TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Pada triwulan III 214, ekonomi Sulsel tumbuh tinggi sebesar 8,23% (yoy), dan meningkat dibandingkan dengan triwulan II 214 yang tumbuh 7,36% (yoy). Kinerja perekonomian Sulsel tersebut berbeda arah dengan perekonomian nasional. Peningkatan kinerja sektor primer, industri pengolahan, serta sektor perdagangan menjadi penyebab naiknya laju pertumbuhan ekonomi Sulsel. Masih terjadinya panen, minimalnya gangguan operasional tambang, serta permintaan yang kuat akan barang hasil industri menjadi faktor pendorong ekonomi Sulsel pada triwulan laporan. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tersebut, di sisi lain masih menyisakan tantangan berupa meningkatnya jumlah penduduk miskin serta belum membaiknya tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat. Perkembangan harga di Sulsel pada triwulan laporan masih pada level yang relatif rendah yaitu 3,72% (yoy). Prestasi tersebut sebagai hasil dari ketersediaan pasokan/stok. Peran TPID se-sulsel juga tampak lebih nyata dengan adanya perencanaan dan antisipasi kenaikan tekanan harga, dengan meningkatkan produksi pangan setidaknya beberapa bulan sebelum momen perayaan Idul Fitri. TPID se- Sulsel juga optimal dalam meningkatkan koordinasi maupun penguatan kelembagaan. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Makassar, November 214 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I - Sulampua Suhaedi Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PERMINTAAN SISI PENAWARAN KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI KABUPATEN DAN KOTA INFLASI DAERAH INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTAIHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG TUNAI 51 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 v

6 DAFTAR ISI 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI PROSPEK PEREKONOMIAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI 65 LAMPIRAN 73 DAFTAR BOKS BOKS 3.A. PEMBENTUKAN TPID DI SELURUH KABUPATEN/KOTA SE SULAWESI SELATAN TELAH SELESAI DILAKUKAN 38 BOKS 3.B. PEMBAGIAN ZONA TPID KABUPATEN DAN KOTA DI SULAWESI SELATAN 39 BOKS 5.A. PENCANANGAN GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 53 BOKS 7.A. DAMPAK (RENCANA) KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI 68 BOKS 7.B. TINDAK LANJUT PROYEK INFRASTRUKTUR, WHAT S NEXT? 7 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III 214 tumbuh meningkat. Pada triwulan III 214, ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh sebesar 8,23% (yoy), di atas triwulan II 214 (7,36%, yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian Sulsel didorong oleh produksi sektor utama yang mengalami akselerasi serta percepatan pertumbuhan komponen investasi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III 214 (5,1%, yoy). Sementara itu, tekanan inflasi tercatat melambat di triwulan laporan, sebesar 3,72% (yoy), dibandingkan dengan triwulan II 214 (5,92%, yoy). Turunnya tekanan inflasi didorong oleh kecukupan pasokan dan koordinasi yang optimal antara pemerintah provinsi dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota, melalui kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dengan masa persiapan sebelum Lebaran setidaknya 3 (tiga) bulan sebelumnya. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat, namun tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mampu tumbuh cukup tinggi. Ke depan, tantangan dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Dari sisi harga, beberapa faktor risiko tekanan inflasi harus diwaspadai, antara lain ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan administered prices. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Investasi meningkat, terkait membaiknya kinerja sektor primer, industri, dan perdagangan. Perekonomian Sulsel pada triwulan III 214 mengalami peningkatan kinerja yang didorong oleh naiknya kinerja sektor primer, industri pengolahan, dan perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 7,36% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih tinggi dari capaian pada triwulan II 214. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Keuangan Pemerintah Realisasi pendapatan dan belanja pada triwulan III 214 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan III 214 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 213. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 213. Tertahannya realisasi pendapatan daerah tersebut terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%, walaupun nominal realisasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF belanja triwulan III 214 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 214 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut memberi dorongan pada pertumbuhan konsumsi swasta. Inflasi Daerah Tekanan Inflasi Sulsel triwulan III 214 menurun, disebabkan oleh berakhirnya berbagai momen perayaan serta pasokan pangan yang memadai. Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 214 tercatat sebesar 3,72% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 214 (5,92%, yoy). Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di periode pelaporan. Terkendalinya inflasi tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang periode pelaporan. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan melambat, namun risiko masih dalam batas aman. Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan III 214 melambat, namun dengan risiko yang tetap terkendali. Kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 214 menjadi sebesar 125,6% dari triwulan sebelumnya (129,21%). Kredit konsumsi dan investasi melambat, namun kredit modal kerja masih terakselerasi. Sementara penghimpunan tabungan dan deposito masih meningkat, mendorong akselerasi penghimpunan DPK. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio nonperforming loan (NPL) bank umum masih berada pada level aman, antara lain pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM. Namun, perlu ada perhatian khusus pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset semua kelompok bank. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Masih relatif tingginya pertumbuhan ekonomi tercermin pada volume RTGS. Perkembangan kinerja perputaran uang melalui RTGS terus menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan III 214. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan III 214. Meski masih mengalami net outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel mencapai 5,1% (Sakernas Agustus 214) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Agustus 213). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan III 214 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Dari aspek kemiskinan, jumlah penduduk miskin hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 214 tercatat lebih lambat dari September 213 yang disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

9 RINGKASAN EKSEKUTIF Prospek Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 214 akan tetap kuat dengan tingkat inflasi yang terkendali. Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 214 diperkirakan stabil meningkat, namun untuk keseluruhan tahun 214 sedikit lebih rendah dari 213. Tingkat pertumbuhan triwulan IV 214 dan 214, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3% (yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Sulsel 214 tetap lebih baik dibandingkan dengan ekonomi nasional. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) dan kegiatan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sektor pertanian diperkirakan melambat, karena memasuki musim tanam di sebagian besar daerah. Tekanan harga akhir tahun 214 diprakirakan akan tetap terkendali, meski disertai risiko yang dapat meningkatkan inflasi. Ketersediaan bahan makanan dinilai dapat mencukupi dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Namun demikian, tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko utama yang dapat membuat inflasi tercatat jauh di atas perkiraan karena imbas secara langsung maupun tidak langsung. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 6,936 16,53 1. Pertanian 3,787 4,95 4,321 3,329 3,831 4,59 4,491 3,765 4,243 4,521 5,8 2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,91 1,29 1,123 1,181 1,23 1,153 1,14 1,121 1, Industri Pengolahan 1,948 1,99 2,33 2,79 2,18 2,187 2,21 2,199 2,238 2,355 2, Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan ,22 1, ,35 1,76 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,59 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,22 3,29 3,139 3, Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,52 1,553 1,544 1,613 1,66 1,663 1,642 1,668 1, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,24 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,48 1,472 1,518 1, Jasa-jasa 1,46 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,64 1,636 1,594 1,622 1,7 PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 16, Konsumsi 9,586 9,767 9,984 1,142 1,136 1,336 1,675 1,852 1,777 1,965 11, Investasi 4,7 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,52 4,25 4,993 4,99 3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,98 6,288 6, Impor 4,269 4,83 4,655 4,713 4,82 5,128 4,339 4,923 4,371 5,73 4,631 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 213* 214** 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 16,157 16,53 17,173 18, (15.43) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR **** I II III IV I II III IV I II III BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,24 49,917 53,717 52,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 64,339 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 9,693 Tabungan 25,4 27,26 28,545 31,466 29,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 34,828 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,97 15,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 19,819 Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 - Modal Kerja 2,516 22,85 22,385 25,56 25,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 29,847 - Investasi 1,25 1,588 1,997 11,38 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 - Konsumsi 24,44 25,597 27,77 29,335 3,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 35,159 LDR % % % % 13.72% % 13.78% % 13.45% % 125.6% Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 - Pertanian 96 1,128 1,171 1,215 1,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 1,435 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,94 4,8 5,25 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 4,283 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,65 2,448 2,582 2,674 2,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 4,173 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,27 19,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 25,748 - Pengangkutan 1,744 1,73 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 2,951 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,15 3,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 3,581 - Jasa Sosial Masyarakat 1,57 1,485 1,372 1,44 1,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 2,115 - Lain-lain 26,7 27,45 28,781 3,684 31,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 35,48 Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,24 2,27 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,26 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,88 4,249 - Investasi ,27 1,48 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,29 9,819 9,877 1,37 1,123 1,329 1,885 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,76 5,678 6,492 5,624 5,75 5,862 6,76 6,48 - Investasi 3,369 3,85 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,71 6,18 7,66 8,534 1,132 9,932 1,148 1,52 11,46 1,586 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,25 6,872 7,278 7,79 7,822 7,68 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,16 2,349 2,927 3,6 2,87 2,972 3,224 2,96 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3.5% 3.8% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 Giro Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 1,337 Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 1,195 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,76 3,52 3,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 - Modal Kerja Investasi Konsumsi 1,887 2,96 2,192 2,544 2,868 3,17 3,255 3,34 3,282 3,423 3,27 FDR 174.8% 18.63% % % 181.4% % % % 162.4% 174.2% % Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. SISTEM PEMBAYARAN I II III IV I II III IV I II III KAS Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,562 Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 5,561 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,86 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,31 4,159 2,343 3,826 5,637 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 11,54 15,473 15,421 19,88 14,448 17,42 18,77 2,54 15,66 21,374 22,719 To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 4,648 32,767 36,12 37,614 41,48 27,887 33,669 38,96 From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,49 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 1,97 TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 1,139 9,737 9,976 1,239 1,67 9,483 9,616 9,716 Volume Kliring* (Lembar) 281, ,76 285, , ,3 285,559 28,922 29,332 26,69 266,25 26,914 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,15 4,567 36,457 34,774 37,895 41,13 29,191 28,625 3,355 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,87 8,887 9,534 9,18 9,4 9,365 9,62 8,89 8,978 9,41 Volume Kliring Debet (Lembar) 244, 245,6 246,51 254, ,573 25, ,27 249,22 23, ,4 23,559 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,89 3,96 4,35 4,126 4,18 4,5 4,19 3,848 3,957 3,719 Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,13 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,92 6,659 7,114 7,119 6,765 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,33 6,2 5,94 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara 212*** 213*** 214*** Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. GRAFIK INDIKATOR 8% 7% 6% 5% Rasio PDRB Sulampua terhadap PDB Nasional 7.16% 1% 9% 8% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) 8.23% 4% 3% 2% 1% Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional 2.58% 7% 6% 5% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 5.1% % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II II Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) 1% 8% 6% 4% 2% % -2% -4% Pertanian Pertambangan PHR Industri Pengolahan Komunikasi dan Transportasi Lainnya PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Stok Net Ekspor PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Inflasi Nasional (yoy) BI Rate Inflasi Sulsel (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (Rp Triliun) DPK Lokasi Bank Pelapor Aset Kredit LokasiBank LDR - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2% 19% 18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % (Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan Jumlah Penduduk Miskin % 12% 1% 8% 6% 4% 2% % Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

15 1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (7,36%, yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih baik dari capaian triwulan sebelumnya. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Adapun kinerja konsumsi pemerintah yang melambat memengaruhi perlambatan pertumbuhan sektor jasa-jasa. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214 9

16 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pada triwulan III 214, perekonomian Sulsel tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy) setelah sebelumnya tercatat 7,36% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 5,1% (yoy). Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan III biasanya tumbuh positif secara triwulanan, yaitu sebesar 6,6% (qtq) (Grafik 1.1). Menguatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel, dari sisi permintaan, disebabkan oleh perkembangan investasi (termasuk perubahan stok) yang tumbuh jauh di atas capaian triwulan II 214. Sementara itu, dari sisi penawaran, kinerja sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, serta perdagangan menjadi sumber percepatan pertumbuhan ekonomi (2) (4) (6) % yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 213** 214** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan atau pengeluaran, meningkatnya perekonomian Sulsel pada triwulan III 214 terutama didorong oleh akselerasi pada komponen investasi. Peningkatan kinerja investasi terutama didorong oleh kinerja perubahan stok yang tubuh cukup tinggi setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Adapun komponen pengeluaran yang lain relatif mengalami perlambatan, keculai impor. Meski masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga tercatat sedikit mengalami perlambatan. Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan juga tidak mampu mencatat akselerasi kinerja sehingga konsumsi secara total tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) juga mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga menahan akselerasi investasi lebih lanjut. Sementara itu, di tengah perkembangan impor yang membaik setelah terkontraksi pada triwulan sebelumnya, komponen ekspor justru tercatat tumbuh lebih rendah dari triwulan II 214 (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2). Pertumbuhan Komponen Penggunaan (%, yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran 212* 213** 214** 212* 213** I II III IV I II III IV I II III PDRB Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Ekspor Impor Keterangan: - Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga - PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto - Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori 1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

17 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (5) (1) (15) % Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211* 212* 213** 214** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran Konsumsi Kegiatan konsumsi kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan II 214. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 5,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya (6,8%, yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga cenderung tidak terjadi secara drastis sehingga angka pertumbuhannya masih tercatat cukup tinggi. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami perlambatan sehingga tidak mampu mendorong terjadinya percepatan pada sisi konsumsi secara keseluruhan. Pada triwulan III 214, konsumsi rumah tangga tidak mengalami akselerasi seiring berakhirnya masa persiapan pemilu dan adanya tekanan dari sisi harga. Konsumsi rumah tangga (termasuk nirlaba) tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) setelah tumbuh 6,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan yang terjadi pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi terkait pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Di samping itu, adanya tekanan harga terkait penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) dan bahan bakar rumah tangga dinilai menahan perkembangan konsumsi lebih lanjut. Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup tinggi seiring stimulus belanja karena adanya hari besar keagamaan (Lebaran) serta dukungan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian secara umum. Keyakinan konsumen masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik sedangkan penjualan eceran tumbuh relatif terbatas. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalami peningkatan (Grafik 1.3). Hal ini menunjukkan adanya optimisme masyarakat seiring terjaganya tingkat pendapatan yang diterima. Selanjutnya, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena terbatasnya konsumsi terkait bahan bakar kendaraan bermotor serta barang rumah tangga lainnya (Grafik 1.4). Sementara itu, penyaluran kredit untuk keperluan konsumsi masih berada dalam tren yang melambat (Grafik 1.5) IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar Indeks Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan Indeks %, yoy (1) (2) (3) (4) I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan II 214. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 3,89% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,55% (yoy). Realisasi penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum mencapai target membuat konsumsi pemerintah tidak mengalami percepatan pertumbuhan. Penyerapan anggaran, baik APBD maupun APBN, masih berada pada kisaran 5% - 65%, di bawah target penyerapannya yang sebesar7% - 75%. Hal ini turut dipengaruhi oleh kebijakan penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah. 1 Penghematan anggaran tersebut tercermin dari indikator giro pemerintah daerah yang sedikit berkurang pada triwulan laporan, berbeda dengan pola historis yang biasanya terjadi (Grafik 1.6). Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan Giro Pemerintah Daerah ggiro Pemda - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah Investasi Pada triwulan III 214, investasi yang dihitung dari PMTB tumbuh lebih rendah dari triwulan II 214. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya yaitu dari 8,39% (yoy) menjadi 5,32% (yoy). Perlambatan yang terjadi pada komponen PMTB dinilai lebih disebabkan oleh masih lemahnya kinerja investasi bangunan. Hal ini tercermin dari indikator nilai tambah sektor bangunan yang tumbuh melambat pada triwulan laporan (Grafik 1.7). Melambatnya investasi bangunan sebagai dampak dari pertumbuhan belanja modal pemerintah yang memang belum optimal pada periode laporan. 2 Penopang pertumbuhan investasi pada triwulan laporan dinilai terutama bersumber dari kinerja investasi swasta, khususnya investasi nonbangunan. Pembangunan terkait properti seperti perumahan, ruko, hotel, dan apartemen, tetap berlangsung, terutama lanjutan dari periode sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja realisasi penanaman modal asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN) yang mengalami akselerasi pada triwulan laporan seiring investasi pada sektor pertambangan, angkutan, serta sektor listrik, gas, dan air (LGA). 1,2 1, Nilai Tambah Sektor Bangunan ADHK gnilai Tambah Rp Miliar %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.7. Nilai Tambah Sektor Bangunan Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi 1 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

19 Millions BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Perlambatan PMTB pada triwulan III 214 sejalan dengan melemahnya kinerja indikator pembiayaan. Penyaluran kredit yang digunakan untuk keperluan investasi mengalami perlambatan dengan kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan. Tren perlambatan penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 213 (Grafik 1.8). Di sisi lain, masih baiknya kinerja investasi nonbangunan dikonfirmasi oleh pertumbuhan nilai impor barang modal yang tumbuh tinggi pada triwulan laporan, jauh di atas triwulan sebelumnya (Grafik 1.9) Impor Barang Modal gimpor Barang Modal US$ Juta %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (5) Posisi Stok Perubahan Stok gperubahan Stok - Skala Kanan US$ Juta %, yoy 2,5 2, 1,5 1, 5 (5) (1,) (1,5) (2,) (2,5) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.9. Impor Barang Modal Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.1. Perubahan Stok Produsen Nikel Meski PMTB tumbuh melambat, kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami perbaikan pada triwulan II 214. Setelah turun hingga -3,1% (yoy), investasi secara total mampu bertumbuh sebesar 13,55% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan tersebut disumbangkan oleh komponen perubahan stok. Indikasi ini terlihat juga dari perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang mampu tumbuh lebih baik pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan II 214 (Grafik 1.1) Ekspor dan Impor Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan III 214 kembali tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring melemahnya kinerja ekspor. Akselerasi kinerja impor pada triwulan laporan yang dibarengi dengan deselerasi ekspor membuat pertumbuhan surplus perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi jauh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan II 214. Surplus pada triwulan III 214 tercatat asebagai surplus tertinggi dalam beberapa periode terakhir (Grafik 1.11). Hal ini turut ditopang oleh surplus pada sisi neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Pada triwulan laporan, kondisi surplus dapat dicapai seiring dengan adanya peningkatan nilai ekspor luar negeri nonmigas Sulsel yang disertai dengan penurunan impor luar negeri nonmigas. Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan 1, 2,5 Rp Miliar Rp Miliar 8, 6, 2, 4, 1,5 2, 1, (2,) 5 (4,) (6,) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan US$ Juta US$ Juta (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih PDRB Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Pada triwulan III 214, komponen ekspor masih mampu tumbuh cukup tinggi walaupun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 7,62% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 214 (11,59%, yoy). Deselerasi kinerja ekspor dinilai merupakan dampak dari melemahnya kinerja ekspor ke luar negeri (Grafik 1.13). Sementara itu, kegiatan ekspor antardaerah menjadi penopang pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan volume barang yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Volume Ekspor Luar Negeri gvolume Ekspor gnilai Ekspor Ribu Ton %, yoy (5) (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy (1) (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat perlambatan pada triwulan III 214. Ekspor rumput laut, biji coklat (kakao), semen, serta karet alam olahan tumbuh lebih rendah dari triwulan II 214 (Grafik 1.15). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang tidak seekspansif triwualn sebelumnya, bahkan mengalami kinerja yang kontraktif (Korea Selatan) (Grafik 1.16). Di lain pihak, ekspor komoditas industri nikel, perikanan dan pertambangan masih mengalami akselerasi seiring kegiatan produksi yang berjalan tanpa gangguan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekspor secara keseluruhan (2) (4) (6) (8) Rumput Laut Karet Alam Olahan Biji Coklat Semen - Skala Kanan %, yoy %, yoy I II III IV I II III IV I II III 2, 1,5 1, 5 (5) Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan Indeks Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Impor masih menunjukkan perbaikan pada triwulan II 214 setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya seiring peningkatan pada impor barang dari luar negeri maupun dari daerah lain (antardaerah). Pada triwulan laporan, impor mampu tumbuh hingga 6,73% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang turun hingga -1,8% (yoy). Perbaikan pada komponen impor dikonfirmasi oleh indikator volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang tumbuh tinggi setelah terkontraksi pada triwulan lalu (Grafik 1.17). Hal yang sama diperlihatkan oleh indikator volume impor barang yang berasal dari luar negeri (Grafik 1.18). Hal ini terutama didukung oleh kinerja impor barang modal dan bahan baku yang membaik pada triwulan laporan untuk mendukung kegiatan produksi sektor ekonomi utama. 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (3) (4) Volume Impor Luar Negeri gvolume Impor gnilai Impor Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) (8) Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan III 214, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.2)..68% Pangsa Triwulan III %.49% Pangsa Triwulan III % Komoditas Pertanian: US$16.16 Juta Barang Modal: US$3.33 Juta Komoditas Industri: US$ Juta Bahan Baku: US$ Juta 78.5% Komoditas Pertambangan: US$3.4 Juta 79.15% Barang Konsumsi: US$.74 Juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.2. Pangsa Impor Menurut Kategori Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan III 214, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,7% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, produk olahan kakao dan rumput laut menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,58% dan 7,78%. Untuk impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 39,648% pada triwulan III 214 dan berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, barang industri lainnya dan makanan ternak mengambil pangsa impor terbesar yaitu masing-masing 19,64% dan 1,97% (Tabel 1.3). Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Komoditas Triwulan III 214 Pangsa (%) (US$ Juta) Nikel Matte Kakao Olahan Rumput Laut Sumber: Bea Cukai, diolah Biji Kakao Udang Segar/Beku Ikan Olahan Kayu Lapis Kopi Buah/Sayuran Olahan Dedak/Bekatul Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor Komoditas Triwulan III 214 Pangsa (%) (US$ Juta) Sumber: Bea Cukai, diolah Gandum Barang Industri Lainnya Makanan Ternak Lainnya Besi/Baja Pupuk Suku Cadang Mesin Alat Listrik Kakao Olahan Kapal Laut dan Sejenisnya Kertas dan Barang dari Kertas Sisi Penawaran Dari sisi penawaran atau produksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dipengaruhi terutama oleh akselerasi kinerja sektor primer. Membaiknya kinera sektor primer diikuti oleh akselerasi pada sektor industri pengolahan dan kegiatan perdagangan (sektor perdagangan, hotel, dan restoran/phr). Sementara itu, kinerja sektor sekunder maupun sektor tersier yang lain tercatat tidak sebaik triwulan sebelumnya (Tabel 1.4). Hal ini membuat perekonomian Sulsel tidak mengalami akselerasi lebih lanjut. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Pertumbuhan Sektor Ekonomi (%, yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi 212* 213** 214** 212* 213** I II III IV I II III IV I II III PDRB Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan Jasa-jasa Keterangan: - Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan 1 8 % Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB (2) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211* 212* 213** 214** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi Sektor Pertanian Pada triwulan III 214, sektor pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan seiring akselerasi pertumbuhan produksi di subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,11% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 214 yang tercatat sebesar 11,39% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi palawija, menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akselerasi. Produksi padi, selepas puncak musim panen raya, ternyata masih menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Hal ini didukung oleh kondisi musim yang sangat mendukung aktivitas pengolahan lahan padi 3 sehingga beberapa daerah yang memang masih mengalami musim panen dapat mencatat hasil yang optimal. Percepatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan yang didukung oleh masih terjaganya produksi ikan tangkap maupun ikan budidaya selama periode triwulan III 214. Curah hujan yang masih memiliki intensitas rendah selama periode Juli sampai dengan September 214 membuat kendala aktivitas penangkapan minimal. Di samping itu, perkembangan jenis perikanan yang dibudidayakan juga mengalami peningkatan kinerja, terutama udang. Permintaan dari industri pengolahan udang yang tinggi diyakini mendorong produksi udang di Sulsel. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan yang tetap kuat dari negara mitra dagang serta kurangnya kompetitor sejenis. 4 Hal ini terkonfirmasi dari kinerja volume ekspor udang dan aneka ikan yang mengalami akselerasi (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23). Subsektor peternakan juga diindikasikan memberi sumbangan yang positif bagi sektor pertanian. Hal ini didukung oleh upaya revitalisasi dan pembenahan pabrik milik dari perusahaan peternak sapi untuk meningkatkan produksi. 5 Sementara itu, subsektor perkebunan menjadi penahan akselerasi lebih lanjut sektor pertanian setelah lewatnya musim panen 3 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November Hasil liaison kepada eksportir komoditas perikanan, triwulan III Hasil liaison kepada perusahaan peternak sapi, triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH kakao. Harga kakao di pasar global yang mulai tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Ekspor Udang Segar/Beku gekspor - Skala Kanan Ekspor Aneka Ikan gekspor - Skala Kanan Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) (2) (25) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Udang Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Aneka Ikan Ekspor Biji Coklat gekspor - Skala Kanan Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III (2) (4) (6) (8) US$/kg Kakao %, yoy gharga - Skala Kanan (1) (2) (3) (4) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Biji Kakao Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao Sektor Pertambangan dan Penggalian Harga komoditas yang relatif masih cukup baik mendukung perbaikan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan III 214. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini masih turun sebesar -,55% (yoy), namun tidak sedalam kontraksi triwulan lalu yang tercatat sebesar -5,4% (yoy). Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit meningkat pada periode laporan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27). Di samping itu, selesainya renegosiasi kontrak yang dilakukan oleh produsen nikel terbesar di Sulsel dengan pemerintah diyakini membuat kegiatan produksi dapat berlangsung dengan lebih baik tanpa kendala operasional yang berarti. Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III (5) (1) (15) 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, US$/metrik ton US$/metrik ton 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Pertambangan Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan III 214 yang didukung oleh perkembangan yang lebih baik pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 1,1% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 7,67% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh tetap membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) maupun industri besar dan sedang (IBS) pada triwulan laporan (Grafik 1.28). Hal ini dipengaruhi oleh momentum perayaan Lebaran dan event besar lainnya di Sulsel yang mendorong kegiatan produksi para produsen barang industri. Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor industri. Pada triwulan laporan, subsektor industri pengolahan semen menunjukkan peningkatan yang signifikan. Setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya, subsektor industri semen berbalik arah dan mencatat pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.29). Meski nilai tambah sektor bangunan tumbuh melambat, produsen semen tetap menggiatkan kegiatan produksi dalam rangka menyimpan stok demi kebutuhan di akhir tahun yang biasanya ditandai dengan percepatan realisasi proyek investasi bangunan. Motif berjaga-jaga ini diambil produsen semen dinilai agar kegiatan distribusi dapat lebih efisien mengingat musim penghujan yang akan segera tiba (5) (1) (15) IMK IBS %, yoy I II III IV I II III IV I II III Realisasi Pengadaan grealisasi - Skala Kanan Ribu Ton %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik Realisasi Pengadaan Semen Subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga menunjukkan perkembangan kinerja. Hal ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan olahan yang mengalami akselerasi pada triwulan laporan (Grafik 1.3). Sesuai dengan pola tahunan, produksi kayu olahan yang diekspor ke luar negeri, terutama Jepang, melambat pada triwulan II namun akan meningkat pada triwulan III untuk mengejar target produksi akhir tahun. Biasanya, kapasitas produksi diutilisasi hingga mencapai 8% pada triwulan III setelah sebelumnya berkisar antara 6% - 7% saja. 6 Untuk industri makanan olahan, naiknya permintaan dinilai mendorong ekspor ikan olahan yang juga didukung oleh terjaganya bahan baku. Realisasi harga jual sektor industri juga menunjukkan peningkatan yang tentunya menambah insentif untuk berproduksi (Grafik 1.31) (5) (1) (15) (2) (25) (3) Kayu Olahan Makanan Olahan - Skala Kanan %, yoy %, yoy I II III IV I II III IV I II III (1) (2) (1) (2) Harga Jual Sektor Industri Pengolahan %, Saldo Bersih Tertimbang Perkiraan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.3. Volume Ekspor Hasil Industri Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Harga Jual Sektor Industri Pengolahan 6 Hasil liaison kepada perusahaan furniture, triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) Sektor LGA kembali tumbuh tinggi namun melambat pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 1,74% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 11,75% (yoy). Faktor penyebab perlambatan dinilai datang dari subsektor sumber daya air seiring perkembangan harga yang tidak sebaik triwulan sebelumnya (Grafik 1.32). Kapasitas produksi sektor ini juga menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.33). Adapun subsektor listrik menjadi penopang pertumbuhan sehingga tetap tinggi seiring dengan perkembangan jumlah pelanggan dan satuan pemakaian listrik yang terjual (.5) (1.) (1.5) %, Saldo Bersih Tertimbang Harga Jual Usaha Sektor LGA Perkiraan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Total Kapasitas Kapasitas Terpakai Sektor LGA % I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA Sektor Bangunan Pada triwulan III 214, sektor bangunan kembali tumbuh melemah searah dengan perkembangan komponen investasi. Di triwulan II 214, sektor ini mampu bertumbuh hingga 7,4% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 5,21% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan. Perlambatan dinilai dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah yang belum mencapai target. Indikator penjualan eceran untuk perlengkapan konstruksi serta kredit kepada sektor konstruksi juga mencatat kinerja yang tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya (Grafik 1.34 dan Grafik 1.35). Perlengkapan Konstruksi Konstruksi gkredit Konstruksi Indeks I II III IV I II III IV I II III Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Sektor Konstruksi Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan III 214 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan, khususnya impor, serta terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 9,15% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 9,89% (yoy) pada triwulan laporan. Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya kegiatan perdagangan antardaerah (Grafik 1.36) yang juga didukung penguatan impor luar negeri. Penjualan eceran juga secara umum menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH penjualan eceran riil untuk beberapa kelompok barang konsumsi yaitu kelompok makanan jadi, perlengkapan rumah tangga, serta suku cadang (Grafik 1.37). Harga jual sektor PHR yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei diyakini mendorong percepatan pertumbuhan di sektor ini. Volume Muat Volume Bongkar gtotal Volume - Skala Kanan 3,5 Ribu Ton %, yoy 3 3, 2 2,5 1 2, 1,5 1, (1) 5 (2) (3) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik Volume Bongkar dan Muat Barang Indeks Total Makanan Jadi Indeks 12 Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya Suku Cadang - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil Subsektor hotel mendukung arah pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring tingkat penghunian kamar hotel masih cukup tinggi. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel bergerak turun pada awal triwulan namun kembali meningkat dan mencatat angka tertinggi selama periode 214 di akhir triwulan (Grafik 1.38). Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Makassar yang tercatat meningkat dan tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan (Grafik 1.39). Selain karena musim liburan, adanya beberapa festival kebudayaan juga berhasil menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke Sulsel Sulawesi Selatan % I II III IV I II III IV I II III 6, 5, 4, 3, 2, 1, Jumlah Kedatangan Wisman gwisman - Skala Kanan Orang %, yoy (2) (4) (6) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Sektor Angkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan III 214 karena subsektor angkutan yang masih terkontraksi. Sektor ini tumbuh dari 3,4% (yoy) menjadi 3,15% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh masih menurunnya kinerja moda transportasi udara sesuai indikator lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.4). Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan arus mudik dan arus balik, peningkatan yang terjadi tidak signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Kredit ke sektor pengangkutan pun menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.41) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pada triwulan III 214, sektor keuangan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, disebabkan oleh perlambatan subsektor keuangan. Sektor ini tercatat tumbuh 4,57% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 214 (7,38%, yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari kinerja subsektor perbankan yang melemah. Penyaluran kredit perbankan di Sulsel masih dalam tren yang melambat sehingga nilai tambah 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH bruto perbankan di Sulsel turut mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan III 214 (Grafik 1.42). Hal ini seiring upaya pengetatan kebijakan moneter demi stabilisasi perekonomian jangka panjang. Keberangkatan Kedatangan gpenumpang - Skala Kanan Pengangkutan gkredit Pengangkutan Juta Orang %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) (15) Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III Sumber: Angkasa Pura Grafik 1.4. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit Sektor Pengangkutan Di sisi lain, perkembangan di subsektor properti menopang pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Total nilai penjualan salah satu perusahaan properti terbesar di Sulsel memang menunjukkan terjadinya akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.43). Meski pembiayaan dari perbankan menunjukkan perlambatan, penjualan properti yang masih tinggi mengindikasikan permintaan masyarakat yang tetap kuat sehingga kegiatan pembangunan properti masih mengalami peningkatan pertumbuhan Nilai Tambah Bank gntb Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Penjualan Properti gpenjualan - Skala Kanan Rp Miliar %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Nilai Tambah Bank Sumber: Perusahaan Properti Grafik Penjualan Properti Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa juga tumbuh melambat pada triwulan III 214 yang disebabkan oleh perlambatan kinerja jasa pemerintah maupun swasta. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 6,3% (yoy) setelah tumbuh sebesar 6,1% (yoy) di triwulan II 214. Perlambatan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh melambat pada triwulan laporan. Seiring dengan momen perayaan Lebaran, beberapa subsektor jasa swasta juga turut berhenti beroperasi. Hal ini dikonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat yang tercatat melambat pada triwulan III 214 (Grafik 1.44) Rp Triliun Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat %, yoy (1) (2) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

29 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Persentase realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif masih rendah, bahkan realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan III 214 tersebut, cenderung lebih rendah dari periode yang sama pada tahun 213. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. Meski demikian, secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 213. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 214 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Akan tetapi, nominal realisasi belanja triwulan III 214 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

30 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH 2.1. Struktur Anggaran Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, peningkatan nilai APBD Provinsi Sulsel diikuti dengan perubahan struktur baik pada bagian pendapatan maupun belanja. Dari sisi pendapatan, setelah selama lima tahun terakhir, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin menurun. Pada pos Lain-lain PAD yang sah, porsinya mengalami penurunan khususnya pada tahun ini yaitu sebesar,24%. Dari sisi belanja, pada triwulan III tahun 214 porsi belanja modal APBD Provinsi Sulsel masih relatif sama jika dibandingkan triwulan III tahun 213 yaitu sebesar 19%. Meskipun demikian, pemerintah Provinsi Sulsel secara konsisten memberi perhatian yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah yang tercermin pada peningakatan belanja modal sejak tahun 212. Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD 2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi persentase pendapatan daerah pada triwulan III tahun 214 menurun meski beberapa pos pendapatan secara nominal lebih besar dari triwulan sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan III 214 mencapai Rp4,5 triliun atau 71,71% dari total target pendapatan sebesar Rp5,65 triliun. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi pendapatan pajak daerah sebesar Rp1,87 triliun (66,67% dari target), dana alokasi umum Rp1,1 triliun (83,33% dari target), dan transfer pemerintah pusat lainnya Rp71,87 miliar (75,26% dari target). Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah 7 pada triwulan III 214 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercermin dari penurunan persentase realisasi terhadap targetnya dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga triwulan III 214 sebesar,77%, lebih rendah daripada triwulan III 213 sebesar,82%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan pergerakan yang stabil pada triwulan III 214. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan III 214 sebesar 1,35%, sama seperti triwulan II 213 (Grafik 2.3). Pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi di Sulsel, dapat menjadi ukuran potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan. Meski mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) dari triwulan II 214, menjadi 6,8% pada triwulan III 214, ekonomi Sulawesi Selatan tersebut masih tumbuh cukup tinggi diatas nasional yaitu sebesar 5%. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pendapatan asli daerah (PAD) mencatat persentase realisasi per anggaran yang sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 213. Realisasi komponen PAD sebesar Rp2,13 triliun atau 68,12% dari anggaran yang ditetapkan, secara nominal meningkat dibandingkan realisasi triwulan III 213 (Rp1,85 triliun). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 66,67% (Rp1,87 triliun). Hal ini disebabkan masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih belum mencapai yang diharapkan. Pajak daerah antara lain terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama 7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

31 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Hingga triwulan III 214, realisasi BBNKB sebesar Rp735 miliar (66,82%), paling rendah diantara pajak daerah yang lain. 8 Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan III 214 (Milyar Rupiah) NO. U R A I A N ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN III 213 ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN III 214 PERUBAHAN 213 Nominal % REALISASI PERUBAHAN 214 Nominal % REALISASI 1. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2.587, ,32 71,38% 3.126, ,34 68,12% - Pendapatan Pajak Daerah 2.333, ,72 69,38% 2.87, ,77 66,67% - Pendapatan Retribusi Daerah 65,41 41,46 63,38% 81,52 52,69 64,64% - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 66,79 7,12 14,99% 74,6 73,74 98,85% - Lain-lain PAD yang Sah 122,52 117,2 95,51% 162,5 131,13 8,7% 1.2. DANA PERIMBANGAN 1.457, ,48 77,28% 1.575, ,36 77,2% - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 33,64 199,5 65,56% 293, 186,47 63,64% - DAU 1.89,77 98,14 83,33% 1.29,6 1.8, 83,33% - DAK 64,26 19,28 3,% 72,98 21,89 3,% Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya ,62 71,87 75,26% 1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 977,4 66,8 67,56% 13,52 2,47 18,25% JUMLAH PENDAPATAN 5.22, ,88 72,35% 5.647,8 4.5,4 71,71% 2. BELANJA 2.1. BELANJA OPERASI 3.862, ,57 57,1% 4.26, ,74 58,36% - Belanja Pegawai 969,7 626,77 64,68% 1.55,35 71,99 66,52% - Belanja Barang 969,95 468,17 48,27% 1.377,47 644,8 46,81% - Belanja Bunga 46,25 7,5 16,22% 22, 1,5 45,68% - Belanja Hibah 1.224,98 798,85 65,21% 969,43 73,91 72,61% - Belanja Bantuan Keuangan 65,3 34,29 46,79% 62,25 288,99 47,99% 2.2. BELANJA MODAL 923,79 123,84 13,41% 955,1 294,96 3,88% 2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15, 3,3 22,3% 6, -,% JUMLAH BELANJA 4.81, ,72 48,58% 4.987, ,7 53,3% TRANSFER 843,5 64,54 71,71% 1.94,54 76,21 69,46% TOTAL BELANJA 5.644, ,26 52,4% 6.82, ,91 55,98% SURPLUS / (DEFISIT) (621,83) 696,62-112,3% (434,34) 645,13-148,53% 3. PEMBIAYAAN 3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 623,46 42,65 6,84% 485,34 269,18 55,46% 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1,63 1,13-51, -,% JUMLAH PEMBIAYAAN 621,83 41,52 6,68% 434,34 269,18 61,97% Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Sulsel, Biro Bina Perekonomian Sulsel Realisasi persentase dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif sama dengan persentase realisasi tahun sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp1,1 triliun (83,33%) dan dana alokasi khusus (DAK) yang sebesar Rp21,89 miliar (3,%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Secara umum, persentase realisasi hampir semua komponen pendapatan berada berada di bawah realisasi tahun sebelumnya antara lain pendapatan pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Namun demikian, secara nominal total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan III 214 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp4,5 triliun (71,71%), dimana realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp3,63 triliun. Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 8 Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sulsel, 11November 214, Siaran Pers. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

32 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Belanja Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan III 214 belum optimal meski lebih tinggi dibanding triwulan III 213. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III 214 sebesar 55,98%, atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan III 213 yang hanya sebesar 52,4%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp3,4 triliun lebih tinggi realisasi tahun 213 sebesar Rp2,94 triliun atau naik Rp467,65 miliar. Pada triwulan III 214, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah 9 sedikit meningkat. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat meningkat pada triwulan III 214, yang menunjukkan terdapat dorongan stimulus fiskal untuk mengakselerasi laju investasi di Sulsel. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar,19%, sementara tahun 213 sebesar,9%. Demikian pula, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja operasional triwulan III 214 hanya sebesar 1,49%, sedikit lebih rendah dari 213 yang sebesar 1,61%. Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase, tercatat sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi terbesar berasal dari belanja hibah. Total pos belanja operasional terealisasi Rp2,35 triliun (58,36%) dengan penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 72,61% dan terkecil adalah belanja bunga (3,88%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 66,52% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 213 (64,68%), dan 46,81% sedikit lebih rendah dari tahun 213 (48,27%) atau secara nilai sebesar Rp176,63 miliar. Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih rendah namun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal pada triwulan III 214 baru mencapai Rp294,96 miliar (3,88%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemerintah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada triwulan III 214, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase terealisasi lebih rendah dibanding triwulan III 213. Transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 69,46%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 71,71%. Namun demikian, secara nominal pada triwulan III 214 (Rp76,21 miliar) terealisasi lebih tinggi dari triwulan III 213 (Rp64,54 miliar). Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan III 214, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp148,53 miliar. Kemudian, pengeluran pembiayaan daerah pada triwulan III 214, APBD Sulsel mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp269,18 miliar Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Kabupaten dan Kota Pagu anggaran 214 untuk instansi vertikal di seluruh kabupaten/kota di Sulsel mencapai Rp16,14 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada anggaran APBD untuk provinsi Sulsel yang sekitar Rp5,65 triliun. Namun demikian, apabila anggaran APBD Provinsi dijumlah dengan anggaran APBD seluruh 24 Kab./Kota akan mencapai Rp28,44 triliun, lebih tinggi daripada anggaran instansi vertikal di Sulsel. Dikarenakan realisasi anggaran APBD seluruh APBD Kab./Kota belum tersedia, maka untuk menggambarkan kondisi insentif fiskal di seluruh Kab./Kota, akan menggunakan pendekatan realisasi anggaran instansi vertikal di seluruh Kab./Kota. Pada triwulan III 214, realisasi anggaran instansi vertikal per jenis belanja di kabupaten/kota masih rendah meski lebih tinggi dibanding triwulan III 213. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan III 214 sebesar 56,37% atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 213 sebesar 51,41%. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBD kab/kota pada periode berjalan sebesar Rp9,1 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 213 sebesar Rp8,8 triliun. 9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

33 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBD kab/kota masih di dominasi oleh belanja pegawai meskipun secara persentase sedikit mengalami penurunan. Pada triwulan III 214, realisasi belanja pegawai APBD kab/kota sebesar Rp3,88 triliun atau lebih tinggi dibanding triwulan III 213 sebesar Rp3,53 triliun. Namun demikian secara persentase realisasi belanja pegawai triwulan III 214 (69,44%) lebih rendah dibandingkan triwulan III 213 (7,63%). Tabel 2.2. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan III 214 APBD Kab/Kota Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

34 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

35 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 214 tercatat sebesar 3,72% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 214 (5,92%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Penurunan inflasi juga terkait dengan faktor base effect akibat inflasi yang tinggi di triwulan III 213 saat terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang periode laporan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

36 BAB 3 INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 1 Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 214 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi tercatat sebesar 3,72% (yoy) setelah pada triwulan II 214 tercatat sebesar 5,92% (yoy). Turunnya inflasi dipengaruhi oleh berkurangnya tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, sandang, serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dari 6,15% (yoy) menjadi 1,97% (yoy). Inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 4,12% (yoy), turun dari triwulan II 214 yang tercatat sebesar 5,65% (yoy). Selanjutnya, inflasi Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga mengalami penurunan dimana pada triwulan ini tercatat,87% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,91% (yoy). TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danjasa Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan pada triwulan II 214. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok pendidikan, dimana pada triwulan III 214 ini tercatat 1,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 1,38% (yoy). Kenaikan lainnya terjadi di kelompok makanan jadi yang tercatat sebesar 5,8% (yoy), naik dari triwulan II 214 yang tercatat sebesar 5,38% (yoy). Selanjutnya, inflasi di kelompok perumahan dan kesehatan juga mengalami peningkatan yang tercatat 6,23% (yoy) dan 5,28% yoy, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 5,96% (yoy) dan 5,22% (yoy) (2) % Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 1 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 3 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

37 BAB 3 INFLASI DAERAH Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan III 214, inflasi di kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari 6,15% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 1,97% (yoy) pada triwulan III 214 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi terutama didorong oleh penurunan harga pada subkelompok ikan segar dan aneka kacang di akhir triwulan III 214. Turunnya harga ikan segar dinilai merupakan dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan cuaca berangsur membaik untuk kegiatan penangkapan ikan. Selain itu, puncak musim angin timur di bulan September juga mengakibatkan melimpahnya pasokan ikan di pasar. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Masih terjadinya inflasi di triwulan III 214 merupakan efek dari faktor musiman (momen hari besar) di sepanjang periode laporan. Setidaknya ada tiga event besar yang terjadi di periode triwulan III 214, yaitu Idul Fitri dan hari kemerdekaan di awal periode laporan serta persiapan Idul Adha di akhir triwulan laporan menyebabkan peningkatan permintaan di kelompok bahan makanan ini. Namun, laju inflasi tercatat rendah karena tertahan oleh turunnya laju inflasi beberapa komoditas pangan. Selama triwulan III 214, beberapa komoditas bahkan mencatat deflasi bulanan yang mendukung arah penurunan inflasi tahunan, seperti komoditas ikan segar, aneka kacang, aneka sayur (tomat sayur dan bayam), dan aneka bumbu (bawang dan cabe). Berlangsungnya panen sayuran serta beberapa jenis hortikultura di daerah sentra (Malino, Enrekang, Jeneponto, Gowa) membuat kondisi pasokan memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kenaikan harga akibat faktor musiman tidak terjadi secara signifikan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan III 214 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,8% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya, inflasi yang tercatat adalah 5,38% (yoy). Adanya event besar sepanjang periode triwulan III 214, yaitu Idul Fitri dan hari kemerdekaan serta persiapan menjelang Idul Adha yang dirayakan di awal periode triwulan IV 214 menjadi penyebab meningkatnya tekanan inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman, dan tembakau. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Adanya peningkatan laju inflasi pada kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi oleh perayaan Idul Fitri dan hari besar lainnya sehingga harga berbagai produk makanan dan minuman tidak beralkohol turut meningkat. Beberapa komoditas bahan pokok seperti gula pasir dinilai merupakan salah satu pendorong naiknya inflasi tahunan, khususnya pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Sementara itu, inflasi tahunan ikan segar yang relatif menurun ikut memengaruhi penurunan inflasi tahunan ikan yang telah diolah menjadi makanan. Adapun pada bulan Idul Fitri, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mencatat inflasi bulanan tertinggi seiring masih kuatnya permintaan rokok. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

38 BAB 3 INFLASI DAERAH Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan III 214, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan II 214. Laju inflasi tercatat sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (5,96%, yoy) (Grafik 3.4). Naiknya laju inflasi tahunan didorong terutama oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air seiring penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap sejak Mei 214. Pada triwulan laporan, terjadi dua kali penyesuaian yaitu pada Juli dan September 214. Selain itu, tekanan inflasi juga bertambah dari kenaikan harga LPG 12 kg yang menyebabkan cukup besarnya sumbangan komoditas bahan bakar rumah tangga pada inflasi bulanan September 214. Adapun permintaan yang meningkat menyebabkan kenaikan inflasi pada subkelompok perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga. Pertumbuhan harga properti yang melambat (Grafik 3.5) menjadi penahan kenaikan inflasi lebih lanjut karena memengaruhi penurunan laju inflasi tahunan subkelompok biaya tempat tinggal. Seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi kebijakan oleh pemerintah yang menaikkan TTL secara bertahap dan harga LPG pada awal September 214 menjadi penyebab kenaikan tingkat inflasi. Harga LPG nonsubsidi kemasan 12 kg naik sebesar Rp1.5 per kg (net Pertamina) terhitung mulai tanggal 1 September 214. Kenaikan ini mengakibatkan peningkatan harga jual rata-rata LPG tabung 12 kg menjadi Rp7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.69 per kg. Dengan mempertimbangkan komponen biaya lainnya seperti transpor, filing fee, margin agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.3 per tabung dari sebelumnya Rp7.731 per kg atau Rp92.8 per tabung. Untuk kenaikan TDL per tanggal 1 Juli dan 1 September 214 sendiri merupakan rangkaian penyesuaian secara bertahap akibat penghapusan subsidi listrik berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 214. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas emas perhiasan. Pada triwulan III 214, inflasi tercatat sebesar 4,12% (yoy) menurun dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,65% (yoy) (Grafik 3.6). Meskipun masih terjadi peningkatan laju inflasi pada subkelompok sandang laki-laki dan wanita akibat permintaan yang meningkat, penurunan laju inflasi subkelompok sandang lainnya tetap mampu membawa inflasi kelompok ini ke tingkat yang lebih rendah pada triwulan laporan. Komoditas yang menjadi sumber perlambatan inflasi tersebut adalah emas perhiasan. Penurunan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh penurunan harga acuannya di pasar global. Setelah tercatat naik cukup tinggi pada Juli 214 karena impor emas dari India yang cukup besar, harga internasional emas pada Agustus dan September 214 mengalami deflasi beruntun (Grafik 3.7). Penyebab penurunan harga adalah merosotnya permintaan terhadap komoditas emas seiring beralihnya keinginan pasar dari investasi untuk komoditas logam mulia ke investasi pasar modal seiring sinyal pemulihan perekonomian Amerika Serikat. 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

39 BAB 3 INFLASI DAERAH Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami peningkatan pada triwulan III 214 yang didorong oleh masih kuatnya permintaan dan pengaruh perubahan nilai tukar. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,28% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,22% (yoy) pada triwulan II 214 (Grafik 3.8). Sumber utama peningkatan tersebut berasal dari inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan kosmetika. Permintaan yang tinggi akan layanan kesehatan serta produk kosmetika dinilai dampak dari musim perayaan hari besar keagamaan pada triwulan laporan. Sementara itu, dampak penyesuaian harga produk impor seiring apresiasi mata uang dollar Amerika Serikat (US$) masih terus berlanjut. Hal ini dinilai membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Apalagi, faktor musiman juga memengaruhi tingkat permintaan terhadap produk-produk tersebut Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami tekanan inflasi yang lebih besar pada triwulan III 214. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,97% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,38%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di subkelompok pendidikan dan perlengkapan/peralatan pendidikan. Dimulainya tahun ajaran baru pada triwulan laporan (periode Agustus 214) menjadi faktor utama peningkatan harga tersebut. Hal ini tercermin dari meningkatnya biaya sekolah pada berbagai jenjang. Adanya tahun ajaran baru juga mendorong kebutuhan akan perlengkapan sekolah seperti buku tulis yang harganya meningkat pada akhir triwulan laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

40 BAB 3 INFLASI DAERAH Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan III 214, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terus menurun dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar,87% (yoy), turun tajam dari 7,91% (yoy) pada triwulan II 214 (Grafik 3.1). Subkelompok transpor dan sarana/penunjang transpor menjadi penyebab terjadinya penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor basis perhitungan (base effect) yaitu tingginya inflasi subkelompok tersebut pada triwulan III 213 karena penyesuaian harga BBM bersubsidi. Tanpa adanya kebijakan yang sama pada triwulan laporan, laju inflasi tahunan pun tercatat turun cukup drastis. Di samping itu, penurunan inflasi juga merupakan dampak dari berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran di akhir triwulan. Turunnya tarif transportasi baik tarif angkutan antarkota, tarif tranportasi laut, serta transportasi udara pada akhir triwulan laporan diyakini turut berkontribusi pada perlambatan laju inflasi. Hal ini disebabkan oleh selesainya kegiatan arus mudik serta arus balik selama periode perayaan Idul Fitri. Sementara itu, harga komponen pendukung alat transportasi juga disinyalir ikut menurun. Hal ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan harga karet pada triwulan laporan (Grafik 3.11). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Inflasi Kelompok Transpor Sumber: World Bank Grafik Perubahan Harga Karet Internasional 3.2. Inflasi Menurut Kota IHK 11 Pada triwulan III 214, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi di seluruh kota IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). Inflasi Watampone, Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba pada triwulan III 214, secara berurutan tercatat sebesar 4,55% (yoy); 3,57% (yoy); 4,3% (yoy); 3.4% (yoy) dan 7,3% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 8,14% (yoy), 5,38% (yoy), 7,36% (yoy), 5,57% (yoy) dan 14,1% (yoy) (Tabel 3.2). Kota (%, yoy) Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota I II III IV I II III IV I II III Watampone Makassar Palopo Parepare Bulukumba Sulawasi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 11 Mulai Januari 214, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

41 BAB 3 INFLASI DAERAH Kota Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota I II III IV I II III IV I II III Watampone.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47%.26% Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% 2.79% Palopo.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47%.26% Parepare.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39%.21% Bulukumba.38%.39%.2% Sulawasi Selatan 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% Dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan serta musim angin timur di bulan September serta berakhirnya rangkaian event besar (Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha) menjadi penyebab utama penurunan inflasi di seluruh kota. Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 2,79% turun dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,2%. Sementara sumbangan penurunan inflasi terendah disumbangkan oleh Kota Parepare (Tabel 3.2) %, yoy Sulawasi Selatan Bulukumba 14 Makassar Palopo 12 1 Parepare Watampone I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 3.3. Disagregasi Inflasi 12 Menurunnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan III 214 terutama bersumber dari komponen administered prices dan volatile food. Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan III 214 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 4,39% (yoy), turun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 11,22% (yoy). Turunnya inflasi administreted prices, selain pengaruh faktor base effect akibat inflasi yang sangat tinggi pada triwulan III 213 terkait naiknya harga BBM, juga dipengaruhi oleh berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran. Inflasi komponen ini sendiri merupakan dampak implementasi kebijakan pemerintah yang menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap (terakhir pada 1 September 214) dan harga LPG pada awal September Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

42 BAB 3 INFLASI DAERAH Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food %, yoy I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Turunnya inflasi pada komponen volatile food merupakan dampak lanjutan hilangnya faktor musiman pasca Lebaran dan kondisi cuaca yang masih mendukung ketersediaan pasokan. Inflasi pada komponen volatile food tercatat mengalami penurunan yaitu dari 6,11% (yoy) di triwulan II 214 menjadi 1,72% (yoy) di triwulan III 214. Berakhirnya faktor yang bersifat musiman yaitu hari besar keagamaan serta membaiknya kondisi cuaca mendukung kegiatan produksi pangan dan kegiatan penangkapan ikan yang mengakibatkan terjaganya harga bahan makanan seperti ikan, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam. Pada inflasi inti (core inflation), penurunan juga terjadi dalam level yang rendah. Tercatat pada triwulan III 214, inflasi pada komponen inti mengalami penurunan dari 4,47% (yoy) menjadi 4,12% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok kesehatan, pendidikan, dan makanan jadi. Turunnya harga emas perhiasan menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang yang pada gilirannya meredam laju inflasi inti sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut Koordinasi Pengendalian Inflasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota. Dengan peresmian TPID Kabupaten Gowa pada tanggal 21 Oktober 214, maka saat ini TPID telah ada di 24 kabupaten/kota di seluruh Sulawesi Selatan (Tabel 3.4). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota maka diharapkan ke depannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik. Tabel 3.4. TPID Setingkat Kabupaten/Kota NO TPID NOMOR SURAT KEPUTUSAN TANGGAL KET 1 Provinsi Sulawesi Selatan 3956 / XII / 29 diperbaharui dengan SK No. 238 / II / Des-9 3-Feb-14-2 Kota Palopo 457 / III / Mar-11 Sampel IHK 3 Kabupaten Bone 228 / Jul-11 Sampel IHK 4 Kota Pare-Pare 18 / Jan-12 Sampel IHK 5 Kota Makassar 51.5 / 356 / KEP / II / Feb-12 Sampel IHK 6 Kabupaten Pangkep 374 / VII / Jul-13-7 Kabupaten Tana Toraja 179 / VII / Jul-13-8 Kabupaten Soppeng 332 / IX / Sep-13-9 Kabupaten Maros 56 / KPTS / 5 / IX / Sep-13-1 Kabupaten Sinjai 627 / Sep Kabupaten Bulukumba 146 / X / Okt-13 Sampel IHK 12 Kabupaten Bantaeng 5 / 621 / XII / Des Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

43 BAB 3 INFLASI DAERAH NO TPID NOMOR SURAT KEPUTUSAN TANGGAL KET 13 Kabupaten Enrekang 673 / KEP / XII / Des Kabupaten Luwu Timur 4 / I / Jan Kabupaten Takalar 47 / Jan Kabupaten Barru 171 / ADM.EKO / I / Jan Kabupaten Toraja Utara 17 / II / Feb Kabupaten Luwu No.191/III/ Mar Kabupaten Wajo 279 / Mar-14-2 Kabupaten Luwu Utara /188/III/214 2-Mar Kabupaten Jeneponto 87 / Apr Kabupaten Sidenreng Rappang 2/IV/ Apr Kabupaten Kepulauan Selayar 198 / V / Mei Kabupaten Pinrang 5/291/ Jun Kabupaten Gowa 49/X/ Okt-14 - Selama triwulan III 214, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Sepanjang triwulan III 214, telah dilakukan 2 (dua) kali pertemuan dengan beberapa agenda terkait penanganan inflasi. Pada 14 Agustus 214, dilakukan pertemuan untuk menyelaraskan pemahaman program kerja dan fungsi koordinasi TPID kabupaten/kota. Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati untuk melakukan kegiatan studi banding. Rencana studi banding dilakukan pada minggu terkahir September 214 dan mengunjungi TPID berprestasi di Jawa. Rencana ini telah direalisasikan berkoordinasi dengan TPID Provinsi D.I. Yogyakarta. Sementara itu, pertemuan pada tanggal September 214 mengangkat agenda peningkatan upaya pengendalian ekspektasi inflasi. Pada pertemuan ini disepakati untuk melakukan komunikasi dengan media secara intensif untuk membantu pengendalian inflasi melalui jalur media massa dan hasilnya saat ini siaran pers telah dilakukan TPID melalui media massa. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia juga telah dikomunikasikan untuk mendukung upaya menjangkar ekspektasi inflasi dan tracking perkembangan harga terkini. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

44 BAB 3 INFLASI DAERAH Boks 3.A. Pembentukan TPID di seluruh Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan telah Selesai Dilakukan Mandat pembentukan TPID melalui Inmendagri No.27/1696/SJ tahun 213 telah mendorong seluruh wilayah untuk membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Terbitnya Inmendagri tersebut menginstruksikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk membentuk TPID dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan telah mengambil langkah-langkah strategis yang salah satunya adalah mendorong pembentukan TPID di tingkat kabupaten/kota di seluruh Sulawesi Selatan. Pembentukan TPID kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi dalam pengendalian inflasi, dan meminimalkan kendala kondisi geografis Sulsel yang cukup luas. Oleh karena itu, Gubernur Sulawesi Selatan mendorong pembentukan TPID seluruh kabupaten/kota di Sulsel sejak terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut. Pembentukan TPID kabupaten/kota dilakukan secara bertahap, dengan 3 (tiga) strategi utama. Pertama, melakukan kunjungan ke masingmasing kabupaten/kota yang belum terbentuk, dengan memberikan penjelasan mengenai tujuan dan fungsi TPID, serta contoh sukses dari TPID kabupaten/kota lainnya. Kunjungan dilakukan oleh sekretariat TPID Provinsi Sulsel secara bergantian. Kedua, terus melibatkan kepala Daerah dalam High Level Meeting TPID Provinsi Sulsel, maupun perwakilan kabupaten/kota dalam pertemuan TPID se-zona. Ketiga, memberikan contoh (template) bentuk surat keputusan TPID mengacu kepada Inmendagri dan best practice TPID kabupaten/kota lain yang sudah terbentuk. Pembentukan TPID se-sulsel ditarget telah selesai pada tahun 214. Setelah lebih dari separuh TPID (52%) terbentuk di akhir 213, maka target tahun 214 adalah terbentuknya TPID di seluruh kabupaten/kota se-sulawesi Selatan. Akhirnya, pada Oktober 214, semua kabupaten/kota se-sulsel telah terbentuk, dengan terbentuknya TPID Kabupaten Gowa 13. Prosesi pembentukan TPID Kab. Gowa berbeda dengan TPID kabupaten/kota yang lain, karena diiringi dengan proses pelantikan oleh Bupati Gowa, yang dilanjutkan dengan arahan Visi dan Misi pembangunan Kab. Gowa hingga beberapa dekade ke depan. Bupati mengharapkan proses kegiatan investasi di Kab. Gowa yang lebih terencana, dengan rencana pemindahan ibukota Kab. Gowa, dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi. Gambar 3.A.1. Pelantikan Anggota TPID Kab. Gowa Dengan telah selesainya proses pembentukan TPID kabupaten/kota, tantangan selanjutnya adalah mengoptimalkan aksi, komunikasi, dan koordinasi baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Agenda yang menjadi pekerjaan bersama adalah menjaga ketersediaan pasokan dan stok, kelancaran distribusi, serta pengendalian ekspektasi inflasi. Dalam rekomendasi High Level Meeting TPID Sulsel di triwulan III mengamanatkan bahwa agar upaya-upaya tersebut seharusnya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sebelum adanya potensi kenaikan harga, sehingga hasilnya lebih optimal. Misalnya, potensi kenaikan permintaan bumbu dan daging pada saat Lebaran (Juli 214), kenaikan harganya dapat diredam karena telah dilakukan produksi dan penyiapan stok sejak bulan April SK Bupati Gowa No.49/X/214 tanggal 21 Oktober Diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

45 BAB 3 INFLASI DAERAH Boks 3.B. Pembagian Zona TPID Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan Efisiensi koordinasi menjadi latar belakang perlunya adanya zonasi dalam kelembagaan TPID di Provinsi Sulawesi Selatan. Mengantisipasi perkembangan TPID kabupaten/kota yang semakin pesat, yang disertai dengan peningkatan intensitas kegiatan dan permintaan pendampingan dan koordinasi, maka TPID Provinsi Sulsel berinisiatif meningkatkan efisiensi koordinasi dengan jalan pembagian zona TPID kabupaten/kota. Hal ini terkait dengan luas wilayah Sulsel yang sebesar ,53 km2, terdiri 24 kabupaten/kota (21 kabupaten, 3 kota, 34 kecamatan dan desa/kelurahan), sehingga menjadikan tantangan bagi koordinasi TPID ke depan. Pengembangan zona TPID dilakukan berdasarkan pendekatan teori Growth Pole. Berdasarkan teori Growth Pole (kutub pertumbuhan), secara geografis suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas/infrastruktur dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), sehingga berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, (2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis, (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya. Oleh karena itu, dalam pembagian zona, ditentukan 1 (satu) kota yang akan menjadi kutub bagi kota yang lainnya. Dasar penentuan kriteria kutub per zona adalah kota sampel survei biaya hidup (SBH), letak geografis (jarak antarkota), karakteristik sektoral, dan perkembangan keuangan perbankan. Berdasarkan sampel Survei Biaya Hidup (SBH) 15, pangsa PDRB, maupun aset perbankan terdapat lima kota yang dapat dijadikan patokan kutub pertumbuhan. Berdasarkan kota sampel SBH antara lain Kota Palopo, Kota Parepare, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, dan Kota Makassar, menjadi dasar perhitungan inflasi Sulsel. Dengan adanya kota sampel inflasi tersebut, maka diharapkan inflasi dari kota yang bersangkutan dapat menjadi acuan tingkat inflasi bagi kota lain yang masuk dalam satu zona. Kelima kota tersebut juga relatif sejalan dengan besaran pangsa PDRB maupun aset perbankan, terhadap total Sulsel, yang sebaran gradasi panga PDRB maupun aset perbankan relatif merata di sekitar kota tersebut. Gambar 3.B.1. Pangsa PDRB Kab/Kota terhadap Sulsel Gambar 1.B.2. Pangsa Aset Perbankan Kab/Kota terhadap Sulsel Selanjutnya, dari kota-kota yang menjadi kutub tersebut, ditentukan kabupaten yang akan masuk se-zona, dengan mempertimbangkan geografis (jarak) dan sumbangan terhadap PDRB Sulsel. Penerapaan kriteria jarak adalah dengan minimasi jarak antar kota (Tabel 3.5 s/d Table 3.9), agar memudahkan koordinasi apabila diselenggarakan pertemuan zona. Selain itu, diusahakan bahwa masing-masing zona memiliki pangsa sekitar 12%-2% terhadap ekonomi Sulsel, dengan salah satunya ada kota/kab yang memiliki sumbangan terbesar. 15 Dilakukan oleh BPS Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

46 BAB 3 INFLASI DAERAH Tabel 3.B.1. Matrix jarak Zona Palopo Tabel 3.B.4. Matrix jarak Zona Parepare Zona Palopo Zona Palopo Luwu Timur Luwu Utara Toraja Utara Tana Toraja Palopo Luwu Luwu Timur Luwu Utara Toraja Utara Tana Toraja Palopo Luwu Zona Parepare Zona Parepare Enrekang Pinrang Sidrap Parepare Barru Enrekang Pinrang Sidrap Parepare Barru Tabel 3.B.2. Matrix jarak Zona Bone/Watampone Tabel 3.B.5. Matix jarak Zona Bulukumba Zona Bone/Watampone Zona Bone/Watampone Soppeng Bone Wajo Sinjai Soppeng Bone Wajo Sinjai Tabel 3.B.3. Matrix jarak Zona Makassar Zona Bulukumba Zona Bulukumba Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Zona Makassar Zona Makassar Pangkep Maros Makasar Gowa Takalar Pangkep Maros Makasar Gowa Takalar Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka ditetapkan 5 (lima) Zona antara lain Zona Bone/Watampone, Zona Bulukumba, Zona Makassar, Zona Palopo, dan Zona Parepare. Dengan ditetapkannya 5 (lima) zona TPID ini, diharapkan proses pengelolaaan inflasi akan lebih efektif dan pertumbukan ekonomi akan lebih merata di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Adapun pembagian zona kabupaten/kota adalah sebagai berikut: Zona Palopo Zona Parepare Kab. Enrekang Kab. Pinrang Kab. Sidrap Kota Parepare Kab. Barru Zona Makassar Kab. Pangkep Kab. Maros Kota Makasar Kab. Gowa Kab. Takalar Kab. Luwu Timur Kab. Luwu Utara Kab. Toraja Utara Kab. Tana Toraja Kota Palopo Kab. Luwu Zona Bone Kab. Soppeng Kab. Bone Kab. Wajo Kab. Sinjai Zona Bulukumba Kab. Bulukumba Kab. Bantaeng Kab. Jeneponto Kab. Selayar Gambar 3.B.3. Pembagian Zona TPID Sulsel 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

47 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan III 214, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan perlambatan pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh perlambatan aset seluruh kelompok bank terutama bank asing dan campuran. Sementara itu, kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 214 menjadi sebesar 125,6% yang disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan DPK yang lebih kecil dibandingkan kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah tangga, namun perlu perhatian khusus pada kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan sudah melwati batas aman 5%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

48 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 214, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 47 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantor pada bank swasta sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah 1, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). RINCIAN Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR I II III IV I II III IV I II III IV I II III Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor* BPR *) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara) * Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan III 214 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 1,28% (yoy) atau menjadi Rp99,57 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 12,97% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada seluruh kelompok bank terutama pada bank asing dan campuran, disusul oleh bank pemerintah dan bank swasta nasional masing-masing dari 12,12% (yoy), 11,72% (yoy) dan 14,87% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 3,98% (yoy), 9,76% (yoy) dan 11,16% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II III I II III IV I II III Total Aset ,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 99,571 Bank Pemerintah ,337 51,537 53,3 52,533 52,67 57,579 58,5 Bank Swasta Nasional ,919 34,293 36,341 37,682 37,66 39,391 4,398 Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (.2) Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis giro dan deposito yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan III 214 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp64,34 triliun atau tumbuh sebesar 12,17% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,86% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh menurunnya kinerja jenis simpanan giro dan tabungan. Giro tumbuh melambat dari 2,24% pada triwulan II 214 menjadi hanya 5,11% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari 1,31% (yoy) menjadi 8,58% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara tabungan tumbuh lebih cepat dari 2,97% (yoy) menjadi 23,39% (yoy). 16 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 214, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

49 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 214 seiring perlambatan pada kredit yang digunakan untuk investasi dan konsumsi. Kredit tercatat tumbuh sebesar 7,26% (yoy) menjadi Rp8,46 triliun setelah tumbuh 8,77% (yoy) pada triwulan II 214. Perlambatan ini didorong oleh melambatnya penyaluran kredit untuk investasi dan konsumsi sedangkan kredit untuk modal kerja dapat mencatat akselerasi pertumbuhan (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, LGA, perdagangan, dan pengangkutan. Sementara sektor konstruksi, jasa dunia usaha, dan jasa sosial masyarakat tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.4). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II III I II III IV I II III DPK ,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 64,339 a. Giro ,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 9,693 b. Tabungan ,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 34,828 c. Deposito ,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 19,819 Kredit ,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 a. Modal Kerja ,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 29,847 b. Investasi (1.98) 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 c. Konsumsi ,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 35,159 LDR (%) NPLs Gross (%) Dengan pertumbuhan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih rendah, yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 129,21% pada triwulan III 214, lebih rendah dari triwulan II 214 yang tercatat sebesar 125,6% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 1%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor jasa dunia usaha, sektor konstruksi, dan sektor industri pengolahan. Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan III 214 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio nonperforming loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,57%. Angka ini tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,54% (Tabel 4.3). Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, perbankan harus tetap menjaga kualitas kredit para nasabahnya agar rasio NPL terus terjaga di bawah batas aman. Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II III I II III IV I II III Kredit ,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 8,463 Pertanian ,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 1,435 Pertambangan (.7) (15.62) Industri Pengolahan (2.26) (26.55) (24.54) (23.94) 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 4,283 Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (1.2) Konstruksi ,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 4,173 Perdagangan ,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 25,748 Pengangkutan ,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 2,951 Jasa Dunia Usaha ,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 3,581 Jasa Sosial Masyarakat ,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 2,115 Lain-lain ,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 35,48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

50 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bank Syariah Total aset perbankan syariah pada triwulan III 214 tumbuh lebih lambat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 3,68% menjadi Rp5,62 triliun, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 9,72% (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan aset baik milik bank pemerintah maupun bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II III I II III IV I II III Aset ,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 5,619 Bank Pemerintah ,33 1,45 1,52 1,51 1,13 Bank Swasta Nasional ,89 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529 4,516 DPK ,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 a. Giro (12.64) b. Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 1,337 c. Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 1,195 Pembiayaan ,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 FDR (%) NPF Gross (%) Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan III 214 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan tercatat lebih lambat dari triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 1,96% (yoy) dan 15,49% (yoy) pada triwulan laporan. Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 171,16% yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari nonperforming financing (NPF) sebesar 3,27% pada triwulan laporan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,97%) Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan III 214, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski indikator menunjukkan adanya perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan III 214 sebesar 187,46% menjadi 163,12%. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan DPK dari 17,41% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 34,69% (yoy). Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPD mengalami kontraksi dari 18,54% (yoy) menjadi 16,31% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami perbaikan setelah sempat mengalami penurunan pada triwulan lalu sebesar -,5% (yoy) menjadi 4.6% (yoy) pada triwulan III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

51 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 1,4 1,2 1, 8 Rp Miliar Aset gaset - Skala Kanan %, yoy ,2 1, 8 Rp Miliar DPK Kredit LDR - Skala Kanan % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR 4.2. Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di triwulan III 214, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp18,41 triliun (kredit produktif non-umkm). Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.3). Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi mengalami perlambatan di triwulan III 214. Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi ditunjang oleh menurunnya kinerja sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan. Sementara kredit sektor industri pengolahan tumbuh dekit lebih baik pada triwulan III 214 (Grafik 4.4). Pangsa Triwulan III 214 Pertanian (.7%) Pertambangan (1.6%) Industri (14.9%) Perdagangan (51.4%) Lainnya (31.3%) Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Lebih lanjut terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 4,1% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 214 (5,61%, yoy). Sektor pertanian mencatat kontraksi yang semakin besar dari -14,82% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi -32,89% (yoy). Faktor pendorong perlambatan lainnya adalah sektor industri perdagangan yang terus mengalami penurunan pertumbuhan dari 13,59% (yoy) menjadi 9,8% (yoy) pada triwulan III 214. Kredit pada sektor pertambangan yang pada triwulan sebelumnya sempat membaik kembali mengalami perlambatan dari 42,6% (yoy) menjadi 25,4% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada sektor lainnya sepert LGA, konstruksi, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. Sementara sektor industri pengolahan dan jasa dunia usaha tumbuh sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya Total - Skala Kanan Pertanian %, yoy Pertambangan Industri %, yoy Perdagangan I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

52 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat menjadi 4,9% setelah sebelumnya tercatat sebesar 4,99% (Grafik 4.5). Namun jika dilihat per sektor ekonomi, NPL kredit pada sektor pertambangan masih berada di atas batas aman (5%) yaitu sebesar 23,2% (yoy) pada triwulan III 214. Sementara kualitas kredit sektor pertanian mengalami perbaikan cukup signifikan yang sebelumnya mencapai 37,% (yoy) menjadi,4% (yoy) pada triwulan laporan Total Industri Perdagangan Pertanian - Skala Kanan % Pertambangan - Skala Kanan % I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan III 214. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,4 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 3%, disusul kredit multiguna, kredit kendaraan bermotor (KKB), dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Pangsa Triwulan II 214 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (36.4%) Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (11.8%) Kredit Multiguna (3.5%) Kredit Rumah Tangga Lainnya (3.1%) Kredit Lain-lain (18.1%) Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan III 214. Total kredit yang pada triwulan sebelumnya tumbuh 1,18% (yoy) turun menjadi 6,97% (yoy). Perlambatan ini terjadi pada hampir seluruh jenis kredit rumah tangga terutama pada KPR yang mengalami perlambatan signifikan dari 2,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi hanya 7,37% (yoy) pada triwulan III 214. KKB dan kredit rumah tangga lainnya mengalami perlambatan moderat masing-masing dari 35,46% (yoy) dan 57,1 (yoy) menjadi 27,71% (yoy) dan 37,66% (yoy). Sementara kredit multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari 2,26% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 8,13% (yoy) pada triwulan III 214 (Grafik 4.7). %, yoy Total KPR KKB RT Lainnya - Skala Kanan %, yoy 6 Multiguna - Skala Kanan (2) (4) 5 (6) (5) I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

53 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,86% menjadi 1,88% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,48%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan III 214 (Grafik 4.8) Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna % I II III IV I II III IV I II III Grafik 4.8. NPL Kredit Rumah Tangga 4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan III 214 tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 1,63% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sempat melambat sebesar 9,63% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,27% atau sebesar Rp26,77 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.1). Angka NPL kredit UMKM meningkat pada triwulan III 214 melewati batas aman (5%) menjadi sebesar 5,47% (Grafik 4.9). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh peningkatan NPL pada hampir semua sektor terutama sektor perdagangan, konstruksi, pertambangan dan pertanian. UMKM padar sektor pertambangan mencatat NPL tertinggi pada periode laporan. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua terus mencoba melakukan kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada 9 September 214, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada petani dan nelayan tambak di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan. Selain itu telah dilakukan pelatihan pengolahan daging sapi menjadi bakso, sosis dan abon yang bertempat di Teaching Industry Universitas Hasanuddin pada tanggal 29 September 214 yang diikuti oleh ibu-ibu peserta klaster sapi dari Kabupaten Barru. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilah kepada peserta klaster sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan % %, yoy I II III IV I II III IV I II III Total Kredit Non-UMKM 67% Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 33% Pangsa Kredit UMKM Modal Kerja Investasi 32% 68% Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.1. Pangsa Kredit UMKM Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

54 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

55 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan III 214. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan III 214. Meski masih mengalami net outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

56 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan III 214, transaksi nontunai melalui sarana RTGS melanjutkan tren pertumbuhan yang meningkat. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan III 214 sebesar Rp71,79 triliun atau tumbuh hingga 13,69% (yoy), sedikit lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 214 sebesar Rp64,81 triliun yang mencatat pertumbuhan1,89% (yoy).transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp38,9 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp22,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp1,97 triliun. Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk dari Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel tumbuh sedikit lebih lambat pada triwulan II 214 yaitu dari 22,83% (yoy) menjadi 21,4% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi tipis pada triwulan III 214 yaitu sebesar 1,28% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar -6,79% (yoy) (Grafik 5.2). Sementara itu, transaksi dari perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel mengalami perlambatan yaitu dari 98,44% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 62,41% (yoy) (Grafik 5.3) RTGS From Rp Triliun %, yoy grtgs From - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III (5) (1) RTGS To grtgs To - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (1) (2) Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) RTGS From-To grtgs From-To - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III (2) (4) Rp Triliun %, yoy Nominal UTLE gutle - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2, 1,5 1, 5 (5) * Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi nontunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit masih mengalami penurunan pada triwulan III 214. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan penurunan. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar -5,11% (yoy) dimana sebelumnya juga mengalami penurunan sebesar -3,61% (yoy). Penurunan ini juga terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan III 214 yaitu dari 3,66% menjadi 2,56%. Hal ini sejalan dengan penurunan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,46% menjadi 5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

57 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 2,3%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan III 214 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong I II III IV I II III IV I II III IV I II III - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Pengelolaan Uang Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Pada triwulan III 214, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net outflow sebesar Rp,8 triliun. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5,56 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,7 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami peningkatan dari Rp3,83 triliun pada triwulan II 214 menjadi Rp5,64 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Net outflow yang terjadi namun diikuti oleh mulai meningkatnya intensitas penyetoran uang dipengaruhi oleh faktor musiman pasca Lebaran pada Bulan Juli 214 (Grafik 5.6). Pada awal triwulan IV 214, kegiatan penarikan uang diperkirakan akan semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan penyetoran sehingga akan terjadi net outflow yang sesuai dengan pola historis seperti akhir tahun lalu Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy Rp Triliun (.5) (5) (1.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara kontinu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada akhir Maret 214 yaitu dari tanggal 18 sampai dengan 22, kas keliling dibuka di daerah Mambi, Pana, dan Sumarorong di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Pada tanggal 19 sampai dengan 23 Mei 214, telah dilakukan kegiatan kas keliling di daerah Jalang dan Doping, Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan. Kemudian, pada tanggal 18 sampai dengan 22 September 214 dilaksanakan di daerah Kepulauan Pangkep, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan III 214, telah dilakukan sebanyak Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

58 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 8 (delapan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (7 Agustus serta 1 September), Kendari (8 Agustus serta 18 Agustus), dan ke Kupang (2 Juli, 8 Agustus, 27 Agustus, serta 22 Oktober). Pelaksanaan remise pada tanggal 7 dan 8 Agustus dalam rangka mempersiapkan pengedaran uang pecahan 1. tahun emisi 214 yang mulai diluncurkan Bank Indonesia pada tanggal 17 Agustus 214. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan III 214 tercatat sebesar Rp,27 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp,62 triliun (Grafik 5.7) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 533 lembar pada triwulan III 214. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp5. (77,86%), diikuti Rp1. (2,83%), Rp2. (1,31%), Rp1. (,19%) dan Rp5. (,19%), dan Rp1. (,16%)(Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciriciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan materi dimaksud hingga ke pelosok daerah, di Sulawesi Selatan Rp Triliun %, yoy 2, 1.69% Nominal UTLE 1,5 gutle - Skala Kanan 2.83% 1, 5 (5) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 77.86% Pecahan 1. Pecahan 5. Pecahan Lainnya * Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

59 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Boks 5.A. Pencanangan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) Bank Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) pada tanggal 14 Agustus 214. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara BI dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, serta Asosiasi Pemprov seluruh Indonesia. Kerja sama yang dijalin antara pemerintah dan pelaku industri di Bidang Sistem Pembayaran ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen nontunai (less cash society/lcs) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Kegiatan GNNT merupakan perwujudan langkah Bank Indonesia untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman, dan handal dengan menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen, memperhatikan perluasan akses dan kepentingan nasional. Sementara di Sulsel, pencanangan GNNT dilaksanakan pada tanggal 9 September 214. Dalam rangka mengimplementasikan GNNT tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I melakukan kerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM) dan 5 (lima) perbankan nasional, yaitu Bank Mandiri, Bank Mega, BRI, BNI, dan BCA untuk menciptakan kawasan non tunai di lingkungan kampus UNM. Rangkaian kegiatan GNNT di UNM meliputi sosialisasi kepada mahasiswa baru, pelatihan penggunaan mesin EDC (Electronic Data Capturer) kepada para kasir di lokasi Kawasan Nontunai, lomba stand up comedy, dan puncaknya adalah grand launching kawasan nontunai di Kampus UNM yang berpusat di kantin La Macca pada tanggal 9 September 214. Gambar 5.A.1. Penandatangan MOU antara Bank Indonesia dan UNM Gambar 5.A.2. Peresmian kawasan non-tunai di Kantin La Macca Kampus UNM Pada periode Agustus s.d. November 214, sebanyak 12 Kampus di Indonesia telah menciptakan Kawasan Nontunai. Kampus merupakan salah satu tempat pelaksanaan GNNT karena mahasiswa sebagai generasi muda yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak penggunaan instrumen nontunai. Melalui perubahan pola pembayaran dari tunai ke nontunai, mahasiswa maupun masyarakat memperoleh berbagai manfaat, antara lain: 1. Praktis - Masyarakat tidak perlu membawa banyak uang tunai, higienis. 2. Akses Lebih Luas - Meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran. 3. Transparansi Transaksi - Membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal. 4. Efisiensi Rupiah - Menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling. 5. Less Friction Economy Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian. 6. Perencanaan Ekonomi Lebih Akurat Transaksi tercatat secara lebih lengkap sehingga perencanaan lebih akurat. Melalui sosialisasi GNNT tersebut, Bank Indonesia mengharapkan mampu meningkatkan penggunaan APMK dan E-Money dalam mendukung financial inclusion untuk menyediakan produk keuangan maupun akses perbankan yang bisa dijangkau ke seluruh pelosok tanah air. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

60 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

61 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,1% (Sakernas Agustus 214) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Agustus 213). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan III 214 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 214 tercatat melambat dibandingkan dengan September 213 yang disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret 214. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

62 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,1% (Sakernas Agustus 214) atau stabil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,1% (Agustus 213). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91 ribu orang per Agustus 213 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 214 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 214 yang mencapai 3.715,8 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada Agustus 213 atau naik 247,6 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 5 ribu pekerja dibandingkan tahun 213, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,8% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus 214, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama taun lalu. Sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 22 ribu orang di bulan Agustus 214. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menalami kenaikan sebesar 7 ribu pekerja atau sebesar 11,58% (yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 15 ribu pekerja atau sebesar 19,9% (yoy) menjadi sekitar 73,9 ribu orang (Tabel 6.2). Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus Angkatan Kerja a. Bekerja b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 6,5% 62,% Tingkat Pengangguran Terbuka 5,1% 5,1% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 6,5% pada Agustus 213 menjadi 62,% pada Agustus 214. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 214 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 naik sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy) IKLK gindeks - Skala Kanan Indeks %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IPD6 gindeks - Skala Kanan Indeks %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

63 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 213 Agustus 214 Kategori Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,428, % 1.23% 1,474, % 3.24% Industri 196,332 6.% % 22,3 5.7% 2.89% Perdagangan 63, % -12.7% 673, % 11.58% Jasa 598, % -4.4% 73, % 17.52% Lainnya 463, % 1.32% 472, % 1.92% Jumlah 3,291,261 1.% -27.4% 3,527, % 37.15% 6.2. Penduduk Miskin 17 Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 864,3 ribu pada Maret 214, dari 857,44 ribu per September 213, atau naik sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan sebesar 1% (yoy) menjadi 162,49 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami kenaikan sebesar 1% (yoy), menjadi 71,91 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,2% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 18,8% disumbang oleh penduduk kota. Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, diharapkan juga minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dapat ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat urbanisasi. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 213 Pertumbuhan garis kemiskinan pada Maret 214 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan September 213. Perlambatan tersebut sejalan dengan penurunan inflasi pada Maret 214 menjadi sebesar 5,88% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 7,24% (yoy) pada September 213. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan I 214 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. 17 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

64 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Kota 26,21 215,79 221, ,488 24, % 9.13% 8.29% 4.61% 7.24% 5.88% Desa 191, , ,161 27,23 211,271.51% 12.54% 9.94% Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se- Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (1,28%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,3%) dan Sulawesi Utara (8,75%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada September 214. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 3,5% dan masih terdapat di Provinsi Papua Rasio Gini 18 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama empat tahun terakhir (21 sampai dengan 213) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 212, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni,41. Namun demikian, pada 213, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi,43 atau lebih tinggi daripada nasional (,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi (,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 212. Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio Provinsi Gorontalo,43,46,44,44 Papua,41,42,44,44 Sulawesi Selatan,4,41,41,43 Sulawesi Tenggara,42,41,4,43 Papua Barat,38,4,43,43 Sulawesi Utara,37,39,43,42 Sulawesi Tengah,37,38,4,41 Maluku,33,41,38,37 Sulawesi Barat,36,34,31,35 Maluku Utara,34,33,34,32 Indonesia,38,41,41,41 Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus Nilai Tukar Petani 19 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulsel pada triwulan III 214 menurun menjadi sebesar 15,81 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (15,56) (Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian. Penurunan pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 7,52% (yoy) dari sebesar 19,96 pada triwulan III Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 19 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

65 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN menjadi sebesar 118,22 pada triwulan III 214 (Grafk 6.7). Lebih lanjut, Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 5,2% dari 16,86 pada triwulan III 213 menjadi 112,42 pada triwulan III 214 (Grafik 6.6) Indeks Nilai Tukar Petani %, yoy gindeks - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks Indeks yang Dibayar Petani %, yoy gindeks - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Indeks Indeks yang Diterima Petani gindeks - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

66 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

67 7. PROSPEK PEREKONOMIAN Bab 7 Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 214 dan untuk keseluruhan tahun 214, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3% (yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 214 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) maupun permintaan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sementara sektor pertanian diperkirakan melambat, karena masih dalam fase musim tanam. Tekanan harga akhir tahun 214 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak kenaikan harga tarif dasar listrik. Namun demikian, tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko yang dapat meningkatkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

68 212 Q1 212 Q2 212 Q3 212 Q4 213 Q1 213 Q2 213 Q3 213 Q4 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 Q1 215 Q2 215 Q3 215 Q4 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan IV 214 diperkirakan akan didorong oleh aktivitas semua komponen sisi permintaan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 214 diperkirakan dalam arah stabil hingga meningkat dalam kisaran 7,8% - 8,3% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, dengan adanya peningkatan permintaan lokal saat musim perayaan dan liburan akhir tahun. Aktivitas konsumsi lokal ini, mendorong impor Sulsel yang lebih tinggi, karena untuk memenuhi permintaan masyarakat, industri di Sulsel mengimpor bahan baku sekitar 6% total impor. Di sisi lain, kegiatan ekspor dan pengiriman ke luar pulau diperkirakan masih melemah. Dari sisi sektoral, konsumsi lokal mendorong aktivitas sektor industri pengolahan, sektor transportasi, dan sektor perdagangan. Masih melemahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi 214, negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren perlambatan ekonomi dunia, mendorong melemahnya ekspor. Meskipun ekonomi global membaik, namun lebih rendah dan tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara berkembang melambat. Secara kawasan, Tiongkok dan ASEAN cenderung melemah, sementara ekonomi Jepang meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 214 diperkirakan cenderung stabil pada kisaran 7,4% - 8,4% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 213 (7,65%, yoy). 1 %, yoy : 7,61% 213: 8,37% 214: 7,4% - 8,4% 215: 7,3% - 8,3% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Sementara untuk tahun 215, ekonomi Sulsel diperkirakan kembali meningkat, didukung pertumbuhan sektor utama dan kuatnya permintaan. Sektor utama yang diperkirakan meningkat antara lain sektor pertambangan, sektor Industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor transportasi. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. Kegiatan sektor-sektor tersebut secara tidak langsung meningkatkan permintaan barang/jasa masyarakat (konsumsi) dan kegiatan ekspor/impor Prospek Sisi Permintaan Pada triwulan IV 214, komponen sisi permintaan lokal cenderung tetap kuat dibandingkan triwulan III 214. Komponen permintaan lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, cenderung tetap kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 214 didukung ekspektasi konsumen tetap terjaga. Hasil survei BPS menunjukkan ekspektasi masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama cenderung meningkat. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat. Hingga triwulan III 214, penyerapan anggaran belanja APBD Sulsel baru berkisar 53,2%, demikian pula realisasi anggaran belanja juga pemerintah pusat di Sulsel baru mencapai 56,4%. Sisa dari pagu anggaran yang menumpuk pada akhir tahun 214, diperkirakan akan meningkatkan konsumsi pemerintah pada triwulan IV Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

69 Sumber : BPS BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 12, 115, 11, 15, 1, 95, 111,8 111,1 112,4 11,1 18,1 11,1 19,64 15,5 I II III IV I II III IVp Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 1,6% 31,5% 52,3% 89,3% 9,4% 28,8% Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel p) Realisasi s.d. Oktober 214 Grafik 7.3. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah 51,4% 89,4% perkiraan tambahan realisasi s.d. Desember ,2% 32,4% 56,4% 64,1% I II III IV I II III IV I II III IVp ,9% Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan IV 214. Keberlanjutan proyekproyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter) tambang/mineral dan dukungan daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU, 2x1 MW), kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai kamar di Makassar, Pembangunan Stadion Barombong dengan 4. tempat duduk, pembangunan pusat belanja terintegrasi, dan pembangunan infrastruktur (kereta api dan pertanian). Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan menguat sehubungan dengan meningkat hingga stabilnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan neraca perdagangan bersih (net ekspor) cenderung terus positif (surplus) pada triwulan IV 214. Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 214 untuk negara Amerika dan ASEAN diperkirakan meningkat, sedangkan Tiongkok relatif stabil. Sementara ekonomi negara maju di Eropa dan Jepang, cenderung melemah. Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Juli 214 Oktober 214 (%, yoy) p 215p p 215p Amerika Serikat 1,9 1,7 3, 2,2 2,2 3,1 Kawasan Eropa -,4 1,1 1,5 -,4,8 1,3 Kawasan Asia China 7,7 7,4 7,1 7,7 7,4 7,1 Jepang 1,5 1,6 1,1 1,5,9,8 Kawasan ASEAN* 5,2 4,6 5,6 5,2 4,7 5,4 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Pada akhir tahun 214, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Harga nikel dan kakao yang trennya terus meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,2% (yoy) dan 13,8% (yoy), hingga Oktober 214. Masih tingginya harga nikel, karena berkurangnya pasokan dari Indonesia, seiring berlakunya pembatasan ekspor ore oleh Indonesia. Dengan adanya pelonggaran untuk ekspor konsentrat tembaga mulai Agustus 214, harga komoditas tambang yang lain, termasuk nikel, dinilai dapat sedikit terpengaruh. Sementara peningkatan harga kakao terkait kekhawatiran terhadap gangguan pasokan kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika akibat wabah Ebola 2. 2 Potensi terganggunnya aliran supply kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika seperti Pantai Gading dan Ghana. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

70 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 3. $/mt 4% yoy Nickel g.nikel - sisi kanan 3% 25. 2% 2. 1% 15. % 1. -1% -2% 5. -3% -4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Sumber: World Bank Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel 4 USD/kg yoy 4% 3,5 3% 3 2% 2,5 1% 2 % 1,5-1% 1-2%,5-3% -4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Coklat Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih rendah seiring melambatnya sektor tradable. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau 21 dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini menggunakan truk 22 dan fasilitas kapal ro-ro. Namun demikian pada triwulan IV 214, sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan), diperkirakan akan melemah mendorong peningkatan ekspor antarpulau di triwulan IV 214. Demikian pula adanya perayaan hari raya keagamaan (Natal) dan Tahun Baru, diperkirakan pengiriman barang industri ke kawasan timur diperkirakan meningkat Prospek Sisi Penawaran Pada triwulan IV 214, hampir seluruh sektor ekonomi diperkirakan meningkat, seiring faktor musiman dan tetap kuatnya permintaan domestik. Hampir semua sektor ekonomi di Sulsel meningkat, kecuali sektor pertanian dan industri pengolahan yang cenderung melambat karena faktor musiman. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut masih sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 214 (5,1% - 5,5%, yoy). Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 214. Meskipun dampak kekeringan tidak berpengaruh signifikan, namun produksi diperkirakan relatif rendah. Hampir di semua daerah masih dalam musim tanam. Beberapa daerah yang masih terjadi panen antara lain Pinrang, Sidrap, dan Palopo, dengan luas area panen yang relatif sedikit. Curah hujan masih rendah di bulan Oktober 214, dan mulai menengah hingga tinggi di bulan November hingga Desember 214. Dari sisi subsektor perkebunan, luas area panen yang terbatas menjadi faktor kendala di saat tren harga kakao yang masih cenderung meningkat. Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kenaikan harga nikel dan minimalnya gangguan operasional. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Proses renegosiasi kontrak yang telah selesai diyakini membuat kendala produksi menjadi minimal. Apalagi, produsen dinilai akan mengejar target produksi akhir tahunnya sehingga kinerja produksi dapat tumbuh lebih baik lagi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Oktober 214, harga nikel naik 24,2% (yoy) hingga level harga USD ,5 per metric ton. Sektor industri pengolahan diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 214. Pada triwulan III 214, sektor industri pengolahan sudah tumbuh relatif tinggi (1,%; yoy) untuk merespons peningkatan permintaan musiman, yang diasumsikan peningkatan tersebut juga sudah mengakomodasi tambahan permintaan saat Lebaran dan juga saat natal/tahun baru. Industri pengolahan biji nikel di Sulsel 23 diperkirakan masih memiliki stok yang berlebih untuk memenuhi permintaan, ditambah pula dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang. Sementara itu, dua industri semen 24 di Sulsel diperkirakan meningkatkan produksinya untuk mengimbangi pembangunan infrastruktur dan sektor konstruksi yang masih meningkat. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh stabil pada triwulan IV 214. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif melambat, seiring pertumbuhan sektor tradable yang cenderung melemah. Selain itu, 21 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 22 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 23 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 24 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 214, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,3% (yoy) dan 42,6% (yoy). 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

71 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN larangan 25 untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai negeri sipil, diperkirakan akan memengaruhi tingkat pertumbuhan sektor PHR. Sementara itu, sektor keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan III 214, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit triwulan IV 214. Sementara keseluruhan tahun 214 akan sebesar 14,4% (yoy) lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (18,2%, yoy), maupun realisasi tahun 213 (21,8%). 26 Perlambatan sektor keuangan tahun 214 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga Bank Indonesia 27 pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/dpk nasional tahun 214 berkisar antara 15% - 17% (yoy) lebih rendah dari tahun 213. Diperkirakan perbankan telah menyesuaikan rencana bisnis bank 214 untuk menjaga prinsip kehati-hatian Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan IV 214 secara umum diperkirakan berada dalam rentang 4,6% - 5,6% (yoy), dengan asumsi tidak ada kenaikan harga dari barang strategis yang diatur pemerintah. Tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, demikian pula inflasi inti cenderung stabil. Relatif stabilnya inflasi karena ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan TTL cenderung berdampak minimal. Adapun Bank Indonesia senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah koordinasi akan dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Sebagaimana asesmen yang dilakukan, setiap kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp1. per liter di Sulsel diprakirakan menambah sumbangan inflasi sebesar 1,5% - 1,45%. Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah), tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Di sisi lain, kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Hingga Oktober 214, semua kabupaten/ kota di Provinsi Sulsel telah terbentuk TPID, sehingga jumlah TPID adalah 1 (satu) TPID Provinsi dan 24 (dua puluh empat) TPID Kab./Kota. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Nasional Sasaran Inflasi 211: 5% + 1 Sulsel 211: 2,87% Nasional 211: 3,79% Sulsel Sasaran Inflasi 212: 4,5% + 1 Sulsel 212: 4,41% Nasional 212: 4,3% Sasaran Inflasi 213: 4,5% + 1 Sulsel 213: 6,22% Nasional 211: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5% Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya Inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Pasokan pangan didukung oleh panen padi yang masih berlangsung di Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, dan Kab. Palopo. Dari sisi stok, kecukupan beras akan tersedia untuk 2 bulan ke depan. Dari aspek cuaca, curah hujan yang relatif baik pada bulan November dan Desember 214, akan mendukung kegiatan penangkapan ikan maupun pengolahan lahan pertanian. Curah hujan sudah mulai dalam tingkat menengah di bulan November dan mulai tinggi di bulan Desember, terutama di daerah Maros, Gowa, dan Takalar. 25 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 26 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan III Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 213 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

72 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Oktober 214 November 214 Desember 214 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Inflasi administered prices triwulan IV tahun 214 diperkirakan meningkat. Kenaikan harga yang diatur pemerintah, yang dilaksanakan pada triwulan IV 214 antara lain kenaikan harga LPG 28 dan tarif tenaga listrik (TTL) 29. Selain itu, ada ekspektasi bahwa akan terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga LPG dan TTL telah meningkatkan inflasi administered prices Oktober 214 menjadi 5,76% (yoy) dari akhir triwulan III 214 4,39% (yoy). Sementara itu, apabila BBM bersubsidi dinaikkan pada tahun 214, maka setiap kenaikan Rp1./liter diperkirakan akan meningkatkan inflasi sekitar 1,5% - 1,45%. Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung moderat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.7) indeksnya realtif moderat menjadi 183,7 di triwulan IV 214 dan 169,5 di triwulan I 215, dari triwulan III 214 sebelumnya (184,). Di sisi lain, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif stabil (Grafik 7.8), menjadi 1,6 di triwulan IV 214 dan 1,4 di triwulan I 215, dibandingkan dari triwulan III 214 (1,). Pergerakan harga emas internasional masih menurun, sehingga subkelompok sandang lainnya mengalami perlambatan. Turunnya harga emas internasional, selain masih dipengaruhi penguatan mata uang Amerika Serikat, juga dikarenakan sentimen terhadap perekonomian Jepang yang membaik. Adanya upaya untuk mempercepat quantitative easing yang akan ditempuh oleh kebijakan Bank Sentral Jepang membuat pasar bereaksi dengan menjual emas sehingga harga berangsur turun di pasar global. 28 Kenaikan harga LPG nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp 1.5 per kg (nett Pertamina) yang terhitung mulai tanggal 1 September 214. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg nett dari Pertamina menjadi Rp per kg dari sebelumnya Rp 6.69 per kg. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transpor, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp per kg atau Rp per tabung dari sebelumnya Rp per kg atau Rp 92.8 per tabung. 29 Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 214. Penyesuaian periode berikutnya akan dilakukan pada bulan November Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

73 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad I II III IV I II III IV I II III IV* I* 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1, 99,9 99,8 99,7 99,6 99,5 Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad I II III IV I II III IV I II III IV* I* Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga USD/troy onz yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt 5% 4% 3% 2% 1% % -1% -2% -3% Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Emas g.emas - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Emas Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan I II III IV Total I II III IV P Total p Sisi Permintaan Konsumsi 5, 6,8 5,7 5,8 6,9 7, 6,4 6,3 6,1 5,8 7, - 7,5 6,1-7,1 6,2-7,2 Konsumsi swasta 5,7 6,7 6,6 6,7 6,8 6,8 6,7 6,7 6,5 6,3 7,2-7,7 6,3-7,3 6,6-7,6 Konsumsi Pemerintah 2,3 7,2 2,5 2,5 7,3 7,8 5,1 4,7 4,6 3,9 6,2-6,7 4,6-5,6 5,5-6,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto 25,5 18,7 14,6 7,4 (5,1) 19,6 8,2 11,5 8,4 5,3 12,5-13, 1, - 11, 13,4-14,4 Ekspor (3,8) (3,3) 11,9 5,9 9,,3 6,4 14,6 11,6 7,6 8,3-8,8 1, - 11, 4, - 5, Impor (,7) (1,2) 12,9 6,2 (6,8) 4,5 4, (9,3) (1,1) 6,7 2,5-3, (1,5) - (,5) 8,8-9,8 Sisi Produksi Sektor pertanian 6,4 5,4 1,2 (,9) 3,9 13,1 3,9 1,8 1,9 13,1 7,8-8,3 1, - 11, 1,5-2,5 Sektor pertambangan & penggalian (7,9) 4,4 28,4 5,9 12,8 (4,6) 9,3 1,5 (3,4) (,5) 7,8-8,3,5-1,5 7,8-8,8 Industri pengolahan 7,6 8,9 8,2 9,9 8,7 5,8 8,1 6,2 7,8 1, 8,5-9, 7,9-8,9 8,5-9,5 Listrik, gas & air bersih 8,6 12,5 7,8 9,2 8,4 8,1 8,4 8,9 11,7 1,7 1,7-11,2 1,2-11,2 1,3-11,3 Bangunan 12,1 9,7 8,6 11, 13,2 1,7 1,9 8, 6,9 5,2 7,9-8,4 7, - 8, 14, - 15, Perdagangan, hotel & restoran 1,9 1,5 11,5 1, 8,3 8, 9,4 8,3 9,1 9,9 9,4-9,9 8,7-9,7 9,3-1,3 Pengangkutan & komunikasi 12,1 14,9 7,5 1,5 1,5 7,1 8,9 6,3 3,4 3,1 4,8-5,3 4, - 5, 1,5-11,5 Keuangan, persewaan dan jasa perush. 14,8 15,9 17,2 14, 15,4 1,6 14,2 11,2 7,4 4,6 4, - 4,5 6,5-7, 12,4-13,4 Jasa-jasa 6,7 2,3 2,3 1, 5,4 5,9 3,7 6,7 6,1 6, 6,2-6,7 5,9-6,9 4,9-5,9 PDRB (%,yoy) 7,6 8,4 8,2 6,2 8,3 7,9 7,6 8, 7,3 8,2 7,8-8,3 7,4-8,4 7,3-8,3 Inflasi IHK (%,yoy) 2,9 4,4 4,6 4,4 7,2 6,2 6,2 5,9 5,9 3,7 4,8-5,3 4,6-5,6 4, - 5, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p proyeksi Bank Indonesia P Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

74 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Boks 7.A. Dampak (Rencana) Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong postur anggaran pemerintah lebih sehat. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembiayaan sektor lain. Latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga BBM di Indonesia terlalu murah dibandingkan negara lain se-kawasan, sehingga berpotensi BBM diselundupkan. Peningkatan daya beli masyarakat mendorong peningkatan pembelian mobil dan motor, sehingga kuota BBM bersubsidi tiap tahunnya selalu terlampaui. Bahkan, sejak awal tahun 2, Indonesia telah beralih status menjadi importir BBM, sehingga seperlima APBN Indonesia disedot untuk subsidi energi. Turki Prancis Inggris Singapura Brazil India Filipina Thailand Amerika Malaysia Iran Uni Emirat Arab Indonesia Brunei Darussalam Mesir Arab Saudi Venezuela USD 2,6 USD 2,21 USD 2,12 USD 1,66 USD 1,42 USD 1,32 USD 1,28 USD 1,16 USD,87 USD,62 USD,57 USD,47 USD,45 USD,42 USD,29 USD,13 *)1 USD = Rp USD,6 (rata-rata Oktober 214) USD, USD,5 USD 1, USD 1,5 USD 2, USD 2,5 USD 3, Grafik 7.A.1. Perbedaan Harga Bensin Antar Negara Dampak kenaikan harga BBM di Sulsel relatif sama dibandingkan nasional. Apabila secara nasional, dampak setiap kenaikan Rp2.,- 3 per liter BBM akan meningkatkan inflasi sekitar 2,9% - 1,49%, sementara di Sulsel akan meningkatkan inflasi sekitar 2,7% - 1,47%. Hal ini didorong oleh dampak kenaikan BBM terhadap inflasi secara langsung maupun tidak langsung, terhadap beberapa provinsi cenderung tinggi, karena faktor konsumsi dan kenaikan harga komoditas yang terkait (misal tarif angkutan, komoditas core, dan bahan pangan/volatile food). TabeI 7.A.1. Prakiraan Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Sumbangan Inflasi Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Inflasi (%) Sumbangan (%) Dampak langsung 1,6-1,46 - Bensin 3,77 1,15 - Solar 36,36,1 Tarif Angkutan*),22 -,62 - Angkutan Antar Kota 24, - 26,,1 -,41 - Angkutan Dalam Kota 18, - 2,,11 -,51 Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya **),39 -,79 - Core,47 -,87,13 -,53 - Volatile Food 1,1-1,41,6 -,46 Total dampak ke Inflasi IHK 2,7-2,47 *) Dihitung dari rencana kenaikan tarif angkutan dalam kota dan luar kota di Sulsel **) Dampak tidak langsung berdasarkan estimasi dengan data terkini, yg mana elastisitas 1% kenaikan harga BBM bersubsidi akan menambah tekanan inflasi core sekitar,17% dan VF sekitar,36%. Kenaikan harga BBM diperkirakan juga akan berdampak terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Kenaikan bensin dan solar masing-masing Rp2.,-per liter akan meningkatkan persentase kemiskinan di Sulsel sekitar,87% - 1,27% atau sekitar 73, ribu 113, ribu orang. Persentase kenaikan kemiskinan terbesar akan terjadi berturut-turut di Provinsi 3 Harga bensin dan solar bersubsidi naik masing-masing menjadi sebesar Rp8.5,- (3,77%) dan Rp7.5,- (36,36%) yang berlaku per tanggal 18 November Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

75 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Papua (1, 5% - 1,9%), Papua Barat (1,4% - 1,8%) dan Sulawesi Tenggara (1,24% - 1,64%). Program Pemerintah Pusat untuk meminimalisir penurunan daya beli masyarakat antara lain melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, peningkatan aspek akses dan mutu pendidikan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan, dan sebagainya). Sementara dari sisi Pemerintah Daerah, TPID (SKPD terkait) perlu memastikan ketersediaan dan pasokan barang kebutuhan pokok/ bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat, meningkatkan Komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan masyarakat harus terjalin dengan tagline Pemerintah Bersama Rakyat, dan melaksanakan crash program dalam rangka memitigasi dampak penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya program padat karya dan program peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III

76 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Boks 7.B. Tindak Lanjut Proyek Infrastruktur, What s next? Sulawesi Selatan masuk dalam koridor Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Sulawesi, yang diarahkan untuk pengolahan produk sumber daya alam. Mengacu kepada Perpres No. 48 Tahun 214 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 211 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional. Adapun Kegiatan Ekonomi Utama di Koridor Ekonomi Sulawesi adalah komoditi nikel, pertanian pangan, migas, kakao, dan perikanan. Di dalam setiap koridor bidang MP3EI terbagi atas 3 besaran, yaitu sektor riil, infrastruktur, dan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan teknologi. Dibandingkan bidang yang lain, jumlah jumlah proyek infrastruktur relatif banyak, dengan nilai investasiyang relatif besar. Dari 8 proyek MP3EI yang berada di Sulsel, 38 diantaranya merupakan proyek infrastruktur, dengan nilai investasi mencapai Rp44.475miliar. Ada pun target penyelesaian, sebagian besar dilakukan setelah tahun 216. Adapun yang telah diselesaikan sampai dengan tahun 213 adalah pengerukan kolam Pelabuhan Makassar dan pembangunan PLTA Karebe, Kab. Luwu Timur, dengan investasi Rp4.24 miliar. Sementara proyek yang diperkirakan selesai pada tahun 214 (misalnya Bandara di Tana Toraja, under pass A.P. Pettarani), masih terkendala pembebasan lahan. TabeI 7.B.1. Ringkasan Proyek MP3EI di Sulsel JUMLAH JUMLAH INVESTASI BIDANG PROYEK (Rp Miliar) SEKTOR RIIL Pertanian dan Tanaman Pangan Perkebunan Kelautan dan Perikanan Energi dan Sumberdaya Mineral INFRASTRUKTUR SDM & IPTEK TOTAL Sumber: Perpres No.48 Tahun ; ; 1 213; 1 214; 5 215; 8 216; ; ; 4 214; ; Grafik 7.B.1. Target Periode Selesai Proyek MP3EI Sulsel Grafik 7.B.2. Target Pembiayaan Proyek MP3EI Sulsel Berdasarkan Target Periode Selesai Gambar 7.B.1. Peta Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Sulawesi 7 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan III 214

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan IV-2010 cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lambatnya

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci