KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Triwulan II 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Erwin Syafii (erwin_sy@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Reza Pahlevi Ananda (reza_pa@bi.go.id) Riyan Galuh Pratama (riyan_gp@bi.go.id) Farisan Aufar (farisan_a@bi.go.id)iopiring iring Piring Piring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Triwulan II 215. Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami : pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami : Pada triwulan II 215, perekonomian Sumatera Barat hanya mampu tumbuh 5,27% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,46% (yoy). Namun demikian, perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh membaik pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy) pada triwulan III 215 yang berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan investasi. Sementara itu, laju inflasi Sumatera Barat meningkat dari 6,28% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 8,17% (yoy) pada triwulan II 215 akibat terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan strategis dan meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan. Ke depan, tekanan inflasi Sumatera Barat diprakirakan berada pada kisaran 8,% - 8,4% (yoy) pada triwulan III 215 karena permintaan kebutuhan bahan pangan menjelang Hari Raya rakat Minang perantauan. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. v

6 Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri Padang, Agustus 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT Kepala Perwakilan, (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... x RINGKASAN EKSEKUTIF... xii 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan BAB II INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa vii

8 2.3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Perkembangan DPK Perkembangan Kredit Intermediasi dan Risiko Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Perkembangan Transaksi Non Tunai BAB IV KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumbar BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prakiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 2.1. LAJU INFLASI PROVINSI-PROVINSI DI SUMATERA... 2 TABEL 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI PADANG MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (%, QTQ) TABEL 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI BUKITTINGGI MENURUT KEL. BARANG DAN JASA ()%, QTQ) TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMBAR MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (YOY, %) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (QTQ, %) TABEL 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULAN SUMBAR KELOMPOK BAHAN MAKANAN (QTQ, %) TABEL 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU (QTQ, %) TABEL 2.8. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR (QTQ, %) TABEL 2.9. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK SANDANG (QTQ, %) TABEL 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK KESEHATAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN (QTQ, %)... 3 TABEL PERBANDINGAN INFLASI SUMATERA BARAT DENGAN WILAYAH LAINNYA TABEL 3.1. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PERTUMBUHAN HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA ix

10 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II 215 DI PROVINSI KAWASAN SUMATERA... 2 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 4 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB MENURUT PERMINTAAN... 4 GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN... 4 GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI... 4 GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KREDIT RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK... 5 GRAFIK 1.9. REALISASI BELANJA APBD PROV. SUMBAR... 6 GRAFIK 1.1. SIMPANAN PEMERINTAH DAERAH DI BANK UMUM... 6 GRAFIK INVESTASI PMA DAN PMDN... 6 GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI... 6 GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR... 7 GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 7 GRAFIK PER NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK HARGA KOMODITAS CPO... 8 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LN... 8 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN DN... 8 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK 1.2. PORSI NEGARA TUJUAN UTAMA EKSPOR... 9 GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PERKEMBANGAN IMPOR BAHAN BAKAR MINERAL... 9 GRAFIK NILAI IMPOR KOMODITAS UTAMA... 1 GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NONMIGAS... 1 GRAFIK NILAI IMPOR MENURUT KATEGORI BARANG... 1 GRAFIK PORSI NEGARA ASAL UTAMA IMPOR NONMIGAS... 1 GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA BOKAR DAN HARGA KARET INTERNASIONAL GRAFIK 1.3. KAPASITAS PRODUKSI TERPASANG LAPANGAN USAHA PERTANIAN GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR GRAFIK PERKEMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENUMPANG BIM GRAFIK KAPASITAS TERPASANG LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI... 2 GRAFIK 2.2. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI TERBESAR DI KOTA PADANG GRAFIK 2.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI TERBESAR DI KOTA BUKITTINGGI GRAFIK 2.4. LAJU INFLASI TAHUNAN SUMBAR BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.5. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMBAR BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.6. ANDIL INFLASI TRIWULANAN SUMBAR BERDASRKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.7. INDEKS KEYAKINAN DAN EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 2.8. INDEKS KEYAKINAN DAN EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 3.1. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 3.2. SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK 3.3. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY)... 4 GRAFIK 3.4. PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN... 4 GRAFIK 3.5. PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK 3.6. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK 3.7. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.8. PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI x

11 GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN NPL SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.1. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENTIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN TRUK DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM GRAFIK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PERTUMBUHAN ASET, DPK DAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM SYARIAH GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH... 5 GRAFIK PERKEMBANGAN FDR DAN NPF BANK UMUM SYARIAH... 5 GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (FINANCING TO VALUE ) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 4.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD... 6 GRAFIK 4.2. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN II... 6 GRAFIK 4.3 PENCAPAIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN KOMPONENNYA HINGGA TRIWULAN II TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.4. PENCAPAIAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA HINGGA TRIWULAN II TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.5. PORSI KOMPONEN DARI PENDAPATAN DAERAH GRAFIK 4.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.7. PERKEMBANGAN KOMPONEN BELANJA DAERAH GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN BELANJA MODAL TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.9. PORSI REALISASI KOMPONEN DARI BELANJA DAERAH HINGGA TRIWULAN II GRAFIK 5.1. ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.2. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.3. PEKERJA TIDAK PENUH DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.4. PEKERJA BERDASARKAN LAPANGAN USAHA GRAFIK 5.5. PEKERJA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.6. INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA DAN INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN GRAFIK 5.7. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.8. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT... 7 GRAFIK 5.9. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT... 7 GRAFIK 5.1. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN... 7 GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN... 7 GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK NTP SULTENG MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERBANDINGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA GRAFIK 6.1. PERKEMBANGAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 6.2. TANGGA INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 6.3. HISTORIS PENYERAPAN BELANJA BARANG PEMDA SUMBAR GRAFIK 6.4. HISTORIS PENYERAPAN BELANJA MODAL PEMDA SUMBAR GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI GRAFIK 6.6. PRAKIRAAN INVESTASI SECARA UMUM GRAFIK 6.7. PRAKIRAAN KEGIATAN USAHA SECARA UMUM GRAFIK 6.8. PRAKIRAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA SECARA UMUM GRAFIK 6.9. JALUR PROYEKSI INFLASI TAHUN GRAFIK 6.1. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER... 8 GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL)... 8 xi

12 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II 215 Perekonomian Sumbar kembali melambat pada triwulan II 215 Kegiatan investasi Sumbar mengalami perlambatan Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan menunjukkan kinerja yang menurun sepanjang triwulan II 215 Laju inflasi tahunan Sumbar meningkat signifikan pada triwulan II 215 Pertumbuhan aset bank umum di Sumbar pada triwulan II 215 relatif membaik Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan II 215 mengalami perlambatan, namun masih dalam kisaran moderat. Ekonomi Sumbar mengalami pertumbuhan sebesar 5,27% (yoy), atau lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan pada triwulan I 215 yang mampu mencapai 5,46% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar sejalan dengan perlambatan perekonomian yang terjadi pada hampir seluruh provinsi lainnya di Sumatera dan nasional. Melambatnya kegiatan investasi di Sumbar menjadi faktor utama penurunan ekonomi pada triwulan II 215. Perilaku menunggu (wait and see) sektor swasta dan masih berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan pertumbuhan investasi tersebut. Menurunnya produksi tanaman perkebunan, khususnya karet menghambat pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan II 215. Turunnya produksi tanaman perkebunan tahunan di Sumbar, khususnya karet disebabkan oleh berkurangnya insentif petani dalam memproduksi hasil karetnya akibat pelemahan harga karet internasional. Laju inflasi tahunan Sumbar meningkat signifikan pada triwulan II 215. Inflasi tahunan Sumbar tercatat mengalami kenaikan dari 6,28% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 8,17% (yoy) pada triwulan II 215. Tekanan inflasi berasal dari terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan strategis dan meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan. Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga komoditas energi strategis juga mendorong semakin tingginya tekanan inflasi Sumbar pada triwulan II 215. Ditengah perlambatan perekonomian, pertumbuhan aset bank umum di Sumbar relatif membaik pada triwulan II 215. Meski kredit sebagai salah satu komponen aset masih melambat, perbankan terus berupaya meningkatkan komponen aset lainnya serta melalui pengaturan suku bunga. Kondisi tersebut juga didorong oleh xii

13 Realisasi pendapatan daerah Sumbar mengalami peningkatan pada triwulan II 215 menurunnya biaya dana yang dikeluarkan perbankan akibat penurunan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) ditengah suku bunga kredit yang relatif stabil. Dari sisi pendanaan, peningkatan konsumsi pada periode Ramadhan dan persiapan menjelang Idul Fitri, serta tahun ajaran baru berdampak pada melambatnya pertumbuhan DPK khususnya deposito dan rendahnya pertumbuhan jenis tabungan pada triwulan II 215. Fungsi intermediasi bank umum di Sumbar pada triwulan II 215 relatif stabil dan konsisten berada di level yang tinggi. Stabilnya loan to deposit ratio (LDR) tersebut disertai dengan kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum yang juga terpantau stabil. Namun, perlu diwaspadai potensi peningkatan non performing loan (NPL) di tengah pelemahan ekonomi. Meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan hasil kekayaan yang disahkan menjadi sumber utama peningkatan penerimaan daerah. Sejalan dengan penerimaan, penyerapan belanja daerah Sumbar mulai mengalami peningkatan pada triwulan II sesuai dengan pola historisnya. Mulai dilaksanakannya sejumlah pengadaan barang dan proyek infrastruktur menjadi faktor utama meningkatnya realisasi belanja. Dibandingkan dengan tahun 214, akumulasi dari realisasi dan kualitas penerimaan pemda Sumbar hingga triwulan II 215 mengalami peningkatan. Dari sisi penerimaan, kemampuan daerah untuk memperoleh penerimaan dari kemampuannya sendiri meningkat. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya porsi PAD dalam komponen pendapatan. Sementara itu, dari sisi pengeluaran, akumulasi penyerapan belanja daerah hingga triwulan II 215 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perubahan nomenklatur dari kementerian/lembaga dan adanya perbedaan pemahaman terkait proses perencanaan dan penganggaran terindikasi menjadi penyebab perlambatan belanja daerah. Transaksi tunai mengalami net- Financing to Value dengan nilai yang turun dibandingkan triwulan sebelumnya Dari sistem pembayaran, perkembangan transaksi tunai dan non tunai pada triwulan II 215 menurun. Perkembangan transaksi tunai di Sumbar kembali tercatat net Financing to Value sebesar Rp764 miliar, atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 215 sebesar Rp,74 triliun. Kondisi ini masih mengindikasikan bahwa aliran uang masuk (Financing to Value ) ke Bank Indonesia masih lebih besar dibandingkan uang keluar (outflow). Begitupula dengan transaksi non tunai melalui kliring yang menurun sebesar 34% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berbeda dengan kliring, nilai transaksi xiii

14 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun, namun kesejahteraan membaik Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan membaik pada triwulan III 215. Tekanan inflasi Sumbar diprakirakan meningkat dengan berada pada kisaran 8,% - 8,4% (yoy) pada triwulan III 215. non tunai melalui sarana BI RTGS selama triwulan II 215 mencapai Rp41 triliun, tertinggi secara historis. Di tengah penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran menurun. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumbar masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat mengalami perbaikan di tahun 214. Menurunnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan menjadi bukti adanya peningkatan kesejahteraan. Perbaikan kesejahteraan tersebut terjadi baik di masyarakat perkotaan maupun perdesaan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami penurunan. Subsektor perikanan tercatat memiliki NTP tertinggi 17,4, sementara NTP subsektor tanaman pangan tercatat paling rendah (92,94). Ke depan, berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Dalam periode ini, perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy), atau meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 215 sebesar 5,3% (yoy). Membaiknya perekonomian tersebut diprakirakan berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi. Dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian, lapangan usaha konstruksi serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 215. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan melambat dari 5,85% (yoy) pada tahun 214 menjadi tumbuh pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) pada tahun 215. Masih menurunnya harga komoditas ekspor utama serta terbatasnya realisasi investasi pada tahun 215 menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sumbar. Meningkatnya permintaan kebutuhan bahan pangan menjelang Minang perantauan menjadi faktor utama pendorong inflasi pada triwulan III 215. Namun, laju inflasi tahunan Sumbar pada akhir tahun 215 diprakirakan turun signifikan dan berada pada kisaran 4,% - 5,% (yoy) akibat base effect dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir tahun 214. Meskipun demikian, potensi depresiasi nilai tukar dan terganggunya pasokan bahan pangan menjadi risiko utama inflasi pada sisa tahun 215. xiv

15 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II MAKRO IHK Sumatera Barat IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (y-o-y %) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (y-o-y %) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (y-o-y %) PDRB-harga konstan (miliar Rp)** PDRB berdasarkan sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga 59,43 61,661 64,224 66,819 17,55 17,226 17,645 17,713 69,639 17,758 17,983 Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1, , Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,96 3,739 3,776 5,932 16,48 3,25 3,878 Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 3,724 34,84 36,256 37,947 9,465 9,868 1,98 1,552 39,983 9,866 1,191 Perubahan Inventori (25) (89) (82) (27) (347) 91 92,849 Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,786 4,836 4,899 5,438 19,959 5,88 5,713 Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,97 8,477 2,13 1,994 2,363 2,653 9,14 2,155 2,172 Net Ekspor Antar Daerah (1,543) (12,754) (6,276) (7,112) (33) (1,115) (31) (3,76) (4,795) (47) (1,486) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 3,286 7,58 8,143 8,53 7,87 32,61 7,943 8,183 Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,28 5,321 5,726 1,484 1,474 1,469 1,548 5,974 1,595 1,575 Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,69 14,394 3,682 3,684 3,822 3,984 15,172 3,942 3,935 Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 8,279 8,925 9,814 1,825 2,865 2,83 2,852 3,18 11,537 2,916 2,999 Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda M15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,99 5,314 5,88 2,472 5,153 5,39 Transportasi dan Pergudangan 1,939 11,872 12,794 13,877 3,6 3,631 3,75 3,939 14,919 3,92 3,984 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,69 1,12 1,179 1, , Informasi dan Konsumsi 5,763 6,296 7,35 7,676 2,38 1,993 2,114 2,173 8,319 2,215 2,258 Jasa Keuangan 3,35 3,317 3,641 3, ,15 1,8 1,49 4,69 1,56 1, Real Estate 2,153 2,24 2,343 2, , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial W 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,82 1,93 1,973 7,56 1,889 1,94 Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,2 4,358 1,13 1,91 1,137 1,296 4,627 1,25 1,27 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,54 1, , Jasa Lainnya 1,61 1,76 1,822 1, , Pertumbuhan PDRB (yoy %) PERBANKAN Bank Umum Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) xv

16 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank xvi

17 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) pada triwulan II 215 mengalami perlambatan, namun masih dalam kisaran moderat. Perekonomian mencatat pertumbuhan sebesar 5,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 215 sebesar 5,54% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar sejalan dengan perlambatan perekonomian yang terjadi di hampir seluruh provinsi lainnya di Sumatera dan nasional. Melambatnya kegiatan investasi di Sumbar menjadi faktor utama penurunan ekonomi pada triwulan II 215. Perilaku menunggu (wait and see) sektor swasta dan masih berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan pertumbuhan investasi tersebut. Sementara itu, menguatnya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, serta perbaikan kinerja net ekspor mampu menahan perlambatan ekonomi lebih lanjut. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan. Meski demikian, membaiknya kinerja lapangan usaha perdagangan, transportasi dan pergudangan, serta industri pengolahan mampu menjaga ekonomi Sumbar tetap tumbuh moderat. 1

18 1.1 Perkembangan Umum Perekonomian Sumbar kembali melambat pada triwulan II 215. Ekonomi Sumbar mengalami pertumbuhan sebesar 5,27% (yoy), atau lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan pada triwulan I 215 yang mampu mencapai 5,46% (yoy) (Grafik 1.1). Perlambatan ekonomi disebabkan oleh masih rendahnya kegiatan investasi di Sumbar akibat belum kondusifnya iklim usaha dan depresiasi nilai tukar rupiah. Sementara itu, menguatnya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, serta perbaikan kinerja net ekspor mampu menahan perlambatan ekonomi lebih lanjut. Dari sisi lapangan usaha, melambatnya sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan disebabkan oleh penurunan produksi perkebunan, khususnya karet. Di sisi lain, perbaikan kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, lapangan usaha transportasi dan pergudangan, dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. %, yoy 6 Nasional Sumatera Barat % yoy 6. Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 215 di Provinsi Kawasan Sumatera Tidak hanya Sumbar, seluruh provinsi di kawasan Sumatera mengalami perlambatan ekonomi. Secara regional, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II 215 sebesar 2,85% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 215 yang mampu mencapai 3,5% (yoy). Dengan demikian, pada triwulan II 215 pertumbuhan ekonomi Sumbar tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata pertumbuhan ekonomi di kawasan Sumatera. Dalam periode laporan, terdapat 2 (dua) provinsi yang mengalami pertumbuhan negatif (kontraksi 2

19 perekonomian), yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang masing-masing tumbuh sebesar -2,64% (yoy) dan -1,72% (yoy). Menurunnya kinerja sublapangan usaha minyak dan gas menjadi faktor utama pertumbuhan negatif di kedua provinsi tersebut. Dilihat dari tingkat pertumbuhan, Provinsi Sumbar menempati urutan ketiga pertumbuhan ekonomi di Sumatera setelah Provinsi Kepulauan Riau (5,57%, yoy) dan Provinsi Jambi (5,18%, yoy) (Grafik 1.2). Meski demikian, kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbar terhadap Sumatera baru mencapai 7%, atau masih berada di bawah Riau (22%), Sumut (22%), Sumsel (22%), dan Lampung (1,3%). Melambatnya kinerja perekonomian terjadi juga pada skala nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat sedikit perlambatan dari 4,71% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 4,67% (yoy) pada triwulan II 215. Perlambatan tersebut bersumber dari menurunnya kinerja ekspor barang migas dan nonmigas akibat masih berlanjutnya pelemahan harga komoditas internasional. Selain itu, turunnya kondisi perekonomian global ditengah ketidakpastian rencana kenaikan Fed fund rate dan stagnasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok turut berkontribusi pada perlambatan ekonomi nasional. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah mampu menahan perlambatan ekonomi lebih lanjut. Dari sisi lapangan usaha, tertahannya pertumbuhan ekonomi berasal dari penurunan sektor pertambangan dan penggalian, serta jasa keuangan dan asuransi. 1.2 Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Menguatnya konsumsi rumah tangga menjadi penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar. Konsumsi rumah tangga Sumbar pada triwulan II 215 tercatat sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan I 215 mencapai 4,1% (yoy) (Grafik 1.3). Perbaikan konsumsi berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi Sumbar mengingat kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 52,% terhadap PDRB (Grafik 1.4). 3

20 18,5 18, 17,5 17, 16,5 16, 15,5 Miliar Rp Konsumsi RT 3.8 Sumber: BPS, diolah 4. Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah 4.1 Tangga Pertumbuhan - sisi kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II Investasi, 29.5% Sumber: BPS, diolah Net Ekspor Antar Daerah, -4.3% Net Ekspor LN, 1.2% Konsumsi Pemerintah, 11.2% Konsumsi LNPRT, 1.1% Konsumsi RT, 52.% Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Menurut Permintaan Penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari membaiknya optimisme masyarakat terhadap kondisi bisnis dan perekonomian. Kondisi ini terkonfirmasi oleh Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan peningkatan dari 94,6 pada triwulan I 215 menjadi 11,1 pada triwulan II 215. Peningkatan nilai ITK disebabkan oleh meningkatnya nilai indikator pendapatan rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan dan nonmakanan (Grafik 1.5). Optimisme rumah tangga tercermin pula dari hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia pada triwulan II 215 yang menunjukkan adanya perbaikan indeks konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama mencapai 111, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 215 sebesar 12,. Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Triliun Rupiah 25 Kredit Konsumsi Pertumbuhan (sisi kanan) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II - I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi 4

21 Peningkatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari sejumlah indikator konsumsi. Meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga terindikasi dari peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi dari 11,9% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 13,3% (yoy) pada triwulan II 215 (Grafik 1.6). Pertumbuhan tersebut ditopang oleh meningkatnya kredit rumah tangga lainnya, antara lain mencakup kredit alat komunikasi, elektronik, furnitur, dan peralatan rumah tangga lainnya (Grafik 1.7). Sementara itu, indikator lain juga mengkonfirmasi perbaikan konsumsi rumah tangga yaitu pertumbuhan konsumsi listrik yang meningkat dari,52% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 3,3% (yoy) pada triwulan II 215 (Grafik 1.8). % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 5 g.kkb g.multiguna (sisi kanan) 4 4 g.kredit lainya I II III IV I II III IV I II III IV I II , 74, 72, 7, 68, 66, 64, 62, 6, 58, 56, Juta Kwh Konsumsi Listrik (Juta Kwh) g. Konsumsi Listrik (%, yoy) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II %, yoy Sumber : PLN Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Listrik Konsumsi Pemerintah Meningkatnya realisasi belanja barang jasa dan modal berdampak pada peningkatan konsumsi pemerintah. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II 215 mencapai 3,7% (yoy), meningkat dari triwulan I 215 yang hanya tumbuh 2,2% (yoy). Sesuai pola historisnya, belanja daerah mulai mengalami peningkatan pada triwulan II seiring dengan dimulainya pelaksanaan sejumlah proyek dan pengadaan barang oleh pemerintah daerah. Kondisi ini terlihat dari meningkatnya realisasi belanja pemerintah yang mencapai Rp681 miliar pada triwulan II 215, atau meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang tercatat sebesar Rp492 miliar (Grafik 1.9). Namun, masih terbatasnya kenaikan belanja pemerintah daerah tercermin pada masih tingginya dana milik pemerintah daerah di bank umum (Grafik 1.1). 5

22 1,6 1,4 1,2 1, Miliar Rp Belanja Pemerintah Daerah 1,276 1, I II III IV I II III IV I II Triliun Rp %, yoy 8 Nominal Pertumbuhan-skala kanan (2) 1 (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.9. Realisasi Belanja APBD Prov. Sumbar Grafik 1.1. Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Jumlah Proyek Juta US$/Miliar Rp 8 PMDN PMA 1, PMDN (Miliar Rp)-skala kanan PMA ( Juta US$)-skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II Triliun Rp Kredit Investasi 1 Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II % yoy Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Investasi PMA dan PMDN Grafik Perkembangan Kredit Investasi Investasi Perilaku menunggu (wait and see) sektor swasta dan masih berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan terbatasnya kegiatan investasi. Pertumbuhan investasi pada triwulan II 215 tercatat sebesar 3,3% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 4,2% (yoy). Perlambatan investasi terkonfirmasi dari hasil Liaison yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya penurunan nilai likert scale dari 1,1 pada triwulan I 215 menjadi,5 pada triwulan II 215. Berdasarkan hasil liaison pada sejumlah 6

23 kontak perusahaan, masih belum tercapainya kondisi break even point (BEP) menjadi faktor pertimbangan utama pelaku usaha menahan investasinya. Perlambatan investasi juga terekam pada data jumlah proyek dan nilai investasi di Sumatera Barat triwulan II 215 (Grafik 1.11). Nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumbar tercatat sebesar Rp6,5 miliar, atau turun signifikan dibandingkan triwulan I 215 sebesar Rp199, miliar. Hal ini terkonfirmasi dari penyaluran kredit investasi yang tumbuh melambat dari 23,6% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 23,1% (yoy) pada triwulan II 215 (Grafik 1.12). %, yoy Net Ekspor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah IV I II %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Ekspor Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Ekspor dan Impor Luar Negeri Ekspor Pergerakan harga komoditas yang mulai membaik serta depresiasi nilai tukar rupiah mendorong perbaikan kinerja ekspor. Sepanjang triwulan laporan, aktivitas ekspor mengalami pertumbuhan sebesar 18,1% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 6,3% (yoy) (Grafik 1.13 dan Grafik 1.14). Kondisi ini tercermin dari volume ekspor komoditas non migas yang meningkat dari 738,5 ribu ton pada triwulan I 215 menjadi 93, ribu ton pada triwulan II 215 (Grafik 1.15). Mulai membaiknya harga komoditas internasional, khususnya CPO (Grafik 1.16), serta masih berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berdampak pada peningkatan nilai ekspor luar negeri Sumbar. Selain meningkatnya volume, nilai ekspor non migas Sumbar dalam periode ini mengalami peningkatan dari USD386,3 juta di triwulan I 215 menjadi USD462,4 juta. Meningkatnya aktivitas 7

24 ekspor luar negeri terlihat juga dari volume ekspor melalui Pelabuhan Teluk Bayur selama triwulan II 215 yang mencapai 867,8 ribu ton, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 215 mencapai 827,9 ribu ton (Grafik 1.17). ribu ton 1,2 1, Vol. Ekspor Non Migas Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II ribu ton Rp/kg 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Harga TBS Harga CPO Dunia-sisi kanan USD/MT 1,4 1,2 1, Sumber: Bloomberg Grafik Per Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama Grafik Harga Komoditas CPO juta Ton Vol Ekspor Vol Impor % yoy 1.8 g.impor - skala kanan g.ekspor - skala kanan (5.) - (1.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Pelindo 2, Teluk Bayur Grafik Aktivitas Perdagangan LN juta Ton Vol Muat Vol Bongkar 2.5 g.bongkar - skala kanan g.muat - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Pelindo 2, Teluk Bayur Grafik Aktivitas Perdagangan DN % yoy (1.) (2.) (3.) Ditinjau dari kelompok komoditas, ekspor Sumbar masih didominasi oleh hasil olahan kelapa sawit (CPO) dan karet. Ekspor produk turunan kelapa sawit dan karet masing-masing mencapai 72% dan 2% terhadap total ekspor Sumbar (Grafik 1.19). Berdasarkan negara tujuan, ekspor Sumbar lebih banyak dipasarkan di India (39%), Amerika (15%), Eropa (9%), Tiongkok (3%), dan Malaysia (3%) (Grafik 1.2). Sama halnya dengan perdagangan luar negeri, kinerja net ekspor antardaerah mengalami perbaikan pada triwulan II 215. Pertumbuhan net 8

25 ekspor antar daerah pada triwulan II 215 tercatat sebesar 33,3% (yoy), membaik setelah mengalami kontraksi sebesar -84,6% (yoy) pada triwulan I 215. Kondisi tersebut terindikasi dari volume arus muat di pelabuhan Teluk Bayur (indikator ekspor antardaerah) lebih besar daripada volume arus bongkar (indikator impor antardaerah). Volume arus muat barang yang melalui Teluk Bayur pada triwulan II 215 tercatat sebesar 1,1 juta ton, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 989,9 ribu ton. Kondisi yang sama terjadi pada volume arus bongkar yang naik dari 911,3 ribu ton pada triwulan I 215 menjadi 999,2 ribu ton (Grafik 1.18). 3% 2% 1% Minyak dan lemak nabati atau hewani 2% Karet dan barang dari karet Malaysia Eropa 3% 9% Lainnya 24% India 39% 72% Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan Lainnya Tiongkok 3% Singapura 7% Amerika 15% Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.2. Porsi Negara Tujuan Utama Ekspor Sumber: BPS, diolah Juta US$ %, yoy 3 2 Bahan Bakar Mineral Pertumbuhan - sisi kanan Bahan bakar mineral 88.8% 25 1 Pupuk 5.5% 2 Garam, Belerang, Kapur % -2 Mesin-mesin/Peralatan 1 Mekanik.4% -3 Benda-benda dari Besi 5-4 dan Baja.2% I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Lainnya % Grafik Porsi Impor Komoditas Utama Grafik Perkembangan Impor Bahan Bakar Mineral 9

26 1.2.5 Impor Ditengah perlambatan ekonomi, pertumbuhan impor dari luar negeri meningkat akibat kenaikan impor barang migas. Impor dari luar negeri pada triwulan II 215 tercatat tumbuh sebesar 8,9% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 1,2% (yoy). Peningkatan tersebut berasal dari naiknya impor migas, khususnya bahan bakar mineral yang memiliki porsi terbesar terhadap total impor Sumbar (Grafik 1.21). Melemahnya nilai tukar rupiah berpengaruh pada kenaikan biaya pembelian barang impor. Kondisi ini terpantau dari meningkatnya nilai impor bahan bakar mineral dari USD$124, juta (-46,8%, yoy) pada triwulan I 215 menjadi USD$149,4 juta (-31,1%, yoy) pada triwulan II 215 (Grafik 1.22). Sementara itu, impor nonmigas tercatat mengalami penurunan dari USD$38,9 juta pada triwulan I 215 menjadi USD$18,9 juta pada triwulan II 215 (Grafik 1.23) juta US$ juta US$ 12 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II % 8.7%.% 3.1% 58.1%.% Limbah dari industri makanan 14.1% Pupuk Kertas dan kertas karton Garam, sulfur dan batubatuan Mesin Lainnya Grafik Nilai Impor Komoditas Utama Grafik Porsi Impor Komoditas Nonmigas Juta US$ 12 1 Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Lainnya 28% Kanada 32% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II India 4% Tiongkok 1% Amerika Selatan 26% Grafik Nilai Impor Menurut Kategori Barang Grafik Porsi Negara Asal Utama Impor Nonmigas 1

27 Berdasarkan kelompok barang, komoditas impor di Sumbar masih didominasi oleh kelompok bahan baku. Kondisi ini tercermin dari komposisi nilai impor bahan baku di Sumbar yang mencapai lebih dari 9%, sedangkan sisanya berupa barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.25). Sementara itu, berdasarkan negara asalnya, komoditas impor Sumbar sebagian besar berasal dari Kanada (32%), Amerika Selatan (26%), Tiongkok (1%), dan India (4%) (Grafik 1.26). %, yoy Sumatera Barat Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan Sumber: BPS, diolah Pertanian Perdagangan Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar 5.5 I 5.3 II Lainnya 28.1% Transportasi dan Pergudangan 1.% Sumber: BPS, diolah Jasa - Jasa 11.8% Perdagangan 15.3% Pertanian 23.7% Konstruksi 8.7% Industri Pengolahan 11.4% Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha 1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Menurunnya produksi tanaman perkebunan, khususnya karet menghambat pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan II 215. Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB Sumbar, atau mencapai 23,7% dari total PDRB (Grafik 1.28). Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar,5% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 215 yang tumbuh sebesar 4,8% (yoy) (Grafik 1.27). Kondisi ini disebabkan oleh penurunan hasil produksi sublapangan usaha perkebunan tahunan yang memiliki kontribusi sebesar 27,5% dari total lapangan usaha pertanian. Sublapangan usaha perkebunan tumbuh negatif pada triwulan II 215 sebesar -9,7% (yoy), turun signifikan dibandingkan triwulan I 215 yang masih mencapai 1,6% (yoy). Turunnya produksi tanaman perkebunan tahunan di Sumbar, khususnya karet disebabkan oleh berkurangnya insentif petani dalam 11

28 memproduksi hasil karetnya akibat pelemahan harga karet internasional (Grafik 1.29). Kontraksi kinerja lapangan usaha pertanian terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang diselenggarakan oleh KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan kapasitas produksi terpasang lapangan usaha pertanian turun dari 81,1 pada triwulan I 215 menjadi 77,9 pada triwulan II 215 (Grafik 1.3). Penurunan kinerja lapangan usaha pertanian, perikanan, dan perikanan berpengaruh pada menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari melemahnya rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) umum dari 99, pada akhir triwulan I 215 menjadi 97,6 pada akhir triwulan II 215 (Grafik 1.31). ribu Rp/kg USD cent/kg 5 Harga Bokar Harga Karet Dunia - sisi kanan Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bloomberg dan Dinas Perkebunan Grafik Perkembangan Harga Bokar dan Harga Karet Internasional Grafik 1.3. Kapasitas Produksi Terpasang Lapangan Usaha Pertanian Indeks 111 NTP Umum NTP Perkebunan NTP Tanaman Pangan Sumber: BPS, diolah Unit 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah,diolah % (yoy) Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor 12

29 1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Perbaikan konsumsi dan kinerja net ekspor mampu mendorong pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan motor. Pangsa lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan motor terhadap PDRB mencapai 15,3%, atau terbesar kedua setelah lapangan usaha pertanian. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan menguat dari 3,7% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 4,1% (yoy) pada triwulan II 215. Penguatan ini bersumber dari sublapangan usaha perdagangan besar dan eceran yang tercatat tumbuh dari 3,5% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 4,8% (yoy) pada triwulan II 215. Menguatnya konsumsi dan masih tingginya optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian menjadi penopang perbaikan kinerja lapangan usaha ini. Meningkatnya perdagangan terindikasi pula dari aktivitas bongkar muat barang melalui pelabuhan Teluk Bayur. Total volume bongkar muat di pelabuhan Teluk Bayur pada triwulan II 215 mencapai 2, juta ton (-4,%, yoy), meningkat dibandingkan aktivitas pada triwulan I 215 yang mencapai 1,9 juta ton (-6,4%, yoy) (Grafik 1.18). Dari sisi eksternal, aktivitas volume ekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur tercatat meningkat dari 827,9 ribu ton pada triwulan I 215 menjadi 867,8 ribu ton pada triwulan II 215, meskipun volume impor barang turun dari 28,3 ribu ton pada triwulan I 215 menjadi 91,9 ribu ton pada triwulan II 215 (Grafik 1.17). Sementara itu, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan yang lebih tinggi tertahan oleh melambatnya pertumbuhan sublapangan usaha perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya yang turun dari 4,8% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi,1% (yoy) pada triwulan II 215. Kondisi ini tercermin dari penurunan jumlah penjualan kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor (Grafik 1.33). Menurunnya penjualan mobil dan motor terindikasi pula dari penurunan pembiayaan perbankan untuk penjualan kedua komoditas tersebut. Pertumbuhan kredit penjualan mobil dan motor turun signifikan, masing-masing dari 19,4% (yoy) dan 65,6% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi -7,7%(yoy) dan 23,7% (yoy) pada triwulan II 215. (Grafik 1.33). Perlambatan penjualan kendaraan bermotor tersebut cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan lapangan usaha ini mengingat kontribusinya yang cukup tinggi sebesar 13,4% 13

30 dari total lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Miliar Rp Kredit Mobil Kredit Motor g. kredit mobil - sisi kanan g. kredit motor -sisi kanan I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Kendaraan Bermotor %, yoy Ribu Orang Total penumpang Pertumbuhan penumpang - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: PT. Angkasa Pura, BIM Grafik Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang BIM Persen Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Meningkatnya aktivitas perdagangan disertai infrastruktur jalan yang baik berdampak pada peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Laju pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan mencapai 9,7% (yoy) pada triwulan II 215, atau meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang tercatat sebesar 8,9% (yoy). Sumber penguatan lapangan usaha ini terutama berasal dari peningkatan sublapangan usaha angkutan darat yang tumbuh mencapai 11,2% (yoy) pada triwulan II 215, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,1% (yoy). Kondisi ini berdampak pada keseluruhan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengingat pangsa sublapangan usaha angkutan darat mencapai 73,6% terhadap total lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Meski demikian, pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan perdagangan yang lebih tinggi tertahan oleh perlambatan pertumbuhan sublapangan usaha angkutan udara yang turun dari 11,1% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 1,2% (yoy) pada triwulan II 215. Perlambatan tersebut terindikasi dari pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara di Bandara Internasional Minangkabau yang menurun dari 1,% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi -9,1% (yoy) pada triwulan II 215 (Grafik 1.34). 14

31 Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Triliun Rp %,yoy 6. Kredit Ind Pengolahan Pertumbuhan (% yoy) - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Kapasitas Terpasang Lapangan Usaha Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Kredit Industri Pengolahan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Penguatan konsumsi rumah tangga mampu mendorong pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan. Pada triwulan II 215, pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan tercatat sebesar 6,8% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 6,4% (yoy). Penguatan tersebut terutama berasal dari peningkatan permintaan konsumsi domestik, khususnya makanan dan minuman. Kondisi ini terindikasi dari pertumbuhan sublapangan usaha industri makanan dan minuman yang meningkat dari 8,1% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 9,4% (yoy) pada triwulan II 215. Perbaikan kinerja sublapangan usaha industri makanan dan minuman mendorong pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan mengingat pangsanya mencapai 45,5% (yoy) terhadap total lapangan usaha industri pengolahan. Peningkatan kinerja lapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Sumbar yang menunjukkan kapasitas produksi terpasang meningkat dari 73,7 pada triwulan I 215 menjadi 86,6 pada triwulan II 215 (Grafik 1.35). Selain itu, pembiayaan yang disalurkan perbankan untuk lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan II 215 tercatat meningkat sebesar 44,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 215 sebesar 34,8% (yoy) (Grafik 1.36). 15

32 BOKS 1: Klaster, Penggerak Sektor Riil Untuk Kemajuan Nagari Dalam rangka memberikan stimulus dalam pertumbuhan ekonomi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat secara konsisten terus berupaya untuk mengembangkan perekonomian daerah melalui beragam program kerjanya. Salah satu diantaranya adalah pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di wilayah Sumatera Barat. Langkah konkrit yang telah dilakukan adalah dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang diwakili oleh Gubernur Provinsi Sumatera Barat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang diwakili oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 31 Juli 215 tentang Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Sumatera Barat. Ruang lingkup Kesepakatan Bersama tersebut adalah koordinasi dan sinergi sumber daya dalam rangka pengembangan ekonomi daerah, peningkatan akses dan jangkauan keuangan kepada masyarakat, koordinasi dan fasilitasi pengembangan sektor riil dan UMKM, koordinasi pemantauan dan pengendalian harga, kerjasama perluasan gerakan nasional non-tunai, dan pertukaran data, informasi, dan hasil kajian perekonomian dan keuangan. Dengan telah ditandatanganinya Kesepakatan Bersama tersebut, maka akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pelaksanaan program kerja KPw BI Prov. Sumbar, terutama untuk pengembangan UMKM. Dalam hal ini, Kesepakatan Bersama tersebut akan menjadi payung hukum bagi Unit Pelaksanaan Pengembangan UMKM (UPPU) dalam merealisasikan program kerjanya, seperti pemberian bantuan teknis bagi wirausaha binaan, monitoring kredit UMKM, peningkatan kapasitas Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), pelaksanaan kajian terkait UMKM, dan pengembangan klaster ketahanan pangan komoditas penyumbang inflasi maupun komoditas unggulan daerah. Seluruh kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang pengembangan ekonomi daerah yang lebih baik dan lebih berkualitas. 16

33 Dalam semangat pengembangan ekonomi daerah itu pula, KPw BI Prov. Sumatera Barat akan menambah jumlah klaster 1 ketahanan pangan sebanyak 2 (dua) buah pada tahun ini. Dua klaster baru yang akan dikembangkan pada tahun 215 ini adalah klaster hortikultura di Kabupaten Payakumbuh dan klaster sapi perah di Kota Padang Panjang. Pemilihan komoditas dan lokasi klaster dilakukan berdasarkan rekomendasi dari stakeholders terkait dan survei internal yang cukup ketat. Secara khusus, komoditas yang mendapatkan prioritas dalam pengembangan klaster tahun 215 adalah komoditas utama penyumbang inflasi volatile food dan/atau komoditas yang mengalami fluktuasi harga tajam sepanjang tahun. Pengembangan klaster komoditas hortikultura dilaksanakan di Kota Payakumbuh karena daerah ini merupakan salah satu daerah sentra penghasil hortikultura di Sumatera Barat. Selain itu, dukungan penuh pemerintah setempat juga dirasa sangat signifikan dibuktikan dengan kerja sama yang telah terjalin dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat (BPTP Sumbar) dalam pemanfaatan teknologi pertanian sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian. Tidak hanya itu saja, fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh juga sudah cukup lengkap, antara lain dengan dibangunnya Terminal Agribisnis (TA), Sub-Terminal Agribisnis (STA), dan gudang penyimpanan yang dilengkapi oleh fasilitas cold storage. Fasilitas TA dan STA dirasa mempunyai dampak yang signifikan dalam memutus rantai tengkulak, sehingga volatilitas harga dari petani ke konsumen dapat diredam. Ke depan, kerja sama antara KPw BI Prov. Sumbar dan kedua instansi tersebut diharapkan dapat menambah kapasitas petani dalam meningkatkan produksi, pemasaran dan akses permodalan kepada perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Selain itu, dalam program kerja pengembangan klaster ini akan mencakup pelaksanaan pemetaan wilayah pertanian serta pembuatan pola tanam sehingga diharapkan dapat meminimalisir kelebihan maupun kekurangan stok bahan pangan yang akan berakibat pada terkendalinya harga pangan di pasar. Kota Padang Panjang dipilih untuk menjadi lokasi pengembangan klaster ketahanan pangan selanjutnya dengan komoditas sapi perah. Produk susu dan 1 Klaster dapat didefinisikan sebagai upaya mengelompokkan industri inti yang saling 17

34 olahannya merupakan komoditas yang menjadi kebanggaan warga Kota Padang Panjang selain produk kulit hewan. Selain itu, seluruh produk susu dan olahannya yang beredar di pasaran merupakan produk Kota Padang Panjang. Fasilitas yang tersediapun terbilang lengkap, terdapat rearing unit untuk pengembangan bibit sapi perah unggul sampai rumah susu, tempat pemasaran susu segar dan hasil olahannya. Langkah ke depan yang telah disusun secara bersama-sama adalah pemberian bantuan teknis berupa pelatihan peningkatan kapasitas SDM maupun skala bisnis. Kemudian, pihak terkait beserta KPw BI Prov. Sumbar juga akan memperluas cakupan wilayah pengembangan klaster sapi perah tersebut dengan mengikutsertakan 4 (empat) kabupaten/kota lainnya yang berada di sekitar lokasi, yakni Padang Pariaman, Agam, Tanah Datar, dan Limapuluh Kota. Penambahan cakupan wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan produksi susu dan olahannya sehingga dapat memperluas cakupan pasar produk tersebut yang mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan para petani/peternak di wilayah tersebut. Tidak hanya itu, UPPU juga masih membina 2 (dua) buah klaster lama secara intensif, yakni klaster pembibitan sapi di Kabupaten Pasaman Barat dan klaster cabai di Kabupaten Tanah Datar. Merujuk pada hasil rapat koordinasi dengan stakeholders terkait, maka arah pengembangan kedua klaster tersebut adalah pembenahan sisi produksi, pemanfaatan teknologi dan peningkatan skala usaha. Adapun bantuan teknis yang diberikan adalah pelatihan komputerisasi, penyusunan database produksi, pembuatan proposal kredit, dan pemanfaatan teknologi pertanian/peternakan dalam mendukung penambahan produksi dan penciptaan diversifikasi produk. Dengan hadirnya KPw BI Prov. Sumbar pada pengembangan klaster tersebut diharapkan dapat memberikan bukti nyata bahwa Bank Indonesia hadir di setiap Provinsi untuk bersama-sama membantu Pemerintah Daerah dalam mengembangkan perekonomian daerah. 18

35 2 BAB II INFLASI DAERAH Laju inflasi tahunan Sumbar mengalami lonjakan signifikan pada triwulan II 215. Pada triwulan I 215, tekanan inflasi Sumbar sempat mereda di level 6,28% (yoy) karena turunnya sejumlah harga komoditas pangan strategis dan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah. Selama triwulan II 215, terjadi eskalasi tekanan inflasi Sumbar yang mendorong kenaikan pergerakan indeks harga di Sumbar sebesar 8,17% (yoy) pada akhir triwulan laporan. Terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan strategis dan meningkatnya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan menjadi sumber utama tingginya laju inflasi Sumbar triwulan laporan. Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan liquefied petroleum gas (LPG) pada akhir triwulan sebelumnya yang efeknya tertransmisikan pada awal triwulan II

36 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Sumbar pada triwulan II 215 mengalami peningkatan yang signifikan setelah sempat mereda pada triwulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi Sumbar triwulan II 215 mencapai 8,17% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 215 sebesar 6,28% (yoy). Peningkatan laju inflasi tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap sejumlah barang dan jasa, terutama menjelang memasuki Bulan Ramadhan 1436 H. Sementara itu, terbatasnya pasokan beberapa komoditas pangan strategis memberikan tekanan pada inflasi Sumbar dari sisi supply. Kondisi tersebut diperparah dengan kecenderungan para pedagang untuk menaikkan harga barang kebutuhan pokok saat bulan Ramadhan lebih tinggi dibandingkan harga pada saat keadaan normal (backward looking). Secara spasial, laju inflasi Sumbar triwulan II 215 lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi nasional pada periode yang sama yakni sebesar 7,26% (yoy). Bahkan, laju inflasi Sumbar berada di posisi keempat tertinggi di Pulau Sumatera setelah Bengkulu, Kepulauan Riau, dan Lampung (Tabel 2.1). %, yoy Sumbar Nasional ,56 1 8,17 8 6,38 6,19 6 5, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional Tabel 2.1. Laju Inflasi Provinsi-Provinsi di Sumatera No Provinsi 1 Provinsi Bengkulu 9,9 2 Provinsi Kepulauan Riau 8,21 3 Provinsi Lampung 8,18 4 Provinsi Sumatera Barat 8,16 5 Provinsi Sumatera Utara 7,81 6 Provinsi Sumatera Selatan 7,49 7 Provinsi Riau 7,38 8 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 6,91 9 Provinsi Jambi 6,41 1 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Nasional 6,24 7,73 7,26 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulan II (%, yoy) Kota Padang dan Kota Bukittinggi mencatat kenaikan laju inflasi pada triwulan II 215. Realisasi inflasi di Kota Padang dan Kota Bukittinggi pada triwulan II 215 berturut-turut sebesar 8,42% (yoy) dan 6,34% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,52% (yoy) dan 4,53% (yoy). Secara 2

37 nasional, laju inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi berada pada urutan ke 18 dan 52 dari 82 kota sampel inflasi. Sementara itu, secara regional, inflasi Kota Padang dan Kota Bukittingi berada pada urutan ke 4 dan ke 18 dari 23 kota sampel inflasi di Pulau Sumater 2 a. 2.2 Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Indeks harga di Kota Padang menunjukkan peningkatan pada triwulan II 215. Setelah pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi, Kota Padang pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,6% (qtq) (Tabel 2.2). Kenaikan yang signifikan ini didorong oleh tingginya kenaikan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 5,6% (qtq). Faktor penyebab tingginya perubahan harga kelompok bahan makanan yaitu terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan yang masuk ke Provinsi Sumbar, terutama cabai merah Jawa yang juga banyak didistribusikan ke Wilayah Timur Indonesia selama periode triwulan II 215. Selain itu, kondisi bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara (Sumut) juga turut memengaruhi ketersediaan pasokan kelompok bahan pangan yang diperdagangkan di Sumbar. Selain peningkatan harga dari kelompok bahan makanan, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga menjadi pendorong tingginya laju inflasi Sumbar triwulan II 215. Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi selama bulan Maret 215 mendorong pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi bensin dan solar sebesar Rp5, pada 28 Maret 215 serta LPG 12 kg sebesar Rp8., pada 1 April 215. Komoditas kelompok bahan makanan menjadi penyebab utama inflasi di Kota Padang triwulan II 215. Perubahan harga lebih banyak disebabkan oleh kelompok bahan makanan yaitu cabai merah, daging ayam ras, dan bawang merah.. Hanya komoditas bensin, tukang bukan mandor, dan rokok kretek, baik yang filter maupun tanpa filter yang menjadi sumber inflasi di luar kelompok bahan makanan (Grafik 2.2). 2 Diurutkan berdasarkan laju inflasi tertinggi ke terendah. 21

38 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (%, qtq) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II UMUM,84,27 2,99 7,44-4, 2,6 1 Bahan Makanan,36-1,87 8,6 14,39-14,8 5,6 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau,68,86 1,18,92 2,99,73 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,25 1,7 2,25 5,45 1,22,36 4 Sandang 1,8 -,61 1,19-2,19 2,79,75 5 Kesehatan,69 1,34 2,11 4,58 4,24 1,12 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga,27,81 4,25 1,97 1,25,42 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,44 1,4 -,93 12,5-6,7 1,69 Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa ()%, qtq) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II UMUM 1,48,32 2,76 4,43-2,9 3,75 1 Bahan Makanan 2,9 -,46 6,1 7,17-11,32 7,11 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau,75,6 1,15,66,96 2,45 Perumahan, Air, Listrik, 3 Gas dan Bahan Bakar 2,1 1,45 2,8 2,45 3,42 3,75 4 Sandang 1,24 -,43,25 -,3,71 2,51 5 Kesehatan,3,36,98 1,89 1,57 1,7 Pendidikan, Rekreasi 6 dan Olah Raga 1,2, 5,41,16,11 1,83 Transpor, Komunikasi 7 dan Jasa Keuangan 1,39,15,33 12,46-6,6 2, Inflasi Kota Bukittinggi Kota Bukittinggi mengalami kenaikan indeks harga pada triwulan II 215. Secara triwulanan, pergerakan harga Bukittinggi mengalami peningkatan dari - 2,9% (qtq) pada triwulan I 215 menjadi 3,75% (qtq) pada triwulan II 215. Sumber utama inflasi Kota Bukittinggi saat triwulan II 215 terjadi pada kelompok bahan makanan. Sama halnya dengan Kota Padang, terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan juga menjadi sebab melonjaknya harga. Selain itu, komoditas pertanian yang dihasilkan oleh wilayah sekitar Kota Bukittinggi seperti Kabupaten Agam dan Kabupaten Limapuluh Kota, lebih banyak dijual ke Provinsi Riau. Dilihat dari komoditasnya, sumber utama inflasi Kota Bukittinggi hampir serupa dengan komoditas inflasi Padang, yaitu cabai merah, bawang merah, bensin, dan daging ayam ras (Grafik 2.3). Andil, % qtq 7, Andil, % qtq 6 6, 5, 4, 3, 2, Bawang Merah 1, Telur Ayam Ras Petai Daging Ayam Ras Bensin Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Cabai Merah - Tongkol/Ambu-ambu -,2,,2,4,6,8 1, 1,2 Rokok Kretek Tukang Bukan (1,) Inflasi, % qtq Mandor Grafik 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Terbesar di Kota Padang Baju Kaos Tanpa Kerah/T-Shirt 1 Gula Pasir Telur Ayam Ras Bawang Merah Nasi dengan Lauk Daging Ayam Ras Bensin Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Cabai Merah Rokok Kretek Filter -,1,1,2,3,4,5,6,7 Rokok Kretek Inflasi, % qtq -1 Grafik 2.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Terbesar di Kota Bukittinggi 22

39 2.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Penyebab utama tingginya tekanan inflasi Sumbar pada triwulan II 215 berasal dari kelompok bahan makanan. Tingginya kenaikan harga cabai merah menjadi faktor utama kembali meningkatnya inflasi di Provinsi Sumbar selama triwulan II 215. Sementara itu, dalam periode yang sama, harga komoditas beras cenderung lebih stabil. Hal ini tidak terlepas dari pasokan beras yang masih terjaga dan peran serta Bulog melalui penyaluran raskin sehingga mampu mengimbangi kenaikan permintaan, terutama menjelang dan pada saat bulan Ramadhan. Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.4. Laju Inflasi Tahunan Sumbar Berdasarkan Disagregasi Inflasi Tingginya permintaan cabai merah ditengah terbatasnya pasokan berdampak pada tingginya tekanan inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan II 215. Cabai merah yang dipasok ke Sumbar sebagian besar berasal dari Pulai Jawa. Pada triwulan II 215, tingginya permintaan terhadap cabai merah Jawa dari Wilayah Timur Indonesia menyebabkan berkurangnya pasokan cabai merah ke Sumbar 3. Untuk mencukupi kebutuhan cabai harian, para pedagang cabai merah mengambil pasokan cabai dari Kota Medan (Sumut), Kabupaten Curup (Bengkulu), dan Kabupaten Kerinci (Jambi). Namun demikian, pasokan tersebut belum sepenuhnya mencukupi permintaan Sumbar yang mengalami peningkatan, terutama menjelang bulan Ramadhan. Tingginya harga 3 Rakor TPID Kota Padang, 11 Juni

40 cabai merah pada triwulan II 215 terkonfirmasi melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Provinsi Sumbar. Pada triwulan II 215, harga rata-rata cabai merah per kilogram di sejumlah pasar di Kota Padang terus mengalami kenaikan dari Rp2.94, pada April, Rp23.938, pada Mei dan menjadi Rp33.813, pada bulan Juni 215. Sementara itu, tingginya tekanan inflasi Sumbar yang bersumber dari cabai merah dapat tertahan karena masih stabilnya harga komoditas beras yang tercermin dari SPH KPw BI Provinsi Sumbar. Pada Bulan April dan Mei 215, rata-rata harga beras di Kota Padang berkisar Rp12.9, per kilogram. Bahkan pada Juni 215, harga beras di Kota Padang cenderung mengalami penurunan menjadi Rp12.8, per kilogram. Meskipun penurunan harganya relatif kecil, andil beras dalam pembentukan inflasi di Sumbar cukup signifikan mengingat bobot konsumsinya yang besar mencapai 5,54% atau merupakan bobot komoditas tertinggi di Sumbar. Efek dari sejumlah kebijakan pemerintah terkait harga komoditas energi strategis pada akhir triwulan I 215 lalu berdampak inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar serta transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi selama akhir triwulan I 215 mendorong pemerintah menaikkan harga LPG 12 kg dari Rp134., per tabung menjadi Rp142., per tabung pada tanggal 1 April 215 serta harga BBM bersubsidi bensin premium dan solar sebesar Rp5, pada 28 Maret 215. Meskipun tidak sebesar kenaikan pada triwulan I 215, imbas dari kebijakan pemerintah tersebut berpengaruh pada inflasi kelompok perumahan air listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 9,87% (yoy) dengan andil 2,1% (yoy) dan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 6,24% (yoy) dengan andil 1,13% (yoy) (Tabel 2.4). 24

41 Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumbar Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 6,5 6,5 7,94 7,94 1,3 1,3 1,87 1,87 8,63 8,63 6,16 6,16 6, 6, 11,58 11,58 6,28 6,28 8,17 8,17 Bahan Makanan 9,4 2,68 11,34 3,41 13,5 3,97 16,21 4,78 11,31 2,91 3,3,76 1,86 2,87 2,98 5,88 3,73,94 11,1 2,88 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,47 1,64 8,29 1,6 9,43 1,85 8,52 1,68 7,31 1,34 7,35 1,36 4,6,74 3,64,62 5,77 1,6 5,75 1,4 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,49,47 3,9,57 4,34,79 4,66,85 4,7,93 5,9 1,2 6,35 1,27 1,8 2,11 1,94 2,26 9,87 2,1 Sandang 4,12,26 1,43,9 4,67,3 3,1,19 6,91,47 6,97,47 1,65,11 -,37 -,2 1,6,7 2,47,16 Kesehatan 3,27,12 3,4,11 4,28,15 5,16,18 4,3,15 4,15,16 4,77,18 8,24,31 11,8,47 11,62,46 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 12,32,75 11,74,71 1,92,13 1,83,12 1,47,1 2,47,18 5,66,41 7,38,51 8,17,59 7,81,56 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3,57,58 8,92 1,44 17,51 2,85 19, 3,7 15,78 2,9 12,6 2,33 2,9,52 13,88 2,59 5,45,99 6,24 1,13 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Secara triwulanan, pergerakan indeks harga pada triwulan II 215 mengalami peningkatan signifikan. Laju inflasi Sumbar meningkat dari -3,87% (qtq) pada triwulan I 215 menjadi 2,6% (qtq) (Tabel 2.5). Sumber utama inflasi berasal dari kelompok bahan makanan, serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Tingginya permintaan bahan pangan strategis seiring dengan masuknya bulan Ramadhan ditambah dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi menjadi faktor utama peningkatan laju inflasi pada triwulan II 215. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW I TW II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 2,61 2,61 3,74 3,74 1,78 1,78,92,92,28,28 2,97 2,97 7,8 7,8-3,87-3,87 2,6 2,6 Bahan Makanan 5,4 1,53 1,17,36 3,68 1,12,57,15-1,7 -,44 7,8 2, 13,51 3,57-13,76-3,46 5,29 1,37 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau,72,14 4,58,88 1,7,21,69,13,83,15 1,18,21,89,16 2,76,5,81,15 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar,96,17 1,26,22,83,14 1,35,27 1,67,33 2,32,46 5,8 1,1 1,48,31,69,14 Sandang -,97 -,6 6,41,38 -,14 -,1 1,1,7 -,59 -,4 1,8,7-1,93 -,13 2,55,16,8,5 Kesehatan 1,53,5 1,76,6 1,4,3,61,2 1,21,5 1,97,7 4,25,16 3,92,16 1,5,4 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga -,32 -,2 1,64,1,13,1,38,3,71,5 4,39,32 1,75,13 1,12,8,38,3 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 5,,8 1,58 1,73 1,61,28 1,44,26,94,17 -,78 -,15 12,1 2,16-6,7-1,11 1,69,31 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Laju inflasi Sumbar masih dipengaruhi oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan. Tercatat adanya kenaikan harga secara signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang semula sebesar -13,76% (qtq) menjadi 5,29% (qtq). Andil yang diberikan kelompok bahan makanan terhadap inflasi Sumbar pada triwulan II 215 mencapai 1,37% (qtq). Inflasi pada kelompok bahan makanan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan dengan laju inflasi sebesar 33,49% (qtq). Sesuai pola historis inflasi Sumbar, inflasi subkelompok bumbu-bumbuan cukup berdampak pada inflasi Sumbar secara umum. Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi pada kelompok bahan makanan 25

42 dapat tertahan oleh penurunan indeks harga dari subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya serta subkelompok ikan diawetkan (Tabel 2.6). Harga komoditas cabai merah yang termasuk dalam subkelompok bumbu-bumbuan terpantau terus merangkak naik. Cabai merah memiliki peranan cukup besar terhadap inflasi Sumbar dengan bobot konsumsi sebesar 2,58% terhadap total konsumsi masyarakat Sumbar, sehingga pergerakan harga cabai merah berpengaruh signifikan terhadap inflasi Sumbar. Ketersediaan yang tidak menentu akibat dari keterbatasan pasokan dari Pulau Jawa menjadi sumber permasalahan utama naik turunnya harga cabai merah di Sumbar. Kondisi tersebut diperparah oleh peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan yang terjadi pada pertengahan bulan Juni 215. Tren peningkatan harga cabai merah selama triwulan II 215 mencapai puncaknya pada bulan Juni 215. Hal ini terkonfirmasi dari hasil SPH KPw BI Provinsi Sumbar dimana harga rata-rata per kilogram cabai merah di Kota Padang adalah Rp2.94, pada bulan April, naik menjadi Rp23.938, pada bulan Mei dan berlanjut meningkat menjadi Rp34.3, pada bulan Juni. Dalam periode yang sama, harga cabai merah di Kota Bukittinggi juga mengalami tren peningkatan, dari harga rata-rata per kilogram sebesar Rp25.63, pada bulan April, menjadi Rp32.188, pada bulan Mei dan meningkat menjadi Rp37.25, pada bulan Juni. Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulan Sumbar Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Bahan Makanan 6,14 3,46-3, 2,87 -,77 1,27 5,48 5,4 1,17 3,68,57-1,7 7,8 13,51-13,76 5,29 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 2, 5,77 3,73-9,93 2,95 2,52 1,42-1,26 4,14 6,17 1,56,1 11,64 8,24-5,2-1,75 Daging dan Hasil-hasilnya 1,25-3,3 1,41,15 3,65 2,36 1,53 1,82 4,35-2,28,19 4,5,7-4,58 -,84 7,72 Ikan Segar 3,57-6,14 4,74 1,57 1,29,9 3,51 1,56 2,58-1,85 8,4-1,69-2,61-1,83 2, 1,48 Ikan Diawetkan,4-2, 1,51,18 14,7,44,82 2,6 1,8 5,47 7,84-3,35 1,54-8,86 4,48-2,47 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 6,31 1,19 3,89,5 2,3 -,41 2,34 4,13 3,46,54 2,61 4,35 3,2,43,45 2,82 Sayur-sayuran 7,57,84-6,85 4,47 5,14-2,89 6,81 6,6 4,86 2,61 3,19 7,38 8,64-3,54-2,93 1,91 Kacang - kacangan,38 -,3 7,45-1,75 14,46 -,2,29 3,6 12,15,26 7,69 -,7,7,6 1,,78 Buah - buahan 3,2 2,53,25 2,88 4,48 -,3 1,73 3,62 5,89 2,26 2,17 2,37 2,6 1,28 1,2,83 Bumbu - bumbuan 38,27 27,75-35,41 54,77-28,8 6,34 34,97 28,58-15,6 15,76-12,57-22,45 35,89 89,29-53,69 33,49 Lemak dan Minyak 4,28 -,71,41,71 1,95-1,29 -,2,26 4,47,44 1,41 2,5-1,44-1,12 1,26 -,1 Bahan Makanan Lainnya 2,97 3,72,15,, -,92, 1,23 3,51,12,38 1,68,15,21,95,81 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Stabilnya harga di subkelompok padi-padian karena pasokan yang masih terjaga. Harga subkelompok padi-padian terutama komoditas beras terpantau masih stabil pada triwulan II 215. Selain pasokan beras lokal yang masih mencukupi, penyaluran beras raskin juga membantu mencukupi 26

43 permintaan masyarakat terhadap beras kualitas menengah ke bawah 4. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil SPH yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar bahwa pada Juni 215 rata-rata harga beras di Kota Padang cenderung mengalami penurunan menjadi Rp12.8, per kilogram setelah pada April dan Mei 215 rata-rata harga beras per kilogram sebesar Rp12.9,. Sedangkan untuk Kota Bukittinggi, berturut-turut pada April, Mei, dan Juni 215 rata-rata harga beras per kilogram adalah Rp11.6,; Rp11.4,; dan Rp11.2,. Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 3,8 1,32 1,67,89 3,49 1,91 1,95,72 4,58 1,7,69,83 1,18,89 2,76,81 Makanan Jadi 1,84,46,9,47 1,9,15 1,17,2 6,24 1,17,41,45 1,1 1,3 3,47,21 Minuman yang Tidak Beralkohol 2,34,18 1,61 2,67 5,63 -,12,4 -,29 3,47-1,26,83,23,56,93,74 1,5 Tembakau dan Minuman Beralkohol 6,31 3,77 5,6,85 5,61 6,36 4,7 2,8 2,16 1,91 1,23 2, 1,92,59 2,42 2,2 Keterbatasan pasokan komoditas gula pasir menahan penurunan laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau semakin dalam. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat sebesar,81% (qtq) pada triwulan II 215 (Tabel 2.7). Tekanan inflasi tersebut berasal dari subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Terbatasnya pasokan gula pasir yang berasal dari wilayah Lampung menjadi penyebab kenaikan harga gula pasir pada triwulan II 215. Berdasarkan hasil SPH KPw BI Provinsi Sumbar, gula pasir mengalami tren peningkatan harga sejak awal tahun. Dari harga ratarata sebesar Rp11.22, per kilogram pada bulan Januari 215, terus meningkat pada bulan-bulan berikutnya hingga harga rata-rata mencapai Rp12.745, per kilogram pada bulan Juni 215. Efek dari menurunnya produksi gula pasir juga berimbas pada tingginya harga di wilayah lain di Sumatera seperti di Sumut. Selain disebabkan harga di Sumut yang lebih tinggi dibandingkan Sumbar, ongkos distribusi juga menjadi salah satu pertimbangan distributor enggan mengirimkan langsung ke wilayah Sumbar 5. Truk ekspedisi yang mengangkut gula pasir 4 5 Rakor TPID Kota Padang, 11 Juni 215. High Level Meeting TPID Provinsi Sumbar, 1 Juni

44 memiliki utilitas lebih tinggi apabila menggunakan rute pengiriman Lampung- Sumut-Sumbar dibandingkan rute Lampung-Sumbar-Sumut. Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar -,34,38 2,,37,5,51 1,53,96 1,26,83 1,35 1,67 2,32 5,8 1,48,69 Biaya Tempat Tinggal -,76 -,9 3,41,56,1,92 1,5 1,74 1,18,31,4 3,23,15 3,98,88,17 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,16 1,39,8,4,, 2,97 -,48 1,2 1,9 3,99-1,56 7,5 9,81 2,64 2,1 Perlengkapan Rumahtangga,22, -,14,3, -,25,38 -,18 3,65 1,7,72 1,19,75 2,63 2,98,81 Penyelenggaraan Rumahtangga,34,32,74,6,53,18,79 1,49,12,56,8 1,19 4,11,4,36,52 Minimnya kebijakan pemerintah terkait komoditas energi strategis berimbas pada meredanya tekanan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Tercatat adanya penurunan laju inflasi pada kelompok ini dibandingkan triwulan I 215 dari 1,48% (qtq) menjadi,69% (qtq) pada triwulan laporan. Komoditas bahan bakar rumah tangga berperan penting terhadap penurunan laju inflasi di subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Meskipun pada awal triwulan II 215 harga LPG 12 kg mengalami kenaikan Rp7., per tabung, kenaikan harga tersebut tidak setinggi kenaikan harga pada triwulan sebelumnya. Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Sandang 6,77 4,4,54 1,66 3,12 1,48-2,12 -,97 6,41 -,14 1,1 -,59 1,8-1,93 2,55,8 Sandang Laki-laki 5,38,52,9 2,83 1,17,6,38,48,72, 1,71,33 1,95,5 2,4,57 Sandang Wanita 1,8,11,25 1,97,54,,74,37,12,27 1,2,54 1,56,65,6,39 Sandang Anak-anak 2,85,41,12 1,29,73,13 -,8,5,8,21 -,15,38 1,9,17 1,82,24 Barang Pribadi dan Sandang Lain 16,91 13,81,7,63 8,53 4,13-7,4-4,19 2,5 -,71 1,28-2,97 -,65-7,88 5,4 1,81 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Harga emas internasional yang berada dalam tren penurunan seiring dengan menguatnya dolar Amerika Serikat, mengakibatkan meredanya tekanan inflasi kelompok sandang. Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan II 215 menjadi,8% (qtq) disebabkan oleh melemahnya harga subkelompok barang pribadi dan sandang lain (Tabel 2.9). Pelemahan harga emas internasional memberikan efek pada stagnasi harga emas di pasar dalam negeri. Meskipun terjadi sedikit peningkatan harga, efeknya tidak signifikan sehingga dampaknya terhadap tekanan inflasi kelompok sandang cenderung rendah. 28

45 Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Kesehatan 1,81,15 1,23 1,76,55,19,74 1,53 1,76 1,4,61 1,21 1,97 4,25 3,92 1,5 Jasa Kesehatan 2,95, 3,44 2,53,,,,,,,2 1,81 2,69 8,77 6,83,79 Obat-obatan 4,7,,4 4,2 1,16,45,47 2,2 2,56,99,72,36,11, 1,75 2,64 Jasa Perawatan Jasmani, 1,56,,,,, 2,8 5,68 4,5,93 1,4,3 2,36, 4,4 Perawatan Jasmani dan Kosmetika,21,7,35,59,78,25 1,5 2,27 2,3 1,27,98,98 2,35 2,25 2,76,29 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tekanan inflasi kelompok kesehatan mereda dibandingkan triwulan sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi kelompok kesehatan sebesar 1,5% (qtq) merupakan akibat dari tidak adanya penyesuaian tarif pada subkelompok jasa kesehatan terutama dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter umum. Selain itu, tidak adanya kenaikan tarif rumah sakit pada triwulan laporan juga turut memberikan andil terhadap melandainya laju inflasi kelompok kesehatan. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 5,25,56,38,2 11,43,21,39 -,32 1,64,13,38,71 4,39 1,75 1,12,38 Pendidikan 7,85,,, 17,6,,, 2,8,,22,72 3,3,,, Kursus-kursus / Pelatihan,18,,, 6,97, 2,17,43,,,34 1,95,49 2,61,, Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 2,47 -,6 2,74 -,41 1,26, 1,81-1,33,,1 -,4,7 2,39 1,44 8,25 1,69 Rekreasi, 4,54,2 1,77, 1,57, -1,36 1,93,73 1,59,73 12,95,8 -,16,8 Olahraga,,59,,,,,42,19 1, 2,2,21, 7,7,,1, Laju inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif stabil dengan tekanan yang mereda. Laju inflasi kelompok ini pada triwulan II 215 tercatat sebesar,38% (qtq), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,12% (qtq) (Tabel 2.11). Masuknya tahun ajaran baru di penghujung triwulan II, mendorong peningkatan harga pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan. Sementara itu, masa libur sekolah mendorong peningkatan permintaan sehinga berdampak pada kenaikan harga pada subkelompok rekreasi. Peningkatan harga lebih lanjut dapat tertahan dengan stabilnya indeks harga pada subkelompok pendidikan, subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan subkelompok olahraga. 29

46 Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,48 -,49 1,41 -,16 2,5,33,87 5, 1,58 1,61 1,44,94 -,78 12,1-6,7 1,69 Transpor 1,21 -,66 2,1 -,1 3,25,42 1,3 6,41 13,57 1,99 1,84 1,19-1,17 16,31-8,5 2,25 Komunikasi Dan Pengiriman -2,66, -2,92-1,18,3, -,94,,,,31,18 -,19 -,29,, Sarana dan Penunjang Transpor,,14 4,25,33,8,15,2 1,5,31,32,41,36 2,4,97 1,13,4 Jasa Keuangan,,,, 1,4,,81,,,,,, 8,44,, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM bersubsidi berimbas pada kenaikan laju inflasi triwulan II 215. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tercatat mengalami peningkatan dari -6,7% (qtq) pada triwulan I menjadi 1,69% (qtq) pada triwulan II 215. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi (bensin premium dan solar) pada akhir triwulan I 215 sebesar Rp5, per liter. Dengan bobot konsumsi bensin sebesar 4,73%, mendorong tekanan inflasi subkelompok transpor meningkat drastis. 2.4 Disagregasi Inflasi Secara disagregat, inflasi Sumbar disebabkan oleh kenaikan kelompok komoditas volatile food dan administered price. Terbatasnya pasokan sejumlah bahan pangan strategis, peningkatan permintaan menjelang Ramadhan, kebijakan pemerintah terkait komoditas energi dan penguatan mata uang dolar AS telah ditransmisikan oleh para pelaku usaha pada harga barang dan jasa ditingkat konsumen. Pergerakan harga pada triwulan II 215, secara historis, mulai menunjukkan tren yang serupa seperti tahun sebelumnya. Kelompok harga bahan pangan yang bergejolak (volatile food) kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar 5,57% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya sempat berada pada level terendah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sebesar -14,42% (qtq). Sedangkan kelompok komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) sudah kembali mengalami inflasi yang tercatat 2,14% (qtq). Berbeda halnya dengan kelompok inflasi inti (core inflation) yang tekanan inflasinya mengalami penurunan menjadi sebesar,39% (qtq) (Grafik 2.6). 3

47 Inflasi IHK Core Volatile Food Administered %, qtq ,57 2,14 2,6,39 %, qtq Administered Price Volatile Food Core 8, 6, 4, 2,, -2, -4, -6, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.5. Laju Inflasi Triwulanan Sumbar Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.6. Andil Inflasi Triwulanan Sumbar Berdasrkan Disagregasi Inflasi Peningkatan laju inflasi volatile food dari -14,42% (qtq) di triwulan I 215 menjadi 5,57% (qtq) di triwulan II 215 mendorong peningkatan andil inflasi dari -3,39% (qtq) menjadi 1,31% (qtq) (Grafik 2.7). Naiknya laju inflasi volatile food pada triwulan ini sebagian besar akibat kenaikan harga cabai merah yang disebabkan berkurangnya pasokan cabai merah yang berasal dari Pulau Jawa. Terbatasnya cabai merah yang diperjualbelikan di Sumbar akibat tingginya permintaan cabai dari Wilayah Timur Indonesia. Sebagian besar cabai merah yang dikonsumsi oleh masyarakat Sumbar dipasok dari Pulau Jawa 6. Namun, tekanan yang lebih tinggi pada kelompok volatile food dapat tertahan dengan stabilnya harga beras sepanjang triwulan II 215. Pasokan beras yang terjaga dengan baik dan didukung dengan kualitas beras raskin yang cukup baik membuat permintaan masyarakat terhadap komoditas beras kualitas menengah dapat terpenuhi. Bahkan pada momen bulan Ramadhan, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota cukup banyak menggelontorkan pasokan beras ke pasaran melalui program-program pasar murah dan sejenisnya. Selain komoditas beras, kondisi pasokan bawang merah juga terpantau aman. Hal ini tidak terlepas dari panen raya bawang merah dari wilayah Jawa sehingga pasokan pada triwulan II 215 cenderung aman. Senada dengan kelompok volatile food, tekanan inflasi dari kelompok administered prices juga mengalami peningkatan signifikan. Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga komoditas BBM bersubsidi (bensin dan solar), 6 Rapat TPID Kota Padang,11 Juni

48 LPG 12 kg dan 3 kg serta tarif tenaga listrik (TTL) menjadi sumber utama kenaikan indeks harga kelompok administered price dengan laju sebesar 2,14% (qtq). Kenaikan harga LPG 12 kg dari Rp134., per tabung menjadi Rp142., per tabung pada 1 April 215 turut mendorong kenaikan harga LPG 3 kg di tingkat pengecer. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil SPH KPw BI Provinsi Sumbar yang mencatat harga kenaikan harga LPG 3 kg dari Rp17.9, per tabung menjadi Rp18.5, per tabung. Selain dua komoditas tersebut, TTL juga mengalami penyesuaian karena mengacu pada harga pasar (mempertimbangkan nilai tukar USD, ICP, dan inflasi) 7. Kondisi-kondisi tersebut berimbas pada peningkatan andil inflasi kelompok administered price dari -,78% (qtq) pada triwulan I 215 menjadi,46% (qtq) pada triwulan II 215 (Grafik 2.7). Tekanan dari kelompok inflasi inti (core inflation) mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi inti tercatat mereda dari 1,91% (qtq) pada triwulan I 215 menjadi,39% (qtq) pada triwulan II 215. Dengan kondisi tersebut, andil inflasi kelompok ini turun menjadi,21% (qtq) (Grafik 2.7). Terbatasnya permintaan domestik akibat dari perlambatan ekonomi nasional menjadi sebab meredanya tekanan inflasi pada kelompok core inflation dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei Konsumen (SK) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar mengonfirmasi meredanya tekanan inflasi inti. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan penurunan dari 18, di triwulan I 215 menjadi 12, pada triwulan II 215. Walaupun masih berada pada level optimis, penurunan IKK tersebut mengindikasikan adanya kekhawatiran masyarakat adanya dampak perlambatan ekonomi nasional dan global terhadap perekonomian Sumbar (Grafik 2.8). Sementara itu, hasil SKDU menunjukkan bahwa indeks kapasitas terpakai dunia usaha pada triwulan laporan meningkat terbatas pada kisaran 79 (Grafik 2.9). Hal ini seiring dengan prakiraan para pelaku usaha akan adanya 7 Peraturan Menteri ESDM No 9 Tahun 215 tentang Perubahan atas Permen ESDM No 31 Tahun 214 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. 32

49 peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Lebaran sehingga perlu diantisipasi dengan penambahan produksi. Indeks 14, 12, Indeks 79,2 75,11 71,84 72,63 69,78 7,4 71,4 66,4 83,44 78,85 78,16 77,68 77,43 78,86 69,5 1, 6 59,81 58,13 56,79 8, 6, 4, 2,, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 2.7. Indeks Keyakinan dan Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) Grafik 2.8. Indeks Keyakinan dan Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) 2.5 Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Berdasarkan pola historis inflasi Sumbar, pada triwulan II, laju inflasi cenderung merangkak naik. Dari sisi pasokan, kondisi tersebut tidak terlepas dari mulai terbatasnya pasokan bahan pangan dari sejumlah wilayah akibat tingginya permintaan dari daerah lain. Sementara itu, memasuki bulan Ramadhan 1436 H dan liburan sekolah yang jatuh pada akhir triwulan II 215 turut menambah tekanan inflasi di Sumbar. Meningkatnya permintaan sejumlah komoditas tanpa diiringi dengan ketersediaan pasokan yang mencukupi, mendorong terjadinya kenaikan laju inflasi Sumbar pada triwulan II 215. Berkaca pada kondisi tersebut, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar mengadakan rapat koordinasi high level meeting (HLM) yang diselenggarakan pada 1 Juni 215. HLM tersebut membahas potensi tingginya inflasi terutama pada Bulan Ramadhan. Hasil dari rapat tersebut dituangkan ke dalam Surat Gubernur Provinsi Sumbar no. 572/449/Perek-PK/215 tanggal 8 Juni 215. Poin-poin instruksi dari Gubernur yang ditujukan kepada seluruh bupati dan walikota di wilayah kerja Sumbar antara lain sebagai berikut: 33

50 1. Perlunya menjaga ketersediaan, distribusi, dan pemantauan harga pangan, bila diperlukan melakukan operasi pasar dan pasar murah; 2. Memprioritaskan moda transportasi angkutan yang membawa kebutuhan pokok masyarakat; 3. Perbaikan infrastruktur pada titik-titik jalur distribusi; 4. Pengamanan distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat; 5. Melakukan pengendalian dan pengawasan penggunaan BBM; 6. Menyesuaikan tarif angkutan sesuai batas kewajaran; 7. Menghimbau masyarakat untuk berhemat dalam mengonsumsi barang. Sejumlah langkah nyata telah dilakukan oleh anggota TPID Provinsi Sumbar dalam mengantisipasi potensi risiko tekanan inflasi pada akhir triwulan II 215 berdasarkan instruksi Gubernur Sumbar, antara lain : 1. Kepala daerah, baik Gubernur Sumbar maupun bupati dan walikota terus memantau ketersediaan pasokan dengan safari pasar. Dalam salah satu kesempatan, Gubernur Sumbar, Walikota Padang dan Kepala KPw BI Provinsi Sumbar mengunjungi Pasar Alai dan Plaza Andalas di Kota Padang. Dari hasil pantauan, ketersediaan pasokan bahan pangan strategis terpantau cukup dengan harga yang stabil. 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumbar, Biro Perekonomian Provinsi Sumbar dan Bagian Perekonomian Kota Padang bersama seluruh SKPD terkait lainnya di tingkat kabupaten/kota telah melaksanakan instruksi Gubernur perihal pasar murah. Terdapat sejumlah komoditas bahan pangan yang dijual dengan harga dibawah harga pasar. Hal ini bertujuan untuk menjaga keterjangkauan harga bahan pangan. 3. TPID Provinsi Sumbar bersama TPID Kota Padang meninjau gudang-gudang distributor bahan pokok sebagai bentuk upaya menjaga kelancaran distribusi komoditas strategis. Selain itu, perbaikan infrastruktur distibusi seperti jalan provinsi dan jalan penghubung kabupaten/kota juga telah direalisasikan. 4. Dalam upaya menjangkar ekspektasi positif, TPID Provinsi Sumbar menyebarluaskan himbauan melalui iklan layanan masyarakat yang disiarkan oleh media cetak dan elektronik. Dalam iklan tersebut, TPID Provinsi Sumbar menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mengonsumsi barang dan jasa sesuai kebutuhan agar tidak memicu terjadinya inflasi. 34

51 BOKS 2: Aksi Nyata Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Melalui Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah Inflasi Sumbar yang diwakili oleh Kota Padang dan Kota Bukittinggi, dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir selalu berada di atas laju inflasi Sumatera. Bahkan, pada tahun 214 lalu, Sumbar mencatatkan laju inflasi tertinggi secara nasional sebesar 11,58% (yoy). Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kemampuan daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat Sumbar. Untuk itu, diperlukan sebuah terobosan yang mampu menyelesaikan permasalahan struktural di Sumbar. Tabel Perbandingan Inflasi Sumatera Barat dengan Wilayah Lainnya No. Wilayah Inflasi (%, yoy) NAD 3,43,22 7,31 8,8 2 Sumatera Utara 3,67 3,86 1,18 8,17 3 Sumatera Barat 5,37 4,16 1,87 11,58 4 Riau 5,26 2,78 8,79 8,64 5 Kepulauan Riau 3,68 2,38 8,24 7,59 6 Jambi 2,76 4,22 8,74 8,75 7 Sumatera Selatan 3,78 2,72 7,5 8,48 8 Bengkulu 3,96 4,61 9,94 1,85 9 Lampung 4,24 4,1 7,12 8,9 1 Bangka Belitung 5, 6,57 8,71 9,4 Sumatera 4,4 3,45 8,92 8,62 Nasional 3,79 4,3 8,38 8,36 Sumber: BPS, diolah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumbar berinisiatif menyusun roadmap pengendalian inflasi daerah Sumbar. Roadmap disusun sebagai acuan bagi seluruh anggota TPID dalam menjaga stabilitas harga barang dan jasa di Sumbar melalui sejumlah program strategis. Roadmap pengendalian inflasi daerah dipresentasikan secara langsung dihadapan Gubernur Sumbar dalam rapat koordinasi TPID kab/kota pada 16 Maret 215. Roadmap pengendalian inflasi daerah Sumbar mencakup beberapa aspek program pengendalian inflasi secara terintegrasi dan menyeluruh seperti kelembagaan, konektivitas antar daerah, tata niaga, produksi, SDM, 35

52 teknologi, infrastruktur, dan aturan. Salah satu usulan dari roadmap pengendalian inflasi daerah adalah perencanaan dan penyelesaian infrastruktur perdagangan melalui pembangunan Gedung Pengendalian Inflasi. Makna yang terkandung dari nama tersebut agar memberikan pesan yang jelas kepada masyarakat tentang pentingnya mengelola inflasi agar tetap rendah dan stabil yang sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Pada Rabu 5 Agustus 215, groundbreaking Gedung Pengendalian Inflasi Sumbar telah terlaksana. Gubernur Sumbar langsung memimpin kegiatan groundbreaking dengan didampingi oleh Walikota Padang dan Kepala KPw BI Provinsi Sumbar. Gedung Pengendalian Inflasi Sumbar berfungsi sebagai gudang penyangga dan tempat perdagangan komoditas utama penyumbang inflasi di Sumbar. Mekanisme pengelolaan Gedung Pengendalian Inflasi akan diserahkan kepada Biro Perekonomian Provinsi Sumbar dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumbar dengan dukungan serta integrasi dari SKPD lainnya seperti Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumbar. Gambar 1. Gubernur Sumbar, Walikota Padang, Kepala KPw BI Provinsi Sumbar, dan Kadis Prasjaltarkim saat Groundbreaking Gedung Pengendalian Inflasi Sumbar Gambar 2. Sambutan Gubernur Sumbar pada Kegiatan Groundbreaking Gedung Pengendalian Inflasi Sumbar 36

53 3 BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Sejalan dengan perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan II 215, sejumlah indikator perbankan seperti pertumbuhan DPK dan kredit turut mengalami perlambatan. Meningkatnya konsumsi pada periode Ramadhan, persiapan menghadapi Idul Fitri, serta tahun ajaran baru berdampak pada menurunnya dana pihak ketiga (DPK). Kinerja sektor kredit korporasi khususnya sektor perdagangan sebagai sektor dengan pangsa terbesar cenderung melambat, sementara kredit sektor rumah tangga relatif meningkat didorong peningkatan konsumsi selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Di sisi lain, menurunnya biaya dana berdampak pada meningkatnya pertumbuhan aset bank umum di Sumbar. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat relatif stabil dan berada pada level yang tinggi, yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) pada level 138,8% pada triwulan II 215. Sementara itu, pelemahan kredit yang terjadi tidak diiringi dengan penurunan kualitas penyaluran kredit yang terindikasi dari stabilnya rasio Non Performing Loans (NPL) kredit pada level 3,%. Dari sistem pembayaran, perkembangan transaksi tunai dan non tunai pada triwulan II 215 menurun. Perkembangan transaksi tunai di Sumbar kembali tercatat net Financing to Value, namun lebih rendah dibandingkan triwulan I 215. Begitupula dengan transaksi non tunai melalui kliring yang mengalami penurunan pada triwulan laporan. Berbeda dengan kliring, nilai transaksi non tunai melalui sarana BI RTGS selama triwulan II 215 mencapai Rp41 triliun, tertinggi secara historis. 37

54 3.1 Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Di tengah perlambatan perekonomian dan kinerja kredit perbankan yang melambat, pertumbuhan aset bank umum di Sumbar pada triwulan II 215 relatif membaik. Total aset bank umum pada triwulan II 215 tercatat sebesar Rp52,8 triliun atau tumbuh 13,% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang tumbuh 6,7% (yoy) dengan nilai aset sebesar Rp5,8 triliun (Grafik 3.1). Peningkatan aset bank umum tersebut terjadi di tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Hal ini disebabkan karena mulai menurunnya biaya dana yang dikeluarkan perbankan akibat penurunan suku bunga DPK di tengah suku bunga kredit yang relatif stabil. Suku bunga DPK menurun dari 4,3% pada triwulan I 215 menjadi 4,1% pada triwulan laporan. Sementara itu, suku bunga kredit relatif stabil pada level 12,7% pada periode yang sama (Grafik 3.2). Penurunan biaya dana tersebut akan memengaruhi kinerja laba/rugi yang selanjutnya akan memengaruhi peningkatan aset perbankan. Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 II-15 Aset 47,642 46,788 48,743 48,18 5,815 52, Giro 4,859 6,3 6,154 4,34 6,69 7, Tabungan 12,973 13,328 14,281 15,256 14,47 14, Deposito 9,119 9,827 1,333 1,177 11,164 11, Total DPK 26,951 29,158 3,768 29,737 31,82 33, Modal Kerja 14,556 15,56 15,769 16,13 16,257 16, Investasi 6,849 7,163 7,49 7,634 8,468 8, Konsumsi 17,447 17,752 18,447 19,125 19,515 2, Total Kredit 38,852 4,421 41,264 42,772 44,24 45, Pertanian 3,75 3,725 3,788 3,923 4,339 4, Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 3,238 3,543 3,625 3,767 4,367 5, Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,592 11,297 11,354 11,659 11,958 12, Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa Perush. 1,543 1,238 1,195 1, , Jasa-jasa , , Kredit Rumah Tangga 17,447 17,752 18,447 19,125 19,515 2, LDR (%) NPL (%) *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) 38

55 Triliun Rp % yoy 6 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II % 14. Suku Bunga Tertimbang Kredit Suku Bunga Tertimbang DPK - skala kanan % I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik 3.2. Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Perkembangan DPK Tingginya konsumsi pada periode Ramadhan, persiapan menghadapi Idul Fitri, serta tahun ajaran baru berdampak pada menurunnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II 215. Penghimpunan DPK oleh perbankan hanya tumbuh 13,2% (yoy) atau sebesar Rp33, triliun, melambat dibandingkan triwulan I 215 yang tumbuh 18,1% (yoy). Dilihat dari komponennya, penurunan DPK tersebut bersumber dari melambatnya pertumbuhan giro secara signifikan dari 36,% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 22,9% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.3). Sementara itu, tingginya konsumsi selama bulan Ramadhan berdampak pada masih menurunnya laju pertumbuhan deposito menjadi 13,6% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 22,4% (yoy). Kondisi tersebut juga terlihat pada laju pertumbuhan tabungan relatif rendah dibandingkan pertumbuhan jenis lainnya yaitu sebesar 8,6% (yoy) pada triwulan laporan. Ditinjau dari pangsanya, tingginya pertumbuhan giro meningkatkan pangsa giro terhadap total DPK dari 2,8% menjadi 22,3% pada triwulan laporan. Sementara itu, simpanan dalam bentuk tabungan masih memiliki pangsa terbesar meski sedikit menurun dari 44,1% menjadi 43,9% pada triwulan laporan dengan nominal Rp14,5 triliun (Grafik 3.4). 39

56 %, yoy DPK Tabungan Deposito Giro I II III IV I II III IV I II III IV I II Rp triliun 35 DEPOSITO TABUNGAN GIRO I II III IV I II III IV I II Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Perkembangan Kredit 8 Sejalan dengan perlambatan ekonomi, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan turut melambat pada triwulan II 215. Laju pertumbuhan penyaluran kredit sedikit melambat dari 13,9% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 13,4% (yoy) pada triwulan II 215. Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit tersebut didorong oleh perlambatan pada kredit produktif seperti kredit investasi yang sedikit melambat dari 23,6% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 23,% (yoy) pada triwulan laporan, dan perlambatan kredit modal kerja dari 11,7% (yoy) menjadi 9,% (yoy) (Grafik 3.5). Di tengah perlambatan ekonomi dan depresiasi nilai tukar rupiah, sejumlah pengusaha menahan pengembangan usahanya terutama dalam bentuk investasi. Sementara itu, perlambatan kredit sedikit tertahan akibat pertumbuhan kredit konsumsi yang meningkat dari 11,9% (yoy) menjadi 13,3% (yoy) pada triwulan laporan didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.. Melihat pangsanya, pertumbuhan kredit perbankan Sumbar dipengaruhi oleh pergerakan kredit konsumsi mengingat porsi kredit tersebut yang sangat tinggi mencapai 43,9% dari total kredit, sedangkan total kredit produktif seperti kredit investasi dan kredit modal kerja hanya sekitar 56,1%. Pangsa kredit produktif di Sumbar tersebut relatif kecil dibandingkan dengan mayoritas provinsi di Sumatera yang mencapai lebih dari 7%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumbar masih relatif terbatas. 8 Data kredit berdasarkan lokasi proyek 4

57 %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi % % LDR (sisi kiri) NPL (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 3.5. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.6. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan II 215 relatif stabil dan konsisten berada di level yang tinggi. Kondisi ini terlihat dari tingginya Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah dana yang dihimpun oleh bank. LDR bank umum pada triwulan II 215 relatif stabil berada pada level tinggi mencapai 138,8% (Grafik 3.6). Kondisi ini (LDR di atas 1%) mengindikasikan adanya penggunaan dana dari luar provinsi untuk membiayai penyaluran kredit yang berlokasi di Sumbar. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa dana yang berhasil dihimpun relatif kecil dibandingkan penyaluran kredit oleh perbankan. Seperti halnya LDR, kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sumatera Barat juga terpantau stabil. Kondisi ini tercermin dari stabilnya rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan triwulan II 215 pada level 3,%. Meski level NPL tersebut masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, potensi peningkatan NPL perlu diwaspadai oleh perbankan di tengah pelemahan ekonomi masih terjadi. 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Perlambatan kredit secara umum di Sumatera Barat disebabkan oleh pelemahan pertumbuhan kredit korporasi pada triwulan II 215. Di tengah 41

58 perlambatan ekonomi yang terjadi, kredit korporasi tumbuh melambat dari 15,5% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 13,5% (yoy) pada triwulan laporan dengan total penyaluran kredit menjadi Rp25,7 triliun. Namun demikian, pangsa kredit korporasi sedikit meningkat dari 55,9% menjadi 56,2% dari total kredit yang disalurkan. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari jenis kredit yang disalurkan di Sumatera Barat kepada sektor-sektor produktif. Sebagai sektor penyerap kredit terbesar (sekitar 47%), perlambatan kredit sektor perdagangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit secara keseluruhan di Sumbar. Kredit perdagangan melambat dari 12,9% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 7,7% (yoy) pada triwulan laporan. Meski diprakirakan meningkat saat periode Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, tingkat konsumsi masyarakat belum mampu mendorong pertumbuhan kredit perdagangan lebih tinggi akibat melemahnya daya beli seiring perlambatan ekonomi yang terjadi selama beberapa periode terakhir. Di sisi lain, kredit pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 2% dan 17% dari total kredit korporasi masih tumbuh membaik (Grafik 3.7). Peningkatan aktivitas produksi perusahaan untuk mengantisipasi tingginya konsumsi masyarakat khususnya industri makanan dan minuman menjelang Ramadhan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan dari 34,8% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 44,7% (yoy) pada triwulan II 215. Sementara itu, rencana program jangka menengah pemerintah pusat yang berfokus pada sektor pertanian turut mendorong pertumbuhan kredit sektor pertanian dari 17,1% (yoy) menjadi 17,5% (yoy) pada triwulan laporan. 42

59 8% 47% 8% 17% 2% Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa Lainnya yoy Total Kredit Korporasi g. Pertanian g. Ind Pengolahan g. PHR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 3.7. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Korporasi Di tengah perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit, kualitas kredit korporasi relatif stabil. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit korporasi yang stabil tinggi pada kisaran 4,4% pada triwulan II 215 (Grafik 3.9). Tertahannya perbaikan NPL diakibatkan peningkatan pada NPL sektor perdagangan dari 4,7% menjadi 5,% akibat perlambatan ekonomi dan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit. Selain itu, peningkatan NPL juga terjadi pada sektor pertanian dari 4,4% menjadi 4,7% yang diindikasi karena masih melemahnya harga komoditas ekspor utama seperti kelapa sawit dan karet. Terkait dengan kondisi tersebut dan potensi peningkatan NPL di tengah perlambatan ekonomi, perbankan perlu terus meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. % NPL Kredit Korporasi NPL. Pertanian NPL. Ind Pengolahan NPL. Perdagangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 51% 14% 11% 23% 1% KPR KKB Multiguna Kredit RT Lainnya Kredit Lain-lain Grafik 3.9. Perkembangan NPL Sektor Korporasi Grafik 3.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Rumah Tangga 43

60 3.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Permintaan kredit sektor rumah tangga relatif meningkat sehingga dapat menahan perlambatan kredit keseluruhan pada triwulan II 215. Penyaluran kredit sektor rumah tangga naik dari Rp19,5 triliun pada triwulan I 215 menjadi Rp2,1 triliun pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 13,3% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 215 yang tumbuh 11,9% (yoy) (Grafik 3.11). Pangsa kredit sektor rumah tangga mencapai 43,9% dari total kredit bank umum. Meningkatnya kredit sektor rumah tangga hanya ditopang dari peningkatan kredit lain-lain yang memiliki pangsa penyerap kredit rumah tangga tertinggi sebesar 51% dan tumbuh meningkat dari kontraksi -5,4% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi 8,4% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, kredit multiguna masih tumbuh tinggi sebesar 55,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat selama Ramadhan. Di sisi lain, kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 14% dan 11% dari total kredit konsumsi, kembali mengalami perlambatan. Kinerja KPR bahkan mengalami kontraksi sebesar -8.8% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,% (yoy). Meski peningkatan harga properti relatif membaik, yang terlihat dari Survei Harga Properti dan Residensial (SHPR) oleh Bank Indonesia, keadaan tersebut belum cukup untuk meningkatkan KPR di Sumbar (Grafik 3.12). Sementara itu, pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) terus melambat dengan pertumbuhan sebesar 18,4% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 26,% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan berlanjutnya tren penjualan mobil dan motor yang dimulai sejak triwulan I 215 (Grafik 3.13). Pelemahan penjualan kendaraan bermotor juga terjadi secara nasional seiring dengan melambatnya perekonomian. Selain itu, harga mobil yang cenderung naik akibat pelemahan nilai tukar Rupiah diindikasi turut mendorong penurunan penjualan kendaraan bermotor. Dalam mendorong peningkatan KPR dan KKB, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan makroprudensial dalam bentuk peningkatan rasio Loan to Value (LTV) atau rasio Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor. 44

61 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.17/1/PBI/215 tanggal 18 Juni 215 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang belaku sejak 18 Juni 215. Pelonggaran ketentuan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa sektor kredit properti dan kendaraan bermotor memiliki keterkaitan serta efek yang cukup besar kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Pada gilirannya, dampak lanjutan pelonggaran pemberian kredit ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 12 g.kkb g.kredit lain-lain 4 1 g.multiguna (sisi kanan) g.kredit RT Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga % yoy % yoy 12 TOTAL 25 1 TIPE MENENGAH 2 TIPE BESAR 8 TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Harga Properti Residential (SHPR) di Sumatera Barat Di tengah peningkatan kredit, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga relatif stabil. Kondisi ini tercermin dari rasio NPL yang stabil di level 1,2% pada akhir triwulan II 215 (Grafik 3.14). Peningkatan rasio NPL terjadi pada jenis kredit KPR yang meningkat dari 3,8% menjadi 3,9%. Kondisi peningkatan NPL KPR ini perlu diwaspadai mengingat trendnya yang terus meningkat selama 1 tahun terakhir. Meski demikian, nilai NPL kredit rumah tangga tersebut secara keseluruhan relatif masih rendah dan mengindikasikan minimnya risiko kredit kepada sektor rumah tangga di Sumbar. 45

62 Unit 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II % (yoy) Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat yoy Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna 3.9 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Jumlah Mobil dan Truk di Sumatera Barat Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Ketahanan Sektor UMKM Perlambatan ekonomi Sumbar berdampak besar pada perlambatan kinerja penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan II 215. Kredit UMKM yang disalurkan bank umum pada triwulan II 215 tercatat mencapai Rp14,96 triliun atau tumbuh sebesar 5,4% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,3% (yoy) (Grafik 3.15). Perlambatan kredit UMKM tersebut terutama terjadi pada sektor perdagangan yang melambat dari tumbuh 11,2% (yoy) menjadi tumbuh 6,9% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan sektor perdagangan tersebut signifikan dampaknya pada perlambatan kredit UMKM mengingat dominasi penyaluran kredit UMKM ke sektor tersebut sangat tinggi dengan pangsa sebesar 62%, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 13%, dan industri pengolahan sebesar 8% (Grafik 3.16). Secara umum, kegiatan usaha berskala UMKM menjadi salah satu penopang perekonomian di Sumatera Barat mengingat jumlah UMKM yang besar dan kontribusi kredit yang cukup tinggi mencapai 33% dari total kredit bank umum. 46

63 Triliun Rp Nominal Kredit Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II %,yoy Jasa-jasa 6% Lain-lain 11% PHR 62% Pertanian 13% Industri Pengolahan 8% Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Perlambatan kredit UMKM tersebut diikuti dengan memburuknya kualitas pembiayaan kredit UMKM. Hal ini ditandai dengan peningkatan NPL kredit UMKM dari 6,% pada triwulan I 215 menjadi 6,2% pada triwulan II 215 (Grafik 3.17). Rasio NPL tersebut melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5% sehingga perlu menjadi perhatian perbankan daerah agar meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Terlebih lagi potensi risiko meningkatnya NPL kredit UMKM ke depan diperkirakan cukup besar akibat masih trend pelemahan harga komoditas pertanian seperti kelapa sawit dan karet serta masih tingginya tingkat suku bunga rata-rata kredit UMKM sebesar 14,7% pada triwulan laporan. Sektor UMKM menjadi sektor yang sangat berdampak akibat tingginya tingkat suku bunga kredit perbankan. %,yoy Pertumbuhan Kredit (% yoy) NPL - skala kanan 5.4 I II III IV I II III IV I II III IV I II % Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM 47

64 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Indikator Perbankan Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 I-15 Aset 4,96 4,72 4,171 3,968 4,33 4, DPK 2,314 2,49 2,521 2,382 2,332 2, Giro Tabungan 939 1,126 1,186 1,222 1,197 1, Deposito 1,24 1,188 1,168 1,1 1,15 1, Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan 3,688 3,758 3,684 3,679 3,587 3, Modal Kerja 1,25 1,64 1,65 1, Investasi Konsumsi 2,39-2,285-2,212-2,178-2,16-2, Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi 3,688 3,758 3,684 3,679 3,587 3, Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Sosial Sektor Rumah Tangga 2,39 2,285 2,212 2,178 2,16 2, Financing-to-Deposit Ratio (FDR) Non-Performing Financing (NPF) Dampak perlambatan ekonomi sangat terasa pada perlambatan kinerja perbankan syariah di Sumbar hingga triwulan II 215. Hampir seluruh indikator perbankan syariah mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan laporan. Pertumbuhan aset bank umum syariah pada triwulan II 215 kembali mengalami kontraksi sebesar -1,2% (yoy) dengan nilai aset sebesar Rp4,3 triliun, melanjutkan kontraksi pada triwulan I 215 sebesar-1,5% (yoy) (Tabel 3.2). Berlanjutnya koreksi pertumbuhan aset bank umum syariah sejalan dengan terus terkoreksinya pertumbuhan penyaluran pembiayaan (Grafik 3.18). Penghimpunan DPK pun turut mengalami kontraksi sebesar -3,9% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih dapat tumbuh,7% (yoy). Lambatnya pertumbuhan DPK perbankan syariah ditengarai akibat peningkatan suku bunga DPK bank umum konvensional. Penurunan DPK tersebut terjadi pada semua jenis simpanan, terutama deposito dan giro yang tumbuh negatif (Grafik 3.2). Persaingan imbal hasil dari suku bunga DPK bank umum konvensional dan sistem bagi hasil pada bank umum syariah masih menjadi pertimbangan masyarakat dalam menyimpan dananya. 48

65 Kontraksi pembiayaan perbankan syariah masih berlanjut. Pembiayaan perbankan syariah pada triwulan II 215 mengalami kontraksi sebesar -3,6% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan I 215 sebesar -2,7% (yoy) (Grafik 3.2). Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya pertumbuhan pembiayaan bersumber dari pembiayaan konsumsi dan modal kerja, yang masing-masing terkontraksi sebesar -7,6% (yoy) dan -5,4% (yoy) pada triwulan II 215. Secara sektoral, perlambatan pembiayaan terutama dari pembiayaan sektor rumah tangga yang terkontraksi sebesar -5,4% (yoy). Kontraksi pembiayaan sektor rumah tangga tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan bank syariah mengingat pangsanya yang sangat besar mencapai 59,7%. Perlambatan pembiayaan juga terjadi pada sektor-sektor korporasi utama. Seperti halnya pada bank umum konvensional, sektor perdagangan sebagai sektor korporasi terbesar dalam pembiayaan syariah, mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan dari 38,5% (yoy) pada triwulan I 215 menjadi hanya tumbuh sebesar 5,9% (yoy) pada triwulan laporan. Selain itu, perlambatan juga terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh 32,3% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 7,4% (yoy). Di sisi lain, penyaluran pembiayaan perbankan syariah terhadap sektor produktif seperti industri pengolahan di Sumbar terus meningkat. %, yoy Aset 7 DPK 6 Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah %, yoy 8 DPK Giro 6 Tabungan Deposito 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan Pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah Kegiatan intermediasi perbankan syariah di Sumatera Barat konsisten berada pada level tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II 215 sebesar 151,3%, sedikit menurun 49

66 dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai 153,8% (Grafik 3.21). Penurunan FDR dikarenakan perlambatan pertumbuhan pembiayaan yang lebih dalam dibandingkan perlambatan pertumbuhan DPK. Namun, nilai FDR yang berada jauh di atas 1% tersebut mengindikasikan adanya penggunaan dana dari luar provinsi atau dana dari kantor pusat bank syariah sebagai salah satu sumber dana pembiayaan untuk proyek yang berlokasi di Sumbar. Hal ini juga menunjukkan bahwa penghimpunan dana bank Syariah masih sangat terbatas dibandingkan penyaluran pembiayaannya. Sementara itu, pelemahan kinerja perbankan syariah juga terjadi pada pengelolaan kualitas pembiayaan perbankan syariah yang sedikit melemah. Hal ini terlihat dari rasio Non Performing Financing (NPF) yang meningkat dari 3,8% pada triwulan I 215 menjadi 3,9% pada triwulan II 215. Perbankan syariah di Sumbar perlu terus meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan mengingat nilai NPF tersebut meningkat cukup tinggi selama 1 tahun terakhir, dibandingkan tahun sebelumnya dengan nilai NPF hanya mencapai 1,9%. %, yoy Pembiayaan Investasi Modal Kerja Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 3.2. Perkembangan Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah % FDR NPF (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan FDR dan NPF Bank Umum Syariah 3.4 Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Aliran uang kartal di Sumbar selama triwulan II 215 mengalami net Financing to Value sebesar Rp764 miliar atau turun sebesar 7% dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai Rp2,5 triliun. Penurunan nilai 5

67 net Financing to Value ini disebabkan karena jumlah uang masuk (Financing to Value ) dari perbankan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar menurun disertai dengan peningkatan secara signifikan jumlah uang yang ditarik (outflow) selama triwulan laporan. Aliran uang masuk (Financing to Value) tercatat sebesar Rp2,7 triliun atau turun sebesar 23,8% dibandingkan triwulan I 215 yang mencapai Rp3,6 triliun. Sementara itu, nilai uang keluar (outflow) pada triwulan laporan sebesar Rp1,9 triliun atau meningkat 86,4% dibandingkan triwulan I 215 yang tercatat Rp1,6 triliun (Grafik 3.22). Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Financing to Value ) dan Keluar (Outflow) Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Peningkatan jumlah uang yang ditarik (outflow) ini dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan uang kartal di masyarakat, antara lain peningkatan kebutuhan menjelang musim liburan dan peningkatan konsumsi menjelang bulan puasa Perkembangan Uang Tidak Layak Edar dan Uang Palsu Jumlah pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di triwulan II 215 menurun sebesar 33% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut cenderung dipengaruhi oleh penurunan jumlah aliran uang masuk (Financing to Value ). Bank Indonesia melalui kebijakan Clean Money Policy selalu berupaya menjaga kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat. Dalam pelaksanaannya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar secara rutin melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Selama triwulan II 215, nilai UTLE yang dimusnahkan mencapai Rp1, triliun atau menurun 33% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya Rp1,6 triliun. Penurunan juga terlihat pada rasio pemusnahan UTLE terhadap aliran 51

68 uang masuk. Pada periode triwulan laporan, rasio pemusnahan UTLE mencapai 38,7% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 44,2% (Grafik 3.23). Selain melakukan pemusnahan UTLE yang bersumber dari setoran perbankan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat juga melakukan berbagai upaya untuk menekan jumlah UTLE melalui kegiatan kas keliling, edukasi kepada masyarakat dan menggiatkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar Penemuan uang palsu selama triwulan II 215 sedikit mereda. Jumlah uang palsu di Sumatera Barat pada triwulan laporan tercatat sebanyak 114 lembar. Jumlah uang palsu pada triwulan laporan menurun 41% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang berjumlah 194 lembar dan menurun 14% (yoy) dari tahun sebelumnya pada periode yang sama yang berjumlah 132 lembar (Grafik 3.24). Temuan uang palsu di Sumatera Barat berasal dari klarifikasi perbankan, penukaran yang dilakukan oleh masyarakat di KPw BI Prov. Sumbar dan hasil sortiran pengolahan uang KPw BI Prov. Sumbar. Jenis pecahan uang palsu yang ditemukan umumnya merupakan pecahan besar seperti Rp1. dan Rp5. dengan komposisi masing-masing 65% dan 31%. Sementara itu, uang palsu dengan jenis pecahan kecil relatif sangat sedikit jumlahnya. Sebagai upaya dalam rangka meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap peredaran uang palsu di Sumbar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar secara intensif melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat. 52

69 3.4.2 Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Nilai transaksi BI-RTGS Sumatera Barat selama periode triwulan II 215 mencapai Rp41 triliun, tertinggi secara historis. Pertumbuhan nilai BI-RTGS terjadi baik nominal maupun volume. Secara nominal, transaksi BI-RTGS pada periode triwulan laporan tumbuh 13% (qtq) dibanding periode triwulan sebelumnya (Rp36 triliun) yang hanya tumbuh 12% (qtq). Kenaikan nominal BI- RTGS ini merupakan implikasi dari implementasi SKNBI Generasi II yang dijelaskan pada subbab berikut. Kenaikan nominal BI-RTGS diikuti dengan kenaikan volume transaksi menjadi 21.8 transaksi pada triwulan laporan atau naik sebesar,53% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai transaksi Transaksi Kliring Transaksi kliring debet Sumatera Barat selama periode triwulan II 215 mengalami penurunan sebesar 34% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring debet Sumatera Barat pada triwulan laporan hanya mencapai nilai Rp2,6 triliun, paling kecil selama historis. Dilihat dari sisi volume transaksi, transaksi kliring debet pada periode triwulan II 215 mencapai lembar atau menurun 28% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai lembar (Grafik 3.26). Penurunan nilai transaksi dan volume kliring debet pada triwulan II 215 disebabkan oleh penurunan transaksi yang signifikan pada bulan Juni 215. Penurunan ini dipengaruhi oleh peralihan sistem kliring dari SKNBI menjadi SKNBI Generasi II yang dimulai pada tanggal 5 Juni 215. Tahap awal implementasi SKNBI Generasi II merupakan masa adaptasi bagi perbankan untuk melakukan penyempurnaan terhadap jaringan internal antara kantor cabang bank dengan kantor pusat bank. Dengan demikian, transaksi kliring pada bulan Juni 215 sebagian besar dialihkan ke BI-RTGS. Hal ini sejalan dengan meningkatnya nominal transaksi BI-RTGS pada triwulan II 215 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 53

70 Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar 54

71 BOKS 3: Antisipasi Kebutuhan Uang Kartal Menjelang Lebaran Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1436 H/215, Bank Indonesia telah mengantisipasi kebutuhan transaksi masyarakat khususnya terkait kebutuhan uang. Berdasarkan pengamatan melalui siklus tahunan, data yang ada menunjukkan bahwa selama periode bulan Ramadhan dan Idul Fitri umumnya mengalami peningkatan kebutuhan uang tunai di masyarakat. Realisasi kebutuhan uang kartal selama Ramadhan dan Idul Fitri 214 yang lalu sebesar Rp2,7 triliun, jauh lebih tinggi daripada rata-rata kebutuhan uang diluar Ramadhan sebesar Rp583 milliar per bulan. Kebutuhan dan Persediaan Uang Tunai Pada Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1436 H/215 KPw BI Provinsi Sumbar memproyeksikan kebutuhan uang (outflow) pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1436 H/215 sebesar ± Rp4,2 triliun atau meningkat sebesar 56% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat Sumatera Barat pada saat lebaran antara lain mudik leba Selain itu, peningkatan kebutuhan uang kartal disebabkan oleh implementasi kebijakan penukaran uang melalui perbankan umum dan BPR di seluruh wilayah Sumatera Barat. Dari proyeksi kebutuhan uang sebesar Rp4,2 triliun tersebut didominasi oleh Uang Pecahan Besar (UPB) yaitu pecahan Rp1.,-, Rp5.,-, Rp2.,- sebesar Rp3,98 triliun atau 94% dari total proyeksi, sedangkan Uang Pecahan Kecil (UPK) yaitu pecahan Rp1.,- ke bawah sebesar Rp261,9 milliar atau 6% dari total proyeksi. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, KPw BI Provinsi Sumbar telah menyiapkan persediaan uang kartal sebesar ± Rp5,45 triliun. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan uang masyarakat baik dari jumlah nominal maupun pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat. 55

72 Strategi Layanan Pemenuhan Kebutuhan Uang Tunai Masyarakat Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang tunai, KPw BI Provinsi Sumbar membentuk Posko Lebaran guna memastikan kelancaran proses layanan kas baik penarikan uang oleh Perbankan dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasabah maupun kebutuhan untuk kegiatan penukaran uang kepada masyarakat. Posko tersebut akan berfungsi pula sebagai analisis data sekaligus monitoring terhadap pelaksanaan layanan kas selama bulan Ramadhan dan Idhul Fitri 215. Adapun bentuk layanan kas selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1436 H/215 oleh KPw BI Provinsi Sumbar telah dikelompokkan sebagai berikut : A. Layanan penarikan uang oleh Bank Umum pada Loket KPw BI Provinsi Sumbar yang telah dimulai lebih awal yaitu sejak tanggal 1 Juni 215 agar perbankan dapat lebih awal menyiapkan modal penukaran UPK kepada masyarakat. B. Layanan penukaran uang 1. Layanan penukaran masyarakat oleh bank-bank umum Berbeda dengan layanan pada tahun 214, kali ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar telah bekerjasama dengan seluruh bank-bank umum di wilayah kerja KPw BI Provinsi Sumbar sejak 4 Februari 215, dimana seluruh perbankan umum akan melayani penukaran uang bagi masyarakat yang membutuhkan. Selama bulan Ramadhan, layanan penukaran di perbankan umum dilakukan setiap hari mulai pukul 9. sd. 12. WIB, kecuali hari Jumat dimulai pukul 9. sd. 11. WIB. Hal demikian dilakukan guna memudahkan akses masyarakat terhadap layanan penukaran sampai ke daerah-daerah di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat, sementara itu Bank Indonesia akan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan uang kartal sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat. 56

73 2. Layanan penukaran untuk instansi/perusahaan Layanan ini diperuntukkan bagi instansi/kantor pemerintah/perusahaan pada setiap hari Selasa dan Kamis di Loket penukaran KPw BI Provinsi Sumbar dari pukul 9. s.d 12. WIB. Surat Permintaan penukaran yang berisi rincian kebutuhan uang akan dikirim melalui faksimili pada H-1 kepada Bank Indonesia. 3. Layanan penukaran untuk bank perkreditan rakyat (BPR) Layanan ditujukan untuk membantu permintaan penukaran uang oleh BPR. Data kebutuhan penukaran BPR telah dikoordinasikan melalui Perbarindo Provinsi Sumatera Barat. Jadual layanan penukaran BPR direncanakan pada minggu ketiga dan keempat bulan Ramadhan pada setiap hari Selasa dan Kamis di loket penukaran KPw BI Provinsi Sumbar mulai pukul 9. WIB s.d 12. WIB. Permintaan penukaran yang berisi rincian kebutuhan uang akan dikirim melalui faksimili pada H-1 kepada Bank Indonesia. 4. Layanan kas keliling KPw BI Provinsi Sumbar tetap melayani penukaran uang melalui kas keliling yaitu Kas Keliling Dalam Kota sebanyak 1 (sepuluh) kali dan Luar Kota sebanyak 4 (empat) kali. (Jadual terlampir) 5. Layanan penukaran bersama perbankan Khusus untuk kota di luar kota Padang yaitu : Payakumbuh, Bukittinggi dan Solok, KPw BI Provinsi Sumbar juga melayani penukaran uang bersama perbankan setempat untuk semakin memperluas layanan penukaran uang bagi masyarakat di wilayah Sumatera Barat. 57

74 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 58

75 4 BAB IV KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan daerah Provinsi Sumbar mengalami peningkatan pada triwulan II 215. Meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan hasil kekayaan yang disahkan menjadi sumber utama peningkatan penerimaan daerah. Sejalan dengan penerimaan, penyerapan belanja daerah Sumbar mulai mengalami peningkatan pada triwulan II sesuai dengan pola historisnya. Mulai dilaksanakannya sejumlah pengadaan barang dan proyek infrastruktur menjadi faktor utama meningkatnya realisasi belanja. Dibandingkan dengan tahun 214, akumulasi dari realisasi dan kualitas penerimaan pemda Provinsi Sumbar hingga triwulan II 215 mengalami peningkatan. Dari sisi penerimaan, kemampuan daerah untuk memperoleh penerimaan dari kemampuannya sendiri meningkat. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya porsi PAD dalam komponen pendapatan. Sementara itu, dari sisi pengeluaran, akumulasi penyerapan belanja daerah hingga triwulan II 215 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perubahan nomenklatur dari kementerian/lembaga dan adanya perbedaan pemahaman terkait proses perencanaan dan penganggaran terindikasi menjadi penyebab perlambatan belanja daerah. 59

76 4.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Realisasi dividen BUMD yang diterima pada triwulan II 215 mendorong peningkatan pendapatan daerah Sumbar pada triwulan laporan. Pendapatan daerah yang diterima pada triwulan II 215 mencapai Rp1.34,6 miliar atau 26,2% dari target APBD, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1.19,9 miliar atau sebesar 25,6% dari target (Grafik 4.1). Sumber utama peningkatan tersebut berasal dari peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), terutama dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (Grafik 4.2). Kenaikan pos penerimaan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan sejalan dengan penerimaan dividen BUMD yang baru terealisasi pada triwulan II % 3% 25% 2% 15% 3.1% 28.5% 27.5% 25.8% 26.2% 23.8% 23.6% 21.% 26.8% 25.3% 25.4% 24.1% 23.8% 22.5% 12.% 1.% 8.% 6.% 12% 1% 8% 6% Pajak Retribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan PAD Lainnya Pendapatan Asli Daerah 1% 5% 4.% 2.% 4% 2% 21.6% 27.7% % I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan.% % I 215 II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD Secara kumulatif, realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Sumbar terhadap targetnya hingga triwulan II 215 mencatat perbaikan dibandingkan periode sama tahun 214. Pendapatan APBD Provinsi Sumbar hingga triwulan II 215 mencapai Rp2.54,7 miliar atau 52,% dari target APBD, meningkat dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp1.797,1 miliar atau 51,1% dari target APBD. Dilihat dari komponennya, meningkatnya realisasi pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan transfer dana perimbangan dari Pemerintah Pusat menjadi sumber utama percepatan pendapatan daerah (Grafik 4.3 dan 4.4). Sementara itu, realisasi dari lain-lain pendapatan daerah yang sah terhadap target APBD relatif stabil dibandingkan tahun lalu meski secara nominal mengalami peningkatan. Grafik 4.2. Perkembangan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD pada Triwulan II 6

77 % Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah PAD Lainnya % Dana Perimbangan DBH Pajak/Bukan Pajak DBH SDA DAU DAK 55. Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.3 Pencapaian Pendapatan Asli Daerah dan Komponennya Hingga Triwulan II terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.4. Pencapaian Dana Perimbangan dan Komponennya Hingga Triwulan II terhadap Target APBD Kebijakan dari Pemda Sumbar untuk meningkatkan ketahanan fiskal berdampak pada peningkatan kemampuan PAD. Realisasi PAD hingga triwulan II 215 tercatat sebesar Rp865,2 miliar atau 49,3% dari target APBD, lebih tinggi dibandingkan akumulasi penerimaan tahun lalu sebesar Rp77,5 miliar atau 49,1% dari target APBD. Selain pajak dan retribusi daerah yang menjadi penopang utama PAD, meningkatnya pos penerimaan dari PAD lain-lain turut mendorong kenaikan PAD. Hingga triwulan II 215, PAD lain-lain mencapai Rp143,7 miliar atau 52,% dari target APBD, naik dibandingkan periode sama tahun 214 yang mencapai Rp87,7 miliar atau 45,2% dari target APBD. Meningkatnya imbal hasil atas dana simpanan pemda di perbankan terindikasi menjadi faktor utama kenaikan PAD lain-lain. Mulai diberikannya dana bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) pada tahun 215, serta meningkatnya penyaluran dana alokasi khusus (DAK) mendorong kenaikan dana transfer. Realisasi dana perimbangan dari Pemerintah Pusat hingga triwulan II 215 mencapai Rp813,6 miliar atau 56,4% dari target APBD, meningkat dibandingkan pencapaian periode sama tahun 214 sebesar Rp744,1 miliar atau 54,7% dari target APBD. Hingga triwulan II 215, transfer DAK mencapai Rp34,5 miliar atau lebih dari dua kalinya penerimaan tahun lalu yang hanya mencapai Rp16,2 miliar. Sebagian besar transfer DAK tersebut dialokasikan untuk bidang infrastruktur, pertanian, dan kesehatan. 61

78 Berdasarkan porsi pos pendapatan APBD, struktur realisasi penerimaan daerah Sumbar hingga triwulan II 215 relatif sama dengan tahun lalu. Porsi PAD menempati posisi terbesar dalam penerimaan daerah Sumbar yang mencapai 42,1%, diikuti oleh dana perimbangan sebesar 39,6%, dan sumber penerimaan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 18,3%. Semakin besarnya kontribusi PAD terhadap pendapatan APBD mengindikasikan bahwa kualitas kemandirian daerah semakin baik karena kemampuan keuangan daerah untuk membiayai belanjanya semakin besar. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 16.3% 15.7% 18.3% 42.3% 41.4% 39.6% 41.4% 42.9% 42.1% Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.5. Porsi Komponen dari Pendapatan Daerah 4.2 Belanja Pemerintah Daerah Sesuai pola historisnya, realisasi belanja Sumbar mulai meningkat pada triwulan II 215 seiring dengan penyelesaian sejumlah proses pengadaan barang dan lelang proyek. Penyaluran belanja daerah pada triwulan II 215 mencapai Rp681,4 miliar atau 16,8% dari target APBD, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp491,6 miliar atau 12,1% dari target APBD (Grafik 4.6). Meningkatnya realisasi belanja daerah pada triwulan laporan berasal dari peningkatan belanja modal dan barang sejalan dengan mulai dilaksanakannya sejumlah proyek infrastruktur pemerintah (Grafik 4.7). 62

79 5% 4% 3% 2% 1% 12.1% 1.1% 1.% 1.5% 22.% 21.9% 2.2% 16.8% 2.9% 23.1% 24.6% 42.1% 38.3% 38.3% 12% 1% 8% 6% 4% 2% 25% 2% 15% 1% 5% 12.1% 16.8% % I II III IV 215 Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan % % I 215 Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil II Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.6. Perkembangan Belanja Daerah Terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.7. Perkembangan Komponen Belanja Daerah Reorganisasi dan perubahan nomenklatur beberapa kementerian/lembaga menyebabkan penyerapan belanja kumulatif hingga triwulan II 215 melambat. Realisasi belanja daerah hingga triwulan II 215 mencapai Rp1.172,9 miliar atau 29,% dari target APBD, turun dibandingkan tahun 214 mencapai Rp1.185,6 miliar atau 32,9% dari target APBD. Perlambatan penyerapan belanja daerah berasal dari menurunnya realisasi belanja modal. Hingga triwulan II 215, penyerapan belanja modal mencapai Rp155,7 miliar atau sebesar 22,1% dari target, turun signifikan dibandingkan periode sama tahun 214 yang mencapai Rp256,4 miliar atau 32,1%(Grafik 4.8). Melambatnya belanja Sumbar terindikasi disebabkan oleh perubahan nomenklatur dari kementerian/lembaga pada awal pemerintahan baru, ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD, perbedaan perspektif antara legislatif dan ekskutif terkait pengalokasian belanja, serta perbedaan pemahaman pembagian kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Berbagai kebijakan dilakukan pemda Provinsi Sumbar untuk meningkatkan ketahanan fiskal dan mendorong penyerapan belanja daerah. Dalam rangka mempercepat realisasi belanja, pemda melakukan penetapan prioritas belanja sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kontrak bersama antara Gubernur dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk merealisasikan anggaran belanja minimal 63

80 9% pada akhir tahun, serta melakukan monitoring penyerapan belanja setiap bulan yang dilakukan oleh Bappeda dan Biro Perekonomian Sumbar. 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 7.8% 3.2% 7.8% 25.5% 22.8% 14.7% 15.5% 2.4% 15.3% 56.9% 48.% 45.8% I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 1% 8% 6% 4% 2% % 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 27.2% 24.4% 29.2% 19.6% 21.6% 13.3% 21.9% 23.9% 24.2% 5.6% 6.8% 1.9% 25.6% 23.3% 22.4% Belanja Pegawai Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Tidak Terduga Belanja Bantuan Keuangan Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Sosial Belanja Hibah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.8. Perkembangan Belanja Modal Terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.9. Porsi Realisasi Komponen dari Belanja Daerah Hingga Triwulan II 64

81 5 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Di tengah penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran menurun. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumbar masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Di sisi lain, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat mengalami perbaikan di tahun 214. Menurunnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan menjadi bukti adanya peningkatan kesejahteraan. Perbaikan kesejahteraan tersebut terjadi baik di masyarakat perkotaan maupun perdesaan. Selain berkurangnya penduduk miskin, kesejahteraan penduduk miskin pun mengalami perbaikan terlihat dari meningkatnya daya beli penduduk miskin dan menurunnya ketimpangan di antara penduduk miskin. Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Barat pada triwulan II 215 mengalami penurunan. Pada bulan Juni 215, NTP Sumbar tercatat sebesar 97,54 lebih rendah dari posisi Maret 215 sebesar 98,97. Subsektor perikanan tercatat memiliki NTP tertinggi 17,4, sementara NTP subsektor tanaman pangan tercatat paling rendah (92,94). Di Sumatera, NTP petani Sumatera Barat berada di urutan kelima setelah Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Kepulauan Riau dan Sumatera Utara. Ke depan, berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan mengefisienkan indeks yang dibayar petani. 65

82 5.1 Ketenagakerjaan Daerah Tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami penurunan. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumbar menurun dari 7,6% pada Februari 214 menjadi 68,7% pada Februari 215 (Grafik 5.2). Minimnya lapangan kerja mengurangi insentif masyarakat untuk masuk ke dalam angkatan kerja. Sementara itu, rasio pekerja tidak penuh, yaitu pekerja paruh waktu dan setengah pengangguran, meningkat dari 33,6% pada Februari 214 menjadi 37,4% pada Februari 215 seiring dengan bertambahnya pekerja setengah pengangguran (Grafik 5.3). Melambatnya aktivitas perekonomian terindikasi berdampak pada menurunnya kapasitas utilisasi perusahaan dan jam kerja pekerja. Pekerja yang bekerja di atas 35 jam kerja per minggu menurun sebesar 95.9 orang dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Sementara pekerja yang bekerja selama jam kerja per minggu mengalami kenaikan terbesar mencapai 32.1 orang, diikuti oleh pekerja dengan jam kerja per minggu yang naik 25.1 orang dan 8 14 jam kerja per minggu yang naik 21.3 orang. juta orang % 3,5 7,4 Bekerja Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 7,2 3, 7, 2,5 6,8 2, 6,6 6,4 1,5 2,3 6,2 1, 6, 6, 5,8,5 5,6,,1 5,4 Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah % 72, 7, 68, 66, 64, 62, 6, 58, % 7,4 7,2 7, 68,7 6,8 6,6 6,4 6,2 6, 6, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 5,8 Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 5,6 5,4 Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah Grafik 5.1. Angkatan Kerja di Sumatera Barat Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Barat Masyarakat juga melihat kondisi ketenagakerjaan mengalami pelemahan pada triwulan I dan II 215. Pesimisme masyarakat terhadap lapangan usaha terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen yang diselanggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan hasil Survei Konsumen, indeks ketersediaan lapangan kerja menurun dari 96,5 pada triwulan IV 214 menjadi 73, pada triwulan I 215 dan 64,5 pada triwulan II 215. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha di Sumbar memburuk dibandingkan dengan tahun lalu. 66

83 ribu orang % 1.2 Setengah Pengangguran 6 1. Pekerja Paruh Waktu Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja-sisi kanan ,4 317, ,8 2 1 Transportasi 4,3% Lainnya 4,1% Jasa 16,3% Pertanian 39,% Konstruksi Industri 5,3% Pengolahan 7,6% Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah Perdagangan 23,3% Sumber: BPS, diolah, periode Februari 215 Grafik 5.3. Pekerja Tidak Penuh di Sumatera Barat Grafik 5.4. Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha Di tengah penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran menurun. Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan cukup signifikan dari 6,32% pada Februari 214 menjadi 5,99% pada Februari 215 (Grafik 5.1). Secara jumlah, penduduk yang menganggur tercatat berkurang sebesar 9.5 orang dibandingkan periode yang sama tahun 214 menjadi orang. Namun penurunan tersebut diindikasi bukan karena membaiknya lapangan kerja namun karena menurunnya angkatan kerja. Kondisi ini tercermin dari turut menurunnya jumlah pekerja sekitar 12.4 orang dibandingkan periode yang sama tahun 214. Diploma 4,1% Universitas SMK 9,2% 1,4% SMA 16,5% Sumber: BPS, diolah, periode Februari 215 SMP 18,9% SD ke bawah 4,9% Indeks 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Penghasilan Konsumen Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 5.5. Pekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Grafik 5.6. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Penghasilan Konsumen Penyerapan tenaga kerja di Sumbar masih didominasi sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor pertanian menyerap 99.6 pekerja atau sebesar 39,% dari total penduduk yang bekerja (Grafik 5.4). Namun pangsa penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian menyusut dari periode yang 67

84 sama tahun sebelumnya sebesar 41,7%. Kondisi ini diindikasi terjadi karena menurunnya insentif bekerja di sektor pertanian seiring dengan rendahnya harga komoditas ekspor perkebunan. Para pekerja tersebut diyakini sebagian besar beralih ke sektor perdagangan terlihat dari porsi tenaga kerja yang meningkat dari 19,6% pada Februari 214 menjadi 23,3% pada Februari 215. Peningkatan jumlah tenaga kerja, meski terbatas, juga terlihat pada sektor industri dan konstruksi. Status pekerjaan di Sumbar sebagian besar bersifat informal. Dari tujuh kategori status pekerjaan, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan penggolongan ini, maka pangsa pekerja formal di Sumbar hanya mencapai 36,9% pada Februari 215. Namun angka ini menunjukkan peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35,8%, yang bersumber dari kenaikan jumlah buruh/karyawan mencapai 23.9 orang. Di sisi lain, jumlah pekerja yang berusaha sendiri mengalami penurunan signifikan mencapai 9.4 orang. Total 5,99 Universitas 11,4 Diploma 8,87 SMK 11,75 SMA 8,34 SMP 4,45 SD ke bawah 2, Sumber: BPS, diolah, periode Februari 215 % Grafik 5.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja di Sumbar masih rendah. Jumlah tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah masih mendominasi pasar tenaga kerja Sumbar dengan pangsa sebesar 4,9%. Sementara itu, tenaga kerja dengan level pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai 13,3% dari total tenaga kerja, relatif kecil jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya (Grafik 5.5). Komposisi tingkat pendidikan 68

85 tenaga kerja tersebut relatif tidak berubah dari tahun ke tahun. Permasalahan struktural ini perlu diatasi mengingat implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang semakin dekat. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, tenaga kerja Sumbar dikhawatirkan kurang mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Namun demikian, kualitas penduduk yang bekerja mulai membaik tercermin dari menurunnya pekerja yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah). Selama setahun terakhir, pekerja berpendidikan rendah mencatat penurunan sebesar 1. orang. Sementara itu, pekerja lulusan SMA dan diploma mengalami kenaikan masing-masing sebesar 6.9 orang. Masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Tingkat pengangguran tenaga kerja berpendidikan universitas dan diploma masing-masing mencapai 11,4% dan 8,9%, meningkat dari periode sama tahun lalu sebesar 6,4% dan 3,8% (Grafik 5.7). Tingkat pengangguran terendah justru berada di kelompok tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah. Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencapai 11,8%. Masih tingginya pengangguran terdidik mengindikasikan bahwa peningkatan angkatan kerja lulusan universitas tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja formal. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kegiatan usaha informal di sektor pertanian serta sektor perdagangan besar dan eceran sebagai lapangan usaha utama di Sumbar. Selain itu, tingginya pengangguran pada kelompok tenaga kerja berpendidikan SMK diindikasi akibat minimnya industri pengolahan yang dapat menyerap tenaga kerja dengan pendidikan vokasi dan politeknik. 5.2 Kesejahteraan Daerah Kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat mengalami perbaikan di tahun 214. Kondisi ini tercermin dari sejumlah indikator yaitu menurunnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat mengalami penurunan dari jiwa pada September 213 menjadi jiwa pada September 214. Dengan kondisi tersebut, persentase penduduk miskin pun mengalami penurunan dari 7,6% menjadi 6,9% (Grafik 5.8). 69

86 Perbaikan kesejahteraan terjadi baik di masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Selama setahun terakhir, jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan menurun masing-masing sebanyak 17.5 jiwa dan 11.9 jiwa. Adapun mayoritas penduduk miskin berdomisili di daerah pedesaan dengan hanya sekitar 3,6% penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan (Grafik 5.8). ribu jiwa % 5 12 Sumber: BPS, diolah Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Jumlah Penduduk Miskin Kota Jumlah Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Kota-rhs Penduduk Miskin Desa-rhs Total Penduduk Miskin-rhs Grafik 5.8. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat ribu Rp/kapita/bulan 5 45 Kota Desa Kota+Desa 4 g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik 5.9. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat % (yoy) , (1) Pertumbuhan garis kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan menurun (Grafik 5.9). Pertumbuhan garis kemiskinan yang menurun terutama terjadi untuk pengeluaran komoditas makanan (Grafik 5.1). Pengendalian harga komoditas makanan yang memiliki bobot konsumsi besar bagi masyarakat Sumatera Barat menjadi salah satu langkah penting dalam mengurangi garis kemiskinan. ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 4 2 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan ,3 279, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 14 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan , , Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik 5.1. Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan 7

87 Perbaikan kesejahteraan juga terjadi pada penduduk miskin. Hal ini terlihat dari membaiknya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), yang bertujuan untuk mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap garis kemiskinan, terus mengalami penurunan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan sejak September 213 (Grafik 5.12). Penurunan indeks tersebut mengindikasikan adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan. Dengan kata lain, kondisi ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin semakin dekat dengan garis kemiskinan atau kemampuan daya beli penduduk miskin semakin meningkat. Selain itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin, juga menurun baik di daerah perkotaan maupun perdesaan (Grafik 5.13). Indeks 1,6 1,2 Indeks,4,3,8,4,75 Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa,2,1 Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota,15 Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan 5.3 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumbar Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami penurunan. Pada bulan Juni 215, NTP Sumbar tercatat sebesar 97,54 lebih rendah dari posisi Maret 215 sebesar 98,97. Berdasarkan data NTP Sumbar menurut subsektor pada bulan Juni 215, subsektor perikanan tercatat memiliki NTP tertinggi 17,4 diikuti subsektor peternakan 13,27 dan hortikultura 97,94. Sementara NTP subsektor tanaman pangan (padi, jagung dan lain-lain) secara relatif tercatat paling rendah dibandingkan subsektor lainnya 92,94. Sejak bulan Januari 214 angka NTP Sumbar secara perlahan cenderung menurun. Penurunan NTP tersebut didorong oleh adanya penurunan Indeks yang 71

88 16, 12,42 98,93 98,47 97,54 97,29 96,24 96,9 95,76 94,43 diterima petani khususnya pada subkelompok perkebunan rakyat seiring dengan penurunan harga komoditas CPO dan karet domestik dan internasional Indeks NTP NTP Tanaman Pangan NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat NTP Peternakan NTP Perikanan Indeks 11 NTP Juni 215 NTP Nasional 15 1, Babel Lampung Kepri Sumut Sumbar Sumsel Riau Jambi NAD Bengkulu Sumber : BPS Prov. Sumbar Grafik NTP Sulteng Menurut Subsektor Grafik Perbandingan NTP Provinsi di Sumatera Kinerja NTP petani Sumbar masih perlu ditingkatkan. Dibandingkan petani di provinsi lain yang berada di pulau Sumatera, NTP petani Sumatera Barat berada di urutan kelima setelah Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Kepulauan Riau dan Sumatera Utara. Nilai NTP Sumatera Barat tersebut masih berada di bawah nasional sebesar 1,52. Ke depan, berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Salah satu upaya untuk memperbaiki kesejahteraan petani adalah dengan meningkatkan produksi baik melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian serta memperkuat kelembagaan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar pada saat akan menjual produk yang dihasilkan. Selain itu pemerintah perlu melakukan inisiasi penetapan jadwal tanam untuk menjaga kesinambungan pasokan dan stabilitas harga yang seringkali turun drastis pada saat panen. 72

89 6 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan membaik pada triwulan III 215. Dalam periode ini, perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy), atau meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 215 sebesar 5,3% (yoy). Membaiknya perekonomian tersebut diprakirakan berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi. Dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian, lapangan usaha konstruksi serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 215. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan melambat dari 5,85% (yoy) pada tahun 214 menjadi tumbuh pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) pada tahun 215. Masih menurunnya harga komoditas ekspor utama serta terbatasnya realisasi investasi pada tahun 215 menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sumbar. Tekanan inflasi Sumbar diprakirakan meningkat dengan berada pada kisaran 8,% - 8,4% (yoy) pada triwulan III 215. Meningkatnya permintaan perantauan menjadi faktor utama pendorong inflasi pada triwulan III 215. Namun, laju inflasi tahunan Sumbar pada akhir tahun 215 diprakirakan turun signifikan dan berada pada kisaran 4,% - 5,% (yoy) akibat base effect dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir tahun 214. Meskipun demikian, potensi depresiasi nilai tukar dan terganggunya pasokan bahan pangan menjadi risiko utama inflasi pada sisa tahun

90 6.1 Prospek Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat di triwulan III 215 diprakirakan membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy) pada triwulan III 215, atau meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 215 sebesar 5,3% (yoy). Konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah dan investasi diprakirakan meningkat mulai triwulan III 215 sehingga menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Lapangan usaha pertanian, konstruksi serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 215 seiring dengan meningkatnya aktivitas ekspor-impor dan investasi. Di sisi penggunaan, membaiknya perekonomian pada triwulan III 215 diprakirakan berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi. Konsumsi rumah tangga di triwulan III 215 diperkirakan tumbuh positif dan memberikan andil yang besar pada pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Konsumsi Rumah Tangga diprakirakan Hari Raya Idul Fitri serta masuknya tahun ajaran baru. Berdasarkan informasi dari Biro Administrasi, Pembangunan dan Kerjasama Rantau Sumatera Barat, sebanyak +8 ribu orang Minang akan pulang ke Sumatera Barat pada momen Lebaran tahun 215. Tradisi ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah uang beredar di Sumatera Barat dan memberikan multiplier effect pada kinerja sektor masuknya tahun ajaran baru, akan meningkatkan aktivitas konsumsi, terutama untuk kebutuhan primer dan tersier. Menguatnya konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dalam Survei Konsumen (SK) pada triwulan I 215. Di dalam indeks tersebut, persepsi masyarakat akan penghasilan dan kegiatan usaha di periode 6 bulan yang akan datang, atau pada triwulan III 215 berada pada level optimis yang cenderung meningkat (Grafik 6.2). Namun, tekanan inflasi yang mulai meningkat pada triwulan III 215 dapat menghambat konsumsi masyarakat, khususnya non makanan. 74

91 Kredit RT g.kredit 13,3% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % 45% 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yad Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yad Indeks Kegiatan Usaha-6 bln yad Baseline Positif Grafik 6.1. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 6.2. Tangga Indeks Ekspektasi Konsumen Berdasarkan pola historisnya, pengeluaran pemerintah di triwulan III lebih tinggi dari realisasi di triwulan I dan II. Hal yang sama juga terjadi pada penyerapan belanja modal, meski lebih terbatas, sejalan dengan lebih banyaknya proyek yang telah selesai melalui proses tender (Grafik 6.4). 5% 4% 42,1% 38,3% 38,3% 12% 1% 6% 5% 56,9% Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan 48,% Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi 215-sisi kanan 45,8% 1% 8% 3% 2% 1% % 1,1% 12,1% 1,% 1,5% 24,6% 23,1% 22,% 21,9% 2,2% 2,9% 16,8% I II III IV 215 Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 8% 6% 4% 2% % 4% 3% 2% 1% % 25,5% 22,8% 2,4% 14,7% 15,4% 15,5% 15,3% 7,8% 7,8% 6,7% 3,2% I II III IV 6% 4% 2% % Grafik 6.3. Historis Penyerapan Belanja Barang Pemda Sumbar Grafik 6.4. Historis Penyerapan Belanja Modal Pemda Sumbar Investasi pada triwulan III 215 diprakirakan meningkat, sejalan dengan meningkatnya realisasi belanja modal pemerintah. Berdasarkan pola historisnya, belanja modal pemerintah meningkat cukup signifikan pada triwulan III 215. Berdasarkan informasi, 33 paket proyek dengan total nilai Rp165,2 miliar melalui pembiayaan APBD mulai dikerjakan. Selain dari pemerintah, investasi oleh swasta diprakirakan turut meningkat. Keyakinan tersebut didasarkan pada meningkatnya kredit investasi secara signifikan pada triwulan II 215 (Grafik 6.5). Indikator lain, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh 75

92 Triliun Rupiah Bank Indonesia, turut mengkonfirmasi adanya perbaikan arah perkembangan kegiatan usaha, investasi dan tenaga kerja pada triwulan III 215 (Grafik 6.5 Grafik 6.7) Kredit Investasi Pertumbuhan (sisi kanan) % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II %, saldo bersih tertimbang Realisasi TW II 215 Prakiraan TW III 215 Jasa-jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian Grafik 6.5. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 6.6. Prakiraan Investasi Secara Umum %, saldo bersih tertimbang Realisasi TW II 215 Prakiraan TW III 215 Jasa-jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian 1 %, saldo bersih tertimbang Realisasi TW II 215 Prakiraan TW III Jasa-jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan Grafik 6.7. Prakiraan Kegiatan Usaha Secara Umum Grafik 6.8. Prakiraan Penggunaan Tenaga Kerja Secara Umum Dari perspektif sektoral, lapangan usaha pertanian, lapangan usaha konstruksi serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III 215. Lapangan usaha pertanian diprakirakan tumbuh positif seiring dengan meningkatnya produksi tanaman bahan makanan (tabama). Meningkatnya sektor pertanian didukung oleh adanya upaya dari Pemda untuk membatasi penggunaan lahan produktif bagi pendirian bangunan. Indikasi perbaikan sektor pertanian tercermin pula dari harga komoditas perkebunan (TBS kelapa sawit dan karet) yang mulai membaik, meski tumbuh terbatas. Namun, pertumbuhan sektor pertanian tertahan karena cuaca panas yang diperkirakan terjadi sampai dengan Agustus 215 dan berkurangnya curah hujan. 76

93 Meningkatnya realisasi belanja modal Pemerintah dan kegiatan investasi pelaku usaha akan mendorong kinerja lapangan usaha konstruksi. Realisasi belanja APBD hingga triwulan II 215 menunjukkan terjadinya perlambatan yang diperkirakan disebabkan oleh adanya perubahan nomenklatur dari kementerian/lembaga dan adanya perbedaan pemahaman terkait proses perencanaan dan penganggaran. Perlambatan belanja hingga triwulan II ini akan dikompensasi pada peningkatan kinerja realisasi belanja antara lain belanja modal di triwulan III dan IV 215. Kondisi ini berimplikasi pada peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi baik di sisi pemerintah maupun swasta. Sementara itu, aktivitas perekonomian yang meningkat selama Lebaran diperkirakan mampu meningkatkan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Adanya peningkatan ekspor khususnya CPO juga memberikan implikasi positif pada sektor perdagangan besar dan eceran. Saldo bersih tertimbang dari hasil SKDU menunjukkan bahwa prakiraan perkembangan kegiatan usaha sektor perdagangan pada triwulan III 215 menunjukkan adanya perbaikan menjadi 2,92. Sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh moderat. Kinerja sektor pengolahan di triwulan III 215 ditopang oleh peningkatan ekspor khususnya CPO seiring dengan perkiraan peningkatan harga CPO dunia. Namun di sisi lain, kinerja sektor ini tertahan oleh masih rendahnya harga karet dunia dan domestik seiring belum pulihnya perekonomian negara-negara tujuan ekspor utama seperti Tiongkok. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan melambat pada tahun 215. Perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) pada tahun 215, atau melambat dibandingkan pertumbuhan pada tahun 214 sebesar 5,85% (yoy). Lapangan usaha pertanian, lapangan usaha kehutanan dan perikanan serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi lapangan usaha yang berperan utama dalam menahan perekonomian pada tahun 215. Di sisi penggunaan, tertahannya konsumsi pemerintah dan investasi berpotensi menghambat perekonomian Sumbar. 77

94 Prakiraan tersebut sekaligus merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi sebelumnya pada kisaran 5,6% - 6,% (yoy) pada tahun 215. Perubahan ke bawah proyeksi tersebut didasarkan pada perkembangan terkini pasca rilis pertumbuhan ekonomi Sumbar yang hanya mencapai 5,3% (yoy) pada triwulan II 215, lebih rendah dari prakiraan sebelumnya pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy). Di samping itu perkiraan kinerja beberapa kelompok pengeluaran PDRB seperti konsumsi pemerintah dan investasi swasta di triwulan III dan IV 215 juga menjadi pertimbangan perubahan proyeksi tersebut. Masih menurunnya harga komoditas ekspor utama Sumbar berdampak pada memburuknya kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan selama tahun 215. Berlanjutnya penurunan harga crude palm oil (CPO) dan karet di pasar internasional berpotensi mengurangi insentif untuk berproduksi dan menurunkan volume ekspor Sumbar pada tahun 215 (Tabel 6.1). Sebagai lapangan usaha terbesar di Sumbar, menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian cukup signifikan menahan laju perekonomian lebih lanjut. Tabel 6.1. Pertumbuhan Harga Komoditas Ekspor Indonesia 6.2 Prakiraan Inflasi Pada triwulan III 215, tekanan inflasi Sumbar diprakirakan meningkat dengan berada pada kisaran 8,% - 8,4% (yoy). Meningkatnya permintaan pada triwulan III 215. Komoditas cabai merah masih menjadi penyumbang inflasi utama pada triwulan III 215 akibat tingginya permintaan komoditas tersebut 78

95 inflasi pada tarif angkutan udara. Tidak seperti halnya di daerah lain yang langsung mengalami penurunan tarif angkutan pasca Lebaran, khusus wilayah Sumatera Barat tarif angkutan udara tetap tinggi hingga 1 bulan pasca Lebaran. %, mtm 2,5 2, 1,5 1,,5, -,5-1, -1,5-2, -2,5-1,79-2,11 -,1,59,67,79 1,26 1,2,8,8,9,4,5 1,1,7 1,4 1, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rata-rata Rata-rata Series5 Indeks 2, 19, 18, 17, 16, 15, 14, Indeks Harga 3 bulan yang akan datang Indeks Harga 6 bulan yang akan datang 13, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 6.9. Jalur Proyeksi Inflasi Tahun 215 Grafik 6.1. Indeks Ekspektasi Harga ke Depan Di sisi penawaran, tekanan inflasi pada triwulan III 215 diperkirakan cukup tinggi. Fenomena El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah pemasok hortikultura, seperti Pulau Jawa. Secara tidak langsung, kondisi ini menyebabkan produksi komoditas yang dipasok dari Pulau Jawa, seperti cabai merah akan berkurang. Selain itu, mulai masuknya musim kemarau di Sumatera Barat mengganggu pola musim tanam petani, berimbas pada berkurangnya produksi pertanian. Di sisi lain, adanya larangan impor jagung dari Kemeterian Pertanian Republik Indonesia berpotensi meningkatkan harga pakan ternak yang dapat berimbas pada kenaikan harga daging ayam ras. Di sisi permintaan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Pada bulan Juli dan Agustus tekanan permintaan bersumber dari perayaan keagamaan masyarakat Minang perantauan menjelang lebaran yang bertepatan dengan liburan sekolah berdampak pada kenaikan harga tiket pesawat secara signifikan akibat tingginya permintaan moda transportasi tersebut. Selain itu, kenaikan tarif angkutan antar kota akibat tuslah Lebaran turut menyumbang inflasi dari kelompok administered price. Kenaikan berbagai tarif angkutan didorong oleh penyesuaian tarif sekitar 15%-2% pada H-7 sebelum Lebaran sampai H+7 setelah 79

96 Lebaran. Sementara itu, tingginya permintaan cabai merah menjelang lebaran yang tidak disertai dengan penambahan pasokan berdampak pada peningkatan harga kelompok volatile food. Kondisi ini disebabkan karena masih terbatasnya pasokan cabai merah dari Pulau Jawa ditambah meningkatnya permintaan masyarakat untuk pembuatan masakan khas minang saat lebaran. Di sisi lain meningkatnya realisasi APBD dan APBN di Sumatera Barat di triwulan III 214 juga ikut memberikan tekanan inflasi di sisi permintaan. Secara keseluruhan tahun, laju inflasi Sumbar diprakirakan menurun dari tahun lalu, diprakirakan pada kisaran 4,% - 5,% (yoy) pada akhir tahun 215. Dampak base effect, akibat laju inflasi yang tinggi di periode akhir tahun 214 sebagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi, akan menurunkan laju inflasi tahunan secara signifikan di bulan November dan Desember 215. Grafik Proyeksi Harga Emas (USD/Troy) Sumber : Financial Forecast Center Grafik Proyeksi Harga Minyak Mentah Dunia (USD/barrel) Di sisi eksternal, risiko inflasi cenderung menurun. Berdasarkan proyeksi dari financial forecast center, harga emas dunia dan minyak dunia cenderung menurun. Berdasarkan karakteristiknya, penurunan harga emas internasional akan diikuti oleh harga emas domestik. Keterpurukan harga minyak mentah dan emas diperkirakan masih menyeret pelemahan harga komoditas lain pada semester II 215. Potensi depresiasi nilai tukar, dan terganggunya pasokan bahan pangan menjadi risiko utama inflasi pada sisa tahun 215. Risiko inflasi dari kelompok administered price terutama terkait dengan kombinasi antara depresiasi nilai tukar dan perkembangan harga minyak dunia yang berpengaruh 8

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 No. 55/08/19/Th.X, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 3,67 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 No. 13/02/71/Th. X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,12 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2015 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 13/02/71/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2016 TUMBUH 6,17 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XIX, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2016 EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2016 DENGAN MIGAS NAIK 3,59 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,35 PERSEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci