BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi"

Transkripsi

1 BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh matriks positif pada tahun Teorema Perron ini akan digunakan dalam pembahasan pada Bab III. Sifat-sifat yang akan dibahas antara lain ; Teorema Perron (1907) berdasar pada A.Horn [1], dan Teorema Jordan berdasar pada R.Fletcher [9]. Sebelum membahas mengenai Teorema Perron berikut ini akan dikenalkan notasi yang akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Misalkan A M n (C) dengan entri-entri bilangan kompleks, yaitu A = [a ij ] untuk setiap i, j = 1,2,, n dan M n (C) adalah ruang matriks kompleks n n. Matriks A disebut matriks positif dinotasikan A > 0, jika untuk setiap elemen dari matriks A bernilai positif. Pada proyek ini notasi a menyatakan matriks atau vektor yang entri-entri matriks atau vektornya adalah nilai mutlak entri-entri matriks atau vektor a. II.1 Matriks Positif Untuk membahas Teorema Perron akan diawali dengan pembahasan mengenai sifatsifat matriks positif, khususnya untuk matriks persegi. Tujuannya untuk menyelidiki ke arah mana perluasan sifat matriks positif ini diturunkan berdasarkan nilai eigen dan vektor eigen pada matriks A. Pada pembahasan AHP, matriks yang digunakan adalah matriks positif sehingga sifat-sifat yang berlaku dalam matriks positif perlu dikaji terlebih dahulu. 4

2 5 Definisi II.1.1 Jika A M n (C) dan x C n pandang persamaan Ax = λx, x 0, dengan λ C. Skalar λ disebut nilai eigen matriks A dan x disebut vektor eigen yang berkorespondensi dengan λ. Definisi II.1.2 Misalkan A M n (C). Himpunan semua nilai eigen A disebut spektrum A, dinotasikan σ(a). Spektral radius dari matriks A adalah ρ(a) = max{ λ : λ σ(a)}, Spektral radius dinotasikan ρ(a) merupakan lingkaran terkecil dalam bidang kompleks yang memuat semua nilai eigen dari matriks A. Akibat II.1.1 Misalkan A M n (C), x R n, x > 0 dan A 0, pernyataan di bawah ini benar. Jika α, β 0 sehingga αx Ax βx, maka α ρ(a) β. Jika αx Ax, maka α < ρ(a). Jika Ax < βx, maka ρ(a) < β. Untuk bukti Akibat II.1.1, dapat di lihat di A.Horn [1] Lema II.1.1 Misalkan A M n (C) dengan A > 0. Jika Ax = λx, untuk x C n, λ R, x 0, dan λ = ρ(a), maka A x = ρ(a) x dan x > 0. Bukti: Perhatikan bahwa ρ(a) x = λ x = λx = Ax A x = A x. Misalkan y = A x ρ(a) x 0. Karena x 0 dan x 0 diperoleh A x > 0. Untuk kasus y = 0 didapat A x = ρ(a) x x = ρ(a) 1 A x > 0

3 6 Untuk kasus y 0, terlebih dahulu definisikan z = A x > 0 sehingga 0 < y = Az ρ(a)z berarti Az > ρ(a)z. Berdasar Akibat II.1.1 didapat ρ(a) > ρ(a). Hal ini tidak mungkin. Haruslah y = 0 sehingga kesimpulannya x > 0. Teorema II.1.2 Misalkan A M n (C) dan A > 0, dan ρ(a) > 0, maka terdapat vektor positif x C n sehingga Ax = ρ(a)x Bukti: Terdapat λ dengan λ = ρ(a) > 0 berdasar Definisi II.1.2 dan bersesuaian dengan vektor eigen x 0. Dari Lema II.1.1 vektor tersebut adalah x. Lema II.1.3 Misalkan A M n (C) dan A > 0. Jika Ax = λx, x 0, dan λ = ρ(a), maka untuk suatu θ R, e iθ x = x > 0, Bukti: Berdasarkan hipotesis diperoleh Ax = λx = ρ(a) x, berdasarkan Lema II.1.1 diperoleh A x = ρ(a) x dan x > 0. Perhatikan bahwa untuk setiap k = 1,, n, berlaku n ρ(a) x k = λ x k = λx k = a kp x p n a kp x p = p=1 p=1 p=1 n a kp x p = ρ(a) x p = ρ(a) x k (2.1) Dengan demikian, ketaksamaan (2.1) mengakibatkan bilangan kompleks tak nol a kp x p, p = 1,..., n semuanya harus terletak dalam satu garis di bidang kompleks. Selanjutnya, tulis e iθ a kp x p > 0 untuk semua p = 1,, n dan untuk suatu θ R. Karena a kp > 0, kita dapatkan e iθ x p > 0.

4 Teorema II.1.4 Misalkan A M n (C), A > 0, dan λ σ(a), maka λ < ρ(a), untuk setiap nilai eigen λ ρ(a). 7 Bukti: Berdasar Definisi II.1.2, λ ρ(a) untuk semua nilai eigen λ dari A. Selanjutnya untuk kasus λ = ρ(a) dan Ax = λx, x 0, berdasarkan Lema II.1.3 terdapat x = e iθ x > 0, untuk suatu θ R. Dengan demikian ρ(a) x = A x = Ae iθ x = e iθ Ax = e iθ λx = λe iθ x = λ x Akibatnya diperoleh λ = ρ(a). Teorema II.1.5 Misalkan A M n (C) dengan A > 0, w dan z adalah vektor-vektor tak nol di C sehingga Aw = ρ(a)w dan Az = ρ(a)z, maka terdapat suatu α C sehingga w = αz. Bukti: Berdasarkan Lema II.1.3 terdapat bilangan real θ 1 dan θ 2 sehingga p = e iθ 1 z > 0 q = e 1iθ 2 w > 0

5 8 Tulis β = min 1 i n q i p i, dengan q i adalah entri ke-i dari vektor q dan p i adalah entri ke-i dari vektor p Definisikan pula r = q βp dengan r, p, q adalah vektor C. Diperoleh r 0 dan paling sedikit satu koordinat dari r adalah 0, ini berarti r bukan merupakan vektor positif, selanjutnya pandang Ar = Aq βap = ρ(a)q βρ(a)p = ρ(a)(q βp) = ρ(a)r Andaikan r 0, maka Ar = ρ(a)r > 0, sehingga r = ρ(a) 1 Ar > 0. Karena kondisi ini tidak benar maka haruslah r = 0. Dengan demikian : q = βp e 1iθ 2 w = βe iθ 1 z w = βe iθ 2 iθ 1 z = βe i(θ 2 θ 1 ) z = αz, (dengan α = βe i(θ 2 θ 1 ) )

6 Akibat II.1.6 Misalkan A M n (C) dan misalkan pula A > 0,maka terdapat vektor tunggal x C n sehingga Ax = ρ(a)x, x > 0, dan x 1 = n i=1 x i = 1 Bukti: Misalkan x 1 dan x 2 adalah vektor-vektor yang memenuhi 9 Ax = ρ(a)x, x > 0, x 1 = n x i = 1 (2.2) i=1 Berdasarkan Teorema II.1.5 x 1 = αx 2, untuk suatu α C. Karena x 1 > 0 dan x 2 > 0 maka α > 0, x 1 1 = x 2 1 = 1. Dengan demikian x 1 1 = α x 2 1 x 1 1 = x 2 1, untuk α = 1 sehingga x 1 = x 2. Jadi, terbukti bahwa x yang memenuhi persamaan (2.2) adalah tunggal. Lema II.1.7 Misalkan A M n (C), A > 0, λ C dan x, y C. Jika L = xy T dan berlaku ; (1.) Ax = λx (2.) A T y = λy (3.) x T y = 1 maka (a.) Lx = x dan y T L = y T (b.) L m = L untuk setiap m = 1, 2,... (c.) A m L = LA m = λ m L untuk setiap m = 1,2,...

7 10 Bukti: (d.) L(A λl) = 0 (e.) (A λl) n = A m λ m L untuk setiap m =1,2,... dan (f.) semua nilai eigen tak nol dari A λl, merupakan nilai eigen dari A. Jika diberikan asumsi tambahan (4.) λ 0 (5.) λ adalah nilai eigen dari A dengan multiplisitas geometri 1, maka ; (g.) λ merupakan nilai eigen dari A λl. Jika kita asumsikan bahwa (6.) λ = ρ(a) > 0; (7.) λ merupakan satu-satunya nilai eigen dari A dengan modulus ρ(a), dan jika λ 1 λ 2 λ n 1 < λ n = λ = ρ(a), maka: (h.) ρ(a λl) λ n 1 < ρ(a); (i.) (λ 1 A) m = L + (λ 1 A L) m L untuk m ; dan (j.) untuk setiap r C sehingga [ λ n 1 ] <r< 1 terdapat suatu C = ρ(a) C(r, A) sehingga (λ 1 A) m L < Cr m untuk semua m = 1,2,... (a.) Perhatikan bahwa x T y = 1. Dengan mengalikan kedua ruas dengan x T diperoleh x T yx T = x T xy T x = x Lx = x

8 11 Selanjutnya dari asumsi (3) kalikan kedua ruas dengan y sehingga didapat yx T y = y y T xy T = y T y T L = y T Jadi terbukti bahwa Lx = x dan y T L = y T. (b.) Akan dibuktikan L m = L untuk setiap m= 1,2,... dengan menggunakan induksi matematika. Untuk m = 1 jelas benar. Selanjutnya kita misalkan benar untuk m = n, akan dibuktikan benar juga untuk m = n + 1. Perhatikan bahwa : L n+1 = L n L = LL = (xy T )L = xy T xy T = x(y T L) = xy T = L. Jadi terbukti bahwa L m = L untuk setiap m = 1,2,... (c.) Untuk membuktikan A m L = LA m = λ m L untuk setiap m= 1,2,..., cukup dibuktikan : A m L = λ m dan LA m = λ m L.

9 12 A m L = λ m L Untuk m = 1, didapat AL = Axy T = λxy T = λl Selanjutnya asumsikan benar untuk m = n, yaitu A n L = λ n L. Akan dibuktikan benar untuk m = n + 1, yaitu: A n+1 L = A n AL = A n λl = λa n L = λλ n L = λ n+1 L. Jadi terbukti bahwa A m L = λ m L untuk setiap m = 1, 2,. Dengan cara yang sama dapat dibuktikan LA m = λ m L untuk setiap m = 1, 2,,. Dengan demikian A m L = λ m L dan LA m = λ m L untuk setiap m = 1, 2,. Dapat disimpulkan bahwa A m L = LA m = λ m L. (d.) Akan dibuktikan bahwa L(A λl) = 0. Dengan memperhatikan hasil (b) dan (c), maka L(A λl) = LA λl 2 = LA λl = λl λl = 0. Jadi L(A λl) = 0. (e.) Akan dibuktikan (A λl) m = A m λ m L, untuk setiap m = 1, 2, dengan induksi matematika. Jelas untuk m = 1 pernyataan benar. Asumsikan benar

10 13 untuk m = n, akan dibuktikan benar untuk m = n + 1. (A λl) n+1 = (A λl) n (A λl) = (A n λ n L)(A λl) = A n+1 λla n λ n LA + λ n+1 L 2 = A n+1 λλ n L λ n λl + λ n+1 L = A n+1 2λ n+1 L + λ n+1 L = A n+1 λ n+1 L. Dengan demikian terbukti bahwa (A λl) n = A m λ m L, untuk setiap m = 1, 2,. (f.) Akan dibuktikan bahwa untuk setiap nilai eigen tak nol dari (A λl) juga merupakan nilai eigen dari A. Misalkan µ 0, nilai eigen dari (A λl), w 0 adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan µ, sehingga (A λl)w = µw. Perhatikan bahwa : Lw = L( 1 )(A λl)w µ = 1 L(A λl)w µ = 1 µ.0 = 0. Diperoleh (A λl)w = Aw λlw = Aw λ(0) = Aw = µw. Jadi terbukti bahwa µ adalah nilai eigen dari A. (g). Ambil µ = λ. Andaikan w adalah vektor eigen dari (A λi) yang berko-

11 respondensi dengan nilai eigen λ, maka berdasarkan (f), w juga merupakan 14 vektor eigen yang berkorespondensi dengan nilai eigen λ dari A. Misalkan w = αx,untuk α 0 diperoleh (A λl)w = λw = (A λl)αx = αax αλlx = αλx αλx = 0 Jadi λw = 0, yang berarti λ = 0 atau w = 0. Padahal λ 0 dan w 0 jadi kontradiksi, maka λ bukan merupakan nilai karakteristik dari (A λl). (h). Untuk ρ(a λl) = 0, jelas berlaku: 0 = ρ(a λl) λ n 1 < ρ(a). Selanjutnya berdasar (f) perhatikan bahwa untuk ρ(a λl) 0, terdapat nilai eigen sebut µ 0 sehingga ρ(a λl) = µ = λ k, untuk suatu k < n. Dengan demikian ρ(a λl) = λ k λ n 1 < λ n = λ = ρ(a). Jadi ρ(a λl) λ n 1 < ρ(a). (i). Berdasar (e) didapatkan (λ 1 A) m = L + (λ 1 A L) m.

12 15 Selanjutnya dengan memperhatikan (h) pandang ρ(λ 1 A L) = ρ( A λl ) λ ρ(a λl) = ρ(a) λ n 1 ρ(a) < ρ(a) ρ(a) = 1. Dengan demikian (λ 1 A) m = L+(λ 1 A L) m L untuk m. Dari Lema II.1.7 dapat disimpulkan Teorema II.1.8 berikut yang nantinya akan digunakan untuk membuktikan bahwa ρ(a) adalah akar sederhana dari A pada Teorema Perron. Teorema II.1.8 Misalkan A M n (C) dan A > 0, asumsikan (1)-(7) dari Lema II.1.7 terpenuhi, maka lim m [ρ(a) 1 A] m = L, dengan L = xy T, Ax = ρ(a)x, A T y = ρ(a)y, untuk suatu x, y C n, x > 0, y > 0, dan x T y = 1. Teorema II.1.9 Jika A M n (C), maka terdapat matriks nonsingular S M n (C) sehingga A = S 1 BS dengan B merupakan bentuk normal Jordan yaitu; B = J J , J i = λ i λ i J k 0 1 λ i λ i merupakan nilai eigen yang bersesuaian dengan A, i = 1, 2,, k

13 16 Untuk membuktikan Teorema II.1.9 diperlukan beberapa teorema berikut ini : Teorema II.1.10 (Teorema Schur) Misalkan A M n (C), maka terdapat matriks uniter Q M n dan matriks segitiga atas R M n sehingga Q BQ = R dengan diagonal entri dari R adalah sama dengan nilai eigen A. Bukti: Untuk membuktikan Teorema Schur melalui induksi matematika terhadap n. Karena pernyataan ini benar untuk n = 1, akan ditunjukkan jika pernyataan benar untuk n = r 1 maka pernyataan juga benar untuk n = r. Asumsikan pernyataan berlaku untuk sembarang matriks berukuran n 1 1, dan misalkan A berukuran n. Misalkan λ adalah satu dari nilai eigen A yang berkorespondensi dengan vektor eigen u 1. Jika u 1 1, bentuk v 1 = u 1 u 1 dan perhatikan bahwa λ merupakan nilai eigen A yang berkorespondensi dengan v 1 juga. Dari sini dapat kita asumsikan bahwa u 1 = 1. Sekarang kita perluas u 1 sehingga u 1, u 2,, u n adalah basis di C n dan dengan proses Gram-Schmidt asumsikan basis tersebut ortonormal. Selanjutnya, definisikan U = [u 1, u 2,, u n ]. Karena kolom-kolom U saling ortogonal, maka U U = I, karenanya U 1 = U, dengan demikian U adalah matriks

14 17 uniter. U AU = u 1 u 2. ( Au 1 Au 2 Au n ) u n = u 1 u 2. u n ( λu 1 λu 2 λu n ) = λ ct 0 B dengan vektor 0, c C n 1 mempunyai n 1 entri dan B M n 1. Berdasarkan pernyataan induksi bahwa terdapat matriks uniter V sehingga V BV = R 1, dengan R 1 adalah matriks segitiga atas. Definisikan W M n (C), dimana W = 1 0 V ct, jelas W adalah uniter.

15 18 Perhatikan bahwa (UW ) A(UW ) = W U AUW = W (U AU)W = = 1 0 V λ ct ct V λ ct 0 B. 1 0 V ct = λ ct V 0 V BV 0 R 1 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pernyataan benar untuk semua n, yaitu terdapat matriks uniter Q = UW sedemikian sehingga Q AQ adalah matriks segitiga atas. Selanjutnya dengan memperhatikan det(λi R) = det(λi U AU) = det(u (λi A)U) = det(u )det(λi A)det(U) = det(λi A), dapat disimpulkan bahwa R dan A mempunyai nilai eigen yang sama. Lema II.1.11 Misalkan R C n n matriks segitiga atas. Maka ada sebuah matriks nonsingular X C n n sehingga X 1 RX = diag(r 1, R 2, R m ), (2.3) dengan R 1 = λ j I+U j,untuk j = 1, 2,..., m dengan masing-masing U j matriks segitiga atas sejati dan masing-masing λ j berbeda. Bukti: Pembuktiannya dengan induksi matematika : Untuk n = 1 jelas benar.

16 Misalkan benar untuk matriks segitiga atas dengan orde lebih kecil dari n. Misalkan 19 R C n n segitiga atas. Dengan dekomposisi Schur matriks umum dapat diperoleh dengan nilai eigen dalam sembarang order yang diberikan. Sehingga tanpa mengurangi keumuman bahwa R = R 1 S 0 R 2 dengan R 1 dan R 2 tidak mempunyai nilai eigen yang sama, dan R 1 = λ 1 I+U 1 dengan U 1 segitiga atas sejati. Sekarang ada matriks B dengan dimensi yang memenuhi I B 0 I R 1 S 0 R 2 I B 0 I = R R 2, jika dan hanya jika S = R 1 B BR 2. (2.4) Persamaan matriks (2.4) mempunyai solusi tunggal B karena λ(r 1 ) λ(r 2 ) = seperti yang dinyatakan oleh lema berikut. Lema II.1.12 Misalkan R 1 dan R 2 berturut-turut adalah matriks segitiga atas dalam C k 1 k 1 dan C k 2 k 2, dan misalkan S C k 1 k 2, maka persamaan matriks R 1 B BR 2 = S,

17 20 mempunyai solusi tunggal B C k 1 k 2 jika dan hanya jika λ(r 1 ) λ(r 2 ) =. Bukti: Pembuktian dengan induksi matematika. i. Untuk k 1, k 2 = n = 1 jelas benar, yaitu λ 1 (B) (B)λ 2 = σ 1 ii. Misalkan lema benar untuk k 1, k 2 n = k 1. Selanjutnya akan ditunjukkan lema benar untuk k 1, k 2 = n = k. Perhatikan bahwa persamaan R 1 B BR 2 S dapat ditulis sebagai λ 1 r T 1 0 ˆR1 B w bt ˆB B w bt ˆB λ 2 r T 2 0 ˆR2 = σ 1 s T 1 s 2 Ŝ diperoleh λ 1B + r1 T w ˆR 1 w Jadi, λ 1 b T + r T 1 ˆB ˆR1 ˆB Bλ 2 Br2 T + b T ˆR2 wλ 2 wr2 T + ˆB ˆR 2 = σ 1 s T 1 s 2 Ŝ. a. ( ˆR 1 λ 2 )w = s 2 b. (λ 1 λ 2 )B = σ 1 r1 T w c. b T (λ 1 ˆR 2 ) = s T 1 r1 T ˆB d. ˆR1 ˆB ˆB ˆR2 = Ŝ + wrt 2. Jika λ(r 1 ) λ(r 2 ) = maka :

18 21 (a). dari persamaan (λ 1 λ 2 )β = σ 1 r T 1 w karena λ 1 λ(r 1 ), λ 2 λ(r 2 ) dan λ(r 1 ) λ(r 2 )=, yang berakibat λ 1 λ 2, ini berarti β tunggal. (b). (R 1 λ 2 I)w = s 2 karena λ 1 λ(r 1 ), λ 2 λ(r 2 ) dan λ(r 1 ) λ(r 2 )=, akibatnya w tunggal. (c). b T (λ 1 I R 2 ) = s T 1 + βr T 2 r T 1 B karena λ 1 λ(r 1 ), λ 2 λ(r 2 ) dan λ(r 1 ) λ(r 2 )=, akibatnya b T tunggal. (d). ˆR1 ˆB ˆB ˆR2 = Ŝ +wrt 2. λ( ˆR 1 ) λ(r 1 ); λ( ˆR 2 ) λ(r 2 ) dan λ(r 1 ) λ(r 2 ) = sehingga λ( ˆR 1 ) λ( ˆR 2 ) =. Dengan demikian persamaan matriks (d) tersebut mempunyai solusi tunggal. Sebaliknya misalkan R 1 B BR 2 = S mempunyai jawab tunggal. Perhatikan bahwa λ(r 1 ) = λ( ˆR 1 ) λ 1 dan λ(r 2 ) = λ( ˆR 2 ) λ 2. Dari (d) diperoleh λ( ˆR 1 ) λ( ˆR 2 ) =. Dari (a) λ 1 λ 2, akibatnya λ 1 λ(r 2 ), dan λ 2 λ(r 1 ). Sehingga didapatkan λ(r 1 ) λ(r 2 ) =. Lema II.1.11 menjamin bahwa matriks segitiga pada Lema II.1.12 akan serupa dengan matriks bentuk (2.3). Selanjutnya akan dibahas mengenai blok Jordan.

19 22 Lema II.1.13 Misalkan k 1, dan memperhatikan blok Jordan J k (0) = maka J T k (0)J k (0) = I k 1 dan J k (0) p = 0 jika p k. Lebih lanjut, jika J k (0)e i+1 = e i, untuk i = 1, 2,, n 1 dan I J T k (0)J k(0)x = (x T e 1 )e 1 dimana I k 1 adalah matriks identitas e i adalah vektor basis baku ke i, dan x C n. Kajian tentang Lema II.1.13 dapat dilihat pada A.Horn [1]. Kemudian akan dicari matriks yang serupa dengan bentuk matriks dalam Teorema II.1.9, yaitu melalui teorema berikut. Teorema II.1.14 Misalkan A M n (C) adalah matriks segitiga atas sejati, maka terdapat matriks nonsingular S M n (C) dan bilangan bulat n 1, n 2,, n m dengan n 1 n 2 n m 1 dan n 1 + n n m = n sehingga berlaku; A = S J n1 (0) J n2 (0) J nm (0) S 1 (2.5)

20 23 Bukti: Teorema akan dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika pada n. Jika n = 1 jelas A = (0) sehingga teorema benar untuk n = 1. Selanjutnya asumsikan teorema benar untuk n = k 1 dan akan dibuktikan teorema juga benar untuk matriks berukuran n = k. Untuk A M n (C) partisi A sedemikian rupa sehingga A = 0 at 0 A 1, dengan a C n 1, dan A 1 M n 1 (C) adalah matriks segitiga atas sejati. Berdasarkan pernyataan induksi, terdapat matriks nonsingular S 1 M n 1 sehingga S 1 1 A 1 S 1 = J k J k J kn = J k J (2.6) dengan k 1 k 2 k n 1, k 1 + k k n = n 1, J k1 = J k1 (0) dan J k J ks M n 1 k 1. Perhatikan bahwa tidak ada diagonal blok Jordan dalam J yang mempunyai order lebih dari k 1, dengan demikian berdasarkan Lema II.1.13 J k 1 = 0.

21 24 Selanjutnya S1 1 A S 1 = = S at S 1 0 S 1 1 A 1 S 1 0 at 0 A S 1 ( Partisi a T S 1 = a T 1 a T 2 ), dengan a 1 C k 1 1 dan a 2 C n 1 k 1 sehingga 0 at S 1 0 S 1 1 A 1 S 1 = 0 a T 1 a T 2 0 J k J karena (I J T k 1 J k1 )a = (a T e 1 )e 1. Perhatikan kesamaan matriks berikut; 1 a T 1 J T k I I 0 a T 1 J T k 1 a T 2 0 J k J 1 a T 1 J T k I I = 0 a T (I J T k 1 J k1 ) a T 2 0 J k J = 0 (a T e 1 )e 1 a T 2 0 J k J. (2.7)

22 25 Dengan demikian terdapat dua kemungkinan yaitu; a T 1 e 1 = 0 atau a T 1 e 1 0. Untuk kasus : a T 1 e 1 0, maka 1 a T 1 e I a T 1 e 1 I 0 (a T e 1 )e 1 a T 2 0 J k J a T 1 e I a T 1 e 1 I = 0 e 1 a T 2 0 J k J = J e 1 a T 2 0 J dengan J = 0 et 1 0 J k1 = J k1 +1(0) adalah blok Jordan order k dengan diagonal utama adalah nol. Selanjutnya dengan menggunakan sifat Je i+1 untuk i = 1, 2,, k 1 maka I e 2a T 2 0 I J e 1 a T 2 0 J I e 2a T 2 0 I = J Je2 a T 2 + e 1 a T 2 + e 2 a T 2 J 0 J J = e 2 a T 2 J. 0 J Secara rekursif perhitungan dilanjutkan; I e i+1a T 2 J i 1 0 I J e i a T 2 J i 1 0 I I e i+1a T 2 J i 1 0 I = J e i+1 a T 2 J i 0 J dengan i = 2, 3,.

23 Karena J k 1 = 0, maka dapat kita simpulkan bahwa A serupa dengan matriks J 0 yang merupakan matriks Jordan segitiga atas sejati. 0 J 0 0 a T 2 Untuk kasus a T 1 e 1 = 0, maka persamaan (2.7) menjadi 0 J k1 0 Selanjutnya 0 0 J dengan permutasi yang serupa diperoleh ; 26 0 I 0 I I 0 0 a T 2 0 J k J 0 I 0 I I = J k a T 2 0 J. (2.8) Berdasar pernyataan induksi terdapat matriks nonsingular S 2 M n k1 sehingga S at 2 0 J S 2 = J M n k1 adalah matriks Jordan dengan diagonal utama nol. Dengan demikian matriks ruas kanan persamaan (2.8) serupa dengan J k J. Dari Lema II.1.11 berakibat untuk setiap blok segitiga serupa dengan bentuk matriks Teorema II.1.9. Karena untuk setiap blok diagonal R i terdapat matriks nonsingular X i sehingga X 1 i (λ I + U i )X i = λ i I + diag(e 1, E 2,, E m ).

24 27 Lebih lanjut tentang Lema II.1.11 sampai dengan Lema II.1.13 dapat dikaji pada R. Fletcher [9]. Setelah kita bahas mengenai bentuk Jordan berikut akan dibahas tentang L = lim m [ρ(a) 1 A] m sebagai akibat dari Teorema II.1.8. Akibat II.1.15 Jika A M n (C) dan A > 0, maka L = lim m [ρ(a) 1 A] m adalah matriks positif dengan rank 1. Bukti: Misalkan L = lim m (ρ(a) 1 A) m Berdasar Teorema II.1.9 terdapat matriks nonsingular S sehingga: L = lim m (ρ(a) 1 S 1 JS) m dengan J = λ λ λ λ n

25 28 L = S 1 lim m (ρ(a) 1 J) m S = S S Jadi, rang dari L = lim m (ρ(a) 1 A) m adalah 1. Teorema II.1.16 Jika A M n (C), dan A > 0, maka ρ(a) adalah nilai eigen dengan multiplisitas aljabar 1; yaitu ρ(a) adalah akar simpel dari persamaan karakteristik P A (t) = 0. Bukti: Berdasarkan Teorema II.1.10 dapat ditulis bahwa A = U U, dengan U adalah unitary, adalah matriks segitiga atas dengan entri-entri diagonal utamanya : ρ,, ρ, λ k+1,, λ n, dan ρ = ρ(a) adalah nilai eigen dengan multiplisitas aljabar k 1, semua nilai eigen λ i mempunyai modulus kurang dari pada ρ(a), untuk semua i = k + 1,, n. Tetapi dari Teorema II.1.8 L = lim m [ρ(a) 1 A] m = lim m [ρ(a) m U U] ρ = lim m ρ(a) m U 0... ρ λ k+1... λ n m U

26 ρ m... ρ L = lim m ρ(a) m U m λ m k = lim m U ρ m ρ m... 0 ρ m ρ m λ m k+1 ρ m... λ m n ρ m U. λ m n U 29 Untuk m maka didapat: L = U U. Berdasarkan Akibat II.1.15, karena matriks segitiga atas pada penyajian terakhir mempunyai rank = k, sedangkan L sendiri mempunyai rank 1. Hal ini berarti k=1 maka haruslah multiplisitas aljabarnya 1.

27 30 Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas tentang sifat-sifat matriks positif, berikut ini merupakan rangkuman sifat-sifat tersebut yang dikenal dengan 1907). Dalam Teorema Perron ρ(a) merupakan nilai eigen terbesar pada matriks A. Hal ini sebagai dasar pada AHP yaitu λ maks merupakan nilai eigen terbesar pada matriks perbandingan berpasangan. Teorema II.1.17 (Teorema Perron) Misalkan A M n n (C), A > 0, maka pernyataan berikut benar: 1. ρ := ρ(a) > 0 2. ρ(a) adalah nilai eigen A 3. Terdapat x C n dengan x > 0 dan Ax = ρ(a)x; 4. ρ(a) merupakan akar sederhana dari A,yaitu ma(ρ(a)) = 1 5. λ < ρ(a) untuk setiap nilai eigen λ ρ(a); 6. [ρ(a) 1 A] m L, m, dimana L = xy T, Ax = ρ(a)x, A T y = ρ(a)y, x > 0, y > 0, dan x T y = 1. Teorema II.1.17 ini sebagai dasar dalam pembahasan pada bab III, terutama bagian (1) sampai bagian (4). Untuk bagian (4) akan digunakan dalam pembuktian bahwa vektor singular kiri dan kanan u dan v pada dekomposisi nilai singular adalah positif.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks tereduksi dan taktereduksi; matriks

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis Analisis Matriks Ahmad Muchlis January 22, 2014 2 Notasi Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

Pertemuan 2 & 3 DEKOMPOSISI SPEKTRAL DAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

Pertemuan 2 & 3 DEKOMPOSISI SPEKTRAL DAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Pertemuan 2 & 3 DEKOMPOSISI SPEKTRAL DAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Ingat : Vektor dan Matriks Ortogonal vektor dan a dan b saling ortogonal jika a dan b saling ortonormal jika a dan b di normalisasi (normalized)

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) 1 MATERI ALJABAR LINIER VEKTOR DALAM R1, R2 DAN R3 ALJABAR VEKTOR SISTEM PERSAMAAN LINIER MATRIKS, DETERMINAN DAN ALJABAR MATRIKS, INVERS MATRIKS

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR

APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 31 39 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND APLIKASI DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA KOMPRESI UKURAN FILE GAMBAR AMANATUL FIRDAUSI, MAHDHIVAN SYAFWAN,

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks

Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 Sistem Bilangan Kompleks Bab 1 ini direncanakan akan disampaikan dalam 3 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: (1) Pertemuan I: Pengertian bilangan kompleks, Sifat-sifat aljabat, dan

Lebih terperinci

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks

Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks Latihan 7 : Similaritas, Pendiagonalan Matriks, Polinom Matriks 6. Tentukan polinomial karakteristik dari matriks transformasi A=. Andaikan A adalah matriks persegi berdimensi x. Polinom karakteristik

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Matriks Dra. Sri Haryatmi Kartiko, M.Sc. I PENDAHULUAN lmu pengetahuan dewasa ini menjadi semakin kuantitatif. Data numerik dengan skala besar, hasil pengukuran berupa angka sering dijumpai oleh

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI 214 MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI Astri Fitria Nur ani Aljabar Linear 1 1/1/214 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN A. Pendahuluan... 1 B. Aljabar

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Oleh: APRILLIANTIWI NRP. 1207100064 Dosen Pembimbing: 1. Soleha, S.Si, M.Si 2. Dian Winda S., S.Si, M.Si LATAR BELAKANG Matriks dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL. Anis Fitri Lestari. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK

MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL. Anis Fitri Lestari. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK MATRIKS UNITER, SIMILARITAS UNITER DAN MATRIKS NORMAL Anis Fitri Lestari Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK Matriks normal merupakan matriks persegi yang entri-entrinya bilangan kompleks

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya Abstract. Matrix is diagonalizable (similar with matrix

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. 0 (017), hal 17 6. PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT Yuyun Eka Pratiwi, Mariatul Kiftiah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR 5.. Pendahuluan Biasanya jika suatu matriks A berukuran mm dan suatu vektor pada R m, tidak ada hubungan antara vektor dan vektor A. Tetapi seringkali kita menemukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

(MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS

(MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS Seminar Nasional Statistika 2 November 20 Vol 2, November 20 (MS.3) SUBRUANG CONINVARIAN DARI MATRIKS KUADRAT KOMPLEKS Euis Hartini Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 1 5 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU YULIAN SARI Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas Matematika

Lebih terperinci

1.1 MATRIKS DAN JENISNYA Matriks merupakan kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam baris dan kolom.

1.1 MATRIKS DAN JENISNYA Matriks merupakan kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam baris dan kolom. Bab MATRIKS DAN OPERASINYA Memahami matriks dan operasinya merupakan langkah awal dalam memahami buku ini. Beberapa masalah real dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks. Masalah tersebut antara lain

Lebih terperinci

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks BAB III MATRIKS HERMITIAN Pada bab ini, akan dibahas beberapa konsep penting dari matriks Hermitian dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks Hermitian merupakan kelas

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor Bab RUANG VEKTOR. Ruang Vektor DEFINISI.. Suatu ruang vektor (V, +,, F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemenelemennya disebut vektor, yang dilengkapi

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal. 183-190 DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN Fidiah Kinanti, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama)

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu I) Outline 1 Pendahuluan 2 Pengertian

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift

Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Jurnal Penelitian Sains Volume 14 Nomer 1(A) 14103 Menentukan Nilai Eigen Tak Dominan Suatu Matriks Definit Negatif Menggunakan Metode Kuasa Invers dengan Shift Yuli Andriani Jurusan Matematika FMIPA,

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R n

Ruang Vektor Euclid R n Ruang Vektor Euclid R n Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U Oktober 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R n Oktober 2015 1 / 38 Acknowledgements

Lebih terperinci

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika Jurusan Matematika 1 Nopember 2011 1 Vektor dan Garis 2 Koordinat 3 Norma Vektor 4 Hasil Kali Titik dan Proyeksi 5 Hasil Kali Silang Definisi Vektor Definisi Jika AB dan CD ruas garis berarah, keduanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas penelitian-penelitian tentang aljabar maks-plus yang telah dilakukan dan teori-teori yang menunjang penelitian masalah nilai eigen dan vektor eigen yang diperumum

Lebih terperinci

Fisika Matematika II 2011/2012

Fisika Matematika II 2011/2012 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

METODE GAUSS-SEIDEL PREKONDISI UNTUK MENCARI SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Alhumaira Oryza Sativa 1 ABSTRACT ABSTRAK

METODE GAUSS-SEIDEL PREKONDISI UNTUK MENCARI SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Alhumaira Oryza Sativa 1 ABSTRACT ABSTRAK METODE GAUSS-SEIDEL PREKONDISI UNTUK MENCARI SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR Alhumaira Oryza Sativa 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga;

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga; BAB I VEKTOR A. DEFINISI VEKTOR 1). Pada mulanya vektor adalah objek telaah dalam ilmu fisika. Dalam ilmu fisika vektor didefinisikan sebagai sebuah besaran yang mempunyai besar dan arah seperti gaya,

Lebih terperinci

02-Pemecahan Persamaan Linier (1)

02-Pemecahan Persamaan Linier (1) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Vektor dan Persamaan Linier Bagian : Teori Dasar Eliminasi Bagian 3: Eliminasi Menggunakan Matriks Bagian 4:

Lebih terperinci

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Matriks Tujuan Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Pengertian Matriks Adalah kumpulan bilangan yang disajikan secara teratur dalam

Lebih terperinci

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U Agustus 2015 MZI (FIF Tel-U) Matriks -

Lebih terperinci

Contoh. C. Determinan dan Invers Matriks. C. 1. Determinan

Contoh. C. Determinan dan Invers Matriks. C. 1. Determinan C. Determinan dan Invers Matriks C.. Determinan Suatu matriks persegi selalu dapat dikaitkan dengan suatu bilangan yang disebut determinan. Determinan dari matriks persegi dinotasikan dengan. Untuk matriks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain VEKTOR y PENDAHULUAN PETA KONSEP a Vektor di R 2 Vektor di R 3 Perkalian Skalar Dua Vektor o 45 O x Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain Soal-Soal PENDAHULUAN Dalam ilmu pengetahuan kita sering

Lebih terperinci

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak

SUBRUANG MARKED. Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang. Abstrak SUBRUANG MARKED Suryoto Jurusan Matematika, FMIPA-UNDIP Semarang Abstrak Misalkan V suatu ruang vektor berdimensi hingga atas lapangan kompleks C, T operator linier nilpoten pada V dan W subruang T-invariant

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Konvek Definisi 2.1.1. Suatu himpunan C di R n dikatakan konvek jika untuk setiap x, y C dan setiap bilangan real α, 0 < α < 1, titik αx + (1 - α)y C atau garis penghubung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan tentang teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu sistem persamaan linear sistem persamaan linear kompleks dekomposisi Doolittle

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu

Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu Reduksi Rank pada Matriks-Matriks Tertentu E. Apriliani, B. Ari Sanjaya September 6, 7 Abstract. Dekomposisi nilai singular (Singular Value Decomposition - SVD) adalah suatu metode untuk menuliskan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

GERSHGORIN DISK FRAGMENT UNTUK MENENTUKAN DAERAH LETAK NILAI EIGEN PADA SUATU MATRIKS. Anggy S. Mandasary 1, Zulkarnain 2 ABSTRACT

GERSHGORIN DISK FRAGMENT UNTUK MENENTUKAN DAERAH LETAK NILAI EIGEN PADA SUATU MATRIKS. Anggy S. Mandasary 1, Zulkarnain 2 ABSTRACT GERSHGORIN DISK FRAGMENT UNTUK MENENTUKAN DAERAH LETAK NILAI EIGEN PADA SUATU MATRIKS Anggy S. Mandasary 1, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 0 KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

Lebih terperinci

Part II SPL Homogen Matriks

Part II SPL Homogen Matriks Part II SPL Homogen Matriks SPL Homogen Bentuk Umum SPL homogen dalam m persamaan dan n variabel x 1, x 2,, x n : a 11 x 1 + a 12 x 2 + + a 1n x n = 0 a 21 x 1 + a 22 x 2 + + a 2n x n = 0 a m1 x 1 + a

Lebih terperinci

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3.

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3. MATRIKS Pokok Bahasan Matriks definisi Notasi matriks Matriks yang sama Panambahan dan pengurangan matriks Perkalian matriks Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu matriks bujursangkar

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmailcom Info: Jurnal MSA Vol 3 No 1 Edisi: Januari

Lebih terperinci

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah)

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah) Pengantar Vektor Besaran Skalar (Tidak mempunyai arah) Vektor (Mempunyai Arah) Vektor Geometris Skalar (Luas, Panjang, Massa, Waktu dan lain - lain), merupakan suatu besaran yang mempunyai nilai mutlak

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI DANIEL SALIM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPOK 2012 UNIVERSITAS INDONESIA SPEKTRUM DAN HIMPUNAN RESOLVENT DARI OPERATOR LINEAR TERBATAS DAN OPERATOR LINEAR SELF ADJOINT TERBATAS SKRIPSI DANIEL SALIM 0906511385 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB   September 26, 2011 (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 26, 2011 Diberikan sejumlah terhingga bilangan a 1,..., a N, kita dapat menghitung jumlah a 1 + + a N. Namun,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Komponen Utama 211 Pengantar Analisis Komponen Utama (AKU, Principal Componen Analysis) bermula dari tulisan Karl Pearson pada tahun 1901 untuk peubah non-stokastik Analisis

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS Tri Anggoro Putro, Siswanto, Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Lebih terperinci

Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real

Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real J. Math. and Its Appl. ISSN: 189-605X Vol. 4, No. 1, May 007, 17 5 Konstruksi Matriks NonNegatif Simetri dengan Spektrum Bilangan Real Bambang Sugandi 1 dan Erna Apriliani 1 Jurusan Matematika, FMIPA Unibraw,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan mengenai konsep dasar tentang matriks meliputi definisi matriks, jenis-jenis matriks, operasi matriks, determinan, kofaktor, invers suatu matriks, serta

Lebih terperinci

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b

OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan. n = F P B(a, b) + KP K(a, b) a b OSN MATEMATIKA SMA Hari 1 Soal 1. Buktikan bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, bilangan adalah bilangan bulat genap tak negatif. n = F P B(a, b + KP K(a, b a b Solusi. Misalkan d = F P B(a, b,

Lebih terperinci