BAB III PD LINIER HOMOGEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PD LINIER HOMOGEN"

Transkripsi

1 BAB III PD LINIER HOMOGEN Kompetensi Mahasiswa diharapkan. Mampu menentukan selesaian umum dari PD linier homogen orde dua dengan jenis akar-akar karakteristik ang berbeda-beda. Memahami pengertian kebebaslinieran dari dua buah selesaian 3. Dapat menentukan basis dari selesaian ang akan membangun selesaian umum. 4. Dapat mengubah PD linier ang dinatakan dalam bentuk operator diferensial Materi. PD Linier Homogen Orde Dua. PD Homogen dengan Koefisien Konstan. 3. Selesaian Umum dan Basis. 4. Akar Real, Komplek, Ganda dan Persamaan Karakteristik 5. Operator Differensial 6. Persamaan Euler-Cauch 7. Eksistensi dan Ketunggalan Selesaian 8. Persamaan Linier Homogen Orde n 9. Persamaan Orde n dengan Koefisien Konstan 3-

2 BAB III PD LINIER HOMOGEN PD biasa dapat digolongkan dalam dua kelas besar, aitu PD linier dan PD taklinier. Dibandingkan dengan jenis ang kedua, selesaian PD linier jauh lebih mudah ditentukan karena sifat-sifat selesaianna dapat dikarakterisasikan dalam suatu cara ang umum dan metode baku tersedia untuk penelesaian persamaan-persamaan ini. PD linier juga berperan penting dalam matematika teknik seperti getaran mekanika dan sirkuit listrik dan jaringan. Menurut bentuk persamaanna, suatu persamaan differensial linier dapat dibedakan menjadi dua akni homogen dan nonhomogen. Sedang menurut ordena dapat dibedakan menjadi orde satu, orde dua dan orde banak (orde n, dengan n>). 3. PD Linier Homogen Orde Dua Suatu PD linier orde dua mempunai bentuk: () + p(x) + q(x) = r(x). PD di atas dikatakan linier karena berbentuk linier dalam fungsi ang tidak diketahui dan turunan-turunanna, sementara p, q, dan r adalah fungsi-fungsi dari x ang diketahui. Jika suku pertama PD itu berbentuk f(x), maka kita bisa 3-

3 membagina dengan f(x) sehingga diperoleh bentuk baku seperti (), dengan suku pertamana adalah. Jika r(x) 0 (aitu r(x)=0 untuk semua x dalam domainna), maka () menjadi () +p(x) +q(x) = 0, dan disebut PD homogen orde dua. Jika r(x) 0 maka disebut PD linier takhomogen orde dua. Sebagai contoh + 4 = e -x sinx adalah PD linier takhomogen, sedangkan (-x ) -x +6 = 0 adalah PD linier homogen. Fungsi p dan q disebut koefisien persamaan. Suatu PD orde dua ang tidak bisa dituliskan dalam bentuk () disebut PD taklinier. Sebagai contoh, PD: + = 0 dan + = '. Konsep Selesaian. Prinsip superposisi Suatu fungsi = φ(x) 3-3

4 disebut suatu selesaian dari PD (linier atau taklinier) orde dua pada suatu interval, jika φ(x) beserta turunan pertama dan turunan keduana terdefinisikan di seluruh interval itu sedemikian hingga persamaan itu menjadi suatu identitas jika fungsi dan turunan-turunanna ang tidak diketahui diganti dengan φ dan turunan-turunan ang bersesuaian. Contoh. Fungsi-fungsi = cosx dan =sinx adalah selesaian PD linier homogen + = 0 untuk semua x, karena jika diganti dengan cosx akan diperoleh suatu identitas (cosx) + cosx = -cos x + cos x = 0. Demikian juga jika diganti dengan sin x. Lebih lanjut, jika masing-masing fungsi itu dikalikan dengan konstan-konstan tertentu dan dijumlahkan, maka hasilna juga merupakan suatu selesaian dari PD di atas. Misal diambil konstan-konstan 3 dan, maka diperoleh fungsi = 3cosx-sinx, jika disubtitusikan dalam PD-na diperoleh (3cosx-sinx) + (3cosx-sinx) = 3((cosx) +cosx) ((sinx) +sinx) = =

5 Suatu ekspresi ang berbentuk = c +c disebut kombinasi linier dari dan. Contoh di atas merupakan suatu ilustrasi dari teorema berikut: Teorema Dasar untuk PD homogen () Jika suatu selesaian PD linier homogen () pada suatu interval I dikalikan dengan suatu konstan, maka hasilna juga merupakan suatu selesaian () pada interval I. Jumlah dua selesaian dari () pada interval I juga merupakan selesaian () pada interval ang sama. Suatu kombinasi linier dari selesaian-selesaian () pada interval I juga merupakan selesaian () pada interval ang sama. Perhatian! Teorema di atas hana berlaku untuk PD linier homogen, tidak berlaku untuk PD linier takhomogen dan PD taklinier. Sebagai contoh: Fungsi-fungsi =+cosx dan =+sinx adalah selesaian PD takhomogen +=, tetapi (+cosx) dan (+cosx)+(+sinx) keduana bukan selesaian PD tersebut. Fungsi-fungsi =x dan = 3-5

6 adalah selesaian dari PD taklinier -x =0, tetapi fungsi-fungsi x dan x + keduana bukan selesaian PD itu. Catatan. (i). Jika dalam suatu PD orde dua, variabel tak bebas tidak muncul secara eksplisit, sehingga persamaan berbentuk F(x,, )=0, maka persaman itu bisa diubah menjadi PD orde satu (aitu dengan substitusi =z). (ii). Jika dalam suatu PD orde dua, variabel bebas x tidak muncul secara eksplisit, sehingga persamaan berbentuk F(,, )=0, maka persaman itu bisa diubah menjadi PD orde satu (aitu dengan substitusi z=, sehingga menjadi variabel bebas dalam PD orde satu ang baru). Latihan 3. Gunakan (i) untuk mengubah menjadi PD orde satu:. = tanhx. = 3. x + = Gunakan (ii) untuk mengubah menjadi PD orde satu: 4. = 5. +e 3 = cos=0 3-6

7 3. PD Homogen dengan Koefisien Konstan. PD linier orde dua homogen dengan koefisien konstan mempunai bentuk umum (3) +a +b = 0, dengan a dan b konstan real. Untuk menentukan selesaian (3), kita ingat kembali bahwa selesaian PD linier homogen orde satu dengan koefisien konstan +k=0 adalah suatu fungsi eksponensial, katakan =ce -kx. Karena itu kita menduga bahwa (4) = e λx mungkin merupakan suatu selesaian PD (3) jika λ dipilih secara tepat. Dengan memasukkan fungsi (4) dan turunan-turunanna, aitu =λe λx dan =λ e λx, ke dalam persamaan (3), diperoleh (λ +aλ+b)e λx = 0. Jadi (4) adalah suatu selesaian dari (3), jika λ adalah suatu selesaian dari persamaan kuadrat (5) λ +aλ+b=0. Persamaan (5) disebut persamaan karakteristik (bantu) dari (3). Akar-akar dari (5) adalah 3-7

8 (6) λ = λ = ( a + a 4b ), ( a a 4b ) dan. Dengan penurunan diperoleh bahwa fungsi-fungsi (7) λ x λ x = e dan = e adalah selesaian dari (3). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan substitusi (7) dalam (3). Dari aljabar kita tahu bahwa karena a dan b real, persamaan karakteristikna mungkin mempunai (Kasus I) (Kasus II) (Kasus III) dua akar real berbeda dua akar komplek sekawan dua akar real ang sama. Kasus-kasus di atas akan dibicarakan secara detil dalam pasal 3.4. Contoh. Akar-akar real berbeda Tentukan selesaian persamaan + - = 0. Penelesaian. Persamaan karakteristikna adalah λ +λ- = 0. Akar-akarna adalah dan, sehingga selesaianna adalah =e x dan =e -x. Contoh 3. Akar komplek sekawan 3-8

9 Tentukan selesaian persamaan (8) + = 0. Penelesaian. Persamaan karakteristikna adalah λ + = 0. Akar-akarna adalah i (= -) dan i, sehingga selesaianna adalah =e ix dan =e -ix. Dalam bagian berikutna akan dibahas cara memperoleh selesaian real dari selesaian komplek. Bisa diperiksa bahwa cosx dan sinx adalah selesaian dari (8). Contoh 4. Dua akar real sama Tentukan selesaian persamaan - + = 0. Penelesaian. Persamaan karakteristika adalah λ -λ+ = 0, ang mempunai dua akar sama aitu. Jadi selesaianna adalah = e x. Masalah dua akar sama akan dibahas dalam pasal 3.4. Bisa diperiksa bahwa = xe x juga merupakan selesaian dari PD di atas. Latihan 3. Tentukan selesaian persamaan berikut 3-9

10 . - = = = 0 4. Tentukan selesaian +4 = 0, (a) dengan metode ang ada (b) dengan reduksi ke persamaan orde satu. Carilah PD ang selesaianna seperti berikut ini dan periksa kembali dengan melakukan substitusi fungsi ke dalam persamaanna. 5. e (-+i)x, e (--i)x 6., e x 7. e kx, e lx Kunci Jawaban Latihan 3.. = e x, = e -x 3. = e (-+i)x, =e (--i)x = (k+l) +kl = Selesaian Umum dan Basis. Masalah nilai awal Sementara perhatian kita ditujukan pada PD linier homogen orde dua. Dalam pasal ini kita perhatikan persamaan 3-0

11 (9) +p(x) +q(x) = 0 dan kita berkenalan dengan konsep selesaian umum dari persamaan itu. Selesaian umum akan menjadi penting dalam seluruh bab ini. Bentuk persamaan dengan koefisien konstan akan didiskusikan dalam pasal berikut. Definisi (Selesaian umum, basis, selesaian khusus) Selesaian umum dari (9) pada suatu interval buka I adalah suatu fungsi berbentuk (0) (x) = c (x)+c (x), c,c konstan sebarang dengan dan membentuk suatu basis (atau sistem fundamental) dari selesaian (9) pada I, aitu, dan adalah selesaian (9) pada I ang tidak proporsional pada I. Suatu selesaian khusus dari (9) pada I diperoleh jika kita memberikan nilai-nilai khusus untuk c dan c dalam (0). Di sini dan dikatakan proporsional pada I jika () (a) =k atau (b) =l berlaku untuk semua x pada I, dengan k dan l bilangan-bilangan, nol atau bukan. Dengan menggunakan Teorema Dasar pada 3.. maka (0) merupakan selesaian dari (9). Catatan. Bebas linier. Definisi ang dinatakan di atas dapat juga dirumuskan dalam bentuk bebas linier. Dua fungsi (x) dan (x) dikatakan bebas linier pada suatu interval definisi I jika (3) k (x)+k (x)=0 pada I mengakibatkan (4) k =0, k =0, 3-

12 dan (x) dan (x) dikatakan tak bebas linier pada suatu interval definisi I jika persaman juga dipenuhi untuk konstan-konstan k dan k ang tidak nol semua. Jika k 0 atau k 0, maka kita bisa melakukan suatu pembagian untuk mendapatkan selesaian k = k k = k. atau Jadi dan proporsional, sementara dalam kasus bebas linier dan tidak proporsional. Dengan demikian kita mempunai hasil berikut Variabel dan membentuk suatu basis dan dalam (0) suatu selesaian dari (9) pada suatu interval I jika dan hana jika, adalah selesaian bebas linier dari (9) pada I. Contoh 5. Basis. Selesaian umum. Selesaian khusus Tentukan selesaian umum dari PD homogen = 0 Dan selesaian khusus ang memenuhi sarat awal (0)=,6, (0)=0. Penelesaian. Langkah. Persamaan karakteristikna adalah λ +5λ+6=0. Akar-akarna adalah λ =- dan λ =-3. 3-

13 Sehingga selesaianna adalah =e λx =e -x dan =e λx =e -3x. Karena hasil bagi / bukan suatu konstan, maka dan tidak proporsional. Jadi dan membentuk suatu basis. Selesaian umum ang bersesuaian adalah (x) = c (x)+c (x) = c e -x +c e -3x. Langkah. Dengan sarat awal ang pertama, (0) = c +c =,6... (i). Dengan penurunan, (x) = -c e -x -3c e -3x. Jadi dengan sarat awal ang kedua, (0) = -c -3c = 0... (ii). Dari persamaan (i) dan (ii) diperoleh c =4,8 dan c =-3,. Dengan demikian selesaian khusus ang memenuhi kedua sarat awal tersebut adalah = 4,8e -x -3,e -3x. Contoh 6. Selesaian ang proporsional Fungsi-fungsi =e x dan =3e x adalah selesaian dari persamaan dalam contoh 4 pada pasal 3.., tetapi karena =3, maka dan proporsional sehingga tidak membentuk basis. Suatu Selesaian Umum dari (9) Meliputi Semua Selesaian Teorema (Selesaian umum, masalah nilai awal) 3-3

14 Misalkan PD linier homogen (9) mempunai koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka (9) mempunai selesaian umum =c (x)+c (x) pada I, dan setiap selesaian (9) pada I ang tidak melibatkan konstan sebarang bisa diperoleh dengan memberikan nilai-nilai ang cocok untuk c dan c. Lebih lanjut, setiap masalah nilai awal pada I terdiri dari persamaan (9) dan dua sarat awal (x 0 )=K 0, (x 0 )=K [dengan memberikan x 0 dalam I dan konstan K 0 dan K ] mempunai selesaian tunggal pada I. Jadi (9) tidak mempunai selesaian singular, aitu, selesaian ang tidak bisa diperoleh dari suatu selesaian umum. Memperoleh Basis Jika Satu Selesaian tidak Diketahui (Reduksi Orde) Kita seringkali dapat memperoleh suatu selesaian (tidak sama dengan nol) dari suatu PD bentuk (9) dengan memperkirakan atau dengan suatu metode. Selanjutna kita dapat menunjukkan bahwa selesaian independen kedua, aitu, dapat ditemukan dengan menelesaikan suatu PD orde satu. Karena itu, hal ini disebut reduksi orde. Dalam metode ini kita mensubstitusikan (x)=u(x) (x) dan turunanturunanna: =u +u, =u +u +u ke dalam (9) dan mengumpulkan suku-sukuna untuk memperoleh u +u ( +p )+u( +p +q )=0. Karena suatu selesaian dari (9), ekspresi ang ada dalam kurung ang terakhir bernilai nol. Selanjutna hasilna dibagi dengan dan ditulis u =U. Jadi u =U dan kita mempunai 3-4

15 ' ( U' + + p U = 0. Dengan pemisahan variabel dan pengintegralan diperoleh lnu = ln pdx + c ~. atau c (4) U = e pdx Di sini U=u. Jadi selesaian ang ke dua adalah. =u = Udx. Karena / =u= Udx tidak mungkin berupa suatu konstan, kita melihat bahwa dan membentuk suatu basis. Contoh 8. Persamaan dengan koefisien konstan: Kasus akar sama Dari 3.. kita mengetahui bahwa persamaan dengan koefisien konstan (5) +a +b = 0 mempunai selesaian = e λx, dengan λ akar dari persamaan karakteristik λ + aλ + b = 0. Persamaan ini mempunai dua akar ganda 3-5

16 λ = -/a jika dan hana jika a -4b=0. Maka b=a /4, sehingga (5) menjadi (5*) +a +/4a = 0, dan mempunai satu selesaian = e -ax/. Selesaian independen ang ke dua ditentukan dengan cara berikut. Dalam (4) kita perlukan pdx= adx=ax dan / =e ax. Menghasilkan U=ce ax e -ax =c. Jadi u= Udx=cx+k, Dengan c dan k sebarang. Dengan mengambil u=x diperoleh selesaian independen ke dua =u 3-6

17 =x, aitu =xe -ax/. Jadi dalam kasus akar ganda (hana dalam kasus ini saja!), suatu selesaian umum dari (5) [ang telah berubah menjadi (5*)!] adalah (6) = (c +c x)e λx, λ=-a/. Latihan 3.3 Tentukan apakah pasangan fungsi berikut bebas linier atau tidak dalam interval ang diberikan. e x, e -x, interval sebarang. x, x+, (0<x<) 3. sinx, sinxcosx, interval sebarang. Tentukan selesaian umum dari PD berikut pada suatu interval. Periksa bahwa dua fungsi ang terlibat itu membentuk basis (tidak proporsional) 4. -5= = =0 Tentukan PD berbentuk +a +b=0 dengan selesaian pasangan fungsi ang diberikan dan periksa bahwa fungsi-fungsi itu membentuk basis pada suatu interval 7. e -3x, e x 8. e (-3+i)x, e (-3-i)x 3-7

18 Reduksi orde. Tunjukkan bahwa fungsi ang diberikan merupakan suatu selesaian dari persamaan ang diberikan untuk semua bilangan positif x dan tentukan sedemikian hingga dan membentuk suatu basis selesaian untuk x ini. 9. -(/x) +(/x )=0, =x 0. -(/(x+)) +(/(x+) )=0, =x+. Kunci jawaban Latihan 3.3. Bebas linier 3. Tak bebas linier 5. = (C +C x)e 4x, = e 4x, = xe 4x = 0 9. = xlnx. 3.4 Akar Real, Komplek, Ganda dan Persamaan Karakteristik Kita akan mempelajari cara memperoleh suatu selesaian umum dari PD linier orde dua dengan koefisien konstan. PD itu berbentuk (7) +a +b=0, dengan a dan b konstan. Dari 3.. kita mengetahui bahwa fungsi (8) =e λx adalah suatu selesaian dari (7) jika λ suatu akar persamaan karakteristik (9) λ +aλ+b=0. 3-8

19 Akar-akar itu adalah (0) λ = ( a + λ = ( a a a 4b), 4b). Karena a dan b real, persamaan karakteristik mungkin mempunai (Kasus I) (Kasus II) (Kasus III) dua akar real berbeda dua akar komplek sekawan akar real ganda. Hal ini telah kita bicarakan dalam 3.. Sekarang didiskusikan kasus-kasus ini secara terpisah dan setiap kasus ditentukan cara memperoleh penelesaian umumna. Kasus I. Dua akar real berbeda Kasus ini terjadi jika diskriminan a -4b dalam (9) positif, karena mengakibatkan nilai akar dalam (0) real (dan tidak nol). Jadi suatu basis dalam suatu intervalna adalah λ = e x λ, e x = Tentusaja / tidak konstan, sehingga dua selesaian itu tidak proporsional. Selesaian umum ang berkaitan adalah λ () c e x λ c e x = +. Contoh 9. Selesaian umum dalam kasus akar real berbeda Selesaikan + -=0. Penelesaian. Persamaan karakteristik. 3-9

20 λ +λ-=0 mempunai akar-akar dan, sehingga selesaian umumna adalah = c e x x + ce Kasus II. Akar komplek Kasus ini terjadi jika a -4b negatif, dan (0) mengakibatkan akar-akarna komplek sekawan, λ = a + iω, λ = a iω, dengan. ω = b a. 4 Kita klaim bahwa dalam kasus ini suatu basis dalam suatu interval adalah = e = e ax / ax / cosωx, sinωx. Tentusaja ke dua fungsi di atas adalah selesaian dari PD (7). Juga, / bukan suatu konstan, karena ω 0, sehingga dan tidak proporsional. Selesaian umum ang berkaitan adalah () = e -ax/ (Acosωx+Bsinωx). Fungsi eksponensial komplek Fungsi eksponensial komplek e z dari variabel komplek z=s+it didefinisikan dengan (3) e z = e s+it = e s (cos t+isint). 3-0

21 Jika z=s(real) maka t=0 sehingga cos0= dan sin0=0 ang menjadikan e z sebagai fungsi eksponensial real. Lebih lanjut, seperti untuk bilangan real, fungsi eksponensial ini memenuhi sifat e z+z =e z e z, untuk setiap bilangan komplek z dan z. Untuk z=λ x=-/ax+iωx dan z=λ x=-/ax-iωx, dengan (3) akan diperoleh fungsi fungsi Y =e λx =e -ax/ (cosωx+isinωx) Y =e λx =e -ax/ (cosωx-isinωx). (rumus ang kedua diperoleh dengan mengingat bahwa sin(-α)=-sinα). Dengan menjumlahkan dan mengurangkan diperoleh ½(Y +Y ) = e -ax/ cosωx =, ½(Y -Y ) = e -ax/ sinωx =. Contoh 0. Selesaian umum dalam kasus akar komplek sekawan Tentukan selesaian umum dari persamaan ''-'+0=0. Penelesaian. Persamaan karakteristikna adalah λ -λ+0=0, ang mempunai akar-akar komplek sekawan 3-

22 λ =+3i, dan λ =-3i. Ini menghasilkan basis =e x cos3x, =e x sin3x. Selesaian umum ang berkaitan adalah =e x (Acos3x+Bsin3x). Contoh. Selesaikan masalah nilai awal - +0=0, (0)=4, (0)=. Penelesaian. Persamaanna sama dengan contoh 0, sehingga selesaian umumna juga sama. Jika selesaian umumna diturunkan diperoleh (x)=e x (Acos3x+Bsin3x-3Asin3x+3Bcos3x). Dari, dan sarat-sarat awalna diperoleh (0)=A=4 (0)=A+3B)=. Jadi A=4 dan B=- dan jawabanna adalah =e x (4cos3x-sin3x). Contoh Selesaian umum dari PD +, ω =0 (ω konstan tak nol) 3-

23 adalah =Acosωx+Bsinωx.. Kasus III Akar ganda Kasus ini sering disebut kasus kritis. Dari (0), kasus ini muncul jika diskriminanna nol, aitu a -4b=0. Akarna adalah λ=-½a. Maka sebagai suatu basis pada suatu interval adalah e -ax/, x e -ax/. Selesaian umum ang bersesuaian adalah (4) = (c +c x)e -ax/. Perhatian! Jika λ suatu akar sederhana dari (9), maka = (c +c x)e λx bukan suatu selesaian dari (7). Contoh 3. Selesaian umum dalam kasus akar ganda Selesaikan PD +8 +6=0. Penelesaian. Persamaan karakteristikna mempunai akar ganda λ=-4. Jadi ang menjadi suatu basis adalah 3-3

24 e -4x dan xe -4x dan selesaian umum ang bersesuaian adalah =(c +c x)e -4x. Contoh 4. Masalah nilai awal untuk kasus akar ganda Selesaikan MNA -4 +4=0, (0)=3, (0)=. Penelesaian. Suatu selesaian umum dari PD-na adalah (x)=(c +c x)e x. Dengan mengambil turunanna diperoleh (x)=c e x +(c +c x)e x. Sarat-sarat awalna memberikan (0)=c =3, (0)=c +c =. Jadi dan selesaian MNA-na adalah c =3 dan c =-5, =(3-5x)e x. 3-4

25 Ringkasan Kasus Akar dari (3) Basis dari () Selesaian umum dari () I Real beda e λx, e λx =c e λx +c e λx λ, λ Komplek sekawan II λ =-a/+iω e -ax/ cosωx =e -ax/ (Acosωx+Bsinωx) λ =-a/-iω e -ax/ sinωx III Real ganda e -ax/, xe -ax/ =(c +c x) e -ax/ λ=-a/ Latihan 3.4 Periksalah bahwa fungsi-fungsi berikut adalah selesaian dari PD ang diberikan dan natakan dalam selesaian umum ang berbentuk real dari (). =c e 5ix +c e -5ix, +5=0. =c e iπx +c e -iπx, +π =0 3. =c e (k+πi)x +c e (k-πi)x, -k +(k +4π )=0 Selesaian umum. Natakan apakah persamaan ang diberikan bersesuaian dengan kasus I, II atau III dan tentukan selesaian umum dalam bentuk fungsi real 4. -4= ,9= =0. 3-5

26 3.5 Operator Differensial Operator adalah suatu transformasi ang mentransformasi suatu fungsi ke fungsi ang lain. Pendiferensialan menarankan suatu operator seperti berikut. Misal D menatakan pendiferensialan terhadap x, aitu ditulis D=. D adalah suatu operator ang mentransformasikan (ang dianggap terdiferensial) ke dalam turunanna, aitu. Sebagai contoh, D(x )=x, D(sinx)=cosx. Penerapan D dua kali, diperoleh turunan ke dua D(D)=D =. Kita cukup menuliskan D(D) dengan D =, sehingga D=, D =, D 3 =, dan seterusna. Lebih umumna, (5) L = P(D) = D +ad+b disebut operator diferensial orde dua. Di sini a dan b konstan. P menandakan polinom, L menandakan linier. Jika L dikenakan untuk fungsi (dianggap terdiferensial dua kali), menghasilkan (6) L[] = (D +ad+b) = +a +b. 3-6

27 L adalah suatu operator linier. Dengan definisi ini berarti bahwa L[α+βw] = αl[]+βl[w] Untuk konstan-konstan α dan β dan fungsi-fungsi dan w ang terdiferensial dua kali. Sekarang PD linier homogen +a +b=0 bisa disederhanakan dengan menulis (7) L[] = P(D)[] = 0. Sebagai contoh, (8) L[] = (D +D-6) = + -6 = 0. Karena D[e λx ]= λe λx, D [e λx ]=λ e λx, dengan (6) dan (7) maka (9) P(D)[e λx ]=(λ +aλ+b)e λx =P(λ)e λx =0. Ini mengkonfirmasi hasil dari pasal terakhir bahwa e λx adalah suatu selesaian dari (7) jika dan hana jika λ adalah suatu selesaian dari persamaan karakteristik P(λ)=0. Jika P(λ) mempunai dua akar berbeda, akan diperoleh suatu basis. Jika P(λ) mempunai akar ganda, kita memerlukan selesaian independen ang ke dua. Untuk memperoleh selesaian itu, kita turunkan P(D)[e λx ]=P(λ)e λx 3-7

28 pada ke dua sisina terhadap λ dan dengan penukaran pendiferensialan terhadap λ dan x, diperoleh P(D)[xe λx ]=P (λ)e λx +P(λ)xe λx dengan P =dp/dλ. Untuk akar ganda, P(λ)=P (λ)=0, sehingga P(D)[xe λx ]=0. Jadi xe λx adalah selesaian ke dua ang dicari. Ini cocok dengan pasal.4. P(λ) adalah polinom dalam λ, menurut aljabar biasa. Jika λ diganti dengan D, maka diperoleh operator polinom P(D). Tujuan dari kalkulus operasi ini adalah bahwa P(D) dapat diperlakukan seperti kuantitas aljabar biasa. Pada khususna, kita dapat memfaktorkan. Contoh 5. Faktorisasi, selesaian suatu PD Faktorkan P(D)=D +D-6 dan selesaikan P(D)=0. Penelesaian. D +D-6 = (D+3)(D-). Dengan definisi (D-)= -. Jadi (D+3)(D-) = (D+3)[ -] 3-8

29 = = Jadi pemfaktoran ang kita lakukan diperbolehkan, aitu, memberikan hasil ang benar. Selesaian dari (D+3)=0 dan (D-)=0 adalah =e -3x dan =e x. Ini adalah suatu basis dari P(D)=0 pada suatu interval. Bisa diperiksa bahwa hasil ang diperoleh dengan metode seperti pada pasal 3.4 adalah sama. Ini adalah suatu hasil ang tak terduga karena kita memfaktorkan P(D) sama seperti kita memfaktorkan polinomial karakteristik P(λ)=λ +λ-6. Metode operasional ini juga dapat digunakan untuk operator M=D +fd+g dengan f(x) dan g(x) koefisien variabel, tetapi dalam hal ini maslahna lebih sulit dan perlu berhati-hati. Sebagai contoh, xd Dx karena xd = x tetapi Dx=(x) =+x. Latihan 3.5 Gunakan operator ang diberikan untuk masing-masing fungsi ang diberikan. D +3D; cosh3x, e -x +e x, 0-e -3x. (D-)(D+); e x, xe x, e -x, xe -x Tentukan selesaian umum dari persamaan berikut 3-9

30 3. (D -D-) = 0 4. (6D -D-) 5. (π D -4πD+4)=0 3-30

31 3.6 Persamaan Euler-Cauch Persamaan Euler-Cauch (30) x +ax +b = 0 (a, b, konstan) dapat juga diselesaikan dengan manipulasi aljabar murni. Dengan substitusi (3) = x m dan turunan-turunanna ke dalam PD () diperoleh x m(m-)x m- +axmx m- +bx m = 0. Dengan mengabaikan x m ang tidak nol jika x 0, diperoleh persamaan bantu (3) m +(a-)m+b = 0. Jika akar-akar m dan m dalam persamaan ini berlainan, maka fungsi-fungsi (x) = x m dan (x) = x m membentuk suatu basis selesaian dari PD (30) untuk semua x di tempat fungsi didefinisikan. Selesaian umum ang bersesuaian adalah (33) = c x m +c x m (c, c sebarang). Contoh 6. Selesaian umum untuk kasus akar real berlainan Selesaikan PD: x -,5x -,5=0. Penelesaian. Persamaan bantuna adalah m -,5m-,5 =

32 Akar-akarna adalah m =-0,5 dan m =3. Jadi basis dari suatu selesaian real untuk semua x ang positif adalah =/ x, =x 3 Dan selesaian umum ang berkaitan untuk nilai-nilai x tersebut adalah = c / x + c x 3. Jika akar-akar m dan m dari (3) adalah komplek, akar-akar itu berkawan, katakan m =μ+iν dan m =μ-iν. Kita klaim bahwa dalam kasus ini, suatu basis dari selesaian (30) untuk semua x ang positif adalah =x μ cos (νlnx), (34) = x μ sin (νlnx). Untuk mengecek bahwa (34) merupakan selesaian dari (30) dapat dilakukan dengan melakukan penurunan dan substitusi. Kedua selesaian itu independen karena tidak proporsional. Selesaian umum ang berkaitan adalah (35) = x μ (A cos (νlnx) + B sin (νlnx)). Catatan. Ide dalam menentukan bahwa (34) merupakan basis selesaian dari (30) untuk kasus akar komplek sekawan adalah sebagai berikut: Rumus x k = (e lnx ) k = e klnx diperluas untuk bilangan komplek k=iv, dan dengan rumus Euler menghasilkan 3-3

33 x iν = e iνlnx = cos (νlnx) + i sin (νlnx), x -iν = e -iνlnx = cos (νlnx) - i sin (νlnx). Selanjutna kalikan dengan x μ dan ambil jumlah den selisihna untuk mendapatkan dan i. Dengan membagi berturut-turut dengan dan i akan diperoleh (34). Contoh 7. Selesaian umum untuk kasus akar komplek sekawan Selesaikan PD: x +7x +3=0. Penelesaian. Persamaan bantuna adalah m +6m+3=0. Akar-akar dari persamaan ini adalah m, =3±i. Jadi selesaian umumna adalah =x -3 [Acos(lnx)+Bsin(lnx)]. Persamaan bantu (3) mempunai akar ganda m =m jika dan hana jika b=¼(-a), sehingga m =m =(-a)/. 3-33

34 Dalam kasus kritis ini kita bisa memperoleh selesaian ke dua dengan menerapkan metode reduksi orde. Prosedurna sejalan dengan ang ada di Pasal 3.3. dan hasilna adalah =u =(lnx). Dengan demikian selesaian (30) untuk kasus akar sama adalah (36) =x m dan =x m lnx, dengan m=(-a)/. Kedua selesaian itu independen, sehingga membentuk basis dari selesaian real (30) untuk semua x ang positif, dan selesaian umum ang berkaitan adalah (37) =(c +c lnx)x m, dengan c dan c konstan sebarang. Contoh 8. Selesaian umum dalam kasus akar sama. Selesaikan x +-3x +4=0. Penelesaian. Persamaan bantuna mempunai akar ganda m=. Jadi suatu basis dari penelesaian umumna untuk semua x positif adalah x dan x lnx, dan selesaian umum ang berkaitan adalah =(c +c lnx)x. 3-34

35 Latihan 3.6. Periksa bahwa dan dalam (5) adalah selesaian dari () untuk semua x positif. Tentukan selesaian umum PD:. x -0=0 3. x -7x +6=0 4. x +3x +5=0 5. (x D +7xD+9)=0 6. (x D +5xD-9)=0 7. (x D -0,xD+0,36)=0. Kunci jawaban Latihan = (C +C lnx)x 4 5. = (C +C lnx)x 3 7. = (C +C lnx)x 0,6 3.7 Eksistensi dan Ketunggalan Selesaian Didiskusikan eksistensi dan ketunggalan selesaian PD homogen umum. Eksistensi dan Ketunggalan Suatu masalah nilai awal untuk PD orde dua terdiri dari suatu PD orde dua dan dua sarat awal, ang pertama untuk selesaian (x) dan ang ke dua untuk (x). Jadi suatu MNA untuk PD linier homogen orde dua terdiri dari PD (38a) +p(x) +q(x)=0 3-35

36 dan dua sarat awal (38b) (x 0 ) = K 0 (x 0 ) = K. Di sini x 0 adalah nilai x ang diberikan dan K 0 dan K adalah konstan-konstan ang diberikan. Kekontinuan p(x) dan q(x) merupakan sarat cukup untuk eksistensi dan ketunggalan selesaian MNA (37) sesuai dengan teorema berikut Teorema 3. (Teorema eksistensi dan ketunggalan) Jika p(x) dan q(x) fungsi-fungsi ang kontinu pada suatu interval buka I dan x 0 dalam I, maka MNA (37), aitu (38a) dan (38b), mempunai selesaian ang tunggal pada interval I. Kebebaslinieran. Wronski. Eksistensi dari selesaian umum. Kita diskusikan akibat teorema terhadap selesaian umum (39) (x)=c (x)+c (x) (c,c konstan sebarang) dari PD linier homogen (38a). Dari pasal 3.3. diketahui bahwa (39) adalah suatu selesaian umum dari (38a) pada suatu interval buka I jika dan membentuk suatu basis dari selesaian (38a) pada I, aitu dan bebas linier pada I. Suatu selesaian ang diperoleh dari (39) dengan memberikan nilai khusus untuk konstan c dan c disebut selesaian khusus dari (38a) pada I. Lebih lanjut, perlu diingat bahwa dan dikatakan bebas linier pada I jika k (x)+k (x)=0 pada I mengakibatkan k =0, k =0; 3-36

37 dan dan dikatakan tak bebas linier pada I jika persamaan juga dipenuhi untuk k dan k ang tidak semuana nol. Dalam kasus ini, dan hana dalam kasus ini, dan proporsional pada, aitu, (40) =k atau =l. Tujuan kita adalah memperlihatkan bahwa jika (38a) mempunai koefisien-koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada I, maka (38a) selalu mempunai selesaian umum pada I dan, ang kedua, selesaian umum itu memuat semua selesaian dari (38a) pada I; jadi persamaan linier (38a) tidak mempuntai selesaian singular, aitu selesaian ang tidak bisa diperoleh dengan memberikan nilai-nilai khusus pada konstankonstan dalam selesaian umumna. Langkah ang pertama, kita turunkan kriteria ang sangat berguna untuk ketakbebaslinieran dan kebebaslinieran selesaian. Kriteria ini menggunakan determinan Wronski, atau singkatna Wronski, dari dua selesaian dan dari (a), ang didefinisikan dengan (4) W (, = ' ) = ' '. ' Teorema 4 (Ketakbebaslinieran dan Kebebaslinieran Selesaian) Misal (38a) mempunai koefisien-koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka ke dua selesaian dan dari (38a) pada I adalah bebas linier jika dan hana jika Wronski W tidak bernilai nol pada suatu x 0 dalam I. Lebih lanjut, jika W=0 untuk x=x 0, maka W 0 pada I; jadi jika ada suatu x dalam I dimana W 0, maka dan bebas linier pada I. Contoh 9. Penerapan Teorema 4. Tunjukkan bahwa =cosωx, 3-37

38 =sinωx membentuk suatu basis dari selesaian +ω =0, ω 0, pada suatu interval. Penelesaian. Dengan substitusi dapat ditunjukkan bahwa dan keduana adalah selesaian dari PD-na. Dengan teorema 4, cosωx W(cosωx, sinωx)= ω sinωx sinωx ω cosωx = ω(cos ωx + sin ωx) = ω 0, Sehingga ke duana bebas linier. Contoh 0. Penerapan Teorema. Tunjukkan bahwa =(c +c x)e x adalah suatu selesaian - +=0 pada suatu interval. Penelesaian. Dengan substitusi dapat ditunjukkan bahwa =e x dan =xe x 3-38

39 adalah selesaian PD-na. Karena, W(e x,xe x ) = x e x e x xe x ( x +)e = (x+)e x xe x = xe x 0. Maka dan bebas linier. Teorema 5. Eksistensi Selesaian Umum Jika koefisien p(x) dan q(x) dalam (38a) kontinu pada suatu interval buka I, maka (38a) mempunai selesaian umum pada I. Sebagai langkah ang terakhir, dengan teorema 3-5, ditunjukkan bahwa Selesaian Umum dari (a) meliputi semua selesaian Teorema 6 (Selesaian Umum) Misal (38a) mempunai koefisien-koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka setiap selesaian = Y(x) dari (38a) pada I mempunai bentuk (4) Y(x) = C (x) + C (x), dengan, membentuk suatu basis selesaian (38a) dan C, C konstan-konstan ang sesuai. 3.8 Persamaan Linier Homogen Orde n Suatu PD orde n dikatakan linier jika dapat dituliskan dalam bentuk (43) (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = r(x), dengan p n- (x),, p (x), p 0 (x), dan r(x) 3-39

40 fungsi-fungsi dari x dan (n) menatakan turunan ke-n dari terhadap x. Sementara itu suatu PD orde n ang tidak dapat dinatakan dalam bentuk (43) dikatakan taklinier. Jika r(x) 0, persamaan (43) menjadi (44) (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0, dan disebut disebut homogen. Jika r(x) 0, maka disebut takhomogen. Selesaian, Selesaian Umum, Kebebaslinieran Suatu fungsi = φ(x) disebut suatu selesaian dari suatu PD (linier atau taklinier) orde n pada suatu interval I, jika φ(x) terdefinisikan dan terdiferensial sampai n kali pada I dan sedemaikian hingga persamaan menjadi suatu identitas jika kita mengganti fungsi ang belum ditentukan dan turunan-turunanna dalam persamaan itu dengan φ dan turunan-turunan ang sesuai. Suatu selesaian umum dari (44) pada suatu interval buka I adalah suatu fungsi ang berbentuk (45) (x) = c (x)+ +c n n (x), (c,,c n konstan sebarang) dengan,, n membentuk suatu basis (atau sistem fundamental) dari selesaian (44) pada I; aitu,,, n merupakan selesaian dari (44) pada I ang bebas linier pada I, sebagaimana didefinisikan di bawah ini. Suatu selesaian khusus dari (44) pada I diperoleh jika konstan-konstan c,,c n dalam (45) diberikan nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini, n ( ) buah fungsi (x),, n (x) dikatakan bebas linier pada suatu interval I di tempat fungsi-sungsi itu didefinisikan jika persamaan (46) k (x) + +k n n (x) = 0 pada I mengakibatkan bahwa 3-40

41 semua k,, k n nol. Fungsi-fungsi ini disebut tak bebas linier pada I jika persamaan juga dipenuhi pada I untuk k,, k n ang tidak semuana nol. Jika dan hana jika,, n tak bebas linier pada I, maka kita dapat menatakan (paling sedikit) satu dari fungsi-fungsi ini sebagai suatu kombinasi linier dari n- buah fungsi lanna pada I. Sebagai contoh, jika (46) dipenuhi dengan k 0, maka persamaan bisa dibagi dengan k dan dapat dinatakan sebagai kombinasi linier: = -(/k )(k + +k n n ). Contoh. Ketakbebaslinieran Tunjukkan bahwa fungsi-fungsi =x, =3x, 3 =x tidak bebas linier pada suatu interval. Penelesaian. = Contoh. Kebebaslinieran Tunjukkan bahwa =x, =x, dan 3 =x 3 adalah bebas linier pada suatu interval, misal - x. Penelesaian. 3-4

42 Persaman (46) adalah k x+k x +k 3 x 3 =0. Dengan mengambil x=-,,, diperoleh berturut-turut, -k +k -k 3 =0, k +k +k 3 =0, k +4k +8k 3 =0, ang mengakibatkan k =k =k 3 =0. Jadi bebas linier. MNA, Eksistensi dan Ketunggalan Suatu MNA untuk persamaan (46) terdiri dari (46) dan n buah sarat awal (47) (x 0 )=K 0, (x 0 )=K,, (n-) (x 0 )=K n-, dengan x 0 suatu titik tertentu dalan interval I ang diselidiki. Sebagai perluasan dari Teorema untuk PD orde n adalah Teorema 7 (Teorema Eksistensi dan Ketunggalan) Jika p 0 (x),,p n- (x) dalam (43) fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I, maka MNA ang terdiri dari (4) dan sarat-sarat awal (47) [dengan x 0 dalam I] mempunai selesaian tunggal (x) pada I. Kriteria Kebebasan. Eksistensi Selesaian Umum Uji untuk ketakbebaslinieran dan kebebaslinieran selesaian (Teorema 4 dalam PD orde dua) dapat diperumum untuk persamaan orde-n seperti berikut. 3-4

43 Teorema 8 Ketakbebaslinieran Dan Kebebaslinieran Selesaian Misal koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) dalam (43) adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I. Maka n buah selesaian,, n dari (45) adalah bebas linier pada I jika dan hana jika Wronskina: (48) W(,..., n ) = '. ( n ) '. ( n ) n ' n. ( n ) n adalah tak nol untuk suatu x=x 0 dalam I. Lebih lanjut, jika W=0 untuk x=x 0, maka W 0 pada I; jadi jika ada suatu x dalam I dengan W 0, maka,, n bebas linier pada I. Contoh 3. Uji untuk basis dan selesaian khusus Tunjukkan bahwa = c +c e x +c 3 e -x adalah suatu selesaian umum dari - =0 pada suatu interval buka I. Penelesaian. Substitusi menunjukkan bahwa =, =e x, 3 =e -x 3-43

44 adalah selesaian pada suatu I. Teorema 8 mengakibatkan bahwa selesaian-selesaian itu membentuk suatu basis pada I karena Wronski-na tidak nol: e x e x W (, e x, e x ) = 0 e x e x 0 e x e x e = e x = e e =. x x x e e + e x x x e x Persamaan (43) selalu mempunai selesaian umum. Karena Teorema 5 dalam 3.7 dapat diperluas seperti berikut. Teorema 8 (Eksistensi suatu Selesaian Umum) Jika koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) dalam (43) fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I, maka (43) mempunai selesaian umun pada I. Lebih lanjut, suatu selesaian umum dari (43) memuat semua selesaian dari (45). Jadi kita mempunai teorema: Teorema 9 (Selesaian umum) Misal (43) mempunai koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) ang kontinu pada suatu interval buka I. Maka setiap selesaian = Y(x) dari (43) pada I mempunai bentuk (49) Y(x) = C (x)+ +C n n (x), di mana,, n membentuk suatu basis dari selesaian (44) pada I dan C,,C n konstan-konstan ang sesuai. Jadi untuk n=, teorema ini mengatakan bahwa persamaan linier (44) tidak mempunai selesaian singular, tetapi setiap selesaian ang tidak melibatkan konstan sebarang adalah suatu selesaian khusus. 3-44

45 3.9 Persamaan Orde n dengan Koefisien Konstan Metode dalam pasal 3. dapat diperluas untuk persamaan linier homogen orde n dengan koefisien konstan (50) (n) + a n- (n-) + + a + a 0 = 0. Dengan substitusi = e λx dan turunan-turunanna diperoleh persamaan karakteristik (5) λ n + a n- λ n- + + a λ + a 0 = 0 dari (50). Jika persamaan ini mempunai n buah akar λ,., λ n ang berbeda, maka n buah selesaian (5) =e λx,, n =e λnx membentuk suatu basis untuk semua x, dan selesaian umum dari (50) ang bersesuaian adalah λ x λ x (53) = c e c e n. Tentusaja selesaian dalan (5) adalah bebas linier pada suatu interval buka, karena Wronski-na tidak nol dimana-mana. Untuk nilai n ang besar, ang menjadi masalah adalah menentukan akar dari (5). Salah satu cara untuk menemukan suatu akar λ adalah dengan pemeriksaan dan kemudian membagi (5) dengan λ-λ untuk memperoleh suatu polinom dengan derajat n-. Contoh 4. Akar-akar real berbeda Selesaikan PD = 0. n 3-45

46 Penelesaian. Akar-akar dari persamaan karakteristik λ 3 - λ - λ + = 0 adalah,, dan, dan selesaian umum (53) ang bersesuaian adalah = c e -x + c e x + c 3 e x. Akar-akar sederhana komplek Jika akar-akarna komplek, maka akar-akar itu harus berupa pasangan-pasangan ang sekawan, karena koefisien-koefisien dari (50) bernilai real. Jadi, jika λ=γ+iω adalah suatu akar sederhana dari (5), maka kawanna, aitu λ=γ-iω, juga merupakan suatu akar, dan dua buah selesaian linier independen ang bersesuaian adalah =e γx cosωx, =e γx sinωx. Contoh 5. Akar sederhana komplek sekawan Selesaikan MNA - + =0, (0)=0,5, (0)=-, (0)=. Penelesaian. Suatu akar dari λ 3 -λ +λ = 0 adalah λ = 0. Selesaian ang bersesuaian adalah =e 0x =. Pembagian dengan λ menghasilkan 3-46

47 λ -λ+=0. Akar-akarna adalah λ =+i dan λ 3 =-i. Selesaian-selesaian ang bersesuaian adalah =e x cosx dan 3 =e x sinx. Selesaian umum ang bersesuaian dan turunan-turunanna adalah = c +e x (Acosx + Bsinx) = e x [(A+B)cosx + (B-A)sinx], = e x [Bcosx Asinx]. Sarat-sarat nilai awal menghasilkan (0) = c +A = 0,5, (0) = A+B = -, (0) = B =. Jadi B =, A = -, c =,5, sehingga selesaian umum PD-na adalah =,5 + e x (-cosx+sinx). Akar-akar Ganda Jika terjadi akar ganda, katakan, λ =λ, maka 3-47

48 = dalam (5) dan dua buah selesaian bebas linier ang bersesuaian adalah dan =x. Jika terjadi akar rangkap tiga, katakan, λ =λ =λ 3, maka = = 3 dalam (5) dan tiga buah selesaian bebas linierna adalah (54), x, x. Secara umum, jika λ adalah akar rangkap m, maka m buah selesaian bebas linier ang bersesuaian adalah (55) e λx, xe λx,, x m- e λx. Fungsi-fungsi di atas adalah bebas linier pada suatu interval, karena, x,, x m- bebas linier; sebagai akibat dari Teorema 8 pasal 3.8, mengingat fungsi-fungsi ini adalah selesaian dari (m) = 0. [Nilai Wronskina adalah (m-)!(m-)! 3!!]. Kita tunjukkan bahwa fungsi (55) adalah selesaian dari (50) dalam kasus akar ganda. Rumusna akan lebih sederhana jika digunakan notasi operator, dengan menulis (50) sebagai L[] = P(D)[] = [D n + a n- D n- + + a 0 ] = 0. Dengan asumsi, (56) P(D) = Q(D)(D-λ) m 3-48

49 dimana Q(D) adalah operator diferensial orde n-m dan ang bersesuaian dengan akarakar lain ang mungkin dimiliki oleh persamaan karakteristik (50). Untuk fungsifungsi x k e λx (k=0,,,m-) dalam (55) dengan penurunan diperoleh (D-λ)(x k e λx ) = kx k- e λx + λx k e λx - λx k e λx = kx k- e λx. Dengan mengenakan operator (D-λ) pada nilai ini diperoleh (D-λ) (x k e λx ) = (D-λ)[kx k- e λx ] = k(k-)x k- e λx dan seterusna. Akhirna diperoleh (D-λ) k (x k e λx ) = k!e λx, sehingga (D-λ) k+ (x k e λx ) = k!(d-λ)e λx = 0. Karena k = 0,, m- dalam (6), maka k+ m; jadi (D-λ) m (x k e λx ) = 0 k = 0,, m-. Karena (56), maka terbukti bahwa (55) adalah selesaian dari (50) dalam kasus akar orde m. Contoh 6. Akar-akar real rangkap dua dan tiga Selesaiakan PD (V) 3 (IV) + 3 = 0. Penelesaian. Persamaan karakteristikna adalah λ 5-3λ 4 + 3λ 3 - λ = 0, ang mempunai akar-akar λ =λ =0, dan 3-49

50 sehingga penelesaian umumna adalah λ 3 =λ 4 =λ 5 =, =c +c x+c 3 e x +c 4 xex+c 5 x e x. Akar Rangkap Komplek Dalam kasus ini selesaian real diperoleh seperti untuk kasus akar sederhana komplek di atas. Jadi jika λ = γ+iω adalah suatu akar ganda komplek, maka sekawanna, aitu λ = γ-iω juga demikian. Selesaian bebas linier ang bersesuaian adalah e γx cosωx, e γx sinωx, xe γx cosωx, xe γx sinωx. Dua selesaian ang pertama diperoleh dari e λx dan e λx seperti sebelumna,dan dua selesaian ang terakhir diperoleh dari xe λx dan xe λx dengan cara ang sama. Untuk akar rangkap tiga komplek (ang hampir tidak pernah terjadi dalam penerapanna), dua selesaian ang lainna adalah x e γx cosωx dan x e γx sinωx, dan seterusna. Contoh 7. Akar-akar ganda komplek Selesaikan PD (7) + 8 (5) + 8 = 0. Penelesaian. 3-50

51 Persamaan karakteristik λ 7 +8λ 5 +8λ 3 =λ 3 (λ 4 +8λ +8) = λ 3 (λ +9) =λ 3 [(λ+3i)( λ-3i)] =0 mempunai 0 sebagai akar rangkap tiga dan akar-akar ganda 3i dan 3i. Jadi, dengan (9) dan mengambil λ=0 dan ω=3, diperoleh selesaian umum = c +c x+c 3 x + A cos 3x+B sin3x + x(a cos 3x+B sin3x). Latihan 3.9 Tentukan suatu persamaan bentuk () ang mempunai basis:., x, e 3x, xe 3x. e -x, xe -x, x e -x 3. coshx, sinhx, xcoshx, xsinhx. Tentukan selesaian umum dari 4. = 0 5. IV -5 +4=0 6. IV -=0 Selesaikan MNA =0, (0)=4, (0)=0, (0)=9 8. IV -=0, (0)=5, (0)=, (0)=-, (0)= Kunci Jawaban Latihan

52 . -3 =0 5. = C e x +C e -x + C 3 e x +C 4 e -x 3-5

53 RINGKASAN BAB III PD LINIER HOMOGEN 3. PD Linier Homogen Orde Dua Bentuk umum: + p(x) + q(x) = r(x). dengan p, q, dan r adalah fungsi-fungsi dari x ang diketahui. Jika r(x) 0 (aitu r(x)=0 untuk semua x dalam domainna), maka PD menjadi +p(x) +q(x) = 0, dan disebut PD homogen orde dua. Jika r(x) 0 maka disebut PD linier takhomogen orde dua. Teorema Dasar untuk PD homogen Jika suatu selesaian PD linier homogen +p(x) +q(x) = 0, pada suatu interval I dikalikan dengan suatu konstan, maka hasilna juga merupakan suatu selesaian pada interval I. Jumlah dua selesaian dari +p(x) +q(x) = 0 pada interval I juga merupakan selesaian pada interval ang sama. Suatu kombinasi linier dari selesaianselesaian +p(x) +q(x) = 0 pada interval I juga merupakan selesaian pada interval ang sama. Perhatian! Catatan. (i). Jika dalam suatu PD orde dua, variabel tak bebas tidak muncul secara eksplisit, sehingga persamaan berbentuk F(x,, )=0, maka persaman itu bisa diubah menjadi PD orde satu (aitu dengan substitusi =z). 3-53

54 (ii). Jika dalam suatu PD orde dua, variabel bebas x tidak muncul secara eksplisit, sehingga persamaan berbentuk F(,, )=0, maka persaman itu bisa diubah menjadi PD orde satu (aitu dengan substitusi z=, sehingga menjadi variabel bebas dalam PD orde satu ang baru). 3. PD Homogen dengan Koefisien Konstan. Bentuk umum PD linier orde dua homogen dengan koefisien konstan : +a +b = 0, dengan a dan b konstan real. Selesaianna adalah λ x λ x = e dan = e dengan λ dan λ adalah suatu selesaian dari persamaan kuadrat λ +aλ+b=0, ang disebut persamaan karakteristik (bantu) dari PDna. Nilai dari λ dan λ adalah λ = λ = ( a + a 4b ), ( a a 4b ) dan. Tiga kasus untuk akar karakteristik λ dan λ adalah (Kasus I) (Kasus II) (Kasus III) dua akar real berbeda dua akar komplek sekawan dua akar real ang sama. 3.3 Selesaian Umum dan Basis. Definisi (Selesaian umum, basis, selesaian khusus) 3-54

55 Selesaian umum dari +a +b = 0, pada suatu interval buka I adalah suatu fungsi berbentuk (x) = c (x)+c (x), c,c konstan sebarang dengan dan membentuk suatu basis (atau sistem fundamental) aitu, dan tidak proporsional pada I. Catatan. Dua fungsi (x) dan (x) dikatakan bebas linier pada suatu interval definisi I jika k (x)+k (x)=0 pada I mengakibatkan k =0, k =0, dan (x) dan (x) dikatakan tak bebas linier pada suatu interval definisi I jika persamaan juga dimenuhi untuk konstan-konstan k dan k ang tidak nol semua. Teorema (Selesaian umum, masalah nilai awal) Misalkan PD linier homogen + p(x) + q(x) = 0 mempunai koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka PD tersebut mempunai selesaian umum =c (x)+c (x) pada I, dan setiap selesaian pada I ang tidak melibatkan konstan sebarang bisa diperoleh dengan memberikan nilai-nilai ang cocok untuk c dan c. Lebih lanjut, setiap masalah nilai awal pada I terdiri dari persamaan + p(x) + q(x) = 0 dan dua sarat awal (x 0 )=K 0, (x 0 )=K [dengan memberikan x 0 dalam I dan konstan K 0 dan K ] mempunai selesaian tunggal pada I. Jadi PD tersebut tidak mempunai selesaian singular, aitu, selesaian ang tidak bisa diperoleh dari selesaian umum. 3-55

56 Memperoleh Basis Jika Satu Selesaian tidak Diketahui (Reduksi Orde) Jika suatu selesaian (tidak sama dengan nol) dari PD bentuk + p(x) + q(x) = 0 maka dengan reduksi orde kita dapat memperoleh selesaian independen kedua, aitu: = Udx dengan U = c e pdx 3.4 Akar Real, Komplek, Ganda dan Persamaan Karakteristik Bentuk selesaian umum dari PD linier orde dua dengan koefisien konstan +a +b=0, bergantung pada akar persamaan karakteristik λ +aλ+b=0. Akar-akar itu adalah λ = ( a + λ = ( a a a 4b), 4b). Karena a dan b real, persamaan karakteristik mungkin mempunai (Kasus I) (Kasus II) (Kasus III) dua akar real berbeda dua akar komplek sekawan akar real ganda. Kasus I (dua akar real berbeda), terjadi jika diskriminan a -4b > 0. Selesaian umumna adalah λ = c e Kasus II (akar komplek) terjadi jika a -4b < 0. x λ c e x

57 Jika akar-akar karakteristikna adalah λ = a + iω, λ = a iω, Maka Selesaian umum ang berkaitan adalah = e -ax/ (Acosωx+Bsinωx). Kasus III (akar ganda), terjadi jika a -4b=0. Akarna adalah λ=-½a. Selesaian umum ang bersesuaian adalah = (c +c x)e -ax/. Kasus Akar dari (3) Basis dari () Selesaian umum dari () I Real beda e λx, e λx =c e λx +c e λx λ, λ Komplek sekawan II λ =-a/+iω e -ax/ cosωx =e -ax/ (Acosωx+Bsinωx) λ =-a/-iω e -ax/ sinωx III Real ganda e -ax/, xe -ax/ =(c +c x) e -ax/ λ=-a/ 3-57

58 3.5 Operator Differensial Misal D menatakan pendiferensialan terhadap x, aitu ditulis D=. D adalah suatu operator ang mentransformasikan (ang dianggap terdiferensial) ke dalam turunanna, aitu. Penerapan D dua kali, diperoleh turunan ke dua D(D)=D =. atau D =, sehingga D=, D =, D 3 =, dan seterusna. Lebih umumna, L = P(D) = D +ad+b disebut operator diferensial orde dua. Di sini a dan b konstan. P menandakan polinom, L menandakan linier. Jika L dikenakan untuk fungsi (dianggap terdiferensial dua kali), menghasilkan L[] = (D +ad+b) = +a +b. L adalah suatu operator linier Karena D[e λx ]= λe λx, D [e λx ]=λ e λx, maka P(D)[e λx ]=(λ +aλ+b)e λx =P(λ)e λx =

59 Jadi e λx adalah suatu selesaian dari +a +b=0 jika dan hana jika λ adalah suatu selesaian dari persamaan karakteristik P(λ)= Persamaan Euler-Cauch Bentuk umum persamaan Euler-Cauch: x +ax +b = 0 (a, b, konstan) Persamaan bantuna: m +(a-)m+b = 0. Jika akar-akarna adalah m dan m maka ada 3 kasus: a. m dan m real berlainan. Selesaian umum = c x m +c x m b. m dan m komplek sekawan (m =μ+iν dan m =μ-iν). Selesaian umum = x μ (A cos (νlnx) + B sin (νlnx)). c. m dan m real sama (m =m =m). Selesaian umum = (c +c lnx)x m 3.9 Eksistensi dan Ketunggalan Selesaian Teorema 3. (Teorema eksistensi dan ketunggalan) Jika p(x) dan q(x) fungsi-fungsi ang kontinu pada suatu interval buka I dan x 0 dalam I, maka MNA + p(x) + q(x) = 0, (0)=K 0 dan (0)=K mempunai selesaian ang tunggal pada interval I. Wronski dari dua selesaian dan didefinisikan dengan W (, = ' ) = ' '. ' 3-59

60 Teorema 4 (Ketakbebaslinieran dan Kebebaslinieran Selesaian) Misal PD + p(x) + q(x) = 0 mempunai koefisien-koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka ke dua selesaian dan dari PD tersebut pada I adalah bebas linier jika dan hana jika Wronski W tidak bernilai nol pada suatu x 0 dalam I. Lebih lanjut, jika W=0 untuk x=x 0, maka W 0 pada I; jadi jika ada suatu x dalam I dimana W 0, maka dan bebas linier pada I. Teorema 5. Eksistensi Selesaian Umum Jika koefisien p(x) dan q(x) dalam + p(x) + q(x) = 0 kontinu pada suatu interval buka I, maka + p(x) + q(x) = 0 mempunai selesaian umum pada I. Teorema 6 (Selesaian Umum) Misal + p(x) + q(x) = 0 mempunai koefisien-koefisien p(x) dan q(x) ang kontinu pada suatu interval buka I. maka setiap selesaian = Y(x) dari PD tersebut pada I mempunai bentuk Y(x) = C (x) + C (x), dengan, membentuk suatu basis dan C, C konstan-konstan ang sesuai. 3.8 Persamaan Linier Homogen Orde n Bentuk umum PD linier orde n : (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = r(x), dengan p n- (x),, p (x), p 0 (x), dan r(x) Suatu PD orde n ang tidak dapat dinatakan dalam bentuk seperti di atas dikatakan taklinier. Jika r(x) 0, persamaan di atas menjadi 3-60

61 (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0, dan disebut disebut homogen. Jika r(x) 0, maka disebut takhomogen. Selesaian, Selesaian Umum, Kebebaslinieran Suatu fungsi = φ(x) disebut suatu selesaian dari suatu PD (linier atau taklinier) orde n pada suatu interval I, jika φ(x) terdefinisikan dan terdiferensial sampai n kali pada I dan sedemikian hingga persamaan menjadi suatu identitas jika kita mengganti fungsi ang belum ditentukan dan turunan-turunanna dalam persamaan itu dengan φ dan turunan-turunan ang sesuai. Selesaian umum dari (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0, pada suatu interval buka I adalah suatu fungsi ang berbentuk (x) = c (x)+ +c n n (x), (c,,c n konstan sebarang) dengan,, n membentuk suatu basis (atau sistem fundamental) pada I; aitu,,, n bebas linier pada I. Suatu selesaian khusus dari (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0, pada I diperoleh jika konstan-konstan c,,c n diberikan nilai-nilai tertentu. MNA, Eksistensi dan Ketunggalan Suatu MNA untuk PD linier homogen orde n terdiri dari persamaan (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0, dan n buah sarat awal (x 0 )=K 0, (x 0 )=K,, (n-) (x 0 )=K n-, dengan x 0 suatu titik tertentu dalam interval I ang diselidiki. Teorema 7 (Teorema Eksistensi dan Ketunggalan) 3-6

62 Jika p 0 (x),,p n- (x) dalam PD diatas merupakan fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I, maka MNA di atas mempunai selesaian tunggal (x) pada I. Eksistensi Selesaian Umum Teorema 8 Ketakbebaslinieran Dan Kebebaslinieran Selesaian Misal koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) dalam PD (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I. Maka n buah selesaian,, n dari PD itu adalah bebas linier pada I jika dan hana jika Wronskina: W(,..., n ) = '. ( n ) '. ( n ) n ' n. ( n ) n adalah tidak nol untuk suatu x=x 0 dalam I. Lebih lanjut, jika W=0 untuk x=x 0, maka W 0 pada I; jadi jika ada suatu x dalam I dengan W 0, maka,, n bebas linier pada I. Teorema 8 (Eksistensi suatu Selesaian Umum) Jika koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) dalam (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0 adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I, maka PD itu mempunai selesaian umum pada I. 3-6

63 Teorema 9 (Selesaian umum) Misal (n) + p n- (x) (n-) + + p (x) + p 0 (x) = 0 mempunai koefisien-koefisien p 0 (x),,p n- (x) ang kontinu pada suatu interval buka I. Maka setiap selesaian = Y(x) dari PD itu pada I mempunai bentuk Y(x) = C (x)+ +C n n (x), di mana,, n membentuk suatu basis pada I dan C,,C n konstan-konstan ang sesuai. 3.9 Persamaan Orde n dengan Koefisien Konstan Bentuk umum persamaan linier homogen orde n dengan koefisien konstan: (n) + a n- (n-) + + a + a 0 = 0. Persamaan karakteristikna: λ n + a n- λ n- + + a λ + a 0 = 0 Jika persamaan ini mempunai n buah akar λ,., λ n ang berbeda, maka n buah selesaian =e λx,, n =e λnx membentuk suatu basis untuk semua x, dan selesaian umum ang bersesuaian adalah λ x λn x c e cne. = Untuk kasus akar karakteristik ang lain, merupakan perluasan untuk PD linier homogen orde dua. Untuk nilai n ang besar, ang menjadi masalah adalah menentukan akar dari persamaan karakteristik itu. Salah satu cara untuk menemukan suatu akar λ adalah dengan pemeriksaan dan kemudian membagi persamaan dengan λ-λ untuk memperoleh suatu polinom dengan derajat n

BAB III PD LINIER HOMOGEN

BAB III PD LINIER HOMOGEN BAB III PD LINIER HOMOGEN Kompetensi Mahasiswa diharapkan. Mampu menentukan selesaian umum dari PD linier homogen orde dua dengan jenis akarakar karakteristik yang berbeda-beda. Memahami pengertian kebebaslinieran

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN

BAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN BAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN Kompetensi Mahasiswa mampu 1. Menentukan selesaian khusus PD tak homogen dengan metode koefisien tak tentu 2. Menentukan selesaian khusus PD tak homogen dengan metode variasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar ang akan digunakan sebagai landasan berpikir seperti beberapa teorema dan definisi ang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan begitu

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN LINIER NON HOMOGEN Contoh PD linier non homogen orde 2. Bentuk umum persamaan PD Linier Non Homogen Orde 2, adalah sebagai berikut : y + f(x) y + g(x) y = r(x) ( 2-35) Solusi umum y(x) akan didapatkan

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER Persamaan Differensial Linier Pengertian : Suatu persamaan differensial orde satu dikatakan linier jika persamaan tersebut dapat dituliskan sbb: y + p x y = r(x) (1) linier

Lebih terperinci

Persamaan Di erensial Orde-2

Persamaan Di erensial Orde-2 oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2 - II

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2 - II PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE - II.Persamaan Homogen dengan Koefisien Konstan Suatu persamaan linier homogen y + ay + by = 0 (1) mempunyai koefisien a dan b adalah konstan. Persamaan ini mempunyai

Lebih terperinci

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI

MODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT

Lebih terperinci

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU

BAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU BAB PERSAAA DIFERESIAL ORDER SATU PEDAHULUA Persamaan Diferensial adalah salah satu cabang ilmu matematika ang banak digunakan dalam memahami permasalahan-permasalahan di bidang fisika dan teknik Persamaan

Lebih terperinci

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran.

Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika. F (x) = f(x) dx dan f (x) dinamakan integran. 4 INTEGRAL Definisi 4.0. Fungsi F disebut anti turunan (integral tak tentu) dari fungsi f pada himpunan D jika untuk setiap D. F () f() Fungsi integral tak tentu f dinotasikan dengan f ( ) d dan f () dinamakan

Lebih terperinci

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

BAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA BAB 2 BIASA 2.1. KONSEP DASAR Persamaan Diferensial (PD) Biasa adalah persamaan yang mengandung satu atau beberapa penurunan y (varibel terikat) terhadap x (variabel bebas) yang tidak spesifik dan ditentukan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen & Non Homogen Tk. n (Differential: Linier Homogen & Non Homogen Orde n) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 23 April 2014

Hendra Gunawan. 23 April 2014 MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2013/2014 23 April 2014 Kuliah ang Lalu 13.11 Integral Lipat Dua atas Persegi Panjang 13.2 Integral Berulang 13.3 33Integral Lipat Dua atas Daerah Bukan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

Nurdinintya Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2

Nurdinintya Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2 Nurdininta Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2 2 PDB ORDE II Bentuk umum : + p() + g() = r() p(), g() disebut koefisien jika r() = 0, maka Persamaan Differensial diatas disebut homogen, sebalikna disebut

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Orde Satu

Persamaan Diferensial Orde Satu Modul Persamaan Diferensial Orde Satu P PENDAHULUAN Prof. SM. Nababan, Ph. ersamaan Diferensial (PD) adalah salah satu cabang matematika ang banak digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah fisis. Masalahmasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER BAB III PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER Bentuk umum PD orde-n adalah PD yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk di atas dikatakan tidak linier. Contoh: Jika F(x) pada persamaan (3.1) sama dengan nol maka

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL PENGERTIAN SOLUSI. Solusi dari suatu persamaan differensial adalah persamaan yang memuat variabelvariabel dari persamaan differensial dan memenuhi persamaan differensial yang

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan

Lebih terperinci

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II

Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II [MA4] PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II

Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Persamaan Diferensial Orde II PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

BAB IV PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER BAB IV PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER Tujuan Instruksional: Mampu memahami konsep PD Linier Mampu memahami konsep ketakbebasan linier, determinan Wronski dan superposisi Mampu memahami metode penyelesaian

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I Nurdininta Athari Definisi PERSAMAAN DIFERENSIAL Persamaan diferensial adalah suatu persamaan ang memuat satu atau lebih turunan fungsi ang tidak diketahui. Jika persamaan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen Tk. 2 (Differential: Linier Homogen Orde 2) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya PD linier homogen orde 2 Bentuk

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegral MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 7: Teknik Pengintegralan Do maths and you see the world Integral atau Anti-turunan? Integral atau pengintegral adalah salah satu konsep (penting) dalam matematika disamping

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan :

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan : BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Bentuk Persamaan Linear Tingkat Tinggi : ( ) Diasumsikan adalah kontinu (menerus) pada interval I. Persamaan linear tingkat tinggi

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. yang sejajar dengan garis yang diberikan tersebut. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n A. Fungsi Dua Variabel atau Lebih Dalam subbab ini, fungsi dua variabel atau lebih dikaji dari tiga sudut pandang: secara verbal (melalui uraian dalam kata-kata) secara aljabar

Lebih terperinci

Matematika Teknik I. Prasyarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks

Matematika Teknik I. Prasyarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks Kode Mata Kuliah : TE 318 SKS : 3 Matematika Teknik I Prasarat : Kalkulus I, Kalkulus II, Aljabar Vektor & Kompleks Tujuan : Mahasiswa memahami permasalahan teknik dalam bentuk PD atau integral, serta

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

Analisis Riil II: Diferensiasi

Analisis Riil II: Diferensiasi Definisi Turunan Definisi dan Teorema Aturan Rantai Fungsi Invers Definisi (Turunan) Misalkan I R sebuah interval, f : I R, dan c I. Bilangan riil L dikatakan turunan dari f di c jika diberikan sebarang

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Kompetensi Mahasiswa diharapkan: 1. Mengenali bentuk PD orde satu dengan variabel terpisah dan tak terpisah.. Dapat mengubah bentuk PD tak terpisah menjadi terpisah

Lebih terperinci

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen orde-2 Solusi PD pada PD Linier Tak Homogen ditentukan dari solusi umum PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen.

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Kompetensi Mahasiswa diharapkan: 1. Mengenali bentuk PD orde satu dengan variabel terpisah dan tak terpisah.. Dapat mengubah bentuk PD tak terpisah menjadi terpisah

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar

BAB 5 TEOREMA SISA. Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Standar Kompetensi BAB 5 TEOREMA SISA Menggunakan aturan sukubanyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar Menggunakan algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

PD Orde 2 Lecture 3. Rudy Dikairono

PD Orde 2 Lecture 3. Rudy Dikairono PD Orde Lecture 3 Rudy Dikairono Today s Outline PD Orde Linear Homogen PD Orde Linear Tak Homogen Metode koefisien tak tentu Metode variasi parameter Beberapa Pengelompokan Persamaan Diferensial Order

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Differential Equation Fungsi mendeskripsikan bahwa nilai variabel y ditentukan oleh nilai variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi

Lebih terperinci

Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde-1 dengan Metode Analitis Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH

Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde-1 dengan Metode Analitis Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH Solusi Analitis Persamaan-persamaan Diferensial Orde- dengan Metode Analitis.. Persamaan Diferensial dengan konfigurasi VARIABEL TERPISAH a. Bentuk Umum: f ( ) g( ), f dan g fungsi sembarang. b. Metode

Lebih terperinci

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN

Fungsi Peubah Banyak. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Fungsi Peubah Banak Prof. Dr. Bambang Soedijono PENDAHULUAN D alam modul ini dibahas masalah Fungsi Peubah Banak. Dengan sendirina para pengguna modul ini dituntut telah menguasai pengertian mengenai

Lebih terperinci

Adalah : hubungan antara variabel bebas x, variabel

Adalah : hubungan antara variabel bebas x, variabel Adalah : hubungan antara variabel bebas, variabel Bentuk Umum : bebas dan turunanna. d d F(,,, n d,..., ) n Persamaan differensial (PD) menatakan hubungan dinamik, maksudna hubungan tersebut memuat besaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use INTISARI KALKULUS 2 Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Program Studi Matematika - FMIPA Institut Teknologi Bandung Januari 200 Pengantar Kalkulus & 2 merupakan matakuliah wajib tingkat pertama bagi semua

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Unit 2 KONSEP DASAR ALJABAR. Clara Ika Sari Pendahuluan

Unit 2 KONSEP DASAR ALJABAR. Clara Ika Sari Pendahuluan Unit KONSEP DASAR ALJABAR Clara Ika Sari Pendahuluan P ada unit ini kita akan mempelajari beberapa konsep dasar dalam aljabar seperti persamaan dan pertidaksamaan ang berbentuk linear dan kuadrat, serta

Lebih terperinci

BAB PDB Linier Order Satu

BAB PDB Linier Order Satu BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB PDB Linier Order Satu BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum

Lebih terperinci

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas Semester Genap 2013/2014 1 Mahdhivan Syafwan Metode Numerik: Pencocokan Kurva Permasalahan dan

Lebih terperinci

Ruang Vektor Real. Modul 1 PENDAHULUAN

Ruang Vektor Real. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Ruang Vektor Real Drs. R.J. Pamuntjak, M.Sc. P PENDAHULUAN ada bagian pertama Modul 5 Aljabar Linear Elementer I sudah kita bahas sepuluh sifat untuk R dan R 3 mengenai penjumlahan dan perkalian

Lebih terperinci

Pecahan Parsial (Partial Fractions)

Pecahan Parsial (Partial Fractions) oki neswan (fmipa-itb) Pecahan Parsial (Partial Fractions) Diberikan fungsi rasional f (x) p(x) q(x) f (x) r(x) : Jika deg p deg q; maka r (x) ^p (x) q(x) ; dengan deg r < deg q: p (x) q (x) r (x) ^p (x)

Lebih terperinci

ANALISA VARIABEL KOMPLEKS

ANALISA VARIABEL KOMPLEKS ANALISA VARIABEL KOMPLEKS Oleh: BUDI NURACHMAN, IR BAB I BILANGAN KOMPLEKS Dengan memiliki sistem bilangan real R saja kita tidak dapat menelesaikan persamaan +=0. Jadi disamping bilangan real kita perlu

Lebih terperinci

BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL Bila persamaan diferensial linear homogen memiliki koefisien constant maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan metoda aljabar (seperti yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KALKULUS

PENDAHULUAN KALKULUS . BILANGAN REAL PENDAHULUAN KALKULUS Ada beberapa jenis bilangan ang telah kita kenal ketika di bangku sekolah. Bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan asli, bulat, cacah, rasional, irrasional. Tahu

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN TINGKAT SATU DERAJAT SATU

BAB II PERSAMAAN TINGKAT SATU DERAJAT SATU BAB II PERSAAA TIGKAT SATU DERAJAT SATU Standar Kompetensi Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami ara-ara menentukan selesaian umum persamaan diferensial tingkat satu

Lebih terperinci

Persamaan Differensial Biasa

Persamaan Differensial Biasa Bab 7 cakul fi5080 by khbasar; sem1 2010-2011 Persamaan Differensial Biasa Dalam banyak persoalan fisika, suatu topik sering dinyatakan dalam bentuk perubahan (laju perubahan). Telah disinggung sebelumnya

Lebih terperinci

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA

FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA FUNGSI TRIGONOMETRI, FUNGSI EKSPONENSIAL, dan FUNGSI LOGARITMA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kalkulus 1 Dosen Pengampu : Muhammad Istiqlal, M.Pd Disusun Oleh : 1. Sufi Anisa (23070160086)

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri

MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA SMK TEKNIK LIMIT FUNGSI : Limit Fungsi Limit Fungsi Aljabar Limit Fungsi Trigonometri MATEMATIKA LIMIT FUNGSI SMK NEGERI 1 SURABAYA Halaman 1 BAB LIMIT FUNGSI A. Limit Fungsi Aljabar PENGERTIAN

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian

Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Modul 1 Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Drs. Sardjono, S.U. M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi uraian tentang persamaan diferensial, yang mencakup pengertian-pengertian dalam

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

LIMIT DAN KEKONTINUAN

LIMIT DAN KEKONTINUAN LIMIT DAN KEKONTINUAN Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 37 Topik Bahasan 1 Limit Fungsi 2 Hukum Limit 3 Kekontinuan Fungsi (Departemen

Lebih terperinci

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial.

FUNGSI BESSEL. 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. FUNGSI BESSEL 1. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL Fungsi Bessel dibangun sebagai penyelesaian persamaan diferensial. x 2 y ''+xy'+(x 2 - n 2 )y = 0, n ³ 0 (1) yang dinamakan persamaan diferensial Bessel. Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah.

POLINOM (SUKU BANYAK) Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. POLINOM (SUKU BANYAK) Standar Kompetensi: Menggunakan aturan suku banyak dalam penyelesaian masalah. Kompetensi Dasar: 1. Menggunakan algoritma pembagian suku banyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS MATEMATIKA TEKNIK 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS BAB I BILANGAN KOMPLEKS Dengan memiliki sistem bilangan real R saja kita tidak dapat menelesaikan persamaan +=0. Jadi disamping bilangan real kita perlu bilangan

Lebih terperinci

BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN

BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN BAB II AKAR-AKAR PERSAMAAN 2.1 PENDAHULUAN Salah satu masalah yang sering terjadi pada bidang ilmiah adalah masalah untuk mencari akar-akar persamaan berbentuk : = 0 Fungsi f di sini adalah fungsi atau

Lebih terperinci

BAB V SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB V SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB V SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL Kompetensi Mahasiswa dapat 1. Membangun sistem persamaan diferensial dari beberapa persamaan yang bergantung pada satu variabel bebas yang sama. 2. Menentukan selesaian

Lebih terperinci

BAB I DERIVATIF (TURUNAN)

BAB I DERIVATIF (TURUNAN) BAB I DERIVATIF (TURUNAN) Pada bab ini akan dipaparkan pengertian derivatif suatu fungsi, beberapa sifat aljabar derivatif, aturan rantai, dan derifativ fungsi invers. A. Pengertian Derivatif Pengertian

Lebih terperinci

Menyelesaikan Persamaan Kuadrat. 3. Rumus ABC ax² + bx + c = 0 X1,2 = ( [-b ± (b²-4ac)]/2a. Kemungkinan Jenis Akar Ditinjau Dari Nilai Diskriminan

Menyelesaikan Persamaan Kuadrat. 3. Rumus ABC ax² + bx + c = 0 X1,2 = ( [-b ± (b²-4ac)]/2a. Kemungkinan Jenis Akar Ditinjau Dari Nilai Diskriminan Menyelesaikan Persamaan Kuadrat Bentuk umum : ax² + bx + c = 0 x variabel; a,b,c konstanta ; a 0 Menyelesaikan persamaan kuadrat berarti mencari harga x yang memenuhi persamaan kudrat (PK) tersebut (disebut

Lebih terperinci

Teknik pengintegralan: Integral fungsi pecah rasional (bagian 1)

Teknik pengintegralan: Integral fungsi pecah rasional (bagian 1) Teknik pengintegralan: Integral fungsi pecah rasional (bagian 1) Kalkulus 2 Nanang Susyanto Departemen Matematika FMIPA UGM 07 Februari 2017 NS (FMIPA UGM) Teknik pengintegralan 07/02/2017 1 / 8 Pemeran-pemeran

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN LINEAR Persamaan linear Bentuk umun persamaan linear satu vareabel Ax + b = 0 dengan a,b R ; a 0, x adalah vareabel Contoh: Tentukan penyelesaian dari 4x-8 = 0 Penyelesaian.

Lebih terperinci

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia BAB II. FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN Fungsi dan Operasi pada Fungsi Beberapa Fungsi Khusus Limit dan Limit

Lebih terperinci

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1

TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Tugas 1 TEOREMA SISA 1. Nilai Sukubanyak Apa yang dimaksud sukubanyak (polinom)? Ingat kembali bentuk linear seperti 2x + 1 atau bentuk kuadrat 2x 2-3x + 5 dan juga bentuk pangkat tiga 2x 3 x 2 + x 7. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL

HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL HUBUNGAN ANTARA DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL Dra.Sri Rejeki Dwi Putranti, M.Kes. Fakultas Teknik - Universitaas Yos Soedarso Surabaya Email : riccayusticia@gmail.com Abstrak Hubungan antara Differensial dan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa hal yang menjadi landasan dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan.

yang tak terdefinisikan dalam arti keberadaannya tidak perlu didefinisikan. 3 Gariis Lurus Dalam geometri aksiomatik/euclide konsep garis merupakan salah satu unsur ang tak terdefinisikan dalam arti keberadaanna tidak perlu didefinisikan. Karakteristik suatu garis diberikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Teknik Pengintegralan

Teknik Pengintegralan Jurusan Matematika 13 Nopember 2012 Review Rumus-rumus Integral yang Dikenal Pada beberapa subbab sebelumnya telah dijelaskan beberapa integral dari fungsi-fungsi tertentu. Berikut ini diberikan sebuah

Lebih terperinci

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL ALJABAR DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMP

Lebih terperinci

Bab I. Fungsi Dua Peubah atau Lebih. Pengantar

Bab I. Fungsi Dua Peubah atau Lebih. Pengantar Bab I Fungsi Dua Peubah atau Lebih Pengantar Seperti halna dengan fungsi satu peubah kita dapat mendefinisikan fungsi dua peubah atau lebih sebagai pemetaan dan sebagai pasangan berurut.fungsi dengan peubah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35

Bab 16. LIMIT dan TURUNAN. Motivasi. Limit Fungsi. Fungsi Turunan. Matematika SMK, Bab 16: Limit dan Turunan 1/35 Bab 16 Grafik LIMIT dan TURUNAN Matematika SMK, Bab 16: Limit dan 1/35 Grafik Pada dasarnya, konsep limit dikembangkan untuk mengerjakan perhitungan matematis yang melibatkan: nilai sangat kecil; Matematika

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE 2 Oleh: Ir. Sigit Kusmaryanto, M.Eng

PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE 2 Oleh: Ir. Sigit Kusmaryanto, M.Eng PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE 2 Oleh: Ir. Sigit Kusmaryanto, M.Eng http://sigitkus@ub.ac.id Pengantar: Persamaan Diferensial Linier Homogen Orde 2 menjadi dasar penyelesaian persamaan diferensial

Lebih terperinci

3.2 Teorema-Teorema Limit Fungsi

3.2 Teorema-Teorema Limit Fungsi . Teorema-Teorema Limit Fungsi Menghitung it fungsi di suatu titik dengan menggunakan definisi dan pembuktian seperti ang telah diuraikan di atas adalah pekerjaan rumit. Semakin rumit bentuk fungsina,

Lebih terperinci

2 Akar Persamaan NonLinear

2 Akar Persamaan NonLinear 2 Akar Persamaan NonLinear Beberapa metoda untuk mencari akar ang telah dikenal adalah dengan memfaktorkan atau dengan cara Horner Sebagai contoh, untuk mencari akar dari persamaan 2 6 = 0 ruas kiri difaktorkan

Lebih terperinci