KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : empekanbaru@bi.go.id

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 20 Februari 2015 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Mahdi Muhammad Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... ix Daftar Gambar... xiii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Konstruksi Boks 1 Perubahan Tahun Dasar PDB/PDRB Berbasis SNA 2008 Boks 2 Prospek Industri Kelapa Sawit Provinsi Riau iv

6 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Boks 3. Dampak Penyesuaian Harga BBM, Tarif Tenaga Listrik, dan harga LPG 12 Kg Terhadap Kinerja Perusahaan BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Perkembangan Aset Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Konsentrasi Kredit Penyaluran Kredit UMKM Kelonggaran Tarik (Undisbursed Loan) Risiko Kredit Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Profitabilitas Spread Bunga Pendapatan dan Beban Bunga v

7 Daftar Isi HALAMAN 3.6. Perbankan Syariah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perkembangan Transaksi Pembayaran Kondisi Umum Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow-Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH Kondisi Umum Realisasi APBD Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 5 KESEJAHTERAAN DAERAH Kemiskinan Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan 73 Kemiskinan (P2) Riau... BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xvii vi

8 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Isi Halaman ini sengaja dikosongkan vii

9 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Penggunaan Dengan Migas(yoy) Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Sektoral (yoy,%) (yoy,%) Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan IV Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV 2014 Menurut Sektor Ekonomi vii

10 Daftar Tabel Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Tabel Indikator Kinerja Utama PerbankanSyariah di Provinsi Riau (Rp juta) Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Tabel Perkembangan Penyaluran KUR di Riau Tabel Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 (dalam Rp miliar) Tabel Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 dan Triwulan IV 2014 (Rp miliar) Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 dantriwulan IV 2014 (Rp miliar) Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan I viii

11 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 9 Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.6. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik 1.7. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.9 Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan Grafik Perkembangan Penjualan Ritel, Indeks Produksi, FAI-Sk Kanan Tiongkok Grafik Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Pulp and Paper Riau Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Kontribusi Volume Komponen Impor Triwulan IV Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan. 19 Grafik Pertumbuhan Subsektor dalam Sektor Pertanian Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Berdasarkan ix

12 Daftar Grafik Lokasi Proyek di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia Grafik Perkembangan KapasitasTerpakai Indutri Pengolahan Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Berdasarkan Lokasi Bank di Riau Grafik Konsumsi Semen Riau Grafik Perkembangan Kredit Konstruksi Lokasi Proyek Riau Grafik 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw III-2014 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan KelompokBarang dan Jasa yang di Survey (yoy) Gr afik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. yang di Survei Tw III-2014 di Riau (qtq) Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw IV Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw IV Grafik Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV-2014 Sumber : BPS, diolah Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia x

13 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Grafik 3.3. Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) Grafik 3.6. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan Grafik 3.8. Perkembangan NPL Grossdi Provinsi Riau Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 Bulan Grafik Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) Grafik Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) Grafik Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum di Riau Grafik KUR menurut Sektor Ekonomi Grafik KUR menurut Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau. 63 Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Grafik 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Grafik 5.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau Grafik 5.4. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Mendatang xi

14 Daftar Grafik Grafik 6.2. Perkembangan Harga Minyak WTI Grafik 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan I xii

15 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xiii

16 Daftar Gambar Halaman ini sengaja dikosongkan xiv

17 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR 2014 Tw I Tw II Tw III Tw IV Indeks Harga Konsumen*) : - Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Kota Pekanbaru Kota Dumai Kota Tembilahan Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2, , , , Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4, , , , Nilai Impor Non Migas (Juta USD) Volume Impor Non Migas (ribu Ton) B. PERBANKAN INDIKATOR 2014 (dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV Bank Umum Total Aset 73,201,701 82,036,875 86,572,336 85,652,213 DPK 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,143,197 - Giro 12,556,764 16,863,613 14,828,129 13,723,591 - Tabungan 27,363,917 26,936,859 27,586,835 29,478,220 - Deposito 14,545,606 16,994,736 20,968,870 20,941,386 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 67,020,254 72,391,925 71,441,476 74,731,969 LDR - Lokasi Proyek (%) Kredit 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 - Modal Kerja 14,871,302 15,620,041 15,971,702 16,318,273 - Investasi 15,482,142 16,292,777 16,080,635 16,621,249 - Konsumsi 18,134,236 18,755,434 18,926,530 19,343,915 - LDR (%) NPL (%) Kredit UMKM 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 - Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 - Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 - Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 NPL MKM (%) BPR Total Aset 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 DPK 748, , , ,748 - Tabungan (RpMiliar) 336, , , ,075 - Deposito (Rp ) 412, , , ,673 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 762, , , ,111 Rasio NPL LDR xv

18 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan Inflow Outflow EKONOMI TERPILIH 2014 I II III IV 247,524 2,250,641 2,610,379 3,154,898 1,884,781 1,135,202 2,330, ,361 2,132,305 3,385,843 4,941,248 3,876,259 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380, , , ,464 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 73,538 97,703 90, ,120 Volume Transaksi RTGS (lembar) 47,244 48,670 48,509 52,078 Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,226 1,656 1,413 1,578 Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 199, , , ,239 Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,522 6,931 5,737 5,415 Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 3,331 4,260 3,150 2,988 Rata-rata Harian Cek/BG Kosong xvi

19 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Kinerja ekonomi Riau pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2014 mencapai 2,62% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 2,49% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara triwulanan pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 2,67% (yoy) menjadi 1,05% (yoy). 1

20 Ringkasan Eksekutif Pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan VI 2014 kembali mengalami perlambatan. Penurunan pertumbuhan ekonomi didorong oleh melambatnya sektor industri pengolahan dan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian. Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi mengalami perlambatan. Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, peningkatan ekonomi utamanya disebabkan oleh masih kuatnya perekonomian domestik yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan investasi masih tercatat positif meskipun cenderung mengalami perlambatan. Dari sisi eksternal, membaiknya kinerja ekspor dan menurunnya impor memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Motor penggerak ekonomi Riau pada triwulan IV 2014 masih berasal dari konsumsi. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 dari sisi penggunaan ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tercatat meningkat dibandingkan triwulan III 2014, yakni dari 7,11% (yoy) menjadi 8,59% (yoy). Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami perlambatan, sementara perkembangan konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 3,25% (yoy). Dari sisi eksternal, perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan yaitu dari kontraksi sebesar 5,65% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,93% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada perkembangan impor yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 37,94% (yoy) dari tumbuh sebesar 0,99% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara sektoral, perlambatan ekonomi utamanya disumbang oleh sektor pertambangan. Dari sisi sektoral, kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Hal ini tercermin dari penurunan kinerja sektor utama dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan, sementara itu perlambatan terjadi pada sektor industri pengolahan, dan sektor 2

21 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, dan sektor konstruksi. Sementara. Meningkatnya kinerja sektor pertanian menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan. III. ASSESMEN INFLASI Faktor utama penyebab meningkatnya inflasi Riau pada triwulan IV2014 didominasi oleh kenaikan BBM bersubsidi. Inflasi Riau pada triwulan IV-2014 (yoy) tercatat sebesar 8,65%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,81%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari 4,53% pada triwulan III-2014 menjadi 8,36% pada triwulan IV Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya sejak , inflasi Riau pada triwulan IV-2014 masih tercatat lebih rendah. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan IV-2014 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau disebabkan oleh tekanan dari kelompok administered price. Faktor yang menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok administered price, antara lain kenaikan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada November Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik (TTL) yang terjadi pada November 2014 dan penyesuaian harga LPG pada September 2014 lalu juga memberi tekanan terhadap inflasi kelompok administered price. Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 8,53% (yoy), Kota Dumai sebesar 8,53% (yoy), dan Kota Tembilahan sebesar 10,06% (yoy). Bila dilihat dari kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tembilahan yaitu mencapai 10,06% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masing-masing-masing berada pada level yang sama yaitu 8,53% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sumber peningkatan inflasi Riau pada triwulan IV-2014 berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, berasal dari peningkatan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transportasi, dan kelompok makanan jadi 3

22 Ringkasan Eksekutif Kegiatan usaha perbankan Riau cenderung membaik tercermin dari peningkatan pertumbuhan aset, DPK dan kredit IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp86,81 triliun atau meningkat dari 7,27% (yoy) menjadi 11,43% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,22% (yoy) menjadi 7,31% (yoy), atau secara nominal mencapai Rp53,12 triliun. Dana Phak Ketiga (DPK) bank umum di provinsi Riau pada triwulan IV tercatat tumbuh sebesar 15,52% (yoy) menjadi Rp64,14 triliun, meningkat jika dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 11,44 % (yoy). Intermediasi perbankan mengalami peningkatan disertai dengan meningkatnya kualitas kredit Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dari 80,43% pada trwiulan III 2014 menjadi 81,78%. NPLs kredit bank umum pada periode pelaporan menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,57% menjadi 3,23%. Penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh meningkat dibandingk an triwulan sebelumnya Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,03 triliun pada triwulan IV 2014, jumlah ini tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 13,51% (yoy) menjadi 13,73%(yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau tercatat stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 38,32%. NPL tertinggi pada Kredit UMKM berada pada sektor konstruksi yaitu sebesar 8,53% yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 6,46% dan sektor jasa-jasa sebesar 5,69%. Kinerja perbankan syariah pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset dan dana masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 aset perbankan syariah terkontraksi sebesar 4,34% (yoy) sehingga menjadi 4

23 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif Rp 4,89 triliun. Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,63%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,85%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang lalu, tercatat beroperasi 13 bank syariah di lingkup wilayah Provinsi Riau yaitu11 bank umum dan 2 BPR. Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat tumbuh meningkat dari 4,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,84% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh adanya peningkatan pada pertumbuhan dana yang dihimpun yaitu dari 9,66% (yoy) menjadi 12,26% (yoy). DPK yang dihimpun BPR/S pada triwulan IV 2014 mencapai Rp809,75 miliar. Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp836,11 miliar atau tumbuh 11,35% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,68% (yoy). Keuangan Daerah Realisasi alokasi APBD daerah hingga triwulan IV 2014 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga akhir tahun 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mencapai 106,39% atau sebesar Rp7,87 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah yaitu sebesar Rp5,54 triliun atau sekitar 62,59% dari total anggaran yang dialokasikan. V. PROSPEK Perekonomian Daerah Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2015 secara umum diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 1,5-2,1% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan 5

24 Ringkasan Eksekutif kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan I Prospek perekonomian Riau pada triwulan I 2015 diperkirakan relatif meningkat yakni berada pada kisaran 1,5%-2,1% (yoy). Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun diperkirakan tumbuh melambat. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang cenderung melambat berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia. Konsumsi pemerintah diperkirakan masih akan mengalami kontraksi, terkait dengan realisasi anggaran yang masih minim di awal tahun, sementara investasi diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan belum membaik sejalan dengan penurunan harga komoditas global yang didorong oleh penurunan harga minyak dunia dan masih terbatasnya perbaikan perekonomian global. Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan pada triwulan I 2015 terkait dengan curah hujan yang mulai menurun pada bulan Februari-Maret Di sisi lain, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan meningkatnya pasokan bahan baku yang tercermin dari peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan IV Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas masih mengalami kontraksi. Di sisi lain, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang (emerging market) di kawasan Asia serta peningkatan harga komoditas internasional yang diperkirakan akan memberikan spill over positif bagi kinerja ekspor utama Riau. 6

25 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif Inflasi Proyeksi inflasi pada triwulan I diperkirakan mencapai 6,5%- 7,5% (yoy) Inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun, yaitu berada pada kisaran 6,5-7,5% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar (0,50)-0,05% (qtq). Inflasi Riau pada triwulan I 2015 diperkirakan masih akan berasal dari inflasi administered price dan inflasi volatile food. Inflasi kelompok administered price utamanya diperkirakan akibat belum meredanya dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi, terutama pada tarif angkutan. Meskipun demikian, adanya penurunan harga solar sebesar Rp200 yang mulai diberlakukan sejak pertengahan Februari 2015 diperkirakan akan menahan laju peningkatan inflasi pada kelompok ini. Peningkatan inflasi volatile food diperkirakan bersumber dari rencana kenaikan harga beras di daerah Jawa sebesar 30% pada akhir Februari. Selain itu, adanya rencana kenaikan HPP (harga pokok produksi) beras diperkirakan juga akan berkontribusi terhadap peningkatan inflasi Riau. Namun terdapat,beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain, (i) nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi mengingat perbaikan kondisi perekonomian global yang masih terbatas sehingga akan mendorong peningkatan inflasi pada barang-barang impor, dan (iii) rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik. 7

26 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Kinerja ekonomi Riau pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2014 mencapai 2,62% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 2,49% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara triwulanan pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2014, yaitu dari 2,67% (yoy) menjadi 1,05% (yoy). 8

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Sumber: BPS Peningkatan ekonomi Riau pada tahun 2014 utamanya disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan sektor konstruksi. Sementara sektor industri pengolahan tercatat mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam pada tahun Perkembangan perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tidak jauh berebda dengan perkembangan total tahun Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian. Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi mengalami perlambatan. Di sisi lain, kinerja sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, peningkatan ekonomi utamanya disebabkan oleh masih kuatnya perekonomian domestik yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi yang relatif menurun hingga awal triwulan IV 2014 diperkirakan mendorong perbaikan daya beli masyarakat Provinsi Riau. Sementara pertumbuhan investasi masih tercatat positif meskipun cenderung mengalami perlambatan. Kondisi ini disebabkan oleh perilaku investor yang bersifat wait and see untuk melakukan investasi di tahun politik ini. Dari sisi eksternal, membaiknya kinerja ekspor dan menurunnya impor memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2014 dan triwulan IV 2014 dari sisi penggunaan utamanya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Meningkatnya pertumbuhan 9

28 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional konsumsi karena masih kuatnya optimisme konsumen sejalan dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun sejak awal tahun 2014, mampu mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, membaiknya ekspor juga menjadi faktor yang menahan laju penurunan pertumbuhan ekonomi Riau pada tahun Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Kategori * Sumber Pertumbuhan (%) Konsumsi RT 4,58 7,54 6,74 6,76 7,23 2,04 Konsumsi LNPRT (1,12) 5,96 6,29 8,09 15,53 0,06 Konsumsi Pemerintah 0,11 4,99 0,79 8,75 (3,58) (0,13) PMTB 4,52 15,93 9,65 5,40 1,62 0,39 Perubahan Inventori (4,67) 97,42 (16,94) (6,98) (3,99) (0,17) Ekspor Luar Negeri (33,00) 7,80 38,21 (10,46) 2,92 1,16 Impor Luar Negeri 22,74 43,66 13,61 (6,30) (13,01) (0,61) PDRB 4,94 5,57 3,76 2,49 2,62 2,62 Sumber: BPS, diolah Ket: *) Data sangat sementara Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy) Kategori Tw I 2014* Tw II 2014* Tw III 2014* Tw IV 2014* Konsumsi RT 6,46 6,72 7,11 8,59 Konsumsi LNPRT 19,81 20,10 12,88 10,22 Konsumsi Pemerintah (1,68) (3,24) (5,91) (3,25) PMTB 2,57 2,36 1,09 0,52 Perubahan Inventori 23,13 (13,56) 36,89 3,83 Ekspor Luar Negeri 45,11 41,89 (5,65) (37,93) Impor Luar Negeri 3,60 (10,22) 0,99 (37,94) PDRB 3,93 2,90 2,67 1,05 Sumber: BPS, diolah Ket: *) Data sangat sementara 2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tercatat meningkat dibandingkan triwulan III 2014, yakni dari 7,11% (yoy) menjadi 8,59% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh tingkat keyakinan konsumen yang masih bergerak di level optimis, meskipun cenderung mengalami penurunan pada akhir tahun yang disebabkan oleh faktor kenaikan harga BBM bersubsidi. Kondisi ini diperkirakan juga didorong oleh meningkatnya tingkat 10

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional konsumsi masyarakat karena faktor libur akhir tahun dan libur sekolah serta perayaan natal dan tahun baru. Selain itu, masih kuatnya pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan, khususnya untuk kredit multiguna, dan kredit durable goods. Peningkatan pada kredit multiguna dan durable goods diperkirakan sebagai dampak dari faktor musim liburan menyambut akhir tahun. Namun demikian, kontraksi pertumbuhan penyaluran kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga. Penurunan ini diperkirakan merupakan dampak dari kebijakan Loan to Value (LTV) dan kenaikan suku bunga perbankan. Grafik 1.2. Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Secara tahunan, perkembangan konsumsi rumah tangga Provinsi Riau juga tercatat mengalami peningkatan. Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan merupakan dampak dari tingkat inflasi yang cenderung turun hingga awal triwulan IV Kondisi ini tentunya mempengaruhi daya beli masyarakat. Meskipun demikian, penurunan harga komoditas ekspor utama Riau sejak pertengahan tahun 11

30 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2014 diperkirakan menjadi penghambat laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga untuk tumbuh lebih tinggi lagi. Berbeda dengan konsumsi rumah tangga, perkembangan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami perlambatan. Sementara itu, perkembangan konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar 3,25% (yoy). Kondisi ini diperkirakan akibat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1 yang mengalami penundaan di awal tahun dan terdapat perubahan nomenklatur pemerintahan sehingga total realisasi pada akhir tahun mengalami penurunan yang siginifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari masih rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah pada akhir tahun Grafik 1.6. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 1.7. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau 0 86,2 76,63 84,17 62, Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 2.2. Investasi (PMTB) Secara tahunan, perkembangan investasi di Provinsi Riau pada tahun 2014 melambat dibandingkan tahun 2013, yaitu dari 5,40% (yoy) menjadi 1,62% (yoy). Perlambatan ini diduga akibat perilaku investor yang cenderung menunda investasi atau wait and see akibat penurunan harga komoditas global, terutama komoditas ekspor utama Riau. Selain itu, terlaksananya pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2014 diperkirakan juga mempengaruhi perilaku investor dalam melakukan investasi. Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan IV 2014 juga masih mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,09% (yoy) 1 Penjelasan terkait APBD dapat dilihat pada BAB 4 buku kajian ini 12

31 Rp Triliun yoy,% yoy,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional menjadi 0,52% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena masih terbatasnya perbaikan perekonomian global dan rendahnya harga komoditas global sehingga investasi pelaku usaha relatif terbatas. Perlambatan investasi di sektor migas diduga juga menjadi pemicu perlambatan ivestasi secara total. Melambatnya investasi di sektor migas diperkirakan karena sektor ini menjadi semakin kurang prospektif terkait minimnya penemuan sumur minyak baru yang produktif. Berdasarkan liaison 2 Bank Indonesia sebagian besar pelaku usaha hanya melakukan investasi rutin untuk maintenance dalam rangka menjaga kualitas produksi. Namun demikian, pertumbuhan PMA dan PMDN di Provinsi Riau cenderung mengalami peningkatan. Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.9. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV Nilai PMA Nilai PMDN Nilai (kiri) g. Nilai (RHS) Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal PMDN PMA Proyek g. Proyek (RHS) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2.3. Ekspor dan Impor Ekspor Perkembangan ekspor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan yaitu dari kontraksi sebesar 5,65% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,93% (yoy). Meskipun demikian, perkembangan luar negeri Riau masih mengalami peningkatan di tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 yang lalu. Perlambatan ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan berasal dari perlambatan ekspor migas dan ekspor non migas. Kinerja ekspor migas Riau diperkirakan juga mengalami penurunan seiring dengan menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan ekspor luar negeri non migas Riau pada triwulan laporan diperkirakan akibat masih belum pulihnya permintaan negara tujuan ekspor utama Provinsi Riau, seperti Tiongkok dan Jepang. 2 Survei liaison Bank Indonesia kepada beberapa pelaku usaha di sektor utama Riau 13

32 Ribu USD E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total Ekspor (LHS) Ekspor Non Migas (LHS) Ekspor Migas (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV Lainnya MEE ASEAN India Cina Sumber : BPS Provinsi Riau Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau secara umum mengalami perlambatan. Kondisi ini utamanya didorong oleh penurunan volume ekspor ke Tiongkok dan ASEAN. Pada triwulan IV 2014, volume ekspor ke Tiongkok, dan ASEAN masing-masing tercatat sebesar 942 ribu ton dan 518 ribu ton, atau tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,02% (yoy) dan 43,73% (yoy). Sementara ekspor ke MEE dan India masih mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan komoditasnya, penurunan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh penurunan ekspor batubara, karet, pulp dan kertas. Penurunan ekspor batubara disebabkan oleh pelaku usaha belum mendapatkan izin ekspor. Pada triwulan IV 2014, Provinsi Riau tidak mencatatkan ekspor batubara. Berdasarkan informasi contact liaison, penurunan kinerja ekspor batubara diperkirakan masih akan berlanjut hingga triwulan I Sementara itu, penurunan ekspor karet disebabkan oleh masih berlanjutnya penurunan harga karet internasional. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia yang mempengaruhi harga karet olahan (karet sintetis), dalam hal ini merupakan komoditas substitusi dari karet olahan Riau. Selain itu, kondisi permintaan dari negara tujuan ekspor utama juga belum mengalami perbaikan, dalam hal ini yaitu Tiongkok. Hal ini juga tercermin dari pelemahan indeks produksi Tiongkok pada November Munculnya eksportir karet baru dari beberapa negara Indochina seperti Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar serta kondisi 14

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional perkebunan karet Riau yang rata-rata telah memasuki usia tua juga mempengaruhi pernurunan kinerja ekspor karet lokal. Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Penjualan Ritel, Indeks Produksi, FAI-Sk Kanan Tiongkok Penjualan Ritel Indeks Produksi Fixed Asset Investment (FAI) Sk. Kanan Sumber: RED Bank Indonesia, Januari 2015 Perkembangan ekspor pulp dan kertas pada triwulan IV 2014 tercatat mengalami penurunan, meskipun cenderung mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, penurunan ekspor pulp dan kertas pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan produksi akibat terbatasnya bahan baku produksi. Selain itu, kondisi supply pulp dunia cenderung mengalami peningkatan, sehingga juga berpengaruh terhadap permintaan ekspor pulp lokal. Di sisi lain, kinerja ekspor komoditas unggulan Riau yaitu CPO dan turunannya mengalami peningkatan pada triwulan IV Kondisi ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan ekspor CPO. Penurunan harga komoditas diperkirakan tidak berpengaruh terhadap kinerja ekspor CPO Riau. Hal ini diperkirakan akibat meningkatnya permintaan negara tujuan ekspor utama seperti India dalam rangka menyambut Hari Raya Deepawali. Grafik Perkembangan Volume Grafik Perkembangan Volume Ekspor 15

34 ribu ton % ribu ton % ribu ton % ribu ton % E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Ekspor CPO dan Turunan Riau ,0 900,0 Pulp and Paper Riau 200, I IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIVI IIIIV 150,0 100,0 50,0 - (50,0) (100,0) 800,0 700,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 - I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV 150,0 100,0 50,0 - (50,0) (100,0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 1.600, , , ,0 800,0 600,0 400,0 200,0 - I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV I IIIIIIVI IIIIIIV ,0 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 - (100,0) (200,0) Vol (kiri) yoy (kanan) Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 - I IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIVI IIIIIV , , , ,0 500,0 - (500,0) Vol (kiri) yoy (kanan) Vol (kiri) yoy (kanan) Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan IV 2014 menunjukkan penurunan yang siginifikan yakni dari tumbuh 0,99% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi kontraksi sebesar 37,94% (yoy). Secara tahunan, total impor Riau pada tahun 2014 juga tercatat mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013, yaitu dari kontraksi dari sebesar 6,30% (yoy) menjadi kontraksi sebesar 13,01% (yoy). Sumber penurunan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan diperkirakan merupakan penurunan impor migas. Sementara kinerja impor non migas Riau pada triwulan laporan mengalami perlambatan, yang didorong oleh perlambatan komponen impor barang intermedier. Pada triwulan IV 2014, impor barang intermedier Riau tercatat tumbuh sebesar 2,36% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat tumbuh sebesar 49,29% (yoy). Komposisi impor barang intermedier sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri. Perlambatan pertumbuhan impor akan barangbarang tersebut mengindikasikan prospek industri ke depan masih akan cenderung melambat seiring dengan penurunan kebutuhan bahan baku. Di sisi lain, 16

35 ribu Ton ribu Ton ribu Ton KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun pangsa kedua komponen impor tersebut begitu besar, namun peningkatan impor kedua komponen tersebut diperkirakan menjadi penahan laju perlambatan pertumbuhan impor non migas pada triwulan laporan. Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi 60,00 50, , , , ,00 - (50) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (100) Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs) Barang Modal(lhs) yoy (rhs) Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (50) (100) Grafik Kontribusi Volume Komponen Impor Triwulan IV Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 3. PDRB SEKTORAL Kondisi perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 secara sektoral menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan sektor utama yang tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, dan sektor konstruksi. Sementara sektor pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya kinerja sektor pertanian menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan. 17

36 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Triwulanan Sisi Sektoral (yoy,%) 18

37 % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.1. Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari 4,5% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Peningkatan sektor ini juga terjadi secara tahunan, yaitu sebesar 4,40% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 6,34% (yoy) pada tahun Peningkatan bersumber dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Pada triwulan IV 2014, pertumbuhan hasil tanaman perkebunan tercatat sebesar 8,48% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,63% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena faktor curah hujan yang cukup dan mendukung produktivitas pada triwulan laporan. Selain itu, survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengkonfirmasi indikasi peningkatan pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan yaitu dari 0,81% pada triwulan sebelumnya menjadi 1,63% pada triwulan laporan. Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik Pertumbuhan Subsektor dalam Sektor Pertanian Sumber : BPS Riau, data sementara Kinerja sektor pertambangan Riau selama tahun 2014 tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,47% (yoy), menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,44% (yoy). Sementara, kontraksi sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 6,4% (yoy), juga menurun dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,4% (yoy). Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor migas. Kondisi ini disebabkan karena kinerja lifting minyak bumi di Riau yang semakin menurun disebabkan produktivitas sumur tua 19

38 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional yang terus menurun dan minimnya penemuan sumur baru yang produktif di Provinsi Riau. Selain itu, kontraksi pada sekor pertambangan di triwulan laporan juga dipengaruhi oleh kinerja pertambangan batubara di Provinsi Riau yang cenderung menurun akibat terkendalanya izin usaha. Pada triwulan IV 2014 tidak terdapat ekspor batubara dari Provinsi Riau. Penurunan kinerja batubara diperkirakan masih akan berlangsung hingga triwulan I Penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian juga dikonfirmasi oleh perkembangan penyaluran kredit kepada sektor ini yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 10,48% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek ke sektor pertambangan dan penggalian telah terjadi sejak akhir tahun Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan sektor ini semakin tidak prospektif bagi investor dan pelaku usaha. Grafik Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi Proyek di Provinsi Riau Sumber : Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan IV 2014 tercatat melambat signifikan dibandingkan triwulan III 2014 yaitu dari 6,8% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Sementara pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2014 juga melambat dibandingkan tahun 2013, yiatu dari 6,95% (yoy) menjadi 5,63% (yoy). Kondisi ini diperkirakan karena penurunan harga komoditas global seperti CPO dan karet serta kondisi permintaan negara tujuan ekspor yang 20

39 Juta Ton Rp/Kg USD/MT KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional belum membaik sehingga pelaku usaha masih menahan produksi. Sementara produk industri pengolahan lainnya seperti pulp dan kertas juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, perlambatan kinerja produksi pulp dan kertas terkendala oleh ketersediaan bahan baku. Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Dunia Grafik Perkembangan Kapasitas Terpakai Indutri Pengolahan Sumber: USDA Other Singapore Russia Iran Colombia Egypt Bangladesh United States Nigeria Thailand Pakistan Malaysia Europa Union China India Indonesia Grafik Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Grafik Perkembangan Ekspor CPO dan Turunan Provinsi Riau Vol Turunan Vol CPO TBS Domestik (lh) CPO Dunia (rhs) Sumber : Bloomberg, Dinas Perkebunan Riau Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkonfirmasi oleh penurunan kapasitas terpakai sektor industri pengolahanhasil SKDU yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Meskipun demikian, perkembangan sektor industri pengolahan ke depannya, terutama industri kelapa sawit diperkirakan akan semakin prospektif seiring dengan semakin meningkatnya konsumsi CPO dunia pada grafik Sementara perkembangan produk turunan CPO diperkirakan juga mengalami peningkatan, tercermin dari masih dominannya ekspor produk turunan CPO hingga triwulan laporan. 21

40 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Dalam perhitungan PDRB dengan tahun dasar 2010, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dibagi menjadi 2 (dua) sektor besar yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor cukup besar terhadap perekonomian Provinsi Riau pada tahun 2014, yaitu mencapai 0,21%. Perkembangan sektor perdagangan besar, eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan laporan tercatat melambat baik secara triwulanan maupun tahunan. Perlambatan ini diperkirakan karena tingginya inflasi di akhir tahun akibat kenaikan BBM bersubsidi. Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Ket: MK= Modal Kerja, I=Investasi Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Berdasarkan Lokasi Bank di Riau 22

41 Kondisi Ekonomi Makro Regional Dilihat secara subsektor, perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan juga diindikasikan oleh menurunnya kinerja ekspor dan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau pada triwulan IV Perlambatan tersebut didorong oleh masih berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit pada subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau. Pada triwulan IV 2014, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman dan tembakau mencapai Rp2,41 triliun atau turun sebesar 17,08% (yoy). Selain itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan kelapa dan kelapa sawit pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 14,63% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 15,35% (yoy) Sektor Konstruksi Secara umum kegiatan perkembangan sektor konstruksi dalam triwulan laporan tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor konstruksi di Riau mencapai 6,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,6% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan sektor konstruksi secara total pada tahun 2014 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan tahun Grafik Konsumsi Semen Riau Grafik Perkembangan Kredit Konstruksi Lokasi Proyek Riau Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : SEKDA 23

42 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Perlambatan pertumbuhan konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan penurunan penyaluran kredit sektor konstruksi berdasarkan lokasi proyek secara tahunan. Pada triwulan IV 2014 penyaluran kredit konstruksi berdasarkan lokasi proyek tercatat mencapai Rp1,12 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 17,73% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan konsumsi semen yang relatif meningkat merupakan faktor pendorong pertumbuhan pada triwulan laporan. 24

43 Boks 1 PERUBAHAN TAHUN DASAR PDB/PDRB BERBASIS SNA 2008 Selama sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan yang terjadi pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal merupakan contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional. Salah satu bentuk adaptasi pencatatan statistik nasional adalah melakukan perubahan tahun dasar PDB Indonesia dari tahun 2000 ke Perubahan tahun dasar PDB/PDRB dilakukan seiring dengan mengadopsi rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tertuang dalam 2008 System of National Accounts (SNA 2008 ) melalui penyusunan kerangka Supply and Use Tables (SUT) 2010 sebagai dasar penghitungan PDB menurut tiga (3) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Perubahan Tahun Dasar juga menunjukkan penghitungan yang lebih akurat terkait level dan struktur ekonomi dengan memasukkan kegiatan ekonomi baru yang belum dicatat dalam penghitungan sebelumnya. Manfaat yang ingin diperoleh dari perubahan tahun dasar ini antara lain: a. Memberikan gambaran perekonomian nasional terkini: 1) Pergeseran struktur ekonomi; 2) Pertumbuhan ekonomi. b. Meningkatkan kualitas data PDB/PDRB yang dihasilkan; c. Menjadikan data PDB dapat diperbandingkan secara Internasional. Sumber data baru untuk perbaikan PDB/PDRB berasal dari data Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) dan Indeks Harga Produsen (IHP)/ Producer Price Index (PPI). Adapun implikasi dari perubahan tahun dasar ini meliputi: a. Meningkatnya nominal PDB/PDRB, yang pada gilirannya akan berdampak pada pergeseran kelompok pendapatan suatu negara/wilayah dari rendah, menjadi menengah, atau tinggi; b. Akan mengubah indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi;

44 Komoditi TOTAL PENYEDIAAN c. Akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modelling dan forecasting Lapangan Usaha TABEL PENYEDIAAN Penyediaan Domestik Harga Produsen TOTAL OUTPUT Konsumsi Antara PDRB (Produksi) PDRB (Produksi) = Output dikurangi Konsumsi Antara Nilainya sama = KOMPONEN PENGGUNAAN Konsumsi Rumahtangga Konsumsi Lembaga Non Profit Melayani Rumahtangga (LNPRT) Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Perubahan Inventori Ekspor Impor (-) PDRB (Pengeluaran) PDRB (Pengeluaran)=Konsumsi Rumahtangga+ LNPRT+Konsumsi Pemerintah+PMTB+Perubahan Inventori+Ekspor-Impor 10 Gambar Kerangka Matriks Supply Regional Terdapat 118 revisi dari SNA sebelumnya dan 44 revisi merupakan revisi utama dalam SNA2008. Adopsi revisi SNA tersebut meliputi beberapa konsep dan cakupan: 1. Adopsi Cultivated Biological Resources (CBR), Eksplorasi mineral dan evaluasi, produk original pada karya seni dan sastra, perlakuan software dan database, serta lisensi sebagai PMTB. 2. Metodologi: Perbaikan metode penghitungan output bank dari Imputed Bank Service Charge (IBSC) menjadi Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM). 3. Valuasi: Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan harga dasar/basic Price 4. Klasifikasi: Update penggunaan klasifikasi KBLI2009 dan KBKI 2010 Tabel Contoh Perbandingan Perubahan Konsep dan Metode SNA sebelumnya vs SNA 2008 Variabel Konsep Lama Konsep Baru 1. Output pertanian Hanya mencakup output pada saat panen. 2. Metode penghitungan output bank komersial. Menggunakan metode Imputed Bank Services Charge (IBSC). 3. Valuasi Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan harga produsen. 4. Biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk original Dicatat sebagai biaya antara. Output saat panen ditambah nilai hewan dan tumbuhan yang belum menghasilkan. Menggunakan metode Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM). Nilai tambah lapangan usaha dinilai dengan harga dasar. Dicatat sebagai biaya antara dan dikapitalisasi sebagai PMTB.

45 Perbandingan Klasifikasi PDB Menurut Lapangan Usaha Perbandingan Klasifikasi PDB Menurut Pengeluaran

46 Boks 2 PROSPEK INDUSTRI KELAPA SAWIT PROVINSI RIAU Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan luas areal kebun dan produksi yang meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari data luas areal kebun dan produksi kelapa sawit yang dipublikasi oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Pada tahun 2010 luas lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau tercatat seluas Ha dengan produksi ton, terus meningkat sekitar 7,39% hingga tahun 2013 menjadi Ha dengan produksi ton. Peningkatan produksi ini didukung oleh harga CPO yang relatif stabil dipasar internasional sehingga memberikan tingkat profit yang menguntungkan bagi petani dan produsen. Tahun ini, luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau diperkirakan meningkat sekitar ha seiring dengan alih fungsi lahan karet yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan di sektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Grafik 1 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Riau Meningkatnya produksi juga diikuti oleh peningkatan permintaan baik dari dalam maupun luar negeri seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan konsumsi minyak sawit. Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti soybean, rapeseed dan sunflower oil, pangsa konsumsi minyak sawit jauh lebih tinggi bahkan mencapai 41,10% dari total konsumsi dunia. Hal ini dikarenakan kelapa sawit memiliki kualitas yang lebih bagus sehingga tidak mengherankan jika palm oil dijadikan sebagai bahan politik bisnis agar tidak menyaingi minyak nabati lainnya.

47 Grafik 2. Konsumsi Minyak Nabati Dunia Sumber: Oil World, 2014 Sementara itu, sejumlah contact liaison yang bergerak di sektor perkebunan dan pengolahan sawit menginformasikan bahwa kelapa sawit memiliki nilai keekonomisan Grafik 3 Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja Sumber: GAPKI, 2014 yang tinggi. Saat ini sebagian besar perusahaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau sudah melakukan hilirisasi yang tidak hanya berupa CPO melainkan juga Oleochemical, Refined, Bleached and Deodorised Palm Kernel Oil (RBD PKO), Refined, Bleached and Deodorised Palm Kernel Cake (RBD PKC), Biodiesel, Minyak Goreng dan berbagai produk turunan lainnya yang tentunya memiliki harga lebih tinggi dibandingkan TBS dan CPO. Namun sebagian besar contact menyatakan lebih tertarik untuk menghasilkan produk turunan selain biodiesel karena nilai keekonomisannya yang relatif rendah. Hal ini dikonfirmasi oleh salah satu contact liaison yang menyatakan lebih tertarik mengolah CPO menjadi produk pangan dan kosmetik, serta melakukan pengembangan biogas sebagai sumber energi alternatif disamping penggunaan cangkang kelapa sawit yang saat ini menjadi primadona. Ke depannya, contact juga berencana untuk menghasilkan bahan bakar dari batang pohon sawit melalui kerjasama dengan Jepang. Melihat potensi yang dimiliki kelapa sawit maka jelas bahwa industri ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomis melainkan juga manfaat sosial dan lingkungan. Manfaat ekonomis yang dapat dirasakan oleh sejumlah pelaku usaha yang bergerak

48 disubsektor usaha ini adalah potensi CPO untuk diolah menjadi berbagai produk bahan pangan, sumber energi alternatif, kosmetik, dan lainnya. Sementara manfaat sosial yang dapat diperoleh dari industri ini antara lain adalah peranannya dalam menciptakan kesempatan kerja, pembangunan pedesaan dan pengurangan kemiskinan. Grafik 4 Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja Sumber: GAPKI, 2014 Disamping itu, menurut GAPKI (2014) perkebunan kelapa sawit merupakan bagian penting dari pelestarian siklus karbondioksida (C02), oksigen (O2) dan air (H20). Kemampuan perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 dan menghasilkan 02 lebih tinggi dari kemampuan hutan primer. Dengan demikian, meningkatkan produksi kelapa sawit merupakan salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Grafik 5 Kebutuhan CPO untuk Industri Hilir Domestik Sumber: GAPKI, 2014 Berdasarkan informasi dari Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (GAPKI) pusat, sehubungan dengan meningkatnya daya beli masyarakat global terhadap CPO dan produk turunannya, Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar akan diuntungkan. Pelaku usaha sawit nasional menargetkan produksi CPO sekitar 33 juta ton, meningkat sekitar 6% dari produksi tahun 2014 sekitar 31 juta ton. Lebih dari 60% dari produksi tersebut akan diekspor untuk target pasar besar dunia seperti India, Pakistan, Korea Selatan dan beberapa negara di Eropa Timur, sisanya sekitar 10 juta ton untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dengan faktor pendukung adanya komitmen dari Pertamina untuk menjalankan program biosolar. Searah dengan proyeksi produksi CPO nasional, beberapa contact liaison di provinsi Riau juga menyatakan produksi CPO di 2015 akan tetap tinggi seiring dengan mulai berproduksinya beberapa lahan replantasi yang sudah mulai produksi pada tahun ini sehingga diperkirakan akan meningkat pada kisaran 2-5%. Faktor pendorong peningkatan lainnya berasal dari perkembangan harga yang pada awal tahun 2015 ini mulai meningkat, dilihat dari

49 kontrak perdagangan di Bursa Malaysia yang mulai bergerak naik sekitar 2,7% atau sekitar Rp7,83 juta/ton untuk pengiriman bulan Maret dan April Disisi lain, GAPKI pusat menyampaikan beberapa tantangan perkembangan kelapa sawit mulai dari terbatasnya jumlah tenaga kerja terampil dengan kualifikasi khusus di bidang kelapa sawit, peningkatkan upah tenaga kerja setiap tahun, masalah pertanahan dan sulitnya ijin usaha, sampai dengan minimnya infrastruktur sarana prasarana pendukung industri kelapa sawit. Sementara itu, perkembangan industri kelapa sawit di Provinsi Riau menghadapi sejumlah kendala seperti keterbatasan bahan baku, masalah Rencana Tata Ruang Wilayah, pencurian buah sawit dan faktor cuaca yang ekstrim. Hal ini dikonfirmasi salah satu contact liaison yang menginformasikan bahwa pada tahun 2000an pabrik memiliki kapasitas produksi mencapai 90 ton/jam, namun seiring dengan semakin bertambahnya kompetitor industri sejenis maka pasokan bahan baku menjadi berkurang hingga rata-rata kapasitas produksi saat ini menjadi 60 ton/jam. Selain itu, masalah RTRW menjadi kendala utama bagi sejumlah perusahaan untuk menambah luas areal kebun sehingga sebagian besar perusahaan melakukan alih fungsi lahan dari karet ke kelapa sawit. Disisi lain, pencurian buah sawit dan faktor cuaca yang ekstrim juga menjadi kendala peningkatan produksi. Secara normal, pabrik dapat mengolah 600 ton TBS/hari namun akibat pencurian tersebut pabrik hanya dapat mengolah 450 ton TBS/hari. Demikian juga dengan terjadinya musim trek hingga 2 kali dalam 1 tahun akibat cuaca yang cukup ekstrim. Sebagai informasi, contact dapat memperoleh hasil TBS mencapai 1000 ton/hari namun karena terjadinya musim trek maka hasil TBS yang diperoleh hanya berkisar ton/hari. Untuk mengatasi kendala yang dihadapi tersebut, pada tahun ini Dinas Perkebunan Provinsi Riau berupaya untuk meningkatkan produktivitas lahan sawit melalui pembelian bibit untuk 500 Ha kebun rakyat senilai Rp.9,61 Miliar. Disamping itu, contact juga menginformasikan bahwa Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Perbankan untuk memberikan fasilitas pembiayaan revitalisasi kebun (revit bun) kepada petani swadaya. Saat ini, lebih dari 29 petani swadaya di Provinsi Riau telah mendapatkan fasilitas revit bun dari BRI Agro sekitar Rp juta dengan tingkat suku bunga 12,75%. Revit bun ini merupakan bagian dari inovasi pembiayaan untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit petani.

50 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 berada di luar perkiraan sebelumnya. Tekanan inflasi Riau pada triwulan IV 2014 (yoy) 1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi bersumber dari kelompok administered prices karena kenaikan BBM bersubsidi yang terjadi pada November 2014 yang lalu. Dengan demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 25

51 Perkembangan Inflasi Daerah 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan IV-2014 (yoy) tercatat sebesar 8,65%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,81%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari 4,53% pada triwulan III-2014 menjadi 8,36% pada triwulan IV Namun demikian, bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya sejak , inflasi Riau pada triwulan IV-2014 masih tercatat lebih rendah. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau pada triwulan IV-2014 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw III-2014 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Nasional Riau Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau disebabkan oleh tekanan dari kelompok administered price. Faktor yang menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok administered price, antara lain kenaikan harga BBM bersubsidi yang terjadi pada November Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik (TTL) 2 yang terjadi pada November 2014 dan penyesuaian harga LPG pada September 2014 lalu juga memberi tekanan terhadap inflasi kelompok administered price. Sementara itu, perkembangan inflasi pada kelompok volatile food juga memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inflasi. Penyumbang utama kenaikan inflasi volatile food di akhir tahun bersumber dari komoditas beras dan cabe merah yang terkendala pasokan. Di sisi lain, relatif stabilnya inflasi core (inti) pada triwulan laporan ditengah masih kuatnya tekanan eksternal juga menjadi penahan 2 Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dilakukan secara berkala sejak 1 Juli 2014 setiap dua bulan sekali hingga 1 November

52 Perkembangan Inflasi Daerah menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan III Kondisi ini didorong oleh masih berlanjutnya penurunan harga emas dunia. Bila dilihat dari kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tembilahan yaitu mencapai 10,06% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Pekanbaru masing-masing-masing berada pada level yang sama yaitu 8,53% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan inflasi pada triwulan IV-2014 berasal dari peningkatan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transportasi, dan kelompok makanan jadi, yaitu masing-masing menyumbang sebesar 2,50%, 2,09%, dan Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey (yoy) Bahan Makanan Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah Inflasi III-14 Inflasi IV-14 Riau III-14 Riau IV-14 Andil III-14 Andil IV-14 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi ,02% terhadap inflasi Riau. Peningkatan inflasi terjadi pada hampir seluruh kelompok inflasi, kecuali kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tertinggi pada 27

53 Perkembangan Inflasi Daerah triwulan laporan dialami oleh kelompok transportasi yaitu dari 2,62% (yoy) menjadi 12,99% (yoy), diikuti kelompok makanan dari 9,34% (yoy) menjadi 10,41% (yoy) dan kelompok bahan makanan dari 8,34% (yoy) menjadi 10,14% (yoy). Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan yaitu sebesar 2,70% (yoy) dari 3,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan trend meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 2,29% (qtq) menjadi 4,26% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir yang tercatat sebesar 1,30% (qtq). Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Sumber : BPS, diolah Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan tidak terlepas dari meningkatnya harga-harga pada sub kelompok transpor, sub kelompok bumbubumbuan, dan sub kelompok makanan jadi. Dilihat dari komoditasnya, maka peningkatan utamanya bersumber dari peningkatan harga bensin, cabe merah, tarif listrik, beras dan nasi dengan lauk. 28

54 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.4. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) Sumber : BPS, diolah Namun demikian, penurunan harga daging dan hasil-hasilnya secara umum menjadi faktor yang menahan laju peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, langkah-langkah yang ditempuh TPID di Riau dalam melakukan pengelolaan ekspektasi harga, sedikit banyak juga mampu meredam inflasi Riau meningkat pada level yang lebih tinggi lagi. Sinergi antar lembaga/instansi untuk menjaga distribusi dan kecukupan stok menjadi salah satu kunci utama terjaganya ekspektasi masyarakat di Provinsi Riau. Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, maka inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 4,41% (qtq), meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,34% (qtq). Selanjutnya inflasi Kota Tembilahan dan Kota Dumai tercatat masing-masing sebesar 3,98% (qtq) dan 3,29% (qtq), juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,13% (qtq). Secara umum, perkembangan inflasi ketiga kota yang disurvei secara triwulanan pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya ( ). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvey, maka kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu mencapai 10,63% (qtq). Kelompok ini juga memberikan andil terbesar pada tekanan inflasi triwulan laporan yaitu mencapai 1,69%. Kemudian, kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, masing-masing tercatat mengalami inflasi sebesar 4,31% (qtq) dan 3,43% (qtq). Kedua kelompok tersebut tercatat mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. 29

55 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.5. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survei Tw III-2014 di Riau (qtq) Sumber : BPS, diolah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan IV-2014, Kota Pekanbaru mengalami Inflasi sebesar 8,53% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 5,50% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasinya. Tekanan inflasi utamanya berasal dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 lalu. Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik secara bertahap sejak 1 Juli 2014 hingga akhir tahun juga berkontribusi positif terhadap peningkatan tekanan inflasi. Tren pelemahan nilai rupiah yang masih berlanjut hingga akhir tahun juga memberikan tekanan yang berarti terhadap peningkatan inflasi, terutama untuk komoditas dengan bahan baku tepung. Sebaliknya, penurunan harga emas dunia merupakan faktor yang menahan laju penurunan inflasi pada triwulan laporan. Sementara, kondisi pasokan yang belum stabil menyebabkan tekanan inflasi dari bahan makanan cukup tinggi. Peningkatan inflasi pada bahan makanan bersumber dari meningkatnya harga beras, cabe merah telur ayam ras dan beberapa jenis sayur. Terjadinya peningkatan pada komoditas tersebutdiperkirakan tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, faktor cuaca yang kurang kondusif di daerah sentra produksi, seperti di daerah Jawa, juga meyebabkan Kota Pekanbaru kekuranagn pasokan. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa yang disurvey, maka inflasi tertinggi dialami oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (13,55%, yoy), 30

56 Perkembangan Inflasi Daerah meningkat siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 2,94% (yoy). Selanjutnya, diikuti oleh inflasi pada kelompok makanan jadi (10,88%,yoy) dan kelompok bahan makanan (9,79%, yoy), juga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada ketiga kelompok barang dan jasa ini tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan. Sebaliknya, inflasi terendah dialami oleh kelompok pendidikan (2,18%,yoy) dan kelompok sandang (3,63%,yoy) yang memberikan kontribusi terendah pada triwulan laporan. Bahkan inflasi pada kelompok pendidikan tercatat mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (2,25%,yoy). Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.7. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw IV Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami peningkatan dari 5,88% (yoy) menjadi 8,53%(yoy). Peningkatan tekanan inflasi kota Dumai didorong oleh peningkatan inflasi kelompok bahan makanan yang berasal dari subkelompok padi-padian, umbi-umbian & hasilnya, dan bumbu-bumbuan. Dilihat berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi pada kedua subkelompok tersebut utamanya berasal dari beras dan cabe merah. Kondisi ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang kurang kondusif di daerah sentra pasokan sehingga mempengaruhi produksi dan kondisi pasokan di Kota Dumai. Sementara itu, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 10,98% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan 31

57 yoy,% % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 5,16% (yoy). Berdasarkan komoditasnya peningkatan inflasi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, dan menyebabkan peningkatan pada tarif angkutan. Selain itu, masih berlanjutnya kenaikan tarif dasar listrik bertahap hingga triwulan IV 2014 juga memberikan andil terhadap peningkatan tekanan inflasidi Kota Dumai. Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.9. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw IV-2014 Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan masih tercatat yang paling tinggi di Provinsi Riau yaitu mencapai 10,06% (yoy) pada triwulan IV Searah dengan dua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya, maka inflasi tertinggi dialami oleh kelompok Grafik Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV Sumber : BPS, diolah Inflasi Inflasi Tembilahan Andil Bahan Makanan Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Makanan Jadi bahan makanan, kelompok transportasi dan kelompok perumahan. Inflasi pada ketiga kelompok tersebut juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi kota Tembilahan. Selanjutnya, kelompok kesehatan tercatat mengalami inflasi terendah dialami oleh Kota Tembilahan, yaitu mencapai 3,13% (yoy) dan juga tercatat memberikan kontribusi terendah

58 Perkembangan Inflasi Daerah Dilihat berdasarkan subkelompok, penyumbang inflasi pada kelompok bahan makanan utamanya berasal dari subkelompok ikan segar, subkelompok transportasi, subkelompok bumbu-bumbuan dan sub kelompok padi-padian, umbiumbian & hasilnya. Komoditas penyumbang inflasi dari subkelompok ikan segar berasal dari udang, sementara penyumbang inflasi pada subkelompok transportasi berasal dari bensin. Cabe merah dan beras masing-masing menjadi penyumbang terbesar inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok padipadian,umbi-umbian & hasilnya. Sebaliknya, deflasi pada subkelompok daging dan hasil-hasilnya serta subkelompok buah-buahan menahan laju peningkatan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan IV Penurunan tekanan inflasi utamanya terjadi pada komoditas daging ayam ras, jeruk, dan pisang. Penurunan juga terjadi pada komoditas bawang merah, kangkung, dan ikan asin dibelah Disagregasi Inflasi 3 (yoy) Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Peningkatan tekanan inflasi Riau 20,00 Core Volatile Foods Administered Price IHK 15,00 10,00 5,00 0, ,00 Sumber : BPS, diolah pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh meningkatnya tekanan dari kelompok administered price, yang berasal dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 yang lalu. Selain itu, peningkatan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok volatile food (kelompok makanan bergejolak) juga mengalami peningkatan yang dipicu oleh peningkatan harga bahan makanan seperti beras dan cabe merah karena keterbatasan pasokan. Sementara, tekanan inflasi kelompok core (inti) disebabkan oleh kenaikan beberapa harga komoditas makanan jadi sebagai dampak kenaikan BBM bersubsidi dan pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berlangsung hingga akhir tahun. 3 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 33

59 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2014 karena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah yang kembali terjadi pada akhir tahun diperkirakan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inflasi kelompok ini, terutama bersumber dari bahan baku yang diimpor seperti tepung. Di sisi lain, masih berlanjutnya penurunan harga emas global yang ditransmisikan ke harga emas perhiasan domestik menahan laju peningkatan inflasi inti pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari mulai menurunnya inflasi tradables goods 4 pada triwulan laporan. Di sisi lain, peningkatan inflasi kelompok non tradable goods 5 menjadi faktor yang mendorong peningkatan inflasi inti Riau pada triwulan laporan. Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Sumber : BPS, diolah Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Sumber : Bloomberg, diolah Sumber : BPS, diolah 4 Tradable goods merupakan barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 5 Non tradable goods merupakan barang atau jasa yang tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan 34

60 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi inti tertinggi terjadi di Kota Dumai. Inflasi inti yang terjadi di kota ini tercatat cukup tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya, dan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi inti juga terjadi di Kota Pekanbaru. Sebaliknya, inflasi inti di Kota Tembilahan cenderung mengalami penurunan. Secara umum, sumber inflasi inti pada triwulan laporan berasal dari inflasi pada nasi dengan lauk, kue kering berminyak, dan kue basah yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, peningkatan harga kue kering berminyak dan kue basah juga disebabkan oleh trend pelemahan nilai tukar yang menjadi penyebab kenaikan harga tepung untuk kedua komoditas tersebut Inflasi Volatile Food Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok volatile food pada periode laporan mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi volatile food didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan yang utamanya berasal dari subkelompok padi-padian Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00-5, ,00 Sumber : BPS, diolah Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau dan subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kedua kelompok tersebut ialah beras dan cabe merah. Selain itu, peningkatan harga pada beberapa jenis ikan segar dan sayuran-sayuran juga mendorong peningkatan inflasi pada kelompok volatile food. Namun demikian, laju peningkatan inflasi kelompok volatile food tertahan oleh deflasi yang terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yaitu bawang merah, dan daun bawang, dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya yaitu daging ayam ras dan ayam hidup. 35

61 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Harga Komoditas Beras dan Cabe Merah di Kota Pekanbaru Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia Peningkatan tekanan inflasi volatile food terjadi pada seluruh kota yang disurvei dengan peningkatan tertinggi terjadi di Kota Tembilahan. Sementara penigkatan terendah terjadi di kota Dumai yang juga mengalami inflasi volatile food terendah dibandingkan dua kota lainnya Inflasi Administered Prices Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan kembali mengalami peningkatan setelah mengalami penurunan pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari kota yang disurvey, maka peningkatan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvey di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Tembilahan dan Kota Dumai. Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered price disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 yang lalu. Kenaikan ini terjadi pada komoditas bensin dan solar. Peningkatan tersebut juga berdampak terhadap penyesuaian tarif angkutan umum, baik darat maupun sungai dan laut. Selain itu, kebijakan peningkatan tarif dasar listrik yang dilakukan secara bertahap setiap dua bulan sekali sejak tanggal 1 Juli 2014 juga mendorong peningkatan inflasi pada kelompok ini. Meskipun demikian, adanya kebijakan pemerintah dalam penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk LPG 3 kg pada akhir tahun menahan laju peningkatan inflasi kelompok administered price lebih tinggi. 36

62 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) Sumber : BPS, diolah 37

63 Boks 3 DAMPAK PENYESUAIAN HARGA BBM, TARIF TENAGA LISTRIK, DAN HARGA LPG 12 KG TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN Kebijakan Pemerintah Pusat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada tanggal 18 November 2014 yang lalu, telah mendorong kenaikan harga tarif angkutan, diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, serta harga beberapa produk industri lainnya. Selanjutnya memasuki tahun 2015, sejalan dengan semakin menurunnya harga minyak dunia, pada tanggal 1 Januari 2015 Pemerintah Pusat menurunkan harga BBM bersubsidi yaitu premium turun menjadi Rp7.600,- dan solar turun menjadi Rp7.250,-. Penurunan harga BBM berlanjut pada tanggal 19 Januari 2015, harga BBM premium turun menjadi Rp6.600,- (luar Jawa), Rp6.700,- (jawa & Madura), Rp7.000,- (Bali), dan harga solar turun menjadi Rp6.400,-. Di bidang kelistrikan, melalui Peraturan Menteri ESDM No. 09 Tahun 2014, pemerintah per 1 Mei 2014 melakukan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk rumah tangga besar, kantor pemerintah skala menengah, bisnis skala menengah & besar, dan untuk industri skala menengah & besar (per 2 bulan sampai dengan November 2014). Selain harga BBM dan TTL, pemerintah juga menaikkan harga LPG 12 Kg menyusul meningkatnya harga LPG dp pasar internasional dan penurunan nilai tukar rupiah. Berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemerintah di tahun 2014 tersebut memberikan dampak pada peningkatan harga barang dan jasa, yang disebabkan karena perubahan biaya bahan baku, biaya energi, maupun biaya distribusi. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan liaison untuk mendapatkan informasi singkat dampak penyesuaian harga BBM, TTL, dan LPG tersebut terhadap kinerja beberapa perusahaan. Grafik B2.1 Sebaran Responden Grafik B2.2 Respon Penyesuaian Harga BBM

64 Berdasarkan hasil liaison dengan 15 contact yang mewakili beberapa sektor ekonomi di Provinsi Riau (Grafik B2.1), diperoleh informasi bahwa secara umum kenaikan harga BBM pada 18 November 2014 mendorong sebagian besar perusahaan di Provinsi Riau untuk menaikkan harga jual dalam jangka waktu 1 minggu sampai dengan 1,5 bulan setelah kenaikan harga BBM (Grafik B2.2). Namun sebaliknya, penurunan harga BBM per 1 Januari 2015 relatif tidak disertai dengan penurunan harga jual. Grafik B2.3 Dampak Penyesuaian Harga BBM Hal ini dikonfirmasi oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Bangunan. Namun demikian, penyesuaian harga tersebut relatif tidak berpengaruh terhadap penjualan, daya saing dan rencana investasi perusahaan melainkan berpengaruh terhadap penurunan margin yang diperoleh hingga 1-10%. Penurunan margin tersebut disebabkan oleh peningkatan biaya operasional perusahaan seiring dengan meningkatnya harga BBM (Grafik B2.3). Di sisi lain, sejumlah contact menginformasikan bahwa kenaikan TTL secara bertahap per 2 bulan terhitung bulan Mei 2014 tidak berpengaruh terhadap kenaikan harga jual meskipun kenaikan TTL ini turut menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan biaya operasional yang pada akhirnya menurunkan margin sekitar 1-5%. Meskipun demikian, sebagian besar contact menyatakan bahwa kenaikan/penurunan TTL tidak berpengaruh signifikan terhadap daya saing dan rencana investasi (Grafik B2.5). Grafik B2.4 Proporsi Biaya BBM dan TTL Grafik B2.5 Dampak Kenaikan/Penurunan TTL

65 Sementara itu, dampak penyesuaian kebijakan LPG sangat dirasakan oleh perusahaan yang bertindak sebagai distributor LPG 12 Kg. Hal ini tercermin dari kenaikan harga LPG 12 Kg yang berdampak terhadap penurunan permintaan konsumen mencapai 2-20%. Penurunan permintaan tersebut secara langsung menggerus margin perusahaan hingga 10%. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti selisih harga antara LPG 12 Kg dan 3 Kg yang cukup signifikan dan disertai pula dengan penambahan kuota LPG 3 Kg sehingga mengakibatkan konsumen beralih pada penggunaan LPG 3 Kg. Terkait dengan kebijakan harga BBM yang mengikuti perkembangan harga pasar, 73% menyatakan setuju sepanjang masih berada dalam rentangan harga yang wajar dan subsidinya hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah-bawah. Sementara itu, 60% contact menyatakan tidak setuju terhadap perubahan TTL secara otomatis mengikuti pergerakan inflasi, harga minyak dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini dikarenakan TTL bukan seharusnya menjadi prioritas melainkan pasokan listrik yang memadailah yang harus dibenahi terlebih dahulu. Grafik B2.6 Respon Kebijakan Perubahan Harga BBM dan TTL Disamping itu, perubahan TTL tersebut dapat menyulitkan perusahaan dalam memproyeksikan biaya dan target keuntungan yang diperoleh karena berpotensi menyebabkan gejolak harga yang cukup tajam. Untuk meminimalisir dampak dari ketidakpastian harga BBM dan TTL tersebut, sebagian besar contact memutuskan untuk menentukan harga jual dengan mengikuti perkembangan harga pasar dan mengoptimalkan penggunaan cangkang kelapa sawit terutama bagi perusahaan di sektor industri pengolahan untuk dijadikan sebagai sumber energi alternatif.

66 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN BANK UMUM DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan perbankan Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan baik aset, dana, maupun kredit tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Kualitas kredit juga masih relatif stabil, namun kualitas BPR perlu mendapat perhatian serius, mengingat tingginya NPL BPR dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 38

67 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 2. Perkembangan Perbankan Riau Kinerja perbankan Riau pada triwulan laporan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan aset perbankan Riau yang mencapai Rp86,81 triliun atau meningkat dari 7,27% (yoy) menjadi 11,43% (yoy). Peningkatan aset perbankan utamanya didorong oleh peningkatan aset bank umum dari 4,79% pada triwulan sebelumnya menjadi 7,31% pada triwulan laporan. Sejalan dengan pertumbuhan aset, kredit perbankan Riau juga tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,22% (yoy) menjadi 7,31% (yoy). Posisi kredit perbankan Riau pada triwulan IV mencapai Rp 53,12 triliun. Namun, kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau tercatat lebih tinggi bila dilihat berdasarkan lokasi proyek, yaitu mencapai Rp 74,73 triliun atau tumbuh 10,29% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Riau juga tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 15,53% (yoy) dari 11,42% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Nilai DPK perbankan Riau saat ini mencapai Rp 64,95 triliun. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta) (yoy,%) Indikator 2012 III IV III IV Tw II 2014 Tw III-2014 Tw IV-2014 Aset (Rp Juta) 73,387,482 81,739,503 77,905,799 87,678,753 86,812, Bank Umum 72,349,212 80,675,676 76,861,876 86,572,336 85,652, BPR/S 1,038,271 1,063,827 1,043,922 1,106,417 1,160, Kredit (Rp Juta) 44,152,190 48,305,042 49,499,140 51,793,994 53,119, Bank Umum 43,443,660 47,548,033 48,745,468 50,978,867 52,283, BPR/S 708, , , , , Kredit Lokasi Proyek *) (Rp Juta) 60,029,876 64,359,544 67,760,769 71,441,476 74,731, Kredit UMKM (Rp Juta) 15,630,199 17,344,493 17,614,783 19,687,770 20,032, Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 52,937,080 57,580,748 56,223,913 64,154,050 64,952, Bank Umum 52,242,540 56,878,350 55,523,886 63,383,834 64,143, BPR/S 694, , , , , NPL Nominal 1,348,735 1,771,852 1,608,178 1,947,563 1,802,613 - Bank Umum 1,255,864 1,654,389 1,490,517 1,820,700 1,687,686 - BPR 92, , , , ,927 LDR 83.41% 83.89% 88.04% 80.73% 81.78% LDR (lokasi proyek)*) % % % % % NPL 3.05% 3.67% 3.25% 3.76% 3.39% Pertumbuhan kredit yang meningkat lebih besar secara triwulanan dibandingkan pertumbuhan dana menyebabkan peningkatan LDR perbankan Riau yaitu dari 80,73% menjadi 81,78%. Namun dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek, LDR perbankan Riau tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 115,06%. 39

68 Rp triliun % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sementara itu, risiko kredit yang disalurkan relatif stabil yaitu sebesar 3,39%, dan tercatat masih berada dalam batas aman yang ditetapkan. 3. Perkembangan Bank Umum 3.1. Perkembangan Jaringan Kantor Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan IV 2014 Jumlah Bank Umum yang beroperasi di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu tercatat sebanyak 49 Bank. Jumlah jaringan kantor bank umum yang ada di Provinsi Riau baik Kantor Kas, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu maupun yang Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Riau setingkat tidak mengalami perubahan yang siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Aset Aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp 85,65 triliun pada triwulan IV 2014, tumbuh 11,44% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang tumbuh sebesar 7,31% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum didorong oleh pertumbuhan dana yang dihimpun. Namun demikian, jika dilihat secara triwulanan aset bank umum justru mengalami kontraksi sebesar 1,06% (qtq). 100,00 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau 30,00 Grafik 3.2. Perkembangan Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok 100% 90,00 80,00 70,00 60,00 25,00 20,00 15,00 90% 80% 70% 60% 50,00 10,00 50% 40,00 30,00 20,00 10,00-5,00 - (5,00) (10,00) I II III IV I II III IV I II III IV Aset (kiri) Pertumbuhan (yoy,%) Pertumbuhan (qtq,%) 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV Aset Pemerintah Aset Swasta 40

69 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan kepemilikannya, maka pertumbuhan aset bank umum pada triwulan laporan utamanya didorong oleh pertumbuhan aset bank milik pemerintah yaitu sebesar 14,20% (yoy) sehingga menjadi Rp60,45 triliun. Sementara pertumbuhan aset bank milik swasta hanya meningkat sebesar 5,32% (yoy), sehingga jumlahnya mencapai Rp25,20 triliun. Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 70,58%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya Kredit Perkembangan Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar Rp52,28 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 7,26% (yoy), relatif stabil jika dibandingkan triwulan III 2014 yang tumbuh sebesar 7,22% (yoy) Masih ketatnya likuiditas perbankan diperkirakan menjadi penyebab tertahannya laju penyaluran kredit oleh perbankan. Perlambatan penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 terjadi pada bank milik pemerintah yaitu sebesar 7,81 (yoy) dari 8,42% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sedangkan pada bank swasta, pertumbuhan penyaluran kredit justru meningkat dari 5,11% (yoy) menjadi 6,27% (yoy). Tabel 3.3. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Pertumbuhan Tw IV-2014 Keterangan IV I II III IV yoy (%) qtq (%) A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah ,81 2,69 2. Bank Swasta ,27 2,32 B. V a l u t a 1. Rupiah ,94 2,26 2. Valas ,22 18,20 T o t a l ,26 2,56 Berdasarkan valutanya penyaluran kredit masih didominasi oleh mata uang rupiah yaitu mencapai Rp51,14 triliun, tumbuh 7,94% (yoy) namun melambat dari triwulan sebelumnya (8,33% yoy). Disisi lain, penyaluran kredit dalam mata uang asing mengalami penurunan sebesar 16,62% (yoy), namun tidak sedalam triwulan sebelumnya yang sebesar 29,92% (yoy). 41

70 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Konsentrasi Kredit Penyerapan kredit di Provinsi riau pada triwulan IV 2014 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 21,78% dan 21,45% dengan nilai volume kredit masing-masing sebesar Rp 11,39 triliun dan Rp 11,21 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 88,58% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp. 10,08 triliun. Sedangkan sektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 21,50% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp 2,41 triliun. Namun, penyaluran kredit kepada sektor pertanian dan sektor pedagangan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor pertanian melambat dari 16,33% (yoy) menjadi 14,46% (yoy). Sejalan dengan sektor pertanian, sektor perdagangan juga melambat dari 5,57% (yoy) menjadi 3,46% (yoy). Pertumbuhan tertinggi penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 disumbang oleh sektor pertambangan yang tercatat tumbuh hingga 30,50% (yoy) dan 38,66% (qtq). Pertumbuhan tersebut utamanya berasal dari subsektor jasa pertambangan minyak dan gas bumi yang tercatat tumbuh meningkat sebesar 58,56% (qtq). Meskipun pertumbuhan pada kredit sektor pertambangan cukup tinggi namun pangsa kredit pertambangan terhadap total kredit hanya sebesar 0,73% sehingga pengaruhnya tidak signifikan. Sektor lain yang juga menyerap kredit cukup besar adalah sektor jasa-jasa yaitu mencapai Rp4,30 triliun dengan share yang meningkat dari 7,93% di triwulan sebelumnya menjadi 8,53% di triwulan IV Dari segi pertumbuhan, secara tahunan sektor jasa-jasa mengalami kontraksi sebesar 7,12% (yoy), namun tumbuh 6,37% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor industri pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 16,93% (yoy) dan 7,81% (qtq), cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,66% (yoy) dan turun sebesar 3,65% (qtq). Penyerapan kredit pada sektor ini sebagian besar terkonsentrasi pada sub-sektor industri minyak mentah 42

71 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (minyak makan) dari nabati dan hewan yang mengolah hasil dari perkebunan kelapa sawit yang banyak tersebar di Provinsi Riau, yaitu mencapai Rp 658,28 miliar atau 32,40% dari total kredit sektor industri pengolahan. Selanjutnya, penyaluran kredit kepada sektor konstruksi masih menunjukkan kontraksi yaitu sebesar 2,17% (yoy) namun tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 7,79% (yoy), sedangkan untuk sektor listrik, gas, dan air tumbuh sebesar 19,79% pada triwulan IV 2014 membaik dibandingkan yang pada triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi 10,19% (yoy). Tabel 3.4. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta) Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit pada triwulan IV 2014 sebagian besar disalurkan kepada sektor produktif yaitu mencapai Rp 32,94 triliun. Sementara penyaluran pada kredit konsumsi sebesar Rp 19,34 triliun. Komponen kredit produktif terdiri dari kredit modal kerja dan kredit investasi yang masingmasing memiliki pangsa sebesar 31,21% dan 31,79% dari total kredit yang disalurkan. Pertumbuhan kredit modal kerja mengalami sedikit perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 7,99% (yoy) menjadi 5,87% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan kredit investasi menunjukkan peningkatan dari sebesar 5,01% (yoy) menjadi 8,05% (yoy). Sementara,Kredit Konsumsi tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 8,49% (yoy) menjadi 7,77% (yoy) atau sebesar Rp 19,34 triliun. 43

72 qtq,% KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.3.Perkembangan Pangsa Kredit Menurut Jenis Penggunaan (%) Perlambatan pada pertumbuhan Kredit Modal Kerja sebagian besar masih disumbang oleh subsektor perkebunan kelapa sawit yang tercatat sebesar Rp2,49 triliun yang tumbuh melambat dari 40,54% (yoy) menjadi sebesar 22,18% (yoy). Selain itu, kontraksi kredit modal kerja pada subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau juga mendorong perlambatan penyerapan kredit modal kerja pada triwulan laporan. Jumlah kredit modal kerja pada subsektor ini tercatat sebesar Rp1,98 triliun atau tercatat mengalami kontraksi sebesar 14,46% (yoy). Pada kredit investasi subsektor perkebunan kelapa sawit justru mengalami sedikit peningkatan dari tumbuh 14,02% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 14,54% (yoy) pada triwulan laporan hingga nilai kreditnya tercatat sebesar Rp7,59 triliun. Hal ini yang menjadi pendorong kredit investasi tumbuh meningkat dari triwulan sebelumnya. Grafik 3.4. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (qtq) 25,00 Grafik 3.5. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Menurut Jenis Penggunaan (yoy) 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Modal Kerja (qtq) Konsumsi (qtq) Investasi (qtq) Total Realisasi kredit berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan IV-2014 tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 9,23% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 10,29% (yoy). Berdasarkan wilayahnya, penyerapan kredit 44

73 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah paling besar masih terpusat di Kota Pekanbaru yaitu mencapai Rp28,80 triliun, diikuti oleh Kabupaten Kampar yang mencatatkan serapan kredit hingga Rp8,83 triliun. Penyaluran kredit di Kota Pekanbaru tumbuh stabil yaitu sebesar 7,64% (yoy). Selanjutnya, penyaluran kredit di Kabupaten Kampar tumbuh 9,38% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,15% (yoy). Dilihat dari pertumbuhannya, penyaluran kredit di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 239% (yoy) yang utamanya berasal dari sektor pertanian, sedangkan penyaluran kredit di Kota Dumai kembali menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 39,86% (yoy) akibat melambatnya penyaluran kredit sektor perdagangan. Tabel 3.5. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Rp juta) No Kab./Kota Pertumbuhan Tw IV- IV I II III IV yoy (%) qtq (%) 1 Pekanbaru ,64 3,29 2 Bengkalis ,11 3,22 3 Dumai (39,86) (8,89) 4 Indragiri Hilir ,00 28,46 5 Indragiri Hulu ,55 5,87 6 Rokan Hulu ,23 (0,10) 7 Rokan Hilir ,76 3,06 8 Kampar ,38 4,23 9 Pelalawan (18,97) (16,57) 10 Siak ,45 18,94 11 Meranti ,40 8,30 12 Kuantan Singing ,11 6,31 Jumlah ,29 4,61 Total rekening kredit pada bank umum di triwulan IV 2014 berjumlah rekening, meningkat rekening dibandingkan periode sebelumnya. Berbeda pada triwulan sebelumnya, pada triwulan IV 2014 rekening UMKM memiliki share terhadap total rekening lebih besar dibandingkan share rekening non UMKM. Kenaikan jumlah rekening berasal dari kategori debitur UMKM yang tumbuh sebesar 3,16% (mtm) dibandingkan periode sebelumnya atau menjadi rekening, sedangkan rekening non-umkm mengalami penurunan sebesar 0,28% menjadi rekening. Grafik 3.6.Perkembangan Jumlah Rekening Kredit Perbankan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV UMKM Non-UMKM 45

74 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Penyaluran Kredit UMKM Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,03 triliun pada triwulan IV 2014, jumlah ini tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 13,51% (yoy) menjadi 13,73%(yoy). Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau tercatat stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 38,32%. Skala usaha mikro memiliki pertumbuhan penyerapan kredit tertinggi pada triwulan IV 2014 yaitu sebesar 25,12% (yoy), namun dilihat dari pangsanya skala usaha kecil tercatat masih yang terbesar yaitu mencapai 37,60% dengan nilai kredit sebesar Rp7,53 triliun. Selanjutnya, pangsa kredit kepada Usaha Menengah tercatat sebesar 35,43% dengan nilai kredit mencapai Rp7,1 triliun,namun pertumbuhannya relatif lebih kecil dibandingkan jenis kredit UMKM lainnya. Dilihat berdasarkan lokasinya, penyerapan kredit UMKM di Kota Pekanbaru merupakan yang tertinggi dengan pangsa 57,77% dari total kredit UMKM yaitu sebesar Rp11,57 triliun. Selanjutnya, NPL kredit UMKM perlu mendapat perhatian karena meskipun terdapat penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu dari 5,99% menjadi 5,49%, namun NPL masih berada di atas batas wajar yang ditentukan BI yaitu sebesar 5%. Skala Usaha Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM di Provinsi Riau (Rp juta) III IV I II III IV Tw III-14 Tw IV-14 qtq, % Pangsa (%) Mikro ,22 25,12 9,35 26,97 Kecil ,80 8,96 (1,80) 37,60 Menengah ,05 11,18 0,30 35,43 Kredit MKM ,51 13,73 1,75 100,00 NPL MKM 5,38% 4,83% 5,13% 5,82% 5,99% 5,49% Total Kredit (% terhadap Total Kredit) 36,48% 36,14% 37,32% 38,99% 38,62% 38,32% yoy,% Tw IV Ket : Kriteria UMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah NPL tertinggi pada Kredit UMKM berada pada sektor konstruksi yaitu sebesar 8,53% yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 6,46% dan sektor jasa-jasa sebesar 5,69%. Dilihat dari pangsanya, sektor Perdagangan, Hotel dan restoran merupakan sektor yang terbesar dalam penyaluran kredit UMKM di Riau, sehingga tingginya NPL pada kedua sektor tersebut perlu menjadi perhatian bagi pihak perbankan. 46

75 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.7. NPLs Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw IV 2014 Menurut Sektor Ekonomi Sektor ekonomi NPL (%) Pertanian 3,87 Pertambangan 4,34 Industri Pengolahan 3,33 Listrik, Gas dan Air 1,53 Konstruksi 8,53 Perdagangan Hotel dan Restoran 6,46 Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi 5,34 Jasa-jasa 5,69 Lain-lain 5,87 Total 5,49 Dilihat secara sektoral, penyerapan kredit UMKM masih didominasi oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan pangsa mencapai 43,12% dari total kredit UMKM relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Subsektor yang memiliki porsi kredit terbesar adalah subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau, yaitu mencapai Rp2,32 triliun. Selanjutnya Sektor Pertanian juga menyerap kredit UMKM dalam jumlah yang besar yaitu sebesar Rp6,59 triliun (pangsa 32,89%) pada triwulan IV 2014 dengan porsi terbesar adalah subsektor perkebunan kelapa sawit yaitu mencapai Rp 5,75 triliun. No. Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta) Sektor Ekonomi III IV I II III IV Tw III-2014 Tw IV Pertanian ,95 23,22 32,89 2 Pertambangan ,29 24,77 0,64 3 Perindustrian ,43 35,63 1,96 4 Listrik, Gas dan Air ,47 871,67 0,56 5 Konstruksi ,24 24,22 5,68 6 Perdag., Resto. & Hotel ,44 4,18 43,12 7 Pengangkutan, Pergud ,77 (3,84) 3,74 8 Jasa-jasa ,70 17,26 10,98 9 Lain-lain , ,00 0,43 Jumlah yoy (%) Pangsa Tw IV (%) ,51 13,73 100,00 Porsi kredit yang diberikan kepada UMKM paling besar diserap dalam bentuk Kredit Modal Kerja yaitu mencapai Rp11,80 triliun (pangsa 58,92%). Sementara kredit UMKM dalam bentuk Kredit Investasi sebesar Rp8,23 triliun (pangsa 41,08%). Penyerapan Kredit Investasi memiliki pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 11,88% (yoy) menjadi 12,64% (yoy). Di sisi lain penyaluran kredit modal kerja tumbuh relatif stabil yaitu mencapai 47

76 Rp Triliun KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 14,50% (yoy). Secara umum, pertumbuhan kredit UMKM jauh lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan secara umum, dan sama-sama menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Tabel 3.9. Sebaran Kredit UMKM menurut Jenis Penggunaan (Rp juta) Keterangan yoy (%) III IV I II III IV Tw III-2014 Tw IV-2014 Investasi ,88 12,64 Modal Kerja ,67 14,50 Kredit UMKM ,51 13,73 Total Kredit Perbankan ,22 7,26 Jumlah rekening kredit UMKM pada bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami kenaikan sebesar rekening sehingga jumlahnya meningkat dari rekening menjadi rekening. Berbeda dengan triwulan sebelumnya, pada triwulan IV 2014 terjadi perubahan struktur dimana jumlah rekening kredit UMKM lebih besar dibandingkan rekening kredit non UMKM yaitu 50,21% dari total rekening kredit pada bank umum di Provinsi Riau. Peningkatan rekening kredit UMKM tersebut memperlihatkan perluasan askes keuangan dan layanan perbankan terhadap UMKM di Provinsi Riau semakin membaik Kelonggaran Tarik(Undisbursed Loan) Jumlah kredit yang belum dicairkan atau Undisbursed Loan triwulan IV 2014 mencapai Rp5,04 triliun meningkat tinggi sebesar16,62% (yoy). Porsi Undisbursed Loan di Provinsi Riau mencapai 9,63% dari total kredit yang diberikan bank umum Provinsi Riau. Pertumbuhan Undisbursed Loan bank umum Riau baik milik pemerintah maupun milik swasta tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing tumbuh menjadi 35,96% (yoy) dan 7,51% (yoy). Pangsa terbesar Undisbursed Loan masih berada di bank milik swasta. Grafik 3.7. Perkembangan Undisbursed Loan Bank Umum di Riau 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Tw I 11 Tw II Tw III Tw IV Tw I 12 Tw II Tw III Tw IV Tw I 13 Tw II- Tw III- Tw IV- Tw I-14 Tw II- Tw III- Tw IV Pemerintah 1,72 1,50 1,57 1,83 1,88 1,67 1,62 1,41 1,32 1,31 1,62 1,38 1,64 1,52 1,87 1,88 Swasta 1,65 1,97 2,19 2,00 2,01 1,96 2,24 2,34 2,44 2,69 3,12 2,94 2,85 3,07 3,21 3,16 Total 3,36 3,47 3,77 3,83 3,89 3,63 3,86 3,75 3,76 4,01 4,74 4,32 4,49 4,60 5,08 5,04 48

77 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Modal Kerja mendominasi porsi Undisbursed Loan pada bank umum. Total Undisbursed Loan dalam bentuk kredit modal kerja mencapai Rp3,82 triliun, atau 75,89% dari total Undisbursed Loan di bank umum. Secara sektoral, Undisbursed Loan terbesar berada di sektor Perdagangan yaitu mencapai Rp1,59 triliun, utamanya berasal dari subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau yang mencapai Rp169,29 miliar. Subsektor perkebunan kelapa sawit juga memiliki undisbursed loan yang tinggi yaitu hingga sebesar Rp 513,1 miliar. Tingginya angka Undisbursed Loan tersebut diperkirakan akibat dari pencairan kredit yang dilakukan secara bertahap, sehingga kredit yang diberikan bank belum digunakan seluruhnya oleh para pelaku usaha Risiko Kredit NPLs kredit bank umum pada periode pelaporan menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,57% menjadi 3,23%. Tingkat NPL kredit bank umum yang menurun menunjukkan membaiknya tingkat risiko yang dialami bank umum di Provinsi Riau dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Rp miliar Grafik 3.8. Perkembangan NPL Grossdi Provinsi Riau Tw I 11 Tw II 11 Tw III Tw 11 IV 11 Tw I 12 Tw II 12 Tw III Tw 12 IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III Tw 13 IV 13 Tw I 14 Tw II 14 Tw III 14 Tw IV14 Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan) % 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi yaitu sebesar 7,64%, meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang sebesar 7,27%. Tingginya NPL pada sektor konstruksi utamanya didorong oleh kredit bermasalah pada sektor konstruksi di Kota Pekanbaru. Subsektor penyiapan lahan lainnya tercatat memberikan porsi kredit bermasalah tertinggi dari total NPL di Sektor Konstruksi Kota Pekanbaru. 49

78 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Beberapa sektor lain yang memiliki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah sektor perdagangan sebesar 5,36% dan sektor jasa sosial masyarakat sebesar 4,18%, namun untuk kedua sektor tersebut angka NPL yang tercatat menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan III Tabel NPLs Per Sektor Ekonomi di Provinsi Riau No. Sektor Ekonomi Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 1 Pertanian 2,73% 2,78% 3,08% 2,66% 2,82% 2,65% 2,53% 2,34% 2 Pertambangan 0,60% 0,42% 0,32% 0,36% 1,71% 1,68% 2,24% 1,56% 3 Perindustrian 1,09% 1,10% 1,09% 0,64% 0,74% 0,76% 0,77% 0,66% 4 Listrik 0,54% 0,20% 0,26% 0,16% 0,17% 1,54% 1,57% 1,43% 5 Konstruksi 7,91% 6,61% 6,00% 5,95% 6,54% 7,94% 7,27% 7,64% 6 Perdagangan 4,33% 4,31% 4,78% 4,33% 4,90% 5,47% 5,82% 5,36% 7 Pengangkutan 0,52% 1,87% 2,48% 2,97% 3,21% 2,83% 3,23% 3,02% 8 Jasa Dunia Usaha 2,51% 2,59% 3,91% 3,66% 4,85% 4,46% 4,61% 4,14% 9 Jasa Sosial Masy. 4,65% 4,80% 5,48% 4,44% 3,94% 4,47% 4,56% 4,18% 10 Lain-lain 2,94% 2,75% 2,80% 2,32% 2,57% 2,70% 2,61% 2,24% Total 3,21% 3,19% 3,48% 3,06% 3,32% 3,54% 3,57% 3,23% Berdasarkan Kab/Kota, Kabupaten Indragiri Hilir tercatat memiliki NPL tertinggi yaitu 9,03%, dan menunjukkan tren yang cenderung meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Secara sektoral, NPL di Kabupaten Indragiri Hilir berasal dari sektor perdagangan yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau. Sementara dilihat dari jenis penggunaannya, mayoritas NPL berasal dari kredit konsumsi. Tabel NPLs Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau Lokasi I II III IV Kota Pekanbaru 2,10% 2,92% 2,95% 3,22% 3,35% 3,43% 3,17% Kota Dumai 1,58% 2,25% 2,95% 3,10% 4,06% 4,26% 3,53% Kab. Bengkalis 1,89% 3,68% 3,04% 3,47% 4,26% 4,22% 3,77% Kab. Indragiri Hulu 1,09% 3,24% 5,49% 5,64% 5,41% 5,57% 4,33% Kab. Indragiri Hilir 1,29% 6,09% 7,86% 8,54% 8,93% 9,50% 9,03% Kab. Kampar 1,04% 1,60% 1,40% 2,06% 2,25% 2,10% 1,80% Kab. Rokan Hulu 1,97% 2,23% 1,81% 2,35% 3,16% 3,13% 2,78% Kab. Rokan Hilir 4,47% 6,73% 5,94% 6,38% 6,59% 6,07% 4,92% Kab. Pelalawan 0,90% 0,55% 1,27% 1,28% 1,52% 1,24% 0,99% Kab. Siak 1,46% 1,43% 1,38% 1,39% 1,60% 1,54% 1,57% Kab. Kuantan Singingi 0,92% 1,11% 2,58% 2,27% 2,05% 1,84% 1,68% Kab. Kep. Meranti 1,52% 1,63% 1,68% 2,44% 1,92% 1,42% JUMLAH 2,35% 2,89% 3,06% 3,32% 3,54% 3,57% 3,23% Selanjutnya, NPL yang cukup tinggi juga dialami Kabupaten Rokan Hilir yang tercatat sebesar 4,92%, namun membaik dibandingkan periode sebelumnya. NPL juga didorong oleh Sektor Perdagangan besar dan Eceran yang didominasi oleh 50

79 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau Kondisi Likuiditas Dana Pihak Ketiga Dana Phak Ketiga (DPK) bank umum di provinsi Riau pada triwulan IV tercatat tumbuh sebesar 15,52% (yoy) menjadi Rp64,14 triliun, meningkat jika dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 11,44 % (yoy). Komponen DPK yang memiliki pangsa terbesar adalah tabungan yaitu sebesar 45,96% yang kemudian diikuti dengan deposito dan giro yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 32,65% dan 21,40%. Komponen giro dan deposito tumbuh meningkat pada triwulan IV 2014 masing-masing sebesar 3,20% (yoy) dan 53,56% (yoy), sedangkan komponen tabungan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 3,11% (yoy). Namun secara triwulanan komponen DPK bank umum di Provinsi Riau memiliki pertumbuhan yang melambat. Hal ini tidak terlepas dari komponen giro yang kembali mengalami penurunan sebesar 7,45% (qtq) dan deposito turun 0,13% (qtq) meskipun tabungan tumbuh meningkat sebesar 6,86% (qtq). Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar) No Komponen DPK Pertumbuhan (%) Tw IV 2014 I II III IV I II III IV yoy qtq 1 Giro ,20 (7,45) 2 Tabungan ,11 6,86 3 Deposito ,56 (0,13) a. s.d 3 bln ,68 (2,90) b. > 3-6 bln ,09 8,02 c. > 6-12 bln ,90 2,80 d. > 12 bln ,16 128,76 Total DPK ,52 1,20 Berdasarkan kepemilikannya, perlambatan dalam pertumbuhan DPK secara triwulanan didorong oleh penurunan dana milik pemerintah sebesar 29,78% (qtq). Penurunan ini disumbang utamanya oleh penurunan dana milik pemerintah daerah yang memiliki pangsa 82,86% dari total dana milik pemerintah. Dana milik pemerintah daerah pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan sebesar 31,36% (qtq), meskipun secara tahunan meningkat 46,95% (yoy). 51

80 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Disisi lain, dana milik sektor swasta mengalami peningkatan sebesar 5,07% (yoy) dan 29,88% (qtq). Kenaikan dana milik sektor swasta didorong oleh kenaikan dana milik perusahaan swasta sebesar 5,69% (yoy) dan 31,83% (qtq). Dana milik perorangan tumbuh stabil dibandingkan periode sebelumnya yaitu mencapai 11,87% (yoy) dan 7,88% (qtq), yang utamanya didorong oleh peningkatan deposito dan tabungan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga saat ini cukup menarik bagi masyarakat, sehingga jumlah dana yang dihimpun perbankan meningkat. No Tabel Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta) Sektor Pemerintah Kepemilikan Pertumbuhan (%) IV III IV I II III IV yoy qtq ,65-29,78 1 Pemerintah Pusat ,84-29,79 2 Pemerintah Daerah ,95-31,36 3 Badan/ Lembaga Pemerintah ,38-50,18 4 Badan Usaha Milik Negara ,41-19,15 5 Badan Usaha Milik Daerah ,43 37,05 Sektor Swasta ,07 29,88 6 Perusahaan Asuransi ,57 15,26 7 Perusahaan Swasta ,69 31,83 8 Yayasan dan Badan Sosial ,23 17,95 9 Koperasi ,01 14,36 10 Lainnya ,30-12,17 Perorangan ,87 7,88 Jumlah ,52 1,19 Total rekening dana bank umum Provinsi Riau pada triwulan IV mencapai rekening meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat berjumlah jumlah rekening dana ini tumbuh sebesar 6,67% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,62% (yoy). Peningkatan jumlah rekening dana Provinsi Riau pada triwulan IV berasal dari pembukaan rekening tabungan, rekening deposito, dan 488 rekening giro. Dilihat dari pertumbuhannya, pembukaan rekening deposito memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 11,80% (yoy), diikuti dengan tabungan sebesar 6,70% (yoy) dan giro sebesar 1,57% (yoy).peningkatan jumlah rekening dana yang juga searah dengan peningkatan DPK di bank umum menunjukkan bahwa tingkat suku bunga perbankan saat ini dipandang prospektif oleh masyarakat. Selain itu, hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan inklusi keuangan di Provinsi Riau. 52

81 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Dana I II III IV I II III IV I II III IV Giro Tabungan Deposito Total Berdasarkan Kota/Kabupaten, Kota Pekanbaru masih merupakan daerah yang menyerap DPK terbesar pada triwulan IV 2014 yaitu sebesar Rp 34,96 triliun atau 54,51% dari total DPK di Propinsi Riau, namun DPK Kota Pekanbaru tumbuh melambat yaitu sebesar 1,08% (yoy) jika dibandingkan triwulan III 2014 yang tumbuh 14,30% (yoy). Jika dilihat secara triwulanan DPK Kota Pekanbaru mengalami kontraksi sebesar 11,44% (qtq). Adapun pertumbuhan yang meningkat dari DPK Provinsi Riau didorong salah satunya oleh Kabupaten Bengkalis yang merupakan pangsa DPK terbesar kedua di Provinsi Riau. DPK Kabupaten Bengkalis meningkat secara signifikan sebesar 56,99% (yoy) menjadi Rp 6,73 triliun di Triwulan IV Kota Rokan Hulu masih menjadi lokasi dengan pertumbuhan penghimpunan dana tertinggi yaitu tumbuh meningkat hingga 145,88%, namun pangsa DPK di Kabupaten Rokan Hulu masih merupakan yang terendah setelah Kabupaten Meranti dan Kuantan Singingi. Tabel Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau yoy,% Pangsa No. Kab./Kota I II III IV I II III IV III-2014 IV-2014 IV Pekanbaru ,30 1,08 54,51 2 Bengkalis (6,77) 56,99 10,49 3 Dumai ,54 (17,68) 6,30 4 Indragiri Hilir ,24 28,56 4,00 5 Indragiri Hulu ,07 13,14 3,80 6 Kampar ,02 48,13 3,22 7 Rokan Hulu ,98 145,88 2,55 8 Rokan Hilir ,58 124,92 4,59 9 Kuantan Singingi ,47 36,50 1,95 10 Meranti ,35 (3,45) 1,12 11 Siak ,23 81,24 4,26 12 Pelalawan ,14 95,01 3,24 Jumlah ,44 15,52 100,00 53

82 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dari 80,43% pada trwiulan III 2014 menjadi 81,78%. Peningkatan LDR tersebut tidak terlepas dari peningkatan nilai kredit yang lebih besar pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut LDR berdasarkan lokasi proyek juga mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 112,71% pada triwulan III 2014 menjadi 116,51%. Namun demikian, LDR berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau lebih tinggi dibanding angka LDR nasional yang tercatat sebesar 91,98%. Grafik Perkembangan LDR Di Provinsi Riau 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% Tw I-11 Tw II-11 Tw III- 11 Tw IV- 11 Tw I-12 Tw II-12 Tw III- 12 Tw IV 12 Tw I 13 Tw II 13 Tw III 13 Tw IV 13 Tw I 14 Tw II 14 Tw III 14 Tw IV14 LDR 75.2% 75.9% 76.5% 80.3% 77.2% 80.1% 78.3% 83.2% 83.60% 83.14% 83.60% 87.79% 89.02% 83.34% 80.43% 81.78% LDR1*) 114.0% 112.1% 113.7% 113.7% 108.5% 111.0% 111.4% 114.9% % % % % % % % % Nasional* 77.2% 80.0% 81.7% 79.0% 80.8% 83.4% 84.36% 84.53% 85.94% 88.38% 89.92% 90.61% 91.39% 91.15% 91.35% 91.98% Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek *) Data s.d. Agustus Profitabilitas Spread Bunga Suku bunga rata-rata tertimbang kredit bank umum di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 relatif stabil dibandingkan triwulan III 2014, sementara suku bunga dana mengalami peningkatan. Suku bunga tertimbang kredit bank umum menurun tipis yaitu sebesar 3 bps menjadi13,28%, sedangkan untuk suku bunga tertimbang dana dengan acuan suku bunga deposito 3 bulan meningkat sebesar 80 bps dari level 7,63% di triwulan III 2014 menjadi 8,43% pada triwulan laporan. Terdapatnya peningkatan suku bunga dana yang cukup besar bila dibandingkan dengan suku bunga kredit yang relatif stabil pada triwulan IV 2014 menyebabkan 54

83 % KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah margin yang diterima perbankan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari level 5,68% menjadi 4,85%. Peningkatan suku bunga dana pada triwulan IV 2014 diperkirakan terkait dengan kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan BI rate dari 7,50% menjadi 7,75% pada pertengahan November Sedangkan stabilnya suku bunga kredit pada triwulan IV 2014 diperkirakan karena suku bunga kredit telah mencapai level yang cukup tinggi serta sebagai upaya bank untuk menghindari perlambatan laju pertumbuhan kredit. 20,00 Grafik Perkembangan Suku Bunga Rata-Rata Tertimbang Kredit dan Deposito3 Bulan 18,00 Margin Kredit Deposito 3 bulan BI rate 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2, Pendapatan dan Beban Bunga Total pendapatan bunga yang dihasilkan bank umum di Provinsi riau pada triwulan IV 2014 tumbuh 10,01% (yoy) meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,28% (yoy). Perlambatan pendapatan bunga bank umum utamanya masih berasal dari kredit yang memiliki pangsa sebesar 78% dari total pendapatan bunga. Pendapatan bunga dari kredit bank umum tumbuh melambat dari 10,83% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 9,22% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pendapatan bunga kredit tidak terlepas dari suku bunga kredit yang peningkatannya relatif terbatas.komposisi pendapatan bunga utamanya masih berasal dari pendapatan bunga kredit dan diikuti oleh SBI dan surat berharga. 55

84 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Komposisi Pendapatan Bunga (Rp miliar) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I TW II Tw III Tw IV Lainnya 85,7 81,9 86,0 100,4 103,3 110,3 140,4 89,8 84,8 86,0 123,7 99,9 554,7 372,6 351,1 279,9 305,7 394,0 396,0 Antar Bank 45,3 47,4 42,3 28,0 40,6 43,5 34,9 21,3 43,2 47,6 51,9 51,8 63,7 77,1 80,19 33,20 67,13 74,18 83,81 Kredit 994, SBI dan surat berharga 30,7 25,1 25,8 36,1 42,7 50,4 55,1 40,5 39,9 42,5 34,6 15,9 30,6 15,6 19,88 17,49 21,04 36,18 29,72 Di sisi lain beban bunga bank umum di Provinsi Riau justru mengalami sedikit peningkatan dilihat dari pertumbuhan tahunan yaitu dari 26,71% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 27,50% (yoy) di triwulan IV 2014, namun melambat secara triwulanan yaitu dari 18,47% (qtq) menjadi 5,07% (qtq). Beban bunga pada deposito masih memiliki pangsa tertinggi yaitu sebesar 42,33% diikuti oleh tabungan sebesar 13,64%. Jika dilihat secara lebih rinci beban bunga baik pada deposito dan tabungan tumbuh melambat. Beban bunga deposito melambat dari 66,58% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 56,80% (yoy) di triwulan, sedangkan beban bunga tabungan dari 30,35% (yoy) menjadi 21,11% (yoy). Di sisi lain beban bunga giro mengalami penurunan sebesar 5,07% (yoy) pada triwulan IV Grafik Komposisi Beban Bunga (Rp miliar) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw I 10 Tw II 10 Tw III Tw IV Tw II- Tw III- Tw IV- Tw II- Tw III- Tw IV- Tw II- Tw III- Tw IV- Tw II- Tw III- Tw IV- Tw I-11 Tw I-12 Tw I-13 Tw I Lainnya 72,72 77,42 88,34 83,19 113,1 110,3 114,0 125,6 101,9 110,2 92,97 102,6 151,3 551,5 336,1 319,0 292,7 225,5 342,7 346,6 Antar Bank 38,02 43,71 44,76 39,83 23,51 16,62 23,25 11,79 7,04 6,13 8,03 8,66 10,29 12,55 29,69 36,68 30,12 59,83 51,28 68,20 Tabungan 107,9 102,8 109,3 116,5 125,0 128,9 133,5 129,0 124,3 110,3 111,4 114,2 115,2 114,3 116,6 125,2 125,7 167,4 152,0 151,6 Deposito 144,7 174,1 160,1 165,3 157,1 193,2 211,7 222,5 206,0 220,2 207,2 207,9 193,6 209,3 254,1 300,1 262,9 348,4 423,2 470,6 Giro 45,32 55,64 57,04 56,06 61,65 63,20 68,20 69,17 66,35 79,24 94,41 98,37 86,81 111,7 98,51 90,98 75,53 92,00 88,89 74,75 Meskipun pertumbuhan beban bunga lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan bunga, jumlah pendapatan bunga bersih pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya meskipun terbatas. Pendapatan bunga bersih bank umum pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar Rp 1,20 triliun dari Rp 1,19 triliun pada triwulan sebelumnya. 56

85 Tw I 09 Tw II 09 Tw III 09 Tw IV 09 Tw I 10 Tw II 10 Tw III 10 Tw IV 10 Tw I-11 Tw II-11 Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12 Tw II-12 Tw III-12 Tw IV-12 Tw I-13 Tw II-13 Tw III-13 Tw IV-13 Tw I-14 Tw II-14 Tw III-14 Tw IV-14 Juta Rp Juta Rp KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Pendapatan, Beban Bunga serta Pendapatan Bunga Bersih Bank Umum di Riau Beban Bunga Pendapatan Bunga NII (RHS) Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset, dan dana masih menunjukkan arah negatif dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, namun pembiayaan masih tercatat tumbuh positif serta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 aset perbankan syariah kontraksi sebesar 4,34% (yoy) sehingga menjadi Rp 4,89 triliun. Share asset bank umum syariah terhadap aset perbankan secara keseluruhan pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau adalah sebesar 5,63%, turun jika dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 5,85%. Jumlah bank syariah maupun kantor cabang bank syariah di Provinsi Riau tidak berubah dibandingkan dengan periode yang lalu, tercatat beroperasi 13 bank syariah di lingkup wilayah Provinsi Riau yaitu11 bank umum dan 2 BPR. Tabel Indikator Kinerja Utama PerbankanSyariah di Provinsi Riau (Rp juta) No. Keterangan I II III IV I II III IV yoy qtq 1 Jumlah Bank Aset ,34-4,72 3 DPK ,71-2,95 4 Pembiayaan ,56 0,85 5 NPF 4,40% 3,89% 4,38% 4,01% 4,76% 5,25% 5,04% 4,70% 6 FDR 85,39% 88,70% 85,37% 90,34% 87,03% 90,95% 95,48% 99,23% Penurunan aset didorong oleh penurunan dana yang dihimpun sebesar 5,71% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp3,49 triliun. Di sisi lain pembiayaan syariah hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,56% (yoy). Penurunan dana yang dihimpun yang diikuti dengan peningkatan kredit menyebabkan FDR meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 95,48%menjadi 99,23%. Kualitas pembiayaan juga 57

86 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah menunjukkan perbaikan yang dilihat dari NPF yang menurun pada triwulan laporan namun masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penggunaannya, pembiayaan konsumsi masih memiliki pangsa tertinggi dibandingkan jenis kredit penggunaan lain yaitu mencapai 47,51% dari total kredit yang disalurkan perbankan syariah. Pembiayaan konsumsi pada triwulan IV 2014 tumbuh 11,94% hingga mencapai sebesar Rp 1,65 triliun. Sementara itu sektor produktif yang terdiri dari modal kerja dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar 26,01% dan 26,48% dari total kredit perbankan syariah. Dari sisi pertumbuhannya, kedua jenis pembiayaan sektor produktif ini tercatat mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 yaitu sebesar 1,85% untuk kredit modal kerja dan 4,12% untuk kredit investasi. Posisi pembiayaan modal kerja untuk perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mencapai Rp901,96 miliar, sedangkan untuk pembiayaan investasi mencapai Rp918,19 miliar. Peningkatan penyaluran pembiayaan secara sektoral didorong oleh sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pertanian, masing-masing tercatat tumbuh 61,32% (yoy), 39,20% (yoy), dan 23,20% (yoy). Ketiga sektor tersebut masih menjadi sektor dengan pangsa terbesar pada pembiaayan oleh perbankan syariah. Pada triwulan IV 2014 sektor pertanian tercatat menyerap pembiayaan sebesar Rp 458,66 miliar, atau sebesar 13,23% dari total pembiayaan bank umum syariah. Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor konstruksi mencatat penyerapan pembiayaan masing-masing sebesar Rp399,48 miliar dan Rp312,07 miliar. 4. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Secara umum, kegiatan usaha BPR/S pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan yang meningkat baik dari sisi aset, dana, maupun jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan syariah dibandingkan dengan triwulan III Jumlah BPR/S yang beroperasi di Provinsi Riau tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebanyak 35 BPR/S. Pada triwulan laporan, aset BPR/S tercatat tumbuh meningkat dari 4,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,84% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh adanya peningkatan pada pertumbuhan dana yang dihimpun yaitu 58

87 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah dari 9,66% (yoy) menjadi 12,26% (yoy). DPK yang dihimpun BPR/S pada triwulan IV 2014 mencapai Rp809,75 miliar. Peningkatan pada penghimpunan DPK ini tidak terlepas dari pertumbuhan deposito yang saat ini nilainya telah mencapai Rp 453,67 miliar atau meningkat dari 9,54% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 17,45% (yoy) di triwulan laporan. Di sisi lain, pertumbuhan tabungan justru melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 9,79% (yoy) menjadi 6,28% (yoy) atau menjadi sebesar Rp 356,08 miliar. Jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 836,11 miliar atau tumbuh 11,35% (yoy) dan 2,57% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,68% (yoy). Berdasarkan sektoral, peningkatan penyaluran kredit BPR/S pada triwulan laporan utamanya utamanya disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh sebesar 19,52 % (yoy) dan sektor perdagangan yang tumbuh sebesar 8,71% (yoy). Kedua sektor tersebut menyerap kredit dengan pangsa terbesar, yaitu masing-masing tercatat sebesar 30,35% dan 24,73% dari total kredit perbankan syariah pada triwulan IV Peningkatan jumlah dana yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan mengakibatkan terjadinya penurunan nilai LDR dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 105,83% menjadi 103,26%. Kualitas kredit yang disalurkan tercatat mengalami perbaikan, tercermin dari penurunan NPL BPR/S yaitu dari 15,56% menjadi 13,75%. Akan tetapi, NPLs BPR/S masih berada di atas batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) sehingga masih perlu menjadi perhatian bagi pihak bank. Tabel Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta) Keterangan Pertumbuhan (%) I II III IV I II III IV yoy qtq 1. Jumlah BPR/S Asset 920,404 1,038,271 1,019,107 1,047,697 1,063,827 1,075,865 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160, DPK 642, , , , , , , , , , Kredit 617, , , , , , , , , , LDR 96.07% % % % % % % % % % 6. NPLs 8.22% 13.11% 14.44% 14.88% 15.52% 14.22% 15.47% 15.78% 15.56% 13.75% 5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 oleh bank pelaksana KUR mencapai Rp 4,83 triliun, tumbuh 4,43% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan penyaluran KUR tumbuh melambat yaitu dari 59

88 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 21,08% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 19,95% (yoy) pada triwulan laporan. Sejalan dengan realisasi KUR, pertumbuhan jumlah debitur juga tumbuh melambat dari 21,86% (yoy) menjadi 21,15% (yoy). Dilihat dari penyaluran rata-rata KUR pada triwulan IV 2014 terjadi penurunan dari Rp 23,82 juta/jiwa menjadi Rp 23,72 juta/jiwa. Sumber: Kantor Menko Perekonomian Tabel Perkembangan Penyaluran KUR di Riau Indikator I II III IV I II III IV Realisasi KUR 1,964 3,079 3,411 3,680 3,819 4,026 4,202 4,432 4,624 4,829 Outstanding KUR 1,198 1,678 1,734 1,769 1,766 1,684 1,634 1,619 1,576 1,569 Jumlah Debitur (jiwa) 94, , , , , , , , , ,598 Rata-Rata (RpJuta/Jiwa) Sektor pertanian masih merupakan sektor penerima KUR terbesar di Provinsi Riau, yaitu dengan pangsa 57,45%. Sub-sektor perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet merupakan jenis perkebunan yang menerima kredit dalam jumlah yang terbesar. Kondisi ini tidak terlepas dari besarnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Riau disamping migas. Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki pangsa sebesar 35,66% yang didominasi oleh subsektor perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan, minuman dan tembakau.berdasarkan penggunaannya, alokasi KUR di Provinsi Riau lebih banyak digunakan untuk modal kerja, yaitu sebesar 53,98% dari total alokasi KUR di Provinsi Riau, dan sisanya KUR untuk investasi. Grafik KUR menurut Sektor Ekonomi 0.47% 4.80% 0.08% Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Grafik KUR menurut Jenis Penggunaan 35.66% 57.45% Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdag, hotel dan restoran Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Jasa 46.02% 53.98% 0.48% 0.11% 0.92% 0.01% Lain-lain Modal Kerja Investasi 60

89 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6. Perkembangan Transaksi Pembayaran 6.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami net outflow, tidak jauh berbeda dengan kondisi historisnya. Hal ini utamanya didorong oleh outflow yang lebih besar dari inflow. Meningkatnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena kebutuhan uang tunai yang masih tinggi di masyarakat. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai, baik melalui kliring maupun Real Time Gross Settlement (RTGS) pada triwulan IV 2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Sesuai dengan pola musimannya, perkembangan transaksi pembayaran tunai mengalami penurunan pada triwulan laporan. Kondisi ini tercermin dari penurunan baik dari sisi transaksi inflow maupun outflow di Provinsi Riau. Outflow yang lebih besar dibandingkan inflow, menyebabkan Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mengalami net outflow yang tercatat sebesar Rp 3,15 triliun. Jumlah net outflow tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 2,61 triliun atau meningkat 20,86% (qtq). Meskipun demikian, nilai net outflow tersebut tidak setinggi triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,85 triliun. Penurunan outflow pada triwulan laporan terkait oleh faktor musiman dimana penurunan pada triwulan IV 2014 disebabkan oleh berakhirnya bulan Ramadhan serta hari raya Idul Fitri sehingga euphoria penduduk Riau dalam membelanjakan uangnya cendurung menurun. Pada triwulan IV 2014 tercatat penurunan arus uang keluar sebesar 21,55% (qtq) atau dari Rp 4,94 triliun pada triwulan sebelumya menjadi Rp 3,88 triliun pada triwulan laporan. Arus uang masuk uang ke Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar Rp 721,36 miliar, turun signifikan sebesar 69,05% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2,33 triliun. Penurunan inflow yang cukup siginifikan dipengaruhi oleh pola musimannya dimana pada akhir tahun inflow 61

90 Rp. miliar KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah cenderung menurun karena kebutuhan masyarakat akan uang tunai masih relatif tinggi. Grafik Perkembangan Inflow dan Outflow 5,700 5,100 4,500 3,900 3,300 2,700 2,100 1, (300) (900) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Net Outflow (Rpmiliar) Inflow (Rpmiliar) Outflow (Rpmiliar) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Penyediaan uang kartal layak edar merupakan tugas Bank Indonesia.Terkait dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan penghimpunan dan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari masyarakat dan setoran bank di Provinsi Riau. Upaya ini dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan ketersediaan uang layak edar (fit for circulation) di tengah-tengah masyarakat. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan IV-2104 meningkat dibandingkan periode sebelumnya. UTLE yang dimusnahkan pada periode tersebut sebanyak Rp 249,46 miliar, lebih tiggi dibandingkan periode lalu yang tercatat sebesar Rp 196,34 miliar. Rasio UTLE terhadap arus uang masuk juga mengalami peningkatan signifikan karena rendahnya inflow pada triwulan laporan dan meningkatnya jumlah UTLE. Peningkatan UTLE juga mengindikaskan semakin tingginya tingkat kerusakan uang di masyarakat, hal ini tidak terlepas dari tingginya transaksi keuangan pada periode sebelumnya. 62

91 Lembar Rp.miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang Dimusnahkan Terhadap Inflow di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV UTLE Inflow Ratio (RHS) Uang Rupiah Tidak Asli Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. Pada triwulan IV 2014, penemuan uang rupiah tidak asli di Provinsi Riau mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan laporan terdapat penemuan 87 lembar uang palsu yang terdiri dari 33 lembar menyerupai pecahan Rp , 51 lembar menyerupai pecahan Rp , 1 lembar menyerupai pecahan Rp , dan 2 lembar menyerupai pecahan Rp Penemuan tersebut berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Grafik Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau I II III IV I II III IV I II III IV

92 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 6.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Transaksi pembayaran non-tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV-2104 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan transaksi non tunai di Provinsi Riau pada akhir tahun sesuai dengan pola triwulanannya, dimana pada triwulan IV banyak penyelesaian anggaran kegiatan di akhir tahun atau dalam rangka tutup buku Transaksi Kliring Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan IV 2014 tercatat meningkat baik dari segi nominal transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar Rp 8,44 triliun dengan volume transaksi mencapai lembar meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang nilainya tercatat sebesar Rp. 8,07 triliun dengan volume transaksi lembar. Meskipun terdapat peningkatan nominal transaksi, namun nilai rata-rata transaksi per warkat tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp 31,44 juta menjadi sebesar Rp 30,22 juta per transaksi. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Nominal (Rp. miliar) (LHS) Warkat (ribu lembar) Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi RTGS pada triwulan IV 2014 di Provinsi Riau mencapai Rp 104,12 triliun, meningkat sebesar 15,10% (qtq) dari triwulan III 2014 yang tercatat sebesar Rp 90,46 triliun. Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, penggunaan warkat untuk 64

93 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah transaksi RTGS juga ikut meningkat sebesar 7,36% (qtq). Peningkatan nilai transaksi RTGS yang lebih tinggi dari volume transaksi RTGS menunjukkan peningkatan rasio transaksi per warkat dari Rp 1,86 miliar menjadi sebesar Rp 2 miliar per warkat. Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi Riau yaitu sebesar Rp 100,02 triliun, 96,06% dari keseluruhan transaksi RTGS di Provinsi Riau. Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru mengindikasikan bahwa pusat kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari Kota Pekanbaru. Selain menjadi pusat kegiatan bisnis, geliat perekonomian di Kota Pekanbaru masih cukup menarik, terutama bagi sektor perdagangan dan jasa. Selain di Kota Pekanbaru, jumlah transaksi RTGS di Kota Dumai juga relatif tinggi. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan berskala besar di kota tersebut yang dalam transaksinya sudah menggunakan transaksi non tunai. Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hilir merupakan dua daerah dengan aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau. Daerah Kuantan Singingi mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp 0,17 miliar dengan volume hanya sebesar 2 warkat. Sementara Kabupaten Rokan Hilir hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp 2,33 miliar sepanjang triwulan III 2014 dengan jumlah warkat hanya sebanyak 8 lembar. Keterbatasan akses perbankan di daerah tersebut merupakan penyebab utama tidak berkembangnya penggunaan media transaksi RTGS bagi masyarakat dan pelaku usaha di kedua daerah tersebut. Tabel Perkembangan Nilai BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2014 Kabupaten/Kota (dalam Rp miliar) TW III-2014 FROM TO FROM -TO Kumulatif Nilai TW IV-2014 FROM TO FROM -TO Kumulatif Nilai BENGKALIS , ,269 DUMAI 1,377 1, ,115 1,328 1, ,934 INDRAGIRI HULU INDRAGIRI HILIR KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU 52,388 66,192 31,488 87,092 72,366 64,840 37, ,020 PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU 54,715 67,896 32,150 90,461 75,566 66,578 38, ,120 65

94 Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan IV 2014 Kabupaten/Kota TW III-2014 FROM TO FROM- TO Kumulatif Volume TW IV-2014 FROM TO FROM- TO Kumulatif Volume BENGKALIS ,195 1, ,493 DUMAI 3,033 2, ,452 3,193 2,499 1,007 4,685 INDRAGIRI HULU INDRAGIRI HILIR KAMPAR KUANTAN SINGINGI PEKANBARU 22,236 27,054 8,145 41,145 24,644 28,616 9,111 44,149 PELALAWAN ROKAN HILIR ROKAN HULU SIAK RIAU 27,509 30,187 9,187 48,509 30,406 32,090 10,418 52,078 66

95 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga akhir tahun 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau pada triwulan IV 2014 mencapai 106,39% atau sebesar Rp7,87 triliun. Sementara, realisasi anggaran belanjanya tercatat lebih rendah yaitu sebesar Rp5,54 triliun atau sekitar 62,59% dari total anggaran yang dialokasikan. 67

96 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD 2014 Realisasi pendapatan Provinsi Riau hingga triwulan IV 2014 mencapai Rp7,87 triliun atau sebesar 106,39% dari total anggaran pendapatan yang dialokasikan. Jumlah realisasi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan hingga triwulan IV Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan realisasi belanja pemerintah daerah yang hingga triwulan IV 2014 yang hanya mencapai 62,59% dari total anggaran belanja yang dialokasikan, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 84,17%. Realisiasi belanja hingga triwulan IV 2014 tercatat sebesar Rp5,54 triliun. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2013 dan 2014 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Ket: *) Data sementara Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan jumlah realisasi belanja hingga akhir tahun 2014 menyebabkan anggaran pemerintah Provinsi Riau tercatat mengalami surplus sebesar Rp2,33 triliun. Hal ini berbanding terbalik dengan alokasi APBD 2014 yang semula direncanakan akan mengalami defisit sebesar Rp1,45 triliun Realisasi Pendapatan Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Riau hingga akhir tahun 2014 tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan IV 2014 realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Riau tercatat sebesar Rp7,87 triliun atau sebesar 106,39% dari total yang dianggarkan. Meningkatnya realisasi pendapatan terjadi pada semua komponen pendapatan Dana Perimbangan, yaitu dari 95,29% pada tahun 2013 menjadi 111,58% pada tahun 2014 atau mencapai Rp4,25 triliun. Adanya surplus dalam realisasi tersebut disebabkan karena terdapat penyelesaian dana perimbangan yang belum dibayarkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya dan baru dibayarkan di akhir tahun

97 Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 dan Triwulan IV 2014 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Di sisi lain, realisasi pendapatan asli daerah lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh realisasi pendapatan pajak dan retribusi daerah. Hal ini diperkirakan bersumber dari penurunan pajak yang didapatkan dari perhotelan seiring dengan menurunnya pendapatan hotel akibat larangan kegiatan pertemuan pegawai pemerintahan di hotel. Realisasi pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah hingga akhir tahun 2014 masing-masing tercatat sebesar Rp2,44 triliun dan Rp17 miliar atau masing-masing mencapai 99,72% dan 90,68% dari total yang dianggarkan Realisasi Belanja Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau tahun 2014 mencapai Rp5,54 triliun, atau mencapai 62,59% dari total yang dianggarkan. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang terealisasi sebesar 84,17% dari total yang dianggarkan. Belum optimalnya realisasi anggaran belanja daerah hingga akhir tahun anggaran diperkirakan karena tertundanya realisasi anggaran di awal tahun terkait masalah perubahan nomenklatur pemerintahan setempat, sehingga beberapa rencana kegiatan tidak dapat terlaksana. Berdasarkan komponennya, realisasi belanja terbesar adalah Belanja Operasi mencapai Rp3,3 triliun atau sebesar 59,63%, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu mencapai 82,38% dengan nilai realisasi Rp4,39 triliun. Rendahnya realisasi belanja operasi disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja barang dan jasa dan belanja pegawai. Total belanja barang dan jasa yang terealisasi hingga akhir tahun 2014 mencapai Rp1,31 triliun atau sebesar 43,88% dari total yang dianggarkan. Sementara total belanja pegawai yang terealisasi hingga akhir tahun 2014 mencapai Rp1,11 triliun atau sebesar 82,97% dari total 69

98 Kondisi Keuangan Daerah yang dianggarkan. Realisasi kedua komponen tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Triwulan IV-2013 dantriwulan IV 2014 (Rp miliar) Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Ket: *) Data sementara Selanjutnya belanja modal yang secara umum memberikan multiplier efek terhadap perekonomian realisasinya lebih rendah dibandingkan komponen belanja lainnya. Total realisasi belanja modal hingga akhir tahun 2014 tercatat sebesar Rp621 miliar atau sebesar 42,71% dari total yang dianggarkan. Sementara itu, realisasi anggaran transfer ke masing-masing kab/kota baru telah terealisasi 87,25% dari nilai transfer sebesar Rp1,85triliun. Dengan perkembangan realisasi pendapatan dan realisasi belanja tersebut maka APBD Riau pada tahun 2014 tercatat mengalami surplus sebesar Rp2,34 triliun, berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan deficit sebesar Rp710,90 miliar. 70

99 Kesejahteraan Daerah Bab 5 KESEJAHTERAAN DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan meningkat pada tahun Hal ini terlihat dari penurunan jumlah penduduk miskin dibandingkan dengan tahun 2013 dan Kondisi ini diperkirakan tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan tekanan inflasi yang cenderung menurun pada tahun Meskipun demikian, tingkat keparahan kemiskinan 2 Riau mengalami peningkatan 1 Posisi Agustus Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin 70

100 Kesejahteraan Daerah dibandingkan tahun Hal pengeluaran penduduk miskin di Riau menjadi lebih besar. ini mengindikasikan bahwa ketimpangan 2. KEMISKINAN 2.1 Penduduk Miskin Riau Persentase penduduk miskin di Riau pada tahun 2014 kembali menunjukkan penurunan setelah meningkat pada tahun lalu. Kondisi ini diperkirakan akibat tingkat inflasi pada tahun 2014 yang lebih rendah dibandingkan tahun 2013, yaitu dari 8,79% (yoy) menjadi 8,65% (yoy). Jumlah penduduk miskin di Riau pada tahun 2014 mencapai 498 ribu jiwa atau sekitar 7,99% dari jumlah penduduk. Grafik 5.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sepanjang historisnya, penyebaran penduduk miskin di Provinsi Riau masih dominan di daerah pedesaan dibandingkan perkotaan. Hingga September 2014, jumlah penduduk miskin di pedesaan menyumbang 67,98% dari total penduduk miskin di Provinsi Riau, atau mencapai 339 ribu jiwa dari total 498 ribu jiwa. Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan cenderung mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 360 ribu jiwa. 71

101 Kesejahteraan Daerah Dilihat dari persentasenya, jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 8,93% dari total penduduk pedesaaan. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 9,55% dari total penduduk pedesaan. Sementara itu, jumlah penduduk miskin Riau di daerah perkotaan relatif lebih rendah yakni mencapai 6,53% terhadap total penduduk di perkotaan atau sebesar 160 ribu jiwa. Angka jumlah penduduk miskin di perkotaan juga relatif menurun dibandingkan tahun 2013 lalu yang tercatat sebesar 6,68% atau 163 ribu jiwa. Menurunnya jumlah penduduk miskin Riau baik di Desa maupun di Kota diperkirakan terkait dengan penurunan tingkat inflasi hingga September Selain itu, meningkatnya perekonomian Riau tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 yang bersumber dari peningkatan kinerja sekto pertanian, diperkirakan juga turut memberikan pengaruh terhadap taraf hidup masyarakat Provinsi Riau. Grafik 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 2.2 Garis Kemiskinan Riau Garis Kemiskinan (GK) 3 Riau terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2014, GK Riau mengalami peningkatan sebesar 8,30% menjadi Rp ,- perkapita/bulan. Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, GK di kota lebih tinggi dari GK di desa. GK di Kota tahun 2014 mencapai Rp ,- 3 Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin 72

102 Kesejahteraan Daerah perkapita/bulan meningkat 5,61% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara, GK di desa tercatat sebesar Rp ,- perkapita/bulan, meningkat 8,30% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, perkembangan GK di provinsi Riau pada tahun 2014 secara umum melambat dibandingkan pertumbuhan GK pada tahun sebelumnya. Perlambatan GK tersebut didorong oleh melambatnya pertumbuhan GK makanan pada periode yang sama tahun lalu yaitu menjadi dari 13,15% pada September 2013 lalu menjadi 8,63%. Sementara GK bukan makanan juga mengalami perlambatan dari 11,56% pada September 2013 menjadi 7,42%. Melambatnya GK Riau pada tahun 2014 dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan September 2013 lalu akibat dampak penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun 2013 yang mendorong terbentuknya keseimbangan harga baru baik pada bahan makanan maupun makanan jadi. Grafik 5.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 2.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Meskipun jumlah penduduk miskin pada tahun 2014 mengalami penurunan, namun dapat dilihat bahwa tingkat keparahan kemiskinan berada pada tren yang meningkat. Kondisi ini diperkirakan karena tren penurunan harga komoditas internasional yang masih berlanjut sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan 73

103 Kesejahteraan Daerah masyarakat setempat. Di sisi lain, perkembangan indeks kedalaman kemiskinan cenderung stabil. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau pada tahun 2014 relatif stabil dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu, yaitu dari 1.18 menjadi 1.2. Dilihat dari aspek spasial, peningkatan Indeks P1 terjadi baik di daerah desa, sementara di kota indeks P1 cenderung mengalami penurunan. Indeks P1 di desa meningkat sebesar 15,38% (yoy) menjadi 1.5 pada tahun Sementara, Indeks P1 di kota mengalami penurunan sebesar 26,26% (yoy) menjadi 0,73. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah pedesaan lebih menjauh dari garis kemiskinan dibandingkan dengan penduduk miskin di daerah perkotaan yang pengeluaran penduduk miskinnya semakin mendekati garis kemiskinan. Di sisi lain, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan yaitu dari 0,24 menjadi 0,29. Berdasarkan aspek kewilayahan, diketahui bahwa Indeks P2 di desa mengalami peningkatan dari 0,26 menjadi 0,40 pada tahun Sementara, Indeks P2 di kota justru menunjukkan penurunan yakni dari 0,21 menjadi 0,11. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di desa lebih tinggi dibandingkan di kota, dan ketimpangan di kota menurun sementara ketimpangan di desa meningkat. Grafik 5.4. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik 5.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 74

104 Prospek Perekonomian Daerah Bab 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2015 secara umum diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan ekonomi Riau secara tahunan diperkirakan berada pada kisaran 1,5-2,1% (yoy). Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan masih berasal dari konsumsi domestik, sementara perbaikan kinerja sektor utama diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Riau pada triwulan I

105 E KAJIAN EKONOMI REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2015 Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga, meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan indeks perkiraan pengeluaran dibandingkan 3 bulan yang akan datang cenderung melambat berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia. Konsumsi pemerintah diperkirakan masih akan mengalami kontraksi, terkait dengan realisasi anggaran yang masih minim di awal tahun. Selain itu, perkembangan investasi diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan belum membaik sejalan dengan penurunan harga komoditas global yang didorong oleh penurunan harga minyak dunia dan masih terbatasnya perbaikan perekonomian global. Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Perkiraan Pengeluaran Dibandingkan 3 Bulan yang Mendatang Grafik 6.2. Perkembangan Hrga Minyak WTI Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Bloomberg Sementara itu, kinerja sektor pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan pada triwulan I 2015 terkait dengan curah hujan yang mulai menurun pada bulan Februari-Maret Di sisi lain, perkembangan sektor industri pengolahan diperkirakan akan relatif meningkat sehubungan dengan meningkatnya pasokan 77

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci