KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI ASESMEN EKONOMI DAN KEUANGAN Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Dythia Sendrata (dythia_s@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Reza P Ananda Rizky Shantika P Gaffari Ramadhan (gaffari_r@bi.go.id) Eks. Bank Indonesia Muaro, Padang Belg : Jam Gadang, Bukittinggi dan Tari Piring iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga kami dapat kembali menghadirkan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat, khsususnya untuk periode Triwulan III Publikasi ini ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan, kalangan akademisi, pelaku usaha serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Selain diterbitkan dalam bentuk buku, soft copy KER dapat diakses melalui Perlambatan ekonomi Sumatera Barat yang terjadi sejak awal tahun 2014 terus berlanjut di triwulan III Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), melemah dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang mencapai 6,0% (yoy). Di sisi lain, meredanya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat juga terus berlanjut di triwulan III Laju inflasi Sumatera Barat tercatat sebesar 6,00% (yoy) pada triwulan III 2014, sedikit menurun dari 6,16% (yoy) pada triwulan II Dalam hal ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII bersama pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terus berupaya mengoptimalkan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui koordinasi dan kerjasama yang terkait upaya untuk menstabilkan inflasi di daerah, tentunya agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Padang, November 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII Kepala Perwakilan, (ttd) Mahdi Mahmudy Direktur Eksekutif v

6 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... xi RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Sektor Ekonomi Utama Sumatera Barat Sektor Pertanian Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Industri Pengolahan BAB II INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Perkembangan Inflasi Nasional, Sumatera Barat dan Wilayah Sekitar Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Perkembangan DPK Perkembangan Kredit Intermediasi dan Risiko Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Koporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah vii

8 3.2.3 Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) BAB IV KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah Rekening Pemerintah Daerah di Bank BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Perkiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN KOTA PADANG DAN BUKITTINGGI MENURUT KEL. BARANG DAN JASA TABEL 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN DAN TRIWULANAN KOTA-KOTA DI SUMBAGTENG TABEL 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (YOY, %) TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (QTQ, %) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL BAHAN MAKANAN (QTQ, %) TABEL 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU (QTQ, %) TABEL 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR (QTQ, %) TABEL 2.8. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL SANDANG (QTQ, %) TABEL 2.9. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL KESEHATAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KEL TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 3.13 PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 3.14 PERPUTARAN KLIRING DAN CEK/BILYET GIRO KOSONG TABEL 3.15 TRANSAKSI RTGS PROVINSI SUMATERA BARAT TABEL 5.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KEGIATAN DI SUMATERA BARAT TABEL 5.2. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI TABEL 5.3. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA TABEL 5.4. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI TABEL 5.5. JUMLAH DAN PRESENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI SUMATERA BARAT TABEL 5.6. GARIS KEMISKINAN, JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SUMATERA BARAT TABEL 5.7INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) PROVINSI SUMATERA BARAT TABEL 6.1.PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL TABEL 6.2. PROYEKSI INFLASI SUMATERA BARAT ix

10 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank x

11 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH SUMBAGTENG... 2 GRAFIK 1.3 KONTRIBUSI PDRB MENURUT PERMINTAAN... 3 GRAFIK 1.4 PERTUMBUHAN KONSUMSI RT... 3 GRAFIK 1.5 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN... 4 GRAFIK 1.6 PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI... 4 GRAFIK 1.7 INDEKS TENDENSI KONSUMEN... 5 GRAFIK 1.8 PERKEMBANGAN DPK PERORANGAN DI BANK UMUM... 5 GRAFIK 1.9 REALISASI BELANJA APBD SUMATERA BARAT... 5 GRAFIK 1.10 PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMDA DI BANK UMUM... 5 GRAFIK 1.11 KAPASITAS PRODUKSI TERPAKAI... 6 GRAFIK 1.12 INVESTASI PMA DAN PMDN... 6 GRAFIK 1.13 PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI... 7 GRAFIK 1.14 PERTUMBUHAN EKSPOR... 7 GRAFIK 1.15 HARGA INTERNASIONAL KOMODITAS EKSPOR UTAMA... 8 GRAFIK 1.16 NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK 1.17 PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK 1.18 PORSI NEGARA TUJUAN UTAMA EKSPOR... 8 GRAFIK 1.19 PERTUMBUHAN IMPOR... 9 GRAFIK 1.20 NILAI IMPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK 1.21 PORSI IMPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK 1.22 NILAI IMPOR MENURUT KATEGORI BARANG... 9 GRAFIK 1.23 KONTRIBUSI PDRB MENURUT SEKTOR EKONOMI GRAFIK 1.24 PERTUMBUHAN SUBSEKTOR PERTANIAN GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI GRAFIK 1.27 PERKEMBANGAN HARGA TANDAN BUAH SAWIT (TBS) DAN CPO DUNIA GRAFIK 1.28 PERTUMBUHAN SUBSEKTOR PHR GRAFIK PERKEMBANGAN TINGKAT HUNIAN HOTEL GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH WISMAN GRAFIK PERTUMBUHAN SUBSEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI GRAFIK PERTUMBUHAN PENGANGKUTAN UDARA DAN JALAN RAYA GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENUMPANG BIM GRAFIK PERTUMBUHAN SUBSEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT GRAFIK 2.2. INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT DAN WILAYAH SEKITAR GRAFIK 2.3. BOBOT KONSUMSI KOMODITAS TERBESAR DI SUMATERA BARAT GRAFIK 2.4. INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.5. ANDIL INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.6. INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.7. KAPASITAS PRODUKSI TERPAKAI KEGIATAN USAHA (SKDU) DI SUMATERA BARAT GRAFIK 2.8. INDEKS KEYAKINAN & EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 2.9. INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BULAN YANG LALU (SURVEI KONSUMEN) DI SUMATERA BARAT. 27 GRAFIK INDEKS EKSPEKTASI HARGA (SURVEI KONSUMEN) DI SUMATERA BARAT GRAFIK 3.1. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 3.2. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK 3.3. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 3.4. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK 3.5. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.6. PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI GRAFIK 3.7. PERKEMBANGAN HARGA CPO DUNIA DAN TBS KELAPA SAWIT GRAFIK 3.8. PERKEMBANGAN HARGA KARET DAN BOKAR xi

12 GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN NPL SEKTOR KORPORASI GRAFIK PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KENDARAAN BERMOTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENTIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM GRAFIK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KREDIT KUR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET, DPK DAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN FDR DAN NPF BANKUMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) SETIAP BULAN GRAFIK PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (PTTB) GRAFIK JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING PROVINSI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS PROVINSI SUMATERA BARAT GRAFIK 4.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.2. PERKEMBANGAN TRIWULANAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.3. PERKEMBANGAN TRIWULANAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.4. PENCAPAIAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.5. PERKEMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI SUMATERA BARAT GRAFIK 4.6. PORSI JENIS SIMPANAN PEMDA SUMATERA BARAT DI BANK UMUM GRAFIK 4.7. PENCAPAIAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.8. PORSI KOMPONEN DARI PENDAPATAN DAERAH GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK PERKEMBANGAN TRIWULANAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK PERKEMBANGAN BELANJA MODAL TERHADAP TARGET APBD GRAFIK PENCAPAIAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK PORSI KOMPONEN DARI BELANJA DAERAH GRAFIK PERKEMBANGAN REKENING PEMERINTAH DAERAH SUMATERA BARAT DI BANK UMUM GRAFIK 5.1. KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT GRAFIK 5.2. PEKERJA BERDASARKAN LAPANGAN USAHA GRAFIK 5.3. INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SUMATERA BARAT GRAFIK 5.4. SBT INDIKATOR JUMLAH TENAGA KERJA GRAFIK 5.5. INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.1. PERKIRAAN INVESTASI SECARA UMUM GRAFIK 6.2. PERKIRAAN KEGIATAN USAHA SECARA UMUM GRAFIK 6.3. PERKIRAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA SECARA UMUM GRAFIK 6.4. POLA INFLASI BULANAN SUMATERA BARAT GRAFIK 6.5. EKSPEKTASI HARGA 3 DAN 6 BULAN MENDATANG (SURVEI KONSUMEN) xii

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat terus melambat Pelemahan ekspor dan investasi menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sektor pertanian serta sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi sumber pelemahan ekonomi Tekanan inflasi terus mereda Perlambatan ekonomi Sumatera Barat yang terjadi sejak awal tahun 2014 terus berlanjut di triwulan III Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), melemah dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang mencapai 6,0% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sejalan dengan perekonomian di hampir seluruh provinsi lainnya di wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan nasional. Pelemahan harga komoditas sumber daya alam (SDA) ekspor utama yang dibarengi dengan terbatasnya aktivitas investasi menjadi faktor utama perlambatan ekonomi. Menurunnya harga dan permintaan akan komoditas crude palm oil (CPO) dan karet serta terbatasnya investasi swasta dan pemerintah berdampak pada melemahnya kinerja ekspor dan investasi. Komoditas ekspor utama Sumatera Barat yang masih didominasi oleh bahan mentah terutama CPO dan karet mengakibatkan kinerja perekonomian Sumatera Barat terus menurun. Sebagai komoditas ekspor utama, harga CPO dan karet berpengaruh signifikan pada nilai ekspor Sumatera Barat. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya permintaan akan produk-produk dari negara-negara importir utama. Selain itu, penurunan permintaan CPO dan karet juga turut menghambat para pengusaha untuk melakukan investasi lebih lanjut di sektor perkebunan yang menjadi andalan di Sumatera Barat. Di tengah kondisi tersebut, investor juga cenderung melakukan aksi wait and see terhadap arah dan kebijakan pemerintah baru terhadap dunia usaha. Menurunnya hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan aktivitas pengangkutan berdampak pada menurunnya sektor pertanian serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Belum masuknya musim panen berdampak pada menurunnya volume produksi bahan makanan di Sumatera Barat. Sementara menurunnya kegiatan ekspor dan sempat terjadinya kebijakan pembatasan kuota BBM berdampak pada menurunnya arus transportasi dan distribusi barang. Meredanya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terus berlanjut di triwulan III Laju inflasi Sumatera Barat tercatat sebesar 6,00% (yoy) pada triwulan III 2014, sedikit menurun dari 6,16% (yoy) pada triwulan II Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terjadi seiring dengan kembali normalnya harga kelompok administered prices. Setelah sempat mengalami kenaikan signifikan di triwulan III 2013 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, laju inflasi kelompok ini kembali ke level normalnya di triwulan III Meredanya tekanan inflasi juga terjadi dari sisi permintaan. Namun penurunan laju inflasi tahunan Sumatera Barat relatif terbatas akibat meningkatnya tekanan inflasi yang signifikan di kelompok volatile food. Kembali naiknya harga cabai merah xiii

14 Kinerja kredit bank umum melambat namun intermediasi perbankan relatif terjaga Pencapaian penerimaan daerah mencatat perbaikan, baik di sisi kuantitas maupun kualitas.sayangnya perbaikan tersebut tidak diikuti oleh kualitas belanja yang justru menurun Transaksi tunai mengalami netinflow paska tingginya aktivitas ekonomi pada triwulan sebelumnya Tingkat pengangguran menurun, kualitas pekerjaan membaik dan tingkat kemiskinan menurun secara signifikan dan kenaikan harga beras secara perlahan akibat terbatasnya pasokan membuat laju inflasi kelompok ini meningkat signifikan. Seiring dengan perlambatan ekonomi pada triwulan III 2014, kinerja bank umum di Sumatera Barat mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja terutama terlihat dari melambatnya kredit, baik pada sektor korporasi maupun sektor rumah tangga daerah, serta kinerja aset yang relatif stabil. Kredit melambat dengan pertumbuhan hanya 7,7% (yoy) pada triwulan laporan, sedangkan pertumbuhan aset perbankan relatif stabil dari 10,9% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 10,0% (yoy) pada triwulan laporan. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga masih menunjukkan peningkatan ditopang oleh pertumbuhan tabungan dan deposito. Intermediasi perbankan relatif terjaga ditengah perlambatan kredit di triwulan III Intermediasi yang diindikasikan dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) relatif terjaga sebesar 133,0%. Di sisi lain, kualitas kredit perbankan di Sumatera Barat relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 3,0%. Dengan tingkat LDR yang masih cukup tinggi dan NPL yang relatif masih dalam batas aman tersebut masih menunjukkan intermediasi perbankan yang sehat meski dengan risiko yang lebih tinggi. Realisasi pendapatan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat sedikit menurun di triwulan III Penurunan penerimaan tersebut berasal dari transfer dana perimbangan yang terbatas meski kinerja pendapatan asli daerah (PAD) mengalami peningkatan. Secara keseluruhan tahun, pencapaian penerimaan daerah mencatat perbaikan, baik di sisi kuantitas maupun kualitas. Peningkatan konsumsi di Sumatera Barat dan perbaikan strategi pengelolaan keuangan daerah menopang kinerja PAD. Realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat terus meningkat di triwulan III 2014 sesuai pola historisnya. Peningkatan realisasi belanja tersebut bersumber dari meningkatnya belanja pegawai dan transfer ke kabupaten, kota dan desa. Secara keseluruhan tahun, penyerapan belanja daerah meningkat namun dengan kualitas yang menurun, terlihat dari menurunnya penyerapan belanja modal. Transaksi tunai maupun non tunai mengalami perlambatan seiring dengan menurunnya aktivitas masyarakat setelah periode Idul Fitri dan Pemilu Transaksi tunai mengalami net inflow, mengindikasikan besarnya aliran uang masuk dari perbankan kembali ke Bank Indonesia, setelah menghadapi tingginya aktivitas ekonomi masyarakat pada triwulan II Sementara itu, nilai dan volume transaksi non tunai baik melalui transaksi kliring maupun melalui BI Real Time Gross Settelement (BI- RTGS) turut melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja dan tingkat penggangguran di triwulan III 2014 mencatatkan perbaikan ditengah perlambatan ekonomi domestik. Jumlah pengangguran di Sumatera Barat mengalami penurunan pada bulan Agustus Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 7,02% di triwulan III 2013 menjadi 6,50% di triwulan III Kualitas pekerjaan juga terpantau membaik diindikasi dari menurunnya porsi pekerja paruh xiv

15 Pertumbuhan ekonomi diprakirakan tumbuh moderat pada triwulan IV 2014 Tekanan inflasi diprakirakan meningkat di akhir tahun 2014 waktu terhadap angkatan kerja. Sektor ekonomi perdagangan dan jasa menjadi sektor penyerap tenaga kerja yang signifikan, meskipun sektor pertanian masih mendominasi porsi angkatan kerja di Sumatera Barat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat terus mengalami penurunan. Penurunan kemiskinan Sumatera Barat dipengaruhi oleh inflasi yang semakin mereda dan adanya perbaikan penghasilan penduduk terutama di pedesaan. Membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat terindikasikan dari turut meningkatnya penghasilan masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) juga mengalami penurunan akibat menurunnya biaya konsumsi sejalan dengan laju inflasi yang mereda. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh moderat pada triwulan IV Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan berada pada kisaran 5,7% -6,1% (yoy) atau relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,8% (yoy). Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Meningkatnya permintaan seiring masuknya masa liburan akhir tahun dapat mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, investasi diprakirakan mulai membaik sejalan dengan suasana politik yang semakin kondusif. Secara sektoral, pelemahan harga komoditas ekspor utama masih akan berdampak pada kinerja sektor pertanian yang melambat. Sementara itu, menguatnya konsumsi domestik diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pada sektor industri pengolahan dan PHR hingga akhir tahun Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat diprakirakan meningkat di akhir tahun Laju inflasi Sumatera Barat diprakirakan berada pada kisaran 8,7% 9,1% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan IV 2014, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November Selain itu, tekanan inflasi lebih tinggi dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan udara serta pemberlakuan kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) lanjutan. Meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang perayaan hari raya Natal disertai periode liburan sekolah dan akhir tahun juga berpotensi mendorong kenaikan laju inflasi lebih lanjut. Dari bahan makanan, terbatasnya pasokan komoditas beras dan cabai merah juga berpotensi mengerek tingkat inflasi. xv

16 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III MAKRO IHK Kota Sumbar 134,67 136,35 138,75 140,15 143,42 147,17 152,67 155,39 104,12 106,85 110,18 Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) 3,95 6,19 4,74 4,16 6,50 7,93 10,03 10,87 8,63 6,16 6,00 PDRB - harga konstan (miliar Rp) - Pertanian 2.448, , , , , , , , , , ,4 - Pertambangan dan Penggalian 319,5 326,4 327,1 327,8 319,2 334,9 328,7 346,5 342,4 344,2 346,4 - Industri Pengolahan 1.250, , , , , , , , , , ,3 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 115,8 119,2 122,7 123,2 121,9 125,4 123,8 130,2 129,4 133,3 133,9 - Bangunan 573,6 600,2 624,5 640,8 623,0 651,8 677,9 692,3 662,2 665,6 688,9 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.919, , , , , , , , , , ,5 - Pengangkutan dan Komunikasi 1.640, , , , , , , , , , ,0 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 537,4 548,6 567,3 575,2 574,2 586,6 598,4 610,5 610,8 621,2 633,5 - Jasa 1.801, , , , , , , , , , ,2 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 4,8 6,6 6,6 7,4 6,8 5,5 5,6 6,8 6,5 6,0 5,8 PERBANKAN Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 36,25 37,82 39,74 40,16 42,98 42,18 44,32 43,64 47,64 46,78 48,74 DPK (Rp Triliun) 23,60 24,27 25,85 25,62 26,41 25,91 26,78 26,28 27,49 29,55 31,14 - Giro (Rp Triliun) 5,85 5,85 6,12 4,87 6,12 5,18 5,56 4,27 5,13 6,46 6,48 - Tabungan (Rp Triliun) 10,49 11,21 11,79 13,18 11,88 11,97 12,69 14,21 13,16 13,36 14,32 - Deposito (Rp Triliun) 7,26 7,21 7,95 7,57 8,41 8,76 8,53 7,80 9,20 9,84 10,34 Kredit (Rp Triliun) 30,23 32,28 33,07 34,17 35,31 37,31 38,46 38,66 39,02 40,60 41,43 - Modal Kerja 10,95 12,52 12,60 13,07 13,44 13,98 14,39 14,41 14,71 15,67 15,91 - Investasi 5,08 5,26 5,36 5,30 5,89 6,65 6,93 7,08 6,86 7,18 7,06 - Konsumsi 14,19 14,50 15,10 15,79 15,98 16,69 17,14 17,17 17,45 17,76 18,46 - LDR (%) 128,11 133,01 127,92 133,37 133,73 144,04 143,60 147,11 141,95 137,40 133,02 NPL (gross, %) 2,16 2,22 2,41 2,26 2,45 2,31 2,43 2,16 3,24 2,90 3,00 Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI xvi

17 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perlambatan ekonomi Sumatera Barat yang terjadi sejak awal tahun 2014 terus berlanjut di triwulan III Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), melemah dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang mencapai 6,0% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sejalan dengan perekonomian di hampir seluruh provinsi lainnya di wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan nasional. Pelemahan harga komoditas sumber daya alam (SDA) ekspor utama yang dibarengi dengan terbatasnya aktivitas investasi menjadi faktor utama perlambatan ekonomi. Menurunnya harga dan permintaan akan komoditas crude palm oil (CPO) dan karet serta terbatasnya investasi swasta dan pemerintah berdampak pada melemahnya kinerja ekspor dan investasi. Sebagai komoditas ekspor utama, harga CPO dan karet berpengaruh signifikan pada nilai ekspor Sumatera Barat. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya permintaan akan produkproduk dari negara-negara importir utama. Selain itu, penurunan permintaan CPO dan karet juga turut menghambat para pengusaha untuk melakukan investasi lebih lanjut di sektor perkebunan yang menjadi andalan di Sumatera Barat. Di tengah kondisi tersebut, investor juga cenderung melakukan aksi wait and see terhadap arah dan kebijakan pemerintah baru terhadap dunia usaha. Dari sisi sektoral, menurunnya hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan aktivitas pengangkutan berdampak pada menurunnya sektor pertanian serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Belum masuknya musim panen berdampak pada menurunnya volume produksi bahan makanan di Sumatera Barat. Sementara menurunnya kegiatan ekspor dan sempat terjadinya kebijakan pembatasan kuota BBM berdampak pada menurunnya arus transportasi dan distribusi barang. 1

18 1.1 Perkembangan Umum Perlambatan ekonomi Sumatera Barat yang terjadi sejak awal tahun 2014 terus berlanjut di triwulan III Ekonomi Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), melemah dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang mencapai 6,0% (yoy). Terus menurunnya harga CPO dan karet sebagai komoditas utama ekspor menjadi faktor utama penurunan ekonomi Sumatera Barat. Pasokan dunia yang berlimpah berdampak pada menurunnya harga internasional CPO dan karet. Selain itu, penurunan harga CPO juga terkait dengan menurunnya harga kedelai internasional, yang juga dapat diolah menjadi minyak nabati dan menjadi barang substitusi dari CPO. Selain permasalahan dari sisi penawaran, pelemahan ekspor juga terjadi sejalan dengan menurunnya permintaan dari negara-negara tujuan utama ekspor akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Sementara itu, investasi masih tumbuh terbatas seiring dengan perilaku wait and see para pelaku usaha untuk melihat kinerja pemerintahan baru. Namun, dorongan dari aktivitas konsumsi swasta yang meningkat signifikan seiring dengan masuknya periode liburan yang ditopang oleh penguatan daya beli akibat meredanya tekanan inflasi mampu menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat yang lebih dalam. Level pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat masih dapat terjaga di atas pertumbuhan nasional yang juga mengalami perlambatan dari 5,1% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 5,0% (yoy) di triwulan III 2014 (Grafik 1.1). Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumbagteng Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat juga diikuti oleh hampir seluruh provinsi lainnya di wilayah Sumatera Bagian Tengah 2

19 (Sumbagteng). Seperti halnya yang terjadi di Sumatera Barat, melemahnya kinerja ekspor di Riau dan Jambi menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada kedua daerah tersebut. Jambi, yang komoditas ekspor utamanya relatif sama dengan Sumatera Barat, terkena imbas dari jatuhnya harga jual internasional komoditas karet dan CPO. Sementara Riau, yang lebih banyak menggantungkan ekspornya pada sektor pertambangan, juga mengalami hal yang sama. Capaian produksi migas Riau yang menurun dan adanya penerapan UU Minerba mengakibatkan perekonomian Riau turun lebih dalam lagi. Hanya Kepulauan Riau (Kepri) yang mampu menunjukkan perbaikan pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumbagteng. Kepri yang fokus perekonomiannya lebih kepada sektor industri pengolahan, tidak terkena efek dari melemahnya ekspor komoditas sumber daya alam yang sebagian besar mendominasi wilayah Sumbagteng. Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3 Kontribusi PDRB Menurut Permintaan Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4 Pertumbuhan Konsumsi RT 1.2 Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Meningkatnya konsumsi rumah tangga menjadi faktor utama penahan penurunan ekonomi Sumatera Barat. Konsumsi rumah tangga Sumatera Barat mencapai 6,1% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,4% (yoy). Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan Sumatera Barat mengingat andil konsumsi rumah tangga mencapai sebesar 46,6% terhadap total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) (Grafik 1.3). Meningkatnya konsumsi masyarakat, baik makanan dan non makanan, terutama ditopang oleh penguatan daya beli seiring dengan terus meredanya tekanan inflasi dari 6,16% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 6,00% 3

20 (yoy) di triwulan III 2014 (Grafik 1.4). Selain itu, masuknya musim liburan sekolah, bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta periode menjelang Hari Raya Idul Adha mendukung peningkatan konsumsi rumah tangga di Sumatera Barat. Namun kenaikan konsumsi rumah tangga masih terbatas karena memburuknya pendapatan petani perkebunan. Tren penurunan harga komoditas kelapa sawit dan karet di triwulan III 2014 sangat berdampak pada daya beli masyarakat yang berprofesi sebagai petani perkebunan. Grafik 1.5 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi Penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator konsumsi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), sebagai salah satu hasil survei Bank Indonesia, menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi kondisi ke depan masih positif (Grafik 1.5). Optimisme juga tergambar dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan adanya perbaikan indeks pendapatan rumah tangga (Grafik 1.7). Meningkatnya konsumsi masyarakat tidak berdampak pada menurunnya dana pihak ketiga (DPK) perorangan di bank umum. Adanya penyaluran gaji ke 13 bagi PNS/TNI/Polri mendorong peningkatan DPK milik perorangan dari Rp18,8 triliun di triwulan II 2014 menjadi Rp20,2 triliun di triwulan III 2014 (Grafik 1.8). Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi persepsi konsumen kedepan seperti imbas dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintahan baru. Konsumen mengkhawatirkan kenaikan harga BBM bersubsidi akan memengaruhi hargaharga komoditas, terutama bahan makanan pokok. Selain itu, potensi kenaikan harga produk-produk akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga akan berdampak negatif pada pelaku usaha yang akan mengalami kerugian. Kondisi ini 4

21 menurunkan nilai variabel ekspektasi kegiatan usaha yang ada di dalam perhitungan indeks ekspektasi konsumen. Sumber: BPS, diolah Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8 Perkembangan DPK Perorangan di Bank Umum Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah tercatat mengalami penurunan di triwulan III Setelah mencatat pertumbuhan sebesar 8,5% (yoy) di triwulan II 2014, konsumsi pemerintah melambat pada triwulan III 2014 menjadi 7,2% (yoy). Melambatnya konsumsi pemerintah disebabkan relatif menurunnya aktivitas perbaikan infrastruktur setelah cukup tinggi di triwulan II 2014 terutama menjelang Idul Fitri dan kegiatan internasional Tour De Singkarak. Namun, pertumbuhan pada triwulan III 2014 tersebut masih tergolong cukup tinggi. Hal ini ditopang oleh peningkatan belanja pegawai terutama penyaluran gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri di awal triwulan III Secara likuiditas perbankan, peningkatan belanja tersebut masih relatif terbatas dibandingkan dengan penerimaan daerah yang masuk sehingga simpanan pemda di bank umum masih relatif stabil dari Rp5,7 triliun di triwulan II 2014 menjadi Rp5,6 triliun di triwulan III 2014 (Grafik 1.10). Miliar Rupiah Belanja Pemerintah Daerah I II III IV I II III IV I II III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.9 Realisasi Belanja APBD Sumatera Barat Grafik 1.10 Perkembangan Simpanan Pemda di Bank Umum 5

22 1.2.3 Investasi Belum stabilnya suhu politik Indonesia berdampak pada kinerja investasi yang terus melambat di Sumatera Barat. Pertumbuhan investasi melambat dari 5,5% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 4,8% (yoy) di triwulan III Terbatasnya investasi ini terkait dengan belum stabilnya kondisi politik Indonesia setelah berlangsungnya pemilu dan terpilihnya pemerintahan baru. Para investor masih menunggu kebijakan dan kinerja pemerintahan baru terkait dengan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penanaman modal. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Wilayah VIII, sejumlah pelaku usaha belum memiliki rencana untuk melakukan proyek investasi berskala besar. Investasi yang dilakukan masih bersifat rutin terkait perawatan dan pemeliharaan alat-alat produksi. Kondisi ini juga sejalan dengan penurunan jumlah proyek maupun nilai investasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 (Grafik 1.12). Selain itu, penurunan harga komoditas ekspor utama Sumatera Barat yaitu CPO juga mendorong para investor untuk melakukan penundaan dalam menanamkan modal usahanya di sektor perkebunan. Harga CPO yang semakin rendah menyebabkan investor lebih memilih untuk melakukan replanting dan maintenance mesin produksi CPO. Penurunan kinerja investasi juga sejalan dengan menurunnya kredit investasi Sumatera Barat dari 7,9% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 1,9% (yoy) di triwulan III 2014 (Grafik 1.13). Jumlah Proyek 140 PMDN PMDN (Miliar Rp)-skala kanan Juta US$/Miliar Rp PMA PMA ( Juta US$)-skala kanan I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik 1.11 Kapasitas Produksi Terpakai Grafik 1.12 Investasi PMA dan PMDN Ekspor Menurunnya harga komoditas CPO dan karet berdampak pada berlanjutnya penurunan kinerja ekspor. Aktivitas ekspor kembali 6

23 menunjukkan penurunan dari 28,1% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 24,3% (yoy) di triwulan III Kondisi ini terjadi baik pada ekspor antar daerah maupun ekspor luar negeri (Grafik 1.15). Menurunnya kinerja ekspor sejalan dengan semakin rendahnya harga komoditas ekspor CPO dan karet. Harga CPO terus melambat paska tren kenaikan harga yang mencapai puncaknya di akhir triwulan I Hal tersebut menyebabkan nilai ekspor CPO di triwulan III 2014 sedikit menurun meski volume ekspor sudah menunjukkan peningkatan (Grafik 1.16). CPO, sebagai komoditas ekspor unggulan Sumatera Barat mencatat penurunan kontribusi nilai ekspor dari 72% terhadap total ekspor di triwulan II 2014 menjadi 66% di triwulan III 2014 (Grafik 1.17). Sejalan dengan penurunan harga CPO internasional, harga karet juga belum mampu terangkat setelah terus mengalami pelemahan sejak pertengahan tahun 2012 dengan kontribusi nilai ekspor yang juga menurun dari 16% menjadi 14%. Triliun Rp 8 Nominal Pertumbuhan-sisi kanan %, yoy 40 %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III g.ekspor g.ekspor Antar Daerah g.ekspor Luar Negeri -40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.14 Pertumbuhan Ekspor Pelemahan ekspor terjadi sejalan dengan menurunnya permintaan dari negara-negara tujuan utama ekspor. Kondisi ini terlihat dari pangsa dari nilai ekspor ke India, Singapura dan Tiongkok yang menurun (Grafik 1.18). Melemahnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada negara-negara tersebut berdampak pada menurunnya ekspor Sumatera Barat. Perlambatan ekspor yang lebih dalam tertahan dengan mulai meningkatnya volume ekspor CPO. Setelah terus menurun selama dua triwulan terakhir, volume ekspor CPO mulai meningkat seiring dengan masa panen. Namun, kenaikan volume ekspor CPO ini belum dapat meningkatkan nilai ekspor nonmigas pada triwulan III Hal ini masih berhubungan dengan belum membaiknya nilai ekspor CPO dan nilai ekspor karet (Grafik 1.16). 7

24 USD/MT Harga CPO Dunia USD cent/kg 700 Harga Karet Dunia - sisi kanan Sumber: Bloomberg Grafik 1.15 Harga Internasional Komoditas Ekspor Utama juta US$/ribu ton I II III IV I II III IV I II III Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor CPO Nilai Ekspor Karet Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet Grafik 1.16 Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama 2% 3% 3% 14% 12% 66% Minyak dan lemak nabati atau hewani Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempah-rempah Aneka produk kimia Limbah dari industri makanan Lainnya Malaysia 5% Italia 3% Lainnya 33% Brasil 8% Tiongkok 5% India 26% Singapura 7% Amerika 13% Grafik 1.17 Porsi Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.18 Porsi Negara Tujuan Utama Ekspor Impor Impor barang dan jasa mengalami kenaikan setelah mengalami kontraksi pada dua triwulan terakhir. Impor tumbuh positif sebesar 3,1% (yoy) setelah pada dua triwulan sebelumnya mengalami kontraksi berturut-turut sebesar -1,4% (yoy) dan -4,4% (yoy). Penguatan impor ditopang oleh aktivitas impor antar daerah seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga di triwulan III 2014 (Grafik 1.19). Sementara itu impor luar negeri masih melambat seiring dengan relatif lemahnya pergerakan nilai tukar Rupiah dan rendahnya kegiatan investasi. 8

25 %, yoy g.impor g.impor Antar Daerah g.impor Luar Negeri -40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.19 Pertumbuhan Impor juta US$ Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III Grafik 1.20 Nilai Impor Komoditas Utama juta US$ Masih lemahnya kinerja impor luar negeri terutama disebabkan minimnya impor barang modal dan barang konsumsi. Minimnya investasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 berdampak pada rendahnya permintaan akan impor barang modal. Tercatat, komposisi impor barang modal Sumatera Barat triwulan III 2014 hanya sebesar 0,3% saja. Kondisi ini terutama terlihat dari menurunnya permintaan impor akan mesin (Grafik 1.20). Sementara itu, hampir seluruh impor luar negeri didominasi oleh impor bahan baku (Grafik 1.22). Sebagian besar impor bahan baku masih berupa pupuk yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit (Grafik 1.21). Di tengah permintaan akan impor pupuk yang relatif stabil, nilai impor pupuk mengalami kenaikan akibat harga impor yang semakin mahal. Limbah dari industri makanan Juta US$ 120 Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku 15% 12% 19% 4% 19% 31% Pupuk Kertas dan kertas karton Garam, sulfur, dan batuan Produk keramik Lain-lain I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 1.21 Porsi Impor Komoditas Utama Grafik 1.22 Nilai Impor Menurut Kategori Barang 9

26 1.3 Dinamika Sektor Ekonomi Utama Sumatera Barat Sektor Pertanian Menurunnya hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) mendorong berlanjutnya perlambatan sektor pertanian di triwulan III Sektor pertanian kembali tumbuh melambat dari 5,8% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 5,2% (yoy) di triwulan III 2014 (Grafik 1.24). Kondisi ini disebabkan oleh perlambatan hasil produksi tabama yang memiliki kontribusi hampir mencapai 50% dari total sektor pertanian. Penurunan subsektor tabama terjadi seiring dengan belum masuknya musim panen yang menyebabkan berkurangnya volume produksi bahan makanan di Sumatera Barat. Menurunnya produksi bahan makanan juga tercermin dari kenaikan harga gabah dan beras, sebagai produksi utama subsektor tabama di Sumatera Barat, pada triwulan III 2014 (Grafik 1.25). Namun, kenaikan harga gabah tersebut tidak terlihat berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani yang tercermin pada menurunnya Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan dari 100,5 di triwulan II 2014 menjadi 100,3 di triwulan III 2014 (Grafik 1.26). Keuangan, Per sewaan dan Jasa Prshn 5.1% Pengangkutan dan Komunikasi 16.2% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.23 Kontribusi PDRB Menurut Sektor Ekonomi Rp/kg 5,500 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 Jasa-Jasa 17.5% Sumber: BPS, diolah PHR 18.6% Rata-rata Harga Gabah GKP Pertanian 21.7% Bangunan, 5.5% Pertumbuhan-skala kanan Pertambangan 2.8% Listrik, Gas dan Air 1.1% Ind. Pengolahan 11.5% Grafik Perkembangan Harga Gabah %, yoy %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.24 Pertumbuhan Subsektor Pertanian Indeks Sumber: BPS, diolah g.pertanian g.tabama g.tanaman Perkebunan NTP Umum NTP Perkebunan NTP Tanaman Pangan Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani 10

27 Berbeda dengan subsektor tabama, subsektor tanaman perkebunan masih terus tumbuh menguat di triwulan III Meski harga tandan buah segar (TBS) terus menurun di triwulan III 2014 dengan harga rata-rata sebesar Rp1.534 per kg, masuknya masa panen kelapa sawit mendorong kenaikan volume produksi TBS. Namun, perbaikan volume produksi tersebut tidak didukung oleh membaiknya harga TBS. Penurunan harga TBS berdampak pada memburuknya kesejahteraan petani sawit, tercermin pada indeks nilai tukar petani (NTP) perkebunan yang terus melemah. Di triwulan III 2014, NTP perkebunan Sumatera Barat sebesar 99,6 turun signifikan dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang mencapai 104,2. Rp/kg 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Harga TBS Harga CPO Dunia-sisi kanan USD/MT 1,400 1,200 1, %, yoy g.phr g.perdagangan g.hotel g.restoran I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.27 Perkembangan Harga Tandan Buah Sawit (TBS) dan CPO Dunia Sumber: BPS, diolah Grafik 1.28 Pertumbuhan Subsektor PHR Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Periode liburan mampu menjaga pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Pertumbuhan sektor PHR sedikit menguat dari 6,4% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 6,5% (yoy) di triwulan III Penguatan tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran dampak dari meningkatnya permintaan masyarakat pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Peningkatan permintaan masyarakat juga terkonfirmasi pada hasil liason dengan salah satu dealer besar di Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa penjualan sepeda motor mencapai angka tertinggi pada saat bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran. Meningkatnya konsumsi masyarakat juga terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) oleh BPS yang menunjukkan kenaikan indeks tingkat konsumsi makanan dan bukan makanan sejalan dengan meningkatnya indeks pendapatan rumah tangga dan menurunnya indeks pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi. Penghasilan tambahan, seperti gaji 11

28 ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) yang dibayarkan pada triwulan III 2014 diindikasi menjadi penyebab perbaikan pendapatan rumah tangga. Sementara inflasi tahunan yang terus menurun hingga akhir triwulan III 2014 menambah penguatan daya beli masyarakat. Namun, meningkatnya konsumsi masyarakat tidak terlihat berdampak pada subsektor hotel dan restoran. Kondisi ini ditengarai karena meningkatnya aktivitas konsumsi terutama disebabkan oleh masyarakat Sumatera Barat yang pulang ke kampung halamannya (mudik) dan tinggal di rumah keluarga sehingga tidak memberikan nilai tambah pada subsektor hotel dan restoran. Hal ini terlihat dari tingkat hunian hotel yang justru menurun dari 52,0% di triwulan II 2014 menjadi 47,0% di triwulan III 2014 (Grafik 1.29). Sementara wisatawan mancanegara yang datang ke Sumatera Barat mengalami penurunan dari 13,8 ribu orang di triwulan II 2014 menjadi 12,8 ribu orang di triwulan III 2014 (Grafik 1.30). Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Orang 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Jumlah Wisman g.wisman-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III %,yoy Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Jumlah Wisman Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Menurunnya aktivitas komunikasi menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor ini tumbuh melambat dari 9,5% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 8,2% (yoy) di triwulan III Perlambatan tersebut bersumber dari penurunan yang cukup dalam pada subsektor komunikasi dari 12,0% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 9,7% (yoy) di triwulan III Aktivitas pulang ke kampung halaman pada periode liburan sekolah dan Lebaran berdampak pada menurunnya kegiatan komunikasi yang selama ini terjadi karena perbedaan tempat tinggal. Penurunan juga terjadi pada subsektor pengangkutan disebabkan oleh rendahnya penggunaan jasa angkutan 12

29 jalan raya. Menurunnya kegiatan ekspor di triwulan III 2014 dan sempat terjadinya kebijakan pembatasan kuota BBM pada bulan Agustus 2014 cukup berdampak pada menurunnya arus transportasi dan distribusi atas barang dan jasa. Meskipun demikian, hari raya Idul Fitri mendorong pertumbuhan angkutan udara secara signifikan di triwulan III 2014 (Grafik 1.31). Meningkatnya jumlah orang Minang yang pulang ke kampung halamannya di Sumatera Barat mendorong penggunaan jasa transportasi udara. Hal ini juga yang mendorong tingginya tarif angkutan udara di bulan Agustus Meningkatnya aktivitas angkutan udara tercermin pada kenaikan jumlah penumpang yang tercatat di Bandara Internasional Minangkabau dari 191,5 ribu orang pada triwulan II 2014 menjadi 281,4 ribu orang pada triwulan III 2014 (Grafik 1.33). %, yoy g.pengangkutan&komunikasi g.pengangkutan g.komunikasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy g.angkutan Jalan Raya g.angkutan Udara I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Subsektor Pengangkutan dan Komunikasi Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Pengangkutan Udara dan Jalan Raya Ribu Orang Total Penumpang Pertumbuhan Penumpang - sisi kanan % Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang BIM Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan Meningkatnya permintaan dan konsumsi domestik mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan. Sektor ini mengalami pertumbuhan dari 1,6% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 3,9% (yoy) di triwulan 13

30 III Penguatan pertumbuhan ditopang oleh kenaikan permintaan dan konsumsi domestik, khususnya peningkatan pembelian produk makanan dan minuman serta produk sandang pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Kondisi ini sejalan dengan adanya peningkatan aktivitas produksi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), terjadi kenaikan kapasitas produksi dari 78% di triwulan II 2014 menjadi 83% di triwulan III Kenaikan kapasitas produksi terutama terjadi pada sektor industri pengolahan seiring dengan meningkatnya permintaan domestik. Di sisi lain, masih minimnya kegiatan investasi menghambat pertumbuhan sektor industri pengolahan lebih lanjut. Rendahnya pembangunan infrastruktur fisik berdampak pada menurunnya kebutuhan semen dan mengakibatkan pelemahan subsektor industri pengolahan semen dan barang galian bukan logam. 14

31 2 BAB II INFLASI DAERAH Meredanya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terus berlanjut di triwulan III Laju inflasi Sumatera Barat tercatat sebesar 6,00% (yoy) pada triwulan III 2014, sedikit menurun dari 6,16% (yoy) pada triwulan II Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terjadi seiring dengan pasokan bahan pangan yang terjaga di semester pertama dan kembali normalnya harga kelompok administered prices. Setelah sempat mengalami kenaikan signifikan di triwulan III 2013 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, laju inflasi kelompok ini kembali ke level normalnya di triwulan III Meredanya tekanan inflasi juga terjadi dari sisi permintaan. Namun penurunan laju inflasi tahunan Sumatera Barat relatif terbatas akibat meningkatnya tekanan inflasi yang signifikan di kelompok volatile food. Kembali naiknya harga cabai merah secara signifikan dan kenaikan harga beras secara perlahan akibat terbatasnya pasokan membuat laju inflasi kelompok ini meningkat. Kondisi ini berdampak pada tingginya inflasi Sumatera Barat dibandingkan inflasi nasional yang hanya sebesar 4,53% (yoy). Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di wilayah Sumatera bagian tengah (Sumbagteng), inflasi Sumatera Barat juga tercatat paling tinggi. 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Meredanya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terus berlanjut di triwulan III Laju inflasi Sumatera Barat tercatat sebesar 6,00% (yoy) pada triwulan III 2014, menurun dari 6,16% (yoy) pada triwulan II 2014 didukung oleh pasokan yang terjaga (Grafik 2.1). Beberapa komoditas pangan bahkan mencatat koreksi harga ke bawah terutama komoditas bumbu seperti cabai merah. Selain itu, berakhirnya base effect kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2013 juga membuat inflasi kembali ke pola normalnya. Namun penurunan level inflasi Sumatera Barat masih terbatas dibandingkan penurunan inflasi nasional yang mampu turun dari 6,70% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 4,53% (yoy) di triwulan III

32 Dilihat dari kota sampel inflasi, menurunnya tekanan inflasi tahunan di Sumatera Barat berasal dari pergerakan harga di Kota Padang. Laju inflasi tahunan di Kota Padang menurun dari 6,26% (yoy) di akhir triwulan II 2014 menjadi 5,95% (yoy) di triwulan III 2014 (Tabel 2.1). Sementara itu, dengan rentang waktu yang sama, pergerakan harga di Kota Bukittinggi justru mencatat kenaikan dari 5,44% (yoy) menjadi 6,37% (yoy) di akhir triwulan III %, yoy 12,00 Inflasi IHK 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Sumatera Barat Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumatera Barat dan Wilayah Sekitar Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terjadi seiring dengan kembali normalnya harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Setelah sempat mengalami kenaikan signifikan di triwulan III 2013 akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, laju inflasi kelompok ini kembali ke level normalnya di triwulan III 2014 dengan turun dari 12,60% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 2,90% (yoy) di periode laporan. Sebagai kelompok yang sebagian besar nilai komoditasnya bergantung pada barang yang harganya diatur pemerintah (administered prices), menurunnya laju inflasi kelompok ini berdampak pada menurunnya laju inflasi kelompok administered prices dari 13,52% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 6,46% (yoy) di triwulan III Meredanya tekanan inflasi juga terjadi dari sisi permintaan. Hal ini terindikasi dari inflasi inti (core) yang tercatat menurun dari 5,10% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 3,64% (yoy) di triwulan III Hal ini disebabkan oleh menurunnya tekanan inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok sandang. 16

33 Meredanya laju inflasi tahunan Sumatera Barat relatif terbatas akibat meningkatnya tekanan inflasi yang signifikan di kelompok bahan makanan. Kembali naiknya harga cabai merah secara signifikan dan kenaikan harga beras secara perlahan akibat terbatasnya pasokan membuat laju inflasi kelompok bahan makanan meningkat dari 3,03% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 10,86% (yoy) di triwulan III Dengan kondisi tersebut, laju inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile foods) turut meningkat signifikan dari 3,17% (yoy) menjadi 10,64% (yoy). Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang dan Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa Kelompok Barang & Jasa Sep-14 Sumbar Kota (%yoy) (%yoy) Padang Bukittinggi UMUM/TOTAL 5,95 6,37 5,10 Bahan Makanan 10,75 11,63 10,86 Makanan jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3,95 4,92 4,06 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 6,22 7,32 6,35 Sandang 1,58 2,15 1,65 Kesehatan 5,09 2,58 4,77 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5,53 6,63 5,66 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 3,01 2,09 2,90 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Kota-Kota di Sumbagteng No Kota/Kab % (yoy) % (qtq) Sep-14 Sep-14 1 Kota Padang 5,95 2,29 2 Kota Bukittinggi 6,37 2,13 Provinsi Sumbar 6,00 2,34 3 Kota Tembilahan 8,91 2,13 4 Kota Pekanbaru 5,50 2,97 5 Kota Dumai 5,88 2,99 Provinsi Riau 5,81 2,76 6 Kota Jambi 4,31 1,69 7 Kota Bungo 5,21 1,62 Provinsi Jambi 4,40 2,26 8 Kota Batam 4,57 2,14 9 Kota Tanjung Pinang 3,57 2,13 Provinsi Kep. Riau 4,42 2,19 Sumbagteng 5,18 2,31 Nasional 4,53 1, Perkembangan Inflasi Nasional, Sumatera Barat dan Wilayah Sekitar Secara triwulanan, laju inflasi Sumatera Barat tidak berbeda jauh dibandingkan dengan inflasi provinsi-provinsi di wilayah Sumbagteng. Inflasi triwulanan Sumatera Barat mencapai 2,34% (qtq) di triwulan III 2014, atau sedikit lebih rendah dari inflasi Riau yang tercatat sebesar 2,76% (qtq) serta relatif sama dengan inflasi Jambi dan Kepulauan Riau yang masing-masing sebesar 2,26% (qtq) dan 2,19% (qtq) (Tabel 2.2). Namun laju inflasi triwulanan dari keempat provinsi tersebut masih jauh di atas inflasi nasional yang hanya mencapai 1,68% (qtq). Secara umum, sumbangan inflasi terbesar pada keempat provinsi di wilayah Sumbagteng didominasi oleh kelompok bahan makanan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat tercatat paling tinggi di wilayah Sumbagteng. Inflasi tahunan Sumatera Barat mencapai 6,00% (yoy) di 17

34 triwulan III 2014, lebih tinggi dari inflasi Riau, Jambi dan Kepulauan Riau yang masing-masing hanya sebesar 5,81% (yoy), 4,40% (yoy) dan 4,42% (yoy). Inflasi tahunan Sumatera Barat juga jauh di atas inflasi nasional yang hanya sebesar 4,53% (yoy) Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Kembali normalnya inflasi tahunan Sumatera Barat di triwulan III 2014 didorong meredanya inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, kelompok sandang, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Setelah menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan nilai 2,32% (yoy) pada triwulan II 2014, andil kelompok transportasi menurun signifikan di triwulan III 2014 menjadi sebesar 0,54% (yoy). Penurunan ini lebih dikarenakan meredanya harga tiket angkutan udara paska liburan Idul Fitri. Faktor teknis berupa base effect kenaikan harga BBM bersubsidi pada periode sama tahun lalu juga mendorong inflasi terus menurun. Selain itu, dampak dari imported inflation akibat turunnya harga emas internasional serta terjaganya permintaan masyarakat memberikan kondisi positif bagi perkembangan inflasi kelompok sandang dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Grafik 2.3. Bobot Konsumsi Komoditas Terbesar di Sumatera Barat Grafik 2.4. Inflasi Triwulanan Sumatera Barat berdasarkan Disagregasi Inflasi Namun, meredanya laju inflasi tahunan Sumatera Barat masih terbatas akibat adanya tekanan inflasi dari beberapa kelompok seperti kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Tren kenaikan harga cabai merah beras akibat terbatasnya pasokan membuat sumbangan inflasi kelompok bahan makanan menjadi yang tertinggi di triwulan III 2014 sebesar 18

35 2,78% (yoy). Implementasi kebijakan harga energi strategis, yaitu tarif tenaga listrik dan elpiji (LPG) 12 kg secara berturut-turut di triwulan III 2014 berdampak pada meningkatnya andil inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dari 1,01% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 1,26% (yoy) di triwulan III 2014 dan menjadi penyumbang inflasi tahunan terbesar kedua di triwulan III Sementara itu, adanya periode liburan panjang yang dilanjutkan dengan dimulainya program kegiatan belajar mengajar di Sumatera Barat mendorong peningkatan inflasi tahunan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Sumbangan inflasi kelompok ini meningkat dari 0,17% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 0,41% (yoy) di triwulan III Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %) Tabel 2.12 Kelompok / Subkelompok Perkembangan Inflasi Tahunan Sumbar Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %) TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 6,50 6,50 7,94 7,94 10,03 10,03 10,87 10,87 8,63 8,63 6,16 6,16 6,00 6,00 Bahan Makanan 9,04 2,68 11,34 3,41 13,50 3,97 16,21 4,78 11,31 2,91 3,03 0,78 10,86 2,78 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,47 1,64 8,29 1,60 9,43 1,85 8,52 1,68 7,31 1,34 7,35 1,35 4,06 0,74 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,49 0,47 3,09 0,57 4,34 0,79 4,66 0,85 4,70 0,93 5,09 1,01 6,35 1,26 Sandang 4,12 0,26 1,43 0,09 4,67 0,30 3,01 0,19 6,91 0,47 6,97 0,47 1,65 0,11 Kesehatan 3,27 0,12 3,04 0,11 4,28 0,15 5,16 0,18 4,03 0,15 4,15 0,15 4,77 0,18 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 12,32 0,75 11,74 0,71 1,92 0,13 1,83 0,12 1,47 0,10 2,47 0,17 5,66 0,41 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3,57 0,58 8,92 1,44 17,51 2,85 19,00 3,07 15,78 2,90 12,60 2,32 2,90 0,54 Sumber : BPS Sumbar, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Secara triwulanan, tekanan inflasi pada periode laporan terus mengalami kenaikan. Pada triwulan III 2014, inflasi Sumatera Barat meningkat dari 0,28% (qtq) menjadi 2,97% (qtq). Kenaikan laju inflasi terutama disebabkan oleh kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Hal ini terjadi karena tingginya permintaan akan bahan makanan pada Bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Selain itu, kenaikan tarif listrik rumah tangga yang naik secara bertahap setiap dua bulan per 1 Juli 2014 dan kenaikan LPG 12 kg di bulan September 2014 menjadi penyebab kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Di sisi lain, kenaikan laju inflasi lebih lanjut dapat tertahan seiring dengan kembali normalnya permintaan pada kelompok transportasi, 19

36 komunikasi dan jasa keuangan. Kelompok ini mampu mencatat deflasi sebesar -0,78% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar sebesar 0,94% (qtq). Penurunan harga yang terjadi didorong oleh penurunan harga tiket komoditas angkutan udara. Berakhirnya masa liburan sekolah dan Idul Fitri berkontribusi menurunkan harga tiket angkutan udara sejalan dengan penurunan permintaan. Penurunan ini baru terjadi pada bulan September 2014, setelah pada bulan-bulan sebelumnya harga tiket maskapai penerbangan terus meningkat untuk penerbangan menuju dan keluar Sumatera Barat. Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 2,33 2,33 2,61 2,61 3,74 3,74 1,78 1,78 0,92 0,92 0,28 0,28 2,97 2,97 Bahan Makanan 5,48 1,61 5,04 1,53 1,17 0,36 3,68 1,12 0,57 0,15-1,70-0,44 7,80 2,00 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,95 0,38 0,72 0,14 4,58 0,88 1,07 0,21 0,69 0,13 0,83 0,15 1,18 0,21 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1,53 0,28 0,96 0,17 1,26 0,22 0,83 0,14 1,35 0,27 1,67 0,33 2,32 0,46 Sandang -2,12-0,14-0,97-0,06 6,41 0,38-0,14-0,01 1,10 0,07-0,59-0,04 1,08 0,07 Kesehatan 0,74 0,03 1,53 0,05 1,76 0,06 1,04 0,03 0,61 0,02 1,21 0,05 1,97 0,07 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,39 0,03-0,32-0,02 1,64 0,10 0,13 0,01 0,38 0,03 0,71 0,05 4,39 0,32 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,87 0,14 5,00 0,80 10,58 1,73 1,61 0,28 1,44 0,26 0,94 0,17-0,78-0,15 Kelompok bahan makanan menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi Sumatera Barat di triwulan III Pergerakan indeks harga kelompok bahan makanan mengalami kenaikan signifikan dari deflasi sebesar -1,70% (qtq) pada triwulan II 2014 menjadi 7,80% (qtq) di triwulan III 2014 (Tabel 2.4). Harga kelompok bahan makanan sudah terlihat mulai merangkak naik sejak bulan Juli 2014 dan mencapai puncaknya pada bulan September Sub kelompok bumbu-bumbuan menjadi penyebab utama inflasi tertinggi dengan kenaikan harga sebesar 35,89% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang justru mencatat deflasi sebesar -22,45% (qtq). Sub kelompok padi-padian juga memberi sumbangan inflasi yang signifikan dengan pergerakan harga yang mencapai 11,64% (qtq) dari 0,01% (qtq) di triwulan II Dengan inflasi tersebut, kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi terbesar dibandingkan kelompokkelompok lainnya dengan andil inflasi sebesar 2,00% (qtq). Sempat mengalami deflasi sepanjang semester I 2014, komoditas cabai merah mencatatkan laju inflasi yang signifikan pada triwulan III Kondisi ini disebabkan karena minimnya pasokan cabai merah dari Jawa akibat 20

37 musim kemarau yang mengganggu produksi. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KPw BI Wilayah VIII menunjukkan harga cabai merah Jawa merangkak naik dari Rp12,1 ribu per kg pada bulan Juni 2014 mencapai Rp23,5 ribu per kg pada bulan September Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas beras. Meski kenaikan harga beras tidak sebesar harga cabai merah, namun bobot konsumsi beras yang besar, mencapai 5% dari total konsumsi masyarakat, membuat sumbangan inflasi dari beras cukup tinggi. Kenaikan harga komoditas ini terjadi seiring dengan terbatasnya pasokan dan meningkatnya permintaan di tengah masa liburan sekolah dan Hari Raya Idul Fitri. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Bahan Makanan 1,07-5,17 6,14 3,46-3,00 2,87-0,77 1,27 5,48 5,04 1,17 3,68 0,57-1,70 7,80 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 17,01-9,98 2,00 5,77 3,73-9,93 2,95 2,52 1,42-1,26 4,14 6,17 1,56 0,01 11,64 Daging dan Hasil-hasilnya 1,93 2,17 1,25-3,03 1,41 0,15 3,65 2,36 1,53 1,82 4,35-2,28 0,19 4,50 0,07 Ikan Segar 1,84 6,28 3,57-6,14 4,74 1,57 1,29 0,90 3,51 1,56 2,58-1,85 8,04-1,69-2,61 Ikan Diawetkan 2,59 6,56 0,04-2,00 1,51 0,18 14,70 0,44 0,82 2,06 1,80 5,47 7,84-3,35 10,54 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 2,45 1,05 6,31 1,19 3,89 0,05 2,03-0,41 2,34 4,13 3,46 0,54 2,61 4,35 3,02 Sayur-sayuran 3,53 2,14 7,57 0,84-6,85 4,47 5,14-2,89 6,81 6,06 4,86 2,61 3,19 7,38 8,64 Kacang - kacangan -0,16 0,53 0,38-0,03 7,45-1,75 14,46-0,20 0,29 3,60 12,15 0,26 7,69-0,07 0,07 Buah - buahan 2,96-1,64 3,02 2,53 0,25 2,88 4,48-0,03 1,73 3,62 5,89 2,26 2,17 2,37 2,60 Bumbu - bumbuan -29,96-32,77 38,27 27,75-35,41 54,77-28,80 6,34 34,97 28,58-15,06 15,76-12,57-22,45 35,89 Lemak dan Minyak 10,26 0,33 4,28-0,71 0,41 0,71 1,95-1,29-0,02 0,26 4,47 0,44 1,41 2,50-1,44 Bahan Makanan Lainnya 3,68 3,46 2,97 3,72 0,15 0,00 0,00-0,92 0,00 1,23 3,51 0,12 0,38 1,68 0,15 Sumber : BPS Sumbar, diolah. Meningkatnya konsumsi masyarakat saat memasuki masa liburan sekolah dan Hari Raya Idul Fitri mendorong laju inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau. Inflasi kelompok ini meningkat dari 0,83% (qtq) di triwulan II 2014 menjadi 1,18% (qtq) di triwulan III 2014 (Tabel 2.6). Kondisi tersebut meningkatkan sumbangan inflasi kelompok ini dari 0,15% (qtq) menjadi 0,21% (qtq). Tekanan inflasi yang meningkat terjadi pada subkelompok makanan jadi yang naik dari 0,45% (qtq) di triwulan II 2014 menjadi 1,01% (qtq) di triwulan III Periode mulai dari masa liburan sekolah, Bulan Ramadhan, Idul Fitri dan menjelang Hari Raya Haji selama triwulan III 2014 menjadi faktor utama naiknya permintaan akan makanan. Tingginya kenaikan harga ini juga tercermin juga SPH Bank Indonesia. Ayam goreng menjadi salah satu komoditas yang harganya mengalami kenaikan cukup signifikan sejalan dengan kenaikan bahan baku ayam goreng, yaitu ayam ras potong menjelang Idul Fitri. Pola konsumsi masyarakat Sumatera Barat yang menggunakan bahan baku ayam potong dalam hidangan kulinernya untuk menyambut Idul Fitri, mengakibatkan 21

38 permintaan terhadap ayam potong mengalami peningkatan. Sementara itu kenaikan inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol, melanjutkan laju inflasi yang sudah tinggi di triwulan II 2014 sebesar 2,00% (qtq) menjadi 1,92% (qtq) di triwulan III 2014 seiring dengan terus naiknya harga rokok. Memiliki kecenderungan yang sama dengan dua subkelompok sebelumnya, subkelompok minuman yang tidak beralkohol juga mengalami kenaikan inflasi di Sumatera Barat dari 0,23% (qtq) di triwulan II 2014 menjadi 0,56% (qtq) di perioede laporan. Aktivitas bersilaturahmi dalam rangka Idul Fitri meningkatkan permintaan masyarakat akan komoditas minuman ringan dan teh untuk menjamu tamu. Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,29 2,17 3,08 1,32 1,67 0,89 3,49 1,91 1,95 0,72 4,58 1,07 0,69 0,83 1,18 Makanan Jadi 1,16 2,16 1,84 0,46 0,09 0,47 1,90 0,15 1,17 0,20 6,24 1,17 0,41 0,45 1,01 Minuman yang Tidak Beralkohol 0,93 1,63 2,34 0,18 1,61 2,67 5,63-0,12 0,40-0,29 3,47-1,26 0,83 0,23 0,56 Tembakau dan Minuman Beralkohol 1,78 2,49 6,31 3,77 5,06 0,85 5,61 6,36 4,07 2,08 2,16 1,91 1,23 2,00 1,92 Sumber : BPS Sumbar, diolah. Kenaikan tarif tenaga listrik dan harga elpiji (LPG) 12 kg mendorong terjadinya peningkatan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan III Indeks harga kelompok ini naik dari 1,67% (qtq) di triwulan II menjadi 2,32% (qtq) di triwulan III. Dengan kondisi tersebut, sumbangan inflasi kelompok ini meningkat dari 0,33% (qtq) menjadi 0,46% (qtq) dan merupakan penyumbang inflasi triwulanan terbesar kedua setelah kelompok bahan makanan. Tekanan inflasi kelompok ini terutama bersumber dari subkelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mencatat laju inflasi sebesar 7,50% (qtq). Kenaikan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh kenaikan tarif tenaga listrik dan kenaikan harga komoditas elpiji 12 kg. PT PLN menaikkan tarif tenaga listrik secara bertahap untuk tiga golongan rumah tangga yaitu R-2 berdaya VA, R-1 berdaya VA dan R-1 berdaya VA. Tahap pertama ini dilakukan di bulan Juli dan memberikan dampak inflasi di bulan Agustus. Tekanan inflasi lainnya berasal dari kenaikan harga elpiji 12 kg oleh PT Pertamina sebesar Rp1.500 per kg mulai tanggal 10 September. 22

39 Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 3,79-0,09-0,34 0,38 2,00 0,37 0,05 0,51 1,53 0,96 1,26 0,83 1,35 1,67 2,32 Biaya Tempat Tinggal 6,52-0,61-0,76-0,09 3,41 0,56 0,01 0,92 1,05 1,74 1,18 0,31 0,40 3,23 0,15 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0,40 0,00 0,16 1,39 0,08 0,04 0,00 0,00 2,97-0,48 1,20 1,90 3,99-1,56 7,50 Perlengkapan Rumahtangga 0,40 2,39 0,22 0,00-0,14 0,03 0,00-0,25 0,38-0,18 3,65 1,07 0,72 1,19 0,75 Penyelenggaraan Rumahtangga 0,19 1,30 0,34 0,32 0,74 0,60 0,53 0,18 0,79 1,49 0,12 0,56 0,80 1,19 4,11 Sumber : BPS Sumbar, diolah. Pergerakan indeks harga kelompok sandang mengalami kenaikan seiring dengan Hari Raya Idul Fitri. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,08% (qtq) pada triwulan III setelah pada triwulan sebelumnya mencatat deflasi sebesar -0,59% (qtq). Dengan perubahan arah tersebut, sumbangan inflasi kelompok sandang yang sebelumnya hanya -0,04% (qtq) naik menjadi 0,07% (qtq). Kenaikan ini diakibatkan karena meningkatnya permintaan akan sandang, baik untuk laki-laki, wanita dan anak-anak menjelang Lebaran. Seperti pada umumnya yang terjadi pada seluruh daerah di Indonesia, masyarakat muslim melakukan pembelian komoditas sandang dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri. Laju inflasi yang lebih tinggi pada kelompok ini dapat tertahan oleh deflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Turunnya harga emas internasional berdampak pada menurunnya harga komoditas emas perhiasan. Selain itu permintaan akan emas perhiasan juga cenderung menurun paska Lebaran. Berdasarkan data SPH Bank Indonesia di Kota Padang, harga emas 24 karat turun dari Rp477,4 ribu per gram di triwulan II menjadi Rp465,4 ribu per gram di triwulan III. Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Sandang 0,12 2,71 6,77 4,04 0,54 1,66 3,12 1,48-2,12-0,97 6,41-0,14 1,10-0,59 1,08 Sandang Laki-laki 0,26 3,54 5,38 0,52 0,90 2,83 1,17 0,60 0,38 0,48 0,72 0,00 1,71 0,33 1,95 Sandang Wanita 0,37 1,97 1,80 0,11 0,25 1,97 0,54 0,00 0,74 0,37 0,12 0,27 1,20 0,54 1,56 Sandang Anak-anak 0,34 1,68 2,85 0,41 0,12 1,29 0,73 0,13-0,08 0,50 0,80 0,21-0,15 0,38 1,90 Barang Pribadi dan Sandang Lain -0,50 3,52 16,91 13,81 0,70 0,63 8,53 4,13-7,40-4,19 20,50-0,71 1,28-2,97-0,65 Sumber : BPS Sumbar, diolah. Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan. Inflasi kelompok kesehatan meningkat dari 1,21% (qtq) di triwulan II menjadi 1,97% (qtq) di triwulan III (Tabel 2.9). Meningkatnya laju inflasi tersebut berdampak 23

40 pada naiknya andil kelompok ini terhadap inflasi dari 0,05% (qtq) di triwulan II 2014 menjadi 0,07% (qtq) pada periode laporan. Subkelompok jasa kesehatan mengalami inflasi tertinggi dibandingkan subkelompok lainnya dengan mencapai 2,69% (qtq) akibat meningkatnya tarif jasa dokter spesialis dan biaya untuk KB. Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Kesehatan 1,11 1,90 1,81 0,15 1,23 1,76 0,55 0,19 0,74 1,53 1,76 1,04 0,61 1,21 1,97 Jasa Kesehatan 0,18 0,00 2,95 0,00 3,44 2,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 1,81 2,69 Obat-obatan 0,02 6,32 4,70 0,00 0,04 4,02 1,16 0,45 0,47 2,20 2,56 0,99 0,72 0,36 0,11 Jasa Perawatan Jasmani 0,76 0,00 0,00 1,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,08 5,68 4,05 0,93 1,40 0,03 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 2,25 1,86 0,21 0,07 0,35 0,59 0,78 0,25 1,50 2,27 2,03 1,27 0,98 0,98 2,35 Sumber : BPS Sumbar, diolah. Pergerakan indeks harga kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga meningkat cukup drastis seiring dengan libur panjang dan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Inflasi kelompok ini mencatat peningkatan dari 0,71% (qtq) pada triwulan II menjadi 4,39% (qtq) di triwulan III (Tabel 2.10). Adapun andil kelompok ini terhadap inflasi juga meningkat dari 0,05% (qtq) menjadi 0,32% (qtq). Kenaikan harga pada subkelompok yang terkait dengan pendidikan terjadi seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Dalam hal ini, kenaikan biaya masuk SD, SMP dan SMA mulai diimplementasikan kepada muridmurid baru. Tahun ajaran baru juga mendorong konsumsi masyarakat terhadap perlengkapan/peralatan pendidikan seperti buku tulis, buku pelajaran dan alat tulis. Senada dengan subkelompok pendidikan dan subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, subkelompok rekreasi dan olahraga turut mengerek kenaikan laju inflasi di periode laporan. Liburan sekolah yang dimulai sejak berakhirnya tahun ajaran semester genap hingga libur Lebaran selama Juli- Agustus 2014 mendorong aktivitas rekreasi dan olahraga di Sumatera Barat. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga -0,03 0,14 5,25 0,56 0,38 0,20 11,43 0,21 0,39-0,32 1,64 0,13 0,38 0,71 4,39 Pendidikan 0,00 0,00 7,85 0,00 0,00 0,00 17,06 0,00 0,00 0,00 2,08 0,00 0,22 0,72 3,30 Kursus-kursus / Pelatihan 0,00 0,00 0,18 0,00 0,00 0,00 6,97 0,00 2,17 0,43 0,00 0,00 0,34 1,95 0,49 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -0,29 0,84 2,47-0,60 2,74-0,41 1,26 0,00 1,81-1,33 0,00 0,10-0,04 0,07 2,39 Rekreasi 0,00 0,13 0,00 4,54 0,02 1,77 0,00 1,57 0,00-1,36 1,93 0,73 1,59 0,73 12,95 Olahraga 0,00 0,16 0,00 0,59 0,00 0,00 0,00 0,00 0,42 0,19 1,00 2,20 0,21 0,00 7,07 Sumber : BPS Sumbar, diolah. 24

41 Kembali normalnya tarif angkutan udara di penghujung triwulan III 2014 berdampak pada menurunnya indeks harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Indeks harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan turun dari 0,94% (qtq) di triwulan II menjadi - 0,78% (qtq) di triwulan III (Tabel 2.11). Deflasi tersebut berdampak pada menurunnya andil kelompok ini terhadap inflasi dari 0,17% (qtq) menjadi -0,15% (qtq). Sumber deflasi terutama berasal dari subkelompok transpor yang mengalami penurunan indeks harga sebesar -1,17% (qtq). Setelah sempat mengalami kenaikan pada bulan Juli dan Agustus 2014 secara signifikan, berakhirnya periode libur lebaran dan liburan sekolah membuat aktivitas penggunaan angkutan udara kembali normal di Bulan September 2014, bahkan mencatatkan penurunan yang cukup dalam. Deflasi lebih lanjut tertahan oleh kenaikan indeks harga subkelompok sarana dan penunjang transpor. Meningkatnya aktivitas rekreasi masyarakat pada periode liburan mendorong kenaikan tarif parkir. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kel Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,87 0,43 0,48-0,49 1,41-0,16 2,50 0,33 0,87 5,00 10,58 1,61 1,44 0,94-0,78 Transpor 1,00 0,61 1,21-0,66 2,10-0,01 3,25 0,42 1,30 6,41 13,57 1,99 1,84 1,19-1,17 Komunikasi Dan Pengiriman 0,00-0,16-2,66 0,00-2,92-1,18 0,03 0,00-0,94 0,00 0,00 0,00 0,31 0,18-0,19 Sarana dan Penunjang Transpor 1,72 0,00 0,00 0,14 4,25 0,33 0,08 0,15 0,02 1,05 0,31 0,32 0,41 0,36 2,04 Jasa Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,40 0,00 0,81 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber : BPS Sumbar, diolah. 2.3 Disagregasi Inflasi Disagregasi (pembagian) inflasi menunjukkan bahwa pergerakan inflasi tidak hanya bisa dikendalikan melalui sisi permintaan, namun juga di sisi penawaran. Berdasarkan agregasi, inflasi inti yang sebagian besar memengaruhi inflasi dari sisi permintaan berkontribusi sebesar 54,9% terhadap pembentukan inflasi. Sementara dari sisi penawaran, inflasi volatile food yang sebagian besar terdiri dari subkelompok barang bahan pangan berkontribusi sebesar 23,5% terhadap pembentukan inflasi. Selain itu, pembentukan inflasi dari sisi penawaran juga dipengaruhi oleh inflasi administered prices seperti harga bahan bakar minyak (BBM), elpiji, tarif tenaga listrik (TTL) maupun cukai barang tertentu. 25

42 Kelompok inflasi ini secara keseluruhan berkontribusi sebesar 21,6% terhadap pembentukan inflasi. Dengan demikian, sisi penawaran memiliki porsi sebesar 45,1% terhadap pergerakan inflasi di Sumatera Barat. Tekanan inflasi dari kelompok volatile food mendominasi kenaikan harga Sumatera Barat pada triwulan III Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 8,09% (qtq) pada triwulan laporan, meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar -1,65% (qtq) (Grafik 2.5). Sumbangan inflasi kelompok ini juga turut mengalami kenaikan sebesar 1,90% (qtq) dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar -0,39% (qtq) (Grafik 2.6). Terbatasnya pasokan sejumlah komoditas bahan makanan, terutama cabai merah dan beras menjadi penyebab utama kenaikan harga. %, qtq Inflasi IHK (qtq) Core Volatile Food Administered Price Sumber : BPS, diolah Grafik 2.5. Andil Inflasi Triwulanan Sumatera Barat berdasarkan Disagregasi Inflasi Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Sumatera Barat berdasarkan Disagregasi Inflasi Dari sisi penawaran, tekanan inflasi dari kelompok administered prices mengalami kenaikan akibat sejumlah kebijakan energi strategis. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 1,45% (qtq) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan inflasi sebesar 0,68% (qtq). Sumbangan inflasi kelompok ini juga turut mengalami kenaikan sebesar 0,31% (qtq) dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,15% (qtq). Kenaikan tarif tenaga listrik dan harga elpiji 12 kg secara berturut-turut di bulan Juli dan September 2014 mendorong kenaikan harga kelompok ini. 26

43 Grafik 2.7. Kapasitas Produksi Terpakai Kegiatan Usaha (SKDU) di Sumatera Barat Grafik 2.8. Indeks Keyakinan & Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) Pergerakan inflasi inti (core) pada triwulan laporan menunjukkan pergerakan yang meningkat. Inflasi inti pada triwulan III 2014 meningkat menjadi 1,51% (qtq), naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,98% (qtq). Dengan kondisi tersebut, andil inflasi kelompok ini mencapai 0,83% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar 0,54% (qtq). Meningkatnya permintaan baik makanan maupun jasa rekreasi di tengah masa liburan sekolah dan bulan Ramadhan mendorong kenaikan inflasi kelompok inti. Namun, kegiatan usaha masih dapat memenuhi tingkat permintaan yang meningkat sehingga harga pada beberapa kelompok terutama komoditas inti relatif stabil. Hal ini terlihat pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia dimana kapasitas produksi terpakai kegiatan usaha di Sumatera Barat menunjukkan terjadinya kenaikan menjadi 78,16% dari triwulan sebelumnya yang mencapai 83,44% (Grafik 2.7). Grafik 2.9. Indeks Kondisi Ekonomi saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu (Survei Konsumen) di Sumatera Barat Grafik Indeks Ekspektasi Harga (Survei Konsumen) di Sumatera Barat 27

44 Dari faktor ekspektasi, masyarakat tetap optimis terhadap perkembangan perekonomian Sumatera Barat ke depan. Hal ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen yang masih di atas batas positif meski menurun dari 122,5 di triwulan II 2014 menjadi 116,6 di triwulan III 2014 (Grafik 2.9). Kondisi ini memperlihatkan bahwa masyarakat Sumatera Barat optimis terhadap peningkatan kondisi ekonomi saat ini. Kondisi yang mendorong optimisme masyarakat ini adalah peningkatan lapangan kerja di Sumatera Barat yang tergambar pada indeks ketersediaan lapangan kerja dari Survei Konsuman yang dilakukan KPw BI Wilayah VIII. Ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan inflasi ke depan juga masih positif dengan adanya penurunan indeks ekspektasi harga baik di 3 bulan maupun 6 bulan mendatang (Grafik 2.10) pada peningkatan ekspektasi harga masyarakat Sumatera Barat. 28

45 BOKS 1: Klaster Sapi: Perjalanan Menuju Ketahanan Pangan Daging Sapi Inflasi masih menjadi persoalan ekonomi yang mendasar bagi seluruh kalangan. Kenaikan harga secara terus-menerus dan menyeluruh pada hampir semua komoditas menyebabkan nilai riil uang yang diterima oleh masayarakat menurun. Hal ini diperburuk apabila pemerintah tidak dapat mengelola dan menjaga inflasi pada tingkatan yang aman karena dapat menyebabkan investor ragu untuk menanamkan modalnya ke daerah tersebut, sehingga tingkat pertumbuhan daerah tersebut tidak maksimal. Untuk menjaga tingkat inflasi di Provinsi Sumatera Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII melalui Divisi Akses Keuangan dan UMKM (DAKU) telah melaksanakan rangkaian program untuk mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas peternak pembibitan sapi. Rangkaian program yang dimaksudkan untuk mendukung arahan Gubernur Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan produksi bahan pangan yang berimbas pada ketahanan pangan itu telah berjalan selama 1 (satu) tahun ketahanan pangan itu telah berjalan selama 1 (satu) tahun dan berhasil menyelesaikan sebanyak 4 (empat) program sampai pertengahan bulan November Program-program yang dimaksud antara lain; pelatihan manajemen kelompok, pelatihan rekording tahap 1 dan 2, dan pelatihan pengolahan limbah sederhana. Sementara masih tersisa 1 (satu) pelatihan terakhir, yakni pelatihan manajemen keuangan sederhana. 29

46 Dalam menyukseskan pelatihan-pelatihan dimaksud, KPw BI Wilayah VIII membutuhkan berbagai macam aspek dan informasi tambahan dari pihak lain. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah VIII berkoordinasi dengan dinas dan instansi terkait, seperti Fakultas Peternakan Universitas Andalas dalam pelatihan manajemen kelompok, Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Padang Mengatas yang menjadi narasumber pada pelatihan rekording tahap 1 dan 2, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Sumatera Barat yang memfasilitasi pelatihan pengolahan limbah sederhana. Untuk pelatihan yang terakhir, yakni pelatihan manajemen keuangan sederhana, KPw BI Wilayah VIII berencana mengundang pihak perbankan untuk mengisi materinya. Klaster sapi dipilih karena daging sapi paling sering menyumbang tingkat inflasi tertinggi pada hampir setiap bulannya di Provinsi Sumatera Barat. Oleh karena itu, pendirian klaster sapi ini ditujukan untuk dapat menekan angka inflasi pada komoditas ini di periode mendatang. Hasil yang didapat dari pelatihan ini memang tidak akan dirasakan pada waktu yang relatif singkat, mengingat hanya 1 (satu) kabupaten yang dijadikan proyek percontohan, yakni Kabupaten Pasaman Barat. Akan tetapi, KPw BI Wilayah VIII berharap proyek percontohan ini akan elah didapat kepada kelompok tani yang lain, sehingga nantinya produksi daging sapi di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat dan meredam laju inflasi yang dihasilkan oleh komoditas ini. Pemilihan tempat proyek percontohan klaster sapi juga melalui tahapan-tahapan yang komprehensif, dimulai dari rapat insentif dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, kunjungan lansung Tim dari DAKU ke beberapa kecamatan, dan terakhir melakukan Focus Group Discussion maka terpilihlah Kabupaten Pasaman Barat sebagai tempat proyek percontohan klaster sapi di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Pasaman Barat juga terpilih sebagai salah satu proyek percontohan pembibitan sapi potong di tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 30

47 Banyaknya respons positif yang diterima oleh KPw BI Wilayah VIII dalam pelaksanaan pelatihan yang tergabung dalam program klaster sapi tersebut, membuat Tim DAKU mempunyai semangat lebih untuk terus dapat menjalankan program-program lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Salah satu respons positif yang didapat adalah kesan dari Kepala BPTU Padang Mangatas Ir.Sugiono yang menyampaikan bahwa peran lembaga (non pemerintah) seperti Bank Indonesia sangat penting terhadap keberlangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia khususnya sektor peternakan, langkah Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM ini patut dicontoh karena tidak hanya memberikan bantuan dan selesai, namun juga diberikan pelatihan dan pendampingan secara kesinambungan. Selain itu, tingginya semangat dan mimpi dari peserta pelatihan yang tidak lain merupakan peternak sapi di Kabupaten Pasaman Barat, menginginkan dapat dipanggil kembali oleh pihak KPw BI Wilayah VIII sebagai narasumber peternak pembibitan sapi yang telah sukses dalam pelatihan-pelatihan di kemudian hari menjadikan segala daya dan upaya yang telah dilakukan oleh Tim DAKU KPw BI Wilayah VIII terbayar lengkap dengan senyuman di wajah masing-masih tim yang beranggotakan 8 (delapan) orang tersebut. 31

48 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 32

49 3 BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Seiring dengan perlambatan ekonomi pada triwulan III 2014, kinerja bank umum di Sumatera Barat mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja terutama terlihat dari melambatnya kredit, baik pada sektor korporasi maupun sektor rumah tangga daerah, serta kinerja aset yang relatif stabil. Kredit melambat dengan pertumbuhan hanya 7,7% (yoy) pada triwulan laporan, sedangkan pertumbuhan aset perbankan relatif stabil dari 10,9% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 10,0% (yoy) pada triwulan laporan. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga masih menunjukkan peningkatan ditopang oleh pertumbuhan tabungan dan deposito. Intermediasi perbankan relatif terjaga ditengah perlambatan kredit di triwulan III Intermediasi yang diindikasikan dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) relatif terjaga sebesar 133,0%. Di sisi lain, kualitas kredit perbankan di Sumatera Barat relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 3,0%. Dengan tingkat LDR yang masih cukup tinggi dan NPL yang relatif masih dalam batas aman tersebut masih menunjukkan intermediasi perbankan yang sehat meski dengan risiko yang lebih tinggi terutama pada sektor korporasi dan UMKM. Dari perkembangan sistem pembayaran, transaksi tunai maupun non tunai mengalami perlambatan seiring dengan menurunnya aktivitas masyarakat setelah periode Idul Fitri dan Pemilu Transaksi tunai mengalami net inflow, mengindikasikan besarnya aliran uang masuk dari perbankan kembali ke Bank Indonesia, setelah menghadapi tingginya aktivitas ekonomi masyarakat pada triwulan II Sementara itu, nilai dan volume transaksi non tunai baik melalui transaksi kliring maupun melalui BI Real Time Gross Settelement (BI-RTGS) turut melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 33

50 3.1 Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Tabel Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan III-13 IV-13 I-14 II-14 III-14 I-14 II-14 III-14 III-14 Aset ,9 10,9 10,0 Giro ,1 22,6 16,6 20,8 Tabungan ,7 11,7 12,9 46,0 Deposito ,4 12,3 21,2 33,2 Total DPK ,1 14,1 16,3 Modal Kerja ,4 12,1 10,6 38,4 Investasi ,4 7,9 1,9 17,0 Konsumsi ,2 6,4 7,7 44,5 Total Kredit ,5 8,8 7,7 Pertanian ,2 2,9 1,2 9,1 Pertambangan dan Penggalian ,3-4,8-10,7 1,0 Industri Pengolahan ,4 14,3 8,9 8,8 Listrik, Gas dan Air Bersih ,4-27,1-37,1 0,1 Konstruksi ,6 74,0 71,2 2,2 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,6 14,2 12,0 27,4 Pengangkutan dan Komunikasi ,5 16,5 3,4 1,3 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,3-27,1-32,7 3,2 Jasa-jasa ,2 36,1 61,8 2,0 Lain-lain ,6 7,6 8,2 44,8 Total Kredit Sektor Ekonomi LDR (%) 143,6 147,1 141,9 137,4 133,0 NPL (%) 2,4 2,2 3,2 2,9 3,0 Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) Kinerja aset bank umum di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 relatif stabil ditengah kondisi perlambatan ekonomi yang terjadi. Total aset bank umum di Sumatera Barat mencapai Rp 48,7 triliun pada triwulan III 2014, atau tumbuh sebesar 10,0% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10.9% (yoy). (Grafik 3.1). Stabilnya pertumbuhan aset bank umum terutama bersumber dari kelompok bank pemerintah. Aset kelompok bank pemerintah pada triwulan III 2014 mencapai Rp 38,7 triliun, tumbuh sebesar 13,7% (yoy), stabil dibandingkan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan 13,9% (yoy). Di sisi lain, aset bank swasta nasional terus mengalami perlambatan dan terjadi kontraksi sebesar 2,3% (yoy) di triwulan III

51 Triliun Rp Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat % yoy %, yoy 40 DPK Tabungan 30 Deposito Giro I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.2. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Perkembangan DPK Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh bank umum di Sumatera Barat mencatat kenaikan. Pertumbuhan DPK bank umum tumbuh dari 14,1% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 16,3% (yoy) pada triwulan III 2014 dengan total nilai DPK mencapai Rp31,1 triliun. Berdasarkan jenis simpanan, deposito mengalami pertumbuhan yang signifikan dari semula 12,3% (yoy) menjadi 21,2% (yoy) (Grafik 3.2). Peningkatan ini disebabkan kenaikan suku bunga DPK yang memberikan daya tarik bagi nasabah untuk menyimpan sebagian dananya dalam bentuk deposito. Selain itu, adanya peralihan sebagian alokasi dana pemerintah dari giro ke deposito turut meningkatkan pertumbuhan deposito. Sementara itu, tabungan tumbuh 12,9% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh 11,7% (yoy). Adanya peningkatan suku bunga,dan penyaluran gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri turut mendorong pertumbuhan tabungan. Meningkatnya aktivitas konsumsi pemerintah mengakibatkan perlambatan giro pada triwulan III Perkembangan giro ada triwulan III 2014 tumbuh 16,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 22,6% (yoy). Perlambatan ini diakibatkan penurunan simpanan pemerintah daerah yang sebagian besar disimpan dalam bentuk giro di Bank Pembangunan Daerah akibat mulai meningkatnya realisasi konsumsi pemerintah daerah. Berdasarkan bentuknya, struktur DPK Bank Umum di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 masih didominasi oleh tabungan dengan nominal mencapai Rp14,3 triliun dengan proporsi sebesar 46,0% dari total DPK. Menyusul deposito dengan prosentase sebesar 33,2% dengan nominal Rp10,3 triliun dan terkecil dalam bentuk giro sebesar Rp6,5 triliun atau 16,6% dari total DPK. 35

52 %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Perkembangan Kredit % 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 LDR (sisi kiri) 1,5 NPL (sisi kanan) 1,0 0,5 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.4. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Sementara itu, perlambatan investasi pada triwulan III 2014 menjadi sumber perlambatan penyaluran kredit bank umum di Sumatera Barat. Hingga triwulan III 2014, fungsi intermediasi yang tercermin dari besar penyaluran kredit di Sumatera Barat terus mengalami perlambatan.total penyaluran kredit hanya mampu tumbuh sebesar 7,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,8% (yoy) (Tabel 3.1). Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan pertumbuhan kredit bank umum disebabkan oleh perlambatan kredit investasi dan modal kerja (Grafik 3.3). Kredit investasi melambat dari 7,9% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 1,9% (yoy) pada triwulan III 2014 dengan total kredit sebesar Rp7,1 triliun. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) yang dilakukan dengan pimpinan perbankan di Sumatera Barat, periode tahun politik dan pemilu selama semester I 2014 menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kredit investasi. Sementara itu, situasi politik yang masih belum stabil menyebabkan para perlaku usaha masih menahan kegiatan investasinya. Selain itu, kenaikan tingkat suku bunga dan masih melemahnya harga komoditas utama CPO dan karet juga memberi pengaruh terhadap perlambatan kredit investasi di Sumatera Barat. Seiring pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang meningkat, kinerja kredit konsumsi mengalami peningkatan pada triwulan III Kredit konsumsi sebagai pangsa kredit tertinggi sebesar 44,5% tumbuh mencapai 7,7% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,4% (yoy). Meredanya inflasi mendorong peningkatan daya beli masyarakat sehingga berdampak pada meningkatnya kredit konsumsi. Selain itu, peningkatan kredit tersebut juga dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan penjualan kendaraan 36

53 bermotor pada periode libur Idul Fitri di Sumatera Barat. Sementara itu, kredit modal kerja mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 10,6% (yoy), dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 12,1% (yoy) Intermediasi dan Risiko Perbankan Meski mengalami penurunan, kegiatan intermediasi bank umum di Sumatera Barat masih berjalan dengan baik. Loan-to- Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. LDR bank umum pada triwulan III 2014 realtif masih tinggi mencapai 133,0% (Grafik 3.4). Tingginya rasio LDR tersebut, mengindikasikan masih stabilnya dukungan perbankan pada sektor riil. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum relatif terjaga dengan baik. Non-Performing-Loan (NPL) bank umum di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 sebesar 3,0%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,9%. Nilai ini masih berada di bawah level indikatif yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Terjaganya risiko kredit bank umum di Sumatera Barat menunjukkan bahwa bank umum di Sumatera Barat masih mampu dalam manajemen pengelolaan risiko dan menjaga kualitas kredit yang disalurkan dengan baik. 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Koporasi Daerah 15% 16% yoy Total Kredit Korporasi g. Pertanian g. Ind Pengolahan g. PHR 4% 49% 16% Pertanian Ind. Pengolahan PHR Jasa-jasa Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III 12,0 8,9 1, Grafik 3.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 3.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi 37

54 Dari sisi sektor korporasi, perlambatan pertumbuhan kredit perbankan terjadi pada pertumbuhan seluruh sektor ekonomi utama Sumatera Barat. Kredit sektor korporasi tumbuh sebesar 7,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,8% (yoy). Kredit sektor korporasi Sumatera Barat masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan yang memiliki pangsa secara berurutan sebesar 49%, 16%, dan 16% (Grafik 3.5). Penyaluran kredit sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 1,4% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,9% (yoy), dan terus mengalami perlambatan sejak triwulan III 2013 (Grafik 3.6). Pelemahan harga CPO dan karet yang terus berlanjut menjadi faktor melemahnya kredit sektor pertanian tersebut (Grafik 3.7 dan 3.8). Berdasarkan hasil liaison dengan beberapa perusahan CPO dan karet mengindikasikan pelemahan harga masih menahan laju investasi dan pengembangan usaha sehingga berpengaruh terhadap turunnya kredit sektor pertanian. Rp/kg Harga TBS Harga CPO Dunia-sisi kanan Grafik 3.7. Perkembangan Harga CPO Dunia dan TBS Kelapa Sawit USD/MT ribu Rp/kg USD cent/kg 35 Harga Bokar Harga Karet Dunia - skala kanan Grafik 3.8. Perkembangan Harga Karet dan Bokar Kredit sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) sebagai pangsa terbesar turut melambat seiring dengan penurunan aktivitas masyarakat. Kredit PHR tumbuh sebesar 12,0% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 14,2% (yoy). Perlambatan kredit disebabkan menurunnya aktivitas pelaku usaha setelah antisipasi lonjakan permintaan pada periode libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Sejalan dengan penurunan permintaan tersebut, kredit sektor industri pengolahan turut melambat dari 14,3% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 8,9% (yoy) di triwulan III Sementara itu, pelemahan harga yang masih terjadi untuk komoditas CPO dan karet juga memberikan pengaruh 38

55 terhadap masih lemahnya pertumbuhan industri pengolahan CPO dan karet di Sumatera Barat. % NPL Kredit Korporasi NPL. Pertanian NPL. Ind Pengolahan NPL. PHR 4,6 5,1 4,6 1,3 41% 3% 31% KPR KKB Multiguna Kredit RT Lainnya 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III % Grafik 3.9. Perkembangan NPL Sektor Korporasi Grafik Pangsa Kredit Menurut Sektor Rumah Tangga Dari sisi kualitas, penyaluran kredit Bank Umum kepada sektor korporasi di Sumatera Barat harus mendapat perhatian dari pihak perbankan agar tetap terjaga pada level yang aman. Hal ini tercermin dari indikator NonPerforming Loans (NPL) kredit pada sektor korporasi yang meningkat dari 4,4% pada triwulan II 2014 menjadi 4,6% pada triwulan III 2014 (Grafik 3.9). NPL tersebut hampir mendekati level critical point yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Naiknya NPL hampir di semua sektor korporasi, mendorong peningkatan NPL secara keseluruhan. Tercatat NPL di sektor PHR telah melebihi batas aman yaitu sebesar 5,1%. NPL sektor PHR tersebut perlu mendapat perhatian perbankan agar tidak mengganggu ketahanan sektor korporasi daerah mengingat pangsa sektor PHR merupakan pangsa tertinggi di Sumatera Barat Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2014, kredit konsumsi yang disalurkan Bank Umum kepada sektor rumah tangga di Sumatera Barat turut meningkat. Kredit yang disalurkan Bank Umum ke sektor rumah tangga pada triwulan III 2014 mencapai Rp18,5 triliun dengan pertumbuhan 7,7% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 6,4% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya kredit kendaraan bermotor (KKB) yang meningkat dari 5,9% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 14,5% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.11). Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Sumatera Barat yang terus meningkat hingga triwulan III 2014 sejalan dengan 39

56 kecenderungan tingginya permintaan akan kendaraan dalam menyambut periode Idul Fitri di Sumatera Barat (Grafik 3.13). yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kkb 120 g.kpr g.multiguna (sisi kanan) g.kredit RT Lainnya , ,5 0 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga yoy 4 Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna 3 3,1 2 1,8 1,3 1 1,1 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Sementara itu, kredit pemilikan rumah (KPR) yang merupakan salah satu pangsa terbesar kredit rumah tangga mengalami perlambatan. Dari total kredit yang disalurkan kepada rumah tangga, KPR memiliki pangsa sebesar 31%, kedua terbesar setelah kredit multiguna dengan pangsa sebesar 41%, dan kredit kendaraan bermotor sebesar 25%. KPR hanya tumbuh sebesar 14,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 41,2% (yoy). Perlambatan kredit tersebut juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada sektor bangunan di triwulan III Selain itu, harga properti yang terus meningkat di Sumatera Barat dapat berpengaruh kepada melemahnya KPR. Hal ini terlihat dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia mengindikasi meningkatnya harga properti residensial sebesar 2,3% (yoy) di triwulan III 2014 (Grafik 3.14). Unit Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat Grafik Pertumbuhan Kendaraan Bermotor di Sumatera Barat % (yoy) % yoy % yoy 12,00 TOTAL 25,00 10,00 TIPE MENENGAH 20,00 TIPE BESAR 8,00 TIPE KECIL - Skala Kanan 15,00 6,00 10,00 4,00 2,31 2,00 5,00 0,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Harga Properti Residential (SHPR) di Sumatera Barat 40

57 Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat stabil di level 1,1% pada triwulan laporan. KPR mencatat angka NPL tertinggi yaitu 3,1%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,4%, meski masih berada pada level yang aman (Grafik 3.12). Disisi lain, kredit kendaraan bermotor terpantau membaik dengan NPL yang menurun dari 1,5% menjadi 1,3% pada triwulan laporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan III Ketahanan Sektor UMKM Penyaluran kredit oleh Bank Umum pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kembali tumbuh melambat. Pada triwulan III 2014, penyaluran kredit ke UMKM mencapai Rp14,3 triliun atau tumbuh 16,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 17,0% (yoy) atau senilai Rp14,2 triliun (Grafik 3.15). Pertumbuhan kredit UMKM cukup memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 35% dari total kredit bank umum di Sumatera Barat. Tingkat suku bunga yang dirasa cukup tinggi bagi pelaku UMKM menjadi penyebab melambatnya kredit UMKM. Dari sisi sektoral, kredit UMKM di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor PHR dengan pangsa 60%, kemudian diiikuti dengan sektor pertanian sebesar 13%, sektor lainnya sebesar 12%. Perlambatan kredit UMKM di Sumatera Barat ini juga diikuti dengan penurunan kualitas kredit. Hal ini terlihat dengan peningkatan NPL dari 5,6% pada triwulan II 2014 menjadi 5,9% pada triwulan III 2014 (Grafik 3.16). Nilai NPL tersebut sudah berada di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Tingginya NPL tersebut perlu segera mendapat perhatian perbankan agar tidak mengganggu ketahanan perbankan daerah mengingat pangsa sektor UMKM cukup besar di Sumatera Barat. 41

58 Triliun Rupiah Kredit UMKM Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM %,yoy %,yoy Pertumbuhan Kredit (%,yoy) Rasio NPL-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III ,3 Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM 5,9 % Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di triwulan III 2014 mengalami perlambatan. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian RI, pertumbuhan KUR triwulan III 2014 tercatat sebesar 28,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang hanya sebesar 36,6% (yoy). Total dana KUR yang disalurkan mencapai Rp5,4 triliun, dengan posisi outstanding mencapai Rp1,7 triliun dan jumlah nasabah mencapai orang. Meskipun melambat, pertumbuhan tersebut masih cukup tinggi, mengindikasikan perbankan di Sumatera Barat terus mendorong pertumbuhan sektor riil terutama untuk usaha mikro dan kecil. 7% 12% 13% 8% Pertanian Industri Pengolahan Triliun Rp 6,0 5,0 Nominal KUR Pertumbuhan (sisi kanan) %, yoy % PHR Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,0 3,0 2,0 1, Lain-lain 0,0 I II III IV I II III IV I II III Grafik Proporsi Kredit UMKM Sumber: Kemenko Perekonomian RI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit KUR 42

59 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Indikator Perbankan Tabel 3.13 Perkembangan Bank Umum Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) III-13 IV-13 I-14 II-14 III-14 II-14 III-14 III-14 Aset ,1-4,8 DPK ,8 14,4 Giro ,3 19,4 6,6 Tabungan ,6 31,5 47,0 Deposito ,8 0,5 46,3 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan ,5-2,9 Modal Kerja ,2-2,5 28,9 Investasi ,0 16,3 11,1 Konsumsi ,1-6,0 60,0 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi ,5-2,9 Pertanian ,2 57,0 3,2 Industri Pengolahan ,5 6,6 1,3 Konstruksi ,5 233,9 0,5 Perdagangan ,0 32,3 17,8 Transportasi dan Komunikasi ,5 351,1 0,7 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,1-57,2 8,1 Jasa Sosial ,8 99,2 6,5 Kredit Sektor Rumah Tangga ,2-3,4 61,7 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 172,2 169,3 159,4 150,9 146,1 Non-Performing Financing (NPF) 1,4 1,6 1,9 2,2 2,2 Indikator kinerja utama Perbankan Syariah di Sumatera Barat pada triwulan III 2014 secara umum melambat. Aset perbankan kembali mengalami kontraksi sebesar 4,8% (yoy) dari Rp4,1 triliun pada triwulan II 2014 menjadi Rp4,2 atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar -4,1% (yoy) (Grafik 3.19). Melemahnya kinerja perbankan syariah ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kredit yang terjadi pada triwulan III Selain itu, menurut informasi dari beberapa pimpinan perbankan syariah di Sumatera Barat, tingkat suku bunga yang meningkat pada bank umum menjadi salah satu penyebab masih lesunya pertumbuhan bank umum syariah. Masyarakat di Sumatera Barat masih memiliki kecenderungan memilih bank umum dengan imbal hasil dari bunga yang dirasa lebih tinggi dibandingkan dengan sistem bagi hasil di bank umum syariah. 43

60 %, yoy Aset DPK Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy DPK Giro 100 Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah (yoy) Grafik Perkembangan Pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah Ditengah perlambatan kinerja yang terjadi, DPK masih tumbuh relatif stabil pada triwulan laporan. Pada triwulan III 2014 DPK tumbuh sebesar 14,4% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,8% (yoy) (Grafik 3.20). Dari total DPK sebesar Rp 2,52 triliun, jenis simpanan deposito memiliki pangsa terbesar sebesar 47,0%, diikuti oleh jenis tabungan dengan pangsa sebesar 46,3% dan terkecil yaitu giro dengan pangsa sebesar 6,6%. Penghimpunan giro dan dan tabungan mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III Giro pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 19,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 29,3% (yoy) (Grafik 3.20). Sementara tabungan turut melambat sebesar 31,5% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 36,6% (yoy). Di sisi lain, jenis simpanan deposito bank umum syariah mengalami tumbuh sebesar 0,5% (yoy) pada triwulan III 2014, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 1,8% (yoy). 44

61 %, yoy Pembiayaan Modal Kerja 100 Investasi Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III FDR NPF (sisi kanan) 146,1 2,2 I II III IV I II III IV I II III 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Grafik Perkembangan Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah Grafik Perkembangan FDR dan NPF BankUmum Syariah Penurunan kinerja bank umum syariah ini disebabkan terus melambatnya pertumbuhan pembiayaan pada triwulan laporan. Pembiayaan bank umum syariah pada triwulan III 2014 mengalami kontraksi sebesar 2,9% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,5% (yoy) (Grafik 3.21). Pelemahan ini terutama disebabkan oleh perlambatan pada pembiayaan sektor rumah tangga, sedangkan pembiayaan sektor korporasi relatif membaik. Pembiayaan sektor rumah tangga masih mendominasi pembiayaan perbankan syariah dengan total pangsa 61,7%. Berdasarkan sektor korporasi, penyaluran pembiayaan pada sektor pertanian dan perdagangan, dan sektor lainnya masih relatif tumbuh tinggi. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan III 2014 sebesar 57,0% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 48,2% (yoy). Begitu juga dengan sektor perdagangan yang mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 sebesar 32,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai pertumbuhan sebesar 28,0% (yoy). Penyaluran pembiayaan perbankan syariah semakin fokus pada sektor ekonomi utama dan produktif di Sumatera Barat terlihat dengan pertumbuhan kredit korporasi yang masih baik dengan pangsa yang semakin besar. Peran intermediasi bank umum syariah di Sumatera Barat masih terjaga dengan baik. Nilai Financing-to-Deposit Ratio (FDR) berada pada level 146,1% di triwulan III 2014, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 45

62 150,9% (Grafik 3.22). Dari sisi pengelolaan kualitas pembiayaan, Non-Performing Financing (NPF) masih relatif terjaga dengan nilai yang stabil dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,2%. Nilai NPF bank umum syariah ini menunjukkan masih aman dan terjaganya kualitas pembiayaan yang diberikan bank umum syariah, jauh lebih rendah dibandingkan batas aman indikatif yang telah ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. 3.4 Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Nilai transaksi tunai Sumatera Barat pada triwulan III 2014 mengalami net inflow, dan meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai transaksi tunai yang masuk (inflow) ke KPw Bank Indonesia Wilayah VIII lebih tinggi dibandingkan jumlah transaksi tunai yang keluar (outflow) dari KPw Bank Indonesia Wilayah VIII. Total transaksi tunai inflow yang masuk ke KPw Bank Indonesia Wilayah VIII pada triwulan III 2014 mencapai Rp4,8 triliun naik sebesar 89% dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, total transaksi tunai outflow yang keluar dari KPw Bank Indonesia Wilayah VIII pada triwulan III 2014 mencapai Rp2,5 triliun, meningkat 75,5% dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp 1,4 triliun. Terjadinya net inflow tersebut disebabkan menurunnya aktivitas penarikan oleh perbankan pada triwulan III 2014 setelah melalui tingginya permintaan uang tunai selama Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idhul Fitri. Triliun Rp Inflow Outflow Net Inflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Triliun Rp 1.9 Inflow Outflow Net Inflow Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) setiap bulan Meningkatnya jumlah uang yang disetor oleh perbankan di triwulan III 2014 didominasi oleh aktivitas penyetoran pada bulan Agustus. 46

63 Peningkatan ini cukup signifikan dibandingkan dengan penyetoran yang terjadi pada triwulan III tahun sebelumnya dan juga jika dibandingkan dengan triwulan II Ketidaksesuaian perbankan dalam memprediksi kebutuhan uang yang dibutuhkan selama periode lebaran dan ramadhan mengakibatkan perbankan berlebihan dalam menarik uang di bulan sebelumnya dan mengakibatkan pengembalian yang cukup besar pada bulan setelahnya. Terjadi kenaikan yang cukup signifikan terhadap UTLE yang harus dimusnahkan pada triwulan III Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap UTLE untuk kemudian dilakukan pemusnahan. Jumlah UTLE yang masuk ke KPw Bank Indonesia Wilayah VIII dari setoran perbankan Sumatera Barat mencapai Rp 1,3 triliun, nilai ini meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan kondisi demikian, rasio pemusnahan UTLE terhadap uang yang masuk ke Bank Indonesia Wilayah VIII sebesar 27,4% (Grafik 3.25). Bank Indonesia terus melakukan beberapa upaya menarik UTLE di masyarakat dengan melakukan kegiatan penukaran kas keliling dan kegiatan penukaran uang di daerah-daerah terpencil oleh KPw Bank Indonesia Wilayah VIII. Selain itu, Bank Indonesia juga mulai melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang bertujuan mendorong masyarakat untuk bertransaksi menggunakan alat pembayaran non tunai seperti Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih lama sehingga mengurangi besarnya volume PTTB yang pada akhirnya mengurangi biaya percetakan uang baru. Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) % Triliun Rp Rasio Pemusnahan UTLE terhadap inflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Lembar 160 Jumlah Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Jumlah uang palsu yang ditemukan pada triwulan III 2014 meningkat dibandingkan dengan yang ditemukan pada triwulan II Jumlah uang 47

64 palsu yang ditemukan oleh Bank indonesia dari hasil setoran perbankan pada triwulan III 2014 sebanyak 151 lembar yang terdiri dari berbagai satuan pecahan (grafik 3.26). Dari grafik di atas terlihat bahwa jumlah temuan uang palsu pada tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya temuan uang palsu ini mengindikasikan bahwa masyarakat semakin mengenali dan sadar terhadap keaslian uang rupiah, serta perlu untuk meningkatkan kewaspadaan mengenai uang palsu tersebut. Perlu kerjasama dan kesadaran semua pihak baik masyarakat maupun perbankan dalam mengenali ciri keaslian uang rupiah sehingga jumlah uang palsu yang masuk dalam transaksi perekonomian dapat berkurang. Bank Indonesia juga terus berupaya meningkatkan security features uang yang dicetak dan mensosialisasikan ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat Perkembangan Transaksi Kliring Nilai transaksi non-tunai melalui kliring mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya meskipun volume transaksinya mengalami penurunan. Jumlah perputaran kliring tercatat mencapai 102,8 ribu lembar, menurun sebesar 5% (qtq) dari transaksi triwulan sebelumnya sebesar 108,2 ribu lembar (Tabel 3.3.). Dari sisi nominal, transaksi kliring mengalami peningkatan sebesar 3,8% (qtq) dari Rp4,0 triliun di triwulan II 2014 menjadi Rp4,2 triliun. Sementara itu, cek/bilyet giro (BG) yang ditolak mengalami penurunan, baik dari sisi volume maupun nominal. Selama triwulan III 2014, volume cek/bilyet giro (BG) yang ditolak turun dari lembar di triwulan I 2014 menjadi lembar. Demikian juga nilai cek/bilyet giro (BG) yang ditolak turun menjadi Rp121 miliar dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp171,8 miliar. Tabel 3.14 Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong Keterangan Pertumbuhan (%) I II III IV I II III IV I II III qtq yoy Perputaran Kliring Volume (lembar) 99, ,976 91, , , , , , , , , Nominal (miliar Rp) 3,984 4,021 4,071 4,171 4,203 4,124 4,383 4,251 4,041 4,095 4, Penolakan Cek/BG Kosong - Volume (lembar) 2,972 3,409 2,037 3,418 3,441 4,413 3,133 4,841 4,358 5,521 4, Nominal (miliar Rp)

65 Triliun Rp Ribu Lembar 6 Nominal Volume (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III Triliun Rp Nominal Volume (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III Ribu Grafik Perkembangan Transaksi Kliring Provinsi Sumatera Barat Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Berbeda dengan transaksi kliring, volume dan nilai transaksi RTGS pada triwulan III mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurunnya transaksi RTGS pada triwulan III 2014 menunjukkan adanya penurunan aktivitas ekonomi terkait telah berlalunya periode Idul Fitri dan Pemilu yang membutuhkan dana dan transaksi yang besar. Volume transaksi RTGS di triwulan III 2014 mencapai transaksi, menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai transaksi. Transaksi RTGS dari wilayah Sumatera Barat masing-masing mengalir ke wilayah Sumatera Barat sendiri sebanyak transaksi dan ke luar wilayah Sumatera Barat transaksi. Sementara aliran dari luar wilayah Sumatera Barat ke Sumatera Barat volumenya mencapai transaksi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai transaksi. Secara nominal, total nilai transaksi RTGS selama triwulan III 2014 sebesar Rp 24,07 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 30,37 triliun. 49

66 Tabel 3.15 Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Keterangan I II III IV I II III IV I II III qtq yoy RTGS (Rp Miliar) 17,679 24,336 23,990 21,196 20,759 30,358 24,910 29,078 28,443 30,372 24, (3.36) Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) 949 1,207 1,444 1,772 1,576 1,976 1,516 1,616 1,374 1,287 1, Ke Luar Sumbar (f) 5,152 7,033 6,955 8,555 7,418 13,577 7,847 8,072 8,040 11,508 9, Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) 11,578 16,096 15,591 10,869 11,765 14,806 15,548 19,391 19,029 17,576 13, RTGS (volume) 34,328 37,090 39,740 42,432 35,633 31,146 29,607 40,025 31,950 34,177 30, Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) 2,457 2,637 2,913 3,326 2,626 2,642 2,595 3,134 2,303 2,420 2, Ke Luar Sumbar (f) 13,820 15,071 15,617 17,842 15,249 15,073 13,998 16,887 12,934 14,011 12, Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) 18,051 19,382 21,210 21,264 17,758 13,431 13,014 20,004 16,713 17,746 15, Dalam mendorong masyarakat menggunakan sistem pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai melakukan transaksi pembayaran, KPw BI Wilayah VIII bersama civitas akademika Universitas Andalas dan perbankan telah melakukan pencanangan GNNT di Universitas Andalas pada tanggal 1 September Universitas Andalas, sebagai cerminan dari komunitas intelektual, diharapkan dapat menjadi trendsetter dalam penggunaan instrumen pembayaran non tunai dan menyebarkan luaskan kemudahan penggunaan alat pembayaran non tunai kepada masyarakat luas. Penjelasan lebih lanjut mengenai kegiatan GNNT akan disampaikan pada Boks 2: Program Gerakan Nasional Non Tunai di Sumbar. 50

67 BOKS 2: Program Gerakan Nasional Non Tunai di Sumbar Indonesia merupakan salah satu negara yang pertumbuhan konsumsi rumah tangganya sangat tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,4% (yoy) pada triwulan III Secara nominal, konsumsi rumah tangga di Indonesia mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp1.384,1 triliun dan Rp1.443,7 triliun berturut-turut pada triwulan II dan III Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga menyumbang 54,6% pada triwulan III 2014 dari PDB Indonesia. Namun besarnya porsi transaksi ini masih menyisakan masalah terkait instrumen transaksinya yang didominasi oleh uang tunai. Jika dibandingkan Halaman dengan negara-negara ini sengaja dikosongkan peer ASEAN, persentase besaran This page is intentionally blank penggunaan uang tunai dalam kegiatan jual beli di Indonesia merupakan yang tertinggi. Berdasarkan McKinsey & Company, hampir seluruh transaksi ritel di Indonesia menggunakan uang tunai dengan porsi mencapai 99,4%. Besarnya penggunaan uang tunai ini tentunya menimbulkan masalah-masalah yang cukup pelik untuk segera dituntaskan. Beberapa diantaranya yaitu besarnya biaya produksi pencetakan uang, kurangnya efektivitas dan efisiensi dalam bertransaksi serta terciptanya shadow economy di Indonesia. Berkaca dari hal tersebut, perlu adanya suatu terobosan untuk menciptakan transaksi keuangan yang mudah, aman dan efisien. Terkait dengan hal ini, Bank Indonesia sebagai lembaga bank sentral yang bertanggung jawab terhadap sistem pembayaran menginisiasi sebuah program nasional untuk mengurangi penggunaan uang tunai (less cash) dalam kegiatan transaksi keuangan. Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) menjadi produk utama Bank Indonesia dalam rangka mendukung terciptanya less cash society di Indonesia. 51

68 Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) menjadi produk utama Bank Indonesia dalam rangka mendukung terciptanya less cash society di Indonesia. Per tanggal 14 Agustus 2014, secara resmi GNNT dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D. W. Martowardojo di Jakarta. Pencanangan program nasional ini ditransmisikan melalui universitas-universitas di seluruh Indonesia sebagai langkah awal program sekaligus mengenalkan budaya less cash society melalui para mahasiswa. Diharapkan agar mahasiswa yang berperan sebagai agent of change dapat merubah paradigma masyarakat tentang kekurangan transaksi tunai dan dapat menyebarluaskan informasi ini ke lingkungan mereka. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Wilayah VIII sebagai perwakilan Bank Indonesia di wilayah Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau juga turut menyelenggarakan program GNNT di wilayah mereka. Menggandeng Universitas Andalas (Unand) sebagai mitra strategis dalam pengembangan program GNNT di Sumbar, KPw BI Wilayah VIII melangsungkan kegiatan GNNT selama bulan September 2014 di lingkungan kampus Unand. Kegiatan yang diselenggarakan dalam rentang satu bulan ini terbagi menjadi beberapa kegiatan pokok. Pengenalan program GNNT ke mahasiswa Unand melalui kegiatan bazar UMKM uang elektronik menjadi fokus utama penyelenggaraan kegiatan. Selama lima hari (1-5 September 2014), KPw BI Wilayah VIII mencoba untuk mengomunikasikan segala hal yang berhubungan dengan GNNT kepada para mahasiswa. Melalui kegiatan seminar GNNT, workshop non tunai, hingga melakukan jual beli menggunakan uang elektronik sebagai salah satu instrumen non tunai melalui bazar UMKM, KPw BI Wilayah VIII mengharapkan mahasiswa untuk dapat berperan aktif dalam seluruh kegiatan GNNT. Selain bekerjasama dengan Unand, KPw BI Wilayah VIII juga menggandeng pihak perbankan sebagai provider jasa non tunai. Tercatat empat bank besar turut serta memeriahkan kegiatan GNNT di Unand, yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI 46 dan BCA. Animo mahasiswa terlihat sangat antusias yang tercermin dari total jumlah penjualan uang elektronik selama penyelenggaraan GNNT di Unand. Kegiatan GNNT di Unand yang diselenggarakan oleh KPw Bank Indonesia Wilayah VIII dapat dikategorikan sukses. Hal ini dilihat dari banyaknya peserta baik penjual maupun pembeli yang turut serta menggunakan uang elektronik selama masa pengenalan GNNT. Selain itu, pihak perbankan juga sangat mendukung kegiatan GNNT melalui tersedianya sarana dan prasarana non tunai yang memadai di kampus Unand sebagai pilot project wilayah Sumbar. 52

69 Tabel Rekapitulasi Penjualan Uang Elektronik Selama GNNT Unand 2014 Gambar Pembukaan GNNT Unand oleh Bapak Mahdi Mahmudy 53

70 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 54

71 4 BAB IV KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat sedikit menurun di triwulan III Penurunan penerimaan tersebut berasal dari transfer dana perimbangan yang terbatas meski kinerja pendapatan asli daerah (PAD) mengalami peningkatan. Secara keseluruhan tahun, pencapaian penerimaan daerah mencatat perbaikan, baik di sisi kuantitas maupun kualitas. Peningkatan konsumsi di Sumatera Barat dan perbaikan strategi pengelolaan keuangan daerah menopang kinerja PAD. Di sisi lain, dana perimbangan yang disalurkan oleh pemerintah pusat mengalami perlambatan terkait masalah administrasi. Realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat terus meningkat di triwulan III 2014 sesuai pola historisnya. Peningkatan realisasi belanja tersebut bersumber dari meningkatnya belanja pegawai dan transfer ke kabupaten, kota dan desa. Secara keseluruhan tahun, penyerapan belanja daerah meningkat namun dengan kualitas yang menurun, terlihat dari menurunnya penyerapan belanja modal. Secara likuiditas, meningkatnya belanja pemerintah daerah berdampak pada menurunnya simpanan pemerintah daerah di bank umum pada triwulan III

72 4.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Realisasi pendapatan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat sedikit menurun di triwulan III Pendapatan daerah yang diterima mencapai Rp943,2 miliar atau 26,8% dari target APBD, sedikit turun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp967,4 miliar atau 27,5% dari target (Grafik 4.1). Penurunan penerimaan tersebut dikarenakan terbatasnya transfer dana perimbangan. Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima oleh pemerintah daerah mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 4.3). Sementara itu membaiknya kinerja PAD belum mampu mengangkat pendapatan daerah secara keseluruhan (Grafik 4.2). 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 23,8% 21,0% 23,6% 30,1% 28,5% 27,5% 26,8% 25,3% 24,1% 23,8% 22,5% 0% 0% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD 120% 100% 80% 60% 40% 20% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pajak Retribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan PAD Lainnya Pendapatan Asli Daerah 19,8% 28,7% 30,0% I II III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah 2014 Grafik 4.2. Perkembangan Triwulanan PAD dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga triwulan III 2014, pencapaian penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mencatat perbaikan. Jumlah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah sampai dengan akhir triwulan III 2014 mencapai Rp2,74 triliun, atau 77,8% dari target APBD, meningkat dari periode sama tahun lalu sebesar Rp2,43 triliun atau 76,4% dari target APBD (Grafik 4.4). Peningkatan kinerja ini disebabkan oleh membaiknya PAD di tengah penyaluran dana perimbangan yang terhambat. Selama Januari-September 2014, PAD Provinsi Sumatera Barat mencapai 1,25 triliun, atau 78,5% dari target APBD, meningkat dari periode sama tahun lalu sebesar Rp1,02 triliun, atau 76,3% dari target APBD. Sebaliknya, target transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat mengalami penurunan dari Rp1,01 triliun sampai dengan triwulan III 2013, atau 78,9% dari target APBD menjadi Rp1,06 triliun untuk periode sama tahun 2014, atau 77,9% dari target APBD (Grafik 4.7). 56

73 45% 40% 35% DBH Pajak/Bukan Pajak DAU DAK Dana Perimbangan 120% 100% % 27,6% 27,0% 80% 25% 20% 23,3% 60% 15% 40% 10% 5% 20% 0% I II III % Pendapatan Asli Daerah Pajak Retribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan PAD Lainnya Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.3. Perkembangan Triwulanan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.4. Pencapaian PAD dan Komponennya terhadap Target APBD Peningkatan konsumsi di Sumatera Barat dan perbaikan strategi pengelolaan keuangan daerah menopang kinerja pendapatan asli daerah (PAD). Aktivitas konsumsi di Sumatera Barat yang mampu meningkat dari 5,1% (ctc) selama bulan Januari-September tahun 2013 menjadi 5,5% (ctc) di periode sama tahun 2014 mendorong penerimaan daerah dari sektor perpajakan. Meningkatnya penjualan kendaraan bermotor berkontribusi positif pada penerimaan pajak penjualan dan bea balik nama kendaraan bermotor, yang memiliki porsi terbesar dalam PAD (Grafik 4.5). Dengan kondisi tersebut penerimaan pajak daerah meningkat dari Rp854,9 miliar, atau 74,5% dari target APBD selama Januari-September 2013 menjadi Rp966,05 miliar, atau 76,5% dari target APBD di periode sama tahun Selain sektor perpajakan, PAD lainnya menjadi penyumbang perbaikan PAD. Realisasi komponen penerimaan ini meningkat signifikan dari Rp107,25 miliar, atau 73,8% dari target APBD di sembilan bulan pertama tahun 2013 menjadi Rp176,91 miliar, atau 83,3% dari target APBD di periode sama tahun Perbaikan ini terindikasi akibat dampak dari strategi pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang mulai menggeser simpanan dana APBD dari bentuk giro ke deposito, yang memiliki imbal hasil lebih tinggi, di bank umum. Strategi ini terlihat dari perkembangan porsi simpanan Pemda dalam bentuk deposito di bank umum yang meningkat selama 2 tahun terakhir (Grafik 4.6). Kebijakan ini didukung oleh Permendagri No.13 tahun 2006 dimana investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito dapat dilakukan di bank umum dan pendapatan 57

74 bunga atas deposito tersebut dialokasikan ke dalam PAD pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Unit % (yoy) Jumlah Kendaraan Bermotor Pertumbuhan - skala kanan (10) (20) (30) (40) (50) I II III IV I II III % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III DEPOSITO TABUNGAN GIRO Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.5. Perkembangan Kendaraan Bermotor di Sumatera Barat Grafik 4.6. Porsi Jenis Simpanan Pemda Sumatera Barat di Bank Umum Di sisi lain, dana perimbangan yang disalurkan oleh pemerintah pusat mengalami perlambatan. Menurunnya penerimaan ini disebabkan oleh pencairan dana alokasi khusus (DAK) yang terhambat. Transfer DAK sampai dengan triwulan III 2014 baru mencapai Rp16,23 miliar, atau 30,0% dari target APBD, turun dari Rp48,62 miliar, atau 76,0% dari target APBD pada periode sama tahun sebelumnya. Kondisi ini diindikasi akibat belum selesainya proses administrasi penyelesaian realisasi DAK pada triwulan II 2014 sehingga berdampak pada tidak adanya penyaluran alokasi DAK pada triwulan III Berdasarkan mekanisme, realisasi DAK dilakukan dalam 3 tahap dengan rincian tahap 1 sebesar 35% dari alokasi APBD, tahap sebesar 45%, dan sisanya disalurkan pada tahap ketiga. 90% 80% % 90% 18,9% 17,2% 15,7% 70% 80% 60% 50% 40% 30% 20% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 39,1% 39,4% 38,8% 41,9% 43,4% 45,5% 10% 10% 0% Dana Perimbangan DBH Pajak/Bukan Pajak DAU DAK 0% * Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.7. Pencapaian Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.8. Porsi Komponen dari Pendapatan Daerah 58

75 Kualitas penerimaan daerah Sumatera Barat terindikasi membaik. Kondisi ini terlihat dari kontribusi PAD yang meningkat, sementara dana perimbangan dan pendapatan lain-lain terhadap total penerimaan menurun. Hingga triwulan III 2014, porsi PAD mencapai 45,5%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 43,4% (Grafik 4.8). Sementara itu dana perimbangan mencapai 38,8% dari total pendapatan, menurun dibandingkan tahun 2013 sebesar 39,4%. 4.2 Belanja Pemerintah Daerah Realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat terus meningkat di triwulan III 2014 sesuai pola historisnya. Belanja daerah yang disalurkan mencapai 24,6% dari target APBD, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 21,9% (Grafik 4.9). Peningkatan realisasi belanja tersebut bersumber dari belanja pegawai seiring dengan penyaluran gaji ke-13 di awal triwulan III Selain itu, kenaikan belanja juga bersumber dari meningkatnya transfer ke kabupaten, kota dan desa, melanjutkan penyaluran DBH dari pemerintah pusat. Di sisi lain, realisasi belanja modal serta belanja barang dan jasa justru menurun (Grafik 4.10). Proses politik terkait pemilihan presiden dan wakil presiden ditengarai cukup berdampak pada melambatnya proses pengadaan barang dan jasa. 50% 40% 30% 20% 10% 10,1% 10,0% 10,5% 24,6% 23,1% 22,0% 21,9% 20,2% 20,9% 42,1% 38,3% Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 4.9. Perkembangan Belanja Daerah terhadap Target APBD 100% 0% 0% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan 80% 60% 40% 20% Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Triwulanan Belanja Daerah dan Komponennya terhadap Target APBD Secara keseluruhan tahun, penyerapan belanja daerah Provinsi Sumatera Barat meningkat namun dengan kualitas yang menurun. Realisasi belanja yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah sampai dengan akhir triwulan III 2014 mencapai Rp2,08 triliun, atau 57,1% dari target APBD, meningkat dari periode sama tahun lalu sebesar Rp1,84 triliun atau 55,1% dari target APBD. Namun, peningkatan 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 10,5% 21,9% 24,6% I II III 2014 Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah 59

76 tersebut lebih ditopang oleh belanja hibah, belanja hibah, serta belanja barang dan jasa yang lebih tinggi (Grafik 4.12). Sementara belanja modal, yang merupakan pengeluaran produktif karena dapat memberikan dampak lanjutan di dalam perekonomian, baru terealisasi sebesar Rp384,16 miliar, atau 45,9% dari target APBD, sedikit melambat dari penyerapan pada periode sama sebelumnya yang mencapai Rp357,49 miliar, atau 49,0% dari target APBD (Grafik 4.11). Melambatnya belanja modal tersebut diindikasi akibat lemahnya investasi pemerintah selama pelaksanaan pemilu dan masa transisi kepemimpinan yang masih berlangsung hingga triwulan III Dengan perlambatan tersebut, porsi belanja modal terhadap total belanja daerah juga menurun dari 22,2% di tahun 2013 menjadi 18,4%, di tahun 2014 (Grafik 4.13). 60% 50% 40% 30% 20% 10% 7,8% 3,2% 7,8% 25,5% 22,8% 14,7% 15,5% 20,4% 15,3% 56,9% 45,8% 0% 0% I II III IV Akumulasi 2012-sisi kanan Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Belanja Modal terhadap Target APBD 100% 80% 60% 40% 20% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik Pencapaian Belanja Daerah dan Komponennya terhadap Target APBD Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam mendorong realisasi belanja daerah yang lebih cepat dan merata. Dalam rangka mempercepat belanja modal, seluruh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diwajibkan membuat kontrak kerja bersama Gubernur dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat agar setiap SKPD merealisasikan anggaran belanja sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat setiap triwulan dan mencapai minimal 90% dari alokasi anggaran di akhir tahun. Realisasi ini dipantau secara langsung oleh Gubernur Sumatera Barat setiap bulan. Selain itu, berbagai kebijakan diambil Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan kualitas belanja dan penghematan seperti pengaturan dan pengurangan lembur, pembatasan jumlah perjalanan dinas, serta pengelolaan administrasi kas daerah yang lebih efisien. 60

77 4.3 Rekening Pemerintah Daerah di Bank Jumlah simpanan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat di bank umum relatif stabil di triwulan III Mulai meningkatnya belanja daerah, di tengah terus masuknya penerimaan, berdampak pada stabilnya jumlah simpanan pemerintah daerah di bank umum dari Rp5,72 triliun di akhir triwulan II 2014 menjadi Rp5,62 triliun di akhir triwulan III 2014 (Grafik 4.14). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 13,2% 21,9% 18,4% 21,8% 22,2% 20,5% 20,4% 13,4% 12,9% 20,0% 18,4% 22,6% 21,6% 21,9% 24,6% 0% * Belanja Tidak Terduga Bantuan Keuangan Bagi Hasil Bantuan Sosial Belanja Hibah Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Pegawai Triliun Rp %, yoy 7 Nominal Pertumbuhan-skala kanan (20) 1 0 (40) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik Porsi Komponen dari Belanja Daerah Grafik Perkembangan Rekening Pemerintah Daerah Sumatera Barat di Bank Umum 61

78 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 62

79 5 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Penyerapan tenaga kerja dan tingkat penggangguran di triwulan III 2014 mencatatkan perbaikan ditengah perlambatan ekonomi domestik. Jumlah pengangguran di Sumatera Barat mengalami penurunan pada bulan Agustus Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 7,02% di triwulan III 2013 menjadi 6,50% di triwulan III Kualitas pekerjaan juga terpantau membaik diindikasi dari menurunnya porsi pekerja paruh waktu terhadap angkatan kerja. Sektor ekonomi perdagangan dan jasa menjadi sektor penyerap tenaga kerja yang signifikan, meskipun sektor pertanian masih mendominasi porsi angkatan kerja di Sumatera Barat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat terus mengalami penurunan. Penurunan kemiskinan Sumatera Barat dipengaruhi oleh inflasi yang semakin mereda dan adanya perbaikan penghasilan penduduk terutama di pedesaan. Membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat terindikasikan dari juga turut meningkatnya penghasilan masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) juga mengalami penurunan akibat menurunnya biaya konsumsi sejalan dengan laju inflasi yang mereda. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. 5.1 Ketenagakerjaan Daerah Tingkat partisipasi angkatan kerja mencatat kenaikan. Jumlah angkatan kerja pada periode Agustus 2014 tercatat 2,3 juta orang, meningkat 5,2% (yoy) atau bertambah 115 ribu orang dibandingkan periode sama tahun lalu. Jumlah penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) mencapai 3.577,2 ribu orang, naik 1,5% (yoy) atau sebesar 54,2 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan kondisi tersebut, kondisi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami pertumbuhan dari 62,9% di Agustus 2013 menjadi 65,2% di bulan yang sama tahun 2014 (Grafik 5.1). 63

80 Juta orang Bekerja % 3,0 Pengangguran 7,40 Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 2,5 7,20 7,00 2,0 6,80 Jasa 19% Lainnya* 14% Pertanian 38% 1,5 1,0 0,5 6,60 6,40 6,20 6,00 Perdagangan 22% Industri Pengolahan 7% - Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust 5, Grafik 5.1. Ketenagakerjaan Sumatera Barat Grafik 5.2. Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan di Sumatera Barat No. Kegiatan Utama Pertumbuhan (%, yoy) Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3.326, , , , , , , ,2 1,34 1,31 2 Angkatan Kerja 2.276, , , , , , , ,0 1,85 1,67 Bekerja 2.113, , , , , , , ,3 1,91 1,70 Pengangguran 162,5 142,8 154,5 147,9 156,4 155,6 158,2 151,7 1,23 1,15 3 Bukan Angkatan Kerja 1.050, , , , , , , ,2 0,16 0,45 4 Pekerja Tidak Penuh 757,6 754,9 801,4 829,0 843,2 895,6 787,7 804,7 5,22-6,58 a. Setengah Pengangguran 316,0 265,3 330,3 310,5 366,2 247,0 217,3 256,3 10,87-40,66 b. Pekerja Paruh Waktu 441,6 489,6 471,1 518,5 477,0 648,6 570,4 548,4 1,25 19,58 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 68,42 66,19 69,98 64,50 70,33 62,92 70,58 65,20 6 Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 7,14 6,45 6,41 6,60 6,35 7,02 6,32 6,50 Sumber:BPS Ditengah melemahnya prospek investasi di Sumatera Barat, penyerapan tenaga kerja masih menunjukkan peningkatan. Hasil Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan bahwa terjadi peningkatan indeks ketersediaan lapangan kerja pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode sama tahun lalu (Grafik 5.3). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Sumatera Barat memberikan respons positif terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan di Sumatera Barat yang semakin bertambah bila dibandingkan dengan kondisi enam bulan yang lalu. Optimisme tersebut sejalan dengan indikator ketenagakerjaan dari BPS Sumatera Barat yang mencatatkan penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Agustus 2014 ke level 6,5%. Selain itu, dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di Sumatera Barat, penggunaan tenaga kerja yang tercermin melalui Saldo Bersih Tertimbang (SBT) mengalami pertumbuhan positif pada triwulan III 2014 sebesar 8,7%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,2% (Grafik 5.4). Sektor dengan persentase SBT terbesar adalah sektor pertanian sebesar 2,5% lalu sektor industri 64

81 pengolahan 1,9% dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dengan nilai terkecil yaitu 1,64%. Indeks Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis ,0 3 2 % SBT 10,00 8,00 100,0 1 6,00 80,0 0 I II III IV I II III IV I II III 4,00 60, ,00 40, ,00-2,00 20,0-4 -4,00 0, Pertanian Industri Pengolahan -6,00-8,00 PHR Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja Grafik 5.3. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sumatera Barat Grafik 5.4. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja Ditengah peningkatan angkatan kerja di Sumatera Barat, jumlah pengangguran mengalami penurunan. Jumlah pengangguran mengalami penurunan menjadi 151,7 ribu orang pada Agustus 2014 atau berkurang sebesar orang dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Dengan kondisi tersebut, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 7,0% di Agustus 2013 menjadi 6,5% di Agustus Disamping itu, kualitas pekerjaan juga terindikasi mengalami perbaikan yang signifikan dimana porsi pekerja tidak penuh terhadap angkatan kerja yang bekerja menurun dari 40,4% menjadi 34,5% pada bulan Agustus Sebagian besar porsi tenaga kerja Sumatera Barat masih didominasi oleh tenaga kerja dengan level pendidikan rendah. Jumlah tenaga kerja dengan predikat lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah masih dominan di pasar tenaga kerja Sumatera Barat dengan porsi sebesar 41,3%. Hal ini menunjukkan tren prositif dimana porsi tenaga kerja level lulusan SD persentasenya semakin mengecil bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yaitu 42,3%. Memang secara kuantitas tenaga kerja level pendidikan ini mengalami peningkatan, namun hal ini karena jumlah penduduk usia produktif Sumatera Barat yang juga mengalami kenaikan. Sementara itu, tenaga kerja dengan level pendidikan diploma dan universitas yang memiliki porsi masih relatif kecil jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya. Namun pangsa lulusan diploma I/II/III dan universitas sedikit mengalami perbaikan dengan tercatat sebesar 11,8%, naik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya 65

82 sebesar 11,7% (Tabel 5.2). Hal ini mengindikasikan terdapat perbaikan kualitas pendidikan tenaga kerja di Sumatera Barat meskipun terbatas. Sumber:BPS Tabel 5.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Jumlah (ribu orang) Pangsa (%) Pertumbuhan (% yoy) No. Lapangan Pekerjaan Utama Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust 1 SD ke bawah 939,8 900,4 989,8 871,0 962,7 901,4 42,94 42,26 41,06 41,34 5,3-3,3-2,7-3,4 2 Sekolah Menengah Pertama 454,0 402,0 417,0 399,8 441,1 423,0 18,09 19,40 18,81 19,40-8,1-0,5 5,8-5,5 3 Sekolah Menengah Atas 398,8 374,4 392,1 356,4 378,0 392,7 17,01 17,29 16,12 18,01-1,7-4,8-3,6-9,2 4 Sekolah Menengah Kejuruan 217,3 193,1 243,6 192,0 247,1 205,6 10,57 9,32 10,54 9,43 12,1-0,6 1,4-6,6 5 Diploma I/II/III 86,3 73,0 81,8 72,6 89,6 75,7 3,55 3,52 3,82 3,47-5,2-0,5 9,5-4,0 6 Universitas 166,0 151,7 181,0 169,3 226,0 182,1 7,85 8,21 9,64 8,35 9,0 11,6 24,9-7,0 Jumlah 2.262, , , , , ,4 100,00 100,00 100,00 100,00 1,9-1,6 1,7-5,5 Penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Sektor pertanian dan perdagangan pada Agustus 2014 berturut-turut mampu menyerap 37,6% dan 22,3% dari total penduduk yang bekerja (Grafik 5.2). Namun, terjadi penurunan persentase tenaga kerja di sektor pertanian dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 39,7%. Penurunan penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian ditengarai karena masih lesunya nilai jual komoditaskomoditas pertanian Sumatera Barat sehingga banyak masyarakat lebih memilih untuk bekerja di sektor lainnya. Penurunan porsi tenaga kerja juga terjadi pada sektor perdagangan meskipun relatif kecil dari sebelumnya 22,9%. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja di sektor jasa menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Tercatat porsi penyerapan sektor jasa pada periode laporan mencapai 19,2% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 17,2% saja (Tabel 5.3). Kondisi ini menunjukkan mulai berkembangnya aktivitas perekonomian di Sumatera Barat. Sumber: BPS Tabel 5.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama No. Jumlah (ribu orang) Pangsa (%) Pertumbuhan (% yoy) Lapangan Pekerjaan Utama Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust 1 Pertanian 957,9 854,5 949,8 817,9 977,3 818,7 41,20 39,68 41,68 37,55-0,8-4,3 2,9 0,1 2 Industri Pengolahan 162,8 162,1 186,1 132,3 157,0 149,5 8,07 6,42 6,70 6,86 14,3-18,4-15,6 13,0 3 Perdagangan 448,6 445,5 483,7 472,8 460,6 487,1 20,98 22,94 19,65 22,34 7,8 6,1-4,8 3,0 4 Jasa 391,5 332,1 386,0 354,4 388,3 419,0 16,74 17,19 16,56 19,22-1,4 6,7 0,6 18,2 5 Lainnya* 92,4 80,7 101,2 84,0 144,4 306,1 4,39 4,08 6,16 14,04 9,5 4,1 42,7 264,4 6 Total 2.262, , , , , ,4 100,0 100,0 100,0 100,0 1,9-1,6 1,7 5,8 Belum banyaknya peluang lapangan kerja di sektor formal menyebabkan pangsa pengangguran terdidik bertambah. Tingkat pengangguran tenaga kerja 66

83 berpendidikan universitas mengalami kenaikan dari 8,3% di bulan Agustus 2013 menjadi 8,5% pada Agustus 2014 (Tabel 5.4). Terjadinya peningkatan pengangguran terdidik ini mengindikasikan bahwa lapangan pekerjaan formal yang tersedia di Sumatera Barat belum dapat mengimbangi peningkatan jumlah tenaga kerja lulusan universitas. Akibatnya, terjadi perekrutan tenaga kerja terdidik untuk pekerjaanpekerjaan dengan spesifikasi dibawah kemampuan tenaga kerja lulusan universitas. Fenomena ini menyebabkan peluang angkatan kerja yang tidak mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal menjadi lebih kecil karena persaingan antar pelamar tidak sebanding level pendidikannya. Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase masing-masing sebesar 11,2% dan 9,2%. Tabel 5.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Sumber: BPS (Persen) Tingkat Pendidikan Feb Agust Feb Agust Feb Agust SD ke bawah 3,22 3,90 4,15 3,85 3,71 3,90 Sekolah Menengah Pertama 7,20 6,57 7,20 6,13 6,03 6,19 Sekolah Menengah Atas 10,70 10,70 12,77 11,23 15,54 9,22 Sekolah Menengah Kejuruan 10,13 9,62 3,29 13,00 7,39 11,15 Diploma I/II/III 6,31 5,23 4,67 6,98 3,79 5,79 Universitas 5,83 8,26 5,97 8,30 6,38 8,46 Total 6,41 6,60 6,35 7,02 6,32 6, Kesejahteraan Daerah Ditengah perlambatan ekonomi pada triwulan III 2014, tingkat kemiskinan di Sumatera Barat terus mengalami penurunan. Kondisi kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat pada Maret 2014 mengalami kondisi yang membaik tercermin dari penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat hingga Maret 2014 mencapai 379,2 ribu orang, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 411,1 ribu orang. Sebagian besar penduduk miskin berdomisili di daerah perdesaan mencapai 271,1 ribu orang. Penurunan tersebut didorong oleh berkurangnya jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan dan perdesaan. Secara keseluruhan, persentase penduduk miskin 67

84 terhadap total penduduk menurun dari 8,1% pada Maret 2013 menjadi 7,4% pada Maret Sumber: BPS Tabel 5.5. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Bulan Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Sumbar ,84 10,88 9,50 Mar ,42 10,07 9,04 Sep ,61 9,85 8,99 Mar ,67 9,14 8,19 Sep ,45 8,99 8,00 Mar ,16 9,39 8,14 Sep ,38 8,30 7,56 Mar ,43 8,68 7,41 Menurunnya kemiskinan dipengaruhi oleh inflasi Sumatera Barat yang semakin membaik dan perbaikan penghasilan penduduk terutama perdesaan. Laju inflasi yang rendah akan meningkatkan nilai pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Jumlah penduduk miskin perdesaan di provinsi Sumatera Barat mencatat penurunan secara signifikan. Sepanjang Maret 2013-Maret 2014 terjadi peningkatan garis kemiskinan yang cukup signifikan. Garis kemiskinan pada periode tersebut meningkat dari Rp /kapita/bulan menjadi Rp /kapita/bulan. Berdasarkan kelompok barang, garis kemiskinan untuk pemenuhan konsumsi minimal kebutuhan makanan meningkat dari Rp /kapita/bulan menjadi Rp /kapita/bulan. Sementara kenaikan pemenuhan untuk konsumsi kebutuhan non-makanan lebih rendah dari Rp72.252/kapita/bulan menjadi Rp80.904/kapita/bulan. 68

85 Tahun Tabel 5.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Barat Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah penduduk miskin (000 jiwa) Persentase penduduk miskin (%) Makanan Non Makanan Total Perkotaan Mar ,81 6,67 Sept ,25 6,45 Mar ,53 6,17 Sept ,89 6,38 Mar ,08 5,43 Pedesaan Maret ,93 9,14 September ,60 8,99 Maret ,94 9,39 September ,74 8,30 Maret ,12 8,68 Kota + Desa Maret ,74 8,19 September ,86 8,00 Maret ,47 8,14 September ,63 7,56 Maret ,29 7,41 Searah dengan garis kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) juga mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada periode Maret 2014 sebesar 0,94 menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,01. Salah satu indikator kesejahteraan selain jumlah dan persentase penduduk miskin adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Dalam hal ini, upaya pengentasan kemiskinan bukan hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin namun juga mengurangi keparahan dan kedalaman kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap Garis Kemiskinan. Penurunan P1 mengindikasikan adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan, sedangkan jika terjadi peningkatan P1 menunjukkan sebaliknya. Pada Maret 2014, indeks kedalaman kemiskinan menurun dibandingkan periode sama tahun lalu. Penurunan tersebut bersumber dari penduduk miskin di perkotaan. Sementara indeks kedalaman kemiskinan penduduk miskin di perdesaan justru menurun. Secara umum, penurunan indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata 69

86 pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin makin dekat dari garis kemiskinan atau kemampuan daya beli penduduk miskin semakin meningkat. Sementara itu, indikator kesejahteraan lainnya menunjukkan pelemahan tercermin dari Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. Ketimpangan ini sedikit membesar sejalan dengan meningkatnya indeks keparahan kemiskinan dari 0,209 menjadi 0,219. Peningkatan indeks ini terjadi khususnya di daerah perdesaan, sedangkan indeks daerah perkotaan mengalami penurunan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Tabel 5.7Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi Sumatera Barat Tahun Kota Desa Kota + Desa P1 Maret ,942 1,248 1,129 September ,132 1,300 1,235 Maret ,999 1,019 1,011 September ,117 1,363 1,267 Maret ,654 1,122 0,940 P2 Maret ,213 0,343 0,293 September ,296 0,322 0,312 Maret ,238 0,191 0,209 September ,292 0,313 0,305 Maret ,125 0,278 0,219 Sumber: BPS Indeks Indeks Penghasilan Konsumen Garis I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.5. Indeks Penghasilan Konsumen (Survei Konsumen) di Sumatera Barat 70

87 6 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh moderat pada triwulan IV Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan berada pada kisaran 5,7% -6,1% (yoy) atau relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,8% (yoy). Pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Meningkatnya permintaan seiring masuknya masa liburan akhir tahun dapat mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, investasi diprakirakan mulai membaik sejalan dengan suasana politik yang semakin kondusif. Secara sektoral, pelemahan harga komoditas ekspor utama turut berdampak pada kinerja sektor pertanian yang melambat. Sementara itu, menguatnya konsumsi domestik diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pada sektor industri pengolahan dan PHR hingga akhir tahun Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat diprakirakan meningkat di akhir tahun Laju inflasi Sumatera Barat diprakirakan berada pada kisaran 8,7% 9,1% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan IV 2014, terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan November Selain itu, tekanan inflasi lebih tinggi dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan udara serta pemberlakuan kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) lanjutan. Meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang perayaan hari raya Natal disertai periode liburan sekolah dan akhir tahun juga berpotensi mendorong kenaikan laju inflasi lebih lanjut. Dari bahan makanan, terbatasnya pasokan komoditas beras dan cabai merah juga berpotensi mengerek tingkat inflasi lebih tinggi. 71

88 6.1 Prospek Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan stabil di triwulan IV Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,7% - 6,1% (yoy) pada triwulan III 2014, atau relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2014 sebesar 5,9% (yoy). Kegiatan konsumsi baik rumah tangga maupun konsumsi pemerintah masih menjadi penopang perekonomian triwulan IV Selain itu, sesuai pola historisnya, meningkatnya konsumsi pemerintah diharapkan mampu menopang perekonomian di tengah masih melambatnya kinerja ekspor. Di sisi sektoral, pelemahan harga komoditas utama seperti CPO dan karet serta kondisi anomali cuaca yang terjadi akan berdampak negatif pada sektor pertanian. SBT 25% Jasa-Jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR 20% Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan 15% 10% 5% 0% %, Jasa-Jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan I II III IV I II III IV I II III Grafik 6.1. Perkiraan Investasi Secara Umum Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Usaha Secara Umum Konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun sektor pemerintah menjadi penopang perekonomian di triwulan IV Konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring dengan periode liburan sekolah dan akhir tahun. Konsumsi akan makanan dan minuman serta produk dan jasa transportasi dipastikan meningkat menjelang akhir tahun. Meningkatnya aktivitas konsumsi tersebut akan berdampak pada peningkatan sektor perdagangan hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, serta sektor angkutan dan trasnportasi. Selain itu, peningkatan konsumsi pemerintah diprakirakan terus berlanjut di triwulan IV 2014 sesuai dengan pola historisnya. Realisasi konsumsi pemerintah akan mencapai puncaknya sejalan dengan penyelesaian dan pembayaran proyek-proyek di akhir tahun. Namun, penguatan konsumsi diperkirakan relatif terbatas, tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi yang menurun. 72

89 Investasi terindikasi meningkat sejalan dengan membaik situasi politik di triwulan IV Kegiatan Pemilu yang berlangsung lancar dan situasi politik yang mulai membaik akan memberikan kepastian baru para pelaku usaha dan mendorong pertumbuhan investasi, khususnya investasi swasta yang cenderung wait and see sebelumnya. Indikasi perbaikan investasi dapat terlihat dari hasil liaison yang mengindikasikan beberapa contact liaison akan mulai melakukan investasinya setelah terbentuk pemerintahan baru. Selain itu, berlanjutnya proyek infrastruktur berskala besar yang dilakukan oleh perusahaan semen mulai triwulan III 2014 akan mendorong investasi lebih lanjut. Investasi pembangunan pabrik secara multi years tersebut diprakirakan akan mengeluarkan biaya investasi mencapai Rp1 triliun selama tahun Namun, pertumbuhan investasi ke depan relatif tertahan tercermin dari berlanjutnya perlambatan pertumbuhan kredit investasi dan rendahnya nilai investasi baik melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan III Pertumbuhan ekspor diprakirakan melambat akibat masih lemahnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama. Pelemahan ekonomi beberapa negara ekspor utama dan berlanjutnya tren penurunan harga komoditas CPO dan karet mendorong melambatnya kinerja ekspor pada triwulan IV Perlambatan tersebut juga disebabkan base effect tingginya pertumbuhan ekspor pada periode yang sama tahun lalu hingga sebesar 40,8% (yoy). Di sisi permintaan, perekonomian India yang diprakirakan lebih baik dari tahun lalu diharapkan mampu mendongkrak permintaan akan CPO dan mengerek harga kembali naik di tengah turunnya permintaan dari Tiongkok. Hal ini dikarenakan India merupakan negara tujuan utama ekspor untuk komoditas CPO. %, SBT Jasa-Jasa Keuangan Pengangkutan dan Komunikasi PHR Bangunan Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan Pertambangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 6.3. Perkiraan Penggunaan Tenaga Kerja Secara Umum Tabel 6.1.Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 73

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Penanggung Jawab: Unit Kajian, Statistik dan Survey (UKSS) Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura JAMBI

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci