KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010

2 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil MISI BANK INDONESIA : Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan Kebersamaan

3 Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV 2010 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Perkiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 9 Februari 2011 BANK INDONESIA PEKANBARU ttd Hari Utomo Pemimpin iii

4 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV MAKRO Indeks Harga Konsumen : 113,39 112,78 114,70 115,04 115,95 117,95 120,11 123,09 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 6,99 PDRB - harga konstan (Rp miliar ) - Pertanian 3.872, , , , , , , ,99 - Pertambangan & Pengganlian , , , , , , , ,16 - Industri Pengolahan 2.505, , , , , , , ,26 - Listrik, gas dan Air Besih 50,73 50,88 50,09 52,33 52,66 53,46 54,54 54,75 - Bangunan 762,08 787,16 820,00 864,46 831,72 861,72 894,38 931,68 - Perdagangan, Hotel, dan restoran 1.964, , , , , , , ,78 - Pengangkutan dan Komunikasi 675,74 683,53 702,58 726,29 729,66 747,80 782,05 791,46 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 302,45 305,11 320,02 339,06 329,47 336,61 352,54 369,69 - Jasa 1.144, , , , , , , ,57 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22 Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 Nilai Ekspor Migas (Juta USD) 1.465, , , , , , , ,15 Volume Ekspor Migas (ribu Ton) 3.419, , , , , , , ,67 Nilai Impor Migas (Juta USD) 205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314,14 Volume Impor Migas (ribu Ton) 263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,86 B. PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum (dalam Rp triliun) : Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Total Aset 37,56 40,61 39,34 38,89 41,60 41,46 43,75 44,22 DPK 31,82 33,71 31,63 30,88 33,87 34,32 35,39 37,01 - Giro 9,98 10,93 8,80 7,08 9,66 9,56 9,46 9,20 - Tabungan 12,57 13,17 13,66 15,42 14,50 15,34 16,14 18,41 - Deposito 9,27 9,62 9,17 8,38 9,71 9,42 9,79 9,40 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 34,67 32,32 33,58 35,36 35,20 38,06 41,37 43,38 LDR - Lokasi Proyek (%) ,89 106,16 114,50 103,92 110,92 116,91 117,19 Kredit 20,73 22,26 23,15 24,08 24,90 26,38 27,47 28,86 - Modal Kerja 7,32 7,89 8,45 8,80 8,45 8,80 10,13 10,69 - Investasi 5,84 6,21 6,42 6,67 7,28 7,94 7,29 7,78 - Konsumsi 7,54 8,16 8,28 8,60 9,18 9,65 10,05 10,39 - LDR (%) 65,17 66,03 73,20 77,98 73,52 76,88 77,64 77,97 - NPL (%) 2,79% 2,76% 2,80% 2,41% 2,67% 3,28% 3,17% 2,34% Kredit UMKM (Rp triliun ) 15,29 16,59 17,37 18,11 18,38 20,02 20,98 21,85 - Kredit Modal Kerja 5,17 5,68 6,07 6,34 6,20 6,71 7,83 8,06 - Kredit Investasi 2,59 2,77 3,02 3,19 3,37 3,71 3,17 3,42 - Kredit Konsumsi 7,53 8,14 8,27 8,58 8,81 9,60 9,98 10,37 NPL MKM (%) 2,68% 2,51% 2,61% 2,36% 2,67% 2,55% 2,74% 2,36% BPR (dalam Rp miliar) Total Aset 542,76 577,19 613,88 640,26 651,55 670,79 721,20 858,04 DPK 382,02 379,06 412,23 419,36 455,53 470,82 503,97 537,00 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 353,33 379,26 391,86 398,67 428,25 468,47 495,77 515,00 Rasio NPL 7,75 7,25 8,86 7,16 8,24 7,82 9,38 7,98 LDR 92,49 96,23 87,31 91,82 94,01 99,50 98,37 95,90 *) SBH 2007 xiv

5 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau triwulan laporan mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 Perekonomian Riau pada triwulan laporan mencatat perkembangan yang menggembirakan dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata dan berkualitas. Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010, bahkan melebihi proyeksi Bank Indonesia yang berada pada kisaran 3%. Hal ini tidak dari terlepas perkembangan ekonomi nasional yang menunjukkan peningkatan serta stabilitas sistem keuangan yang semakin terkendali. 1

6 Ringkasan Eksekutif II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Riau merupakan yang tertinggi sejak terjadinya krisis global Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan jauh diatas pertumbuhan selama tahun 2009 serta melebihi perkiraan semula yang berkisar 3%. Dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga cukup tinggi yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III yang mencapai 7,95%. Percepatan penyelesaian infrastruktur dan peningkatan harga komoditas energi memberikan daya dorong dari sisi permintaan Menurut sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang utama pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi non migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut diperkirakan terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik pendukung PON yang masih berlangsung sehingga turut memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat Riau. Selain itu, meningkatnya harga komoditas energi di pasar dunia diperkirakan juga turut memberikan dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan eksternal Riau. Optimalisasi produksi sumur mengakibatkan sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Riau dengan sumbangan sebesar 1,30%. Peningkatan ini diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi sumur minyak yang telah ada khususnya di wilayah Bengkalis yang merupakan penghasil minyak terbesar di Provinsi Riau. Hal ini berada diluar prakiraan semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat gangguan produksi salah satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang merupakan penghasil lifting terbesar minyak di Riau. Kerusakan pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan berpotensi mengganggu pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional. Namun demikian, kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan mengingat telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta perbaikan secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan. 2

7 Ringkasan Eksekutif Peran Sektor industri pengolahan semakin membesar Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%. Hal ini tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik mengingat sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor industri semakin meningkat yang diikuti dengan menurunnya sumbangan sektor nontradables utama (sektor perdagangan). Industri pengolahan mengkonfirmasi adanya kenaikan kapasitas produksi pada akhir tahun 2010 Berdasarkan hasil survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa kenaikan kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri pengolahan pulp and paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO relatif stabil. Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp and paper sejalan dengan mulai membaiknya harga jual kertas di tingkat dunia serta kemudahan dalam memperoleh pasokan bahan baku. Disamping itu, berdasarkan informasi Gapkindo, diketahui bahwa kapasitas produksi industri pengolahan karet Riau pada triwulan laporan mengalami kenaikan sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor. Orientasi penjualan karet olahan atau crumb rubber dari Provinsi Riau seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor III. ASSESMEN INFLASI Tekanan inflasi triwulan IV mengalami lonjakan signifikan Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota Dumai secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil. Pada triwulan laporan inflasi Riau mencapai 7,37%, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang disurvei, tekanan inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94% menjadi 9,05%. Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami peningkatan dari 4,72% menjadi 7,00%.. 3

8 Ringkasan Eksekutif Tingginya curah hujan yang disertai dengan kenaikan komoditas energi menjadi pemicu utama Sumber tekanan inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan harga cabe merah, minyak goreng dan beras. Faktor pemicu tingginya harga bahan pangan antara lain curah hujan yang tinggi serta gangguan gangguan hama tikus yan mengakibatkan pasokan dari sentra produksi menurun. Selain itu, adanya kenaikan harga CPO di pasaran internasional menjadi faktor utama relatif tingginya harga jual minyak goreng pada triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih memilih untuk menjual dalam bentuk CPO daripada mengolah menjadi minyak goreng sehingga pasokan minyak goreng mengalami penurunan. Inflasi inti mengalami kenaikan seiring dengan tekanan pada inflasi makanan jadi Inflasi inti (yoy) Pekanbaru dalam triwulan laporan menunjukkan kenaikan dari 3,05% menjadi 4,23% seiring dengan adanya kenaikan pada kelompok makanan jadi. Inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti Kota pekanbaru tercatat sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai tercatat sebesar 5,33% IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Riau Kredit perbankan masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara tahunan Total aset perbankan pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08 triliun, meningkat 14,07% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp44,47 triliun (q-t-q). Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh meningkatnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh sebesar 19,93%. Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong kemampuan perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 20,01%. Meskipun kredit menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga, sebagaimana terlihat pada rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah angka indikatif Bank Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan 4

9 Risiko kredit menunjukkan penurunan KAJIAN EKONOMI REGIONAL Ringkasan Eksekutif debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment capacity) cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank. Bank Umum Peningkatan DPK Bank Umum utamanya berasal dari tabungan Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp44,22 triliun atau tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya DPK yang dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank. Posisi DPK yang dihimpun bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 mencapai Rp37,01 triliun atau meningkat 19,87% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan DPK tersebut disumbangkan oleh meningkatnya tabungan yang cukup signifikan sebesar 14,08% (q-t-q), sementara giro dan deposito mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,77% dan 3,98%. Peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya DPK dan target penyaluran kredit Posisi kredit/pembiyaan yang disalurkan bank umum Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar 5,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun, sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran, peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana, adanya target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta program consumer loan berupa kredit tanpa agunan yang diluncurkan oleh perbankan. Kredit Modal Kerja mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan laporan Risiko kredit bank umum masih dalam batas aman dan menurun dibanding triwulan sebelumnya Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan konsumsi pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47% dan 3.36% (q-t-q). Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja meningkat sebesar 21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%.. Risiko kredit bank umum yang tercermin melalui rasio Non Performing Loan (NPL) gross pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 2,34% lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,17%. Sementara, dengan 5

10 Ringkasan Eksekutif memperhitungkan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) maka NPL Net bank umum di Provinsi Riau mencapai 0,98%. Rendahnya NPL tersebut mencerminkan bahwa kemampuan membayar kembali (repayment capacity) debitur atas kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal ini tentunya sangat mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya perbankan. Efisiensi usaha serta peningkatan telah mendorong peningkatan laba perbankan selama tahun 2010 Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba usaha sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan perolehan laba tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional terutama dari pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha. KUR yang disalurkan oleh perbankaan Riau mencapai Rp1,04 triliun hingga tahun 2010 Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh bank pelaksana KUR di Riau pada triwulan IV-2010 baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet memperlihatkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total plafon tercatat sebesar Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar 27,22% sehingga secara tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu outstanding kredit tercatat sebesar Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (qt-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut tersalurkan kepada debitur. Pangsa aset perbankan syariah Riau mengalami peningkatan bahkan pangsa aset diatas nasional Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan triwulan IV-2010 tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah dan 2 BPR syariah. Total aset perbankan syariah per Desember 2010 mencapai Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset perbankan Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional yang hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan syariah di Riau cukup pesat. DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun, secara triwulanan tumbuh sebesar19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan tumbuh 35,15% (y-o-y). pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp1,59 triliun, tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga secara tahunan pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%. 6

11 Ringkasan Eksekutif Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar (17,65%) dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar. V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 relatif moderat Pertumbuhan ekonomi (yoy) Riau pada triwulan I-2011 diperkirakan masih relatif moderat dengan kisaran 5%.Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan lebih tinggi yaitu pada kisaran 7,7% - 8,2%. Pembangunan infrastruktur dan tren penguatan harga komoditas energi diperkirakan masih menjadi pemciu utama Dari sisi permintaan, masih berlangsungnya berbagai pembangunan proyek besar seperti pembangunan pembangkit listrik 2X100 MW di tenayan raya, perluasan bandara Sultan Syarif Kasim II, pembangunan jembatan Siak III serta pembangunan fly over diperkirakan akan mengakibatkan pertumbuhan investasi cukup tinggi. Peningkatan harga komoditas CPO di pasar dunia diindikasikan akan memberikan pengaruh terhadap meningkatnya penghasilan masyarakat secara umum mengingat sebagian besar jumlah pekerja di Riau berada pada sektor pertanian Sektor tradables khususnya sektor pertanian diperkirakan masih menjadi motor penggerak Sementara itu, dari sisi sektoral, daya dorong pertumbuhan diperkirakan akan berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertanian. Berdasarkan informasi Dinas Perkebunan Riau, hingga paruh pertama 2011 produksi tanaman kelapa sawit masih akan cukup tinggi terkait dengan adanya peningkatan produksi yang berasal dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dengan kisaran 10%-25%. Sumber tekanan inflasi triwulan I-2011 berasal inflasi bahan pangan Pergerakan tingkat harga di Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan laporan. Sumber tekanan inflasi diperkirakan akan berasal dari kenaikan harga bahan pangan dan administered price terutama Tarif Dasar Listrik dan pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). 7

12 Ringkasan Eksekutif Inflasi tahunan diperkirakan berkisar 8,5% 8,93% Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, inflasi (yoy) Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011 diproyeksikan akan berada pada kisaran 8,5 8,9,3%. Sementara itu, inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan berada pada kisaran 2,20% - 2,61%. 8

13 Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan jauh diatas pertumbuhan selama tahun 2009 serta melebihi perkiraan semula yang berkisar 3%. Dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga cukup tinggi yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III yang mencapai 7,95% (Grafik 1). 9

14 Kondisi Ekonomi Makro Regional Pada sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang utama pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi non migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut diperkirakan terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik pendukung PON yang masih berlangsung sehingga turut memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat Riau. Selain itu, meningkatnya harga komoditas energi di pasar dunia diperkirakan juga turut memberikan dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan eksternal Riau. Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan dengan sumbangan sebesar 1,30%. Adanya peningkatan pertumbuhan pada sektor pertambangan diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi sumur minyak yang telah ada khususnya di wilayah Bengkalis yang merupakan penghasil minyak terbesar di Provinsi Riau. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%) 10,00 9,00 8,00 yoy (%) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - I II III IV I II III IV I II III IV 2008** 2009*** 2010*** Riau 3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22 Nasional 6,21 6,30 6,25 5,27 4,53 4,08 4,16 5,43 5,69 6,19 5,82 6,90 Riau (Tanpa Migas) 7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 Nasional (Tanpa Migas) 6,70 6,72 6,73 5,70 4,93 4,46 4,51 5,85 6,20 6,59 6,24 7,40 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Selain sektor pertambangan, sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%. Hal ini 10

15 Kondisi Ekonomi Makro Regional tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik mengingat sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor industri semakin meningkat yang diikuti dengan menurunnya sumbangan sektor non-tradables utama (sektor perdagangan). 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 mengalami perkembangan yang mengesankan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagaimana diketahui, meskipun konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan dengan sumbangan sebesar 3,10%, sumbangan investasi dan ekspor mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh adanya percepatan pembangunan infrastruktur fisik pendukung PON yang masih berlangsung dalam triwulan laporan serta tren kenaikan harga komoditas di pasar dunia seperti minyak bumi, CPO dan karet alam. Kondisi tersebut secara umum mengindikasikan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan IV-10 relatif lebih baik. Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Penggunaan Grafik 1.3. Sumbangan Pertumbuhan (Tanpa Unsur Migas) Menurut Penggunaan 100% % % 60% 40% 20% 0% -20% -40% I II III IV I II III IV I II III IV % 60% 40% 20% 0% -20% -40% I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi Investasi Ekspor Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB (kanan) Impor PDRB (kanan) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Pada sisi penggunaan, pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV-10 terjadi pada komponen impor yaitu sebesar 8,84%, diikuti oleh konsumsi yang tercatat tumbuh sebesar 7,30%. Tingginya pertumbuhan impor pada triwulan laporan diindikasikan sejalan dengan pesatnya kegiatan ekonomi yang terjadi serta adanya trend penguatan nilai tukar Rupiah di pasaran. 11

16 Kondisi Ekonomi Makro Regional Sementara itu, ekspor Riau yang mencerminkan kinerja perdagangan eksternal juga menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,18%, mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan sejalan dengan adanya tren kenaikan harga minyak dunia terkait dengan fenomena badai salju di wilayah eropa yang mengkibatkan permintaan minyak bumi meningkat cukup tinggi. 1 Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Indikator 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30 Investasi 2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93 Ekspor 4,62 8,57 9,14 4,48-1,57-2,47-5,85-5,04 2,93 3,10 3,79 5,18 Impor 8,91 9,60 8,48 7,59 2,42 9,22 8,70 4,40 14,57 6,84 5,35 8,84 Total 3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan tertinggi dari sisi penggunaan terjadi pada komponen investasi yaitu sebesar 18,04% atau naik 7,81% dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan komponen lainnya. Sebagaimana diperkirakan pada triwulan sebelumnya, kondisi ini dipengaruhi oleh adanya percepatan pembangunan infrastruktur menjelang PON 2012 seperti jembatan, gedung olahraga, perluasan Bandara Sultan Syarif Kasim II, pelebaran jalan dan pembangunan tempat penginapan yang masih berlangsung dalam triwulan laporan. Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau (Tanpa Unsur Migas) Sisi Penggunaan (yoy) Indikator 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30 Investasi 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19-8,50 19,35 12,23 10,23 18,04 Ekspor 5,50 7,17 8,15 3,44-1,76 5,36-1,76 5,31 7,66 2,01 3,46 3,29 Impor 7,16 10,34 11,74 14,42 2,70 7,29 3,97-0,31 15,65 6,09 5,06 7,73 Tanpa Migas 7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 1 Harga minyak dunia jenis WTI pada triwulan IV-10 mencapai USD89,89/barel atau naik 19,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kenaikan triwulan III-10 yang mencapai 8,48% (yoy). 12

17 Kondisi Ekonomi Makro Regional Pada triwulan laporan, kinerja perdagangan eksternal sebagaimana terlihat pada komponen ekspor juga mencatat angka pertumbuhan yang relatif tinggi pada kisaran 3% meskipun sedikit melambat. Relatif tingginya pertumbuhan ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama serta adanya kebutuhan yang cukup tinggi pada negara konsumen utama CPO dunia Konsumsi Pertumbuhan konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan laporan secara umum relatif melambat baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Secara umum, hal ini didorong oleh belanja/konsumsi pemerintah yang pada triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,52% (yoy). Adapun faktor yang diperkirakan mengakibatkan penurunan tersebut adalah menurunnya anggaran belanja pemerintah daerah sebesar 0,05% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 1.3. Pertumbuhan Komponen Konsumsi di Provinsi Riau (yoy) Indikator 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV - Rumah Tangga 5,65 7,31 7,98 10,92 10,14 8,38 8,66 6,57 7,52 8,06 8,51 9,08 - Swasta Nirlaba 7,53 7,75 7,06 8,61 23,86 25,08 19,35 13,09-4,95-5,20 0,65 4,55 - Pemerintah 9,78 7,68 8,23 7,25 0,65 7,65 7,88 18,69 5,96 2,55 1,82-2,52 Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga yang menguasai pangsa terbesar dalam komponen konsumsi tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan pada triwulan IV-10. Hal ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh menguatnya ekspektasi konsumen terhadap perekonomian Riau triwulan laporan yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKES) triwulan IV

18 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.4.Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau Grafik1.5 Komponen IKES II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 20 0 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Survei Konsumen IKK IKES BI Penghasilan saat ini Ketepatan waktu beli saat ini Jumlah pengangguran saat ini Sumber : Survei Konsumen BI Dalam triwulan laporan, pergerakan indeks keyakinan konsumen menunjukkan trend yang meningkat dengan magnitude yang lebih tinggi baik dibandingkan dengan triwulan III-10 maupun triwulan IV-09. Dari hasil survei yang dilakukan, hal ini diindikasikan sejalan dengan adanya kenaikan harga CPO dunia yang pada akhirnya berimbas pada peningkatan pendapatan masyarakat Riau. Disamping itu, kondisi tersebut juga diperkirakan turut dipengaruhi oleh meningkatnya lapangan pekerjaan seiring dengan pesatnya berbagai proyek pembangunan yang dilakukan dalam triwulan laporan. Berdasarkan data BPS 2, diketahui bahwa terjadi jumlah angkatan kerja yang bekerja mengalami kenaikan sebesar 4,8% (yoy) yang utamanya mengalami kenaikan pada pekerja berstatus buruh. Grafik 1.6. Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.7. Konsumsi BBM PKB (kiri) BBN (kanan) I II III IV I II III IV Kilo Liter Sumber : Dispenda Provinsi Riau Sumber : PT. Pertamina Wilayah Riau 2 Data per Agustus 2010, jumlah angkatan kerja yang bekerja mencapai 2,17 juta jiwa sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 2,07 juta jiwa. 14

19 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.8. Konsumsi Listrik Grafik 1.9. Perkembangan Kredit Konsumsi Juta KwH % Rp triliun 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2, ,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - % Konsumsi Listrik yoy (kanan) Konsumsi (kiri) yoy (kanan) Sumber : PT. PLN Wilayah Riau Adanya peningkatan konsumsi pada triwulan laporan juga tercermin dari Jumlah pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan konsumsi bahan bakar minyak yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Disamping itu, konsumsi yang dibiayai dengan menggunakan kredit perbankan juga menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil dalam triwulan laporan 2.2. Investasi Pada triwulan laporan, pertumbuhan komponen investasi mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,42% pada triwulan III menjadi 5,93% pada triwulan IV-201. Kenaikan ini utamanya berasal dari peningkatan investasi non migas yang dalam triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 18,04%. Di sisi lain, pertumbuhan investasi migas masih menunjukkan kontraksi yang mencerminkan belum optimalnya realisasi investasi pada sektor tersebut. Indikator Tabel 1.4. Pertumbuhan Komponen Investasi di Provinsi Riau (yoy) 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV - Migas -6,65-3,45-10,20-11,86 16,35 16,46 25,20 40,33-0,61-3,17-2,18-2,50 - Non Migas 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19-8,50 19,35 12,23 10,23 18,04 Investasi 2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 15

20 Kondisi Ekonomi Makro Regional Perkembangan investasi non migas Riau yang cukup pesat pada triwulan laporan sejalan dengan percepatan pembangunan infrastruktur dalam mendukung pelaksanaan PON ke-18 tahun Sebagaimana diketahui, hingga triwulan IV-10, Provinsi Riau melakukan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur pendukung PON seperti seperti gedung olahraga, jembatan Siak III dan IV, pelebaran jalan, tempat penginapan dan juga perluasan Bandara Sultan Syarif Kasim II yang masih berlangsung hingga saat ini. Beberapa indikator yang mencerminkan pertumbuhan investasi non migas diantaranya adalah masih cukup tingginya pengadaan semen ke Riau, meningkatnya impor barang modal dan meningkatnya kendaraan bermotor seperti truck, pick up serta alat berat. Pertumbuhan jumlah pembelian kendaraan baru yang tercermin dari pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB) menunjukkan peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (yoy). Grafik Pengadaan Semen Provinsi Riau dan Wilayah Sumatera Grafik Penjualan Kendaraan Bermotor Jenis Pick Up/Truck dan Alat Berat/Besar 80,00 60,00 40, % 20,00 0,00-20, Ton I II III IV I II III IV ,00-60, g.yoy (kiri) Konsumsi Semen Riau PKB (kiri) BBN-KB (kanan) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Investasi Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau Grafik Impor Barang Modal Rp triliun 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1, ,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 - (5,0) (10,0) % juta USD IV I II III IV ribu ton Investasi yoy (kanan) Nilai (kiri) Volume (kanan) 16

21 Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.3. Ekspor dan Impor Termasuk Migas Dalam triwulan laporan, total ekspor provinsi Riau tumbuh (yoy) sebesar 5,18% atau merupakan yang tertinggi selama tahun Kondisi ini diperkirakan sejalan adanya tren kenaikan harga komoditas energi seperti minyak bumi dan CPO pada triwulan laporan serta membaiknya kondisi negara mitra dagang utama. Adanya kenaikan harga minyak bumi secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor musim dingin atau badai salju yang terjadi di belahan eropa pada triwulan laporan. Sementara itu, peningkatan harga CPO dunia secara umum dipengaruhi oleh masih tingginya kebutuhan industri di negara mitra dagang utama serta terjadinya gangguan produksi CPO di negara kompetitor. Komponen impor pada triwulan juga mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi (yoy) sebesar 8,84%. Peningkatan ini utamanya seiring dengan meningkatnya kondisi ekonomi Riau serta adanya tren apresiasi Rupiah yang berlangsung selama tahun Secara umum, impor provinsi Riau utamanya didominasi oleh impor non migas seperti bahan kimia serta mesin dan peralatan yang diindikasikan dipergunakan untuk tujuan investasi Non Migas Ekspor non migas Provinsi Riau pada triwulan laporan mencatat pertumbuhan yang relatif tinggi yaitu sebesar 3,29%, meskipun sedikit melambat baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor triwulan III-10 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 3,46% dan 5,31%. Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Riau Komponen Jan-Des (08-09) (09-10) % Nilai % Nilai Ekspor Nilai (USD juta ) 9, , , , , Volume (ribu Ton) 13, , , , Impor Nilai (USD juta ) 1, , , Volume (ribu Ton) 1, , , Net Ekspor (USD juta) 7, , , , , Sumber : DSM BI 17

22 Kondisi Ekonomi Makro Regional Secara kumulatif, ekspor non migas provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai USD10.138,33 juta atau naik sebesar 34% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mendorong net ekspor non migas mengalami kenaikan sebesar 49,82% menjadi USD8.903,73 juta. Volume ekspor non migas selama tahun 2010 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 6,34% menjadi ,83 ribu ton dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai ,14 ribu ton. Pertumbuhan volume ekspor tahun 2010 relatif mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 15,01% Sementara itu, nilai kumulatif impor non migas tahun 2010 tercatat mengalami penurunan sebesar 23,93% dibandingkan dengan periode sebelumnya menjadi USD1.234,60 juta. Meskipun demikian, volume impor non migas tercatat mengalami kenaikan yaitu dari 1.591,76 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 2.576,04 ribu ton pada tahun Kenaikan ini utamanya didorong oleh impor komoditas utama seperti pupuk buatan pabrik serta mesin dan peralatan yang diperkirakan untuk menunjang investasi di Provinsi Riau Ekspor Non Migas Struktur nilai ekspor non migas Provinsi Riau menurut kelompok Standards International Trading Classification (SITC) dalam triwulan laporan relatif tidak berubah, dimana pangsa ekspor masih didominasi oleh kelompok minyak dan lemak nabati, barang manufaktur dan barang mentah. Nilai ekspor kelompok minyak dan lemak nabati tercatat mencapai USD2.627,88 juta dengan pangsa mencapai 74,13% dari total nilai ekspor non migas Riau. Selanjutnya, ekspor kelompok barang manufaktur tercatat sebesar USD341,22 juta dengan pangsa sebesar 9,63% dari total nilai ekspor. 18

23 Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit Kelompok SITC Share (%) I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10 Makanan dan Hewan Bernyawa 29,35 31,21 29,81 17,28 38,95 32,36 35,64 45,00 1,33 1,27 Tembakau dan Minuman 10,12 13,63 12,74 12,80 17,96 13,66 15,88 17,12 0,59 0,48 Barang Mentah 143,51 132,04 130,15 225,52 199,25 307,24 316,25 337,85 11,79 9,53 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 16,06 14,04 27,18 20,31 40,02 43,37 58,18 47,75 2,17 1,35 Minyak dan Lemak Nabati 957, , , , , , , ,88 68,37 74,13 Bahan Kimia 95,77 99,07 81,99 66,67 81,06 143,82 120,17 81,51 4,48 2,30 Barang Manufaktur 210,57 228,00 240,74 267,81 269,85 317,13 301,85 341,22 11,26 9,63 Mesin dan Peralatan 1,87 50,76 32,08 8,01 5,68 2,09 0,03 46,71 0,00 1,32 Hasil Olahan Manufaktur 0,65 1,18 0,02 0,23 1,60 0,59 0,13 0,09 0,00 0,00 Koin, bukan mata uang ,00 0,00 Total 1.465, , , , , , , , Sementara itu, menurut volumenya, struktur ekspor juga masih didominasi oleh kelompok minyak dan lemak nabati yaitu mencapai 2.587,38 ribu ton, diikuti kelompok bahan bakar mineral dan pelumas sebesar 666,21 ribu ton atau mengalmai pertumbuhan sebesar 63,98%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,62%. Secara umum hal ini mengindikasikan bahwa permintaan batu bara dari Provinsi Riau relatif cukup tinggi dalam triwulan laporan.volume ekspor barang mentah (pulp, natural rubber, latex) yang juga memiliki pangsa nilai cukup besar pada triwulan laporan mengalami penurunan pangsa dari 13,82% menjadi 12,95%. Tabel 1.7. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit Kelompok SITC Share (%) I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10 Makanan dan Hewan Bernyawa 319,23 291,91 290,36 291,03 262,98 233,44 240,62 324,22 5,66 6,87 Tembakau dan Minuman 1,04 1,23 1,15 1,15 1,57 1,18 1,30 1,34 0,03 0,03 Barang Mentah 419,58 391,42 334,63 480,61 347,72 479,04 588,17 611,17 13,82 12,95 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 283,16 302,66 542,42 406,27 706,85 691,76 643,44 666,21 15,12 14,12 Minyak dan Lemak Nabati 1.899, , , , , , , ,38 53,12 54,84 Bahan Kimia 181,01 168,96 146,81 115,04 127,83 205,37 166,97 103,58 3,92 2,20 Barang Manufaktur 313,80 340,25 342,53 353,76 351,06 360,92 354,36 412,24 8,33 8,74 Mesin dan Peralatan 1,04 9,97 1,22 0,33 1,14 0,02 0,00 11,52 0,00 0,24 Hasil Olahan Manufaktur 1,08 2,75 0,02 0,01 2,05 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 Koin, bukan mata uang ,00 0,00 Total 3.419, , , , , , , , Impor Non Migas Struktur impor non migas provinsi Riau sebagian besar atau lebih dari 60% masih didominasi kelompok bahan kimia serta mesin dan peralatan. Secara spesifik, nilai impor kelompok bahan kimia yang didominasi oleh pupuk kimia memiliki pangsa terbesar yaitu mencapai 38.75%. Nilai impor kelompok tersebut pada triwulan laporan tercatat sebesar USD121,72 juta atau mengalami kenaikan hampir dua kali 19

24 Kondisi Ekonomi Makro Regional lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi diindikasikan sejalan adanya upaya peningkatan kapasitas produksi ataupun ekstensifikasi lahan pada industri pengolahan non migas terutama sektor perkebunan di Provinsi Riau. Tabel 1.8. Perkembangan Nilai Impor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit Kelompok SITC Share (%) I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10 Makanan dan Hewan Bernyawa 7,53 7,72 8,13 9,26 19,50 17,37 10,27 27,03 3,28 8,60 Tembakau dan Minuman 0,03 0,07 0,34 0,30 0,15 0,38 0,60 0,72 0,19 0,23 Barang Mentah 34,76 49,40 63,69 40,14 41,46 58,65 72,12 49,51 23,07 15,76 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas ,00 0,00 Minyak dan Lemak Nabati - 4,49 6,78-9,49 24,44 0,00 0,00 0,00 0,00 Bahan Kimia 62,31 43,64 81,60 69,64 92,19 117,46 123,51 121,72 39,51 38,75 Barang Manufaktur 16,13 110,84 22,97 19,70 25,53 30,47 26,09 22,40 8,35 7,13 Mesin dan Peralatan 81,12 74,67 650,12 125,06 77,98 66,98 66,71 83,03 21,34 26,43 Hasil Olahan Manufaktur 3,87 7,99 8,25 12,11 11,90 13,87 13,31 9,73 4,26 3,10 Koin, bukan mata uang - 0, ,00 0,00 Total 205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314, Sementara itu, nilai impor kelompok mesin dan peralatan tercatat sebesar USD83,03 juta atau turun 33,61% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan nilai impor barang mentah tercatat sebesar USD49,51 juta atau naik 23,34% secara tahunan. Menurut volumenya, komposisi impor non migas Provinsi Riau secara umum juga masih didominasi oleh kelompok bahan kimia (50,86%) dan barang mentah (25,58%). Pertumbuhan impor kedua kelompok tersebut secara tahunan masingmasing mencapai 66,23% dan 5,62%. Kondisi tersebut secara umum mengindkasikan bahwa sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Riau masih berada pada tingkat pertumbuhan yang cukup baik. Tabel 1.9. Perkembangan Volume Impor Non Migas (dalam Ribu Ton) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit Kelompok SITC Share (%) I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10 Makanan dan Hewan Bernyawa 14,62 10,55 12,57 16,06 29,45 23,12 12,04 39,85 1,56 6,76 Tembakau dan Minuman 0,06 0,12 0,60 0,52 0,37 0,65 0,76 1,07 0,10 0,18 Barang Mentah 125,92 171,37 205,45 142,83 168,55 158,16 242,77 150,86 31,38 25,58 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas ,00 0,00 Minyak dan Lemak Nabati - 6,00 10,00-12,20 30,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bahan Kimia 85,03 111,32 211,25 180,48 323,33 294,11 426,35 300,01 55,10 50,86 Barang Manufaktur 22,72 24,95 40,48 61,64 63,17 68,23 70,20 79,80 9,07 13,53 Mesin dan Peralatan 13,48 9,65 43,92 43,16 12,82 10,88 14,40 13,41 1,86 2,27 Hasil Olahan Manufaktur 1,71 5,66 6,43 12,96 10,01 7,41 7,21 4,85 0,93 0,82 Koin, bukan mata uang - 0, ,00 0,00 Total 263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,

25 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3. PDRB SEKTORAL Pertumbuhan ekonomi sektoral Riau pada triwulan IV-10 juga menunjukkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya. Secara umum, motor penggerak pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral utamanya berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertambangan. Sumbangan sektor pertambangan tercatat sebesar 1,30% atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,86%. Meningkatnya sumbangan sektor tersebut diindikasikan sejalan dengan adanya optimalisasi dari produksi sumur minyak yang mengakibatkan volume lifting minyak mengalami titik puncaknya selama tahun Peran sektor tradables lain seperti sektor industri pengolahan dan pertanian juga relatif menunjukkan hal yang sejalan dengan perkembangan ekonomi triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh peningkatan produktivitas tanaman sektor pertanian dan kapasitas terpakai pada sektor industri non migas seperti CPO, karet olahan dan pulp and paper. Grafik Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Sektoral (yoy,%) Grafik Sumbangan Pertumbuhan (Tanpa Unsur Migas) Menurut Sektoral (yoy,%) 100% 100% 80% 60% 40% 20% 80% 60% 40% 0% -20% -40% I II III IV I II III IV I II III IV Pertanian 2008** 2009*** 2010*** Industri Pengolahan Bangunan Penganggkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Pertambangan Listrik, Gas dan Air Perdagangan, Hotel & Restoran Keuangan dan Jasa Perusahaan Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 20% 0% -20% I II III IV I II III IV I II III IV 2008** 2009*** 2010*** Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Penganggkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Pertambangan Listrik, Gas dan Air Perdagangan, Hotel & Restoran Keuangan dan Jasa Perusahaan Pada triwulan laporan, pertumbuhan sektor tradables (pertanian, pertambangan dan industri pengolahan) mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun Secara khusus, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi didalam sektor tradables dengan angka mencapai 7,92%. Berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa hal ini tidak terlepas dari adanya peningkatan kapasitas produksi terutama pada industri pulp and paper. Di sisi lain, kapasitas produksi sektor industri CPO dan karet olahan 21

26 Kondisi Ekonomi Makro Regional juga relatif stabil meskipun input bahan baku sedikit terganggu akibat tingginya curah hujan selama periode triwulan laporan. Tabel Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy) PDRB Sisi Sektoral 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV 1. Pertanian 5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86 2. Pertambangan 0,03 6,13 5,52 4,00 4,18 (1,40) (1,87) (0,75) 0,19 1,12 1,74 2,66 - Migas (0,28) 5,95 5,39 3,81 3,99 (1,66) (2,10) (0,94) 0,02 0,97 1,56 2,54 - Non Migas 24,58 18,97 14,05 16,18 16,00 15,68 11,86 9,96 9,60 9,64 11,06 8,66 3. Industri Pengolahan 5,11 7,25 7,88 8,37 5,47 5,98 3,75 4,95 4,99 5,93 7,76 7,92 - Migas 0,92 3,33 2,83 0,08 1,08 1,25 (0,50) 0,97 1,46 2,23 4,74 4,98 - Non Migas 6,53 8,61 9,54 11,04 6,88 7,53 5,05 6,11 6,07 7,07 8,64 8,73 4. Listrik, Gas dan Air 6,99 6,33 6,86 7,25 5,76 5,00 (0,77) 2,91 3,82 5,08 8,90 4,62 5. Bangunan 9,84 9,45 10,47 14,61 9,50 8,32 8,45 8,87 9,14 9,47 9,07 7,77 6. Perdagangan 10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22 7. Pengangkutan 9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97 8. Keuangan 13,77 12,68 14,22 13,87 12,38 11,89 8,38 8,37 8,94 10,32 10,16 9,03 9. Jasa-jasa 9,21 9,14 9,30 9,34 9,43 8,78 7,81 8,22 8,07 8,85 8,98 7,89 Total 3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22 Tanpa Migas 7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Pertumbuhan sektoral tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 12,22% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,50%. Hal ini diperkirakan seiring dengan penguatan kondisi ekonomi Riau yang terjadi dalam triwulan laporan serta dipengaruhi oleh faktor musiman berupa hari raya natal dan perisapan menjelang pergantian tahun Sektor Pertanian Dalam triwulan laporan, pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Riau mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 4,86%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,82%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh membaiknya kinerja sub sektor kehutanan, sebagaimana terlihat pada Tabel berikut, kontraksi yang terjadi pada sub sektor kehutanan pada triwulan laporan merupakan yang terendah selama tahun Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil survei yang dilakukan kepada beberapa pelaku usaha, dimana pasokan bahan mentah hasil hutan seperti kayu relatif lebih mudah didapatkan dan mengalami peningkatan. 22

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy) PDRB Sisi Sektoral 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV a. Tanaman Bahan Makanan 3,21 3,32 3,15 (0,33) 1,36 1,30 0,88 2,45 3,22 3,34 3,98 3,99 b. Tanaman Perkebunan 8,64 8,78 9,14 5,49 5,33 5,55 4,57 8,81 5,45 6,14 8,91 8,85 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 7,59 7,98 7,82 9,35 6,51 6,64 6,40 6,57 4,33 4,81 6,07 6,03 d. K e h u t a n a n 2,43 3,02 2,53 (4,34) (0,00) (0,00) (0,81) 6,34 (0,81) (1,86) (0,93) (0,30) e. P e r i k a n a n 6,78 6,90 6,13 10,74 6,11 5,80 3,77 (0,23) 4,63 5,87 7,74 5,89 Pertanian 5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86 Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Perkembangan sub sektor perkebunan Riau yang menguasai pangsa terbesar juga relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari contact liaison, diketahui bahwa relatif tingginya curah hujan pada akhir tahun 2010 mengakibatkan beberapa petani plasma kesulitan dalam memanen kebunnya, namun hal ini tidak berdampak signifikan terhadap produksi TBS secara umum. Sementara itu, pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan Riau pada triwulan laporan juga relatif stabil berada pada angka 3,99%. Berdasarkan angka ARAM III 2010, hal ini secara tidak langsung bersumber dari peningkatan produktivitas padi yang pada triwulan laporan diperkirakan mencapai 1,04% atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 0,91%. Tabel Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy) Periode Perkembangan Keterangan (ATAP) (ARAM III) Absolut % Absolut % a Luas Panen - Januari - April (9.468) (11,92) ,10 - Mei - Agustus ,06 (6.676) (12,70) - September - Desember ,85 (246) (0,91) - Januari - Desember ,10 (1.954) (1,31) b Produkstivitas (ku/ha) - Januari - April 31,36 32,79 36,21 1,43 4,56 3,42 10,43 - Mei - Agustus 37,39 39,37 39,01 1,98 5,30 (0,36) (0,91) - September - Desember 31,40 35,35 35,72 3,95 12,58 0,37 1,05 - Januari - Desember 33,44 35,57 36,99 2,13 6,36 1,43 4,02 c Produksi (ton) - Januari - April (19.651) (7,89) ,28 - Mei - Agustus ,51 (27.930) (13,50) - September - Desember , ,12 - Januari - Desember , ,66 Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG) Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 23

28 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.2. Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 2,66%. Hal ini berada diluar prakiraan semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat gangguan produksi salah satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang merupakan penghasil lifting terbesar minyak di Riau. Kerusakan pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan berpotensi mengganggu pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional. Namun demikian, kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan mengingat telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta perbaikan secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan. Grafik Nilai Lifting Minyak Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau (juta barel) Grafik Nilai Lifting Gas Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau (MMBTU/miliar BTU) juta barel ,78 35,08 35,16 34,83 33,28 33,07 33,10 32,54 31,05 32,20 34,53 36,61 I II III IV I II III IV I II III IV juta barel Miliar BTU , , , , , , ,16 948,25 812,04 755,81 629,88 655,23 I II III IV I II III IV I II III IV 3.500, , , , , ,00 500,00 - Miliar BTU Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan) Pelalawan Pekanbaru Total (kanan) Sumber : Dirjen Migas ESDM Sumber : Dirjen Migas ESDM Grafik Kapasitas Produksi Sektor Pertambangan dan Penggalian Tw I Tw II Tw III Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw IV I II III IV I II III IV TW Tw Tw Tw I II III IV Adanya peningkatan ini juga tercermin dari hasil survei kepada pelaku industri yang mengkonfirmasi adanya kenaikan kapasitas produksi sektor pertambangan pada triwulan laporan. Sumber : SKDU 24

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor pertambangan menunjukkan perlambatan bahkan mengalami pertumbuhan terendah dalam tahun Pertumbuhan sektor tersebut tercatat sebesar 8,66% atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,06%. Hal ini diperkirakan terjadi akibat tingginya curah hujan yang berlansung pada triwulan laporan sehingga mengakibatkan kegiatan proses penambangan terganggu. Grafik Nilai dan Volume Ekspor Batubara Provinsi Riau Grafik Pergerakan Harga Batubara Dunia (2006=100) , USD juta , , , ribu Ton 2006= I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV - - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Nilai (kiri) Vol (kanan) Batubara Sumber : Bloomberg, diolah 3.3. Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan Riau dalam triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari 7,76% pada triwulan III-10 menjadi 7,92% pada triwulan laporan. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor industri non migas yang tercatat tumbuh (yoy) sebesar 8,73% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,64%. Sebagaimana diketahui, pangsa industri pengolahan non migas mencapai lebih dari 80% terhadap sektor industri pengolahan di Provinsi Riau. Berdasarkan informasi beberapa pelaku industri, diketahui bahwa kenaikan kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri pengolahan pulp and paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO relatif stabil. Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp and paper sejalan dengan mulai membaiknya harga jual kertas di tingkat dunia serta kemudahan dalam memperoleh pasokan bahan baku. Kisaran kenaikan produksi pulp pada akhir tahun secara spesifik 25

30 Kondisi Ekonomi Makro Regional diperkirakan mencapai 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi lain, dari hasil survei juga diketahui bahwa kapasitas terpasang tercatat mengalami kenaikan sebesar 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 60%. Grafik Nilai dan Volume Ekspor Pulp and Paper Provinsi Riau Grafik Nilai dan Volume Ekspor CPO Provinsi Riau , , USD juta ribu Ton USD juta 2,000 1,500 1, ribu Ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV - 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Nilai (kiri) Vol (kanan) Nilai (kiri) Vol (kanan) Grafik Pergerakan Harga CPO dan Karet Dunia (2004=100) Grafik Nilai dan Volume Ekspor Karet Olahan Provinsi Riau = USD juta ribu Ton - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Karet CPO Nilai (kiri) Vol (kanan) Selain itu, berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa kapasitas produksi industri pengolahan karet pada triwulan laporan mengalami kenaikan sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor. Berdasarkan informasi Gapkindo Riau, orientasi penjualan karet olahan atau crumb rubber dari Provinsi Riau seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor. Adanya kenaikan kapasitas produksi pada beberapa industri tersebut tercermin dari tren peningkatan 26

31 Kondisi Ekonomi Makro Regional komoditas ekspor unggulan serta trend kapasitas produksi industri pengolahan hasil survei. Grafik Kapasitas Produksi Sektor Industri Pengolahan Tw I Tw II Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw TW Tw Tw Tw III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : SKDU 3.4. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh (yoy) sebesar 12,22%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,50%. Kondisi ini didorong oleh peningkatan pertumbuhan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran yaitu dari 10,55% (yoy) pada triwulan III-2010 menjadi 12,45% pada triwulan IV Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan menguatnya permintaan domestik yang terjadi pada triwulan laporan khususnya konsumsi atau belanja rumah tangga. Adanya kenaikan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran tercermin dari tren peningkatan pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Jenis Sedan dan Jeep di Provinsi Riau yang mencerminkan penjualan kendaraan bermotor roda empat pada triwulan laporan. Tabel Pertumbuhan Sektor Perdagangan Riau (yoy) PDRB Sisi Sektoral 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV a. Perdagangan Besar dan Eceran 10,57 10,45 10,51 7,36 8,14 8,12 9,60 9,67 8,03 9,78 10,55 12,45 b. H o t e l 7,49 9,51 9,87 11,29 7,77 7,70 7,81 9,44 8,25 8,80 8,79 5,90 c. Restoran 9,56 11,93 10,84 12,10 8,45 9,13 7,21 8,31 8,66 10,16 9,43 5,44 Perdagangan 10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22 Sumber : BPS Provinsi Riau, diiolah 27

32 Kondisi Ekonomi Makro Regional Sementara itu, dalam triwulan laporan diketahui bahwa sub sektor hotel dan restoran mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini diindikasikan seiring dengan rendahnya penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan di hotel. Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang 3,4,5 di Provinsi Riau Grafik Penjualan Kendaraan Jenis Sedan dan Jeep di Riau 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30, I II III IV I II III IV , PKB (kiri) BBN-KB (kanan) Sumber : Perhimpuna Hotel Restoran Indonesia Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau 3.5. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dalam triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 8,07% atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,31%. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh perlambatan pada sub sektor angkutan darat dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh sebesar 6,42% dan 6,43% (yoy). Sebagaimana diketahui, kedua pangsa sub sektor tersebut mencapai lebih dari 81% terhadap sektor pengangkutan di Provinsi Riau. Tabel Pertumbuhan Sub Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (yoy) PDRB Sisi Sektoral 2008** 2009** 2010*** I II III IV I II III IV I II III IV a. Pengangkutan 8,68 8,61 8,70 10,69 8,41 7,05 5,81 4,90 6,46 7,44 9,05 6,74 1. Angkutan Darat 8,48 8,28 8,22 9,27 8,14 6,87 5,81 5,56 6,19 7,09 9,12 6,42 2. Angkutan Laut 7,08 6,97 8,13 12,01 7,73 6,34 4,65 2,34 5,86 7,45 8,61 6,43 3. Angkutan Udara 12,34 15,07 14,23 17,38 12,09 8,95 7,35 5,37 8,83 9,04 9,67 9,08 4. Jasa Penunjang Angkutan 10,49 9,01 8,79 13,47 8,69 8,18 6,76 4,51 7,74 8,75 8,78 7,69 b. K o m u n i k a s i 14,75 18,42 19,70 20,29 19,85 18,94 17,22 18,02 16,17 19,62 22,91 20,24 Penganggkutan dan Komunikasi 9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sementara itu, pertumbuhan sub sektor angkutan udara tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 9,08% meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan 28

33 Kondisi Ekonomi Makro Regional sebelumnya. Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah masih tetap tingginya arus kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II dalam triwulan IV Secara umum, hal ini diindikasikan akibat adanya faktor musiman hari raya natal dan menjelang pergantian tahun yang mendorong perpindahan orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara SSK II Grafik Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara SSK II Feb-08 Apr-08 Jun-08 Agust-08 Okt-08 Des-08 Feb-09 Apr-09 Jun-09 Agust-09 Okt-09 Des-09 Feb-10 Apr-10 Jun-10 Agt-10 Okt-10 Des Jan-08 Mar-08 Mei-08 Jul-08 Sep-08 Nop-08 Jan-09 Mar-09 Mei-09 Jul-09 Sep-09 Nop-09 Jan-10 Mar-10 Mei-10 Jul-10 Sep-10 Nop-10 Datang (kanan) Berangkat (kanan) Datang (kiri) Berangkat (kiri) Sumber : PT. Angkasa Pura II Selanjutnya, subsektor komunikasi masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 20,24% pada triwulan laporan, namun relatif melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,91%. Semakin maraknya persaingan di subsektor komunikasi telah memunculkan providerprovider baru di provinsi Riau sehingga telah memberikan dorongan yang berarti terhadap pertumbuhan subsektor ini. 29

34 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota Dumai secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil. Pada triwulan, laporan inflasi Riau mencapai 7,37% meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang disurvey, tekanan inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94% menjadi 9,05%. Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami peningkatan dari 4,72% menjadi 7,00%. 31

35 Perkembangan Inflasi Daerah Namun demikian, jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa, peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok bahan makanan, sementara kelompok barang dan jasa lainnya relatif stabil. Tekanan inflasi pada triwulan laporan utamanya terjadi akibat kenaikan harga komoditas volatile foods pada penghujung tahun 2010 karena berkurangnya pasokan dari sentra-sentra produksi bahan makanan akibat gangguan cuaca, hama, dan masa tanam yang tidak serentak. Sebagai wilayah yang sangat bergantung pada ketersediaan di daerah lain, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pergerakan tingkat harga di Provinsi Riau. 2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) Sampai dengan triwulan III-2010, inflasi Riau relatif lebih stabil dibandingkan dengan inflasi Riau pada triwulan IV-2010 yang tercatat mengalami peningkatan signifikan yaitu dari 4,57% menjadi 7,37%. Berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan inflasi Riau cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 6,96%. Namun demikian, inflasi Riau tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Wilayah Sumatera yang mencapai 7,83%. Berdasarkan kawasannya, Sumatera merupakan kawasan dengan kenaikan inflasi tertinggi dibandingkan kawasan lainnya di Indonesia. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional (yoy) % 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, P.baru 6,93 9,89 11,34 9,02 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 Dumai 7,33 14,22 16,24 14,30 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 Nasional 8,96 11,03 12,14 11,06 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96 Riau 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 Sumatera 5,81 7,23 12,00 12,34 11,37 3,03 3,36 2,44 3,40 5,96 5,25 7,83 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 32

36 Perkembangan Inflasi Daerah Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan berasal dari peningkatan yang signifikan pada kelompok bahan makanan, sementara peningkatan harga pada kelompok barang dan jasa lainnya cenderung lebih stabil. Beberapa harga bahan makanan seperti cabe merah dan beras mengalami peningkatan karena terbatasnya pasokan dari beberapa sentra produksi. Terbatasnya pasokam dari sentra-sentra produksi terjadi karena (i)membaiknya harga jual jagung sehingga terjadi alih tanam padi menjadi jagung, (ii)terjadinya wabah burung dan tikus di Sumatera Barta, (iii)masa tanam yang tidak serentak pada sentar-sentra produksi. Pola distribusi dan hambatan infrastruktur juga telah menyebabkan peningkatan harga yang signifikan pada komoditas tersebut. Selain itu, meningkatnya harga CPO dunia telah mendorong kenaikan harga minyak goreng dalam negeri, tidak terkecuali di Riau. Terkait dengan berbagai permasalah tersebut, berbagai upaya untuk meredam kenaikan harga telah dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Riau yang difokuskan untuk memperkuat stok pasokan bahan makanan dengan menggiring ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan stok pangan. Beberapa upaya yang dilakukan TPID Riau sepanjang tahun 2010 antara lain adalah optimalisasi strategi pelaksanaan operasi pasar dan pasar murah, serta meningkatkan komunikasi dengan masyarakat melalui media massa. Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan beras lokal maka pada 2010 Bulog Divre Riau telah melakukan impor beras dari negara Vietnam. Berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi Provinsi Riau diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2 (dua) kota yaitu Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Pada triwulan laporan, inflasi Kota Pekanbaru mencapai 7,00% mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,72%) yang tercatat cenderung lebih stabil. Meningkatnya inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan IV-2010 didorong oleh peningkatan harga pada kelompok bahan makanan terutama beras, cabe merah dan minyak goreng. 33

37 Perkembangan Inflasi Daerah Di sisi lain, sejak awal tahun 2010 inflasi Kota Dumai cenderung lebih fluktuatif dan tercatat lebih tinggi dibandingkan Kota Pekanbaru. Inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 3,94% menjadi 9,05%. Seperti pada triwulan sebelumnya, kelompok bahan makanan masih memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Kota Dumai, khususnya pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun demikian, jika dilihat berdasarkan sumbangannya, Kota Pekanbaru memberikan andil lebih tingggi dalam pembentukan inflasi Riau, sehingga pergerakan harga di Kota Pekanbaru lebih besar mempengaruhi tingkat harga di Riau. 2.1 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan laporan terjadi peningkatan pada semua kelompok barang dan jasa dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok bahan makanan, sementara inflasi pada kelompok barang dan jasa lainnya relatif lebih stabil. Selama tahun 2010 (yoy), inflasi pada kelompok bahan makanan cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan kelompok barang dan jasa lainnya (Grafik 2.2). Grafik 2.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Selama Tahun 2010 (yoy) Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi RIAU Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 34

38 Perkembangan Inflasi Daerah Pada triwulan IV-2010, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya yaitu mencapai 14,59%, dan tercatat mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya (6,88%). Peningkatan yang signifikan pada inflasi kelompok bahan makanan telah mendorong meningkatnya andil kelompok ini dan juga telah mendominasi pembentukan inflasi Riau (±53,11%) (Grafik 2.3). Grafik 2.3. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (yoy) 7,49% 1,10% 24,93% 7,17% Tw III-10-1,57% 19,03% 38,70% Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia 0,87% 6,04% 4,24% 2,94% 16,86% 15,93% Tw IV-10 53,11% Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan harga cabe merah, minyak goreng dan beras. Berkurangnya pasokan dari beberapa sentra produksi karena curah hujan yang tinggi menjadi faktor utama tingginya harga cabe merah selama tahun 2010 (Grafik 2.4). Meningkatnya harga CPO di pasaran internasional menjadi faktor utama relatif tingginya harga jual minyak goreng pada triwulan laporan (Grafik 2.5). Kondisi ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih memilih untuk menjual dalam bentuk CPO daripada mengolah menjadi minyak goreng sehingga pasokan minyak goreng mengalami penurunan. Selain itu, ekspektasi terhadap berkurangnya pasokan beras merupakan faktor pendorong kenaikan harga beras (Grafik 2.4). Pada triwulan IV-2010, Bulog Divre Riau telah melakukan operasi pasar untuk menekan kenaikan harga beras lebih lanjut pada tingkat yang lebih tinggi. 35

39 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.4. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Beras dan Cabe Merah (Rp/Kg) 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 Beras (kanan) Cabe Merah Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah Grafik 2.5. Perkembangan harga CPO dunia (USD/Metric Ton) Sumber : Bloomberg, diolah Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan di Kota Dumai mengalami inflasi tertinggi yaitu mencapai 19,12%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 10,12%. Meningkatnya inflasi kelompok ini juga telah mendorong peningkatan sumbangan terhadap pembentukan inflasi Dumai (±59,33%) pada triwulan laporan, dan juga telah mendominasi pembentukan inflasi Dumai (Grafik 2.6). Sementara itu, kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru juga mengalami inflasi tertinggi yaitu dari 6,13% menjadi 13,55% pada triwulan laporan. Dominasi kelompok bahan makanan terhadap inflasi Kota Pekanbaru juga merupakan yang tertinggi (±49,09%), dan dominasinya juga mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya inflasi kelompok ini dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.7). 36

40 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.6. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Dumai (yoy) 2,20% -17,87% 0,48% 43,45% 14,52% 3,94% 0,42% 1,50% -0,38% 4,48% Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor 11,83% 19,70% Tw III-10 19,89% Tw IV-10 59,33% Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia Grafik 2.7. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Pekanbaru (yoy) Tw III-10 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia Tw IV-10 Selanjutnya, kelompok sandang di Riau mengalami inflasi sebesar 6,66% mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,15%. Hari besar keagamaan yaitu Natal dan persiapan Tahun baru yang jatuh pada triwulan laporan diperkirakan tidak banyak memberikan pengaruh pada peningkatan konsumsi barang-barang sandang. Peningkatan harga pada kelompok sandang utamanya berasal dari kenaikan harga emas perhiasan. Trend peningkatan harga emas di pasaran internasional menjadi faktor pendorong meningkatnya harga emas perhiasan di Riau (Grafik 2.8). Namun demikian, peranan kelompok ini relatif kecil, sehingga tidak banyak memberikan tekanan terhadap peningkatan harga di Riau. 37

41 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.8. Perkembangan Harga Emas Dunia ($/Oz) Sumber : Bloomberg, diolah Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru mencapai 6,83% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok sandang di Kota Dumai yaitu sebesar 5,83%. Inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai tercatat mengalami peningkatan dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya, namun masih berada dalam tingkat yang relatif stabil. Kelompok pendidikan (pendidikan, rekreasi & olahraga) di Riau mengalami inflasi sebesar 6,32% dan relatif stabil dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yaitu sebesar 6,44%. Inflasi kelompok pendidikan di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai juga tercatat relatif stabil yaitu masing-masing sebesar 6,98% dan 3,26% dari 7,14% dan 3,20% pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2010 kelompok perumahan (perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar) mengalami inflasi sebesar 6,20%, juga relatif stabil dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,62%. Namun, jika dilihat dari sumbangannya, kelompok perumahan memberikan andil yang cukup berarti (±16,86%) terhadap inflasi Riau pada triwulan laporan (Grafik 2.3). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik pada awal triwulan III-2010 dan program konversi minyak ke gas yang tidak diikuti dengan kecukupan pasokan elpiji merupakan penyebab utama inflasi pada kelompok perumahan. Selain itu, penarikan minyak tanah bersubsidi yang digantikan dengan minyak tanah tidak bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi yang diikuti dengan menurunnya jumlah pasokan juga menjadi faktor pendorong meningkatnya inflasi pada kelompok perumahan. 38

42 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.9. Perkembangan Pasokan Minyak Tanah di Riau 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 Kilo Liter Sumber : PT. Pertamina, diolah Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok perumahan mengalami inflasi tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,09%, meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,99%. Sementara, di Kota Pekanbaru inflasi kelompok perumahan relatif stabil yaitu dari 5,97% pada triwulan III-2010 menjadi 6,01% pada triwulan laporan. Inflasi pada kelompok makanan jadi (makanan jadi, minuman, rokok & tembakau) mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 4,47% pada triwulan III-2010 menjadi 6,02% pada triwulan IV Kelompok makanan jadi juga memiliki peranan yang besar terhadap pembentukan inflasi Riau (±15,93%). Meningkatnya harga pada komoditas nasi, gula dan berbagai jenis rokok menjadi salah satu pendorong meningkatnya harga pada kelompok makanan jadi. Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok makanan jadi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 9,37%, sementara di Kota Pekanbaru kelompok makan jadi mengalami inflasi sebesar 5,28%. Inflasi kelompok makanan jadi pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, kelompok transpor (transpor, komunikasi, & jasa keuangan) dan kelompok kesehatan di Riau tercatat mengalami inflasi terendah yaitu masingmasing sebesar 1,45% dan 1,78%. Inflasi pada kelompok transpor tercatat relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,37%, dan peranan kelompok transpor juga relatif kecil terhadap inflasi Riau. Di Kota 39

43 Perkembangan Inflasi Daerah Dumai tingkat harga kelompok transpor masih terus menunjukkan kecenderungan deflasi. Sementara itu, inflasi pada kelompok kesehatan relatif stabil dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, dan peranan kelompok ini juga merupakan yang terkecil terhadap inflasi Riau dibandingkan dengan kelompok barang dan jasa lainnya (±0,87%). Inflasi kelompok kesehatan di Kota Pekanbaru tercatat sebesar 1,90% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok kesehatan di Kota Dumai yaitu sebesar 1,24%. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (yoy) Kelompok IV-09 I-10 II-10 III-10 IV-10 Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Bahan Makanan 1,19 0,60 1,08 0,30 3,79 0,93 8,65 15,60 9,93 6,13 10,12 6,88 13,55 19,12 14,59 Makanan Jadi 5,53 3,20 5,10 4,93 3,48 4,67 4,49 3,02 4,22 4,03 6,45 4,47 5,28 9,37 6,02 Perumahan 1,77-0,50 1,36 3,31 0,17 2,74 4,19 1,34 3,69 5,97 3,99 5,62 6,01 7,09 6,20 Sandang 5,88 4,02 5,56 1,54 1,13 1,47 5,42 3,60 5,11 5,26 4,57 5,15 6,83 5,83 6,66 Kesehatan 4,82 2,27 4,36 3,04 2,57 2,96 0,72 1,36 0,83 1,46 0,93 1,37 1,90 1,24 1,78 Pendidikan 3,19 2,74 3,11 2,58 1,11 2,31 2,90 1,08 2,57 7,14 3,20 6,44 6,98 3,26 6,32 Transportasi -3,91-1,95-3,51 0,45-0,77 0,20 0,40-0,24 0,27 1,33-7,05-0,47 1,87-0,23 1,45 UMUM 1,94 0,80 1,73 2,26 1,81 2,18 4,58 5,27 4,71 4,72 3,94 4,57 7,00 9,05 7,37 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah 2.2 Disagregasi Inflasi 1 Berdasarkan hasil disagregasi inflasi, pada triwulan laporan peranan inflasi non inti 2 atau non core Riau mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,53% menjadi 11,44%. Meningkatnya inflasi non inti pada triwulan laporan utamanya didorong oleh meningkatnya inflasi pada kelompok volatile foods yaitu dari 7,18% pada triwulan III-2010 menjadi 15,30% pada triwulan IV Peningkatan inflasi yang signifikan pada kelompok bahan makanan selama tahun 2010 terutama pada komoditas beras, dan cabe merah menjadi faktor utama tingginya inflasi pada kelompok volatile foods. Selanjutnya, komponen lainnya yaitu kelompok administered prices juga mengalami peningkatan dari 5,76% menjadi 6,88% pada triwulan laporan. Selama tahun 2010, inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan 1 Perhitungan inflasi inti dan non inti yang dilakukan berdasarkan pendekatan subkelompok dengan mengacu pada SBH 2007=100 2 Inflasi Non Inti (Non Core) terdiri dari inflasi volatile foods dan administered price 40

44 Perkembangan Inflasi Daerah harga Tarif Dasar Listrik, gas elpiji dan minyak tanah. Di sisi lain, tekanan inflasi inti (core inflation) Riau masih relatif rendah meskipun mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 3,05% menjadi 4,23%. Laju inflasi inti Riau masih tetap berada di bawah headline inflation Riau Grafik Disagregasi Inflasi Riau (yoy) % 18,00 15,00 12,00 9,00 6,00 3,00 0,00-3, Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23 Non Core 7,43 16,25 17,87 14,21 8,33 0,39 0,88 0,48 2,44 8,34 6,53 11,44 % 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00-5, Volatile 12,37 21,36 21,27 16,83 10,49 2,72 3,41 1,04 1,01 10,62 7,18 15,30 AP 2,28 11,11 14,28 11,29 5,87-2,18-1,95-0,18 4,16 5,71 5,76 6,88 Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23 Headline 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok volatile foods di Kota Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi kelompok volatile foods di Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 19,92% dan 14,34%. Inflasi kelompok volatile foods di Kota Dumai juga cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi kelpmpok volatile foods Kota Pekanbaru. Di sisi lain, inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti Kota pekanbaru tercatat sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai tercatat sebesar 5,33%. Grafik Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy) Core Pekanbaru VF Kota Pekanbaru Core Dumai VP Kota Dumai Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia 41

45 Perkembangan Inflasi Daerah 3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ) Perkembangan inflasi triwulanan (qtq) Provinsi Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu dari 1,90% menjadi 2,71%. Setelah pada triwulan sebelumnya tercatat berada di bawah inflasi nasional, maka pada triwulan IV inflasi Riau tercatat berada diatas inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,59%. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Riau selama triwulan laporan. Grafik Perkembangan Inflasi di Provinsi Riau dan Nasional (qtq) % 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00-1,00-2, P.baru 2,39 2,64 3,17 0,55 0,48-0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 Dumai 3,00 6,39 3,04 1,22-0,74-0,77 3,52-1,14 0,26 2,60 2,21 3,71 Nasional 2,88 0,54 0,36-0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 Riau 3,94 3,42 3,15 0,68 0,25-0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia Berdasarkan kota yang disurvey, peningkatan inflasi terjadi pada Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Kota Pekanbaru yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan inflasi Riau pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,48%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,83%. Inflasi yang cukup tinggi pada bulan November 2010 dan Desember 2010 setelah mengalami deflasi pada bulan Oktober 2010 tercatat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan laporan. Kelompok bahan makanan tercatat memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Kota Pekanbaru selama triwulan laporan. Kota Dumai tercatat mengalami inflasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,71% juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2,21%. Setelah mengalami inflasi yang relatif stabil pada bulan Oktober 2010 dan November 2010, maka pada bulan Desember 2010, inflasi 42

46 Perkembangan Inflasi Daerah Kota Dumai mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi ini telah menyebabkan peningkatan yang cukup tinggi pada inflasi Kota Dumai selama triwulan IV Seperti halnya Kota Pekanbaru, kelompok bahan makanan di Kota Dumai juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Kota Dumai. 3.1 Inflasi kelompok Barang dan Jasa Secara triwulanan, pada triwulan laporan terjadi inflasi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok transportasi yang tercatat mengalami deflasi. Kondisi yang sama terjadi pada Kota Pekanbaru, yaitu terjadi inflasi pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok transportasi yang tercatat mengalami deflasi. Di sisi lain, deflasi pada Kota Dumai hanya terjadi pada kelompok pendidikan, sementara kelompok barang dan jasa lainnya mengalami inflasi. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi di Riau terjadi pada kelompok bahan makanan yaitu mencapai 6,72%, mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,61%. Kelompok bahan makanan juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Riau (65,63%). Seiring dengan meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan, peranan kelompok ini juga mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.13). Grafik Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (qtq) 15,55% 10,97% 22,86% 18,57% 6,65% 8,33% 0,57% 0,01% -0,24% Bahan Makanan Makanan Jadi 16,08% Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan 2,60% Transpor 6,43% 25,51% Tw III-10 Tw IV-10 65,63% Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia 43

47 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,70% sementara inflasi kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru sebesar 6,49%. Inflasi kelompok bahan makanan pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya. Kenaikan harga cabe merah, beras dan minyak goreng telah mendominasi kenaikan inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan laporan. Grafik Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Pekanbaru (qtq) 20,37% 11,49% 22,14% 4,18% 10,20% 0,84% 0,06% 18,68% -0,34% Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan 3,39% 7,06% Tw III-10 8,75% 26,79% Tw IV-10 65,71% Transpor Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia Grafik Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Dumai (qtq) 6,29% 0,57% 4,19% 4,56% 22,73% Tw III-10 18,90% 42,74% Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia 0,06% -0,10% 4,86% 15,05% 19,65% Tw IV-10 0,07% 60,22% Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Kenaikan harga emas perhiasan memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan inflasi kelompok sandang. Pada triwulan laporan inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan yaitu dari 1,75% menjadi 3,42%. Berdasarkan kota yang disurvey, Kota Pekanbaru mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 3,54% sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 2,85%. Inflasi kelompok sandang pada kedua kota tersebut tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengnan triwulan sebelumnya. 44

48 Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok makanan jadi pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,61%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,50%. Inflasi tertinggi pada kelompok makanan jadi terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 3,67%, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,70%. Sementara itu pada Kota Pekanbaru inflasi kelompok makanan jadi tercatat sebesar 2,38% mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,80%. Kelompok makanan jadi juga tercatat memberikan peranan yang cukup tinggi dalam pembentukan inflasi Riau (±18,57%). Kenaikan harga gula pasir, nasi dan berbagai jenis rokok merupakan pendorong utama peningkatan inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan laporan. Sementara itu, pada triwulan laporan kelompok perumahan dan kelompok pendidikan masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,91% dan 0,01%, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masing-masing mencapai 2,28% dan 5,53%. Kondisi yang sama juga terjadi di Kota Pekanbaru dan Dumai. Kenaikan harga batu-bata dan bahan bakar rumah tangga merupakan pendorong terjadinya inflasi pada kelompok perumahan. Kelompok transportasi merupakan satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi yaitu sebesar 0,04%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,29%. Berdasarkan kota yang disurvey, Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,06% sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 0,02%. Menurunnya biaya angkutan antar kota merupakan faktor utama terjadinya deflasi pada triwulan laporan. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (qtq) Kelompok IV-09 I-10 II-10 III-10 IV-10 Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Bahan Makanan -0,47-0,43-0,47 0,33-0,16 0,24 4,57 9,17 5,42 1,64 1,48 1,61 6,49 7,70 6,72 Makanan Jadi 1,16 0,91 1,12 1,75 0,65 1,56 0,26 0,10 0,23 0,80 4,70 1,50 2,38 3,67 2,61 Perumahan 0,45-0,06 0,36 1,52 0,75 1,38 1,66 0,70 1,49 2,22 2,57 2,28 0,49 2,91 0,91 Sandang 2,02 1,63 1,96-0,88 0,06-0,72 2,26 1,25 2,09 1,79 1,56 1,75 3,54 2,85 3,42 Kesehatan 0,08-0,24 0,03-0,02 0,68 0,10-0,07 0,12-0,04 1,47 0,38 1,28 0,51 0,06 0,43 Pendidikan 0,18-0,14 0,12 0,08 0,51 0,16 0,54 0,76 0,58 6,30 2,05 5,53 0,02-0,09 0,01 Transportasi -0,60-6,82-1,93 0,50-0,14 0,37 0,02-0,93-0,17 1,41 0,83 1,29-0,06 0,02-0,04 UMUM 0,30-1,14 0,03 0,79 0,26 0,69 1,72 2,60 1,89 1,83 2,21 1,90 2,48 3,71 2,71 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia 45

49 Perkembangan Inflasi Daerah 3.2 Disagregrasi Inflasi Berdasarkan hasil agregasi secara triwulanan (qtq), inflasi kelompok volatile foods Riau pada triwulan IV-2010 tercatat mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Masih berlanjutnya peningkatan harga kelompok bahan makanan terutama komoditas cabe merah yang diikuti dengan peningkatan harga beras dan minyak goreng merupakan faktor utama meningkatnya inflasi kelompok volatile foods hingga mencapai 7,02% dari 1,48%. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi kelompok volatile foods tertinggi dialami oleh Kota Dumai yaitu sebesar 8,03%, sementara inflasi kelompok volatile foods di Kota Pekanbaru tercatat sebesar 6,78%. Inflasi kelompok volatile foods pada Kota Dumai dan Kota Pekanbaru mengalami peningkatan masing-masing dari 1,25% dan 1,50%. Grafik Disagregasi Inflasi Riau (qtq) 8,00 6,00 Core Volatile Administered Price Headline 4,00 2,00 0,00-2, ,00 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia Sementara itu, tekanan yang berasal dari kelompok administered price selama triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 2,32% menjadi 0,81%. Kenaikan harga pertamax dan angkutan antar kota merupakan komoditas yang memberikan sumbangan terjadinya inflasi kelompok administered prices pada triwulan laporan. Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok administered prices di Kota Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok administered prices di Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 2,22% dan 2,18% dari 2,85% dan 0,48%. Di sisi lain, tekanan yang berasal dari inflasi inti mengalami 46

50 Perkembangan Inflasi Daerah penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,90% menjadi 1,53%. Grafik Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Kota Dumai (qtq) 10,00 12,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00-6,00 Core Volatile Administered Price Headline Pekanbaru Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00-6,00 Core Volatile Administered Price Headline Dumai Halaman Ini Sengaja Dikosongkan 47

51 Perkembangan Perbankan Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 1. Kondisi Umum Seiring dengan kondisi perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 dimana tumbuh sebesar 7,84% (y-o-y) 1, perbankan (bank umum dan BPR) Riau juga menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Hal ini terlihat pada beberapa indikator yang memperlihatkan peningkatan, seperti total aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit/pembiayaan, serta terjaganya kualitas kredit/pembiayaan yang disalurkan sebagaimana terlihat pada rendahnya rasio non performing loans (NPL). 1 PDRB Riau Tanpa Migas, sumber : BPS Provinsi Riau 47

52 Perkembangan Perbankan Daerah Total aset pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08 triliun, meningkat 1,37% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp44,47 triliun (q-tq). Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh meningkatnya penghimpunan DPK dari Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh sebesar 4,62%. Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong kemampuan perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 5,03%. Meskipun kredit menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga, sebagaimana terlihat pada rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah angka indikatif Bank Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment capacity) cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank (Tabel 3.1.). Indikator Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (Dalam Miliar Rupiah) Growth (%) Trw-IV Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d y-o-y Aset ,37 14,07 14,07 - Bank Umum ,08 13,69 13,69 - BPR ,97 38,22 38,22 DPK ,62 19,93 19,93 - Bank Umum ,59 19,87 19,87 - BPR ,46 24,06 24,06 Kredit/Pembiayaan ,03 20,01 20,01 - Bank Umum ,05 19,85 19,85 - BPR ,93 29,75 29,75 LDR 78,18% 77,93% 78,23% - Bank Umum 77,98% 77,64% 77,97% - BPR 91,82% 98,37% 96,03% NPL 2,48% 3,28% 2,44% - Bank Umum 2,41% 3,17% 2,34% - BPR 7,16% 9,38% 7,98% Sumber: LBU Bank Umum dan LBBPR 48

53 Perkembangan Perbankan Daerah Selain itu keberpihakan perbankan Riau dalam mendorong perkembangan sektor riil juga terus menunjukkan peningkatan, sebagaimana terlihat pada penyaluran kredit UMKM oleh bank umum yang tercatat sebesar Rp21,85 triliun, meningkat 4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp20,98 triliun. Total penyaluran kredit UMKM tersebut pangsanya telah mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan oleh bank umum. 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Dalam upaya meningkatkan jasa layanan serta melihat peluang usaha seiring terus tumbuhnya perekonomian Riau, beberapa bank umum nasional telah melakukan ekspansi usaha dengan membuka jaringan kantornya di Riau. Hal ini terlihat pada perkembangan jumlah kantor dimana pada triwulan III-2010 tercatat 531 kantor, sementara pada triwulan IV-2010 sebanyak 552 kantor atau bertambah sebanyak 21 kantor, yang terdiri dari 1 kantor cabang, 18 kantor cabang pembantu, 1 kantor kas dan 1 kantor lainnya (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Keterangan Tw-IV Tw-III Tw-IV Jumlah Bank Pemerintah Swasta Bank Asing/Campuran Jumlah Kantor Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Cabang Pembantu Kantor Kas Lainnya *) Jenis Bank Konvensional Syariah *) Payment Point, Kantor Fungsional, Kantor Layanan Syariah dan Kas Mobil Dengan meningkatnya jumlah jaringan kantor diharapkan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap layanan jasa perbankan semakin meningkat, baik untuk keperluan menyimpan dana, akses kredit/pembiayaan maupun pemanfaatan jasa perbankan lainnya. 49

54 Perkembangan Perbankan Daerah 2.2. Perkembangan Aset Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp44,22 triliun, meningkat 1,08% dibandingkan triwulan sebelumnya (q-t-q), sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya dana pihak ketiga yang dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank. Berdasarkan kelompok bank, sebagaimana pada periode sebelumnya pembentukan aset bank umum sebagian besar masih didominasi oleh kelompok bank pemerintah dengan pangsa sebesar 64,95%, sementara pangsa aset bank swasta nasional dan bank asing/campuran masing-masing sebesar 34,31% dan 0,74% (Grafik 3.1.). Sementara itu dilihat pertumbuhannya, aset kelompok bank swasta mengalami pertumbuhan sebesar 12,53% dan bank asing/campuran 2,5% sementara kelompok bank pemerintah turun sebesar 4,09% (q-t-q). Grafik 3.1 : Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank 0.74% 34.31% Sumber : LBU dan LBBPR 64.95% Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing/Campuran 2.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Posisi dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp37,01 triliun atau meningkat 4,59% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp35,39 triliun (q-t-q), sehingga secara tahunan meningkat sebesar 19,87%. Peningkatan DPK tersebut disumbangkan oleh meningkatnya tabungan yang cukup signifikan 50

55 Perkembangan Perbankan Daerah sebesar 14,08% (q-t-q), sementara giro dan deposito mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,77% dan 3,98%. Penurunan yang terjadi terutama pada giro, antara lain disebabkan oleh berkurangnya dana milik pemerintah daerah yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang telah selesai pada akhir tahun anggaran, dimana pada triwulan IV-2010 giro milik pemerintah daerah turun sebesar 37,41% (q-t-q). Berdasarkan jenis simpanan, DPK yang dihimpun bank umum di Riau sebagian besar berupa tabungan dengan pangsa sebesar 49,74%, diikuti oleh deposito dan giro dengan pangsa masing-masing sebesar 25,41% dan 24,85% (Grafik 3.2). Besarnya pangsa tabungan pada struktur DPK mencerminkan bahwa perilaku sebagian besar masyarakat dalam menempatkan dananya bukan untuk tujuan investasi, tetapi untuk berjaga-jaga dalam memenuhi kebutuhan bertransaksi, selain banyaknya kemudahan bertransaksi yang ditawarkan bank kepada nasabah tabungannya. Grafik 3.2. Pangsa DPK menurut Jenis Simpanan 25.41% 24.85% 49.74% Giro Tabungan Deposito Sumber : LBU Bank Umum Sementara itu berdasarkan golongan pemilik, sebagian besar DPK pada bank umum di Riau dimiliki oleh kelompok perorangan dengan pangsa sebesar 71,04%, diikuti oleh pemerintah daerah dan perusahaan swasta dengan pangsa masing-masing sebesar 11,95% dan 11,38%. (Tabel 3.3). Tingginya pangsa dana milik perorangan yang sebagian besar berupa tabungan merupakan dana murah bagi perbankan namun memiliki tingkat volatilitas yang cukup tinggi (Tabel 3.3.). 51

56 Perkembangan Perbankan Daerah Tabel 3.3. Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik (Dalam Miliar Rupiah) Golongan Pemilik Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV - Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Badan/Lembaga Pemerintah Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Asuransi Perusahaan Swasta Yayasan dan Badan Sosial Koperasi Perorangan Lainnya Total Sumber: LBU Bank Umum 2.4. Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan bank umum Riau pada triwulan IV tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar 5,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun, sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran, peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya DPK yang dihimpun sehingga meningkatkan kemampuan bank untuk meningkatkan porsi penyaluran kredit/pembiayaannya, adanya target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta adanya program consumer loan berupa kredit tanpa agunan yang diluncurkan oleh perbankan. Sementara disisi permintaan, peningkatan kredit/pembiayaan antara lain didorong oleh semakin kondusifnya iklim usaha di Riau sehingga mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk kegiatan usaha. Kondusifnya iklim usaha dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan KBI Pekanbaru pada triwulan IV-2010 dimana responden mengatakan bahwa situasi bisnis di Riau lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (SB meningkat dari 40,00 menjadi 40,22). 52

57 Perkembangan Perbankan Daerah Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan konsumsi pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47% dan 3,36% (q-t-q). Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja meningkat sebesar 21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%. Sementara itu berdasarkan pangsanya, kredit modal kerja memiliki pangsa terbesar yakni sebesar 37,03%, kredit konsumsi dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar 36,01% dan 26,96%. Relatif tingginya pertumbuhan dan pangsa kredit produktif yakni modal kerja dan investasi tentunya akan memberikan multiplier effect yang besar terhadap kegiatan perekonomian Riau (Grafik 3.3.) Grafik 3.3. Pangsa Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan 37.03% 36.01% Modal kerja Investasi Konsumsi 26.96% Sumber : LBU Bank Umum Berdasarkan sektor ekonomi, kredit/pembiayaan bank umum di Riau sebagian besar disalurkan ke sektor lainnya dengan pangsa sebesar 40,34%, dikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian dengan pangsa masing-masing sebesar 21,95% dan 16,70%. Tingginya penyaluran kredit ke sektor PHR dan Pertanian sejalan dengan PDRB Riau dimana kontribusi sektor PHR dan Pertanian terhadap pembentukan PDRB Riau cukup dominan yang rata-rata mencapai 17,28% dan 9,29%. Selain sektor-sektor di atas, sekor ekonomi yang juga menyerap kredit cukup besar adalah sektor jasa dunia usaha, sektor industri dan sektor kontruksi dengan pangsa masing-masing sebesar 6,52%, 5,84% dan 3,16% (Grafik 3.4.). 53

58 Perkembangan Perbankan Daerah Grafik 3.4. Pangsa Penyaluran Kredit Secara Sektoral 5.84% 3.16% Lainnya 6.52% 16.70% 40.34% Perdagangan Pertanian Jasa dunia usaha Industri Konstruksi 21.95% Sumber : LBU Bank Umum Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, loan to deposit ratio (LDR) yang mencerminkan pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum Riau sedikit mengalami peningkatan dari 77,64% pada triwulan III-2010 menjadi 77,97% pada triwulan IV Risiko Kredit Meskipun kredit yang disalurkan bank umum Riau terus menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit yang disalurkan relatif terjaga. Hal ini terlihat pada rasio Non Performing Loan (NPL) gross pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 2,34% lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,17%. Angka tersebut jauh di bawah angka indikatif Bank Indonesia yang sebesar 5%. Dalam upaya memitigasi risiko, bank telah memperhitungkan Pembentukan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) sehingga NPL Net hanya sebesar 0,98%. Rendahnya NPL tersebut mencerminkan bahwa kemampuan membayar kembali (repayment capacity) debitur atas kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal ini tentunya sangat mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya perbankan. Berdasarkan jenis penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja yakni sebesar 3,64%, sementara NPL pada kredit investasi dan konsumsi masing-masing sebesar 1,49% dan 1,64%. Dibandingkan triwulan sebelumnya, NPL pada semua jenis kredit menunjukkan penurunan. 54

59 Perkembangan Perbankan Daerah Tabel 3.4. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan (Dalam jutaan Rupiah) Kredit Penggunaan Tw -IV Tw-III Tw-IV Nominal % Nominal % Nominal % Modal Kerja , , ,64 Investasi , , ,49 Konsumsi , , ,64 Total , , ,34 Sumber : LBU Bank Umum Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, sektor yang memiliki NPL relatif besar pada triwulan laporan adalah sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi masing-masing sebesar 7,04%dan 5,25%, sementara sektor-sektor yang lainnya NPLnya masih di bawah 5% (Tabel 3.5). Tabel 3.5. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan (Dalam jutaan Rupiah) Kredit Sektoral Tw -IV Tw-III Tw-IV Nominal % Nominal % Nominal % Pertanian , , ,40 Pertambangan 34 0, , ,90 Industri , , ,04 LGA 39 0, ,00 Konstruksi , , ,25 Perdagangan , , ,50 Angkutan , , ,24 Jasa Dunia Usaha , , ,89 JasaSosial , , ,34 Lain-Lain , , ,52 Total , , ,34 Sumber : LBU Bank Umum 2.6 Laba Usaha Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba usaha sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan perolehan laba tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional terutama dari pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha sebagaimana terlihat pada rasio 55

60 Perkembangan Perbankan Daerah biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang mengalami penurunan. Pendapatan operasional pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp6.581 miliar, terdiri dari pendapatan bunga kredit Rp4.319 miliar (65,64%), keuntungan transaksi valas Rp5,71 miliar (0,09%), provisi dan komisi Rp1.491 miliar (11,61%) dan pendapatan operasional lainnya Rp764 miliar (11,61%). Sementara itu rasio BOPO pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 77,73%, lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 78,20%. Tingginya pertumbuhan laba bank umum mencerminkan bahwa kegiatan usaha bank di Riau sangat kondusif. Grafik 3.5: Struktur Pendapatan Operasional Bank Umum di Riau 11.61% 22.66% 65.64% Pendapatan Bunga Keuntungan Valas Komisi dan Provisi Lainnya 0.09% Sumber : LBU Bank Umum 2.7. Perkembangan Kredit UMKM Beberapa studi mengatakan bahwa sektor UMKM memegang peranan penting dalam mendorong perekonomian karena ketahanannya dalam menghadapi goncangan krisis dan menyerap banyak tenaga kerja serta jumlahnya yang besar dan tersebar dalam berbagai sektor ekonomi. Dilandasi alasan tersebut, maka berbagai upaya dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk mendorong perkembangan sektor UMKM. Masalah klasik yang dihadapi dalam pengembangan UMKM antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya jaringan pemasaran, dan lemahnya permodalan karena terbatasnya akses pembiayaan ke sektor lembaga keuangan khususnya perbankan. Dalam mengatasi masalah tersebut, 56

61 Perkembangan Perbankan Daerah Bank Indonesia bersama instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing telah melakukan berbagai upaya antara lain dilakukan melalui pemberian bantuan teknis dan atau pelatihan kepada pendamping UMKM melalui Satgasda KKMB, mengikutsertakan pelaku UMKM dalam berbagai kegiatan pameran maupun membantu akses pembiayaan kesektor perbankan. Melihat peran vital UMKM tersebut, telah mendorong perbankan untuk memberikan perhatian kepada sektor UMKM khususnya melalui penyaluran kredit/pembiayaannya. Posisi kredit UMKM yang disalurkan bank umum Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp21,85 triliun meningkat sebesar 4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga pada tahun 2010 pertumbuhan kredit UMKM tercatat sebesar 20,69%. Pangsa kredit UMKM tersebut mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan bank umum. Berdasarkan jenis penggunaanya, kredit UMKM tersebut sebagian besar terserap untuk kegiatan produktif yakni modal kerja dan investasi yang mencapai Rp11,48 triliun (52,53%) sedangkan untuk konsumsi tercatat sebesar Rp10,37 triliun (47,47%). Pada triwulan laporan, kredit investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 7,83%, sementara kredit konsumsi dan modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 3,93% dan 2,93% (Tabel 3.6). Guna memberikan multiplier effect dalam mendorong perekonomian, penyaluran kredit UMKM oleh perbankan pangsa kredit produktifnya diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan (Dalam Miliar Rupiah) Indikator Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV JENIS PENGGUNAAN Modal kerja Investasi Konsumsi Sumber : LBU Bank Umum 57

62 Perkembangan Perbankan Daerah Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, selain sektor lainnya sektor ekonomi yang banyak menyerap kredit UMKM adalah sektor PHR yakni sebesar Rp5.09 triliun (23,30%), diikuti oleh sektor pertanian Rp2,41 triliun (11,04%) dan sektor jasa dunia usaha Rp1,11 trilun (5,09%), sementara sektor-sektor yang lainnya pangsanya masih di bawah 5% (Tabel 3.7). Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi (Dalam Miliar Rupiah) Indikator Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV SEKTOR EKONOMI Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial Lainnya Sumber: LBU bank Umum Meskipun kredit/pembiayaan UMKM yang disalurkan terus menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit UMKM tetap baik yang diindikasikan oleh rendahnya rasio NPL dimana pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 2,36% (gross) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,74%. Rendahnya NPL tersebut mencerminkan bahwa kemampuan dan kepatuhan debitur UMKM di Riau untuk membayar kembali kewajibannya cukup baik. Hal ini tentunya menjadi perhatian perbankan dalam meningkatkan pangsa penyaluran kredit/pembiyaan ke sektor UMKM. 58

63 Perkembangan Perbankan Daerah 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksanaan KUR di Riau (BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin dan Syariah Mandiri) pada triwulan IV baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet memperlihatkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total plafon tercatat sebesar Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar 27,22% sehingga secara tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu outstanding kredit tercatat sebesar Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (q-t-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut tersalurkan kepada debitur (Tabel 3.8). Tabel 3.8. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau (Dalam Jutaan Rupiah) Indikator Growth (%) Trw-IV Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d- y-o-y Plafond ,22 85,42 85,42 Outstanding ,12 61,64 61,64 Debitur ,96 71,92 71,92 Sumber: Kantor Menko Perekonomian Secara nasional, jumlah plafon KUR di Riau pada triwulan IV-2010 pangsanya sebesar 3,01% dari total Rp34,42 triliun atau menempati urutan ke 9 dari 33 provinsi. Sementara dari outstanding kredit pangsanya sebesar 3,61% dari total Rp16,21 triliun, urutan 9 dari 33 provinsi. Adapun rata-rata KUR perdebitur di Riau tercatat sebesar Rp17,73 juta, jauh di atas rata-rata nasional yang sebesar Rp9,03 juta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sejalan dengan bank umum, kinerja BPR Riau pada triwulan IV-2010 juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat pada perkembangan aset, DPK dan kredit yang disalurkan maupun perolehan laba usaha. Total aset BPR Riau tercatat sebesar Rp858,04 miliar, secara triwulan meningkat sebesar 18,97 (q-t-q) dan tahunan sebesar 38,22% (y-o-y). Peningkatan aset tersebut masih didorong oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK). 59

64 Perkembangan Perbankan Daerah Sementara itu DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp536,52 miliar, meningkat 6,46% (q-t-q) dan 24,05% (y-o-y). Berdasarkan jenis simpanan, baik deposito maupun tabungan pada triwulan laporan keduanyan menunjukkan peningkatan, dimana deposito tumbuh signifikan sebesar 10,72% dan tabungan hanya sebesar 2,15% (q-t-q). Tingginya peningkatan deposito tidak terlepas dari menariknya suku bunga deposito yang ditawarkan oleh BPR (Tabel 3.8). Tabel 3.9. Perkembangan DPK BPR (Dalam Jutaan Rupiah) Indikator Growth (%) Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-y DPK ,46 24,06 24,06 - Giro Tabungan ,15 4,61 4,61 - Deposito ,72 49,36 49,36 Sumber: LBU BPR Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp515,23 miliar, meningkat sebesar 3,93% (q-t-q) dan 29,75% (y-o-y). Peningkatan penyaluran kredit tersebut tidak terlepas dari kemampuan bank untuk meningkatan penghimpunan DPKnya yang dipergunakan sebagai sumber pembiayaan. Sama halnya dengan bank umum, kredit yang disalurkan BPR Riau sebagian besar juga tersalurkan untuk tujuan produktif yakni modal kerja dan investasi dimana pada triwulan laporan pangsanya mencapai 66,28%, sementara untuk tujuan konsumtif sebesar 33,72%. Tingginya pangsa kredit produktif tersebut tentunya sangat positif dalam mendorong perkembangan usaha mikro dan kecil yang menjadi segmen pasar utama BPR (Tabel 3.9). Tabel Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan (Dalam Jutaan Rupiah) Sumber: LBU BPR Sementara itu secara sektoral, kredit yang disalurkan BPR Riau pada triwulan IV-2010 sebagian besar tersalurkan ke sektor lainnya dengan nominal sebesar 60

65 Perkembangan Perbankan Daerah Rp204,76 miliar (39,74%), diikuti sektor PHR sebesar Rp189,95 miliar (35,29%), sektor pertanian sebesar Rp90,86 miliar (17,63%) dan sektor jasa dunia usaha sebesar Rp29,57 miliar (5,74%), sedangkan untuk sektor-sektor yang lainnya pangsa masih di bawah 5% (Table 3.10). Meskipun kredit yang disalurkan menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit mengalami perbaikan sebagaimana terlihat pada menurunnya NPL dari 9,38% menjadi 7,98%. Tabel Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi (Dalam Jutaan Rupiah) Indikator Growth (%) Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-y Kredit Sektoral ,93 29,75 29,75 - Pertanian ,49 35,22 35,22 - Pertambangan Industri ,49 25,60 25,60 - Listrik, gas dan air Konstruksi (19,93) (43,10) (43,10) - Perdagangan (0,07) 32,08 32,08 - Pengangkutan (100,00) (100,00) (100,00) - Jasa dunia usaha (19,11) (22,79) (22,79) - Jasa sosial Lainnya ,56 38,75 38,75 Sumber: LBU BPR Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit pada triwulan laporan, telah mendorong penurunan LDR BPR Riau dari 98,73% pada triwulan III-2010 menjadi 96,03% pada triwulan IV Bank Syariah Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan triwulan IV-2010 tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah dan 2 BPR syariah dengan total aset Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset perbankan Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional yang hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan syariah di Riau cukup pesat. DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun, secara triwulanan tumbuh sebesar 19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan tumbuh 35,15% (y-o-y). 61

66 Perkembangan Perbankan Daerah Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan didorong oleh pertumbuhan giro yang signifikan yakni sebesar 88,43% sedangkan tabungan dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 15,89% dan 10,56% (q-t-q). Sementara itu pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp1,59 triliun, tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga secara tahunan pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%. Peningkatan pembiayaan didorong oleh semua jenis pembiayaan, dimana pembiayaan investasi tumbuh paling tinggi yakni sebesar 14,96%, sedangkan konsumsi dan modal kerja masingmasing sebesar 16,89% dan 5,61% (q-t-q). Meskipun pembiayaan menunjukkan peningkatan, namun kualitas pembiayaan yang disalurkan cukup terjaga sebagaimana terlihat pada non performing financing (NPF) gross yang sebesar 2,89%. Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pembiayaan pada triwulan laporan, telah mendorong penurunan finacing to deposit ratio (FDR) menjadi 103,18% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 109,92%. Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar (17,65%) dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar. Tabel Perkembangan Perbankan Syariah (Dalam Jutaan Rupiah) Indikator Growth Tw.IV Tw.III Tw.IV q-t-q y-o-y y-t-d Jumlah bank Total asset 1,566,558 2,040,288 2,280, % 45.56% 45.6% Total dana 1,143,714 1,296,434 1,545, % 35.15% 35.15% - Giro 119,469 92, , % 46.16% 46.16% - Tabungan 651, , , % 34.22% 34.22% - Deposito Berjangka 372, , , % 33.25% 33.25% Pembiayaan 1,054,175 1,425,009 1,594, % 51.30% 51.30% - Modal Kerja 455, , , % 30.92% 30.92% - Investasi 327, , , % 28.33% 28.33% - Konsumsi 270, , , % % % Financing to Deposit Ratio (FDR) 92.17% % % Non Performing Financing (NPF) 7.07% 3.87% 2.89% 62

67 Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,269 triliun. Adapun berdasarkan realisasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), penyerapan anggaran belanja mencapai Rp 3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran. Realisasi belanja terbesar terdapat pada belanja tidak langsung sebesar 90,36% sementara realisasi belanja langsung sebesar 88.23%. Selanjutnya, Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) dengan persentase penyerapan anggaran belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah DPRD yakni sebesar 98,09% sedangkan realisasi anggaran belanja terkecil adalah Dinas Perkebunan yaitu sebesar 51,34%. 63

68 Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi Belanja Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp 4,269 triliun. Realisasi belanja tercatat mencapai Rp3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran belanja. Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, realisasi belanja Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal ini sebagai dampak dari percepatan pembangunan berbagai proyek infrastruktur dan persiapan Riau sebagai tuan rumah PON XVIII di tahun Grafik 4.1. Realisasi Anggaran Belanja SKPD (Juta Rupiah) 90.00% 88.00% 86.00% 84.00% 82.00% 80.00% 78.00% 76.00% 74.00% Persentase Persentase Nominal ,000,000 3,200,000 3,400,000 3,600,000 3,800,000 4,000,000 Nominal Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah Jika dilihat dari belanja yang dilakukan oleh masing-masing SKPD, plafon belanja terbesar dialokasikan untuk Dinas Pekerjaan Umum yang mencapai Rp922,82 miliar atau 21,62% dari total belanja daerah. Dari jumlah tersebut, belanja langsung mencapai Rp861,51 miliar (93,36%), dan belanja tidak langsung sebesar Rp61,31 miliar (6,64%). Kondisi ini menunjukkan bahwa peruntukan belanja oleh Dinas Pekerjaan Umum utamanya adalah untuk belanja modal. Selanjutnya PPKD yaitu mencapai Rp893,59 miliar atau 20,94% serta Dinas Pendidikan sebesar Rp449,94 miliar atau 10,54% dari total anggaran belanja daerah. Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan juga menjadi SKPD dengan plafond belanja dalam kelompok 3 besar yakni berturut turut 19,51% dan 9,69% dari total anggaran. Hal ini menunjukkan prioritas alokasi anggaran Provinsi Riau dipergunakan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kualitas SDM. Di sisi lain, plafon anggaran belanja terkecil dialokasikan untuk Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yakni sebesar Rp2,35 miliar atau 0,05% dari total anggaran belanja. 64

69 Kondisi Keuangan Daerah Berdasarkan komponennya, persentase realisasi belanja tertinggi adalah belanja tidak langsung yaitu sebesar 90,36% atau tercatat Rp1,47 triliun sementara persentase realisasi untuk belanja langsung sebesar 88,23%. Namun demikian, apabila ditinjau berdasarkan nominalnya, realisasi belanja tertinggi adalah belanja langsung yang mencapai Rp2,32 triliun. Tabel 4.1. Realisasi Belanja SKPD di Provinsi Riau Triwulan IV-2010 Komponen Anggaran Belanja Realisasi SP2D (Rp Miliar) (Rp Miliar) % Belanja Tidak Langsung 1, , % Belanja Langsung 2, , % Total 4, , % Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah Sementara itu, SKPD dengan penyerapan anggaran belanja tertinggi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu mencapai Rp21,07 miliar atau 98,09% dari anggaran sebesar Rp21,48 miliar dengan keseluruhan peruntukan dialokasikan pada belanja tidak langsung. Sedangkan tiga SKPD yang tercatat memiliki plafond belanja terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum, PPKD, dan Dinas Pendidikan melakukan realisasi anggaran yang lebih rendah yakni berturut-turut sebesar Rp818,34 miliar (88,68%), Rp843,37 miliar (94,38%), dan Rp398,31 miliar (88,53%). Adapun, realisasi anggaran terkecil dilakukan oleh Dinas Perkebunan dengan pencapaian 51,34% atau tercatat Rp30,43 miliar dari anggaran sebesar Rp59,28 miliar Realisasi Belanja Tidak Langsung Anggaran belanja tidak langsung tahun 2010 tercatat Rp1,63 triliun, mengalami penurunan sebesar 9,58% dibandingkan anggaran tahun 2009 yang mencapai Rp1,81 triliun. Hal ini disebabkan sebagian besar komponen belanja langsung mengalami penurunan, kecuali komponen belanja subsidi dan komponen belanja bantuan keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota & Pemerintahan. Dari anggaran ini, alokasi belanja tidak langsung terbesar adalah untuk PPKD yaitu mencapai Rp893,59 miliar atau 54,70% dari total anggaran. Selanjutnya Dinas Pendapatan yaitu sebesar Rp71,28 miliar atau 4,36% dan Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad sebesar Rp61,92 miliar atau 3,79% dari total belanja tidak langsung. 65

70 Kondisi Keuangan Daerah Sedangkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki plafon anggaran terkecil yaitu Rp2,35 miliar atau 0,14% dari total anggaran belanja tidak langsung. Tabel 4.2. Realisasi Belanja Tidak Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah) Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Realisasi SP2D Belanja Tidak Belanja Tidak Langsung Langsung Dinas Pendidikan 36, , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 21, , Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 13, , Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2, , Dinas Kesehatan 36, , Sekretariat Daerah 55, , Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 61, , Sekretariat DPRD 14, , Rumah Sakit Jiwa Tampan 15, , Badan Penelitian dan Pengembangan 7, , Dinas Pekerjaan Umum 61, , Inspektorat 7, , Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 14, , Badan Penghubung 4, , Dinas Perhubungan 23, , Dinas Pendapatan 71, , Badan Lingkungan Hidup 7, , Badan Kepegawaian Daerah 12, , Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan 6, , Badan Ketahanan Pangan 8, , Anak dan Keluarga Berencana Dinas Sosial 17, , Badan Pemberdayaan Masyarakat dan 7, , Pembangunan Desa Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan 29, , Dinas Komunikasi, Informatika dan 5, , Kependudukan Pengolahan Data Elektronik Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 8, , Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 25, , Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 5, , Dinas Perkebunan 16, , Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5, , Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 8, , Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 14, , Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 6, , Dinas Pemuda dan Olah Raga 9, , Dinas Kehutanan 25, , Satuan Polisi Pamong Praja 19, , Dinas Pertambangan dan Energi 9, , Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan 9, , Dinas Perikanan dan Kelautan 12, , Perlindungan Masyarakat PPKD 893, , Dinas Perindustrian dan perdagangan 20, , Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah JUMLAH 1,633, ,476, Jika dilihat dari persentase penyerapan anggaran belanja tidak langsung, realisasi belanja tertinggi dilakukan oleh DPRD yaitu sebesar 98,09% atau tercatat Rp21,07 miliar dari anggaran Rp21,48 miliar dan kemudian diikuti oleh Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad yang tercatat sebesar 96,19% atau Rp59,57 miliar dari anggaran Rp61,93 miliar. Selanjutnya, untuk dua SKPD dengan plafon belanja terbesar yakni PPKD dan Dinas Pendapatan, realisasi belanjanya berturut turut mencapai Rp833,37 miliar atau 93,26% dan Rp60,92 miliar atau 85,46% dari anggaran. Sedangkan, penyerapan anggaran belanja tidak langsung terkecil dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang mencapai 71,11% atau tercatat Rp9,98 miliar dari anggaran Rp14,05 miliar. Secara umum, berdasarkan realisasi SP2D persentase penyerapan anggaran untuk belanja tidak langsung mencapai 90,36% atau tercatat sebesar Rp1,47 triliun. Jumlah nominal realisasi belanja tidak langsung ini mengalami peningkatan sebesar 3,69% dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp1,42 triliun. Secara rata rata, tingkat penyerapan anggaran SKPD di Riau untuk tahun 2010 adalah sebesar 86,56%. 66

71 Kondisi Keuangan Daerah 2.2. Realisasi Belanja Langsung Anggaran belanja langsung tahun 2010 tercatat sebesar Rp2,63 triliun atau naik 6.95% dari anggaran tahun 2009 sebesar Rp2,46 trilliun. Alokasi terbesar adalah untuk Dinas Pekerjaan Umum yakni sebesar Rp 861,51 miliar atau 32,71% dari total anggaran belanja langsung. Selanjutnya adalah Dinas Pendidikan dengan alokasi sebesar 15,70% atau Rp413,54 miliar. Sedangkan, PPKD, DPRD, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tercatat tidak memiliki anggaran untuk belanja langsung pada tahun Besarnya porsi anggaran untuk Dinas Pekerjaan Umum ini tidak terlepas dari peranannya dalam pembangunan ataupun perbaikan berbagai infrastruktur di Riau. Tabel 4.3. Realisasi Belanja Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah) Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung Realisasi SP2D Dinas Pendidikan 413, , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - - Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 10, , Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dinas Kesehatan 69, , Sekretariat Daerah 224, , Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 109, , Sekretariat DPRD 89, , Rumah Sakit Jiwa Tampan 13, , Badan Penelitian dan Pengembangan 12, , Dinas Pekerjaan Umum 861, , Inspektorat 8, , Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 25, , Badan Penghubung 10, , Dinas Perhubungan 42, , Dinas Pendapatan 29, , Badan Lingkungan Hidup 9, , Badan Kepegawaian Daerah 14, , Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan 4, , Badan Ketahanan Pangan 6, , Anak dan Keluarga Berencana Dinas Sosial 12, , Badan Pemberdayaan Masyarakat dan 30, , Pembangunan Desa Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan 19, , Dinas Komunikasi, Informatika dan 9, , Kependudukan Pengolahan Data Elektronik Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 7, , Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 52, , Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 12, , Dinas Perkebunan 43, , Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5, , Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 18, , Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 44, , Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 4, , Dinas Pemuda dan Olah Raga 335, , Dinas Kehutanan 13, , Satuan Polisi Pamong Praja 12, , Dinas Pertambangan dan Energi 11, , Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan 5, , Dinas Perikanan dan Kelautan 28, , Perlindungan Masyarakat PPKD - 10, Dinas Perindustrian dan perdagangan 10, , Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah JUMLAH 2,633, ,323, Di sisi lain, persentase penyerapan anggaran belanja langsung berdasarkan realisasinya hanya mencapai 88,23% atau sebesar Rp2,32 triliun, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,10% atau sebesar Rp2,46 triliun. Penurunan penyerapan anggaran belanja langsung ini didorong oleh turunnya realisasi anggaran dari SKPD yang memiliki pangsa belanja langsung dominan seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan. 67

72 Kondisi Keuangan Daerah Untuk Dinas Pekerjaan Umum terrealisasi sebesar 88,82% pada tahun 2010 atau tercatat Rp765,23 miliar, menurun dibandingkan tingkat penyerapan tahun 2009 yang sebesar 90,64% (Rp701,36 miliar). Begitu pula dengan Dinas Pendidikan yang melakukan penyerapan anggaran sebesar Rp367,54 miliar atau 88,88%, menurun tipis dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 88,89% (Rp336,39 miliar). Sementara itu, realisasi belanja langsung Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana merupakan yang tertinggi yaitu mencapai Rp4,65 miliar atau 0,89% lebih besar dari total belanja yang dianggarkan yakni sebesar Rp4,61 miliar. Selanjutnya adalah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan penyerapan anggaran sebesar 97,60% atau terrealisasi Rp17,95 miliar dari anggaran Rp18,40 miliar. Sedangkan realisasi anggaran belanja langsung terkecil dilakukan oleh Dinas Perkebunan yaitu tercatat Rp15,72 miliar atau 36,53% dari total belanja yang dianggarkan sebesar Rp43,04 miliar. Sehingga secara rata - rata tingkat penyerapan anggaran belanja langsung oleh SKPD adalah sebesar 87,23%. 3. Realisasi Pembiayaan Persentase realisasi anggaran pembiayaan mencapai 99,14% atau tercatat Rp192,34 miliar dari anggaran sebesar Rp194 miliar. Untuk realisasi pembiayaan ini sepenuhnya diserap oleh PPKD yang sebagian besar dipergunakan untuk menambah kepemilikan pemerintah provinsi di empat Badan Usaha Milik Daerah yakni PT Bank Riau, PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), PT Riau Air Lines, dan PT Bumi Siak Pusako (BSP). Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Pembiayaan di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah) Komponen Anggaran Realisasi SP2D (Rp Miliar) (Rp Miliar) % Pembiayaan % Total % Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah 68

73 Perkembangan Sisitem Pembayaran Bab 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Kondisi Umum Sejalan dengan perkembangan perekonomian Riau, dimana pada triwulan IV 2010 tumbuh positif, aktivitas transaksi tunai yang tercermin pada peredaran uang kartal maupun non tunai (kliring & RTGS) yang dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia Pekanbaru juga menunjukkan peningkatan. Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau selama triwulan laporan tercatat mengalami net outflow. Aliran uang masuk ke Bank Indonesia Pekanbaru tercatat Rp180,2 miliar atau menurun signifikan sebesar 81,53% dari triwulan sebelumnya. Permintaan uang kartal yang tercermin dari uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia Pekanbaru juga mengalami penurunan sebesar 3,20% dari triwulan sebelumnya atau tercatat Rp3,65 triliun. Penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow menyebabkan peningkatan net outflow dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 24,13% atau sebesar Rp3,47 triliun. 69

74 Perkembangan Sisitem Pembayaran Sementara itu, dalam hal penggunaan transaksi non tunai, sistem BI-RTGS masih relatif mendominasi transaksi pembayaran non tunai dengan nilai transaksi kumulatif mencapai Rp71,58 triliun atau mengalami kenaikan 8,43% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp66,01 triliun. Nilai nominal kliring dalam triwulan laporan juga mengalami kenaikan yakni 9,55% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun. 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan laporan baik uang masuk (inflow) maupun uang keluar (outflow) mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan triwulan sebelumnya dimana baik outflow maupun inflow mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada triwulan laporan, inflow menurun dari Rp975,84 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp180,2 miliar atau terjadi penurunan sebesar 81,53%. Sementara, dari sisi outflow mengalami sedikit penurunan yaitu dari Rp3,77 triliun menjadi Rp3,65 triliun atau menurun 3,20%. (Grafik 5.1) Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Thousands 4,550 4,050 3,550 3,050 2,550 2,050 1,550 1, net outflow Inflow Ouflow Sumber : Bank Indonesia Penurunan inflow pada triwulan laporan sebesar Rp795,63 miliar mengindikasikan kebutuhan transaksi masyarakat yang tetap tinggi serta persediaan uang kartal layak edar yang masih dapat dipenuhi melalui transaksi antar bank sehingga mendorong turunnya inflow ke Bank Indonesia. Apabila dibandingkan dengan 2009, secara kumulatif pada tahun 2010 terjadi peningkatan inflow sebesar 13.71% dari Rp1,21 triliun menjadi Rp1,38 triliun. Di sisi lain, penurunan outflow yang terjadi pada triwulan laporan tidak setinggi penurunan inflow. Hal ini disebabkan oleh kembali meningkatnya permintaan uang kartal masyarakat di bulan Nopember dan Desember. Outflow tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada bulan 70

75 Perkembangan Sisitem Pembayaran Desember yakni sebesar Rp1.964,46 miliar yang didorong oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat akan uang kartal dalam menghadapi hari Natal, tahun baru, dan masa libur yang cukup panjang. Kondisi ini menggambarkan permintaan uang kartal sejalan dengan kegiatan transaksi ekonomi atau permintaan masyarakat akan barang/jasa. Sedangkan, secara kumulatif, apabila dibandingkan dengan tahun 2009 permintaan uang kartal masyarakat tercatat mengalami kenaikan sebesar 12,01% atau meningkat dari Rp8.87 triliun menjadi sebesar Rp9.93 triliun. Hal ini mengindikasikan semakin membaiknya kondisi perekonomian secara keseluruhan. Dengan penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow pada triwulan laporan, maka Net Outflow di Provinsi Riau tetap mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 24,13% atau tercatat Rp3,47 triliun Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan Clean Money Policy yaitu kebijakan untuk menjaga agar uang yang beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar serta jumlah nominal yang cukup menurut jenis pecahannya, Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan uang, khususnya terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, dan menggantinya dengan uang yang layak edar. Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang menandakan pemusnahan UTLE dalam triwulan laporan mencapai Rp172,27 miliar atau meningkat sebesar 50,21% dibandingkan dengan triwulan III-2010 yang tercatat sebesar Rp114,68 miliar. Namun, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi penurunan PTTB sebesar 4,93% dimana pada Triwulan IV-2009 PTTB sebesar Rp181,22 Miliar. (Grafik 5.2) Grafik 5.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Bank Indonesia Pekanbaru (Rp Juta) 180, , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - bulanan , , , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, Sumber: Bank Indonesia

76 Perkembangan Sisitem Pembayaran Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah yang layak edar dan uang rupiah pecahan tertentu bagi masyarakat, Bank Indonesia Pekanbaru juga secara rutin melaksanakan layanan penukaran uang secara langsung untuk uang lusuh (Uang Tidak Layak Edar) atau rusak, maupun layanan penukaran uang pecahan kecil. Disamping itu, Bank Indonesia Pekanbaru juga melakukan kegiatan Kas Keliling atau pelayanan kas di luar Kantor Bank Indonesia, baik di dalam kota maupun diluar kota Pekanbaru Uang Palsu Sepanjang triwulan laporan, jumlah dan nilai nominal uang palsu yang ditemukan di Bank Indonesia Pekanbaru tidak mengalami kenaikan yang signifikan yakni hanya sebanyak 22 lembar dengan nilai nominal Rp1,5 juta. Angka ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III-2010 dimana ditemukan jumlah uang palsu sebanyak 17 lembar dengan nominal mencapai Rp1,02 juta. Sebagian besar uang palsu yang masuk dalam triwulan laporan merupakan pecahan Rp50 ribu sebanyak 14 lembar dan Rp100 ribu sebanyak 8 lembar. Penemuan uang palsu tersebut sebagian berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan kepada Bank Indonesia Pekanbaru dan sebagian dari hasil setoran perbankan. (Grafik 5.3) Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau Thousands 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Lembar (kanan) Nominal (kiri) Sumber: Bank Indonesia Untuk menekan peredaran uang palsu, Bank Indonesia Pekanbaru secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada setiap lapisan masyarakat melalui slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang), termasuk bagaimana cara memperlakukan uang secara baik guna memperpanjang usia manfaat fisik dari uang. 72

77 Perkembangan Sisitem Pembayaran 3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 3.1. Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring dalam triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dari sisi nilai nominal maupun warkat yang digunakan. Nominal transaksi kliring triwulan IV-2010 meningkat sebesar 9,55% dari triwulan sebelumnya yaitu dari Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun. Selanjutnya, jumlah warkat yang dikliringkan juga mengalami peningkatan dari lembar menjadi lembar atau meningkat 4,45%. Peningkatan pada nilai dan nominal kliring mencerminkan bertambahnya kuantitas transaksi selama triwulan laporan. Selan itu, jika dibandingkan dengan tahun 2009, secara kumulatif terjadi peningkatan yang cukup signifikan baik dari sisi nominal maupun jumlah, yakni masing masing naik sebesar 16,24% dan 9,46%. (Grafik 5.4) Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Tahun Milions 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, nominal (kiri) warkat (kanan) Thousands Sumber: Bank Indonesia Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan bilyet giro kosong juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan baik dari sisi nominal maupun jumlah warkat. Nilai nominal cek/bg kosong yang ditolak mengalami peningkatan sebesar 13,47% dari Rp102,92 miliar pada triwulan III-2010 menjadi Rp116,78 miliar pada triwulan IV Sedangkan dari sisi jumlah warkat cek/bg kosong yang ditolak mengalami peningkatan sebesar 6,07% yaitu dari lembar pada triwulan III-2010 menjadi lembar pada triwulan IV Selanjutnya, secara kumulatif di tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup signifikan untuk penolakan cek/bg kosong baik dari sisi nominal maupun jumlah yakni masing masing sebesar 24,95% dan 14,43%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemberlakuan penerbitan daftar hitam nasional untuk penarik cek/bg kosong dengan kriteria tertentu belum dapat meredam peningkatan cek/bg kosong. (Grafik 5.5) 73

78 Perkembangan Sisitem Pembayaran Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Provinsi Riau Tahun , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, ,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - (10,000) nominal (kiri) warkat (kanan) Sumber: Bank Indonesia 3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi non tunai melalui sistem Bank Indonesia RTGS (BI-RTGS) pada triwulan IV-2010 tercatat mengalami peningkatan baik dari sisi nilai nominal maupun dari sisi volume. Nilai nominal mengalami peningkatan sebesar 8,43% dari Rp66,02 miliar (triwulan III-2010) menjadi Rp71,58 miliar pada triwulan IV-2010, sementara dari sisi volume meningkat sebesar 11,56% dari lembar (triwulan III-2010) menjadi lembar dalam triwulan IV Peningkatan yang terjadi pada nilai nominal BI-RTGS dalam triwulan laporan didorong oleh meningkatnya nilai transaksi yang masuk ke Provinsi Riau sebesar 9,60% yaitu dari Rp28,02 triliun menjadi Rp30,71 triliun. Sementara, nilai transaksi yang keluar provinsi Riau juga meningkat sebesar 7,56% yakni dari Rp37,99 triliun menjadi Rp40,86 triliun. Berdasarkan wilayahnya, persentase peningkatan nilai nominal BI-RTGS triwulan laporan didorong oleh peningkatan pada Kota Dumai sebesar 65,17% dan disusul oleh Kabupaten Pelalawan sebesar 44,65%. Meskipun, persentase peningkatan nilai nominal di Kota Dumai lebih tinggi dibandingkan peningkatan di Kota Pekanbaru, namun Kota Pekanbaru memiliki porsi kontribusi terhadap nilai nominal kumulatif Provinsi Riau yang lebih tinggi yaitu sebesar 93,07% sedangkan Kota Dumai hanya sebesar 3,63%. Sementara itu, dari sisi volume, peningkatan pada volume transaksi BI-RTGS dikontribusikan oleh peningkatan transaksi masuk sebesar 7,93% dan volume transaksi keluar sebesar 16,84%. Walaupun peningkatan volume transaksi keluar lebih besar dari volume transaksi masuk namun porsi volume transaksi keluar terhadap volume kumulatif hanya sebesar 42,7% atau tercatat lembar sedangkan volume transaksi masuk sebesar 57,3% atau lembar. 74

79 Perkembangan Sisitem Pembayaran Berdasarkan wilayahnya peningkatan utama terjadi pada Kabupaten Rokan Hilir sebesar 1.359,09% disusul oleh Kabupaten Kampar sebesar 86,41%. Namun demikian, peningkatan pada Kabupaten Rokan Hilir tidak memberikan pengaruh yang besar tehadap volume kumulatif. Hal ini dapat dilihat dari porsi Kabupaten Rokan Hilir hanya sebesar 0,45% dari volume kumulatif. Peningkatan volume transaksi BI-RTGS utamanya dikontribusikan oleh Kota Pekanbaru yaitu dari lembar menjadi lembar atau meningkat sebesar 9,60%. Tabel 5.1. Perkembangan BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2010 Tw III-2010 Tw IV-2010 Wilayah Keluar Masuk Kumulatif Keluar Masuk Kumulatif Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) Bengkalis 330 1, ,097 1, , ,299 1,982 Dumai 761 2, ,494 1,574 5,051 1,363 3,154 1,237 3,028 2,600 6,182 Indragiri Hulu Indragiri Hilir Kampar Kuantan Singingi Pekanbaru 36,742 21,043 25,256 34,161 61,998 55,204 38,766 24,002 27,858 36,502 66,624 60,504 Pelalawan Rokan Hulu Rokan Hilir Siak JUMLAH 37,994 25,974 28,023 37,751 66,018 63,725 40,866 30,348 30,714 40,746 71,580 71,094 Sumber: Bank Indonesia 75

80 Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah Bab 6 PERKEMBANGAN PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai jiwa atau mengalami peningkatan 41,84% dibandingkan dengan tahun Berdasarkan sebarannya, penduduk Riau hampir tersebar secara merata di setiap kabupaten/kota di Riau, karena hampir semua kabupaten/kota di Riau memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Riau. Dari jumlah penduduk tersebut sebesar 67,38% merupakan penduduk usia kerja dan mengalami peningkatan 2,55% dibandingkan tahun 2009, yang berasal dari peningkatan angkatan kerja (5,16%), sementara bukan angkatan kerja mengalami penurunan (1,71%) dibandingkan dengan tahun Maraknya pembangunan berbagai proyek infrastruktur menuju PON 2012 di Riau seperti jalan, bangunan, dan lain-lain yang menyerap banyak tenaga kerja telah mendorong meningkatnya tenaga kerja yang berprofesi sebagai buruh/karyawan terutama di sektor bangunan. 80

81 Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah Selama tahun 2010, indikator kesejahteraan petani yaitu Nilai Tukar Petani menujukkan kecenderungan yang terus meningkat. Kontribusi tertinggi berasal dari sub sektor tanaman perkebunan rakyat yang didorong oleh meningkatnya harga karet dan kelapa sawit selama tahun Kependudukan Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS Provinsi Riau, jumlah penduduk Riau pada tahun 2010 tercatat sebesar jiwa yang terdiri dari jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk Riau tercatat mengalami laju pertumbuhan sebesar 41,84% dalam kurun waktu 10 tahun (2000), yang sebelumnya tercatat sebesar jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki di setiap kabupaten/kota tercatat lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan. Grafik 6.1. Penduduk Riau Berdasarkan Jenis Kelamin Dumai Kuantan Singingi Indragiri Hulu 48,49% Laki-laki Perempuan 51,51% Pekanbaru Kepulauan Meranti Indragiri Hilir Pelalawan Rokan Hilir Siak Bengkalis Kampar Laki-laki Rokan Hulu Perempuan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Jika dilihat berdasarkan sex rationya, pada tahun 2010 sex ratio penduduk Riau tercatat sebesar 106, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 6 orang pada setiap 100 orang penduduk perempuan. Berdasarkan kab/kota, maka sex ratio tertinggi terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu mencapai 111, sementara yang terendah terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebesar 103. Rendahnya sex ratio di Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa ratio jumlah lakilaki di Kota Pekanbaru lebih sedikit dibandingkan dengan ratio jumlah laki-laki di kab/kota lainnya di Provinsi Riau. 81

82 Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah Grafik 6.2. Sex Ratio Penduduk Riau Berdasarkan Kabupaten/Kota Sex Ratio Kab/Kota Sex Ratio Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Berdasarkan sebarannya, maka penduduk Riau hampir tersebar secara merata di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau. Kondisi ini terjadi karena hampir semua kabupaten/kota di Riau memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat, karena Riau merupakan Provinsi yang prospektif secara perekonomian. Namun demikian jika dilihat berdasarkan jumlahnya, sebaran penduduk tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebanyak jiwa atau 16,31% dari jumlah penduduk Riau. Kondisi ini merupakan hal yang wajar mengingat Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau dan juga merupakan pusat bisnis di Riau, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bekerja dan berdomisili di Kota Pekanbaru. Jika dilihat perkembangannya, maka sebaran penduduk di Kota Pekanbaru sejak tahun 1980 terus menunjukkan peningkatan yaitu dari 13,64% menjadi 14,69% pada tahun 1990 dan 15,59% pada tahun 2000, dan terakhir menjadi 16,31% pada tahun Grafik 6.3. Distribusi Penduduk Riau Tahun ,18 16,31 9,97 8,99 4,59 8,57 5,25 6,55 12,38 11,95 6,81 5,47 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Sumber : BPS Provinsi Riau 82

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Acara Raker Multi Niaga Group, dengan Tema : Tumbuh di Tengah Krisis keuangan Global. Graha Multi Niaga,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN II KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II - 2008 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Jambi Halaman ini sengaja dikosongkan K A T A P E N G A N T A R Pertama-tama ijinkanlah kami memanjatkan puji dan syukur

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Kata Pengantar Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018 KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 218 Peran Dunia Usaha Dalam Menggerakan Ekonomi Rakyat Samarinda, 14 Maret 217 STRUKTUR EKONOMI KALTIM Seiring dengan booming harga komoditas yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci