Periode November 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Periode November 2016"

Transkripsi

1 i Periode November

2 ii

3 Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) iring Piring Piring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode November Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami: Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,86% (yoy). Perlambatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan ekonomi nasional. Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015 triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi ke-4. Sementara itu, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan III 2016 kembali meningkat setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II Perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III 2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 5,10% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 3,23% (yoy). Meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi dengan kecukupan pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai merah akibat gangguan cuaca mendorong gejolak inflasi yang tinggi pada periode ini. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (kedua) setelah Sumatera Utara, baik di kawasan Sumatera maupun secara nasional. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami v

6 menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... x RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan IV BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan IV vii

8 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Institusi Keuangan (Perbankan) Aset Perbankan Intermediasi Perbankan Perbankan Syariah Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan Penduduk BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 3.1. PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN DI KAWASAN SUMATERA TW III TABEL 3.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG & JASA (%YOY) TABEL 3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% QTQ) TABEL 3.4. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 3.5. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BUKITTINGGI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.2. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN TABEL 4.5. PERKIRAAN BEBAN ANGSURAN TERHADAP PENDAPATAN KORPORASI 6 BULAN MENDATANG TABEL 4.6. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 4.7. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA (JUTA ORANG) TABEL 6.2. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA ix

10 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN III GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 3 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 4 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB TW III 2016 MENURUT PERMINTAAN... 4 GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)... 5 GRAFIK 1.6. KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR... 5 GRAFIK 1.8. REALISASI BELANJA DAN BELANJA PEGAWAI APBD PROV. SUMBAR... 6 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI... 7 GRAFIK INVESTASI PMA DAN PMDN... 7 GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI... 7 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 8 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK HARGA KOMODITAS TBS DAN CPO... 9 GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN II GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN II GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN GRAFIK PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KEGIATAN USAHA (SKDU BI) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH PENUMPANG BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU GRAFIK PERKEMBANGAN TINGKAT HUNIAN HOTEL GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN TENAGA KERJA LAP. USAHA TRANSPORTASI (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KAPASITAS TERPAKAI INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK PRAKIRAAN PERKEMBANGAN DUNIA USAHA (SKDU BI) GRAFIK PRAKIRAAN INVESTASI (SKDU BI) GRAFIK PRAKIRAAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA (SKDU) GRAFIK REALISASI DAN SASARAN TANAM SERTA PANEN PADI GRAFIK PRAKIRAAN CUACA NOVEMBER GRAFIK PRAKIRAAN CUACA DESEMBER GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN III x

11 GRAFIK 2.3. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN III GRAFIK 2.4. PERKEMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN III GRAFIK 2.5. PORSI KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH PADA APBD GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN TRIWULAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.8. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH HINGGA TRIWULAN III TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 2.9. PORSI KOMPONEN DAN BELANJA DAERAH PADA APBD GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL GRAFIK 3.2. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 3.3. KONTRIBUSI INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN TIAP JENIS PENEMPATAN GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN JUMLAH MOTOR GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK KINERJA KORPORASI DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN LIAISON TRIWULAN II GRAFIK KONDISI KEGIATAN USAHA DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN UMP DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI DI SUMATERA BARAT GRAFIK KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI BERDASARKAN SEKTORAL GRAFIK PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BERD.JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK RASIO REKENING DPK PENDUDUK GRAFIK RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK GRAFIK RASIO REKENING DPK PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK BEKERJA GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR * GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 5.3. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.4. FREKUENSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 5.7. PEMUSNAHAN UTLE DI SUMBAR GRAFIK 5.8. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK 6.1. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.2. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN, PENGHASILAN DAN KEGIATAN USAHA YANG AKAN DATANG GRAFIK 6.4. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA xi

12 GRAFIK 6.5. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 6.6. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.7. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. PERKEMBANGAN UMP PROVINSI SUMBAR GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (PALM OIL) GRAFIK 7.5. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (KARET) GRAFIK 7.6. PERKEMBANGAN SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN PADI DI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.7. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.8. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK 7.9. PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xii

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE NOVEMBER 2016 Perekonomian Sumatera Barat melambat Sumber pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi pemerintah dan investasi Perekonomian Sumatera Barat melambat pada triwulan III Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,86% (yoy). Perlambatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan ekonomi nasional. Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015 triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi ke-4. Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan terutama berasal dari kontraksi konsumsi pemerintah seiring dengan pemangkasan anggaran pemerintah pusat melalui penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) yang berdampak pada penghematan belanja pemerintah daerah. Kegiatan investasi terus melambat bahkan pertumbuhannya pada triwulan III 2016 terendah sejak tahun Masih minimnya insentif penanaman modal pihak swasta dan penundaan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah menjadi faktor perlambatan investasi pada triwulan laporan. Dari sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan, menyebabkan perlambatan ekonomi pada triwulan III Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian hingga menyebabkan kontraksi yang cukup dalam pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan kinerja sektor xiii

14 hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi. Realisasi pendapatan dan belanja daerah menurun Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan pada triwulan III 2016, baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah. Penundaan penyaluran DAU bulan September hingga Desember 2016 menjadi faktor yang memengaruhi berkurangnya pendapatan daerah dari pemerintah pusat. Selain itu, melambatnya penerimaan tersebut berasal dari turunnya pos pendapatan asli daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas pada turunnya PAD, khususnya dari pos pajak dan retribusi. Realisasi belanja daerah juga melambat pada triwulan III 2016 sebagai imbas dari efisiensi pengeluaran pemerintah daerah pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan No162/PMK.07/2016. Penghematan belanja pemerintah daerah tersebut tercermin dari penyerapan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% pada triwulan III Meskipun demikian, pengerjaan fisik proyek pemerintah menyebabkan realisasi belanja modal pada triwulan III 2016 membaik sehingga menahan perlambatan penyerapan belanja daerah lebih lanjut lagi. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat meningkat Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II 2016, perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III 2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 5,10% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 3,23% (yoy). Meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi dengan kecukupan pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai merah akibat gangguan cuaca mendorong gejolak inflasi yang tinggi pada periode ini. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (kedua) setelah Sumatera Utara, baik di kawasan Sumatera maupun secara nasional xiv

15 Stabilitas keuangan korporasi dan rumah tangga di daerah terjaga Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari korporasi maupun rumah tangga, di tengah penurunan kinerja perusahaan dan masih lemahnya daya beli masyarakat. Kinerja korporasi terpantau menurun akibat keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Dari sisi kinerja sektor rumah tangga, kredit konsumsi masih mendominasi pengeluaran rumah tangga Sumatera Barat pada triwulan III 2016 bahkan dengan porsi yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II Periode masuknya tahun ajaran baru dan perayaan Idul Adha menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat. Dana Pihak Ketiga (DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi perbankan Sumatera Barat, dengan pangsa sebesar 68,1%. Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito masih mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang mencapai > 90% dari keseluruhan DPK Intermediasi perbankan sedikit menurun namun tetap berada pada level yang tinggi. Kualitas kredit menurun Transaksi non tunai menurun Risiko kredit perbankan terus meningkat sejak awal tahun Penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar terus berlanjut dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan III 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,6% dari sebelumnya sebesar 3,3%. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi khususnya pada sektor korporasi. Sementara itu, fungsi intermediasi menurun tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan III 2016 ini tercatat sedikit menurun menjadi 139,8% dari sebelumnya sebesar 140,9%. Menurunnya aktivitas ekonomi berdampak pada penurunan transkasi non tunai baik RTGS maupun kliring. xv

16 Transaksi tunai mencatat net inflow Tingkat pengangguran terbuka menurun Transaksi melalui RTGS turun pasca penerapan RTGS Generasi II, tercermin dari penurunan nominal dan volume transaksi. Dari sisi kliring, pada triwulan III 2016, volume transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 9,4% (yoy) menjadi lembar. Kondisi serupa juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,85 triliun atau 6,29% (yoy). Sumatera Barat mengalami net inflow pada triwulan III 2016 seiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi pasca berakhirnya Hari Besar Keagamaan. Uang kartal pada triwulan laporan sebesar Rp3,59 triliun setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net outflow yang tidak pernah terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Arus kas uang masuk (inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 2016, angka penggangguran terbuka pada Agustus 2016 menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya akibat perbaikan kinerja sektor pertambangan sehingga membutuhkan tambahan angkatan kerja untuk sektor tersebut. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun demikian dalam setahun terakhir, sektor pertanian justru merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja secara tahunan (yoy). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah peningkatan persentase jumlah penduduk miskin serta rasio gini yang cenderung meningkat. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM namun masih belum diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di xvi

17 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diprakirakan melambat disertai dengan tekanan inflasi lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 Sumatera Barat. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2016 diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), atau meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 (5,41%, yoy). Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang berada pada kisaran 5,6% - 6,0% (yoy). Perkiraan penurunan proyeksi ini dominan disumbang kinerja lapangan usaha pertanian dan komponen konsumsi pemerintah. Gangguan cuaca ekstrim yang terjadi di berbagai sentra produksi tabama di Sumbar menjadi faktor terkontraksinya kinerja sektor pertanian pada triwulan III Demikian halnya kinerja konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi pada triwulan yang sama akibat kebijakan efisiensi berbagai pos anggaran APBD dan APBN dan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II Selama tahun 2016, perekonomian Sumbar ditopang oleh faktor dukungan pemerintah dan swasta untuk mendorong aktivitas investasi pada sektor-sektor strategis seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, industri pengolahan dan pariwisata, ekspektasi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, paket kebijakan ekonomi yang lebih kondusif dan realisasi penyaluran dana desa. Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 2016 diprakirakan Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan I 2017 diprakirakan melambat berada pada kisaran 4,9% - 5,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang mencapai inflasi terendah nasional 1,08% (yoy). Faktor bencana banjir pada awal tahun 2016, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa komoditas hortikultura, serta fenomena La Nina dan kekeringan berdampak terhadap kecukupan pasokan beberapa komoditas yang menjadi pendorong utama inflasi di tahun Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) atau melambat dibandingkan prakiraan pertumbuhan pada triwulan IV 2016 yakni pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy). Dari xvii

18 Laju inflasi Sumatera Barat di triwulan I 2017 diprakirakan berada pada level moderat Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diprakirakan meningkat dengan tekanan inflasi lebih rendah dibandingkan tahun 2016 sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diprakirakan masih cukup kuat namun menurun dibandingkan triwulan IV 2016, tercermin dari penurunan optimisme konsumen. Investasi diprakirakan cenderung melambat di awal tahun. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik dengan insentif perbaikan harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan di triwulan I 2017 diperkirakan akan ditopang oleh pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan, meskipun masih dalam kisaran terbatas. Laju inflasi triwulan I 2017 secara umum diprakirakan berada pada level moderat dalam rentang 4,3% - 4,7% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, inflasi volatile food dan inflasi administered price cenderung menurun sedangkan inflasi inti cenderung stabil. Di triwulan I 2017, inflasi Sumbar menghadapi risiko berupa potensi kenaikan harga BBM seiring prakiraan kenaikan harga minyak internasional, kenaikan harga emas internasional, kenaikan Tarif Tenaga Listrik dan cukai rokok, serta siklus musiman seperti kenaikan sewa/kontrak rumah. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) meningkat dibandingkan proyeksi tahun Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi sementara di sisi penawaran PDRB Sumbar ditopang oleh lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha industri pengolahan. Faktor utama pendorong ekonomi Sumbar di tahun 2017 antara lain perbaikan harga komoditas internasional, keseriusan pemerintah melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk membenahi iklim investasi, peningkatan kapasitas industri swasta serta upaya peningkatan kinerja sektor pariwisata. Inflasi tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan prakiraan tahun Meredanya inflasi tahun 2017 ditopang oleh makin xviii

19 intensifnya sejumlah program pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah dalam mengendalikan harga seperti pengoperasian Gedung Pengendalian Inflasi dan Toko Tani strategis lainnya dalam Peta Jalan (Roadmap) pengendalian inflasi TPID Sumbar. xix

20 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT I II III IV I II III IV I II III MAKRO IHK Sumatera Barat * IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga 59,403 61,661 64,224 66,819 17,159 17,333 17,704 17,814 70,010 17,884 18,069 18,498 18,569 73,021 18,613 18,852 19,317 - Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1, , , Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,960 3,612 3,766 5,877 16,215 3,004 3,787 3,991 6,191 16,974 3,104 3,998 3,920 - Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 30,724 34,084 36,256 37,947 9,465 9,868 10,098 10,512 39,943 9,927 10,230 10,565 10,954 41,676 10,347 10,654 10,876 - Perubahan Inventori (25) (34) (28) 69 (46) (50) 81 (142) Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,781 4,810 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,068 5,236 21,084 4,404 4,067 4,779 - Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,907 8,477 2,133 2,000 2,305 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,094 1,698 1,853 - Net Ekspor Antar Daerah (10,543) (12,754) (6,276) (7,112) (318) (1,259) (462) (3,434) (5,472) 74 (1,595) (732) (2,889) (5,142) 1,284 (136) (145) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 30,286 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,702 8,718 33,539 8,322 8,422 8,607 - Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,028 5,321 5,726 1,475 1,460 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 1,536 1,592 - Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,690 14,394 3,676 3,679 3,818 3,967 15,140 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 4,151 4,098 - Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 8,279 8,925 9,814 10,825 2,865 2,803 2,852 3,018 11,537 2,945 3,031 3,132 3,219 12,327 3,102 3,209 3,348 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,099 5,314 5,163 20,547 5,229 5,345 5,470 5,551 21,595 5,612 5,649 5,747 - Transportasi dan Pergudangan 10,939 11,872 12,794 13,877 3,603 3,626 3,754 3,966 14,950 3,943 4,011 4,101 4,102 16,156 4,181 4,310 4,441 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,069 1,120 1,179 1, , , Informasi dan Komunikasi 5,763 6,296 7,035 7,676 2,038 1,993 2,098 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,280 9,131 2,458 2,528 2,618 - Jasa Keuangan 3,035 3,317 3,641 3, ,013 1,006 1,028 4,041 1,063 1,005 1,046 1,074 4,188 1,118 1,103 1,119 - Real Estate 2,153 2,240 2,343 2, , , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,802 1,903 1,973 7,506 1,915 1,931 1,959 2,054 7,860 2,027 2,053 2,070 - Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,020 4,358 1,103 1,091 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,040 1,341 1,344 1,371 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,504 1, , , Jasa lainnya 1,610 1,706 1,822 1, , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xx

21 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat melambat signifikan pada triwulan III 2016 terutama disebabkan oleh pemangkasan anggaran belanja pemerintah daerah sehingga mengakibatkan kontraksi konsumsi pemerintah dan penundaan pembangunan infrastruktur yang berdampak pada melemahnya investasi. Secara sektoral, cuaca yang tidak kondusif berdampak pada kontraksi lapangan usaha pertanian. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,86% (yoy) 1. Perlambatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan ekonomi nasional. Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015 triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi ke-4. Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan terutama berasal dari kontraksi konsumsi pemerintah seiring dengan pemangkasan anggaran pemerintah pusat melalui penundaan transfer dana berdampak pada penghematan belanja pemerintah daerah. Kegiatan investasi terus melambat bahkan pertumbuhannya pada triwulan III 2016 terendah sejak tahun Masih minimnya insentif penanaman modal pihak swasta dan penundaan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah menjadi faktor perlambatan investasi pada triwulan laporan. Dari sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan, menyebabkan perlambatan ekonomi pada triwulan III Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian hingga menyebabkan kontraksi yang cukup dalam pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan 1 Revisi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2016 dari 5,78% (yoy) menjadi 5,86% (yoy). Revisi tersebut berdasarkan Berita Resmi Statistik (BRS) Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Triwulan III 2016 No. 64/11/13/Th XIX, 7 November

22 hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 diprakirakan membaik di kisaran 5,4% 5,8% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor menjadi penopang pertumbuhan pada triwulan IV Sementara secara sektoral, membaiknya lapangan usaha perdagangan, pertanian, industri pengolahan, dan trasnportasi menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang. 1.1 Perkembangan Umum Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan perlambatan pasca diterapkannya kebijakan penghematan belanja pemerintah dan kondisi cuaca yang tidak kondusif. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sebesar 4,82% (yoy) merupakan level terendah dibandingkan historis pertumbuhan triwulan III selama 5 (lima) tahun terakhir ( ). Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan berasal dari kontraksi konsumsi pemerintah dan penurunan investasi. Kebijakan penghematan ruang fiskal melalui penundaan transfer daerah dan belum maksimalnya kontribusi investasi berdampak pada pelemahan kinerja perekonomian. Perlambatan lebih lanjut dapat tertahan seiring dengan konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup kuat. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan terjadi karena kontraksi sektor pertanian, serta penurunan kinerja perdagangan dan industri pengolahan. Melemahnya kinerja pertanian disebabkan oleh faktor cuaca ekstrim akibat musim pancaroba menghambat proses produksi. Sementara membaiknya sektor transportasi dan pergudangan seiring dengan masih b 2

23 % yoy Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan III %, yoy Nasional Sumatera Barat I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015 triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi ke-4. Secara regional, pertumbuhan ekonomi Sumatera triwulan III 2016 mengalami perlambatan cukup dalam menjadi 3,88% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 4,49% (yoy). Sumber perlambatan disebabkan oleh kontraksi pengeluaran pemerintah dan ekspor, serta pelemahan konsumsi rumah tangga dan investasi. Perlambatan ekonomi terjadi hampir di semua provinsi, dengan perlambatan terdalam dialami oleh Riau dan Sumatera Barat. Meski demikian, setidaknya ada 3 (tiga) provinsi yang mengalami perbaikan ekonomi, yaitu Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung. Sama halnya di kawasan Sumatera, perlambatan ekonomi juga terjadi pada skala nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 5,19% (yoy). Pelemahan konsumsi pemerintah akibat kebijakan penghematan belanja pemerintah, serta penurunan kinerja ekspor seiring belum kuatnya perbaikan ekonomi global. 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Ditinjau dari kelompok pengeluaran, melambatnya perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2016 disebabkan oleh kontraksi konsumsi pemerintah dan melemahnya investasi (Tabel 1.1) 3

24 Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total I II Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah P D R B Sumber: BPS, diolah III Konsumsi Rumah Tangga Masuknya tahun ajaran baru dan periode menjelang perayaan Idul Adha menjadi pendorong perbaikan konsumsi pada triwulan III Penguatan konsumsi rumah tangga menjadi faktor utama penahan perlambatan ekonomi lebih lanjut mengingat kontribusinya masih mendominasi perekonomian (Tabel 1.4). Meningkatnya konsumsi rumah tangga terutama ditopang oleh perbaikan daya beli seiring dengan mulai membaiknya harga komoditas, terutama bagi masyarakat yang berprofesi petani perkebunan. Berdasarkan komponennya, pengeluaran untuk makanan meningkat dari 3,67% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,87% (yoy) pada triwulan III Sementara untuk non makanan terutama berasal dari peningkatan pengeluaran biaya kesehatan dan pendidikan, serta pengeluaran transportasi dan komunikasi. 20,000 19,500 19,000 18,500 18,000 17,500 17,000 16,500 16,000 15,500 15,000 14,500 Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan 4.42 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Investasi, % Konsumsi Pemerintah, % Konsumsi LNPRT, 111.4% Net Ekspor Antar Daerah, % Net Ekspor LN, 781.4% Konsumsi RT, % Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Tw III 2016 Menurut Permintaan Penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator. Survei Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS menunjukkan bahwa kondisi ekonomi konsumen terus meningkat sejak triwulan I 2016 (Grafik 1.5). Peningkatan optimisme terutama berasal dari membaiknya pendapatan 4

25 masyarakat dan keyakinan terhadap tingkat konsumsi makanan dan non makanan. Sebagai informasi, ITK Sumatera Barat (109,53) pada triwulan III 2016 merupakan tertinggi ke-4 di Sumatera setelah Jambi (114,22), Babel (112,38), dan Sumsel (110,85), serta lebih tinggi dibandingkan nasional (108,17). Indikator lain yang menunjukkan perbaikan konsumsi tercermin dari peningkatan konsumsi listrik menjadi 389,3 juta kwh, atau tertinggi sejak 4 (empat tahun) terakhir ( ) (Grafik 1.6). Selain itu, meningkatnya pencatatan jumlah kendaraan bermotor baru, baik motor maupun mobil, turut mengkonfirmasi penguatan konsumsi pada triwulan laporan (Grafik 1.7). Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Energi Jual (Juta kwh) Rumah Tangga g.rumah Tangga I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: PLN, diolah Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga % yoy Unit 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Motor Mobil I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.7. Perkembangan Kendaraan Bermotor Konsumsi Pemerintah Berbeda dengan pola historisnya, realisasi belanja pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan III Pemangkasan anggaran pemerintah pusat melalui penundaan transfer dana berdampak pada penghematan belanja pemerintah daerah. Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Sebagian Penyaluran DAU Tahun 2016 dan No. 162/PMK.07/2016 tentang Rincian Kurang dan Lebih 5

26 Bayar DBH Tahun 2016 menyebabkan berkurangnya penerimaan daerah yang mencapai lebih dari Rp600 miliar. Kondisi ini direspons pemerintah daerah melalui efisiensi pengeluaran pemerintah, khususnya penyelenggaraan acara dan perjalanan dinas. Selain itu, kontraksi pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan laporan disebabkan pula oleh berkurangnya belanja pegawai pasca pencairan gaji ke-13 dan ke-14 yang telah direalisasikan pada triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari penurunan belanja pegawai pada APBD Provinsi Sumatera Barat menjadi Rp164 miliar, atau terendah dibandingkan historis triwulan III selama 3 (tiga) tahun terakhir (Grafik 1.8). Miliar Rp 2,500 Belanja Pegawai Belanja Daerah 2, , , , , ,077 1, I II III IV I II III IV I II III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.8. Realisasi Belanja dan Belanja Pegawai APBD Prov. Sumbar Investasi Kegiatan investasi terus melambat bahkan pertumbuhannya pada triwulan III 2016 terendah sejak tahun Masih minimnya insentif penanaman modal pihak swasta dan penundaan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah menjadi faktor perlambatan investasi pada triwulan laporan. Dampak penetapan Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2016 tentang penundaan DAU mengakibatkan sebanyak 118 paket kegiatan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat batal tender 2. Dari pihak swasta, hasil liaison Kantor 2 Harian Haluan dan Padang Ekspress tanggal 16 September

27 Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat menyebutkan bahwa secara umum investasi relatif masih dibayangi wait and see dan hanya mampu tumbuh terbatas. Namun beberapa perusahaan tetap merealisasikan investasinya ditengah permintaan yang masih moderat. Hal ini ditunjukkan dengan likert scale triwulan III 2016 yang bernilai 0,67, menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang berada pada level 0,87. Menurunnya kegiatan investasi tercermin juga dari penurunan jumlah proyek maupun nilai investasi PMA dan PMDN (Grafik 1.10). Penurunan kinerja investasi sejalan dengan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit investasi Sumatera Barat dari 21,04% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 18,09% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 1.11). %, yoy (2.00) (4.00) (6.00) (8.00) Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.9. Pertumbuhan Komponen Investasi Miliar Rp/Juta USD PMDN - sisi kanan PMA - sisi kanan Jumlah Proyek 1,600.0 PMDN (Miliar Rp) PMA (Juta USD) 160 1, , , (200.0) 0 I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik Investasi PMA dan PMDN Triliun Rupiah Kredit Investasi % yoy Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Kredit Investasi Ekspor Membaiknya harga komoditas, terutama CPO memengaruhi perbaikan kinerja ekspor. Peningkatan ekspor tercermin dari volume ekspor non migas yang mencapai 768,2 ribu ton dengan nilai sebesar USD360,2 juta. Ditinjau dari 7

28 komoditasnya, perbaikan ekspor non migas terutama berasal dari peningkatan ekspor CPO yang memiliki pangsa lebih dari 70% dari total ekspor Sumatera Barat (Grafik 1.14 dan 1.15). Dari sisi pertumbuhan, kontraksi volume ekspor CPO membaik menjadi -15,3% (yoy) pada triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016 sebesar -33,9% (yoy). Indikator lain yang mencerminkan perbaikan ekspor terlihat dari meningkatnya aktivitas dan pertumbuhan volume ekspor di Pelabuhan Teluk Bayur (Grafik 1.18). Meskipun harga komoditas mulai meningkat, peningkatan permintaan ekspor dari negara mitra dagang masih terbatas seiring dengan belum solidnya perbaikan ekonomi negara-negara tersebut. Kondisi ini tercermin dari skala likert permintaan ekspor pada triwulan III 2016 yang mencapai -0,86, turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,50 %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri %, yoy Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO (skala kanan) Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton % 13.2% 2.1% 1.4% 0.7% Minyak dan lemak nabati atau hewani Karet dan barang dari karet I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama % Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan Lainnya Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama 8

29 Tidak sama dengan ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan antar daerah melambat pada triwulan III 2016 seiring dengan masih tertahannya permintaan domestik. Berdasarkan hasil liasion, perlambatan ekspor antar daerah disebabkan oleh masih lemahnya daya beli domestik serta kesulitan pelaku usaha mendapatkan bahan baku akibat adanya alih fungsi lahan dan gangguan cuaca di sejumlah sentra produksi. Hal ini ditunjukkan dengan skala likert permintaan domestik yang menurun meskipun masih bernilai positif sebesar 0,21 pada triwulan III 2016, dibandingkan triwulan II 2016 yang hanya mencapai 0,50. Selain itu, seiring dengan membaiknya harga jual ekspor CPO dunia (Grafik 1.16), penjualan domestik untuk kontak industri pengolahan CPO mengalami sedikit penurunan. Perusahaan lebih tertarik menjual hasil produksi CPOnya melalui ekspor yang memiliki cashflow keuangan yang lebih baik. Indikator lain tercermin juga dari menurunnya aktivitas muat melalui Pelabuhan Teluk Bayur (Grafik 1.19), arus bongkar yang semula pada triwulan II 2016 masih tumbuh mencapai 0,9% (yoy), pada triwulan III 2016 mengalami kontraksi sebesar -10,8% (yoy). 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Rata-rata Harga TBS Rata-rata harga Bokar - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Tiongkok 4% Bangladesh 6% Myanmar 2% Korea Selatan Brazil Singapura 10% Lainnya Belanda 9% 1% Amerika Serikat 16% India 46% Sumber: Dinas Perkebunan Grafik Harga Komoditas TBS dan CPO Grafik Porsi Negara Tujuan Ekspor 9

30 juta Ton Vol Ekspor Vol Impor % yoy juta Ton Vol Muat Vol Bongkar % yoy 1.4 g.impor - skala kanan g.ekspor - skala kanan ,500.0 g.bongkar - skala kanan g.muat - skala kanan , , , (50.0) (10.0) (20.0) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Pelindo Grafik Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (100.0) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Pelindo Grafik Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (30.0) Impor Kinerja impor luar negeri masih mengalami kontraksi pada triwulan III 2016, namun membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbaikan kegiatan impor terjadi seiring dengan meningkatnya kegiatan konsumsi dan menjelang Hari Raya Idul Adha. Nilai impor komoditas non migas tercatat meningkat dari USD15,6 juta pada triwulan II 2016 menjadi USD15,7 juta pada triwulan III 2016 (Grafik 1.20). Ditinjau dari jenisnya, peningkatan terutama berasal dari impor limbah industri makanan (seperti konsentrat pakan ternak) yang mencapai USD6,3 juta, naik dibandingkan triwulan II 2016 sebesar USD2,3 juta Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisi kanan Vol. Impor Pupuk - sisi kanan Vol. Impor Mesin - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III juta USD juta USD 120 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas 10

31 Berdasarkan kelompok barang, impor luar negeri sebagian besar didominasi oleh bahan baku (97%). Nilai impor bahan baku selama triwulan III 2016 tercatat sebesar USD15,3 juta, meningkat dibandingkan triwulan II 2016 sebesar USD13,5 juta USD (Grafik 1.21). Ditinjau dari negara asal, impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan III 2016 Amerika Selatan (41%), Kanada (17%), dan Tiongkok (16%) (Grafik 1.24). Juta USD Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Garam, sulfur, dan Lainnya 0% batu-batuan 6% Mesin 9% Kertas 9% Limbah dari industri makanan 42% Pupuk 34% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan II 2016 Tiongkok 16% Eropa 16% Lainnya 10% Kanada 17% Amerika Selatan 41% Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan II Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Dari sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan mendorong perlambatan ekonomi pada triwulan III Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian hingga menyebabkan kontraksi yang cukup dalam pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi (Tabel 1.2 dan Grafik 1.26). Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha 11

32 Lapangan Usaha (%, yoy) I II III IV Total II III IV Total I II 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Cuaca ekstrim yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir memengaruhi produksi pertanian hingga berdampak pada kontraksi lapangan usaha pertanian pada triwulan III Turunnya produksi tanaman pangan, terutama padi mulai terlihat sejak Juli hingga September Gangguan cuaca, yaitu kemarau di beberapa daerah dan curah hujan yang cukup tinggi di beberapa daerah lain menyebabkan gagal panen produksi padi. Berkurangnya pasokan tanaman pangan tersebut tercermin dari meningkatnya harga gabah di tengah masih tingginya permintaan beras (Grafik 1.27). Indikator lain kontraksi pertanian tercermin dari penyaluran kredit pertanian yang melambat signifikan dari 7,0% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 1,8% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 1.8). I III Lainnya 16.1% Transportasi dan Pergudangan 12.1% Jasa - Jasa 12.4% Perdagangan 15.6% Pertanian 23.4% Konstruksi 8.9% Industri Pengolahan 11.6% %, yoy Sumatera Barat Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan 12

33 Usaha Usaha Utama Sumbar Rp/Kg Rata-rata Harga Gabah GKP Triliun Rp %,yoy Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Kredit Pertanian Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Harga Gabah Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja lapangan usaha perdagangan mengalami perlambatan pada triwulan III Melambatnya aktivitas perdagangan pada triwulan III 2016 merupakan imbas dari kebijakan penghematan belanja pemerintah daerah. Selain itu, meningkatnya biaya operasional pelaku usaha seiring dengan kenaikan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) turut mendorong perlambatan kinerja lapangan usaha perdagangan. Kondisi ini tercermin dari melambatnya jumlah dan pertumbuhan energi jual kepada kelompok bisnis pada triwulan III 2016 (Grafik 1.29). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa indeks perkembangan dunia pada triwulan III 2016 hanya mampu mencapai 0,11 atau turun dibandingkan periode sebelumnya. Kebijakan penghematan belanja pemerintah daerah memengaruhi juga permintaan barang dan jasa sehingga berimbas pada turunnya sektor perdagangan. Selain itu, hasil liaison dengan kontak perusahaan perdagangan motor dan ritel menyebutkan bahwa kenaikan pajak reklame memberatkan biaya operasional mengingat bisnis penjualan perusahaan mengandalkan pemasaran melalui reklame dan billboard. Dari sisi pembiayaan, penurunan kinerja perbankan tercermin juga dari melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit perdagangan menjadi 10,5% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 1.31). 13

34 Energi Jual (Juta kwh) Bisnis g.bisnis - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: PT PLN, diolah Grafik Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis % yoy Indeks Perdagangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Indeks Kegiatan Usaha (SKDU BI) Triliun Rp %,yoy 16.0 Kredit Perdagangan Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan dan libur Idul Adha mendorong perbaikan lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Meningkatnya kegiatan transportasi tercermin dari peningkatan jumlah kunjungan penumpang domestik dan internasional melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) selama triwulan III 2016 (Grafik 1.32). Selain itu, tingkat hunian hotel mengalami peningkatan dari 51,9% pada triwulan II 2016 menjadi 52,8% pada triwulan III 2019 (Grafik 1.33). Hasil liaison kontak perusahaan transportasi dan angkutan menjelaskan bahwa peningkatan omset perusahaan terjadi karena adanya pertambahan tender pengiriman barang ke hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat. 14

35 Ribu orang Ribu orang 1,200,000 Total penumpang Domestik - skala kanan 1,200,000 1,000,000 Internasional 1,000, , , , , , , , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: PT Angkasa Pura, diolah Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara Internasional Minangkabau Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Indikator perbaikan kinerja transportasi dan pergudangan tercermin juga dari meningkatnya indeks perkembangan usaha (Grafik 1.34) dan indeks perkembangan tenaga kerja (Grafik 1.35) sektor ini yang diperoleh dari hasil SKDU KPw BI Provinsi Sumatera Barat. Dari sisi perbankan, pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor transportasi pada triwulan III 2016 tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.36). Indeks Transportasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Indeks Perkembangan Tenaga Kerja Lap. Usaha Transportasi (SKDU)

