KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY"

Transkripsi

1 i Periode Mei 2017

2 ii

3 Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Hans Aulia Utama Hsb (hans_auh@bi.go.id) iring Piring Piring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Mei Kami mengharapkan publikasi ini dapat menjadi rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami antara lain pemerintah daerah, industri perbankan dan keuangan, akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami, Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 4,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,86% (yoy), setelah berada pada posisi kedelapan di triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kelima untuk wilayah Sumatera pada triwulan I Laju inflasi Sumbar pada triwulan I 2017 mereda terutama disebabkan turunnya tekanan pada kelompok bahan makanan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,82 (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,89% (yoy). Panen komoditas hortikultura yakni cabai merah dan bawang merah serta terjaganya pasokan beras seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor utama menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-18 tertinggi secara nasional. Contoh penggalan kajian sebagaimana tercantum di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR ini dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini v

6 memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... ix RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan II BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Gambaran Umum APBD Provinsi Sumatera Barat Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Realisasi Pendapatan dan Belanja Provinsi APBD 19 Kabupaten/Kota Anggaran Pendapatan dan Belanja 19 Kabupaten/Kota Realisasi Pendapatan dan Belanja 19 Kabupaten/Kota Alokasi APBN di Sumatera Barat Pagu Anggaran Belanja APBN di Sumatera Barat Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa vii

8 3.2.3 Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan II BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Institusi Keuangan (Perbankan) Aset Perbankan Intermediasi Perbankan Perbankan Syariah Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan Penduduk BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 2.1. PAGU ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.2. PAGU ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.3. PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2016 DAN TABEL 2.4. BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I TAHUN 2016 DAN TABEL 2.5. PAGU ANGGARAN PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.6. PAGU ANGGARAN BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.7. PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2016 DAN TRIWULAN I TABEL 2.8. BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN I TABEL 2.9. PAGU/ANGGARAN KEMENTERIAN/LEMBAGA YANG BERSUMBER DARI APBN TAHUN TABEL BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI SUMATERA BARAT DARI APBN TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 3.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% YOY) TABEL 3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% QTQ) TABEL 3.4. INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%,MTM) TABEL 3.5. ANDIL INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%) TABEL 3.6. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI BULANAN TRIWULAN I 2017 (%,MTM) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.2. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN TABEL 4.5. PERKIRAAN BEBAN ANGSURAN TERHADAP PENDAPATAN KORPORASI 6 BULAN MENDATANG TABEL 4.6. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 4.7. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA ix

10 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA TRIWULAN I GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 3 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.4. PANGSA PDRB TW I 2017 MENURUT PERMINTAAN... 5 GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET INTERNASIONAL... 5 GRAFIK 1.6. SURVEI KONSUMEN BANK INDONESIA... 5 GRAFIK 1.7. PENDAFTARAN JUMLAH KENDAARAN BERMOTOR BARU DI SUMBAR... 6 GRAFIK 1.8. REALISASI BELANJA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT... 7 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI PDRB SUMBAR... 8 GRAFIK INVESTASI PMA DAN PMDN DI SUMBAR... 8 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 8 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PERTUMBUHAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PANGSA NEGARA TUJUAN EKSPOR SUMBAR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK PERTUMBUHAN LAP. USAHAN SUMATERA BARAT, RIAU, DAN SUMATERA GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN I GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN I GRAFIK PANGSA PDMENURUT LAPANGAN USAHA TRIWULAN I 2017 SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN USAHA SEKTOR PERTANIAN (SKDU BI) GRAFIK JUMLAH WISATAWAN MELALUI BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU DAN PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS GRAFIK KREDIT LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN HARGA JUAL LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (SKDU) GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN TENAGA KERJA LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN SALDO BERSIH TERTIMBANG (SBT) TENAGA KERJA (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (SK BI) GRAFIK PRAKIRAAN PERKEMBANGAN KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU BI) GRAFIK PRAKIRAAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA (SKDU BI) GRAFIK 2.1. REALISASI BELANJA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2016 DAN GRAFIK 2.2. REALISASI BELANJA TRIWULAN I 2016 DAN TRIWULAN I GRAFIK 2.3. DAYA SERAP BELANJA TRIWULAN I 2016 DAN GRAFIK 2.4. KOMPOSISI ANGGARAN SUMBER PENDAPATAN GRAFIK 2.5. REALISASI PENDAPATAN TERHADAP GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PROV. SUMBAR BERDASARKAN KOMPOSISINYA GRAFIK 2.7 REALISASI BELANJA PROV. SUMBAR BERDASARKAN KOMPOSISINYA GRAFIK 2.8 SUMBER REALISASI PENDAPATAN KAB/KOTA PADA TRIWULAN I GRAFIK 2.9 SUMBER REALISASI BELANJA KAB/KOTA PADA TRIWULAN I GRAFIK 2.10 PANGSA ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN FUNGSI GRAFIK PANGSA ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN JENIS GRAFIK PANGSA REALISASI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN FUNGSI GRAFIK PANGSA REALISASI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN JENIS x

11 GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMBAR DAN NASIONAL GRAFIK 3.2. ANDIL KOMODITAS CABAI MERAH DAN BERAS TERHADAP INFLASI SUMBAR GRAFIK 3.3 DISAGREGASI INFLASI TRIWULANAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.4. IKK, IKE DAN IEK KONSUMEN DI SUMBAR GRAFIK 3.5. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.6. LAJU INFLASI SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 3.7. KONTRIBUSI INFLASI TAHUNAN (YOY) SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 3.8. PERKEMBANGAN HISTORIS INFLASI BULANAN RAMADHAN DAN LEBARAN ( ) GRAFIK 3.9. EKSPEKTASI HARGA 3 DAN 6 BULAN MENDATANG GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA BULANAN BERAS, CABAI MERAH DAN BAWANG MERAH (VOLATILE FOODS) GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA BULANAN EMAS (INTI) GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA ROKOK DAN TIKET ANGKUTAN UDARA (ADMINISTERED PRICE) GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA TRIWULAN I GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN TIAP JENIS PENEMPATAN GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN JUMLAH MOTOR GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK KINERJA KORPORASI DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN LIAISON TRIWULAN I GRAFIK KONDISI KEGIATAN USAHA DI SUMATERA BARAT GRAFIK INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN GRAFIK PERKEMBANGAN KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI DI SUMATERA BARAT GRAFIK KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI BERDASARKAN SEKTORAL GRAFIK PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN GRAFIK PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN JENIS-JENIS DANA PIHAK KETIGA PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING DPK TERHADAP PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING KREDIT TERHADAP PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING DPK TERHADAP ANGKATAN BEKERJA GRAFIK RASIO JUMLAH REKENING KREDIT TERHADAP ANGKATAN BEKERJA GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI UANG ELEKTRONIK BERBASIS SERVER DI SUMBAR GRAFIK 5.3. FREKUENSI TRANSAKSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.5. ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) DI WILAYAH SUMATERA GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 5.7. PEMUSNAHAN UTLE PER LEMBAR DI SUMBAR GRAFIK 5.8. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK 6.1. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA xi

12 GRAFIK 6.2. ANGKATAN BEKERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.4. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.5. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.6. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN PERIODE FEBRUARI GRAFIK 6.7. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) GRAFIK PERKEMBANGAN INFLASI PEDESAAN DAN INFLASI UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. HISTORIS RATA-RATA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUNAN (YOY) SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI SEMEN DI SUMBAR GRAFIK 7.5. PERKEMBANGAN HARGA INTERNASIONAL MINYAK KELAPA SAWIT DAN KARET GRAFIK 7.6. PROYEKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (CPO DAN KARET) GRAFIK 7.7. PERKEMBANGAN SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN PADI DI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.8. PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK 7.9. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xii

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE MEI 2017 Perekonomian Sumatera Barat triwulan I 2017 membaik Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 4,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,86% (yoy). Setelah berada pada posisi kedelapan di triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kelima untuk wilayah Sumatera pada periode laporan. Meningkatnya harga komoditas memicu pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 Lambatnya proses administrasi menyebabkan kurang optimalnya belanja pemerintahan daerah. Meningkatnya harga dari 2 (dua) komoditas andalan Sumatera Barat yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan karet menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I Peningkatan harga kedua komoditas dimaksud menyebabkan meningkatnya pendapatan masyarakat yang mendorong semakin tumbuhnya konsumsi rumah tangga. Dari sisi lapangan usaha, pendorong utama perbaikan ekonomi Sumatera Barat adalah peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi pergudangan. Lambatnya proses administrasi pelaksanaan belanja daerah dan terhambatnya pencairan dana sertifikasi guru karena belum adanya petunjuk teknis masih menjadi faktor utama kurang optimalnya realisasi belanja daerah pada triwulan I Meskipun anggaran belanja Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota mengalami peningkatan pada tahun 2017, realisasi belanja pada triwulan I 2017 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I Total realisasi belanja provinsi dan 19 kabupaten/kota pada triwulan I 2017 sebesar Rp2.422 miliar (8,91% dari anggaran 2017) atau lebih kecil dibandingkan realisasi belanja pada triwulan I 2016 yang mencapai Rp2.569 miliar (9,66% dari anggaran 2016). Tekanan inflasi di awal tahun mereda. Laju inflasi Sumbar pada triwulan I 2017 mereda terutama disebabkan turunnya tekanan pada kelompok bahan makanan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,82 (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,89% (yoy). Panen komoditas hortikultura yakni cabai merah dan bawang merah serta terjaganya pasokan beras xiii

14 seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor utama menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-18 tertinggi secara nasional. Stabilitas keuangan korporasi dan rumah tangga terjaga Secara umum, stabilitas keuangan daerah di Sumatera Barat terjaga didukung oleh masih terjaganya risiko dari sisi korporasi dan rumah tangga. Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif masih terjaga baik dari korporasi maupun rumah tangga. Kinerja korporasi sedikit tertahan akibat masih lemahnya permintaan masyarakat. Sektor korporasi mengalami pertumbuhan kredit, sedangkan sektor rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan I 2017 mencapai Rp22,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp22,6 triliun atau 8,2% (yoy). Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit sektor korporasi perlu terus diwaspadai mengingat NPL yang telah melampaui ambang batas 5% selama beberapa tahun terakhir dan kembali naik menjadi 5,3% (yoy) pada triwulan I Kenaikan NPL korporasi pada triwulan I 2017 dimaksud juga diikuti dengan kenaikan rasio NPL kredit rumah tangga dan kredit UMKM. Transaksi non tunai menurun Transaksi kliring Sumatera Barat kembali mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, volume transaksi kliring kembali mengalami penurunan sebesar 6,47% (yoy) menjadi lembar. Penurunan tersebut lebih baik dibandingkan dengan penurunan pada triwulan IV 2016 yang mencapai 8,4% (yoy). Kondisi serupa juga terjadi pada nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,52 triliun atau 9,26% (yoy), meskipun tidak sedalam penurunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,08% (yoy). Transaksi tunai mencatat net inflow Sumatera Barat kembali mengalami net inflow. Pada triwulan I 2017, Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan Sumatera Selatan tercatat mengalami outflow sedangkan provinsi di wilayah Sumatera lainnya tercatat inflow. Sementara itu, untuk wilayah Sumatera Barat tercatat mengalami net inflow sebesar Rp2,3 triliun pada triwulan I Secara pertumbuhan, net inflow tersebut mengalami penurunan 4,31% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,4 trilun. xiv

15 Tingkat pengangguran terbuka menurun. Membaiknya perekonomian pada awal tahun 2017 memberikan dampak positif terhadap perbaikan penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut tercermin dari kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang diiringi dengan relatif menurunnya tingkat pengangguran. Penyerapan tenaga kerja (Februari 2017) masih didominasi sektor pertanian dan perdagangan namun persentasenya cenderung turun dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama industri pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, status pekerja di Sumatera Barat sebagian besar berada di lapangan kerja informal. Masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. IPM masyarakat Sumatera Barat membaik Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rasio gini cenderung membaik di tengah meningkatnya persentase jumlah penduduk miskin. Di sisi lain, perlambatan aktivitas perekonomian pada tahun 2016 berimbas pada penurunan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan menjadi indikasi penurunan kesejahteraan daerah. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan II 2017 diprakirakan meningkat, diikuti dengan kenaikan laju inflasi Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2017 diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,3 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,91% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sumatera Barat terutama ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Faktor utama pendorong kinerja PDRB di triwulan II 2017 antara lain, peningkatan konsumsi seiring pemberian THR dan perayaan Idul Fitri, peningkatan realisasi anggaran pemerintah, realisasi dana desa, serta peningkatan jumlah wisatawan dan pemudik seiring tradisi pulang basamo Pada triwulan II 2017, laju inflasi diprakirakan meningkat seiring dengan siklus datangnya Ramadhan dan Lebaran (sisi permintaan) dan mulai berakhirnya panen beras dan cabai (sisi permintaan). Komoditas utama penyumbang inflasi diperkirakan bersumber dari komoditas pangan dan hortikultura seperti beras, cabai merah, bawang merah dan jengkol serta komoditas administered price seperti tiket angkutan udara dan tarif listrik. xv

16 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan III 2017 diprakirakan melambat, diikuti dengan penurunan laju inflasi Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2017 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan prakiraan sebesar 5,3% - 5,7% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga, walaupun tetap tumbuh tinggi, lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 seiring dengan pulang basamo, liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Investasi diprakirakan tumbuh tinggi yang ditopang akselerasi belanja modal dan realisasi fisik proyek swasta. Pada triwulan III 2017, laju inflasi secara umum diprakirakan berada dalam rentang 4,7% - 5,1% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan terbesar diperkirakan disumbang oleh kelompok volatile foods dan administered price seiring normalisasi harga berbagai barang dan jasa pasca Ramadhan dan Lebaran Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diprakirakan meningkat dibandingkan 2016 Inflasi tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan 2016 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar di tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), meningkat dibandingkan tahun Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Membaiknya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dunia, khususnya CPO dan karet yang mendorong perbaikan daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat. Aktivitas investasi diprakirakan membaik seiring realisasi investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri dan investasi untuk mendorong kinerja pariwisata di berbagai daerah. Inflasi tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 4,5% + 1% (yoy). Dari sisi volatile foods, risiko peningkatan harga masih bersumber dari komoditas cabai merah dan beras. Faktor musiman peningkatan permintaan pada saat Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha secara historis menjadi penyebab meningkatnya harga secara signifikan di atas harga normal. Di samping itu, risiko musim kekeringan pada semester II 2017 juga diperkirakan memberikan andil pada kenaikan harga beras dan cabai merah. Pada kelompok administered price, potensi kenaikan harga minyak dunia akan berimplikasi pada kebijakan harga energi strategis ke depan. xvi

17 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II III IV I MAKRO IHK Sumatera Barat * 125,06 120,22 122,70 124,09 126,41 126,41 128,19 126,66 130,42 132,59 132,59 133,08 IHK Kota Padang 126,03 120,99 123,48 124,83 127,10 127,10 127,72 127,38 131,16 133,48 133,48 134,04 IHK Kota Bukittinggi 118,22 114,79 117,15 118,87 121,52 121,52 121,09 121,56 125,20 126,29 126,29 126,31 Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 11,58 6,28 8,17 6,25 1,08 1,08 6,62 3,23 5,10 4,89 4,89 3,82 Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 11,90 6,52 8,42 6,42 0,85 0,85 4,97 3,16 5,07 5,02 5,02 3,98 Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 9,24 4,53 6,34 5,00 2,79 2,79 7,20 3,76 5,33 3,93 3,93 2,65 PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga ,36 - Konsumsi LNPRT ,32 - Konsumsi Pemerintah ,74 - Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) ,71 - Perubahan Inventori 69 (46) (50) 81 (142) ,12 - Ekspor Luar Negeri ,36 - Impor Luar Negeri ,48 - Net Ekspor Antar Daerah (5.472) 74 (1.595) (732) (2.889) (5.142) (136) (145) ,62 PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ,3 - Pertambangan dan Penggalian ,5 - Industri Pengolahan ,7 - Pengadaan Listrik, Gas ,2 - Pengadaan Air ,8 - Konstruksi ,5 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ,3 - Transportasi dan Pergudangan ,9 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,0 - Informasi dan Komunikasi ,7 - Jasa Keuangan ,0 - Real Estate ,4 - Jasa Perusahaan ,1 - Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib ,9 - Jasa Pendidikan ,5 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,1 - Jasa lainnya ,6 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5,85 5,86 5,48 4,93 5,74 5,41 5,55 5,86 4,82 4,86 5,26 4,91 PERBANKAN Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 48,1 50,8 52,9 53,8 54,3 54,3 55,5 56,5 57,46 57,63 57,63 59,27 DPK (Rp Triliun) 29,7 31,8 33,0 34,0 33,1 33,1 34,2 35,2 35,97 34,92 34,92 35,94 - Giro (Rp Triliun) 4,3 6,6 7,4 6,8 4,9 4,9 7,1 6,5 6,43 5,08 5,08 6,96 - Tabungan (Rp Triliun) 15,3 14,0 14,5 15,5 17,5 17,5 16,0 17,4 17,65 19,24 19,24 17,98 - Deposito (Rp Triliun) 10,2 11,2 11,2 11,7 10,7 10,7 11,0 11,3 11,89 10,59 10,59 11,00 Kredit (Rp Triliun) 42,8 44,2 45,8 47,4 48,0 48,0 48,2 49,7 50,30 50,70 50,70 50,93 - Modal Kerja 16,0 16,3 16,9 17,2 17,1 17,1 17,0 17,2 17,27 17,32 17,32 16,89 - Investasi 7,6 8,5 8,8 9,3 10,0 10,0 9,8 10,7 11,01 10,77 10,77 11,14 - Konsumsi 19,1 19,5 20,1 20,8 20,9 20,9 21,4 21,7 22,01 22,61 22,61 22,90 LDR (%) 143,8 139,0 138,8 139,4 145,1 145,1 141,2 140,9 139,8 145,2 145,2 141,7 NPL (gross, %) 2,9 3,0 3,0 3,1 2,7 2,7 3,0 3,3 3,6 3,2 3,2 3,3 Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xvii

18 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank xviii

19 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 terpantau mengalami perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 4,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,86% (yoy). Penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan berasal dari peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga dan pemerintah, serta adanya perbaikan kinerja ekspor. Peningkatan harga komoditas internasional (CPO dan karet) diindikasikan berdampak pada kenaikan konsumsi rumah tangga karena meningkatnya daya beli, mengingat sebagian besar masyarakat bergantung pada kedua komoditas tersebut. Selain itu, kenaikan harga komoditas yang disertai dengan peningkatan permintaan negara mitra dagang menyebabkan ekspor luar negeri membaik pada triwulan laporan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mencatat peningkatan akibat adanya kenaikan APBD tahun 2017 serta sebagai imbas dari base effect penundaan DAU pada triwulan III dan IV Namun, konsumsi pemerintah tertahan lebih lanjut seiring dengan masih terbatasnya kegiatan pemerintah di awal tahun. Secara sektoral, pendorong utama perbaikan ekonomi Sumatera Barat adalah peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi pergudangan. Dari sisi pertanian, peningkatan kinerja lapangan usaha tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi tanaman bahan makanan (tabama) akibat pergeseran musim tanam di triwulan III ke triwulan IV 2016 yang berakibat peningkatan panen pada triwulan laporan. Membaiknya kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan terutama merupakan imbas dari penambahan armada dan rute perjalanan sub kategori angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2017 diprakirakan tumbuh moderat di kisaran 5,3 5,7% (yoy). Penopang perekonomian terutama bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Meningkatnya konsumsi dipicu oleh peningkatan permintaan memasuki bulan Ramadhan dan persiapan Idul Fitri serta adanya penambahan pendapatan masyarakat karena pemberian THR. Aktivitas konsumsi pemerintah diprakirakan meningkat akibat adanya peningkatan alokasi dana desa dan pemberian gaji ke-13 dan ke-14 untuk PNS. 1

20 Investasi diprakirakan turut meningkat karena peningkatan belanja modal pemerintah maupun dari pihak swasta seiring dengan komitmen pemerintah untuk memberikan kemudahan investasi kepada investor. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 ditopang oleh lapangan usaha perdagangan dan transportasi pergudangan. Meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat dan adanya tradisi pulang basamo saat Ramadhan dan Idul Fitri menjadi penggerak kedua lapangan usaha tersebut pada triwulan II Perkembangan Umum Selama 2 (dua) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2016 dan triwulan I 2017), perekonomian Sumatera Barat mencatatkan perbaikan pertumbuhan dengan kisaran moderat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2017, ekonomi Sumatera Barat mampu tumbuh sebesar 4,91% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,86% (yoy). Dari sisi pengeluaran, membaiknya ekonomi Sumatera Barat ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah serta ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan perbaikan pendapatan masyarakat pasca kenaikan harga komoditas. Perbaikan harga komoditas dan peningkatan permintaan negara mitra dagang juga menjadi pendorong kenaikan ekspor pada triwulan laporan. Konsumsi pemerintah meningkat karena adanya kenaikan APBD tahun 2017 dan base effect penundaan DAU tahun lalu yang menyebabkan terkontraksinya pengeluaran pemerintah pada triwulan III dan IV Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan pada triwulan laporan berasal dari perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi pergudangan. Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian disebabkan oleh peningkatan produksi tanaman bahan makanan (tabama) akibat pergeseran musim tanam dari triwulan III ke triwulan IV 2016 yang berdampak meningkatnya panen pada triwulan laporan. Sedangkan membaiknya kinerja transportasi dan pergudangan merupakan imbas dari penambahan armada dan rute perjalanan subkategori angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. 2

21 % yoy Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional %, yoy Nasional Sumatera Barat I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera Triwulan I 2017 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Berbeda dengan Sumatera Barat, pertumbuhan ekonomi sebagian besar provinsi di kawasan Sumatera mencatat perlambatan pada triwulan I Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera melambat dari 4,49% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,05% (yoy) pada triwulan I Melambatnya perekonomian Sumatera terutama disebabkan oleh melambatnya realisasi investasi pada triwulan awal Ditinjau secara spasial, perlambatan pertumbuhan terjadi di 6 (enam) dari 10 provinsi di Sumatera. Perlambatan pertumbuhan tertinggi berasal dari Provinsi Kepulauan Riau yang disebabkan oleh menurunnya pengeluaran pemerintah dan net ekspor (terutama ekspor domestik yang berasal dari produk kapal dan elektronik). Di sisi lain, melambatnya pertumbuhan Sumatera lebih lanjut tertahan seiring dengan masih meningkatnya perekonomian Sumatera Barat, Riau, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung. Di skala nasional, perekonomian Indonesia mencatatkan perbaikan pada triwulan I Pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan I Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I selama 2 (dua) tahun terakhir ( ) yang tumbuh di bawah 5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 ditopang oleh peningkatan aktivitas perdagangan luar negeri khususnya dengan mitra dagang Amerika Serikat seiring dengan pemulihan permintaan dan ekonomi negara tersebut. 3

22 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Dari sisi pengeluaran, perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 berasal dari peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan kinerja ekspor. Sementara itu, komponen investasi tercatat sedikit melambat pada triwulan I 2017 seiring dengan stagnasi dan masih terbatasnya dukungan realisasi investasi pihak swasta pada awal tahun (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah P D R B Sumber: BPS, diolah Konsumsi Rumah Tangga 2017 I Akselerasi aktivitas konsumsi pada triwulan I 2017 terjadi seiring dengan membaiknya daya beli dan pendapatan masyarakat. Kondisi tersebut merupakan imbas dari peningkatan harga komoditas internasional, serta faktor lain seperti hasil dukungan Pemerintah pada pengembangan ekonomi terutama sektor pariwisata, realisasi proyek infrastruktur, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Pertumbuhan pengeluaran rumah tangga meningkat dari 4,38% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,43% (yoy) pada triwulan I Perbaikan daya beli terindikasi sejalan dengan kenaikan harga komoditas dunia. Sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat berada di sektor pertanian sehingga banyak bergantung pada perkembangan harga komoditas pertanian dan perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet. Meski pergerakan harga kedua komoditas tersebut belum mampu mencapai level puncaknya seperti pada tahun 2013 dan 2014, namun harga CPO dan karet di triwulan I 2017 jauh lebih baik dibandingkan sepanjang tahun 2015 dan 2016 (Grafik 1.5). Meningkatnya konsumsi rumah tangga tercermin dari Likert Scale (LS) 1 permintaan domestik yang mencapai 0,84 pada triwulan I 2017, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan 1 Likert Scale (LS) merupakan hasil skala likert dari liaison (kegiatan wawancara mendalam dengan sejumlah perusahaan kontak di Sumatera Barat) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat dalam periode tertentu. 4

23 triwulan IV 2016 yang mencapai 0,46. Nilai tersebut juga meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai -0,29. Triliun Rp Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Investasi; 28.1% Konsumsi Pemerintah; 8.3% Konsumsi LNPRT; 1.1% Net Ekspor Antar Daerah; 2.8% Net Ekspor LN; 8.6% Konsumsi RT; 51.6% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4. Pangsa PDRB Tw I 2017 Menurut Permintaan Optimisme konsumsi rumah tangga terefleksi dari penguatan beberapa indikator Survei Konsumen Bank Indoensia. Seluruh komponen dari Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, yakni Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Ekspektasi Konsumen, serta Indeks Kondisi Ekonomi menunjukkan perbaikan bahkan berada di atas level 100 (Grafik 1.6). Indikasi lain tercermin dari meningkatnya pembelian barang tahan lama masyarakat, seperti kendaraan bermotor. Kondisi ini tergambar dari peningkatan pertumbuhan jumlah pendaftaran mobil dan motor baru di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.7). USD/MT 1,400 1,200 1, Rata-rata Harga CPO Internasional Rata-rata Harga Karet Internasional - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg, diolah USD Cent/Kg Grafik 1.5. Perkembangan Harga CPO dan Karet Internasional Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 140 Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 1.6. Survei Konsumen Bank Indonesia 5

24 Unit 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Mobil Motor % (yoy) g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: : DPKD Provinsi Sumbar, diolah Grafik 1.7. Pendaftaran Jumlah Kendaaran Bermotor Baru di Sumbar Konsumsi Pemerintah Peningkatan APBD Provinsi Sumatera Barat 2017 dan komitmen Pemda mempercepat realisasi anggaran sejak awal tahun berimbas pada meningkatnya aktivitas konsumsi pemerintah pada triwulan I Kenaikan yang signifikan tersebut disebabkan karena adanya peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari kenaikan dana perimbangan yang diterima tahun 2017 dari alokasi Sebagai informasi, konsumsi pemerintah selama 2 (dua) triwulan sebelumnya (triwulan III dan IV 2016) terkontraksi akibat penundaan pemberian Dana Alokasi Umum (DAU) pasca terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Sebagian Penyaluran DAU Tahun Kebijakan tersebut menyebabkan pemerintah daerah melakukan efisiensi pengeluaran, khususnya penyelenggaraan acara dan perjalanan dinas, serta pembatalan tender 118 proyek pemerintah. Dengan demikian, penyaluran kembali dana perimbangan tersebut memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam mengoptimalkan realisasi belanja. Selain itu, peningkatan konsumsi pemerintah didukung pula dengan adanya komitmen Pemda untuk mempercepat realisasi anggaran, seperti percepatan mekanisme dan proses administrasi lelang sejak awal tahun. Komitmen tersebut merupakan bagian dari kontrak kinerja antara Gubernur Sumbar dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mewajibkan penyerapan belanja daerah minimal sebesar 95% dari target APBD. Meski demikian, peningkatan aktivitas konsumsi lebih lanjut tertahan oleh siklus pengeluaran pemerintah yang relatif terbatas pada awal tahun mengingat secara historis kegiatan fisik proyek pemerintah baru akan dilaksanakan menjelang triwulan kedua tahun berjalan. 6

25 Juta Rp 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Modal I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: : DPKD Provinsi Sumbar, diolah Grafik 1.8. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Investasi Perkembangan investasi Sumatera Barat terpantau tumbuh stagnan pada triwulan I Belum optimalnya dukungan penanaman modal dari pihak swasta terindikasi kuat menjadi penyumbang utama masih stagnannya investasi di Sumatera Barat. Permasalahan berupa panjangnya proses pembebasan lahan 2 dan belum adanya pemetaan lokasi investasi turut menjadi kendala dalam realisasi investasi di Sumatera Barat. Di sisi lain, masih terbatasnya dukungan swasta tercermin dari menurunnya investasi non bangunan (Grafik 1.9) yang sebagian besar komponennya meliputi pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. Stagnasi investasi di Sumatera Barat tergambar dari menurunnya perkembangan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Sumatera Barat dari USD13,7 juta pada triwulan IV 2016 menjadi USD5,5 juta pada triwulan I 2017 (Grafik 1.10). Meski demikian, stagnasi pertumbuhan investasi lebih lanjut tertahan oleh masih adanya perusahaan di Sumatera Barat yang melakukan investasi berupa pembangunan aset, seperti pabrik. Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, geliat investasi oleh pelaku usaha tersebut terjadi akibat peningkatan permintaan besibaja dan CPO seiring dengan membaiknya harga komoditas internasional. Selain itu peningkatan permintaan kendaraan bermotor mendorong pelaku usaha di bidang penjualan kendaraan bermotor untuk melakukan investasi dalam bentuk pembangunan gudang. 2 Hasil FGD Bank Indonesia dengan Stakeholders 7

26 %, yoy Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.9. Pertumbuhan Komponen Investasi PDRB Sumbar ,000,000 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 - (500,000) Juta Rp I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BKPM, diolah PMDN PMA - skala kanan Ribu USD Grafik Investasi PMA dan PMDN di Sumbar 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Ekspor Kinerja ekspor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan I 2017 menunjukkan perbaikan signifikan seiring dengan perbaikan permintaan dari negara mitra dagang dan peningkatan harga internasional komoditas utama ekspor. Setelah mengalami kontraksi sejak triwulan IV 2015 hingga triwulan IV 2016, ekspor pada triwulan I 2017 mampu tumbuh positif sebesar 21,19% (yoy). Peningkatan permintaan ke negara mitra dagang terjadi seiring dengan pemulihan ekonomi negara tersebut serta disebabkan pula oleh berkurangnya produksi kompetitor negara lain. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison kontak perusahaan industri olahan CPO yang menunjukkan bahwa permintaan ekspor kontak industri olahan meningkat karena membaiknya pasokan bahan baku dalam negeri di tengah pasokan negara pesaing yang menurun. Selain itu, kontak perusahaan industri karet menyebutkan bahwa hingga awal 2017, kinerja produksi karet dan ekspornya terus membaik imbas dari perbaikan harga karet. Peningkatan penjualan ekspor tercermin dari perbaikan kontraksi likert scale ekspor hasil liaison dari -0,29 pada triwulan IV 2016 menjadi -0,14. %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri 0.1 %, yoy Impor Antar Daerah I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Ekspor Antar Daerah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah

27 Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO ribu ton 1,200 1,000 Vol. Ekspor Non Migas Vol. Ekspor CPO (skala kanan) Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Utama 10 0 Berbeda halnya dengan ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan antar daerah pada triwulan I 2017 cenderung melambat. Laju pertumbuhan ekspor antar daerah menunjukan penurunan dari 11,03% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,17% (yoy) pada triwulan I Penurunan ekspor antar daerah terindikasi dipengaruhi oleh meningkatnya produksi pertanian dari provinsi tetangga (Riau), sebagaimana tercermin dari akselerasi pertumbuhan lapangan usaha pertanian Riau. Sebagai informasi, komoditas utama ekspor antar daerah sebagian besar didominasi oleh tanaman bahan makanan (tabama) dan hortikultura yang dipasarkan ke Riau. Dengan demikian, meningkatnya produksi pertanian dari provinsi tersebut diindikasikan menyebabkan kebutuhan pasokan bahan makanan dari Sumatera Barat tidak sebesar periode sebelumnya. 1.3% 2.8% 2.4% 1.4% Minyak dan lemak nabati atau hewani 10.5% Karet dan barang dari karet Tiongkok 5% Lainnya 18% India 40% 73.8% Kopi, teh dan rempah-rempah Limbah dari industri makanan Bangladesh 6% Eropa 7% Singapura 11% Amerika Serikat 13% Lainnya Sumber:Bank Indonesia Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Sumber: Bank Indonesia Grafik Pangsa Negara Tujuan Ekspor Sumbar 9

28 Ton Volume Impor Volume Ekspor % yoy 1,800,000 g. Impor - sisi kanan g. Ekspor - sisi kanan ,600, ,400, ,200, ,000, , , , ,000 (50.0) 0 (100.0) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Pelindo, diolah Grafik Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur %, yoy g. Pertanian Sumatera g. Pertanian Sumatera Barat (5.00) (10.00) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Lap. Usahan Sumatera Barat, Riau, dan Sumatera Impor Impor luar negeri Sumatera Barat baru tumbuh positif pada triwulan I 2017 setelah selama Setelah 6 (enam) triwulan berturut-turut sejak triwulan III 2015 triwulan IV 2016 mengalami kontraksi. Peningkatan impor luar negeri diindikasikan terjadi akibat meningkatnya meningkatnya impor bahan baku terutama limbah dari industri makanan (seperti konsentrat pakan ternak) yang selama ini menjadi komoditas utama impor Sumatera Barat. Meningkatnya impor pakan ternak terindikasi adanya peningkatan kebutuhan ternak (khususnya sapi) seiring dengan adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan pembibitan sapi ternak. Juta Ton Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Pupuk Vol. Impor Mesin Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas Juta Ton juta USD 300 Vol. Impor Nonmigas 110 Vol. Impor Pupuk Vol. Impor Mesin Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas 10

29 Ditinjau dari klasifikasi pengelompokan barang, impor luar negeri masih didominasi oleh bahan baku (85,2%). Nilai impor bahan baku selama triwulan I 2017 tercatat sebesar USD122 juta, sedangkan berdasarkan negara asal barang, impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan laporan bersumber dari Korea Selatan (12,3%), Italia (9,5%), dan Rusia (8,2%) Juta USD Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Keramik; 5,22% Lainnya ; 14,83% Mesin; 17,88% Limbah dari industri makanan; 39,32% Kertas dan kertas karton; 13,90% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Garam, sulfur dan batubatuan; 8,85% Sumber: Bank Indonesia Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan I 2017 Korea Selatan ; 12,3% Itali; 9,5% Lainnya ; 54,3% Rusia; 8,2% India; 1,3% ASEAN; 6,9% Jerman; 4,5% Tiongkok; 3,1% Sumber: Bank Indonesia Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan I Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi pergudangan merupakan pendorong utama membaiknya perekonomian pada triwulan laporan. Sementara itu, masih terbatasnya aktivitas perdagangan pada awal tahun dan turunnya kinerja industri pengolahan menahan ekonomi Sumatera Barat tumbuh lebih tinggi lagi. 11

30 Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha (%, yoy) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,71 0,69 1,67 11,78 4,36 5,44 2,72-0,43 0,48 1,96 4,38 2 Pertambangan dan Penggalian 6,37 5,56 6,27-2,96 3,73-3,17-0,48 2,74 9,26 2,00 2,98 3 Industri Pengolahan 3,97 4,66 1,06-2,00 1,84 1,68 7,23 5,93 4,74 4,90 3,84 4 Pengadaan Listrik dan Gas 11,32 6,78 5,94-4,87 4,05 14,09 15,01 14,80 1,32 10,94 2,11 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6,47 7,25 4,44 5,84 5,99 4,39 5,74 7,84 7,58 6,40 5,97 6 Konstruksi 2,61 8,13 9,84 6,94 6,87 5,60 6,14 7,14 7,40 6,59 6,56 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,02 5,28 3,67 7,28 5,30 7,18 4,64 3,81 5,71 5,32 4,74 8 Transportasi dan Pergudangan 9,47 11,51 10,80 4,00 8,85 7,56 9,33 9,22 4,50 7,65 5,34 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,12 4,87 7,44 9,84 6,85 11,09 12,06 11,04 10,45 11,15 8,61 10 Informasi dan Komunikasi 10,13 14,02 10,97 0,63 8,77 6,20 8,89 9,29 12,35 9,17 8,30 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 6,93-0,74 3,99 4,41 3,63 5,20 9,81 6,93 10,22 8,03 1,93 12 Real Estate 2,49 3,56 5,74 9,25 5,30 6,87 6,47 4,64 3,68 5,37 4,92 13 Jasa Perusahaan 4,04 3,95 6,32 10,24 6,15 6,84 5,74 4,98 5,02 5,63 5,21 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,04 7,45 3,62 4,49 5,12 6,22 6,95 5,84 1,09 4,96 2,17 15 Jasa Pendidikan 8,86 12,20 11,97 3,05 8,81 10,73 8,75 8,49 6,19 8,49 6,27 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4,74 4,84 8,49 7,48 6,42 4,89 6,69 4,19 2,79 4,58 8,00 17 Jasa lainnya 10,53 10,97 8,99 8,51 9,72 9,21 8,98 9,35 12,16 9,95 7,80 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,49 5,75 5,26 5,61 5,52 5,58 5,85 4,81 4,86 5,26 4,91 Sumber: BPS, diolah I II III IV Total I II Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan III IV Total Meningkatnya produksi tanaman bahan makanan (tabama) akibat pergeseran musim tanam dari triwulan III ke triwulan IV 2016 berdampak meningkatnya panen pada periode triwulan I Kondisi cuaca yang mulai kondusif untuk proses produksi dan pengeringan gabah turut mendukung panen tabama pada triwulan I Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian meningkat dari 0,48% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,38% (yoy) pada triwulan I Selain faktor alam, adanya komitmen dan upaya yang dilakukan oleh pemeritah daerah memberikan andil positif bagi peningkatan hasil tabama di Sumatera Barat. Untuk meningkatkan produksi padi, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat memfokuskan pada program intensifikasi lahan termasuk pemanfaatan teknologi, pembenihan, pengairan irigasi dan teknologi budidaya. Sebagai informasi, khusus untuk teknologi budidaya padi, melalui pengembangan dan peningkatan implementasi sistem tanam jajar legowo (jarwo), produktivitas lahan bisa meningkat sebesar 20%. Meningkatnya pasokan tabama tercermin dari turunnya pertumbuhan harga gabah kering di tingkat penggilingan pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.24). Perbaikan kinerja pertanian ditopang pula oleh kenaikan produksi tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet. Kondisi cuaca yang kondusif beriringan dengan kenaikan harga komoditas akibat kenaikan permintaan memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas utilisasi diperkirakan dapat mencapai posisi 100% dalam enam bulan pertama tahun 2017 seiring tren kenaikan harga CPO dunia dan sudah optimalnya produksi kebun sawit tanpa adanya kendala cuaca seperti tahun I 12

31 Selain itu, meningkatnya produksi perikanan pada awal tahun 2017 turut memberikan dampak positif bagi kinerja pertanian. Kondisi ini sebagai dampak dari kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengembangkan subsektor perikanan dan kelautan yang salah satu prioritasnya adalah pengembangan perikanan dan kelautan di Kepulauan Mentawai. Hal ini dilakukan karena Kawasan Mentawai berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki potensi tangkap yang sangat besar. Kebijakan ini memudahkan masyarakat setempat untuk memperoleh sarana dan prasarana penunjang, termasuk pengadaan kapal perikanan, bibit kerapu, alat pengolahan, penyimpanan es, hingga pengawasan kegiatan. Perbaikan kinerja pertanian juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa perkembangan usaha sektor pertanian triwulan I 2017 membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.25). Lainnya 17.7% Transportasi dan Pergudangan 11.8% Jasa - Jasa 12.4% Perdagangan 15.5% Pertanian 23.0% Konstruksi 8.8% Industri Pengolahan 10.7% %, yoy Sumatera Barat Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Pangsa PDMenurut Lapangan Usaha Triwulan I 2017 Sumbar Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Rp/kg %, yoy 6,000 Rata-rata Harga Gabah GKP Pertumbuhan-skala kanan 25 5, , , , ,500 3, , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Gabah SBT Pertanian I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Usaha Sektor Pertanian (SKDU BI) 13

32 1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Berakhirnya liburan panjang akhir tahun berdampak pada penurunan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan I Pertumbuhan lapangan usaha turun dari 7,40% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 6,56% (yoy) pada triwulan I Meski melambat, pertumbuhan tersebut masih di atas rata-rata historis kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan I selama 2 (dua) tahun terakhir ( ) seiring dengan mulai meningkatnya daya beli dan aktivitas konsumsi masyarakat. Di sisi lain, masih minimnya event berskala nasional dan internasional di awal tahun serta berakhirnya masa liburan sekolah akhir tahun diindikasikan secara signifikan berdampak pada penurunan aktivitas perdagangan. Kondisi tersebut tercermin dari berkurangnya jumlah wisatawan pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.26). Indikator lain yang menggambarkan perlambatan kegiatan usaha perdagangan terlihat dari menurunnya pemakaian listrik kelompok pelanggan bisnis (Grafik 1.27). Dari sisi pembiayaan perbankan, melambatnya kredit untuk lapangan usaha perdagangan menjadi indikator kuat untuk merefleksikan terbatasnya aktivitas perdagangan pada triwulan laporan (Grafik 1.28). Orang 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Jumlah Wisman I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah g.wisman-sisi kanan Grafik Jumlah Wisatawan Melalui Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur %,yoy Juta Kwh I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: PLN, diolah Konsumsi Listrik Bisnis Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan %, yoy Grafik Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis (5.0) (10.0) 14

33 Triliun Rp %,yoy 16.0 Kredit Perdagangan Pertumbuhan (%,yoy) - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (10) Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Kredit Lapangan Usaha Perdagangan Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Adanya penambahan armada dan rute perjalanan subkategori angkutan sungai, danau, dan penyeberangan mampu memperbaiki kinerja transportasi dan pergudangan pada triwulan I Kondisi ini ditunjukkan oleh hasil liaison yang menyebutkan bahwa pada awal tahun 2017, kinerja perusahaan kontak sektor transportasi laut dari sisi volume mengalami peningkatan mencapai 170% dari target. Indikator penguatan sektor tersebut tercermin dari meningkatnya saldo bersih tertimbang (SBT) perkembangan harga jual dan tenaga kerja sektor transportasi dan pergudangan hasi Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.33 dan Grafik 1.34). Dari sisi perbankan, pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor transportasi pada triwulan I 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.31). SBT ,0 8,1 2,2 5,9 5,2 0,4 3,6 3,1 Transportasi 0,5 2,6 0,3 0,3 0,6 1,0 1,8 1,0 1,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Indeks Perkembangan Harga Jual Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan (SKDU) SBT 3 Transportasi 2 1 2,0 2,0 1,6 1,9 0,8 0,3 1,0 0,1 0,3 0, ,2-2,2-1,8-1,5-0,5-2,7-3, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Indeks Perkembangan Tenaga Kerja Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan (SKDU) 15

34 Miliar Rp Kredit Transportasi & Pengangkutan %, yoy Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (20.0) (40.0) Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Melambatnya pertumbuhan produksi manufaktur mikro dan kecil berdampak pada penurunan kinerja industri pengolahan pada tiwulan I Bila dilihat lebih rinci, menurunnya kinerja industri manufaktur mikro tersebut berasal dari industri minuman dan tekstil yang mengalami perlambatan dari -1,69 % dan -7,77% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -5,26% dan -15,85% (yoy) pada triwulan I Menurunnya aktivitas perdagangan akibat berkurangnya jumlah wisatawan pasca berakhirnya musim liburan terindikasi menjadi penyebab rendahnya permintaan industri manufaktur pada triwulan laporan. Masih minimnya promosi dan pemasaran industri manufaktur mikro dan kecil di tengah pesaing yang semakin menjamur diindikasikan menjadi faktor lain penghambat pertumbuhan industri tersebut. Hal tersebut tercermin dari menurunnya saldo bersih tertimbang (SBT) tenaga kerja hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia pada lapangan usaha industri pengolahan. Di sisi lain, pelemahan kinerja industri pengolahan lebih lanjut tertahan oleh membaiknya produksi CPO dan karet. Perusahaan kontak liaison industri pengolahan CPO dan karet meyakini bahwa kinerja penjualan pada tahun 2017 diperkirakan juga akan terus membaik dan meningkat minimal 5% dibandingkan tahun

35 %, yoy Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur SBT -3,7-0,9-4,2-4,8-2,3 Industri Pengolahan 1,8 1,9 2,2-1,4-3,0-0,8-0,4 1,9-1,3-2,1-0,8 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Tenaga Kerja (SKDU) 1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,3 5,7% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 4,91% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sumatera Barat terutama ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Meningkatnya konsumsi dipicu oleh peningkatan permintaan memasuki bulan Ramadhan dan persiapan Idul Fitri serta adanya penambahan pendapatan masyarakat karena pemberian THR. Aktivitas konsumsi pemerintah diprakirakan meningkat seiring dengan transfer dana desa tahap I yang baru dilakukan oleh Pemerintah Pusat pada Maret Alokasi dana desa tahun 2017 diharapkan dapat memberikan stimulus bagi roda perekonomian daerah (khususnya desa) mengingat peruntukannya tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur desa tertinggal saja. Sebagai informasi, dana desa ditujukan juga untuk pelayanan sosial dasar (seperti akses air bersih dan sanitasi), pembanguan ekonomi daerah (seperti pembuatan Badan Usaha Milik Desa), dan pemberdayaan dan pelatihan. Selain itu, pengeluaran pemerintah meningkat pada triwulan II 2017 karena adanya pemberian gaji ke-13 dan ke-14 kepada PNS pada bulan Juni. Sejalan dengan konsumsi, investasi pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pengerjaan proyek fisik, seperti perbaikan infrastruktur jalan dan tender lainya mendorong peningkatan realisasi belanja modal pemerintah. Dari pihak swasta, peningkatan investasi diprakirakan terjadi seiring adanya komitmen pemerintah untuk menggiatkan promosi pariwisata dan potensi sumber daya lainnya seperti gas alam. Tidak hanya itu, kebijakan pemerintah untuk memberikan 17

36 kemudahan investasi turut mendorong minat investor menanamkan modalnya di Sumatera Barat. Di sisi lain, kinerja ekspor luar negeri pada triwulan II 2017 diprakirakan melambat. Mulai turunnya harga komoditas dunia sejak awal triwulan II 2017 diindikasikan menjadi pemicu perlambatan pertumbuhan ekspor meski nilainya diproyeksikan tidak lebih rendah dibandingkan periode sama tahun Meski demikian, penurunan harga yang tidak serendah rata-rata tahun 2016 membuat pelaku usaha percaya bahwa penjualan ekspor kelapa sawit dan karet selama tahun 2017 masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. USD/MT 1,400 1,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber: Bloomberg Rata-rata Harga CPO Internasional Rata-rata Harga Karet Internasional - sisi kanan USD Cent/Kg *Triwulan II merupakan posisi sampai dengan bulan April 17 Grafik Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber: Bank Indonesia diolah *Triwulan II merupakan posisi sampai dengan bulan Mei 17 Grafik Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen (SK BI) Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 ditopang oleh lapangan usaha perdagangan dan transportasi pergudangan. Meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat saat Ramadhan dan Idul Fitri menjadi penggerak perdagangan pada triwulan II Kedatangan pemudik ke Sumatera Barat yang diperkirakan mencapai 1 (satu) juta orang secara signifikan akan memengaruhi 18

37 kegiatan perdagangan 3. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha BI menunjukkan bahwa prakiraan perkembangan kegiatan usaha dan penggunaan tenaga kerja sektor perdagangan pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan realisasi triwulan sebelumnya (Grafik 1.36 dan 1.37). Peningkatan aktivitas perdagangan sejalan juga dengan hasil liaison yang menyebutkan bahwa kontak perusahaan ritel memiliki optimisme bahwa penjualan akan meningkat seiring dengan dukungan strategi promosi yang dilakukan secara agresif disamping momen perayaan Idul Fitri. Kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan diyakini mengalami peningkatan signifikan seiring kenaikan permintaan perayaan Idul Fitri serta peningkatan jumlah wisatawan dan pemudik. Meningkatnya jumlah pemudik dalam rangka Idul Fitri diprakirakan berimbas pada peningkatan permintaan penggunaan moda transportasi darat dan udara. Selain itu, sesuai dengan hasil liaison, pertumbuhan lapangan usaha transportasi didorong pula oleh adanya peningkatan penggunaan ekspedisi pengiriman barang pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta seiring dengan semakin maraknya belanja online di kalangan masyarakat. %, saldo bersih tertimbang Tw I 2017 Tw II 2017* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Prakiraan Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha (SKDU BI) %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw I 2017 Prakiraan Tw II* 2017 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Prakiraan Perkembangan Tenaga Kerja (SKDU BI) 3 Informasi tersebut berasal dari Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama Rantau Provinsi Sumatera Barat yang dikutip dari berita Sumber: 19

38 BOKS 1: TANAH ULAYAT di Sumatera Barat Secara sektoral, sektor Pertanian, Perkebunan dan Perikanan merupakan sektor ekonomi yang paling dominan di dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)dengan pangsa sebesar 22%. Pengembangan atau ekspansi sektor ekonomi dimaksud tentunya memerlukan tanah yang luas, sementara itu sebagian besar (hampir 50%) wilayah daratan di Provinsi Sumatera Barat merupakan kawasan hutan lindung dan konservasi. Sebagai solusinya, pemanfaatan tanah ulayat mutlak dilakukan, ditambah lagi dengan fakta bahwa Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang kegiatan investasinya sebagian besar dilaksanakan di atas tanah ulayat. Solusi dimaksud serta perbaikan dari berbagai aspek lainnya diharapkan dapat semakin meningkatkan daya saing Sumatera Barat yang menurut penelitian pada tahun 2012 oleh Lee Kuan Yew School of Public National University of Singapore berada pada peringkat 17 dari 33 provinsi di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia pada Tahun 2008 dengan judul Analisis Ekonomi Kelembagaan Lokal dan Investasi di Sumatera Barat diketahui bahwa masih banyak terjadi konflik atau sengketa atas tanah ulayat, baik sengketa antar sesama anggota kaum/suku (internal) maupun sengketa antara masyarakat hukum adat dengan pihak luar (eksternal). Akibatnya tujuan pemanfaatan tanah ulayat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sulit diwujudkan. Untuk itu, penelitian tersebut merekomendasikan bahwa pola kerja sama ekonomi melalui bagi hasil adalah skim pemanfaatan tanah ulayat yang optimum. Merancang pola bagi hasil antara pengusaha dan masyarakat tempatan yang adil adalah necessary conditions bagi optimalnya pemanfaatan tanah ulayat ke depan. Melengkapi kajian di atas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat kembali melakukan penelitian yang lebih menitikberatkan pada aspek hukum dari kegiatan investasi di atas tanah ulayat, yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kepastian hukum berinvestasi di Sumatera Barat. Penelitian ini juga didasarkan atas fakta bahwa secara hukum, sengketa terkait tanah ulayat dapat diantisipasi sejak awal melalui instrumen hukum yang memungkinkan para pihak yang bersengketa dapat memperoleh manfaat. 20

39 Walaupun kedudukan tanah bagi orang Minangkabau sangat sentral karena menjadi identitas, pemanfaatan tanah ulayat oleh pihak luar (investor) tetap bisa dilakukan. Hal ini sudah terbukti dalam sejarah perkembangan daerah bahwa tanah ulayat dapat dijadikan sebagai tempat investasi yang saling menguntungkan. Bidang usaha yang mendominasi pemanfaatan tanah ulayat di Sumatera Barat antara lain, usaha perkebunan, usaha pertambangan, dan usaha perumahan (properti). Namun, saat ini investasi di atas tanah ulayat di Sumatera Barat dinilai masih menghadapi banyak persoalan sehingga menimbulkan konflik dan sengketa antara pelaku usaha dan masyarakat hukum adat setempat. Konflik yang terjadi dalam pemanfaatan tanah ulayat harus dikelola (conflict management) agar tidak berkepanjangan dan menjadi penghalang bagi kegiatan ekonomi dalam setiap usaha investasi. Jika konflik dapat dikelola maka dalam jangka panjang kegiatan investasi dapat berjalan dengan baik sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi kawasan. Diharapkan kondisi ini dapat memberikan kepastian hukum dalam kegiatan penanaman modal untuk berusaha di atas tanah ulayat. Tujuan penelitian adalah untuk meninjau pemanfaatan tanah ulayat dari sisi hukum. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh legalitas sebagai payung hukum yang dapat mendukung terwujudnya hubungan hukum bagi hasil yang adil dalam pemanfataan tanah ulayat untuk berbagai kegiatan investasi atas tanah ulayat, khususnya untuk kegiatan usaha perkebunan, pertambangan, dan perumahan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi literatur, wawancara dan didukung dengan focus group discussion (FGD). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa bentuk payung hukum yang dapat mendukung terwujudnya hubungan hukum bagi hasil yang adil dalam pemanfataan tanah ulayat khususnya untuk usaha perkebunan dan pertambangan adalah sebagai berikut: 1. Pola Hubungan Hukum Pemanfataan Tanah Ulayat Untuk Usaha Perkebunan Pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha perkebunan selama ini pada umumnya dilakukan dengan cara pelepasan hak atas tanah, lalu diberikan HGU oleh negara kepada perusahaan. Mekanisme seperti ini sebetulnya tidak melahirkan adanya hubungan hukum antara investor dengan pemegang tanah ulayat. Karena itu mekanisme ini tidak bisa diharapkan sebagai wadah untuk pengelolaan konflik agar tidak terjadi sengketa pemanfaatan tanah ulayat untuk investasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan bagi hasil antara perusahaan dan pemegang ulayat dalam pemanfaatan tanah ulayat untuk investasi merupakan 21

40 kehendak mayoritas masyarakat. Pola hubungan yang memungkinkan untuk digunakan adalah sebagai berikut: No Keterangan 1 Pemasukan Tanah ke dalam Perusahaan (inbreng) Dengan pola inbreng masyarakat cukup berposisi sebagai pemegang sebagian modal perusahaan dan tentunya menerima hasil pembagian deviden dari keuntungan perusahaan sesuai komposisi saham mereka. Dengan ikutnya masyarakat sebagai pemegang saham perusahaan maka secara tidak langsung pola inbreng ini telah mengkondisikan pemegang ulayat sebagai pengusaha di atas tanah ulayatnya sendiri. 2 Bangun Guna Serah (BOT). Bangun Guna Serah dalam pemanfaatan tanah ulayat adalah pemanfaatan tanah ulayat oleh pengusaha dengan cara membangun usaha (perkebunan) berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pengusaha tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta kebun berikut fasilitasnya kepada pemegang ulayat setelah berakhirnya jangka waktu. Dalam pelaksanaannya, pemilik tanah juga memperoleh bagi hasil dalam porsi yang sedikit, biasanya sekitar 10% selama perusahaan menjalankan usaha perkebunannya. Dalam hal ini terdapat adanya bagi hasil dalam usaha perkebunan antara pemegang ulayat dan investor. Setelah masa operasional menjalankan perusahaan berakhir maka tanah dan kebunnya diserahkan (transfer) oleh pengusaha kepada pemegang tanah ulayat. 3 Bangun Serah Guna (BTO). Investor pemegang tanah ulayat juga berkesempatan menjadi pengelola kebun di atas tanah ulayatnya sendiri. Perjanjian bangun serah guna pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha perkebunan adalah perjanjian pemanfaatan tanah ulayat oleh pengusaha dengan cara membangun kebun berikut fasilitasnya. Dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pengusaha tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Melalui perjanjian bangun serah guna, pemegang tanah ulayat dapat mempunyai kebun yang dibangun oleh investor namun kebun itu diserahkan kembali kepada investor untuk dikelola dan diambil hasilnya selama jangka waktu tertentu. Selama pengelolaan tersebut hasilnya diambil oleh pengusaha tetapi dibagi dengan porsi terbatas kepada pemegang tanah (sekitar 10%). Setelah itu selanjutnya kebun itu dikembalikan ke pemegang tanah ulayat untuk dikelola sepenuhnya. 2. Pola Hubungan Hukum Pemanfaatan Tanah Ulayat Untuk Usaha Pertambangan Sama dengan kondisi pemanfaatan tanah ulayat untuk perkebunan, pada umumnya pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha pertambangan selama ini juga dilakukan dengan penyerahan tanah kepada investor dengan ganti kerugian. Mekanisme ini membuat hubungan hukum antara investor dengan pemegang ulayat tidak terbangun dengan baik. Secara hukum investor tidak terikat lagi dengan masyarakat hukum adat pemegang ulayat karena mereka memperoleh izin usaha dari negara dan telah memberikan konsesi untuk menjalankan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di atas tanah yang telah dibebaskan dari pemegang ulayat. Sampai saat ini pola bagi hasil dalam pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha pertambangan di Sumatera Barat khusus di lokasi penelitian tampaknya belum berkembang. Pola bagi hasil dalam pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha 22

41 pertambangan dengan IUP lebih feasible dilakukan melalui inbreng. Inbreng atas tanah ulayat untuk usaha pertambangan juga mengarah pada pelepasan tanah ulayat kepada perusahaan untuk diperhitungkan sebagai komposisi modal yang dimiliki oleh pemegang ulayat terhadap perusahaan dalam menjalankan usaha pertambangannya. 3. Pola Hubungan Hukum Pemanfataan Tanah Ulayat Untuk Usaha Perumahan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat setidaknya 3 bentuk perjanjian kerja sama pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha perumahan yang mengandung unsur bagi hasil (bukan pelepasan hak). No Keterangan 1 Perjanjian Bangun Bagi Perjanjian bangun bagi merupakan penyebutan nama perjanjian yang berisi klausula bahwa bangunan yang dibangun oleh pengembang di atas tanah milik orang lain dibagi antara pengembang dan pemilik tanah. Dengan demikian pengembang (developer) sebagai pengusaha tidak perlu mengeluarkan modal untuk perolehan tanah tempat kegiatan usahanya karena tanahnya sudah disediakan oleh pemilik tanah. Sebagai imbalan bagi pemilik tanah yang sudah menyediakan tanah adalah bahwa kepadanya diberikan sebagian dari bangunan yang telah dibangun oleh pengembang. Bangunan hasil usaha kerja sama itulah yang menjadi obyek perjanjian yang memang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan kedua belah pihak. Dalam prakteknya, komposisi pembagian usaha biasanya 60%: 40%, yaitu 60% untuk pengembang dan 40% untuk pemilik tanah. 2 Perjanjian Bagi Hasil Hampir sama dengan perjanjian bangun bagi, pemanfaatan tanah ulayat kaum untuk perumahan melalui perjanjian bagi hasil juga dilakukan dengan membagi hasil usaha. Perbedaannya terletak pada obyek pembagian. Pada perjanjian bangun bagi, obyek perjanjian yang dibagi adalah bangunannya, sedangkan pada perjanjian bagi hasil yang dibagi bukan bangunan melainkan hasil usaha dalam bentuk uang. 3 Perjanjian Bangun Guna Serah (BOT) Di samping pola bangun bagi dan bagi hasil, pemanfaatan tanah ulayat untuk usaha properti juga dapat dilakukan dengan pola BOT. Perjanjian bangun guna serah dalam usaha perumahan ini pada prinsipnya sama dengan BOT pada usaha perkebunan. Melalui perjanjian ini, developer membangun property di atas tanah ulayat kaum, kemudian developer mengusahakan bangunannya untuk menjalankan usaha dalam waktu tertentu (biasanya 20 tahun), setelah itu bangunan diserahkan kepada kepada pemilik tanah. Dasar yang hukum yang jelas dalam pemanfaatan tanah ulayat diharapkan dapat semakin menumbuhkembangkan iklim investasi di Provinsi Sumatera Barat dan memberikan manfaat bagi investor sekaligus masyarakat. Penelitian ini juga menyimpulkan akan pentingnya penataan administrasi terhadap kepemilikan dan penguasaan tanah ulayat di Sumatera Barat dalam mendukung kepastian hukum dalam pemanfaatan tanah ulayat. Kedepannya diharapkan nagari-nagari mempunyai buku tanah ulayat yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum atas tanah ulayat. 23

42 BOKS 2: GROWTH DIAGNOSTIC Identifikasi Hambatan-Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Sumatera Barat Untuk Mendukung Kebijakan Reformasi Struktural Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah di Sumatera yang memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah, dan potensi pariwisata yang memukau. Namun, berbagai potensi tersebut belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini terlihat dari pangsa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Sumatera Barat yang terus turun dalam satu dekade terakhir dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera. Selain itu, stagnasi perekonomian tersebut juga terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Proses deindustrialisasi juga terjadi di Sumatera Barat yang terlihat dari pangsa industri pengolahan terhadap PDRB yang turun dari 11,7% pada tahun 2010 menjadi 10,1% pada tahun Padahal sektor ini diyakini mampu menggerakkan roda perekonomian Sumatera Barat lebih cepat. Selain itu, proses deindustrialisasi ini juga terlihat dari minimnya investasi di Sumatera Barat baik ditinjau dari pangsa investasi dalam PDRB maupun peran Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumatera Barat. Bila dilihat data dari BKPM, pangsa PMA Sumatera Barat terhadap PMA total di Sumatera hanya sekitar 2%, sedangkan pangsa PMDN Sumatera Barat hanya mencapai 4%. Keadaan demikian mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor yang menghambat ekonomi Sumatera Barat untuk tumbuh lebih tinggi terutama dari sisi investasi. Dengan beberapa kondisi di atas, diperlukan suatu analisis untuk mengidentifikasi permasalahan kritikal yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi infklusif di provinsi Sumatera Barat. Penelitian mengenai identifikasi hambatan pertumbuhan pernah dilakukan di berbagai negara, seperti Bolivia, Malangkawi, dan Mongolia. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di Indonesia oleh Asian Development Bank pada tahun Dalam lingkup daerah, World Bank juga pernah melakukan penelitian hambatan pertumbuhan melalui penelitian growth diagnostic di Jawa Timur dan Nangroe Aceh Darussalam bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Walaupun sudah banyak penelitian mengenai growth diagnostic yang dilakukan di 24

43 berbagai negara dan Indonesia, sejauh ini belum terdapat penelitian serupa untuk lingkup Sumatera Barat. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan identifikasi permasalahan struktural dan hambatan dalam pertumbuhan ekonomi inklusif yang terjadi di Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan kerangka diagnosa yang dikembangkan oleh Hausmann, Rodrik, dan Velasco (2006) untuk melihat eksklusivitas yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemungkinan terdapat banyak alasan mengapa ekonomi tidak tumbuh, tapi masing-masing alasan itu menghasilkan satu kumpulan gejala yang sifatnya khas. Gejala-gejala tersebut dapat menjadi dasar atas berbagai macam diagnostik dimana kemudian analis mencoba untuk membedakan diantara penjelasan-penjelasan tersebut mana yang lebih berpotensi memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Untuk mengindetifikasi hambatan pertumbuhan inklusif, penelitian ini menggunakan berbagai sumber data makro ekonomi, keuangan, dan indikator sosial lainnya yang diperoleh dari berbagai sumber. Penelitian ini diperkuat pula dengan Model Computable Equilibrium (CGE) INDOTERM dalam melakukan simulasi kebijakan untuk melihat sejauh mana kebijakan dan target yang telah dan akan dibuat oleh pemerintah daerah maupun upaya yang akan dilakukan oleh swasta dapat mendorong peningkatan aktivitas ekonomi ke depan. Simulasi asesmen tersebut dilakukan berdasarkan hambatan yang secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan investasi, serta berdasarkan kebijakan sektoral yang diperkirakan ke depan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di Provinsi Sumatera Barat. Hasil simulasi tersebut bermanfaat juga untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh kebijakan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan daerah (ditinjau dari aspek penyerapan ketenagakerjaan). Berdasarkan identifikasi dengan pendekatan kerangka diagnostik Hausmann, Rodrik, dan Velasco (2005), diketahui bahwa hambatan kritikal bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat antara lain berupa rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya pendidikan tenaga kerja, kurangnya pasokan listrik, minimnya diversifikasi ekspor, dan adanya permasalahan tanah ulayat (Tabel 1). 25

44 Tabel 1. Kendala Kritikal dalam Pengembangan Perekonomian Sumatera Keuangan Domestik Perbankan Pengembalian Aktivitas Ekonomi Analisis Ketenagakerjaan Analisis Lingkungan Bisnis Pengembalian Sosial Kebijakan Makro Kegagalan Pasar Risiko Mikro Geografis Infrastruktur SDM Eksternalitas Permerintah Penjelasan Tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah dan produktivitas rendah masih mendominasi Secara umum, binding constrains : Infrastruktur dan pasokan listrik, SDM, jaminan kepemilikan lahan (tanah ulayat), dan diversifikasi ekspor Suku bunga lebih tinggi dibandingkan nasional Penyaluran kredit produktif masih rendah seiring dengan masih minimnya realisasi industri Permintaan kredit rendah karena sebagian besar perusahaan menggunakan pembiayaan dari modal sendiri/grup/kantor pusat Letak geografis tidak strategis karena berada di pantai barat Sumatera dan rawan bencana alam Kondisi jalan relatif baik dibandingkan provinsi lain, bahkan merupakan salah satu provinsi dengan kualitas jalan di nasional Kinerja pelabuhan terus membaik Infrastruktur dan pasokan listrik masih rendah IPM relatif lebih baik dibandingkan provinsi lain dan nasional Gini ratio terus membaik bahkan relatih rendah dibandingkan provinsi lain Tingkat pendidikan tenaga kerja masih rendah (didominasi oleh pendidikan menengah ke bawah) Stabilitas makro searah dengan nasional, namun laju inflasi berfluktuatif Diversifikasi produk masih minim (masih terkonsentrasi pada ekspor berbasis komoditas, seperti kelapa sawit dan karet) Jaminan kepemilikan lahan masih sulit, terkendala proses negosiasi panjang dan permasalahan ulayat Keterbukaan masih rendah dibandingkan provinsi lain Indeks Persepsi Korupsi (IPK) lebih tinggi dibandingkan provinsi lain Sumber: Bank Indonesia, diolah Permasalahan yang menghambat inklusifitas pertumbuhan ekonomi Sumatera barat, pertama yakni terkait masih rendahnya kualitas sumber daya manusia, tercermin dari tenaga kerja masih yang didominasi oleh lulusan pendidikan rendah. Ketersediaan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah dan produktivitas rendah menjadi hambatan dalam pengembangan sektor sekunder dan tersier yang membutuhkan pengetahuan dan keahlian untuk mengoperasionalkan teknologi yang lebih tinggi. Kedua, yaitu terkait dengan belum memadainya pasokan listrik. Infrastruktur yang terbatas dan belum memadai untuk keperluan usaha dapat menjadi kendala besar dalam pembangunan ekonomi daerah. Infrastruktur tidak hanya berkaitan dengan kondisi jalan ataupun pelabuhan. Konektivitas dan ketersediaan pasokan listrik juga menjadi pertimbangan investor untuk berinvestasi dan menjalankan usahanya. Saat ini, sarana dan prasarana listrik di Sumatera Barat masih belum memadai untuk keperluan bisnis sehingga dapat menjadi penghambat investasi di Sumatera Barat. Kondisi ini terkonfirmasi dari jumlah produksi listrik di Sumatera Barat yang relatif lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya di Sumatera, seperti Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Selain itu, infrastruktur kelistrikan yang belum memadai juga menyebabkan masih cukup sering terjadi pemadaman listrik di Sumatera Barat. Permasalahan ketiga yaitu terkait minimnya diversifikasi ekspor. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam menyebabkan masih terbatasnya diversifikasi produk dan hilirisasi di Sumatera Barat. Saat ini, ekspor maupun hasil industri pengolahan masih banyak bergantung pada komoditas kelapa sawit dan karet. 26

45 Kondisi ini sangat rentan bagi perekonomian Sumatera Barat mengingat kedua komoditas tersebut sangat sensitif terhadap harga dan permintaan dunia. Permasalahan keempat yakni terkait tanah ulayat. Rendahnya jaminan kepemilikan lahan menjadi faktor penghambat investasi di Sumatera Barat. Permasalahan tanah ulayat dan proses negosiasi yang panjang dalam pembebasan lahan menjadi hambatan krusial dalam pendirian dan pengembangan usaha. Dari pemaparan hambatan-hambatan kritikal tersebut, dilakukan beberapa simulasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendukung pertumbuhan inklusif di Sumatera Barat. Kebijakan-kebijakan tersebut, antara lain 1) peningkatan rata-rata lama sekolah 4 untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; 2) peningkatan infrastruktur dan kapasitas listrik guna mencukupi kebutuhan listrik; 3) penyelesaian konflik tanah ulayat terutama pada lapangan usaha yang paling banyak berhadapan dengan permasalahan tersebut; 4) pengembangan pariwisata sebagai bagian dari diversifikasi pencaharian sumber pendapatan daerah. Pengembangan pariwisata ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap komoditas primer (diversifikasi ekspor). Dalam simulasi pengembangan pariwisata dilakukan 2 (dua) simulasi kebijakan yaitu peningkatan jumlah wisatawan dan pengembangan jalur kerata api yang menghubungkan daerah destinasi pariwisata. Seperti pembahasan sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode CGE Indoterm untuk mengungkapkan seberapa besar dampak kebijakan terhadap peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dibandingkan baseline no policy 5. Adapun rentang waktu peningkatan tersebut selama 5 (lima) tahun yaitu dari tahun Berdasarkan hasil simulasi untuk mengatasi hambatan kritikal di Sumatera Barat, ditemukan bahwa dampak terbesar bagi perekonomian dan penyerapan tenaga kerja Sumatera Barat adalah melalui pengembangan pariwisata. Simulasi pengembangan pariwisata yang ditargetkan meningkatkan jumlah wisawatan mancanegara memiliki potensi dampak pertumbuhan ekonomi sebesar 0,35% di atas baseline, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,79%. Pariwisata merupakan sektor yang melibatkan masyarakat dan mampu menggerakkan banyak sektor lain dalam perekonomian sehingga memiliki peran penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Sumatera Barat. Prioritas kebijakan kedua adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan 4 Peningkatan rata-rata lama sekolah merupakan rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Indikator tersebut merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk mengukur indeks pembangunan manusia. Dengan adanya simulasi peningkatan lama usia sekolah diasumsikan adanya peningkatan kualitas pendidikan tenaga kerja yang tadinya mengenyam pendidikan menengah ke bawah menjadi lulusan dengan pendidikan menengah ke atas. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan pekerja dalam memanfaatkan pengetahuan dan teknologi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. 5 Baseline No Policy: Besarnya nilai suatu indikator tanpa adanya simulasi kebijakan. Dengan kata lain, nilai tersebut merupakan nilai sebenarnya pada saat bussiness as usual. 27

46 tenaga kerja yang memberikan dampak sebesar 0,25% terhadap pertumbuhan ekonomi dan 0,44% terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan modal penting untuk mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan produktivitas yang tinggi dalam menghasilkan output perekonomian. Dengan demikian, apabila semua kebijakan tersebut dilakukan secara bersamaan makan akan memberikan dampak total terhadap sebesar 1,05% terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas baseline, serta memberikan peningkatan 1,94% terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat (Tabel 2). Tabel 2 Rekapitulasi Dampak Simulasi Penambahan terhadap Pertumbuhan Baseline Dampak Makro Ekonomi Penyerapan No Kebijakan Pertumbuhan Tenaga Ekonomi (%) Kerja (%) Peningkatan kualitas s umber daya manus ia melalui 1 peningkatan rata-rata lama s ekolah Peningkatan kapas itas lis trik Divers ifikas i eks por melalui pengembangan pariwis ata Pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan 4 daerah des tinas i pariwis ata Penyeles aian tanah ulayat Dampak Total Sumber: Bank Indonesia, diolah 28

47 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana penyesuaian menyebabkan realisasi penerimaan Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Total realisasi pendapatan provinsi dan 19 kabupaten/kota pada triwulan I 2017 sebesar Rp5.941 miliar atau lebih kecil dibandingkan realisasi pendapatan pada triwulan I 2016 yang mencapai Rp6.003 miliar. Selain itu, persentase realisasi penerimaan provinsi dan 19 kabupaten/kota terhadap anggaran pendapatan tahun 2017 juga mengalami penurunan dari 20,66% (triwulan I 2016) menjadi 20,15% (triwulan I 2017). Meskipun anggaran belanja Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2017 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi belanja pada triwulan I 2017 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 2016 baik dari sisi nominal maupun persentase daya serap. Total realisasi belanja provinsi dan 19 kabupaten/kota pada triwulan I 2017 sebesar Rp2.422 miliar (8,91% dari anggaran 2017) atau lebih kecil dibandingkan realisasi belanja pada triwulan I 2016 yang mencapai Rp2.569 miliar (9,66% dari anggaran 2016). Lambatnya proses administrasi untuk pelaksanaan realisasi belanja pemerintah daerah dan terhambatnya pencairan dana sertifikasi guru karena belum adanya petunjuk teknis terkait hal dimaksud dinilai masih menjadi faktor utama yang membuat kurang optimalnya realisasi belanja daerah pada triwulan I dan triwulan II setiap tahunnya. Sementara itu, realisasi belanja kementerian/lembaga di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan I Gambaran Umum Anggaran pendapatan dan belanja Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun Anggaran pendapatan meningkat dari Rp miliar (triwulan I 2016) menjadi Rp miliar (triwulan I 2017). Meningkatnya anggaran pendapatan dimaksud sejalan dengan kenaikan anggaran belanja dari Rp miliar (triwulan I 2016) menjadi Rp miliar (triwulan I 2017). 29

48 Realisasi penerimaan Provinsi Sumatera Barat dan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Total realisasi pendapatan provinsi dan 19 kabupaten/kota pada triwulan I 2017 sebesar Rp5.941 miliar atau lebih kecil dibandingkan realisasi pendapatan pada triwulan I 2016 yang mencapai Rp6.003 miliar. Turunnya realisasi penerimaan dimaksud karena berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana penyesuaian. Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat, 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat dan Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat, 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat dan Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mencapai Rp3.601 miliar yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai Rp3.673 miliar. Penundaan DAU yang dialami provinsi dan beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2016 akibat kurang optimalnya realisasi belanja, belum mampu memicu pemerintah daerah untuk lebih mengoptimalkan realisasi belanja di triwulan I Dari realisasi belanja pada triwulan I 2017 sebesar Rp3.601 miliar, 67,49% diantaranya merupakan biaya pegawai sedangkan sisanya masing-masing sebesar 21,43% dan 1,71% merupakan biaya barang jasa dan belanja modal. TW I 2016 TW Pangsa Bel. Pegawai 3.673, , , ,21 563, ,22% 71,83% ,42 64,65% 66,10% 26,17% 54,76% 63,26% 63,26% Provinsi 19 Kab/Kot Kementerian/Lembaga Total Sumber : DPKD dan Kanwil DJPB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.1. Realisasi Belanja di Sumatera Barat Triwulan I 2016 dan 2017 (dlm miliar Rp) 30

49 Sumber : DPKD dan Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2016 dan Triwulan I 2017 Sumber : DPKD dan Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.3. Daya Serap Belanja Triwulan I 2016 dan APBD Provinsi Sumatera Barat Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Peralihan 6 (enam) kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi menyebabkan adanya kenaikan anggaran belanja pada APBD Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 sebesar Rp1.420 miliar (29,55%) dibandingkan tahun Peralihan 6 (enam) kewenangan dimaksud sebagaimana amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan berubahnya status kepegawaian dan penanggung beban anggaran pegawai dimaksud, dari yang selama ini menjadi beban kabupaten/kota berubah menjadi beban provinsi Sumatera Barat. Peningkatan jumlah pegawai yang menjadi 31

50 beban tambahan terbesar bagi Provinsi Sumatera Barat adalah peningkatan jumlah guru SMA/SMK dan sederajat lainnya dari yang semula berjumlah orang bertambah menjadi 21 ribu orang 6. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya biaya belanja pegawai (langsung dan tak langsung) pada APBD Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 sebesar Rp1.559 miliar (211,53%) dibandingkan dengan anggaran belanja pegawai pada tahun Kenaikan anggaran belanja pegawai (langsung maupun tak langsung) tidak diimbangi dengan kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU). Kenaikan anggaran belanja pada APBD Provinsi Sumatera Barat memang diimbangi dengan adanya kenaikan pada Dana Perimbangan pada tahun 2017 sebesar Rp1.344 miliar (50,77%) dibandingkan dengan anggaran pada tahun 2016, namun Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan sumber dana untuk biaya belanja pegawai pada tahun 2017 hanya meningkat sebesar Rp806 miliar (lihat tabel 2.1). Di sisi lain, pemindahan urusan kabupaten/kota ke provinsi membutuhkan anggaran sekitar Rp1,6 triliun 7. Risiko pemotongan anggaran Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain dari tidak berimbangnya tambahan anggaran belanja Provinsi Sumatera Barat akibat adanya peralihan wewenang dibandingkan dengan tambahan sumber pendapatan, permasalahan lainnya adalah DAU tahun 2017 yang bersifat non-final sebagaimana mandat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50 Tahun PMK tersebut menyebabkan DAU yang selama ini bersifat final menjadi tidak final yang memiliki konsekuensi bahwa anggaran DAU dapat dipotong oleh pemerintah pusat jika realisasi penerimaan negara tidak tercapai sebagaimana yang ditargetkan. Data realisasi penerimaan negara pada triwulan I 2017 yang hanya mencapai Rp295 triliun atau sekitar 16,9 persen dari target 8 mengisyaratkan bahwa potensi risiko pemotongan DAU bagi Provinsi Sumatera Barat akan semakin besar. Pemotongan dimaksud akan 6 komisi-x-dpr/ tanggal 27 Februari tanggal 14 November diunduh tanggal 18 April

51 semakin meningkatkan kekurangan dana bagi Provinsi Sumatera Barat untuk membiayai belanja pegawai yang meningkat pasca peralihan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi. Tabel 2.1. Pagu Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran Perubahan ( ) Uraian Nominal (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah ,28 Pendapatan Asli Daerah ,45 Pajak Daerah ,03 Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan ,00 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,40 Dana Perimbangan ,77 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (30) (15,96) Dana Alokasi Umum ,87 Dana Alokasi Khusus ,45 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (13) (14,77) Hibah ,00 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus ,05 Bantuan Keuangan (12) <100 Pendapatan Lainnya (24) <100 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Retribusi Daerah Lainnya Pajak Daerah 100% 1,90% 1,23% 100% 0,90% 1,07% 0,98% 90% 19,51% 90% 22,24% 24,02% 24,02% 80% 80% 70% 60% 36,48% 57,17% 65,32% 70% 60% 50% 50% 40% 40% 76,86% 74,91% 75,00% 30% 30% 20% 44,01% 40,91% 33,45% 20% 10% 10% 0% % Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.4. Komposisi Anggaran Sumber Pendapatan Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.5. Realisasi Pendapatan Terhadap Target Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Semakin meningkatnya belanja pegawai pasca pengalihan kewenangan beberapa urusan dari kabupaten/kota ke provinsi dan masih belum optimalnya upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Barat menyebabkan ketergantungan terhadap transfer dana 33

52 dari pusat (dana perimbangan) pada tahun 2017 semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (grafik 2.4). Pemerintah Provinsi berencana menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor untuk memperkecil defisit anggaran. Dalam rangka memperkecil defisit anggaran yang terjadi serta semakin mengurangi ketergantungan Provinsi Sumatera Barat terhadap Dana Perimbangan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan menaikkan tarif perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait hal dimaksud telah disampaikan kepada DPRD Provinsi Sumatera Barat dan saat ini masih dalam tahap pembahasan. Tabel 2.2. Pagu Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran Perubahan ( ) Uraian Nominal (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Belanja ,55 Belanja Tidak Langsung ,77 Belanja Pegawai ,57 Belanja Hibah (5) (0,46) Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa ,86 Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Pem. Desa/Parpol (45) (29,22) Belanja Tidak Terduga 11, (19) (79,17) Belanja Langsung (79) -3,73 Belanja Pegawai ,05 Belanja Barang dan Jasa ,56 Belanja Modal (167) (14,95) Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Anggaran belanja modal Provinsi Sumatera Barat tahun 2017 menurun baik dari segi nominal maupun pangsa. Meningkatnya anggaran belanja pegawai pada tahun 2017 sebesar Rp1.559 miliar (211,53%) dibandingkan dengan tahun 2016 menyebabkan alokasi anggaran belanja modal pun menurun (tabel 2.2) Realisasi Pendapatan dan Belanja Provinsi Realisasi transfer dana dari pusat berupa Dana Perimbangan (DP) mendominasi sumber pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan I Pendapatan hingga triwulan I 2017 mencapai Rp1.499 miliar atau sebesar 24,53% dari target pendapatan pada tahun Dana perimbangan berkontribusi sebesar 71,13% terhadap realisasi pendapatan pada triwulan I 2017, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 (grafik 2.6). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama pajak daerah dan retribusi daerah masih belum optimal sebagai motor 34

53 penghasil pendapatan bagi Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, pendapatan retribusi daerah bagi Provinsi Sumatera Barat semakin berkurang karena telah beralihnya wewenang untuk memungut retribusi Tera/Tera Ulang (pengujian kembali terhadap timbangan/ukuran yang dipakai dalam perdagangan) dari yang sebelumnya merupakan kewenangan provinsi menjadi kewenangan kabupaten/kota terhitung efektif sejak Oktober Tabel 2.3. Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2016 dan Uraian Anggaran Realisasi Tw-I Anggaran Realisasi Tw-I (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah ,50 23,49% ,53% Pendapatan Asli Daerah ,93 19,63% ,65% Pajak Daerah ,33 22,08% ,61% Retribusi Daerah 17 3,64 21,41% 20 4,20 21,00% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 88-0,00% 99 0,39 0,39% Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,96 14,63% ,66% Dana Perimbangan ,43 26,97% ,71% Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ,50 16,86% ,90 37,91% Dana Alokasi Umum ,64 33,33% ,10 31,48% Dana Alokasi Khusus ,29 21,81% ,00 20,11% Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 52 1,14 2,19% ,33% Hibah 10 1,14 11,40% 25 5,90 23,60% Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 42-0,00% 50 25,10 50,20% Bantuan Keuangan - - 0,00% - - 0,00% Pendapatan Lainnya - - 0,00% - - 0,00% Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Tw I-2016 Tw I ,13% 26,80% 34,20% 65,69% Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.6. Realisasi Pendapatan Prov. Sumbar Berdasarkan Komposisinya Belum optimalnya belanja modal ditengarai menyebabkan relatif rendahnya belanja pada triwulan I 2017 dibandingkan dengan triwulan I Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 sebesar Rp617 miliar atau 54,76% dari pagu belanja merupakan belanja pegawai (langsung dan tak langsung), sedangkan 0,91% merupakan realisasi belanja modal. Meskipun proses persetujuan 35

54 anggaran oleh lembaga legislatif telah dilaksanakan tepat waktu, proses persiapan pelaksanaan pengisian DIPA dan sebagainya belum selesai dilaksanakan hingga akhir tahun 2016 yang menyebabkan tersitanya waktu pada awal tahun 2017 untuk penyelesaian administratif. Belum selesainya DIPA tersebut mengakibatkan rangkaian proses pengadaan belum dapat dilakukan sehingga berdampak pada kurang optimalnya realisasi belanja modal pada triwulan I Selain itu, rendahnya serapan anggaran antara lain juga disebabkan oleh terhambatnya pencairan dana sertifikasi guru karena belum adanya petunjuk teknis terkait hal dimaksud pada triwulan I Tabel 2.4. Belanja Provinsi Sumatera Barat Triwulan I Tahun 2016 dan 2017 Uraian Anggaran 2016 Realisasi Tw-I Anggaran (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Belanja ,18 11,72% ,90% Belanja Tidak Langsung ,90 15,14% ,92% Belanja Pegawai ,19 20,36% ,65% Belanja Hibah ,46 23,81% ,39% Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa 698-0,00% 711-0,00% Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Pem. Desa/Parpol 154-0,00% 109-0,00% Belanja Tidak Terduga 24 0,25 1,04% 5 0,35 7,00% Belanja Langsung ,28 7,38% ,81% Belanja Pegawai 19 1,19 6,26% 23 4,60 20,00% Belanja Barang dan Jasa ,10 14,18% ,99% Belanja Modal ,99 1,43% 950 5,60 0,59% Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 2017 Realisasi Tw-I 25,00% Tw I-2016 Tw I ,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 14,70% 13,99% 20,00% 14,18% 1,43% 0,59% Belanja Pegawai Belanja Barang/Jasa Belanja Modal Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.7 Realisasi Belanja Prov. Sumbar Berdasarkan Komposisinya 36

55 2.3 APBD 19 Kabupaten/Kota Anggaran Pendapatan dan Belanja 19 Kabupaten/Kota Anggaran pendapatan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2017 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun Meskipun demikian, penurunan anggaran pendapatan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan anggaran belanja. Anggaran pendapatan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2017 sebesar Rp miliar, lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Turunnya anggaran pendapatan disebabkan oleh turunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp1.048 miliar, sedangkan DAU justru malah meningkat sebesar 457 miliar. Meningkatnya DAU tersebut karena telah dialihkannya kewenangan penggajian pegawai dari yang sebelumnya merupakan belanja kabupaten/kota menjadi belanja Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa 19 kabupaten/kota memiliki ruang fiskal yang lebih besar. Ruang fiskal yang bertambah besar dimaksud tentunya akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menggunakan DAU dimaksud bagi belanja barang/jasa ataupun belanja modal. Tabel 2.5. Pagu Anggaran Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun Anggaran Perubahan Uraian Nominal % (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) Pendapatan Daerah (204) (1,14) Pendapatan Asli Daerah ,64 Pajak Daerah ,59 Retribusi Daerah ,05 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan ,80 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah (26) (3,76) Dana Perimbangan (568) (4,57) Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ,90 Dana Alokasi Umum ,38 Dana Alokasi Khusus (1.048) (67,61) Lain-Lain Pendapatan Yang Sah ,21 Hibah (101) (69,07) Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya (19) (2,95) Dana penyesuaian dan otonomi khusus ,74 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya (149) (225,76) Lain-lain ,18 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 37

56 Tabel 2.6. Pagu Anggaran Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun Anggaran Perubahan Uraian Nominal (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) % BELANJA (836) -3,83 Belanja Tidak Langsung (1.277) -10,32 Belanja Pegawai (1.533) (14,50) Belanja Bunga ,54 Belanja Subsidi >100,00 Belanja Hibah ,72 Belanja Bantuan sosial ,34 Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes (218) (87,74) Belanja Bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota, Pemdes dan Parpol ,78 Belanja tidak terduga 41, ,82 Belanja Langsung ,68 Belanja Barang dan jasa ,52 Belanja Modal ,94 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi Pendapatan dan Belanja 19 Kabupaten/Kota Menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan menyebabkan menurunnya realisasi pendapatan dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat. Realisasi pendapatan pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dari Rp4.916 miliar menjadi Rp4.443 miliar karena menurunnya PAD serta berkurangnya realisasi Dana Perimbangan. Tabel 2.7. Pendapatan 19 Kabupaten/kota di Sumatera Barat Triwulan I 2016 dan Triwulan I Uraian Anggaran Realisasi Tw-I Anggaran Realisasi Tw-I (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah ,37 25, ,06 Pendapatan Asli Daerah ,67 17, ,45 Pajak Daerah ,09 16, ,47 16,39 Retribusi Daerah ,03 18, ,40 12,90 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 161 3,30 2, ,09 0,05 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,25 19, ,91 14,36 Dana Perimbangan ,66 26, ,78 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ,10 18, ,55 19,97 Dana Alokasi Umum ,30 33, ,28 29,78 Dana Alokasi Khusus ,26 9, ,53 11,47 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah ,04 20, ,94 Hibah 162 0,81 0, ,16 0,26 Dana darurat ,00 Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya ,55 1, ,82 0,13 Dana penyesuaian dan otonomi khusus ,55 51, ,71 15,09 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya 149-0, Lain-lain 74 0,14 0, ,12 23,35 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 38

57 19 kabupaten/kota masih mengandalkan Dana Perimbangan sebagai sumber pendapatan bagi daerah. Masih terbatasnya perekonomian daerah menyebabkan daerah belum bisa bergantung banyak kepada PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah. Hal tersebut menyebabkan 19 kabupaten/kota masih sangat mengandalkan Dana Perimbangan sebagai sumber pendapatan bagi daerah (grafik 2.8). Pada triwulan I 2017 diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai sangat tergantung pada Dana Perimbangan dengan pangsa sebesar 99,9% dan Kota Payakumbuh merupakan kabupaten/kota di Sumbar dengan tingkat ketergantungan yang paling rendah terhadap Dana Perimbangan dengan pangsa yang hanya sebesar 67,57%. Kota Pariaman 2,14 Kota payakumbuh 13,17 Kota Padang 15,56 Kota Sawahlunto 2,04 Kota Solok 3,78 Kota Padang Panjang 10,62 Kota Bukittinggi 8,33 Sijunjung 2,13 Pasaman Barat 6,17 Solok Selatan 0,62 Dharmas Raya 1,90 Kep. Mentawai 0,10 Tanah Datar 7,01 Kab. Pesisir Selatan 5,47 Padang Pariaman 4,78 Kab. Solok 1,19 Kab. Lima Puluh Kota 3,65 Kab. Pasaman 1,99 Kab. Agam 4,13 93,41 67,57 79,70 92,36 82,65 74,12 87,74 87,96 93,83 99,38 81,71 99,90 89,98 94,53 95,13 98,81 89,04 93,49 93,73 4,45 19,25 4,75 5,61 13,58 15,26 3,93 9,91 0,00 0,00 16,39 0,00 3,01 0,00 0,09 0,00 7,31 4,52 2,14 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Sumber : Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.8 Sumber Realisasi Pendapatan Kab/Kota pada Triwulan I 2017 Realisasi belanja 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat hingga triwulan I 2017 sebesar Rp1.806 miliar atau 8,61% dari anggaran belanja tahun Lamanya proses persiapan pelaksanaan proyek untuk belanja daerah ditengarai berkontribusi terhadap kurang optimalnya daya serap belanja 19 kabupaten/kota. 39

58 Tabel 2.8. Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Triwulan I Uraian Anggaran Realisasi Tw-I Anggaran (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Belanja ,71 9, ,61 Belanja Tidak Langsung ,24 12, ,62 Belanja Pegawai ,53 14, ,5 14,36 Belanja Bunga 9 0,63 7, ,2 163,96 Belanja Subsidi ,5 13,14 Belanja Hibah 252 7,47 2, ,9 2,65 Belanja Bantuan sosial 13 0,03 0, ,2 1,07 Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes 248 0,23 0, ,1 23,28 Belanja Bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota, Pemdes dan Parpol ,00 3, ,8 3,87 Belanja tidak terduga 40 2,34 5, ,0 1,58 Belanja Langsung ,47 4, ,11 Belanja Barang dan Jasa ,61 7, ,95 Belanja Modal ,85 1, ,69 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi Tw-I Belanja pegawai masih mendominasi realisasi belanja pada 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat. Belanja pegawai mendominasi realisasi belanja pada 19 kabupaten/kota (grafik 2.8). Pada triwulan I 2017 Kabupaten Solok Selatan tercatat sebagai kabupaten/kota dengan pangsa belanja pegawai terbesar dan Kota Sawahlunto dengan pangsa belanja pegawai terkecil. Kota Pariaman Kota payakumbuh Kota Padang Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Sijunjung Pasaman Barat 21,27 16,74 24,34 22,74 24,84 22,07 35,20 32,00 35,18 0,43 Solok Selatan Dharmas Raya 27,64 Kep. Mentawai 14,23 1,98 Tanah Datar 13,17 0,07 Kab. Pesisir Selatan 17,63 1,80 Padang Pariaman 7,48 0,55 Kab. Solok 0,00 0,18 Kab. Lima Puluh Kota 15,01 1,93 Kab. Pasaman 15,29 0,37 Kab. Agam 29,75 0,52 1,49 1,83 6,49 1,59 5,43 1,82 3,39 1,64 6,05 78,51 95,45 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 48,19 66,16 77,70 82,33 91,91 78,86 71,11 72,98 82,23 81,50 73,83 73,57 59,81 65,66 63,18 66,93 58,36 Belanja Barang/Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Sumber : Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.9 Sumber Realisasi Belanja Kab/Kota pada Triwulan I

59 2.4 Alokasi APBN di Sumatera Barat Pagu Anggaran Belanja APBN di Sumatera Barat Pagu anggaran belanja APBN di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 sebesar Rp9.961 miliar atau menurun 3,31% dibandingkan tahun Penurunan nilai anggaran pada tahun 2017 seiring dengan penurunan anggaran APBN di Provinsi Sumatera Barat pada tahun sebelumnya, merupakan kebijakan Kementerian Keuangan untuk mengurangi anggaran bagi kementerian/lembaga baik di pusat maupun daerah. Penurunan anggaran dimaksud kemudian dikompensasi dengan peningkatan pada pos dana perimbangan dan dana desa yang alokasinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan fungsinya, anggaran belanja APBN untuk tahun 2017 masih terpusat untuk fungsi pendidikan dan fungsi ekonomi mengikuti alokasi pada tahun-tahun sebelumnya. Sementara berdasarkan jenis belanjanya, belanja pegawai masih mendominasi total belanja pada tahun Tabel 2.9. Pagu/Anggaran Kementerian/Lembaga yang Bersumber dari APBN Tahun 2016 Uraian Anggaran (Miliar Rp) Perubahan Nom(Mil Rp) % Berdasarkan Jenis Belanja (341) (3,31) Pegawai (130) (3,25) Barang (248) (6,62) Modal ,39 Bantuan Sosial ,13 Berdasarkan Fungsi (341) (3,31) Pelayanan Umum (125) (31,77) Pertahanan (10) (2,84) Ketertiban dan Keamanan (28) (1,89) Ekonomi ,05 Lingkungan Hidup ,71 Perumahan & Fasum (88) (21,62) Kesehatan (224) (25,94) Pariwisata dan Budaya (5) (278,38) Agama ,52 Pendidikan (71) (2,20) Perlindungan Sosial (5) (12,59) Sumber : Kanwil DJPB Sumatera Barat, diolah 41

60 35,00% 45,00% 30,00% 25,00% 20,00% 27,68% 30,40% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 31,92% 31,02% 33,11% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 14,65% 7,63% Ketertiban dan Keamanan 24,64% 32,10% 10,53% 5,90% 14,87% 27,12% 32,49% 8,65% Ekonomi Pendidikan Kesehatan 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 38,93% 36,37% 24,33% 38,96% 35,13% 25,51% Pegawai Barang Modal Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Fungsi Grafik Pangsa Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat Rasio realisasi belanja dana APBN di Provinsi Sumatera Barat triwulan I 2017 membaik dibandingkan dengan triwulan I Realisasi belanja dana APBN untuk kementerian/lembaga di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 sedikit membaik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan daya serap sebesar 11,83%. Meskipun daya serap belanja pada triwulan I 2017 lebih besar, porsi daya serap belanja pegawai masih mendominasi dibandingkan dengan daya serap belanja barang dan belanja modal. Daya serap belanja modal tercatat hanya sebesar 4,90% yang menunjukkan kecenderungan minimnya penyerapan dana untuk keperluan belanja modal pada provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera Barat. Tabel Belanja Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat dari APBN Uraian Anggaran Realisasi Tw-I Anggaran Realisasi Tw-I Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Berdasarkan Jenis Belanja , ,4 11,83 Pegawai ,2 17, ,5 19,21 Barang ,6 7, ,1 8,81 Modal ,6 4, ,5 4,90 Bantuan Sosial 38 0,3 0, ,3 0,79 Berdasarkan Fungsi , ,4 11,83 Pelayanan Umum ,0 12, ,7 15,98 Pertahanan ,6 20, ,2 21,70 Ketertiban dan Keamanan ,4 18, ,7 20,03 Ekonomi ,9 8, ,3 7,45 Lingkungan Hidup ,6 11, ,8 10,18 Perumahan & Fasum ,3 5, ,3 3,98 Kesehatan ,1 4, ,2 6,87 Pariwisata dan Budaya ,1 3,78 Agama ,3 13, ,0 15,36 Pendidikan ,4 9, ,1 12,15 Perlindungan Sosial 49 3,1 6, ,0 13,81 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 42

61 40,00% 35,00% 70,00% 30,00% 60,00% 25,00% 50,00% 20,00% 40,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 25,95% 20,11% 29,30% 25,18% 17,08% 33,36% 4,54% 5,02% Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Pendidikan Kesehatan Tw I 2016 Tw I ,00% 20,00% 10,00% 0,00% 63,26% 26,15% 10,56% 63,26% 26,15% 10,56% Pegawai Barang Modal Tw I 2016 Tw I 2017 Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik Pangsa Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Fungsi Grafik Pangsa Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis 43

62 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 44

63 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Laju inflasi Sumbar pada triwulan I 2017 mereda terutama disebabkan turunnya tekanan pada kelompok bahan makanan. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,82 (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,89% (yoy). Panen komoditas hortikultura yakni cabai merah dan bawang merah serta terjaganya pasokan beras seiring panen dan operasi pasar oleh Bulog, menjadi faktor utama menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan urutan ke-18 tertinggi secara nasional. Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 diprakirakan meningkat signifikan seiring datangnya siklus Ramadhan dan Lebaran (sisi permintaan) dan mulai berakhirnya panen beras dan cabai (sisi permintaan). Di sisi volatile foods, tekanan harga diprakirakan bersumber dari komoditas pangan dan hortikultura seperti beras, cabai merah, bawang merah dan jengkol. Dari kelompok inti, Survei Pemantauan Harga KPw BI Sumbar menunjukkan adanya tren peningkatan harga emas yang diperkirakan berlanjut hingga Juni 2017 seiring meningkatnya harga emas internasional dan konsumsi masyarakat. Sementara itu komoditas tiket angkutan udara, tarif listrik dan rokok diprakirakan menjadi penyumbang utama inflasi kelompok administered price. Tradisi pulang basamo dan kebijakan penyesuaian listrik dari pemerintah menjadi faktor pendorong inflasi administered price. Siklus Ramadhan dan Lebaran juga berdampak pada peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Masyarakat Sumbar menilai bahwa harga barang dan jasa pada triwulan II 2017 cenderung meningkat yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat. 3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Laju inflasi Sumbar pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,89% (yoy) namun lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat 3,61% (yoy). Secara tahunan, inflasi Sumbar cenderung menurun dan berada pada urutan ke-18 inflasi tertinggi secara Nasional. Menurunnya tingkat inflasi tersebut disebabkan oleh meredanya 45

64 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar tekanan harga yang disebabkan oleh berlangsungnya panen komoditas cabai di berbagai sentra produksi di Sumbar dan daerah pemasok lainnya. %mtm Bukittinggi (%mtm) Padang (%mtm) Sumbar (%yoy) Nasional (%yoy) 3,00 2,00 Tertinggi nasional 11,58 Lebaran Juli Lebaran 6-7 Juli %yoy 14,00 12,00 1,00 0,00 8,36 10,00 8,00 6,00-1,00-2,00-3, ,82 4,89 4,00 3,35 Sumber: BPS, diolah 3,61 3,02 2,00 1,08 Terendah %yoy Mar 2017 Tertinggi ke-4 Tertinggi ke-15 nasional nasional nasional 0,00 Padang 11,90 0,85 5,02 3,98 Keterangan: Bukittinggi 9,24 2,79 3,93 2,65 Bobot Kota Berdasarkan SBH Sumbar ( ) : sumbu kanan Sumbar 11,58 1,08 4,89 3,82 - Nasional ( ) : sumbu kanan Padang: 88% Bukittinggi: 12% - Padang ( ) : sumbu kiri Nasional 8,36 3,35 3,02 3,61 - Bukittinggi ( ) : sumbu kiri Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumbar dan Nasional Secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada Kota Bukittinggi. Pada triwulan I 2017, Kota Padang mengalami inflasi 3,98% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah yakni sebesar 2,65% (yoy). Secara tahun kalender, inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 0,42% dan 0,02% (ytd). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rendahnya inflasi kedua kota ini didorong oleh meredanya tekanan dari kelompok bahan makanan khususnya subkelompok bumbu-bumbuan seiring panen cabai merah di berbagai sentra produksi. Tabel 3.1. Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi No. Kelompok Tren Tren Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Umum 6,55 3,16 5,07 5,02 3,98 7,20 3,76 5,33 3,93 2,65 1 Bahan Makanan 14,96 3,94 10,72 10,83 2,87 16,59 6,62 14,60 8,63 2,15 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3,70 4,84 5,19 5,37 6,11 7,95 8,18 7,56 5,87 4,54 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,57 1,90 2,34 2,54 4,73 3,49 1,05 0,58 1,82 2,52 4 Sandang 1,65 1,90 1,40 1,64 1,88 3,56 3,13 1,94 1,25 0,94 5 Kesehatan 4,69 4,49 4,53 6,07 8,56 2,22 2,55 1,84 1,68 2,75 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 7,88 7,44 5,26 4,82 5,92 5,88 5,84 5,53 5,32 5,60 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,76 0,29 1,13-0,02 1,71 1,04-2,55-2,48-2,05 0,69 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 46

65 3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Kelompok bahan makanan turun signifikan di triwulan I Secara tahunan, kelompok makanan mencatatkan inflasi sebesar 2,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 10,56% (yoy). Subkelompok ikan diawetkan menjadi penyumbang utama inflasi kelompok bahan makanan dengan kenaikan indeks mencapai 18,33% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 13,04% (yoy). Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan sebagai salah satu penyumbang inflasi, secara historis, justru tercatat stabil pada tingkat 0,06% (yoy) seiring dengan panen hortikultura yang terjadi di Sumbar dan daerah pemasok lainnya. Bahkan subkelompok padi-padian mengalami deflasi sebesar -2,88% (yoy) sebagai dampak dari berlangsungnya panen padi yang terjadi pada bulan Maret dan April 2017 serta gencarnya operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog. Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Inflasi Tahunan Andil Inflasi Tahunan No. Kelompok Tren Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Umum 6,62 3,23 5,10 4,89 3,82 6,62 3,23 5,10 4,89 3,82 1 Bahan Makanan 15,15 4,25 11,16 10,56 2,78 4,11 1,11 3,06 2,94 0,75 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 4,19 5,23 5,46 5,43 5,93 0,75 0,96 0,99 0,98 1,08 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,68 1,79 2,12 2,45 4,45 0,53 0,36 0,42 0,48 0,89 4 Sandang 1,87 2,04 1,47 1,59 1,77 0,11 0,13 0,09 0,09 0,11 5 Kesehatan 4,39 4,26 4,21 5,55 7,89 0,17 0,17 0,17 0,22 0,32 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 7,65 7,25 5,29 4,87 5,89 0,56 0,54 0,40 0,36 0,44 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,43-0,05 0,69-0,26 1,59 0,61-0,01 0,12-0,04 0,28 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah %, sumbangan inflasi 4 mtm Cabai Merah Beras Inflasi Sumbar Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2. Andil Komoditas Cabai Merah dan Beras Terhadap Inflasi Sumbar Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau meningkat akibat penyesuaian tarif cukai rokok. Kelompok ini tercatat mengalami inflasi sebesar 47

66 5,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,43% (yoy). Kelompok ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi dari seluruh kelompok di triwulan I 2017 dengan andil inflasi mencapai 1,08% (yoy). Subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok ini dengan andil sebesar 0,65% atau sama dengan andil triwulan IV Penyesuaian tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi pada subkelompok ini yang terkonfirmasi dari inflasi pada komoditas rokok putih dan rokok kretek dengan andil masing-masing sebesar 0,01% dan 0,07%. Penyesuaian tarif listrik secara bertahap dan bahan bakar minyak menjadi pendorong utama inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 2,45% (yoy). Subkelompok bahan bakar, penerangan dan air menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,56%. Peningkatan harga pada subkelompok ini didorong oleh peningkatan harga tarif listrik seiring dengan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pasca bayar daya 900 VA nonsubsidi yang dilakukan PLN. Disamping itu kenaikan harga Bahan Bakar Khusus sebesar Rp300/liter juga ikut menambah tekanan inflasi pada subkelompok ini. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,77% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 1,59% (yoy). Subkelompok sandang laki-laki menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,06%. Peningkatan harga kemeja pendek katun menjadi penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini. Kelompok kesehatan mencatatkan inflasi 7,89% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar 5,55% (yoy). Subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,16% (yoy). Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh pasta gigi dan sabun mandi yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,06% (yoy) dan 0,02% (yoy). Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 5,89% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang mencapai 4,87% (yoy). Subkelompok pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,35% atau 80% dari total andil inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Inflasi pada subkelompok pendidikan terutama disumbang oleh peningkatan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai siklus musiman kenaikan biaya pendidikan, dengan andil inflasi sebesar 0,27%. 48

67 Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat inflasi sebesar 1,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang mengalami deflasi 0,26% (yoy). Subkelompok sarana dan penunjang transpor menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,15%. Kebijakan kenaikan tarif perpanjangan STNK berpengaruh pada kenaikan inflasi subkelompok ini Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Indeks Harga Konsumen di Sumatera Barat mengalami penurunan inflasi triwulanan pada triwulan I 2017 ke level 0,37% (qtq). Perbaikan pasokan komoditas hortikultura seiring panen cabai merah di Sumbar dan Jawa Tengah menjadi faktor utama menurunnya inflasi triwulanan (qtq) triwulanan I Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tertinggi terjadi pada kelompok kesehatan hingga mencapai 3,37% (qtq) sedangkan terendah dialami kelompok sandang yang mengalami deflasi 3,16% (qtq). Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok volatile food dan administered price menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan inflasi inti meningkat akibat siklus kenaikan tarif rumah sakit. Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) Inflasi Triwulanan Andil Inflasi Triwulanan No. Kelompok Tren Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Umum 1,40-1,19 2,97 1,66 0,37 1,40-1,19 2,97 1,66 0,37 1 Bahan Makanan 4,17-4,68 7,80 3,30-3,16 1,13-1,23 2,14 0,92-0,85 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,29 1,82 1,18 1,04 1,76 0,23 0,34 0,21 0,19 0,32 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar -0,09-0,18 0,94 1,77 1,87-0,02-0,04 0,18 0,35 0,37 4 Sandang 1,64 0,97 0,43-1,43 1,82 0,10 0,06 0,03-0,09 0,11 5 Kesehatan 1,14 0,93 1,50 1,88 3,37 0,04 0,04 0,06 0,07 0,14 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga -0,08 0,00 5,12-0,16 0,88-0,01 0,00 0,39-0,01 0,07 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,29-1,73 0,35 1,44 1,56-0,05-0,30 0,06 0,25 0,27 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2,00 1,50 1,00 0,50-0,47 0,58 Tw I'16 Tw II'16 Core 1,30 Tw III'16 0,56 Tw IV'16 1,82 Tw I'17 10,00 5,00 - (5,00) (10,00) 4,46 Tw I'16 Tw II'16 VF (5,17) 7,87 Tw III'16 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Triwulanan Provinsi Sumbar 3,55 Tw IV'16 Tw I'17-3,58 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - (0,50) (1,00) 0,24 Tw I'16 Tw II'16 AP (0,79) 1,29 Tw III'16 2,08 1,81 Tw Tw I'17 IV' Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Rata-rata inflasi bulanan pada triwulan I 2017 sebesar 0,12% (mtm) atau lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi pada triwulan IV 2016 sebesar 0,55% (mtm) 49

68 maupun rata-rata historis inflasi bulanan triwulan IV periode tahun sebesar 0,88% (mtm). Berdasarkan kelompok barang, penurunan tekanan inflasi terutama disumbang oleh kelompok bahan makanan seiring dengan musim panen cabai merah baik di Sumbar maupun sentra produksi di luar Sumbar. Tabel 3.4. Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%,mtm) No. Kelompok Tw IV 2016 Tw I 2017 Rata-rata Tren Okt Nop Des Jan Feb Mar Tw IV '16 Tw I '17 Umum 0,54 1,12-0,01 0,53-0,17 0,02 0,55 0,12 1 Bahan Makanan 1,26 3,69-1,62-1,26-1,95 0,03 1,11-1,06 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,45 0,23 0,36 1,52 0,14 0,10 0,34 0,59 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,63 0,24 0,89 0,63 0,88 0,34 0,59 0,62 4 Sandang -0,49-0,20-0,75 0,93 0,46 0,41-0,48 0,60 5 Kesehatan 0,57 0,59 0,72 2,49 0,40 0,46 0,62 1,12 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,00 0,00-0,15 0,56 0,22 0,10-0,05 0,29 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,00 0,04 1,40 1,71 0,58-0,72 0,48 0,52 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.5. Andil Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%) No. Kelompok Tw IV 2016 Tw I 2017 Rata-rata Tren Okt Nop Des Jan Feb Mar Tw IV '16 Tw I '17 Umum 0,54 1,12-0,01 0,53-0,17 0,02 0,55 0,12 1 Bahan Makanan 0,34 1,02-0,46-0,35-0,53 0,01 0,30-0,29 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,08 0,04 0,06 0,27 0,02 0,02 0,06 0,11 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,12 0,05 0,17 0,12 0,17 0,07 0,12 0,12 4 Sandang -0,03-0,01-0,04 0,06 0,03 0,02-0,03 0,04 5 Kesehatan 0,02 0,02 0,03 0,10 0,02 0,02 0,02 0,04 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,00 0,00-0,01 0,04 0,02 0,01 0,00 0,02 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,00 0,01 0,24 0,29 0,10-0,13 0,08 0,09 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Selama triwulan I 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari sedangkan terendah terjadi pada Februari Inflasi pada Januari 2017 tercatat sebesar 0,53% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata historis sebesar 0,41% (mtm). Sub kelompok perumahan, air,listrik, gas dan bahan bakar menjadi penyumbang utama inflasi pada triwulan I Komoditas tarif listrik selalu muncul dalam sepuluh komoditas utama penyumbang inflasi pada bulan Januari, Februari dan Maret 2017 dengan andil masing-masing sebesar 0,11%; 0,17% dan 0,06%. Sementara itu, diluar dari pola historis, komoditas cabai justru menjadi penyumbang utama deflasi dalam tiga bulan berturut-turut di triwulan I Andil deflasi cabai merah dalam tiga bulan tersebut secara total mencapai -1,13%. Panen yang terjadi di Sumbar dan berbagai daerah pemasok cabai merah dari luar Sumbar menjadi faktor utama penurunan drastis harga cabai di triwulan I

69 Tabel 3.6. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi Bulanan Triwulan I 2017 (%,mtm) Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Triwulan I 2017 (%, mtm) Januari Februari Maret Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Tarip Pulsa Ponsel 0,21 Tarip Listrik 0,17 Tongkol/Ambu-ambu 0,06 Biaya Perpanjangan STNK 0,11 Tarip Pulsa Ponsel 0,05 Tarip Listrik 0,06 Tarip Listrik 0,11 Mobil 0,04 Jengkol 0,04 Bensin 0,09 Jengkol 0,03 Bawang Merah 0,04 Tarip Rumah Sakit 0,07 Minyak Goreng 0,03 Daging Ayam Ras 0,03 Daging Ayam Ras 0,07 Emas Perhiasan 0,03 Emas Perhiasan 0,03 Rokok Kretek 0,07 Bawang Merah 0,02 Nila 0,02 Nasi dengan Lauk 0,06 Teri 0,01 Pisang 0,02 Rekreasi 0,04 Bensin 0,01 Jeruk 0,02 Juice Buah 0,04 Rokok Putih 0,01 Beras 0,01 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Triwulan I 2017 (%, mtm) Januari Februari Maret Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Cabai Merah -0,44 Cabai Merah -0,41 Cabai Merah -0,28 Bawang Merah -0,06 Daging Ayam Ras -0,09 Angkutan Udara -0,07 Beras -0,04 Beras -0,04 Tarip Pulsa Ponsel -0,06 Anak Sala -0,03 Petai -0,04 Teri -0,02 Cabe Hijau -0,02 Ayam Hidup -0,02 Petai -0,01 Pisang -0,02 Kelapa -0,01 Batu Bata/Batu Tela -0,01 Telepon Seluler -0,01 Telur Ayam Ras -0,01 Cabai Rawit -0,01 Buncis -0,01 Cabe Hijau -0,01 Ayam Hidup -0,01 Udang Basah -0,01 Kentang -0,01 Telur Ayam Ras -0,01 Daster -0,01 Daging Sapi -0,01 Cabe Hijau -0,01 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.3 Disagregasi Inflasi Inflasi tahunan (yoy) kelompok inti meningkat seiring dengan kebijakan penyesuaian harga oleh beberapa produsen di awal tahun. Komoditas kelompok inti khususnya tarif pulsa ponsel mengalami kenaikan akibat adanya penyesuaian dari penyedia jasa telekomunikasi untuk menutupi biaya investasi setelah adanya kompetisi harga pada periode sebelumnya. Sementara komoditas lain seperti emas perhiasan mengalami inflasi akibat adanya kenaikan harga komoditas emas global. Lebih lanjut, sedikit membaiknya konsumsi masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas ekspor memberikan tekanan inflasi inti dari sisi permintaan. Membaiknya konsumsi juga tercermin dari ekspektasi masyarakat yang tetap terjaga dalam level optimis yang tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (Survei Konsumen KPw BI Sumbar). 51

70 Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK Konsumen di Sumbar Tekanan inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile foods) mereda seiring dengan terjaganya pasokan dan penguatan sinergi program TPID. Pada triwulan I 2017, kelompok volatile foods mengalami inflasi sebesar 2,13% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,64% (yoy). Setelah harga komoditas cabai merah meningkat cukup tajam pada triwulan IV 2016 akibat tingginya curah hujan dan tingginya transaksi antar daerah, pada triwulan I 2017, harga cabai merah berbalik arah hingga bergerak ke harga normal pada kisaran Rp Rp Melimpahnya pasokan komoditas akibat musim panen raya berpengaruh besar pada penurunan harga cabai merah tersebut. Selain cabai merah, harga daging ayam ras dan telur ayam ras juga menurun dipicu oleh penurunan biaya pakan ternak sebagai dampak panen jagung di triwulan I Sementara itu, gencarnya operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog serta pelaksanaan Toko Tani dan Pasar Tani dinilai berkontribusi besar terhadap turunnya harga komoditas pangan seperti beras. Core VF AP 4,32 15,59 4,96 4,44 11,04 10,64 3,38 3,10 2,84 3,19 3,00 1,95 2,94 3,82 2,13 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw I'17 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw I'17 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16Tw IV'16 Tw I'17 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.5. Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Sumbar 52

71 Tekanan inflasi kelompok komoditas yang harganya diatur pemerintah (administered price) meningkat yang didorong kenaikan harga listrik, bahan bakar minyak (BBM) dan cukai rokok. Pada Januari dan Februari 2017, PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Khusus, yaitu Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite sebesar Rp300 per liter sebagai bentuk penyesuaian harga minyak dunia. Di Sumbar, kebijakan ini berdampak pada kenaikan harga bensin dengan andil 0,09% (mtm) pada Januari 2017 dan 0,01% (mtm) pada Februari Selain BBM, kebijakan penyesuaian TTL 9 yang dilakukan secara bertahap selama tahun 2017 (Jan, Mar, Mei) juga menambah tekanan inflasi di sisi administered. Pada Januari, Februari dan Maret 2017, TTL telah memberikan andil yang cukup besar masing-masing sebesar 0,11%; 0,17% dan 0,06% (mtm) terhadap inflasi yang terjadi di Sumbar. Selain BBM dan listrik, komoditas rokok juga mengalami kenaikan akibat penyesuaian cukai rokok. Andil inflasi rokok kretek dan rokok putih masing-masing tercatat sebesar 0,07% dan 0,01% pada triwulan I %, yoy 25 Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Price %, yoy 12.0 Administered Price Volatile Food Core Sumber : BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.6. Laju Inflasi Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.7. Kontribusi Inflasi Tahunan (yoy) Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi 9 Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tanggal 20 Okttober 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT. PLN yg telah mendapat persetujuan DPR Komisi VII 22 Sept 2016 memutuskan bahwa untuk pelanggan 900 VA yg tidak layak subsidi akan dilakukan kenaikan tarif secara if Rp1.352/KwH. 53

72 3.3.1 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Mengawali tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumbar (TPID Prov. Sumbar) melaksanakan High Level Meeting (HLM) untuk mengoptimalkan pelaksanaan program pengendalian inflasi yang telah berjalan sekaligus memperkuat sinkronisasi program kerja di tingkat kota dan kabupaten. HLM dilaksanakan pada tanggal 24 Januari dan 28 Februari 2017 yang dihadiri langsung oleh Gubernur Sumbar dengan agenda evaluasi pencapaian inflasi Sumbar 2016 sekaligus memberi arahan konkrit kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan TPID se Provinsi Sumbar dalam rangka mengoptimalkan upaya-upaya pengendalian inflasi di tahun Sesuai hasil evaluasi yang dilakukan, cabai merah, beras, bawang merah, daging ayam ras, jengkol dan telur ayam ras merupakan komoditas strategis yang sering muncul sebagai penyumbang inflasi Sumbar pada tahun Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dan untuk mengantisipasi risiko di tahun 2017, Gubernur Sumbar memberikan arahan sbb: 1. Setiap kepala daerah segera menindaklanjuti program penanaman cabai merah dalam polybag di setiap rumah warga dan selanjutnya diperluas cakupannya pada lingkungan sekolah serta instansi lainnya. 2. Setiap kepala daerah agar menganggarkan dana untuk mengelola gapoktan mulai dari produksi hingga penanganan pasca panen termasuk pemasarannya dan pemasangan papan harga pangan di setiap pasar. 3. Memperbanyak jumlah Toko Tani Indonesia di setiap daerah. 4. Perluasan program Pasar Tani hingga menjangkau ke nagari. 5. Dinas PU agar ikut memantau kelancaran arus lalu lintas khususnya apabila terjadi bencana longsor. 6. Mendirikan papan harga di setiap pasar di setiap daerah. 7. Memperluas areal tanam dan mengatur pola tanam agar masa panen tidak terjadi secara serentak, melainkan terjadi secara lebih merata. 8. Kota Payakumbuh dan Kab. Tanah Datar sebagai sentra produksi telur ayam ras agar membentuk BUMD dan menyerap telur ayam ras untuk didistribusikan ke daerah yang defisit dengan mekanisme kerja sama antar daerah; 9. Melakukan Operasi Pasar (OP) beras untuk menstabilkan harga beras di pasar. 54

73 3.4 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan II 2017 Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan II 2017 diprakirakan meningkat signifikan seiring dengan berlangsungnya perayaan Hari Besar Keagamaan. Pada tahun 2017, periode Ramadhan di mulai pada akhir Mei 2017 sementara Lebaran jatuh pada minggu terakhir Juni Berdasarkan data historis, siklus Ramadhan dan Lebaran memberikan dampak yang besar pada inflasi Sumbar. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, terlihat bahwa hari besar keagamaan ini memberikan dampak langsung dan tidak langsung dalam rentang tiga bulan dengan besaran yang bervariasi. Inflasi bulan pertama lebih di dorong masa persiapan memasuki puasa dan menjalani puasa, sementara inflasi bulan kedua disebabkan adanya faktor perayaan Lebaran dan pada bulan ketiga dominan disebabkan tradisi pulang basamo di Sumbar %mtm Sumbar 0,28 Lebaran Juli 0,82 1, %mtm Sumbar 0,79 Lebaran Juli 1,26 0, %mtm Sumbar 0,18 Lebaran 6-7 Juli 1,52 0,78 Jun Jul Agust Sumber: BPS, diolah Sumber: Bank Indonesia Jun Jul Agust Jun Jul Agust Grafik 3.8. Perkembangan Historis Inflasi Bulanan Ramadhan dan Lebaran ( ) Inflasi kelompok volatile foods dan administered price diprakirakan meningkat seiring siklus Ramadhan dan Lebaran. Berdasarkan data historis, tekanan inflasi bersumber dari komoditas cabai merah, beras, bawang merah, dan jengkol. Walaupun Survei Pemantauan Harga KPw BI Sumbar posisi April 2017 menunjukkan harga cabai merah yang masih rendah data tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa pada saat Ramadhan dan Lebaran harga cabai merah akan melonjak di atas harga normal. Komoditas lain yang memiliki karakteristik serupa adalah tiket angkutan udara. Pada April 2017, harga tiket cenderung turun namun diperkirakan akan naik pada bulan Juni 2017 seiring peningkatan permintaan masyarakat minang yang mudik (pulang basamo). Khusus pada kelompok inflasi inti, SPH KPw BI Sumbar menunjukkan terjadinya peningkatan harga emas (22 dan 24 karet) pada April 2017 dan diperkirakan akan berlanjut hingga Mei dan Juni 2017 akibat peningkatan harga emas internasional dan peningkatan konsumsi menjelang Lebaran. 55

74 Indeks Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 3.9. Ekspektasi Harga 3 dan 6 Bulan Mendatang Rp/gr Emas 24 Karat Emas 22 Karat Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Bulanan Emas (Inti) Beras Cabe Merah-sb kanan Bawang Merah- sb kanan Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Bulanan Beras, Cabai Merah dan Bawang Merah (Volatile Foods) Rp/bungkus Rokok kretek filter 1 Rokok kretek filter 2 Tiket Angkutan Udara Rp Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Rokok dan Tiket Angkutan Udara (Administered Price) Dengan mempertimbangkan berbagai risiko inflasi pada triwulan II 2017 serta perkembangan harga berdasarkan Survei Pemantauan Harga dan ekspektasi harga ke depan berdasarkan Survei Konsumen, inflasi Sumbar pada triwulan II 2017 diprakirakan berada pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,82% (yoy). Dalam rangka mengantisipasi tekanan inflasi pada triwulan II 2017,khususnya menghadapi Ramadhan dan Lebaran, TPID Provinsi Sumbar melakukan sejumlah langkah antisipatif melalui pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID pada tanggal 20 April 2017 yang dihadiri langsung oleh Gubernur Sumbar. Beberapa program antisipasi inflasi di triwulan II 2017 yang disepakati antara lain: 1. Memberikan masukan ke pihak Garuda Indonesia untuk melakukan penyesuaian tiket angkutan udara agar tidak menaikkan tiket pada batas atas. Di Sumbar, kenaikan tiket angkutan udara memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan 56

75 dengan provinsi lain karena adanya tradisi pulang basamo H setelah Lebaran. 2. Pemantauan harga secara berkala dan disertai sidak 3. Pemantauan kecukupan pasokan bahan makanan. 4. Koordinasi dengan produsen dan distributor untuk menjaga kelancaran distribusi bahan makanan terutama yang berasal dari provinsi /wilayah lain. 5. Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan operasi pasar dan pasar murah sehingga dapat dilaksanakan tepat pada sasaran. 6. Koordinasi kelancaran jalur distribusi. 7. Himbauan kepada masyarakat untuk bijaksana dalam berkonsumsi dan tidak melakukan pembelian bahan pokok secara berlebihan, yang dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan alim ulama. 57

76 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 58

77 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif masih terjaga. Kinerja korporasi sedikit tertahan akibat masih lemahnya permintaan masyarakat. Tekanan risiko dari sektor rumah tangga berkurang seiring dengan membaiknya penghasilan RT. Belum kuatnya permintaan sektor rumah tangga tercermin dari permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan I 2017 mencapai Rp22,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp22,6 triliun atau 8,2% (yoy). Stagnasi pertumbuhan sektor korporasi masih berlanjut hingga triwulan I Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan I 2017, terlihat bahwa korporasi masih mengalami pertumbuhan omset yang rendah. Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kualitas kredit korporasi perlu terus diwaspadai mengingat NPL yang mengalami peningkatan dari 5,1% pada triwulan IV 2016 menjadi 5,2% pada triwulan I Nilai NPL tersebut diprakirakan kembali meningkat pada triwulan II 2017 yang terlihat pada NPL bulan April 2017 yang mencapai 5,3% (yoy). Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2017 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. Membaiknya daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas (CPO dan karet) menjadi pendorong peningkatan konsumsi mengingat sebagian besar mata pencaharian masyarakat Sumatera Barat bergantung pada kedua komoditas tersebut. Di sisi lain, penghasilan masyarakat yang masih terbatas cenderung membuat porsi untuk tabungan justru semakin turun seiring dengan peningkatan porsi pengeluaran untuk konsumsi dan cicilan. Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan I 2017 mencapai Rp22,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy), 59

78 melambat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp22,6 triliun atau 8,2% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan terutama berasal dari melambatnya pertumbuhan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan kredit multiguna. Pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk UMKM tercatat tumbuh sebesar 1,3% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 3,4% (yoy). Berdasarkan komponennya, sumber perlambatan kinerja kredit UMKM terutama berasal dari perlambatan kredit kecil dan kredit menengah. Rasio NPL kredit UMKM terpantau meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2016 dan nilai NPL tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. NPL di atas 5% tersebut terjadi sejak triwulan I Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana mengalami penurunan. Rasio jumlah rekening DPK dan kredit baik terhadap penduduk bekerja dan angkatan bekerja mengalami penurunan. Meskipun demikian, akses keuangan dari sisi penghimpunan dana dinilai telah optimal mengingat nilai rasio yang berada di atas 100%. 4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, persentase pengeluaran konsumsi pada triwulan I 2017 terpantau mencapai 77,1% atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut sejalan dengan perbaikan konsumsi rumah tangga. Membaiknya daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas (CPO dan karet) menjadi pendorong peningkatan konsumsi mengingat sebagian besar mata pencaharian masyarakat Sumatera Barat bergantung pada kedua komoditas tersebut. Di sisi lain, proporsi pengeluaran untuk tabungan turun dari 19,7% pada triwulan IV 2016 menjadi 12,6% pada triwulan I 2017 seiring dengan semakin besarnya pengeluaran masyakat untuk kegiatan konsumtif (konsumsi dan pembayaran cicilan) (Grafik 4.1). 60

79 70,5% 9,8% 19,7% 77,1% 10,3% 12,6% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Triwulan I 2017 Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 79,0% 74,6% 70,9% 64,5% 63,4% 70,5% Cicilan/Pinjaman 7,7% 8,9% 7,7% 7,6% 17,0% 9,8% Tabungan 13,3% 16,4% 21,4% 27,9% 19,6% 19,7% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% Ditinjau dari perilaku berhutang, risiko kredit rumah tangga meningkat karena secara agregat terjadi peningkatan jumlah rumah tangga yang memiliki Debt Service Ratio (DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) (Tabel 4.2). Jumlah rumah tangga dengan DSR >30% pada triwulan I 2017 terpantau naik 118% dibandingkan triwulan IV Dilihat dari kelompok penghasilan, potensi risiko kredit terutama terjadi pada kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp4,1 5 juta, yang tercermin dari peningkatan DSR>30% pada kelompok tersebut sebesar 266,7%. Di sisi lain, risiko dari sisi perilaku menabung masyarakat pada triwulan I 2017 juga terpantau meningkat. Kondisi tersebut tercermin dari peningkatan jumlah rumah tangga yang tidak menabung pada triwulan I 2017 sebesar 13,9% dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3). Meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung berdampak pada perlambatan pertumbuhan DPK pada sektor keuangan. Hal tersebut terpantau dari pertumbuhan DPK yang melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,2% (yoy) pada triwulan I

80 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% 0-10% >30% Pengeluaran/ bln 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan I 2017 Debt Service Ratio (DSR) TMP Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan I 2017 Tabungan Rp1-2 jt 0.5% 0.3% 0.0% 0.0% 1.3% Rp2,1-3 jt 2.5% 1.7% 1.7% 2.5% 11.5% Rp3,1-4 jt 5.7% 5.3% 4.2% 3.5% 23.3% Rp4,1-5 jt 1.5% 2.5% 1.3% 1.8% 7.8% >Rp5 jt 4.7% 1.8% 1.3% 2.0% 11.2% Total 14.8% 11.7% 8.5% 9.8% 55.2% TMB Rp1-2 jt 0.2% 0.2% 0.2% 0.2% 1.5% Rp2,1-3 jt 4.3% 3.7% 1.0% 0.3% 10.5% Rp3,1-4 jt 13.7% 8.7% 2.7% 1.7% 15.3% Rp4,1-5 jt 4.8% 3.0% 1.0% 1.3% 4.8% >Rp5 jt 5.7% 1.8% 1.0% 9.2% 3.3% Total 28.7% 17.3% 5.8% 12.7% 35.5% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMP TMB Rp1-2 jt -40.0% -75.0% % % -82.2% Rp2,1-3 jt -51.6% -52.4% -16.7% 200.0% -30.3% Rp3,1-4 jt -8.1% 0.0% 108.3% 90.9% -19.5% Rp4,1-5 jt -40.0% 400.0% 100.0% 266.7% 38.2% >Rp5 jt 366.7% 37.5% -11.1% 100.0% 294.1% Total -5.3% -2.8% 34.2% 118.5% -10.3% Rp1-2 jt -96.0% -80.0% -75.0% 0.0% -65.4% Rp2,1-3 jt -56.7% -33.3% -40.0% -81.8% 16.7% Rp3,1-4 jt 5.1% 26.8% 14.3% -79.6% 9.5% Rp4,1-5 jt 123.1% 125.0% 0.0% -61.9% 163.6% >Rp5 jt 142.9% 22.2% 0.0% % 66.7% Total -9.5% 8.3% -12.5% -12.6% 13.9% Ket: TMP : Tidak Memiliki Pinjaman TMB : Tidak Memiliki Tabungan Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perseorangan pada triwulan I 2017 tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan DPK perseorangan Sumatera Barat tumbuh dari 10,89% pada triwulan IV 2016 menjadi 13,45% (grafik 4.3).Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito tetap mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa dari keduanya yang mencapai 96,1%. Ditinjau lebih rinci lagi, fasilitas tabungan pada triwulan I 2017 paling mendominasi DPK perseorangan mengikuti dominasi tabungan terhadap DPK perseorangan pada setiap triwulan. Dari grafik 4.5 terlihat bahwa giro, tabungan dan deposito perseorangan pada triwulan I 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun giro perseorangan tumbuh lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan tabungan dan deposito. Giro perseorangan pada triwulan I 2017 mencapai Rp1.003 miliar dan merupakan nominal rekening giro tertinggi dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Dominasi Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan Sumatera Barat pada triwulan I 2017 menurun dibandingkan triwulan IV Pangsa DPK perseorangan Sumatera Barat menurun dari 78,26% (triwulan IV 2016) menjadi 72,99% (triwulan I 2017) (grafik 4.2), meski mengalami pertumbuhan dari 10,89% pada triwulan IV 2016 menjadi 13,45%. 62

81 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 21,74% 27,01% 78,26% 72,99% Bukan Perseorangan 82,17% 85,58% 17,83% 14,42% Perseorangan 5,6% 6,9% 94,4% 93,2% 22,0% 22,9% 78,0% 77,1% TW IV 2016 TW I 2017 TW IV 2016 TW I 2017 TW IV 2016 TW I 2017 TW IV 2016 TW I 2017 Total DPK Giro Tabungan Deposito Total DPK Perseorangan Bukan Perseorangan I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera Barat Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Berdasarkan jumlah rekening, pada triwulan I 2017 terdapat peningkatan jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 2,6% dibandingkan triwulan IV Peningkatan terutama berasal dari nilai penempatan <10 juta, namun demikian pada beberapa nilai penempatan lain terdapat penurunan. Kategori Tabel 4.4. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan Jumlah <10 JT >10 JT JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M Rekening DPK Δ % * 2,6 4,3-12,1-2,6 1,1-1,2-9,3 0,9-30,0 27,8-11,1 Rekening Giro Δ % * -11,0-13,0-5,2-3,1-5,2-7,1-7,4-100,0 0,0 0,0 100,0 Rekening Tabungan Δ % * 2,7 4,3-13,5-4,2-2,7-3,3-19,7-5,7-100,0-20,0 150,0 Rekening Deposito Δ % * 706,1-81,1 246,5 675,6 132,0 78,2 389,6 393,3 7,7 46,2 350,0 * growth pada tw I 2017 dibandingkan dengan tw IV Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga 63

82 pada triwulan I 2017 mencapai Rp22,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp22,6 triliun atau 8,2% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan terutama berasal dari melambatnya pertumbuhan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan kredit multiguna. Kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) oleh Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan KPR yang secara resmi diterbitkan dan berlaku pada tanggal 29 Agustus 2016 ternyata belum berpengaruh positif terhadap permintaan kredit KPR yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan. Menurunnya harga properti yang terindikasi dari turunnya Indeks Harga Properti hasil Survei Pemantauan Harga Properti (SHPR) belum mampu mendorong permintaan KPR (Grafik 4.9). Pertumbuhan penyaluran KPR terpantau melambat dari 6,3% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan I % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy g.kkb g.kredit lain-lain 400 g.multiguna (sisi kanan) ,0 5, ,2 7,1 100 (5,7) (6,0) 50 15,8 15, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ,44% 14,31% 7,81% 27,44% KPR KKB Multiguna Kredit Lainnya Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Rumah Tangga Tw I 2017 KKB juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan meski pada triwulan yang sama terjadi peningkatan penjualan kendaraan bermotor yang terkonfirmasi dari peningkatan pertumbuhan pendaftaran kendaraan baru, yaitu dari 7,99% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 15,35% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 4.8). Turunnya KKB pada saat terjadinya peningkatan penjualan kendaraan bermotor dapat diindikasikan bahwa pembelian kendaraan bermotor dilakukan secara cash ataupun melalui kredit pada lembaga keuangan non bank seperti perusahaan pembiayaan. 64

83 Mobil Motor Unit g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan % (yoy) Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, diolah Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah Motor Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.9. Perkembangan Harga Properti Residensial (SHPR) di Sumatera Barat Kualitas kredit sektor rumah tangga memburuk pada triwulan I Meningkatnya penyaluran kredit sektor rumah tangga menyebabkan rasio Non Performing Loan (NPL) sektor rumah tangga pada triwulan I 2017 sama dengan NPL pada triwulan sebelumnya. Secara nominal, nominal kredit bermasalah dari sektor rumah tangga pada triwulan I 2017 justru mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan IV Kenaikan nominal kredit bermasalah terjadi pada semua jenis kredit sektor rumah tangga antara lain KPR, KKB dan multiguna. % 5 Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna 4 3 3,7 3, ,2 1,2 1,0 1,0 0 1,1 1,0 1,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 65

84 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Omset Penjualan Sektor korporasi mulai mengalami perbaikan seiring dengan peningkatan penjualan meski masih terbatas. Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan I 2017, terlihat bahwa korporasi mengalami pertumbuhan omset, meski masih relatif rendah sebagaimana tercermin pada likert scale penjualan domestik rata-rata sebesar 0,84 (skala likert yang lebih rendah dari 1, menunjukkan penjualan masih tumbuh namun lebih rendah daripada pertumbuhan beberapa tahun terakhir). Skala tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,46. Secara rinci, kinerja beberapa korporasi terindikasi masih tumbuh khususnya pada sektor perdagangan dan industri pengolahan. Sementara itu, hasil skala likert pada sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor pertanian pada komponen penjualan domestik masih menunjukkan angka negatif (minus). Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi kontraksi penjualan dengan besaran kontraksi yang lebih rendah dari rata-rata normal beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, perbaikan kinerja pada sektor industri pengolahan khususnya terjadi pada industri besi baja yang tumbuh tinggi seiring dengan pembangunan infrastruktur yang terus berjalan di sebagian wilayah Sumatera. Di sisi lain, pertumbuhan sebagian industri CPO dan karet relatif masih stabil meski terdapat perbaikan pasokan bahan baku dan kondisi cuaca yang mulai membaik. Sementara itu, sektor perdagangan juga masih tumbuh rendah khususnya pada perdagangan kerajinan di beberapa wilayah pariwisata Sumbar. Dari sisi ekspor, perbaikan permintaan mulai terlihat pada sektor pertanian, setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Peningkatan ekspor tersebut terindikasi dari skala likert sektor pertanian yang positif sebesar 2.0, yang berarti pertumbuhan penjualan sejalan dengan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan harga komoditas internasional khususnya CPO dan karet yang mendorong peningkatan nilai penjualan ekspor korporasi pada sektor pertanian/ perkebunan. 66

85 skala Likert (0.5) (1.0) (1.5) Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan Pengangkutan & Komunikasi (2.0) Penjualan Penjualan Investasi Biaya Harga Jual Margin Domestik Ekspor Sumber : Hasil Liaison KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kinerja Korporasi di Sumatera Barat Berdasarkan Liaison Triwulan I 2017 Pertumbuhan yang masih terbatas pada penjualan korporasi juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat. Hampir seluruh sektor kegiatan usaha pada triwulan I 2017 menunjukkan saldo bersih tertimbang bernilai negatif. Nilai saldo bersih yang negatif menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami penurunan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang mengalami peningkatan permintaan. Beberapa sektor seperti sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan terpantau mengalami kontraksi kegiatan usahanya. %, saldo bersih tertimbang Tw I 2017 Tw II 2017* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kondisi Kegiatan Usaha di Sumatera Barat Indeks 130,0 120,0 110,0 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif 50,0 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Survei Konsumen BI, diolah Grafik Indeks Keyakinan Biaya Hampir seluruh korporasi menyebutkan adanya peningkatan biaya produksi pada triwulan I Secara keseluruhan korporasi di Sumbar mengalami peningkatan biaya produksi dengan skala likert 1,0. Peningkatan terbesar dialami oleh 67

86 korporasi sektor pertanian dengan likert scale sebesar 1,3. Nilai likert tersebut mengindikasikan adanya peningkatan biaya sesuai/sama dengan rata-rata kenaikan biaya setiap tahunnya. Peningkatan biaya di sektor pertanian disebabkan kenaikan harga CPO internasional pada awal 2017 yang mendorong kenaikan harga bahan baku. Sebagian besar pelaku usaha perkebunan kelapa sawit mengatakan harga bahan baku CPO meningkat didorong perbaikan kualitas dan peningkatan harga komoditas internasional. Hal ini berpotensi mendorong peningkatan biaya perusahaan lebih tinggi mengingat komposisi biaya bahan baku merupakan biaya tertinggi dalam produksi perusahaan. Meski harga jual mulai meningkat, namun pelaku usaha mengatakan kenaikan margin masih terbatas akibat kenaikan beberapa biaya khususnya bahan baku dan tenaga kerja. Selain itu, pelaku usaha memprediksi jika kenaikan harga jual masih fluktuatif dan belum dapat mendongkrak marjin lebih tinggi. Selain itu, peningkatan biaya tenaga kerja mengikuti pergerakan Upah Minimum Provinsi (UMP) di awal tahun turut mendorong biaya upah korporasi. Kenaikan upah mewarnai peningkatan biaya produksi di tahun Hal ini dikarenakan adanya peningkatan UMP tahun 2017 menjadi Rp1,95 juta atau meningkat sebesar 8,2% (yoy). Peningkatan tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan peningkatan UMP pada tahun sebelumnya yang mencapai 11,5%. Regulasi kenaikan UMP Sumbar yang dilakukan pemerintah daerah setiap tahun telah diikuti dengan kenaikan upah tenaga kerja pada mayoritas perusahaan yang menjadi kontak liaison. Regulasi tersebut tentunya memengaruhi struktur biaya perusahaan, terutama untuk beberapa perusahaan kontak subsektor perdagangan, perhotelan, pengangkutan/pengiriman barang dan jasa pengangkutan, dimana biaya upah tenaga kerja menjadi komponen terbesar dari biaya rutinnya. Rata-rata biaya upah tenaga kerja pada sektor tersebut berkisar antara 20% hingga 70%. Marjin Keuntungan Masih terbatasnya pertumbuhan penjualan menyebabkan perolehan laba atau marjin keuntungan sebagian besar perusahaan di Sumbar mengalami pertumbuhnan marjin yang juga terbatas pada triwulan I Marjin mayoritas perusahaan pada triwulan I 2017 hanya tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini terindikasi dari likert scale yang mencapai 0,53. Pertumbuhan marjin yang relatif lebih rendah ini terjadi karena peningkatan harga jual hasil produksi tersebut lebih rendah daripada peningkatan biaya. Setelah sebelumnya mengalami kontraksi, marjin industri pengolahan mulai tumbuh dengan likert scale mencapai 0,6, 68

87 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai -0,1. Hal tersebut disebabkan mulai membaiknya harga komoditas CPO di awal tahun. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Di tengah kondisi penjualan yang moderat, kondisi likuiditas keuangan korporasi mengalami perbaikan pada triwulan I Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, kondisi keuangan korporasi dari sisi likuiditas pelaku usaha di Sumbar menunjukkan perbaikan pada triwulan I Pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik, meningkat dari 20,67% pada triwulan IV 2016 menjadi 27,33% pada triwulan laporan. Sementara itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang kurang baik/buruk hanya sedikit meningkat dari sebesar 4,67% menjadi 5,67%. 4,67% 20,67% Tw IV ,67% Tw I ,33 % Jasa Bangunan Perdagangan Angkutan Pertanian 45,5 45,5 31,4 25,0 19,4 48,6 54,2 71,0 54,5 54,5 20,0 20,8-74,67% 67,00 % Industri 14,3 81,0 4,8 Hotel Restoran 0,0 100,0-0% 20% 40% 60% 80% 100% Baik Cukup Buruk Baik Cukup Buruk Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sumatera Barat Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak pada sektor jasa dan bangunan. Jumlah korporasi yang memiliki kualitas keuangan yang baik pada sektor tersebut mencapai 45,5%. Sementara itu, kondisi likuiditas pada sektor hotel restoran mengalami penurunan dan tidak ada yang berada dalam kondisi baik. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat hunian hotel di awal tahun sesuai siklusnya. Selain itu, korporasi pada sektor angkutan yang memiliki kondisi likuiditas kurang baik/buruk yang paling tinggi yakni mencapai 20,8%. 69

88 Tabel 4.5. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Perkiraan Beban Angsuran (% Responden thd Responden Kredit) Sektor Memiliki Kredit Bank (% thd total responden) Semakin Semakin Tetap Berat Ringan Pertanian 45,2 35,7 64,3 0,0 Industri 47,6 20,0 80,0 0,0 Bangunan 63,6 14,3 71,4 14,3 Perdagangan 34,3 8,3 75,0 16,7 Angkutan 33,3 37,5 62,5 0,0 Jasa 31,8 14,3 71,4 14,3 Total 38,7 22,4 70,7 6,9 Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Beban Angsuran Utang Korporasi Ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum menunjukkan potensi peningkatan risiko. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan I 2017 yang menunjukkan terdapat 22,4% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 16,7%. Selain itu, terdapat penurunan dari 16,7% menjadi 6,9% korporasi yang memiliki kredit perbankan dan menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Meskipun suku bunga perbankan sudah mulai menurun, kondisi permintaan yang masih belum cukup kuat memberi dampak negatif terhadap kemampuan membayar beban angsuran. Dari total 150 pelaku usaha, terdapat 38,7% responden yang masih memiliki utang ke perbankan. Relatif minimnya responden yang menggunakan kredit mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku usaha menggunakan pembiayaan dari non-perbankan atau memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya dengan keuangan mandiri Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Di tengah kinerja korporasi yang masih terbatas, penyaluran kredit korporasi di awal tahun mulai menunjukkan perbaikan. Peran sektor korporasi sangat penting bagi perbankan mengingat pangsa kredit korporasi yang besar yaitu mencapai 55% dari total penyaluran kredit di Sumbar. Selain itu, kinerja sektor korporasi ini juga sangat memengaruhi kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mampu tumbuh sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,6% 70

89 (yoy). Namun pertumbuhan tersebut relatif masih rendah, terutama diakibatkan pertumbuhan kredit modal kerja yang hanya mampu tumbuh 2,6% (yoy). Perbaikan kinerja kredit korporasi ini juga diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan II 2017, yang terlihat dari perkembangan kredit di bulan April 2017 yang masih terus menunjukkan peningkatan. Kredit korporasi pada bulan April 2017 tumbuh meningkat sebesar 6,5% (yoy). 21% 34% 45% Modal Kerja Sumber : Bank Indonesia Grafik Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar 5,6 6,6 Ditinjau lebih dalam berdasarkan sektor ekonomi, perbaikan kredit korporasi pada triwulan I 2017 tersebut terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan, dan jasa. Perbaikan harga komoditas CPO dan karet di awal 2017 diikuti dengan peningkatan bahan baku terindikasi mulai mendorong peningkatan kinerja kredit sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Bahkan kredit industri karet mulai tumbuh positif setelah hampir 2 tahun selalu terkontraksi. Di sisi lain, perlambatan kredit pada sektor perdagangan juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan April 2017 yang mengalami kontraksi mencapai -1,7% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat belum menunjukkan perbaikan yang berarti. 71

90 % yoy IV-16 I-17 II-17* 26,2 21, ,6 15, ,2 9,2 9,8 10 5,3 6,5 5 2,4 (1,7) 0 Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan (0,8) Jasa-jasa -5 Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar %, NPL risiko meningkat ,2 6,8 6,9 risiko stabil 0,7 0,7 0,7 risiko meningkat 5,5 6,0 6,3 2,7 2,7 2,6 Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa IV-16 I-17 II-17* risiko menurun Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Sementara itu, dari sisi risiko kredit, tekanan pada kualitas kredit korporasi sedikit meningkat di awal tahun NPL kredit korporasi mengalami peningkatan dari 5,1% pada triwulan IV 2016 menjadi 5,2% pada triwulan I Nilai NPL tersebut diprakirakan kembali meningkat pada triwulan II 2017 yang terlihat pada NPL bulan April 2017 yang mencapai 5,3% (yoy). Nilai NPL tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari industri perbankan di Sumbar karena nilainya telah berada di atas threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko kredit yang tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan perdagangan yang telah mencapai lebih dari 5 % yaitu masing-masing sebesar 6,9% dan 6,3% pada bulan April Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan relatif masih rendah dan hanya berada di kisaran 0,7%. Meskipun didukung dengan penurunan suku bunga kredit, kinerja penyaluran kredit korporasi belum cukup menunjukkan perbaikan hingga bulan April Suku bunga kredit baik investasi, modal kerja, dan konsumsi telah mengalami penurunan sebesar 0,57% (57 basis poin (bps)) selama 1 tahun terakhir. Penurunan suku bunga tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan BI Rate/ BI 7-days Repo Rate yang terjadi sejak awal tahun Sebagian perusahaan di Sumbar masih menahan atau mengurangi ekspansi usahanya melalui kredit seiring perekonomian yang belum signifikan perbaikannya. Korporasi melakukan upaya-upaya efisiensi, termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional. Kondisi ini mendorong keputusan pencairan 72

91 simpanan dana di perbankan yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan DPK perbankan. 4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) Tabel 4.6. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan I-16 II-16 III-16 IV-16 I-17 I-16 II-16 III-16 IV-16 I-17 I-17 Aset ,3 6,8 6,8 6,1 6,7 Giro ,9-12,0-5,6 3,8-2,4 19,4 Tabungan ,8 20,3 14,0 10,2 12,5 50,0 Deposito ,0 1,5 1,9-1,2-0,4 30,6 Total DPK ,4 6,7 5,9 5,5 5,2 Modal Kerja ,8 1,9 0,4 1,1-0,9 33,2 Investasi ,9 21,0 18,1 7,9 13,5 21,9 Konsumsi ,6 8,1 5,7 8,2 7,1 45,0 Total Kredit ,0 8,3 6,2 5,6 5,6 Pertanian ,1 7,0 1,8 5,3 9,2 17,3 Pertambangan dan Penggalian ,2-19,5-17,0-34,9-35,7 1,0 Industri Pengolahan ,9 15,6 6,6 12,2 15,6 23,6 Listrik, Gas dan Air Bersih ,7 68,8 38,1 40,2 103,4 0,9 Konstruksi ,8 8,3 6,4-11,7-9,5 2,3 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,3 11,9 10,5 2,4-0,8 47,1 Pengangkutan dan Komunikasi ,0-11,3 6,2-3,3 17,7 1,8 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,2-12,2-10,4-12,2-14,1 2,8 Jasa-jasa ,5-21,4 1,7 6,5 15,0 3,2 Kredit Rumah Tangga ,6 8,1 5,7 8,2 7,1 LDR (%) 141,2 140,9 139,8 145,2 141,7 NPL (%) 3,0 3,3 3,6 3,2 3,3 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) Aset Perbankan Mengawali tahun 2017, kinerja indikator perbankan di Sumbar belum menunjukkan perbaikan yang menggembirakan. Hingga triwulan I 2017, aset perbankan masih melambat dibandingkan akhir tahun 2016 dengan pertumbuhan sebesar 6,7% (yoy) (Grafik 3.1). Perlambatan aset perbankan tersebut disebabkan rendahnya pertumbuhan kredit hingga awal Selain itu, perlambatan aset juga dipengaruhi oleh penurunan kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Namun demikian, pertumbuhan aset diprakirakan mulai membaik pada triwulan II 2017 yang terindikasi dari pertumbuhan aset perbankan bulan April 2017 yang mencapai 7,5% (yoy). Pertumbuhan aset dan kredit yang masih lesu belum mendorong perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya lebih rendah. Pergerakan penurunan 73

92 suku bunga tertimbang relatif stabil pada triwulan I 2017, dari 11,63% menjadi 11,58% pada akhir triwulan I Diprakirakan suku bunga kredit tidak akan banyak berubah pada triwulan II 2017 yang terindikasi dari suku bunga tertimbang sebesar 11,60% pada April Sementara suku bunga tertimbang DPK mulai meningkat dari 3,09% menjadi 3,26% pada akhir triwulan I Triliun Rp Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat % yoy % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK ,60 I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar 3, Intermediasi Perbankan Perkembangan DPK Berlanjutnya kontraksi pertumbuhan deposito dan rendahnya pertumbuhan giro akibat penyaluran giro pemerintah pusat yang masih terbatas di awal tahun berdampak pada perlambatan penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan I 2017 tercatat melambat sebesar 5,2% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2016 yang mampu tumbuh mencapai 5,5% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama terjadi akibat kontraksi pada jenis deposito dan giro, sementara pertumbuhan tabungan relatif masih baik (Grafik 4.22). Ke depan, pertumbuhan DPK diprakirakan membaik pada triwulan II 2017, seiring meningkatnya pendapatan masyarakat menjelang lebaran serta meningkatnya giro pemda akibat penyaluran APBN/APBD. Hal ini terlihat pada pertumbuhan DPK di bulan April 2017 yang mulai meningkat dan tumbuh sebesar 6,1% (yoy). 74

93 %, yoy DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Rp triliun DEPOSITO TABUNGAN GIRO 11,0 11,1 18,0 17,7 7,0 7,8 I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada kontraksi pertumbuhan deposito sebesar -0,4% (yoy) di awal tahun Penurunan pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 2014 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan jenis DPK lainnya. Dalam 2 tahun terakhir suku bunga deposito terus turun dan mencapai penurunan sebesar lebih dari 1,6%. %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi 5,6 5,6 I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan 6, % % LDR NPL (RHS) 140,7 139,4 3,4 3,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II* Sumber : Bank Indonesia * Posisi April 2017 Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 - Penyaluran Kredit Pertumbuhan kredit bank umum pada triwulan I 2017 relatif stabil dan rendah pada kisaran 5,6% (yoy). Rendahnya pertumbuhan kredit terutama disebabkan oleh kredit konsumsi yang mengalami perlambatan dan bahkan kredit modal kerja mengalami kontraksi. Sementara kredit investasi sedikit meningkat meski tidak setinggi pertumbuhan kredit 2 tahun terakhir yang mampu mencapai rata-rata 23%. 75

94 Perlambatan kredit konsumsi disebabkan lemahnya kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kontraksi pada kredit kendaraan bermotor (KKB) di awal tahun Pada triwulan mendatang, pertumbuhan kredit diprakirakan membaik didorong peningkatan aktifitas ekonomi yang meningkat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini terindikasi pada peningkatan pertumbuhan kredit di bulan April 2017 yang mencapai 6,5% (yoy). Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya sebesar 55% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 70% dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Perkembangan LDR dan NPL Ketergantungan pendanaan perbankan dari luar Sumatera Barat masih tinggi. Fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada triwulan I 2017 ini sedikit menurun, dari 145,2% pada akhir tahun 2016 menjadi 140,7% (Grafik 4.25). Menurunnya LDR tersebut diprakirakan masih berlanjut sebagaimana terindikasi dari nilai LDR pada bulan April 2017 yang menurun menjadi 139,4%. Meskipun menurun, nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan. Sementara itu, kualitas kredit bank umum di Sumbar pada awal tahun menunjukkan penurunan. Pada triwulan I 2017 rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan (NPL) perbankan meningkat menjadi 3,3% dari sebelumnya sebesar 3,2%. Apabila dilihat dalam periode yang lebih panjang, kecenderungan kenaikan rasio NPL telah terjadi sejak akhir 2015 yang ketika itu rasio NPL masih sebesar 2,7% (yoy). Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi terutama pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih rendahnya kegiatan usaha dan daya beli masyarakat terus 76

95 menggerus kualitas kredit. Penurunan kualitas kredit ini memerlukan perhatian yang serius karena terindikasi terus meningkat. Kredit korporasi menjadi pendorong utama penurunan kualitas kredit tersebut tersebut dengan NPL mencapai 5,3% pada bulan April Perbankan Syariah Indikator Perbankan Tabel 4.7. Indikator Perkembangan Bank Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) I-16 II-16 III-16 IV-16 I-17 I-16 II-16 III-16 IV-16 I-17 I-17 Aset ,4 1,3 3,7 9,8 11,4 DPK ,2 6,9 9,8 11,5 9,3 Giro ,8-2,2 3,8 2,0 11,5 5,5 Tabungan ,3 13,6 15,2 11,0 13,7 53,0 Deposito ,6 0,2 4,2 13,6 3,9 41,5 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan ,2 1,4 1,5 2,6 0,5 Modal Kerja ,0 9,9 5,6 10,0-4,1 27,5 Investasi ,6 5,1 4,9-12,2-8,0 12,2 Konsumsi ,7-3,3-1,1 2,9 4,8 60,3 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi ,2 1,4 1,5 2,6 0,5 Pertanian ,7 22,4 15,4-3,1 22,4 5,0 Industri Pengolahan ,1 9,2 15,1 12,8 15,6 1,9 Konstruksi ,4-14,7 9,8 15,7 6,2 0,5 Perdagangan ,0 2,0 5,2 1,1-2,2 17,0 Transportasi dan Komunikasi ,9-0,7 4,7-50,8-26,8 0,9 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,9-9,4-27,1-31,9-29,7 4,6 Jasa Sosial ,8-9,9-14,8-9,6-24,5 5,4 Sektor Rumah Tangga ,7-3,3-1,1 2,9 4,8 60,3 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 140,0 143,6 131,3 128,2 128,8 Non-Performing Financing (NPF) 4,4 4,5 4,7 3,9 4,0 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Kinerja perbankan syariah di awal tahun 2017 melambat. Beberapa indikator seperti DPK, pembiayaan, dan NPF kembali menunjukkan perlambatan pada triwulan I Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan syariah sedikit membaik dan mampu tumbuh sebesar 11,4% (yoy). Dengan pertumbuhan tersebut, pangsa aset perbankan syariah meningkat menjadi 7,9% dari total aset perbankan di Sumatera Barat. 77

96 %, yoy Aset 25 DPK Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I %, yoy Pembiayaan Modal Kerja 35 Investasi Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Pertumbuhan Indikator Perbankan Syariah Sumbar Grafik Pertumbuhan Jenis-jenis Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Sumbar 4.4 Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat pada triwulan I Kredit perbankan yang disalurkan untuk UMKM tercatat tumbuh sebesar 1,3% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 3,4% (yoy). Berdasarkan komponennya, sumber perlambatan kinerja kredit UMKM terutama berasal dari perlambatan kredit kecil dan kredit menengah (grafik 4.28). Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Bila dilihat secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terutama berasal dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perlambatan kredit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran ini disinyalir merupakan dampak dari masih lemahnya permintaan masyarakat terhadap 78

97 kebutuhan barang-barang sebagaimana tercermin dari pertumbuhan ekonomi sektor dimaksud yang mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I Risiko kredit UMKM masih tinggi pada triwulan I Rasio NPL kredit UMKM terpantau meningkat dari 6,4% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 6,6% (yoy) pada triwulan I 2017, atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5% sejak triwulan I Adapun sektor ekonomi yang berkontribusi besar terhadap tingginya NPL UMKM ini adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan berdasarkan komponennya, tingginya NPL UMKM lebih disebabkan oleh tingginya NPL pada kredit kecil dan kredit menengah (grafik 4.30). Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM Akses Keuangan Penduduk Akses keuangan masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana telah optimal meski mengalami penurunan. Jumlah rekening DPK pada Bank Umum di Sumatera Barat per triwulan I 2017 adalah sebanyak 4,06 juta dengan rasio kepemilikan rekening terhadap penduduk bekerja dan angkatan bekerja masing-masing sebesar 164,72% dan 155,73%. Kedua rasio tersebut menurun dibandingkan rasio pada periode sebelumnya (Agustus 2016) karena terjadi peningkatan jumlah penduduk bekerja dan angkatan bekerja. Rasio yang lebih dari 100% mengindikasikan terdapat penduduk bekerja yang memiliki lebih dari satu rekening bank. Sedangkan, rasio kepemilikan jumlah rekening terhadap angkatan bekerja yang lebih dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasiswa. 79

98 Grafik Rasio Jumlah Rekening DPK Terhadap Penduduk Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening Kredit Terhadap Penduduk Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening DPK Terhadap Angkatan Bekerja Grafik Rasio Jumlah Rekening Kredit Terhadap Angkatan Bekerja Rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio penduduk bekerja dan angkatan kerja di Sumatera Barat menurun dibandingkan periode sebelumnya. Turunnya rasio dimaksud selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk bekerja dan angkatan kerja juga diindikasikan disebabkan oleh telah lunasnya fasilitas kredit dari beberapa debitur dibandingkan dengan periode sebelumnya. 80

99 5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) belum menunjukkan peningkatan, baik dari sisi nominal maupun volume transaksi. Kondisi tersebut diperkirakan berhubungan dengan masih tumbuh terbatasnya perekonomian di Sumatera Barat pada triwulan I Sementara dari sisi pengelolaan uang rupiah, hadirnya kas titipan dan sejumlah program lainnya seperti kas keliling menjadi salah satu penyebab utama tingginya pemusnahan uang tidak layak edar. Rasio pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terhadap arus uang yang masuk (inflow) tercatat sebesar 69,5% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 38,2%. Hal ini menunjukkan bahwa Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat terus berupaya menyerap uang lusuh yang beredar di masyarakat melalui program kas titipan, layanan kas keliling, penukaran uang bersama bank umum dan bank perkreditan rakyat agar clean money policy di Sumatera Barat dapat tercapai. 5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Transaksi kliring Sumatera Barat kembali mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, volume transaksi kliring kembali mengalami penurunan sebesar 6,47% (yoy) menjadi lembar. Penurunan tersebut tidak sebesar penurunan pada triwulan IV 2016 yang sebesar 8,4% (yoy).. Kondisi serupa juga terjadi pada nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,52 triliun atau 9,26% (yoy), meskipun tidak sedalam penurunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,08% (yoy). Penurunan yang masih berlangsung tersebut, kemungkinan disebabkan oleh semakin banyaknya transaksi pelaku usaha yang dilakukan secara transfer rekening sehingga tidak melalui media cek/bg. 81

100 triliun rupiah Nominal (miliar Rp) Volume (lembar) ribu lembar 5, , , , , , , , , , ,00 88 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I agen Jumlah Agen LKD Nominal Transaksi (Rp) - sisi kanan juta rupiah (5) I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik Berbasis Server di Sumbar Layanan Keuangan Digital Perkembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan. Hingga triwulan I 2017, agen LKD di Sumatera Barat mencapai agen, dengan laju pertumbuhan 68,6% (yoy) dari periode yang sama tahun Kami memperkirakan kenaikan jumlah agen tersebut berkorelasi dengan rencana Pemerintah untuk mengoptimalkan penyaluran bantuan sosial non tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang memanfaatkan agen LKD sebagai media penyalur bantuan. Namun demikian, peningkatan jumlah agen tersebut belum disertai dengan peningkatan volume transaksi yang terjadi di agen dan frekuensi transaksi uang elektronik berbasis servernya. Bahkan, volume transaksi di agen LKD mengalami penurunan hingga 54,8% menjadi Rp5,4 juta pada triwulan I Demikian pula dengan frekuensi transaksi uang elektronik berbasis server juga mengalami penurunan menjadi 98 transaksi pada triwulan I Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital miliar rupiah Inflow Outflow Net Inflow-skala kanan miliar rupiah I II III IV I II III IV I (1.000) (2.000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.3. Frekuensi Transaksi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.4. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) 82

101 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Sumatera Barat kembali mengalami net inflow. Pada triwulan I 2017, Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan Sumatera Selatan tercatat mengalami outflow sedangkan provinsi lainnya tercatat inflow. Sementara itu, untuk wilayah Sumatera Barat tercatat mengalami net inflow sebesar Rp2,3 triliun pada triwulan I Secara pertumbuhan, net inflow tersebut mengalami penurunan 4,31% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,4 trilun. Aceh Rp0.65 T Sumatera Rp7.85 T daerah outflow Sumbar Rp2.44 T Sumut Rp4.98 T Sumber: Bank Indonesia Bengkulu Rp0.54 T Riau Rp0.35 T Kepri Rp0.24 T Jambi Rp0.29 T Babel Rp0.01 T Sumsel Rp0.89 T Lampung Rp0.99 T Pemusnahan UTLE (Sisi Kiri) % triliun rupiah Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow 80 3, , , , , , ,50 0 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.5. Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) di Wilayah Sumatera Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Sumatera Barat mengalami kenaikan signifikan pada triwulan I 2017 seiring dengan peningkatan inflow. Pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat mengalami kenaikan hingga 113,24% (yoy), atau menjadi Rp2,9 triliun. Selain itu, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow juga meningkat sebesar 69,5% dibandingkan triwulan sebelumnya 38,2%. Adanya program kas titipan dan kas keliling yang banyak menyerap uang lusuh dari masyarakat menjadi salah satu faktor utama terjadi peningkatan rasio pemusnahan tersebut. Sejalan dengan meningkatnya rasio pemusnahan, jumlah UTLE yang dimusnahkan secara lembaran juga mengalami peningkatan. Peningkatan pemusnahan UTLE secara lembaran sebesar 98,8% (yoy), menjadi 84,04 juta lembar yang pada triwulan sebeiumnya tercatat hanya sebesar 50,75 juta lembar. 83

102 juta lembar 90 Pemusnahan UTLE per lembar Lembar 300 Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.7. Pemusnahan UTLE per Lembar di Sumbar 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.8. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Uang rupiah palsu yang berhasil diidentifikasikan terus mengalami penurunan. Setelah pada triwulan sebelumnya rupiah palsu yang ditemukan cukup tinggi hingga mencapai 207 lembar, pada triwulan I 2017 temuan rupiah palsu tercatat mengalami penurunan menjadi 138 lembar atau turun sebesar 5,48% (yoy). Gencarnya edukasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) yang dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat turut memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat bagaimana cara mengenali uang asli yang beredar. 84

103 BOKS 3: Perkembangan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVABB) Di Provinsi Sumatera Barat I. Kewajiban Berizin KUPVABB Wilayah Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu destinasi wisata yang populer di Indonesia yang setiap tahun dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun manca negara. Dalam ajang World Halal Tourism Award (WHTA) 2016 di Abu Dhabi, Sumatera Barat berhasil meraih World s Best Halal Destination dan World s Best Halal Culinary. Hal ini dinilai dapat meningkatkan citra sektor pariwisata dan berpotensi mendatangkan lebih banyak wisatawan mancanegara. Potensi berupa kedatangan wisatawan mancanegara ini membuka peluang bisnis yang menjanjikan bagi Penyelenggara KUPVABB. Selain melayani wisatawan mancanegara, KUPVABB juga melayani penukaran valuta asing bagi Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI/ tahun 2014, jmlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumatera Barat sebanyak orang. Dalam menjalankan usahanya, KUPVABB melakukan kegiatan penukaran valuta asing melalui mekanisme jual dan beli uang kertas asing serta pembelian cek pelawat yang dilaksanakan oleh badan hukum PT bukan bank. Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang Sistem Pembayaran, telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (PBI KUPVABB) yang mencabut PBI sebelumnya yaitu PBI No. 16/15/PBI/2014. Adapun maksud dikeluarkannya PBI KUPVA BB yang baru adalah untuk mendukung industri KUPVABB yang lebih sehat dan mencegah dimanfaatkannya KUPVA BB sebagai sarana pencucian uang, pendanaan terorisme, judi online dan kejahatan lainnya (extraordinary crime). 85

104 Pada PBI KUPVA BB, Bank Indonesia memberikan masa transisi sampai dengan tanggal 7 April 2017 kepada pihak-pihak yang selama ini telah melakukan kegiatan penukaran valuta asing tanpa izin Bank Indonesia untuk segera mengajukan izin kepada Bank Indonesia. Setelah berakhirnya masa transisi tersebut, Bank Indonesia tidak akan memberikan toleransi praktek penukaran valuta asing tanpa izin. Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan 3 (tiga) lembaga terkait yaitu PPATK, BNN dan Kepolisian, guna melakukan upaya-upaya penertiban terhadap pihak-pihak yang masih melakukan kegiatan penukaran valuta asing setelah berakhirnya masa transisi. Di wilayah Sumatera Barat, saat ini terdapat 6 (enam) Kantor Pusat dan 1 (satu) Kantor Cabang KUPVABB berizin sebagai berikut : Tabel. 1 Penyelenggara KUPVABB Berizin di Sumatera Barat Per Maret 2017 No. Nama KUPVA BB Berizin Alamat 1 PT Inavalas Rekananda Jl. Batang Arau No. 88/C.8 Kel. Batang Arau, Kec. Padang Selatan Kota Padang - Terminal Kedatangan Internasional Lt 1 Bandara 2 PT Equator Valutamas Internasional Minangkabau Kel. Nagari Ketaping, Kec. Batang Anai Kab. Padang Pariaman - Jl. Hayam Wuruk N. 31 Samping Hotel Savali (Kantor Cabang) 3 PT Uda Metro Money Jl. Ir. H. Juanda No. 79 (Hotel Pangeran) Kel. Rimbo Exchange Kaluang Kec. Padang Barat Kota Padang 4 PT Murni Valas Abadi Pasar Raya Barat III No. 3 C Kel. Kampuang Jao Kec. Padang Barat Kota Padang 5 PT Vito Mandiri Sepakat Jl. Imam Bonjol No. 2 D Kel. Belakang Pondok Kec. Padang Selatan Kota Padang 6 PT Rambuti Valuta Asing Jl. Minangkabau No. 38 Kel. Benteng Pasar Atas Kec. Gugak Panjang Kota Bukittinggi 7 Kantor Cabang PT Indocev Terminal Domestik Bandara Internasional Minangkabau, Kel. Nagari Ketaping, Kec. Batang Anai Kab. Padang Pariaman Namun demikian, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pengawas Sistem Pembayaran KPw BI Prov. Sumatera Barat, masih terdapat 32 (tiga puluh dua) pelaku KUPVABB yang belum memiliki izin dari Bank Indonesia. KUPVABB tidak berizin tersebut diantaranya tersebar di Kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar dan Solok. Pada umumnya KUPVABB tersebut merupakan usaha sampingan dari bidang usaha utama yang diantaranya berupa toko emas, hotel/homestay, agen perjalanan (tour and travel), dan lainnya. Terhadap KUPVABB tidak berizin tersebut, telah diberikan sosialisasi dan edukasi mengenai kewajiban berizin dan diharapkan untuk segera mengajukan permohonan izin ke Bank Indonesia, sampai batas masa transisi tanggal 7 April Setelah tanggal 7 April 2017, Bank Indonesia akan 86

105 melakukan penertiban terhadap praktek KUPVABB tidak berizin bersama-sama dengan pihak yang berwenang. II. Pengawasan Terhadap KUPVABB Perkembangan transaksi KUPVABB Berizin di wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik. 1 Jumlah Transaksi KUPVABB di Wilayah Sumbar Dari grafik tersebut, terlihat bahwa volume transaksi KUPVABB berizin di wilayah Sumatera Barat pada posisi Maret 2017 mengalami peningkatan yang signifikan. Transaksi penjualan pada Maret 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp4,38miliar atau meningkat 94,45% (yoy), sementara transaksi pembelian mengalami peningkatan sebesar Rp4,52 miliar (103,32% yoy). 87

106 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 88

107 6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Membaiknya perekonomian pada awal tahun 2017 memberikan dampak positif terhadap perbaikan penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut tercermin dari kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja yang diiringi dengan relatif menurunnya tingkat pengangguran. Penyerapan tenaga kerja masih (Februari 2017) didominasi sektor pertanian dan perdagangan namun persentasenya cenderung turun dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama industri pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, status pekerja di Sumatera Barat sebagian besar berada di lapangan kerja informal. Masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Di sisi lain, perlambatan aktivitas perekonomian pada tahun 2016 berimbas pada penurunan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan menjadi indikasi penurunan kesejahteraan daerah. Meski demikian, perkembangan kualitas hidup masyarakat masih baik terindikasi dari peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) dan rasio gini. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Di sisi lain, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. 89

108 6.1 Ketenagakerjaan Daerah Kondisi ketenagakerjaan Sumatera Barat pada Februari 2017 terpantau membaik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Perbaikan tersebut terlihat dari jumlah angkatan kerja pada periode Februari 2017 mencapai 2,62 juta orang, bertambah hampir 41 ribu orang atau meningkat sebesar 1,58% dibandingkan Februari Jumlah penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) mencapai 3,72 juta orang, naik 1,47% atau sebesar 53,8 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan perkembangan tersebut, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sumatera Barat pada Februari 2017 mencapai 70,42%, atau lebih baik dibandingkan Februari 2016 sebesar 70,34% (Grafik 6.1). % Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Bekerja % Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Sumber: BPS, diolah Grafik 6.2. Angkatan Bekerja di Sumatera Barat Membaiknya kondisi ketenagakerjaan tercermin juga dari optimisme masyarakat sejak awal tahun. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari menguatnya keyakinan masyarakat terhadap peningkatan lapangan usaha hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, indeks ketersediaan lapangan kerja meningkat dari 91,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 95,5 pada triwulan I Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha di Sumatera Barat membaik dibandingkan tahun lalu. Sejalan dengan indeks tersebut, optimisme masyarakat diiringi pula dengan adanya peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat yang tercermin dari meningkatnya indeks penghasilan konsumen dari 95,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 103,5 pada triwulan I 2017 (Grafik 6.3). Peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja diiringi pula dengan penurunan pengangguran. Kondisi tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2017 sebesar 5,80% atau relatif lebih rendah dibandingkan periode sama 90

109 tahun sebelumnya sebesar 5,81% (Grafik 6.1). Meski persentase turun, namun jumlah pengangguran pada Februari 2017 terpantau meningkat sebesar 2,2 ribu orang dibandingkan Februari Peningkatan tersebut diindikasikan bukan karena menurunnya ketersediaan lapangan pekerjaan melainkan disebabkan adanya peningkatan angkatan kerja di Sumatera Barat (Grafik 6.2). Indeks Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Penghasilan Konsumen Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 6.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Sumber: BPS, diolah Lainnya Jasa Transportasi Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian Sumber: BPS, periode Februari 2017 Grafik 6.4. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Secara sektoral, lapangan usaha pertanian dan perdagangan masih mendominasi penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat. Pada Februari 2017, sektor pertanian menyerap 908,3 ribu orang atau 36,8% dari total penduduk yang bekerja. Sedangkan penyerapan di sektor perdagangn terpantau mencapai 569,3 ribu atau 23,1% dari keseluruhan pekerja di Sumatera Barat (Grafik 6.4). Meski persentasenya tinggi, namun penyerapan tenaga kerja pada kedua sektor tersebut mengalami penurunan dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut karena adanya peralihan tenaga kerja ke sektor lain terutama industri pengolahan dan sektor jasa yang diyakini memberikan insentif yang lebih tinggi untuk bekerja di kedua sektor tersebut. Sebagai informasi, industri pengolahan di Sumatera Barat didominasi oleh pengolahan makanan minuman (mamin), CPO dan karet sehingga kenaikan harga komoditas dan kenaikan permintaan dunia diharapkan bisa memperbaiki kinerja dan kebutuhan tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, adanya komitmen pemerintah dan pihak swasta dalam menggiatkan pariwisata terindikasi menjadi faktor pendorong meningkatnya peran dan kinerja sektor jasa (terutama yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat) seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan. Selain faktor tersebut, perbaikan tingkat pendidikan angkatan bekerja diyakini juga menjadi penyebab peralihan penyerapan tenaga kerja dari sektor primer ke sektor sekunder/tersier. Selain kedua sektor tersebut, 91

110 peningkatan jumlah tenaga kerja juga terjadi pada sektor transportasi meski dengan besaran yang masih terbatas. Pekerja bebas 9% Pekerja keluarga/tak dibayar 15% Berusaha sendiri 21% Total Universitas Diploma Buruh/ Karyawan 32% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 20% SMK SMA SMP Berusaha dibantu buruh tetap 4% Sumber: BPS, diolah Grafik 6.5. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama SD ke bawah Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Periode Februari 2017 Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, status pekerjaan di Sumatera Barat masih bersifat informal. Ditinjau dari 6 (enam) kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal (Grafik 6.5). Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, pekerja informal pada Februari 2017 tercatat sebesar 64,8% sedangkan pekerja formal mencapai 35,2%. Namun, persentase pekerja formal tersebut membaik dibandingkan periode sama tahun lalu yang terpantau sebesar 34,% karena adanya kenaikan jumlah buruh/karyawan sebesar 11,5 ribu orang. Ditinjau dari latar belakang pendidikannya, pengangguran di Sumatera Barat masih didominasi lulusan diploma dan sarjana. Komposisi tersebut tidak terlalu berubah dari tahun ke tahun. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal menjadi sumber utama permasalahan tersebut. Stagnasi investasi dan minimnya diversifikasi/keragaman industri besar di Sumatera Barat diindikasikan menjadi penyebab keterbatasan lapangan pekerjaan formal. Kondisi tersebut tercermin dari masih tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan perdagangan yang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi. 92

111 6.2 Kesejahteraan Daerah Kesejahteraan masyarakat terpantau mengalami penurunan pada tahun Hal tersebut tercermin dari memburuknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada September 2016 tercatat sebanyak 376,5 ribu jiwa, atau meningkat dibandingkan September 2015 yang sebanyak 349,5 ribu jiwa. Dengan kondisi tersebut, persentase penduduk miskin sedikit meningkat dari 6,71% menjadi 7,14% (Grafik 6.7). Ditinjau secara spasial, mayoritas penduduk miskin di Sumatera Barat berdomisili di kawasan perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada September 2016 sebesar 68,3% total penduduk miskin Sumatera Barat (257 ribu jiwa), sementara sisanya berada di perkotaan (119,5 ribu jiwa). Sejalan dengan jumlahnya, peningkatan penduduk miskin lebih banyak terjadi di kawasan pedesaan dibandingkan perkotaan. Dalam kurun waktu 1 (satu) tahun (September 2015 September 2016), jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah sebanyak jiwa, sementara peningkatan di perkotaan sebesar jiwa. ribu jiwa % 500 Jumlah Penduduk Miskin Kota Jumlah Penduduk Miskin Desa Total Penduduk Miskin-rhs Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat ribu Rp/kapita/ bulan Kota Kota+Desa Desa g.kota-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat % (yoy) (1) Peningkatan laju inflasi berdampak pada meningkatnya garis kemiskinan. Garis kemiskinan10 pada September 2016 tercatat sebesar Rp438,1 ribu per kapita/bulan atau meningkat dibandingkan September 2015 sebesar Rp403,9 ribu per kapita/bulan (Grafik 6.8). Terkait pengeluaran terhadap komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai pangsa jauh lebih besar dibandingkan komoditas non makanan di dalam garis kemiskinan. Pada September 2016, pengeluaran untuk 10 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 93

112 komoditas makanan meningkat sebesar Rp7.365 per kapita/bulan, lebih tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran untuk komoditas non makanan sebesar Rp5.569 per kapita/bulan. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa laju inflasi sebagian besar disebabkan oleh kenaikan kelompok bahan makanan. ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 400 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 129,4 122,0 77,9 81,4 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan % (yoy) Indikasi belum membaiknya kesejahteraan tercermin dari ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin tahun 2016 yang masih sama dibandingkan tahun Hal ini terlihat dari Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada September 2016 sebesar 0,3 atau sama dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (Grafik 6.10). Secara spasial, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Pada September 2016, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sebesar 1,2, sedangkan di perkotaan sebesar 1,0. Hal tersebut mencerminkan bahwa ketimpangan kemiskinan lebih tinggi terjadi di perdesaan dibandingkan di daerah perkotaan. Di sisi lain, indikator kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dengan garis kemiskinan menunjukkan perbaikan. Kondisi ini tercermin dari nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada September 2016 yang tercatat sebesar 1,1 atau relatif stabil dibandingkan September 2015 (Grafik 6.11). Hal ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata kemampuan daya beli atau pengeluaran per kapita/bulan penduduk miskin belum mengalami perubahan. Indeks Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 94

113 6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan kualitas hidup di Sumatera Barat mengalami perbaikan pada tahun Kondisi tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 70,73 (tahun 2016), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 69,98 (tahun 2015). Dengan nilai tersebut, Sumatera Barat menduduki peringkat ke-3 tertinggi di kawasan Sumatera dan peringkat ke-9 secara nasional. Bahkan nilai IPM Sumatera Barat saat ini masih berada di atas IPM Indonesia sebesar 70,18 (Grafik 6.13). Kepulauan Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Jambi Kep. Bangka Belitung Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 2016 Kep. Bangka belitung Sumatera Utara Sumatera Barat Aceh Kep. Riau Sumatera Selatan Jambi Riau Lampung Bengkulu Indonesia 0,28 0,32 0,33 0,33 0,35 0,35 0,35 0,35 0,36 0,36 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Sumber: BPS, diolah Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, ,4 Secara tahunan, indikator ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat cenderung membaik pada tahun Kondisi ini terlihat dari menurunnya rasio gini Provinsi Sumatera Barat dari 0,34 pada tahun 2015 menjadi 0,33 pada tahun Dengan nilai tersebut, ketimpangan di Sumatera Barat terpantau lebih baik dibandingkan nasional dengan rasio gini sebesar 0,40. Dibandingkan dengan provinsi lain di regional Sumatera, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan ke-3 (tiga) terendah di Sumatera, membaik dari tahun 2014 yang berada pada urutan ke-4 (empat) terendah di Sumatera. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah. Selain itu, penurunan ketimpangan juga dapat mengindikasikan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. 95

114 6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat Tabel 6.1. Perkembangan NTP Provinsi di Sumatera Provinsi I II III IV I II III IV I Lampung Kepulauan Bangka Belitung Sumatera Utara Jambi Riau Kepulauan Riau Sumatera Barat Aceh Sumatera Selatan Bengkulu Nasional Sumber: BPS, diolah Indikator perbaikan kesejahteraan daerah tercermin pula dari perbaikan nilai tukar petani (NTP). Secara rata-rata, NTP Sumatera Barat pada triwulan I 2017 mencapai 98,25 atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 97,02. Meski masih di bawah nasional, namun peningkatan NTP tersebut menggambarkan adanya perbaikan kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. Selain itu, NTP mencerminkan daya tukar petani atas produk yang dihasilkan dengan barang/jasa yang dikonsumsi maupun terhadap biaya produksi mereka. Bila ditinjau lebih lanjut, penurunan NTP tersebut terutama berasal dari NTP subsektor perkebunan. Membaiknya harga komoditas dunia (khususnya CPO dan karet) dan faktor cuaca yang kondusif terindikasi menjadi penyebab peningkatan produksi sehingga berdampak terhadap perbaikan pendapatan masyarakat petani. Kondisi tersebut juga berimbas kinerja ekspor yang membaik setelah lebih dari 4 (empat) triwulan secara berturut-turut (sejak triwulan IV 2015 triwulan IV 2016) selalu mengalami pertumbuhan negatif. Selain subsektor perkebunan, NTP perikanan juga terpantau menunjukkan perbaikan sejalan dengan membaiknya kinerja subsektor tersebut pada triwulan I Adanya komitmen dan kebijakan dari pemerintah untuk menggiatkan potensi perikanan seperti prioritas pengembangan perikanan dan kelautan di Kepulauan Mentawai diindikasikan mendorong perbaikan kinerja subsektor perikanan. Perbaikan NTP juga terjadi hampir di semua provinsi kawasan Sumatera. Secara agregat, NTP Sumatera mengalami peningkatan dari 98,63 pada triwulan IV 2016 menjadi 99,29 pada triwulan I Peningkatan tertinggi terutama di Provinsi Riau sementara terendah terjadi di Provinsi Lampung. Namun, NTP Sumatera tertahan lebih lanjut seiring dengan adanya penurunan NTP di Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Utara, dan Aceh. 96

115 Di sisi lain, peningkatan daya beli masyarakat pedesaan diiring pula dengan penurunan inflasi. Kondisi tersebut sejalan dengan meredanya tekanan inflasi untuk masyarakat pedesaan dari 5,1% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan I 2017 (Grafik 6.18). Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi bersumber dari kelompok bahan makanan sementara kelompok lainnya tercatat masih mengalami peningkatan. NTP Sumbar Indeks Harga Diterima (It) Indeks Harga Dibayar (Ib) I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Diterima (It) dengan Indeks Harga Dibayar (Ib Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I NTP NTP Tanaman Pangan NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat NTP Peternakan NTP Perikanan Sumber: BPS, diolah Grafik NTP Sumbar Menurut Subsektor Rp/kg 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Harga Beras (tingkat konsumen) Harga Gabah Kering Penggilingan/GKP (tingkat produsen) I II III IV I II III IV I II III IV I *) rata-rata harga beras IR 42, cisokan, pandan jambi, sirandan bukittinggi Sumber : SPH KPw BI Sumbar & BPS Grafik Perkembangan Harga GKP (produsen) dan harga beras (konsumen) % Inflasi pedesaan tahunan (yoy) Inflasi umum (IHK) Sumbar (yoy) I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Pedesaan dan Inflasi Umum Sumatera Barat 97

116 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 98

117 7 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2017 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan prakiraan sebesar 5,3% - 5,7% (yoy). Sementara secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sumbar 2017 diprakirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,26% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sumbar di triwulan III 2017 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, empat lapangan usaha utama seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan transportasi tetap tumbuh tinggi namun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor utama pendorong ekonomi Sumbar di triwulan III 2017 antara lain eskalasi realisasi anggaran pemerintah, tradisi pulang basamo, liburan dan tahun ajaran baru, dan gelaran berbagai event pariwisata. Sementara faktor tren penurunan harga komoditas internasional dan risiko musim kekeringan menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi Sumbar tumbuh lebih tinggi. Tekanan harga di triwulan III 2017 diprakirakan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan rentang inflasi 4,7% - 5,1% (yoy) seiring dengan normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri. Secara agregat, inflasi Sumbar tahun 2017 diprakirakan berada dalam kisaran 4,5%+1%. Khusus di triwulan III 2017, tradisi pulang basamo dan pesta pernikahan (baralek), tahun ajaran baru serta Idul Adha menjadi faktor pendorong inflasi di triwulan III 2017, sedangkan faktor penurunan permintaan dan normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri pada akhir periode triwulan III 2017 menjadi faktor meredanya tekanan harga. 7.1 Prospek Ekonomi Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2017 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan prakiraan sebesar 5,3% - 5,7% (yoy). Berdasarkan historis periode tahun , pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III cenderung lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diproyeksikan tumbuh tinggi, seiring dengan tradisi pulang basamo, liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Investasi diprakirakan meningkat yang ditopang akselerasi belanja modal dan realisasi 99

118 fisik proyek swasta. Sementara aktivitas ekspor diprakirakan melambat sebagai dampak berkurangnya insentif di sisi harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, empat lapangan usaha utama seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan transportasi tetap tumbuh tinggi namun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. %, yoy 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 4,57 7,57 7,02 6,47 6, ,08 4,98 5,41 5,63 5,49 5,75 5,26 5,61 5,58 5,85 4,81 4,86 4, , , ,26 Tw III 2017* 5,2-5,6 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* III* Grafik 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2017 %,yoy 6,10 6,05 6,00 5,95 5,90 5,85 5,80 5,75 5,70 5,65 5,60 5,94 6,07 5,84 5,76 Tw I Tw II Tw III Tw IV Grafik 7.2. Historis Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Sumbar Tahun Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Jan 2017 Apr 2017 (%,yoy) p 2018p p 2018p Amerika Serikat 1,6 2,3 2,5 1,6 2,3 2,5 Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,6 1,7 1,7 1,6 Kawasan Asia India 6,6 7,2 7,7 6,8 7,2 7,7 China 6,7 6,5 6,0 6,7 6,6 6,2 Jepang 0,9 0,8 0,5 1 1,2 0,6 Kawasan ASEAN* 4,8 4,9 5,2 4,9 5 5,2 Sumber : IMF *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Prospek Sisi Permintaan Pertumbuhan perekonomian di triwulan III 2017 dari sisi permintaan diprakirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Konsumsi rumah tangga di triwulan III 2017 diprakirakan tetap tumbuh tinggi namun dengan kecenderungan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring normalisasi permintaan berbagai barang dan jasa pasca Ramadhan dan Idul Fitri. Namun kelompok ini tetap tumbuh tinggi yang ditopang faktor tradisi pulang basamo dan budaya pesta pernikahan (baralek) yang memicu tambahan uang beredar yang masuk di Sumbar. Ekspektasi tetap tingginya tingkat konsumsi tercermin dari indeks 100

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci