Bab 2 TEORI KONTROL H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 TEORI KONTROL H"

Transkripsi

1 Bab 2 TEORI KONTROL H Penempatan pole (Pole Placement) danlinear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem. Kelemahan dari strategistrategi ini adalah tidak dapat mengatasi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini muncullah teori kontrol modern seperti teori kontrol H. Kelebihan dari teori kontrol H ini adalah mampu mengurangi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Karena alasan inilah, strategi untuk mencari pengontrol H pada sistem manipulator fleksibel digunakan. Akan tetapi, sebelum menerapkan teori kontrol H pada manipulator fleksibel, kita perlu mengetahui bagaimana mencari pengontrol H ini. Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari teori kontrol H. Konsep penting dari kontrol H adalah Aljabar Riccati yang akan dibahas pada Subbab 2.2. Akan tetapi, sebelum membahas Aljabar Riccati terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai sistem dinamika linear pada Subbab 2.1 yaitu merupakan konsep dasar dalam teori kontrol. Sedangkan untuk teori kontrol H akan dibahas pada Subbab

2 BAB 2. TEORI KONTROL H Sistem Dinamika Linear Persamaan ruang keadaan (state space equation) dari suatu sistem dinamika dapat diekspesikan oleh persamaan diferensial berikut: ẋ(t) =Ax(t)+Bu(t), x(t 0 )=x 0, (2.1) y(t) =Cx(t)+Du(t), (2.2) dengan x(t) R n disebut state sistem, x(t 0 ) disebut syarat awal dari sistem, u(t) R m disebut input sistem, dan y(t) R p disebut output sistem. Sedangkan A, B, C, dan D adalah matriks real konstan. Matriks transfer dari u(t) ke y(t) didefinisikan sebagai Y (s) =G(s)U(s), dengan U(s) dan Y(s) adalah hasil transformasi Laplace dari u(t) dan y(t) dengan syarat awal nol (x(0) = 0). Matriks transfer G(s) dariu(t) key(t) dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Laplace pada persamaan (2.1) dan (2.2), diperoleh G(s) =C(sI A) 1 B + D. Sistem persamaan (2.1) dan (2.2) dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut: ẋ(t) = A B x(t). y(t) C D u(t) Untuk mempercepat perhitungan yang melibatkan matriks transfer, kita akan gunakan notasi sebagai berikut: A C B D := C(sI A) 1 B + D. Selanjutnya akan diperkenalkan beberapa definisi yang cukup penting dalam teori kontrol H [1]. Definisi 2.1 Sistem dinamika pada persamaan (2.1) atau sepasang matriks (A,B)

3 BAB 2. TEORI KONTROL H 6 disebut terkontrol (controllable) jikauntuksetiapstate awal x(0) = x 0,t 1 > 0dan state akhir x 1 terdapat (piecewise continues) input u( ) sedemikian sehingga solusi dari persamaan (2.1) memenuhi x(t 1 )=x 1. Definisi 2.2 Suatu sistem dinamika ẋ(t) = Ax(t) dikatakan stabil jika semua nilai eigen dari A terletak pada setengah bidang kompleks buka sebelah kiri, yaitu Reλ(A) < 0. Matriks A dengan sifat tersebut dikatakan stabil atau Hurwitz. Sebaliknya, jika Reλ(A) > 0 maka matriks A dikatakan antistabil. Definisi 2.3 Sistem dinamika pada persamaan (2.1) atau sepasang matriks (A,B) disebut terstabilkan (stabilizable) jika terdapat state feedback u = Fx sedemikan sehingga sistem tersebut stabil (yaitu A + BF stabil). Definisi 2.4 Sistem dinamika pada persamaan (2.1) dan (2.2) atau sepasang matriks (C,A) disebut terobservasi (observable) jikauntuksetiapt 1 > 0, state awal x(0) = x 0 dapat ditentukan dari time history dari input u(t) dan output y(t) dalam interval [0, t 1 ]. Definisi 2.5 Suatu sistem, atau sepasang matriks (C,A) disebut terdeteksi (detectable) jikaa+lc stabil untuk suatu L. 2.2 Operator Riccati Misalkan A, Q, R matriks real berukuran n x n dengan Q dan R simetri, yaitu Q = Q dan R = R. Definisikan matriks Hamiltonian 2n x2n : H := A R. Q A Asumsikan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner, maka H haruslah mempunyai n nilai eigen di Re s < 0dann nilai eigen di Re s > 0. Misalkan

4 BAB 2. TEORI KONTROL H 7 χ (H) adalah subruang spectral berdimensi n yaitu pembentuk subruang tersebut merupakan subruang invariant yang berkaitan dengan nilai-nilai eigen di Re s < 0. Dengan mencari basis dari χ (H), kemudian menyusunnya menjadi sebuah matriks, dan mempartisi matriks tersebut, maka akan diperoleh χ (H) =Im X 1 X 2, dengan X 1,X 2 C n n. Jika X 1 nonsingular, atau ekivalen dengan jika dua buah subruang χ (H),Im 0 I (2.3) saling komplementer, maka kita dapat memisalkan X := X 2 X1 1 dan X ditentukan oleh H secara tunggal yaitu H X adalah sebuah fungsi y, disimbolkan dengan Ric. Jadi, X =Ric(H ). Kita akan ambil domain dari Ric, disimbolkan dengan dom (Ric), terdiri dari matriks-matriks Hamiltonian H dengan dua buah sifat yaitu H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner dan dua buah subruang pada (2.3) saling komplementer. Sifat yang pertama disebut sifat stabilitas dan sifat yang kedua disebut sifat kekomplementeran. Lemma 2.1 Misalkan H dom(ric) dan X =Ric(H ). Maka 1. X simetri. 2. X memenuhi persamaan aljabar Riccati, yaitu A X + XA + XRX Q =0. 3. A+RX stabil. Lemma 2.2 Misalkan H tidak mempunyai nilai-nilai eigen imajiner, R semidefinit positif atau semidefinit negatif, dan (A,R) terstabilkan maka H dom(ric).

5 BAB 2. TEORI KONTROL H 8 Lemma 2.3 Misalkan H mempunyai bentuk H = A BB CC A, dengan (A,B) terstabilkan dan (C,A) terdeteksi. MakaH dom(ric), X =Ric(H ) =0,danker(X ) χ. 2.3 Masalah Kontrol H Salah satu pengukur unjuk kerja performance dalam teori kontrol optimal adalah menggunakan norm H yang didefinisikan dalam suatu domain frekuensi untuk suatu matriks transfer stabil G(s), yaitu G := sup σ max [G (jω)] ω (σ max := nilai singular maksimum). Misalkan suatu sistem digambarkan oleh diagram blok sebagai berikut: Gambar 2.1: Diagram blok dengan G adalah plant diperumum dan K adalah pengontrol (controller ). Plant diperumum terdiri dari plant suatu masalah kontrol ditambah dengan semua fungsi bobot untuk masalah kontrol tersebut. Sinyal w terdiri dari semua input dari luar, termasuk gangguan (disturbance) dan sensor noise; output z adalah sinyal error; y adalah variabel pengukur; dan u adalah input kontrol. Fungsi transfer lup tertutup dari w ke z dilambangkan dengan T zw Plant diperumum G dan pengontrol K kita asumsikan real rasional dan proper. Model ruang keadaan untuk G dan K kita

6 BAB 2. TEORI KONTROL H 9 asumsikan tersedia (available) dan realisasi dari model ruang keadaan kita asumsikan terstabilkan (stabilizable) dan terdeteksi (detectable). Realisasi matriks transfer G kita ambil berbentuk A B 1 B 2 G(s) = C 1 0 D 12 C 2 D 21 0 dengan asumsi sebagai berikut: 1. (A,B 1 ) terkontrol dan (C 1,A) terobservasi. 2. (A,B 2 ) terstabilkan dan (C 2,A) terdeteksi. 3. D12 [C 1 D 12 ]= [0 I]. 4. B 1 D21 = 0. D 21 I Asumsi (1) dan (2) dibuat untuk menjamin bahwa dua buah persamaan aljabar Riccati mempunyai solusi terstabilkan definit positif. Asumsi (2) merupakan syarat cukup dan syarat perlu untuk plant G agar terstabilkan secara internal. Misalkan realisasi pengontrol K dapat dituliskan sebagai berikut: K(s) = Â ˆB Ĉ ˆD.

7 BAB 2. TEORI KONTROL H 10 Fungsi transfer lup tertutup dari w ke z yaitu T zw dapat dicari dengan cara menuliskan G dan K kedalam persamaan ruang keadaan, sebagai berikut: ẋ = Ax + B 1 w + B 2 u G(s) : z = C 1 x +0w + D 12 u, (2.4) y = C 2 x + D 21 w +0u v = Âv + ˆBy K(s) :. (2.5) u = Ĉv + ˆDy Kemudian substitusikan u dari persamaan (2.5) kedalam persamaan (2.4), diperoleh ẋ = Ax + B 1 w + B 2 (Ĉv + ˆDy) z = C 1 x + D 12 (Ĉv + ˆDy), (2.6) y = C 2 x + D 21 w dengan mengeliminasi y pada persamaan (2.6) maka akan diperoleh ẋ = Ax + B 1 w + B 2 Ĉv + B 2 ˆD(C2 x + D 21 w), (2.7) z = C 1 x + D 12 Ĉv + D 12 ˆD(C2 x + D 21 w) atau ẋ =(A + B 2 ˆDC2 )x + B 2 Ĉv +(B 1 + B 2 ˆDD21 )w z =(C 1 + D 12 ˆDC2 )x + D 12 Ĉv + D 12 ˆDD21 w. (2.8) Selanjutnya substitusikan y dari persamaan (2.4) kedalam persamaan (2.5), diperoleh v = Âv + ˆB(C 2 x + D 21 w) = Âv + ˆBC 2 x + ˆBD. (2.9) 21 w

8 BAB 2. TEORI KONTROL H 11 Kita tuliskan persamaaan (2.8) dan (2.9) dalam bentuk matriks ẋ = A + B ˆDC 2 2 B 2 Ĉ x + B 1 + B 2 ˆDD21 w = A C x + B C w v ˆBC 2 Â v ˆBD 21 [ ] z = C 1 + D 12 ˆDC2 D 12 Ĉ x + D 12 ˆDD21 w = C C x + D C w. v (2.10) Jadi, fungsi transfer lup tertutup dari w ke z adalah T zw (s) =C C (si A C ) 1 B C + D C. (2.11) Suatu sistem lup tertutup dikatakan stabil secara internal jika dan hanya jika nilainilai eigen dari A C = A + B ˆDC 2 2 B 2 Ĉ, ˆBC 2 Â terletak pada setengah bidang kompleks buka kiri, yaitu Reλ(A C ) < 0. Suatu pengontrol dikatakan diperkenankan (admissible) jika pengontrol tersebut menyetabilkan sistem secara internal. Oleh karena itu, kestabilan adalah syarat paling dasar agar suatu sistem dapat bekerja. Secara umum masalah kontrol optimal H dapat dinyatakan sebagai berikut : Kontrol Optimal H : Mencari semua pengontrol K(s) yang diperkenankan sehingga T zw minimum. Untuk kasus sistem MIMO (Multi Input Multi Output) pengontrol optimal H tidaklah tunggal. Lebih jauh lagi bahwa mencari pengontrol optimal H sangatlah rumit baik secara numerik maupun secara teoritis. Oleh karena itu, dalam praktiknya cukup dicari pengontrol dengan norm yang sangat dekat dengan norm pengontrol optimal. Pengontrol yang demikian disebut pengontrol suboptimal. Masalah kontrol suboptimal H dapat dinyatakan sebagai berikut : Kontrol Suboptimal H : Diberikan γ>0, menentukan semua pengontrol yang

9 BAB 2. TEORI KONTROL H 12 diperkenankan K(s), jika ada, sehingga T zw <γ. Solusi dari H terkait dengan dua matriks Hamiltonian sebagai berikut : H = A γ 2 B 1 B 1 B 2B 2 C 1C 1 A,J = A γ 2 C 1 C 1 C 2 C 2 B 1 B 1 A. Teorema 2.1 Terdapat pengontrol yang diperkenankan sehingga T zw <γjika dan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi: 1. Matriks Hamiltonian H dom(ric) dan Ric(H ) > Matriks Hamiltonian J dom(ric) dan Ric(J ) > ρ(x Y ) <γ 2. Jika ketiga kondisi ini terpenuhi, salah satu pengontrol K mempunyai realisasi sebagai berikut: dengan K sub (s) := Â Z L F 0 Â := A + γ 2 B 1 B 1 X + B 2F + Z L C 2, F := B 2 X, L := Y C 2, Z := (I γ 2 X Y ) 1., Untuk membuktikan Teorema 2.1 kita memerlukan beberapa lemma dan teorema pendukung. Lemma 2.4 Misalkan X R n n, Y R n n, dengan X = X > 0, dan Y = Y > 0. Misalkan r adalah bilangan bulat positif, maka terdapat matriks X 12 R n r, X 2 R r r X 2 R r r sehingga X 2 = X2, X X 12 X12 X 2 > 0dan X X 12 X12 X 2 1 = Y,

10 BAB 2. TEORI KONTROL H 13 jika dan jika X 0danrank Y X Y n + r. Bukti: ( ) Berdasarkan asumsi, terdapat matriks X 12 R n r sehingga X Y 1 = X 12 X12. Definisikan X 2 = I r, maka bukti telah lengkap. ( ) Gunakan Schur Complement, Y = X 1 + X 1 X 12 (X 2 X12 X 1 X 12 ) 1 X12 X 1, invers-kan persamaan diatas diperoleh Y 1 = X X 12 X 1 2 X 12. Jadi, X Y 1 = X 12 X2 1 X12 0danrank(X Y 1 )=rank(x 12 X2 1 X12 ) r. Lemma 2.5 (Bounded Real Lemma) Misalkan γ>0, G(s) = A B C D dan H := A + BR 1 D C C (I + DR 1 D )C BR 1 B (A + BR 1 D C), dengan R = γ 2 I D D, maka pernyataan- pernyataan berikut ekivalen: 1. G <γ. 2. σ(d) <γdan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner. 3. σ(d) <γdan H dom(ric). 4. σ(d) <γdan H dom(ric) dan Ric(H) = 0 (Ric(H ) > 0 jika (C,A) terobservasi).

11 BAB 2. TEORI KONTROL H σ(d) < γ dan terdapat X 0 sehingga X(A + BR 1 D C) + (A + BR 1 D C) X + XBR 1 B X + C (I + DR 1 D )C = 0 dan A + BR 1 D C + BR 1 B Xtidak mempunyai nilai eigen di sumbu imajiner. 6. σ(d) <γ dan terdapat X>0 sehingga X(A + BR 1 D C)+(A + BR 1 D C) X + XBR 1 B X + C (I + DR 1 D )C<0. 7. Terdapat X>0sehingga XA + A X XB C B X γi D C D γi < 0. Lemma 2.5 Terdapat pengontrol yang diperkenankan berorde r sehingga T zw <γ hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi : 1. Terdapat Y 1 > 0 sehingga AY 1 + Y 1 A + Y 1 C 1 C 1Y 1 /γ 2 + B 1 B 1 γ2 B 2 B 2 < Terdapat X 1 > 0 sehingga 3. X 1 /γ Y 1 / γ X 1 A + A X 1 + X 1 B 1 B 1X 1 /γ 2 + B 1 B 1 γ 2 C 2C 2 < 0. 0, rank X 1 /γ Y 1 / γ n + r. Bukti: Misalkan terdapat pengontrol K(s) berorder sehingga T zw <γ.misalkank(s) mempunyai realisasi ruang keadaan sebagai berikut: K(s) = Â ˆB Ĉ ˆD

12 BAB 2. TEORI KONTROL H 15 Fungsi transfer lup tertutup dari z ke w pada persamaan (2.11) dapat dituliskan sebagai A + B 2 ˆDC2 B 2 Ĉ B 1 + B 2 ˆDD21 T zw = ˆBC 2 Â ˆBD21 =: A C B C. C C D C C 1 + D 12 ˆDC2 D 12 Ĉ D 12 ˆDD21 Misalkan R = γ 2 I D CD c, R = γ 2 I D c D C. Berdasarkan bounded real lemma, terdapat X = X 1 X 12 X12 X 2 > 0 sehingga X(A C + B C R 1 D C C C)+(A C + B C R 1 D C C C) X + XBC R 1 B C X + C C R 1 C C < 0. Setelah melalui beberapa manipulasi aljabar, diperoleh (2.12) X 1 A + A X 1 + X 1 B 1 B 1 X 1/γ 2 + C 1 C 1 γ 2 C 2 C 2 +(X 1 B 1 D + X12 B + γ 2 C 2 )(γ2 I D D) 1 (X 1 B 1 D + X12 B + γ 2 C 2 ) < 0, yang mengakibatkan bahwa X 1 A + A X 1 + X 1 B 1 B 1X 1 /γ 2 + C 1C 1 γ 2 C 2C 2 < 0. Dipihak lain, misalkan Ỹ = γ 2 X 1, dan partisi Ỹ sebagai maka Ỹ = Y 1 Y 12 Y12 Y 2 > 0, (A C + B C R 1 D CC C )Ỹ + Ỹ (A C + B C R 1 D CC C ) + ỸC C R 1 C C Ỹ + B C R 1 B C < 0. (2.13)

13 BAB 2. TEORI KONTROL H 16 Ini memberikan AY 1 + Y 1 A + B 1 B 1 X 1 γ 2 B 2 B 2 + Y 1C 1 C 1Y 1 /γ 2 +(Y 1 C 1 D + Y 12 C + γ 2 B 2 )(γ 2 I D D ) 1 (Y 1 C 1 D + Y 12 C + γ 2 B 2 ) < 0, yang mengakibatkan bahwa AY 1 + Y 1 A + B 1 B 1X 1 γ 2 B 2 B 2 + Y 1 C 1C 1 Y 1 /γ 2 < 0. Berdasarkan Lemma 2.4, diberikan X 1 > 0danY 1 > 0 terdapat X 12 dan X 2 sehingga Ỹ = γ 2 X 1 atau Ỹ/γ= ( X/γ ) 1 : X 1/γ X 12 /γ X12 /γ X 2/γ 1 = Y 1/γ jika dan hanya jika X 1/γ Y 1 /γ 0,rank 1/γ Y 1 /γ n + r. Untuk menunjukkan peridaksamaan pada lemma terakhir termasuk eksistensi dari solusi stabil persamaan Riccati X dan Y, kita memerlukan teorema berikut. Teorema 2.2 Misalkan R 0 dan andaikan (A, R) terkontrol dan terdapat X= X* sehingga ϑ(x) :=XA + A X + XRX + X<0, (2.14) maka terdapat solusi X+ > X untuk persamaan Riccati X + A + A X + +X + RX + + Q = 0, (2.15) sehingga A+ RX+ antistabil. Bukti: Misalkan R = BB untuk suatu B. Perhatikanbahwa(A, R) terkontrol jika dan

14 BAB 2. TEORI KONTROL H 17 hanya jika (A, B) terkontrol. Misalkan X sedemikian sehingga ϑ(x) < 0. Karena (A, B) terkontrol maka terdapat F 0 sehingga A 0 := A BF 0 antistabil. Misalkan X 0 = X 0 adalah solusi tunggal untuk persamaan Lyapunov X 0 A 0 + A 0 X 0 F 0 F 0 + Q =0. Definisikan ˆF 0 := F 0 + B X, maka kita mempunyai persamaan berikut : (X 0 X)A 0 + A 0(X 0 X) = ˆF 0 ϑ(x) > 0. Karena A 0 antistabil, ini mengakibatkan X 0 >X. Kita mulai dengan X 0, definisikan barisan tak turun matriks Hermitian {X i }. Berkaitan dengan {X i }, kita definisikan juga barisan matriks antistabil {A i } dan barisan matriks {F i }. Asumsikan secara induktif bahwa kita telah mendefinisikan matriks {X i }, {A i }, dan {F i } untuk i sampai n 1 sehingga Xi Hermitian dan X 0 X 1 X n 1 >X, A i = A BF i antistabil, i =0,...,n 1; Selanjutnya, kita perkenalkan F i = B X i 1,i=1,...,n 1; X i A i + A i X i = F i F i Q, i =0, 1,...,n 1. (2.16) F n = B X n 1, A n = A BF n.

15 BAB 2. TEORI KONTROL H 18 Pertama kita tunjukkan bahwa A n antistabil. Gunakan persamaan (2.16) dengan i = n-1, kita peroleh X n 1 A n + A n X n 1 + Q Fn F n (F n F n 1 ) (F n F n 1 )=0. (2.17) Misalkan ˆF n := F n + B X, maka (X n 1 X)A n + A n(x n 1 X) = ϑ(x)+ ˆF n ˆF n +(F n F n 1 ) (F n F n 1 ) > 0, (2.18) ini mengakibatkan bahwa A n antistabil menurut teorema Lyapunov karena X n 1 X>0. Sekarang kita perkenalkan X n sebagai solusi tunggal dari persamaan Lyapunov : X n A n + A nx n = FnF n Q, (2.19) maka X n Hermitian. Selanjutnya kita mempunyai (X n X)A n + A n (X n X) = ϑ(x)+ ˆF n ˆF n > 0, Dengan menggunakan persamaan (2.17), (X n 1 X n )A n + A n (X n 1 X n )=(F n F n 1 ) (F n F n 1 ) > 0. Karena A n antistabil maka X n 1 X n >X. Kita mempunyai barisan tak turun {X i }, dan barisan terbatas dibawah oleh X i >X. Oleh karena itu, limit X + := lim n X n ada dan Hermitian, dan kita mempunyai X + >X. Kita ambil limit n pada persamaan (2.18) kita peroleh ϑ(x + )=0. Jadi,X+ adalah solusi dari persamaan (2.15). Perlu dicatat bahwa X + X 0dan (X + X)A + + A + (X + X) = ϑ(x)+(x + X)R(X + X) > 0. (2.20)

16 BAB 2. TEORI KONTROL H 19 Jadi, X + X>0danA + = A + RX + stabil. Bukti (Teorema 2.1): ( ) 1. Karena T zw <γmaka berdasarkan Bounded Real Lemma H dom(ric). Selanjutnya dengan menggunakan lemma 2.6 bagian (1), kita peroleh bahwa terdapat Y 1 > 0 sehingga AY 1 + Y 1 A + Y 1 C 1 C 1 Y 1/γ 2 + B 1 B 1 γ 2 B 2 B 2 < 0. Dengan menggunakan Teorema (2.2) dapat disimpulkan bahwa terdapat Y> Y 1 > 0 sehingga AY + YA + YC 1 C 1 Y/γ2 + B 1 B 1 γ 2 B 2 B 2 = 0 (2.21) dan A + C 1C 1 Y/γ 2 antistabil. Misalkan X = γ 2 Y 1,karenaY > 0maka X > 0. Kalikan persamaan (2.21) dengan Y 1 dari kanan dan dengan X dari kiri, maka diperoleh X A + A X + X (B 1 B 1/γ 2 B 2 B 2)X + C 1 C 1 =0. (2.22) Persamaan (2.22) dapat dituliskan sebagai X A + X (B 1 B 1 /γ2 B 2 B 2 )X = A X C 1 CX 1 X. (2.23) Kalikan persamaan (2.23) dengan X 1, diperoleh A +(B 1 B 1 /γ2 B 2 B 2 )X = X 1 A X X 1 C 1 CX 1 X. (2.24) Karena X > 0makaX 1 > 0, sedangkan A + C 1 C 1Y/γ 2 antistabil, maka A + C1 C 1Y/γ 2 > 0, sehingga X 1 (A + C1 CY/γ2 )X < 0. Jadi, A + (B 1 B1/γ 2 B 2 B2)X stabil. 2. Dengan cara yang sama pada bagian (1) diperoleh bahwa H dom(ric) dan berdasarkan Lemma 2.6 bagian (2) dan Teorema 2.2 dapat disimpulkan bahwa

17 BAB 2. TEORI KONTROL H 20 terdapat X>X 1 > 0 sehingga XA + A X + XB 1 B 1 X/γ2 + C 1 C 1 γ 2 C 2 C 2 =0 dan A + B 1 B 1 X/γ2 antistabil. Misalkan Y = γ 2 X 1, kita peroleh AY + Y A + Y (C 1 C 1/γ 2 C 2 C 2)Y + B 1 B 1 = 0 (2.25) dana +(C 1C 1 /γ 2 C 2C 2 )Y stabil. Jadi, Y =Ric(H ) > Berdasarkan Lemma (2.6) bagian (3) diperoleh 1 γy = X/γ > X/γ Y/γ Y 1 /γ γx 1 0 Karena γy 1 γx 1 > 0danγY 1 > 0makaberdasarkanSchur Complement kita peroleh γy 1 γ 1 X > 0atauρ(X Y ) <γ 2. ( ) Untuk melengkapi bukti, kita hanya perlu menunjukkan bahwa pengontrol K sub (s) yang diberikan pada Teorema 2.1 mengakibatkan T zw <γ. Perhatikan fungsi transfer lup tertutup dari w ke z (dengan K sub diberikan), A B 2 F B 1 T zw = Z L C 2 Â Z L D 21 =: A C B C. C C D C C 1 D 12 F 0 Definisikan maka P>0 dan P = γ 2 Y 1 γ 2 (Z ) Y 1 γ 2 Y 1Z 1 γ 2 Y 1Z 1 PA C + A CP + PB C B CP/γ 2 =0.,

18 BAB 2. TEORI KONTROL H 21 Selain itu, A C + B C BCP/γ 2 = A + B 1B1Y 1 B 2 F B 1 B1Y 1 Z 1 0 A + B 1 B1 X /γ 2 + B 2 F tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner karena A + B 1 B 1 X /γ 2 + B 2 F stabil dan A+B 1 B1Y 1 antistabil. Berdasarkan Bounded Real Lemma maka T zw < γ. Teorema 2.1 menunjukkan eksistensi dari pengontrol H dan juga menjelaskan mengenai langkah-langkah untuk mencari pengontrol H. Masalah selanjutnya adalah bagaimana menerapkan pengontrol H ini pada sistem manipulator fleksibel. Untuk menerapkan kontrol H ini maka perlu dibuat model matematika dari sistem manipulator fleksibel kemudian mendesain sistem kontrolnya.

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H

Bab 4 HASIL SIMULASI. 4.1 Pengontrol Suboptimal H Bab 4 HASIL SIMULASI Persamaan ruang keadaan untuk manipulator fleksibel telah diturunkan pada Bab 3. Selanjutnya adalah melihat perilaku dari keluaran setelah ditambahkannya pengontrol pada sistem. Untuk

Lebih terperinci

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak

EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL. Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang. Abstrak EKSISTENSI PENGENDALI SUBOPTIMAL Widowati Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Semarang Abstrak Dikemukakan masalah pengendali (controller) suboptimal, yaitu mencari pengendali yang diperkenankan sehingga kinerja

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut.

Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut. Bab 2 TEORI DASAR Penempatan pole (Pole Placement) dan Linear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem Kelemahan dari strategi - strategi ini adalahtidakdapat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 4 Mei 0 KARAKTERISTIK PERSAMAAN ALJABAR RICCATI DAN PENERAPANNYA PADA MASALAH KENDALI

Lebih terperinci

menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2.

menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H 2. BAB II Teori Kontrol H 4 BAB II Teori Kontrol H Bab ini akan membahas teori kontrol H yang tujuannya adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H Untuk itu pertama-tama akan

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

SISTEM KONTROL LINIER

SISTEM KONTROL LINIER SISTEM KONTROL LINIER Silabus : 1. SISTEM KONTROL 2. TRANSFORMASI LAPLACE 3. PEMODELAN MATEMATIKA DARI SISTEM DINAMIK 4. ANALISIS SISTEM KONTROL DALAM RUANG KEADAAN 5. DESAIN SISTEM KONTROL DALAM RUANG

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0}

BAB I PENDAHULUAN. himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x 0} BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Misalkan R menyatakan himpunan bilangan riil. Notasi R n menyatakan himpunan vektor riil dengan n komponen. Didefinisikan R + := {x R x } dan R n + := {x= (x

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

Masalah Peredaman Gangguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear Time Invariant Lingkar Terbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis

Masalah Peredaman Gangguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear Time Invariant Lingkar Terbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis JURNAL FOURIER April 6, Vol 5, No, - ISSN 5-763X Masalah Peredaman angguan (Disturbance Attenuation Problem) Untuk Sistem Linear ime Invariant Lingkar erbuka Dengan Pendekatan Permainan Dinamis Muhammad

Lebih terperinci

ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION. Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION. Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ON SOLUTIONS OF THE DISCRETE-TIME ALGEBRAIC RICCATI EQUATION Soleha Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstract. On solving the optimal control for the linear discrete-time

Lebih terperinci

REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU

REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 134 141 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI SISTEM LINIER INVARIANT WAKTU ANGGI SYAPUTRA Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU

ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 9 97 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISA STEADY STATE ERROR SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU FANNY YULIA SARI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit

Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (216) 2337-352 (231-928X Print) A-25 Analisis Reduksi Model pada Sistem Linier Waktu Diskrit Yunita Indriana Sari dan Didik Khusnul Arif Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono Program Studi Matematika Jurusan Matematika FSM UNDIP Onforest212@gmail.com Abstrak: Metode matriks pseudo

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditemukannya sistem kontrol proporsional, sistem kontrol integral

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditemukannya sistem kontrol proporsional, sistem kontrol integral 1 BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Sistem kontrol sudah berkembang sejak awal abad ke 20, yaitu dengan ditemukannya sistem kontrol proporsional, sistem kontrol integral dan sistem kontrol differensial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi

Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Vol 7, No2, 92-97, Januari 2011 Parameterisasi Pengontrol yang Menstabilkan Melalui Pendekatan Faktorisasi Nur Erawati Abstrak Suatu sistem linear yang matriks transfernya berupa matriks rasional proper,

Lebih terperinci

PEMODELAN STATE SPACE

PEMODELAN STATE SPACE PEMODELAN STATE SPACE Beberapa Pengertian: State: State suatu sistem dinamik adalah sekumpulan minimum variabel (disebut variabel-variabel state) sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab BAB III PEMBAHASAN Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab C. Sub-bab A menjelaskan mengenai konsep dasar C[a, b] sebagai ruang vektor beserta contohnya. Sub-bab B

Lebih terperinci

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers

Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Penyelesaian Penempatan Kutub Umpan Balik Keluaran dengan Matriks Pseudo Invers Agung Wicaksono, J2A605006, Jurusan Matematika, FSM UNDIP, Semarang, 2012 Abstrak: Metode matriks pseudo invers merupakan

Lebih terperinci

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan

3. Metode identifikasi, yaitu kriteria pemilihan model dari himpunan model berdasarkan Bab 2 Landasan Teori 21 System Identification System identification adalah suatu metode umum untuk membangun model matematika berdasarkan data masukan dan data keluaran Metode ini termasuk dalam teori

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Kontrol

Pemodelan Matematika dan Kontrol Bab 3 Pemodelan Matematika dan Kontrol 3.1 Identifikasi Sistem Metode untuk memodelkan sistem masukan-keluaran bervariasi dan disesuaikan informasi yang dimiliki. Informasi yang diperlukan untuk membangun

Lebih terperinci

REALISASI FUNGSI TRANSFER DALAM BENTUK KANONIK TERKONTROL

REALISASI FUNGSI TRANSFER DALAM BENTUK KANONIK TERKONTROL Jurnal Matematika UNAND Vol 3 No 2 Hal 5 3 ISSN : 233 29 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI FUNGSI TRANSFER DALAM BENTUK KANONIK TERKONTROL NURWENI PUTRI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 34 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER INVARIANT WAKTU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACKERMANN DIAN PUSPITA BEY

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU

STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol. No. 1 Hal. 1 5 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM DESKRIPTOR LINIER KONTINU YULIAN SARI Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Model state space yang dikembangkan pada akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960, memiliki keuntungan yang tidak hanya menyediakan metode yang efisien untuk analisis

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh

Lebih terperinci

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor

Suku Banyak. A. Pengertian Suku Banyak B. Menentukan Nilai Suku Banyak C. Pembagian Suku Banyak D. Teorema Sisa E. Teorema Faktor Bab 5 Sumber: www.in.gr Setelah mempelajari bab ini, Anda harus mampu menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi komposisi dalam pemecahan masalah; menggunakan konsep, sifat, dan aturan fungsi invers

Lebih terperinci

Invers Transformasi Laplace

Invers Transformasi Laplace Invers Transformasi Laplace Transformasi Laplace Domain Waktu Invers Transformasi Laplace Domain Frekuensi Jika mengubah sinyal analog kontinyu dari domain waktu menjadi domain frekuensi menggunakan transformasi

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN

STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 126 133 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM KONTROL LINIER DENGAN PENEMPATAN NILAI EIGEN FAURI Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

Karena deret tersebut konvergen pada garis luarnya, kita dapat menukar orde integrasi dan penjumlahan pada ruas kanan.

Karena deret tersebut konvergen pada garis luarnya, kita dapat menukar orde integrasi dan penjumlahan pada ruas kanan. Transformasi- 3. Invers Transformasi- Formasi inversi untuk memperoleh dari x(n) dari X() dapat diperoleh menggunakan teorema integral Cauchy yang merupakan teorema penting dalam variabel kompleks. Transformasi-

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu

TE Sistem Linier. Sistem Waktu Kontinu TE 226 - Sistem Linier Jimmy Hasugian Electrical Engineering - Maranatha Christian University jimlecture@gmail.com - http://wp.me/p4scve-g Sistem Waktu Kontinu Jimmy Hasugian (MCU) Sistem Waktu Kontinu

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

02-Pemecahan Persamaan Linier (1)

02-Pemecahan Persamaan Linier (1) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Vektor dan Persamaan Linier Bagian : Teori Dasar Eliminasi Bagian 3: Eliminasi Menggunakan Matriks Bagian 4:

Lebih terperinci

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS

REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 27 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI POSITIF STABIL ASIMTOTIK SISTEM LINIER DISKRIT DENGAN POLE KONJUGAT KOMPLEKS ISWAN RINA Program

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 5.3 Kalkulus Turunan Pada bagian ini kita akan membahas sejumlah aturan untuk diferensial dan aturan untuk turunan, yg mempunyai kemiripan

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability)

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Keterkendalian (Controlability) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keterkendalian (Controlability) Contoh Soal Ringkasan Latihan Contoh Soal Ringkasan Latihan Vektor Bebas Linear Keterkendalian Keadaan Secara Sempurna dari

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap

BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL. menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap BAB II KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL 2.1 Pengenalan Sistem Kontrol Definisi dari sistem kontrol adalah, jalinan berbagai komponen yang menyusun sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan

Lebih terperinci

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU

REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU Jurnal Matematika UNAND Vol 2 No 3 Hal 1 8 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND REALISASI UNTUK SISTEM DESKRIPTOR LINIER INVARIANT WAKTU NOVRIANTI Program Studi Magister Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Pada bab ini menjelaskan tentang perancangan dan pembuatan sistem kontrol, baik secara software maupun hardware yang digunakan untuk mendukung keseluruhan sistem

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada.

Turunan Fungsi. h asalkan limit ini ada. Turunan Fungsi q Definisi Turunan Fungsi Misalkan fungsi f terdefinisi pada selang terbuka I yang memuat a. Turunan pertama fungsi f di =a ditulis f (a) didefinisikan dengan f ( a h) f ( a) f '( a) lim

Lebih terperinci

Bahan 2 Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter

Bahan 2 Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter Bahan Transmisi, Tipe, dan Spesifikasi Filter Asep Najmurrokhman Jurusan Teknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani October 0 EK306 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter analog => realisasi

Lebih terperinci

Materi Matematika Persamaan dan Pertidaksamaan kuadrat Persamaan Linear Persamaan Kuadrat Contoh : Persamaan Derajat Tinggi

Materi Matematika Persamaan dan Pertidaksamaan kuadrat Persamaan Linear Persamaan Kuadrat Contoh : Persamaan Derajat Tinggi Materi Matematika Persamaan dan Pertidaksamaan kuadrat Persamaan Linear Persamaan linear dengan n peubah adalah persamaan dengan bentuk : dengan adalah bilangan- bilangan real, dan adalah peubah. Secara

Lebih terperinci

KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT

KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 108 114 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KETEROBSERVASIAN SISTEM LINIER DISKRIT MIDIAN MANURUNG Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities

Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. (17), 337-35 (31-98X Print) A49 Kontrol Tracking Fuzzy untuk Sistem Pendulum Kereta Menggunakan Pendekatan Linear Matrix Inequalities Rizki Wijayanti, Trihastuti Agustinah

Lebih terperinci

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER YANG MEMUAT FAKTOR DISKON

PENYELESAIAN MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER YANG MEMUAT FAKTOR DISKON Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 65 71 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENYELESAIAN MASALAH KONTROL KUADRATIK LINIER YANG MEMUAT FAKTOR DISKON MEZI FAUZIATUL HUSNA Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama ada dan berkembang sangat pesat di setiap zaman. Perkembangan ilmu matematika tidak lepas

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan

KALKULUS 1 HADI SUTRISNO. Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan. Hadi Sutrisno/P.Matematika/STKIP PGRI Bangkalan KALKULUS 1 HADI SUTRISNO 1 Pendidikan Matematika STKIP PGRI Bangkalan BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus kita terlebih dahulu perlu memahami bahasan tentang sistem bilangan

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIABEL PADA SISTEM TEREDUKSI LINIER WAKTU KONTINU

IDENTIFIKASI VARIABEL PADA SISTEM TEREDUKSI LINIER WAKTU KONTINU TUGAS AKHIR SM14151 IDENTIFIKASI VARIABEL PADA SISTEM TEREDUKSI LINIER WAKTU KONTINU SHEERTY PUTRI PERTIWI NRP 1212 1 45 Dosen Pembimbing Dr. Didik Khusnul Arif, S.Si, M.Si Dr. Dieky Adzkiya, S.Si, M.Si

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES

KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (15) ISSN: 337-3539 (31-971 Print) A-594 KONTROL TRACKING FUZZY UNTUK SISTEM PENDULUM KERETA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINEAR MATRIX INEQUALITIES Rizki Wijayanti, Trihastuti

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU

OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU Jurnal Matematika UNAND Vol 5 No 1 Hal 96 12 ISSN : 233 291 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND OBSERVER UNTUK SISTEM KONTROL LINIER KONTINU SUKMA HAYATI, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Model Matematika dari Sistem Dinamis

Model Matematika dari Sistem Dinamis Model Matematika dari Sistem Dinamis September 2012 () Model Matematika dari Sistem Dinamis September 2012 1 / 60 Pendahuluan Untuk analisis dan desain sistem kontrol, sistem sis harus dibuat model sisnya.

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

ANALISIS KONTROL SISTEM PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN REGULATOR KUADRATIK LINEAR

ANALISIS KONTROL SISTEM PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN REGULATOR KUADRATIK LINEAR Jurnal INEKNA, ahun XII, No., Mei : 5-57 ANALISIS KONROL SISEM PENDULUM ERBALIK MENGGUNAKAN REGULAOR KUADRAIK LINEAR Nurmahaludin () () Staf Pengajar Jurusan eknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

State Space(ruang keadaan)

State Space(ruang keadaan) State Space(ruang keadaan) Nuryono S.W., S.T.,M.Eng. Dasar Sistem Kendali 1 PEMODELAN STATE SPACE Sejauh inikita baru mempelajari persamaan differensial dan laplace (fungsi alih) sebagai cara untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS Pada bab ini akan dibahas fungsi monoton matriks. Dalam mengkontruksi fungsi monoton matriks banyak istilah yang harus kita ketahui sebelumnya. Beberapa konsep yang akan dibahas

Lebih terperinci