36 Triliun Rp %,yoy 0.7 Kredit Transportasi Pertumbuhan - skala kanan (20) 0.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (40) Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Berkurangnya pasokan bahan baku 3 dan kenaikan biaya operasional berimbas pada turunnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan laporan. Ditinjau dari jenis industrinya, melambatnya pertumbuhan industri pengolahan terjadi pada semua klasifikasi industri (industri besar dan sedang, serta industri mikro dan kecil) (Grafik 1.37). Perlambatan sektor ini tercermin dari menurunnya indeks perkembangan kegiatan usaha sektor ini hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.38). Hasil liaison mengkonfirmasi bahwa kontak perusahaan industri pengolahan juga mengalami kenaikan biaya perusahaan imbas dari naiknya harga pembelian bahan baku, khususnya pada kelapa sawit dan karet seiring mulai pulihnya harga komoditas internasional. Selain itu, kenaikan TTL yang terjadi secara gradual selama triwulan III 2016 menambah tekanan biaya operasional perusahaan. Indikator lain yang menunjukkan perlambatan sektor ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan untuk industri pengolahan pada triwulan III 2016 (Grafik 1.39). 3 Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat, salah satu kesulitan perusahaan dalam mendapatkan pasokan bahan baku disebabkan oleh adanya gangguan cuaca, alih fungsi lahan, persaingan perolehan bahan baku dari daerah lain (seperti pada industri pengolahan kelapa dan karet). 16

37 %, yoy Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Indeks Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan (SKDU) Triliun Rp %,yoy 7.0 Kredit Industri Pengolahan Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Kredit Industri Pengolahan 1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan IV 2016 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 diprakirakan membaik berada di kisaran 5,4 5,8% (yoy). Membaiknya kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV Kegiatan konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring dengan periode liburan sekolah dan akhir tahun. Indikator perbaikan konsumsi terkonfirmasi dari hasil liaison kontak perhotelan yang menyebutkan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hingga akhir tahun mampu mencapai sekitar 85%. Konsumsi pemerintah meningkat sesuai pola historisnya seiring dengan penyelesaian pengerjaan fisik proyek-proyek pemerintah. Selain itu, wacana pencairan DAU bulan November 17

38 dan Desember turut memengaruhi kenaikan belanja pemerintah daerah pada akhir tahun. Kondisi ini diperkuat pula dengan adanya komitmen bersama antara Gubernur dan SKPD Provinsi Sumatera Barat mengenai target belanja harus mencapai 95% pada akhir tahun. Dengan demikian, realisasi belanja pemerintah dipastikan dapat meningkat pada akhir tahun. Investasi diprakirakan membaik seiring dengan iklim yang semakin kondusif, imbas dari sejumlah pelonggaran kebijakan pemerintah (paket kebijakan dan tax amnesty). Selain itu, terpilihnya Sumatera Barat menjadi salah satu pemenang wisata halal nasional, serta keikutsertaan dalam program wisata halal dunia menjadi daya tarik investor di bidang kepariwisataan. Indikator perbaikan investasi tercermin dari membaiknya iklim dunia usaha tercermin dari meningkatnya perkembangan kegiatan dunia usaha dan investasi yang terkonfirmasi dari peningkatan indeks Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.40 dan 1.41). Berdasarkan hasil liaison, terdapat kontak perusahaan industri pengolahan yang melakukan investasi dalam bentuk pengeboran sumber produksi yang baru dimulai September 2016 dan diharapkan tahun 2017 sudah dapat dioperasionalkan. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas. Penguatan ekspor relatif terbatas mengingat perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang yang masih belum solid. %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016 Pertanian PHR Industri Pengolahan %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Grafik Prakiraan Perkembangan Dunia Usaha (SKDU BI) Grafik Prakiraan Investasi (SKDU BI) 4 Berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat, sebagian penundaan DAU Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp114 miliar (dari total Rp228 miliar) akan diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk DAU bulan November dan Desember, sementara sisanya akan diberikan pada tahun

39 %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Ribu Ton Realisasi dan Sasaran Panen Padi (Ha) 70 Realisasi dan Tanam Padi (Ha) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Realisasi 2016 Sasaran 2016 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat Grafik Prakiraan Perkembangan Tenaga Kerja (SKDU) Grafik Realisasi dan Sasaran Tanam serta Panen Padi Secara sektoral, perbaikan lapangan usaha pertanian, perdagangan, industri pengolahan, dan transportasi mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV Peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah memengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan. Indikator perbaikan tercermin dari hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya prakiraan peningkatan indeks perkembangan kegiatan dunia usaha sektor perdagangan pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.40). Setelah terkontraksi pada triwulan III 2016 seiring dengan berkurangnya produksi tanaman pangan (padi) akibat kemarau, kinerja lapangan pertanian diprakirakan membaik pada triwulan IV Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat, produksi padi diprakirakan meningkat seiring dengan adanya penambahan luas tanam yang dilakukan pada awal triwulan IV 2016 sebagai imbas dari gagal panen pada triwulan sebelumnya. Indikator peningkatan produksi tercermin juga dari meningkatnya sasaran luas tanam dan luas panen padi pada triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan III 2016 (1.43). Dari subsektor perkebunan, hasil liaison menyebutkan produksi kelapa sawit yang awalnya menurun pada awal tahun 2016 diprakirakan meningkat pada akhir tahun 2016 seiring dengan keadaan cuaca yang mendukung produksi dan peningkatan curah hujan. Kondisi ini terkonfirmasi dari BMKG Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan bahwa prakiraan curah hujan bulan November dan Desember 2016 berada pada kisaran menengah hingga tinggi (Grafik 1.44 dan 1.45). Selain itu, 19

40 kinerja lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan membaik seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat, khususnya untuk makanan dan minuman (mamin) pada periode liburan. Peningkatan produksi kelapa sawit dan perbaikan harga komoditas dunia turut mendorong perbaikan industri pengolahan CPO. Sementara, kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan akan meningkat seiring dengan peak season pada akhir tahun atau periode libur akhir tahun mengingat Sumatera Barat menjadi salah satu tujuan wisata nasional. Terlebih lagi, maraknya promosi keindahan Ranah Minang yang dilakukan oleh pihak swasta (melalui film dan acara travelling televisi) menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Indikator perbaikan lapangan usaha transportasi tercermin pula dari meningkatnya prakiraan indeks perkembangan investasi transportasi pada triwulan IV 2016 dibandingkan realisasi triwulan III 2016 hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.42). Sumber: BMKG Prov. Sumbar Sumber: BMKG Prov. Sumbar Grafik Prakiraan Cuaca November 2016 Grafik Prakiraan Cuaca Desember 2016 USD/MT Harga CPO Dunia Harga Karet Dunia USD Cent/Kg 1, , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia 20

41 BOKS 1: Penelitian Komoditas Produk Jenis Usaha (KPJu) Unggulan UMKM Sumatera Barat 2016 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia, terutama data dari Kementerian Negara Koperasi & UKM (2014). Pertama, jumlah unit usaha yang sangat banyak dan terdapat di semua sektor ekonomi, dengan jumlah tercatat sebanyak 56,5 juta unit atau 99,9% dengan komposisi 98,8% usaha mikro, 1,11% usaha kecil dan 0,09% usaha menengah. Kedua, keberadaan usaha memiliki potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap unit usaha UMKM akan menciptakan banyak kesempatan kerja. Sektor UMKM menyerap 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 57,9% dari total PDB Nasional. Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank Indonesia menerapkan kebijakan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Kebijakan demand side adalah kebijakan yang diarahkan untuk mendorong UMKM agar mampu meningkatkan eligibilitas dan kapabilitasnya sehingga menjadi bankable. Kebijakan ini meliputi penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan kerja sama BI dengan lembaga internasional dan Pemerintah. Kebijakan supply side adalah kebijakan yang difokuskan pada berbagai kebijakan dan program, untuk membantu bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM yang meliputi pengaturan kepada perbankan, penguatan kelembagaan dan penyediaan dana secara tidak langsung. Salah satu kebijakan dari sisi penawaran adalah pelaksanaan penelitian dalam rangka pemberian informasi yang dapat digunakan untuk mendorong pengembangan UMKM. Dari hasil penelitian diharapkan akan dapat diberikan informasi yang bermanfaat kepada stakeholders, baik pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat secara luas yang berkepentingan dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan UMKM. Untuk itu, sebagai salah satu bentuk perwujudannya, Bank Indonesia sejak lama telah mengembangkan penelitian Baseline Economic Survey (BLS). Penelitian ini berupaya mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah. Dalam perkembangannya, sejak 21

42 tahun 2006, penelitian BLS lebih diarahkan kepada penelitian potensi ekonomi daerah yang memberikan informasi kepada stakeholders mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) UMKM yang potensial untuk menjadi unggulan daerah yang dapat dikembangkan. Hal ini sejalan dengan amanat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM, salah satu bentuk bantuan teknis yang diberikan berupa penelitian. Kajian Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) Unggulan UMKM di Provinsi Sumatera Barat 2016 dilaksanakan untuk memperbaharui (updating) data dan informasi yang telah diperoleh melalui penelitian serupa, yang telah dilaksanakan pada tahun Metode penelitian dalam penetapan KPJu unggulan daerah, dilaksanakan dengan menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dimodifikasi atau modified AHP. Disebut demikian karena penelitian ini juga menggunakan Metode Borda dan Metode Bayes dalam menetapkan KPJU unggulan kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. AHP adalah suatu alat analisis yang didukung oleh pendekatan matematika sederhana, yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan seperti pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas (Marimin, 2004). KPJu Unggulan UMKM tingkat provinsi diperoleh berdasarkan hasil agregasi dari skor terbobot untuk KPJu Unggulan per sektor/lapangan usaha dari seluruh kabupaten/kota yang menjadi daerah penelitian. Seperti halnya hasil yang diperoleh di tingkat kabupaten, maka KPJU Unggulan tingkat provinsi juga terdiri dari KPJu Unggulan per sektor ekonomi/lapangan usaha dan KPJu Unggulan lintas sektor. Penetapan KPJu unggulan tersebut, sesuai dengan metodologi yang telah dikemukakan, merupakan agregasi dari KPJu unggulan per sektor dan lintas sektor tingkat kabupaten/kota tersebut yang ditetapkan dengan menggunakan Metode Borda dan Metode Bayes. Setelah melakukan beberapa tahapan dalam penelitian KPJu diperoleh data KPJu unggulan per sektor di setiap kabupaten. Berdasarkan hasil KPJu unggulan per sektor di setiap kabupaten, rangking pertama KPJu Unggulan per sektor/lapangan usaha pada tingkat Provinsi Sumatera Barat adalah; usaha budidaya padi sawah (padi dan palawija), cabe merah besar (sayuran), pisang (buah-buahan), usaha perkebunan kakao (perkebunan), usaha budidaya sapi potong (peternakan), usaha budidaya ikan di kolam (perikanan), usaha penggalian pasir dan batu (pertambangan/penggalian), 22

43 industri bordir/sulaman/mukena (industri pengolahan), perdagangan hasil pertanian (perdagangan), jasa angkutan penumpang (transportasi/angkutan), wisata budaya (kebudayaan/pariwisata), dan jasa reparasi kendaraan bermotor/motor (jasa). KPJu unggulan lintas sektor di tingkat provinsi merupakan hasil agregasi KPJu Lintas sektor pada setiap kabupaten/kota yang mencakup 121 KPJu pada 12 sektor/lapangan usaha. Dengan menggunakan Metoda Borda, hasil nilai skor-terbobot dan secara agregat urutan KPJu Unggulan Lintas Sektor dari setiap kabupaten/kota maka urutan 10 (sepuluh) KPJu dengan skor terbobot tertinggi sebagai KPJu unggulan lintas sektor di tingkat Provinsi Sumatera Barat adalah: (1) Usaha Budidaya Padi Sawah (2,0699), (2) Usaha Budidaya Ikan di Kolam Air Tenang (1,4361), (3) Usaha Peternakan Sapi Potong (0,921), (4) Usaha Industri Bordir/Sulaman/Mukena (0,8655), (5) Destinasi Wisata Budaya (0,7867), (6) Usaha Industri Tenun Songket (0,7516), (7) Usaha Penangkapan Ikan di Laut (0,7117), (8) Destinasi Wisata Alam (0,7108), (9) Usaha Budidaya Tanaman Kakao (0,7012), dan (10) Usaha Industri Keripik Balado/Sanjai (0,688). Secara umum, rekomendasi untuk pengembangan UMKM - KPJu Unggulan di Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi KPJu Unggulan per sektor dan lintas sektor seyogyanya dapat di pertimbangkan oleh Pemerintah Daerah sebagai KPJU Unggulan dalam rangka pengembangan UMKM. 2. Hasil penetapan Komoditas, Produk dan Jenis Usaha Unggulan yang akan atau telah dikukuhkan dalam bentuk SK Gubernur/ Bupati/Walikota, atau dituangkan dalam di dalam RPJMD atau Renstra Organisasi Perangkat Daerah seyogyanya secara konsisten menjadi acuan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan program pembinaan dan pengembangan UMKM. 3. Pengembangan KPJu Unggulan dalam rangka pengembangan UMKM perlu dilakukan melalui pendekatan Klaster yang terintegrasi menurut rantai nilai dari hulu kehilir, yang berorientasi pada peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing. Khusus untuk KPJu Unggulan pada kategori lapangan usaha Pertanian (dalam arti luas) strategi kawasan Agropolitan/Minapolitan yang terintegrasi dengan pengembangan kawasan budidaya komoditas unggulan perlu dikembangkan. Kawasan Agropolitan/Minapolitan dan Terminal Agribisnis yang telah dirintis/dibangun perlu diperkuat dan dilanjutkan secara berkesinambungan. 23

44 4. Perlu dikembangkan informasi tentang tentang Profil Investasi KPJu Unggulan serta Penyusunan Lending Model (model pembiayaan) bagi UMKM untuk pengembangan KPJu Unggulan. 5. Salah satu aspek strategis dalam pengembangan KPJu Unggulan untuk UMKM adalah peningkatan akses dan pengembangan atau jangkauan pasar selain peningkatan teknologi produksi dan manajemen usaha. Kebijakan dan program yang telah dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi akses dan pengembangan pasar produk UMKM perlu lebih ditingkatkan. Prasyarat akses dan pengembangan pasar KPJu Unggulan UMKM adalah terpenuhinya persyaratan mutu, kemasan, dan waktu delivery, yang sesuai dengan tuntutan pasar serta ketersediaan modal kerja untuk memenuhi volume kebutuhan pasar. Sehubungan dengan itu maka: a. Program pelatihan yang disertai dengan pendampingan yang selama ini sudah dilaksanakan oleh Instansi dan lembaga terkait perlu lebih diintensifkan. Program tersebut meliputi: i. Aspek kewirausahaan, sehingga SDM/pelaku usaha lebih mandiri dan kreatif dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. ii. Aspek teknik dan teknologi produksi, sehingga produksi lebih efisien, nilai tambah, mutu dan kemasan produk lebih meningkat. iii. Aspek manajemen usaha, khususnya pemasaran dan keuangan, sehingga dapat mendukung peningkatan akses pengusaha terhadap pasar dan sumber pembiayaan usaha (perbankan). b. Pengembangan jejaring usaha antar UMKM, serta pengembangan dan penguatan kelembagaan pelaku usaha UMKM pada KPJu Unggulan untuk meningkatkan efisiensi biaya transaksi usaha dan pemasaran bersama. Dalam hubungan ini kelembagaan adat nagari dapat lebih diberdayakan dan lebih dikembangkan. c. Peningkatan sarana dan prasarana pemasaran bagi UMKM KPJu Unggulan serta pengembangan sistem informasi untuk peluang pasar bagi KPJu Unggulan. d. Pengembangan program kemitraan atau penguatan lebih lanjut program kemitraan yang selama ini sudah terbentuk antara UMKM KPJu Unggulan dengan Usaha Menengah/Besar terkait, termasuk pasar swalayan dan perhotelan sebagai outlet pemasaran KPJu Unggulan. 24

45 e. sehingga dapat mendukung perluasan pasar KPJu Unggulan untuk tujuan pasar Nasional dan Internasional. 6. Untuk lebih meningkatkan efektifitas dan kesinambungan program pendampingan bagi UMKM KPJu Unggulan, maka: a. Kelembagaan pendamping seperti Business Development Service (BDS), Inkubator Bisnis UMKM atau kelembagaan sejenis perlu dikembangkan atau kelembagaan yang sudah ada perlu lebih ditingkatkan peran dan fungsinya dengan dukungan Perguruan Tinggi dan Instansi terkait. b. Kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan Perguruan Tinggi di daerah yang sudah berlangsung selama ini perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan. Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma Pengabdian Masyarakat, serta program kurikuler seperti PKL, KKN atau kegiatan ko-kurikuler lain perlu lebih dikembangkan untuk program pendampingan bagi UMKM KPJu Unggulan. Kerjasama dalam bidang Penelitian antar Perguruan Tinggi dan Pusat Penelitian Kementerian perlu lebih difokuskan dalam rangka meningkatkan produktifitas usaha, mutu dan kemasan KPJu Unggulan. 7. Lembaga Perbankan yang telah berperan dalam pengembangan UMKM, khususnya pada aspek pembiayaan diharapkan lebih meningkatkan peran dan kontribusinya pada usaha KPJu Unggulan. Dalam hal ini, diharapkan lembaga Perbankan: a. Lebih meningkatkan dan memperluas jaringan pelayanan disertai peningkatan kemampuan SDM dalam memahami karakter UMKM khususnya pada bisnis KPJu Unggulan. b. Lebih meningkatkan kontribusinya untuk meningkatkan kemampuan UMKM KPJu Unggulan dalam manajemen usaha, manajemen keuangan dan manajemen pemasaran. c. Mengembangkan inovasi dan skim pembiayaan/penyaluran kredit dengan karakteristik usaha KPJu Unggulan dan skala UMKM. Selain itu, seyogyanya dipertimbangkan untuk memberikan fleksibilitas jangka waktu pengembalian pinjaman yang disesuaikan dengan karakteristik usaha KPJu Unggulan UMKM khususnya pada KPJu sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan, karena adanya perbedaan waktu siklus produksi/siklus usaha 25

46 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan pada triwulan III 2016, baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah. Perlambatan penerimaan tersebut berasal dari turunnya pos pendapatan asli daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lainlain Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas pada turunnya PAD, khususnya dari pos pajak dan retribusi. Selain itu, penundaan penyaluran DAU bulan September hingga Desember 2016 menjadi faktor yang memengaruhi berkurangnya pendapatan daerah dari pemerintah pusat. Secara akumulasi, pendapatan daerah selama Januari hingga September 2016 relatif lebih rendah dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun Penurunan kinerja ini terutama disebabkan menurunnya persentase penerimaan PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi belanja daerah juga melambat pada triwulan III 2016 sebagai imbas dari efisiensi pengeluaran pemerintah daerah pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan No162/PMK.07/2016. Penghematan belanja pemerintah daerah tersebut tercermin dari penyerapan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% pada triwulan III Meskipun demikian, pengerjaan fisik proyek pemerintah menyebabkan realisasi belanja modal pada triwulan III 2016 membaik sehingga menahan perlambatan penyerapan belanja daerah lebih lanjut lagi. Di sisi lain, akumulasi persentase penyerapan belanja daerah sampai dengan triwulan III 2016 membaik dibandingkan tahun Adanya arahan Presiden pada akhir tahun 2015 mengenai percepatan penyerapan realisasi anggaran berimbas pada perbaikan kualitas belanja Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, percepatan pengesahan APBD tahun 2016 sejak tanggal 26 November 2015 serta proses pelelangan yang dilakukan lebih awal dibandingkan tahun 2015 mendorong peningkatan kumulasi realisasi belanja daerah pada tahun

47 2.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Kebijakan penundaan dana transfer berimbas pada penurunan penerimaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada triwulan III Realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1.023,1 miliar atau 22,2% dari target APBD, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar Rp1.273,6 miliar atau 23,7% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.1). Kondisi ini disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 yang menyebutkan adanya penundanaan pemberian DAU bagi Provinsi Sumatera Barat pada bulan September hingga Desember 2016 sebesar Rp57 miliar per bulannya. Tidak hanya itu, penurunan penerimaan daerah juga berasal dari turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas pada berkurangnya penerimaan pajak dan retribusi daerah sehingga memengaruhi PAD. Selain itu, pemberian dividen BUMD yang sudah direalisasikan pada triwulan II 2016 menjadi faktor lain yang mendorong turunnya PAD dari pos pendapatan Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Secara akumulasi, penerimaan Provinsi Sumatera Barat hingga triwulan III 2016 lebih rendah dibandingkan periode sama tahun Jumlah pendapatan yang diterima pemerintah daerah sampai dengan akhir triwulan III 2016 mencapai Rp3.384,2 miliar, naik dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp3.087,5 miliar. Meskipun demikian, persentase penerimaan hingga triwulan III 2016 hanya mencapai 73,4% terhadap target APBD, turun dibandingkan pencapaian tahun 2015 sebesar 76,7% dari target. Penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh menurunnya persentase penerimaan PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi dan kebijakan penundaan dana transfer menjadi pendorong utama turunnya penerimaan daerah dari semua pos pendapatan. Kondisi ini tercermin dari akumulasi PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah hingga triwulan III tahun 2015 masing-masing mencapai 78,1%, 81,2%, dan 74,5%. Sedangkan pencapaian hingga triwulan III 2016 hanya mencapai 73,4%, 70,9%, dan 71,6%. 27

48 35% 30% 25% 20% 30.1% 28.5% 27.5% 27.6% 26.8% 25.3% 25.6% 25.3% 25.8% 25.4% 23.8% 23.6% 23.6% 24.1% 23.8% 24.0% 22.2% 22.5% 21.0% 120.0% 100.0% 80.0% % % 10% 60.0% 40.0% % 0% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 20.0% 0.0% 0 Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah PAD Lainnya Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.2. Perkembangan PAD dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan III % Dana Perimbangan DBH Pajak/Bukan Pajak DAU DAK % Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.3. Perkembangan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.4. Perkembangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga Triwulan III Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, porsi transfer dana dari pemerintah pusat mendominasi pendapatan daerah tahun Di satu sisi, kondisi ini menggambarkan meningkatnya ketergantungan fiskal pemerintah daerah yang sangat bergantung pada pemerintah pusat, sekaligus mengindikasikan menurunnya kualitas kemandirian daerah. Namun, berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat, peningkatan dana transfer lebih disebabkan oleh adanya kenaikan Dana Bantuan Operasional (BOS). Dana tersebut sebenarnya ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota, namun diberikan melalui rekening pemerintah provinsi untuk kemudian disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, porsi 28

49 dana transfer yang mencapai 55,5% tidak sepenuhnya mencerminkan penurunan kualitas kemandirian fiskal daerah. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 15.7% 18.2% 1.4% 38.8% 37.9% 55.5% 45.5% 43.8% 43.1% Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.5. Porsi Komponen Pendapatan Daerah Pada APBD 2.2 Belanja Pemerintah Daerah Efisiensi belanja pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan No162/PMK.07/ berimbas pada turunnya penyerapan belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Realisasi belanja daerah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1.081,4 miliar atau 22,5% dari target APBD, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai Rp1.114,5 miliar atau 23,2% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.6). Penundaan penyaluran DAU berimbas pada pembatalan 118 paket kegiatan pemerintah daerah yang belum dilakukan proses tender 6, serta efisiensi perjalanan dinas dan pengeluaran pemerintah daerah yang bukan prioritas dan tidak memiliki multiplier effect yang besar terhadap pembangunan daerah. Penghematan belanja pemerintah daerah tersebut tercermin dari penyerapan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% pada triwulan III Meskipun demikian, pengerjaan fisik 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 merupakan PMK tentang Penundaan Penyaluran Sebagian DAU tahun 2016 (yaitu penundaan DAU untuk bulan September, Oktober, November, dan Desember 2016). Sedangkan PMK No.162/PMK.07/2016 merupakan PMK tentang Rincian Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan Melalui Perubahan APBN tahun Harian Haluan dan Padang Ekspress tanggal 16 September

50 proyek pemerintah menyebabkan realisasi belanja modal pada triwulan III 2016 membaik sehingga menahan perlambatan penyerapan belanja daerah lebih lanjut lagi. Secara akumulasi, persentase penyerapan belanja daerah sampai dengan triwulan III 2016 membaik dibandingkan tahun Adanya arahan Presiden pada akhir tahun 2015 mengenaik percepatan penyerapan realisasi anggaran berimbas pada perbaikan kualitas belanja Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, percepatan pengesahan APBD tahun 2016 sejak tanggal 26 November 2015 serta proses pelelangan yang dilakukan lebih awal dibandingkan tahun 2015 mendorong peningkatan akumulasi realisasi belanja daerah pada tahun Realisasi belanja daerah hingga triwulan III 2016 mencapai Rp2.759,1 miliar atau 57,4% dari target APBD, naik dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar Rp2.249,9 miliar atau 53,2% dari target yang ditetapkan. Berdasarkan komponennya, peningkatan belanja terutama berasal dari meningkatnya penyerapan belanja bantuan keuangan untuk kabupaten/kota, serta belanja barang dan jasa. Penyerapan belanja bantuan keuangan untuk kabupaten/kota, serta belanja barang dan jasa masing-masing meningkat dari Rp5,1 miliar (2,6%) dan Rp455,3 miliar (51,0%) pada triwulan II 2016 menjadi 84,3 miliar (55,9%) dan Rp576,0 miliar (60,4%). Namun demikian, akumulasi penyerapan belanja modal hingga triwulan III 2016 turun dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun Berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat, masa transisi pergantian kepala daerah pada awal tahun 2016 menyebabkan Pejabat Sementara (PJs) Gubernur Provinsi Sumatera Barat pada saat itu kurang berwenang dalam mengeksekusi realisasi anggaran. Kondisi tersebut terindikasi menjadi penyebab turunnya penyerapan anggaran pada tahun ini. Meskipun lebih rendah, berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah agar target penyerapan belanja sebesar 95,0% tercapai pada akhir tahun Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap realisasi anggaran serta mengenakan sanksi kepada SKPD yang tidak mencapai target antara lain merupakan upaya dari Pemerintah Daerah untuk terus meningkatkan kualitas penyerapan belanja. 30

51 60% 56.9% 53.7% 100% 35% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 7.8% 7.8% 5.4% 3.2% 1.4% 25.5% 22.8% 19.6% 20.4% 19.1% 20.3% 14.7% 15.3% 12.5% 15.5% 48.0% 45.8% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi sisi kanan Akumulasi sisi kanan 80% 60% 40% 20% 0% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 11.7% 23.2% I II III 22.5% 2016 Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.6. Perkembangan Belanja Daerah terhadap Target APBD Struktur alokasi belanja APBD tahun 2016 tidak berbeda dengan tahun sebelumnya. Porsi belanja daerah sampai dengan triwulan III 2016 didominasi oleh belanja pegawai (21,0%), kemudian diikuti oleh belanja barang dan jasa (20,9%), belanja hibah (18,8%), dan belanja modal (17,6%). Meski porsi belanja modal meningkat dibandingkan tahun 2015, pangsanya belum setinggi pencapaian tahun 2013 dan 2014 yang masing-masing sebesar 19,5% dan 18,4%. Membaiknya porsi belanja modal mengindikasikan adanya peningkatan belanja produktif yang berimbas pada pembangunan daerah. Dengan demikian, percepatan penyerapan belanja modal perlu didorong lebih lanjut lagi mengingat komponen tersebut memberikan dampak multiplier yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Grafik 2.7. Perkembangan Triwulan Belanja Daerah dan Komponennya Terhadap Target APBD % Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 18.4% 14.3% 17.6% 22.6% 0.01% 20.0% 20.2% 0.00% 22.4% 20.9% 0.02% 18.8% 24.6% 25.7% 21.0% Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Tidak Terduga Belanja Bantuan Keuangan Belanja Bagi Hasil Belanja Hibah Belanja Pegawai Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.8. Perkembangan Belanja Daerah Hingga Triwulan III terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 2.9. Porsi Komponen dan Belanja Daerah Pada APBD 31

52 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II 2016, perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III 2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 5,10% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 3,23% (yoy). Meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi dengan kecukupan pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai merah akibat gangguan cuaca mendorong gejolak inflasi yang tinggi pada periode ini. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (kedua) setelah Sumatera Utara, baik di kawasan Sumatera maupun secara nasional. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 diprakirakan meningkat. Tekanan inflasi pada periode mendatang diprakirakan terjadi seiring dengan masih tingginya intensitas curah hujan yang mengganggu proses produksi dan kualitas tanaman bahan pangan strategis, khususnya cabai merah dan beras. Selain itu, kenaikan TTL diprakirakan masih berlanjut seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat dan peningkatan harga minyak dunia. Sedangkan tekanan dari kelompok inti relatif rendah seiring dengan terbatasnya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan harga periode mendatang. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat pada tahun 2016 terhadap perkembangan harga 3 bulan mendatang turun dibandingkan September Selain itu, tindakan antisipatif yang dilakukan oleh TPID di Provinsi Sumatera Barat diprakirakan dapat meredam gejolak pergerakan harga lebih lanjut. 32

53 3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II 2016, perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III 2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (dua) setelah Sumatera Utara di regional Sumatera pada triwulan III Perkembangan inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan pola yang sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (Grafik 3.1). Namun perkembangan inflasi tersebut telah berada di atas laju inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,07% (yoy) dan rata-rata inflasi provinsi di regional Sumatera sebesar 4,07% (yoy) (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan di Kawasan Sumatera Tw III 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional No Provinsi Inflasi Tw. III-16 (%yoy) 1 Provinsi Sumatera Utara 6,02 2 Provinsi Sumatera Barat 5,10 3 Provinsi Bengkulu 4,62 4 Provinsi Sumatera Selatan 4,38 5 Provinsi Kepulauan Bangka Belitun 4,26 6 Provinsi Jambi 3,85 7 Provinsi Nanggroe Aceh Darussala 3,75 8 Provinsi Riau 3,26 9 Provinsi Kepulauan Riau 3,02 10 Provinsi Lampung 2,46 Sumatera Nasional Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 4,07 3, Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Subkelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi dari seluruh subkelompok barang dan jasa pada triwulan III Secara tahunan, subkelompok makanan mencatatkan inflasi sebesar 11,16% (yoy), melonjak signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 4,25% (yoy). Tingginya inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh meningkatnya 33

54 permintaan menjelang Idul Adha ditengah keterbatasan pasokan. Cabai merah menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan andil sebesar 1,51% (yoy). Gagal panen akibat gangguan cuaca menyebabkan berkurangnya pasokan dari sentra produksi luar Sumatera Barat, khususnya Kerinci dan Jawa. Sementara pasokan cabai lokal terbatas sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Secara keseluruhan, subkelompok ini memberikan andil inflasi yang paling tinggi yaitu 3,06% (yoy) dari inflasi Sumatera Barat. Subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 5,46% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 5,23% (yoy). Isu akan dilakukannya penyesuaian harga baru untuk tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi pada subkelompok ini. Semua jenis rokok baik rokok kretek, rokok kretek filter maupun rokok putih masing-masing tercatat inflasi dengan andil sebesar 0,22% (yoy); 0,31% (yoy); dan 0,15% (yoy). Selain rokok, tekanan inflasi pada subkelompok ini juga disumbang oleh kopi bubuk, gula pasir, dan nasi dengan lauk, dengan andil masing-masing sebesar 0,10% (yoy); 0,09% (yoy) dan 0,06% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menyumbang inflasi sebesar 0,99% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat. Subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatatkan inflasi sebesar 2,12% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 1,79% (yoy). Peningkatan harga pada subkelompok ini didorong oleh peningkatan harga tukang bukan mandor yang memiliki andil inflasi 0,22% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menyumbang inflasi sebesar 0,42% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat. Subkelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,47% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 2,04% (yoy). Peningkatan harga emas menjadi penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini seiring tren harga emas global yang semakin meningkat sehingga mendorong permintaan emas domestik. Secara keseluruhan, subkelompok sandang menyumbang inflasi sebesar 0,09% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat. 34

55 Subkelompok kesehatan mencatatkan inflasi 4,21% (yoy), relatif stabil dengan pergerakan pada triwulan II 2016 yang mencapai 4,26% (yoy). Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh pasta gigi dan sabun mandi yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,04% (yoy) dan 0,03% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok kesehatan menyumbang inflasi sebesar 0,17% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat. Subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 5,29% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 7,25% (yoy). Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh peningkatan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan andil inflasi sebesar 0,28%. Secara keseluruhan, subkelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,40% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat. Subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat inflasi sebesar 0,69% (yoy), meningkat signifikan setelah pada triwulan II 2016 mengalami deflasi 0,05% (yoy). Penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini berasal dari peningkatan harga tarif angkutan udara dengan andil inflasi 0,61% (yoy). Tekanan inflasi pada subkelompok ini sedikit tertahan dengan penurunan harga bensin dengan andil deflasi 0,48% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbang inflasi sebesar 0,12% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%yoy) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 8,63 8,63 6,16 6,16 6,00 6,00 11,58 11,58 6,28 6,28 8,17 8,17 6,25 6,25 1,08 1,08 6,62 6,62 3,23 3,23 5,10 5,10 Bahan Makanan 11,31 2,91 3,03 0,76 10,86 2,87 20,98 5,88 3,73 0,94 11,10 2,88 4,18 1,08-4,67-1,23 15,15 4,11 4,25 1,11 11,16 3,06 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 7,31 1,34 7,35 1,36 4,06 0,74 3,64 0,62 5,77 1,06 5,75 1,04 5,51 0,99 5,70 1,02 4,19 0,75 5,23 0,96 5,46 0,99 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 4,70 0,93 5,09 1,02 6,35 1,27 10,80 2,11 10,94 2,26 9,87 2,01 8,04 1,63 4,30 0,87 2,68 0,53 1,79 0,36 2,12 0,42 Sandang 6,91 0,47 6,97 0,47 1,65 0,11-0,37-0,02 1,06 0,07 2,47 0,16 2,38 0,15 2,78 0,17 1,87 0,11 2,04 0,13 1,47 0,09 Kesehatan 4,03 0,15 4,15 0,16 4,77 0,18 8,24 0,31 11,80 0,47 11,62 0,46 11,16 0,44 7,26 0,29 4,39 0,17 4,26 0,17 4,21 0,17 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 1,47 0,10 2,47 0,18 5,66 0,41 7,38 0,51 8,17 0,59 7,81 0,56 10,59 0,80 8,95 0,66 7,65 0,56 7,25 0,54 5,29 0,40 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 15,78 2,90 12,60 2,33 2,90 0,52 13,88 2,59 5,45 0,99 6,24 1,13 6,66 1,19-2,57-0,46 3,43 0,61-0,05-0,01 0,69 0,12 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Gangguan pasokan bahan pangan disertai tingginya permintaan menghadapi Idul Adha menjadi penyumbang utama inflasi triwulanan 35

56 pada periode triwulan III Setelah mengalami deflasi pada triwulan II 2016 sebesar 1,19% (qtq), pergerakan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Barat mencatat inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 2,97% (qtq). Semua subkelompok tercatat mengalami inflasi dengan penyumbang utama inflasi berasal dari 2 (dua) subkelompok yaitu subkelompok bahan makanan dan subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga yang masing-masing inflasi sebesar 7,80% (qtq) dan 5,12% (qtq). Secara keseluruhan, subkelompok bahan makanan dan subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menyumbang inflasi sebesar 2,14% (qtq) dan 0,39% (qtq) terhadap inflasi Sumatera Barat. Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.3 Disagregasi Inflasi Ditinjau dari disagregasinya, pergerakan harga Sumatera Barat berasal dari semua kelompok inflasi namun tekanan tertinggi berasal dari volatile food. Kelompok inti (core) yang memiliki kontribusi sebesar 54,9% terhadap pembentukan inflasi Sumatera Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 3,0% (yoy) pada triwulan III 2016, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,4% (yoy). Sementara kelompok administered price dan volatile food pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 3,1% (yoy) dan 11% (yoy), naik signifikan dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 1,9% (yoy) dan 3,8% (yoy). Berkurangnya pasokan bahan pangan strategis akibat gangguan cuaca di tengah meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha dan maraknya nyebab utama pendorong inflasi kelompok volatile food. Pergerakan harga pada kelompok ini terutama 36

57 berasal dari komoditas cabai merah yang memiliki andil inflasi tahunan sebesar 1,51% (yoy) dengan laju inflasi sebesar 43,76% (mtm). Gagal panen akibat gangguan cuaca menyebabkan berkurangnya pasokan dari sentra produksi luar Sumatera Barat, khususnya Kerinci dan Jawa. Sementara pasokan cabai lokal terbatas sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa harga cabai merah naik dari Rp31.031/kg (Juni 2016) menjadi Rp45.563/kg (September 2016). Inflasi kelompok administered price dipicu oleh adanya penyesuaian harga baru rokok serta kenaikan harga bahan bakar rumah tangga. Kenaikan harga komoditas rokok kretek filter dan rokok kretek memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,31% (yoy) dan 0,22% (yoy) dari total inflasi Sumatera Barat. Selain rokok, kelangkaan elpiji bersubsidi (3 kg) turut menyumbang inflasi pada kelompok administered price. Komoditas bahan bakar rumah tangga ini mengalami inflasi tahunan sebesar 1,03% (yoy) dengan andil sebesar 0,02% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil SPH KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa harga elpiji 3 kg meningkat dari Rp18.500/tabung (Juni 2016) menjadi Rp18.750/tabung (September 2016). Inflasi kelompok inti relatif stabil seiring dengan masih moderatnya daya beli dan terjaganya ekspetasi masyarakat. Meskipun pendapatan masyarakat sudah mulai membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas, konsumsi masyarakat cenderung masih moderat. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa Indeks Keyakninan Konsumen (IKK) mengalami penurunan dari 103,8 pada Juni 2016 menjadi 93,8 pada September Selain itu, indeks ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga 3 bulan mendatang juga turun dari 161,8 pada Juni 2016 menjadi 159,5 pada September

58 %, yoy 25 Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Price %, yoy 12.0 Administered Price Volatile Food Core Sumber : BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2. Laju Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.3. Kontribusi Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi 3.4 Inflasi Menurut Kota Secara spasial, tingginya laju inflasi Kota Padang dan Bukittinggi menjadi pemicu tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat. Pada triwulan III 2016, inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 5,07% (yoy) dan 5,33% (yoy). Secara nasional, Kota Padang tercatat sebagai kota dengan pencapaian laju inflasi tertinggi ke-15 dan Kota Bukittinggi di posisi ke-5 (kelima) dari seluruh 82 kota sampel inflasi di Indonesia. Pada regional Sumatera, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masingmasing berada pada urutan ke-12 dan ke-4 (keempat) dari 23 kota sampel inflasi se-sumatera. Dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi menunjukkan kecenderungan peningkatan tercermin dari peringkat secara nasional dan regional Sumatera yang cenderung meningkat Inflasi Kota Padang Tekanan inflasi Kota Padang meningkat pada triwulan III Laju inflasi Kota Padang tercatat meningkat dari 3,16% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan III Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan signifikan kelompok bahan makanan dari 3,94% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 10,72% (yoy) pada triwulan laporan. Berkurangnya pasokan bahan pangan strategis dari sejumlah sentra produksi di dalam dan luar Sumatera Barat 38

59 menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, penyesuaian harga rokok dan kelangkaan elpiji 3 kg 7 turut menyumbang inflasi Kota Padang. Hal ini tercermin dari naiknya inflasi tahunan subkelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta subkelompok perumahan, air, gas, listrik, dan bahan bakar. Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4 Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Kota Bukittinggi Sejalan dengan kondisi di Kota Padang, perkembangan indeks harga barang dan jasa di Kota Bukittinggi mengalami peningkatan tekanan inflasi. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi naik dari 3,76% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,33% (yoy) pada triwulan III Sama halnya dengan Kota Padang, berkurangnya pasokan bahan makanan di tengah kenaikan permintaan menjelang Idul Adha dan maraknya pesta perkawinan mendorong gejolak inflasi pada triwulan laporan. Hal ini terlihat dari meningkatnya laju inflasi pada kelompok bahan makanan yang juga dari 6,62% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 14,60% (yoy) pada triwulan III Kelangkaan elpiji 3 Kg di Kota Padang terjadi sejak Juli 2016 yang menyebabkan harga naik menjadi sekitar Rp20 ribu hingga Rp24 ribu per tabung, sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) hanya Rp17 ribu per tabung. Kelangkaan ini disebabkan karena peningkatan kebutuhan yang tidak diiringi dengan penambahan pasokan. Selain rumah tangga dan usaha mikro, banyak pelaku usaha seperti rumah makan dan restoran yang menggunakan tabung gas 3 Kg sehingga distribusi tabung gas tersebut kurang tepat sasaran (Harian Haluan) 39

60 Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.5 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka memenuhi kebutuhan beras di masyarakat selama Idul Adha, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat melalui BULOG Sumbar mengintensifkan pelaksanaan operasi pasar beras. Selama bulan September 2016, BULOG Sumbar telah melaksanakan operasi pasar beras sebanyak 533 ton yang tersebar di beberapa pasar di Kota Padang antara lain Pasar Raya, Pasar Siteba, Pasar Alai, Pasar Lubuk Buaya, dan Pasar Bandar Buat serta beberapa kios binaan BULOG. Operasi pasar ini direncanakan masih akan terus dilanjutkan ke depannya dalam rangka menstabilkan harga beras, sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi di Sumbar. Selain melalui penguatan koordinasi dengan berbagai pihak, TPID Provinsi Sumatera Barat turut melaksanakan kegiatan yang dapat memperkaya kemampuan analisis tim teknis TPID melalui kegiatan technical assistance. Kegiatan technical assistance bagi seluruh TPID se-provinsi Sumatera Barat dilaksanakan pada tanggal 6 September 2016 yang merupakan program kerja rutin tahunan TPID Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan inovasi dan mempertajam analisa dalam mengendalikan inflasi di Sumatera Barat. Beberapa topik yang dibahas dalam kegiatan tersebut antara lain: (i) perhitungan neraca pangan; (ii) sharing kisah sukses TPID Kota Padang dan (iii) Early Warning System (EWS) inflasi yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh masing-masing TPID untuk memetakan komoditas yang memiliki risiko inflasi tinggi sehingga dapat dirumuskan strategi pengendalian inflasinya. 40

61 Ke depan, TPID Provinsi Sumatera Barat akan melakukan berbagai upaya perbaikan buffer capacity khususnya pada komoditas cabai merah dan beras yang akan diperluas tidak hanya di Kota Padang saja tapi ke seluruh kabupaten/kota di Sumbar. Operasi pasar murah cabai yang menghubungkan kelompok tani dengan konsumen secara langsung diharapkan berdampak positif pada penurunan harga di pasar. Di sisi konsumsi, adanya program diversifikasi konsumsi cabai olahan seperti cabai giling dan cabai bubuk diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi khususnya pada saat paceklik pasokan cabai segar. 3.6 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan IV 2016 Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 diprakirakan meningkat. Tekanan inflasi pada periode mendatang diprakirakan terjadi seiring dengan masih tingginya intensitas curah hujan yang mengganggu proses produksi dan kualitas tanaman bahan pangan strategis, khususnya cabai merah dan beras. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa harga cabai merah cenderung meningkat akibat faktor cuaca yang tidak kondusif, hama di Sumut serta faktor berakhirnya panen cabai di Jawa sehingga pasokan cabai merah di Sumbar menjadi terganggu. Kondisi ini berpengaruh pada tingginya risiko inflasi volatile foods pada triwulan IV Disamping itu, musim kekeringan yang terjadi di berbagai sentra produksi padi pada triwulan III 2016, berpotensi menyebabkan kenaikan harga gabah dan padi di triwulan IV Di sisi administered price, kenaikan TTL diprakirakan masih berlanjut seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat dan peningkatan harga minyak dunia. Sedangkan tekanan dari kelompok inti relatif rendah seiring dengan terbatasnya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan harga periode mendatang. Kondisi ini tercermin dari hasil SK KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat pada tahun 2016 terhadap perkembangan harga 3 bulan mendatang turun dibandingkan September Selain itu, tindakan antisipatif yang dilakukan oleh TPID di Provinsi Sumatera Barat diprakirakan dapat meredam gejolak pergerakan harga lebih lanjut. 41

62 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari korporasi maupun rumah tangga, di tengah penurunan kinerja perusahaan dan moderatnya daya beli masyarakat. Kinerja korporasi terpantau menurun akibat keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Dengan besarnya eksposur kredit sektor korporasi dalam penyaluran kredit di Sumatera Barat, kerentanan keuangan yang terjadi pada sektor korporasi sangat perlu diwaspadai. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat memengaruhi kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 hanya mampu tumbuh sebesar 6,6% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy) seiring dengan masih moderatnya permintaan masyarakat. Pergerakan kinerja kredit korporasi sangat penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 56% dari total kredit. Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit korporasi terus mengalami tekanan pada kualitas kreditnya. NPL kredit terus menunjukkan peningkatan yakni dari 5,1% pada triwulan II 2016 menjadi 5,6% pada triwulan III 2016 akibat meningkatnya kredit non-perform, dan diprakirakan terus meningkat pada triwulan IV 2016 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2016 yang mencapai 5,7% (yoy). 42

63 Dari sisi kinerja sektor rumah tangga, keperluan konsumsi masih mendominasi pengeluaran rumah tangga Sumatera Barat pada triwulan III 2016 bahkan dengan porsi yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II Periode masuknya tahun ajaran baru dan perayaan Idul Adha menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat. Dana Pihak Ketiga (DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi perbankan Sumatera Barat, dengan pangsa sebesar 68,1%. Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito masih mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang mencapai > 90% dari keseluruhan DPK. Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan III Penyaluran kredit perbankan untuk sektor rumah tangga pada triwulan III 2016 mencapai Rp22,0 triliun atau tumbuh 5,7% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2016 sebesar 8,1% (yoy). Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih terjaga. Rasio NPL kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2016 tercatat stabil pada besaran 1,1%. Berdasarkan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan III Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus membaik sejak triwulan I Penyaluran kredit perbankan untuk UMKM pada triwulan III 2016 mencapai Rp15,4 triliun atau tumbuh sebesar 4,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 3,8% (yoy). Namun, meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM belum diikuti dengan perbaikan kualitas kreditnya. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit UMKM yang masih stabil berada di kisaran 7% sejak triwulan awal Bahkan NPL kredit menengah masih mencapai double digit sejak triwulan I Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana maupun kredit mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap angkatan kerja di Sumatera Barat periode Agustus 2016 mencapai 165,7%, sedangkan rasio jumlah rekening kredit meningkat menjadi 26,9%. 43

64 4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Periode masuknya tahun ajaran baru dan perayaan Idul Adha menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat pada triwulan III Seiring dengan bertambahnya konsumsi, maka porsi dana yang disisihkan untuk menabung berkurang dari 21,6% menjadi 19,7%. Sementara dana yang digunakan untuk membayar cicilan hutang meningkat dari 10,3% pada triwulan II 2016 menjadi 11,3% pada triwulan III Berdasarkan hasil liaison, permintaan pembiayaan masyarakat meningkat menjelang perayaan Idul Fitri (triwulan II 2016) sehingga berdampak pada peningkatan pengeluaran cicilan pada triwulan selanjutnya. Ditinjau dari kelompok pendapatan, pengeluaran konsumsi tertinggi berasal dari kelompok berpendapatan rendah Rp1-2 juta. Meskipun demikian, kelompok pendapatan tinggi (>Rp5 juta) memiliki tingkat pembayaran cicilan hutang paling tinggi. Tw II 2016 Tw III ,1% 10,3% 21,6% 68,1% 10,3% 21,6% 68,9% 11,3% 19,7% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Tabungan Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 74.0% 70.9% 69.9% 63.1% 66.9% 68.9% Cicilan/Pinjaman 11.3% 10.5% 7.7% 10.0% 17.3% 11.3% Tabungan 14.8% 18.7% 22.4% 26.9% 15.8% 19.7% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 44

65 Dilihat dari perilaku berhutang, risiko dari sisi kredit menurun karena secara agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki Debt Service Ratio (DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) (Tabel 4.2). Jumlah rumah tangga dengan DSR >30% pada triwulan III 2016 terpantau turun sebesar 9,0% dibandingkan triwulan II Meskipun turun, terdapat peningkatan potensi risiko pada kelompok pendapatan rendah (Rp1-2 juta) yang tercermin dari peningkatan DSR>30% pada kelompok ini sebesar 44,4%. Sementara risiko dari sisi perilaku menabung masyarakat meningkat pada triwulan III Kondisi ini tercermin dari meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak menabung pada triwulan III 2016 sebesar 5,2% dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3). Meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak bisa menabung berdampak pada perlambatan pertumbuhan DPK pada sektor keuangan. Kondisi tersebut ditengarai karena meningkatnya kebutuhan masyarakat saat memasuki tahun ajaran baru dan Idul Adha, serta pembayaran cicilan sebagai imbas dari meningkatnya permintaan pembiayaan yang dilakukan pada saat Idul Fitri (triwulan sebelumnya). 45

66 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan III 2016 Debt Service Ratio (DSR) Triwulan III 2016 Tabungan TMP TMB Rp1-2 jt 0.3% 2.5% 1.2% 0.5% 8.7% Rp2,1-3 jt 2.7% 4.0% 3.2% 2.2% 19.2% Rp3,1-4 jt 4.2% 4.0% 2.3% 1.2% 23.2% Rp4,1-5 jt 2.5% 2.3% 0.7% 1.0% 6.7% >Rp5 jt 1.0% 1.3% 1.3% 1.3% 2.7% Total 10.7% 14.2% 8.7% 6.2% 60.3% Rp1-2 jt 2.3% 2.7% 0.8% 0.2% 7.2% Rp2,1-3 jt 9.7% 8.3% 2.7% 3.2% 7.3% Rp3,1-4 jt 10.0% 6.3% 2.8% 7.5% 8.2% Rp4,1-5 jt 4.0% 1.2% 0.8% 4.8% 2.3% >Rp5 jt 2.7% 2.0% 0.8% 0.3% 1.8% Total 28.7% 20.5% 8.0% 16.0% 26.8% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMP TMB Rp1-2 jt -60.0% 200.0% 133.3% 0.0% 44.4% Rp2,1-3 jt -11.1% 4.3% -13.6% 44.4% -28.6% Rp3,1-4 jt 47.1% 4.3% 40.0% -36.4% -4.1% Rp4,1-5 jt 66.7% 180.0% -20.0% -25.0% 0.0% >Rp5 jt 0.0% -11.1% 14.3% 100.0% 0.0% Total 16.4% 30.8% 10.6% 5.7% -9.0% Rp1-2 jt 40.0% 60.0% -28.6% -50.0% 87.0% Rp2,1-3 jt 52.6% -19.4% -55.6% -29.6% -37.1% Rp3,1-4 jt 62.2% -7.3% -32.0% -23.7% 11.4% Rp4,1-5 jt 14.3% -56.3% -16.7% 107.1% 40.0% >Rp5 jt 33.3% -20.0% -28.6% 0.0% 83.3% Total 45.8% -14.6% -40.7% -7.7% 5.2% Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi perbankan Sumatera Barat, dengan pangsa sebesar 68,1%. Berbeda dengan pangsa DPK kelompok perseorangan yang meningkat pada triwulan III 2016 (Grafik 4.2), pertumbuhannya justru cenderung melambat, bahkan terendah dibandingkan historis triwulan III selama 2 (dua) tahun terakhir ( ) (Grafik 4.3). Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito masih mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang mencapai > 90% dari keseluruhan DPK. Bila dilihat lebih dalam lagi, fasilitas tabungan pada triwulan III 2016 memang paling mendominasi DPK perseorangan, namun porsinya menurun dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan meningkatnya pangsa deposito. Peningkatan deposito mengindikasikan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menginvestasikan dananya dengan tingkat pengembalian yang 46

67 lebih tinggi. Sejalan dengan pergerakan pangsanya, pertumbuhan tabungan perseorangan pada triwulan III 2016 melambat menjadi 12,8% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 20,4% (yoy). Sedangkan pertumbuhan deposito meningkat hampir 2 (dua) kali lipat dari 4,9% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 8,3% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 4.5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 29.7% 29.8% 70.3% 70.2% TW II TW III 2016 Bukan Perseorangan 88.6% 88.7% 11.4% 11.3% TW II TW III % 6.8% 94.4% 93.2% TW II Perseorangan TW III % 31.9% 67.0% 68.1% TW II TW III 2016 Total DPK Giro Tabungan Deposito % (yoy) 25 Total DPK Perseorangan Bukan Perseorangan I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Deposito Tabungan Giro 32.0% 30.6% 66.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III % %, yoy Giro Tabungan Deposito Suku Bunga Depoito (%) I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera Barat Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Dilihat dari jumlah rekening, pada triwulan III 2016 terdapat penambahan jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 4,7% dibandingkan triwulan II Penambahan rekening tersebut terjadi pada hampir semua nilai penempatan kecuali kelompok pendapatan >10 juta juta dan >500 juta-1m yang memiliki pangsa sebesar 8,9% dari keseluruhan jumlah rekening. Sedangkan dari jenis fasilitas DPK, jumlah rekening semua kategori meningkat, dengan persentase paling tinggi berasal dari kelompok giro (Tabel 4.4). 47

68 Tabel 4.4. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan Kategori Jumlah <10 JT >10 JT JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M DPK Giro Rekening 3,775,550 3,397, ,197 38,109 2,275 1, Δ % Rekening 15,773 11,525 2,948 1, Δ % Rekening 7,433,103 3,716, ,636 3,380, ,700 27, Tabungan Δ % Deposito Rekening 50,857 6,296 32,549 9,707 1, Δ % Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan III Penyaluran kredit perbankan untuk sektor rumah tangga pada triwulan III 2016 mencapai Rp22,0 triliun atau tumbuh 5,7% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 8,1% (yoy). Melambatnya kredit sektor rumah tangga memengaruhi perlambatan pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan mengingat porsinya yang mencapai 44,0% dari total kredit. Meningkatnya kebutuhan terkait pendidikan pada saat masuknya periode ajaran baru terindikasi menahan permintaan kredit konsumtif untuk kebutuhan sekunder/tersier. Selain itu, meski harga komoditas sudah mulai membaik, namun konsumsi dan permintaan kredit masyarakat (khususnya masyarakat yang mata pencahariannya bertumpu pada kelapa sawit dan karet) masih terbatas mengingat kenaikan harga belum bisa menutupi biaya operasional mulai dari pemupukan hingga peremajaan lahan. Berdasarkan komponennya, perlambatan kredit rumah tangga berasal dari kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit multiguna, dan kredit lainnya. Kontraksi pertumbuhan KKB kembali berlanjut dan bahkan mencapai negatif 19,9% (yoy) pada triwulan III 2016 dari negatif 19,6% (yoy) pada triwulan II 2016, atau kontraksi paling dalam sejak triwulan IV 2015 (Grafik 4.6). Kondisi ini terkonfirmasi dari data Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa proksi penjualan kendaraan, yaitu pendaftaran motor, mengalami penurunan kontraksi dari 2,5% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi negatif 1,1%(yoy) pada triwulan III Namun demikian, kontraksi pertumbuhan kredit KKB tertahan lebih lanjut lagi, seiring 48

69 dengan membaiknya pertumbuhan penjualan mobil menjadi 5,7% (yoy) pada triwulan laporan. % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy g.kkb g.kredit lain-lain g.multiguna (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 51% 15% 8% 26% KPR KKB Multiguna Kredit Lainnya Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Pelonggaran kebijakan moneter melalui relaksasi Loan to Value (LTV) kredit properti dan penurunan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate) berdampak pada membaiknya permintaan kredit KPR. Pertumbuhan kredit KPR tercatat meningkat dari 8,9% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 9,3% (yoy) pada triwulan III Peningkatan tersebut sejalan dengan membaiknya kinerja sektor konstruksi dari 5,89% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 6,89% (yoy) pada triwulan III Selain itu, penurunan harga properti terpantau mempengaruhi kenaikan permintaan KPR. Indikasi tersebut tercermin dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya penurunan harga properti untuk semua golongan (tipe kecil, menengah, dan besar) (Grafik 4.9). Unit 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 % (yoy) Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, diolah Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah Motor % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.9. Perkembangan Harga Properti Residensial (SHPR) di Sumatera Barat

70 Kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih terjaga. Hal ini tercermin dari seluruh jenis kredit rumah tangga yang memiliki NPL 5% sesuai ketentuan Bank Indonesia (Grafik 4.10). Rasio NPL kredit sektor rumah tangga pada triwulan III 2016 tercatat stabil pada besaran 1,1%. Bahkan rasio NPL kredit multiguna mencatat penurunan pada triwulan laporan. Berdasarkan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan III % 5 4 Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Omset Penjualan Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan III 2016, terlihat bahwa korporasi mengalami penurunan pertumbuhan omset yang terindikasi pada likert scale penjualan domestik ratarata sebesar 0,21. Skala likert yang lebih rendah dari 1, menunjukkan penjualan masih tumbuh namun lebih rendah daripada pertumbuhan beberapa tahun terakhir. Sementara itu, hasil likert scale pada sektor pertanian dan industri pengolahan pada komponen penjualan domestik berada pada posisi -1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi kontraksi penjualan dengan besaran kontraksi yang lebih rendah dari rata-rata normalnya. 50

71 Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, pelemahan kinerja pada sektor industri pengolahan disebabkan kesulitan perusahaan dalam mendapatkan bahan baku (pada industri pengolahan) akibat cuaca yang kurang kondusif dan masih lemahnya harga komoditas. Imbas cuaca yang kurang kondusif juga berdampak pada penurunan kinerja sektor pertanian. Faktor cuaca dan keterbatasan bahan baku tersebut juga berdampak pada penurunan permintaan ekspor industri pengolahan di Sumbar yang ditandai dengan skala likert yang negatif. Pelemahan ekspor tersebut juga disebabkan permintaan dunia yang masih lemah dan stagnasi harga komoditas dunia pada level yang rendah. skala Likert Penjualan Domestik Penjualan Ekspor Kapasitas Utilisasi Investasi Biaya Harga Jual Margin Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan Pengangkutan & Komunikasi Grafik Kinerja Korporasi di Sumatera Barat Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016 Lemahnya penjualan korporasi khususnya sektor industri pengolahan juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat. Kegiatan usaha pada triwulan III 2016 industri pengolahan, menunjukkan nilai negatif dengan saldo bersih tertimbang sebesar -1,67. Nilai saldo bersih yang negatif menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami penurunan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang mengalami peningkatan permintaan. 51

72 %, saldobersih tertimbang Tw III 2016 Tw IV 2016* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih ribu Rp 2,500 2,000 1,500 1, % (yoy) UMP Pertumbuhan ,801 1, , ,490 1, ,055 1, Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kondisi Kegiatan Usaha di Sumatera Barat Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Perkembangan UMP di Sumatera Barat Biaya Hampir seluruh korporasi menyebutkan adanya peningkatan biaya produksi pada triwulan III 2016, meskipun masih pada level yang relatif rendah. Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi sektor industri pengolahan dengan likert scale sebesar 0,7. Nilai likert (di bawah 1) tersebut mengindikasikan adanya peningkatan biaya namun masih di bawah rata-rata kenaikan biaya setiap tahunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang meningkat setiap tahun mengikuti pergerakan Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara itu, minimnya gejolak harga BBM dan tarif listrik cukup mampu menahan pergerakan kenaikan biaya pada korporasi yang lebih tinggi khususnya pada biaya energi dan transportasi. Selain itu, peningkatan UMP tahun 2016 juga berkontribusi terhadap peningkatan biaya korporasi. UMP Sumatera Barat pada tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi Rp1,80 juta, dibandingkan UMP 2015 sebesar Rp1,62 juta, atau meningkat sebesar 11,5%. Peningkatan UMP pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan peningkatan UMP pada tahun sebelumnya yang mencapai 8,4%. Pada tahun 2017, UMP kembali meningkat menjadi Rp1,95 juta dengan pertumbuhan yang lebih rendah sebesar 8,2% (yoy). Hal ini diprakirakan akan mendorong peningkatan biaya perusahaan terutama di awal tahun. Marjin Keuntungan 52

73 Perolehan laba atau marjin keuntungan sebagian besar perusahaan di Sumbar mengalami penurunan pada triwulan III Marjin sektor perdagangan masih tumbuh, namun dengan pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan rata-rata normalnya. Hal ini terindikasi dari likert scale yang mencapai 0,6. Sementara itu, marjin perusahaan di sektor pertanian hampir tidak tumbuh akibat pergerakan harga komoditas utama seperti CPO yang terbatas, serta kesulitan perolehan bahan baku dan menurunnya produksi tabama akibat anomali cuaca. Selain itu, pertumbuhan marjin yang relatif lebih rendah ini terjadi karena peningkatan harga jual hasil produksi tersebut lebih rendah daripada peningkatan biaya. Sementara itu, marjin industri pengolahan turun cukup signifikan dan berada di bawah batas normalnya dengan likert scale mencapai - 0,6. Hal tersebut terjadi karena pelemahan daya beli masyarakat, penurunan permintaan setelah hari raya Idul Fitri, serta peningkatan harga komoditas karet yang belum signifikan bagi para pelaku usaha. Penjualan ekspor yang menurun tersebut sangat mengerus marjin yang diperoleh perusahaan. 64.7% 4.0% Tw II % 4.7% Tw III % 17.3% Jasa Bangunan Hotel Restoran Angkutan Perdagangan Pertanian Industri % 20% 40% 60% 80% 100% Baik Cukup Buruk Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sumatera Barat Baik Cukup Buruk Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, kondisi keuangan korporasi dari sisi likuiditas pelaku usaha di Sumbar menunjukkan penurunan pada triwulan III Pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik, menurun dari 31,3% pada triwulan II 2016 menjadi 17,3% pada triwulan laporan. Selain itu, 53

74 pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang kurang baik juga turut mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,7%. Kondisi ini disebabkan penurunan permintaan/penjualan serta penurunan marjin perusahaan yang sedikit tergerus sehingga mengganggu kondisi likuiditas para pelaku usaha. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak pada sektor jasa. Jumlah korporasi yang memiliki kualitas keuangan yang baik pada sektor tersebut mencapai 47,8%. Sementara itu, pada sektor industri, dari keseluruhan responden pada sektor tersebut hampir tidak terdapat korporasi dengan kondisi likuiditas baik dan hanya memiliki kondisi likuiditas cukup sebesar 89,5%. Selain itu, korporasi pada sektor industri yang memiliki kondisi likuiditas kurang baik cukup tinggi yakni mencapai 15,8%. Permasalahan kesulitan bahan baku, pelemahan daya beli dan penurunan permintaan ekspor menjadi faktor utama pelemahan kondisi usaha dan likuiditas perusahaan di Sumbar. Tabel 4.5. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Sektor Memiliki Kredit Bank (% thd total responden) Perkiraan Beban Angsuran (% Responden thd Responden Kredit) Semakin Semakin Tetap Berat Ringan Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Angkutan Jasa Total Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Beban Angsuran Utang Korporasi Ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Kondisi ini sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 3,3%. Sementara itu, terdapat hanya 4,5% korporasi yang memiliki kredit perbankan dan menyatakan bahwa beban 54

75 angsuran kredit ke depan akan semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Meskipun suku bunga perbankan sudah mulai menurun, kondisi permintaan yang masih lemah memberi dampak terhadap kemampuan bayar beban angsuran yang cukup berat. Dari total 150 pelaku usaha, hanya terdapat 16% responden yang masih memiliki utang ke perbankan. Relatif minimnya responden yang menggunakan kredit mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku usaha menggunakan pembiayaan dari non-perbankan atau relatif memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya dengan keuangan mandiri Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Dengan besarnya eksposur kredit sektor korporasi dalam penyaluran kredit di Sumatera Barat, perlambatan kredit korporasi dapat berdampak pada perekonomian di Sumatera Barat. Pergerakan sektor korporasi sangat penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 56% dari total penyaluran kredit di Sumbar. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat memengaruhi kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2015 hanya mampu tumbuh sebesar 6,6% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy) akibat belum pulihnya permintaan masyarakat. Indikasi penurunan kredit ini terlihat dari hasil liaison KPw BI Sumatera Barat. Mayoritas perusahaan di Sumbar menunjukkan adanya penurunan permintaan domestik. Meskipun relatif rendah, pertumbuhan kredit sektor korporasi masih lebih tinggi dibandingkan sektor rumah tangga, terutama didukung oleh kredit investasi yang tumbuh masih cukup tinggi mencapai 18,1% (yoy), sedikit menurun dibandingkan sebelumnya. Perlambatan kinerja kredit korporasi khususnya kredit modal kerja ini juga diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan IV 2016, yang telah terlihat dari perkembangan kredit di bulan Oktober 2016 yang masih terus menunjukkan perlambatan. Kredit korporasi hanya mampu tumbuh 4,7% (yoy), yang disebabkan perlambatan kredit modal kerja yang hanya tumbuh 0,17% (yoy) pada bulan Oktober

76 22% 34% 44% MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI Grafik Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Berd.Jenis Penggunaan Ditinjau lebih dalam berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit korporasi pada triwulan III 2016 tersebut terutama terjadi pada sektor pertanian dan industri pengolahan. Kredit pada sektor tersebut tumbuh melambat dan menjadi indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kedua sektor tersebut. Kinerja subsektor perkebunan khususnya permintaan CPO dan karet yang belum menunjukkan peningkatan lebih tinggi, menjadi penyebab utama melambatnya kredit sektor pertanian. Bahkan penyaluran kredit pada kedua subsektor tersebut (CPO dan karet) masih kontraksi sejak awal tahun Perlambatan kredit pada sektor tersebut juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Oktober 2016 yang terus melambat dengan pertumbuhan hanya mencapai 5,0% (yoy). Sementara itu, kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebagai kredit dengan pangsa terbesar di Sumbar (50%) juga terus mengalami perlambatan hingga triwulan IV 2016 yang mengindikasikan bahwa pelemahan daya beli masyarakat masih berlanjut. 56

77 % yoy Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa (7.6) II-16 III-16 IV-16* (21.4) %, NPL risiko meningkat risiko meningkat risiko meningkat Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa II-16 III-16 IV-16* risiko meningkat 4.0 Grafik Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Grafik NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Sementara itu, dari sisi risiko kredit, tekanan pada kualitas kredit korporasi terus meningkat. NPL kredit terus mengalami peningkatan dari 5,1% pada triwulan II 2016 menjadi 5,6% pada triwulan III 2016, dan diprakirakan masih meningkat pada triwulan IV 2016 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2016 yang mencapai 5,7% (yoy). Nilai NPL tersebut harus mendapat perhatian lebih bagi industri perbankan di Sumbar karena nilainya telah berada di atas threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko yang perlu mendapat perhatian tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan perdagangan yang telah mencapai lebih dari 5% pada bulan Oktober Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan meskipun relatif masih rendah, namun meningkat pada bulan Oktober 2016 mencapai 2,5%, dibandingkan triwulan I 2016 yang hanya mencapai 1,0%. Meskipun didukung dengan penurunan suku bunga kredit, kinerja penyaluran kredit korporasi belum cukup menunjukkan perbaikan hingga bulan Oktober Hingga Oktober 2016, suku bunga kredit baik investasi, modal kerja, dan konsumsi telah mengalami penurunan hampir 1%. Penurunan suku bunga tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan BI Rate/ BI 7-Days Repo Rate yang terjadi sejak awal tahun Tingginya tekanan yang dialami dunia usaha sebagai dampak perlambatan ekonomi global dan pelemahan konsumsi domestik, serta penurunan harga komoditas diindikasikan menjadi pendorong utama perlambatan kredit sektor korporasi pada triwulan III Korporasi melakukan upaya-upaya efisiensi, termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana 57

78 pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional. Kondisi ini mendorong keputusan pencairan simpanan dana di perbankan yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan DPK perbankan. 4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) Tabel 4.6. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-16 Aset ,4 12,9 9,3 6,8 6,8 Giro ,8 13,9 7,9-12,0-5,6 17,9 Tabungan ,4 14,4 13,8 20,3 14,0 49,1 Deposito ,9 5,4-1,0 1,5 1,9 33,0 Total DPK ,4 11,3 7,4 6,7 5,9 Modal Kerja ,2 6,9 4,8 1,9 0,4 34,3 Investasi ,3 30,8 15,9 21,0 18,1 21,9 Konsumsi ,9 9,3 9,6 8,1 5,7 43,8 Total Kredit ,8 12,2 9,0 8,3 6,2 Pertanian ,3 15,3 2,1 7,0 1,8 16,5 Pertambangan dan Penggalian ,3-6,4-12,2-19,5-17,0 1,3 Industri Pengolahan ,0 57,2 30,9 15,6 6,6 23,0 Listrik, Gas dan Air Bersih ,9 288,6 68,7 68,8 38,1 0,5 Konstruksi ,9 2,0-21,8 8,3 6,4 3,6 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,7 11,3 11,3 11,9 10,5 47,4 Pengangkutan dan Komunikasi ,9-22,4-33,0-11,3 6,2 1,5 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,3-19,1-3,2-12,2-10,4 3,1 Jasa-jasa ,9-18,3-20,5-21,4 1,7 3,0 Kredit Rumah Tangga ,9 9,3 9,6 8,1 5,7 LDR (%) 139,4 145,1 141,2 140,9 139,8 NPL (%) 3,1 2,7 3,0 3,3 3,6 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) Aset Perbankan Perlambatan kredit berdampak pada kinerja perbankan di Sumbar yang belum menggembirakan, salah satunya pada kinerja aset. Hingga triwulan III 2016, aset perbankan hanya mampu tumbuh rendah sebesar 6,8% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.1). Perlambatan aset perbankan tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Selain itu, meningkatnya biaya dana akibat penurunan suku bunga tertimbang kredit dan suku bunga DPK tertimbang akan memengaruhi kinerja laba perbankan dan pada akhirnya diperkirakan memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset perbankan. Pada triwulan laporan, suku bunga tertimbang kredit menurun terbatas menjadi 11,84% dari sebelumnya 58

79 sebesar 12,07% pada triwulan II 2016, sementara suku bunga tertimbang DPK turun terbatas dari 3,55% menjadi 3,52%. Triliun Rp % yoy 70 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Intermediasi Perbankan Perkembangan DPK Penurunan tabungan masyarakat berdampak pada perlambatan penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan III 2016 tercatat melambat sebesar 5,9% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 yang mampu tumbuh mencapai 6,% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama terjadi pada jenis tabungan, sementara pertumbuhan giro juga masih terkontraksi (Grafik 4.22). Struktur DPK bank umum Sumatera Barat cenderung didominasi dana murah seperti tabungan dan giro yang mencapai hampir 67%, dibandingkan deposito sebesar 2% (Grafik 4.23). Secara historis, pertumbuhan DPK diprakirakan masih tumbuh rendah pada triwulan IV 2016, akibat penyaluran giro pemerintah yang besar seiring realisasi APBD yang besar di akhir tahun. Hal ini terlihat pada pertumbuhan DPK di bulan Oktober 2016 yang rendah dan hanya tumbuh sebesar 6,1% (yoy). 59

80 %, yoy 40 DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II III Rp triliun 40 DEPOSITO TABUNGAN GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada rendahnya pertumbuhan deposito yang hanya mampu tumbuh 1,9% (yoy). Rendahnya pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 2014 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan jenis DPK lainnya. Sejak akhir tahun 2015 suku bunga deposito terus turun dan mencapai penurunan 0,8% hingga triwulan III %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan % % 170 6, LDR NPL (RHS) 139,2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 3,7 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 - Penyaluran Kredit Perlambatan ekonomi Sumbar terindikasi dari pertumbuhan kredit yang terus melambat hingga triwulan III Pertumbuhan kredit bank umum melambat menjadi 6,2% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya sebesar 8,3% (yoy) pada triwulan II Pertumbuhan tersebut merupakan yang 60

81 terendah dalam lima tahun terakhir. Seluruh jenis kredit berdasarkan penggunaan mengalami perlambatan yang cukup dalam hingga triwulan III Bahkan untuk jenis kredit modal kerja mengalami stagnasi atau hampir tidak tumbuh (Grafik 4.24). Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya sebesar 56% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan ratarata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 70% dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan upaya dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial untuk mendorong penguatan sektor perbankan dalam mendukung peningkatan ekonomi. Bank Indonesia menurunkan BI rate sebanyak 4 kali sejak bulan akhir tahun 2015 hingga Juli 2016 dengan total penurunan mencapai 100 basis point (bps). Bank Indonesia juga melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus Selain BI Rate yang digunakan saat ini, perkenalan suku bunga kebijakan yang baru ini tidak mengubah stance kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Sejak diberlakukan efektif, Bank Indonesia juga telah menurunkan BI 7-Days Repo Rate sebanyak 2 kali dengan total penurunan sebanyak 50 bps. Meskipun belum signifikan, penurunan BI rate dan BI 7-day Repo Rate diikuti dengan penurunan suku bunga tertimbang kredit sebesar 50 bps dari 12,34% pada bulan Desember 2015 menjadi 11,4% pada September Dengan didukung berbagai kebijakan pemerintah dan lembaga/otoritas terkait lainnya, diharapkan suku bunga dapat terus turun hingga mencapai single digit di akhir tahun Perkembangan LDR dan NPL Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 sedikit menurun namun konsisten berada di level yang tinggi. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan III 2016 ini tercatat sedikit menurun menjadi 139,8% dari sebelumnya sebesar 140,9% (Grafik 4.25). Penurunan LDR ini diprakirakan 61

82 akan berlanjut terindikasi dari nilai LDR pada bulan Oktober 2016 yang menurun menjadi 139,2%. Meskipun menurun, nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan. Sementara itu, penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar terus berlanjut dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan III 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,6% dari sebelumnya sebesar 3,3%. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi khususnya pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih rendahnya kegiatan usaha dan daya beli masyarakat terus menggerus kualitas kredit. Penurunan kualitas kredit ini memerlukan perhatian yang serius karena terindikasi terus meningkat. Hal ini terlihat pada NPL bulan Oktober 2016 yang kembali meningkat menjadi 3,7%. Kredit korporasi menjadi pendorong utama peningkatan NPL bulan Juli 2016 menjadi 5,7% dari 5,1% pada triwulan III Perbankan Syariah Indikator Perbankan Tabel 4.7. Indikator Perkembangan Bank Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-16 Aset 4,087 4,125 4,132 4,078 4, DPK 2,499 2,564 2,593 2,558 2, Giro Tabungan 1,275 1,378 1,320 1,387 1, Deposito 1,094 1,028 1,133 1,044 1, Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan 3,550 3,570 3,631 3,673 3, Modal Kerja ,045 1,080 1, Investasi Konsumsi 2,138-2,105-2,101-2,091-2, Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi 3,550 3,570 3,631 3,673 3, Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Sosial Sektor Rumah Tangga 2,138 2,105 2,101 2,091 2, Financing-to-Deposit Ratio (FDR) Non-Performing Financing (NPF) *Kredit berdasarkan lokasi proyek. 62

83 Ditengah perlambatan indikator perbankan bank umum, beberapa indikator perbankan syariah mulai mengalami perbaikan, meski masih sangat terbatas. Aset perbankan syariah turut membaik dari tumbuh 1,3% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan III Dengan pertumbuhan tersebut, pangsa aset perbankan syariah meningkat dari 7,2% menjadi 7,4% dari total aset perbankan di Sumatera Barat. Sementara itu, kinerja penghimpunan DPK pada periode laporan juga mulai tumbuh meningkat 6,9% (yoy) menjadi 9,8% (yoy). Di sisi lain, kinerja pembiayaan syariah relatif masih rendah dan hanya mampu tumbuh terbatas 1,5% (yoy). Rendahnya pertumbuhan pembiayaan juga disertai dengan penurunan kualitasnya yang terlihat dari peningkatan NPF dari 4,5% menjadi 4,7%. Sementara itu, rasio Finance to Deposit Ratio (FDR) juga mengalami penurunan dari 143,6% menjadi 131,3% pada triwulan laporan. Hal tersebut terjadi karena peningkatan penghimpunan dana dari masyarakat lebih besar daripada peningkatan realisasi penyaluran pembiayaan. 4.4 Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus membaik sejak triwulan I Penyaluran kredit perbankan untuk UMKM pada triwulan III 2016 mencapai Rp15,4 triliun atau tumbuh sebesar 4,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 3,8% (yoy) (Grafik 4.26). Perbaikan kinerja kredit UMKM tidak terlepas dari adanya sejumlah kebijakan yang dilakukan pemerintah, antara lain melalui a) penetapan target penyaluran KUR oleh bank plat merah dan sejumlah BPD, b) penurunan suku bunga KUR, c) kemungkinan adanya penambahan pagu pada KUR mikro. Berdasarkan komponennya, sumber perbaikan kinerja kredit UMKM terutama berasal dari membaiknya pertumbuhan kredit mikro dan kredit menengah. Sementara pertumbuhan kredit kecil pada triwulan III 2016 melambat menjadi 9,8% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy). 63

84 % Pertanian 50 UMKM Mikro Kecil Menengah Transportasi 13.3% % Industri 32.6 Lain-lain Pengolahan % 4.3% Perdagangan % -20 (17.0) -30 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Secara sektoral, membaiknya pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi pada sektor bangunan dan jasa-jasa. Kredit UMKM sektor bangunan dan jasa-jasa masing-masing mampu tumbuh dari 2,9% (yoy) dan negatif 22,4% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% (yoy) dan 2,5% (yoy) pada triwulan III Meningkatnya permintaan KPR dan pengerjaan proyek fisik infrastruktur pemerintah mendorong permintaan kredit sektor bangunan. Sementara, kredit UMK sektor perdagangan yang memiliki pangsa sebesar 66,6% dari total kredit tercatat melambat dari 13,6% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 12,0% (yoy) pada triwulan III Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM belum diikuti dengan perbaikan kualitas kreditnya. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit UMKM yang masih berada di kisaran 7% sejak triwulan awal Bahkan NPL kredit menengah masih mencapai double digit sejak triwulan I Nilai NPL tersebut sudah melampaui ketentuan batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5,0%. Hal ini tentu saja menjadi salah satu pertimbangan dan kehatihatian perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM ditengah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, risiko peningkatan rasio NPL diprakirakan masih besar mengingat suku bunga rata-rata UMKM yang masih tinggi sebesar 13,0% pada triwulan laporan. Untuk itu perlu ada perhatian dan sejumlah upaya dari perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM sehinga tidak mengganggu ketahanan keuangan daerah. 64

85 % UMKM Mikro Kecil Menengah IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Akses Keuangan Penduduk Akses keuangan masyarakat baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit mengalami peningkatan pada triwulan III Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk dan angkatan kerja di Sumatera Barat periode Agustus 2016 mencapai 165,7%, meningkat dibandingkan periode Februari Rasio yang lebih dari 100% mengindikasikan terdapat penduduk angkatan kerja yang memiliki rekening lebih dari satu. Rasio lebih dari 100% juga menunjukkan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasiswa. Sejalan dengan DPK, rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio penduduk angkatan kerja di Sumatera Barat meningkat menjadi 26,9% pada Agustus 2016 (Grafik 4.30). Meningkatnya rasio rekening kredit mengindikasikan bahwa penggunaan kredit oleh masyarakat mulai membaik, namun perlu disertai dengan kehati-hatian baik dari pihak perbankan maupun masyarakat agar kualitas kredit dapat terjaga. Selain itu, meningkatnya rekening kredit juga merupakan adanya indikasi peningkatan financial literacy dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan. 65

86 % % Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Grafik Rasio Rekening DPK Penduduk Grafik Rasio Rekening Kredit Penduduk % % Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Grafik Rasio Rekening DPK Penduduk Bekerja Grafik Rasio Rekening Kredit Penduduk Bekerja 66

87 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 67

88 5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat mengalami penurunan baik melalui RTGS maupun kliring. Transaksi melalui RTGS turun pasca penerapan RTGS Generasi II, tercermin dari penurunan nominal dan volume transaksi. Dari sisi kliring, pada triwulan III 2016, volume transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 9,4% (yoy) menjadi lembar. Kondisi serupa juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,85 triliun atau 6,29% (yoy). Sementara dari sisi pembayaran tunai, pergerakan arus kas di Provinsi Sumatera Barat kembali menunjukkan pola normalnya pada triwulan III Setelah Bulan Ramadhan, lebaran, liburan sekolah dan pergantian tahun ajaran baru yang berlangsung hampir bersamaan pada triwulan II 2016 lalu, Sumatera Barat tercatat kembali mengalami net inflow uang kartal pada triwulan laporan sebesar Rp3,59 triliun setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net outflow yang tidak pernah terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Arus kas uang masuk (inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. 5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) Transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan tren menurun, baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp2,2 triliun, turun signifikan hingga 93,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp32,3 triliun. Kodisi tersebut sejalan dengan penurunan volume transaksi menjadi transaksi, atau turun 91,6% (yoy). Penurunan 68

89 transaksi ini terjadi pasca penerapan RTGS Generasi II yang dimulai sejak triwulan IV Triliun Rp RTGS (Rp Miliar) RTGS (volume) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ribu triliun rupiah Nominal (miliar Rp) Volume (lembar) ribu lembar 5, , , , , , , , , , ,00 88 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar * Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar *) Data sementara Transaksi Kliring Seiring dengan perlambatan ekonomi yang berdampak pada penurunan kegiatan usaha, transaksi kliring juga mengalami penurunan. Pada triwulan III 2016, volume transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 9,4% (yoy) menjadi lembar. Kondisi serupa juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,85 triliun atau 6,29% (yoy) Jumlah Kartu Nominal Transaksi - rhs juta rupiah Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital I II III IV I II III (5) - I II III IV I II III Grafik 5.3. Perkembangan Layanan Keuangan Digital di Sumbar Grafik 5.4. Frekuensi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar Layanan Keuangan Digital Hingga triwulan III 2016, perkembangan implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sumatera Barat terus membaik. Tercatat, pertumbuhannya 69

90 mencapai 131,7% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, atau sebanyak agen. Namun sayangnya, pertumbuhan jumlah agen LKD tersebut belum diiringi dengan peningkatan jumlah transaksi. Pada triwulan III 2016, hanya tercatat sebanyak 77 transaksi, turun 20,62% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 97 transaksi. Hal ini ditengarai karena kemampuan ekonomi masyarakat yang cenderung menurun pasca efek seasonal pada triwulan sebelumnya yang mendorong masyarakat untuk lebih konsumtif sehingga berpengaruh terhadap transaksi LKD pada triwulan III Namun demikian, implementasi program LKD diprakirakan akan terus tumbuh. Hal ini disebabkan oleh dukungan dari sejumlah pihak, terutama dari pemerintah untuk mengonversikan bantuan sosial kepada masyarakat prasejahtera yang sebelumnya dilakukan secara tunai menjadi non tunai melalui agen-agen perbankan, salah satunya LKD. Saat ini, tercatat baru terdapat 1 agen LKD yang juga ditunjuk sebagai agen penyalur bantuan sosial non tunai dari pemerintah dan ditargetkan akan membentuk sejumlah agen baru lainnya pada tahun Penyaluran bantuan sosial non tunai selain memberikan banyak kemudahan kepada masyarakat penerimanya, juga membantu pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap bantuan yang telah diberikan, sehingga bantuan tersebut lebih tepat sasaran. 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Pergerakan arus kas di Provinsi Sumatera Barat kembali menunjukkan pola normalnya pada triwulan III Setelah mengalami net outflow yang tidak pernah terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir pada triwulan II 2016 ketika ramadhan, lebaran, liburan sekolah dan pergantian tahun ajaran baru berlangsung hampir bersamaan, Sumatera Barat kembali mengalami net inflow uang kartal pada triwulan laporan sebesar Rp3,59 triliun. Arus kas uang masuk (inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. 70

91 Inflow Outflow Net Inflow-rhs miliar rupiah miliar rupiah (1.000) 0 (2.000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) triliun rupiah Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.5. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Uang tidak layak edar (UTLE) yang dimusnahkan mengalami penurunan pada periode triwulan III Pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat turun 25,52% (yoy). Rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow juga mengalami penurunan di level 30,5% dibandingkan rasio pemusnahan UTLE triwulan sebelumnya sebesar 68,8%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa jumlah uang yang beredar di Sumatera Barat sebagian besar didominasi oleh uang layak edar (ULE). Hal tersebut sejalan dengan kebijakan clean money policy sehingga uang yang beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar. Sementara itu, jumlah pemusnahan UTLE secara lembaran berbanding terbalik dengan jumlah pemusnahan UTLE secara nilai instrinsiknya. Hingga triwulan III 2016, jumlah lembar pemusnahan ULTE terus mengalami penurunan di level 37,8 juta lembar. Hal ini menggambarkan bahwa pemusnahan UTLE di Sumatera Barat lebih banyak dipengaruhi oleh pemusnahan uang pecahan besar (UPB). 71

92 juta lembar Pemusnahan UTLE I II III IV I II III Grafik 5.7. Pemusnahan UTLE di Sumbar Lembar Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.8. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Temuan uang rupiah palsu mengalami peningkatan signifikan pada periode laporan. Temuan rupiah palsu selama triwulan III 2016 di Sumatera Barat tercatat sebanyak 281 lembar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 125 lembar rupiah palsu. Kantor Perwakilan Bank indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak, antara lain Kepolisian Daerah Provinsi Sumatera Barat melalui Forum Komunikasi Tingkat Daerah (FKTD) yang salah satu isunya terkait dengan penanganan rupiah palsu. Selain itu sosialisasi terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian rupiah serta cara memperlakukan rupiah dengan baik. 72

93 BOKS 3: Forum Koordinasi Tingkat Daerah Membantu Penyelenggaraan Sistem Pembayaran yang Aman dan Andal Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FKTD) merupakan sebuah program kerja sama yang dilakukan di tingkat pusat antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan kewenangan Bank Indonesia yang implementasi kerja samanya dilakukan hingga di tingkat daerah. Sebagai bentuk penerapan program tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat bersama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat telah melakukan kegiatan tersebut pada Selasa, 18 Oktober 2016 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Dalam kegiatan koordinasi tersebut, dibahas sejumlah isu terkini antara lain, isu perlindungan konsumen sistem pembayaran dan tindak kejahatan perbankan, kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI sesuai amanat undang-undang, pencegahan dan pemberantasan uang Rupiah palsu serta isu terkait penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah. Terkait isu pemberantasan uang Rupiah palsu di wilayah Sumatera Barat, pihak Polda Sumatera Barat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat berencana untuk kembali mengaktifkan Tim Terpadu Pemberantasan Rupiah Palsu di daerah bersama unsur terkait sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Hal ini disebabkan karena peredaran dan temuan uang Rupiah palsu di Sumatera Barat mengalami peningkatan signifikan pada triwulan III Untuk itu, terkait dengan rencana reaktivasi Tim Terpadu Pemberantasan Rupiah Palsu akan dibahas teknis serta mekanismenya pada rapat pleno lanjutan pada bulan Desember 2016 dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. 73

94 6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 2016, angka penggangguran terbuka pada Agustus 2016 menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya akibat perbaikan kinerja sektor pertambangan sehingga membutuhkan tambahan angkatan kerja untuk sektor tersebut. PDRB lapangan usaha pertambangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 3,13% atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya -0,32% (yoy) seiring dengan meningkatnya aktivitas tambang batubara dan emas. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun demikian dalam setahun terakhir, sektor pertanian justru merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja secara tahunan (yoy). Berdasarkan Survei Konsumen dan Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, ekspektasi masyarakat terhadap ketenagakerjaan di Sumbar pada triwulan III 2016 cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan serta sektor pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa sawit (CPO) dan karet. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah peningkatan persentase jumlah penduduk miskin serta rasio gini yang cenderung meningkat. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat 74

95 sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM namun masih belum diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar pada triwulan laporan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada semua subsektor kecuali subsektor peternakan. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor perkebunan, diikuti subsektor hortikultura dan tanaman pangan. 6.1 Ketenagakerjaan Daerah Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 2016, tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat sedangkan pengangguran terbuka menurun (yoy) (rilis BPS terbaru periode Agustus 2016). Tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus 2016 meningkat dibandingkan Agustus 2015, namun sedikit menurun dibandingkan Februari 2016 (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Kegiatan Utama Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Penduduk Usia 15 Tahun Keatas 3,40 3,52 3,55 3,58 3,61 3,63 3,66 3,69 Angkatan Bekerja 2,46 2,22 2,50 2,33 2,48 2,35 2,58 2,47 Bekerja 2,30 2,06 2,34 2,18 2,33 2,18 2,43 2,35 Pengangguran 0,16 0,16 0,16 0,15 0,15 0,16 0,15 0,13 Bukan Angkatan Kerja 1,27 1,31 1,04 1,25 1,13 1,29 1,09 1,21 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 65,85 62,92 70,58 65,19 68,73 64,56 70,34 67,08 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % 6,39 7,02 6,32 6,50 5,99 6,89 5,81 5,09 Pekerja Tidak Penuh 0,84 0,90 0,79 0,80 0,87 0,74 0,87 0,76 Setengah Pengangguran 0,37 0,25 0,22 0,26 0,32 0,25 0,31 0,25 Pekerja Paruh Waktu 0,48 0,65 0,57 0,55 0,55 0,49 0,56 0,51 Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja 36,69 43,5 33,60 36,91 37,36 33,89 35,99 32,49 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat Selain peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja, meningkatnya kualitas ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan tingkat pengangguran yang menurun. Meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja antara lain disebabkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor pertambangan serta upaya perbaikan kinerja beberapa sektor antara lain pariwisata. Pertumbuhan PDRB lapangan usaha pertambangan pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,13% atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 0,32% (yoy) seiring dengan 75

96 peningkatan aktivitas pertambangan seperti batubara dan emas di beberapa kabupaten. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian menyerap 855,6 ribu orang tenaga kerja atau 36,4% dari total tenaga kerja. Selama setahun terakhir (Agustus Agustus 2016), jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama meningkat pada hampir seluruh sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor lainnya (pertambangan, listrik, gas dan air) dengan penambahan 38,63 ribu orang (94,09 %), dan sektor industri sebanyak 59,98 ribu orang (41,06%). Sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang mengalami penurunan dengan persentase sebesar -0,10% (yoy). Penurunan ini ditengarai disebabkan oleh adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pertambangan. Pada triwulan III 2016, kinerja sektor pertanian cenderung melambat akibat faktor cuaca yang kurang baik dan belum membaiknya harga komoditas perkebunan sehingga menjadi disinsentif bagi kelompok tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara di sisi lain, kinerja sektor pertambangan cenderung meningkat khususnya pertambangan batubara dan pertambangan emas yang menjadi insentif dan memicu peningkatan kebutuhan tenaga kerja. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 4,4 4,1 6,2 4,3 4,1 3,8 4,1 5,7 21,0 22,9 19,6 22,3 8,1 6,4 6,7 23,3 23,4 25,0 22,0 6,9 7,6 6,7 7,1 8,8 41,2 39,7 41,7 37,5 39,0 39,2 37,4 36,4 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Grafik 6.1. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lainnya Jasa Transportasi Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian Sumber: BPS, periode Agustus

97 Indeks Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Penghasilan Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Optimis Pesimis Grafik 6.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Indeks Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yad Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yad Indeks Kegiatan Usaha-6 bln yad Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 6.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan dan Kegiatan Usaha Yang Akan Datang Namun demikian, berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia, optimisme masyarakat terhadap kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 cenderung menurun. Penurunan persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha tersebut terindikasi dari indeks ketersediaan lapangan kerja yang pada triwulan III 2016 sebesar 78,5 atau lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan II 2016 sebesar 85,5. Kondisi tersebut juga didukung oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang memperlihatkan terjadinya penurunan indeks, dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa sawit (CPO) dan karet. Sementara itu, tingkat pendapatan masyarakat cenderung menurun dan berada pada level pesimis dengan indeks penghasilan konsumen sebesar 97,5 pada triwulan III Secara umum hal ini mencerminkan kondisi masyarakat yang cenderung pesimis terhadap tingkat pendapatan dan daya belinya sebagai akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar dengan perlambatan utama disumbang oleh kontraksi pada lapangan usaha pertanian dan komponen konsumsi pemerintah dari sisi permintaan. Status pekerjaan di Sumatera Barat sebagian besar masih bersifat informal. Berdasarkan enam kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal. Dengan demikian pada posisi Agustus 2016, pangsa pekerja formal di Sumatera Barat sebesar 38,2% atau berjumlah 896,9 ribu orang, sedangkan pekerja non formal berjumlah 1.451,0 ribu orang (Grafik 5.7). Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pangsa pekerja 77

98 informal cenderung menurun dari 64,4% (Agustus 2015) menjadi 61,8% (Agustus 2016). Bila dilihat lebih dalam, penurunan tenaga kerja informal dipicu oleh penurunan pada kelompok berusaha sendiri sementara di sisi lain tenaga kerja formal mengalami peningkatan pada kelompok berusaha dibantu buruh tetap. Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan menyambut bulan Ramadhan dan menyambut lebaran serta adanya kebutuhan perusahaan tambang untuk mempekerjakan pegawai tetap diperkirakan menjadi faktor penyebab pergeseran tenaga kerja informal ke formal tersebut. Pekerja bebas 12% Pekerja Berusaha sendiri keluarga/tak dibayar 17% 15% Buruh/ Karyawan 32% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 17% Berusaha dibantu buruh tetap 5% Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016 Grafik 6.4. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Total Universitas Diploma SMK SMA SMP SD ke bawah 2,63 4,43 5,09 5,76 6,71 7,46 8, Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016 Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi % Berbeda dari periode Februari 2016 yang didominasi oleh pengangguran yang berpendidikan diploma dan sarjana, pengangguran terbesar secara persentase pada Agustus 2016 justru pada tingkat SMA dan SMK. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah mengingat tamatan SMA mayoritas dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan memiliki keterbatasan untuk masuk ke lapangan pekerjaan formal. Sementara itu tamatan SMK relatif lebih siap dibandingkan tamatan SMA karena sudah memiliki keahlian. Dalam hal ini pemerintah daerah sebaiknya dapat mengakomodasi pengangguran tamatan SMK dengan bekerja sama dengan berbagai korporasi dan melakukan penguatan melalui balai latihan kerja dan peningkatan kemampuan seperti bahasa asing. 78

99 6.2 Kesejahteraan Daerah Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang melambat, kondisi kesejahteraan masyarakat menunjukkan penurunan. Menurunnya kesejahteraan masyarakat tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat mengalami peningkatan menjadi 371,5 ribu jiwa (Maret 2016) bila dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 349,5 ribu jiwa (September 2015), sehingga menyebabkan persentase penduduk miskin terhadap keseluruhan penduduk Sumatera Barat meningkat menjadi 7,09% dari sebelumnya yang mencapai 6,71% (Grafik 5.10). Peningkatan jumlah penduduk miskin terutama terjadi pada masyarakat pedesaan Sumatera Barat. Jumlah penduduk miskin di pedesaan meningkat sebanyak 21,5 ribu jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 252 ribu jiwa. Sementara penduduk miskin di perkotaan sedikit meningkat sekitar 400 jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 118,9 ribu jiwa. Mayoritas penduduk miskin berdomisili di daerah pedesaan yaitu mencapai 68%, sementara penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya berkisar 32% dari total keseluruhan penduduk miskin di Sumatera Barat (Grafik 5.11). ribu jiwa % 500 Jumlah Penduduk Miskin Kota 10 9,5 9,0 Jumlah Penduduk Miskin Desa 9 8,2 8,1 Total Penduduk Miskin-rhs ,6 7, ,3 6,9 7, , Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat ribu Rp/kapita/bulan 500 Kota Desa Kota+Desa 450 g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 403, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat % (yoy) , (1) Garis kemiskinan terindikasi meningkat terutama untuk pengeluaran komoditas makanan. Garis kemiskinan 8 mencapai Rp per kapita/bulan (Maret 2016), meningkat dari sebelumnya sebesar Rp per 8 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 79

100 kapita/bulan (September 2015) (Grafik 5.11). Terkait pengeluaran terhadap komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai peran jauh lebih besar terhadap garis kemiskinan dibandingkan komoditas non makanan. Di pedesaan pertumbuhan garis kemiskinan yang meningkat cukup signifikan terutama ditujukan untuk pengeluaran komoditas makanan, sedangkan garis kemiskinan untuk makanan di perkotaan relatif stabil. Sementara itu, garis kemiskinan untuk pengeluaran komoditas non makanan mengalami peningkatan yang cukup tinggi baik di perkotaan namun dipedesaan. ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 400 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Garis Kemiskinan untuk Makanan ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 129,4 122,0 77,9 81,4 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Garis Kemiskinan untuk Non Makanan % (yoy) Kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan serta ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin cenderung menurun. Kondisi tersebut tercermin dari menurunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 9 dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2 10 ). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari September 2015 ke Maret 2016 (Grafik 5.14), sehingga memberikan sinyal positif dalam upaya pengentasan kemiskinan. Apabila dilihat berdasarkan daerah, indeks P1 baik di pedesaan maupun perkotaan mengalami penurunan dengan tingkat penurunan terbesar terjadi di daerah kota. Semakin menurunnya indeks P1 mengindikasikan adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk 9 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), bertujuan untuk mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap garis kemiskinan. 10 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin 80

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 76/11/19/Th.IX, November 01 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 01 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III-01 TUMBUH,96 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-01

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016 No. 74/11/19/Th. X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III- TUMBUH 3,83 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN TRIWULAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci