Periode Agustus 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Periode Agustus 2017"

Transkripsi

1 i Periode Agustus 2017

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Hans Aulia Utama Hsb (hans_auh@bi.go.id) iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Agustus Kami mengharapkan publikasi ini dapat menjadi rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui laman kami Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 4,98% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 5,32% (yoy). Setelah berada pada posisi kelima pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kedua untuk wilayah Sumatera pada triwulan II Laju inflasi Sumbar pada triwulan II 2017 meningkat terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik dan angkutan udara saat periode lebaran Idul Fitri 2017 dan liburan tahun ajaran baru. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,00 (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,82% (yoy). Tekanan inflasi lebih dalam tertahan seiring dengan terjaganya pasokan bahan pangan strategis (beras, cabai merah, bawang merah, dan bawang putih). Panen komoditas hortikultura yakni cabai merah dan bawang merah, intervensi Pemerintah dalam peningkatan impor bawang putih, serta terjaganya pasokan beras seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor utama menurunnya tekanan inflasi pada triwulan II Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-7 tertinggi secara nasional. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) v Endy Dwi Tjahjono Direktur

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... viii RINGKASAN EKSEKUTIF... xii 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan III BAB II KEUANGAN PEMERINTAH APBD Provinsi Sumatera Barat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Alokasi APBN di Sumatera Barat Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi vi

7 3.3.1 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Institusi Keuangan (Perbankan) Aset Perbankan Intermediasi Perbankan Perbankan Syariah Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan Penduduk BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi vii

8 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) BERDASARKAN HARGA KONSTAN... 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN HARGA KONSTAN TABEL 2.1. PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II TAHUN 2016 DAN TABEL 2.2. BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II TAHUN 2016 DAN TABEL 2.3. PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN II 2016 DAN TABEL 2.4. BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN II TABEL 2.5. BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN II 2016 DAN TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 3.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% YOY).. 39 TABEL 3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% QTQ) TABEL 3.4. INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%,MTM) TABEL 3.5. ANDIL INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%) TABEL 3.6. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI BULANAN TRIWULAN II 2017 (%,MTM) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN PADA TRIWULAN I TABEL 4.2. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN PADA TRIWULAN II TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.5. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN TABEL 4.6. SALDO BERSIH INDIKATOR LAINNYA PADA TRIWULAN I 2017 DAN TRIWULAN II TABEL 4.7. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 4.8. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA viii

9 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA TRIWULAN II GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 3 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.4. PANGSA PDRB TW II 2017 MENURUT PERMINTAAN BERDASARKAN HARGA BERLAKU... 5 GRAFIK 1.5. RATA-RATA HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL... 5 GRAFIK 1.6. INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)... 6 GRAFIK 1.7. SURVEI KONSUMEN (SK)... 6 GRAFIK 1.8. INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)... 6 GRAFIK 1.9. SURVEI KONSUMEN (SK)... 6 GRAFIK KREDIT RUMAH TANGGA LAINNYA... 7 GRAFIK REALISASI BELANJA PEMERINTAH... 7 GRAFIK INVESTASI PMA DI SUMATERA BARAT... 8 GRAFIK INVESTASI PMDN DI SUMATERA BARAT... 8 GRAFIK PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI PDRB SUMBAR... 9 GRAFIK PENJUALAN SEMEN... 9 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI EKSPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK PERTUMBUHAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK PANGSA NEGARA TUJUAN EKSPOR SUMBAR GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR DAN IMPOR ANTAR DAERAH MITRA DAGANG ANTAR DAERAH (JAMBI) GRAFIK VOLUME IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN II GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN II GRAFIK PANGSA PDRB TRIWULAN II 2017 SUMBARMENURUT LAPANGAN USAHA BERDASARKAN HARGA BERLAKU GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN GRAFIK TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS PENGHASILAN GRAFIK PERKEMBANGAN KEGIATAN DUNIA USAHA PERDAGANGAN (SKDU) GRAFIK PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH PENUMPANG BIM GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN HARGA JUAL LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN, INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN, DAN INDEKS EKONOMI SAAT INI (SK BI) GRAFIK PERKIRAAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA (SKDU BI) GRAFIK 2.1. ANGGARAN, REALISASI DAN DAYA SERAP BELANJA DI PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II GRAFIK 2.2. KOMPOSISI BELANJA (%) DI PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II GRAFIK 2.3. KOMPOSISI PENDAPATAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 2.4. DAYA SERAP BELANJA SUMBAR PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.5. DAYA SERAP BELANJA PEGAWAI SUMBAR PER TRIWULAN 2016 DAN ix

10 GRAFIK 2.6. DAYA SERAP BELANJA BARANG/JASA SUMBAR PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.7. DAYA SERAP BELANJA MODAL SUMBAR PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.8. KOMPOSISI BELANJA PROVINSI SUMBAR GRAFIK 2.9. REALISASI 10 ANGGARAN BELANJA MODAL TERBESAR PROVINSI SUMBAR TRIWULAN II GRAFIK REALISASI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMBAR GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMBAR GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT PADA TRIWULAN II GRAFIK DAYA SERAP BELANJA KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA PEGAWAI KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA BARANG/JASA KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA MODAL KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK KOMPOSISI BELANJA 19 KAB/KOTA GRAFIK REALISASI BELANJA 19 KAB/KOTA DI SUMBAR BERDASARKAN KOMPOSISINYA GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMBAR GRAFIK KOMPOSISI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN FUNGSI GRAFIK KOMPOSISI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN JENIS GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMBAR DAN NASIONAL GRAFIK 3.2 DISAGREGASI INFLASI TRIWULANAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.3. IKK, IKE DAN IEK KONSUMEN DI SUMBAR GRAFIK 3.4. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.5. EKSPEKTASI HARGA 3 DAN 6 BULAN MENDATANG GRAFIK 3.6. PERKEMBANGAN HARGA BULANAN BERAS, CABAI MERAH DAN BAWANG MERAH (VOLATILE FOOD) GRAFIK 3.7. PERKEMBANGAN HARGA BULANAN EMAS (INTI) GRAFIK 3.8. PERKEMBANGAN HARGA ROKOK DAN TIKET ANGKUTAN UDARA (ADMINISTERED PRICE) GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA TW I DAN II GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK LIKERT SCALE PERMINTAAN DOMESTIK,DAN PROYEKSI PDRB KONSUMSI RT SUMBAR GRAFIK LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK, PENJUALAN EKSPOR DAN PERKIRAAN PENJUALAN GRAFIK PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN GRAFIK PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR TRIWULAN I & II GRAFIK NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN JENIS-JENIS DANA PIHAK KETIGA PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING DPK TERHADAP PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING KREDIT TERHADAP PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING DPK TERHADAP ANGKATAN BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING KREDIT TERHADAP ANGKATAN BEKERJA GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR x

11 GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI UANG ELEKTRONIK BERBASIS SERVER DI SUMBAR GRAFIK 5.3. FREKUENSI TRANSAKSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.5. ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) DI WILAYAH SUMATERA BARAT GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) DALAM LEMBAR GRAFIK 5.7. TEMUAN UANG RUPIAH PALSU DI SUMBAR GRAFIK 6.1. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA GRAFIK 6.2. ANGKATAN BEKERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.4. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.5. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.6. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN PERIODE FEBRUARI GRAFIK 6.7. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, MARET GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB) GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) GRAFIK PERKEMBANGAN INFLASI PERDESAAN DAN INFLASI UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.3. PERKEMBANGAN KONSUMSI SEMEN DI SUMBAR GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN HARGA INTERNASIONAL MINYAK KELAPA SAWIT DAN KARET GRAFIK 7.5. PROYEKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (CPO DAN KARET) GRAFIK 7.6. PERKEMBANGAN SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN PADI DI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.7. PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK 7.8. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.9. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xi

12 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE AGUSTUS 2017 Perekonomian Sumatera Barat triwulan II 2017 membaik Sumber pertumbuhan pada triwulan II 2017 terutama berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan ekspor Secara sektoral, perbaikan kinerja pertanian, perdagangan, dan transportasi merupakan sumber penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,98% (yoy). Setelah berada pada posisi kelima di triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kedua untuk wilayah Sumatera pada periode laporan. Penguatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, serta perbaikan kinerja ekspor luar negeri menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan II Momentum lebaran Idul Fitri 2017 dan liburan sekolah serta tahun ajaran baru menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat pada triwulan II Peningkatan konsumsi rumah tangga diiringi pula dengan perbaikan daya beli seiring adanya tambahan pendapatan dari THR. Sementara itu, konsumsi pemerintah mencatat peningkatan akibat adanya kenaikan APBD tahun 2017 serta pemberian gaji ke-14. Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor luar negeri terus berlanjut hingga triwulan II 2017 karena masih tingginya permintaan (Tiongkok dan Amerika Serikat) seiring dengan ekspansi dan pemulihan ekonomi dari negara tersebut. Kinerja lapangan usaha pertanian membaik seiring dengan masih berlanjutnya panen produksi tanaman bahan makanan (tabama). Panen tersebut terjadi seiring dengan cuaca yang masih kondusif untuk mendukung proses produksi dan pengeringan gabah. Peningkatan produksi tersebut didukung pula oleh adanya komitmen pemda untuk mendukung program ketahanan pangan. Di sisi lain, aktivitas perdagangan meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat saat periode lebaran dan liburan sekolah. Peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi terjadi karena meningkatnya Peningkatan nominal realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 Meningkatnya realisasi Pendapatan asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan menyebabkan realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut diikuti dengan xii

13 diiringi dengan peningkatan realisasi belanja Bergesernya Ramadhan dan Lebaran dari triwulan III menjadi triwulan II menjadi faktor utama meningkatnya inflasi pada triwulan II 2017 Stabilitas keuangan korporasi dan rumah tangga di daerah masih terjaga kenaikan realisasi belanja pada triwulan II Kenaikan realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat disebabkan oleh adanya pengalihan beberapa kewenangan dan tanggung jawab penggajian beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) dari yang sebelumnya merupakan kewenangan kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,00 (yoy) atau lebih tinggi ibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,82% (yoy). Kelompok administered price mengalami tekanan inflasi di tengah inflasi kelompok inti dan volatile food yang justru mereda. Kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan siklus kenaikan tarif angkutan udara seiring tibanya Ramadhan dan Lebaran menjadi faktor utama pendorong inflasi triwulan II Sementara itu, panen komoditas hortikultura serta terjaganya pasokan beras seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor penahan inflasi. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-7 tertinggi secara nasional. Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif masih terjaga. Hal tersebut didukung oleh kinerja sektor korporasi, sektor rumah tangga dan perbankan yang semakin menunjukkan perbaikan. Tren membaiknya harga komoditas penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat, kelapa sawit dan karet, yang masih berlangsung hingga triwulan II 2017 berdampak pada membaiknya daya beli masyarakat dan mendorong perbaikan kinerja sektor korporasi. Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan II 2017 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. Meskipun daya beli masyarakat meningkat, porsi pengeluaran untuk konsumsi justru menurun karena adanya pengalokasian pengeluaran masyarakat untuk keperluan pembayaran pendaftaran memasuki tahun ajaran sekolah baru. Intermediasi perbankan konsisten berada pada level yang tinggi. LDR, sebagai cerminan fungsi intermediasi, bank umum di Sumatera Barat pada awal tahun 2017 konsisten masih berada di xiii

14 Kondisi tersebut diiring dengan perbaikan kualitas kredit Transaksi non tunai menurun Transaksi tunai mencatat net outflow Ketenagakerjaan membaik, tercermin dari tingkat pengangguran level yang tinggi, meskipun sedikit menurun. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank menurun dari 141,7% pada triwulan II 2017 menjadi 138,7% pada triwulan I Sementara itu, kualitas kredit bank umum di Sumbar pada triwulan II 2017 sedikit menunjukkan perbaikan tercermin dari NPL yang menurun. Pada triwulan II 2017 rasio kredit bermasalah/non Performing Loan (NPL) perbankan turun menjadi 3,26% dari sebelumnya sebesar 3,34%. ). Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi terutama pada sektor korporasi. Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih menunjukkan penurunan, baik dari sisi nominal maupun volume transaksi. Secara volume, penurunan transaksi kliring mencapai 26% (yoy) menjadi lembar, semakin dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun 6,4% (yoy). Sedangkan dari sisi nominal, transaksi kliring terus turun hingga berada di level Rp2,53 triliun atau 34,16% (yoy), turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,26% (yoy). Penurunan transaksi kliring tersebut diprakirakan merupakan imbas dari pola masyarakat yang cenderung menggunakan uang tunai selama momen lebaran dalam mememenuhi kebutuhan konsumsinya pada triwulan II Sumatera Barat mencatatkan arus kas keluar (outflow) yang cukup besar pada triwulan II Pada triwulan II 2017, tercatat mengalami outflow sebesar Rp5,03 triliun, atau meningkat 36,49% (yoy). Sedangkan arus kas yang masuk (inflow) hanya sebesar Rp2,89 triliun atau tumbuh sebesar 28,04% (yoy). Secara keseluruhan, net outflow tersebut mengalami kenaikan yang signifikan hingga 49,86% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,14 trilun. Efek lebaran dan tahun ajaran baru mendorong masyarakat Sumatera Barat untuk cenderung menarik uangnya dari perbankan. Membaiknya perekonomian pada awal tahun 2017 memberikan dampak positif terhadap perbaikan penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut tercermin dari kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang diiringi dengan relatif menurunnya tingkat pengangguran. Penyerapan tenaga kerja (Feb 2017) masih didominasi sektor pertanian dan perdagangan namun persentasenya cenderung turun karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama pengolahan dan xiv

15 Kesejahteraan daerah terpantau membaik pada tahun 2017 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan III 2017 diprakirakan melambat Laju inflasi Sumatera Barat di triwulan III 2017 diprakirakan menurun jasa. Di sisi lain, status pekerja di Sumbar sebagian besar berada di lapangan kerja informal. Terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Kesejahteraan daerah terpantau membaik memasuki tahun Kondisi tersebut tercermin dari membaiknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Perbaikan pendapatan yang diiringi terjaganya daya beli masyarakat ditengarai sebagai penyebab membaiknya kesejahteraan daerah. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Selain itu, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Angka Rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-3 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2017 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,32% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga, walaupun tetap tumbuh tinggi, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2017 seiring dengan tradisi pulang basamo, liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Investasi diprakirakan tumbuh tinggi yang ditopang akselerasi belanja modal dan realisasi fisik proyek swasta. Pada triwulan III 2017, laju inflasi secara umum diprakirakan berada dalam rentang 3,0% - 3,4% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan terbesar diperkirakan disumbang oleh kelompok volatile food dan administered price seiring normalisasi harga berbagai barang dan jasa pasca Ramadhan dan Lebaran. xv

16 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diprakirakan meningkat dibandingkan 2016 Inflasi tahun 2017 diprakirakan lebih rendah dibandingkan 2016 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar di tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), meningkat dibandingkan tahun Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Membaiknya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dunia, khususnya CPO dan karet yang mendorong perbaikan daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat. Aktivitas investasi diprakirakan membaik seiring realisasi investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri dan investasi untuk mendorong kinerja pariwisata di berbagai daerah. Inflasi tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 4,0% + 1% (yoy). Secara tahun kalender (Januari-Juli 2017), inflasi Sumbar masih tercatat rendah sebesar 0,79% (ytd) Dari sisi volatile food, risiko peningkatan harga masih bersumber dari komoditas cabai merah dan beras. Faktor musiman peningkatan permintaan pada saat Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha secara historis menjadi penyebab meningkatnya harga secara signifikan di atas harga normal. Di samping itu, risiko musim kekeringan pada semester II 2017 juga diperkirakan memberikan andil pada kenaikan harga beras dan cabai merah. Pada kelompok administered price, potensi kenaikan harga minyak dunia akan berimplikasi pada kebijakan harga energi strategis ke depan. xvi

17 INDIKATOR Indikator EKONOMI Ekonomi TERPILIH Terpilih Sumatera SUMATERA Barat BARAT INDIKATOR I II III IV I II MAKRO IHK Sumatera Barat * 125,06 126,41 128,19 126,66 130,42 132,59 132,59 133,08 132,99 IHK Kota Padang 126,03 127,10 127,72 127,38 131,16 133,48 133,48 134,04 134,01 IHK Kota Bukittinggi 118,22 121,52 121,09 121,56 125,20 126,29 126,29 126,31 125,77 Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 11,58 1,08 6,62 3,23 5,10 4,89 4,89 3,82 5,00 Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 11,90 0,85 4,97 3,16 5,07 5,02 5,02 3,98 0,34 Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 9,24 2,79 7,20 3,76 5,33 3,93 3,93 2,65 0,20 PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Perubahan Inventori (142) (250) 272 (167) Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (5.472) (5.142) (136) (145) (2.851) (1.481) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan , Pertambangan dan Penggalian , Industri Pengolahan , Pengadaan Listrik, Gas , Pengadaan Air , Konstruksi , Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor , Transportasi dan Pergudangan , Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum , Informasi dan Komunikasi , Jasa Keuangan , Real Estate , Jasa Perusahaan , Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib , Jasa Pendidikan , Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial , Jasa lainnya , Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5,85 5,41 5,55 5,86 4,82 4,86 5,26 4,98 5,32 PERBANKAN Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 48,1 54,3 55,5 56,5 57,46 57,63 57,63 59,27 61,12 DPK (Rp Triliun) 29,7 33,1 34,2 35,2 35,97 34,92 34,92 35,94 37,59 - Giro (Rp Triliun) 4,3 4,9 7,1 6,5 6,43 5,08 5,08 6,96 7,17 - Tabungan (Rp Triliun) 15,3 17,5 16,0 17,4 17,65 19,24 19,24 17,98 19,21 - Deposito (Rp Triliun) 10,2 10,7 11,0 11,3 11,89 10,59 10,59 11,00 11,21 Kredit (Rp Triliun) 42,8 48,0 48,2 49,7 50,30 50,70 50,70 50,93 52,15 - Modal Kerja 16,0 17,1 17,0 17,2 17,27 17,32 17,32 16,89 17,67 - Investasi 7,6 10,0 9,8 10,7 11,01 10,77 10,77 11,14 11,20 - Konsumsi 19,1 20,9 21,4 21,7 22,01 22,61 22,61 22,90 23,28 LDR (%) 143,8 145,1 141,2 140,9 139,8 145,2 145,2 141,7 138,7 NPL (gross, %) 2,9 2,7 3,0 3,3 3,6 3,2 3,2 3,3 3,3 Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xvii

18 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank xviii

19 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,98% (yoy). Penguatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, serta perbaikan kinerja ekspor luar negeri menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan II Momentum lebaran Idul Fitri 2017 dan liburan sekolah serta tahun ajaran baru menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat pada triwulan II Peningkatan konsumsi rumah tangga diiringi pula dengan perbaikan daya beli akibat adanya tambahan pendapatan dari THR. Sementara itu, konsumsi pemerintah mencatat peningkatan akibat adanya kenaikan APBD tahun 2017 serta pemberian gaji ke-14. Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor luar negeri terus berlanjut hingga triwulan II 2017 karena masih tingginya permintaan (Tiongkok dan Amerika Serikat) seiring dengan ekspansi dan pemulihan ekonomi dari negara tersebut. Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja pertanian, perdagangan, dan transportasi merupakan sumber penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II Kinerja lapangan usaha pertanian membaik seiring dengan masih berlanjutnya panen produksi tanaman bahan makanan (tabama). Panen tersebut terjadi seiring dengan cuaca yang masih kondusif untuk mendukung proses produksi dan pengeringan gabah. Peningkatan produksi tersebut didukung pula oleh adanya komitmen pemda untuk mendukung program ketahanan pangan. Di sisi lain, aktivitas perdagangan meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat saat periode lebaran dan liburan sekolah. Peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi terjadi karena Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2017 diprakirakan tumbuh stabil di kisaran 5,1 5,5% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Sumatera Barat terjadi akibat menurunnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Penurunan tingkat konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan berakhirnya momentum lebaran Idul Fitri 2017 dan liburan sekolah. Sementara itu, kecenderungan pelemahan kembali harga komoditas internasional diindikasikan menjadi penyebab menurunnya kinerja 1

20 ekspor pada triwulan III Dari sisi lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 disebabkan oleh penurunan kinerja pertanian, perdagangan, dan transportasi pergudangan. Melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian ditenggarai disebabkan oleh berkurangnya produksi tanaman perkebunan seiring dengan replanting tanaman kelapa sawit. Aktivitas perdagangan pada triwulan III 2017 diperkirakan menurun seiring dengan berakhirnya momentum lebaran dan liburan sekolah. Selain itu, penurunan harga komoditas karet dan kelapa sawit berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat mengingat sebagian besar mata penghasilan penduduk Sumatera Barat bergantung pada sektor tersebut. Kinerja transportasi dan pergudangan lebaran Namun, perlambatan lebih lanjut tertahan seiring dengan maraknya pengiriman paket menjelang lebaran Idul Adha. 1.1 Perkembangan Umum Perekonomian Sumatera Barat selama tahun 2017 terus menunjukkan perbaikan dengan level kisaran moderat dibandingkan 2 triwulan terakhir tahun 2016 (triwulan III dan triwulan IV). Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,32% (yoy), membaik dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,98% (yoy) 1. Dari sisi pengeluaran, akselerasi perekonomian Sumatera Barat ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, serta kinerja perdagangan luar negeri. Peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh momentum liburan sekolah, Ramadhan, dan lebaran Idul Fitri. Pemberian THR turut berkontribusi meningkatkan konsumsi pada triwulan laporan. Meningkatnya pengeluaran pemerintah terjadi seiring dengan base effect dari peningkatan anggaran APBD tahun 2017 dibandingkan tahun Meski membaik, aktivitas konsumsi pemerintah sampai dengan triwulan II 2017 sebagian besar didominasi oleh belanja pegawai. Sementara itu, ekspansi perekonomian mitra dagang (Amerika Serikat dan Tiongkok) berdampak pada peningkatan permintaan ekspor Sumatera Barat ditengah tren penurunan harga komoditas dunia. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan pada triwulan laporan berasal dari perbaikan kinerja 1 Revisi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 dari 4,91% (yoy) menjadi 4,98% (yoy). Revisi tersebut berdasarkan rilis pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan II 2017 No. 44/08/13/Th XX, 7 Agustus

21 lapangan usaha pertanian, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan. Panen tabama (tanaman bahan makanan) dan hortikultura menjadi pendorong utama perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian. Sementara itu, meningkatnya konsumsi domestik saat Ramadhan dan persiapan lebaran berimbas pada peningkatan permintaan lapangan usaha perdagangan. Sedangkan kinerja transportasi dan pergudangan disebabkan oleh meningkatnya aktivitas mudik perantau ke kampung halaman (tradisi pulang basamo) serta maraknya pengiriman parsel ataupun paket lebaran melalui jasa ekspedisi. % yoy 6.00 Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional %, yoy Nasional Sumatera Barat I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera Triwulan II 2017 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Dalam skala regional, perekonomian di kawasan Sumatera relatif stagnan pada triwulan II Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,09% (yoy) atau relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,09% (yoy). Beberapa provinsi di kawasan Sumatera mengalami pertumbuhan yang lebih rendah akibat menurunnya kinerja sektor konstruksi, industri pengolahan, dan pertambangan. Dari sisi penggunaan, stagnasi pertumbuhan ekonomi Sumatera disebabkan oleh melambatnya konsumsi pemerintah dan investasi. Di tataran nasional, perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan yang relatif sama dibandingkan triwulan I Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,01% (yoy) atau sama dengan pencapaian triwulan I 2017 (5,01%, yoy). Meski pemulihan ekonomi nasional tetap berlanjut pada triwulan laporan, namun realisasinya tidak sekuat perkiraan semula 2. Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi masyarakat yang melemah seiring dengan melambatnya pertumbuhan penjualan ritel. 2 BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di triwulan II sebesar 5,1% atau lebih tinggi sedikit dibanding capaian di triwulan I

22 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berdasarkan Harga Konstan Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total I II Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah P D R B Sumber: BPS, diolah Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan kinerja ekspor. Sementara itu, pertumbuhan investasi tercatat masih melambat seiring dengan masih terbatasnya pengerjaan proyek fisik pemerintah dan minimnya realisasi investasi swasta (Tabel 1.1) Konsumsi Rumah Tangga Momentum liburan sekolah dan lebaran Idul Fitri tahun 2017 menjadi penyebab meningkatnya permintaan domestik pada triwulan II Kondisi tersebut ditopang pula oleh meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan pemberian THR dan gaji ke Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat dari 4,43% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,59% (yoy) pada triwulan II Dengan kontribusi sebesar 2,35% (yoy), maka penguatan konsumsi rumah tangga merupakan sumber penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan laporan. Meski membaik, aktivitas konsumsi rumah tangga tertahan lebih lanjut seiring dengan adanya kecenderungan penurunan harga komoditas internasional (CPO dan karet) pada triwulan II 2017 (grafik 1.5). Hal tersebut berimbas untuk menahan penguatan daya beli lebih lanjut mengingat sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat berada di sektor pertanian sehingga banyak bergantung pada perkembangan harga kedua komoditas tersebut. 3 Gaji ke-14 merupakan THR yang diberikan untuk PNS/Aparatur Sipil Negara 4

23 Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan 4.59 I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Net Impor Antar Daerah ; -4.0% Net Ekspor LN ; 9.4% Investasi ; 28.6% Konsumsi Pemerintah ; 11.8% Konsumsi RT ; 52.2% Konsumsi LNPRT ; 1.1% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4. Pangsa PDRB Tw II 2017 Menurut Permintaan Berdasarkan Harga Berlaku USD/MT Rata-rata Harga CPO Internasional USD Cent/Kg 1,400 1,200 1, Rata-rata Harga Karet Internasional - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 1.5. Rata-rata Harga Komoditas Internasional Di sisi lain, penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah perbaikan indikator. Optimisme aktivitas konsumsi terefleksi dari peningkatan survei Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS menjadi 109,67 pada triwulan II 2017 (grafik 1.6). Hasil survei BPS menunjukkan bahwa penguatan ITK paling tinggi bersumber aspek peningkatan konsumsi makanan makanan dan bukan makanan. Dibandingkan dengan provinsi lain di kawasan Sumatera, ITK Sumatera Barat menempati urutan tertinggi ke-3 setelah Sumatera Selatan (114,67) dan Bengkulu (111,05). Indikator lain peningkatan permintaan domestik juga tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menyatakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mulai menunjukkan kondisi optimis pada triwulan II tahun Penguatan konsumsi masyarakat terkonfirmasi pula dari peningkatan skala likert permintaan domestik yang meningkat dan bernilai positif sebesar 1,08 pada triwulan II 2017, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang hanya mencapai 0, Hasil liaison menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi Sumatera Barat tidak hanya bersumber dari aktivitas masyarakat Sumatera Barat sendiri melainkan pula imbas dari 5

24 peningkatan konsumsi pelancong seiring dengan maraknya kegiatan pariwisata di provinsi ini. Hal tersebut terkonfirmasi dari meningkatnya omset penjualan beberapa kontak perusahaan di bidang perhotelan. Peningkatan tersebut didorong oleh adanya dukungan pemda untuk perbaikan wisata Sumbar serta kelonggaran terhadap larangan pembatasan kegiatan rapat PNS/pemda seperti pada tahun sebelumnya. Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 140 Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 1.7. Survei Konsumen (SK) MWh 450, , , , , , , ,000 50,000 0 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: PLN, diolah Grafik 1.8. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) % yoy Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 140 Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 1.9. Survei Konsumen (SK) Indikasi lain menggeliatnya aktivitas konsumsi juga tergambar dari peningkatan pemakaian listrik dari golongan rumah tangga selama triwulan laporan (grafik 1.8). Dari sisi perbankan, meningkatnya konsumsi rumah tangga terindikasi dari peningkatan pertumbuhan jenis kredit rumah tangga lainnya pada triwulan II 2017 (grafik 1.10). Pertumbuhan kredit tersebut mengindikasikan adanya permintaan kredit rumah tangga yang mencakup pembelian alat komunikasi, elektronik, furnitur, dan peralatan rumah tangga lainnya. 6

25 400, , , , , , ,000 50,000 0 Kredit RT Lainnya g.kredit RT Lainnya - sisi kanan (50.0) (100.0) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit Rumah Tangga Lainnya Konsumsi Pemerintah Realisasi belanja pemerintah mulai menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2017 sesuai dengan pola historisnya. Peningkatan konsumsi pemerintah terutama berasal dari penyerapan belanja pegawai dari 14,7% selama triwulan I 2017 menjadi 22,7% selama triwulan II 2017 (grafik 1.11). Pemberian gaji ke-14 menjelang lebaran tahun 2017 terindikasi menjadi penyebab naiknya pengeluaran pemerintah selama periode laporan. Kenaikan realisasi pengeluaran pemerintah disebabkan pula oleh meningkatnya APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 2017 disertai dengan komitmen Pemda dalam mempercepat penyerapan belanja daerah. Kondisi tersebut didukung pula dengan adanya kontrak kinerja antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Gubernur yang mewajibkan penyerapan anggaran pada akhir tahun minimal sebesar 95% dari target APBD. Untuk mendukung pencapaian tersebut, dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap kinerja belanja daerah. Meskipun demikian, peningkatan aktivitas konsumsi lebih lanjut tertahan oleh realisasi pengeluaran pemerintah yang masih relatif terbatas, dan secara historis puncak kegiatan fisik proyek serta infrastruktur terjadi pada triwulan III tahun anggaran berjalan. Miliar Rp Beanja Modal Belanja Pegawai Penyerapan Belanja Modal - sisi kanan Penyerapan Belanja Pegawai - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 7

26 1.2.3 Investasi Pertumbuhan investasi Sumatera Barat melambat pada triwulan II 2017 seiring dengan minimnya dukungan penanaman modal pihak swasta dan masih terbatasnya belanja modal pemerintah. Belum optimalnya pengembangan industrialisasi hilir serta posisi geografis yang kurang strategis sering menjadi alasan utama calon investor menunda realisasi investasi di Sumatera Barat. Selain itu, permasalahan klasik seperti panjangnya proses pembebasan/pemanfaatan lahan dan belum adanya pemetaan lokasi investasi turut menjadi kendala pengembangan investasi Sumatera Barat. Di sisi lain, kinerja investasi melambat karena masih terdapat banyak investor yang telah memperoleh izin PMA dan PMDN di Sumatera Barat, namun belum merealisasikan investasinya sebagaimana yang dijadwalkan. Perlambatan kinerja investasi swasta tergambar dari menurunnya perkembangan PMA dan PMDN dari USD3,5 juta dan Rp570,7 miliar pada triwulan I 2017 menjadi USD0,4 juta dan Rp237,7 miliar (grafik 1.12 dan 1.13). Dari sisi pemerintah, terbatasnya realisasi belanja modal pada triwulan II 2017 (13,8% dari target APBD) antara lain karena adanya beberapa proyek/pengadaan yang telah selesai sesuai termin namun belum dibayarkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan pihak vendor belum melakukan penagihan. Selain itu, restrukturisasi SKPD yang mulai berlaku sejak Januari 2017 menyebabkan pemda melakukan revisi anggaran terlebih dahulu karena anggaran awal masih memperhitungkan SKPD sebelum restrukturisasi. Di sisi lain, minimnya proyek strategis nasional di provinsi ini akibat letak wilayah yang berada di jalur pantai barat ditengarai turut menjadi penyebab deselerasi investasi di Sumatera Barat. Perlambatan kinerja investasi terutama berasal dari melambatnya pertumbuhan realisasi investasi bangunan (grafik 1.14). Indikasi melambatnya investasi bangunan terkonfirmasi dari penurunan konsumsi semen yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 6,4% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya yang masih tumbuh positif 4,6% (yoy) (grafik 1.15) (2) (4) Proyek PMA PMA (Juta USD) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II ,600 1,400 1,200 1, Proyek PMDN PMDN (Miliar Rp) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II Sumber: BKPM, diolah Grafik Investasi PMA di Sumatera Barat Sumber: BKPM, diolah Grafik Investasi PMDN di Sumatera Barat 8

27 Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Komponen Investasi PDRB Sumbar ribu ton Konsumsi Semen Pertumbuhan - sisi kanan %, yoy (10.0) 100 (20.0) 50 0 (30.0) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Asosiasi Semen Grafik Penjualan Semen Ekspor Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera Barat terus berlanjut hingga triwulan II Tren perbaikan harga CPO dan karet dunia mulai akhir tahun 2016 sampai dengan awal tahun 2017 mendorong pertumbuhan ekspor pada triwulan II Meski tren harga komoditas dunia kembali menunjukkan pelemahan memasuki triwulan II 2017, namun kinerja tetap tinggi mengingat sebagian besar penjualan ekspor periode laporan merupakan eksekusi dari kontrak 6 bulan sebelumnya sehingga harga penjualan menggunakan harga yang masih tinggi. Selain itu, permintaan ekspor yang tinggi disebabkan pula oleh pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama (Amerika Serikat dan Tiongkok). Peningkatan ekspor terutama berasal dari negara Tiongkok yakni dari kenaikan permintaan karet dari negara tersebut yang sedang melakukan ekspansi investasi. Selain itu, peningkatan kinerja ekspor sejalan dengan hasil liaison dengan kontak perusahaan CPO yang menyebutkan bahwa omset penjualan perusahaan selama 2017 dapat tumbuh sekitar 31% seiring dengan masih tingginya permintaan dunia. Optimisme kontak tersebut diwujudkan melalui penciptaan nilai tambah atau pengolahan produk lebih lanjut untuk memberikan nilai jual produk kelapa sawit yang lebih tinggi. Indikasi perbaikan ekspor tercermin dari skala likert pada triwulan II 2017 sebesar 0,11, atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,14. Indikator lain yang mencerminkan perbaikan ekspor tergambar dari meningkatnya aktivitas pengiriman barang ekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur (grafik 1.22). 9

28 %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri 0.4 Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Juta USD 600 Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO (skala kanan) Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton 600 ribu ton 1,200 1,000 Vol. Ekspor Non Migas Vol. Ekspor CPO (skala kanan) Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama 0 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Utama 0 Berbeda dengan aktivitas perdagangan luar negeri, ekspor antar daerah pada triwulan II 2017 mengalami perlambatan. Laju pertumbuhan ekspor antar daerah pada triwulan II 2017 mencapai 3,79% (yoy) atau turun dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,24% (yoy). Penurunan ekspor antar daerah terindikasi dipengaruhi oleh menurunnya permintaan dari daerah lain (Riau dan Jambi) 4 seiring dengan stagnasi ataupun melemahnya pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut. Sebagai informasi Riau dan Jambi merupakan provinsi yang menjadi mitra dagang utama Sumatera Barat, khususnya untuk komoditas pertanian. Indikasi pelemahan permintaan dari daerah importir tercermin dari kontraksi pertumbuhan impor antar daerah di Jambi (grafik 1.23). 4 Pertumbuhan ekonomi Riau melemah dari 2,83% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,41% (yoy) pada triwulan I Sedangkan pertumbuhan ekonomi Jambi cenderung relatif stabil dari 4,25% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,29% (yoy) pada triwulan II

29 1.6% 3.1% 0.9% 1.9% Minyak dan lemak nabati atau hewani 16.9% 68.6% Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempah-rempah Limbah dari industri makanan Tiongkok Myanmar 2% 3% Malaysia 3% Singapura 11% Jepang 2% Lainnya 12% Amerika Serikat 19% India 48% Lainnya Sumber:Bank Indonesia, diolah Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Pangsa Negara Tujuan Ekspor Sumbar 1,400 1,200 1, Volume Ekspor Volume Impor Pertumbuhan Volume Impor - sisi kanan Pertumbuhan Volume Ekspor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II Sumber: Pelindo, diolah Grafik Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (20.0) (40.0) (60.0) (80.0) %, yoy (5.00) (10.00) g. Ekspor Antar Daerah g. Impor Antar Daerah I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Ekspor dan Impor Antar Daerah Mitra Dagang Antar Daerah (Jambi) (0.44) (1.54) Impor Perbaikan impor luar negeri Sumatera Barat masih berlanjut pada triwulan II Meningkatnya permintaan masyarakat menjelang persiapan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 2017 terindikasi menjadi salah satu pendorong impor, khususnya barang konsumsi. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya impor barang konsumsi Sumatera Barat sebesar USD34,9 ribu selama triwulan II Kenaikan impor disebabkan pula adanya peningkatan impor bahan baku terutama limbah dari industri makanan, yaitu konsentrat pakan ternak yang menjadi komoditas utama impor Sumatera Barat. Adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan pembibitan sapi ternak menjadi pendorong kenaikan impor pakan ternak. Indikator kenaikan impor tercermin dari meningkatnya aktivitas volume impor melalui Pelabuhan Teluk Bayur pada triwulan II 2017 yang 11

30 mencapai 113,2 ribu ton, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 76,7 ribu ton (grafik 1.22). Juta Ton Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Pupuk Vol. Impor Mesin Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Volume Impor Non Migas juta USD Juta USD Nilai Impor Nonmigas 120 Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan Nilai Impor Pupuk Nilai Impor Mesin I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Nilai Impor Non Migas Ditinjau dari klasifikasi pengelompokan barang, impor luar negeri masih didominasi oleh bahan baku (96,2%). Nilai impor bahan baku selama triwulan II 2017 tercatat sebesar USD16,7 juta, sedangkan berdasarkan negara asal barang, impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan laporan bersumber dari Tiongkok 34,3%), Kanada (19,0%), dan India (12,3%). Juta USD Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Mesin 11% Lainnya 10% Sereal 0% Limbah dari industri makanan 19% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Garam, sulfur, dan batubatuan 13% Kertas 5% Pupuk 42% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan II 2017 Jerman ; 3.1% Rusia; 4.5% Lainnya ; 14.7% Eropa; 12.1% India ; 12.3% Tiongkok ; 34.3% Kanada ; 19.0% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan II

31 1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan dan transportasi pergudangan merupakan pendorong utama membaiknya perekonomian pada triwulan laporan. Sementara itu, kembali berlanjutnya penurunan kinerja industri pengolahan menahan ekonomi Sumatera Barat tumbuh lebih tinggi lagi. Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Harga Konstan Lapangan Usaha (%, yoy) I II III IV Total I II 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan III IV 2017 I II Jasa-jasa; 12.97% Transportasi & Pergudangan ; 13.09% Lainnya ; 16.46% Perdagangan ; 14.86% Pertanian ; 23.80% Industri Pengolahan; 9.90% Konstruksi; 8.93% %, yoy Sumatera Barat Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan Pertanian Perdagangan I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Pangsa PDRB Triwulan II 2017 SumbarMenurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Berlaku Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Kinerja lapangan usaha pertanian kembali membaik pada triwulan II 2017 seiring dengan masih berlanjutnya panen produksi tanaman bahan makanan (tabama). Panen tersebut terjadi seiring dengan cuaca yang masih kondusif untuk mendukung proses produksi dan pengeringan gabah. Peningkatan produksi tersebut didukung pula oleh adanya komitmen pemda untuk mendukung program ketahanan pangan. Untuk 13

32 meningkatkan produksi padi, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat memfokuskan pada program intensifikasi lahan termasuk pemanfaatan teknologi, pembenihan, pengairan irigasi dan teknologi budidaya. Melalui pengembangan teknologi penanaman budidaya padi, yaitu sistem tanam jajar legowo, produktivitas lahan pertanian dapat meningkat sebesar 20%. Indikasi peningkatan produksi tabama tercermin dari menurunnya rata-rata harga gabah pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya (grafik 1.31). Selain tabama, pemda juga fokus pada peningkatan produksi tanaman hortikultura (seperti cabai merah dan bawang merah) guna mendukung stabilisasi dan pengendalian inflasi daerah. Salah satu upaya yang dilakukan pemda untuk mendukung produksi hortikultura adalah melalui penyediaan bibit unggul sekaligus cold storage untuk produksi bawang merah. Selain tabama, meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian terindikasi ditopang pula oleh peningkatan produksi tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit dan karet. Kenaikan harga kedua komoditas tersebut yang terjadi sejak akhir tahun lalu ditenggarai memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi tanaman tersebut. Hasil liaison menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas utilisasi diperkirakan dapat mencapai posisi 100% dalam enam bulan pertama tahun 2017 seiring tren kenaikan harga CPO dunia dan sudah optimalnya produksi kebun sawit tanpa adanya kendala cuaca seperti tahun Indikator perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian tergambar dari pertumbuhan kredit pertanian yang meningkat signifikan dari 9,2% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 47,3% (yoy) pada triwulan II 2017 (grafik 1.32). Rp/kg 6,000 5,500 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 4,216 4,049 4,058 4,433 4,756 4,613 4,749 Rata-rata Harga Gabah GKP 5,326 5,014 4,749 4,533 5,085 5,520 4,814 5,192 5,766 5,563 5,322 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Gabah Triliun Rp Kredit Pertanian Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Pertanian %,yoy

33 1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Momentum lebaran dan liburan tahun ajaran baru yang diiringi peningkatan daya beli masyarakat berimbas pada perbaikan kinerja perdagangan pada triwulan laporan. Laju pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat dari 4,74% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,15% (yoy) pada triwulan II Dukungan pemerintah dalam mendukung promosi dan menggalakkan pariwisata di Sumatera Barat juga turut mendorong peningkatan aktivitas perdagangan pada triwulan laporan. Kondisi ini terindikasi dari meningkatnya tingkat penghunian kamar (TPK) yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah pengunjung ke Sumatera Barat selama triwulan II 2017 (grafik 1.33). Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan terjadi seiring dengan adanya perbaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari meningkatnya indeks penghasilan konsumen hasil survei konsumen KPw BI Provinsi Sumatera Barat (grafik 1.34). Persen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Tingkat Penghunian Kamar Sumbar I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Indeks Penghasilan Indeks Perdagangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Perdagangan (SKDU) 2.37 MWh 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0 Konsumsi Listrik Bisnis Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % yoy Sumber: PLN, diolah Grafik Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis

34 Indikator lain yang menggambarkan perbaikan kegiatan usaha perdagangan terlihat dari meningkatnya pemakaian listrik kelompok pelanggan bisnis (grafik 1.36). Hal tersebut sejalan pula dengan SKDU KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya perbaikan indeks kegiatan perdagangan pada triwulan II 2017, yang sebelumnya bernilai negatif selama 2 triwulan berturut-turut (triwulan IV 2016 dan triwulan I 2017) (grafik 1.35). Dari sisi pembiayaan perbankan, meningkatnya pertumbuhan kredit untuk lapangan usaha perdagangan menjadi indikator kuat untuk merefleksikan membaiknya aktivitas perdagangan pada triwulan laporan (grafik 1.37). Triliun Rp 16.0 Kredit Perdagangan Pertumbuhan - sisi kanan %,yoy (3.0) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (10.0) Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan momen lebaran berimbas pada peningkatan kinerja transportasi dan pergudangan. Laju pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat dari 5,34% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 8,19% (yoy) pada triwulan II Meningkatnya kinerja lapangan usaha transportasi tercermin dari meningkatnya jumlah penumpang melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) (grafik 1.38). Selain pemudik, perbaikan kinerja lapangan usaha transportasi disebabkan pula oleh meningkatnya pengiriman paket parsel atau belanja online menjelang lebaran melalui jasa perusahaan ekspedisi. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang menyebutkan bahwa hingga Mei 2017 omset penjualan perusahaan ekspedisi meningkat sebesar 11% dibandingkan periode sama tahun 2016 karena permintaan pengiriman belanja online. 16

35 Ribu Orang 1,200 1, Jumlah Penumpang Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II %, yoy Sumber: PT Angkasa Pura II, diolah Grafik Perkembangan Jumlah Penumpang BIM Transportasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan 4.35 Indikator penguatan lapangan usaha transportasi dan pergudangan juga tercermin dari meningkatnya saldo bersih tertimbang (SBT) perkembangan kegiatan usaha dan harga jual sektor transportasi dan pergudangan, berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (grafik 1.39 dan 1.40). Dari sisi perbankan, pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor transportasi pada triwulan II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (grafik 1.41). Indeks Transportasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Indeks Perkembangan Harga Jual Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan (SKDU) Triliun Rp Kredit Transportasi Pertumbuhan - sisi kanan %,yoy 24.5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi (20.0) (40.0) Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kinerja industri pengolahan mengalami perlambatan pada triwulan II Perlambatan lapangan usaha ini terindikasi karena terganggunya proses produksi pada sublapangan usaha industri penyamakan kulit dan pengolahan ikan seiring dengan kelangkaan pasokan garam. Berdasarkan informasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatera Barat, beberapa bulan terakhir pasokan 17

36 garam dari Madura, Cirebon, dan Tuban sangat sulit didapatkan. Hal tersebut menyebabkan industri penyamakan kulit dan pengolahan ikan kesulitan untuk melakukan proses penjemuran. Melambatnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan tercermin dari kontraksi pertumbuhan industri manufaktur baik berskala besar-sedang hingga maupun mikro-kecil (grafik 1.42). Indikator lain tercermin dari melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan untuk industri pengolahan pada triwulan II 2017 (grafik 1.43). Di sisi lain, pelemahan kinerja industri pengolahan lebih lanjut tertahan oleh membaiknya produksi CPO dan karet. Perusahaan kontak liaison industri pengolahan CPO dan karet meyakini bahwa kinerja penjualan pada tahun 2017 diperkirakan juga akan terus membaik dan meningkat minimal 5% dibandingkan tahun %, yoy Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triliun Rp Kredit Industri Pengolahan %,yoy Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II (9.3) Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Industri Pengolahan (10.0) (20.0) 1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan III 2017 Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,1 5,5% (yoy) pada triwulan III Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Sumatera Barat terjadi akibat menurunnya konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Penurunan tingkat konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan berakhirnya momentum lebaran Idul Fitri 2017 dan liburan sekolah. Sementara itu, tren pelemahan kembali harga komoditas internasional diindikasikan menjadi penyebab menurunnya kinerja ekspor pada triwulan III Turunnya harga komoditas dunia diindikasikan menjadi pemicu perlambatan pertumbuhan ekspor meski nilainya diproyeksikan tidak lebih rendah dibandingkan periode sama tahun Berdasarkan hasil liaison penurunan harga yang tidak serendah rata-rata tahun 2016 membuat pelaku usaha percaya bahwa penjualan ekspor kelapa sawit dan karet selama tahun 2017 masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. 18

37 Namun perlambatan lebih lanjut tertahan akibat adanya peningkatan konsumsi pemerintah dan perbaikan kinerja investasi. Konsumsi pemerintah meningkat seiring dengan kenaikan realisasi belanja APBD dan APBN yang sesuai pola historisnya mengalami puncak penyerapan pada triwulan III. Selain itu, aktivitas konsumsi pemerintah diyakini meningkat pada triwulan III 2017 sebagai imbas base effect penundaan penyaluran DAU pada triwulan sama tahun Sejalan dengan konsumsi pemerintah, investasi pada triwulan III 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pengerjaan proyek infrastruktur pemerintah serta pembayaran vendor menjadi pendorong kenaikan realisasi belanja modal pemerintah. Selain dari pemerintah, realisasi investasi swasta diyakini meningkat seiring dengan semakin maraknya dukungan promosi pariwisata di Sumatera Barat. Ke depan, proyek investasi di sektor tersebut lebih diarahkan pada pembangunan resort ataupun jenis akomodasi lainnya yang dapat memfasilitasi pengunjung. Selain itu, pengembangan investasi diarahkan pula pada pembenahan infrastruktur, seperti akses jalan dari dan menuju tempat destinasi pariwisata. Selain itu, adanya komitmen pemerintah untuk mempromosikan potensi alam kepada calon investor diperkirakan dapat mewujudkan realisasi investasi swasta di Sumatera Barat. Selain pariwisata, potensi geothermal menjadi prioritas sektor unggulan investasi di Sumatera Barat. USD/MT 1,400 1,200 1, Rata-rata Harga CPO Internasional Rata-rata Harga Karet Internasional - sisi kanan I III I III I III I III I III I III I III* USD Cent/Kg Sumber: Bloomberg *Triwulan III merupakan posisi sampai dengan bulan Agustus 2017 Grafik Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I III I III I III I III I III I III I III* Sumber: Bank Indonesia diolah *Triwulan II merupakan posisi sampai dengan bulan Agustus 2017 Grafik Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Ekonomi Saat Ini (SK BI) Dari sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 disebabkan oleh penurunan kinerja pertanian, perdagangan, dan transportasi pergudangan. Kinerja lapangan usaha pertanian melambat ditengarai disebabkan oleh berkurangnya produksi tanaman perkebunan seiring dengan replanting tanaman kelapa 19

38 sawit. Selain itu, melemahnya harga komoditas internasional berpotensi dapat mengurangi insentif petani (khususnya karet) untuk melakukan penyadapan atau pengambilan produksi karet. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BI menunjukkan bahwa prakiraan perkembangan penggunaan tenaga kerja sektor pertanian pada triwulan III 2017 menurun dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya (grafik 1.46). Di sisi lain, aktivitas perdagangan pada triwulan III 2017 diperkirakan menurun seiring dengan berakhirnya momentum lebaran dan liburan sekolah. Selain itu, penurunan harga komoditas karet dan kelapa sawit berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat mengingat sebagian besar mata pencaharian penduduk Sumatera Barat bergantung pada sektor tersebut. Indikasi pelemahan daya beli tersebut tercermin dari menurunnya indeks keyakinan dan ekspektasi konsumen hasil SK KPw BI Provinsi Sumatera Barat (grafik 1.45). Indikator lain tercermin dari menurunnya indeks prakiraan penghasilan konsumen dari 106,2 pada triwulan II 2017 menjadi 99,3 pada triwulan III Di sisi lain, kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan melambat pada triwulan III 2017 seiring perlambatan lebih lanjut tertahan seiring dengan masih maraknya pengiriman paket menjelang lebaran Idul Adha. Hal ini sejalan dengan hasil liaison dengan salah satu kontak perusahaan ekspedisi pengiriman yang menyebutkan bahwa Idul Adha karena sebagian besar masyarakat Sumbar mengirimkan daging kurban dalam bentuk makanan jadi antara lain rendang kepada sanak saudara di daerah lain. Peningkatan pengiriman barang saat Idul Adha tersebut dapat mencapai 10 ton/hari dan merupakan puncak siklus usaha bagi pelaku usaha ekspedisi. %, saldo bersih tertimbang Tw II2017 Tw III 2017* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkiraan Perkembangan Tenaga Kerja (SKDU BI) 20

39 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Peningkatan nominal realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 diiringi dengan peningkatan realisasi belanja. Meningkatnya realisasi Pendapatan asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan menyebabkan realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 sebesar Rp3.116,68 miliar dan meningkat dibandingkan realisasi pendapatan pada triwulan II 2016 yang mencapai Rp2.361,07 miliar. Peningkatan pendapatan tersebut diikuti dengan kenaikan realisasi belanja pada triwulan II 2017 yang mencapai Rp2.265,27 miliar dari Rp1.683,56 miliar pada triwulan II Kenaikan realisasi belanja dimaksud disebabkan oleh adanya pengalihan beberapa kewenangan dan tanggung jawab penggajian beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) dari yang sebelumnya merupakan kewenangan kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berbeda halnya dengan kenaikan realisasi pendapatan dan belanja Provinsi Sumatera Barat, realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat justru menurun yang diikuti dengan penurunan realisasi belanja. Realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota pada triwulan II 2017 hanya sebesar Rp9.146,10 miliar, menurun dibandingkan realisasi pendapatan pada triwulan II 2016 yang mencapai Rp9.583,64 miliar. Penurunan realisasi pendapatan dimaksud disebabkan oleh penurunan PAD, Dana Perimbangan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Turunnya realisasi pendapatan juga diiringi dengan turunnya realisasi belanja dari Rp7.245,35 miliar pada triwulan II 2016 menjadi Rp6.409,18 miliar pada triwulan II Menurunnya belanja 19 kabupaten/kota disebabkan oleh semakin berkurangnya belanja pegawai 19 kabupaten/kota karena terdapat pengalihan kewenangan pembayaran gaji sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebelumnya merupakan kewenangan kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi. Perubahan kewenangan penggajian dimaksud telah berjalan sejak 1 Januari 2017 secara serentak di Indonesia sebagaimana amanat UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara itu, realisasi belanja kementerian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat yang bersumber langsung dari APBN mengalami peningkatan. Realisasi belanja 21

40 kementerian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 mencapai Rp3.551,66 miliar dan meningkat dibandingkan realisasi belanja pada triwulan II 2016 yang hanya sebesar Rp2.546,94 miliar ,00 34, ,68 40, , ,00 33,80 33,08 30,12 34,48 32,21 30,86 35,00 30, , ,07 24,72 25, ,00 20, , , , , , ,11 15,00 10, , , ,66 5,00 - Provinsi 19 Kab/Kot Kementerian/Lembaga Total - Realisasi Tw II 2017 (Rp miliar) Anggaran 2017 (Rp miliar) Daya Serap Tw II 2017 (%) Daya Serap Tw II 2016 (%) Sumber : DPKD dan Kanwil DJPB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.1. Anggaran, Realisasi dan Daya Serap Belanja di Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 2017 Kualitas belanja masih belum optimal tercermin dari porsi belanja pegawai yang mendominasi realisasi belanja total. Kualitas belanja daerah dinilai masih belum optimal karena masih didominasi oleh belanja pegawai baik pada provinsi, 19 kabupaten/kota dan kementrian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat (grafik 2.2), sementara itu porsi belanja modal di Sumatera Barat masih sangat minim sehingga efek pengganda terhadap pertumbuhan ekonomi daerah diprakirakan belum cukup signifikan. 10,41 15,91 11,24 6,21 21,59 33,48 25,19 22,06 37,96 56,65 50,32 51,27 Prov KabKot Kementerian/Lembaga Total Pegawai BarangJasa Modal Sumber : DPKD dan Kanwil DJPB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.2. Komposisi Belanja (%) di Provinsi Sumatera Barat Triwulan II

41 2.1 APBD Provinsi Sumatera Barat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan hingga triwulan II 2017 mencapai Rp3.116,68 miliar dan meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang hanya sebesar Rp2.361,07 miliar (tabel 2.1). Meskipun nominal realisasi meningkat, persentase realisasi pendapatan tersebut justru menurun tipis menjadi 51,01% dibandingkan dengan realisasi triwulan II 2016 yang mencapai 51,38%. Ketergantungan pendapatan terhadap transfer dana dari pusat semakin meningkat. Transfer dana dari pusat/dana perimbangan berkontribusi sebesar 67,15% terhadap realisasi pendapatan pada triwulan II 2017 (grafik 2.3) dan meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang hanya sebesar 57,52%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama pajak daerah dan retribusi daerah masih belum optimal sebagai motor penghasil pendapatan bagi daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berencana untuk meningkatkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk meningkatkan PAD dan meminimalisir ketergantungan Sumatera Barat akan transfer dana dari pusat. Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) akan hal tersebut telah disampaikan kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat dan saat ini masih dalam tahap pembahasan. Meskipun tengah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan PAD sebagaimana yang dicontohkan di atas, terdapat potensi berkurangnya PAD Provinsi Sumatera Barat pasca pengimplementasian Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Proses lelang proyek yang dilakukan secara elektronik melalui LPSE secara tidak langsung berpotensi mengurangi pendapatan Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk Dana Bagi Hasil Pajak. Proses lelang terbuka melalui LPSE menyebabkan beberapa proyek/lelang dimenangkan oleh kontraktor/vendor yang berkantor pusat di luar Sumatera Barat dan NPWP-nya tidak tercatat di Sumatera Barat, sehingga tidak akan tercatat sebagai komponen penambah Dana Bagi Hasil pajak penghasilan dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi Sumatera Barat. 23

42 Tabel 2.1. Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Triwulan II Tahun 2016 dan Uraian Anggaran* Realisasi Tw-II Anggaran Realisasi Tw-II (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah 4.595, ,07 51, , ,68 51,00 Pendapatan Asli Daerah 1.894,69 978,62 51, ,50 991,10 48,48 Pajak Daerah 1.427,52 702,92 49, ,30 723,32 47,17 Retribusi Daerah 16,73 8,76 52,37 19,95 9,46 47,45 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 87,92 72,14 82,05 98,87 77,45 78,33 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 362,52 194,80 53,74 392,38 180,86 46,09 Dana Perimbangan 2.649, ,18 51, , ,80 52,44 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 174,71 62,26 35,64 158,22 100,08 63,25 Dana Alokasi Umum 1.261,92 722,97 57, , ,60 55,11 Dana Alokasi Khusus 1.212,49 572,95 47, ,83 853,12 48,34 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 51,90 24,26 46,75 75,59 32,78 43,70 Hibah 10,05 3,34 33,22 25,24 7,60 30,12 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 41,85 20,93 50,00 50,35 25,17 50,00 Bantuan Keuangan Pendapatan Lainnya * Anggaran awal, sebelum perubahan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 67,15% 57,52% 41,45% 31,80% Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Tw II 2016 Tw II 2017 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.3. Komposisi Pendapatan Provinsi Sumbar Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat meningkat pasca perubahan kewenangan pembayaran gaji sejumlah ASN. Realisasi pendapatan hingga triwulan II 2017 mencapai Rp2.265,27 miliar dan meningkat dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan II 2016 yang mencapai Rp1.683,56 miliar (tabel 2.2). Meningkatnya belanja dimaksud terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja pegawai karena terdapat sejumlah ASN yang selama ini penggajiannya menggunakan APBD 19 Kabupaten/Kota, sejak 1 Januari 2017 menggunakan APBD Provinsi Sumatera Barat sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 24

43 Belanja Tabel 2.2. Belanja Provinsi Sumatera Barat Triwulan II Tahun 2016 dan 2017 Uraian Anggaran* Realisasi Tw-II Anggaran (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % 4.980, ,56 33, , ,27 34,88 Belanja Tidak Langsung 2.709, ,04 38, , ,44 38,54 Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Pem. Desa/Parpol Belanja Tidak Terduga dan Lainnya 790,04 364,77 46, ,45 848,63 37, ,32 547,31 50, ,58 479,43 44,04 664,89 132,98 20,00 710,89 284,36 40,00 150,73 5,71 3,79 108,85-0,00 16,45 0,27 1,62 5,00 1,02 20,36 Belanja Langsung 2.271,46 632,53 27, ,61 651,83 28,23 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal * Anggaran awal, sebelum perubahan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi Tw-II 15,19 7,70 50,71 23,47 11,26 47, ,60 378,42 37, ,40 499,79 39, ,67 246,40 19, ,73 140,78 13,87 Daya serap belanja Provinsi Sumatera Barat masih tergolong rendah. Meski nominal realisasi belanja pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2016, daya serap belanja hingga triwulan II 2017 baru mencapai 34,88% dan meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 33,80% (grafik 2.4). Daya serap belanja modal juga turun pada triwulan II 2017 (grafik 2.7). 11,72 9, ,88 33,80 93,7 20,00 14, ,26 37,44 95,52 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.4. Daya Serap Belanja Sumbar per Triwulan 2016 dan ,18 13, ,34 37,33 91,23 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.6. Daya Serap Belanja Barang/jasa Sumbar per Triwulan 2016 dan 2017 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Grafik 2.5. Daya Serap Belanja Pegawai Sumbar per Triwulan 2016 dan ,43 0, ,83 13, ,59 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Grafik 2.7. Daya Serap Belanja Modal Sumbar per Triwulan 2016 dan

44 Rendahnya daya serap disebabkan oleh beberapa permasalahan administrasi. Berbagai contoh permasalahan administrasi yang menjadi penyebab rendahnya tingkat penyerapan belanja pada triwulan II 2017 berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) antara Bank Indonesia dengan DPKD Sumatera Barat, BPKA Kota Padang, dan DPJB Sumatera Barat pada tanggal 8 Agustus 2017 antara lain sebagai berikut: - Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mulai berlaku sejak Januari 2017 menyebabkan harus dilakukannya revisi anggaran terlebih dahulu sebelum direalisasikan karena anggaran awal masih memperhitungkan OPD sebelum restrukturisasi. - Keterlambatan penetapan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang disebabkan oleh adanya restrukturisasi OPD. Hal tersebut mengakibatkan tertundanya pelaksanaan kegiatan pemerintah. - Terdapat rencana belanja pengadaan barang OPD yang tidak dapat direalisasikan karena belum terdaftar dalam Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD). Revisi terhadap RKBMD perlu dilakukan sehingga realisasi belanja barang dapat segera direalisasikan. - Belum ada petunjuk teknis pencairan dana dari kementerian terkait kepada DPKD untuk beberapa kegiatan meskipun dananya telah tersedia dan disampaikan oleh Kementerian Keuangan kepada DPKD Provinsi Sumatera Barat. - Terdapat beberapa vendor pengerjaan proyek yang telah menyelesaikan tahapan/termin pekerjaannya namun belum melakukan penagihan sehingga proses pembayaran menjadi tertunda. Porsi belanja pegawai masih mendominasi realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat. Porsi belanja pegawai pada triwulan II 2017 mencapai 37,96% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang hanya sebesar 22,12% (grafik 2.8). Kenaikan porsi belanja pegawai dimaksud disebabkan oleh bertambahnya jumlah ASN yang sebagian besar merupakan guru sekolah menengah dan setingkat yang penggajiannya menggunakan APBD Provinsi Sumatera Barat sejak Januari 2017 sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014, dari yang sebelumnya menggunakan APBD kabupaten/kota. Di satu sisi, komposisi belanja modal Sumatera Barat pada triwulan II 2017 menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017 (grafik 2.8). 26

45 85,04 64,29 62,74 55,02 51,17 46,48 38,28 25,90 142,66 135,37 307,78 37,96% Tw II 2016 Tw II ,48% 22,12% 22,06% 14,64% 6,21% Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.8. Komposisi Belanja Provinsi Sumbar 350,00 Realisasi 10 proyek belanja modal terbesar masih sangat minim. Anggaran belanja modal terbesar Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 adalah untuk pembangunan gedung tempat kerja yang mencapai Rp307,7 miliar, namun realisasinya hingga triwulan II 2017 baru mencapai 9,6% (grafik 2.9). Anggaran (Rp miliar) Realisasi (Rp miliar) Daya Serap (%, sisi kanan) 70,00 300,00 60,00 60,00 250,00 50,00 200,00 40,00 150,00 30,00 100,00 50,00-9,60 Bangunan Gedung Tempat Kerja 16,94 29,55 24,17 Jalan 15,73 18,49 Pengaman Sungai dan Penang'n Bencana Alam 38,58 Dana BOS Alat Peraga / Praktek Sekolah 19,40 14,20 0,04 0,03 10,67 7,26 Bangunan Air Irigasi Belanja modal BLUD Alat Kedokteran 10,02 0,01 0,16 0,00 0,06 2,59 Tanah untuk Bangunan Gedung Jembatan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.9. Realisasi 10 Anggaran Belanja Modal Terbesar Provinsi Sumbar Triwulan II ,97 12,14 34 proyek pengadaan lainnya 20,00 10,00-27

46 2.2 APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat menurun baik dari sisi nominal maupun tingkat daya serap. Realisasi pendapatan hingga triwulan II 2017 mencapai Rp9.146,10 miliar atau sebesar 46,64% dari target pendapatan tahun 2017, menurun dibandingkan realisasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 48,07% (tabel 2.3). Menurunnya realisasi pendapatan dimaksud salah satunya disebabkan oleh tertundanya pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) oleh pusat karena tertundanya pelaksanaan proyek yang sumber pembiayaannya bersumber dari DAK. Tabel 2.3. Pendapatan 19 Kabupaten/kota di Sumatera Barat Triwulan II 2016 dan Uraian Anggaran* Realisasi Tw-II Anggaran Realisasi Tw-II (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah , ,64 48, , ,10 46,64 Pendapatan Asli Daerah 1.700,76 823,42 48, ,01 780,00 40,35 Pajak Daerah 524,89 199,96 38,10 594,79 220,02 36,99 Retribusi Daerah 196,39 77,94 39,69 220,19 66,96 30,41 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 165,20 146,50 88,68 180,09 150,82 83,74 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 814,28 399,02 49,00 937,93 342,20 36,49 Dana Perimbangan , ,55 49, , ,58 47,45 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 405,07 133,16 32,87 406,26 182,79 44,99 Dana Alokasi Umum , ,58 55, , ,44 53,29 Dana Alokasi Khusus 3.856, ,81 30, ,45 896,35 26,95 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 1.770,23 676,67 38, ,08 965,52 46,42 Hibah 47,36 4,38 9,25 108,26 34,98 32,31 Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya 588,35 110,71 18,82 688,09 215,12 31,26 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 935,36 470,89 50,34 886,18 568,00 64,09 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya 123,89 1,18 0, Lain-lain 75,27 89,50 118,91 397,55 147,43 37,09 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Kota Padang Panjang, Kota Pariaman dan Kota Payakumbuh meraih predikat kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan yang tertinggi pada triwulan II Pada grafik 2.10 juga terlihat bahwa terdapat 9 kabupaten/kota yang daya serap pendapatan daerahnya pada triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan dengan daya serap pada triwulan II Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Solok Selatan tercatat sebagai 3 kabupaten/kota yang tingkat daya serapnya paling rendah pada triwulan II

47 Tw II 2016 Tw II ,00 50,00 49,76 51,11 49,71 44,69 50,60 51,00 49,38 49,26 37,97 49,77 50,09 44,17 49,80 44,77 46,14 23,13 48,83 47,89 33,63 50,30 51,05 49,40 50,45 50,55 51,95 49,35 54,13 51,48 50,48 50,67 43,60 47,86 45,96 52,22 52,33 49,18 50,24 40,00 37,04 30,00 20,00 10,00 0,00 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumbar Ketergantungan pendapatan dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat terhadap transfer dana dari pusat berupa Dana Perimbangan masih tetap tinggi. Dana Perimbangan berkontribusi sebesar 80,92% terhadap realisasi pendapatan pada triwulan II 2017, sedikit turun dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 84,35%. Masih tingginya ketergantungan terhadap Dana Perimbangan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih belum optimal dan menunjukkan kontribusi yang menurun pada triwulan II 2017 (grafik 2.11). 84,35% 80,92% 8,59% 8,53% Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Tw II 2016 Tw II 2017 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumbar 29

48 Ketergantungan pendapatan kabupaten/kota di Sumatera Barat terhadap transfer dana dari pusat berupa Dana Perimbangan (DP) juga tinggi. Meskipun terdapat 5 kabupaten/kota (Kab. Tanah Datar, Kab. Kepulauan Mentawai, Kota Bukitttinggi, Kota Padang dan Kota Payakumbuh) dengan rasio PAD terhadap total pendapatan melebihi 10%, tingkat ketergantungan pendapatan terhadap dana perimbangan 14 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat masih tergolong tinggi (grafik 2.12). Penopang PAD dari 5 kabupaten/kota tersebut di atas adalah pajak hotel/restoran serta pajak penerangan jalan. Sementara itu, Kabupaten Padang Pariaman dan Kab. Solok Selatan tercatat sebagai kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan porsi PAD terhadap total pendapatan yang terkecil pada triwulan II 2017 (grafik 2.12). 6,68 6,45 14,53 6,08 0,17 6,52 18,20 19,82 7,03 95,42 85,04 77,26 89,12 76,07 72,80 82,45 87,76 88,74 0,00 13,35 6,67 2,55 1,12 1,29 1,44 1,75 1,45 94,83 79,26 6,99 7,06 85,27 87,69 86,89 90,78 88,51 80,09 86,26 88,31 84,35 7,06 6,61 4,73 2,63 6,37 10,35 12,81 4,21 2,71 9,40 6,07 11,10 12,75 7,41 9,65 19,49 12,26 4,43 8,53 PAD Dana Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumatera Barat pada Triwulan II Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi belanja 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat menurun pasca pengimplementasian UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hingga triwulan II 2017, realisasi belanja sebesar Rp6.409,18 miliar atau 30,12% dari anggaran belanja tahun 2017, menurun dibandingkan realisasi belanja pada triwulan II 2016 sebesar Rp7.245,35 miliar (33,08% dari anggaran tahun 2016). Turunnya realisasi belanja di 19 kabupaten/kota disebabkan oleh semakin berkurangnya biaya pegawai karena terdapat ASN yang status penggajiannya berubah dari yang sebelumnya menggunakan APBD 19 Kabupaten/Kota menjadi menggunakan APBD Provinsi Sumatera Barat. 30

49 Belanja Tabel 2.4. Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Triwulan II Anggaran* Anggaran (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % , ,35 33, , ,18 30,12 Belanja Tidak Langsung , ,87 41, , ,07 38,75 Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Uraian Belanja Pegawai Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota, Pemdes dan Parpol Belanja tidak terduga , ,48 42, , ,18 40,28 15,15 2,39 15,78 13,55 4,28 31,56 0, ,00 1,04 26,01 184,90 57,94 31,34 257,76 58,06 22,52 13,88 2,41 17,36 14,08 2,16 15,33 89,14 30,28 33,97 33,67 46,99 139, ,47 502,57 34, ,18 590,82 33,32 48,47 9,79 20,20 63,81 3,56 5,57 Belanja Langsung 9.735, ,49 23, , ,10 21,39 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa 502,52 171,67 34,16 498,67 158,26 31, , ,64 30, , ,48 29,32 Belanja Modal 5.013,01 798,17 15, ,17 705,36 13,29 * Anggaran awal, sebelum perubahan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 2016 Realisasi Tw-II 2017 Realisasi Tw-II Daya serap belanja 19 kabupaten/kota menurun terutama disumbang oleh menurunnya belanja pegawai. Daya serap belanja hingga triwulan II 2017 hanya sebesar 30,12% dan menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 33,08% (grafik 2.13). Daya serap belanja pegawai yang menurun pada triwulan II 2017 (grafik 2.14) juga diikuti dengan turunnya daya serap belanja barang/jasa dan belanja modal pada triwulan II 2017 (grafik 2.15 dan grafik 2.16). 9,2 8, ,8 33,08 30,12 95,4 14,47 14, ,3 42,08 39,81 92,7 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Daya Serap Belanja Kab/Kota per Triwulan 2016 dan ,95 7, ,18 29,32 73,2 94,5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Daya Serap Belanja Barang/jasa Kab/Kota per Triwulan 2016 dan 2017 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Grafik Daya Serap Belanja Pegawai Kab/Kota per Triwulan 2016 dan ,61 0, ,4 15,92 13,29 93,4 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Grafik Daya Serap Belanja Modal Kab/Kota per Triwulan 2016 dan

50 Masih rendahnya daya serap disebabkan antara lain oleh beberapa permasalahan administrasi. Permasalahan administrasi tersebut menyebabkan rendahnya tingkat penyerapan belanja 19 kabupaten/kota pada triwulan II 2017 antara lain sebagai berikut: - Proses penganggaran yang tidak dilakukan secara akurat sejak awal. Penganggaran yang tidak dilakukan secara akurat menyebabkan OPD harus mengajukan revisi terlebih dahulu sebelum dapat direalisasikan. - Keterlambatan proses tender. Proses persiapan tender yang baru dilakukan pada tahun berjalan ditengarai menjadi salah satu penyebab lambatnya proses tender dan realisasi belanja. Porsi belanja pegawai masih mendominasi realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II Porsi belanja pegawai pada triwulan II 2017 mencapai 56,65% (grafik 2.17), menurun dibanding porsi belanja pada triwulan II Sementara itu, porsi belanja modal semakin turun menjadi 10,41% pada triwulan II ,05% 56,11% 21,85% 17,58% 11,02% 11,01% Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Tw II 2016 Tw II 2017 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Belanja 19 Kab/Kota 32

51 Kab. Agam tercatat sebagai kabupaten/kota dengan realisasi belanja yang tertinggi pada triwulan II Dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat, Kabupaten Agam tercatat sebagai daerah dengan realisasi belanja tertinggi di Sumatera Barat (grafik 2.18). 42,08 Tw II 2016 Tw II ,00 40,00 35,00 30,00 40,55 31,91 23,98 35,18 29,77 36,46 35,83 36,46 34,38 37,10 31,61 32,14 26,32 27,48 21,96 35,03 32,46 29,80 29,23 29,71 23,64 32,92 29,21 31,85 22,02 29,83 28,31 26,42 22,48 35,85 28,58 33,02 31,97 35,81 31,85 29,25 27,97 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Kab. Agam Kab. Pasaman Kab. Lima Puluh Kota Kab. Solok Padang Pariaman Kab. Pesisir Selatan Tanah Datar Kep. Mentawai Dharmas Raya Solok Selatan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Belanja 19 Kab/Kota di Sumbar Berdasarkan Komposisinya Pasaman Barat Sijunjung Kota Bukittinggi Kota Padang Panjang Kota Solok Kota Sawahlunto Kota Padang Kota payakumbuh Kota Pariaman Ketergantungan belanja pegawai dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat terhadap total realisasi belanja masih tetap tinggi. Belanja pegawai masih mendominasi belanja di 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat (grafik 2.19), sementara itu alokasi belanja modal merupakan alokasi belanja yang terkecil dibandingkan dengan alokasi belanja lainnya. 49,05 67,27 65,09 20,11 3,64 10,64 8,91 12,08 5,30 3,35 25,92 23,13 17,98 16,37 60,92 59,37 51,03 75,65 16,08 16,19 12,08 51,32 21,32 51,30 45,35 62,48 56,01 68,80 42,44 56,86 59,37 56,63 56,11 48,91 34,92 27,20 7,85 11,47 11,88 8,13 10,96 20,83 6,89 16,78 8,35 2,81 4,73 20,8320,34 28,35 30,36 31,85 18,34 25,05 27,48 30,09 33,85 23,31 21,85 Belanja Barang/Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumbar 33

52 2.3 Alokasi APBN di Sumatera Barat Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat Meski daya serap belanja masih rendah, realisasi belanja dana APBN untuk Kementerian/Lembaga di Provinsi Sumatera Barat dibandingkan dengan triwulan II triwulan II 2017 membaik Realisasi belanja dana APBN untuk kementerian/lembaga di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 mencapai Rp3.551,66 miliar, meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan capaian sebesar Rp2.546,94 miliar (tabel 2.5). Meski secara nominal lebih tinggi, daya serapnya pada triwulan II 2017 masih tergolong rendah yaitu sebesar 34,87%. Tabel 2.5. Belanja Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat Triwulan II 2016 dan Uraian Anggaran Realisasi Tw-II Anggaran Realisasi Tw-II Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Berdasarkan Jenis Belanja , ,94 24, , ,66 34,87 Pegawai 4.011, ,57 29, , ,06 46,06 Barang 3.747,10 834,56 22, , ,13 33,01 Modal 2.505,67 513,83 20, ,69 565,02 21,21 Bantuan Sosial 37,92 8,98 23,68 40,33 10,45 25,91 Berdasarkan Fungsi , ,94 24, , ,7 34,87 Pelayanan Umum 517,24 149,56 28,91 411,23 167,63 40,76 Pertahanan 380,43 110,28 28,99 369,66 181,64 49,14 Ketertiban dan Keamanan 1.508,67 448,58 29, ,66 685,79 46,16 Ekonomi 2.537,61 614,74 24, ,44 718,56 26,12 Lingkungan Hidup 151,42 35,90 23,71 190,86 48,52 25,42 Perumahan & Fasum 496,73 112,60 22,67 444,88 125,61 28,23 Kesehatan 1.084,63 244,47 22,54 888,23 352,56 39,69 Pariwisata dan Budaya 7,01 0,35 5,05 1,85 0,52 28,11 Agama 262,02 71,10 27,14 301,47 111,78 37,08 Pendidikan 3.307,43 748,89 22, , ,93 34,63 Perlindungan Sosial 48,52 10,47 21,58 43,52 17,14 39,38 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Permasalahan administrasi menyebabkan daya serap belanja kementerian/lembaga di Sumatera Barat masih tergolong rendah. Beberapa permasalahan yang menyebabkan masih tergolong rendahnya realisasi biaya adalah sebagai berikut: - Belum dibuatnya kontrak dengan pihak ketiga dikarenakan e-katalog untuk barang tertentu masih belum ada/belum dikinikan. - Proses tender yang masih berjalan. 34

53 Komposisi belanja pegawai masih mendominasi dibandingkan dengan komposisi belanja barang dan belanja modal. Komposisi belanja pegawai semakin meningkat menjadi 50,32% pada triwulan II 2017 (grafik 2.21). Berdasarkan fungsinya, porsi belanja pendidikan dan ketertiban/keamanan di Sumbar juga meningkat pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan II 2016 (grafik 2.21). 35,00% 60,00% 30,00% 29,40% 32,15% 50,00% 50,32% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 17,61% 19,31% 24,14% 20,23% 9,60% 9,93% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 38,94% 36,37% 33,48% 24,32% 15,91% 0,00% Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Pendidikan Kesehatan Tw II 2016 Tw II ,00% Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Tw II 2016 Tw II 2017 Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Fungsi Grafik Komposisi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis 35

54 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 36

55 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Bergesernya Ramadhan dan Lebaran dari triwulan III menjadi triwulan II serta kebijakan penyesuaian tarif listrik menjadi faktor utama meningkatnya inflasi pada triwulan II Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,00 (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,82% (yoy). Kelompok administered price mengalami tekanan inflasi di tengah inflasi kelompok inti dan volatile food yang justru mereda. Kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan siklus kenaikan tarif angkutan udara seiring tibanya Ramadhan dan Lebaran menjadi faktor utama pendorong inflasi triwulan II Sementara itu, panen komoditas hortikultura serta terjaganya pasokan beras seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor penahan inflasi. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-7 tertinggi secara nasional. Normalisasi harga pasca Lebaran dan tetap terjaganya pasokan komoditas hortikultura diperkirakan berdampak pada tetap rendahnya tingkat inflasi Sumbar pada triwulan III Tekanan masih bersumber dari angkutan udara seiring tradisi pulang basamo di awal triwulan III namun diperkirakan mengalami normalisasi harga pada Agustus dan September Komoditas inflasi juga diperkirakan bersumber dari kelompok pendidikan sebagai dampak siklus tahun ajaran baru. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga bulan Juli 2017, pergerakan harga beberapa komoditas seperti cabai, bawang merah dan beras masih terjaga di level yang rendah. Inflasi Sumbar pada triwulan III 2017 diprakirakan berada pada kisaran 3,0% - 3,4% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). 3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Laju inflasi Sumbar pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 5,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,82% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar 4,37% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sumbar berada pada urutan ke-7 inflasi tertinggi secara nasional. Cukup tingginya inflasi tahunan pada Juni 2017, lebih dipengaruhi faktor teknis pergeseran Lebaran dari triwulan III 37

56 menjadi triwulan II Secara tahun kalender (Januari-Juni 2017), inflasi Sumbar masih tercatat rendah sebesar 0,30% (ytd). Rendahnya inflasi tahun kalender tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor meredanya tekanan harga hortikultura yang disebabkan oleh berlangsungnya panen komoditas cabai di berbagai sentra produksi di Sumbar dan daerah pemasok lainnya. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumbar dan Nasional Secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada Kota Bukittinggi. Pada triwulan II 2017, Kota Padang mengalami inflasi 5,20% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah yakni sebesar 3,46% (yoy). Secara tahun kalender, inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 0,40% dan -0,41% (ytd). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rendahnya inflasi kedua kota ini didorong oleh meredanya tekanan dari kelompok bahan makanan khususnya subkelompok bumbu-bumbuan. Tabel 3.1. Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi No. Kelompok Tren Tren Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Umum 3,16 5,07 5,02 3,98 5,20 3,76 5,33 3,93 2,65 3,46 1 Bahan Makanan 3,94 10,72 10,83 2,87 3,35 6,62 14,60 8,63 2,15 4,89 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 4,84 5,19 5,37 6,11 4,49 8,18 7,56 5,87 4,54 3,17 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,90 2,34 2,54 4,73 8,51 1,05 0,58 1,82 2,52 2,26 4 Sandang 1,90 1,40 1,64 1,88 2,19 3,13 1,94 1,25 0,94 1,67 5 Kesehatan 4,49 4,53 6,07 8,56 7,82 2,55 1,84 1,68 2,75 2,19 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 7,44 5,26 4,82 5,92 6,05 5,84 5,53 5,32 5,60 5,64 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,29 1,13-0,02 1,71 5,11-2,55-2,48-2,05 0,69 3,60 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 38

57 3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Seperti halnya triwulan I, inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan II 2017 terjaga tetap rendah. Secara tahunan, kelompok makanan mencatatkan inflasi sebesar 3,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 2,78% (yoy). Subkelompok sayur-sayuran mengalami inflasi tertinggi hingga 16,88% (yoy) yang disumbang oleh komoditas bayam dan kangkung. Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan sebagai salah satu penyumbang inflasi secara historis, justru turun dan mencatat deflasi hingga 2,91% (yoy) seiring dengan panen hortikultura yang terjadi di Sumbar dan daerah pemasok lainnya. Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Inflasi Tahunan Andil Inflasi Tahunan No. Kelompok Tren Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Umum 3,23 5,10 4,89 3,82 5,00 3,23 5,10 4,89 3,82 5,00 1 Bahan Makanan 4,25 11,16 10,56 2,78 3,53 1,11 3,06 2,94 0,75 0,91 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 5,23 5,46 5,43 5,93 4,34 0,96 0,99 0,98 1,08 0,79 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,79 2,12 2,45 4,45 7,74 0,36 0,42 0,48 0,89 1,60 4 Sandang 2,04 1,47 1,59 1,77 2,13 0,13 0,09 0,09 0,11 0,13 5 Kesehatan 4,26 4,21 5,55 7,89 7,17 0,17 0,17 0,22 0,32 0,29 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 7,25 5,29 4,87 5,89 6,00 0,54 0,40 0,36 0,44 0,45 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,05 0,69-0,26 1,59 4,93-0,01 0,12-0,04 0,28 0,87 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Penyesuaian tarif cukai rokok pada triwulan II 2017 masih menjadi menjadi faktor pendorong inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau namun dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan triwulan I Kelompok ini tercatat mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy), menurun dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,93% (yoy). Subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok ini dengan andil sebesar 0,49%, lebih rendah dari andil triwulan I 2017 sebesar 0,65%. Penyesuaian tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi pada subkelompok ini yang terkonfirmasi dari inflasi pada komoditas rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih dengan andil masing-masing sebesar 0,19%; 0,18% dan 0,12%. Sementara itu, terjaganya pasokan gula pasir menahan kenaikan inflasi lebih lanjut dengan andil pada triwulan II 2017 sebesar -0,07%. Penyesuaian tarif listrik secara bertahap menjadi pendorong utama inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 7,74% atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,45% (yoy). 39

58 Kelompok ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi dari seluruh kelompok di triwulan II 2017 dengan andil inflasi mencapai 1,60% (yoy). Subkelompok bahan bakar, penerangan dan air menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 1,33%. Peningkatan harga pada subkelompok ini didorong oleh peningkatan tarif listrik seiring dengan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pasca bayar daya 900 VA nonsubsidi yang dilakukan PLN. Disamping itu, tekanan juga bersumber dari pergerakan harga minyak internasional yang mengharuskan pemerintah menaikkan BBM khususnya bensin pada bulan April sebesar 3,50% (yoy). Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,13% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,28% (yoy). Subkelompok sandang laki-laki menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,08%. Peningkatan harga kemeja pendek katun khususnya menjelang Lebaran menjadi penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini. Kelompok kesehatan mencatatkan inflasi 7,17% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017 sebesar 7,89% (yoy). Subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,13% (yoy). Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh pasta gigi dan sabun mandi yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,05% (yoy) dan 0,02% (yoy). Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 6,00% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,89% (yoy). Subkelompok pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,35% atau 78% dari total andil inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Inflasi pada subkelompok pendidikan terutama disumbang oleh peningkatan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai siklus musiman kenaikan biaya pendidikan, dengan andil inflasi sebesar 0,27%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat inflasi sebesar 4,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 1,59% (yoy). Subkelompok sarana dan penunjang transpor menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,15%. 40

59 3.2.2 Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Indeks Harga Konsumen di Sumatera Barat mengalami penurunan inflasi triwulanan pada triwulan II 2017 ke level -0,07% (qtq). Kelompok bahan makanan merupakan penyumbang terbesar terjadinya penurunan harga secara triwulanan khususnya pada subkelompok bumbu-bumbuan dan padi-padian seiring dengan masih berlanjutnya panen berbagai komoditas hortikultura serta terjaganya pasokan beras. Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok inti dan volatile food cenderung menurun sedangkan kelompok administered price meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya akibat penyesuaian tarif listrik dan siklus kenaikan tarif angkutan udara. Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) Inflasi Triwulanan Andil Inflasi Triwulanan No. Kelompok Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Umum -1,19 2,97 1,66 0,37-0,07-1,19 2,97 1,66 0,37-0,07 1 Bahan Makanan -4,68 7,80 3,30-3,16-3,99-1,23 2,14 0,92-0,85-1,03 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,82 1,18 1,04 1,76 0,29 0,34 0,21 0,19 0,32 0,05 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar -0,18 0,94 1,77 1,87 2,96-0,04 0,18 0,35 0,37 0,61 4 Sandang 0,97 0,43-1,43 1,82 1,33 0,06 0,03-0,09 0,11 0,08 5 Kesehatan 0,93 1,50 1,88 3,37 0,25 0,04 0,06 0,07 0,14 0,01 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,00 5,12-0,16 0,88 0,11 0,00 0,39-0,01 0,07 0,01 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -1,73 0,35 1,44 1,56 1,50-0,30 0,06 0,25 0,27 0,26 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tren 2,00 1,50 1,00 0,50-0,58 Tw II'16 1,30 Tw III'16 Core 0,56 Tw IV'16 1,82 0,20 Tw I'17 Tw II'17 10,00 5,00 - (5,00) (10,00) Tw II'16 (5,17) VF 7,87 Tw III'16 3,55 Tw IV'16 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Triwulanan Provinsi Sumbar Tw I'17 Tw -3,45-4,00 II'17 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) (2,00) Tw (0,79) II'16 2,08 1,72 1,29 Tw III'16 AP Tw Tw I'17 IV'16 3,59 Tw II'17 41

60 3.2.3 Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tekanan inflasi bulanan pada triwulan II 2017 mereda. Rata-rata inflasi bulanan pada triwulan II 2017 sebesar -0,02% (mtm) atau lebih rendah dibandingkan ratarata inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 0,12% (mtm). Berdasarkan kelompok barang, penurunan tekanan inflasi terutama disumbang oleh kelompok bahan makanan seiring dengan musim panen cabai merah baik di Sumbar maupun sentra produksi di luar Sumbar. Tabel 3.4. Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%,mtm) No. Kelompok Tw I 2017 Tw II 2017 Rata-rata Tren Jan Feb Mar Apr Mei Jun Tw I '17 Tw II '17 Umum 0,53-0,17 0,02-0,30-0,09 0,32 0,12-0,02 1 Bahan Makanan -1,26-1,95 0,03-2,54-0,96-0,53-1,06-1,34 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,52 0,14 0,10 0,04-0,03 0,28 0,59 0,10 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,63 0,88 0,34 1,35 0,48 1,10 0,62 0,98 4 Sandang 0,93 0,46 0,41 0,76-0,28 0,85 0,60 0,44 5 Kesehatan 2,49 0,40 0,46 0,16 0,08 0,01 1,12 0,08 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,56 0,22 0,10-0,01 0,20-0,07 0,29 0,04 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,71 0,58-0,72 0,36 0,36 0,79 0,52 0,50 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.5. Andil Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%) No. Kelompok Tw I 2017 Tw II 2017 Rata-rata Tren Jan Feb Mar Apr Mei Jun Tw I '17 Tw II '17 Umum 0,53-0,17 0,02-0,30-0,09 0,32 0,12-0,02 1 Bahan Makanan -0,35-0,53 0,01-0,68-0,25-0,14-0,29-0,36 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,27 0,02 0,02 0,01-0,01 0,05 0,11 0,02 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,12 0,17 0,07 0,27 0,10 0,22 0,12 0,20 4 Sandang 0,06 0,03 0,02 0,05-0,02 0,05 0,04 0,03 5 Kesehatan 0,10 0,02 0,02 0,01 0,00 0,00 0,04 0,00 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,04 0,02 0,01 0,00 0,01-0,01 0,02 0,00 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,29 0,10-0,13 0,06 0,06 0,14 0,09 0,09 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Selama triwulan II 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni sedangkan terendah terjadi pada April Sub kelompok perumahan, air,listrik, gas dan bahan bakar menjadi penyumbang utama inflasi pada triwulan II Komoditas tarif listrik selalu menjadi komoditas paling utama penyumbang inflasi pada bulan April, Mei dan Juni 2017 dengan andil masing-masing sebesar 0,26%; 0,07% dan 0,26%. Hampir sama dengan pola triwulan sebelumnya, komoditas cabai justru menjadi penyumbang utama deflasi dalam tiga bulan berturut-turut di triwulan II Andil deflasi cabai merah dalam tiga bulan tersebut secara total mencapai -0,89%. Panen yang terjadi di Sumbar dan berbagai daerah pemasok cabai merah dari luar Sumbar menjadi faktor utama penurunan drastis harga cabai di triwulan II

61 Tabel 3.6. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi Bulanan Triwulan II 2017 (%,mtm) Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Triwulan II 2017 (%, mtm) April Mei Juni Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Tarip Listrik 0,26 Tarip Listrik 0,07 Tarip Listrik 0,24 Petai 0,05 Jengkol 0,06 Angkutan Udara 0,08 Emas Perhiasan 0,04 Angkutan Udara 0,05 Daging Ayam Ras 0,06 Jengkol 0,03 Bawang Putih 0,02 Angkutan Antar Kota 0,03 Angkutan Udara 0,03 Ayam Hidup 0,01 Bayam 0,03 Tarip Pulsa Ponsel 0,02 Personal Komputer/De 0,01 Petai 0,02 Nila 0,01 Kelapa 0,01 Kangkung 0,02 Tomat Sayur 0,01 Bensin 0,01 Rokok Kretek Filter 0,02 Bensin 0,01 Sepeda Motor 0,01 Emas Perhiasan 0,02 Tongkol/Ambu-ambu 0,01 Seng 0,01 Kemeja Pendek Katun 0,02 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Triwulan II 2017 (%, mtm) April Mei Juni Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Cabai Merah -0,57 Bawang Merah -0,11 Cabai Merah -0,25 Daging Ayam Ras -0,07 Cabai Merah -0,07 Beras -0,10 Bawang Merah -0,03 Beras -0,07 Bawang Putih -0,05 Bayam -0,03 Daging Ayam Ras -0,02 Jeruk -0,02 Kangkung -0,03 Tarip Pulsa Ponsel -0,02 Gula Pasir -0,01 Telur Ayam Ras -0,03 Cabe Hijau -0,02 Tongkol/Ambu-ambu -0,01 Buncis -0,02 Emas Perhiasan -0,02 Personal Komputer/Desktop -0,01 Cabai Rawit -0,01 Gula Pasir -0,02 Udang Basah -0,01 Ayam Hidup -0,01 Ikan Asin Belah -0,01 Bahan Bakar Rumah Tangga -0,01 Cabe Hijau -0,01 Jeruk -0,01 Pir 0,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.3 Disagregasi Inflasi Secara tahunan, kenaikan inflasi umum (IHK) Sumatera Barat pada triwulan II 2017 didorong oleh kenaikan pada kelompok administered price di tengah kondisi kelompok inflasi inti dan volatile food yang terjaga dalam level rendah. Meningkatnya tekanan harga kelompok administered price disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan khususnya dalam menghadapi musim Lebaran dan trradisi pulang basamo serta kelanjutan penyesuaian harga tarif listrik yang dilakukan pemerintah. Inflasi tahunan (yoy) kelompok inti pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,32% (yoy). Setelah mengalami kenaikan pada triwulan I 2017, tarif pulsa ponsel mengalami normalisasi harga seiring dengan penyesuaian tarif oleh provider. Sementara komoditas lain seperti emas perhiasan mengalami fluktuasi seiring pergerakan harga komoditas emas internasional. Lebih lanjut, sedikit membaiknya konsumsi masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas ekspor memberikan tekanan inflasi inti dari sisi permintaan. Membaiknya 43

62 konsumsi juga tercermin dari ekspektasi masyarakat yang tetap terjaga dalam level optimis yang tercermin dari Survei Konsumen KPw BI Sumbar. Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Batas Positif Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.3. IKK, IKE dan IEK Konsumen di Sumbar Melimpahnya pasokan cabai merah pada triwulan II 2017 berdampak pada tetap rendahnya inflasi pangan di triwulan II Walaupun inflasi kelompok volatile food tercatat 3,41% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 2,33% inflasi kelompok tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis selama 3 tahun terakhir (6,23%, yoy). Melimpahnya pasokan akibat musim panen raya berpengaruh besar pada penurunan harga beberapa komoditas seperti cabai merah, cabai rawit dan cabai hijau. Sementara itu, turunnya harga bawang putih merupakan dampak dari intervensi pemerintah pusat yang sejak Mei 2017 menginstruksikan importir untuk menggelontorkan stok impornya ke pedagang pasar rakyat dengan harga yang telah ditentukan. Di sisi lain, gencarnya operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog dinilai berkontribusi positif terhadap turunnya harga komoditas pangan seperti beras. Core VF AP 4,32 3,93 11,04 10,64 8,93 3,38 3,00 2,94 3,82 2,13 3,41 1,95 3,10 2,84 4,44 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw I'17 Tw II'17 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw I'17 Tw II'17 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.4. Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Sumbar Tw II'16 Tw III'16Tw IV'16 Tw I'17 Tw II'17 44

63 Tekanan inflasi kelompok komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered price) meningkat, didorong oleh kenaikan tarif listrik dan angkutan udara. Kebijakan penyesuaian TTL 5 yang dilakukan secara bertahap selama tahun 2017 (Jan, Mar, Mei) memberikan tekanan inflasi di sisi administered price. Pada April, Mei dan Juni 2017, TTL telah memberikan andil yang cukup besar masing-masing sebesar 0,26%; 0,07% dan 0,24% (mtm) terhadap inflasi yang terjadi di Sumbar. Sementara itu, kenaikan tarif angkutan dengan andil hingga 0,14% terjadi karena meningkatnya permintaan masyarakat dalam menyambut Lebaran 1438 H Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Sebagai upaya meredam lonjakan harga selama Ramadhan dan Lebaran, TPID Prov. Sumbar telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menjaga keterjangkauan harga serta membangun komunikasi untuk menciptakan ekspektasi positif. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh TPID Sumbar khususnya selama Ramadhan yaitu: 1) Pelaksanaan High Level Meeting (20 April 2017) yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumbar dalam rangka memberi arahan kepada TPID terkait upaya pengendalian inflasi sesuai kewenangan masing-masing OPD/instansi; 2) Pelaksanaan pasar murah. Selama Ramadhan kali ini, pelaksanaan pasar murah diinisiasi oleh Pemprov. Sumbar, Pemko Padang, Pemko Bukittinggi, Bulog Sumbar dan KPwBI Prov. Sumbar yang tersebar di berbagai lokasi baik di kelurahan, pasar maupun lingkungan instansi; 3) Pelaksanaan sidak pasar jika diperlukan dan jika terdapat indikasi kenaikan harga secara terus menerus dan adanya indikasi penimbunan. 4) Membangun komunikasi yang bertujuan membentuk ekspektasi positif di masyarakat antara lain penyampaian himbauan kepada masyarakat agar konsumsi sewajarnya sesuai kebutuhan yang disampaikan dalam bentuk iklan di media serta pelaksanaan talkshow. 5 Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tanggal 20 Okttober 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT. PLN yg telah mendapat persetujuan DPR Komisi VII 22 Sept 2016 memutuskan bahwa untuk pelanggan 900 VA yg tidak layak subsidi akan dilakukan kenaikan tarif secara Rp1.352/KwH. 45

64 5) Bekerjasama dengan Satgas Pangan khususnya dalam melakukan pengawasan dan penindakan terkait penyalahgunaan atau kecurangan dalam tata niaga pangan di berbagai daerah di Sumatera Barat. 3.4 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III 2017 Pergeseran Ramadhan dan Lebaran dari triwulan III tahun 2016 menjadi triwulan II 2017 berdampak pada berkurangnya tekanan inflasi pada triwulan III Pada triwulan III 2017, inflasi Sumbar diperkirakan lebih banyak bersumber dari kelompok administered price dibandingkan volatile food. Kenaikan angkutan udara dan rokok kretek filter diperkirakan berkontribusi pada inflasi harga kelompok administered price. Kenaikan angkutan udara terjadi karena masih tingginya permintaan masyarakat untuk pulang kembali ke Jakarta maupun kota lainnya setelah merayakan lebaran dan liburan panjang di Sumatera Barat. Sementara itu, inflasi rokok kretek filter terus berlanjut mengikuti inflasi yang terjadi pada beberapa bulan sebelumnya pasca kenaikan tarif cukai rokok. Khusus volatile food, kelompok ini diperkirakan tidak memberikan dampak inflasi yang tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya. Panen berbagai komoditas hortikultura yang masih berdampak pada terjaganya harga beberapa komoditas seperti cabai merah dan merah pada tingkat yang rendah. Survei Pemantauan Harga KPw BI Sumbar periode Juli 2017 mengkonfirmasi tren harga pangan dan hortikultura yang cenderung menurun dari awal tahun hingga triwulan III Indeks Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 3.5. Ekspektasi Harga 3 dan 6 Bulan Mendatang Rp/kg Beras Cabe Merah-sb kanan Bawang Merah- sb kanan Rp/kg Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik 3.6. Perkembangan Harga Bulanan Beras, Cabai Merah dan Bawang Merah (Volatile Food) 46

65 Rp/gr Emas 24 Karat Emas 22 Karat Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik 3.7. Perkembangan Harga Bulanan Emas (Inti) Rp/bungkus Rokok kretek filter 1 Rokok kretek filter 2 Tiket Angkutan Udara Rp Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik 3.8. Perkembangan Harga Rokok dan Tiket Angkutan Udara (Administered Price) 0 Dengan mempertimbangkan berbagai risiko inflasi pada triwulan III 2017 serta perkembangan harga berdasarkan Survei Pemantauan Harga dan ekspektasi harga ke depan berdasarkan Survei Konsumen, inflasi Sumbar pada triwulan III 2017 diprakirakan berada pada kisaran 3,0% - 3,4% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Dalam rangka mengantisipasi tekanan inflasi pada triwulan III 2017, TPID Provinsi Sumbar melakukan sejumlah langkah evaluasi dan antisipatif melalui pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID pada tanggal 19 Juli 2017 yang dihadiri langsung oleh Gubernur Sumbar. Beberapa poin arahan Gubernur Prov. Sumbar lebih banyak menyasar aspek produksi tanaman pangan yang mencakup: a) penanaman kembali cabai merah seiring dengan mulai berakhirnya periode panen di Juli 2017; b) pemetaan siklus inflasi komoditas jengkol dan petai sebagai acuan dalam mengantisipasi inflasi komoditas tersebut ke depannya; c) pendataan jumlah pohon jengkol dan petai serta mengestimasi jumlah dan waktu panennya; d) penganggaran benih jengkol untuk budidaya di masing-masing daerah; dan e) pendistribusian benih cabai dalam polybag kepada masyarakat. Selain pembahasan terkait isu inflasi Sumbar, HLM tersebut juga merumuskan isu strategis Sumbar yang telah diangkat oleh Gubernur Sumbar di hadapan Presiden RI pada saat Rakornas VIII TPID di Jakarta tanggal 27 Juli 2017 yang lalu. Isu strategis tersebut antara lain: a) masalah tarif angkutan udara yang masih sering menimbulkan inflasi; b) usulan penggabungan Satgas Pangan ke dalam TPID; c) usulan agar ada kehadiran KPPU di Sumbar; dan d) optimalisasi peran Bulog dalam mengelola buffer stock (penyerapan saat panen dan penyaluran saat gangguan pasokan) melalui penguatan payung hukum dan sumber daya. Pada Rakornas tersebut juga diumumkan 47

66 bahwa Sumatera Barat terpilih menjadi TPID Terbaik tingkat provinsi di wilayah Sumatera. Pemilihan tersebut berdasarkan penilaian pada aspek proses, hasil (output) dan one page summary yang menyimpulkan bahwa TPID Prov. Sumbar unggul dalam penguatan BUMD untuk mendukung distribusi pangan. Komitmen Pemerintah Daerah Sumatera Barat dalam menekan laju inflasi Sumatera Barat akhirnya membuahkan hasil dengan terpilihnya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat sebagai TPID Terbaik tingkat provinsi di Wilayah Sumatera pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VIII TPID, 27 Juli 2017 lalu di Jakarta. Sebelumnya, pada tahun 2016, TPID Kota Padang juga berhasil meraih penghargaan sebagai TPID Terbaik tingkat kota/kabupaten. Tantangan pengendalian inflasi Sumatera Barat (Sumbar) lebih banyak berasal dari kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dengan komoditas utama penyumbang inflasi antara lain beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, jengkol dan petai. Selain itu, kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price) juga turut memberi tekanan inflasi dengan penyumbang utama berasal dari tiket pesawat. BOKS 1: TPID PROVINSI SUMATERA BARAT RAIH TPID PROVINSI TERBAIK DI WILAYAH SUMATERA Upaya pengendalian inflasi Sumbar mengacu pada Peta Jalan (Roadmap) Pengendalian Inflasi Sumbar yang telah disahkan oleh Gubernur Sumbar pada 4 Mei Roadmap tersebut mencakup 4 (empat) pilar pengendalian inflasi yaitu: (i) ketersediaan pasokan; (ii) kelancaran distribusi; (iii) keterjangkauan harga; serta (iv) komunikasi ekspektasi. Keempat pilar pengendalian inflasi tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya sinergi baik di internal Pemerintah Daerah Sumbar yaitu dari provinsi hingga kota/kabupaten maupun sinergi dengan instansi lain seperti Kepolisian Daerah Sumbar, Bulog, dll. Berbagai program pengendalian inflasi telah dijalankan untuk mengatasi permasalahan di tingkat hulu hingga hilir. Di tingkat hulu, produksi hasil pertanian telah diarahkan dengan pengaturan pola tanam sehingga panen dapat terjadi secara merata di setiap bulan. Metode penanaman ini telah diterapkan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar pada komoditas beras, cabai merah dan bawang merah. Di tingkat hilir, upaya stabilisasi harga dilakukan dengan intervensi pasar yaitu Operasi Pasar beras oleh Bulog dan pelaksanaan pasar murah. 48

67 Untuk mengurangi tekanan permintaan terhadap cabai merah, TPID Provinsi Sumbar pertama kali diinisiasi oleh TPID Kota Padang berupa Instruksi Walikota Padang pada 1 November Setelah itu, gerakan tersebut selanjutnya diperkuat oleh Instruksi Gubernur Sumbar agar seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat memiliki bibit cabai merah dalam polybag sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak perlu belanja ke pasar. Pada awal tahun 2017, Pemerintah Provinsi Sumbar menyediakan bibit cabai untuk dibagikan ke masyarakat. Kota Padang Gambar 2. Kegiatan Pasar Tani di lingkungan Kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Permasalahan tata niaga turut menjadi sorotan TPID Provinsi Sumbar karena memiliki dampak yang besar terhadap pembentukan harga di tingkat pedagang pengecer yang secara langsung dirasakan oleh konsumen. Rantai distribusi yang telah terbentuk selama ini memberi gambaran bahwa perdagangan dikuasai oleh pedagang besar yang memiliki kendali yang tinggi dalam penentuan harga. Untuk memotong rantai distribusi tersebut, TPID Provinsi Sumbar memiliki program Pasar Tani. Program yang diinisiasi sejak awal November 2016 tersebut merupakan implementasi dari konsep Sub Terminal Agribisnis (STA). Mekanisme program tersebut dilakukan dalam bentuk fasilitasi anggota kelompok tani untuk dapat menjual langsung hasil pertaniannya kepada masyarakat. Dengan demikian, program tersebut dapat memotong rantai distribusi sehingga harga jual yang ditawarkan dapat lebih murah dari harga pasar. Pasar Tani tidak hanya menjual komoditas pangan strategis, tetapi juga produk olahan seperti cabai giling dan cabai bubuk sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat untuk memulai diversifikasi pangan dengan tidak bergantung pada cabai segar. 49

68 Pengendalian inflasi tidak hanya berbicara seputar supply dan demand, tetapi juga bagaimana mengelola ekspektasi masyarakat sehingga masyarakat memiliki pola pikir yang positif dalam konsumsi. Untuk itu, TPID Provinsi Sumbar secara rutin melakukan imbauan baik melalui media cetak maupun elektronik khususnya selama bulan Ramadhan. Selain itu, kepala daerah juga turut aktif turun ke lapangan dalam rangka inspeksi mendadak (sidak pasar) ke pasar tradisional maupun distributor untuk memantau pasokan pangan dan harga dalam tingkat yang wajar. Gambar 3. Sidak pasar oleh Wagub Sumbar dan Walikota Padang di Pasar Raya Padang Gambar 4. Outlet Minang Mart Kesuksesan TPID Sumbar juga berasal dari upaya penguatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dimiliki yaitu PT Grafika Jaya Sumatera Barat yang semula bergerak di bidang percetakan, diperluas tugasnya hingga menangani distribusi pangan. Sebagai bentuk upaya penguatan pasokan dan distribusi pangan, Pemerintah Provinsi Sumbar membentuk Minang Mart, sebuah konsep ritel mini market yang menyuplai pangan strategis dan produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Minang Mart menawarkan konsep modernisasi lapau atau kadai melalui mekanisme oleh masyarakat sebagai pemilik toko, PT Grafika sebagai pengelola melalui anak usaha bernama PT Ritel Modern Minang (RMM), Bank Nagari dari sisi pembiayaan, dan PT Jamkrida sebagai penjamin kredit. Pemilik toko tidak membayar royalti atau franchise kepada pemilik nama seperti yang dilakukan dalam kerja sama bisnis mini market sejenis, melainkan menggunakan sistem konsinyasi. Selain itu, pemilik outlet Minang Mart menyediakan tempat dan perlengkapan standar yang dibutuhkan sebuah mini market. Secara umum, Minang Mart tidak jauh berbeda dengan kebanyakan mini market, yang membedakan adalah ketersediaan produk lokal, yaitu beras orisinal varietas unggul dari petani dan produk olahan UMKM. 50

69 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif masih terjaga. Hal tersebut didukung oleh kinerja sektor korporasi, sektor rumah tangga dan perbankan yang semakin menunjukkan perbaikan. Tren membaiknya harga komoditas penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat, kelapa sawit dan karet, yang masih berlangsung hingga triwulan II 2017 berdampak pada membaiknya daya beli masyarakat dan mendorong perbaikan kinerja sektor korporasi. Selain itu, perbaikan daya beli masyarakat juga mendorong pertumbuhan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan I Kinerja sektor korporasi mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan II Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan II 2017 dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi perbaikan perekonomian yang terlihat dari peningkatan kondisi dunia usaha dan permintaan domestik. Perekonomian domestik mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2017 didorong oleh mulai pulih dan membaiknya daya beli masyarakat yang terlihat dari peningkatan optimisme masyarakat. Membaiknya kinerja korporasi tersebut diikuti dengan pertumbuhan kredit pada sektor pertanian yang tumbuh signifikan dari 9,2% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 47,3% (yoy) pada triwulan II Sementara itu, kinerja korporasi sektor perdagangan dinilai belum menunjukkan perbaikan tercermin dari penurunan yang semakin dalam pada triwulan II 2017 yakni sebesar -3,0%(yoy) dari - 0,8% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kualitas kredit korporasi perlu terus diwaspadai. Meskipun turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,24%, NPL sektor korporasi pada triwulan II 2017 masih sebesar 5,03%. Nilai NPL tersebut diprakirakan belum menunjukkan perbaikan pada triwulan III 2017 yang terlihat pada NPL bulan Juli 2017 yang masih sebesar 5,00% (yoy). Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan II 2017 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. 51

70 Membaiknya daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas (CPO dan karet) menjadi pendorong peningkatan konsumsi mengingat mata pencaharian masyarakat Sumatera Barat cukup banyak yang bergantung pada kedua komoditas tersebut. Meskipun daya beli masyarakat meningkat, porsi pengeluaran untuk konsumsi justru menurun karena adanya pengalokasian pengeluaran masyarakat untuk keperluan pembayaran pendaftaran memasuki tahun ajaran sekolah baru. Perbaikan daya beli masyarakat juga menyebabkan pertumbuhan pada Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan I Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, persentase pengeluaran konsumsi pada triwulan II 2017 terpantau mencapai 72,6% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada seluruh range pengeluaran, kecuali untuk masyarakat dengan range pengeluaran di atas Rp5 juta (tabel 4.1 dan 4.2). Perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 seiring dengan perbaikan harga komoditas utama (CPO dan karet) dan momen lebaran 1438 H tertahan lebih lanjut oleh alokasi pendapatan masyarakat untuk keperluan pendidikan pada tahun ajaran baru sekolah sejak Juni Hal tersebut tercermin dari proporsi pengeluaran untuk tabungan yang meningkat dari 12,6% pada triwulan I 2017 menjadi 17,1% pada triwulan II 2017 (grafik 4.1). Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I dan II Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan pada Triwulan I 2017 Pengeluaran/bulan Penggunaan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 87,3 81,1 79,3 73,8 63,8 77,1 Cicilan/Pinjaman 5,4 11,0 10,3 13,2 11,9 10,3 Tabungan 7,3 7,9 10,4 13,1 24,3 12,6 Total Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan pada Triwulan II 2017 Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 74,2 75,2 78,7 70,2 64,5 72,6 Cicilan/Pinjaman 6,5 12,6 10,6 12,5 9,6 10,3 Tabungan 19,3 12,2 10,8 17,3 25,9 17,1 Total

71 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Dari 600 konsumen yang menjadi sampling, 51,3% Tidak Memiliki Pinjaman/TMP (tabel 4.3) dan angka tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang mencapai 54,9%. Ditinjau dari perilaku berhutang, risiko kredit rumah tangga juga menurun tercermin dari turunnya persentase rumah tangga/konsumen yang memiliki Debt Service Ratio (DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) secara agregat yaitu dari 9,8% pada triwulan I 2017 menjadi 8,8% pada triwulan I Di sisi lain, 27% sampling menyatakan Tidak Memiliki Tabungan/TMB (tabel 4.4). Hal ini menunjukkan perbaikan mengingat pada triwulan sebelumnya terdapat 35,5% responden yang TMB. Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan II 2017 Debt Service Ratio (DSR) Triwulan II 2017 Tabungan TMP TMB Rp1-2 jt 0,8% 0,3% 0,5% 0,2% 3,2% Rp2,1-3 jt 4,7% 5,2% 2,8% 2,3% 10,3% Rp3,1-4 jt 5,0% 5,3% 2,7% 2,8% 17,5% Rp4,1-5 jt 1,5% 2,0% 1,8% 1,7% 7,2% >Rp5 jt 4,5% 1,7% 1,0% 1,8% 13,2% Total 16,5% 14,5% 8,8% 8,8% 51,3% Rp1-2 jt 0,3% 1,8% 1,3% 0,5% 1,0% Rp2,1-3 jt 7,0% 5,8% 2,0% 2,0% 8,5% Rp3,1-4 jt 12,0% 7,0% 2,7% 0,8% 10,8% Rp4,1-5 jt 4,8% 1,8% 1,7% 2,5% 3,3% >Rp5 jt 6,7% 2,2% 1,0% 9,0% 3,3% Total 30,8% 18,7% 8,7% 14,8% 27,0% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMP TMB Rp1-2 jt 25,0% 0,0% 100,0% 100,0% 40,7% Rp2,1-3 jt 30,2% 51,2% 25,9% -3,4% -5,3% Rp3,1-4 jt -6,3% 0,0% -22,0% -10,5% -14,3% Rp4,1-5 jt 0,0% -11,1% 15,8% -4,8% -4,4% >Rp5 jt -1,8% -4,8% -14,3% -4,3% 8,2% Total 5,3% 10,8% 1,9% -5,4% -3,6% Rp1-2 jt 33,3% 83,3% 77,8% 50,0% -20,0% Rp2,1-3 jt 23,5% 22,8% 33,3% 71,4% -10,5% Rp3,1-4 jt -6,5% -10,6% 0,0% -33,3% -17,2% Rp4,1-5 jt 0,0% -24,1% 25,0% 30,4% -18,4% >Rp5 jt 8,1% 8,3% 0,0% -0,9% 0,0% Total 3,6% 3,7% 19,5% 7,9% -13,6% Ket: TMP : Tidak Memiliki Pinjaman TMB : Tidak Memiliki Tabungan Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Momentum lebaran yang hampir bersamaan dengan pembayaran pendaftaran untuk tahun ajaran baru pada Juni 2017 membuat dominasi Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan menurun. Lebaran 1438 H yang bersamaan dengan pembayaran biaya/pendaftaran sekolah untuk tahun ajaran baru yang dimulai Juli 2017 menyebabkan dominasi DPK perseorangan Sumatera Barat pada triwulan II 2017 menurun dibandingkan triwulan I Pangsa DPK perseorangan Sumatera Barat menurun dari 77,10% pada 53

72 TW IV 2016 TW I 2017 TW II 2017 TW IV 2016 TW I 2017 TW II 2017 TW IV 2016 TW I 2017 TW II 2017 TW IV 2016 TW I 2017 TW II ,83% 14,42% 12,31% 78,26% 72,99% 71,80% 94,4% 93,2% 92,86% 78,0% 77,1% 73,76% 82,17% 85,58% 87,69% 21,74% 27,01% 28,20% 5,6% 6,9% 7,14% 22,0% 22,9% 26,24% triwulan I 2017 menjadi 73,76% pada triwulan II 2017 (grafik 4.2) seiring dengan pertumbuhan DPK perseorangan yang melambat dari 13,45% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 8,89% (yoy) pada triwulan II 2017 (grafik 4.3). Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito tetap mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa dari keduanya yang mencapai 96,7%. Ditinjau lebih rinci lagi, fasilitas tabungan pada triwulan II 2017 masih paling mendominasi DPK perseorangan sama dengan triwulan sebelumnya. Dari grafik 4.5 terlihat terjadi perlambatan pertumbuhan deposito yang diprakirakan merupakan dampak dari pencairan deposito perseorangan sebagai langkah antisipasi adanya pengeluran yang meningkat menghadapi lebaran 1438 H dan tahun ajaran baru sekolah. Lebih rinci, penurunan jumlah rekening deposito terjadi pada seluruh nilai penempatan kecuali rekening deposito dengan nilai penempatan di bawah Rp10 juta (tabel 4.4). Bukan Perseorangan Perseorangan % (yoy) Total DPK Giro Tabungan Deposito Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera Barat Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 54

73 Berdasarkan jumlah rekening, pada triwulan II 2017 terdapat peningkatan jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 8,4% dibandingkan triwulan I Peningkatan terutama berasal dari nilai penempatan <10 juta dan Rp10-Rp100 juta (tabel 4.4). Tabel 4.5. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan Kategori Jumlah <10 JT >10 JT JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M DPK Giro Tabungan Deposito Δ (rekening) * Δ (rekening) * Δ (rekening) * Δ (rekening) * Δ % ** Δ % ** Δ % ** Δ % ** 8,4-4,5 8,6 0,1 8,5-7,2 8,5 2,9 8,7-0,8 9,9-0,5 4,8 9,6 5,6 1,7-0,6 7,3 3,8-4,2-6,6-4,6-4,9-8,6 14,1 54,0 25,4-1,2-5,6 >100 12,1-16,2-21,4 0,0 >100-35,7-17,4 0,0-75,0-5,3 0,0-50,0 20,0 0,0 * selisih tw II 2017 dibandingkan dengan tw I 2017 ** growth pada tw II 2017 dibandingkan dengan tw I Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Kredit sektor rumah tangga sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan II Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 mencapai Rp23,3 triliun atau tumbuh sebesar 7,06% (yoy), dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I yang mencapai 7,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan terutama berasal dari melambatnya pertumbuhan Kredit Multiguna. Di sisi lain, perlambatan lebih lanjut pertumbuhan kredit tertahan oleh Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang mampu tumbuh pada triwulan II 2017 masing-masing sebesar 5,9% (yoy) dan 0,2% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya sebesar 5,3% (yoy) dan negatif 6,0% (yoy). Meningkatnya KKB dan KPR di Sumatera Barat khususnya kepemilikan rumah s.d tipe 21 dan tipe 22 s.d 70 sejalan dengan meningkatnya daya beli masyarakat yang ditopang oleh perbaikan penghasilan masyarakat Sumatera Barat. Tren pertumbuhan KPR tersebut justru terjadi pada saat meningkatnya Indeks Harga Properti hasil Survei Pemantauan Harga Properti (SHPR) sebagaimana terlihat pada grafik

74 Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Rumah Tangga Tw II 2017 % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 7 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan ,04 1,79 0,91 0,90 0,70 0,67 0,15 0, I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.8. Perkembangan Harga Properti Residensial (SHPR) di Sumatera Barat 0 Kualitas kredit sektor rumah tangga menunjukkan sedikit penurunan pada triwulan II Rasio Non Performing Loan (NPL) sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat tipis dibandingkan dengan NPL pada triwulan sebelumnya (grafik 4.9). Peningkatan rasio NPL yang terjadi seiring dengan peningkatan nominal kredit sektor rumah tangga ditengarai akibat menurunnya repayment capacity (kemampuan membayar) dari debitur. Kenaikan rasio NPL juga terjadi pada kredit KKB dan multiguna, sementara KPR menunjukkan penurunan NPL. Grafik 4.9. Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 56

75 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Sektor korporasi mulai mengalami perbaikan seiring dengan perbaikan perekonomian yang terlihat dari peningkatan kondisi dunia usaha. Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan II 2017, terlihat bahwa korporasi mengalami pertumbuhan omset, meski masih relatif terbatas sebagaimana tercermin pada Likert Scale (LS) permintaan domestik yang meningkat dan bernilai positif sebesar 1,08 pada triwulan II 2017, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang hanya mencapai 0,84. Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, perbaikan tersebut didorong oleh membaiknya permintaan domestik maupun ekspor yang menunjukkan kinerja positif. Permintaan domestik menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2017 didorong oleh mulai pulih dan membaiknya daya beli masyarakat yang terlihat dari peningkatan optimisme masyarakat. Selain itu, mulai membaiknya tingkat hunian perhotelan, peningkatan permintaan pada subsektor perkebunan teh, peningkatan penggunaan jasa sektor angkutan dan telekomunikasi turut mendorong peningkatan permintaan domestik. Kebutuhan CPO dalam negeri juga terindikasi terus meningkat seiring peningkatan produksi minyak goreng domestik dan penggunaan CPO untuk Biofuel. Peningkatan likert scale permintaan domestik pada triwulan II 2017 juga sejalan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) konsumsi Rumah Tangga (RT) triwulan II Kondisi tersebut juga terkonfirmasi melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan II Likert Scale 1,5 LS Permintaan Domestik PDRB Konsumsi RT Proyeksi PDRB Konsumsi RT (% yoy) % yoy 6,0 1,0 5,5 0,5 5,0 0,0-0,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,5 4,0-1,0 3,5-1,5 3,0 Sumber : Hasil Liaison KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Likert Scale Permintaan Domestik,dan proyeksi PDRB Konsumsi RT Sumbar 57

76 Aktivitas ekspor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II meningkat. Tren perbaikan harga CPO dunia mulai akhir tahun 2016 serta tingginya permintaan produk olahan perkebunan teh dan minyak nilam serta masoya mendorong pertumbuhan ekspor pada triwulan II Hal ini diindikasikan dengan likert scale triwulan II 2017 sebesar 0,11, meningkat dibandingkan sebelumnya yang hanya sebesar -0,14. likert scale 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 likert %, scale yoy 2,50 2,00 1,50 1,00 0,00-0,50-1,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,50 0,00-1,50 Perkiraan Penjualan (RHS) Penjualan Ekspor Penjualan Domestik -0,50 Sumber : Hasil Liaison KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Likert Scale Penjualan Domestik, Penjualan Ekspor dan Perkiraan Penjualan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat pada triwulan II 2017 menunjukkan bahwa realisasi perkembangan dunia usaha secara keseluruhan pada triwulan II tahun 2017 di Sumatera Barat lebih baik dibandingkan dengan triwulan I tahun Jika pada triwulan I tahun 2017 terjadi kontraksi perkembangan dunia usaha sebesar -11,17% maka pada triwulan II tahun 2017 ini terjadi pertumbuhan sebesar 1,60%. Sektor-sektor yang mengalami perbaikan pada triwulan II tahun 2017 yakni industri pengolahan. sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari sisi pembayaran, hasil survei yang dilakukan terhadap 150 responden yang tersebar di provinsi Sumatera Barat menyatakan bahwa akses kredit lebih mudah dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari Saldo Bersih (SB) akses kredit sebesar 32,35%, meningkat dari triwulan sebelumnya 15,63%. Dari hasil survei tersebut responden yang menyatakan akses kredit ke perbankan cukup sebanyak 55,88%. Sebanyak 38,24% responden menyatakan bahwa akses kredit ke perbankan baik. Sedangkan sisanya sebesar 58

77 5,88% menyatakan bahwa akses kredit ke perbankan buruk sehingga menghambat responden dalam memperoleh kredit dari perbankan. Tabel 4.6. Saldo Bersih Indikator Lainnya pada Triwulan I 2017 dan Triwulan II 2017 Saldo Bersih (%) Tw I'17 Tw II'17 Akses Kredit 15,62 32,35 Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Likuiditas 16,67 23,33 Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Rentabilitas 17,33 28,00 Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Penyaluran kredit korporasi pada triwulan II 2017 justru menunjukkan pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan sebelumnya. Dilihat secara sektoral, sektor perdagangan yang memiliki porsi sebesar 42,30% dari total kredit korporasi merupakan sektor yang paling berandil dalam menyebabkan perlambatan pertumbuhan kredit korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 (grafik 4.13). Kredit sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 hanya mampu tumbuh sebesar 3,5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,4% (yoy). Perbaikan kinerja kredit korporasi ini diprakirakan akan terjadi pada triwulan III 2017 tercermin dari kredit korporasi pada bulan Juli 2017 yang tumbuh sebesar 4,1% (yoy). Total Kredit Korporasi g. Pertanian g. Perdagangan g. Ind Pengolahan (sisi kanan) g. Jasa (sisi kanan) %, yoy %, yoy , ,4 15,0 9, ,2 0 Sumber : Bank Indonesia Grafik Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar ,4 3,5-20 (3,0) (0,8) I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar -40 Ditinjau lebih dalam berdasarkan sektor ekonomi, perbaikan kredit korporasi pada triwulan II 2017 tersebut terjadi pada sektor pertanian dan jasa. Perbaikan harga komoditas CPO dan karet sejak akhir 2016 hingga triwulan II 2017 yang diikuti dengan peningkatan pasokan bahan baku terindikasi mulai mendorong peningkatan kinerja kredit 59

78 sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Namun, kebutuhan dana investasi maupun modal kerja untuk sektor industri pengolahan dinilai tidak menggunakan dana dari kredit bank melainkan dana dari perusahaan atau dari instrumen lainnya. Di sisi lain, perlambatan kredit sektor perdagangan dan pengolahan pada triwulan III 2017 juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Juli 2017 yang mengalami kontraksi masing-masing sebesar 1,5% (yoy) dan 10,1% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat masih relatif terbatas. Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Triwulan I & II 2017 Sumber : Bank Indonesia Grafik NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Risiko kredit korporasi sedikit membaik pada triwulan II NPL kredit korporasi mengalami penurunan dari 5,24% pada triwulan I 2017 menjadi 5,03% pada triwulan II Nilai NPL tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari industri perbankan di Sumbar karena nilainya masih berada pada threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko kredit yang tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan perdagangan (grafik 4.15). Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan relatif masih rendah dan hanya berada di kisaran 0,8%. 60

79 4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) Tabel 4.7. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai (miliar Rupiah) Pangsa (%) Indikator Perbankan II-16 III-16 IV-16 I-17 II-17 II-16 III-16 IV-16 I-17 II-17 II-17 Aset ,8 6,8 7,2 6,7 8,2 Giro ,0-5,6 3,8-2,4 10,4 19,1 Tabungan ,3 14,0 10,2 12,5 10,3 51,1 Deposito ,5 1,9-1,2-0,4-1,1 29,8 Total DPK ,7 5,9 5,5 5,2 6,7 Modal Kerja ,9 0,4 1,1-0,9 2,5 33,9 Investasi ,0 18,1 7,9 13,5 4,9 21,5 Konsumsi ,1 5,7 8,2 7,1 7,1 44,6 Total Kredit ,3 6,2 5,6 5,6 5,0 Pertanian ,0 1,8 5,3 9,2 47,3 13,2 Pertambangan dan Penggalian ,5-17,0-34,9-35,7-30,9 0,5 Industri Pengolahan ,6 6,6 12,2 15,6-9,3 10,3 Listrik, Gas dan Air Bersih ,8 38,1 40,2 103,4 76,7 0,5 Konstruksi ,3 6,4-11,7-9,5-37,5 1,1 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,9 10,5 2,4-0,8-3,0 25,3 Pengangkutan dan Komunikasi ,3 6,2-3,3 17,7 24,5 1,1 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,2-10,4-12,2-14,1-15,0 1,5 Jasa-jasa ,4 1,7 6,5 15,0 11,2 1,8 Kredit Rumah Tangga ,1 5,7 8,2 7,1 7,1 44,6 LDR (%) 140,9 139,8 145,2 141,7 138,7 NPL (%) 3,3 3,6 3,2 3,3 3,3 *Kredit berdasarkan lokasi proyek Aset Perbankan Pertumbuhan (%,yoy) Kinerja indikator perbankan di Sumbar pada triwulan II 2017 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hingga triwulan II 2017, aset perbankan masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 (tabel 4.1). Pertumbuhan aset ditopang oleh pertumbuhan DPK pada triwulan II 2017 khususnya DPK dalam bentuk giro dan tabungan. Pertumbuhan aset diprakirakan terus tumbuh meskipun terbatas pada triwulan III 2017 yang terindikasi dari pertumbuhan aset perbankan bulan Juli 2017 yang mencapai 7,5% (yoy). 61

80 Triliun Rp Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) 6,73 6,40 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia % yoy Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK ,58 11,63 3,1 3,3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia Grafik Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Intermediasi Perbankan Perkembangan DPK Penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar mengalami peningkatan. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 6,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang hanya tumbuh sebesar 5,2% (yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan II 2017 ditopang oleh pertumbuhan giro yang tumbuh signifikan sebesar 10,4% (yoy) dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang justru tumbuh melambat 2,4% (yoy). Sementara itu, deposito justru mengalami perlambatan sebesar 1,1% (yoy) dan lebih lambat dibandingkan triwulan I 2017 yang melambat 0,4% (yoy). Perlambatan pada deposito diduga merupakan dampak dari aksi pencairan deposito masyarakat di bank sebagai langkah antisipasif dalam menyambut lebaran 1438 H serta untuk keperluan pembayaran sekolah memasuki tahun ajaran baru. Penurunan suku bunga tertimbang deposito dari 6,25% per annum pada triwulan I 2017 dinilai menjadi 6,13% per annum juga dinilai berkontribusi terhadap kontraksi pertumbuhan deposito pada triwulan II Ke depan, pertumbuhan DPK diprakirakan membaik pada triwulan III 2017 tercermin pada pertumbuhan DPK di bulan Juli 2017 yang kembali meningkat menjadi 6,9% (yoy). 62

81 %, yoy DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Rp triliun DEPOSITO TABUNGAN GIRO 11,0 11,2 18,0 19,2 7,0 7,2 I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi 4,93 5,6 5,0 2,54-0,90 I II III IV I II III IV I II III IV I II 13,48 7,12 7, Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan % % 141, , LDR NPL (RHS) 138,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : Bank Indonesia ,0 4,0 3,0 3,34 3,26 Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 2,0 1,0 - Penyaluran Kredit Pertumbuhan kredit bank umum pada triwulan II 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit perbankan umum di Sumatera Barat mengalami pertumbuhan yang melambat dari 5,6% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 5,0% (yoy) pada triwulan II Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan kredit 2 (dua) sektor utama yang memiliki pangsa lebih dari sepertiga total kredit di Sumatera Barat, yakni sektor perdagangan dan pengolahan. Kondisi tersebut 63

82 dapat diindikasikan sebagai potensi penurunan kinerja 2 (dua) sektor tersebut dalam beberapa waktu ke depan. Pada triwulan mendatang, pertumbuhan kredit diprakirakan membaik tercermin dari pertumbuhan kredit di bulan Juli 2017 yang mencapai 5,38% (yoy). Perkembangan LDR dan NPL Ketergantungan pendanaan perbankan dari luar Sumatera Barat masih tinggi. Fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, pada triwulan II 2017 ini sedikit menurun dari 141,7% pada triwulan I 2017 menjadi 138,7% (Grafik 4.21). Meskipun menurun, nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan. Sementara itu, kualitas kredit bank umum di Sumbar pada triwulan II 2017 sedikit menunjukkan perbaikan tercermin dari NPL yang menurun. Pada triwulan II 2017 rasio kredit bermasalah/non Performing Loan (NPL) perbankan turun menjadi 3,26% dari sebelumnya sebesar 3,34%. Apabila dilihat dalam periode yang lebih panjang, kecenderungan kenaikan rasio NPL telah terjadi sejak akhir 2015 yang ketika itu rasio NPL masih sebesar 2,7% (yoy). Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi terutama pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih terbatasnya perbaikan kegiatan usaha dan daya beli masyarakat masih terus menggerus kualitas kredit. 64

83 4.3.3 Perbankan Syariah Tabel 4.8. Indikator Perkembangan Bank Syariah Sumatera Barat Nilai (miliar Rupiah) Pangsa (%) Indikator Perbankan II-16 III-16 IV-16 I-17 II-17 II-16 III-16 IV-16 I-17 II-17 II-17 Aset ,3 3,7 9,8 11,4 18,7 Giro ,2 3,8 2,0 11,5 22,2 5,5 Tabungan ,6 15,2 11,0 13,7 13,4 55,1 Deposito ##### ##### ##### ,2 4,2 13,6 3,9 7,9 39,5 Total DPK ##### ##### ##### ,9 9,8 11,5 9,3 11,6 Modal Kerja ,9 5,6 10,0-4,1 2,4 29,2 Investasi ,1 4,9-12,2-8,0-14,1 11,4 Konsumsi ,3-1,1 2,9 4,8 7,9 59,5 Total Pembiayaan ,4 1,5 2,6 0,5 3,0 Pertanian ,4 15,4-3,1 22,4 7,3 4,9 Industri Pengolahan ,2 15,1 12,8 15,6 3,3 1,8 Konstruksi ,7 9,8 15,7 6,2 32,6 0,7 Perdagangan ,0 5,2 1,1-2,2-7,2 16,4 Transportasi dan Komunikasi ,7 4,7-50,8-26,8 91,0 1,6 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,4-27,1-31,9-29,7-33,0 4,1 Jasa Sosial ,9-14,8-9,6 126,2 288,0 25,8 Kredit Rumah Tangga ,3-1,1 2,9 4,8 7,9 59,5 LDR (%) 143,6 131,3 128,2 128,8 132,9 NPL (%) 4,5 4,7 3,9 4,0 3,3 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Kinerja perbankan syariah pada triwulan II 2017 membaik. Beberapa indikator seperti aset, DPK, pembiayaan, dan NPF menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan I Pembiayaan pada bank syariah di Sumatera Barat terfokus pada pembiayaan untuk konsumsi yang meliputi pembelian rumah, mobil, multiguna, dan sebagainya (tabel 4.8). Dengan pertumbuhan tersebut, pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 7,92% dari 7,72% pada triwulan I %, yoy 25 Aset DPK Pembiayaan 20 18, ,6 3,3 0-5 I II III IV I II III IV I II III IV I II %, yoy Pembiayaan Modal Kerja Investasi Konsumsi 7,9 3,3 2,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II (14,1) Grafik Pertumbuhan Indikator Perbankan Syariah Sumbar Grafik Pertumbuhan Jenis-jenis Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Sumbar 65

84 4.4 Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan II 2017 menurun dibanding triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk UMKM tercatat stagnan yakni tumbuh sebesar 0,0% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 1,3% (yoy). Berdasarkan komponennya, sumber perlambatan kinerja kredit UMKM antara lain berasal dari perlambatan kredit perdagangan (grafik 4.24). %, yoy %, yoy Total Kredit UMKM g.perdagangan g.industri Pengolahan (sisi kanan) g.jasa-jasa (sisi kanan) ,5 17,8 50 (0,4) 6,40 1,3 (0,0) -50 (0,4) -5 (3,4) -100 Tw I 2014 Tw IV 2014 Tw III 2015 Tw II 2016 Tw I Pertanian Perdagangan 65,06% 15,33% 4,85% 5,20% Industri Pengolahan Jasa-jasa Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Bila dilihat secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terutama berasal dari sektor perdagangan dan jasa. Perlambatan kredit pada sektor perdagangan ini disinyalir merupakan dampak dari masih terbatasnya permintaan masyarakat terhadap kebutuhan barang-barang sebagaimana tercermin dari pertumbuhan ekonomi sektor dimaksud yang mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan II Risiko kredit UMKM pada triwulan II 2017 membaik. Rasio NPL kredit UMKM terpantau sedikit menurun dari 6,6% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,5% (yoy) pada triwulan II Meski membaik, rasio NPL tersebut masih berada di atas batas aman yaitu sebesar 5%. Berdasarkan komponennya, tingginya NPL UMKM lebih disebabkan oleh peningkatan NPL pada kredit mikro dan kredit menengah (grafik 4.26). 66

85 % 14,0 12,0 10,0 8,0 UMKM Mikro Kecil Menengah 7,1 9,7 9,9 6,0 4,0 2,0-6,6 6,5 6,4 3,5 3,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Akses Keuangan Penduduk Akses keuangan masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana telah optimal meski mengalami penurunan. Jumlah rekening DPK pada Bank Umum di Sumatera Barat per triwulan I 2017 adalah sebanyak 4,06 juta dengan rasio kepemilikan rekening terhadap penduduk bekerja dan angkatan bekerja masing-masing sebesar 164,72% dan 155,73%. Kedua rasio tersebut menurun dibandingkan rasio pada periode sebelumnya (Agustus 2016) karena terjadi peningkatan jumlah penduduk bekerja dan angkatan bekerja. Rasio yang lebih dari 100% mengindikasikan terdapat penduduk bekerja yang memiliki lebih dari satu rekening bank. Sedangkan, rasio kepemilikan jumlah rekening terhadap angkatan bekerja yang lebih dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasiswa. 67

86 Grafik Rasio Jumlah Rekening DPK Terhadap Penduduk Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening Kredit Terhadap Penduduk Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening DPK Terhadap Angkatan Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening Kredit Terhadap Angkatan Bekerja Rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio penduduk bekerja dan angkatan kerja di Sumatera Barat menurun dibandingkan periode sebelumnya. Turunnya rasio dimaksud selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk bekerja dan angkatan kerja juga diindikasikan disebabkan oleh telah lunasnya fasilitas kredit dari beberapa debitur dibandingkan dengan periode sebelumnya. 68

87 BOKS 2: POTENSI RISIKO KREDIT BANK UMUM DI SUMATERA BARAT Keberadaan bank di tengah-tengah masyarakat harus dipahami sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dana masyarakat serta menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pinjaman. Dalam pengelolaan kredit, analisis mendalam terhadap kelayakan keuangan dan usaha dari calon debitur hingga pemantauan yang kontinyu terhadap usaha debitur pasca pencairan kredit merupakan hal yang harus diperhatikan oleh bank. Pengelolaan kredit yang baik merupakan upaya bank untuk memastikan agar kualitas kredit senantiasa terjaga sehingga penyaluran kredit dapat memberikan laba yang optimal sekaligus meminimalisir risiko bagi bank. Sebaliknya, kredit yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada menurunnya kualitas kredit dari debitur dan selanjutnya menyebabkan bank harus membentuk cadangan kerugian yang akhirnya dapat menurunkan laba bank. Kualitas kredit dari debitur dapat dilihat dari kolektibilitas kredit. Tujuan penetapan kolektibilitas kredit adalah agar bank dapat mengantisipasi risiko kredit secara dini karena risiko kredit dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Selain itu, kolektibilitas kredit digunakan untuk mengetahui besaran cadangan potensi kerugian akibat kredit bermasalah. Penetapan kualitas kredit mengacu pada ketentuan Bank Indonesia, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Surat Edaran (SE) BI No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Adapun jenis kualitas kredit berdasarkan pada ketepatan pembayaran adalah sebagai berikut. Tabel 1. Jenis Kualitas kredit Kolektibilitas/Kol Status Kriteria 1 Lancar apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga. 2 Dalam Perhatian Khusus apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari. 3 Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 120 hari. 4 Diragukan apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 180 hari. 5 Macet apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga di atas 180 hari. 69

88 Bagaimana menghitung risiko kredit perbankan? Metode perhitungan yang umum digunakan untuk mengetahui risiko kredit adalah Non Performing Loan (NPL) Ratio. NPL ratio menunjukkan persentase kredit yang bermasalah yaitu kredit yang telah masuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet terhadap kredit total. NPL yang tinggi mencerminkan bahwa risiko kredit bagi suatu bank meningkat dan menyebabkan bank harus membentuk cadangan kerugian atas sejumlah kredit bermasalah. Pembentukan cadangan yang tinggi akan berdampak pada meningkatnya biaya operasional bank dan pada akhirnya dapat menurunkan laba suatu bank. Selain NPL, metode lain yang dapat digunakan untuk mengetahui risiko kredit dari suatu bank adalah Loan at Risk (LaR). Rumus perhitungan NPL dan LaR adalah sebagai berikut: NPL LaR Kol.3 + Kol.4 + Kol.5 Total Kredit Kol.3 + Kol.4 + Kol.5+Kol.2+Kol.1 Restrukturisasi Total Kredit Dari rumus di atas terlihat bahwa perhitungan risiko kredit suatu bank menggunakan metode LaR akan semakin tepat dalam menggambarkan risiko kredit yang mengancam suatu bank. LaR tentunya akan selalu lebih tinggi dari NPL karena terdapat variabel tambahan sebagai penyebut/numerator yaitu kredit yang berstatus kolektibilitas 2 (Dalam Pehatian Khusus) dan kredit yang berstatus kolektibilitas 1 (Lancar) namun telah direstrukturisasi. Perhitungan risiko kredit menggunakan metode LaR memiliki 2 (dua) kelebihan sebagai berikut: 1. Memperhitungkan potensi peningkatan risiko kredit yang semakin memburuk. Potensi perhitungan risiko kredit yang semakin memburuk dimaksud tercermin dari dimasukkannya kredit yang berstatus kolektibilitas 2 (Dalam Perhatian Khusus) ke dalam perhitungan. Alasan dimasukkannya kredit berstatus kolektibiltas 2 dimaksud adalah karena kredit dimaksud akan jatuh kolektibilitasnya ke kolektibilitas 3 dan seterusnya jika memang tidak terdapat perubahan kemampuan membayar kembali (repayment capacity) dari debitur. 70

89 2. Mengasumsikan kredit yang direstrukturisasi sebagai potensi tersembunyi dari melonjaknya risiko kredit. Restrukturisasi kredit dapat dilakukan oleh bank kepada debitur yang masih memiliki kemampuan membayar kembali dan usaha yang dijalankan debitur juga masih memiliki potensi penghasilan yang tetap membaik di masa depan. Restrukturisasi kredit meliputi perubahan jangka waktu kredit, penurunan suku bunga, penurunan jumlah angsuran, perubahan frekuensi pembayaran, dan sebagainya. Sesuai ketentuan yang berlaku, jika restrukturisasi kredit dilakukan terhadap kredit yang non performing maka kualitas kredit yang non performing tersebut akan bergeser menjadi Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2) selama 3 bulan pertama. Jika debitur tidak melakukan pembayaran secara rutin selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka kualitas kreditnya akan kembali ke kualitas kredit awal sebelum dilakukannya restrukturisasi. Bagaimana risiko kredit bank umum di Sumatera Barat? Pada materi ini akan disajikan potensi risiko kredit bank umum di Sumbar menggunakan 2 (dua) metode yaitu NPL dan LaR untuk mengetahui seberapa besar eksposur risiko kredit bagi bank umum yang menyalurkan kredit yang lokasi proyek/usaha debitur (bukan lokasi domisili debitur) di Sumatera Barat serta 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat. Selain itu, juga diuraikan risiko kredit bank secara sektoral. Tulisan ini juga dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi perbankan di Sumatera Barat dalam menentukan kebijakan terkait dengan pemberian kredit pada sektor tertentu ataupun di kabupaten/kota tertentu. 1. Risiko Kredit Bank Umum di Sumatera Barat dan 19 Kabupaten/Kota Meskipun NPL bank umum di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 menurun menjadi 3,26% dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 3,34%, risiko kredit dinilai tetap tinggi tercermin dari LaR yang meningkat dari 10,13% pada triwulan I 2017 menjadi 10,79% pada triwulan II Hal tersebut menunjukkan bahwa membaiknya NPL bank umum di Sumbar bukan mutlak disebabkan oleh membaiknya kemampuan membayar dari debitur bank umum di Sumatera Barat, melainkan diindikasikan lebih disebabkan oleh adanya restrukturisasi kredit yang berdampak pada membaiknya kualitas kredit. 71

90 Hal yang sama juga terjadi pada hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat. Dari tabel 2 terlihat bahwa tren penurunan NPL terjadi pada 11 kabupaten/kota, namun dari tabel 3 jelas terlihat bahwa tren penurunan NPL pada 11 kabupaten/kota dimaksud justru diikuti oleh tren kenaikan LaR. Tren turunnya LaR hanya terjadi di Kab. 50 Koto. Turunnya NPL yang diikuti oleh kenaikan LaR dapat dijadikan indikator bahwa risiko kredit bank tidak membaik, melainkan dapat memburuk jika bank tidak segera mengambil langkah-langkah antisipatif terhadap debitur. Secara spasial, NPL pada Kab. Pasaman, Kab. Pasaman Barat dan Kab. Solok Selatan tertinggi jika dibandingkan dengan NPL pada 17 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat. Tabel 2. Non Performing Loan/NPL (%) Tabel 3. Loan at Risk/LaR (%) I 2017 II 2017 Tren Sumatera Barat 3,34 3,26 Kab. Agam 0,83 0,82 Kab. Pasaman 10,34 10,31 Kab. 50 Koto 4,84 4,63 Kab. Solok Selatan 5,69 5,36 Kab. Padang Pariaman 2,15 2,03 Kab. Pesisir Selatan 2,33 2,31 Kab. Tanah Datar 2,05 2,04 Kab. Sawahlunto 4,56 4,39 Kab. Kepulauan Mentawai 2,13 2,40 Kab. Pasaman Barat 9,79 9,74 Kab. Dharmasraya 4,58 4,76 Kab. Solok 1,72 1,86 Kota Bukittinggi 4,22 4,22 Kota Padang 2,47 2,33 Kota Sawahlunto 2,34 2,29 Kota Padang Panjang 1,16 1,49 Kota Solok 3,53 3,57 Kota Payakumbuh 3,45 3,50 Kota Pariaman 3,71 3,40 I 2017 II 2017 Tren Sumatera Barat 10,13 10,79 Kab. Agam 5,21 6,16 Kab. Pasaman 20,10 21,50 Kab. 50 Koto 11,03 10,95 Kab. Solok Selatan 11,56 11,74 Kab. Padang Pariaman 7,46 7,29 Kab. Pesisir Selatan 6,92 7,50 Kab. Tanah Datar 6,52 7,63 Kab. Sawahlunto 13,21 13,95 Kab. Kepulauan Mentawai 5,05 7,04 Kab. Pasaman Barat 15,31 16,44 Kab. Dharmasraya 11,98 14,72 Kab. Solok 7,33 9,53 Kota Bukittinggi 11,74 11,95 Kota Padang 10,74 10,99 Kota Sawahlunto 5,86 6,50 Kota Padang Panjang 5,29 6,66 Kota Solok 12,28 14,64 Kota Payakumbuh 9,48 10,10 Kota Pariaman 9,78 10,97 Sumber : LBU, diolah 2. Risiko Kredit Bank Umum Berdasarkan Sektor di Provinsi Sumatera Barat Penyaluran kredit di Sumatera Barat terkonsentrasi pada 4 (empat) sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan sektor kredit rumah tangga dengan bobot masing-masing sebesar 12,98%, 10,31%, 23,40%, dan 44,62%. Dari 4 sektor utama tersebut diketahui bahwa NPL sektor pertanian dan sektor perdagangan dinilai cukup tinggi karena masing-masing melebihi 6%, jauh di atas batas aman NPL yang normal yaitu 5%. Dari tabel 4 terlihat bahwa NPL dari 4 sektor utama semuanya meningkat kecuali sektor pertanian. Perbaikan NPL pada sektor pertanian dimaksud bukan disebabkan oleh membaiknya kondisi keuangan debitur, melainkan lebih disebabkan oleh meningkat cukup signifikannya penyaluran kredit pada sektor 72

91 pertanian pada triwulan II 2017 sebesar 47,3% (yoy) dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang hanya sebesar 9,2% (yoy). Tren peningkatan NPL pada 3 sektor utama di Sumatera Barat yang juga diikuti dengan kenaikan LaR mencerminkan terdapat risiko kredit yang tinggi bagi bank umum di Sumatera Barat khususnya yang memiliki eksposur yang besar terhadap sektor-sektor tersebut. Perbankan dapat mengambil kebijakan dan/atau langkah antisipasif misalnya dengan analisa yang lebih mendalam terutama bagi daerah atau sektor yang potensi risikonya masih tinggi. Tabel 4. Non Performing Loan/NPL (%) Sektoral Sektor (Pangsa) I 2017 II 2017 Tren Pertanian,buruh, kehutanan (12,98%) 6,84 4,63 Industri Pengolahan (10,31%) 0,67 0,85 Perdagangan Besar dan Eceran (23,40%) 6,39 6,46 Kredit Rumah Tangga (KPR, KKB,dsb) (44,62%) 1,03 1,06 Sumber : LBU, diolah Tabel 5. Loan at Risk/LaR (%) Sektoral Sektor (Pangsa) I 2017 II 2017 Tren Pertanian,buruh, kehutanan (12,98%) 12,29 8,94 Industri Pengolahan (10,31%) 2,41 3,21 Perdagangan Besar dan Eceran (23,40%) 16,48 18,57 Kredit Rumah Tangga (KPR, KKB,dsb) (44,62%) 4,67 5,02 73

92 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 74

93 5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih menunjukkan penurunan, baik dari sisi nominal maupun volume transaksi. Penurunan yang telah terjadi sejak triwulan sebelumnya ditengarai diakibatkan oleh pergeseran preferensi masyarakat dalam melakukan transfer dana. Sementara dari sisi pengelolaan uang rupiah, arus uang keluar lebih dominan dibandingkan arus uang masuk. Seiring dengan adanya perayaan hari raya keagamaan, masyarakat lebih banyak melakukan penarikan uang tunai dari perbankan. Besarnya outflow tersebut karena masyarakat cenderung menggunakan uang layak edar dan hasil cetak sempurna untuk bertransaksi memenuhi kebutuhan lebaran. 5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Transaksi kliring Sumatera Barat masih mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017, volume transaksi kliring masih menunjukkan pola yang menurun, baik dari sisi volume transaksi maupun nominalnya. Secara volume, penurunan transaksi kliring mencapai 26% (yoy) menjadi lembar, semakin dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun 6,4% (yoy). Sedangkan dari sisi nominal, transaksi kliring terus turun hingga berada di level Rp2,53 triliun atau 34,16% (yoy), turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,26% (yoy). Penurunan transaksi kliring tersebut ditengarai disebabkan oleh pergeseran preferensi masyarakat dalam melakukan tranfer dana dengan lebih memilih menggunakan RTGS. Selain itu, kegiatan ekonomi masyarakat yang cenderung menggunakan uang tunai selama lebaran dalam mememenuhi kebutuhan konsumsinya pada triwulan II 2017 juga memengaruhi turunnya transaksi kliring. 75

94 triliun rupiah Nominal (triliun Rp) Volume (lembar) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia ribu lembar 120 Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar agen Jumlah Agen LKD Nominal Transaksi (Rp) - sisi kanan juta rupiah 35 I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik Berbasis Server di Sumbar *) Data hingga Mei 2017 * (5) Layanan Keuangan Digital Perkembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sumatera Barat mengalami peningkatan meskipun terbatas. Hingga triwulan II 2017, agen LKD di Sumatera Barat berjumlah agen, dengan laju pertumbuhan 66,4% (yoy) dari triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pemerintah masih terus berupaya menambah jumlah agen LKD dalam mendukung penyaluran bantuan sosial yang disalurkan secara non tunai. Namun demikian, perkembangan volume dan nominal transaksi yang terjadi di agen belum signifikan. Tercatat hanya 63 kali transaksi dengan total nominal sebesar Rp1,3 juta. Sebagian besar transaksi tersebut didominasi oleh transaksi pengisian ulang (top up) pulsa telepon dan penarikan tunai. 76

95 Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital triliun rupiah 6,00 5,00 Inflow Outflow Net Flow-skala kanan triliun rupiah 4,00 3, ,00 3,00 2,00 2,00 1,00 0,00 (1,00) 100 1,00 (2,00) - I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.3. Frekuensi Transaksi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar *) Data hingga Mei ,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.4. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) (3,00) 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Sumatera Barat mencatatkan arus kas keluar (outflow) yang cukup besar pada triwulan II Pada triwulan II 2017, tercatat outflow sebesar Rp5,03 triliun, atau meningkat 36,49% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan arus kas yang masuk (inflow) hanya sebesar Rp2,89 triliun atau tumbuh sebesar 28,04% (yoy). Secara keseluruhan, net outflow tersebut mengalami kenaikan yang signifikan hingga 49,86% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,14 trilun. Efek lebaran dan tahun ajaran baru mendorong masyarakat Sumatera Barat untuk cenderung menggunakan uang tunai sehingga menarik uangnya dari perbankan. % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) Inflow (Sisi Kanan) triliun rupiah Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II juta lembar Pemusnahan UTLE dalam lembar I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.5. Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) di Wilayah Sumatera Barat Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dalam lembar 77

96 5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) di Sumatera Barat pada triwulan II 2017 menurun. Pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat turun sebesar 41,59% (yoy), atau menjadi Rp1,7 triliun. Selain itu, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow juga mengalami penurunan menjadi sebesar 60,2% dibandingkan triwulan yang sama tahunsebelumnya 68,8%. Secara lembaran, terjadi peningkatan jumlah uang yang dimusnahkan menjadi 153 juta lembar dibandingkan triwulan II 2016 yang sebanyak 41 juta lembar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya penukaran uang tunai, terutama uang pecahan kecil di masyarakat dalam menyambut momen lebaran. Lembar 300 Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.7. Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumbar Temuan uang rupiah palsu yang berhasil diidentifikasikan terus menurun. Uang rupiah palsu yang berhasil ditemukan kembali turun menjadi 101 lembar dari 138 lembar pada triwulan sebelumnya, atau turun sebesar 19,20% (yoy) dan dari 125 lembar pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Turunnya temuan uang palsu tersebut tidak terlepas dari sistem keamanan uang rupiah yang terus ditingkatkan. Selain itu, kerja sama yang semakin erat antara Bank Indonesia, Kejaksaan dan Kepolisian juga menjadi salah satu faktor turunnya peredaran uang palsu dan yang terutama gencarnya edukasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia turut memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat bagaimana cara mengenali uang asli yang beredar. 78

97 BOKS 3: CINTA RUPIAH, BELA NEGARA TANPA SENJATA Ekspedisi Pelayaran Layanan Kas Ke Pulau Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) Sebagai salah satu implementasi peran Bank Indonesia (BI) untuk turut menjaga kedaulatan ekonomi, BI melakukan pendistribusian dan pelayanan kas hingga ke wilayah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) NKRI. Sebagai implementasi dan sekaligus menindaklanjuti Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bank Indonesia dengan TNI-AL tentang pendistribusian, pengamanan dan pengawalan uang Rupiah ke daerah perbatasan dan terpencil di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tanggal 25 s.d 31 Juli 2017 dilaksanakan kegiatan layanan kas ke pulau Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T) di wilayah kerja KPw BI Sibolga dan KPw BI Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperlancar peredaran uang melalui dua aspek yaitu, mempercepat distribusi uang layak edar dan memudahkan penyerapan uang tidak layak edar di masyarakat dalam rangka clean money policy. Kegiatan diawali dengan acara pelepasan Tim Ekspedisi di pangkalan TNI-Angkatan Laut (AL) Sibolga (di atas geladak utama Kapal KRI Teluk Sabang 544) oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, Muhammad Zunaifin dan Komandan Pangkalan TNI AL (lanal) Sibolga Letkol Laut (P) Rizal Musa Karim, didampingi oleh Komandan KRI (Kapal Republik Indonesia) Teluk Sabang 544 Mayor Laut (P) Sigit Pujiman, serta dihadiri oleh pimpinan Kantor Pusat Bank Indonesia yang membidangi Pengelolaan Uang Rupiah, unsur pimpinan perbankan setempat, TNI AL dan undangan lainnya. Gambar 1. Kapal KRI Teluk Sabang 544, yang membawa rombongan para Tim Ekspedisi BI menjelajahi pulau-pulau 3T di sebelah barat Pulau Sumatera. 79

98 Kegiatan ekspedisi ini terselenggara berkat sinergi yang apik dari satuan kerja di Bank Indonesia Kantor Pusat, yakni Departemen Pengelolaan Uang, Departemen Komunikasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, serta bekerjasama dengan TNI-AL. Tim Ekspedisi kali ini beranggotakan 54 orang, yang terdiri dari 14 orang dari Tim Bank Indonesia dan 40 orang anggota TNI- AL KRI Teluk Sabang 544. Kegiatan ekspedisi dilaksanakan di daerah 5 (lima) pulau terluar NKRI, khususnya pulaupulau di wilayah barat daerah Sumatera Utara dan Sumatera Barat, yaitu dimulai dari wilayah Sibolga sampai ke wilayah Padang. Beberapa pulau yang dikunjungi tersebut diantaranya adalah: Pulau Tello, Pulau Tanam Bala, Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau Pagai Utara. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan yaitu, mencakup Layanan penukaran uang kepada masyarakat, Edukasi publik mengenai peran dan tugas Bank Indonesia, Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) dan pemberian bantuan (PSBI) kepada masyarakat di daerah pulau-pulau 3T yang disinggahi. Gambar 2. Foto bersama dengan para Tim Ekpedisi Gambar 3.Tim Ekpedisi menuju daratan dengan menggunakan sikoci Kegiatan layanan penukaran uang (kas keliling) dilakukan di lokasi keramaian masyarakat, yakni di kantor kecamatan, pos Angkatan Laut, dan pasar. Secara keseluruhan, jumlah penukaran masyarakat di 5 pulau, termasuk penukaran oleh perbankan di 2 pulau mencapai Rp1,354 miliar atau sebesar 48,08% dari modal kerja yang disiapkan. 80

99 Karakteristik uang yang dapat ditukarkan oleh masyarakat, yaitu penukaran Uang Pecahan Kecil (UPK) yang berbentuk uang kertas dan uang logam yang berada dalam kondisi sudah lusuh, rusak dan sudah dicabut dari peredaran. Selain itu, perbankan setempat juga melakukan penukaran Uang Pecahan Besar (UPB) yang sudah lusuh dan masih layak edar (ULE), yang ditukarkan dengan UPK uang kertas dan Uang Pecahan Besar (UPB) HCS. Selama pelayanan berlangsung, tidak ada masyarakat serta pihak perbankan yang melakukan penukaran Uang Logam HCS. Gambar 4. Penukaran uang lusuh dan rusak Gambar 5. Penyerahan bantuan PSBI Kegiatan Sosialisasi CIKUR dilakukan kepada unsur muspida, masyarakat umum dan sekolah (SMP dan SMA) di pulau-pulau yang disinggahi. Kegiatan sosialisasi ini cukup sukses terlaksana, karena adanya koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan pihak TNI-AL. Antusiasme yang tinggi juga ditunjukkan masyarakat pulau 3T terhadap pengetahuan ciri-ciri keaslian uang Rupiah, peran Bank Indonesia dalam hal pengedaran uang Rupiah terutama dalam pengeluaran uang Rupiah pecahan emisi baru 2016, dan pengetahuan mengenai kewajiban setiap orang yang berada di wilayah NKRI untuk selalu menggunakan uang Rupiah. Disamping melakukan penukaran uang dan edukasi publik kepada masyarakat mengenai mata uang Rupiah, Bank Indonesia juga memberikan bantuan kepada masyarakat di pulau terluar tersebut, berupa Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). PSBI merupakan wujud kepedulian Bank Indonesia terhadap berbagai kondisi sosial di masyarakat mencakup berbagai aspek, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, bencana alam dan keagamaan. Dan dalam kesempatan ini, Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat menyalurkan bantuan sekitar Rp99 juta yang diberikan dalam bentuk barang berupa: 33 genset (genset kapasitas 3000 watt sebanyak 3 unit, genset 81

100 kapasitas 1000 watt sebanyak 10 unit, genset kapasitas 1200 watt sebanyak 20 unit) dan Pompa Air PS 135 E sebanyak 33 unit. Pemberian bantuan ini dilakukan melalui Pos Kesehatan Desa di setiap pulau (Pulau Siberut Utara, Pulau Sipora Utara dan Pulau Pagai Utara) mengingat Pos Kesehatan Desa merupakan sarana strategis masyarakat yang selama ini sangat minim fasilitasnya. Bentuk bantuan tersebut sesuai dengan rekomendasi dari pemerintah kabupaten Kepulauan Mentawai. Pada hari Senin pagi, tanggal 31 Juli 2017, tepatnya pukul WIB, kapal KRI Teluk Sabang 544 yang membawa rombongan para Tim Ekspedisi Bank Indonesia, telah merapat di Dermaga 4 Teluk Bayur Padang yang disambut oleh Pejabat KPwBI Provinsi Sumbar dan Pihak Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) II Padang, serta sekaligus dilakukan serah terima personil dan barang milik Bank Indonesia. Dan pada sore harinya, dilakukan rapat evaluasi kegiatan ekspedisi pelayaran layanan kas ke pulau 3T yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Puji Atmoko, Komandan Pangkalan TNI AL Padang Laksamana Rudwib Thalib, SE, Ketua Rombongan Tim Ekpedisi Bank Indonesia Hestu Wibowo, dan Komandan KRI Teluk Sabang 544 Mayor Laut (P) Sigit Pujiman. Gambar 6 Serah terima personil dan barang milik Bank Indonesia Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di pulau 3T yang telah disinggahi oleh Tim Ekspedisi sangat besar yaitu, meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap mata uang Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan dan meminimalisir peredaran Rupiah palsu serta penggunaan mata uang asing di wilayah NKRI. Kerjasama kedua lembaga yakni Bank Indonesia dan TNI-AL ini merupakan upaya sinergi yang saling mendukung dalam menjaga kedaulatan NKRI baik di sisi pertahanan dan keamanan maupun ekonomi. 82

101 6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Membaiknya perekonomian pada awal tahun 2017 memberikan dampak positif terhadap perbaikan penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut tercermin dari kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang diiringi dengan relatif menurunnya tingkat pengangguran. Penyerapan tenaga kerja (Februari 2017) masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan namun persentasenya cenderung turun dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama industri pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, status pekerja di Sumatera Barat sebagian besar berada di lapangan kerja informal. Masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Sejalan dengan ketenagakerjaan, kesejahteraan daerah terpantau membaik memasuki tahun Kondisi tersebut tercermin dari membaiknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Membaiknya kesejahteraan daerah terjadi merata baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Perbaikan pendapatan yang diiringi terjaganya daya beli masyarakat ditengarai sebagai penyebab membaiknya kesejahteraan daerah. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Selain itu, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Angka Rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-3 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. 6.1 Ketenagakerjaan Daerah Kondisi ketenagakerjaan Sumatera Barat pada Februari 2017 terpantau membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perbaikan tersebut terlihat dari jumlah angkatan kerja pada periode Februari 2017 mencapai 2,62 juta orang, bertambah 83

102 hampir 41 ribu orang atau meningkat sebesar 1,58% dibandingkan Februari Jumlah penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) mencapai 3,72 juta orang, naik 1,47% atau sebesar 53,8 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan perkembangan tersebut, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sumatera Barat pada Februari 2017 mencapai 70,42%, atau lebih baik dibandingkan Februari 2016 sebesar 70,34% (grafik 6.1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb % Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Grafik 6.2. Angkatan Bekerja di Sumatera Barat Bekerja % Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Membaiknya kondisi ketenagakerjaan tercermin juga dari optimisme masyarakat sejak awal tahun. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari menguatnya keyakinan masyarakat terhadap peningkatan lapangan usaha hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, indeks kondisi ketersediaan lapangan kerja dibandingkan 6 bulan lalu meningkat dari 90,2 pada triwulan I 2017 menjadi 94,2 pada triwulan II Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha di Sumatera Barat membaik dibandingkan tahun lalu. Sejalan dengan indeks tersebut, optimisme masyarakat diiringi pula dengan adanya peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat yang tercermin dari meningkatnya indeks penghasilan konsumen dari 104,3 pada pada triwulan I 2017 menjadi 106,3 pada triwulan II 2017 (grafik 6.3). Peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja diiringi pula dengan penurunan pengangguran. Kondisi tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2017 sebesar 5,80% atau relatif lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 5,81% (grafik 6.1). Meskipun secara persentase turun, namun jumlah pengangguran pada Februari 2017 terpantau meningkat sebanyak 2,2 ribu orang dibandingkan Februari Peningkatan tersebut diindikasikan bukan karena menurunnya ketersediaan lapangan pekerjaan melainkan disebabkan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat (grafik 6.2). 84

103 Indeks Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 6.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Lainnya Jasa Transportasi Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian Sumber: BPS, periode Februari 2017 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 6.4. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Secara sektoral, lapangan usaha pertanian dan perdagangan masih mendominasi penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat. Pada Februari 2017, sektor pertanian menyerap 908,3 ribu orang atau 36,8% dari total penduduk yang bekerja. Sedangkan penyerapan di sektor perdagangan terpantau mencapai 569,3 ribu atau 23,1% dari keseluruhan pekerja di Sumatera Barat (grafik 6.4). Meski persentasenya tinggi, namun penyerapan tenaga kerja pada kedua sektor tersebut mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama industri pengolahan dan sektor jasa yang diyakini memberikan insentif yang lebih tinggi. Sebagai informasi, industri pengolahan di Sumatera Barat didominasi oleh industri pengolahan makanan minuman (mamin), CPO dan karet sehingga kenaikan harga komoditas serta meningkatnya permintaan dunia diharapkan bisa memperbaiki kinerja dan kebutuhan tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, adanya komitmen pemerintah dan pihak swasta dalam menggiatkan pariwisata terindikasi menjadi faktor pendorong meningkatnya peran dan kinerja sektor jasa (terutama yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat) seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan. Selain faktor tersebut, perbaikan tingkat pendidikan angkatan kerja diyakini juga menjadi penyebab peralihan penyerapan tenaga kerja dari sektor primer ke sektor sekunder/tersier. Selain kedua sektor tersebut, peningkatan jumlah tenaga kerja juga terjadi pada sektor transportasi meski dengan besaran yang masih terbatas. 85

104 Pekerja bebas 9% Pekerja keluarga/tak dibayar 15% Berusaha sendiri 21% Total Universitas Diploma Buruh/ Karyawan 32% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 20% SMK SMA SMP Berusaha dibantu buruh tetap 4% Sumber: BPS, diolah Grafik 6.5. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama SD ke bawah Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Periode Februari 2017 Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, status pekerjaan di Sumatera Barat masih bersifat informal. Ditinjau dari 6 (enam) kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal (grafik 6.5). Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, pekerja informal pada Februari 2017 tercatat sebesar 64,8% sedangkan pekerja formal mencapai 35,2%. Namun, persentase pekerja formal tersebut membaik dibandingkan periode sama tahun lalu yang terpantau sebesar 34,9% karena adanya kenaikan jumlah buruh/karyawan sebesar 11,5 ribu orang. Ditinjau dari latar belakang pendidikannya, pengangguran di Sumatera Barat masih didominasi lulusan diploma dan sarjana. Komposisi tersebut tidak terlalu berubah dari tahun ke tahun. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal menjadi sumber utama permasalahan tersebut. Stagnasi investasi dan masih minimnya diversifikasi/keragaman industri besar di Sumatera Barat diindikasikan menjadi penyebab keterbatasan lapangan pekerjaan formal. Kondisi tersebut tercermin dari masih tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan perdagangan yang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi. 6.2 Kesejahteraan Daerah Perbaikan ekonomi yang terjadi sejak awal tahun 2017 berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari membaiknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada Maret 2017 tercatat sebanyak 364,5 ribu jiwa, atau menurun dibandingkan Maret 2016 yang 86

105 sebanyak 371,5 ribu jiwa. Dengan kondisi tersebut, persentase penduduk miskin sedikit turun dari 7,09% menjadi 6,87% (grafik 6.7). Membaiknya kesejahteraan daerah terjadi merata baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Dalam kurun 1 (satu) terakhir, penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan terpantau masing-masing mengalami penurunan sebesar 5,94 ribu jiwa dan 1,09 ribu jiwa. Meskipun demikian, mayoritas penduduk miskin sebagian besar berada di pedesaan dengan jumlah sebanyak 251,5 ribu jiwa, sementara penduduk miskin di perkotaan sebanyak 113,0 ribu jiwa. ribu jiwa % 500 Jumlah Penduduk Miskin Kota Jumlah Penduduk Miskin Desa Total Penduduk Miskin-rhs Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat ribu Rp/kapita/ bulan Kota Kota+Desa g.desa-sisi kanan Desa g.kota-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar % (yoy) Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat (1) Perbaikan pendapatan yang diiringi terjaganya daya beli masyarakat ditengarai sebagai penyebab membaiknya kesejahteraan daerah. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Di sisi lain, inflasi yang terjaga juga berimbas pada perbaikan daya beli masyarakat dan terindikasi salah satu pendorong turunnya pertumbuhan garis kemiskinan 6. Pertumbuhan garis kemiskinan untuk makanan turun 12,12% (yoy) pada Maret 2016 menjadi 6,09% (yoy) pada Maret 2017 (grafik 6.9). Sedangkan pertumbuhan garis kemiskinan untuk non makanan turun dari 10,63% (yoy) pada Maret 2016 menjadi 6,70% (yoy) pada Maret Lebih tingginya penurunan pertumbuhan garis kemiskinan untuk makanan mengindikasikan bahwa laju inflasi sebagian besar disebabkan oleh kenaikan kelompok bahan makanan. 6 Representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Garis kemiskinan juga merupakan indikator untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin melalui rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan. 87

106 ribu % (yoy) Kota Desa Rp/kapita/ bulan Kota+Desa g.kota-sisi kanan 500 g.desa-sisi kanan g. Kota+Desa - sisi kanan (1) Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar ribu % (yoy) Kota Desa Rp/kapita/ bulan Kota+Desa g.kota-sisi kanan 500 g.desa-sisi kanan g. Kota+Desa - sisi kanan (1) Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan Indikator lain perbaikan kesejahteraan tergambar dari menurunnya ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Kondisi tersebut tercermin dari indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks kedalaman kemiskinan (P1) yang mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan menunjukkan penurunan, terutama di wilayah perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya perbaikan kemampuan daya beli masyarakat miskin karena membaiknya kesenjangan standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan (grafik 6.11). Sejalan dengan P1, indeks keparahan kemiskinan (P2) yang menggambarkan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin terpantau turun terutama di pedesaan (grafik 6.12). Secara spasial, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Pada Maret 2017, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di pedesaan sebesar 0,16, sedangkan di perkotaan sebesar 0,28. Indeks 1.6 Indeks Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 0.0 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik (P2) Indeks Keparahan Kemiskinan 88

107 6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan kualitas hidup di Sumatera Barat mengalami perbaikan pada tahun Kondisi tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 70,73 (tahun 2016), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 69,98 (tahun 2015). Dengan nilai tersebut, Sumatera Barat menduduki peringkat ke-3 tertinggi di kawasan Sumatera dan peringka secara nasional. Bahkan nilai IPM Sumatera Barat saat ini masih berada di atas IPM Indonesia sebesar 70,18 (grafik 6.13). Kepulauan Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Jambi Kep. Bangka Belitung Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 2016 Kep. Babel Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Aceh Kep. Riau Lampung Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Indonesia Sumber: BPS, diolah Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, Maret 2017 Memasuki tahun 2017, indikator ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi Sumatera Barat cenderung membaik. Hal tersebut tergambar dari menurunnya rasio gini Provinsi Sumatera Barat dari 0,33 pada Maret 2016 menjadi 0,32 pada tahun Maret Tidak hanya itu, nilai ketimpangan ekonomi di Sumatera Barat relatif lebih baik dibandingkan rata-rata 9 provinsi lainnya di kawasan Sumatera (0,33) dan keseluruhan Indonesia (0,44) (grafik 6.14). Dengan nilai tersebut, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-3 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah. Selain itu, penurunan ketimpangan juga dapat mengindikasikan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. 89

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci