KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor

2 Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax

3 Penerbit : Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22 P A D A N G Telp : Fax : b_waluyo@bi.go.id apep@bi.go.id oki_h@bi.go.id agung_bp@bi.go.id

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) triwulan I-29 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui Memasuki tahun 29, dampak krisis keuangan global semakin dirasakan di Provinsi Sumatera Barat. Menurunnya harga komoditas perkebunan sejak triwulan III-28 mengakibatkan ekspor Sumatera Barat mengalami tekanan. Apalagi pangsa permintaan eksternal Provinsi Sumatera Barat terus meningkat seiring dengan tren kenaikan harga komoditas dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Di sisi lain, inflasi menunjukkan arah pergerakan yang terus menurun. Hal ini tentu membantu rumah tangga mempertahankan tingkat konsumsinya. Prospek ekonomi Sumbar pada triwulan II-29 diperkirakan masih dalam arah yang melambat meski harga komoditas kembali meningkat. Tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya membuat angka pertumbuhan ekonomi masih tertahan. Meskipun demikian harapan tidak boleh putus. Beberapa indikator konsumen mulai menunjukkan optimisme. Indeks kepercayaan konsumen di perkotaan terus meningkat. Indeks Nilai Tukar Petani juga mengalami peningkatan. Berbagai kebijakan pemerintah juga diperkirakan akan mulai efektif dalam mendorong perekonomian daerah seperti kebijakan penggunaan produk lokal dalam kegiatan pemerintah daerah, mulai bergulirnya stimulus fiskal dari pemerintah pusat, serta upaya peningkatan produksi pangan. Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan. Padang, 5 Mei 29 ttd Uun S. Gunawan Pemimpin

5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GRAFIK... v DAFTAR LAMPIRAN x RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT... 9 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Permintaan Agregat Penawaran Agregat Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Sektor Pengangkutan & Komunikasi Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Sektor Jasa-jasa Boks : Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 : Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Perkembangan Inflasi Kota Padang Perkembangan Inflasi Kota Padang, Nasional dan Kota-kota Di Provinsi Tetangga Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa... 3 Boks : Model Inflasi Harga Komoditas di Kota Padang BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Intermediasi Perbankan Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Risiko Kredit Perbankan Risiko Likuiditas Risiko Pasar Kredit MKM Lokasi Proyek ii

6 3.6. Perkembangan BPR Boks : Estimasi Efisiensi Bank-Bank Umum di Sumatera Barat melalui Metode Stochastic Frontier Approach BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Keuangan Pemerintah Daerah Boks : Triwulan I-29: Penyerapan Keuangan Daerah di Zona Sumbagteng Belum Optimal BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Alat Pembayaran Tunai Perkembangan Aliran Uang Masuk dan Keluar Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Uang Palsu Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Perkembangan Kliring Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Perkiraan Ekonomi Perkiraan Inflasi LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH iii

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumatera Tabel 1.4. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tabel 1.5. Sumber Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha Tabel 1.6. Perkembangan Produksi Padi di Sumbar Tabel 1.7. Perkembangan Nilai Tambah Bruto Sektor Transportasi dan Komunikasi Tabel 2.1. Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga... 3 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa... Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa 32 Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau... Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar... Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga... 4 Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan... Tabel 4.1. Perkembangan Beberapa Pajak Pusat Tabel 4.2. Beberapa Proyek APBN 29 di Sumbar Tabel 4.3. APBD Pemerintah Provinsi Sumbar Tahun Tabel 4.4. APBD Pemerintah Kabupaten Kota se Sumbar Tahun Tabel 4.5. Belanja Modal Beberapa Urusan pada Pemprov Sumbar Tahun Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Tabel 5.2. Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Tabel 6.1. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan Tabel 6.2. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tabel 6.3. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Daerah Asal Dalam Provinsi Sumatera Barat iv

8 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1. Pertumbuhan PDRB di Zona Sumatera Bagian Tengah Grafik 1.2. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama Grafik 1.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.6. Perkembangan Penerimaan PPh di Sumbar Grafik 1.7. Perkembangan Harga CPO Grafik 1.8. Indeks Pengahasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Komsumsi PDRB Grafik 1.9. Perkembangan Posisi Tabungan Perorangan Grafik 1.1 Perkembangan Konsumsi Semen Sumbar Grafik 1.11 Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga Grafik Perkembangan Kredit Investasi di Sumbar Grafik 1.13 Pangsa Pembentuk Investasi di Sumbar Grafik 1.14 Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Grafik 1.15 Belanja Investasi APBN di Sumbar Grafik 1.16 Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.17 Perkembangan Volume Impor Komoditas Utama Grafik 1.18 Perkembangan Harga Gabah Kering Pangan Grafik 1.19 Nilai Penjualan dan Volume Produksi CPO PT. Bakrie Sumatera Plantation... Grafik 1.2 Produksi dan Penjualan PT. Semen Padang... 2 Grafik 1.21 Kredit Modal Kerja Sektor Perdagangan berdasarkan Lokasi Proyek.. 2 Grafik 1.22 Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per triwulanan... 2 Grafik 1.23 Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang... 2 Grafik 1.24 Perkembangan Wisatawan Mancanegara v

9 Grafik 1.25 Jumlah Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang Pesawat Udara Grafik Perkembangan Lalu Lintas Kargo Pelabuhan Teluk Bayur Grafik 1.27 Perkembangan Aset Perbankan Sumbar Grafik 1.28 Perkembangan Kredit Bank Umum Grafik 1.29 Perkembangan Penerimaan Bukan Pajak di Sumatera Barat Grafik 1.3 Perkembangan Kredit Sektor-sektor Jasa menurut Lokasi Proyek Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (q-t-q) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy) Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga (q-t-q)... Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank. 43 Grafik 3.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing Grafik 3.4. Loan-to-Deposit-Ratio (LDR) Bank Umum Grafik 3.5. Perkembangan dan Pertumbuhan DPK Bank Umum (Pertumbuhan 28 per Des 27; Pertumbuhan 29 per Des 28)... Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.7 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan Grafik 3.8 Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing.. 46 Grafik 3.9 Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.1 Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito US dolar 1 Bulan pada Bank Umum... Grafik 3.11 Perkembangan Rasio Simpanan Perseorangan terhadap Total DPK Bank Umum Sumbar... Grafik 3.12 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya Grafik 3.13 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.14 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.15 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.16 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan vi

10 Grafik 3.17 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.18 Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.19 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.21 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.22 Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.23 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.24 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.25 Perkembangan NPL Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.26 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.27 Perkembangan Rasio NPL dan NPl Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan... Grafik 3.28 Perkembangan NPL Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.29 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.3 Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu... 9Grafik 3.31 Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.32 Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik... Grafik 3.33 Perkembangan Berbagai Tingkat Suku Bunga Grafik 3.34 Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.35 Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.36 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.37 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub- Sektor Perkebunan vii

11 Grafik 3.38 Perkembangan dan Pertumbuhan (ytd) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.39 Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank... Grafik 3.4 Kompsisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon... Grafik 3.41 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.42 Komposisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan... Grafik 3.43 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.44 Komposisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi triwulan I Grafik 3.45 Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Grafik 3.46 Perkembangan Rasio NPL MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi... Grafik 3.47 Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek... Grafik 3.48 Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)... Grafik 3.49 Perkembangan Aset BPR Sumbar... 6 Grafik 3.5 Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.51 Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan... Grafik 3.52 Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu... Grafik 3.53 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)... Grafik 3.54 Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)... Grafik 3.55 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)... Grafik 3.56 Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)... Grafik 3.57 Perkembangan LDR BPR Grafik 3.58 Perkembangan NPL BPR Grafik 4.1 Perkembangan Beberapa Pajak Pusat viii

12 Grafik 4.2 Realisasi Belanja Aktivitas Operasi dan Aktivitas Investasi Grafik 4.3 Perkembangan Belanja Aktivitas Operasi Grafik 4.4 Perkembangan Belanja Aktivitas Investasi Grafik 4.5 Perkembangan posisi simpanan Pemda di Perbankan Grafik 4.6 Perkembangan posisi deposito Pemda di Perbankan Grafik 5.1. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow). 72 Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.3. Jumlah Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan... Grafik 5.4. Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan 73 Grafik 5.5. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Grafik 5.6. Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Grafik 5.7. Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring Grafik 5.8. Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Grafik 5.9. Transaksi RTGS Triwulan I-29 di Propinsi Sumatera Barat Grafik 6.1 Nilai Tukar Petani di Sumatera Barat dan Nasional Grafik 6.2 Perkembangan PDRB/Kapita Sumatera Barat Grafik 6.3 Perkembangan Upah Minimum Provinsi Sumatera Barat Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.2 Perkembangan Ekspektasi Kegiatan Usaha Grafik 7.3 Pergerakan Harga Beras Grafik 7.4 Pergerakan Harga Emas Perhiasan Grafik 7.5 Ekspekstasi Inflasi 3 bulan ke depan (Survei Konsumen) Grafik 7.6 Ekspektasi Inflasi 6 bulan ke depan (Survei Konsumen) Grafik 7.7 Pergerakan Harga Minyak Goreng Grafik 7.8 Perkembangan harga CPO ix

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran 1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2, PDRB Menurut Penggunaan Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Menurut Penggunaan Propinsi Sumatera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2, Lampiran 5 Indeks Harga Konsumen Kota Padang (22=1) Lampiran 6 Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Tahun Dasar 27) x

14 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I - 29 GAMBARAN UMUM Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat terus melambat, dari 6,35% menjadi 5,82% (y-o-y) Inflasi kota Padang menurun, dari 12,68% menjadi 9,21% (y-o-y) LDR bank umum menurun dari 18,58% menjadi 14,91% Penerimaan pemerintah menurun Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat masih dalam arah yang terus melambat. Dampak krisis global semakin dirasakan oleh perekonomian Sumbar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat tumbuh 5,82% (y-o-y), menurun dari angka pertumbuhan triwulan IV-28 sebesar 6,35% (y-o-y). Di sisi permintaan, pertumbuhan yang melambat terjadi pada semua komponen khususnya konsumsi dan permintaan eksternal. Di sisi penawaran, sektor-sektor non tradables seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa juga mengalami perlambatan merespon melambatnya konsumsi. Seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi juga terus mengalami penurunan. Laju inflasi tahunan Kota Padang tercatat sebesar 9,21% (y-o-y), jauh lebih rendah jika dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,68% (yoy). Menurunnya angka inflasi ini disebabkan beberapa factor antara lain diresponnya penurunan harga BBM oleh berbagai kelompok komoditas, masuknya musim panen padi, serta ekspektasi positif masyarakat kota Padang Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga diikuti dengan melambatnya penyaluran pembiayaan oleh perbankan. Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) 1 bank umum sebagai salah satu indikator intermediasi perbankan mengalami penurunan dari 18,58% (Desember 28) menjadi 14,91 (Februari 29). Hal ini bersumber dari penurunan posisi kredit yang disalurkan oleh bank umum sebesar -1,2%. Dampak krisis keuangan global menyebabkan pertimbangan terhadap faktor resiko dalam pemberian kredit semakin intensif. Bank-bank umum di Sumbar lebih bersikap hati-hati, dan tidak terlalu ekspansif dalam penyaluran kreditnya. Penyaluran kredit oleh kelompok bank pemerintah dan swasta nasional pada Februari 29 masingmasing memiliki pertumbuhan negatif yang sama, yaitu sebesar -,53%. Sedangkan penyaluran kredit lokasi proyek Sumbar dari kelompok bank asing dan campuran yang beroperasi di luar Sumbar juga tumbuh negatif sebesar -1,5%. Dampak krisis keuangan global juga mulai berpengaruh terhadap keuangan daerah, khususnya di sisi penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Turunnya kegiatan ekspor, konsumsi masyarakat serta harga BBM diperkirakan mempengaruhi penurunan realisasi beberapa jenis pajak pusat dan daerah seperti Pajak Penghasilan, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Di sisi belanja, pola realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masih mengikuti pola yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Dana stimulus fiskal yang ditetapkan pemerintah bersama DPR pada bulan Februari belum berjalan pada triwulan laporan. 1 LDR berdasarkan lokasi proyek, rasio antara kredit/pembiayaan yang disalurkan di wilayah Sumbar dengan simpanan yang dikumpulkan perbankan 1

15 Ringkasan Eksekutif Transaksi inflow meningkat 22,34%, transaksi BI RTGS menurun 23,5%, kliring menurun 12,7% Pengiriman TKI menurun 81,12% Tingkat kesejahteraan membaik Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga tercermin pada penurunan kegiatan sistem pembayaran. Semua jenis instrumen sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengalami penurunan nilai transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi uang tunai melalui KBI Padang mengalami net inflow 2 yang meningkat sebesar 22,34% dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi non tunai juga mengalami penurunan. Nilai transaksi BI-RTGS 3 mengalami penurunan sebesar 23,5% sementara nilai transaksi kliring juga menurun sebesar 12,7%. Dari sisi ketenagakerjaan, menurunnya kegiatan ekonomi di luar negeri juga mempengaruhi penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Sumatera Barat. Data Dinas Ketenagakerjaan Sumatera Barat menunjukkan bahwa jumlah TKI asal Sumbar yang diberangkatkan sampai dengan Maret 29 hanya sebanyak 81 tenaga kerja atau turun 81,12% dibandingkan triwulan I-28 yang tercatat sebanyak 429 tenaga kerja. Tingkat kesejahteraan sebagian penduduk Sumatera Barat yang sempat mengalami tekanan pada triwulan IV-28 kembali membaik pada triwulan I-29. Beberapa indikator kesejahteraan seperti Nilai Tukar Petani (NTP), sejak akhir triwulan IV-28 mulai menunjukkan trend yang meningkat meskipun belum setinggi kondisi pada triwulan II dan III-28. Begitu pula dengan perkiraan pendapatan perkapita yang masih mengalami pertumbuhan positif serta adanya kenaikan Upah Minumimum Provinsi (UMP) sebesar 1% yang diberlakukan sejak 1 Januari 29. KONDISI MAKROEKONOMI PDRB tumbuh melambat Perlambatan PDRB Sumbar lebih rendah dibandingkan provinsi tetangga Perlambatan bersumber dari permintaan eksternal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat tumbuh 5,82% (y-o-y), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,35% (y-o-y). Melambatnya pertumbuhan PDRB bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi dan permintaan eksternal. Investasi juga mengalami perlambatan, baik investasi pemerintah maupun investasi swasta. Di sisi penawaran, perlambatan tersebut direspon oleh semua sektor nontradables terutama sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor jasa-jasa. Meski searah dengan tren perlambatan ekonomi secara nasional maupun dengan provinsi-provinsi tetangga, namun perlambatan pertumbuhan ekonomi di Sumbar tidak terlalu dalam. Rendahnya pangsa sektor manufaktur dan sektor eksternal dalam pembentukan PDRB Sumbar menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar dibandingkan daerah lainnya. Selain itu, rangkaian kegiatan Pemilu pada bulan April 29 meningkatkan konsumsi melalui belanja kampanye yang dilakukan para calon anggota legislatif maupun partai. Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari kontraksi yang terjadi pada permintaan eksternal. Anjloknya harga komoditas akibat permintaan dunia yang melemah dan turunnya harga minyak internasional mengakibatkan ekspor Sumatera Barat yang didominasi oleh produk perkebunan mengalami penurunan setelah melonjak cukup tinggi akibat booming harga komoditas pada awal tahun 28. Nilai ekspor Sumbar selama dua bulan pertama tahun 29 turun hampir 5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, 2 2 Transaksi net inflow menunjukkan uang tunai yang diterima BI lebih tinggi daripada uang tunai yang disalurkan BI 3 Bank Indonesia Real Time Gross Settlements, merupakan system pembayaran real time yang biasanya digunakan untuk transaksi nilai besar (high value payment system)

16 Stimulus fiskal belum terealisasi Sektor nontradables melambat kecuali sektor listrik Ringkasan Eksekutif impor Sumatera Barat baik impor barang antardaerah maupun luar negeri tetap tumbuh stabil. Hal ini semakin mempertajam kontraksi pada sektor eksternal. Kontraksi permintaan eksternal mengakibatkan konsumsi rumah tangga mengalami tekanan. Konsumsi rumah tangga khususnya yang berada di daerah perkebunan mengalami perlambatan akibat menurunnya daya beli. Faktor musiman awal tahun juga ikut mempengaruhi melambatnya konsumsi. Hal ini dikonfirmasi dengan menurunnya nilai tukar petani yang terjadi pada triwulan IV-28, menurunnya angka penjualan kendaraan bermotor yang melonjak pada tahun 28, serta menurunnya pajak penghasilan (PPh) yang diterima pemerintah. Stimulus fiskal yang diharapkan menahan perlambatan ekonomi belum terlihat pada triwulan I-29. Pola belanja pemerintah masih mengikuti tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terbatas pada pengeluaran rutin. Pada pemerintah daerah, lambatnya realisasi belanja diindikasikan dengan meningkatnya posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan. Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah pusat dimana realisasi belanja barang dan belanja modal masih di bawah 1% hingga bulan April 29. Belum berjalannya stimulus fiskal sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh lamanya proses penetapan DIPA stimulus yang baru diselesaikan pada akhir triwulan I-29. Diperkirakan realisasi stimulus fiskal baru akan terlaksana pada triwulan III-29 setelah melalui serangkaian proses pengadaan barang dan penyelesaian tahap-tahap pekerjaan proyek. Di sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan PDRB Sumbar terjadi pada hampir semua sektor non-tradables kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang paling tajam mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing sebesar - 1,47 %. Yang cukup menarik diperhatikan adalah sektor-sektor tradables justru mengalami peningkatan. Meningkatnya produksi padi, mulai beroperasinya beberapa tambang, serta ekspektasi positif PT Semen Padang menjadi faktor pendorong tumbuhnya sektor tradables. INFLASI Kota Padang pada triwulan I-29 mengalami inflasi sebesar 9,21% (y-o-y). Inflasi bersumber dari kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan Laju inflasi tahunan kota Padang bergerak searah dengan inflasi nasional. Laju inflasi tahunan kota Padang pada triwulan I-29 tercatat sebesar 9,21% (yoy) jauh lebih rendah jika dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,68% (yoy). Sementara itu, laju inflasi tahunan nasional secara signifikan juga mulai mereda dan berada di level 7,92% (yoy) atau lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,6% (yoy). Meredanya tekanan inflasi kota Padang pada triwulan I-29 dipicu oleh deflasi yang terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan. Adanya kebijakan pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM bersubsidi pada pertengahan bulan Januari 29 yang diikuti oleh kebijakan menurunkan tarif angkutan, telah membuat kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan kembali mengalami deflasi pada triwulan ini sebesar 1,46% (q-t-q). Sementara itu, gejolak kelompok bahan makanan yang cukup tinggi dan memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar pada bulan Januari dan Februari 29 ternyata mereda pada bulan Maret 29 dengan masuknya masa panen sejumlah komoditas pangan yang ditopang pula oleh membaiknya kondisi cuaca serta lancarnya arus distribusi barang. 3

17 Ringkasan Eksekutif Inflasi bulanan tertinggi di bulan Februari Sepanjang triwulan I-29, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari 29. Laju inflasi tertinggi pada bulan Februari 29 terjadi di kota Padang yaitu sebesar,68% (m-t-m) Faktor musiman masuknya masa tanam komoditas pangan serta kondisi cuaca yang buruk telah mengakibatkan stok di berbagai daerah menjadi terbatas. Hal ini diperburuk dengan kurang lancarnya arus distribusi barang sehingga pasokan ke berbagai daerah menjadi terhambat. PERBANKAN Penurunan kredit mendorong penurunan LDR Kredit sektor pertanian masih tumbuh positif Pertumbuhan DPK masih tertahan Potensi risiko kredit meningkat Dari sisi pembiayaan perbankan, pengaruh krisis global semakin terasa yang tercermin dari penurunan indikator LDR. Pada bulan Februari tingkat LDR sebesar 14,91%, menurun dibandingkan dengan akhir tahun 28 yang mencapai 18,58%. Penyaluran kredit menurun 1,2% yang berasal dari penurunan kredit modal kerja sebesar 4,13% (q-t-q) dan kredit investasi sebesar 1,46% (q-t-q). Kredit konsumtif juga hanya tumbuh 1,18% (q-t-q). Menurunnya penyaluran kredit terjadi pada semua kelompok bank umum. Penyaluran kredit oleh kelompok bank pemerintah dan swasta nasional pada Februari 29 masing-masing memiliki pertumbuhan negatif yang sama, yaitu sebesar -,53%. Sedangkan penyaluran kredit lokasi proyek Sumbar dari kelompok bank asing dan campuran yang beroperasi di luar Sumbar juga tumbuh negatif sebesar -1,5%. Secara sektoral, penyaluran kredit pertanian masih dapat tumbuh positif seiring dengan masih berjalannya sub-sektor pertanian bahan makanan dan mulai sedikit membaiknya harga komoditas unggulan Sumbar di pasar internasional. Pada bulan Februari 29 kredit sektor pertanian tumbuh 8,13% dibandingkan akhir tahun 28. Ruang optimisme kembali bergeraknya sektor ini terus terbuka. Di sisi lain, dampak krisis keuangan global sangat menghantam perkembangan sektor industri. Hal ini terlihat pada penyaluran kredit di sektor industri yang turun sebesar 17,79%. Melonjaknya harga bahan baku impor dan menurunnya permintaan semakin melemahkan perkembangan sektor industri. Selain itu, gejolak juga terjadi pada sektor perdagangan. Penyaluran kredit di sektor ini tumbuh negatif sebesar -1,6%. Kondisi ini menggambarkan bank-bank umum semakin berhati-hati, bahkan menahan penyaluran kredit pada sektor-sektor ekonomi yang terindikasikan terkena dampak cukup besar akibat krisis keuangan global. Meskipun tekanan inflasi Sumbar mulai menurun, namun pertumbuhan DPK masih saja tetap tertahan. Hingga bulan Februari 29 penghimpunan DPK tumbuh hanya sebesar 2,25% dibandingkan Desember 28. Upaya penghimpunan DPK ini masih didominasi oleh kelompok bank pemerintah dengan pangsa 76,53% dari total DPK bank umum. Perkembangan DPK yang dihimpun oleh kelompok bank pemerintah mengalami peningkatan sebesar 2,59% dibandingkan akhir 28. Peningkatan ini berlawanan dibandingkan menurunnya kinerja kelompok bank swasta dalam penghimpunan DPK yang tumbuh negatif sebesar -,88%. Tumbuhnya DPK bank umum diperkirakan berasal dari giro pemerintah yang meningkat 53,94% dibandingkan posisi akhir Desember 28. Potensi risiko kredit bank-bank umum pada triwulan I-29 meningkat seiring menjalarnya dampak krisis pada perekonomian Sumbar. Rasio NPL pada Februari 29 menunjukkan peningkatan dibandingkan akhir tahun 28. Dari 1,69% meningkat menjadi 1,94%. Meskipun kondisi ini masih jauh di bawah batas aman NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, namun pihak perbankan umum di Sumbar perlu mewaspadai kemungkinan peningkatan NPL lebih lanjut. Secara nominal, kredit bermasalah dengan kolektibilitas kategori 3, 4, dan 5 (kurang lancar, 4

18 Potensi risiko kredit perdagangan meningkat Kredit MKM juga menurun Kredit modal kerja skala MKM menurun Potensi risiko kredit MKM juga meningkat Aset BPR tumbuh positif, deposito meningkat tajam Ringkasan Eksekutif diragukan, dan macet) meningkat 13,42% dibandingkan akhir tahun 28. Akibat krisis, beberapa pelaku ekonomi mengalami kesulitan melakukan pembayaran pokok dan bunga yang sudah jatuh tempo. Secara sektoral, kredit bermasalah terbesar terjadi pada kredit di sektor perdagangan. Peningkatan NPL secara nominal pada sektor perdagangan mencapai 15,89% jika dibandingkan akhir tahun 28. Atau secara rasio meningkat dari 2,25% menjadi 2,66%. Sejalan dengan sektor perdagangan, NPL nominal di sektor pengangkutan juga turut meningkat sebesar 8,7%. Pada sektor ini rasio NPL di bulan Februari 29 sebesar 6,81%, lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 28 yang sebesar 6,81%. Dampak krisis keuangan global juga berdampak pada perkembangan kredit MKM yang disalurkan bank-bank umum Sumbar. Pada Februari 29 kredit MKM menunjukkan penurunan pertumbuhan sebesar -,34% dibandingkan akhir tahun 28. Kondisi ini memperlihatkan bahwa penurunan pertumbuhan tidak hanya terjadi pada kredit berskala besar, namun juga pada skala MKM. Upaya penyaluran kredit MKM oleh kelompok bank pemerintah yang masih tumbuh positif 1,47% tidak mampu mengkompenasi penurunan penyaluran kredit MKM pada kelompok bank swasta nasional dan kelompok bank asing dan campuran yang masingmasing menurun sebesar -,35% dan -15,81%. Berdasarkan jenis penggunaan, terjadi penurunan penyaluran kredit MKM pada kredit modal kerja. Kredit MKM modal kerja yang pangsanya mencapai 34,4% dari total kredit MKM pada bulan Februari 29 pertumbuhannya menurun sebesar -,74% jika dibandingkan akhir tahun 28. Kredit mikro dan kecil yang berdasarkan segi plafon lebih menarik untuk disalurkan sebagai kredit konsumsi, membuat perkembangannya masih dapat tumbuh positif sebesar 1,91%. Sedangkan perkembangan penyaluran kredit investasi hanya tumbuh sebesar,76%. Kondisi ini setidaknya menggambarkan masih adanya skala usaha MKM yang didanai di tengah kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Perkembangan kredit MKM oleh bank-bank umum di Sumbar menunjukkan pergerakan yang perlu diwaspadai. Hal ini didasarkan dengan tren NPL dari kredit MKM yang meningkat. Pada akhir tahun 28, NPL kredit MKM sebesar 1,69%, kemudian pada triwulan I-29 menjadi sekitar 2,6%. Tidak hanya itu, jumlah kredit MKM dengan kategori kolektibilitas 2 pada triwulan I-29 mencapai Rp648,11 miliar, meningkat 11,29% dibandingkan akhir tahun 28. Peningkatan kolektibilitas 2 terbesar terjadi pada sektor perdagangan sebesar 77,4%, dari Rp129,17 miliar pada triwulan IV-28 menjadi Rp228,69 miliar pada triwulan I-29. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari sisi aset masih menunjukkan perkembangan positif. Dibandingkan akhir tahun 28, aset BPR di bulan Februari 28 masih dapat tumbuh sebesar 2,69%, atau secara nominal mencapai Rp 984,2 miliar. Pada sisi pengumpulan DPK, terjadi peningkatan cukup tajam pada pengumpulan deposito sebesar 9,75%, sementara pada pengumpulan tabungan justru menurun sebesar,78%. Kondisi ini seperti yang terjadi pada bank umum, terindikasi terjadinya pergeseran preferensi masyarakat untuk memindahkan sebagian tabungannya ke dalam bentuk deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih besar. Dari sisi penyaluran kredit, pada Februari 29 hampir sekitar 62% kredit BPR disalurkan untuk modal kerja, kemudian disusul oleh kredit konsumsi yang mencapai 25,14%. 5

19 Ringkasan Eksekutif Kualitas kredit BPR menurun Meski asset BPR masih tumbuh, namun kualitas penyaluran kredit perlu diwaspadai. Perkembangan NPL BPR pada triwulan I-29 mengalami peningkatan, dari 6,35% pada triwulan IV-28 menjadi 7,3%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa dampak krisis keuangan global gejalanya menjalar tidak hanya pada bank umum, namun juga BPR di Sumbar. Situasi ekonomi yang tidak menentu menekan perkembangan kredit di sektor-sektor yang potensial untuk didanai oleh BPR. KEUANGAN DAERAH Penerimaan pemerintah menurun Tidak ada perubahan pola realisasi APBN/APBD Posisi simpanan pemda terus meningkat Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga berpengaruh terhadap keuangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah khususnya dari sisi penerimaan. Dari sisi penerimaan pemerintah pusat, realisasi penerimaan APBN triwulan I-29 hanya tumbuh 4,64% (y-oy), padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh 53,77% (y-o-y). Penurunan ini bersumber dari menurunnya pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan kontributor lebih dari sepertiga pendapatan APBN di Sumatera Barat. Pendapatan PPh menurun sebesar Rp 25,91 milyar atau 6,89% dibandingkan triwulan I-28. Menurunnya penerimaan perusahaan perkebunan diperkirakan menjadi penyebab utama menurunnya penerimaan PPh. Dari sisi pemerintah daerah, realisasi beberapa jenis pajak daerah diperkirakan mengalami penurunan seperti pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Di sisi belanja, pola realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masih mengikuti pola yang sama pada tahuntahun sebelumnya. Pada sisi pemerintah pusat, realisasi belanja mayoritas terjadi pada kelompok belanja aktivitas operasi seperti belanja gaji dan belanja bantuan sosial terkait bantuan langsung tunai dan bantuan operasional sekolah. Sementara itu,di sisi pemerintah daerah masih terbatasnya realisasi belanja tercermin dari terus meningkatnya posisi kas pemerintah daerah di perbankan yang terus meningkat dari bulan ke bulan. Meskipun realisasi PAD mengalami penurunan, posisi simpanan pemerintah daerah terus meningkat. Hal ini diperkirakan berasal dari transfer dana perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang terus mengalir setiap bulan ke kas daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah daerah masih terbatas pada realisasi belanja operasional seperti belanja gaji pegawai dan belanja operasional rutin lainnya. Guna optimalisasi penerimaan, beberapa pemerintah daerah di Sumatera Barat melakukan investasi dengan menempatkan sebagian kas yang dimiliki dalam bentuk deposito. Perilaku ini tidak hanya terjadi di Sumatera Barat saja, namun juga terjadi pada provinsi lain di Sumatera Bagian Tengah. Pada akhir Maret 29, posisi deposito pemerintah daerah di Sumatera Barat tercatat sebesar Rp 567,89 milyar atau meningkat 125,2% dibandingkan posisi akhir Desember 28. SISTEM PEMBAYARAN Nilai transaksi sistem pembayaran menurun Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar, nilai transaksi sistem pembayaran Sumbar juga mengalami penurunan baik sistem pembayaran tunai maupun non tunai. Pada sistem pembayaran tunai, terjadi peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 22,34% (q-t-q) senilai Rp 1,58 triliun. Transaksi non tunai baik melalui kliring maupun Sistem BI-RTGS secara nominal mengalami 6

20 Ringkasan Eksekutif penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. NIlai transaksi kliring turun 15,9% (q-t-q) menjadi Rp 2,71 triliun sementara nilai transaksi system BI-RTGS menurun 23,5% (q-t-q) menjadi Rp 23,84 triliun. Meskipun demikian, kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan Sistem BI-RTGS dalam transaksi pembayaran di Sumatera Barat sudah cukup tinggi, tercermin dari volume Sistem BI-RTGS periode Triwulan I-29 yang berada pada posisi tertinggi dibandingkan posisi yang sama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Temuan uang palsu menurun Jumlah temuan uang palsu pada Triwulan I-29 mengalami penurunan baik secara jumlah maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah temuan uang palsu Triwulan I-29 tercatat Rp 3,8 juta atau turun 27,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara volume pun, jumlah uang palsu turun dari 58 lembar menjadi 38 lembar pada Triwulan I-29. Dengan demikian, kekhawatiran tingginya peredaran uang palsu menjelang pemilu tidak terjadi di wilayah Sumatera Barat. Krisis finansial global berpengaruh terhadap ketenagakerjaan Meningkatnya harga komoditas meningkatkan kesejahteraan KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Dampak krisis keuangan global diperkirakan akan mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan Sumbar pada posisi Februari 29. Hal ini diindikasikan dari penurunan nilai tukar petani pada triwulan IV-29 serta meningkatnya stok dalam pembentukan PDRB Sumbar. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumbar mencatat bahwa 3. buruh yang bekerja di enam perusahaan karet sudah dirumahkan 4. Beberapa perusahaan PJTKI juga membatalkan pengiriman serta memulangkan TKI asal Sumbar karena menurunnya permintaan TKI di luar negeri. Kembali meningkatnya harga komoditas diperkirakan kembali meningkatkan tingkat kesejahteraan sebagian penduduk Sumatera Barat yang sempat mengalami tekanan pada triwulan IV-28. Beberapa indikator kesejahteraan seperti Nilai Tukar Petani (NTP), sejak akhir triwulan IV-28 mulai menunjukkan trend yang meningkat meskipun belum setinggi kondisi pada triwulan II dan III-28. Begitu pula dengan perkiraan pendapatan perkapita yang masih mengalami pertumbuhan positif serta adanya kenaikan Upah Minumimum Provinsi (UMP) sebesar 1% yang diberlakukan sejak 1 Januari 29. PROSPEK PEREKONOMIAN SUMATERA BARAT Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-29 diperkirakan barada pada kisaran 5,- 5,5% (y-o-y) Dampak krisis global masih akan terasa pada perekonomian Sumbar triwulan II-29. Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Sumbar diperkirakan masih tumbuh di atas 5%, berada pada kisaran 5,-5,5%. Pertumbuhan tersebut masih berada di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada kisaran 4-4,5%. Dari sisi konsumen, masih cukup kuatnya konsumsi diindikasikan dengan terus meningkatnya indeks ekspektasi konsumen. Meningkatnya kepercayaan konsumen diperkirakan berasal dari kenaikan gaji PNS, menurunnya tingkat harga-harga umum, serta kembali meningkatnya nilai tukar petani terutama pada sector tanaman pangan dan perkebunan. Berbeda dengan konsumsi yang mulai membaik, perkembangan penanaman modal di Sumbar diperkirakan masih terbatas. Sebagian besar pelaku ekonomi menahan upaya memperluas dan 4 Harian Padang Ekspres tanggal 4 Desember 28 7

21 Ringkasan Eksekutif Inflasi pada triwulan II-29 diperkirakan berada pada kisaran 8,5%±1 (y-o-y) menambah kegiatan usahanya, apalagi suku bunga kredit belum sepenuhnya merespon penurunan BI-Rate. Stimulus fiskal diperkirakan juga masih memberikan efek yang belum terlalu besar dalam mendorong perekonomian. Stimulus fiskal diperkirakan baru mulai optimal pada triwulan III-29. Sementara itu, sektor eksternal diperkirakan mulai kembali bergairah seiring dengan kembali meningkatnya harga komoditas serta mulai stabilnya nilai tukar rupiah. Di sisi penawaran, kembali meningkatnya harga komoditas mulai menggairahkan sektor pertanian. Meski nilai ekspor komoditas perkebunan masih jauh lebih kecil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, namun kenaikan harga memberikan kembali harapan baik bagi petani maupun pengusaha untuk meningkatkan produksinya. Pada sektor industri pengolahan, optimisme juga ditunjukkan PT Semen Padang sebagai kontributor utama industri semen di Indonesia bagian Barat. Sikap optimisme PT Semen Padang diperlihatkan dengan menetapkan target pertumbuhan produksi di tahun 29 sebesar 6,13 juta ton, atau naik 5,3% dibandingkan tahun 28 yang sebesar 5,48 juta ton. Sikap optimis dunia usaha juga ditunjukkan dengan hasil survey kegiatan dunia usaha triwulan I- 29. Semua sektor ekonomi menunjukkan ekspektasi positif terhadap kegiatan ekonomi triwulan II-29. Namun demikian sikap optimisme dunia usaha tersebut didasarkan asumsi bahwa kondisi politik pasca pemilu baik legislatif maupun presiden mendukung pemulihan ekonomi. Inflasi pada triwulan II-29 diperkirakan akan terus menurun, berada pada kisaran 8,5 ± 1%. Faktor musiman masuknya masa panen beberapa komoditas pangan diharapkan dapat kembali menjadi peredam laju inflasi kota Padang. Hingga pertengahan April 29, harga beras terus menurun seiring dengan masuknya musim panen. Mulai stabilnya nilai tukar serta menurunnya harga emas perhiasan juga merupakan indikasi tekanan inflasi inti juga mereda. Dengan tren perlambatan inflasi ini diharapkan bahwa target inflasi tahunan kota Padang yang sebesar 7±1% pada akhir tahun 29 dapat tercapai. 8

22 Ringkasan Eksekutif Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat INDIKATOR TRIWULAN Tw. I-28 Tw. II-28 Tw. III-28 Tw. IV-28 Tw. I-29 MAKRO IHK Kota Padang**) Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) 8, , , , , Pertanian 2, , , , , Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 1,88.1 1, , ,14.2 1, Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1, , , , , Pengangkutan dan Komunikasi 1, ,21.8 1, , , Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa 1, ,4.64 1, , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** Keterangan PERBANKAN*** Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) Kredit UMKM (triliun Rp) Kredit Mikro (<Rp 5 juta) (triliun Rp) Kredit Kecil (Rp 5 juta < X Rp 5 juta) (triliun Rp) Kredit Menengah (Rp 5 juta < X Rp 5 miliar) (triliun Rp) Total Kredit MKM (triliun Rp) NPL MKM gross (%) BPR Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit UMKM (triliun Rp) Rasio NPL Gross (%) LDR (%) Keterangan : * Angka PDRB Tw.I-29 merupakan proyeksi Bank Indonesia ** Sejak bulan Juni 28 dilakukan tahun dasar dari 22=1 menjadi 27=1 *** Angka impor dan ekspor Tw. I-29 angka sementara, posisi Februari 29 open file, *** Data Perbankan untuk Triwulan I-29 menggunakan posisi akhir Februari 29 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI - Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI 9

23 Ringkasan Eksekutif Halaman ini sengaja dikosongkan 1

24 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat masih dalam arah yang terus melambat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat tumbuh 5,82% (y-o-y), sedikit di bawah proyeksi pada kajian ekonomi regional sebelumnya sebesar 5,9-6,1%. Konsumsi rumah tangga mengalami sedikit perlambatan karena efek seasonal dan jatuhnya harga komoditas perkebunan pada triwulan sebelumnya. Investasi juga mengalami perlambatan, baik investasi pemerintah maupun investasi swasta. Realisasi APBN di daerah maupun APBD masih mengikuti pola pada tahun-tahun sebelumnya. Meski searah dengan tren perlambatan ekonomi secara nasional maupun dengan provinsi-provinsi tetangga (grafik 1.1.), namun perlambatan pertumbuhan ekonomi di Sumbar tidak terlalu dalam. Rendahnya pangsa sektor manufaktur dan sektor eksternal dalam pembentukan PDRB Sumbar menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar dibandingkan daerah lainnya. Selain itu, rangkaian kegiatan Pemilu pada bulan April 29 meningkatkan konsumsi melalui belanja kampanye yang dilakukan para calon anggota legislatif maupun partai Nasional Sumbar Riau Jambi Kepri. -2. I II III IV I II III IV I *) Grafik 1.1. Pertumbuhan PDRB di Zona Sumatera Bagian Tengah 11

25 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%, y-o-y) * Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Pertumbuhan Tahunan Pertumbuhan Tahunan per triwulan Total PDRB Domestik Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Perubahan Stok Eksternal Ekspor Impor *) proyeksi BI Sumber : BPS, diolah Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%) * Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Total PDRB Domestik Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Perubahan Stok Eksternal Ekspor Impor *) proyeksi BI Sumber : BPS, diolah 1.1. Permintaan Agregat Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari kontraksi yang terjadi pada permintaan eksternal. Dampak resesi dunia benar-benar telah sampai di Sumatera Barat. Anjloknya harga komoditas akibat permintaan dunia yang melemah dan turunnya harga minyak internasional mengakibatkan ekspor Sumatera Barat yang didominasi oleh produk perkebunan mengalami penurunan setelah melonjak cukup tinggi akibat booming harga komoditas pada awal tahun 28. Nilai ekspor Sumbar selama dua bulan pertama tahun 29 turun hampir 5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (grafik 1.2.). Di sisi lain, impor Sumatera Barat baik impor barang antardaerah maupun luar negeri tetap tumbuh stabil (grafik 1.3). Hal ini semakin mempertajam kontraksi pada sektor eksternal. 12

26 Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Ribu USD Rb USD Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 3, 25, 2, 15, 1, 5, 25, 2, 15, 1, 5, Total Lemak, Minyak dan Malam Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik 1.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Total Produk Industri Kimia dan Industri Sejenis Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama Kontraksi permintaan eksternal mengakibatkan konsumsi rumah tangga mengalami tekanan. Konsumsi rumah tangga khususnya yang berada di daerah perkebunan mengalami perlambatan akibat menurunnya daya beli. Faktor musiman awal tahun juga ikut mempengaruhi melambatnya konsumsi. Hal ini dikonfirmasi dengan menurunnya nilai tukar petani yang terjadi pada triwulan IV-28 (grafik 1.4.), menurunnya angka penjualan kendaraan bermotor yang melonjak pada tahun 28 (grafik 1.5.), serta menurunnya pajak penghasilan (PPh) yang diterima pemerintah (grafik 1.6). Melambatnya konsumsi rumah tangga ini diperkirakan tidak akan berlangsung lama mengingat harga komoditas mulai kembali meningkat pada triwulan ini. Harga CPO di pasar spot Medan pada pertengahan Maret 29 tercatat sebesar Rp 6591 /kg atau meningkat sekitar 5% dibandingkan harga terendah pada bulan Oktober 28 (grafik 1.7). Hal ini diperkuat dengan kondisi konsumen di perkotaan yang masih cukup baik. Survey konsumen BI di perkotaan menunjukkan penghasilan masyarakat perkotaan (grafik 1.8.) terus meningkat yang dikonfirmasi dengan meningkatnya posisi tabungan masyarakat di perbankan (grafik 1.9). Meningkatnya kondisi konsumen ini diperkirakan disebabkan karena semakin turunnya inflasi akibat penurunan harga BBM, kenaikan gaji PNS, serta kenaikan UMR tahun

27 Indeks Penghasilan Saat Ini %, g[pdrb Tabungan, Juta Rp %, g[pdrb Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Rp/Kg Sepeda Motor Minibus Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Indeks (27=1) Sepeda Motor Minibus Sumber : BPS, diolah Sumber : DPKD Sumbar, diolah Grafik 1.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Sumber : LKPP Kanwil III DJPBN Padang,, diolah Grafik 1.6. Perkembangan Penerimaan PPh di Sumbar (Rp Juta) Sumber : diolah Grafik 1.7. Perkembangan Harga CPO g-pdrb Konsumsi Sumber : SK-BI, diolah Indeks Penghasilan Saat Ini Grafik 1.8. Indeks Penghasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB g-pdrb Konsumsi Posisi Tabungan Perorangan Sumber : SK-BI, diolah Grafik 1.9. Perkembangan Posisi Tabungan Perorangan 14

28 Rp Juta Jan-7 Feb-7 Mar-7 Apr-7 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Jan-7 Mar-7 May-7 Jul-7 Sep-7 Nov-7 Jan-8 Mar-8 May-8 Jul-8 Sep-8 Nov-8 Jan-9 Ton Unit Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 9, 5 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, Pick up Truck Minibus 1, - 5 Sumber : Sekda, diolah Sumber : DPKD, diolah Grafik 1.1. Perkembangan Konsumsi Semen Sumbar Grafik Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Kepri Babel Lampung Bengkulu Sumsel Jambi Riau Sumbar Sumut NAD % 1% 2% 3% 4% 5% 6% Sumber : BKPM, diolah Grafik Perkembangan Kredit Investasi di Sumbar Grafik Pangsa pembentuk investasi di Sumatera Seiring dengan melambatnya konsumsi, investasi juga mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari konsumsi semen yang terus menurun (grafik 1.8.), serta penjualan kendaraan niaga yang yang mengalami hal yang sama sejak triwulan IV-28. Booming harga komoditas sempat meningkatkan minat perusahaan perkebunan untuk melakukan investasi sebagaimana tercermin dengan meningkatnya kredit investasi di sektor pertanian pada triwulan III-28 (grafik 1.1.). Namun, turunnya permintaan dunia mengakibatkan kalangan dunia usaha memilih menunggu situasi ekonomi yang lebih kondusif untuk melakukan investasi. Hal ini tentu mengakibatkan investasi di Sumatera Barat terus memburuk bila dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Selama tiga tahun (26-28) pangsa realisasi investasi di Sumbar terhadap pembentukan 15

29 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat investasi di Sumatera hanya sekitar 1% dan terus menurun (grafik 1.12). Pada tahun 28, realisasi investasi di Sumbar hanya USD 28,1 juta, padahal investasi di Riau dan Jambi mencapai masing-masing USD 2,43 milyar dan USD 1,34 milyar (tabel 1.3). Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah mengingat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang sangat dipengaruhi oleh tingkat investasi. Apalagi Sumbar merupakan daerah yang terkenal sebagai daerah perdagangan hasil bumi pada masa lalu. Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Sumatera Juta USD **) Sumatera 5,43. 12,153. 5, NAD Sumut , Sumbar Riau 3,86.1 3, , Jambi , , Sumsel , Bengkulu Lampung Babel Kepri *) Posisi Januari 29 **) diluar sektor migas, perbankan, LKBB, Asuransi, pertambangan, investasi pasar modal, investasi yang perizinannya dikeluarkan instansi teknis, dan investasi rumah tangga Sumber : Stimulus fiskal yang diharapkan menahan perlambatan ekonomi belum terlihat pada triwulan I-29. Pola belanja pemerintah masih mengikuti tahuntahun sebelumnya dimana realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terbatas pada pengeluaran rutin. Pada pemerintah daerah, lambatnya realisasi belanja diindikasikan dengan meningkatnya posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan (grafik 1.14) Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah pusat dimana realisasi belanja barang dan belanja modal masih di bawah 1% hingga bulan April 29 (grafik 1.13). Belum berjalannya stimulus fiskal sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh lamanya proses penetapan DIPA stimulus yang baru diselesaikan pada akhir triwulan I-29. Diperkirakan realisasi stimulus fiskal baru akan terlaksana pada triwulan III-29 setelah melalui serangkaian proses pengadaan barang dan penyelesaian tahap-tahap pekerjaan proyek. 16

30 Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Ton Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb 68,69 72,126 41, ,17 Rp juta 285,512 Rp Juta Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 4,5, 4,, 3,5, 3,, 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Realisasi Belanja APBN di Sumbar per 15 April % 7.72% 8.41% 32.63% 17.69% 35.% 3.% 25.% 2.% 15.% 1.% 5.% Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Lain-Lain.% Sumber : Sekda BI Realisasi Belanja APBN Sumber : Persentase Realisasi APBN Grafik Perkembangan Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Grafik Belanja Investasi APBN di Sumbar Meski harga komoditas mulai meningkat, namun kontraksi ekspor diperkirakan masih terjadi pada triwulan II-29. Setelah terus menurun sejak bulan Oktober 28, volume ekspor memang kembali mengalami rebound pada bulan Desember 28 hingga Februari 29 karena kembali meningkatnya harga komoditas (grafik 1.16). Namun demikian, tingginya volume ekspor pada triwulan II-28 mengakibatkan kontraksi ekspor diperkirakan semakin dalam pada triwulan II-29. Searah dengan meningkatnya volume ekspor, volume impor juga kembali meningkat setelah anjlok cukup tajam pada bulan Desember 28 dan Januari 29. Menipisnya stok pupuk untuk perkebunan serta kembali meningkatnya permintaan akibat kenaikan harga CPO menjadi faktor kembali meningkatnya impor. 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, 1, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Sumber : Sekda-BI, diolah Total Lemak, Minyak dan Malam Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet Grafik 1.16 Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Utama Total Produk Industri Kimia dan Industri Sejenis Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik Perkembangan Volume Impor Komoditas Utama 17

31 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Tabel 1.4. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (%, y-o-y) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*) Pertumbuhan Tahunan Pertumbuhan Tahunan per triwulan Total PDRB Tradeable Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Non Tradeable Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa *) proyeksi BI Sumber : BPS, diolah Tabel 1.5. Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*) Pertumbuhan Tahunan Pertumbuhan Tahunan per triwulan Total PDRB Tradeable Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Non Tradeable Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa *) proyeksi BI Sumber : BPS, diolah 1.2. Penawaran Agregat Di sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan PDRB Sumbar terjadi pada hampir semua sektor non-tradables kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang paling tajam mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing sebesar -1,47 %. Yang cukup menarik diperhatikan adalah sektor-sektor tradables justru mengalami peningkatan. Meningkatnya produksi padi, mulai beroperasinya beberapa tambang, serta ekspektasi positif PT Semen Padang menjadi faktor pendorong tumbuhnya sektor tradables Sektor Pertanian Meningkatnya produksi padi mendorong akselerasi pertumbuhan sektor pertanian. Sementara subsektor lain mengalami perlambatan kecuali sektor kehutanan, subsektor tanaman bahan makanan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,28% menjadi 6,7%. Angka ramalan I yang diterbitkan BPS menunjukkan bahwa produksi padi tahun 29 diperkirakan menembus dua juta 18

32 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Rp Milyar Rp Ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat ton. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan produktivitas. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari beberapa kegiatan pemerintah seperti bantuan benih, adanya program SL-PTS/SL-PTT (Sekolah Lapang Padi Tanam Sebatang/Sekolah Lapang Pertanian Teknologi Terpadu), penggunaan kompos jerami seluas 56. Ha yang tersebar di 19 kabupaten/kota, perluasan areal Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) dan Jaringan Irigasi Desa (JIDES) seluas Ha. Tabel 1.6. Perkembangan Produksi Padi di Sumbar Tahun Harvested Yield Rate Production Area (Ha) (Qu/Ha) (Ton) , ,875, , ,97, , ,889, , ,938,12 28*) 421, ,965,634 29**) 436, ,6,865 *) asem **) aram I-29 4, , ,. 2,5. 2,. 1,5. 1,. Tingkat Penggilingan Tingkat Petani Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sales (sisi kiri) Volume (sisi kanan) Grafik Perkembangan Harga Gabah Kering Panen Grafik Nilai Penjualan dan Volume Produksi CPO PT Bakrie Sumatera Plantation Seiring dengan menurunnya permintaan eksternal, kinerja subsektor perkebunan masih mengalami perlambatan yang cukup tajam. Subsektor perkebunan hanya tumbuh,66%, jauh di bawah angka pertumbuhan pada saat booming harga CPO sekitar 7-8%. Hal ini tercermin dari menurunnya ekspor komoditas perkebunan baik CPO maupun karet sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pada tingkat perusahaan, nilai penjualan dan volume produksi CPO PT Bakrie Sumatera Plantation yang sebagian produksinya dihasilkan dari Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan penurunan sejak awal triwulan III-28 (grafik 1.19.). 19

33 January February March April May June July August September October November December January February Rp Juta Rp Juta Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pengolahan kembali meningkat setelah sempat melambat pada triwulan sebelumnya. Kembali meningkatnya produksi semen dari PT Semen Padang, tetap tumbuhnya permintaan pada produk makanan, minuman, dan tembakau, serta produk tekstil menjadi faktor kembali meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan. Sektor ini tumbuh 5,6%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,17%. 6, 25 5, 2 4, 15 3, 1 2, 1, Jumlah Produksi (sisi kiri, Ton) Nilai Produksi (sisi kanan, Rp milyar) Sumber : PT Semen Padang 3,6, 3,5, 3,4, 3,3, 3,2, 3,1, 3,, 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, Sumber : BPS, diolah Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Grafik 1.2. Produksi dan Penjualan PT Semen Padang 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Grafik Kredit Modal Kerja Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi Proyek (Rp Juta) Sumber : Depkeu, diolah Sumber : BPS Grafik Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per triwulan Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang (%) 2

34 Jan-7 Feb-7 Mar-7 Apr-7 May-7 Jun-7 Jul-7 Aug-7 Sep-7 Oct-7 Nov-7 Dec-7 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Wisatawan Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Sumber : BPS Grafik Perlembangan Wisatawan Mancanegara Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada triwulan I-29 sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Melambatnya sektor PHR terjadi pada semua subsektor dengan peningkatan terbesar terdapat pada subsektor perdagangan besar dan eceran dari 8,18% (triwulan IV-28) menjadi 6,71% (triwulan I-29). Hal ini tercermin dari penerimaan PPN menunjukkan penurunan (grafik 1.22.). Kredit yang disalurkan perbankan khususnya untuk modal kerja juga menurun (grafik 1.25.). Berikutnya, subsektor hotel dan restoran juga mengalami perlambatan meski masih tumbuh cukup tinggi masing-masing sebesar 8,48% dan 6,31%. Hal ini diindikasikan dengan penurunan tingkat penghunian hotel berbintang (grafik 1.23.) dan penurunan jumlah wisatawan mancanegara (grafik 1.24). Faktor seasonal diperkirakan menjadi penyebab sedikit melambatnya subsektor PHR selain daya beli masyarakat yang masih belum pulih khususnya di daerah-daerah perkebunan Sektor Pengangkutan & Komunikasi Tabel 1.7. Perkembangan Nilai Tambah Bruto Sektor Transportasi dan Komunikasi Sektor Transportasi dan Komunikasi Pertumbuhan Tahunan (%) Tw.I-7 Tw.II-7 Tw.III-7 Tw.IV-7 Tw.I-8 Tw.II-8 Tw.III-8 Tw.IV-8 Tw.I-9 *) Sektor Transportasi dan Komunikasi Angkutan Kereta Api (.42) Jalan Raya Angkutan Laut (1.12) (.54).1 ASDP Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi *) proyeksi BI Sumber: BPS Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terus melambat. Sektor ini hanya tumbuh 6,52%, terendah dalam beberapa tahun terakhir. 21

35 Ton Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Turunnya kinerja sektor ini bersumber dari mulai menurunnya pertumbuhan subsektor komunikasi yang hanya tumbuh 9,9%. Pada periode-periode sebelumnya, angka pertumbuhan subsektor komunikasi berkisar antara 15-2%. Penurunan angka pertumbuhan ini disebabkan karena investasi perusahaan operator seluler semakin berkurang seiring dengan telah terpenuhinya jaringan di seluruh Sumbar. Pada subsektor angkutan, moda kereta api mengalami peningkatan pertumbuhan sementara moda yang lain melambat. Peningkatan pertumbuhan moda kereta api disebabkan oleh penambahan jadwal kereta api Padang-Pariaman sejak awal Januari 29 karena semakin tingginya minat masyarakat menggunakan moda transportasi tersebut. Tak hanya itu, jalur kereta api Padangpanjang-Sawahlunto yang tidak beroperasi sejak tahun 22 mulai kembali diaktifkan pada triwulan laporan. Untuk melakukan perbaikan jalur rel sepanjang 16 km tersebut, Departemen Perhubungan dan Pemprov Sumbar mengalokasikan anggaran pada tahun 28 masing-masing sebesar Rp6,7 miliar dan Rp5 juta. Komitmen perbaikan infrastuktur perkeretaapian ini berlanjut pada tahun ini dimana Dephub meningkatkan alokasi belanja pengembangan perkeretaapian menjadi sebesar Rp 34 milyar. Peningkatan ini tentunya semakin mendorong pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi selain juga mendorong pertumbuhan sektor lain seperti sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sementara itu, perkembangan moda transportasi lainnya meski melambat namun masih pada tingkat yang yang relatif sama. Hal ini ditunjukkan dengan angka lalu lintas penumpang di bandara Minangkabau (grafik 1.25) maupun angka lalu lintas kargo di Pelabuhan Teluk Bayur (grafik 1.26). 1, 1,2, 9, 8, 1,, 7, 8, 6, 5, 4, 3, 2, Realisasi Datang (penumpang) Realisasi Berangkat (penumpang) 6, 4, 2, 1, jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov Sumber : PT Pelindo II, diolah Sumber : PT Angkasa Pura II Grafik Jumlah Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang Pesawat Udara Grafik Perkembangan Lalu Lintas Kargo Pelabuhan Teluk Bayur 22

36 Rp milyar Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Subsektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Melambatnya pertumbuhan sektor ini bersumber oleh melambatnya pertumbuhan pada subsektor bank. Pada subsektor bank, perlambatan ini ditunjukkan dengan melambatnya pertumbuhan aset bank dan posisi kredit bank umum (grafik 1.27 dan 1.28). Melambatnya pertumbuhan kredit ini terutama karena kenaikan suku bunga kredit akibat kenaikan BI rate pada akhir triwulan III-28. Searah dengan hal tersebut, pada subsektor lembaga keuangan bukan bank dan jasa penunjang juga terjadi perlambatan yang diperkirakan berasal dari menurunnya konsumsi dan faktor musiman. Rp Triliun Rp Triliun Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Oct Nov Dec Jan Feb Jumlah (sisi kiri) Bank Pemerintah (sisi kiri) Bank Swasta Nasional (sisi kanan) Bank Perkreditan Rakyat (sisi kanan) Sumber : Sekda Grafik Perkembangan Aset Perbankan Sumbar Rp triliun Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Sumber : Sekda, diolah Total (sisi kiri) Investasi (sisi kanan) Modal Kerja (sisi kanan) Konsumsi (sisi kanan) Grafik Perlembangan Kredit Bank Umum Rp triliun Rp Juta 1,, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb % 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% I II III IV I II III IV I II III IV I Kredit Jasa-Jasa (sisi kiri) Pangsa (sisi kanan) Sumber : Sekda Grafik Perlembangan Penerimaan Bukan Pajak di Sumatera Barat Sumber : Depkeu, diolah Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Sektor Jasa-Jasa menurut Lokasi Proyek Sektor Jasa-jasa Merespon melambatnya konsumsi, pertumbuhan sektor jasa-jasa juga mengalami perlambatan dari 7,61% (triwulan IV-28) menjadi 6,54% (triwulan I-29). Perlambatan ini terutama bersumber dari subsektor jasa-jasa 23

37 Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat yang disediakan oleh swasta khususnya hiburan dan rekreasi. Hal ini disebabkan faktor musiman dimana peningkatan subsektor hiburan dan rekreasi biasanya meningkat pada musim liburan maupun pada akhir tahun. Hal yang sama juga terjadi pada jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah yang diindikasikan dengan penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) selama triwulan I-29. Pertumbuhan sektor jasa-jasa ini diperkirakan akan kembali meningkat seiring dengan kembali meningkatnya posisi dan pangsa kredit sektor jasa-jasa (grafik 1.3) 24

38 B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi tahunan triwulan I-29 Zona Sumbagteng mengalami perlambatan cukup tajam, dari 5,37% pada triwulan IV-29 menjadi 3,63% (tabel 1.1.). Realisasi pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada KER Zona Sumbagteng edisi sebelumnya yang diprediksi masih dapat tumbuh sekitar 4,-4,5%. Semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng disebabkan oleh turut melambatnya permintaan domestik khususnya investasi dan konsumsi rumah tangga yang sempat menjadi penopang bagi perekonomian Zona Sumbagteng. Lebih lagi, apabila dibandingkan triwulan IV-28, pertumbuhan sektor domestik pada triwulan I-29 hanya meningkat,2%, bahkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dibandingkan triwulan IV-28 berkontraksi sebesar 1,31%. Dari sisi perusahaan, pertumbuhan investasi menurun seiring dengan ekspektasi dunia usaha yang memperkirakan krisis akan semakin dalam menimpa perekonomian Indonesia dalam dua tahun ke depan. Dari sisi rumah tangga, konsumsi triwulan I-29 memasuki siklus yang menurun. Kurs rupiah yang masih cukup tinggi, serta tidak ada hari raya keagamaan merupakan faktor-faktor yang membuat pertumbuhan konsumsi melambat meskipun ekspektasi inflasi menunjukkan penurunan. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%, y-o-y) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Pertumbuhan Tahunan per triwulan Total PDRB Domestik Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Perubahan Stok Eksternal Ekspor Impor Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancy Sumber : Estimasi Staf KBI Tabel 1.2. Pangsa PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Total PDRB Domestik Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Perubahan Stok Eksternal Ekspor Impor Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancy Sumber : Estimasi Staf KBI Pangsa permintaan domestik semakin meningkat seiring dengan melemahnya kinerja sektor eksternal. Pada tabel 1.2. terlihat bahwa sumbangan permintaan domestik terhadap perekonomian Zona Sumbagteng terus meningkat dari 68,49% pada triwulan I-27 menjadi 74,31% pada triwulan I-29. Meningkatnya pangsa permintaan domestik tersebut bersumber dari

39 Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari unit pertumbuhan konsumsi dan investasi yang cukup stabil. Selama enam triwulan terakhir, konsumsi pemerintah rata-rata tumbuh di atas 8% sementara investasi PMTB tumbuh antara 11-13%, sedangkan konsumsi rumah tangga terpuruk di triwulan I-29 hanya tumbuh 6,44%. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pergeseran struktur ekonomi akibat krisis keuangan global dimana peran permintaan domestik semakin penting dalam menjaga stabilitas ekonomi Penjualan sepeda motor SUMBAR JAMBI 1,4. 1,2. 1, Riau Sumbar Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Sumber : DPKD Sumbar dan Jambi Grafik 1.1. Perkembangan Penjualan Sepeda Motor di Sumbar dan Jambi Sumber : KBI Grafik 1.2. Pemasukan Kas Negara di Riau dan Sumbar 12 1,, 1 9,, 8,, 8 7,, Sumbar Jambi Riau 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, Riau Sumbar Jambi Kepri 1,, Sumber : BPS Grafik 1.3. Nilai Tukar Petani Sumber : BI Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Beberapa indikator di atas menunjukkan bahwa permintaan domestik mulai menunjukkan arah yang melambat. Penjualan sepeda motor terus menunjukkan arah yang menurun sejak bulan September 28 (grafik 1.1.). Penerimaan kas negara dari pajak juga menunjukkan tren yang menurun sejak Desember 28 (grafik 1.2.). Nilai tukar petani yang menurun sejak September 28 mempengaruhi konsumsi rumah tangga hingga triwulan I-29. Penurunan NTP ini terutama disebabkan jatuhnya harga CPO internasional yang mengakibatkan anjloknya harga Tandan Buah Segar hingga mencapai Rp 3/kg di tingkat petani. Dari sisi pembiayaan oleh perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi menunjukkan perlambatan yang terjadi hampir di seluruh provinsi di Zona Sumbagteng (grafik 1.4.) Hal ini diikuti dengan semakin memburuknya kolektibilitas kredit yang akan dijelaskan pada bab perbankan. Ekspor Sumbagteng masih menunjukkan arah yang menurun meski tidak setajam triwulan I-29. Grafik 1.5. menunjukkan bahwa hingga Januari 29, ekspor beberapa komoditas utama Sumbagteng masih mengalami tekanan meski tidak sekuat bulan-bulan sebelumnya. Faktor

40 Jan-8 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Mar-9 Jan'6 Mrt'6 Mei'6 Jul'6 Sep'6 Nov'6 Jan'7 Mrt'7 Jun'7 Agst'7 Okt'7 Des'7 Feb'8 Apr'8 Jun'8 Agst'8 Okt'8 Des'8 Rp/Kg Jan'7 Mrt'7 Mei'7 Jul'7 Sep'7 Nov'7 Jan'8 Mrt'8 Mei'8 Jul'8 Sep'8 Nov'8 Jan'9 USD kenaikan harga CPO internasional yang disebabkan kenaikan permintaan CPO di India dan China diperkirakan akan meningkatkan ekspor komoditas ini pada bulan-bulan mendatang. Grafik 1.7. menunjukkan harga CPO mulai menunjukkan tren yang meningkat meski sangat jauh dari harga tertinggi pada triwulan I-28. Impor Sumbagteng yang didominasi dengan bahan baku juga menunjukkan arah yang menurun. Penurunan impor ini mengindikasikan bahwa kegiatan sektor-sektor yang membutuhkan barang-barang tersebut mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Hal ini dikonfirmasi dengan perlambatan sektor industri di Provinsi Riau dan kontraksi di Kepulauan Riau. Penurunan harga CPO pada triwulan sebelumnya juga mempengaruhi impor pupuk sebagai salah satu bahan baku utama perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan beberapa anekdotal informasi, perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan efisiensi dengan melakukan pengurangan pemberian pupuk seiring dengan jatuhnya harga CPO, juga melakukan penundaan perluasan areal lahan menunggu perkembangan harga CPO.,,,,,,,,,, 42 - FIXED VEGETABLE OILS & FATS 64 - PAPER,PAPERBOARD&MFD THEREOF 77 - ELECTRICAL MACH., APPARATUS 75 - OFFICE MACH.& AUT.DATA PROC. 2,, 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, TOTAL NILAI EKSPOR 2 - CRUDE MATERIALS, INEDIBLE 5 - CHEMICAL 6 - MANUFACTURED GOODS 7 - MACHINERY & TRANSPORT EQP Sumber : Sekda Grafik 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Sumbagteng Sumber : Sekda Grafik 1.6. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama Sumbagteng Harga CPO Spot Medan 3. Impor Pupuk (Ribu Ton) Sumber : Bappebti Grafik 1.7. Perkembangan Harga CPO Sumber : Sekda Grafik 1.8. Perkembangan Impor Pupuk

41 Ton Ton Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (%, y-o-y) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Pertumbuhan Tahunan per triwulan Total PDRB Tradeable Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Non Tradeable Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa-Jasa Sumber : estimasi Staf KBI Dari sisi penawaran, sektor-sektor tradeables kembali mengalami perlambatan ekonomi merespon menurunnya kinerja perdagangan internasional (tabel 1.3). Penurunan harga internasional pada triwulan sebelumnya dan krisis finansial global sangat mempengaruhi kinerja sektor-sektor terkait pada triwulan laporan. Sektor pertanian masih tumbuh dibawah ratarata selama tahun Sektor industri pengolahan juga berada pada arah yang sama karena banyak industri yang terkait dengan sektor pertanian, seperti industri CPO, minyak goreng & kertas. Seiring dengan penurunan permintaan domestik, kinerja sektor non-tradeables juga mengalami perlambatan. Beberapa sektor penyumbang pertumbuhan mengalami pertumbuhan yang melambat dibawah rata-rata selama tahun 27-28, antara lain sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor bangunan. 4,. 6,,. 35,. 5,,. 3,. 25,. 2,. 15,. Sumatera Bara Riau Jambi 4,,. 3,,. 2,,. Sumatera Bara Riau Jambi 1,. 5,. 1,, Sumber : Deptan Grafik 1.9. Perkembangan Produksi Karet Sumber : Deptan Grafik 1.1. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Dalam jangka panjang, sektor pertanian masih menjadi andalan Sumbagteng. Perkembangan produksi karet, kelapa sawit, dan padi (grafik ) masih menunjukkan arah yang positif. Produksi yang menurun dalam jangka pendek merupakan hal yang wajar. Namun permintaan produk-produk pertanian tidak akan mengalami penurunan yang permanen. Hal yang patut mendapatkan perhatian adalah terus menurunnya kinerja sektor pertambangan. Lifting minyak mentah terus mengalami penurunan terutama di Provinsi Riau (grafik ). Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai kebijakan ekonomi untuk memperkuat sektor lainnya guna mengantisipasi penurunan sektor pertambangan.

42 Barrel Ton Barrel 2,5,. 3 2,, ,5,. 1,,. Sumbar Riau Jambi 15 1 Jambi Jambi & South Sumatera Kepulauan Riau 5,. Bengkulu Sumber : Deptan Sumber : Dep ESDM Grafik Perkembangan Produksi Padi 3 Grafik Perkembangan Lifting Minyak Mentah di Provinsi Riau Riau Sumber : Dep. ESDM Grafik Perkembangan Lifting Minyak Mentah di Provinsi Riau PERKIRAAN EKONOMI DAERAH Pertumbuhan ekonomi Zona Sumatera Bagian Tengah diperkirakan masih menunjukkan arah perlambatan pada triwulan II-29 dengan angka pertumbuhan antara 2,5-3,%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terjadi seiring dengan dampak krisis keuangan global yang semakin dalam. Dampak krisis melalui jalur perdagangan (trade channel) akan berdampak pada pertumbuhan ekspor Zona Sumbagteng yang diperkirakan akan menurun akibat permintaan dunia yang rendah. Harga internasional beberapa komoditas ekspor unggulan di Zona Sumbagteng yang masih lebih rendah dibandingkan sebelum puncak krisis keuangan global turut berkontribusi pada perlambatan pertumbuhan ini. Nilai tukar rupiah yang diperkirakan masih berada pada level relatif tinggi, akan tetap menekan industri manufaktur dengan meningkatnya biaya bahan baku impor. Berbagai insentif yang diberikan pemerintah melalui pengurangan pajak, masih memberi harapan bagi perusahaan untuk mempertahankan produksi output-nya, namun ekspansi bisnis masih akan tetap sulit dilakukan. Tabel 1.4. Perkembangan Pertumbuhan PDRB dan Proyeksi Triwulan II-29 I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 II-29P Konsumsi 5.55% 6.78% 8.29% 8.41% 9.28% 8.75% 9.47% 9.97% 6.63% 7.81% % Investasi -.26% 17.83% % 8.38% 2.88% 8.14% 16.49% 12.65% 19.21% 16.45% % Ekspor Neto 7.9% -5.93% 75.65% -.53%.34% 3.76% -3.65% -6.98% % % % PDRB Zona Sumbagteng 4.83% 4.47% 5.14% 5.54% 5.21% 7.12% 6.81% 5.37% 3.63% 2.5% - 3.%

43 Bab 3 : Inflasi BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Kebijakan pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM bersubsidi yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan telah membuat inflasi kota Padang triwulan I-29 kembali mengalami perlambatan. Faktor musiman telah masuknya masa panen beberapa komoditas bahan pangan yang didukung oleh mulai kondusifnya kondisi cuaca telah mampu meredam tekanan inflasi kota Padang khususnya yang berasal dari kelompok bahan makanan. Adanya beberapa kebijakan yang diterapkan oleh Pemda Sumbar dan Pemko Padang sebagai wujud antisipasi menghadapi ancaman krisis global juga turut memicu ekspektasi positif sebagian besar masyarakat kota Padang terhadap pembentukan inflasi Perkembangan Inflasi Kota Padang Laju inflasi kota Padang pada triwulan I-29 tercatat sebesar,4% (q-tq) atau jauh lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar,36% (q-t-q). Inflasi pada triwulan I-29 ini juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,7% (q-t-q). Sebaliknya, inflasi kota Padang yang sempat berada di atas inflasi nasional pada triwulan I-28 kini berbalik menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi nasional (Grafik 2.1). Faktor utama penyebab inflasi kota Padang pada triwulan I-29 berasal dari kelompok sandang khususnya subkelompok sandang lainnya. Meningkatnya permintaan emas sebagai alternatif investasi di tengah ketidakpastian investasi, telah memicu harga emas di pasar internasional melonjak signifikan. Kondisi ini diperburuk oleh menguatnya kurs dollar AS terhadap mata uang negara lain termasuk rupiah. Pengaruh melonjaknya harga emas internasional juga terasa di Padang, akibatnya inflasi kelompok Sandang pada triwulan ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 3,48% (q-t-q) dari sebelumnya 1,49% (q-t-q). Meredanya tekanan inflasi kota Padang pada triwulan I-29 dipicu oleh deflasi yang terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan makanan. Adanya kebijakan pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM bersubsidi pada pertengahan bulan Januari 29 yang diikuti oleh kebijakan menurunkan tarif angkutan, telah 25

44 persen (%) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional membuat kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan kembali mengalami deflasi pada triwulan ini sebesar 1,46% (q-t-q). Sementara itu, gejolak kelompok bahan makanan yang cukup tinggi dan memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar pada bulan Januari dan Februari 29 ternyata mereda pada bulan Maret 29 dengan masuknya masa panen sejumlah komoditas pangan yang ditopang pula oleh membaiknya kondisi cuaca serta lancarnya arus distribusi barang Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (q-t-q) Dampak kenaikan harga BBM Okt 5 Dampak kenaikan harga BBM Mei Tw I Tw 24 Tw II Tw III IV Tw I Tw 25 Tw II Tw III IV Tw I Tw 26 Tw II Tw III IV Tahun Dasar 27 Tw I Tw 27 Tw II Tw III IV Tw I Tw 28 Tw II Tw III IV Nasional,91 2,35,49 2,51 3,19 1,5 2,3 1,8 1,98,87 1,16 2,44 1,91,17 2,28 2,9 3,41 4,5 2,88,54,36 Padang 1,5 2,53 -,28 3,9 6,8-1,32 2,75 11,25 1,17,71,93 5,7 3,68-1,96 2,6 3,5 4,35 4,74 2,4 2,7,4 Tw I 29 Sumber : BPS, diolah Sejalan dengan pergerakan inflasi triwulan, laju inflasi tahunan kota Padang dan nasional juga mengalami perlambatan. Inflasi kota Padang dan nasional yang sempat melejit mencapai level dua digit pada triwulan II-28 yang dipicu oleh kenaikan harga BBM pada bulan Mei 28 sebesar rata-rata 28,7% tampak mulai mereda. Laju inflasi tahunan kota Padang pada triwulan I-29 tercatat sebesar 9,21% (yoy) jauh lebih rendah jika dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,68% (yoy). Sementara itu, laju inflasi tahunan nasional secara signifikan juga mulai mereda dan berada di level 7,92% (yoy) atau lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,6% (yoy). Pola pergerakan inflasi ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Triwulan I (awal tahun) biasanya selalu dimulai dengan adanya lonjakan inflasi dan dilanjutkan dengan tren yang menurun pada triwulan II yang disebabkan oleh mulai masuknya masa panen raya sejumlah kebutuhan pokok (Grafik 2.2). 26

45 persen (%) Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy) 2, 18, 16, 14, 12, 1, 8, 6, Dampak kenaikan harga BBM Okt 5 Dampak kenaikan harga BBM Mei 8 4, 2, Tahun Dasar 27 Tw I Tw I Tw I Tw I Tw I Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Tw II Tw III Tw IV Nasional 7,12 6,62 6,2 5,6 5,11 6,83 6,27 6,4 8,81 7,42 9,6 17,1 15,7 15,5 14,6 6,6 6,52 5,77 6,95 6,59 8, ,1 11,1 7,92 Padang 5,86 5,3 2,74 5,55 4,81 7,51 8,71 6,98 12,6 8,35 11,6 2,5 14,1 16,5 14,4 8,5 1,7 7,79 9, 6,9 7,59 12, ,7 9,21 Sumber : BPS, diolah 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga Pada triwulan I-29 terjadi perlambatan pergerakan inflasi di kota Padang, Pekanbaru, Bengkulu serta nasional. Dibandingkan dengan triwulan IV-28, kota Padang pada triwulan ini mengalami laju inflasi terendah sebesar,4% (q-t-q) dan diikuti oleh kota Bengkulu dengan inflasi sebesar,9% (q-t-q). Laju inflasi kota Padang dan Bengkulu ini bahkan tercatat jauh lebih rendah jika dibandingkan laju inflasi secara nasional yang sebesar,36% (q-t-q). Kota Pekanbaru juga mengalami perlambatan laju inflasi pada triwulan I-29, yaitu dari,55% (q-t-q) pada triwualn IV-28 menjadi,48% (q-t-q). Hanya Kota Jambi dan Batam yang mengalami peningkatan laju inflasi pada triwulan I-29. Kota Jambi yang sempat mengalami deflasi pada triwulan IV-28 sebesar,19% (q-t-q) kini justru mengalami peningkatan laju inflasi sebesar,26% (q-t-q). Meskipun demikian, laju inflasi kota Jambi pada triwulan I- 29 ini masih berada di bawah level inflasi nasional yang tercatat sebesar,36% (q-t-q). Sementara itu, tekanan inflasi kota Batam yang sempat mereda di triwulan IV-28 (,58%, q-t-q) kembali meningkat di triwulan I-29 menjadi,64% (q-tq). 27

46 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I Tw II Tw III Tw.IV Tw.I persen (%) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-Kota di Provinsi Tetangga (q-t-q) 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, -2, -4, Tahun dasar Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam Nasional Sumber : BPS, diolah Ditinjau dari pergerakan inflasi bulanan, triwulan I-29 diawali dengan meredanya tekanan inflasi di kota Padang maupun di kota-kota provinsi tetangga. Masih adanya dampak lanjutan dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi sejak awal Desember 28 yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan pada pertengahan Januari 29, telah membuat laju inflasi bulanan kota Padang beserta kota di provinsi tetangga pada bulan Januari 29 mulai mereda. Bahkan kota Padang dan Bengkulu pada bulan Januari 29 tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar,8% (m-t-m) dan,2% (m-tm). Di level nasional pada bulan yang sama juga terjadi deflasi sebesar,7% (mt-m). Meskipun tidak mengalami deflasi, inflasi yang terjadi di kota Batam pada bulan Januari 29 juga tercatat cukup rendah yaitu sebesar,1% (m-t-m). Sebaliknya, kota Pekanbaru dan Jambi pada periode laporan justru mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi, yaitu berturut-turut sebesar,81% (m-t-m) dan,42% (m-t-m) setelah pada bulan sebelumnya masing-masing kota mengalami deflasi. Kondisi cuaca yang kurang baik telah menyebabkan timbulnya banjir di beberapa wilayah di kota Pekanbaru dan Jambi yang menyebabkan arus distribusi barang di kedua wilayah ini menjadi terhambat. Akibatnya, kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi serta tarif angkutan yang diberlakukan pada pertengahan Januari 29 belum mampu meredam gejolak harga yang terjadi di kedua kota tersebut. Sepanjang triwulan I-29, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari 29. Laju inflasi tertinggi pada bulan Februari 29 terjadi di kota Padang yaitu sebesar,68% (m-t-m) yang diikuti oleh kota Jambi sebesar,66% 28

47 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional (m-t-m), kota Batam sebesar,59% (m-t-m), kota Bengkulu sebesar,41% (m-t-m), dan kota Pekanbaru sebesar,12% (m-t-m). Laju inflasi secara nasional juga mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu dari -,7% (m-tm) menjadi,21% (m-t-m). Faktor musiman masuknya masa tanam komoditas pangan serta kondisi cuaca yang buruk telah mengakibatkan stok di berbagai daerah menjadi terbatas. Hal ini diperburuk dengan kurang lancarnya arus distribusi barang sehingga pasokan ke berbagai daerah menjadi terhambat. Meskipun secara nasional terjadi inflasi sebesar,22% (m-t-m) pada akhir triwulan I-29, sebagian besar kota di zona Sumatera Bagian Tengah justru mengalami deflasi. Deflasi tertinggi terjadi di kota Jambi yaitu sebesar,81% (m-t-m), diikuti oleh kota Padang sebesar,56% (m-t-m), kota Pekanbaru sebesar,45% (m-t-m) dan kota Bengkulu sebesar,31% (m-t-m). Pada periode ini, hanya kota Batam yang mengalami inflasi sebesar,5% (m-t-m). Telah masuknya masa panen beberapa komoditas pangan membuat tekanan inflasi pada akhir triwulan I-29 ini berhasil mereda. Lancarnya pasokan ke berbagai daerah juga turut mendorong stabilnya harga sebagian besar komoditas pangan. Laju inflasi tahun kalender tertinggi terjadi kota Batam yaitu sebesar,65% (y-t-d) jauh lebih tinggi dibandingkan level nasional yang sebesar,36% (y-t-d). Selain itu, kota Batam juga merupakan satu-satunya kota di provinsi tetangga yang tidak mengalami deflasi sepanjang triwulan I-29. Inflasi tertinggi berikutnya terjadi di kota Pekanbaru sebesar,48% (y-t-d) diikuti oleh kota Jambi sebesar,26% (y-t-d) dan kota Bengkulu sebesar,9% (y-t-d). Sebaliknya, laju inflasi tahun kalender terendah terjadi di kota Padang yang tercatat sebesar,4% (y-t-d) (Tabel 2.1). 29

48 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Periode Tabel. 2.1 Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-Kota di Provinsi Tetangga (m-t-m, %) Nasional Padang Pekanbaru Bengkulu Jambi Batam Jan 1,77,87 1,76 1,58,6,92 Feb,65 1,99 1,3,51,45 1,14 Mar,95 1,43 1,3 1,96 1,9,82 Apr,57,9 -,21,22,57,53 Mei 1,41,54,51 2,19 2,53,61 Jun* 2,46 4,9 2,46 4,14 4,19 2,29 Jul 1,37 1,51 1,32 2,63 1,17 1,12 Agt,51,15 1,21,3,37,8 Sept,97,37,61,92,22,5 Okt,45,99,48,84 -,3,12 Nov,12,85,1 -,4 -,7,6 Des -,4,21 -,3 -,9 -,1 -,14 Jan -,7 -,8,81 -,2,42,1 Feb,21,68,12,41,66,59 Mar,22 -,56 -,45 -,31 -,81,5 Kota y-t-d (Mar'8),36,4,48,9,26,64 Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat, diolah. * Mulai Juni 28 menggunakan tahun dasar Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa Secara triwulanan (q-t-q) inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Sandang sebesar 3,48%, sebaliknya kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok bahan makanan mengalami deflasi masing-masing sebesar 1,46% dan,64%. Inflasi yang terjadi pada kelompok sandang di triwulan I-29 masih lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 3,84% (q-t-q). Inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok makanan jadi sebesar 1,34% (q-t-q), kelompok kesehatan sebesar,7% (q-t-q), kelompok pendidikan sebesar,18% (q-t-q) serta kelompok perumahan sebesar,3% (q-tq). Sebaliknya, kelompok transpor dan komunikasi kembali mengalami deflasi pada triwulan ini sebesar 1,46% (q-t-q) lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar,93% (q-t-q). Sementara itu, relatif stabilnya pergerakan harga bahan pangan pada penghujung triwulan I- 29 telah membuat kelompok bahan makanan yang didominasi oleh komoditas yang bersifat volatile juga mengalami deflasi sebesar,64% (q-t-q) (Tabel 2.2). 3

49 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (q-t-q, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. UMUM / TOTAL 2,6 2,6 3,5 3,5 4,35 4,35 4,74 2,4 2,7,4 Bahan Makanan 3,3 1,4 5,12 1,63 9,58 3,12 3,4 2,31 4,62 -,64 Makanan Jadi 2,19,38 4,29,75 1,81,32 5,96,9 4,31 1,34 Perumahan 1,73,34 1,74,34 2,37,46 3,25 2,82,3,3 Sandang 2,5,18 2,3,14 3,84,27-1,12 2,13 1,49 3,48 Kesehatan 1,57,5,56, 1,17,3 2,47,9,73,7 Pendidikan 1,69,1,93,5,65,4,89 7,4,5,18 Transportasi & Komk -,8 -,1,32,5,72,11 11,89,37 -,93-1,46 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 Pergerakan inflasi tahunan kelompok barang dan jasa menunjukkan lonjakan inflasi yang tinggi dari kelompok Makanan Jadi yaitu sebesar 13,35% (y-o-y). Kendati demikian, angka inflasi ini masih sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,73% (yo-y). Tampak pada tabel 2.3 bahwa kondisi serupa juga terjadi pada triwulan yang sama tahun lalu dimana angka inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi. Di lain pihak, inflasi kelompok bahan makanan yang selama tiga triwulan terakhir selalu berada di atas level 2% (y-o-y), kini tampak mulai mereda. Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan ini tercatat sebesar 11,35% (y-o-y) atau merupakan angka inflasi tertinggi kedua setelah kelompok makanan jadi. Sementara itu, inflasi terendah terjadi pada kelompok kesehatan yaitu sebesar 4,61% (y-o-y), yang diikuti oleh kelompok perumahan sebesar 5,95% (y-o-y). Angka inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang relatif masih tinggi pada triwulan laporan (7,42%, y-o-y) menandakan bahwa kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi yang disertai dengan penurunan tarif angkutan belum mengembalikan tingkat harga yang ada ke level yang sama seperti pada tahun sebelumnya (price rigidity). Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (y-o-y, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. UMUM / TOTAL 9, 9, 6,9 6,9 7,59 7,59 12,67 13, 12,68 9,21 Bahan Makanan 16,54 4,94 8,8 2,82 9,51 3,2 23,2 21,9 21,26 11,35 Makanan Jadi 11,3 1,93 11,45 1,94 1,57 1,77 14,4 12,94 13,73 13,35 Perumahan 5,44 1,1 5,44 1,6 6,89 1,31 8,18 9,67 8,1 5,95 Sandang 6,6,44 6,3,42 8,84,61 4,47 5,57 5,69 6,89 Kesehatan 7,34,22 8,46,25 9,29,26 7,66 6,45 4,87 4,61 Pendidikan 2,24,13 2,84,16 3,4,17 3,3 8,93 9,1 8,99 Transportasi & Komk 1,39,23 1,55,24 1,77,27 9,79 1,29 1,5 7,42 Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-28 menggunakan tahun dasar 27=1 31

50 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Secara bulanan (m-t-m), kelompok bahan makanan selalu memberikan sumbangan tertinggi pada pembentukan inflasi kota Padang. Hal ini terkait dengan besarnya bobot kelompok bahan makanan pada pembentukan inflasi kota Padang yakni sebesar 31,35% berdasarkan SBH 27. Sepanjang triwulan I-29, pergerakan inflasi kelompok bahan makanan cenderung fluktuatif. Setelah sempat mengalami inflasi berturut-turut sebesar,53% (m-t-m) di bulan Januari 29 dan 1,43% (m-t-m) di bulan Februari 29, kelompok bahan makanan mengalami deflasi yang sangat besar yaitu 2,56% (m-t-m) di bulan Maret 29 dengan sumbangan sebesar -,73%. Inflasi tertinggi pada bulan Februari dan Maret 29 terjadi pada kelompok sandang meskipun dengan sumbangan yang lebih kecil dibandingkan kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Pemicu inflasi pada kelompok sandang adalah adanya pergerakan harga yang cukup besar pada subkelompok sandang lainnya yaitu yang berasal dari komoditas emas perhiasan. Tingginya permintaan emas dunia sebagai alternatif investasi telah memicu harga emas di pasar internasional melonjak signifikan. Kondisi ini diperburuk oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sehingga harga emas pada pertengahan Februari 29 di kota Padang sempat melonjak di atas kisaran Rp 36 ribu per gram. Inflasi kelompok Sandang pada bulan Februari 29 juga mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari,44% (m-t-m) pada bulan Januari 29 menjadi 2,54% (m-t-m) pada bulan Februari 29 (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (m-t-m, %) Kelompok Barang & Jasa Okt* Nov* Des* Jan* Feb* Mar* Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. UMUM / TOTAL,99,99,85,85,21,21 -,8 -,8,68,68 -,56 -,56 Bahan Makanan 1,53,42 2,49,68,55,16,53,15 1,43,4-2,56 -,73 Makanan Jadi 2,71,48,73,13,82,15,11,2,89,16,33,6 Perumahan,17,3,3,,1,2 -,15 -,3,14,3,5,1 Sandang,52,3 -,1,,98,6,44,2 2,54,15,48,3 Kesehatan,39,1,27,1,8,,15,1,19,1,35, Pendidikan,8,1,14,1,28,2,3,,15,1,, Transportasi & Komk,5,1,9,2-1,6 -,2-1,36 -,25 -,47 -,8,37,7 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Pada triwulan I-29 kelompok bahan makanan mengalami deflasi sebesar,64% (q-t-q) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,62% (q-t-q). Subkelompok yang memberikan sumbangan deflasi terbesar pada kelompok bahan makanan adalah subkelompok bumbu-bumbuan dengan deflasi sebesar 19,96% (q-t-q). Hal ini terlihat cukup kontras jika dibandingkan dengan triwulan 32

51 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional sebelumnya, subkelompok bumbu-bumbuan justru mengalami inflasi tertinggi sebesar 25,27% (q-t-q). Selain itu, subkelompok lain yang mengalami deflasi pada triwulan ini berturut-turut adalah subkelompok lemak dan minyak sebesar 6,81% (q-t-q), subkelompok buah-buahan sebesar 6,38% (q-t-q), subkelompok ikan diawetkan sebesar 3,25% (q-t-q), subkelompok bahan makanan lainnya sebesar 2,4% (q-t-q), dan subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya sebesar,96% (q-tq). Sebaliknya, subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami lonjakan inflasi yang cukup besar yaitu 1,34% (q-t-q) (Tabel 2.5). Meredanya inflasi pada kelompok bahan makanan ini diduga tak lepas dari peran pelaksanaan PEMILU Legislatif dimana banyak kalangan yang melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi kerakyatan demi mengangkat popularitasnya ditengah masyarakat. Akibatnya, banyak pihak mulai memberikan perhatian lebih banyak terhadap ketersediaan stok bahan makanan beserta pergerakan harganya. Sehingga pergerakan harga kebutuhan pokok terutama pada bulan Maret 29 menjelang pelaksanaan PEMILU Legislatif di awal April 29 dapat dikatakan relatif stabil dan terjaga. Padahal imbas dari masuknya masa panen raya komoditas pangan biasanya baru dirasakan pada pembentukan angka inflasi di triwulan II. Masih tingginya curah hujan pada awal triwulan I-29 menyebabkan petani kesulitan menjemur padi sehingga harga beras di sejumlah daerah merangkak naik dan memicu tingginya inflasi pada subkelompok padipadian, umbi-umbian dan hasilnya. Mulai masuknya masa tanam sebagian besar komoditas pangan di awal tahun telah membuat petani banyak bergantung pada stok panen di bulan sebelumnya. Namun, kondisi cuaca yang kurang mendukung dengan masih tingginya curah hujan telah menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam menjemur padinya. Bahkan hasil panen 3 bulan yang lalu juga tidak bisa dibawa ke hueller karena masih belum layak untuk digiling. Banyaknya stok padi yang masih basah dan belum bisa dijemur ini membuat pasokan beras ke berbagai pasar di kota Padang menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya kelangkaan pada sejumlah jenis beras dan memicu harga beras terus naik. Bahkan kalangan pedagang di kota Padang terpaksa harus mendatangkan beras dari Jambi untuk menambah stok karena pasokan yang semakin terbatas. Sempat dilaporkan bahwa beras Jambi dengan warna pirang dan hasil nasinya lunak sudah dijual dengan harga Rp1./gantang. Sementara beras Pesisir Selatan yang semula berharga Rp8./gantang kini menjadi Rp12./gantang. Beras kualitas I seperti beras Padang Panjang, Batusangkar, 33

52 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Bukittinggi dan Solok harganya sudah mencapai Rp12.5-Rp13./gantang. Sedangkan beras dengan harga Rp /gantang sudah hilang sama sekali dari pasaran 1. Kendati demikian, Operasi Pasar (OP) tidak dilakukan karena data perkembangan harga kebutuhan pokok yang tercatat pada Diskoperindag Sumbar menunjukkan bahwa harga beras berbagai jenis baru mengalami kenaikan sebesar 8,7-15,1% per kg. Sementara itu, sesuai instruksi pemerintah pusat, OP baru akan dilakukan jika sudah terjadi kenaikan harga sebesar 2-25%. Di sisi lain, curah hujan yang tinggi menyebabkan banyak terjadi panen sayur-sayuran khususnya sayuran hijau. Setelah mengalami inflasi sebesar 4,35% (m-t-m) di bulan Januari 29, subkelompok sayur-sayuran mengalami deflasi berturut-turut pada bulan Februari dan Maret 29 masing-masing sebesar,72% (m-t-m) dan 3,38% (m-t-m). Media massa lokal melaporkan bahwa harga berbagai sayuran hijau seperti bayam, kangkung, dan daun ubi untuk ikatan kecil masih Rp1./ikat dan ikatan besar Rp2./ikat. Harga sawi dan selada juga dijual Rp1./ikat sedangkan mentimun Rp1./onggok untuk ukuran kecil dan Rp1.5-Rp2.5/onggok untuk ukuran agak besar 2. Subkelompok bumbu-bumbuan yang sempat mendominasi inflasi pada triwulan IV-28 kini justru berbalik mengalami deflasi yang sangat besar. Berdasarkan data monitoring harga Biro Perekonomian Sumbar, harga cabai merah dan bawang merah yang sempat melonjak pada akhir Januari sampai awal Februari 29 sudah beranjak turun dan relatif stabil pada kisaran Rp1.- Rp15./kg. Bahkan di bulan Maret 29, cabe merah tercatat memberikan sumbangan deflasi yang dominan yaitu sebesar,49%. Mulai membaiknya harga CPO di pasar dunia, membuat harga minyak goreng di pasar domestik terus merangkak naik. Meskipun secara triwulanan subkelompok lemak dan minyak mengalami deflasi sebesar 6,81% (mt-m), mulai naiknya harga minyak goreng sebagai produk turunan CPO mengindikasikan akan terjadinya inflasi pada subkelompok ini. Hal ini tampak pada pergerakan inflasi bulanan subkelompok ini dimana setelah mengalami deflasi selama dua bulan berturut-turut yaitu sebesar 3,47% (m-t-m) di bulan Januari 29 dan 3,61% (m-t-m) di bulan Februari 29, subkelompok lemak dan minyak kembali mengalami inflasi sebesar,14% (m-t-m) di bulan Maret 29. Seperti dikutip dari harian lokal bahwa harga minyak goreng curah kembali naik setelah beberapa waktu lalu sempat menyentuh angka Rp7.6/kg. Saat ini, harga 1 Singgalang, 14 Februari 29 2 Singgalang, 6 Maret 29 34

53 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional minyak goreng curah dijual dengan harga Rp8.-8.5/kg dimana harga Rp8./kg merupakan patokan harga grosir. Mahalnya harga minyak goreng curah juga berimbas pada harga minyak kelapa yang semula dijual dengan harga Rp11./kg menjadi Rp12./kg. Warga berharap agar harga minyak goreng curah dapat kembali ke posisi Rp6./kg 3. Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Bahan Makanan 1,53 2,49,55 4,62,53 1,43-2,56 -,64 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 3,21 1,85 -,22 4,89 1,56 1,13-1,35 1,34 Daging dan Hasil-hasilnya,45 3,93-1,5 3,3,84 2,19-2,44,54 Ikan Segar 9,33-2,89-2,6 3,41,5 2,11 1,71 3,9 Ikan Diawetkan -,72 6,37 1,62 7,31 1,96-3,4-1,77-3,25 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya,99 -,4-2, -1,42 -,6 -,5 -,31 -,96 Sayur-sayuran,86 1,47-3,25 -,99 4,35 -,72-3,38,9 Kacang - kacangan -,56-1,12,3-1,64 -,2,4,61,64 Buah - buahan,47-2,12 4,8 3,6-2,48-3,71 -,31-6,38 Bumbu - bumbuan -11,31 25,8 12,28 25,27,99-6,69-15,6-19,96 Lemak dan Minyak 4, -3,93-1,6-1,15-3,47-3,61,14-6,81 Bahan Makanan Lainnya,19,79,12 1,1 -,14 -,3-1,88-2,4 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mulai menurun pada triwulan I-29 dari 4,31% (q-t-q) menjadi 1,34% (qt-q). Sepanjang triwulan I-29 ini semua subkelompok yang ada mengalami fluktuasi inflasi dengan kecenderungan peningkatan inflasi di bulan Februari 29. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok minuman tidak beralkohol yaitu sebesar 6,12% (q-t-q) atau mengalami peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,16% (q-t-q). Sementara itu, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol hanya mengalami inflasi di bulan Februari 29 sebesar 1,35% (m-t-m). Sepanjang triwulan I-29, komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau adalah gula pasir berturut-turut sebesar,2% pada Januari 29,,7% pada Februari 29 dan,3% pada Maret 29. Harga gula pasir yang sempat berada dikisaran Rp6.5/kg pada awal Januari 29 terus beranjak naik hingga menjadi Rp8.7/kg pada akhir Maret 29. Gula pasir dengan harga Rp8.7/kg merupakan gula pirang sedangkan harga gula pasir putih menjadi Rp8.5/kg 4. Menurut Deputi Menteri Perekonomian Bidang Kelautan dan Perikanan, Bayu Krishnamurti ada dua penyebab kenaikan gula 3 Singgalang, 11 Maret 29 4 Singgalang, 3 Maret 29 35

54 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional dalam dua bulan terakhir ini. Pertama, gangguan cuaca buruk yaitu gelombang tinggi yang mengganggu pasokan gula ke luar Jawa dimana stok gula 8 persen berada di Pulau Jawa. Masalah kedua adalah gangguan pasokan dari gula rafinasi untuk industri menengah. Industri menengah yang tidak dapat menjadi importir terdaftar memilih untuk menggunakan gula konsumsi sehingga permintaan terhadap gula menjadi tinggi yang kemudian memicu harga menjadi naik 5. Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 2,71,73,82 4,31,11,89,33 1,34 Makanan Jadi 2,74,86 1,26 4,93,,2,1,3 Minuman yang Tidak Beralkohol,95,82,37 2,16,85 3,22 1,94 6,12 Tembakau dan Minuman Beralkohol 3,57,36, 3,95, 1,35, 1,35 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar pada triwulan laporan kembali mengalami perlambatan. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar pada triwulan I-29 sebesar,3% (qt-q) atau kembali menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar,3% (q-t-q). Laju inflasi tertinggi pada kelompok ini berasal dari subkelompok perlengkapan rumah tangga (inflasi 1,49% q-t-q), dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga (inflasi,61% q-t-q). Sebaliknya, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami serta subkelompok biaya tempat tinggal mengalami deflasi masing-masing sebesar,32% (q-t-q) dan,6% (q-t-q) (Tabel 2.7). Turunnya harga material bangunan pada Januari 29 sempat memicu deflasi pada subkelompok biaya tempat tinggal sebesar,26% (m-t-m). Turunnya harga BBM berdampak pada penurunan harga sejumlah bahan material bangunan. Penurunan harga material itu berkisar antara 1-3 persen, seperti besi, triplek, kayu dan bata. Namun harga sejumlah material lain seperti hollowbrick mengalami kenaikan 6. Sebaliknya, adanya isu kelangkaan semen yang terjadi pada pertengahan Februari 29 kembali memicu inflasi pada subkelompok biaya tempat tinggal berturut-turut sebesar,17% (m-t-m) di bulan Februari 29 dan,3% (m-t-m) di bulan Maret 29. Media masa lokal melaporkan bahwa persediaan semen ditingkat pedagang dan pengecer makin menipis. Bahkan ada sejumlah pedagang yang tidak lagi menjual semen karena Februari 29 6 Padang Ekspres, 4 Januari 29 36

55 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional kehabisan stok. Penyebab kelangkaan diduga karena besarnya permintaan. Sebagian pengecer mulai menjual semen dengan harga Rp49.-5./zak padahal dalam seminggu lalu harga semen masih berada dikisaran Rp48./zak 7. Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar,17,3,1,3 -,16,14,5,3 Biaya Tempat Tinggal,23,4,14,41 -,26,17,3 -,6 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,1, -,34 -,24 -,1 -,23,1 -,32 Perlengkapan Rumahtangga,, 1,83 1,83,33 1,15,1 1,49 Penyelenggaraan Rumahtangga,19,7,3,28 -,9,43,27,61 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Kelompok Sandang mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi pada triwulan I-29 yaitu dari 1,49% (q-t-q) menjadi 3,48% (q-t-q). Inflasi tertinggi pada kelompok sandang terjadi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 16,7% (q-t-q). Sementara subkelompok sandang laki-laki dan sandang anak-anak juga mengalami inflasi dengan besaran yang relatif masih rendah yaitu masing-masing sebesar,17% (q-t-q) dan,12% (q-t-q). Sebaliknya, subkelompok sandang wanita pada triwulan laporan justru mengalami deflasi sebesar,25% (q-t-q). Melemahnya daya beli masyarakat diperkirakan turut menjadi penyebab rendahnya inflasi yang terjadi pada subkelompok sandang, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak. Subkelompok sandang laki-laki yang sempat mengalami kenaikan harga sebesar,17% (m-t-m) di bulan Januari 29, kembali stabil pada dua bulan berikutnya yang ditandai dengan laju inflasi sebesar % (m-t-m). Subkelompok sandang wanita bahkan sempat mengalami deflasi di bulan Januari 29 sebesar,28% (m-t-m), meskipun pada bulan berikutnya kembali mengalami inflasi tetapi dengan besaran yang relatif kecil yaitu berturut-turut sebesar,2% (m-t-m) dan,1% (m-t-m). Sebaliknya, tekanan inflasi kelompok sandang anak-anak justru mulai menunjukkan adanya peningkatan berturut-turut sebesar,% (m-t-m),,1% (m-t-m), dan,11% (mt-m) (Tabel 2.8). Tekanan inflasi yang cukup tinggi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya bersumber dari fluktuasi harga emas perhiasan yang terjadi sepanjang triwulan laporan. Pada bulan Januari 29, subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya mengalami inflasi sebesar 2,17% (m-t-m). Angka inflasi ini melonjak secara signifikan pada bulan berikutnya menjadi 7 Padang Ekspres, 2 Februari 29 37

56 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional 11,47% (m-t-m). Emas perhiasan sendiri tercatat selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi pada kelompok sandang dengan sumbangan berturut-turut sebesar,3%,,15%, dan,3%. Tingginya permintaan emas dunia sebagai alternatif investasi telah memicu harga emas di pasar internasional terus meningkat. Pada minggu ketiga bulan Februari 29 harga emas sempat menyentuh level tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu hampir mencapai US$1,/troy ounce. Kondisi ini diperburuk dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang sempat menembus level Rp12. per dollar AS. Pada tanggal 23 Februari 29, harga emas di kota Padang berada dalam posisi tertinggi yakni mencapai Rp94./emas (1 emas=2,5 gram). Melonjaknya harga emas ini telah membuat masyarakat kota Padang berbondong-bondong menjual stok emas yang dimilikinya. Akibatnya, toko emas kembali harus menyiapkan stok uang untuk membeli emas dimana toko mas dengan skala kecil hingga sedang harus menyediakan dana hingga ratusan juta rupiah, sementara toko mas besar harus menyediakan dana hingga milyaran rupiah 8. Tabel 2.8 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Sandang,52 -,1,98 1,49,44 2,54,48 3,48 Sandang Laki-laki -,28 -,16 -,18 -,61,17,,,17 Sandang Wanita,6 -,37,,23 -,28,2,1 -,25 Sandang Anak-anak -,2 -,33 -,3 -,38,,1,11,12 Barang Pribadi dan Sandang Lain 2,7 1,8 4,95 8,27 2,17 11,47 1,91 16,7 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan I-29 yaitu dari,73% (q-t-q) menjadi,7% (q-t-q). Kendati demikian, sepanjang triwulan I-29 inflasi kelompok kesehatan cenderung mengalami peningkatan yaitu berturut-turut sebesar,15% (m-t-m) di bulan Januari 29,,19% (m-t-m) di bulan Februari 29, dan,35% (m-t-m) di bulan Maret 29. Seperti tertera pada tabel 2.9, subkelompok jasa kesehatan dan jasa perawatan jasmani tidak mengalami pergerakan harga sejak triwulan IV-28. Adanya kebijakan Pemko Padang yang memberikan pengobatan gratis ditambah ongkos transportasi sebesar Rp2. untuk setiap warga yang berobat di Puskesmas tampak telah mampu menahan pergerakan harga dari subkelompok jasa kesehatan. Sementara itu, fluktuasi harga terjadi pada subkelompok obatobatan yaitu sebesar 1,3% (m-t-m) di bulan Januari 29,,6% (m-t-m) di bulan 8 Singgalang, 24 Februari 29 38

57 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional Februari 29, dan,74% (m-t-m) di bulan Maret 29. Adanya program pemerintah untuk memberikan subsidi bagi jaminan pasar obat generik dan bahan baku obat generik belum mampu menahan pergerakan harga dari subkelompok ini. Tabel 2.9 Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Kesehatan,39,27,8,73,15,19,35,7 Jasa Kesehatan,,,,,,,, Obat-obatan 2,18,37, 2,55 1,3,6,74 1,84 Jasa Perawatan Jasmani,,,,,,,, Perawatan Jasmani dan Kosmetika,3,45,18,66 -,6,42,49,85 Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Inflasi tertinggi pada kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga berasal dari subkelompok kursus-kursus dan pelatihan sebesar 2,21% (q-t-q). Inflasi pada subkelompok kursus-kursus dan pelatihan terjadi hanya di bulan Januari 29 yang disebabkan oleh dimulainya pembukaan kelas baru. Hal ini dapat dilihat dari besarnya sumbangan inflasi komoditas bimbingan belajar sebesar,1% pada bulan ini. Pada bulan Februari dan Maret 29 tampak tidak terjadi lagi pergerakan harga pada subkelompok ini. Selain dikarenakan belum masuknya masa libur sekolah, melemahnya daya beli masyarakat membuat subkelompok rekreasi mengalami deflasi sebesar,79% (m-t-m) pada triwulan laporan. Sepanjang triwulan I-29, tidak ada pergerakan harga yang terjadi pada subkelompok rekreasi. Bahkan pada bulan Februari 29 terjadi deflasi pada subkelompok ini sebesar,79% (mt-m). Sementara itu, subkelompok pendidikan dan subkelompok olahraga tidak mengalami pergerakan harga sejak triwulan IV-28. Setelah mengalami deflasi pada bulan Januari 29 sebesar,88% (m-tm), subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan kembali mengalami inflasi sebesar 1,82% (m-t-m). Mulai masuknya masa persiapan ujian akhir nasional yang jatuh pada bulan April 29 tampak mulai mempengaruhi pembentukan harga komoditas/jasa pada subkelompok ini. Selain itu, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga turut memicu adanya pergerakan inflasi pada subkelompok ini. Berdasarkan pantauan BPS, komoditas yang dominan menyumbangkan inflasi pada subkelompok ini adalah laptop/notebook sebesar,2%. 39

58 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,8,14,28,5,3,15,,18 Pendidikan,,,,,,,, Kursus-kursus / Pelatihan,,,, 2,21,, 2,21 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan,5,76, 1,27 -,88 1,82,,92 Rekreasi,2,13 1,85 1,99, -,79, -,79 Olahraga,,,,,,,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 27. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan kembali mengalami deflasi yang lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari,93% (q-t-q) menjadi 1,46% (q-t-q) sebagai dampak kebijakan pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan umum. Penurunan harga BBM bersubsidi khususnya untuk jenis bensin premium untuk ketiga kalinya pada pertengahan Januari 29 yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan, langsung menyebabkan deflasi yang terjadi pada subkelompok transpor di bulan Januari 29 sebesar 1,83% (m-t-m). Deflasi inipun kembali berlanjut di bulan Februari 29 sebesar,87% (m-t-m). Namun demikian, di bulan Maret 29 subkelompok transpor kembali mengalami inflasi sebesar,5% (m-t-m). Sementara itu, subkelompok sarana dan penunjang transpor hanya mengalami inflasi di bulan Februari 29 sebesar 2,79% (m-t-m). Sebaliknya, sepanjang triwulan I-29, subkelompok komunikasi dan pengiriman serta subkelompok jasa keuangan tidak mengalami pergerakan harga. Menyikapi penurunan harga BBM, Dinas Perhubungan (Dishub) Sumbar menurunkan tarif angkutan kota dalam provinsi (AKDP) sebesar 11 persen mulai tanggal 16 Januari 29. Hal ini diperkuat dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 1 tahun 29 tentang penerapan tarif batas atas dan bawah angkutan penumpang dan bus umum. Namun demikian, penurunan tarif ini hanya berlaku untuk bus AKDP karena tarif angkutan kota, angkutan pedesaan dan travel diatur oleh perda masing-masing daerah9. Kendati demikian, dalam penerapannya masih banyak sopir angkutan umum yang merasa keberatan dengan ketetapan baru tersebut sehinggga efektivitas penurunan tarif angkutan menjadi kurang dapat dirasakan oleh masyarakat pengguna jasa angkutan umum. Sementara itu, Koperasi Angkutan Barang Pelabuhan (Kopanbapel) Telukbayur 9 Singgalang, 16 Januari 29 4

59 Bab II :Perkembangan Inflasi Regional juga menurunkan tarif angkut sebesar 6%. Penurunan tarif ini sebagai bukti respons dari permintaan DPW Gafeksi (Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia) Sumbar. Penurunan 6% berlaku untuk tiap zona/jarak angkutan baik bagi jarak terdekat (-2 km) hingga jarak terjauh (-25 km) 1. Tabel 2.11 Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (m-t-m, %) Kelompok / Subkelompok 28 Okt* Nov* Des* TW.IV Jan* Feb* Mar* TW.I Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,5,9-1,6 -,93-1,36 -,47,37-1,46 Transpor,6 -,98-1,43-2,34-1,83 -,87,5-2,2 Komunikasi Dan Pengiriman, 4,91, 4,91,,,, Sarana dan Penunjang Transpor,,,,, 2,79, 2,79 Jasa Keuangan,,,,,,,, Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar Padang Ekspres, 7 Februari 29 41

60 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Halaman ini sengaja dikosongkan 42

61 B O K S Model Inflasi Harga Komoditas di Kota Padang 1. Latar Belakang Inflasi merupakan suatu fenomena di mana terjadi kenaikan harga barang secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Dalam Boediono (1995), pengaruh inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa parah atau tidaknya tingkat inflasi tersebut *. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi bergairah karena dapat mendorong laju investasi yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpasian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan konsumsi, investasi, dan produksi yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, pengendalian inflasi untuk mencapai kestabilan harga barang dan jasa merupakan prasyarat penting dalam menciptakan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengendalian inflasi di daerah tidak cukup hanya melalui kebijakan moneter yang berskala nasional seperti dengan penetapan BI-rate sebagai suku bunga acuan dengan tujuan menekan laju inflasi. Sebagaimana diketahui, inflasi nasional pada dasarnya merupakan gabungan dari inflasi di seluruh daerah. Permasalahan inflasi daerah yang sebagian besar bersifat non-moneter membutuhkan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Daerah melalui dinas atau instansi terkait. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komoditas apa saja yang secara signifikan mempengaruhi laju inflasi kota Padang dengan memanfaatkan data monitoring pergerakan harga dari Biro Perekonomian Sumatera Barat. Setelah didapatkan komoditas yang dimaksud selanjutnya akan dibentuk sebuah model regresi berganda yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya tingkat inflasi atau deflasi yang akan terjadi pada bulan yang bersangkutan. Jenis data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder yang merupakan data harga bulanan dari beberapa komoditas yang diperkirakan menjadi penyumbang inflasi di kota Padang mulai periode 23:1 sampai 28:12. Komoditas yang dimaksud adalah beras, cabe merah, telur ayam ras, gula pasir, tepung terigu, minyak goreng curah, ayam ras, daging sapi, minyak tanah, emas dan semen. Untuk membangun model regresi berganda maka langkah awal yang dilakukan adalah menentukan variable dependen dan independen yang akan digunakan. Dalam studi ini variable dependen adalah variable IHK kota Padang yang telah disetarakan menggunakan tahun dasar 27. Selanjutnya variable independen (11 komoditas) yang diperkirakan dapat mempengaruhi pergerakan IHK dimasukkan secara bersama-sama kedalam model. * Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5: Ekonomi Moneter, BPFE Yogyakarta, 1995.

62 2. Teori dan Studi Literatur 2.1. Teori Pembentukan Inflasi Mengacu pada teori ekonomi Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) pendekatan determinan inflasi Indonesia dapat dijelaskan melalui inflasi permintaan, inflasi penawaran, dan ekspektasi inflasi. Pendekatan model pembentukan inflasi ini dikenal juga dengan istilah Expectation-Augmented Phillips Curve. Inflasi permintaan direfleksikan sebagai pergerakan sepanjang kurva Phillips sedangkan inflasi penawaran dan ekspektasi inflasi direfleksikan sebagai pergeseran kurva Phillips sehingga mengubah trade-off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau tingkat pengangguran. Inflasi Permintaan (demand-pull inflation) Jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Phillips Curve Inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. Dalam hal ini kebijakan moneter merupakan salah satu determinan penting pada jenis inflasi ini melalui pengaruhnya terhadap konsumsi, produksi dan investasi. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi adalah perubahan gradual atau kejutan kebijakan fiskal, permintaan luar negeri, perubahan perilaku konsumen dan produsen serta tingkat dan pertumbuhan efisiensi dan produktivitas perekonomian. Inflasi Penawaran (cost-push inflation) Cost-push inflation atau juga bisa disebut supply-shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. Inflasi penawaran ini mencakup supply shocks inflation yang memicu kenaikan harga penawaran barang. Faktor shocks yang memicu inflasi ini adalah kenaikan harga komoditas internasional termasuk harga minyak mentah dunia, kenaikan harga komoditas yang harganya dikontrol pemerintah, kenaikan atau penurunan harga bahan makanan akibat gangguan produksi yang disebabkan oleh gangguan iklim, perubahan harga barang impor akibat dari terjadinya perubahan nilai tukar, dan kenaikan inflasi luar negeri. Ekspektasi Inflasi Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang dapat bersikap adaptif atau forward looking. Ekspektasi inflasi merupakan determinan inflasi yang berperan penting secara subyektif dalam pembentukan harga dan upah. Jika pelaku ekonomi menilai bahwa berdasarkan pengalaman inflasi masa lalu inflasi akan tetap terjadi atau bertahan, maka pelaku ekonomi tersebut akan menaikkan harga, meskipun prospek ekonomi tidak menunjukkan sinyal akan terjadi tekanan permintaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa espektasi inflasi pada dasarnya dibentuk oleh pandangan subyektif dari pelaku ekonomi mengenai apa yang akan terjadi ke depan. Perilaku pembentukan Robert J. Gordon, The Time-Varying NAIRU and its Implications for Economic Policy. Journal of Economic Perspectives Vol. 11, No.1, 1997, hlm Lihat Akhris Hutabarat, Determinan Inflasi di Indonesia, Occasional Paper, Biro Riset Ekonomi, Bank Indonesia, Juni 25.

63 ekspektasi inflasi ini disebut ekspektasi inflasi adaptif, yang terbentuk dari peristiwaperistiwa ekonomi di masa lalu yang mengakibatkan inflasi menjadi persisten Studi Literatur Dengan mempelajari pengalaman 14 negara berkembang selama periode 198-an dan 199-an, Mohanty and Klau (21) menemukan bahwa shock penawaran eksogen, khususnya harga makanan, merupakan penentu penting variabilitas inflasi. Harga makanan biasanya merupakan bagian yang besar dalam pembentukan Indeks Harga Konsumen (IHK) di negara berkembang. Selain itu harga makanan sangat volatile karena dipengaruhi cuaca dan restriksi perdagangan. Faktor permintaan yang didekati dengan menggunakan kesenjangan output, dan kelebihan uang (excess money) tidak memainkan peran yang besar. Namun demikian, pertumbuhan upah dan perubahan nilai tukar memiliki pengaruh terhadap volatilitas inflasi di banyak negara. Penelitian ini juga menemukan bahwa persistensi inflasi memainkan peran penting dalam menjelaskan tingkat dan variasi inflasi. Marhastari dan Miranti (28) dalam penelitiannya mengemukaan bahwa ekspektasi inflasi, output gap, nilai tukar Rp/USD, dan dummy Idul Fitri berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi inti pada periode Sedangkan untuk menganalisis inflasi volatile food digunakan variabel ekspektasi volatile food, produksi padi Kota Tasikmalaya, dan produksi padi Kabupaten Ciamis sebagai salah satu pemasok kebutuhan beras di Kota Tasikmalaya. Variabel ekspektasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi volatile food, sedangkan variabel produksi padi yang merupakan proxy dari komoditas beras sebagai komoditas penyumbang terbesar kelompok bahan makanan berpengaruh negatif. Hal ini berarti bahwa penurunan produksi padi akan meningkatkan inflasi volatile food. Sementara itu Wimanda (26) dalam studinya mengenai inflasi regional di Indonesia juga menemukan bahwa setelah krisis ekonomi tingkat volatilitas inflasi di daerah menjadi lebih tinggi. Selain itu, antara inflasi-inflasi daerah dengan inflasi nasional tidak menunjukkan adanya konvergensi sehingga pola pergerakannya seringkali berbeda dari pergerakan inflasi nasional. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kebijakan moneter tidak secara penuh efektif dalam menekan laju inflasi di daerah **. 3. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 3.1. Kesimpulan Berdasarkan model inflasi harga komoditas yang dibentuk, komoditas yang secara signifikan mempengaruhi pembentukan IHK kota Padang adalah nilai IHK itu sendiri pada waktu sebelumnya, harga beras, harga daging ayam ras, harga cabe, dan harga minyak tanah. Jika diurutkan dari besarnya nilai koefisien regresi maka nilai IHK lag1 merupakan variable yang Mohanty, M.S. and M. Klau (21), What determines inflation in emerging market countries? BIS papers No 8. Modeling aspects of the inflation process and the monetary transmission mechanism in emerging market countries. ** Lihat selengkapnya pada Rizki E. Wimanda, Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence, and Determinants, Bank Indonesia Working Paper, No.13, Oktober 26.

64 paling besar dalam mempengaruhi pergerakan IHK kota Padang, diikuti oleh harga minyak tanah, daging ayam ras, beras, dan cabe. Besarnya pengaruh variable IHK lag 1 dalam pembentukan IHK kota Padang menunjukkan bahwa variable ekspektasi inflasi yang di proxy dengan IHK lag1 merupakan determinan utama inflasi di kota Padang. Hal ini juga menunjukkan bahwa perilaku inflasi masyarakat kota Padang masih bersifat adaptif (backward looking). Hasil estimasi menggunakan model proyeksi inflasi berhasil menghasilkan nilai deviasi yang relatif kecil yaitu rata-rata sebesar,63. Hal ini menandakan bahwa model yang dibangun sudah cukup baik dalam menggambarkan pergerakan inflasi yang ada. Hasil proyeksi menggunakan model inflasi harga komoditas menunjukkan bahwa trend laju inflasi tahunan kota Padang sepanjang triwulan I-29 cenderung mengalami perlambatan. Perlambatan ini akan berlanjut hingga bulan April 29. Meredanya tekanan inflasi lebih disebabkan tidak adanya gejolak yang berarti pada kelompok bahan makanan sebagai penyumbang inflasi terbesar kota Padang. Telah masuknya musim panen untuk beberapa komoditas bahan pokok serta didukung oleh kondisi cuaca yang relatif baik turut menunjang menurunnya tekanan inflasi pada periode ini Implikasi Kebijakan Pemanfaatan harga komoditas tampak cukup baik digunakan untuk mengamati pergerakan inflasi di daerah. Variable komoditas yang digunakan dalam studi ini masih sangat terbatas dikarenakan masih minimnya ketersediaan data harga komoditas dalam series yang panjang. Data yang disediakan oleh Biro Perekonomian sebenarnya sudah sangat baik karena untuk setiap kelompok pembentuk IHK sudah tersedia data harga komoditas yang dianggap dominan mempengaruhi pergerakan kelompok tersebut. Jika data ini digunakan untuk analisa, diharapkan bahwa untuk setiap kelompok pembentuk IHK akan ada satu atau lebih komoditas yang signifikan dalam mempengaruhi pergerakan IHK kota Padang sehingga dapat dilakukan analisa pergerakan inflasi berdasarkan kelompok barang dan jasa. Pergerakan/fluktuasi harga minyak tanah, daging ayam ras, beras, dan cabe merupakan faktor penting untuk mengetahui arah pergerakan inflasi kota Padang. Pengendalian terhadap supply/pasokan keempat komoditi dimaksud diharapkan dapat menahan laju inflasi kota Padang. Untuk studi selanjutnya dan penerapannya pada pelaksanaan tugas rutin, maka akan lebih baik jika data yang digunakan dapat berasal dari sample yang serupa dengan BPS baik dari sisi sampling pasar yang digunakan maupun komoditas yang dipantau. Sehingga model yang akan dibentuk dapat menjadi lebih baik lagi.

65 Juta Rupiah BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Dampak krisis keuangan global pada triwulan I-29 sudah terasa pada perekonomian Sumbar terlihat pada penurunan pertumbuhan kredit, namun di sisi lain kegiatan usaha perbankan umum dari sisi aset tetap tumbuh positif. Dampak krisis keuangan global pada perekonomian Sumbar menekan laju pertumbuhan kredit baik pada skala besar maupun MKM. Meskipun demikian, perkembangan aset bank-bank umum Sumbar pada triwulan I-29 masih menunjukkan pertumbuhan positif (Grafik 3.2). Pada bulan Februari 29, aset perbankan tumbuh 6,15% dibandingkan akhir tahun 28. Pertumbuhan terbesar terjadi pada aset kelompok bank pemerintah yang tumbuh sebesar 6,56%, sedangkan kelompok bank swasta nasional tumbuh sebesar 4,81% (Grafik 3.1). 25,, 2,, Bank Pemerintah Total Aset Bank Umum Bank Swasta Nasional 35.% 3.% 29.92% 25.% 15,, 2.% 21.11% 1,, 15.% 5,, 1.% 5.%.% 1.21% 8.94% 6.% 6.15% Feb-9 Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum 3.1. Intermediasi Perbankan Tingkat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) persentasenya menunjukkan penurunan seiring dengan penurunan penyaluran kredit. Pada bulan Februari tingkat LDR sebesar 14,91%, menurun dibandingkan dengan akhir tahun 28 yang mencapai 18,58% (Grafik 3.4). Meski indikator tersebut menunjukkan bahwa sumber dana penyaluran kredit lokasi proyek Sumbar masih terdapat dari luar wilayah Sumbar, namun jumlahnya tidak sebesar akhir tahun 28. Hal ini didasarkan pertumbuhan DPK pada Februari 29 dibandingkan akhir tahun 28 43

66 96.99% 97.34% 97.4% 97.39% 97.65% 96.83% 97.4% 96.9% 96.45% 96.88% 97.31% 97.77% 97.55% 3.1% 2.66% 2.96% 2.61% 2.35% 3.17% 2.6% 3.1% 3.55% 3.12% 2.69% 2.23% 2.45% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah dapat tumbuh positif sebesar 2,25%. Sedangkan penyaluran kredit pada periode yang sama mengalami pertumbuhan negatif -1,2%. Komposisi aset dalam bentuk valuta asing yang semula sepanjang triwulan IV 28 mengalami peningkatan, pada triwulan I 29 kembali kepada keseimbangan rata-ratanya. Tingkat nilai tukar rupiah yang mengalami gejolak akibat krisis keuangan global mengakibatkan perbankan umum tidak ingin mengambil resiko terhadap ketidakpastian tersebut. Semula pada pada bulan November 28 komposisi aset rupiah dan valuta asing sebesar 96,88% dan 3,12%, pada Februari 29 kembali pada komposisi rata-ratanya (Grafik 3.3). Komposisi aset dalam bentuk Rupiah dan valuta asing pada Februari 29 menjadi sebesar 97,55% dan 2,45%. Kondisi ini dapat dilihat dari pertumbuhan aset dalam Rupiah dibandingkan akhir tahun 28 pada bulan Februari sebesar 6,41%, sedangkan aset dalam bentuk valuta asing tumbuh negatif sebesar -3,44%. Hal ini juga mengindikasikan bahwa potensi masyarakat untuk melakukan diversifikasi dalam menyertakan sejumlah dananya pada aset-aset keuangan, dari rupiah menjadi dalam bentuk valuta asing relatif melambat. Kondisi ini dikonfirmasi dengan penurunan komposisi DPK dalam valuta asing, pada Februari 29 sebesar 3,34%, menurun dibandingkan pada bulan November 28 yang sempat mecapai 4,54%. 1% 98% 96% 94% 92% 9% 88% 86% 84% 82% 8% Feb-9 Jan-9 Dec-8 Nov-8 Oct-8 Sep-8 Aug-8 Jul-8 Jun-8 May-8 Apr-8 Mar-8 Feb % 15.99% 18.58% 18.45% 18.63% 117.5% % % 111.1% 16.% 12.15% 97.48% 93.92% 92.68% Rupiah Valas Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.4. Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Penghimpunan Dana Masyarakat Meskipun tekanan inflasi Sumbar mulai menurun, namun pertumbuhan DPK masih saja tetap tertahan. Hingga bulan Februari 29 penghimpunan DPK tumbuh hanya sebesar 2,25% dibandingkan Desember 28 (Grafik 3.5). Upaya penghimpunan DPK ini masih didominasi oleh kelompok bank pemerintah dengan 44

67 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah pangsa 76,53% dari total DPK bank umum (Grafik 3.6). Perkembangan DPK yang dihimpun oleh kelompok bank pemerintah mengalami peningkatan sebesar 2,59% dibandingkan akhir 28. Peningkatan ini berlawanan dibandingkan menurunnya kinerja kelompok bank swasta dalam penghimpunan DPK yang tumbuh negatif sebesar -,88%. 15,5, 15,, 14,5, 14,, 13,5, 13,, 12,5, 12,, Total DPK Pert.DPK 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% -2.% -4.% 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.5. Perkembangan dan Pertumbuhan DPK Bank Umum (Pertumbuhan 28 per Des 27; Pertumbuhan 29 per Des 28) Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Pada triwulan I-29 memperlihatkan semakin tergerusnya jumlah tabungan masyarakat pada bank-bank umum Sumbar. Hal ini tampak dari perkembangan simpanan tabungan pada Februari 29 yang menurun sebesar - 9,1% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.7). Kondisi ini terjadi akibat masih terjadinya shifting preferensi masyarakat dalam menaruh dananya ke perbankan, dari tabungan ke simpanan deposito, mengingat jenis simpanan deposito masih memberikan tingkat pengembalian (return) yang lebih besar dibandingkan dengan tabungan. Pada triwulan I-29 tingkat suku bunga deposito 1 bulan sebesar 9,89%. Meskipun suku bunga ini menurun dibandingkan akhir tahun 28 yang sempat mencapai 1,75%, namun tetap saja selisihnya jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga tabungan pada triwulan I-29 yang hanya sebesar 3,29% (Grafik 3.1). Di sisi lain, pada awal tahun terjadinya aliran dana pemerintah pusat ke dalam rekening pemerintah daerah mengakibatkan pertumbuhan giro pada periode yang sama meningkat pesat sebesar 18,86%. 45

68 Rekening (Satuan) (Giro & Simp. Berjangka) Persen Juta Rupiah 96.87% 96.26% 96.51% 96.34% 96.42% 96.48% 95.55% 95.92% 96.67% 94.75% 95.46% 96.51% 96.95% 96.66% 3.13% 3.74% 3.49% 3.66% 3.58% 3.52% 4.45% 4.8% 3.33% 5.25% 4.54% 3.49% 3.5% 3.34% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 8,, 7,, 6,, 5,, Giro Tabungan Simpanan Berjangka 1% 95% 4,, 3,, 9% 2,, 1,, 85% 8% Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.7. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan Rupiah Valuta Asing Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.8. Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing 4, Giro Simpanan Berjangka Tabungan 1,95, , 3, 25, 2, 15, 1, 5, 1,9, 1,85, 1,8, 1,75, Rekening (Satuan) (Tabungan) Tabungan Deposito 1 Bulan 1,7,. Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.9. Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: SEKI, BI Grafik 3.1. Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito US dolar 1 Bulan pada Bank Umum Jumlah rekening simpanan tabungan terus mengalami peningkatan meski secara nominal jumlahnya mengalami penurunan. Hal ini terlihat jumlah rekening tabungan pada Februari 29 mencapai 1,8 juta rekening, atau meningkat sebesar 2,33% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.9). Namun demikian, secara nominal jumlahnya menurun seperti terlihat pada komposisi tabungan perseorangan terhadap total simpanan pada Februari 29 sebesar 65,9%, atau lebih kecil dibandingkan akhir tahun 28 yang mencapai 7,6%. Proses pergeseran preferensi masyarakat dengan memindahkan tabungannya ke dalam bentuk deposito terlihat pada pembukaan rekening deposito baru yang meningkat sebesar 3,21% dibandingkan akhir tahun 28. Secara kepemilikan, simpanan pemerintah daerah pada triwulan I-29 jumlahnya terus mengalami peningkatan pesat. Masuknya dana pemerintah pusat ke daerah mengakibatkan simpanannya terus menggelembung dengan peningkatan sebesar 53,94% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.11). Jumlah ini adalah terbesar kedua setelah simpanan perseorangan dengan komposisi sebesar 2,69% terhadap total DPK keseluruhan. Untuk sementara kondisi ini 46

69 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah mengkompensasi terjadinya perlambatan pertumbuhan penghimpunan simpanan pada kepemilikian lainnya. Namun, apabila rencana kebijakan stimulus fiskal dengan percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah daerah dilakukan, perkembangan DPK bank umum Sumbar akan mengalami penurunan sepanjang simpanan kepemilikan lainnya tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Feb-9 Jan-9 Dec-8 Nov-8 Oct-8 Sep-8 Aug-8 Jul-8 Jun-8 May-8 Apr-8 Mar-8 Feb % 62.23% 63.38% 62.96% 63.81% 63.16% 64.42% 65.81% 65.52% 65.14% 65.9% 67.82% 68.29% 7.6% 56.% 58.% 6.% 62.% 64.% 66.% 68.% 7.% 72.% Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Rasio Simpanan Perseorangan terhadap Total DPK Bank Umum Sumbar 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Lembaga Keuangan Lainnya Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara Sektor Swasta Lainnya Pemerintah Daerah Badan Usaha Bukan-Keuangan Milik Swasta Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya Penyaluran Kredit Dampak krisis keuangan global yang mulai terasa pada perekonomian Sumbar menyebabkan perkembangan penyaluran kredit bank umum Sumbar mulai menunjukkan penurunan pertumbuhan. Pada bulan Februari 29 pertumbuhan kredit dibandingkan akhir tahun 28 menunjukkan penurunan sebesar -1,2%. Namun kondisi ini sedikit membaik dibandingkan Januari 29 yang sempat tumbuh -1,77% (Grafik 3.13). Dampak krisis keuangan global menyebabkan pertimbangan terhadap faktor resiko dalam pemberian kredit semakin intensif. Bank-bank umum di Sumbar lebih bersikap hati-hati, dan tidak terlalu ekspansif dalam penyaluran kreditnya. Penyaluran kredit oleh kelompok bank pemerintah dan swasta nasional pada Februari 29 masing-masing memiliki pertumbuhan negatif yang sama, yaitu sebesar -,53%. Sedangkan penyaluran kredit lokasi proyek Sumbar dari kelompok bank asing dan campuran yang beroperasi di luar Sumbar juga tumbuh negatif sebesar -1,5%. 47

70 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 18,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Total Kredit Pert. Kredit 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% -1.% -2.% 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, Bank Pemerintah Bank Asing dan Campuran Pert. Kredit Bank Swasta Nasional Bank Swasta Nasional Pert. Kredit Bank Pemerintah Pert. Kredit Bank Asing dan Campuran 15.% 1.% 5.%.% -5.% -1.% -3.% 2,, -15.% 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9-2.% Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Perkembangan kredit bank umum Sumbar masih dapat bersandar pada peningkatan kredit konsumsi, di saat kredit modal kerja dan investasi mengalami penurunan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada Februari 29 masih dapat tumbuh positif sebesar 1,89% (Grafik 3.15). Peningkatan kredit konsumsi dengan pangsa mencapai 4,36% tersebut menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga sebagian bergantung melalui pembiayaan kredit konsumsi bank umum. Semakin berkurangnya jumlah tabungan masyarakat dan masih tingginya kredit konsumsi mengindikasikan bahwa pendapatan masyarakat saat ini tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi yang semakin tinggi. Melesunya perekonomian Sumbar akibat dampak krisis keuangan global mengakibatkan perkembangan kredit modal kerja mengalami penurunan. Kredit modal kerja pada bulan Februari 29 jika dibandingkan akhir tahun 28 mengalami penurunan sebesar -4,13%. Penurunan terbesar pada penyaluran kredit modal kerja dengan lokasi proyek Sumbar berasal dari kelompok bank asing dan campuran. Penyalurannya pada Februari 29 menurun drastis sebesar -52,76% dibandingkan akhir tahun 28. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa semakin berkurangnya pendanaan kredit modal kerja lokasi proyek Sumbar yang berasal dari bank-bank umum yang beroperasi di luar wilayah Sumbar. Kurang menggeliatnya ekonomi di Sumbar akibat krisis keuangan global, terutama yang berkaitan langsung dengan pihak eksternal melalui jalur perdagangan, menyebabkan berkurangnya pendanaan bagi para pelaku ekonomi yang potensial. 48

71 Juta rupiah Juta Rupiah 38.3% 39.29% 39.36% 4.7% 4.27% 39.53% 4.18% 4.22% 4.62% 4.31% 4.56% 4.96% 41.93% 42.24% Juta Rupiah 42.19% 41.84% 43.5% 4.81% 4.57% 46.75% 47.17% 47.17% 46.84% 46.95% 4.58% 41.59% 4.75% 4.36% 19.52% 18.88% 17.14% 19.12% 19.16% 13.72% 12.66% 12.6% 12.54% 12.74% 18.86% 17.45% 17.31% 17.4% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 8,, 1% 7,, 6,, 5,, 9% 8% 7% 6% 4,, 5% 3,, 2,, 1,, 4% 3% 2% 1% % Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Tertahannya ekspansi bisnis para pelaku ekonomi di Sumbar akibat iklim ekonomi yang kurang kondusif, semakin menahan laju penyaluran kredit investasi. Kredit investasi pada bulan Februari 29 menurun sebesar -1,46% dibandingkan akhir tahun 28. Pada situasi iklim ekonomi yang penuh ketidakpastian saat ini bukan keputusan yang tepat bagi para pelaku ekonomi untuk memperbesar skala usahanya. Sejalan dengan perkembangan kredit modal kerja, kelompok bank asing dan campuran pun mengurangi penyaluran kredit investasi bagi lokasi proyek di Sumbar. Penyaluran kredit investasi oleh kelompok bank ini pada bulan Februari 29 menurun sebesar -6,48% dibandingkan triwulan IV-28 (Grafik 3.17). Sedangkan penyaluran kredit investasi oleh kelompok bank pemerintah maupun swasta nasional pada periode yang sama, masih dapat tumbuh sebesar,41% dan 2,37%. 1,8, 1,6, 1,4, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran 6,, 5,, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran 1,2, 4,, 1,, 8, 3,, 6, 2,, 4, 2, 1,, Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank 49

72 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 6,, 5,, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran 8,, 7,, 6,, 4,, 3,, 2,, 1,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi 14.44%.68% Pertanian 42.24% 11.7% Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa 7.92% 23.3% Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Secara sektoral, penyaluran kredit pertanian masih dapat tumbuh positif seiring dengan masih berjalannya sub-sektor pertanian bahan makanan dan mulai sedikit membaiknya harga komoditas unggulan Sumbar di pasar internasional. Pada bulan Februari 29 kredit sektor pertanian tumbuh 8,13% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.1). Ruang optimisme kembali bergeraknya sektor ini terus terbuka. Di sisi lain, dampak krisis keuangan global sangat menghantam perkembangan sektor industri. Hal ini terlihat pada penyaluran kredit di sektor industri yang turun sebesar -17,79%. Melonjaknya harga bahan baku impor dan menurunnya permintaan semakin melemahkan perkembangan sektor industri. Selain itu, gejolak juga terjadi pada sektor perdagangan. Penyaluran kredit di sektor ini tumbuh negatif sebesar -1,6%. Kondisi ini menggambarkan bank-bank umum semakin berhati-hati, bahkan menahan penyaluran kredit pada sektor-sektor ekonomi yang terindikasikan terkena dampak cukup besar akibat krisis keuangan global. 5

73 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 3,5, 1,8, 3,, 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Penyaluran kredit modal kerja terjadi pada semua sektor, kecuali sektor jasa-jasa, menunjukkan pertumbuhan negatif. Apabila dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 28, pada bulan Februari 29 terjadi penurunan kredit modal kerja, terbesar pada sektor pertambangan yang tumbuh negatif sebesar - 54,72% (Grafik 3.22). Penurunan ini terjadi setelah pertumbuhan kredit yang meningkat lebih dari 1%pada triwulan IV-28, yang lebih banyak didorong oleh peningkatan kredit modal kerja pada sub-sektor migas dan batubara. Penurunan juga terjadi pada sektor pertanian sebesar -2,3%. Hal ini selain dipengaruhi oleh faktor musiman, juga diakibatkan perkembangan pada sub-sektor perkebunan yang harga komoditas internasionalnya belum meningkat seperti harga sebelum terjadi krisis. Mulai membaiknya perkembangan harga komoditas internasional menumbuhkan kembali geliat sektor pertanian, yang tercermin dari kredit investasi yang tumbuh positif. Kredit investasi di sektor pertanian di bulan Februari 29 meningkat 13,63% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.23). Peremajaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit serta perbaikan infrastruktur pertanian membutuhkan pendanaan dari kredit investasi. Pada sisi lain, perkembangan sektor industri belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, yang diindikasikan dengan penurunan kredit investasi hingga -49,22%. Hal ini disebabkan tekanan pada sub-sektor industri makanan, minuman, dan tembakau akibat semakin tingginya biaya impor bahan baku produksi masih berlanjut. 51

74 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 3.2. Risiko Kredit Perbankan Potensi risiko kredit bank-bank umum pada triwulan I-29 meningkat seiring menjalarnya dampak krisis pada perekonomian Sumbar. Rasio NPL pada Februari 29 menunjukkan peningkatan dibandingkan akhir tahun 28. Dari 1,69% meningkat menjadi 1,94% (Grafik 3.24). Meskipun kondisi ini masih jauh di bawah batas aman NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, namun pihak perbankan umum di Sumbar perlu mewaspadai kemungkinan peningkatan NPL lebih lanjut. Secara nominal, kredit seret dengan kolektibilitas kategori 3, 4, dan 5 (kurang lancar, diragukan, dan macet) meningkat 13,42% dibandingkan akhir tahun 28. Akibat krisis, beberapa pelaku ekonomi mengalami kesulitan melakukan pembayaran pokok dan bunga yang sudah jatuh tempo. Secara sektoral, kredit seret terbesar terjadi pada kredit di sektor perdagangan. Peningkatan NPL secara nominal pada sektor perdagangan mencapai 15,89% jika dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.25). Atau secara rasio meningkat dari 2,25% menjadi 2,66%. Sejalan dengan sektor perdagangan, NPL nominal di sektor pengangkutan juga turut meningkat sebesar 8,7%. Pada sektor ini rasio NPL di bulan Februari 29 sebesar 6,81%, lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 28 yang sebesar 6,81%. 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, NPL Nominal NPL (%) 3.5% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5%.% 18, 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sementara itu, kredit seret pada sektor pertanian meskipun menurun namun ke depan masih perlu diwaspadai. Pada posisi Februari 29 rasio NPL sektor pertanian mencapai 4,41%. Meskipun demikian, kondisi ini mulai sedikit menurun dibandingkan posisi Desember 28 sebesar 4,66%. Semula perkembangan sektor tanaman perkebunan yang tertekan akibat anjloknya harga 52

75 Juta Rupiah 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah komoditi internasional CPO sempat meningkatkan NPL pada kredit di subsektor ini pada akhir tahun 28 sebesar 4,71% (Grafik 3.27). Namun rasio NPL mulai menurun menjadi 4,33% seiring mulai meningkatnya kembali harga CPO. Kondisi ini memperlihatkan betapa sangat tergantungnya kualitas kredit di sektor pertanian ini terhadap harga komoditas CPO di pasar internasional. Hal ini juga menunjukkan dominannya pembiayaan terhadap komoditi kelapa sawit dibandingkan komoditi pertanian lainnya. 14.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 9 5.% Pertanian 8 4.5% Pertambangan 7 4.% 3.5% Industri pengolahan 6 3.% Konstruksi 5 2.5% Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarak Lain-lain % 1.5% 1.%.5%.% NPL Nominal NPL % Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL dan NPl Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan 25, 2, 15, 1, 5, Modal Kerja Investasi Konsumsi 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Nominal Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Penyaluran kredit investasi perlu diwaspadai melihat perkembangan rasio NPL yang menunjukkan peningkatan. Pada bulan Februari 29 rasio NPL kredit investasi mencapai 4,29%, lebih tinggi dibandingkan pada akhir tahun 28 sebesar 3,8%. Secara nominal kredit investasi yang seret di bulan Februari 29 mencapai Rp119,32 miliar, atau meningkat 3,24% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.28). Pada kredit konsumsi meskipun rasio NPL pada Februari 29 hanya sebesar,8% namun secara nominal NPL-nya mengalami peningkatan sebesar 53

76 65.57% 64.47% 67.7% 67.87% 68.82% 68.3% 69.41% 68.73% 64.78% 63.34% 63.18% 59.27% 58.27% 54.17% 38.3% 39.29% 39.36% 4.7% 4.27% 39.53% 4.18% 4.22% 4.62% 4.31% 4.56% 4.96% 41.93% 42.24% 1.44% 9.6% 9.65% 8.61% 8.79% 9.26% 9.85% 11.54% 11.79% 12.81% 13.1% 14.34% 15.69% 16.37% 42.19% 41.84% 43.5% 4.81% 4.57% 46.75% 47.17% 47.17% 46.84% 46.95% 4.58% 41.59% 4.75% 4.36% 19.52% 18.88% 17.14% 19.12% 19.16% 13.72% 12.66% 12.6% 12.54% 12.74% 18.86% 17.45% 17.31% 17.4% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 4,13%. Dengan demikian penyaluran kredit konsumsi yang hingga saat ini masih tumbuh positif perlu dipertahankan agar tetap terjaga kualitas kreditnya Risiko Likuiditas Posisi dana perbankan pada triwulan I-29 masih saja didominasi oleh pendanaan bersifat jangka pendek. Pada bulan Februari 29 posisi simpanan deposito jangka pendek 1 bulan masih mendominasi dengan proporsi sebesar 54,17% (Grafik 3.3). Pada di sisi lain, proporsi simpanan deposito 3 bulan meningkat menjadi 16,37%, dari sebelumnya sebesar 14,34% pada Desember 28. Namun tetap saja kondisi ini masih memberikan ruang kemungkinan terjadinya maturity mismatch dalam pemenuhan kredit yang sifatnya lebih jangka panjang. Tetapi melihat penyaluran kredit bank umum yang lebih banyak pada kredit konsumsi dan kredit modal kerja, secara umum simpanan perbankan yang ada dapat memenuhi kebutuhan kedua jenis kredit tersebut. Lebih lagi penyaluran kredit investasi juga masih akan terus tertahan seiring dengan prospek iklim usaha saat ini yang kurang kondusif. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Lainnya 12 Bulan 6 Bulan 3 Bulan 1 Bulan 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.3. Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Potensi risiko likuiditas membayangi perbankan umum, khususnya BPD, seiring dengan upaya percepatan realisasi anggaran dalam rangka kebijakan stimulus fiskal. Besarnya proporsi simpanan Pemda terhadap total simpanan pada bulan Februari 29 yang mencapai 2,69% menyebabkan resiko likuiditas meningkat, mengingat dana tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik untuk memenuhi kebutuhan operasional maupun belanja modal (Grafik 3.32). Likuiditas BPD sangat terkait dengan siklus anggaran pemerintah daerah. Semakin cepatnya realisasi proyek-proyek kegiatan pemerintah yang harus didanai dalam rangka stimulus fiskal, maka risiko likuiditas BPD tersebut juga akan semakin meningkat. 54

77 Juta Rupiah Juta Rupiah 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Jun-7 Aug-7 Oct-7 Dec-7 Feb-8 Apr-8 Jun-8 Aug-8 Oct-8 Dec-8 Feb % 21.36% 22.89% 23.17% 23.8% 22.65% 22.56% 22.77% 22.71% 24.84% 23.55% 13.75% 19.6% 2.69% Persen 71.88% 66.48% 65.91% 66.93% 66.11% 67.82% 68.13% 67.65% 68.97% 64.34% 65.75% 73.33% 7.4% 68.96% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 1% 8% 6% 4% 2% % Sektor Swasta Lainnya Badan Usaha Bukan- Keuangan Milik Swasta Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara Pemerintah Daerah Lembaga Keuangan Lainnya Tabungan Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Deposito 6 Bulan Deposito 12 Bulan Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik Sumber: SEKI, BI Grafik Perkembangan Berbagai Tingkat Suku Bunga 7, 6, 5, 35, 3, 25, Modal Kerja Investasi Konsumsi 4, 2, 3, 15, 2, 1, 2-Dalam Perhatian Khusus NPL Nominal 1, 5, Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan 3.4. Risiko Pasar Potensi memburuknya kualitas kredit bank-bank umum di Sumbar terus meningkat seiring dengan peningkatan kredit dengan kategori kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus). Pada Februari 29, jumlah kredit dengan kategori kolektibilitas 2 mencapai Rp658,13 miliar, atau meningkat 23,29% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.34). Kondisi ini perlu menjadi perhatian perbankan mengingat di sisi lain NPL nominal juga menunjukkan peningkatan. Dengan demikian apabila tidak dilakukan pengawasan dan pengelolaan secara khusus pada kredit-kredit tersebut, maka potensi kredit bermasalah bank-bank umum di Sumbar akan semakin terus meningkat. Krisis akan meningkatkan potensi kredit bermasalah pada kredit investasi karena jumlah kredit kategori kolektibiltas 2 meningkat pesat. Kredit investasi dengan kategori kolektibilitas 2 pada posisi Februari 29 mencapai Rp12,98 miliar, atau meningkat 96,87% dibandingkan posisi akhir 28 yang hanya sebesar Rp52,36 miliar. Peningkatan cukup pesat juga terjadi pada kredit 55

78 28/Jan 28/Feb 28/Mar 28/Apr 28/May 28/Jun 28/Jul 28/Aug 28/Sep 28/Oct 28/Nov 28/Dec 29/Jan 29/Feb Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah konsumsi, yang meningkat 25,14% dari Rp239,9 miliar pada akhir tahun 28 menjadi Rp299,2 miliar pada Februari 29. Secara sektoral, bank umum juga perlu meninjau kembali terhadap kredit yang disalurkan ke sektor perdagangan. Pada sektor ini jumlah kredit dengan kategori kolektibilitas 2 paling besar diantara sektor-sektor yang lainnya. Pada Februari 29 jumlahnya mencapai Rp23,56 miliar, mengalami peningkatan 78,49% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.36). Masih lesunya kegiatan ekspor-impor akibat terkena krisis global, pelemahan nilai tukar rupiah, serta penurunan permintaan mengakibatkan potensi memburuknya kualitas kredit di sektor ini semakin besar. Di sisi lain perkembangan kredit kolektibilitas 2 pada sektor pertanian menunjukkan penurunan (Grafik 3.37). Situasi ini lebih baik dari kondisi triwulan IV-28 yang menunjukkan jumlah kredit pertanian kategori kolektibilitas 2 mengalami peningkatan. Hal tersebut didasarkan tekanan pada sub-sektor perkebunan yang mulai berkurang akibat mulai menggeliat kembali sub-sektor ini seiring meningkatnya harga CPO. 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan 3.5. Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) Lokasi Proyek Dampak krisis keuangan global juga berdampak pada perkembangan kredit MKM yang disalurkan bank-bank umum Sumbar. Pada Februari 29 kredit MKM menunjukkan penurunan pertumbuhan sebesar -,34% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.38). Kondisi ini memperlihatkan bahwa penurunan pertumbuhan tidak hanya terjadi pada kredit berskala besar, namun juga pada skala MKM. Upaya penyaluran kredit MKM oleh kelompok bank pemerintah yang masih tumbuh positif 1,47% tidak mampu mengkompenasi penurunan penyaluran 56

79 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb % 48.32% 46.94% 45.38% 43.79% 42.24% 41.86% 4.94% 4.2% 4.7% 39.61% 39.17% 39.35% 38.3% 3.98% 33.41% 34.51% 36.17% 37.25% 38.2% 38.86% 39.68% 4.48% 4.61% 41.9% 41.39% 41.88% 43.2% Juta Rupiah 18.61% 18.27% 18.55% 18.45% 18.96% 19.74% 19.27% 19.38% 19.32% 19.32% 19.3% 19.44% 18.76% 18.95% Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah kredit MKM pada kelompok bank swasta nasional dan kelompok bank asing dan campuran yang masing-masing menurun sebesar -,35% dan -15,81%. 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Total Kredit MKM Pert. Kredit MKM (ytd) 35.% 3.% 25.% 2.% 15.% 1.% 5.%.% -5.% 1,, 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan (ytd) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank Berdasarkan jenis penggunaan, terjadi penurunan penyaluran kredit MKM pada kredit modal kerja. Kredit MKM modal kerja yang pangsanya mencapai 34,4% dari total kredit MKM pada bulan Februari 29 pertumbuhannya menurun sebesar -,74% jika dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.41). Kredit mikro dan kecil yang berdasarkan segi plafon lebih menarik untuk disalurkan sebagai kredit konsumsi, membuat perkembangannya masih dapat tumbuh positif sebesar 1,91%. Sedangkan perkembangan penyaluran kredit investasi hanya tumbuh sebesar,76%. Kondisi ini setidaknya menggambarkan masih adanya skala usaha MKM yang didanai di tengah kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan pertumbuhan. 1% 8,, 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Menengah (> Rp 5 juta - Rp 5 miliar) Kecil (> Rp 5 juta - Rp 5 juta) Mikro (sd Rp 5 juta) 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.4. Kompsisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Penyaluran kredit MKM bagi sektor perdagangan pada triwulan IV-28 yang sempat tumbuh positif, ternyata posisi triwulan I-29 menunjukkan pertumbuhan negatif. Kondisi ini menggambarkan bahwa geliat ekonomi skala MKM pada sektor perdagangan mengalami penurunan. Sedangkan pada sektor 57

80 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb % 36.25% 36.45% 36.1% 35.93% 36.21% 35.72% 35.58% 35.38% 35.42% 34.99% 34.96% 34.32% 34.4% 8.72% 7.71% 7.72% 8.1% 8.5% 8.3% 7.95% 8.5% 8.7% 8.16% 8.29% 8.28% 8.34% 8.26% Juta Rupiah 54.2% 56.4% 55.83% 55.89% 56.2% 55.76% 56.33% 56.37% 56.56% 56.42% 56.73% 56.76% 57.34% 57.34% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah industri, untuk skala MKM kredit yang disalurkan masih meningkat, yaitu sebesar 3,92% jika dibandingkan Desember 28 (Grafik 3.43). Peluang usaha MKM pada sektor ini masih berlanjut meski perkembangan sektor-sektor lainnya sedang mengalami kontraksi. Perkembangan kredit MKM di sektor jasa-jasa masih terlihat bergerak positif, dengan tumbuh sebesar 3,19%. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Konsumsi Investasi Modal Kerja 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Perkembangan kredit MKM oleh bank-bank umum di Sumbar menunjukkan pergerakan yang perlu diwaspadai. Hal ini didasarkan dengan tren NPL dari kredit MKM yang meningkat (Grafik3.45). Pada akhir tahun 28, NPL kredit MKM sebesar 1,69%, kemudian pada triwulan I-29 menjadi sekitar 2,6%. Secara sektoral, lonjakan NPL terbesar pada kredit MKM terjadi di sektor listrik, gas, dan air %.31% 1.7% 5.11% 26.63% Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa 3.5% 3.% 2.5% 2.% 1.5% 1.%.5% 2.97% 2.73% 2.74% 2.77% 2.72% 2.31% 2.39% 2.27% 2.2% 1.91% 1.8% 1.81% 1.69% 2.6% 1.94% 9.55% Lain-lain.% Sumber: SEKDA, BI Grafik Komposisi Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi triwulan I-29 Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) 58

81 Juta Rupiah Juta Rupiah 28/Jan 28/Mar 28/May 28/Jul 28/Sep 28/Nov 29/Jan 29/Mar Listrik, Gas, dan Air) Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 14.% 6.% 12.% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.% Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha.%.% Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Listrik,Gas dan Air Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan Rasio NPL MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi Potensi memburuknya kualitas kredit MKM semakin meningkat seiring dengan jumlah kredit MKM berkategori kolektibilitas 2 yang terus mengalami peningkatan. Jumlah kredit MKM dengan kategori kolektibilitas 2 pada triwulan I-29 mencapai Rp648,11 miliar, meningkat 11,29% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.47). Peningkatan kolektibilitas 2 terbesar terjadi pada sektor perdagangan sebesar 77,4%, dari Rp129,17 miliar pada triwulan IV-28 menjadi Rp228,69 miliar pada triwulan I-29. 7, 6, 5, 4, 3, 2, 2-Dalam Perhatian Khusus NPL Nominal 35, 3, 25, 2, 15, 1, Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan 1, 5, Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Sumber: EDW, BI Grafik Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) 3.6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari sisi aset masih menunjukkan perkembangan positif. Dibandingkan akhir tahun 28, aset BPR di bulan Februari 28 masih dapat tumbuh sebesar 2,69%, atau secara nominal mencapai Rp 984,2 miliar (Grafik 3.49.). BPR mengalami akumulasi nilai aset meskipun secara fisik jumlah kantor BPR tidak mengalami peningkatan sejak akhir tahun 28, yaitu 22 kantor BPR. Hal ini menunjukkan secara umum pengelolaan aset BPR masih berlangsung dengan baik. 59

82 Rekening (Satuan) (Tabungan) Rekening (Satuan) (Simpanan Berjangka) Juta Rupiah Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Secara keseluruhan pengumpulan DPK oleh BPR di Sumbar menunjukkan peningkatan, namun secara nominal jumlah simpanan tabungan menunjukkan arah penurunan. Pada bulan Februari 29 pertumbuhan simpanan tabungan tumbuh negatif sebesar -,78% dibandingkan akhir tahun 28 (Grafik 3.5). Kondisi ini seperti yang terjadi pada bank umum, terindikasi terjadinya pergeseran preferensi masyarakat untuk memindahkan sebagian tabungannya ke dalam bentuk deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih besar. Hal ini terlihat pada jumlah deposito yang mengalami peningkatan sebesar 9,75%. Kondisi saat ini dimana tingkat suku bunga tabungan yang rendah tidak mampu menahan keinginan masyarakat untuk menikmati suku bunga deposito yang lebih tinggi. Seperti halnya ditunjukkan pada grafik 3.51 dimana peningkatan jumlah rekening deposito meningkat lebih pesat dibandingkan pada jumlah rekening tabungan. 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Tabungan Simpanan Berjangka Total DPK Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Aset BPR Sumbar Tabungan Simpanan Berjangka Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.5. Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan 12, 1, 8, 6, 4, 2, 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan Lainnya Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu Pengumpulan DPK BPR masih didominasi oleh dana-dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek. Pada Februari 29 jumlah deposito di BPR berjangka waktu 1 bulan dan 3 bulan mempunyai persentase sebesar 4,56% dan 2,44% (Grafik 3.52.). Hal ini merupakan tantangan BPR untuk dapat mengelola dananya 6

83 27 Feb-8 Mar-8 Apr-8 May-8 Jun-8 Jul-8 Aug-8 Sep-8 Oct-8 Nov-8 Dec-8 Jan-9 Feb-9 Juta Rupiah 24.83% 24.43% 23.81% 23.93% 23.8% 23.87% 23.68% 23.87% 24.7% 24.45% 24.47% 25.3% 25.27% 25.14% Juta Rupiah 62.94% 61.97% 62.16% 61.81% 61.68% 61.72% 62.1% 62.32% 62.28% 62.9% 61.75% 6.98% 61.6% 61.58% 12.22% 13.6% 14.4% 14.27% 14.51% 14.41% 14.22% 13.81% 13.65% 13.46% 13.78% 13.98% 13.68% 13.28% Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah yang didominasi oleh dana masyarakat jangka pendek untuk kemudian memutarnya dalam pemberian kredit. Di sisi lain, jenis simpanan deposito yang sifatnya lebih jangka panjang (12 bulan) porsinya masih relatif kecil, yaitu hanya sekitar 2,4%. Penyaluran kredit BPR banyak terserap untuk pemenuhan pada kredit modal kerja. Pada Februari 29 hampir sekitar 62% kredit BPR disalurkan untuk modal kerja, kemudian disusul oleh kredit konsumsi yang mencapai 25,14% (Grafik 3.53.). Melihat dari sisi sektoral, kredit modal kerja ini banyak disalurkan ke sektor perdagangan. Sektor perdagangan sendiri secara keseluruhan porsinya terhadap total kredit BPR mencapai sekitar 42,54%. Selain itu, penyaluran kredit di sektor pertanian juga cukup besar, sebesar 18,2%. Dengan demikian menunjukkan bahwa kredit BPR sesuai fungsinya masih tetap berkonsentrasi pada kredit untuk pembangunan sektor riil yang lebih berskala kecil dan menengah. 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek) 35, Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek) 3, 25, 2, 15, 1, 5, Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain 18.2% 26.3%.% 1.78% Pertanian Pertambangan 11.63% 42.54% Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lain-lain Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek) Sumber: SEKDA, BI Grafik Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek) Proses intermediasi perbankan oleh BPR masih berlangsung dengan baik. Rasio LDR pada Februari 29 mencapai 115,41%, (Grafik 3.57.). Situasi ini menunjukkan bahwa penyaluran kredit oleh BPR berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan upaya pengumpulan DPK-nya. Oleh karena itu, pemenuhan 61

84 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah kredit di wilayah Sumbar harus mendapatkan pasokan kredit dari berbagai BPR yang beroperasi di luar wilayah Sumbar. Feb-9 Jan-9 Dec-8 Nov-8 Oct-8 Sep-8 Aug-8 Jul-8 Jun-8 May-8 Apr-8 Mar-8 Feb % % % % % % % % % % 112.9% 11.76% 16.98% 17.11%.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% 12.% 14.% Sumber: SEKDA, BI Grafik Perkembangan LDR BPR I-29 IV-28 III-28 II-28 I % 6.3% 6.2% 6.17% 7.3% 6.74% 8.76%.% 2.% 4.% 6.% 8.% 1.% Sumber: LBBPR, BI Grafik Perkembangan NPL BPR Semakin meningkatnya NPL BPR di Sumbar memerlukan adanya pengawasan dan perhatian yang lebih terhadap pengelolaan kualitas kredit. Perkembangan NPL BPR pada triwulan I-29 mengalami peningkatan, dari 6,35% pada triwulan IV-28 menjadi 7,3% (Grafik 3.59). Kondisi ini memperlihatkan bahwa dampak krisis keuangan global gejalanya menjalar tidak hanya pada bank umum, namun juga BPR di Sumbar. Situasi ekonomi yang tidak menentu menekan perkembangan kredit di sektor-sektor yang potensial untuk didanai oleh BPR. 62

85 B O K S Estimasi Efisiensi Bank-Bank Umum di Sumatera Barat Melalui Metode Stochastic Frontier Approach (SFA) 1. Latar Belakang Perkembangan perbankan sebagai salah satu bentuk entitas bisnis tidak dapat terlepas dari indikator efisiensi dalam pengukuran kinerjanya. Sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi intermediasi, sangat terkait dengan seberapa besar perbankan mampu mengoptimalkan sejumlah dana yang diperoleh dari masyarakat dan kemudian disalurkan kepada para pelaku ekonomi yang membutuhkannya. Secara teknis, tingkat efisiensi dapat dilihat dari kondisi sejauh mana perbankan mampu memanfaatkan input yang ada untuk menghasilkan output secara optimal. Efisiensi perbankan menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung kelancaran terjadinya proses transmisi kebijakan moneter. Dalam hal ini, perbankan memiliki peran dalam mendukung efektifitas kebijakan moneter dengan tujuan untuk mencapai stabilitas harga. Cottarelli dan Kourelis (1994) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter melalui jalur kredit (credit channel) adalah tingkat efisiensi perbankan. * Perhatian terhadap seberapa besar efisiensi perbankan menjadi penting, terutama dalam mendukung kinerja perbankan untuk melaksanakan peran fungsionalnya dalam mengalokasikan kredit. Peran ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, yaitu menjamin tersedianya sejumlah kredit yang dibutuhkan untuk pengeluaran investasi ataupun untuk menjalankan sektor ekonomi lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi perbankan umum yang beroperasi di Sumatera Barat, baik bank umum cabang nasional, maupun bank umum yang pusatnya di daerah (BPD). Penelitian ini juga ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi penggunaan biaya pada perbankan di Sumatera Barat dalam menjalankan operasionalnya. Tingkat efisiensi dilihat bagaimana perbankan mengolah variabelvariabel inputnya untuk menghasilkan sejumlah variabel output secara optimal. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat seberapa besar tingkat efisiensi berdasarkan kelompok bank. Baik dikelompokkan antara kelompok bank pemerintah dan kelompok bank swasta nasional. Estimasi dilakukan dengan data panel, melalui penggabungan data cross-section dengan time series. Sampel menunjukkan cross-section yang ada jumlahnya melebihi variabel yang diestimasi. Dalam Judge et.al. (198) menguraikan bahwa jika N (jumlah unit cross-section) lebih besar dibandingkan T (jumlah unit time series), estimasi dengan menggunakan metode Fixed-Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) dapat menghasilkan output yang berbeda. Hal ini dapat terpecahkan jika kita memiliki keyakinan * Tingkat efisiensi perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit. Faktor-faktor lain menurut Cottraelli dan Kourelis (1994) yang juga penting dalam mendukung transmisi kebijakan moneter adalah tingkat kompetisi dalam industri perbankan; tingkat perkembangan pasar uang; tingkat keterbukaan ekonomi (opennes); dan juga tingkat perkembangan sistem keuangan. Selengkapnya lihat Carlo Cottarelli dan Angeliki Kourelis, Financial Structure, Bank Lending Rates, and the Transmission Mechanism of Monetary Policy, IMF Staff Paper, IMF, Washington D.C., Desember 1994.

86 kuat bahwa secara individual atau unit cross section dari sampel data tidak terdistribusi secara random dalam data yang besar. Pada kasus ini kita dapat menggunakan FEM. Namun jika unit cross section dalam sampel dikondisikan terdistribusi random, maka digunakan REM. Untuk lebih mudah dalam penentuan penggunaan FEM atau REM dalam penelitian ini melakukan uji formal melalui Hausman Test (Hausman, 1978) sebagai berikut: H H 1 : Random Effect Model (REM) : Fixed Effect Model (FEM) Dengan menggunakan α = 5%, hasil test menunjukkan bahwa p-value > α. Maka secara statistik dapat menerima H, atau model yang digunakan adalah REM. Selanjutnya dilakukan regresi model stochastic frontier approach (SFA) melalui data panel dengan REM melalui GLS Transformed Regression pada fungsi biaya yang telah dispesifikasikan pada bagian sebelumnya. Untuk menghidari heteroskedastisitas pada cross-section-nya, estimasi menggunakan White Heteroskedasticity Consistent Covariance. 2. Teori dan Studi Literatur 2.1. Konsep Efisiensi Berbagai konsep perhitungan efisiensi berkaitan erat dengan bagaimana mendefinisikan hubungan antara input dan output dalam lembaga keuangan. Studi mengenai efisiensi perbankan sendiri banyak menggunakan model-model yang bervariasi. Masing-masing tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan. Sebelum masuk ke dalam pembahasan model perhitungan, awalnya perlu mengetahui bagaimana pola hubungan input-output terlebih dahulu agar dapat lebih memahami konsep dari efisiensi yang digunakan. Adapun konsep dalam mendefinisikan hubungan input-output dalam Berger dan Mester (1997), dan juga seperti pada Hadad et.al (23b), menjelaskan bahwa perilaku lembaga keuangan dapat melalui beberapa pendekatan, antara lain: (i) Pendekatan produksi (production approach), yaitu dengan melihat bahwa institusi keuangan sebagai produsen simpanan (deposit account) dan juga pinjaman kredit (loans). Pendekatan ini mendefinisikan output adalah penjumlahan dari keduanya dari berbagai transaksi-transaksi terkait, sedangkan input-inputnya adalah biaya tenaga kerja, pengeluaran modal untuk aset-aset tetap (fixed assets), serta pengeluaran-pengeluaran lainnya yang bersifat material; (ii) Pendekatan intermediasi (intermediation approach), yaitu memperlakukan institusi keuangan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi, dengan mengubah dan mentransfer berbagai aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit. Dalam pendekatan ini, biaya tenaga kerja, pengeluaran modal, dan pembayaran bunga simpanan dikategorikan sebagai input-input, sedangkan pinjaman kredit dan investasi pada instrumen Selengkapnya dapa lihat Judge, George G., Carter R. Hill, William E. Griffiths, Helmut Lütkepohl, dan Tsoung-Chao Lee, Theory and Practice of Econometrics, John Wiley & Sons, New York, 198, atau pada Damodar Gujarati, Basic Econometrics, Fourth Edition, McGraw-Hill Companies, 24, hlm J. A. Hausman, Specification Tests in Econometrics, Econometrica, Vol. 46, 1978, pp

87 keuangan (financial investment) sebagai output-outputnya ; dan (iii) Pendekatan aset (asset approach), pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan intermediasi, namun dengan lebih memperlakukan institusi keuangan adalah lembaga yang menjalankan fungsi utama sebagai pencipta pinjaman kredit (loans) Metode Estimasi Efisiensi Metode untuk mengestimasi efisiensi pada perbankan sudah banyak dikembangkan. Secara umum ada beberapa pendekatan yang biasa digunakan, yaitu parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik digunakan untuk melihat hubungan antar biaya. Pendekatan ini memerlukan informasi yang lengkap mengenai harga input dan variabel eksogen lainnya. Selain itu, pengetahuan mengenai bentuk stochastic cost atau profit frontier, serta struktur dari error term yang digunakan menjadi bagian dalam perhitungan melalui pendekatan ini. Sampel untuk melakukan estimasi pun harus mencukupi, dengan tujuan menghasilkan sebuah kesimpulan secara statistik atau biasa disebut statistical inferences. Salah satu bentuk dari pendekatan parametrik antara lain melalui metode stochastic frontier approach (SFA) dan distribution free approach (DFA). Sedangkan untuk pendekatan non-parametrik, digunakan production frontier dalam perhitungannya. Salah satunya melalui metode data envelopment analysis (DEA). Melalui pendekatan ini, perhitungan tidak membutuhkan banyak informasi sehingga data dan asumsi yang dibutuhkan lebih sedikit. Konsekuensinya, melalui metode ini tidak dapat melakukan pengambilan kesimpulan secara statistik (statistical inferences). Selain itu juga, metode ini tidak memasukkan unsur error term secara random dalam perhitungannya. Jadi dengan DEA, hanya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi secara lebih umum. Dalam Berger dan Mester (1997) dan Grosskopf (1996) menguraikan bahwa kelemahan dari DEA adalah jika terdapat suatu outlier data dapat secara signifikan mempengaruhi perhitungan efisiensi. ** Dalam Hadad et.al. (23a) untuk pendekatan parametrik dengan menggunakan DFA pada kasus di Indonesia, menghasilkan perhitungan angka efisiensi yang lebih beragam dibandingkan dengan menggunakan SFA. Namun demikian, dengan menggunakan data bulanan dan tahunan, kedua metode tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama untuk bank paling efisien, yaitu kelompok bank asing dan campuran. Dalam studi tersebut juga memasukan merger dalam analisisnya. Studi ini menyimpulkan bahwa merger perbankan yang dilakukan di Indonesia tidak selalu menghasilkan bank yang lebih efisien. Hadad et.al. (23b) juga melakukan perhitungan efisiensi perbankan Indonesia dengan menggunakan DEA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelompok bank swasta nasional non devisa sebagai bank yang paling efisien. Seperti juga melalui SFA dan DFA dalam Hadad et.al. (23a), penelitian ini menyimpulkan bahwa melalui merger tidak selalu menghasilkan perbankan yang lebih efisien. Berbeda dengan Berger dan Humprey (1991), yang mengklasifikasikan pinjaman kredit (loans), demand deposit, time deposit, dan saving deposit sebagai output utama, sedangkan tenaga kerja, modal, dan pembelian dana sebagai input. ** S. Grosskopf, 1996, Statistical-inference and nonparametric efficiency-a selective survey, Journal of Productivity Analysis, Vol. 7, pp

88 3. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 3.1. Kesimpulan Biaya bank-bank umum di Sumatera Barat dengan kombinasi dari harga input yang digunakan untuk menghasilkan kuantitas output tertentu, secara signifikan dipengaruhi oleh price of labor, price of fund, dan kredit. Sementara itu, variabel penempatan aset lain baik pada penempatan di Bank Indonesia (BI), pada bank lain, serta surat-surat berharga yang dimiliki tidak signifikan mempengaruhi biaya bank-bank umum di Sumatera Barat. Hasil perhitungan tingkat efisiensi secara tahunan baik pada tahun 27 maupun 28 menunjukkan secara umum kinerja bank-bank umum di Sumatera Barat efisien. Dari 19 bank umum yang diobservasi, 17 bank memiliki tingkat efisiensi di atas 8%, dan hanya dua bank saja yang memiliki tingkat efisiensi di bawah 8%. Berdasarkan perhitungan secara rata-rata dari residual yang dihasilkan pada model SFA, tingkat efisiensi bank-bank umum Sumatera Barat menunjukkan dalam kondisi baik. Terdapat 16 bank memiliki tingkat efisiensi lebih dari 8%, dan hanya tiga bank umum yang tingkat efisiensinya di bawah 8%. Hal ini terjadi karena bank mengalami penurunan tingkat efisiensi dari 84,85% pada tahun 27, menjadi 74,84% pada tahun 28. Pada perhitungan tingkat efisiensi berdasarkan kelompok bank, menunjukkan hasil bahwa kelompok bank pemerintah memiliki tingkat efisiensi lebih tinggi dibandingkan kelompok bank swasta nasional. Tingkat efisiensi kelompok bank pemerintah pada tahun 27 dan 28 bervariasi pada kisaran 94,41-97,27%, sedangkan kelompok bank swasta nasional pada kisaran 85,54-86,69% Implikasi Kebijakan Untuk bank-bank umum di Sumatera Barat agar ke depannya tetap mampu menjaga tingkat efisiensi dengan baik, yaitu dengan tetap menjaga kemampuan operasionalnya dalam menggunakan kombinasi input-outputnya. Hal ini memainkan peran penting agar perbankan dapat beroperasi dengan biaya yang efisien. Bank-bank umum di Sumatera Barat perlu melakukan diversifikasi output perbankan yang juga menghasilkan return namun dengan biaya yang relatif rendah. Misalnya melalui instrumen yang menghasilkan fee-based income. Studi mengenai tingkat efisiensi perbankan kedepannya dapat memasukkan variabel fee-based income ini untuk memperkaya analisisnya. Bank-bank umum di Sumatera Barat agar dapat lebih menjangkau berbagai daerah di Sumatera Barat untuk mendapatkan sejumlah dana dari masyarakat. Hal ini dikarenakan pilihan penempatan dana bank mayoritas pada kredit, maka perbankan harus memiliki kemampuan dalam melihat potensi debitur-debitur yang dapat didanai.

89 Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Dampak krisis keuangan global juga mulai berpengaruh terhadap keuangan daerah, khususnya di sisi penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Turunnya kegiatan ekspor, konsumsi masyarakat serta harga BBM diperkirakan mempengaruhi penurunan realisasi beberapa jenis pajak pusat dan daerah seperti Pajak Penghasilan, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Di sisi belanja, pola realisasi belanja pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masih mengikuti pola yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Pada sisi pemerintah pusat, realisasi belanja mayoritas terjadi pada kelompok belanja aktivitas operasi seperti belanja gaji dan belanja bantuan sosial terkait bantuan langsung tunai dan bantuan operasional sekolah. Sementara itu,di sisi pemerintah daerah masih terbatasnya realisasi belanja tercermin dari terus meningkatnya posisi kas pemerintah daerah di perbankan yang terus meningkat dari bulan ke bulan Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Tabel 4.1. Perkembangan Beberapa Pajak Pusat Jenis Pajak Pusat I-26 I-27 I-28 IV-28 I-29 PPh 2,699,919,67 24,298,332,21 376,195,57, ,544,832,629 35,281,33,625 PPN 83,896,95,637 11,15,392, ,859,394, ,895,616, ,127,194,6 PBB 687,648, ,793,383 4,19,614,78 126,15,346,21 2,263,658,888 BPHTB 3,6,676,75 4,416,778,861 5,327,612,747 5,982,891,235 5,7,989,521 BM 4,7,175,221 11,256,356,737 3,698,72,378 5,83,4,547 5,419,536,324 PNBP* 17,37,45,848 22,736,76,347 47,849,887,473 13,232,8,928 52,954,119,733 Sumber : Laporan Arus Kas LKPP Kanwil III DJPBN Padang, diolah *) Penerimaan Bukan Pajak (termasuk penerimaan SDA) Pertumbuhan penerimaan APBN di Sumbar turun cukup tajam pada triwulan I-29. Dibandingkan triwulan I-28, penerimaan APBN di Sumbar hanya tumbuh sekitar 4,64%, padahal angka pertumbuhan pada dua triwulan I sebelumnya mampu mencapai masing-masing 22,95% (triwulan I-27) dan 63

90 I-26 II-26 III-26 IV-26 I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 Aktivitas Operasi (Rp Juta) Aktivitas Investasi (Rp Juta) Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah 53,77% (triwulan I-28). Penurunan ini bersumber dari menurunnya pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan kontributor lebih dari sepertiga pendapatan APBN di Sumatera Barat. Pendapatan PPh menurun sebesar Rp 25,91 milyar atau 6,89% dibandingkan triwulan I-28. Menurunnya penerimaan perusahaan perkebunan diperkirakan menjadi penyebab utama menurunnya penerimaan PPh. Sementara itu, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih tumbuh cukup kuat. Penerimaan PPN tumbuh 32,64% atau sebesar Rp 48,26 milyar dibandingkan triwulan I-28. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan konsumsi meski mengalami perlambatan namun masih cukup kuat. Rp milyar Rp Milyar 1,8 3 1,6 1,4 25 1,2 2 1, PPh (sisi kiri) PPN (sisi kiri) PBB (sisi kiri) BPHTB (sisi kanan) Sumber : LAK-LKPP Kanwil III DJPBN Padang, diolah Grafik 4.3 Perkembangan beberapa pajak pusat 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, I-27 II-27 III-27 IV-27 I-28 II-28 III-28 IV-28 I-29 Belanja Aktivitas Operasi Belanja Aktivitas Investasi Sumber : LAK-LKPP Kanwil III DJPBN Padang, diolah 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Grafik 4.4. Realisasi Belanja Aktivitas Operasi dan Aktivitas Investasi Masih tingginya pertumbuhan PPN mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi masih cukup kuat sehingga dapat meningkatkan penerimaan APBN di Sumbar pada triwulan-triwulan selanjutnya. Jika mencermati grafik 4.3. di atas, pola realisasi penerimaan APBN di Sumbar ternyata relatif sama dari tahun ke tahun. Realisasi penerimaan bergerak meningkat sejak triwulan I dan berpuncak pada triwulan IV-29. Melonjaknya harga komoditas pada tahun mengakibatkan kenaikan penerimaan cukup tajam pada tahun 28. Dengan demikian, kembali meningkatnya harga komoditas perkebunan diperkirakan akan kembali berpotensi meningkatkan penerimaan APBN terutama pada triwulan IV

91 Rp Juta Rp Juta Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Berbeda dengan realisasi penerimaan, realisasi belanja 1 APBN di Sumbar meningkat cukup tajam mencapai 41,68% dibandingkan triwulan I-28. Peningkatan realisasi belanja tersebut bersumber dari belanja aktivitas operasi yang meningkat 51,15% dari Rp 44,64 milyar (triwulan I-28) menjadi Rp 611,61 milyar (triwulan I-29). Sebaliknya, terjadi penurunan realisasi belanja aktivitas investasi sebesar -12,31%, dari Rp 71 milyar menjadi Rp 62,26 milyar. Jika ditelusuri lebih mendalam, kenaikan belanja aktivitas operasi tersebut bersumber dari kenaikan belanja lain-lain (Rp 9,75 milyar), belanja bantuan sosial (Rp 53 milyar), belanja pegawai (Rp 35,17 milyar) dan belanja barang (Rp 27,97 milyar) sebagaimana tergambar pada grafik , 8, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - I-26 I-27 I-28 I-29 Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Bantuan Sosial Belanja Lain-Lain 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, Belanja Modal Tanah Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Modal Fisik Lainnya Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik 4.3 Perkembangan Belanja Aktivitas Operasi Sumber : Sekda-BI, diolah Grafik 4.4. Perkembangan Belanja Aktivitas Investasi Seiring dengan penurunan alokasi belanja investasi pada tahun 29, realisasi belanja investasi pada triwulan I-29 menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan I-28. Penurunan paling tajam terjadi pada jenis Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan sebesar -14,57% (grafik 4.4.). Pada triwulan I-29, realisasi Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan tercatat sebesar Rp 57,68 milyar. Sementara itu, dari semua kelompok belanja modal, hanya kelompok Belanja Modal Peralatan dan Mesin yang mengalami kenaikan dibandingkan triwulan I-28. Realisasi Modal Peralatan dan Mesin tercatat sebesar Rp 3,96 milyar atau meningkat 74,64%. Perbaikan infrastruktur di bidang pertanian menjadi fokus kegiatan investasi pemerintah pusat di Sumbar tahun 29. Hal ini terlihat dari paling 1 Tidak termasuk dana perimbangan 65

92 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah tingginya pagu anggaran belanja modal untuk pengelolaan sumber daya air di Sumbar dibandingkan proyek APBN lainnya di Sumbar yang mencapai Rp 21 milyar, melampaui anggaran untuk pembangunan jalan dan jembatan provinsi Sumbar yang tercatat sebesar Rp 171 milyar. Sementara itu, upaya memperbaiki infrastruktur perkeretaapian di Sumbar akan dilanjutkan pada tahun 29 oleh pemerintah. Pemerintah melalui Departemen Perhubungan mengalokasikan anggaran investasi sebesar Rp 34 milyar untuk pembangunan perkeretapian di Sumbar menyusul pembukaan kembali jalur kereta api Padangpanjang- Sawahlunto yang dibiayai oleh APBN tahun 28. Tabel 4.2. Beberapa proyek APBN 29 di Sumbar Nama proyek Pengelolaan SDA Pembangunan jalan dan jembatan provinsi Pengembangan Perkeretaapian Bandara Rokot Sipora Pengembangan Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Perairan Sumber : Perpres Rincian APBN Pagu Anggaran Rp 21 milyar Rp 171 milyar Rp 34 milyar Rp 12 milyar Rp 21 milyar 4.2. Keuangan Pemerintah Daerah Sebagaimana penerimaan pemerintah pusat, penerimaan pemerintah daerah juga mengalami penurunan akibat krisis keuangan global. Penurunan kegiatan konsumsi masyarakat khususnya pembelian kendaraan bermotor mempengaruhi realisasi beberapa komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Tidak hanya itu, penurunan harga BBM juga turut mempengaruhi perolehan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Akibat krisis, penjualan kendaraan bermotor pada triwulan I-29 mengalami penurunan yang cukup drastis. Penjualan sepeda motor anjlok 38,66%, penjualan truck turun 34,57%, sementara penjualan minibus turun tipis 1,92%. Turunnya penjualan kendaraan bermotor ini tentu perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah khususnya pemerintah provinsi untuk melakukan kalkulasi ulang proyeksi Penerimaan Asli Daerah guna diajukan dalam APBD Perubahan pada akhir triwulan II-29. Dalam APBD 29, pemerintah provinsi terlihat sangat optimis dalam menentukan target PAD yang komponen terbesarnya adalah PKB dengan kenaikan target mencapai 28,71% (tabel 4.3). 66

93 26/Jan 26/Mar 26/May 26/Jul 26/Sep 26/Nov 27/Jan 27/Mar 27/May 27/Jul 27/Sep 27/Nov 28/Jan 28/Mar 28/May 28/Jul 28/Sep 28/Nov 29/Jan 29/Mar Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Rp Juta 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Rp Juta 2,5, 2,, 1,5, 1,, 5, Jambi Kepulauan Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Barat Total Jambi Total Bengkulu Total Sumber : EDW-BI, diolah Riau Total Kepulauan Riau Total Grafik 4.5 Perkembangan posisi simpanan Pemda di Perbankan Sumber : EDW-BI, diolah Grafik 4.6. Perkembangan posisi deposito Pemda di Perbankan Tabel 4.3. APBD Pemerintah Provinsi Sumbar Tahun 29 Keterangan Nilai (Rp ribu) Perubahan Penerimaan 1,117,772 1,316,985 1,523, % 15.71% PAD 482, , , % 28.71% Dana Perimbangan 63, , , % 5.91% Lain-Lain Pendapatan yang Sah 31,634 11,949 13, % 13.1% Belanja 1,23,934 1,485,859 1,77, % 14.93% Belanja Langsung 556, ,13 923, % 18.7% Belanja Tidak Langsung 647,816 73, , % 11.43% Surplus (Defisit) (86,162) (168,874) (183,87) 96.% 8.84% Sumber : DJPK Depkeu dan DPKD Sumbar, diolah Tabel 4.4. APBD Pemerintah Kabupaten Kota se Sumbar Tahun 29 Keterangan Nilai (Rp ribu) Perubahan Penerimaan 8,31,198 9,124,955 8,222, % -9.89% PAD 861,21 1,12, , % % Dana Perimbangan 6,96,328 7,882,559 7,328, % -7.2% Lain-Lain Pendapatan yang Sah 263,849 23,18 348, % 51.51% Belanja 8,832,756 1,431,519 9,938, % -4.72% Belanja Langsung 4,374,449 5,338,855 4,474, % % Belanja Tidak Langsung 4,458,37 5,92,664 5,464, % 7.3% Surplus (Defisit) (81,558) (1,36,564) (1,716,411) 63.% 31.37% Sumber : DJPK Depkeu dan DPKD Sumbar, diolah Meskipun realisasi PAD mengalami penurunan, posisi simpanan pemerintah daerah terus meningkat. Hal ini diperkirakan berasal dari transfer dana perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang terus mengalir setiap bulan ke kas daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah daerah masih terbatas pada realisasi belanja operasional seperti belanja gaji pegawai dan belanja operasional rutin lainnya. Guna optimalisasi penerimaan, beberapa pemerintah daerah di Sumatera Barat melakukan investasi dengan menempatkan sebagian kas yang dimiliki dalam bentuk deposito. Perilaku ini tidak hanya terjadi 67

94 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah di Sumatera Barat saja, namun juga terjadi pada provinsi lain di Sumatera Bagian Tengah (grafik 4.6). Pada akhir Maret 29, posisi deposito pemerintah daerah di Sumatera Barat tercatat sebesar Rp 567,89 milyar atau meningkat 125,2% dibandingkan posisi akhir Desember 28. Berbeda dengan pemerintah provinsi yang cukup optimis dalam menentukan target penerimaan, pemerintah kabupaten/kota justru memangkas target penerimaan khususnya PAD pada APBD 29. Target PAD pemerintah kabupaten/kota tahun 29 menyusut hampir separuh dari target PAD tahun 28, sekitar 46,18, dari Rp 1,1 triliun menjadi Rp 544,79 milyar (tabel 4.4.). Secara total, target penerimaan APBD pemkab/pemko tahun 29 mengalami penurunan dari Rp 9,12 triliun menjadi Rp 8,22 triliun.atau 9,89%. Pemangkasan target penerimaan tentu membuat defisit APBD Pemkab/Pemko mengalami peningkatan. Pada tahun 29, deficit APBD tercatat sebesar Rp 1,31 triliun sementara pada tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp 1,3 triliun. Pembiayaan defisit tersebut berasal dari Selisih Lebih Pembiayaan Tahun Sebelumnya (Silpa). Tabel 4.5. Belanja Modal Beberapa Urusan Pada Pemprov Sumatera Barat Tahun 29 Urusan Pekerjaan Umum Otda, Pemerintahan Umum, dan Administrasi Keuangan Pendidikan Kesehatan Pertanian ESDM-Kelistrikan Kebudayaan Perhubungan Kelautan dan Perikanan Ketenagakerjaan Pariwisata Perindustrian Sumber : Perda Sumbar No. 12 tahun 28 Pagu Anggaran Rp 258 milyar Rp 68 milyar Rp 43 milyar Rp 36 milyar Rp 1 milyar Rp 2,7 milyar Rp 2,5 milyar Rp 2 milyar Rp 1,8 milyar Rp 1,5 milyar Rp 1,1 milyar Rp 1 milyar Sebagaimana pemerintah pusat, anggaran infrastruktur mendapat prioritas utama untuk belanja modal pemerintah provinsi Sumbar. Belanja untuk urusan Pekerjaan Umum mendapatkan pagu anggaran tertinggi sebesar Rp 258 milyar. Dari jumlah tersebut, Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 175 milyar sementara sisanya 68

95 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah sebesar Rp 83 milyar digunakan oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air. Beberapa proyek infrastruktur yang turut dibiayai Pemprov Sumbar antara lain pembangunan jalan Sicincin Malalak sebesar Rp 63,94 milyar, pembangunan jembatan provinsi wilayah I dan II sebesar Rp 27,2 milyar, dan pembangunan jalan Duku-Sicincin sebesar Rp 11,53 milyar. 69

96 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 7

97 Juta Rupiah (Kep. Riau, Jambi, Sumbar, Riau) B O K S Triwulan I-29 Penyerapan Keuangan Daerah di Zona Sumbagteng Belum Optimal * PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, penyerapan anggaran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terbatas pada belanja rutin. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya simpanan pemerintah daerah di perbankan yang terjadi pada semua provinsi di Sumbagteng pada bulan Januari 29(grafik 4.1.). Pada triwulan I-29, biasanya proses kegiatan pemerintah baru berjalan pada tahap tender sehingga realisasi belanja baru akan terjadi mulai triwulan II-29. 1,, 18,, 9,, 8,, 7,, 6,, 5,, 4,, 3,, 2,, 1,, 16,, 14,, 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, Juta Rupiah (Total Sumbagteng) Kep. Riau Jambi Sumbar Riau Total Sumbagteng Sumber: SEKDA-BI, diolah Grafik 4.1. Perkembangan Simpanan Menurut Golongan Pemilik Pemerintah Daerah Pada tahun 29, pemerintah pusat mengalokasikan dana APBN baik melalui dana perimbangan, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, serta belanja instansi vertikal sekitar Rp 43 Triliun. Dalam alokasi dana perimbangan, Provinsi Riau memperoleh alokasi terbesar sebanyak Rp 14,55 triliun, sementara provinsi Kepri mendapatkan alokasi terkecil sebesar Rp 1,99 triliun (grafik 4.2.) Meski Provinsi Riau masih mendapatkan alokasi terbesar, namun sejak tahun ini terdapat beberapa pemerintah kabupaten yang tidak mendapatkan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) karena telah dapat memenuhi kebutuhan fiskalnya dari alokasi Dana Perimbangan. Pemerintah Kabupaten yang tidak mendapatkan alokasi DAU yaitu Pemkab Bengkalis, Pemkab Rokan Hilir, dan Pemkab Siak. Pada tahun 29, semua pemerintah daerah di Provinsi Riau mendapatkan dana bagi hasil migas sekitar Rp 11,4 triliun. * Zona Sumbagteng terdiri dari Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau.

98 Rp Milyar Alokasi Dana Perimbangan Sumatera (Triliun) Alokasi APBN di Sumatera Bagian Tengah , 14, 12, 1, 9,653 11,613 14, , 6. 6, Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau 1.99 Provinsi Kepulauan Riau 4.97 Provinsi Jambi 4, 2, Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sumbagteng Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.3. Alokasi APBN Non Dana Perimbangan Sumbagteng 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% Belanja Belanja Barang Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Pegawai Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.4. Jenis Belanja APBN (Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) Sumbagteng Alokasi APBD Pemprov (Rp triliun ) Belanja Modal Belanja Non Modal RIAU SUMBAR KEPRI JAMBI SUMBAGTENG Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.5. Alokasi Belanja APBD Pemprov di Sumbagteng Alokasi dana APBN non dana perimbangan di Sumbagteng meningkat cukup tinggi pada tahun 29. Grafik 4.3. menunjukkan bahwa alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan meningkat sebesar Rp 2,6 triliun atau 22,6%. Kenaikan belanja tersebut dialokasikan terutama untuk belanja bantuan sosial dan belanja barang (grafik 4.4.). Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh belanja tersebut antara lain kegiatan bantuan operasional sekolah (BOS), penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), penyaluran beras miskin (raskin), serta belanja pemilu. Di sisi lain, kegiatan belanja modal justru mengalami penurunan yang cukup tajam. Beberapa kegiatan belanja pemerintah pusat yang akan dijalankan di Sumbagteng pada tahun 29 antara lain: pengembangan perkeretapian di Sumbar senilai Rp 34 miliar, pembangunan jalan dan jembatan provinsi senilai Rp 627 miliar di provinsi Sumbar, Riau dan Jambi, pengelolaan sumber daya air senilai Rp 5 milyar, serta pengembangan listrik pedesaan di Riau sebesar Rp 39 milyar. Pemerintah daerah di Sumbagteng masih menempatkan ekses likuiditasnya dalam bentuk kas daerah di Bank Pembangunan Daerah. Di Provinsi Riau yang mendapatkan dana perimbangan cukup besar, hanya Kabupaten Kampar saja yang menempatkan dananya dalam bentuk investasi jangka pendek, sementara mayoritas pemerintah kabupaten/kota di Riau masih menempatkan ekses likuiditas dalam bentuk kas daerah (grafik ). Hal ini mengakibatkan

99 4/1/27 5/1/27 6/1/27 7/1/27 8/1/27 9/1/27 1/1/27 11/1/27 12/1/27 1/1/28 2/1/28 3/1/28 4/1/28 5/1/28 6/1/28 7/1/28 8/1/28 9/1/28 1/1/28 11/1/28 12/1/28 1/1/29 Rp Juta Milyar Rp penempatan dana BPD di SBI meningkat seiring dengan peningkatan dana pemerintah daerah di BPD, demikian pula sebaliknya. Hal ini dikonfirmasi dengan kondisi di Provinsi Riau dan Kepri dimana terjadi korelasi positif antara penempatan SBI dan simpanan pemerintah daerah di BPD (grafik 4.8.). 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Posisi Aset Lancar Pemda Provinsi/Kab/Kota di Riau Kampar Pelalawan Rokan Hilir Pemprov Riau Rokan Hulu Dumai Pekanbaru % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Posisi Kas Daerah Kampar Pekanbaru Rokan Hulu Dumai Pemprov Riau Pelalawan Rokan Hilir Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.6. Posisi Aset Lancar Pemda di Provinsi Riau 14,, Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.7. Pangsa Kas Daerah Pemda di Prov. Riau terhadap Posisi Aset Lancar Pemda di Provinsi Riau 12,, 1,, 8,, 6,, 4,, 2,, - SBI BPD Riau Pemda Riau dan Kepri Sumber: DJPK-Depkeu Grafik 4.8. Perkembangan Penempatan SBI BPD Riau dan Posisi Simpanan Pemda Riau dan Kepri di BPD

100 Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar, nilai transaksi sistem pembayaran Sumbar juga mengalami penurunan baik sistem pembayaran tunai maupun non tunai. Pada sistem pembayaran tunai, terjadi peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi non tunai baik melalui kliring maupun Sistem BI-RTGS secara nominal mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan Sistem BI-RTGS dalam transaksi pembayaran di Sumatera Barat sudah cukup tinggi, tercermin dari volume Sistem BI-RTGS periode Triwulan I-29 yang berada pada posisi tertinggi dibandingkan posisi yang sama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir Perkembangan Alat Pembayaran Tunai Perkembangan uang kartal di mengalami peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini lebih disebabkan tingginya inflow bulan Januari yang bertepatan dengan adanya peringatan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek. Tingkat pemusnahan uang kartal lusuh di Sumatera Barat turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kekhawatiran tingginya peredaran uang palsu menjelang pemilu pun tidak terjadi di Sumatera Barat, mengingat jumlah uang palsu pada Triwulan I-29 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk dan Keluar Pada Triwulan-I 29, Kantor kembali mengalami net Inflow, bahkan meningkat 22,34% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.1). Net inflow berarti jumlah aliran uang masuk lebih banyak dibandingkan jumlah aliran uang keluar, tercermin pada jumlah uang kas masuk (inflow) sebesar Rp miliar lebih tinggi dibandingkan aliran uang kas keluar (outflow) yang hanya sebesar Rp 18 miliar. Meskipun net inflow meningkat, namun jumlah inflow maupun outflow mengalami penurunan yaitu masing- 71

101 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah masing sebesar 18,51% dan 85,36% dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan aliran inflow dan outflow sejalan dengan telah berakhirnya hari raya keagamaan triwulan sebelumnya dan tahun baru 29. Tingginya net inflow Triwulan I-29 disebabkan besarnya net inflow Januari 29 (Rp 835 miliar). Inflow bulan Januari adalah inflow tertinggi dibandingkan bulan lainnya pada Triwulan-I 29, yaitu sebesar Rp 854 miliar. Adanya perayaan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek 256 pada bulan Januari 29 ditengarai menjadi pemicu tingginya inflow pada bulan tersebut. Peningkatan inflow bukan disebabkan meningkatnya simpanan masyarakat di perbankan, hal ini tercermin pada jumlah tabungan di Bank Umum Sumatera Barat per Januari 29 yang mengalami penurunan sebesar Rp 566 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Tingginya inflow lebih disebabkan adanya kegiatan peningkatan persediaan uang kartal oleh perbankan, guna memenuhi penarikan dana nasabahnya serta pengisian mesin ATM dalam mengantisipasi lonjakan permintaan uang kartal pada bulan Januari. 2,5 2, 1,5 1, 5 - Miliar Rp Inflow Outflow Net Inflow I II III IV I II III IV I II III IV I % Miliar Rp PTTB Rasio PTTB thdp inflow I II III IV I II III IV I II III IV I 1,6 1,4 1,2 1, Sumber : BI Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) Sumber : BI Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Bank Indonesia secara berkala melakukan pemusnahan terhadap uang kartal yang tidak layak edar (lusuh/rusak) sebagai upaya memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat. Uang Tidak Layak Edar (UTLE) akan dicatat di Bank Indonesia dengan istilah Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) dan akan dimusnahkan menggunakan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) atau Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK). 72

102 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar oleh Kantor Bank Indonesia Padang pada Triwulan I-29 menurun signifikan sebesar 72,36%, dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.2). Penurunan PTTB jauh lebih besar dibandingkan penurunan aliran kas masuk yang hanya sebesar 18,51% tercermin pada rasio PTTB terhadap inflow yang hanya 11,23% pada Triwulan I- 29. Berdasarkan jumlah lembar uang, dari total uang yang dimusnahkan (Rp 178 miliar) umumnya merupakan pecahan Rp 1. (51,5%) dan Rp 5. (21,5%). Namun secara nominal, sebagian besar adalah uang pecahan Rp 2. (27,72%) dan Rp 1. (19,69%) yang dimusnahkan (Grafik 5.3 dan Grafik 5.4). 51.5%.6%.7% 1.26% 1.89% 9.99% 14.19% 1, 5, 2, 14.92%.%.% 7.9% 17.45% 1, 5, 2, 21.5% 1, 5, 1, % 27.72% 13.11% 1, 5, 1, 5 1 Sumber : BI Sumber : BI Grafik Jumlah Lembar Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan Grafik Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan Juta Rp Lembar Nominal Lembar I II III IV I Sumber : BI Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat 73

103 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah Uang Palsu Jumlah temuan uang palsu pada Triwulan I-29 mengalami penurunan baik secara jumlah maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.5). Jumlah temuan uang palsu Triwulan I-29 tercatat Rp 3,8 juta atau turun 27,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara volume pun, jumlah uang palsu turun dari 58 lembar menjadi 38 lembar pada Triwulan I-29. Dengan demikian, kekhawatiran tingginya peredaran uang palsu menjelang pemilu tidak terjadi di wilayah Sumatera Barat Perkembangan Alat Pembayaran Non-Tunai Pada Triwulan I-29, jumlah warkat transaksi kliring di Bank Indonesia Padang meningkat, namun secara nominal mengalami penurunan. Cek/BG kosong yang ditolak oleh masih lebih rendah secara volume maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya, namun terdapat indikasi peningkatan baik secara nominal maupun volume jika dilihat dari prosentase Cek/BG kosong terhadap transaksi kliring yang dilakukan. Transaksi pembayaran dengan Sistem BI-RTGS umumnya digunakan oleh masyarakat di Kota Padang pada Triwulan I-29 tercatat nilai maupun volume transaksi lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan volume maupun nominal transaksi system BI-RTGS, yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat Sumatera Barat sudah cukup tinggi terhadap alternatif sistem pembayaran non tunai ini Perkembangan Kliring Pada Triwulan I-29, transaksi kliring secara volume mengalami peningkatan namun secara nominal turun dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 5.1). Ditengah tumbuhnya volume transaksi kliring s.d,9%, nilai transaksi kliring turun 15,9% atau hanya mencapai Rp 2.712,7 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal yang sama pun terjadi dengan rata-rata volume dan nilai transaksi harian kliring, dimana rata-rata volume transaksi setiap harinya sebanyak lembar warkat atau naik,95% dibandingkan Triwulan-IV 28. Sedangkan berdasarkan nilai transaksi, hanya tercatat Rp 45 miliar per hari atau turun 17,27% (Grafik 5.6). 74

104 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Tabel Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Sumber : BI 3, 2,5 Lembar Nominal Volume Miliar rupiah % 2.% % Jumlah Cek/BG Kosong Rasio Cek/BG kosong terhadap Nilai Transaksi Kliring 2, 5 1.5% 1,5 1, 5 I II III IV I II III IV I II III IV I %.5%.% I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : BI Grafik Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Sumber : BI Grafik Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring Penolakan Cek/Bilyet Giro (BG) Kosong mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal pada Triwulan-I 29 (Tabel 5.1). Jumlah cek/bg kosong pada Triwulan I-29 hanya tercatat lembar atau turun 11,9% dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan nominal, nilai transaksi penolakan Cek/BG kosong pun turun 1,7%. Secara kasat mata terjadi penurunan Cek/BG kosong baik secara nominal maupun nilai transaksi, tetapi jika melihat prosentase Cek/BG kosong terhadap transaksi kliring yang dilakukan pada periode tersebut, diketahui bahwa secara nominal masih terjadi peningkatan Cek/BG kosong sebesar,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan prosentase jumlah Cek/BG kosong masih lebih rendah,29% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.7). Meskipun secara prosentase, penggunaan Cek/BG kosong di Sumatera Barat masih relatif rendah, namun ada kecenderungan trend prosentase tersebut mengalami peningkatan setiap triwulannya. Untuk itu, agar pemberlakuan Daftar Hitam Nasional (DHN) menjadi efektif dalam mengurangi kejadian penolakan Cek/BG kosong, maka dibutuhkan kerjasama antara KBI 75

105 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah Padang dengan perbankan Sumatera Barat dalam rangka meningkatkan sosialisasi DHN kepada para nasabah bank. Tabel Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Sumber : BI Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS Pada Triwulan I-29, transaksi non tunai menggunakan Sistem BI-RTGS mengalami penurunan baik secara nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 5.7). Nilai dan volume transaksi Sistem BI-RTGS pada Triwulan-I 29 turun masing-masing 23,5% dan 12,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Turunnya transaksi Sistem BI-RTGS pada Triwulan I-29 bersifat seasonal, tercermin pada Grafik 5.8 dimana nilai atau transaksi BI-RTGS pada awal tahun 28 pun lebih rendah dibandingkan akhir tahun 27. Namun secara tahunan, baik nilai maupun volume transaksi Sistem BI- RTGS mengalami peningkatan masing-masing 56,19% dan 9,18% dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan nilai dan volume transaksi Sistem BI-RTGS pada Triwulan-I 29 adalah yang tertinggi dibandingkan posisi triwulan I tahun-tahun sebelumnya selama periode tahun 27 hingga 29. Tingginya penggunaan BI- RTGS menunjukkan kepercayaan masyarakat Sumatera Barat yang tinggi terhadap alternatif sistem pembayaran non tunai ini. Kota Padang merupakan daerah yang paling banyak melakukan transaksi melalui BI-RTGS di Sumatera Barat, baik secara volume maupun nominal. Pada Triwulan I-29 terjadi transaksi BI-RTGS di Kota Padang sebanyak Rp

106 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah miliar atau senilai 9,4% dari total transaksi BI-RTGS di Sumatera Barat. Kemudian transaksi BI-RTGS terbesar kedua dilakukan di Kota Bukit Tinggi yaitu sebesar Rp 86 miliar (senilai 3,61% dari total transaksi BI-RTGS). Berdasarkan volume, Padang juga mencatat jumlah transaksi BI-RTGS terbesar di Sumatera Barat yaitu sebanyak transaksi atau senilai 8,67% dari total transaksi di Sumatera Barat. Volume transaksi BI-RTGS terbesar kedua di Sumatera Barat yaitu terjadi di Kota Payakumbuh sebanyak 3.96 transaksi. Tingginya transaksi BI-RTGS di Kota Padang disebabkan Kota Padang sebagai pusat aktivitas perekonomian Sumatera Barat, selain sebagai ibu kota provinsi Sumatera Barat Triliun Rupiah Nilai Volume Ribuan SOLOK SAWAHLUNTO PESISIR SELATAN PAYAKUMBUH PASAMAN PARIAMAN PADANG 5 I II III IV I II III IV I 1 BUKITTINGGI AGAM RTGS (nominal) RTGS (volume) Sumber : BI Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat Sumber : BI Grafik Transaksi RTGS Triwulan I-29 di Propinsi Sumatera Barat 77

107 Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 78

108 Bab 3 : Inflasi BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat hingga Agustus 28 memasuki masa krisis dalam posisi yang cukup baik. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja serta menurunnya angka pengangguran. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat 3,54% sementara jumlah penduduk yang menganggur menurun sebesar 21,25%. Tingkat pengangguran terbuka juga terus menurun dari waktu ke waktu. Dampak krisis keuangan global diperkirakan akan mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan Sumbar pada posisi Februari 29. Hal ini diindikasikan dari penurunan nilai tukar petani pada triwulan IV-29 serta meningkatnya stok dalam pembentukan PDRB Sumbar. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumbar mencatat bahwa 3. buruh yang bekerja di enam perusahaan karet sudah dirumahkan 2. Beberapa perusahaan PJTKI juga membatalkan pengiriman serta memulangkan TKI asal Sumbar karena menurunnya permintaan TKI di luar negeri. Kembali meningkatnya harga komoditas diperkirakan kembali meningkatkan tingkat kesejahteraan sebagian penduduk Sumatera Barat yang sempat mengalami tekanan pada triwulan IV-28. Beberapa indikator kesejahteraan seperti Nilai Tukar Petani (NTP), sejak akhir triwulan IV- 28 mulai menunjukkan trend yang meningkat meskipun belum setinggi kondisi pada triwulan II dan III-28. Begitu pula dengan perkiraan pendapatan perkapita yang masih mengalami pertumbuhan positif serta adanya kenaikan Upah Minumimum Provinsi (UMP) sebesar 1% yang diberlakukan sejak 1 Januari Harian Padang Ekspres tanggal 4 Desember 28, 79

109 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan 6.1. Ketenagakerjaan Daerah Indikator ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Barat pada bulan Agustus 28 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional(Sakernas) yang dilaksanakan BPS Sumatera Barat menunjukkan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat terus bergerak ke arah yang lebih baik dibandingkan tahun 27. Hal ini tampak pada peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja dan penurunan yang cukup tinggi jumlah pengangguran jika dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya yaitu di bulan Februari 28. Pada Sakernas Agustus 28, Penduduk Usia Kerja (PUK) tercatat sebesar orang atau meningkat 1,42% dari Februari 28. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tahun 27 yang tercatat sebesar 1,5% (pertumbuhan Februari 27 ke Agustus 27). Dari jumlah PUK tersebut, yang menjadi angkatan kerja sebanyak orang (63,98% dari penduduk usia 15 tahun ke atas) atau meningkat,8% dibandingkan Februari 28. Sementara penduduk bukan angkatan kerja sebanyak orang (36,2% dari penduduk usia 15 tahun ke atas), atau meningkat sebesar 3,87% dibandingkan Februari 28. Lebih tingginya pertumbuhan penduduk bukan angkatan kerja dibandingkan dengan angkatan kerja disebabkan saat ini lebih banyak PUK yang memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan terutama bagi penduduk laki-laki usia 15 tahun ke atas (Tabel 6.1). Jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 3,54% dibandingkan periode yang sama tahun 27. Selama satu tahun terakhir pertambahan jumlah penduduk yang bekerja lebih banyak didominasi oleh penduduk perempuan. Dibandingkan kondisi agustus 27, jumlah penduduk perempuan yang bekerja tercatat tumbuh sebesar 5,67% yaitu dari orang menjadi orang. Sementara itu, jumlah penduduk laki-laki yang bekerja hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,21% atau meningkat dari orang pada Agustus 27 menjadi orang pada Agustus 28. Tingginya peningkatan penduduk perempuan yang bekerja diduga karena dorongan ekonomi, yaitu adanya tuntutan keluarga untuk menambah penghasilan disamping makin terbukanya kesempatan bekerja bagi kaum perempuan 3. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang bekerja, tingkat pengangguran pada periode ini juga mengalami penurunan yang 3 Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Barat No. 5/1/13/Th. XII, 5 Januari 29 8

110 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan signifikan. Dibandingkan Februari 28, tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar 17,22% atau menurun dari orang pada Februari 28 menjadi orang pada Agustus 28. Penurunan ini semakin tinggi jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 27 yang tercatat sebesar orang atau menurun tajam sebesar 21,25%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), juga mengalami trend penurunan sejak Agustus 26. Pada bulan Agustus 28, TPT tercatat menjadi 8,4% lebih rendah dibandingkan bulan Februari 28 yang tercatat sebesar 9,73%. Peningkatan jumlah penduduk bukan angkatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan penduduk angkatan kerja menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami penurunan. Setelah mengalami trend peningkatan sejak Agustus 26 sampai Februari 28, TPAK mengalami penurunan pada bulan Agustus 28. Pada periode ini tercatat TPAK sebesar 63,98% atau menurun 1,32% dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini dipicu oleh angkatan kerja laki-laki yang turun sebesar 2,35% sedangkan perempuan hanya mengalami penurunan sebesar,42%. Berdasarkan lapangan pekerjaan, sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak di Sumbar. Sektor ini masih menjadi pilihan utama karena merupakan penyumbang PDRB terbesar, lokasi usaha pada umumnya di daerah pedesaan, sifatnya yang fleksibel dan tidak terlalu membutuhkan keahlian yang tinggi. Sektor pertanian pada bulan Agustus 28 tercatat mampu menyerap tenaga kerja sebesar 47,25%. Jika dibandingkan bulan Agustus 27, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2,7%. Sebaliknya jika dibandingkan kondisi bulan Februari 28, tenaga kerja yang terserap di sektor ini tampak mulai mengalami penurunan yaitu sebesar -3,75%. Penurunan ini terutama disebabkan semakin berkurangnya jumlah penduduk laki-laki yang bekerja pada sektor pertanian. Agt'8/Feb'8 Agt'8/Agt'7 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas ,42 3,8 2. Angkatan Kerja ,8,99 a. Bekerja ,95 3,54 b. Pengangguran ,22-21,25 3. Bukan Angkatan Kerja ,87 7,3 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64,9 62,65 65,3 64,83 63, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 11,9 11,2 1,3 9,73 8,4 - - Sumber : BPS Sumbar Tabel 6.1 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Kegiatan Utama Agt 26 Feb 27 Agt 27 Feb 28 Agt 28 Pertumb. (%) 81

111 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Selain sektor pertanian, sektor perdagangan merupakan sektor kedua yang menyerap tenaga kerja terbesar di Sumbar. Sektor perdagangan pada bulan Agustus 28 tercatat memiliki pangsa sebesar 2,24%. Sementara itu sektor jasa tercatat memiliki pangsa sebesar 13,1%, sektor industri sebesar 6,56%, sektor angkutan/ transportasi sebesar 6,43%, sektor konstruksi/bangunan sebesar 4,52% dan sektor lainnya sebesar 1,99% (Tabel 6.2). Dilihat dari pertumbuhannya dibandingkan bulan Agustus 27, sektor jasa kemasyarakatan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,36% diikuti oleh sektor konstruksi/bangunan sebesar 12,84%. Sektor lainnya yang terdiri dari sektor pertambangan, listrik dan keuangan juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 11,8%. Sementara itu, sektor-sektor lain pada periode ini juga tumbuh rata-rata sebesar 2-3%. Sebaliknya, sektor industri merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar 8,3%. Jika dibandingkan dengan Februari 28, sektor pertanian dan perdagangan mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja berturutturut sebesar 3,75% dan 1,4% di bulan Agustus 28. Sektor konstruksi/bangunan mengalami pertumbuhan tertinggi pada periode ini yaitu sebesar 33,91%. Sementara itu, sektor industri yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi tahun lalu, tercatat mengalami pertumbuhan yang signifikan pada periode ini yaitu sebesar 24,25%. Krisis finansial global mulai memberikan dampak terhadap perekonomian Sumbar terutama sektor ketenagakerjaan. Di Sumbar petani sawit jumlahnya tak sedikit. Setiap tahun lahan perkebunan sawit terus meluas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas lahan perkebunan sawit di Sumatera Barat pada tahun 28 mencapai hektar dengan jumlah produksi ton atau setara dengan produktivitas sebesar 3.16 ton/ha. Dengan data ini, maka Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi yang memiliki produktivitas terbesar ketiga di Sumatera setelah provinsi Bangka Belitung dan Sumatera Utara. Sejalan dengan bertambah luasnya kebun sawit, perusahaan pengolah CPO juga bertambah banyak, begitu pula pekerja dan sub sektor yang berada di lingkaran komoditi sawit. Selain komoditi sawit, komoditi unggulan Sumbar lainnya yang mengalami keterpurukan akibat krisis adalah karet. Bila sebelumnya harga karet (lateks) berada pada kisaran Rp7.-8./kg kini merosot hingga Rp4.-5./kg. Dikutip dari harian Padang Ekspres tanggal 4 Desember 28, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumbar 82

112 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan mencatat bahwa 3. buruh yang bekerja di enam perusahaan karet sudah dirumahkan. Tidak hanya sektor perkebunan, sektor otomotif dan properti juga mulai merasakan dampak krisis akibat menurunnya daya beli masyarakat. Sektor otomotif bahkan menyatakan bahwa target penjualan mereka pada triwulan IV- 28 turun hingga 3%. Salah satu sektor yang masih aman dari dampak krisis bahkan diuntungkan adalah sektor pariwisata. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang asing justru memberikan keuntungan karena wisatawan lebih leluasa membelanjakan uangnya di Indonesia termasuk Sumbar. Melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa daya serap tenaga kerja sektoral masih belum mengalami perubahan dan cenderung berjalan lamban. Selain itu, dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk usia kerja sekitar rata-rata,5 persen, maka beban bertambahnya angkatan kerja masih belum dapat diserap oleh pertumbuhan lapangan kerja. Agt'8/Feb'8 Agt'8/Agt'7 Agt 27 Agt Pertanian ,75 2,7 47,93 47,25 2. Industri ,25-8,3 7,41 6,56 3. Konstruksi/Bangunan ,91 12,84 4,15 4,52 4. Perdagangan ,4 3,11 2,33 2,24 5. Angkutan/Transportasi ,1 3,8 6,46 6,43 6. Jasa ,82 13,36 11,89 13,1 7. Lainnya* ,91 11,8 1,84 1,99 Jumlah ,95 3,54 1, 1, * Pertambangan, Listrik dan Keuangan Sumber : BPS Sumbar Tabel 6.2 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Kegiatan Utama Agust 26 Feb 27 Agust 27 Feb 28 Agust 28 Pertumb. (%) Pangsa (%) Pada triwulan I-29, tingkat penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berasal dari dalam Provinsi Sumatera Barat ke luar negeri menurun tajam hingga lebih dari 8%. Data Dinas Ketenagakerjaan Sumatera Barat menunjukkan bahwa jumlah TKI asal Sumbar yang diberangkatkan sampai dengan Maret 29 hanya sebanyak 81 tenaga kerja atau turun 81,12% dibandingkan triwulan I-28 yang tercatat sebanyak 429 tenaga kerja (Tabel 6.3). TKI yang diberangkatkan mayoritas berusia tahun dan berpendidikan SLTA/Setingkat. Sebanyak 49 TKI yang diberangkatkan pada triwulan I-29 merupakan tenaga kerja yang berusia tahun dan 32 orang lainnya berusia di atas 21 tahun. Dari sisi pendidikan terakhir yang ditamatkan, 54,32% atau sebanyak 44 orang berpendidikan SLTA/Setingkat dan 45,68% sisanya atau 37 orang berpendidikan SMP/Setingkat. Hingga akhir triwulan 83

113 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan laporan, tidak ada tenaga kerja yang berpendidikan DI,DII, DIII maupun Sarjana yang diberangkatkan. Malaysia merupakan satu-satunya negara tujuan TKI asal Sumbar pada triwulan laporan. Meskipun mengalami penurunan yang sangat drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, penyaluran TKI asal Sumbar ke Malaysia masih terus berjalan. Data Disnakertrans sampai dengan Maret 29 menunjukkan bahwa keseluruhan TKI pada periode kali ini dikirimkan ke Malaysia. Serupa dengan triwulan-triwulan sebelumnya, sebagian besar TKI yang dikirim bekerja pada lapangan usaha industri pengolahan. Keseluruhan TKI yang kali ini dikirimkan ke Malaysia sebanyak 96,3% atau 78 orang, bekerja pada sektor industri pengolahan khususnya pada perusahaan industri elektronik. Sisanya sebanyak 2 orang bekerja pada sektor pertanian/perkebunan dan 1 orang lainnya bekerja pada sektor perdagangan besar. Sebagian besar TKI yang diberangkatkan pada triwulan laporan berasal dari kota Padang (46,15%). Pesisir Selatan mengirimkan 15 orang TKI atau sebesar 16,48% dan kabupaten Solok sebanyak 8 orang atau 8,79%. Kabupaten/kota lainnya hanya mengirimkan kurang dari 6 orang TKI. Sebagian besar TKI yang diberangkatkan adalah wanita dengan komposisi 83 : 17. Dampak krisis keuangan global berimbas terhadap pemulangan beberapa TKI asal Sumbar serta penurunan permintaan TKI yang sangat tajam. Sementara itu, media masa lokal melaporkan bahwa calon TKI yang sudah direkrut dan siap diberangkatkan mencapai 8 orang. Pemberangkatan calon TKI ini otomatis ditunda sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan karena permintaan turun tajam hingga mencapai 6 persen. Calon TKI ini paling banyak berasal dari Padang, Dharmasraya, dan Sijunjung 4. Kepala Disnakertrans Sumbar H.Febri Erizon, SH.MM, juga menyatakan bahwa ada 182 TKI asal Sumbar terkena PHK di Malaysia akibat krisis keuangan global. Mereka diberangkatkan oleh 4 PJTKI yakni PT. Andalan Mitra Prestasi, PT Sukses Mandiri Utama, PT.Dian Yoga Perdana dan PT Adhi Makmur Oengoel. Perusahaan tempat TKI yang di PHK tersebut adalah Syariat Cubic Elektronik SDn.BHD Malaka sebanyak 133 orang, Pineapple Connery of Malaysia sebanyak 2 orang, Corsem(m) SDn.BHD Ipoh Perak dan INC SDn (BHD) Selangor sebanyak 8 orang 5. Negara di Timur Tengah dan Asia dinilai masih potensial sebagai negara tujuan TKI asal Sumbar. Arab dan jepang dinilai masih memiliki prospek cerah 4 Singgalang, 16 Januari 29 5 Singgalang, 1 Februari 29 84

114 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan sebagai negara tujuan pengiriman TKI terutama untuk sektor kesehatan dalam hal ini tenaga medis atau perawat. Di Arab, ada sebuah PJTKI yang akan menyalurkan 1. orang tenaga medis. Sementara di Jepang juga terdapat sejumlah lowongan untuk perawat, hanya saja TKI Sumbar saat ini masih terkendala dalam hal bahasa dan juga pola sikap. Tabel 6.3 Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Daerah Asal Dalam Prov. Sumatera Barat Keterangan Pertumb. Share s.d Mar s.d Jun s.d Sept s.d Des s.d Mar (%) Mar'9 (%) Menurut Pendidikan ,12 1, - SD , - SLTP/Setingkat ,33 45,68 - SLTA/Setingkat ,8 54,32 - D.I, D.II & D.III , - Sarjana , Menurut Usia , < 15 tahun , tahun ,38 6,49 - > 21 tahun ,9 39,51 Menurut Lapangan Usaha , Pertanian/Perkebunan ,47 - Industri Pengolahan ,82 96,3 - Perdagangan Besar ,23 - Lainnya , Menurut Negara Tujuan , Malaysia ,12 1, - Brunei Darussalam , - Saudi Arabia , - Korea , Sumber : Disnakertrans Sumbar 6.2 Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan sebagian penduduk Sumatera Barat yang sempat mengalami tekanan pada triwulan IV-28 kembali meningkat pada triwulan I-29. Beberapa indikator kesejahteraan seperti Nilai Tukar Petani (NTP), sejak akhir triwulan IV-28 mulai menunjukkan trend yang meningkat meskipun belum setinggi kondisi pada triwulan II dan III-28. Begitu pula dengan perkiraan pendapatan perkapita yang masih mengalami pertumbuhan positif serta adanya kenaikan Upah Minumimum Provinsi (UMP) sebesar 1% yang diberlakukan sejak 1 Januari 29. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa 85

115 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/ daya beli petani. Terhitung sejak penyajian data NTP bulan Mei 28 perhitungan NTP sudah menggunakan tahun dasar 27 (27=1). Sejak Desember 28, NTP Sumbar mulai menunjukkan trend yang meningkat. Setelah sempat mengalami pertumbuhan negatif selama 3 bulan berturut-turut yaitu dari bulan September November 28, NTP Sumbar kembali mencatatkan angka pertumbuhan yang positif. Pada bulan Desember 28 NTP Sumbar meningkat sebesar 1,66% yaitu dari 1,52 menjadi 12,19. Di bulan Januari dan Februari NTP Sumbar kembali meningkat berturut-turut sebesar,88% dan 1,19%. Sebaliknya, mulai bulan Desember 28 - Februari 29 NTP Nasional cenderung stagnan. Di bulan Desember tercatat pertumbuhan NTP nasional hanya sebesar,65% kemudian di bulan Januari mengalami penurunan sebesar,7% dan kembali tumbuh sebesar,48% di bulan Februari 29 (Grafik 6.1). Dari pemantauan 11 kabupaten, NTP empat subsektor mengalami peningkatan yaitu, subsektor padi dan palawija, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. NTP subsektor padi dan palawija mengalami kenaikan sebesar 2,6% yang disebabkan oleh meningkatnya indeks yang diterima petani khususnya petani padi sebesar 4,14%. Sementara itu,ntp subsektor tanaman perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar,16%,,6% dan 2,68%. Sebaliknya, subsektor holtikultura mengalami penurunan NTP sebesar,7% yang disebabkan oleh menurunnya indeks yang diterima oleh petani khususnya petani sayur-sayuran sebesar 3,12%. Hal ini terkait dengan adanya panen sayur-sayuran hampir disebagian besar wilayah di Sumbar yang mengakibatkan harga sayursayuran menjadi anjlok dipasaran. Di bulan Februari 29, terjadi inflasi di daerah pedesaan sebesar,46% (m-t-m) setelah pada bulan Januari sempat terjadi deflasi sebesar,4% (m-tm). Sejalan dengan inflasi yang terjadi di kota Padang pada bulan Februari sebesar,68% (m-t-m), inflasi dipedesaan juga dipicu oleh peningkatan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar,36% (m-t-m). Inflasi juga terjadi hampir pada seluruh kelompok yaitu kelompok makanan jadi sebesar,97% (m-t-m), kelompok perumahan sebesar,16% (m-t-m), kelompok sandang sebesar 1,15% (m-t-m), kelompok kesehatan sebesar,49% (m-t-m), dan kelompok pendidikan, 86

116 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Indeks Nasional Indeks Sumbar Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan rekreasi, dan olahraga sebesar,11% (m-t-m). Hanya kelompok transportasi dan komunikasi yang mengalami deflasi pada periode ini sebesar,21% (m-t-m). Grafik 6.1 Nilai Tukar Petani di Sumatera Barat dan Nasional Nasional (axis kiri) Sumatera Barat (axis kanan) Tahun Dasar Sumber : BPS, diolah PDRB per kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) di Sumatera Barat tumbuh sebesar 1,61% (q-t-q) atau meningkat dari Rp15,547 juta* menjadi Rp15,747 juta*. Angka pertumbuhan ini tercatat masih lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,38% (q-t-q). Adanya peningkatan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar 1% yang diberlakukan sejak 1 Januari lalu yang disertai dengan meredanya tekanan inflasi kota Padang pada akhir triwulan I-29 menjadi sebesar 9,21% (y-o-y), diharapkan dapat menjadi sinyal positif adanya peningkatan daya beli masyarakat Sumbar. Sebaliknya, PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) pada triwulan laporan justru menunjukkan adanya perlambatan. Pertumbuhan PDRB perkapita ADHK pada triwulan I-29 tercatat sebesar,46%(q-t-q) atau sebesar Rp7,51 juta** setelah sebelumnya tumbuh sebesar 1,11% (q-t-q) atau sebesar Rp7,476 juta** (Grafik 6.2). 87

117 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan Rp. 18. Grafik 6.2 Perkembangan PDRB/Kapita Sumatera Barat 25, % , , , 6. 5, Tw.III- 27* Tw.IV- 27* Tw.I- 28* Tw.II- 28* Tw.III- 28* Tw.IV- 28* Tw.I- 29* (5,) * angka perkiraan PDRB/Kapita (Berlaku) PDRB/Kapita (Konstan) Pertumb. (Berlaku, %) Pertumb. (Konstan, %) Sumber : BPS, diolah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumbar tahun 29 meningkat sebesar 1% atau menjadi Rp88./bulan dibandingkan tahun 28, sementara tingkat inflasi tahunan Sumbar yang diwakili oleh kota Padang pada triwulan I-29 sebesar 9,21%. Pemerintah Provinsi Sumbar telah memutuskan untuk menaikkan UMP sebesar 1% atau menjadi Rp 88./bulan berlaku mulai tanggal 1 Januari 29. Dengan mulai meredanya tekanan inflasi yang terjadi di Sumatera Barat yang diwakili oleh inflasi kota Padang diharapkan besarnya UMP ini sudah dapat menutupi penurunan daya beli masyarakat yang sempat tergerus di tahun 28 karena tingginya tingkat inflasi (kenaikan UMP 28 sebesar 1,34% sementara laju inflasi tahun kalender tercatat sebesar 12,68%). Hingga akhir triwulan I-29, laju inflasi tahun kalender kota Padang masih menunjukkan angka yang cukup baik yaitu sebesar,4%. Dengan tren yang ada saat ini, diharapkan target inflasi kota Padang pada akhir tahun 29 yang sebesar 7±1 dapat tercapai. 88

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 21 Kantor Triwulan I-21 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian Ekonomi Penerbit : Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter - Kelompok

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI PROVINSI REGIONAL RIAU Triwulan II - 200 7 Kantor Bank Indonesia P e k a n b a r u KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL BAB 1. PERKEMBANGAN 7 BAB 1. PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2008 KANTOR 8 BAB 1. PERKEMBANGAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN 24 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2008 KANTOR 25 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci