Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut."

Transkripsi

1 Bab 2 TEORI DASAR Penempatan pole (Pole Placement) dan Linear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem Kelemahan dari strategi - strategi ini adalahtidakdapat mengatasi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar Untuk mengatasi kelemahan - kelemahan ini muncullah teori kontrol modern seperti prinsip maksimum pontryagin, teori kontrol H 2,teorikontrol H Kelebihan ketiga teori tersebut adalah mampu mengurangi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar Karena alasan inilah, ketiga metode pengontrol tersebut digunakan untuk mencari strategi yang optimal dalam meningkatkan perolehan minyak Akan tetapi sebelum menerapkan ketiga metode kontrol tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana strategi pengoptimalan prinsip maksimum pontryagin, mencari pengontrol H 2 dan mencari pengontrol suboptimal H Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut Konsep penting yang akan dibahas adalah kalkulus variasi yang merupakan teori fundamental untuk prinsip maksimum pontryagin kontinu maupun diskrit yang akan dibahas pada subbab 21 Kemudian setelah itu pada subbab 22 akan dibahas teori mengenai prinsip maksimum diskrit dan pada subbab 23 akan dibahas teori mengenai prinsip maksimum kontinu Pada subbab 24 akan dibahas teori kontrol H 2 dan teori kontrol H 7

2 BAB 2 TEORI DASAR 8 21 Kalkulus Variasi Contoh fungsi yang sederhana adalah J(x) = t0 x(t)dt, (21) dengan x (t) fungsi kontinu dari t yang terdefinisi di interval [t 0, t f ] Jika x (t) dan δx adalah 2 fungsi dimana fungsi J terdefinisi maka ΔJ didefinisikan ΔJ(x, δx) =J(x + δx) J(x), (22) dimana δx disebut variasi dari fungsi x Dengan demikian kenaikan fungsi dapat ditulis sebagai ΔJ(x, δx) Variasi pertama dari fungsi ditulis δx Kenaikan dari fungsi dapat ditulis sebagai berikut: ΔJ(x, δx) =δj(x + δx)+g(x, δx) δx, (23) dimana δj linier di δx Jika Lim g(x, δx) = 0 maka fungsi J terdiferensialkan dix δx 0 dan δj adalah variasi pertama dari J dievaluasikan dari fungsi x(t) Misalkan fungsi objektifnya adalah J(x) = t0 F (x(t), ẋ(t),t)dt, (24) kita akan mencari variasi pertama dari fungsi J Fungsi x(t) kontinu dan terdiferensialkan pada interval [t 0, t f ] Fungsi F kontinu di x(t), ẋ(t),t dan punya turunan parsial yang kontinu terhadap x(t),ẋ(t) Variasi pertama untuk persamaan (24) adalah ΔJ(x) = t0 F (x + δx, ẋ + δx, tf t)dt F (x, ẋ,t)dt (25) t0 atau ΔJ(x) = t0 [F (x + δx, ẋ + δx, t) F (x, ẋ,t)]dt (26)

3 BAB 2 TEORI DASAR Konsep Deret Taylor Fungsi y = f(x) terdiferensialkan di x Df, dimanadf adalah suatu domain selang buka dan dimana dy = f (x)dx sehingga Diferensial sebagai hampiran pertama f (x) = dy dx (27) f(x 0 +Δx) =f(x 0 )+f (x 0 )Δx + EΔx, (28) dimana Δx = dx dengan Lim Δx 0 E = 0 Selisih nilai f(x 0 +Δx)dengan f(x 0 )+ f (x 0 )Δx cukup kecil untuk Δx yang kecil Persamaan (29) diatas menjadi f(x 0 +Δx) f(x 0 )+f (x 0 )Δx (29) Kita akan mengekspansi F (x + δx, ẋ + δx, t)dalam deret taylor, sehingga menjadi F (x + δx, ẋ + δx, t) =F (x, ẋ,t)+df dx δx + df δx +O 2 (δx, δx) (210) dx Persamaan (210) kita substitusikan ke persamaan (26) sehingga persamaannya menjadi ΔJ(x) = t0 ΔJ(x) = [F (x, ẋ,t)+df dx δx + df dx t0 [ df dx δx + df dx δx +O 2 (δx, δx) F (x, ẋ,t)]dt δx]dt + t0 [O 2 (δx, δx)]dt (211) δx, δx 0, dikarenakan fungsi x(t) danf yang mulus, sehingga O 2 (δx, δx) 0 bila δx, δx 0 Didapatkan persamaan variasi pertama dari fungsi J, yaitu δj = t0 [ df dx δx + df dx 212 Fungsi Ekstrim dan Variasi Pertama δx]dt (212) Sebuah fungsi J dengan daerah asal X mempunyai sebuah ekstrim relative x jika ε >0 sedemikian sehingga x X yang memenuhi x x <εmaka kenaikan ΔJ bertanda sama

4 BAB 2 TEORI DASAR 10 1 Jika ΔJ(x) = J(x) J(x ) 0makaJ(x ) adalah minimum relatif Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J(x ) adalah minimum absolut 2 Jika ΔJ(x) = J(x) J(x ) 0makaJ(x ) adalah maksimum relatif Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J(x ) adalah maksimum absolut Fungsi x disebut ekstrim dari suatu fungsi dan J(x ) adalah nilai ekstrimnya Misalkan x adalah ekstrim, syarat perlu agar nilai J maksimum adalah variasi pertama dari J harus nol terhadap x(t), yaitu δj(x,δx)= 0untuksemuaδx yang diperkenankan Arti dari δx yang diperkenankan adalah x + δx juga harus anggota dari X Dengan demikian, jika X himpunan fungsi kontinu, x(t) danδx keduanya harus kontinu 22 Prinsip Maksimum Pontryagin Diskrit Pada tahun 1962, Pontryagin mengembangkan prinsip maksimum, yaitu memaksimumkan suatu fungsi objektif yang menyertakan variable kontrol dengan kendala Akan dibahas solusi umum dari masalah optimasi untuk sistem waktu diskrit Misalkan sistem dijelaskan oleh persamaan dinamis waktu diskrit non-linier sebagai berikut: x n+1 = f(x n,u n ), (213) dengan syarat awal x 0 Kontrol u n dibatasi, yaitu hanya boleh bila u n merupakan anggota dari suatu himpunan U yang diperkenankan, sebut u n U ad Misalkan keadaan x n suatu vector di R n dan input control u n suatu vektor di R m x n+1 adalah variable keadaan pada lokasi spasial diskrit yang dievaluasi pada waktu baru, n +1, dan x n adalah variable keadaan yang dievaluasi pada waktu lama, n Persamaan (213) yang menentukan keadaan pada waktu n + 1 dengan kontrol dan keadaan

5 BAB 2 TEORI DASAR 11 pada waktu n yang diberikan, merupakan fungsi kendala yang diberikan Misalkan terdapat fungsi objektif skalar yang diasosiasikan dengan sistem persamaan (213) yaitu: J = N 1 dengan [i, N] interval waktu yang diamati L(x n,u n ), (214) L(x n,u n ) suatu fungsi umum dari keadaan dan input kontrol pada masing masing waktu tenggang n di [i, N] Masalah kontrol optimum adalah menentukan kontrol u n pada interval [i, N] yang dapat menggerakkan sistem persamaan (213) sepanjang lintasan x n sedemikian sehingga fungsi objektif (214) dapat dimaksimumkan Penentuan barisan kontrol optimum u i,u i+1,u i+2, u N 1 yang memaksimumkan J, menggunakan metode pengali Lagrange Masing masing kendala mempunyai satu pengali Lagrange Terdapat fungsi kendala f(x n,u n ) pada masing masingwaktun di interval [i, N], sehingga diperlukan pengali Lagrange pada masing masing waktu Misalkan p n R n, kita bentuk fungsi performansi augmented J A, yang menyertakan kesamaan kendala (213), N 1 J A = [L(x n,u n ) p T n+1 [x n+1 f(x n,u n )]], (215) p n+1 adalah variable keadaan bantu atau pengali Lagrange Suatu fungsi kendala f dikalikan dengan pengali Lagrange p n+1, bukan p n, dengan tujuan keuntungan hindsight yang akan membuat solusi lebih baik Persamaan (215) mempunyai ekstrim yang sama dengan persamaan (214) apabila hubungan kesamaan kendala (213) dipenuhi Kita definisikan fungsi Hamiltonian sebagai berikut: H n = L(x n,u n )+p T n+1 f(x n,u n ), (216) sehingga J A dapat ditulis kembali sebagai berikut: N 1 J A = [H n p T n+1 x n+1] (217)

6 BAB 2 TEORI DASAR 12 Membangun syarat perlu untuk ekstrim dari fungsi (217), dari teori kalkulus variasi sebelumnya dapat kita tulis variasi pertama dari J A sebagai: ( ) T ( ) T ( ) T JA JA JA δj A = δx n + δu n + δp n, (218) x n δu n δp n δx n, δu n,δp n adalah variasi peubah keadaan, kontrol dan keadaan bantu Dengan demikian variasi pertamanya adalah δj A = + N 1 N 1 [ Hn p n+1 [ Hn x n ] T δx n + N 1 ] T δp n+1 N 1 Persamaan (219) dapat disederhanakan menjadi δj A = + N 1 N 1 [ Hn x n [ ] T Hn δu n u n ] T δx n + N 1 p T n+1 δx n+1 N 1 [ ] T Hn δu n u n [ ] T N 1 Hn x n+1 δp n+1 p n+1 δp T n+1 x n+1 (219) p T n+1δx n+1 (220) Kita akan menyederhanakan hasil persamaan (220), kita akan mencari hubungan antara δx n+1 dan δx n, atau dengan persamaan N 1 N 1 p T n+1 δx n+1 = N +1 p T n+1 δx n+1 = p T N δx N p T i δx i + p T n δx n (221) N 1 p T n δx n, (222) sehingga persamaan variasi pertama dari persamaan (217) adalah sebagai berikut: δj A = p T Nδx N + p T i δx i + + N 1 [ Hn u n ] δu n + N 1 N 1 [ ] Hn p n δx n x n [ ] Hn x n+1 δp n+1 (223) p n+1

7 BAB 2 TEORI DASAR 13 Dari kalkulus variasi, syarat perlu ekstrim dari suatu fungsi saat kontrol berada di U ad adalah variasi pertamanya sama dengan nol atau ditulis sebagai berikut: δj A =0 (224) Jika kontrol berada pada batas U ad, syarat perlu untuk maksimum adalah: δj A 0 (225) Persamaan (224) dan persamaan (225) di atas akan memberikan syarat perlu untuk prinsip maksimum diskrit Syarat Perlu Karena variasi δx n dan δp n+1 bebas dan tidak dibatasi, maka perlu: H n x n = p n,n= i,, N 1 (226) H n = x n+1,n= i,, N 1 (227) p n+1 Persamaan (226) dan (227) diatas dapat dituliskan kembali dalam bentuk : p n = H ( ) T n f = p n+1 + L n = i,, N 1 (228) x n x n x n x n+1 = H n = f(x n,u n ),n= i,, N 1 (229) p n+1 Persamaan (229) disebut persamaan kendala atau persamaan sistem, dan merupakan rekursi untuk keadaan x n yang maju terhadap waktu Selanjutnya persamaan (228) yang disebut persamaan sistem adjoin, merupakan rekursi untuk p n yang mundur terhadap waktu Pengali Lagrange disebut keadaan bantu atau costate Kedua persamaan terakhir mendefinisikan suatu masalah nilai batas dua titik, karena syarat batas yang diperlukan untuk mendapatkan solusi adalah keadaan awal x 0 dan keadaan bantu akhir p N Selanjutnya, saat kontrol berada di U ad,variasi δu n adalah bebas, sehingga syarat perlu H n u n =0,n= i,, N 1 (230)

8 BAB 2 TEORI DASAR 14 Apabila kontrol berada pada batas U ad,variasiδu n tidak bebas, sehingga syarat perlu untuk maksimum adalah: atau dengan kata lain N 1 [ Hn u n ] δu n 0, (231) H(x n,u n,p n+1,n)= suph(x n,u n,p n+1,n) (232) u n U Syarat perlu yang lainnya adalah p T N δx N =0, (233) p T i δx i =0 (234) Persamaan (233) hanya berlaku untuk waktu akhir N, sedangkan persamaan (234) hanya berlaku pada waktu awal i, dengan demikian menjelaskan syarat batas yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah rekursi (228), (229), (230) Ada dua kemungkinan yang ada untuk persamaan (233) dan (234) Bila keadaaan awal x i ditentukan, x i tidak bebas bervariasi sehingga δx i = 0 Dengan demikian persamaan (234) dipenuhi Bila keadaan awal tidak ditentukan, maka variasi δx i bebas, sehingga (234) mensyaratkan p T i =0, (235) untuk kasus keadaan akhir yang ditentukan, x N tidak bebas bervariasi untuk menentukan solusi optimum sehingga δx N = 0 Dengan demikian, persamaan (233) berlaku Apabila x N tidak ditentukan, variasi δx N bebas Untuk kasus keadaan akhir bebas, persamaan (233) mensyaratkan p N =0 (236)

9 BAB 2 TEORI DASAR 15 Untuk masalah injeksi surfactant polymer, sistem dimulai dengan keadaan awal diketahui dan keadaan akhir tidak ditentukan Secara ringkas, prinsip maksimum diskrit dijelaskan sebagai berikut: Model Sistem: x n+1 = f(x n,u n ),n= i,, N 1, Fungsi Objektif: Hamiltonian: J = N 1 L(x n,u n ), H n = L(x n,u n )+p T n+1f(x n,u n ), Pengontrol Optimum: Persamaan Keadaan: x n+1 = H n p n+1 = f(x n,u n ), Persamaan Costate: p n = H ( ) T n f = p n+1 + L, x n x n x n Syarat Stasioner: ( ) T Hn u n = f pn+1 u n + L u n N 1 Syarat Batas: =0,untuku U ad [ H n u n ] T δun 0, untuk u di batas U ad x i diketahui p N =0

10 BAB 2 TEORI DASAR Prinsip Maksimum Pontryagin Kontinu Misalkan fungsi objektif yang akan dimaksimumkan adalah J = t 0 L(x, u, t)dt, (237) terhadap suatu kendala dan kontrol x = f(x, u, t) (238) u(t) U ad (239) Misalkan U ad merupakan subset dari R m, keadaan x(t) R n dan input kontrol u(t) R m Asumsikan f(x, u, t) danl(x, u, t) fungsi fungsi terhadap waktu sehingga u(t) juga fungsi terhadap waktu Kontrol optimum u menyebabkan fungsi J akan mempunyai maksimum relatif atau minimum relatif Fungsi J yang mempunyai maksimum relatif: ΔJ(x) =J(x) J(x ) 0, (240) kenaikan fungsi J dapat dijelaskan sebagai ΔJ(x) =δj(u, δu)+g(u, δu) δu (241) Karena norm δu menuju nol, fungsi g yang merupakan variasi dari J dengan orde yang lebih tinggi juga menuju nol Sekarang tulis fungsi objektif augmented sebagai J A = [L(x, u, t)+p T (t)(f(x, u, t) ẋ)]dt, (242) t 0 dengan p merupakan pengali Lagrange Fungsi Hamiltonian didefinisikan sebagai berikut: H(x, u, t) =L(x, u, t)+p T (t)f(x, u, t), (243)

11 BAB 2 TEORI DASAR 17 sehingga persamaan (242) dapat ditulis sebagai berikut: J A = [H(x, u, t) p T (t) ẋ]dt (244) t 0 Menurut teori Lagrange, maksimum dari J dengan kendala adalah ẋ = f(x, u, t), dicapai pada maksimum dari J A yang tanpa kendala Hal ini dapat dipenuhi saat δj A = 0 Dengan membuat koefisien koefisien δx, δu, δp menjadi nol, didapatkan syarat perlu untuk maksimum Syarat maksimum relatif sudah dijelaskan di atas pada sub-bab ekstrim fungsi adalah t 0 δj A (u, δu) 0 (245) Kenaikan dari J A sebagai suatu fungsi dari kenaikan terhadap x, ẋ, p, u dan t adalah [ ] T H tf [ ] T H tf [ ] T H δj A = δxdt + δudt + δpdt x u p + t 0 [ ] T H tf δtdt δp T ẋ dt P T t t 0 t 0 Persamaan terakhir diatas dapat disederhanakan menjadi t 0 t 0 δx dt (246) δj A =(H P T ẋ)δt tf (H P T ẋ)δt t0 + t 0 [ [ H ] T δx + x [ ] T [ ] H δu P T δx T H + δp] u p ẋ dt (247) Untuk mengeliminasi variasi terhadap ẋ, dilakukan integrasi parsial sebagai berikut: P T t 0 δx dt = P T δx tf + P T δx t0 + t 0 P T δxdt, (248) karena waktu awal dan keadaan awal diketahui, variasi dari x dan t pada saat t = t 0 adalah nol Untuk t t 0, variasi δx dan δp bebas dan tak dibatasi, sehingga syarat syarat perlu pada kontrol optimum diskrit masih merupakan syarat perlu kasus kontinu Bila syarat syarat perlu tersebut dipenuhi, variasi pertama dari J A disederhanakan menjadi δj A (u, δu) = t 0 [ ] T H δudt (249) u

12 BAB 2 TEORI DASAR 18 Bila kontrol dalam himpunan kontrol yang diperkenankan U ad,variasiδu bebas, sehingga syarat perlu untuk maksimum adalah H =0 (250) u Tapi bila kontrol berada pada batas U ad,variasiδu tidak bebas Kita tulis [ ] T H δu = H(u + δu) H(u), (251) u sehingga syarat perlu adalah atau dapat dituliskan δj A (u, δu) = t 0 [H(u + δu) H(u)] dt 0, (252) H(x, p, u) H(x, p, u + δu) (253) Prinsip maksimum pontryagin kontinu menyatakan bahwa kontrol optimum yang memaksimumkan fungsi objektif J juga harus memaksimumkan fungsi Hamiltonian H Secara ringkas, prinsip maksimum pontryagin kontinu dijelaskan sebagai berikut: Model Sistem x = f(x, u, t), Fungsi Objektif Hamiltonian J = t 0 L(x, u, t)dt, H(x, u, t) =L(x, u, t)+p T (t)f(x, u, t), Pengontrol optimum: Persamaan Keadaan : Persamaan Costate: Syarat stasioner: x = H p = f(x, u, t), P = H ( ) T f x = p L x x,

13 BAB 2 TEORI DASAR 19 H = ( ) f T u u p + L = 0 untuk u di U u ad H(x, p, u) H(x, p, u + δu) untuk u di batas U ad Syarat batas p(t f )=0 H(t f )=0 24 Teori Kontrol H 2 dan Teori Kontrol H Tujuan dari teori kontrol H 2 adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norma H 2 dari fungsi transfer loop tertutup Teori kontrol H adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norm H Berkaitan dengan hal tersebut, pertama-tama akan dijelaskan tentang kelinearan sistem, pengertian ruang Hilbert yang mendasari keberadaan ruang Hardy H 2 dan ruang H Pembahasan selanjutnya adalah tentang norma H 2 dan H serta contoh perhitungannya Lalu dilanjutkan dengan mencari plant diperumumnya, yang kemudian dilanjutkan dengan mencari fungsi transfer loop tertutupnya dan akan ditentukan bentuk kontrol H 2 dan H yang optimal dan tunggal 241 Sistem Linier Misalkan suatu sistem dinamik digambarkan oleh persamaan differensial sebagai berikut: ẋ(t) =Ax(t)+Bu(t), x(t 0 )=x 0 (254) y(t) =Cx(t)+Du(t), (255) dimana x(t) R n disebut peubah keadaan, x(t 0 ) disebut kondisi awal sistem, y(t) R t adalah keluaran sistem dan u(t) R m adalah masukan sistem, memiliki diagram blok dibawah ini, dengan A, B, C, dan D adalah matriks real konstan

14 BAB 2 TEORI DASAR 20 D + B U + Ẋ x A C + Y Gambar 21: Diagram blok sistem dinamika linier Matriks transfer dari u(t) ke y(t) didefinisikan sebagai Y (s) =G(s)U(s), dengan U(s) dany (s) adalah hasil transformasi Laplace dari u(t) dany(t) dengan syarat awal x(t 0 )=x 0 Matriks transfer G(s) dariu(t) dany(t) dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Laplace pada persamaan (254) dan (255), diperoleh G(s) =C (si A) 1 B + D Sistem persamaan (254) dan (255) dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut: ẋ(t) = A B x(t), y(t) C D u(t) atau bisa juga kita gunakan notasi G(s) = A B = C(sI A) 1 B + D C D Definisi 21 Persamaan sistem dinamik (254) atau pasangan (A, B) dikatakan terkontrol jika untuk kondisi awal x(t 0 )=x 0, t 1 > 0 dan kondisi akhir x 1, terdapat input u(t) sedemikian sehingga solusi (254) memenuhi x(t 1 )=x 1 Jika tidak, maka

15 BAB 2 TEORI DASAR 21 sistem atau pasangan (A, B) dikatakan tak terkontrol Definisi 22 Suatu sistem dinamik ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) dikatakan stabil jika semua nilai eigen matriks A berada di bidang sebelah kiri sumbu imajiner, yaitu Reλ(A) < 0 Matriks A yang memenuhi sifat ini dikatakan stabil Definisi 23 Persamaan sistem dinamik (254) atau pasangan (A, B) dapat distabilkan jika terdapat state feedback u = Fx sedemikian sehingga sistem stabil (A + BF stabil) Definisi 24 Sistem dinamik yang diberikan oleh persamaan (254) dan persamaan (255) atau pasangan (C, A) dikatakan teramati jika t 1 > 0, kondisi awal x(t 0 )=x 0 dapat ditentukan dari input u(t) danoutput y(t) dalam interval [0,t 1 ] Jika tidak, maka sistem atau (C, A) dikatakan tak teramati Definisi 25 Suatu sistem, sepasang matriks (C, A)disebut terdeteksi jika A + LC stabil untuk suatu L 242 Ruang Hibert Hasil kali dalam (inner product) vektor pada ruang Euclid C n didefinisikan sebagai berikut: n x, y = x y = x i y i, x = i=1 Panjang vektor x C n didefinisikan x = x, x x 1,y = y 1 x n y n C n Definisi 26 Misalkan V adalah ruang vektor atas C Hasil kali dalam pada V adalah fungsi kompleks yang didefinisikan sebagai berikut:, : VxV C

16 BAB 2 TEORI DASAR 22 sedemikian sehingga untuk x, y, z V dan α, β C, berlaku (i) x, αy + βz = α x, y + β x, z, (ii) x, y = y, x, (iii) x, y > 0jikax 0 Ruang vektor V dengan hasil kali dalam dinamakan ruang hasil kali dalam Hasil kali dalam di atas menginduksi norma x = x, x 243 Ruang H 2 dan H Definisi 27 Ruang Hilbert adalah ruang hasil kali dalam dengan norma yang diinduksi oleh hasil kali dalamnya Salah satu contoh ruang Hilbert adalah L 2 [a, b] dengan hasil kali dalam yang didefinisikan sebagai f,g = b a f(t) g(t)dt, f, g L 2 [a, b] Hasil kali dalam dari fungsi matriks didefinisikan sebagai f,g = b a trace [f(t) g(t)dt] L 2 = L 2 (, ) adalah ruang hilbert dari fungsi fungsi pada R dengan hasil kali dalam didefinisikan sebagai f,g = b a trace [f(t) g(t)dt] L 2+ = L 2 [0, ) adalah ruang bagian dari L 2 dengan fungsi bernilai nol untuk t<0 L 2 = L 2 (, 0] adalah ruang bagian dari L 2 dengan fungsi bernilai nol untuk t>0 Transformasi Laplace menghasilkan hubungan isomorfik antara ruang L 2 di domain waktu dan ruang L 2 di domain frekuensi Hubungan ini dikenal dengan hubungan parseval (parseval s relation), sehingga ketiga macam ruang L 2 di domain waktu di

17 BAB 2 TEORI DASAR 23 atas dapat dikaitkan dengan tiga macam ruang L 2 di domain waktu sebagai berikut: L 2 = L 2 (, ) adalah ruang L 2 di domain waktu yang isomorfik dengan L 2 (jr) di domain frekuensi L 2+ = L 2 [0, ) adalah ruang L 2 di domain waktu yang isomorfik dengan H 2 di domain frekuensi L 2 = L 2 (, 0] adalah ruang L 2 di domain waktu yang isomorfik dengan H 2 domain frekuensi Teorema 21 Jika f (s) terdefinisikan dan kontinu pada himpunan S yang tertutup dan terbatas, serta analitik pada interior (titik dalam) S, maka f (s) tidak dapat mencapai maksimum pada interior S, kecuali jika f (s) bernilai konstan Teorema 21 di atas memberikan arti bahwa f (s) hanya dapat mencapai nilai maksimumnya pada batas S, yaitu: maks f (s) = maks f (s), s S s S dimana S adalah batas S L merupakan ruang banach dari fungsi fungsi skalar atau matriks yang terbatas pada jr, dengan norm F = ess sup σ [F (jω)] ω R RL merupakan ruang bagian rasional dari L yang terdiri dari matriks transfer yang real rasional dan proper dengan tidak ada pole di sumbu imajiner di 244 Norma H 2 dan H Definisi 28: Ruang Hardy H 2 adalah ruang bagian (tertutup) dari L 2 (jr) dengan fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0, artinya setiap elemen matrik dari fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0 Ruang bagian real rasional dari H 2, yang dinotasikan RH 2 yang terdiri dari seluruh matrik transfer yang stabil yang real rasional dan strictly proper Norma yang berkaitan dengan ruang H 2 ini didefinisikan sebagai: G 2 2 := sup σ>0 ( 1 ) trace[g (σ + jω)g(σ + jω)]dω, 2π

18 BAB 2 TEORI DASAR 24 ) trace[g (jω)g(jω)]dω, G 2 2 := ( 1 2π G 2 2 := ( 1 2πj ) trace[g (s)g(s)]ds Contoh : Misalkan G (s) = 1, τ>0 Titik pole pada bidang Re (s) < 0dari τs+1 G (s)g(s) adalah di titik s = 1 Residu di titik pole ini sama dengan τ maka G 2 = 1 2τ lim x 1 τ ( s + 1 τ ) 1 1 τs+1τs+1 = 1 2τ, Ruang Hardy H2 adalah komplemen ortogonal dari H 2 di L 2, yaitu ruang bagian (tertutup) dari fungsi di L 2 yang analitik di Re (s) < 0 Ruang bagian real rasional dari H2, RH 2, terdiri dari semua matriks transfer rasional proper dengan semua pole (pembuat nol dari penyebut) berada di Re (s) > 0 Ruang H merupakan ruang bagian L dengan fungsi fungsi yang analitik dan terbatas di bidang Re (s) > 0 Norm H didefinisiskan sebagai : F = sup Re(s)>0 σ [F (s)] = sup σ [F (jω)] ω R RH merupakan ruang bagian H yang terdiri atas matriks transfer yang real, rasional, stabil dan proper Ruang H merupakan ruang bagian di L dengan fungsi fungsi yang analitik dan terbatas di bidang Re (s) < 0 Norm H F = sup Re(s)<0 didefinisikan oleh σ [F (s)] = sup σ [F (jω)] ω R RH merupakan ruang bagian real rasional dari H yang terdiri dari matriks transfer yang proper real rasional dan anti stabil (semua pole berada di bidang Re (s) > 0)

19 BAB 2 TEORI DASAR 25 Misalkan G(s) RL dengan norm didefinisikan sebagai G =supσ [G (jω)], ω R dalam rekayasa kendali, norm dari fungsi transfer G adalah jarak dari titik (0, 0) ke titik terjauh pada nyquist plot di bidang kompleks, dan juga berupa nilai maksimum (peak value) pada bode magnitude plot dari G (jω), sehingga norm dari fungsi transfer ini dapat pula ditentukan secara grafik Untuk mendapatkan taksirannya, ambil titik titik frekuensi {ω 1,ω 2,ω 3,, ω N }, kemudian taksiran untuk G adalah G = maks σ [G (jω k)] Nilainya biasanya bisa kita baca langsung 1 k N pada bode singular value plot Lemma 21 Misalkan γ>0dang(s) = A B RL,maka G <γjika C D dan hanya jika σ (D) < γ dan matriks Hamiltonian H tidak memiliki nilai eigen di sumbu imajiner, dimana H = A + BR 1 D C BR 1 B, C (I + DR 1 D ) C (A + BR 1 D C ) dan R = γ 2 I D D Contoh : Jika kita memiliki matriks transfer sebagai berikut: dengan perintah Matlab 70 G (s) = 10(s+1) s 2 +02s+100 s+2 s 2 +01s+10 >> G11 = nd2sys ([10, 10], [1, 02, 100]) ; >> G12 = nd2sys (1, [1, 1]) ; >> G21 = nd2sys ([1, 2], [1, 01, 10]) ; >> G22 = nd2sys ([5, 5], [1, 5, 6]) ; >> G = sbs (abv (G11,G21),abv(G12,G22)) ; 1 s+1 5(s+1) (s+2)(s+3), Frekuensi respon dari G dan nilai singular dari G (jω) akan dihitung dengan perintah:

20 BAB 2 TEORI DASAR 26 >> w =logspace (02, 200) ;% terdapat 200 titik frekuensi antara 1 dan 100 >> Gf = frsp(g, w) ; % menghitung frekuensi respon >> [u, s, v] = vsvd (Gf); % singular value decomposition pada tiap frekuensi respon >> vplot ( liv, lim,s),grid % plot nilai singular dan frekuensi >> pkv norm (s) % menentukan norm dari frekuensi respon nilai singular >> h inf norm (G, 00001) % menghitung norm H dengan error Kita dapatkan normnya antara dan Persamaan Aljabar Riccati Misalkan A, Q, R, matriks real berukuran nxndengan Q dan R simetri, yaitu Q = Q dan R = R Definisikan matriks Hamiltonian 2n x2n: H = A R Q A Asumsikan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner, maka H haruslah mempunyai n nilai eigen di Re (s) < 0dann nilai eigen di Re (s) > 0 Misalkan χ (H) adalah subruang spectral berdimensi n yaitu pembentuk subruang tersebut merupakan subruang invariant yang berkaitan dengan nilai nilai eigen di Re (s) < 0 Dengan mencari basis dari χ (H), kemudian menyusunnya menjadi sebuah matriks, dan mempartisi matriks tersebut, maka akan diperoleh χ (H) =Im X 1 X 2 dengan X 1,X 2 C nxn Jika X 1 nonsingular, atau ekivalen dengan jika dua buah subruang, χ (H),Im 0 I, saling komplementer, maka kita dapat memisalkan X = X 2 X1 1 dan X ditentukan oleh H secara tunggal yaitu H X adalah sebuah fungsi y, disimbolkan dengan

21 BAB 2 TEORI DASAR 27 Ric Jadi, X = Ric (H) Kita akan mengambil domain dari Ric, disimbolkan dengan dom (Ric), terdiri dari matriks matriks Hamiltonian H dengan dua buah sifat yaitu H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner dan dua buah subruang saling komplementer Lemma 22 Misalkan H dom (Ric) danx = Ric (H), maka 1 X simetri 2 X memenuhi persamaan aljabar Riccati, yaitu A X + XA + XRX Q =0 3 A + RX stabil Lemma 23 Misalkan H tidak mempunyai nilai nilai eigen imajiner, R semidefinit positif atau semidefinit negatif, dan (A, R) terstabilkan maka H dom (Ric) Lemma 24 Misalkan H mempunyai bentuk H = A BB CC A, dengan (A, B) terstabilkan dan (C, A) terdeteksi, maka H dom (Ric), X = Ric (H) =0,danker(X) χ 246 Penentuan Kontrol H 2 dan H yang diperkenankan Bentuk dasar dari sistem kontrol yang dibahas pada tulisan ini adalah seperti pada gambar 21 di bawah ini: dimana G adalah plant yang diperumum (Generalized Plant) yang terdiri dari dua buah input yaitu input dari luar (Exogeneous Input) w misalnya berupa gangguan (disturbance) dan input kontrol u G juga memiliki dua buah output yang diukur y dan output yang dibangun (regulated output) z K adalah pengontrol yang akan didesain Realisasi matriks transfer G dalam bentuk ruang keadaan dapat juga dituliskan

22 BAB 2 TEORI DASAR 28 w G(s) z u y K(s) Gambar 22: Fungsi Loop Tertutup dalam bentuk: G(s) = A B 1 B 2 C 1 0 D 12 C 2 D 21 0 = G 11(s) G 21 (s) G 12 (s) G 22 (s), G ij =[A, B j,c i,d ij ], i, j =1, 2, dengan asumsi sebagai berikut: (A, B 2 ) terstabilkan ekivalen dengan pernyataan berikut ini: 1 Matriks [A λi, B 2 ] memiliki rank baris penuh untuk semua Re (λ) 0 2 Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga x A = x λ dan Re (λ) 0, maka x B Terdapat matriks F sedemikian sehingga A + B 2 F stabil (C 2,A) terdeteksi ekivalen dengan pernyataan berikut ini: 1 matriks A λi memiliki rank kolom penuh untuk semua Re (λ) 0 C 2 2 Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga Ax = λx dan Re (λ) 0, maka Cx 0 3 Terdapat martriks L sedemikian sehigga A + LC 2 4 (A,C2 ) terstabilkan

23 BAB 2 TEORI DASAR 29 [ ] [ ] D12 C 1 D 12 = 0 I B 1 D 21 D21 = 0 I Lemma 25 Terdapat pengontrol K (Proper) yang mencapai stabilitas secara internal jika dan hanya jika (A, B 2 ) dapat distabilkan dan (C 2,A) dapat dideteksi Lebih lanjut, misalkan terdapat F dan L sedemikian sehingga A+B 2 F dan A+LC 2 stabil Maka pengontrol dinyatakan oleh: K(s) = A c C c B c D c = A + B 2F + LC 2 L F 0 Bukti : (<=) Dengan asumsi dapat distabilkan dan dapat dideteksi, terdapat F dan L sedemikian sehingga A + B 2 F dan A + LC 2 stabil Misalkan K (s) adalah pengontrol yang diberikan pada lemma, maka matriks transfer dari w ke z, T zw,diturunkan sebagai berikut: Dinamika plant diperumum G (s) dapat dituliskan dalam bentuk: ẋ(t) =Ax(t)+B 1 w(t)+b 2 u(t), (256) z(t) =c 1 x(t)+d 12 u(t), (257) y(t) =c 2 x(t)+d 21 w(t) (258) Sedangkan dinamika pengontrol K (s) dapat dituliskan dalam bentuk: ˆx(t) =Âkˆx(t)+ ˆB k y(t), (259) u(t) =ĉ kˆx(t)+ ˆD k y(t) (260) Kita substitusikan persamaan (260) dan (258) ke persamaan (256) diperoleh ẋ(t) =(A + B 2 ˆDC2 )x(t)+b 2 C kˆx(t)+(b 1 + B 2 D k D 21 )w(t) (261) Kita substitusikan persamaan (259) ke persamaan (260) diperoleh ˆx(t) =B k C 2 x(t)+a kˆx(t)+b k D 21 w(t) (262)

24 BAB 2 TEORI DASAR 30 Kita substitusikan persamaan (260) dan persamaan (258) ke persamaan (257) diperoleh z(t) =(C 1 + D 12 D k C 2 )x(t)+d 12 C kˆx(t)+d 12 D k D 21 w(t) (263) Menyusun kembali ketiga persamaaan terakhir diperoleh ẋ(t) A + B 2 ˆDC2 B 2 C k ˆx(t) = B k C 2 A k x(t) + ˆx(t) z(t) C 1 + D 12 D k C 2 D 12 C k B 1 + B 2 D k D 21 B k D 21 D 12 D k D 21 w(t) (264) Realisasi ruang keadaan matriks transfer dari w ke z, T zw A + B 2 ˆDC2 B 2 C k B 1 + B 2 D k D 21 T zw = B k C 2 A k B k D 21 C 1 + D 12 D k C 2 D 12 C k D 12 D k D 21 (265) Kita substitusikan kembali A c,b c,c c,d c diperoleh A = A B 2F = A + LC 2 0 LC 2 A + B 2 F + LC 2 LC 2 A + B 2 F Karena seluruh elemen matriks A stabil, maka A stabil (=>) Jika(A, B 2 )tidak dapat distabilkan dan (C 2,A) tidak dapat dideteksi maka terdapat beberapa nilai eigen dari A yang berada di bidang Re (s) > 0 sehingga tidak ada L dan F sedemikian sehingga A + LC 2 dan A + B 2 F stabil 247 Masalah Kontrol H 2 Kontrol Optimal H 2 : Mencari semua pengontrol K (s) yang proper, real rasional yang menstabilkan G (s) secara internal dan meminimumkan norm H 2 dari suatu matriks transfer T zw dari w ke z Penentuan pengontrol ini memerlukan beberapa asumsi berikut: 1 (A, B 2 ) dapat di stabilkan dan (C 2,A) dapat dideteksi,

25 BAB 2 TEORI DASAR 31 2 R 1 = D12D 12 >0danR 1 = D 21 D21>0, 3 4 A jωi B 2 C 1 D 12 A jωi B 1 C 2 D 21 mempunyai rank kolom penuh untuk semua ω, mempunyai rank baris penuh untuk semua ω Akibat dari keempat asumsi diatas maka diperoleh dua buah matriks Hamiltonian berikut: H 2 := J 2 := A B 2 R 1 1 D 12C 1 B 2 R 1 1 B 2 C1 (I D 12R1 1 D 12 )C 1 (A B 2 R1 1 D 12 C 1) (A B 1D 21 R 1 2 C 2 ) C 2 R 1 2 C 2 B 1 (I D 21R 1 2 D 21 )B 1 (A B 1 D 21R 1 2 C 2 ) dimana H 2 dan J 2 dom (Ric) dan lebih jauh, X 2 = Ric (H 2 ) 0dan Y 2 = Ric (J 2 ) 0 Definisikan dan F 2 := R1 1 (B 2 X 2 + D12 C 1),L 2 := (Y 2 C2 + B 1 D 21 )R 1 2 A F2 := A + B 2 + F 2,A L2 := A + L 2 C 2, B 1L2 := B 1 + L 2 D 21,C 1F2 := C 1 + D 12 F 2, Â 2 := A + B 2 F 2 + L 2 C 2, G c (s) = A F 2 I,G f (s) = A L 2 B 1L2 C 1F2 0 I 0 Sebelum masuk ke dalam teorema yang utama maka diperlukan lemma berikut ini: Lemma 26 Misalkan U, V RH didefinisikan sebagai: U = A F 2 B 2 R 1/2 1, V = A L2 B 1L2 C 1F2 D 12 R 1/2 1 R 1/2 2 C 2 R 1/2 2 D 21 Maka U adalah inner dan V adalah co-inner, U G c RH 2 dan G fv RH 2

26 BAB 2 TEORI DASAR 32 Bukti: Pembuktian menggunakan sifat-sifat dasar aljabar dari perkalian matriks blok Dari U diperoleh: Maka, dan U U(s) = U (s) = A F 2 C1F 2 R 1/2 1 B2 R 1/2 1 D12 U G c (s) = Dengan menggunakan transformasi similaritas A F C 1F C 1F C 1F 0 A F B 2 R 1/2 1 R 1/2 1 B2 R 1/2 1 D12 C 1F I A F C1F C 1F 0 0 A F I R 1/2 1 B2 R 1/2 1 D12 C 1F 0 I X 2 0 I pada U U maupun pada U Gc dan akibat persamaan A F 2 X 2 + X 2 A F2 + C 1F 2 C 1F2 =0 diperoleh A F 0 0 U U(s) = 0 A F B 2 R 1/2 1 = I R 1/2 1 B2 0 I A F 0 X 2 U G c (s) = 0 A F I = A F X 2 R 1/2 R 1/2 1 B2 1 B RH 2 dengan sifat dualitas, maka G f V RH 2 dan V adalah co-inner Teorema 22: Terdapat kontrol optimal yang tunggal K opt (s) := Â2 L 2 F 2 0

27 BAB 2 TEORI DASAR 33 lebih lanjut, min T zw 2 2 = G cb R 1/2 1 F 2 G f 2 2 = trace(b 1 X 2B 1 )+trace(r 1 F 2 Y 2 F 2 ) Bukti: Misalkan parameterisasi pengontrol K(s) =F l (M 2,Q) Â 2 L B 2 M 2 (s) = F 0 I C 2 I 0,Q RH 2 dengan dan misalkan diagram sistem sebagai berikut: Maka T zw = F 1 (N,Q) dengan z w G y u M 2 y 1 u 1 Q N = A F B 2 F B 1 B 2 0 A L B 1L 0 C 1F D 12 F 0 D 12 0 C 2 D 21 0 Berdasarkan teorema di atas, diperoleh bahwa F 1 (G, K) =T zw = N 11 + N 12 QN 21, dengan N 11 = G 11 + G 12 M 2 Ỹ 2 G 21,

28 BAB 2 TEORI DASAR 34 N 12 = G 12 M 2, Sehingga N 21 = M 2 G 21, M 2 (s) = A F B 2, M 2 (s) = A L L, F I C I X (s) = A F L, X (s) = A L B 1L, C 1F I F I Y (s) = A F L, Ỹ (s) = A L L F 0 F 0 T zw = N 11 + N 12 QN 21 = A B 1 + A B 2 A F B 2 A L L A B 1 C 1 0 C 1 D 12 F I F 0 C 2 D 21 + A B 2 A F B 2 Q A L L A B 1 C 1 D 12 F I C 2 D 21 C 2 D 21 = A B A B 2 F B 2 A L LC 2 LD A C 1 0 F B 2 0 A B 1 C 1 D 12 F D 12 F 0 0 A B 2 F B 2 A L LC 2 LD A F B 2 Q 0 A B 1 C 1 D 12 F D 12 C 2 C 2 D 21 B 1L = A F B 1 + A F B 2 A L C 1F 0 C 1F D 12 F 0 = A F B 1 C 1F 0 + A F B 2 C 1F D 12 B 1L F A L F 0 B 1L + A F B 2 Q A L C 1F D 12 C 2 D 21 + A F B 2 C 1F D 12 B 1L Q A L C 2 D 21 T zw = G c B 1 UR 1/2 1 FG f + UR 1/2 1 QR 1/2 2 V

29 BAB 2 TEORI DASAR 35 Dari lemma 24 diperoleh bahwa G c B 1 dan U saling orthogonal Sehingga T zw 2 2 = G cb UR 1/2 1 FG f UR 1/2 1 QR 1/2 2 V 2, 2 T zw 2 2 = G cb 1 2 R 2 + 1/2 1 FG f UR 1/2 1 QR 1/2 2 V 2 2 Dan karena G f dan V juga orthogonal menurut lemma 24 di atas, maka: T zw 2 2 = G cb R 1/2 1 FG f R 1/2 1 QR 1/2 2 V T zw 2 2 = G cb R 1/2 1 FG f R 1/2 1 QR 1/2 2 V Persamaan di atas jelas menunjukkan bahwa Q =0memberikankontrol H 2 yang optimal dan tunggal Maka K = F 1 (M 2, 0)adalah pengontrol yang optimal dan tunggal Masalah Kontrol H Kontrol Optimal H : Mencari semua pengontrol K (s) yang diperkenankan sehingga T zw minimum Pada pengontrol H kasus MIMO (Multi Input MultiOutput) tidaklah tunggal Pencarian pengontrol optimal H sangatlah rumit baik secara numerik maupun secara analitik Oleh karena itu, cukup dicari pengontrol dengan norm yang sangat dekat dengan norm pengontrol optimal, yang disebut pengontrol suboptimal Masalah kontrol suboptimal H dapat dinyatakan sebagai berikut: Kontrol Suboptimal H : Diberikan γ>0, menentukan semua pengontrol yang diperkenankan K (s), jika ada, sehingga T zw <γ Solusi dari H terkait dengan dua matriks Hamiltonian sebagai berikut: A γ H := 2 B 1 B1 B 2B2 A, J := γ 2 C1 C 1 C2 C 2 C1C 1 A B 1 B1 A Teorema 23 Terdapat pengontrol yang diperkenankan sehingga T zw <γjika dan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi:

30 BAB 2 TEORI DASAR 36 1 Matriks Hamiltonian H dom (Ric) danric (H ) > 0 2 Matriks Hamiltonian J dom (Ric) danric (J ) > 0 3 ρ (X Y ) <γ 2 Jika ketiga kondisi ini terpenuhi, salah satu pengontrol K mempunyai realisasi sebagai berikut: K sub (s) :=  Z L, F 0 dengan  = A + γ 2 B 1 B1 X + B 2F + Z L C 2, F =B1 X, Z =(I γ 2 X Y ) 1, L = Y C2 Untuk membuktikan Teorema 23, kita memerlukan beberapa lemma dan teorema pendukung Lemma 27 Misalkan X R nxn, Y R nxn, dengan X = X > 0danY = Y > 0 Misalkan r adalah bilangan bulat positif, maka terdapat matriks X 12 R nxr, X 2 1 R rxr sehingga X 2 = X2 > 0, X X 12 > 0dan 12 = Y, X12 X 2 X12 X 2 jika dan jika X I n 0danrank I n n + r Y Y I n Bukti: (<=) Berdasarkan asumsi, terdapat matriks X 12 R nxr sehingga X Y 1 = X 12 X 12 Definisikan X 2 = I r, maka bukti telah lengkap (=>) Gunakan Schur Complement, Y = X 1 + X 1 X 12 ( X2 X 12X 1 X 12 ) 1 X 12 X 1, I n invers-kan persamaan di atas diperoleh Y 1 = X X 12 X 1 2 X 12 Jadi, X Y 1 = X 12 X 1 2 X 12 0danrank (X Y 1 )=rank ( X 12 X 1 2 X 12) r

31 BAB 2 TEORI DASAR 37 Lemma 28 (Bounded Real Lemma) Misalkan γ>0, G(s) = A C B D dan H = A BR 1 D C 1 C (I DR 1 D )C BR 1 B (A + BR 1 D C), dengan R = γ 2 I D D, maka pernyataan pernyataan berikut ekivalen: 1 G <γ 2 σ (D) < γdan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner 3 σ (D) <γdan H dom (Ric) 4 σ (D) <γdan H dom (Ric) dan Ric (H) =0(Ric (H) > 0jika(C, A) terobservasi) 5 σ(d) < γ dan terdapat X 0 sehingga X(A + BR 1 D C) + (A + BR 1 D C) X + XBR 1 B X + C (I + DR 1 D )C = 0 dan A + BR 1 D C + BR 1 B Xtidak mempunyai nilai eigen di sumbu imajiner 6 σ(d) <γ dan terdapat X>0 sehingga X(A + BR 1 D C)+(A + BR 1 D C) X + XBR 1 B X + C (I + DR 1 D )C<0 7 Terdapat X>0sehingga XA + A X XB C B X γi D C D γi < 0 Lemma 29Terdapat pengontrol yang diperkenankan berorde r sehingga T zw <γ hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi :

32 BAB 2 TEORI DASAR 38 1 Terdapat Y 1 > 0 sehingga AY 1 + Y 1 A + Y 1C 1C 1 Y 1 /γ 2 + B 1B 1 γ 2 B 2 B 2 < 0 2 Terdapat X 1 > 0 sehingga X 1 A + A X 1 + Y 1B 1 B 1X 1 /γ 2 + B 1B 1 γ2 C 2 C 2 < 0 3 X 1 /γ I n 0, rank X 1 /γ I n n + r I n Y 1 / γ I n Y 1 / γ Bukti: Misalkan terdapat pengontrol K (s) berorder sehingga T zw <γ Misalkan K (s) mempunyai realisasi ruang keadaan sebagai berikut: K(s) := Â ˆB Ĉ ˆD Fungsi transfer tertutup dari w ke z pada persamaan (264) dapat dituliskan sebagai berikut: T zw = A + B 2 ˆDC2 B 2 C k B 1 + B 2 D k D 21 B k C 2 A k B k D 21 = A c C c C 1 + D 12 D k C 2 D 12 C k D 12 D k D 21 B c D c Misalkan R = γ 2 I Dc D c, R = γ 2 I Dc D c Berdasarkan bounded real lemma, terdapat X = X 1 X 12 X12 X 2 > 0 sehingga X(A C + B C R 1 DC C C)+(A C + B C R 1 DC C C) X + XBC R 1 BC X + CC R 1 C C < 0 (266) X + XB c R 1 Bc X + Cc R 1 C c < 0 (267) Setelah melalui beberapa manipulasi aljabar, diperoleh X 1 A + A X 1 + X 1B 1 B1 X 1/ γ 2 + C1 C 1 γ 2 C2 C 2 ( )( + X 1 B 1 D + X12 B + γ 2 C2 γ 2 I D ) 1 ( D X 1 B 1 D + X12 B + γ 2 C2) < 0,

33 BAB 2 TEORI DASAR 39 yang mengakibatkan bahwa X 1 A + A X 1 + X 1B 1 B 1 X 1 / γ 2 + C 1 C 1 γ 2 C 2 C 2 < 0 Dilain pihak, misalkan Ỹ = γ 2 X 1, dan partisi Ỹ sebagai maka Ỹ = Y 1 Y 12 Y12 Y 2 > 0, ( Ac + B c R 1 D cc c ) Ỹ + Ỹ ( A c + B c R 1 D cc c ) + ỸC c R 1 C c Ỹ + B c R 1 B c < 0 Ini memberikan AY 1 + Y 1 A + B 1 B1X 1 γ 2 B 2 B2 + Y 1C 1C 1 Y 1 / γ 2 + (Y 1 C 1 D + Y C 12 + γ 2 B 2 )(γ 2 I D D ) 1 ( Y 1 C1 D ) + Y C 12 + γ 2 B 2 < 0, yang mengakibatkan bahwa AY 1 + Y 1 A + B 1 B 1X 1 γ 2 B 2 B 2 + Y 1C 1C 1 Y 1 /γ 2 < 0 Berdasarkan lemma 27, diberikan X 1 > 0danY 1 > 0 terdapat X 12 dan X 2 sehingga Ỹ = γ 2 X 1 atau Ỹ/ γ = ( X/γ) 1: X 1/ γ I n I n Y 1/γ 0,rank X 1/ γ I n I n Y 1/γ n + r Untuk menunjukkan pertidaksamaan pada lemma terakhir termasuk eksistensi dari solusi stabil persamaan Riccati X dan Y, kita memerlukan teorema berikut Teorema 24 Misalkan R 0 dan andaikan (A, R) terkontrol dan terdapat X = X sehingga ϑ (X) =XA + A X + XRX + Q<0, maka terdapat solusi X + >X untuk persamaan Riccati X + A + A X + + X + RX + + Q<0,

34 BAB 2 TEORI DASAR 40 sehingga A + RX + antistabil Bukti: Misalkan R = BB untuk suatu B Perhatikan bahwa (A, R) terkontrol jika dan hanya jika (A, B) terkontrol Misalkan X sedemikian sehingga ϑ (X) < 0 Karena (A, B) terkontrol maka terdapat F 0 sehingga A 0 = A BF 0 antistabil Misalkan X 0 = X 0 adalah solusi tunggal untuk persamaan Lyapunov X 0 A 0 + A 0 X 0 F 0 F 0 + Q =0 Definisikan bahwa ˆF 0 = F 0 + B X, maka kita mempunyai persamaan berikut: (X 0 X) A 0 + A 0 (X 0 X) = ˆF 0 ϑ (X) > 0 Karena A 0 antistabil, ini mengakibatkan X 0 >X Kita mulai dengan X 0 definisikan barisan tak turun matriks Hermitian {X i } Berkaitan dengan {X i }, kita definisikan juga barisan matriks antistabil {A i }dan barisan matriks {F i } Asumsikan secara induktif bahwa kita telah mendefinisikan matriks {X i }, {A i }, dan {F i } untuk i sampai n 1 sehingga X i Hermitian dan X 0 X 1 X n 1 X, A i = A BF i antistabil, i =0, 1,, n 1; Selanjutnya, kita perkenalkan F i = B X i 1, i =0, 1,, n 1; X i A i + A i X i = F i F i Q, i =0, 1,, n 1 (268) F n = B X n 1, A n = A BF n

35 BAB 2 TEORI DASAR 41 Pertama kita tunjukkan bahwa A n antistabil Gunakan persamaan (268) dengan i = n 1, kita peroleh X n 1 A n + A n X n 1 + Q Fn F n (F n F n 1 ) (F n F n 1 )=0 (269) Misalkan ˆF n = F n + B X, maka (X n 1 X) A n + A n (X n 1 X) = ϑ (X)+ ˆF n ˆF n +(F n F n 1 ) (F n F n 1 ) > 0, (270) ini mengakibatkan bahwa A n antistabil menurut teorema Lyapunov karena X n 1 X>0 Sekarang kita perkenalkan X n sebagai solusi tunggal dari persamaan Lyapunov: X n A n + A nx n = FnF n Q, (271) maka X n Hermitian Selanjutnya, kita mempunyai (X n 1 X) A n + A n (X n 1 X) = ϑ (X)+ ˆF n ˆF n > 0, dan dengan menggunakan persamaan (269), (X n 1 X) A n + A n (X n 1 X) =(F n F n 1 ) (F n F n 1 ) > 0 Karena A n antistabil maka X n 1 X n >X Kita mempunyai barisan tak turun {X i }, dan barisan terbatas dibawah oleh X i >X Oleh karena itu, limit X + = lim n X n ada dan Hermitian dan kita mempunyai X + >X Kita ambil limit n pada persamaan (269), kita peroleh ϑ (X + )=0 Jadi,X + adalah solusi dari persamaan (265) Perlu dicatat bahwa X + X 0dan (X + X) A + + A + (X + X) = ϑ (X)+(X + X) R (X + X) > 0 (272)

36 BAB 2 TEORI DASAR 42 Jadi, X + X>0danA + = A + RX + stabil Bukti (Teorema 21): ( ) 1 Karena T zw <γmaka berdasarkan Bounded Real Lemma H dom(ric) Selanjutnya dengan menggunakan lemma 26 bagian (1), kita peroleh bahwa terdapat Y 1 > 0 sehingga AY 1 + Y 1 A + Y 1 C 1 C 1Y 1 /γ 2 + B 1B 1 γ 2 B 2B 2 < 0 Dengan menggunakan Teorema (22) dapat disimpulkan bahwa terdapat Y> Y 1 > 0 sehingga AY + YA + YC 1 C 1 Y/γ2 + B 1 B 1 γ 2 B 2 B 2 = 0 (273) dan A + C 1 C 1Y/γ 2 antistabil Misalkan X = γ 2 Y 1,karenaY > 0maka X > 0 Kalikan persamaan (272) dengan Y 1 dari kanan dan dengan X dari kiri, maka diperoleh ( X A + A X + X B1 B1 / ) γ 2 B 2B2 X + C1C 1 =0 (274) Persamaan (274) dapat dituliskan sebagai ( X A + X B1 B1 / ) γ 2 B 2B2 X = A X C1C 1 X 1 X (275) Kalikan persamaan (275) dengan X 1, diperoleh ( A + B1 B1 / ) γ 2 B 2B2 X = X 1 A X X 1 C1C 1 X 1 X (276) Karena X > 0makaX 1 > 0 sedangkan A + C 1 C 1Y /γ 2 antistabil, maka ( X 1 A + C 1 C ) ( ) 1Y /γ 2 X < 0 Jadi, A + B1 B1/ γ 2 B 2 B2 X stabil 2 Dengan cara yang sama pada bagian (1) diperoleh bahwa H dom (Ric) dan berdasarkan lemma 26 bagian (2) dan teorema 24 dapat disimpulkan bahwa terdapat X>X 1 > 0 sehingga XA + A X + C 1 C 1 γ2 C 2 C 2 + XC 1 C 1X / γ 2 =0

37 BAB 2 TEORI DASAR 43 dan A + B 1B 1 X /γ 2 antistabil Misalkan Y = γ 2 X 1, kita peroleh ( ) AY + Y A + Y C 1 C 1 /γ 2 C 2C2 Y + B 1 B1 = 0 (277) ( ) dan A + C 1 C 1 / γ 2 C 2 C2 Y stabil Jadi, Y = Ric (H ) > 0 3 Berdasarkan Lemma (26) bagian (3) diperoleh 1 γy I n = X/γ I n > X/γ I n Y/γ I n Y 1 /γ I n γx 1 I n 0 Karena γy 1 I n I n γx 1 > 0danγY 1 > 0makaberdasarkanSchur Complement kita peroleh γy 1 I nγ 1 X I n > 0atauρ(X Y ) <γ 2 ( ) Untuk melengkapi bukti, kita hanya perlu menunjukkan bahwa pengontrol K sub (s) yang diberikan pada Teorema 21 mengakibatkan T zw <γ Perhatikan fungsi transfer lup tertutup dari w ke z (dengan K sub diberikan), A B 2 F B 1 T zw = Z L C 2 Â Z L D 21 =: A C B C C C D C C 1 D 12 F 0 Definisikan maka P>0 dan P = γ 2 Y 1 γ 2 (Z ) Y 1 γ 2 Y 1 Z 1 γ 2 Y 1Z 1 PA C + A C P + PB CB C P/γ2 =0, Selain itu, A C + B C BCP/γ 2 = A + B 1B1Y 1 B 2 F B 1 B1Y 1 Z 1 0 A + B 1 B1 X /γ 2 + B 2 F

38 BAB 2 TEORI DASAR 44 tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner karena A + B 1B 1X / γ 2 + B 2 F stabil dan A+B 1 B1 Y 1 antistabil Berdasarkan Bounded Real Lemma T zw <γ Teorema (23) di atas menunjukkan bahwa pengontrol suboptimal H optimal dan tunggal

Bab 2 TEORI KONTROL H

Bab 2 TEORI KONTROL H Bab 2 TEORI KONTROL H Penempatan pole (Pole Placement) danlinear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem. Kelemahan dari strategistrategi ini adalah

Lebih terperinci

menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2.

menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2. BAB II Teori Kontrol H 4 BAB II Teori Kontrol H Bab ini akan membahas teori kontrol H yang tujuannya adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H Untuk itu pertama-tama akan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 0 KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

Lebih terperinci

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang Abstrak Dikemukakan masalah pengendali (controller) suboptimal, yaitu mencari pengendali yang diperkenankan sehingga kinerja

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk

Lebih terperinci

SISTEM KONTROL LINIER

SISTEM KONTROL LINIER SISTEM KONTROL LINIER Silabus : 1. SISTEM KONTROL 2. TRANSFORMASI LAPLACE 3. PEMODELAN MATEMATIKA DARI SISTEM DINAMIK 4. ANALISIS SISTEM KONTROL DALAM RUANG KEADAAN 5. DESAIN SISTEM KONTROL DALAM RUANG

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas

Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Slide II Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB February 2012 TBK (IPB) Kalkulus Variasi February 2012 1 / 37 Masalah Brachystochrone

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Konvek Definisi 2.1.1. Suatu himpunan C di R n dikatakan konvek jika untuk setiap x, y C dan setiap bilangan real α, 0 < α < 1, titik αx + (1 - α)y C atau garis penghubung

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB

Kalkulus Variasi. Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB Kalkulus Variasi Masalah Kalkulus Variasi, Fungsional Objektif, Variasi, Syarat Perlu Optimalitas Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Februari 2014 tbakhtiar@ipb.ac.id (IPB) MAT332 Kontrol Optimum

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 1 5 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU YULIAN SARI Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

Kontrol Optimum. Prinsip Maksimum Pontryagin. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB. Februari 2014

Kontrol Optimum. Prinsip Maksimum Pontryagin. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB. Februari 2014 Kontrol Optimum Prinsip Maksimum Pontryagin Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Februari 214 tbakhtiar@ipb.ac.id (IPB) MAT332 Kontrol Optimum Februari 214 1 / 25 Outline Masalah kontrol optimum Prinsip

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION. Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION. Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstract. On solving the optimal control for the linear discrete-time

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono Program Studi Matematika Jurusan Matematika FSM UNDIP Onforest212@gmail.com Abstrak: Metode matriks pseudo

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. ii. Constant returns to scale, yaitu situasi di mana output meningkat sama banyaknya dengan porsi peningkatan input

II LANDASAN TEORI. ii. Constant returns to scale, yaitu situasi di mana output meningkat sama banyaknya dengan porsi peningkatan input 2 II LANDASAN EORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa definisi dan teori penunjang yang akan digunakan dalam karya ilmiah ini. 2.1 Istilah Ekonomi Definisi 1 (Pertumbuhan Ekonomi) Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengantar proses stokastik dan rantai Markov, yang akan digunakan untuk analisis pada bab-bab selanjutnya. 2.1 Pengantar Proses

Lebih terperinci

Kalkulus Variasi. Persamaan Euler, Masalah Kalkulus Variasi Berkendala, Syarat Batas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB.

Kalkulus Variasi. Persamaan Euler, Masalah Kalkulus Variasi Berkendala, Syarat Batas. Toni Bakhtiar. Departemen Matematika IPB. Kalkulus Variasi Persamaan Euler, Masalah Kalkulus Variasi Berkendala, Syarat Batas Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Februari 214 tbakhtiar@ipb.ac.id (IPB) MAT332 Kontrol Optimum Februari 214 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER 2.1 Program Linier Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika yang mempunyai fungsi objektif dan kendala berbentuk linier untuk meminimalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono, J2A605006, Jurusan Matematika, FSM UNDIP, Semarang, 2012 Abstrak: Metode matriks pseudo invers merupakan

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif, yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu effective yang artinya berhasil. Menurut kamus ilmiah popular, efektivitas

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keterkendalian (Controlability) Contoh Soal Ringkasan Latihan Contoh Soal Ringkasan Latihan Vektor Bebas Linear Keterkendalian Keadaan Secara Sempurna dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Optimasi Non-Linier Suatu permasalahan optimasi disebut nonlinier jika fungsi tujuan dan kendalanya mempunyai bentuk nonlinier pada salah satu atau keduanya. Optimasi nonlinier

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Nilai mutlak pada definisi tersebut di interpretasikan untuk mengukur jarak dua

Nilai mutlak pada definisi tersebut di interpretasikan untuk mengukur jarak dua II. LANDASAN TEORI 2.1 Limit Fungsi Definisi 2.1.1(Edwin J, 1987) Misalkan I interval terbuka pada R dan f: I R fungsi bernilai real. Secara matematis ditulis lim f(x) = l untuk suatu a I, yaitu nilai

Lebih terperinci

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK TIM DOSEN KK MODELING AND COMPUTATIONAL EXPERIMENT 1 REVIEW KALKULUS & KONSEP ERROR Fungsi Misalkan A adalah himpunan bilangan. Fungsi f dengan domain A adalah sebuah aturan

Lebih terperinci

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik,

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0}

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0} BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan R menyatakan himpunan bilangan riil. Notasi R n menyatakan himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x } dan R n + := {x= (x

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model Linier dengan n pengamatan dan p variable penjelas biasa ditulis sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Model Linier dengan n pengamatan dan p variable penjelas biasa ditulis sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Model Linear Model Linier dengan n pengamatan dan p variable penjelas biasa ditulis sebagai berikut : Y i = β 0 + X i1 β 1 + X i2 β 2 + + X ip β p +ε i ; i = 1,2,, n bila dirinci

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI METODE TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Fenny Basuki NIM: 831143 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa pengertian dari optimasi bersyarat dengan kendala persamaan menggunakan multiplier lagrange serta penerapannya yang akan digunakan sebagai landasan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Maksimum, Minimum, dan Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Titik Kritis Misalkan p = (x, y) adalah sebuah titik peubah dan p 0 = (x 0, y 0 ) adalah sebuah titik tetap pada bidang berdimensi dua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

Masalah Peredaman Gangguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear Time Invariant Lingkar Terbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis

Masalah Peredaman Gangguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear Time Invariant Lingkar Terbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis JURNAL FOURIER April 6, Vol 5, No, - ISSN 5-763X Masalah Peredaman angguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear ime Invariant Lingkar erbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis Muhammad

Lebih terperinci

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Vol 7, No2, 92-97, Januari 2011 Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Nur Erawati Abstrak Suatu sistem linear yang matriks transfernya berupa matriks rasional proper,

Lebih terperinci

Indikator : Menentukan penarikan kesimpulan dari beberapa premis. Modus Ponens Modus Tollens Silogisme

Indikator : Menentukan penarikan kesimpulan dari beberapa premis. Modus Ponens Modus Tollens Silogisme Indikator : Menentukan penarikan kesimpulan dari beberapa premis Modus Ponens Modus Tollens Silogisme p q p q p q p ~q q r q ~p p r Bentuk ekuivalen : p q ~q ~p p q ~p q Soal 1 : Diketahui premis : Premis

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN

asimtot.wordpress.com BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Kalkulus Differensial dan Integral sangat luas penggunaannya dalam berbagai bidang seperti penentuan maksimum dan minimum. Suatu fungsi yang sering digunakan mahasiswa

Lebih terperinci

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John... (Caturiyati) SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu TE 226 - Sistem Linier Jimmy Hasugian Electrical Engineering - Maranatha Christian University jimlecture@gmail.com - http://wp.me/p4scve-g Sistem Waktu Kontinu Jimmy Hasugian (MCU) Sistem Waktu Kontinu

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

METODE PSEUDO ARC-LENGTH DAN PENERAPANNYA PADA PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NONLINIER TERPARAMETERISASI

METODE PSEUDO ARC-LENGTH DAN PENERAPANNYA PADA PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NONLINIER TERPARAMETERISASI Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 4 Hal. 9 17 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND METODE PSEUDO ARC-LENGTH DAN PENERAPANNYA PADA PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NONLINIER TERPARAMETERISASI RAHIMA

Lebih terperinci

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 9 97 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU FANNY YULIA SARI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks 6. Tentukan polinomial karakteristik dari matriks transformasi A=. Andaikan A adalah matriks persegi berdimensi x. Polinom karakteristik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

Open Source. Not For Commercial Use

Open Source. Not For Commercial Use Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Limit dan Kekontinuan Misalkan z = f(, y) fungsi dua peubah dan (a, b) R 2. Seperti pada limit fungsi satu peubah, limit fungsi dua peubah bertujuan untuk mengamati

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II KALKULUS MULTIVARIABEL II Integral Garis Medan Vektor dan (Minggu ke-8) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia 1 Integral Garis Medan Vektor 2 Terkait Lintasan Teorema Fundamental untuk

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

02-Pemecahan Persamaan Linier (1)

02-Pemecahan Persamaan Linier (1) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Vektor dan Persamaan Linier Bagian : Teori Dasar Eliminasi Bagian 3: Eliminasi Menggunakan Matriks Bagian 4:

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (216) 2337-352 (231-928X Print) A-25 Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit Yunita Indriana Sari dan Didik Khusnul Arif Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada. Turunan Fungsi q Definisi Turunan Fungsi Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat a. Turunan pertama fungsi f di =a ditulis f (a) didefinisikan dengan f ( a h) f ( a) f '( a) lim

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan

Lebih terperinci