KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor

2 Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) triwulan II-29 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui Memasuki triwulan II-29, dampak krisis keuangan global semakin dirasakan di Provinsi Sumatera Barat. Menurunnya harga komoditas perkebunan sejak triwulan III-28 mengakibatkan ekspor Sumatera Barat mengalami tekanan. Apalagi pangsa permintaan eksternal Provinsi Sumatera Barat terus meningkat seiring dengan tren kenaikan harga komoditas dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Di sisi lain, inflasi menunjukkan arah pergerakan yang terus menurun. Hal ini tentu membantu rumah tangga untuk dapat mempertahankan tingkat konsumsinya. Prospek ekonomi Sumbar pada triwulan III-29 diperkirakan masih dalam arah yang melambat meski harga komoditas kembali meningkat. Tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya membuat angka pertumbuhan ekonomi masih tertahan. Meskipun demikian harapan tidak boleh putus. Rendahnya angka inflasi, mulai turunnya suku bunga, membaiknya nilai tukar, mulai berjalannya realisasi belanja pemerintah, serta peningkatan konsumsi pada bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri merupakan faktor pendorong tumbuhnya perekonomian pada triwulan III-29. Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan. PADANG, 5 AGUSTUS 29 Romeo Rissal Pemimpin i

3 Ringkasan Eksekutif DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GRAFIK... v DAFTAR LAMPIRAN x RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT... 9 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Permintaan Agregat Penawaran Agregat Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Sektor Jasa-jasa Boks: Kajian Ekonomi Zona Sumbagteng Tw.II-29 : Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat, Kontraksi Ekspor Semakin Dalam BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Perkembangan Inflasi Kota Padang Perkembangan Inflasi Kota Padang, Nasional dan Kota-kota Di Provinsi Tetangga Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Boks: Angka Inflasi Tahunan Yang Menurun : Antara Dampak Siklus atau Fundamental Ekonomi BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Intermediasi Perbankan Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Risiko Kredit Perbankan Risiko Likuiditas Risiko Pasar Kredit MKM Lokasi Proyek Perkembangan BPR Perkembangan Bank Umum Syariah ii

4 Ringkasan Eksekutif BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Keuangan Pemerintah Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Alat Pembayaran Tunai Perkembangan Aliran Uang Masuk dan Keluar Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Uang Palsu Penukaran Uang Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Perkembangan Kliring Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Daerah Kondisi Ketenagakerjaan Sumbar Tenaga Kerja Indonesia asal Sumbar Kesejahteraan Nilai Tukar Petani Penduduk Miskin BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Perkiraan Ekonomi Perkiraan Inflasi LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH iii

5 Ringkasan Eksekutif DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tabel 1.2. Rencana Capital Expenditure (Capex) Perusahaan Perkebunan di Sumatera. 2 Tabel 2.1. Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa... Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa 3 Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau... Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar... Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan... Tabel 3.1. Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong... 7 Tabel 5.2. Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Tabel 6.1. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan Tabel 6.2. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tabel 6.3. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Daerah Asal Dalam Provinsi Sumatera Barat Tabel 6.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Sumbar menurut Daerah Tabel 6.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan iv

6 Ringkasan Eksekutif DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1. Perkembangan Kontribusi PDRB Menurut Jenis Pengeluaran Grafik 1.2. Pangsa Permintaan Eksternal Perekonomian Zona Sumbagteng Grafik 1.3. Perkembangan Ekspor Sumbar Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Komoditas Internasional 13 Grafik 1.5. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB Grafik 1.6. Indeks Penghasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.9. Perkembangan Penerimaan PPh 21 di Sumbar Grafik 1.1 Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga Grafik 1.11 Perkembangan Konsumsi Semen Sumbar Grafik 1.12 Pangsa Investasi PMTB Zona Sumbagteng Grafik 1.13 Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Grafik 1.14 Belanja APBN melalui KPPN Padang per 15 Juli Grafik 1.15 Pertumbuhan PDRB Sektoral Tahunan Grafik 1.16 Kontribusi Pertumbuhan PDRB Sektoral Tahunan Grafik 1.17 Perkembangan Produksi dan Luas Panen Padi Grafik 1.18 Perkembangan Harga Gabah Kering Panen Grafik 1.19 Persentase Penyaluran Pupuk Bersubsidi Grafik 1.2 Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Grafik 1.21 Nilai Penjualan dan Volume Produksi CPO PT Bakrie Sumatera Plantation... Grafik 1.22 Perkembangan Produksi dan Luas Areal Kakao Grafik 1.23 Produksi dan Penjualan PT Semen Padang Grafik 1.24 Perkembangan Konsumsi Listrik PLN Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Modal Kerja Berdasarkan Lokasi Proyek Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang (%) Grafik 1.27 Perlembangan Wisatawan Mancanegara v

7 Ringkasan Eksekutif Grafik 1.28 Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 27 April Grafik 1.29 Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 27 Mei Grafik 1.3 Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 28 Juni Grafik 1.31 Perkembangan Aset Perbankan Sumbar Grafik 1.32 Perlembangan Kredit Bank Umum Grafik 1.33 Perlembangan Penerimaan Bukan Pajak di Sumatera Barat Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor Jasa-Jasa menurut Lokasi Proyek Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (q-t-q) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy) Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga (q-t-q)... Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum.. 38 Grafik 3.2. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank. 38 Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing Grafik 3.4. Loan-to-Deposit-Ratio (LDR) Bank Umum Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.7 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan... 4 Grafik 3.8 Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing.. 4 Grafik 3.9 Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.1 Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito US dolar 1 Bulan pada Bank Umum... Grafik 3.11 Perkembangan Simpanan Perseorangan terhadap Total DPK Bank Umum Sumbar... Grafik 3.12 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya Grafik 3.13 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.14 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.15 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.16 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan vi

8 Ringkasan Eksekutif Grafik 3.17 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.18 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.19 Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.21 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Grafik 3.22 Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank Umum Sumbar 45 Grafik 3.23 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.24 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.25 Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu... Grafik 3.26 Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.27 Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik... Grafik 3.28 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit dan BI-rate Grafik 3.29 Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.3 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.31 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.32 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub- Sektor Perkebunan... Grafik 3.33 Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.34 Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.35 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon Grafik 3.36 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.37 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.38 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.39 Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) vii

9 Ringkasan Eksekutif Grafik 3.4 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.41 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.42 Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.43 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.44 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.45 Perkembangan Aset BPR Sumbar Grafik 3.46 Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.47 Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.48 Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu... Grafik 3.49 Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi Proyek) Grafik 3.5 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)... Grafik 3.51 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)... Grafik 3.52 Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)... Grafik 3.53 Perkembangan LDR BPR Grafik 3.54 Perkembangan NPL BPR Grafik 3.55 Perkembangan Aset Bank Umum Syariah. 58 Grafik 3.56 Perkembangan DPK Bank Umum Syariah Grafik 3.57 Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum Syariah Grafik 3.58 Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah Grafik 3.59 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.6 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.61 Perkembangan FDR Bank Umum Syariah... 6 Grafik 3.62 Perkembangan NPF Bank Umum Syariah... 6 Grafik 3.63 Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2)... Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat di Sumbar Semester I Grafik 4.2 Perkembangan Beberapa Pajak Pusat vii

10 Ringkasan Eksekutif Grafik 4.3 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Grafik 4.4 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemprov Sumbar Semester I Grafik 4.5 Posisi Dana Pemda di Perbankan Grafik 4.6 Realisasi PAD Pemprov Sumbar Semester I Grafik 4.7 Realisasi Dana Perimbangan Pemprov Sumbar Semester I Grafik 4.8 Target dan Realisasi Belanja Pemprov Sumatera Barat Grafik 5.1. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow). 68 Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.3. Jumlah Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan... Grafik 5.4. Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan 68 Grafik 5.5. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Grafik 5.6. Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Grafik 5.7. Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring Grafik 5.8. Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Grafik 5.9. Grafik 5.1. Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan II Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan II Grafik 6.1 Nilai Tukar Petani di Sumatera Barat dan Nasional Grafik 6.2 Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Grafik 6.3 Perkembangan PDRB/Kapita Sumatera Barat... 8 Grafik 7.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Grafik 7.2 Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (SBT).. 84 Grafik 7.3 Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (SBT) Grafik 7.4 Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (SBT) Grafik 7.5 Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (SBT) Grafik 7.6 Perkembangan Inflasi Kota Padang ix

11 Ringkasan Eksekutif DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2, PDRB Menurut Penggunaan Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Menurut Penggunaan Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2, Lampiran 5 Indeks Harga Konsumen Kota Padang (22=1) Lampiran 6 Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Tahun Dasar 27) x

12 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II - 29 GAMBARAN UMUM Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat terus melambat, dari 5,82% menjadi 5,11% (y-o-y) Dampak krisis keuangan global semakin terasa terhadap perkembangan ekonomi di Sumatera Barat (Sumbar). Pada triwulan II- 29 pertumbuhan ekonomi Sumbar mencapai 5,11% (y-o-y), melambat dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 5,82%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan permintaan eksternal mengalami kontraksi. Namun dampak negatifnya masih dapat dikompensasi oleh pertumbuhan positif permintaan domestik dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Dari sisi penawaran, baik sektor tradables maupun nontradables menunjukkan arah perlambatan. Pertumbuhan di sektor pertanian masih tertahan seiring kurang bergairahnya subsektor perkebunan akibat masih kurang kompetitifnya harga CPO dan karet di pasar internasional. Inflasi kota Padang menurun drastis, dari 9,21% menjadi 2,8% (y-o-y) LDR bank umum meningkat dari 14,53% menjadi 17,25% Penerimaan pemerintah tumbuh melambat Transaksi netinflow menurun 52,8% Perlambatan pertumbuhan ekonomi diikuti oleh tekanan inflasi yang terus menurun. Inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan II-29 sebesar 2,8%, menurun drastis dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 9,21%. Gejolak harga akibat peningkatan harga BBM yang terjadi di akhir bulan Mei 28 dampak mulai surut. Selain itu, musim panen tanaman bahan pangan yang berlangsung baik, serta diikuti oleh distribusi pasokan yang lancar semakin mendukung arah inflasi yang terus menurun. Perkembangan bank umum di Sumbar pada triwluan II-29 masih belum bergairah. Penyaluran kredit oleh bank umum menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Pada triwulan II-29 kredit bank umum tumbuh 12,9% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,87% (y-o-y). Di sisi lain, pertumbuhan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) oleh bank umum di Sumbar juga mengalami perlambatan lebih dalam. Pada triwulan II-29 dibandingkan triwulan sebelumnya hanya tumbuh,2% (q-t-q). Dengan laju pertambahan kredit yang lebih cepat dibandingkan DPK maka terjadi peningkatan loan-todeposit ratio (LDR) 1 pada triwulan II-29 menjadi sebesar 17,25%, dibandingkan triwulan I-29 sebesar 14,53%. Perlambatan ekonomi turut berdampak pada realisasi APBN maupun APBD di Sumbar. Pada level APBN, terjadi perlambatan pertumbuhan beberapa pos pendapatan seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada level APBD, beberapa pos pendapatan asli daerah (PAD) seperti pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor tidak memenuhi target APBD semester I-29. Di sisi belanja, stimulus fiskal pemerintah pusat masih hanya terbatas pada belanja rutin. Sementara itu, pada level pemerintah provinsi realisasi belanja rutin justru masih terbatas. Seiring kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, nilai transaksi sistem pembayaran tunai di Sumbar mengalami penurunan. Transaksi net inflow di Kantor turun tajam hingga 52,8% dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini juga didorong oleh 1 LDR berdasarkan lokasi proyek, rasio antara kredit/pembiayaan yang disalurkan di wilayah Sumbar dengan simpanan yang dikumpulkan perbankan 1

13 Ringkasan Eksekutif sangat minimnya net inflow berkaitan dengan liburan tahun ajaran baru. Kegiatan Pemilu legislatif dan masa kampanye Pemilu Presiden tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan arus kas yang masuk dan keluar pada triwulan ini. Tingkat Pengangguran Terbuka menurun Dari sisi ketenagakerjaan, daya serap perekonomian terhadap ketenagakerjaan di Sumbar masih cukup baik. Peningkatan jumlah pekerja di Sumbar dapat diimbangi oleh lapangan kerja yang tersedia, tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang mengalami penurunan. TPT pada bulan Agustus 28 sebesar 8,4%, namun kemudian pada Februari 29 menurun menjadi 7,9%. Meskipun pada saat krisis keuangan global jumlah pengangguran mengalami peningkatan sebesar,65%. Namun kapasitas ekonomi masih memiliki ruang yang cukup untuk menampung tenaga kerja dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan arah peningkatan. TPAK pada bulan Februari 29 sebesar 64,91% mengalami peningkatan dibandingkan pada bulan Agustus 28 yang sebesar 63,98%. Tingkat kesejahteraan sedikit menurun Dari sisi kesejahteraan, perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) tidak begitu menggembirakan. NTP Sumbar tumbuh negatif setelah sebelumnya menunjukkan trend peningkatan sejak Desember 28. Secara berturut-turut sejak April 29 NTP turun dari 15,59 menjadi 13,51, dan kembali turun pada Mei 29 sehingga menjadi 12,73. Turunnya NTP tersebut dipicu oleh penurunan NTP padi-palawija dan perikanan. Pertumbuhan negatif ini bertolak belakang dengan NTP nasional yang mengalami pertumbuhan positif yaitu,49% (April 29) dan,15% (Mei 29). KONDISI MAKROEKONOMI PDRB tumbuh melambat Perlambatan PDRB Sumbar cukup moderat dibandingkan provinsi tetangga Perlambatan bersumber dari permintaan eksternal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat (Sumbar) pada triwulan II-29 masih berada pada trend perlambatan dengan tumbuh sebesar 5,11% (y-o-y). Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,82%. Dari sisi permintaan, permintaan eksternal terus mengalami kontraksi. Perlambatan perekonomian global yang masih terjadi, mengakibatkan ekspor dan impor Sumbar mengalami penurunan cukup tajam. Dari sisi penawaran, perlambatan pada sektor tradables tidak sedalam yang terjadi di sektor non-tradables. Meskipun demikian, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar masih cukup moderat jika dibandingkan daerah-daerah lain di Zona Sumatera Bagian Tengah. Relatif kecilnya pangsa permintaan eksternal Sumbar yang masih dibawah 2% menyebabkan dampak krisis global tidak separah daerah lainnya, seperti Riau dan Kep. Riau yang memiliki pangsa sebesar 3% dan 4%. Permintaan domestik dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi faktor penahan perlambatan ekonomi Sumbar. Namun di sisi sektoral, hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan akibat perlambatan perekonomian global. Dari sisi permintaan, kontraksi permintaan eksternal semakin dalam. Anjloknya harga komoditas mengakibatkan ekspor Sumbar yang didominasi oleh produk perkebunan seperti Crude Palm Oil (CPO) dan karet mentah mengalami penurunan. Belum stabilnya permintaan eksternal, kelangkaan pasokan karet mentah serta penerapan kebijakan bea keluar atas produk CPO menyebabkan belum kembalinya kinerja perdagangan internasional Sumbar yang lebih progresif. Kontribusi permintaan eksternal terhadap pembentukan PDRB Sumbar terus menyusut. Sementara itu, kontribusi perubahan stok meningkat akibat terjadinya penumpukan stok barang yang tidak terserap oleh permintaan dari luar negeri. 2

14 Sektor pertanian mengalami perlambatan Stimulus fiskal belum terealisasi Ringkasan Eksekutif Secara sektoral, terjadi perlambatan baik pada sektor tradables maupun sektor non-tradables. Perlambatan di sektor tradables hanya terjadi pada sektor pertanian yang bersumber dari subsektor tanaman perkebunan dan subsektor perikanan. Kinerja subsektor perkebunan masih mengalami perlambatan yang cukup tajam. Pada tingkat perusahaan, nilai penjualan dan volume produksi CPO menunjukkan penurunan sejak awal triwulan III-28. Di sisi lain, semua sektor non-tradables mengalami perlambatan kecuali subsektor listrik, gas, dan air bersih. Kenaikan ini bersumber dari subsektor listrik yang berkontribusi sekitar 9% terhadap PDRB sektor tersebut. Stimulus fiskal yang diharapkan dapat menahan perlambatan ekonomi masih belum terlihat pada triwulan II-29. Realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terbatas pada pengeluaran rutin. Pada pemerintah daerah, lambatnya realisasi belanja diindikasikan dengan meningkatnya posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan. Sedangkan pada pemerintah pusat, realisasi belanja barang dan belanja modal hingga bulan Juli 29 masih di bawah 3%. Lambatnya realiasi stimulus fiskal ini disebabkan oleh lamanya proses penetapan DIPA stimulus yang baru diselesaikan pada akhir triwulan I- 29. INFLASI Kota Padang pada triwulan II-29 mengalami inflasi sebesar 2,8% (y-o-y). Sejalan dengan pergerakan inflasi nasional, inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan II-29 mengalami penurunan. Penurunan tersebut mengindikasikan meredanya dampak kenaikan harga BBM pada bulan Mei 28 yang naik rata-rata sebesar 28,7%, kemudian didukung pula oleh pasokan bahan makanan yang relatif cukup memadai dan lancar. Inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan II-29 tercatat sebesar 2,8% (y-o-y), jauh lebih rendah jika dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 9,21% (y-o-y). Sementara itu, inflasi tahunan nasional secara signifikan juga menurun dan berada di level 3,65% (y-o-y) atau lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,92% (y-o-y). Penurunan angka inflasi dipicu oleh penurunan harga bahan pangan dan energi Inflasi tertinggi pada kelompok makanan jadi Deflasi bulanan didorong oleh kelompok bahan makanan Perlambatan angka inflasi di Kota Padang dipicu oleh trend penurunan harga komoditas dan energi yang terus berlanjut pada triwulan II-29. Masa panen komoditas tanaman pangan di beberapa daerah di Sumatera Barat memberikan pengaruh pada penurunan angka inflasi, bahkan mengalami deflasi. Namun adanya faktor eksternal dari pengaruh harga internasional, kebijakan pemerintah, serta faktor fluktuasi nilai tukar rupiah menyebabkan beberapa kelompok barang dan jasa tetap mengalami inflasi walaupun dengan bobot yang tidak terlalu besar. Pada triwulan II-29 Sumbar mengalami deflasi sebesar 1,34% (q-tq) atau jauh lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang juga deflasi sebesar,15% (q-t-q). Deflasi yang terjadi pada triwulan II-29 merupakan angka inflasi terendah sejak triwulan III-27. Inflasi (q-t-q) tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi sebesar,38%, sementara kelompok bahan makanan; kelompok perumahan; dan kelompok sandang mengalami deflasi masing-masing sebesar 4,72%;,8%; dan 1,73%. Secara bulanan, sepanjang triwulan II-29 Sumbar mengalami deflasi selama 3 bulan berturut-turut. Laju inflasi bulanan pada bulan Juni 29 sebesar -,19% (m-t-m). Deflasi ini bersumber dari kelompok bahan makanan yang juga mengalami deflasi selama 3 bulan berturut-turut. Kelompok makanan jadi secara konsisten terus mengalami inflasi setiap bulannya. Secara umum pergerakan inflasi bulanan Sumbar selama tahun 29, kecuali pada bulan Februari 29, selalu berada di bawah inflasi nasional. 3

15 Ringkasan Eksekutif PERBANKAN Pertumbuhan DPK bank umum melambat Dampak krisis keungan global juga masih terasa pada kinerja perbankan umum di Sumbar pada triwulan II-29 yang masih mengalami perlambatan. Pertumbuhan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) oleh bank umum masih tertahan meskipun perkembangan inflasi terus menurun. Pertumbuhan (q-t-q) DPK bank umum di triwulan II-29 hanya tumbuh,2%, sedangkan pertumbuhan (q-t-q) jumlah tabungan secara triwulanan meningkat sebesar,14%. Perlambatan pertumbuhan ini diakibatkan oleh pendapatan masyarakat yang tidak berubah, namun di sisi lain tingkat pengeluaran konsumsi terus meningkat, terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pembayaran biaya pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Penyaluran kredit bank umum masih belum bergairah Penyaluran kredit oleh bank umum masih belum bergairah. Secara tahunan kredit yang disalurkan bank umum pada triwulan II-29 tumbuh sebesar 12,9%, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I- 29 sebesar 23,87%. Dampak krisis keuangan global menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi relatif kurang menggeliat. Penerapan suku bunga kredit yang masih tinggi meskipun tingkat BI-rate terus menurun, mengakibatkan pelaku usaha tidak banyak menggunakan pinjaman kredit bank. Kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya juga mendorong perbankan untuk lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit. Tumpuan penyaluran kredit pada kredit konsumsi Penyaluran kredit di sektor industri tumbuh negatif DPK tumbuh lebih lambat daripada kredit Potensi risiko kredit bank umum meningkat Di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil, penyerapan kredit konsumsi menjadi tumpuan pertumbuhan penyaluran kredit bank umum di Sumbar. Kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum pada triwulan II-29 sebesar Rp6,99 triliun (41,48%), kemudian diikuti oleh kredit modal kerja sebesar Rp6,74 triliun (39,98%) dan kredit investasi sebesar Rp3,13 triliun (18,54%). Pertumbuhan kredit masih bisa tumbuh optimis selama tingkat konsumsi masyarakat terus meningkat. Secara sektoral, tekanan akibat dampak krisis keuangan global masih terlihat pada penyaluran kredit di sektor industri. Pada triwulan II-29 pertumbuhan triwulanan kredit di sektor industri menurun sebesar -4,86% dibandingkan triwulan lalu. Sektor industri masih tertekan seiring melemahnya permintaan eksternal maupun domestik. Secara triwulanan, hanya sektor PHR yang mengalami peningkatan pertumbuhan secara kontinu. Pada triwulan I-29 tumbuh sebesar 2,61%, kemudian pada triwulan II-29 meningkat menjadi 4,14%. Sementara itu, pertumbuhan triwulanan di sektor pertanian masih mengalami perlambatan, dari 19,% pada triwulan I-29 menjadi hanya tumbuh 2,75% pada triwulan II-29. Lebih lambatnya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan kredit yang disalurkan semakin memperbesar persentase loan-todeposit ratio (LDR). LDR pada triwulan II-29 menjadi sebesar 17,25%, meningkat jika dibandingkan triwulan I-29 sebesar 14,53%. Risiko kredit bank umum di Sumbar mengalami peningkatan, namun masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Pada triwulan II-29 rasio non-performing loan (NPL) sebesar 2,33%, meningkat dibandingkan triwulan I-29 sebesar 2,6%. Tekanan pada kegiatan ekonomi akibat dari dampak krisis keuangan global mengakibatkan sebagian pelaku ekonomi mengalami kesulitan memenuhi tenggat waktu jatuh tempo pembayaran pokok dan bunga pinjaman. 4

16 Ringkasan Eksekutif NPL tertinggi berasal dari sektor listrik, gas, dan air NPL tertinggi pada kredit investasi Penyaluran kredit MKM tumbuh melambat Kredit MKM didominasi oleh kredit konsumsi Kualitas kredit MKM menurun Perkembangan DPK BPR masih tumbuh positif Kredit BPR banyak disalurkan di kredit modal kerja Secara sektoral, kredit pada sektor listrik, gas, dan air memiliki rasio NPL tertinggi. Pada triwulan II-29 rasio NPL-nya mencapai 5,61%. Adanya kendala pada subsektor kelistrikan yang tidak mampu memenuhi jatuh tempo kewajibannya menjadi penyebab tingginya NPL. Meskipun demikian, secara nominal jumlah NPL tersebut relatif kecil jika dibandingkan pada sektor-sektor lainnya. Di sisi lain, rasio NPL sektor industri meningkat dari 1,% pada triwulan I-29 menjadi 2,52% pada triwulan II-29. Beberapa pelaku usaha di sektor industri mengalami kendala akibat permintaan hasil-hasil produk sektor industri yang masih lemah. Dilihat dari jenis penggunaan, rasio NPL tertinggi terjadi pada penyaluran kredit investasi. Pada triwulan II-29 rasio NPL kredit investasi mencapai sebesar 4,13% meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,2%. Sementara itu, Rasio NPL kredit konsumsi pada triwulan II-29 relatif kecil, yaitu hanya sebesar 1,16%. Situasi ekonomi yang masih dalam ketidakpastian, penyaluran kredit konsumsi merupakan pilihan yang relatif aman mengingat kecenderungan konsumsi masyarakat yang terus meningkat, dan adanya sumber pengembalian yang jelas dari sisi penghasilan. Perlambatan juga terjadi pada penyaluran kredit MKM di triwulan II- 29. Jumlah kredit MKM yang telah disalurkan meningkat sebesar 3,6% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peran kelompok bank pemerintah sangat besar dalam penyaluran kredit MKM di Sumbar. Kelompok bank pemerintah menyalurkan 72,92% dari total kredit MKM secara keseluruhan. Sebagian besar kredit MKM disalurkan untuk kredit konsumsi. Pangsa kredit konsumsi pada triwulan II-29 sebesar 55,18%, lebih tinggi dibandingkan penyaluran pada kredit modal kerja 36,19% dan kredit investasi 8,63%. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar kredit MKM disalurkan pada sektor yang konsumtif (tidak produktif). Perkembangan positif kredit MKM banyak terbantu oleh kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus meningkat. Risiko kredit MKM perlu diwaspadai. Rasio NPL kredit MKM di triwulan II-29 sebesar 2,33%, meningkat dari triwulan sebelumnya semula sebesar 2,3%. Peningkatan ini didorong oleh memburuknya kualitas kredit MKM pada kredit modal kerja dan konsumsi. Sedangkan secara sektoral, peningkatan NPL kredit MKM berasal dari sektor listrik, air dan gas. Kinerja BPR pada triwulan II-29 masih dapat bergerak secara positif. Pengumpulan DPK oleh BPR di Sumatera Barat dibandingkan triwulan I-29, mengalami peningkatan sebesar 2,61% (q-t-q). Peningkatan terbesar terjadi pada jumlah deposito yang tumbuh 3,4% (q-t-q), lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah tabungan sebesar 2,6% (q-t-q). Penyebab utama hal ini karena terjadi perpindahan preferensi nasabah untuk menaruh sebagian dananya di deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi dibandingkan tabungan. Penyaluran kredit oleh BPR di Sumbar meningkat 3,65% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit BPR banyak terserap untuk pemenuhan kredit modal kerja. Dari sekitar 62% kredit BPR, disalurkan untuk kredit modal kerja, kemudian disusul oleh kredit konsumsi yang mencapai 24,76%, dan kredit investasi sebesar 13,21%. Secara sektoral, kredit modal kerja ini banyak disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa kredit BPR terkonsentrasi pada kredit untuk pembangunan sektor riil yang lebih berskala kecil dan menengah. 5

17 Ringkasan Eksekutif Potensi risiko kredit BPR meningkat Bank umum syariah terus tumbuh Pembiayaan bank umum syariah meningkat FDR bank syariah meningkat dari 151,83% menjadi 152,29% Potensi risiko kredit bank umum syariah perlu diwaspadai NPL BPR di Sumatera Barat pada triwulan III-29 mengalami peningkatan. Perkembangan NPL BPR pada triwulan III-29 sebesar 7,48%, meningkat dibandingkan triwulan II-29 sebesar 7,3%. Kondisi ini menunjukkan kualitas kredit yang disalurkan BPR relatif memburuk. Pengawasan dan pengelolaan kredit harus terus ditingkatkan di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil untuk mencegah akumulasi risiko yang lebih besar. Perkembangan bank umum syariah di Sumatera Barat selama tiga tahun terakhir mengalami perkembangan cukup pesat, dilihat dari total aset, DPK, serta pembiayaan yang terus tumbuh. Pengumpulan DPK oleh bank umum syariah di Sumatera Barat pada triwulan II-29 tumbuh sebesar 7,25% (q-t-q). Pertumbuhan ini menunjukkan optimisme kembali setelah pada triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif -1,28%. Total pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah pada triwulan II-29 meningkat 7,57% dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan bank umum syariah di Sumbar banyak disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan konsumsi dan modal kerja. Pembiayaan oleh bank umum syariah cukup besar disalurkan untuk sektor konsumtif. Pembiayaan yang disalurkan untuk konsumsi komposisinya mencapai 47,65%. Sementara itu, pembiayaan pada sektor produktif lebih banyak pada pembiayaan modal kerja yang sifatnya lebih jangka pendek dibandingkan pada pembiayaan investasi. Dengan tingkat pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK-nya, persentase FDR bank umum syariah mengalami peningkatan. Pada triwulan II-29 FDR bank umum syariah sebesar 152,29%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 151,83%. Dilihat dari nilai FDR yang melebihi 1%, pemenuhan pembiayaan bank syariah tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh dana yang dimiliki bank umum syariah di Sumatera Barat. Pasokan dana dari lembaga keuangan lainnya atau dana dari kantor pusatnya (antar kantor) diperlukan untuk memenuhi sejumlah pembiayaan tersebut. Namun,risiko kredit bank umum syariah juga perlu diwaspadai. Tingkat Non-Performing Financing (NPF) mengalami peningkatan terkait dengan meningkatnya jumlah pembiayaan yang kualitasnya memburuk. Pada triwulan II-29, NPF bank umum syariah mencapai 2,82%, meningkat dibandingkan pada triwulan I-29 sebesar 1,8%. Dampak krisis keuangan global turut berdampak pula pada nasabah yang menggunakan pinjaman dari bank umum syariah. Ke depannya harus adanya perhatian lebih untuk mencegah potensi terjadinya kualitas pembiayaan yang memburuk. KEUANGAN DAERAH Realisasi APBN dan APBD di Sumbar masih rendah Melambatnya perkembangan perekonomian daerah turut berdampak pada realisasi APBN maupun APBD di Sumbar. Pada level APBN terjadi perlambatan pertumbuhan beberapa pos pendapatan seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pada level APBD, beberapa pos pendapatan asli daerah seperti pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor tidak memenuhi target APBD semester I-29. Di sisi belanja, stimulus fiskal pemerintah pusat masih terbatas pada belanja rutin. Peningkatan belanja sektor pendidikan meningkatkan realisasi belanja APBN. Sementara itu, pada level pemerintah provinsi realisasi belanja rutin justru masih terbatas. 6

18 Ringkasan Eksekutif Penerimaan pemerintah tumbuh melambat Realisasi stimulus fiskal masih terbatas pada belanja rutin Perlambatan ekonomi akibat krisis global mengakibatkan pertumbuhan pendapatan tidak seperti tahun lalu yang meningkat 73,69%. Indikasi perlambatan kegiatan ekonomi tercermin dari melambatnya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pendapatan PPN semester I-29 hanya meningkat 4,35% dibandingkan semester I-28, jauh dibandingkan pada tahun 28 yang meningkat sebesar 46,26%. Pengumpulan Pajak Penghasilan (PPh) juga mengalami pertumbuhan yang melambat meski tidak setajam PPN. Realisasi stimulus fiskal masih berlangsung secara terbatas. Hingga semester I-29, realisasi belanja pemerintah provinsi hanya mencapai 32,82% dari target 29. Sebaliknya, realisasi pendapatan bisa mencapai 5,35%, padahal beberapa basis pajak daerah mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi seperti penjualan kendaraan bermotor atau pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Peningkatan realisasi belanja APBN di Sumbar masih bersumber dari belanja untuk kegiatan rutin. Naiknya realisasi belanja rutin diperkirakan berasal dari tingginya realisasi belanja pada sektor pendidikan yang pada tahun anggaran 29 memperoleh porsi 2% dari total belanja. SISTEM PEMBAYARAN Nilai transaksi net inflow menurun Seiring kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, nilai transaksi sistem pembayaran tunai di Sumbar mengalami penurunan. Transaksi net inflow di Kantor turun tajam hingga 52,8% dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini juga didorong oleh sangat minimnya net inflow berkaitan dengan libur tahun ajaran baru. Di sisi lain, Pemilu legislatif dan masa kampanye Pemilu Presiden tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan arus kas yang masuk dan keluar pada triwulan ini.sementara itu, nilai transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional (SKN) dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Setlement (BI-RTGS) meningkat pada Triwulan II-29. Penggunaan transaksi non tunai melalui Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan volume sebesar 2,9% dan secara nominal sebesar 21,2% dibandingkan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu meningkat Penemuan uang palsu di KBI Padang meningkat tajam pada Triwulan II 29. Tercatat temuan uang palsu mencapai Rp 4,91 juta atau naik 59,3% dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih minimnya kesadaran masyarakat Sumbar akan ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kurangnya sanksi hukum yang menimbulkan efek jera terhadap pelaku pengedaran uang palsu dapat menjadi faktor meningkatnya jumlah temuan uang palsu pada triwulan II- 29. Namun demikian secara keseluruhan jumlahnya masih relatif sedikit yaitu sebanyak 74 lembar. Nilai transaksi non tunai meningkat Nilai transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional (SKN) dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Setlement (BI-RTGS) meningkat pada Triwulan II-29. Peningkatan nilai transaksi kliring sejalan dengan meningkatnya penolakan Cek/BG kosong, bahkan terjadi trend kenaikan rasio penolakan cek/bg kosong sejak pertengahan tahun 28. Untuk itu dibutuhkan peningkatan sosialisasi perbankan mengenai Daftar Hitam Nasional (DHN) kepada para nasabahnya untuk meminimalisir tingginya angka penolakan cek/bg kosong. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun Daya serap perekonomian terhadap ketenagakerjaan di Sumbar masih cukup baik. Peningkatan jumlah pekerja di Sumbar dapat diimbangi oleh lapangan kerja yang tersedia, tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang mengalami penurunan. TPT pada bulan Agustus 28 7

19 Jumlah penduduk miskin menurun Ringkasan Eksekutif sebesar 8,4%, namun kemudian pada Februari 29 menurun menjadi 7,9%. Meskipun akibat krisis keuangan global jumlah pengangguran mengalami peningkatan sebesar,65%. Di sisi lain menurut data Depnakertrans hingga bulan Mei 29 di Sumbar terdapat 398 orang yang terkena PHK dan juga penyaluran TKI asal Sumbar ke Malaysia turun tajam hingga 7,5% pada Triwulan II 29. Namun demikian, kapasitas ekonomi masih memiliki ruang yang cukup untuk menampung tenaga kerja dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan arah peningkatan. TPAK pada bulan Februari 29 sebesar 64,91% mengalami peningkatan dibandingkan pada bulan Agustus 28 yang sebesar 63,98%. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat terus mengalami penurunan sejak tahun 26. Penduduk miskin Sumbar turun 1,5% dari jiwa menjadi jiwa pada tahun 29. Sebagian besar penduduk miskin adalah penduduk pedesaan ( jiwa). Namun dari sisi kesejahteraan, NTP Sumbar sedikit mengalami pertumbuhan negatif, setelah sebelumnya menunjukkan trend peningkatan sejak Desember 28. Secara berturut-turut sejak April 29 NTP turun dari 15,59 menjadi 13,51 dan kembali turun pada Mei 29 sehingga menjadi 12,73. Turunnya NTP tersebut dipicu oleh penurunan NTP padi-palawija dan perikanan. Pertumbuhan negatif ini tidak sejalan dengan NTP nasional yang mengalami pertumbuhan positif yaitu,49% (April 29) dan,15% (Mei 29). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-29 diperkirakan barada pada kisaran 4,9-5,15% (y-o-y) PROSPEK PEREKONOMIAN SUMATERA BARAT Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III-29 diperkirakan tumbuh moderat dengan akselerasi peningkatan yang relatif terbatas pada kisaran 4,9-5,15%. Dampak dari krisis keuangan global pada perekonomian Sumbar masih terasa tekanannya pada sisi permintaan eksternal. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar banyak didorong oleh permintaan domestik. Pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan pada triwulan III-29 meningkat seiring masuknya bulan puasa dan hari raya lebaran. Pembagian tunjangan hari raya (THR)dan penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan turut menudukung akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang semakin tinggi. Dampak peningkatan harga BBM pada Mei 28 menurun Inflasi tahunan pada triwulan III-29 diperkirakan masih bergerak pada arah penurunan. Shock dari kebijakan peningkatan harga BBM pada Mei 28 terhadap pergerakan harga mulai kembali pada titik keseimbangannya. Kondisi ini juga didukung oleh tidak adanya shock yang mengganggu pergerakan harga secara siginifikan selama tahun 29. Musim panen yang berjalan sukses pada triwulan II-29, dan didukung oleh distribusi pasokan yang lancar mendorong tekanan inflasi terus menurun. Inflasi pada triwulan III-29 diperkirakan berada pada kisaran 3,%±1,% (y-o-y) Inflasi tahunan pada triwulan III-29 diperkirakan berada pada kisaran 3, ± 1,%. Meskipun diperkirakan terjadi peningkatan harga terkait tingginya permintaan akibat masa bulan puasa dan hari raya lebaran, serta faktor musim yang memungkinkan terjadinya gejolak pada pasokan bahan kebutuhan pokok, namun secara keseluruhan dampaknya terhadap gejolak inflasi tidak terlalu besar dan sifatnya hanya sementara (temporary). Selain itu, faktor pergerakan harga yang tinggi pada periode sebelumnya secara teknis perhitungan mendorong perubahan harga tahun berikutnya berada dalam arah penurunan. 8

20 Ringkasan Eksekutif Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat INDIKATOR TRIWULAN Tw. I-28 Tw. II-28 Tw. III-28 Tw. IV-28 Tw. I-29 Tw. II-29 Keterangan MAKRO IHK Kota Padang**) Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) 8, , , , ,14.3 9, Pertanian 2, , , , , , Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 1,88.1 1, , ,14.2 1, , Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1, , , , , , Pengangkutan dan Komunikasi 1, ,21.8 1, , , , Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa 1, ,4.64 1, , , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** PERBANKAN*** Bank Umum Total Aset (Rp triliun) ,54,198 DPK (Rp Triliun) ,721,227 - Tabungan (Rp Triliun) ,319,163 - Giro (Rp Triliun) ,351,384 - Deposito (Rp Triliun) ,5,68 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek ,86,753 - Modal Kerja ,74,941 - Investasi ,126,415 - Konsumsi ,993,397 - LDR (%) NPL (gross, %) Kredit UMKM (triliun Rp) Kredit Mikro (<Rp 5 juta) (triliun Rp) Kredit Kecil (Rp 5 juta < X Rp 5 juta) (triliun Rp) Kredit Menengah (Rp 5 juta < X Rp 5 miliar) (triliun Rp) Total Kredit MKM (triliun Rp) NPL MKM gross (%) BPR Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit UMKM (triliun Rp) Rasio NPL Gross (%) LDR (%) Keterangan : * Angka PDRB Tw.II-29 merupakan proyeksi Bank Indonesia ** Sejak bulan Juni 28 dilakukan tahun dasar dari 22=1 menjadi 27=1 *** Angka impor dan ekspor Tw. II-29 angka sementara, posisi Mei 29 open file, *** Data Perbankan untuk Triwulan II-29 menggunakan posisi akhir Mei 29 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI - Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI 9

21 Ringkasan Eksekutif Halaman ini sengaja dikosongkan 1

22 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Memasuki triwulan II-29, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) berada pada tren yang masih melambat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbar tumbuh sebesar 5,11% (y-o-y), sesuai proyeksi BI Padang pada kajian ekonomi regional sebelumnya yang berkisar antara 5,-5,5%. Dari sisi permintaan, perlambatan bersumber dari permintaan eksternal yang mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan I-29. Perlambatan perekonomian global yang masih terjadi mengakibatkan ekspor dan impor Sumbar mengalami penurunan yang cukup tajam. Meskipun demikian, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar masih cukup moderat jika dibandingkan daerah-daerah lain di Zona Sumatera Bagian Tengah karena relatif kecilnya pangsa permintaan eksternal. Selain itu, kuatnya permintaan domestik yang bersumber dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah merupakan faktor yang menahan perlambatan ekonomi Sumbar. Sebaliknya, di sisi sektoral hampir semua sektor perekonomian mengalami penurunan akibat perlambatan perekonomian global. Dari sisi penawaran, baik sektor-sektor tradables maupun non-tradables mengalami perlambatan ekonomi merespon menurunnya kinerja permintaan eksternal. Penurunan harga internasional pada triwulan sebelumnya dan krisis finansial global sangat mempengaruhi kinerja sektor-sektor terkait pada triwulan laporan. Pada triwulan ini, sektor-sektor non-tradables mengalami perlambatan yang lebih dalam dibandingkan sektor tradables Permintaan Agregat Kontraksi permintaan eksternal semakin dalam. Dampak resesi dunia benarbenar telah sampai di Sumbar. Turunnya harga minyak mentah dunia yang diikuti anjloknya harga komoditas mengakibatkan ekspor Sumbar yang didominasi oleh produk perkebunan mengalami penurunan setelah melonjak tinggi akibat 11

23 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat booming harga komoditas pada awal hingga pertengahan tahun 28. Grafik 1.1. memperlihatkan bahwa kontribusi permintaan eksternal terhadap pembentukan PDRB Sumbar terus menyusut sejak triwulan I-29 setelah terus meningkat sejak tahun 24. Kontras dengan penurunan permintaan eksternal, kontribusi perubahan stok justru terus meningkat. Artinya, terjadi penumpukan stok barang yang seharusnya diekspor. Stok komoditas yang dihasilkan Sumbar tidak bisa terserap oleh permintaan dari luar negeri akibat perlambatan ekonomi. Meskipun demikian, perlambatan ekonomi di Sumbar masih lebih moderat dibandingkan daerah-daerah tetangga di Zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) seperti Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Pangsa permintaan eksternal Sumbar yang masih dibawah 2% membuat pertumbuhan ekonomi Sumbar masih bertahan di atas 5% (grafik 1.2.). Di Zona Sumbagteng, pangsa permintaan eksternal terbesar terdapat di provinsi Kepulauan Riau dengan pangsa hampir 4% dan Provinsi Riau dengan pangsa sekitar 3% I-29 II-29-4 Eksternal Perubahan Stok Investasi PMTB Konsumsi Pemerintah -6 Konsumsi Rumah Tangga PDRB Sumber : Sekda-BI, diolah I II III IV I II III IV I II Sumber : Sekda-BI, diolah Kepri Riau Sumbar Jambi Sumbagteng Grafik 1.1 Perkembangan Kontribusi PDRB Menurut Jenis Pengeluaran (%) Grafik 1.2. Pangsa Permintaan Eksternal Perekonomian Zona Sumbagteng Rebound harga minyak dan komoditas sejak awal triwulan II-29 belum mengembalikan ekspor Sumbar. Tren ekspor Sumbar baik secara nilai maupun volume masih menunjukkan tren yang menurun (grafik1.3.). Penurunan ekspor Sumbar ini terutama bersumber dari komoditas utama Sumbar yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan karet mentah. Belum stabilnya permintaan eksternal, kelangkaan pasokan karet mentah serta penerapan kebijakan bea keluar atas produk CPO merupakan beberapa faktor yang menyebabkan belum kembalinya kinerja perdagangan internasional Sumbar. Meskipun kinerja ekspor CPO dan karet 12

24 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat mentah masih belum meningkat, muncul komoditas andalan baru Sumbar yang mulai memasuki masa panen yaitu kakao. Volume ekspor kakao Sumbar Januari- April 29 meningkat tajam sebesar 8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar 7 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar USD 16 juta. 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, - I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29 Volume (Kg) Nilai (USD) $/MT 1,6 1,4 1,2 1, $ /Bbl Apr-Jun 8 Jul-Sep 8 Oct-Dec 8 Jan-Mar 9 Apr-Jun 9 Palm oil (sisi kiri) Soybean oil (sisi kiri) Crude oil, Brent (sisi kanan) Sumber : EDW-BI, diolah Grafik 1.3 Perkembangan Ekspor Sumbar Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Komoditas Internasional Permintaan domestik menyelamatkan pertumbuhan ekonomi Sumbar. Bertahannya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi swasta, serta akselerasi pada konsumsi pemerintah meningkatkan kontribusi permintaan domestik terhadap pembentukan PDRB triwulan II-29 mencapai 9,9%, bisa mengeliminasi kontribusi negatif permintaan eksternal yang mencapai -3,98%. Berbagai indikator permintaan domestik di bawah (grafik ) menunjukkan bahwa kondisi permintaan domestik Sumbar masih cukup kuat. Dari sisi konsumsi, indikator kepercayaan konsumen terus menunjukkan optimisme setelah kenaikan harga BBM bulan Mei 28 dan penurunan harga BBM bulan Januari 29 (grafik ). Penjualan sepeda motor juga kembali menunjukkan tanda-tanda peningkatan penjualan pada bulan Mei 29 (grafik 1.7). Indikator Nilai Tukar Petani triwulan II-29 telah berada di atas 1, yang mengindikasikan kondisi petani cukup baik (grafik 1.8). Indikator penerimaan Pajak Penghasilan 21 Orang Pribadi juga menunjukkan kondisi yang membaik. Penerimaan hingga bulan Mei 29 melampaui Rp 18 milyar sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai sekitar Rp 17 milyar (grafik 1.9). Baiknya indikator konsumsi rumah tangga disebabkan beberapa faktor antara lain stabilnya harga terutama bahan kebutuhan pokok, membaiknya penghasilan yang didukung oleh penyaluran bantuan langsung tunai, kenaikan gaji PNS, pembayaran gaji PNS ke- 13

25 Sepeda Motor Minibus IKK, Indeks %, g[pdrb Indeks Penghasilan Saat Ini %, g[pdrb Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 13, serta belanja pemerintah di sektor pendidikan yang meningkat tajam. Berhasilnya panen tanaman bahan makanan (tabama) serta mulai membaiknya harga komoditas juga mendorong kenaikan penghasilan petani yang menjadi lapangan pekerjaan utama di Sumbar g-pdrb Konsumsi Sumber : SK-BI, diolah IKK g-pdrb Konsumsi Sumber : SK-BI, diolah Indeks Penghasilan Saat Ini Grafik 1.5. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB Grafik 1.6. Indeks Penghasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB Sepeda Motor Minibus Indeks (27=1) Sumber : DPKD Sumbar, diolah Sumber : BPS, diolah Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Tukar Petani 14

26 Jan-7 Mar-7 May-7 Jul-7 Sep-7 Nov-7 Jan-8 Mar-8 May-8 Jul-8 Sep-8 Nov-8 Jan-9 Mar-9 May-9 Jan-7 Mar-7 May-7 Jul-7 Sep-7 Nov-7 Jan-8 Mar-8 May-8 Jul-8 Sep-8 Nov-8 Jan-9 Mar-9 May-9 Unit Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Rp Milyar Mei 27 Mei 28 Mei 29 Sumber : LKPP Kanwil III DJPBN Padang,, diolah Sumber : DPKD, diolah Pick up Truck Minibus Grafik 1.9. Perkembangan Penerimaan PPh 21 di Sumbar Grafik 1.1. Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga Ton 3 9, 8, 25 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, % I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumbagteng Kepri Riau Sumbar Jambi Sumber : ASI, diolah Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Konsumsi Semen Sumbar Grafik Pangsa Investasi PMTB Zona Sumbagteng Meski kepercayaan konsumen terus meningkat, pertumbuhan investasi Sumbar masih belum banyak berubah. Berbagai indikator investasi masih menunjukkan arah yang stagnan. Penjualan mobil pickup dan truck masih belum meningkat (grafik ). Konsumsi semen di wilayah Sumbar hingga bulan Mei 29 juga masih menunjukkan arah yang menurun (grafik 1.11). Dibandingkan daerah tetangga di Zona Sumbagteng, pangsa investasi terhadap pembentukan PDRB di Sumbar semakin ketinggalan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Selama tiga tahun terakhir pangsa investasi Sumbar terus berada pada kisaran 18%, sementara pangsa investasi di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau terus meningkat hingga melampaui 25% (grafik 1.12). 15

27 26/Jan 26/Mar 26/May 26/Jul 26/Sep 26/Nov 27/Jan 27/Mar 27/May 27/Jul 27/Sep 27/Nov 28/Jan 28/Mar 28/May 28/Jul 28/Sep 28/Nov 29/Jan 29/Mar 29/May Rp Juta Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Stimulus fiskal yang diharapkan menahan perlambatan ekonomi belum terlihat pada triwulan II-29. Pola belanja pemerintah masih mengikuti tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terbatas pada pengeluaran rutin. Pada pemerintah daerah, lambatnya realisasi belanja diindikasikan dengan meningkatnya posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan (grafik 1.13) Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah pusat dimana realisasi belanja barang dan belanja modal masih di bawah 3% hingga bulan Juli 29 (grafik 1.14). Belum berjalannya stimulus fiskal sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh lamanya proses penetapan DIPA stimulus yang baru diselesaikan pada akhir triwulan I-29. Diperkirakan realisasi stimulus fiskal baru akan terlaksana pada triwulan III-29 setelah melalui serangkaian proses pengadaan barang dan penyelesaian tahap-tahap pekerjaan proyek. Rp Juta 3,5, 3,, 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, PEMDA TINGKAT I PEMDA TINGKAT II 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 51. Belanja Pegawai 52. Belanja Barang 53. Belanja Modal 57. Belanja Bantuan Sosial 58.Belanja Lain-lain 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Nilai Realisasi % Realisasi Sumber : EDW-BI Sumber : Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Grafik Belanja APBN melalui KPPN Padang per 15 Juli Penawaran Agregat Di sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan PDRB Sumbar terjadi hampir pada semua sektor. Semakin dalamnya kontraksi permintaan eksternal ternyata tidak hanya mengakibatkan perlambatan pada sektor tradables semata, namun juga memperlambat pertumbuhan pada sektor non-tradables. Grafik menunjukkan bahwa pergerakan sektor tradables pada suatu periode akan diikuti pergerakan sektor nontradables pada beberapa periode berikutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor tradables merupakan sumber pertumbuhan yang harus dijaga besaran pertumbuhannya karena merupakan triggering factor? Pada triwulan laporan, perlambatan di sektor tradables hanya terjadi pada sektor 16

28 % % Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pertanian terutama bersumber dari subsektor tanaman perkebunan dan subsektor perikanan. Sebaliknya, semua sektor non-tradables mengalami perlambatan kecuali subsektor listrik, gas, dan air bersih. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (%, y-o-y) Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Total PDRB Tradeable Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Non Tradeable Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa *) proyeksi BI Sumber : BPS, diolah Tradeable 2 Non Tradeable 1 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber : BPS. Tw.II-29 merupakan proyeksi staf KBI Padang Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II* Tradeable Non Tradeable Sumber : BPS. Tw.II-29 merupakan proyeksi staf KBI Padang Grafik Pertumbuhan PDRB Sektoral Tahunan Grafik Kontribusi Pertumbuhan PDRB Sektoral Tahunan Sektor Pertanian Keberhasilan panen tanaman bahan makanan khususnya padi dapat menahan perlambatan sektor pertanian. Subsektor tanaman bahan makanan pada triwulan laporan kembali tumbuh di atas 6%, pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Angka ramalan II yang diterbitkan BPS menunjukkan bahwa produksi padi tahun 29 diperkirakan menembus dua juta ton (grafik 1.17). Keberhasilan panen juga diindikasikan dari harga beras yang relatif stabil bahkan menurun di tingkat petani maupun penggilingan pada bulan Mei 29 meski masa panen raya telah berakhir (grafik 1.18). Peningkatan produksi ini disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan produktivitas. Hal ini tentu tidak 17

29 % Rp Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat bisa dilepaskan dari beberapa kegiatan pemerintah seperti bantuan benih, adanya program SL-PTS/SL-PTT (Sekolah Lapang Padi Tanam Sebatang/Sekolah Lapang Pertanian Teknologi Terpadu), penggunaan kompos jerami seluas 56. Ha yang tersebar di 19 kabupaten/kota, perluasan areal Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) dan Jaringan Irigasi Desa (JIDES) seluas Ha. 2,5, 2,, 1,5, Ton 1,, 5, 4,. 45, 44, 3,5. 43, 3,. 42, 2,5. 41, 2,. 4, Ha 39, 1,5. 38, 1,. 37, 36, 5. Produksi (sisi kiri) Luas Panen (sisi kanan) 35, - 34, Tingkat Penggilingan Tingkat Petani Sumber : Deptan, diolah Grafik Perkembangan Produksi dan Luas Panen Padi Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Gabah Kering Panen Sumbar 27% Ton 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Sumber : diolah Grafik Persentase Penyaluran Pupuk Bersubsidi Sumber : diolah Grafik 1.2. Realisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Masalah pupuk yang biasanya menjadi masalah bagi petani mulai teratasi. Kabar mengenai kelangkaan pupuk jauh berkurang dibandingkan tahun lalu. Perubahan mekanisme distribusi pupuk dengan sistem tertutup ternyata cukup efektif mengatasi masalah kelangkaan pupuk pada tahun 28. Melalui mekanisme tertutup, pengecer hanya bisa melayani penjualan pupuk bersubsidi kepada petani/kelompok tani hanya di wilayah yang menjadi tangung jawabnya. Pengecer harus mendata petani/kelompok tani, luas lahan beserta kebutuhan pupuk di wilayah kerjanya. Distributor dan pengecer dilarang 18

30 Milyar Rp Ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat memperjual belikan pupuk bersubsidi di luar peruntukannya. Pupuk bersubsidi oleh pemerintah di peruntukkan di sektor pertanian, meliputi budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, hijauan pakan ternak, dan budidaya ikan. Hingga bulan Mei 29, pupuk bersubsidi yang disalurkan di Sumbar mencapai 51 ribu ton, sekitar 27% dari total alokasi pupuk bersubsidi di Sumbar sebesar 189 ribu ton. Penyaluran pupuk bersubsidi yang transparan serta dukungan pemerintah daerah merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan mekanisme tertutup. Transparansi ini tercermin dari dipublikasikannya realisasi penyaluran pupuk bersubsidi secara bulanan melalui situs Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Data yang ditampilkan meliputi data realisasi penyaluran pupuk bersubsidi baik berdasarkan jenis pupuk maupun berdasarkan kabupaten/kota. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari transparansi penyaluran pupuk bersubsidi ini antara lain : meningkatnya kredibilitas kebijakan pemerintah, mengurangi upaya spekulasi yang dilakukan oleh distributor maupun pengecer, serta menstabilkan permintaan pupuk oleh petani , , , ,. 2,. Produksi (ton) Luas areal (ha) , Sales (sisi kiri) Volume (sisi kanan) Sumber : diolah Grafik Nilai Penjualan dan Volume Produksi CPO PT Bakrie Sumatera Plantation Sumber : BPS, diolah Grafik Perkembangan Produksi dan Luas Areal Kakao Kinerja subsektor perkebunan masih mengalami perlambatan yang cukup tajam. Subsektor perkebunan mengalami kontraksi sebesar -,8%. Hal ini tercermin dari menurunnya ekspor komoditas perkebunan baik CPO maupun karet sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Penurunan permintaan dan harga komoditas membuat produksi subsektor ini melorot tajam. Pada tingkat perusahaan, nilai penjualan dan volume produksi CPO PT Bakrie Sumatera Plantation yang sebagian produksinya dihasilkan dari Kabupaten Pasaman Barat 19

31 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat menunjukkan penurunan sejak awal triwulan III-28 (grafik 1.21). Semakin tajamnya kontraksi subsektor perkebunan ini lebih disebabkan tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu. Perusahaan perkebunan melakukan berbagai efisiensi untuk mengatasi penurunan produksi seperti melakukan pengurangan pemupukan untuk kebun-kebun yang sudah mature, mengurangi impor pupuk yang merupakan komponen biaya tertinggi, serta menunda pelaksanaan investasi untuk sementara. Memasuki pertengahan tahun 29, beberapa perusahaan kembali optimis melihat perkembangan krisis perekonomian global yang diperkirakan telah mencapai dasar dan mulai menunjukkan pembalikan. Beberapa perusahaan perkebunan di Sumatera, termasuk PT Bakrie Sumatera Plantation di Sumbar, mulai merencanakan belanja investasi yang mayoritas bersumber dari kas internal (tabel 1.2.). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan perkebunan masih cukup baik meski harga komoditas sempat jatuh. Tabel 1.2. Rencana Capital Expenditure (Capex) Perusahaan Perkebunan di Sumatera Nama Perusahaan Capex Sumber Tujuan Investasi PT Sampoerna Agro Tbk 25 milyar Kas Internal Penanaman Kembali Perluasan Lahan Perkebunan di Sumsel dan Kalteng PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk 25 milyar Kas Internal Penanaman Kembali (25-27 Ha di Pasaman dan Kisaran) sebesar Rp milyar Pembangunan Pabrik Baru sebesar USD 7 ribu Perawatan PT PP London Sumatera 6-8 milyar Kas Internal Pengembangan tanaman sebesar Rp 36 milyar Pembangunan Pabrik Baru, mesin, infrastruktur, serta transportasi sebesar USD 7 ribu PT Astra Agro Lestari 7 milyar Kas Internal Perluasan Lahan Perkebunan di Riau dan Kaltim sebesar Rp 28 milyar Pembangunan Pabrik Baru sebesar Rp 21 milyar Pengembangan Infrastruktur sebesar Rp 21 milyar Sumber : anektodal Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan diperkirakan terus membaik. Kembali meningkatnya produksi semen dari PT Semen Padang, tetap tumbuhnya permintaan pada produk makanan, minuman, dan tembakau, serta produk tekstil menjadi faktor kembali meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan. Berbagai indikator produksi industri pengolahan menunjukkan perbaikan seperti produksi semen yang terus meningkat serta konsumsi listrik industri yang terus tumbuh (grafik 1.23 dan 1.24). Meskipun demikian beberapa subsektor industri diperkirakan masih mengalami berbagai kendala seperti subsektor barang dari karet yang mengalami kesulitan pasokan bahan baku. 2

32 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Orang Juta Rupiah % % Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 6, 25 5, 2 4, 15 3, 1 2, 1, Jumlah Produksi (sisi kiri, Ton) Nilai Produksi (sisi kanan, Rp milyar) MWh 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Rumah Tangga Industri Bisnis Sumber : PT Semen Padang Grafik Produksi dan Penjualan PT Semen Padang Sumber : PLN, diolah Grafik Perkembangan Konsumsi Listrik PLN 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Sumber : BI, diolah Modal Kerja % Pertumbuhan Tahunan % pertumbuhan bulanan Grafik Perkembangan Kredit Modal Kerja Berdasarkan Lokasi Proyek 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Jumlah Wisman (Sisi Kiri) Sumber : BPS Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang (%) Pertumbuhan (Sisi Kanan) 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% Sumber : BPS Grafik Perlembangan Wisatawan Mancanegara Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada triwulan II-29 sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Melambatnya sektor PHR terjadi pada semua subsektor dengan penurunan terbesar terdapat pada subsektor hotel dari 8,48% (triwulan I-29) menjadi 6,69% (triwulan II-29). Beberapa indikator mengkonfirmasi perlambatan pada sektor PHR antara lain konsumsi listrik yang terus menurun (grafik 1.24), 21

33 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pertumbuhan kredit modal kerja yang terus menyusut (grafik 1.25), serta penurunan tingkat penghunian kamar hotel berbintang (grafik 1.26). Pada triwulan berikutnya, produktivitas sektor PHR diperkirakan akan kembali meningkat. Potensi pembalikan ekonomi yang semakin kuat yang didukung dengan stabilnya inflasi serta penurunan suku bunga kredit diperkirakan akan mendorong sektor PHR tumbuh lebih baik. Pada subsektor hotel, di Padang telah diresmikan hotel bintang 5 dan mal pertama beroperasi di Padang akhir Juni lalu. Dengan menelan biaya Rp 2 milyar yang bersumber dari dana internal dan BRI, berdiri Best Western Premiere Basko Hotel dan Basko Grand Mall dengan kapasitas hotel 17 kamar. Beroperasinya hotel dan mal ini diperkirakan menyerap 15 tenaga kerja. Sumber : Grafik Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 27 April 29 Sumber : Grafik Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 27 Mei 29 Sumber : Grafik 1.3. Neraca Daya P3B Sumatera Posisi 28 Juni Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor listrik, gas, dan air bersih diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,7% menjadi 6,75%. Kenaikan terutama bersumber dari 22

34 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat subsektor listrik yang berkontribusi sekitar 9% terhadap PDRB sektor tersebut. Kenaikan produksi ini lebih disebabkan rendahnya produksi periode yang sama tahun lalu akibat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketinggian debit air pada PLTA Singkarak dan PLTA Maninjau. Masalah pemadaman listrik yang terjadi tahun lalu diperkirakan akan bergeser pada triwulan III-29. Indikator neraca daya PLN P3B Sumatera untuk Sistem Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menunjukkan mulai terjadi defisit pada saat beban puncak sejak akhir Mei 29 (grafik ). Sumatera Barat kembali terkena pemadaman listrik bergilir tiga kali sehari. Pemadaman terjadi karena akibat beberapa PLTA di Sistem Sumbar mengalami penurunan elevasi akibat musim kering, serta serta tidak optimalnya sejumlah pembangkit listrik yang lain. Pemadaman dilakukan untuk menghemat air kedua PLTA agar tetap bisa beroperasi karena kedua danau sedang mengalami krisis air. PLTA Singkarak yang memiliki empat unit mesin pembangkit masing-masing berkapasitas 43 MW saat ini terpaksa beroperasi hanya 6 persen sebab muka air danau yang tercatat awal Juni lalu 361,67 cm. Sementara PLTA Maninjau yang memiliki kapasitas 68 MW juga beroperasi maksimal 5 persen saja karena kekurangan air. Kendati PLTG Pauh Limo yang terdiri dari dua unit mesin berkapasitas 17 MW dan PLTU Ombilin memiliki dua unit mesin berkapasitas 1 MW bisa beroperasi, namun tak sanggup memasok seluruh kebutuhan listrik Sumatera Barat. Kebutuhan listrik di Sumatera Barat saat beban puncak (pukul WIB) berkisar MW sementara empat pembangkit di Sumatera Barat hanya mampu berproduksi sekitar 2 MW- 25 MW Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Subsektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan diperkirakan mengalami sedikit perlambatan pada triwulan laporan. Melambatnya pertumbuhan sektor ini bersumber dari melambatnya pertumbuhan pada subsektor bank. Pada subsektor bank, perlambatan ini ditunjukkan dengan melambatnya pertumbuhan aset bank dan posisi kredit bank umum (grafik 1.31 dan 1.32). Melambatnya pertumbuhan kredit ini terutama karena suku bunga kredit inelastis terhadap penurunan BI-rate yang terus dilakukan BI dalam 6 bulan terakhir. Searah dengan hal tersebut, pada subsektor lembaga keuangan bukan bank dan jasa penunjang juga terjadi perlambatan yang diperkirakan berasal dari menurunnya konsumsi. 23

35 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Rp milyar Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Rp Triliun Rp Triliun Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Rp triliun Feb Mar Apr May Jun Rp triliun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jumlah (sisi kiri) Bank Pemerintah (sisi kiri) Bank Swasta Nasional (sisi kanan) Bank Perkreditan Rakyat (sisi kanan) Sumber : Sekda Grafik Perkembangan Aset Perbankan Sumbar Total (sisi kiri) Modal Kerja (sisi kanan) Investasi (sisi kanan) Konsumsi (sisi kanan) Sumber : Sekda, diolah Grafik Perlembangan Kredit Bank Umum 25 Rp Juta 1,2, % 12.% 2 1,, 1.% 15 8, 6, 8.% 6.% 1 4, 4.% 5 2, 2.%.% - I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Depkeu, diolah Grafik Perlembangan Penerimaan Bukan Pajak di Sumatera Barat Sumber : Sekda, diolah Kredit Jasa-Jasa (sisi kiri) Pangsa (sisi kanan) Grafik Perkembangan Kredit Sektor Jasa-Jasa menurut Lokasi Proyek Sektor Jasa-jasa Merespon melambatnya konsumsi, pertumbuhan sektor jasa-jasa juga mengalami perlambatan dari 6,54% (triwulan I-29) menjadi 5,9% (triwulan II-29). Perlambatan ini terjadi baik pada jasa-jasa pemerintahan umum maupun jasa-jasa yang disediakan oleh swasta. Perlambatan ekonomi Sumbar secara umum membuat rumah tangga maupun swasta mengurangi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat tersier. Penundaan investasi yang dilakukan swasta tentu mengurangi interaksi dengan pemerintahan. Penurunan penjualan kendaraan bermotor tentu mengurangi produk administrasi pemerintahan. Beberapa indikator sektor jasa-jasa menunjukkan pertumbuhan yang terbatas antara lain penerimaan bukan pajak (grafik 1.33) serta perkembangan kredit sektor jasa-jasa (grafik 1.34). 24

36 B O K S Kajian Ekonomi Zona Sumbagteng Tw.II-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Kembali Melambat Kontraksi Ekspor Semakin Dalam Pertumbuhan ekonomi Zona Sumatera Bagian Tengah kembali melambat pada triwulan II-29 sebesar 3,6% (y-o-y). Semua provinsi tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng bersumber dari kontraksi ekspor yang semakin dalam. Pertumbuhan ekspor mengalami kontraksi sebesar -4,98%, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -3,39%. Masih kuatnya permintaan domestik menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi masih tumbuh cukup tinggi dengan ditopang pertumbuhan konsumsi pemerintah. Peningkatan konsumsi pemerintah diperkirakan berasal dari kenaikan gaji PNS, pemberian bantuan langsung tunai, serta belanja pendidikan yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun ini. Meski stimulus fiskal masih belum menyentuh belanja infrastruktur, namun stimulus fiskal dalam bentuk PPh ditanggung pemerintah (DTP), pengucuran dana BOS dan BLT diperkirakan cukup efektif dalam mendorong konsumsi rumah tangga. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Pengeluaran Zona Sumbagteng Komponen I II III IV I II III IV I II Permintaan Domestik Konsumsi Rumah Tangga Pemerintah Investasi PMTB Perubahan stok Ekspor Neto Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK BRUTO Dari sisi penawaran, sektor-sektor tradeables kembali mengalami perlambatan ekonomi merespon menurunnya kinerja perdagangan internasional. Penurunan harga internasional pada triwulan sebelumnya dan krisis finansial global sangat mempengaruhi kinerja sektor-sektor terkait pada triwulan laporan. Sektor pertanian masih tumbuh dibawah rata-rata selama tahun Sektor industri pengolahan juga berada pada arah yang sama karena banyak industri yang terkait dengan sektor pertanian, seperti industri CPO, minyak goreng, dan kertas. Turunnya industri pengolahan khususnya di Provinsi Kepulauan Riau mengakibatkan potensi PHK meningkat. Perlambatan angka inflasi di Zona Sumbagteng yang terjadi sejak pertengahan tahun 28 terus berlanjut hingga triwulan II-29 *. Memasuki triwulan II-29 inflasi tahunan zona Sumbagteng tercatat sebesar 6,1% (yoy), yang merupakan inflasi terendah sejak periode triwulan II-28. Masuknya masa panen komoditas tanaman * Data triwulan II-29 adalah data sampai dengan Mei 29

37 pangan, seperti cabe merah, bawang merah dan padi, di beberapa daerah di zona Sumbagteng, seperti Sumatera Barat dan Jambi, serta semakin berkurangnya beban/biaya transportasi telah memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan harga beberapa komoditas di zona Sumbagteng yang terus mengalami penurunan angka inflasi. Namun demikian, adanya faktor eksternal (pengaruh harga internasional), kebijakan pemerintah serta faktor fluktuasi nilai tukar rupiah menyebabkan Zona Sumbagteng pada triwulan laporan tetap mengalami inflasi yang positif, terutama berasal dari kelompok makanan jadi dan kelompok sandang. Grafik 1.1. Perkembangan Inflasi Zona Sumbagteng Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng pada triwulan III-29 diperkirakan masih menunjukkan arah perlambatan dengan kisaran 2,64-3,11%. Dampak krisis keuangan masih dirasakan pada Zona Sumbagteng, terutama pada Provinsi Kepri yang selama dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif. Tekanan pada sektor industri pengolahan masih cukup besar dengan dihadapkan permintaan eksternal yang masih melemah. Namun di sisi lain, kembali menguatnya nilai tukar rupiah diharapkan akan sedikit mengurangi tekanan dari harga bahan baku impor industri. Sementara itu, mulai membaiknya harga komoditas internasional sedikit menggairahkan kembali perkembangan sektor pertanian. Tabel 1.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Zona Sumbagteng (yoy, %) Wilayah/Zona I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29 Prospek Tw.III-9 Keterangan Zona Sumbagteng melambat - Sumbar melambat - Riau melambat - Kepri meningkat - Jambi melambat

38 persen (%) Bab 3 : Inflasi BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Perlambatan angka inflasi di Sumatera Barat, diwakili kota Padang, yang terjadi sejak pertengahan tahun 28 terus berlanjut hingga triwulan II- 29. Masa panen komoditas tanaman pangan, seperti cabe merah, bawang merah dan padi, yang masih terjadi di beberapa daerah di Sumatera Barat pada triwulan laporan, telah memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan harga beberapa komoditas di kota Padang yang terus mengalami penurunan angka inflasi, bahkan deflasi. Namun demikian, adanya faktor eksternal (pengaruh harga internasional), kebijakan pemerintah serta faktor fluktuasi nilai tukar rupiah menyebabkan beberapa kelompok barang & jasa tetap mengalami inflasi walaupun dengan bobot yang tidak terlalu besar Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (q-t-q) Dampak kenaikan harga BBM Okt 5 Dampak kenaikan harga BBM Mei Tw I 25 Tw II Tw III Tw IV Tw I 26 Tw II Tw III Tw IV Tw I 27 Tahun Dasar 27 Tw II Tw III Tw IV Tw I 28 Tw II Tw III Tw IV Tw I 29 Nasional 3,19 1,5 2,3 1, 1,98,87 1,16 2,44 1,91,17 2,28 2,9 3,41 4,5 2,88,54,36 -,1 Padang 6,8-1,3 2,75 11,2 1,17,71,93 5,7 3,68-1,9 2,6 3,5 4,35 4,74 2,4 2,7,4-1,3 Tw II Sumber : BPS, diolah 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang Kota Padang pada triwulan II-29 mengalami deflasi yang tercatat sebesar 1,34% (q-t-q) atau jauh lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang juga deflasi sebesar,15% (q-t-q). Deflasi yang terjadi pada triwulan II-29 ini merupakan angka inflasi terendah sejak triwulan III-27. Dengan demikian, inflasi kota Padang yang sempat berada di atas inflasi nasional di hampir sepanjang tahun 28, memasuki triwulan pertama tahun 29 hingga 25

39 persen (%) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional triwulan laporan berbalik menjadi lebih rendah atau di bawah inflasi nasional (Grafik 2.1). Sejalan dengan pergerakan inflasi triwulanan, inflasi tahunan kota Padang dan nasional juga mengalami penurunan. Penurunan angka inflasi tersebut sebagai indikasi pasokan bahan makanan yang relatif cukup memadai dan lancar, serta telah meredanya dampak kenaikan harga BBM pada bulan Mei 28 yang naik rata-rata sebesar 28,7%. Inflasi tahunan kota Padang pada triwulan II-29 tercatat sebesar 2,8% (yoy) jauh lebih rendah jika dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 9,21% (yoy). Sementara itu, inflasi tahunan nasional secara signifikan juga menurun dan berada di level 3,65% (yoy) atau lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Secara umum, pergerakan inflasi tahunan kota Padang dan nasional secara tajam mengalami penurunan pada triwulan II-29 (Grafik 2.2) Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy) Tw I 25 Dampak kenaikan harga Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Dampak kenaikan harga BBM Mei 8 Tahun Dasar 27 Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Nasional 8,81 7,42 9,6 17,1 15,7 15,5 14,5 6,6 6,52 5,77 6,95 6,59 8,16 11, 12,1 11, 7,92 3,65 Padang 12,5 8,35 11,6 2,4 14,1 16,4 14,4 8,5 1,7 7,79 9, 6,9 7,59 12, ,6 9,21 2,8 Tw II Sumber : BPS, diolah 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga Tren penurunan harga komoditas dan energi yang terus berlanjut pada triwulan II-29 telah membuat tekanan inflasi pada level nasional mengalami penurunan. Pada triwulan laporan inflasi nasional sebesar -,15% (q-t-q) atau lebih rendah dari triwulan I-29 yang tercatat sebesar,36% (q-t-q). Kondisi yang sama terjadi di kota Padang. Pada triwulan II-29 terjadi penurunan tekanan inflasi dari,4% (q-t-q) pada triwulan I-29 menjadi sebesar -1,34% (qt-q) pada triwulan laporan. 26

40 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I Tw II persen (%) Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Pada triwulan II-29 penurunan inflasi (q-t-q) juga terjadi di kota Jambi, Batam, Bengkulu dan Pekanbaru. Kota Bengkulu mengalami inflasi terendah diantara 3 kota lainnya, yaitu dari dari,9% (q-t-q) pada triwulan I-29 menjadi -,74% (q-t-q) pada triwulan II-29, kemudian kota Jambi dari,26% (q-t-q) pada triwulan I-29 menjadi -,72% (q-t-q) pada triwulan II-29, kota Pekanbaru dari,48% (q-t-q) pada triwulan I-29 menjadi -,54% (q-t-q) pada triwulan II-29, dan kota Batam dari,64% (q-t-q) pada triwulan I-29 menjadi -,43% (q-t-q) pada triwulan II-29 (Grafik 2.3). 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, -2, -4, Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-Kota di Provinsi Tetangga (q-t-q) Tahun dasar 27 Sumber : BPS, diolah Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam Nasional Secara bulanan, sepanjang triwulan II-29 hanya kota Padang yang mengalami deflasi 3 bulan berturut-turut. Laju inflasi bulanan kota Padang selama triwulan II-29 berturut-turut adalah sebagai berikut; bulan April 29 inflasi sebesar -,76% (m-t-m), bulan Mei 29 sebesar -,39% (m-t-m), dan bulan Juni 29 sebesar -,19% (m-t-m). Pergerakan inflasi bulanan kota Padang selama tahun 29, kecuali pada bulan Februari 29, selalu berada di bawah inflasi nasional. Pada bulan April 29 inflasi nasional sebesar -,31% (m-t-m), bulan Mei 29 sebesar,4% (m-t-m), dan bulan Juni 29 sebesar,11% (m-t-m). Sepanjang triwulan II-29 kota Pekanbaru, Bengkulu dan Jambi dua kali mengalami deflasi. Kota Pekanbaru mengalami deflasi pada bulan April dan Juni 29 sebesar,54% dan,4%. Kota Bengkulu mengalami deflasi,74% di bulan April dan,16% di bulan Mei 29. Kota Jambi mengalami deflasi pada bulan April sebesar 1,27% dan di bulan Juni 29 sebesar,41%. Sementara kota Batam hanya mengalami deflasi pada bulan April 29 sebesar,61%. Deflasi pada kota-kota tersebut dipicu oleh pergerakan harga yang menurun pada 27

41 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional kelompok bahan makanan, terutama subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok sayur-sayuran dan subkelompok padi-padian (Tabel 2.1). Laju inflasi tahun kalender tertinggi terjadi di kota Batam yaitu sebesar,21% (y-t-d) atau sama dengan inflasi nasional yang juga sebesar,21% (y-t-d). Selain itu, kota Batam juga merupakan satu-satunya kota di provinsi tetangga dengan inflasi tahun kalender yang masih positif di triwulan II-29. Inflasi tertinggi berikutnya terjadi di kota Pekanbaru sebesar -,6% (y-t-d) diikuti oleh kota Jambi sebesar -,46% (y-t-d) dan kota Bengkulu sebesar -,65% (y-t-d). Inflasi tahun kalender terendah terjadi di kota Padang yang tercatat sebesar - 1,29% (y-t-d) (Tabel 2.1). T abel. 2.1 Inflas i Nas ional, K ota P adang dan K ota-k ota di P rovins i T etang g a (m-t-m, % ) P eriode Nasional K ota P adang P ekanbaru B engkulu J ambi B atam 28 J an F eb Mar Apr Mei J un* J ul Agt S ept O kt Nov Des J an F eb Mar Apr -,31 -,76 -,54 -,74-1,27 -,61 Mei,4 -,39,4 -,16,97,3 J un,11 -,19 -,4,16 -,41,15 y-t-d (J un'9),21-1,29 -,6 -,65 -,46,21 S umber : B P S P rov. S umatera B arat, diolah. * Mulai J uni 28 menggunakan tahun das ar Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa Secara triwulanan (q-t-q) inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi sebesar,38%, sementara kelompok bahan makanan, kelompok perumahan dan kelompok sandang mengalami deflasi masing-masing sebesar 4,72%,,8% dan 1,73%. Inflasi yang terjadi pada kelompok makanan jadi pada triwulan II-29 masih lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,96% (q-t-q). Inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok transportasi sebesar,13% (q-t-q), kelompok kesehatan sebesar,11% (q-t-q), dan kelompok pendidikan sebesar,4% (q-t-q). Sebaliknya, kelompok bahan makanan kembali mengalami deflasi yang lebih dalam pada 28

42 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional triwulan ini, yaitu sebesar 4,72% (q-t-q), atau jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar,64% (q-t-q). Begitu juga dengan kelompok perumahan dan kelompok sandang, relatif stabilnya pergerakan harga bahan bangunan dan cenderung menurunnya harga emas menyebabkan kedua kelompok tersebut mengalami deflasi masing-masing sebesar,8% dan -1,73% (q-t-q) (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (q-t-q, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* Tw. II* Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. UMUM / TOTAL 2,6 2,6 3,5 3,5 4,35 4,35 4,74 2,4 2,7,4-1,34 Bahan Makanan 3,3 1,4 5,12 1,63 9,58 3,12 3,4 2,31 4,62 -,64-4,72 Makanan Jadi 2,19,38 4,29,75 1,81,32 5,96,9 4,31 1,34,38 Perumahan 1,73,34 1,74,34 2,37,46 3,25 2,82,3,3 -,8 Sandang 2,5,18 2,3,14 3,84,27-1,12 2,13 1,49 3,48-1,73 Kesehatan 1,57,5,56, 1,17,3 2,47,9,73,7,11 Pendidikan 1,69,1,93,5,65,4,89 7,4,5,18,4 Transportasi & Komk -,8 -,1,32,5,72,11 11,89,37 -,93-1,46,13 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 Pergerakan inflasi tahunan kelompok barang & jasa keuangan menunjukkan penurunan angka inflasi atau deflasi yang cukup tinggi pada kelompok transportasi & komunikasi, yaitu sebesar -1,89% (y-o-y). Sementara itu kelompok barang dan jasa lainnya pada triwulan laporan mengalami inflasi. Kelompok pendidikan dalam 4 triwulan terakhir secara konsisten berada diatas 8% dan sebagai kelompok dengan inflasi tertinggi di triwulan II-29, yaitu sebesar 8,18%. Selanjutnya adalah kelompok makanan jadi, yang selama lima triwulan berturut-turut selalu berada di atas level 1% (y-o-y), pada triwulan laporan tampak mulai mereda dan berada pada level 7,6%. Inflasi kelompok sandang masih bertahan diatas 5%, yaitu sebesar 5,41%. Sementara itu, kelompok yang mengalami inflasi dibawah 5% diantaranya kelompok perumahan, kelompok kesehatan dan kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 3,7%, 2,46% dan 1,33% (y-o-y). Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (y-o-y, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I Tw. II* Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. UMUM / TOTAL 9, 9, 6,9 6,9 7,59 7,59 12,67 13, 12,68 9,21 2,8 Bahan Makanan 16,54 4,94 8,8 2,82 9,51 3,2 23,2 21,9 21,26 11,35 1,33 Makanan Jadi 11,3 1,93 11,45 1,94 1,57 1,77 14,4 12,94 13,73 13,35 7,6 Perumahan 5,44 1,1 5,44 1,6 6,89 1,31 8,18 9,67 8,1 5,95 3,7 Sandang 6,6,44 6,3,42 8,84,61 4,47 5,57 5,69 6,89 5,41 Kesehatan 7,34,22 8,46,25 9,29,26 7,66 6,45 4,87 4,61 2,46 Pendidikan 2,24,13 2,84,16 3,4,17 3,3 8,93 9,1 8,99 8,18 Transportasi & Komk 1,39,23 1,55,24 1,77,27 9,79 1,29 1,5 7,42-1,89 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 29

43 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Secara bulanan (m-t-m), selama triwulan II-29 kelompok bahan makanan mengalami deflasi 3 bulan berturut-turut. Kelompok yang memiliki bobot 31,35% terhadap inflasi kota Padang ini mengalami deflasi sebesar 2,91% (m-t-m) di bulan April 29, 1,5% (m-t-m) di bulan Mei 29, dan,82% (m-t-m) di bulan Juni 29. Inflasi kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan dan kelompok pendidikan yang sempat mengalami inflasi di bulan April 29, mulai mereda memasuki bulan Juni 29. Pada kelompok makanan jadi secara konsisten terus mengalami inflasi setiap bulannya. Sementara inflasi pada kelompok kesehatan dan kelompok sandang bergerak naik turun selama periode triwulan laporan. Pada kelompok perumahan deflasi terjadi di bulan Mei dan Juni 29 seiring dengan menurunnya biaya penyelenggaraan rumah tangga (Tabel 2.4) Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (m-t-m, %) 29* Kelompok Barang & Jasa Jan Feb Mar Apr Mei Jun Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. UMUM / TOTAL -,8 -,8,68,68 -,56 -,56 -,76 -,76 -,39 -,39 -,19 -,19 Bahan Makanan,53,15 1,43,4-2,56 -,73-2,91 -,81-1,5 -,29 -,82 -,22 Makanan Jadi,11,2,89,16,33,6,25,4,3,1,1,2 Perumahan -,15 -,3,14,3,5,1,, -,6 -,1 -,2 -,1 Sandang,44,2 2,54,15,48,3-1,63 -,1 -,4 -,2,3,2 Kesehatan,15,1,19,1,35, -,2,,17,1 -,5, Pendidikan,3,,15,1,,,3,,1,,, Transportasi & Komk -1,36 -,25 -,47 -,8,37,7,63,11 -,5 -,9,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Pada triwulan II-29 kelompok bahan makanan kembali mengalami deflasi dengan tekanan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 4,72% (q-t-q). Angka ini lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar,64% (q-t-q). Subkelompok yang memberikan sumbangan deflasi terbesar pada kelompok bahan makanan adalah subkelompok bumbu-bumbuan dengan deflasi sebesar 13,93% (q-t-q). Hal ini terlihat serupa jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dimana subkelompok bumbu-bumbuan juga mengalami deflasi tertinggi sebesar 19,96% (q-t-q). Selain itu, subkelompok lain yang mengalami deflasi pada triwulan ini berturut-turut adalah subkelompok sayur-sayuran sebesar 12,67% (q-t-q), subkelompok padi-padian sebesar 9,12% (qt-q), dan subkelompok ikan segar sebesar 6,56% (q-t-q). Sebaliknya, subkelompok ikan diawetkan, subkelompok telur, susu & hasil-hasilnya, subkelompok buahbuahan, dan subkelompok lemak & minyak yang sempat mengalami deflasi pada triwulan I-29, kini mengalami inflasi masing-masing sebesar 1,74%,,6%, 9,35% dan,17% (q-t-q) (Tabel 2.5). 3

44 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Komoditas yang memberikan sumbangan terhadap penurunan inflasi kelompok bahan makanan diantaranya adalah cabe merah, tomat sayur, kentang, beras dan ikan tongkol. Faktor masuknya masa panen beberapa komoditas tanaman pangan diawal tahun 29 telah membuat harga cabe merah dan beras turun di hampir semua sentra pertanian di Sumatera Barat. Pasokan cabe merah yang datang dari pulau Jawa juga menambah dampak positif terhadap penurunan harga ketiga komoditi di atas. Khusus komoditas beras, stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Sumatera Barat tercatat surplus dan tersedia/mencukupi untuk kebutuhan 3-4 bulan ke depan. Selain itu, harga internasional komoditas beras yang tercatat mengalami trend menurun juga berdampak terhadap penurunan harga beras di dalam negeri. Hasil survei pemantauan harga menunjukkan beberapa komoditas penyumbang terbesar inflasi masih dalam kondisi stabil, dan bahkan cenderung menurun. Hingga minggu ke-empat bulan Juni 29 berbagai jenis beras baik IR 42 Solok, IR 42 Padang, IR 42 Pariaman dan beras pandan jawa menunjukkan penurunan harga dengan kisaran Rp1-5/kg dibandingkan bulan sebelumnya. Subkelompok bumbu-bumbuan yang sempat mendominasi inflasi pada triwulan IV-28 kini justru berbalik mengalami deflasi yang sangat besar. Berdasarkan data monitoring harga Biro Perekonomian Sumbar, harga cabai merah dan bawang merah yang sempat melonjak pada awal tahun 29 sudah beranjak turun dan relatif stabil pada kisaran Rp9.-Rp1./kg. Harga CPO internasional yang membaik memicu kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Membaiknya harga ini dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah yang saat ini menyentuh harga USD72,45 per barel. Ditambah lagi pasokan kacang kedelai sebagai substitusi CPO dalam bahan baku biofuel diprediksi juga semakin berkurang (Bisnis Indonesia, 12 Juni 29). Peningkatan harga CPO internasional juga memicu fluktuasi peningkatan harga minyak goreng dalam negeri. Membaiknya harga CPO ini mengakibatkan produsen kelapa sawit lebih memilih untuk mengekspor pasokan ke luar negeri. Produsen semakin gencar untuk melakukan ekspor dengan adanya kebijakan dari negara-negara importir seperti India yang menerapkan bea masuk rendah bagi CPO. Harga minyak goreng curah pada minggu ke-tiga bulan Juni 29 menunjukkan harga pada kisaran Rp per liter. 31

45 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau terus menurun pada triwulan II-29 dari 1,34% (q-t-q) menjadi,38% (qt-q). Sepanjang triwulan II-29 ini semua subkelompok yang ada mengalami inflasi dengan kecenderungan yang terus melambat. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok minuman tidak beralkohol yaitu sebesar 1,51% (q-t-q) atau mengalami perlambatan yang cukup tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,12% (q-t-q). Sementara itu, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol hanya mengalami inflasi di bulan April 29 sebesar,31% (m-t-m). Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Bahan Makanan,53 1,43-2,56 -,64-2,91-1,5 -,82-4,72 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 1,56 1,13-1,35 1,34-4,41 -,49-4,7-9,12 Daging dan Hasil-hasilnya,84 2,19-2,44,54,9,51 1,49 2,9 Ikan Segar,5 2,11 1,71 3,9-4,79-1,86 -,1-6,56 Ikan Diawetkan 1,96-3,4-1,77-3,25-3,39 1,51 3,75 1,74 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -,6 -,5 -,31 -,96,1,34,16,6 Sayur-sayuran 4,35 -,72-3,38,9-7,53-8, 2,66-12,67 Kacang - kacangan -,2,4,61,64 -,24 -,13, -,37 Buah - buahan -2,48-3,71 -,31-6,38 3,11 5,36,66 9,35 Bumbu - bumbuan,99-6,69-15,6-19,96-5,57-5,27-3,78-13,93 Lemak dan Minyak -3,47-3,61,14-6,81,35,28 -,46,17 Bahan Makanan Lainnya -,14 -,3-1,88-2,4,33,38,26,97 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Sepanjang triwulan II-29, komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau adalah gula pasir. Beberapa faktor yang menyebabkan naiknya harga gula di dalam negeri diantaranya adanya kebijakan Pemerintah Pusat melalui Menteri Perdagangan yang menaikkan harga dasar gula dari Rp 5. menjadi Rp 5.35 perkilogramnya mulai 2 Mei 29, dan naiknya harga gula internasional dimana harga untuk pengapalan Agustus 29 yang tercatat di Bursa Berjangka London, 7 Mei 29, sudah mencapai USD 449,5 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk biaya pengapalan dan premium). Selain itu, harga produk kue dan roti yang masuk dalam kelompok makanan jadi naik terbatas terkait harga bahan baku gandum dan tepung terigu yang naik sekitar 1% menyusul dicabutnya Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) pada komoditas tersebut diawal 29. Kondisi ini dirasa memberatkan para pengusaha kue dan roti, terutama tingkat mikro, kecil dan menengah, karena selain harga gandum dan terigu, harga bahan baku lainnya seperti gula dan minyak goreng juga naik. Selanjutnya, adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 7% pada Februari 29 berdampak 32

46 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional terhadap kenaikan harga eceran rokok pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan mencapai target penerimaan cukai di tahun 29 sebesar Rp. 48,2 triliun. Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau,11,89,33 1,34,25,3,1,38 Makanan Jadi,,2,1,3,12,2,2,16 Minuman yang Tidak Beralkohol,85 3,22 1,94 6,12,66,19,65 1,51 Tembakau dan Minuman Beralkohol, 1,35, 1,35,31,,,31 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar pada triwulan laporan kembali mengalami perlambatan bahkan deflasi. Deflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar pada triwulan II-29 sebesar,8% (q-t-q) atau kembali menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar,3% (q-t-q). Deflasi pada kelompok ini berasal dari subkelompok biaya tempat tinggal (deflasi,15% q-t-q), dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga (deflasi,4% q-t-q). Sebaliknya, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami serta subkelompok perlengkapan rumah tangga mengalami inflasi masing-masing sebesar,3% (q-t-q) dan,2% (q-t-q) (Tabel 2.7). Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar -,16,14,5,3, -,6 -,2 -,8 Biaya Tempat Tinggal -,26,17,3 -,6 -,6 -,7 -,2 -,15 Bahan Bakar, Penerangan dan Air -,1 -,23,1 -,32,,1,2,3 Perlengkapan Rumahtangga,33 1,15,1 1,49,33 -,26 -,6,2 Penyelenggaraan Rumahtangga -,9,43,27,61,6,5 -,14 -,4 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Kelompok Sandang yang sempat mengalami inflasi pada triwulan I-29, pada triwulan II-29 mengalami deflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,73% (q-t-q). Deflasi pada kelompok sandang terutama disumbang dari deflasi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 7,71% (q-t-q). Sebaliknya, subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok sandang wanita mengalami inflasi yaitu masing-masing sebesar,26% (q-t-q) dan,28% (q-t-q). Sementara subkelompok sandang anak-anak pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga (Tabel 2.8). 33

47 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Pemicu deflasi pada kelompok sandang adalah adanya pergerakan harga yang cukup fluktuatif pada subkelompok sandang lainnya yaitu yang berasal dari komoditas emas perhiasan. Sepanjang tahun 29, harga emas internasional sudah mengalami kenaikan sekitar 6,2% dari tahun lalu. Sebagaimana harga emas internasional, harga emas di dalam negeri juga mengikuti fluktuasi harga emas internasional tersebut dan kurs rupiah. Meskipun harga emas pada triwulan laporan masih cukup tinggi, namun apabila dibandingkan dengan periode triwulan I-29 harga emas pada triwulan laporan lebih rendah. Pada bulan Maret 29 harga emas 24 karat di Pasar Raya kota Padang sempat melonjak pada kisaran Rp 35 ribu per gram, namun pada pertengahan bulan Juni 29 berada pada kisaran Rp31. per gram. Fluktuatifnya harga emas domestik dipengaruhi oleh perkembangan harga emas internasional. Tabel 2.8 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Sandang,44 2,54,48 3,48-1,63 -,4,3-1,73 Sandang Laki-laki,17,,,17,4,,22,26 Sandang Wanita -,28,2,1 -,25,1,7,21,28 Sandang Anak-anak,,1,11,12,,,, Barang Pribadi dan Sandang Lain 2,17 11,47 1,91 16,7-6,75-1,83,81-7,71 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Kelompok kesehatan pada triwulan II-29 kembali mengalami penurunan tekanan inflasi yaitu dari,7% (q-t-q) menjadi,11% (q-t-q). Penurunan tekanan inflasi kelompok kesehatan terutama berasal dari berkurangnya tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan, dari 1,84% (q-t-q) menjadi,19% (q-t-q). Begitu pula dengan subkelompok perawatan jasmani & kosmetika yang juga melemah dari,85% (q-t-q) menjadi,16% (q-t-q). Sementara itu, subkelompok jasa kesehatan dan subkelompok jasa perawatan jasmani kembali tidak mengalami pergerakan harga sejak triwulan IV-28 Tabel 2.9 Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Kesehatan,15,19,35,7 -,2,17 -,5,11 Jasa Kesehatan,,,,,,,, Obat-obatan 1,3,6,74 1,84,11,,8,19 Jasa Perawatan Jasmani,,,,,,,, Perawatan Jasmani dan Kosmetika -,6,42,49,85 -,9,39 -,14,16 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II-29 melemah. Pada triwulan I-29 kelompok ini mengalami inflasi sebesar,18% (q- 34

48 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional t-q) dan pada triwulan laporan menurun menjadi,4% (q-t-q). Sumbangan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga pada triwulan laporan hanya berasal dari subkelompok rekreasi sebesar,23% (q-t-q). Sementara subkelompok lainnya dalam kelompok ini tidak mengalami perubahan harga sepanjang triwulan II-29. Telah masuknya masa liburan sekolah pada akhir triwulan laporan berdampak terhadap naiknya beberapa tarif jasa yang masuk dalam subkelompok Inflasi rekreasi. Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,3,15,,18,3,1,,4 Pendidikan,,,,,,,, Kursus-kursus / Pelatihan 2,21,, 2,21,,,, Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -,88 1,82,,92,,,, Rekreasi, -,79, -,79,16,7,,23 Olahraga,,,,,,,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan kembali mengalami inflasi setelah mengalami deflasi pada triwulan I-29. Pada triwulan I-29 kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 1,46% (q-t-q), namun pada triwulan laporan kembali mengalami inflasi menjadi,13% (q-t-q). Inflasi bersumber dari subkelompok transportasi yang mengalami inflasi sebesar,86% (q-t-q). Sedangkan subkelompok komunikasi & pengiriman pada triwulan laporan justru mengalami deflasi sebesar 2,73% (q-t-q). Subkelompok sarana & penunjang transportasi dan subkelompok jasa keuangan selama triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Tabel 2.11 Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 29* Jan Feb Mar TW.I** Apr Mei Jun TW.II** Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -1,36 -,47,37-1,46,63 -,5,,13 Transpor -1,83 -,87,5-2,2,86 -,1,1,86 Komunikasi Dan Pengiriman,,,,, -2,73, -2,73 Sarana dan Penunjang Transpor, 2,79, 2,79,,,, Jasa Keuangan,,,,,,,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. ** q-t-q, % 35

49 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Halaman ini sengaja dikosongkan 36

50 B O K S Angka Inflasi Tahunan yang Menurun Tajam Antara Dampak Siklus atau Fundamental Ekonomi Perkembangan inflasi Sumatera Barat yang diwakili oleh Kota Padang pada bulan Juni 29 secara tahunan (yoy) menunjukkan sebesar 2,8%. Angka ini menurun drastis jika dibandingkan angka inflasi (yoy) pada bulan sebelumnya yang mencapai 7,21%. Apabila melihat pergerakan harga secara bulanan, sepanjang semester I tahun 29 Kota Padang mengalami deflasi terus-menerus, hanya pada bulan Februari saja mengalami inflasi (mtm) sebesar,68%. Berdasarkan grafik B1, menunjukkan bahwa shock dari sisi administered price merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan pergerakan inflasi meningkat, dan bahkan menyebabkan inflasi menembus angka 2 digit. Namun setelah shock tersebut terjadi, dalam jangka waktu rata-rata setelah 12 bulan berikutnya, pergerakan harga terlihat mulai menyesuaikan dan kembali menuju angka 1 digit. Seperti contoh kasus pada bulan Oktober 25, ketika pemerintah memutuskan meningkatkan harga BBM rata-rata 126%. Kebijakan tersebut menyebabkan gejolak harga yang tinggi di Kota Padang dengan inflasi tahunan di bulan Oktober menjadi sebesar 23,39%, kemudian berlanjut pada inflasi tinggi pada bulan berikutnya November sebesar 24,25%. Dampak terhadap pergerakan inflasi tahunan ini berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada tahun berikutnya mulai terlihat penurunan dampak dari kebijakan tersebut. Di bulan Oktober 26 inflasi tahunan menurun drastis menjadi 5,14%, jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 14,41%. Penurunan angka inflasi tahunan ini kemudian berlanjut hingga pada titik terendah di bulan November menjadi sebesar 3,25%. Sumber: BPS, diolah Grafik B1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang

51 Kasus yang sama terjadi pada tahun 28, pemerintah kembali meningkatkan harga BBM dengan rata-rata 28,7% di akhir bulan Mei 28. Kebijakan ini menyebabkan inflasi tahunan di Kota Padang di bulan Mei sebesar 1,68%. Sejak itu inflasi tahunan berikutnya kembali menembus 2 digit hingga awal triwulan I-29. Namun kemudian kondisi ekonomi berangsur-angsur mengalami penyesuaian dengan ditunjukkan oleh pergerakan inflasi yang kembali ke arah penurunan. Selain itu. kondisi ekonomi pada periode tersebut juga mendukung percepatan arah penurunan inflasi. Pemerintah menurunkan kembali harga BBM sebanyak tiga kali terkait dengan penyesuaian harga minyak internasional yang sedang mengalami trend penurunan. Di sisi lain, musim panen di sektor pertanian berlangsung dengan baik, serta diiringi oleh distribusi yang lancar semakin mempercepat penurunan tekanan inflasi. Tabel B1 - Perkembangan Inflasi Tahunan dan Inflasi Bulanan di Kota Padang Inflasi yoy mtm 25 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: BPS, diolah Memasuki bulan Juni 29, inflasi tahunan menurun drastis menjadi 2,8%. Kondisi tentu sejalan dengan apa yang terjadi pada kasus sebelumnya di tahun 25-26, shock dari peningkatan harga BBM terhadap inflasi rata-rata kembali ke arah penurunan pada 12 periode ke depan. Secara teknis, perhitungan inflasi secara tahunan dapat berfungsi menghilangkan efek musim dalam melihat perkembangan inflasi. Perhitungan inflasi tahunan juga akan menghasilkan angka yang sangat rendah jika setahun sebelumnya terjadi shock yang menyebabkan pergerakan harga mengalami peningkatan signifikan. Hal ini bisa berlangsung dengan cepat jika kondisi ekonomi sepanjang tahun berikutnya tidak terjadi shock yang sangat signifikan mempengaruhi pergerakan harga. Ada beberapa hal yang bisa tidak tertangkap dalam inflasi tahunan. Dalam hal ini, shock berupa gangguan musim atau kendala distribusi yang menyebabkan harga bahan pangan pangan meningkat tidak sepenuhnya tertangkap pada inflasi tahunan, namun lebih tertangkap pada inflasi bulanan. Ada suatu kondisi terjadi di mana inflasi tahunan menurun, namun saat yang bersamaan justru inflasi bulanan sedang dalam arah yang meningkat. Seperti tahun 26, ketika inflasi tahunan arahnya menurun dari 14,41% pada bulan September menjadi 5,14%

52 pada bulan Oktober, namun di sisi lain inflasi bulanan berada pada arah yang meningkat dari,88% pada bulan September menjadi 1,77% pada bulan Oktober (Lihat Tabel B1). Dalam menginterpretasi inflasi tahunan kita juga perlu melihat pergerakan inflasi secara bulanan. Hal ini berfungsi untuk melihat secara spesifik faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan inflasi pada saat tertentu. Karena angka inflasi tahunan yang menurun drastis bisa jadi lebih condong disebabkan persoalan perhitungan teknis dan dampak siklikal (lihat garis trend pada Grafik B1), bukan lebih akibat dampak fundamental ekonomi secara utuh.

53 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja perbankan umum di Sumatera Barat pada triwulan II-29 masih mengalami perlambatan. Kondisi ini terjadi akibat belum pulih sepenuhnya kondisi perekonomian akibat dampak dari krisis keuangan global. Secara umum, indikator-indikator utama perbankan umum seperti total aset, dana pihak ketiga (DPK), total kredit dan loan-to-deposit ratio (LDR) masih positif. Sementara itu kualitas kredit relatif memburuk, non-performing loan (NPL) mengalami peningkatan namun masih tetap berada di bawah batas kehati-hatian yang ditentukan Bank Indonesia. Tabel Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah) Indikator Perbankan I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Aset 19,17,771 18,969,32 21,538,445 2,369,537 21,924,87 22,54, % 2.65% Giro 4,252,264 3,99,742 3,823,352 3,598,58 4,579,18 4,351, % -4.97% Tabungan 5,696,921 5,893,122 5,972,794 6,886,214 6,31,84 6,319, %.14% Simpanan Berjangka 3,659,38 3,735,625 3,824,1 4,384,54 4,831,75 5,5, % 4.53% Total DPK 13,68,493 13,538,489 13,62,147 14,869,334 15,72,942 15,721, %.2% Kredit Investasi 2,274,33 2,63,838 2,7,19 2,817,21 3,14,418 3,126, % 3.72% Kredit Modal Kerja 5,769,881 7,32,152 7,496,52 6,714,55 6,582,998 6,74, % 2.4% Kredit Konsumsi 5,221,649 5,945,586 6,499,846 6,612,871 6,834,953 6,993, % 2.32% Total Kredit 13,265,563 15,41,576 16,3,457 16,144,622 16,432,369 16,86, % 2.61% LDR 97.48% 111.1% 117.5% 18.58% 14.53% 17.25% NPL 2.73% 2.39% 2.2% 1.69% 2.6% 2.33% Sumber: Sekda, Bank Indonesia *Angka sementara hingga bulan Mei 29 Pertumbuhan II-29 (yoy) (qtq) 3.1. Intermediasi Perbankan Secara tahunan, aset bank umum di Sumatera Barat pada triwulan II-29 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-28. Pada triwulan II- 29 jumlah aset bank umum mencapai Rp22,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan II-28 sebesar Rp18,97 triliun (Grafik 3.1). Namun secara triwulanan, pertumbuhan aset di triwulan II-29 hanya tumbuh sebesar 2,65%, lebih kecil dibandingkan triwulan I-29 yang tumbuh sebesar 7,63%. Masih belum pulihnya sepenuhnya kegiatan ekonomi di Sumatera Barat mengakibatkan pertumbuhan aset menjadi relatif melambat. 37

54 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Komposisi aset bank umum di Sumatera Barat didominasi oleh kelompok bank pemerintah. Aset kelompok bank pemerintah pada posisi triwulan II-29 pangsanya mencapai 77,7%, sedangkan kelompok bank swasta nasional hanya sebesar 22,93% (Grafik 3.2). Besarnya aset kelompok bank pemerintah didorong oleh faktor jaringan dan jumlah kantor bank yang relatif lebih banyak, serta beroperasi jauh lebih lama dibandingkan kelompok bank swasta nasional. Selain itu, perkembangan jumlah kantor bank kelompok bank pemerintah masih terus tumbuh serta tersebar di berbagai wilayah Sumatera Barat. 23,, 22,, 21,, 2,, 19,, 18,, 17,, I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.2. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Komposisi aset baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing pada triwulan II-29 dalam kondisi stabil dan berada pada keseimbangan rata-ratanya. Pada triwulan II-29 komposisi aset dalam bentuk rupiah mencapai sebesar 97,41% sedangkan dalam bentuk valuta asing sebesar 2,59% (Grafik 3.3). Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin menguat dan stabil memperkecil kondisi ketidakpastian yang semula terjadi akibat dampak krisis keuangan global. Kondisi ini juga semakin memperkecil preferensi perbankan umum dalam mendiversifikasi asetnya dari rupiah ke dalam valuta asing. Pertumbuhan triwulanan pada aset dalam bentuk rupiah sebesar 2,8%, melambat dibandingkan triwulan I-29 yang tumbuh sebesar 7,57%. Di sisi lain, aset dalam valuta asing mengalami penurunan sebesar -2,94%. Lebih lambatnya pertumbuhan DPK dibandingkan pertumbuhan kredit yang disalurkan semakin memperbesar persentase loan-to-deposit ratio (LDR). Secara triwulanan, pertumbuhan DPK yang dikumpulkan oleh perbankan umum dari masyarakat pada triwulan II-29 hanya tumbuh sebesar,2%, jauh lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 2,61%. 38

55 Juta Rupiah Juta Rupiah 97.34% 96.45% 97.65% 97.31% 97.26% 97.41% 3.55% 2.66% 2.35% 2.69% 2.74% 2.59% Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Pertumbuhan kredit yang lebih besar dibandingkan DPK mendorong peningkatan LDR pada triwulan II-29 menjadi sebesar 17,25%, meningkat jika dibandingkan triwulan I-29 sebesar 14,53% (Grafik 3.4). 1% II-29* 17.25% 99% I % 98% IV % 97% Valas III % 96% Rupiah II % 95% I % 94% I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* %.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.4. Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Penghimpunan Dana Masyarakat Pertumbuhan pengumpulan DPK oleh bank umum di Sumatera Barat masih tertahan meskipun perkembangan inflasi terus menurun. Secara tahunan pertumbuhan DPK bank umum pada triwulan II-29 sebesar 16,12%, meningkat dari Rp13,54 triliun pada triwulan I-29 menjadi Rp14,87 triliun (Grafik 3.5). Namun secara triwulanan pertumbuhannya sangat rendah, hanya meningkat,2%. Perlambatan pertumbuhan ini diakibatkan oleh pendapatan masyarakat yang tidak berubah, sedangkan tingkat pengeluaran konsumsi terus meningkat. Peningkatan pengeluaran ini selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga terkait dengan pemenuhan biaya pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Hal ini terlihat dengan pertumbuhan jumlah tabungan secara triwulanan yang hanya meningkat sebesar,14%. Sedangkan secara spesifik, tabungan perseorangan hanya meningkat sebesar,98%. 16,, 14,, 15,5, 12,, 15,, 1,, 14,5, 8,, 14,, 6,, 13,5, 13,, 12,5, 12,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 4,, 2,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank 39

56 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May-9 Rekening (satuan) Persen (%) Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Perkembangan jumlah deposito terus tumbuh positif seiring dengan tingkat suku bunga deposito yang jauh lebih tinggi dibandingkan tabungan. Pertumbuhan jumlah deposito secara tahunan pada triwulan II-29 mencapai 35,2%, atau meningkat dari Rp3,74 triliun pada triwulan II-28 menjadi sebesar Rp5,5 triliun pada triwulan II-29 (Grafik 3.7). Peningkatan tersebut terjadi akibat terjadinya shifting preferensi masyarakat dalam menaruh dananya dari tabungan ke deposito. Mengingat tingkat suku bunga yang lebih besar dibandingkan dengan tabungan, mendorong sebagian masyarakat berpendapatan menengah ke atas mengalihkan dananya ke deposito. Pada posisi triwulan II-29, suku bunga deposito 1 bulan bank umum rata-rata pada kisaran 8-9%, jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga tabungan yang rata-rata hanya pada kisaran 3-4%. 8,, 1% 7,, 6,, 99% 5,, 98% 4,, 3,, 2,, 97% 96% Valuta Asing Rupiah 1,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Giro Tabungan Simpanan Berjangka 95% 94% 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.7. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.8. Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing 4, 2,, 12 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, 1,95, 1,9, 1,85, 1,8, 1,75, 1,7, Rekening (satuan) Tabungan Deposito 1 Bln Deposito 3 Bln Deposito 6 Bln Deposito 12 Bln 1,65, Giro Simpanan Berjangka Tabungan (Sisi Kanan) Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: SEKI, BI Grafik 3.1. Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito Bank Umum Dari sisi golongan pemilik, peningkatan simpanan Pemerintah Daerah pada triwulan II-29 lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah simpanan Pemda di perbankan umum Sumatera Barat posisi triwulan II- 4

57 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah 29 sebesar Rp3,75 triliun (Grafik 3.12). Secara triwulanan pertumbuhan simpanan Pemda di bank umum Sumatera Barat pada triwulan II-29 hanya meningkat sebesar 2,7%, jauh lebih rendah dibandingkan pada triwulan I-29 yang tumbuh sebesar 71,75%. Pada pertengahan tahun 29 sebagian dana Pemda baru dicairkan secara terbatas, terlihat pada jumlah giro bank umum pada triwulan II-29 yang hanya menurun sebesar -4,97% dibandingkan triwulan sebelumnya. 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% -1.% 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Lembaga Keuangan BUMN/Pemerintah Lembaga Keuangan Swasta Pemerintah Daerah Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara Badan Usaha Bukan- Keuangan Milik Swasta Simpanan Perseorangan Sektor Swasta Lainnya Simpanan Perseorangan Pertumbuhan (qtq) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Simpanan Perseorangan Bank Umum Sumbar Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan bank umum di Sumatera Barat mengalami pertumbuhan positif meskipun masih menunjukkan gejala perlambatan. Secara tahunan kredit yang disalurkan bank umum pada triwulan II-29 mencapai Rp16,86 triliun, atau tumbuh sebesar 12,9% (Grafik 3.13). Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-29 yang mencapai 23,87%. Dampak krisis keuangan global menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi tidak begitu bergairah. Secara triwulanan, pertumbuhan kredit hanya tumbuh sebesar 2,61%. Selain itu, penerapan suku bunga kredit yang masih tinggi meskipun tingkat BI-rate terus menurun, mengakibatkan pelaku usaha tidak banyak menggunakan pinjaman kredit bank. Kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya juga mendorong perbankan untuk lebih hati-hati. Prosedur lebih ketat dalam kebijakan persetujuan kredit juga dilakukan. Kebijakan ini merupakan upaya untuk meminimalkan potensi terjadinya peningkatan NPL. Komposisi terbesar penyaluran kredit bank umum di Sumatera Barat masih didominasi oleh kelompok bank pemerintah. Total kredit yang 41

58 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah disalurkan kelompok bank pemerintah pada triwulan II-29 mencapai Rp12,27 triliun, atau 72,8% dari total kredit bank umum di Sumatera Barat (Grafik 3.14). Sedangkan kredit yang disalurkan kelompok bank swasta nasional sebesar Rp3,43 triliun atau 2,37% total kredit bank umum di Sumatera Barat. Peran kelompok bank pemerintah yang besar dalam penyaluran kredit tidak terlepas dari sejumlah infrastruktur jaringan kantor bank yang menjangkau berbagai wilayah, baik di tingkat pedesaan maupun perkotaan. Hal ini menjadi keunggulan kelompok bank pemerintah dalam menguasai pangsa pasar penyaluran kredit kepada masyarakat di daerah. 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Total Kredit Pertumbuhan (qtq) 16.% 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Penyerapan kredit konsumsi masih menjadi tumpuan pertumbuhan penyaluran kredit bank umum di Sumatera Barat. Kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum pada triwulan II-29 sebesar Rp6,99 triliun (41,48%), kemudian diikuti oleh kredit modal kerja sebesar Rp6,74 triliun (39,98%) dan kredit investasi sebesar Rp3,13 triliun (18,54%) (Grafik 3.15 dan 3.16). Dengan adanya dominasi kredit konsumsi terhadap total penyaluran kredit, maka pertumbuhan kredit masih bisa tumbuh optimis selama tingkat konsumsi masyarakat terus meningkat. Secara triwulanan, kredit investasi, modal kerja maupun konsumsi pada triwulan II-29 tumbuh positif, masing-masing sebesar 3,72%, 2,4%, dan 2,61%. Positifnya perkembangan kredit investasi dan modal kerja mengindikasikan bahwa pelaku usaha masih membutuhkan sejumlah dana untuk menjaga kelangsungan usahanya. Hal ini dilakukan umumnya sebagai langkah antisipatif terhadap kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya membaik. 42

59 Juta Rupiah 19.52% 17.14% 13.72% 12.54% 17.45% 18.34% 18.54% Juta Rupiah 42.19% 43.5% 46.75% 46.84% 41.59% 4.6% 39.98% 38.3% 39.36% 39.53% 4.62% 4.96% 41.59% 41.48% Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Secara sektoral, tekanan akibat dampak krisis keuangan global masih terlihat pada penyaluran kredit di sektor industri. Pada triwulan II-29 kredit yang disalurkan ke sektor industri mencapai Rp1,75 triliun (1,39%) dengan pertumbuhan triwulanan yang menurun sebesar -4,86%. Dampak krisis keuangan global masih terasa pada sektor industri seiring melemahnya permintaan baik dari eksternal maupun domestik. Namun di sisi lain, penyaluran kredit pada sektorsektor lainnya masih menunjukkan arah peningkatan. Sektor lain-lain mendominasi dengan total kredit yang disalurkan pada triwulan II-29 mencapai Rp6,99 triliun (41,48%), kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) Rp3,99 triliun (23,66%) dan sektor pertanian Rp2,6 triliun (15,44%) (Grafik 3.17 dan 3.18). 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 41.48% 8.5% 15.44%.97% 23.66% 1.39% Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Dari ketiga sektor ekonomi yang memiliki pangsa kredit terbesar, secara triwulanan hanya sektor PHR yang mengalami pertumbuhan terus meningkat. Pada triwulan I-29 tumbuh sebesar 2,61%, kemudian pada 43

60 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah triwulan II-29 meningkat menjadi 4,14%. Sementara itu, pertumbuhan triwulanan di sektor pertanian masih mengalami perlambatan, dari 19,% pada triwulan I-29 menjadi hanya tumbuh 2,75% pada triwulan II-29. Perkembangan di sub-sektor perkebunan belum meningkat secara signifikan. Meskipun harga komoditas internasional mulai membaik, namun dari sisi volume ekspor CPO dan karet jumlahnya masih relatif tertahan. 4,, 3,5, 3,, 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 2,, 1,8, 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Penyaluran kredit modal kerja (KMK) terkonsentrasi pada sektor PHR, terutama pada sektor perdagangan. KMK yang disalurkan pada sektor perdagangan pada triwulan II-29 mencapai Rp3,46 triliun (51,28%), kemudian disusul oleh sektor industri Rp1,52 triliun (22,48%), sektor jasa-jasa Rp931,51 miliar (13,82%), dan sektor pertanian Rp732,5 miliar (1,86%) (Grafik 3.19). Secara triwulanan, penyaluran KMK pada sektor pertanian dan industri mengalami kontraksi, masing-masing tumbuh negatif sebesar -,24% dan -5,87%. Sedangkan pada sisi lain, pertumbuhan triwulanan penyaluran KMK di sektor perdagangan dan jasa-jasa menunjukkan arah positif. Sektor perdagangan masih dapat terus bergerak terkait dengan pemenuhan kebutuhan barang dan jasa antardaerah yang terus berlangsung. Sementara itu, sektor jasa-jasa relatif tidak terlalu tertekan akibat dampak krisis keuangan global. Kredit investasi yang disalurkan bank umum di Sumatera Barat terfokus pada sektor pertanian. Pangsa kredit investasi di sektor pertanian pada triwulan II-29 sebesar 59,88% atau secara nominal mencapai Rp1,87 triliun (Grafik 3.2). Dominannya peran sektor pertanian dalam penyaluran kredit investasi terkait dengan besarnya peran sektor pertanian dalam struktur 44

61 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah perekonomian Sumatera Barat, khususnya subsektor perkebunan. Dampak krisis keuangan global dan sempat jatuhnya harga komoditas internasional menyebabkan sejumlah investasi agroindustri serta ekspansi lahan usaha perkebunan menjadi tertahan. Pertumbuhan kredit investasi di sektor pertanian pada triwulan II-29 hanya meningkat sebesar 3,97% dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini jauh melambat dibandingkan pada triwulan IV- 28 dan triwulan I-29 yang sempat tumbuh sebesar 61,2% dan 3,42% Risiko Kredit Perbankan Risiko kredit bank umum di Sumatera Barat mengalami peningkatan, namun masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Pada triwulan II-29 rasio non-performing loan (NPL) sebesar 2,33%, meningkat dibandingkan triwulan I-29 sebesar 2,6% (Grafik 3.21). Faktor krisis keuangan global mulai terlihat dampaknya pada resiko kredit bank umum setelah akhir tahun 28. Jumlah kredit tidak lancar menunjukkan arah peningkatan dari Rp272,72 miliar pada triwulan IV-28 menjadi Rp339,69 miliar pada triwulan I-29, dan kemudian kembali meningkat menjadi Rp394,13 miliar pada triwulan II-29 (Grafik 3.22). Tekanan pada kegiatan ekonomi akibat dari dampak krisis keuangan global mengakibatkan sebagian pelaku ekonomi mengalami kesulitan memenuhi tenggat waktu jatuh tempo pembayaran pokok dan bunga pinjaman. Kemudian hal ini berdampak pada penurunan kualitas aktiva produktif serta mendorong terjadinya peningkatan NPL. 4.5% 4.% 3.5% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5%.% 3.89% 3.97% 3.99% 2.67% 2.73% 2.39% 2.33% 2.2% 2.6% 1.69% 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Total Kredit (Sisi Kiri) NPL (Sisi Kanan) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Secara sektoral, kredit pada sektor listrik, gas, dan air memiliki rasio NPL tertinggi. Pada triwulan II-29 rasio NPL pada kredit di sektor listrik, gas, dan air 45

62 I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah mencapai 5,61% (Grafik 3.23). Dari total kredit di sektor listrik, gas, dan air sebesar Rp2,71 miliar, sejumlah Rp1,37 miliar merupakan kredit dalam kategori macet. Penyebab terjadinya NPL yang besar tersebut akibat adanya kendala pada kreditor yang bergerak di subsektor kelistrikan di Sumatera Barat yang tidak mampu memenuhi jatuh tempo kewajibannya. Meskipun demikian, secara nominal jumlah NPL tersebut relatif kecil jika dibandingkan yang terjadi pada sektor-sektor lainnya. Sementara itu, rasio NPL di sektor pertanian menunjukkan arah penurunan, sedangkan pada sektor industri mengalami peningkatan. Rasio NPL kredit di sektor pertanian menurun dari 4,2% pada triwulan I-29 menjadi 3,98% pada triwulan II-29. Penurunan ini didorong oleh membaiknya kualitas kredit pada subsektor tanaman pangan dan subsektor tanaman perkebunan. Hal ini didukung oleh telah masuknya masa panen tanaman pangan, serta sedikit membaiknya harga komoditas internasional CPO dan karet. Di sisi lain, rasio NPL sektor industri meningkat dari 1,% pada triwulan I-29 menjadi 2,52% pada triwulan II-29. Beberapa pelaku usaha di sektor industri mengalami kendala dalam kemampuan membayar kewajibannya akibat gejolak krisis keuangan global yang mengakibatkan permintaan hasil-hasil industri melemah. 18.% 16.% 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Konstruksi 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Modal Kerja Investasi Konsumsi Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Dilihat dari jenis penggunaan, rasio NPL tertinggi terjadi pada penyaluran kredit investasi. Pada triwulan II-29 rasio NPL kredit investasi mencapai sebesar 4,13%. Menurunnya kualitas kredit serta pertumbuhan kredit investasi yang mengalami kontraksi, mengakibatkan rasio NPL kredit investasi semakin meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,2% (Grafik 3.24). 46

63 Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Kondisi yang sama terjadi pada rasio NPL kredit modal kerja pada triwulan II-29 sebesar 2,73%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,14%. Rasio NPL kredit konsumsi pada triwulan II-29 relatif kecil, yaitu hanya sebesar 1,16%. Bagi perbankan, pada situasi ekonomi yang masih dalam ketidakpastian, penyaluran kredit konsumsi merupakan pilihan relatif aman mengingat kecenderungan konsumsi masyarakat yang terus meningkat, dan adanya sumber pengembalian yang jelas dari sisi penghasilan Risiko Likuiditas Risiko likuiditas bank umum di Sumatera Barat didominasi oleh dana jangka pendek. Pengelolaan likuiditas perbankan yang baik dapat dilihat dari kemampuannya dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Risiko likuiditas akan semakin meningkat jika perbankan diindikasikan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo. Secara umum, dari segi jangka waktu hampir seluruh DPK bank umum di Sumatera Barat merupakan dana jangka pendek, yaitu dengan komposisi tabungan 4,2%, dan giro 27,68%. Komposisi deposito 1 bulan terhadap total deposito mencapai 6,89%, sedangkan terhadap total DPK persentasenya sebesar 19,56%. Dengan demikian total dana jangka pendek bank umum di Sumatera Barat (jumlah tabungan, giro, dan deposito 1 bulan) sebesar 87,44% dari total DPK. Dengan melihat struktur pendanaan bank umum tersebut maka perbankan harus memperhatikan potensi terjadinya maturity mismatch dalam pemenuhan kredit yang sifatnya lebih jangka panjang. Secara umum, dilihat dari komposisi penyaluran kreditnya, bank-bank umum di Sumatera Barat cukup berhati-hati dalam mengelola risiko likuiditas. Dengan struktur pendanaan yang didominasi dana jangka pendek, mendorong perbankan lebih hati-hati dalam menaruh dananya pada earning assets pada kredit yang disalurkan. Penyaluran kredit bank umum didominasi oleh kredit konsumsi 41,48%, dan kredit modal kerja 39,98%. Dengan demikian sebesar 81,46% penyaluran kredit oleh bank umum Sumatera Barat merupakan kredit jangka pendek. Sementara itu, porsi penyaluran kredit investasi yang lebih bersifat jangka panjang relatif kecil, yaitu sebesar 18,54% (Grafik 3.26). Kondisi ini menggambarkan bahwa perbankan umum sudah menerapkan prinsip kehati- 47

64 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Apr-9 May % 17.14% 13.72% 12.54% 17.45% 18.34% 18.54% Juta Rupiah 42.19% 43.5% 46.75% 46.84% 41.59% 4.6% 39.98% 38.3% 39.36% 39.53% 4.62% 4.96% 41.59% 41.48% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah hatian dalam penyaluran dananya, dengan fokus pada penyaluran kredit jangka pendek yang memiliki risk exposure relatif rendah dan potensi maturity mismatch yang minimal. 3,5, 3,, 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan Lainnya 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Potensi terganggunya likuiditas dapat timbul pada kelompok bank pemerintah seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran dalam rangka kebijakan stimulus fiskal. Besarnya proporsi simpanan Pemda terhadap total simpanan bank umum pada triwulan II-29 mencapai 22,92% menyebabkan risiko likuiditas meningkat. Mengingat dana Pemda tersebut secara signifikan dapat ditarik untuk memenuhi kebutuhan operasional maupun belanja modal (Grafik 3.27). Likuiditas kelompok bank pemerintah sangat terkait dengan siklus anggaran pemerintah daerah. Melewati pertengahan tahun, realisasi proyekproyek kegiatan pemerintah yang harus didanai dalam rangka stimulus fiskal mulai meningkat. Hal ini berimplikasi risiko likuiditas kelompok bank pemerintah yang akan semakin meningkat. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Lembaga Keuangan BUMN/Pemerintah Lembaga Keuangan Swasta Pemerintah Daerah Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara Badan Usaha Bukan- Keuangan Milik Swasta Perseorangan 18.% 16.% 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.% Sektor Swasta Lainnya.% BI-rate Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik Sumber: SEKI, BI Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit dan BI-rate 48

65 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah 3.4. Risiko Pasar Perbankan umum masih menerapkan suku bunga kredit yang tinggi meskipun BI-rate berada pada arah yang terus menurun. Perbankan menikmati margin keuntungan cukup tinggi dari besarnya spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga tabungan dan deposito. Pada posisi triwulan II- 29 dibandingkan posisi akhir tahun 28, BI-rate telah terpangkas sebesar 225 bps menjadi berada pada posisi 7,%. Namun demikian, suku bunga kredit masih kurang responsif terhadap penurunan BI-rate dengan bergerak pada kisaran 13-17% (Grafik 3.28). Di sisi lain, suku bunga tabungan dan deposito lebih fleksibel dan responsif menyesuaikan penurunan BI-rate. Suku bunga tabungan pada triwulan II-29 sudah berada pada kisaran 3,-3,5%, sedangkan suku bunga deposito 1 bulan berada pada kisaran 8,5-9,%. Dengan demikian, meskipun suku bunga acuan BI-rate berpotensi menurun seiring dengan tekanan inflasi yang semakin rendah, secara umum kondisi ini masih dapat dihadapi oleh perbankan umum. Potensi risiko yang dihadapi hanya relatif berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh bank-bank umum. 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Modal Kerja Investasi Konsumsi 2-Dalam Perhatian Khusus NPL Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Potensi memburuknya kualitas kredit bank umum di Sumatera Barat semakin berkurang setelah melewati puncaknya pada triwulan I-29. Jumlah kredit dalam perhatian khusus (kategori kolektibilitas 2) pada triwulan II- 29 menurun sebesar -5,98% dibandingkan triwulan sebelumnya. Puncak peningkatan kredit dalam perhatian khusus terjadi cukup besar pada triwulan I- 49

66 I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 29 yang meningkat sebesar 21,41% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.29). Meskipun sebesar,27% kredit DPK telah meningkat risikonya menjadi NPL pada triwulan II-29, tekanan peningkatan NPL ke depan diperkirakan semakin berkurang. Bank-bank umum melaksanakan prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking) yang lebih baik dengan upaya mengamankan eksposure kreditnya. Meskipun dampak krisis keuangan ini belum diketahui kapan akan berakhir, namun perbankan perlu semakin cermat dalam pemilahan kreditur potensialnya. Upaya ini penting dilakukan untuk mencegah jumlah kredit tidak lancar yang semakin besar. Dari sisi penggunaan, potensi kualitas kredit yang memburuk pada kredit modal kerja, investasi, maupun konsumsi semakin menurun. Jumlah kredit modal kerja, investasi dan konsumsi pada triwulan II-29 yang masuk kategori dalam perhatian khusus secara triwulanan mengalami penurunan masing-masing sebesar -5,93%, -8,6%, dan -4,51% (Grafik 3.3). Tekanan pada kualitas kredit ke depan diperkirakan relatif berkurang. Sedangkan secara sektoral, penyaluran kredit di sektor perdagangan perlu diperhatikan mengingat jumlah kredit dalam pengawasan khusus mengalami peningkatan (Grafik 3.31). Jumlah kredit dalam perhatian khusus di sektor perdagangan pada triwulan II-29 mencapai Rp244,57 miliar, atau meningkat 6,95% dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbankan umum selain lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit dengan memperhatikan risk eksposure, pengelolaan terhadap kredit yang telah disalurkan juga harus terus dilakukan Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi 3.5. Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan Penyaluran kredit MKM pada triwulan II-29 menunjukkan perkembangan positif dengan laju pertumbuhan yang melambat. Jumlah 5

67 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah kredit MKM yang telah disalurkan oleh bank umum dan BPR di Sumatera Barat pada triwulan II-29 mencapai Rp12,85 triliun, atau meningkat sebesar 3,6% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.33). Berdasarkan plafon, penyaluran kredit MKM terkonsentrasi pada kredit kecil (>Rp 5 juta Rp5 juta) sebesar 44,89%, kemudian kredit mikro (sd Rp 5 juta) sebesar 35,7%, dan kredit menengah (> Rp 5 juta - Rp 5 miliar) sebesar 19,41%. Pangsa kredit MKM yang mencapai 76,2% terhadap total kredit yang disalurkan bank umum, menyebabkan pergerakan kredit MKM memberikan pengaruh cukup besar terhadap meningkatnya kredit perbankan. Krisis keuangan global turut memberikan dampak pada melambatnya pertumbuhan kredit MKM. Hal ini kemudian berimplikasi pada perlambatan penyaluran kredit secara keseluruhan. Peran kelompok bank pemerintah sangat besar dalam penyaluran kredit MKM di Sumatera Barat. Kelompok bank pemerintah menyalurkan 72,92% dari total kredit MKM secara keseluruhan (Grafik 3.34). Dominasi ini didorong oleh jaringan infrasturktur dan kantor kelompok bank pemerintah yang luas mencapai pedesaan dan perkotaan. Di sisi lain, secara spesifik peran BPR dalam penyaluran kredit MKM ini relatif kecil, hanya sebesar 4,15%. Dengan semakin berkembangnya unit usaha perbankan umum untuk masuk dalam pasar kredit MKM seperti Danamon Simpan Pinjam, dan Unit Mitra Rakyat Bank BTPN semakin memperbesar iklim kompetisi perbankan. Implikasi dari hal ini diharapkan perbankan menjadi semakin inovatif dan kreatif dalam menjalankan fungsinya. Selain itu kompetisi yang semakin tinggi diharapkan dapat menstimulus perbankan menjadi lebih efisien dalam operasionalnya. 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 16.% 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 1,, 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran Bank Perkreditan Rakyat Total Kredit MKM Pertumbuhan (qtq) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Sebagian besar kredit MKM disalurkan untuk kredit konsumsi. Pangsa kredit konsumsi pada triwulan II-29 sebesar 55,18%, lebih tinggi dibandingkan 51

68 Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah penyaluran pada kredit modal kerja 36,19% dan kredit investasi 8,63% (Grafik 3.36). Perkembangan penyaluran ketiga jenis kredit tersebut secara triwulanan tumbuh positif, masing-masing sebesar 2,39%, 3,58% dan 5,28%. Namun demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar kredit MKM disalurkan pada sektor yang konsumtif (tidak produktif). Perkembangan positif kredit MKM banyak didorong oleh kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus meningkat. 7,, 8,, 6,, 7,, 5,, 6,, 4,, 3,, 2,, 1,, Mikro (sd Rp 5 juta) Kecil (> Rp 5 juta - Rp 5 juta) Menengah (> Rp 5 juta - Rp 5 miliar) 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Secara sektoral, komposisi kredit MKM terbesar disalurkan pada sektor lain-lain, sektor perdagangan, dan sektor jasa-jasa. Sejalan dengan penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit konsumsi MKM terbesar pada triwulan II-29 banyak disalurkan pada sektor lain-lain (56,51%), sedangkan kredit modal kerja banyak terserap pada sektor perdagangan (27,72%) dan sektor jasa-jasa (9,8%) (Grafik 3.38). Secara triwulanan, pertumbuhan kredit MKM di sektor pertanian dan pertambangan mengalami kontraksi, masing-masing -2,2% dan -1,12%. Sementara itu pada sektor-sektor lainnya masih menunjukkan pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 3-5%. 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 56.51% 4.62%.29% 1.6% 27.72% 9.8% Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi 52

69 Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Rasio NPL kredit MKM di triwulan II-29 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Rasio NPL kredit MKM sebesar 2,33% meningkat dari semula 2,3% pada triwulan I-29 (Grafik 3.39). Peningkatan ini didorong oleh memburuknya kualitas kredit MKM pada kredit modal kerja dan konsumsi. Rasio NPL pada kedua jenis kredit MKM tersebut masing-masing pada triwulan II-29 sebesar 3,38% dan 1,16% kemudian meningkat pada triwulan I-29 masingmasing sebesar 3,27% dan 1,13% (Grafik 3.4). Sedangkan secara sektoral, peningkatan NPL kredit MKM berasal dari sektor listrik, air dan gas yang memiliki rasio NPL terbesar yang mencapai persentase sebesar 5,61% (Grafik 3.41). Tingginya NPL pada sektor tersebut juga memberi kontribusi terhadap NPL pada total kredit bank umum. 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5% 2.59% 2.29% 1.97% 1.8% 2.3% 2.33% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Modal Kerja Investasi Konsumsi.% I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik 3.4. Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan 1.% 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Perdagangan Jasa Dunia Usaha Lain-lain Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan) Kolek 2 NPL Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Penyaluran kredit MKM berupa kredit modal kerja perlu diwaspadai mengingat jumlah kredit berada dalam perhatian khusus mengalami peningkatan. Jumlah kredit MKM modal kerja yang masuk dalam perhatian 53

70 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah khusus pada triwulan II-29 mencapai Rp232,72 miliar, meningkat 15,96% dibandingkan triwulan I-29 yang sebesar Rp2,12 miliar (Grafik 3.43). Di sisi lain, kredit MKM pada kredit konsumsi dan investasi yang masuk dalam perhatian khusus jumlahnya mengalami penurunan. Secara sektoral, penyaluran kredit pada sektor industri perlu mendapat perhatian. Pada triwulan II-29 jumlah kredit MKM yang masuk dalam perhatian khusus meningkat 47,92% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.44). Krisis keuangan global turut memberi tekanan pada sektor industri skala MKM. Dengan demikian, pengelolaan kredit MKM yang sudah disalurkan pengawasannya ditingkatkan untuk mencegah memburuknya kualitas kredit MKM Pertanian Pertambangan Modal Kerja Investasi Konsumsi Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi 3.6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan II-29 menunjukkan perkembangan positif. Dibandingkan triwulan I-29, aset BPR tumbuh sebesar 2,94%, dari Rp976,78 miliar kemudian meningkat menjadi Rp1,1 triliun (Grafik 3.45). Namun demikian, pertambahan aset tersebut berlangsung lebih lambat. Secara tahunan, pertumbuhan aset BPR pada triwulan I-29 sebesar 31,56%, kemudian pada triwulan II-29 melambat menjadi 15,97%. Gejolak ekonomi akibat krisis keuangan global juga berdampak pada perkembangan BPR di Sumatera Barat. Pengumpulan DPK oleh BPR di Sumatera Barat meningkat didorong oleh peningkatan pada jumlah deposito. Total DPK BPR di Sumatera Barat pada triwulan II-29 sebesar RP624,93 miliar (Grafik 3.46). Dibandingkan triwulan I- 29, pertumbuhan DPK BPR di Sumatera Barat meningkat sebesar 2,61%. Peningkatan terbesar terjadi pada jumlah deposito yang meningkat 3,4%, lebih 54

71 Rekening (satuan) bilyet (satuan) Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah tinggi dibandingkan peningkatan jumlah tabungan sebesar 2,6%. Sejalan dengan kondisi bank umum, pada BPR juga terjadi perpindahan preferensi nasabah untuk menaruh sebagian dananya di deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi dibandingkan tabungan. 1,2, 7, 1,, 8, 6, 5, 4, 6, 3, 4, 2, I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 2, 1, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Tabungan Simpanan Berjangka Total DPK Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Aset BPR Sumbar Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan 66, 64, 62, Tabungan (Sisi Kiri) Simpanan Berjangka (Sisi Kanan) 13, 12,5 12, 1, 6, 58, 56, 54, 52, 5, 48, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 12, 11,5 11, 1,5 8, 6, 4, 2, 27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan Lainnya Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu Komposisi dana jangka pendek mendominasi perkembangan jumlah DPK BPR di Sumatera Barat. Komposisi DPK BPR didominasi oleh tabungan sebesar 58,75%, dan simpanan deposito sebesar 41,25%. Sebanyak 4,93% dari total deposito merupakan deposito 1 bulan, atau jumlahnya terhadap total DPK BPR adalah 16,88%. Dengan demikian, total dana jangka pendek berupa tabungan dan deposito 1 bulan yaitu sebesar 75,63% dari total DPK BPR. Kondisi ini tentu saja berimplikasi pada pilihan saluran kredit BPR yang pada kredit konsumsi dan modal kerja yang jangka waktunya lebih pendek. Hal ini untuk mencegah potensi risiko likuiditas terhadap kemungkinan terjadinya maturity mismatch pada BPR. Penyaluran kredit BPR banyak terserap untuk pemenuhan kredit modal kerja. Pada triwulan II-29, total kredit meningkat 3,65% dibandingkan triwulan 55

72 Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah sebelumnya. Dari sekitar 62% kredit BPR, disalurkan untuk kredit modal kerja, kemudian disusul oleh kredit konsumsi yang mencapai 24,76%, dan kredit investasi sebesar 13,21% (Grafik 3.5). Melihat dari sisi sektoral, kredit modal kerja ini banyak disalurkan ke sektor perdagangan. Kredit di sektor perdagangan secara keseluruhan porsinya terhadap total kredit BPR mencapai sekitar 42,78%. Penyaluran kredit di sektor pertanian juga cukup besar, dengan komposisi sebesar 17,57% (Grafik 3.52). Dengan demikian, kondisi ini menunjukkan bahwa kredit BPR menjalankan fungsinya yang lebih berkonsentrasi pada kredit untuk pembangunan sektor riil yang lebih berskala kecil dan menengah. 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 15.% 1.% 5.%.% -5.% 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi Total Kredit Pertumbuhan (qtq) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi Proyek) 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.5. Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek) 11.99% 25.81% 17.57% 42.78%.% 1.85% Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek) Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek) Pertumbuhan penyaluran kredit BPR di Sumatera Barat yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK mendorong terjadi peningkatan loan-todeposit ratio (LDR). LDR BPR di Sumatera Barat pada triwulan II-29 sebesar 116,36%, meningkat dibandingkan pada triwulan I-29 sebesar 115,19% (Grafik 3.53). Persentase LDR yang melebihi 1% menunjukkan bahwa pasokan dana BPR tidak mampu mencukupi pemenuhan kredit di wilayah Sumatera Barat, sehingga membutuhkan pasokan dana dari lembaga keuangan lain yang beroperasi baik di dalam ataupun di luar Sumatera Barat. 56

73 Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah NPL BPR di Sumatera Barat pada triwulan III-29 mengalami peningkatan. Perkembangan NPL BPR pada triwulan III-29 sebesar 7,48% menunjukkan peningkatan dibandingkan pada triwulan II-29 sebesar 7,3% (Grafik 3.54). Kondisi ini menunjukkan kualitas kredit yang disalurkan BPR relatif memburuk. Dengan demikian, pengawasan dan pengelolaan kredit harus terus dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil. II-29* % II % I-29 IV % % I-29 IV-28 III % 6.35% 6.3% III % II % II % I % %.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% I % % %.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan LDR BPR Sumber: LBBPR, BI Grafik Perkembangan NPL BPR 3.7. Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan bank umum syariah di Sumatera Barat selama tiga tahun terakhir mengalami perkembangan cukup pesat dilihat dari total aset, DPK, serta pembiayaan yang terus tumbuh. Pelaksanaan fungsi intermediasi oleh bank umum syariah di Sumatera Barat berjalan dengan baik, dilihat dari persentase Financing-to-Deposit (FDR) yang selalu di atas 1%. Hal ini terjadi mengingat pertumbuhan pembiayaan oleh bank umum syariah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pengumpulan DPK dari masyarakat. Tabel Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat Indikator I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Pertumbuhan II-29 (yoy) (qtq) Asset 51,7 563,98 825, , ,13 1,3, % 5.87% Total DPK 433,14 423,79 481, , ,34 621, % 7.25% Giro 27,931 26,527 37,98 42,61 48,61 47, % -2.49% Tabungan 234, ,56 259, ,218 33,184 38, % 1.71% Deposito 171,17 157, , ,5 227, , % 16.7% Total Pembiayaan 553, ,886 77, ,76 879, , % 7.57% Modal Kerja 198, , , , , , % 12.42% Investasi 74,837 88,264 11,4 15,55 17, , % 4.81% Konsumsi 28, ,224 47,763 47, ,669 45, % 4.45% LDR % 152.9% % % % % NPF (%) 1.75% 2.27% 1.64% 1.34% 1.8% 2.82% Sumber: LBU, Bank Indonesia 57

74 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Perkembangan aset bank umum syariah tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan. Total aset perbankan umum syariah di Sumatera Barat hingga triwulan II-29 posisinya mencapai Rp1,3 triliun, atau meningkat sebesar 5,87% dibandingkan triwulan I-29 (Grafik 3.55). Pertumbuhan triwulanan tersebut lebih rendah jika dibandingkan pertumbuahan (qtq) pada triwulan I-29 yang sempat mencapai 23,14%. Dampak krisis keuangan global juga turut mempengaruhi perkembangan bank umum syariah, sejalan dengan apa yang dialami bank umum konvensional. 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, - 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% -1.% 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - 25.% 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% Asset Pertumbuhan (qtq) DPK Pertumbuhan (qtq) Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Aset Bank Umum Syariah Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan DPK Bank Umum Syariah Pengumpulan DPK oleh bank umum syariah di Sumatera Barat pada triwulan II-29 tumbuh sebesar 7,25% (qtq). Pertumbuhan ini menunjukkan optimisme kembali setelah pada triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif - 1,28%. Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, upaya pengumpulan DPK oleh bank umum syariah kembali meningkat. Total DPK bank umum syariah pada triwulan II-29 mencapai sebesar Rp621,33 miliar (3.56). Pertumbuhan DPK banyak didorong oleh peningkatan jumlah deposito, meningkat sebesar 16,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Komposisi jumlah deposito terhadap total DPK cukup besar, yaitu sebesar 42,74%, sedangkan tabungan 49,63%, dan giro sebesar 7,63% (Grafik 3.57). Pembiayaan bank umum syariah di Sumatera Barat banyak disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan konsumsi dan modal kerja. Total pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah pada triwulan II-29 mencapai Rp946,21 miliar, meningkat 7,57% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.58). Pembiayaan yang disalurkan untuk konsumsi komposisinya mencapai 47,65%, sedangkan modal kerja sebesar 4,39%, dan investasi 4,39%. 58

75 Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah Secara umum pembiayaan oleh bank umum syariah cukup besar disalurkan untuk sektor konsumtif. Pembiayaan pada sektor produktif lebih banyak pada pembiayaan modal kerja yang sifatnya lebih jangka pendek dibandingkan pada pembiayaan investasi. Sedangkan secara sektoral, penyaluran pembiayaan bank umum syariah banyak terkonsentrasi di sektor lain-lain (47,65%), sektor jasa dunia usaha (22,48%), dan sektor perdagangan (2,34%). 35, 1,, 25.% 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Giro Tabungan Deposito 8, 6, 4, 2, - 2.% 15.% 1.% 5.%.% Kredit Pertumbuhan (qtq) Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum Syariah Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa Dunia Jasa Sosial Lain-Lain Modal Kerja Investasi Komsumsi Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi Dengan tingkat pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK-nya, persentase FDR mengalami peningkatan. Pada triwulan II-29 FDR bank umum syariah sebesar 152,29%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 151,83% (Grafik 3.61). Persentase yang melebihi 1% tersebut mengindikasikan bahwa pemenuhan pembiayaan bank syariah tidak semuanya dapat dipenuhi oleh dana yang dimiliki bank umum syariah di Sumatera Barat, sehingga memerlukan pasokan dana dari lembaga keuangan lainnya atau dana dari kantor pusatnya (antar kantor). 59

76 Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah II-29* % I % IV % III % II % I %.% 5.% 1.% 15.% 2.% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5%.% 2.82% 2.27% 1.75% 1.64% 1.8% 1.34% I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan FDR Bank Umum Syariah Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan NPF Bank Umum Syariah 6, 5, 4, 3, 2, 1, - I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29* Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2) Tingkat Non-Performing Financing (NPF) mengalami peningkatan terkait dengan meningkatnya jumlah pembiayaan yang kualitasnya memburuk. Pada triwulan II-29, NPF bank umum syariah mencapai 2,82%, meningkat dibandingkan pada triwulan I-29 sebesar 1,8% (Grafik 3.62). Dampak krisis keuangan global turut berdampak pada pelaku usaha yang menggunakan pinjaman dari bank umum syariah. Memburuknya kualitas kredit terjadi akibat sejumlah kendala yang dialami pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. Ke depannya harus diperhatikan terhadap potensi terjadinya kualitas pembiayaan yang memburuk. Jumlah pembiayaan yang masuk dalam perhatian khusus jumlahnya mencapai Rp49,58 miliar. Pengelolaan dan pengawasan terhadap pembiayaan yang telah disalurkan perlu ditingkatkan oleh bank umum syariah di Sumatera Barat. 6

77 Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Perkembangan perekonomian daerah yang melambat mempengaruhi realisasi APBN maupun APBD di Sumatera Barat (Sumbar). Pada level APBN terjadi perlambatan pertumbuhan beberapa pos pendapatan seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada level APBD, beberapa pos pendapatan asli daerah seperti pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor tidak memenuhi target APBD semester I-29. Di sisi belanja, stimulus fiskal pemerintah pusat masih terbatas pada belanja rutin. Peningkatan belanja sektor pendidikan meningkatkan realisasi belanja APBN. Sementara itu, pada level pemerintah provinsi realisasi belanja rutin justru masih terbatas Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Rp Miliar 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Pendapatan Belanja I 26 I 27 I 28 I 29 Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat di Sumbar Semester I-29 Realisasi pendapatan dan belanja APBN di Sumbar tetap meningkat pada tahun 29. Hingga akhir Juni 29, realisasi pendapatan mencapai Rp 1,47 triliun, sementara belanja 1 mencapai Rp 1,81 triliun. Jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, peningkatan belanja jauh lebih tinggi daripada peningkatan pendapatan. Realisasi belanja meningkat 37,32% sementara realisasi 1 Belanja APBN selain Dana Perimbangan 61

78 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah pendapatan hanya meningkat 12,42%. Perlambatan ekonomi akibat krisis global mengakibatkan pertumbuhan pendapatan tidak seperti tahun lalu yang meningkat 73,69%. Rp Juta 1,, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Bumi dan Bangunan I 26 I 27 I 28 I 29 Grafik 4.2. Perkembangan Beberapa Pajak Pusat Indikasi perlambatan kegiatan ekonomi tercermin dari melambatnya pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pendapatan PPN semester I- 29 hanya meningkat 4,35% dibandingkan semester I-28, padahal tahun 28 meningkat sebesar 46,26%. Penerimaan PPN semester I-29 tercatat sebesar Rp 326,82 milyar. Searah dengan realisasi PPN, pengumpulan Pajak Penghasilan (PPh) juga mengalami pertumbuhan yang melambat meski tidak setajam PPN. Realisasi PPh tercatat sebesar Rp 864,37 milyar atau tumbuh 19,15% (y-o-y). Pada semester I-28, pertumbuhan tahunan mencapai 6,71%. Sementara itu, realisasi PBB mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar 58,91% dari Rp 152,93 milyar menjadi Rp 62,84. Penurunan ini diperkirakan para wajib pajak belum melakukan pembayaran PBB hingga batas akhir pembayaran PBB akhir Agustus 29. Peningkatan realisasi belanja APBN di Sumbar bersumber dari belanja untuk kegiatan rutin. Kegiatan belanja aktivitas operasi meningkat 44,72% dari Rp 1,1 triliun pada semester I-28 menjadi Rp 1,6 triliun pada semester I-29. Jika ditelusuri lebih dalam, kenaikan belanja operasi terutama berasal dari kenaikan belanja barang (23,36%), belanja bantuan sosial (23,47%), dan belanja lain-lain (36,5%). Naiknya realisasi belanja rutin ini diperkirakan berasal dari tingginya realisasi belanja pada sektor pendidikan yang pada tahun anggaran 62

79 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah 29 memperoleh porsi 2% dari total belanja. Meskipun meningkat tajam, realisasi belanja pada sektor pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Pendidikan Dasar Lainnya TA 27 dan 28 (Semester I) pada Pemprov Sumbar 2 menyatakan berbagai masalah masih terjadi dalam penyaluran dana BOS. Permasalahan penyaluran dana tersebut antara lain belum dimilikinya database yang lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah dasar, jumlah siswa yang diusulkan sebagai dasar alokasi dana BOS lebih besar daripada yang seharusnya, terjadinya keterlambatan penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah, banyak sekolah yang belum memiliki rekening di bank untuk penyaluran dana BOS. Rp Juta 1,8, 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, - Belanja untuk Aktivitas Operasi Belanja untuk Aktivitas Investasi I 26 I 27 I 28 I 29 Grafik 4.3. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat 4.2. Keuangan Pemerintah Daerah Pada saat stimulus fiskal dibutuhkan, realisasi belanja pemerintah daerah justru masih terbatas. Hingga semester I-29, realisasi belanja pemerintah provinsi hanya mencapai 32,82% dari target 29. Sebaliknya, realisasi pendapatan bisa mencapai 5,35%, padahal beberapa basis pajak daerah mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi seperti penjualan kendaraan bermotor atau pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 2 Selengkapnya bisa diakses pada 63

80 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah 1,523,895 1,712, , ,92 Target Realisasi Semester I -188,297 25,422 Pendapatan Belanja Surplus/Defisit Grafik 4.4. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemprov Sumbar Semester I-29 (Rp Juta) Hal ini mengakibatkan APBD Pemprov Sumbar mengalami surplus Rp 25,42 milyar. Kondisi yang sama juga terjadi pada tingkat pemerintah kabupaten/kota. Hingga akhir bulan Mei 29, simpanan pemkab/pemko di perbankan masih menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan posisi dua tahun terakhir. Kenyataan ini menggambarkan bahwa realisasi APBD pemerintah daerah justru bersifat kontraktif terhadap pertumbuhan ekonomi Rp miliar Pemkab/Pemko (Sisi Kiri) Pemprov (Sisi Kanan) Rp miliar Grafik 4.5. Posisi Dana Pemda di Perbankan Tercapainya target Pendapatan Asli Daerah (PAD) semester I-29 berasal dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB). Realisasi BBN-KB mencapai Rp 98,58 milyar atau 51,8%. Pencapaian BBN-KB yang melampaui target ini cukup mengejutkan mengingat angka penjualan kendaraan baru mengalami penurunan yang cukup tajam. Penjualan sepeda motor semester I- 29 menurun 39,75%. Penjualan mobil juga menurun sekitar 27,56%. 64

81 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Peningkatan BBN-KB diperkirakan berasal dari penjualan kendaraan bermotor bekas. 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Rp Juta % Target (Sisi Kiri) Realisasi (Sisi Kiri) % Realisasi (Sisi Kanan) PAD PKB BBN KB PBB KB Grafik 4.6. Realisasi PAD Pemprov Sumbar Semester I-29 7, Rp Juta % 7 6, Target (Sisi Kiri) 6 5, 4, Realisasi (Sisi Kiri) % Realisasi (Sisi Kanan) 5 4 3, 2, , 1.28 DAU DAK DBH Pajak/Bukan Pajak 1 Grafik 4.7. Realisasi Dana Perimbangan Pemprov Sumbar Semester I-29 Realisasi Dana Perimbangan Pemprov Sumbar masih didominasi oleh Dana Alokasi Umum (DAU). Realisasi DAU hingga akhir semester I-29 telah mencapai 58,98%. Sementara itu, transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) baru tercapai 3% sebesar Rp 14,15 milyar. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, realisasi transfer Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak baru terjadi pada semester II. Hingga semester I-29, realisasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak hanya sebesar 1,28%. 65

82 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah 1,17, , , ,956 Belanja Operasi Belanja Modal Target Realisasi Grafik 4.8. Target dan Realisasi Belanja Pemprov Sumatera Barat Berbeda dengan pemerintah pusat, realisasi belanja modal Pemprov Sumbar justru lebih tinggi daripada belanja operasi. Realisasi belanja modal semester I-29 tercatat sebesar 39,91% sementara belanja operasi tercatat sebesar 33,82%. Realisasi belanja modal diperkirakan akan meningkat pada semester II-29 sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. 66

83 Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Meski pertumbuhan ekonomi Sumbar masih melambat, nilai transaksi sistem pembayaran Sumbar mulai menunjukkan peningkatan. Pada sistem pembayaran tunai, terjadi penurunan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada transaksi non tunai baik melalui kliring maupun Sistem BI-RTGS secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Alat Pembayaran Tunai Perkembangan uang kartal di mengalami penurunan net inflow pada Triwulan II 29. Kondisi ini disebabkan sangat minimnya net inflow pada bulan Juni yang bertepatan dengan libur tahun ajaran baru. Pemilu legislatif dan masa kampanye pemilu presiden tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan arus kas yang masuk dan keluar pada triwulan ini. Masih minimnya kesadaran masyarakat Sumatera Barat akan ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kurangnya sanksi hukum yang menimbulkan efek jera terhadap pelaku pengedaran uang palsu, dapat menjadi faktor meningkatnya jumlah temuan uang palsu pada triwulan ini. Di samping itu, tingkat pemusnahan uang kartal tidak layak edar pun meningkat pada Triwulan II Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk dan Keluar Transaksi net inflow di Kantor turun tajam hingga 52,8% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.1). Turunnya inflow (7,37%) disertai peningkatan outflow yang sangat tinggi (614,4%) menyebabkan penurunan drastis uang yang masuk ke KBI Padang pada Triwulan II 29, tercatat net inflow hanya sebesar Rp 696 miliar yang jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Rp miliar. Pemicu penurunan tersebut lebih banyak dikatrol oleh minimnya transaksi net inflow yang terjadi pada Juni 29 yaitu hanya sebesar Rp 19 miliar. Libur tahun ajaran baru disinyalir menjadi penyebab selisih nilai inflow dan outflow pada bulan Juni yang tidak jauh berbeda, dimana arus kas yang 67

84 Bab V :Perkembangan Sistem Pembayaran masuk sebesar Rp 458 miliar dan arus kas sebaliknya bernilai Rp 439 miliar. Dengan demikian, peredaran uang pada bulan Juni 29 cukup tinggi untuk arus kas masuk dan keluar. 2,5 2, 1,5 1, 5 - Miliar Rp Inflow Outflow Net Inflow II III IV I II III IV I II III IV I II % Miliar Rp PTTB Rasio PTTB thdp inflow II III IV I II III IV I II III IV I II 1,6 1,4 1,2 1, Sumber : BI Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow).5%.5% 1.64% 1.81% 1, Sumber : BI Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) 5.8%.%.% 1, 42.3% 26.39% 12.61% 15.14% 5, 2, 1, 5, 1, % 15.85% 3.3% 19.71% 1.88% 5, 2, 1, 5, 1, 5 1 Sumber : BI Grafik Jumlah Lembar Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan Sumber : BI Grafik Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Setelah sempat turun drastis di Triwulan I 29, PTTB kembali meningkat sebesar 14,11% pada periode ini (Grafik 5.2). Tingginya arus kas masuk pada Triwulan II 29 dapat menjadi penyebab meningkatnya peredaran uang kartal yang tidak layak edar (lusuh/rusak) di wilayah KBI Padang. Sama halnya dengan periode triwulan sebelumnya, jumlah lembar uang pecahan Rp 1. (42,3%) dan Rp 5. (26,39%) lebih banyak dimusnahkan dibandingkan pecahan lainnya. Namun dari sisi persentase terjadi perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu terjadi penurunan persentase pada pecahan Rp 1. (8,75%) dan peningkatan pada pecahan Rp 5. (4,89%). Secara nominal, pecahan Rp 2. dan Rp 1. masih menjadi primadona yang diberi label Pemberian Tanda Tidak 68

85 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran Berharga (PTTB) dan akan dimusnahkan menggunakan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) (Grafik 5.3 dan Grafik 5.4) Uang Palsu Penemuan uang palsu di KBI Padang meningkat tajam pada Triwulan II 29 (Grafik 5.5). Tercatat temuan uang palsu mencapai Rp 4,91 juta atau naik 59,3% dibandingkan triwulan sebelumnya dimana penemuan uang palsu terbesar terjadi pada bulan Mei dan Juni 29. Masih minimnya kesadaran masyarakat Sumatera Barat akan ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kurangnya sanksi hukum yang menimbulkan efek jera terhadap pelaku pengedaran uang palsu dapat menjadi faktor meningkatnya jumlah temuan uang palsu pada triwulan ini, meskipun jumlahnya masih relatif sedikit yaitu sebanyak 74 lembar pada triwulan ini Juta Rp Lembar Nominal Lembar I II III IV I II Sumber : BI Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Penukaran Uang Penukaran uang Triwulan II 29 relatif stabil jika dibandingkan dengan Triwulan I, hanya turun 1,71% dari Rp29,7 miliar menjadi Rp29,2 miliar. Masyarakat yang dahulu menukarkan uangnya ke Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil (PPUPK), berhubung PPUPK sudah dicabut operasionalnya di Padang sekarang sudah menukarkan uang langsung melalui BI. KBI Padang membatasi penukaran uang pecahan Rp1. maksimal hanya sebesar Rp1./orang/hari. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka merespon kondisi stok nasional untuk pecahan Rp1 Tahun Emisi (TE) 2 yang menipis karena akan diterbitkannya uang pecahan baru Rp2. Kebijakan pembatasan ini berdampak positif terhadap peredaran uang logam 69

86 Bab V :Perkembangan Sistem Pembayaran terutama Uang Logam (UL) pecahan Rp.5. Stok UL pecahan Rp5 yang selama ini cukup banyak di BPR-BPR menjadi mudah untuk didistribusikan karena menjadi diminati dan dicari oleh pihak swalayan/pertokoan, bahkan pihak BPR menginformasikan bahwa kebijakan seperti ini sewaktu-waktu memang diperlukan guna menjaga keseimbangan pengedaran antara UK dan UL Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai Nilai transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional (SKN) dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Setlement (BI-RTGS) meningkat pada Triwulan II 29. Peningkatan nilai transaksi kliring sejalan dengan meningkatnya penolakan Cek/BG kosong, bahkan terjadi trend kenaikan rasio penolakan cek/bg kosong sejak pertengahan tahun 28. Untuk itu dibutuhkan peningkatan sosialisasi perbankan mengenai Daftar Hitam Nasional (DHN) kepada para nasabahnya untuk meminimalisir tingginya angka penolakan cek/bg kosong Perkembangan Kliring Transaksi kliring Triwulan II 29 turun secara volume namun meningkat secara nominal (Tabel 5.1). Secara keseluruhan, volume transaksi lebih rendah,3% dibandingkan triwulan sebelumnya, hal ini juga dapat dilihat dari rata-rata volume kliring setiap harinya yang turun dari lembar warkat/hari menjadi lembar warkat/hari (Grafik 5.6). Di sisi lain, nilai transaksi kliring meningkat 2,1% dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan rata-rata setiap harinya bernilai Rp 44 miliar pada Triwulan II 29 (Grafik 5.6). Tabel Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Keterangan Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II qtq Perputaran Kliring - Volume (ribuan lembar) % - Nominal (miliar rp) 2, , ,69.2 2, , , , , , , % Penolakan Cek/BG Kosong - Volume (lembar) ,149. 1,741. 2,2. 1,779. 2, % - Nominal (miliar rp) % Sumber : BI 7

87 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran 1,7 1,65 1,6 1,55 1,5 1,45 1,4 1,35 1,3 1,25 Lembar Nominal Volume Miliar rupiah III IV I II III IV I II III IV I II % 2.% 1.5% 1.%.5%.% Persentase Jumlah Cek/BG Kosong Rasio Cek/BG Kosong Terhadap Nilai Transaksi II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber : BI Grafik Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Sumber : BI Grafik Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring Penolakan Cek/BG kosong mengalami peningkatan pada Triwulan II 29 (Tabel 5.1). Secara volume dan nominal cek/bg kosong meningkat masing-masing 18,1% dan 14,1%. Tidak hanya secara volume maupun nominal pada Cek/BG Kosong saja, namun jika dibandingkan dengan keseluruhan nilai maupun volume transaksi kliring di KBI Padang, terjadi trend peningkatan rasio antara Cek/BG kosong dengan transaksi kliring yang dilakukan (Grafik 5.7). Untuk itu, agar pemberlakuan Daftar Hitam Nasional (DHN) menjadi efektif dalam mengurangi kejadian penolakan Cek/BG kosong, maka dibutuhkan kerjasama antara KBI Padang dengan perbankan Sumatera Barat dalam rangka meningkatkan sosialisasi DHN kepada para nasabah bank. Sumber : BI Tabel Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat II III IV I II III IV I II RTGS (Rp Miliar) 18, , , , , , , , , % 57.4% Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) 1, , , , , , , , , % 18.36% Ke Luar Sumbar (f) 7, , , , , , , ,95.7 7, % 3.2% Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) 1, , , , , , , , , % % RTGS (volume) 16,453 19,281 24,25 24,21 3,249 27,299 3,262 26,422 32, % 5.91% Dari Sumbar Ke Sumbar (f-t) 1,779 2,31 3,69 2,98 2,677 2,293 2,787 2,13 2, %.22% Ke Luar Sumbar (f) 7,133 7,678 9,265 9,779 11,837 1,624 12,59 1,626 12, % 4.97% Ke Sumbar Dari luar Sumbar (t) 7,541 9,293 11,871 11,514 15,735 14,382 15,416 13,693 16, % 7.58% qtq yoy Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS Penggunaan transaksi non tunai melalui Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan volume (2,9%) dan nominal (21,2%) pada Triwulan II 29 (Tabel 5.2). Salah satu penyebab tingginya transaksi Sistem BI-RTGS adalah tingginya transaksi di bulan Juni yang bertepatan dengan adanya libur tahun ajaran baru, khususnya transaksi yang berasal dari Sumatera Barat (from) dan di wilayah Sumatera Barat (from-to). Semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menggunakan layanan RTGS tercermin dari nilai dan volume 71

88 Bab V :Perkembangan Sistem Pembayaran transaksi Triwulan II 29 yang lebih tinggi dibandingkan Triwulan II pada tahun 27 dan 28. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya saja terjadi peningkatan volume dan nominal transaksi (yoy) masing-masing hingga 57,4% dan 6,91% Triliun Rupiah Nilai Volume Ribuan I II III IV I II III IV I II Sumber : BI Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 4.9% 2.% 2.3% 81.% 86.% 94.1% 3.2% 5.% 11.% 1.6% RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t) SAWAHLUNTO PESISIR SELATAN PAYAKUMBUH PASAMAN PARIAMAN PADANG BUKITTINGGI AGAM 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 6.8% 4.3% 3.9% 5.3% 1.9% 1.9% 72.% 83.4% 87.8% 6.6% 4.3% 3.4% RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t) SOLOK SAWAHLUNTO PESISIR SELATAN PAYAKUMBUH PASAMAN PARIAMAN PADANG BUKITTINGGI AGAM Sumber : BI Grafik 5.9 Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan II 29 Sumber : BI Grafik 5.1 Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan II 29 Sistem BI-RTGS dominan dilakukan di Kota Padang dibandingkan Kota/Kab lainnya di Sumatera Barat, baik secara volume maupun nominal. Dari total nilai transaksi di Sumatera Barat sebesar Rp ,34 miliar pada Triwulan II 29, yang terjadi di Kota Padang mencapai Rp 24.79,95 miliar (pangsa 83,6%). Jika nilai transaksi dipilah berdasarkan wilayah transaksi, terlihat bahwa cukup banyak transaksi yang ditujukan ke Kabupaten Agam dengan menggunakan Sistem BI-RTGS, selain Kota Padang. Sedangkan nilai transaksi terbesar kedua di Sumatera Barat berasal dari Kota Bukit Tinggi (Rp 377,34 miliar). Usaha ikan keramba di Danau Maninjau diduga menjadi penyebab tingginya transaksi BI-RTGS yang menuju Kab. Agam (mencapai Rp 2.42,16 miliar pada Triwulan II 29). 72

89 Bab 3 : Inflasi BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Ketahanan ketenagakerjaan di Sumatera Barat masih cukup kuat meski perlambatan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut. Beberapa indikator ketenagakerjaan menunjukkan kondisi yang masih cukup baik seperti menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka dan meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap perekonomian terhadap ketenagakerjaan di Sumbar masih cukup baik. Meskipun demikian, beberapa hal tetap perlu menjadi perhatian seperti terjadinya PHK pada sejumlah perusahaan serta menurunnya penyaluran TKI dari Sumbar ke Malaysia. Sementara itu, dari sisi kesejahteraan, dalam beberapa tahun terakhir kesejahteraan penduduk Sumbar terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di Sumbar terus menurun dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, pada triwulan laporan kesejahteraan penduduk pedesaan sedikit menurun yang diindikasikan menurunnya Nilai Tukar Petani (NTP) Ketenagakerjaan Daerah Kondisi Ketenagakerjaan Sumatera Barat Penduduk Usia Kerja (PUK) di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan sejak tahun 26. Pada Februari 29, PUK naik 1,5% dibandingkan Agustus 28 dengan dominasi penduduk pada kelompok angkatan kerja (63,98%) dibandingkan kelompok bukan angkatan kerja (36,2%). Terjadi peningkatan jumlah penduduk di Sumatera Barat yang ingin memasuki pasar kerja, tercermin dari meningkatnya jumlah angkatan kerja (2,51%) dan turunnya jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja (1,56%) dibandingkan Agustus 28. Peningkatan jumlah angkatan kerja disebabkan meningkatnya jumlah orang yang bekerja sebesar 2,68% dan pengangguran sebesar,65% (Tabel 6.1). Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Barat bertambah orang dibandingkan Agustus 28, dengan pertumbuhan laki-laki lebih 73

90 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan tinggi dibandingkan perempuan. Laki-laki yang bekerja meningkat dari orang menjadi orang (3,3%) dan perempuan bekerja pun mengalami peningkatan namun lebih rendah daripada laki-laki yaitu hanya sebesar 1,7% (dari orang menjadi orang). Daya serap perekonomian terhadap ketenagakerjaan di Sumbar masih cukup baik. Peningkatan jumlah pekerja di Sumbar dapat diimbangi oleh lapangan kerja yang tersedia yang tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang mengalami penurunan. TPT pada bulan Agustus 28 sebesar 8,4%, namun kemudian pada Februari 29 menurun menjadi 7,9%. Meskipun jumlah pengangguran mengalami peningkatan sebesar,65%, namun kapasitas ekonomi masih memiliki ruang yang cukup untuk menampung tenaga kerja dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan arah peningkatan. TPAK pada bulan Februari 29 sebesar 64,91% mengalami peningkatan dibandingkan pada bulan Agustus 28 yang sebesar 63,98%. Setelah sempat turun pada Agustus 28, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) kembali meningkat pada Februari 29. TPAK naik dari 63,98% menjadi 64,91% yang disebabkan meningkatnya jumlah angkatan kerja laki-laki (3,3%) dan perempuan (1,2%), disamping terjadi penurunan jumlah penduduk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Feb'9/Agt'8 Feb'9/Feb'8 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3,161,612 3,191,865 3,225,756 3,278,852 3,325,258 3,36, Angkatan Kerja 2,51,8 1,999,58 2,16,711 2,125,784 2,127,512 2,18, a. Bekerja 1,88,275 1,779,23 1,889,46 1,919,44 1,956,378 2,8, b. Pengangguran 243,525 22, ,35 26,74 171, , Bukan Angkatan Kerja 1,19,812 1,192,285 1,119,45 1,153,68 1,197,746 1,179, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumber : BPS Sumbar Tabel 6.1 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Kegiatan Utama Agt 26 Feb 27 Agt 27 Feb 28 Agt 28 Feb 29 Pertumb. (%) Sektor pertanian dan perdagangan merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak di Sumatera Barat, masing-masing 46,55% dan 22,49%. Meskipun sektor pertanian masih mendominasi penyerapan tenaga kerja di Sumbar, namun proporsi pekerja di sektor pertanian mengalami penurunan 3,54% dibanding Agustus 28. Berbeda halnya dengan sektor perdagangan yang mengalami peningkatan proporsi pekerja dari 2,93% menjadi 22,49%. Sektor pertanian yang juga menjadi penyumbang terbesar PDRB menjadi alternatif 74

91 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan pekerjaan utama penduduk Sumbar mengingat sifat pekerjaan yang fleksibel dan tidak terlalu membutuhkan keahlian tinggi (Tabel 6.2). Di luar sektor pertanian dan perdagangan, sektor usaha lainnya hanya memiliki pangsa pekerja antara 3-12%. Secara berurut pangsa pekerja pada sektor lainnya yaitu sektor jasa (12,14%), sektor industri (5,91%), sektor angkutan/transportasi (5,79%), sektor konstruksi (3,99%), dan terakhir sektor lainnya (3,19%). Penyerapan tenaga kerja di sektor lainnya (sektor pertambangan, listrik dan keuangan) naik signifikan 64,94% dan tumbuh tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya pada Februari 29. Penduduk yang bekerja di sektor pertambangan, listrik, dan keuangan meningkat dari orang menjadi orang. Selain sektor lainnya, hanya sektor pertanian dan perdagangan yang juga mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja, masingmasing sebesar 1,5% dan 14,6% dibandingkan Agustus 28. Sedangkan sektor industri, konstruksi/bangunan, angkutan/transportasi, dan jasa mengalami penurunan jumlah tenaga kerja pada Februari 29. Terdapat beberapa perusahaan di Sumatera Barat yang melakukan PHK terhadap karyawannya sejak krisis keuangan global. Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi per tanggal 22 Mei 29 bahwa di Sumatera Barat terdapat 398 orang yang terkena PHK sejak krisis keuangan global 2. Menurut informasi dari Disnakertrans Sumbar diketahui bahwa pekerja yang terkena dampak krisis tersebar di Kota Padang, Padang Pariaman dan Dharmasraya. Beberapa perusahaan yang melakukan PHK di Kota Padang antara lain PT. Abai Siat Raya, PT Kilang Lima Gunung, Teluk Luas, PT Lembah Karet, Famili Raya. Di Kabupaten Padang Pariaman, yang terkena dampak krisis global adalah perusahaan PT Sumatera Tropical Spices dan PT Bumi Sarimas Indonesia. Sedangkan di Kabupaten Dharmasraya yaitu Incasi Raya Pangian dan PT Salayo Makmur Plantation. Adapun alasan perusahaan melakukan PHK dikarenakan produksi menurun, pensiun, dan telah habis masa kontrak ( 26 Mei 29) 3 (2 Maret 29) 75

92 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Feb'9/Agt'8 Feb'9/Feb'8 Feb 28 Feb Pertanian 821, ,941 95,575 96,33 924, , Industri 118, , ,972 13,36 128, , Konstruksi/Bangunan 94,23 71,94 78,358 66,31 88,423 8, Perdagangan 352,187 37, ,94 41, ,24 451, Angkutan/Transportasi 114, , ,53 116, ,87 116, Jasa 256, , , , ,59 243, Lainnya* 5,481 49,54 34,762 37,42 38,863 64, Jumlah 1,88,275 1,779,23 1,889,46 1,919,44 1,956,378 2,8, * Pertambangan, Listrik dan Keuangan Sumber : BPS Sumbar Tabel 6.2 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Kegiatan Utama Agust 26 Feb 27 Agust 27 Feb 28 Agust 28 Feb 29 Pertumb. (%) Pangsa (%) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumatera Barat Penyaluran TKI asal Sumatera Barat ke negara Malaysia kembali turun tajam hingga 7,5% pada Triwulan II 29. Tercatat di Dinas Ketenagakerjaan Sumatera Barat bahwa hanya 285 TKI yang diberangkatkan sampai dengan Juni 29, dimana pada Juni 28 mencapai 966 orang. Penurunan TKI tersebut terutama karena seleksi terhadap TKI yang berangkat lebih ketat dan penertiban yang intensif oleh pemerintah Malaysia. Keseluruhan TKI Sumbar tersebut hanya diberangkatkan ke negara Malaysia dan tidak tercatat menjadi TKI di negara lainnya pada Triwulan II 29. Salah satu faktor penyebabnya adalah minusnya kemampuan bahasa asing TKI asal Sumbar. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Sumbar diketahui bahwa 9% TKI asal Sumbar untuk sektor formal tidak mampu berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris 4. Padahal permintaan tenaga kerja ke luar negeri sangat banyak terutama negara-negara Eropa, Australia dan AS, namun karena keterbatasan bahasa para TKI asal Sumbar membuat mereka hanya berpeluang ke Malaysia saja yang tidak terlalu mempersoalkan kemampuan pekerja dalam berbahasa. Usia TKI umumnya berkisar antara tahun dengan dominasi latar belakang pendidikan tamatan SLTA/setingkat. Jumlah TKI berusia tahun tidak jauh berbeda dengan jumlah TKI yang berusia di atas 21 tahun dimana masing-masing berjumlah 157 orang (55,9%) dan 128 orang (44,91%). Sejak 26, baru pada Triwulan II 29 terdapat 1 orang tamatan SD yang diberangkatkan menjadi TKI dari Sumbar. Sedangkan tidak ada TKI yang 4 (Minggu, 5 Juli 29) 76

93 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan merupakan tamatan DI, DI,DII, DIII maupun Sarjana yang diberangkatkan ke luar negeri. Industri Pengolahan menjadi lapangan kerja utama bagi TKI asal Sumatera Barat. Dari 285 TKI, sebanyak 281 orang bekerja di industri pengolahan Malaysia, khususnya industri elektronik. Hanya 2 orang di sektor pertanian/perkebunan dan 2 orang lainnya bekerja pada sektor perdagangan besar. TKI Sumatera Barat mayoritas berasal dari Kota Padang dan Pesisir Selatan, dengan prosentase terbesar yaitu TKI wanita. TKI asal Kota Padang sebanyak 99 orang (33,56%) dan Pesisir Selatan sebanyak 5 orang (16,95%). Kab Solok, Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota, Payakumbuh, dan Pariaman mengirimkan TKI berkisar antara 1-3 orang, sedangkan kota/kabupaten lainnya hanya mengirimkan TKI kurang dari 1 orang. Tabel 6.3 Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Daerah Asal Dalam Prov. Sumatera Barat Keterangan Pertumb. Share s.d Mar s.d Jun s.d Sept s.d Des s.d Mar s.d Jun (%) Mar'9 (%) Menurut Pendidikan 2,68 1, ,372 1, SD N/A.35 - SLTP/Setingkat SLTA/Setingkat 1,948 1, ,114 1, D.I, D.II & D.III N/A. - Sarjana Menurut Usia 2,68 1, ,372 1, < 15 tahun tahun > 21 tahun 1, Menurut Lapangan Usaha 2,68 1, ,372 1, Pertanian/Perkebunan Industri Pengolahan 2,68 1, ,37 1, Perdagangan Besar N/A.7 - Lainnya Menurut Negara Tujuan 2,68 1, ,372 1, Malaysia 2,68 1, ,372 1, Brunei Darussalam Saudi Arabia Korea Sumber : Disnakertrans Sumbar 6.2 Kesejahteraan Meskipun jumlah penduduk miskin turun, namun tingkat kesejahteraan penduduk di Sumatera Barat menunjukkan pelemahan pada Triwulan II 29. NTP Sumbar yang tumbuh negatif dan PDRB/kapita atas dasar harga 77

94 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan berlaku yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi indikator melemahnya tingkat kesejahteraan penduduk di Sumbar Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/ daya beli petani. Terhitung sejak penyajian data NTP bulan Mei 28 perhitungan NTP sudah menggunakan tahun dasar 27 (27=1). NTP Sumbar mencatat pertumbuhan negatif, setelah sebelumnya menunjukkan trend peningkatan sejak Desember 28. Secara berturutturut sejak April 29 NTP turun dari 15,59 menjadi 13,51 dan kembali turun pada Mei 29 sehingga menjadi 12,73. Pertumbuhan negatif ini tidak sejalan dengan NTP nasional yang mengalami pertumbuhan positif yaitu,49% (April 29) dan,15% (Mei 29) (Grafik 6.1). Turunnya NTP pada Triwulan II 29 dipicu oleh penurunan NTP padipalawija dan perikanan. Turunnya NTP padi-palawija disebabkan penurunan indeks yang diterima petani pada subkelompok padi (3,54%) dan palawija (1,31%). Sedangkan penurunan NTP perikanan lebih banyak disebabkan turunnya indeks yang diterima petani pada subkelompok penangkapan ikan (3,1%), dibanding subkelompok budidaya ikan yang meningkat 3,1%. 78

95 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr May Indeks Nasional Indeks Sumbar Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Grafik 6.1 Nilai Tukar Petani di Sumatera Barat dan Nasional Nasional (axis kiri) Sumatera Barat (axis kanan) Tahun Dasar Sumber : BPS, diolah Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat terus mengalami penurunan sejak tahun 26. Penduduk miskin Sumbar turun 1,5% dari jiwa menjadi jiwa pada tahun 29 (Grafik 6.2). Penduduk miskin terbagi dua menjadi penduduk miskin pedesaan dan penduduk miskin perkotaan, dimana jika dilihat pada Tabel 6.4 diketahui bahwa sebagian besar penduduk miskin adalah penduduk pedesaan ( jiwa). Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 29 mengalami penurunan baik di perkotaan maupun pedesaan. Presentase penurunan penduduk miskin di wilayah pedesaan lebih besar dibandingkan penduduk miskin di wilayah perkotaan. Presentase penduduk miskin untuk wilayah pedesaaan turun dari 11,91% menjadi 1,6%, sedangkan di wilayah perkotaan turun dari 8,3% menjadi 7,5%. Fenomena yang menarik, pada tahun 25 presentase penduduk miskin di wilayah perkotaan lebih banyak dibandingkan penduduk miskin di wilayah pedesaan, berbeda dengan tahun 26 s.d 29. Garis Kemiskinan (GK) 5 mengalami peningkatan di tahun 29. GK tahun 29 yaitu Rp perkapita per bulan, sedangkan tahun 28 tercatat Rp perkapita per bulan. Komponen pembentuk Garis Kemiskinan yang berasal dari makanan memiliki kontribusi terbesar (77,35%) dibandingkan non makanan (22,65%). 5 Garis Kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 79

96 Jiwa Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Grafik 6.2 Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Kota & Desa Kota Desa Sumber : BPS, diolah Tabel 6.4 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Propinsi Sumatera Barat Menurut Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Presentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota & Desa Kota Desa Kota & Desa ,3 293,5 482, , ,97 578, ,2 38,1 529, ,3 349,9 477, ,78 313,48 429, Sumber: BPS Sumbar (Diolah dari data Susenas) Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 6 pada Maret 29 mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin di Sumatera Barat semakin mendekati garis kemiskinan. P1 di perkotaan turun dari 1,46 menjadi 1,24, sementara di pedesaan turun dari 1,68 menjadi 1,49. Lebih besarnya penurunan P1 di perkotaan menunjukkan bahwa penurunan tingkat kedalaman kemiskinan di perkotaan lebih cepat dibandingkan di pedesaan (Tabel 6.5). Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)7 mengalami penurunan pada Maret 29, baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan, P2 turun dari,32 menjadi,29 dan di pedesaan pun turun dari,43 menjadi,34. Dengan demikian, penurunan tingkat keparahan kemiskinan di daerah pedesaan lebih cepat dibandingkan daerah perkotaan. 6 Indeks Kedalaman Kemiskinan memberikan gambaran seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap Garis Kemiskinan. 7 Indeks Keparahan Kemiskinan mengilustrasikan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. 8

97 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Tabel 6.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Tahun Kota Desa Kota & Desa PDRB per kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) di Sumatera tumbuh negatif sebesar,17% (q-t-q) Barat atau turun dari Rp juta* menjadi Rp juta*. Sebaliknya, PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) pada triwulan laporan justru menunjukkan adanya peningkatan sebesar,79%(q-t-q) (Grafik 6.2). P1 Maret 28 1,46 1,68 1,6 Maret 29 1,24 1,49 1,41 P2 Maret 28,32,43,39 Maret 29,29,34,32 Rp. 18, Grafik 6.3 Perkembangan PDRB/Kapita Sumatera Barat 25. % 16, 14, 2. 12, 15. 1, 8, 1. 6, 5. 4, 2, - (5.) Tw.III- Tw.IV- 27* 27* Tw.I- 28* Tw.II- Tw.III- Tw.IV- 28* 28* 28* Tw.I- 29* Tw.II- 29* PDRB/Kapita (Berlaku) PDRB/Kapita (Konstan) Pertumb. (Berlaku, %) Pertumb. (Konstan, %) Sumber : BPS, diolah 81

98 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Halaman ini sengaja dikosongkan 82

99 BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Dampak krisis global diperkirakan masih akan terasa pada perekonomian Sumbar triwulan III-29. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III-29 diperkirakan tumbuh moderat pada kisaran 4,9-5,15% yang bersumber dari permintaan domestik baik konsumsi maupun investasi. Permintaan eksternal diperkirakan masih tumbuh terbatas. Sementara itu, inflasi tahunan pada triwulan III-29 diperkirakan masih berada pada tren yang menurun pada kisaran 3, ± 1,%. Peningkatan harga yang terjadi pada bulan puasa diperkirakan hanya bersifat sementara apalagi pemerintah telah menyiapkan pasokan bahan makanan yang cukup Perkiraan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III-29 diperkirakan tumbuh moderat dengan akselerasi peningkatan yang relatif terbatas pada kisaran 4,9-5,15%. Dampak dari krisis keuangan global pada perekonomian Sumbar masih terasa tekanannya pada sisi permintaan eksternal. Sedangkan di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Sumbar banyak didorong oleh permintaan domestik yang tumbuh positif, sebagai kompensasi pertumbuhan permintaan eksternal yang mengalami kontraksi. Pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan pada triwulan III-29 mengalami peningkatan seiring masuknya bulan puasa dan hari raya lebaran. Pembagian tunjangan hari raya (THR) diperkirakan dapat memberikan ruang pendapatan yang cukup bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya. Selain itu dari sisi perbankan, penyaluran pada kredit konsumsi masih menjadi tumpuan bagi pertumbuhan kredit perbankan. Hal ini menudukung akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang semakin tinggi, dengan tersedianya kredit konsumsi dari perbankan. 83

100 Persen Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah I II III IV I II III IV I II IIIF Sumber: BPS dan Estimasi KBI Padang Grafik Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Sementara itu, realisasi belanja pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan. Pada sisi realisasi belanja rutin akan meningkat terkait pembayaran gaji PNS dan THR menjelang hari raya lebaran. Implementasi stimulus fiskal mulai berangsur-angsur dijalankan di tengah periode anggaran yang semakin sempit menjelang tutup tahun anggaran. Hal ini merupakan konsekuensi akibat realisasi yang seharusnya dipercepat namun tidak mulus berjalan. Belanja modal diperkirakan secara gradual sudah mulai ada yang direalisasikan dari semula tertahan akibat kendala administrasi dan birokrasi. 1 8 PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1 8 BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI Sumber: SKDU Grafik Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (Saldo Bersih Tertimbang) Sumber: SKDU Grafik Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (Saldo Bersih Tertimbang) 84

101 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 4 3 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN JASA - JASA 3 TOTAL SELURUH SEKTOR Sumber: SKDU Grafik Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (Saldo Bersih Tertimbang) Sumber: SKDU Grafik Ekspektasi Kegiatan Usaha Menurut Sektor (Saldo Bersih Tertimbang) Secara sektoral, pertumbuhan di sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang relatif terbatas. Di pasar internasional, harga CPO dan karet masih fluktuatif terkait dengan harga minyak internasional yang tidak stabil dan menunjukkan adanya gejala penurunan. Sejumlah perusahaan perkebunan memutuskan untuk melakukan efisiensi terkait dengan harga CPO yang melorot dibandingkan tahun lalu. Perusahaan perkebunan diperkirakan akan menahan ekspansi produksi, dan lebih terfokus pada pemeliharaan perkebunan yang sudah ada. Selain itu, faktor datangnya El Nino menjelang akhir tahun ini diperkirakan akan mengakibatkan hasil pertanian di sejumlah daerah akan terganggu. Dengan demikian, pasokan hasil pertanian diperkirakan akan relatif menyusut. Sektor bangunan dan sektor perdagangan diperkirakan akan relatif bergairah pada triwulan III-29. Kondisi ini terkait dengan menjelang hari raya lebaran di mana sebagian masyarakat meningkatkan pengeluaran untuk memperbaiki atau merenovasi rumah. Perilaku ini akan turut mendorong sektor perdagangan, terutama sub-sektor perdagangan retail yang menjual alat-alat bangunan serta kebutuhan perkakas rumah tangga. Sektor perdagangan pada subsektor restoran secara umum akan lebih menggeliat selama bulan puasa dan menjelang hari raya lebaran. Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan diperkirakan masih dapat tumbuh positif. Masih melemahnya pertumbuhan kredit perbankan terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya mendorong perbankan melakukan berbagai strategi. Strategi ini terkait upaya pencapaian target penyaluran kredit yang ditetapkan. Konsumsi masyarakat menjadi target peningkatan kredit melalui penyaluran kredit konsumsi. Perbankan semakin atraktif mengejar potensi peningkatan konsumsi masyarakat 85

102 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah dibandingkan menyalurkan pada dunia usaha yang risikonya masih tinggi akibat kondisi ekonomi yang belum stabil. Sejumlah kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, dan kredit konsumsi lainnya akan terus ditingkatkan oleh perbankan dan lembaga pembiayaan lain. Sejumlah paket penawaran kredit KPR menarik yang ditawarkan oleh perbankan mulai terlihat pada awal triwulan III-29. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mendorong sektor keuangan dapat tumbuh positif pada periode tersebut Perkiraan Inflasi Inflasi tahunan pada triwulan III-29 diperkirakan masih bergerak pada arah penurunan. Kondisi ini terkait dengan pergerakan harga yang tinggi pada tahun sebelumnya terkait dengan kebijakan pemerintah meningkatkan harga BBM pada awal bulan Juni 28. Shock dari kebijakan tersebut terhadap pergerakan harga mulai kembali pada titik keseimbangannya pada pertengahan tahun 29. Kondisi ini juga didukung oleh tidak adanya shock yang mengganggu pergerakan harga secara siginifikan selama tahun 29. Musim panen berjalan sukses pada triwulan II-29, dan didukung oleh distribusi pasokan yang lancar mendorong tekanan inflasi terus menurun. Inflasi tahunan pada triwulan III-29 diperkirakan berada pada kisaran 3, ± 1,%. Perkiraan ini telah memperhitungkan kondisi terburuk jika perekonomian mengalami inflasi bulanan sepanjang triwulan III-29 sebesar 1,%. Meskipun diperkirakan terjadi peningkatan harga terkait tingginya permintaan akibat masa bulan puasa dan hari raya lebaran, serta faktor musim yang memungkinkan terjadinya gejolak pada pasokan bahan kebutuhan pokok, secara keseluruhan dampaknya terhadap gejolak inflasi tidak terlalu besar dan sifatnya hanya sementara (temporary). Diperkirakan pemerintah akan mempersiapkan persediaan kebutuhan pangan dengan meningkatkan cadangan di Bulog. Hingga kini, persediaan beras Bulog di Kota Padang sebesar Kg, setara dengan kebutuhan 3 bulan ke depan dan Provinsi Sumatera Barat sebesar Kg, setara dengan kebutuhan 6 bulan kedepan. 1 Selain itu, faktor pergerakan harga yang tinggi pada periode sebelumnya secara teknis perhitungan

103 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah menjadi faktor pendorong perubahan harga tahun berikutnya berada dalam arah penurunan. Sumber: BPS, dan Estimasi KBI Padang Grafik 7.6. Perkiraan Inflasi Kota Padang 87

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Acara Raker Multi Niaga Group, dengan Tema : Tumbuh di Tengah Krisis keuangan Global. Graha Multi Niaga,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 21 Kantor Triwulan I-21 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja daerah relatif lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya meskipun secara besaran belum mencapai target anggaran

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2009 VISI BANK INDONESIA : Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017 LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci