbankan Riau tercatat menurun yaitu dari 81,78% menjadi 79,06%. Begitu pula dengan LDR berdasarkan lokasi proyek yang juga tercatat mengalami penurunan dari 115,08% menjadi 111,04%. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan relatif menurun yaitu sebesar 3,82%, meski demikian masih berada dalam batas aman yang ditetapkan. Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh melambat dibandingk an triwulan sebelumnya Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,80 triliun pada triwulan I 2015, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 15,50% (yoy) menjadi 12,46% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 38,32% menjadi 37,80. Sementara, perkembangan kualitas kredit UMKM perlu mendapat perhatian karena NPL tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,49% menjadi 6,20%, dan berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%. 4

22 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Kinerja perbankan syariah pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan yang meningkat baik dari sisi aset, dana, maupun jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan syariah dibandingkan dengan triwulan IV Jumlah BPR/S yang beroperasi di Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak 35 BPR/S. Keuangan Daerah Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan I 2015 masih relatif minim namun meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya Total alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada tahun 2015 secara umum meningkat dibandingkan tahun Meskipun demikian, realisasi anggaran APBD pada triwulan I-2015 masih relatif minim, terutama pada komponen belanja daerah. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah, yaitu sebesar Rp488,76 miliar atau sekitar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun. Realisasi pendapatan hingga triwulan I 2015 meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2014 yang mencapai Rp195,07 miliar. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan I-2015 tercatat sebesar Rp487,76 miliar atau sebesar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan. 5

23 Ringkasan Eksekutif V. PROSPEK Perekonomian Daerah Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 secara umum diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran -0,1-0,5% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan II Prospek perekonomian Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan relatif meningkat yakni berada pada kisaran - 0,1%-0,5% (yoy). Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan relatif meningkat, terkait dengan mulai terealisasinya APBD. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan mulai membaik sejalan dengan mulai membaiknya harga komoditas global yang ditandai dengan perkembangan harga minyak dunia yang mulai meningkat pada awal triwulan II Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan masih relatif stabil dibandingkan triwulan I Faktor pendorong pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Beberapa contact liaison Bank Indonesia menyatakan bertambahnya produksi tanaman menghasilkan hasil replanting yang dilakukan sekitar tahun (4 tahun yang lalu). Selanjutnya, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan meningkatnya pasokan bahan baku yang tercermin dari peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan I

24 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Inflasi Proyeksi inflasi pada triwulan II 2015 diperkirakan mencapai 7,2%-7,8% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung meningkat, yaitu berada pada kisaran 7,2-7,8% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 1,8-2,3% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan II 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile foods. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan akibat peningkatan harga BBM seiring dengan meningkatnya harga minyak internasional. Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik dan LPG 12 kg diperkirakan juga akan memberikan dampak terhadap tekanan inflasi Riau selama triwulan ke depan. Selanjutnya, peningkatan inflasi volatile foods diperkirakan bersumber dari kenaikan harga bahan makanan menyambut Ramadhan dan Hari Raya Besar Keagamaan. Selain itu, kenaikan biaya distribusi bahan makanan terkait kenaikan harga BBM diperkirakan juga akan memberikan tekanan yang berarti pada inflasi kelompok volatile food. 7

25 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I 2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2014 dan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,18% (yoy), dan 3,83% (qtq). Menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan mendorong kontraksi pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral. Di sisi lain, masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan penurunan perekonomian dari sisi penggunaan. 8

26 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Sumber: BPS Penurunan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertambangan dan sektor penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor konstruksi tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian terkait dengan semakin menurunnya produktivitas sumur minyak existing. Sementara itu, penurunan kinerja industri pengolahan didorong oleh perlambatan kinerja industri pengolahan non migas dan penurunan industri pengolahan migas. Dari sisi penggunaan, penurunan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh penurunan ekspor dan perlambatan pada konsumsi. Pelemahan ekonomi global dan harga komoditas internasional diperkirakan menjadi penyebab terkontraksinya ekspor luar negeri Riau pada triwulan laporan. Sementara itu, tingkat inflasi yang relatif masih tinggi pada awal tahun, dan penurunan pendapatan masyarakat terkait penurunan harga komoditas menjadi penyebab perlambatan konsumsi pada triwulan I Di sisi lain, pertumbuhan investasi tercatat meningkat meskipun masih terbatas. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2015 masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga meskipun tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV Peningkatan investasi yang diiringi dengan 9

27 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional peningkatan konsumsi pemerintah tidak dapat mengimbangi kinerja net ekspor yang memburuk sehingga perekonomian terkontraksi pada triwulan laporan. Penurunan kinerja impor namun diikuti dengan penurunan ekspor yang cukup dalam mengakibatkan kinerja net ekspor menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Kategori Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Tw I 2015* Sumber Pertumbuhan Tw I 2015 (%) Konsumsi RT Konsumsi LNPRT (0.07) - Konsumsi Pemerintah (1.68) (3.24) (5.91) (3.25) PMTB Ekspor Luar Negeri (5.65) (37.93) (32.70) (19.26) Impor Luar Negeri 3.60 (10.22) 0.99 (37.94) (84.16) (0.37) PDRB (0.18) (0.18) Sumber: BPS, diolah Ket: *) Data sangat sementara 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan IV 2014, yakni dari 8,59% (yoy) menjadi 6,00% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akibat belum membaiknya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan pergerakan harga komoditas unggulan Riau di pasar internasional yang masih cenderung rendah. Perlambatan konsumsi rumah tangga terkonfimasi dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia terkait perkembangan Indeks Pengeluaran Saat Ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu yang cenderung menurun dibandingkan posisi akhir tahun 2014 (Grafik 1.2). 10

28 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Pengeluaran Saat ini Dibandingkan Tiga Bulan yang Lalu Grafik 1.3. Perkembangan Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Meskipun demikian, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi tercermin dari kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor dan kredit durable goods. Peningkatan konsumsi durable goods juga terkonfirmasi melalui Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama yang meningkat dari 105 pada Desember 2014 menjadi 108,7 pada Maret 2015 (Grafik 1.3). Di sisi lain, penyaluran kredit multiguna mengalami perlambatan, sehingga diperkirakan menjadi penahan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan sebesar 0,07% (yoy). Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah tercatat mengalami peningkatan sebesar 1,16% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat realisasi Anggaran 11

29 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1 yang cenderung membaik di awal tahun 2015 meskipun masih belum optimal dibandingkan periode yang sama di tahuntahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari peningkatan realisasi anggaran belanja pemerintah pada awal tahun 2015 dibandingkan awal tahun 2014 (Grafik 1.7). Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.8. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2.2. Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,52% (yoy) menjadi 1,33% (yoy). Kondisi ini diindikasikan oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 meskipun secara nilai mengalami penurunan. Pada triwulan I 2015 jumlah proyek yang dilaksanakan di Riau mencapai 93 proyek atau tumbuh 97,87% (yoy). Sementara total nilai 1 Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 buku kajian ini 12

30 Kondisi Ekonomi Makro Regional investasi pada triwulan I 2015 di Riau mencapai Rp2,28 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 70,53% (yoy). Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Peningkatan investasi di Riau pada triwulan laporan juga diindikasikan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia dimana realisasi investasi pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2014, yaitu dari kontraksi 18,10% menjadi tumbuh sebesar 1,83%. Sementara itu, berdasarkan informasi dari contact liaison Bank Indonesia pada triwulan I 2015 investasi cenderung relatif stabil dimana secara umum investasi hanya berupa maintenance dan mayoritas bukan berupa investasi bangunan. Grafik Perkembangan Realisasi Investasi di Riau Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) 13

31 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.3. Ekspor dan Impor Ekspor Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan I 2015 masih mengalami penurunan namun cenderung membaik yaitu dari kontraksi sebesar 37,93% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi kontraksi sebesar 32,70% (yoy). Penurunan ekspor Riau pada triwulan laporan berasal dari penurunan ekspor migas dan ekspor non migas. Kinerja ekspor migas Riau diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan. Sementara itu, penurunan pertumbuhan ekspor luar negeri non migas Riau pada triwulan laporan diperkirakan akibat masih belum pulihnya permintaan negara tujuan utama ekspor Riau dan perekonomian global ditengah penguatan nilai mata uang Amerika Serikat. Tabel 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Berdasarkan komoditasnya, penurunan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh penurunan ekspor batubara dan karet. Penurunan ekspor batubara disebabkan oleh ijin ekspor pelaku usaha batubara dikeluarkan pada pertengahan triwulan laporan sehingga kegiatan ekspor baru dapat dilaksanakan sejak pertengahan triwulan I Sementara penurunan ekspor karet diperkirakan akibat masih belum membaiknya permintaan dari Tiongkok sebagai negara tujuan ekspor utama karet Riau. Belum membaiknya permintaan dari Tiongkok disebabkan oleh pelemahan investasi dan perkembangan industri manufaktur yang masih berada dalam tren melambat di negara tersebut. 14

32 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan PMI Tiongkok Sumber: RED Bank Indonesia, April 2015 Di sisi lain, perkembangan ekspor CPO dan turunannya tercatat mengalami perlambatan pada triwulan I 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan didorong oleh penurunan ekpor produk turunan CPO yang disebabkan oleh penurunan produksi oleh pengusaha karena faktor harga yang masih rendah. Perkembangan harga CPO internasional yang belum kembali normal menyebabkan pengusaha cenderung menahan produksi produk turunan dari CPO. Sementara itu, ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan mengalami peningkatan disebabkan oleh supply bahan baku yang kembali normal setelah terkendala pada triwulan sebelumnya. Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau 15

33 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Berdasarkan negara tujuan ekspornya, penurunan volume ekspor utamanya berasal dari penurunan ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN. Pada triwulan I 2015, volume ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN masing-masing tercatat sebesar 681 ribu ton, 510 ribu ton, dan 580 ribu ton, atau tercatat mengalami kontraksi sebesar 29,39% (yoy), 14,68% (yoy), dan 16,03% (yoy). Sementara ekspor ke MEE masih mengalami peningkatan sebesar 3,39% (yoy) namun cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,98% (qtq). Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan I II III IV I II III IV I II III IV I Lainnya MEE ASEAN India Tiongkok Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Penurunan ekspor ke Tiongkok, India, dan ASEAN didorong oleh pelemahan perekonomian global yang berdampak terhadap penurunan permintaan ekspor komoditas utama Riau. Selain itu, pelemahan harga CPO dan karet internasional sebagai dampak dari pelemahan harga minyak dunia dan ketersediaan barang substitusi diperkirakan juga mempengaruhi penurunan ekspor Riau pada triwulan laporan. 16

34 Kondisi Ekonomi Makro Regional Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan I 2015 menunjukkan penurunan yang siginifikan yakni dari kontraksi 37,94% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi kontraksi sebesar 84,16% (yoy). Sumber penurunan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan merupakan penurunan impor migas. Sementara kinerja impor non migas Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan, yang didorong oleh peningkatan komponen impor barang intermedier. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Pada triwulan I 2015, impor barang intermedier Riau tercatat tumbuh sebesar 30,27% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat tumbuh sebesar 2,36% (yoy). Komposisi impor barang intermedier sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun pangsa kedua komponen impor tersebut tidak begitu besar, namun perlambatan impor kedua komponen tersebut diperkirakan menjadi penahan laju pertumbuhan impor non migas pada triwulan laporan. 17

35 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2015 secara umum menunjukkan penurunan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dua sektor utama yang tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian dan sektor industri pengolahan. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan menahan laju penurunan perekonomian Riau pada triwulan I Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Uraian Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Tw I 2015* Sumber Pertumbahan (%) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian (4.1) (6.0) (5.4) (6.4) (9.02) (2.46) Industri Pengolahan (0.54) (0.15) Pengadaan Listrik dan Gas (0.6) Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, (2.90) 0.00 Limbah, dan Daur Ulang Konstruksi (LHS) Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuanga dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 4.4 (2.7) (0.1) dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB (0.18) (0.18) Sumber: BPS, diolah Keterangan: *) Data sangat sementara 18

36 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari 5,3% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Peningkatan diperkirakan bersumber dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman pertanian yaitu tanaman bahan makanan (TABAMA) selama triwulan laporan. Sementara produksi subsektor perkebunan kelapa sawit yang mendominasi sektor pertanian diperkirakan tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, kinerja subsektor kehutanan diperkirakan juga mengalami peningkatan yang berarti terkait dengan adanya perbaikan produksi hutan di awal tahun Peningkatan kinerja sektor pertanian juga diindikasi oleh peningkatan kapasitas produksi terpakai sektor pertanian dari 88,20% pada triwulan sebelumnya menjadi 92,11%. Peningkatan kapasitas produksi terpakai pada triwulan I ditengarai oleh peningkatan produksi subsektor pertanian tanaman pangan secara hampir menyeluruh di Sumatera. Selain itu, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia terkait perkembangan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di triwulan I 2015 juga menunjukkan peningkatan yaitu dari 1,78% menjadi 2,29%. Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Grafik Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Pertanian Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia 19

37 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 9,02% (yoy), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,1% (yoy) dan dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 6,4% (yoy). Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan miyak bumi. Kondisi ini disebabkan karena kinerja lifting minyak bumi di Riau yang semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menekan penurunan laju produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan menggunakan bahan-bahan kimia seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi. Selain keterbatasan sumber cadangan minyak baru, perusahaan minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara peraturan beberapa pihak berwenang. Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Sumber : Di sisi lain, kinerja pertambangan batu bara mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun masih melambat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh mulai normalnya aktivitas usaha pertambangan batubara di Riau seiring dengan perpanjangan ijin usaha yang telah diterima. 20

38 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.3. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,54% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat tumbuh sebesar 2,4% (yoy). Penurunan diperkirakan terjadi pada industri pengolahan migas, sementara industri pengolahan non migas diperkirakan melambat. Penurunan pada industri pengolahan migas disebabkan oleh lifting minyak bumi yang mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, perlambatan industri pengolahan non migas didorong oleh perlambatan kinerja industri pengolahan dari sektor perkebunan seperti CPO dan karet akibat level harga komoditas yang masih rendah. Penurunan harga karet didorong oleh penumpukan stok di Tiongkok dan meningkatnya produksi karet global dengan masuknya produsen baru seperti Vietnam, Laos dan Kamboja. Selain itu, masih belum membaiknya harga minyak internasional juga mempengaruhi pelemahan harga karet internasional. Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan Sumber: USDA Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sementara itu, pergerakan harga CPO pada triwulan I 2015 masih belum membaik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Grafik 1.28). Rendahnya harga CPO membuat pengusaha cenderung menahan produksi turunan CPO. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan ekspor komoditas turunan CPO ditengah peningkatan ekspor CPO dibandingkan triwulan IV 2014 (Grafik 1.29). Secara 21

39 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional total, pelemahan harga komoditas juga didorong oleh menurunnya permintaan CPO dunia yang tercermin dari penurunan konsumsi CPO pada triwulan I 2015 dibandingkan triwulan IV 2014 (Grafik 1.26). Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh penurunan kapasitas terpakai sektor industri pengolahan hasil SKDU yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan informasi dari contact liaison Bank Indonesia, dengan tingkat utilisasi yang menurun, perusahaan berusaha mengoptimalkan kapasitas (full capacity) pabrik yang berproduksi. Prospek industri pengolahan ke depan diperkirakan mulai membaik pada semester II 2015, namun secara keseluruhan tahun 2015 kinerja industri pengolahan diperkirakan masih lebih rendah dibandingkan tahun Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau 3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, serta reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan I 2015 tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,3% (yoy) menjadi 0,81% (yoy). Perlambatan juga dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia dimana realisasi perkembangan kegiatan usaha sektor perdagangan pada triwulan I 2015 mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ekspor diperkirakan juga berkontribusi dalam mendorong perlambatan kinerja sektor perdagangan pada triwulan laporan. 22

40 Kondisi Ekonomi Makro Regional Perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, dimana Indeks Penjualan Riil pada triwulan I 2015 tercatat turun dibandingkan triwulan IV 2014, yaitu dari 111,33 menjadi 96,40. Indeks Penjualan Riil terendah terdapat pada perdagangan eceran makanan, minuman, dana tembakau, dan perdagangan eceran barang budaya dan rekreasi. Hal ini diperkirakan terkait dengan peningkatan harga BBM selama triwulan I 2015 dan minimnya event pada awal tahun sehingga kegiatan usaha sektor masih minim Grafik Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan di Riau Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan di Riau Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Perkembangan Indek Penjualan Riil. Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia Dilihat secara subsektor, perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau pada triwulan I Perlambatan tersebut didorong oleh masih berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit pada subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau. Pada triwulan I 2015, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, 23

41 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional minuman dan tembakau mencapai Rp2,35 triliun atau turun sebesar 15,72% (yoy). Selain itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 12,98% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 14,63% (yoy). Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi 3.5. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan sektor konstruksi di Riau mencapai 4,59% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,8% (yoy). Grafik Konsumsi Semen Riau Perlambatan pertumbuhan Sumber : Asosiasi Semen Indonesia konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan penurunan konsumsi semen yaitu dari 529 ribu ton pada triwulan IV 2014 menjadi 352 ribu ton pada triwulan I Secara tahunan pertumbuhan konsumsi semen di Riau tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,26% (yoy) setelah tumbuh sebesar 5,71% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan sektor konstruksi diperkirakan juga akibat masih belum 24

42 Kondisi Ekonomi Makro Regional optimalnya realisasi proyek-proyek pemerintah setempat terkait masih minimnya realisasi belanja modal di awal tahun. Selain itu, minimnya event nasional maupun internasional di Riau, pengetatan aturan uang muka, dan peningkatan suku bunga kredit menjadi penahan tumbuhnya sektor konstruksi terutama untuk konstruksi property residential pada triwulan laporan. 25

43 Boks 1 DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH Kajian ini memberikan gambaran singkat mengenai perkembangan salah satu sektor unggulan Provinsi Riau yaitu sektor perkebunan (kelapa sawit dan karet) serta industri pengolahan (hilirisasi) hasil perkebunan tersebut pada triwulan I sampai dengan awal triwulan II tahun Kinerja tersebut kemudian dikaitkan dengan depresiasi nilai tukar Rupiah, bagaimana berdampak pada kinerja perusahaan dan langkah strategis apa saja yang telah diambil perusahaan dalam merespon kondisi depresiasi nilai tukar Rupiah tersebut. Provinsi Riau telah memiliki produk hilir karet dalam bentuk Standard Indonesian Rubber (SIR) 20, SIR 10, dan SIR 5. Sedangkan produk hilir kelapa sawit yang telah dihasilkan, antara lain adalah Crude Palm Oil, Palm Kernel Oil, Biodiesel, Stearin, Olein, Fatty Acid, Crude Glycerine dan Refinery lainnya. Sebagian besar dari produk hasil pengolahan karet dan kelapa sawit ini masih dalam bentuk bahan baku bagi industri berikutnya (barang antara), bukan merupakan barang jadi/jasa yang siap dikonsumsi konsumen, kecuali biodiesel. Perusahaan yang bergerak di subsektor industri pengolahan karet menginformasikan bahwa hasil produksi ini di kirim ke importir melalui trader yang berada di Singapura, dengan negara ekspor tujuan antara lain, Tiongkok, India, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, Taiwan, Turki, Australia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Mexico, Kanada, serta beberapa negara di benua Eropa seperti Spanyol, Belgia, Jerman, Slovenia, Perancis, Inggris, dan Polandia. Sedangkan hasil produk hilir kelapa sawit sebagian besar di ekspor ke induk perusahaan yang berkedudukan di Malaysia untuk diolah menjadi produk olahan lainnnya, namun demikian tidak sedikit dari perusahaan yang melakukan ekspor ke negara Tiongkok, India, Rusia, Pakistan, dan Bangladesh. Grafik B1.1 Share Negara Tujuan Ekspor CPO Riau Tahun 2014 Grafik B1.2 Share Negara Tujuan Ekspor Karet Riau Tahun 2014 ASIA LAIN, 7.2% KORSEL, 0.2% ARAB, 0.6% CHINA, 7.2% EROPA, 22.6% AFRIKA, 14.0% EROPA, 19.1% AFRIKA, 6.7% PAKISTAN, 8.4% AMERIKA, 5.8% INDIA, 25.9% ASEAN, 7.3% ASIA LAIN, 7.8% TAIWAN, 1.0% CHINA, 9.5% JEPANG, 18.8% INDIA, 2.0% AMERIKA, 34.9% JEPANG, 0.8% ASEAN, 0.1%

44 Seluruh contact liaison Bank Indonesia Provinsi Riau di triwulan I dan awal triwulan II 2015 menginformasikan bahwa bahan baku yang digunakan 100% berasal dari dalam negeri dan dibeli dalam bentuk rupiah sehingga impor content relatif tidak ada. Apabila dilihat komposisi pengeluaran perusahaan (expenditure), biaya bahan baku merupakan komponen terbesar biaya produksi dengan persentase sekitar 74%, disusul biaya gaji/upah sebagai proporsi biaya terbesar kedua sekitar 18% dan biaya energi dengan proporsi sekitar 7%. Terkait penggunaan rupiah, perusahaan menginformasikan bahwa seluruh biaya/pengeluaran perusahaan dibayarkan dalam rupiah. Selain itu, seluruh transaksi penjualan domestik yang mayoritas ditujukan kepada grup maupun perusahaan lain yang berlokasi di wilayah Sumatera menggunakan rupiah, sedangkan penjualan ekspor produk menggunakan USD. Perusahaan pada triwulan I dan II tahun 2015 menyatakan bahwa penjualan di subsektor pengolahan karet, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit melambat jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada subsektor perkebunan kelapa sawit, melambatnya penjualan disebabkan oleh turunnya produksi akibat cuaca ekstrim yang mengakibatkan banjir, replanting dan musim trek yang terjadi pada akhir tahun 2014, serangan hama genoderma yang menyebabkan matinya pohon sawit, serta aksi pencurian TBS yang mengakibatkan berkurangnya hasil kebun inti perusahaan. Sementara itu, melambatnya kinerja penjualan di industri pengolahan karet dan kelapa sawit disebabkan oleh turunnya harga komoditas internasional akibat oversupply karet dan minyak nabati dunia seperti soybean dan sunflower yang disertai dengan semakin tipisnya perbedaan harga antara produk CPO dengan minyak nabati tersebut sehingga tidak sedikit dari importir lebih memilih soybean atau sunflower dibandingkan CPO (kondisi diperburuk dengan isu kesehatan dan isu lingkungan kelapa sawit). Perlambatan penjualan secara langsung berdampak terhadap penurunan nilai penjualan. Namun tekanan nilai penjualan yang lebih dalam tertahan oleh depresiasi rupiah walaupun tidak signifikan. Fluktuasi nilai tukar dinilai relatif tidak berpengaruh signifikan dan sebagian besar perusahaan menyatakan lebih memilih pergerakan nilai tukar yang stabil. Adapun nilai tukar rupiah terhadap USD yang dinilai kondusif adalah berada di kisaran Rp /USD, dengan level nilai tukar yang dianggap dapat mengganggu usaha diatas level Rp /USD. Untuk mensiasati fluktuasi nilai tukar perusahaan menetapkan harga berdasarkan kontrak forward sebagai upaya untuk lindung nilai. Disamping itu, dalam menghadapi perlambatan kinerja perusahaan

45 mengupayakan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah jam lembur karyawan, optimalisasi utilisasi atau mengoperasikan pabrik full capacity dan menggunakan sumber energi alternatif dengan cangkang kelapa sawit yang ramah lingkungan dan 3 kali lipat lebih efisien dibandingkan genset berbahan bakar solar. Perusahaan yang bergerak di industri pengolahan karet memperkirakan bahwa kinerja penjualan pada triwulan II-2015 dan sampai dengan akhir tahun 2015 akan relatif sama atau belum menunjukkan perbaikan yang signifikan seiring dengan harga karet yang masih terus melemah. Perusahaan berharap agar pemerintah dapat memberikan solusi terkait hal ini, namun berdasarkan hasil Focus Group Discussion dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Provinsi Riau, pemerintah telah berupaya mensiasati harga karet yang terus melemah dengan membangun pasar lelang dan resi gudang namun sampai saat ini upaya tersebut belum berhasil karena tidak adanya sinkronisasi dan keseriusan dari pemerintah daerah. Sedangkan terkait dengan pemanfaatan hasil karet alam lokal, Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan belum ada tindak lanjut terkait hal tersebut. Sementara itu, perusahaan yang bergerak di subsektor industri pengolahan kelapa sawit menginformasikan bahwa menurunnya harga CPO tidak mendorong perusahaan untuk mengalihkan produksi ke jenis produk olahan lainnya. Namun demikian, ditengah melambatnya penjualan perusahaan di subsektor industri pengolahan kelapa sawit mengeluhkan peraturan dana pungutan khusus sebesar USD.50/ton untuk produk CPO dan USD.30/ton untuk produk turunannya karena dinilai membebani perusahaan dengan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan terkait dengan mandatori pencampuran 15% biodiesel ke dalam bahan bakar relatif tidak berpengaruh, terlebih lagi tender yang diadakan Pertamina seringkali dimenangkan oleh salah satu grup penghasil biodiesel. Disisi lain, perusahaan di subsektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit optimis kinerja penjualan sampai dengan akhir tahun 2015 akan mulai membaik seiring dengan meningkatnya produksi Tandan Buah Segar (TBS) karena mulai panennya kebun replanting dan membaiknya harga CPO sejalan dengan meningkatnya permintaan di pasar internasional.

46 Boks 2 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN INVESTASI (GROWTH DIAGNOSTIC) DI PROVINSI RIAU Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki PDRB terbesar kelima nasional sehingga berpotensi besar untuk menjadi daerah tujuan investasi utama di luar Jawa. Tahun 2014 diperkirakan investasi (PMA dan PMDN) di Provinsi Riau melampaui target Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional yaitu diatas Rp.18 Triliun dan berada di peringkat ke-7 nasional. Tingginya realisasi investasi didukung oleh beberapa faktor antara lain lokasi geografis yang strategis, kondisi sumber daya alam, akses pembiayaan yang memadai, ketersediaan tenaga kerja, kondisi keamanan yang kondusif dan stabilitas ekonomi makro. Namun demikian, peluang untuk mengoptimalkan investasi dan pertumbuhan ekonomi Riau yang lebih tinggi terhambat oleh masalah infrastruktur seperti infrastruktur jalan yang relatif buruk, kapasitas pelabuhan yang tidak memadai dan pasokan listrik yang tidak memenuhi kebutuhan industri. Disamping itu, belum kondusifnya peraturan perpajakan, rumitnya perizinan usaha, tingginya tingkat konsentrasi produk dan tingginya indeks persepsi korupsi turut menjadi kendala utama berkembangnya iklim investasi di Provinsi Riau. Kajian ini secara singkat memberikan gambaran awal analisis faktor pendukung dan penghambat investasi di Provinsi Riau. B2.1 Analisis Kondisi Bisnis (Business Environment Analysis) Salah satu hambatan dalam menciptakan lingkungan bisnis di Provinsi Riau dapat dipengaruhi oleh masalah pertumbuhan keuangan inklusif dan kurangnya kesempatan kerja bagi individu yang disebabkan terbatasnya permintaan terhadap tenaga tenaga. Hal tersebut dapat didorong oleh kurangnya investasi swasta yang terkendala oleh beberapa hal antara lain adalah akses, supply, dan biaya pengembalian kegiatan ekonomi. B2.2.1 Akses terhadap Pembiayaan Rasio alokasi kredit terhadap PDRB di Provinsi Riau tercatat sebesar 11,03%, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional yang tercatat sebesar 43,81%. Rasio ini juga lebih rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi lain yang memiliki karakteristik ekonomi yang sama dengan Provinsi Riau seperti Sumut 36,79%, Sumsel 32,63%, dan Kaltim 23,74% (Grafik B2.6). Berdasarkan hasil survei dan liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, rendahnya rasio bukan disebabkan oleh kurangnya supply kredit perbankan melainkan sebagian besar perusahaan berskala menengah ke atas memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan, baik dari kantor pusat maupun laba ditahan. Hal ini mengindikasikan bahwa akses pembiayaan bukan menjadi faktor utama penentu pertumbuhan di Provinsi Riau.

47 Dari sisi biaya investasi di Provinsi Riau (yang ditunjukkan oleh suku bunga kredit investasi) pada tahun 2014 tercatat sebesar 13,13%, lebih tinggi dibandingkan nasional 10,61% dan beberapa provinsi lain seperti Sumut dan Kaltim yang masing-masing tercatat 11,25% dan 10,54%, namun biaya investasi ini relatif masih kompetitif dan lebih rendah jika dibandingkan Sumsel 3,39%. Perbedaan tingkat suku bunga ini dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat inflasi dan biaya operasional perbankan. Tidak terdapat korelasi antara suku bunga dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau. Hal ini mencerminkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi belum responsif terhadap perubahan suku bunga sehingga biaya modal/investasi bukan merupakan kendala yang mengikat terhadap pertumbuhan di Riau. Sumut Riau Sumsel Kaltim Nas Nasional Kaltim Sumsel Riau Sumut Grafik B2.6. Rasio Kredit terhadap PDRB (%) Sumber: Bank Indonesia, 2014 Grafik B2.7. Proporsi Kredit Produktif (%) Sumber: Bank Indonesia, % 79% 85% 83% 90% 88% 82% 92% Sumut Riau Sumsel Kaltim Nasional LDR Riau Nasional Grafik B2.8 Loan to Deposit Ratio Sumber: Bank Indonesia, Grafik B2.9 Non Performing Loan Dari sisi intermediasi, indikator kinerja perbankan di Riau (Grafik B2.8 dan B2.9) menunjukkan tingkat LDR yang relatif tinggi, NPL yang rendah, dan rasio jumlah bank terhadap penduduk yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan baik sehingga tidak menjadi kendala terhadap peningkatan pertumbuhan di Provinsi Riau. Kredit perbankan di Provinsi Riau lebih banyak disalurkan ke sektor jasa. Lebih rendahnya penyaluran

48 % kredit ke sektor unggulan di Provinsi Riau dikarenakan sebagian besar perusahaan memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan. B2.2.2 Tingkat Pengembalian (Return to Economic Activity) Rendahnya investasi swasta juga dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pengembalian dalam kegiatan ekonomi. Pengembalian sosial dapat mempengaruhi biaya dan supply sumber daya manusia, infrastruktur, dan faktor pendukung lainnya yang dapat menyebabkan pengembalian sosial dengan tingkat produktifitas yang rendah dan meningkatkan biaya bisnis sehingga mengurangi insentif bagi pengusaha untuk berinvestasi. Tingkat pengangguran dengan pendidikan SMA di Provinsi Riau saat ini tercatat sebesar 45,17%. Supply tenaga kerja dengan keterampilan menengah ini berpotensi meningkat seiring dengan tren kenaikan rasio Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik untuk SMP, SMA dan Perguruan Tinggi selama 3 tahun terakhir. Biaya mempekerjakan pekerja di Provinsi Riau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata biaya tenaga kerja nasional dan beberapa provinsi lainnya. Hal ini terlihat dari Grafik B2.10 yang menunjukkan upah median Riau pada tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan nasional dan provinsi lain seperti Sumut dan Sumsel. Demikian juga dengan Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2014 di Riau yang juga tercatat lebih tinggi dibandingkan UMR nasional, Sumut dan Sumsel. Disamping itu, tingkat perbedaan upah antara tenaga kerja berpendidikan SMA dan Perguruan tinggi relatif kecil yaitu 50,24% untuk yang berpendidikan diploma atau sarjana ke atas serta 36,01% dan 27,34% untuk yang berpendidikan SMA dan SMP. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan membayarkan upah yang lebih tinggi sebanding dengan keterampilan seorang pekerja dan pasar tenaga kerja di Riau yang masih jauh dari jenuh. Indonesia Kaltim Sumsel Riau Sumut Grafik B2.10. Upah Median (dlm ribu rupiah) Sumber: Sakernas, ,29 32,70 54,87 50,24 58,71 36,01 37,84 38,91 31,45 27,34 22,88 Grafik B2.11 Perbedaan Upah Sumber: Sakernas, ,47 35,56 49,11 Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia 64,68 SMA vs Pendidikan Lebih Rendah SMA ke atas vs lebih rendah DIV S1 vs lebih rendah

49 Di bidang infrastruktur, kondisi fasilitas yang buruk menjadi salah satu hambatan utama dalam peningkatan investasi. Hal tersebut dikonfirmasi oleh hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Asia Foundation 2007 (World Bank, 2011), sebagian besar perusahaan mengindentifikasi bahwa infrastruktur yang buruk merupakan kendala utama operasionalnya. Di bidang kelistrikan, berdasarkan data Susenas 2013 sebagaimana yang ditunjukkan Grafik B2.12, Provinsi Riau memiliki rasio elektrifikasi yang lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 80,51% dan provinsi lain seperti Sumut 87,62% dan Kaltim 80,45%. Demikian juga dengan persentase supply air bersih dan sanitasi yang layak di Riau masing-masing tercatat 60,36% dan 63,44%, lebih rendah dibandingkan Sumut dan Kaltim. Sementara itu, sebagian besar kualitas jalan (Grafik B2.13) di Provinsi Riau tergolong baik (49,92%) dan sedang (39,19%) namun lebih rendah jika dibandingkan nasional dan provinsi Sumsel dan Kaltim yang memiliki kualitas jalan tergolong baik lebih tinggi. % Rasio Elektrifikasi Air Bersih Sanitasi Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia Grafik B2.12 Akses Infrastruktur Utama Sumber: Susenas, 2013 % Baik Sedang Rusak ringan Rusak Berat Grafik B2.13 Kualitas Jalan Sumber: Bina Marga, Sumut Riau Sumsel Kaltim Indonesia Hal lain yang dinilai cukup menghambat investasi lainnya adalah prosedur perizinan dan tingkat persepsi korupsi yang kurang baik (Grafik B2.14 dan Tabel B2.1) Medan Palembang Pekanbaru Starting a Business Dealing with Construction Permits Registering Property Grafik B2.14 Peringkat Perizinan Usaha Sumber : Survei of Doing Business, 2013 Tabel B2.1 Peringkat Perizinan Usaha Indicator Medan Palembang Pekanbaru Starting a Business Procedures (number) Time (days) Cost (% of income per capita) Dealing with Construction Permits Procedures (number) Time (days) Cost (% of income per capita) Registry Prpperty Procedures (number) Time (days) Cost (% of income per capita)

50 B2.2 Analisis Ketenagakerjaan Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat menjadi salah satu kendala mendasar produkfitas tenaga kerja. Peningkatan kapasitas SDM dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi yang lebih luas. Sebaliknya kapasitas SDM yang rendah dapat menghambat kesempatan tenaga kerja dalam memanfaatkan pertumbuhan. Pada dasarnya kapasitas SDM tergantung pada pencapaian atau akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Jika dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerja, 39,25% angkatan kerja di Provinsi Riau berpendidikan SD atau lebih rendah, 29,96% berpendidikan SMU/SMK, 20,77% berpendidikan SMP, dan 6,64% tenaga kerja sudah berpendidikan Sarjana (Grafik B2.15). Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja nasional, jumlah tenaga kerja yang berpendidikan Sarjana di Riau tercatat lebih tinggi sehingga mencerminkan tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau sudah cukup baik. Disamping itu, kelompok tenaga kerja yang berusia lebih muda umumnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari Grafik B2.16 yang menggambarkan data tenaga kerja per kelompok umur dan tingkat pendidikan yang menunjukkan bahwa mereka yang berumur 30 tahun ke bawah adalah segmen yang paling terdidik sehingga berpotensi memiliki keterampilan yang lebih baik Relatif berpendidikannya tenaga kerja di Provinsi Riau juga diindikasikan oleh indikator tingkat pengembalian pendidikan yang mencerminkan bahwa upah yang dinikmati pekerja yang berpendidikan tinggi dan rendah. Tingkat pengembalian pendidikan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan harus membayarkan upah yang lebih tinggi untuk mempekerjakan seorang pekerja terampil. SD or lower SMP SMU/SMK DI - DIII Universitas Usia <SD SMP SMA D1-D3 Sarjana Indonesia > Kaltim Sumsel Riau Sumut < Grafik B2.15 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja (%) Sumber: Sakernas, % 20% 40% 60% 80% 100% Grafik B2.16 Tenaga Kerja Per Kelompok Umur dan Tingkat Pendidikan Dimensi lain yang penting dalam pekerjaan adalah kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat kesehatan di Provinsi Riau menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari data Angka Harapan Hidup di Provinsi Riau yang terus meningkat dari 69,8% pada tahun 2004 menjadi 71,6% tahun Demikian juga

51 dengan angka kematian bayi dan balita yang mengalami penurunan. Peningkatan indikator kesehatan ini salah satunya dilatarbelakangi oleh ekspansi fasilitas kesehatan di Provinsi Riau dari unit pada tahun 2009 menjadi unit pada tahun B2.3 Kesimpulan Permasalahan Investasi di Provinsi Riau 1. Akses pembiayaan tidak menjadi kendala bagi investasi swasta di Provinsi Riau. Rasio kredit terhadap PDRB yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional dan beberapa provinsi lainnya bukan disebabkan oleh kurangnya supply kredit perbankan melainkan sebagian besar perusahaan berskala menengah ke atas memperoleh pembiayaan dari internal perusahaan 2. Indikator LDR yang relatif tinggi dan NPL yang rendah serta banyaknya jumlah bank menunjukkan bahwa perbankan melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan baik. 3. Akses terhadap pendidikan di Provinsi Riau cukup baik dengan tingkat ketersediaan sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan dan tingkat upah yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional dan beberapa provinsi lainnya. Kualitas SDM juga didukung oleh semakin baiknya fasilitas kesehatan di Provinsi Riau selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan hal tersebut, kualitas sumber daya bukan menjadi kendala utama Provinsi Riau. 4. Kondisi infrastruktur diduga menjadi kendala utama untuk pertumbuhan investasi yang lebih tinggi di Provinsi Riau. Dalam kegiatan usaha, infrastruktur jalan kabupaten/kota dan provinsi yang buruk menjadi faktor pendorong utama biaya transportasi yang tinggi dan menyebabkan tingkat pengembalian investasi yang lebih rendah. Disamping kapasitas pelabuhan dan pasokan listrik yang tidak memadai juga menjadi masalah serius bagi sektor swasta di Provinsi Riau. 5. Hal lain yang dinilai cukup menghambat investasi lainnya adalah prosedur perizinan dan tingkat persepsi korupsi. Rumit dan mahalnya prosedur perizinan dan pendaftaran perusahaan menghambat kemampuan perusahaan untuk tumbuh, sedangkan tingginya persepsi korupsi di Riau menyebabkan peningkatan biaya dalam melakukan bisnis serta meningkatkan risiko tindakan sewenang-wenang oleh birokrat yang dapat merugikan sektor usaha

52 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2015 berada pada level lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan I 2015 (yoy) 1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered prices akibat penurunan BBM bersubsidi yang terjadi dua kali pada bulan Januari 2015 yang lalu. Namun demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4%±1% (yoy). 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 26

53 Perkembangan Inflasi Daerah 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan I 2015 (yoy) tercatat sebesar 6,17%, menurun dibandingkan posisi akhir tahun 2014 (triwulan IV 2014) yang mencapai 8,65%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari 8,36% pada triwulan IV 2014 menjadi 6,38% pada triwulan I Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir , inflasi Riau pada triwulan I 2015 masih tercatat lebih tinggi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan I 2015 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 4% ± 1%. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2015 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) 8,65 Riau 6,17 5,43 8,36 Nasional 6,38 5,45 Tw IV Tw I Rata-rata Tw I Tw IV Tw I Rata-rata Tw I Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, penurunan inflasi Riau disebabkan oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered price, akibat penurunan harga BBM 2 yang terjadi pada bulan Januari 2014, diikuti oleh penyesuaian tarif angkutan udara dan angkutan antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG 12 Kg pada Januari 2015 lalu juga mendorong penurunan inflasi kelompok administered price. Selain itu, perkembangan inflasi pada kelompok volatile food juga memberikan kontribusi penurunan tingkat inflasi, yang bersumber dari penurunan harga komoditas beras dan cabe merah seiring dengan meningkatnya pasokan akibat panen raya di beberapa sentra produksi di Sumatera Barat dan Jawa. Sementara itu, inflasi core (inti) pada triwulan laporan relatif sedikit menurun ditengah masih kuatnya tekanan 2 Sejalan menurunnya harga minyak dunia, 1 Januari 2015 Pemerintah Pusat menurunkan harga BBM bersubsidi yaitu premium turun menjadi Rp7.600,- dan solar Rp7.250,-. Penurunan harga BBM berlanjut pada 19 Januari 2015, harga BBM premium turun menjadi Rp6.600,- (luar Jawa), Rp6.700,- (jawa & Madura), dan Rp7.000,- (Bali). Solar turun menjadi Rp6.400,- dan harga LPG 12 Kg menjadi Rp ,- 27

54 Perkembangan Inflasi Daerah eksternal juga menjadi faktor yang menjaga rendahnya tekanan inflasi Riau pada triwulan I Faktor penahan menurunnya laju inflasi inti didorong oleh meningkatnya harga sewa rumah dan beberapa bahan bangunan, serta peningkatan beberapa produk makanan jadi seperti air kemasan, nasi dengan lauk, dan kue basah. Beberapa produk makanan jadi masih menyesuaikan harga sebagai respon peningkatan harga BBM pada akhir tahun 2014, namun ketika terjadi penurunan harga BBM tidak langsung diikuti dengan penurunan harga (terjadi kekakuan harga). Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 6,50% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing-masing 6,16% dan 5,63% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) Nasional Riau Sumatera % (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pekanbaru Tembilahan Dumai Riau 6,50 6,16 5,63 I II III IV I Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber pelambatan inflasi secara tahunan pada triwulan I 2015 terutama berasal dari penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok transportasi komunikasi, yaitu masing-masing menyumbang sebesar 1,46%, 1,83%, dan 0,84% terhadap inflasi Riau. Penurunan inflasi terjadi pada sebagian besar kelompok inflasi, kecuali kelompok perumahan dan kelompok kesehatan yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi 28

55 Perkembangan Inflasi Daerah tertinggi pada triwulan laporan dialami oleh kelompok makanan jadi yaitu 9,00% (yoy), diikuti perumahan dan kelompok bahan makanan masing-masing 6,78% dan 6,07% (yoy). Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok sandang yaitu sebesar 2,63% (yoy) dan 3,65% (yoy. Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) % (yoy) % (yoy) Tw IV 2014 % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw IV 2014 Kont.Tw I Bahan Makanan Makanan Jadi % Kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transportasi Rekreasi Komunikasi Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan tren menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 4,26% (qtq) menjadi -1,25% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih rendah dan berbeda arah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar 1,17% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) % qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah 29

56 Perkembangan Inflasi Daerah Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari menurunnya harga-harga pada sub kelompok padi-padian dan sub kelompok bumbu-bumbuan pada kelompok bahan makanan, dan sub kelompok transportasi pada kelompok transportasi dan komunikasi. Dilihat dari komoditasnya, maka penurunan inflasi utamanya bersumber dari penurunan harga beras, cabe merah, bensin, solar dan tarif angkutan udara. Selain itu, langkah-langkah yang ditempuh TPID di Riau dalam melakukan pengelolaan ekspektasi harga terutama meminimalisir dampak kenaikan harga BBM, juga mampu meredam inflasi Riau. Sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok menjadi salah satu kunci utama terjaganya ekspektasi masyarakat di Provinsi Riau. Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw I Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Namun demikian, peningkatan harga sewa rumah dari kelompok penurunan dan sebagian komoditas sandang secara umum menjadi faktor yang menahan penurunan inflasi pada triwulan laporan. Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka deflasi terbesar terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai -1,32% (qtq), berbeda arah dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi 4,41% (qtq) dan rata-rata inflasi triwulan I yang sebesar 1,35% (qtq). Sementara itu Kota Tembilahan dan Kota Dumai tercatat masing-masing deflasi sebesar -1,19% (qtq) dan -0,92% (qtq), juga berbeda arah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,29% dan 3,98% (qtq). Secara umum, perkembangan inflasi ketiga kota yang disurvei secara triwulanan pada triwulan laporan tercatat berbeda arah atau lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya ( ). 30

57 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka deflasi terjadi pada kelompok transpor komunikasi dan kelompok bahan makanan masingmasing sebesar -6,24% dan -3,18% (qtq). Kelompok tersebut memberikan andil pada deflasi triwulan laporan yaitu mencapai -0,99% dan -0,77%. Sementara itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta kelompok perumahan masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 1,35% dan 1,12% (qtq), masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,27% dan 0,25%. Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2015 di Riau (qtq) % (qtq) % (qtq) Tw IV 2014 % (qtq) Tw I 2015 Kont.Tw IV 2014 Kont.Tw I Bahan Makanan Sumber : BPS, diolah Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi % Kontribusi Transportasi Komunikasi Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan I 2015, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 6,16% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 8,53% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasinya. Penurunan inflasi utamanya berasal dari penurunan harga BBM bersubsidi (penurunan harga bensin dan solar) pada bulan Januari Selain itu, penurunan harga BBM juga direspon dengan penurunan tarif angkutan udara dan angkutan antar kota pada bulan Januari dan Februari. Sementara itu dari kelompok bahan makanan, membaiknya pasokan beras dan beberapa komoditas sayur, buah dan bumbu-bumbuan turut mendorong penurunan laju inflasi pada triwulan laporan. 31

58 Perkembangan Inflasi Daerah Di sisi lain, meningkatnya harga sewa dan kontrak rumah pada kelompok perumahan, kenaikan harga emas perhiasan dari kelompok sandang pada awal tahun, dan beberapa komoditas makanan jadi menjadi faktor yang menahan penurunan laju inflasi di triwulan I Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa yang disurvei, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok makanan jadi (8,64%, yoy) dan kelompok bahan makanan (6,76%, yoy), meskipun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi masing-masing sebesar 10,88% dan 9,79% (yoy). Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok perumahan sebesar 6,36% dan menjadi satusatunya kelompok komoditas yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (5,65%, yoy). Inflasi pada ketiga kelompok barang dan jasa ini tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan. Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan (2,10%,yoy) dan kelompok sandang (3,17%,yoy) yang memberikan kontribusi terendah pada triwulan laporan. Kedua kelompok tersebut juga tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (2,17% dan 3,63%, yoy). Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I ( ) % (yoy) Sumber : BPS, diolah Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw I ( ) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % (qtq) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I 2015 % (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I Bahan Makanan 8.64 Makanan Jadi % kontribus 5.64 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi 6,50%(yoy). Penurunan tekanan inflasi kota Dumai didorong oleh penurunan inflasi kelompok transportasi dan komunikasi yang berasal dari penurunan harga BBM (solar dan bensin) pada awal 32

59 Perkembangan Inflasi Daerah tahun, serta penurunan inflasi kelompok bahan makanan yang berasal dari penurunan harga bumbu-bumbuan, buah dan sayur (cabe merah, tomat buah, dan jeruk). Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya pasokan dan terjadinya penurunan harga komoditas tersebut di daerah sentra produksi yang memasok ke Kota Dumai. Di sisi lain, kelompok yang menahan laju inflasi terutama berasal dari kelompok makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 11,34% (yoy), meningkat cukup tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 9,23% (yoy). Kenaikan dipicu oleh meningkatnya harga air kemasan, rokok kretek, dan rokok kretek filter. Selain itu, kelompok perumahan juga menjadi faktor yang menahan penurunan laju inflasi di Kota Dumai. Kelompok perumahan mengalami inflasi 8,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 7,66% (yoy) yang bersumber dari peningkatan biaya sewa rumah dan tarif tukang bukan mandor. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I ( ) % (yoy) Sumber : BPS, diolah Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan Rata-rata Inflasi yoy Tw I ( ) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 2015 % (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I Bahan Makanan Makanan Jadi 8.27 Sumber : BPS, diolah % kontribusi 4.13 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi Riau yaitu mencapai 5,63% (yoy) pada triwulan I Searah dengan dua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami peniurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya, maka penurunan dialami oleh kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok bahan makanan, masing-masing turun dari 10,97% dan 9,09% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 4,13% dan 4,47% (yoy) di triwulan I Di sisi lain peningkatan 33

60 Perkembangan Inflasi Daerah laju inflasi terjadi pada kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan, masingmasing meningkat dari 9,23% dan 7,66% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 11,34% dan 8,27% (yoy) di triwulan I Dilihat berdasarkan subkelompok, penyumbang deflasi pada kelompok bahan makanan utamanya berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan (cabe merah, cabe rawit dan bawang merah), daging segar dan hasil-hasilnya (daging ayam ras), serta sebagian buah dan sayur (jeruk, ketimun, tomat sayur). Sementara deflasi kelompok transportasi, dan komunikasi berasal dari penurunan harga bensin, solar dan angkutan antar kota. Sebaliknya, faktor yang menahan penurunan laju inflasi Kota Tembilahan pada triwulan I 2015 terutama berasal dari peningkatan inflasi kelompok makanan jadi yang berasal dari peningkatan harga rokok kretek, rokok kretek filter dan ikan bakar. Selain itu peningkatan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan yang berasal dari peningkatan harga beberapa bahan bangunan terutama papan, semen, seng, pasir, biaya kontrak rumah, serta upah pembantu rumah tangga. Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan I II III IV I Sumber : BPS, diolah % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I 2015 % (yoy) % (yoy) Tw I 2015 Kont.Tw I Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah % kontribusi 3.85 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Disagregasi Inflasi 3 (yoy) Penurunan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh menurunnya tekanan dari kelompok administered price, yang berasal dari penurunan harga BBM bersubsidi pada bulan Januari Selain itu, penurunan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok volatile food (kelompok makanan 3 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 34

61 Perkembangan Inflasi Daerah bergejolak) yang dipicu oleh penurunan harga bahan makanan seperti beras dan cabe merah karena meningkatnya pasokan. Sementara, tekanan inflasi kelompok core (inti) sedikit menurun disebabkan oleh penurunan harga sebagian besar komoditas makanan jadi sebagai dampak penurunan BBM bersubsidi. Namun terdapat faktor penahan penurunan laju inflasi inti diantaranya peningkatan harga kelompok perumahan akibat meningkatnya harga sewa rumah (di ketiga kota) dan harga beberapa bahan bangunan (terutama di Tembilahan). Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy (% yoy) CPI Core Volatile Food Administered Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan I 2015 sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2014 karena dampak penurunan harga BBM bersubsidi. Selain itu, masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga emas perhiasan domestik mendorong laju penurunan inflasi inti pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari mulai menurunnya inflasi tradables goods 4 pada triwulan laporan. Begitu halnya inflasi kelompok non tradable goods 5 yang menjadi faktor yang mendorong penurunan inflasi inti Riau pada triwulan laporan. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota Dumai. Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya, dan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan 4 Tradable goods merupakan barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 5 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 35

62 Perkembangan Inflasi Daerah sebelumnya. Sebaliknya, inflasi inti di Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan cenderung mengalami penurunan. Sementara itu faktor yang menahan penurunan inflasi inti di Riau adalah peningkatan kelompok perumahan yang berasal dari peningkatan harga sewa rumah, kontrak rumah, dan tarif tukang bukan mandor. Selain itu juga terjadi peningkatan beberapa komoditas kelompok makanan jadi diantaranya harga air kemasan, kue basah, nasi dengan lauk, dan gula pasir. Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU 10 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah Sumber : Bank Indonesia ($/OZ) Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Harga Emas ($/OZ) Sumber : Bloomberg, diolah g (yoy, RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (% yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS, diolah Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh deflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok padipadian dan subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas utama penyumbang deflasi 36

63 Perkembangan Inflasi Daerah dari kedua kelompok tersebut ialah beras dan cabe merah. Untuk komoditas beras faktor pendorong deflasi selain disebabkan oleh meningkatnya pasokan karena memasuki panen raya padi, juga diperkirakan karena penyaluran beras miskin (raskin) oleh Bulog pada triwulan I telah mencapai 71% (9700 ton) dari pagu raskin di wilayah Riau cukup efektif dalam menekan harga beras. Sementara itu penurunan harga cabe merah disebabkan oleh anjloknya harga cabe di daerah penghasil Sumatera Barat dan Jawa akibat melimpahnya pasokan. Selain itu, penurunan harga pada beberapa jenis sayuran dan buah-buahan juga mendorong penurunan inflasi pada kelompok volatile food. Namun demikian, penurunan tekanan inflasi kelompok volatile food tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas antara lain bawang merah, daging ayam ras, dan daging sapi karena terbatasnya pasokan komoditas tersebut di pasar. Penurunan tekanan inflasi volatile food terjadi pada seluruh kota yang disurvei di provinsi Riau dengan penurunan terbesar terjadi di Kota Tembilahan Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Beras dan Cabe Merah di Kota Pekanbaru % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU ,000 80,000 70,000 60,000 50,000 Cabe Merah (LHS) Beras (RHS) 14,000 13,000 12,000 11, I II III IV I II III IV I II III IV I 40,000 30,000 20,000 10, ,000 9,000 8,000 7, Sumber : BPS, diolah Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan kembali mengalami penurunan setelah mengalami peningkatan cukup tinggi pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvei, maka penurunan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi 37

64 Perkembangan Inflasi Daerah administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Tembilahan dan Kota Dumai. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok administered price disebabkan oleh penurunan harga BBM bersubsidi yang terjadi 2 kali pada bulan Januari yang lalu. Penurunan ini terjadi pada komoditas bensin dan solar. Penurunan tersebut juga berdampak terhadap penyesuaian tarif angkutan, terutama tarif angkutan udara dan tarif angkutan antar kota. Selain itu, penurunan harga LPG juga mendorong penurunan inflasi kelompok administered price. Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah 38

65 Boks 3 PERKEMBANGAN PROGRAM KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI RIAU Boks ini berisi uraian singkat terkait kondisi pangan di provinsi Riau, termasuk melihat kesiapan dan komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi pangan lokal dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, serta merespon program Kedaulatan Pangan sebagai salah satu fokus prioritas pembangunan pemerintah pusat. Peningkatan produksi pangan lokal dapat dikembangkan melalui beberapa program diantaranya pengembangan infrastruktur pertanian, peningkatan sarana produksi pertanian, peningkatan keterampilan dan manajemen tenaga di sektor pertanian, maupun program perbaikan tata niaga/pemasaran produk pertanian. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion dengan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di provinsi Riau diperoleh informasi bahwa sebagian besar produksi komoditas pangan utama tahun 2013 dan 2014 di provinsi Riau tercatat mengalami defisit seperti beras ( ton dan ton), jagung ( ton dan ton), kedelai ( ton dan ton), kacang tanah ( ton dan ton), kacang hijau ( ton dan ton), ubi jalar (-726 ton dan -438 ton), telur ( ton dan ton), ikan ( ton dan ton), buah-buahan (-109 ton di 2014) dan sayur-sayuran ( ton di 2014). Meski demikian, defisit sebagian besar komoditas ini terus mengalami perbaikan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Untuk menutup defisit dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, sebagian besar pasokan pangan didatangkan dari daerah lain, terutama dari provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Jawa. Namun untuk menjaga kesinambungan pasokan dan mengurangi tingkat ketergantungan secara jangka menengah dan panjang, pemerintah Provinsi Riau terus berupaya meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama PAJALE (komoditas Padi, Jagung dan Kedelai) dengan sasaran produksi tahun 2019 masing-masing mencapai ton, ton, dan ton. Adapun prognosa kebutuhan komoditas pangan tahun 2015 dan peningkatan surplus defisit pangan tahun dapat dilihat pada tabel B3.1 dan grafik B3.1. Adapun komoditas pangan yang tercatat mengalami surplus antara lain adalah ubi kayu, daging dan sagu. Pemerintah saat ini mengarahkan surplus ubi kayu untuk dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan sehingga dapat bernilai tambah dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk komoditas daging, kondisi surplus mayoritas berasal dari daging ayam, sedangkan daging sapi masih terjadi defisit dan

66 harus dipenuhi dengan memasok daging sapi dari provinsi Lampung dan Sumatera Barat. Sementara itu, sagu sebagai salah satu bahan pangan yang saat ini sedang gencar dikembangkan oleh pemerintah, saat ini mulai dilakukan optimalisasi pemanfaatannya sebagai komoditas substitusi beras. Sentra produksi sagu di provinsi Riau berada di kabupaten Kepulauan Meranti. Meski demikian tantangan dalam pengembangan sagu saat ini adalah tingkat konsumsi sagu yang sangat kecil bahkan hanya 2% dari total produksi sehingga kelebihan produksi lebih banyak di kirim ke Cirebon untuk selanjutnya di ekspor ke Malaysia. Tabel B3.1 Prognosa Kebutuhan Pangan Tahun 2015 No Komoditas Produksi Konsumsi Surplus/Defisit 1 Beras 452, ,659 (213,339) 2 Jagung 28,730 39,018 (10,288) 3 Kedelai 4,044 23,473 (19,429) 4 Kacang Tanah 1,580 12,653 (11,073) 5 Kacang Hijau 1,787 13,614 (11,827) 6 Ubi Kayu 112,158 78,600 33,558 7 Ubi Jalar 9,312 9,468 (156) 8 Daging 38,400 55,560 (17,160) 9 Telur 5,136 46,906 (41,770) 10 Ikan 185, ,933 13,140 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahanan Pangan Prov.Riau Grafik B3.1 Surplus Defisit Pangan Riau Tahun Surplus Defisit Prognosa 2015 Surplus Defisit 2014 Ikan Telur Daging Ubi Jalar Ubi Kayu Kacang Hijau Kacang Tanah Kedelai Jagung Beras (300,000) (250,000) (200,000) (150,000) (100,000) (50,000) - 50,000 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Ketahanan Pangan Prov.Riau Dalam rangka peningkatan produksi pertanian terutama padi, jagung, kedelai di tahun 2015, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau melakukan pembangunan infrastruktur pertanian seperti pembangunan jaringan baru dan rehabilitasi irigasi rusak

67 di 3 juta Ha lahan, penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian), dan pembangunan terminal agribisnis. Sebagai informasi, pembangunan jaringan irigasi ini menitikberatkan pada refocussing seluas Ha dengan anggaran Rp.22,2 Miliar dan APBN-P untuk lahan seluas Ha dengan anggaran Rp.144,16 Miliar (termasuk alokasi dana untuk pengembangan optimalisasi lahan, System of Rice Intensification dan jaringan irigasi). Disisi lain, penyediaan sarana dan prasarana tersebut diberikan pemerintah dalam bentuk bantuan pupuk dan benih (padi dan jagung) di lokasi pengembangan jaringan irigasi dan pengembangan jagung sebesar Rp.23,14 Miliar, optimalisasi lahan pertanian untuk perluasan areal tanam kedelai dan jagung, serta bantuan alat dan mesin pertanian pra pertanian seperti traktor roda 2, traktor roda 4, pompa air, rice transplanter dengan anggaran APBN-P Rp.5,26 Miliar dan bantuan alat dan mesin pengolahan pasca pertanian seperti Rice Milling Unit (RMU), combine harvester, dryer, corn seller dan power threser, serta pengawalan/pendampingan dari TNI, penyuluh dan mahasiwa. Selain fokus pada pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, program kedaulatan pangan pemerintah pusat juga fokus mencari solusi untuk mengatasi tingginya tingkat inflasi yang disumbangkan oleh komoditas bumbu-bumbuan yaitu cabe merah dan bawang merah. Provinsi Riau pada tahun 2015 mendapatkan dropping dana APBN murni untuk pengembangan 30 Ha tanaman cabe di Dumai. Selanjutnya dalam APBN Perubahan, provinsi Riau mendapatkan tambahan anggaran untuk pengembangan 52 Ha tanaman cabe merah dan 30 Ha bawang merah. Diharapkan dengan program tersebut dapat meningkatkan pasokan cabe merah dan bawang merah di Riau yang sebelumnya banyak dipasok dari daerah Sumatera Barat dan Jawa. Tabel B3.2 Pengembangan Tanaman Cabe Merah dan Bawang Merah di Provinsi Riau Anggaran APBN Perubahan Anggaran APBD Provinsi Cabe Merah Siak 14 Ha Rokan Hilir 13 Ha Pekanbaru 13 Ha Bengkalis 12 Ha Total 52 Ha Bawang Merah Kampar 20 Ha Pekanbaru 10 Ha Total 30 Ha Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Prov.Riau Dalam upaya pengembangan ini, pemerintah daerah menghadapi sejumlah kendala seperti banyaknya petani yang mendadak muncul ketika adanya pemberian bantuan sosial sehingga Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau harus berhati-hati dalam menseleksi/pemilihan petani yang akan diberikan bantuan tersebut, disamping masih

68 rendahnya kualitas sumber daya petani dalam penerapan teknologi dan manajemen di bidang pertanian. Namun demikian, pemerintah terus berupaya melalui survei ke lapangan untuk memastikan bahwa bantuan sosial tersebut diberikan kepada orang yang tepat. Selain itu permasalahan pada pengembangan cabe merah dan bawang merah, mayoritas luas lahan petani di provinsi Riau yang hanya sekitar 1000 s.d meter persegi menghadapi kendala mekanisme ketentuan pengembangan pada lahan minimal 0,5 Ha. Ke depannya Dinas Pertanian dan Peternakan berencana menyusun masterplan pengembangan tanaman hortikultura di provinsi Riau termasuk mengantisipasi masuknya komoditas pada saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir tahun Terkait dengan mata rantai pemasaran untuk produk pangan padi, jagung dan kedelai sebagian besar langsung dijual petani ke konsumen akhir sehingga margin keuntungan terbesar diperoleh petani. Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi petani di Provinsi Riau baru dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sementara itu, distribusi untuk komoditas sayur-sayuran, cabe dan bawang petani sebagian besar dilakukan melalui pengumpul sebelum ke konsumen akhir yang dalam hal ini pengumpul adalah pihak yang memperoleh margin terbesar. Sedangkan komoditas buah-buahan sebagian besar langsung dijual petani ke pengecer untuk selanjutnya di jual ke konsumen akhir. Dengan demikian, margin keuntungan terbesar diperoleh oleh pengecer. Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran/tata niaga produk pangan unggulan, pemerintah sejak tahun 2002 sudah membentuk grand design proyek terminal agribisnis di Dumai, namun belum berjalan efektif di bawah pengelolaan BUMD kota Dumai. Disamping itu, pada tahun 2014 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau berencana untuk membuat resi gudang melalui sosialisasi ke kabupaten/kota di Provinsi Riau. Namun hal ini terkendala dari sisi pemahaman daerah terhadap pentingnya resi gudang yang masih rendah sehingga sampai saat ini belum ada resi gudang yang terealisasi di Provinsi Riau karena masyarakat menilai bahwa resi gudang tersebut tidak dapat memberikan keuntungan apapun, kalaupun resi gudang tersebut sudah dibentuk mereka khawatir terhadap pasar yang akan membeli hasil produksinya. Hingga saat ini, Provinsi Riau belum memiliki pasar induk, gudang agribisnis dan sistem resi gudang.

69 Adapun program-program yang tahun 2015 ini dicanangkan oleh pemerintah pusat/daerah dalam menjaga kesinambungan pasokan pangan antara lain adalah mengoptimalkan pemanfaatan sagu, optimalisasi lahan dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian), program upaya khusus untuk mendukung percepatan swasembada padi, jagung dan kedelai, alih fungsi lahan non produktif ke produktif, diversifikasi pangan, rumah pangan mandiri serta pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi.

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan perbankan Provinsi Riau pada triwulan I 2015 relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan baik aset, dana, maupun kredit tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Namun kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum maupun BPR mengalami penurunan dan perlu mendapat perhatian serius. 39

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2. Perkembangan Perbankan Riau Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp91,72 triliun atau meningkat dari 11,43% (yoy) menjadi 23,44% (yoy). Peningkatan aset perbankan utamanya didorong oleh peningkatan aset bank umum dari 11,44% pada triwulan sebelumnya menjadi 23,68% pada triwulan laporan. Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,31% (yoy) menjadi 8,15% (yoy). Posisi kredit perbankan Riau pada triwulan I mencapai Rp 53,26 triliun. Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp 74,81 triliun atau tumbuh 9,46% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau juga tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 22,02% (yoy) dari 15,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Nilai DPK perbankan Riau saat ini mencapai Rp 67,37 triliun. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) Indikator (yoy,%) IV I Tw IV-2014 Tw I-2015 Aset (Rp Juta) 73,387,482 77,905,799 86,812,375 91,724, Bank Umum 72,349,212 76,861,876 85,652,213 90,534, BPR/S 1,038,271 1,043,922 1,160,162 1,189, Kredit (Rp Juta) 44,152,190 49,499,140 53,119,547 53,266, Bank Umum 43,443,660 48,745,468 52,283,437 52,401, BPR/S 708, , , , Kredit Lokasi Proyek (Rp Juta) 60,029,878 67,004,851 74,750,319 74,812, Kredit UMKM (Rp Juta) 15,630,199 17,614,783 20,032,690 19,809, Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 52,937,080 56,223,913 64,952,945 67,372, Bank Umum 52,242,540 55,523,886 64,143,197 66,525, BPR/S 694, , , , LDR 83.41% 88.04% 81.78% 79.06% LDR (lokasi proyek) % % % % NPL 3.05% 3.25% 3.39% 3.82% Pertumbuhan dana yang meningkat lebih besar secara triwulanan dibandingkan pertumbuhan kredit menyebabkan penurunan LDR perbankan Riau yaitu dari 40

72 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 81,78% menjadi 79,06%. Begitu halnya dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau juga tercatat mengalami penurunan dari 115,08% menjadi 111,04%. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan relatif menurun yaitu sebesar 3,82%, meski demikian masih berada dalam batas aman yang ditetapkan Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan I 2015 Keterangan 2014 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Riau 2015 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 1. Jumlah Bank Pemerintah Swasta Asing Syariah Unit Usaha Syariah Kantor Pusat Jumlah Bank Umum yang beroperasi di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu tercatat sebanyak 49 Bank. Jumlah jaringan kantor bank umum yang ada di Provinsi Riau terdiri dari 94 Kantor Kas, 90 Kantor Cabang, 469 Kantor Cabang Pembantu Perkembangan Aset Aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp 90,53 triliun pada triwulan I 2015, tumbuh 23,68% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 11,44% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum didorong oleh pertumbuhan dana yang dihimpun. Jika dilihat secara triwulanan aset bank umum juga mengalami ekspansi sebesar 5,70% (qtq). Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau (Rp Trilyun) Aset g(yoy) g(qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I g (%) Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok share (%) Aset Swasta Aset Pemerintah I II III IV I II III IV I II III IV I

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan kepemilikannya, maka pertumbuhan aset bank umum pada triwulan laporan utamanya didorong oleh pertumbuhan aset bank milik pemerintah yaitu sebesar 34,81% (yoy) sehingga menjadi Rp66,01 triliun. Sementara pertumbuhan aset bank milik swasta hanya meningkat sebesar 1,19% (yoy), sehingga jumlahnya mencapai Rp24,53 triliun. Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 72,91%, meningkat dibandingkan aset triwulan sebelumnya Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp52,40 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 8,07% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 7,26% (yoy) Peningkatan penyaluran kredit pada triwulan I 2015 terjadi pada bank milik pemerintah yaitu sebesar 10,97 (yoy) dari 7,81% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sedangkan pada bank swasta, pertumbuhan penyaluran kredit justru melambat dari 6,27% (yoy) menjadi 3,02% (yoy). Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Keterangan Pertumbuhan Tw I-2015 I II III IV I yoy (%) qtq (%) A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 30,819,077 32,527,892 32,798,861 33,681,037 34,200, Bank Swasta 17,668,602 18,140,360 18,180,006 18,602,399 18,201, B. V a l u t a 1. Rupiah 47,233,118 49,421,211 50,009,977 51,138,174 51,254, Valas 1,254,562 1,247, ,890 1,145,263 1,147, T o t a l 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401, Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih didominasi oleh mata uang rupiah yaitu mencapai Rp51,25 triliun, tumbuh 8,51% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya (7,98% yoy). Disisi lain, penyaluran kredit dalam mata uang asing mengalami penurunan sebesar 8,55% (yoy), namun tidak sedalam triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 16,22% (yoy). 42

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Konsentrasi Kredit Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 21,84% dan 21,38% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp 11,44 triliun dan Rp 11,20 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 89,60% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp. 10,21 triliun. Sedangkan sektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 23,84% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp 2,33 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian meningkat dari 14,46% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 16,56% (yoy) pada triwulan I Berbeda halnya dengan sektor perdagangan yang melambat dari 3,46% (yoy) menjadi 3,11% (yoy). Pertumbuhan tertinggi penyaluran kredit pada triwulan I 2015 disumbang oleh sektor pertambangan yang tercatat tumbuh hingga 44,81% (yoy), meningkat dari triwulan lalu yang sebesar 30,50% (yoy). Meskipun pertumbuhan pada kredit sektor pertambangan cukup tinggi namun pangsa kredit pertambangan terhadap total kredit hanya sebesar 0,75% sehingga andil terhadap pertumbuhan kredit tidak terlalu besar. Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Tw I-2015 No. Sektor Ekonomi I II III IV I Pangsa yoy (%) qtq (%) 1 Pertanian 9,820,296 10,823,881 11,075,019 11,385,094 11,447, Pertambangan 270, , , , , Perindustrian 1,659,574 1,956,207 1,884,810 2,031,930 2,142, Listrik, Gas dan Air 100, ,645 92, , , (5.75) 5 Konstruksi 1,423,983 1,546,524 1,820,045 1,781,803 1,757, (1.37) 6 Perdag., Resto. & Hotel 10,865,881 11,303,853 11,210,445 11,214,203 11,204, (0.09) 7 Pengangkutan, Pergud. 1,486,913 1,595,725 1,572,840 1,589,686 1,616, Jasa-jasa 4,720,005 4,191,082 4,040,417 4,297,705 4,078, (13.58) (5.09) 9 Lain-lain 18,139,884 18,890,718 19,006,617 19,479,702 19,649, Jumlah 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401, Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan I 2015 sebagian besar disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai Rp 32,79 triliun. 43

75 qtq,% yoy,% KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sementara penyaluran pada kredit konsumsi sebesar Rp 19,60 triliun. Komponen kredit produktif terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi yang masingmasing memiliki pangsa sebesar 30,68% dan 31,90% dari total kredit yang disalurkan. Grafik 3.3.Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Modal Kerja Investasi Konsumsi Pertumbuhan kredit modal kerja mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,87% (yoy) menjadi 8,12% (yoy). Peningkatan kinerja tersebut didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit modal kerja ke sektor pertanian (share 20,1% terhadap kredit modal kerja) yang mampu tumbuh 32,73% (yoy) atau mencapai Rp. 3,22 triliun. Begitu pula kredit konsumsi juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,77% (yoy) menjadi 8,12% (yoy). Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I Modal Kerja (qtq) Investasi (qtq) Konsumsi (qtq) Total 5 0 I II III IV I II III IV I II III IV I Modal Kerja (yoy) Investasi (yoy) Konsumsi (yoy) Total 44

76 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Di sisi lain, pertumbuhan kredit investasi menunjukkan pelambatan dari 8,05% (yoy) menjadi 7,97% (yoy). Pelambatan kinerja disebabkan oleh penurunan kinerja kredit investasi yang disalurkan ke sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan (share 9,6% terhadap kredit investasi) yang mengalami penurunan 19,34% (yoy) pada triwulan laporan. Realisasi kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 11,56% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 9,46% (yoy) pada triwulan laporan. Berdasarkan wilayahnya, penyerapan kredit paling besar masih terpusat di Kota Pekanbaru yaitu mencapai Rp28,63 triliun, diikuti oleh Kabupaten Kampar yang mencatatkan serapan kredit hingga Rp8,79 triliun. Penyaluran kredit di Kota Pekanbaru tumbuh melambat dari 8,44% (yoy) triwulan lalu menjadi 7,30% (yoy). Begitu juga penyaluran kredit di Kabupaten Kampar tumbuh 7,50% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,98% (yoy). Dilihat dari pertumbuhannya, penyaluran kredit di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 236% (yoy) yang utamanya berasal dari sektor pertanian. Di sisi lain, penyaluran kredit di Kota Dumai kembali menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 40,31% (yoy) akibat melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan. Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) Pertumbuhan Tw I-2015 No Kab./Kota I II III IV I yoy (%) qtq (%) 1 Pekanbaru 26,689,919 28,093,643 28,195,566 28,809,752 28,637, Bengkalis 3,907,869 3,940,077 3,948,510 4,017,021 4,008, Dumai 8,369,689 6,718,538 4,978,693 4,991,989 4,996,136 (40.31) (19.73) 4 Indragiri Hilir 2,504,825 6,203,822 6,117,345 8,258,084 8,433, Indragiri Hulu 3,738,485 3,952,540 4,052,045 4,174,278 4,153, Rokan Hulu 3,585,956 3,755,770 3,778,742 3,781,278 3,817, Rokan Hilir 2,632,303 2,688,980 2,655,536 2,709,162 2,805, Kampar 8,177,678 8,586,824 8,589,498 8,841,360 8,790, Pelalawan 3,300,407 3,576,188 3,423,064 2,697,431 2,670,068 (19.10) Siak 3,057,817 3,242,017 3,260,219 3,851,490 3,854, Meranti 303, , , , , Kuantan Singingi 2,079,317 2,146,744 2,250,883 2,244,807 2,264, Jumlah 68,348,240 73,244,661 71,612,474 74,750,319 74,812,

77 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Total rekening kredit pada bank umum di triwulan I 2015 berjumlah rekening, meningkat rekening dibandingkan periode sebelumnya. Kenaikan jumlah rekening berasal dari kategori debitur UMKM yang tumbuh sebesar 2,24% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya atau menjadi rekening. Sementara kredit non UMKM tumbuh 0,05% (qtq) menjadi rekening. Grafik 3.6.Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 900, , , , , , , , ,000 - Total Rekening Kredit Total Rekening Kredit UMKM I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Penyaluran Kredit UMKM Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,80 triliun pada triwulan I 2015, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 15,50% (yoy) menjadi 12,46% (yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 38,32% menjadi 37,80%. Penyaluran kredit skala usaha mikro memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 2015 yaitu sebesar 26,47% (yoy). Di sisi lain, perkembangan kredit skala usaha kecil yang memiliki pangsa terbesar kredit UMKM Riau (37,55%) pada triwulan I 2015 tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, perkembangan kualitas kredit UMKM perlu mendapat perhatian karena NPL tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 5,49% menjadi 6,20%, dan berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%. NPL tertinggi pada Kredit UMKM berada pada sektor konstruksi yaitu sebesar 11,03% yang diikuti oleh sektor real estate sebesar 9,41% dan sektor perdagangan sebesar 7,32%. 46

78 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Skala Usaha Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) I II III IV I yoy (%) qtq (%) Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 5,461, Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 7,439, (1.23) Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 6,909, (2.66) Kredit MKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809, (1.11) NPL MKM 5.13% 5.82% 5.99% 5.49% 6.20% Total Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 (% terhadap Total Kredit) 37.32% 38.99% 38.62% 38.32% 37.80% Pertumbuhan Tw I-2015 Pangsa (%) TwI Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw I 2015 Menurut Sektor Ekonomi Sektor Ekonomi NPL % Sektor Ekonomi NPL % - Pertanian 4.44% - Perantara Keuangan 1.24% - Perikanan 2.26% - Real Estate 9.41% - Pertambangan 3.93% - Administrasi Pemerintahan 0.00% - Industri 4.29% - Jasa Pendidikan 7.75% - Listrik, gas dan air 1.77% - Jasa Kesehatan 4.14% - Konstruksi 11.03% - Jasa Kemasyarakatan 4.92% - Perdagangan 7.32% - Jasa Perorangan 5.04% - Penyediaan Akomodasi 3.96% - Badan Internasional 0.00% - Transportasi 6.11% Total 6.19% Dilihat secara sektoral, penyerapan kredit UMKM masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pangsa mencapai 42,69% dari total kredit UMKM. Selanjutnya sektor pertanian juga menyerap kredit UMKM dalam jumlah yang besar yaitu sebesar Rp6,57 triliun (pangsa 33,61%) pada triwulan I 2015 dengan porsi terbesar adalah kredit subsektor perkebunan kelapa sawit. Baik kredit UMKM di sektor perdagangan maupun sektor pertanian mengalami ekspansi, masing-masing tumbuh sebesar 0,89% dan 20,21% (yoy). Porsi kredit yang diberikan kepada UMKM paling besar diserap dalam bentuk kredit modal kerja yaitu mencapai Rp11,53 triliun (pangsa 58,21%). Sementara jumlah kredit UMKM yang disalurkan dalam bentuk kredit investasi pada triwulan I 2015 mencapai Rp8,27 triliun (pangsa 41,79%). Penyerapan kredit modal kerja memiliki pertumbuhan yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 47

79 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 14,50% (yoy) menjadi 10,20% (yoy). Begitu pula, penyaluran kredit investasi tumbuh melambat dari 12,64% menjadi 8,49% (yoy). Secara umum, pertumbuhan kredit UMKM tercatat lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan secara umum. No. Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Sektor Ekonomi growth Tw I 2015 (%) I II III IV I yoy qtq Pangsa Tw I (%) 1 Pertanian 5,538,770 6,137,287 6,351,038 6,589,237 6,657, Pertambangan 102,663 95, , , , Perindustrian 306, , , , , Listrik, Gas dan Air 99, ,551 85, , , (4.79) Konstruksi 862,249 1,076,985 1,121,439 1,137,332 1,059, (6.83) Perdag., Resto. & Hotel 8,381,922 8,740,109 8,614,234 8,638,755 8,456, (2.11) Pengangkutan, Pergud. 862, , , , ,668 (16.70) (4.00) Jasa-jasa 1,934,210 2,189,297 2,208,914 2,198,666 2,165, (1.50) Lain-lain 5, ,506 64,256 86,221 21, (75.63) 0.11 Jumlah 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809, (1.11) Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Keterangan growth Tw I-2015 I II III IV I yoy qtq Investasi 7,631,556 8,307,849 8,083,107 8,228,757 8,279, Modal Kerja 10,463,366 11,445,609 11,604,663 11,803,933 11,530, (2.31) Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809, (1.11) Total Kredit Perbankan 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401, Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Jumlah kredit yang belum dicairkan atau Undisbursed Loan triwulan I 2015 mencapai Rp4,71 triliun meningkat sebesar 4,7% (yoy). Porsi Undisbursed Loan di Provinsi Riau mencapai 8,98% dari total kredit yang diberikan bank umum Provinsi Riau. Pertumbuhan Undisbursed Loan bank umum di Provinsi Riau milik pemerintah tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh menjadi 35,96% (yoy). Sebaliknya pertumbuhan Undisbursed Loan bank swasta mengalami kontraksi 1,62% (yoy). Pangsa terbesar Undisbursed Loan masih berada di bank milik swasta sebesar 59,61% pada triwulan laporan. 48

80 Rp Triliun KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau I II III IV I II III IV I II III IV I Pemerintah Swasta Total Risiko Kredit NPLs kredit bank umum pada periode pelaporan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,23% menjadi 3,65%. Tingkat NPL kredit bank umum yang meningkat menunjukkan penurunan kualitas kredit yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Grafik 3.8. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau Rp miliar % 1, , , I II III IV I II III IV I II III IV I Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan) Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi yaitu sebesar 9,37%, meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar 7,64%. Tingginya NPL pada sektor konstruksi utamanya didorong oleh kredit bermasalah pada sektor konstruksi yang berasal dari subsektor penyiapan lahan dan konstruksi perumahan sederhana di Kota Pekanbaru. Beberapa sektor lain yang memiliki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah sektor perdagangan sebesar 5,93% dan sektor pengangkutan sebesar 49

81 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 5,08%. Pada kedua sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau No. Sektor Ekonomi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV I 1 Pertanian 2.73% 2.78% 3.08% 2.66% 2.82% 2.65% 2.53% 2.34% 2.67% 2 Pertambangan 0.60% 0.42% 0.32% 0.36% 1.71% 1.68% 2.24% 1.56% 1.74% 3 Perindustrian 1.09% 1.10% 1.09% 0.64% 0.74% 0.76% 0.77% 0.66% 0.95% 4 Listrik 0.54% 0.20% 0.26% 0.16% 0.17% 1.54% 1.57% 1.43% 1.68% 5 Konstruksi 7.91% 6.61% 6.00% 5.95% 6.54% 7.94% 7.27% 7.64% 9.37% 6 Perdagangan 4.33% 4.31% 4.78% 4.33% 4.90% 5.47% 5.82% 5.36% 5.93% 7 Pengangkutan 0.52% 1.87% 2.48% 2.97% 3.21% 2.83% 3.23% 3.02% 5.08% 8 Jasa Dunia Usaha 2.51% 2.59% 3.91% 3.66% 4.85% 4.46% 4.61% 4.14% 0.16% 9 Jasa Sosial Masy. 4.65% 4.80% 5.48% 4.44% 3.94% 4.47% 4.56% 4.18% 3.74% 10 Lain-lain 2.94% 2.75% 2.80% 2.32% 2.57% 2.70% 2.61% 2.24% 2.51% Total 3.21% 3.19% 3.48% 3.06% 3.32% 3.54% 3.57% 3.23% 3.64% Berdasarkan Kab/Kota, Kabupaten Indragiri Hilir tercatat memiliki NPL tertinggi yaitu 9,21%, dan menunjukkan tren yang cenderung meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Secara sektoral, NPL di Kabupaten Indragiri Hilir berasal dari sektor perdagangan yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau. Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Lokasi I II III IV I Kota Pekanbaru 2.92% 2.95% 3.22% 3.35% 3.43% 3.17% 3.58% Kota Dumai 2.25% 2.95% 3.10% 4.06% 4.26% 3.53% 3.54% Kab. Bengkalis 3.68% 3.04% 3.47% 4.26% 4.22% 3.77% 4.05% Kab. Indragiri Hulu 3.24% 5.49% 5.64% 5.41% 5.57% 4.33% 4.78% Kab. Indragiri Hilir 6.09% 7.86% 8.54% 8.93% 9.50% 9.03% 9.21% Kab. Kampar 1.60% 1.40% 2.06% 2.25% 2.10% 1.80% 2.16% Kab. Rokan Hulu 2.23% 1.81% 2.35% 3.16% 3.13% 2.78% 4.24% Kab. Rokan Hilir 6.73% 5.94% 6.38% 6.59% 6.07% 4.92% 5.91% Kab. Pelalawan 0.55% 1.27% 1.28% 1.52% 1.24% 0.99% 1.16% Kab. Siak 1.43% 1.38% 1.39% 1.60% 1.54% 1.57% 1.79% Kab. Kuantan Singingi 1.11% 2.58% 2.27% 2.05% 1.84% 1.68% 1.97% Kab. Kep. Meranti 1.52% 1.63% 1.68% 2.44% 1.92% 1.42% 1.67% JUMLAH 2.89% 3,06% 3,32% 3.54% 3.57% 3.23% 3.64% Selanjutnya, NPL yang cukup tinggi juga dialami Kabupaten Rokan Hilir yang tercatat sebesar 4,92%, namun membaik dibandingkan periode sebelumnya. NPL juga didorong oleh Sektor Perdagangan besar dan Eceran yang didominasi oleh 50

82 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau (porsi 76,24% terhadap total kredit bermasalah di sektor perdagangan besar dan eceran Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di provinsi Riau pada triwulan I 2015 tercatat tumbuh sebesar 22,14% (yoy) menjadi Rp66,52 triliun, meningkat jika dibandingkan triwulan IV yang tumbuh sebesar 15,52 % (yoy). Komponen DPK yang memiliki pangsa terbesar adalah tabungan yaitu sebesar 43,52% yang kemudian diikuti dengan deposito dan giro yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 33,08% dan 21,40%. Komponen giro dan deposito tumbuh meningkat pada triwulan I 2015 masing-masing sebesar 20,32% (yoy) dan 66,91% (yoy), sedangkan komponen tabungan menurun sebesar -0,82% (yoy). Demikian hal nya secara triwulanan, komponen giro dan deposito masing-masing tumbuh 10,09% dan 15,93% (qtq), sementara tabungan turun sebesar -7,93% (qtq). Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) No Komponen DPK growth (%) Tw I 2015 I II III IV I yoy qtq 1 Giro 12,557 16,864 14,828 13,724 15, Tabungan 27,364 26,937 27,587 29,478 27,139 (0.82) (7.93) 3 Deposito 14,546 16,995 20,969 20,941 24, a. s.d 3 bln 11,081 13,519 17,344 16,841 19, b. > 3-6 bln 1,925 1,552 1,566 1,692 1, c. > 6-12 bln 1,139 1,692 1,827 1,878 2, d. > 12 bln Total DPK 54,466 60,795 63,384 64,143 66, Berdasarkan kepemilikannya, peningkatan dalam pertumbuhan DPK secara triwulanan didorong oleh peningkatan dana milik pemerintah sebesar 48,46% (qtq). Peningkatan ini disumbang utamanya oleh peningkatan dana milik pemerintah daerah yang memiliki pangsa 85,90% dari total dana milik pemerintah. Dana milik pemerintah daerah pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan sebesar 53,92% (qtq), sehingga secara tahunan meningkat 107,82% (yoy). Sementara itu, dana milik sektor swasta juga mengalami peningkatan sebesar 9,44% (yoy), meskipun secara triwulanan turun -13,09% (qtq). Peningkatan dana milik sektor swasta secara tahunan didorong oleh kenaikan dana milik perusahaan 51

83 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah swasta sebagai pangsa sebesar yaitu tumbuh 3,47% (yoy), meskipun secara triwulanan juga terkontraksi 19,29% (qtq). Dana milik perorangan tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya yaitu mencapai 8,60% (yoy) dan secara triwulanan terkontraksi 3,76% (qtq). Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) No Kepemilikan Sektor Pemerintah g TW I 2015 IV I II III IV I yoy qtq 7,345,905 8,093,251 14,316,253 15,444,957 10,845,951 16,102, Pemerintah Pusat 272, , , , , , Pemerintah Daerah 6,115,631 6,655,970 12,084,807 13,093,248 8,986,882 13,832, Badan/ Lembaga Pemerintah 58, ,858 96, ,106 55, , Badan Usaha Milik Negara 780, ,654 1,723,426 1,837,297 1,485,439 1,820, Badan Usaha Milik Daerah 119, ,558 48,857 52,863 72,451 52, Sektor Swasta 8,863,838 7,398,097 7,361,210 7,170,852 9,316,202 8,096, Perusahaan Asuransi 112, , , , , , Perusahaan Swasta 7,797,562 6,428,695 6,483,030 6,251,271 8,241,175 6,651, Yayasan dan Badan Sosial 769, , , , , , Koperasi 172, , , , , , # Lainnya 12,459 13,676 4,246 3,362 2, , Perorangan Jumlah 39,314,143 38,974,939 39,117,748 40,768,025 43,980,711 42,326, ,523,886 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,142,864 66,525, Total rekening dana bank umum Provinsi Riau pada triwulan I 2015 mencapai rekening, turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat berjumlah Jumlah rekening dana tumbuh sebesar 1,16% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,67% (yoy). Dilihat dari pertumbuhannya, pembukaan rekening deposito memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 11,84% (yoy), diikuti dengan tabungan sebesar 1,03% (yoy) dan giro sebesar 0,11% (yoy). Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 - IV I II III IV I Giro 62,101 63,878 62,582 62, ,950 Tabungan 3,346,947 3,467,061 3,461,021 3,502, ,502,732 Deposito 45,413 47,369 46,811 48, ,979 Total 3,454,461 3,578,308 3,570,414 3,613,045 3,685,168 3,619,661 52

84 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan Kota/Kabupaten, Kota Pekanbaru masih merupakan daerah yang menyerap DPK terbesar pada triwulan I 2015 yaitu sebesar Rp 41,36 triliun atau 62,18% dari total DPK di Propinsi Riau. Pertumbuhan DPK Kota Pekanbaru juga tercatat tumbuh tinggi yaitu sebesar 19,58% (yoy) atau meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh 1,08% (yoy). Jika dilihat secara triwulanan DPK Kota Pekanbaru mengalami kontraksi sebesar 18,32% (qtq). Adapun pertumbuhan yang meningkat dari DPK Provinsi Riau juga didorong oleh pertumbuhan DPK di Dumai (sebagai pangsa DPK terbesar kedua) yang tumbuh 13,10% (yoy). Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau % (yoy) Pangsa No. Kab./Kota I II III IV I IV-2014 I-2015 IV-2014 I Pekanbaru 34,593,620 37,838,302 39,478,858 34,962,196 41,366, Bengkalis 3,999,920 4,871,172 4,918,565 6,729,011 4,741, Dumai 4,650,967 4,732,253 4,910,925 4,038,655 5,260,390 (17.68) Indragiri Hilir 2,171,498 2,202,073 2,153,477 2,562,969 2,354, Indragiri Hulu 2,033,563 2,210,084 2,298,624 2,436,551 2,141, Kampar 1,086,369 1,427,954 1,374,764 2,063,726 1,832, Rokan Hulu 744, , ,629 1,634, , Rokan Hilir 1,206,136 1,649,956 1,867,377 2,942,892 2,269, Kuantan Singingi 897,188 1,088,802 1,091,527 1,249,041 1,135, Meranti 640, , , , ,377 (3.45) Siak 1,399,299 1,892,753 2,110,305 2,729,403 2,128, Pelalawan 1,042,836 1,229,665 1,422,696 2,076,579 1,399, Jumlah 54,466,285 60,795,211 63,383,834 64,143,087 66,525, Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan dari 81,78% pada triwulan IV 2014 menjadi 80,07%. Penurunan LDR tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan dana yang lebih besar (22,14%, yoy) daripada pertumbuhan penyaluran kredit (8,07%, yoy) pada triwulan I Sejalan dengan hal tersebut LDR berdasarkan lokasi proyek juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 115,06% pada triwulan IV 2014 menjadi 112,46%. Namun demikian, LDR berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau lebih tinggi dibanding angka LDR nasional yang tercatat sebesar 88,45%. 53

85 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I 14 Tw II 14 Tw III 14 Tw IV14 Tw I 15 LDR 83.60% 83.14% 83.60% 87.79% 89.02% 83.34% 80.43% 81.78% 80.07% LDR1*) % % % % % % % % % Nasional* 85.94% 88.38% 89.92% 90.61% 91.39% 91.15% 91.35% 91.98% 88.45% Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek *) Data s.d. Agustus Profitabilitas Spread Bunga Suku bunga rata-rata tertimbang kredit bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 sedikit mengalami peningkatan, sementara suku bunga dana relative stabil pada triwulan laporan. Suku bunga tertimbang kredit bank umum meningkat tipis yaitu sebesar 3 bps menjadi13,31%, sedangkan untuk suku bunga tertimbang dana dengan acuan suku bunga deposito 3 bulan tetap 8,43% pada triwulan laporan. Terdapatnya peningkatan suku bunga kredit dengan suku bunga dana yang relatif stabil pada triwulan I 2015 menyebabkan margin yang diterima perbankan sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari level 4,85% menjadi 4,88%. Relatif stabilnya suku bunga dana maupun sedikit meningkatnya suku bunga kredit pada triwulan I 2014 mengindikasikan kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan BI rate dari 7,75% menjadi 7,50% masih belum direspon oleh perbankan di provinsi Riau. 54

86 % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito3 Bulan Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2015 aset perbankan syariah terkontraksi 5,51% (yoy) sehingga menjadi Rp 4,62 triliun. Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,04%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,63%. No. Keterangan Tabel Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta) growth (%) IV I II III IV I yoy qtq 1 Jumlah Bank Aset 5,112,961 5,118,736 5,150,121 5,133,283 4,891,004 4,621, DPK 3,705,550 3,819,126 3,751,134 3,600,116 3,493,835 3,406, Pembiayaan 3,347,598 3,324,491 3,411,590 3,437,477 3,466,839 3,446, NPF 4.01% 4.76% 5.25% 5.04% 4.70% 5.51% 6 FDR 90.34% 87.03% 90.95% 95.48% 99.23% % Penurunan aset didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar -10,80% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,40 triliun. Di sisi lain pembiayaan syariah 55

87 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,68% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesat 3,56% (yoy). Penurunan dana yang dihimpun yang diikuti dengan peningkatan kredit menyebabkan FDR meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 99,23%menjadi 101,18%. Namun kualitas pembiayaan menunjukkan penurunan kinerja yang dilihat dari NPF yang meningkat pada triwulan laporan dan berada pada level yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penggunaannya, pembiayaan konsumsi masih memiliki pangsa tertinggi dibandingkan jenis kredit penggunaan lain yaitu mencapai 48,22% dari total kredit yang disalurkan perbankan syariah. Pembiayaan konsumsi pada triwulan I 2015 tumbuh 13,61% hingga mencapai Rp 1,65 triliun. Sementara itu sektor produktif yang terdiri dari modal kerja dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar 23,63% dan 28,15% dari total kredit perbankan syariah. Dari sisi pertumbuhannya, kredit modal kerja di triwulan I mengalami kontraksi 9,10% (yoy) atau mencapai Rp 810,13 miliar, sementara kredit investasi tumbuh rendah 0,47% (yoy) atau mencapai Rp 965,19 miliar. Peningkatan penyaluran pembiayaan secara sektoral didorong oleh sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian, masing-masing tercatat tumbuh 46,22% (yoy), 37,68% (yoy), dan 16,03% (yoy). Ketiga sektor tersebut masih menjadi sektor dengan pangsa terbesar pada pembiayaan oleh perbankan syariah masing-masing memiliki pangsa 7,78%, 11,43%, dan 12,52% pada triwulan laporan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan yang meningkat baik dari sisi aset, dana, maupun jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan syariah dibandingkan dengan triwulan IV Jumlah BPR/S yang beroperasi di Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak 35 BPR/S. Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat tumbuh meningkat dari 7,84% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,90% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh adanya peningkatan pada pertumbuhan dana yang dihimpun yaitu dari 12,26% (yoy) menjadi 13,32% (yoy). DPK yang dihimpun BPR/S pada triwulan I 56

88 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2015 mencapai Rp847,56 miliar. Peningkatan pada penghimpunan DPK ini tidak terlepas dari pertumbuhan tabungan yang saat ini nilainya telah mencapai Rp 364,63 miliar atau tumbuh dari 6,28% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 8,34% (yoy) di triwulan laporan. Di sisi lain, pertumbuhan deposito justru melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 17,45% (yoy) menjadi 17,16% (yoy) atau menjadi sebesar Rp 482,92 miliar. Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 864,30 miliar atau tumbuh 13,32% (yoy) dan 3,37% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,35% (yoy). Berdasarkan sektoral, peningkatan penyaluran kredit BPR/S pada triwulan laporan utamanya utamanya disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh sebesar 14,99% (yoy). Sektor tersebut menyerap kredit dengan pangsa terbesar sebesar 30,60%, disusul oleh sektor perdagangan yang memiliki pangsa 23,87% dari total kredit BPR/S pada triwulan I Peningkatan jumlah dana yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan secara triwulanan mengakibatkan terjadinya penurunan nilai LDR dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 103,26% menjadi 101,98%. Kualitas kredit yang disalurkan juga tercatat mengalami penurunan, terindikasi dari peningkatan NPL BPR/S yaitu dari 13,75% menjadi 14,45%. NPLs BPR/S masih berada di atas batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) sehingga masih perlu menjadi perhatian bagi pihak bank. 57

89 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Keterangan growth (%) I II III IV I yoy qtq 1. Jumlah BPR/S Asset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 1,189, DPK 748, , , , , Tabungan 336, , , , , Deposito 412, , , , , Kredit 762, , , , , NPL (nominal) 117, , , , , LDR % % % % % 6. NPLs 15.47% 15.78% 15.56% 13.75% 14.45% 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran 3.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2015 mengalami net inflow, tidak jauh berbeda dengan triwulan yang sam apada tahun sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh penurunan outflow dan peningkatan inflow. Menurunnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena masih minimnya realisasi anggaran di awal tahun. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun Real Time Gross Settlement (RTGS) pada triwulan I 2015 juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan menurunnya perekonomian Riau pada triwulan laporan Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan pada sisi inflow dari Rp721 miliar menjadi Rp1,79 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 149,34% (qtq). Sementara itu sesuai dengan historisnya, jumlah outflow pada triwulan I-2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 58

90 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah dari Rp3,88 triliun menjadi Rp1,63 triliun atau turun 57.83% (qtq). Penurunan pada jumlah outflow merupakan kondisi musiman setelah pada triwulan sebelumnya terjadi permintaan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada hari besar keagamaan dan tahun baru. Tingginya peningkatan inflow pada triwulan laporan telah mendorong terjadinya net inflow sebesar Rp164,12 miliar. Relatif meningkatnya jumlah inflow dalam kurun waktu 1 (satu) triwulanan diperkirakan karena minimnya realisasi APBD dan melambatnya konsumi rumah tangga di Riau pada triwulan I Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Penyediaan uang kartal layak edar merupakan salah satu tugas Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan penghimpunan dan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari masyarakat dan setoran bank di Provinsi Riau. Upaya ini dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan ketersediaan uang layak edar (fit for circulation) di tengah-tengah masyarakat. Pemusnahan UTLE pada triwulan I-2105 menurun dibandingkan periode sebelumnya. UTLE yang dimusnahkan pada periode tersebut sebanyak Rp185,73 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp249,46 miliar. Rasio UTLE terhadap arus uang masuk juga mengalami penurunan karena banyaknya inflow pada triwulan laporan dan menurunnya jumlah UTLE. Menurunnya jumlah UTLE yang dimusnahkan diperkirakan karena inflow pada 59

91 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah triwulan IV 2014 tercatat cukup rendah sehingga UTLE yang diterima juga tidak begitu besar. Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Uang Rupiah Tidak Asli Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. Pada triwulan I 2015, penemuan uang rupiah tidak asli di Provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan laporan terdapat penemuan 123 lembar uang palsu yang terdiri dari 75 lembar menyerupai pecahan Rp , 43 lembar menyerupai pecahan Rp , 3 lembar menyerupai pecahan Rp , dan 2 lembar menyerupai pecahan Rp Penemuan tersebut berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. 60

92 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau 3.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi pembayaran non-tunai di Provinsi Riau pada triwulan I-2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan transaksi non tunai di Provinsi Riau pada awal tahun sesuai dengan pola triwulanannya, dimana pada triwulan I realisasi anggaran masih minim dan tidak terdapat event besar yang berpotensi untuk mendorong peningkatan transaksi non tunai Transaksi Kliring Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan I 2015 tercatat menurun baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp7,88 triliun dengan volume transaksi mencapai lembar, menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang nilainya tercatat sebesar Rp8,44 triliun dengan volume transaksi lembar. Meskipun terdapat penurunan nominal transaksi, namun nilai rata-rata transaksi per warkat tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp 30,72 juta menjadi sebesar Rp31,03 juta per warkat. 61

93 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi RTGS pada triwulan I 2015 di Provinsi Riau mencapai Rp98,88 triliun, menurun sebesar 5,03% (qtq) dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar Rp104,12 triliun. Seiring dengan penurunan nilai transaksi, penggunaan warkat untuk transaksi RTGS juga ikut mengalami penurunan sebesar 39,85% (qtq) menjadi warkat. Penurunan nilai transaksi RTGS yang lebih rendah dari total volume transaksi RTGS, rasio transaksi RTGS pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dari Rp2 miliar per warkat menjadi Rp 3,16 miliar per warkat. Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi Riau yaitu sebesar Rp 79,79 triliun, atau mencapai 80,69% dari keseluruhan transaksi RTGS di Provinsi Riau. Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru mengindikasikan bahwa pusat kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari Kota Pekanbaru. Selain di Kota Pekanbaru, jumlah transaksi RTGS di Kota Dumai juga relatif tinggi, yaitu mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar 1,62% dari total transaksi RTGS di Riau. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan berskala besar di kota tersebut dan telah banyak menggunakan transaksi non tunai. Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu merupakan dua daerah dengan aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau. Daerah Kuantan Singingi mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp4 miliar dengan volume sebanyak 9 warkat. Sementara Kabupaten Rokan Hulu hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp12 miliar 62

94 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sepanjang triwulan I 2015 dengan jumlah warkat hanya sebanyak 47 lembar. Masih belum optimalnya kegiatan non tunai dan kegiatan perekonomian di daerah tersebut mengakibatkan jumlah transaksi tidak setingggi kabupaten/kota lainnya. Tabel Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 dan Triwulan I 2015 (dalam Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV 2014 dan Triwulan I

95 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Total alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada tahun 2015 secara umum meningkat dibandingkan tahun Meskipun demikian, realisasi anggaran APBD pada triwulan I-2015 masih relatif minim, terutama pada komponen belanja daerah. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah, yaitu sebesar Rp488,76 miliar atau sekitar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan. 64

96 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD 2015 Alokasi anggaran pendapatan pada tahun 2015 mencapai Rp8,72 triliun, lebih tinggi dari alokasi pendapatan pada tahun 2014 yang mencapai Rp7,12 triliun atau naik 22,38%. Sementara itu, pada sisi pengeluaran, alokasi anggaran belanja mengalami peningkatan yakni dari Rp8,28 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp10,68 triliun pada tahun Jumlah realisasi APBD hingga triwulan I 2015 juga tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I Berdasarkan alokasi APBD yang dianggarkan, pada tahun 2015 APBD Provinsi Riau diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp1,96 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2014 yang mengalami defisit sebesar Rp132,52 miliar. Defisit tersebut rencananya akan dibiayai melalui Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2014 dan 2015 Tw I 2014*) Tw I 2015 Uraian Alokasi Alokasi Nilai Nilai Realisasi Realisasi (%) Anggaran Anggaran Realisasi Realisasi (%) Pendapatan 7, , , Belanja 8, , Surplus / Defisit (876.13) (132.52) (1,962.40) 1, *) Revisi Data Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Optimalisasi realisasi APBD Provinsi Riau, sesuai pola musimannya, baru akan terlaksana mulai semester ke dua setiap tahunnya. Hal ini utamanya berlaku untuk belanja modal yang mayoritas memerlukan proses pengadaan dalam realisasi pencairan dananya. Total alokasi belanja modal yang dianggarkan pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2015 mencapai 27,15% dari total alokasi belanja daerah yang dianggarkan Realisasi Pendapatan Realisasi anggaran pendapatan Riau pada triwulan I-2015 mencapai 19,72% atau sebesar Rp1,72 triliun. Realisasi pendapatan hingga triwulan I 2015 meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2014 yang mencapai Rp195,07 miliar. Secara spesifik, komponen pendapatan dengan realisasi terbesar ialah komponen Dana 65

97 Kondisi Keuangan Daerah Perimbangan yang terealisasi sebesar Rp888,03 miliar atau sebesar 21,16% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, pendapatan asli daerah terealisasi sebesar Rp614,52 miliar atau sebesar 16,81% dari total yang dianggarkan. Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2014 dan Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Triwulan I 2015 (Rp miliar) Tw I 2014*) Tw I 2015 Uraian Alokasi Alokasi Nilai Nilai Realisasi Realisasi (%) Anggaran Anggaran Realisasi Realisasi (%) Pendapatan Asli Daerah 2, , Dana Perimbangan 3, , Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan 7, , , *) Revisi Data Komponen yang menyumbang realisasi terbesar pada dana perimbangan ialah dana bagi hasil sumber daya alam yang terealisasi sebesar 16,52% dari total yang dianggarkan atau mencapai Rp479,72 miliar. Sementara itu, peningkatan realisasi pendapatan asli daerah utamanya didorong oleh realisasi pajak daerah sebesar Rp577,32 miliar atau mencapai 19,74% dari total yang dianggarkan. Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2015 Komponen Anggaran (Dalam Rp Miliar) Anggaran Sumber: Biro Perekonomian Provinsi Riau Realisasi Hingga 31 Maret 2015 % Realisasi Pendapatan Daerah 1. Pendapatan Asli Daerah 3, % -Pendapatan Pajak Daerah 2, % -Pendapatan Retribusi Daerah % -Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan % -Lain-lain pendapatan yang Sah % 2. Pendapatan Dana Perimbangan 4, % -Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak % -Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2, % -Pendapatan Dana Alokasi Umum % -Pendapatan Dana Alokasi Khusus % 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah % -Hibah % -Dana Darurat % -Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan Pemda Lainnya % -Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus % -Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda lainnya % -Lain-lain pendapatan yang Sah % 66

98 Kondisi Keuangan Daerah 2.2. Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan I-2015 tercatat sebesar Rp487,76 miliar atau sebesar 4,57% dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi belanja tertinggi berasal dari realisasi belanja tidak langsung yaitu sebesar Rp418,06 miliar atau 9,50% dari total alokasi yang dianggarkan tahun Realisasi belanja tidak langsung utamanya bersumber dari belanja hibah dan pegawai yang tercatat masing-masing terealisasi sebesar 20,29% dan 14,32% terhadap alokasinya. Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2014 dantriwulan I 2015 (Rp miliar) Tw I 2014*) Tw I 2015 Uraian Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Realisasi (%) Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Realisasi (%) Belanja Tidak Langsung 4, , Belanja Langsung 4, , *) Revisi Data Belanja 8, , Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Selanjutnya, realisasi biaya langsung pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp6,28 triliun atau mencapai 1,11%, meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya terealisasi sebesar 0,62%. Peningkatan realisasi belanja langsung utamanya didorong oleh realisasi komponen belanja barang dan jasa, dan belanja pegawai, yaitu masing-masing mencapai Rp47,93 miliar dan Rp21,32 miliar atau terealisasi sebesar 1,54% dan 7,82% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, belanja modal yang secara umum memberikan multiplier effect terhadap perekonomian realisasinya lebih rendah dibandingkan komponen belanja langsung lainnya. Total realisasi belanja modal hingga Maret 2015 tercatat sebesar Rp439,37 juta atau sebesar 0,02% dari total yang dianggarkan. Kondisi ini diperkirakan terkait dengan perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) pemerintahan Provinsi Riau pada awal tahun Selain itu, keterlambatan evaluasi anggaran Provinsi Riau di Kemendagri dan belum dilantiknya pejabat yang berwenang, dalam hal ini khususnya pejabat setingkat Eselon II, hingga akhir triwulan laporan mengakibatkan pencairan APBD tidak begitu optimal. Dari hasil 67

99 Kondisi Keuangan Daerah rapat evaluasi pelaksanaan penyerapan program pembangunan dalam rangka percepatan penyerapan realisasi APBD 2015, diperoleh hasil dari paket pengerjaan yang dianggarkan, baru ada sekitar 432 paket (senilai Rp. 1,6 triliun) yang masuk dalam proses lelang di Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) sampai dengan akhir kuartal pertama Selain itu dilakukan inventarisir program bermasalah untuk untuk dapat segera dicari solusi permasalahannya. Tabel 4.5. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan I-2015 Komponen Anggaran (Dalam Rp Miliar) Anggaran Realisasi Hingga 31 Maret 2015 % Realisasi Belanja Daerah 1. Belanja Tidak Langsung 4, % -Belanja Pegawai 1, % -Belanja Bunga % -Belanja Subsidi % -Belanja Hibah 1, % -Belanja Bantuan Sosial % -Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota 1, % -Belanja Bantuan Keuangan 1, % -Belanja Tidak Terduga % 2. Belanja Langsung 6, % -Belanja Pegawai % -Belanja Barang dan Jasa 3, % -Belanja Modal 2, % 68

100 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Riau pada awal tahun menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau yaitu dari 4,99% di tahun 2014 menjadi 6,72% di tahun Kondisi ketenagakerjaan Riau juga tidak begitu baik dibandingkan dengan kondisi ketenagkerjaan nasional dan provinsi lainnya di Sumatera. Meningkatnya TPT Riau pada triwulan laporan didorong oleh menurunnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). 1 Data Release BPS Provinsi Riau Februari

101 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Grafik 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb-2015 Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb-2015 Sumber: BPS Sumber: BPS Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tidak begitu baik. Angka Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) Riau pada Februari 2015 tercatat sebesar 6,72%, lebih tinggi dibandingkan TPT nasional yang tercatat sebesar 5,81% dan merupakan provinsi ke-3 di Sumatera dengan TPT tertinggi. Sementara angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Riau mencapai 64,22%, merupakan TPAK terendah di Sumatera dan juga lebih rendah dibandingkan TPAK nasional yang mencapai 69,50%. Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Riau pada awal tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa atau meningkat 6,17% dari tahun Dari jumlah tersebut, sebanyak 93,28% bekerja atau mencapai jiwa dan jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,24% dibandingkan tahun Jumlah pengangguran angkatan kerja juga mengalami peningkatan, yaitu dari jiwa pada tahun 2014 menjadi jiwa pada tahun Hal ini menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Provinsi Riau mengalami penurunan, yaitu dari 66,88% menjadi 64,22%. 2 Data Release BPS Provinsi Riau Februari

102 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Kegiatan Utama Feb-13 Feb-14 Feb-15 Bekerja 2,712,245 2,661,327 2,774, ,918 Pengangguran 116, , ,769 59,931 Total Angkatan Kerja 2,829,198 2,801,165 2,974, ,849 Bukan Angkatan Kerja 1,253,330 1,386,897 1,345,780 (41,117) Pekerja Tidak Penuh ,043 Setengah Penganggur ,374 Paruh Waktu ,669 TPAK (%) TPT (%) (2.66) Sumber : BPS Provinsi Riau Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 46,09% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan dan sektor perdagangan dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 19,85% dan 16,04%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu dari 42,41% menjadi 46,09%. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan mengalami penurunan, yaitu dari 20,50% menjadi 16,04%. Grafik 5.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Riau (%) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 72

103 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Sebagian besar penduduk bekerja di provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan yaitu sebesar 44,15%. Angka ini cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar 41,84%. Peningkatan penduduk yang bekerja sebagai buruh diperkirakan akibat peningkatan lapangan pekerjaan utama di sektor lembaga keuangan, dan sektor jasa kemasyarakatan. Sedangkan penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri menurun dari 20,90% di tahun 2014 menjadi 18,63% di tahun 2015 seiring dengan lapangan pekerjaan utama di sektor perdagangan yang relatif menurun dari 20,50% menjadi 16,04%. Sementara peningkatan penduduk yang bekerja sebagai petani bebas di pertanian tercatat meningkat dari 3,73% menjadi 5,68% seiring dengan meningkatnya lapangan pekerjaan utama di sektor ini. Grafik 5.4. Status Pekerjaan Utama Sumber : BPS Provinsi Riau Peningkatan jumlah penganggur yang lebih besar dibandingkan peningkatan jumlah tenaga kerja menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada awal tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. TPT Riau pada triwulan I 2015 mencapai 6,72%, meningkat dari 4,99% pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan tingkat pengangguran tersebut diduga berkaitan dengan penurunan kinerja perekonomian dan perlambatan investasi pada tahun 2014 sehingga pembentukan lapangan kerja baru di awal tahun sangat minim. 73

104 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Grafik 5.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Dilihat dari jumlah jam kerja per hari nya, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan waktu jam kerjanya selama 0 3 dan lebih dari 35 jam seminggu, yaitu sebanyak 63,27%. Pekerja dengan waktu kerja lebih dari 35 jam seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kerja kurang dari 35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Februari 2015 merupakan pegawai penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau diperkirakan didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga, dan buruh bebas. Grafik 5.6. Jumlah Jam Kerja per Minggu Grafik 5.7. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 3 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja 74

105 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SMP ke bawah, yaitu mencapai 76,1 juta jiwa atau sebesar 58,58%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 57,71% dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai 11,15%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 30,27%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan Diploma, dan Universitas, yaitu mencapai 28,88%. Sementara itu, TPT dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 21,86%. Kondisi ini menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ke depannya, perkembangan ketenagakerjaan di Riau diperkirakan membaik. Hal ini tercermin dari perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang cenderung meningkat pada triwulan I 2015, yaitu dari 98 pada triwulan IV 2014 menjadi 106,55. Peningkatan lapangan kerja tersebut diperkirakan terkasit dengan mulai teralisasinya rencana investasi pada tahun Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Grafik 5.9. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia 75

106 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Bab 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2015 secara umum diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran -0,1-0,5% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan II

107 Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2015 (Dalam %) 2014* 2015* Komponen 2013* 2014* I II III IV I II (p) Total 2,49 3,93 2,90 2,67 1,05 2,62-0, Sumber: BPS Riau Ket: *) Data sangat sementara, (p) Proyeksi Bank Indonesia Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang yang cenderung melambat berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan relatif meningkat, terkait dengan mulai terealisasinya APBD. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan mulai membaik sejalan dengan mulai membaiknya harga komoditas global yang ditandai dengan perkembangan harga minyak dunia yang mulai meningkat pada awal triwulan II Meskipun demikian, perbaikan ekonomi global yang masih terbatas diperkirakan masih akan menjadi penahan laju peningkatan kinerja ekspor luar negeri Riau pada triwulan mendatang. Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Datang Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Bloomberg 78

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan II 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci