KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i

2 Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Pahlawan No.105 Surabaya, Indonesia (Telepon) /8258 (Faksimili) ( ) kke_sby@bi.go.id Publikasi ini dapat diakses secara online pada : Visi, Misi dan Nilai Strategis ii

3 Bank Indonesia Visi Bank Indonesia : terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah Misi Bank Indonesia : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai Nilai Strategis : Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi dan Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Misi Kantor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur : Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur : Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. iii

4 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan III 2015 ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders eksternal maupun internal yang berkaitan dengan perkembangan perekonomian, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, keuangan daerah, indikator kesejahteraan masyarakat, serta perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Jawa Timur ke depan. Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Timur tumbuh 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat pertumbuhan 5,25% (yoy). Sektor utama Jawa Timur yakni sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor industri pengolahan menjadi penggerak perekonomian dari sisi penawaran, sedangkan dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong kinerja konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri serta penurunan impor luar negeri. Laju inflasi Jawa Timur pada triwulan III 2015 mencapai 6,70% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,78% (yoy) maupun inflasi nasional yang mencapai 6,83% (yoy). Sementara itu stabilitas sistem keuangan masih terjaga dengan tingkat pertumbuhan kredit sebesar 10,69% (yoy) yang didukung oleh perbaikan rasio NPL dari 2,31% pada triwulan II 2015 menjadi 2,29%. Dalam penyusunan kajian ini, Bank Indonesia banyak memanfaatkan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak, seperti perbankan dan instansi di lingkungan pemerintah daerah, BUMN maupun swasta, serta pihak-pihak lainnya. Atas seluruh bantuan dan kerjasama tersebut, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Harapan kami, hubungan kemitraan yang terjalin baik selama ini dapat dijaga dan lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dan saran untuk lebih meningkatkan kualitas kajian agar dapat memberikan kemanfaatan yang maksimal. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kita semua dalam menjalankan tugas-tugas kita masing-masing untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi Provinsi Jawa Timur, serta bangsa dan negara. Surabaya, 18 November 2015 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Benny Siswanto Direktur Eksekutif iv

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GRAFIK... viii RINGKASAN EKSEKUTIF... xii TABEL INDIKATOR EKONOMI... xvi PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan III PDRB Sisi Permintaan... 3 a. Konsumsi... 5 b. Investasi c. Ekspor Impor PDRB Sisi Penawaran a. Sektor Industri Pengolahan b. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor c. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan d. Sektor Konstruksi e. Sektor Pertambangan dan Penggalian f. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum g. Sektor Transportasi dan Pergudangan BOKS I Stage of Development dan Peranan Faktor Produksi Pada Ekonomi Jawa Timur BOKS II Competitiveness Industri Pengolahan Jawa Timur dan Pengembangannya BOKS III Optimalisasi Potensi Pariwisata Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Devisa PERKEMBANGAN INFLASI Kondisi Umum Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Menurut Kota Disagregasi Inflasi BOKS IV Pola Perdagangan Antar Wilayah Jawa Timur PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Kondisi Umum Perkembangan Kinerja Bank Umum Aset dan Aktiva Produktif Dana Pihak Ketiga (DPK) Kredit Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Perbankan Syariah Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Penghimpunan Dana Perbankan Syariah Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Spasial Kedaerahan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Berkantor Pusat di Surabaya Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Perkembangan Sistem Pembayaran Transaksi Sistem Pembayaran Tunai Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai BOKS V Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka Panjang BOKS VI Layanan Keuangan Digital v

6 BOKS VII 2 nd Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 : Upaya Dorong Peranan Perekonomian dan Perbankan Syariah PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Gambaran Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur Realisasi Belanja APBD Provinsi Jawa Timur APBD Kabupaten Kota di Jawa Timur Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota Alokasi APBN Di Provinsi Jawa Timur Anggaran Belanja APBN di Jawa Timur Realisasi Belanja APBN Jawa Timur KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Gambaran Umum Ketenagakerjaan Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Kesejahteraan Petani Kesejahteraan Nelayan Profil Kemiskinan Jawa Timur BOKS VIII Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Sisi Permintaan Sisi Penawaran Perkiraan Inflasi Jawa Timur Prospek Ekonomi Jawa Timur Tahun Sisi Permintaan Sisi Penawaran Prospek Inflasi Jawa Timur Tahun DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Kawasan Jawa (Tahun Dasar 2010)... 2 Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Jawa Timur (yoy)... 2 Tabel 1. 3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy)... 3 Tabel 1. 4 Progress Pembangunan Sumber Daya Air di Jawa Timur Tabel 2. 1 Inflasi Triwulan IV Tahun 2015 dan Triwulan I Tahun 2015 di Jawa Timur (mtm)...50 Tabel 2. 2 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq) Tabel 2. 3 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 di Jawa Timur (yoy) Tabel 2. 4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Triwulan II 2015 (yoy) Tabel 2. 5 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq dan yoy) Tabel 2. 6 Inflasi 8 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang dan Jasa Triwulan III 2015 (% yoy) Tabel 2. 7 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food (yoy) Triwulan III Tabel 2. 8 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Core Inflation (yoy) Triwulan III Tabel 2. 9 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Price (yoy) Triwulan III Tabel 3. 1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum dan BPR) di Jawa Timur Tabel 3. 2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur Tabel 3. 3 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Timur Tabel 3. 4 Perkembangan Indikator BPR Jawa Timur Tabel 3. 5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya Tabel 4. 1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2014 dan Tabel 4. 2 Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III Tabel 4. 3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2015, Juta Rupiah Tabel 4. 4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota Jawa Timur Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur Tabel 4. 7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Timur Tabel 4. 9 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja Tabel Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi Tabel 5. 1 Kondisi Ketenaga Kerjaan Jawa Timur (ribu orang) Tabel 5. 2 Penggunaan Tenaga Kerja (SKDU Jawa Timur) Tabel 5. 3 NTP Jawa Timur Berdasarkan Sub Sektor Tabel 5. 4 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Tabel 5. 5 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Jawa Timur Tabel 6. 1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tw IV Tabel 6. 2 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tahun vii

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 1. 1 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw II Grafik 1. 2 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw III Grafik 1. 3 Perekonomian Jatim dan Nasional... 1 Grafik 1. 4 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan Triwulan III dan IV Grafik 1. 5 Pertumbuhan Konsumsi dan Investasi... 4 Grafik 1. 6 Pertumbuhan Total Ekspor dan Impor... 4 Grafik 1. 7 Indeks Omzet Riil SPE... 6 Grafik 1. 9 Indeks Keyakinan, Kondisi Ekonomi dan Ekspektasi Konsumen-SK BI... 6 Grafik Indeks Tendensi Konsumen... 6 Grafik 1.11 Kinerja Penjualan Kendaraan Bermotor... 6 Grafik Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor- Berdasarkan Jenis... 6 Grafik Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 7 Grafik Kinerja DPK... 7 Grafik Kinerja Kredit Konsumsi... 7 Grafik Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah... 7 Grafik Kinerja Kredit Kendaraan Bermotor... 8 Grafik Simpanan Pemda di Perbankan... 9 Grafik Perkembangan Investasi Berdasarkan SKDU Grafik Kinerja Kredit Investasi Grafik Penjualan Semen Jawa Timur Grafik Nilai Proyek PMA Grafik Jumlah Proyek PMA Grafik Nilai Proyek PMDN Grafik Jumlah Proyek PMDN Grafik Impor Barang Modal Grafik Kinerja Ekspor Impor Luar Negeri Grafik Kinerja Net Ekspor Dalam Negeri Grafik Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri (Tanjung Perak) Grafik Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun Grafik Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun Grafik Pertumbuhan Ekspor Tujuan Mitra Dagang Utama Grafik Pertumbuhan Ekspor Komoditas Utama Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Tiongkok Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Jepang Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan AS Grafik Komposisi Impor Jawa Timur Grafik Pertumbuhan Impor Beberapa Komoditas Utama Grafik Pertumbuhan Tiga Sektor Utama Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Grafik 1. 43Perkembangan Kapasitas Usaha Terpakai-Sektoral Grafik Utilisasi Kapasitas Produksi Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral Grafik Indeks Realisasi Usaha Grafik Produksi Manufaktur Jatim Grafik Kinerja Sub Sektor Industri Besar dan Sedang Jatim Grafik Volume Ekspor Komoditas Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Unggulan (yoy) Grafik Perkembangan Harga Jual, Marjin dan Perkiraan Harga Jual- Liaison Grafik Konsumsi Listrik Industri Grafik Volume Kredit Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Usaha-SKDU Grafik Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak Grafik Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Grafik Pertumbuhan Indeks Riil Pedagang Eceran viii

9 Grafik Luas Panen Tanaman Bahan Makanan di Jatim Grafik Luas Panen Cabai di Jatim Grafik Luas Panen Bawang Merah dan Tomat di Jatim Grafik Luas Panen Cabe Merah di Jatim Grafik Volume Ekspor Komoditas Pertanian Grafik Volume Ekspor Komoditas Pertanian Unggulan Grafik Volume Kredit Pertanian Grafik Volume Kredit Sektor Konstruksi Grafik Kredit Pemilikan Rumah Grafik Indeks Harga Properti Residensial Grafik IRPE Material Konstruksi Grafik Volume Penjualan Semen Grafik Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Grafik Volume Ekspor Pertambangan Grafik Volume Ekspor Sektor Pertambangan Grafik Kredit Sektor Pertambangan Grafik TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman Grafik Pertumbuhan Indeks Riil Penjualan Mamin dan Tembakau Grafik Volume Kredit Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Grafik Arus Penumpang di Tanjung Perak Grafik Arus Barang di Tanjung Perak Grafik Penumpang Domestik di Bandara Juanda Grafik Penumpang Internasional di Bandara Juanda Grafik Volume Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan Grafik 2. 1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) Grafik 2. 2 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) Grafik 2. 3 Inflasi Kelompok Pengeluaran (mtm) Grafik 2. 4 Sumbangan Inflasi Kelompok Pengeluaran Grafik 2. 5 Dekomposisi Core Inflation Grafik 2. 6 Inflasi beras dan bumbu-bumbuan (mtm) Grafik 2. 7 Inflasi Telur Ayam Ras dan Daging Ayam Ras (mtm) Grafik Dekomposisi Inflasi Core Tradable Grafik 2. 9 Inflasi (qtq) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Grafik Inflasi (qtq) Kelompok Grafik Inflasi Sub Kelompok Pendidikan Grafik Inflasi Sub Kelompok Padi-padian Grafik Harga Komoditas Beras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Komoditas Beras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur.. 58 Grafik Harga Komoditas Bawang Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Bawang Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Harga Komoditas Cabai Rawit per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Cabai Rawit triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Harga Komoditas Cabai Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Cabai Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Harga Komoditas Daging Sapi per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Daging Sapi triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Harga Komoditas Daging Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Daging Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur. 63 Grafik Harga Komoditas Telur Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perubahan Harga Telur Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Perbandingan Disagregasi Inflasi Jatim & Rata-Ratanya(yoy) Grafik Disagregasi Inflasi Jatim (yoy) Grafik Core Tradable Grafik Core Inflation Grafik 3. 1 Proposi Kredit Bank Umum dan BPR Secara Spasial...73 Grafik 3. 2 NPL Bank Umum dan BPR Spasial Grafik 3. 3 Pertumbuhan Kredit Bank Umum dan BPR Spasial Grafik 3. 4 Pertumbuhan Indikator Utama Bank Umum (yoy) ix

10 Grafik 3. 5 Perkembangan Total Aset Bank Umum Grafik 3. 6 Proporsi Aset Bank Umum Grafik 3. 7 Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 3. 8 Komponen DPK Bank Umum Grafik 3. 9 DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Grafik Pertumbuhan Deposito & SB Deposito Grafik Pertumbuhan Giro & SB Giro Grafik Pertumbuhan Tabungan dan Suku Bunga Tabungan Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Grafik Pertumbuhan Kredit per Kelompok Bank (yoy) Grafik Komposisi Kredit per Kelompok Bank Grafik Pertumbuhan Kredit per Penggunaan (yoy) Grafik Komposisi Kredit per Penggunaan Grafik Pergerakan Suku Bunga Kredit dan BI Rate Grafik Pergerakan LDR per Kelompok Bank (%) Grafik Pergerakan NPL (%) Grafik Proporsi Kredit Sektoral Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Pertanian Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Perdagangan Grafik NPL Kredit Sektoral Grafik Proporsi Kredit Bank Umum Spasial Grafik NPL Bank Umum Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik NPL Kredit UMKM Grafik Persentase Penyaluran Kredit UMKM di Jatim Berdasarkan Lokasi Proyek Grafik Proporsi Kredit UMKM berdasarkan Skala Usaha Grafik Kredit UMKM per Kelompok Bank Grafik Share Kredit UMKM Kab/Kot Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Kab/Kot Grafik NPL Kredit UMKM Kab/Kot Grafik Komposisi Penyaluran Kredit Kab/Kot Grafik Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) Grafik Perkembangan Pembiayaan per Jenis Penggunaan (yoy) Grafik Proporsi Pembiayaan per Jenis Penggunaan Bank Syariah Grafik Pergerakan Bagi hasil Pembiayaan Modal Kerja Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Konsumsi Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah Grafik Proporsi DPK Perbankan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Tabungan Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Deposito Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Giro Bank, Konvensional dan Syariah Grafik NPF dan FDR Perbankan Syariah Grafik Proporsi Pembiayaan Syariah Spasial Grafik NPF Pembiayaan Syariah Spasial Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial Tw II Grafik Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan BPR Grafik Proporsi DPK BPR Grafik Pergerakan LDR dan NPL (%) BPR Grafik Komposisi Jumlah BPR Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik Proporsi Kredit BPR Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Spasial x

11 Grafik Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya Grafik Proporsi DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya (yoy) Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank KP di Surabaya Grafik Komposisi Aset Bank KP Surabaya Grafik Proporsi Kredit Sektoral Korporasi Grafik Proporsi Kredit Korporasi per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur Grafik Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan KPR per Tipe Grafik Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan Grafik Pergerakan Inflow, Outflow, Netflow dan Inflasi Grafik Rasio UTLE terhadap Inflow Grafik Statistik Uang yang Tidak Sesuai Ciri - ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan Grafik Proporsi Uang Tidak Sesuai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan Grafik Proporsi Transaksi Tunai dan Non Tunai di Jawa Timur Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur Grafik Transaksi RTGS Spasial Jawa Timur Grafik Transaksi Kliring di Jawa Timur Grafik Transaksi Kliring Spasial di Jawa Timur Grafik 4. 1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur Grafik 4. 2 Proporsi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Grafik 4. 4 Proporsi Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur Grafik 4. 5 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Jawa Timur Grafik 4. 6 Anggaran Pendapatan Kabupaten Kota Jawa Timur, Grafik 4. 7 Anggaran Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur Grafik 4. 8 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer APBD Kab/Kota Jawa Timur, Grafik 4. 9 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Jenis Belanja Grafik Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Fungsi Grafik %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan Grafik %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi Per Triwulan Grafik 5. 1 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Sektor Utama Grafik 5. 2 Share Tenaga Kerja Sektoral Grafik 5. 3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal dan Informal Grafik 5. 4 Komposisi Tenaga Kerja Formal dan Informal Grafik 5. 5 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Grafik 5. 6 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Grafik 5. 7 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama Grafik 5. 8 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Lainnya Grafik Perbandingan Nilai Tukar Petani Provinsi di Jawa Grafik NTP Jatim, Indeks Harga yg Diterima (IT), & Indeks Harga yg Dibayar (IB) Grafik NTP Subsektor Pertanian Jawa Timur Grafik Perbandingan Nilai Tukar Nelayan Provinsi di Pulau Jawa Grafik NTN, IT dan IB Nelayan Jawa Timur Grafik Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Jawa Grafik Persentase Penduduk Miskin Provinsi di Jawa Grafik 6. 1 Perkembangan Dunia Usaha Grafik 6. 2 Ekspektasi Konsumen Grafik 6. 3 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6. 4 Perkiraan Investasi-SKDU Grafik 6. 5 Perkembangan Harga Komoditas Internasional Grafik 6. 6 Perkembangan Nilai Tukar Grafik 6. 7 Ekspektasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 6. 8 Perkiraan Kondisi Sektor Industri Pengolahan Tw IV SKDU xi

12 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur RINGKASAN EKSEKUTIF Kinerja ekonomi Jatim di triwulan II I 2015 tumbuh sebesar 5,44% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2015 (5,25%, yoy). Inflasi Jatim turun menjadi 6,70% (yoy) dan lebih rendah dari Nasional (6,83%, yoy), didorong oleh kelompok administered price. Asesmen Perkembangan Makro Ekonomi Kinerja perekonomian Jawa Timur berdasarkan tahun dasar 2010 pada triwulan III 2015 mencapai 5,44% (yoy) meningkat dibanding triwulan II 2015 (5,25%, yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan nasional (4,73%) dan Kawasan Jawa (5,39%). Dari sisi permintaan, pendorong utama peningkatan kinerja perekonomian Jawa Timur triwulan III 2015 adalah peningkatan konsumsi Pemerintah dan ekspor luar negeri, serta penurunan impor luar negeri. Konsumsi Pemerintah tumbuh 9,00% (yoy), didorong oleh peningkatan realisasi belanja proyek infrastruktur dan belanja pegawai. Peningkatan ekspor didukung oleh perbaikan ekonomi Eropa (pertumbuhan ekonomi Euro Area meningkat dari 1,5% (yoy) menjadi 1,6% (yoy), serta dibukanya kembali main gate impor perhiasan di negara Swiss). Di sisi lain, pelemahan impor diindikasikan sejalan dengan strategi perusahaan untuk melakukan subtitusi impor ke bahan baku lokal seiring pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD. Dari sisi penawaran, mayoritas sektor mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi dan sektor Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman mengalami peningkatan. Di sisi lain, kinerja sektor Perdagangan relatif stabil, sedangkan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan cenderung melambat. Peningkatan kinerja Industri Pengolahan bersumber dari permintaan asing yang meningkat (terindikasi dari peningkatan ekspor) di tengah konsumsi domestik yang masih lemah. Sementara itu, pembangunan proyek infrastruktur dan residensial mampu menggerakkan sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Akomodasi dan Makanan-Minuman didorong oleh meningkatnya frekuensi pertemuan, liburan sekolah dan Idul Fitri, sehingga menyebabkan okupansi hotel meningkat. Sektor Perdagangan cenderung stabil mengingat ekspor luar negeri meningkat namun di lain pihak terjadi penurunan pada kinerja perdagangan antar daerah. Asesmen Inflasi Inflasi Jawa Timur pada triwulan III 2015 sebesar 6,70% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,78% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 6,83% (yoy). Penyumbang utama inflasi pada triwulan III 2015 masih berasal dari kelompok core inflation (3,52%-yoy) disusul oleh administered price (1,94%-yoy) dan terendah volatile food (1,24%-yoy). Sementara tekanan inflasi terbesar berasal dari administered price (10,63%-yoy), disusul oleh volatile food (6,94%-yoy) dan terendah core inflation (5,56%-yoy). Walaupun inflasi kelompok administered price secara tahunan masih tinggi, namun relatif mereda dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,71% (yoy). Redanya tekanan inflasi kelompok administered price karena adanya koreksi harga pada angkutan udara, tarif jalan tol dan tarif listrik pada periode ini. Sebaliknya inflasi kelompok volatile food meningkat dipicu oleh sub kelompok padi-padian, telur dan bumbu-bumbuan karena adanya gangguan pada aspek produksi serta tingginya permintaan pada saat Lebaran. Inflasi kelompok core inflation relatif stabil dengan tekanan utama pada core non tradable antara lain biaya pendidikan. Secara spasial Jawa, inflasi tahunan (yoy) Jawa Timur menempati urutan ketiga tertinggi setelah Banten (8,14%) dan DKI Jakarta (6,81%), disusul dengan Jawa Barat (6,11%), Jawa Tengah (5,78%) dan terendah DIY (5,23%). xii

13 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Stabilitas sistem keuangan terjaga dalam kondisi aman tercermin dari penurunan NPL, namun demikian pertumbuhan kredit melambat di level 10,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (11,05%, yoy). Asesmen Perbankan Aset perbankan tercatat sebesar Rp530,19 triliun atau tumbuh 11,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (13,38%-yoy). Perlambatan juga terjadi pada Dana Pihak Ketiga (DPK) yaitu dari 13,56% (yoy) menjadi 11,09% (yoy) dengan nominal Rp419,29 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit yang masih meneruskan perlambatan pada triwulan II 2015 yakni dari 11,05% (yoy) menjadi 10,69% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan kredit mendorong penurunan LDR dari 89,51% menjadi 88,39%. Risiko kredit atau Non Performing Loan (NPL) turut menurun dari 2,31% menjadi 2,29%. Kredit berdasarkan lokasi proyek melambat dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy) dengan NPL yang menurun dari 2,65% menjadi 2,43%. Kondisi ini membuka ruang bagi perbankan untuk meningkatkan fungsi intermediasinya kedepan. Penyaluran kredit korporasi pada triwulan III 2015 tumbuh sebesar 10,59% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (16,12% -yoy) dan lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014 (19,32% -yoy). Kondisi ini didorong perlambatan kinerja kredit sektor industri pengolahan dari 22,97% (yoy) menjadi 14,35% (yoy) sejalan dengan berbagai tekanan global dan domestik yang dihadapi pelaku usaha pada periode ini. Meskipun penyaluran kredit melambat, tingkat NPL kredit korporasi sedikit membaik dari 1,36% menjadi 1,25%. Hampir seluruh sektor menunjukkan perbaikan rasio NPL, namun beberapa sektor masih menunjukkan peningkatan risiko kredit diantaranya sektor konstruksi, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perantara keuangan dan sektor pertambangan. Sementara itu, kredit sektor rumah tangga meningkat dari 14,06% (yoy) menjadi 15,75% (yoy) terutama didorong peningkatan kredit pemilikan Ruko/Rukan yang tumbuh dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09% (yoy), kredit pemilikan rumah-kpr dari 9,30% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit kendaraan bermotor-kkb dari 10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy). Sejalan dengan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri, transaksi tunai triwulan II 2015 mengalami net inflow dengan angka inflow sebesar Rp22,16 triliun lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp14,11 triliun. Di sisi lain, angka outflow turut meningkat dari Rp17,51 triliun menjadi Rp21,50 triliun pada triwulan III Tedapat peningkatan realisasi belanja APBD Provinsi dan Kab/Kota di triwulan II Realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi sampai semester I sebesar 38,34%, sementara Kab/Kota 27,61%. Realisasi belanja APBN belum menunjukkan perbaikan yang signifikan (23%). Keuangan Daerah Anggaran pendapatan pada APBD Provinsi Jawa Timur di tahun 2015 mencapai Rp22,24 triliun atau meningkat 17,1% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp18,99 triliun. Sementara anggaran belanja daerah tahun 2015 sebesar Rp24,3 triliun, meningkat 18,6% dari tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp20,54 triliun. Secara kumulatif, di triwulan III 2015 pendapatan terealisasi sebesar 75,3% dari anggaran, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (80,2%). Realisasi anggaran belanja dan transfer sebesar 59,3%. Pencapaian ini lebih baik daripada realisasi di tahun sebelumnya yang hanya sebesar 53,2%. Realisasi belanja di triwulan III 2015 sendiri mencapai 22%, di atas pencapaian periode yang sama di tahun 2014 yang sebesar 21%. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan III Total anggaran pendapatan APBD Kabupaten/Kota Jawa Timur mencapai Rp74,58 triliun. Anggaran pendapatan terbesar adalah di Kota Surabaya dengan nilai sebesar Rp6,5 triliun, dan yang terkecil adalah Kota Mojokerto dengan nilai sebesar Rp0,73 triliun. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan III 2015 mencapai 79,2%, didorong tingginya realisasi anggaran PAD yang mencapai 81,9%. Anggaran belanja 38 Kab/Kota di Jawa Timur di tahun 2015 mencapai Rp82,34 triliun. Kota Surabaya memiliki anggaran belanja terbesar, yaitu Rp7,27 triliun, sementara Kota Blitar yang paling rendah (Rp0,79 triliun). Realisasi belanja xiii

14 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Jumlah angkatan kerja Jawa Timur menurun, namun tingkat pengangguran terbuka meningkat. Berdasarkan hasil SKDU penyerapan tenaga kerja sedikit meningkat di triwulan III. NTP dan NTN meningkat cukup tinggi. Angka kemiskinan meningkat, dibarengi dengan peningkatan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. sampai dengan triwulan III 2015 mencapai 50,5%. Pada triwulan ini, terdapat lonjakan realisasi belanja yang cukup signifikan, yakni sebesar 24,2%, hampir sama dengan pencapaian di sepanjang semester I yang hanya 26,4%. Anggaran belanja APBN 2015 yang dialokasikan untuk Jawa Timur meningkat 23% dari tahun 2014, yaitu dari Rp36,14 triliun menjadi Rp44,5 triliun. Anggaran belanja pegawai memiliki pangsa 42%, sementara anggaran belanja modal 22%. Realisasi belanja sampai dengan triwulan III 2015 hanya 47%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 54%. Rendahnya realisasi belanja modal dan belanja barang yang hanya terealisasi 21% dan 37% menyebabkan rendahnya realisasi belanja APBN sampai dengan triwulan III Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan data di bulan Agustus 2015, Jawa Timur mengalami penurunan jumlah angkatan kerja, dari 20,69 juta orang menjadi 20,27 juta orang, di mana 95,53% dari angkatan kerja tersebut bekerja (19,4 juta orang). Terjadi peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka dibandingkan triwulan IV 2014 dari 4,31% menjadi 4,47%. Berdasarkan hasil SKDU, terjadi sedikit peningkatan penyerapan tenaga kerja di triwulan III 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai tukar petani (NTP) pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, sebesar 3,27% dibandingkan triwulan II Faktor pendorong peningkatan NTP pada triwulan ini adalah peningkatan NTP di subsektor tanaman pangan dan peternakan. Sementara itu, nilai tukar nelayan (NTN) relatif stabil, dengan peningkatan hanya sebesar 0,02%. Tingkat kemiskinan meningkat dari 12,28% (September 2014) menjadi12,34% (Maret 2015) atau sebesar 4,78 juta jiwa. Peningkatan tingkat kemiskinan terjadi di wilayah pedesaan akibat peningkatan Garis Kemiskinan yang cukup tinggi di Maret Di saat bersamaan, Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat pada periode Maret Sejalan dengan peningkatan tingkat kemiskinan, peningkatan kedua indeks ini lebih besar di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. Ekonomi Jatim pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,5% s.d 5,9% (yoy), sementara inflasi diperkirakan berada di kisaran 3,1% s.d 3,5% (yoy). Prospek Ekonomi dan Inflasi triwulan IV 2015 Perbaikan ekonomi Jawa Timur diperkirakan masih berlanjut pada triwulan IV 2015, yaitu mampu tumbuh di kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Jawa Timur diperkirakan didorong oleh peningkatan konsumsi swasta, investasi, serta net ekspor dalam negeri. Sementara dari sisi penawaran, optimisme kinerja usaha diperkirakan terjadi pada sektor Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman serta sektor Konstruksi. Adanya momen perayaan Natal dan tahun baru serta semakin meningkatnya ekspansi belanja Pemerintah menjadi pendorong utama. Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, maka inflasi kota Jawa Timur pada triwulan IV-2015 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di kisaran 3,1% 3,5%. Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari sisi volatile foods akibat meningkatnya permintaan makanan jadi menjelang Natal dan Tahun Baru, serta pasokan pangan yang berkurang akibat memasuki musim tanam. Dari sisi inflasi inti pun mengalami peningkatan sebagai dampak lanjutan peningkatan inflasi makanan jadi. Sementara itu, inflasi kelompok administered prices cenderung mereda seiring dengan minimnya kenaikan harga administered. xiv

15 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2015 diproyeksi tumbuh pada rentang 5,2% s.d 5,6% (yoy). Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2015 Secara kumulatif, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2015 mencapai 5,2%-5,6% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2014 yang mencapai angka 5,9%. Meskipun demikian, pertumbuhan ini diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional. Dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen mengalami perlambatan. Konsumsi masyarakat masih tertahan oleh daya beli yang rendah akibat melemahnya kinerja sektor usaha serta tingginya Pemutusan Hubungan Kerja. Sementara itu, beberapa kebijakan, seperti perubahan nomenklatur, aturan rapat di hotel serta kendala terkait teknis pengadaan barang dan jasa turut berpengaruh pada realisasi penyerapan anggaran dan konsumsi Pemerintah Daerah. Investasi cenderung melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan investor yang masih menunda keputusan investasi non bangunan serta perlambatan ekonomi negara investor utama (Singapura). Dari sisi eksternal, ekspor juga mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang serta penurunan harga komoditas internasional. Sementara itu, perlambatan sektor Industri Pengolahan serta depresiasi nilai Rupiah menyebabkan impor luar negeri melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, kinerja seluruh sektor cenderung bervariasi. Sektor yang mengalami perlambatan adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang disebabkan karena adanya fenomena alam, seperti letusan Gunung Raung, dampak El Nino serta serangan hama di beberapa wilayah sentra. Selain itu, sektor Industri Pengolahan juga diperkirakan melambat didorong oleh melambatnya permintaan global dan domestik, tekanan biaya produksi (energi, dan upah), serta berlanjutnya depresiasi nilai Rupiah yang lebih dalam dibandingkan tahun Sementara itu, kinerja sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan stabil merespon peningkatan kondisi ekonomi di Kawasan Timur Indonesia pada triwulan II 2015, namun melambat pada triwulan III Sedangkan, sub sektor Reparasi Mobil dan Motor diperkirakan melambat seiring dengan rendahnya penjualan kendaraan bermotor baru di Jawa Timur pada tahun Inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan berada di kisaran 3,1-3,5% (yoy). Tekanan inflasi Jawa Timur di tahun 2015 diperkirakan mereda yaitu di kisaran 3,1% - 3,5%, lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2014 yang mencapai 7,77%. Pendorong utama rendahnya inflasi adalah hilangnya dampak base year IHK bensin, serta adanya koreksi harga pada berbagai tarif administered. Dari kelompok administered price, inflasi secara tahunan diperkirakan akan mereda dan berada pada batas bawah pola normalnya (2% - 4%). Hal ini karena adanya berbagai koreksi tarif energi seperti tarif listrik, penurunan harga bensin di awal tahun 2015 serta hilangnya dampak base year IHK kenaikan harga BBM di akhir tahun Tekanan inflasi kelompok ini pada tahun 2015 diperkirakan berasal dari berlanjutnya kenaikan harga rokok untuk menyesuaikan kenaikan cukai rokok, serta fluktuasi tarif transportasi merespon permintaan masyarakat (angkutan udara, tarif kereta api). Dari kelompok volatile food, inflasi tahun 2015 diperkirakan stabil dibandingkan tahun 2015 (di kisaran 5% - 7%). Adanya El Nino yang diperkirakan akan mengganggu produksi padi dan meningkatkan harga beras tahun 2015, sampai dengan triwulan III 2015 dampaknya masih relatif terkendali. Selain itu, stok beras BULOG sebagai lembaga buffer juga masih cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. xv

16 TABEL INDIKATOR EKONOMI A. PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Milliar) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Milliar) Konsumsi RT Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah PDRB Penawaran - (%, yoy) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,74 3,62 4,87 3,10 0,85 5,21 3,06 Pertambangan dan Penggalian 1,05 0,77 10,15 2,72 2,83 7,38 3,64 Industri Pengolahan 8,83 6,90 5,75 9,19 5,28 5,30 6,22 Pengadaan Listrik dan Gas 1,47 6,12 1,71 0,68 (1,08) (0,96) (3,47) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2,04 0,15 0,05 (1,19) 4,11 4,32 5,40 Konstruksi 5,45 6,50 4,05 5,84 6,56 0,20 2,98 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,26 5,25 5,52 2,56 6,04 6,56 6,56 Transportasi dan Pergudangan 7,30 5,48 5,33 7,51 6,01 6,53 6,23 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,10 7,90 12,13 9,24 6,81 7,15 7,85 Informasi dan Komunikasi 7,10 5,73 5,48 7,05 6,97 6,82 6,62 Jasa Keuangan dan Asuransi 6,57 6,45 5,80 8,95 7,97 1,81 6,73 Real Estate 8,44 6,27 6,88 6,37 6,57 4,01 4,21 Jasa Perusahaan 10,52 10,67 5,57 7,58 4,84 6,79 5,51 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (3,18) (0,85) 0,42 5,31 4,63 4,54 5,26 Jasa Pendidikan 4,78 7,52 10,33 3,74 8,83 7,11 6,39 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10,06 13,56 6,09 3,80 8,62 4,26 7,34 Jasa lainnya 5,80 5,65 5,61 4,80 6,19 4,47 4,91 PDRB Permintaan - (%, yoy) Konsumsi RT 6,36 5,69 5,91 5,73 4,54 4,91 3,04 Konsumsi LNPRT 26,03 24,69 7,15 (0,98) (7,71) (9,25) 3,16 Konsumsi Pemerintah 5,70 3,98 2,41 1,08 (2,27) 6,04 8,97 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,28 3,87 5,55 3,77 4,42 5,34 5,20 Ekspor Luar Negeri 3,12 3,46 0,45 (3,94) (1,80) (4,25) 1,58 Impor Luar Negeri (1,76) (1,82) (2,49) 0,71 (1,58) (7,23) (10,78) Net Ekspor Antar Daerah (10,14) (24,08) (26,73) 29,80 36,67 28,09 (6,05) Pertumbuhan PDRB (%; yoy) 5,90 5,62 5,90 6,01 5,19 5,25 5,44 xvi

17 B. INFLASI INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) JAWA TIMUR 111,22 111,91 113,29 118,07 118,15 119,52 120,85 - Kota Surabaya 110,97 111,76 113,25 117,81 118,21 119,79 121,14 - Kota Malang 111,85 112,46 113,83 119,16 118,93 120,51 121,79 - Kota Kediri 112,17 112,51 113,79 118,96 118,08 119,01 119,96 - Kab. Jember 110,73 111,35 112,20 117,52 116,79 117,69 119,52 - Kab. Sumenep 110,34 110,55 112,16 117,3 116,72 117,73 118,91 - Kota Probolinggo 112,43 112,94 114,19 118,72 118,00 119,50 120,64 - Kota Madiun 110,65 110,95 112,10 116,83 116,49 117,72 118,97 - Kab. Banyuwangi 112,39 112,59 112,84 117,67 116,68 118,05 119,45 LAJU INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y) JAWA TIMUR 6,59 6,66 4,13 7,77 6,07 6,78 6,70 - Kota Surabaya 6,37 6,57 4,38 7,90 6,52 7,19 6,97 - Kota Malang 7,19 6,91 4,57 8,14 6,33 7,16 6,99 - Kota Kediri 6,99 6,54 0,00 7,49 5,27 5,78 5,42 - Kab. Jember 6,52 6,53 3,22 7,52 5,47 5,69 6,52 - Kab. Sumenep 5,44 6,00 4,15 8,04 5,78 6,49 6,02 - Kota Probolinggo 7,22 7,04 3,60 6,79 4,95 5,81 5,65 - Kota Madiun 6,22 6,42 0,00 7,40 5,28 6,10 6,13 - Kab. Banyuwangi 6,72 7,17 2,45 6,59 3,82 4,85 5,86 C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Inflow (Rp. Triliun) 18,02 12,08 21,11 13,06 18,4 14,1 22,2 Outflow (Rp. Triliun) 8,97 10,69 19,37 14,90 7,6 17,5 21,5 Pemusnahan Uang (Rp- Triliun) 5,17 3,85 3,85 4,65 5,2 3,7 6,1 Nominal Transaksi RTGS (Rp Triliun) 423,88 463,63 450,64 543,97 458,95 523,17 498,09 Volume Transaksi RTGS Nominal Kliring Kredit (Rp. Triliun) 48,47 50,92 50,50 53,18 49,46 46,38 44,15 Volume Kliring Kredit (juta lembar) 1,27 1,33 1,25 1,32 1,25 1,20 1,10 xvii

18 D. PERBANKAN Bank Umum Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Total Asset (Rp. Triliun) 417,36 442,61 465,12 474,97 483,57 501,80 519,16 DPK (Rp. Triliun) 332,44 350,74 371,46 383,29 390,84 398,37 411,58 - Tabungan (Rp. Triliun) 144,69 147,57 153,40 162,75 153,57 154,85 164,68 - Giro (Rp. Triliun) 52,22 60,44 62,15 61,45 68,10 72,89 74,20 - Deposito (Rp. Triliun) 135,53 142,73 155,89 159,08 169,17 170,63 172,70 Kredit (Rp. Triliun) - Bank Pelapor 304,41 318,60 327,06 344,41 341,05 353,89 362,25 - Modal Kerja 179,72 186,91 192,83 208,2 202,43 210,95 215,80 - Investasi 44,90 46,30 47,93 47,23 48,35 49,50 50,51 - Konsumsi 79,79 85,39 86,3 88,98 90,27 93,44 95,95 Non Performing Loan (NPL - Gross) 2,07 2,12 2,08 1,82 2,07 2,22 2,19 Loan to Deposit Ratio - LDR (%) 91,57 90,83 88,05 89,86 87,26 88,84 88,01 Kredit UMKM (Triliun Rp) - Bank Pelapor 84,99 92,29 91,13 92,88 94,19 98,67 100,21 NPL UMKM Gross (%) 3,72 4,16 4,23 3,78 4,20 4,42 4,47 BPR Total Asset (Rp. Triliun) 9,15 9,43 9,73 10,23 10,35 10,75 11,03 DPK (Rp. Triliun) 5,62 5,74 5,91 6,24 6,33 6,47 6,77 - Tabungan (Rp. Triliun) 1,81 1,81 1,81 2 1,98 1,99 2,06 - Deposito (Rp. Triliun) 3,81 3,93 4,09 4,24 4,35 4,33 4,72 Kredit (Rp. Triliun) 7,25 7,71 7,74 7,75 7,98 8,48 8,37 - Modal Kerja 4,85 5,21 5,22 5,15 5,29 5,66 5,56 - Investasi 0,27 0,27 0,27 0,28 0,30 0,32 0,31 - Konsumsi 2,13 2,23 2,25 4,24 2,39 2,50 2,50 Non Performing Loan (NPL-Gross) 4,18 4,40 4,94 4,83 5,75 5,98 6,42 Loan to Deposit Ratio - (LDR) % 129,10 134,40 130,98 124,24 125,97 131,10 123,61 Bank Umum Syariah INDIKATOR Total Asset (Rp. Triliun) 25,97 23,05 23,42 24,98 24,06 24,04 24,25 DPK (Rp. Triliun) 16,27 16,59 17,36 19,04 18,73 16,94 17,85 - Giro (Rp. Triliun) 0,84 1,29 1,18 1,44 1,90 1,32 1,31 - Tabungan (Rp. Triliun) 6,23 6,44 6,85 7,73 7,39 7,25 7,72 - Deposito (Rp. Triliun) 9,19 8,86 9,32 9,86 9,44 8,37 8,82 Pembiayaan (Rp. Triliun) 15,79 18,42 18,73 19,08 18,98 19,85 19,94 - Modal Kerja 7,44 6,73 7,69 8,03 7,73 8,24 8,37 - Investasi 2,98 3,32 3,16 3,36 3,61 3,77 3,90 - Konsumsi 5,36 8,37 7,87 7,68 7,64 7,84 7,66 Non Performance Financing (NPF) % 3,74 3,35 3,67 3,83 4,63 4,47 4,22 Financing to Deposit Ratio (FDR) % 97,05 111,03 107,92 100,23 101,37 117,20 111,68 xviii

19 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1.Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan III 2015 Perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 mencatat perbaikan pertumbuhan dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tersebut tidak hanya terjadi di Jawa Timur, namun juga dialami oleh kawasan Jawa dan nasional. Berdasarkan tahun dasar , perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 tumbuh 5,44% (yoy), meningkat dibanding triwulan II 2015 tumbuh sebesar 5,25% (yoy), serta lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa dan Nasional yang masing-masing tumbuh 5,39% (yoy) dan 4,73% (yoy). Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan laporan berada di posisi tertinggi kedua setelah DKI Jakarta yang mencatat laju 5,96% (yoy). Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 1 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw II 2015 Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 2 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw III 2015 Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 3 Perekonomian Jatim dan Nasional Sementara itu besarnya skala ekonomi Jawa Timur juga terlihat dari pangsanya terhadap perekonomian nasional yang mencapai 14,71%, menempati posisi terbesar kedua setelah DKI Jakarta yang mendominasi 16,99% perekonomian nasional. Pangsa ekonomi Jawa 1 Perhitungan PDRB oleh Badan Pusat Statistik menggunakan tahun dasar 2010 dengan perubahan terutama pada sisi penawaran yang meningkat menjadi 17 sektor. 1

20 Timur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa triwulan II 2015 yang mencatat angka sebesar 14,59%. Peningkatan pangsa ekonomi tersebut terutama disebabkan oleh cukup kuatnya pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Jawa Timur dan peningkatan permintaan ekspor luar negeri di saat terjadi pelemahan di sektor tersebut secara nasional. Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Kawasan Jawa (Tahun Dasar 2010) Wilayah TW II 2015 TW III 2015 Nasional DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DIY Jawa Timur Sumber : BPS Jatim (diolah) Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh peningkatan konsumsi Pemerintah, ekspor luar negeri, dan perlambatan impor. Realisasi belanja infrastruktur publik dan peningkatan pembangunan properti residensial di Jawa Timur juga turut menggerakkan sektor konsumsi Pemerintah dan investasi bangunan. Meningkatnya permintaan asing terhadap produk Jawa Timur di tengah perlambatan konsumsi swasta domestik mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang baik. Perbaikan kinerja mitra dagang Eropa serta penguatan nilai tukar dollar AS telah memberikan pendapatan ekspor yang lebih tinggi bagi industri di Jawa Timur yang memiliki pasar ekspor, meskipun disadari sebagian industri lainnya yang menggunakan bahan baku impor dan orientasi pasar dalam negeri terbebani akibat penguatan nilai tukar dollar AS tersebut. Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Jawa Timur (yoy) Komponen I II III IV Total I II III Konsumsi RT Konsumsi LNPRT (1.3) 13.3 (7.7) (9.3) 3.2 Konsumsi Pemerintah (2.2) (2.3) Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori (35.5) (6.7) (33.9) (5.9) Ekspor Luar Negeri (1.8) (4.2) 1.6 Impor Luar Negeri (1.6) (7.2) (10.8) Net Ekspor Antar Daerah (43.7) (34.4) (20.1) 27.0 (19.9) (6.1) PDRB Sumber : BPS Jatim Keterangan: perlambatan, peningkatan 2

21 Dari sisi penawaran, mayoritas sektor mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi dan sektor Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman mengalami peningkatan. Di sisi lain, kinerja sektor Perdagangan relatif stabil, sedangkan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan cenderung melambat. Peningkatan kinerja Industri Pengolahan bersumber dari permintaan asing yang meningkat (terindikasi dari peningkatan ekspor) di tengah konsumsi domestik yang masih lemah. Sementara itu, pembangunan proyek infrastruktur dan residensial mampu menggerakkan sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Akomodasi dan Makanan-Minuman didorong oleh meningkatnya frekuensi pertemuan, liburan sekolah dan Idul Fitri, sehingga menyebabkan okupansi hotel meningkat. Sektor Perdagangan cenderung stabil mengingat ekspor luar negeri meningkat namun di lain pihak terjadi penurunan pada kinerja perdagangan antar daerah. Tabel 1. 3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy) Sektor I II III IV Total I II III Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas (1.1) (1.0) (3.5) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (1.2) Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (3.2) (0.8) Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Sumber: BPS Jatim Keterangan: perlambatan, peningkatan 1.2. PDRB Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, pendorong utama peningkatan kinerja perekonomian Jawa Timur triwulan III 2015 adalah peningkatan konsumsi Pemerintah dan ekspor luar negeri, serta penurunan impor luar negeri. Konsumsi Pemerintah tumbuh 9,00% (yoy), didorong oleh peningkatan realisasi belanja proyek infrastruktur dan belanja pegawai. Peningkatan ekspor didukung oleh perbaikan ekonomi Eropa (pertumbuhan ekonomi Euro Area meningkat dari 1,5% (yoy) menjadi 1,6% (yoy) serta dibukanya kembali main gate impor perhiasan di negara 3

22 Swiss). Di sisi lain, pelemahan impor diindikasikan sejalan dengan strategi perusahaan untuk melakukan subtitusi impor ke bahan baku lokal seiring penguatan nilai tukar USD. Berdasarkan kontribusinya, Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi penopang utama perekonomian Jawa Timur meskipun secara tren mengalami perlambatan pertumbuhan. Perlambatan tersebut terjadi seiring dengan pesimisme masyarakat pada perekonomian sehingga mendorong peningkatan dana berjaga-jaga jangka pendek. Di sisi lain, investasi Jawa Timur masih tetap kuat di tengah perlambatan tersebut. Hal ini didorong oleh investasi bangunan seiring dengan meningkatnya realisasi belanja proyek infrastruktur serta proyek residensial. Namun demikian, investasi non bangunan sedikit melemah karena pelaku usaha cenderung bersikap menunggu waktu yang tepat untuk melakukan keputusan investasi. Pada triwulan III 2015 perdagangan antar daerah Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 6,05% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 28,09% (yoy). Perlambatan ekonomi Kawasan Timur Indonesia akibat moratorium penanaman kelapa sawit dan berkurangnya ekspor pertambangan berpengaruh signifikan pada perlambatan kinerja net perdagangan antar daerah Jawa Timur. Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 4 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan Triwulan III dan IV 2014 Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 5 Pertumbuhan Konsumsi dan Investasi Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 1. 6 Pertumbuhan Total Ekspor dan Impor 4

23 a. Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi swasta (yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) masih menjadi penggerak utama roda perekonomian Jawa Timur dengan share sebesar 60,43%. Pada triwulan ini, pertumbuhan konsumsi swasta melambat, dari 4,65% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,04% (yoy). Perlambatan ini utamanya didorong oleh konsumsi rumah tangga (share 98,06% terhadap konsumsi swasta) yang hanya tumbuh 4,91% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat laju 3,04% (yoy). Sementara itu, konsumsi LNPRT meningkat dari sebelumnya turun sebesar 9,25% (yoy) menjadi tumbuh 3,16% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tersebut seiring dengan pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi Nasional dan Jawa Timur. Pesimisme tersebut tercermin dari Hasil Survei Konsumen KPw BI Jatim yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen dari 114,75 menjadi 103,88 dan Indeks Kondisi Ekonomi dari 106,40 menjadi 96,74. Berlanjutnya depresiasi Rupiah terhadap USD yang berada di atas level psikologis masyarakat dan mencapai titik tertinggi hingga Rp14.728/USD pada 29 September 2015 diperkirakan menjadi salah satu faktor penyebab penurunan keyakinan masyarakat tersebut. Hal ini pula yang mempengaruhi penurunan ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian, tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang juga turun dari 123,10 menjadi 111,02. Kondisi di lapangan juga menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menahan konsumsi pada triwulan III 2015 ini. Hal ini terlihat dari pertumbuhan penjualan barang tahan lama yang mengalami penurunan, seperti penjualan kendaran bermotor yang masih melambat. Dari sisi dunia usaha, penurunan utilisasi tenaga kerja sebagaimana tercermin dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (dari 4,59 menjadi 0,62) diperkirakan menurunkan pendapatan dan berlanjut pada penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan informasi Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur, hingga bulan Oktober telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap orang. Kondisi tersebut menyebabkan terbatasnya pertumbuhan konsumsi masyarakat walaupun terdapat beberapa momen keagamaan pada triwulan ini. Di sisi lain, pada triwulan laporan terdapat kondisi yang unik pada pola konsumsi rumah tangga di Jawa Timur. Di tengah keterbatasan pendapatan, konsumsi kebutuhan sekunder yang berkaitan dengan lifestyle masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE), konsumsi barang sekunder, seperti gadget dan peralatan elektronik meningkat dari -2,96% (yoy) menjadi 1,70% (yoy). Sementara itu, konsumsi untuk kebutuhan tersier, seperti barang budaya dan rekreasi menurun tajam, yaitu dari 2,55% menjadi -27,65% 5

24 (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan masyarakat pada produk berteknologi tinggi cenderung persisten pada level cukup tinggi. Optimalisasi potensi domestik perlu digali untuk mengurangi ketergantungan Jawa Timur pada impor luar negeri barang konsumsi yang dalam periode ini meningkat dari -9,16% (yoy) menjadi -4,28% (yoy). Grafik 1. 7 Indeks Omzet Riil SPE BI Sumber : PLN (diola h) Grafik 1. 8 Impor Barang Konsumsi Grafik 1. 9 Indeks Keyakinan, Kondisi Ekonomi dan Ekspektasi Konsumen-SK BI Sumber : BPS(diolah) Grafik Indeks Tendensi Konsumen Sumber : Dinas Pendapatan Jatim(diolah) Grafik 1.11 Kinerja Penjualan Kendaraan Bermotor Sumber : Dinas Pendapatan Jatim (diolah) Grafik Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor- Berdasarkan Jenis Perlambatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari turunnya penjualan kendaraan bermotor baru di Jawa Timur, yang mencapai -19,70% (yoy) lebih dalam dibandingkan triwulan II 2015 sebesar -14,66% (yoy). Penurunan penjualan terjadi di semua 6

25 tipe kendaraan, terutama mobil pribadi dari -8,18% (yoy) menjadi -23,20% (yoy) dan motor roda dua dari -15,18% (yoy) menjadi -19,34% (yoy). Perlambatan penjualan ini mempengaruhi juga konsumsi produk komplementernya seperti suku cadang dan bahan bakar. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan suku cadang sebesar -17,58% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun di level -5,91% (yoy). Demikian pula pertumbuhan konsumsi bahan bakar mengalami perlambatan dari 27,22% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,48% (yoy). Konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh stabil sebesar 2,88% (yoy) turut membatasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara umum. Adanya kebijakan pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan kapasitas 450 VA dan 900 VA yang mulai berlaku 1 Januari 2016, menyebabkan naiknya tarif listrik sebesar 238% untuk golongan 450 VA dan 125% untuk golongan 900 VA. Kondisi ini ke depan diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi masyarakat. Grafik Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik Kinerja DPK Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Kinerja Kredit Konsumsi Grafik Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah 7

26 Grafik Kinerja Kredit Kendaraan Bermotor Tertahannya konsumsi rumah tangga ditandai pula dengan pertumbuhan tabungan pada industri perbankan yang meningkat dari 4,95% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Masyarakat lebih memilih mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung pada instrumen yang likuid untuk mengantisipasi ketidakpastian kondisi ekonomi ke depan. Sejalan dengan hal tersebut, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor juga cenderung melambat. Perlambatan terutama terjadi pada KPR tipe kecil (< tipe 21) yang hanya tumbuh 3,00% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,97% (yoy). Di sisi lain, KPR tipe menengah besar dan ruko atau rukan masih menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat menengah ke atas masih memiliki daya beli yang relatif terjaga dibandingkan dengan masyarakat bawah. Konsumsi Pemerintah Konsumsi Pemerintah meningkat signfikan dari 6,00% menjadi 9,00% (yoy) seiring meningkatnya realisasi belanja Pemerintah menjelang akhir tahun. Hingga triwulan III 2015, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur telah terealisasi 59,32% dari anggaran. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang tercatat 53,19%. Tingginya realisasi belanja Pemerintah Daerah didorong oleh belanja infrastruktur, yang didominasi oleh proyek saluran air menghadapi musim penghujan di akhir tahun dan perbaikan irigasi, jalan, serta pelabuhan. Hal ini tercermin dari realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mencapai 34,06%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 22,08%. 8

27 Grafik Simpanan Pemda di Perbankan Berdasarkan hasil Focus Group Discussion KPw BI Provinsi Jawa Timur, dari 621,51 km panjang jalan tol di Jawa Timur, 19% tol sudah beroperasi (sepanjang 115,6 km), sisanya (505,9 km) masih dalam proses. Kendala pembangunan jalan tol tersebut antara lain pembebasan lahan yang memerlukan waktu relatif lama, resistensi warga sekitar lahan terdampak terkait pelepasan lahan, serta kondisi fisik atau kontur tanah yang tidak memadai. Pemerintah Daerah Jawa Timur juga telah mengalokasikan dana sebesar Rp500 miliar yang bersumber dari APBD 2015 untuk menyelesaikan proyek pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS). Berdasarkan informasi anekdotal, lemahnya Detail Engineering Design dan kendala pembebasan lahan Perhutani menyebabkan proyek JLS mengalami kendala dan direncanakan beroperasi pada 2019, jauh dari target awal yang ditetapkan pada tahun Saat ini, jalan yang menghubungkan wilayah Selatan Jawa Timur dari Kabupaten Banyuwangi hingga Pacitan sepanjang 618 km tersebut baru terealisasi di ruas Pacitan-Malang. Dengan masih tingginya proses pembangunan infrastruktur publik di Jawa Timur, ke depan konsumsi Pemerintah diperkirakan masih akan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Selain didorong oleh realisasi belanja infrastruktur, tingginya realisasi belanja Pemerintah juga didorong oleh belanja pegawai. Salah satunya, tercermin dari realisasi belanja pegawai APBD Provinsi Jatim yang terealisasi relatif tinggi yaitu 66,69%. Hal ini karena adanya pembayaran gaji ketigabelas yang dicairkan pada bulan Juli 2015 menjelang Idul Fitri dan Tahun Ajaran Baru. Ekspansi belanja Pemerintah Daerah juga terindikasi dari perlambatan pertumbuhan simpanan Pemda di perbankan. Pada triwulan III 2015, simpanan Pemda (Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota) hanya tumbuh 22,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 22,88% (yoy). Simpanan Pemerintah Provinsi mengalami penurunan sebesar -31,48% (yoy), seiring dengan tingginya realisasi belanja. Sementara itu, simpanan Pemerintah Kabupaten masih tumbuh sebesar 39,29% dan Pemerintah Kota sebesar 36,23%. 9

28 b. Investasi Kinerja investasi Jawa Timur di triwulan III 2015 masih tinggi, namun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 5,34% (yoy) menjadi 5,20% (yoy). Faktor penyebab perlambatan terutama berasal dari investasi swasta non bangunan. Adanya faktor fundamental, seperti tren pelemahan ekonomi Nasional dan Jawa Timur, depresiasi Rupiah serta ketidakpastian peningkatan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) di tahun ini menyebabkan dunia usaha menunda keputusan investasi pada triwulan ini. Perlambatan investasi tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Jawa Timur yang menunjukkan bahwa indeks investasi total melambat dari 17,55 (SBT) menjadi 12,93 (SBT). Pelemahan paling dalam dialami oleh sektor perdagangan, yakni dari 3,66 (SBT) menjadi 2,24 (SBT) dan sektor Industri Pengolahan, dari 4,94 (SBT) menjadi 3,65 (SBT). Hasil liaison juga menunjukkan bahwa investasi swasta non bangunan masih terbatas. Jika dibandingkan dengan hasil likert triwulan yang sama tahun sebelumnya, investasi menurun sebesar 0,35 poin. Perlambatan investasi didorong oleh pelemahan permintaan pada Triwulan III Pelaku usaha sebagian besar mengintensifkan penggunaan mesin (otomasi proses produksi) sebagai langkah efisiensi untuk menekan kenaikan biaya produksi. Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Perkembangan Investasi Berdasarkan SKDU Meskipun pertumbuhan investasi melambat, secara nominal investasi Jawa Timur tetap tumbuh tinggi didorong oleh meningkatnya investasi bangunan, baik infrastruktur publik maupun residensial. Peningkatan investasi bangunan infrastruktur publik terkonfirmasi oleh tingginya realisasi belanja Pemerintah pada triwulan III Jenis proyek infrastruktur yang dibangun berupa saluran air, waduk, jalan dan pelabuhan. Hasil Focus Group Discussion KPw BI Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa tingginya tingkat realisasi pembangunan waduk sampai dengan Oktober 2015, terutama Waduk Gerak Sembayat di Gresik, Waduk Bajulmati di Banyuwangi dan Waduk Nipah di Sampang. Selain itu, pembangunan jalan yang menjadi 10

29 prioritas utama Pemerintah Daerah Jawa Timur, seperti Jalan Lintas Selatan (JLS) juga telah terealisasi di ruas Pacitan-Malang. Selain itu, jalan frontage road Ahmad Yani Surabaya sisi Barat dengan panjang meter dan lebar 34 meter ditargetkan selesai pada akhir tahun 2015 dengan dana APBD Provinsi Jatim sebesar Rp76,9 miliar. Tabel 1. 4 Progress Pembangunan Sumber Daya Air di Jawa Timur Nama Waduk Lokasi Nilai Investasi Progress (s.d Okt 2015) Waduk Bendo Ponorogo Rp 651,69 M 8,50% Waduk Gongseng Bojonegoro Rp 362,99 M 6,60% Waduk Tukul Pacitan Rp 578,49 M 4,97% Bendung Gerak Sembayat Gresik Rp 528,10 M 75,65% Waduk Bajulmati Banyuwangi Rp 350 M 90% Waduk Nipah Sampang Rp 250 M 95% Waduk Tugu Trenggalek Rp 650 M 2% Sumber: Dinas Pengairan Jatim Sementara itu proyek fisik jalan tol Solo-Ngawi-Kertosono pada ruas jalan yang menjadi kewajiban investor telah mulai dikerjakan pada pertengahan September 2015, setelah sebelumnya tertunda di bulan Agustus Porsi investor pada ruas Solo-Ngawi tercatat sepanjang 69 kilometer, sementara porsi Pemerintah sepanjang 20,9 kilometer. Adapun porsi investor pada ruas Ngawi-Kertosono adalah sepanjang 49 kilometer sedangkan porsi Pemerintah sepanjang 37,5 kilometer. Seluruh ruas yang dikerjakan oleh swasta (investor) ditargetkan selesai pada 22 bulan ke depan dengan nilai proyek sebesar Rp4,01 triliun. Investasi lain yang sedang dilakukan adalah pengembangan dermaga kapal pesiar (marina) di Pantai Boom Banyuwangi yang diluncurkan pada 12 September Pelabuhan Marina di Pantai Boom tersebut akan terintegrasi dengan Tanjung Benoa di Bali dan Labuhan Bajo (NTT). Total investasi Pelindo III pada proyek ini adalah sebesar Rp200 miliar dengan target penyelesaian (pengoperasian penuh) pada Grafik Kinerja Kredit Investasi Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah) Grafik Penjualan Semen Jawa Timur 11

30 Di sisi investasi residensial, pada triwulan III 2015 terdapat banyak proyek pembangunan residensial bertipe kondominium di Jawa Timur khususnya di Kota Surabaya dan Malang. Kuatnya pertumbuhan investasi bangunan tersebut tercermin dari penjualan semen yang cenderung meningkat, yaitu tumbuh signifikan dari -3,02% (yoy) menjadi 5,01% (yoy). Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Nilai Proyek PMA Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Jumlah Proyek PMA Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Nilai Proyek PMDN Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Jumlah Proyek PMDN Dilihat dari sumber pembiayaannya, perlambatan kinerja investasi triwulan III 2015 juga diikuti oleh perlambatan kredit investasi perbankan. Pada triwulan III 2015, kredit investasi berada di level Rp50,81 triliun dan tumbuh 5,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7% (yoy). Berdasarkan asal negara, investasi yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) mulai membaik, tercermin dari peningkatan jumlah proyek, dari -11% (yoy) menjadi 44% (yoy) dan nilai investasi dari -25% (yoy) menjadi 70% (yoy) atau sebesar USD847,1 juta. Lebih lanjut, investasi asing tersebut sebagian besar digunakan untuk peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap serta peningkatan akses jalan dan transportasi. Hal ini terkonfirmasi dari data Badan Penanaman Modal Jawa Timur yang menunjukkan tingginya realisasi investasi di sektor Listrik, Gas dan Air, yakni mencapai 45%, serta sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi sebesar 23%, dengan 12

31 sumber investasi berasal dari Inggris (42,13%), Iran (32,72%) dan Singapura (9,64%). Investasi asing tersebut sebagian besar, yaitu 43% berlokasi di Kabupaten Probolinggo, diikuti dan Kota Surabaya sebesar 23%. Di sisi lain, kinerja PMDN cenderung melambat, tercermin dari pertumbuhan jumlah proyek yang hanya sebesar 38%, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 158%. Begitu pula dengan nilai investasinya yang berada di level Rp5,97 triliun atau turun sebesar -48% (yoy), lebih dalam dari penurunan sebelumnya yang tercatat sebesar - 46% (yoy). Perlambatan investasi juga direpresentasikan dari impor barang modal Jawa Timur yang tumbuh melambat dari 0,80% (yoy) menjadi -27,01% (yoy). Grafik Impor Barang Modal c. Ekspor Impor Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Kinerja Ekspor Impor Luar Negeri Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Kinerja Net Ekspor Dalam Negeri Neraca perdagangan Jawa Timur masih belum pulih sesuai dengan pola normalnya. Neraca perdagangan dalam negeri masih mencatat surplus atau net ekspor sebesar Rp31,34 triliun, namun turun 6,05% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 28,09% (yoy). Di sisi lain, meskipun terdapat perbaikan pertumbuhan ekspor luar negeri, neraca perdagangan luar negeri Jawa Timur masih mengalami defisit atau net impor senilai Rp18,85 triliun dan tumbuh melambat dari -17,79% (yoy) menjadi -39,90% (yoy). 13

32 c.1. Ekspor Impor Antar Daerah Kinerja ekspor impor antar daerah menunjukkan perlambatan pada triwulan III Berdasarkan hasil riset Perdagangan Antar Wilayah yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Jawa Timur, komoditas Jawa Timur banyak yang diekspor ke Kawasan Timur Indonesia, yaitu ke wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua yang secara keseluruhan mencapai 18%, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 14% dan Kalimantan sebesar 28%. Barang-barang yang diperjualbelikan antar pulau terutama didominasi oleh komoditas pangan. Pada triwulan III 2015, perekonomian mitra dagang di Kawasan Timur Indonesia tersebut mengalami perlambatan, antara lain Kalimantan yang tumbuh melambat dari 1,48% (yoy) menjadi -0,41% (yoy), Sulawesi melambat dari 8,58% (yoy) menjadi 8,16% (yoy), serta Maluku dan Papua yang melambat dari 10,17% (yoy) menjadi 2,28% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan adanya moratorium pemberian izin pelepasan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut pada tahun 2011 sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 yang berimbas pada penurunan luas tanam kelapa sawit di Kawasan Timur Indonesia. Oleh karena itu, jumlah panen atau produksi sawit di KTI pada tahun 2015 cenderung menurun. Selain itu, kinerja pertambangan di India (importir utama hasil tambang dari KTI) menunjukkan peningkatan, sehingga ekspor komoditas tambang KTI ke negara tersebut cenderung menurun. Kedua hal tersebut menyebabkan pelemahan ekonomi KTI, sehingga berpengaruh pada kinerja perdagangan antar daerah Jawa Timur. Perlambatan kinerja perdagangan antar daerah juga tercermin dari volume bongkar muat di Tanjung Perak yang menyusut lebih dalam dari -10,71% (yoy) menjadi -13,01% (yoy). Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri (Tanjung Perak) 14

33 c.2. Ekspor Impor Luar Negeri Ekspor Luar Negeri Neraca perdagangan luar negeri Jawa Timur pada triwulan III 2015 jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya mengalami perlambatan pertumbuhan net ekspor, yaitu dari -17,79% (yoy) menjadi -39,90% (yoy). Namun demikian, pada triwulan III 2015 ini kinerja ekspor luar negeri mulai menunjukkan perbaikan dan tumbuh sebesar 1,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya -4,25% (yoy). Ekspor Jawa Timur ke negara tujuan utama (AS, Jepang dan Tiongkok) masih menunjukkan pelemahan seiring dengan belum adanya indikasi perbaikan ekonomi di ketiga negara tersebut. Namun demikian, Jawa Timur masih memiliki pangsa pasar ke wilayah lain yang masih relatif kuat, yaitu Eropa, terutama Swiss. Grafik Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun 2010 Grafik Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun 2015 Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kinerja ekspor luar negeri Jawa Timur adalah mulai membaiknya perekonomian mitra dagang, terutama Eropa (dari 1,5% (yoy) menjadi 1,6% (yoy)) yang ditunjukkan dengan perbaikan konsumsi ritel dan utilisasi manufaktur di negara-negara kawasan tersebut. Selain itu, peningkatan ekspor ke Eropa juga disebabkan karena dibukanya main gate impor perhiasan ke negara Swiss. Pada saat pertumbuhan ekspor Jawa Timur ke benua lain mengalami pertumbuhan negatif, seperti ke Asia yang tumbuh -20,69% (yoy), Afrika yang kontraksi sebesar -29,45% (yoy), Amerika yang menyusut sebesar -10,54% (yoy), dan Australia sebesar -0,77% (yoy), ekspor ke Eropa justru tumbuh tinggi, yaitu sebesar 29,64% (yoy). Dengan share ekspor Jawa Timur ke Eropa sebesar 20,21% terhadap total ekspor Jawa Timur, maka perbaikan ekonomi di kawasan tersebut mampu berkontribusi positif dalam meningkatkan kinerja ekspor Jawa Timur. Terdapat pergeseran negara tujuan ekspor Jawa Timur dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2011, ekspor Jawa Timur sebagian besar ke negara Jepang (19,94%), Tiongkok 15

34 (12,82%), USA (8,73%) dan Malaysia (7,53%). Namun, pada tahun 2015, negara tujuan ekspor Jawa Timur sebagian besar ke negara Jepang (14,28%), USA (11,37%), Tiongkok (8,86%), dan Swiss (7,03%). Pangsa ekspor ke Swiss meningkat dari semula berada di rangking 77 pada tahun 2010 menjadi ranking keempat pada tahun 2015 seiring dengan tingginya permintaan mutiara dan batu perhiasan dari Jawa Timur. Pada triwulan ini, lima komoditas utama ekspor Jawa Timur menunjukkan kinerja yang bervariasi. Ekspor produk ikan dan moluska serta produk minyak nabati dan hewani masingmasing turun sebesar 17,91% (yoy) dan 32,30% (yoy). Sementara itu, ekspor komoditas kimia organik, kayu dan barang dari kayu serta mutiara dan batu perhiasan meningkat. Peningkatan ekspor mutiara dan batu perhiasan relatif signifikan dari 5,64% (yoy) menjadi 48,86% (yoy), seiring dengan dibukanya kembali main gate impor perhiasan Jawa Timur ke Swiss sebagai bahan komplementer pembuatan jam tangan. Grafik Pertumbuhan Ekspor Tujuan Mitra Dagang Utama Grafik Pertumbuhan Ekspor Komoditas Utama Lebih lanjut, kebijakan pelonggaran pajak impor barang konsumsi sehari-hari (pakaian, garmen berbulu, popok bayi dan produk perawatan kulit) yang ditetapkan oleh Pemerintah Tiongkok sejak Juni 2015 berpengaruh signifikan pada kinerja ekspor barang konsumsi Jawa Timur ke Tiongkok. Hal ini tercermin dari ekspor barang konsumsi yang meningkat dari - 14,18% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 26,59% (yoy). Namun demikian, kontraksi pada ekspor barang antara dan barang modal ke Tiongkok menyebabkan secara keseluruhan ekspor Jawa Timur ke negara tersebut turun 26,05% (yoy) dari sebelumnya turun 7,78% (yoy) pada triwulan II Ekspor Jawa Timur atas barang modal cenderung mengalami peningkatan, baik ke Amerika Serikat maupun ke Jepang. Ekspor barang modal Jawa Timur ke Amerika Serikat didorong oleh komoditas mesin elektronik dan perekam suara (electronic machinery and sound recorder) yang tumbuh dari -35,79% (yoy) menjadi 12,46% (yoy). Sementara itu, ekspor barang modal tujuan Jepang yang mengalami perbaikan adalah komoditas peralatan, 16

35 alat pemotong dan sendok (tools, implements, cutlery and spoon) yang membaik dari triwulan sebelumnya sebesar -35,53% (yoy) menjadi -24,93% (yoy). Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Tiongkok Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Jepang Grafik Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan AS Impor Luar Negeri Pelemahan impor luar negeri salah satunya disebabkan oleh nilai tukar Rupiah terhadap USD yang terdepresiasi cukup dalam, sehingga pelaku usaha mengurangi permintaan terhadap barang impor untuk menekan biaya produksi. Pada akhir triwulan III 2015, Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 20,60% (yoy) atau 18,39% (ytd) dan 10,47% (qtq) ke level Rp per dolar AS. Pada triwulan ini, meskipun kinerja sektor Industri Pengolahan selaku sektor utama pengguna komoditas impor cenderung meningkat, namun nilai impor cenderung melambat. Berdasarkan hasil liaison dan quick survey KPw BI Provinsi Jawa Timur pada bulan Oktober 2015, 30% responden melakukan subtitusi bahan impor luar negeri dengan bahan domestik. Hal ini juga tercermin pada net ekspor perdagangan antar daerah Jawa Timur yang menurun dan mengindikasikan adanya peningkatan volume impor antar daerah. Berdasarkan sifat komoditasnya, impor barang pada triwulan ini masih didominasi oleh impor bahan baku, dengan pangsa 74,63% terhadap total impor Jawa Timur. Impor barang 17

36 modal dan impor bahan baku pada triwulan ini cenderung melambat, yakni masing-masing tumbuh sebesar -27,01% (yoy) dan -23,22% (yoy), sebagai respon pelaku usaha untuk melakukan subtitusi impor dengan bahan baku domestik. Di sisi lain, impor barang konsumsi meskipun masih negatif, namun menunjukkan perbaikan dan tumbuh sebesar -4,28% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -9,16% (yoy). Kinerja impor empat komoditas utama Jawa Timur rata-rata juga menunjukkan perlambatan, yaitu reaktor nuklir, boiler dan peralatan mekanik; plastik; serta sereal. Namun demikian, impor untuk komoditas besi dan baja justru meningkat, yaitu dari -37,76% (yoy) menjadi -12,99% (yoy) seiring dengan semakin banyaknya pembangunan proyek konstruksi infrastruktur maupun residensial di Jawa Timur. Berdasarkan negara asal, impor Jawa Timur dari Aljazair dan Belanda masih menunjukkan peningkatan, terutama untuk komoditas bubur kayu dan limbah kertas (pulp of wood and waste of paper) yang meningkat, dari tumbuh sebesar -10,38% (yoy) menjadi 418,60% (yoy). Begitu pula dengan impor dari Belanda, khususnya untuk barang-barang optik, peralatan medis dan fotografi (optical, photographic and medical instrument) yang meningkat tajam dari -98,27% (yoy) menjadi 454,20% (yoy), seiring dengan tingginya permintaan alat kesehatan di Jawa Timur dan pertumbuhan sektor Jasa Kesehatan yang meningkat dari 4,26% (yoy) menjadi 7,34% (yoy). Grafik Komposisi Impor Jawa Timur Grafik Pertumbuhan Impor Beberapa Komoditas Utama 1.3. PDRB Sisi Penawaran Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Industri Pengolahan dengan pangsa sebesar 28,57%, Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 17,63%, serta sektor Pertanian sebesar 14,81%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur triwulan ini didorong oleh sektor Industri Pengolahan. Sementara itu sektor Perdagangan Besar dan Eceran relatif stabil, 18

37 sedangkan sektor Pertanian mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Kinerja sektor lainnya rata-rata meningkat, terutama sektor Jasa Keuangan dan Asuransi serta Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Di lain sisi, perlambatan paling dalam terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, antara lain akibat adanya pengetatan izin penggalian pasir di Jawa Timur. Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Pertumbuhan Tiga Sektor Utama Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan peningkatan kapasitas usaha terpakai, dari 82,46 menjadi 82,80. Meskipun demikian, perkembangan usaha melambat cukup signifikan dari 19,19 menjadi 2,93. Lebih tingginya kapasitas usaha dibandingkan perkembangan kegiatan usaha mengindikasikan bahwa hasil produksi lebih banyak digunakan untuk memenuhi stok periode selanjutnya. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah inventori dalam PDRB Jawa Timur, dari tumbuh -33,90% (yoy) menjadi -5,90% (yoy). Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Pertumbuhan Sektor Pendukung Sejalan dengan kegiatan usaha yang tidak setinggi pola normalnya, penggunaan tenaga kerja juga melambat. Hal ini tercermin dari penurunan utilisasi tenaga kerja hasil SKDU dari 4,59 di triwulan sebelumnya menjadi 0,62. Strategi otomasi mesin-mesin dalam rangka efisiensi biaya produksi menyebabkan tingginya pemutusan hubungan kerja di Jawa Timur 19

38 yang mencapai orang, sehingga turut memperlambat kinerja konsumsi swasta Jawa Timur. Grafik 1. 43Perkembangan Kapasitas Usaha Terpakai- Sektoral Grafik Utilisasi Kapasitas Produksi Grafik Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral Grafik Indeks Realisasi Usaha a. Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 mencatat peningkatan pertumbuhan dari 5,30% (yoy) menjadi 6,22% (yoy), searah dengan pertumbuhan produksi manufaktur yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Peningkatan tersebut terjadi baik pada industri besar dan menengah yang meningkat dari 4,01% (yoy) menjadi 8,73% (yoy), maupun industri kecil dan mikro yang meningkat dari 3,52% (yoy) menjadi 9,51% (yoy). Peningkatan kinerja industri manufaktur besar dan menengah disebabkan kinerja beberapa subsektor yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi, yaitu makanan tumbuh 12% (yoy), minuman 18,50% (yoy) dan furnitur 8,55% (yoy). Sementara itu, peningkatan produksi industri kecil dan mikro didorong oleh peningkatan subsektor industri mesin sebesar 23,28% (yoy), kulit dan barang dari kulit 19,15% (yoy), serta tekstil 18,52% (yoy). Peningkatan kapasitas produksi subsektor industri tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk komoditas makanan, minuman, barang dari kulit serta pakaian pada hari raya Idul Fitri dan Tahun Ajaran Baru. 20

39 Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Produksi Manufaktur Jatim Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Kinerja Sub Sektor Industri Besar dan Sedang Jatim Di tengah relatif melambatnya permintaan domestik, kinerja Industri Pengolahan tetap meningkat. Hal ini disebabkan karena pelaku usaha juga mulai meningkatkan persediaan untuk mengantisipasi peningkatan permintaan menjelang Natal, Tahun Baru serta momen Pilkada di akhir tahun. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan inventori pada triwulan III 2015 cenderung meningkat yaitu dari -33,90% (yoy) menjadi -5,90% (yoy). Selain itu, hasil industri juga digunakan untuk memenuhi permintaan asing (ekspor), terutama Eropa. Mulai membaiknya perekonomian Eropa, yang terindikasi dari meningkatnya konsumsi ritel dan utilisasi manufaktur, telah mendorong tingginya permintaan produk hasil industri Jawa Timur. Grafik Volume Ekspor Komoditas Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Unggulan (yoy) Pada triwulan III 2015, kinerja ekspor komoditas utama hasil Industri Pengolahan menunjukkan kinerja yang beragam. Perbaikan ekspor yang relatif signifikan terjadi pada komoditas bahan kimia yang meningkat dari -31,86% (yoy) menjadi -15,51% (yoy), dan komoditas makanan olahan yang meningkat dari -47,07% (yoy) menjadi -33,18% (yoy). Ekspor hasil industri kayu olahan juga meningkat dari 2,26% (yoy) menjadi 5,05% (yoy) karena mulai meningkatnya produk kayu olahan Jawa Timur yang bersertifikasi Sistem 21

40 Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) seiring dengan target pemerintah untuk membidik pasar ekspor kayu SVLK di 28 negara kawasan Uni Eropa. Kinerja sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 berpotensi tumbuh lebih tinggi, namun terkendala oleh masih tingginya tekanan biaya. Hasil liaison KPw BI Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa beban biaya bahan baku menjadi pendorong utama kenaikan total biaya produksi Industri Pengolahan. Kondisi ini tercermin dari likert bahan baku yang mencapai 1,37 poin, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,34 poin. Kenaikan biaya bahan baku terutama didorong oleh pelemahan nilai Rupiah terhadap USD, mengingat komponen valas dalam biaya bahan baku mencapai 58%. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di sektor tersebut melakukan berbagai strategi sebagai langkah efisiensi. Hasil Quick Survey Bank Indonesia menunjukkan bahwa 30% pelaku usaha melakukan subtitusi bahan baku impor dengan bahan baku lokal sebagai langkah efisiensi. Marjin Industri Pengolahan masih relatif kecil, berada di kisaran 5%-10%, lebih rendah dibandingkan dengan pola normalnya yang mencapai 15%. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga jual tidak setinggi peningkatan biaya produksi, namun relatif membaik dibandingkan awal tahun Masih relatif tingginya biaya produksi juga direspon pelaku usaha dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meskipun tidak setinggi tahun sebelumnya. Data dari Disnakertransduk Jatim menunjukkan bahwa hingga bulan Oktober 2015, telah terjadi PHK sebesar orang, cenderung menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya (> orang). PHK terutama terjadi di Kabupaten/Kota sentra industri dan area perkotaan, seperti Surabaya, Pasuruan, Gresik, dan Malang. Jika dilihat lebih jauh, sektor usaha yang melakukan PHK adalah industri garmen, tekstil dan furnitur. Oleh karena itu, berdasarkan hasil SKDU, upah tenaga kerja yang dibayarkan cenderung menurun, terutama upah karyawan dibawah mandor. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 juga didorong oleh konsumsi Pemerintah. Realisasi proyek pembangunan infrastruktur mampu mendorong kinerja industri bahan bangunan, seperti industri semen. Tercatat, penjualan semen meningkat signifikan dari -3,02% (yoy) menjadi 5,01% (yoy). Meningkatnya kinerja Industri Pengolahan juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi listrik industri yang meningkat dari -6,78% (yoy) menjadi -2,48% (yoy). Beberapa regulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan III diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor Industri Pengolahan, diantaranya insentif penurunan tarif berdasarkan penyesuaian sebesar 2,6% dan diskon 30% bagi pelanggan listrik golongan Industri Pengolahan yang memakai beban pada pukul hingga Adanya insentif 22

41 tersebut diperkirakan mendorong Industri Pengolahan untuk semakin memaksimalkan penggunaan mesin-mesin produksi. Selain itu, bagi perusahaan listrik yang tidak dapat membayar tagihan listrik karena kesulitan cash flow dan rawan PHK terdapat keringanan yaitu dalam setahun industri tersebut hanya membayar 60% dari kewajiban membayar tagihan listrik, sementara sisanya (40%) dibayarkan pada bulan ke-13. Kebijakan lainnya yaitu mekanisme penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2016 yang mudah dihitung (berasal dari penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi) diperkirakan dapat menumbuhkan optimisme kalangan usaha seiring dengan upah yang lebih terprediksi. Grafik Perkembangan Harga Jual, Marjin dan Perkiraan Harga Jual- Liaison Grafik Konsumsi Listrik Industri Grafik Volume Kredit Industri Pengolahan Dari sisi perbankan, dukungan pembiayaan untuk sektor ini pada triwulan III 2015 cenderung melambat. Kredit yang disalurkan mencapai Rp 107,85 triliun, tumbuh sebesar 14,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (17,53%, yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pembiayaan non-perbankan untuk Industri Pengolahan, diantaranya dari Penanaman Modal Asing (PMA). PMA meningkat terutama pada industri makanan-minuman yang memiliki share 15% terhadap total PMA yang ditanamkan di Jawa Timur. 23

42 b. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pada triwulan III 2015, kinerja sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor stabil dan tumbuh 6,56% (yoy). Stabilnya sektor ini didorong oleh peningkatan ekspor luar negeri Jawa Timur, sedangkan di lain sisi kinerja perdagangan antar daerah justru melambat. Di sisi perdagangan ritel atau eceran, stabilnya sektor ini juga terkonfirmasi dari Indeks Riil Penjualan Eceran (IRPE) yang mencapai 156,92 (SBT), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya (156,88 (SBT)). Komoditas yang mengalami peningkatan penjualan adalah perlengkapan rumah tangga yang tumbuh dari -38,41% menjadi -31,59% (yoy), serta peralatan dan komunikasi yang meningkat dari -2,96% menjadi 1,70% (yoy). Meskipun konsumsi rumah tangga melambat, namun permintaan terhadap produk berteknologi tinggi seperti telepon seluler, televisi serta peralatan elektronik lainnya cenderung meningkat. Selain itu, perlengkapan rumah tangga, seperti perlengkapan konstruksi dan mebel juga mengalami peningkatan sebagai konsekuensi tingginya pembangunan properti residensial dan infrastruktur di Jawa Timur. Di sisi perdagangan besar, stabilnya sektor ini terlihat dari kinerja bongkar muat barang di pelabuhan Tanjung Perak yang tumbuh sebesar -13,01% (yoy). Kinerja perdagangan besar terutama didorong oleh ekspor luar negeri yang tumbuh 1,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya -4,25% (yoy). Hal ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari Eropa, terutama untuk komoditas mutiara dan batu perhiasan seiring dengan dibukanya kembali main gate impor perhiasan di Swiss untuk bahan baku pembuatan jam tangan. Sementara itu, perdagangan antar daerah justru tidak sekuat yang telah diperkirakan. Pada triwulan III 2015, net ekspor antar daerah mengalami kontraksi seiring dengan pelemahan permintaan Kawasan Timur Indonesia sebagai dampak dari moratorium penanaman kelapa sawit dan pelemahan ekspor hasil tambang. Sebagai upaya untuk memberikan insentif bagi akselerasi perdagangan ke KTI, Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan kebijakan subsidi angkutan barang perintis dengan nilai Rp 100 M yang berlaku mulai bulan Juli Dari enam rute yang disubsidi, tiga rute di antaranya melalui Tanjung Perak yakni rute: 1) Surabaya-Tual-Fak Fak-Kaimana-Timika- Surabaya; 2) Surabaya-Tual-Dobo-Agats-Merauke-Saumlaki-Surabaya; dan 3) Surabaya- Reo- Maumere-Lewoleba-Rute-Sabu-Waingapu-Surabaya. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong peningkatan perdagangan antar daerah. 24

43 Rp Triliun Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Perkembangan Usaha-SKDU Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak Grafik Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Grafik Pertumbuhan Indeks Riil Pedagang Eceran Di sisi lain, kinerja reparasi mobil dan motor cenderung meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari informasi salah satu dealer di Jawa Timur yang menunjukkan adanya peningkatan penjualan spare part dan oli hingga 23% (yoy) di tengah perlambatan penjualan kendaraan bermotor. Pada akhir mudik lebaran di awal triwulan III 2015, masyarakat banyak yang melakukan servis untuk mengembalikan kondisi kendaraan bermotornya setelah mengalami jarak tempuh yang panjang. Penyaluran kredit perbankan untuk sektor ini kembali meningkat setelah mengalami pertumbuhan terendah pada triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh dari 8,62% (yoy) menjadi 10,47% (yoy) pada level Rp 96,72 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pelaku usaha perdagangan menggunakan dana yang diperoleh di triwulan III 2015 untuk mengantisipasi tingginya aktivitas perdagangan di triwulan selanjutnya seiring dengan adanya momen Natal, Tahun Baru dan Pilkada c. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pada triwulan III 2015, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh 3,06% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,21% (yoy). 25

44 Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi dari hasil SKDU, dimana sektor ini juga melambat dari 3,47 menjadi -2,10 (SBT). Perlambatan tersebut disebabkan berakhirnya musim panen raya pada triwulan II Di sisi sub sektor tanaman bahan makanan, sesuai dengan siklusnya, penurunan produksi terutama terjadi pada padi. Pada triwulan ini, luas panen padi hanya mencapai hektar (tumbuh -53,92%,yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai hektar (tumbuh -0,73%,yoy). Perlambatan ini disebabkan sentra produksi padi di Ngawi dan Jember masih berada dalam masa tanam di Musim Kemarau 2015 (MK I). Di sisi lain, adanya musim kemarau dan keterbatasan air menyebabkan terjadinya pergeseran jenis komoditas yang ditanam petani, yaitu dari padi ke tanaman palawija, seperti jagung dan kedelai. Hal ini tercermin dari peningkatan luas panen jagung dan kedelai triwulan ini. Luas panen jagung mencapai hektar, tumbuh 15,51% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,81 (yoy). Begitu pula dengan kedelai, yang luas panennya mencapai hektar atau tumbuh 24,86% (triwulan II 2015 tumbuh -40,44%). Padi yang dipanen pada triwulan III 2015 merupakan hasil tanam pada akhir triwulan II 2015 dan awal triwulan III Secara umum, keberhasilan panen pada triwulan III 2015 di Jawa Timur masuk pada kategori sedang dengan rasio luas panen triwulan III 2015 terhadap luas tanam triwulan II 2015 yang berkisar antara 0,95-1,06. Hal ini menunjukkan bahwa hampir 100% padi yang ditanam dapat dipanen di periode selanjutnya. Secara spasial, keberhasilan panen di Kota Batu dan Kabupaten Nganjuk terkategori sangat tinggi (masingmasing mencapai 1,91 dan 1,63). Hal ini disebabkan karena intensifnya sistem pertanaman di kedua wilayah tersebut, sehingga dampak kerusakan akibat organisme pengganggu tanaman cenderung rendah. Di sisi lain, keberhasilan panen di Kabupaten Bojonegoro, Gresik, dan Magetan tergolong sangat rendah (mencapai 0,69; 0,74 dan 0,78). Hal ini seiring dengan terbatasnya sumber daya air di ketiga wilayah tersebut akibat musim kemarau yang melanda. Di sisi sub sektor tanaman hortikultura, perlambatan kinerja sektor pertanian didorong oleh melambatnya produksi cabai rawit dan tomat. Pada triwulan III 2015, sesuai dengan polanya yang masih berada pada masa tanam, pasokan cabai rawit cenderung terbatas. Luas panen cabai rawit turun 3,54% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (40,42%). Keterbatasan pasokan tersebut menyebabkan harga cabai rawit di Jawa Timur pada triwulan ini meningkat hingga 118,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015 (58,77%). Merespon tingginya harga tersebut, masyarakat melakukan berbagai upaya, di antaranya menggunakan cabai kering dan cabai hijau dalam memenuhi kebutuhannya. 26

45 Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah) Grafik Luas Panen Tanaman Bahan Makanan di Jatim Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah) Grafik Luas Panen Cabai di Jatim Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah) Grafik Luas Panen Bawang Merah dan Tomat di Jatim Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah) Grafik Luas Panen Cabe Merah di Jatim Keterangan (%): Gambar 1. 1 Peta Rasio Luas Panen Padi Tw III 2015 per Luas Tanam Tw II 2015 Di sisi lain, perlambatan kinerja sub sektor hortikultura tertahan oleh peningkatan produksi bawang merah. Luas panen bawang merah meningkat signifikan, yaitu tumbuh 0,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (-9,68%). Berdasarkan informasi anekdotal, kondisi ini didorong adanya panen di salah satu sentra produksi (Nganjuk) pada bulan Agustus dengan luas panen mencapai hektar dan produksi mencapai ton atau meningkat 8,0% (yoy). Begitu pula di sentra Kabupaten Probolinggo yang menunjukkan peningkatan panen bawang merah hingga 3%. 27

46 Di sisi sub sektor tanaman perkebunan, produksi tebu mulai meningkat terutama di wilayah sentra (Kabupaten Jember). Hal ini seiring dengan dimulainya musim giling serta peningkatan HPP gula dari Rp8.500/kg menjadi Rp8.900/kg yang mendorong petani untuk meningkatkan produksi tebu. Sementara itu, kinerja tanaman tembakau cenderung turun, tercermin dari turunnya harga tembakau jenis Na Oogst dan mencapai titik terendahnya dalam 20 tahun terakhir, yaitu berkisar antara Rp ribu per kuintal, jauh lebih rendah dibandingkan harga normalnya (Rp7-8 juta per kuintal). Hal ini seiring dengan turunnya kualitas tembakau disebabkan abu Gunung Raung yang menutupi permukaan daun. Di sisi sub sektor peternakan, adanya Hari Raya Idul Adha meningkatkan permintaan hewan ternak besar (sapi dan kambing). Berdasarkan informasi anekdotal, permintaan sapi mengalami peningkatan hampir 317% dari ekor pada kondisi normal menjadi ekor sapi. Tingginya permintaan tersebut menyebabkan harga daging sapi di Jawa Timur di triwulan III 2015 meningkat hingga 4,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang hanya 1,93% (yoy). Di sisi sub sektor perikanan, adanya musim kemarau menyebabkan produksi ikan budidaya cenderung melambat. Namun demikian, di sisi lain, musim kemarau justru meningkatkan volume ikan tangkap (ikan laut). Berdasarkan informasi anekdotal, tangkapan di triwulan ini justru meningkat 5% (yoy), terutama di perairan Kabupaten Malang dan Banyuwangi. Peningkatan kinerja sub sektor perikanan, terutama perikanan tangkap tercermin pada kinerja ekspor komoditas ikan yang tumbuh sebesar 1,79%(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 1,44%. Namun demikian, untuk komoditas unggulan pertanian lainnya di luar perikanan, volume ekspor cenderung melambat. Dari sisi pembiayaan, perlambatan kinerja sektor ini juga tercermin pada penyaluran kredit. Pada triwulan III 2015, kredit sektor pertanian mencapai Rp10,79 triliun, turun 3,06% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya turun -0,98%. Grafik Volume Ekspor Komoditas Pertanian Grafik Volume Ekspor Komoditas Pertanian Unggulan 28

47 Grafik Volume Kredit Pertanian d. Sektor Konstruksi Sektor konstruksi Jawa Timur pada triwulan III 2015 tumbuh 2,98% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,20%. Peningkatan kinerja sektor ini disebabkan meningkatnya realisasi proyek infrastruktur publik maupun properti residensial. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) triwulan III 2015 menunjukkan bahwa pembangunan properti residensial secara total membaik dari triwulan II 2015 yang turun 0,69% (yoy) menjadi hanya turun 0,55% (yoy). Peningkatan pembangunan terutama terjadi pada rumah tipe kecil yang hanya turun 0,33% (yoy), lebih rendah dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,56%. Begitu pula dengan rumah tipe menengah yang pembangunannya meningkat dari -0,66% (yoy) menjadi -0,50% (yoy). Peningkatan pembangunan residensial tipe kecil dan menengah tersebut searah dengan Program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh Pemerintah dan mulai dilakukan ground breaking pada April Sebanyak unit rumah tapak dan unit rusunami ditargetkan pembangunannya untuk memberikan akses kepada masyarakat kalangan menengah bawah di Jawa Timur. Berdasarkan informasi anekdotal, hingga triwulan III 2015, progress pembangunan tersebut berupa pembebasan lahan dan konstruksi awal. Oleh karena itu, program tersebut secara signifikan mampu mendorong kinerja sektor konstruksi pada triwulan ini. Grafik Volume Kredit Sektor Konstruksi Grafik Kredit Pemilikan Rumah 29

48 Grafik Indeks Harga Properti Residensial Grafik IRPE Material Konstruksi Grafik Volume Penjualan Semen Peningkatan kinerja sektor konstruksi juga terkonfirmasi dari penjualan semen yang meningkat signifikan, yaitu dari -3,02% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi tumbuh 5,01% (yoy) di triwulan III Selain itu, data Survei Penjualan Eceran (SPE) pada komoditas perlengkapan konstruksi juga meningkat, dari 2,26% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 7,40% (yoy). Namun demikian, penjualan komoditas pasir justru turun sinifikan, dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,45% (yoy) menjadi -14,66% (yoy) pada triwulan III Penurunan penjualan pasir tersebut seiring dengan keterbatasan produksi galian C (pasir dan batu) sejak munculnya perselisihan dan sengketa penambangan pasir di beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti Lumajang dan Malang. Akselerasi kinerja sektor konstruksi juga didorong oleh realisasi pembangunan proyek infrastruktur pada triwulan III Pembangunan infrastruktur publik terkonfirmasi melalui belanja Pemerintah yang meningkat di akhir tahun terutama untuk pembangunan saluran air, waduk, jalan dan pelabuhan. Dari sisi pembiayaan, sebagian besar sumber dana untuk proyek infrastruktur berasal dari APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota, sehingga penyaluran kredit di sektor perbankan cenderung melambat. Kredit yang disalurkan untuk sektor konstruksi mencapai Rp13,71 triliun, tumbuh sebesar 8,87% (yoy) namun lebih rendah 30

49 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,71% (yoy). Di sisi lain, sesuai dengan peningkatan pembangunan properti residensial, kredit yang disalurkan untuk pemilikan rumah (KPR) mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu tumbuh dari 4,85% (yoy) menjadi 11,32% (yoy). Peningkatan KPR terutama terjadi pada rumah tipe menengah (21-70) yang tumbuh dari 6,37% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 10,90% (yoy). e. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor Pertambangan dan Penggalian melambat, dari tumbuh 7,38% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi hanya tumbuh 3,64% (yoy) di triwulan III Perlambatan tersebut juga tercermin dalam hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Skor SBT perkembangan usaha turun dari 90,17 menjadi 83,33. Perlambatan di sektor ini terjadi seiring dengan mulai menurunnya lifting minyak di Bojonegoro setelah mengalami puncaknya pada triwulan II Selain itu, adanya perselisihan dan sengketa di beberapa lokasi penambangan galian C di Jawa Timur serta pengetatan izin penambangan pasir juga menjadi penyebabnya. Grafik Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Grafik Volume Ekspor Pertambangan Perlambatan sektor ini juga terkonfirmasi dari kinerja ekspor Pertambangan dan Penggalian. Pada triwulan III 2015, ekspor Pertambangan dan Penggalian turun sebesar 39,67% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan riwulan sebelumnya yang tumbuh 42,83% (yoy). Berdasarkan komoditasnya, ekspor komoditas bauksit (yang banyak terdapat di wilayah Gunung Welirang, Kota Batu) mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 331,86% (yoy), walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (970,71%, yoy). Dari sisi pembiayaan, perlambatan sektor ini juga tercermin dari perlambatan kredit yang disalurkan. Pada triwulan III 2015, kredit sektor ini berada pada level Rp1,25 miliar, turun 40,13% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya turun 33,03% (yoy). 31

50 Grafik Volume Ekspor Sektor Pertambangan Grafik Kredit Sektor Pertambangan f. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum pada triwulan III 2015 tumbuh 7,85% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,15% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor ini terutama disebabkan oleh sub sektor penyediaan akomodasi. Hal ini terkonfirmasi dari Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Jawa Timur pada triwulan III 2015 yang meningkat dari 55,76% menjadi 60,05%. TPK tertinggi dialami oleh hotel berbintang empat (71,26%), diikuti oleh hotel berbintang lima (62,06%), dan bintang tiga (56,79%). Peningkatan TPK tersebut seiring dengan meningkatnya agenda bisnis, rekreasi dan kunjungan wisata asing di Jawa Timur. Hal ini tercermin dari meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara yang melalui Bandara Juanda dari - 14,28% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 13,08% (yoy), seiring dengan dimulainya libur musim panas (bulan Juni-September) di negara-negara Eropa dan Amerika bagian utara. Sebaliknya, kinerja sub sektor makanan-minuman dan tembakau cenderung melambat. Hal ini terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Riil Pedagang Eceran (IRPE) untuk komoditas makan-minum dan tembakau yang turun dari 7,20% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 0,05% (yoy) di triwulan ini. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh sub sektor tembakau. Sebagaimana telah dijelaskan pada kinerja sektor pertanian, adanya erupsi Gunung Raung menyebabkan permukaan daun tembakau tertutup abu, sehingga harga tembakau jenis Na Oogst di Kabupaten Jember turun dibawah pola normalnya. Kondisi ini diperburuk dengan tren penurunan permintaan dari industri rokok sehingga semakin mengurangi minat petani tembakau untuk membudidayakan komoditas ini. 32

51 Grafik TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman Grafik Pertumbuhan Indeks Riil Penjualan Mamin dan Tembakau Meskipun tertahan oleh sub sektor makanan-minuman dan tembakau, namun secara kumulatif, kinerja sektor ini meningkat. Hal ini terkonfirmasi melalui peningkatan kredit yang disalurkan. Pada triwulan III 2015 kredit sektor penyediaan akomodasi mencapai Rp5,69 triliun atau tumbuh 27,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 22,32% (yoy). Grafik Volume Kredit Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum g. Sektor Transportasi dan Pergudangan Pertumbuhan sektor Transportasi dan Pergudangan pada triwulan III 2015 sedikit melambat dari 6,53% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 6,23% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh sub sektor pergudangan seiring dengan turunnya kinerja perdagangan antar daerah. Hal ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dari salah satu perusahaan logistik di Jawa Timur yang mengalami penurunan pengiriman barang ke Kawasan Timur Indonesia. Arus barang di Tanjung Perak yang melambat dari -10,71% (yoy) menjadi -13,01% (yoy) juga mengindikasikan bahwa permintaan gudang cenderung turun. Di sisi lain, kinerja sub sektor transportasi meningkat, terutama angkutan penumpang. Pertumbuhan jumlah penumpang di Tanjung Perak meningkat signifikan dari -23,54% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 6,21% (yoy). Begitu pula dengan penumpang baik domestik maupun internasional yang melalui Bandara Juanda. Pertumbuhan penumpang domestik meningkat 33

52 dari -0,27% (yoy) menjadi 2,74% (yoy). Demikian pula dengan penumpang internasional yang meskipun masih menunjukkan pertumbuhan negatif, namun lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya (dari -11,53% (yoy) menjadi -9,40% (yoy)). Hal ini didorong oleh adanya libur Idul Fitri, libur Idul Adha, serta libur musim panas di negara Amerika dan Eropa bagian utara. Namun demikian, peningkatan kinerja sektor ini tidak didukung oleh peningkatan kredit perbankan. Pada triwulan III 2015, kredit untuk sektor ini justru turun 1,33% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,12%, yoy. Grafik Arus Penumpang di Tanjung Perak Grafik Arus Barang di Tanjung Perak Grafik Penumpang Domestik di Bandara Juanda Grafik Penumpang Internasional di Bandara Juanda Grafik Volume Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan 34

53 BOKS I Stage of Development dan Peranan Faktor Produksi Pada Perekonomian Jawa Timur Output Riil Vs Output Potensial Jawa Timur Kinerja perekonomian Jawa Timur relatif tinggi dan secara konsisten tumbuh di atas nasional dalam empat belas tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 6,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang memiliki rata-rata pertumbuhan 5,46% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tinggi tersebut ditopang oleh tiga sektor utama yaitu Pertanian, Industri Pengolahan dan Perdagangan. Namun demikian, komposisi share ketiga sektor tersebut terhadap perekonomian Jawa Timur mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya pergeseran struktural pada ekonomi Jawa Timur. Jika pada tahun 1976, perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor pertanian yang memiliki share sebesar 42%, pada tahun 2014 sektor ini mengalami penurunan signifikan menjadi 14%. Sebaliknya, sektor Industri Pengolahan yang memiliki share sebesar 15% pada tahun 1976, mengalami peningkatan secara gradual dan mencapai 29% pada tahun Pergeseran struktural tersebut menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, yang semula berorientasi pada usaha ekstraktif menuju ke usaha manufaktur dan perdagangan. Tingkat perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dari kinerja perekonomiannya saat ini (output riil) dibandingkan dengan nilai output potensial. Output potensial merupakan output yang optimum yang dapat dianggap permanen dan berkelanjutan (sustainable) dalam jangka menengah tanpa adanya kejutan (shock) dan tekanan inflasi. Jika dilihat lebih lanjut, setelah krisis ekonomi 1997/1998 hingga tahun 2012, perekonomian Jawa Timur berada di bawah output potensialnya, namun demikian sejak tahun 2012 hingga saat ini perekonomian Jawa Timur mulai berada di atas potensialnya. Output riil yang berada di atas output potensial berkonsekuensi pada dua hal, pertama, meningkatkan laju inflasi dan defisit neraca perdagangan. Output riil yang lebih tinggi dibandingkan output potensialnya akan mendorong peningkatan output gap. Output gap Jawa Timur yang meningkat mengindikasikan adanya permintaan yang berlebih (excess demand), sehingga harga-harga cenderung naik signifikan atau laju inflasi yang relatif tinggi. Hal ini terbukti setelah ekonomi Jawa Timur pulih dari krisis 1997/1998 hingga tahun 2012, laju inflasi rata-rata mencapai 5,50% (yoy), namun sejak tahun 2012 hingga saat ini, laju inflasi Jawa Timur mula meningkat dan rata-rata berada di level 6,62% (yoy). 35

54 Konsekuensi atas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang melampaui optimumnya juga menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap barang-barang impor untuk memenuhi permintaan domestik yang tinggi. Hal ini tercermin dari bahan baku yang digunakan oleh sektor usaha di Jawa Timur yang mencapai 30% dari impor luar negeri. Oleh karena itu, output gap yang tinggi juga menyebabkan defisit pada neraca perdagangan. Kondisi perekonomian dengan output gap yang positif ini biasanya disebut over heating. Jika tidak ditetapkan kebijakan yang tepat, kondisi Jawa Timur pun dapat mengarah pada over heating, namun masih dalam tingkat yang rendah. Kedua, adanya penyesuaian siklus bisnis. Dengan adanya over heating, sesuai dengan siklus bisnisnya, perekonomian akan mengalami penyesuaian dari peak menuju ke trough. Oleh karena itu, perlu tetap diwaspadai risiko internal dan eksternal yang menyebabkan perlambatan ekonomi Jawa Timur ke depan. Secara normal, perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh di atas 6% (yoy), namun dengan adanya penyesuaian siklus bisnis tersebut disertai dengan perlambatan ekonomi mitra dagang serta tekanan eksternal lainnya menyebabkan Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,44% (yoy) pada triwulan III Grafik 1. Output Jawa Timur Grafik 2. Tren Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Grafik 3. Share Sektor Utama Jawa Timur Total Factor Productivity Jawa Timur Di sisi lain, perekonomian Jawa Timur juga dikontribusikan oleh faktor produksi, baik modal (capital) maupun Sumber Daya Manusia (labor). Dari sisi permodalan, pada triwulan III 2015, Jawa Timur telah cukup maju seiring dengan tingginya Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Jawa Timur (mencapai 11,45% dari total PMA di Indonesia). Jumlah 36

55 tersebut merupakan terbesar kedua setelah Jawa Barat yang mencapai 20,87%. Demikian pula dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang masuk ke Jawa Timur mencapai 12,48% dari total PMDN Indonesia. Jumlah tersebut berada di posisi ketiga terbesar setelah Jawa Barat dan DKI Jakarta yang masing-masing mencapai 18,01% dan 14,29%. Dari sisi kualitas tenaga kerja, tenaga kerja di Jawa Timur masih didominasi oleh pendidikan rendah (Sekolah Dasar) yang mencapai 49,22% dari total jumlah tenaga kerja di Jawa Timur. Untuk menetapkan strategi dan arah kebijakan perekonomian Jawa Timur ke depan agar sesuai dengan kondisi dan root of cause permasalahan, perlu diketahui apakah faktor modal atau faktor Sumber Daya Manusia yang paling berkontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur. Dalam mengukur kontribusi kedua faktor produksi tersebut digunakan dasar fungsi Cobb Douglass dan analisis regresi sederhana antara faktor modal yang diproksi dari employed human capital dan faktor Sumber Daya Manusia yang diproksi dari capital stock. 2 Dari analisis tersebut diketahui bahwa faktor modal manusia (human employed) berkontribusi paling tinggi pada produktivitas perekonomian Jawa Timur, yaitu sebesar 0,69%. Sementara itu, kapital (capital stock) berkontribusi sebesar 0,31%. Tingginya dominasi modal manusia tersebut salah satunya disebabkan karakteristik industri Jawa Timur yang masih bersifat padat karya, seperti industri rokok dan sepatu yang sangat mengandalkan keterampilan tenaga kerja. Namun demikian, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir mulai terdapat pergeseran dalam industri padat karya. Share human employed menunjukkan penurunan, sementara share capital stock mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa, pemupukan modal mulai memberikan multiplier effect pada perekonomian Jawa Timur untuk menuju tahap perkembangan yang lebih tinggi dengan perkembangan teknologi (Total Factor Productivity) yang mengalami peningkatan. Grafik 4. Share Human Employed dan Capital Stock Grafik 5. Pertumbuhan Total Factor productivity, Human Employed dan Capital Stock 2 Sumber Daya Manusia diproksi dari Human Employed = (Labor force*(1-nairu))*e(years of education*return on education), sementara itu, modal diproksi dari Capital Stock = Investasi t+1 - (depresiasi kapital t-1)* Initial Kapital 37

56 Dengan mengacu kepada hasil di atas, untuk menjaga produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap tinggi, kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebaiknya diarahkan kepada pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia melalui: 1) program perluasan akses pendidikan hingga minimal SMA atau sederajat serta pendidikan kejuruan bagi lulusan yang tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, 2) Mewajibkan investor asing yang memiliki anak perusahaan di Jawa Timur untuk turut memberikan skill and knowledge sharing dengan tenaga kerja asing, 3) Meningkatkan research and development untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dsb. Tabel 1. Hasil Regresi Human Employed dan Capital Stock 38

57 BOKS II Competitiveness Industri Pengolahan Jawa Timur dan Pengembangannya Kedepan Dalam konteks perekonomian, khususnya industri manufaktur, Tyson (1992) menyatakan bahwa competitiveness adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dan jasa yang teruji dalam kompetisi di dunia internasional, dan di saat bersamaan memiliki penduduk yang menikmati taraf hidup yang tinggi dan meningkat secara berkelanjutan. Pengukuran competitiveness sebuah negara dibandingkan dengan negara lainnya kemudian mengerucut pada beberapa pendekatan, di antaranya adalah pendekatan real exchange rate, national competitiveness, engineering dan structural competitiveness (UNIDO, 2013). UNIDO (2013) mengukur competitiveness industri manufaktur suatu negara dengan menggunakan Competitive Industrial Performance Index. Indeks ini terdiri dari 3 dimensi utama yang mengukur kemampuan untuk memproduksi dan mengekspor produk manufaktur, kedalaman dan peningkatan level teknologi, serta dampaknya terhadap industri manufaktur dunia. Gambar 1 Indikator Pembentuk Competitive Industrial Performance Index (UNIDO, 2013) Indikator pada dimensi pertama menggambarkan kemampuan suatu negara dalam menghasilkan dan mengekspor produk-produk manufaktur. Indikator pada dimensi kedua menggambarkan kemampuan suatu negara untuk meningkatkan level penggunaan dan kedalaman teknologi pada industri manufaktur bersamaan dengan peningkatan kualitas ekspor. Negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah pada umumnya memiliki pangsa industri berteknologi rendah yang besar, dan peningkatan pendapatan per kapita terjadi bersamaan dengan peningkatan pangsa industri berteknologi menengah dan tinggi (UNIDO, 2013b). Sementara itu, indikator pada dimensi ketiga menggambarkan kemampuan 39

58 suatu negara untuk meraih pangsa nilai tambah industri manufaktur dunia dan pangsa ekspor terhadap total ekspor dunia. Dalam rangka mengukur competitiveness industri manufaktur Indonesia dan Jawa Timur, indikator yang digunakan adalah ekspor manufaktur per kapita, kualitas ekspor, dan dampak terhadap perdagangan produk manufaktur dunia. Grafik 1. Ekspor Manufaktur Per Kapita (2014) Grafik 2. Pangsa Ekspor Manufaktur Terhadap Total Ekspor (2014) Grafik 3. Pangsa Ekspor Med-High Tech Terhadap Ekspor Manufaktur (2014) Grafik 4. Pangsa Ekspor Manufaktur Terhadap Total Ekspor Manufaktur Dunia (2014) Berdasarkan indikator tersebut, competitiveness Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan peer countries 3. Jumlah penduduk yang besar dan disertai dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia mengakibatkan rendahnya hasil pengukuran indikator ini. Sejalan dengan hal tersebut, nilai tambah industri pengolahan Indonesia juga relatif rendah dibandingkan dengan peer countries. Berdasarkan data Bank Dunia, nilai tambah industri pengolahan Indonesia hanya sebesar 21,6%, lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 24,0% dan Thailand sebesar 32,6%. Ekspor manufaktur Indonesia relatif rendah, dan masih didominasi oleh produk-produk manufaktur yang diproduksi di Pulau Jawa. Hal ini terutama karena ekspor dari Kawasan Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera masih terkonsentrasi pada ekspor komoditas sumber daya alam. Dari sisi kualitas, kandungan ekspor dengan teknologi menengah-tinggi di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan peers. Ekspor teknologi menengah-tinggi Indonesia mayoritas diproduksi di Jawa Barat (elektronik), DKI Jakarta (otomotif), dan 3 Perhitungan Bank Indonesia, berdasarkan data UNCOMTRADE, Bank Dunia, dan Dirjen Bea Cukai. 40

59 Kepulauan Riau (elektronik), sedangkan ekspor provinsi-provinsi lainnya umumnya masih didominasi ekspor industri resource based atau low tech. Pangsa ekspor manufaktur Indonesia terhadap total ekspor dunia juga lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Pada indikator ini, Indonesia bahkan tertinggal dari Thailand dan Malaysia yang tidak tergabung dalam G20. Terkait dengan industri pengolahan di Jawa Timur, data menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki karakteristik ekspor yang masih didominasi oleh komoditas resource based dan low tech. Karakteristik tersebut berbeda dengan Jakarta dan Jawa Barat yang saat ini menjadi penyumbang terbesar ekspor med high tech di Pulau Jawa. Grafik 5. Ekspor Industri Pengolahan Provinsi di Jawa Berdasarkan Klasifikasi Teknologi Berdasarkan klasifikasi SITC 3 digit, komoditas ekspor Jawa Timur dengan nilai terbesar selama adalah kertas (US$4,9 juta), diikuti oleh minyak hewan dan nabati (US$4,5 juta), dan senyawa nitrogen (US$3,3 juta). Ketiga komoditas tersebut terklasifikasi sebagai produk manufaktur resource based. Sementara itu, alkohol, fenol, fenol alkohol dan halogenasinya merupakan penyumbang terbesar komoditas ekspor medium tech Jawa Timur. Untuk industri high tech, obat-obatan hewan (industri kimia dan farmasi) merupakan komoditas dengan nilai ekspor tertinggi, walaupun dengan nilai yang masih sangat rendah dibandingkan dengan komoditas-komoditas unggulan lainnya. Grafik 6. Komoditas Ekspor High Tech Jawa Timur, (US$ Juta) Grafik 7. Komoditas Ekspor Medium Tech Jawa Timur, (US$ Juta) 41

60 Dari sisi keunggulan komparatif, komoditas yang memiliki RCA (Revealed Comparative Advantage) tertinggi di Jawa Timur adalah perhiasan (SITC 897) dan minyak hewan/nabati (SITC 422). Selain memiliki RCA yang tinggi, kedua komoditas tersebut juga mencatat net ekspor yang tinggi, tercermin dari perkembangan kinerja ekspor yang sangat signifikan pada tahun 2014 dibandingkan kondisi di tahun Sementara itu, komoditas kertas (SITC 641) mengalami penurunan keunggulan komparatif walaupun masih mengalami net ekspor. Komoditas lain yang mengalami peningkatan net ekspor dan keunggulan komparatif adalah obat-obatan hewan (SITC 554) dan alkohol, fenol (SITC 512). Grafik 8 RCA dan Net Ekspor Komoditas Ekspor Manufaktur Jawa Timur (SITC Digit) 4 Berdasarkan pemetaan di atas, perlu dicermati bahwa dua komoditas ekspor utama Jawa Timur, yakni perhiasan dan minyak nabati/hewan, merupakan komoditas-komoditas yang terklasifikasi sebagai komoditas industri resource based dan low tech. Sementara itu, tidak ada satupun komoditas industri high tech yang memiliki keunggulan komparatif. Dari kelompok medium tech, terdapat peningkatan kinerja produk-produk kimia dan farmasi. Berdasarkan analisis di atas, produk-produk kimia dan farmasi merupakan komoditaskomoditas unggulan di Jawa Timur yang dapat didorong untuk meningkatkan competitiveness industri pengolahan di Jawa Timur. Industri kimia dan farmasi sendiri memiliki pangsa sebesar 9% terhadap output industri pengolahan di Jawa Timur, menempati peringkat ketiga setelah industri makanan dan minuman (27%) serta industri tembakau (26%). Selain itu, 21% output industri kimia dan farmasi nasional berasal dari Jawa Timur : Fixed vegetables fats and oils solid, crude, refine/ fractioned; 512: Alcohols, phenols-alcohols and their halogenated; 542: Medicaments incl. veterinary med; 554: Soap, cleansing and polishing preparation; 641: Paper and paperboard 764: Telecommunication equipment N.E.S and parts; 773: Equipment for distributing electricity; 778: Electrical machinery and apparatus, N.E.S; 784: Parts and accessories, N.E.S of the vehicles; 897: Jewellery, goldsmith and silver: smith wares and other articles. 42

61 Basis industri yang sudah besar, keunggulan komparatif yang tinggi, serta kandungan teknologi di dalam industri kimia dan farmasi (medium tech) menjadi dasar dan rasionalisasi untuk mengembangkan industri tersebut di Jawa Timur. Berdasarkan rencana pengembangan industri kimia di level nasional yang tercantum pada Rencana Induk Pembangunan Nasional oleh Kementerian Perindustrian, industri kimia (sebagai industri hulu) dan industri farmasi (sebagai industri andalan) merupakan jenis industri yang menjadi bagian dari 10 industri prioritas. Dengan demikian, dalam rangka peningkatan competitiveness industri pengolahan Indonesia maka Jawa Timur perlu mengoptimalkan dukungan pada investasi di sektor industri kimia dan farmasi, dengan tetap mempertahankan keunggulan-keunggulan pada industri lainnya yang sudah ada. 43

62 BOKS III Optimalisasi Potensi Pariwisata Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Devisa Sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa nasional terbesar keempat setelah minyak dan gas, batubara serta kelapa sawit. Pada Tahun 2014, devisa dari minyak dan gas mencapai Rp 32 miliar USD, devisa dari batubara 24 miliar USD, devisa dari kelapa sawit 15 miliar USD sedangkan pariwisata menyumbang devisa 10 miliar USD. Menghadapi kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif dewasa ini, pariwisata menjadi salah satu sektor yang dapat diandalkan sebagai penopang perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 2019 sektor pariwisata ditargetkan dapat menyumbang devisa 20 miliar USD, dua kali lipat dibanding kondisi Tahun Pariwisata turut menjadi salah satu sektor penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selain ketiga sektor utama yang telah ada saat ini yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor pertanian. Share sektor pariwisata Jawa Timur, yang tercermin dari sektor akomodasi dan makan minum, pada tahun 2014 sebesar 5,19%, lebih tinggi dibandingkan share pariwisata nasional yang sebesar 3,25%. Pangsa sektor pariwisata Jawa Timur juga menunjukkan tren peningkatan dalam lima tahun terakhir, meskipun jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Jawa, khususnya DIY dan DKI Jakarta, pangsa tersebut masih relatif rendah. Sumber : BPS Jawa Timur, diolah Grafik 1 Share Komponen PDRB Sektoral Sumber : BPS Jawa Timur, diolah Grafik 2 Share Pariwisata/PDRB Provinsi di Jawa Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Timur selama periode tahun 2012 hingga 2014 cenderung meningkat, terutama pada tahun 2014 yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi, yakni mencapai 8,88%. Pertumbuhan pada tahun 2014 tersebut merupakan kedua tertinggi di Jawa setelah Provinsi Banten yang tumbuh 11,81%. Lonjakan pertumbuhan tersebut mengindikasikan semakin menariknya Jawa Timur sebagai daerah kunjungan wisata. 44

63 Sumber : BKPM, diolah Grafik 3 Pertumbuhan Sektor Pariwisata Provinsi di Jawa Pertumbuhan sektor pariwisata sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Timur. Saat ini wisatawan domestik masih mendominasi kunjungan ke Jawa Timur (98,94%), dengan motivasi utama untuk berlibur, kepentingan religi atau sekedar mengunjungi kerabat. Sementara itu, wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Timur umumnya dalam rangka bisnis, liburan atau mengunjungi keluarga. Wisatawan asing yang datang ke Jawa Timur tersebut mayoritas berasal dari Malaysia, Singapura, China, Taiwan dan Jepang. Sampai dengan Agustus 2015, jumlah kunjungan wisatawan domestik mencapai 31,09 juta jiwa, atau 66% dari target pencapaian tahun 2015 yang ditetapkan sebanyak 47 juta jiwa, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 333,62 ribu jiwa atau 72% dari target pencapaian tahun 2015 sebanyak 465 ribu jiwa. Sumber : Disbudpar Jawa Timur Sumber : Disbudpar Jawa Timur Grafik 4 Perkembangan Jumlah Wisatawan Nusantara Grafik 5 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara Sejalan dengan tingginya kunjungan wisatawan, pengeluaran wisatawan selama melakukan perjalanan ke Jawa Timur turut menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Namun demikian, penerimaan provinsi melalui kunjungan wisatawan tahun 2015 diperkirakan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan kunjungan wisatawan domestik sempat menghadapi tantangan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi pelaksanaan rapat di hotel sehingga menurunkan pendapatan dalam hal MICE (Meeting, Incentive, 45

64 Conference, Exhibiton) setidaknya sampai paruh pertama tahun Selain itu, pesimisme akan kondisi ekonomi kedepan menimbulkan sikap kehati-hatian masyarakat dalam mengatur pengeluaran. Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, dibandingkan kondisi Tahun 2014, porsi pengeluaran masyarakat saat ini lebih difokuskan pada pembayaran angsuran pinjaman serta tabungan. Porsi pembayaran angsuran pinjaman meningkat dari 7,4% menjadi 12,3%, begitu pula dengan porsi tabungan yang meningkat dari 11,6% menjadi 12,8%. Masyarakat juga cenderung mengurangi pengeluaran untuk melakukan perjalanan wisata yang tercermin melalui penurunan pengeluaran untuk pendidikan, rekreasi dan Olah Raga dari 169,2 poin pada Tahun 2014 menjadi 164,4 poin. Sementara itu peningkatan kunjungan wisatawan asing menghadapi tantangan sehubungan dengan perlambatan ekonomi global, disamping masih terbatasnya kegiatan promosi aktif dan bersifat internasional, khususnya ke negara-negara yang berpotensi mengunjungi Indonesia. Sumber : Disbudpar Jawa Timur Grafik 6 Pengeluaran Wisatawan Nusantara Grafik 7 Pengeluaran Wisatawan Mancanegara (Devisa) Berdasarkan daya saingnya, pada tahun 2013 indeks daya saing pariwisata 5 Jawa Timur menempati urutan kelima se-indonesia setelah Bali, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah. Wisata Jawa Timur unggul dalam hal ketersediaan infrastruktur penunjang pariwisata (Inf.I optimalisasi fungsi kelembagaan (TPCI jumlah objek wisata (NCRI SDM dan teknologi pendukung (EEI Sumber : Disbudpar Jawa Timur Infrastructure Index) namun masih memiliki kelemahan dalam hal T&T Policy & Enabling Condition), keterbatasan Natural & Cultural Resources Index), serta rendahnya kualitas Enabling Environment Index). Indeks infrastruktur Jawa Timur yang cukup baik didorong kondisi kualitas jalan yang lebih baik dibandingkan provinsi lain di wilayah Jawa serta tingginya jumlah akomodasi pendukung pariwisata, dalam hal ini ketersediaan kamar hotel. Sementara itu, lemahnya indeks EEI dipengaruhi rata-rata lama menginap tamu hotel yang tidak setinggi provinsi lainnya. Rendahnya indeks NCRI dipengaruhi jumlah kunjungan wisatawan asing Jawa Timur yang cenderung menurun, sedangkan 5 Perhitungan indeks daya saing pariwisata diadopsi dari Competitiveness Monitor, World Travel Tourism Council (2002) 46

65 rendahnya indeks TPCI dipengaruhi komposisi belanja APBD pemerintah yang masih tergolong rendah untuk sektor pariwisata. Grafik 8 Indeks Daya Saing Pariwisata Jawa Grafik 9 Pembentuk Indeks Daya Saing Pariwisata Jawa Grafik 10 Komponen EEI Grafik 11 Komponen TPCI Grafik 12 Komponen Inf. I Grafik 13 Komponen NCRI Keterangan : EEI : HTI (Human Tourism Indicator): Share Pariwisata/PDRB, SDI (Social Development Indicator) : Rerata Lama Menginap Tamu Hotel Bintang/Non Bintang, HRI (Human Resources Indicator): IPM, TAI (Technology Advancement Indicator): Share Informasi & Komunikasi/PDRB TPCI : PTTI (Prioritization of Travel & Tourism Indicator ): % Belanja APBD pd Sektor Pariwisata, OI (Openess Indicator): TPK Hotel Bintang/Non Bintang, PCI (Price Competitiveness Indicator): IHK Inf. I : IDI (Infrastructure Development Indicator): Kualitas Jalan Baik, TSII (Tourist Service Infrastructure): Jumlah Kamar Hotel NCRI : KPPN (Jumlah Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional) VI (Visit Indicator): Jumlah Kunjungan WisMan Berdasarkan pemetaan terhadap kondisi dan potensi pengembangan pariwisata Jawa Timur, terdapat beberapa kendala terkait aspek daya tarik wisata, aspek sarana dan prasarana, aspek anggaran dan kebijakan pemerintah, serta aspek kualitas SDM dan UMKM pendukung. Keempat aspek ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan sektor pariwisata Jawa Timur ke depan. Untuk dapat mengoptimalisasi pengembangan pariwisata Jawa Timur agar mampu meningkatkan penerimaan devisa dan menjadi salah satu sektor 47

66 utama pendukung perekonomian, perlu perhatian dan dukungan berbagai pihak dalam mengatasi tantangan yang ada. Aspek Daya Tarik Wisata Sarana dan Prasarana Kualitas SDM dan UMKM Pendukung Anggaran dan Kebijakan Tabel 1 Kendala dan Alternatif Solusi Pengembangan Pariwisata Jawa Timur Tantangan dan Permasalahan a. Obyek wisata belum sepenuhnya dikelola secara profesional b. Kurangnya sinergi antar kab/kota dalam mengemas atau mempromosikan perjalanan wisata yang menarik a. Fasilitas hotel kurang memadai bagi wisatawan b. Infrastruktur dan gerbang masuk Jawa Timur kurang memadai c. Direct Flight dari mancanegara ke Jawa Timur hanya 10 kota, serta minimnya informasi di gerbang masuk Jawa Timur d. Tingginya biaya paket wisata akibat biaya transportasi a. SDM pariwisata kurang terampil b. UMKM pariwisata kurang memadai karena belum tersertifikasi a. Kerjasasama Pemerintah dan Swasta dalam mengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW) b. Pembentukan paket wisata yang melibatkan kab/kota terkait a. Perbaikan fasilitas melalui peningkatan APBD atau penanaman modal investor b. Percepatan Terminal 3 dan 4 Juanda, serta pelabuhan yacht di Banyuwangi c. Menyediakan sarana informasi (brosur, pusat informasi, operator) di gerbang kedatangan (Bandara, Stasiun, Terminal) d. Menambah dan memperbaiki sarana transportasi umum yang terintegrasi dengan gerbang kedatangan a. Rendahnya anggaran promosi pariwisata a. Peningkatan alokasi anggaran promosi b. Data kunjungan pariwisata belum sepenuhnya terdokumentasi dengan baik c. Strategi pengembangan pariwisata tidak fokus pada daerah/budaya yang menjadi kekuatan wisata Jawa Timur Sumber : FGD Bank Indonesia (Oktober, 2015) Alternatif Solusi Subsidi biaya sertifikasi bagi tenaga kerja dan UMKM pariwisata b. Meningkatkan metode pendataan wisatawan yang berkunjung ke Jawa Timur c. Penyusunan strategi yang lebih fokus dengan mengutamakan aspek STP (segmentation, targetting dan positioning ) 48

67 2 PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum Jawa Timur pada triwulan III 2015 mengalami inflasi sebesar 6,70% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,78% (yoy) maupun dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 6,83% (yoy). Penyumbang utama inflasi pada triwulan laporan masih berasal dari kelompok core inflation sebesar 3,52% (yoy), disusul oleh administered price 1,94% (yoy) dan terendah kelompok volatile food 1,24% (yoy). Sementara itu tekanan inflasi terbesar berasal dari kelompok administered price yang mencapai 10,63% (yoy), disusul oleh volatile food 6,94% (yoy) dan terendah core inflation sebesar 5,56% (yoy). Walaupun inflasi kelompok administered price secara tahunan masih tinggi, namun relatif mereda dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,71% (yoy). Redanya tekanan inflasi kelompok administered price karena adanya koreksi harga pada angkutan udara, tarif jalan tol dan tarif listrik. Sebaliknya inflasi kelompok volatile food yang meningkat dipicu oleh subkelompok padi-padian, telur dan bumbu-bumbuan karena adanya gangguan produksi, serta tingginya permintaan pada saat bulan puasa dan lebaran. Inflasi kelompok core inflation relatif stabil dengan tekanan utama pada core non tradable, antara lain biaya pendidikan. Sumber: BPS diolah Grafik 2. 1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy) Sumber: BPS diolah Grafik 2. 2 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Jawa, laju inflasi Jawa Timur menempati urutan ketiga tertinggi setelah Banten yang mencatat inflasi sebesar 8,14% (yoy) dan DKI Jakarta 6,81% (yoy). 49

68 2.2. Inflasi Bulanan (mtm) Pada triwulan III 2015, rata-rata inflasi bulanan Jawa Timur sebesar 0,37% (mtm) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai 0,41% (mtm). Kondisi ini disebabkan oleh koreksi harga yang cukup tinggi pada kelompok transportasi dan komunikasi, terutama karena penurunan tarif angkutan (angkutan udara, tari kereta api dan angkutan dalam kota) setelah berlalunya momentum mudik dan liburan hari raya Idul Fitri. Tabel 2. 1 Inflasi Triwulan IV Tahun 2015 dan Triwulan I Tahun 2015 di Jawa Timur (mtm) No Kelompok Barang Tw II 2015 Rata- Tw III 2015 Rata- Apr Mei Jun Rata Jul Agus Sep Rata Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber: BPS diolah Sumber: BPS diolah Grafik 2. 3 Inflasi Kelompok Pengeluaran (mtm) Sumber: BPS diolah Grafik 2. 4 Sumbangan Inflasi Kelompok Pengeluaran Perkembangan inflasi bulanan selama Triwulan III-2015 secara ringkas adalah sebagai berikut: 1. Bulan Juli Inflasi Jawa Timur sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah dibandingkan Nasional 0,93% (mtm), dengan pendorong utama adalah kelompok administered price (1,07%) terutama akibat kenaikan tarif angkutan udara, angkutan antar kota, angkutan dalam kota dan tarif kereta api menjelang mudik Lebaran. Sebaliknya inflasi kelompok volatile food mereda (dari 0,96% menjadi 0,91%) melalui koreksi harga bawang merah dan telur Grafik 2. 5 Dekomposisi Core Inflation 50

69 ayam ras. - Koreksi paling dalam terjadi pada kelompok core inflation (dari 0,33% menjadi 0,21%) dan juga merupakan yang terendah dibandingkan rata-rata selama tiga tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,61% (mtm). Dari sisi domestik, meredanya inflasi kelompok core inflation didorong oleh melambatnya inflasi core tradable dari 0,51% (mtm) di Juni 2015 menjadi 0,17% (mtm) pada bulan Juli 2015, terutama melalui koreksi harga emas perhiasan, mobil dan telepon seluler. Momentum Lebaran yang bertepatan dengan tahun ajaran baru diindikasikan mendorong menurunnya konsumsi masyarakat yang biasanya meningkat menjelang Lebaran. 2. Bulan Agustus Jawa Timur mengalami inflasi 0,36% (mtm), turun dibandingkan Juli 2015 dan lebih rendah dari nasional yang tercatat sebesar 0,39% (mtm). Jika pada Juli 2015 tekanan inflasi didorong oleh kelompok administered price, pada periode ini kelompok administered price justru menjadi penyebab redanya tekanan inflasi. Pendorong meredanya inflasi kelompok ini adalah koreksi tarif angkutan udara, angkutan antar kota, angkutan dalam kota, dan tarif kereta api paska berakhirnya masa mudik Lebaran. - Sebaliknya inflasi kelompok volatile food dan core inflation meningkat pada Agustus Kenaikan harga beberapa komoditas pangan pokok seperti beras, telur ayam ras, cabai rawit dan daging ayam ras adalah penyebab utamanya. Kenaikan harga beras diindikasikan didorong oleh faktor pasokan yang disebabkan berakhirnya panen raya padi di triwulan II-2015 dan dikirimnya beras produksi Jawa Timur ke luar daerah. Pembatasan DOC (day old chick), serta pengetatan ketentuan impor jagung untuk bahan pakan ternak diindikasikan mendorong kenaikan harga telur ayam ras dan daging ayam ras. Grafik 2. 6 Inflasi beras dan bumbu-bumbuan (mtm) Grafik 2. 7 Inflasi Telur Ayam Ras dan Daging Ayam Ras (mtm) 51

70 - Pendorong inflasi kelompok core inflation adalah core non tradable dari 0,29% (mtm) di Juli 2015 menjadi 0,86% (mtm), sebagai dampak kenaikan biaya pendidikan khususnya pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. 3. Bulan September Pada bulan September 2015, Jawa Timur mengalami inflasi 0,24% (mtm), mereda dibandingkan Agustus 2015, namun lebih tinggi dari Nasional yang justru mengalami deflasi 0,05% (mtm). Redanya tekanan inflasi Jawa Timur periode ini ditopang oleh kelompok volatile food yang mencatat deflasi 0,57% (mtm), turun dibandingkan Agustus 2015 yang mencapai 1,45% (mtm), sebagai dampak koreksi daging ayam ras, telur ayam ras dan cabai rawit. - Tekanan harga pada kelompok administered price juga masih mereda dengan mencatat deflasi sebesar 0,29% (mtm) melanjutkan penurunan harga bulan sebelumnya. Koreksi tarif angkutan udara dan harga bensin seiring kebijakan pemerintah menurunkan harga bbm jenis tertentu (Pertamax dan Pertalite) pada awal September 2015 menjadi penyebabnya. - Pendorong utama inflasi adalah kelompok core inflation yang meningkat dari 0,21% (mtm) menjadi 0,63% (mtm). Inflasi core tradable meningkat cukup tinggi, yaitu dari 0,27% (mtm) menjadi 0,56% (mtm), khususnya core tradable clothing dan core tradable konstruksi. Penguatan nilai tukar dollar AS terindikasi mulai berdampak pada meningkatnya harga beberapa Sumber: BPS diolah Grafik Dekomposisi Inflasi Core Tradable komoditas dengan kandungan impor tinggi (mobil, mie, komoditas konstruksi). Dari sisi domestik dorongan inflasi berasal dari meningkatnya biaya Akademi / Perguruan Tinggi yang sesuai polanya terjadi pada setiap bulan September Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi triwulanan Jawa Timur periode ini sebesar 1,11% (qtq), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,25% (qtq). Penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok bahan makanan, sedangkan tekanan inflasi tertinggi adalah kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. 52

71 Tingginya inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga terutama didorong oleh subkelompok pendidikan yang melonjak dari 0,00% (qtq) menjadi 7,09% (qtq) akibat kenaikan biaya pendidikan dari sekolah dasar sampai dengan akademi/perguruan tinggi. Sementara inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh subkelompok padi-padian yang meningkat dari -6,25% (qtq) menjadi 6,00% (qtq). Penahan inflasi adalah kelompok transportasi dan komunikasi, khususnya melalui penurunan berbagai tarif angkutan. Tabel 2. 2 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq) Inflasi QTQ Sumbangan Inflasi QTQ No Kelompok Barang Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber: BPS diola h Sumber : BPS diola h Grafik 2. 9 Inflasi (qtq) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Sumber : BPS diola h Grafik Inflasi (qtq) Kelompok Bahan Makanan Dengan mencermati tekanan risiko selama triwulan III 2015, laporan ini akan menganalisis lebih lanjut 2 (dua) subkelompok di atas yang mencatat kenaikan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sub Kelompok Pendidikan Inflasi sub kelompok ini meningkat tajam dari triwulan sebelumnya 0,00% (qtq) menjadi 7,09% (qtq). Berdasarkan komoditasnya, penyumbang tingginya inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan di tingkat akademi/perguruan tinggi sebesar 9,64% (qtq), sekolah dasar sebesar 9,35% (qtq), sekolah menengah pertama 5,59% (qtq) dan sekolah menengah atas sebesar 3,70% (qtq). 53

72 Kenaikan inflasi tersebut merupakan pola tahunan yang terjadi setiap tahun ajaran baru, yaitu pada bulan Agustus dan September. Kenaikan biaya pendidikan pada tahun 2015 merupakan yang tertinggi selama tiga tahun terakhir, khususnya untuk tingkat sekolah dasar dan akademi/perguruan tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat harus Grafik Inflasi Sub Kelompok Pendidikan menetapkan prioritas dalam mengalokasikan pengeluarannya antara kebutuhan Lebaran dan tahun ajaran baru, sehingga dapat menahan tingginya inflasi akibat tekanan permintaan di triwulan III Sub Kelompok Padi-Padian Sub kelompok ini mengalami inflasi 6,00% (qtq) setelah sebelumnya mencatat deflasi sebesar 6,25% (qtq). Sumber utama inflasi berasal dari kenaikan harga beras dari -6,82% (qtq) menjadi 6,64% (qtq). Pada triwulan sebelumnya, harga beras mengalami penurunan signifikan seiring dengan dimulainya panen raya dan Grafik Inflasi Sub Kelompok Padi-padian berlimpahnya pasokan. Memasuki triwulan III 2015, panen raya telah berakhir sehingga mengurangi pasokan beras di pasar. Sementara itu dari sisi permintaan, adanya Ramadhan dan Lebaran mendorong tingginya konsumsi dan permintaan masyarakat sehingga turut mendorong kenaikan harga. Meskipun pada Juni-Juli 2015 terdapat panen padi gadu (musim kering) di beberapa daerah sentra produksi, seperti Ngawi, Banyuwangi dan Jember, namun produksi panen di periode ini tidak setinggi masa panen raya atau hanya sekitar 35% dari total produksi selama 1 tahun, sehingga tidak berdampak terlalu signifikan terhadap peningkatan pasokan beras. Berdasarkan informasi dari Bulog Sub-Divre Jawa Timur, pergerakan harga beras cenderung naik di sekitar bulan Agustus sampai dengan Januari tahun berikutnya. 54

73 2.4. Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Jawa Timur triwulan III 2015 mencapai 6,70% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,13% (yoy), namun masih di bawah inflasi nasional yang mencapai 6,83% (yoy). Su mber: B PS diolah Tabel 2. 3 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 di Jawa Timur (yoy) Inflasi YOY Sumbangan Inflasi YOY No Kelompok Barang Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Seperti tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada periode ini didorong oleh kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau yang meningkat dari 7,20% (yoy) menjadi 8,41% (yoy), sebagai dampak kenaikan harga rokok akibat kenaikan cukai rokok dan PPn rokok dari 8,4% menjadi 10% di tahun Sampai dengan triwulan III 2015, secara kumulatif (ytd) kenaikan tertinggi terjadi pada rokok kretek yang mencapai 6,78% (ytd), diikuti oleh rokok putih sebesar 5,82% (ytd) dan rokok kretek filter sebesar 4,08% (ytd). Walaupun mengalami inflasi tertinggi, namun tekanan inflasi kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau mulai berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya, karena kembali normalnya harga makanan jadi. Sementara itu berdasarkan sumbangannya, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi penyumbang inflasi terbesar melalui kenaikan harga kontrak dan sewa rumah, bahan bangunan, serta peralatan rumah tangga. Kenaikan berbagai tarif energi diantaranya tarif listrik berdampak terhadap tarif kontrak dan sewa rumah. Berdasarkan komoditasnya, mayoritas penyumbang utama inflasi Jawa Timur (yoy) selama 1 (satu) tahun terakhir masih berasal dari kelompok administered price yang tercermin dari tingginya inflasi kelompok ini yang secara tahunan mencapai 10,63%. Inflasi pada kelompok tersebut, selain berdampak langsung pada kenaikan harga komoditasnya (first round effect), juga mempengaruhi kenaikan harga kelompok lain (second round effect) khususnya core inflation. Tampak pada tabel di atas (tabel 2.4), kenaikan harga bensin juga diikuti oleh kenaikan tarif angkutan dalam kota. Sementara itu penahan inflasi mayoritas 55

74 berasal dari kelompok volatile food, seiring dengan kembali normalnya konsumsi masyarakat dan adanya panen untuk beberapa komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Tabel 2. 4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Triwulan II 2015 (yoy) Inflasi Deflasi Komoditas Komoditas Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan Beras Minyak Goreng (5.70) (0.04) Bensin Batu Bata / Batu Tela (6.59) (0.03) Tarip Listrik Daging Ayam Ras (2.44) (0.03) Tarip Kereta Api Kentang (16.45) (0.02) Angkutan Dalam Kota Tomat Sayur (21.04) (0.02) Bahan Bakar Rumah Tangga Bawang Merah (6.83) (0.02) Tukang Bukan Mandor Besi Beton (6.85) (0.01) Akademi / Perguruan Tinggi Cabai Merah (14.48) (0.01) Nasi Dengan Lauk Pir (13.30) (0.01) Bawang Putih Semangka (8.09) (0.01) Sumber: BPS diolah 2.5. Inflasi Menurut Kota Dari 8 (delapan) kabupaten/kota di Jawa Timur yang dihitung inflasinya oleh BPS, seperti periode sebelumnya, secara tahunan (yoy) inflasi tertinggi terjadi di Kota Surabaya yang mencapai 6,97% (yoy) dan terendah di Kediri dengan laju inflasi 5,42% (yoy). Tabel 2. 5 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq dan yoy) Inflasi QTQ Inflasi YOY Wilayah Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Jawa Timur Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Banyuwangi Sumber: BPS diolah Lebih Tinggi dari Inflasi Jawa Tim Secara triwulanan (qtq), hanya tiga kabupaten/kota yang mengalami inflasi lebih tinggi dari Jawa Timur, yaitu Jember 1,55% (qtq), Banyuwangi 1,19% (qtq) dan Surabaya 1,13% (qtq). Sedangkan secara tahunan, inflasi yang lebih tinggi dari Jawa Timur terjadi di Kota Surabaya dan Kota Malang. Tingginya inflasi di kedua kota tersebut karena merupakan daerah 56

75 perkotaan dengan jumlah penduduk yang relatif besar, kompleksitas penduduk yang lebih beragam, serta menjadi destinasi kunjungan wisatawan atau penduduk dari daerah-daerah lain diluar Jawa Timur, sehingga masyarakatnya memiliki daya beli yang relatif tinggi dan memberi tekanan permintaan yang lebih besar dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Tabel 2. 6 Inflasi 8 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang dan Jasa Triwulan III 2015 (% yoy) Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Banyuwangi Umum Bahan Makanan Mamin, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi Sumber: BPS diolah Berdasarkan kelompok pengeluaran, delapan kabupaten/kota mengalami inflasi yang tinggi untuk kelompok transportasi dan komunikasi (rata-rata 7,76%-yoy) dan kelompok makanan dan minuman, rokok dan tembakau (rata-rata 7,54%-yoy). Kondisi ini sama dengan triwulan sebelumnya, walaupun tekanannya mulai berkurang. Tingginya inflasi kelompok transportasi dan komunikasi, selain karena belum hilangnya dampak base year kenaikan IHK bensin tahun 2014 juga karena adanya kenaikan tarif transportasi lainnya yaitu tarif kereta api yang mencapai 162,23% yang berdampak pada kota-kota besar di Jawa Timur. Sementara itu tingginya inflasi kelompok makanan dan minuman, rokok dan tembakau, selain karena dampak lanjutan kenaikan harga bahan makanan terhadap makanan jadi, juga karena kenaikan harga rokok yang dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, hanya 8 (delapan) yang dihitung inflasinya secara nasional. Untuk memberikan gambaran tentang tingkat harga di Jawa Timur, digunakan data SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Bahan Pokok) yang tercantum dalam Perbandingan harga beberapa komoditas strategis di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur adalah sebagai berikut : Beras Berdasarkan pantauan harga di harga rata-rata untuk beras jenis begawan dan mentik Jawa Timur di akhir triwulan III-2015 adalah Rp per kilogram dengan harga tertinggi terjadi di Kota Blitar dan terendah di Kabupaten Blitar. Pada grafik berikut tampak bahwa beberapa sentra produsen beras seperti Jember dan Ngawi justru memiliki harga yang lebih tinggi daripada Jawa Timur. Hal ini antara lain karena sebagian 57

76 beras yang diproduksi dikirim ke luar daerah sehingga mendorong penurunan pasokan dan kenaikan harga. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Beras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Sementara itu, pergerakan harga beras Jawa Timur di akhir triwulan III-2015 cenderung meningkat jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya seiring berakhirnya musim panen raya padi dan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Lebaran di Juli Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Beras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Bumbu-bumbuan Harga bawang merah di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp Rp per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp per kilogram. Harga tertinggi terjadi di Kabupaten Jember, sementara harga terendah terjadi di Probolinggo 58

77 yang merupakan salah satu sentra produksi bawang merah. Secara keseluruhan, sebanyak 21 daerah memiliki harga jual cabe rawit yang lebih tinggi dari rata-rata Jawa Timur. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Bawang Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur Sampai dengan akhir triwulan III-2015 penurunan harga bawang merah masih berlanjut seiring melimpahnya pasokan ditengah panen bawang merah di beberapa sentra produsen (Nganjuk, Probolinggo dan Banyuwangi). Adapun koreksi harga bawang merah tertinggi terjadi di Kota Madiun yang secara geografis berdekatan dengan salah satu produsen bawang merah terbesar di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Probolinggo yang merupakan daerah sentra produsen bawang merah. Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Bawang Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur 59

78 Sementara untuk komoditas cabai rawit, harga berada di kisaran Rp Rp per kilogram dan rata-rata Jawa Timur sebesar Rp per kilogram. Harga tertinggi terjadi di Kota Batu dan terendah di Kabupaten Tuban. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Cabai Rawit per Kabupaten/Kota Jawa Timur Harga cabai rawit cenderung meningkat di triwulan III-2015 seiring dengan menipisnya pasokan paska berakhirnya panen raya cabai rawit di triwulan II Adapun kenaikan harga cabai rawit tertinggi terjadi di Kota Batu. Kendala aspek distribusi diindikasikan menjadi penyebab tingginya kenaikan harga cabai rawit di Kota Batu, mengingat kota tersebut bukan merupakan daerah produsen cabai rawit. Sementara itu, mencukupinya pasokan cabai rawit diperkirakan mendorong rendahnya harga cabai rawit di Kabupaten Tuban. Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Cabai Rawit triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Selanjutnya, harga cabai merah pada triwulan ini berada pada kisaran Rp sampai dengan Rp per kilogram. Sejalan dengan harga cabai rawit, harga tertinggi terjadi di Kota Batu dan terendah Kabupaten Sumenep. Tingginya harga cabai merah di Kota Batu diperkirakan lebih disebabkan oleh aspek distribusi karena Kota Batu juga bukan merupakan 60

79 daerah produsen cabai merah. Sementara itu, Kabupaten Sumenep diperkirakan mampu menjaga kecukupan pasokan cabai merah di daerahnya, sehingga mendorong rendahnya harga cabai merah di Kabupaten Sumenep. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Cabai Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur Berbeda dengan cabai rawit, harga cabai merah di triwulan III-2015 cenderung mengalami penurunan. Penurunan harga cabai merah diindikasikan karena bertambahnya pasokan seiring telah dimulainya panen cabai merah menjelang akhir triwulan III-2015 di beberapa daerah produsen seperti Kabupaten Kediri dan Probolinggo. Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Cabai Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Daging dan Telur Harga daging sapi di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp Rp per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp per kilogram. Harga di daerah dengan populasi hewan ternak sapi terbesar di Jawa Timur, yaitu kabupaten 61

80 Sumenep justru relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga di Jawa Timur. Hal ini antara lain disebabkan preferensi masyarakat di Kabupaten Sumenep untuk mengkonsumsi daging sapi segar sehingga mempengaruhi ketersediaan pasokan dan mendorong harga menjadi lebih tinggi. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Daging Sapi per Kabupaten/Kota Jawa Timur Adapun pergerakan harga daging sapi di triwulan III-2015 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang diindikasikan karena adanya peningkatan permintaan daging sapi menjelang Idul Adha di akhir triwulan III Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Daging Sapi triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Harga daging ayam ras di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp Rp per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp per kilogram. Harga tertinggi justru terjadi di salah satu daerah sentra produsen daging ayam ras terbesar di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Lamongan. Hal ini antara lain karena sebagian daging ayam ras 62

81 yang diproduksi dikirim ke luar daerah Lamongan sehingga mendorong penurunan pasokan dan kenaikan harga. Sementara harga terendah terjadi di Kabupaten Lumajang yang letaknya berdekatan dengan salah satu daerah produsen daging ayam ras, yaitu Kabupaten Malang. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Daging Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Adapun pergerakan harga daging ayam ras di triwulan III-2015 relatif stabil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Daging Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur Harga telur ayam ras di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp Rp per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp per kilogram. Harga telur ayam ras tertinggi terjadi di Bangkalan yang diperkirakan karena aspek distribusi, sehubungan dengan Kabupaten Bangkalan yang bukan merupakan daerah produsen dan letak Kabupaten Bangkalan yang relatif jauh dari daerah produsen. Sementara harga terendah 63

82 terjadi di Kabupaten Magetan yang merupakan salah satu produsen telur ayam ras di Jawa Timur. Sumber: siska perba po Grafik Harga Komoditas Telur Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur Adapun pergerakan harga telur ayam ras secara rata-rata di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur pada triwulan III-2015 relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber: siska perba po Grafik Perubahan Harga Komoditas Telur Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur 2.6. Disagregasi Inflasi Pada triwulan III 2015, berdasarkan disagregasi inflasi, secara tahunan laju inflasi kelompok volatile food meningkat dari 5,95% (yoy) menjadi 6,94% (yoy). Kelompok core inflation turut mencatat laju inflasi yang meningkat, namun pada level yang moderat dari 5,42% (yoy) menjadi 5,56% (yoy), sedangkan kelompok administered price mengalami penurunan tekanan inflasi dari 12,71% (yoy) menjadi 10,63% (yoy). 64

83 Sumber: BPS diolah Grafik Perbandingan Disagregasi Inflasi Jatim & Rata-Ratanya(yoy) Sumber: BPS diolah Grafik Disagregasi Inflasi Jatim (yoy) Dengan membandingkan data selama 5 (lima) tahun terakhir, inflasi kelompok administered price dan core inflation pada triwulan III 2015 lebih tinggi dari rata-rata historisnya karena adanya berbagai tekanan kebijakan administered (kenaikan harga energi dan tarif transportasi) dan faktor eksternal (depresiasi Rupiah) serta dampak lanjutannya terhadap inflasi kelompok core inflation selama setahun terakhir. Sebaliknya, inflasi kelompok volatile food lebih rendah dibandingkan rata-rata 5 (lima) tahun terakhir, karena terjaganya pasokan dan tidak adanya permasalahan produksi yang secara signifikan mengganggu produksi pertanian. Volatile foods Kelompok volatile food secara tahunan mengalami inflasi 6,94% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,95% (yoy), disebabkan mulai naiknya harga komoditas beras, hortikultura seperti bawang putih dan cabai rawit, serta telur ayam ras. Kenaikan harga beras seiring dengan berakhirnya panen raya dan kenaikan permintaan pada saat Ramadhan dan Lebaran. Kenaikan harga daging dan telur ayam ras diindikasikan disebabkan oleh kebijakan pembatasan DOC (Day Old Chick) dan kenaikan harga pakan ternak. Pemerintah memberlakukan pembatasan DOC menjelang Lebaran 2015 untuk mengantisipasi turunnya harga daging ayam ras paska lebaran ditengah potensi turunnya produksi daging ayam ras karena faktor cuaca. Sementara itu kenaikan harga pakan ternak terjadi karena adanya kebijakan pemerintah memperketat peraturan impor jagung untuk pakan ternak dan penguatan nilai tukar dollar AS. Kenaikan cabai rawit diindikasikan karena rendahnya pasokan sebagai dampak menurunnya produktivitas cabai rawit sekitar 62% akibat musim kemarau yang berkepanjangan di daerah sentra produsen cabai rawit di Kabupaten Probolinggo. 65

84 Selanjutnya harga daging ayam ras yang sempat meningkat pada awal triwulan III 2015, pada pasca Lebaran mengalami koreksi harga seiring dengan kembali lancarnya pasokan. Tabel 2. 7 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food (yoy) Triwulan III 2015 Komoditas Inflasi Deflasi Komoditas Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan Beras Minyak Goreng (5.70) (0.04) Bawang Putih Daging Ayam Ras (2.44) (0.03) Cabai Rawit Kentang (16.45) (0.02) Mujair Tomat Sayur (21.04) (0.02) Daging Sapi Bawang Merah (6.83) (0.02) Telur Ayam Ras Cabai Merah (14.48) (0.01) Wortel Pir (13.30) (0.01) Pepaya Semangka (8.09) (0.01) Pisang Bayam (6.21) (0.01) Tempe Alpukat (10.46) (0.00) Sumber: BPS diolah Eskalasi tekanan inflasi volatile food lebih lanjut tertahan koreksi harga komoditas bawang merah dan tomat sayur. Melimpahnya pasokan, seiring adanya panen bawang merah dan tomat di beberapa sentra produsen (Nganjuk, Probolinggo dan Banyuwangi) mendorong koreksi harga kedua komoditas ini. Selain itu, adanya program Operasi Pasar Bantuan Ongkos Angkut oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada saat Ramadhan dan Lebaran untuk 4 (empat) komoditas utama, yaitu beras, gula pasir, tepung terigu dan minyak goreng, mampu mencegah kenaikan harga inflasi yang lebih tinggi. Meskipun demikian, adanya potensi El Nino dapat menyebabkan pergeseran musim tanam sehingga mengganggu pasokan, yang bisa berujung pada kenaikan inflasi kelompok ini di akhir tahun Core Inflation Inflasi kelompok core inflation secara tahunan sedikit meningkat dari 5,42% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 5,56% (yoy) di triwulan III Dibandingkan triwulan sebelumnya, secara tahunan peningkatan inflasi kelompok ini lebih disebabkan oleh core non tradable yang meningkat 0,74% (yoy). Sebaliknya, core tradable justru turun 0,18% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi core tradable disebabkan adanya tahun ajaran baru di triwulan laporan, yang sesuai polanya diikuti oleh kenaikan biaya pendidikan dari jenjang sekolah dasar sampai dengan akademi / perguruan tinggi. Selain itu, berlanjutnya kenaikan sewa rumah sebagai dampak lanjutan kenaikan tarif listrik juga menjadi salah satu pendorong kenaikan inflasi core non tradable. 66

85 Grafik Core Inflation Grafik Core Tradable Dari sisi core tradable, pendorong inflasi adalah kenaikan harga makanan jadi dan emas perhiasan. Inflasi pada kelompok makanan jadi meningkat, seiring dengan kenaikan harga bahan makanan. Sementara kenaikan harga emas perhiasan terjadi sebagai dampak apresiasi dollar AS, sehingga terjadi pergeseran investasi ke safe haven yang selanjutnya mendorong kenaikan harga emas perhiasan. Meskipun demikian, fluktuasi harga emas justru menahan kenaikan inflasi core tradable yang lebih tinggi, tercermin dari inflasi core tanpa emas yang lebih tinggi dibandingkan core inflation. Dari sisi ekspektasi, berdasarkan hasil Survei Konsumen oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, penilaian masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi perekonomian ke depan mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya, sehingga berpotensi menahan permintaan masyarakat dan diperkirakan dapat menahan ekskalasi kenaikan inflasi kelompok core inflation. Tabel 2. 8 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Core Inflation (yoy) Triwulan III 2015 Inflasi Deflasi Komoditas Komoditas Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan Tukang Bukan Mandor Batu Bata / Batu Tela (6.59) (0.03) Akademi / Perguruan Tinggi Besi Beton (6.85) (0.01) Nasi Dengan Lauk Telepon Seluler (0.85) (0.01) Sewa Rumah Lamuru (27.36) (0.00) Soto Komputer Tablet (2.67) (0.00) Emas Perhiasan Telur Puyuh (4.60) (0.00) Mobil Flash Disk (3.67) (0.00) Mie Telur Ayam Kampung (1.79) (0.00) Sekolah Dasar Minuman Ringan (0.28) (0.00) Gula Pasir Modem Internet (0.50) (0.00) Sumber BPS diola h Administered Price Inflasi kelompok administered price periode ini secara tahunan turun dari 12,71% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 10,63% (yoy). Meredanya inflasi pada kelompok ini terutama karena adanya koreksi harga bensin dan tarif transportasi, khususnya angkutan antar kota dan 67

86 angkutan udara. Penurunan harga BBM jenis Pertamax dan Pertalite tersebut dilakukan untuk menyesuaikan penurunan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka US$40 per barel. Penahan lain kenaikan inflasi kelompok ini adalah koreksi tarif listrik nonsubsidi untuk golongan rumah tangga R2 daya VA hingga VA, R3 daya VA ke atas, bisnis B2 daya VA hingga 200 kva, dan pemerintah P1 daya VA hingga 200 kva pada Oktober Tekanan inflasi kelompok ini sampai dengan akhir tahun 2015 diperkirakan tetap rendah, seiring dengan hilangnya dampak base year IHK bensin dan minimnya kenaikan harga pada kelompok administered price. Tabel 2. 9 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Price (yoy) Triwulan III 2015 Komoditas Inflasi Inflasi Sumbangan Bensin Tarip Listrik Tarip Kereta Api Angkutan Dalam Kota Bahan Bakar Rumah Tangga Rokok Kretek Filter Rokok Kretek Angkutan Antar Kota Solar Angkutan Udara Sumber BPS diola h 68

87 BOKS IV Pola Perdagangan Antar Wilayah Jawa Timur Jawa Timur merupakan salah satu lumbung pangan nasional dengan produksi padi sebagai bahan pangan utama. Produksi padi Jawa Timur merupakan yang tertinggi di Indonesia yaitu mencapai 12,78 juta ton pada tahun 2014, dengan kontribusi terhadap total produksi Indonesia mencapai 16,9%. Dari keseluruhan produksi pangan tersebut, tidak seluruhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Jawa Timur, namun juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain. Hasil Survei Perdagangan Antar Wilayah (PAW) KPw BI Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 dengan total 300 responden pedagang besar dan pedagang grosir menunjukkan bahwa 68,77% komoditas hasil produksi Jawa Timur digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Timur, sedangkan sisanya (31,23%) dijual ke luar wilayah Jawa Timur. Grafik 1. Kinerja Net Ekspor Antar Daerah Grafik 2. Produksi Padi di Jatim Grafik 3. Asal Pembelian Komoditas di Jatim Grafik 4. Tujuan Penjualan Komoditas dari Jatim 69

88 Perdagangan antar wilayah memiliki peranan penting dalam perekonomian Jawa Timur dengan share sebesar 7,14% dari struktur perekonomian pada triwulan III 205. Pada saat permintaan global melambat akibat perekonomian mitra dagang yang tidak setinggi perkiraan, Jawa Timur masih mampu mengandalkan permintaan domestik dari wilayah lain yang tetap tinggi. Berdasarkan hasil survei PAW, interaksi perdagangan Jawa Timur banyak dilakukan dengan Jawa Tengah, Jabodetabek dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Komoditas yang dijual oleh pedagang di Jawa Timur tidak seluruhnya berasal dari Jawa Timur. Dengan kapasitas pelabuhan yang besar dan letaknya yang strategis menyebabkan banyak provinsi lain yang menjual komoditasnya melalui Jawa Timur, seperti Jawa Tengah (50%). Selanjutnya, komoditas tersebut mendapatkan peningkatan nilai tambah (diolah, dilakukan grading, pengemasan, dsb) untuk didistribusikan ke luar Jawa Timur, utamanya ke Jawa Tengah (18%), Jabodetabek (14%), Kalimantan Timur (12%), Papua (10%), Bali (9%) dan Kalimantan Selatan (5%). Jenis komoditas yang diperdagangkan sebagian besar adalah komoditas pangan, yaitu beras, kedelai, gula pasir, daging sapi, cabai dan bawang merah. Dalam perdagangan tersebut, komoditas mengalami rantai perdagangan yang relatif panjang, yaitu dari petani/peternak/nelayan pedagang pengepul pedagang besar pedagang grosir pengecer konsumen. Oleh karena itu, marjin yang diperoleh juga relatif tinggi dan berbeda-beda di setiap level pedagang dan jenis komoditas. Marjin tertinggi (baik profit rate, mark up rate maupun trade cost 6 ) terjadi pada komoditas cabai merah (rata-rata mencapai 19,68%) diikuti oleh daging sapi (15,76%) dan bawang merah (15,15%). Marjin tersebut semakin tergerus seiring dengan biaya perdagangannya yang lebih tinggi (biaya penyimpanan, biaya transportasi dan biaya administrasi). Secara umum, marjin yang diperoleh pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang grosir yaitu berkisar antara 11,52%-20,63%, sementara pedagang grosir hanya berkisar antara 8,55%-19,22%. Tabel 1. Marjin Perdagangan Berdasarkan Jenis Pedagang dan Jenis Komoditas (dalam%) 6 Profit rate= (harga jual harga beli) / harga jual Mark up rate = ((harga jual + biaya transportasi) harga beli) / harga beli) Trade cost = mark up rate profit rate 70

89 Secara spasial, dalam pola penentuan harga komoditas pangan antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur, harga cenderung terklaster (memiliki kesamaan dengan harga wilayah tetangga). Hal ini ditunjukkan dengan Moorans Index dengan menggunakan Queen Matrix yang bernilai positif, terutama pada komoditas beras, gula pasir, cabai merah, dan bawang merah. Sementara itu, untuk komoditas kedelai dan daging sapi cenderung terdispersi (tidak terdapat pola kesamaan harga dengan wilayah tetangga). Hal ini disebabkan karena kedua komoditas tersebut banyak dipasok dari luar Jawa Timur (kedelai dari impor luar negeri, sedangkan daging sapi diperoleh dari Bali dan Nusa Tenggara), sehingga harga yang terbentuk cenderung menyebar. Tabel 2. Pola Pembentukan Harga Komoditas Pangan di Jawa Timur Dalam pengembangan perdagangan antar wilayah, pedagang masih mengalami hambatan, terutama infrastruktur pengangkutan laut (dwelling time) dan darat (pungutan liar). Adanya program pembangunan pelabuhan dan peningkatan keamanan di jalan diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, pengembangan 28 Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia diharapkan semakin mengakselerasi perdagangan antar wilayah. Grafik 5. Kondisi Infrastruktur Pengangkutan Grafik 6. Permasalahan yang Dihadapi 71

90 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum Perkembangan kondisi global maupun domestik mempengaruhi kinerja perbankan Jawa Timur di triwulan III Kondisi global tersebut antara lain berupa masih terbatasnya pemulihan ekonomi global, perlambatan perekonomian negara mitra dagang khususnya Tiongkok, pelemahan harga komoditas internasional, dan penguatan nilai tukar dollar AS. Sementara itu kondisi domestik antara lain berkaitan dengan pesimisme masyarakat akan kondisi ekonomi kedepan, peningkatan biaya usaha sebagai dampak penguatan nilai tukar dollar AS, serta sikap wait and see para pelaku usaha. Kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif tersebut menyebabkan perlambatan kinerja perbankan, tercermin pada pertumbuhan Aset, Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih melambat. Namun demikian, perbaikan kualitas kredit (Non Performing Loans/NPL) dan penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) memberikan ruang bagi perbankan Jawa Timur untuk mengoptimalkan fungsi intermediasinya kedepan. Tabel 3. 1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum dan BPR) di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM DAN BPR (Miliar Rp) IV I II III IV I II III Total Aset Pertumbuhan (%yoy) 18,65 15,00 16,38 14,25 12,99 15,80 13,38 11,64 Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan (%yoy) 14,69 13,32 16,65 16,97 14,31 17,48 13,56 11,09 Kredit Lokasi Bank (LB) Pertumbuhan (%yoy) 26,14 23,33 19,30 14,37 13,26 11,99 11,05 10,69 Kredit Lokasi Proyek (LP) Pertumbuhan (%yoy) 24,40 21,83 19,47 16,98 15,24 15,97 12,52 10,98 NPL LB (%) 1,79 2,12 2,17 2,15 1,89 2,15 2,31 2,29 NPL LP (%) 1,98 2,22 2,31 2,34 2,03 2,38 2,65 2,43 LDR LB (%) 91,25 92,19 91,54 88,72 90,41 87,88 89,51 88,39 LDR LP (%) 104,13 104,07 101,86 100,62 101,50 100,67 100,92 100,51 Pada triwulan III 2015, pertumbuhan tahunan (yoy) aset perbankan Jawa Timur melambat dari 13,38% pada triwulan II 2015 menjadi 11,64%. DPK juga masih tumbuh melambat (dari 13,56% menjadi 11,09%), terutama disebabkan oleh melambatnya DPK Bank Umum. Selain perlambatan ekonomi, tingginya pengeluaran masyarakat pada perayaan hari besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha, serta persiapan memasuki tahun ajaran baru turut mendorong penurunan penempatan dana masyarakat pada perbankan. Meskipun rasio NPL dan LDR cukup baik, penyaluran kredit di Jawa Timur berdasarkan lokasi bank maupun lokasi proyek masih menunjukkan perlambatan. Kredit lokasi bank melambat dari 11,05% (yoy) menjadi 10,69% (yoy). Begitu pula kredit berdasarkan lokasi proyek yang melambat dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy). Rendahnya permintaan 72

91 kredit masyarakat di tengah kondisi perekonomian yang belum cukup kondusif diperkirakan melatarbelakangi kondisi yang terjadi pada periode ini. Secara spasial, penyaluran kredit Bank Umum dan BPR masih terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota, dengan pangsa sebesar 77,65%, yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Jember. Di kelima daerah yang mendominasi kredit perbankan tersebut, rasio NPL masih terjaga di bawah 5%. Namun demikian terdapat beberapa daerah dengan NPL yang relatif tinggi, seperti Kabupaten Madiun (13,41%), Kabupaten Kediri (8,12%), Kabupaten Jombang (7,05%), Kabupaten Malang (6,98%) dan Kota Pasuruan (6,52%). Dari 5 (lima) daerah dengan pangsa kredit terbesar di Jawa Timur tersebut, hanya Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya yang mengalami peningkatan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit tahunan (yoy) tertinggi pada periode ini terjadi di Kabupaten Kediri (55,85%), Kabupaten Gresik (42,43%), Kabupaten Sidoarjo (19,10%), Kabupaten Ponorogo (15,34%) dan Kabupaten Trenggalek (14,49%). Grafik 3. 1 Proposi Kredit Bank Umum dan BPR Secara Spasial Grafik 3. 2 NPL Bank Umum dan BPR Spasial Grafik 3. 3 Pertumbuhan Kredit Bank Umum dan BPR Spasial 73

92 Secara umum, stabilitas sistem perbankan di Jawa Timur tergolong aman dengan rasio NPL yang relatif terjaga di bawah ambang batas 5%, termasuk didalamnya penyaluran kredit ke sektor korporasi dan Rumah Tangga (RT). Namun demikian perlambatan kredit sektor korporasi, khususnya industri pengolahan perlu dicermati dan menjadi tantangan pengembangan ekonomi Jawa Timur kedepan. Sementara itu, peningkatan kredit sektor RT tetap perlu menjadi perhatian agar tidak berlebihan dan berdampak pada tingginya risiko kredit perbankan Jawa Timur Perkembangan Kinerja Bank Umum Meskipun pertumbuhan ekonomi Jawa Timur periode ini sedikit meningkat dibanding triwulan II 2015, kinerja bank umum di Jawa Timur masih melambat. Aset secara tahunan (yoy) hanya tumbuh 11,62%, lebih rendah dibanding triwulan II 2015 yang mencapai 13,37%. Demikian pula dengan DPK yang tumbuh melambat dari 13,58% menjadi 10,80%. Rendahnya pertumbuhan aset tersebut dipengaruhi pula oleh masih melambatnya kinerja penyaluran kredit yang hanya tumbuh 10,76%, lebih rendah dari triwulan II 2015 yang mencatat laju 11,08%. Tabel 3. 2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur INDIKATOR BANK UMUM (Miliar Rp) IV I II III IV I II III Total Aset Growth Aset (%yoy) 18,93 15,19 16,64 14,32 12,95 15,86 13,37 11,62 Dana Pihak Ketiga Growth DPK (%yoy) 14,74 13,33 16,72 17,04 14,31 17,56 13,58 10,80 Kredit Lokasi Bank Growth Kredit (%yoy) 26,41 23,49 19,41 14,41 13,26 12,04 11,08 10,76 Kredit Lokasi Proy ek Growth Kredit (%yoy) 24,59 21,83 19,47 16,99 15,24 14,60 12,52 10,98 LDR Lokasi Bank (%) 90,70 91,57 90,83 88,05 89,86 87,26 88,84 88,01 LDR Lokasi Proy ek (%) 102,32 103,70 103,53 102,23 103,15 101,09 102,56 102,39 NPL Lokasi Bank (%) 1,75 2,07 2,12 2,08 1,82 2,07 2,22 2,19 NPL Lokasi Proy ek (%) 1,96 2,18 2,27 2,34 2,03 2,31 2,65 2,43 Secara triwulanan (qtq), pada triwulan III 2015 pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit, mendorong penurunan LDR dari 88,84% menjadi 88,01%. Rasio LDR tersebut berada di bawah batas atas (92%), sehingga masih terbuka ruang bagi bank umum untuk meningkatkan penyaluran kredit guna meningkatkan fungsi intermediasi. Hal ini didukung pula dengan penurunan risiko kredit ( rasio NPL) dari 2,22% menjadi 2,19%. 74

93 Grafik 3. 4 Pertumbuhan Indikator Utama Bank Umum (yoy) Aset dan Aktiva Produktif Total aset bank umum Jawa Timur periode ini melambat, dari 13,37% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 11,62% (yoy). Perlambatan pertumbuhan aset ini terutama terjadi pada bank pemerintah (dari 16,92% menjadi 13,67%) dan bank asing (dari 11,02% menjadi 8,03%). Sementara aset kelompok bank umum swasta melambat pada level yang lebih moderat, yakni dari 10,20% menjadi 9,99%. Perlambatan aset kelompok bank asing terutama disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit yang merupakan komponen utama aset, yakni dari 18,27% (yoy) menjadi 9,29% (yoy). Di sisi lain perlambatan aset kelompok bank pemerintah dan bank swasta lebih disebabkan oleh terjadinya perlambatan DPK, sehingga peningkatan penyaluran kredit harus didukung dengan sumber dana lain yaitu dana antar kantor yang ketersediaannya juga relatif terbatas. Grafik 3. 5 Perkembangan Total Aset Bank Umum Grafik 3. 6 Proporsi Aset Bank Umum Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK bank umum pada triwulan III 2015 mencapai Rp411,58 triliun atau secara tahunan tumbuh 10,80% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II Berdasarkan kelompok bank, DPK pada kelompok bank pemerintah melambat paling dalam, yaitu dari 75

94 16,44% (yoy) menjadi 13,03% (yoy). Perlambatan tersebut terutama terjadi pada jenis simpanan deposito, dari 23,67% (yoy) menjadi 12,88% (yoy), khususnya pada deposito jangka waktu 3 bulan yang pertumbuhannya menyusut dari 56,74% (yoy) menjadi 32,97% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito dari 7,61% menjadi 6,40%. Perlambatan DPK bank pemerintah sejalan dengan peningkatan kinerja konsumsi pemerintah Provinsi Jawa Timur yang pertumbuhannya meningkat dari 6% (yoy) menjadi 9% (yoy). Lonjakan pertumbuhan pengeluaran pemerintah Jawa Timur tersebut didorong oleh meningkatnya realisasi anggaran dan belanja transfer pemerintah dari 38,34% pada semester I 2015 menjadi 59,3%. Realisasi ini lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2014 sebesar 53,2%. Selain itu, belanja modal pemerintah pada Triwulan III 2015 juga meningkat dari 13,32% pada triwulan II 2015 menjadi 34,10%, terutama digunakan untuk merealisasikan proyek infrastruktur pemerintah seperti waduk, drainase, jalan dan pelabuhan. Sejalan dengan DPK kelompok bank pemerintah, DPK kelompok bank swasta juga melambat dari 10,38% menjadi 7,29%, dipengaruhi perlambatan pertumbuhan deposito dari 15,47% (yoy) menjadi 7,55% (yoy), khususnya deposito dengan jangka waktu 1 bulan yang pertumbuhannya menyusut dari 10,22% (yoy) menjadi -5,94% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan turunnya rata-rata suku bunga deposito 1 bulan dari 7,73% menjadi 7,48%. Secara umum, dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, deposito kelompok bank swasta mengalami perlambatan yang paling dalam, sejalan dengan penurunan rata-rata suku bunga deposito yang cukup tinggi, yakni dari 7,7% menjadi 7,35%. Sebaliknya, pertumbuhan DPK kelompok bank asing meningkat dari 20,87% (yoy) menjadi 28,12% (yoy) khususnya didorong oleh pertumbuhan jenis simpanan giro yang melonjak dari 2,69% (yoy) menjadi 41,61% (yoy). Hal ini sejalan dengan peningkatan suku bunga giro kelompok bank asing yang lebih tinggi dibandingkan kelompok bank lainnya. Rata-rata suku bunga giro kelompok bank asing meningkat dari 1,28% menjadi 1,75%, sedangkan kelompok bank swasta hanya meningkat dari 1,58% menjadi 1,68%. Sementara itu, rata-rata suku bunga giro bank pemerintah tetap di level 2,36%. 76

95 Grafik 3. 7 Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 3. 8 Komponen DPK Bank Umum Grafik 3. 9 DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Berbeda dengan deposito, tabungan kelompok bank umum justru tumbuh meningkat dari 4,93% (yoy) menjadi 7,35% (yoy), walaupun rata-rata suku bunga tabungan yang masih bertahan di level 1,70%. Peningkatan tabungan menunjukkan kebutuhan masyarakat terhadap dana darurat yang dapat ditarik sewaktu-waktu di tengah kondisi perekenomian yang belum cukup kondusif. Peningkatan tabungan ini juga turut mengkonfirmasi perlambatan kinerja konsumsi swasta dari 4,7% (yoy) menjadi 3% (yoy) pada Triwulan III Grafik Pertumbuhan Deposito & SB Deposito Grafik Pertumbuhan Giro & SB Giro 77

96 Grafik Pertumbuhan Tabungan dan Suku Bunga Tabungan Kredit Pertumbuhan tahunan kredit perbankan pada Triwulan III 2015 masih melambat, meneruskan tren perlambatan sejak akhir tahun Perlambatan terjadi baik pada kredit berdasarkan lokasi bank maupun lokasi proyek. Kredit berdasarkan lokasi proyek yang sekitar 17% dibiayai oleh kantor pusat bank-bank umum di Jakarta, mengalami perlambatan yang lebih dalam, yakni dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy). Sementara itu kredit berdasarkan lokasi bank melambat dari 11,08% (yoy) menjadi 10,76% (yoy). Secara umum perlambatan pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh masih rendahnya permintaan kredit, disamping belum dimanfaatkannya secara optimal berbagai kebijakan makroprudensial oleh perbankan. Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Grafik Pertumbuhan Kredit per Kelompok Bank (yoy) Berdasarkan kelompok bank, perlambatan pertumbuhan kredit yang cukup besar terjadi pada kelompok bank asing, yaitu dari 18,27% (yoy) menjadi 9,29% (yoy), antara lain dipengaruhi oleh peningkatan rata-rata suku bunga kredit kelompok bank asing dari 10,45% menjadi 10,63%. Sebaliknya rata-rata suku bunga kredit kelompok bank pemerintah dan kelompok bank swasta secara keseluruhan mengalami penurunan, sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan kredit. Kredit bank pemerintah meningkat dari 10,43% (yoy) menjadi 10,69% (yoy) dengan penurunan rata-rata suku bunga kredit dari 12,11% menjadi 78

97 12,09%. Sementara pertumbuhan kredit kelompok bank swasta naik dari 10,84% (yoy) menjadi 11,04% (yoy), dengan rata-rata suku bunga kredit yang turun dari 12,88% menjadi 12,71%. Grafik Komposisi Kredit per Kelompok Bank Grafik Pertumbuhan Kredit per Penggunaan (yoy) Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit bank umum didorong oleh kredit modal kerja yang tumbuh melambat dari 12,86% (yoy) menjadi 11,91% (yoy) dan kredit investasi dari 6,93% (yoy) menjadi 5,38% (yoy). Sementara kredit konsumsi justru tumbuh meningkat dari 9,42% (yoy) menjadi 11,18% (yoy). Hal ini tidak sesuai dengan pergerakan suku bunganya. Sikap dunia usaha yang cenderung wait and see menyebabkan permintaan kredit tidak terlampau kuat, meskipun rata-rata suku bunga kredit modal kerja dan investasi mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan dari 12,12% menjadi 12,01%, begitu pula dengan suku bunga kredit investasi yang turun dari 12,18% menjadi 12,02%. Sementara itu rata-rata suku bunga kredit konsumsi sedikit meningkat, dari 12,91% menjadi 12,97%. Tingginya tekanan global khususnya perlambatan ekonomi mitra dagang serta penguatan nilai tukar dollar AS diperkirakan menjadi pendorong sikap wait and see pelaku usaha untuk menambah kapasitas produksi, melakukan investasi dan ekspansi usaha pada triwulan III Kondisi ini tercermin pada kinerja investasi Jawa Timur berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami perlambatan, terindikasi dari penurunan angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari 17,55 pada Triwulan II 2015 menjadi 12,93. Perlambatan terutama didorong oleh penurunan investasi pada sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor industri pengolahan. Kecenderungan pelaku usaha untuk menahan investasi tercermin melalui penurunan impor barang modal dari 0,8% (yoy) menjadi -27% (yoy) dan impor bahan baku dari -16,9% (yoy) menjadi -23,2% (yoy) pada triwulan III Hal tersebut menjadi faktor penyebab penurunan rata-rata suku bunga kredit modal kerja dan investasi belum direspon dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang signifikan. 79

98 Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi ditengah kenaikan suku bunga kredit konsumsi diperkirakan dipengaruhi oleh relaksasi kebijakan makroprudensial melalui pelonggaran LTV (Loan to Value) dan FTV (Financing to Value). Kondisi ini tercermin dari peningkatan pertumbuhan kredit pemilikan Ruko/Rukan dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09% (yoy), kredit pemilikan rumah (KPR) dari 9,3% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit kendaraan bermotor dari 10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy). Berdasarkan hasil analisis KPw BI Provinsi Jawa Timur sebagaimana diulas lengkap pada Box Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka Panjang, bahwa walaupun kredit perbankan masih melambat, namun pertumbuhan riilnya masih berada pada kisaran tren jangka panjang. Kredit modal kerja masih cenderung berada pada rentang bawah, sedangkan kredit investasi telah kembali kepada pola normal tren jangka panjangnya. Di sisi lain, kredit konsumsi cenderung berada pada rentang atas tren jangka panjangnya. Sementara itu, rasio kredit terhadap PDRB Jawa Timur juga menunjukkan kondisi yang cenderung mengarah ke bias bawah tren jangka panjangnya. Kondisi ini menunjukkan pentingnya upaya untuk mendorong pertumbuhan kredit modal kerja dan mendapatkan komitmen perbankan dalam meningkatan fungsi intermediasi, sehingga pada akhirnya dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Likuiditas Bank Umum (tercermin dari rasio LDR) di Jawa Timur secara kumulatif relatif baik, yaitu sebesar 88,01%. Namun LDR kelompok bank pemerintah dam kelompok bank asing terhitung tinggi, yakni masing-masing mencapai 96,89% dan 105,88% atau telah melewati batas LDR maksimal sebesar 92% (PBI No.15/7/PBI/2013). Tingginya LDR bank asing tersebut dikarenakan bank asing memiliki sumber dana lainnya diluar dana pihak ketiga yaitu dana dari perusahaan induknya. Walaupun LDR relatif tinggi, namun likuiditas perbankan Jawa Timur relatif terjaga. Hal ini tercermin dari komponen alat likuid yang meskipun didominasi deposito jangka waktu 1 bulan, namun perbankan telah melakukan mitigasi risiko likuiditas yang cukup baik dengan menempatkan dana pada pos-pos aktiva yang likuid, seperti antar bank aktiva (ABA) dan surat-surat berharga (SSB) yang tersedia untuk dijual (Available For Sale). ABA pada periode laporan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 17,19% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 58,43% (yoy), begitu pula dengan SSB yang meningkat dari 44,01% (yoy) menjadi 76,20% (yoy). Risiko likuiditas juga diantisipasi melalui fasilitas lending facility interbank (overnight) yang dapat dimanfaatkan oleh perbankan. 80

99 Grafik Komposisi Kredit per Penggunaan Grafik Pergerakan Suku Bunga Kredit dan BI Rate Grafik Pergerakan LDR per Kelompok Bank (%) Grafik Pergerakan NPL (%) Dari sisi kualitas kredit, perbaikan ekonomi serta peningkatan sikap kehati-hatian masyarakat ditengah kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif, mendorong perbaikan risiko kredit, tercermin dari turunnya rasio NPL dari 2,22% menjadi 2,19%. Berdasarkan kelompok bank, penurunan ini terutama didorong turunnya rasio NPL kelompok bank pemerintah dari 2,82% menjadi 2,75%. Selain itu, juga terdapat penurunan pertumbuhan nilai nominal NPL sebesar 0,98% (mtm), sementara nilai nominal kredit masih meningkat sebesar 1,75% (mtm) Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Timur Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Timur yang ditopang oleh sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta sektor Pertanian, kredit perbankan juga didominasi oleh sektor-sektor tersebut, kecuali sektor pertanian. Pada triwulan III 2015, penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan sebesar Rp107,73 triliun (pangsa 30%) dan sektor perdagangan sebesar Rp93,87 triliun (pangsa 26%). Sementara kredit kepada sektor pertanian masih cenderung rendah dengan nominal Rp9,77 triliun (pangsa 3%). Pertumbuhan tahunan (yoy) kredit sektor pertanian melambat dari -1,48% menjadi -3,62%, sejalan dengan perlambatan kinerja sektor pertanian dari 5,2% (yoy) menjadi 3,1% (yoy) pada Triwulan III 81

100 2015 karena berakhirnya musim panen raya. Namun demikian, panen komoditas hortikultura serta tingginya permintaan hewan ternak besar menjelang Hari Raya Idul Adha yang terjadi pada triwulan III 2015 masih mampu menopang kinerja pertanian dan mendorong penurunan NPL sektor ini dari 5,24% menjadi 4,39%. Sementara itu, kucuran kredit kepada sektor industri pengolahan melambat dari 17,54% (yoy) menjadi 14,45% (yoy) dipengaruhi kecenderungan pelaku usaha menahan investasi di tengah berbagai tekanan kondisi global maupun domestik. Tekanan global diakibatkan pelemahan permintaan negara mitra dagang, serta penguatan nilai tukar dollar AS yang berdampak pada peningkatan biaya bahan baku dan mesin-mesin pendukung produksi. Sementara tekanan domestik dipengaruhi penurunan penghasilan dampak keputusan PHK beberapa perusahaan. Kondisi ini menciptakan pesimisme masyarakat akan kondisi ekonomi kedepan yang mengakibatkan kecenderungan masyarakat menahan konsumsi sehingga permintaan turun. Sebaliknya, kredit sektor perdagangan besar dan eceran justru meningkat dari 8,54% (yoy) menjadi 10,58% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan tingginya kebutuhan dana untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan yang tercermin melalui peningkatan kinerja ekspor luar negeri Jawa Timur dari -4,2% (yoy) menjadi 1,6% (yoy). Grafik Proporsi Kredit Sektoral Dari sisi kualitas kredit, sektor pertambangan mengalami kenaikan rasio NPL paling tinggi dari 12,59% menjadi 13,93%. Peningkatan tersebut sejalan dengan tingginya tekanan yang dialami sektor tersebut, antara lain pelemahan harga komoditas minyak dunia, turunnya harga komoditas batu bara dan penurunan produksi atau lifting minyak yang disebabkan tertundanya pembangunan pusat fasilitas pemrosesan akibat kerusuhan di Lapangan Banyu Urip Blok Cepu awal Agustus

101 Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Pertanian Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Industri Pengolahan Grafik Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Perdagangan Grafik NPL Kredit Sektoral Penyaluran Kredit Secara Spasial Kedaerahan Secara spasial, penyaluran kredit bank umum masih terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota (share 78,94%) yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Jember dengan NPL yang terjaga (di bawah batas 5%). Namun, terdapat beberapa wilayah dengan NPL yang relatif tinggi seperti Kabupaten Jombang (6,35%), Kabupaten Madiun (6,30%) dan Kota Pasuruan (6,28%). Dari 5 (lima) wilayah dengan share kredit terbesar di Jawa Timur, 2 (dua) diantaranya mengalami peningkatan pertumbuhan kredit yaitu Kabupaten Gresik dari 14,13% (yoy) menjadi 42,93% (yoy) dan Kota Surabaya dari 12,21% (yoy) menjadi 13,32% (yoy). Sementara 3 (tiga) wilayah lainnya melambat, yaitu Kabupaten Jember dari 7,68% (yoy) menjadi -18,21% (yoy), Kota Malang dari 3,08% (yoy) menjadi 2,48% (yoy) dan Kota Kediri dari 10,72% (yoy) menjadi 2,86% (yoy). Pertumbuhan kredit tahunan tertinggi di Jawa Timur terjadi di Kabupaten Kediri (128,92%), Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo (20,59%), Kabupaten Ponorogo (15,69%) dan Kota Blitar (15,40%). 83

102 Grafik Proporsi Kredit Bank Umum Spasial Grafik NPL Bank Umum Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Spasial Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Penyaluran Kredit UMKM Secara Umum Berbeda dengan kondisi perlambatan pertumbuhan agregat kredit bank umum, pada triwulan III 2015 kredit UMKM meningkat dari 6,92% (yoy) menjadi 9,96% (yoy), meskipun belum mampu melampaui pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 13,39% (yoy). Penurunan suku bunga kredit UMKM dari 14,60% menjadi 14,39% diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kredit UMKM tersebut. Kondisi ini turut mengindikasikan ketahanan UMKM Jawa Timur menghadapi kondisi penguatan nilai tukar dollar AS, mengingat UMKM mayoritas masih menggunakan bahan baku dalam negeri. Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik NPL Kredit UMKM 84

103 Berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM didominasi oleh usaha menengah (Rp48,3 triliun, pangsa 48%) diikuti skala usaha kecil (Rp30 triliun, pangsa 30%) dan skala usaha mikro (Rp21,9 triliun, pangsa 22%). Peningkatan kinerja penyaluran kredit terutama terjadi pada skala usaha menengah dari 7,60% (yoy) menjadi 12,49% (yoy). Penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan untuk tiga sektor utama yakni sektor perdagangan (56,30%), industri pengolahan (13,33%), dan pertanian (6,47%). Pertumbuhan kredit terutama terjadi pada kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 9,81% (yoy) menjadi 11,95% (yoy), sektor industri pengolahan dari 8,72% (yoy) menjadi 15,89% (yoy), serta sektor perantara keuangan yang tumbuh membaik dari -29,20% (yoy) menjadi -8,62% (yoy). Tingginya pertumbuhan kredit di ketiga sektor ini sejalan dengan peningkatan kinerja lapangan usaha pada Triwulan III 2015, khususnya sektor perantara keuangan dengan peningkatan kinerja yang cukup signifikan dari 1,8% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 6,7% (yoy). Grafik Persentase Penyaluran Kredit UMKM di Jatim Berdasarkan Lokasi Proyek Berdasarkan kelompok bank, bank pemerintah masih mendominasi penyaluran kredit UMKM (Rp57,74 triliun, pangsa 58%), disusul Bank Swasta (Rp41,20 triliun, pangsa 41%) dan Bank Asing (Rp1,27 triliun, pangsa 1%). Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit UMKM dengan menetapkan milestone target proporsi kredit UMKM. Pada tahun 2015, target yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun 2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank Indonesia No.14/12/PBI/2012). Selain itu kebijakan Bank Indonesia yang mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2015 dimana BI memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik (Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015), diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja kredit UMKM, walaupun NPL sedikit meningkat pada periode ini. 85

104 Grafik Proporsi Kredit UMKM berdasarkan Skala Usaha Grafik Kredit UMKM per Kelompok Bank Penyaluran Kredit UMKM Secara Spasial Kedaerahan Sejalan dengan penyebaran kredit Jawa Timur secara umum, kredit UMKM secara spasial juga terkonsentrasi di 5 wilayah dengan pangsa keseluruhan mencapai 63,58%, meliputi Kota Surabaya (41,95%), Kota Malang (8,59%), Kota Kediri (4,8%), Kabupaten Jember (4,57%) dan Kabupaten Sidoarjo (3,67%). Pertumbuhan kredit UMKM tertinggi terjadi di Kabupaten Kediri 151,18% (yoy), Kota Mojokerto 25,21% (yoy) dan Kota Blitar 24,99% (yoy). Kota Surabaya yang memiliki pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar tumbuh sebesar 14,06% (yoy) meningkat dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya 7,08% (yoy). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah memiliki rasio NPL kredit UMKM di bawah 5%, namun demikian terdapat peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan rasio NPL kredit UMKM diatas 5% dari 4 menjadi 10 kabupaten/kota. Mengingat tingginya rasio NPL di suatu daerah dapat mencerminkan tingkat risiko dan ketahanan daerah tersebut dalam menghadapi tekanan makroekonomi, maka perlu adanya mitigasi risiko agar risiko kredit dapat diminimalkan dan di lain sisi dapat mendorong peningkatan kredit UMKM. Grafik Share Kredit UMKM Kab/Kot Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Kab/Kot 86

105 Grafik NPL Kredit UMKM Kab/Kot Grafik Komposisi Penyaluran Kredit Kab/Kot 3.3. Perbankan Syariah Sejalan dengan bank umum konvensional, kinerja perbankan syariah khususnya penyaluran pembiayaan juga mengalami perlambatan. Pembiayaan perbankan syariah mencapai Rp19,94 triliun pada triwulan III 2015 atau tumbuh 6,44% (yoy). Perlambatan pertumbuhan di triwulan ini meneruskan perlambatan yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,7% (yoy), dan bahkan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh 32,97% (yoy). Melambatnya pembiayaan menyebabkan perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah dari 4,28% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 3,54% (yoy). Tabel 3. 3 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Timur INDIKATOR UTAMA BANK SYARIAH (Miliar Rp) IV I II III IV I II III Total Aset Pembiayaan Modal Kerja Investasi Konsumsi NPF (%) 2,59 3,74 3,35 3,67 3,83 4,63 4,47 4,22 Dana Giro Tabungan Deposito FDR (%) 88,76 97,05 111,03 107,92 100,23 101,37 117,20 111,68 87

106 Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan jenis penggunaannya, pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan paling dalam, dari 22,52% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 8,73% (yoy). Sementara itu, pembiayaan investasi meningkat dari 13,57% (yoy) menjadi 23,38% (yoy), begitu pula dengan pembiayaan konsumsi yang tumbuh membaik dari -6,36% (yoy) menjadi -2,61% (yoy). Grafik Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) Grafik Perkembangan Pembiayaan per Jenis Penggunaan (yoy) Iklim usaha yang belum cukup baik pada triwulan III 2015 diperkirakan menjadi pendorong perlambatan pembiayaan modal kerja meskipun rata-rata bagi hasil pembiayaan mengalami penurunan dari 20,81% menjadi 19,89%. Rata-rata bagi hasil pembiayaan modal kerja perbankan syariah yang lebih tinggi dibanding suku bunga kredit bank konvensional (11,70%) turut mempengaruhi preferensi masyarakat pada produk keuangan bank konvensional. Kondisi yang berbeda terjadi pada pembiayaan investasi dan konsumsi, dimana penurunan rata-rata bagi hasil pembiayaan mendorong peningkatan penyaluran kedua jenis pembiayaan ini. Rata-rata bagi hasil pembiayaan investasi menurun dari 14,56% menjadi 14,04% dengan pertumbuhan pembiayaan meningkat dari 13,57% (yoy) menjadi 23,38% (yoy). Demikian pula dengan rata-rata bagi hasil pembiayaan konsumsi yang menurun dari 12,61% menjadi 11,74% turut mendorong peningkatan pertumbuhan pembiayaan dari sebelumnya -6,36% (yoy) menjadi -2,61% (yoy). Selain itu, perbaikan rasio NPF untuk kedua jenis pembiayaan ini menjadi faktor pendorong bagi perbankan syariah untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan. 88

107 Grafik Proporsi Pembiayaan per Jenis Penggunaan Bank Syariah Grafik Pergerakan Bagi hasil Pembiayaan Modal Kerja Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Konsumsi Bank Konvensional dan Syariah Penghimpunan Dana Perbankan Syariah Berbeda dengan Bank Umum, penghimpunan dana perbankan syariah meningkat dari 2,11% (yoy) menjadi 2,86% (yoy), meskipun masih jauh lebih rendah dibanding kondisi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang pertumbuhannya mencapai 23,74% (yoy). Peningkatan kinerja penghimpunan dana didorong oleh peningkatan pada tiga komponen dana pihak ketiga perbankan syariah. Komponen giro menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan komponen lainnya dengan lonjakan pertumbuhan dari 2,13% (yoy) menjadi 10,78% (yoy). Komponen deposito turut mencatat perbaikan pertumbuhan meskipun masih tumbuh negatif dari -5,55% (yoy) menjadi -5,37% (yoy). Begitu pula dengan komponen tabungan yang sedikit meningkat dari 12,65% (yoy) menjadi 12,69% (yoy). 89

108 Grafik Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah Grafik Proporsi DPK Perbankan Syariah Peningkatan komponen giro sejalan dengan peningkatan bagi hasil dari 1,20% menjadi 1,21%, sementara peningkatan komponen tabungan dan deposito dipengaruhi tingkat bagi hasil perbankan syariah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan suku bunga komponen tabungan dan deposito bank konvensional. Grafik Pergerakan Bagi Hasil Tabungan Bank Konvensional dan Syariah Grafik Pergerakan Bagi Hasil Deposito Bank Konvensional dan Syariah Risiko kredit yang tercermin dari rasio NPF tercatat sebesar 4,22%, turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,47%, namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 3,67%. Perbaikan rasio NPF ini dipengaruhi konsolidasi internal yang terjadi di perbankan syariah pada periode laporan. Sementara itu, rasio likuiditas yang tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) menurun ke posisi 111,68% setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 117,20%, karena lebih tingginya kinerja penghimpunan dana dibandingkan penyaluran pembiayaan. 90

109 Grafik Pergerakan Bagi Hasil Giro Bank, Konvensional dan Syariah Grafik NPF dan FDR Perbankan Syariah Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Spasial Kedaerahan Secara spasial, penyaluran pembiayaan perbankan syariah hanya terkonsentrasi pada 5 (lima) kabupaten/kota (94%), yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kota Kediri, serta Kabupaten Jember. Pertumbuhan pembiayaan tertinggi pada triwulan III 2015 terjadi di Jember (405,49%). Kabupaten/kota lain yang mengalami peningkatan pertumbuhan pada periode laporan adalah Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kota Malang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Banyuwangi. Kualitas pembiayaan syariah secara spasial masih relatif buruk, tercermin dari 12 kabupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki pembiayaan perbankan syariah, hanya 4 wilayah yang memiliki rasio NPF di bawah 5% yaitu Kabupaten Gresik (4,55%), Kabupaten Pamekasan (3,27%), Kota Madiun (2,84%) dan Kota Surabaya (2,58%). Tingginya rasio NPF di beberapa daerah di Jawa Timur tersebut lebih disebabkan perlambatan penyaluran pembiayaan yang lebih dalam dibandingkan perlambatan NPF. Dibandingkan triwulan II 2015, nominal NPF menurun, namun karena pembiayaan turun lebih dalam rasio NPF masih relatif meningkat. Sebagai contoh, nominal NPF di Kota Blitar turun 0,49% (qtq) sedangkan pembiayaan turun 4,5% (qtq) sehingga NPF Kota Blitar mencapai 30,43%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (29,20%). Begitu pula dengan Kabupaten Bojonegoro, dimana penurunan NPF yang sebesar 14,44% (qtq) juga diikuti penurunan pembiayaan sebesar 0,71% (qtq) sehingga NPF tetap stabil pada level 13,46%. Kondisi kemarau panjang yang terjadi pada Triwulan III 2015, di satu sisi menyebabkan musim tanam bergeser sehingga petani belum membutuhkan pembiayaan untuk mengelola sawahnya. Sementara itu, di sisi lain perbankan juga lebih berhati-hati dalam penyaluran pembiayaan kepada sektor pertanian di kedua sentra produksi tersebut karena potensi rendahnya produksi yang akan mempengaruhi kemampuan membayar petani. 91

110 Grafik Proporsi Pembiayaan Syariah Spasial Grafik NPF Pembiayaan Syariah Spasial Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial Tw II Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Penyaluran kredit BPR masih melambat, searah dengan kinerja kredit bank umum dan bank syariah. Kredit BPR pada triwulan III 2015 tumbuh 7,73% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,89% (yoy), serta triwulan III 2014 yang mencapai 12,89% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan kredit BPR turun sebesar 2,16%, lebih tinggi dibandingkan penurunan pada bank umum (0,32%) dan perbankan syariah (1,34%). Perlambatan kredit secara langsung mempengaruhi komponen aset yang turut tumbuh melambat dari 13,93% (yoy) menjadi 12,53% (yoy). INDIKATOR UTAMA BPR (Miliar Rp) Total Asset Kredit Tabel 3. 4 Perkembangan Indikator BPR Jawa Timur IV I II III IV I II III Modal Kerja Investasi Konsumsi NPL (%) 3,61 4,18 4,40 5,04 4,83 5,75 5,98 6,42 Dana (dpk) Deposito Tabungan LDR (%) 125,57 129,10 134,40 130,41 124,24 125,97 131,10 123,61 92

111 Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit investasi mengalami perlambatan signifikan dari 20,02% (yoy) menjadi 11,99% (yoy), disusul kredit konsumsi dari 11,94% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) dan kredit modal kerja dari 8,49% (yoy) menjadi 6,61% (yoy). Peningkatan rasio NPL telah mendorong meningkatnya kehati-hatian perbankan dan berdampak pada perlambatan kinerja penyaluran kredit periode laporan, disamping permintaan kredit yang belum cukup kuat karena perlambatan ekonomi. Dari sisi penghimpunan dana, DPK BPR mencapai Rp6,77 triliun atau tumbuh 13,65% (yoy) lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 12,66% (yoy) didorong oleh peningkatan tabungan dari 6,47% (yoy) menjadi 11,66% (yoy). Grafik Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan Tingkat intermediasi BPR yang tercermin dari LDR BPR menurun di triwulan III 2015 dari 131,10% menjadi 123,61%, terutama dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit. Rasio LDR yang berada di atas 100% ini menunjukkan bahwa BPR menggunakan sumber dana lain selain DPK untuk membiayai kreditnya, khususnya dana dari modal sendiri. Grafik Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan BPR Grafik Proporsi DPK BPR Dari sisi kualitas kredit, rasio NPL BPR meningkat dari 5,98% menjadi 6,42% meneruskan peningkatan yang terjadi sejak triwulan I Berdasarkan penggunaannya, 93

112 kondisi tersebut didorong peningkatan rasio NPL kredit investasi dari 9,23% menjadi 15,54%, serta peningkatan rasio NPL kredit modal kerja dari 7,64% menjadi 7,72%. Secara sektoral, peningkatan rasio NPL BPR terutama berasal dari rasio NPL sektor konstruksi yang meningkat dari 5,31% menjadi 6,97%, serta rasio NPL sektor listrik, gas dan air yang naik dari 7,75% menjadi 12,79%. Peningkatan rasio NPL juga terjadi pada sektor utama Jawa Timur yakni sektor perdagangan besar dan eceran yang meningkat dari 7,55% menjadi 9,19% dan sektor pertanian dari 6,14% menjadi 6,78%. Sementara itu, rasio NPL sektor industri pengolahan relatif membaik dari 9,57% menjadi 9,56%. Grafik Pergerakan LDR dan NPL (%) BPR Secara spasial, penyaluran kredit BPR lebih merata di seluruh kabupaten/kota Jawa Timur dibandingkan dengan Bank Umum dan perbankan syariah yang hanya terkonsentrasi di 5 kabupaten/kota. Beberapa wilayah utama penyaluran kredit BPR diantaranya Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember dan Kabupaten Lamongan. Hal ini berkorelasi dengan jumlah BPR di suatu wilayah serta volume usaha masing-masing BPR. Grafik Komposisi Jumlah BPR Kabupaten/Kota Jawa Timur Dari 5 (lima) wilayah utama penyaluran kredit BPR yang meraup pangsa 34,87%, seluruh wilayah menunjukkan perlambatan kredit khususnya Kabupaten Lamongan dari 94

113 18,37% (yoy) menjadi 14,25% (yoy). Sementara itu, wilayah yang mengalami perbaikan pertumbuhan kredit cukup tinggi diantaranya Kota Surabaya dari -62,98% (yoy) menjadi 2,90% (yoy), Kota Kediri dari -52,54% (yoy) menjadi -2,45% (yoy), serta Kota Probolinggo dari -34,95% (yoy) menjadi 5,45% (yoy). Berdasarkan kualitas kredit, terdapat 20 kabupaten/kota yang mencatat rasio NPL di atas 5%. Tingginya rasio NPL ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal BPR. Secara internal, keterbatasan kuantitas dan kapasitas sumber daya manusia di beberapa BPR untuk melakukan monitoring kredit yang disalurkan menyebabkan proses identifikasi prospek kelangsungan usaha debitur menjadi terhambat. Sementara dari sisi eksternal, mayoritas nasabah BPR adalah UMKM dengan daya saing yang relatif rendah. Grafik Proporsi Kredit BPR Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Spasial Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Spasial 3.5. Bank Berkantor Pusat di Surabaya Kinerja kredit dan DPK 6 (enam) 7 Bank Umum yang berkantor pusat di Surabaya pada triwulan III 2015 turut melambat meskipun aset masih tumbuh dari 25,76% (yoy) menjadi 28,50% (yoy). Peningkatan aset didorong peningkatan penempatan pada surat berharga dari 50,33% (yoy) menjadi 64,61% (yoy), serta aset antar kantor dari 29,06% (yoy) menjadi 1) 6 Bank BerkantorPusat di kota Surabaya : Bank Jatim, Bank Maspion, Bank Antar Daerah (Bank Anda), Bank Amar, Bank Centratama Nasional Bank (CNB) dan Bank Prima Master. 95

114 41,59% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit melambat dari 15,06% (yoy) menjadi 13,86% (yoy), terutama didorong oleh perlambatan kredit konsumsi dari 12,84% (yoy) menjadi 10,37% (yoy), serta kredit modal kerja dari 16,08% (yoy) menjadi 14,89% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan melambatnya pertumbuhan DPK, menyebabkan bank mengalokasikan dananya pada surat berharga dan aset antar kantor sebagai cadangan likuiditas. Tabel 3. 5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya Bank Kantor Pusat Jawa Timur (Miliar Rp) IV I II III IV I II III Total Aset Pertumbuhan (% yoy) 14,83 9,26 27,20 21,48 17,89 35,61 25,76 28,50 Pertumbuhan (% qtq) -10,50 9,24 22,42 1,50-13,15 25,66 13,53 3,71 Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan (% yoy) 22,88 11,94 28,65 24,59 19,06 33,76 19,72 19,64 Pertumbuhan (% qtq) -9,10 9,41 24,37 0,73-13,14 22,92 11,31 0,67 Kredit Pertumbuhan (% yoy) 18,45 20,15 21,42 19,68 18,85 17,95 15,06 13,86 Pertumbuhan (% qtq) 1,65 3,38 9,09 4,39 0,95 2,60 6,42 3,30 LDR (%) 80,54 76,11 66,76 69,18 80,40 67,12 64,16 65,84 NPL (%) 1,97 2,66 2,72 2,60 2,40 3,14 3,48 3,89 Grafik Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan Dari sisi penghimpunan dana, kinerja 6 bank tersebut melambat dari 19,72% (yoy) menjadi 19,64% (yoy) didorong perlambatan deposito dari 22,29% (yoy) menjadi 16,84% (yoy) karena turunnya suku bunga deposito dari 7,91% menjadi 7,84%. Perlambatan deposito terutama terjadi pada deposito milik pemerintah, sehingga turut mengkonfirmasi peningkatan konsumsi pemerintah khususnya untuk pembangunan berbagai infrastruktur pada triwulan III

115 Grafik Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya Grafik Proporsi DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya (yoy) Perlambatan penyaluran kredit 6 Bank Umum tersebut dipengaruhi pula oleh memburuknya kualitas kredit yang tercermin dari peningkatan rasio NPL dari 3,48% menjadi 3,89%. Sementara itu, rasio LDR yang masih berada di bawah ambang batas 92%, sehingga masih tersedia ruang bagi kelompok bank tersebut untuk meningkatkan penyaluran kredit kedepan. Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank KP di Surabaya Grafik Komposisi Aset Bank KP Surabaya 3.6. Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit pada triwulan III 2015, penyaluran kredit korporasi turut melambat dari 16,12% (yoy) menjadi 10,59% (yoy), terutama didorong perlambatan kredit industri pengolahan dari 22,97% (yoy) menjadi 14,35% (yoy). Sementara itu, kredit sektor perdagangan besar dan eceran yang meningkat dari 0,83% (yoy) menjadi 4,76% (yoy), sehingga mampu menahan perlambatan yang lebih dalam pada kredit sektor korporasi. Berdasarkan jenis penggunaan, semua jenis kredit mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit modal kerja tumbuh melambat dari 19,26% (yoy) menjadi 13,51% (yoy) 97

116 menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan kredit sektor korporasi. Demikian pula kredit investasi yang melambat dari 5,71% (yoy) menjadi 1,85% (yoy) dan kredit konsumsi yang menyusut dari -2,91% (yoy) menjadi -31,52% (yoy). Grafik Proporsi Kredit Sektoral Korporasi Grafik Proporsi Kredit Korporasi per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur Meskipun penyaluran kredit melambat, namun kualitas penyaluran kredit korporasi membaik, tercermin dari rasio NPL yang turun dari 1,36% menjadi 1,25%. Hampir seluruh sektor menunjukkan perbaikan rasio NPL, kecuali beberapa sektor yang masih menunjukkan peningkatan risiko kredit diantaranya sektor konstruksi, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perantara keuangan dan sektor pertambangan. Meskipun rasio NPL di beberapa sektor meningkat, rasio NPL sektor korporasi secara keseluruhan masih terjaga di bawah ambang batas 5%. Oleh karena itu, stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari korporasi masih dikategorikan aman. 98

117 Grafik Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur Perlambatan kinerja penyaluran kredit ditengah tren penurunan rata-rata suku bunga kredit dari 10,47% menjadi 10,41%, serta perbaikan kualitas kredit, mencerminkan penurunan permintaan kredit korporasi pada periode laporan. Tingginya tekanan yag dialami dunia usaha karena perlambatan ekonomi global dan domestik, penurunan harga komoditas, pelemahan nilai tukar rupiah, serta tingginya upah buruh, diindikasikan menjadi pendorong utama perlambatan kredit sektor korporasi Triwulan III Korporasi melakukan upayaupaya efisiensi, termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional Ketahanan Sektor Rumah Tangga Berbeda dengan sektor korporasi, kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) justru meningkat dari 14,06% (yoy) menjadi 15,75% (yoy), terutama didorong oleh peningkatan kredit pemilikan Ruko/Rukan yang meningkat dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09% (yoy), kredit pemilikan rumah-kpr dari 9,30% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit kendaraan bermotor-kkb dari 10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy). Namun demikian, kredit RT lainnya yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan apartemen-kpa menunjukkan perlambatan. Penurunan suku bunga KP Ruko/Rukan dari 10,68% menjadi 10,54% diperkirakan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan kredit KP ruko/rukan. Sementara itu, meskipun suku bunga KPR meningkat dari 11,79% menjadi 11,86%, kinerja KPR tetap baik, terutama terlihat dari peningkatan KPR tipe 22 s.d 70 dari 6,37% (yoy) menjadi 10,90% (yoy). Residensial tipe menengah menjadi pilihan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum 99

118 cukup kondusif dalam periode laporan. Kondisi ini turut terkonfirmasi dari tingginya pembangunan proyek residensial yang ditujukan untuk segmen menengah di Jawa Timur. Dari sisi penyaluran KKB, peningkatan pertumbuhan KKB sepeda motor dari 5,29% (yoy) menjadi 30,27% (yoy) merupakan pendorong utama pertumbuhan kredit. Kondisi ini dipengaruhi penurunan rata-rata suku bunga dari 16,69% menjadi 16,15%. Pelonggaran kebijakan makroprudensial melalui peningkatan rasio LTV, FTV serta penurunan uang muka KKB yang diberlakukan sejak 18 Juni 2015 diperkirakan turut mendorong kinerja penyaluran kredit RT yang cukup menggembirakan pada Triwulan III Di tengah peningkatan penyaluran kredit RT, rasio NPL masih terjaga di bawah 5%, walaupun sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,33% menjadi 1,35%. Kondisi ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya pengeluaran masyarakat menjelang perayaan hari raya Idul Fitri serta tahun ajaran baru. Pengeluaran untuk kebutuhan yang cukup tinggi tersebut mendorong pelemahan repayment capacity debitur. Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan Grafik Pertumbuhan KPR per Tipe Grafik Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan 100

119 3.7. Perkembangan Sistem Pembayaran Transaksi Sistem Pembayaran Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa indikator seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), serta kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah. a. Aliran Uang Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Sejalan dengan perlambatan pengeluaran masyarakat serta terkendalinya inflasi, transaksi tunai di Jawa Timur pada periode ini mengalami net inflow. Secara spasial, netflow terbesar terjadi di Kota Surabaya karena tingginya transaksi tunai di daerah tersebut. Rasio outflow terhadap inflow yang cukup tinggi terjadi di Kota Kediri (117%) dan Kota Surabaya (112%). Sementara di 2 (dua) wilayah kerja BI lainnya relatif lebih rendah yakni Kab. Jember (70%) dan Kota Malang (67%) sesuai dengan karakterisitik daerah Jember dan Malang dengan transaksi tunai yang relatif rendah. Grafik Pergerakan Inflow, Outflow, Netflow dan Inflasi 101

120 KETERANGAN SURABAYA Tabel 3. 6 Perkembangan Inflow Outflow Jawa Timur (Miliar Rupiah) TW-4 TW-1 TW-2 TW-3 TW-4 TW-1 TW-2 TW-3 INFLOW OUTFLOW NETFLOW MALANG INFLOW OUTFLOW NETFLOW KEDIRI INFLOW OUTFLOW NETFLOW JEMBER INFLOW OUTFLOW NETFLOW JAWA TIMUR INFLOW OUTFLOW NETFLOW b. Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy), diantaranya melalui pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) secara rutin. Selama triwulan III 2015, sejalan dengan peningkatan inflow, jumlah nominal UTLE turut meningkat sebesar 59,34% (yoy), berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun 3,44%. Secara qtq, nominal UTLE juga meningkat dari -29,05% (qtq) pada triwulan sebelumnya menjadi 65,14%. Peningkatan nominal UTLE yang lebih tinggi dibanding peningkatan inflow mendorong rasio UTLE terhadap inflow meningkat dari 26,32% pada triwulan sebelumnya menjadi 27,69%. Peningkatan UTLE sejalan dengan tingginya transaksi masyarakat Jawa Timur dalam persiapan menghadapi perayaan Hari Raya Idul Fitri serta tahun ajaran baru sekolah, tercermin melalui peningkatan outflow dari -9,13% pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 63,72% pada Triwulan II Peningkatan outflow turut terjadi pada Triwulan III 2015 dari 7,31% menjadi 10,95%, terutama dipengaruhi peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat menghadapi Hari Raya Idul Adha. Komitmen Bank Indonesia dalam meningkatkan kualitas uang layak edar (clean money policy) melalui kegiatan penukaran uang dan kas keliling dalam persiapan menghadapi Lebaran 2015 turut mempengaruhi peningkatan UTLE periode laporan. 102

121 Grafik Rasio UTLE terhadap Inflow Dalam rangka mengendalikan jumlah uang kartal tidak layak edar yang dimusnahkan, Bank Indonesia terus melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi perbankan. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang sehingga mengurangi besarnya volume UTLE dan mengurangi biaya percetakan uang baru. c. Temuan Uang yang Tidak Sesuai dengan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Selama triwulan III 2015, penemuan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah di Jawa Timur baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat penemuan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah sebanyak lembar dalam berbagai pecahan, meningkat 54,61% (qtq) dibanding triwulan II 2015 (-25,87%, qtq). Peningkatan terutama terjadi di kediri sebesar 197,15% (qtq) yang mencapai lembar dari lembar pada periode sebelumnya, disusul Jember dengan peningkatan sebesar 32% (qtq) atau mencapai 924 lembar dari 700 lembar pada periode sebelumnya. Menghadapi maraknya kasus penemuan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah, Bank Indonesia bersama instansi terkait terus berupaya melakukan penanggulangan yang bersifat preventif maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan melalui edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, meningkatkan unsur pengaman pada uang baru, serta peningkatan kerjasama dengan instansi terkait di dalam maupun luar negeri. Sementara itu, upaya penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku. 103

122 Grafik Statistik Uang yang Tidak Sesuai Ciri - ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan Grafik Proporsi Uang Tidak Sesuai Ciriciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Sebagian besar transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak seperti transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Transaksi pembayaran Non Tunai masih mendominasi transaksi masyarakat. Hal ini didukung oleh kemudahan transaksi, apalagi untuk nominal besar. Proporsi transaksi non tunai terhadap total transaksi pada Triwulan III 2015 sebesar 89,99% lebih rendah dibanding kondisi Triwulan II 2015 sebesar 94,89% dengan nominal transaksi non tunai mencapai Rp392,28 Triliun, sedangkan nominal transaksi tunai mencapai Rp43,65 Triliun. Kondisi ini dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat sejalan dengan perayaan hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha pada periode laporan. Grafik Proporsi Transaksi Tunai dan Non Tunai di Jawa Timur 104

123 a. Transaksi BI-RTGS ( Real Time Gross Settlement) Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI RTGS berperan penting dalam aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar (>Rp100 juta). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan. Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang melambat di triwulan III 2015, transaksi non tunai menggunakan RTGS juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi baik secara nominal (-4,79%-qtq) maupun volume (-1,17%-qtq). Namun bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal RTGS meningkat sebesar 10,53% (yoy), sedangkan volume RTGS masih turun sebesar 31,30% (yoy). Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur Grafik Transaksi RTGS Spasial Jawa Timur Volume transaksi RTGS menggambarkan aktivitas perekonomian di masyarakat. Kota Surabaya sebagai kota yang memiliki skala ekonomi terbesar di Jawa Timur, yakni dengan nilai PDRB mencapai 25% nilai PDRB Jawa Timur, mendominasi transaksi RTGS di Jawa Timur baik dari sisi volume (67%) maupun nominal (81%). Kinerja RTGS Kota Surabaya pada triwulan III 2015 melambat secara nominal (-5,64%, qtq), meskipun secara volume menunjukkan peningkatan (0,23%), sejalan dengan perlambatan konsumsi masyarakat Jawa Timur. b. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI merupakan sarana transfer dana non tunai secara ritel selain RTGS dengan nominal transaksi yang lebih kecil. Di Jawa Timur, penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 4 (empat) Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yaitu Surabaya, Malang, Kediri dan Jember. Untuk meningkatkan pelayanan transaksi kliring pada nasabah, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi institusi yang ingin menjadi 105

124 Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini, di Jawa Timur sudah ada 7 PKL di berbagai kota (Jombang, Mojokerto, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Pamekasan dan Sumenep). Sejalan dengan perlambatan transaksi RTGS, nominal dan volume transaksi SKNBI di triwulan III 2015 turut melambat dibandingkan periode sebelumnya. Perlambatan terjadi baik secara nominal (-4,81%, qtq) maupun volume (-7,91%). Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal kliring turut mengalami penurunan sebesar 12,58% (yoy), begitu juga dengan volume kliring turun sebesar 12,15% (yoy). Secara spasial, Kota Surabaya memiliki transaksi kliring terbesar di Jawa Timur dengan share nominal kliring mencapai 80%, sedangkan share volume kliring mencapai 79%. Sejalan dengan kondisi kliring Jawa Timur, dibandingkan periode sebelumnya, kliring Kota Surabaya turut mengalami penurunan volume (-14,75%, qtq) dan penurunan nominal (-11,81%, qtq). Demikian pula jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kliring volume turun 8,9% (yoy), sedangkan kliring nominal turun 9,54% (yoy). Grafik Transaksi Kliring di Jawa Timur Grafik Transaksi Kliring Spasial di Jawa Timur 106

125 BOKS V Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka Panjang Kredit perbankan merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan perekonomian suatu daerah selain APBD, investasi, utang luar negeri dan sumber pembiayaan lainnya. Provinsi Jawa Timur tergolong daerah yang mengandalkan kredit sebagai sumber pembiayaan. Hal ini tercermin dari porsi kredit yang lebih tinggi dibandingkan sumber pembiayaan lainnya. Namun demikian, jika dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa, rasio kredit terhadap PDRB Jawa Timur masih relatif lebih rendah, khususnya jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, walaupun secara kecenderungannya menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Grafik 1 Komposisi Alternatif Sumber Pembiayaan Provinsi Jawa Timur Grafik 2 Perkembangan Pembiayaan Jawa Timur Grafik 3 Kredit/PDRB Provinsi di Jawa Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa Timur yang telah terjadi sejak tahun 2013, pertumbuhan kredit Jawa Timur juga turut melambat. Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan paling dalam terjadi pada kredit investasi (KI) dengan share penyaluran kredit mencapai 14% dan kredit modal kerja (KMK) yang memiliki share penyaluran kredit terbesar (60%). Hal ini sejalan dengan sikap wait and see pelaku usaha yang cenderung menahan ekspansi mengingat kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif. 107

126 Grafik 4 Pertumbuhan Ekonomi & Kredit Jawa Timur Grafik 5 Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan Perlambatan kredit menjadi salah satu hal yang perlu dicermati mengingat kaitannya yang cukup erat dengan aktivitas perekonomian Jawa Timur. Untuk mengetahui apakah pertumbuhan kredit saat ini sudah cukup mengkhawatirkan atau masih dalam batas toleransi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur melakukan analisis trend jangka panjang menggunakan pendekatan HP Filter dengan batas atas (BA) dan batas bawah (BB) 1 stdev maupun standar IMF 1,75 stdev. Grafik 6 Tren Jangka Panjang Kredit Riil Grafik 7 Tren Jangka Panjang Kredit Modal Kerja Riil Grafik 8 Tren Jangka Panjang Kredit Investasi Riil Grafik 9 Tren Jangka Panjang Kredit Konsumsi Riil Hasil analisis HP Filter menunjukkan bahwa pertumbuhan agregat kredit riil Jawa Timur sempat berada pada rentang bawah sejak periode akhir tahun 2014 hingga 2015, namun pada Triwulan III 2015 pertumbuhan kredit riil Jawa Timur kembali mengarah pada kisaran trend jangka panjangnya. Jika ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, KI mengalami kondisi yang serupa dengan agregat kredit sebagaimana di atas. Kondisi KI tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan KMK yang pada periode akhir tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2015 berada pada rentang bawah 1,75 stdev. Meskipun saat ini pertumbuhan KMK tersebut mulai 108

127 mengarah pada trend jangka panjangnya, pergerakannya masih berada pada rentang bawah 1 stdev. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit modal kerja masih perlu perhatian lebih lanjut agar mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Dilain pihak, kondisi yang berbeda terjadi pada kredit konsumsi (KK) yang cenderung bergerak pada trend jangka panjangnya dan bahkan pada Triwulan III 2015 sudah mengarah ke rentang atas 1 stdev. Pertumbuhan KK tersebut seiring dengan relaksasi kebijakan makroprudensial Bank Indonesia terkait Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV). Sementara itu, hasil analisis HP filter untuk rasio kredit terhadap PDRB Jawa Timur menunjukkan kondisi yang cenderung mengarah ke bias bawah trend jangka panjangnya, yang bahkan terjadi pada semua jenis kredit. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan peran kredit sebagai sumber pembiayaan aktivitas ekonomi di Jawa Timur. Untuk itu, diperlukan komitmen dari perbankan untuk meningkatan fungsi intermediasi kedepan, khususnya penyaluran kredit produktif, sehingga selain dapat menjadi motor penggerak aktivitas ekonomi, juga dapat mendorong peningkatan financial inclusion di Jawa Timur. Grafik 10 Tren Jangka Panjang Kredit/PDRB Grafik 11 Tren Jangka Panjang Kredit Modal Kerja/PDRB Grafik 12 Tren Jangka Panjang Kredit Investasi/PDRB Grafik 13 Tren Jangka Panjang Kredit Konsumsi/PDRB 109

128 BOKS VI Layanan Keuangan Digital Definisi Layanan Keuangan Digital (LKD) sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif. LKD merupakan layanan keuangan yang dirancang untuk menjadi solusi dari rendahnya literasi keuangan di Indonesia yang tercermin dari tingginya masyarakat yang belum dapat mengakses layanan perbankan (unbanked). Berdasarkan hasil survei World Bank di tahun 2014, Global Financial Inclusion Index menunjukkan bahwa hanya 36% penduduk dewasa Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan United Kingdom (99%) bahkan Thailand (78%) dan Malaysia (81%). Dengan tersedianya LKD sebagai layanan keuangan yang mudah, murah, terjangkau, nyaman, aman, terpercaya, serta proporsional, masyarakat unbanked diharapkan dapat terlayani oleh lembaga keuangan yang pada akhirnya akan meningkatkan angka literasi keuangan Indonesia. Produk dasar LKD adalah uang elektronik dimana pelayanannya melibatkan pihak ketiga atau agen yang direkrut untuk menjadi perwakilan penerbit uang elektronik (bank, telco, dan sebagainya) di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM. Agen LKD dibedakan menjadi dua jenis, yakni agen dengan badan hukum seperti minimarket dan koperasi, serta agen individu yang tidak berbadan hukum seperti warung kelontong, penjual pulsa, bengkel dan usaha mikro lainnya. Seluruh penerbit uang elektronik dapat mengajukan diri menjadi penyelenggara LKD, dengan merekrut agen berbadan hukum. Namun, saat ini hanya Bank BUKU 4 (modal >30T) yang boleh mengajukan izin menjadi penyelenggara dengan agen individu. Sampai saat ini, dan baru 3 (tiga) Bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri (keduanya telah memiliki izin dari tahun 2014), dan kemudian disusul oleh Bank Central Asia. Secara nasional perkembangan jumlah agen individu LKD sangat signifikan yaitu mencapai angka agen pada Agustus 2015, atau tumbuh 83,7% dari awal tahun. 110

129 Pertumbuhan jumlah agen ini juga diiringi oleh pertumbuhan positif pemegang uang elektronik yang telah mencapai pengguna. Grafik 1 Perkembangan Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik Januari-Agustus 2015 Di Jawa Timur, BRI dan Bank Mandiri telah berkomitmen untuk menjaring sekitar agen sepanjang tahun 2015 atau 18,1% dari target jumlah agen individu nasional. Pada periode yang sama, jumlah agen di Jawa Timur telah mencapai agen atau 94,8% dari target pada tahun ini. Di bulan Oktober 2015, jumlah agen telah mengalami penambahan sebanyak 425 agen sehingga total agen telah mencapai 99% dari target. Sebaran dari agen-agen LKD ini relatif cukup merata di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Daerah dengan agen terbanyak berada di Kota Malang dengan jumlah agen sebanyak Upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh Bank Indonesia, salah satunya dengan senantiasa melakukan kajian untuk mendorong pengembangan LKD tersebut. Salah satu kajian yang telah diselesaikan yaitu Kajian Identifikasi Potensi LKD di Jawa Timur. Output kajian ini adalah rekomendasi daerah-daerah yang memiliki potensi pengembangan LKD dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti akses, penggunaan, penyediaan layanan keuangan, potensi pasar dan infrastruktur. Hasil kajian ini kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi yang dilaksanakan di daerah yang direkomendasikan, seperti Sumenep, Malang, Kediri dan Jember. 111

130 Tabel 1 Jumlah Agen LKD Jawa Timur per Kabupaten/Kota No Kabupaten Agen No Kabupaten Agen 1 Kab. Gresik Kab. Ngawi Kab. Sidoarjo Kab. Magetan Kab. Mojokerto Kab. Ponorogo Kab. Jombang Kab. Pacitan 54 5 Kab. Sampang Kab. Bojonegoro Kab. Pamekasan Kab. Tuban Kab. Sumenep Kab. Lamongan Kab. Bangkalan Kab. Situbondo 42 9 Kab. Bondowoso Kota Batu Kab. Banyuwangi Kota Surabaya Kab. Jember Kota Mojokerto Kab. Malang Kab. Pasuruan 33 Kota Malang Kab. Probolinggo Kota Pasuruan Kab. Lumajang Kota Probolinggo Kab. Kediri Kota Blitar Kab. Nganjuk Kota Kediri Kab. Tulungagung Kota Madiun Kab. Trenggalek Kota Jember 0 20 Kab. Blitar Lainnya Kab. Madiun 88 Total

131 BOKS VII 2 nd Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 : Upaya Dorong Peranan Perekonomian dan Perbankan Syariah Indonesia merupakan salah satu negara dimana aktivitas ekonomi dan keuangan syariahnya mulai tumbuh dan berkembang. Meskipun share perbankan syariah di Indonesia baru mencapai 4,6% dibandingkan total share perbankan nasional, potensi berkembangnya ekonomi dan keuangan syariah Indonesia telah diakui oleh negara-negara lain. Hal ini tercermin dari ditunjuknya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan gubernur bank sentral negara-negara anggota Organisation of Islamic Cooperation (OIC) pada tahun 2014 lalu. Grafik 1. Pangsa Perbankan Syariah di Indonesia Grafik 2. Pangsa Perbankan Syariah Berdasarkan provinsi di Indonesia Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia berkomitmen untuk menggerakkan dan mendorong Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini tercermin dari dirangkaikannya pertemuan gubernur bank sentral anggota OIC 2014 tersebut dengan berbagai kegiatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang disebut dengan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF), dimana Jawa Timur ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggara. Dipilihnya Jawa Timur sebagai pusat pengembangan ekonomi syariah Indonesia, selain karena memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi (bahkan lebih tinggi dari Nasional), Jawa Timur juga salah satu provinsi yang memiliki pondok pesantren terbesar di Indonesia dan basis penduduk muslim yang besar (96,76% penduduk Jatim, atau 36,65 juta jiwa, adalah pemeluk Islam). Melalui kegiatan ISEF tersebut, masyarakat diharapkan dapat mengetahui bentukbentuk kegiatan ekonomi dan memanfaatkan produk-produk berbasis syariah di Indonesia. Kegiatan ini secara khusus diharapkan dapat membuka peluang adanya kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OIC lainnya dalam pengembangan ekonomi dan keuangan berbasis syariah. Pada kegiatan tersebut pula ditandatangani Deklarasi Surabaya 113

132 antara Gubernur Bank Indonesia, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Gubernur Jawa Timur dan 17 (tujuh belas) pondok pesantren di Jawa Timur, sebagai komitmen bersama untuk pengembangan dan akselerasi ekonomi syariah. Grafik 3. Persebaran Jumlah Pondok Pesantren di Indonesia Grafik 4. Persebaran Jumlah Pondok Pesantren di Kawasan Jawa Gambar 1. Persebaran Pondok Pesantren di Jawa Timur Menindaklanjuti hasil ISEF tahun 2014 dan untuk semakin mendorong pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober - 1 November 2015 kembali menyelenggarakan ISEF di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pada tahun ini, rangkaian kegiatan 2 nd ISEF terbagi menjadi opening ceremony, sharia economic forum dan sharia fair, dengan tema Empowering Islamic Economic and Finance for the Prosperity of the Nations (Pemberdayaan Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Kesejahteraan Bangsa). Acara resmi dibuka pada tanggal 28 Oktober 2015 oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara didampingi Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro dan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. ISEF pada tahun ini. Sharia Economic Forum terdiri dari berbagai seminar mengenai pengembangan ekonomi syariah. Topik yang dibahas antara lain kebijakan strategis pemerintah dalam mengakselerasi ekonomi syariah, pengembangan sukuk sebagai instrumen keuangan yang mampu menghubungkan sektor keuangan dengan sektor riil, optimalisasi Islamic social finance (seperti zakat, infaq, wakaf), pengembangan layanan non tunai dalam pembayaran ZISWAF, hingga pembahasan mengenai kunci sukses kemandirian pondok pesantren. 114

133 Sementara itu, Sharia Fair meliputi kegiatan pameran produk ekonomi dan keuangan syariah yang terdiri dari 124 booth dan seminar/talkshow, pelatihan dan edukasi produk dan keuangan syariah. Sharia Fair dikembangkan dengan ko Finance, Food, Fashion Fantrepreneur (fantastic entrepreneur), dan Fundutainment (fun-education-entertainment)). Pengembangan konsep 5F ini merupakan upaya dari Bank Indonesia dalam mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor riil sehingga pengembangan ekonomi syariah terlaksana secara komprehensif. Selain itu, konsep ini diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa ekonomi syariah tidak terbatas pada lembaga keuangan saja (baik bank ataupun non-bank) tetapi juga meliputi sektor/bisnis riil. Lebih lanjut, pada salah satu seminar sharia economic forum disebutkan bahwa kondisi perkembangan ekonomi syariah di Jawa Timur belum menunjukkan perbaikan kinerja. Market share perbankan syariah mengalami peningkatan dengan tren melambat, demikian juga pertumbuhan aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah. Meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai perbankan syariah belum mampu meningkatkan jumlah sharia loyalist. Berdasarkan penelitian, sekitar 67% dari responden berencana memindahkan dananya dari perbankan syariah apabila kondisi ekonomi tidak stabil. Seminar yang diisi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Masyarakat Ekonomi Syariah, serta dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menghasilkan beberapa rekomendasi untuk pengembangan ekonomi syariah di Jawa Timur, antara lain : 1. Memaksimalkan pengumpulan Dana Pihak Ketiga syariah seperti zakat dan wakaf agar bisa dimanfaatkan dengan lebih baik untuk kemaslahatan umat. 2. Meningkatkan governance pelaksanaan ekonomi syariah. 3. Meningkatkan pemahaman kepada pelaku industri dan konsumen tentang regulasi ekonomi syariah. 4. Mendorong kebijakan penggunaan alternatif rekening syariah untuk menyalurkan danadana yang dikelola oleh kementerian. 5. Perlunya transparansi dan penjelasan kepada masyarakat dari para pelaku bisnis keuangan dan sektor riil syariah tentang identifikasi dan kriteria produk keuangan/non keuangan yang dilarang oleh syariah Islam. Sementara itu, pihak regulator perlu mengawal proses tersebut. Berbagai rekomendasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja perbankan syariah Jawa Timur yang masih menunjukkan trend perlambatan pada triwulan III

134 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. Gambaran Umum Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam Perencanaan dan Penganggaran Negara tentunya perlu diperhatikan. Sesuai dengan pola musiman belanja pemerintah, realisasi belanja sampai dengan triwulan III 2015 melonjak cukup tinggi. Sampai dengan periode ini, anggaran belanja dan transfer APBD Provinsi Jawa Timur terealisasi 59,3%, lebih baik dari pencapaian di periode yang sama tahun 2014, hanya 53,2%. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan ini. Anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota terealisasi sebesar 50,5%, dengan Kabupaten Tulungagung sebagai kabupaten dengan realisasi belanja dan transfer tertinggi, sebesar 91,4%. Sementara itu, sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi Pemerintah Pusat, juga terdapat lonjakan realisasi anggaran belanja APBN, yang mencapai 47% sampai dengan triwulan ini. Walaupun menunjukkan perbaikan, pencapaian ini lebih rendah daripada pencapaian tahun sebelumnya, akibat kendala-kendala realisasi anggaran di awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Dengan memperhatikan berbagai asumsi kondisi makroekonomi daerah, APBD Provinsi Jawa Timur terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, anggaran pendapatan daerah mencapai Rp22,25 triliun atau meningkat 17,1% dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar Rp18,99 triliun. Sementara anggaran belanja dan transfer daerah tahun 2015 sebesar Rp24,3 triliun, meningkat 18,6% dari tahun 2014 yang sebesar Rp20,54 triliun. 116

135 S umber : BPKAD Jawa Timur Grafik 4. 1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur Secara nominal, peningkatan anggaran pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur didorong oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat 19,2% (Rp2,39 triliun) dibandingkan tahun 2014, disusul oleh pendapatan transfer yang meningkat sebesar Rp0,84 triliun (13,2%). Tabel 4. 1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2014 dan 2015 Sumber : BPKAD Jawa Timur Berdasarkan pangsanya, PAD merupakan sumber pendapatan utama Provinsi Jawa Timur, yaitu mencapai 66,9% dari total pendapatan daerah. Dengan demikian rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Timur tetap bertahan pada kategori yang sangat baik. Komponen terbesar PAD adalah pajak daerah yang pada tahun 2015 mengalami penurunan proporsi terhadap total PAD dari 83,3% di tahun 2014 menjadi 82,8%. Penurunan pangsa 117

136 penerimaan pajak tersebut merupakan salah satu upaya meningkatkan dan menstimulus aktivitas ekonomi masyarakat Jawa Timur di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sumber : BPKAD Jawa T imur Grafik 4. 2 Proporsi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur Persentase realisasi pendapatan daerah secara kumulatif di triwulan III 2015 mencapai 75,3%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 80,2%. Pada triwulan III sendiri, realisasi pendapatan hanya 26,1%, juga lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang mencapai 29,1%. Berdasarkan komponennya, PAD terealisasi 75,5% secara kumulatif di triwulan III 2015 (triwulan III 2014 : 82,9%), yang disebabkan belum optimalnya penerimaan pajak daerah yang hanya terealisasi 72,9%, di bawah pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 78,9%. Walaupun sudah menunjukkan perbaikan, namun pertumbuhan ekonomi yang masih relatif rendah pada triwulan ini merupakan salah satu penyebab rendahnya pendapatan pajak. Sesuai Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang No 28. tahun 2009, jenis pajak provinsi hanya terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Pajak-pajak tersebut umumnya merupakan pajak yang berkaitan dengan konsumsi masyarakat. Di lain sisi, pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan III 2015 ini mencapai titik terendahnya dalam 5 tahun terakhir, yakni hanya tumbuh 3,0%. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari perlambatan penjualan kendaraan bermotor di sepanjang tahun 2015 yang terus berlanjut hingga triwulan ini. Kondisi ini yang merupakan salah satu penyebab rendahnya pendapatan pajak periode ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 118

137 Tabel 4. 2 Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III 2015 Sumber : BPKAD Jawa Timur Pada periode triwulan III 2015, PAD dan pendapatan transfer mengalami realisasi yang lebih rendah dibandingkan historisnya. Dari tiga komponen pendapatan, PAD memiliki pencapaian realisasi tertinggi yaitu 27,4%. Sementara pendapatan transfer hanya terealisasi 23,3%, dan lain-lain pendapatan yang sah hanya 20,9%. Sumber : BPKAD Jawa Timur Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 119

138 Menilik kondisi tahun 2103, realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur mencapai 106,0%, kemudian meningkat menjadi 110,3% di tahun Berdasarkan pola historis di tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan anggaran pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2015 dapat terealisasi di kisaran 103%-105%. Tingginya kemampuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam merealisasikan pendapatannya, terutama dari PAD, tentunya mendukung kemandirian Provinsi Jawa Timur dalam membiayai belanjanya, sehingga ketergantungan dana transfer dari Pemerintah Pusat relatif tidak terlalu tinggi Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur Anggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi anggaran belanja dan anggaran transfer. Total anggaran keduanya di tahun 2015 sebesar Rp24,36 triliun, meningkat 18,5% dari tahun Anggaran belanja meningkat 19,1% dan anggaran transfer meningkat 17,6%. Berdasarkan komponennya, peningkatan tertinggi pada anggaran belanja dialami oleh belanja modal, yakni sebesar 67,58%, disusul Belanja Operasi sebesar 14,5%. Sementara itu komponen Belanja Tak Terduga turun cukup besar hingga 58,2%. Hal ini mencerminkan meningkatnya kinerja perencanaan dan penganggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur di tahun anggaran Tabel 4. 3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2015, Juta Rupiah Sumber : BPKAD Jawa T imur 120

139 Belanja operasi masih mendominasi anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan pangsa 84,1%, sedangkan belanja modal dan belanja tak terduga masing-masing memiliki pangsa sebesar 14,6% dan 0,5%. Terdapat pengurangan proporsi belanja operasi yang cukup signifikan, disertai dengan peningkatan pangsa belanja modal dari 10,4% menjadi 14,6% di tahun ini. Kebijakan ini dinilai positif karena mencerminkan perhatian pemerintah daerah untuk mengakselerasi perekonomian, mengingat belanja modal merupakan komponen belanja pemerintah yang memiliki multiplier effec tinggi terhadap perekonomian. Sumber : BPKAD Jawa Timur Grafik 4. 4 Proporsi Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur Realisasi Belanja APBD Provinsi Jawa Timur Secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015, anggaran belanja dan transfer Pemerintah Provinsi Jawa Timur terealisasi sebesar Rp14,45 triliun atau 59,3% dari anggaran. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang tercatat 53,2%. Total belanja terealisasi sebesar 56,5% dan transfer sebesar 64,8%. Pencapaian ini relatif baik, dan sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 6,0% di triwulan II 2015 menjadi 9,0% pada triwulan ini. Pada kelompok belanja, realisasi tertinggi dicapai oleh Belanja Operasi yang mencapai 60,5% dan yang terendah adalah belanja modal dengan realisasi 34,1%. Dari komponen transfer, bantuan keuangan ke pemerintah daerah lainnya terealisasi 75,5%, dan bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota terealisasi 58,0%. Realisasi keduanya melebihi pencapaian di periode yang sama pada tahun sebelumnya. 121

140 Tabel 4. 4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III Uraian Pagu Realisasi Kumulatif Tw III Pagu Realisasi Kumulatif Tw (Juta Rp) (Juta Rp) % (Juta Rp) (Juta Rp) % TOTAL BELANJA DAN TRANSFER 20,543,674 10,927, ,361,066 14,450, BELANJA 13,600,353 7,347, ,196,609 9,158, BELANJA OPERASI 12,007,760 6,946, ,753,199 8,318, BELANJA PEGAWAI 2,435,206 1,650, ,686,353 1,791, BELANJA BARANG 4,696,638 2,425, ,138,218 2,791, BELANJA BUNGA 4,175 3, ,839 2, BELANJA SUBSIDI BELANJA HIBAH 4,862,592 2,863, ,909,137 3,728, BELANJA BANTUAN SOSIAL 9,149 3, ,652 4, BELANJA MODAL 1,413, , ,368, , BELANJA TANAH 5, BELANJA PERALATAN DAN MESIN 881, , BELANJA GEDUNG DAN BANGUNAN 915, , BELANJA JALAN, IRIGASI DAN JARINGAN 546, , BELANJA ASET TETAP LAINNYA 3,940 2, BELANJA ASET LAINNYA 15,843 3, BELANJA TAK TERDUGA 179,250 89, ,000 33, BELANJA TAK TERDUGA 179,250 89, ,147 - TRANSFER 6,943,321 3,580, ,164,457 5,292, TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 4,569,008 2,137, ,994,366 2,898, TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE PEMERINTAH DAERAH LAINNYA 2,374,312 1,442, ,170,091 2,393, Sumber : BPKAD Jawa T imur Dari komponen belanja operasi, belanja bunga memiliki realisasi tertinggi, yakni sebesar 76,9%. Komponen terbesar belanja operasi yaitu belanja hibah, terealisasi sebesar 63,1%. Kegiatan yang mendorong pencairan dana hibah pada triwulan III 2015 ini adalah Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan di Jombang pada 1 Agustus 2015 serta pelaksanaan Operasi Pasar Bantuan Ongkos Angkut pada saat Lebaran. Realisasi belanja modal secara kumulatif di triwulan III 2015 mencapai 34,1%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2014, yang hanya mencapai 22,1%. Berdasarkan komponennya, realisasi tertinggi terjadi pada belanja aset tetap lainnya yakni 55,1%. Komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan terealisasi cukup baik, yaitu 42,2%. Pembangunan waduk dan irigasi ke depannya diharapkan akan lebih lancar terlaksana, mengingat adanya rencana Pemerintah Pusat dalam merevisi PP Nomor 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Lahan Kawasan Hutan serta PP Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Pembangunan waduk seperti Waduk Semantok, Bagong, Lesti, dan Wonodadi memang menggunakan dana APBN, namun berdasarkan informasi anecdotal dana pembebasan lahan dan jaringan irigasi untuk waduk tersebut menggunakan dana APBD Provinsi Jawa Timur dan APBD Kabupaten/Kota. Di sisi lain, pembangunan proyek Jalur Lintas Selatan di Jawa Timur yang didanai oleh APBD Provinsi Jawa Timur diperkirakan belum dapat diselesaikan sesuai rencana. Hal ini mengingat adanya kendala pada pembebasan lahan dan permasalahan alokasi anggaran. 122

141 Pembebasan lahan memang sudah sering menjadi kendala utama dalam pembangunan berbagai proyek infrastruktur pemerintah. Sementara itu, permasalahan alokasi anggaran terjadi karena APBN yang tersedia untuk proyek JLS tidak mencukupi, sedangkan dana APBD Provinsi Jatim tidak hanya dialokasikan untuk proyek ini namun juga diperuntukkan untuk pemeliharaan jalan jalan provinsi termasuk pembangunan jembatan di Kabupaten Blitar, Malang, dan Jember. S umber : BPKAD Jawa Timur Grafik 4. 5 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Jawa Timur Realisasi total belanja dan transfer pada triwulan III 2015 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan historisnya, di mana realisasi di triwulan III selalu di atas triwulan I dan II. Perbedaan ini diakibatkan oleh tingginya realisasi transfer di triwulan II 2015 yang mencapai 38% dan lebih tinggi dari triwulan III yang hanya 19%. Sementara itu, pola realisasi belanja relatif sama dengan historisnya, sehingga diperkirakan akan terjadi lonjakan realisasi belanja yang besar di triwulan IV 2015, terutama pada komponen belanja modal. Secara historis, pada tahun 2013 total belanja dan transfer terealisasi 95,3%, sementara di tahun 2014 sebesar 97,5%. Dengan melihat pola realisasi triwulanan pada dua tahun sebelumnya, dan apabila tidak terdapat kendala yang menghambat realisasi anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka diperkirakan realisasi anggaran belanja dan transfer Provinsi Jawa Timur dapat mencapai 95%-97% di akhir tahun

142 4.3. APBD Kabupaten Kota di Jawa Timur Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota Total anggaran pendapatan yang dialokasikan oleh 38 kabupaten/kota di Jawa Timur mencapai Rp74,58 triliun. Total nilai anggaran pendapatan ini cukup jauh lebih besar dibanding anggaran pendapatan APBD Provinsi dan APBN yang dialokasikan untuk Jawa Timur. Anggaran pendapatan terbesar dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan nilai Rp6,5 triliun, sementara yang terkecil adalah Pemerintah Kota Mojokerto dengan nilai Rp731 miliar. Sumber : BPKAD Jawa T imur Grafik 4. 6 Anggaran Pendapatan Kabupaten Kota Jawa Timur, 2015 Pendapatan Transfer merupakan komponen pendapatan yang mendapat alokasi anggaran terbesar, yakni Rp58,9 triliun. Besarnya dana transfer ini menandakan ketergantungan fiskal pemerintah kabupaten/kota masih cukup tinggi terhadap Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Secara keseluruhan, derajat desentralisasi fiskal untuk pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur hanya sebesar 16,9%. Derajat desentralisasi fiskal tertinggi diraih oleh Kota Surabaya dengan rasio mencapai 54,0% dan terendah di Kabupaten Bangkalan sebesar 6,9%. Rendahnya pendapatan berupa pajak yang dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan disebabkan karena Bangkalan merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 23,2% (berdasarkan data 2013), sehingga ketergantungan Kabupaten tersebut terhadap dana transfer dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi masih tergolong tinggi. 124

143 Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015 Anggaran (Rp Milyar) Realisasi Semester I (Rp Milyar) %Realisasi Semester I Realisasi Tw III (Rp Milyar) %Realisasi Tw III Realisasi Kumulatif Tw III (Rp Milyar) %Realisasi Kumulatif Tw III PENDAPATAN 74, , , , PENDAPATAN ASLI DAERAH 12, , , , Pendapatan Pajak Daerah 8, , , , Pendapatan Retribusi Daerah 1, , Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 4, , , , PENDAPATAN TRANSFER 58, , , , Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 41, , , , Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 11, , , , Transfer dari Pemerintah Provinsi 4, , , , Transfer Pemerintah Provinsi Lainnya LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1, , , Sumber : BPKAD Jawa Timur Secara kumulatif di triwulan III 2015, realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota mencapai 79,2%. Terdapat lonjakan realisasi yang cukup signifikan dibandingkan semester I 2015, terutama pada komponen pendapatan asli daerah yang mencapai 81,9% (semester I : 50,4%) dan pendapatan transfer yang mencapai 79,9% (semester I : 50,50%) sampai dengan triwulan ini. Sementara itu, realisasi komponen lain-lain pendapatan yang sah relatif sudah tinggi di semester I 2015, sehingga tidak terdapat lonjakan realisasi yang signifikan di triwulan III. Tingginya realisasi PAD didorong oleh pendapatan retribusi dan lain lain PAD yang sah. Komponen pendapatan pajak daerah masih terealisasi cukup rendah di tengah kondisi perekonomian yang masih lemah, hanya 59,7% secara kumulatif triwulan III Secara kumulatif di triwulan III 2015, kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan tertinggi adalah Kabupaten Tulungagung, dengan realisasi sebesar 101,3%. Hampir semua komponen anggaran pendapatan Kabupaten Tulungagung pada triwulan ini terealisasi di atas 100%, dengan realisasi tertinggi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah terealisasi 120,1%. Komponen terbesar PAD tersebut adalah berupa Lain lain (67% dari PAD) bahkan sudah terealisasi sebesar 125,7%. Sementara itu, Kabupaten Pacitan merupakan wilayah dengan realisasi pendapatan terendah secara kumulatif triwulan III 2015 yaitu hanya mencapai 45% dari total anggaran. Pendapatan asli daerah Pacitan sebenarnya sudah terealisasi sebesar 91,4%. Namun demikian, anggaran pendapatan transfer dengan nominal anggaran mencapai 92% dari total anggaran pendapatan hanya terealisasi 40,0% Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota Anggaran belanja dan transfer kabupaten/kota di Jawa Timur di tahun 2015 mencapai Rp82,3 triliun. Sekitar 77% dari total anggaran tersebut merupakan anggaran belanja operasi 125

144 yang bernilai Rp63,7 triliun. Kota Surabaya memiliki anggaran belanja dan transfer terbesar, yakni sebesar Rp7,27 triliun. Di sisi lain, Kota Blitar merupakan kota dengan anggaran belanja terendah yang hanya sebesar Rp0,79 triliun. Sumber : BPKAD Jawa T imur Grafik 4. 7 Anggaran Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015 Belanja modal dalam APBD kabupaten/kota di Jawa Timur pada tahun 2015 mencapai Rp17,7 triliun atau 21,5% dari total anggaran. Kota Batu memiliki rasio belanja modal tertinggi, yakni sebesar 36,4%. Tingginya rasio belanja modal ini berkaitan dengan pembangunan infrastruktur berbagai sarana pendukung sektor pariwisata di kota tersebut. Sementara itu, Tulungagung merupakan wilayah dengan rasio belanja modal terendah, yakni hanya sebesar 9,9%. Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015 Realisasi Realisasi Anggaran (Rp %Realisasi Realisasi Tw III %Realisasi Tw Semester I Kumulatif Tw III Milyar) Semester I (Rp Milyar) III (Rp Milyar) (Rp Milyar) %Realisasi Kumulatif Tw III BELANJA+TRANSFER 82, , , , BELANJA OPERASI 63, , , , BELANJA MODAL 17, , , , BELANJA TAK TERDUGA TRANSFER 1, Sumber : BPKAD Jawa T imur Pencapaian di triwulan ini sendiri sudah hampir menyamai realisasi semester I 2015, di mana pada semester I hanya mencapai 26,4%, dan secara kumulatif di triwulan III mencapai 26,4%. Belanja operasi merupakan komponen dengan realisasi terbesar yang mencapai 57,1%. Sementara itu, belanja modal memiliki pencapaian yang cukup rendah, yakni hanya 27,1%. 126

145 Sejalan dengan realisasi pendapatannya, Kabupaten Tulungagung memiliki realisasi anggaran belanja dan transfer tertinggi sampai dengan triwulan ini yang mencapai 91,4%. Di triwulan I 2015, realisasi anggaran belanja dan transfer Kabupaten Tulungagung mencapai 11,6%, dan merupakan salah satu yang tertinggi pada periode tersebut. Kondisi yang sama terjadi pula di sepanjang semester I 2015, dengan realisasi sebesar 35,7% dan hanya tertinggal dari Kabupaten Lamongan (36,9%). Realisasi anggaran yang konsisten tinggi, baik pendapatan maupun belanja dan transfer menunjukkan kedisiplinan Pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Komponen belanja operasi merupakan komponen dengan realisasi tertinggi, yang mencapai 92,5%. Komponen belanja tak terduga memiliki realisasi terendah hanya 26,9%. Realisasi belanja modal sudah mencapai 83,6%, jauh di atas realisasi belanja modal kabupaten kabupaten lainnya. Sementara itu, Kabupaten Sampang membukukan realisasi belanja dan transfer terendah, yang hanya mencapai 32,5% sampai dengan triwulan III Belanja operasi hanya terealisasi 48,7%, dan belanja modal 9,36%. Berkebalikan dengan Kabupaten Tulungagung, Sampang selalu merupakan salah satu kabupaten dengan realisasi yang rendah di setiap triwulannya pada tahun ini. Berdasarkan informasi anekdotal, realisasi anggaran Sampang di tahun 2014 juga merupakan yang terendah di Jawa Timur. Rendahnya realisasi anggaran ini diakibatkan adanya ketakutan sejumlah SKPD dalam pelaksanaan kegiatan, karena banyaknya pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan dimasukkan ke penjara. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat Sampang merupakan salah satu kabupaten dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi dan membutuhkan peran pemerintah yang besar dalam meningkatkan aktivitas ekonominya. Sumber : BPKAD Jawa T imur Grafik 4. 8 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer APBD Kab/Kota Jawa Timur,

146 4.4. Alokasi APBN Di Provinsi Jawa Timur Pemerintah Pusat mengalokasikan sejumlah anggaran yang berasal dari APBN yang digunakan untuk membiayai belanjanya di Jawa Timur. Anggaran penerimaan dalam APBN tersebut hanya berasal dari penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah. Penerimaan pajak tersebut dikelola oleh 3 Kanwil DJP di Jawa Timur. Di sisi lain, belanja APBN disalurkan dalam bentuk Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah melalui Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Belanja Pemerintah Pusat digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi Pemerintah Pusat yang berada di Jawa Timur, seperti Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara dan Kantor Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digunakan untuk membiayai proyek proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Tabel 4. 7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Timur TA 2014 TA 2015 Jenis Belanja Pangsa Perubahan PAGU PAGU Pangsa Milyar Rp Milyar Rp Berdasarkan Jenis Belanja BELANJA PEGAWAI 14,810 41% 18,756 42% 26.6% BELANJA BARANG 10,097 28% 13,967 31% 38.3% BELANJA MODAL 5,789 16% 9,906 22% 71.1% BELANJA BANTUAN SOSIAL 5,449 15% 1,902 4% -65.1% Berdasarkan Fungsi PELAYANAN UMUM 7,610 21% 5,687 13% -25.3% PERTAHANAN 4,830 13% 6,383 14% 32.2% KETERTIBAN DAN KEAMANAN 1,727 5% 2,563 6% 48.4% EKONOMI 4,213 12% 8,669 19% 105.8% LINGKUNGAN HIDUP 806 2% 767 2% -4.9% PERUMAHAN DAN FASILITAS 1,581 4% 608 1% -61.5% UMUM KESEHATAN 662 2% 668 2% 1.0% PARIWISATA DAN BUDAYA 9 0% 13 0% 41.9% AGAMA 344 1% 546 1% 59.0% PENDIDIKAN 13,875 38% 18,028 40% 29.9% PERLINDUNGAN SOSIAL 488 1% 599 1% 22.7% TOTAL 36, % 44, % 23.2% S umber : Ditje n Perbe ndaharaan Jawa Timur Anggaran Belanja APBN di Jawa Timur Anggaran belanja APBN di Provinsi Jawa Timur tahun 2015 mencapai Rp44,53 triliun, meningkat 23,2% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp36,14 triliun. Berdasarkan jenis belanjanya, anggaran terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai 42% dari total anggaran. Komponen belanja lainnya yaitu belanja barang dan belanja modal juga mengalami peningkatan pangsa pada tahun ini, masing-masing menjadi sebesar 32% dan 22%. Dengan adanya peningkatan alokasi belanja modal tersebut diharapkan belanja pemerintah dapat 128

147 menjadi komponen pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam jangka yang lebih panjang. Sumber : Ditjen Perbe nda haraan Jawa T imur Grafik 4. 9 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Jenis Belanja Dari kesebelas fungsi yang menjadi dasar penyaluran belanja APBN di Jawa Timur, Pemerintah Pusat memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap sektor pendidikan. Hal ini tercermin dari besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan yang mencapai 40% dari total anggaran, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 38%. Fungsi ekonomi juga memiliki pangsa yang cukup besar, yakni 19% dari total anggaran dan meningkat 105,8% dibandingkan tahun Sebaliknya, nominal anggaran yang dialokasikan pada fungsi pelayanan umum dan perumahan dan fasilitas umum menurun dibandingkan dengan nilai anggaran di tahun sebelumnya. Sumber : Ditjen Perbendaharaa n Jawa T imur Grafik Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Fungsi 129

148 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Pada triwulan III 2015, terjadi akselerasi pertumbuhan Konsumsi Pemerintah pada Produk Domestik Bruto Indonesia, dari 2,1% di triwulan II menjadi 6,6%. Kondisi ini tercermin pula dari lonjakan realisasi APBN Pemerintah Pusat di Jawa Timur pada triwulan ini. Sampai dengan semester I 2015, realisasi belanja hanya mencapai 23,43%. Secara kumulatif di triwulan III, realisasi belanja mencapai 46,62%. Dengan demikian, pada triwulan III sendiri realisasi belanja mencapai 23,19%, hampir sama dengan pencapaian sepanjang semester I Rendahnya realisasi anggaran belanja APBN sampai dengan Semester I 2015, tidak lepas dari berbagai macam kendala, terutama adanya perubahan nomenklatur di beberapa kementerian. Gubernur Jawa Timur kemudian mengeluarkan surat kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara terkait percepatan penyerapan APBN tahun anggaran 2015 di Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu bentuk nyata kepedulian Pemerintah Provinsi terkait penyerapan anggaran belanja Pemerintah Pusat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Lonjakan realisasi belanja pada triwulan III 2015 menandakan bahwa Pemerintah Pusat telah melakukan usaha usaha yang efektif dalam meningkatkan penyerapan anggaran belanja. Di sisi lain, walaupun meningkat pesat, baik secara kumulatif maupun individu di triwulan III pencapaian realisasi belanja APBN ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun Berdasarkan jenis belanja, realisasi tertinggi adalah Belanja Pegawai yang secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015 mencapai 68%. Sementara itu, realisasi Belanja Modal tercatat paling rendah, yakni secara kumulatif hanya 21%, dan lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang sebesar 29%. Pola realisasi belanja APBN sampai dengan triwulan ini relatif sama dengan tahun 2014, rendah di awal tahun dan terus meningkat sampai ke akhir tahun. Hal ini karena realisasi belanja (khususnya belanja modal) APBN mayoritas memerlukan proses pengadaan dengan termin penyelesaian secara bertahap dan selesai di akhir tahun Jenis Belanja Tabel 4. 8 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja TA 2014 TA 2015 PAGU Semester I Kumulatif Tw III Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi BELANJA PEGAWAI 14,810 5,845 39% 10,063 68% 18,756 7,112 38% 12,703 68% BELANJA BARANG 10,097 2,872 28% 5,037 50% 13,967 2,271 16% 5,112 37% BELANJA MODAL 5, % 1,688 29% 9, % 2,051 21% BELANJA BANTUAN SOSIAL 5,449 1,115 20% 2,574 47% 1, % % TOTAL 36,145 10,480 29% 19,362 54% 44,531 10, % 20, % Sumber : Ditjen Perbe nda haraan Jawa T imur PAGU Semester I Kumulatif Tw III 130

149 Sumber : Ditje n Perbendaharaa n Jawa Timur (diola h) Grafik %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja tertinggi secara kumulatif di triwulan III 2015 dicapai oleh fungsi pertahanan yang mencapai 75%, dan yang terendah pada fungsi perlindungan sosial dengan realisasi hanya 5%. Belanja APBN untuk fungsi pariwisata dan budaya, yang pada semester I 2015 belum terealisasi sama sekali, pada triwulan III 2015 sudah mencapai 11% dari anggaran. Anggaran untuk fungsi pendidikan, yang memperoleh alokasi anggaran terbesar, secara kumulatif hanya terealisasi sebesar 36%. Rendahnya pencapaian ini terkait dengan perubahan nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Ristek menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya, realisasi belanja bantuan sosial merupakan yang terendah, mengingat pada periode yang sama di tahun 2014 secara kumulatif sudah terealisasi sebesar 22%. Jenis Belanja Tabel 4. 9 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi TA 2014 PAGU Semester I Kumulatif Tw III PAGU Semester I Kumulatif Tw III Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi PELAYANAN UMUM 7,610 3,225 42% 5,304 70% 5,687 2,229 39% 3,893 68% PERTAHANAN 4,830 2,107 44% 3,527 73% 6,383 2,738 43% 4,760 75% KETERTIBAN DAN KEAMANAN 1, % 1,176 68% 2, % 1,612 63% EKONOMI 4, % 1,647 39% 8,669 1,224 14% 2,748 32% LINGKUNGAN HIDUP % % % % PERUMAHAN DAN FASILITAS 1, % % % % UMUM KESEHATAN % % % % PARIWISATA DAN BUDAYA 9 1 8% 2 19% % 1 11% AGAMA % % % % PENDIDIKAN 13,875 2,635 19% 5,855 42% 18,028 2,921 16% 6,569 36% PERLINDUNGAN SOSIAL % % % 31 5% TOTAL 36,145 10,481 29% 19,362 54% 44,531 10,433 23% 20,761 47% Sumber : Ditjen Perbe nda haraan Jawa T imur TA

150 Sumber : Ditjen Perbe nda haraan Jawa T imur (diolah) Grafik %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi Per Triwulan 132

151 5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. Gambaran Umum Berdasarkan data terkini ketenagakerjaan Jawa Timur (Agustus 2015), terdapat penurunan jumlah angkatan kerja di Jawa Timur. Di sisi lain tingkat pengangguran terbuka sedikit meningkat akibat pertumbuhan ekonomi yang masih lemah dan kinerja pertumbuhan sektor pertanian yang melambat di triwulan ini. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur menunjukkan stagnansi penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Walaupun demikian, terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan, sejalan dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut. Nilai tukar petani (NTP) pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Faktor pendorong penurunan NTP pada triwulan ini adalah peningkatan indeks harga pada subsektor tanaman pangan dan peternakan, sejalan dengan inflasi komoditaskomoditas kelompok tersebut di level konsumen. Sementara itu, nilai tukar nelayan (NTN) cenderung stabil. Tingkat kemiskinan Jawa Timur berdasarkan data bulan maret 2015 sedikit meningkat, disertai peningkatan pada garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Berdasarkan data pada periode ini, penduduk miskin yang berada di wilayah pedesaan bertambah cukup signifikan akibat peningkatan garis kemiskinan di wilayah pedesaan relatif tinggi. Peningkatan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di wilayah pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan di wilayah perkotaan. Salah satu kondisi yang menyebabkan hal tersebut adalah inflasi pedesaan yang cukup tinggi di triwulan ini, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi IHK Ketenagakerjaan Data Ketenagakerjaan Jawa Timur Berdasarkan data bulan Agustus 2015, jumlah angkatan kerja di Jawa Timur sebanyak 20,27 juta orang, menurun cukup signifikan dari bulan Februari 2015 yang mencapai 20,69 juta orang. Di saat bersamaan, terdapat penurunan angka partisipasi angkatan kerja dibandingkan periode sebelumnya, dari 69,6% menjadi 67,8%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan proporsi penduduk di atas 15 tahun yang aktif untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan proporsi penduduk usia muda (15-24 tahun) yang melanjutkan sekolah diindikasikan menjadi penyebab terjadinya penurunan proporsi tersebut. Walaupun demikian, 133

152 jumlah tenaga kerja tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni 20,15 juta orang. Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang angkatan kerja terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 16,6% dari angkatan kerja nasional. Jumlah tersebut hanya sedikit di bawah Jawa Barat yang memiliki angkatan kerja sebanyak 20,5 juta orang pada periode ini. Sebesar 95,5% dari angkatan kerja tersebut atau 19,36 juta merupakan angkatan kerja yang bekerja, sementara 907 ribu orang atau 4,47% merupakan pengangguran. Tabel 5. 1 Kondisi Ketenaga Kerjaan Jawa Timur (ribu orang) Kegiatan Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Angkatan Kerja 20,158 20,238 20,462 20,432 20,718 20,150 20,692 20,275 Bekerja 19,332 19,411 19,654 19,554 19,885 19,307 19,800 19,368 Menganggur TPAK (%) 69.5% 69.6% 70.1% 69.8% 70.5% 68.1% 69.6% 67.8% TPT (%) 4.10% 4.09% 4.0% 4.30% 4.0% 4.19% 4.31% 4.47% S umber : BPS Jatim (diolah) Jumlah pengangguran meningkat 1,67% dari 892 ribu orang menjadi 907 ribu orang pada periode ini. Sejalan dengan hal tersebut, tingkat pengangguran terbuka meningkat dibandingkan Februari 2015, dari 4,31% menjadi 4,47%. Walaupun meningkat, tingkat pengangguran terbuka Jawa Timur masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsiprovinsi lainnya di Pulau Jawa. Pada periode ini, tingkat pengangguran di Jawa Barat sebesar 8,72%, Banten 9,55%, dan Jawa Tengah 4,99%. Rendahnya tingkat pengangguran di Jawa Timur terutama terjadi karena besarnya peran sektor pertanian pada perekonomian, sehingga membantu penyerapan tenaga kerja walaupun dengan produktivitas yang rendah. Pengangguran terbuka di awal tahun pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan periode akhir tahun, sesuai dengan pola seasonal produksi di sektor pertanian yang sejalan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Pertumbuhan tahunan di sektor pertanian juga melambat pada triwulan ini, dari 5,2% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,1% (yoy). Di sisi lain, terdapat banyak tekanan dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Peningkatan efisiensi perusahaan dengan otomasi disertai dengan peningkatan UMK di tahun 2015 yang diperkirakan berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja di periode ini. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian yang menyerap 36,42% penduduk yang bekerja pada periode ini. Sektor perdagangan menyerap 20,95% tenaga kerja, diikuti dengan industri pengolahan sebanyak 14,04%. Secara perlahan terlihat pergeseran tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memang memiliki produktivitas tenaga kerja yang terendah dibandingkan 134

153 sektor-sektor lainnya, yakni sekitar Rp21,4 juta per tahun 8. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada periode ini terutama terjadi pada sektor konstruksi, dari 1,44 juta orang menjadi 1,51 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan sektor konstruksi di triwulan ini, dari 0,2% menjadi 3,0%. Sementara itu, sektor konstruksi memiliki produktivitas tenaga kerja Rp92,5 juta per tahun, dan industri pengolahan Rp134,07 juta per tahun. S umber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5. 1 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Sektor Utama Sumber : BPS Jatim (diola h) Grafik 5. 2 Share Tenaga Kerja Sektoral Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5. 3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal dan Informal Sumber : BPS Jatim (diolah) Grafik 5. 4 Komposisi Tenaga Kerja Formal dan Informal Sementara itu, seiring pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang masih lambat, penyerapan tenaga kerja di sektor formal menurun dari 7,26 juta orang di Februari 2015 menjadi 7,13 orang pada Agustus Pada triwulan ini, baik pekerja yang berusaha dibantu buruh maupun buruh/karyawan di sektor formal menurun cukup dalam, masing-masing 47 ribu orang dan 87 ribu orang. Demikian pula jumlah tenaga kerja informal masih menurun sebesar -2,6% dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun dengan pertumbuhan yang membaik dibandingkan periode sebelumnya. 8 Perhitungan analitis BI berdasarkan PDRB harga konstan 2010 dan jumlah tenaga kerja tahun

154 Tenaga kerja yang bekerja di Jawa Timur masih didominasi oleh penduduk yang hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat SD atau di bawahnya, dengan pangsa sebesar 49,2% atau sejumlah 9,5 juta orang. Jumlah tersebut menurun dibandingkan posisi di awal tahun 2015, yang mencapai 9,9 juta orang atau 50,3% dari total tenaga kerja yang bekerja. Di sisi lain, terdapat peningkatan pangsa jumlah pekerja dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA. Pangsa pekerja lulusan universitas sedikit menurun, dari 7,2% di awal 2015 menjadi 6,9% di periode ini. Walaupun demikian, dibandingkan dengan kondisi di awal tahun 2012 terdapat perbaikan kualitas pekerja yang cukup signifikan di Jawa Timur, di mana pekerja lulusan SD atau di bawahnya memiliki pangsa 55,3%, sedangkan lulusan universitas hanya 5,9%. Besarnya anggaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk fungsi pendidikan di Jawa Timur dari tahun ke tahun merupakan salah satu bukti nyata usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja di Jawa Timur. Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik 5. 5 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik 5. 6 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur meningkat, walaupun dengan peningkatan yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut sejalan dengan perbaikan kinerja pertumbuhan ekonomi Jawa Timur di triwulan ini. Walaupun demikian, hanya 2 dari 9 sektor ekonomi yang mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja, yakni sektor industri pengolahan dan jasa-jasa. Sektor utama Jawa Timur lainnya, yakni pertanian dan perdagangan mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja Peningkatan penyerapan tenaga kerja terutama didorong oleh industri pengolahan yang meningkat 1,8 poin dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan sektor industri pengolahan di triwulan ini dari 5,3% (yoy) menjadi 6,2% (yoy). Pergeseran musim panen akibat kondisi cuaca di awal tahun 136

155 menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada triwulan II Selesainya musim panen tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan di triwulan III Sementara itu, kinerja pertumbuhan sektor perdagangan yang relatif stagnan di triwulan laporan mengakibatkan terjadinya sedikit penurunan penyerapan tenaga kerja yang berdasarkan hasil SKDU secara triwulanan (qtq) sebesar -0,8 poin. Tabel 5. 2 Penggunaan Tenaga Kerja (SKDU Jawa Timur) No SEKTOR I II III IV I II III 1 PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PHR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA - JASA TOTAL Dari sektor ekonomi lainnya, hanya sektor jasa yang mengalami peningatan penyerapan tenaga kerja, yakni sebesar 0,5 poin. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang meningkat dari 4,3% (yoy) menjadi 7,3% (yoy) dan sektor jasa lainnya yaitu dari 4,5% (yoy) menjadi 4,9% (yoy). Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja di triwulan ini, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan di sektor informasi dan komunikasi serta transportasi dan pergudangan. Grafik 5. 7 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama Grafik 5. 8 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Lainnya 137

156 5.3. Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur pada triwulan III 2015 meningkat dibandingkan triwulan II 2015, yang mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan petani di Jawa Timur. Sementara itu, Nilai Tukar Nelayan (NTN) cenderung stabil dengan peningkatan indeks harga yang dibayarkan nelayan (IB) dan indeks harga yang diterima nelayan (IT) yang relatif seimbang Kesejahteraan Petani Nilai tukar petani di triwulan III 2015 meningkat cukup tajam dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 103,1 di triwulan II menjadi 106,42. Dengan demikian, NTP Jawa Timur merupakan NTP tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, walaupun semua provinsi mengalami kenaikan. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan tajam pada indeks harga yang diterima petani. Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik 5. 9 Perbandingan Nilai Tukar Petani Provinsi di Jawa Dilihat dari subsektornya, hampir seluruh subsektor mengalami peningkatan NTP. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan (6,7%) dan subsektor peternakan (3,1%), yang didorong oleh peningkatan indeks harga yang diterima petani (IT). Dari subsektor tanaman pangan, gabah merupakan komoditas yang mengalami peningkatan harga paling besar. Sementara itu, sapi potong merupakan kontributor utama peningkatan indeks harga yang diterima petani dari subsektor peternakan. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan harga di level konsumen. Inflasi beras secara quarter to quarter di triwulan ini mencapai 6,63%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi subkelompok padi-padian, umbiumbian dan hasilnya. Begitu juga dengan inflasi daging sapi yang mencapai 4,16% secara qtq. 138

157 Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik NTP Jatim, Indeks Harga yg Diterima (IT), & Indeks Harga yg Dibayar (IB) Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik NTP Subsektor Pertanian Jawa Timur Tabel 5. 3 NTP Jawa Timur Berdasarkan Sub Sektor Tw II 2015 Tw III 2015 Perubahan Tanaman Pangan IT IB NTP Tanaman Pangan (NTP - P) Hortikultura IT IB NTP - Hortikultura (NTP - H) Tanaman Perkebunan Rakyat IT IB NTP Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP - Pr) Peternakan IT IB NTP Peternakan (NTP - Pt) Perikanan IT IB NTP Perikanan (NTP - Pi) Total IT IB NTP Sumber : BPS Jatim, diolah Indeks harga konsumsi rumah tangga pedesaan pada triwulan ini meningkat menjadi 125,47, setelah pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 123,45. Dengan demikian, inflasi pedesaan secara triwulanan tercatat sebesar 1,64% (qtq), cukup jauh di atas inflasi IHK Jawa Timur yang hanya sebesar 1,11% (qtq). Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat persentase penduduk miskin di wilayah pedesaan jauh lebih besar, sehingga inflasi yang tinggi tersebut berpotensi meningkatkan penduduk di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, peningkatan indeks harga biaya produksi dan pembentukan barang modal 139

158 meningkat 0,76%. Dengan demikian, peningkatan harga yang dibayarkan oleh petani lebih didorong oleh pengeluaran petani untuk konsumsi daripada peningkatan biaya produksi Kesejahteraan Nelayan Nilai tukar nelayan (NTN) yang mencerminkan tingkat kesejahteraan nelayan di Jawa Timur meningkat dari 107,52 di triwulan II 2015 menjadi 107,54 atau tumbuh sebesar 0,02%. Indeks harga yang dibayarkan nelayan (IB) meningkat 1,13%, namun terkompensasi oleh peningkatan indeks harga yang diterima nelayan (IT) sebesar 1,15%, sehingga NTN cenderung stabil. Seluruh provinsi di Pulau Jawa mengalami kenaikan NTN, dengan peningkatan tertinggi terjadi di Jawa Tengah (2,1%) dan Banten (1,4%). Banten secara konsisten merupakan provinsi yang memiliki NTN tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, yakni sebesar 118,97 pada triwulan ini. S umber : BPS Jatim, diolah Grafik Perbandingan Nilai Tukar Nelayan Provinsi di Pulau Jawa Sejalan dengan kondisi pengeluaran petani, peningkatan indeks harga yang dibayarkan nelayan (IT) didorong oleh peningkatan yang signifikan pada indeks harga konsumsi rumah tangga nelayan yang meningkat 1,62% dibandingkan dengan triwulan II Indeks harga biaya produksi dan penambahan barang modal hanya meningkat sbesar 0,56%. Peningkatan kedua komponen indeks harga yang dibayarkan nelayan ini terkompensasi oleh peningkatan indeks harga yang diterima nelayan yang sedikit lebih tinggi, sehingga masih terjadi peningkatan NTN pada triwulan II

159 S umber : BPS Jatim, diolah Grafik NTN, IT dan IB Nelayan Jawa Timur 5.4 Profil Kemiskinan Jawa Timur Salah satu indikator kesejahteraan rakyat adalah persentase penduduk miskin. Berdasarkan data bulan Maret 2015, tingkat kemiskinan Jawa Timur meningkat 0,06%, dari 12,28% di September 2014 menjadi 12,34%. Tingkat kemiskinan tersebut berada di atas tingkat kemiskinan nasional yang sebesar 11,22%. Dibandingkan provinsi lainnya di Jawa, hanya Jawa Tengah yang memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi daripada Jawa Timur, yakni sebesar 13,58%. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur telah mengemukakan berbagai gagasan dalam rangka pemberantasan kemiskinan, di antaranya melalui program pemberdayaan potensi desa/kelurahan. Pemberian fasilitas dan kemudahan untuk UMKM, fasilitas koperasi, serta pendirian Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) dengan tujuan menarik investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Timur juga merupakan bentuk nyata komitmen Pemerintah Jawa Timur. Semakin tingginya investasi diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap angkatan kerja dalam jumlah besar, sehingga dapat menurunkan kemiskinan. Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Jawa Sumber : BPS Jatim, diolah Grafik Persentase Penduduk Miskin Provinsi di Jawa 141

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah KATA PENGANTAR Pertamatama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga Triwulan I 2013 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kajian triwulanan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN IV - 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2012 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : 031-3520011

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 2015 Untuk informasi lebih

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci