KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI 2017

2 website : VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

3

4 E

5

6 E

7 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 dengan penekanan pada kondisi ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2017 berdasarkan indikator terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, data PDRB dan Inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya, termasuk informasi anekdotal terkait. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, Februari 2017 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Siti Astiyah Direktur iii

8 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

9 Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor dan Impor Ekspor Impor PDRB Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor iv

10 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Provinsi Riau 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Inflasi Kota Dumai Inflasi Kota Tembilahan Disagregasi Inflasi (yoy) Inflasi Inti (Core) Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Price Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau BAB 3 ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Kondisi Umum Realisasi APBD Triwulan I Realisasi Pendapatan Realisasi Belanja BAB 4. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN 59 UMKM 1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Bank Umum Intermediasi dan Risiko Perbankan Ketahanan S Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah v

11 Daftar Isi 6. Perkembangan Bank Perkreditan.. 76 BAB 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital (LKD) Boks 5.1.Gambus : Gerakan Bumi Melayu Bebas Uang Lusuh Boks 5.2. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) Provinsi Riau BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH Kondisi Umum Ketenagakerjaan Kesejahteraan Daerah Penduduk Miskin Riau Garis Kemiskinan Riau Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau 3.4. Nilai Tukar Petani Boks 6. Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Maritim untuk Mendukung Peningkatan Kepariwisataan dan Pertumbuhan Ekonomi BAB 7 yang Berkelanjutan PROSPEK Perkiraan Inflasi Daftar Istilah xv vi

12 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi vii

13 Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tabel 4.1 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau Tabel 4.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan Tabel 4.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi Tabel 4.4. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi Tabel 4.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi Tabel 5.1. Historis Net Outflow Lebaran dalam 6 tahun terakhir Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau SUmatera Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 tahun keatas yang bekerja Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Provinsi Tabel 7.1. Perkembangan Pertumb Tabel 7.2. Outlook Pereko Tabel 7.3. Perkembangan Infl vii

14 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy%) Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4.Kredit Konsumsi Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor Grafik 1.6. Indeks Suku Cadang dan Aksesori Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau Grafik Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau Grafik Ekspor CPO Dunia Grafik Pertumbuhan Ekspor dan Indeks Dollar Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Grafik Perkembangan Ekspor Non Migas Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Grafik Perkembangan Harga Karet Grafik Perkembangan Harga Sawit Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Grafik Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit Grafik Pertumbuhan Subse 22 Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan viii

15 Daftar Grafik Grafik Indeks Makanan Minuman dan Tembakau Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor Grafik Jenis Pengeluaran Rumah Tangga Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods di Riau Grafik Indeks Barang Tahan Lama Grafik Kredit Konstruksi Grafik Konsumsi Grafik Likert Scale 29 Grafik Lifting Grafik Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II 2016 di Riau (qtq) Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw II Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II ( ) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan ix

16 Daftar Grafik Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru Grafik Perkembangan Harga Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price Grafik 4.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Grafik 4.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 4.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 4.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik Perkembangan LDR di Provinsi Riau Grafik Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I Grafik Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I Grafik NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I Grafik Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I x

17 Daftar Grafik Grafik Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I Grafik Perkembangan Kredit Perumahan Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Grafik Perkembangan Kredit Multiguna Grafik Perkembangan Kredit Durable Goods Grafik Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Konsumsi Barang Tahan 71 Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik NPL Sektoral UMKM Triwulan I-2016 (%) Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Grafik Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis Penggunaan Grafik Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral Grafik Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Grafik Penyaluran Kredit Sektoral Grafik Perkembangan NPL BPR/S Grafik Perkembangan LDR BPR/S Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.I Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Grafik 5.4. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Riau Grafik 5.6. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Riau Growth Grafik 6.1. Perkembangan TPAK Riau Feb Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Feb Grafik 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja xi

18 Daftar Grafik Grafik 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Feb Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Grafik 6.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan Riau Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Grafik 7.2 Perkembangan Indeks Ek Grafik 7.3 Perkembangan Harga Bumbu-bu Grafik 7.4 Perkembangan Harga Daging Segar dan Hasilnya di Kota Pekanbaru...98 xii

19 Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2016 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) xii

20 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH INDIKATOR I II III IV I II III IV Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau 118,39 120,73 121,55 123,08 123,63 123,04 123,53 128,05 - Kota Pekanbaru 117,98 120,31 121,04 122,80 123,16 122,29 125,12 127,95 - Kota Dumai 118,50 120,83 122,16 122,75 124,23 124,48 125,91 127,63 - Kota Tembilahan 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48 128,23 129,02 129,89 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau 6,17 7,39 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04 - Kota Pekanbaru 6,16 7,53 5,70 2,71 4,39 1,65 3,37 4,19 - Kota Dumai 6,50 7,29 6,21 2,63 4,84 3,02 3,07 3,98 - Kota Tembilahan 5,63 6,23 4,71 2,06 4,00 2,63 2,58 2,58 Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (0,03) (2,06) (1,36) 4,39 2,74 2,75 1,26 2,22 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.596, , , , , , , ,48 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.348, , , , , , , ,23 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 304,74 280,97 303,32 195,42 265,06 308,58 269,62 230,97 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 723,88 531,30 482,82 390,43 670,27 657,14 635,96 607,88 B. PE RBANKAN Bank Umum INDIKATOR I II III IV I II III IV Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Giro Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) 78,77 76,70 79,41 91,12 89,88 88,89 88,01 87,55 - NPL (%) 3,64 4,16 4,34 3,71 4,07 3,98 3,91 3,44 Kredit UMKM (dalam Rp Juta) Mikro Kecil Menengah NPL UMKM (%) 6,20 6,71 7,41 6,76 7,65 7,69 7,29 6,26 BPR Total Aset (dalam Rp Juta) DPK (dalam Rp Juta) Tabungan Deposito Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek Rasio NPL (%) 14,45 13,84 14,39 12,92 14,08 13,76 14,07 13,21 LDR (%) 101,98 106,28 104,01 103,41 102,40 105,10 100,69 97,34 xiii

21 Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. S IS TE M PE MBAYARAN INDIKATOR I II III IV I II III IV Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) ( ) ( ) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) Volume Transaksi RTGS (lembar) *) Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Volume Transaksi Kliring (lembar) Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) xiv

22 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL RINGKASAN EKSEKUTI

23

24 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

25

26 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

27

28 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

29

30 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

31 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1. KONDISI UMUM Searah dengan perekonomian nasional, perekonomian Riau pada triwulan IV tumbuh sebesar 2,22% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 1,26% (yoy). Peningkatan tersebut terutama terjadi pada konsumsi pemerintah dan investasi. Konsumsi pemerintah meningkat cukup tinggi setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi. Meningkatnya konsumsi pemerintah juga menjadi salah satu faktor pendorong utama meningkatnya pertumbuhan investasi. Dari sisi penawaran, peningkatan terjadi di seluruh sektor utama kecuali sektor pertambangan yang cenderung melanjutkan tren penurunan dalam 5 tahun terakhir. Meningkatnya kinerja sektor konstruksi tidak terlepas dari meningkatnya realisasi belanja pemerintah terutama di bidang 10

32 Kondisi Ekonomi Makro Regional infrastruktur. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan tidak terlepas dari meningkatnya produksi kelapa sawit pasca musim trek, serta perbaikan harga komoditas internasional. Di sisi lain, momentum perayaan hari besar keagamaan pada triwulan IV-2016 mendorong kenaikan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran di Provinsi Riau. Secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi Riau 2016 tercatat sebesar 2,23% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 0,22% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari kenaikan pertumbuhan konsumsi swasta dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan bersumber dari sektor perkebunan, industri pengolahan, dan perdagangan yang tercatat tumbuh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga dengan kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun lalu. Meningkatnya perekonomian Riau 2016 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang masing-masing tumbuh sebesar 5,02% dan 4,29% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,88% dan 3,53% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut juga mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih rendah dibandingkan Nasional dan Sumatera. Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau sebesar 3,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 2,03% (yoy). Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Nasional Sumatera Riau 4,94 4,49 2,22 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Memasuki triwulan I-2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Adanya 11

33 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional kenaikan Upah Minimum Regional Provinsi Riau dari Rp ,- pada tahun 2016 menjadi Rp pada tahun 2017 atau sekitar 8,20%, serta momentum perbaikan harga komoditas perkebunan dan potensi peningkatan harga minyak sawit Indonesia diperkirakan mampu mendorong daya beli masyarakat sehingga dapat memberikan dampak yang cukup baik bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, pengesahan APBD yang lebih cepat dari pengesahan APBD tahun lalu serta masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis pemerintah juga diperkirakan dapat mendorong kenaikan konsumsi pemerintah, sekaligus meningkatkan investasi yang saat ini masih cenderung wait and see. Di samping itu, perbaikan harga komoditas dan kondisi perekonomian negara mitra dagang juga diperkirakan mampu memberikan dampak terhadap peningkatan kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan. Adanya indikasi kenaikan harga barang pada awal tahun 2017 turut mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan. Dengan demikian, perekonomian Riau pada triwulan I-2017 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan IV-2016 pada kisaran 2,0 3,0% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup tinggi dapat menahan perbaikan harga komoditas. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Searah dengan perekonomian Nasional, perekonomian Riau pada triwulan IV-2016 mengalami peningkatan dari 1,26% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 2,22% (yoy). Namun angka pertumbuhan tersebut masih di bawah pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang masing-masing sebesar 4,94% dan 4,49 (yoy). Adapun sumber pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-2016 utamanya didorong oleh peningkatan dari sisi domestik. Meningkatnya permintaan domestik terutama bersumber dari kenaikan konsumsi pemerintah dan investasi, sementara konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dan ekspor terkontraksi lebih dalam. Meningkatnya konsumsi pemerintah pada akhir tahun 2016 didorong oleh upaya pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran menjelang tutup buku Hal ini terlihat dari peningkatan realisasi belanja pemerintah daerah baik belanja barang dan jasa maupun belanja modal sehingga turut mendorong meningkatnya 12

34 Kondisi Ekonomi Makro Regional pertumbuhan dari sisi investasi. Sementara itu, momentum perbaikan harga komoditas perkebunan belum dapat memberikan dampak yang cukup baik bagi perdagangan di Provinsi Riau yang tercermin dari kinerja ekspor yang terkontraksi lebih dalam, sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga masih tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 2,23% (yoy), masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi Nasional dan Sumatera yang sebesar 5,02% dan 4,29% (yoy). Namun demikian realisasi pertumbuhan ekonomi Riau tersebut lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Riau 2015 yang sebesar 0,22% (yoy). Meningkatnya perekonomian Riau 2016 didorong oleh kenaikan konsumsi swasta dari 0,29% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 2,65% (yoy) pada tahun Sementara konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi meski tercatat tumbuh namun tidak setinggi tahun sebelumnya. Di sisi lain, kinerja ekspor masih melanjutkan tren menurun meskipun tidak sedalam kontraksi pada tahun Pertumbuhan ekonomi Riau 2016 utamanya didorong oleh membaiknya net ekspor bukan dari meningkatnya kinerja ekspor luar negeri yang di tahun 2016 tumbuh relatif tetap dibandingkan tahun Masih terkontraksinya pertumbuhan net ekspor juga disebabkan oleh tingginya impor. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbaikan ekonomi negara mitra dagang yang secara fundamental masih relatif terbatas dan perbaikan harga komoditas belum memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan permintaan ekspor. Komponen Pengeluaran Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Growth (% yoy) I II III IV I II III IV Kontribusi Pertumbuhan (%) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,00 6,36 5,92 5,56 5,95 6,42 5,76 5,08 4,32 5,38 2,03 1,90 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT (0,07) (1,61) 0,70 2,09 0,29 2,89 3,14 2,77 1,82 2,65 0,00 0,01 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,27 1,17 3,30 7,39 3,75 (1,69) 6,88 (4,50) 4,07 1,34 0,13 0,05 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,61 2,40 5,31 6,79 4,06 2,96 3,32 3,57 4,48 3,60 1,23 1,17 5. Ekspor Luar Negeri (30,63) (17,75) (9,55) 1,96 (15,27) (4,60) (13,09) (5,42) (34,34) (15,35) (4,96) (3,88) 6. Impor Luar Negeri (7,10) (8,25) (17,42) 4,17 (7,65) (3,97) 14,64 11,61 27,43 11,99 (0,29) 0,49 7. Net Ekspor 0,16 (1,43) (12,00) (0,54) (3,86) (1,43) (1,85) (4,32) (2,69) (2,61) (1,17) (0,69) PDRB (0,01) (2,13) (1,38) 4,45 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 0,22 2,23 Sumber : BPS 13

35 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,32% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,08% (yoy). Secara tahunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2016 melambat dari 5,95% (yoy) pada Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia tahun 2015 menjadi 5,38% (yoy). Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh kenaikan harga barang yang tercermin dari realisasi inflasi tahun 2016 yang mencapai 4,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar 2,65% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi yang terjadi di hampir seluruh kelompok barang dan jasa, ditambah perbaikan kondisi perekonomian yang masih terbatas menekan kemampuan daya beli masyarakat. Perlambatan konsumsi rumah tangga ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Keyakinan Ekonomi (IKE) yang berada pada level pesimis (di bawah batas 100) (Grafik 1.2). Pada triwulan laporan, IEK tercatat sebesar 103,83% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 124,67%. Menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi saat ini juga terindikasi dari kredit kendaraan bermotor (Grafik 1.3) dan kredit durable goods yang tumbuh melambat secara tahunan (Grafik 1.4) IKK IKE IEK Garis 100 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan Grafik 1.3. Kredit Kendaraan Bermotor Rp. Miliar Kendaraan growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: LBU Bank Indonesia Persen (%) Grafik 1.4. Kredit Durable Goods Rp Miliar Durable Goods growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: LBU Bank Indonesia Persen (%)

36 Kondisi Ekonomi Makro Regional Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 4,07% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 4,50% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016 sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan realisasi terutama belanja langsung dan infrastruktur. Namun demikian pertumbuhan konsumsi pemerintah secara keseluruhan tahun 2016 hanya sebesar 1,34% (yoy) di bawah realisasi tahun 2015 yang mencapai 3,75% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor kehati-hatian dalam merealisasikan anggaran, penundaan DAU untuk Pemerintah Provinsi Riau dan beberapa Kab/Kota di Riau sedangkan sebagian besar Kab/Kota tidak memiliki anggaran SILPA, dan pemotongan DBH akibat berkurangnya lifting migas dan menurunnya harga minyak dunia. Realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau tahun 2016 tercatat sebesar 83,22% atau Rp 8,63 triliun dari total yang dianggarkan sebesar Rp10,37 Triliun. Namun realisasi ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai 68,15% atau sebesar Rp7,76 triliun (Tabel 1.2). Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Uraian Jumlah Anggaran (triliun) Jumlah Realisasi % Realisasi Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) (triliun) % Realisasi Pendapatan Daerah 7,407 6,911 93,3 7,233 6,736 93,13 Belanja Daerah 11,388 7,761 68,15 10,365 8,625 83,22 Pembiayaan Daerah 3,981 3, ,01 3,132 3, ,01 Surplus/(Defisit) -3,981-0,850 21,35-3,132-1,889 60,33 Sumber : BPKAD Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2017 diperkirakan meningkat. Adapun faktor-faktor yang dapat mendorong peningkatan konsumsi rumah antara lain perbaikan harga komoditas yang diharapkan memberikan dampak terhadap kenaikan daya beli masyarakat, serta persepsi akan membaiknya penghasilan sejalan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) diperkirakan dapat mendorong realisasi konsumsi masyarakat (Grafik 1.5). Disisi lain, pengesahan APBD-P yang lebih cepat dibandingkan tahun 2015 diharapkan mampu mendorong realisasi konsumsi pemerintah yang lebih baik. Monitoring anggaran secara lebih intensif juga merupakan salah satu faktor pendorong utama pertumbuhan konsumsi pemerintah. 15

37 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.5 Upah Minimum Provinsi Riau UMK (Rp) Growth (% yoy) 25,00 20,00 Rp ,00 10,00 5,00 - growth (%yoy) SK Gubernur Riau No.1058/XI/2016 tanggal 21 November 2016 tentang Upah Minimum Kab/Kota 2.2. Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,48% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat sebesar 3,57% (yoy). Indikator terkini menunjukkan kenaikan kinerja investasi seiring dengan meningkatnya investasi sektor 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00-1,50-2,00-2,50-3,00 Grafik 1.6. Likert Scale Investasi Penjualan Ekspor Kapasitas Utilisasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Liaison Bank Indonesia swasta dan pemerintah meskipun ada kemungkinan bias ke bawah. Beberapa faktor pendorong pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan antara lain: i) ekspansi investasi existing dan program maintenance perusahaan industri pengolahan dan perhotelan; ii) masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol trans sumatera yang melewati Pekanbaru-Dumai seluar Km, serta pembangunan jalur kereta api di 4 titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru-Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km); iii) adanya penurunan suku bunga acuan diharapkan menurunkan tingkat suku bunga bank; iv) relaksasi LTV diharapkan meningkatkan investasi properti (sektor konstruksi); dan v) insentif tax amnesty diharapkan mendorong peningkatan masuknya dana segar sehingga dapat meningkatkan kapasitas permodalan. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari peningkatan realisasi investasi sejumlah pelaku usaha yang terelaksasi dari hasil liaison (Grafik 1.6). Kegiatan investasi di subsektor pengolahan kelapa sawit berupa 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00-1,50 16

38 Kondisi Ekonomi Makro Regional replanting. Contact liaison menginformasikan bahwa pada akhir tahun 2016 dilakukan replanting perkebunan seluas Ha dari Ha luas perkebunan yang ada. Investasi oleh grup perusahaan berupa pembangunan pabrik biodiesel pada tahun 2017 di daerah Lubuk Gaung. Selain itu, untuk meningkatkan supply tenaga listrik di pabrik dan derah sekitar, perusahaan yang bergerak di subsektor pengolahan kelapa melakukan investasi berupa pembangunan power plant. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan investasi Riau 2016 yang sebesar 3,60% (yoy) tidak setinggi tahun 2015 yang mencapai 4,06% (yoy). Hal ini juga tercermin dari realisasi PMA dan PMDN yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh sikap wait and see pelaku usaha terhadap kondisi pertumbuhan ekonomi Riau selama tahun Sampai dengan triwulan I- 2017, investasi diperkirakan tumbuh positif dan relatif meningkat dibandingkan triwulan IV-2016, seiring dengan meningkatnya realisasi investasi swasta dan pemerintah yang diharapkan dapat mendorong gairah investasi di Riau yang tentunya tidak terlepas dari berbagai kemudahan perizinan yang ditawarkan. Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Rp Ribu Realisasi PMDN growth (yoy) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau USD Ribu Realisasi PMA growth (yoy) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Kinerja ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2016 mengalami kontraksi sebesar 34,34%, lebih dalam dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang mengalami 17

39 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional kontraksi sebesar 5,42%. Secara keseluruhan tahun 2016, perkembangan ekspor Riau masih relatif stabil dari kontraksi 15,27% (yoy) menjadi kontraksi 15,35% (yoy). Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Jenis Pangsa (%) yoy (%) 2016 I II III IV Makanan dan Hewan Bernyawa 1.733,24 385,3 343,4 363,7 515, ,7 8,87 8,51 6,09 (7,24) Tembakau dan Minuman 27,93 7,5 8,3 4,6 5,2 25,5 0,14 0,14 (5,86) (8,53) Barang Mentah 2.920,53 685,8 774,1 792,9 894, ,1 14,94 16,66 0,67 7,76 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 119,06 40,1 23, ,2 0,61 0,33 (79,99) (46,89) Minyak dan Lemak Nabati , , , , , ,1 64,26 61,47 23,23 (7,58) Bahan Kimia 541,85 172,3 169,4 179,7 140,4 661,8 2,77 3,50 (58,66) 22,13 Barang Manufaktur 1.643,43 437,4 429,9 464,7 439, ,5 8,41 9,38 (1,05) 7,80 Mesin dan Peralatan 0,01 0,3 0,2-0,0 0,5 0,00 0,00 (98,98) 0,00 Hasil Olahan Manufaktur 0, ,0 0,0 0,00 0,00 429,05 (96,79) Koin, bukan mata uang Total , , , , , ,5 100,00 100,00 6,67 (3,38) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, menurunnya ekspor terutama bersumber dari subsektor industri pengolahan karet yang cenderung melanjutkan tren penurunan sejak awal tahun Contact menginformasikan bahwa selama harga karet belum mengalami perbaikan yang signifikan, perkembangan ekspor karet belum akan menunjukkan perbaikan yang optimal. Perusahaan lebih memilih untuk berhati-hati dalam melakukan penjualan terutama pada saat harga karet jatuh. Namun untuk penjualan yang bersifat kontrak jangka waktu tertentu, buyer dapat menunda waktu pengiriman barang khususnya apabila harga dinilai kurang menguntungkan. Kuatnya bargaining power buyer juga dipengaruhi oleh sistem penentuan harga yang dikuasai oleh pihak asing. Sementara itu, adanya pembatasan ekspor sebesar ton per bulan untuk menaikkan harga saat ini belum membuahkan hasil yang diharapkan. Contact liaison di Provinsi Riau cenderung mengabaikan peraturan terkait pembatasan ekspor tersebut, menyusul pelanggaran batasan ekspor yang telah dilakukan oleh Thailand terlebih dahulu. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) Cabang Pekanbaru yang menyatakan tidak terdapat sanksi yang tegas untuk pelanggaran tersebut sehingga pengusaha cenderung melakukan ekspor di atas batas yang diizinkan saat harga sedang tinggi. Meskipun demikian, stok bahan baku 18

40 ribu ton % yoy ribu ton % yoy KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional yang terus berkurang akibat alih fungsi lahan membuat kinerja usaha pengolahan karet semakin tertekan. Di sisi lain, peningkatan ekspor terutama bersumber dari komoditas CPO (Grafik 1.9) dan Pulp seiring dengan proyeksi peningkatan produksi pulp salah satu pemain besar industri pulp and paper besar di Riau yang mencapai di atas 10% (Grafik 1.10). Namun demikian perbaikan ekspor ini masih tertahan akibat gejolak ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga berdampak terhadap terbatasnya permintaan terhadap komoditas utama tersebut. Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ribu ton Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 500,00 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50, Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) (60,00) (80,00) (100,00) (120,00) % yoy ribu ton Grafik Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 - Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - Volume growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) % yoy Berdasarkan negara tujuan ekspornya, penurunan permintaan ekspor berasal dari China dan ASEAN yang pada triwulan IV-2015 masing-masing sebesar ribu ton dan 787 ribu ton, atau secara tahunan permintaan dari kedua negara tersebut menurun 2,86% dan 8,66% (yoy) menjadi ribu ton dan 719 ribu ton pada triwulan IV

41 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.13 Ekspor CPO Dunia (Juta MT) Grafik Pertumbuhan Ekspor Non Migas Riil Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia Sumber: USDA Sumber: Recent Economic Development BI Adapun sumber peningkatan volume ekspor pada triwulan laporan terutama berasal dari India dan MEE yang masing-masing tercatat sebesar 863 ribu ton dan 764 ribu ton, meningkat 19,90% dan 1,11% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang masing-masing sebesar 720 ribu dan 756 ribu ton. Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan ribu ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Cina India ASEAN MEE Lainnya Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Seiring dengan mulai membaiknya perekonomian negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas perkebunan, kinerja ekspor triwulan I-2017 diperkirakan meningkat. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat menahan pertumbuhan ekspor Riau ke depan yaitu mulai diberlakukannya kebijakan 20

42 Kondisi Ekonomi Makro Regional compound rubber 1 Tiongkok sehingga diproyeksikan akan menurunkan demand dari Tiongkok, black campaign CPO di kawasan Eropa, meningkatnya proteksi industri dalam negeri maupun industri produk substitusi, pembatasan volume ekspor karet terkait kesepakatan tri partit (Indonesia, Malaysia, Thailand) untuk mendorong kenaikan harga dan kembali tertekannya harga minyak dunia menyebabkan perbaikan harga komoditas yang tidak optimal, penerapan amandemen Solas per 1 Juli 2016 terkait Verifikasi Berat Peti Kemas yang belum diiringi dengan sosialisasi yang memadai dikhawatirkan menghambat aktivitas ekspor, serta terjadinya gangguan produktivitas sawit akibat tingginya curah hujan. Dari pasar keuangan gobal, risiko antara lain berasal dari arah kebijakan pemerintah AS dan frekuensi kenaikan suku bunga lanjutan di AS tahun 2017, serta proses penyeimbangan ekonomi dan penyehatan sektor keuangan di Tiongkok Impor Perkembangan impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat meningkat 27,43% (yoy), tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,61% (yoy). Meningkatnya impor terutama bersumber dari komoditas non migas (Grafik 1.16). Jika dilihat dari jenis barang, impor barang modal dan intermedier (Grafik 1.17 dan Grafik 1.18) tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan lalu. Secara keseluruhan tahun 2016, impor juga tercatat lebih tinggi yaitu mencapai 11,99% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang mengalami kontraksi sebesar 7,65%. Namun peningkatan impor ini tertahan dengan menurunnya impor barang konsumsi yang juga terindikasi dari menurunnya konsumsi rumah tangga akibat masih terbatasnya perbaikan kondisi perekonomian Riau. 1 Kebijakan Compound Rubber merupakan kebijakan yang diterapkan pemerintah Tiongkok dalam menerapkan standar baru karet kompon yang berpengaruh terhadap bea masuk yang dikenakan pemerintah setempat. 2 Amandemen SOLAS (Safety of Life at Sea) mengatur tentang keselamatan kapal dan berat kotor peti kemas yang diangkut untuk melindungi keselamatan kapal dagang dan efektifitas arus barang 21

43 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik Perkembangan Impor Non Migas Riau Ribu Ton Impor Non Migas growth 3000 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % yoy Grafik Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Ribu Ton Barang Modal growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % yoy (100) (200) Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Impor Barang Intermedier Grafik Perkembangan Impor Barang Konsumsi Ribu Ton Barang Intermedier growth % yoy Ribu Ton Barang Konsumsi growth (100) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah % yoy (100) (200) Impor luar negeri pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV Hal ini dipicu oleh mulai meningkatnya daya beli masyarakat serta penguatan nilai tukar yang pada triwulan IV-2016 secara rata-rata tercatat sebesar Rp13.774,34/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan III-2016 yang sebesar Rp13.850,88/USD (Grafik 1.20). Namun masih belum optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan di tengah gejolak ekonomi global berpotensi menahan laju impor. Grafik 1.20 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD 1 USD/Rp Rata-rata Triwulanan Rp Thd USD Sumber : Bank Indonesia 22

44 Kondisi Ekonomi Makro Regional 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 secara umum menunjukkan peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan dari sisi penawaran terutama bersumber dari empat sektor utama yaitu sektor perkebunan, industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar eceran, sementara sektor pertambangan dan penggalian terkontraksi lebih dalam seiring dengan natural declining yang terus berlanjut. Berakhirnya musim trek pada bulan Agustus 2016 mendorong peningkatan hasil perkebunan khususnya kelapa sawit. Selain itu adanya perbaikan harga komoditas dapat memberikan dampak yang optimal terhadap kinerja industri pengolahan. Di sisi lain, adanya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) dan realisasi belanja langsung maupun infrastruktur pemerintah turut mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan dan konstruksi. Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Uraian 2015 Growth (yoy) 2016 I II III IV 2016 Kontribusi Pertumbuhan (%) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,35 3,66 4,63 3,06 4,55 3,98 0,08 0,92 Pertambangan dan Penggalian -6,91-1,53-3,19-5,26-6,81-4,22-2,12-1,18 Industri Pengolahan 3,61 5,13 4,15 3,20 5,94 4,61 0,86 1,13 Pengadaan Listrik, Gas 6,43 15,90 15,64 14,79 8,28 13,52 0,00 0,01 Pengadaan Air 2,41 2,00-1,15-0,79-1,70-0,45 0,00 0,00 Konstruksi 6,39 3,84 4,87 5,25 5,63 4,92 0,51 0,41 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 1,63 4,93 6,60 3,61 4,46 4,88 0,14 0,46 Transportasi dan Pergudangan 5,38 4,52 4,46 2,46 1,02 3,06 0,04 0,03 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,89 5,47 6,10 1,67-0,12 3,17 0,01 0,02 Informasi dan Komunikasi 7,15 4,21 5,19 6,26 4,12 4,95 0,04 0,03 Jasa Keuangan 0,35 1,83 8,47 5,96 6,53 5,65 0,00 0,05 Real Estate 8,34 1,91 0,51 1,12 2,52 1,52 0,07 0,01 Jasa Perusahaan 7,67 0,19 1,34 1,64 7,11 2,64 0,00 0,00 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 4,39-3,53 3,31-2,69 1,58-0,30 0,07 0,00 Jasa Pendidikan 6,35 0,63 2,64 0,98-1,34 0,68 0,03 0,00 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,94 0,17 1,03 0,93 0,13 0,56 0,02 0,00 Jasa lainnya 10,14 5,65 6,27 6,02 7,39 6,35 0,04 0,03 PDRB PDRB Tanpa Migas 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 0,22 2,23 2,03 3,61 4,16 2,82 4,37 3,74 2,03 3,74 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Secara keseluruhan tahun 2016, sektor perkebunan, industri pengolahan, dan perdagangan tercatat tumbuh meningkat dibandingkan tahun Demikian juga dengan kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan 23

45 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional perbaikan dibandingkan tahun lalu. Sementara, sektor konstruksi tercatat tumbuh melambat sejalan dengan realisasi investasi yang tidak setinggi tahun Hingga triwulan I-2017, kinerja sektor perkebunan dan industri pengolahan diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas dan kondisi perekonomian negara mitra dagang yang diperkirakan mampu memberikan dampak terhadap kenaikan permintaan Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh 4,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 3,06% (yoy). Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian yang tercatat sebesar 5,68% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,43% (yoy). Secara keseluruhan, laju pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada tahun 2016 juga mengalami peningkatan yaitu 3,98% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan realisasi 2015 yang hanya sebesar 0,35% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan terindikasi dari peningkatan produksi TBS pasca musim trek sejak Agustus 2016 lalu. Peningkatan produksi juga diikuti dengan perbaikan harga kelapa sawit dan karet baik lokal maupun global (Grafik 1.21 dan Grafik 1.22). Grafik Perkembangan Harga Karet , Bokar Karet Dunia 2, , , , , , ,30 Rp/Kg I II II IV I II III IV I* $/MT Grafik Perkembangan Harga Sawit TBS CPO Rp/Kg I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II II IV I II III IV I* $/MT Sumber: Bloomberg Sumber : Bloomberg 24

46 Kondisi Ekonomi Makro Regional Berdasarkan informasi dari contact liaison, produktivitas sawit semester I-2016 berada pada titik yang rendah seiring dengan terjadinya musim trek sehingga menyebabkan terbatasnya suplai TBS yang secara otomatis mendorong kenaikan harga TBS dan CPO, namun excess supply minyak nabati pada triwulan III-2016 menekan kenaikan harga komoditas global. Pada dasarnya beberapa faktor yang menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia ini, antara lain kondisi ekonomi internasional, volume permintaan dan pasokan, fluktuasi nilai tukar dan pergerakan harga minyak dunia. Grafik Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian % yoy Perikanan Kehutanan dan Penebangan Kayu 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV -0, ,00-1,50 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00-1,00-2,00-3,00-4,00 Grafik Likert Scale Pertanian Penjualan Domestik Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ,00 Sumber: BPS Provinsi Riau Sumber : Liaison Bank Indonesia Grafik Nilai Tukar Petani Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Nilai Tukar Petani I II III IV I II III IV Grafik Inflasi Pedesaaan I II III IV I II III IV Nilai Tukar Petani g Total Inflasi Pedesaan 5 - (5) (10) (15) (20) Sumber : LBU Bank Indonesia Sumber : LBU Bank Indonesia Di sisi lain, sebagian besar penduduk di Provinsi Riau bekerja sebagai buruh/karyawan dan terkonsentrasi pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Besarnya komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani terutama pada saat terjadi tekanan dari sisi harga komoditas internasional yang terus mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Riau yang pada triwulan IV

47 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional tercatat sebesar 102,23 meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 99,11 (Grafik 1.25) 3. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai yang diterima petani lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Selain itu, tekanan inflasi pedesaan juga mengalami penurunan sehingga menyebabkan daya beli petani masih relatif baik (Grafik 1.26). Sementara itu, panen raya kedua tanaman pangan pada awal tahun 2017 diperkirakan mendorong membaiknya kinerja sektor pertanian pada triwulan mendatang. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan kinerja sektor ini antara lain adalah adanya kontrak penjualan biodiesel pemerintah dengan perusahaan di Riau serta program pemerintah yang cukup baik di bidang pertanian seperti, intensifikasi dan perluasan areal tanam padi, jagung, kedelai melalui peningkatan indeks pertanaman, bantuan alat produksi pertanian berupa traktor roda empat dan handtractor kepada petani, program penanaman hektar jagung pada tahun 2016, program pembagian kapal tangkap ikan bagi nelayan, serta perluasan area tanam bawang merah dengan jumlah insentif Rp37,5 juta per hektar. Adapun beberapa faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor pertanian antara lain: i) belum disahkannya RTRW yang berdampak terhadap izin sertifikat lahan yang tidak bisa dikeluarkan sehingga bantuan dana untuk replanting kelapa sawit terhambat; dan ii) preferensi Tiongkok untuk mulai menggunakan kedelai dibandingkan dengan kelapa sawit seiring dengan berkembangnya industri peternakan serta selisih harga yang rendah Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan IV-2016 mengalami kontraksi sebesar 6,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 5,26% (yoy). Semakin dalamnya kontraksi terutama bersumber dari penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas bumi yang pada triwulan IV-2016 tercatat kontraksi sebesar 7,49% (yoy), turun lebih dalam dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,61% (yoy) sebagaimana ditunjukkan Grafik Namun 3 Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui gambaran tentang perkembangan tingkat pendapatan petani dari waktu ke waktu sebagai dasar kebijakan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan menggunakan rasio indeks harga yang dibayar petani dengan yang diterima petani (dalam persen). 26

48 USD/bbl ribu barel/hari yoy,% KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional demikian, secara keseluruhan tahun 2016, kontraksi sektor pertambangan dan penggalian mengalami perbaikan dari 6,91% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,22% (yoy). Contact liaison pada triwulan laporan menginformasikan bahwa cadangan minyak bumi masih cukup banyak, namun mahalnya teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan lifting minyak bumi melalui secondary recovery mengakibatkan perusahaan tidak mampu untuk melakukannya. Hal ini juga makin ditekan oleh perkembangan harga minyak dunia yang masih terbatas (Grafik 1.31). Turunnya lifting minyak dan gas bumi (Grafik 1.28) mengakibatkan porsi ekspor berkurang sehingga produksi yang ada digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. % yoy 1,00 0,00-1,00-2,00-3,00-4,00 Grafik Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Provinsi Riau Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Batubara dan Lignit Grafik Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 - Lifting growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Sumber: Kementerian ESDM 4,00 2,00 - (2,00) (4,00) (6,00) (8,00) (10,00) (12,00) (14,00) (16,00) Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau SBT I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Sumber: SKDU Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Batubara Grafik Harga Minyak Dunia USD/MT Coal Growth I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 40,00 30,00 20,00 10,00 - (10,00) (20,00) (30,00) % 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 - Minyak WTI Minyak Minas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Sumber: Bloomberg Sumber : Bloomberg 27

49 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Kontraksi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2016 juga menunjukkan perbaikan kontraksi yang cukup signifikan dari kontraksi 67,98% pada tahun 2015 menjadi 10,46% (yoy). Perbaikan kinerja di sektor pertambangan batubara ini sejalan dengan perkembangan harga batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan akibat menurunnya produksi batubara di Tiongkok dan Amerika Serikat sehingga perusahaan berupaya untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga eksistensi perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan (Grafik 1.30). Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau. Oleh sebab itu, pada triwulan berjalan subsektor pertambangan dan penggalian diperkirakan akan mengalami kontraksi yang semakin dalam. Secara alamiah, lifting migas mengalami penurunan seiring dengan cadangan minyak yang semakin berkurang dan usia sumur yang tua serta keterbatasan untuk melakukan eksplorasi baru. Akibatnya, produksi migas secara alamiah turun sekitar 8-12% per tahun namun dengan investasi yang dilakukan penurunan dapat ditekan menjadi 6-7%. Penurunan tersebut secara langsung berdampak terhadap perkiraan kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2017 seiring dengan tingginya proporsi minyak dan gas terhadap sektor tersebut Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan (termasuk industri pengolahan migas) pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 5,94% (yoy), mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 3,20% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan Grafik Pertumbuhan Industri Pengolahan % yoy 2,00 Industri Batubara dan Pengilangan Migas Industri Kertas dan Barang dari Kertas Industri Makanan dan Minuman 1,50 1,00 0,50 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV ,50 Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) laporan utamanya didorong oleh peningkatan kinerja subsektor industri makanan dan minuman (Grafik 1.32). Meningkatnya kinerja industri pengolahan juga 28

50 Kondisi Ekonomi Makro Regional tercermin dari angka pertumbuhan tahunan yang sebesar 4,61% (yoy), tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2015 yang sebesar 3,61% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan sejalan dengan peningkatan sektor pertanian, kehutanan, dan perkebunan (Grafik 1.33). Berdasarkan hasil liaison triwulan IV-2016, peningkatan kinerja perusahaan yang bergerak di subsektor pengolahan kelapa sawit didorong oleh meningkatnya permintaan produk turunan CPO. Hal ini dikonfirmasi oleh perusahaan yang bergerak dalam memproduksi produk turunan CPO seperti minyak goreng dan biodiesel. Khusus untuk biodiesel, terjadi peningkatan yang siginifikan dalam permintaan biodiesel dalam negeri pada tahun 2016 dibandingkan tahun Total penjualan biofuel dan biodiesel salah satu perusahaan biofuel dan biodiesel terbesar di Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 1,3 juta ton. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya mampu menjual 360 ribu ton. Rendahnya penjualan di tahun 2015 disebabkan karena harga minyak dunia menurun sehingga harga biofuel dan biodiesel kurang kompetitif. Sejak pertengahan tahun 2015, pemerintah membuat langkah yang melegakan industri biofuel dalam negeri, dengan melakukan pembelian biofuel untuk produksi biosolar bagi Pertamina. Pemerintah memberikan subsidi dengan membeli biofuel pada level harga yang menguntungkan bagi pengusaha yang berasal dari dana pungutan ekspor CPO yang mencapai 50 USD/ton. Hal ini juga dilakukan dalam rangka pemenuhan mandatori campuran penggunaan biodiesel ke dalam bahan bakar nabati mencapai 20%. 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00-1,00-2,00-3,00-4,00 Grafik 1.33 Likert Scale Industri Pengolahan Penjualan Domestik Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Indeks Makanan, Minuman dan Tembakau Makanan, Minuman dan Tembakau Indeks Total I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Liaison Bank Indonesia Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia Kinerja industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat sejalan dengan kebijakan 15% biodiesel kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan sehingga meningkatkan penyerapan domestik. Selain itu, peningkatan penjualan 29

51 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional domestik di subsektor industri pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat didorong oleh peningkatan permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina. Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain: i) Black campaign CPO di Eropa, dalam bentuk penerapan bea masuk dan kewajiban adanya label POF (Palm Oil Free), serta dari negara lain seperti India, Rusia dan Tiongkok yang menerapkan adanya bea masuk; ii) pasokan BBM yang masih cukup tinggi menyebabkan kembali rendahnya harga minyak dunia sehingga juga memberikan tekanan bagi perkembangan harga komoditas perkebunan; iii) keterbatasan pasokan TBS akibat persaingan dengan perusahaan indusri sejenis, terutama pada saat harga membaik sehingga produksi perusahaan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan; iv) tindakan anti dumping kertas oleh Amerika Serikat; dan v) harga gas industri yang masih relatif tinggi serta adanya penyesuaian tarif listrik yang berpotensi meningkatkan biaya dan menekan margin usaha Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan IV-2016 tercatat meningkat dari 3,61% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 4,46% (yoy) pada triwulan IV Meningkatnya pertumbuhan sektor ini didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan IV-2016 masing-masing tumbuh sebesar 5,24% dan 4,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 3,29% dan 3,73% (yoy) sebagaimana Grafik Kondisi ini sejalan dengan pengeluaran rumah tangga (Grafik 1.36) yang secara umum menunjukkan peningkatan. Secara tahunan, sektor perdagangan juga tercatat tumbuh positif sebesar 4,88% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 1,63% (yoy). 30

52 Kondisi Ekonomi Makro Regional 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00-0,10-0,20 Grafik Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor % yoy Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya 0,50 Perdagangan Besar dan Eceran I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Provinsi Riau Grafik 1.36 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga Bahan makanan Makanan jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik Likert Scale Perdagangan Grafik Indeks Barang Tahan Lama 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00-1,00-2,00-3,00-4,00 Penjualan Domestik Penjualan Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Liaison Bank Indonesia ,00 94,50 98,40 100,00 100,00 104,00 118,50 105,00 108,73 90,33 77,00 99,00 81,20 105,74 104,75 107,25 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran juga tercermin dari meningkatnya Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (Grafik 1.38) triwulan IV-2016 yang berada pada level optimis 107,25 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada level 104,75. Peningkatan konsumsi barang tahan lama ini juga didorong oleh apresiasi nilai tukar pada akhir tahun 2016 yang menyebabkan harga sparepart, suku cadang dan aksesoris lebih murah dan terjangkau sehingga mendorong kinerja sektor perdagangan ke depan. Hingga triwulan I-2017 kinerja sektor perdagangan diperkirakan terus meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas yang terus berlanjut, kenaikan upah minimum, dan relatif terjaganya tingkat inflasi diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat. 31

53 E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.5. Sektor Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,63% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 5,25% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan kredit konstruksi (Grafik 1.39) dan konsumsi semen (Grafik 1.39) pada triwulan IV Peningkatan kinerja sektor konstruksi tercermin dari meningkatnya realisasi penyaluran dan pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau yang pada triwulan laporan tercatat membaik dari kontraksi 6,01% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi kontraksi 2,01% (yoy) sebagaimana ditunjukkan pada Grafik Selain itu, volume realisasi konsumsi semen yang pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 5,45% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan III-2016 yang terkontraksi sebesar 3,77% (yoy). Dilihat dari volumenya, konsumsi semen pada triwulan IV-2016 mencapai 576,20 ribu ton, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 maupun triwulan yang sama periode 2015 yang masing-masing sebesar 450,54 dan 546,40 ribu ton (Grafik 1.40). Rp. Triliun 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Grafik Kredit Konstruksi Kredit Konstruksi g - yoy I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: LBU Bank Indonesia Persen (%) ribu Ton 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 - Grafik Konsumsi Semen % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi Semen g-yoy Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Meskipun pertumbuhan investasi tahun 2016 hanya sebesar 4,88% (yoy) atau tidak setinggi tahun 2015 yang sebesar 6,39% (yoy), terjaganya pertumbuhan positif investasi tersebut didorong oleh beberapa faktor diantaranya masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol dan pembangunan jalur kereta api; perbaikan kondisi permodalan karena adanya penurunan suku bunga acuan yang diharapkan dapat mendorong menurunnya tingkat suku bunga bank; kebijakan tax amnesti diharapkan meningkatkan kapasitas permodalan, serta relaksasi LTV yang berpotensi meningkatkan investasi properti (sektor konstruksi). 32

54 Kondisi Ekonomi Makro Regional Memasuki triwulan I-2017, kinerja sektor konstruksi diperkirakan agak sedikit melambat. Kondisi ini sejalan dengan pola belanja pemerintah dan realisasi investasi yang kecenderungannya mulai meningkat pada triwulan kedua. Masih tumbuh positifnya kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku usaha terhadap membaiknya daya beli masyarakat ke depan. Sebaliknya, apabila pelaku swasta khawatir dalam merealisasikan investasinya terkait dengan kepatuhan wajib pajak, terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari undisbursed loan di kategori konstruksi yang didominasi oleh perumahan premium, dapat menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian juga dengan belum disahkannya RTRW masih menjadi faktor penghambat dalam pengembangan sektor tersebut. 33

55 Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 ASESMEN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia, inflasi Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan. Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari peningkatan inflasi volatile food akibat gangguan produksi di daerah pemasok terutama komoditas bumbu-bumbuan dan daging segar yang mengalami peningkatan harga secara signifkan. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada kelompok administered price akibat penyesuaian tarif listrik dan kenaikan harga rokok, serta kelompok core akibat peningkatan harga nasi dengan lauk, sewa rumah dan kontrak rumah. Namun demikian tekanan inflasi yang lebih tinggi pada kedua kelompok tersebut tertahan oleh penurunan harga emas perhiasan, minyak goreng dan gula pasir (kelompok core) serta relatif stabilnya tarif angkutan udara (kelompok administered price). Relatif terkendalinya laju inflasi di Provinsi Riau tidak 35

56 Perkembangan Inflasi Daerah terlepas dari berbagai koordinasi aktif Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya akan terus dilakukan dan difokuskan pada upaya menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi untuk meminimalisir tekanan inflasi yang lebih tinggi. 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat 4,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 yang sebesar 3,27% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2015 yang sebesar 2,65% (yoy). Kondisi ini berbanding terbalik dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan penurunan dari 3,07% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 3,02% (yoy) pada triwulan IV-2016, dan lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi tahun 2015 yang sebesar 3,35% (yoy). Jika dilihat realisasi inflasi provinsi di Sumatera tahun 2016, inflasi terendah terjadi di Provinsi Lampung sebesar 2,78% (yoy), sementara tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung 6,75% (yoy). Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw IV2016 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Inflasi se-sumatera Tahun 2016 Inflasi 3 Tahun Terakhir Sumut 6,34 Sumbar 4,89 Aceh 3,95 Bengkulu 5,00 Riau 4,04% Lampung 2,78 Nasional 3,02% Kepri 3,53 Jambi 4,39 Sumsel 3,58 Babel 6,75 % yoy Nasional Riau Sumatera Sumber : BPS, diolah Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari ketiga komponen baik core, volatile food maupun administered price. Peningkatan 36

57 Perkembangan Inflasi Daerah tekanan inflasi secara signifikan terjadi pada kelompok volatile food terutama bersumber dari kenaikan harga cabai merah akibat curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan gagal panen di daerah sentra produksi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Selain itu tekanan inflasi volatile food juga bertambah oleh peningkatan harga daging ayam ras dan telur ayam ras yang disebabkan meningkatnya permintaan komoditas tersebut menjelang Natal dan Tahun Baru Meningkatnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price dan kelompok core akibat meningkatnya tarif listrik pada bulan Oktober 2016, harga rokok kretek dan rokok kretek filter karena meningkatnya tarif cukai rokok (administered price), serta meningkatnya harga nasi dengan lauk, sewa rumah dan kontrak rumah (core). INFLASI RIAU IV I II III IV INFLASI CORE VOLATILE FOOD ADMINISTERED PRICE IV I II III IV IV I II III IV IV I II III IV Peningkatan konsumsi pemerintah Kegiatan sektor konstruksi meningkat Depresiasi nilai tukar Faktor yang menahan: melemahnya harga komoditas internasional Gangguan pasokan cabai merah terutama dari Sumut dan Sumbar September-November 2016 Peningkatan permintaan bahan pangan menjelang Natal dan Tahun Baru Kenaikan tariff cukai sehingga meningkatkan harga rokok kretek/kretek filter Kenaikan tariff angkutan udara pada akhir tahun Kenaikan tariff listrik di Oktober 2016 Gambar 2.2. Inflasi dan Sumbangan/Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru mencapai 4,19% (yoy), diikuti oleh Kota Dumai dan Kota Tembilahan masing-masing 3,98% dan 2,58% (yoy). Tekanan inflasi di Kota Pekanbaru dan 37

58 Perkembangan Inflasi Daerah Kota Dumai menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang masing-masing tercatat 3,37% (yoy) dan 3,07% (yoy). Sementara tekanan inflasi di Kota Tembilahan relatif tetap pada tingkat inflasi 2,58% (yoy). Tingkat inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Nasional, Riau, Sumatera (yoy) % yoy Nasional Riau Sumatera Sumber : BPS, diolah Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % yoy Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan IV 2016 terutama berasal dari peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 2,56% dan 1,32% pada triwulan IV-2016, meningkat dibandingkan triwulan lalu yang masing-masing memberikan kontribusi 2,23% dan 1,03%. Tingkat inflasi tahunan pada kedua kelompok tersebut sebesar 9,73% dan 6,33% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,71% dan 4,96% (yoy). Sebaliknya penurunan kontribusi terjadi pada kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang mengalami penurunan dari 0,14% dan 0,08% menjadi 0,12% dan 0,06%. Di sisi lain kontribusi negatif masih terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi yang sebesar -0,15% pada triwulan laporan, melanjutkan tren kontribusi negatif dari triwulan lalu. 38

59 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau Inflasi (% yoy) 10 Inf.yoy Tw III 2016 Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw III 2016 Kont.yoy Tw IV 2016 % Kontribusi Bhn Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transport Komunikasi Sumber : BPS, diolah Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan tercatat sebesar 2,01% (qtq), sama dengan realisasi inflasi triwulanan di triwulan III 2016 yang juga sebesar 2,01% (qtq). Namun demikian, realisasi inflasi Riau pada triwulan IV 2016 tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang sebesar 1,86% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) (% qtq) Riau Nasional Sumatera (% qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah Tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh kenaikan harga subkelompok bumbu-bumbuan, dan sub kelompok rokok, tembakau dan minuman beralkohol. Berdasarkan komoditasnya, peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yang bersumber dari kenaikan harga cabai merah, cabai hijau dan bawang merah, akibat berkurangnya supply dari daerah sentra produksi di 39

60 Perkembangan Inflasi Daerah Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang disebabkan oleh tingginya curah hujan sehingga mengakibatkan gangguan produksi/gagal panen. Sementara itu peningkatan subkelompok rokok, tembakau, minuman beralkohol terjadi akibat meningkatnya harga rokok kretek dan rokok kretek filter akibat peningkatan tarif cukai rokok. Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw IV di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis Tw IV Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumber : BPS, diolah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, Inflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok makanan jadi, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 4,89%, 2,17%, dan 1,40% (qtq), atau masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 1,29%, 0,45% dan 0,09%. Sementara itu, realisasi inflasi triwulanan terendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok sandang dengan tingkat inflasi sebesar 0,05% dan -0,22% (qtq). Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw IV 2016 di Riau (qtq) Inflasi (% qtq) Inf.qtq Tw III 2016 Inf.qtq Tw IV % Kontribusi Bhn MakananMakanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transport Komunikasi -0.5 Sumber : BPS, diolah 40

61 Perkembangan Inflasi Daerah 2.1. Inflasi Kota Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan IV-2016, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 4,19% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,37% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru terutama bersumber dari kelompok volatile food yang tercatat mengalami inflasi 10,46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,60% (yoy). Tingginya inflasi kelompok volatile food disebabkan oleh kondisi curah hujan yang cukup tinggi sehingga beberapa sentra produksi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat mengalami gagal panen dan mengakibatkan berkurangnya pasokan cabai merah yang memberikan kontribusi cukup tinggi (1,18%) terhadap inflasi Pekanbaru selama triwulan IV Selain itu, sumber tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok inti yang tercatat 3,50% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang sebesar 2,58% (yoy). Meningkatnya laju inflasi inti disebabkan oleh kenaikan harga nasi dengan lauk (kelompok makanan jadi), sewa rumah, kontrak rumah (kelompok perumahan), dan kenaikan tarif pulsa ponsel serta biaya Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah menengah Atas (kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga). Di sisi lain, peningkatan inflasi core yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga minyak goreng dan emas perhiasan yang diakibatkan oleh menurunnya harga komoditas CPO dan emas di pasar internasional. Sementara itu, inflasi administered price masih tercatat deflasi 0,30% (yoy), meskipun tidak sedalam deflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,61%(yoy). Tekanan inflasi berasal dari meningkatnya tarif listrik di Oktober 2016 dan kenaikan rokok kretek dan rokok kretek filter yang disebabkan meningkatnya tarif cukai rokok. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi di Pekanbaru pada triwulan laporan bersumber dari semua kelompok kecuali kelompok transportasi & komunikasi yang mengalami deflasi 0,90% (yoy). Tekanan inflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memberikan andil sebesar 2,49% dan 1,33%, dengan tingkat inflasi 10,34% dan 6,56% (yoy). Laju inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi tersebut 41

62 Perkembangan Inflasi Daerah tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 yang tercatat 9,44% dan 5,00% (yoy) dengan andil masing-masing sebesar 2,20% dan 1,01%. Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw IV ( ) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw IV 2016 % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th 10 8 % (qtq) 5 4 Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV % kontribusi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Bahan Makanan 6.56 Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi Kota Dumai juga tercatat mengalami peningkatan, dari 3,07% di triwulan III 2016 menjadi 3,98% (yoy) pada triwulan IV Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Dumai terutama bersumber dari kelompok volatile food seiring dengan kenaikan harga komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah, harga ikan segar yaitu nila, tongkol, kembung, dan gabus, serta beberapa jenis sayuran seperti bayam dan buncis. Kenaikan harga komoditas tersebut juga dipicu oleh gangguan pasokan dari daerah sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke Kota Dumai terutama dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Selain kelompok volatile food, tekanan inflasi dari kelompok core juga mengalami peningkatan dari 2,11% menjadi 2,52% (yoy), demikian halnya kelompok administered price yang meningkat dari 1,67% menjadi 2,93% (yoy). Peningkatan inflasi core bersumber dari meningkatnya harga nasi dengan lauk, sewa rumah, dan kenaikan tarif pulsa ponsel pada periode laporan, sementara peningkatan inflasi administered price bersumber pada peningkatan tarif listrik pada Oktober 2016 dan peningkatan harga rokok kretek filter yang disebabkan oleh meningkatnya tarif cukai. Peningkatan inflasi pada kelompok core tertahan oleh menurunnya beberapa harga komoditas diantaranya harga emas perhiasan dan gula pasir. 42

63 Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah % (qtq) Apabila dilihat per kelompok komoditas, kelompok bahan makanan dan makanan jadi memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2016 masing-masing 2,17% dan 1,41%, dengan tingkat inflasi 8,36% dan 6,65% (yoy). Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,74% dan 1,10% dengan tingkat inflasi 6,73% dan 5,25% (yoy). Sementara itu, kelompok yang memiliki andil inflasi terendah adalah transportasi dan komunikasi yang bahkan tercatat deflasi 0,11% dengan tingkat deflasi pada triwulan laporan sebesar 0,71% (yoy), meskipun tidak sedalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 1,21% (yoy) Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III-2016 Inflasi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV Bahan Makanan 6.65 Makanan Jadi Sumber : BPS, diolah % kontribusi 6.0 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Inflasi Kota Tembilahan Berbeda dengan kedua kota perhitungan inflasi lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,58% (yoy), sama dengan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya yang juga sebesar 2,58% (yoy). Tekanan inflasi bersumber dari kelompok volatile food yang meningkat dari 5,30% menjadi 6,24% (yoy), serta kelompok administered price yang tercatat sedikit meningkat dari 0,75% menjadi 0,87% (yoy). Peningkatan inflasi volatile food bersumber dari meningkatnya harga bumbu-bumbuan antara lain cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih, harga beras, udang basah, serta daging ayam ras. Sementara itu kenaikan inflasi administered price, bersumber dari kenaikan tarif listrik dan harga rokok kretek filter pada Oktober Di sisi lain, inflasi core mengalami penurunan dari 1,88% di triwulan III 2016 menjadi 1,36% (yoy) pada triwulan IV Menurunnya tekanan inflasi core tersebut utamanya disumbang oleh menurunnya harga komoditas emas perhiasan 43

64 Perkembangan Inflasi Daerah seiring menurunnya haga emas internasional. Namun demikian, penurunan inflasi core lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga minyak goreng dan kenaikan tarif pulsa ponsel yang tejadi pada Desember Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok bahan makanan memiliki kontribusi terbesar di Kota Tembilahan yaitu 1,74% dengan tingkat inflasi 6,04% (yoy). Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 1,45% dengan tingkat inflasi 5,12% (yoy). Kelompok penyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok tembakau dengan kontribusi 0,65% dan tingkat inflasi 3,20% (yoy), mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi 0,80% dan tingkat inflasi 3,88% (yoy). Kelompok transportasi dan komunikasi menjadi kelompok dengan kontribusi terendah terhadap inflasi Kota Tembilahan, yaitu sebesar -0,23%, atau tercatat deflasi sebesar 2,22%(yoy). Meski demikian deflasi tersebut tidak sedalam triwulan III-2016 yang memberikan kontribusi -0,26% dengan tiingkat deflasi 2,48% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 2th I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah Grafik Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw IV-2016 % (qtq) asi (% yoy) Inf.yoy Tw IV 2016 Kont.yoy Tw IV Bahan Makanan 3.20 Makanan Jadi 0.41 Sumber : BPS, diolah % kontribusi 5.0 Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Transport & Rekreasi Kom Disagregasi Inflasi 1 (yoy) Meningkatnya inflasi Riau pada triwulan IV 2016 didorong oleh tekanan inflasi terutama berasal dari kelompok volatile food. Kenaikan inflasi volatile food tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat gagal panen di beberapa sentra produksi sehingga mengganggu ketersediaan pasokan. Sementara itu, meskipun 1 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 44

65 Perkembangan Inflasi Daerah tidak mengalami peningkatan secara signifikan, tekanan inflasi administered price dan inflasi core juga lebih tinggi dibandingkan triwulan III Faktor yang mendorong peningkatan inflasi administered price adalah terkait penyesuaian tarif listrik pada bulan Oktober 2016 dan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sehingga meningkatkan harga rokok kretek dan rokok kretek filter di Pekanbaru, Dumai, dan Tembilahan. Pada inflasi core, tekanan inflasi berasal dari peningkatan harga nasi dengan lauk, kontrak rumah, sewa rumah, dan tarif pulsa ponsel. Grafik Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) (% yoy) 20 CPI Core Volatile Food Administered Sumber : BPS, diolah Inflasi Inti (Core) Laju inflasi core pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 3,19% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2016 yang mencapai 2,50% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi core bersumber dari peningkatan harga nasi dengan lauk yang disebabkan meningkatnya harga bahan baku (terutama beras dan komoditas bumbubumbuan), peningkatan harga kontrak rumah dan sewa rumah akibat peningkatan tarif listrik di Oktober 2016, serta meningkatnya tarif pulsa ponsel yang disebabkan peningkatan harga dari provider telekomunikasi yang rutin dilakukan menjelang perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional. Faktor yang menahan peningkatan laju inflasi core lebih tinggi adalah penurunan harga beberapa komoditas seperti emas perhiasan, minyak goreng, dan gula pasir akibat menurunnya harga komoditas emas dan CPO di pasar internasional. Selain itu relatif terjaganya pasokan 45

66 1 July August September October December January February March May June July Sep-15 8 Okt Nop Des Feb Mar Apr Mei Jul Agust Sep Okt Des 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah komoditas core secara umum, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terkendalinya ekspektasi masyarakat, dan cenderung moderatnya tekanan permintaan secara umum juga menahan laju peningkatan inflasi core di triwulan IV Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi core terendah pada triwulan IV terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,73% (yoy), sementara inflasi core tertinggi terjadi di Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar 4,81%dan 3,73% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan 10 8 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 14,000 12, I II III IV I II III IV I II III IV ,000 8,000 6,000 Sumber : BPS, diolah Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia $/OZ Harga Emas growth (yoy) g (% yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable Sumber : Bloomberg, diolah Sumber : BPS, diolah Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan laporan tercatat sebesar 9,76% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,83% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi volatile food terutama didorong 46

67 Perkembangan Inflasi Daerah oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yaitu cabai merah dan bawang merah. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, harga cabai merah mulai mengalami peningkatan mulai September sampai dengan November 2016 pada kisaran harga Rp /Kg. Kenaikan harga tersebut dipicu oleh kenaikan harga dari daerah pemasok seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan gagal panen di sentra produksi sehingga supply cabai di pasar menjadi terbatas. Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food tertinggi pada triwulan IV-2016 terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 10,46% (yoy), diikuti oleh Dumai dan Tembilahan masing-masing sebesar 8,24% dan 6,24% (yoy). Inflasi volatile food di ketiga kota tersebut tercatat meningkat bila dibandingkan triwulan III-2016 yang masing-masing tercatat 9,60%, 6,53%, dan 5,30% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru Rp Cabe Merah Besar Cabe Merah Keriting Cabe Rawit Bawang Merah Bawang Putih 105,000 95,000 85,000 75,000 65,000 55,000 45,000 35,000 25,000 15,000 I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI 26,000 24,000 22,000 20,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 Grafik Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru Rp Beras Kualitas Murah I Beras Kualitas Murah II Beras Kualitas Medium I Beras Kualitas Medium II Beras Kualitas Super I Beras Kualitas Super II I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Daging dan Telur di Kota Pekanbaru Rp 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi 10,000 - I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI Rp 160, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 47

68 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Administered Prices Pada triwulan IV-2016 kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar 0,42% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III-2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,02% (yoy). Inflasi administered price pada triwulan laporan terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik dan harga rokok kretek dan rokok kretek filter. Kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan oleh kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait penyesuaian tarif listrik sebagai dampak kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar Rupiah di bulan Oktober 2016, serta kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rokok. Jika dilihat per kota perhitungan inflasi di Provinsi Riau, tekanan inflasi administered price tertinggi terjadi di Kota Dumai dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% dikuti Kota Tembilahan sebesar 0,87% (yoy), sementara di Kota Pekanbaru terjadi deflasi sebesar 0,30% (yoy). Grafik Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : BPS, diolah 2.3 Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan Secara tahunan, realisasi inflasi Riau pada bulan Januari 2017 sebesar 5,21% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan posisi Desember 2016 yang sebesar 4,04% (yoy). Namun demikian realisasi inflasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode Januari tahun yang sebesar 5,33% (yoy). Inflasi Riau tahunan tersebut melewati sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1% (yoy). 48

69 Perkembangan Inflasi Daerah Meningkatnya tekanan inflasi pada Januari 2017 terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price) seperti biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, rokok kretek filter, rokok putih, dan bensin. Kenaikan biaya perpanjangan STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan berlaku sejak 6 Januari Sedangkan, kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan tarif cukai rokok tahun 2017 mulai 10,54% s/d 13% sehingga kenaikan harga jual eceran (HJE) rata-rata meningkat sebesar 12,26%. Selain itu, komoditas bensin juga mengalami inflasi akibat kenaikan harga bensin non subdisi seperti Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, dan Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter sejak tanggal 5 Januari 2017 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Tekanan inflasi core pada Januari 2017 juga meningkat, disebabkan oleh kenaikan tarif pulsa ponsel, sewa rumah, dan mobil. Meningkatnya tarif pulsa ponsel terpantau sejak September 2016 disebabkan operator jasa telekomunikasi bermaksud untuk menutup biaya investasi setelah terjadi kompetisi harga pada periode sebelumnya. Selain itu, perubahan tarif pulsa juga dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada momentum tertentu seperti tahun baru dan hari kebesaran agama sehingga untuk memenuhi kenaikan permintaan tersebut perusahaan harus melakukan ekspansi dengan penambahan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) yang berdampak pada penambahan biaya operasional. Kenaikan harga sewa rumah disebabkan oleh mengikuti pola musiman kenaikan harga pada awal tahun, serta akibat adanya kenaikan tarif listrik. Sementara itu, kenaikan harga mobil dipengaruhi oleh faktor kenaikan upah minimum dan kebijakan pemerintah terkait bea balik nama. Meskipun demikian, tekanan inflasi inti lebih tinggi tertahan oleh turunnya harga telepon seluler dan gula pasir Kelompok volatile food, meskipun masih memberikan andil inflasi yang relatif tinggi, namun secara tahunan sedikit menurun dibandingkan posisi Desember Tekanan inflasi volatile food pada awal tahun berasal dari berkurangnya pasokan komoditas ikan segar (ikan mujair dan udang basah) yang disebabkan menurunnya produksi budidaya akibat tingginya curah hujan pada awal tahun Di sisi lain, faktor yang menahan peningkatan inflasi volatile food lebih tinggi 49

70 Perkembangan Inflasi Daerah adalah penurunan harga cabai merah dan bawang merah, melanjutkan tren penurunan harga cabai merah dan bawang merah di Riau yang terjadi sejak Desember Tekanan inflasi cukup tinggi dengan tendensi meningkat terjadi di seluruh kabupaten/kota. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai sebesar 1,58% (mtm) atau 4,94% (yoy), meningkat dibandingkan Desember 2016 yang tercatat 0,07% (mtm) atau 3,98% (yoy), utamanya akibat kenaikan tarif listrik, dan harga daging ayam ras. Inflasi tertinggi kedua terjadi di Kota Pekanbaru sebesar 1,46% (mtm) atau 5,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumya sebesar 0,27% (mtm) atau 4,19% (yoy) seiring dengan meningkatnya tarif listrik, rokok kretek filter, sewa rumah, ikan mujair, rokok putih, mobil, dan bensin. Sementara itu, inflasi Kota Tembilahan tercatat terendah di Provinsi Riau yaitu sebesar 1,19% (mtm) atau 3,32% (yoy), meningkat dibandingkan Desember 2016 yang sebesar 0,02% (mtm) atau 2,58% (yoy). Hal tersebut diakibatkan kenaikan tariff pulsa ponsel, cabai rawit, besi beton, udang basah, papan, beras dan biaya perpanjangan STNK Grafik Pergerakan Inflasi Tahunan Riau Grafik Perbandingan Inflasi Januari Riau 10 Sumber : BPS, diolah Grafik Perkiraan Harga 3 Bulan Ke Depan (% yoy) Nas Riau Pku Dum Tbh Axis Title I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia % yoy) Jan 2017 avg Jan ( ) Sumber : BPS, diolah Grafik Perkiraan Kondisi ke Depan Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan Indeks Kegiatan Usaha Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100 Indeks Penghasilan Konsumen 50

71 Perkembangan Inflasi Daerah 2.4 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau Kegiatan TPID yang dilakukan pada periode laporan adalah pelaksanaan Rapat Koordinasi TPID di Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 19 Januari 2017, pokok pembahasan dalam pertemuan dimaksud yaitu: (i) mengevaluasi upaya pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh TPID Kab. Indragiri Hilir di tahun 2016 dan tantangan yang dihadapi khususnya tekanan yang berasal dari kelompok volatile food dan (ii) tantangan pengendalian inflasi yang akan dihadapi di tahun Sebagai respon kebijakan jangan pendek dan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus bagi TPID antara lain: (i) budidaya cabai merah dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang diinisiasi oleh TPID Kab. Indragiri Hilir bekerjasama dengan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). TPID Kab. Indragiri Hilir akan memberikan bantuan sebanyak batang cabai kepada 300 rumah tangga di 20 Kecamatan, (ii) program Desa Maju Inhil Jaya yang memiliki concern untuk memperbaiki infrastruktur jalur distribusi sampai ke pedesaan, dan (iii) mengoptimalkan kegiatan operasi pasar dan pasar murah bekerjasama dengan distributor dan agen yang ada di Kab. Indragiri Hilir. Selain itu, sebagai bentuk upaya memaksimalkan kinerja TPID Kab. Indragiri Hilir, juga akan disusun roadmap pegendalian inflasi sebagai acuan dan monitoring pelaksanaan program kerja pengendalian inflasi di tahun Roadmap tersebut akan mengacu kepada roadmap pengendalian inflasi Riau dengan 7 (tujuh) fokus utama yang akan disesuaikan dengan karakteristik daerah. Selanjutnya, peningkatan kinerja TPID juga akan dilakukan melalui: 1. Mengembalikan peran pasar sebagai tempat pembentukan harga dengan cara memfasilitasi petani agar tidak menjual barang melalui tengkulak (memperpendek rantai distribusi barang). 2. Mengoptimalkan pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) sebagai sumber informasi harga pangan strategis harian dan membantu untuk menetapkan kebijakan pengendalian inflasi secara cepat dan tepat. 3. Mengoptimalkan peran Toko Tani Indonesia sebagai media untuk memperpendek rantai distribusi dan menghindari disparitas harga antar daerah. 51

72 Perkembangan Inflasi Daerah 4. Merealisasikan pembangunan pasar induk secara cermat dan melibatkan pihak yang memiliki pengalaman dalam membangunan pasar untuk memastikan keberlanjutan fungsinya sebagai monitoring arus lalu lintas komoditas 52

73 Keuangan Pemerintah Bab 3 ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH 1. Kondisi Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan dimaksud, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan 50

74 Keuangan Pemerintah potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi juga berkualitas. Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan IV 2016 secara umum sedikit membaik dibandingkan tahun Realisasi pendapatan daerah pada triwulan IV 2016 terealisasi sebesar Rp6,74 triliun atau sebesar 93,13% dari total yang dianggarkan yaitu Rp7,23 triliun. Nilai realisasi pendapatan tersebut sedikit menurun jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang mencapai Rp6,91 triliun atau secara prosentase tercatat 93,30%. Penurunan realisasi anggaran ini dikarenakan rendahnya realisasi pendapatan asli daerah yang sebelumnya pada tahun 2015 terealisasi Rp3,47 triliun atau secara prosentase 102,04% dari Rp3,408 triliun, namun pada tahun 2016 hanya mencapai Rp3,10 triliun atau secara prosentase 88,85% dari Rp3,496 triliun. Dari sisi belanja daerah, sampai dengan triwulan IV tahun 2016 angka realisasi tercatat Rp8,62 triliun atau secara prosentase 83,22 % dari total yang dianggarkan sebesar Rp10,365 triliun. Realisasi tersebut meningkat signifikan apabila dibandingkan dengan periode 2015 yang hanya sebesar Rp7,76 triliun atau secara prosentase 68,15% dari Sumber : BPKAD Provinsi Riau total Rp11,388 triliun yang dianggarkan. Peningkatan signifikan berasal dari realisasi komponen belanja tidak langsung yang meningkat dari 61,94% di 2015 menjadi 81,79% pada tahun Grafik 3.1. Perkembangan APBD Provinsi Riau Tahun 2015 dan 2016 Triliun Pendapatan Daerah Anggaran 7.76 Belanja Daerah Realisasi Pendapatan Daerah Belanja Daerah 51

75 Keuangan Pemerintah 2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016 Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 khususnya dari sisi belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, sementara realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Sesuai dengan APBD Perubahan Provinsi Riau , komponen pendapatan tercatat mengalami penurunan 2,3% (yoy), yaitu dari Rp7,407 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp7,233 triliun pada tahun Total realisasi pendapatan sampai dengan akhir tahun mencapai Rp6,73 triliun atau secara prosentase sebesar 93,13%, menurun dibandingkan realisasi pendapatan daerah pada tahun 2015 yang mencapai Rp6,91 triliun atau secara prosentase sebesar 93,3%. Menurunnya pendapatan daerah pada tahun 2016 didorong oleh kondisi lifting minyak bumi di Provinsi Riau yang semakin menurun setiap tahunnya akibat natural declining dan diperburuk oleh harga minyak internasional yang mengalami penurunan dari USD 48,68/Barel rata-rata di tahun 2015 menjadi USD 43,34/Barel rata-rata di tahun Penurunan harga minyak dunia tersebut berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 29% (yoy) dari Rp2,394 triliun di 2015 turun menjadi Rp1,695 triliun di 2016, dengan tingkat realisasi di tahun 2016 mencapai Rp1,46 triliun atau 86,31%. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 8,98% (yoy), yaitu dari Rp11,388 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp10,365 triliun pada tahun Namun demikian dari sisi realisasi belanja daerah tahun 2016 mengalami peningkatan signifikan yaitu mencapai Rp8,62 triliun atau secara prosentase 83,22%, meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp7,76 triliun atau secara prosentase 68,15%. 1 APBD Perubahan Provinsi Riau disahkan pada bulan September

76 Keuangan Pemerintah Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tahun 2015 & Tahun Uraian Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Sumber : BPKAD Provinsi Riau Lain-lain PAD Yang Sah DANA TRANSFER - PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian Otonomi Khusus BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal SURPLUS/(DEFISIT) PEMBIAYAAN DAERAH , Penerimaan Pembiayaan Daerah , Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya , Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman PEMBIAYAAN NETTO , SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) Apabila dilihat secara historis realisasi APBD tahun 2013 hingga tahun 2016, realisasi pendapatan Provinsi Riau terus mengalami penurunan, dengan realisasi terendah terjadi pada tahun 2016 yang sebesar 93,13% dari alokasi anggaran. 53

77 Keuangan Pemerintah Sebaliknya, realisasi belanja daerah tahun 2016 justru mulai menunjukkan adanya perbaikan. Dilihat dari selisih anggaran, realisasi APBD Provinsi Riau untuk tahun 2016 telah mengalami perbaikan dibandingkan tahun Pada tahun 2016, APBD Provinsi Riau mengalami defisit sebesar Rp1,889 triliun atau terealisasi sebesar 60,33% dari alokasi anggaran yang telah direncanakan sebesar Rp3,131 triliun. Apabila dibandingkan dengan tahun 2015, selisih realisasi anggaran pendapatan dan belanja Provinsi Riau mengalami perbaikan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2015 defisit anggaran yang terealisasi hanya sebesar Rp849,92 miliar atau 21,35% dari alokasi anggaran yang telah direncanakan. Grafik 3.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Riau (%) Grafik 3.3. Surplus/Defisit APBD Provinsi Riau % Pendapatan Daerah Belanja Daerah Rp. Miliar Alokasi Anggaran Nilai Realisasi Sumber: BPKAD Provinsi Riau Sumber: BPKAD Provinsi Riau Hal serupa terjadi di pos pembiayaan daerah netto yang menunjukkan tren yang searah dengan defisit daerah. Pada tahun 2016 total pembiayaan netto yang dianggarkan mengalami penurunan cukup signifikan hingga Rp850 miliar dibandingkan tahun 2015 dan terealisasi sesuai dengan yang telah dianggarkan sebesar Rp3,13 triliun. 54

78 Keuangan Pemerintah 2.1. Realisasi Pendapatan Berdasarkan struktur APBD Tahun Anggaran 2016, pendapatan daerah dapat dibagi dalam tiga bagian utama yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2, Dana Perimbangan 3 dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Grafik 3.4 menunjukkan pada tahun 2016 terjadi pergeseran komposisi antara Dana Perimbangan dan PAD Provinsi Riau dibandingkan tahun Pada tahun 2016, Dana Perimbangan menjadi komposisi yang paling mendominasi dalam struktur pendapatan Provinsi Riau yaitu sebesar 54% atau Rp3,622 triliun. Sementara itu PAD memiliki share sebesar 46% atau Rp3,106 triliun dan Lain-lain Pendapatan yang sah sebesar 0,12% atau Rp7,77 miliar. Grafik 3.4. Komposisi Pendapatan Daerah Realisasi Provinsi Riau % 50% 0% LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH DANA TRANSFER - PERIMBANGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH % 0.12% 37% 54% 50% 46% Sumber : BPKAD Provinsi Riau Apabila dilihat dari rasio derajat kemandirian atau derajat otonomi fiskal dimana 46% anggaran pendapatan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kondisi Provinsi Riau masih dapat dikategorikan cukup baik meskipun rasio dana 2 Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri dari Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah. 3 Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah. 55

79 Keuangan Pemerintah transfer terhadap total pendapatan daerah mengalami peningkatan yang tajam dari Rp2,54 triliun dengan prosentase sebesar 37% di 2015 hinga mencapai 54% di 2016 atau sebesar Rp3,62 triliun. Kenaikan yang signifikan ini dikarenakan adanya peningkatan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat. Realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau tahun 2016 Grafik 3.5. Realisasi Pendapatan APBD Prov Riau Tahun 2015 & 2016 (Triliun) tercatat sebesar Rp6,73 triliun dengan prosentase Triliun sebesar 93,13%. Realisasi ini menurun apabila dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp6,91 triliun dengan prosentase 93,3%. Penurunan realisasi pendapatan didorong oleh penurunan realisasi PAD Sumber : BPKAD Provinsi Riau yang menurun signifikan dari yang telah dianggarkan. PAD yang berhasil direalisasikan pada tahun 2016 hanya sebesar 88,85% atau Rp3,10 triliun menurun signifikan dibandingkan realisasi tahun 2015 dengan prosentase 102,04% atau sebesar Rp3,47 triliun. Komponen utama yang mendorong penurunan realisasi PAD berasal dari realisasi pajak daerah yang tidak memenuhi target yang diharapkan, yaitu hanya mencapai Rp2,41 triliun atau sebesar 87,43% dari total yang dianggarkan pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp2,76 triliun. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan realisasi tahun 2015 yang mencapai Rp2,57 triliun atau sebesar 96,33% dari total yang dianggarkan. Penerimaan pajak dan retribusi di Provinsi Riau juga dapat dikategorikan rendah apabila dilihat dari rasio penerimaan pajak dan retribusi terhadap PDRB Provinsi Riau. Untuk tahun 2016, rasio pajak dan retribusi Provinsi Riau hanya mencapai 0,35%, menurun dibandingkan dengan rasio tahun 2015 yang mencapai 0,39%. Rendahnya rasio pajak dan retribusi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi 56

80 Keuangan Pemerintah suatu daerah yang tinggi dapat tercermin dari kemajuan dan perkembangan sektor-sektor produksi penyumbang pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut yang telah berperan secara optimal dalam memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pajak daerah. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan yang menunjang tercapainya peningkatan pajak daerah juga sangat menentukan. Sementara itu, pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan pada tahun 2016 tercatat mencapai Rp3,62 triliun atau sebesar 97,12% dari total yang dianggarkan. Realisasi ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2015 yang hanya terealisasi sebesar Rp2,54 triliun atau 81,48% dari total yang dianggarkan. Peningkatan realisasi Dana Perimbangan berasal dari komponen pendapatan dana alokasi khusus yang meningkat signifikan pada tahun 2016 dengan realisasi sebesar Rp1,42 triliun atau sebesar 99,32% dari total yang dianggarkan. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dimana Dana Alokasi Khusus hanya terealisasi sebesar Rp63,36 miliar atau 80% dari yang dianggarkan. Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & Uraian Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Sumber : BPKAD Provinsi Riau Lain-lain PAD Yang Sah DANA TRANSFER - PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian Otonomi Khusus

81 Keuangan Pemerintah Adanya peningkatan pendapatan dari Dana Alokasi Khusus sejalan dengan beberapa proyek pemerintah pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai dan rencana pembangunan jalur lintas kereta api trans- Sumatera. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan Nasional yang telah diselaraskan dengan RKPD Provinsi Riau poin pertama yaitu fokus pembangunan dan pemantapan infrastruktur di Provinsi Riau. Di sisi pendapatan Dana Bagi Hasil khususnya bagi hasil sumber daya alam mengalami penurunan hingga 29 % (yoy) dari Rp2,394 triliun turun menjadi Rp1,695 triliun. Realisasi dana bagi hasil sumber daya alam pada tahun 2016 mencapai Rp1,46 triliun atau 86,31%. Kondisi ini terjadi akibat penurunan harga minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang disebabkan oleh kondisi sumur yang semakin tua (natural declining) Realisasi Belanja Secara umum realisasi anggaran belanja Provinsi Riau mengalami peningkatan sebesar 11,13% atau Rp865 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp10,36 triliun, dengan tingkat realisasi sebesar Rp8,62 triliun atau 83,22%. Angka realisasi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya tercatat sebesar 68,15% atau Rp7,76 triliun. Dengan realisasi belanja daerah sebesar Rp8,62 triliun dan realisasi pendapatan daerah yang hanya sebesar Rp6,73 triliun, maka terdapat defisit APBD Provinsi Riau tahun 2016 sebesar Rp1,89 triliun yang pada akhirnya kekurangan tersebut ditutup oleh pembiayaan yang berasal dari dana SiLPA tahun 2015 sebesar Rp3,1 triliun. Oleh karena itu, setelah realisasi anggaran tahun 2016, masih terdapat sisa dana SiLPA Provinsi Riau sebesar Rp1,24 triliun. Apabila dilihat dari struktur belanja daerah pada APBD tahun 2016 yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, komposisi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung daerah Provinsi Riau adalah cukup berimbang yaitu 51,08 % berbanding 48,91%. Pada tahun 2016, realisasi belanja tidak langsung tercatat mencapai Rp4,40 triliun atau 81,79% dari alokasi anggaran. Nilai realisasi ini meningkat cukup signifikan apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang hanya tercatat sebesar Rp4,13 triliun atau 61,94% dari alokasi anggaran. 58

82 Keuangan Pemerintah Adapun empat pos belanja tidak langsung dengan komposisi realisasi terbesar secara berturut turut adalah belanja hibah dengan realisasi Rp1,30 triliun atau secara prosentase 99,63%, diikuti oleh belanja bagi hasil dengan realisasi sebesar Rp1,17 triliun atau 82,77%, belanja pegawai 4 dengan realisasi sebesar Rp1,0 triliun atau 85,56%, dan belanja bantuan keuangan yang diberikan kepada pemerintah kab/kota dan desa di Provinsi Riau dengan realisasi sebesar Rp909,50 miliar atau 64,35% dari alokasi anggaran. Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & Uraian Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi Jumlah Anggaran (triliun) Realisasi (triliun) % Realisasi BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : BPKAD Provinsi Riau Sementara itu untuk Belanja Langsung, realisasi terbesar secara berturut turut adalah belanja modal dengan realisasi sebesar Rp2,03 triliun atau 87,14% dari total alokasi anggaran, dan belanja barang dan jasa dengan realisasi sebesar Rp1,89 triliun atau 81,83%. Rasio belanja modal dan Rasio belanja barang dan jasa di Provinsi Riau relatif tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Sumatera. Rasio belanja modal Provinsi Riau mencapai sekitar 23,63% dari total belanja daerah, rasio tersebut berada diatas rata-rata wilayah Sumatera yang 4 Belanja Pegawai dalam Pos Belanja Langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan produktivitas kegiatan atau terkait langsung dengan tujuan organisasi. Contohnya Honor yang yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada pegawai karena melakukan pekerjaan. Sedangkan Belanja Pegawai dalam Pos Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang tidak secara langsung terkait dengan produktivitas atau tujuan organisasi. Contohnya gaji bulanan pegawai yang harus dibayarkan baik ybs bekerja atau tidak bekerja. 59

83 Keuangan Pemerintah berkisar 20,72%. Hal serupa juga terlihat dari rasio belanja barang dan jasa yang juga relatif tinggi sebesar 24,71% diatas rata-rata wilayah Sumatera yang berkisar 21,80%. Secara akumulasi total belanja langsung di Provinsi Riau terealisasi sebesar Rp4,22 triliun atau 84,76% dari alokasi anggaran belanja langsung, atau 45,6% dari total belanja daerah. Realisasi ini meningkat cukup tinggi dibandingkan realisasi tahun 2015 yang hanya mencapai Rp3,62 triliun atau 76,94% dari alokasi anggaran. Tabel 3.6. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 & % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Anggaran Realisasi Belanja Pegawai (Belanja Tidak Langsung) Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Pegawai (Belanja Langsung) Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : BPKAD Provinsi Riau Besarnya proporsi dari pos belanja langsung tersebut di atas dikarenakan fokus pemerintah di tahun 2016 yang lebih menitikberatkan pada percepatan pembangunan di daerah pedesaan khususnya pembangunan infrastruktur. Semakin tinggi rasio belanja modal, akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun secara keseluruhan, meskipun relatif lebih baik dibanding tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau kedepan masih perlu mendapat perhatian serius. Adapun kendala dalam realisasi belanja APBD di Provinsi Riau antara lain: 1. Keterlambatan pengesahan APBD Kabupaten/Kota/Provinsi, termasuk keterlambatan Daerah dalam menetapkan Perda APBD dan terlambatnya penyusunan dan penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD; 60

84 Keuangan Pemerintah 2. Belum kuatnya manajemen keuangan daerah, dan masih lemahnya pemantauan pelaksanaan program/kegiatan dengan belum diberlakukannya reward dan punishment bagi SKPD yang tidak dapat memenuhi target penyerapan; 3. Belum memadainya kemampuan manajemen pelaksanaaan proyek, antara lain kurangnya koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah, dan keterbatasan SDM terkait dengan persiapan teknis, penyusunan RAB, dan desain konstruksi atas pekerjaan fisik. 4. Tingginya pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan pada awal tahun anggaran. 5. Pemerintah Daerah sangat berhati-hati dalam melaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa melalui lelang di daerah, sehingga terkadang proses lelang mengalami keterlambatan. Proses pengadaan barang dan/atau jasa dapat terhambat karena: a. Tidak terdapat tenaga ahli (PPK) yang memadai pada masing-masing satker, kurangnya personil yang mempunyai sertifikasi pengadaan barang dan jasa; termasuk Keengganan pegawai untuk ditunjuk menjadi PPK karena takut terjerat kasus hukum oleh oknum di kepolisian dan kejaksaan. b. Belum ditetapkannya pengelola anggaran dan pengelola kegiatan/ pengadaan; c. Perencanaan pengadaan yang mengalami keterlambatan, meliputi penetapan jadwal pengadaan, penyusunan dan penetapan dokumen pengadaan, serta pengumuman pengadaan. 6. Terdapatnya double penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah terhadap kegiatan yang sama sehingga anggaran tidak terserap dengan maksimal. 7. Kurang baiknya perencanaan anggaran yang berdampak terhadap adanya revisi anggaran di pertengahan tahun. Hal ini biasanya akan menyebabkan program dan kegiatan dimana program dan kegiatan yang belum/tidak direncanakan sebelumnya tidak dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran, karena harus menunggu perubahan anggaran (APBD-P). 61

85 Keuangan Pemerintah Solusi yang ditempuh agar penyerapan APBD di Provinsi Riau lebih maksimal ke depannya antara lain: 1. Menyusun rencana penyerapan anggaran (disbursement plan) yang sinkron dengan rencana pengadaan (procurement plan). 2. Mengurangi pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan di awal tahun anggaran sehingga kelancaran pelaksanaan anggaran pada tahun berjalan dapat dilakukan dengan baik. 3. Komitmen dan kesepakatan antara legislatif dan yudikatif terhadap pentingnya ketepatan waktu dalam penyusunan anggaran. 4. Penyusunan program di daerah berpatokan pada RPJMD dengan mengacu kepada RPJMN. 62

86 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dan UMKM Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan IV 2016 menurun sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian. Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan IV 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya Kinerja perbankan Riau pada triwulan IV membaik dibandingkan triwulan sebelumnya 66

87 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja ekonomi. Fungsi intermediasi perbankan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan, yang tercermin dari pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu. Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan kredit perbankan Riau tercatat sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat 6,30% (yoy). Namun, risiko intermediasi perbankan membaik sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 2,22%; lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang tercatat 1,26% Ketahanan Sektor Korporasi Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 22,04% dan 21,43%, dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,87 triliun dan Rp12,51 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada dua sektor itu tidak terlepas dari dominasi kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,04% dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp11,97 triliun. Sementara itu, subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 18,49% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,31 triliun. Pada triwulan IV 2016 penyaluran kredit kepada sektor pertanian tumbuh sebesar 1,93% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh sebesar 9,48% (yoy), begitu pula dengan penyaluran kredit di sektor perdagangan yang juga melambat dari tumbuh sebesar 9,88% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi tumbuh 3,89% (yoy) di triwulan IV

88 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) RpTriliun I II III IV I II III IV Pangsa (yoy) Pertanian 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 13,43 13,29 12,87 22,04 1,93 Pertambangan 0,39 0,50 0,42 0,45 0,36 0,40 0,38 0,33 0,57 (26,28) Perindustrian 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 2,52 2,38 2,49 4,26 7,72 Listrik, gas dan air 0,11 0,10 0,11 0,22 0,21 0,20 0,19 0,17 0,30 (22,97) Konstruksi 1,76 1,88 2,14 1,90 1,73 1,85 2,01 1,86 3,19 (2,01) Perdagangan, restoran dan hotel 11,20 11,47 11,48 12,04 12,18 12,76 12,62 12,51 21,43 3,89 Pengangkutan, pergudangan 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 1,38 1,33 1,27 2,17 (15,97) Jasa 4,08 4,24 4,08 4,05 3,76 3,64 3,51 3,57 6,12 (11,80) Rumah Tangga dan Lainnya 19,65 20,11 20,74 21,43 21,58 22,15 22,68 23,32 39,93 8,82 Total 52,40 54,01 54,95 56,54 56,25 58,33 58,41 58,39 100,00 3,28 Sumber : Bank Indonesia Menurunnya penyaluran kredit sektor pertanian utamanya didorong oleh penurunan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 3,15% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,27% (yoy). Hal ini ditengarai akibat masih rendahnya harga komoditas kelapa sawit dan turunannya sehingga perbankan melihat adanya peningkatan faktor risiko dalam penyaluran kredit yang menyebabkan perbankan lebih berhati-hati di dalam penyaluran kredit ke subsektor ini. Sementara itu menurunnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya didorong oleh melambatnya penyaluran kredit pada sub sektor hotel berbintang dimana pada triwulan III 2016 tumbuh sebesar 34,62% (yoy) melambat dibanding triwulan IV 2016 yang tumbuh 21,26% (yoy). Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral NPL sektor pertanian pada triwulan IV 2016 berada pada level 3,21% membaik jika dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 3,83%, 68

89 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan IV 2016 berada pada level 5,15% membaik jika dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 6,25%. Namun demikian level tersebut berada diatas treshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, sehingga penyaluran kredit secara ekspansif di sektor perdagangan diharapkan harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, optimisme masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja berada pada level (di atas 100). Ini bisa dipandang sebagai dampak mulai pulihnya kondisi keuangan korporasi atas pelemahan harga komoditas yang terjadi sehingga sebagian besar korporasi akan lebih ekspansif dan membuka peluang baru dalam hal penyediaan tenaga kerja. Selain itu, komponen Indeks Penghasilan Konsumen menunjukkan peningkatan dari 121,75 pada triwulan III 2016 menjadi 140,75 pada triwulan IV Hal ini menunjukkan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian Provinsi Riau dalam enam bulan mendatang lebih baik lagi. Grafik 4.3. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan III 2016, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar 8,87% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,39% (yoy). 69

90 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke sektor kendaraan bermotor, kredit multi guna dan kredit durable goods. Kredit kendaraan bermotor pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp312,73 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari kontraksi 17,41% menjadi kontraksi 20,67% (yoy). Menurunnya pertumbuhan kredit di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit kendaraan roda empat (pangsa 95,84%) yang masih mengalami kontraksi meskipun lebih kecil dari kontraksi triwulan sebelumnya yaitu 18,61% (yoy) menjadi 15,78% (yoy). Selain itu, kredit kendaraan roda dua (pangsa 2,62%) juga mengalami kontraksi, tercatat sebesar Rp8,21 miliar atau dari tumbuh positif 5,75% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi negatif 70,30% (yoy) di triwulan IV Perlambatan kredit juga terjadi pada sektor kredit durable goods yang mengalami perlambatan dari 138,76% (yoy) di triwulan III-2016 menjadi 95,66% (yoy) di triwulan IV-2016, dengan nilai mencapai Rp89,83 miliar. Pada triwulan laporan, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,85 triliun atau tumbuh sebesar 2,33% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang tercatat tumbuh Rp8,16 triliun atau tumbuh 9,02% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit di sektor perumahan bersumber dari kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 (pangsa 62,49%) yang pada triwulan IV 2016 tercatat tumbuh sebesar 22,03% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 23,52% (yoy). Penyaluran kredit di sektor perumahan yang melambat ini diharapkan dapat membaik seiring dengan dilonggarkan kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk pembiayaan properti, 70

91 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kebijakan tersebut di diharapkan dapat memperkuat permintaan domestik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, perlambatan sebagian besar kredit konsumsi ini masih sedikit tertahan oleh kredit Multiguna yang tumbuh lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Kredit multiguna mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 9,06% (yoy), setelah di triwulan sebelumnya kontraksi sebesar 1,25% (yoy) dengan nilai Rp13,69 triliun. Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Multiguna Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Durable Goods Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau sejalan dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia dimana Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini berada pada level 95,8 (dibawah 100), meskipun Indeks Keyakinan Konsumen berada di level 110,3. Namun demikian masyarakat memandang bahwa pada triwulan mendatang kinerja perekonomian akan terakselerasi, hal ini terlihat dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang mengalami peningkatan dari 104,42 pada triwulan III 2016 menjadi 124,7 di triwulan IV

92 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.8. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 2. Kondisi Umum Perbankan Riau Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan IV 2016 menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan IV 2016 meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian. Total aset perbankan Riau tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,24% (yoy) pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat kontraksi sebesar 7,78% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp88,42 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan secara industri, pertumbuhan aset perbankan Riau masih sedikit di bawah angka pertumbuhan nasional yang sebesar 9,74%. Jika dilihat per kelompok Bank, penyumbang utama kenaikan aset adalah bank BUMN (pangsa 70,51%) yang tumbuh 10,30% (yoy) pada triwulan laporan setelah mengalami kontraksi 10,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan jenis kegiatan bank, yang menyumbangkan kenaikan adalah bank konvensional (pangsa 93,45%) yang mengalami kenaikan pertumbuhan dari triwulan sebelumnya, sementara bank syariah mengalami perlambatan. Bank konvensional tumbuh sebesar 7,97% (yoy) pada triwulan laporan, setelah di triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 9,14% (yoy). 72

93 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.9. Perkembangan Aset Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK perbankan Riau pada triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2016, DPK tumbuh sebesar 7,49% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat kontraksi sebesar 4,08% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp66,69 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak berubah dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (51,48%), diikuti oleh deposito (33,27%) dan giro (15,25%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.837 triliun atau tumbuh sebesar 9,60% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK di Riau tumbuh lebih rendah. Grafik Perkembangan DPK Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia 73

94 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, fungsi intermediasi perbankan Riau yang tercermin melalui penyaluran kredit justru mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, kredit perbankan Riau tumbuh 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,30% (yoy). Total kredit perbankan Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp58,39 triliun. Sejalan dengan pertumbuhan aset dan DPK Riau yang berada di bawah nasional, pertumbuhan kredit perbankan Riau pada triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 7,86% (yoy). Grafik Perkembangan Kredit Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia Di sisi lain, kualitas kredit perbankan Riau mengalami perbaikan pada triwulan laporan. Pada triwulan IV 2016, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 3,44%, atau menurun dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,91%. Tingkat NPL kredit di Riau ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,93%. 74

95 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau Sumber : Bank Indonesia Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 87,69%, sedikit lebih rendah dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 88,18%. Penurunan LDR ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan penghimpunan DPK yang dilakukan oleh bank Perkembangan Bank Umum Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016 didorong oleh kenaikan pertumbuhan tabungan. Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,33% (yoy) atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,68% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tabungan penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 10,54% (yoy), naik dari 9,11% (yoy) pada triwulan III Peningkatan tabungan penduduk perseorangan tersebut memberikan dampak yang besar kepada pertumbuhan tabungan sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 96,00% dari keseluruhan tabungan di Riau. Pangsa tabungan terhadap total DPK Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 51,48%. Pertumbuhan deposito perbankan Riau pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 5,39% (yoy) atau naik signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 8,02% (yoy). Pertumbuhan deposito Riau tersebut terutama didorong oleh kenaikan pertumbuhan deposito swasta menjadi sebesar 27,71% (yoy) dibanding triwulan III 2016 yang sebesar 17,20% (yoy). Peningkatan deposito 75

96 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM penduduk perseorangan juga turut menyumbang sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 75,12% dari keseluruhan deposito di Riau. Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 33,20%. Sementara itu, komponen giro juga tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2016 menjadi sebesar 2,99% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang tercatat kontraksi sebesar 23,6% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro swasta yang tercatat sebesar 9,34% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat tumbuh -5,79% (yoy). Giro swasta memiliki pangsa yang cukup dominan terhadap keseluruhan giro di Riau yakni sebesar 42,02% pada triwulan IV Sementara pangsa giro terhadap keseluruhan DPK tercatat sebesar 15,25%. Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh golongan nasabah perorangan dan sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar 14,25% (yoy), atau naik signifikan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,78% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi ini juga didorong oleh DPK perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar 77,67% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar 11,03% (yoy), naik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,06% (yoy). Sejalan dengan DPK sektor swasta, DPK sektor pemerintah juga mengalami perbaikan dari level kontraksi pada triwulan IV DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -28,80% (yoy) pada triwulan laporan, atau tidak sedalam triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -43,6% (yoy) Penyaluran Kredit Laju pertumbuhan kredit perbankan Riau mengalami perlambatan pada triwulan IV Kredit perbankan pada triwulan IV tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,30% (yoy). 76

97 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Pertanian dengan pangsa 22,04% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Perdagangan, juga memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 21,43%, disusul oleh sektor Jasa sebesar 6,12%. Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa 39,91%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 31,33% dan 28,77% dari total kredit. Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan penyaluran kredit Riau di triwulan IV 2016 terjadi hampir pada seluruh sektor, dengan perlambatan terbesar di sektor pertanian dan perdagangan besar dan eceran. Laju pertumbuhan kredit sektor pertanian melambat menjadi sebesar 1,93% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah sebelumnya tumbuh 9,48% (yoy). Laju pertumbuhan kredit untuk sektor industri perdagangan juga melambat menjadi 3,89% (yoy) pada triwulan laporan, dari 9,88% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selain sektor perindustrian, seluruh sektor lainnya mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif, dengan penurunan terbesar pada sektor pertambangan serta sektor listrik, gas dan air. Sektor pertambangan tumbuh -26,28% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -8,60% (yoy). Sementara sektor listrik, gas dan air tumbuh -22,97% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh positif pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 77,40% (yoy) Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan di bank umum mengalami perkembangan yang bervariasi pada triwulan III Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 6,63% dari 6,99% pada triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito ini terjadi pada seluruh tenor, kecuali untuk tenor panjang lebih dari 24 bulan. Sementara itu, suku bunga tabungan juga sedikit mengalami penurunan dari 1,57% menjadi 1,48%. Sama halnya dengan deposito dan tabungan, suku bunga giro juga mengalami 77

98 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM penurunan menjadi 2,10% pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,19%. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga pinjaman pada triwulan IV 2016 secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan III Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaannya. Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 12,24%; atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,44%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,80% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,97%. Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,49%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%. Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku bunga perbankan Riau pada triwulan III 2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016, yakni dari 11,79% menjadi sebesar 11,47%. Suku bunga kredit sektor industri pertanian juga mengalami penurunan pada triwulan laporan dari 12,22% di triwulan lalu menjadi 11,84%. Suku bunga kredit sektor lainnya juga juga mengalami penurunan suku bunga kredit, kecuali sektor listrik gas dan air yang mengalami peningkatan suku bunga dari 11,36% menjadi 11,45% Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Kualitas kredit Riau pada triwulan IV 2016 cenderung mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode ini tercatat sebesar 3,44 atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,91%. Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan kualitas kredit perbankan Riau pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh sektor pertanian dan perdagangan, yang merupakan sektor dominan. NPL sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat 78

99 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM sebesar 3,21%; atau menurun dari triwulan lalu yang sebesar 3,83%. NPL sektor industri perdagangan juga mengalami penurunan dari 6,25% pada triwulan III 2016 menjadi 5,15% pada triwulan IV Perkembangan Perbankan Syariah Industri perbankan syariah pada triwulan IV 2016 di Riau menunjukkan pertumbuhan positif namun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan IV 2016 mencatatkan pertumbuhan yang meningkat dari 17,239% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 12,30 (yoy). Grafik Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Riau juga mengalami peningkatan pada triwulan IV DPK perbankan syariah Riau mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,34% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 10,41% (yoy). Tabungan masih mendominasi struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 53,00%, disusul oleh Deposito dan Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 37,07% dan 9,93%. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 pembiayaan perbankan syariah Riau tumbuh sebesar 22,98% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 20,86% (yoy). Pembiayaan jenis Konsumsi dengan pangsa terbesar (49,71%) memiliki laju pertumbuhan yang meningkat di triwulan IV 2016, yaitu dari 19,68% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi sebesar 22,81% (yoy). Selain itu, pembiayaan 79

100 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Modal Kerja (pangsa 32,89%) yang mulai tumbuh positif pada triwulan laporan juga turut menyumbang pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Riau dengan laju sebesar 2,67% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat negatif sebesar 0,86% (yoy). Sebaliknya, pembiayaan Investasi (pangsa 17,40%) mengalami perlambatan pertumbuhan dari sebesar 39,82% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 37,69% (yoy). Sejalan dengan laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Riau pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan ke level 100,24% dari 96,92% di triwulan III Grafik Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber : Bank Indonesia Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 tumbuh positif. Pertumbuhan aset BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,28% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,69% (yoy). Sejalan dengan pergerakan tumbuh aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR Riau pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR pada 80

101 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM triwulan laporan tercatat sebesar 12,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,51% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 63,07%) yang naik signifikan sebesar 17,20% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,52% (yoy). Selain itu, komponen tabungan (pangsa 36,93%) juga tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan, sebesar 4,37% (yoy) dari 1,54% (yoy) pada triwulan yang lalu. Grafik Perkembangan Aset BPR/S Grafik Perkembangan DPK BPR/S Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,08% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja konsumsi BPR Riau tumbuh sebesar 4,01% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh negatif sebesar 0,13% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara kredit investasi BPR Riau tumbuh sebesar 0,10% (yoy) pada triwulan laporan, yang sebelumnya juga tumbuh negatif sebesar 3,69% (yoy). Pertumbuhan kedua jenis kredit ini dapat meng-offset perlambatan kredit konsumsi yang pada triwulan laporan tumbuh melambat dari 15,31% (yoy) di triwulan lalu menjadi sebesar 10,36% (yoy). Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit sektor pertanian, sebagai kredit sektoral dengan pangsa terbesar, yang tumbuh sebesar 1,94% (yoy) dari tumbuh negatif 2,36% (yoy) pada triwulan lalu. 81

102 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik Perkembangan Kredit BPR/S Grafik Perkembangan NPL BPR/S Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. NPL BPR Riau pada triwulan IV 2016 sedikit mambaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR Riau tercatat sebesar 13,21%; turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,07%. Sementara itu, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan turun dari sebelumnya 100,69% pada triwulan III 2016 menjadi 97,34% pada triwulan laporan. Penurunan rasio disebabkan oleh DPK yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan Kredit Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan IV 2016 sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan III Kredit UMKM Provinsi Riau tercatat sebesar 2,51% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,02% (yoy). Riau merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di regional Sumatera yaitu sebesar 12,5%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar31,7% dan 13.7% 82

103 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Tabel Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera Pulau Sumatera Kredit UMKM (Rp, triliun) Aceh 9,56 5,9% Sumatera Utara 51,76 31,7% Sumatera Barat 15,07 9,2% Riau 20,38 12,5% Jambi 10,92 6,7% Sumatera Selatan 22,41 13,7% Bengkulu 5,73 3,5% Lampung 15,62 9,6% Kep. Bangka Belitung 4,01 2,5% Kep. Riau 7,99 4,9% Total Sumatera 163,46 100,0% Kredit UMKM Nasional (Rp, triliun) 856,97 Pangsa P. Sumatera terhadap Nasional Pangsa Kredit UMKM 19,1% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kategori debitur, kredit UMKM perbankan Riau disalurkan berimbang, dengan yang terbesar ke usaha Kecil dengan porsi 39,19% dari total kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke usaha Mikro dan usaha Menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 30,42% dan 30,39%. Kredit yang disalurkan ke usaha Mikro pada triwulan IV 2016 melambat sebesar 9,84% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,27% (yoy). Hampir sejalan dengan kredit ke usaha Mikro, kredit yang disalurkan ke usaha Menengah pada triwulan IV 2016 turun lebih dalam sebesar negatif 5,43% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif 3,66% (yoy). Sementara itu, laju kredit yang disalurkan ke usaha Kecil pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang positif, dengan pertumbuhan di triwulan IV ,90% (yoy), meningkat dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 2,95% (yoy). Berdasarkan lapangan usahanya, perlambatan kredit UMKM Riau pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor perdagangan tercatat tumbuh sebesar 5,87% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,34%. Pertumbuhan kredit UMKM sektor konstruksi juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar 27,31% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,81 (yoy). Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM sektor perindustrian tercatat negatif sebesar 3,04% (yoy) atau turun 83

104 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh positif sebesar 9,24% (yoy). Risiko kredit UMKM pada triwulan IV 2016 membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,26%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 7,29%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,15%, dan NPL Provinsi-Provinsi lainnya di Pulau Sumatera yang tercatat sebesar 5,06%. Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Kualitas kredit UMKM Riau pada triwulan IV 2016 mengalami perbaikan untuk setiap kategori debitur. NPL kredit usaha Mikro pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 2,83%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,78%. Selain itu, NPL kredit usaha Kecil dan usaha Menengah juga memiliki pergerakan yang sama, yang pada triwulan IV 2016 tercatat masing-masing sebesar 8,72% dan 6,52%, yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 9,92% dan 7,33%. Penurunan NPL kredit UMKM Riau pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh penurunan NPL sektor perdagangan, terutama perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau, yang merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit UMKM terbesar di Riau. NPL kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,58%, menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 8,13%. Sementara itu, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi 84

105 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM justru mengalami kenaikan NPL di triwulan laporan dan tercatat sebesar 12,00%; meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 9,21%. Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau terhadap total kredit yang diberikan pada triwulan IV 2016 sedikit menurun menjadi 34,91%, dari sebelumnya sebesar 35,09%. Penyaluran kredit UMKM di Riau mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (45,87%), diikuti sektor industri pertanian (32,94%), dan sektor jasa (9,05%). 85

106 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan IV 2016 tercatat mengalami net outflow, hal ini sejalan dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Secara umum pada triwulan IV 2016 terjadi penurunan inflow jika dibandingkan dengan triwulan III 2016, sementara outflow tercatat mengalami peningkatan sebanyak Rp2,23 triliun yang utamanya didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah sebesar 30,66% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016, ditambah dengan meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang perayaan Natal 87

107 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah dan Tahun Baru Apabila dibandingkan dengan posisi triwulan IV pada tahun 2015, arus uang masuk (inflow) meningkat sebesar 24,25% (yoy) sejalan dengan arus uang keluar (outflow) yang juga meningkat sebesar 19,24% (yoy). Sementara itu, transaksi non tunai melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, transaksi kliring dari sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara berturutturut sebesar 10,31% dan 2,30% (yoy). 2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Sesuai dengan pola seasonalnya, penarikan uang kartal meningkat signifikan (outflow) dari Rp3,19 triliun pada triwulan III 2016 menjadi Rp5,52 triliun pada triwulan IV 2016, atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 73,02% (qtq). Kondisi ini disertai dengan penurunan jumlah setoran tunai (inflow) pada triwulan IV 2016 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu Rp3,01 triliun menjadi Rp1,52 triliun atau menurun 49,54% (qtq). Peningkatan jumlah penarikan uang kartal (outflow) pada triwulan IV 2016 utamanya didorong oleh seasonal factor akibat meningkatnya pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 30,66% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya ditambah dengan meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru Secara umum pada triwulan IV 2016, perkembangan transaksi tunai di Provinsi Riau mencatat net cash outflow sebesar Rp3,99 triliun. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia 88

108 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi net cash outflow tersebut di atas tidak hanya terjadi pada Triwulan IV 2016, akumulasi total pada tahun 2016, transaksi tunai di Provinsi Riau juga mencatat net cash outflow sebesar Rp9,58 triliun meningkat sebesar Rp1,97 triliun atau secara prosentase 24,85% dibanding tahun Peningkatan tersebut tercatat baik dari sisi inflow yang meningkat 18,11% (yoy) atau meningkat dari Rp6,84 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp8,08 triliun, maupun outflow yang meningkat 21,67% (yoy) dari Rp14,52 triliun di 2015 meningkat menjadi Rp17,66 triliun di Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Triwulan IV-2016 Grafik 5.3. Perkembangan Inflow dan Outflow 2016 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Apabila dilihat dari sisi permintaan, kebutuhan uang oleh masyarakat tercermin dari pergerakan aliran uang outflow. Sesuai dengan polanya, permintaan uang sangat dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas ekonomi seperti pemerintah dan rumah tangga termasuk organisasi masyarakat (LNPRT). Hal tersebut dapat terlihat pada grafik 5.4, yang menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang direpresentasikan oleh aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir yang pergerakannya searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi pada umumnya. Untuk tahun 2016, terjadi peningkatan pertumbuhan aliran outflow secara tajam pada triwulan II 2016 hingga mencapai Rp4,97 triliun atau tumbuh 250,13% (qtq). Hal tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran entitas ekonomi antara lain tingginya peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II 2016 yang dipicu oleh meningkatnya realisasi pembiayaan pemerintah daerah sebesar 92.57% dari yang telah dianggarkan sebelumnya utamanya disebabkan oleh meningkatnya anggaran belanja transfer pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota Riau. Dari sisi masyarakat terjadi peningkatan 89

109 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah permintaan uang tunai dikarenakan persiapan menjelang hari raya idul fitri, libur sekolah serta tahun ajaran baru terjadi secara hampir bersamaan di trwiulan II Grafik 5.4. Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq) di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, permintaan uang tunai (outflow) pada triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan sebanyak Rp2,23 triliun atau tumbuh sebesar 73,02% (qtq) yang utamanya didorong oleh seasonal factor meningkatnya pengeluaran konsumsi pemerintah untuk pembayaran proyek-proyek pemerintah sebesar 30,66% (qtq). Dilihat dari sisi masyarakat terjadinya peningkatan permintaan uang tunai disebabkan karena tingginya pengeluaran menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru Selain itu, peningkatan pengeluaran dalam rangka persiapan pemilihan umum kepala daerah oleh organisasi masyarakat (LNPRT) juga menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya permintaan uang tunai di Provinsi Riau. Berdasarkan Grafik 5.4 dapat terlihat bahwa tingkat pengeluaran pemerintah juga memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap permintaan uang tunai dengan 90

110 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah proporsi yang dominan dibandingkan tingkat pengeluaran masyarakat pada umumnya Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation), maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan pelayanan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perbankan. Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk kas keliling dan program/gerakan peduli uang lusuh. Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum di Provinsi Riau. Kegiatan kas keliling wholesale selama periode triwulan IV 2016 dilakukan di Pasir Ujung Batu, Rengat, Siak, Dumai, Tembilahan, Pekanbaru, Air Molek, dan Teluk Kuantan. Sementara itu kegiatan kas keliling retail untuk kepentingan masyarakat umum dilakukan setiap 1 (satu) kali dalam seminggu. Dalam rangka menggalakkan penggunaan uang layak edar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga memiliki program yang dinamakan GAMBUS (Gerakan Bumi Melayu Bebas Uang Lusuh) yang dilakukan pada bulan Desember Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara tidak langsung untuk memenuhi uang layak beredar di Provinsi Riau adalah dengan membuka kas titipan di perbankan. Kas titipan diharapkan dapat membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar dapat didistribusikan sampai ke pelosok pelosok daerah. Kas titipan yang sudah beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100 miliar sejak triwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50 miliar. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah membuka kas titipan baru yang mulai beroperasi pada triwulan IV 2016 di Kota Rengat (Rokan Hulu) dengan plafon sebesar Rp100 miliar. 91

111 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Adapun untuk jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp767 miliar, menurun 19,72% (qtq), dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 50,41%. Menurunnya pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2016 tersebut sejalan dengan menurunnya jumlah inflow pada triwulan laporan. Grafik 5.5. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan Sumber : Bank Indonesia 2.3. Uang Rupiah Tidak Asli Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu salah satunya selain melakukan koordinasi yang intensif dan rutin dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian), Bank Indonesia juga berupaya untuk meningkatkan tingkat keamanan uang Rupiah melalui peresmian uang Rupiah tahun emisi 2016 dengan feature pengaman yang lebih canggih dibandingkan sebelumnya di bulan Desember Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Hingga bulan Desember 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau telah melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 14 kali melalui kunjungan industri yang dilakukan oleh sekolah-sekolah maupun event khusus seperti Expo di beberapa daerah dan kegiatan Car Free Day. 92

112 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan IV-2016 tercatat sebanyak 173 lembar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebanyak 295 lembar. Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau tersebut terdiri dari 90 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 70 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu, 7 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu, serta 6 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Grafik 5.6. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia 3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 3.1. Transaksi Kliring Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non tunai yang tercatat di daerah tersebut. Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai sarana transfer dana non tunai secara ritel baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun penyelenggara kliring lokal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, pada triwulan IV 2016 transaksi non tunai dengan menggunakan sistem kliring di Provinsi Riau secara umum meningkat, baik dari segi nominal 93

113 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp6,607 triliun dengan volume transaksi mencapai lembar, meningkat jika dibandingkan triwulan III 2016 yang nilainya tercatat sebesar Rp6,374 triliun dengan volume transaksi lembar. Grafik 5.7. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 5.8. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.9. Nilai Transaksi Kliring Tw IV 2016 Provinsi Riaun Sumber : Bank Indonesia Terjadinya peningkatan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, diikuti pula dengan peningkatan nilai rata-rata transaksi per warkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp33,29 juta menjadi 34,50 juta per warkat atau meningkat 3,66% (qtq). Peningkatan transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik dari nominal transaksi maupun warkat yang digunakan diperkirakan sebagai dampak dari implementasi Surat Edaran Bank Indonesia No.17/753/DPSP berupa penyesuaian nilai transaksi RTGS dan SKNBI telah mulai normal kembali Layanan Keuangan Digital (LKD) Dalam upaya melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara sistem pembayaran, Bank Indonesia berupaya untuk selalu mengembangkan alat pembayaran yang semakin dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai. Dengan melihat perkembangan teknologi 94

114 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah terutama pengguna telepon genggam dimasyarakat yang tumbuh signifikan serta peluang menggalakkan financial inclusion terdapat potensi pasar yang sangat besar bagi produk sistem pembayaran yang berbasis pada teknologi. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan layanan keuangan terutama non tunai dengan memanfaatkan kemajuan teknologi berbasis mobile/web, Bank Indonesia mendukung penyelenggaraan LKD (Layanan Keuangan Digital) yang berpotensi besar dalam menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Definisi LKD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang efisien, aman dan cepat. Fasilitas LKD memberikan manfaat baik bagi konsumen maupun penyedia layanan. Bagi konsumen, fasilitas LKD memungkinkan transaksi keuangan dilakukan dengan efisien, aman dan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi keuangan dapat dilakukan dengan biaya transaksi serta risiko kehilangan uang yang lebih rendah. Sedangkan bagi penyelenggara/penyedia layanan, LKD memberikan peluang untuk dapat mengakses pasar yang baru serta memperkenalkan layanan baru untuk transaksi bernilai kecil dengan frekuensi tinggi. Selain itu, layanan tersebut juga dapat mendorong pengembangan pelayanan, khususnya pada produk inti. Dengan demikian bagi penyedia layanan selain dapat menjadi sumber pendapatan baru, kegiatan ini juga memberi peluang untuk cross selling antar penyedia layanan. Sedangkan bagi masyarakat, fasilitas LKD dapat membantu masyarakat serta pengusaha mikro kecil, yang paling rentan dengan transfer tunai sebagai salah satu alat pembayaran non-tunai serta menghindari. Grafik Perkembangan Jumlah Agen LKD 95

115 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya diperuntukkan bagi bank BUKU 4 1. Sampai saat ini baru 3 (tiga) bank yang memperoleh izin dari Bank Sumber : LBBU, Bank Indonesia Indonesia antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri dan Bank Central Asia. Jumlah agen LKD di Provinsi Riau per posisi November 2016 sebanyak 4016 agen. Sepanjang tahun 2016, jumlah agen LKD di Provinsi Riau terus meningkat dari tahun sebelumnya, meskipun laju peningkatan jumlah LKD setiap bulannya (mtm) masih cenderung rendah. Secara keseluruhan pada tahun 2016 terjadi dua kali lonjakan penambahan jumlah agen LKD di Provinsi Riau yaitu pada bulan Juni dan bulan November. Peningkatan tajam di bulan Juni 2016, dikarenakan kebutuhan masyarakat akan transaksi non tunai meningkat akibat persiapan menjelang hari raya Idul Fitri, baik untuk konsumsi maupun untuk transfer kepada kerabat. Saat ini LKD di Provinsi Riau Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau sudah tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada meskipun secara umum rasio penyebarannya masih terpusat di daerah kabupaten/kota dengan tingkat pangsa PDRB yang tinggi seperti Kota Pekanbaru, Kampar, Bengkalis dan Siak dengan Kab. Kampar Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hulu Kab. Indragiri Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Rokan Hilir 35,93% Kab. Pelalawan Kab. Siak Kab. Kuantan Singingi 3,78% Kab. Kepulauan Meranti Kota Pekanbaru Kota Dumai Kab./Kota Lainnya di Riau Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah total rasio sebesar 63,64%. Adapun daerah dengan jumlah agen terbanyak berada di Kota Pekanbaru sebanyak agen, sedangkan daerah dengan jumlah agen 1 Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun. 96

116 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah terendah berada di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sebanyak 124 agen (pangsa 3,78%). Berdasarkan hasil survei dan monitoring yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada tahun 2016, masyarakat merasa terbantu dengan adanya program LKD khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah yang jauh dari kantor bank dan ATM sehingga dapat lebih mudah mengakses layanan keuangan. Namun demikian, masih terdapat hambatan dari sisi pengetahuan masyarakat yang masih rendah dan cenderung khawatir dalam melakukan transaksi menggunakan produk LKD dan memilih produk konvensional seperti tabungan dan setor tarik tunai di kantor Bank. Dari sisi infrastruktur di lapangan, ketidakstabilan sinyal dan jaringan telekomunikasi masih menjadi permasalahan dalam penggunaan layanan LKD di beberapa daerah. Masih terdapat daerah yang masuk kategori blank spot atau tidak tercover jaringan telekomunikasi sehingga tidak dapat dilakukan perluasan LKD di wilayah tersebut. Dari sisi agen pelaksana, pengetahuan dalam mengoperasionalkan perangkat butuh ditingkatkan karena masih terdapat agen yang belum mengerti sepenuhnya cara menggunakan mesin EDC yang digunakan untuk melayani nasabah LKD. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh Bank Indonesia melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi yang akan dilaksanakan di daerah-daerah yang potensial. Bank Indonesia bersama Perbankan penyelenggara LKD perlu lebih giat dalam memberikan edukasi keuangan terutama untuk wilayahwilayah di luar Kota Pekanbaru baik kepada masyarakat pada umumnya dan agen LKD pada khususnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan keterbukaan masyarakat tentang Layanan Keuangan Digital. Apabila agen LKD telah memiliki pengetahuan yang cukup diharapkan agen LKD agar lebih aktif dalam melakukan edukasi ke masyarakat pentingnya LKD sehingga tidak hanya meningkatkan literasi keuangan di masyarakat namun menjadi perluasan nasabah dan pelanggan bagi agen yang akhirnya juga akan memberikan keuntungan kepada agen. Terkait dengan permasalahan infrastruktur, Bank Indonesia dapat melakukan diskusi dan pendekatan kepada perusahaan telekomunikasi untuk dapat mendorong 97

117 Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah pengembangan jaringan yang bisa digunakan pihak perbankan untuk mengetahui daerah-daerah yang potensial untuk dilakukan pengembangan LKD. 98

118 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Bab 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Agustus 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Beberapa indikator menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 7,83% pada Agustus 2015 menjadi 7,43% pada Agustus Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,82% pada September 2015 menjadi 7,67% pada September 2016 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari 99,11 pada triwulan III 2016 menjadi 102,23 pada triwulan IV

119 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. KETENAGAKERJAAN Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus Aceh Kepulauan Riau Sumatera Utara Riau Indonesia Sumatera Barat Jambi Bangka Belitung Lampung Sumatera Selatan Bengkulu 66,25 Bangka Belitung Bengkulu Jambi Sumatera Selatan Lampung Sumatera Barat Indonesia Sumatera Utara Riau Aceh Kepulauan Riau 7,43 60,00 62,00 64,00 66,00 68,00 70,00 72,00 74,00 Sumber : BPS - diolah Sumber : BPS - diolah Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Agustus 2016 menunjukkan bahwa 2,99 juta (atau 66,25%) dari 4,51 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari periode Agustus 2015 yang tercatat sebesar 7,83% menjadi 7,43%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT Indonesia yang tercatat 6,18% pada Agustus 2015 menjadi 5,61% di Agustus 2016 sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara nasional. Hal ini juga searah dengan arah perbaikan perekonomian Riau sampai dengan triwulan III tahun 2016 dibandingkan tahun Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT ketiga tertinggi di Sumatera. Sementara Bangka Belitung menjadi daerah dengan TPT terendah di Sumatera dengan angka 2,60%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 2015, Kepulauan Riau merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami peningkatan TPT di tahun 2016, yang diperkirakan sebagai akibat perlambatan ekonomi khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang dirumahkan. 100

120 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Agt ,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69 Feb ,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05 Agt ,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20 Feb ,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03 Agt ,57 5,84 5,09 7,43 4,00 4,31 3,30 4,62 2,60 7,69 Sumber: BPS. - diolah Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Agustus Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,61 41,88 Pertambangan dan Penggalian 1,50 1,50 Industri 5,97 7,56 Listrik Gas dan Air Minum 0,22 0,65 Konstruksi 5,72 5,70 Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 20,40 18,65 Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,84 4,28 Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,60 2,38 Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,14 17,40 Total Sumber: BPS Provinsi Riau Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 41,88% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi serta sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 18,65% dan 17,40%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu dari 42,61% menjadi 41,88%. Seiring dengan penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi pun mengalami penurunan, yaitu dari 20,40% menjadi 18,65%. Sementara Sektor Industri mengalami peningkatan yaitu dari 5,97% menjadi 7,56%. 101

121 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Transportasi Pergudangan dan Komunikasi Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Konstruksi Listrik Gas dan Air Minum Industri Pertambangan dan Penggalian Pertanian Perkebunan Kehutanan 41, Persen (%) Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,53%. Angka ini cenderung menurun dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat sebesar 46,29%. Penurunan penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya perlambatan ekonomi khususnya penurunan Kinerja sektor migas yang menyebabkan terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut dan sektor pendukung (perusahaan subkontraktor). Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami peningkatan dari 18,69% pada Agustus 2015 menjadi 21,23% pada Agustus Hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi menuntut sebagian masyarakat untuk lebih kreatif dalam menciptakan lapangan kerja sendiri, terutama pasca terjadinya pengurangan karyawan di beberapa sektor usaha. 102

122 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri 21,23 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap / Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh Tetap / Buruh Dibayar Buruh / Karyawan 41,53 Pekerja Bebas Pekerja tidak dibayar Dilihat dari jumlah jam kerja per hari, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan waktu jam kerjanya selama 0* 1 dan lebih dari 35 jam seminggu (atau pekerja waktu penuh), yaitu sebanyak 64,04%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Agustus 2015 merupakan pegawai dengan waktu kerja penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas. Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Agustus Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 3% 6% 14% % 37% SD kebawah SMP 64% 13% % SMA / SMK Pendidikan Tinggi 0* dan % Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja. 103

123 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 14 12, ,66 7,74 4 2, SD kebawah SMP SMA / SMK Pendidikan Tinggi Agustus 2015 Agustus 2016 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 55,24%. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 56,26%dari total angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan Universitas hanya mencapai 11,89%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMA dan SMK mencapai 32,87%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA dan SMK yaitu mencapai 12,93%. Sementara TPT kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami penurunan dari 9,51% pada Agustus 2015 menjadi 7,74% pada Agustus Kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan bahwa lapangan kerja yang tersedia di Provinsi Riau semakin optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 104

124 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 3. KESEJAHTERAAN DAERAH 3.1 Penduduk Miskin Riau Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan September 2016 sebesar 501,59 ribu atau 7,67% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 61,33 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang berjumlah 562,92 ribu atau 8,82% dari jumlah penduduk Riau. Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan pada September 2016 mengalami penurunan. Di daerah pedesaan jumlah penduduk miskinnya mencapai 337,47 ribu penduduk, turun sebesar 50,66 ribu penduduk atau sekitar 13,05% (yoy) jika dibandingkan dengan September 2015 yang sebanyak 388,13 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan September 2016 sebesar 164,12 ribu jiwa, juga turun sebesar 10,67 ribu jiwa atau sebesar 6,10%(yoy) jika dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 174,79 ribu jiwa. 3.2 Garis Kemiskinan Riau Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun

125 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total Perkotaan Sep Sep Perdesaan Sep Sep Kota + Desa Sep Sep Sumber : BPS Provinsi Riau Garis Kemiskinan (GK) Riau di tahun 2016 mencapai angka Rp per kapita/bulan, atau meningkat 4,82% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat Rp per kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2016 mencapai 73,59%, sementara peranan GKNM terhadap GK adalah 26,41%. Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 2016 mencapai 4,12% (yoy) sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 2016 mencapai 5,30% (yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan perdesaan sehingga mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat bertambah. 3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2016 menunjukkan adanya trend penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,453 pada September 2015 menjadi 1,355 pada September Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan. 106

126 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau Grafik Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan mengalami peningkatan yaitu dari 0,834 pada September 2015 menjadi 1,330 pada September 2016, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perdesaan yang mengalami penurunan yaitu dari 1,847 pada September 2015 menjadi 1,370 pada September Hal ini mengindikasikan bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin menjauh dari garis kemiskinan sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan semakin mendekati garis kemiskinan. Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang menunjukkan tren penurunan, yaitu tercatat turun dari 0,446 pada September 2015 menjadi 0,399 pada September Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami penurunan dari 0,599 pada September 2015 menjadi 0,364 pada September 2016, sedangkan di daerah perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,206 pada September 2015 menjadi 0,454 pada September 2016, hal ini mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan sementara di daerah perkotaan terjadi kenaikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. 107

127 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 3.4 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan III-2016 yakni dari 99,11 menjadi 102,23. Kenaikan NTP pada triwulan IV disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 2,61%, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,77%. Nilai NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa kegiatan pertanian di Provinsi Riau mulai membaik dan memberikan nilai tambah dalam peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dibanding biaya yang dikeluarkan oleh petani. Peningkatan nilai tukar petani dicatatkan oleh seluruh subsektor kecuali subsektor peternakan, yang menjadi satu-satunya subsektor penyusun NTP yang mengalami penurunan indeks Niali Tukar Usaha Petani (NTUP) sebesar 0,53%. NTUP terendah dicatatkan oleh subsektor peternakan sebesar 109,15. Sementara NTUP tertinggi dicatatkan oleh subsektor perikanan sebesar 118,05. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 108

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan III 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten Dwiki K. [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 KATEGORI 2015 Konsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Februari 2017 (Kajian Triwulanan) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan i Penanggung Jawab: Tim Advisory Ekonomi dan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %)

Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %) Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %) 1 (Miliar Rp) Grafik 2. Realisasi Penyaluran Kredit Januari-November 2013 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 KPR/KPA KKB-Mobil KKB-Sepeda Motor KTA + Multiguna

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2010 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci