KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website :

2 VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTARR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 dengan penekanan pada kondisi ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2017 berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data eksporimpor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, data PDRB dan Inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya, termasuk informasi anekdotal terkait. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain dalam pengambilan keputusan. Pekanbaru, Mei 2017 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Siti Astiyah Direktur iii

4 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

5 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... viii Daftar Grafik... ix Daftar Gambar... xiii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor Konstruksi Boks 1. Kemandirian Ekonomi Pesantren v

6 Daftar Isi BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Provinsi Riau Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi (yoy) Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Boks 2. Ekspektasi Jelang Ramadhan BAB 3. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH 1. Kondisi Umum Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 4. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN UMKM 1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau Ketahanan Sektor Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Kondisi Umum Perbankan Riau Perkembangan Bank Umum Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Kredit UMKM Boks 3. Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Riau BAB 5. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai vi

7 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital (LKD) BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Ketenagakerjaan... Kesejahteraan Daerah Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indeks Kedalaman Nilai Tukar Petani BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. Prospek Makro Regional Perkiraan Inflasi Rekomendasi Boks 4. Proteksi Perdagangan Kelapa Sawit Daftar Istilah xvi vii

8 Daftar Tabel DAFTAR TABE HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Per Sektor Provinsi Riau Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 tahun keatas yang bekerja Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual Tabel 7.2. Outlook Perekonomian Global Tabel 7.3. Perkembangan Inflasi Aktual Riau viii

9 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau Grafik 1.3 UMP Riau Grafik 1.4 LS Permintaan Grafik 1.5 Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.6 Kredit Konsumsi Grafik 1.7 Likert Scale Investasi Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik 1.13 Perkembangan Voume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Tujuan Grafik 1.15 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.16 Ending Stocks CPO Dunia Grafik 1.17 Impor Non Migas Grafik 1.18 Impor Barang Modal Grafik 1.19 Impor Barang Intermedier Grafik 1.20 Impor Barang Konsumsi Grafik 1.21 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Grafik 1.22 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Grafik 1.23 Likert Scale Pertanian Grafik 1.24 Perkembangan Harga Karet Grafik 1.25 Perkembangan Harga Sawit Grafik 1.26 Nilai Tukar Petani Grafik 1.27 Inflasi Pedesaan Grafik 1.28 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian ix

10 Daftar Grafik Grafik 1.29 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Grafik 1.30 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan Grafik 1.31 Harga Batubara Grafik 1.32 Perkemban Grafik 1.33 Pertumbuhan Industri Pengolahan Grafik 1.34 Likert Scale Industri Pengolahan Grafik 1.35 Produksi CPO Dunia Grafik 1.36 Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor Grafik 1.37 Perkiraan Pengeluaran Konsumen Grafik 1.38 Likert Scale Perdagangan Grafik 1.39 Indeks Barang Tahan Lama Grafik 1.40 Kredit Konstruksi Grafik 1.41 Konsumsi Semen Grafik 2.1 Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy) Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.4 Inflasi dan Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.6 Historis Inflasi selama Tw I 2017 di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.7 Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Grafik 2.9 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Dumai Grafik 2.11 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Dumai Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Tembilahan Grafik 2.13 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Tembilahan Grafik 2.14 Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (mtm) Grafik 2.15 Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik 2.16 Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik 2.17 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik 2.18 Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik 2.19 Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Grafik 2.20 Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik 2.21 Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan Pekanbaru x

11 Daftar Grafik Grafik 2.22 Perkembangan Harga Komoditas Beras di Pekanbaru Grafik 2.23 Perkembangan Harga Daging dan Telur Grafik 2.24 Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) Grafik 3.1 Perkembangan Anggaran APBD di Provinsi Riau Grafik Grafik 3.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Grafik 3.4 Realisasi Pos Belanja Tidak Langsung Provinsi Riau Grafik 3.5 Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau Grafik 3.6 Perkembangan Pengeluaran Daerah Provinsi Riau Grafik 4.1 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Grafik 4.2 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Grafik 4.3 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.4 Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 4.5 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 4.6 Pertumbuhan Kredit Multiguna Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik 4.8 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik 4.9 Perkembangan Aset Perbankan Riau Grafik 4.10 Perkembangan DPK Provinsi Riau Grafik 4.11 Perkembangan Kredit Perbankan Riau Grafik 4.12 Perke Grafik 4.13 Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik 4.14 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.15 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah Grafik 4.16 Perkembangan Aset BPR/S Grafik 4.17 Perkembangan DPK BPR/S Grafik 4.18 Perkembangan Kredit BPR/S Grafik 4.19 Perkembangan NPL BPR/S Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.21 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik 5.2 Perkembangan Inflow dan Outflow Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq) xi

12 Daftar Grafik Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang di musnahkan Grafik 5.5 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli Grafik 5.6 Perkembangan Nilai Transaksi Kliring Grafik 5.7 Perkembangan Volume Transaksi Kliring Grafik 5.8 Jumlah Agen LKD Spasial Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu Agustus Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Riau Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan Riau Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 7.2 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.3 Tracking Inflasi SPH dan BPS Grafik 7.4 Perkiraan Harga Mendatang xii

13 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw I 2017 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Gambar 2.2. Framework Program TPID xiii

14 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR I II III IV I II III IV I Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau 118,39 120,73 121,55 123,08 123,63 123,04 123,53 128,05 129,85 - Kota Pekanbaru 117,98 120,31 121,04 122,80 123,16 122,29 125,12 127,95 129,53 - Kota Dumai 118,50 120,83 122,16 122,75 124,23 124,48 125,91 127,63 130,85 - Kota Tembilahan 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48 128,23 129,02 129,89 131,26 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau 6,17 7,39 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04 5,02 - Kota Pekanbaru 6,16 7,53 5,70 2,71 4,39 1,65 3,37 4,19 5,17 - Kota Dumai 6,50 7,29 6,21 2,63 4,84 3,02 3,07 3,98 5,33 - Kota Tembilahan 5,63 6,23 4,71 2,06 4,00 2,63 2,58 2,58 2,97 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (0,03) (2,06) (1,36) 4,39 2,74 2,75 1,26 2,22 2,82 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.596, , , , , , , , ,30 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.348, , , , , , , , ,24 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 304,74 280,97 303,32 195,42 265,06 308,58 269,62 230,97 211,25 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 723,88 531,30 482,82 390,43 670,27 657,14 635,96 607,88 614,64 B. PERBANKAN Bank Umum INDIKATOR I II III IV I II III IV I Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Giro Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) 78,77 76,70 79,41 91,12 89,88 88,89 88,01 87,55 80,14 - NPL (%) 3,64 4,16 4,34 3,71 4,07 3,98 3,91 3,44 3,53 Kredit UMKM (dalam Rp Juta) Mikro Kecil Menengah NPL UMKM (%) 6,20 6,71 7,41 6,76 7,65 7,69 7,29 6,26 6,54 BPR Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek Rasio NPL (%) 14,45 13,84 14,39 12,92 14,08 13,76 14,07 13,21 14,40 LDR (%) 101,98 106,28 104,01 103,41 102,40 105,10 100,69 97,34 93,96 xiv

15 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) INDIKATOR Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) I II III IV I II III IV I ( ) ( ) Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) Volume Transaksi RTGS (lembar) *) Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Volume Transaksi Kliring (lembar) Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) xv

16 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I-2017 tercatat sebesar 2,82% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 2,22% (yoy). Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 2,82% (yoy), mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 2,22% (yoy). Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang menunjukkan peningkatan dari 4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan dari 4,49% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,05% (yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ekonomi tersebut 1

17 Ringkasan Eksekutif menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih rendah dibandingkan Nasional dan Sumatera. I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I-2017 bersumber dari meningkatnya konsumsi, investasi, dan perbaikan net ekspor. Sedangkan dari sisi penawaran, pertumbuhan didorong sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan Perkembangan berbagai indikator ekonomi terkini mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau triwulan II Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi, investasi, dan perbaikan ekspor. Disisi lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau juga disumbang oleh kenaikan sektor utama seperti pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar eceran. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh menurunnya kinerja sektor konstruksi seiring dengan menurunnya konsumsi semen, impor barang modal, dan menurunnya pertumbuhan kredit konstruksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh realisasi keuangan fisik Pemerintahan Kabupaten yang masih rendah akibat minimnya ketersediaan anggaran sehingga OPD belom bisa melaksanakan kegiatan dengan maksimal. Memasuki triwulan II 2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Sedangkan dari sisi penawaran, sumber pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja sektor konstruksi, dan perdagangan besar eceran ke depan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya harga komoditas perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II 2017 sehingga berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan yang juga berimbas terhadap melambatnya net ekspor. 2

18 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif II. ASSESMEN INFLASI DAERAH Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I tercatat sebesar 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 sebesar 4,04% (yoy). Inflasi Riau pada triwulan I 2017 tercatat 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 4,04% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,42% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan peningkatan dari 3,02% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan I 2017, meskipun realisasi inflasi nasional tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 4,45% (yoy). Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari komponen administered price dan inflasi core. Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari komponen administered price dan inflasi core. Peningkatan tekanan inflasi administered price secara tahunan didorong oleh kenaikan tarif listrik sebagai dampak lanjutan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut membedakan golongan tariff listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus rumah tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai, diikuti Pekanbaru dan Tembilahan. Inflasi Riau pada triwulan II-2017 diperkirakan meningkat dengan tendensi bias ke atas dari sasaran inflasi nasional. Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai mencapai 5,33% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 5,17% dan 2,97% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang masingmasing tercatat 3,98%, 4,19%, dan 2,58% (yoy). Tingkat inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil. Tekanan inflasi Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan meningkat pada kisaran 7,0+0,5% (yoy) dengan tendensi bias ke atas dari sasaran inflasi nasional. Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari inflasi kelompok volatile food karena meningkatnya harga barang seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, dampak lanjutan reformasi subsidi energi diperkirakan 3

19 Ringkasan Eksekutif masih akan terus berlanjut pasca dicabutnya subsidi listrik tahap III per 1 Mei Tahun III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi APBD Provinsi Riau hingga Triwulan I secara umum tercatat lebih baik. Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 secara umum tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Hingga Maret 2017, pendapatan daerah Provinsi Riau tercatat terealisasi sebesar Rp1,78 triliun atau secara prosentase mencapai 20,11% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan ini lebih baik apabila dibandingkan dengan realisasi yang tercapai pada periode yang sama di tahun 2016 yang mencapai Rp1,46 triliun atau secara prosentase 19,25% dari total yang dianggarkan. Realisasi belanja APBD per 30 Maret 2017 tercatat 5,11% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar 4,60%. Dari sisi belanja daerah, selama triwulan I 2017 angka realisasi belanja tercatat sebesar Rp562,35 miliar atau secara persentase mencapai 5,11% dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliun. Realisasi tersebut lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp504,49 miliar atau secara persentase 4,60% dari total Rp10,972 triliun yang dianggarkan. Peningkatan berasal dari komponen belanja tidak langsung dan belanja langsung. IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Tekanan stabilitas keuangan di Provinsi Riau pada pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja ekonomi. Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja ekonomi. Pertumbuhan aset dan DPK perbankan Riau pada triwulan pelaporan meningkat menjadi masingmasing sebesar 15,26%(yoy) dan 15,40% (yoy), dari sebesar masingmasing 8,24% (yoy) dan 7,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu, sesuai pola musiman kredit yang biasanya melambat di awal tahun, pertumbuhan kredit perbankan Riau juga melambat menjadi sebesar 2,89% (yoy), dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat 3,28% (yoy). Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit, risiko kredit perbankan sedikit naik dari 3,44% menjadi 3,53% di triwulan I 2017 terutama karena 4

20 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif dipengaruhi oleh base effect, namun secara umum masih dalam batas wajar atau threshold non-performing loan (NPL). Indikator utama kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I menunjukkan kinerja yang meningkat. Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2017 menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Total aset bank umum di Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp97,41 triliun. Total aset perbankan Riau tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 15,26% (yoy) pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 8,24% (yoy). Pada triwulan I DPK tumbuh sebesar 15,40% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 7,49% (yoy). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK perbankan Riau pada triwulan I 2017 juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2017, DPK tumbuh sebesar 15,40% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 7,49% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp72,22 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (46,31%), diikuti oleh deposito (35,75%) dan giro (17,93%). Pada triwulan I-2017 kredit perbankan Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, penyaluran kredit tetap tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan karena faktor musiman. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Total kredit perbankan Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp57,88 triliun, sedikit lebih rendah dari outstanding kredit triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar Rp58,39 triliun. Kualitas kredit pada triwulan laporan sedikit meningkat. Dipengaruhi oleh menurunnya outstanding kredit, kualitas kredit perbankan Riau sedikit meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 3,53%, atau naik tipis dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,44%. 5

21 Ringkasan Eksekutif Seiring dengan menurunnya kredi dan tumbuh meningkatnya DPK, rasio LDR mengalami penurunan. Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 80,14%, sedikit lebih rendah dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 87,69%. Penurunan LDR ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan penghimpunan DPK yang dilakukan oleh bank. V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 mengalami net outflow. Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat mengalami net outflow, hal ini sedikit berbeda dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan triwulan I 2016, transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau mencatat pertumbuhan outflow hingga 238%. Secara umum pada triwulan I 2017 terjadi peningkatan inflow sebesar Rp455 miliar atau meningkat hingga 78,04% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016, sementara outflow tercatat mengalami penurunan sebanyak Rp1,08 triliun atau turun hingga 44,31% (qtq) yang utamanya didorong oleh seasonal factor akibat masih rendahnya konsumsi pemerintah dan masyarakat di awal tahun anggaran. Apabila dibandingkan dengan posisi triwulan I 2016, arus uang masuk (inflow) meningkat sebesar 20.20% (yoy) sejalan dengan arus uang keluar (outflow) yang juga meningkat drastis sebesar 54.62% (yoy). Sementara itu, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, transaksi kliring dari sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara berturut-turut sebesar 10,75% dan 9,03%. Secara berkala Bank Indonesia melakukan layanan penukaran uang lusuh, kas keliling, dan membuka kas titipan. Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor 6

22 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau adalah membuka kas titipan perbankan untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar dapat didistribusikan sampai ke pelosok daerah. Kas titipan yang sudah beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar sejak Triwulan IV-2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50 miliar. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah membuka kas titipan baru yang mulai beroperasi pada Triwulan IV-2016 di Kota Rengat (Rokan Hulu) dengan plafon sebesar Rp100 miliar. VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan daerah periode Februari 2017 terindikasi membaik. Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Februari 2017 menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,94% pada Februari 2016 menjadi 5,76% pada Februari Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,82% pada September 2015 menjadi 7,67% pada September 2016 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari 102,23 pada triwulan IV 2016 menjadi 103,50 pada triwulan I VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2017 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2017 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, dan net ekspor yang tumbuh positif dan meningkat jika dibandingkan triwulan I Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh melambatnya konsumsi pemerintah, dan investasi. Disisi lain, melambatnya investasi mempengaruhi kinerja sektor konstruksi, serta masih berlanjutnya 7

23 Ringkasan Eksekutif kontraksi sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan menahan laju pertumbuhan ekonomi Riau. Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan meningkat Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan mencapai 2,5-3,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 2,23% (yoy). Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari net ekspor, konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi sektoral, sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan yang menjadi sektor unggulan Riau juga mengalami peningkatan. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor pertambangan dan penggalian yang diperkirakan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan tahun lalu. Inflasi Provinsi Riau triwulan III-2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,0+0,5% (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Inflasi Provinsi triwulan III 2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,0+0,5% (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Tingkat inflasi triwulan III 2017 diperkirakan lebih tinggi jika dibandingkan triwulan yang sama tahun Secara keseluruhan tahun 2017, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 4,0-5,0% (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2016 yang sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga terutama bahan makanan yang cukup tinggi pada awal tahun 2017, penyesuaian tarif listrik dan penyesuaian harga BBM. Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama berasal dari inflasi administered price dan volatile food Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama berasal dari inflasi kelompok administered price seiring dengan dampak lanjutan penyesuaian tarif listrik yang sudah memasuki tahap III sejak 1 Mei 2017, serta adanya rencana kenaikan harga BBM non subsidi turut menjadi faktor yang memberikan tekanan terhadap laju inflasi kelompok administered price. Selain itu, meningkatnya tekanan inflasi volatile food bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat keterbatasan pasokan seiring dengan kemungkinan terjadinya la nina yang menguat sehingga mengganggu pasokan dari beberapa sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke wilayah Riau. 8

24 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 2,82% (yoy), mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 2,22% (yoy). Kondisi tersebut searah dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan dari 4,49% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,05% (yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih rendah dibandingkan Nasional dan Sumatera (Grafik 1.1). Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan I 2017 tercatat sebesar 4,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,37% (yoy). 10

25 Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) 5,14 5,03 4,96 4,97 5,04 5,04 5,02 4,73 4,66 4,74 4,79 4,79 4,94 5,01 4,55 4,52 4,46 4,47 4,49 4,20 4,39 4,19 4,07 4,03 Nasional Sumatera Riau 3,53 3,14 2,99 2,83 2,74 2,75 2,60 2,22 1,41 1,26 (0,03) I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 (1,36) (2,06) 4,05 2,82 Sumber: BPS Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi, investasi, dan perbaikan ekspor, sementara dari sisi sektoral faktor utama pendorong pertumbuhan berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar eceran. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh menurunnya kinerja sektor konstruksi seiring dengan menurunnya konsumsi semen, impor barang modal, dan menurunnya pertumbuhan kredit konstruksi. Hal ini dipengaruhi oleh realisasi keuangan fisik Pemerintahan Kabupaten yang masih rendah akibat minimnya ketersediaan anggaran sehingga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum bisa melaksanakan kegiatan dengan optimal. Memasuki triwulan II 2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Sedangkan dari sisi penawaran, sumber pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja sektor konstruksi, dan perdagangan besar eceran ke depan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya harga komoditas perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II 2017 sehingga diperkirakan berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan yang juga berimbas terhadap melambatnya net ekspor Riau. 11

26 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dari 2,22% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,82% (yoy). Sumber pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2017 didorong oleh peningkatan dari sisi domestik maupun global. Peningkatan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi, investasi, dan perbaikan ekspor (Tabel 1.1). Konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan seiring dengan lebih tingginya realisasi belanja pemerintah daerah triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun Sementara itu kenaikan konsumsi swasta dipengaruhi oleh pelaksanaan Pilkada di beberapa Kabupaten di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 seperti di Kampar dan Pekanbaru. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi juga didorong oleh kenaikan konsumsi rumah tangga yang terkompensasi dari kenaikan ekspor terutama ekspor CPO sebagai salah satu komoditas unggulan di Provinsi Riau. Kenaikan ekspor tersebut juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global seiring dengan membaiknya kondisi negara mitra dagang seperti India dan Tiongkok yang cukup kuat. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Komponen Pengeluaran Growth (% yoy) Kontribusi Pertumbuhan (% yoy) I II III IV I I II III IV I 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,42 5,76 5,08 4,32 5,38 4,85 2,30 2,05 1,79 1,50 1,90 1,79 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,89 3,14 2,77 1,82 2,65 6,76 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (1,69) 6,88 (4,50) 4,07 1,34 6,96 (0,05) 0,26 (0,15) 0,17 0,05 0,23 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,96 3,32 3,57 4,48 3,60 6,26 0,94 1,07 1,16 1,48 1,17 2,08 5. Ekspor Luar Negeri (4,60) (13,09) (5,42) (34,34) (15,35) 1,38 (1,18) (3,33) (1,44) (8,00) (3,88) 0,40 6. Impor Luar Negeri (3,97) 14,64 11,61 27,43 11,99-13,76 (0,16) 0,60 0,45 1,19 0,49 0,15 7. Net Ekspor (1,43) (1,85) (4,32) (2,69) (2,61) (2,44) (0,38) (0,48) (1,15) (0,70) (0,69) (0,61) PDRB 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 Sumber : BPS Perekonomian Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Momentum Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan diperkirakan mendorong peningkatan permintaan masyarakat sehingga mendorong 12

27 Kondisi Ekonomi Makro Regional pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk percepatan realisasi APBD juga diperkirakan dapat mendorong kenaikan konsumsi pemerintah, sekaligus mendorong peningkatan investasi meskipun masih terbatas Konsumsi Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 4,85%(yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,32% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga tercermin dari meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Keyakinan Ekonomi (IKE) bulan April yang masing-masing tercatat sebesar 88,92 dan 83,08. Meskipun berada pada level pesimis (dibawah batas 100) namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan level indeks pada periode sebelumnya yang sebesar 84,92 dan 78,92 (Grafik 1.2). Peningkatan konsumsi rumah tangga terkompensasi dari kenaikan ekspor CPO, dimana sebagian besar masyarakat di Provinsi Riau bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit sehingga kondisi tersebut meningkatkan penghasilan dan mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau pada awal tahun 2017 (Grafik 1.3) semakin meningkatkan kinerja konsumsi rumah tangga yang tercermin dari meningkatnya likert scale permintaan domestik sebagaimana Grafik 1.4 dibawah ini. Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia IKK IKE IEK Garis 100 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr

28 Rp Miliar % yoy Rp Miliar % yoy E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.3 UMP Riau Grafik 1.4 LS Permintaan UMK (Rp) Growth (% yoy) 25,00 20,00 1,50 1,00 0,50 Penjualan Ekspor Penjualan Domestik 1,50 1,00 Rp ,00 10,00 5,00 - growth (%yoy) 0,00-0,50-1,00-1,50-2,00-2,50-3,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0, ,50-0,50-1,00-1,50 Sumber: SK Gubernur Riau No.1058/XI/2016 Sumber: Liaison Bank Indonesia Berdasarkan hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, keyakinan konsumen terhadap kondisi ke depan cukup baik. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) April yang mengalami peningkatan dari 90,92 menjadi 94,75. Keyakinan tersebut juga diiringi dengan kenaikan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama yang pada bulan April mencapai 103,75 lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 90,50. Meningkatnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi saat ini juga terindikasi dari kredit kendaraan bermotor (Grafik 1.4) dan kredit durable goods yang tumbuh meningkat (Grafik 1.5). Grafik 1.4. Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.5. Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Kredit Kendaraan Bermotor Growth (% yoy) Kredit Konsumsi Growth (% yoy) Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: LBU Bank Indonesia Sementara itu, konsumsi LNPRT pada triwulan laporan tercatat tumbuh 6,76% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 1,82% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT ini didorong oleh penyelenggaraan PILKADA di Kabupaten Kampar dan Pekanbaru. Selain itu, pertumbuhan konsumsi 14

29 Kondisi Ekonomi Makro Regional pemerintah tercatat mencapai 6,96% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,07% (yoy). Apabila dilihat dari realisasi belanja pemerintah sebagaimana Tabel 1.2, pada triwulan I 2017 realisasi belanja mencapai Rp562,35 miliar atau 5,11% (yoy) dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar 4,60% (yoy) dari total anggaran Rp10,972 triliun. Peningkatan utamanya terjadi pada realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai sehingga produktivitas dan multiplier efek terhadap pembangunan ekonomi relatif rendah. Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Uraian Jumlah Anggaran (triliun) Tw I 2017 (Posisi 30 Maret) Jumlah Jumlah % Realisasi % Realisasi % Anggaran Anggaran Realisasi (triliun) Realisasi (triliun) Realisasi (triliun) (triliun) Realisasi (triliun) Pendapatan Daerah 7,407 6,911 93,3 7,233 6,736 93,13 8,859 1,781 20,11 Belanja Daerah 11,388 7,761 68,15 10,365 8,625 83,22 11,008 0,562 5,11 Pembiayaan Daerah 3,981 3, ,01 3,132 3, ,01 2,149 1,343 62,5 Surplus/(Defisit) -3,981-0,850 21,35-3,132-1,889 60,33-2,149-1,219 56,74 Sumber : BPKAD Provinsi Riau Pada triwulan II 2017, konsumsi secara umum tumbuh meningkat. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dilatarbelakangi oleh potensi peningkatan permintaan menjelang Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan. Di sisi lain, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk percepatan realisasi APBD juga diperkirakan dapat mendorong kenaikan konsumsi pemerintah pada Semester I tahun Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh sebesar 6,26% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,48% (yoy). Perkembangan indikator 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00-0,20 Grafik 1.6. Likert Scale Investasi Perkiraan Investasi Investasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ,00 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50 terkini menunjukkan adanya Sumber: Liaison Bank Indonesia 15

30 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional kenaikan realisasi investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagaimana grafik dibawah. Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Rp Ribu Realisasi PMDN growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I growh (% yoy) Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau USD Ribu Realisasi PMA growth (yoy) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Pada Tabel 1.3 dibawah terlihat bahwa meningkatnya kinerja investasi PMDN bersumber dari ketiga sektor yaitu primer, sekunder, dan tersier. Sementara itu, kenaikan tertinggi nilai investasi PMA bersumber dari sektor sekunder sedangkan nilai investasi total sektor primer dan tersier mengalami penurunan. Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Per Sektor Provinsi Riau Sektor PMA (US$. Ribu) PMDN (Rp. Juta) Tw IV-2016 Tw I 2017 Tw IV-2016 Tw I 2017 Tanaman Pangan dan Perkebunan Peternakan PRIMER Kehutanan Pertambangan Total Industri Makanan Industri Kayu Industri Kertas, Barang dari kertas dan Percetakan Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik SEKUNDER Industri Mineral Non Logam - - Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya Industri Lainnya Total Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan dan Reparasi TERSIER Hotel dan Restoran 225 Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran Jasa Lainnya Total Total Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 16

31 Kondisi Ekonomi Makro Regional Kenaikan nilai investasi PMDN tertinggi dari sektor primer bersumber dari tanaman pangan dan perkebunan. Sedangkan pada sektor sekunder, kenaikan nilai investasi tertinggi bersumber dari industri makanan, industri kertas, dan industri kimia. Jika dilihat dari realisasi belanja pemerintah triwulan I 2017, realisasi belanja modal relatif rendah sehingga peningkatan nilai investasi konstruksi di sektor tersier relatif kecil. Kenaikan nilai investasi tertinggi sektor tersier utamanya berasal dari investasi listrik dan perumahan. Di sisi lain, kenaikan tertinggi nilai investasi sektor sekunder PMA bersumber dari industri kimia dasar, industri logam, industri tekstil, dan industri kayu. Sejalan dengan percepatan realisasi APBD dalam rangka pembangunan infrastruktur yang lebih baik, kinerja investasi pada triwulan II 2017 juga diperkirakan tumbuh meningkat. Beberapa proyek strategis yang masih terus berlanjut diantaranya, jalan tol trans Sumatera yang melewati Pekanbaru-Dumai seluar Km, serta pembangunan jalur kereta api di 4 titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri- Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru-Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km). Selain itu, upaya maintenance yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan dapat menjaga tingkat pertumbuhan investasi di Provinsi Riau. 2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Pertumbuhan net ekspor Provinsi Riau pada triwulan I 2017 (Tabel 1.4) tercatat kontraksi sebesar 2,44% (yoy), membaik jika dibandingkan kontraksi pada triwulan IV 2016 yang sebesar 2,69% (yoy). Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu ton) Jenis Pangsa (%) yoy (%) 2016 I II III IV I 2016 I I-17 Makanan dan Hewan Bernyawa 385,3 343,4 363,7 515, ,7 443,8 8,51 8,12 (7,24) 15,18 Tembakau dan Minuman 7,5 8,3 4,6 5,2 25,5 6,8 0,14 0,12 (8,53) (9,20) Barang Mentah 685,8 774,1 792,9 894, ,1 838,4 16,66 15,34 7,76 22,26 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 40,1 23, ,2-0,33 - (46,89) (100,00) Minyak dan Lemak Nabati 2.455, , , , , ,3 61,47 65,81 (7,58) 46,51 Bahan Kimia 172,3 169,4 179,7 140,4 661,8 75,3 3,50 1,38 22,13 (56,29) Barang Manufaktur 437,4 429,9 464,7 439, ,5 503,2 9,38 9,21 7,80 15,04 Mesin dan Peralatan 0,3 0,2-0,0 0,5 1,5 0,00 0,03 0,00 0,00 Hasil Olahan Manufaktur ,0 0,0-0,00 - (96,79) - Koin, bukan mata uang Total 4.183, , , , , ,2 100,00 100,00 (3,38) 30,65 Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 17

32 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Membaiknya net ekspor pada triwulan laporan, terutama disumbang oleh kenaikan ekspor luar negeri dari kontraksi 34,34% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi tumbuh positif 1,38% (yoy). Peningkatan ekspor ini juga diikuti oleh menurunnya impor sehingga mendorong kinerja net ekspor. Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, meningkatnya ekspor terutama bersumber dari hasil pengolahan kelapa sawit, khususnya CPO seiring dengan meningkatnya permintaan CPO dunia pada awal tahun 2017 (Grafik 1.9). Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ribu ton ribu ton ribu ton % yoy Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 - Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) (60,00) (80,00) % yoy % yoy (100,00) (120,00) ribu ton Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 - Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) % yoy Berdasarkan negara tujuan ekspornya, meningkatnya ekspor terutama berasal dari India yaitu dari 863 ribu ton pada triwulan IV 2016 menjadi 926 ribu ton pada triwulan laporan (Grafik 1.13). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi India ditopang oleh aktivitas konsumsi yang turut mendorong meningkatnya permintaan terhadap CPO. Dengan meningkatnya permintaan dan harga, ekspor CPO luar negeri secara langsung mengalami peningkatan. 18

33 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-2016 April-2016 May 2016 Jun-2016 Jul-2016 Aug-2016 Sep-2016 Okt-2016 Nov-2016 Des-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Thousands Metric Ton KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan ribu ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Cina India ASEAN MEE Lainnya Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Total konsumsi CPO dunia hingga Maret 2017 tercatat sebanyak ribu MT, meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebanyak ribu MT sebagaimana Grafik Kondisi ini juga dipicu oleh kenaikan harga komoditas global sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang. Namun demikian, harga CPO masih dibayangi oleh peningkatan produksi kedelai sebagai subsitusi CPO dimana dengan stok berlimpah harga kedelai menjadi semakin rendah (Grafik 1.15). Penurunan harga CPO juga diakibatkan penurunan permintaan dari Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa akibat resolusi sawit terhadap Indonesia. Selain itu, adanya peraturan terkait restorasi gambut diperkirakan memperlambat pertumbuhan ekspor pada triwulan II Grafik 1.14 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.15 Ending Stocks CPO Dunia Other Colombia Egypt Bangladesh United States Nigeria Thailand Pakistan Malaysia Europa Union China India Indonesia Sumber : USDA Other China Europa Union India Indonesia Malaysia Sumber : USDA 19

34 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Impor Perkembangan impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat kontraksi 46,26% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan IV 2016 yang sebesar 2,54% (yoy). Lebih dalamnya kontraksi pada triwulan laporan disebabkan oleh menurunnya impor luar negeri maupun antar daerah masing-masing dari 27,43% (yoy) dan kontraksi 14,91% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,76% (yoy) dan kontraksi 81,99% (yoy). Penurunan impor tertinggi bersumber dari impor barang modal dari 50,15 ribu ton pada triwulan IV 2016 turun 9,50% menjadi 7,26 ribu ton pada triwulan I Penurunan ini sejalan dengan belum optimalnya belanja modal APBD dan menurunnya kinerja sektor konstruksi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemerintah daerah, belum optimalnya serapan anggaran untuk kegiatan produktif tersebut juga disebabkan oleh belum selesainya permasalahan RTRW yang menghambat sejumlah pembangunan infrastruktur yang memerlukan izin lahan. Grafik Impor Non Migas Ribu Ton Impor Non Migas growth % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Impor Barang Intermedier Grafik Impor Barang Modal Ribu Ton Barang Modal growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Impor Barang Konsumsi % yoy (100) (200) Ribu Ton Barang Intermedier growth % yoy (100) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Ribu Ton Barang Konsumsi growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % yoy (100) (200) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 20

35 Kondisi Ekonomi Makro Regional Impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan membaik jika dibandingkan triwulan I Perbaikan impor terutama bersumber dari kenaikan impor luar negeri. Hal ini juga dipengaruhi oleh momentum meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan. Selain itu, meningkatnya impor diperkirakan sejalan dengan meningkatnya realisasi anggaran produktif pemerintah terkait belanja modal. Disamping itu, relatif terjaganya volatilitas rupiah turut mendorong peningkatan impor. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap USD pada bulan April 2017 tercatat sebesar Rp13.307/USD menguat dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar Rp13.348/USD. Namun masih belum optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global berpotensi menahan laju impor. Grafik 1.20 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Rp Thd USD Growth (% yoy) Kurs Tengah % yoy Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Sumber : Bank Indonesia PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2017 secara umum menunjukkan peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan dari sisi penawaran terutama bersumber dari empat sektor utama yaitu pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar eceran. Meningkatnya sektor pertanian terutama bersumber dari kenaikan pertumbuhan subsektor kehutanan dan penebangan kayu. Kondisi tersebut juga diikuti oleh kenaikan pertumbuhan industri pengolahan kertas dan barang dari kertas yang pada triwulan laporan tumbuh positif dari triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi. Selain itu, industri makanan dan minuman juga turut mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan sektor perdagangan besar eceran sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat. Terlepas dari hal tersebut, 21

36 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan perbaikan kontraksi terutama subsektor pertambangan migas dan batubara yang tercermin dari peningkatan lifting minyak dan kenaikan harga komoditas tambang. Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Sektor Growth (% yoy) Kontribusi Pertumbuhan (% yoy) I II III IV I I II III IV I 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,66 4,63 3,06 4,55 3,98 5,37 0,84 1,07 0,71 1,08 0,92 1,27 2 Pertambangan dan Penggalian -1,53-3,19-5,26-6,81-4,22-6,72-0,44-0,91-1,45-1,82-1,18-1,82 3 Industri Pengolahan 5,13 4,15 3,20 5,94 4,61 7,30 1,24 1,01 0,80 1,49 1,13 1,82 4 Pengadaan Listrik, Gas 15,90 15,64 14,79 8,28 13,52 5,45 0,01 0,01 0,01 0,00 0,01 0,00 5 Pengadaan Air 2,00-1,15-0,79-1,70-0,45 5,14 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6 Konstruksi 3,84 4,87 5,25 5,63 4,92 3,15 0,31 0,40 0,44 0,49 0,41 0,26 7 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 4,93 6,60 3,61 4,46 4,88 5,99 0,46 0,62 0,34 0,42 0,46 0,57 8 Transportasi dan Pergudangan 4,52 4,46 2,46 1,02 3,06 4,08 0,04 0,04 0,02 0,01 0,03 0,03 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,47 6,10 1,67-0,12 3,17 3,30 0,03 0,03 0,01 0,00 0,02 0,02 10 Informasi dan Komunikasi 4,21 5,19 6,26 4,12 4,95 2,79 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 0,02 11 Jasa Keuangan 1,83 8,47 5,96 6,53 5,65 0,26 0,02 0,08 0,05 0,06 0,05 0,00 12 Real Estate 1,91 0,51 1,12 2,52 1,52 3,37 0,02 0,00 0,01 0,02 0,01 0,03 13 Jasa Perusahaan 0,19 1,34 1,64 7,11 2,64 9,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. -3,53 3,31-2,69 1,58-0,30 6,97-0,05 0,05-0,04 0,03 0,00 0,10 15 Jasa Pendidikan 0,63 2,64 0,98-1,34 0,68 3,67 0,00 0,01 0,01-0,01 0,00 0,02 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,17 1,03 0,93 0,13 0,56 5,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 17 Jasa lainnya 5,65 6,27 6,02 7,39 6,35 6,12 0,03 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 PDRB 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I Peningkatan tersebut turut mendorong kinerja sektor konstruksi karena terealisasinya sejumlah proyek strategis pemerintah. Disamping itu, momentum Ramadhan dan perayaan Idul Fitri mendorong mendorong kinerja sektor perdagangan besar eceran ke depan. Sementara itu, lifting migas diperkirakan masih terkontraksi dan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya harga komoditas perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II sehingga berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan yang juga berimbas terhadap melambatnya ekspor. 22

37 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,37% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 4,55% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari subsektor kehutanan dan penebangan kayu (Grafik 1.21) yang tercatat sebesar 9,77% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,04% (yoy). Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian % yoy Kehutanan dan Penebangan Kayu Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Perikanan 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00 Grafik Likert Scale Pertanian Penjualan Ekspor Penjualan Domestik I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0, ,50 1,00 0, I II III IV I II III IV I II III IV I ,50-2,00-2,50-0,50-1, ,00-1,50 Sumber: BPS Provinsi Riau Sumber : Liaison Bank Indonesia Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan juga terindikasi dari hasil liaison triwulan I 2017 yang menyatakan bahwa perbaikan produksi kelapa sawit pasca musim trek awal tahun 2016 dan dampak kabut asap 2015 baru dirasakan mulai semester kedua di tahun 2016 hingga awal tahun Selain itu, peningkatan produksi didorong oleh permintaan dalam negeri dan ekspor (Grafik 1.22). Kondisi ini tercermin dari peningkatan konsumsi CPO domestik Indonesia pada triwulan I 2017 yang mencapai 9,6 juta MT/bulan, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 8,6 juta MT/bulan. Disamping itu, ekspor CPO pada triwulan I 2017 juga meningkat dari rata-rata 24,5 juta MT/bulan pada triwulan I 2016 menjadi 25,7 juta MT/bulan. Meningkatnya permintaan ekspor tidak terlepas dari faktor perbaikan ekonomi global yang berimbas pada perbaikan harga komoditas internasional. 23

38 I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II III IV I Apr E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Harga Karet Rp/Kg I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg Bokar Karet Dunia 2,70 2,50 2,30 2,10 1,90 1,70 1,50 1,30 $/MT Grafik Perkembangan Harga Sawit TBS CPO Rp/Kg Sumber : Bloomberg $/MT Meningkatnya kinerja sektor pertanian juga diikuti oleh peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 103,5 atau lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 102,23 (Grafik 1.25). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai yang diterima petani lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Selain itu, tekanan inflasi pedesaan juga mengalami penurunan sehingga menyebabkan daya beli petani masih relatif baik (Grafik 1.26) Grafik Nilai Tukar Petani Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Nilai Tukar Petani I II III IV I II III IV I Apr Grafik Inflasi Pedesaaan I II III IV I II III IV I Apr Nilai Tukar Petani g Total Inflasi Pedesaan 5 - (5) (10) (15) (20) Sumber : LBU Bank Indonesia Sumber : LBU Bank Indonesia Perkembangan indikator terkini mengindikasikan perlambatan kinerja sektor pertanian pada triwulan berjalan. Hal ini terlihat dari melambatnya harga komoditas unggulan sejak awal April 2017 akibat oversupply minyak nabati dunia yang menimbulkan preferensi negara mitra dagang untuk mulai menggunakan kedelai dibandingkan dengan kelapa sawit karena selisih harga yang rendah. Kondisi ini juga diwarnai oleh ketidakpastian global dan isu geopolitik seperti resolusi sawit Uni Eropa dan restorasi gambut yang berdampak terhadap fluktuasi harga dan ketenagakerjaan perusahaan kelapa sawit. Perlambatan tersebut juga diikuti oleh 24

39 Kondisi Ekonomi Makro Regional menurunnya nilai tukar petani dari 103,5 pada triwulan I 2017 menjadi 103,1 bulan April Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan I 2017 masih mengalami kontraksi sebesar 6,72% (yoy), sedikit membaik dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 6,81% (yoy). Subsektor pertambangan minyak dan gas bumi juga mengalami perbaikan namun masih terkontraksi. Perbaikan tersebut tercatat dari kontraksi 7,49% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi kontraksi 6,53% (yoy). Kondisi ini juga tercermin dari peningkatan lifting minyak bumi (Grafik 1.28) yang juga disertai dengan kenaikan harga minyak dunia (Grafik 1.27). Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian % yoy Pertambangan Batubara dan Lignit Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Bijih Logam Sumber: BPS Provinsi Riau Pertambangan dan Penggalian Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I ribu barel/hari Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 - Lifting growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Sumber: Kementerian ESDM 4,00 2,00 - (2,00) (4,00) (6,00) (8,00) (10,00) (12,00) (14,00) (16,00) yoy,% Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau USD/bbl Minyak WTI Minyak Minas 0 I III I III I III I III I III I III I III I Sumber: Sumber : Bloomberg Selain itu, perbaikan kontraksi sektor pertambangan juga didorong oleh subsektor pertambangan batubara dan lignit yang pada triwulan I 2017 tumbuh positif sebesar 0,85% (yoy) dari yang sebelumnya kontraksi sebesar 3,96% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.27). Meningkatnya pertumbuhan pertambangan batubara dipicu oleh meningkatnya harga batubara dunia (Grafik 1.30) sehingga mendorong pelaku usaha memanfaatkan momentum tersebut dengan meningkatkan volume produksi. 25

40 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Harga Batubara Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau USD Coal Growth I III I III I III I III I III I III I III I % SBT I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I Tw-II Tw-IIITw-IV Tw-I Sumber: Bloomberg Sumber: SKDU Bank Indonesia Contact liaison pada triwulan laporan menginformasikan lifting minyak bumi secara total di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 mencapai 232,01 juta barel/hari, menurun 3,37% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 240,1 juta barel/hari. Sementara itu, total produksi gas di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 mencapai 33,06 ribu MMBTU/hari, meningkat 9,59% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 30,17 ribu MMBTU/hari. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi (natural declining), rendahnya harga minyak dunia, dan mahalnya teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan lifting, serta kendala waktu perizinan yang akan habis semakin menekan kinerja subsektor pertambangan dan penggalian migas. Sejak pertengahan tahun 2016, harga minya dunia mulai beranjak naik namun berdasarkan hasil liaison perbaikan harga tersebut belum memberikan insentif bagi produsen minyak dan gas bumi. Kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan keterbatasan untuk melakukan eksplorasi baru akibat terkendala izin AMDAL yang mengharuskan adanya izin pembebasan lahan ditengah persoalan RTRW yang belum selesai. Selain itu, pertumbuhan sektor pertambangan juga disertai dengan risiko kembali menurunnya harga karena kenaikan harga selama ini lebih dipengaruhi oleh oversupply di Amerika Serikat. 26

41 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-2016 April-2016 May 2016 Jun-2016 Jul-2016 Aug-2016 Sep-2016 Okt-2016 Nov-2016 Des-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.3. Sektor Industri Pengolahan Sejalan dengan meningkatnya kinerja sektor pertanian, kinerja sektor industri pengolahan juga tercatat meningkat (Grafik 1.32). Pada triwulan I 2017 sektor industri pengolahan tumbuh Grafik Pertumbuhan Industri Pengolahan % yoy Industri Makanan dan Minuman 20 Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 15 Industri Batubara dan Pengilangan Migas 10 5 sebesar 7,30% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,94% (yoy). 0-5 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) Peningkatan ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan produksi perkebunan sawit pasca musim trek dan dampak kabut asap tahun 2015 yang perbaikan produksinya baru dirasakan akhir tahun 2016 hingga awal tahun Selain itu, peningkatan produksi juga didukung oleh kenaikan harga komoditas dan ekspor (Grafik 1.33). Pada triwulan I 2017 ekspor CPO tercatat meningkat dari rata-rata 24,5 juta MT/bulan pada triwulan I 2016 menjadi 25,7 juta MT/bulan. Grafik 1.33 Likert Scale Industri Pengolahan Grafik Produksi CPO Dunia 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00-1,50-2,00-2,50-3,00 Penjualan Ekspor Penjualan Domestik I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0, ,50 1,00 0,50-0,50-1,00-1, Other Nigeria Colombia Thailand Malaysia Indonesia Sumber : Liaison Bank Indonesia Sumber: USDA Kinerja industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat sejalan dengan kebijakan 15% biodiesel kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan sehingga meningkatkan penyerapan domestik. Selain itu, peningkatan penjualan domestik di subsektor industri pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat meningkatnya permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina. 27

42 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain: ketidakpastian ekonomi global yang dapat berimbas terhadap fluktuasi harga komoditas unggulan yang sejak awal April 2017 mengalami penurunan akibat oversupply minyak nabati dunia. selain itu adanya isu politik restorasi gambut dan resolusi Uni Eropa juga turut mempengaruhi perkiraan Bank Indonesia terhadap kondisi pertumbuhan industri pengolahan triwulan II 2017 yang relatif melambat dibandingkan triwulan I Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan I 2017 tercatat meningkat dari 4,46% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,99% (yoy) pada triwulan laporan. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini didorong oleh peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 7,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,17% (yoy) sebagaimana Grafik Kondisi ini sejalan dengan pengeluaran rumah tangga (Grafik 1.36) yang secara umum menunjukkan peningkatan. Meningkatnya kinerja sektor perdagangan didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan meningkatnya penghasilan sebagai dampak dari membaiknya harga komoditas unggulan di Provinsi Riau Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor % yoy Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya Perdagangan Besar dan Eceran I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Riau Grafik 1.36 Perkiraan Pengeluaran Konsumen Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Meningkatnya kinerja perdagangan diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan II 2017 seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Hal tersebut terindikasi dari peningkatan kinerja sektor perdagangan besar 28

43 Kondisi Ekonomi Makro Regional dan eceran juga berdasarkan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (Grafik 1.38) bulan April yang berada pada level optimis 103,75 lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I 2017 yang berada pada level pesimis 90,50. Peningkatan konsumsi barang tahan lama ini juga didorong oleh apresiasi nilai tukar rupiah yang menyebabkan harga sparepart, suku cadang dan aksesoris lebih murah dan terjangkau sehingga mendorong kinerja sektor perdagangan ke depan. Ke depan kinerja sektor perdagangan juga terus didorong dengan relatif terjaganya tingkat inflasi sehingga diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat. 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00-1,50-2,00-2,50-3,00 Grafik Likert Scale Perdagangan Penjualan Ekspor Penjualan Domestik I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0, Sumber: Liaison Bank Indonesia 1,50 1,00 0,50-0,50-1,00-1,50 Grafik Indeks Barang Tahan Lama ,00 94,50 98,40 100,00 100,00 104,00 118,50 105,00 108,73 90,33 77,00 99,00 81,20 105,74 104,75 107,25 90,50 103,75 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 3.5. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,15% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,63% (yoy). Hal ini juga terkonfirmasi dari kredit konstruksi (Grafik 1.39) dan konsumsi semen (Grafik 1.40) pada triwulan I Melambatnya kinerja sektor konstruksi tercermin dari menurunnya realisasi penyaluran dan pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau yang pada triwulan laporan tercatat menurun dari kontraksi 2,01% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi kontraksi 6,38% (yoy) sebagaimana ditunjukkan pada Grafik Selain itu, volume realisasi konsumsi semen yang pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 4,93% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 5,45% (yoy). Dilihat dari volumenya, konsumsi semen pada triwulan I 2017 sebanyak 392,28 ribu ton, menurun jika dibandingkan capaian triwulan IV 2016 yang sebesar 576,20 ribu ton. (Grafik 1.40). Melambatnya kinerja sektor konstruksi dipengaruhi oleh belum optimalnya serapan anggaran APBD untuk kegiatan produktif sebagai dampak 29

44 I I I I I I I I E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional terkendalanya pembangunan infrastruktur terkait dengan pembebasan lahan karena masalah RTRW yang belum selesai. Rp Miliar Grafik Kredit Konstruksi Grafik Konsumsi Semen % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Kredit Konstruksi Growth (% yoy) Konsumsi Semen g-yoy % yoy Ribu Ton II III IV II III IV II III IV II III IV II III IV II III IV II III IV Apr Sumber: LBU Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Memasuki triwulan II 2017, kinerja sektor konstruksi diperkirakan terus meningkat. Kondisi ini sejalan dengan pola belanja pemerintah dan realisasi investasi yang kecenderungannya mulai meningkat pada triwulan kedua. Masih tumbuh positifnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku usaha terhadap membaiknya daya beli masyarakat ke depan. Sebaliknya, apabila pelaku swasta khawatir dalam merealisasikan investasinya terkait dengan kepatuhan wajib pajak, terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari undisbursed loan konstruksi dapat menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian juga dengan belum disahkannya RTRW masih menjadi faktor penghambat dalam pengembangan sektor tersebut. 30

45 Boks KEMANDIRIAN EKONOMI PESANTREN Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Provinsi Riau, yaitu mencapai 89,86% beragama Islam (BPS, Sensus 2013). Dalam kehidupan sehari-hari budaya Islam juga dipegang oleh masyarakat Riau pada umumnya. Pada bidang pendidikan, Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang telah berdiri sejak lama. Saat ini terdapat 183 pesantren dengan 33 ribu santri yang terdaftar di seluruh Riau. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren sekarang diharapkan tidak hanya menjalankan fungsi tradisional, yaitu untuk pengajaran ilmu-ilmu Islam, pemeliharaan tradisi Islam, dan regenerasi ulama, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat dan sekitarnya. Tidak tepat bila kita membandingkan kondisi Pesantren di Riau dengan Pesantren di Jawa yang telah berkembang, namun beberapa pesantren telah melakukan usaha pemberdayaan ekonomi dengan berbagai pola, antara lain : usaha ekonomi yang berpusat pada figur kyai sebagai orang yang paling bertanggung jawab mengembangkan pesantren, dan usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas lulus dari pesantren. Sebagai langkah awal pengembangan kemandirian ekonomi pesantren, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Riau melakukan identifikasi awal potensi usaha yang dmiliki masing-masing pesantren, untuk mendapatkan informasi bagaimana model bisnis yang sesuai dan sektor ekonomi yang paling tepat dikembangkan oleh pesantren. Selanjutnya KPw BI Provinsi Riau menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan dan pertanian organik pada tanggal 16 s/d 21 Mei 2017 berlokasi di Ponpes AL Amin Dumai yang diikuti oleh 5 pesantren dari berbagai daerah di Riau. Sebagai informasi awal, sektor ekonomi yang bisa berpotensi dikembangkan oleh pesantren adalah sektor pertanian dan perikanan, industri pengolahan (makanan jadi), dan sektor perdagangan.

46 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 ASESMEN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia, inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan. Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari peningkatan inflasi administered price akibat penyesuaian tarif listrik, peningkatan biaya perpanjangan STNK, serta kenaikan tarif cukai rokok. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada inflasi inti akibat kenaikan tarif pulsa ponsel untuk menutup biaya investasi penambahan BTS operator jasa telekomunikasi, serta meningkatnya daya beli masyarakat akibat kenaikan Upah Minimum Regional. Namun demikian tekanan inflasi yang lebih tinggi pada kedua kelompok tersebut tertahan oleh penurunan inflasi volatile food, karena membaiknya pasokan komoditas beras dan bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang merah) dari sentra penghasil terutama Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Relatif terkendalinya laju 31

47 Perkembangan Inflasi Daerah inflasi di Provinsi Riau juga tidak terlepas dari peningkatan koordinasi aktif Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya akan terus dilakukan dan difokuskan pada upaya menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi untuk meminimalisir tekanan inflasi yang lebih tinggi, terutama pada saat terjadi banjir Sumbar dan Riau di triwulan I PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan I-2017 tercatat 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 4,04% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,42% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan peningkatan dari 3,02% (yoy) pada triwulan IV-2016 menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan I-2017, meskipun realisasi inflasi nasional tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan I-2015 yang sebesar 4,45% (yoy). Jika dilihat realisasi inflasi provinsi di Sumatera pada triwulan I 2017, inflasi terendah terjadi di Provinsi Jambi sebesar 2,85% (yoy), sementara tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung 6,40% (yoy). Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw I 2017 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Inflasi se-sumatera Tahun 2016 Inflasi 3 Tahun Terakhir Sumut 3,91 Sumbar 3,82 Aceh 3,45 Riau 5,02% Sumatera 3,91% Nasional 3,61% Kepri 3,08 Jambi 2,85 Sumsel 3,71 % yoy 10 Nasional Riau Sumatera 8 7,75 7,32 7, ,38 6,17 6,12 5,71 5,02 4,45 4,42 4,75 3,61 2 Bengkulu 6,01 Lampung 3,67 Babel 6,40 0 I I I I Sumber : BPS, diolah 32

48 Perkembangan Inflasi Daerah Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari komponen administered price dan inflasi core. Peningkatan tekanan inflasi administered price secara tahunan didorong oleh kenaikan tarif listrik sebagai dampak lanjutan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut membedakan golongan tariff listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus rumah tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli Selain kenaikan tarif listrik, peningkatan inflasi administered prices di triwulan I 2017 juga bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan STNK, Rokok Kretek Filter, Bensin, dan Rokok Putih yang terjadi di bulan Januari Kenaikan biaya perpanjangan STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan berlaku sejak 6 Januari Kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan tarif cukai rokok tahun 2017 mulai 10,54% s/d 13% sehingga kenaikan harga jual eceran (HJE) rata-rata menjadi sebesar 12,26%. Sementara itu, komoditas bensin juga mengalami inflasi akibat kenaikan harga bensin non subdisi seperti Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, dan Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter sejak tanggal 5 Januari 2017 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Dari kelompok inflasi inti peningkatan disebabkan oleh meningkatnya tarif pulsa ponsel, sewa rumah, ditambah kenaikan harga mobil terutama terjadi pada Januari Meningkatnya tarif pulsa ponsel terpantau sejak September 2016 disebabkan operator jasa telekomunikasi bermaksud untuk menutup biaya investasi setelah terjadi kompetisi harga pada periode sebelumnya. Selain itu, perubahan tarif pulsa juga dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada momentum tertentu seperti tahun baru dan hari kebesaran agama sehingga untuk memenuhi kenaikan permintaan tersebut perusahaan harus melakukan ekspansi dengan penambahan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) yang berdampak pada penambahan biaya operasional. Sementara itu peningkatan harga sewa rumah mengikuti pola musiman kenaikan harga pada awal tahun, serta akibat adanya kenaikan tarif listrik. Sedangkan kenaikan harga mobil dipengaruhi oleh faktor kenaikan upah minimum dan kebijakan terkait bea balik nama. 33

49 Perkembangan Inflasi Daerah Di sisi lain, kelompok volatile food justru mengalami penurunan, yang didorong oleh penurunan tekanan harga beras, harga bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang merah), dan sejumlah sayuran akibat membaiknya kondisi pasokan dari Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Faktor yang menahan penurunan harga beras adalah meningkatnya harga komoditas ikan segar terutama ikan nila dan ikan serai akibat keterbatasan pasokan baik lokal maupun dari luar wilayah Riau. Grafik 2.1. Inflasi dan Sumbangan/Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy) INFLASI RIAU IV I II III IV I INFLASI CORE IV I II III IV I VOLATILE FOOD IV I II III IV I ADMINISTERED PRICE IV I II III IV I Peningkatan upah minimum regional (UMP Riau meningkat Riau 8,2%) Peningkatan tarif pulsa ponsel akibat operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi penambahan BTS Perbaikan harga komoditas meningkatkan daya beli masyarakat Ekspektasi ke depan diperkirakan meningkat Penurunan harga beras, bawang merah, dan tomat sayur secara tahunan akibat kondisi pasokan yang relatif baik Harga cabai merah mulai menurun pada triwulan I akibat membaiknya pasokan dari Sumbar dan Sumut Peningkatan harga ikan segar terutama ikan nila dan ikan serai, karena gangguan pasokan baik dari dalam maupun luar Riau Penyesuaian tarif listrik secara bertahap (pencabutan subsidi tarif listrik 900 VA pada pelanggan mampu) Peningkatan biaya perpanjangan STNK dan bea balik nama Kenaikan tarif cukai rokok Penyesuaian harga BBM non subsidi seperti Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, Dexlite Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai mencapai 5,33% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 5,17% dan 2,97% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2016 yang masing-masing tercatat 3,98%, 4,19%, dan 2,58% (yoy). Tingkat inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil. 34

50 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Riau, Sumatera (yoy) % yoy Nasional Riau Sumatera Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % yoy Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan I 2017 terutama berasal dari peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 1,90%, 1,48%, dan 1,01% pada triwulan I Kontribusi inflasi pada kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,56% (yoy), sebaliknya pada kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan mengalami kenaikan dari triwulan lalu yang sebesar 1,32% dan 0,24% (yoy). Kenaikan kontribusi cukup tinggi juga terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi dimana pada triwulan IV 2016 memberikan kontribusi -0,15%, pada triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan kontribusi yang cukup tinggi 0,41% (yoy). Grafik 2.4. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2017 di Riau (yoy) 35

51 Perkembangan Inflasi Daerah Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan tercatat sebesar 1,41% (qtq), mengalami penurunan dibandingkan realisasi inflasi triwulanan di triwulan IV 2016 yang sebesar 2,01% (qtq). Namun demikian, realisasi inflasi Riau pada triwulan I 2017 tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang sebesar 0,63% (qtq). Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) (% qtq) Riau Nasional Sumatera (% qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah Tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh kenaikan harga kelompok perumahan dan kelompok transportasi dan komunikasi. Berdasarkan komoditasnya, peningkatan tekanan inflasi pada kelompok perumahan terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air akibat penyesuaian tarif listrik dan sub kelompok biaya tempat tinggal akibat meningkatnya biaya sewa rumah. Sementara itu peningkatan pada kelompok transportasi komunikasi berasal dari meningkatnya sub kelompok transportasi dan sub kelompok sarana dan penunjang transpor akibat meningkatnya harga BBM non subsidi dan harga mobil. Grafik 2.6. Historis Inflasi selama Tw I 2017 di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw I Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumatera Sumber : BPS, diolah 36

52 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, Inflasi tertinggi berasal dari kelompok perumahan, kelompok transportasi dan komunikasi, dan kelompok makanan jadi dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 3,41%, 2,41%, dan 1,40% (qtq), atau masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,74%, 0,37% dan 0,29%. Sementara itu, realisasi inflasi triwulanan terendah terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan rekreasi olahraga dengan tingkat inflasi sebesar -0,68% dan 0,24% (qtq). Grafik 2.7. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2017 di Riau (qtq) % (qtq) Inf.qtq Tw IV 2016 Inf.qtq Tw I Bhn Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Sumber : BPS, diolah % Kontribusi 2,0 Transport Komunikasi 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0 Ke depan, tekanan inflasi Riau pada triwulan II-2017 diperkirakan meningkat dengan tendensi bias ke atas dari sasaran inflasi nasional. Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari inflasi kelompok volatile food karena meningkatnya harga barang seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, dampak lanjutan reformasi subsidi energi diperkirakan masih akan terus berlanjut pasca dicabutnya subsidi listrik tahap III per 1 Mei Tahun Disisi lain, tekanan inflasi inti juga diperkirakan sedikit meningkat akibat sejalan dengan berlanjutnya realisasi belanja pemerintah pada triwulan berjalan sehingga meningkatkan harga dari sisi permintaan. Secara spasial, inflasi tertinggi diperkirakan berasal dari Pekanbaru, diikuti Dumai dan Tembilahan. Adapun beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi antara lain penyesuaian tarif listrik secara bertahap, kenaikan permintaan bahan makanan menjelang Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, perbaikan 37

53 Perkembangan Inflasi Daerah harga komoditas dan UMR yang meningkatkan daya beli, potensi penyesuaian harga BBM dan terbatasnya BBM premium, kenaikan cukai rokok sebesar 10,54-13,00% per tahun, dan kenaikan biaya operasional pelaku usaha. Sedangkan beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas bawah kisaran proyeksi antara lain menguatnya nilai tukar rupiah terhadap USD sehingga menekan imported inflation, program peningkatan populasi sapi, terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, kelanjutan realisasi infrastruktur pangan & distribusi, program ketahanan pangan pemerintah pusat dengan mendorong perluasan lahan pertanian, kebijakan impor pangan, dan monitoring harga yang semakin intensif Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan I-2017, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 5,17% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,19% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru terutama bersumber dari kelompok administered price yang tercatat mengalami inflasi 5,63% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang deflasi sebesar 0,30% (yoy). Tingginya inflasi kelompok administered price disebabkan oleh meningkatnya tarif listrik akibat pencabutan subsidi pelanggan 900 VA mampu secara bertahap, kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga rokok kretek filter akibat kenaikan tarif cukai rokok. Selain itu, sumber tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok inti yang tercatat 4,12% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 3,50% (yoy). Meningkatnya laju inflasi inti disebabkan oleh kenaikan tarif pulsa ponsel akibat kebijakan operator jasa telekomunikasi yang menaikkan tarif untuk menutup biaya investasi penambahan BTS pada akhir tahun Di sisi lain, inflasi volatile food mengalami penurunan dari 10,46% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,49% (yoy) pada triwulan I Penurunan inflasi volatile food bersumber dari menurunnya harga komoditas beras dan bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang merah), serta beberapa jenis sayuran (tomat sayur, kol, kentang) akibat membaiknya pasokan terutama dari Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Penurunan lebih dalam tekanan inflasi volatile food tertahan oleh peningkatan harga ikan segar 38

54 Perkembangan Inflasi Daerah terutama ikan mujair, ikan serai, dan ikan nila karena gangguan produksi di beberapa daerah penghasil di Riau maupun dari luar Riau terutama Sumatera Barat. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi di Pekanbaru pada triwulan I 2017 bersumber dari semua kelompok. Tekanan inflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memberikan andil sebesar 1,78% dan 1,56%, dengan tingkat inflasi sebesar 7,58% dan 7,67% (yoy). Laju inflasi kelompok bahan makanan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2016 yang tercatat 10,34%(yoy), sementara laju inflasi kelompok makanan jadi tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 6,56% (yoy). Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I ( ) Grafik 2.9. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw I 2017 % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th 10 % (qtq) 5 Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I % kontribusi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Bahan Makanan 1.56 Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi Kota Dumai juga tercatat mengalami peningkatan, dari 3,98% di triwulan IV 2016 menjadi 5,33% (yoy) pada triwulan I Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Dumai terutama bersumber dari kelompok administered price yang meningkat dari 2,93% di triwulan IV 2016 menjadi 6,46% (yoy) di triwulan I Peningkatan juga disebabkan oleh meningkatnya tarif listrik dan peningkatan biaya perpanjangan STNK sebagaimana halnya terjadi di kota Pekanbaru. Kenaikan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok core yang mengalami peningkatan inflasi dari 2,52% menjadi 3,62% (yoy). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tarif pulsa ponsel dan biaya sewa rumah. Sebaliknya, penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok volatile food yang turun dari 8,24% di triwulan IV 2016 menjadi 8,06% (yoy) di triwulan I 2017, hal 39

55 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Dumai % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah % (qtq) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I-2017 Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I Bahan Makanan 6.57 Makanan Jadi % kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom tersebut seiring dengan penurunan harga komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai merah, cabai rawit, dan cabai hijau, beberapa komoditas daging segar (daging ayam ras, daging sapi, dan telur ayam ras), serta beberapa jenis sayuran seperti bayam, buncis, kangkung. Penurunan harga komoditas tersebut juga didorong oleh melimpahnya pasokan dari daerah sentra produksi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Penurunan tekanan kelompok volatile food tertahan oleh meningkatnya harga komoditas ikan segar terutama ikan kembung, ikan serai, ikan nila, ikan tongkol, dan udang basah karena keterbatasan pasokan. Apabila dilihat per kelompok komoditas, kelompok bahan makanan dan makanan jadi memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan I-2017 masing-masing sebesar 2,16% dan 1,38%, dengan tingkat inflasi 8,26% dan 6,57% (yoy). Kontribusi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,17% dan 1,41% dengan tingkat inflasi 8,36% dan 6,65% (yoy). Peningkatan andil inflasi tahunan cukup tinggi terjadi pada kelompok perumahan yang meningkat dari 0,39% menjadi 1,06% akibat kenaikan tarif listrik dan biaya sewa rumah, serta peningkatan pada kelompok transportasi dan komunikasi yang meningkat dari andil -0,11% menjadi 0,47% akibat meningkatnya biaya perpanjangan STNK ditambah peningkatan harga bensin non subsidi Inflasi Kota Tembilahan Searah dengan kedua kota perhitungan inflasi lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan tercatat meningkat dari 2,58% di triwulan IV 2016 menjadi sebesar 2,97% (yoy) di triwulan I Tekanan inflasi bersumber dari kelompok administered price yang tercatat meningkat dari 0,87% menjadi 6,78% (yoy). Peningkatan tekanan kelompok administered price tersebut bersumber dari 40

56 Perkembangan Inflasi Daerah meningkatnya tarif listrik dan biaya perpanjangan STNK sebagaimana terjadi di Pekanbaru dan Dumai. Di sisi lain penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok volatile food yang menurun dari 6,24% menjadi 3,85% (yoy), dan kelompok inflasi core yang menurun dari 1,36% menjadi 1,27% (yoy). Penurunan inflasi volatile food bersumber dari menurunnya harga bumbu-bumbuan antara lain cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih akibat ketersediaan stock dari daerah pemasok. Penurunan inflasi volatile food lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga beras dan beberapa komoditas ikan segar (udang basah, ikan kembung dan mujair) akibat gangguan pasokan. Sementara itu penurunan inflasi core, bersumber dari penurunan harga emas perhiasan dan beberapa produk elektronik seperti lemari es, televisi berwarna, kipas angin. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok perumahan memiliki kontribusi terbesar di Kota Tembilahan yaitu 1,18% dengan tingkat inflasi 4,69% (yoy). Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,10% dengan tingkat inflasi 0,41% (yoy). Kelompok penyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok bahan makanan dengan kontribusi 1,07% dan tingkat inflasi 3,78% (yoy), mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi 1,74% dengan tingkat inflasi 6,04% (yoy). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga serta kelompok transportasi dan komunikasi menjadi kelompok dengan kontribusi terendah terhadap inflasi Kota Tembilahan, yaitu sebesar 0,03% dan 0,07%, atau tercatat inflasi sebesar 0,51 dan 0,72%(yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 2th % (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I-2017 Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I Bahan Makanan 1.65 Makanan Jadi % kontribusi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport 0.72 & Rekreasi Kom

57 Perkembangan Inflasi Daerah 2.2. Disagregasi Inflasi 1 (yoy) Meningkatnya inflasi Riau pada triwulan I 2017 didorong oleh tekanan inflasi terutama berasal dari kelompok administered price. Kenaikan inflasi administered price tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan tarif listrik akibat pencabutan subsidi pelanggan listrik 900 VA mampu secara bertahap dan peningkatan biaya perpanjangan STNK. Peningkatan tekanan juga tejadi pada kelompok inflasi inti yang disebabkan meningkatnya tarif pulsa ponsel pada bulan Januari 2017 dan peningkatan biaya sewa rumah yang juga terjadi pada bulan Januari 2017 terutama di Pekanbaru dan Dumai. Sebaliknya penurunan tekanan terjadi pada kelompok volatile food akibat menurunnya harga bumbu-bumbuan terutama cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah dikarenakan terjaganya kondisi pasokan pada triwulan I Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (mtm) (% yoy) 6 CPI Core Volatile Food Administered Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) 20 CPI Core Volatile Food Administered Sumber : BPS, diolah 1 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 42

58 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Inti (Core) Laju inflasi core pada triwulan I-2017 tercatat sebesar 3,79% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 yang mencapai 3,19% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi core bersumber dari peningkatan tarif pulsa ponsel yang dilakukan oleh operator jasa telekomunikasi untuk menutup biaya investasi penambahan BTS, serta peningkatan biaya sewa rumah yang selain pola seasonal awal tahun juga disebabkan oleh peningkatan tarif listrik akibat pencabutan subsidi kepada pelanggan 900 VA secara bertahap. Faktor yang menahan peningkatan laju inflasi core lebih tinggi adalah penurunan harga komoditas gula pasir dan akibat menurunnya harga komoditas emas dan CPO di pasar internasional. Selain itu relatif terjaganya pasokan komoditas core secara umum, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terkendalinya ekspektasi masyarakat, dan cenderung moderatnya tekanan permintaan secara umum juga menahan laju peningkatan inflasi core di triwulan I Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 14,000 12,000 10,000 8,000 6, May July August September 11 November 20 December 6 February March May June August September 27 October December January March April May July Agust Okt Nop Des Feb Mar-17 Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia $/OZ Harga Emas growth (yoy) g (% yoy) Sumber : Bloomberg, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS, diolah 43

59 Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi core terendah pada triwulan I-2017 terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,27% (yoy), sementara inflasi core tertinggi terjadi di Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar 4,12%dan 3,62% (yoy) Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan I 2017 tercatat sebesar 7,40% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,76% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi volatile food terutama didorong oleh penurunan harga beras dan subkelompok bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang merah), dan sebagian jenis sayuran (tomat sayur, bayam, kol). Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food tertinggi pada triwulan I-2017 terjadi di Kota Dumai sebesar 8,06% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing sebesar 7,49% dan 3,85% (yoy). Inflasi volatile food di ketiga kota tersebut tercatat menurun bila dibandingkan triwulan IV yang masing-masing tercatat 8,24%, 10,46%, dan 6,24% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan 28 Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Daging dan Telur di Kota Pekanbaru 44

60 Perkembangan Inflasi Daerah Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, harga cabai merah mulai mengalami peningkatan mulai September sampai dengan November 2016 pada kisaran harga Rp /Kg. Kenaikan harga tersebut dipicu oleh kenaikan harga dari daerah pemasok seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan gagal panen di sentra produksi sehingga supply cabai di pasar menjadi terbatas. Pada triwulan I 2017 harga cabai merah mulai turun dan berada pada kisaran Rp /Kg Inflasi Administered Prices Pada triwulan I-2017 kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar 6,23% (yoy), meningkat tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,42% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi administered price secara tahunan didorong oleh kenaikan tarif listrik sebagai dampak lanjutan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut membedakan golongan tariff listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga mampu dan rumah tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus rumah tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli Diperkirakan di provinsi Riau terdapat sekitar 400 ribu rumah yang terkena pencabutan subsidi secara bertahap. Sebagai ilustrasi seberapa besar peningkatan tarif listrik, saat mendapatkan subsidi golongan 900 VA hanya membayar Rp585 setiap konsumsi listrik per kwh, sementara itu dengan dicabutnya subsidi maka tagihan listrik menjadi Rp1.450 per kwh (mekanisme pencabutan subsidi dilakukan secara bertahap). Dampak pencabutan subsidi/peningkatan tarif listrik tahap I yang sudah dilakukan pada pada 1 Januari 2017 untuk pelanggan pra bayar sudah berdampak pada peningkatan inflasi tarif listrik di bulan Januari, sementara untuk pelanggan pasca bayar baru terjadi pada peningkatan tarif listrik bulan Februari Selain kenaikan tarif listrik, peningkatan inflasi administered prices di triwulan I 2017 juga bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan STNK, Rokok Kretek Filter, Bensin, dan Rokok Putih yang terjadi di bulan Januari Kenaikan biaya perpanjangan STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan berlaku sejak 6 Januari Sedangkan, kenaikan harga rokok disebabkan oleh 45

61 Perkembangan Inflasi Daerah kenaikan tarif cukai rokok tahun 2017 mulai 10,54% s/d 13% sehingga kenaikan harga jual eceran (HJE) rata-rata menjadi sebesar 12,26%. Selain itu, komoditas bensin juga mengalami inflasi akibat kenaikan harga bensin non subdisi seperti Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, dan Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter sejak tanggal 5 Januari 2017 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Jika dilihat per kota perhitungan inflasi di Provinsi Riau, tekanan inflasi administered price tertinggi terjadi di Kota Tembilahan dengan tingkat inflasi sebesar 6,78% dikuti Kota Dumai sebesar 6,46% (yoy), dan Kota Pekanbaru sebesar 5,63% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BPS, diolah 2.3 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau Pada periode laporan diselenggarakan pertemuan TPID di Kota Pekanbaru pada tanggal 16 Maret 2017 dan TPID Kota Dumai tanggal 22 Maret 2017, pokok pembahasan dalam pertemuan dimaksud yaitu (i) review implementasi program pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh TPID Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, (ii) identifikasi dampak bencana banjir terhadap volatilitas harga di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai dan (iii) penyusunan roadmap pengendalian inflasi sebagai rencana tindak lanjut yang perlu menjadi perhatian TPID dalam upaya pengendalian inflasi. Adapun respon kebijakan TPID Kota Pekanbaru yaitu (i) memberikan bantuan cabai seluas 30 ha yang tersebar di Kec. Rumbai Pesisir, Kec. Rumbai dan Kec. Payung Sekaki, (ii) memberikan bantuan bawang merah melalui dana APBN seluas 15 ha yang tersebar di Kec. Tenayan Raya, Kec. Marpoyan Damai dan Kec. Tampan, (iii) menyalurkan benih cabai merah yang berasal dari anggaran Dinas Pertanian Kota 46

62 Perkembangan Inflasi Daerah Pekanbaru dan bekerjasama dengan instansi terkait dan (iv) mendorong gerakan Ayo Menanam Cabai yang merupakan serangkaian dari program Rumah Pangan Lestari dimana disetiap kecamatan di Kota Pekanbaru akan terdapat minimal 1 kelompok yang akan menanam cabai merah dan cabai keriting. Sementara, respon dari TPID Kota Dumai yaitu (i) mengembangkan kawasan pertanian di Sungai Sembilan dengan luas ±570 ha yang berasal dari dana APBN dan APBD, (ii) mengalokasikan dana provinsi untuk kegiatan pasar murah serta berupaya bersinergi dengan pihak swasta dan (iii) melakukan pembersihan saluran air untuk mengantisipasi terjadinya banjir akibat curah hujan yang tinggi. Pengendalian inflasi selama tahun 2017 ke depan, tetap akan dilakukan implementasi framework secara konsisten dan akan dimonitor dan dievaluasi secara intensif. Gambar 2.2. Framework Program Pengendalian Inflasi Tahun

63 Boks MENJAGA EKSPEKTASI JELANG RAMADHAN Dalam hitungan beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan yang akan disambut penuh suka cita oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang beragama Islam. Bulan yang penuh berkah dan ampunan bagi mereka yang mampu memaknainya secara sahih. Namun, seakan kontras dengan nilai dan kebesaran bulan Ramadhan yang selalu dinantikan kedatangannya, karena pada saat itu pula masyarakat harus menanggung beban ekonomi akibat kenaikan harga barang kebutuhan pokok setiap Ramadhan tiba. Peristiwa ini melanda secara merata hampir di semua penjuru wilayah Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi? Seolah menjadi hal yang lumrah ketika bulan Ramadhan menjelang harga sebagian bahan pangan pokok masyarakat mulai merangkak naik. Mulai dari beras, daging sapi, daging ayam, tak terkecuali jenis bumbu-bumbuan seperti bawang merah, bawang putih dan cabe yang juga turut naik. Bahkan beberapa hari jelang Idul Fitri harga komoditas panganpun menapaki puncaknya. Meski kemudian diikuti dengan penurunan harga secara perlahan seiring berlalunya perayaan Idul Fitri, namun penurunannya tidak bisa mengembalikan harga pada posisi semula. Kondisi ini terjadi setiap jelang Ramadhan dan Idul Fitri setiap tahunnya. Masyarakatpun menjadi terbiasa dengan siklus tahunan ini meskipun seharusnya hal ini dapat dihindari asalkan semua pihak bisa dan mau menahan diri. Dalam ilmu ekonomi dikenal adanya teori permintaan (demand) dan penawaran (supply). Teori ini menyatakan bahwa harga suatu produk dibentuk oleh keseimbangan antara tingkat produksi pada harga tertentu (penawaran) dan tingkat keinginan dari mereka yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (permintaan). Oleh karenanya, harga yang berlaku adalah harga keseimbangan yaitu harga yang terbentuk pada titik antara penawaran dan permintaan. Sederhananya, dalam setiap transaksi perdagangan harga suatu produk selalu dipengaruhi oleh aspek permintaan pembeli dan penawaran pedagang. Ketika permintaan tinggi sementara penawarannya rendah maka hampir dipastikan harga akan naik dan sebaliknya. Fenomena inilah yang terjadi dalam siklus tahunan yang dialami masyarakat Indonesia pada umumnya setiap menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

64 Faktor Permintaan Sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim, momentum Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia menjadi salah satu perayaan keagamaan yang disambut gegap gempita oleh masyarakat. Tidak seperti di negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam, penyambutan terhadap datangnya bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri di Indonesia seakan menyatu ke dalam budaya dan kearifan lokal Indonesia. Bermacam budaya dan adat istiadat menyertai perjalanan umat Islam menjalani ibadah di bulan Ramadhan hingga Idul Fitri tiba. Untuk menggambarkan hal tersebut, beberapa indikator sederhana misalnya, kebiasaan masyarakat Indonesia pada bulan Ramadhan yang umumnya melakukan kebiasaan buka puasa dan sahur bersama keluarga di rumah. Indikator lain, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat muslim di Indonesia masih menganut budaya atau kepercayaan bahwa sebagai bentuk ekspresi suka cita menyambut Idul Fitri, masyarakat terutama usia anakanak dan remaja lebih bangga jika memakai busana baru di hari lebaran. Bahkan lebih jauh, lebaran Idul Fitri oleh sebagian masyarakat masih dimaknai atau diidentikkan dengan sesuatu yang serba baru, dari mulai gadget baru, kendaraan baru, hingga rumah baru. Tidak terkait langsung dengan ibadah selama bulan Ramadhan, namun bertujuan untuk mendukung penampilan di hari lebaran.

65 Dalam konteks ini telah terjadi perubahan perilaku rumah tangga yang cenderung lebih konsumtif dari sebelumnya. Betapa tidak, untuk urusan dapur ibu rumah tangga harus membelanjakan lebih uangnya untuk menyiapkan masakan untuk berbuka puasa dan sahur seluruh anggota keluarga. Sementara untuk urusan selain dapur, kepala keluarga harus rela menyisihkan sebagian tambahan penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi ekstra keluarga dari mulai borong pakaian, mengganti gadget baru bahkan kebutuhan non-primer lainnya yang bersifat jangka panjang. Dari sudut pandang teori penawaran dan permintaan yang telah dijelaskan di atas maka pada periode jelang Ramadhan dan Idul Fitri faktor permintaan mengalami peningkatan yang berpotensi memicu kenaikan harga bahan pokok. Faktor Penawaran Sedangkan dari sisi penawaran, pasokan kebutuhan bahan pokok memiliki fleksibilitas yang cukup baik, karena pada prinsipnya Indonesia adalah negara produsen untuk bahan pokok tersebut. Meskipun untuk momen jelang Ramadhan dan Idul Fitri kebutuhan bahan pokok tertentu seperti daging sapi masih disokong oleh impor dari luar negeri. Namun demikian bukan tanpa kendala karena faktor distribusi masih menjadi tantangan utama dalam menjaga rantai supply yang terjamin keandalannya. Karakter wilayah Indonesia berupa kepulauan dan infrastruktur pendukung yang belum memadai menjadi komponen biaya tersendiri bagi produsen. Akibatnya untuk menutupi biaya-biaya tersebut, pihak produsen memasukkan dalam komponen harga bahan pokok yang pada akhirnya harus ditanggung oleh konsumen. Masih dari sisi penawaran, momen jelang Ramadhan pun tak luput dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melancarkan aksi ambil untung yang berlebihan. Pasokan bahan pokok yang sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen selama bulan Ramadhan ditahan/ditimbun dengan tujuan menciptakan kelangkaan bahan pokok di pasar. Setelah terjadi kelangkaan, oknum memanfaatkan situasi untuk menaikkan harga bahan pokok di pasar. Dari sudut pandang ekonomi sekilas tidak ada yang salah dengan aksi ambil untung ini sepanjang masih dalam batas wajar. Namun apabila kondisi ini dibiarkan dapat merugikan masyarakat secara luas dan tidak sehat bagi roda perekonomian negara.

66 Faktor Ekspektasi Konsumen Di luar faktor penawaran dan permintaan, faktor ekspektasi konsumen juga turut mempengaruhi pembentukan harga. Ekspektasi terbentuk dan dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan pelaku ekonomi dalam memprediksi pergerakan harga komoditas, termasuk barang kebutuhan pokok. Meski faktor ekspektasi konsumen cenderung lebih sulit dikelola karena masing-masing punya asumsi yang berbeda, namun ekspektasi dapat penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dirasakan secara jelas saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri tiba, meskipun pasokan barang secara umum diperkirakan mencukupi untuk memenuhi permintaan, namun harga barang tetap naik bahkan kenaikannya melampaui harga kesimbangan yang telah memperhitungkan faktor penawaran dan permintaan. Hal serupa terjadi pula pada saat penentuan upah minimum yang biasanya diikuti dengan kenaikan harga barang dan jasa dengan level yang lebih tinggi dari kenaikan upah minimum itu sendiri. Lantas bagaimana hubungan antara ekspektasi dengan pembentukan harga barang dan How do Inflation Expectations Impact Consumer Behaviou (Commission of The European Communities) di tahun 2016, meneliti secara empiris hubungan antara ekpekstasi masyarakat terhadap inflasi -yang merupakan representasi dari harga barang dan jasadengan pengeluaran konsumsi individu. Studi tersebut mengambil sampel sebanyak konsumen yang tersebar di 28 negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dari studi tersebut diperoleh kesimpulan yaitu, pertama, terdapat korelasi yang positif antara ekspektasi konsumen dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat. Kedua, ketika masyarakat berekspektasi harga barang dan jasa akan naik (terjadi inflasi) maka mereka akan melakukan konsumsi lebih besar, ketimbang menyimpan uang mereka untuk tujuan investasi. Kesimpulan kedua, lebih menggambarkan kondisi yang dialami konsumen di Indonesia jelang Ramadhan dan Idul Fitri. Semua Pihak Harus Bijak Menyikapi fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok jelang Ramadhan hendaknya semua pihak harus bersikap bijak. Ramadhan harus dimaknai sebagai momen untuk memperbanyak amal ibadah, menebar kebaikan dan memupuk kepedulian kepada sesama. Oleh karenanya, guna menciptakan kondisi Ramadhan yang nyaman konsumen

67 harus pandai mengelola ekspektasi dan tidak mengubah pola konsumsi secara drastis. Pola konsumsi yang berlebih hendaknya dihindari, termasuk dalam urusan konsumsi kebutuhan bahan pokok selama Ramadhan. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengelola ekspektasi masyarakat agar selalu terjaga dan positif. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa pasokan kebutuhan bahan pokok cukup, sehingga tidak terjadi kelangkaan. Sedangkan dari sisi pelaku bisnis, momen Ramadhan sebaiknya tidak dimanfaatkan sebagai kesempatan ambil untung -masing. Jika Anda adalah konsumen maka jadilah konsumen yang bijak. Jika Anda adalah pelaku bisnis maka jadikan kewajaran sebagai tolok ukur dalam keputusan pengambilan keuntungan.

68 Keuangan Pemerintah Bab 3 ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAHA 1. Kondisi Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan dimaksud, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan Ppajak dan Rretribusi daerah ditambah dengan Ddana 50

69 Triliun KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah Ttransfer dari Ppemerintah PPusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi juga berkualitas. Selama tiga tahun terakhir, rencana APBD Provinsi Riau mengalami perbaikan. Apabila dibandingkan dengan tahun 2016 dan tahun 2015 dan 2016, rencana belanja APBD Provinsi Riau meningkat cukup signifikan. Sementara itu begitu pula dengan rencana pendapatan APBD 2017 meningkat cukup signifikan jika dibandingkan tahun 2016, meskipun namun apabila dibandingkan dengan tahun 2015, rencana pendapatan APBD 2017 masih lebih rendah. hhal tersebutini dikarenakan turunnya Ppendapatan Aasli Ddaerah (PAD) akibat rendahnya penerimaan pajak dan pendapatan yang bersumber dari migas akibat gejolak harga komoditas dunia serta menurunnya produksi minyak (natural declining). Grafik 3.1. Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau ,407 11,388 7,233 10,365 8,859 11,008 Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah Sumber: BPKAD Pada tahun 2017, rencana APBD murni Provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan tahun Dari sisi pendapatan, direncanakan Provinsi Riau mampu memperoleh pendapatan daerah sebesar Rp8,85 triliuntriliun,. Nilai tersebut meningkat sebesar 22,47% dibandingkan rencana pendapatan tahun Hal tersebut juga diikuti oleh peningkatan rencana dari sisi belanja daerah. Untuk tahun 2017, belanja pemerintah Provinsi Riau untuk tahun 2017 meningkat sebesar 6,2% dibandingkan tahun 2016 atau tercatat sebesar Rp11 triliuntriliun. Adapun selisih defisit anggaran untuk tahun 2017 sebesar Rp2,149 triliuntriliun akan dibiayai menggunakan SILPA tahun Rencana APBD murni Provinsi Riau 51

70 Keuangan Pemerintah secara umum untuk tahun 2017 dapat dikatakan sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2016 dan hingga saat ini masih dalam tahap konsolidasi rasionalisasi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di SKPD-SKPD yang dibawahi oleh Pemerintah Provinsi Riau. Formatted: Indent: First line: 0 cm 2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016 Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 secara umum tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun Hingga Sampai dengan Maret 2017, realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau tercatat terealisasi sebesar Rp1,78 triliuntriliun atau secara perrosentase mencapai 20,11% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan ini lebih baik apabila dibandingkan dengan realisasi yang tercapai pada periode yang sama di tahun 2016 yang mencapai Rp1,46 triliuntriliun atau secara perrosentase 19,25% dari total yang dianggarkan. Begitu pula dengan realisasi belanja daerah provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Untuk Pada triwulan I 2017, belanja daerah Provinsi Riau mampu terealisasi sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara perrosentase mencapai 5,11 % dari total yang dianggarkan, lebih dibandingkan triwulan I 2016 yang secara perrosentase hanya sebesar 4,6%.. Grafik 3.2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2015-Triwulan I 2017 Triliun Anggaran Realisasi % Realisasi % Tw I-16 Tw I-17 Tw I-16 Tw I-17 Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah

71 Triliun % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah Anggaran Realisasi % Realisasi ,3 95,87 68,15 84, ,25 20,11 2 4,6 5, Mar-16 Mar-17 Mar-16 Mar-17 Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah Sumber : BPKAD Apabila ditelaah lebih dalam, meningkatnya realisasi pendapatan Provinsi Riuau pada triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dikarenakan adanya peningkatan realisasi Ddana Pperimbangan yang utamanya bersumber dari Ddana BBagi HHasil (DBH) ppajak yang terealisasi sebesar Rp 321,39 miliarmiliar atau secara perrosentase 30,29%, DBHana Bagi Hasil ssumber ddaya yang terealisasi sebesar Rp323,10 miliarmiliar atau secara perrosentase 34,43% serta Dana Alokasi Umum (DAU) yang terealisasi sebesar Rp455,88 miliarmiliar atau secara perrosentase 31,78% dari total yang dianggarkan. Sedangkan Sementara itu kinerja PADendapatan Asli Daerah Provinsi Riau pada periode laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 2017, PAD hanya dapat terealisasi sebesar Rp356 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 9,54% dari total yang dianggarkan. Hal ini jauh menurun dibandingkan periode yang sama di tahuntriwulan I tahun 2016 yang tercatat terealisasi sebesar Rp552 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 15,80% dari total yang dianggarkan. Penurunan terjadi pada pos pendapatan pajak daerah yang hanya terealisasi sebesar Rp314 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 10,49%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp424 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 15,35% dari total yang dianggarkan. Penurunan juga terjadi pada pos pendapatan lain PAD yang sah yang hanya terealisasi sebesar Rp39 miliarmiliar atau secara perrosentase hanya sebesar 7,74%, jauh menurun dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp86 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 17,33% dari total yang dianggarkan. 53

72 Keuangan Pemerintah Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau triwulan I % 80% 60% 40% 20% 0% 0,000 0,908 0,552 Maret ,001 1,425 0,356 Maret 2017 Pendapatan Asli Daerah Dana Transfer-Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Mar-16 Mar % 9.54% 22.24% 27.83% 0.00% 23.42% Rp. Miliar Tw I-16 Tw I Pendapatan Asli Daerah Dana Transfer- Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Sumber : BPKAD Dari sisi belanja daerah, selama triwulan I 2017 angka realisasi belanja tercatat sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 5,11 % dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliuntriliun. Realisasi tersebut lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp504,49 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase 4,60% dari total Rp10,972 triliuntriliun yang dianggarkan. Peningkatan berasal dari komponen Bbelanja Ttidak Llangsung dan Bbelanja Llangsung. 54

73 Keuangan Pemerintah Belanja Ttidak Llangsung pemerintah Provinsi Riau pada triwulan I 2017 terealisasi sebesar Rp13,78 miliarmiliar atau meningkat 3,14%(yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun Namun demikian peningkatan Bbelanja Tidak Llangsung masih didominasi oleh Bbelanja Ppegawai yang meningkat sebesar Rp110,16 miliarmiliar atau meningkat hingga 98,65%(yoy) dari total realisasi pada periode yang sama di tahun Peningkatan juga terjadi padadi pos Bbelanja Bbagi Hhasil kepada Prov/Kab/Kota yang terealisasi sebesar Rp6,46 miliarmiliar atau sebesar 0,47% dari total yang dianggarkan. Sedangkan pada pos Bbelanja Hhibah mengalami penurunan sebesar Rp102,83 miliarmiliar atau turun 34,48% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun Grafik 3.4. Realisasi Pos Belanja Tidak Langsung Provinsi Riau Rp Miliar Realisasi Tw I-16 Realisasi Tw I Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan kepada Keuangan Provinsi/Kab/Kota Belanja Tidak Terduga Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret 2017 Miliar rupiah 298,3 221,8 195,5 111,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,5 0,0 0,0 0,0 0,0 Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga Sumber : BPKAD Formatted: Centered, Line spacing: Multiple 1,15 li 55

74 Keuangan Pemerintah Sejalan dengan peningkatan realisasi belanja, pada triwulan I 2017, pos Bbelanja Llangsung juga mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun Hingga triwulan I 2017, Bbelanja Llangsung terealisasi sebesar Rp138,60 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 2,51% dari total yang dianggarkan. Nilai ini meningkat sebesar Rp44,07 miliarmiliar atau meningkat hingga 47% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun Sejalan dengan peningkatan pada pos belanja tidak langsung, ppeningkatan pada pos Bbelanja Llangsung juga berasal dari peningkatan Bbelanja Ppegawai yang terealisasi sebesar Rp43,45 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 10,05% dari total yang dianggarkan. Nilai tersebut jauh meningkat apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang hanya tercatat sebesar Rp17,52 miliarmiliar atau meningkat hingga 148% (yoy). Peningkatan juga terjadi pada pos Bbelanja Bbarang&J dan jasa yang terealisasi sebesar Rp92,81 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 3,74%. Nilai realisasi tersebut meningkat hingga 24%(yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang hanya terealisasi sebesar Rp74,89 miliarmiliar atau hanya mencapai 2,76% dari total yang dianggarkan. Namun Di sisi lain peningkatan yang berarti tidak terjadi pada pos Bbelanja Mmodal tidak mengalami peningkatan signifikan, dimana padaselama ttriwulan I 2017 Bbelanja Mmodal APBD Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar Rp2,33 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase hanya mencapai 0,09% dari total yang dianggarkan. Namun demikian, realisasi tersebut, hanya meningkat 10% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp2,11 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 0,08% dari total yang dianggarkan. Grafik 3.5. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau 56

75 Keuangan Pemerintah Rp. Miliar Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret ,0 92,8 80,0 74,9 60,0 40,0 20,0 0,0 43,5 17,5 2,1 2,3 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : BPKAD Berdasarkan rincian pos realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017, dapat disimpulkan telah terjadi perbaikan realisasi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, namun realisasi yang lebih tinggi tersebut perlu di waspadaikualitas realisasi APBD perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan peningkatan terjadi bukan pada pos-pos yang mampu memberikan multiplier efek berkelanjutan bagi pembangunan perekonomian terutama pada pos belanja. Realisasi pos belanja APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 didominasi oleh Bbelanja Ppegawai yang produktivitas serta multiplier efek terhadap pembangunan ekonomi tergolong rendah. Sedangkan realisasi Bbelanja Mmodal masih cenderung sedikit bahkan hampir sama apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Kondisi tersebut perlu diwaspadai karena sebaiknya pengeluaran belanja pemerintah semakin diarahkan untuk pembelanjaan yang bersifat produktif seperti belanja modal bukan untuk pengeluaran yang bersifat administratif dan habis pakai seperti belanja pegawai, perjalanan dinas dan belanja perlengkapan habis pakai. Hal ini diharapkan dan diharapkan agar pengeluaran belanja pemerintah yang semakin besar dan diarahkan pada pos produktif dapat sehingga mendorong pembangunan ekonomi dan akan memberikan dampak langsung pada peningkatan konsumsi masyarakat. Masih rendahnya daya dorong Bbelanja Mmodal pemerintah Provinsi Riau terhadap perkembangan konsumsi masyarakat Provinsi Riau dapat terlihat pada grafik 3.6 dibawah. Terlihat bahwa peningkatan realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau tidak sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat yang tercatat dalam PDRB. Hal ini dikarenakan pengeluaran pemerintah dalam APBD lebih Formatted: English (United States) Formatted: Indent: First line: 0 cm, Space Before: 0 pt, After: 0 pt Formatted: Space Before: 0 pt, After: 0 pt 57

76 Keuangan Pemerintah banyak terserap untuk Bbelanja Ppegawai baik dalam Bbelanja Llangsung maupun Ttidak Llangsung,. Bbukan terserap dalam belanja yang bersifat produktif seperti bbelanja Mmodal yang dapat memberikan efek keberlanjutan lebih besar terhadap perekonomian yang pada akhirnya mendorong konsumsi rumah tangga secara signifikan. Grafik 3.6. Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat, Pengeluaran Pemerintah dan Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Miliar rupiah Miliar rupiah Tw II Tw III-2015 Tw IV-2015 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw IV-2016 Tw I-2017 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat (RT+LNPRT)-LHS Belanja Daerah-RHS Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Sumber : BPS dan BPKAD (diolah) Secara keseluruhan, kondisi realisasi APBD Provinsi Riau hingga Triwulan I 2017 lebih baik disbanding periode yang sama ditahun sebelumnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau kedepan masih perlu mendapat perhatian terutama terkait belanja yang bersifat administratif seperti belanja pegawai. Untuk Adapun demi semakin meningkatkan kinerja realisasi APBD ke depan, Ppemerintah daerah Provinsi Riau semakin memperkuat pemantauan pelaksanaan program/kegiatan yang telah direncanakan di awal agar berjalan dan terealisasi sesuai timeline sehingga penyerapan dan realisasi anggaran diharapkan dapat tercapai lebih dengan baik dari periode tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu perlu diberlakukannya reward dan punishment bagi OPDSKPD-SKPD yang tidak dapat merealisasikan anggaran sesuai dengan programapa yang telah direncanakan dalam RAB. Formatted: Indonesian Formatted: Left 58

77 Keuangan Pemerintah Formatted: Indonesian Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016 dan Maret 2017 Formatted: Justified, Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5 lines, Tab stops: Not at 10,05 cm 59

78 Keuangan Pemerintah Uraian Jumlah Anggaran Realisasi s.d 31 Maret 2017 % (Maret 17) Realisasi s.d 30 Maret 2016 % (Maret 16) PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah 3,735,800,000, ,306,962, ,092,775, Pendapatan Pajak Daerah 3,000,000,000, ,618,335, ,448,079, Pendapatan Retribusi Daerah 14,000,000, ,677,525, ,986,191, Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan 218,000,000, ,388, Lain-lain PAD yang Sah 503,800,000, ,011,100, ,825,115, Pendapatan Dana Perimbangan 5,120,242,595, ,424,778,080, ,365,773, Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1,060,950,200, ,399,265, ,826,745, Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya 938,495,645, ,109,545, ,954,619, Alam Pendapatan Dana Alokasi Umum 1,434,458,151, ,889,504, ,436,139, Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1,686,338,599, ,379,766, ,148,269, Lain-lain Pendapatan yang Sah 3,125,000, ,000, Hibah 3,125,000, ,000, Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda lainnya Lain-lain pendapatan yang Sah Jumlah Pendapatan 8,859,167,595, ,781,817,042, ,460,458,548, BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung 5,488,381,710, ,753,677, ,964,578, Belanja Pegawai 2,311,534,133, ,830,813, ,667,878, Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 1,099,543,199, ,457,000, ,296,700, Belanja Bantuan Sosial 10,000,000, Belanja Bagi Hasil kepada 1,390,025,920, ,465,863, Belanja Bantuan Keuangan 565,920,131, Belanja Tidak Terduga 111,358,324, Belanja Langsung 5,519,918,330, ,603,246, ,531,058, Belanja Pegawai 432,512,911, ,458,513, ,528,941, Belanja Barang dan Jasa 2,480,762,254, ,811,198, ,890,057, Belanja Modal 2,606,643,165, ,333,534, ,112,060, Jumlah Belanja 11,008,300,041, ,356,923, ,495,637, Surplus/ (Defisit) (2,149,132,445,298.00) 1,219,460,119, (56.74) 955,962,911, (28.26) PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Daerah 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, Silpa Tahun Anggaran Sebelumnya 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,408, Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan kakayaan Daerah yang Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman , Penerimaan Piutang Daerah Jumlah Penerimaan Pembiayaan 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Neto 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, SILPA TAHUN BERKENAN - 2,562,654,919, ,089,431,390,

79 Keuangan Pemerintah % R ealisasi s.d 31 M aret R ealisasi s.d 30 M aret % (M aret Uraian Jumlah Anggaran (M aret ) 17) PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah 3,735,800,000, ,306,962, ,092,775, Pendapatan Pajak Daerah 3,000,000,000, ,618,335, ,448,079, Pendapatan Retribusi Daerah 14,000,000, ,677,525, ,986,191, Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 218,000,000, ,388, Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 503,800,000, ,011,100, ,825,115, Pendapatan Dana Perimbangan 5,120,242,595, ,424,778,080, ,365,773, Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1,060,950,200, ,399,265, ,826,745, Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 938,495,645, ,109,545, ,954,619, Pendapatan Dana Alokasi Umum 1,434,458,151, ,889,504, ,436,139, Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1,686,338,599, ,379,766, ,148,269, Lain-lain Pendapatan yang Sah 3,125,000, ,000, Hibah 3,125,000, ,000, Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan Pemda Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda lainnya Lain-lain pendapatan yang Sah Jumlah Pendapatan 8,859,167,595, ,781,817,042, ,460,458,548, BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung 5,488,381,710, ,753,677, ,964,578, Belanja Pegawai 2,311,534,133, ,830,813, ,667,878, Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 1,099,543,199, ,457,000, ,296,700, Belanja Bantuan Sosial 10,000,000, Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota 1,390,025,920, ,465,863, Belanja Bantuan Keuangan 565,920,131, Belanja Tidak Terduga 111,358,324, Belanja Langsung 5,519,918,330, ,603,246, ,531,058, Belanja Pegawai 432,512,911, ,458,513, ,528,941, Belanja Barang dan Jasa 2,480,762,254, ,811,198, ,890,057, Belanja Modal 2,606,643,165, ,333,534, ,112,060, Jumlah Belanja 11,008,300,041, ,356,923, ,495,637, Surplus/ (Defisit) (2,149,132,445,298.00) 1,219,460,119, (56.74) 955,962,911, (28.26) PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Daerah 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, Silpa Tahun Anggaran Sebelumnya 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,408, Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan kakayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman , Penerimaan Piutang Daerah Jumlah Penerimaan Pembiayaan 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan Neto 2,149,132,445, ,343,194,800, ,133,468,479, SILPA TAHUN BERKENAN - 2,562,654,919, ,089,431,390, Sumber : BPKAD Provinsi Riau 61

80 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dan UMKM Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian. Kerentanan sektor korporasi Riau pada triwulan I 2017 secara umum terjaga, sementara kerentanan sektor rumah tangga relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja perbankan Riau pada triwulan I 2017 secara umum membaik dibandingkan triwulan sebelumnya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 58

81 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian. Pertumbuhan aset dan DPK perbankan Riau pada triwulan pelaporan meningkat menjadi masing-masing sebesar 15,26%(yoy) dan 15,40% (yoy), dari sebesar masing-masing 8,24% (yoy) dan 7,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu, sesuai pola musiman kredit yang biasanya melambat di awal tahun, pertumbuhan kredit perbankan Riau juga melambat menjadi sebesar 2,89% (yoy), dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat 3,28% (yoy). Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit, risiko kredit perbankan sedikit naik dari 3,44% menjadi 3,53% di triwulan I 2017 terutama karena dipengaruhi oleh turunnya outstanding kredit, namun secara umum masih dalam batas wajar atau threshold non-performing loan (NPL) Ketahanan Sektor Korporasi Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 21,81% dan 21,59%, dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,62 triliun dan Rp12,49 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada dua sektor itu tidak terlepas dari dominasi kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,13% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp11,76 triliun. Sementara itu, subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 17,69% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,21 triliun. Pada triwulan I 2017, penyaluran kredit kepada sektor pertanian tumbuh sebesar 0,66% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 1.93% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada penyaluran kredit di sektor perdagangan, yang tumbuh melambat dari sebesar 3,89% (yoy) di triwulan IV 2016, menjadi sebesar 2,57% (yoy) di triwulan I Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 59

82 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) RpTriliun I II III IV I II III IV I Pangsa (yoy) Pertanian Pertambangan (29.90) Perindustrian Listrik, gas dan air (19.92) Konstruksi (6.38) Perdagangan, restoran dan hotel Pengangkutan, pergudangan (23.57) Jasa (6.89) Rumah Tangga dan Lainnya Total Sumber : Bank Indonesia Menurunnya penyaluran kredit sektor pertanian terutama didorong oleh penurunan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 1,48% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,15% (yoy). Penurunan penyaluran kredit ke perkebunan kelapa sawit disebabkan oleh pengaruh trend penurunan harga CPO dan peningkatan permintaan sawit yang cukup stagnan di triwulan I Sementara itu menurunnya penyaluran kredit sektor perdagangan terutama didorong oleh menurunnya penyaluran kredit pada sub sektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau, dimana pada triwulan I 2017 mengalami kontraksi sebesar 8,68% (yoy), lebih dalam dibanding triwulan IV 2016 yang juga mengalami kontraksi sebesar 1,98% (yoy). Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, NPL sektor pertanian relatif stabil pada triwulan I 2017 berada pada level 3,20%, hampir sama dengan di triwulan IV 2016 yang sebesar 3,21%, dengan penyumbang penurunan terbesar pada perkebunan kelapa sawit. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 60

83 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan I 2017 berada pada level 5,48%, sedikit meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,15%. Namun demikian level tersebut berada di atas treshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, sehingga penyaluran kredit secara ekspansif di sektor perdagangan diharapkan harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehatihatian Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar 9,51% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,87% (yoy). Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke sektor perumahan dan kendaraan bermotor. Pada triwulan laporan, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,98 triliun atau tumbuh sebesar 3,56% (yoy), lebih tingg dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tercatat Rp7,85 triliun atau tumbuh 2,33% (yoy). Naiknya penyaluran kredit di sektor perumahan selain ditopang oleh kredit rumah tangga kepemilikan rumah tipe 22 s.d 70 yang tumbuh relatif stabil di kisaran 22% (yoy) (dengan pangsa 63,20%), juga bersumber dari kredit rumah tangga kepemilikan rumah flat tipe di atas 70 yang pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh sebesar 28,57% (yoy), setelah mengalami kontraksi di triwulan sebelumnya sebesar 43,42% (yoy). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 61

84 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kredit kendaraan bermotor pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp323,06 miliar, masih mengalami kontraksi namun lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari kontraksi 20,67% menjadi kontraksi 13,47% (yoy). Peningkatan kredit kerndaraan bermotor ini ditopang oleh meningkatnya kredit kendaraan roda dua yang tumbuh signifikan dari Rp8,21 miliar menjadi Rp23,55 (pangsa 7,29% dari total kredit kendaraan bermotor). Selain itu, peningkatan juga terjadi pada kredit kendaraan roda empat (pangsa 91,11%), meskipun masih mengalami kontraksi namun lebih kecil dari kontraksi triwulan sebelumnya, yaitu 15,78% (yoy) menjadi 11,29% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi lainnya yaitu kredit multi guna dan kredit durable goods tumbuh cukup stabil, dengan angka pertumbuhan tahunan yang masih Penyaluran kredit untuk kepemilikan durable goods tumbuh positif sebesar 93,76% (yoy) pada triwulan I 2017, dengan nilai yang meningkat dari Rp89,83 miliar di triwulan IV 2016 menjadi Rp107,74 miliar di triwulan I Kredit multiguna juga mengalami peningkatan tipis dari sisi nilai, dengan outstanding sebesar Rp13,78 miliar atau tumbuh sebesar 8,48% (yoy), tumbuh sedikit lebih rendah disbanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,06%. Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Durable Goods Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Konsumsi rumah tangga yang meningkat ini sejalan dengan hasil survei penjualan eceran di bulan Maret 2017, dimana terjadi peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2017 yang berada pada posisi optimis sebesar 111,73, lebih tinggi dari Desember 2016 yang berada pada posisi 102,23. Selain itu Ini sejalan dengan hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, dimana Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada pada level pesimis (di bawah batas 100). Pada triwulan laporan, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 62

85 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM tercatat sebesar 103,83%, juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 124,67%. Namun demikian masyarakat memandang bahwa pada triwulan mendatang kinerja perekonomian akan terakselerasi, hal ini terlihat dari yang mengalami peningkatan dari 104,42 pada triwulan III 2016 menjadi 124,7 di triwulan IV Grafik 4.8. Indeks Riil Penjualan Eceran ,63 102,59 111,73 102, *) Indeks Total Sumber : Bank Indonesia 2. Kondisi Umum Perbankan Riau Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2017 menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Riau. Total aset perbankan Riau tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 15,26% (yoy) pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 8,24% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp97,41 triliun. Jika dilihat per kelompok Bank, penyumbang utama kenaikan aset adalah bank BUMN (pangsa 72,80%) yang tumbuh 18,89% (yoy) pada triwulan laporan, lebih besar dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,30% (yoy). Berdasarkan jenis kegiatan bank, yang menyumbangkan kenaikan adalah bank konvensional (pangsa 93,91%) yang mengalami kenaikan pertumbuhan tahunan dari triwulan sebelumnya, meskipun bank syariah juga mengalami pertumbuhan asset yang Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 63

86 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM positif dari 12,19% (yoy) menjadi 20,79% (yoy) di triwulan laporan. Bank konvensional tumbuh sebesar 14,92% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,97% (yoy). Grafik 4.9. Perkembangan Aset Perbankan Riau Rp Triliun 150 Aset Riau g (yoy) Persen 40 (%) 20 15, I II III IV I II III IV I -20 Sumber : Bank Indonesia Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK perbankan Riau pada triwulan I 2017 juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2017, DPK tumbuh sebesar 15,40% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 7,49% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp72,22 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (46,31%), diikuti oleh deposito (35,75%) dan giro (17,93%). Grafik Perkembangan DPK Perbankan Riau (Rp, T) 80 Giro Tabungan Deposito g DPK (yoy) -skala kanan 60 15, ,49 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (%) Sumber : Bank Indonesia Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 64

87 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, penyaluran kredit tetap tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan karena faktor musiman. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Total kredit perbankan Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp57,88 triliun, sedikit lebih rendah dari outstanding kredit triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar Rp58,39 triliun. Grafik Perkembangan Kredit Perbankan Riau (Rp,T) Bank Pemerintah Bank Swasta g Kredit (yoy) -skala kanan (%) ,89 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia Turut dipengaruhi oleh faktor musiman perlambatan kredit di awal tahun, kualitas kredit perbankan Riau sedikit meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 3,53%, atau naik tipis dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,44%. Grafik Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau Kurang lancar Diragukan (%) (%) 2,5 6,0 1,5 0,5-0,5 3,53 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia 4,0 2,0 0,0 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 65

88 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 80,14%, sedikit lebih rendah dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 87,69%. Penurunan LDR ini dipengaruhi oleh faktor musiman awal tahun, dimana laju pertumbuhan penyaluran kredit lebih rendah dibandingkan penghimpunan DPK yang diperoleh bank Perkembangan Bank Umum Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 didorong oleh kenaikan pertumbuhan seluruh jenis DPK. Pertumbuhan deposito perbankan Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 17,46% (yoy) atau naik signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,39% (yoy). Pertumbuhan deposito Riau tersebut terutama didorong oleh kenaikan pertumbuhan deposito swasta menjadi sebesar 80,07% (yoy) dibanding triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 27,71% (yoy). Peningkatan deposito milik pemerintah juga turut menyumbang kenaikan tersebut, dengan pangsa 17,43% dari keseluruhan deposito di Riau. Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 35,75%. Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,57% (yoy) atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,33% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tabungan penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 16,64% (yoy), naik dari 10,54% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan tabungan penduduk perseorangan tersebut memberikan dampak yang besar kepada pertumbuhan tabungan sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 95,99% dari keseluruhan tabungan di Riau. Pangsa tabungan terhadap total DPK Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 46,31%. Selain itu, komponen giro juga tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 8,75% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 2,99% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro pemerintah meskipun masih negatif sebesar 11,78% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan lalu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 66

89 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM yang tercatat tumbuh -21,81% (yoy). Giro swasta juga mengalami peningkatan pertumbuhan menjadi 30,01% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 9,34%. Sementara pangsa giro terhadap keseluruhan DPK tercatat sebesar 17,93%. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh golongan pemerintah. DPK sektor pemerintah mengalami perbaikan level kontraksi pada triwulan I 2017 sebesar -0,51% (yoy), atau tidak sedalam triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -28,80% (yoy). DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar 40,84% (yoy), atau naik signifikan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,25% (yoy). DPK perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar yaitu 71,97% dari keseluruhan DPK, juga tetap tumbuh meningkat menjadi sebesar 14,36% (yoy), naik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,03% (yoy) Penyaluran Kredit Pertumbuhan kredit perbankan Riau sedikit melambat pada triwulan I Kredit perbankan pada triwulan I 2017 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 2,89% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy), akibat pengaruh pola musiman dimana penyaluran kredit cenderung melambat di awal tahun. Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Pertanian dengan pangsa 21,81% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Perdagangan, juga memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 21,59%, disusul oleh sektor Jasa sebesar 6,04%. Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa 40,79%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,91% dan 28,30% dari total kredit. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 67

90 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan penyaluran kredit Riau di triwulan IV 2016 terjadi hampir pada seluruh sektor, dengan perlambatan terbesar di sektor pertanian dan perdagangan besar dan eceran. Laju pertumbuhan kredit sektor pertanian melambat menjadi sebesar 0,66% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah sebelumnya tumbuh 1,93% (yoy). Laju pertumbuhan kredit untuk sektor industri perdagangan juga melambat menjadi 2,57% (yoy) pada triwulan laporan, dari 3,89% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selain sektor perindustrian, seluruh sektor lainnya mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif, dengan penurunan terbesar pada sektor pertambangan serta pengangkutan dan pergudangan. Sektor pertambangan tumbuh -29,90% (yoy) pada triwulan I 2017, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -26,28% (yoy). Sementara sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh -23,57% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,97% (yoy) Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan di bank umum secara umum mengalami perkembangan yang bervariasi pada triwulan I Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito sedikit meningkat di triwulan laporan menjadi 6,91% dari 6,80% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan suku bunga deposito ini terjadi pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor panjang lebih dari 24 bulan. Suku bunga giro juga mengalami peningkatan menjadi 2,65% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,33%. Berbeda dengan deposito dan giro, suku bunga tabungan justru sedikit menurun, dari 1,53% menjadi 1,50%. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017 secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 12,26%; atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,46%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,76% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,92%. Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit konsumsi pada triwulan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 68

91 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,44%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,49%. Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku bunga perbankan Riau pada triwulan I 2017 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016, yakni dari 11,50% menjadi sebesar 11,29%. Suku bunga kredit sektor industri pertanian juga mengalami penurunan pada triwulan laporan dari 11,86% di triwulan lalu menjadi 11,48%. Suku bunga kredit sektor lainnya juga juga mengalami penurunan, kecuali sektor listrik gas dan air yang mengalami peningkatan suku bunga dari 10,20% menjadi 10,35% Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Kualitas kredit Riau pada triwulan I 2017 sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode ini tercatat sebesar 3,53% atau naik tipis dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,44%. Diiringi oleh pola musiman penyaluran kredit yang cenderung melambat di awal tahun, risiko kredit perbankan ini terkesan meningkat cukup tinggi secara rasio, namun secara nominal peningkatan NPL cukup wajar, yaitu naik 2% dari nominal triwulan sebelumnya. Secara umum, rasio NPL ini masih berada dalam batas wajar rasio non-performing loan (NPL). Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas kredit perbankan Riau pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yang merupakan sektor dominan. NPL sektor ini pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,48%; atau naik dari triwulan lalu yang sebesar 5,15%. NPL sektor konstruksi juga mengalami penurunan dari 6,28% pada triwulan IV 2016 menjadi 8,04% pada triwulan I Perkembangan Perbankan Syariah Industri perbankan syariah pada triwulan I 2017 di Riau menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 69

92 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan I 2017 meningkat dari 12,30% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 20,91% (yoy). Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Riau juga mengalami peningkatan pada triwulan I DPK perbankan syariah Riau mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,80% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,34% (yoy). Tabungan masih mendominasi struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 53,04%, disusul oleh Deposito dan Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 37,06% dan 9,89%. Sementara itu, pada triwulan I 2017 pembiayaan perbankan syariah Riau tumbuh sebesar 23,19% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,98% (yoy). Pembiayaan jenis Konsumsi dengan pangsa terbesar (51,59%) memiliki laju pertumbuhan yang meningkat di triwulan I 2017, yaitu dari 22,81% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi sebesar 25,43% (yoy). Selain itu, pembiayaan Modal Kerja (pangsa 17,20%) juga turut menyumbang pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Riau dengan laju sebesar 4,90% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,67% (yoy). Sebaliknya, pembiayaan Investasi (pangsa 31,20%) mengalami perlambatan pertumbuhan dari sebesar 37,69% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 31,99% (yoy). Namun demikian kualitas pembiayaan syariah yang tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sedikit menurun. Indikator NPF menunjukkan kenaikan dari 4,18% di triwulan IV 2016 menjadi 4,29% di triwulan laporan. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 70

93 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Sejalan dengan laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan ke level 101,92% dari 100,24% di triwulan IV Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber : Bank Indonesia Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tumbuh positif. Pertumbuhan aset BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,27% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,28% (yoy). Sejalan dengan pergerakan tumbuh aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,11% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 63,23%) yang naik sebesar 17,28% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,20% (yoy). Selain itu, komponen tabungan (pangsa 36,77%) juga tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan, sebesar 7,29% (yoy) dari 4,37% (yoy) pada triwulan yang lalu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 71

94 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan I 2016 tumbuh positif namun melambat, seiring pola musiman kredit. Pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,53% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut disumbang oleh seluruh jenis penggunaan kredit. Kredit modal kerja konsumsi BPR Riau tumbuh sebesar 2,56% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari sebesar 4,01% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit investasi BPR Riau mengalami kontraksi sebesar 1,70% (yoy) pada triwulan laporan, yang pada triwulan sebelumnya tumbuh positif sebesar 0,10% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi pada triwulan laporan tumbuh melambat dari 10,36% (yoy) di triwulan lalu menjadi sebesar 8,33% (yoy). Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit sektor pertanian, sebagai kredit sektoral dengan pangsa terbesar, yang mengalami kontraksi sebesar -0,38% (yoy), dari tumbuh positif 1,94% (yoy) pada triwulan lalu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 72

95 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Grafik Perkembangan NPL BPR/S Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. NPL BPR Riau pada triwulan I 2017 sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR Riau tercatat sebesar 14,97%; lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,21%. Sementara itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan turun dari sebelumnya 97,34% pada triwulan IV 2016 menjadi 93,79% pada triwulan laporan. Penurunan rasio disebabkan oleh DPK yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan Kredit Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan I 2017 sedikit menurun dibandingkan triwulan IV Kredit UMKM Provinsi Riau tercatat tumbuh sebesar 1,34% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,51% (yoy). Riau merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di regional Sumatera yaitu sebesar 11,50%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar 34,4% dan 14,0%. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 73

96 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Tabel Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera Pulau Sumatera Kredit UMKM (Rp, triliun) Aceh % Sumatera Utara % Sumatera Barat % Riau % Jambi % Sumatera Selatan % Bengkulu % Lampung % Kep. Bangka Belitung % Kep. Riau % Total Sumatera % Kredit UMKM Nasional (Rp, triliun) 1,018 Pangsa P. Sumatera terhadap Nasional Pangsa Kredit UMKM 17.2% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kategori debitur, kredit UMKM perbankan Riau disalurkan berimbang, dengan yang terbesar ke usaha Kecil dengan porsi 38,76% dari total kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke usaha Mikro dan usaha Menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 30,69% dan 30,55%. Kredit yang disalurkan ke usaha Mikro pada triwulan I 2017 melambat sebesar 6,09% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,84% (yoy). Hampir sejalan dengan kredit ke 0,35% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,90% (yoy). Sementara itu, laju kredit yang disalurkan ke usaha Menengah pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang positif, dengan pertumbuhan di triwulan I 2017 sebesar negatif 1,84% (yoy), meningkat dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar negatif 5,43% (yoy). Berdasarkan lapangan usahanya, perlambatan kredit UMKM Riau pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor perdagangan tercatat tumbuh sebesar 2,88% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,87%. Pertumbuhan kredit UMKM sektor konstruksi juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar 14,15% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 27,31% (yoy). Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM sektor listrik, gas dan air tercatat negatif sebesar 65,04% (yoy) atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 74

97 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh positif sebesar 75,41% (yoy). Risiko kredit UMKM pada triwulan I 2017 sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,54%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 6,26%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,12%, dan NPL Provinsi-Provinsi lainnya di Pulau Sumatera yang tercatat sebesar 5,20%. Grafik Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Segmen Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau terhadap total kredit yang diberikan pada triwulan I 2017 sedikit menurun menjadi 34,85%, dari sebelumnya sebesar 34,91%. Penyaluran kredit UMKM di Riau mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (46,18%), diikuti sektor industri pertanian (32,76%), dan sektor jasa (9,30%). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau 75

98 Boks Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Riau Riau pada HUT Provinsi Riau ke 58 dengan menggunakan tagline Riau the Homeland of Melayu. Promosi pariwisata di Provinsi Riau dilatarbelakangi oleh karakteristik Provinsi Riau yang kuat dengan aspek kebudayaan Melayu dan Islamnya, merupakan asal kerajaan Melayu tua (yang tertua adalah kerajaan Muara Takus, muncul pada abad ke 4, terletak di garis khatulistiwa dan tepat di tengah Pulau Sumatera). Riau dikelilingi oleh empat 4 sungai besar: Sungai Siak, Kampar, Indragiri dan Batang kuantan. Keempat sungai ini mempunyai sejarah peradaban dan kebudayaan tersendiri. Riau memiliki sejumlah objek atau event wisata dengan karakter unik baik di domestik maupun mancanegara. Untuk tahun , beberapa yang dipromosikan antara lain: 1. Bono: di Pelalawan (Sungai Kampar) dan Rokan Hilir (Sungai Rokan), ombak yang bisa digunakan untuk surfing. 2. Bakar Tongkang: di Bagansiapiapi, setiap tanggal 16 bulan 5 penanggalan Imlek, merupakan upacara tradisional masyarakat keturunan Tionghoa, dihadiri oleh masayarakat domestik dan mancanegara karena memiliki nilai sejarah yang unik. 3. Pacu Jalur: di Kuantan Singingi, setiap peringatan hari kemerdekaan RI, diikuti orang pendayung yang berpacu Jalur sekitar meter dengan lebar 1,5 meter. Riau termasuk dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun (PP No. 50 Tahun 2011): Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN): DPN Pekanbaru Rupat, KPPN Muara Takus Kampar, KPPN Pekanbaru Kota, KPPN Rupat Bengkalis, KPPN Pulau Jemur Rokan Hilir, KPPN Siak Inderapura. Kerjasama yang saat ini dilakukan antara lain: 1. Kerjasama memajukan Pariwisata antara Indonesia - Thailand Malaysia - Srilanka - China. Menjajaki konsorsium flight utk kseimbangan kunjungan wisatawan untuk 6

99 kota: Pekanbaru, Colombo, Penang, Phuket, Bangkok, Wuhan. Target 2017: 1 juta wisatawan (jumlah wisatawan 2016: 66 ribu; 2015: 47 ribu). 2. Kerjasama dengan Garuda Indonesia untuk mempromosikan pariwisata Riau di bulan April CSR dari sejumlah BUMN (BRI, Telkom dsb.) untuk membantu mempromosikan objek-objek wisata potensial. Selain itu, dalam mendukung program pengembangan kemitraan pariwisata, sedang dilakukan pengembangan usaha masyarakat di bidang kuliner, dengan mengedepankan menu makanan dari komoditas sagu (saat ini sudah terdapat 369 menu makanan sagu dan sudah mendapatkan rekor MURI, lebih tinggi dari Papua yang memiliki 309 menu). Kopi Liberika (dari lahan gambut Meranti) juga dipromosikan, yang sudah dinyatakan sebagai hasil pertanian terbaik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nasional RI (sudah memiliki sertifikat Indikator Geografis). Disisi lain, untuk mendukung program pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni budaya, saat ini sedang dilakukan pengembangan seni pertunjukan masyarakat tradisional (salah satunya adalah Zapin Api). Adapun kendala utama pengembangan industri pariwisata (untuk memenuhi aspek attractive, accessibility dan amenities sebagai syarat wajib destinasi wisata) adalah: 1. dilakukan program peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pariwisata dalam bentuk kegiatan dan lomba, seperti Lomba Sapta Pesona, Lomba Sadar Wisata, dan Pengembangan Homestay di kawasan-kawasan wisata setiap kabupaten/kota. 2. Investasi infrastruktur. Masih terbatasnya akses transportasi menuju daerah wisata, relatif buruknya jalan dalam kondisi baik sehingga memperlambat waktu tempuh, dan belum tersedianya fasilitas penginapan yang memadai. 3. Usaha ekonomi kreatif di Provinsi Riau cukup berpotensi terutama di kalangan mahasiswa, (desain grafis, animasi dsb, dengan client yang berasal dari domestik dan mancanegara (Eropa)). Untuk pengembangan ekonomi kreatif, yang menjadi kendala adalah tidak teradministrasikannya pelaku usaha, sehingga fokus saat ini lebih dititikberatkan pada pendataan dan mengumpulkan pelaku usaha tersebut dalam suatu perkumpulan.

100 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat mengalami net outflow, hal ini sedikit berbeda dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan triwulan I 2016, transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau mencatat pertumbuhan outflow hingga 238%. Secara umum pada triwulan I 2017 terjadi peningkatan inflow sebesar Rp455 miliarmiliarmiliar atau meningkat hingga 78,04% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016, sementara outflow tercatat mengalami penurunan sebanyak Rp1,08 triliunttriliun atau turun hingga 87

101 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 44,31% (qtq) yang utamanya didorong oleh seasonal factor akibat masih rendahnya konsumsi pemerintah dan masyarakat di awal tahun anggaran. Apabila dibandingkan dengan posisi triwulan I pada tahun 2016, arus uang masuk (inflow) meningkat sebesar 20,.20% (yoy), sejalan dengan arus uang keluar (outflow) yang juga meningkat drastis sebesar 54,.62% (yoy). Sementara itu, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, transaksi kliring dari sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara berturut-turut sebesar 10,,75% dan 9,03% (yoy). 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Sesuai dengan pola seasonalnya, penarikan uang kartal (outflow) menurun signifikan (outflow) dari Rp5,52 triliunttriliun pada ttriwulan IV 2016 menjadi Rp3,.07 triliunttriliun pada triwulan I 2017, atau menurun dibanding Triwulan sebelumnya sebesar 44,31% (qtq). Kondisi ini tersebut disertai dengan peningkatan jumlah setoran tunai (inflow) pada ttriwulan I 2017 dibandingkan dengan ttriwulan sebelumnya yaitu Rp1,52 triliunttriliun menjadi Rp2,709 triliunttriliun atau meningkat 78,04% (qtq). Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Rp Miliar Inflow Outflow Net Cashflow (1.000) (3.000) (5.000) (7.000) Sumber : Bank Indonesia I II III IV I II III IV I II III IV I Commented [HS1]: axis kanan satuannya apa ya? dan siapa yang menggunakan axis kanan?? Commented [HS2]: kalau di word koma, koma aja ya jangan diganti titik Penurunan jumlah penarikan uang kartal (outflow) pada ttriwulan I 2017 utamanya didorong oleh seasonal factor akibat masih rendahnya pengeluaran konsumsi pemerintah pada awal tahun anggaran serta masih rendahnya konsumsi masyarakat di awal tahun dibandingkan ttriwulan sebelumnya yang cukup tinggi akibat perayaan Nnatal dan Tpergantian tahun Baru. Penurunan jumlah outflow ini 88

102 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah juga diikuti oleh peningkatan jumlah setoran tunai (inflow) pada ttriwulan I 2017 dikarenakan masih rendahnya konsumsi pemerintah dan kebutuhan masyarakat di awal tahun anggaran. Hal ini menyebabkan, secara umum pada ttriwulan I 2017, perkembangan transaksi tunai di Provinsi Riau hanya mencatat net cash outflow sebesar Rp366 miliarmiliarmiliar. Commented [HS3]: net cash outflow atau net outflow Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Triwulan IV-2016 Rp. Miliar Inflow Outflow Net Cashflow (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) (3.074) Sumber : Bank Indonesia Apabila dilihat dari sisi permintaan, kebutuhan uang oleh masyarakat tercermin dari pergerakan aliran uang outflow. Sesuai dengan polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga termasuk organisasi masyarakat (LNPRT). Hal tersebut dapat terlihat pada grafik 5.3, yang menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir yang pergerakannya searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi pada umumnya. Untuk ttahun Triwulan I tahun 2017 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow secara tajam dibandingkan ttriwulan IV sebelumnya hingga yang mencapai Rp1,086 triliunttriliun atau turun hingga 44,31% (qtq). Hal tersebut dipengaruhi oleh turunnya pengeluaran entitas ekonomi antara lain menurunnya tingkat pengeluaran konsumsi pemerintah pada ttriwulan I 2017 dikarenakan terlambatnya penetapan APBD sehingga pada awal tahun anggaran masih minim rencana belanja pemerintah yang terealisasi. Berdasarkan data BPKAD Provinsi Riau 89

103 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah hingga triwulan I 2017 realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah yaitu hanya mencapai 5,11% dari total yang dianggarkan. Adapun dari total realisasi belanja daerah tersebut 47% nya adalah realisasi belanja untuk pegawai baik belanja langsung maupun tidak langsung yang lebih bersifat administratif. Dari sisi masyarakat terjadi penurunan permintaan uang tunai dibandingkan ttriwulan IV 2016 yang tinggi akibat perayaan hari raya Nnatal dan Tahun Baru, persiapan menjelang akhir tahun dan libur sekolah. Grafik 5.3. Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq) di Provinsi Riau % Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi RumahTangga I II III IV I II III IV I II III IV I % Kons RT 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5-1 -1,5-2 Commented [HS4]: judul grafik dibedakan 3 ya % Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi LNPRT I II III IV I II III IV I II III IV I % Kons LNPRT

104 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah % Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi Pemerintah % Kons Pmrt I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan Grafik 5.3 dapat terlihat bahwa selain tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga, tingkat pengeluaran pemerintah juga memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap permintaan uang tunai dengan proporsi yang dominan dibandingkan tingkat pengeluaran masyarakat pada umumnya. Commented [HS5]: maksudnya dengan proporsi yang dominan???? 2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation), maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan pelayanan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perbankan. Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk kas keliling dan program/gerakan peduli uang lusuh. Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara tidak langsung untuk memenuhi uuang llayak bereedar di Provinsi Riau adalah dengan membuka kas titipan di perbankan. Kas titipan diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar 91

105 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah dapat didistribusikan sampai ke pelosok pelosok daerah. Kas titipan yang sudah beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliarmiliarmiliar sejak ttriwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50 miliarmiliarmiliar. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah membuka kas titipan baru yang mulai beroperasi pada ttriwulan IV 2016 di kkota Rengat (Rokan Hulu) dengan plafon sebesar Rp100 miliarmiliarmiliar. Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Adapun untuk jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp1,56 triliunttriliun, meningkat 103,57% (qtq), dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 57,64%. Meningkatnya pemusnahan UTLE secara signifikan pada triwulan I 2017 tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah inflow pada ttriwulan laporan hingga 78,04%(qtq) dibanding ttriwulan sebelumnya. Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Rp Miliar (500) UTLE (miliar) Inflow (miliar) Rasio UTLE/Inflow (%) g - yoy UTLE (%) I II III IV I II III IV I II III IV I (%) Sumber : Bank Indonesia 2.3. Uang Rupiah Tidak Asli Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu salah satunya selain melakukan koordinasi yang intensif dan 92

106 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah rutin dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian), Bank Indonesia juga berupaya untuk meningkatkan tingkat keamanan uang Rupiah melalui peresmian uang Rupiah tahun emisi 2016 dengan feature pengaman yang lebih canggih dibandingkan sebelumnya di bulan Desember Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Hingga bulan Maret 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 6 kali melalui kunjungan industri yang dilakukan oleh sekolah-sekolah maupun event khusus seperti Expo di beberapa daerah dan kegiatan Car Free Day. Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada Triwulan I-2017 tercatat hanya sebanyak 55 lembar, menurun siginifikan apabila dibandingkan dengan ttriwulan IV-2016 yang tercatat sebanyak 171 lembar. Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau tersebut terdiri dari 32 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu dan 23 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Grafik 5.5. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Lembar 500 Lembar Uang Palsu Growth Lembar Uang Palsu (% yoy) , I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia 3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 93

107 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3.1. Transaksi Kliring Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai yang tercatat di daerah tersebut. Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, pada triwulan I 2017 transaksi non tunai dengan menggunakan sistem kliring di Provinsi Riau secara umum men urun, baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada ttriwulan I 2017 tercatat sebesar Rp6,149 triliuntriliun dengan volume transaksi mencapai lembar, menurun jika dibandingkan ttriwulan IV 2016 yang nilainya tercatat sebesar Rp6,607 triliuntriliun dengan volume transaksi lembar. Penurunan transaksi kliring pada periode laporan dikarenakan menurunnya transaksi terkait seasonal factor dimana ttriwulan I anggaran masih dalam tahap droping dari pemerintah Provinsi kepada masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD)SKPD-SKPD daerah dan pada awal tahun anggaran proyek pekerjaan masih dalam tahap pemilihan tender. Grafik 5.6. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.7. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau Rp. Miliar Nominal Kliring (lhs) (%)-yoy (1.500) I II III IV I II III IV I II III IV I -25 (3.000) Warkat (5.000) (25.000) Warkat Kliring (lhs) (%-yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Terjadinya penurunan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, diikuti pula dengan penurunan 94

108 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah nilai rata-rata transaksi per warkat dibandingkan ttriwulan sebelumnya yaitu dari Rp32,81 juta menjadi 32,33 juta per warkat atau menurun 1,45% (qtq) Layanan Keuangan Digital (LKD) Dalam upaya melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara sistem pembayaran, Bank Indonesia berupaya untuk selalu mengembangkan alat pembayaran yang semakin dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan layanan keuangan terutama non tunai, Bank Indonesia mendukung penyelenggaraan LKD (Layanan Keuangan Digital) yang berpotensi besar dalam menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Definisi LKD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang efisien, aman dan cepat. Fasilitas LKD memberikan manfaat baik bagi konsumen maupun penyedia layanan. Bagi konsumen, fasilitas LKD memungkinkan transaksi keuangan dilakukan dengan efisien, aman dan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi keuangan dapat dilakukan dengan biaya transaksi serta risiko kehilangan uang yang lebih rendah. Sedangkan bagi penyelenggara/penyedia layanan, LKD memberikan peluang untuk dapat mengakses pasar yang baru serta memperkenalkan layanan baru untuk transaksi bernilai kecil dengan frekuensi tinggi. Selain itu, layanan tersebut juga dapat mendorong pengembangan pelayanan, khususnya pada produk inti. Dengan demikian bagi penyedia layanan selain dapat menjadi sumber pendapatan baru, kegiatan ini juga memberi peluang untuk cross selling antar penyedia layanan. Sedangkan bagi masyarakat, fasilitas LKD dapat membantu masyarakat serta pengusaha mikro kecil, yang paling rentan dengan transfer tunai sebagai salah satu alat pembayaran non-tunai serta menghindari. Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD menggunakan agen 95

109 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah LKD individu, hingga saat ini di Provinsi Riau telah terdapat 3 (tiga) bank yang memberikan layanan LKD kepada masyarakat berbasis uang elektronik antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan Bank Nasional Indonesia dan hingga Maret 2017 jumlah agen LKD di Provinsi Riau adalah sebanyak 4284 agen. Saat ini LKD di Provinsi Riau sudah tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada meskipun secara umum rasio penyebarannya masih terpusat di daerah kabupaten/kota dengan tingkat pangsa PDRB yang tinggi seperti Kota Pekanbaru, Kampar, Bengkalis dan Siak dengan total rasio sebesar 63,64%. Adapun daerah dengan jumlah agen terbanyak berada di Kota Pekanbaru sebanyak agen, sedangkan daerah dengan jumlah agen terendah berada di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sebanyak 124 agen (pangsa 3,78%). Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Indragiri Hulu Kab. Rokan Hilir 35,93% Kab. Indragiri Hilir Kab. Pelalawan 35,93% 3,78% Kab. Rokan Hulu Kab. Rokan Hilir Kab. Pelalawan Kab. Siak Kab. Siak Kab. Kuantan Singingi Kab. Kepulauan Meranti Kota Pekanbaru Kab. Kuantan Singingi Kota Dumai 3,78% Kab. Kepulauan Meranti Kab./Kota Lainnya di Riau Kota Pekanbaru Kota Dumai Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah Kab. Kampar Kab./Kota Lainnya di Riau Kab. Bengkalis Formatted Table Formatted: Font: 10,5 pt Formatted Table Formatted: Font: 10,5 pt Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah Di tahun 2017, sebagai salah satu upaya penggalakan keuangan inklusif dan pengembangan LKD, Bank Indonesia melalui salah satu program strategisnya akan melakukan monitoring penyaluran bantuan sosial (bansos) non tunai dan optimalisasi pemanfaatan LKD, melakukan perluasan pelaksanaan program edukasi keuangan dalam rangka elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat termasuk penyaluran bansos, melakukan perluasan program elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran pemerintah di daerah serta melakukan implementasi penerapan LKD di Pondok Pesantren. Upaya menggalakkan LKD yang selaras dengan program pemerintah sangat penting untuk dilakukan. Dengan bersinergi serta memfasilitasi program pemerintah seperti Bantuan Pangan Non Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH) 96

110 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah dan bantuan sosial lainnya dalam bentuk non tunai akan menjadi salah satu pendorong kuat agar keuangan inklusif semakin bisa menyentuh rakyat yang selama ini tidak terjamah fasilitas perbankan. Untuk Provinsi Riau, tepatnya Kota Pekanbaru masuk menjadi salah satu kota dari 44 kota pilot project pelaksanaan bantuan sosial (bansos) non tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (yang dahulu dikenal dengan rastra/raskin). Penyaluran Bansos non tunai melibatkan berbagai instansi antara lain Kementerian Sosial, Bank Himbara (BNI, BRI, Mandiri dan BTN), Bulog, dan Bank Indonesia. Instrumen penyaluran bantuan sosial non tunai yang dilakukan berbentuk kartu combo yang memiliki fungsi Basic Saving Account dan E-Wallet. Basic Saving Account berfungsi untuk kegiatan transaksi seperti menabung/menyimpan uang dengan maksimum Rp. 10 juta serta transaksi dana tarik setor dan transfer tanpa biaya. Sedangkan E-wallet berfungsi untuk menampung berbagai jenis bantuan sosial yang tersedia hingga 20 kantong. Untuk wilayah Pekanbaru saat ini kartu COMBO yang telah didistribusikan sebanyak kartu dari total jumlah Keluarga Penerima Manfaat sebesar Keluarga Penerima Manfaat (KPM). 97

111 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Bab 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1. KONDISI UMUM Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Februari 2017 menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,94% pada Februari 2016 menjadi 5,76% pada Februari Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,82% pada September 2015 menjadi 7,67% pada September 2016 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari 102,23 pada triwulan IV 2016 menjadi 103,50 pada triwulan I

112 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. KETENAGAKERJAAN Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus Sumber : BPS - diolah Sumber : BPS - diolah Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Februari 2017 menunjukkan bahwa 3,13 juta (atau 68,42%) dari 4,57 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari periode Februari 2016 yang tercatat sebesar 5,94% menjadi 5,76%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT secara nasional yang tercatat 5,50% pada Februari 2016 menjadi 5,33% di Februari 2017, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara nasional. Hal ini juga searah dengan arah perbaikan perekonomian Riau sampai dengan triwulan I tahun 2017 dibandingkan tahun Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi kelima di Sumatera, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Agt ,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69 Feb ,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05 Agt ,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20 Feb ,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03 Agt ,57 5,84 5,09 7,43 4,00 4,31 3,30 4,62 2,60 7,69 Feb ,39 6,41 5,80 5,76 3,67 3,80 2,81 4,43 4,46 6,44 Sumber: BPS. - diolah 86

113 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Sumber: BPS Provinsi Riau Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 40,56% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi serta sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 21,02% dan 20,28%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu dari 41,44% menjadi 40,56%. Seiring dengan penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi juga menurun, yaitu dari 22,04% menjadi 21,02%. Sementara sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan meningkat dari 18,26% menjadi 20,28%. Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 41,44 40,56 Pertambangan dan Penggalian 1,91 0,80 Industri 6,06 5,68 Listrik, Gas dan Air Minum 0,32 0,37 Konstruksi 5,39 4,49 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 22,04 21,02 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 2,14 4,65 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,44 2,14 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 18,26 20,28 Total

114 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan pangsa sebesar 41,36%. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 41,20%. Naiknya porsi penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan sejalan denga membaiknya perekonomian Riau, dimana lay-off karyawan bekurang dan pencari kerja terutama lulusan-lulusan sekolah atau pendidikan tinggi telah terserap oleh lapangan pekerjaan. Sebagai dampaknya dari keadaan tersebut, penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami penurunan dari 21,01% pada Februari 2016 menjadi 19,50% pada Februari Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Dilihat dari jumlah jam kerja per hari, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan waktu jam kerjanya selama 0* 1 dan lebih dari 35 jam seminggu (atau pekerja waktu penuh), yaitu sebanyak 62,87%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Februari 2017 merupakan pegawai dengan waktu kerja penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas. 1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja. 88

115 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Agustus Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 56,71%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 55,24%dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan Universitas hanya mencapai 11,86%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 31,43%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. 89

116 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK yaitu mencapai 17,22%. Sementara TPT kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami penurunan dari 21,59% pada Februari 2016 menjadi 14,84% pada Februari Kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau semakin optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 3. KESEJAHTERAAN DAERAH 3.1 Penduduk Miskin Riau Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan September 2016 sebesar 501,59 ribu atau 7,67% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 61,33 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 562,92 ribu atau 8,82% dari jumlah penduduk Riau. Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan pada September 2016 mengalami penurunan. Di daerah pedesaan jumlah penduduk miskinnya mencapai 337,47 ribu penduduk, turun sebesar 50,66 ribu penduduk atau sekitar 13,05% (yoy) jika dibandingkan dengan September 2015 yang sebanyak 388,13 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan September 2016 sebesar 164,12 90

117 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ribu jiwa, juga turun sebesar 10,67 ribu jiwa atau sebesar 6,10%(yoy) jika dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 174,79 ribu jiwa. 3.2 Garis Kemiskinan Riau Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2016 Daerah Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total Perkotaan Sep Sep Perdesaan Sep Sep Kota + Desa Sep Sep Sumber : BPS Provinsi Riau Garis Kemiskinan (GK) Riau di tahun 2016 mencapai angka Rp per kapita/bulan, atau meningkat 4,82% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat Rp per kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2016 mencapai 73,59%, sementara peranan GKNM terhadap GK adalah 26,41%. Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 2016 mencapai 4,12% (yoy) sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 2016 mencapai 5,30% (yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan perdesaan sehingga 91

118 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat bertambah. 3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2016 menunjukkan adanya trend penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,453 pada September 2015 menjadi 1,355 pada September Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan. Grafik Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan mengalami peningkatan yaitu dari 0,834 pada September 2015 menjadi 1,330 pada September 2016, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan yang mengalami penurunan yaitu dari 1,847 pada September 2015 menjadi 1,370 pada September Hal ini mengindikasikan bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin menjauh dari garis kemiskinan sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan semakin mendekati garis kemiskinan. Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan tren penurunan, yaitu tercatat turun dari 0,446 pada September 2015 menjadi 0,399 pada September Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks 92

119 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami penurunan dari 0,599 pada September 2015 menjadi 0,364 pada September 2016, sedangkan di daerah perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,206 pada September 2015 menjadi 0,454 pada September 2016, hal ini mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan sementara di daerah perkotaan terjadi kenaikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. 3.4 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I-2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2016 yakni dari 102,23 menjadi 103,50. Kenaikan NTP pada triwulan I disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,70%, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,46%. Nilai NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa kegiatan pertanian di Provinsi Riau mulai membaik dan memberikan nilai tambah dalam peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dibanding biaya yang dikeluarkan oleh petani. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 93

120 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jika dilihat per subsektor, peningkatan NTP disumbang oleh kenaikan indeks pada subsektor tanaman perkebunan rakyat dan perikanan, sementara subsektor lainnya yaitu tanaman pangan, hortikultura dan peternakan menjadi subsektor penyusun NTP yang mengalami penurunan indeks. Berdasarkan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi dengan biaya produksi, NTUP tertinggi masih dicatatkan oleh subsektor perikanan sebesar 121,24. Sementara NTUP terendah dicatatkan oleh subsektor hortikultura sebesar 106,22. 94

121 Prospek Perekonomian Daerah Bab 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK MAKROREGIONAL Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2017 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, swasta dan net ekspor yang tumbuh positif dan meningkat jika dibandingkan perkiraan triwulan II Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh melambatnya konsumsi pemerintah, dan investasi. Disisi lain, melambatnya investasi mempengaruhi kinerja sektor konstruksi, serta masih berlanjutnya kontraksi 94

122 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan menahan laju pertumbuhan ekonomi Riau. Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan mencapai 2,5-3,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 2,23% (yoy). Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari net ekspor, konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi sektoral, sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan yang menjadi sektor unggulan Riau juga mengalami peningkatan. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor pertambangan dan penggalian yang diperkirakan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan tahun lalu. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi 2017 didukung oleh membaiknya ekonomi Amerika Serikat dan negara emerging, serta diikuti peningkatan harga komoditas yang disertai dengan stabilnya permintaan baik domestik maupun luar negeri. Kondisi tersebut mendorong iklim investasi yang membaik dan kinerja ekspor yang tetap positif khususnya pada sektor pertanian dan industri pengolahan. Hal ini pada akhirnya mendorong daya beli masyarakat yang disertai pula dengan meningkatnya realisasi anggaran pemerintah pada akhir tahun sehingga mendorong konsumsi tumbuh lebih tinggi dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan sektor konstruksi dan perdagangan. Komponen P Proyeksi Bank Indonesia Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2017 (% yoy) I II III IV I II III I PDRB 2,71-0,03-2,06-1,36 4,39 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,40-3,40 2,60-3,60 2,5-3,5 Indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Berdasarkan perkembangan indikator terkini, ekspor CPO menunjukkan peningkatan, realisasi APBD lebih tinggi dibandingkan 2016, meningkatnya realisasi investasi PMA dan PMDN, meningkatnya kredit konsumsi, indeks keyakinan dan ekspektasi konsumen, kenaikan harga karet dunia dan domestik, meningkatnya permintaan domestik dan ekspor, peningkatan penyaluran kredit perdagangan, dan SBT bangunan. 95

123 Prospek Perekonomian Daerah Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen IKK IKE IEK Garis I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr Indeks Kegiatan Usaha Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100 Indeks Penghasilan Konsumen Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sementara itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika dibandingkan triwulan berjalan. Hal tersebut didorong oleh lebih tingginya anggaran APBD Provinsi Riau Tahun APBD 2017 disahkan pada bulan November 2016, lebih cepat dibandingkan APBD tahun sebelumnya yang biasanya baru disahkan pada bulan Desember. Percepatan pengesahan APBD tersebut diharapkan mendorong percepatan realisasi anggaran. Peningkatan belanja pemerintah tersebut juga diikuti oleh peningkatan investasi seiring dengan berlanjutnya proyek strategis yang prosesnya terus dipercepat. Adapun beberapa proyek strategis yang masih terus berlanjut antara lain adalah pembangunan jalan tol trans sumatera yang melewati Pekanbaru-Dumai seluar Km, pembangunan jalur kereta api di 4 titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru- Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km), serta adanya program peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan yang terus dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas jalan dalam rangka mendukung kelancaran distribusi barang dan jasa. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh positif sejalan dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian global yang berdampak terhadap peningkatan permintaan negara mitra dagang dan harga komoditas internasional. Jika dilihat secara lebih rinci, ekspor barang dan jasa Riau triwulan ke depan didominasi oleh ekspor luar negeri yang memiliki pangsa mencapai 88,29%. Melihat outlook ekonomi global ke depan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat semakin solid yang didukung oleh konsumsi dan investasi yang membaik. Demikian juga dengan perekonomian Eropa yang berpotensi membaik ditopang perbaikan 96

124 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Prospek Perekonomian Daerah konsumsi dan ekspor, serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan tetap kuat karena didukung oleh konsumsi dan investasi infrastruktur. Tabel 7.2 Outlook Perekonomian Global Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, April 2017 Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan II 2017 diperkirakan relatif stabil. Faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Kurang optimalnya produksi sawit pada tahun 2016 disebabkan oleh musim trek yang berlangsung sejak Januari-Agustus tahun 2016, sehingga pada semester II-2016 sampai dengan awal tahun 2017 produksi berpotensi meningkat, disamping mulai berproduksinya tanaman yang direplanting. Dengan demikian, meningkatnya produksi dan meningkatnya harga TBS lokal yang juga dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas internasional mendorong laju pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan ini. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Riau, kinerja sektor industri pengolahan juga diperkirakan meningkat. Membaiknya perekonomian negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas perkebunan mendorong capaian pertumbuhan sektor ini, terutama subsektor industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri pengolahan pulp and paper. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan juga dipengaruhi oleh mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan bakar nabati. 97

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci