menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2."

Transkripsi

1 BAB II Teori Kontrol H 4 BAB II Teori Kontrol H Bab ini akan membahas teori kontrol H yang tujuannya adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H Untuk itu pertama-tama akan dijelaskan tentang norm H selanjutnya akan mencari plant diperumumnya yang kemudian dilanjutkan dengan mencari fungsi transfer loop tertutupnya dan yang terakhir akan ditentukan kontrol yang diperkenankan dan optimal Secara ringkas suatu kontrol H dapat dinyatakan sebagai berikut : mencari pengontrol K yang proper dan real-rational yang menstabilkan plant yang diperumum G secara internal dan meminimumkan norm H dari matriks transfer dari masukan w ke keluaran z T zw Norm H Mula-mula pada subbagian ini dihitung norm H yang selanjutnya akan kita minimalkan Oleh sebab itu pertama-tama kita butuhkan definisi yang berkaitan dengan norm H Definisi : Ruang Hardy H adalah ruang bagian (tertutup) dari H ( j ) dengan fungsi matrik G(s) analitik pada bidang Re(s)> artinya setiap elemen matrik dari fungsi matrik G(s) analitik pada bidang Re(s)> Ruang bagian real rasional dari H yang dinotasikan RH yang terdiri dari seluruh matrik transfer yang stabil yang real rasional dan strictly proper

2 BAB II Teori Kontrol H 5 sebagai: Norma yang berkaitan dengan ruang H dari suatu fungsi G didefinisikan G : sup [ ( ) ( )] trace G σ j ω G σ j ω d = + + ω σ π > G : [ ( ) ( )] trace G j ω G j ω d = ω π () () Contoh : G : [ () ()] π j trace G s G s ds = G = { trace g ( t) g( t)} ds Misalkan terdapat suatu sistem dinamik yang mempunyai (3) (4) Gs () = CsI ( A) B dengan A = ; = ; = [ ] B C dan akan dihitung Jawab Diketahui untuk mencari G A= ; B= ; C = [ ] G sebagai contoh akan digunakan dua buah cara: Dengan menggunakan persamaan 3 dimana G : [ () ()] π j trace G s G s ds = Untuk itu sebelumnya akan dicari Gs () dan G () s terlebih dahulu Mula-mula akan dihitung Gs () dimana (5)

3 BAB II Teori Kontrol H 6 Gs () = CsI ( A) B Dengan mensubstitusi A B dan C sehingga s Gs () = [ ] s Berikutnya didapat dan karena s Gs () = [ ] s + s s+ = s+ s + s+ s maka diperoleh s + Gs () = [ ] s + s+ s Dengan menggunakan operasi perkalian pada matriks Gs diperoleh Gs () = s = [ s+ ] s + s+ () s + + s+ (6) (7) (8) (9) () () Yang kedua akan dicari G ( s) dimana T G () s = G ( s) () sehingga G s + () s = s s+ (3) Setelah Gs ( ) dan G ( s ) didapat Dari persamaan (3) diperoleh G dapat dihitung G : [ () ()] π j trace G s G s ds =

4 BAB II Teori Kontrol H 7 s+ s+ G = trace ds π j s s s s (3) s G = trace ds 4 π j s + s + sehingga diperoleh G s = ds 4 π j s + s + (4) (5) Selanjutnya akan diselesaikan persamaan (5) dimana akan dipergunakan teorema residu s + i 3 i 3 + i 3 i 3 Pole-pole adalah dan 4 s + s + dimana semuanya itu berderajat satu Selanjutnya akan dihitung residu-residu dari masing pole Pada + i 3 s = adalah a + i 3 s = lim s + i 3 s i 3 i 3 + s s s + s+ dimana diperoleh ( ) (6) a 3 i 3 i 3 + = i 3 3() ( + i ) (7) Pada i 3 s = b i 3 s = lim s i 3 s i 3 i 3 + s s s + s+ ( ) (8)

5 BAB II Teori Kontrol H 8 dimana diperoleh b 3 i 3 i 3 + = i 3 3() ( i ) (9) Pada s = + i 3 c + i 3 s = lim s + i 3 s + i 3 i 3 ( s s+ ) s s () dimana diperoleh c 3 i 3 i 3 + = i 3 3 ( ) ( + i ) () Pada s = i 3 d i 3 s = lim s i 3 s + i 3 i 3 ( s s+ ) s s () dimana diperoleh d 3 i 3 i 3 + = i 3 3 ( ) ( i ) (3)

6 BAB II Teori Kontrol H 9 Sehingga s s + s + ds = π j a 4 + b + c + d [ ] (4) Dan setelah mensubstitusi dengan hasil dari persamaan (7) (9) () dan (3) maka diperoleh s s + s + sehingga didapat ds = π j 4 s s + s + ds = 4 [ ] π j Selanjutnya kembali ke persamaan (5) G s = ds 4 π j s + s + dan berikutnya mensubstitusi persamaan (6) (5) (6) (7) G = ( π j) π j (8) sehingga diperoleh dimana G = G = dan normnya didapat sebagai G = (9) (3) (3) Perhitungan dengan menggunakan definisi di atas dirasakan cukup rumit sehingga untuk mempermudah dalam perhitungan diperlukan lemma berikut Lemma : Misalkan matriks transfer

7 BAB II Teori Kontrol H A B Gs () = C dengan A stabil Maka didapat ( ) ( ) G = trace B QB = trace CPC (3) (33) dimana Q merupakan matriks keteramatan Gramian dan P merupakan matriks keterkontrolan Gramian yang didapat dari persamaan Lyapunov berikut ini: + + = + + = AP PA BB A Q QA C C (34) Bukti Karena G stabil maka didapat At ( Ce B t gt () = L G) = t < (35) Matrik keterobservasian At = At dan keterkontrolan Q e C Ce dt At At P = e BB e dt memenuhi persamaan Lyapunov sebagai berikut dan + + = AP PA BB + + = AQ QA CC (36) (37) Hal ini dapat diperoleh sebagai berikut ini Pertama perhatikan matriks keteramatan Q At At Q= e C Ce dt Seperti yang telah diketahui bahwa d e At C Ce At A e At C Ce At e At C Ce At A dt = + Selanjutnya kedua ruas diintegralkan diperoleh At At At At At At d( e C Ce ) = A ( e C Ce ) dt+ ( e C Ce ) dta (38) (39) (4)

8 BAB II Teori Kontrol H Sekarang yang dikerjakan selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan (4) diatas Mula-mula menyelesaikan ruas kiri dari persamaan tersebut terlebih dahulu s At At At At de ( CCe ) = lim de ( CCe ) s At At At At de ( CCe ) = lim( e CCe ) s A t At A s As de ( CCe ) = lim( e CCe ) CC s s (4) (4) (43) Karena A stabil diperoleh As As lim( e C Ce ) = s (44) Setelah mensubstitusi persamaan (44) ke dalam persamaan (43) maka hasil ruas kiri didapat ( At At de CCe ) = CC (45) Proses berikutnya adalah menyelesaikan ruas kanan dari persamaan (4) dengan mensubstitusi persamaan (38) ke ruas kanannya tersebut sehingga A t At A t At A ( e CCe ) dt+ ( e CCe ) dta= AQ+ QA (46) Selanjutnya setelah ruas kiri dan kanan dari persamaan (4) didapat maka menjadi (47a) CC= AQ+ QA Setelah menambahkan AQ+ QA+ CC = CC pada kedua ruas diperoleh (47b) Kedua perhatikan matriks keterkontrolan P dimana At A t P = e BB e dt Seperti yang telah diketahui bahwa (48a)

9 BAB II Teori Kontrol H d e At BB e At Ae At BB e At e At BB e At A dt = + Selanjutnya kedua ruasnya diintegralkan sehingga (48b) At At At At At At d( e BB e ) = A ( e BB e ) dt + ( e BB e ) dta (49) Dalam menyelesaikan persamaan (49) mula-mula menyelesaikan ruas kiri dari persamaan tersebut dimana s At A t At A t de ( BBe ) = lim de ( BBe ) s At A t At A t d( e BB e ) = lim( e BB e ) s At A t At A t d( e BB e ) = lim( e BB e ) BB Karena A stabil diperoleh A t s At lim( e BB e ) = s s (5) (5) (5) (53) Setelah mensubstitusi persamaan (53) ke dalam persamaan (5) maka didapat At A t de ( BBe ) = BB (54) Proses berikutnya adalah menyelesaikan ruas kanan dari persamaan (49) dengan mensubstitusi persamaan (48) ke ruas kanannya tersebut sehingga At At At At A ( e BB e ) dt + ( e BB e ) dta = AP + PA (55) Selanjutnya setelah ruas kiri dan kanan dari persamaan (49) didapat maka diperoleh (56) BB = AP+ PA Setelah menambahkan didapat BB pada kedua ruas pada persamaan () maka

10 BAB II Teori Kontrol H 3 = AP + PA + BB Setelah melihat dari pertama dan kedua di atas matriks keteramatan Q dan matriks keterkontrolan P terbukti memenuhi dan AP + PA + BB = AQ+ QA+ CC= (57) (58) (59) Dari persamaan (4) pada Definisi G = trace{ g ( t) g( t)} dt At At G = trace{ B e C Ce B} dt (6) (6) At ( At G = trace B e C Ce B ) dt At At G = trace( B ( e C Ce ) dtb) (6) (63) G = trace( B QB) (64) G = trace{ g( t) g ( t)} dt At A t G = trace{ Ce BB e C } dt (65) (66) At A t G = trace { Ce BB e C } dt At A t G = trace( C { e BB e } dtc ) G = trace( CPC ) Sehingga terpenuhi bahwa ( ) ( ) G = trace B QB = trace CPC (67) (68) (69) (7) Contoh :

11 BAB II Teori Kontrol H 4 Misalkan terdapat suatu sistem dinamik yang mempunyai Gs () = CsI ( A) B dengan A = ; = ; = [ ] B C Akan dihitung Jawab: Diketahui G A = ; = ; = [ ] B C Dari lemma diperoleh ( ) = G trace CPC dimana P merupakan matrik keterkontrolan Gramian yang memenuhi AP + PA + BB = P P P P + + [ ] = P P P P (7) (7) (73) P P P P P + = (74) P P P P P P P Selanjutnya dengan menyelesaikan persamaan didapat (74) sehingga diperoleh P = P = dan P = dan karena maka P Dari lemma P P P P = P = (75) (76)

12 BAB II Teori Kontrol H 5 ( ) = G trace CPC dengan mensubstitusi nilai C dan P kedalam persamaan tersebut maka diperoleh sehingga G G dan didapat = trace [ ] [ ] trace G = = (77) (78) (79) (8) Plant yang diperumum Pada subbab ini akan dicari plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant P dan beberapa fungsi bobotnya Pertama misalkan suatu sistem dinamik P digambarkan persamaan diferensial berikut: ( t ) = A x ( t ) + B u ( t ) x ( t ) = x y ( t ) = C x ( t ) + D u ( t ) n dimana: xt () R disebut variabel keadaan; x ( t ) r y( t) R adalah keluaran sistem; dan ut () R m () disebut kondisi awal sistem; adalah masukan sistem () dengan: A merupakan matrik n x n merupakan matriks keadaan; B merupakan matrik n x m merupakan matriks masukan; C merupakan matrik r x m merupakan matriks keluaran; D merupakan matrik r x m merupakan matriks transmisi langsung masukan - keluaran

13 BAB II Teori Kontrol H 6 Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa plant diperumum G terdiri dinamik P dan beberapa fungsi bobotnya Untuk menggabungkannya diperlukan operasi pada sistem Oleh sebab itu selanjutnya akan diperkenalkan beberapa operasi pada sistem Operasi Pada Sistem Pada bagian ini kita akan menunjukan fakta-fakta mengenai interkoneksi pada sistem Misalkan terdapat suatu sistem dinamik P dengan diagram bloknya sebagai berikut y u P Gambar () : Diagram blok P dan persamaan ruang keadaan dari sistem dinamik P tersebut seperti diuraikan pada persamaan () dan persamaan () Keterhubungan antara persamaan ruang keadaan dengan matriks transfernya sebagai berikut A B = = + C D P( s ) C( si A ) B D Misalkan P dan P merupakan dua subsistem dengan representasi ruang keadaannya A B A B P = P C D = C D Pertama kita akan memperkenalkan koneksi seri atau cascade Pada koneksi seri ini output dari subsistem kedua menjadi input pada subsistem pertama seperti yang ditunjukan pada diagram blok berikut ini : y s P P u

14 BAB II Teori Kontrol H 7 Gambar () : Diagram blok untuk rangkaian seri atau cascade Untuk diagram blok pada gambar () persamaan ruang keadaan untuk plant P dinyatakan sebagai berikut: = Ax + Bs ; (3) y= Cx+ Ds (4) dan persamaan ruang keadaan untuk plant P dinyatakan sebagai berikut : = Ax + Bu (5) s = Cx + Du (6) Diagram blok pada gambar () di atas akan dibentuk menjadi seperti diagram blok pada gambar () Setelah mensubstitusi persamaan (6) pada persamaan ruang keadaan untuk plant P ke persamaan (3) dan (4) untuk persamaan ruang keadaan untuk plant P diperoleh = Ax + BC x+ BDu (7) y= C x + DC x + DD u (8) Representasi dari sistem seri ini merupakan gabungan persamaan (7) (5) dan (8) dimana berturut-turut ditunjukan sebagai = Ax + BC x+ BDu = Ax+ Bu y= C x + DC x + DD u maka persamaan persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks yang dituliskan sebagai berikut : A BC BD x A B x = (8) y C DC DD u Sehingga representasi untuk sistem seri ini merupakan A B A B = C D C D PP dimana dapat ditunjukan pula sebagai: (9)

15 BAB II Teori Kontrol H 8 A BC BD PP = A B C DC DD () Yang kedua yang akan diperkenalkan adalah koneksi paralel atau penjumlahan dari P dan P dimana dapat ditunjukan dari diagram blok berikut ini: y y P u u y P u Gambar 3 : Diagram blok untuk rangkaian paralel Untuk diagram blok pada gambar (3) di atas persamaan ruang keadaan untuk plant P dinyatakan sebagai berikut: = Ax + Bu () y = C x + Du () dan persamaan ruang keadaan untuk plant P dinyatakan sebagai berikut : = Ax + Bu (3) y = Cx + Du (4) Selanjutnya P dan P akan digabung dengan menggunakan operasi paralel atau penjumlahan Adapun pada operasi paralel ini yang mengalami perubahan adalah pada outputnya dimana y= y+ y (5) dan setelah mensubstitusi dengan persamaan () dan persamaan (4) maka outputnya diperoleh y= Cx+ Cx + ( D+ D) u (6) Sedangkan untuk fungsi keadaan dan tidak mengalami perubahan seperti yang berturut turut ditunjukan persamaan berikut ini (7)

16 BAB II Teori Kontrol H 9 = Ax + Bu = Ax + Bu Berikutnya persamaan (7) (8) dan (6) dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut A B x A B x = (9) y C C D+ D u A B dimana A B C C D+ D didapat (8) merupakan hasil dari operasi paaralel dari P dan P Sehingga secara umum koneksi paralel atau penjumlahan dari P dan P A B A B P+ P = C D + C D dimana diperoleh A B P+ P = A B C C D+ D () () Selanjutnya akan digunakan operasi diatas untuk mencari plant diperumum dari suatu sistem dinamik dengan beberapa fungsi bobotnya Dalam hal ini dimisalkan ada plant P dengan fungsi bobot masukan W i dan fungsi bobot keluaran W o yang diilustrasikan seperti pada diagram blok berikut ini u w w s W i P W o z Gambar 4 : Diagram blok P dan beberapa fungsi bobotnya Dari diagram blok diatas persamaan dinamik untuk W i sebagai berikut ()

17 BAB II Teori Kontrol H = Ax + Bu i i i i w= C x + Du i i i Sedangkan persamaan dinamik untuk P dinyatakan sebagai berikut: = Ax + Bw+ Bw p p p p p s = C x + D w+ D w p p p p dan persamaan dinamik untuk W u dinyatakan sebagai berikut: = Ax + Bs o o o o z = C x + D s o o o (3) (4) (5) (6) (7) Selanjutnya akan disubstitusi persamaan (3) ke dalam persamaan (4) ( ) = Ax + B Cx+ Du + Bw p p p p i i i p sehingga setelah diuraikan diperoleh = Ax + BCx+ BDu+ Bw p p p p i i p i p dan juga mensubstitusi persamaan (3) ke dalam persamaan (5) (8) (9) ( ) s = C x + D C x + Du + D w p p p i i i p sehingga setelah diuraikan juga diperoleh s = C x + D C x + D Du+ D w p p p i i p i p (3) (3) Dari hasil di atas selanjutnya akan disubstitusi hasil persamaan (3) tersebut ke persamaan (6) sehingga didapat ( ) = Ax + B C x + DCx+ DDu+ Dw o o o o p p p i i p i p dan setelah mengalikan dengan yang didalam kurung sehingga diperoleh = Ax + BC x + BDCx+ BDDu+ BDw o o o o p p o p i i o p i o p (3) (3) Di samping itu hasil persamaan (3) akan disubstitusi ke dalam persamaan (7) ( ) z = C x + D C x + D C x + D Du+ D w o o o p p p i i p i p (33) dan setelah diuraikan maka persamaan (33) menjadi (34)

18 BAB II Teori Kontrol H z= Cx + DC x + DDCx+ DDDu+ DDw o o o p p o p i i o p i o p Persamaan () (9) (3) dan (33) akan digabung dimana i = Ax i i + Bu (35) i = A x + B C x + B Du+ B w (36) p p p p i i p i p = Ax + BC x + BDCx+ BDDu+ BDw o o o o p p o p i i o p i o p z= Cx + DC x + DDCx+ DDDu+ DDw o o o p p o p i i o p i o p (37) (38) Dari keempat persamaan tersebut didapat persamaan ruang keadaan i i i A B xi BC p i Ap BD p p i x B p p = + w BDC o o p i BC o p Ao BDD o p i x BD o o p z DDC o p i DC o p Co DDD o p i u DD o p (39) Persamaan (39) dapat dipecah menjadi dan i Ai xi B i = p BpCi Ap x = p + BpDi u+ Bp w o BoDpCi BoCp A o x o BoDpD i BoD p (39) xi z= DDC o p i DC o p C o x p DDD o p u DD + + o pw x o (39)

19 BAB II Teori Kontrol H 3 Fungsi transfer loop tertutup Subbab ini akan dicari fungsi transfer loop tertutup dari plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya yang digabungkan dengan pengontrol K(s) seperti yang dilustrasikan seperti pada diagram blok berikut z G w y u K Gambar 3 Diagram blok dari plant diperumum G yang digabungkan dengan pengontrol K Misalkan suatu plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya secara umum sebagai berikut (3)

20 BAB II Teori Kontrol H 3 () t = Ax() t + Bw() t + B u() t zt () = cxt () + D wt () + Dut () y() t = c x() t + D w() t + D u() t Sedangkan pengontrol K(s) dari model tersebut dapat ditulis dalam bentuk berikut (34) xˆ & () t = Aˆ xˆ() t + Bˆ y() t k ut () = cxt ˆˆ() + Dyt ˆ () Dengan x R k n y R z R q u R p m w R v R k l k k merupakan variabel keadaan merupakan keluaran merupakan keluaran terkontrol merupakan masukan kontrol merupakan gangguan merupakan pengontrol keadaan (3) (33) (35) Persamaan (3) (3) dan (33) dapat ditulis dalam bentuk matriks transfer sebagai berikut: A B B G( s) C D D G ( s) G ( s) = = G( s) G ( s) C D D Sehingga realisasi matriks transfer G dari persamaan (3) (3) dan (33) dapat dituliskan dalam bentuk ruang keadaan sebagai berikut: A B B Gs () C D D G () s G () s = = G() s G () s C D D Dari plant diperumum G(s) dan pengontrol K(s) (Persamaan (3) sampai (35) ):

21 BAB II Teori Kontrol H 4 Substitusi persamaan (33) dan (35) ke persamaan (3) maka diperoleh: () t = ( A+ BDC ˆ ) xt () + BCxt ˆ ˆ() + ( B+ BDD ˆ ) wt () + BDD ˆ ut () k k k k (36) Substitusi persamaan (33) ke persamaan (34) maka diperoleh: xˆ & () t = BCxt ˆ () + Axt ˆ() + BD wt () + BD ut () k k k k (37) Substitusi persamaan (33) dan (35) ke persamaan (3) maka diperoleh: ( + ) zt () = ( C+ D DC ˆ ) xt () + D Cxt ˆ ˆ() + D D DD ˆ wt () + D DD ˆ k k k k ut () (38) Dari persamaan (36) (37) dan (38) dapat dibentuk : xt &() A+ BDˆ ˆ ˆ ˆ kc BC k B+ BDD BDD k k ˆ ˆ xt () xˆ( & ) ˆ () ˆ t = BkC Ak BkD w t k u() t xt ˆ( ) + + BD zt () C ˆ ˆ ˆ ˆ + DDkC DCk D + DDk D DDk D (39) Persamaan (39) dapat pula dibentuk menjadi bentuk berikut ini ˆ ˆ ˆ ˆ x() t xt () A BDC k BC k B BDkD BD kd & + + ˆ ˆ ˆ ˆ( ) ˆ( ) ˆ x t xt & = BC A BD BD k k k k wt () zt () C ˆ ˆ ˆ ˆ + DDC k DCk D + D DkD DDk D ut () (3) Sehingga ruang keadaan matriks transfer dari masukan w ke keluaran z yang dinotasikan Tzw didapat

22 BAB II Teori Kontrol H 5 A+ BDˆ ˆ ˆ ˆ kc BCk B+ BDkD BDkD T ˆ ˆ ˆ ˆ zw = BkC Ak Bk D BD k (3) C ˆ ˆ ˆ ˆ + D DkC DCk D + DDkD DDk D Setelah fungsi transfer untuk keeadaan umum selanjutnya akan dicari fungsi transfer bentuk khusus dari model yang kita inginkan Asumsikan plant diperumum G(s) dari suatu model khusus dari dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya tersebut sebagai berikut: (3) () t = Ax() t + Bw() t + B u() t zt () = cxt () + Dut () y() t = c x() t + D w() t (33) (34) Sedangkan pengontrol K(s) dari model khusus tersebut xˆ & () t = Aˆ xˆ() t + Bˆ y() t k ut () = cxt ˆˆ() + Dyt ˆ () k k k (35) (36) Dari plant diperumum G(s) dan pengontrol K(s) dari bentuk khusus di atas (Persamaan (3) sampai (36) ): Substitusi persamaan (34) dan (36) ke persamaan (3) maka diperoleh: () t = ( A+ BDC ˆ ) xt () + BCxt ˆ ˆ() + ( B+ BDD ˆ ) wt () k k k Substitusi persamaan (34) ke persamaan (35) maka diperoleh: x & ˆ() t = Bˆ C x() t + Aˆ xˆ() t + Bˆ D w() t k k k (37) (38) Substitusi persamaan (34) dan (36) ke persamaan (33) maka diperoleh: zt () = ( C+ D DC ˆ ) xt () + D Cxt ˆ ˆ() + D DD ˆ wt () k k k (39) Dari persamaan (36) (37) dan (38) dapat dibentuk :

23 BAB II Teori Kontrol H 6 xt &() A+ BDˆ ˆ ˆ kc BC k B+ BDD k ˆ ˆ xt () xˆ( & ) ˆ t = BkC Ak BkD w() t xt ˆ( ) + zt () C ˆ ˆ ˆ + DDkC DCk DDk D (3) Persamaan (3) dapat dibentuk menjadi persamaan berikut xt &() A+ B ˆ ˆ ˆ DC k BC k B+ BDkD x() t ˆ() t = BC ˆ Aˆ Bˆ D xˆ() t zt () C D DC ˆ D Cˆ D Dˆ + D wt () k k k k k k (3) Sehingga ruang keadaan matriks transfer dari masukan w ke keluaran z yang dinotasikan Tzw didapat T zw A+ BDˆ ˆ ˆ kc BCk B+ BDkD = BC ˆ ˆ ˆ k Ak BD k C ˆ ˆ ˆ + D DkC DCk DDkD (3) 4 Penentuan kontrol yang diperkenankan dan optimal Setelah matriks transfer didapat selanjutnya akan masuk ke dalam penentuan kontrol yang diperkenankan dan optimal yang meliputi kestabilan internal eksistensi keterkontrolan dan pembahasan mengenai transformasi fraksional linier Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai permasalahan kontrol H dimana akan mencari pengontrol K yang bersifat proper dan real-rational Maka selanjutnya akan diterangkan terlebih dahulu mengenai proper dan strictly-proper Definisi Proper dan Strictly Proper : G(s) dikatakan proper jika G( j ) terbatas atau jika derajat tertinggi penyebut dari G(s) lebih besar atau sama dengan derajat tertinggi pembilang G(s)

24 BAB II Teori Kontrol H 7 G(s) dikatakan strictly proper jika G( j ) = atau jika derajat tertinggi pembilang G(s) sama dengan derajat tertinggi penyebut G(s) 4 Kestabilan Internal Sebelum membahas lebih lanjut mengenai stabil internal akan dijelaskan dulu beberapa istilah berikut ini (AB ) dapat distabilkan ekivalen dengan pernyataan berikut i Matrik [ A λi B ] memiliki rank baris penuh untuk semua Re( λ) ii Untuk semua x dan λ sedemikian sehingga x A= x λ dan Re( λ ) maka x B iii Terdapat matrik F sedemikian rupa sehingga A + B F stabil (C A) dapat dideteksi ekivalen dengan pernyataan berikut ini: i Matrik A λ I C memiliki rank kolom penuh untuk semua Re( λ) ii Untuk semua x dan λ sedemikian sehingga Ax = λ x dan Re( λ ) iii iv maka Cx Terdapat matrik L sedemikian sehingga A + LC stabil ( A C ) stabil Definisi : Suatu sistem seperti diagram blok di atas dikatakan stabil secara internal jika pada matrik transfer : I K ( I KG) K( I KG) = G I GI ( KG) ( I KG) maka keempat fungsi transfernya stabil I + K( I GK) G K( I GK) = ( I GK) G ( I GK) (4) (4)

25 BAB II Teori Kontrol H 8 4 Eksistensi Pengontrol Eksistensi pengontrol dinyatakan dengan lemma berikut ini : Lemma : Terdapat pengontrol K (Proper) yang mencapai stabilitas secara internal jika dan hanya jika ( AB ) dapat distabilkan dan ( C A ) dapat dideteksi Lebih lanjut misalkan terdapat F dan L sedemikian sehingga A+ BF dan A+ LC stabil maka pengontrol dinyatakan oleh Ac Bc A+ BF + LC L Ks () = = Cc Dc F (43) Bukti Lemma : (=>) Jika ( AB ) tidak dapat distabilkan dan ( C A) tidak dapat dideteksi maka terdapat beberapa nilai eigen dari A % yang berada di bidang Re(s)> sehingga tidak ada L dan F sedemikian sehingga A+ LC dan A+ BF stabil (<=) Dengan asumsi dapat distabilkan dan dapat dideteksi terdapat F dan L sedemikian sehingga A+ BF dan A+ LC stabil Misalkan K(s) adalah pengontrol yang diberikan pada lemma maka matriks transfer dari w ke z T zw didapat

26 BAB II Teori Kontrol H 9 43 Transformasi Fraksional Linier Pada bagian ini akan dibahas mengenai transformasi fraksional linier yang akan digunakan untuk parameterisasi pengontrol Parameterisasi pengontrol merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh bentuk pengontrol K yang optimal dan tunggal Sebelum melangkah ke penentuan pengontrol yang optimal dan tunggal maka akan diberikan terlebih dahulu mengenai pengertian transformasi fraksional linier terlebih dahulu Definisi 3 : Misalkan M adalah matriks yang dipartisi sebagai berikut: M M M = p p q q M M ( + ) ( + ) (43)

27 BAB II Teori Kontrol H 3 dan misalkan Δ l q p dan Δ u q p adalah dua buah matrik yang lain maka: Lower LFT yang terkait dengan Δ l adalah pemetaan yang didefinisikan dengan: ada q p q p sebagai: F( M ): l l l l l F( M Δ ) = M + M Δ ( I M Δ ) M jika ( I M Δ ) Upper LFT yang terkait dengan Δu adalah pemetaan yang didefinisikan q p q p sebagai: F ( M ): u l dengan: F ( M Δ ) = M + M Δ ( I M Δ ) M jika u u u u MΔ l ada ( I ) Terminologi lower LFT dan upper LFT diperoleh dari diagram berikut yang merupakan representasi dari F( M Δ ) dan F ( M Δ ) l l u u a b z w y u M Δ u y u Δ l M z w Gambar 43 : a F( M Δ ) b F ( M Δ ) Selanjutnya dengan mensubstitusi kembali A c B c C c D c diperoleh: l l u u A B F A+ LC A% = = LC A BF LC LC A BF karena seluruh elemen matriks A % stabil maka A % stabil (43) Untuk penentuan pengontrol ini diperlukan beberapa asumsi berikut: a ( AB ) dapat di stabilkan dan ( C A ) dapat dideteksi b R = D D > dan R = D D >

28 BAB II Teori Kontrol H 3 A jω I B c C D mempunyai rank kolom penuh untuk semua ω d A jωi B C D mempunyai rank baris penuh untuk semua ω Akibat dari keempat asumsi diatas maka diperoleh dua buah matrik Hamiltonian berikut: H J A B R D C B R B : = C( I DR D) C ( A BR DC) ( A BD R C) CR C = B ( I DR D) B ( A BD R C) : dimana H dan J dom(ric) dan lebih jauh X Y :=Ric(J ) (433) (434) := Ric(H ) dan Definisikan F : = R ( B X + D C ) (434) dan L : = ( YC + B D ) R (435) dan juga A : = A+ B + F F F L C : = C + D F A : = A+ L C B : = B + L D L Aˆ : = A+ B F + L C (436) (437) (438) (439) (43) Sebelum masuk ke dalam teorema yang utama maka diperlukan lemma berikut ini : Lemma 3: Misalkan UV RH didefinisikan sebagai:

29 BAB II Teori Kontrol H 3 / AF B R U = dan / CF D R (43) V AL B L = / / R C R D (43) ~ dimana U adalah inner dan V adalah co-inner U G c H R dan GV f ~ R H Bukti : Pembuktian menggunakan sifat-sifat dasar aljabar dari perkalian matriks blok Dari U diperoleh: A F C ~ F U (s) = (433) / / R B R D Sehingga selanjutnya didapat dan A F CFCF CF ~ / UU(s) = AF BR / / R B R DCF I (434) A F C FC F ~ U G c(s) = AF I / / R B R D C F Dengan menggunakan transformasi similaritas I X I ~ ~ pada UU maupun pada U G dan akibat persamaan diperoleh A X + X A + C C = F F F F c (435) (436) dan A F ~ / UU(s) = AF BR = I / R B I (437)

30 BAB II Teori Kontrol H 33 AF X ~ AF X U G c(s) = AF I = R / H (438) / R B R B dengan sifat dualitas maka GV f ~ RH dan V adalah co-inner Dengan menggunakan lemma ini selanjutnya kita akan masuk ke teorema yang utama Teorema : Terdapat kontrol optimal yang tunggal dengan: K opt (): s Aˆ L = F (439) / zw c f min T = G B + R F G = trace( B X B ) + trace( R F Y F ) (43) Bukti: Misalkan parameterisasi pengontrol K(s) = F(M l Q) Q R H dengan  L B M (s) = F I C I maka T F ( N Q) zw = dengan (43) N AF BF B B A B L L = CF DF D C D Berdasarkan teorema di atas diperoleh bahwa ( ) dengan (43) F GK = T = N + N QN zw N = G + GMYG % (433)

31 BAB II Teori Kontrol H 34 N N M = G M = M % G ( s) A B F I F = AL L M% ( s) = C I ( ) X s A L F = CF I AL B L X% ( s) = F I ( ) Y s AF L = F AL L Y% ( s) = F Sehingga diperoleh T = N + N QN zw A B A B AF B AL L A B = C + C D F I F C D A B A B A L A B Q F L + C D F I C D C D A B F B A LC LD A B L = AF B A B C + C DF D F A B F B A LC LD L + AF B Q A B C DF D C C D AF B AF B AL B L AF B AL BL = Q C + C D + F C D C D F F F (434) (435) (436) (437) (438) (439) (433) (433) (433) (4333) (4334) (4335)

32 BAB II Teori Kontrol H 35 AF B AF B AL B L AF B AL BL = F Q (4336) CF + CF D F + CF D C D T = G B UR FG + UR QR V / / / zw c f (4337) Dari lemma 3 diperoleh bahwa GB c dan U saling orthogonal Sehingga / / / zw c f T = G B + UR FG UR QR V / / / zw c f T = G B + R FG UR QR V (4338) (4339) Dan karena G f dan V juga orthogonal menurut lemma 3 di atas maka: / / / zw c f T = G B + R FG R QR V / / / zw c f T = G B + R FG + R QR V (434) (434) Persamaan di atas jelas menunjukkan bahwa Q = memberikan kontrol H yang optimal dan tunggal Maka K F ( M ) optimal dan tunggal = adalah pengontrol yang

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 0 KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI KONTROL H

Bab 2 TEORI KONTROL H Bab 2 TEORI KONTROL H Penempatan pole (Pole Placement) danlinear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem. Kelemahan dari strategistrategi ini adalah

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

SISTEM KONTROL LINIER

SISTEM KONTROL LINIER SISTEM KONTROL LINIER Silabus : 1. SISTEM KONTROL 2. TRANSFORMASI LAPLACE 3. PEMODELAN MATEMATIKA DARI SISTEM DINAMIK 4. ANALISIS SISTEM KONTROL DALAM RUANG KEADAAN 5. DESAIN SISTEM KONTROL DALAM RUANG

Lebih terperinci

REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU

REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 134 141 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU ANGGI SYAPUTRA Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 1 5 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU YULIAN SARI Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SISTEM

BAB III ANALISIS SISTEM BAB III ANALISIS SISTEM Analisis merupakan kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui cirri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (216) 2337-352 (231-928X Print) A-25 Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit Yunita Indriana Sari dan Didik Khusnul Arif Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 126 133 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN FAURI Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono Program Studi Matematika Jurusan Matematika FSM UNDIP Onforest212@gmail.com Abstrak: Metode matriks pseudo

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

DIKTAT MATEMATIKA II

DIKTAT MATEMATIKA II DIKTAT MATEMATIKA II (MATRIK) Drs. A. NABABAN PURNAWAN, S.Pd.,M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2004 MATRIKS I. PENGERTIAN

Lebih terperinci

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu TE 226 - Sistem Linier Jimmy Hasugian Electrical Engineering - Maranatha Christian University jimlecture@gmail.com - http://wp.me/p4scve-g Sistem Waktu Kontinu Jimmy Hasugian (MCU) Sistem Waktu Kontinu

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 34 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN DIAN PUSPITA BEY

Lebih terperinci

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Vol 7, No2, 92-97, Januari 2011 Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Nur Erawati Abstrak Suatu sistem linear yang matriks transfernya berupa matriks rasional proper,

Lebih terperinci

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. Hal. 35 42 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK DARI SISTEM LINIER DISKRIT NOVITA ASWAN Program Studi Magister Matematika,

Lebih terperinci

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA 015 CALON TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 016 Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL Bidang Matematika Disusun oleh : 1. 015 = 5 13 31 Banyaknya faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0}

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0} BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan R menyatakan himpunan bilangan riil. Notasi R n menyatakan himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x } dan R n + := {x= (x

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono, J2A605006, Jurusan Matematika, FSM UNDIP, Semarang, 2012 Abstrak: Metode matriks pseudo invers merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... LEMBAR PERSETUJUAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.. PRAKATA.. ABSTRAK.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR

Lebih terperinci

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang Abstrak Dikemukakan masalah pengendali (controller) suboptimal, yaitu mencari pengendali yang diperkenankan sehingga kinerja

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut.

Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut. Bab 2 TEORI DASAR Penempatan pole (Pole Placement) dan Linear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem Kelemahan dari strategi - strategi ini adalahtidakdapat

Lebih terperinci

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya Abstract. Matrix is diagonalizable (similar with matrix

Lebih terperinci

Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA

Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA Soal Babak Penyisihan 7 th OMITS SOAL PILIHAN GANDA 1) Sebuah barisan baru diperoleh dari barisan bilangan bulat positif 1, 2, 3, 4, dengan menghilangkan bilangan kuadrat yang ada di dalam barisan tersebut.

Lebih terperinci

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 1 8 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU NOVRIANTI Program Studi Magister Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Invers Transformasi Laplace

Invers Transformasi Laplace Invers Transformasi Laplace Transformasi Laplace Domain Waktu Invers Transformasi Laplace Domain Frekuensi Jika mengubah sinyal analog kontinyu dari domain waktu menjadi domain frekuensi menggunakan transformasi

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

Bab II Kajian Teori Copula

Bab II Kajian Teori Copula Bab Kajian Teori Copula.1 Pendahuluan Copula Tesis ini mengacu pada terminologi copula sebagai fungsi yang menghubungkan fungsi distribusi multivariat terhadap fungsi distribusi marginal uniform. Misalkan

Lebih terperinci

A. Pengertian Matriks

A. Pengertian Matriks A. Pengertian Matriks Pada 17 April 2003, Universitas Pendidikan Literatur Indonesia (UPLI), mewisuda 2.630 mahasiswanya. 209 wisudawan di antaranya adalah wisudawan dari Fakultas Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA)

Pembahasan Soal OSK SMA 2018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA OSK Matematika SMA. (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN/KOTA SMA 018 OSK Matematika SMA (Olimpiade Sains Kabupaten/Kota Matematika SMA) Disusun oleh: Pak Anang Pembahasan Soal OSK SMA 018 OLIMPIADE SAINS

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah

Aljabar Linier. Kuliah Aljabar Linier Kuliah 13 14 15 Materi Kuliah Transformasi Linier dari F n ke F m Perubahan Matriks Basis Matriks dari Transformasi Linier Perubahan Basis untuk Transformasi Linier Matriks-matriks Ekivalen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Konvek Definisi 2.1.1. Suatu himpunan C di R n dikatakan konvek jika untuk setiap x, y C dan setiap bilangan real α, 0 < α < 1, titik αx + (1 - α)y C atau garis penghubung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup[1] Sistem kendali dapat dikatakan sebagai hubungan antara komponen yang membentuk sebuah konfigurasi sistem, yang akan menghasilkan

Lebih terperinci

Solusi Olimpiade Sains Tingkat Kabupaten/Kota 2015 Bidang Matematika

Solusi Olimpiade Sains Tingkat Kabupaten/Kota 2015 Bidang Matematika Solusi Olimpiade Sains Tingkat Kabupaten/Kota 01 Bidang Matematika Oleh : Tutur Widodo 1. Karena 01 = 13 31 maka banyaknya faktor positif dari 01 adalah (1 + 1) (1 + 1) (1 + 1) = 8. Untuk mencari banyak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 50 Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dian Eriyanti Doloksaribu Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 19 Mei 1993 Alamat : Jalan Jamin Ginting Gang Dipanegara No. 17C Agama : Protestan Jenis Kelamin

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH : NAMA NPM TANGGAL : : : YESSICA 1343050008 04 JUNI 2014 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2014 TUJUAN PERCOBAAN

Lebih terperinci

Matematika Teknik Dasar-2 4 Aljabar Vektor-1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Matematika Teknik Dasar-2 4 Aljabar Vektor-1. Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Matematika Teknik Dasar-2 4 Aljabar Vektor-1 Sebrian Mirdeklis Beselly Putra Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Kuantitas Skalar dan Vektor Kuantitas Fisis dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Kuantitas skalar:

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 9 97 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU FANNY YULIA SARI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

Pembahasan OSN SMP Tingkat Nasional Tahun 2012 Bidang Matematika

Pembahasan OSN SMP Tingkat Nasional Tahun 2012 Bidang Matematika Tutur Widodo Pembahasan OSN SMP Tahun 01 Pembahasan OSN SMP Tingkat Nasional Tahun 01 Bidang Matematika Hari Kedua Pontianak, 1 Juli 01 1. Pada suatu hari, seorang peneliti menempatkan dua kelompok spesies

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) 1 SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Abstrak Dalam artikel ini, konsep sistem dinamik linear disajikan dengan sistem

Lebih terperinci

Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities

Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. (17), 337-35 (31-98X Print) A49 Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities Rizki Wijayanti, Trihastuti Agustinah

Lebih terperinci

Matriks. Matriks B A B. A. Pengertian Matriks. B. Operasi Hitung pada Matriks. C. Determinan dan Invers

Matriks. Matriks B A B. A. Pengertian Matriks. B. Operasi Hitung pada Matriks. C. Determinan dan Invers Matriks B B 3. Pengertian Matriks B. Operasi Hitung pada Matriks C. Determinan dan Invers Matriks D. Penerapan Matriks dalam Sistem Persamaan Linear Sumber: www.smanela-bali.net Pernahkah kalian mengamati

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2008 MATEMATIKA SMA BAGIAN PERTAMA

SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2008 MATEMATIKA SMA BAGIAN PERTAMA SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2008 MATEMATIKA SMA BAGIAN PERTAMA PETUNJUK UNTUK PESERTA: 1. Tes bagian pertama ini terdiri dari 20 soal. 2. Waktu yang disediakan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keterkendalian (Controlability) Contoh Soal Ringkasan Latihan Contoh Soal Ringkasan Latihan Vektor Bebas Linear Keterkendalian Keadaan Secara Sempurna dari

Lebih terperinci

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan Bab 2 Landasan Teori 21 System Identification System identification adalah suatu metode umum untuk membangun model matematika berdasarkan data masukan dan data keluaran Metode ini termasuk dalam teori

Lebih terperinci

Part II SPL Homogen Matriks

Part II SPL Homogen Matriks Part II SPL Homogen Matriks SPL Homogen Bentuk Umum SPL homogen dalam m persamaan dan n variabel x 1, x 2,, x n : a 11 x 1 + a 12 x 2 + + a 1n x n = 0 a 21 x 1 + a 22 x 2 + + a 2n x n = 0 a m1 x 1 + a

Lebih terperinci

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol 5 No 1 Hal 96 12 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU SUKMA HAYATI, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab 2 Fungsi Analitik

Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 Fungsi Analitik Bab 2 ini direncanakan akan disampaikan dalam 4 kali pertemuan, dengan perincian sebagai berikut: () Pertemuan I: Fungsi Kompleks dan Pemetaan. (2) Pertemuan II: Limit Fungsi, Kekontiuan,

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985

RIWAYAT HIDUP. : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985 Lampiran 1 RIWAYAT HIDUP Nama : Nurdiyana Abdullah Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Oktober 1985 Agama : Islam Alamat : Jl. Kangkung No. 36 Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sek Ren Keb Sultanah Asma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Proses Enkripsi Dekripsi

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Proses Enkripsi Dekripsi BAB II DASAR TEORI Pada bagian ini akan dibahas mengenai dasar teori yang digunakan dalam pembuatan sistem yang akan dirancang dalam skripsi ini. 2.1. Enkripsi dan Dekripsi Proses menyandikan plaintext

Lebih terperinci

MATEMATIKA. Sesi MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS B. UKURAN ATAU ORDO SUATU MATRIKS

MATEMATIKA. Sesi MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS B. UKURAN ATAU ORDO SUATU MATRIKS MATEMATIKA KELAS XII - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi N MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Dalam matematika, matriks adalah kumpulan bilangan, simbol, atau ekspresi, berbentuk persegi panjang yang disusun menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES

KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (15) ISSN: 337-3539 (31-971 Print) A-594 KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES Rizki Wijayanti, Trihastuti

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB 5. DIAGRAM BLOK SISTEM dan SIGNAL FLOW GRAPH

BAB 5. DIAGRAM BLOK SISTEM dan SIGNAL FLOW GRAPH BAB 5 DIAGRAM BLOK SISTEM dan SIGNAL FLOW GRAPH Bab 5 berisi tentang penurunan diagram blok untuk sistem yang kompleks serta penentuan fungsi transfer dari diagram blok secara langsung dan melalui teknik

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

TKE 3105 ISYARAT DAN SISTEM. B a b 2 S i s t e m. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TKE 3105 ISYARAT DAN SISTEM. B a b 2 S i s t e m. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TKE 3105 ISYARAT DAN SISTEM B a b 2 S i s t e m Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 51 B A B I I S I S

Lebih terperinci

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I 7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi

Lebih terperinci

CONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D Hasil dari adalah... A.

CONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D Hasil dari adalah... A. CONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D. -15 2. Hasil dari 12+13-14 adalah... A. 320 B. 512 C. 712 D. 1 E. 3. Ibu membeli 24 permen yang akan

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR KOMPETENSI: 1. Memahami penggunaan faktorisasi LU dalam penyelesaian persamaan linear.. Memahami penggunaan partisi matrik dalam penyelesaian persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang konsep-konsep yang mendasari materi pada bab-bab selanjutnya. 2.1. Matriks Definisi 2.1.1 (,Anton, 2000) Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk

Lebih terperinci

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Matriks Drs. R. J. Pamuntjak, M.Sc. S PENDAHULUAN istem persamaan linear yang muncul hampir dalam semua penerapan aljabar linear, juga sangat diperlukan sebagai landasan dalam pembahasan bagian lain

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2015 MATEMATIKA SMA/MA PETUNJUK UNTUK PESERTA: 1. Tes terdiri dari dua bagian. Tes bagian pertama terdiri dari 20 soal isian singkat dan

Lebih terperinci

Mata Kuliah TKE 113. Ir. Pernantin Tarigan, M.Sc Fahmi, S.T, M.Sc Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara USU

Mata Kuliah TKE 113. Ir. Pernantin Tarigan, M.Sc Fahmi, S.T, M.Sc Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara USU Mata Kuliah Dasar Teknik Digital TKE 113 10. DESAIN RANGKAIAN BERURUT Ir. Pernantin Tarigan, M.Sc Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara USU 2006 Desain Pencacah Nilai, spesifikasi: i X=1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Pada bab ini menjelaskan tentang perancangan dan pembuatan sistem kontrol, baik secara software maupun hardware yang digunakan untuk mendukung keseluruhan sistem

Lebih terperinci

BAB 10. DESAIN RANGKAIAN BERURUT

BAB 10. DESAIN RANGKAIAN BERURUT BAB 10. DESAIN RANGKAIAN BERURUT 2 DESAIN PENCACAH NILAI SPESIFIKASI : X=1 cacahan naik 2, z= 1 jika cacahan > 5 X=0 cacahan turun 1, z= 1 jika cacahan < 0 mesin Mealy 3 0 DESAIN PENCACAH NILAI 1/1 1/0

Lebih terperinci

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Vol. 9, No.1, 49-56, Juli 2012 Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Nur Erawaty 1, Andi Kresna Jaya 1, Nirwana 1 Abstrak Misalkan D adalah daerah integral. Unsur tak nol yang bukan unit

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

Fungsi Analitik (Bagian Kedua)

Fungsi Analitik (Bagian Kedua) Fungsi Analitik (Bagian Kedua) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 5528, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu V) Outline Limit Menuju Tak Hingga 2 Fungsi Kontinu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 3. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018 Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 3 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 27 Daftar

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Kontrol

Pemodelan Matematika dan Kontrol Bab 3 Pemodelan Matematika dan Kontrol 3.1 Identifikasi Sistem Metode untuk memodelkan sistem masukan-keluaran bervariasi dan disesuaikan informasi yang dimiliki. Informasi yang diperlukan untuk membangun

Lebih terperinci

KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT

KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 108 114 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT MIDIAN MANURUNG Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci