KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilainilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAINILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan III2014 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan IV2014. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data eksporimpor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihakpihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 17 November 2014 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Mahdi Muhammad Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar... Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... iii iv viii x xiv xv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Boks 1 Gejolak Harga Crude Palm Oil dan pengaruhnya Terhadap Non Performing Loan Kredit Subsektor Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau iv

6 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Perbankan Riau Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Perkembangan Aset Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Konsentrasi Kredit Penyaluran Kredit UMKM Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Risiko Kredit Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Profitabilitas Spread Bunga Pendapatan dan Beban Bunga v

7 Daftar Isi HALAMAN 3.6. Perbankan Syariah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 57 (BPR/S) 5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perkembangan Transaksi Pembayaran Kondisi Umum Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (InflowOutflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Real Time Gross Settlement (RTGS) Boks 2 Electronic Money: Pemetaan, Tantangan dan Penerapannya studi Kasus Kota Pekanbaru.. BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Ketenagakerjaan BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xvii vi

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) 10 Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy). 10 Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Riau (Juta USD) Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu ton) Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%). 18 Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy, %) 18 Tabel 1.7. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp. Juta) Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan III Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum di Provinsi Riau (dalam Rp. Juta) Tabel 3.4. Kredit Menurut sektor Ekonomi di Provinsi Riau (dalam Rp. Juta).. 42 Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (dalam Rp. Juta) Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp. Juta) 46 Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi.. 46 Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM Menurut Sektor Ekonomi (dalam Rp juta) 47 Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan (Rp Juta) 47 Tabel NPLs per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau 49 Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau 50 Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) 51 Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp Juta) 51 Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau 53 viii

9 Daftar Tabel Tabel Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp Juta) Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/Sdi Provinsi Riau (dalam Rp. Juta) Tabel Perkembangan Penyaluran KUR di Riau 59 Tabel Perkembangan Nilai BIRTGS di Provinsi Riau Triwulan II2014 (Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BIRTGS di Riau Triwulan II Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan III2013 dan Triwulan III2014 (Rp miliar) Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan III2013 dan Triwulan III2014 (Rp miliar) Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama...71 Tabel 5.2. Sebaran Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan Lokasi di Provinsi Riau (%) Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2013 dan Tahun ix

10 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) 9 Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods 11 Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.6. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun (yoy) Grafik 1.7. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik Grafik Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Jumlah Proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Migas Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor NonMigas Riau Menurut Wilayah Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, x

11 Daftar Grafik dan Peternakan 19 Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia. 21 Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global. 21 Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau.. 21 Grafik Perkembangan Kredit Hotel Bintang di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit...23 Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy) 27 Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Ratarata Historis Tw III ( ) 29 Grafik 2.4. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw III Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan RataRata Historis Tw III ( ) 30 Grafik 2.6. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw III Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) 31 Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) 32 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 32 Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia 32 Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan NonTradables Goods (yoy) 32 xi

12 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy).. 33 Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy).. 34 Grafik Perkembangan Inflasi Riau dan Nasional secara Triwulanan (qtq) 35 Grafik Historis Inflasi Selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) Grafik Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang Disurvey Triwulan III Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompo Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) 44 Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) 44 Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 45 Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau 48 Grafik 3.8. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau 49 Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau 53 Grafik Perkembangan Suku Bunga RataRata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 Bulan Grafik Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar).. 55 Grafik Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) 55 Grafik Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum di Provinsi Riau Grafik KUR Menurut Sektor Ekonomi Grafik KUR Menurut Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau.. 61 Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau. 62 Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.1. Sebaran Penduduk Bekerja di Provinsi Riau Tahun Grafik 5.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Riau (%) xii

13 Daftar Grafik Grafik 5.3. Sebaran Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi Grafik 5.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%) Grafik 5.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota (%) Grafik 5.6 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota (%) 75 xiii

14 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xiv

15 Daftar Gambar Halaman ini sengaja dikosongkan xv

16 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Indeks Harga Konsumen*) : Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) B. PERBANKAN INDIKATOR (dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Bank Umum Total Aset 73,223,820 78,286,527 80,675,676 76,861,876 73,201,701 82,036,875 86,572,336 DPK 52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 54,466,287 60,795,211 63,383,834 Giro 15,784,036 16,721,201 15,832,861 13,298,066 12,556,764 16,863,613 14,828,129 Tabungan 23,838,197 23,861,366 25,713,538 28,588,150 27,363,917 26,936,859 27,586,835 Deposito 13,131,535 15,407,504 15,331,951 13,637,670 14,545,606 16,994,736 20,968,870 Kredit berdasarkan lokasi proyek 60,296,662 62,761,261 64,359,544 66,696,948 67,020,254 72,391,925 71,441,476 LDR Lokasi Proyek (%) Kredit 44,090,792 44,090,792 47,548,033 48,745,468 48,487,679 50,668,252 50,978,867 Modal Kerja 15,423,020 14,593,372 14,789,614 15,413,714 14,871,302 15,620,041 15,971,702 Investasi 12,326,636 14,941,919 15,313,208 15,383,108 15,482,142 16,292,777 16,080,635 Konsumsi 16,341,136 17,014,991 17,445,211 17,948,646 18,134,236 18,755,434 18,926,530 LDR (%) , NPL (%) Kredit UMKM 15,730,406 17,122,417 17,344,493 17,614,783 18,094,921 19,753,458 19,687,770 Mikro 3,973,181 4,239,979 4,287,628 4,317,958 4,424,699 5,210,241 4,940,401 Kecil 6,070,237 6,271,690 6,566,675 6,912,290 7,030,433 7,279,402 7,669,811 Menengah 5,686,988 6,610,748 6,490,190 6,384,535 6,639,789 7,263,815 7,077,558 NPL MKM (%) NPL MKM Net (%) BPR Total Aset 1,019,107 1,027,508 1,063,827 1,043,922 1,102,376 1,091,313 1,106,417 DPK 688, , , , , , ,216 Kredit berdasarkan lokasi proyek 715, , , , , , ,127 Rasio NPL LDR xv

17 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan Inflow Outflow Tw I Tw II Tw III Tw IV I II III (98,037) 2,011,793 2,243,321 4,850, ,524 2,250,641 2,610,379 1,640,158 1,147,027 2,456, ,382 1,884,781 1,135,202 2,330,869 1,542,121 3,158,820 4,699,901 5,595,358 2,132,305 3,385,843 4,941,248 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 171, , , , , , ,336 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 90,785 96,628 82,740 91,492 73,538 97,703 88,063 Volume Transaksi RTGS (lembar) 51,596 53,531 52,745 71,150 47,244 48,670 47,610 Ratarata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,513 1,534 1,293 1,500 1,226 1,656 1,398 Ratarata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) , Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 165, , , , , , ,211 Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,703 6,254 6,749 5,869 5,522 6,931 7,980 Ratarata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2,766 3,920 2,926 3,257 3,331 4,260 2,956 Ratarata Harian Cek/BG Kosong xvi

18 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Kinerja ekonomi Riau pada triwulan III 2014 kembali mengalami perlambatan. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh 1,73% (yoy) melambat dibandingkan triwulan II 2014 yang mencapai 2,48% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,14% (yoy), juga melambat triwulan II 2014 dan mencapai 7,13% (yoy) dan 5,47% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan nonmigas Riau masih lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional. 1

19 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan III 2014 kembali mengalami perlambatan. Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh melambatnya sektor tradables dan komponen investasi. Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan III 2014 utamanya didorong oleh melambatnya kinerja sektor tradables yaitu kontraksi yang cukup dalam pada sektor pertambangan. Sementara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.. Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh perlambatan pada komponen investasi dan peningkatan impor. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari kondisi ekonomi domestik yang kurang kondusif akibat perbaikan ekonomi global yang masih terbatas. Sementara itu, peningkatan impor akibat peningkatan kebutuhan BBM dalam rangka menyambut Ramadhan dan hari raya Idul Fitri turut menghambat laju pertumbuhan ekonomi Riau. Di sisi lain, perbaikan ekspor komoditas utama dan meningkatnya konsumsi akibat faktor masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi faktor yang menahan laju perlambatan ekonomi pada triwulan laporan II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan II 2014 masih berasal dari konsumsi serta membaiknya komponen ekspor Pada triwulan III 2014, pertumbuhan ekonomi Riau dengan migas tercatat melambat, yaitu dari 2,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,73% (yoy). Perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh perlambatan komponen investasi, dan peningkatan impor. Namun demkian, masih kuatnya konsumsi karena masih kuatnya optimisme konsumen sejalan dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014 yang sedikit banyaknya mampu mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, membaiknya ekspor juga menjadi faktor yang menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan. Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor tradables, khususnya sektor pertambangan. Dari sisi sektoral, kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III 2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan dimana pertumbuhan sektor tradables tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sementara sektor nontradables tumbuh terbatas. Secara tahunan, pertumbuhan sektor tradables Riau melambat dari 1,22% (yoy) menjadi 0,09% (yoy). Perlambatan sektor tradables berasal dari kontraksi sektor pertambangan khususnya migas. Sementara dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor 2

20 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif tradables juga tercatat melambat yaitu dari 8,35% (yoy) menjadi 6,72% (yoy). III. ASSESMEN INFLASI Faktor utama penyebab menurunnya inflasi Riau pada triwulan III 2014 didominasi oleh penurunan tekanan inflasi dari kelompok administrated price Inflasi Riau pada triwulan III 2014 (yoy) tercatat sebesar 5,81%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,59%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari 6,70% pada triwulan II 2014 menjadi 4,53% pada triwulan III Namun demikian, bila dibandingkan dengan ratarata historisnya sejak , inflasi Riau pada triwulan III 2014 masih tercatat lebih tinggi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan II 2014 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Secara tahunan, masih berlanjutnya trend penurunan inflasi Riau disebabkan oleh faktor non fundamental, yaitu menurunnya tekanan inflasi dari kelompok administered price akibat telah habisnya efek kenaikan BBM yang terjadi pada Juni Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 5,50% (yoy), Kota Dumai sebesar 5,88% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 8,91% (yoy). Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tembilahan yaitu mencapai 8,91%, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masingmasingmasing sebesar 5,88% dan 5,50%. Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber penurunan inflasi pada triwulan III 2014 berasal dari menurunnya inflasi kelompok pendidikan dan kelompok transportasi yaitu masingmasing menjadi sebesar 3,14% dan 2,62%. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kondisi perbankan Provinsi Riau pada triwulan III 2014 cenderung membaik, dimana secara tahunan aset dan dana tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, meski kredit masih cenderung melambat. Kualitas kredit juga masih relatif stabil, namun kualitas Bank Perkreditan Rakyat 3

21 Ringkasan Eksekutif Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan stabilnya kualitas kredit (BPR) perlu mendapat perhatian serius, mengingat tingginya Non Performing Loan (NPL) BPR dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 11,42% (yoy) dari 8,68% pada triwulan sebelumnya, hingga menjadi Rp64,15 triliun. Posisi Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau tercatat mengalami penurunan pada triwulan III LDR yaitu tercatat sebesar 80,73 Namun dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 111,36%. Sementara itu, risiko kredit yang disalurkan relatif stabil yaitu sebesar 3,57%, dan tercatat masih berada dalam batas aman yang ditetapkan. Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh melambat dibandingk an triwulan sebelumnya Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,69 triliun, tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 15,37% (yoy) menjadi 13,51%(yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau tercatat stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 38,62%. Pertumbuhan penyerapan kredit paling tinggi tercatat pada skala usaha kecil, yaitu mencapai 16,80% (yoy), pangsa kredit skala kecil juga tercatat paling besar yaitu mencapai 38,96% dengan nilai kredit sebesar Rp. 7,67 T Kinerja perbankan syariah pada triwulan III 2014 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2014 aset perbankan syariah kontraksi sebesar 5,32% (yoy) sehingga menjadi Rp5,13 triliun. Pangsa aset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan III 2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,85%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,20%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang lalu, tercatat 4

22 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif beroperasi 13 bank syariah di lingkup wilayah Provinsi Riau yaitu 11 bank umum syariah dan 2 BPRS Penurunan aset didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar 8,62% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,60 triliun. Sementara itu, pembiayaan syariah tercatat hanya tumbuh 2,22% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,63% (yoy). Penurunan dana yang dihimpun yang diikuti dengan peningkatan kredit menyebabkan Fund to Deposit Ratio (FDR) meningkat dari periode sebelumnya menjadi 95,48%.Kualitas pembiayaan sedikit membaik, terlihat dari Non Performing Funding (NPF) yang menurun pada triwulan laporan namun masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Keuangan Daerah Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan III 2014 tidak mengalami perubahan berarti. Alokasi anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga triwulan III 2014 secara umum tidak mengalami perubahan berarti dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mencapai 79,11% atau sebesar Rp5,63 triliun, naik 15,26% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah yaitu sebesar Rp2,25 triliun atau sekitar 27,27% dari total anggaran yang dialokasikan. Kondisi ini menurun 13,08% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.. V. PROSPEK Perekonomian Daerah Prospek perekonomian Riau pada triwulan IV 2014 diperkirakan relatif stabil yakni berada pada kisaran 1,5% 2,0% (yoy). Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV2014 secara umum diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan III2014. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 1,52,0% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan relatif melambat yakni berada pada kisaran 5,46,2% (yoy). 5

23 Ringkasan Eksekutif Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. akibat faktor kenaikan BBM bersubsidi pada triwulan laporan. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat cukup berarti, terkait dengan akhir tahun anggaran dalam merealisasikan belanja, meskipun tidak sebesar periode yang sama pada tahun sebelumnya. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih tertahan. Dari sisi eksternal, ekspor masih tercatat membaik sejalan dengan meningkatnya kondisi perekonomian global. Sementara itu, dari sisi sektoral, kinerja sektor tradables tumbuh terbatas, terutama pada sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini diperkirakan karena kondisi perekonomian yang kurang kondusif akibat dampak kenaikan BBM bersubsidi. Selain itu, kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi. Sementara, masih terbatasnya perbaikan perekonomian dan masih rendahnya harga komoditas diperkirakan akan memberi tekanan pertumbuhan ekonomi pada triwulan mendatang dari sisi eksternal. Di sisi lain, faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau. Selain itu, tren penguatan nilai tukar Rupiah juga akan memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian Riau. Sementara adanya kepastian akan penandatanganan RTRW Riau diperkirakan secara jangka panjang akan berdampak pada peningkatan produksi pertanian karena legalisasi lahan sudah semakin jelas. 6

24 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif Inflasi Proyeksi inflasi pada triwulan IV 2014 diperkirakan mencapai 4,8% 5,5% Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan meningkat, yaitu berada pada kisaran 6,67,3% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 3,43,8% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan IV2014 diperkirakan akan berasal dari inflasi administered price yang diperkirakan berasal dari kenaikan BBM bersubsidi Peningkatan tersebut diperkirakan akan berdampak terhadap kenaikan inflasi volatile foods dan inflasi inti (core inflation). Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah yang mulai diberlakukan pada triwulan IV2014 dan diperkirakan juga akan menambah tekanan inflasi administered price, antara lain (i) kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk enam golongan pelanggan PLN (1330 VA5500 VA) tahap ketiga yang mulai diberlakukan November 2014, (ii) adanya kebijakan terkait kenaikan harga elpiji nonsubsidi (12 kg). Tekanan inflasi volatile foods juga akan disebabkan oleh pergeseran masa panen dan terbatasnya pasokan akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif. Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) secound round effect dampak kenaikan BBM bersubsidi, (ii) nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barangbarang impor, dan (iii) rencana pemerintah menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca lebaran. 7

25 Ringkasan Eksekutif Halaman ini sengaja dikosongkan 8

26 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Kinerja ekonomi Riau pada triwulan III 2014 kembali mengalami perlambatan. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh 1,73% (yoy) melambat dibandingkan triwulan II 2014 yang mencapai 2,48% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,41% (yoy), juga melambat dibandingkan triwulan II 2014 yang mencapai 7,13% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan nonmigas Riau masih lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional. 8

27 yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) Sumber : BPS Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan III 2014 utamanya disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor tradables yaitu kontraksi yang cukup dalam pada sektor pertambangan. Sementara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan juga tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi utamanya disebabkan oleh perlambatan pada komponen investasi dan peningkatan impor. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari kondisi ekonomi domestik yang kurang kondusif akibat perbaikan ekonomi global yang masih terbatas. Sementara itu, peningkatan impor akibat peningkatan kebutuhan BBM dalam rangka menyambut Ramadhan dan hari raya Idul Fitri turut menghambat laju pertumbuhan ekonomi Riau. Di sisi lain, perbaikan ekspor komoditas utama dan meningkatnya konsumsi akibat faktor masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi faktor yang menahan laju perlambatan ekonomi pada triwulan laporan. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Riau Nasional Riau (Tanpa Migas) Nasional (Tanpa Migas) Pada triwulan III 2014, pertumbuhan ekonomi Riau dengan migas tercatat melambat, yaitu dari 2,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,73% (yoy). Perlambatan ekonomi utamanya disebabkan oleh perlambatan komponen investasi, dan peningkatan impor. Namun demkian, masih kuatnya konsumsi karena masih kuatnya optimisme konsumen sejalan dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014 yang sedikit banyaknya mampu mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, membaiknya ekspor juga menjadi faktor yang menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan. 9

28 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy) 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat relatif stabil dibandingkan triwulan II 2014, yakni dari 7,35% (yoy) menjadi 7,48% (yoy). Masih relatif kuatnya konsumsi didorong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total konsumsi, yaitu dari 8,45% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 8,70% (yoy) pada triwulan III Kondisi ini didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat karena faktor musiman seperti bulan Ramadhan, dan Idul Fitri 1435 H. Selain itu, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit multiguna, dan kredit durable goods. Peningkatan pada kredit multiguna dan durable goods diperkirakan sebagai dampak dari faktor musiman masuknya bulan Ramadhan, libur sekolah dan Idul Fitri 1435 H. Namun demikian, kontraksi pertumbuhan penyaluran kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga. Penurunan ini diperkirakan merupakan dampak dari kebijakan Loan to Value (LTV) dan kenaikan suku bunga yang diterapkan oleh Bank Indonesia. 10

29 yoy,% Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods 50,000,000,000 45,000,000,000 40,000,000,000 35,000,000,000 30,000,000,000 25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 I II III IV I II III IV I II III Durable Goods gyoy (kanan) (50.00) (100.00) Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna 12, , , , , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III Multiguna gyoy (kanan) Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan (20.00) Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor (20.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (40.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (40.00) Kendaraan bermotor gyoy (kanan) Kendaraan bermotor gyoy (kanan) Di sisi lain, melambatnya konsumsi swasta nirlaba dan masih kontraksinya konsumsi pemerintah menjadi faktor yang menahan pertumbuhan konsumsi secara umum. Pertumbuhan swasta nirlaba tercatat melambat dari 20,06% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 12,23% (yoy) pada triwulan III Kondisi ini dikonfirmasi oleh perkembangan kegiatan usaha perusahaan yang menurun pada triwulan III 2014 berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha Bank Indonesia. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 1,87% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat belum optimalnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga triwulan laporan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah pada triwulan laporan. Grafik 1.6. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun (yoy) Grafik 1.7. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III Rumah Tangga Swasta Pemerintah Sumber : BPS Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Baseline Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia 11

30 % TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII % E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.8. Perkembangan Kegiatan Usaha Perusahaan di Riau Perkembangan Kegiatan Usaha Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Triwulan III Provinsi Riau Realisasi APBD Tw III Prov Riau Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2.2. Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan III 2014 masih mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,15% (yoy) menjadi 2,42% (yoy). Perlambatan pertumbuhan investasi utamanya didorong oleh perlambatan pertumbuhan investasi pada sektor nonmigas. Pertumbuhan investasi di sektor nonmigas tercatat sebesar 2,17% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,88% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena masih terbatasnya perbaikan perekonomian global dan rendahnya harga komoditas global sehingga investasi pelaku usaha relatif terbatas. Berdasarkan liaison 1 Bank Indonesia sebagain besar pelaku usaha hanya melakukan investasi rutin untuk maintenance dalam rangka menjaga kualitas produksi. Namun, beberapa perusahaan ada juga yang melakukan investasi untuk industri hilir kelapa sawit. Perlambatan pertumbuhan juga dikonfirmasi oleh penurunan tingkat konsumsi semen yang tercatat tumbuh sebesar 4,41%% (yoy) dengan nilai mencapai 392 ribu ton, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 6,68%(yoy). Pertumbuhan investasi sektor migas Riau juga tercatat mengalami perlambatan yaitu dari 3,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi 3,31% (yoy). Masih melambatnya investasi di sektor migas diperkirakan karena sektor ini menjadi semakin kurang prospektif terkait minimnya penemuan sumur minyak baru yang produktif. Perlambatan pertumbuhan investasi pada sektor migas dan sektor nonmigas juga tercermin dari penurunan jumlah proyek dan nilai investasi PMA dan 1 Survei liaison Bank Indonesia kepada beberapa pelaku usaha di sektor utama Riau 12

31 Rp Triliun yoy,% ribu Ton % yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional PMDN pada triwulan III 2014 dibandingkan triwulan II Pada triwulan III 2014 tercatat 52 proyek PMA dan PMDN yang terealisasi dengan nilai mencapai Rp3,53 triliun. Grafik Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III Konsumsi Semen (kiri) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia g.yoy (kanan) PMDN PMA Proyek g. Proyek (RHS) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Ekspor dan Impor I II III IV I II III IV I II III Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Nilai PMA Nilai PMDN Nilai (kiri) g.nilai (RHS) Ekspor Perkembangan ekspor Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari kontraksi sebesar 5,60% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi tumbuh sebesar 0,25% (yoy) pada triwulan III Meskipun demikian, ekspor migas Riau masih mengalami kontraksi meski semakin mengecil. Kondisi ini diperkirakan akibat mulai stabilnya permintaan minyak mentah pada triwulan laporan setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya terutama oleh negara kawasan Asia, seperti China, dan Jepang, meskipun masih terbatas. 13

32 yoy,% yoy,% E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Migas Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan 5, (2.00) (4.00) (6.00) (8.00) (10.00) (12.00) I II III IV I II III IV I II III g. Ekspor Migas (PDRB,LHS) g. Ekspor Migas (BRS,RHS) ,100 3,100 2,100 1, (900) 1,465 1,396 1,477 1,343 1, ,433 1,830 1,710 1,657 1,558 1,525 1,892 1, , , ,078 1,034 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III Lainnya MEE ASEAN India Cina Sumber : BPS Provinsi Riau Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sementara itu, pertumbuhan ekspor di luar migas pada triwulan III 2014 tercatat lebih tinggi yaitu 5,25% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,34% (yoy). Peningkatan ekspor non migas disebabkan oleh peningkatan permintaan oleh hampir pada seluruh negara tujuan ekspor nonmigas Riau. Selain itu, depresiasi nilai tukar Rupiah saat ini diperkirakan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekspor luar negeri. Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau secara umum mengalami peningkatan. Kondisi ini utamanya didorong oleh peningkatan volume ekspor ke hampir seluruh negara tujuan ekspor Riau. Pada triwulan III 2014, volume ekspor ke China, dan India masingmasing tercatat sebesar 869 ton dan 651 ton, atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) dan 2,44% (yoy). Sementara ekspor ke MEE masih mengalami kontraksi namun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kontraksi ekspor pada negaranegara kawasan ASEAN pada triwulan III 2014 menahan laju pertumbuhan ekspor nonmigas Riau. Peningkatan pertumbuhan ekspor Riau pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan ekspor komoditas unggulan Riau, yaitu CPO dari kontraksi 14,52% (yoy) menjadi tumbuh 10,50% (yoy). Peningkatan ekspor dimaksud menyebabkan pangsa ekspor CPO terhadap total ekspor Riau meningkat dari 51,49% menjadi 56,37%. Peningkatan pertumbuhan CPO utamanya ditopang oleh pertumbuhan ekspor turunan CPO. Peningkatan ekspor CPO ke beberapa negara mitra dagang diperkirakan juga dipengaruhi oleh faktor bulan Ramadhan dimana tingkat kebutuhan CPO meningkat, terutama untuk negaranegara dengan mayoritas penduduk muslim. 14

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, pemberlakuan hambatan tarif dan nontarif produk CPO dan turunannya oleh sejumlah negara di kawasan MEE juga masih berdampak cukup signifikan terhadap terbatasnya permintaan ekspor CPO dan turunannya dari negara kawasan tersebut. Selain itu, adanya tensi geopolitik yang terjadi di kawasan Eropa juga mempengaruhi kondisi ekonomi negaranegara di kawasan tersebut. Meskipun demikian, perkembangan ekspor produk turunan CPO masih mendominasi ekspor CPO secara total. Penurunan ekspor CPO yang diikuti dengan peningkatan ekspor turunan CPO diindikasikan terkait dengan bea keluar CPO yang ditetapkan pemerintah, sehingga pelaku usaha menjadi terdorong untuk meningkatkan produksi produk turunan CPO. Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Riau (Juta USD) Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan PMI dan Penjualan Mobil Domestik India Sumber: RED Bank Indonesia, Oktober

34 ribu ton % ribu ton % ribu ton % ribu ton % E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Selain CPO, peningkatan ekspor nonmigas Riau pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan ekspor komoditas utama lainnya, yaitu pulp and paper dan karet, yang meskipun masih mengalami kontraksi namun tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ekspor pulp and paper dan karet diperkirakan tidak terlepas dari mulai membaiknya perekonomian negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat. Membaiknya kinerja sektor manufaktur Amerika diperkirakan berdampak terhadap peningkatan permintaan karet domestik. Selanjutnya, meningkatnya permintaan mobil oleh negara India juga berdampak positif terhadap permintaan karet Riau. Di sisi lain, ekspor batubara Riau pada triwulan lalporan masih tercatat mengalami kontraksi dan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan (kontraksi) pertumbuhan ekspor batubara tidak terlepas dari masih rendahnya harga jual produk tersebut di pasar internasional. Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau 3, ,500 2, ,500 1, I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIII (50.0) (100.0) I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIII (50.0) (100.0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 1, , , , I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIII Vol (kiri) yoy (kanan) (100.0) (200.0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIII Vol (kiri) yoy (kanan) 2, , , , (500.0) Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan III 2014 menunjukkan peningkatan yakni dari 1,81% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 2,80% (yoy). Peningkatan impor migas didorong oleh meningkatnya permintaan BBM terkait dengan hari Raya Idul 16

35 ribu Ton ribu Ton ribu Ton KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Fitri pada triwulan laporan. Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, impor non migas juga tercatat mengalami peningkatan yang siginifikan yakni dari 1,17% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6,49% (yoy). Kondisi ini utamanya didorong oleh peningkatan pertumbuhan impor barang intermedier (49,31%, yoy), setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Komposisi impor barang intermedier sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri. Peningkatan impor akan barangbarang tersebut mengindikasikan prospek industri ke depan akan lebih baik seiring dengan peningkatan kebutuhan bahan baku. Di sisi lain, penurunan pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal menjadi penahan laju pertumbuhan impor secara umum pada triwulan laporan. Penurunan impor barang konsumsi dan barang modal diperkirakan karena nilai tukar rupiah yang masih terdepresiasi. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Barang Modal(lhs) yoy (rhs) (100) (200) Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Barang Konsumsi (lhs) (50) (100) yoy (rhs) (20) (40) (60) (80) (100) Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 3. PDRB SEKTORAL Kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III 2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan dimana pertumbuhan sektor tradables tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara sektor nontradables tumbuh terbatas. Secara tahunan, pertumbuhan sektor 17

36 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional tradables Riau melambat dari 1,22% (yoy) menjadi 0,09% (yoy). Perlambatan sektor tradables utamanya masih berasal dari kontraksi sektor pertambangan khususnya migas. Sementara dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables juga tercatat melambat yaitu dari 8,35% (yoy) menjadi 6,72% (yoy). Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%) 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami perlambatan yaitu dari 7,20% (yoy) menjadi 6,12% (yoy). Perlambatan diperkirakan bersumber dari menurunnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan karena faktor cuaca yang kurang kondusif dimana tingkat curah hujan tergolong minim pada triwulan laporan. Selain itu, bencana asap di beberapa provinsi tetangga dan Riau sendiri diperkirakan menahan laju produktivitas petani. Survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengkonfirmasi indikasi perlambatan pada sektor pertanian, perkebunan dan 18

37 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional peternakan yaitu dari 0,02% pada triwulan sebelumnya menjadi 0,01% pada triwulan laporan. Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Sementara itu, produksi sub sektor tanaman bahan makanan juga diperkirakan relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari perkembangan produksi padi periode Mei hingga Agustus 2014 hanya mencapai ton atau turun sebesar 23,34% (yoy), dan periode SeptemberDesember 2014 yang tercatat sebesar ton atau turun 45,81% (yoy). Secara umum produksi tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, peranan sub sektor ini relatif kecil bila dibandingkan dengan sub sektor tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit, sehingga penurunan subsektor ini belum memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian secara umum. Tabel 1.7. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau Sumber : BPS Riau 19

38 ribu barel/hari yoy,% E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami kontraksi yang lebih dalam yakni dari kontraksi 3,15% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi kontraksi 4,17% (yoy) pada triwulan III Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor migas. Kondisi ini disebabkan karena kinerja lifting minyak bumi di Riau yang semakin menurun disebabkan produktivitas sumur tua yang terus menurun dan minimnya penemuan sumur baru yang produktif di Provinsi Riau. Dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor pertambangan juga tercatat melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,91% (yoy) menjadi 5,98% (yoy). Melambatnya pertumbuhan pertambangan tanpa migas diperkirakan karena menurunnya produksi batu bara Riau yang diindikasikan dengan penurunan volume ekspor batu bara Riau pada triwulan III Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III (5.00) (10.00) (15.00) (20.00) (25.00) Lifting (LHS) Pert. Lifting (RHS) Sumber : Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan laporan tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 8,73% (yoy) menjadi 6,91% (yoy), sementara dengan mengeluarkan unsur migas tumbuh lebih tinggi yaitu menjadi 7,86% (yoy) namun juga melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 10,60% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena bahan baku yang terbatas seiring dengan melambatnya pertumbuhan sektor pertanian. 20

39 Rp/Kg USD/ MT Juta Ton TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia 12,000 11,000 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3, ,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan Sumber: USDA India China EU27 Indonesia Total (kanan) Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau 2,000 1,900 1,800 1,700 1,400 1,200 1, Vol Turunan Vol CPO 1, ,500 1,400 1,300 1,200 1, , TBS Domestik (lh) CPO Dunia (rhs) Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh penurunan kapasitas terpakai sektor industri pengolahan hasil SKDU yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Meskipun demikian, pertumbuhan sektor industri pengolahan masih tercatat tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Masih kuatnya pertumbuhan industri pengolahan Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari meningkatnya permintaan produk turunan CPO di pasar domestik maupun internasional. Meningkatnya produk turunan CPO memberikan value added lebih tinggi terhadap pertumbuhan khususnya untuk sektor industri pengolahan Riau. 21

40 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.4. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 8,53% (yoy) menjadi 10,00% (yoy). Sumber pertumbuhan pada sektor perdagangan ini diperkirakan tidak terlepas dari faktor musiman yakni masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1435 H, sehingga mendorong peningkatan permintaan masyarakat terhadap sektor ini. Dilihat secara subsektor, masih kuatnya pertumbuhan sektor perdagangan diindikasikan oleh meningkatnya eksporimpor Riau pada triwulan laporan. Selain itu, penyaluran kredit yang masih terus tumbuh kepada perhotelan, terutama dalam bentuk kredit modal kerja yang tercatat tumbuh 34,97% (yoy) juga mendorong peningkatan sektor perdagangan secara umum. Peningkatan pada subsektor perhotelan juga diindikasikan tingkat hunian hotel di Kota Pekanbaru yang tumbuh meningkat selama triwulan III 2014, yaitu dari 20,46% pada triwulan sebelumnya menjadi 21,42%. Namun demikian, melambatnya penyaluran kredit kepada sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit serta kontraksi pada penyaluran kredit perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau telah menahan laju pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan laporan. Penyaluran kredit pada subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh 15,35% (yoy). Sementara penyaluran kredit kepada subsektor perdagangan besar, eceran, makanan, minuman dan tembakau yang tercatat mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu menjadi kontraksi 18,09% (yoy). 22

41 yoy,% yoy,% yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Kredit Hotel Bintang di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit yoy Total yoy KMK yoy KI (10.00) I II III IV I II III (20.00) I II III IV I II III (30.00) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi yoy Total yoy KMK yoy KI Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau yoy Total yoy KMK yoy KI 70.00% 60.00% Tingkat Hunian Hotel 50.00% % % % 10.00% I II III IV I II III 0.00% (50.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Sumber : Survei BI kepada HotelHotel Di Pekanbaru 3.5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Secara umum kegiatan perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan laporan tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di Riau mencapai 5,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,15% (yoy). Namun relatif meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 3,99% (yoy). 23

42 Jiw a Penerbangan E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim 450, , , , ,000 Grafik Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim 4,000 3,800 3,600 3,400 3,200 3,000 2,800 2,600 2, ,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III ,200 2,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III datang berangkat Sumber : PT. Angkasa Pura II datang berangkat Sumber : PT. Angkasa Pura II Menurunnya pertumbuhan angkatan udara diperkirakan menjadi faktor yang menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan sektor transportasi dan komunikasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2014 jumlah penumpang yang datang ke bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru berjumlah jiwa, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar jiwa. Sementara jumlah penumpang yang berangkat dari bandara SSK II Pekanbaru berjumlah jiwa, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai jiwa. Begitu juga jumlah penerbangan yang datang dan berangkat dari SSK II Pekanbaru meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini diperkirakan terkait bencana asap yang melanda Provinsi Riau dan Provinsi tetangga pada triwulan laporan. Sementara, subsektor pengangkutan darat yang memiliki andil terbesar terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan merupakan motor pendorong utama pertumbuhan sektor ini. Hal ini diperkirakan seiring dengan arus balik dan arus mudik penduduk memasuki hari raya Idul Fitri. Selain itu, perkembangan penggunaan alat komunikasi yang tumbuh seiring dengan perkembangan teknologi diperkirakan menahan laju perlambatan pertumbuhan sektor transportasi dan komunikasi. 24

43 Kondisi Ekonomi Makro Regional Halaman ini sengaja dikosongkan 25

44 Boks 1 Gejolak Harga Crude Palm Oil dan Pengaruhnya Terhadap Non Performing Loan Kredit SubSektor Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di Provinsi Riau. Keberadaan lahan kelapa sawit telah membuka banyak lapangan kerja, memberikan pendapatan kepada daerah melalui pajak dan secara tidak langsung turut memberikan andil dalam pengembangan wilayah baik dari segi perekonomian ataupun pemanfaatan lahan. Perkebunan kelapa sawit telah membuka berbagai kesempatan dan memberikan banyak manfaat bagi penduduk Provinsi Riau. Grafik. Struktur PDRB Riau Termasuk Migas Triwulan III2014 (%) Grafik. Komposisi Volume Ekspor NonMigas Utama Riau Tw III2014 (%) 2.98% 4.15% 2.16% Pertanian 0.17% 12.78% 7.60% 20.50% 19.42% 30.23% Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasajasa 20.76% CPO Karet 10.48% Batubara 66.81% Pulp and Paper 1.38% Lainnya 0.57% Sumber: BPS, diolah Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah Crude Palm Oil yang berasal dari pengolahan buah kelapa sawit merupakan komoditi primadona dan menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia, hal ini dapat dilihat dari produksi dan ekspor CPO nasional yang terus meningkat. Tidak hanya di Indonesia, ternyata pada tingkat dunia, market share CPO dari tahun ke tahun terus meningkat dan sejak tahun 2004 CPO telah menempati urutan pertama sebagai pemasok utama minyak nabati dunia. Pasokan CPO dunia tersebut didominasi oleh dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Pesatnya perkembangan dan cepatnya perputaran modal di sektor perkebunan kelapa sawit telah menarik dunia perbankan di Provinsi Riau untuk memperluas portofolio kredit mereka dengan memberikan pinjaman kepada para pelaku dunia usaha perkebunan kelapa sawit yang memiliki modal terbatas. Sektor perkebunan kelapa sawit mengambil porsi sekitar 19% dari total kredit yang diberikan di Provinsi Riau pada bulan September Kredit yang diberikan kepada subsektor perkebunan kelapa

45 USD/mt Rp Milyar sawit mencapai Rp9,91 triliun dari total Rp50,98 triliun kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau. secara umum, kredit yang diberikan terus meningkat. Namun pergerakan harga TBS dan CPO global sangat memperngaruhi tingkat risiko kredit kepada subsektor perkebunan kelapa sawit. NPL pada subsektor kelapa sawit mengambil porsi sebesar 14% dari keseluruhan total NPL di Provinsi Riau. Besarnya porsi kredit yang diberikan kepada sektor perkebunan kelapa sawit dan kenaikan NPL dari sektor ini akan mengancam stabilitas keuangan di Provinsi Pekanbaru. Ketidakmampuan para pekebun kelapa sawit untuk mengembalikan pinjaman mereka diperkirakan karena rendahnya harga CPO yang kemudian menyebabkan rendahnya harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dijual Pekebun. Kredit macet yang cukup tinggi di sektor perkebunan kelapa sawit berpotensi menyulitkan likuiditas pihak bank jika tidak segera diselesaikan. Besarnya kredit yang diberikan dan turunnya harga CPO mempengaruhi tingkat NPL pada kredit subsektor kelapa sawit. Pergerakan grafik di bawah ini memperlihatkan pengaruh harga CPO terhadap tingkat NPL kredit di subsektor perkebunan kelapa sawit. Grafik. Share Kredit dan NPL Perkebunan Kelapa Sawit Riau Tw III2014 (%) Porsi Kredit Provinsi Riau September % Total Kredit Sektor Lain Total Kredit SubSektor Kelapa Sawit Porsi NPL Kredit Provinsi Riau September % Total NPL Sektor Lain Total NPL SubSektor Kelapa Sawit 81% 86% Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik. Perkembangan Harga CPO Dunia dan NPL Kredit Subsektor Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Riau 1,400 1,200 1, Korelasi : 0,74% Harga CPO Dunia (LHS) Total NPL Kredit Kelapa Sawit (RHS) Sumber: Blommberg, Cognos Bank Indonesia, diolah

46 Saat harga CPO dunia berada di posisi yang cukup baik pada awal tahun 2011 hingga pertengahan 2012, tingkat NPL kredit subsektor perkebunan kelapa sawit tercatat di tingkat yang cukup rendah. Sementara saat harga CPO tercatat cukup rendah pada awal 2013, NPL kredit subsektor kelapa sawit mengalami kenaikan. NPL pada kredit di subsektor perkebunan kelapa sawit dapat memicu inefisiensi pada sektor perbankan. Tingginya tingkat NPL akan menggerus laba bank karena bank harus menambah PPAP mereka. Selain itu, tingginya NPL akan memicu keengganan perbankan untuk memberikan kredit dikarenakan kekhawatiran akan gagal bayar yang terjadi. Hal tersebut akan menggangu pertumbuhan perekonomian yang didukung kredit perbankan sebagai salah satu sumber modal. Uji korelasi sederhana memperlihatkan hubungan negative sebesar 0,74% antara harga CPO dan tingkat NPL subsektor kelapa sawit. Potensi resiko yang muncul dari gejolak harga CPO tersebut terhadap pekebun kelapa sawit di Provinsi Riau harus segera mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan pihakpihak yang berada di lingkungan bisnis kelapa sawit di Provinsi Riau seperti pihak perbankan dan kelembagaan pekebun. Kegagalan subsektor kelapa sawit dalam memenuhi kewajiban kepada perbankan akan berimbas kepada sektor lain di sekitarnya. Kesulitan likuiditas perbankan dapat memicu ketidakstabilan sistem keuangan di Provinsi Riau. Dana perbankan yang tertahan akibat macetnya kredit di subsektor perkebunan kelapa sawit menjadi tidak produktif.

47 Halaman ini sengaja dikosongkan

48 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada triwulan III 2014 (yoy) 1 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Menurunnya tekanan inflasi bersumber dari minimnya kebijakan terkait adminstered prices dan telah habisnya efek kenaikan BBM bersubsidi yang terjadi pada Juni 2013 yang lalu. Namun, meskipun telah mengalami penurunan inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 25

49 Perkembangan Inflasi Daerah 2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) Inflasi Riau pada triwulan III 2014 (yoy) tercatat sebesar 5,81%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,59%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari 6,70% pada triwulan II 2014 menjadi 4,53% pada triwulan III Namun demikian, bila dibandingkan dengan ratarata historisnya sejak , inflasi Riau pada triwulan III 2014 masih tercatat lebih tinggi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan II 2014 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw III 2014 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Tw II14 (yoy) Tw III14 (yoy) Ratarata Tw III '09'13 (yoy) 6,70 4,53 5,19 Nasional 6,59 5,81 4,96 Riau Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, masih berlanjutnya tren penurunan inflasi Riau disebabkan oleh faktor non fundamental (bukan berasal dari inflasi inti), yaitu menurunnya tekanan inflasi dari kelompok administered price. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok administered price, disebabkan karena telah habisnya efek kenaikan BBM yang terjadi pada Juni 2013 yang lalu. Selain itu, relatif stabilnya inflasi core (inti) pada triwulan laporan ditengah masih kuatnya tekanan eksternal juga menjadi pendorong menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan III Kondisi ini didorong oleh masih berlanjutnya penurunan harga emas dunia. Di sisi lain, meningkatnya tekanan inflasi volatile food menjadi faktor yang menahan laju penurunan inflasi Riau pada triwulan III Peningkatan inflasi kelompok volatile food didorong oleh meningkatnya harga pada kelompok bahan makanan khususnya yang berasal dari kenaikan harga beberapa komoditas ikan, sayursayuran, dan beras. Namun demikian, telah terbentuknya TPID diseluruh 26

50 %, yoy KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah kab/kota yang ada di Provinsi Riau sedikit banyak mampu menahan laju peningkatan harga pada kelompok bahan makanan yaitu dengan antisipasi kecukupan stok, sinergi antar lembaga dan pengelolaan ekspektasi harga. Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tembilahan yaitu mencapai 8,91%, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masingmasingmasing sebesar 5,88% dan 5,50%. Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, P.baru 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20 5,67 4,21 3,35 5,36 5,56 7,79 8,83 7,38 6,17 5,50 Dumai 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75 4,38 3,47 3,20 5,56 6,28 7,53 8,60 7,26 6,78 5,88 Tembilahan 12,5910,64 8,91 Nasional 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96 6,65 5,54 4,61 3,79 3,97 4,53 4,31 4,30 5,90 5,90 8,40 8,38 7,32 6,70 4,53 Riau 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 7,90 5,57 6,04 4,72 3,94 5,44 4,08 3,32 5,39 5,69 7,74 8,79 7,75 6,59 5,81 Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber penurunan inflasi pada triwulan III 2014 berasal dari menurunnya inflasi kelompok pendidikan dan kelompok transportasi yaitu masingmasing menjadi sebesar 3,14% dan 2,62%. Selain itu, Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei (yoy) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Bahan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi Makanan Sumber : BPS, diolah Inflasi II14 Andil II14 Riau II14 Inflasi III14 Andil III14 Riau III14 kelompok barang dan jasa lainnya justru menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi tertinggi pada triwulan laporan dialami oleh kelompok makanan jadi yaitu dari 9,21% menjadi 9,34%. Selanjutnya diikuti oleh inflasi pada kelompok bahan makanan sebesar 8,34%, dan tercatat mengalami 27

51 Perkembangan Inflasi Daerah peningkatan yang berarti dari 5,87% pada triwulan II Kelompok bahan makanan tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Riau pada triwulan laporan. Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok transportasi yaitu sebesar 2,62% dari 9,02% pada triwulan sebelumnya Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan III 2014, kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 5,50% masih terus menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 6,17%. Masih berlanjutnya penurunan inflasi kota Pekanbaru triwulan III 2014 utamanya masih didorong oleh berlanjutnya penurunan harga sub kelompok bumbubumbuan khususnya bawang merah. Melimpahnya pasokan bawang merah terjadi karena panen di daerah sentra produksi 2. Selain itu, tren penurunan harga emas dunia yang masih terus berlanjut juga memberikan peran yang besar terhadap penurunan tingkat inflasi kota Pekanbaru. Namun, meskipun terus menunjukkan penurunan, tingkat inflasi kota Pekanbaru pada triwulan laporan masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan ratarata historisnya ( ). Sebaliknya, peningkatan inflasi yang signifikan pada kelompok bahan makanan secara umum merupakan faktor yang menahan laju penurunan inflasi pada triwulan laporan. Peningkatan bersumber dari meningkatnya harga daging ayam ras, beberapa jenis ikan dan sayursayuran. Selain itu, masih berlanjutnya pelemahannilai tukar Rupiah seiring dengan meningkatnya tekanan eksternal sejak 2013 yang lalu juga masih turut memberikan tekanan terhadap inflasi regional. Peningkatan terutama terjadi pada barangbarang elektronik, otomotif dan beberapa jenis makanan jadi yang berbahan baku tepung terigu seperti kue kering dan berminyak, roti tawar, biskuit dan lainlain. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa yang disurvei, maka inflasi tertinggi dialami oleh kelompok makanan jadi (9,28%), namun sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok bahan makanan (8,12%) yang meningkat signifikan dibandingkan triwulan 2 Sesuai polanya, panen bawang merah mulai berlangsung di daerah sentra produksi seperti Brebes, probolinggo dan Situbondo 28

52 Perkembangan Inflasi Daerah sebelumnya. Inflasi pada kedua kelompok barang dan jasa ini tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan. Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan (2,25%) dan kelompok sandang (2,92%). Kedua kelompok barang dan jasa juga tercatat memberikan kontribusi terendah pada triwulan laporan. Bahkan inflasi pada kelompok pendidikan tercatat mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya (8,98%). Sumber inflasi pada kedua kelompok ini berasal dari peningkatan biaya untuk pendidikan dari taman anakanak sampai akademi/perguruan tinggi sejalan dengan masuknya tahun anggaran baru pada triwulan laporan. Selain itu, peningkatan harga sepatu baik pria dan wanita juga menjadi sumber inflasi kota Pekanbaru pada triwulan laporan. Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Ratarata Historis Tw III ( ) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Sumber : BPS, diolah yoy Pekanbaru Ratarata Historis Tw III ( ) Grafik 2.4. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw III ,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Inflasi Andil Inflasi Pbr Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, tren inflasi kota Dumai juga mengalami penurunan dari 6,78% menjadi 5,88%. Namun inflasi kota Dumai pada triwulan laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata historisnya ( ). Menurunnya tekanan inflasi kota Dumai didorong oleh menurunnya tekanan inflasi dari kelompok kesehatan dan kelompok transpor yaitu masingmasing dari 5,11% dan 8,54% menjadi 3,42% dan 2,07%. Berdasarkan komoditasnya penurunan didorong oleh turunnya harga kosmetik (bedak), dan telepon seluler serta stabilnya harga bensin non subsidi. Selain itu, penurunan harga bawang merah karena melimpahnya pasokan juga menjadi salah satu pemicu menurunnya tekanan inflasi kota Dumai. 29

53 Perkembangan Inflasi Daerah Sebaliknya, meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi telah menahan laju penurunan inflasi kota Dumai pada triwulan laopran yaitu masingmasing dari 7,48% dan 7,03% menjadi 8,27% dan 7,29%. Kedua kelompok ini juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi kota Dumai. Dilihat dari komoditasnya, sumber inflasi dari berasal dari kenaikan harga tepung terigu sehingga turut mendorong kenaikan harga beberapa jenis kue (kue kering dan kue basah). Kenaikan ini didorong oleh tekanan eksternal yaitu berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah. Selain itu kenaikan harga rokok, tarif listrik tahap I tahun , beras, beberapa jenis ikan serta kenaikan tarif LPG 12 Kg 4. Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Ratarata Historis Tw III ( ) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Sumber : BPS, diolah yoy Dumai Ratarata Historis Tw III ( ) Grafik 2.6. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III ,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Sumber : BPS, diolah Inflasi Andil Inflasi Dumai Bahan Makanan Makanan JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di kota Tembilahan masih tercatat yang paling tinggi di Provinsi Riau yaitu mencapai 8,91% pada triwulan III Meskipun demikian inflasi kota Tembilahan cenderung menunjukkan tren yang menurun sejak awal tahun Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw III ,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Inflasi Andil Inflasi Tembilahan Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor 3 Hasil kesimpulan rapat kerja Menteri ESDM dengan komisi VII DPRRI tanggal 10 Juni 2014 terkait subsidi listrik KAPBIV P tahun 2014, dimana kenaikan tarif listrik secara bertahap mulai 1 Juli 2014 untuk 6 golongan, (I) R2 (3.500 VA 5500 VA), kenaikan rata rata 5,70% setiap 2 bulan.(ii) R1 (2.200 VA) kenaikan rata rata 10,13% setiap 2 bulan.(iii) R1 (1.300 VA) kenaikan rata rata 11,36% per 2 bulan. 4 Kenaikan harga LPG 12 Kg sebesar Rp.1.500/Kg atau Rp /tabung per 10 September

54 Perkembangan Inflasi Daerah Menurunnya tekanan inflasi kota Tembilahan disebabkan penurunan harga pada sub kelompok buahbuahan (jeruk, pisang dan semangka), bumbubumbuan (bawang merah) daging dan hasilhasilnya (daging ayam ras) serta ikan diawetkan (ikan asin belah, ikan teri) dan penyelenggaraan RT (pembasmi nyamuk bakar, sabun detergen/bubuk/cair). Sebaliknya, sumber inflasi kota Tembilahan berasal dari peningkatan harga beberapa jenis ikan (mujair, udang basah), makanan jadi (nasi dengan lauk, mie), biaya tempat tinggal (sewa rumah, keramik) beberapa jenis sayuran (sawi hijau), bahan bakar rumah tangga (tarif listrik), lemak dan minyak (margarin dan minyak goreng) serta kopi dan teh. Peningkatan harga pada beberapa komoditas tersebut telah menahan laju penurunan inflasi kota Tembilahan. Berdasarkan kelompoknya, maka inflasi tertinggi dialami oleh kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Inflasi pada kedua kelompok tersebut juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi kota Tembilahan. Selanjutnya, kelompok transpor tercatat mengalami inflasi terendah dialami oleh kelompok transpor ( 0,29%) yang juga tercatat memberikan kontribusi terendah Disagregasi Inflasi 5 (yoy) Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Menurunnya tekanan inflasi Riau 20,00 Core Volatile Foods Administered Price IHK 15,00 10,00 5,00 0, ,00 Sumber : BPS, diolah pada triwulan laporan, utamanya dididorong oleh faktor non fundamental yaitu menurunnya tekanan dari kelompok administered price. Telah habisnya baseline effect pengurangan subsidi BBM pada pertengahan tahun 2013 yang lalu menjadi faktor utama menurunnya inflasi kelompok administered price. Selain itu, tekanan inflasi kelompok core (inti) juga mengalami sedikit penurunan yang dipicu oleh masih berlanjutnya penurunan harga emas dunia. Namun masih berlanjutnya tekanan 5 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 31

55 Perkembangan Inflasi Daerah eksternal telah menahan laju penurunan inflasi kelompok core lebih dalam lagi. Disisi lain, inflasi kelompok volatile foods mengalami peningkatan yang berarti karena meningkatnya permintaan beberapa komoditas pangan sering dengan perayaan Idul Fitri yang jatuh pada triwulan laporan Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan laporan relatif terkendali karena minimalnya tekanan eksternal seiring dengan perkembangan harga komoditas global yang masih rendah, sehingga mampu memitigasi tekanan eksternal yang berasal dari nilai tukar. Selain itu, masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga emas perhiasan domestik juga memberikan sumbangan yang berarti terhadap relatif stabilnya inflasi inti pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari mulai menurunnya inflasi tradables goods pada triwulan laporan. Di sisi lain, relatif stabilnya inflasi kelompok non tradable goods menjadi faktor yang menahan laju penurunan inflasi inti Riau pada triwulan laporan. Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Sumber : BPS, diolah Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia 2.000, , , , , ,00 800,00 600,00 400,00 200,00 Emas ($/Oz) g (yoy) Sumber : Bloomberg, diolah 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 (10,00) (20,00) (30,00) Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 Sumber : BPS, diolah Tradables Non tradables

56 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota Tembilahan. Inflasi inti yang terjadi di kota ini masih tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya, dan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebaliknya, inflasi inti di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai cenderung mengalami penurunan. Secara umum, sumber inflasi inti pada triwulan laporan berasal dari inflasi pada sewa rumah yang didorong oleh kenaikan tarif listrik. Selanjutnya, perayaan Lebaran dan tahun ajaran baru pada triwulan laporan juga mendorong kenaikan harga sandal dan sepatu pria, sepatu wanita, serta biaya pendidikan. Tren pelemahan nilai tukar juga menjadi penyebab kenaikan harga mobil dan sepeda motor sebagai dampak dari depresiasi nilai tukar rupiah Inflasi Volatile Food Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok volatile food pada periode laporan mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi volatile food didorong oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok padipadian yang utamanya berasal dari kenaikan harga beras dan tepung Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 5, ,00 Sumber : BPS, diolah Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau beras. Selain itu, peningkatan harga pada beberapa jenis sayuransayuran juga mendorong peningkatan inflasi pada kelompok volatile food. Namun demikian, laju peningkatan inflasi kelompok volatile food tertahan oleh deflasi yang terjadi pada subkelompok bumbubumbuan yaitu bawang merah, cabe merah dan cabe rawit. Peningkatan tekanan inflasi volatile food terjadi pada kota Pekanbaru dan kota Dumai, sementara inflasi volatile food di kota Tembilahan masih terus menunjukkan tren menurun. Meskipun mengalami penurunan, inflasi kelompok volatile food yang terjadi di Kota Tembilahan masih tercatat yang tertinggi di Provinsi Riau, dan yang terendah adalah inflasi kelompok volatile food di Kota Pekanbaru. 33

57 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Administered Prices Penurunan inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan masih terus berlanjut. Jika dilihat dari kota yang disurvei, maka penurunan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan. Minimnya kebijakan pemerintah yang strategis menjadi faktor pendorong menurunnya tekanan inflasi pada kelompok ini. Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) pada triwulan laporan menjadi faktor yang menahan penurunan inflasi kelompok administered prices. Selain itu, kenaikan LPG 12 kg 6 diawal tahun tahun, kenaikan tarif listrik 7 secara bertahap juga turut menjadi pendorong terjadinya inflasi administered price pada periode laporan. Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) 22,00 Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau 17,00 12,00 7,00 2,00 3, ,00 Sumber : BPS, diolah 6 Kenaikan harga LPG diawal Januari 2014 sebesar Rp4.000/Kg dan dikereksi menjadi Rp1.000/Kg pada akhir Januari Kenaikan TTL rumah Tangga (R3) dan Industri (I3 dan I4) berdasarkan Permen ESDM No.9/2014 direncanakan bertahap setiap 2 bulan mulai 1 Mei 2014 dengan total kenaikan sampai akhir 2014 masingmasing 38,9% dan 64,7% 34

58 %, qtq KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah 3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ) Berbeda dengan kondisi tahunannya yang menunjukkan tren menurun, inflasi Riau secara triwulanan justru menunjukkan tren meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,81% menjadi 2,29%. Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan ratarata historisnya dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir yang tercatat sebesar 2,06%. Grafik Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 1,00 2, P.baru 0,48 0,5 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 0,3 2,30 1,50 0,66 1,10 0,89 0,66 2,62 1,29 3,02 1,63 0,88 0,68 2,34 Dumai 0,7 0,7 3,52 1,1 0,26 2,60 2,21 3,71 0,2 0,3 2,56 1,08 0,5 1,28 1,66 0,82 1,68 1,97 2,86 1,82 0,97 1,21 2,13 Tembilahan 2,95 1,34 2,13 Nasional 0,36 0,1 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89 0,79 0,88 0,90 1,68 0,77 2,43 1,29 4,08 0,75 1,42 0,57 1,68 Riau 0,25 0,5 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 1,18 0,3 2,35 1,43 0,43 1,13 1,03 0,68 2,45 1,42 2,99 1,67 1,05 0,81 2,29 Sumber : BPS, diolah Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari meningkatnya hargaharga pada sub kelompok bumbubumbuan, sub kelompok makanan jadi serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air. Dilihat dari komoditasnya, maka peningkatan utamanya bersumber dari peningkatan harga cabe merah, tarif listrik, beras dan nasi dengan lauk. Grafik Historis Inflasi selama Tw III di Provinsi Riau (qtq) 3,00 Tw III2014 Ratarata Historisnya ( ) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Nasional P.baru Dumai Tembilahan Riau Sumber : BPS, diolah 35

59 Perkembangan Inflasi Daerah Namun demikian, penurunan harga buahbuahan dan sayursayuran secara umum menjadi faktor yang menahan laju peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, langkahlangkah yang ditempuh TPID di Riau dalam melakukan pengelolaan ekspektasi harga, sedikit banyak juga mampu meredam inflasi Riau meningkat pada level yang lebih tinggi lagi. Sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga kecukupan stok menjadi salah satu kunci utama terjaganya ekspektasi masyarakat di Provinsi Riau. Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 2,34%, meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,68%. Inflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru pada triwulan laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata historisnya ( ). Selanjutnya inflasi Kota Dumai dan Kota Tembilahan berada pada tingkat yang sama yaitu sebesar 2,13%, juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masingmasing tercatat sebesar 1,21% dan 1,34%. Namun demikian inflasi kota Dumai pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan ratarata historisnya ( ). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, maka kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu masingmasing mencapai 3,75% dan 2,72%. Kedua kelompok barang tersebut juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Riau pada triwulan laporan. Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok sandang dan kelompok perumahan yaitu masingmasing sebesar 2,10% dan 1,86%. 36

60 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei Tw III 2014 di Riau (qtq) 4,50 4,00 3,50 3,75 Inflasi Kontribusi Riau 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0,93 Bahan Makanan 2,72 Sumber : BPS, diolah 0,53 Makanan Jadi 2,10 1,86 1,81 1,70 0,91 0,41 0,14 0,07 0,12 0,14 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi 37

61 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN BANK UMUM DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan perbankan Provinsi Riau pada triwulan III 2014 relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan aset dan dana tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, meski kredit masih cenderung melambat. Kualitas kredit juga masih relatif stabil, namun kualitas BPR perlu mendapat perhatian serius, mengingat tingginya NPL BPR dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 38

62 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2. Perkembangan Perbankan Riau Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya kecuali pertumbuhan kredit yang relatif stagnan bahkan cenderung melambat dari 8,78% menjadi 7,22% (yoy) hingga mencapai Rp51,79 triliun. Sementara, pertumbuhan indikator utama lainnya yaitu aset dan dana mulai membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan Riau mencapai Rp87,68 triliun atau tumbuh sebesar 7,27% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,78% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan aset didorong oleh peningkatan pertumbuhan aset bank umum yaitu dari 4,79% (yoy) menjadi 7,31% (yoy), sementara aset BPR/S hanya tumbuh 4,00% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 11,42% (yoy) dari 8,68% pada triwulan sebelumnya, hingga menjadi Rp64,15 triliun. Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp71,44 triliun atau tumbuh 11,00% (yoy) dari 15,34% dibandingkan triwulan sebelumnya (yoy). Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) Keterangan: *) Posisi Agustus 2014 Pertumbuhan dana yang diikuti dengan perlambatan pertumbuhan kredit yang disalurkan telah mendorong penurunan LDR perbankan Riau yaitu dari 83,61% menjadi 80,73%. Namun dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 111,36%. Sementara itu, risiko kredit yang disalurkan relatif stabil yaitu sebesar 3,57%, dan tercatat masih berada dalam batas aman yang ditetapkan. 39

63 Rp triliun % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 3. Perkembangan Bank Umum 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan III 2014 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Riau Jumlah Bank Umum yang beroperasi di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat sebanyak 49 Bank, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 48 bank. Peningkatan jumlah bank pada triwulan laporan disebabkan karena adanya pembukaan kantor bank umum di Kota Pekanbaru. Jumlah jaringan kantor bank umum yang ada di Provinsi Riau baik Kantor Kas, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu maupun yang setingkat tidak mengalami perubahan yang siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Aset Aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp86,57 triliun pada triwulan III 2014, tumbuh 7,31%(yoy) meningkat dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum didorong oleh pertumbuhan dana yang dihimpun. Namun demikian, secara triwulan pertumbuhan aset bank umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 4,50 % menjadi 0,61% (qtq) Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau (5.00) 100% Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (10.00) 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Aset (kiri) Pertumbuhan (yoy,%) Pertumbuhan (qtq,%) Aset Pemerintah Aset Swasta Berdasarkan kepemilikannya, maka pertumbuhan aset bank umum pada triwulan laporan utamanya didorong oleh pertumbuhan aset bank milik pemerintah yaitu sebesar 8,09% (yoy) sehingga menjadi Rp61,54 triliun. Sementara pertumbuhan 40

64 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah aset bank milik swasta hanya meningkat sebesar 5,42% (yoy), sehingga jumlahnya mencapai Rp25,03 triliun. Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 71,09%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mencapai Rp50,98 triliun, meningkat sebesar 7,72% (yoy), namun relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 8,85% (yoy). Masih ketatnya likuiditas perbankan diperkirakan menjadi penyebab tertahannya laju penyaluran kredit oleh perbankan. Perlambatan penyaluran kredit pada triwulan III 2014 terjadi pada bank milik pemerintah maupun swasta, masingmasing sebesar 8,42% (yoy) dan 5,11% (yoy) dari 9,21% (yoy) dan 8,20% (yoy). Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih didominasi oleh mata uang rupiah yaitu mencapai Rp50,01 triliun, tumbuh 8,33% (yoy) namun melambat dari triwulan sebelumnya (9,02% yoy). Disisi lain, penyaluran kredit dalam mata uang asing mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 29,92% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 2,33% (yoy) Konsentrasi Kredit Penyaluran kredit di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 sebagian besar masih diserap oleh sektor perdagangan, diikuti oleh sektor pertanian yaitu masingmasing sebesar Rp11,21 triliun dan Rp11,08 triliun. Masih tingginya penyaluran kredit kepada sektor ini tak terlepas dari masih prospektifnya sektor ini. Penyaluran kredit kepada sektor perdagangan didominasi oleh subsektor Perdagangan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau yaitu sebesar Rp2,42 triliun. Namun, 41

65 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah penyaluran kredit kepada sektor perdagangan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,28% (yoy) menjadi 5,57% (yoy). Pertumbuhan tertinggi penyaluran kredit pada triwulan III 2014 disumbang oleh sektor pertanian yang tercatat tumbuh sebesar 16,33% (yoy) dan 2,32% (qtq). Pertumbuhan tersebut utamanya masih berasal dari subsektor perkebunan kelapa sawit yang tercatat sebesar Rp9,91 triliun pada triwulan laporan atau tumbuh sebesar 19,55% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 18,27% (yoy). Tingginya potensi sub sektor ini menjadi alasan masih tingginya kredit yang disalurkan kepada subsektor ini. Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah sektor jasajasa yaitu mencapai Rp4,04 triliun namun kontraksi sebesar 7,12% (yoy) dan 3,59% (qtq). Di sisi lain, sektor industri pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,66% (yoy) dan 3,65% (qtq), namun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyerapan kredit pada sektor ini sebagian besar terkonsentrasi pada subsektor Industri Minyak Mentah (Minyak Makan) dari Nabati dan Hewan, yaitu mencapai Rp554,43 miliar, yang mengolah hasil dari perkebunan kelapa sawit yang banyak tersebar di Provinsi Riau. Selanjutnya, penyaluran kredit kepada sektor konstruksi dan sektor Listrik masih menunjukkan kontraksi yaitu masingmasing menjadi 7,79% (yoy) dan 10,19% (yoy) dari 14,53% (yoy) dan 9,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan III 2014 sebagian besar disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai Rp32,05 triliun. Sementara kepada kredit konsumsi mencapai Rp18,93 triliun. Penyaluran kredit 42

66 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah produktif yang terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi masingmasing sebesar 31,33% dan 31,54% dari total kredit yang disalurkan. Pertumbuhan kredit modal kerja mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari tumbuh sebesar 7,04% (yoy) menjadi 7,99% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan kredit investasi menunjukkan perlambatan yaitu dari sebesar 9,04% (yoy) menjadi 5,01% (yoy). Sementara, Kredit Konsumsi juga tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 10,23% (yoy) menjadi 8,49% (yoy) hingga menjadi sebesar Rp18,93 triliun. Grafik 3.3.Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Modal Kerja Investasi Konsumsi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja sebagian besar disumbang oleh subsektor perkebunan kelapa sawit yang tercatat sebesar Rp2,43 triliun masih terus tumbuh tinggi yaitu sebesar 40,54% (yoy), dan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 31,16% (yoy). Namun demikian penyaluran kredit ke sub sektor ini dalam bentuk kredit investasi mengalami perlambatan dari tumbuh 14,68% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 14,02% (yoy) pada triwulan laporan hingga nilai kreditnya tercatat sebesar Rp7,48 triliun. Perlambatan kepada subsektor ini dalam bentuk investasi bahkan menjadi pendorong melambatnya penyaluran kredit langsung secara umum. Selain itu, penurunan kredit investasi pada subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau juga mendorong perlambatan penyerapan kredit investasi pada triwulan laporan. Jumlah kredit investasi pada subsektor ini tercatat sebesar Rp428,74 miliar atau tercatat mengalami kontraksi sebesar 26,81% (yoy) dan 2,85% (qtq). 43

67 qtq,% yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Modal Kerja (qtq) Konsumsi (qtq) Investasi (qtq) Total Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Modal Kerja (yoy) Investasi (yoy) Konsumsi (yoy) Total Realisasi kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan III2104 tumbuh 9,23% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 13,73% (yoy). Berdasarkan wilayahnya, penyerapan kredit paling besar masih terpusat di Kota Pekanbaru yaitu mencapai Rp27,89 triliun, diikuti oleh Kabupaten Kampar yang mencatatkan serapan kredit hingga Rp8,47 triliun. Penyaluran kredit di Kota Pekanbaru tumbuh 7,74% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,61% (yoy). Selanjutnya, penyaluran kredit di Kabupaten Kampar tumbuh 7,15% (yoy), juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,36% (yoy). Di sisi lain, penyaluran kredit di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 159,21% (yoy) yang utamanya berasal dari sektor pertanian. Sementara itu, penyaluran kredit di Kota Dumai menunjukkan kontraksi sebesar 28,91% (yoy) dan 18,33% (qtq) akibat melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan. Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) 44

68 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Total rekening kredit pada bank umum di triwulan III 2014 berjumlah rekening, naik rekening dibandingkan periode sebelumnya. Kenaikan berasal dari kategori debitur UMKM, yaitu tumbuh sebesar 4,03% dibandingkan periode sebelumnya sehingga menjadi rekening. Sementara rekening nonumkm mengalami penurunan sebesar 0,30% menjadi Grafik 3.6.Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III UMKM NonUMKM Penyaluran Kredit UMKM Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,69 triliun, tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 15,37% (yoy) menjadi 13,51%(yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau tercatat stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 38,62%. Pertumbuhan penyerapan kredit paling tinggi tercatat pada skala usaha kecil, yaitu mencapai 16,80% (yoy), pangsa kredit skala kecil juga tercatat paling besar yaitu mencapai 38,96% dengan nilai kredit sebesar Rp. 7,67 T Selanjutnya, pangsa kredit kepada Usaha Menengah tercatat sebesar 35,95% dengan nilai kredit mencapai Rp7,08 triliun, namun pertumbuhannya relatif lebih kecil dibandingkan jenis kredit UMKM lainnya. Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hulu merupakan daerah utama yang mengalami perlambatan kredit UMKM. Tercatat penyerapan kredit UMKM di Kota Pekanbaru mencapai Rp11,40 triliun, diikuti Kota Dumai sebesar Rp1,03 triliun. Selanjutnya, NPL kredit UMKM perlu mendapat perhatian karena masih terus menunjukkan peningkatan, bahkan sudah berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%. 45

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Jika dilihat secara sektoral, NPL tertinggi dialami oleh sektor Konstruksi (8,40%) diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (7,15%) dan sektor Jasa Dunia Usaha (6,14%). Dilihat dari pangsanya, sektor Perdagangan, Hotel dan restoran merupakan sektor yang terbesar dalam penyaluran kredit UMKM di Riau, sehingga tingginya NPL pada kedua sektor tersebut perlu menjadi perhatian bagi pihak perbankan. Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw III 2014 Menurut Sektor Ekonomi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masih mendominasi serapan kredit UMKM di Provinsi Riau yaitu mencapai 43,75% dari total kredit UMKM. Subsektor yang memiliki porsi kredit terbesar adalah subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau, yaitu mencapai Rp2,42 triliun. Sektor terbesar berikutnya adalah sektor pertanian dengan penyerapan kredit sebesar Rp6,35 triliun (32,26%) pada triwulan III 2014, dengan porsi terbesar adalah subsektor perkebunan kelapa sawit yaitu mencapai Rp9,91 triliun. 46

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Porsi kredit yang diberikan kepada UMKM paling besar diserap dalam bentuk Kredit Modal Kerja yaitu mencapai Rp11,60 triliun (58,94%). Sementara kredit UMKM dalam bentuk Kredit Investasi sebesar Rp8,08 triliun (41,06%). Penyerapan Kredit Investasi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 11,88% (yoy). Sementara penyaluran kredit modal kerja tumbuh relatif stabil yaitu mencapai 14,67% (yoy). Secara umum, pertumbuhan kredit UMKM jauh lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan secara umum, namun pertumbuhannya samasama menunjukkan penurunan. Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Jumlah rekening kredit UMKM pada bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mengalami kenaikan sebesar rekening sehingga jumlahnya menjadi rekening dari total rekening kredit bank umum (49,37%). Peningkatan rekening kredit UMKM tersebut memperlihatkan perluasan askes keuangan dan layanan perbankan terhadap UMKM di Provinsi Riau semakin membaik Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Jumlah kredit yang belum dicairkan atau Undisbursed Loan triwulan III 2014 mencapai Rp5,08 triliun meningkat 7,14% (yoy). Porsi Undisbursed Loan di Provinsi Riau mencapai 9,96% dari total kredit yang diberikan bank umum Provinsi Riau. Pertumbuhan undisbursed loan bank umum Riau baik milik pemerintah maupun 47

71 Rp Triliun KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah milik swasta tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu masingmasing tumbuh menjadi 15,46% (yoy) dan 2,82% (yoy). Pangsa terbesar Undisbursed Loan masih berada di bank milik swasta. Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umumdi Riau Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III13 IV III14 Pemerintah Swasta Total Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Modal Kerja mendominasi porsi Undisbursed Loan pada bank umum. Total Undisbursed Loan dalam bentuk kredit modal kerja mencapai Rp3,99 triliun, atau 78,69% dari total Undisbursed Loan di bank umum. Secara sektoral, undisbursed loan terbesar berada di sektor Perdagangan yaitu mencapai Rp1,60 triliun, utamanya berasal dari subsektor Perdagangan Eceran Berbagai Macam Barang yang Didominasi Makanan, Minuman dan Tembakau yang mencapai Rp196,72 miliar. Tingginya angka Undisbursed Loan tersebut diperkirakan akibat dari pencairan kredit yang dilakukan secara bertahap, sehingga kredit yang diberikan bank belum digunakan seluruhnya oleh para pelaku usaha Risiko Kredit NPLs kredit bank umum periode pelaporan relatif stabil jika dibandingkan dengan posisi periode sebelumnya yaitu dari 3,54% menjadi 3,57%. Stabilnya NPL kredit bank umum menunjukkan relatif stabilnya tingkat risiko yang dialami bank umum di Provinsi Riau dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. 48

72 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.8. Perkembangan NPL Grossdi Provinsi Riau Rp miliar 1,400 1,200 1, Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12 Tw III 12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I 14 Tw II Tw III % Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan) Berdasarkan sektor ekonomi, NPL paling tinggi masih dialami sektor konstruksi yaitu sebesar 7,27% namun membaik dibandingkan NPL triwulan sebelumnya. Tingginya NPL pada sektor konstruksi utamanya didorong oleh kredit bermasalah pada sektor konstruksi di Kota Pekanbaru. Subsektor penyiapan lahan lainnya tercatat memberikan porsi kredit bermasalah tertinggi dari total NPL di Sektor Konstruksi Kota Pekanbaru. Beberapa sektor lain yang juga mencatatkan NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah sektor perdagangan sebesar 5,82% dan sektor jasa dunia usaha sebesar 4,61%. Angka NPL yang cukup tinggi pada sektor tersebut juga tercatat mengalami tren peningkatan sehingga perlu mendapat perhatian dari bank umum di Provinsi Riau. Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Bila dilihat berdasarkan Kab/Kota, maka Kabupaten Indragiri Hilir mencatatkan NPL tertinggi yaitu 9,50%, dan menunjukkan tren yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Secara sektoral, NPL di Kabupaten Indragiri Hilir berasal dari 49

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sektor perdagangan yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau. Sementara dilihat dari jenis penggunaannya, mayoritas NPL berasal dari kredit konsumsi. Tabel NPLsBerdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Selanjutnya, NPL yang cukup tinggi juga dialami Kabupaten Rokan Hilir yang tercatat sebesar 6,07%, namun cenderung menurun dibandingkan periode sebelumnya. NPL juga didorong oleh Sektor Perdagangan besar dan Eceran yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp63,38 triliun, tumbuh sebesar 11,44% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,58% (yoy). Komponen tabungan memiliki pangsa terbesar, yaitu 43,52% diikuti oleh deposito dan giro masingmasing sebesar 33,08% dan 23,39%. Komponen tabungan dan deposito pada periode pelaporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu masingmasing sebesar 7,29% (yoy), dan 36,77% (yoy), sementara komponen giro mengalami penurunan sebesar 6,35% (yoy). 50

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) Secara triwulanan, komponen Giro turun 12,07% (qtq), Deposito tumbuh 23,38% (qtq) dan Tabungan tumbuh sebesar 2,41% (qtq). Jika dilihat secara triwulanan, peningkatan dana didorong oleh meningkatnya dana milik pemerintah, terutama dana milik pemerintah daerah, terutama dalam bentuk deposito. Peningkatan ini diperkirakan berasal dari APBD Riau sampai dengan triwulan III Disisi lain, dana milik sektor swasta mengalami penurunan sebesar 0,21% (yoy) dan 2,59% (qtq). Penurunan dana milik sektor swasta didorong oleh penurunan dana milik perusahaan swasta sebesar 0,63% (yoy) dan 3,57% (qtq) dalam bentuk giro. Namun demikian, dana milik perorangan meningkat siginifikan dibandingkan periode sebelumnya yaitu mencapai 11,73% (yoy) dan 4,22% (qtq), yang utamanya didorong oleh peningkatan deposito dan tabungan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga saat ini cukup menarik bagi masyarakat, sehingga jumlah dana yang dihimpun perbankan meningkat. Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) Total rekening dana di bank umum Provinsi Riau mencapai rekening, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat berjumlah rekening (14,62%, yoy). Peningkatan tersebut berasal dari pembukaan sebanyak rekening tabungan, rekening deposito dan 3 rekening giro. Peningkatan jumlah rekening dana seiring dengan peningkatan jumlah dana yang 51

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah dihimpun menunjukkan bahwa masyarakat melihat tingkat suku bunga perbankan saat ini cukup prospektif. Selain itu, kondisi ini juga menunjukkan inklusi keuangan Riau akan semakin membaik. Sebagian besar peningkatan rekening dana umum yang tercatat pada periode pelaporan dibuka di Kota Pekanbaru. Kondisi ini diperkirakan karena Kota Pekanbaru masih menjadi pusat kegiatan perekonomian di Provinsi Riau. Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 I II III IV I II III IV I II III Giro 56,973 57,747 58,671 59,227 60,831 60,944 61,917 62,101 63,878 62,582 62,585 Tabungan 2,411,871 2,526,522 2,668,867 2,688,790 2,849,175 2,881,768 3,046,484 3,346,947 3,467,061 3,461,021 3,502,269 Deposito 43,568 42,853 43,054 44, ,664 43,458 43,886 45,413 47,369 46,811 48,191 Total 2,512,412 2,627,122 2,770,592 2,792,068 3,154,670 2,986,170 3,152,287 3,454,461 3,578,308 3,570,414 3,613,045 Berdasarkan Kota/Kabupaten, Kota Pekanbaru masih menjadi penyumbang DPK terbesar, mencapai Rp39,48 triliun (62,29%), tumbuh 14,30% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,71 (yoy). Peningkatan jumlah dana di kota Pekanbaru utamanya berupa deposito yang tumbuh 29,45% (yoy) menjadi Rp14,89 triliun. Daerah lain yang juga memiliki pangsa terbesar adalah Kabupaten Bengkalis sebesar Rp4,92 triliun, namun menurun 6,77% (yoy). Penghimpunan dana di Kabupaten Rokan Hulu masih mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 51,98% (yoy), namun pangsa dana pada daerah ini masih merupakan yang terendah setelah Kabupaten Meranti. 52

76 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 80,43%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan dana yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit secara triwulanan merupakan faktor penyebab menurunnya LDR bank umum di Riau. Sementara itu, LDR berdasarkan lokasi proyek turut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu dari 119,08% menjadi 112,71%. Namun demikian, LDR berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau lebih tinggi dibanding angka LDR nasional yang tercatat sebesar 91,35%. Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% Tw I11 Tw II11 Tw III11 Tw IV11 Tw I12 Tw II12 Tw III12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I 14 Tw II 14 Tw III % 75.9% 76.5% 80.3% 77.2% 80.1% 78.3% 83.2% 83.60% 83.14% 83.60% 87.79% 89.02% 83.34% 80.43% LDR LDR1*) 114.0% 112.1% 113.7% 113.7% 108.5% 111.0% 111.4% 114.9% % % % % % % % Nasional* 77.2% 80.0% 81.7% 79.0% 80.8% 83.4% 84.36% 84.53% 85.94% 88.38% 89.92% 90.61% 91.39% 91.15% 91.35% Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek *) Data s.d. Agustus

77 % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 3.5. Profitabilitas Spread Bunga Suku bunga ratarata tertimbang kredit bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat mengalami peningkatan, sementara suku bunga dana mengalami penurunan. suku bunga kredit tertimbang bank umum tercatat meningkat ke posisi 13,31%, naik 17 bps dari 13,14%. Kenaikan suku bunga kredit yang diikuti dengan penurunan suku bunga dana tersebut telah mendorong meningkatkan margin yang diterima oleh perbankan hingga berada di level 5,68% dari 4,74%. Di sisi lain, suku bunga dana yang tercermin dari suku bunga ratarata tertimbang deposito 3 bulan mengalami penurunan sebesar 77 bps dari 8,40% menjadi 7,63%. Menurunnya suku bunga dana tersebut diperkirakan karena sudah mulai membaiknya kondisi likuiditas perbankan. Sementara masih berlanjutnya kenaikan suku bunga kredit meski terbatas diperkirakan karena perbankan ingin menaikkan margin yang diterima setelah dalam kurun waktu satu tahun terakhir marginnya terus menurun karena kenaikan suku bunga dana khususnya deposito. Grafik Perkembangan Suku Bunga RataRata Tertimbang Kredit dan Deposito3 Bulan Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate Pendapatan dan Beban Bunga Pertumbuhan total pendapatan bunga yang diterima bank umum di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mengalami peningkatan sebesar 10,28% (yoy) setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya. Peningkatan pendapatan bunga utamanya bersumber dari kredit yang meningkat sebesar 10,83% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,34% (yoy). 54

78 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Terbatasnya kenaikan pendapatan bunga dari kredit disebabkan terbatasnya peningkatan suku bunga kredit. Komposisi pendapatan bunga utamanya masih berasal dari pendapatan bunga kredit dan diikuti oleh SBI dan surat berharga. Grafik Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I TW II Tw III Lainnya Antar Bank Kredit ,048. 1,072. 1,103. 1,115. 1,223. 1,257. 1,243. 1,361. 1,432. 1,464. 1,471. 1,488. 1,572. 1,654. 1,652. 1,657. 1,742. SBI dan surat berharga Sebaliknya, beban bunga mengalami peningkatan sebesar 26,71% (yoy) dan 18,47% (qtq). Peningkatan beban bunga utamanya didorong oleh beban bunga deposito yang tercatat meningkat sebesar 66,58% (yoy) dan 21,49% (qtq). Peningkatan beban bunga deposito seiring dengan meningkatnya jumlah deposito pada triwulan laporan meski suku bunga deposito menunjukkan penurunan. Sementara beban bunga tabungan tercatat meningkat sebesar 30,35% (yoy) namun relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, beban bunga giro mengalami penurunan sebesar 9,76% (yoy) dan 3,38% (qtq), seiring dengan menurunnya giro masyarakat di bank umum. Berdasarkan komposisinya, beban bunga masih didominasi oleh bunga DPK khususnya deposito Grafik Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I12 Tw II 12 Tw III 12 Tw IV 12 Tw I13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I14 Tw II 14 Tw III 14 Lainnya Antar Bank Tabungan Deposito Giro Meskipun pertumbuhan beban bunga lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan bunga, jumlah pendapatan bunga bersih pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya meskipun terbatas. Pendapatan bunga bersih 55

79 Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I11 Tw II11 Tw III11 Tw IV11 Tw I12 Tw II12 Tw III12 Tw IV12 Tw I13 Tw II13 Tw III13 Tw IV13 Tw I14 Tw II14 Tw III14 Juta Rp Juta Rp KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah bank umum pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp1,19 triliun dari Rp1,16 triliun pada triwulan sebelumnya. Grafik Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum di Riau 2,200 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Beban Bunga Pendapatan Bunga NII (RHS) 1,300 1,200 1,100 1, Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah pada triwulan III 2014 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2014 aset perbankan syariah kontraksi sebesar 5,32% (yoy) sehingga menjadi Rp5,13 triliun. Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan III 2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,85%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,20%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang lalu, tercatat beroperasi 13 bank syariah di lingkup wilayah Provinsi Riau yaitu11 bank umum dan 2 BPR. Tabel Indikator Kinerja Utama PerbankanSyariah di Provinsi Riau (Rp juta) 56

80 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Penurunan aset didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar 8,62% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,60 triliun. Sementara itu, pembiayaan syariah tercatat hanya tumbuh 2,22% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,63% (yoy). Penurunan dana yang dihimpun yang diikuti dengan peningkatan kredit menyebabkan FDR meningkat dari periode sebelumnya menjadi 95,48%. Kualitas pembiayaan sedikit membaik, terlihat dari NPF yang menurun pada triwulan laporan namun masih berada pada level yang mengkhawatirkan.. Berdasarkan penggunaan, penyaluran pembiayaan konsumsi pada triwulan III 2014 mencapai Rp1,61 triliun atau 48,55% dari total kredit yang diberikan perbankan syariah, sementara sektor produktif yang terdiri dari Modal Kerja dan Investasi memiliki pangsa sebesar 54,85% dari total pembiayaan. Pembiayaan Modal Kerja tercatat meningkat sebesar 5,33% (yoy) dan 17,33% (qtq) sehingga pada periode triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp933,62 miliar. Sementara itu, posisi pembiayaan investasi tercatat sebesar Rp889,87 miliar pada triwulan III 2014, atau turun 10,86% (yoy) dan 0,44% (qtq). Peningkatan penyaluran pembiayaan secara sektoral didorong oleh sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian, masingmasing tercatat tumbuh 43,27% (yoy), 37,67% (yoy), dan 18,57% (yoy) atau 57,94% (qtq), 8,10% (qtq), dan 3,19% (qtq). Pada triwulan III 2014 sektor pertanian tercatat menyerap pembiayaan sebesar Rp459,98 miliar, atau sebesar 13,38% dari total pembiayaan bank umum syariah. Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor konstruksi mencatat penyerapan pembiayaan masingmasing sebesar Rp398,61miliar dan Rp320,09 miliar. 4. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Kondisi ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan aset dan dana, meskipun jumlah kredit yang disalurkan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah BPR/S yang beroperasi di Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak 35 BPR/S. Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat sebesar Rp1,11 triliun, meningkat 4,00% (yoy), namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,16% 57

81 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (yoy). Melambatnya pertumbuhan aset didorong oleh melambatnya pertumbuhan dana yang dihimpun menjadi sebesar Rp770,22 miliar atau tumbuh 9,66% (yoy) dari tumbuh 10,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan jumlah dana utamanya didorong oleh melambatnya pertumbuhan tabungan yang tercatat sebesar Rp352,03 miliar atau tumbuh 9,79% dari tumbuh 15,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, pertumbuhan deposito tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh 5,80% (yoy) menjadi 9,54% (yoy) atau sebesar Rp418,19 miliar. Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp815,13 miliar atau tumbuh 7,68% (yoy) dan 4,16% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,56% (yoy). Berdasarkan sektoral, peningkatan penyaluran kredit BPR/S pada triwulan laporan utamanya terjadi pada sektor pertanian (23,68%, yoy) dan sektor perdagangan (15,18%,yoy). Kedua sektor ini juga menyerap kredit dengan pangsa terbesar, yaitu masingmasing tercatat sebesar 30,54% dan 24,94%. Penurunan jumlah dana yang dihimpun yang diikuti dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan mengakibatkan fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan yang tercermin dari peningkatan LDR dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 105,14% menjadi 105,83%. Kualitas kredit yang disalurkan juga tercatat mengalami perbaikan, tercermin dari penurunan NPL BPR/S yaitu dari 15,78% menjadi 15,56%. Akan tetapi, NPLs BPR/S masih berada di atas batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) sehingga masih perlu menjadi perhatian bagi pihak bank. Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) 5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 oleh bank pelaksana KUR mencapai Rp4,62 triliun, tumbuh 4,33% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran KUR secara tahunan tumbuh sebesar 21,08% 58

82 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (yoy), diikuti dengan pertumbuhan jumlah debitur secara tahunan sebesar 21,86% (yoy) hingga mencapai debitur di Provinsi Riau. Peningkatan tersebut telah mendorong peningkatan ratarata KUR menjadi Rp25,07 juta/jiwa pada triwulan III 2014 dari Rp. 24,03 juta/jiwa pada triwulan sebelumnya. Tabel Perkembangan Penyaluran KUR di Riau Sumber: Kantor Menko Perekonomian Sektor Pertanian masih merupakan sektor penerima KUR terbesar di Provinsi Riau, yaitu dengan pangsa 56,51 %. Subsektor Perkebunan Kelapa Sawit dan Perkebunan karet merupakan jenis perkebunan yang menerima kredit dalam jumlah yang terbesar. Kondisi ini tidak terlepas dari besarnya peranan sektor Pertanian dalam perekonomian Provinsi Riau disamping migas. Selanjutnya, sektor Perdagangan, Hotel dan restoran memiliki pangsa sebesar 36,66% yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau. Berdasarkan penggunaannya, alokasi KUR di Provinsi Riau lebih banyak digunakan untuk Modal Kerja, yaitu sebesar 54,13% dari total alokasi KUR di Provinsi Riau, dan sisanya KUR untuk investasi. Grafik KUR menurut Sektor Ekonomi Grafik KUR menurut Jenis Penggunaan Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jasa Dunia Usaha Jasa Masyarakat LainLain Kredit Modal Kerja Kredit Investasi 59

83 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6. Perkembangan Transaksi Pembayaran 6.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mengalami net outflow, tidak jauh berbeda dengan kondisi historisnya. Hal ini utamanya didorong oleh outflow yang lebih besar dari inflow. Meningkatnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena faktor musiman Idul Fitri dimana kebutuhan uang tunai meningkat di masyarakat. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun Real Time Gross Settlement (RTGS) pada triwulan III 2014 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Sesuai dengan pola musimannya, perkembangan transaksi pembayaran tunai mengalami peningakatan pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari peningkatan transaksi inflow dan outflow di Provinsi Riau. Outflow yang lebih besar dibandingkan inflow, menyebabkan Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat mengalami net outflow yang tercatat sebesar Rp2,61 triliun. Jumlah net outflow tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,25 triliun (15,98%,qtq). Meskipun demikian, nilai net outflow tersebut tidak setinggi triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan outflow pada triwulan laporan didorong oleh faktor musiman dimana masuknya bulan Ramadhan serta hari raya Idul Fitri menjadi momen yang mendorong kenaikan arus uang keluar. Pada triwulan III 2014 tercatat kenaikan arus uang keluar sebesar 58,79% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya, mencapai Rp3,38 triliun. Arus uang masuk uang ke Provinsi Riau pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp2,33 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,14 triliun (105,33%,qtq). Peningkatan inflow yang cukup siginifikan selama triwulan laporan tercatat pada bulan Agustus Hal ini sesuai dengan pola 60

84 Rp. miliar KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah musimnya dimana banyaknya uang yang beredar selama Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri akan disetorkan kembali pada bulan berikutnya. Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow 5,700 5,100 4,500 3,900 3,300 2,700 2,100 1, (300) (900) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Net Outflow (Rpmiliar) Inflow (Rpmiliar) Outflow (Rpmiliar) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Penyediaan uang kartal layak edar merupakan tugas Bank Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan penghimpunan dan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari masyarakat dan setoran bank di Provinsi Riau. Upaya ini dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan ketersediaan uang layak edar (fit for circulation) di tengahtengah masyarakat. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan III2104 menurun dibandingkan periode sebelumnya. UTLE yang dimusnahkan pada periode tersebut sebanyak Rp196,34 miliar, lebih rendah dibandingkan periode lalu yang tercatat sebesar Rp317,52 miliar. Rasio UTLE terhadap arus uang masuk juga mengalami penurunan karena tingginya inflow pada triwulan laporan dan menurunnya jumlah UTLE. Penurunan UTLE juga mengindikaskan semakin menurunnya tingkat kerusakan uang di masyarakat, karena semakin meningkatnya pemahaman masyarakat dalam memperlakukan uang. 61

85 Lembar Rp.miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau 3,000 2,500 2, ,500 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III UTLE Inflow Ratio (RHS) Uang Rupiah Tidak Asli Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciriciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. Penemuan uang rupiah tidak asli di Provinsi Riau pada periode pelaporan tercatat stabil dibandingkan periode lalu. Pada triwulan laporan terdapat penemuan 104 lembar uang palsu yang terdiri dari 42 lembar menyerupai pecahan Rp , 58 lembar menyerupai pecahan Rp50.000, dan 2 lembar menyerupai pecahan Rp Penemuan tersebut berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III

86 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi pembayaran nontunai di Provinsi Riau pada triwulan III2104 cenderung mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini utamanya diperkirakan akibat lebih maraknya penggunaan transaksi tunai menyambut bulan Ramadhan dan hari Raya idul Fitri pada triwulan laporan. Selain itu, kondisi perekonomian yang kurang prospektif akibat penurunan harga komoditas dunia menyebabkan perkembangan industri kurang optimal dan transaksi usaha juga mengalami penurunan Transaksi Kliring Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan III 2014 tercatat stabil dari segi nominal transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya, namun jumlah warkat yang digunakan mengalami penurunan. Kondisi ini mengindikasikan pada triwulan laporan lebih didominasi dengan transaksi dalam nominal yang besar. Nilai transaksi kliring pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp8,07 triliun dengan volume transaksi mencapai lembar. Ratarata transaksi per warkat tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp29,58 juta menjadi sebesar Rp31,44 juta per transaksi. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Nominal (Rp. miliar) (LHS) Warkat (ribu lembar) 63

87 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi RTGS pada triwulan III 2014 di Provinsi Riau mencapai Rp88,06 triliun, menurun sebesar 9,87% (qtq). Total transaksi RTGS pada periode triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp88,06 triliun. Seiring dengan penurunan nilai transaksi, penggunaan warkat untuk transaksi RTGS juga menurun sebesar 2,18% (qtq). Penurunan nilai transaksi RTGS yang lebih dalam dari volume transaksi RTGS menyebabkan rasio transaksi per warkat pun menurun dari Rp2,00 miliar menjadi sebesar Rp1,85 miliar per warkat. Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi Riau yaitu sebesar Rp84,74 triliun, 96,23% dari keseluruhan transaksi RTGS di Provinsi Riau. Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru mengindikasikan bahwa pusat kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari Kota Pekanbaru. Selain menjadi pusat kegiatan bisnis, geliat perekonomian di Kota Pekanbaru masih cukup menarik, terutama bagi sektor perdagangan dan jasa. Selain itu, jumlah transaksi RTGS di Kota Dumai juga relatif tinggi. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan berskala besar di kota tersebut yang dalam transaksinya sudah menggunakan transaksi non tunai. Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hilir merupakan dua daerah dengan aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau. Daerah Kuantan Singingi mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp1 miliar dengan volume hanya sebesar 3 warkat. Sementara Kabupaten Rokan Hilir hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp6 miliar sepanjang triwulan III 2014 dengan jumlah warkat sebanyak 29 lembar. Keterbatasan akses perbankan di daerah tersebut merupakan penyebab utama tidak berkembangnya penggunaan media transaksi RTGS bagi masyarakat dan pelaku usaha di kedua daerah tersebut. 64

88 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Perkembangan Nilai BIRTGS di Provinsi Riau Triwulan III 2014 (dalam Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BIRTGS di Riau Triwulan III

89 Boks 2 Electronic Money : Pemetaan, Tantangan dan Membawa uang fisik dalam jumlah besar memiliki risiko keamanan dan juga tidak ringkas. Belum lagi, zaman menuntut segala sesuatunya yang serba cepat dan mudah. Mengacu kepada hal tersebut, Bank Indonesia sebagai regulator sekaligus Bank Sentral di Indonesia menggulirkan ide penerapan uang elektronik. Penggunaan uang elektronik diyakini memiliki banyak keunggulan dan kemudahan bagi masyarakat jika ingin bertransaksi. Kita nantinya dapat berbelanja dengan menggunakan satu kartu, sehingga tidak direpotkan karena harus membawa uang fisik. Gaya hidup tersebut lazim disebut sebagai Less Cash Society (LCS). Ada beberapa keunggulan dalam penerapan uang elektronik. Pertama, transaksi tunai akan lebih teratur. Kedua, pedagang tidak akan repot dengan uang kembalian. Ketiga, penerapan uang elektronik juga diyakini akan mengurangi jumlah uang fisik yang beredar di masyarakat, yang juga dapat meminimalisir peredaran uang palsu. Bagi, Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran, biaya pencetakan uang dapat ditekan seiring semakin berkurangnya penggunaan uang kartal. Oleh sebab itu less cash society merupakan gaya hidup masa datang, gaya hidup yang harus segera dilaksanakan mulai sekarang agar masyarakat terbiasa dengan penggunaan uang elektronik. Grafik. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Nominal (Rp. miliar) (LHS) Warkat (ribu lembar)

90 Rp Miliar Lembar Mengacu pada grafik diatas secara nominal transaksi pembayaran dengan kliring di Provinsi Riau hingga triwulan III2014 cenderung stabil, namun jumlah warkat yang digunakan mengalami penurunan. Kondisi ini mengindikasikan pada triwulan III2014 laporan lebih didominasi dengan transaksi dalam nominal yang besar. Pada triwulan III 2014, ratarata transaksi tercatat sebesar Rp31,44 juta per warkat. Grafik. Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Riau Kumulatif Nilai (LHS) Kumulatif Volume (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Kota Pekanbaru juga masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi Riau yaitu sebesar Rp84,74 triliun, 96,23% dari keseluruhan transaksi RTGS di Provinsi Riau dengan rasio transaksi sebesar Rp1,85 miliar per warkat. Jika kita mengacu kepada data transaksi kliring maupun RTGS terlihat seolaholah masyarakat Pekanbaru lebih senang menggunakan instrumen non tunai dibandingkan instrumen tunai untuk kegiatan seharihari namun jika digali lebih dalam ternyata tidak demikian. Rasio transaksi kliring sebesar Rp Juta per warkat dan rasio transaksi RTGS sebesar Rp1,85 miliar per warkat mengindikasikan bahwa yang menggunakan jasa kliring maupun RTGS bukan masyarakat umum melainkan perusahaanperusahaan besar yang ada di Pekanbaru, sementara masyarakat biasa lebih tertarik menggunakan instrumen tunai dibanding instrumen non tunai. Kondisi ini tercermin dari tingkat kebutuhan uang tunai di Riau yang diindikasikan dengan tingginya outflow Riau, yang dalam kurun waktu lima tahun terkahir tercatat ratarata sebesar Rp3,23 triliun per tahun.

91 Grafik. Kepemilikan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Grafik. Jenis Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang Digunakan Selanjutnya untuk melihat preferensi masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran non tunai, maka Bank Indonesia melakukan survei kepada masyarakat dengan usia diatas 17 tahun dan dalam dua tahun terakhir berdomisili di Kota Pekanbaru. Hasil survei menunjukkan bahwa 94% responden memiliki alat pembayaran menggunakan kartu dengan jenis APMK yang banyak digunakan adalah berupa kartu ATM (76%). Hanya sebagian kecil yang menggunkan kartu prabayar (emoney). Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sudah memiliki alat pembayaran non tunai. Jika dilihat dari nilai transaksinya, responden yang melakukan transaksi retail cukup banyak (di bawah Rp600 ribu). Grafik. Jumlah Transaksi dengan APMK Grafik. Awareness Tentang emoney Grafik. Pengguna emoney Grafik. Frekuensi Penggunaan emoney

92 Kesimpulan dari penelitian ini adalah : a. Tingkat Pemahaman masyarakat Pekanbaru mengenai emoney dapat dilihat dari indikator berikut : Sebagian besar responden mengetahui tentang emoney, namun hanya sebagian kecil yang menggunakannya sebagai alat pembayaran Mayoritas pengguna (82%) jarang dan sangat jarang melakukan transaksi dengan e money. Dari indikator diatas terlihat bahwa sebenarnya masyarakat Pekanbaru telah mengetahui mengenai keberadaan emoney, tetapi hanya sebatas mengetahui dan belum pernah menggunakan emoney. Hasil survey menyatakan bahwa 86% responden tidak pernah menggunakan emoney, sementara sebagian besar dari 14% pengguna emoney tersebut jarang dan sangat jarang menggunakan e money dalam transaksi seharihari. b. Pandangan masyarakat mengenai emoney dapat dilihat pada indikator berikut : Mayoritas responden 72% mengatakan tidak banyak outlet/toko/merchant yang menerima emoney sebagai alat pembayaran. 84% responden mengatakan tertarik untuk menggunakan emoney. Grafik. Ketertarikan Penggunaan EMoney Grafik. Faktor yang Membuat EMoney menarik Grafik. Jumlah Merchant Penerima EMoney Grafik. Cara Sosialisasi EMoney

93 Setelah penulis melakukan sosialisasi mengenai emoney pada saat survei, 84% responden tertarik untuk menggunakan emoney. 72% responden mengatakan tidak banyak outlet/toko/merchant yang menerima emoney sebagai alat pembayaran, namun dari hasil pengamatan penulis dan sumber dari Bank BCA, BRI dan Mandiri, di Pekanbaru sudah banyak outlet/merchant/toko yang menerima emoney sebagai alat pembayaran. c. Preferensi masyarakat Pekanbaru terhadap sektor emoney yang berpotensi untuk dikembangankan adalah sektor pusat perbelanjaan di urutan pertama, sektor makanan di urutan kedua dan sektor transportasi berada di urutan terakhir. Berdasarkan hasil survei kepada masyarakat dan analisis TOWS yang dilakukan, strategi yang dapat diusulkan pada implementasi emoney di kota Pekanbaru dapat difokuskan pada poinpoin di bawah ini : a. Sosialisasi dan pengenalan kepada masyarakat secara langsung mengenai karakteristik dan kelebihan emoney serta cara penggunaannya. b. Mendorong pembangunan infrastruktur yang memadai agar produk emoney dapatberkembang dengan cara mendorong pihak perbankan untuk mengembangkan.

94 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga triwulan III 2014 secara umum tidak mengalami perubahan berarti dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan III 2014 mencapai 79,11% atau sebesar Rp5,63 triliun, naik 15,26% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah yaitu sebesar 66

95 Kondisi Keuangan Daerah Rp2,25 triliun atau sekitar 27,27% dari total anggaran yang dialokasikan. Kondisi ini menurun 13,08% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. 2. Realisasi APBD 2014 Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan III 2014 mencapai Rp5,63 triliun atau sebesar 79,11% dari total anggaran pendapatan yang dialokasikan. Jumlah realisasi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan hingga triwulan III2013. Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan realisasi belanja pemerintah daerah yang hingga triwulan III 2014 baru mencapai 27,27% dari total anggaran belanja yang dialokasikan, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 40,35% Realisiasi belanja hingga triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp 2,25 triliun. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan Uraian Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Realisasi Tw III (%) Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Realisasi Tw III (%) Pendapatan 6,597 4, ,127 5, Belanja 8,432 3, ,277 2, Surplus / Defisit (1,835) 810 (1,150) 3,381 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan jumlah realisasi belanja hingga triwulan III 2014 menyebabkan anggaran pemerintah Provinsi Riau tercatat mengalami surplus sebesar Rp3,38 triliun. Namun untuk keseluruhan tahun 2014 pemerintah daerah memperkirakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau akan mengalami defisit sebesar Rp. 1,15 triliun Realisasi Pendapatan Pada tahun 2014 anggaran pendapatan untuk APBD 2014 tercatat sebesar Rp7,13 triliun. Sampai dengan triwulan III 2014 telah terealisasi sebesar 79,11% (Rp5,63 triliun). Realisasi anggaran pendapatan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 63,85%. Peningkatan realisasi pada seluruh komponen pendapatan mendorong meningkatnya pendapatan hingga triwulan III 2014 dibanding dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya realisasi pendapatan terjadi pada semua komponen pendapatan yaitu PAD dan Dana 67

96 Kondisi Keuangan Daerah Perimbangan. Meningkatnya PAD bersumber dari peningkatan komponen pendapatan pajak daerah sebebsar 69,12% dan komponen lain lain PAD yang sah sebesar 230,82%. Sebaliknya realisasi retribusi daerah menurun sebesar 51.11% dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah belum terealisasi sama sekali. Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan II2013 dan Triwulan II 2014 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Selanjutnya, peningkatan Dana Perimbangan terjadi pada semua komponen Dana Perimbangan. Realisasi tertinggi berasal dari komponen dana hasil bukan pajak yaitu terealisasi 75,36%, selanjutnya diikuti oleh Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Pajak masingmasing terealisasi sebesar 83,33% dan 75,71%. Realisasi terjadi pada Dana Alokasi Khusus yaitu sebesar 30% juga meningkat dibanding tahun sebelumnya Realisasi Belanja Anggaran belanja Provinsi Riau tahun 2014 mencapai Rp8,28 triliun, namun sampai dengan triwulan III 2014 baru terealisasi sebesar 27,27% dengan nilai realisasi sebesar Rp2,25 triliun. Realisasi belanja tahun 2014 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi belanja pada periode yang sama tahun 2013 yang mencapai 40,35% dengan nilai realisasi sebesar Rp3,40 triliun. Berdasarkan komponennya, realisasi belanja terbesar adalah Belanja Operasi mencapai Rp1,8 triliun atau sebesar 33,33%, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu mencapai 44,88% dengan nilai realisasi Rp2,32 triliun. Rendahnya realisasi belanja operasi disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja bantuan keuangan yang baru terealisasi sebesar 14,89% dan belanja barang sebesar 18,72%. Belanja hibah dan belanja pegawai tercatat mengalami realisasi tertinggi yaitu masingmasing mencapai 49,49% dan 60,56%. Sebaliknya belanja bantuan sosial belum terealisasi sama sekali. 68

97 Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan II2013 dan Triwulan II 2014 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Selanjutnya belanja modal yang secara umum memberikan multiplier efek terhadap perekonomian realisasinya masih relatif minim. Komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan yang memiliki anggaran terbesar baru terealisasi 3,34%. Selanjutnya belanja gedung dan bangunan serta belanja peralatan dan mesin yang anggarannya juga relatif besar baru terealisasi masingmasing sebesar 2,25% dan 13,88%. Sementara itu, realisasi anggaran transfer ke masingmasing kab/kota baru terealisasi 33% dari nilai transfer sebesar Rp1,02 triliun. Dengan perkembangan realisasi pendapatan dan realisasi belanja tersebut maka APBD Riau s.d triwulan III 2014 tercatat mengalami surplus sebesar Rp3,38 triliun. Pada tahun 2014, APBD Riau diperkirakan akan defisit sebesar Rp1,15 triliun yang akan ditutupi dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya. 69

98 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Riau pada tahun menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau yang meningkat dari 5,48% di tahun 2013 menjadi 6,56% di tahun Meningkatnya TPT Riau pada triwulan laporan didorong oleh menurunnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). 1 Agustus

99 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja di Provinsi Riau pada tahun 2014 tercatat sebanyak jiwa atau meningkat 2,95% dari tahun Dari jumlah tersebut, sebanyak jiwa merupakan angkatan kerja dan jumlahnya mengalami peningkatan sebesar 2,74% dibandingkan tahun Meskipun terdapat peningkatan angkatan kerja, TPAK di provinsi Riau pada tahun 2014 menunjukkan kondisi berlawanan yaitu menurun menjadi 63,31%. Hal ini didorong oleh peningkatan penduduk bukan angkatan kerja yang relatif lebih besar yaitu 3,31% dibandingkan peningkatan angkatan kerja. Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa) Sumber : BPS Provinsi Riau Secara umum, distribusi jumlah penduduk bekerja berdasarkan lokasi tidak mengalami perubahan dibandingkan periodeperiode sebelumnya. Sebagian besar penduduk Provinsi Riau yang bekerja berada di daerah pedesaan. Pada tahun 2014, jumlah penduduk yang bekerja di daerah pedesaan sebanyak atau 62,32% dari angkatan kerja, sementara sisanya sebanyak (37,69%) bekerja di daerah perkotaan. Grafik 5.1. Sebaran Penduduk Bekerja di Provinsi Riau Tahun % 38% Perkotaan Pedesaan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 2 Agustus 71

100 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Dilihat dari sektor lapangan pekerjaan utama, penduduk yang bekerja di pedesaan sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 64,84 %. Sedangkan untuk lapangan pekerjaan utama di lokasi perkotaan didominasi oleh sektor perdagangan dan sektor jasa yang memiliki share masingmasing sebesar 34,23% dan 24,61% dari total lapangan pekerjaan di pedesaan. Tabel 5.2. Sebaran Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan Lokasi di Provinsi Riau (%) No Lapangan Pekerjaan Utama Perkotaan Pedesaan Kota+Desa 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, 10,29 64,84 44,28 Perburuan & Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 2,77 1,33 1,87 3 Industri 8,78 5,13 6,51 4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0,56 0,39 0,45 5 Konstruksi 8,15 3,15 5,04 6 Perdagangan, Rumah Makan, dan 34,23 13,09 21,05 Jasa Akomodasi 7 Transportasi, Pergudangan, dan 6,09 2,28 3,71 Komunikasi 8 Lembaga Keuangan, Real Estate, 4,52 0,87 2,25 Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan 24,61 8,92 14,83 Perorangan Total ,00 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sektor pertanian sebagai sektor unggulan Provinsi Riau merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 44,28 % dari penduduk bekerja di atas usia 15 tahun atau sebanyak jiwa. Keunggulan komparatif yang dimiliki sektor pertanian Riau, khususnya sub sektor perkebunan kelapa sawit, secara tidak langsung memberikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat Riau. Potensi sub sektor perkebunan kelapa sawit tercermin dari perkembangan areal perkebunan sawit yang terus meningkat selama lima tahun terakhir mencapai ha pada tahun Selanjutnya sektor perdagangan dan jasa juga menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian. Pada tahun 2014, sebanyak jiwa, atau 21,06% dari penduduk bekerja berusia di atas 15 tahun, bekerja di sektor perdagangan. Sedangkan sektor jasa menyerap sebanyak 14,83 % atau jiwa dari pangsa tersebut. Hal ini diperkirakan didukung oleh masih prospektifnya sektor perdagangan dan jasa di provinsi Riau. 3 Statistik Daerah Provinsi Riau

101 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Grafik5.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Riau (%) 2.25% 14.83% 3.71% 21.06% 44.28% Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan & Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri 5.04% 0.45% 6.51% 1.87% Listrik, Gas, dan Air Minum Sumber : BPS Provinsi Riau Sebagian besar penduduk bekerja di provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan yaitu sebesar 40,87%. Angka ini cenderung menurun dibandingkan tahun yang tercatat sebesar 41,34%. Penurunan penduduk yang bekerja sebagai buruh diperkirakan didorong oleh penurunan lapangan pekerjaan utama di sektor konstruksi dari 5,49% di tahun 2013 menjadi 5,04% di tahun Sedangkan penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri meningkat dari 20,38% di tahun 2013 menjadi 22,56% di tahun 2014 seiring dengan lapangan pekerjaan utama di sektor perdagangan yang relatif meningkat dari 19,88% menjadi 21,05%. Grafik 5.3. Sebaran Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi Riau Agustus 2014 Pekerja tidak dibayar Pekerja bebas Buruh/Karyawan Berusaha dibantu dengan buruh Berusaha dibantu dengan buruh tidak Berusaha Sendiri Sumber : BPS Provinsi Riau 4 Agustus 73

102 % % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tingkat pengangguran di Provinsi cenderung meningkat sejak tahun Pada tahun 2014 TPT Riau mencapai 6,56%. Angka pengangguran ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan TPT tahun 2013 yang sebesar 5,48 % dan ratarata selama lima tahun ( ) yang tercatat sebesar 6,22%. Jika dilihat dari sisi jumlah penganggur, jumlah penduduk yang tidak bekerja saat ini mencapai jiwa atau meningkat 22,91% dibandingkan tahun Peningkatan TPT Riau pada tahun 2014 disebabkan karena lebih besarnya peningkatan angkatan kerja dibandingkan dengan peningkatan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Kondisi ini diperkirakan juga karena tingginya migrasi penduduk ke Provinsi Riau yang ingin mencari pekerjaan di Provinsi Riau mengingat prospektifnya Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru 5. Grafik 5.4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%) Aug09 Ags10 Agust 11 Agust 12 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Agust 13 Agust 14 TPAK (kanan) TPT (kiri) Dilihat berdasarkan wilayahnya, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan Kabupaten dengan TPT tertinggi yaitu sebesar 11,76% dengan jumlah pengangguran sebanyak jiwa. Tingginya tingkat pengangguran di Kepulauan Meranti diperkirakan didorong oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang belum mampu mengakomodir tingkat pertumbuhan angkatan kerja di Kepulauan Meranti yang merupakan tertinggi kedua di provinsi Riau yaitu sebesar 68,82%. 5 Data BKKBN 2012 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Riau sebesar 3,59% per tahun, lebih tinggi dari nasional sebesar 1,5% per tahun. 74

103 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Kabupaten Pelalawan menjadi wilayah dengan TPT terendah sebesar 3,42 %. Namun secara trend tingkat pengangguran di Kabupaten Pelalawan meningkat dari tahun yang tercatat sebesar 2,89%. Secara keseluruhan, terdapat 5 Kabupaten dan Kota yang memiliki tingkat pengangguran di atas Provinsi Riau yaitu Rokan Hulu, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Pekanbaru, dan Dumai. Grafik 5.5. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota (%) Pekanbaru Rokan Hilir Rokan Hulu Siak TPT Indragiri Hilir Kuantan Singingi (%) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Grafik5.6. Tingkat Pastisipasi Angkatan Kerja menurut Kabupaten/Kota (%) Pekanbaru Rokan Hilir Rokan Hulu Siak TP Indragiri Hilir Kuantan Singingi (%) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 6 Agustus 75

104 Prospek Perekonomian Daerah Bab 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV2014 secara umum diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan III2014. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 1,5 2,0% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan relatif melambat yakni berada pada kisaran 5,46,2% (yoy). 76

105 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Komponen Total Total Non Migas Sumber : BPS Provinsi Riau Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV I II III IV I II III IV (p) 1,82 2,62 2,20 3,77 2,61 4,34 2,48 1,73 1,52,0 8,03 6,74 3,93 6,01 6,13 6,97 7,13 6,41 4,85,3 Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS, (p) proyeksi Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. Hal ini diperkirakan karena faktor kenaikan BBM bersubsidi pada triwulan laporan. Konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat cukup berarti, terkait dengan akhir tahun anggaran dalam merealisasikan belanja, meskipun tidak sebesar periode yang sama pada tahun sebelumnya. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih tertahan. Kondisi ini sejalan dengan perbaikan kondisi perekonomian domestik yang agak tertahan akibat kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Dari sisi eksternal, ekspor masih tercatat membaik sejalan dengan meningkatnya kondisi perekonomian global. Sementara itu, dari sisi sektoral, kinerja sektor tradables tumbuh terbatas, terutama pada sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini diperkirakan karena kondisi perekonomian yang kurang kondusif akibat dampak kenaikan BBM bersubsidi. Selain itu, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Hal ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi. Sementara, masih terbatasnya perbaikan perekonomian dan masih rendahnya harga komoditas diperkirakan akan memberi tekanan pertumbuhan ekonomi pada triwulan mendatang dari sisi eksternal. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau. Selain itu, tren penguatan nilai tukar Rupiah juga akan memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian Riau. Sementara adanya kepastian akan 77

106 Prospek Perekonomian Daerah penandatanganan RTRW Riau diperkirakan secara jangka panjang akan berdampak pada peningkatan produksi pertanian karena legalisasi lahan sudah semakin jelas. 2. PERKIRAAN INFLASI Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan meningkat, yaitu berada pada kisaran 6,67,3% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 3,43,8% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan IV2014 diperkirakan akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile foods. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan berasal dari kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp2000, (30,77%) menjadi Rp8.500, per liter. Peningkatan tersebut diperkirakan akan berdampak terhadap kenaikan inflasi volatile foods dan inflasi inti (core inflation). Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah yang mulai diberlakukan pada triwulan IV2014 dan diperkirakan juga akan menambah tekanan inflasi administered price, antara lain (i) kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk enam golongan pelanggan PLN (1330 VA5500 VA) tahap ketiga yang mulai diberlakukan November 2014, (ii) adanya kebijakan terkait kenaikan harga elpiji nonsubsidi (12 kg). Tekanan inflasi volatile foods, selain disebabkan oleh kenaikan inflasi administered price, diperkirakan juga akan disebabkan oleh pergeseran masa panen dan terbatasnya pasokan akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif. Selain itu, meningkatnya permintaan menjelang akhir tahun seiring dengan perayaan hari besar keagamaan dan perayaan tahun baru juga akan memberikan sedikit tekanan. Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tahun 2013 dan Tahun 2014 Inflasi I II III IV I II III IV (p) yoy,% 5,40 5,69 7,74 8,79 7,76 6,60 5,82 6,67,3 qtq,% 2,45 1,42 2,99 1,67 1,05 0,81 1,03 3,43,8 Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS, (p) proyeksi Bank Indonesia Namun terdapat, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) secound round effect dampak kenaikan BBM bersubsidi, (ii) nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barangbarang impor, 78

107 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah dan (iii) rencana pemerintah menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca lebaran. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (downside risks) proyeksi. Pada tingkat regional, solusi dini (preemptive solution) TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait melalui penguatan strategi komunikasi dalam menjaga ekspektasi diperkirakan dapat mengurangi permasalahan informasi pasokan yang asimetris terutama di tingkat konsumen sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada inflasi yang stabil. Kemudian, pada tingkat nasional, masih berlanjutnya koordinasi kebijakan yang bersifat counter cyclical dalam menstabilkan tekanan terhadap nilai Rupiah diperkirakan dapat sedikit banyak membantu mengurangi inflasi barang impor. 79

108 Daftar Istilah DAFTAR ISTILAH Aktiva Produktif Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan suratsurat berharga lainnya. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masingmasing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan. Kualitas Kredit Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Capital Adequacy Ratio (CAR) Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Dana Pihak Ketiga (DPK) Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito. xvii

109 Daftar Istilah Financing to Deposit Ratio (FDR) Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional. Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent). Inflasi Administered Price Inflasi yang terjadi pergerakan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar). Inflasi Inti Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat. Inflasi Volatile Food Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras). Kliring Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kliring Debet Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) xviii

110 Daftar Istilah dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional. Kliring Kredit Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless). Loan to Deposit Ratio (LDR) Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito). Net Interest Income (NII) Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga. Non Core Deposit (NCD) Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 13 bulan. Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls) Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP) Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan). xix

111 Daftar Istilah Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs) Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb. Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS) Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. xx

112 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Kinerja ekonomi Riau pada triwulan III2014 kembali mengalami perlambatan. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh 1,73% (yoy) melambat dibandingkan triwulan II2014 yang mencapai 2,48% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,41% (yoy), juga melambat dibandingkan triwulan II2014 yang mencapai 7,13% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan nonmigas Riau masih lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional. 8

113 yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) Sumber : BPS Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan III2014 utamanya didorong oleh melambatnya kinerja sektor tradables yaitu kontraksi yang cukup dalam pada sektor pertambangan. Sementara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan juga tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh perlambatan pada komponen investasi dan peningkatan impor. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari kondisi ekonomi domestik yang kurang kondusif akibat perbaikan ekonomi global yang masih terbatas. Sementara itu, peningkatan impor akibat peningkatan kebutuhan BBM dalam rangka menyambut Ramadhan dan hari raya Idul Fitri turut menghambat laju pertumbuhan ekonomi Riau. Di sisi lain, perbaikan ekspor komoditas utama dan meningkatnya konsumsi akibat faktor masuknya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi faktor yang menahan laju perlambatan ekonomi pada triwulan laporan. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Riau Nasional Riau (Tanpa Migas) Nasional (Tanpa Migas) Pada triwulan III2014, pertumbuhan ekonomi Riau dengan migas tercatat melambat, yaitu dari 2,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,73% (yoy). Perlambatan ekonomi utamanya didorong oleh perlambatan komponen investasi, dan peningkatan impor. Namun demkian, masih kuatnya konsumsi karena masih kuatnya optimisme konsumen sejalan dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014 yang sedikit banyaknya mampu mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, membaiknya ekspor juga menjadi faktor yang menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan. 9

114 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy) 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan III2014 tercatat relatif stabil dibandingkan triwulan II2014, yakni dari 7,35% (yoy) menjadi 7,48% (yoy). Masih relatif kuatnya konsumsi didorong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total konsumsi, yaitu dari 8,45% (yoy) pada triwulan II2014 menjadi 8,70% (yoy) pada triwulan III2014. Kondisi ini didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat karena faktor musiman seperti bulan Ramadhan, dan Idul Fitri 1435 H. Selain itu, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit multiguna, dan kredit durable goods. Peningkatan pada kredit multiguna dan durable goods diperkirakan sebagai dampak dari faktor musiman masuknya bulan Ramadhan, libur sekolah dan Idul Fitri 1435 H. Namun demikian, kontraksi pertumbuhan penyaluran kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga. Penurunan ini diperkirakan merupakan dampak dari kebijakan LTV dan kenaikan suku bunga yang diterapkan oleh Bank Indonesia. 10

115 yoy,% Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % Rp miliar % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods 50,000,000,000 45,000,000,000 40,000,000,000 35,000,000,000 30,000,000,000 25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah (50.00) (100.00) Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan I II III IV I II III IV I II III Durable Goods gyoy (kanan) (20.00) Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Multiguna gyoy (kanan) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor (20.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (40.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (40.00) Kendaraan bermotor gyoy (kanan) Kendaraan bermotor gyoy (kanan) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Di sisi lain, melambatnya konsumsi swasta nirlaba dan masih kontraksinya konsumsi pemerintah menjadi faktor yang menahan pertumbuhan kondumsi secara umum. Pertumbuhan swasta nirlaba tercatat melambat dari 20,06% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 12,23% (yoy) pada triwulan III2014. Kondisi ini dikonfirmasi oleh perkembangan kegiatan usaha perusahaan yang menurun pada triwulan III2014 berdasarka hasil survei kegiatan dunia usaha Bank Indonesia. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 1,87% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat belum optimalnya realisasi APBD hingga triwulan laporan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah pada triwulan laporan. Grafik 1.6. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun (yoy) Grafik 1.7. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III 50 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Rumah Tangga Swasta Pemerintah Sumber : BPS Provinsi Riau Baseline Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia 11

116 % TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII % E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.8. Perkembangan Kegiatan Usaha Perusahaan di Riau Perkembangan Kegiatan Usaha Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, diolah Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Triwulan III Provinsi Riau Realisasi APBD Tw III Prov Riau Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2.2. Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan III2014 masih mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,15% (yoy) menjadi 2,42% (yoy). Perlambatan pertumbuhan investasi utamanya didorong oleh perlambatan pertumbuhan investasi pada sektor nonmigas. Pertumbuhan investasi di sektor nonmigas tercatat sebesar 2,17% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,88% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena masih terbatasnya perbaikan perekonomian global dan rendahnya harga komoditas global sehingga investasi pelaku usaha relatif terbatas. Berdasarkan liaison 1 Bank Indonesia sebagain besar pelaku usaha hanya melakukan investasi rutin untuk maintenance dalam rangka menjaga kualitas produksi. Namun, beberapa perusahaan ada juga yang melakukan investasi untuk industri hilir kelapa sawit. Perlambatan pertumbuhan juga dikonfirmasi oleh penurunan tingkat konsumsi semen yang tercatat tumbuh sebesar 4,41%% (yoy) dengan nilai mencapai 392 ribu ton, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 6,68%(yoy). Pertumbuhan investasi sektor migas Riau juga tercatat mengalami perlambatan yaitu dari 3,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi 3,31% (yoy). Masih melambatnya investasi di sektor migas diperkirakan karena sektor ini menjadi semakin kurang prospektif terkait minimnya penemuan sumur minyak baru yang produktif. Perlambatan pertumbuhan investasi pada sektor migas dan sektor nonmigas juga tercermin dari penurunan jumlah proyek dan nilai investasi PMA dan 1 Survei liaison Bank Indonesia kepada beberapa pelaku usaha di sektor utama Riau 12

117 Rp Triliun yoy,% ribu Ton % yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional PMDN pada triwulan III2014 dibandingkan triwulan II2014. Pada triwulan III2014 tercatat 52 proyek PMA dan PMDN yang terealisasi dengan nilai mencapai Rp3,53 triliun. Grafik Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III Konsumsi Semen (kiri) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia g.yoy (kanan) PMDN PMA Proyek g. Proyek (RHS) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Ekspor dan Impor I II III IV I II III IV I II III Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Nilai PMA Nilai PMDN Nilai (kiri) g.nilai (RHS) Ekspor Perkembangan ekspor Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari kontraksi sebesar 5,60% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi tumbuh sebesar 0,25% (yoy) pada triwulan III2014. Meskipun demikian, ekspor migas Riau masih mengalami kontraksi meski kontraksinya semakin mengecil. Kondisi ini diperkirakan akibat mulai stabilnya permintaan minyak mentah pada triwulan laporan setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya terutama oleh negara kawasan Asia, seperti China, dan Jepang, meskipun masih terbatas. 13

118 yoy,% yoy,% E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Migas Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan 5, (2.00) (4.00) (6.00) (8.00) (10.00) (12.00) I II III IV I II III IV I II III g. Ekspor Migas (PDRB,LHS) g. Ekspor Migas (BRS,RHS) ,100 3,100 2,100 1, (900) 1,465 1,396 1,477 1,343 1, ,433 1,830 1,710 1,657 1,558 1,525 1,892 1, , , ,078 1,034 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III Lainnya MEE ASEAN India Cina Sumber : BPS Provinsi Riau Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sementara itu, pertumbuhan ekspor di luar migas pada triwulan III2014 tercatat lebih tinggi yaitu 5,25% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,34% (yoy). Peningkatan ekspor non migas disebabkan oleh peningkatan permintaan oleh hampir pada seluruh negara tujuan ekspor nonmigas Riau. Selain itu, depresiasi nilai tukar Rupiah saat ini diperkirakan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekspor luar negeri. Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau secara umum mengalami peningkatan. Kondisi ini utamanya didorong oleh peningkatan volume ekspor ke hampir seluruh negara tujuan ekspor Riau. Pada triwulan III2014, volume ekspor ke China, dan India masingmasing tercatat sebesar 869 ton dan 651 ton, atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) dan 2,44% (yoy). Sementara ekspor ke MEE masih mengalami kontraksi namun cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kontraksi ekspor pada negaranegara kawasan ASEAN pada triwulan III2014 menahan laju pertumbuhan ekspor nonmigas Riau. Peningkatan pertumbuhan ekspor Riau pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan ekspor komoditas unggulan Riau, yaitu CPO dari kontraksi 14,52% (yoy) menjadi tumbuh 10,50% (yoy). Peningkatan ekspor dimaksud menyebabkan pangsa ekspor CPO terhadap total ekspor Riau meningkat dari 51,49% menjadi 56,37%. Peningkatan pertumbuhan CPO utamanya ditopang oleh pertumbuhan ekspor turunan CPO. Peningkatan ekspor CPO ke beberapa negara mitra dagang diperkirakan juga dipengaruhi oleh faktor bulan Ramadhan dimana tingkat kebutuhan CPO meningkat, terutama untuk negaranegara dengan mayoritas penduduk muslim. 14

119 Kondisi Ekonomi Makro Regional Di sisi lain, pemberlakuan hambatan tarif dan nontarif produk CPO dan turunannya oleh sejumlah negara di kawasan MEE juga masih berdampak cukup signifikan terhadap terbatasnya permintaan ekspor CPO dan turunannya dari negara kawasan tersebut. Selain itu, adanya tensi geopolitik yang terjadi di kawasan Eropa juga mempengaruhi kondisi ekonomi negaranegara di kawasan tersebut. Meskipun demikian, perkembangan ekspor produk turunan CPO masih mendominasi ekspor CPO secara total. Penurunan ekspor CPO yang diikuti dengan peningkatan ekspor turunan CPO diindikasikan terkait dengan bea keluar CPO yang ditetapkan pemerintah, sehingga pelaku usaha menjadi terdorong untuk meningkatkan produksi produk turunan CPO. Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Riau (Juta USD) Sumber : Bank Indonesia, diolah Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan PMI dan Penjualan Mobil Domestik India Sumber: RED Bank Indonesia, Oktober

120 ribu ton % ribu ton % ribu ton % ribu ton % E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Selain CPO, peningkatan ekspor nonmigas Riau pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan ekspor komoditas utama lainnya, yaitu pulp and paper dan karet, yang meskipun masih mengalami kontraksi namun tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ekspor pulp and paper dan karet diperkirakan tidak terlepas dari mulai membaiknya perekonomian negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat. Membaiknya kinerja sektor manufaktur Amerika diperkirakan berdampak terhadap peningkatan permintaan karet domestik. Selanjutnya, meningkatnya permintaan mobil oleh negara India juga berdampak positif terhadap permintaan karet Riau. Di sisi lain, ekspor batubara Riau pada triwulan lalporan masih tercatat mengalami kontraksi dan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan (kontraksi) pertumbuhan ekspor batubara tidak terlepas dari masih rendahnya harga jual produk tersebut di pasar internasional. Grafik Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau 3, ,500 2, ,500 1, I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIII (50.0) (100.0) I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIII (50.0) (100.0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 1, , , , I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIII Vol (kiri) yoy (kanan) (100.0) (200.0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIII Vol (kiri) yoy (kanan) 2, , , , (500.0) Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan III2014 menunjukkan peningkatan yakni dari 1,81% (yoy) pada triwulan II2014 menjadi 2,80% (yoy). Peningkatan impor migas didorong oleh meningkatnya permintaan BBM terkait dengan hari Raya Idul 16

121 ribu Ton ribu Ton ribu Ton KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Fitri pada triwulan laporan. Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, impor non migas juga tercatat mengalami peningkatan yang siginifikan yakni dari 1,17% (yoy) pada triwulan II2014 menjadi 6,49% (yoy). Kondisi ini utamanya didorong oleh peningkatan pertumbuhan impor barang intermedier (49,31%, yoy), setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Komposisi impor barang intermedier sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri. Peningkatan impor akan barangbarang tersebut mengindikasikan prospek industri ke depan akan lebih baik seiring dengan peningkatan kebutuhan bahan baku. Di sisi lain, penurunan pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal menjadi penahan laju pertumbuhan impor secara umum pada triwulan laporan. Penurunan impor barang konsumsi dan barang modal diperkirakan karena nilai tukar rupiah yang masih terdepresiasi. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Barang Modal(lhs) yoy (rhs) (100) (200) Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Barang Konsumsi (lhs) (50) (100) yoy (rhs) (20) (40) (60) (80) (100) Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 3. PDRB SEKTORAL Kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan III2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan dimana pertumbuhan sektor tradables tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara sektor nontradables tumbuh terbatas. Secara tahunan, pertumbuhan sektor 17

122 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional tradables Riau melambat dari 1,22% (yoy) menjadi 0,09% (yoy). Perlambatan sektor tradables utamanya masih berasal dari kontraksi sektor pertambangan khususnya migas. Sementara dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables juga tercatat melambat yaitu dari 8,35% (yoy) menjadi 6,72% (yoy). Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%) 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami perlambatan yaitu dari 7,20% (yoy) menjadi 6,12% (yoy). Perlambatan diperkirakan bersumber dari menurunnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan karena faktor cuaca yang kurang kondusif dimana tingkat curah hujan tergolong minim pada triwulan laporan. Selain itu, bencana asap di beberapa provinsi tetangga dan Riau sendiri diperkirakan menahan laju produktivitas petani. Survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengkonfirmasi indikasi perlambatan pada sektor pertanian, perkebunan dan 18

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura JAMBI

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman ini sengaja dikosongkan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah KATA PENGANTAR Pertamatama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga Triwulan I 2013 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci