KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

2 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. Semarang, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TENGAH Ttd Hamid Ponco Wibowo Direktur Eksekutif 2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 3 DAFTAR SUPLEMEN... 5 DAFTAR TABEL... 6 DAFTAR GRAFIK... 8 TABEL INDIKATOR...14 RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran Keuangan Pemerintah Realisasi APBD Triwulan II Realisasi Pendapatan Triwulan II Realisasi Belanja Triwulan II APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Secara Umum Inflasi Berdasarkan Kelompok Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok Bahan Makanan Disagregasi Inflasi Kelompok Administered Prices Kelompok Volatile Food Kelompok Inti Inflasi Kota Kota di Provinsi Jawa Tengah

4 Disagregasi Inflasi Cilacap Disagregasi Inflasi Purwokerto Disagregasi Inflasi Kudus Disagregasi Inflasi Surakarta Disagregasi Inflasi Semarang Disagregasi Inflasi Semarang Disagregasi Inflasi Tegal Perkembangan Inflasi Triwulan III Inflasi Juli Inflasi Triwulan III Program Pengendalian Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan I Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan II Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan II Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Kredit Perseroangan di Perbankan Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Bank Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Penyaluran Kredit Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)

5 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing Perkembangan Akses Keuangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan Pengangguran Nilai Tukar Petani Tingkat Kemiskinan Pembangunan Manusia Pemerataan Penduduk Prospek Perekonomian Daerah Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2017 dan Keseluruhan Tahun Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Prospek Inflasi Tahun DAFTAR SUPLEMEN SUPLEMEN 1 Agroindustri Pertanian Terintegrasi...54 SUPLEMEN 2 Potensi Pengembangan Bawang Putih Tawangmangu Super Sebagai Upaya Pengendalian Inflasi...87 SUPLEMEN 3 Local Economic Development (LED): Potensi Ubi Kayu & Turunannya di Banjarnegara 116 5

6 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy) Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY) Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Dagang Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.8 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar) Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016 & Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan II 2016 & Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar) 64 Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan. 70 Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa Tengah Tabel 4.3 Pengelompokan DPK Berdasarkan Nilai Tabel 4.4 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 Agustus 2017 (juta orang)

7 Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) Tabel 6.6 Perbandingan IPM Provinsi Peers Tabel 6.7 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen Tabel 6.6 Perbandingan Koefisien Provinsi Peers Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi.. 22 Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (yoy) Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK Perorangan, dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Grafik 1.13 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.14 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan PDRB Konsumsi Pemerintah Grafik 1.15 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto Grafik 1.16 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen Grafik 1.18 Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU) Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison) Grafik 1.23 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri Grafik 1.24 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas Berdasarkan Komoditas Grafik 1.25 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT Grafik 1.26 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu Grafik 1.29 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.30 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan

9 Grafik 1.31 Investasi Non-Residensial AS dan Harga WTI...35 Grafik 1.32 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri, dan Jasa Kawasan Eropa...36 Grafik 1.33 Perkembangan Ekspor dan Imopor Kawasan Eropa...36 Grafik 1.34 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan Konsumen Tiongkok...36 Grafik 1.35 Kinerja Neraca Perdagangan Tiongkok...36 Grafik 1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri...36 Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah...37 Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah...37 Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran...38 Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran...38 Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan...39 Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas...39 Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah...39 Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal...39 Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal...39 Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah...40 Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan...42 Grafik 1.48 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian...42 Grafik 1.49 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah...43 Grafik 1.50 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah...43 Grafik 1.51 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah...43 Grafik 1.52 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan...44 Grafik 1.53 SBT Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan...44 Grafik 1.54 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan...44 Grafik 1.55 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU).45 Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor...46 Grafik 1.57 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik, Pertumbuhan PDRB Perdagangan.46 Grafik 1.58 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan...47 Grafik 1.59 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas...47 Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Informasi dan Komunikasi...48 Grafik 1.61 Pertumbuhan PDRB Jasa Perusahaan...48 Grafik 1.62 Pertumbuhan PDRB Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib dan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah...48 Grafik 1.63 Pertumbuhan PDRB Konstruksi

10 Grafik 1.64 SBT Kegiatan Usaha dan Investasi Bangunan, dan Pertumbuhan Konsumsi Semen Grafik 1.65 Pertumbuhan PDRB Real Estate Grafik 1.66 Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial Grafik 1.67 Pertumbuhan Jumlah Rumah yang Dibangun Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016 & Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan II Grafik 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw II Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw II Grafik 3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food Grafik 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan II Grafik 3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Grafik 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota

11 Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap...78 Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap...78 Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto...79 Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto...79 Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus...80 Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus...80 Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta...81 Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta...81 Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang...82 Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang...82 Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal...83 Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal...83 Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen...86 Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran...86 Grafik 4.1 Indeks Realisasi Perkembangan Dunia Usaha...91 Grafik 4.2 Penyerapan Tenaga Kerja...91 Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah...92 Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah...92 Grafik 4.5 Perkembangan DER Korporasi Jawa Tengah...92 Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Korporasi Jawa Tengah...92 Grafik 4.7 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah...93 Grafik 4.8 Perkembangan CR Korporasi Jawa Tengah...93 Grafik 4.9 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Pertanian...94 Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Konstruksi...94 Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Industri Pengolahan...96 Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran...96 Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK, Perseorangan, dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah...97 Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan, dan Bukan Peseorangan Jawa Tengah...97 Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah

12 Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah Grafik 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Pulau Jawa Grafik 4.18 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan di Pulau Jawa Grafik 4.19 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan di Jawa Tengah Grafik 4.20 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan (NPL) Kredit Perbankan Jawa Tengah Grafik 4.21 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) Perbankan Jawa Tengah Grafik 4.22 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah Grafik 4.23 Perkembangan Pertumbuhan Indikator Perbankan Jawa Tengah Grafik 4.24 Perkembangan DPK Perbankan Umum Jawa Tengah Grafik 4.25 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan Jawa Tengah Grafik 4.26 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Grafik 4.27 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Grafik 4.28 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan 108 Grafik 4.29 Perkembangan Aset BPR Jawa Tengah Grafik 4.30 Perkembangan DPK BPR Jawa Tengah Grafik 4.31 Perkembangan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan Grafik 4.32 Perkembangan Kredit BPR Jawa Tengah berdasarkan Sektor Utama Grafik 4.33 Perkembangan NPL BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Utama Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah Grafik 4.35 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan Nasional Grafik 4.36 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.37 Perkembangan Kualitas Kredit UMKM Grafik 4.38 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasar Sektor Grafik 4.39 Perkembangan Kualitas Kredit UMKM Berdasar Sektor Grafik 4.40 Perkembangan Volume Kredit UMKM Berdasarkan Penggunaan Grafik 4.41Perkembangan Kualitas Kredit UMKM Berdasarkan Penggunaan Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IKE SK Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah 122 Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah

13 Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah Grafik 5.16 Realisasi Jumlah Agen LKD dan Jumlah Transaksi melalui Agen LKD Grafik 6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah Grafik 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.8. Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun (ribuan orang) 138 Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah Grafik 7.1 Proyeksi Inflasi Tahun

14 TABEL INDIKATOR A. PDRB & Inflasi Indikator I II III IV I II Ekonomi Makro Regional *) Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 5,27 5,47 5,08 5,71 5,01 5,33 5,28 5,31 5,18 Berdasarkan Sektor -Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,95 5,60-1,96-0,02 3,02 8,75 2,13 9,87-1,85 -Pertambangan dan Penggalian 6,66 3,05 21,59 16,53 17,30 19,65 18,73 6,73 6,71 -Industri Pengolahan 6,61 4,81 3,99 4,80 4,19 3,43 4,09 4,11 5,26 -Pengadaan Listrik dan Gas 6,50 2,43 9,12 8,72 5,78 6,80 7,57 4,70 0,55 -Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,45 1,63-2,61 1,39 4,56 5,46 2,17 7,19 6,10 -Konstruksi 4,38 6,00 6,04 7,46 7,61 6,40 6,88 4,70 4,45 -Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor 4,79 3,97 7,76 5,68 1,98 5,20 5,10 5,19 8,08 -Transportasi dan Pergudangan 9,26 7,80 7,13 6,97 7,29 5,31 6,66 5,50 8,68 -Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,61 6,79 6,26 6,82 6,54 6,00 6,40 6,06 5,89 -Informasi dan Komunikasi 13,00 9,53 9,07 9,62 7,58 7,06 8,31 7,08 13,15 -Jasa Keuangan dan Asuransi 4,12 8,02 8,44 13,95 10,07 6,61 9,67 4,45 6,63 -Real Estate 7,19 7,59 7,64 6,39 5,89 7,29 6,80 7,22 6,58 -Jasa Perusahaan 7,97 8,49 10,92 10,81 10,06 10,72 10,62 8,08 10,03 -Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,78 5,31 4,22 5,23-0,10 0,30 2,37-0,01-0,45 -Jasa Pendidikan 9,37 7,55 9,63 10,78 9,44 1,27 7,64 1,83 8,01 -Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,37 6,61 10,48 14,00 10,46 5,00 9,86 4,68 9,84 -Jasa lainnya 8,50 3,21 4,69 12,98 10,43 6,75 8,62 6,25 9,92 Berdasarkan Permintaan -Konsumsi Rumah Tangga 4,31 4,45 4,75 4,80 4,36 4,41 4,57 4,59 4,85 -Konsumsi LNPRT 8,62-3,04 8,73 9,17 3,47 1,60 5,61 3,24 6,19 -Konsumsi Pemerintah 2,19 3,71 3,26 7,48-12,53-1,45-1,71 2,57-4,13 -PMTB 4,52 5,12 5,34 6,87 5,54 6,09 5,96 5,50 5,22 -Ekspor Luar Negeri 10,66 0,28-0,28-1,59-10,48 3,13-2,22 8,41-1,59 -Impor Luar Negeri -7,29-16,03-26,76-12,77-18,81 2,59-14,49 27,00-3,93 -Net Ekspor Antardaerah -6,80 0,65-34,48-7,31-0,26 59,79-13,17 41,04-0,02 -Perubahan Inventori -22,63-71,08-0,39-30,87 52,63-34,57 11,14 28,47 48,89 Ekspor -Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) Volume Ekspor Non Migas (Juta Ton) Impor -Nilai Impor Non Migas (USD Juta) Volume Impor Non Migas (Juta Ton) Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Tengah 118,60 121,84 122,60 122,70 123,69 124,71 124,71 126,65 128,35 Kota Purwokerto 117,36 120,32 121,31 121,36 121,81 123,23 123,23 125,22 127,23 Kota Surakarta 116,84 119,83 120,82 120,91 121,43 122,41 122,41 124,24 125,88 Kota Semarang 118,73 121,77 122,35 122,42 123,60 124,59 124,59 126,35 127,85 Kota Tegal 114,73 119,26 120,13 120,55 121,91 122,49 122,49 123,94 126,23 Kota Kudus 124,16 128,23 129,16 128,88 129,70 131,20 131,20 134,15 136,05 Kota Cilacap 121,18 124,37 125,32 125,79 126,96 127,81 127,81 130,59 132,67 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah 8,22 2,73 4,21 2,96 2,71 2,36 2,36 3,30 4,61 Kota Purwokerto 7,09 2,52 4,15 2,95 2,36 2,42 2,42 3,22 4,84 Kota Surakarta 8,01 2,56 4,43 3,21 2,93 2,15 2,15 2,93 4,11 Kota Semarang 8,53 2,56 3,99 2,65 2,61 2,32 2,32 3,27 4,44 Kota Tegal 7,40 3,95 4,99 3,77 3,73 2,71 2,71 3,17 4,71 Kota Kudus 8,59 3,28 4,83 3,33 2,18 2,32 2,32 3,86 5,56 Kota Cilacap 8,19 2,63 3,79 3,23 2,87 2,77 2,77 4,21 5,47 *Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 14

15 B. Perbankan Perbankan **) Indikator I II III IV I II Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 188,11 216,17 217,92 225,02 228,39 240,40 240,40 245,78 252,59 -Giro 24,83 29,69 33,75 31,14 32,90 30,25 30,25 35,81 35,94 -Tabungan 97,60 109,04 104,36 112,08 112,90 123,34 123,34 119,59 125,43 -Deposito 65,68 77,44 79,82 81,80 82,59 86,81 86,81 90,38 91,63 Kredit (Rp Triliun) 198,15 216,71 217,89 226,15 229,91 236,76 236,76 237,77 247,48 -Modal Kerja 106,38 115,80 115,89 120,94 122,87 125,63 125,63 125,47 132,20 -Investasi 29,06 34,31 35,49 36,68 37,85 39,82 39,82 40,23 40,71 -Konsumsi 62,71 66,60 66,51 68,53 69,20 71,30 71,30 72,08 74,21 Loan to Deposit ratio (%) 105,33 100,25 99,99 100,50 100,67 98,49 98,49 96,74 97,82 NPL Gross (%) 2,23 3,02 3,22 3,43 3,26 2,84 2,84 3,06 3,23 **Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor) C. Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Transaksi Kliring I II III IV I II - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar) Transaksi Kas (Rp Triliun) Indikator Inflow 62,32 71,23 18,75 12,45 26,63 14,67 72,49 18,38 13,91 -Outflow 39,11 46,84 7,00 23,06 10,88 12,03 52,98 10,12 24,32 15

16 RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18% (yoy) pada triwulan II Kinerja perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan triwulan triwulan I 2017 yang sebesar 5,31% (yoy), maupun triwulan II 2016 yang sebesar 5,71% (yoy). Capaian ini berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat stabil pada level 5,01% (yoy), walaupun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Kawasan Jawa yang sebesar 5,48% (yoy). Lebih lanjut, secara triwulanan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah tumbuh 3,00% (qtq), juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,13% (qtq) Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama berasal dari konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri yang mengalami kontraksi. Lebih lanjut, investasi tetap tumbuh meskipun mengalami juga turut menyumbang perlambatan, walaupun masih tumbuh cukup kuat. Sementara itu, di sisi lain, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan penurunan impor menjadi penahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh kontraksi pada lapangan usaha pertanian, dan perlambatan pada lapangan usaha konstruksi. Sementara dua lapangan usaha utama lainnya, yaitu industri pengolahan dan perdagangan justru mengalami peningkatan pertumbuhan. Keuangan Pemerintah Ditinjau dari serapan terhadap anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat, namun persentase realisasi belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan laporan sebesar 51,07% dari APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan triwulan II 2016 yang sebesar 43,76%. Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan II 2017 sebesar 32,14% dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 34,39%. Lebih jauh, realisasi APBN di Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan relatif mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp13,20 triliun atau 36,23% dari total anggaran 2017, menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar Rp13,35 triliun atau 39,87% dari APBN Provinsi Jawa Tengah

17 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan II 2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan laporan, inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 4,61% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,30% (yoy). Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2017 terutama berasal dari kelompok administered prices akibat dari penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL), serta kenaikan tarif angkutan selama periode Ramadhan dan Idul Fitri. Periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) ini juga menyebabkan kenaikan inflasi tahunan volatile food seiring meningkatnya permintaan untuk komoditas bahan pangan. Adapun kelompok inti relatif mengalami penurunan, di tengah penurunan harga bahan bangunan serta komoditas gula pasir ketika memasuki musim giling dan operasi pasar. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2016 sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada periode tersebut. Indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi peningkatan tekanan tersebut yang utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja korporasi. Sementara itu, meskipun kinerja perekonomian pada triwulan II 2017 menunjukkan perlambatan, namun kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami perbaikan setelah mengalami perlambatan pada triwulan I Pertumbuhan aset dan penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah menunjukkan peningkatan, berlawanan dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya yang menunjukkan perlambatan. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kebutuhan uang masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri dapat dipenuhi oleh perbankan. Transaksi keuangan masyarakat secara non tunai di Jawa Tengah dapat terselenggara dengan baik. Kegiatan sistem pembayaran non tunai di Jawa Tengah pada triwulan II 2017 melalui SKNBI tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal. Pertumbuhan negatif transaksi melalui kliring di Jawa Tengah sejalan dengan kontraksi transaksi kliring secara nasional. Penurunan perputaran kliring pada periode laporan turut dipengaruhi juga oleh jumlah hari operasional kliring yang lebih sedikit karena libur lebaran. Pada triwulan II 2017 pergerakan aliran uang kartal dari Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal ke perbankan mencatat posisi net outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. 17

18 Posisi aliran uang kartal keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow) menunjukkan adanya peningkatan 140,37% (qtq) menjadi Rp24,32 triliun pada triwulan laporan dari triwulan sebelumnya sebesar Rp10,12 triliun. Sementara uang kartal masuk ke Bank Indonesia (inflow) menunjukkan penurunan sebesar 24,34% (qtq) dari Rp18,38 triliun menjadi Rp13,91 triliun pada triwulan II Hal ini menyebabkan net outflow sebesar Rp10,41 triliun, lebih rendah 225,87% (qtq). Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Pada triwulan II 2017, kesejahteraan petani di Jawa Tengah tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun masih mengalami defisit. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah yang berada di bawah batas 100, walaupun mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 99,55; lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang mencapai 97,50. Penurunan NTP ini terjadi di tengah pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif melambat Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per Maret 2017 sebanyak 4,45 juta jiwa atau menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 4,49 juta jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah mengalami penurunan secara persentase menjadi 13,01% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 13,27% dari jumlah penduduk Pada Maret 2017, koefisien Gini Jawa Tengah tercatat sebesar 0,365; sedikit mengalami penurunan dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 0,366. Meskipun relatif kecil, hal ini mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang sebesar 0,393. Dengan kata lain, tingkat pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik dibandingkan dengan nasional. Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah diperkirakan meningkat pada triwulan IV Percepatan pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari kegiatan konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat pada akhir tahun. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, peningkatan terjadi pada dua lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan. 18

19 Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan menguat dibandingkan Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan meningkat. Faktor utama yang diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari kelompok administered prices, seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan energi. Kenaikan juga diperkirakan terjadi untuk kelompok core di tengah membaiknya daya beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food diperkirakan relatif terjaga seiring dengan produksi panen padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih baik dibandingkan tahun lalu. Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile food. 19

20 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan II 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan terutama disumbang oleh komponen konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu, konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan dan menahan perlambatan lebih dalam. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan didorong oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Adapun dua lapangan usaha utama Jawa Tengah lainnya, yaitu industri pengolahan; serta lapangan usaha perdagangan besareceran dan reparasi mobil-sepeda motor mengalami percepatan pertumbuhan Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18% (yoy) pada triwulan II Kinerja perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,31% (yoy), maupun triwulan II 2016 sebesar 5,71% (yoy). Capaian ini berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat stabil pada level 5,01% (yoy), walaupun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Kawasan Jawa sebesar 5,48% (yoy). Lebih lanjut, secara triwulanan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah tumbuh 3,00% (qtq), juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,13% (qtq). % PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) 8 PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) 6 %, YOY 7 6 JAWA JATENG NASIONAL I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional 1 Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan II tahun 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2017 dan 2016 masih bersifat sementara. 20

21 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa Tengah menyumbang 8,65% terhadap perekonomian Nasional, atau 14,75% terhadap perekonomian kawasan Jawa. Nilai ini tidak banyak berubah dibandingkan periode sebelumnya. Dengan besar sumbangan tersebut, Jawa Tengah menjadi provinsi penyumbang keempat terbesar dalam perekonomian nasional maupun Kawasan Jawa, setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Dalam perekonomian Kawasan Jawa, perlambatan juga dialami oleh DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur. Sementara itu, provinsi lainnya, yakni Jawa Barat dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan pertumbuhan. Dibandingkan dengan provinsi lainnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah menempati peringkat keempat tertinggi setelah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. 6.94% 29.59% 6.96% 29.79% 22.38% 22.08% 14.74% 24.93% 1.49% 24.88% 14.75% 1.45% Triwulan II 2017 Triwulan I 2017 DKI BANTEN JABAR JATENG DIY JATIM Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy) PROVINSI TW I 2017 TW II 2017 DKI JAKARTA BANTEN JABAR JATENG DIY JATIM JAWA Sumber: BPS, diolah Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa sarana pendukungnya, seperti aktivitas perbankan. Seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2017, kebutuhan akan pembiayaan turut melemah. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang tumbuh melambat pada periode tersebut. Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan di Jawa Tengah tercatat 9,66% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,84% (yoy). Lebih lanjut, perkembangan tersebut juga tercermin pada aktivitas sistem pembayaran, baik tunai, maupun nontunai. Di sisi tunai, perlambatan tampak pada aliran uang keluar (outflow) yang tumbuh 5,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017 yang sebesar 44,45% (yoy). Sementara itu pada sisi nontunai, nilai rata-rata perputaran kliring harian mengalami kontraksi sebesar 25,31% (yoy) di triwulan laporan, lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan I 2017 sebesar 9,74% (yoy). 21

22 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN 20 %, YOY 7 %, YOY 100 OUTFLOW UANG KARTAL NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama berasal dari konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri yang mengalami kontraksi. Lebih lanjut, investasi tetap tumbuh meskipun mengalami perlambatan. Di sisi lain, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan penurunan impor menjadi penahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh kontraksi pada lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha konstruksi. Sementara dua lapangan usaha utama lainnya, yaitu industri pengolahan dan perdagangan justru mengalami peningkatan pertumbuhan Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2017 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan pangsa 60,85%. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar 29,70%. Lebih lanjut, peran ekspor luar negeri sebesar 9,64%, dan konsumsi pemerintah sebesar 6,81%. Pangsa impor luar negeri, sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, berkontribusi cukup besar, yaitu 15,00%. Komposisi ini relatif tetap dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode laporan terutama berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi. Mundurnya penyaluran gaji ke-13 untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) ke bulan Juli menjadi penyebab utama penurunan tersebut. Di sisi lain, ekspor luar negeri juga mengalami kontraksi pada periode laporan. Kontraksi ekspor disebabkan oleh berkurangnya hari kerja atau hari pengiriman barang pada triwulan II 2017 dibandingkan tahun lalu karena pergeseran periode Idul Fitri ke triwulan II. Selain itu, ketatnya persaingan di pasar global masih menjadi salah satu tantangan dalam kegiatan ekspor. Lebih lanjut, investasi juga turut menyumbang perlambatan, walaupun masih tumbuh cukup kuat. Perlambatan sejalan dengan telah selesainya beberapa proyek 22

23 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional pembangunan besar seperti sejumlah ruas Tol Trans Jawa, maupun pembangunan hotel dan real estate. Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi seiring dengan periode Idul Fitri yang bergeser ke triwulan II, dan menjadi penahan perlambatan lebih dalam. Selain itu, impor luar negeri mengalami penurunan akibat dari berkurangnya kebutuhan impor bahan baku dan barang modal. Sebagai komponen pengurang PDRB, penurunan kinerja impor dapat menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Komponen Pengeluaran Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut Pengeluaran (Rp Miliar) 2016 * 2017** * I II III IV I II Konsumsi Rumah Tangga 570, , , , , , , , ,215 Konsumsi LNPRT 10,773 11,439 3,028 3,029 3,062 3,139 12,257 3,201 3,329 Konsumsi Pemerintah 75,556 86,144 13,546 20,453 20,319 33,583 87,901 14,192 20,043 Investasi 274, ,361 79,037 81,890 84,174 88, ,513 84,743 87,484 Ekspor Luar Negeri 84,542 92,813 23,522 25,036 20,890 25,157 94,606 26,305 25,441 Impor Luar Negeri 220, ,252 35,286 43,478 37,358 43, ,132 46,289 44,181 Net Ekspor Antardaerah 99,974 70,389 12,151 13,966 16,982 3,566 46,664 21,061 15,509 Perubahan Inventori 27,054 13,667 4,139 6,627 3,965 (5,235) 9,495 6,128 7,687 P D R B 922,471 1,011, , , , ,877 1,092, , ,528 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Komponen Pengeluaran Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar) 2016 * 2017** * I II III IV I II Konsumsi Rumah Tangga 465, , , , , , , , ,182 Konsumsi LNPRT 8,299 8,047 2,109 2,111 2,116 2,163 8,499 2,177 2,242 Konsumsi Pemerintah 56,643 58,744 9,165 13,166 13,135 22,273 57,739 9,400 12,623 Investasi 220, ,079 58,521 60,317 61,937 65, ,916 61,741 63,463 Ekspor Luar Negeri 68,523 68,717 16,955 17,858 14,721 17,660 67,193 18,381 17,574 Impor Luar Negeri 118,498 99,500 18,775 23,478 20,250 22,577 85,080 23,844 22,555 Net Ekspor Antardaerah 47,723 48,035 11,194 13,320 15,443 1,751 41,708 15,788 13,317 Perubahan Inventori 16,261 4,703 2,647 3,079 1,884-2,383 5,227 3,401 4,584 P D R B 764, , , , , , , , ,428 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY) 2016 * 2017** Komponen Pengeluaran * I II III IV I II Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT 8.62 (3.04) Konsumsi Pemerintah (12.53) (1.45) (1.71) 2.57 (4.13) Investasi Ekspor Luar Negeri (0.28) (1.59) (10.48) 3.13 (2.22) 8.41 (1.59) Impor Luar Negeri (7.29) (16.03) (26.76) (12.77) (18.81) 2.59 (14.49) (3.93) Net Ekspor Antardaerah (6.80) 0.65 (34.48) (7.31) (0.26) (13.17) (0.02) Perubahan Inventori (22.63) (71.08) (0.39) (30.87) (34.57) P D R B *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 23

24 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Pengeluaran Konsumsi Secara keseluruhan, pengeluaran konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang melambat pada triwulan laporan. Lebih lanjut, perlambatan didorong oleh konsumsi pemerintah yang mengalami penurunan. Sementara itu, di sisi swasta, konsumsi rumah tangga maupun lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) mengalami peningkatan pertumbuhan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh 4,85% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 4,59% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat 1,78% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 1,52% (qtq). Peningkatan ini didorong pergeseran Idul Fitri ke triwulan II. Pada tahun 2016, sebagian Ramadhan dan Idul Fitri jatuh pada awal triwulan III, sementara pada tahun ini, Ramadhan dan Idul Fitri jatuh pada bulan Juni, atau akhir triwulan II. Pergeseran tersebut berdampak pada pola konsumsi masyarakat. % (1) PERTUMBUHAN TAHUNAN PERTUMBUHAN TRIWULANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (yoy) Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga triwulan laporan mengalami perbaikan. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan II 2017 yang sebesar 114,74; lebih tinggi dari ITK triwulan I 2017 yang sebesar 102,05; maupun ITK triwulan II 2016 yang sebesar 106,66. Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini terutama bersumber oleh meningkatnya volume konsumsi barang dan jasa (dari 108,29 menjadi 125,27), baik dalam bentuk makanan maupun non makanan. Peningkatan konsumsi ditunjang oleh peningkatan pendapatan yang bersumber dari bonus atau Tunjangan Hari Raya (THR). Hal tersebut ditunjukkan oleh indeks pendapatan rumah tangga yang meningkat dari 98,33 menjadi 109,53. Dengan adanya peningkatan penghasilan, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi mengalami penurunan, atau dengan kata lain, masyarakat semakin optimis 24

25 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional dengan terjaganya daya beli di tengah inflasi. Hal tersebut tercermin dari peningkatan indeksnya dari 104,10 menjadi 116,22. Dampak dari inflasi yang relatif lebih tinggi pada triwulan II 2017 masih dapat tertahan sehingga kinerja konsumsi rumah tangga tetap meningkat. Jawa Tengah mengalami inflasi 4,61% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan inflasi 3,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen %, YOY INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga 4 3 Kinerja konsumsi yang meningkat ini terindikasi dari kinerja kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penyaluran kredit konsumsi di Jawa Tengah oleh perbankan tumbuh 8,97% (yoy); sedikit di atas pertumbuhan kredit nasional 8,76% (yoy) pada triwulan I Peningkatan ini terjadi pada Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari 2,16% (yoy) menjadi 2,86% (yoy); serta kredit untuk perlengkapan rumah tangga, yaitu dari 46,64% (yoy) menjadi 48,66% (yoy). Sementara itu, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit konsumsi multiguna lainnya mengalami perlambatan pertumbuhan. Lebih lanjut, simpanan rumah tangga di perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan yang lalu. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan DPK oleh golongan nasabah perorangan yang melambat dari 11,98% (yoy) menjadi 9,78% (yoy). Melambatnya simpanan rumah tangga ditengah peningkatan pendapatan mengindikasikan terdapatnya pengeluaran yang lebih besar pada periode tersebut, misalnya konsumsi. 25

26 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional KREDIT KONSUMSI %, YOY DPK PERORANGAN %, YOY 16 PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN 5 14 %, YOY KKB KPR LAINNYA - SKALA KANAN PERALATAN RUMAH TANGGA %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK Perorangan, dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) pada triwulan II 2017 tumbuh 6,19% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017 yang tercatat 3,24% (yoy). Adapun peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan sosial pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Serupa dengan konsumsi rumah tangga, dengan bergesernya Idul Fitri ke triwulan II, terdapat peningkatan kegiatan sosial yang cukup tinggi. Komponen ini hanya meyumbang 1,13% dari total perekonomian Jawa Tengah sehingga percepatan pertumbuhan ini tidak memberikan dampak signifikan secara langsung. Namun demikian secara tidak langsung, pengeluaran ini (contoh: bantuan sosial) dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap perekonomian terutama melalui konsumsi rumah tangga. %, YOY 30 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (10) I II III IV I II III IV I II III IV I II (20) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Berbeda dengan sisi swasta, pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi pada triwulan II 2017, dan menjadi pendorong utama perlambatan konsumsi, maupun perekonomian Jawa Tengah secara keseluruhan. Konsumsi pemerintah turun 4,13% (yoy); setelah tumbuh 2,57% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, komponen ini tumbuh 34,28% (qtq), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2016 yang sebesar 43,66% (qtq). 26

27 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional % PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II % Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah -80 Penurunan ini terutama diakibatkan oleh pergeseran gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada tahun 2016, gaji ke-13 maupun ke-14 disalurkan pada bulan Juni, sementara pada tahun ini, penyaluran bergeser ke bulan Juli, sehingga realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan II Mengingat belanja pegawai merupakan komponen utama belanja pemerintah daerah, perubahan di komponen ini dapat berdampak signifikan bagi kinerja konsumsi pemerintah. Pada triwulan laporan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat 32,14% dari total anggaran belanja, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi mencapai 34,39%. Lebih lanjut, penurunan realisasi ini juga terjadi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Jawa Tengah. Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBN di Jawa Tengah tercatat sebesar 36,23%, lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan II 2016 yang sebesar 39,87%. Berdasarkan jenis Rendahnya realisasi belanja ini tercermin dari simpanan giro pemerintah yang terdapat pada perbankan yang berada di Jawa Tengah tumbuh lebih tinggi, yaitu 11,44% (yoy), setelah turun 8,25% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Meningkatnya jumlah dana pemerintah yang berada di perbankan menandakan adanya pengeluaran yang belum terealisasikan, seperti gaji ke-13 yang baru akan disalurkan Juli. 27

28 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional % 120 REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA %, YOY GIRO SEKTOR PEMERINTAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN 50 %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.13 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.14 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan PDRB Konsumsi Pemerintah Pengeluaran Investasi Pada triwulan II 2017, investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,22% (yoy), melambat dari triwulan yang lalu yang tumbuh 5,50% (yoy). Secara triwulanan, investasi tercatat tumbuh 2,79% (qtq), setelah mengalami penurunan triwulan II 2016 yang sebesar 3,07% (qtq). % 8 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (2) (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II (8) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.15 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto Pihak perbankan juga mengonfirmasi adanya pelemahan pertumbuhan investasi pada triwulan II Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum untuk kegiatan investasi di Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi 0,44% (yoy), dari pertumbuhan 15,54% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit sejak tahun akhir 2014 sudah mulai berbalik arah dan mengalami peningkatan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi triwulan II 2017 tercatat meningkat dari 10,34% menjadi 10,97%. (6) 28

29 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY KREDIT INVESTASI % RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.16 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi Penurunan diindikasikan terjadi pada investasi bangunan maupun nonbangunan. Perlambatan investasi bangunan ditengarai akibat dari rampungnya beberapa proyek pembangunan besar, baik milik pemerintah, seperti sejumlah ruas Tol Trans Jawa, maupun milik swasta, seperti hotel dan real estate. Perkembangan tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB lapangan usaha konstruksi yang juga melambat dari 4,70% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,45% (yoy) pada triwulan laporan. Lebih lanjut, perlambatan juga terindikasi dari pertumbuhan konsumsi semen periode laporan yang sebesar 5,37% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 11,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, perlambatan kinerja investasi nonbangunan terlihat dari perkembangan impor barang modal, yang mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 3,26% (yoy) dari pertumbuhan 29,33% (yoy) pada triwulan sebelumnya. %, YOY 15 PDRB INVESTASI KONSUMSI SEMEN PDRB KONSTRUKSI %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen - I II III IV I II III IV I II III IV I II (20) (40) (60) Grafik 1.18 Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal, perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada investasi yang berasal pihak asing, sementara pertumbuhan investasi dalam negeri masih mengalami peningkatan. Nilai penanaman modal asing tumbuh melambat sebesar 122,78% (yoy), setelah tumbuh 144,05% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, nilai penanaman modal dalam negeri mengalami peningkatan pertumbuhan dari -5,74% (yoy) menjadi 77,91% (yoy). 29

30 PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA J A S A - J A S A Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri Pada sisi swasta, perlambatan investasi terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), di mana Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi triwulan II 2017 sebesar 7,33%; lebih rendah dari SBT triwulan IV 2016 yang sebesar 9,58%. Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran; listrik, gas, dan air bersih, serta jasa-jasa. PMA PMDN %, SBT SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) %, YOY 14 PMTB - SKALA KANAN %, SBT TRIWULAN I 2017 TRIWULAN II I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi 0 Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU) Hal tersebut juga tercermin pada hasil kegiatan liaison pada triwulan laporan. Sejumlah 55,36% responden menyatakan bahwa kegiatan investasi pada triwulan II 2017 relatif tetap, dan hanya 44,64% responden yang menyatakan terdapat peningkatan kegiatan investasi. Investasi rutin yang dilakukan meliputi pemeliharaan dan peremajaan mesin rutin, peremajaan sarana prasarana, serta penggantian/perbaikan peralatan operasional. Sementara investasi multiyears yang dilakukan antara lain pembangunan dan perluasan pabrik, penambahan lini produksi, penambahan dan perluasan outlet penjualan, pembelian mesin baik untuk otomasi produksi dan peningkatan kapasitas, dan sebagainya. 30

31 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017 Triwulan I 2017 Naik Tetap Turun Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison) Ekspor dan Impor Luar Negeri Ekspor Luar Negeri Ekspor luar negeri pada triwulan II 2017 mengalami kontraksi 1,59% (yoy), setelah tumbuh relatif tinggi sebesar 8,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan laporan turun 4,39% (qtq) berbalik arah dari pertumbuhan 5,33% (qtq) pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya. % PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) 30 PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (5) I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) (15) (20) Grafik 1.23 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode 65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan mencapai 45,16%, serta kayu dan barang dari kayu (SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 19,33%. Selain kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan (SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga turut berperan walaupun dengan pangsa masing-masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini relatif persisten selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan jenis komoditasnya, kontraksi ekspor Jawa Tengah pada triwulan II 2017 ini khususnya dialami oleh dua komoditas penyumbang terbesar, yaitu tekstil dan produk tekstil serta kayu dan barang dari kayu. 31

32 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), penurunan ekspor terutama disebabkan oleh berkurangnya hari kerja untuk pengiriman pada periode menjelang Lebaran. Pada periode tersebut, pemerintah memberikan larangan beroperasi untuk kendaraan berat sehingga pengiriman ekspor tidak dapat berlangsung. Berdasarkan keterangan salah satu pelaku eksportir, beberapa buyer beralih ke negara kompetitor pada periode tersebut, agar dapat tetap memenuhi kebutuhan pasokannya. Seiring dengan pergeseran periode Idul Fitri ke triwulan II 2017, pemberlakuan batasan operasi kendaraan berat juga mengalami pergeseran periode. Pada tahun 2016, Idul Fitri jatuh pada 6 Juli 2016 sehingga mobil barang atau kendaraan berat dilarang beroperasi pada tanggal 1-10 Juli 2016, atau pada triwulan III. Sementara itu, pada tahun ini, Idul Fitri jatuh pada tanggal 25 Juni 2017 sehingga peraturan yang sama berlaku untuk tanggal Juni 2017, atau triwulan II. Triwulan II ,87% 2,69% 6,42% 19,53% 6,61% 3,21% 5,07% 18,86% 20,69% 19,33% 45,16% 45,56% Triwulan I 2017 TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5) PERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA Grafik 1.24 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas Berdasarkan Komoditas Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) menjadi pendorong utama menurunnya kinerja ekspor Jawa Tengah pada triwulan laporan dengan tingkat kontraksi 5,73% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan 8,22% (yoy). Kontraksi terutama berasal dari ekspor tekstil dalam bentuk benang dan kain (SITC 65), yaitu sebesar 19,85% (yoy) pada triwulan laporan, lebih dalam dibandingkan kontraksi periode sebelumnya yang sebesar 10,73% (yoy). Komoditas ini telah mengalami penurunan sejak pertengahan tahun Berdasarkan hasil kegiatan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil (benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya saing komoditas dimaksud di pasar global. Dengan permasalahan daya saing tersebut, didorong juga akibat larangan beroperasi bagi kendaraan berat menjelang Idul Fitri, nilai ekspor benang dan kain mengalami turun lebih dalam. 32

33 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sementara itu, produk tekstil lainnya seperti pakaian jadi atau garmen (SITC 84) masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat, yaitu sebesar 1,26% (yoy) dari pertumbuhan triwulan I 2017 yang sebesar 17,89% (yoy). Ekspor komoditas ini secara konsisten mencatatkan pertumbuhan selama hampir 5 tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan di beberapa periode. Industri ini merupakan industri yang bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor mendorong kinerja ekspor industri ini konsisten tumbuh. Adapun perlambatan yang terjadi pada periode laporan utamanya merupakan akibat dari berkurangnya hari pengiriman barang akibat larangan operasi bagi kendaraan berat menjelang Idul Fitri. USD JUTA NILAI EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY 15 JUTA TON 200 VOLUME EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.25 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT Grafik 1.26 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan 82) Jawa Tengah pada triwulan laporan mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor komoditas tersebut mencatatkan kontraksi sebesar 15,25% (yoy), jauh lebih dalam dari penurunan pada triwulan I 2017 yang sebesar 0,99% (yoy). Komoditas mebel (SITC 82) masih mencatatkan penurunan dan lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari -9,04% (yoy) menjadi -20,62% (yoy). Lebih lanjut, komoditas olahan kayu dan gabus (SITC 63) juga menunjukan penurunan sebesar 10,75% (yoy) berbalik arah setelah tumbuh 6,27% (yoy) pada triwulan I USD JUTA 500 NILAI EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY 20 JUTA TON 300 VOLUME EKSPOR PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu 33

34 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Berdasarkan hasil kegiatan liaison, beberapa tantangan dalam ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor, terdapat produk substitusi dengan material selain kayu seperti logam atau plastik yang berdaya tahan tinggi untuk di luar ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha, ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan di Jawa Tengah. Lebih lanjut, industri ini juga mengalami tantangan dalam pemenuhan bahan baku, serta tenaga kerja. Selain itu, berkurangnya hari pengiriman barang akibat pergeseran periode Idul Fitri juga turut mendorong kontraksi pada periode laporan. Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami perubahan signifikan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa masing-masing 29,17% dan 17,90%. Setelah kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang (10,85%), ASEAN (8,83%), dan Tiongkok (8,20%). Pada triwulan laporan, penurunan ekspor khususnya terjadi dengan negara tujuan Tiongkok dan Eropa. Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Tiongkok menurun 18,11% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih tajam dibandingkan penurunan 12,04% (yoy) pada periode yang lalu. Sejalan dengan itu, ekspor nonmigas ke negara Eropa juga mengalami penurunan sebesar 5,05% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan 7,00% (yoy) pada triwulan I Sementara itu ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika Serikat dan Jepang masih mengalami pertumbuhan, walaupun melambat. Ekspor ke Amerika Serikat melambat dari 21,78% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,00% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian pula ekspor ke Jepang melambat dari 24,18% (yoy) ke 7,87% (yoy). TRIWULAN II 2017 %, YOY AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN 25,05% 29,17% TRIWULAN I ,09% 29,93% ,90% 17,63% 8,17% 11,93% 8,20% 7,24% 10,85% 8,83% AS ASEAN JEPANG TIONGKOK EROPA LAINNYA Grafik 1.29 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.30 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan 34

35 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara umum, kondisi perekonomian negara mitra dagang cenderung membaik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa daya beli di pasar global sebenarnya menunjukkan adanya perbaikan. Perlambatan dan penurunan ekspor ke beberapa negara mitra dagang utama ditengarai lebih didorong oleh faktor lain, seperti persaingan dengan negara lain. Lebih lanjut, khusus pada periode laporan, terdapat beberapa buyer yang melakukan peralihan pembelian ke negara kompetitor karena larangan operasi bagi kendaraan berat pada periode menjelang Idul Fitri di Indonesia. Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Dagang Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan, walaupun terdapat tekanan dari investasi akibat melemahnya harga minyak dan terbatasnya dampak reformasi fiskal. Sementara itu, di Eropa, pertumbuhan ekonomi membaik seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi, kinerja ekspor, dan optimisme yang meningkat. Lebih lanjut, perekonomian Tiongkok juga diindikasikan tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi dan ekspor yang meningkat. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh tingkat keyakinan konsumen dan neraca perdagangan negara tersebut. Grafik 1.31 Investasi Non-Residensial AS dan Harga WTI 35

36 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Grafik 1.32 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri, dan Jasa Kawasan Eropa Grafik 1.33 Perkembangan Ekspor dan Imopor Kawasan Eropa Grafik 1.34 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan Konsumen Tiongkok Grafik 1.35 Kinerja Neraca Perdagangan Tiongkok Impor Luar Negeri Kinerja impor luar negeri Jawa Tengah mengalami kontraksi pada triwulan II 2017, yaitu sebesar 3,93% (yoy), setelah mengalami pertumbuhan tinggi pada triwulan sebelumnya sebesar 27,00% (yoy). Penurunan ini juga tidak terlepas dari kinerja impor triwulan II 2016 yang secara triwulanan mencatatkan pertumbuhan tinggi sebesar 25,05% (qtq), sementara pada triwulan laporan terjadi penurunan sebesar 5,40% (qtq). Pelemahan ini sejalan dengan menurunnya kebutuhan bahan baku dan barang modal. % 30 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (10) I II III IV I II III IV I II III IV I II (20) (30) (40) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri 36

37 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Kontraksi impor luar negeri terutama terjadi pada komoditas migas, sementara komoditas nonmigas masih mencatatkan pertumbuhan, walaupun melambat dibandingkan triwulan yang lalu. Impor komoditas migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa sebesar 35,76% dari total impor Jawa Tengah, pangsa tersebut berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 44,47%. Sementara itu, pangsa impor nonmigas sebesar 64,24%, meningkat dari pangsa sebesar 55,53% pada triwulan yang lalu. Penurunan pangsa impor komoditas migas ini sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, didorong oleh penurunan harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas migas. Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok sekitar 34% kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. USD JUTA 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, MIGAS NONMIGAS I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah %, YOY NONMIGAS MIGAS TOTAL I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas terus mengalami penurunan secara nominal. Namun pada triwulan I 2017, impor luar negeri mencatatkan pertumbuhan tinggi sebesar 53,67% (yoy) seiring dengan harga minyak dunia yang sempat meningkat (USD51,70/barel) akibat dari penurunan produksi. Kemudian pada triwulan II 2017, produksi minyak kembali meningkat, terutama dari Amerika Serikat, Libya, dan Nigeria. Hal tersebut mendorong harga minyak mengalami penurunan tajam, bahkan pada bulan Juni harga minyak mencapai level terendah selama tahun Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah dapat dikatakan cukup produktif. Impor tersebut utamanya ditujukan untuk kegiatan produktif, yaitu bahan baku dengan pangsa mencapai 68,05% dari total impor nonmigas Jawa Tengah, dan impor barang modal dengan pangsa 20,14%. Sementara itu, impor barang konsumsi hanya memiliki pangsa 11,82%. Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya. 37

38 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 20.14% 11.82% 21.71% 10.14% 68.16% 68.05% TRIWULAN II 2107 TRIWULAN I 2017 BAHAN BAKU BARANG MODAL BARANG KONSUMSI Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran USD JUTA 1,800 1,600 1,400 1,200 1, BARANG KONSUMSI BARANG MODAL BAHAN BAKU I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran Secara nilai, perlambatan kinerja impor nonmigas terutama berasal dari impor bahan baku dan barang modal. Sementara itu, impor barang konsumsi tumbuh lebih cepat. Pertumbuhan impor bahan baku melambat menjadi 13,73% (yoy) pada triwulan II 2017, dari 16,87% (yoy) pada triwulan I Perlambatan ditengarai merupakan dampak dari melemahnya industri tekstil dan produk tekstil yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi. Impor bahan baku untuk komoditas tersebut, yaitu benang dan kain (SITC 65) tercatat tumbuh 0,004% (yoy) pada triwulan laporan, jauh lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 26,54% (yoy). Selain itu, impor serat tekstil (SITC 26) juga mengalami perlambatan pertumbuhan yaitu dari 27,13% (yoy) menjadi 8,44% (yoy). Pertumbuhan impor barang modal juga melambat pada triwulan II 2017, yaitu dari 29,33% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,26% (yoy). Impor ini salah satunya dalam bentuk mesin dalam rangka peremajaan atau penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat transportasi (SITC kode 7) tumbuh 1,38% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari pertumbuhan 26,29% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami peningkatan. Impor kelompok komoditas ini tumbuh 22,54% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 13,90% (yoy) pada periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi ini seiring dengan kinerja konsumsi rumah tangga yang menguat, dan didukung dengan nilai tukar yang relatif terjaga. 38

39 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI %, YOY TPT (SITC 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa 37,18%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya yaitu ASEAN (11,13%), Amerika Serikat (9,28%), dan Eropa (6,27%). Mitra dagang utama ini tidak banyak berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan, pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan dari seluruh negara tujuan utama selain Tiongkok. 9.28% TRIWULAN II % 11.13% 36.15% TRIWULAN I % 35.14% 7.75% 36.51% 6.27% 37.18% AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah USD JUTA 1,800 1,600 1,400 1,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II LAINNYA EROPA TIONGKOK ASEAN AMERIKA SERIKAT Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal %, YOY AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA (20) I II III IV I II III IV I II III IV I II (40) (60) (80) Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal 39

40 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Net Ekspor Antardaerah Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah kontraksi 0,02% (yoy), berlawanan arah setelah tumbuh tinggi pada triwulan I 2017 sebesar 41,04% (yoy). Perlambatan diindikasikan berasal dari penurunan ekspor antardaerah, walaupun impor antardaerah juga terindikasi mengalami penurunan. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu lumbung pangan nasional sehingga pangsa komoditas bahan makanan dalam ekspor antardaerah cukup signifikan. Sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertanian yang mengalami kontraksi, ekspor komoditas bahan makanan ke luar provinsi juga mengalami penurunan. Turut mendorong perlambatan, pertumbuhan ekonomi beberapa provinsi, termasuk provinsi tetangga, mengalami perlambatan dan memengaruhi permintaan akan produk Jawa Tengah. Lebih lanjut, melemahnya pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pun menahan permintaan impor Jawa Tengah dari provinsi lain. % (50) I II III IV I II III IV I II III IV I II (100) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) (150) Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Perekonomian Jawa Tengah bersumber dari tiga lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan (34,97%); pertanian, kehutanan dan perikanan (14,36%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,74%). Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari periode sebelumnya. Perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh kontraksi pada lapangan usaha pertanian yang diakibatkan pergeseran masa panen raya. Sementara dua lapangan usaha utama lainnya, yaitu industri pengolahan dan perdagangan justru mengalami peningkatan pertumbuhan didukung oleh permintaan domestik yang menguat menjelang Lebaran. 40

41 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) * Lapangan Usaha I II III IV I II III IV I II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) 2015 * 2016 ** Lapangan Usaha * I II III IV I II III IV *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Tabel 1.8 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) 2015 * 2016 ** Lapangan Usaha 2014 I II III IV 2015* I II III IV 2016* *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 2017** I II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi K Jasa Keuangan dan Asuransi L Real Estate M,N Jasa Perusahaan O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial R,S,T,U Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,95 4,05 7,48 4,26 6,98 5,60-1,96-0,02 3,02 8,75 2,13 9,87-1,85 B Pertambangan dan Penggalian 6,66 1,13 1,30 5,40 4,16 3,05 21,59 16,53 17,30 19,65 18,73 6,73 6,71 C Industri Pengolahan 6,61 5,56 4,25 4,71 4,73 4,81 3,99 4,80 4,19 3,43 4,09 4,11 5,26 D Pengadaan Listrik dan Gas 6,50 0,23 0,17 0,30 9,33 2,43 9,12 8,72 5,78 6,80 7,57 4,70 0,55 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,45 1,96 3,13-0,24 1,71 1,63-2,61 1,39 4,56 5,46 2,17 7,19 6,10 F Konstruksi 4,38 4,19 5,30 7,08 7,35 6,00 6,04 7,46 7,61 6,40 6,88 4,70 4,45 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4,79 2,91 2,98 2,01 8,06 3,97 7,76 5,68 1,98 5,20 5,10 5,19 8,08 H Transportasi dan Pergudangan 9,26 11,92 9,69 6,60 3,73 7,80 7,13 6,97 7,29 5,31 6,66 5,50 8,68 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,61 8,31 6,22 6,00 6,69 6,79 6,26 6,82 6,54 6,00 6,40 6,06 5,89 J Informasi dan Komunikasi 13,00 11,57 8,51 9,50 8,65 9,53 9,07 9,62 7,58 7,06 8,31 7,08 13,15 K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,12 7,27 2,32 8,86 13,59 8,02 8,44 13,95 10,07 6,61 9,67 4,45 6,63 L Real Estate 7,19 6,72 7,02 8,75 7,81 7,59 7,64 6,39 5,89 7,29 6,80 7,22 6,58 M,N Jasa Perusahaan 7,97 8,92 8,72 9,10 7,28 8,49 10,92 10,81 10,06 10,72 10,62 8,08 10,03 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,78 3,97 7,85 6,23 3,37 5,31 4,22 5,23-0,10 0,30 2,37-0,01-0,45 P Jasa Pendidikan 9,37 11,37 10,65 6,62 2,52 7,55 9,63 10,78 9,44 1,27 7,64 1,83 8,01 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,37 8,97 4,07 6,25 7,15 6,61 10,48 14,00 10,46 5,00 9,86 4,68 9,84 R,S,T,U Jasa lainnya 8,50 8,34-1,09 1,57 4,11 3,21 4,69 12,98 10,43 6,75 8,62 6,25 9,92 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,27 5,54 5,22 5,02 6,10 5,47 5,08 5,71 5,01 5,33 5,28 5,31 5, * 2016* 2017** 2017** 41

42 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami kontraksi sebesar 1,85% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan tinggi di level 9,87% (yoy). Secara triwulanan, lapangan usaha ini mengalami penurunan 0,19% (yoy) berlawanan arah dengan capaian triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (11,73%; qtq). % (10) (20) (30) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I II (40) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan %, YOY PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN 40 NPL PERTANIAN - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.48 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian % Perkembangan di lapangan usaha ini terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit sektor pertanian yang melambat menjadi 17,86% (yoy) pada triwulan II 2017 dari 20,12% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, kualitas kredit sektor pertanian relatif stabil, dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 9,19%; tidak jauh berbeda dari NPL 9,16% pada triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja pada lapangan usaha pertanian utamanya adalah akibat dari pergeseran masa panen raya. Pada tahun 2016, panen raya yang biasanya terjadi pada triwulan I, bergeser ke triwulan II karena dampak El Nino. Pada tahun 2017, seiring dengan mulai normalnya kondisi iklim, panen raya kembali ke pola semula, yaitu triwulan I. Pada triwulan laporan, hasil panen komoditas padi yang merupakan komoditas pertanian utama Jawa Tengah mengalami penurunan. Luas panen dan jumlah produksi padi menurun, masing-masing sebesar 11,52% (yoy) dan 7,77% (yoy); setelah tumbuh tinggi pada triwulan sebelumnya sebesar 40,01% (yoy) dan 36,14% (yoy). Lebih lanjut, luas tanam padi pun mengalami penurunan, yaitu sebesar 12,04% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan 7,11% (yoy) pada triwulan yang lalu. 42

43 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Hektar LUAS TANAM LUAS PANEN I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.49 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah %, YOY PERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADI I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.50 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah Ribu Ton PRODUKSI PADI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANAN %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II -20 Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.51 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah Lebih lanjut, berdasarkan hasil FGD, terdapat serangan hama di beberapa sentra pertanian sehingga menghambat hasil panen. Berdasarkan hasil liaison, serangan hama tersebut terjadi pada komoditas bawang merah. Beberapa sentra mengalami gagal panen yang disebabkan oleh masih tingginya serangan hama penyakit pasca La Nina Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat dari 4,11% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,26% (yoy) pada triwulan I Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan 3,48% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,35% (qtq). 43

44 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.52 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Perkembangan tersebut sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia, yang juga menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha dari sektor industri pengolahan. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha industri pengolahan mengalami peningkatan dari 2,36% pada triwulan I 2017 menjadi 8,36% pada triwulan II Perbaikan kinerja ini juga tercermin dari hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia. Likert scale perkembangan penjualan domestik industri pengolahan mengalami peningkatan dari 0,08 pada triwulan I 2017 menjadi 1,00 pada triwulan laporan (1) (2) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sisi perbankan juga mengonfirmasi peningkatan kinerja lapangan usaha ini. Pertumbuhan kredit perbankan di sektor industri pengolahan mengalami percepatan dari 4,33% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 13,09% (yoy) pada triwulan II Lebih jauh, peningkatan pertumbuhan diiringi dengan peningkatan kualitas kredit. Rasio NPL kredit industri pengolahan turun menjadi 2,13%; dari 4,57% pada triwulan lalu. % SBT KEGIATAN USAHA PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.53 SBT Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5 %, YOY PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN % 30 NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.54 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan Perbaikan kinerja pertumbuhan industri pengolahan ditengarai akibat permintaan domestik yang menguat. Penguatan tersebut terutama dari sisi rumah tangga, ditunjukkan oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga Jawa Tengah yang menguat dari 4,59% (yoy) menjadi 4,85% (yoy). 44

45 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Peningkatan permintaan ini sesuai dengan pola musiman setiap Idul Fitri. Pergeseran Idul Fitri ke triwulan II mendorong tingginya permintaan pada periode laporan. Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya peningkatan utilitas kapasitas produksi di beberapa industri pengolahan. Berdasarkan hasil survei tersebut, peningkatan utilitas terjadi pada hampir seluruh jenis industri, kecuali industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; semen dan barang galian nonlogam, serta alat angkut, mesin, dan peralatannya. Peningkatan utilitas pada industri makanan, minuman, dan tembakau meningkat didorong oleh permintaan domestik dalam rangka Ramadhan dan Idul Fitri. Kemudian peningkatan utilitas industri tekstil, barang kulit, serta alas kaki diindikasikan juga berasal dari permintaan domestik, sementara kinerja ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil mencatatkan perlambatan MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA KERTAS DAN BARANG CETAKAN PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA BARANG LAINNYA Q Q Grafik 1.55 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU) Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi lapangan usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor mengalami pertumbuhan 8,08% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,19% (yoy). Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat tumbuh 3,94% (qtq), juga jauh di atas pertumbuhan triwulan II 2016 yang sebesar 1,16% (qtq). 45

46 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.56 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Meningkatnya pertumbuhan sejalan dengan hasil survei dan liaison yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha sektor perdagangan meningkat dari 4,67% pada triwulan I 2017 menjadi 9,93% pada triwulan II Hal serupa juga ditunjukkan oleh hasil liaison, likert scale penjualan domestik sektor perdagangan meningkat dari 0,33 menjadi 0,56. % (2) (4) (6) (8) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) I II III IV I II III IV I II III IV I II %, YOY (2) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) SBT KEGIATAN USAHA LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II ,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bank Indonesia, diolah Grafik 1.57 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik, Pertumbuhan PDRB Perdagangan Lebih lanjut, peningkatan kinerja penjualan terkonfirmasi dari hasil hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada triwulan laporan meningkat ke level 187,5 dari 177,3 pada triwulan I Peningkatan utamanya disumbang oleh penjualan makanan, minuman, dan tembakau, serta suku cadang dan aksesori. 46

47 SUKU CADANG DAN AKSESORI MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR PERALATAN DAN KOMUNIKASI DI TOKO PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA LAINNYA BARANG BUDAYA DAN REKREASI BARANG LAINNYA SANDANG Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional INDEKS 220 INDEKS PPENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN %, YOY 10, INDEKS 2017-I 2017-II ,00 6, , , I II III IV I II III IV I II III IV I II 0, Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.58 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan Grafik 1.59 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas Terjaganya pertumbuhan lapangan usaha ini ditopang oleh daya beli konsumen yang terjaga. Berdasarkan hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ekonomi rumah tangga triwulan pada laporan membaik dibandingkan triwulan I Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan II 2017 yang sebesar 114,74; lebih tinggi dari ITK triwulan I 2017 yang sebesar 102,05. Konsumsi oleh pemudik Lebaran yang datang atau singgah di Jawa Tengah juga ditengarai berkontribusi dalam percepatan pertumbuhan kinerja perdagangan Lapangan Usaha Lainnya Di antara 17 kategori lapangan usaha di Jawa Tengah, lapangan usaha informasi dan komunikasi, serta lapangan usaha jasa perusahaan mencatatkan pertumbuhan tertinggi dengan besaran double digit pada triwulan laporan. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, lapangan usaha informasi dan komunikasi secara konsisten mencatatkan pertumbuhan tinggi selama beberapa tahun terakhir. Pada triwulan II 2017, lapangan usaha ini tumbuh 13,15% (yoy), secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,08% (yoy). Perkembangan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya kesadaran teknologi masyarakat mendorong penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan usaha. Hal tersebut dapat terlihat dari maraknya perkembangan e-commerce, dan start up company yang berbasis teknologi informasi. Tidak hanya pelaku usaha, pemanfaatan teknologi oleh instansi pemerintah juga meningkat, beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jawa Tengah semakin gencar dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugasnya, seperti penggunaan website atau bahkan pengembangan aplikasi. 47

48 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Pertumbuhan tinggi ini salah satunya juga didorong oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana komunikasi pada periode Ramadan dan Idul Fitri. Sementara itu, lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh 10,03% (yoy) pada triwulan laporan, juga meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 8,08% (yoy). Pertumbuhan tinggi salah satunya disumbang oleh peningkatan permintaan akan jasa penyelenggara acara (event organizer) untuk hajatan di periode menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, jasa persewaan seperti kendaraan mobil atau motor juga diindikasikan mengalami peningkatan. %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Informasi dan Komunikasi %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.61 Pertumbuhan PDRB Jasa Perusahaan Sementara itu, di sisi lain, dua lapangan usaha yang mengalami kontraksi pada triwulan II 2017 adalah lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib. Penurunan pada lapangan usaha administrasi pemerintah sejalan dengan perkembangan konsumsi pemerintah yang juga mengalami penurunan sebesar 4,13% (yoy). %, YOY 15 PERTUMBUHAN PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH PERTUMBUHAN LAPANGAN USAHA ADMINISTRASI PEMERINTAH, PERTAHANAN, DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.62 Pertumbuhan PDRB Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib dan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 48

49 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Lebih lanjut, lapangan usaha pengadaan listrik dan gas juga mengalami perlambatan cukup dalam, dan menempati tingkat pertumbuhan ketiga terendah sebesar 0,55% (yoy). Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), perlambatan tersebut salah satunya ditengarai akibat penghematan listrik yang didorong oleh kenaikan tarif atau penyesuaian subsidi. Lebih lanjut, lapangan usaha konstruksi juga mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya kegiatan investasi. Lapangan ini melambat dari 4,70% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,45% (yoy) pada triwulan laporan. Pelemahan kinerja dikonfirmasi dari hasil SKDU, di mana SBT kegiatan usaha dan SBT kegiatan investasi mengalami perlambatan dari masing-masing sebesar 1,42% dan 0,94% menjadi 0,76% dan 0,91%. Pertumbuhan konsumsi semen juga menunjukkan adanya perlambatan, yaitu dari 11,14% (yoy) menjadi 5,37% (yoy). %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.63 Pertumbuhan PDRB Konstruksi %, YOY SBT KEGIATAN USAHA BANGUNAN SBT KEGIATAN INVESTASI BANGUNAN PERTUMBUHAN KONSUMSI SEMEN - SKALA KANAN I II III IV I II III IV I II III IV I II %, YOY Sumber : Bank Indonesia, Kemenperin, dan Kemendag, diolah Grafik 1.64 SBT Kegiatan Usaha dan Investasi Bangunan, dan Pertumbuhan Konsumsi Semen Lebih lanjut, perkembangan kegiatan konstruksi tersebut sejalan dengan kinerja lapangan usaha real estate yang juga melambat dari 7,22% (yoy) menjadi 6,58% (yoy). Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia, secara umum pertumbuhan harga properti masih menunjukkan peningkatan. Namun, terdapat pelemahan di harga rumah kelas menengah. Sementara itu, pada kegiatan pembangunan, secara umum terdapat penurunan jumlah rumah yang dibangun, khususnya pada tipe rumah kecil dan menengah. 49

50 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional %, YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 1.65 Pertumbuhan PDRB Real Estate 3 3 %, YOY Q Q %, YOY Q Q KECIL MENENGAH BESAR TOTAL 0 KECIL MENENGAH BESAR TOTAL Grafik 1.66 Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial Grafik 1.67 Pertumbuhan Jumlah Rumah yang Dibangun 1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan III 2017 Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diperkirakan mengalami percepatan pada triwulan III Perbaikan terutama berasal dari konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri, dan investasi. Sementara itu, berdasarkan lapangan usaha perbaikan diperkirakan terjadi pada dua lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan dan pertanian, sedangkan lapangan usaha perdagangan mengalami perlambatan Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan III 2017 Sisi Pengeluaran Pendorong utama akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 berdasarkan sisi pengeluaran adalah konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri, serta investasi. Sementara itu, pengeluaran konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen utama dalam perekonomian Jawa Tengah mengalami perlambatan. Namun demikian, kinerja tinggi pada komponen pengeluaran 50

51 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional lainnya dapat meredam perlambatan pada sisi rumah tangga sehingga perekonomian masih dapat tumbuh lebih tinggi. Konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami pertumbuhan tinggi pada triwulan III Tingginya angka pertumbuhan merupakan normalisasi dari kontraksi dalam pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, pemerintah melakukan penghematan anggaran karena kurangnya pendapatan, sehingga pada triwulan III 2016 konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dalam. Pada tahun 2017, pendapatan pemerintah diperkirakan lebih baik sehingga realisasi belanja dapat lebih tinggi. Secara keseluruhan tahun, anggaran belanja Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 meningkat 10,44% dari APBDP Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan peningkatan APBDP 2016 yang sebesar 7,76%. Turut mendorong pertumbuhan pada triwulan III 2017, penyaluran gaji ke-13 bagi PNS di tahun ini bergeser ke bulan Juli (triwulan III). Dengan pergeseran jadwal tersebut, terdapat tambahan pengeluaran pada triwulan III 2017 dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kinerja investasi pun diprediksi meningkat pada triwulan III Optimisme peningkatan di sisi swasta tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, perkiraan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi triwulan III 2017 tercatat sebesar 8,24%, lebih tinggi dibandingkan SBT kegiatan investasi triwulan II yang sebesar 7,33%. Peningkatan terutama berasal dari pertanian; industri pengolahan, serta sektor jasajasa. Sementara itu, adapun beberapa proyek infrastruktur besar pemerintah di Jawa Tengah antara lain: (i) Jalan Tol Trans Jawa; (ii) Pembangunan Pelabuhan Tanjung Emas dan TPKS; (iii) Pembangunan sarana pendukung Bandara Wirasaba (mis: jalan); (iv) Double track rel kereta api. Sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekspor luar negeri mengalami perlambatan menjelang Idul Fitri karena terdapat larangan operasi bagi kendaraan berat. Periode hari raya tersebut yang bergeser ke triwulan II pada tahun ini mendorong tingginya pertumbuhan ekspor pada triwulan III Perbaikan juga ditopang oleh kondisi ekonomi negara mitra dagang utama yang mengalami perbaikan. Perekonomian Amerika Serikat (pangsa ekspor 25%) membaik didorong oleh investasi dan kondisi ketenagakerjaan yang semakin membaik. Selain itu perekonomian Eropa (pangsa ekspor 14%) juga menunjukkan adanya perbaikan yang tercermin dari penjualan ritel yang meningkat. Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi pada seluruh komoditas utama ekspor, yaitu tekstil dan produk tekstil, kayu dan barang dari kayu, serta bermacam hasil pabrik. 51

52 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Konsumsi rumah tangga diproyeksikan mengalami perlambatan pada triwulan III Perlambatan sejalan dengan bergesernya periode Ramadhan dan Idul Fitri ke triwulan II pada tahun ini, sementara pada tahun sebelumnya, sebagian periode Ramadhan dan Idul Fitri jatuh pada triwulan III. Pergeseran periode tersebut berdampak pada konsumsi masyarakat yang juga turut bergeser ke triwulan II. Perlambatan konsumsi rumah tangga dikonfirmasi oleh pedagang eceran. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), di mana indeks penjualan riil mengalami penurunan dari 187,5 pada triwulan II 2017 (rata-rata) menjadi 180,6 pada awal triwulan III 2017 (Juli). Penurunan ini terjadi pada hampir seluruh kategori komoditas, kecuali perlengkapan rumah tangga lainnya. Namun demikian, konsumen masih memandang optimis kondisi ekonomi. Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada awal triwulan III 2017 (Juli) masih tercatat meningkat menjadi 130,5 dari 126,2 pada triwulan II 2017 (rata-rata). Peningkatan terjadi baik terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun kondisi ke depan. Peningkatan pada kondisi ekonomi saat ini ditunjang oleh peningkatan penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, serta konsumsi kebutuhan barang tahan lama. Adapun yang mendorong konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan antara lain konsumsi pada masa liburan Lebaran dan sekolah, serta tahun ajaran baru Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan III 2017 Sisi Lapangan Usaha Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diproyeksikan terutama berasal dari lapangan usaha industri pengolahan dan pertanian. Selain itu, lapagan usaha konstruksi juga mengalami perbaikan seiring dengan meningkatnya aktivitas investasi. Adapun lapangan usaha yang menahan perbaikan pertumbuhan adalah perdagangan yang diprediksi melambat. Pada lapangan industri pengolahan, perbaikan kinerja diprediksi terjadi terutama pada industri berorientasi ekspor, seiring dengan perkiraan perbaikan kinerja ekspor. Industri berorientasi ekspor di Jawa Tengah diantaranya adalah industri tekstil dan produk tekstil, serta industri kayu dan barang dari kayu. Tekstil dan produk tekstil merupakan komoditas ekspor Jawa Tengah dengan sumbangan lebih dari 40% terhadap total ekspor nonmigas Jawa Tengah. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia, optimisme perbaikan kinerja ekspor berasal dari peningkatan permintaan dari existing customer, penambahan kapasitas produksi, dan perluasan negara tujuan ekspor baru seperti Afrika, negara Amerika Latin dan Rusia. Walaupun demikian, di tengah optimisme perbaikan pasar, persaingan dengan negara competitor seperti Vietnam, atau India, masih menjadi tantangan dalam kegiatan ekspor produk ini. 52

53 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Kondisi serupa juga terjadi pada industri kayu dan barang dari kayu. Ekspor komoditas ini menyumbang sekitar 20% terhadap total ekspor nonmigas Jawa Tengah. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia, perbaikan kinerja diperkirakan masih berasal dari pasar tradisional, yaitu Amerika Serikat dan negara Eropa. Selain itu, optimisme juga didukung oleh kembalinya minat pasar terhadap produk furnitur outdoor berbahan kayu jati. Adapun tantangan yang harus diwaspadai pada industri ini antara lain produk mebel yang tergolong sebagai kebutuhan tersier sehingga permintaan cenderung melemah jika kondisi ekonomi tidak kondusif, serta persaingan pasar yang semakin ketat khususnya dengan negara Vietnam. Sementara itu, industri berorientasi domestik diperkirakan tumbuh tertahan seiring dengan normalisasi permintaan setelah periode Ramadhan dan Idul Fitri. Bergesernya periode tersebut ke triwulan II, menyebabkan permintaan pada triwulan III 2017 cenderung lebih lemah dibandingkan tahun sebelumnya di mana Idul Fitri jatuh pada triwulan III. Industri di Jawa Tengah yang berorientasi domestik antara lain industri makanan dan minuman, serta industri tembakau. Selanjutnya, kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan masih tertahan, walaupun lebih baik dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar -1,85% (yoy). Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) terdapat panen untuk komoditas hortikultura, seperti bawang merah dan aneka cabai pada triwulan III Namun demikian, komoditas padi diperkirakan baru akan panen pada akhir triwulan III (September). Di sisi lain, lapangan usaha perdagangan diproyeksikan mengalami pertumbuhan yang melambat. Perlambatan sejalan dengan kinerja konsumsi rumah tangga yang juga melambat, diindikasikan merupakan normalisasi pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga terdapat penurunan permintaan. Lebih lanjut, pergeseran hari raya tersebut ke triwulan II juga mendorong perlambatan lebih jauh. Perlambatan juga diperkirakan oleh pelaku usaha. Perkiraan tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia, di mana Saldo bersih Tertimbang (SBT) perkiraan kegiatan usaha lapangan usaha ini tercatat 5,92%, lebih rendah dari realisasi perkembangan kegiatan usaha triwulan II 2017 yang sebesar 9,93%. Perkembangan yang sama juga terlihat dari hasil Survei Pedagang Eceran (SPE), di mana indeks penjualan riil mengalami penurunan dari 187,5 pada triwulan II 2017 (rata-rata) menjadi 180,6 pada awal triwulan III 2017 (Juli). Penurunan ini terjadi pada hampir seluruh kategori komoditas, kecuali perlengkapan rumah tangga lainnya. 53

54 S U P L E M E N SUPLEMEN 1 Agroindustri Pertanian Terintegrasi Agroindustri merupakan sistem terintegrasi yang melibatkan sumberdaya hasil pertanian, SDM, ilmu dan teknologi, disarmping juga uang dan informasi. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian (subsistem) agribisnis, yang menghasilkan produk hasil pertanian sebagai bahan baku utama. Sementara agribisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian. Daya tahan produk pertanian terutama hortikultura merupakan komoditas volatie food (VF) yang sangat cepat rusak, sehingga menjadi kendala petani dalam menjaga kualitas hasil panen tetap segar sampai ke industri maupun konsumen. Ketersediaan pangan yang didukung oleh produksi dan produktivitas pangan yang tinggi serta distribusi pangan yang efisien, harga terjangkau, akan menekan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan reformasi pangan di bidang produksi dan distribusi menghadapi banyak tantangan seperti regulasi, infrastruktur konektivitas dan pendukung pertanian. Sehingga menjaga inflasi pangan agar tetap berada pada level yang terkendali untuk mencapai sasaran inflasi 2017 sebesar 4%±1%, menjadi upaya mengatasi risiko kenaikan harga pangan. Menjawab permasalahan tersebut di atas, efisiensi logistik pangan dan peningkatan nilai tukar petani, menjadi hal yang terdilakukan melalui penerapan teknologi penanganan paska panen. KPw BI Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan UNDIP-DIPO Tech, menerapkan Teknologi. Teknologi yang dikembangkan oleh Center for Plasma Research, Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Ozon yang dihasilkan dari reaktor dilarutkan di dalam air, digunakan untuk mencuci produk hortikultura, berfungsi meminimalisir pertumbuhan bakteri, virus dan jamur penyebab pembusukan pada sayur maupun buah, mengurangi pestisida yang menempel pada sayur maupun buah, dan aman dikonsumsi. Hasil sayur dan buah kemudian di simpan dalam cold storage bersuhu C. Penerapan teknologi ini kelompok tani dapat melakukan tunda jual, dan dapat memenuhi kebutuhan produk setiap saat diperlukan. Teknologi diterapkan di tingkat petani, sebagai kelompok sasaran pengembangan Klaster Sapi Perah Terintegrasi Hortikultura di Kabupaten Magelang, yang diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Jawa 54

55 S U P L E M E N Tengah bersama stakeholers terkait sementara a) untuk komoditas sayuran bentuk tekstur umur 5 hari pasca panen, hasil uji sampai 9 hari kualitas masih bagus; b) Uji coba terhadap cabai selama 1 bulan masih bagus seperti baru petik dan akan mampu bertahan hingga 4 bulan; c) Nilai tukar produk lebih baik bahkan sangat baik karena dapat menikmati keuntungan hampir 100%. Uji kualitas cabai terus dilakukan Tim UNDIP, sampai waktu 4 bulan dan dilakukan analisa biaya yang digunakan untuk penanganan paska panen sebagai berikut : No. Lama Simpan Berat yang disimpan/kg Biaya Simpan Rp,-/kg 1 1 bulan bulan bulan bulan Biaya produksi hortikultura kelompok tani lebih murah, karena proses produksi dilakukan secara mandiri terutama dalam pemenuhan kebutuhan pupuk dan pestisida organik. Dengan memanfaatkan teknologi ozon, biaya produksi relatif kecil, dan kelompok tani dapat melakukan tunda jual dengan harga lebih baik. Sehingga margin yang akan diperoleh kelompok tani semakin tinggi. 55

56 Bab 2. Keuangan Pemerintah 2. Keuangan Pemerintah Persentase realisasi pendapatan tercatat meningkat, meskipun belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mengalami penurunan. Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah serta Dana Alokasi Umum dan Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Penurunan realisasi belanja berasal dari menurunnya komponen belanja langsung, terutama belanja modal serta belanja barang dan jasa. Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016, di tengah upaya penghematan realisasi di tengah risiko penurunan penerimaan fiskal pada tahun laporan Realisasi APBD Triwulan II 2017 Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017 meningkat dibandingkan tahun anggaran Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47 triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp23,36 triliun atau naik 10,44% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar Rp104 milliar. Ditinjau dari serapan terhadap anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat, namun persentase realisasi belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan laporan sebesar 51,07% dari APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan triwulan II 2016 yang sebesar 43,76%. Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan II 2017 sebesar 32,14% dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 34,39%. Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar) Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Secara nominal, pada triwulan II 2017 realisasi pendapatan mengalami peningkatan, sementara realisasi belanja menurun dibandingkan triwulan II Realisasi pendapatan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp11,98 triliun, meningkat Rp2,34 triliun dibandingkan realisasi pendapatan periode 56

57 Bab 2. Keuangan Pemerintah yang sama tahun lalu yang sebesar Rp9,64 triliun. Kondisi berbeda dialami pada realisasi belanja pemerintah yang mengalami penurunan sebesar Rp202 miliar pada triwulan II 2017; dari triwulan sebelumnya sebesar Rp7,71 triliun menjadi Rp7,51 triliun pada triwulan laporan. Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A dan T.A Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2016 & 2017 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp4,47 trilliun pada triwulan II Surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2016 sebesar Rp1,92 trilliun dan selama lima tahun terakhir ( ) yang sebesar Rp1,79 triliun. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir, kondisi surplus ini selalu terjadi di awal tahun. Meningkatnya surplus yang terjadi pada triwulan II 2017 ini sejalan dengan persentase pendapatan yang lebih tinggi, khususnya untuk komponen dana perimbangan. Ditambah lagi, persentase realisasi belanja pada triwulan II 2017 yang lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi belanja selama lima tahun terakhir berkontribusi pada tingginya surplus di triwulan laporan. Realisasi belanja yang lebih rendah ditengarai akibat perilaku pembayaran yang sama di tiap tahun, dimana vendor belum mengajukan penagihan proyek pemerintah pada triwulan awal

58 Bab 2. Keuangan Pemerintah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah Realisasi Pendapatan Triwulan II 2017 Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah sampai dengan triwulan II 2017 sebesar 51,07%, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 dengan realisasi 43,76%. Peningkatan persentase serapan ini terjadi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper), namun demikian komponen lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan persentase. Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan II 2016 & 2017 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper) memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua pos tersebut. Pangsa PAD pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 47,77%; lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 57,18%. Penurunan ini mengindikasikan memburuknya kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu, pangsa Daper mengalami penurunan menjadi 51,99% pada triwulan II 2017 dari sebelumnya 42,51% pada triwulan II Persentase penurunan ini terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemprov Jateng. 58

59 Bab 2. Keuangan Pemerintah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017 Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran sebesar 80,34% dari total PAD dan lain-lain PAD yang sah (12,74%). Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah terbilang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 45,24%; lebih tinggi dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang mencapai 36,73%. Secara nominal, perbaikan ini terjadi seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan pertumbuhan kredit kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 menjadi 2,86%(yoy), dari sebelumnya 2,16% (yoy) pada triwulan I Berdasarkan perannya terhadap total pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor memang menjadi pemasukan utama pajak daerah, dengan peran masing-masing sekitar 35-40% di tiap tahunnya. Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang terkumpul pada triwulan II 2017 relatif stabil. Pajak daerah tumbuh 3,81% (yoy), relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 3,96% (yoy). Capaian pajak daerah yang tidak tumbuh signifikan ini juga sejalan dengan perekonomian yang tumbuh melambat dibandingkan triwulan I Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 59

60 Bab 2. Keuangan Pemerintah Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami penurunan realisasi menjadi 32,98% pada triwulan II 2017 setelah sebelumnya terealisasi 47,18% pada triwulan sama tahun Menurunnya komponen ini diakibatkan adanya penurunan pendapatan melalui hibah yang diterima Pemprov Jawa Tengah pada triwulan laporan. Berdasarkan komponen Daper, sumber pendapatan terutama berasal dari Dana Alokasi Khusus/DAK, dengan peran sebesar 57,92% dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU (32,96%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (9,13%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seiring dengan pelimpahan kewenangan pendidikan tingkat menengah atas kepada provinsi. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar Rp3,61 triliun, meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp2,61 triliun. Sementara itu, realisasi DAU meningkat menjadi Rp2,05 triliun; lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,08 triliun. Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun serapan DBH meningkat menjadi Rp568 miliar dari sebelumnya Rp399 miliar di triwulan I Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan. Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 32,98%; lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016 sebesar 47,18%. Menurunnya komponen ini terutama berasal dari realisasi pendapatan hibah yang sebesar Rp3,12 miliar, setelah sebelumnya mencatatkan realisasi di triwulan I 2016 yang sebesar Rp9,98 miliar. Dengan realisasi sebesar itu, persentase serapan pendapatan hibah pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,82%; lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 42,49% Realisasi Belanja Triwulan II 2017 Pada triwulan II 2017, realisasi belanja Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp7,51 trilliun dari total anggaran belanja Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp7,71 trilliun. Menurunnya realisasi ini terutama didorong oleh penurunan belanja langsung dari komponen belanja modal. Lebih jauh, belanja tidak langsung yang memiliki peranan dominan sebesar 80,84% dari total belanja, juga mengalami penurunan persentase realisasi. 60

61 Bab 2. Keuangan Pemerintah Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan II 2017 Pencapaian realisasi belanja tidak langsung menurun pada triwulan laporan. Realisasi pada triwulan II 2017 sebesar 34,91%; lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 35,20%. Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung digunakan untuk belanja hibah, belanja pegawai, dan belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota, dengan masing-masing peran sebesar 43.12%; 39.37%; dan 17.05%% dari total belanja tidak langsung. Secara komponen, belanja hibah pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp2,62 triliun atau 52,96% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan II 2016 yang sebesar Rp2,56 trilliun atau 47,75% dari total anggaran. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan pada komponen belanja hibah dibandingkan realisasi belanja secara keseluruhan. Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan II 2016 & 2017 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sementara itu, persentase realisasi belanja pegawai tercatat stabil, yakni sebesar 41,79%; relatif sama dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 41,72%. Meskipun demikian, ditinjau secara nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi Rp2,39 triliun, dari sebelumnya yang sebesar Rp1,23 triliun. Meningkatnya belanja pegawai ini sejalan dengan pelimpahan kewenangan dan tanggung 61

62 Bab 2. Keuangan Pemerintah jawab guru PNS untuk tingkat pendidikan menengah kepada pemerintah provinsi, setelah sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Adapun, komponen belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota mengalami pennurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar 23,53%, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 29,88%. Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota ini juga mengalami penurunan, yakni dari Rp1,60 triliun menjadi Rp1,04 triliun. Lebih jauh pada komponen belanja langsung, persentase realisasi komponen ini mengalami penurunan. Penyerapan belanja langsung tercatat 24,09%; mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 32,35%. Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya, realisasi belanja barang dan jasa memiliki peran 69,85% dari total belanja langsung ini mengalami penurunan persentase realisasi. Menurunnya persentase realisasi juga terjadi pada belanja modal dan belanja pegawai yang masing-masing memiliki peran sebesar 20,50% dan 9,66%. Penurunan ini diakibatkan realisasi pemerintah yang belum baik pada periode ini, terkonfirmasi dari meningkatnya simpanan pemerintah daerah di bank. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan pada akhir Juni 2017 mencapai Rp222,6 triliun; dimana Provinsi Jawa Tengah memiliki simpanan sebesar Rp4,81 triliun dan menduduki provinsi ketiga untuk simpanan terbesar, setelah Provinsi Jawa Barat (Rp7,94 triliun) dan Provinsi Jawa Timur (Rp5,08 triliun). Realisasi belanja barang dan jasa pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,01 triliun, atau terserap 27,77% dari total anggaran. Persentase ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terserap sebesar Rp1,07 triliun atau 37,26%. Menurunnya belanja ini terindikasi dari masih besarnya simpanan perbankan. Sementara itu, realisasi belanja modal pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp294,93 milliar, atau terserap 15,94% dari total anggaran. Persentase ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terserap sebesar Rp 851,20 milliar atau 27,04%. Realisasi belanja modal pada periode ini tidak sebaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rendahnya realisasi belanja modal ini juga diakibatkan oleh beberapa vendor kegiatan proyek yang belum menagihkan pekerjaannya, sehingga pemerintah provinsi belum dapat merealisasikan dana yang terdapat di bank. Penurunan juga terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar Rp138,97 miliar atau terserap 27,59% dari total anggaran. Persentase ini menurun dibandingkan 62

63 Bab 2. Keuangan Pemerintah triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar 39,40% dari total anggaran, meskipun secara nominal sedikit mengalami kenaikan menjadi Rp148,20 miliar APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2017 APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 mengalami penurunan di tengah upaya penghematan belanja fiskal di tengah risiko penerimaan pajak yang menurun pada tahun Realisasi belanja senantiasa dilakukan dengan tetap mengupayakan defisit anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi kenaikan anggaran APBN sebesar 8,84%; dari sebelumnya Rp33,48 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp36,43 triliun di triwulan laporan. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai dianggarkan sebesar Rp14,25 triliun atau 39,11% dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti oleh belanja barang sebesar Rp11,52 triliun (31,62%), belanja modal sebesar Rp10,42 triliun (28,61%), dan belanja bantuan sosial Rp240,68 miliar (0,66%). Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan relatif mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp13,20 triliun atau 36,23% dari total anggaran 2017, menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar Rp13,35 triliun atau 39,87% dari APBN Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada triwulan II 2017 menurun akibat komponen belanja pegawai yang mengalami penurunan. Realisasi belanja barang ini memiliki peran 48,96% dari total realisasi belanja. Namun demikian, terjadi kenaikan untuk belanja barang (pangsa 30,02%); 63

64 Bab 2. Keuangan Pemerintah belanja modal (20,51%) serta belanja bantuan sosial (0,51%) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2017 sebesar Rp6,46 triliun atau 45,35% dari total APBN Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 56,93% dari total APBN 2016, sebesar Rp7,39 triliun. Penurunan persentase realisasi ini sejalan dengan upaya penghematan pemerintah di tengah risiko penerimaan pajak yang menurun pada tahun berjalan. Sementara itu, belanja barang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp3,96 triliun atau 34,39% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang sebesar Rp3,92 triliun atau 33,90%. Meskipun meningkat, kenaikan realisasi belanja barang ini relatif moderat. Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan II 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar) Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Belanja modal tercatat sebesar Rp2,71 triliun atau terealisasi sebesar 25,97%; lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja modal triwulan II 2016 yang sebesar Rp1,98 triliun atau 22,77%. Peningkatan ini sejalan dengan realisasi pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur, khususnya untuk proyek pembangunan jalan yang mengalami percepatan yang ditargetkan dapat selesai sebelum hari raya Idul Fitri. 64

65 Bab 2. Keuangan Pemerintah Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp67,22 miliar atau 27,93% dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan II 2016 yang sebesar Rp57,38 miliar atau 23,87%. Realisasi bansos ini meningkat dibandingkan tahun lalu di tengah upaya revitalisasi beberapa daerah, serta meningkatnya kegiatan sosial pada Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, beberapa program untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan berimplikasi pada serapan realisasi bansos yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. 65

66 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3. Perkembangan Inflasi Daerah Pada triwulan II 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok administered prices dan volatile food. Pada triwulan III 2017, inflasi diperkirakan menurun seiring dengan memasukinya masa panen untuk kelompok bahan pangan, terutama untuk beras dan bawang merah. Inflasi diperkirakan masih berada pada target sasaran inflasi 4±1% Inflasi Secara Umum Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan II 2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. 2 Pada triwulan laporan, inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 4,61% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,30% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar 1,17% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang mencatatkan inflasi sebesar 0,44% (qtq). Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah Laju inflasi Jawa Tengah tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,37% (yoy), maupun inflasi Kawasan Jawa yang sebesar 4,30% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi 2 Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan. 66

67 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah tetangga di Kawasan Jawa, Jawa Tengah mencatatkan inflasi kedua tertinggi setelah Jawa Timur yang mencatatkan inflasi 4,66% (yoy). Relatif tingginya inflasi Jawa Tengah pada triwulan II 2017 ini terjadi akibat meningkatnya permintaan masyarakat selama periode Ramadhan dan Idul Fitri, yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Meskipun demikian, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Jawa Tengah senantiasa melakukan berbagai upaya dalam pengendalian inflasi di daerah, terutama untuk pasokan bahan pangan strategis. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan disagregasi inflasi, 3 peningkatan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2017 terutama berasal dari kelompok administered prices akibat dari penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL), serta kenaikan tarif angkutan selama periode Ramadhan dan Idul Fitri. Periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) ini juga menyebabkan kenaikan inflasi tahunan volatile food seiring meningkatnya 3 Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti. 67

68 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah permintaan untuk komoditas bahan pangan. Adapun kelompok inti relatif mengalami penurunan, di tengah penurunan harga bahan bangunan serta komoditas gula pasir ketika memasuki musim giling dan operasi pasar. Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan April Mei Juni Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Tarip Listrik 0,27 Bawang Putih 0,16 Tarip Listrik 0,24 Bawang Putih 0,12 Telur Ayam Ras 0,10 Daging Ayam Ras 0,09 Angkutan Udara 0,02 Tarip Listrik 0,08 Bawang Merah 0,05 Daging Ayam Ras 0,02 Bensin 0,05 Angkutan Antar Kota 0,04 Ayam Goreng 0,02 Beras 0,05 Bawang Putih 0,04 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan April Mei Juni Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Bawang Merah -0,17 Cabai Rawit -0,04 Cabai Rawit -0,07 Cabai Rawit -0,09 Gula Pasir -0,02 Telur Ayam Ras -0,04 Cabai Merah -0,05 Tarip Pulsa Ponsel -0,01 Cabai Merah -0,03 Gula Pasir -0,04 Melon -0,01 Batu Bata/Batu Tela -0,02 Minyak Goreng -0,01 Jeruk -0,01 Jeruk -0,01 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Apabila ditinjau berdasarkan 6 (enam) kota pantauan inflasi di Jawa Tengah, seluruh kota pantauan pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan inflasi tahunan dibandingkan dengan triwulan I Kota Semarang sebagai kota dengan bobot terbesar (±51%) mengalami peningkatan inflasi dari 3,27% (yoy) menjadi 4,44% (yoy). Inflasi tertinggi terjadi di Kudus dengan besaran 5,56% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi di Surakarta dengan nilai 4,11% (yoy). Seiring dengan peningkatan inflasi, disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah pun relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,37% menjadi 1,45%. Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah Kota Inflasi Tw I 2017 (%,yoy) Inflasi Tw II 2017 (%,yoy) Surakarta 2,83 4,11 Semarang 3,27 4,44 Tegal 3,17 4,71 Purwokerto 3,22 4,84 Cilacap 4,20 5,47 Kudus 3,86 5,56 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 68

69 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Ditinjau berdasarkan kelompok, peningkatan inflasi pada triwulan II 2017 disumbang oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar serta kelompok transportasi, komunikasi, & jasa keuangan. Kenaikan ini didorong oleh penyesuaian TTL untuk golongan masyarakat mampu dan kenaikan berbagai macam tarif angkutan seiring dengan tingginya permintaan untuk arus mudik Lebaran. Sejalan dengan hal tersebut, kenaikan juga terjadi untuk kelompok bahan makanan di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat di bulan Ramadhan & Idul Fitri. Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok KELOMPOK III IV I II III IV I II III IV I II Umum 5,00 8,22 5,69 6,15 5,78 2,73 4,21 2,95 2,72 2,36 3,30 4,61 Bahan Makanan 4,79 11,39 5,79 7,72 8,49 4,54 10,05 7,62 6,53 5,18 1,93 3,59 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,61 5,85 5,38 6,21 5,71 4,93 5,27 5,00 4,41 3,60 3,30 2,36 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 6,68 8,09 7,32 5,91 4,61 2,27 1,32 1,05 1,43 1,53 3,92 6,34 Sandang 1,87 2,62 2,84 3,13 3,26 2,38 1,95 1,79 1,57 0,96 1,18 1,28 Kesehatan 3,87 4,54 4,43 4,34 3,73 3,40 3,07 2,82 2,81 2,50 3,50 3,50 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 6,12 6,62 6,21 6,04 5,17 4,31 4,42 4,43 3,34 3,10 2,83 2,87 Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,58 11,46 4,39 6,38 6,39-2,30 1,37-2,71-2,25-1,61 4,95 8,45 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar ini mengalami peningkatan pada triwulan II Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 6,34% pada triwulan laporan dari 3,92% (yoy) pada triwulan I Kenaikan ini terutama berasal dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Kenaikan tarif dilakukan setiap dua bulan yakni 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Kenaikan ini merupakan penyesuaian tarif listrik tahap tiga (1 Mei 2017) untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi sebesar 30%. Dengan penyesuaian tersebut, tarif listrik 900 VA RTM untuk Mei-Juni 2017 menjadi Rp1.352/kWh dari Rp1.034/kWh. Pada triwulan II 2017, subkelompok ini mencatatkan lonjakan inflasi menjadi 18,94% (yoy) dari triwulan lalu yang sebesar 8,22% (yoy). 69

70 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Komoditas Tw III (yoy) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Perumahan,Air,Listrik,Gas & Bahan Bakar 6,68 8,09 7,33 5,91 4,61 2,27 1,31 1,05 1,44 1,53 3,92 6,34 Biaya Tempat Tinggal 5,59 6,41 4,94 3,07 2,63 1,20 1,16 1,54 1,74 1,63 2,42 1,98 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 11,16 15,31 15,36 14,38 9,83 3,63 0,36-1,42-0,08 0,83 8,22 18,94 Perlengkapan Rumahtangga 4,01 3,77 3,62 3,18 3,11 3,03 2,24 2,34 1,94 1,04 1,03 1,17 Penyelenggaraan Rumahtangga 4,61 4,37 4,88 4,28 4,10 3,89 3,40 3,06 2,72 2,68 3,49 3,62 Tw II (yoy) Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 2017, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan inflasi, lebih tinggi dari triwulan I Kelompok ini mengalami inflasi 8,45%(yoy) pada triwulan II 2017, meneruskan periode inflasi sebelumnya dari 4,94% (yoy) pada triwulan I Peningkatan inflasi tertinggi berasal dari subkelompok transpor. Subkelompok ini mencatatkan inflasi 5,96% (yoy), meningkat dari sebelumnya 1,03% (yoy) pada triwulan I Kenaikan kelompok ini terutama diakibatkan oleh meningkatnya tarif berbagai angkutan pada periode Ramadhan dan Idul Fitri, meliputi angkutan antar kota, dalam kota, udara, dan kereta api. Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman juga mengalami peningkatan inflasi menjadi 9,75% (yoy) dari sebelumnya 8,84% (yoy). Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel sejalan dengan tingginya kebutuhan jelang Idul Fitri. Komoditas Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tw III (yoy) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 2,58 11,46 4,39 6,38 6,39-2,30 1,38-2,71-2,25-1,61 4,94 8,45 Transpor 3,72 17,01 5,78 8,84 8,91-3,88 1,79-4,40-3,94-3,54 1,03 5,96 Komunikasi Dan Pengiriman -0,08-0,03-0,18-0,14-0,20-0,40-0,30-0,35 0,61 2,49 8,84 9,75 Sarana dan Penunjang Transpor 2,29 2,74 4,23 4,04 3,60 3,80 1,85 2,01 1,93 1,66 22,37 22,57 Jasa Keuangan 0,00 14,79 14,79 14,79 14,79 0,00 2,28 2,28 2,28 2,28 0,00 0,00 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Tw II (yoy) Kelompok Bahan Makanan Inflasi tahunan kelompok bahan makanan turut mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan. Inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dari sebelumnya 1,93% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,59% (yoy) pada triwulan II Peningkatan inflasi kelompok ini utamanya terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan seiring dengan meningkatnya permintaan pada periode 70

71 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Ramadhan & Idul Fitri. Kenaikan harga bawang merah selama Juni 2017 disebabkan keterbatasan pasokan dari daerah sentra produksi seiring telah memasuki musim tanam bawang merah. Selain itu, terjadi peningkatan pada subkelompok daging dan hasil-hasilnya yang mencatatkan inflasi 3,25% (yoy) pada triwulan laporan, berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi 0,07% (yoy). Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan Komoditas Tw III (yoy) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Tw II (yoy) Bahan Makanan 4,79 11,39 5,79 7,73 8,49 4,53 10,04 7,62 6,53 5,18 1,93 3,59 Padi-padian, Umbi-umbian & Hasilnya 5,95 12,19 13,75 9,15 13,47 6,56-0,29 4,60-0,71-2,13-2,69 0,03 Daging dan Hasil-hasilnya 3,09 1,50-0,20-1,63-2,13 6,54 6,08 4,84 2,71 1,23-0,07 3,25 Ikan Segar 6,92 8,98 6,55 8,03 11,51 9,95 9,15 8,38 3,77 4,29 2,29 0,72 Ikan Diawetkan 4,17 7,67 4,33 7,47 7,50 4,59 4,40 2,69 1,40 2,90 3,17 4,51 Telur, Susu dan Hasilhasilnya 10,59 11,9 7,72 5,15 4,11 4,70 3,07 0,84-0,73-1,35-0,46-1,07 Sayur-sayuran 8,43 14,34 1,74 9,03 8,96 13,50 17,16 17,96 7,44 3,60 8,55 4,88 Kacang kacangan 4,31 3,12 3,17 3,28 5,05 4,99 4,73 4,10 3,21 2,37 3,51 4,06 Buah buahan 6,48 2,52 3,12 4,21 4,40 9,03 13,26 11,61 7,59 2,29-2,70-3,45 Bumbu bumbuan -13,10 41,38 4,82 38,87 33,80-8,09 55,33 14,66 37,52 32,24 6,29 22,64 Lemak dan Minyak 10,69 3,13-2,05-3,12-2,64-5,93 2,57 12,40 14,95 19,45 14,63 4,25 Bahan Makanan Lainnya 7,67 7,90 7,88 8,30 7,40 6,18 5,01 5,28 2,23 2,05 3,04 2,84 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 3.3. Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi terjadi pada kelompok administered prices dan volatile food. Inflasi kelompok administered prices meningkat dari 6,50% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 13,50% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan inflasi kelompok volatile food yang mengalami peningkatan inflasi menjadi 3,59% (yoy), dari sebelumnya 1,85% (yoy). Sementara itu, kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi, yakni dari sebelumnya 2,86% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,56% (yoy) pada triwulan laporan. 71

72 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan Kelompok Administered Prices Kelompok administered prices mengalami peningkatan inflasi pada triwulan II Inflasi tercatat sebesar 13,50% (yoy), meningkat dari sebelumnya 6,50% (yoy) pada triwulan I 2017 dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 7,24% (yoy). Meningkatnya inflasi ini terutama disebabkan oleh penyesuaian subsidi Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA untuk golongan mampu. Kenaikan tarif tersebut dilakukan setiap dua bulan yaitu pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Pencabutan subsidi listrik tersebut didasari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero). Peraturan tersebut mengatur penerapan tarif nonsubsidi bagi rumah tangga daya 900 VA yang mampu secara ekonomi. Berdasarkan Permen ESDM tersebut, tarif listrik golongan pelanggan RTM 900 VA akan menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari Kemudian, akan menjadi Rp 1.034/kWh pada 1 Maret 2017 dan 1 Mei 2017 tarifnya meningkat menjadi Rp 1.352/kWh. Inflasi tahunan kelompok administered prices yang meningkat ini berasal dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air serta subkelompok transportasi. Hal ini terutama terjadi akibat inflasi yang berasal dari kenaikan TTL akibat penyesuaian tarif pelanggan non-subsidi 900 VA. Selanjutnya, tarif angkutan juga mengalami kenaikan dalam rangka musim mudik Lebaran Inflasi terjadi baik untuk angkutan antarkota, dalam kota, udara, serta kereta api. Dalam kelompok moda angkutan tersebut, angkutan antarkota menjadi penyumbang inflasi yang relatif besar pada periode laporan. 72

73 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan II 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices Secara triwulanan, terjadi peningkatan inflasi pada kelompok administered prices. Pada triwulan II 2017, kelompok ini mengalami inflasi sebesar 4,76% (qtq), berbeda arah dengan kondisi triwulan I 2016 yang mencatatkan deflasi 1,70% (qtq). Inflasi yang terjadi pada kelompok ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 1,50% (qtq). Penyesuaian harga TTL nonsubsidi serta momen Ramadhan mendorong kenaikan tarif berbagai angkutan. Selain itu, terdapat kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% per tahun, di mana pengusaha menaikkan harga secara gradual setiap bulan. Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Selain kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata 12,26 persen Kelompok Volatile Food Inflasi tahunan volatile food mengalami peningkatan pada triwulan II Inflasi volatile food tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 1,85% (yoy) dan ratarata lima tahun terakhir yang sebesar 8,83% (yoy). Peningkatan inflasi ini terutama didorong oleh komoditas utama volatile food yang mengalami kenaikan harga pada periode ini, meliputi daging ayam ras, bawang merah, dan bawang putih. Kenaikan harga daging ayam ras di tengah kondisi pasokan yang mencukupi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri, merupakan usaha pedagang untuk menutupi kerugian yang terjadi pada periode sebelumnya. Selain itu, kenaikan harga daging ayam ras juga didorong oleh kenaikan harga pakan ternak. Kenaikan harga bawang merah selama Juni 2017 disebabkan keterbatasan pasokan dari daerah sentra produksi ketika memasuki musim tanam bawang merah. Berdasarkan hasil kegiatan liaison, produktivitas bawang merah di Brebes pada Juni 2017 relatif kurang optimal, yakni rata-rata 5-7 ton per hektar, di mana rata-rata produktivitas normal sekitar 10 ton per hektar. Produktivitas tanaman 73

74 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah bawang merah terpantau turun akibat gagal panen akibat masih tingginya serangan hama penyakit pasca La Nina. Selanjutnya, harga bawang putih tercatat tinggi pada triwulan II 2017 di tengah terbatasnya pasokan negara penghasil bawang putih. Meskipun demikian, harga yang tinggi tersebut berangsur menurun hingga akhir periode triwulan, sehingga menahan kenaikan inflasi kelompok volatile food secara keseluruhan. Penurunan ini terjadi karena adanya kebijakan impor bawang putih oleh Pemerintah. Intervensi yang dilakukan yaitu dengan menggelontorkan stok impor para importir kepada pedagang pasar rakyat, dan operasi pasar yang dilakukan oleh TPID Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, terjadi kenaikan harga beras pada periode laporan. Serapan beras oleh Perum Badan Urusan Logistik (BULOG) hingga triwulan II 2017 yang mencapai 1,3 juta ton turun dibandingkan dengan realisasi serapan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Harga di penggilingan padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) serta adanya serangan hama wereng coklat menjadi penyebab serapan beras tidak maksimal. Laporan Divre BULOG Jawa Tengah menyebutkan hama wereng coklat masif menyerang tanaman padi di Jawa Tengah seperti Klaten, Sragen, Pati, dan Brebes. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw II 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.12 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw II 2017 Inflasi triwulanan mencatatkan peningkatan, berbalik arah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar deflasi 0,20% (qtq) pada triwulan II 2016 menjadi 1,51% (qtq) pada triwulan II Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 0,54% (qtq). Pengkatan inflasi ini terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok daging, serta subkelompok padi-padian. Momen Ramadhan dan Idul Fitri merupakan periode musiman di mana terjadi peningkatan permintaan untuk komoditas bahan pangan. 74

75 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.13 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.14 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food Kelompok Inti Inflasi inti mengalami penurunan menjadi 2,56% (yoy) dari 2,86% (yoy) pada triwulan I Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 3,99% (yoy). Penurunan ini terutama terjadi pada subkelompok traded. Ditinjau dari komoditasnya, terjadi penurunan inflasi untuk komoditas batu bata dan gula pasir seiring dengan musim giling tebu dan penetapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sehingga mampu menjaga harga pada level yang rendah. Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti menurun menjadi 0,36% (qtq); lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 0,65% (qtq) dan triwulan I 2017 yang sebesar 1,25% (qtq). Inflasi inti triwulanan ini juga lebih rendah dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,71% (qtq). Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti terkonfirmasi oleh tren output gap yang positif. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan yang signifikan. Pada triwulan II 2017, output gap tercatat positif, sejalan dengan inflasi yang tinggi. Output gap yang positif ini juga menjadi salah satu indikator meningkatnya permintaan masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Meskipun demikian, peningkatan inflasi pada periode laporan ini tercatat relatif terkendali di tengah kegiatan pengendalian inflasi di Jawa Tengah yang semakin baik. 75

76 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan II Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 3.16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Peningkatan inflasi pada triwulan II 2017 sejalan dengan ekspektasi harga 3 bulan ke depan berdasarkan hasil Survei Konsumen dan 6 bulan ke depan berdasarkan hasil Survei Pedagang Eceran. Pada periode sebelumnya, konsumen memandang bahwa harga secara keseluruhan akan meningkat pada triwulan laporan. Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 3.17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia Grafik 3.18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun pada triwulan II 2017, sejalan dengan penurunan inflasi inti secara keseluruhan. Penurunan tersebut terjadi di tengah adanya penguatan kurs/apresiasi Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp atau menguat 0,29% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp Inflasi Kota Kota di Provinsi Jawa Tengah Secara umum, enam kota pantauan yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah seluruhnya mencatatkan peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus, dari sebelumnya 4 Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI 76

77 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3,86% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,56% (yoy) pada triwulan II Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Purwokerto, meningkat dari sebelumnya 3,22% (yoy) menjadi 4,84% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.19 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.20 Perkembangan Inflasi Tahunan Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan II 2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,45%. Sementara pada triwulan I 2017, selisih tersebut sebesar 1,37%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus yang kemudian diikuti oleh Kota Cilacap dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 5,56% (yoy) dan 5,47% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 4,11% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.21 Inflasi Tahunan Enam Kota Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.22 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017 Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta kelompok perumahan, air, dan listrik. Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terpantau tinggi di Kota Tegal dan Kota Cilacap. Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan tarif angkutan selama periode mudik Lebaran serta serta kenaikan tarif pulsa ponsel. Sementara itu, kelompok perumahan, air, dan listrik terpantau tinggi di Kota Cilacap dan Kota Purwokerto seiring dengan penyesuaian TTL untuk pelanggan nonsubsidi. Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan administered prices yang tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Kudus, dan Cilacap. Adapun inflasi volatile 77

78 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah food yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Kudus, Purwokerto, dan Surakarta. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti yang berada di atas inflasi Jawa Tengah dijumpai di Kota Cilacap, Tegal, dan Semarang. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.23 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Disagregasi Inflasi Cilacap Berdasarkan disagregasinya, kelompok administered prices dan volatile food mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan I Sementara itu, kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami kenaikan inflasi menjadi 14,48% (yoy) atau 5,88% (qtq) pada triwulan II 2017, dari sebelumnya sebesar 6,65% (yoy) atau 4,88% (qtq) pada triwulan I Peningkatan ini terjadi seiring dengan penyesuaian TTL dan kenaikan berbagai macam tarif angkutan. Inflasi volatile food meningkat pada triwulan II Inflasi volatile food tercatat sebesar 2,08% (yoy) atau 1,63% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 0,99% (yoy) atau -1,36%(qtq). 78

79 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Peningkatan ini terjadi seiring dengan kebutuhan bahan pangan yang meningkat di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini turun menjadi 4,18% (yoy) dari 4,51% (yoy) pada triwulan I Penurunan ini juga terjadi untuk inflasi triwulanan yang mencatatkan inflasi 0,46% (qtq) dari sebelumnya 2,52% (qtq). Komoditas yang mendorong penurunan inflasi kelompok ini adalah turunnya harga batu bata/batu tela Disagregasi Inflasi Purwokerto Peningkatan inflasi tahunan Kota Purwokerto terutama didorong oleh kelompok administered prices dan volatile food. Adapun kelompok inti juga mencatatkan peningkatan inflasi tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto Inflasi tahunan administered prices meningkat pada triwulan II Inflasi administered prices tercatat sebesar 11,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,84% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok administered prices di Purwokerto ini terutama didorong oleh kenaikan harga TTL kenaikan tarif angkutan. Meskipun demikian, kelompok ini mencatatkan penurunan inflasi dari sebelumnya 5,08% (qtq) pada triwulan I 2017 menjadi 4,20% pada triwulan laporan. Secara tahunan kelompok volatile food Kota Purwokerto juga menunjukkan peningkatan inflasi. Kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar 6,24% (yoy) atau 2,61% (qtq) pada triwulan II 2017, lebih tinggi dari sebelumnya 3,72% (yoy) atau 0,07% pada triwulan I Peningkatan ini disebabkan kenaikan beberapa bahan pangan, meliputi bawang putih, daging ayam ras, dan bawang merah. 79

80 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik menjadi 2,48% (yoy) dari sebelumnya 2,35% (yoy) pada triwulan II Namun demikian, terjadi penurunan inflasi triwulanan menjadi 0,52% (qtq), lebih rendah dari triwulan lalu 1,23% (qtq) pada triwulan I Kenaikan pada kelompok ini terutama berasal komoditas makanan jadi, seperti kue basah dan martabak. Selain itu juga terdapat kenaikan tarif pulsa ponsel Disagregasi Inflasi Kudus Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi tahunan untuk kelompok administered prices dan volatile food. Sementara itu, kelompok inti mengalami penurunan inflasi. Meskipun demikian, terjadi penurunan inflasi triwulanan untuk seluruh kelompok. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus Inflasi tahunan kelompok administered prices mencatatkan inflasi 15,22% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 7,01% (yoy). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh penyesuaian TTL serta makanan jadi berupa nasi dengan lauk. Namun, inflasi triwulanan mencatatkan penurunan inflasi menjadi 5,55% (qtq), setelah sebelumnya inflasi 7,21% (qtq). Inflasi tahunan volatile food meningkat pada triwulan II Inflasi volatile food tercatat sebesar 7,63% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,73% (yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini terutama disumbang oleh kenaikan bawang putih dan bawang merah. Namun demikian, inflasi triwulanan mengalami penurunan menjadi 1,13% (qtq) dari 2,79% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan II 2017 turun menjadi 2,49% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,77% (yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga menurun pada triwulan II 2017 menjadi 0,45% (qtq), lebih rendah dari sebelumnya yang sebesar 0,85% (qtq). 80

81 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Penurunan yang terjadi pada kelompok ini terutama didorong oleh penurunan harga batu bata/ batu tela, semen, dan gula pasir Disagregasi Inflasi Surakarta Kota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada triwulan II 2017 jika dibandingkan dengan triwulan I Kenaikan inflasi tahunan terjadi pada kelompok administered prices dan volatile food, sementara kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi pada triwulan laporan. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta Inflasi tahunan kelompok administered prices meningkat menjadi 13,45% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya 5,93% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan kenaikan inflasi menjadi 5,29% (qtq) dari sebelumnya 5,14% (qtq). Kenaikan tarif listrik, tarif angkutan udara, dan angkutan antarkota menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pada kelompok ini. Inflasi tahunan volatile food juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,47% (yoy) atau 2,18% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 1,99% (yoy) atau -0,33% (qtq). Peningkatan pada kelompok ini terutama didorong oleh kenaikan harga bawang putih, daging ayam ras, dan beras. Sementara itu, kelompok inti mengalami penurunan inflasi, baik secara tahunan maupun triwulanan. Pada triwulan II 2017, inflasi inti mengalami penurunan menjadi 1,61% (yoy) atau -0,01% (qtq) dari sebelumnya 2,26% (yoy) atau 1,06% (qtq) pada triwulan I Penurunan kelompok ini terjadi seiring dengan menurunnya harga besi beton dan beberapa komoditas makanan jadi, seperti wafer, biskuit, dan susu. 81

82 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Disagregasi Inflasi Semarang Serupa dengan Kota Surakarta, Kota Semarang juga mengalami peningkatan inflasi tahunan pada triwulan II Berdasarkan disagregasinya, peningkatan terjadi pada kelompok administered prices dan volatile food. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang Inflasi kelompok administered prices meningkat menjadi 12,88% (yoy) pada triwulan II 2017, dari sebelumnya inflasi 6,64% (yoy) pada triwulan I Peningkatan kelompok ini terutama berasal dari kenaikan TTL dan angkutan antarkota. Meskipun demikian, inflasi secara triwulanan mengalami penurunan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 3,98% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,34% (qtq). Adapun inflasi tahunan volatile food pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,64% (yoy) atau 1,00% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 1,63% (yoy) atau -1,63% (qtq). Peningkatan inflasi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan harga daging ayam ras, bawang merah dan kentang seiring periode Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, inflasi kelompok inti menurun pada triwulan II 2017 menjadi 2,64% (yoy) atau 0,42% (qtq) dari sebelumnya 2,81% (yoy) atau 1,21% (qtq) pada triwulan I Penurunan inflasi pada kelompok ini didorong oleh meredanya tekanan harga komoditas batu bata dan gula pasir Disagregasi Inflasi Tegal Kota Tegal juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan II Peningkatan inflasi ini terjadi pada kelompok administered prices dan volatile food. Sementara itu, kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi. 82

83 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal Inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami peningkatan menjadi 16,19% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya 6,80% (yoy) pada triwulan II Inflasi triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 7,07% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar 4,59% (qtq). Serupa dengan kota-kota lainnya, inflasi kelompok administered prices di kota ini didorong oleh penyesuaian TTL dan kenaikan tarif angkutan antarkota. Peningkatan juga terjadi untuk kelompok volatile food. Kelompok ini mengalami peningkatan inflasi menjadi 2,31% (yoy) atau 2,66% (qtq) pada triwulan II 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar mencatatkan deflasi 1,33% (yoy) atau deflasi 1,78% (qtq). Peningkatan inflasi ini terutama berasal dari kenaikan harga daging ayam ras dan bawang merah. Sementara itu, inflasi inti mengalami penurunan pada triwulan II 2017, yakni 2,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,46% (yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga turun menjadi 0,38% (qtq) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,12% (qtq). Ditinjau berdasarkan komoditas, penurunan inflasi terutama dipengaruhi oleh harga komoditas bahan bangunan yang menurun, meliputi pasir, semen, dan besi beton Perkembangan Inflasi Triwulan III Inflasi Juli 2017 Pada Juli 2017 Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi yang terkendali, yakni sebesar 0,14% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya 0,61% (mtm) serta lebih rendah dibandingkan rata-rata historis selama lima tahun terakhir untuk periode Juli yang sebesar 1,21% (mtm). Lebih lanjut, capaian ini juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 0,22% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi Jawa Tengah sampai dengan Juli 2017 tercatat 83

84 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah 3,06% (ytd), dan secara tahunan tercatat 3,71% (yoy). Inflasi yang terjadi di bulan Juli 2017 ini terutama berasal kelompok volatile food dan administered prices. Sementara itu, kelompok inti mengalami peningkatan inflasi di bulan berjalan. Inflasi kelompok volatile food (VF) pada Juli 2017 menurun dibandingkan Juni 2017, ditopang koreksi harga pada beberapa komoditas pasca Idul Fitri, yaitu bawang putih, daging ayam, dan tomat sayur, serta meningkatnya pasokan aneka cabai di tengah panen cabai merah dan rawit. Kelompok ini mencatatkan deflasi 1,13% (mtm); lebih rendah dibandingkan Juni 2017 (0,79%; mtm) atau historis rata-rata lima tahun terakhir periode Juli (2,68%; mtm). Secara tahunan, inflasi kelompok VF turun menjadi 0,32% (yoy) dari sebelumnya 3,59% (yoy) pada Juni Kelompok administered prices mencatatkan inflasi 1,03% (mtm) pada Juli 2017, lebih rendah dibandingkan inflasi Juni 2017 yang sebesar 2,04% (mtm), maupun rata-rata historisnya yang sebesar 2,51% (mtm). Penurunan inflasi kelompok ini terutama berasal dari berakhirnya penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan daya 900 VA nonsubsidi. Adapun tekanan inflasi pada kelompok ini utamanya disumbang oleh komoditas angkutan udara dan angkutan antar kota. Tekanan inflasi kelompok inti pada Juli 2017 tercatat sebesar 0,25% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya (0,15%; mtm). Capaian inflasi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi Juli selama lima tahun terakhir (0,48%, mtm). Peningkatan inflasi inti tersebut terutama didorong oleh kenaikan biaya pendidikan Inflasi Triwulan III 2017 Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2017 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan II Faktor yang mendorong penurunan inflasi adalah telah memasuki masa panen untuk kelompok bahan pangan, terutama beras dan bawang merah. Selain itu, tidak adanya tekanan inflasi usai penyesuaian TTL 900 VA menyebabkan inflasi dari kelompok barang yang diatur pemerintah diperkirakan rendah. Adapun tekanan dari sisi permintaan diperkirakan relatif moderat di tengah Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Adha. Lebih lanjut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah senantiasa berupaya memperbaiki distribusi logistik dan menjaga ketersediaan pasokan sehingga inflasi triwulan III 2017 diperkirakan masih berada pada rentang atas sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1%. Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan volatile food diperkirakan menurun. Secara pasokan, penurunan ini sejalan dengan memasukinya masa panen beras dan bawang merah sesuai dengan pola historisnya. BULOG Divisi Regional Jawa Tengah memprediksi peningkatan penyerapan beras tersebut mengingat di beberapa daerah mulai memasuki masa panen, di antaranya Demak, Grobogan, dan Pati 84

85 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah dan kondisi ini akan terus meningkat mengingat musim panen yang jatuh pada triwulan III Sebelum libur Lebaran, tingkat serapan beras per hari dapat mencapai ton dengan 30 persen di antaranya merupakan kontribusi dari BULOG Subdivre Semarang. Pada Juli 2017, ketersediaan beras di gudang BULOG mencapai ton atau cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga enam bulan ke depan. Inflasi tahunan kelompok administered prices diperkirakan meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA. Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei Selain itu, tarif berbagai angkutan; meliputi angkutan udara, antarkota, dan dalam kota, serta tarif kereta api, diperkirakan meningkat seiring tingginya permintaan untuk mudik Lebaran. Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar hingga Juni 2017 dan penundaan kebijakan distribusi tertutup LPG 3 kg diperkirakan mampu menahan inflasi agar tidak lebih tinggi. Inflasi kelompok inti juga diperkirakan relatif stabil. Tekanan inflasi inti berasal dari kelompok biaya pendidikan dan perlengkapan pendidikan seiring telah dimulainya tahun ajaran baru untuk berbagai tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga akademi/universitas. Peningkatan permintaan secara moderat juga terjadi seiring adanya perayaan/hajatan Idul Adha. Adapun percepatan infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah juga diperkirakan berpotensi menyebabkan peningkatan permintaan untuk bahan bangunan. Meskipun demikian, tekanan inflasi inti diperkirakan tertahan dengan terjaganya pasokan gula pasir seiring kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah diterapkan oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 27/M-DAG/PER/5/2017, regulasi ini menetapkan harga acuan gula tani menggunakan HPP yaitu sebesar Rp9.100/kg dan HET gula ditingkat konsumen Rp12.500/kg hingga 5 September Lebih jauh, stabilnya inflasi kelompok inti tercermin dari ekspektasi harga di tingkat konsumen dan pedagang. Hasil Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran menunjukkan adanya penurunan ekspektasi harga pada level moderat untuk 3 & 6 bulan yang akan datang. Meskipun demikian, terdapat tekanan yang berasal dari meningkatnya permintaan di tengah perayaan Idul Adha dan biaya pendidikan seiring telah dimulainya tahun ajaran baru. 85

86 Bab 3. Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 3.37 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran 3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan bahan pangan strategis, TPID Provinsi Jawa Tengah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan sampai dengan Juli 2017, antara lain sbb: a) Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-kawasan Jawa. Dalam rangka meningkatkan koordinasi pengendalian inflasi di Kawasan Jawa, pada 17 Juli Kawasan Jawa. b. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID. PID se- Niaga Pangan Melalui Penguatan Infrastruktur dan Pemanfaatan Teknologi Digital untuk, dilaksanakan pada Kamis, 27 Juli 2017 lalu di Jakarta. Rapat dipimpin langsung oleh Presiden RI, Bp. Joko Widodo dan dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, sejumlah Menteri, Kepala Instansi Pemerintah dan Kepala Pemerintah Provinsi. Pada kesempatan tersebut TPID Provinsi Jawa Tengah berhasil meraih penghargaan sebagai TPID Terinovatif se-kawasan Jawa c) Pengembangan SiHaTi Generasi III SiHaTi Gen.III merupakan integrasi antara 3 (tiga) aplikasi yaitu pertama, SiHaTi Data Produksi yang merupakan aplikasi berbasis android yang memungkinkan petani atau peternak di daerah sentra untuk mencatatkan informasi terkait produksi (meliputi: jumlah dan perkiraan panen, harga jual, serta kendala yang dihadapi). Kedua, SiHaTi Mobile Application atau yang sering disebut SiHaTi Gen.II Ketiga, aplikasi SiHaTi Masyarakat yang memungkinkan masyarakat luas untuk memantau perkembangan harga di pasar-pasar utama di 35 Kabupaten/Kota se-jawa Tengah. Aplikasi ini dapat diunduh di playstore android secara gratis. 86

87 S U P L E M E N SUPLEMEN 2 Potensi Pengembangan Bawang Putih Tawangmangu Super Sebagai Upaya Pengendalian Inflasi Dalam rangka program pengendalian inflasi, sejak tahun 2016 KPw BI Solo telah melakukan pengembangan Klaster Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar. Potensi bawang putih di daerah tersebut cukup besar. Luas panen bawang putih di tahun 2013 seluas 89 Ha dengan produksi mencapai kuintal (BPS Prov. Jawa Tengah, 2016). Luas panen bawang putih di Kabupaten Karanganyar tersebut memberikan kontribusi sebesar 12% terhadap luasan bawang putih di Provinsi Jawa Tengah dan menempati urutan ketiga setelah Kabupaten Temanggung dan Tegal. Pada tahun 2015, luas lahan bawang putih di Tawangmangu terus bertambah menjadi 120 Ha. Bawang putih dari Kabupaten Karanganyar lebih berkualitas daripada bawang putih varietas Kating yang diimpor dari Cina karena rasanya yang lebih pedas. Varietas bawang putih yang dikembangkan dalam Klaster tersebut adalah Tawangmangu Baru dengan ukuran umbi yang lebih besar, produktivitas ±17-18 ton per hektar, dan karakteristik yang menyerupai bawang putih impor. Dengan adanya pengembangan klaster bawang putih tersebut, diharapkan dapat sedikit mengurangi ketergantungan pasar domestik terhadap bawang putih impor. Produksi bawang putih nasional menurun drastis dari ton pada tahun 1996 hingga hanya sekitar ton pada tahun 2014, sedangkan konsumsi cenderung naik yaitu sekitar ton. Penurunan produksi bawang putih secara drastis ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah membuka kran impor bawang putih yang kualitasnya lebih baik dan harga lebih rendah. Di Cina, produktivitas bawang putih sangat tinggi yaitu sekitar 23 ton per Ha, sedangkan di Indonesia rata-rata produksi hanya sekitar 8 ton per Ha simpan kering sehingga harga bawang putih Cina lebih rendah daripada bawang putih lokal. Akan tetapi, nutrisi bawang putih lokal lebih baik daripada bawang putih impor, khususnya pada prosentase protein, lemak, kalium dan beberapa vitamin. Dari pantauan harga PIHPS Soloraya, harga bawang putih mengalami peningkatan yang cukup signifikan saat bulan April sampai dengan Juni 2017, di saat pasokan bawang putih impor sangat terbatas, kemudian kembali turun setelah pasokan dari impor kembali melimpah sebagaimana terlihat pada grafik berikut : 87

88 S U P L E M E N Grafik 1. Perkembangan Harga Bawang Putih di Soloraya Tahun 2017 Sumber: Berdasarkan data historis, bawang putih ini merupakan salah satu komoditas ketahanan pangan yang menjadi penyumbang inflasi utama pada tahun Produktivitas bawang putih lokal yang masih rendah dibandingkan impor, menjadikan harganya lebih tinggi dan kurang diminati oleh pasar. Padahal, bawang putih lokal memiliki berbagai keunggulan antara lain nutrisi yang lebih tinggi dan jaminan sistem budidaya yang bisa dilihat langsung ke lokasi. Dengan dilakukan pengembangan bibit bawang putih lokal yang lebih unggul (lebih besar, daya simpan lebih lama dan lebih tahan terhadap penyakit), maka dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas bawang putih lokal, sehingga bisa menjadi bawang putih premium. KPw Bank Indonesia Solo bersama Prof. Dr. Ir. Sobir, MSi, Guru Besar Institut Pertanian Bogor yang juga merupakan ahli bawang putih di Indonesia menyatakan komitmen untuk mendukung Tawangmangu sebagai kantong bibit bawang putih unggul dengan brand Tawangmangu Super Varietas ini merupakan varietas Tawangmangu Baru yang dikembangkan dengan pemuliaan melalui Gambar 1. Bibit Bawang Putih Tawangmangu penggandaan kromosom, dengan memilih bibit Super yang besar, daya simpan yang lama dan tidak terkena penyakit. Dengan demikian, akan didapatkan produk unggul dengan umbi yang lebih besar, produktivitas lebih tinggi dan meningkatkan efisiensi biaya. Untuk meningkatkan kualitas bawang putih lokal menyamai bawang putih impor, program peningkatan kualitas Dimensi China, Rasa dan Kualitas Indonesia ini mulai dibudidayakan pada bulan Mei 2017 dan akan dapat dilihat hasilnya pada bulan September atau Oktober

89 S U P L E M E N Bawang Putih Kromosom Ganda Kemampuan vegetatif dan generatif semakin meningkat 1. Bentuk fisik yang semakin besar 2. Jumlah anakan yang semakin banyak 3. Ketahanan terhadap penyakit 4. Jumlah bunga dan biji yang lebih banyak Gambar 2. Pengembangan Varietas Bawang Putih Tawangmangu Super Untuk mengoptimalkan hasil Tawangmangu Super, maka KPw BI Solo juga telah meningkatkan pengetahuan petani anggota klaster tentang perlakuan bibit yang dihasilkan dengan metode penggandaan kromosom. Selain itu, seiring dengan perubahan cuaca yang ekstrim dan kurang bisa terprediksi, tantangan dalam budidaya bawang putih ini semakin berat. Peningkatan kapasitas petani bawang putih Gambar 3. Pelatihan Pengembangan dalam teknis budidaya yang ramah lingkungan dan mengarah Bawang Putih Tawangmangu Super ke organik perlu dilaksanakan. Aplikasi sistem pertanian organik ini dilaksanakan secara mandiri yaitu dengan menyediakan starter sendiri sehingga tidak tergantung starter pabrikan yang cukup mahal dan terkadang sulit didapatkan. Untuk meningkatkan kualitas bawang putih lokal, petani harus melaksanakan pemuliaan dengan memilih bibit unggul sejak dini dan menyediakan bibit sendiri (tidak menjual semua hasil panen dan membeli bibit dari pasar). Gambar 4. Proses Pengembangan Bawang Putih Tawangmangu Super Setelah dilakukan pembuatan bibit Tawangmangu Super, KPw BI Solo telah melakukan uji coba penanaman bawang putih Tawangmangu Super tersebut di klaster binaan dengan luas tanam sekitar 400 m2. Uji coba tersebut diharapkan dapat menjadi pilot project pengembangan bawang putih dengan rasa dan kualitas lokal, namun dengan dimensi impor (Cina) sehingga dapat menghasilkan bawang putih dengan produktivitas yang lebih baik, dapat memenuhi kebutuhan bawang putih lokal, dapat mengurangi ketergantungan terhadap bawang putih impor, dan pada akhirnya harga bawang putih menjadi lebih stabil. Gambar 5. Uji Coba Penanaman Bawang Putih 89

90 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tekanan terhadap stabilitas keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 meningkat sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian. Menurunnya kerentanan sektor korporasi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercermin dari memburuknya beberapa indikator kinerja utama korporasi. Namun demikian pada triwulan II 2017, kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami peningkatan Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2016 sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada periode tersebut. Indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi peningkatan tekanan tersebut yang utamanya disebabkan oleh penurunan kinerja korporasi. Sementara itu, meskipun kinerja perekonomian pada triwulan II 2017 menunjukkan perlambatan, namun kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami perbaikan setelah mengalami perlambatan pada triwulan I Pertumbuhan aset dan penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah menunjukkan peningkatan, berlawanan dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya yang menunjukkan perlambatan Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan I Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Ketidakpastian perekonomian global yang didorong oleh kebijakan proteksionisme pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) berpotensi memberikan dampak negatif bagi kinerja korporasi Jawa Tengah, mengingat AS masih merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor Jawa Tengah dengan pangsa pasar 27,46% pada tahun Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga menambah tekanan bagi kinerja ekspor korporasi Jawa Tengah Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Kinerja korporasi pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah yang menunjukkan penurunan kegiatan usaha dibandingkan triwulan IV Berdasarkan hasil SKDU tersebut, saldo bersih tertimbang untuk Realisasi Perkembangan Kegiatan Usaha mengalami penurunan menjadi 14,24 pada triwulan I 2017 dari nilai 19,46 pada triwulan IV

91 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 50,0 % SBT 40,0 37,47 30,0 20,0 10,0 14,24 0,0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Grafik 4.1 Indeks Realisasi Perkembangan Dunia Usaha Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II* Realisasi Kegiatan Dunia Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha Penurunan kinerja korporasi ini juga tercermin dari penurunan penyerapan tenaga kerja korporasi pada triwulan I Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penggunaan tenaga kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan penurunan penyerapan tenaga kerjadari 0,26% pada triwulan IV menjadi -11,61% pada triwulan I % SBT I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.2 Penyerapan Tenaga Kerja Kinerja keuangan korporasi 5 juga tercermin dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) yang turut mengalami penurunansetelah sempat mengalami peningkatan pada triwulan IV Penurunan kinerja korporasi juga terlihat dari indikator asset turnover 6 yang turun dari 0,20 pada triwulan IV 2016 menjadi 0,16. 5 Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah terhadap 3 (tiga) korporasi terbuka di Jawa Tengah 6 Indikator rasio penjualan terhada total aset ini menunjukkan tingkat produktivitas korporasi dalam mendayagunakan asetnya. 91

92 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 6% 30% 5% 25% 4% 3% 2% 20% 15% 1% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I ROA ROE 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah Tengah Peningkatan Debt to Equity Ratio (DER) juga mengindikasikan peningkatan risiko ketahanan korporasi dalam jangka panjang (solvabilitas). Sejalan dengan hal tersebut, rasio Total Aset/Total Liabilitas (TA/TL) korporasi Jawa Tengah juga menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 1,78.Penurunan rasio TA/TL dan DER tersebut disebabkan tingkat pertumbuhan utang yang lebih tinggi (12,96; mtm) dibandingkan pertumbuhan ekuitas (3,87%; mtm). 1,4 1,3 1,2 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 I II III IV I II III IV I II III IV I 2,4 2,3 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 I II III IV I II III IV I II III IV I DER TA/TL Grafik 4.5 Perkembangan DER Korporasi Jawa Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Korporasi Tengah Jawa Tengah Meskipun mengalami penurunan kinerja keuangan, beban utang korporasi Jawa Tengah dalam pada triwulan I pada 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV Rasio beban utang korporasi (Debt Service Ratio) korporasi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat 1,29; lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 3,71. 92

93 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sejalan dengan hal tersebut kemampuan korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga pinjaman juga cenderung meningkat, tercermin dari nilai Interest Coverage Ratio (ICR) yang menunjukkan peningkatan menjadi 2,13 dari 1,60 pada triwulan IV I II III IV I II III IV I II III IV I DSR ICR Grafik 4.7 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah Ketahanan likuiditas jangka pendek korporasi Jawa Tengah juga lebih baik dibandingkan triwulan IV Hal tersebut tercermin dari Current Ratio (CR) yang mengalami peningkatan menjadi 3,41 pada triwulan I 2017 dibandingkan 2,93 pada triwulan sebelumnya. 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I Current Ratio Grafik 4.8 Perkembangan CR Korporasi Jawa Tengah Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan II Dengan tren perlambatan ekonomi yang berlanjut pada triwulan II 2017, kinerja perbankan di Jawa Tengah juga menunjukkan perkembangan yang beragam. Ekspansi kredit di beberapa sektor lapangan usaha utama cenderung terbatas. Namun kualitas kredit tetap terjaga dengan baik di mana rasio Non-Performing Loan (NPL) triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu. 93

94 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Pada triwulan II 2017, sektor pertanian sebagai salah satu lapangan usaha utama di Jawa Tengah mengalami kontraksi -1,85% (yoy). Penurunan kinerja sektor pertanian diikuti oleh perlambatan penyaluran kredit yang hanya tumbuh sebesar 18,81% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 23,75% (yoy). Penurunan kinerja sektor pertanian selanjutnya menahan perbaikan kualitas kredit di mana rasio NPL tertahan di level 9,93% setelah sebelumnya terus mengalami perbaikan dari sebesar 14,04% pada triwulan III 2015 hingga sebesar 11,26% pada triwulan iv Setelah sempat mengalami periode pertumbuhan tinggi pada triwulan III 2015 hingga triwulan IV 2016, pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi mengalami koreksi dan melambat sejak sejak awal tahun Perlambatan ekonomi sektor konstruksi dari sebesar 6,40% pada triwulan I 2017 menjadi 4,45% pada triwulan II 2017, selanjutnya berdampak pada perlambatan ekspansi kredit sektor konstruksi di triwulan II 2017 yang hanya tumbuh 26,31% (yoy) atau melambat dari 59,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, kualitas kredit sektor konstruksi menunjukkan rasio NPL sebesar 3,77% atau mengalami perbaikan dibandingkan triwulan lalu sebesar 4,11%. 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I II 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II 5% 4% 4% 3% 3% 2% 2% 1% 1% 0% Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Pertanian Pertumbuhan Kredit Sektor Pertanian NPL Kredit Sektor Pertanian (RHS) Grafik 4.9 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Pertanian Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Konstruksi Pertumbuhan Kredit Sektor Konstruksi NPL Kredit Sektor Konstruksi (RHS) Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Konstruksi Walaupun secara umum pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mengalami perlambatan, lapangan usaha industri pengolahan mengalami perbaikan pada triwulan ini dengan pertumbuhan mencapai 5,26% (yoy), atau meningkat dibandingkan 4,11% (yoy) pada triwulan I Hal ini sejalan dengan realisasi kredit di sektor industri pengolahan yang juga mengalami pertumbuhan sebesar 13,09% (yoy) dari 4,33% (yoy) pada triwulan lalu. Kualitas 94

95 Bab 4.Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM kredit di sektor industri pengolahan juga terus mengalami perbaikan sejak triwulan II 2016 yang sebesar 5,97% hingga mencapai level 2,13% pada triwulan II Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran terus mengalami peningkatan sejak triwulan III 2016, dengan pertumbuhan 8,08% (yoy) pada triwulan II 2017 membaik dari kinerja pada triwulan lalu yang sebesar 5,19% (yoy). Namun demikian pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran mengalami penurunan pada triwulan ini dengan tumbuh hanya 4,90% (yoy) dari periode sebelumnya 14,71%(yoy). Perlambatan ekspansi kredit ini sebagai koreksi terhadap pertumbuhan kredit yang telah berjalan agresif sejak pemulihan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III 2016 lalu. Demikian pula dengan kualitas kredit yang cenderung stabil dengan rasio NPL 3,9% pada triwulan II 2017 dibandingkan periode I 2017 sebesar 3,88%. 95

96 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 35% 7% 35% 5% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II 4% 3% 2% 1% 0% Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Pertumbuhan Kredit Sektor Industri Pengolahan NPL Kredit Sektor Industri Pengolahan (RHS) Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, dan Risiko Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran NPL Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (RHS) Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan II Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Perlambatan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mendorong peningkatan kerentanan pada sektor rumah tangga yang tercermin melalui rasio Non-Performing Loan (NPL) pada kredit rumah tangga khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2017 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) triwulan II 2017 yang tercatat 126,19; lebih tinggi dibandingkan rata-rata IKK triwulan sebelumnya yang tercatat 125,70. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi 7 Jawa Tengah yang tercatat sebesar 8,97% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,76% (yoy) Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan triwulan I DPK RT pada triwulan tercatat tumbuh sebesar 9,79% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat tumbuh sebesar 11,98% (yoy). Sektor DPK RT masih mendominasi 7 Berdasarkan lokasi proyek 96

97 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM pangsa DPK Perbankan di Jawa Tengah. Pangsa DPK RT terhadap DPK perbankan Jawa Tengah juga cenderung stabil pada rasio 71,58% atau relatif sama dengan pangsa pada triwulan I 2017 sebesar 71,57%. 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00-5,00 % YOY I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II RATA-RATA PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK, Perseorangan, dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan, dan Bukan Peseorangan Jawa Tengah Peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan II 2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan pada seluruh komponen. Pada triwulan laporan, deposito RT mengalami pertumbuhan 10,39% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 9,17% (yoy). Sedangkan pertumbuhan komponen tabungan RT mengalami perlambatan dari 14,14% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 9,69% (yoy) pada triwulan ini. Hal ini berlawanan dengan pola historisnya, di mana pertumbuhan tabungan RT lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan deposito. Sedangkan pertumbuhan giro RT mengalami pertumbuhan sebesar 6,11% (yoy); lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 0,03% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, ditinjau berdasarkan kelompok nilainya, ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap deposan nilai besar perseroangan masih tinggi. Tercatat pada triwulan II 2017, sebanyak 0,03% dari jumlah deposan perseorangan dengan nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar menguasai 17,38% dari nilai keseluruhan tabungan perseorangan di Jawa Tengah. Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya 97

98 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kredit Perseroangan di Perbankan Walaupun kinerja ekonomi Jawa Tengah mengalami perlambatan pada triwulan II 2017, penyaluran kredit RT mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit RT pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 8,97% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 8,76% (yoy). Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan Kredit Konsumsi Multiguna dan Lainnya yang tumbuh sebesar 10,59% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 7,99% (yoy). Demikian pula, dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang masing-masing tumbuh 6,63% (yoy) dan 6,03% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 5,66% (yoy) dan 2,16% (yoy). Kenaikan pertumbuhan penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Perlengkapan RT pada triwulan ini mengalami perbaikan setelah sebelumnya mengalami perlambatan pada triwulan I 2017, sejalan dengan perbaikan pada ekspektasi konsumen yang tercermin dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) triwulan II Pada triwulan laporan IKK tercatat sebesar 124,08 membaik dari triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 123,2. Sesuai dengan pola historisnya, pangsa kredit RT masih didominasi oleh komponen Kredit Multiguna dan Lainnya sebesar 64,07%; yang kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 24,01% dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sebesar 11,73%. Selanjutnya, pangsa Kredit Multiguna dan Lainnya akan semakin dominan karena tren pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan KPR dan KKB. 98

99 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 30 %, yoy %, yoy % % 80% 70% 60% 50% 40% % -5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II TOTAL KPR % 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II KKB Kredit Multiguna dan Lainnya PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN Kredit Perlengkapan RT MULTIGUNA Kredit Kendaraan Bermotor LAINNYA Kredit Pemilikan Rumah Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah Sementara itu, sejalan dengan perlambatan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2017, kualitas kredit RT Jawa Tengah juga cenderung menunjukkan peningkatan risiko kerentanan, khususnya pada komponen Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Peningkatan rasio NPL terjadi hampir di seluruh kategori KPR, khususnya kategori Pemilikan Flat atau Apartemen Tipe 21 yang meningkat tajam dari 1,63% pada triwulan I 2017 menjadi 4,25% pada triwulan ini. Sementara itu, peningkatan risiko kerentanan pada Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) khususnya terjadi kategori Pemilikan Kendaraan Bermotor Lainnya yang meningkat tajam dari 0,37% pada triwulan I 2017 menjadi 1,72% pada triwulan II

100 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah 4.2. Kondisi Umum Perbankan 8 Jawa Tengah Seiring dengan perlambatan perekonomian Jawa Tengah di triwulan II 2017, indikator utama kinerja perbankan di Jawa tengah menunjukkan hasil yang beragam. Pertumbuhan aset dan kredit perbankan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan I 2017, sedangkan DPK perbankan Jawa Tengah menunjukkan perlambatan. Secara tahunan, total aset perbankan di Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang meningkat pada triwulan II Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 15,11% (yoy) pada triwulan laporan, atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 13,04% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp 342,28 Miliar. Laju pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada triwulan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan aset perbankan nasional yang tercatat sebesar 11,43% (yoy) pada triwulan laporan. 8 Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 100

101 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NASIONAL PROVINSI BANTEN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TIMUR PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Grafik 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Pulau Jawa Walaupun pertumbuhan aset melambat, fungsi intermediasi perbankan Jawa tengah menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah tumbuh 9,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 9,12% (yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah yang tersalurkan pada triwulan ini tercatat sebesar Rp247,48 Triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan Nasional yang tumbuh sebesar 7,81% (yoy). Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2017, berlawanan dengan arah pertumbuhan kredit perbankan nasional maupun perbankan di Jawa yang seluruhnya menunjukkan arah perlambatan. 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NASIONAL PROVINSI BANTEN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TIMUR PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Grafik 4.18 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan di Pulau Jawa Berbeda dengan kondisi pada indikator aset dan kredit perbankan, pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK 101

102 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM tumbuh sebesar 12,43% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 12,78% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah utamanya disebabkan menurunnya pertumbuhan komponen tabungan yang melambat dari 14,60% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,91% (yoy) pada triwulan II Namun demikian, dibandingkan DPK nasional sebesar Rp5.046 Triliun yang tumbuh 10,32% (yoy) pada triwulan II 2017, DPK Jawa tengah tumbuh lebih tinggi dengan pertumbuhan sebesar 12,43% (yoy). Posisi DPK Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat adalah sebesar Rp252,99 Triliun. Komposisi DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan pangsa komponen utama tabungan (49,58%) diikuti oleh deposito (36,22%) dan giro (14,57%). 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NASIONAL PROVINSI BANTEN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TIMUR PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Grafik 4.19 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan di Jawa Tengah Walaupun kondisi perekonomian Jawa Tengah mengalami perlambatan, kualitas kredit perbankan Jawa Tengah mengalami perbaikan pada triwulan II Rasio Non-Performing Loan (NPL) pada triwulan II 2017 berada pada level 2,64% atau membaik dibandingkan NPL triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,06%. Perbaikan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah ini juga sejalan dengan tren perbaikan kualitas kredit nasional dan Pulau Jawa secara keseluruhan. Namun demikian rasio NPL kredit perbankan Jawa Tengah masih termasuk yang tertinggi setelah Jawa Barat yang sebesar 3,30%. 102

103 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4,00% 3,50% 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NASIONAL PROVINSI BANTEN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TIMUR PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Grafik 4.20 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan (NPL) Kredit Perbankan Jawa Tengah Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Rasio LDR perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,82%; meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 96,74%. Meskipun mengalami penurunan pada triwulan laporan, rasio LDR perbankan Jawa Tengah masih lebih tinggi dibandingkan rasio LDR perbankan nasional yang tercatat sebesar 89,73%. Rasio LDR perbankan Jawa Tengah masih merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa. 50,00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012 NASIONAL PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI BANTEN PROVINSI DKI JAKARTA PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TIMUR Grafik 4.21 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) Perbankan Jawa Tengah 103

104 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Rp Triliun ASET DPK KREDIT % 110% 105% % % 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 90% Grafik 4.22 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah ASET DPK Grafik 4.23 Perkembangan Pertumbuhan Indikator Perbankan Jawa Tengah 4.3. Perkembangan Bank Umum Perkembangan Jaringan Kantor Bank Jumlah jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah tercatat sebesar kantor atau menurun dibanding triwulan I 2017 yang tercatat sebanyak kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional khususnya pada infrastruktur kantor cabang pembantu yang telah berkurang sebanyak 58 kantor dari jumlah semula kantor menjadi kantor pada triwulan ini. Pengurangan kantor cabang pembantu tersebut umumnya didasarkan pada alasan efisiensi biaya operasional sekaligus mengoptimalkan agen Layanan Keuangan Digital yang telah berjalan di masyarakat. Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa Tengah 104

105 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut berlangsung pada seluruh komponen yaitu tabungan, deposito, dan giro. Pada triwulan II 2017, komponen DPK berupa tabungan tumbuh melambat sebesar 11,91% (yoy) dari 14,60% (yoy) pada triwulan I Perlambatan tersebut khususnnya disebabkan kontraksi pada tabungan Pemerintah Pusat (-,37%; yoy) maupun Pemerintah Daerah (71,66%; yoy). Kontraksi tersebut diperkirakan sebagai dampak kebijakan pengetatan anggaran di tingkat Pusat maupun Provinsi. Tabungan perseorangan yang menjadi komponen utama pembentuk tabungan perbankan di Jawa Tengah dengan pangsa 94,58%; hanya mampu tumbuh sebesar 9,69% (yoy) pada triwulan II 2017, atau melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang h sebesar 14,14% (yoy). Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 12,01% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 13,23% (yoy). Sejalan dengan perlambatan komponen tabungan, pertumbuhan komponen deposito juga mengalami perlambatan pada rekening sektor Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah yang mengalami kontraksi sebesar87,23% (yoy) pada triwulan II 2017, atau mengalami kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 17,55% (yoy). Sementara itu, deposito perseorangan yang merupakan komponen utama deposito perbankan Jawa Tengah dengan pangsa sebesar 62,94%, mengalami pertumbuhan sebesar 10,39% (yoy) pada triwulan II 2017 atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 9,17% (yoy) Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 15,39% (yoy) atau meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 6,12% (yoy). Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah terutama didorong oleh pertumbuhan giro oleh sektor swasta bukan lembaga keuangan yang tumbuh 23,20% (yoy) pada triwulan ini, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 18,10% (yoy). Pangsa giro sektor swasta bukan lembaga keuangan mencapai 41,84% dari giro perbankan Jawa Tengah. 105

106 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Rp Triliun GIRO TABUNGAN DEPOSITO %, YOY DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 4.24 Perkembangan DPK Perbankan Umum Jawa Tengah Grafik 4.25 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan Jawa Tengah Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap deposan besar pada triwulan laporan masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09% penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 42,79% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah. Tabel 4.4 Pengelompokan DPK Berdasarkan Nilai Penyaluran Kredit Berlawanan dengan kinerja perekonomian Jawa Tengah, laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 meningkat. Penyaluran kredit perbankan pada triwulan II 2017 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,27% (yoy), meningkat dibandingkann triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 9,12% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut berlawanan dengan arah pertumbuhan kredit perbankan nasional maupun perbankan di Jawa yang seluruhnya menunjukkan arah perlambatan. Selain itu, laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan kredit nasional yang tecatat sebesar 7,81% (yoy). 106

107 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa 32,54% dari total nilai kredit. Sektor utama lainnya yaitu Industri Pengolahan, memiliki pangsa kredit sebesar 19,01% diikuti oleh sektor Pertanian yang memiliki pangsa 3,33%. Rasio penyaluran kredit pada sektor Pertanian tersebut masih sangat kecil dengan kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB Jawa Tengah sebesar 13,45% pada triwulan II Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa 53,59%. Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,15% dan 16,26% dari total kredit perbankan Jawa Tengah I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN Grafik 4.26 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN Grafik 4.27 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 didorong oleh 3 (tiga) sektor ekonomi utama Jawa Tengah yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, sektor industri pengolahan, serta sektor pertanian. Setelah sebelumnya mengalami perlambatan sejak triwulan II 2016 hingga triwulan I 2017, penyaluran 107

108 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM kredit sektor perdagangan besar dan eceran tercatat meningkat signifikan sebesar 5,01% (yoy) pada triwulan II-2017, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebsar 1,60% (yoy). Peningkatan ini juga mendorong peningkatan kinerja kredit perbankan Jawa Tengah secara keseluruhan dikarenakan pangsa kredit sektor perdagangan besar dan eceran berkontribusi sebesar 32,54% dari total nilai penyaluran kredit. Selain itu, pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan juga tercatat meningkat menjadi sebesar 10,61% (yoy) pada triwulan II 2017, setelah sebelumnya tumbuh 6,42% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, meskipun pangsa kredit sektor pertanian hanya sebesar 3,33% dari total nilai kredit, sektor pertanian juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan kredit sebesar 12,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 9,09% (yoy). Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan II 2017 didorong oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja pada triwulan laporan tumbuh sebesar 9,31% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tecatat 8,27% (yoy). Sedangkan kredit investasi justru menunjukkan perlambatan dari 13,34% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 10,99% (yoy) pada triwulan ini %, YOY MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 4.28 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,90% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar 51,10% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata. Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal tersebut terlihat dari 1,23% debitur di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai 51,10% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah. 108

109 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Berdasarkan data triwulan II 2017, mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 Miliar merupakan golongan debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan. Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan perbankan secara umum mengalami mengalami penurunan pada triwulan II 2017 kecuali untuk kategori deposito. Suku bunga simpanan dalam bentuk giro mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 2,38% dari 2,51% pada I Suku bunga tabungan juga menunjukkan penurunan dari sebesar 1,33% pada triwulan I 2017 menjadi 1,30% pada triwulan ini. Sementara itu suku bunga deposito relatif stabil di level 6,03%, dengan ragam variasi suku bunga di setiap kategori jangka waktu. Suku bunga deposito mengalami peningkatan pada varian jangka waktu 6 (enam) dan 36 (tiga puluh enam) bulan. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga pinjaman pada triwulan II 2017 juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada jenis penggunaan investasi dan konsumsi. Suku bunga pinjaman untuk jenis penggunaan investasi turun dari 11,29% pada triwulan I 2017 menjadi 11,15% pada triwulan ini. Demikian pula dengan suku bunga pinjaman untuk jenis penggunaan konsumsi yang turun menjadi 12,60% pada triwulan II 2017 dari level 12,80% pada triwulan I Sedangkan bunga pinjaman untuk penggunaan modal kerja justru meningkat tipis dari 11,49% pada triwulan lalu menjadi 11,53% pada triwulan II Hal ini diperkirakan sebagai dampak peningkatan penyaluran kredit modal kerja yang cukup tinggi pada triwulan berjalan. Secara umum, tren penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru, yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter yang baru tersebut sudah sudah berlaku sejak tanggal 19 Agustus

110 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan pada triwulan II 2017 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,80% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 11,29% (yoy). Pertumbuhan tersebut adalah yang terendah dalam 4 tahun terakhir dimana rata-rata pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah tercatat 13,60% (yoy). % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan Aset BPR Jawa Tengah % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Tabungan BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Deposito BPR Jawa Tengah Grafik 4.29 Perkembangan Aset BPR Jawa Tengah Grafik 4.30 Perkembangan DPK BPR Jawa Tengah Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat 10,25% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 11,35% (yoy). Perlambatan DPK BPR Jawa Tengah disebabkan oleh perlambatan di seluruh komponen DPK BPR, yaitu deposito dan tabungan. Komponen deposito BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 9,06% (yoy) pada triwulan ini, atau melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 9,55%. Tabungan BPR Jawa Tengah juga tumbuh melambat menjadi sebesar 11,87% (yoy) dari 13,91% (yoy) pada triwulan sebelumnya. 110

111 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Modal Kerja BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Investasi BPR Jawa Tengah Pertumbuhan Kredit Konsumsi BPR Jawa Tengah 40 % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Pertumbuhan Kredit BPR Keseluruhan Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Pertanian Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Pertumbuhan Kredit BPR Sektor Rumah Tangga - Skala Kanan Grafik 4.31 Perkembangan Kredit BPR Jawa Tengah Grafik 4.32 Perkembangan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan berdasarkan Sektor Utama Sejalan dengan kinerja perekonomian daerah, pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat 12,91% (yoy), melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 13,17% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi pada seluruh komponen kredit BPR Jawa Tengah, dengan penurunan terbesar khususnya pada komponen kredit konsumsi yang melambat menjadi sebesar 6,12% (yoy) dari sebelumnya 8,64% (yoy) pada triwulan I Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit BPR Jawa Tengah disumbang oleh komponen kredit sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan besar. Perlambatan kredit terutama terjadi pada sektor ekonomi pertanian yang melambat menjadi 7,88% (yoy) pada triwulan II 2017 dari sebesar 10,84% dari triwulan sebelumnya. Sedangkan sektor rumah tangga tumbuh lebih tinggi, dengan pertumbuhan 4,35% (yoy) pada triwulan II 2017, setelah mengalami kontraksi 4,82% (yoy) pada triwulan lalu. Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan II 2017, kualitas kredit BPR Jawa Tengah juga mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan II 2017 menjadi 7,51% dibandingkan 7,06% pada triwulan I Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan NPL BPR terjadi di sleuruh komponen sektor ekonomi utama Jawa Tengah. NPL BPR Jawa Tengah untuk sektor pertanian dan kehutanan meningkat menjadi 10,81% pada triwulan II 2017 dari sebesar 9,40% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan risiko juga terjadi pada sektor utama perdagangan besar dan eceran yang mengalami peningkatan NPL dari tingkat 9,14% pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 9,47% pada triwulan II

112 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV II NPL BPR Jawa Tengah Keseluruhan NPL Pertanian, Perburuan dan Kehutanan NPL Industri Pengolahan NPL Perdagangan Besar dan Eceran Grafik 4.33 Perkembangan NPL BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Utama 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 39,48%, mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 40,43%. Sedangkan secara tahunan, kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 7,71% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,97% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM nasional triwulan II 2017 yang sebesar 7,41% (yoy). Berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan II 2017 tercatat mengalami tren perlambatan. Kredit UMKM sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tercatat tumbuh sebesar 14,58% (yoy) pada triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 17,90% (yoy). Sementara itu kredit UMKM sektor industri pengolahan turun signifikan dari 34,70% di Triwulan I 2017 menjadi 10,37% (yoy) di Triwulan II Demikian pula dengan sektor perdagangan besar dan eceran tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar 5,90% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 9,49% (yoy). Risiko kredit UMKM pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Non-Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan tercatat sebesar 3,41% atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,35%. Angka ini lebih kecil dibandingkan NPL kredit UMKM nasional triwulan II 2017 yang tercatat sebesar 4,59%. Peningkatan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan II 2017 terutama didorong oleh peningkatan NPL sektor industri pengolahan. NPL kredit UMKM sektor industri pengolahan pada 112

113 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM triwulan laporan tercatat sebesar 4,03%, meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,34%. Sementara itu, NPL sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor pertanian tercatat mengalami penurunan. Sektor perdagangan besar tercatat sebesar 3,46%, turun dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 3,48%. Sedangkan NPL sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,83%, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,86%. Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah Grafik 4.35 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan Nasional Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit kredit perbankan pada triwulan I 2017 turun menjadi 39,48%, dari sebelumnya sebesar 40,43%. Namun, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah tersebut berada di atas pangsa nasional yang hanya tercatat sebesar 19,62%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (14,58%), diikuti sektor industri pengolahan (10,37%), dan sektor perdagangan besar dan eceran (5,90%). Grafik 4.36 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.37 Perkembangan Kualitas Kredit UMKM 113

114 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.38 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasar Sektor Grafik 4.39 Perkembangan Kualitas Kredit UMKM Berdasar Sektor Sedangkan berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam bentuk skim kredit modal kerja dengan porsi 81,08% dari total kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit investasi sebesar 18,92%. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada triwulan II 2017 turun menjadi sebesar 9,26% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,97%. Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang sebesar 9,65% (yoy), laju kredit modal kerja sektor UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah pada triwulan ini. Sementara itu, laju kredit investasi UMKM Jawa Tengah pada triwulan laporan menunjukan kondisi yang melambat. Laju kredit investasi UMKM triwulan II 2017 baik secara nominal maupun secara pangsa melambat, tercatat sebesar 1,03% (yoy), atau melambat cukup dalam dari triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 21,59% (yoy). Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan II 2017 mengalami penurunan untuk jenis penggunaannya kredit modal kerja. Kredit Modal Kerja UMKM pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,26%,turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28%. Sementara itu, NPL kredit investasi UMKM Jawa Tengah naik menjadi sebesar 4,11%, dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,63%. 114

115 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.40 Perkembangan Volume Kredit UMKM Berdasarkan Penggunaan Grafik 4.41Perkembangan Kualitas Kredit UMKM Berdasarkan Penggunaan 115

116 S U P L E M E N SUPLEMEN 3 Local Economic Development (LED): Potensi Ubi Kayu & Turunannya di Banjarnegara Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat membantu mendorong terciptanya desentralisasi pertumbuhan di mana akan semakin banyak pihak yang terlibat dalam pembangunan ekonomi ke depan sehingga perlu diberdayakan. UMKM dapat membantu menumbuhkan kemandirian suatu daerah, apalagi produk yang menjadi unggulan merupakan produk asli dari daerah tersebut sehingga memiliki comparative dan competitive advantage. Pengembangan UMKM berbasis potensi unggulan daerah (Local Economic Development) merupakan pengembangan UMKM di dalam area strategis yaitu daya saing. Dalam pemilihan komoditas produk unggulan daerah ini harus merupakan rekomendasi dan inisiasi dari pemerintah daerah setempat. Target utama dalam area strategis ini adalah aktivitas ekonomi baru sesuai potensi lokal. Sedangkan tujuan utama program LED ini adalah upaya untuk menumbuhkan dan menciptakan pusat-pusat aktivitas ekonomi baru secara berkelanjutan melalui optimalisasi sumber daya lokal. Sumber : BPS Banjarnegara 2015, diolah Diagram 1 Andili Sektor Pertanian Terhadap Masing-masing Kabupaten Sumber : BPS Banjarnegara 2015, diolah Diagram 2 Andil Sektor Pertanian Tiap Kabupaten Terhadap Eks Karesidenan Kabupaten Banjarnegara yang merupakan salah satu Kabupaten di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto yang memiliki potensi pada sektor pertanian, hal ini ditunjukan dengan andil sektor pertanian pada tahun 2015 yaitu sebesar 1,2% dengan pertumbuhan Kabupaten Banjarnegara yaitu sebesar 5.5%, meskipun jika dilihat andil sektor pertanian terhadap Eks Karesidenan masih rendah yaitu sebesar 0,8% dengan pertumbuhan sektor pertanian Eks Karesidenan Banyumas yang saat itu mencapai 4,98%. Belum optimalnya potensi pertanian yang dikembangkan menjadikan kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara menjadi yang paling rendah. Potensi pertanian yang sudah ada di Kabupaten Banjarnegara bisa menjadi sumber kemandirian ekonomi. Luas lahan dan geografi wilayah yang luas serta beragam membuat komoditas pertanian yang dihasilkan lebih beragam, tidak hanya beras seperti daerah lainnya. 116

117 S U P L E M E N Dalam pemilihan komoditas produk unggulan potensi daerah, diketahui bahwa produksi ubi kayu atau singkong merupakan yang terbesar di Banjarnegara dibandingkan hasil pertanian lainnya. Produk olahan ubi kayu di Kabupaten Banjarnegara telah dilakukan oleh masyarakat dan telah identifikasi melalui pra FGD dan survey lapangan yang dilakukan KPw BI Purwokerto sebanyak empat kali dengan melibatkan beberapa SKPD terkait. Sumber : Dinas Pertanian Banjarnegara 2016, diolah Diagram 3 Persentase Produksi Bahan Pangan Kab. Banjarnegara Sumber : Dinas Pertanian Banjarnegara 2016, diolah Diagram 4 Persentase Luas Lahan Bahan Pangan Kab. Banjarnegara DATA BUDIDAYA UBI KAYU / UBI KAYU NO KECAMATAN LUAS LAHAN (ha) PRODUKSI (ton) 1 Susukan 108 2,809 2 Purwareja Klampok 45 1,148 3 Mandiraja ,073 4 Purwanegara 2,800 73,870 5 Bawang 1,455 41,154 6 Banjarnegara 135 2,993 7 Pagedongan 106 2,392 8 Sigaluh Madukara Banjarmangu Wanadadi , Rakit 124 2, Punggelan , Karangkobar 53 1, Pagentan 99, Pejawaran 231 5, Batur Wanayasa Kalibening Pandanarum 43 1,076 JUMLAH 7, ,055 Pemanfaatan Ubi Kayu di Indonesia saat ini khususnya di kabupaten Banjarnegara masih belum maksimal padahal Ubi Kayu merupakan salah satu sumber pangan yang murah dan mudah didapatkan. Produksi Ubi Kayu sebesar 52% dibandingkan hasil pangan lainnya. Ubi Kayu dapat dibuat menjadi beras dari tepung-tepung lokal khususnya mocaf. Beras mocaf tersebut diproses 117

118 S U P L E M E N dengan teknologi yang mudah dan murah, sehingga dapat di produksi dengan peralatan yang bisa dibuat oleh masyarakat Indonesia. Adapun potensi industri pengolahan mocaf di Kabupaten Banjarnegara saat ini dikerjakan oleh 15 kelompok tani yang tercatat dalam table berikut. INDUSTRI PENGOLAHAN MOCAF No Produsen Alamat Kapasitas Pemasaran 1 Ron Kencono Dawuhan Belum Pasti Sesuai permintaan 2 Sida Mulya Kasilib Belum Pasti Sesuai permintaan 3 Annisa Badamita Belum Pasti Sesuai permintaan 3 Sinar Tani Majalengka Belum Pasti Sesuai permintaan 4 Maju Jaya Sokanandi Belum Pasti Sesuai permintaan 5 karya sari kali ajir Belum Pasti Sesuai permintaan 6 Kelompok Tani Karangannyar Purwanegara Belum Pasti Sesuai permintaan 7 Kelompok Tani Pucung bedug Bawang Belum Pasti Sesuai permintaan 8 Kelompok Tani Pesangkalan Bawang Belum Pasti Sesuai permintaan 9 Kelompok Tani Parakan Purwanwanegara Belum Pasti Sesuai permintaan 10 Kelompok tani Kali Ajir Purwanegara Belum Pasti Sesuai permintaan 11 Kelompok Tani Merden Purwanegara Belum Pasti Sesuai permintaan 12 Sekar wangi Prigi Sigaluh Belum Pasti Sesuai permintaan 13 Karya Sari Gunungjati Belum Pasti Sesuai permintaan 14 Dewi Lestari Masaran Belum Pasti Sesuai permintaan 15 Mitra Bina Usaha Watuurip Belum Pasti Sesuai permintaan Pada bulan Agustus 2017 telah dilakukan penandatanganan MOU Pengembangan LED di Kabupaten Banjarnegara. Penandatanganan MOU ini diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi daerah melalui produk unggulan yaitu ubi kayu menjadi tepung mokaf mulai dari budidaya, produksi hingga pemasarannya. Program LED ini adalah salah satu program pengembangan ekonomi yang akan dijalankan di Kab. Banjarnegara menyusul program yang sudah berjalan seperti klaster sapi potong, klaster bawang putih, dan program padi hazton. INDUSTRI PENGOLAHAN TAPIOKA Wilayah Industri Pekerja Nilai ivestasi (orang) (Juta Rupiah) Produksi (Kg) Mandiraja ,000 Purwanegara ,000 Bawang ,000,000 *Hasil produksi tapioka di kecamatan Bawang dan Purwanegara cukup besar karena bahan baku produksi (ubi kayu) yang dihimpun tidak hanya berasal dari Banjarnegara saja tapi termasuk juga dari Purbalingga dan Wonosobo. 118

119 S U P L E M E N Dengan telah diidentifikasinya produksi ubi kayu dan skema produksi dari hulu ke hilir diharapkan program LED di Kabupaten Banjarnegara tersebut dapat memberikan nilai tambah dari sektor pertanian. Peranan sektor pertanian Banjarnegara terhadap sektor pertanian di wilayah Eks Karesidenan Banyumas diharapkan dapat lebih berperan. Produksi ubi kayu dan turunannya tersebut setidaknya diharapkan mampu eksis di pasar lokal dan selanjutnya dapat menjadi potensi ekspor. Dengan adanya pengembangan pada produksi dan pengolahan ubi kayu tersebut maka diperkirakan akan turut mendorong perekonomian kabupaten baik dari sisi lapangan usaha maupun permintaan. 119

120 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kebutuhan uang masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri dapat dipenuhi oleh perbankan. Transaksi keuangan masyarakat secara non tunai di Jawa Tengah dapat terselenggara dengan baik. Penyelesaian transaksi keuangan ritel secara non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan aliran uang dari BI ke perbankan Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Kegiatan sistem pembayaran non tunai di Jawa Tengah pada triwulan II 2017 melalui SKNBI tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal. Pertumbuhan negatif transaksi melalui kliring di Jawa Tengah sejalan dengan kontraksi transaksi kliring secara nasional. Perputaran penyelesaian transaksi kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Data Keuangan Elektronik (DKE), lebih rendah 11,69% (qtq) dibandingkan penyelesaian pada triwulan I 2017 sebesar Dari sisi nominal, nominal transaksi yang diproses melalui kliring selama periode laporan menurun sebesar 20,01% (qtq) menjadi Rp38,19 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp47,76 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, aktivitas kliring juga mengalami pertumbuhan negatif baik secara volume maupun nominal masing-masing sebesar 18,12% (yoy) dan 35,98% (yoy). Rata-rata perputaran DKE yang dikliringkan sebesar per hari, menunjukkan kenaikan sebesar 1,39% (qtq) dari triwulan I 2017 sebesar DKE per hari. Perkembangan tahunan volume DKE yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan negatif, yaitu kontraksi sebesar 4,47% (yoy) pada triwulan II 2017, berbalik arah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh 40,15% (yoy). Sementara dari sisi nominal, rata-rata perputaran kliring harian pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,16% (qtq) menjadi sebesar Rp707,40 miliar daripada triwulan I 2017 sebesar Rp770,25 miliar. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, perputaran nominal kliring harian tercatat lebih rendah 25,31% (yoy) atau mencapai Rp947,13 miliar per hari. Penurunan perputaran kliring pada periode laporan turut dipengaruhi juga oleh jumlah hari operasional kliring yang lebih sedikit karena libur lebaran. Pertumbuhan negatif transaksi kliring pada triwulan II 2017 sejalan dengan perlambatan pertumbuhan tahunan ekonomi Jawa Tengah akibat 120

121 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah belanja pemerintah daerah dan investasi yang masih tertahan pada triwulan laporan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh penurunan indikator rata-rata Indeks Kondisi Ekonomi hasil Survei Konsumen sebesar 1,50 poin menjadi 114,20. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama. Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah RP MILIAR RIBU TRANSAKSI I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran % YOY Kliring dan IKE SK I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II INDEKS PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL INDEKS KONDISI EKONOMI - SKALA KANAN Pada periode pelaporan, terdapat 10 Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD) di Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, kegiatan Pertukaran Warkat Debit (PWD) di 4 wilayah diselenggarakan oleh Bank Indonesia yaitu di Semarang, Solo, Purwokerto, dan Tegal. Sementara kegiatan PWD di 6 wilayah lainnya diselenggarakan oleh KPWD selain BI yaitu Kudus, Magelang, Purworejo, Salatiga, Cilacap, dan Pekalongan. KPWD Kota Semarang mencatatkan transaksi kliring terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa nominal kliring sebesar 41,65%dan pangsa volume kliring sebesar 43,21%. Pangsa nominal transaksi kliring kota Semarang pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya sebesar 41,51%. Sementara pangsa volume kliring tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 43,46%. Kota selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar terhadap perputaran kliring Jawa Tengah adalah Kota Solo dengan pangsa nominal dan volume masing-masing sebesar 25,95% dan 23,89%, sedangkan kota-kota lain hanya memberikan kontribusi di bawah 8%. Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan RIBU TRANSAKSI Daerah Pengiriman Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan RP MILIAR Daerah Pengiriman I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA 121

122 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Seperti halnya periode-periode sebelumnya, perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro. Pada periode laporan penarikan cek dan bilyet giro (BG) kosong mengalami penurunan dari sisi nominal dan volume dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 21,68% (qtq) menjadi 162 lembar per hari dari triwulan sebelumnya sebesar 207 lembar per hari. Dari sisi nominal, rata-rata penarikan cek dan BG kosong juga mengalami penurunan 40,11% (qtq) dari Rp9,01 miliar per hari pada triwulan I 2017 menjadi sebesar Rp5,40 miliar per hari pada triwulan laporan. Secara tahunan, volume rata-rata penarikan cek dan BG kosong harian pada periode laporan mengalami perbaikan dengan penurunan yang lebih besar, yaitu sebesar 26,59% (yoy) dibanding dengan triwulan II 2016 yang mengalami kontraksi sebesar 18,24% (yoy). Sementara pertumbuhan tahunan nominal rata-rata penarikan cek dan BG kosong harian menurun 38,85% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 1,80% (yoy). Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah RP MILIAR LEMBAR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan II 2017 pergerakan aliran uang kartal dari Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal ke perbankan mencatat posisi net outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi aliran uang kartal keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow) menunjukkan adanya peningkatan 140,37% (qtq) menjadi Rp24,32 triliun pada triwulan laporan dari triwulan sebelumnya sebesar Rp10,12 triliun. Sementara uang kartal masuk ke Bank Indonesia (inflow) 122

123 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah menunjukkan penurunan sebesar 24,34% (qtq) dari Rp18,38 triliun menjadi Rp13,91 triliun pada triwulan II Hal ini menyebabkan net outflow sebesar Rp10,41 triliun, lebih rendah 225,87% (qtq). Pertumbuhan tahunan net outflow mencatat pertumbuhan negatif sebesar 1,98% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh negatif sebesar 564,75% (yoy) dengan nilai sebesar Rp10,61 triliun. Posisi inflow di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan sebesar 11,78% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara perkembangan tahunan posisi outflow tumbuh 5,44% (yoy). Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui Bank Indonesia Semarang, Solo, dan Tegal menunjukkan pola net outflow, sedangkan Purwokerto mencatatkan net inflow pada triwulan laporan. Net outflow tertinggi terdapat di Semarang mengingat perannya sebagai pusat perekonomian di Jawa Tengah. Posisi net outflow yang tinggi pada peride pelaporan sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong oleh peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan untuk memenuhi kebutuhan saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri serta persiapan tahun ajaran baru sekolah. Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah RP TRILIUN (5) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10) (15) (20) INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW) Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah RP TRILIUN (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (3) (5) SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar atau mendorong clean money policy, Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas, baik yang dilaksanakan di dalam kantor maupun di luar kantor. Layanan kas bagi masyarakat di kantor Bank Indonesia dibuka untuk melayani penukaran uang rusak, uang cacat, serta uang yang sudah dicabut dari peredaran namun tidak melayani permintaan penukaran uang baru. Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan perbankan untuk melakukan penukaran uang menjelang Hari Raya Idul Fitri di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat. 123

124 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Bank Indonesia melakukan layanan kas di luar kantor untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Layanan kas di luar kantor atau yang disebut dengan kas keliling rutin dilakukan di dalam kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau daerah terpencil. Pada triwulan II 2017, kegiatan kas keliling dilaksanakan sebanyak 36 kali. Selama kegiatan kas keliling di triwulan laporan, masyarakat menukarkan uang Rupiah sebesar Rp91,87 miliar yang dilayani oleh seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat 46,62% (qtq) dibandingkan triwulan I 2017 serta meningkat hingga 143,34% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kas keliling dapat melayani penukaran uang ke pecahan yang lebih kecil serta uang layak edar. Sebagai wujud komitmen untuk melayani masyarakat, Bank Indonesia membuka layanan kas di luar kantor berupa kas titipan di wilayah Kebumen dan Kudus. Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan ke salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank di wilayah tersebut. Adanya kas titipan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat dengan kualitas uang yang lebih baik. Uang tidak layak edar dapat diserap perbankan dan disetorkan kepada bank pengelola kas titipan. Sehingga perbankan lebih mudah mendapatkan uang baru untuk dapat diedarkan kepada masyarakat. Dari sisi bisnis, perbankan peserta kas titipan dapat mengelola likuiditasnya melalui mekanisme setoran dan bayaran ke kas titipan. Proses yang semula dilakukan di Semarang, kini dapat dijangkau di bank pengelola Kas Titipan. Sehingga bank peserta dapat memanfaatkan sumber dayanya dengan lebih efektif dan efisien. Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Jawa Tengah secara rutin melakukan kegiatan penarikan uang Rupiah yang tidak layak edar dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 28,42% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada di level 41,39%. Rendahnya rasio pemusnahan uang Rupiah ini seiring dengan penurunan inflow pada triwulan II

125 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling RP MILIAR KALI I II III IV I II III IV I II III IV I II NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar RP TRILIUN RASIO (%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN Selama semester I 2017, jumlah uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak lembar. Jumlah ini mengalami penurunan 33,00% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan temuan uang palsu sebanyak lembar. Uang palsu paling banyak ditemukan di Semarang (43,53%). Sementara pangsa penemuan uang palsu di kota lain adalah Solo (24,75%), Tegal (21,87%), dan Purwokerto (9,86%). Secara nominal, uang palsu yang paling banyak ditemukan dalam pecahan Rp sebanyak lembar (58,53%), diikuti oleh pecahan Rp sebanyak lembar (38,93%). Sedangkan uang palsu dalam pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut antara lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia (95,46%), setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,67%), hasil setoran bank (1,84%), serta klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,03%). Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah LEMBAR SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL PECAHAN Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan 1,11% 1,44% 38,93% 58,53% PECAHAN

126 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan 0% 0% 2% 3% 95% Setoran Bank Klarifikasi Bank Kepolisian Masyarakat Klarifikasi Masyarakat 5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing Provinsi Jawa Tengah memiliki 39 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang memiliki izin dari Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 21 KUPVA (53,85%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 9 KUPVA BB (23,08%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Solo, 6 KUPVA BB (15,38%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Purwokerto, dan 3 KUPVA BB (7,69%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Tegal. Penyelenggaraan KUPVA BB berizin diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pasar keuangan terutama pasar valuta asing domestik untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi. Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan mencapai Rp615,54 miliar, lebih rendah 4,88% (qtq) atau berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 1,13% (qtq). Penurunan transaksi valuta asing melalui KUPVA BB ini sejalan dengan menurunnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa Tengah sebesar 14,36% (qtq). Wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad Yani Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo Solo pada triwulan laporan tercatat sebesar kunjungan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar kunjungan. Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi, transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank mencapai Rp298,79 miliar atau menurun 10,73% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp334,69 miliar. Sementara transaksi penjualan mengalami peningkatan sebesar 1,38% (qtq) menjadi Rp316,74 miliar dari Rp312,44 miliar pada triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan pertumbuhan tahunan transaksi penukaran valuta asing mengalami penurunan sebesar 10,78% (yoy), berbalik arah dibandingkan transaksi pada periode yang sama tahun 126

127 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebelumnya yang tumbuh 11,73% (yoy). Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan penjualan mencatat kontraksi masing-masing sebesar 12,65% (yoy) dan 8,93% (yoy). Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi pada triwulan II 2017 (34,85%) yang diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 20,53%), Euro (EUR, 9,14%), Ringgit Malaysia (MYR, 7,26%), dan Yen Jepang (JPY, 4,83%). Sementara transaksi mata uang lainnya memiliki pangsa 23,39%. Penggunaan USD masih mendominasi transaksi di Jawa Tengah seiring dengan peran USD sebagai mata uang internasional. Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah RP MILIAR % QTQ (40) - (80) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah RP MILIAR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan kepada KUPVA BB berizin untuk pengembangan industri yang sehat dan efisien. Fungsi pengaturan dan pengawasan KUPVA BB sangat diperlukan dalam mencegah dimanfaatkannya KUPVA BB untuk kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, atau kejahatan lainnya. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan kepolisian di daerah untuk melakukan penertiban KUPVA BB yang belum berizin. Hal tersebut dilakukan agar dapat mendukung pembentukan iklim sistem pembayaran yang aman, lancar, efisien, serta melindungi konsumen Perkembangan Akses Keuangan Jaringan kantor bank umum masih terpusat di perkotaan dengan aktivitas perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang paling banyak dilayani perbankan dengan pangsa jaringan kantor perbankan sebesar 27,15% terhadap total jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul Kota Solo dengan pangsa 13,39%. Sementara pangsa jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%. Bank Indonesia mendorong perluasan jangkauan layanan keuangan pada masyarakat di daerah terpencil yang belum dilayani jaringan kantor perbankan melalui penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD). Hingga periode pelaporan, terdapat agen LKD mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat 2,75 (qtq)% dibandingkan jumlah agen LKD pada triwulan I 2017 sebesar agen 127

128 Bab 5. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah LKD. Seiring dengan peningkatan pada jumlah agen LKD, transaksi melalui agen LKD juga mengalami peningkatan baik secara volume maupun nominal. Volume transaksi pada triwulan II 2017 meningkat 4,58% (qtq) menjadi sebesar transaksi dari triwulan sebelumnya sebesar transaksi. Sementara nilai transaksi melalui agen LKD pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp4,01 triliun, meningkat 25,04% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp3,21 triliun. Peningkatan jumlah agen dan transaksi pada triwulan II 2017 seiring dengan mulai berlangsungnya penyaluran program pemerintah berupa bantuan sosial non tunai kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), baik berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Transaksi melalui agen LKD mitra perbankan dapat memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat dalam mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau. Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah Grafik 5.16 Realisasi Jumlah Agen LKD dan Jumlah Transaksi melalui Agen LKD JUMLAH RP MILIAR Kab. Cilacap 3% Kota Pekalongan 3% Kab. Kudus 4% Kota Magelang 4% Lainnya 30% Kab. Banyumas 8% Kota Semarang 27% Kota Solo 13% Kota Tegal 8% I II III IV I II JUMLAH AGEN LKD JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD 128

129 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan II 2017 relatif membaik, tercermin dari berkurangnya persentase kemiskinan, perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP), dan penurunan koefisien Gini. Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. NTP pada triwulan II 2017 tercatat lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa Tengah pada Maret 2017 sedikit menurun dibandingkan Maret Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia produktif sebagai angkatan kerja relatif stabil pada triwulan laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 17,91 juta orang menjadi sebanyak 18,20 juta orang atau tumbuh 1,62% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja ini lebih baik dibandingkan dengan Februari 2016 yang mengalami perlambatan sebagai indikasi berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode tersebut. Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2017 sebanyak 17,44 juta orang atau 96% dari total angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 1,63% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 17,16 juta orang. Sementara itu, sisanya sebesar 4% atau 0,76 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak berbeda jauh dengan nasional, di mana 95% angkatan kerja tergolong bekerja sementara 5% merupakan pengangguran. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 69,02%. 129

130 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Data diolah dari Sakernas Sumber : BPS Jawa Tengah Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini mengalami penurunan jumlah pekerja. Pada Februari 2017, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 4,97 juta orang atau 28,50% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini menurun dibandingkan Februari 2016 yang mencatatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Pertanian sebanyak 5,16 juta orang atau 30,07% dari total penduduk bekerja. Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) *Data diolah dari Sakernas ** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan Sumber : BPS Jawa Tengah Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian mengalami penurunan sebesar 0,19 juta orang atau 3,68% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari penurunan nilai tukar petani (NTP), terutama untuk subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Imbal hasil yang rendah di sektor pertanian menyebabkan penduduk beralih ke lapangan usaha lainnya yang memberikan pendapatan lebih baik. 130

131 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah SURPLUS DEFISIT Grafik 6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua dengan menyerap 4,12 juta orang atau 23,62% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 0,24%. Adapun lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi ketiga dengan menyerap 3,6 juta orang atau 20,64% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Jumlah pekerja lapangan usaha industri pengolahan ini tumbuh 11,80% (yoy), berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan usaha pertanian yang mengalami penurunan jumlah pekerja. Kondisi ini mengindikasikan adanya fenomena migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di sektor pertanian, saat ini berpindah ke sektor industri pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di sektor pertanian yang berhubungan erat dengan faktor musim. Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai mencapai 6,05 juta orang, lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang sebesar 5,89 juta orang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja ini sejalan dengan fakta bahwa terjadi peningkatan migrasi pekerja ke sektor industri pengolahan. Lebih jauh, peningkatan ini juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Pada Februari 2017, jumlah pekerja sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,64 juta orang atau 38,10% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebesar 6,43 juta orang. Hal serupa dijumpai pada jumlah pekerja di sektor informal yang turut mengalami peningkatan. Pada Februari 2017 pekerja informal tercatat sebanyak 10,79 juta orang, atau meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 10,72 juta orang. 131

132 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 Agustus 2017 (juta orang) * Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk Sumber : BPS Jawa Tengah Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per Februari 2017 tercatat sebanyak 12,71 juta orang atau meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 12,19 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 yang tumbuh 5,20% (yoy), lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 5,08%. Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode laporan yang tercatat sebesar 72,88% merupakan pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,97 juta menjadi 4,73 juta orang pada periode yang sama. Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) * Data diolahdarisakernas Sumber : BPS Jawa Tengah Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar belakang pendidikan SMP ke atas yang meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan SMP pada Februari 2017 tercatat sebanyak 3,47 orang atau meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 3,28 juta orang. Begitu pula dengan pekerja dengan latar belakang SMA Umum dan SMA Kejuruan yang masing-masing meningkat menjadi 1,97 juta orang dan 1,85 juta orang; lebih baik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang dan 1,64 juta orang. Peningkatan juga terjadi untuk pekerja dengan latar belakang Universitas dengan jumlah 1,12 juta orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri pengolahan 132

133 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa Tengah. Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah pada Februari 2017 tercatat sebanyak 8,69 juta orang atau menurun dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah mengalami penurunan. Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) * Data diolahdarisakernas Sumber : BPS Jawa Tengah 6.2. Pengangguran Angka pengangguran mengalami peningkatan pada Februari 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Februari 2017 tercatat sebanyak 0,76 juta orang, lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang berjumlah 0,75 juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang 10,84% dari total angka pengangguran nasional. Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami peningkatan, yaitu dari 4,20% pada Februari 2016 menjadi 4,15% pada Februari TPT Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka TPT nasional yang sebesar 5,33% Salah satu faktor yang turut mendorong penurunan jumlah pengangguran di Jawa Tengah adalah meningkatnya lapangan pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah triwulan I 2017 lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi lapangan kerja saat ini. 133

134 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut sejalan dengan peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi penghasilan dan lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang akan datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi penghasilan yang meningkat menjadi 146,2 dari sebelumnya 144,00 pada triwulan IV Begitu pula dengan ekspektasi lapangan kerja yang meningkat menjadi 133,2 dari sebelumnya 120,00. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan di triwulan mendatang diperkirakan relatif membaik dibandingkan triwulan laporan. Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang 6.3. Nilai Tukar Petani 9 Pada triwulan II 2017, kesejahteraan petani di Jawa Tengah tercatat membaik dibandingkan triwulan I 2017, meskipun masih mengalami defisit atau masih berada di bawah batas 100 (pengeluaran masih lebih besar daripada penerimaannya). NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 99,55; lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang mencapai 97,50. Perbaikan NTP ini terjadi di tengah penurunan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan. Lapangan usaha ini mencatatkan kontraksi 1,85% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang sebesar 9,87% (yoy). 9 Terhitung sejak Desember 2013, BPS melakukan perubahan acuan dasar penghitungan NTP dari tahun dasar 2007 menjadi tahun dasar 2012, dengan alasan penyesuaian terhadap pola pergeseran produksi pertanian dan konsumsi rumah tangga pertanian di pedesaan. Beberapa perubahan mendasar yang terjadi akibat diberlakukannya sistem acuan baru ini, antara lain bertambahnya cakupan jumlah komoditas baik pada paket It (Indeks harga yang diterima petani) maupun Ib (Indeks harga yang dibayar petani). 134

135 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian Perbaikan NTP Jawa Tengah pada triwulan II 2017 didorong oleh peningkatan penerimaan petani yang jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan pengeluarannya. Penerimaan yang meningkat tercermin dari peningkatan indeks yang diterima petani dari 124,27 menjadi 127,94 atau meningkat sebesar 2,95% pada triwulan laporan. Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga beras di triwulan II 2017 dengan selesainya periode musim panen raya tanaman pangan yang terjadi di triwulan I Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan subsektor tanaman pangan sebesar 5,74%; dari 117,70 pada triwulan I 2017 menjadi 124,46 pada triwulan II Selain itu, subsektor tanaman perkebunan rakyat, subsektor hortikultura juga mengalami kenaikan penerimaan yang masing-masing meningkat sebesar 2,27% dan 1,96%. Sementara itu, pengeluaran petani, yang digambarkan oleh indeks yang dibayarkan petani meningkat dengan skala yang lebih rendah yakni 0,84%; dari sebelumnya 127,46 pada triwulan I 2017 menjadi 128,53 pada triwulan laporan. Data historis menunjukkan bahwa indeks yang dibayar petani mengalami tren peningkatan secara persisten. Peningkatan pengeluaran terjadi pada seluruh subsektor. Lebih lanjut, kenaikan terjadi baik pada pengeluaran petani untuk konsumsi, maupun untuk biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPM). Walaupun harga bahan makanan cenderung terjaga, pengeluaran konsumsi lainnya khususnya untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta untuk perumahan mengalami peningkatan. Sementara itu, pengeluaran untuk BPPM meningkat untuk seluruh jenis komponen biaya maupun barang modal. 135

136 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Sumber: BPS Jawa Tengah Grafik 6.8. Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) 10 pada triwulan II 2017 meningkat 2,34% menjadi 106,88 dari sebelumnya 104,44 pada triwulan I Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor tanaman pangan yang naik 5,08% menjadi 99,42 pada triwulan II 2017 dari 94,61 pada triwulan I Adapun subsektor lainnya juga mengalami peningkatan kemampuan produksi, dengan persentase peningkatan tertinggi kedua dan ketiga adalah subsektor hortikultura dan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang masing-masing meningkat 1,50%. 10 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, di mana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal. 136

137 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Sumber : BPS Jawa Tengah 6.4. Tingkat Kemiskinan Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per Maret 2017 sebanyak 4,45 juta jiwa atau menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 4,49 juta jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah mengalami penurunan secara persentase menjadi 13,01% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 13,27% dari jumlah penduduk. Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2017 terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2017 sebesar 14,77% (2,56 juta jiwa) menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 14,89% (2,68 juta jiwa). Ditinjau secara jumlah penduduk miskin, daerah desa mencatatkan penurunan 4,52% atau setara dengan 121 ribu jiwa dibandingkan Maret Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi Jateng dalam mengurangi tingkat kemiskinan yang diturunkan melalui empat strategi, yakni i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; ii) meningkatkan pendapatan melalui pemberdayaan ekonomi; iii) mengembangkan UMKM, dan iv) sinergitas kebijakan antar instansi dengan optimalisasi program atau anggaran. 137

138 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Sumber : BPS, diolah Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun (ribuan orang) Berlawanan dengan kondisi perdesaan, jumlah penduduk miskin yang berada di perkotaan meningkat sebanyak 65 ribu jiwa (3,56%) dari 1,82 juta jiwa pada Maret 2016 menjadi 1,89 juta jiwa pada Maret Meskipun secara jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan, persentase kemiskinan di daerah kota pada Maret 2017 tercatat sebesar 11,21%; sedikit mengalami penurunan dibandingkan periode sama tahun 2016 yang sebesar 11,44%. Penurunan ini ditengarai lebih disebabkan oleh peningkatan total penduduk perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan jumlah penduduk miskin. Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah, angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional pada Maret 2017 sebanyak 27,77 juta jiwa, lebih rendah dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional ini mengalami penurunan sebesar 240 ribu jiwa atau turun 0,86% (yoy). Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada 16,03% dari total penduduk miskin nasional, menurun dibandingkan kontribusi pada bulan Maret 2016 yang sebesar 16,09%. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan. 11 Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan tahunan sebesar 4,75% (yoy) dari Rp per kapita/bulan pada Maret 2016 menjadi 11 BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang. 138

139 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Rp per kapita/bulan pada Maret Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan juga mengalami kenaikan sebesar 3,91% (yoy), dari Rp319,188 per kapita/bulan pada Maret 2016 menjadi Rp per kapita/bulan pada Maret Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 5,00% (yoy) dari Rp per kapita/bulan pada Maret 2016 menjadi Rp per kapita/bulan pada Maret Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk miskin. Namun demikian kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan meningkat, sehingga pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis kemiskinan. Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 Maret 2017 (Rupiah) Sumber : BPS, diolah 6.5. Pembangunan Manusia 12 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,98, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 69,49. Dengan perkembangan tersebut, status pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih termasuk dalam kategori sedang (nilai IPM 60 70). Capaian Jawa Tengah ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang sudah mencatatkan status pembangunan manusia kategori tinggi (nilai IPM 70 80), dengan nilai IPM 70,18; meningkat dibandingkan IPM tahun 2015 yang sebesar 69, Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut: a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) c. Standar Hidup: PNB per kapita 139

140 66,64 67,09 67,21 67,70 68,02 68,31 68,78 68,90 69,49 69,55 69,98 70,18 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah 71 INDEKS JAWA TENGAH NASIONAL Sumber: BPS Nasional Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional Dibandingkan dengan provinsi se-kawasan Jawa, IPM Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta berada pada kategori tinggi (nilai IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada kategori sedang bersama dengan Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di Kawasan Jawa. Tabel 6.6 Perbandingan IPM Provinsi Peers Provinsi IPM Pertumbuhan IPM (%, YOY) Banten 70,27 70,96 0,98 DKI Jakarta 78,99 79,60 0,77 Jawa Barat 69,50 70,05 0,79 Jawa Tengah 69,49 69,98 0,71 DI Yogyakarta 77,59 78,38 1,02 Jawa Timur 68,95 69,74 1,15 Nasional 69,55 70,18 0,91 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun standar hidup. Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Tabel 6.7 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen Dimensi Satuan Tahun Kesehatan Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Tahun 72,91 73,09 73,28 73,88 73,96 74,02 Pengetahuan Harapan Lama sekolah (HLS) Tahun 11,18 11,39 11,89 12,17 12,38 12,45 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 6,74 6,77 6,8 6,93 7,03 7,15 Standar Hidup Layak Pengeluaran per Kapita disesuaikan Rupiah IPM 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 69,86 Pertumbuhan IPM % 0,84 0,86 1,21 1,12 1,04 0,71 140

141 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi (nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 80); 17 kabupaten/kota memiliki status pembangunan manusia sedang (nilai IPM 60 70); dan tidak ada yang memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai IPM < 60). Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota Surakarta. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara. Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 6.6. Pemerataan Penduduk Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa Tengah pada Maret 2017 relatif stabil, yang tercermin dari koefisien Gini Jawa Tengah sebesar 0,365 sedikit mengalami penurunan dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 0,366. Meskipun penurunannya relatif kecil, hal ini mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan di Jawa Tengah. Koefisien Gini digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati nilai 0 berarti terjadi pemerataan distribusi pendapatan semakin sempurna di dalam suatu daerah, sebaliknya jika semakin mendekati nilai 1 berarti terdapat ketimpangan distribusi pendapatan sempurna. 141

142 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Apabila dibandingkan dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang sebesar 0,393. Dengan kata lain, tingkat pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik dibandingkan dengan nasional. Sumber : BPS, diolah Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional Dibandingkan dengan provinsi se-kawasan Jawa, koefisien Gini Jawa Tengah menempati urutan pertama terendah, diikuti oleh Banten, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Meskipun relatif kecil, keempat provinsi ini mencatatkan adanya penurunan indeks dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Persentase penurunan koefisien Gini Jawa Tengah ini tercatat lebih kecil apabila dibandingkan Banten, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Sebaliknya, koefisien Gini di Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2016; mengindikasikan tingkat ketimpangan yang lebih besar pada periode laporan. Tabel 6.8 Perbandingan Koefisien Provinsi Peers Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan. Pada Maret 2017, koefisien Gini perkotaaan Jawa Tengah tercatat sebesar 0,386; lebih tinggi 142

143 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah dibandingkan perdesaan yang sebesar 0,327. Tingkat ketimpangan yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional sebesar 0,407; lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang sebesar 0,320. Sumber : BPS, diolah Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah 143

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2016 KAJAN EKONOM REGONAL PROVNS JAWA TENGAH AGUSTUS KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Mei 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN III/2016 TUMBUH 1,11 PERSEN LEBIH BAIK DIBANDING TRIWULAN III/2015 No. 054/11/14/Th.XVII, 7 November 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/05/34/Th.XVII, 5 Mei 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I 2015 TUMBUH 0,16 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN II/2016 TUMBUH 2,40 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN II/2015 No. 42/08/14/Th.XVII, 05 Agustus 2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT MEI 2018 GEOPARK CILETUH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT GEOPARK CILETUH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- Mei

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 EKONOMI RIAU TRIWULAN II-2017 TUMBUH 2,41 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 No. 37/08/14/Th. XVIII, 7 Agustus 2017 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci