Periode Februari 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Periode Februari 2017"

Transkripsi

1 i Periode Februari 2017

2 ii

3 Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Hans Aulia Utama Hsb (hans_auh@bi.go.id) iring Piring Piring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Februari Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami: Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat tumbuh sebesar 4,86% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,81% (yoy) dan berada di posisi ke-8 di regional Sumatera. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2016 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perekonomian Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,26% (yoy) melemah dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,52% (yoy), bahkan lebih rendah dibandingkan historis 5 (lima) tahun terakhir ( ) sebesar 6,03 %. Laju inflasi Sumbar pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,89% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (yoy). Menurunnya tingkat inflasi tersebut didorong oleh meredanya tekanan harga yang disebabkan oleh komoditas cabai seiring dengan panen di berbagai sentra produksi di Jawa dan Sumbar serta faktor kebijakan harga tiket angkutan udara yang lebih rendah dari rata-rata historis pada penghujung tahun. Pada akhir tahun 2016, inflasi Sumbar tercatat lebih tinggi dari nasional (3,02%, yoy) dan inflasi Sumatera (4,53%, yoy). Secara regional dan nasional, Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-4 (empat) setelah Bangka Belitung, Sumatera Utara dan Bengkulu. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. v

6 Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GRAFIK... xi RINGKASAN EKSEKUTIF... xiv 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Asesmen Perkembangan Ekonomi Selama Tahun Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan I BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Gambaran Umum APBD Provinsi Sumatera Barat Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Barat Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Anggaran Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Anggaran Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Alokasi APBN di Sumatera Barat Pagu Anggaran Belanja APBN di Sumatera Barat Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat vii

8 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Inflasi Menurut Kota: Kota Padang dan Bukittinggi Perbandingan Inflasi Tahun 2016 dan Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan I BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Institusi Keuangan (Perbankan) Aset Perbankan Intermediasi Perbankan Perbankan Syariah Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Akses Keuangan Penduduk BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini viii

9 6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi ix

10 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 3 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 2.1. PAGU ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN TABEL 2.2. REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN TABEL 2.3. PAGU ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN TABEL 2.4. REALISASI BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN TABEL 2.5. PAGU ANGGARAN PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN TABEL 2.6. ALOKASI DID TAHUN TABEL 2.7. REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.8. PANGSA SUMBER PENDAPATAN KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.9. PAGU ANGGARAN BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL REALISASI BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL PANGSA JENIS BELANJA BELANJA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL PAGU/ANGGARAN KEMENTERIAN/LEMBAGA YANG BERSUMBER DARI APBN TAHUN TABEL REALISASI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA YANG BERSUMBER DARI APBN TAHUN TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA TABEL 3.2. INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%,MTM) TABEL 3.3. ANDIL INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%) TABEL 3.4. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI BULANAN TRIWULAN IV 2016 (%,MTM) TABEL 3.5. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.2. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN TABEL 4.5. PERKIRAAN BEBAN ANGSURAN TERHADAP PENDAPATAN KORPORASI 6 BULAN MENDATANG TABEL 4.6. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 4.7. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 5.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA (JUTA ORANG) TABEL 5.2. INDIKATOR POTENSI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF DI SUMBAR TABEL 6.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA (JUTA ORANG) TABEL 6.2. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA x

11 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN IV GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 4 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB TW IV 2016 MENURUT PERMINTAAN... 4 GRAFIK 1.5. INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)... 5 GRAFIK 1.6. INDEKS TENDENSI KONSUMSI (ITK)... 5 GRAFIK 1.7. INDEKS HARGA PROPERTI (SHPR)... 5 GRAFIK 1.8. REALISASI BELANJA DAERAH APBD PROVINSI SUMATERA BARAT... 6 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI... 7 GRAFIK INVESTASI PMA DAN PMDN... 7 GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI... 7 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 8 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS KARET... 8 GRAFIK PERTUMBUHAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 8 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 9 GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR SUMBAR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR... 9 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR... 9 GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN V GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN IV GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN GRAFIK INDEKS KONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMA GRAFIK JUMLAH WISATAWAN MELALUI BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU DAN PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK PENDAFTARAN KENDARAAN BARU (MOBIL) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KEGIATAN USAHA SEKTOR TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (SKDU).. 16 GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA JUAL SEKTOR TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR GRAFIK PERKEMBANGAN PENJUALAN SEMEN DI SUMATERA BARAT GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA GRAFIK PRAKIRAAN CUACA JANUARI GRAFIK PRAKIRAAN CUACA FEBRUARI GRAFIK PRAKIRAAN CUACA MARET GRAFIK PRAKIRAAN CUACA NOVEMBER GRAFIK PRAKIRAAN CUACA DESEMBER GRAFIK 2.1. REALISASI BELANJA DI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 DAN GRAFIK 2.2. RASIO REALISASI BELANJA KABUPATEN/KOTA TERHADAP ANGGARAN TAHUN GRAFIK 2.3.GROWTH PENDAPATAN PER TRIWULAN GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN TERHADAP TARGET xi

12 GRAFIK 2.5. SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TAHUN GRAFIK 2.6. REALISASI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN FUNGSI TAHUN GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN FUNGSI TAHUN GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMBAR, SUMATERA DAN NASIONAL GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI PROVINSI SE-SUMATERA (TW III DAN IV TAHUN 2016) GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN (% YOY) BERDASARKAN KELOMPOK BAHAN MAKANAN GRAFIK 3.4. ANDIL KOMODITAS CABAI MERAH DAN BERAS TERHADAP INFLASI SUMBAR GRAFIK 3.5. PERKEMBANGAN IHK CABAI SUMBAR VS PRODUKSI CABAI MERAH SUMBAR, SUMUT & JATENG GRAFIK 3.6. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.7. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.8. IKK, IKE DAN IEK KONSUMEN DI SUMBAR GRAFIK 3.9. LAJU INFLASI SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK KONTRIBUSI INFLASI TAHUNAN (YOY) SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG DAN BUKITTINGGI GRAFIK PERBANDINGAN ANDIL INFLASI SUMBAR TAHUN 2015 DAN GRAFIK EVENT ANALYSIS INFLASI TAHUN GRAFIK 3.9. EKSPEKTASI HARGA 3 DAN 6 BULAN MENDATANG GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA BULANAN BERAS, CABAI MERAH DAN BAWANG MERAH GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN TIAP JENIS PENEMPATAN GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN JUMLAH MOTOR GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK KINERJA KORPORASI DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN LIAISON TRIWULAN II GRAFIK KONDISI KEGIATAN USAHA DI SUMATERA BARAT GRAFIK INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN GRAFIK PERKEMBANGAN KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI DI SUMATERA BARAT GRAFIK KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI BERDASARKAN SEKTORAL GRAFIK PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BERD.JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK PERTUMBUHAN INDIKATOR PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN JENIS-JENIS DANA PIHAK KETIGA PERBANKAN SYARIAH SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK RASIO REKENING DPK PENDUDUK GRAFIK RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK GRAFIK RASIO REKENING DPK PENDUDUK BEKERJA GRAFIK RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK BEKERJA GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR xii

13 GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI UANG ELEKTRONIK BERBASIS SERVER DI SUMBAR GRAFIK 5.3. FREKUENSI TRANSAKSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.9. INDIKATOR PEREKONOMIAN KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT DAN INDONESIA GRAFIK PERBANDINGAN PENDAPATAN PER KAPITA KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT DAN INDONESIA GRAFIK INDIKATOR PEREKONOMIAN KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT DAN INDONESIA GRAFIK 5.5. ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) DI WILAYAH SUMATERA GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 5.7. PEMUSNAHAN UTLE DI SUMBAR GRAFIK 5.8. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK 6.1. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.2. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN, PENGHASILAN DAN KEGIATAN USAHA YANG AKAN DATANG GRAFIK 6.4. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.5. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 6.6. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.7. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB GRAFIK NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. HISTORIS RATA-RATA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUNAN (YOY) SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (PALM OIL) GRAFIK 7.5. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.6. PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL MINYAK KELAPA SAWIT DAN KARET (S.D. FEBRUARI 2017) GRAFIK 7.7. PERKEMBANGAN SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN PADI DI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.8. PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK 7.9. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xiii

14 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE NOVEMBER 2016 Perekonomian Sumatera Barat triwulan IV 2016 tumbuh terbatas Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan perbaikan moderat pada triwulan akhir Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat tumbuh sebesar 4,86% (yoy) atau meningkat tipis dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,81% (yoy). 1 Setelah berada pada posisi keempat di triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kedelapan untuk wilayah Sumatera pada periode laporan. Sumber pertumbuhan pada triwulan IV 2016 terutama berasal dari konsumsi pemerintah Peningkatan perekonomian Sumatera Barat pada triwulan IV hanya ditopang oleh perbaikan konsumsi pemerintah seiring dengan pengembalian penundaan dana transfer daerah oleh Pemerintah Pusat. Sementara itu, komponen lainnya tumbuh lebih rendah. Dari sisi lapangan usaha, sumber perbaikan berasal dari meningkatnya kinerja pertanian, perikanan, dan kehutanan serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor. Pertumbuhan ekonomi 2016 melambat dibandingkan 2015 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2016 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perekonomian Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,26% (yoy) melemah dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,52% (yoy), bahkan lebih rendah dibandingkan historis 5 (lima) tahun terakhir ( ) sebesar 6,03% (yoy). Sumber perlambatan terutama berasal dari konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor luar negeri. Secara sektoral, melemahnya kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi menjadi sumber perlambatan ekonomi tahun Revisi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2016 dari 4,82% (yoy) menjadi 4,81% (yoy). Revisi tersebut berdasarkan Berita Resmi Statistik (BRS) Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Triwulan IV 2016 No. 9/02/13/Th. XX, 6 Februari 2017 xiv

15 Realisasi pendapatan dan belanja daerah meningkat Meskipun mengalami pemotongan anggaran DAK sebesar 10%dari yang dianggarkan, realisasi penerimaan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) di Sumatera Barat tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. Penambahan Organisasi Perangka Daerah (OPD) pada tahun 2016, berdampak pada peningkatan DAK dibandingkan tahun sebelumnya. Di lain sisi, realisasi belanja daerah juga mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan dengan triwulan IV Semakin meningkatnya alokasi belanja daerah untuk Belanja Pegawai menyebabkan alokasi untuk Belanja Modal semakin menurun dari tahun 2015 ke tahun Tekanan inflasi di akhir tahun mereda. Setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi pada triwulan III 2016, inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 mereda. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,89 (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (yoy). Panen komoditas hortikultura pada Desember 2016 serta kebijakan penetapan harga tiket angkutan udara yang lebih rendah dari rata-rata historis pada penghujung tahun, menjadi faktor pendukung menurunnya tekanan inflasi pada akhir tahun Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi keempat di kawasan Sumatera maupun secara nasional yakni setelah Bangka Belitung, Sumatera Utara, dan Bengkulu. Stabilitas keuangan korporasi dan rumah tangga di daerah terjaga Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari korporasi maupun rumah tangga, di tengah penurunan kinerja perusahaan dan moderatnya daya beli masyarakat. Kinerja korporasi sedikit tertahan akibat keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan IV 2016 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. Periode puncak liburan akhir tahun mendorong peningkatan persentase pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan porsi untuk tabungan relatif sama. Selain itu, pengeluaran xv

16 untuk cicilan kredit menurun pasca mencapai puncaknya pada triwulan III Intermediasi perbankan konsisten berada pada level yang tinggi. Kualitas kredit menurun. LDR, sebagai cerminan fungsi intermediasi, bank umum di Sumatera Barat pada akhir tahun 2016 konsisten berada di level yang tinggi. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada akhir 2016 ini tercatat relatif stabil pada kisaran 145,2% dibandingkan tahun Sementara itu, meskipun mulai membaik dibandingkan triwulan III 2016, kualitas kredit bank umum di Sumbar sepanjang tahun 2016 secara umum terus menurun dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan IV 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan menurun menjadi 3,2% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,6% dan akhir tahun 2015 yang hanya mencapai 2,7% (yoy). Penurunan kualitas kredit korporasi menjadi pendorong utama penurunan kualitas kredit. Transaksi non tunai menurun Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat melalui Sistem Kliring Nasional Bank Inonesia (SKNBI) menunjukkan tren yang masih menurun secara nominal dan volume transaksi. Pada triwulan IV 2016, volume transaksi kliring kembali mengalami penurunan sebesar 8,4% (yoy), meskipun sedikit membaik dibandingkan triwulan III 2016 yang mencatat penurunan 9,4% (yoy). Kondisi serupa juga terjadi pada nominal transaksi kliring yang turun 12,08% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat penurunan 6,3% (yoy). Transaksi tunai mencatat net inflow. Sumatera Barat tercatat kembali mengalami net inflow, sedangkan daerah lain di Sumatera mengalami net outflow pada periode laporan. Net inflow pada triwulan IV 2016 sebesar Rp173 miliar, menurun 52,32% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Net inflow tersebut ditengarai disebabkan oleh tingginya konsumsi masyarakat Sumatera Barat sehubungan dengan periode libur anak sekolah dan kenaikan sejumlah barang-barang kebutuhan pokok di akhir tahun. Tingkat pengangguran terbuka menurun. Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada tahun 2016, angka penggangguran terbuka pada Agustus 2016 menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya akibat perbaikan kinerja sektor pertambangan sehingga membutuhkan xvi

17 tambahan angkatan kerja untuk sektor tersebut. Pertumbuhan PDRB lapangan usaha pertambangan selama semester II 2016 laporan tercatat sebesar 7,77% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas pertambangan seperti batubara dan emas di beberapa kabupaten, mendorong penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha tersebut. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. IPM masyarakat Sumatera Barat membaik Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rasio gini cenderung membaik di tengah meningkatnya persentase jumlah penduduk miskin. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Di sisi lain, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan II 2017 diprakirakan meningkat. Pertumbuhan ekonomi Sumbar di triwulan II 2017 diprakirakan meningkat didorong oleh akselerasi kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan prakiraan pertumbuhan pada triwulan I 2017 pada kisaran 4,8% - 5,2% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring dengan pemberian gaji ke-13 dan ke-14 serta perayaan keagamaan yang bergeser dari triwulan III pada tahun lalu menjadi triwulan II pada tahun xvii

18 Laju inflasi Sumatera Barat di triwulan II 2017 diprakirakan meningkat. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diprakirakan relatif stabil dibandingkan 2016 Inflasi tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan 2016 Laju inflasi triwulan II 2017 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dalam rentang 7,7% - 8,1% (yoy) yang terutama disebabkan oleh faktor musiman. Selain karena terdapat faktor musiman Lebaran, tingginya inflasi juga dipengaruhi faktor musiman tahun ajaran baru. Seluruh kelompok baik inflasi inti, inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food), dan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered price) cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), relatif stabil dibandingkan tahun Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Membaiknya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dunia, khususnya CPO dan karet yang mendorong perbaikan daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat. Inflasi tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 4,9% - 5,3% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 sebesar 4,89% (yoy). Proyeksi peningkatan harga minyak dunia berpotensi meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG bersubsidi. Selain itu, kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik ikut menambah tekanan pada kelompok administered price. xviii

19 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT I II III IV I II III IV I II III MAKRO IHK Sumatera Barat * IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga 59,403 61,661 64,224 66,819 17,159 17,333 17,704 17,814 70,010 17,884 18,069 18,498 18,569 73,021 18,613 18,852 19,317 - Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1, , , Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,960 3,612 3,766 5,877 16,215 3,004 3,787 3,991 6,191 16,974 3,104 3,998 3,920 - Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 30,724 34,084 36,256 37,947 9,465 9,868 10,098 10,512 39,943 9,927 10,230 10,565 10,954 41,676 10,347 10,654 10,876 - Perubahan Inventori (25) (34) (28) 69 (46) (50) 81 (142) Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,781 4,810 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,068 5,236 21,084 4,404 4,067 4,779 - Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,907 8,477 2,133 2,000 2,305 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,094 1,698 1,853 - Net Ekspor Antar Daerah (10,543) (12,754) (6,276) (7,112) (318) (1,259) (462) (3,434) (5,472) 74 (1,595) (732) (2,889) (5,142) 1,284 (136) (145) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 30,286 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,702 8,718 33,539 8,322 8,422 8,607 - Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,028 5,321 5,726 1,475 1,460 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 1,536 1,592 - Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,690 14,394 3,676 3,679 3,818 3,967 15,140 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 4,151 4,098 - Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 8,279 8,925 9,814 10,825 2,865 2,803 2,852 3,018 11,537 2,945 3,031 3,132 3,219 12,327 3,102 3,209 3,348 - Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,099 5,314 5,163 20,547 5,229 5,345 5,470 5,551 21,595 5,612 5,649 5,747 - Transportasi dan Pergudangan 10,939 11,872 12,794 13,877 3,603 3,626 3,754 3,966 14,950 3,943 4,011 4,101 4,102 16,156 4,181 4,310 4,441 - Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,069 1,120 1,179 1, , , Informasi dan Komunikasi 5,763 6,296 7,035 7,676 2,038 1,993 2,098 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,280 9,131 2,458 2,528 2,618 - Jasa Keuangan 3,035 3,317 3,641 3, ,013 1,006 1,028 4,041 1,063 1,005 1,046 1,074 4,188 1,118 1,103 1,119 - Real Estate 2,153 2,240 2,343 2, , , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,802 1,903 1,973 7,506 1,915 1,931 1,959 2,054 7,860 2,027 2,053 2,070 - Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,020 4,358 1,103 1,091 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,040 1,341 1,344 1,371 - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,504 1, , , Jasa lainnya 1,610 1,706 1,822 1, , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xix

20 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan perbaikan moderat pada triwulan akhir Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat tumbuh sebesar 4,86% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,81% (yoy). Peningkatan perekonomian Sumatera Barat hanyaditopang oleh perbaikan konsumsi pemerintah pasca pengembalian penundaan dana transfer daerah oleh Pemerintah Pusat serta pengaruh dari siklus puncak pengeluaran yang terjadi pada triwulan IV. Dari sisi lapangan usaha, sumber perbaikan berasal dari meningkatnya kinerja pertanian, perikanan, dan kehutanan serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor. Membaiknya kinerja pertanian merupakan pengaruh base effect pasca kekeringan triwulan III 2016 serta dampak dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan luas tanam dan luas panen tanaman bahan makanan (tabama). Selain itu, membaiknya harga komoditas dunia (CPO dan karet) turut mendorong perbaikan kinerja pertanian dari subsektor perkebunan. Di sisi lain, lapangan usaha industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan mencatat pelemahan. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2016 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perekonomian Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,26% (yoy) melemah dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,52% (yoy), bahkan lebih rendah dibandingkan historis 5 (lima) tahun terakhir ( ) sebesar 6,03% (yoy). Sumber perlambatan terutama berasal dari konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor luar negeri. Secara sektoral, melemahnya kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi menjadi sumber perlambatan ekonomi tahun Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh moderat di kisaran 4,8 5,2% (yoy). Penopang perekonomian terutama bersumber dari konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri. Pengesahan APBD tahun 2017 serta percepatan proses administrasi dan tender program pemerintah diharapkan dapat mendorong pengeluaran pemerintah pada awal tahun. Sementara dari sisi eksternal, perbaikan ekspor didorong oleh membaiknya harga internasional Secara sektoral, perbaikan lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan diprakirakan menopang pertumbuhan ekonomi triwulan I Dari sektor pertanian, peningkatan 1

21 produksi tabama terjadi seiring dengan adanya upaya ekstensifikasi lahan. Dari sektor industri pengolahan, pasokan bahan baku dan harga komoditas yang diyakini membaik diprakirakan akan memengaruhi penjualan perusahaan, khususnya pengolahan CPO. 1.1 Perkembangan Umum Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan perbaikan moderat pada triwulan akhir Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat tumbuh sebesar 4,86% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,81% (yoy). Meskipun demikian, perbaikan perekonomian Sumatera Barat hanya ditopang oleh perbaikan konsumsi pemerintah seiring dengan penyaluran kembali dana transfer daerah yang sebelumnya ditunda oleh Pemerintah Pusat. Sementara itu, komponen lainnya terpantau tumbuh melemah. Dari sisi lapangan usaha, sumber perbaikan berasal dari meningkatnya kinerja pertanian, perikanan, dan kehutanan serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor. Membaiknya kinerja pertanian merupakan fenomena base effect pasca kekeringan pada triwulan III 2016 serta dampak dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan luas tanam dan luas panen tanaman bahan makanan (tabama). Selain itu, membaiknya harga komoditas dunia (CPO dan karet) turut mendorong perbaikan kinerja pertanian dari subsektor perkebunan. Di sisi lain, lapangan usaha industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan mencatat pelemahan. % yoy 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 6,35 2,00 1,00 - Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional 4,94 4,49 5,56 5,25 5,24 5,15 5,01 4,92 4,86 4,30 2,22 %, yoy Nasional Sumatera Barat 7 5,49 5,75 5,61 5,58 5,85 6 5,26 4,81 5 4, ,71 4,68 4,73 5,04 4,91 5,19 5,02 4, I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan IV 2016 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Secara regional, perbaikan ekonomi juga terjadi di hampir seluruh provinsi di kawasan Sumatera. Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV

22 tercatat sebesar 4,59% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,03% (yoy). Perbaikan ekonomi Sumatera terutama berasal dari membaiknya pengeluaran pemerintah serta meningkatnya kinerja ekspor luar negeri dan antar daerah. Ditinjau secara spasial, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Jambi, Nangroe Aceh Darussalam, dan Riau. Sementara pertumbuhan ekonomi Kep. Riau dan Lampung mengalami perlambatan. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi Sumbar berada di urutan kedelapan. Berbeda dengan kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi skala nasional mencatat pelemahan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,94% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,02%. Pelemahan tersebut merupakandampak dari kebijakan penghematan belanja pemerintah serta belum kuatnya perbaikan ekonomi global. 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Ditinjau dari kelompok pengeluaran, membaiknya perekonomian Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 berasal dari membaiknya kontraksi pengeluaran pemerintah. Sementara kinerja komponen lain terpantau melemah. Perlambatan tertinggi terjadi pada kinerja ekspor luar negeri yang mencatatkan kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat namun pada kisaran moderat (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total Konsumsi Rumah Tangga 4,08 4,03 4,58 4,34 4,26 4,40 4,36 4,42 4,38 4,39 Konsumsi LNPRT 0,02-2,77 7,94 8,69 3,39 6,46 8,51 3,68 0,46 4,67 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1,56 5,19 6,02 4,21 4,36 3,41 5,40-1,35-0,83 1,20 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,89 3,81 4,62 4,03 4,33 3,90 3,82 2,93 2,85 3,36 Perubahan Inventori 3,96-1,00 177,07 3,59 105,80 897,53 469,75 0,43 816,83-2,34 Ekspor Luar Negeri 3,34 20,26 1,82-5,55 4,62-10,87-29,64-3,51-4,87-12,84 Impor Luar Negeri -0,46 6,66-7,34-3,62-1,51-1,24-20,83-12,69-54,15-23,04 Net Ekspor Antar Daerah -148,85 16,09 29,90-19,36-13, ,42-94,36-85,52 4,49-68,32 P D R B 5,49 5,75 5,26 5,61 5,52 5,58 5,85 4,81 4,86 5,26 Sumber: BPS, diolah Konsumsi Rumah Tangga Momentum liburan sekolah menjelang akhir tahun belum mampu mendorong akselerasi konsumsi rumah tangga. Realisasi pengeluaran rumah tangga tercatat 3

23 hanya tumbuh sebesar 4,38% (yoy) atau relatif turun dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,42% (yoy). Fenomena akhir tahun berupa liburan sekolah yang diharapkan mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga ternyata belum memberikan dampak seperti yang diharapkan. Turunnya daya beli akibat meningkatnya tekanan inflasi dan rendahnya ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian menjadi faktor penahan konsumsi rumah tangga. Hasil liaison Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat memaparkan bahwa terbatasnya permintaan domestik disebabkan oleh masih lemahnya daya beli masyarakat yang terlihat dari menurunnya optimisme masyarakat. Kinerja produksi yang terbatas akibat kesulitan mendapatkan bahan baku berdampak pula pada penurunan penghasilan masyarakat, khususnya pada sektor berbasis pengolahan CPO dan karet. Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan pariwisata dan keikutsertaan dalam ajang destinasi halal nasional dan internasional belum mampu mendorong peningkatan aktivitas konsumsi pada akhir tahun Konsumsi RT Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan Net Ekspor Antar Daerah; -7,54% ,38 I II III IV I II III IV I II III IV ,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Investasi; 29,70% Net Ekspor LN; 10,13% Konsumsi Pemerintah; 15,98% Sumber: BPS, diolah Konsumsi RT; 51,30% Konsumsi LNPRT; 1,09% Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Tw IV 2016 Menurut Permintaan Pelemahan konsumsi tercermin dari turunnya beberapa indikator hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini, dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) (Grafik 1.5). Indikasi lain terpantau dari melemahnya Indeks Tendensi Konsumsi (ITK) BPS dari 109,53 menjadi 101,71 (Grafik 1.6). Ditinjau lebih rinci lagi, penurunan ITK disebabkan oleh pelemahan tingkat pendapatan masyarakat dan konsumsi makanan dan bukan makanan. Indikator lain tercermin dari melemahnya permintaan 4

24 perumahan yang tergambarkan dari turunnya Indeks Harga Properti hasil Survei Pemantauan Harga Properti (SHPR) Kantor Perwakilan Sumatera Barat (Grafik 1.7). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 140 Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: : BPS, diolah Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumsi (ITK) % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.7. Indeks Harga Properti (SHPR) Konsumsi Pemerintah Aktivitas konsumsi pemerintah menunjukkan perbaikan pada triwulan akhir Meredanya kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 merupakan dampak dari pemberian transfer Pemerintah Pusat terhadap penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Sebagian Penyaluran DAU Tahun Sebagai informasi, penundaan pemberian sebagian DAU pada triwulan III 2016 menyebabkan daerah melakukan efisiensi pengeluaran pemerintah, khususnya penyelenggaraan acara dan perjalan dinas, serta berimbas pada pembatalan tender 118 proyek pemerintah. Dengan demikian, penyaluran kembali dana perimbangan tersebut memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam mengoptimalkan realisasi belanja. Perbaikan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan juga merupakan refleksi dari puncak realisasi belanja daerah sesuai pola historisnya. Selain itu, adanya kontrak kinerja antara Gubernur Sumbar dengan Operasi Perangkat Daerah (OPD) yang 5

25 mewajibkan penyerapan belanja daerah minimal sebesar 95% dari target APBD turut mendukung meningkatnya realisasi konsumsi pemerintah pada triwulan IV Miliar Rp Belanja Daerah Belanja Pegawai Beanja Modal I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.8. Realisasi Belanja Daerah APBD Provinsi Sumatera Barat Investasi Secara umum investasi relatif stagnan dan hanya mampu tumbuh terbatas pada triwulan IV Perilaku wait and see pelaku usaha serta masih minimnya insentif penanaman modal pihak swasta menjadi penyebab terbatasnya aktivitas investasi. Permasalahan dan panjangnya proses pembebasan lahan turut menjadi kendala dalam realisasi investasi di Sumatera Barat 2. Selain itu, menurunnya kapasitas utilisasi perusahaan karena kesulitan mendapatkan bahan baku menjadi faktor penahan pelaku usaha untuk melakukan investasi, khususnya pada industri pengolahan. Stagnasi investasi ini ditunjukkan dengan likert scale hasil liaison triwulan IV 2016 yang bernilai 0,47, menurun dibandingkan triwulan III 2016 yang berada pada level 0,67. Menurunnya kegiatan investasi tercermin juga dari penurunan realisasi nilai PMA pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.10). Penurunan kinerja investasi juga sejalan dengan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit investasi Sumatera Barat dari 18,09% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 7,89% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.11). 2 Hasil FGD Bank Indonesia dengan berbagai stakeholders 6

26 %, yoy Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan ,86 4 2,85 2 1, I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik 1.9. Pertumbuhan Komponen Investasi Miliar Rp (500) PMDN (Miliar Rp) PMA (Juta USD) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV Juta USD Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik Investasi PMA dan PMDN Miliar Rp Kredit Investasi Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Investasi 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0, Ekspor Kondisi cuaca yang tidak kondusif, kendala dalam mendapatkan bahan baku dan masih lemahnya permintaan dari negara mitra dagang berdampak masih lemahnya pertumbuhan ekspor pada triwulan IV Kendala cuaca yang kurang kondusif menyebabkan penurunan produksi kelapa sawit, karet, dan kayu manis sebagai bahan baku ekspor komoditas di Sumatera Barat. Kenaikan harga komoditas ekspor CPO dan karet belum direspon dengan peningkatan permintaan dari negara mitra dagang. Berdasarkan hasil liaison, penjualan ekspor CPO perusahaan kontak menurun seiring dengan penurunan volume produksi akibat cuaca yang kurang mendukung dan pengaruh El Nino serta kabut asap pada tahun 2015 lalu. Pengaruh cuaca tersebut dapat menghambat pembentukan bunga betina sehingga mengurangi produksi buah kelapa sawit. Penurunan ekspor juga terjadi pada kontak industri olahan karet. Kondisi tersebut ditengarai 7

27 akibat melemahnya perekonomian global khususnya Tiongkok dan industri otomotif dunia serta membanjirnya supply bahan baku karet yang berasal dari Vietnam dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga karet dari Indonesia. Pelemahan ekspor tercermin dari penurunan nilai dan volume ekspor karet dari USD53,8 juta dan 39,6 juta ton (triwulan III 2016) menjadi USD51,9 juta dan 39 juta ton (triwulan IV 2016) (Grafik 1.4). Sementara itu, penjualan ekspor kontak industri olahan kayu manis menurun akibat tidak mencukupinya stok persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengantisipasi lonjakan permintaan pada akhir tahun. Harga bahan baku kayu manis juga terus mengalami kenaikan mengingat terbatasnya bahan baku kondisi cuaca yang menghambat proses pengeringan dan banyaknya alih fungsi lahan. Hal ini berdampak pada peningkatan biaya transportasi pelaku usaha karena bahan baku harus dipanen dari lokasi yang lebih jauh dari sentra produksi. %, yoy 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0-40,0-50,0-60,0 3,3-0,5 20,3 Ekspor Luar Negeri 6,7 1,8-5,5-3,6-1,2-7,3-10,9 Impor Luar Negeri -20,8-29,6-3,5-4,9-12,7-54,2 I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri %, yoy 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0-40,0-50,0-60,0 3,3-0,5 20,3 Ekspor Luar Negeri 6,7 1,8-5,5-3,6-1,2-7,3-10,9 Impor Luar Negeri -20,8-29,6-3,5-4,9-12,7-54,2 I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Juta USD Nilai Ekspor Karet I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Vol. Ekspor Karet (skala kanan) Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Karet ribu ton %, yoy g. Volume ekspor cpo g. Volume ekspor karet I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Utama 8

28 Berbeda dengan ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan antar daerah membaik moderat pada triwulan IV 2016 seiring dengan meningkatnya permintaan akhir tahun. Membaiknya produksi komoditas pertanian di tengah peningkatan permintaan terindikasi menjadi pendorong perbaikan ekspor antar daerah. Berdasarkan hasil liaison, indikasi meningkatnya ekspor antar daerah tercermin dari peningkatan terbatas skala likert penjualan domestik dari 0,42 pada triwulan III 2016 menjadi 0,46 pada triwulan IV Indikator lain tercermin dari meningkatnya volume dan pertumbuhan aktivitas muat barang melalui Pelabuhan Teluk Bayur (Grafik 1.19) 3,8% 2,3% 0,9% Minyak dan lemak nabati atau hewani 14,4% 76,9% Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempah-rempah Limbah dari industri makanan Lainnya Australia Bangladesh 2,1% 4,1% Mianmar Belanda Tiongkok 6,2% Singapura 13,1% Lainnya Jepang 9,3% 1,7% Amerika Serikat 14,1% India 43,7% Sumber:Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Grafik Porsi Negara Tujuan Ekspor Sumbar Juta Ton Vol Ekspor Vol Impor % yoy Juta Ton Vol Muat Vol Bongkar % yoy 1,4 g.impor - skala kanan g.ekspor - skala kanan 250,0 2,5 g.bongkar - skala kanan g.muat - skala kanan 40,0 1,2 1,0 200,0 150,0 2,0 30,0 20,0 0,8 100,0 1,5 10,0 0,6 50,0 1,0-0,4 0,2 - (50,0) 0,5 (10,0) (20,0) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Pelindo Grafik Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (100,0) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Pelindo Grafik Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur (30,0) 9

29 1.2.5 Impor Kontraksi kinerja impor luar negeri pada triwulan IV 2016 semakin dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Pelemahan tersebut disebabkan oleh menurunnya impor bahan baku terutama pupuk dan limbah dari industri makanan (seperti konsentrat pakan ternak) yang selama ini menjadi komoditas utama impor Sumatera Barat. Berkurangnya pemakaian pupuk seiring dengan penurunan produksi kelapa sawit dan karet terindikasi menjadi penyebab turunnya permintaan impor pada triwulan laporan. Selain itu, terbatasnya daya beli masyarakat dan pelemahan nilai tukar juga turut mendorong penurunan impor. Sejumlah kontak liaison mengatakan pergerakan nilai tukar dapat memengaruhi biaya khususnya terkait pembelian bahan baku impor.pelemahan tersebut tercermin dari penurunan nilai dan volume impor komoditas non migas utama (Grafik 1.20 dan Grafik 1.21) Ribu Ton Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisi kanan Vol. Impor Pupuk - sisi kanan Vol. Impor Mesin - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Ribu Ton Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas juta USD juta USD 120 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas Ditinjau dari klasifikasi pengelompokan barang, impor luar negeri masih didominasi oleh bahan baku (95,7%). Nilai impor bahan baku selama triwulan IV 2016 tercatat sebesar USD12,55 juta, turun dibandingkan triwulan III 2016 sebesar USD15,31 juta (Grafik 1.22). Sedangkan berdasarkan negara asal barang, impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan laporan bersumber dari Tiongkok (31,2%), Kanada (21,4%), dan Rusia (6,4%). 10

30 Juta USD Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Mesin; 8,6% Garam, sulfur dan batubatuan; 16,3% Lainnya; 13,8% Sumber: Bank Indonesia Kertas dan kertas karton; 12,7% Limbah dari industri makanan; 22,1% Pupuk; 21,4% Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan V 2016 Lain-lain; 29,5% Tiongkok; 31,2% India ; 1,2% ASEAN ; 4,7% Jerman; 5,8% Rusia; 6,4% Kanada; 21,4% Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan IV Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Secara sektoral, membaiknya perekonomian Sumatera Barat ditopang oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan. Dari sektor pertanian, perbaikan kinerja terjadi seiring dengan meningkatnya produksi tanaman bahan makanan (tabama) sebagai dampak dari upaya pemerintah untuk meningkatkan luas tanam padi. Sedangkan peningkatan kinerja perdagangan terjadi karena adanya faktor musiman liburan sekolah pada akhir tahun. 11

31 Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total I II 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sejumlah upaya yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan dalam meningkatkan produksi mampu mendorong perbaikan kinerja sektor pertanian pada triwulan IV Perbaikan kinerja sektor pertanian terutama berasal dari meningkatnya produksi tanaman bahan makanan (tabama) pasca gangguan cuaca (kemarau) yang berakibat kekeringan pada triwulan III Untuk meningkatkan produksi padi triwulan laporan, Dinas Pertanian dan Perkebunan memfokuskan pada program intensifikasi lahan termasuk pemanfaatan teknologi, pembenihan, pengairan irigasi dan teknologi budidaya. Khusus untuk teknologi budidaya padi, melalui pengembangan dan peningkatan implementasi sistem tanam jajar legowo (jarwo), produktivitas lahan bisa meningkat sebesar 20%. Meningkatnya pasokan tabama tercermin dari turunnya pertumbuhan harga gabah kering di tingkat penggilingan pada triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.27). Indikator perbaikan kinerja pertanian terkonfirmasi dari kenaikan pertumbuhan penyaluran kredit pertanian dari 1,8% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 5,3% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.28). Meningkatnya perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat mengingat pangsanya mencapai 24,4% dari total perekonomian (Grafik 1.25). Di sisi lain, perbaikan III 12

32 kinerja pertanian pada triwulan akhir 2016 masih terbatas dan tertahan lebih lanjut seiring dengan banjir dan puso yang terjadi di beberapa sentra produksi, khususnya kelapa sawit dan karet akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif. Lainnya 13,4% Transportasi dan Pergudangan 12,0% Jasa - Jasa 13,0% Perdagangan 16,3% Pertanian 24,4% Konstruksi 9,6% Industri Pengolahan 11,3% %, yoy Sumatera Barat Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan 5,49 5,75 5,26 5,61 5,58 5,85 4,81 4,86 I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Rp/Kg Rata-rata Harga Gabah GKP Pertumbuhan - sisi kanan 6000,0 5000,0 4000,0 3000,0 2000,0 1000,0 0,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Gabah Kredit Pertanian Pertumbuhan - sisi kanan 25, , , , ,0 - - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Adanya siklus musiman seperti liburan sekolah menjelang akhir tahun mampu meningkatkan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV Pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan laporan mampu mencapai 5,71% (yoy) atau naik dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 3,81% (yoy). Meski meningkat, pertumbuhan tersebut masih di bawah rata-rata historis kinerja sektor perdagangan selama 2 (dua) tahun terakhir ( ) seiring dengan masih terbatasnya daya beli dan konsumsi masyarakat pada triwulan IV Kondisi ini tercermin dari menurunnya Indeks Konsumsi Barang-barang Kebutuhan Tahan Lama hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi 13

33 Sumatera Barat (Grafik 1.32). Di sisi lain, meningkatnya jumlah wisatawan secara signifikan pada periode liburan akhir tahun turut memberikan kontribusi bagi perbaikan kinerja sektor perdagangan (Grafik 1.33). Indikasi perbaikan sektor perdagangan tercermin dari hasil liaison dengan kontak perusahaan pembiayaan yang memaparkan adanya peningkatan permintaan kredit mobil. Membaiknya pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh strategi peluncuran kendaraan tipe baru, peningkatan harga komoditas yang mendukung membaiknya pendapatan masyarakat di sentra produksi dan penurunan LTV kredit kendaraan bermotor. Hasil liaison dengan perusahaan kontak penjualan mobil juga membenarkan adanya peningkatan pembelian kendaraan pada masyarakat golongan middle-up dengan pendapatan yang tetap seperti PNS dan karyawan swasta di Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari meningkatnya jumlah pendaftaran kendaraan baru yang dikeluarkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.31). Indikator lain meningkatnya aktivitas perdagangan tercermin dari peningkatan penjualan energi listrik pelanggan kelompok bisnis (Grafik 1.32). Indeks 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 109,5 106,0 91,0 105,5 123,0 117,5 114,0 98,5 105,0 102,0 101,0 101,5 95,5 99,5 88,0 88,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik Indeks Konsumsi Barang-barang Kebutuhan Tahan Lama Orang I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Jumlah Wisman g.wisman-sisi kanan %,yoy Grafik Jumlah Wisatawan Melalui Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur

34 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Prov. Sumbar S Juta Kwh Konsumsi Listrik Bisnis %, yoy Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan , ,0 20, ,0 8, ,0 40 5,0-20 (5,0) 0 (10,0) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: PT PLN, diolah Grafik Pendaftaran Kendaraan Baru (Mobil) di Sumatera Barat Grafik Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Berbeda dengan historis tahun sebelumnya, periode peak season akhir tahun tidak mampu mendongkrak perbaikan kinerja transportasi dan pergudangan pada triwulan IV Terbatasnya daya beli dan pendapatan masyarakat, serta pengaruh base effect kenaikan tarif angkutan udara yang tidak setinggi tahun 2015 ditengarai berdampak signifikan terhadap turunnya kinerja transportasi dan pergudangan pada periode laporan. Indikator penurunan sektor tersebut tercermin dari turunnya Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha dan Indeks Perkembangan Harga Jual sektor transportasi dan pergudangan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.33 dan Grafik 1.34). Dari sisi perbankan, pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor transportasi pada triwulan IV 2016 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.35). 15

35 % (2) (4) (6) (8) (10) -8,0 4,4 10,0 1,7-2,6 2,7 1,2-2,2-2,5 3,9-0,5 3,4-3,8 1,0 3,9-0,9-2,0 1,0-3,3-0,4-2,7-3,7 4,7 4,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Indeks Kegiatan Usaha Sektor Transportasi dan Pergudangan (SKDU) % (1) 0,0-0,3 5,4 2,4-0,5 1,9 1,2 1,0 3,0 8,1 2,2 5,9 5,2 0,4 3,6 3,1 0,5 2,6 1,0 0,6 0,3 0,3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan Indeks Harga Jual Sektor Transportasi dan Pergudangan (SKDU) 1,8 1,0 Miliar Rp Kredit Transportasi & Pengangkutan Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia %, yoy Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi 80,0 60,0 40,0 20,0 - (20,0) (40,0) Lapangan Usaha Industri Pengolahan Terbatasnya konsumsi domestik yang disertai masih lemahnya permintaan mitra dagang berdampak pada penurunan kinerja industri pengolahan pada triwulan IV Hasil liaison menunjukkan bahwa kesulitan dalam memperoleh bahan baku akibat kenaikan harga bahan baku internasional berimbas pada turunnya kinerja industri pengolahan. Kondisi tersebut terkonfirmasi pula dengan semakin dalamnya kontraksi penjualan ekspor komoditas utama (CPO dan karet) seiring dengan menurunnya produksi bahan baku akibat gangguan cuaca. Salah satu kontak perusahaan industri pengolahan barang galian bukan logam mengkonfirmasi bahwa penyebab penurunan penjualan disebabkan oleh turunnya permintaan semen nasional akibat tertahannya investasi khususnya untuk sektor swasta. Penurunan juga disebabkan meningkatnya persaingan di 16

36 pasar semen nasional dan masuknya investor semen dari Tiongkok (Semen Merah Putih). Penurunan permintaan tersebut sejalan dengan indikator pertumbuhan pengadaan semen di Sumatera Barat yang mengalami kontraksi sebesar 24,1% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.37). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Barat juga menunjukkan adanya penurunan Indeks perkembangan kegiatan usaha sektor industri pengolahan (Grafik 1.38). %, yoy Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur ribu ton Konsumsi Semen Pertumbuhan - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Asosiasi Semen Indonesia %, yoy Grafik Perkembangan Penjualan Semen di Sumatera Barat 30,0 20,0 10,0 - (10,0) (20,0) (30,0) Indeks 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0 1,7 6,3-1,5 7,1-3,6 2,8 7,0 1,3 3,3 2,5 1,0-0,6-1,6-1,7-1,7-1,9 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan (SKDU 1.4 Asesmen Perkembangan Ekonomi Selama Tahun 2016 Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun 2016 melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Perekonomian Sumatera Barat hanya tumbuh sebesar 5,26% (yoy), melemah dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,52% (yoy), bahkan lebih rendah dibandingkan historis 5 (lima) tahun terakhir ( ). Sumber perlambatan terutama berasal dari konsumsi 17

37 pemerintah, investasi, dan ekspor luar negeri. Selain siklus awal tahun, melambatnya konsumsi pemerintah pada triwulan pertama I 2016 terjadi karena adanya sikap kehati-hatian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penyerapan belanja daerah seiring dengan masa transisi pemerintahan dan pelantikan kepala daerah yang baru dilaksanakan menjelang akhir triwulan I Selain itu, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Sebagian Penyaluran DAU Tahun 2016 dan No. 162/PMK.07/2016 tentang Rincian Kurang dan Lebih Bayar DBH Tahun 2016 direspon melalui efisiensi pengeluaran pemerintah. Di sisi lain, realisasi investasi selama tahun 2016 melambat seiring dengan perilaku wait and see pelaku usaha serta imbas dari pembatalan tender pengerjaan proyek fisik pemerintah akibat penundaan transfer dana perimbangan. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor turun seiring dengan masih lemahnya permintaan negara mitra dagang serta pengaruh pergerakan harga komoditas utama CPO dan karet yang masih berada di bawah harga komoditas pada tahun 2014 dan Secara sektoral, melemahnya kinerja lapangan usaha pertanian dan transportasi menjadi sumber perlambatan ekonomi tahun Gangguan cuaca, bencana alam, dan serangan hama berdampak pada gagal panen dan berkurangnya produksi tanaman bahan makanan. Dari sub sektor perkebunan, faktor La Nina dan kabut asap pada akhir tahun 2015 menyebabkan turunnya produksi kelapa sawit pada tahun Selain itu, faktor harga karet yang belum sebaik tahun 2014 dan 2015 masih menjadi disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. Dari sisi transportasi dan pergudangan, melemahnya aktivitas perdagangan luar negeri berdampak pada turunnya kinerja sektor tersebut. Kondisi ini tercermin dari turunnya volume ekspor dan impor luar negeri melalui pelabuhan teluk bayur. 1.5 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2017 Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh moderat di kisaran 4,7 5,1% (yoy). Penopang perekonomian terutama bersumber dari konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri. Pasca mengalami kontraksi selama 2 (dua) triwulan berturut-turut (triwulan III dan IV 2016), pengeluaran konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh positif pada triwulan I Pengesahan APBD tahun 2017 serta percepatan proses administrasi dan 18

38 tender program pemerintah diharapkan dapat mendorong pengeluaran pemerintah pada awal tahun. Dari sisi eksternal, peningkatan harga-harga komoditas internasional turut mendorong akselerasi perbaikan ekspor luar negeri (Grafik 1.39). Berdasarkan proyeksi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ekspor produk sawit secara keseluruhan (nasional) pada 2017 mencapai 27 juta ton, atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2016 yang tercatat sebesar 25,1 juta ton. Hal ini juga sejalan dengan hasil liaison yang menyatakan bahwa pelaku usaha optimis adanya perbaikan ekspor seiring dengan perkiraan produksi kelapa sawit yang akan meningkat pada tahun Harga Karet Dunia Harga CPO Dunia I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bloomberg Sumber: BMKG Prov. Sumbar Grafik Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia Grafik Prakiraan Cuaca Januari 2017 Sumber: BMKG Prov. Sumbar Sumber: BMKG Prov. Sumbar Grafik Prakiraan Cuaca Februari 2017 Grafik Prakiraan Cuaca Maret

39 Secara sektoral, perbaikan lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan diprakirakan menopang pertumbuhan ekonomi triwulan I Dari sektor pertanian, peningkatan produksi tabama terjadi seiring dengan adanya upaya ekstensifikasi lahan. Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat menginformasikan adanya kenaikan luas tanam sebesar 1,2% dan luas panen padi yang diharapkan berdampak pada peningkatan produksi padi. Kondisi tersebut didukung pula oleh keadaan cuaca dan curah hujan yang lebih kondusif pada produksi padi dan proses penjemuran gabah (Grafik 1.44, Grafik 1.45, dan Grafik 1.46). Dari sektor industri pengolahan, pasokan bahan baku dan harga komoditas yang diyakini membaik diprakirakan akan memengaruhi penjualan perusahaan, khususnya pengolahan CPO. Selain itu, perbaikan sektor ini turut dipengaruhi oleh peningkatan produksi semen seiring mulai beroperasinya pabrik semen Indarung IV yang berkapasitas hingga 10 juta ton/tahun. Indikator peningkatan lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan tercermin dari membaiknya prakiraan indeks perkembangan kegiatan usaha dan investasi pada triwulan I 2017 dibandingkan realisasi triwulan IV 2016 hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.43 dan Grafik 1.44). %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw IV 2016 Perkiraan Tw I 2017* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: Bank Indonesia %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw Iv 2016 Prakiraan Tw I 2017 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: Bank Indonesia Grafik Prakiraan Cuaca November 2016 Grafik Prakiraan Cuaca Desember

40 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Meskipun mengalami pemotongan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10% dari DAK yang telah dianggarkan pada triwulan III 2016 oleh Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) di Sumatera Barat tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. Penerimaan daerah Sumatera Barat semakin menunjukkan ketergantungannya terhadap pusat yang tercermin dari rasio Dana Perimbangan terhadap total pendapatan Provinsi Sumatera Barat dan pendapatan seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat masing-masing sebesar 55,65% dan 82,13%. Untuk mencapai kemandirian fiskal, baik Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota agar mengambil langkah yang tepat untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang bertujuan untuk mengoptimalkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Di lain sisi, realisasi belanja daerah juga mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan dengan triwulan IV 2015 dengan semakin meningkatnya alokasi belanja daerah untuk belanja pegawai. Porsi belanja modal yang sudah tergerus oleh peningkatan alokasi belanja pegawai semakin kecil peranannya dalam pengeluaran pemerintah daerah sebagai imbas langsung dari penundaan DAU pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan No.162/PMK.07/2016. Penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mulai diimplementasikan pada triwulan III 2016 menyebabkan pemerintah daerah menunda atau bahkan membatalkan beberapa proyek karena adanya faktor ketidakpastian pembayaran kembali DAU dimaksud. Pembayaran DAU yang tertunda dimaksud baru dilakukan pada tanggal 31 Desember 2016, sehingga pemerintah provinsi dan daerah tetap tidak dapat merealisasikan dana dimaksud. 2.1 Gambaran Umum Meskipun dibayangi pemotongan DAK, realisasi penerimaan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) di Sumatera Barat tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan pada penerimaan daerah dimaksud diiringi dengan 21

41 realisasi belanja di Sumatera Barat yang mencakup belanja kabupaten/kota, kementerian/lembaga dan provinsi yang pada tahun 2016 ini mencapai Rp miliar. Realisasi belanja dimaksud mengalami kenaikan sebesar 4,20% (yoy) dibandingkan dengan tahun Sumber : DPKD dan Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.1. Realisasi Belanja di Sumatera Barat Tahun 2015 dan 2016 Penundaan pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU) pada triwulan III 2016 berdampak pada tidak tercapainya target belanja daerah khususnya kabupaten/kota dan provinsi. Penundaan pembayaran DAU pada triwulan III 2016 berdampak terhadap penundaan atau bahkan pembatalan beberapa proyek. Pembayaran DAU yang tertunda dimaksud baru dilakukan pada tanggal 31 Desember 2016, sehingga tetap tidak dapat direalisasikan. Penundaan DAU dimaksud serta pemotongan DAK ditengarai berkontribusi terhadap daya serap belanja kabupaten/kota dan provinsi yang hingga triwulan IV 2016 berada di bawah target/pagu. 95,00% 94,00% 93,00% 92,00% 91,00% 90,00% 89,00% 88,00% 87,00% 86,00% 89,18% 93,70% 19 Kabupaten/kota Provinsi Sumbar Sumber : DPKD dan Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.2. Rasio Realisasi Belanja Kabupaten/Kota Terhadap Anggaran Tahun

42 2.2 APBD Provinsi Sumatera Barat Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Penambahan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Provinsi Sumatera Barat antara lain Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Kehutanan menyebabkan adanya kenaikan DAK sebesar Rp1.134 miliar dibandingkan anggaran pada tahun Anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 menjadi Rp4.630 miliar dan mengalami kenaikan sebesar 14,73% dibandingkan dengan tahun Kenaikan pendapatan dimaksud khususnya bersumber dari kenaikan pada DAK. Tabel 2.1. Pagu Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 dan 2016 Anggaran Perubahan Pangsa Pangsa Uraian Nominal % (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (%) Pendapatan Daerah ,73 100,00 100,00 Pendapatan Asli Daerah ,66 44,01 40,91 Pajak Daerah ,96 33,82 30,65 Retribusi Daerah ,25 0,40 0,44 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan ,43 2,06 1,94 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,99 7,73 7,88 Dana Perimbangan ,79 36,48 57,17 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (0,16) 4,67 4,06 Dana Alokasi Umum ,36 30,26 27,26 Dana Alokasi Khusus ,00 1,56 25,85 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (88,82) 19,51 1,90 Hibah (23) (69,97) 0,83 0,22 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus (712) (94,43) 18,68 0,91 Bantuan Keuangan >100 0,00 0,26 Pendapatan Lainnya >100 0,00 0,52 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Ketergantungan Provinsi Sumatera Barat terhadap transfer dana dari pusat semakin meningkat. Hal ini tercermin dari menurunnya Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Sumatera Barat dan meningkatnya porsi anggaran Dana Perimbangan terhadap anggaran pendapatan daerah dari 36,48% pada tahun 2015 menjadi 57,17% pada tahun Dari anggaran pendapatan tahun 2016 sebesar Rp4.630 miliar, Rp41 miliar diantaranya merupakan Dana Insentif Daerah (DID) yang hanya diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang mengelola keuangannya dengan baik, mendapatkan opini yang wajar dari BPK serta 23

43 menetapkan APBD secara tepat waktu. Alokasi DID untuk Sumatera Barat sebesar Rp41 miliar dimaksud merupakan alokasi DID terbesar dibandingkan dengan alokasi DID yang diberikan kepada 26 provinsi lainnya di Indonesia Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Penerimaan Dana Perimbangan (DP) yang optimal serta penerimaan PAD yang melebihi anggaran/pagu berkontribusi terhadap optimalnya rasio realisasi pendapatan pada tahun 2016 yang mencapai 99,99%. Pendapatan hingga triwulan IV 2016 adalah sebesar Rp4.630 miliar dan meningkat sebesar 14,37% dibandingkan dengan triwulan IV Rasio realisasi pendapatan dibandingkan dengan anggaran/pagu hingga triwulan IV 2016 dinilai optimal yaitu sebesar 99,99%, meskipun mengalami penurunan rasio realisasi dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2014 dan ,00% TW IV TW III TW II TW I 100,00% 80,00% 23,80% 22,52% 25,43% 24,05% 26,91% 60,00% 24,06% 25,32% 26,78% 25,59% 22,09% 40,00% 28,52% 30,05% 27,47% 25,64% 27,51% 20,00% 0,00% 23,77% 21,03% 23,56% 25,27% 23,49% Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.3.Growth Pendapatan per Triwulan Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Terhadap Target Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 dan

44 Uraian TW IV 2015 Kumulatif s.d TW IV TW IV 2016 Kumulatif s.d TW IV Pangsa 2016 Miliar Rp % Miliar Rp % Miliar Rp % Miliar Rp % (%) Pendapatan Daerah , , , ,99 100,00 Pendapatan Asli Daerah , , , ,95 42,54 Pajak Daerah , , , ,26 32,87 Retribusi Daerah 8 47, , , ,94 0,42 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 14 17, , , ,94 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah , , , ,56 7,30 Dana Perimbangan , , , ,33 55,65 Dana Bagi Hasil Pajak/Non Pajak 4 2, , , ,44 2,90 Dana Alokasi Umum , , , ,00 27,25 Dana Alokasi Khusus 13 20, , , ,59 25,49 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah , , , ,77 1,81 Hibah 28 83, , , ,20 0,12 Dana Penyesuaian dan Otsus , , ,00 0,90 Bantuan Keuangan ,00 0,27 Pendapatan Lainnya ,00 0,52 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Barat Anggaran belanja Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 sebesar Rp4.807 miliar, meningkat 13,57% dibandingkan dengan tahun Kenaikan belanja tersebut terutama bersumber dari kenaikan pada pos Belanja Hibah dan Belanja Modal. Tabel 2.3. Pagu Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 dan 2016 Anggaran Perubahan Pangsa Pangsa Uraian Nominal % (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (%) Belanja ,57 100,00 100,00 Belanja Tidak Langsung ,17 56,63 55,93 Belanja Pegawai ,14 16,44 14,93 Belanja Hibah ,92 21,20 22,76 Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pem. Desa ,34 15,81 14,53 Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Pem. Desa/Parpol ,65 2,92 3,21 Belanja Tidak Terduga ,88 0,26 0,51 Belanja Langsung ,40 43,37 44,07 Belanja Pegawai (83) -81,11 2,42 0,40 Belanja Barang dan Jasa ,41 20,44 20,42 Belanja Modal ,74 20,51 23,25 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat Pelemahan ekonomi yang berdampak terhadap tidak tercapainya target penerimaan pajak juga berimplikasi terhadap tidak tercapainya realisasi belanja sesuai anggaran/pagu. Meskipun seluruh DAU telah dibayar lunas oleh 25

45 Kementerian Keuangan pada tanggal 31 Desember 2016, pemerintah telah menunda atau bahkan membatalkan beberapa proyek pada triwulan III 2016 karena adanya faktor ketidakkepastian pembayaran kembali DAU yang ditunda. Penundaan DAU tersebut tercermin dari realisasi Belanja Modal yang hanya sebesar 88,59% berkontribusi terhadap realisasi belanja yang berada di bawah target pada tahun Tabel 2.4. Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 dan Pangsa Uraian TW IV Kumulatif s.d TW IV TW IV Kumulatif s.d TW IV 2016 Miliar Rp % Miliar Rp % Miliar Rp % Miliar Rp % (%) Belanja Daerah , , ,70 100,00 Belanja Tidak Langsung , , ,72 57,74 Belanja Pegawai , , ,55 15,23 Belanja Hibah , , ,66 23,96 Belanja Bantuan Sosial ,00 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa , , ,00 15,51 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa dan Parpol , , ,91 3,01 Belanja Tidak Terduga ,48 1 5,61 0,03 Belanja Langsung , , ,87 42,26 Belanja Pegawai 24 23, , ,75 0,41 Belanja Barang dan Jasa , , ,23 19,88 Belanja Modal , , ,59 21,98 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 2.3 APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Anggaran Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tingginya ketergantungan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat terhadap Dana Perimbangan(DP) tercermin dari anggaran DP yang mencapai 82,13% dari total pendapatan. Tingginya ketergantungan dimaksud disebabkan oleh kurangnya potensi kabupaten/kota di Sumatera Barat untuk menghasilkan pendapatan asli daerah terutama pajak dan retribusi daerah. Anggaran pendapatan dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2016 adalah sebesar Rp miliar atau meningkat sebesar 9,04% dibandingkan dengan tahun Secara spasial, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan memiliki anggaran pendapatan terbesar diantara seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat yaitu masing-masing sebesar Rp2.001 miliar dan Rp1.577 miliar dan berkontribusi masing-masing sebesar 10,29% dan 8,11% dari total anggaran pendapatan APBD kabupaten/kota di Sumatera Barat. Tabel 2.5. Pagu Anggaran Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2015 dan

46 Anggaran Perubahan Pangsa Pangsa Uraian Nominal % (Milyar Rp) (Milyar Rp) (Milyar Rp) % % Pendapatan Daerah ,22 100,00 100,00 Pendapatan Asli Daerah ,98 8,60 9,14 Pajak Daerah ,35 2,53 2,72 Retribusi Daerah (53) -21,35 1,38 0,99 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan ,16 0,80 0,83 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,87 3,90 4,60 Dana Perimbangan ,53 69,74 82,07 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (69) -15,14 2,55 1,98 Dana Alokasi Umum ,35 58,50 58,57 Dana Alokasi Khusus ,42 8,69 21,52 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (2.149) -55,65 21,65 8,79 Hibah ,64 0,82 0,83 Dana darurat ,00 0,00 Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya ,06 3,62 3,45 Dana penyesuaian dan otonomi khusus (2.318) -77,93 16,68 3,37 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya ,13 0,37 0,76 Lain-lain ,23 0,16 0,38 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Dari anggaran pendapatan 19 kabupaten/kota pada tahun 2016 sebesar Rp miliar, Rp95 miliar diantaranya merupakan DID yang diperoleh 6 kabupaten di Sumatera Barat atas prestasinya yang baik dalam mengelola keuangan daerah. Tabel 2.6. Alokasi DID Tahun 2016 Kabupaten/Kota Nominal DID (Miliar Rp) 1 Kab. Pasaman 39 2 Kab. Pasaman Barat 36 3 Kab. Agam 5 4 Kab. Padang Pariaman 5 5 Kab. Pesisir Selatan 5 6 Kab. Tanah Datar Total 5 95 Sumber : Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Pemotongan alokasi DAK akibat terganggunya penerimaan negara dari sektor pajak serta tidak tercapainya pajak dan retribusi daerah karena perlambatan ekonomi menyebabkan realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota hanya sebesar 96,74%. Sampai dengan Triwulan IV 2016, realisasi pendapatan 27

47 APBD dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat sebesar Rp miliar atau mencapai 96,74% dari anggaran. Tabel 2.7. Realisasi Anggaran Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2016 Pangsa Anggaran Realisasi Realisasi Uraian 2016 Nominal (Miliar Rp) % % Pendapatan Daerah ,91 100,00 Pendapatan Asli Daerah ,04 8,96 Pajak Daerah ,18 2,53 Retribusi Daerah ,76 0,88 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan ,35 0,80 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ,15 4,75 Dana Perimbangan ,07 82,20 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ,94 2,05 Dana Alokasi Umum ,24 62,43 Dana Alokasi Khusus ,19 17,99 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah ,42 8,84 Hibah ,19 0,50 Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya ,22 3,57 Dana penyesuaian dan otonomi khusus ,52 3,74 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya ,67 6,75 Lain-lain ,81 0,34 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi pendapatan tertinggi di Sumatera Barat terdapat di Kota Padang yaitu sebesar Rp1.969 miliar. Sedangkan, Kota Padang Panjang merupakan kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan pendapatan terendah yaitu sebesar Rp0,5 miliar. Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD hingga triwulan IV 2016 terealisasi sebesar Rp1.675 miliar atau hanya sebesar 94,09% dari anggaran pendapatan. Kabupaten/kota dengan PAD terbesar di Sumatera Barat adalah Kota Padang, Kab. Pesisir Selatan dan Kab. Tanah Datar masing-masing sebesar Rp392 miliar, Rp120 miliar dan Rp119 miliar, sementara Kota Pariaman merupakan kabupaten/kota dengan PAD terendah di Sumatera Barat hingga triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp29 miliar. Dilihat dari komponen penyusunnya, Lain-Lain PAD yang Sah berkontribusi sebesar 52,56% dari PAD 19 Kab/Kota. Tabel 2.8. Pangsa Sumber Pendapatan Kab/Kota di Sumatera Barat Tahun

48 Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah Pangsa Sumber Pendapatan (%) Retribusi Dana daerah Perimbangan Pajak daerah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Limapuluh Kota 9,2 0,9 0,6 73,4 17,5 Padang 8,2 0,9 0,4 78,5 13,3 Sawahlunto 5,8 0,6 0,1 81,2 13,0 Tanah Datar 5,5 2,0 0,9 83,1 11,5 Solok Selatan 8,0 1,3 1,2 82,0 10,0 Dharmasraya 4,7 1,1 0,5 85,8 9,4 Padang Pariaman 8,3 1,2 0,7 82,4 9,3 Kepulauan Mentawai 6,3 1,2 0,5 84,6 9,0 Agam 7,7 1,6 0,6 83,5 8,8 Bukit Tinggi 5,8 1,2 0,4 85,7 8,5 Payakumbuh 10,0 1,0 0,7 81,6 8,4 Pesisir Selatan 4,1 0,9 1,0 88,7 7,2 Pasaman Barat 19,9 13,0 1,8 72,9 7,2 Solok 6,4 0,3 0,6 88,1 5,5 Solok 12,2 1,5 0,9 83,2 4,6 Sijunjung 9,1 0,8 0,5 86,6 4,4 Padang Panjang 11,0 4,7 3,3 84,7 4,3 Pasaman 12,6 1,0 0,9 84,1 3,3 Pariaman 7,4 1,2 1,1 89,7 2,9 Agregat 9,0 2,5 0,9 82,2 8,8 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Dana Perimbangan (DP) DP secara keseluruhan hingga triwulan IV 2016 mencapai Rp miliar atau meningkat 2,57% dibandingkan DP secara keseluruhan hingga triwulan IV Persentase DP terhadap pendapatan hingga triwulan IV 2016 mencapai 82,13% dan menurun dibandingkan dengan persentase hingga triwulan IV 2015 sebesar 85,33%. Tingginya persentase pada tahun 2015 dan 2016 dimaksud menunjukkan bahwa belanja pada 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat sangat bergantung pada Dana Perimbangan baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Ketergantungan yang tinggi pada DP adalah karena minimnya penghasilan kabupaten/kota dari pajak dan retribusi daerah Anggaran Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Total anggaran belanja dan transfer dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada tahun 2016 adalah sebesar Rp miliar atau meningkat 9,11% dibandingkan dengan anggaran belanja pada tahun Kenaikan anggaran belanja dimaksud bersumber dari kenaikan pada pos Belanja Modal dan Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kab/Kota/Desa dan Parpol. Kenaikan pada pos Belanja Modal menggambarkan bahwa terdapat sejumlah investasi pada 19 29

49 kabupaten/kota di Sumatera Barat yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Secara spasial, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan memiliki anggaran belanja terbesar diantara seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat yaitu masingmasing sebesar Rp2.345 miliar dan Rp1.799 miliar dan berkontribusi masingmasing sebesar 10,76% dan 8,25% dari total anggaran belanja APBD kabupaten/kota di Sumatera Barat. Tabel 2.9. Pagu Anggaran Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2016 Anggaran Perubahan Pangsa Pangsa Uraian Nominal % (Miliar Rp) (%) (%) BELANJA ,14 100,00 100,00 Belanja Tidak Langsung ,43 58,74 56,74 Belanja Pegawai ,56 48,47 Belanja Bunga ,04 0,04 Belanja Subsidi ,00 0,00 Belanja Hibah (334) (57) 2,93 1,16 Belanja Bantuan sosial (43) (77) 0,28 0,06 Belanja Bagi hasil (71) (22) 1,60 1,14 Belanja Bantuan keuangan ,12 5,69 Belanja tidak terduga 41,00 40,00 (1,000) (2,439) 0,21 0,18 Belanja Langsung ,42 41,26 43,26 Belanja Barang dan jasa ,32 20,23 Belanja Modal ,94 23,03 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi belanja kabupaten/kota di Sumatera Barat hingga triwulan IV 2016 adalah sebesar Rp miliar atau sebesar 89,17% dari anggaran belanja tahun Realisasi belanja dimaksud meningkat sebesar 12,72% dibandingkan dengan penyerapan anggaran secara kumulatif sampai dengan triwulan IV Belum optimalnya realisasi belanja pada tahun 2016 secara dominan disebabkan oleh tidak maksimalnya realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal. Salah satu faktor yang dinilai menyebabkan menurunnya realisasi belanja daerah pada triwulan IV 2016 adalah karena adanya penundaan DAU pada triwulan III Tabel Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun

50 Realisasi Pangsa Anggaran Realisasi Uraian Nominal 2016 Nominal (Miliar Rp) (%) BELANJA ,16 89,16 Belanja Tidak Langsung ,52 52,50 Belanja Pegawai ,94 44,56 Belanja Bunga ,67 0,03 Belanja Subsidi ,00 Belanja Hibah ,48 1,05 Belanja Bantuan sosial ,23 0,04 Belanja Bagi hasil ,00 1,09 Belanja Bantuan keuangan ,36 5,66 Belanja tidak terduga 40, ,50 0,07 Belanja Langsung ,75 36,66 Belanja Barang dan jasa ,04 17,41 Belanja Modal ,61 19,25 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Tabel Pangsa Jenis Belanja Belanja Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2016 Belanja Modal Kabupaten/Kota Pangsa Jenis Belanja (%) Pegawai Barang & jasa Modal Bukit Tinggi 61,2 24,0 12,8 Agam 58,9 16,4 14,2 Solok 56,1 15,7 17,6 Tanah Datar 55,7 16,4 15,1 Limapuluh Kota 55,0 16,0 20,5 Padang 54,3 24,8 18,8 Padang Pariaman 54,1 13,2 22,9 Pesisir Selatan 52,5 13,5 18,9 Payakumbuh 51,2 24,8 21,8 Padang Panjang 48,2 26,8 24,7 Pasaman 47,4 20,0 23,1 Pasaman Barat 46,3 19,2 25,4 Solok 45,9 28,3 24,9 Sijunjung 45,5 15,7 26,6 Pariaman 42,3 19,1 26,8 Dharmasraya 40,2 19,9 30,2 Solok Selatan 37,9 21,2 30,3 Kepulauan Mentawai 35,8 22,9 28,1 Sawahlunto 35,8 31,1 22,1 Agregat 47,6 19,5 21,6 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Belanja modal hingga triwulan IV 2016 terealisasi sebesar Rp4.199 miliar, meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV Secara keseluruhan, tingkat penyerapan anggaran belanja modal adalah sebesar 83,62%. Dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, hanya terdapat 4 (empat) kabupaten/kota yang memiliki surplus anggaran, sedangkan sisanya mengalami defisit anggaran sehingga harus dipenuhi dengan SILPA dari tahun sebelumnya serta bentuk pembiayaan lainnya. 31

51 Surplus/Defisit Belanja Pendapatan Surplus Anggaran Defisit Anggaran Sumber : Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.5. Surplus/Defisit Anggaran Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun Alokasi APBN di Sumatera Barat Pagu Anggaran Belanja APBN di Sumatera Barat Pagu anggaran belanja APBN di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 sebesar Rp miliar atau menurun sebesar 9,25% dibandingkan dengan tahun Penurunan nilai anggaran pada tahun 2016 dimaksud terjadi paling signifikan pada pos Pelayanan Umum sebesar Rp1.341 miliar (72,17%). Sementara itu berdasarkan fungsinya, anggaran belanja APBN untuk tahun 2015 dan 2016 masih terpusat untuk fungsi pendidikan dan fungsi ekonomi, meskipun masingmasing mengalami penurunan pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun Adapun peningkatan alokasi anggaran yang tertinggi pada tahun 2016 adalah anggaran untuk fungsi ketertiban dan keamanan yang meningkat sebesar 6423 miliar (74,19%) dibandingkan dengan anggaran pada tahun

52 Tabel Pagu/Anggaran Kementerian/Lembaga yang Bersumber dari APBN Tahun 2016 Anggaran Perubahan Pangsa Pangsa Uraian Nominal % (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (%) Berdasarkan Jenis Belanja (1.049) (9,24) 100,00 100,00 PEGAWAI ,71 31,92 38,93 BARANG ,42 31,02 36,37 MODAL (1.252) (33,32) 33,11 24,33 BANTUAN SOSIAL (411) (91,54) 3,96 0,37 Berdasarkan Fungsi (1.049) (9,24) 100,00 100,00 PELAYANAN UMUM PERTAHANAN KETERTIBAN DAN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP PERUMAHAN DAN KESEHATAN PARIWISATA DAN BUDAYA AGAMA PENDIDIKAN PERLINDUNGAN SOSIAL Sumber : Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah (1.341) (72,17) 16,37 5, ,91 3,32 3, ,19 7,63 14, (604) (19,22) 27,68 24, (25) (14,07) 1,55 1, ,59 4,27 4, ,89 5,90 10, (0) (4,86) 0,06 0, (34) (11,41) 2,61 2, (143) (4,15) 30,40 32, ,99 0,21 0, Realisasi Belanja APBN di Sumatera Barat Realisasi belanja dana APBN di Provinsi Sumatera Barat hingga triwulan IV 2016 sebesar Rp8.870 miliar dan hanya mencapai 86,11% dari pagu anggaran. Realisasi dimaksud juga mengalami penurunan sebesar Rp1.354 miliar (15,27%) dibandingkan dengan realisasi belanja APBN di Provinsi Sumatera Barat hingga tiwulan IV Realisasi belanja barang dan belanja modal merupakan 2 (dua) komponen pos belanja dengan realisasi terendah. Tabel Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga yang Bersumber dari APBN Tahun 2016 Pangsa Daya Serap (%) (%) Berdasarkan Jenis Belanja ,00 86,10 PEGAWAI BARANG Uraian ,27 93, ,24 81,05 MODAL ,08 81,68 BANTUAN SOSIAL ,42 97,37 Berdasarkan Fungsi ,14 100,00 PELAYANAN UMUM PERTAHANAN KETERTIBAN DAN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP PERUMAHAN DAN KESEHATAN PARIWISATA DAN BUDAYA AGAMA PENDIDIKAN PERLINDUNGAN SOSIAL Anggaran Realisasi Nominal (Miliar Rp) ,11 87, ,23 98, ,34 96, ,76 79, ,45 85, ,01 89, ,25 75, ,05 61, ,76 93, ,56 87, ,49 90,12 33

53 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Berdasarkan jenis belanja, realisasi untuk belanja pegawai memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 42,26% dari seluruh realisasi belanja APBN dan mengalami peningkatan sebesar 7,76% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan dimaksud terjadi karena adanya penambahan jumlah pegawai kementerian atau instansi pemerintah pusat yang berada di Sumatera Barat. Meskipun realisasi belanja modal yang bersumber dari APBN menurun, belanja modal yang bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Barat dan APBD Kabupaten/Kota di Sumbar mengalami kenaikan pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun ,22% 0,21% 17,14% 16,37% 30,20% 30,40% 3,55% 3,32% 8,26% 7,63% 2,06% 0,05% 2,61% 0,06% 5,50% 5,91% 4,37% 27,25% 4,27% 27,68% 1,41% 1,55% Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.6. Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat Berdasarkan Fungsi Tahun 2015 Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.7. Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat Berdasarkan Fungsi Tahun

54 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi pada triwulan III 2016, inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 mereda. Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,89 (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (yoy). Panen komoditas hortikultura pada Desember 2016 serta kebijakan penetapan harga tiket angkutan udara yang lebih rendah dari rata-rata historis pada penghujung tahun, menjadi faktor pendukung menurunnya tekanan inflasi pada akhir tahun Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi keempat di kawasan Sumatera maupun secara nasional yakni setelah Bangka Belitung, Sumatera Utara, dan Bengkulu. Mencermati risiko inflasi dan perkembangan inflasi terkini, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diprakirakan menurun dalam level terbatas. Di sisi volatile foods, tekanan harga yang berasal dari komoditas hortikultura diperkirakan mereda seiring dengan panen komoditas cabai merah di Jawa dan Sumbar. Hal ini terkonfirmasi dari perkembangan harga cabai menurut Survei Pemantauan Harga yang terus menurun hingga minggu kedua Februari Masih terjaganya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan harga periode mendatang menahan kenaikan inflasi inti lebih tinggi. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan penurunan ekspektasi masyarakat pada triwulan I 2017 terhadap perkembangan harga 3 bulan mendatang.tekanan inflasi pada periode mendatang diprakirakan didorong oleh kenaikan harga komoditas global, khususnya minyak dunia yang akan ditransmisikan ke harga minyak domestik. Selain BBM, kebijakan penyesuaian TTL yang akan dilakukan secara bertahap selama tahun 2017 (Jan, Mar, Mei) juga menambah risiko inflasi di sisi administered. Sementara itu, kenaikan harga tarif pulsa ponsel dan kebijakan kenaikan tarif perpanjangan STNK menambah tekanan pada inflasi inti. 35

55 3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Laju inflasi Sumbar pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,89% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (yoy). Menurunnya tingkat inflasi tersebut disebabkan oleh meredanya tekanan harga yang disebabkan oleh komoditas cabai seiring dengan panen di berbagai sentra produksi di Jawa dan Sumbar serta faktor kebijakan harga tiket angkutan udara yang lebih rendah dari rata-rata historis pada penghujung tahun. Pada akhir tahun 2016, inflasi Sumbar tercatat lebih tinggi dari nasional (3,02%, yoy) dan inflasi Sumatera (4,53%, yoy). Secara regional, Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-4 (empat) setelah Bangka Belitung, Sumatera Utara dan Bengkulu. Dalam jangka waktu yang lebih panjang ( ), inflasi yang terjadi di Sumbar memiliki volatilitas (standar deviasi/stdev: 2,44) dan rata-rata inflasi: 6,4%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Sumatera (StDev: 1,74 dan rata-rata: 5,7%) dan nasional (StDev: 1,67 dan rata-rata: 5,5%). Dengan kondisi tersebut, pengendalian inflasi di Sumbar memerlukan upaya lebih serius agar inflasi tahunan terus menurun ke arah yang lebih rendah dan stabil StDev ( ) : Sumbar : 2,44 Sumatera : 1,74 Nasional : 1,67 Sumbar Sumatera Nasional Rata-rata ( ) : Sumbar : 6,4 Sumatera : 5,7 Nasional : 5,5 Tw III '16 5,10 4,28 4,89 4,53 3,07 3, Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumbar, Sumatera dan Nasional Tw IV '16 3,7 3,9 Inflasi Tahunan 2016 (yoy) Ket : Aceh Sumatera 4,3 4,5 <4% 4-5% >5% 6,0 6,3 Sumut 5,1 4,9 Tw III 16 Tw IV 16 (yoy) Sumbar 4,6 5,0 3,3 4,0 Riau Bengkulu Jambi 3,0 3,5 Sumsel Kepri 3,9 4,4 Lampung 4,3 6,8 4,4 3,6 2,5 2,8 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Provinsi se- Sumatera (Tw III dan IV tahun 2016) 36

56 BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasilhasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya 3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi dari seluruh kelompok barang dan jasa pada triwulan IV Secara tahunan, subkelompok makanan mencatatkan inflasi sebesar 10,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 11,16% (yoy). Subkelompok bumbu-bumbuan masih menjadi penyumbang utama inflasi kelompok bahan makanan dengan kenaikan indeks mencapai 36,6%, meskipun sumbangannya lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 38,5%. Penurunan ini disebabkan oleh mulai meredanya tekanan harga cabai merah seiring musim panen yang berlangsung di sentra produksi Sumbar dan luar Sumbar. Tabel 3.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Inflasi Tahunan Andil Inflasi Tahunan No. Kelompok Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Umum 1,08 6,62 3,23 5,10 4,89 1,08 6,62 3,23 5,10 4,89 1 Bahan Makanan -4,67 15,15 4,25 11,16 10,56-1,23 4,11 1,11 3,06 2,94 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 5,70 4,19 5,23 5,46 5,43 1,02 0,75 0,96 0,99 0,98 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 4,30 2,68 1,79 2,12 2,45 0,87 0,53 0,36 0,42 0,48 4 Sandang 2,78 1,87 2,04 1,47 1,59 0,17 0,11 0,13 0,09 0,09 5 Kesehatan 7,26 4,39 4,26 4,21 5,55 0,29 0,17 0,17 0,17 0,22 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 8,95 7,65 7,25 5,29 4,87 0,66 0,56 0,54 0,40 0,36 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -2,57 3,43-0,05 0,69-0,26-0,46 0,61-0,01 0,12-0,04 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tren Tw III '16 Tw IV '16 16,7 16,1 11,2 13,0 10,6 6,4 5,8 7,2 7,9 4,3 4,0 4,1 1,0 2,3 (1,2) 7,9 1,8 (3,6) 38,5 36,6 6,4 7,1 2,0 (3,1) %, sumbangan inflasi mtm Sumber: BPS, diolah Cabai Merah Beras Inflasi Sumbar Sumber: BPS, diolah Grafik 3.3. Inflasi Tahunan (% yoy) Berdasarkan Kelompok Bahan Makanan Grafik 3.4. Andil Komoditas Cabai Merah dan Beras Terhadap Inflasi Sumbar 37

57 3.2.2 Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 5,43% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,46% (yoy). Subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok ini dengan andil sebesar 0,65%. Penyesuaian tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi pada subkelompok ini yang terkonfirmasi dari inflasi pada komoditas rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih dengan andil masing-masing sebesar 0,23%; 0,27% dan 0,14%. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatatkan inflasi sebesar 2,45% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 2,12% (yoy). Subkelompok bahan bakar, penerangan dan air menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,20%. Peningkatan harga pada subkelompok ini didorong oleh peningkatan harga bahan bakar rumah tangga akibat gangguan distribusi yang berimbas pada kelangkaan komoditas LPG 3 kg. Sementara itu kebijakan pemerintah menaikan tarif listrik untuk 12 golongan pada Oktober 2016 sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak dunia juga berandil pada inflasi subkelompok ini. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 1,47% (yoy). Subkelompok barang pribadi dan sandang lain menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,05%. Peningkatan harga emas menjadi penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini seiring tren harga emas global yang semakin meningkat sehingga mendorong permintaan emas domestik sebagai salah satu bentuk kegiatan investasi. Kelompok kesehatan mencatatkan inflasi 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016 sebesar 4,21% (yoy). Subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,15%. Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh pasta gigi dan sabun mandi yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,06% (yoy) dan 0,03% (yoy). Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 4,87% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 5,29%. 38

58 Subkelompok pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,35%. Inflasi pada subkelompok ini terutama disumbang oleh peningkatan biaya Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai siklus musiman kenaikan biaya pendidikan, dengan andil inflasi sebesar 0,27%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat deflasi sebesar 0,26% (yoy), menurun signifikan dibandingkan triwulan III 2016 yang mengalami inflasi 0,69% (yoy). Subkelompok transpor menjadi penyumbang deflasi utama dengan andil sebesar -0,09%. Penyumbang utama deflasi pada subkelompok ini berasal dari penurunan harga bensin dengan andil -0,44% Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Rata-rata inflasi bulanan pada triwulan IV 2016 sebesar 0,55% (mtm) atau lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 0,98% (mtm) maupun rata-rata historis inflasi bulanan triwulan IV periode tahun sebesar 0,88% (yoy). Berdasarkan kelompok barang, penurunan tekanan inflasi terutama disumbang oleh kelompok bahan makanan seiring dengan musim panen cabai merah pada Desember 2016 serta harga tiket angkutan udara yang lebih rendah dari rata-rata historisnya. Tabel 3.2. Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%,mtm) No. Kelompok Tw III 2016 Tw IV 2016 Rata-rata Tren Jul Agust Sep Okt Nop Des Tw III'16 Tw IV '16 Umum 1,52 0,78 0,64 0,54 1,12-0,01 0,98 0,55 1 Bahan Makanan 3,90 1,74 1,97 1,26 3,69-1,62 2,54 1,11 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,31 0,35 0,52 0,45 0,23 0,36 0,39 0,34 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,20 0,42 0,31 0,63 0,24 0,89 0,31 0,59 4 Sandang 0,38 0,13-0,09-0,49-0,20-0,75 0,14-0,48 5 Kesehatan 0,66 0,63 0,20 0,57 0,59 0,72 0,50 0,62 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,36 4,68 0,07 0,00 0,00-0,15 1,70-0,05 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,82-1,16-0,29 0,00 0,04 1,40 0,12 0,48 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Andil Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%) No. Kelompok Tw III 2016 Tw IV 2016 Rata-rata Tren Jul Agust Sep Okt Nop Des Tw III'16 Tw IV '16 Umum 1,52 0,78 0,64 0,54 1,12-0,01 0,98 0,55 1 Bahan Makanan 1,02 0,47 0,53 0,34 1,02-0,46 0,67 0,30 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,06 0,06 0,09 0,08 0,04 0,06 0,07 0,06 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,04 0,08 0,06 0,12 0,05 0,17 0,06 0,12 4 Sandang 0,02 0,01-0,01-0,03-0,01-0,04 0,01-0,03 5 Kesehatan 0,03 0,03 0,01 0,02 0,02 0,03 0,02 0,02 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,03 0,34 0,01 0,00 0,00-0,01 0,12 0,00 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,32-0,20-0,05 0,00 0,01 0,24 0,02 0,08 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 39

59 Selama triwulan IV 2016, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan November sedangkan terendah terjadi pada Desember Inflasi pada November 2016 tercatat sebesar 1,12% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata historis sebesar 0,80% (mtm). Sub kelompok bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi dengan komoditas cabai merah memberikan andil tertinggi pada inflasi bulan tersebut. Sementara itu, pada bulan Desember, kelompok bahan makanan dan cabai merah justru menjadi penyumbang utama deflasi. Panen yang terjadi di Sumbar dan berbagai daerah pemasok cabai merah dari luar Sumbar menjadi faktor utama penurunan drastis harga cabai dari November ke Desember Di sisi lain, kenaikan harga tiket angkutan udara yang tidak setinggi periode tahun-tahun sebelumnya turut memberikan andil tertahannya inflasi bulanan pada Desember Tabel 3.4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Triwulan IV 2016 (%,mtm) Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Triwulan IV 2016 (%, mtm) Oktober November Desember Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Cabai Merah 0,45 Cabai Merah 0,88 Angkutan Udara 0,12 Bahan Bakar Rumah Ta 0,07 Beras 0,17 Pasir 0,09 Tarip Listrik 0,05 Bawang Merah 0,04 Mobil 0,08 Daging Ayam Ras 0,04 Bahan Bakar Rumah Ta 0,03 Beras 0,06 Nasi dengan Lauk 0,03 Minyak Goreng 0,03 Rokok Kretek 0,03 Tomat Sayur 0,02 Rokok Kretek Filter 0,02 Bensin 0,02 Beras 0,02 Cabe Hijau 0,02 Telur Ayam Ras 0,02 Minyak Goreng 0,02 Pasta Gigi 0,01 Batu Bata/Batu Tela 0,02 Ikan Bakar 0,01 Rokok Putih 0,01 Rokok Kretek Filter 0,02 Petai 0,01 Cabai Rawit 0,01 Buncis 0,01 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Triwulan IV 2016 (%, mtm) Oktober November Desember Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Jengkol -0,06 Apel -0,05 Cabai Merah Emas Perhiasan -0,04 Jeruk -0,03 Bawang Merah Buncis -0,02 Tauge/Kecambah -0,02 Emas Perhiasan Bawang Merah -0,02 Kentang -0,02 Jengkol Kangkung -0,02 Daging Ayam Ras -0,02 Kentang Wortel -0,02 Emas Perhiasan -0,01 Minyak Goreng Telur Ayam Ras -0,01 Wortel -0,01 Petai Kacang Panjang -0,01 Ayam Hidup -0,01 Jeruk Gula Pasir -0,01 Ketimun -0,01 Buku Tulis Bergaris Kentang -0,01 Kacang Panjang -0,01 Tomat Sayur Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Salah satu faktor tingginya harga cabai di Sumbar adalah besarnya ketergantungan pasokan cabai Sumbar dari provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Ketika produksi cabai merah di daerah tersebut terkendala 40

60 maka akan memberikan dampak lanjutan bagi pasokan di Sumbar. Berdasarkan grafik di bawah, terlihat bahwa jumlah produksi cabai Sumbar masih berada di bawah Sumut dan Jateng. Secara total, produksi cabai merah di Sumbar pada tahun 2016 tercatat sebesar ton atau meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar 7,25% (yoy) namun masih berada di bawah produksi cabai merah Jateng dan Sumut masing-masing sebesar ton dan ton. Dari data tersebut diketahui bahwa peningkatan produksi cabai merah di Sumbar tidak serta merta menurunkan inflasi komoditas cabai merah di Sumbar. Korelasi yang bertanda positif antara produksi cabai merah di Sumbar dengan IHK cabai merah di Sumbar menunjukkan kurang signifikannya pengaruh produksi cabai merah terhadap pergerakan harga cabai merah. Salah satu faktor penyebabnya adalah tingginya transaksi cabai merah Sumbar ke provinsi lain seperti Riau sehingga suplai cabai merah Sumbar di Kota Padang dan Bukittinggi menjadi berkurang. ton IHK Cabai Merah Sumbar-sb kanan Produksi Cabai Jateng Agregat Cabai Sumbar, Sumut & Jateng Produksi Cabai Sumbar Produksi Cabai Sumut Sumber: BPS, diolah Grafik 3.5. Perkembangan IHK Cabai Sumbar vs Produksi Cabai Merah Sumbar, Sumut & Jateng Provinsi Total Produksi Cabai (ton) Pert. (yoy) Korelasi Produksi Cabai Bulanan ke IHK Cabai Sumbar Sumbar ,25 0,17 Jateng ,03-0,41 Sumut ,41-0,36 Agregat ,43-0,43 41

61 BOKS 1: Menjaga Pasokan Cabai Melalui Program Demonstrasi Plot Dalam rangka mendukung pengendalian harga dan pengembangan ekonomi daerah melalui peningkatan kinerja UMKM yang tergabung dalam klaster, Tim Pengembangan Ekonomi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat memiliki program kerja pengembangan klaster ketahanan pangan untuk komoditas hortikultura di Kota Payakumbuh. Program pengembangan klaster hortikultura ini telah dimulai sejak bulan November tahun 2015 ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Payakumbuh dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat dan berjalan selama 3 tahun. Dalam kegiatan budidaya tanaman hortikultura, kekurangan hasil panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit merupakan masalah utama yang dihadapi oleh petani. Permasalahan ini tentunya berdampak pada menurunnya produktivitas tanaman. Tindakan pengendalian serangan hama dan penyakit yang selama ini dilakukan oleh kelompok tani sebelum menjadi binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat memerlukan biaya yang tinggi. Serangan hama dan penyakit pada tanaman dimulai pada saat proses persemaian hingga saat pematangan buah sebelum panen dilakukan. Dalam jangka waktu tersebut petani melakukan berbagai upaya pengendalian dengan menggunakan pestisida yang justru boros dan sia-sia. Mulai dari penggunaan beberapa jenis pestisida secara bersamaan, hingga pencampuran berbagai jenis pestisida dalam satu larutan dengan dosis yang tidak tepat. Sehingga pada akhirnya upaya pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan menjadi tidak tepat sasaran. Melalui hasil pengamatan budidaya hortikultura yang biasa dilakukan oleh Kelompok Tani Bina Bersama yang merupakan salah satu kelompok tani yang menjadi pilot project pada klaster hortikultura, serangan hama dan penyakit berpotensi mengurangi produksi cabai hingga 50% dari potensi jumlah panen. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam usaha pertanian cabai adalah kurangnya informasi teknologi, adanya serangan hama/penyakit, serta kurangnya informasi tentang pascapanen dan pengolahan. Untuk menghindari timbulnya berbagai masalah dalam budidaya tanaman cabai merah, terutama terhadap keamanan produk dan lingkungan, perlu dilakukan usaha budidaya cabai secara benar melalui alur proses budidaya dari on farm sampai dengan penanganan pasca panen yang sesuai dengan Good Agricultural Practice (GAP). 42

62 Berdasarkan permasalahan tersebut, pada tahun 2016 dilakukan program kerja demonstrasi studi lapangan pada klaster hortikultura khususnya pada tanaman cabai secara terpadu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani terhadap upaya pengendalian hama dan penyakit serta penerapan Good Agricultural Practice (GAP). Demonstrasi merupakan suatu metode penyuluhan di lapangan untuk pertanian yang telah terbukti bagi petani. Salah satu jenis demonstrasi yang dilaksanakan oleh petani adalah demonstrasi plot (demplot). Tujuan pelaksanaan demplot adalah untuk memberikan contoh bagi petani untuk menerapkan teknologi yang diintroduksikan dan petani dapat melihat secara langsung proses inovasi teknologi. Dengan pelaksanaan demplot diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sehingga petani mau dan mampu menggunakan inovasi baru. Gambar 1. Penyiapan lahan demplot Kegiatan demplot tanaman cabai ini dilaksanakan pada lahan Kelompok Tani Bina Bersama bertempat di Kelurahan Koto Baru, Kecamatan Payakumbuh Timur, Kota Payakumbuh. Kegiatan dimulai pada bulan Agustus s.d. November 2016 dengan masa panen hingga bulan Maret Kegiatan ini diikuti oleh 30 orang petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Bina Bersama, Kelompok Tani Baliak Mayang dan kelompok tani yang berada di sekitar area demonstrasi plot serta petugas lapang dari instansi terkait. Lahan yang dijadikan sebagai area demplot seluas meter persegi. 43

63 Gambar 2. Penyemaian dan penanaman benih cabai Dalam kegiatan ini diterapkan metode perbandingan antara budidaya tanaman cabai yang dilakukan secara organik (Good Agricultural Practice) dengan non organik. Teknik budidaya yang dilakukan terdiri atas perencanaan, lokasi budidaya, penyiapan lahan, media tanam, penggunaan pupuk dan pestisida, pengairan, panen dan pencatatan. Pelaksanaan kegiatan dalam uji coba Good Agricultural Practice (GAP) tanaman cabai ini mengacu kepada prosedur operasi standard dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat, meliputi: 1) Pemilihan benih cabai merah; 2) Persemaian; 3) Persiapan lahan; 4) Penanaman dan pemeliharaan. Gambar 3. Tanaman cabai diawal masa tanam dan yang sudah berbuah lebat Dari hasil pencatatan dan pengamatan yang dilakukan oleh petani pada lahan demplot, penerapan budidaya secara organik (Good Agricultural Practice) memiliki keunggulan dari sisi ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu, perkembangan pertumbuhan tanaman yang menerapkan budidaya organik lebih cepat dibandingkan tanaman yang menerapkan budidaya non organik. Tanaman dengan teknik budidaya organik sudah menunjukkan bakal buah dengan jumlah dan kualitas yang lebih unggul dibandingkan tanaman dengan budidaya non organik. 44

64 Melalui kegiatan demplot yang menerapkan budidaya cabai secara Good Agricultural Practice (GAP) terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanaman cabai hingga 30% dibandingkan tanaman cabai dengan budidaya yang biasa dilakukan oleh petani. Melalui kegiatan demplot, petani peserta demplot mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara lebih jelas mengenai penerapan teknologi Good Agricultural Practice (GAP) untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit dan peningkatan produktifitas pada tanaman cabai. Diharapkan petani cabai yang berada di sekitar area demplot dan/atau petani cabai dari kabupaten/kota lain di Provinsi Sumatera Barat juga dapat mempelajari secara utuh mengenai penerapan budidaya tanaman cabai secara Good Agricultural Practice (GAP). Sehingga, diharapkan pasokan cabai di seluruh daerah di Provinsi Sumatera Barat dapat terjaga dan berdampak pada tercapainya kestabilan harga. 45

65 3.3 Disagregasi Inflasi Korelasi yang kuat justru terjadi pada produksi cabai merah Sumut dan Jawa Tengah. Dari series data tahun 2015 hingga 2016 diketahui bahwa korelasi antara produksi cabai merah di Jateng dan Sumut dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) komoditas cabai merah Sumbar masing-masing sebesar -0,41 dan -0,36. Tanda negatif menunjukkan bahwa peningkatan produksi cabai merah di kedua provinsi tersebut akan menurunkan inflasi komoditas cabai merah di Sumbar. Kondisi ini diperkuat dengan anekdotal informasi dari pedagang besar cabai di Sumbar bahwa Sumbar memperoleh pasokan cabai merah dari Jateng rata-rata sebesar 21 ton tiap hari. Mengingat besarnya pengaruh produksi cabai merah Jateng dan Sumut terhadap inflasi cabai merah di Sumbar, maka program kerja sama antar daerah menjadi isu yang sangat relevan untuk diwujudkan dan ditingkatkan ke depan. Core Volatile Food Administered Price 4,67 15,59 4,96 11,04 10,64 3,19 3,38 3,82 3,00 2,94 Tw IV'15 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 (5,30) 0,88 Tw IV'15 Tw I'16 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Tw IV'15 Tw I'16 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.6. Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Sumbar 1,95 3,10 2,84 Tw II'16 Tw III'16 Tw IV'16 Grafik 3.7. Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Sumbar Inflasi kelompok inti sedikit menurun seiring dengan masih moderatnya daya beli dan terjaganya ekspetasi masyarakat. Meskipun pendapatan masyarakat sudah mulai membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas, konsumsi masyarakat cenderung masih moderat. Hal ini disebabkan oleh keyakinan konsumen yang cenderung menurun terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kondisi tersebut tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan dari 97,9 pada triwulan III 2016 menjadi 93,1 pada triwulan IV Kondisi serupa juga terlihat pada rata-rata Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen yang cenderung menurun pada triwulan IV

66 Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.8. IKK, IKE dan IEK Konsumen di Sumbar Inflasi volatile foods pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 10,64% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 11,04%. Turunnya inflasi tersebut disebabkan oleh adanya panen cabai merah di Sumbar dan luar Sumbar pada Desember 2016 yang menahan kenaikan volatile foods lebih tinggi. Pada bulan Oktober dan November 2016, volatile foods masih menghadapi permasalahan penurunan produksi akibat gagal tanam dan gangguan cuaca serta minimnya pasokan dari daerah penghasil komoditas hortikultura. Peningkatan harga pada kelompok ini terutama berasal dari komoditas cabai merah dan beras. Kenaikan harga cabai pada periode laporan disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari daerah penyangga pasokan di Sumbar akibat tingginya curah hujan serta cukup besarnya transaksi cabai merah ke daerah lain (mis: Riau). Sementara itu pasokan cabai merah dari luar Sumbar seperti dari Jawa Tengah, Curup, Medan, dan Kerinci terkendala karena belum masuk musim panen dan serangan virus kuning pada tanaman cabai merah. Khusus beras, kenaikan harga komoditas ini disebabkan oleh faktor kekeringan yang terjadi dari bulan Juli hingga Oktober 2016 di beberapa kabupaten penghasil padi utama seperti Kabupaten Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Agam, Solok dan Pasaman. Ditambah lagi, faktor gagal panen akibat serangan hama werang coklat, dan musim penghujan di sebagian daerah produksi lainnya yang menganggu produksi padi dan proses penjemuran gabah. Kenaikan tarif angkutan udara, harga bahan bakar rumah tangga, penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) dan kenaikan rokok menjadi penyebab 47

67 inflasi kelompok administered price pada triwulan IV Kenaikan tarif angkutan udara hingga 11,85% (yoy) terjadi akibat meningkatnya permintaan saat liburan akhir tahun. Pada Desember 2016, tarif angkutan udara menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan andil sebesar 0,12%. Sementara itu, kembali naiknya TTL untuk 12 golongan pada Oktober 2016 terjadi seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga minyak dunia. Di sisi lain peningkatan harga bahan bakar rumah tangga terutama disebabkan oleh faktor kelangkaan distribusi LPG 3 kg di sejumlah daerah. %, yoy 25 Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Price %, yoy 12,0 Administered Price Volatile Food Core ,0 8,0 6,0 4,0 5 2,0 0 0, Sumber : BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.9. Laju Inflasi Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi -2,0-4,0 Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik Kontribusi Inflasi Tahunan (yoy) Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi 3.4 Inflasi Menurut Kota: Kota Padang dan Bukittinggi Secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada Kota Bukittinggi. Pada triwulan IV 2016, Kota Padang mengalami inflasi 5,02% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah dengan inflasi 3,97% (mtm). Berdasarkan realisasi tersebut, Kota Padang menduduki peringkat ke-6 (enam) sedangkan Kota Bukittinggi berada di urutan ke-19 (sembilan belas) dari 82 kota sampel inflasi secara Nasional. Secara regional Sumatera, Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing berada pada peringkat ke-5 (lima) dan ke-13 (tiga belas) dari 23 kota sampel inflasi di Sumatera. Secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada Kota Bukittinggi. Pada triwulan IV 2016, Kota Padang mengalami inflasi 5,02% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah dengan inflasi 3,97% (mtm). Berdasarkan realisasi tersebut, Kota Padang menduduki peringkat ke-6 (enam) sedangkan Kota Bukittinggi berada di urutan ke-19 (sembilan belas) dari 82 kota 48

68 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des sampel inflasi secara Nasional. Secara regional Sumatera, Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing berada pada peringkat ke-5 (lima) dan ke-13 (tiga belas) dari 23 kota sampel inflasi di Sumatera. %mtm Bukittinggi (%mtm) Padang (%mtm) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50-1,00-1,50-2,00-2,50-3,00 Inflasi Sumbar Vs Nasional Inflasi 2016 Kota Padang: 5,02% (yoy) Kota Bukittinggi: 3,93% (yoy) -0,57 %yoy 10,00 9,00 8,00 7,00 0,07 6,00 3,02 5,00 4,89 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Bukittinggi Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi No. Kelompok Tren Tren Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Umum 0,85 6,55 3,16 5,07 5,02 2,79 7,20 3,76 5,33 3,93 1 Bahan Makanan -1,38 4,09 1,04 2,96 3,04-0,15 4,28 1,63 3,78 2,26 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,97 0,65 0,88 0,92 0,95 1,46 1,59 1,68 1,53 1,19 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,79 0,51 0,38 0,46 0,50 1,45 0,74 0,23 0,12 0,38 4 Sandang 0,16 0,10 0,12 0,08 0,09 0,21 0,26 0,23 0,14 0,09 5 Kesehatan 0,29 0,18 0,17 0,17 0,23 0,18 0,11 0,12 0,09 0,08 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,70 0,58 0,56 0,40 0,36 0,39 0,38 0,38 0,37 0,35 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,44 0,68 0,05 0,20 0,00-0,57 0,15-0,37-0,36-0,29 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tekanan inflasi di Kota Padang dan Kota Bukittinggi sebagai representasi inflasi Sumbar pada triwulan IV 2016 cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan Kota Padang pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 5,02% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 5,07% (yoy). Penurunan inflasi IHK ini disumbang oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara itu, Kota Bukittinggi mengalami inflasi pada level 3,93% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 5,33% (yoy). Penurunan terbesar dialami oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Lebih rendahnya tekanan harga tiket angkutan udara di akhir tahun 2016 dibandingkan akhir tahun 2015, panen komoditas cabai yang terjadi 49

69 di berbagai sentra produksi di Sumbar dan meningkatnya pasokan cabai merah dari luar Sumbar menjadi faktor meredanya tekanan inflasi di Kota Padang dan Bukittinggi Perbandingan Inflasi Tahun 2016 dan 2015 Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, inflasi Sumbar pada tahun 2016 masih dominan disumbang komoditas pada kelompok volatile foods namun mengalami perbedaan dalam hal komoditas utama penyumbang inflasi beserta komposisinya. Secara agregat selama setahun, komoditas cabai merah di tahun 2016 menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan andil sebesar 2,15% atau 44% dari total inflasi akhir tahun 2016 sebesar 4,89% (yoy). Selain cabai merah, komoditas beras, rokok kretek filter dan Sekolah Menengah Atas (SMA) juga menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil masing-masing sebesar 0,33%; 0,27% dan 0,27%. Berbeda halnya dengan inflasi pada tahun 2016, inflasi yang sangat rendah/deflasi yang dialami oleh komoditas cabai merah dan beras pada tahun 2015menjadikan beberapa komoditas yang secara historis bukan merupakan penyumbang inflasi utama, justru sebagai penyumbang utama, misalnya tukang bukan mandor dan SMA. Di tahun 2015, komoditas bawang merah juga menjadi penyumbang utama inflasi dengan andil sebesar 0,45%. Secara komposisi, inflasi tahun 2015 memiliki keunikan karena andil dari sepuluh komoditas utama secara agregat mencapai 2,70% atau lebih tinggi dari inflasi tahun 2015 sebesar 1,08%, sehingga komoditas di luar 10 komoditas utama secara agregat memberikan andil negatif sebesar -1,62%. Inflasi : 1,08% (yoy) Inflasi : 4,89% (yoy) LAINNYA -38% 10 Sate 3% Bawang Merah 10% Komoditas Utama Inflasi Sumbar 2015 Kacang Panjang 4% Daging Ayam Ras 5% Rokok Kretek Filter 5% Tukang Bukan Mandor 10% Sekolah Menengah Atas 7% Angkutan Udara 7% Bahan Bakar Rumah Tangga Pisang 6% 5% Rokok Putih Kentang 3% 3% Bawang Merah 3% Angkutan Udara 3% Mobil 4% LAINNYA 18% Rokok Kretek 5% Sekolah Menengah Atas 5% 10 Komoditas Utama Inflasi Sumbar 2016 Rokok Beras Kretek Filter7% 5% Cabai Merah 44% Sumber: BPS, diolah Grafik Perbandingan Andil Inflasi Sumbar Tahun 2015 dan

70 Berdasarkan event analysis tahun 2016, komoditas cabai merah, beras dan bawang merah menjadi komoditas utama yang sering muncul dalam sepuluh komoditas utama inflasi secara bulanan. Di tahun 2016, cabai merah muncul sebanyak sebelas kali, sementara beras dan bawang merah masing-masing muncul sebanyak delapan kali dan lima kali. Tingginya inflasi ketiga komoditas tersebut tidak terlepas dari faktor gangguan cuaca, gagal panen, dan tingginya transaksi pasokan keluar daerah Sumbar. Berbeda halnya dengan tahun 2015, komoditas cabai merah dan beras cenderung tidak mengalami gangguan pasokan. Hal ini terkonfirmasi dari andil kedua komoditas tersebut pada akhir tahun 2015 masingmasing sebesar -1,29% dan -0,15%. Inflasi bulanan Sumbar (%mtm) Sumber: BPS, diolah 11x 8x 5x 5x 4x 2x 5x 5x VF AP Idul Fitri 6-7 Juli Idul Adha 12 Sept 1,52 1,12 0,73 0,62 0,78 0,64 0,54 0,05-0,99-0,36 0,18 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Gangguan cuaca Gagal panen Anomali kenaikan harga tiket pesawat ditengah low season Gangguan pasokan Kenaikan harga pakan Tingginya permintaan ke Sumbar Banjir lokal Penurunanharga BBM Normalisasi harga tiket pesawat Gangguan cuaca Gagal panen lanjutan di Jawa Kenaikan tarif cukai rokok Musim panen lanjutan Penurunanharga elpiji Musim panen disertai membaiknya cuaca Penurunan harga BBM dan TTL Gangguan pasokan Kenaikan tarif cukai rokok Turunnya produktivitas lahan dan gangguan cuaca Tingginya permintaan Berkurangnya pasokan cabai dari Jawa Meningkatnya permintaan beras dari luar Sumbar Meningkatnya permintaan Gagal panen Isu kenaikan tarif cukai rokok Kelangkaan elpiji 3 Kg Gangguan cuaca Serangan hama wereng Kelangkaan elpiji 3 Kg Kenaikan TTL Gangguan cuaca Gagal panen Kelangkaan elpiji 3 Kg -0,01 Musim panen Sumber: Analisis Bank Indonesia Grafik Event Analysis Inflasi Tahun Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka mengantisipasi risiko inflasi yang meningkat pada triwulan IV 2016, TPID Provinsi Sumbar bersama seluruh TPID Kota dan Kabupaten di Sumbar melakukan berbagai program pengendalian inflasi diantaranya sebagai berikut : 1. High Level Meeting (HLM) TPID untuk merumuskan strategi pengendalian inflasi ke depan. Pada tanggal 12 Oktober 2016, TPID Prov. Sumbar menggelar HLM TPID yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumbar dan dihadiri seluruh TPID kota/kabupaten 51

71 serta instansi vertikal. Dalam HLM tersebut, Gubernur Sumbar menyampaikan arahannya agar seluruh kota/kab menjalankan program penanaman cabai di pekarangan rumah atau instansi secara lebih intensif, menugaskan SKPD terkait untuk melakukan pembudidayaan jengkol, meningkatkan koordinasi dengan Bulog dalam mengimplementasikan operasi pasar cabai merah, mengefektifkan kerja sama dengan Bulog setempat untuk memperkuat cadangan pangan daerah antara lain melalui sinergi Bulog dengan klaster binaan anggota TPID, mengefektifkan pelaksanaan operasi pasar baik di sisi produsen maupun sisi konsumen, melaksanakan kerja sama dengan penegak hukum dalam memonitor stok dan distribusi pangan, melakukan koordinasi dengan maskapai penerbangan untuk mengendalikan harga tiket pesawat untuk rute dari dan ke Padang khususnya pada waktu liburan, serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait perubahan pola konsumsi melalui diversifikasi pangan. 2. Melakukan operasi pasar beras, cabai merah dan bawang merah. TPID Prov. Sumbar melalui Bulog Divre Sumbar telah melaksanakan operasi pasar beras di Pasar Raya, Pasar Siteba dan Pasar Alai dengan frekuensi pelaksanaan setiap hari pada November- Desember Selain itu, TPID Prov. Sumbar melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar melaksanakan program Pasar Tani di lingkungan kantor dinas terkait sejak awal November hingga Desember Pasar Tani merupakan implementasi dari konsep sub terminal agribisnis yang memfasilitasi beberapa kelompok tani untuk dapat menjual langsung hasil pertaniannya kepada masyarakat. Dengan demikian, program tersebut dapat memotong rantai distribusi sehingga harga jual yang ditawarkan dapat lebih murah dari harga pasar. Program yang dijadwalkan berlangsung setiap hari Jumat pagi tersebut juga memperdagangkan beberapa komoditas sayuran lainnya untuk keperluan rumah tangga. Tidak hanya komoditas segar, terdapat juga produk olahan seperti cabai giling dan cabai bubuk yang dijual sebagai bentuk pengenalan kepada masyarakat agar dapat menggunakan produk cabai olahan sebagai pengganti cabai segar. Sejalan dengan TPID Prov. Sumbar, TPID Kota Padang menginisiasi pelaksanaan operasi pasar cabai merah pada tanggal 13 November 2016 di Gelanggang Olah Raga H. Agus Salim di Kota Padang. Pada kegiatan tersebut dilaksanakan juga operasi pasar beras bekerja sama dengan Bulog Divre Sumbar. 3. Kenaikan harga tiket pesawat yang sering muncul menjelang hari besar keagamaan dan liburan juga menjadi perhatian TPID Prov. Sumbar yang membutuhkan strategi pengendalian secara intensif. Dalam hal ini, koordinasi dengan pihak Garuda Indonesia dilakukan dengan pemberlakuan harga tiket sesuai koridor dan penyesuaian jumlah armada penerbangan untuk mengakomodir tingginya permintaan selama liburan akhir tahun. 52

72 4. Penguatan koordinasi dilakukan dengan seluruh anggota TPID untuk menyelaraskan program pengendalian inflasi ke depan sesuai Peta Jalan (Roadmap) Pengendalian Inflasi Sumatera Barat. 5. Ke depan, untuk memperkuat ketersediaan pasokan cabai merah di Sumbar, TPID Prov. Sumbar berencana melakukan penjajakan kerja sama pasokan dengan TPID Prov. Jawa Tengah sebagai sentra produksi cabai merah sesuai dengan surat Gubernur Sumbar No. 512/1116/Perindag/PDN/2016 yang disampaikan ke Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 29 November 2016 tentang kerjasama pasokan cabai merah. 3.5 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan I 2017 Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diprakirakan menurun dalam level terbatas. Di sisi volatile foods, tekanan harga yang berasal dari komoditas hortikultura diperkirakan mereda seiring dengan panen komoditas cabai merah di Jawa dan Sumbar. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga KPw BI Sumbar diketahui bahwa harga rata-rata cabai merah pada Januari 2017 sebesar Rp atau lebih rendah dari rata-rata harga pada Desember 2016 sebesar Rp Walaupun tekanan dari komoditas hortikultura relatif lebih rendah, inflasi yang bersumber dari beras tetap perlu diwaspadai mengingat penurunan produksi padi pada triwulan IV 2016 akibat bencana banjir dan puso di berbagai sentra produksi di Sumbar berpotensi menyebabkan kenaikan harga gabah di triwulan I Indeks Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen BI Grafik Ekspektasi Harga 3 dan 6 Bulan Mendatang Rp/kg Cabai Merah Bawang Merah Beras * -sb kanan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan *) rata-rata beras jenis IR 42, Cisokan Solok, Pandan Jambi/Jawa, dan Siranda Bukittinggi Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Rp/kg Grafik Perkembangan Harga Bulanan Beras, Cabai Merah dan Bawang Merah Pergerakan inflasi tahun 2017 mengalami tantangan yang lebih tinggi dibandingkan tahun Dari sisi eksternal, tekanan inflasi didorong oleh kenaikan harga komoditas global, khususnya minyak dunia, yang akan 53

73 ditransmisikan ke harga minyak domestik. Dengan reformasi subsidi yang dilakukan pemerintah, maka kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Khusus berpeluang besar terjadi. Pada Januari 2017, PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Khusus, yaitu Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite sebesar Rp300 per liter sebagai bentuk penyesuaian harga minyak dunia. Di Sumbar, kebijakan ini berdampak pada kenaikan harga bensin dengan andil 0,09% (mtm). Selain BBM, kebijakan penyesuaian TTL 3 yang akan dilakukan secara bertahap selama tahun 2017 (Jan, Mar, Mei) juga menambah risiko inflasi di sisi administered. Pada Januari 2017, TTL telah memberikan andil sebesar 0,11% (mtm) terhadap inflasi yang terjadi di Sumbar. Di sisi inflasi inti, kebijakan yang dilakukan provider telekomunikasi berdampak pada kenaikan harga tarif ponsel di awal tahun dengan andil inflasi mencapai 0,21% (mtm) atau tertinggi di antara seluruh kenaikan harga komoditas di Sumbar pada Januari Selain itu, adanya kebijakan kenaikan tarif perpanjangan STNK 4 juga berdampak pada kenaikan inflasi inti khususnya pada kelompok barang biaya perpanjangan STNK dengan andil sebesar 0,11%. Dengan mempertimbangkan berbagai risiko inflasi pada triwulan I 2017 serta perkembangan harga berdasarkan Survei Pemantauan Harga dan ekspektasi harga ke depan berdasarkan Survei Konsumen, inflasi Sumbar pada triwulan I 2017 diprakirakan berada pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,89% (yoy). Dalam rangka mengantisipasi tekanan inflasi pada triwulan I 2017, TPID Provinsi Sumbar melakukan sejumlah langkah antisipatif melalui pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID pada tanggal 24 Januari 2017 yang dihadiri 3 Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tanggal 20 Okttober 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT. PLN yg telah mendapat persetujuan DPR Komisi VII 22 Sept 2016 memutuskan bahwa untuk pelanggan 900VA yg tidak layak subsidi akan dilakukan kenaikan tarif secara. 4 Berdasarkan PP No. 60 Th 2016 yg menggantikan PP No. 50 Th 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tarif perpanjangan STNK secara weighted avg naik sebesar. 54

74 langsung oleh Gubernur Sumbar. Beberapa arahan Gubernur Sumbar dalam HLM tersebut antara lain: (i) setiap kepala daerah segera menindaklanjuti program penanaman cabai merah dalam polybag di setiap rumah warga dan selanjutnya diperluas cakupannya pada lingkungan sekolah dan instansi lainnya; (ii) memperbanyak jumlah Toko Tani Indonesia di setiap daerah; (iii) Dinas PU agar ikut memantau kelancaran arus lalu lintas khususnya apabila terjadi bencana longsor; (iv) mendirikan papan harga di setiap pasar di setiap daerah; dan (v) mengatur pola tanam yang akan dikoordinasikan kepada gapoktan. BOKS 2: 55

75 BOKS 2: Pelaksanaan Technical Assistance Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-provinsi Sumatera Barat Secara spasial, rata-rata inflasi tahunan Sumatera, Kalimantan dan KTI (Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) periode tercatat 7,15% (yoy) atau lebih tinggi dari rata-rata wilayah Jawa sebesar 6,9% (yoy). Pada periode inflasi provinsi Sumatera Barat (Sumbar) cenderung berada di atas nasional kecuali periode tahun 2009, 2012 dan Hal ini berarti bahwa daya beli masyarakat Sumbar tergerus relatif lebih besar bila dibandingkan dengan ratarata daya beli masyarakat di daerah lain. Khusus di Sumatera Barat, pengukuran inflasi hanya dilakukan di kota Padang dan Bukittinggi. Dalam pemenuhan kebutuhannya, kedua kota ini ditopang oleh suplai barang dan jasa dari kabupaten-kabupaten penyangganya seperti Kabupaten Solok, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan kabupaten lainnya. Disamping itu provinsi-provinsi lain juga berperan besar dalam menyuplai barang dan jasa ke Padang dan Bukittinggi seperti provinsi Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jambi. Inflasi regional umumnya memiliki karakteristik yang lebih dipengaruhi oleh tekanan di sisi penawaran dibandingkan permintaan. Demikian halnya dengan inflasi di Sumbar yang lebih dominan di sisi penawaran. Dominasi sisi penawaran lebih terasa dibandingkan sisi permintaan yang hanya bergejolak di musim-musim tertentu (misalnya saat paceklik atau cuaca yang tidak kondusif), mengakibatkan kebijakan moneter menjadi kurang efektif untuk mengatasi inflasi di daerah. Oleh karena itu penelitian terkait dengan inflasi di sisi penawaran sangat penting untuk dilakukan, sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat persistensi inflasi di Sumbar dan faktor penyebabnya dilihat dari aspek jalur distribusi, struktur pasar, dan mekanisme pembentukan harga dari suatu komoditas. Komoditas yang menjadi cakupan dalam penelitian ini adalah cabai merah dan bawang merah yang merupakan komoditas utama penyumbang inflasi di Sumbar selain beras, daging ayam dan telur ayam (sesuai roadmap pengendalian yang telah di sahkan oleh Gubernur Sumatera Barat pada Mei 2016). Penelitian ini menggunakan metode survei untuk memperoleh data primer berupa informasi terkait struktur pasar, tata niaga dan perilaku pembentukan harga mulai dari produsen hingga konsumen serta analisis kuantitatif terhadap data sekunder berupa inflasi tahunan (yoy) secara bulanan dengan menggunakan IHK Provinsi Sumbar periode dengan software STATA untuk menentukan derajat persistensi inflasi. Survei yang dilakukan merupakan kerja sama antara Bank Indonesia Departemen Regional 1 (Sumatera) dengan surveyor 56

76 eksternal. Populasi dalam kajian ini adalah produsen dan pedagang yang menjadi pelaku dalam proses distribusi komoditas cabai merah dan bawang merah di Sumatera Barat. Metode penarikan sampel dalam penelitian menggunakan teknik pengumpulan sampel nonprobability sampling yaitu metode pusposive sampling yakni penarikan sampel yang sengaja ditentukan oleh surveyor/peneliti. Survei pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan penelusuran saluran penjualan dari level produsen kemudian dilanjutkan ke level yang lebih tinggi yaitu pedagang (Snow Ball). Pendekatan statistik univariate dan multivariate dapat digunakan untuk mengukur persistensi inflasi. Pendekatan univariate lebih menekankan hanya pada aspek data time series, sedangkan dalam pendekatan multivariate terdapat tambahan informasi seperti real output dan tingkat suku bunga bank sentral (Dossche dan Everaert 2005). Pendekatan univariate dengan menggunakan autoregressive (AR) time series model merupakan pendekatan yang paling lazim dalam riset empiris. Analisis dengan pendekatan univariate menunjukkan bahwa derajat persistensi inflasi kota Padang tergolong tinggi yaitu sebesar 0,84 pada peride full sample. Pada periode sub sample, terlihat bahwa persistensi inflasi pada periode lebih tinggi daripada periode maupun Hal ini terutama karena dampak kenaikan harga BBM dan juga efek dari kenaikan harga komoditas internasional. Pada periode , tingkat persistensi inflasi Sumbar cenderung menurun seiring tren penurunan harga minyak internasional dan BBM domestik serta membaiknya koordinasi pengendalian inflasi daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Menurunnya tingkat persistensi juga tercermin pada penurunan nilai half-life-nya. Pada periode dengan tingkat persistensi inflasi sebesar 0,94, nilai halflife-nya tercatat 11,2, sedangkan pada periode dengan tingkat persistensi inflasi sebesar 0,83, nilai half-life-nya menurun menjadi 3,8. Dengan koefisien persistensi inflasi sebesar 0,83, maka 50% waktu penyesuaian yang dibutuhkan untuk kembali ke titik awal semula akan membutuhkan waktu sekitar + 3,8 bulan atau dengan kata lain 50% shock akan diserap dalam tempo 3,8 bulan. 57

77 Wil. Sumatra Tabel 1. Derajat Persistensi Inflasi Umum Provinsi se-sumatera Full Sample Half Life Half Life Half Life Half Life Aceh 0,86 4,5 0,97 20,7 0,86 4,7 0,86 4,7 Babel 0,83 3,6 0,85 4,3 0,95 12,6 0,63 1,5 Bengkulu 0,87 5,1 0,94 12,0 0,94 11,9 0,88 5,2 Jambi 0,83 3,7 0,87 5,0 0,94 11,1 0,79 2,9 Lampung 0,90 6,5 0,95 13,0 0,95 14,4 0,85 4,1 Sumut 0,88 5,4 0,94 10,3 0,95 14,7 0,89 5,8 Riau 0,87 5,1 0,89 6,2 0,96 18,3 0,88 5,4 Kepri 0,90 6,7 0,93 10,2 0,95 12,7 0,94 11,0 Sumsel 0,88 5,3 0,91 6,9 0,98 35,0 0,84 4,1 Sumbar 0,84 3,9 0,90 6,5 0,94 11,2 0,83 3,8 Sumber : Pengolahan Data STATA, Kajian Analisis Persistensi Inflasi Sumbar Jika ditinjau per kelompok barang maka derajat persistensi inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transportasi sedangkan terendah terjadi pada kelompok bahan makanan. Pada periode full sample persistensi inflasi transportasi, makanan jadi dan bahan makanan masing-masing tercatat 0,85; 0,84 dan 0,81. Adanya faktor musiman seperti hari raya dan musim panen menyebabkan harga bahan makanan cenderung volatile dan setelah terjadi kenaikan, harga komoditaskomoditas pada kelompok ini lebih cepat turun dibandingkan komoditaskomoditas pada kelompok lainnya. Secara spasial, persistensi inflasi Sumbar cenderung lebih rendah dari provinsi lain di Sumatera. Pada periode full sample, derajat persistensi inflasi tertinggi dialami oleh Provinsi Lampung dan terendah terjadi pada Provinsi Jambi. Sumbar dengan tingkat persistensi inflasi 0,84 berada pada peringkat 3 paling rendah se-sumatera. Dari hasil analisis data primer dengan menggunakan metode survei menunjukkan bahwa faktor distribusi yang berperan penting dalam pembentukan harga antara lain adalah panjang mata rantai distribusi, biaya distribusi, dan gangguan distribusi. Dalam mendistribusikan komoditasnya, terdapat kecenderungan karakter pedagang di titik menengah (distributor, pedagang besar, pedagang besar) yang selain menjual komoditasnya ke rantai berikutnya tapi juga melakukan penjualan langsung dalam jumlah besar ke konsumen akhir. Dengan memotong rantai niaga, konsumen akhir akan diuntungkan karena memperoleh harga yang lebih murah dibandingkan bila membeli di pengecer. Berkaitan dengan jalur distribusi, Sumbar memiliki keterkaitan yang erat dengan berbagai provinsi di Sumatera. Sumbar merupakan produsen utama bawang merah dan cabai merah dengan beberapa kabupaten pemasok seperti Kabupaten 58

78 Solok, Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Khusus cabai merah, adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara kota/kabupaten di Sumbar dengan kota/kabupaten di luar Sumbar menyebabkan tingginya ekspor antar daerah (terjadi arbitrase) untuk komoditas tersebut ke beberapa provinsi lain di Sumatera seperti Riau dan Kepulauan Riau. Untuk memenuhi kebutuhan cabai merah di Sumbar, pedagang justru membeli cabai merah dari provinsi lain seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Demikian halnya dengan bawang merah yang dominan dipasok Sumatera Utara dan Jambi. Dalam hal hambatan logistik, gangguan cuaca dan kerusakan infrastruktur (seperti jalan) merupakan hambatan terberat yang dihadapi pedagang. Margin tertinggi pada rantai perdagangan bawang merah terjadi pada titik pemasok utama dan distributor utama sementara pada rantai komoditas cabai merah, margin tertinggi diperoleh pengepul (dalam kondisi normal). Hal ini mengkonfirmasi asumsi bahwa margin keuntungan pedagang lebih besar dari produsen serta asumsi pedagang di tingkat hulu memiliki margin keuntungan yang lebih besar dari tingkat menengah dan hilir (eceran). Struktur pasar pada titik produsen, pedagang grosir dan pedagang eceran cenderung pasar persaingan sempurna. Sementara pada pengepul, struktur pasar cenderung pasar persaingan sempurna yang mengarah ke oligopsoni dan pada pemasok utama, distributor utama dan pedagang besar, struktur pasar cenderung pasar persaingan sempurna yang mengarah ke oligopoli. Apabila tidak memasok ke pasar, pemasok utama, distributor utama dan pedagang besar merupakan pelaku dagang yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pasokan dan harga dengan alasan sebagai pemasok utama, harga komoditas yang lebih murah, hubungan dengan pembeli yang sudah terjalin lama dan baik hingga alasan tidak pernah kehabisan pasokan pesanan. Faktor ketersediaan supply/pasokan dibandingkan jumlah permintaannya merupakan faktor paling berpengaruh yang menjadi penentu harga jual. Dalam menetapkan harga jual, mayoritas responden cenderung mengikuti harga pasar tertinggi. Hal ini menjelaskan fenomena tingginya persistensi inflasi di Sumbar. Dalam menentukan harga beli dan harga jual, hampir seluruh pedagang menggunakan mekanisme kesepakatan antara penjual dan pembeli. Secara umum, hampir seluruh pelaku perdagangan menyatakan bahwa harga penjualan naik pada semester II dengan kenaikan tertinggi yaitu pada bulan Juli, Agustus, September seiring dengan siklus perayaan keagamaan dan tahun ajaran baru. Ketika terjadi perubahan harga, baik biaya produksi oleh produsen atau pembelian oleh pedagang, hampir seluruh pelaku dalam rantai distribusi akan melakukan perubahan harga pada saat itu juga, baik untuk kenaikan maupun penurunan harga. Pedagang mayoritas memperoleh informasi perubahan harga 59

79 dari pemasok, kemudian disusul dari pedagang lainnya, media komunikasi, media cetak dan pembeli. Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi untuk mengurangi persistensi inflasi yang tinggi di Sumbar antara lain melalui perbaikan infrastruktur untuk mendukung ketersediaan supply kebutuhan barang dan jasa di daerah, peningkatan posisi tawar produsen khususnya dalam sistem penentuan harga komoditas, penguatan TPID tidak hanya dilakukan pada kota sample inflasi tapi juga kota/kabupaten lainnya yang merupakan daerah asal (produsen) komoditas utama penyumbang inflasi, penyediaan pusat informasi harga pada berbagai tingkat perdagangan dan lokasi komoditas yang mudah di akses oleh pelaku usaha, pemetaan jumlah komoditas yang masuk dan keluar Sumbar (akurasi data surplus defisit), penerapan mitigasi risiko kenaikan harga khususnya saat pasokan sedikit dan siklus musiman (mis: hari raya keagamaan), pembangunan gudang dan cold storage sebagai buffer stock komoditas yang rentan terhadap cuaca dan pengembangan teknologi pengawetan seperti cabai giling dan cabai bubuk untuk mengantisipasi musim paceklik. 60

80 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari korporasi maupun rumah tangga, di tengah penurunan kinerja perusahaan dan moderatnya daya beli masyarakat. Kinerja korporasi sedikit tertahan akibat keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan IV 2016 yang menunjukkan meningkatnya jumlah korporasi yang memiliki kondisi baik. Selain itu, hanya sedikit korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat. Terbatasnya peningkatan kinerja korporasi juga terindikasi dari menurunnya eksposur kredit sektor korporasi khususnya kredit modal kerja dan investasi yang tumbuh rendah di akhir Kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 hanya mampu tumbuh sebesar 3,6% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,6% (yoy) seiring dengan masih moderatnya permintaan masyarakat. Pergerakan kinerja kredit korporasi sangat penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 56% dari total kredit. Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kualitas kredit korporasi perlu terus diwaspadai mengingat NPL yang mencapai 5,1% (yoy), dan diprakirakan terus meningkat pada triwulan I 2017 yang terlihat pada NPL bulan Januari 2017 yang mencapai 5,4% (yoy). Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan IV 2016 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. Periode puncak liburan akhir tahun mendorong bertambahnya persentase untuk konsumsi dari 68,9% pada triwulan III 2016 menjadi 70,5% pada triwulan IV Di sisi lain, penghasilan masyarakat yang masih terbatas cenderung membuat porsi untuk tabungan relatif sama di level 19,7%. Sementara pengeluaran untuk cicilan turun pasca mencapai puncaknya pada triwulan III

81 Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perbaikan pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan IV 2016 mencapai Rp22,6 triliun atau tumbuh sebesar 8,2% (yoy), naik dibandingkan triwulan III 2016 sebesar Rp22 triliun yang tumbuh 5,7% (yoy). Peningkatan pertumbuhan diiringi dengan terjaganya kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga. Kondisi tersebut tercermin dari NPL kredit sektor rumah tangga sebesar 1,0% pada triwulan IV Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk UMKM tercatat tumbuh sebesar 3,4% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 4,6% (yoy). Sementara itu, risiko kredit UMKM masih tinggi pada triwulan IV Rasio NPL kredit UMKM terpantau membaik terlihat dari penurunan NPL menjadi 6,4% setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut nilainya berada di level 7%. Namun demikian, namun nilai NPL tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana maupun kredit mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap angkatan kerja di Sumatera Barat periode Agustus 2016 mencapai 170,1%, sedangkan rasio jumlah rekening kredit meningkat menjadi 27,3%. 4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kinerja Keuangan Rumah Tangga Struktur pengeluaran rumah tangga pada triwulan IV 2016 tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yang masih didominasi oleh kebutuhan konsumsi. Periode puncak liburan akhir tahun mendorong bertambahnya persentase untuk konsumsi dari 68,9% pada triwulan III 2016 menjadi 70,5% pada triwulan IV Di sisi lain, penghasilan masyarakat yang masih terbatas cenderung membuat porsi untuk tabungan relatif sama di level 19,7%. Sementara pengeluaran untuk cicilan turun pasca mengalami puncaknya pada triwulan III Kondisi tersebut terjadi karena permintaan pembiayaan naik menjelang tahun Idul Fitri (triwulan II 2016) sehingga berdampak pada peningkatan pengeluaran cicilan pada triwulan selanjutnya. Ditinjau dari kelompok pendapatan, pengeluaran konsumsi tertinggi berasal dari kelompok berpendapatan rendah Rp1-2 juta. Sedangkan, kelompok pendapatan tinggi (>Rp5 juta) memiliki tingkat pembayaran cicilan hutang paling tinggi. 62

82 Tw III 2016 Tw IV ,9% 11,3% 19,7% 68,9% 11,3% 19,7% 70,5% 9,8% 19,7% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Tabungan Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 79,0% 74,6% 70,9% 64,5% 63,4% 70,5% Cicilan/Pinjaman 7,7% 8,9% 7,7% 7,6% 17,0% 9,8% Tabungan 13,3% 16,4% 21,4% 27,9% 19,6% 19,7% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% Berdasarkan perilaku berhutang, risiko dari sisi kredit menurun karena secara agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki Debt Service Ratio (DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) (Tabel 4.2). Jumlah rumah tangga dengan DSR >30% pada triwulan IV 2016 terpantau turun sebesar 27% dibandingkan triwulan III Namun demikian, terdapat peningkatan potensi risiko pada kelompok pendapatan Rp3,1-4 juta yang tercermin dari peningkatan DSR>30% pada kelompok ini sebesar 57,1%. Di sisi lain, risiko dari sisi perilaku menabung masyarakat meningkat pada triwulan IV Hal tersebut terlihat dari peningkatan jumlah rumah tangga yang tidak menabung pada triwulan IV 2016 sebesar 16,1% dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3). Meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung berdampak pada perlambatan pertumbuhan DPK pada sektor keuangan. Kondisi tersebut terindikasi sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan masyarakat saat puncak liburan akhir tahun. 63

83 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan IV 2016 Debt Service Ratio (DSR) Triwulan IV 2016 Tabungan TMP TMB Rp1-2 jt 0,8% 1,3% 0,2% 0,3% 7,5% Rp2,1-3 jt 5,2% 3,5% 2,0% 0,8% 16,5% Rp3,1-4 jt 6,2% 5,3% 2,0% 1,8% 29,0% Rp4,1-5 jt 2,5% 0,5% 0,7% 0,5% 5,7% >Rp5 jt 1,0% 1,3% 1,5% 1,0% 2,8% Total 15,7% 12,0% 6,3% 4,5% 61,5% Rp1-2 jt 4,2% 0,8% 0,7% 0,2% 4,3% Rp2,1-3 jt 10,0% 5,5% 1,7% 1,8% 9,0% Rp3,1-4 jt 13,0% 6,8% 2,3% 8,2% 14,0% Rp4,1-5 jt 2,2% 1,3% 1,0% 3,5% 1,8% >Rp5 jt 2,3% 1,5% 1,0% 0,8% 2,0% Total 31,7% 16,0% 6,7% 14,5% 31,2% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMP TMB Rp1-2 jt 150,0% -46,7% -85,7% -33,3% -13,5% Rp2,1-3 jt 93,8% -12,5% -36,8% -61,5% -13,9% Rp3,1-4 jt 48,0% 33,3% -14,3% 57,1% 25,2% Rp4,1-5 jt 0,0% -78,6% 0,0% -50,0% -15,0% >Rp5 jt 0,0% 0,0% 12,5% -25,0% 6,2% Total 46,9% -15,3% -26,9% -27,0% 1,9% Rp1-2 jt 78,6% -68,8% -20,0% 0,0% -39,5% Rp2,1-3 jt 3,4% -34,0% -37,5% -42,1% 22,7% Rp3,1-4 jt 30,0% 7,9% -17,6% 8,9% 71,4% Rp4,1-5 jt -45,8% 14,3% 20,0% -27,6% -21,4% >Rp5 jt -12,5% -25,0% 20,0% 150,0% 9,1% Total 10,5% -22,0% -16,7% -9,4% 16,1% Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Porsi Dana Pihak Ketiga (DPK) sektor rumah tangga semakin mendominasi perbankan Sumatera Barat. Meski pangsa DPK meningkat pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.2), namun pertumbuhannya cenderung melambat dibandingkan triwulan III 2016 (Grafik 4.3). Terbatasnya penghasilan terindikasi menjadi penyebab tertahannya pos pendapatan masyarakat untuk ditabungkan ke perbankan. Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito tetap mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa dari keduanya yang mencapai 96,6%. Ditinjau lebih rinci lagi, fasilitas tabungan pada triwulan IV 2016 paling mendominasi DPK perseorangan bahkan dengan porsi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya Menurunnya suku bunga deposito serta meningkatnya kebutuhan pada akhir tahun terindikasi menjadi pertimbangan masyarakat beralih dari simpanan berjangka ke tabungan. Berbeda dengan pergerakan pangsanya, pertumbuhan tabungan perseorangan pada triwulan IV

84 terpantau menurun menjadi 10,7% dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 12,8% (yoy) (Grafik 4.5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 29,8% 70,2% TW III ,3% 76,6% TW IV 2016 Bukan Perseorangan 88,7% 11,3% TW III ,2% 17,8% TW IV ,8% 5,6% 93,2% 94,4% TW III 2016 Perseorangan TW IV ,9% 68,1% TW III 2016 Total DPK Giro Tabungan Deposito 22,0% 78,0% TW IV Total DPK Perseorangan Bukan Perseorangan 10,89 5,56-10,02 I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Deposito Tabungan Giro 32,0% 30,2% 66,4% 65,1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Giro Tabungan Deposito Suku Bunga Depoito (%) I II III IV I II III IV I II III IV ,36 10,71 10,16 9, Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera Barat Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Berdasarkan jumlah rekening, pada triwulan IV 2016 terdapat peningkatan jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 3,1% dibandingkan triwulan III Peningkatan berasal dari hampir semua nilai penempatan kecuali Rp>10M 15 M, sementara peningkatan jumlah rekening tertinggi pada golongan Rp> 20 M dan Rp>10 juta Rp100 juta. Sedangkan dari jenis fasilitas DPK, jumlah rekening semua kategori meningkat, dengan persentase paling tinggi berasal dari kelompok giro sebesar 9,3% (Tabel 4.4). 65

85 Tabel 4.4. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan Kategori Jumlah <10 JT >10 JT JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M DPK Giro Tabungan Deposito Rekening Rekening Rekening Rekening Δ % Δ % Δ % Δ % 3,1 9,3 3,1 1,8 2,2 12,6 2,2 3,1 11,6-1,1 12,7 2,2 6,5 2,4 8,8 0,2 5,9-1,7 7,7 4,9 2,8-1,4 16,1-8,2-4,0 17,2-8,5-3,5 1,9 100,0 9,4-4,3-9,1 0,0-16,7-6,3 5,9 0,0 150,0-13,3 157,1 200,0 100,0 160, Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perbaikan pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan IV 2016 mencapai Rp22,6 triliun atau tumbuh sebesar 8,2% (yoy), naik dibandingkan triwulan III 2016 sebesar Rp22,0 triliun atau 5,7% (yoy). Meski membaik, namun pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata historis 3 (tiga) tahun terakhir ( ) seiring dengan perlambatan ekonomi. Di sisi lain, meningkatnya kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan terutama berasal dari membaiknya pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit multiguna, dan kredit lainnya. Meningkatnya KKB sejalan dengan hasil liaison yang menunjukkan adanya peningkatan penjualan mobil pada masyarakat golongan middle-up dengan pendapatan yang tetap seperti PNS dan karyawan swasta. seslain itu, kelonggaran kebijakan LTV terindikasi mendorong peningkatan KKB. Mulai meningkatnya penjualan kendaraan yakni mobil tersebut terkonfirmasi dari peningkatan pertumbuhan pendaftaran kendaraan baru, yaitu dari negatif 0,5% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 8,0% (yoy) pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.8). % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 50 g.kkb g.kredit lain-lain g.multiguna (sisi kanan) ,0 6, ,2 100 (5,7) , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 49% 14% 8% 27% 2% KPR KKB Multiguna Kredit RT Lainnya Kredit Lain-lain Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga 66

86 Perbaikan pertumbuhan kredit sektor rumah tangga tertahan lebih lanjut seiring dengan menurunnya kredit perumahan rakyat (KPR). Menurunnya harga properti yang terindikasi dari turunnya Indeks Harga Properti hasil Survei Pemantauan Harga Properti (SHPR) belum mampu mendorong permintaan KPR (Grafik 4.9). Pertumbuhan penyaluran KPR terpantau melambat dari 9,3% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 6,3% (yoy) pada triwulan IV Adanya peningkatan kebutuhan masyarakat pada akhir tahun terindikasi menjadi faktor penahan permintaan perumahan pada triwulan IV Unit Mobil Motor % (yoy) g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, diolah % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah Motor Grafik 4.9. Perkembangan Harga Properti Residensial (SHPR) di Sumatera Barat Peningkatan pertumbuhan diiringi dengan terjaganya kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga. Kondisi tersebut tercermin dari NPL kredit sektor rumah tangga sebesar 1,0% pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.10). Rasio tersebut masih berada pada level aman, yaitu NPL 5% sesuai ketentuan Bank Indonesia. Bahkan rasio NPL KPR dan kredit multiguna mencatat penurunan pada triwulan laporan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan IV % Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna 3, ,2 1,0 1,0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 67

87 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Omset Penjualan Perbaikan kinerja korporasi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dan hanya tumbuh terbatas selama triwulan IV Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan IV 2016, terlihat bahwa korporasi masih mengalami penurunan pertumbuhan omset yang terindikasi pada likert scale penjualan domestik rata-rata sebesar 0,46 (skala likert yang lebih rendah dari 1, menunjukkan penjualan masih tumbuh namun lebih rendah daripada pertumbuhan beberapa tahun terakhir). Sementara itu, hasil likert scale pada sektor pertanian dan industri pengolahan pada komponen penjualan domestik masih menunjukkan angka negatif (minus). Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi kontraksi penjualan dengan besaran kontraksi yang lebih rendah dari rata-rata normal beberapa tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, pelemahan kinerja pada sektor industri pengolahan dan pertanian disebabkan masih lemahnya daya beli masyarakat yang terlihat dari menurunnya optimisme masyarakat serta akibat kesulitan mendapatkan bahan baku pada beberapa pelaku usaha. Imbas cuaca yang kurang kondusif pada tahun 2015 berdampak pada penurunan produksi perkebunan khususnya kelapa sawit di tahun Faktor cuaca dan keterbatasan bahan baku tersebut juga berdampak pada penurunan penjualan ekspor industri pengolahan di Sumbar yang ditandai dengan skala likert yang negatif. Pelemahan ekspor tersebut juga disebabkan permintaan dunia yang belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sementara itu, mulai membaiknya sektor perhotelan, jasa wisata, sektor angkutan, dan permintaan penjualan mobil berpotensi mendorong peningkatan permintaan domestik lebih tinggi. Hal ini ditandai dengan skala likert masih cukup tinggi sebesar 2.0, yang berarti pertumbuhan penjualan relatif sama dengan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. 68

88 skala Likert 3,0 2,0 Pertanian Industri Pengolahan Jasa-jasa Perdagangan Pengangkutan & Komunikasi 1,0 - (1,0) (2,0) Penjualan Domestik Penjualan Ekspor Investasi Biaya Harga Jual Margin Grafik Kinerja Korporasi di Sumatera Barat Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016 Lemahnya penjualan korporasi khususnya sektor industri pengolahan dan pertanian juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat. Kegiatan usaha pada triwulan IV 2016 sektor industri pengolahan dan pertanian, menunjukkan nilai negatif dengan saldo bersih tertimbang sebesar -1,67 dan -2,89. Nilai saldo bersih yang negatif menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami penurunan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang mengalami peningkatan permintaan. Kondisi tertahannya permintaan domestik juga tercermin dari hasil Survei Konsumen KPwBI Provinsi Sumbar yang menyatakan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih berada pada level pesimis (berada di bawah indeks = 100) pada triwulan IV tahun IKK pada triwulan IV 2016 rata-rata hanya mencapai 93,1 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 97,9. Lemahnya daya beli masyarakat tersebut terutama disebabkan karena penurunan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian saat ini sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), khususnya dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja yang terbatas serta penghasilan dan konsumsi masyarakat yang menurun. 69

89 %, saldo bersih tertimbang Tw IV 2016 Tw I 2017* Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Kondisi Kegiatan Usaha di Sumatera Barat Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Survei Konsumen BI, diolah Grafik Indeks Keyakinan Konsumen Biaya Hampir seluruh korporasi menyebutkan adanya peningkatan biaya produksi pada triwulan IV 2016, meskipun masih pada level yang relatif rendah. Secara keseluruhan korporasi di Sumbar mengalami peningkatan harga dengan skala likert 0,51. Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi sektor pengangkutan dan jasa dengan likert scale sebesar 2,0. Nilai likert (sebesar 2) tersebut mengindikasikan adanya peningkatan biaya sesuai/sama dengan rata-rata kenaikan biaya setiap tahunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya tenaga kerja yang meningkat setiap tahun mengikuti pergerakan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan peningkatan biaya energi. Sementara itu, penurunan harga bahan baku khususnya kelapa sawit akibat penurunan kualitas dapat menahan kenaikan lebih tinggi. Kenaikan upah masih akan mewarnai peningkatan biaya produksi di tahun Hal ini dikarenakan adanya peningkatan UMP tahun 2017 menjadi Rp1,95 juta atau meningkat sebesar 8,2% (yoy). Peningkatan tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan peningkatan UMP pada tahun sebelumnya yang mencapai 11,5%. Regulasi kenaikan UMP Sumbar yang dilakukan pemerintah daerah setiap tahun telah diikuti dengan kenaikan upah tenaga kerja pada mayoritas perusahaan yang menjadi kontak liaison triwulan IV Regulasi tersebut tentunya sangat mempengaruhi struktur biaya perusahaan, terutama untuk beberapa perusahaan kontak subsektor perdagangan, perhotelan, pengangkutan/pengiriman barang dan jasa pengangkutan, dimana biaya upah tenaga kerja menjadi komponen terbesar dari biaya rutinnya. Rata-rata biaya upah tenaga kerja pada sektor tersebut berkisar antara 20% hingga 70%. Perbaikan iklim dan cuaca di semester II 2016 berimplikasi pada peningkatan kualitas hasil perkebunan di tahun 2017 sehingga berpotensi mendorong peningkatan biaya 70

90 bahan baku. Sebagian besar pelaku usaha perkebunan kelapa sawit mengatakan bahan baku CPO diprakirakan akan meningkat didorong perbaikan kualitas dan peningkatan harga komoditas internasional. Hal ini berpotensi mendorong peningkatan biaya perusahaan lebih tinggi mengingat komposisi biaya bahan baku merupakan biaya tertinggi dalam produksi perusahaan. Marjin Keuntungan Rendahnya kinerja produksi dan permintaan menyebkan perolehan laba atau marjin keuntungan sebagian besar perusahaan di Sumbar mengalami penurunan pada triwulan IV Marjin mayoritas perusahaan pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini terindikasi dari likert scale yang mencapai 0,2. Sementara itu, marjin perusahaan di sektor pertanian hampir tidak tumbuh akibat pergerakan harga komoditas utama seperti CPO yang terbatas, serta kesulitan perolehan bahan baku dan menurunnya produksi tabama akibat anomali cuaca. Selain itu, pertumbuhan marjin yang relatif lebih rendah ini terjadi karena peningkatan harga jual hasil produksi tersebut lebih rendah daripada peningkatan biaya. Marjin industri pengolahan turun cukup signifikan dan mengalami kontraksi dengan likert scale mencapai -0,2. Hal tersebut disebabkan karena pelemahan daya beli masyarakat dan penurunan permintaan. Penjualan ekspor yang terus menurun sangat menggerus marjin yang diperoleh perusahaan. 4,67% 17,33% 78,00% Tw III ,67% Tw IV ,67 % 20,67 % Hotel Restoran 40,0 60,0 - Jasa 38,1 61,9 Angkutan 33,3 54,2 12,5 Industri 20,0 76,0 4,0 Bangunan 18,2 81,8 Perdagangan 12,1 87,9 - Pertanian 6,5 83,9 9,7 0% 20% 40% 60% 80% 100% Baik Cukup Buruk Baik Cukup Buruk Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sumatera Barat Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi 71

91 Ditengah tertahannya penjualan, kondisi likuiditas keuangan korporasi membaik pada triwulan IV Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, kondisi keuangan korporasi dari sisi likuiditas pelaku usaha di Sumbar menunjukkan perbaikan pada triwulan IV Pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik, meningkat dari 17,3% pada triwulan III 2016 menjadi 20,7% pada triwulan laporan. Selain itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang kurang baik/buruk relatif tetap sebesar 4,7%. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak pada sektor hotel restoran dan jasa. Jumlah korporasi yang memiliki kualitas keuangan yang baik pada sektor tersebut mencapai 40,0% dan 38,1%. Sementara itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas baik pada sektor pertanian merupakan yang terkecil dibandingkan sektor lainnya dan hanya mencapai 6,5%. Indikasi adanya kegagalan yang tinggi pada sektor pertanian membuat kondisi keuangan sebagian perusahaan sedikit terganggu dan sulit dalam mendapatkan pembiayaan/permodalan. Selain itu, korporasi pada sektor angkutan yang memiliki kondisi likuiditas kurang baik/buruk yang paling tinggi yakni mencapai 12,5%. Tabel 4.5. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Perkiraan Beban Angsuran (% Responden thd Responden Kredit) Sektor Memiliki Kredit Bank (% thd total responden) Semakin Semakin Tetap Berat Ringan Pertanian 19,4 16,7 83,3 0,0 Industri 20,0 0,0 80,0 20,0 Bangunan 18,2 0,0 100,0 0,0 Perdagangan 9,1 33,3 33,3 33,3 Angkutan 16,7 0,0 50,0 50,0 Jasa 19,0 50,0 50,0 0,0 Total 16,0 16,7 66,7 16,7 Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah Beban Angsuran Utang Korporasi Ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum menunjukkan potensi peningkatan risiko. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan IV 2016 yang menunjukkan terdapat 16,7% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 9,1%. Di sisi lain, terdapat peningkatan dari 4,5% menjadi 16,7% korporasi yang memiliki kredit perbankan dan menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan semakin 72

92 ringan terhadap pendapatan perusahaan. Meskipun suku bunga perbankan sudah mulai menurun, kondisi permintaan yang masih lemah memberi dampak terhadap kemampuan bayar beban angsuran yang cukup berat. Dari total 150 pelaku usaha, hanya terdapat 16% responden yang masih memiliki utang ke perbankan. Relatif minimnya responden yang menggunakan kredit mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku usaha menggunakan pembiayaan dari non-perbankan atau relatif memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya dengan keuangan mandiri Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Perlambatan kredit korporasi khususnya pada kredit modal kerja menjadi pendorong utama perlambatan kredit bank umum secara keseluruhan di Sumatera Barat. Pergerakan sektor korporasi sangat penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 55% dari total penyaluran kredit di Sumbar. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat memengaruhi kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 hanya mampu tumbuh sebesar 3,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,6% (yoy) akibat belum pulihnya permintaan dan daya beli masyarakat. Indikasi penurunan kredit ini terlihat dari hasil liaison KPw BI Sumatera Barat, bahwa mayoritas perusahaan di Sumbar menunjukkan adanya penurunan permintaan domestik. Perlambatan kinerja kredit korporasi khususnya kredit modal kerja ini juga diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan I 2017, yang terlihat dari perkembangan kredit di bulan Januari 2017 yang masih terus menunjukkan perlambatan. Kredit korporasi hanya mampu tumbuh 3,2% (yoy), yang disebabkan perlambatan kredit modal kerja yang hanya tumbuh 0,6% (yoy) pada bulan Januari

93 21% 33% 46% Modal Kerja Grafik Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar %, yoy Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Sumber : Pemprov Sumbar, diolah Grafik Pertumbuhan Kredit Berd.Jenis Penggunaan Ditinjau lebih dalam berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit korporasi pada triwulan IV 2016 tersebut terutama terjadi pada sektor perdagangan sebagai sektor dengan pangsa kredit terbesar. Daya beli yang masih relatif rendah menjadi penyebab utama penurunan kinerja kredit sektor perdagangan. Sementara itu, perbaikan harga komoditas CPO dan karet mulai mendorong peningkatan kinerja kredit sektor industri pengolahan. Bahkan kredit industri karet mulai tumbuh positif setelah hampir 2 tahun selalu terkontraksi. Perlambatan kredit pada sektor perdagangan juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Januari 2017 yang terus melambat dengan pertumbuhan hanya mencapai 0,4% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat belum menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, kredit industri pengolahan terus membaik hingga triwulan I 2017 seiring perbaikan harga yang berlanjut dan ketersediaan pasokan bahan baku yang mulai meningkat. 74

94 % yoy ,7 III-16 IV-16 I-17* 12,2 10,5 6,6 6,5 5,3 5,7 1,8 2,4 1,7 0,4 (0,0) Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa %, NPL risiko meningkat ,1 8,0 7,2 risiko meningkat 2,4 0,7 0,8 risiko meningkat 6,3 6,8 6,1 5,5 2,7 2,8 Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa III-16 IV-16 I-17* risiko meningkat Grafik Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Grafik NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar Sementara itu, dari sisi risiko kredit, tekanan pada kualitas kredit korporasi sedikit menurun di akhir tahun NPL kredit mulai mengalami penurunan dari 5,6% pada triwulan III 2016 menjadi 5,1% pada triwulan IV Penurunan NPL tersebut juga didorong oleh usaha perbankan untuk melakukan perbaikan kualitas kredit pada penghujung akhir tahun. Namun demikian, nilai NPL tersebut diprakirakan kembali meningkat pada triwulan I 2017 yang terlihat pada NPL bulan Januari 2017 yang mencapai 5,4% (yoy). Nilai NPL tersebut perlu mendapat perhatian lebih bagi industri perbankan di Sumbar karena nilainya telah berada di atas threshold yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko yang perlu mendapat perhatian tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan perdagangan yang telah mencapai lebih dari 5 % pada bulan Januari Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan relatif masih rendah dan hanya berada di kisaran 0,8%. Meskipun didukung dengan penurunan suku bunga kredit, kinerja penyaluran kredit korporasi belum cukup menunjukkan perbaikan hingga bulan Januari Suku bunga kredit baik investasi, modal kerja, dan konsumsi telah mengalami penurunan sebesar 0,71% (71 basis poin (bps)) selamat 1 tahun terakhir. Penurunan suku bunga tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan BI Rate/ BI 7-days Repo Rate yang terjadi sejak awal tahun Masih lemahnya permintaan dan tingginya tekanan yang dialami dunia usaha sebagai dampak perlambatan ekonomi global dan pelemahan konsumsi domestik, menyebabkan sebagian perusahaan mulai mengurangi penggunaan kredit di perbankan. Korporasi melakukan upaya-upaya efisiensi, termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana pinjaman) untuk 75

95 mengurangi biaya operasional. Kondisi ini mendorong keputusan pencairan simpanan dana di perbankan yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan DPK perbankan. 4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) Tabel 4.6. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan IV-15 I-16 II-16 III-16 IV-16 IV-15 I-16 II-16 III-16 IV-16 IV-16 Aset ,7 9,3 6,8 6,8 7,2 Giro ,9 7,9-12,0-5,6 3,8 14,6 Tabungan ,4 13,8 20,3 14,0 10,2 55,1 Deposito ,4-1,0 1,5 1,9-1,2 30,3 Total DPK ,3 7,4 6,7 5,9 5,5 Modal Kerja ,9 4,8 1,9 0,4 1,1 34,2 Investasi ,8 15,9 21,0 18,1 7,9 21,4 Konsumsi ,3 9,6 8,1 5,7 8,2 44,9 Total Kredit ,2 9,0 8,3 6,2 5,6 Pertanian ,3 2,1 7,0 1,8 5,3 17,0 Pertambangan dan Penggalian ,4-12,2-19,5-17,0-34,9 1,0 Industri Pengolahan ,2 30,9 15,6 6,6 12,2 23,6 Listrik, Gas dan Air Bersih ,6 68,7 68,8 38,1 40,2 0,6 Konstruksi ,0-21,8 8,3 6,4-11,7 2,8 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,3 11,3 11,9 10,5 2,4 47,3 Pengangkutan dan Komunikasi ,4-33,0-11,3 6,2-3,3 1,5 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,1-3,2-12,2-10,4-12,2 3,0 Jasa-jasa ,3-20,5-21,4 1,7 6,5 3,2 Kredit Rumah Tangga ,3 9,6 8,1 5,7 8,2 LDR (%) 145,1 141,2 140,9 139,8 145,2 NPL (%) 2,7 3,0 3,3 3,6 3,2 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Pertumbuhan (%,yoy) Aset Perbankan Hingga akhir tahun 2016, kinerja indikator perbankan di Sumbar belum menunjukkan perbaikan yang menggembirakan. Hingga akhir tahun 2016, aset perbankan hanya mampu tumbuh rendah di bawah dua digit yakni sebesar 7,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 3.1). Perlambatan aset perbankan tersebut disebabkan rendahnya pertumbuhan kredit sepanjang tahun Selain itu, perlambatan aset juga dipengaruhi oleh penurunan kualitas kredit secara umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Perlambatan aset diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan I 2017 yang terindikasi dari aset perbankan bulan Januari 2017 yang kembali melambat dan hanya mampu tumbuh 3,59% (yoy). 76

96 Dari sisi suku bunga, pergerakan penurunan suku bunga tertimbang kredit hampir tidak terlihat pada awal tahun 2017, dan hanya berada pada kisaran yang stabil dari 11,63% menjadi 11,61% Januari 2017, sementara suku bunga tertimbang DPK mulai meningkat dari 3,09% menjadi 3,20%. Triliun Rp % yoy 70 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK ,61 11,63 3,1 3,2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Intermediasi Perbankan Perkembangan DPK Kontraksi pertumbuhan deposito berdampak pada perlambatan penghimpunan DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat melambat sebesar 5,5% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh mencapai 5,9% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama terjadi pada jenis tabungan, sementara deposito bahkan terkontraksi (Grafik 4.22). Ke depan, pertumbuhan DPK diprakirakan masih tumbuh rendah pada triwulan I 2017, akibat penyaluran giro pemerintah pusat yang masih terbatas di awal tahun. Hal ini terlihat pada pertumbuhan DPK di bulan Januari 2017 yang rendah dan hanya tumbuh sebesar 5,6% (yoy), sedangkan giro terkontraksi sebesar -0,7% (yoy). 77

97 %, yoy DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I* Rp triliun 40 DEPOSITO TABUNGAN GIRO , , ,4 - I II III IV I II III IV I II III IV I* Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada rendahnya pertumbuhan deposito yang terkontraksi sebesar -1,2% (yoy) di akhir tahun Penurunan pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 2014 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya penurunan ratarata suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan jenis DPK lainnya. Sejak akhir tahun 2015 suku bunga deposito terus turun dan mencapai penurunan sebesar 1,1% hingga triwulan akhir %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja 35 Kredit Investasi Kredit Konsumsi ,23 0 I II III IV I II III IV I II III IV I* % % 145, , ,7 5, , ,0 3,2 3, ,0 LDR NPL (RHS) 70 1, I II III IV I II III IV I II III IV I* Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Penyaluran Kredit Perlambatan ekonomi Sumbar di tahun 2016 terindikasi dari pertumbuhan kredit yang terus melambat sepanjang tahun. Pertumbuhan kredit bank umum pada akhir 2016 melambat menjadi 5,6% (yoy), dibandingkan akhir tahun 2015 yang mencapai 78

98 12,2% (yoy). Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Seluruh jenis kredit berdasarkan penggunaan mengalami perlambatan yang cukup dalam hingga triwulan IV Bahkan untuk jenis kredit investasi turun signifikan dan 20,8% (yoy) di 2015 menjadi 7,9% (yoy) di akhir tahun Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya sebesar 56% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 70% dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan upaya dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial untuk mendorong penguatan sektor perbankan dalam mendukung peningkatan ekonomi. Bank Indonesia menurunkan BI rate sebanyak 4 kali sejak akhir tahun 2015 hingga Juli 2016 dengan total penurunan mencapai 100 bps. Bank Indonesia juga melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus Selain BI Rate yang digunakan saat ini, perkenalan suku bunga kebijakan yang baru ini tidak mengubah stance kebijakan moneter diterapkan. Sejak diberlakukan efektif, Bank Indonesia juga telah menurunkan BI 7-Day Repo Rate sebanyak 2 kali dengan total penurunan sebanyak 50 bps. Meskipun belum signifikan, penurunan BI rate dan BI 7- day Repo Rate diikuti dengan penurunan suku bunga tertimbang kredit sebesar 71 bps dari 12,34% pada bulan Desember 2015 menjadi 11,63% pada Desember Perkembangan LDR dan NPL Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada akhir tahun 2016 konsisten berada di level yang tinggi. Fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank, yang pada akhir 2016 ini tercatat relatif stabil pada kisaran 145,2% dibandingkan tahun 2015 (Grafik 4.25). Tingginya LDR tersebut diprakirakan sedikit tertahan terindikasi dari nilai LDR pada bulan Januari 2017 yang menurun menjadi 140,7%. Meskipun menurun, nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat dengan berbagai program yang 79

99 menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan. Sementara itu, meski mulai membaik dibandingkan triwulan III 2016, kualitas kredit bank umum di Sumbar sepanjang tahun 2016 secara umum terus menurun dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan IV 2016 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan menurun menjadi 3,2% dari sebelumnya sebesar 3,6%. Namun bila dibandingkan dengan akhir tahun 2015 yang hanya mencapai 2,7% (yoy), NPL tersebut meningkat cukup signifikan. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi terutama pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih rendahnya kegiatan usaha dan daya beli masyarakat terus menggerus kualitas kredit. Penurunan kualitas kredit ini memerlukan perhatian yang serius karena terindikasi terus meningkat. Hal ini terlihat pada NPL bulan Januari 2017 yang kembali meningkat menjadi 3,4%. Kredit korporasi menjadi pendorong utama penurunan kualitas kredit tersebut tersebut dengan peningkatan NPL dari 5,1% menjadi 5,4% di bulan Januari Perbankan Syariah Tabel 4.7. Indikator Perkembangan Bank Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) Indikator Perbankan (miliar Rupiah) (%,yoy) IV-15 I-16 II-16 III-16 IV-16 IV-15 I-16 II-16 III-16 IV-16 IV-16 Aset ,9 2,4 1,3 3,7 9,8 DPK ,6 11,2 6,9 9,8 11,5 Giro ,0 16,8-2,2 3,8 2,0 4,9 Tabungan ,8 10,3 13,6 15,2 11,0 53,5 Deposito ,8 11,6 0,2 4,2 13,6 41,6 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan ,0 1,2 1,4 1,5 2,6 Modal Kerja ,6 9,0 9,9 5,6 10,0 28,0 Investasi ,8 3,6 5,1 4,9-12,2 13,3 Konsumsi ,4-2,7-3,3-1,1 2,9 58,7 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi ,0 1,2 1,4 1,5 2,6 Pertanian ,6 10,7 22,4 15,4-3,1 4,6 Industri Pengolahan ,4 9,1 9,2 15,1 12,8 1,9 Konstruksi ,3-23,4-14,7 9,8 15,7 0,5 Perdagangan ,3-3,0 2,0 5,2 1,1 17,9 Transportasi dan Komunikasi ,2 56,9-0,7 4,7-50,8 0,9 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,9-8,9-9,4-27,1-31,9 5,2 Jasa Sosial ,3-1,8-9,9-14,8-9,6 6,7 Sektor Rumah Tangga ,4-2,7-3,3-1,1 2,9 58,7 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 139,3 140,0 143,6 131,3 128,2 Non-Performing Financing (NPF) 3,9 4,4 4,5 4,7 3,9 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. 80

100 Meski masih terbatas, kinerja perbankan syariah terus menunjukkan perbaikan. Aset perbankan syariah terus membaik dari tumbuh 3,7% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 9,8% (yoy) pada triwulan IV Dengan pertumbuhan tersebut, pangsa aset perbankan syariah meningkat dari 7,4% menjadi 7,9% dari total aset perbankan di Sumatera Barat. %, yoy Aset 25 DPK 20 Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV %, yoy DPK Giro 40 Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Pertumbuhan Indikator Perbankan Syariah Sumbar Grafik Pertumbuhan Jenis-jenis Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Sumbar 4.4 Akses Keuangan Akses Keuangan UMKM Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melambat pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk UMKM tercatat tumbuh sebesar 3,4% (yoy), turun dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,6% (yoy). Adanya kebijakan supervisory action dari OJK 5 dan kebijakan internal perbankan yang lebih memprioritaskan pembenahan kualitas kredit daripada ekspansi menjadi salah satu faktor melambatnya kredit sektor UMKM. Berdasarkan komponennya, sumber perlambatan kinerja kredit UMKM terutama berasal dari perlambatan kredit mikro dan kecil. Sementara kontraksi pertumbuhan kredit menengah relatif membaik terpantau dari negatif 17,0% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi negatif 9,0% (yoy) pada triwulan IV Supervisory Action merupakan salah satu kebijakan dari OJK terkait pembatasan ekspansi penyaluran kredit produktif bagi bank-bank yang memiliki NPL kredit produktif >10%. 81

101 % UMKM Mikro Kecil Menengah 14,8 6,3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (9,0) Transportasi 2,2% Lain-lain 12,9% Perdagangan 66,9% Pertanian 13,7% Industri Pengolahan 4,3% -30 Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Bila dilihat secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terutama berasal dari sektor perdagangan dan transportasi komunikasi. Pertumbuhan kredit UMKM sektor perdagangan tercatat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 12,0% (yoy). Sementara itu, kredit sektor transportasi melambat lebih dalam dengan mencatatkan kontraksi sebesar 1,7% (yoy) pada triwulan IV Perlambatan kredit UMKM sektor transportasi sejalan dengan melambatnya kinerja sektor tersebut pada triwulan laporan. Risiko kredit UMKM masih tinggi pada triwulan IV Rasio NPL kredit UMKM terpantau menurun menjadi 6,4% setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut nilainya berada di level 7%. Meski terjadi penurunan, namun nilai NPL tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pertimbangan dan kehati-hatian perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM. Dengan demikian, diperlukan adanya upaya dari perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM agar tidak mengganggu ketahanan keuangan daerah. % 14 UMKM Mikro Kecil Menengah 12 10, ,4 5,9 2,6 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM 82

102 4.4.2 Akses Keuangan Penduduk Akses keuangan masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana dan penyaluran kredit terpantau terus membaik sejak triwulan I hingga triwulan IV Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk dan angkatan kerja di Sumatera Barat periode Desember 2016 mencapai 170,1%, meningkat dibandingkan periode Agustus 2016 sebesar 165,7%. Rasio yang lebih dari 100% mengindikasikan terdapat penduduk angkatan kerja yang memiliki rekening lebih dari satu. Rasio lebih dari 100% juga menunjukkan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasiswa. Rasio lebih dari 100% juga menunjukkan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar dan mahasiswa. Sejalan dengan DPK, rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio penduduk angkatan kerja di Sumatera Barat meningkat menjadi 27,3% pada Desember Di satu sisi, meningkatnya rasio rekening kredit menunjukkan adanya peningkatan permintaan pembiayaan dari masyarakat. Namun di sisi lain, kondisi tersebut harus disertai dengan kehati-hatian dari pihak perbankan dan masyarakat agar kualitas kredit dapat terjaga. Meningkatnya rekening kredit juga merupakan adanya indikasi peningkatan financial literacy dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan. 83

103 % % 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 142,6 146,3 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Des* 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 23,1 23,5 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Des* Grafik Rasio Rekening DPK Penduduk Grafik Rasio Rekening Kredit Penduduk % 180,0 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 165,7 170,1 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Des* % 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 26,9 27,3 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus Des* Grafik Rasio Rekening DPK Penduduk Bekerja Grafik Rasio Rekening Kredit Penduduk Bekerja 84

104 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 85

105 5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan tren yang masih menurun dari nominal dan volume transaksi. Penurunan tersebut ditengarai sebagai imbas dari perlambatan ekonomi yang berdampak pada penurunan kegiatan dan transaksi ekonomi melalui SKNBI. Sementara dari sisi pengelolaan uang rupiah, kebijakan clean money policy yang ditempuh oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat mulai menunjukkan hasil yang nyata. Rasio pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terhadap arus uang yang masuk (inflow) ke Sumatera Barat tercatat sebesar 38,2%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 30,5%. Namun demikian, rasio pemusnahan UTLE thd inflow pada triwulan IV 2016 tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 73,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa inflow yang masuk ke Sumatera Barat pada triwulan IV 2016 didominasi oleh uang layak edar (ULE). Kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan Bank Indonesia untuk menyediakan uang yang layak edar dengan pecahan sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui sejumlah program, antara lain kas titipan di Kota Bukittinggi, kas keliling di sejumlah kabupaten/kota dan bekerjasama dengan perbankan maupun bank perkreditan rakyat untuk melakukan penukaran uang lusuh. 86

106 5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai Transaksi Kliring Transaksi kliring Sumatera Barat tercatat masih mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume transaksi kliring kembali mengalami penurunan sebesar 8,4% (yoy) menjadi transaksi. Penurunan tersebut sedikit membaik dibandingkan triwulan III 2016 yang mencatat penurunan 9,4% (yoy). Kondisi serupa juga terjadi pada nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,84 triliun atau 12,08% (yoy), turun lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat penurunan 6,3% (yoy). Secara tahunan, transaksi kliring tahun 2016 tercatat sebanyak atau turun 4,6% (yoy) dari Demikian pula dari sisi nominal yang tercatat sebesar Rp15,4 triliun, atau turun 2,8% (yoy) dari tahun sebelumnya Rp15,8 triliun. triliun rupiah Nominal (miliar Rp) Volume (lembar) ribu lembar 5, , , , , , , , , , ,00 88 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar Jumlah Kartu Nominal Transaksi (Rp) - rhs juta rupiah 25 I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik Berbasis Server di Sumbar (5) Layanan Keuangan Digital Perkembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan. Hingga triwulan IV 2016, jumlah agen LKD telah mencapai agen dengan laju pertumbuhan 65,5% (yoy) dari periode yang sama tahun Peningkatan tersebut juga diiringi dengan kenaikan jumlah frekuensi transaksi yang mencapai 184 kali transaksi, atau meningkat 22,7% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah transaksi tersebut didominasi oleh transaksi top up uang elektronik server based masyarakat Sumatera Barat pada periode akhir tahun yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi masyarakat. 87

107 Peningkatan transaksi melalui agen LKD tersebut juga sejalan dengan kenaikan penggunaan uang elektronik server based di masyarakat. Tercatat pada triwulan IV 2016, transaksi uang elektronik server based mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga 155,7% (yoy). Kenaikan tersebut tidak terlepas dari semakin banyaknya merchant yang mulai menggunakan uang elektronik server based sebagai metode pembayarannya di Sumatera Barat Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital miliar rupiah Inflow Outflow Net Inflow-rhs miliar rupiah I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (1.000) (2.000) Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.3. Frekuensi Transaksi dan Jumlah Rekening Layanan Keuangan Digital di Sumbar Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.4. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat berupaya menggencarkan edukasi transaksi non tunai kepada masyarakat mengingat banyaknya keunggulan yang dimiliki jika dibandingkan dengan transaksi tunai sehingga terwujud masyarakat Sumatera Barat yang memiliki preferensi tinggi dalam menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam bertransaksi atau yang dikenal dengan Less Cash Society. Untuk mencapai misi perluasan transaksi non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat proaktif bekerja sama dengan berbagai pihak terkait 88

108 BOKS 3: Implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Kota Sawahlunto Pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, khususnya Asia Pasifik terus mengalami peningkatan drastis dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2000, negara-negara di kawasan Asia Pasifik menyumbang kurang dari 30% dari total output dunia. Kontribusi tersebut terus mengalami peningkatan hingga menjadi hampir 40% pada tahun Sayangnya, peningkatan perekonomian tersebut belum diiringi dengan meratanya kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi masih menjadi tantangan utama di sejumlah negara. Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Asian Development Bank, 2015 Indeks Keuangan Inklusif 12 Korea Selatan 68,89 25 Singapura 58,24 41 Malaysia 47,09 45 Thailand 45, Myanmar 24, Indonesia 24, Filipina 19,63 sumber: ADB, 2015 (diolah) Dalam forum internasional G20 pada Pittsburgh Summit tahun 2009, salah satu tema yang dibahas yaitu terkait dengan keuangan inklusif sebagai prioritas pembangunan yang diyakini mampu mengurangi disparitas ekonomi masyarakat. Asian Development Bank dalam laporannya 7 menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 176 negara yang dihitung. Adapun indeks keuangan inklusif Indonesia adalah 24,36; masih di bawah Malaysia yang sebesar 47,09 dan Myanmar sebesar 24,85. Sedangkan, menurut data dari World Bank tahun 2014, jumlah masyarakat dewasa Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan sebesar 36,1%. Masyarakat Indonesia yang menggunakan jasa lembaga keuangan untuk menabung sebesar 26,6% dan yang 6 Informasi lebih lanjut, kunjungi 7 Informasi lebih lanjut, kunjungi 89

109 meminjam dari lembaga keuangan sebesar 13,1%. Berkaca pada kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia menyusun Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dengan menargetkan 75% masyarakat Indonesia dapat mengkases layanan keuangan pada tahun Hanya 9 dari 25 orang Indonesia yang memiliki rekening. sumber: World Bank, 2014 (diolah) Gambar 5.1. Jumlah Masyarakat Indonesia yang Memiliki Rekening di Lembaga Keungan 2014 Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran turut aktif dalam pengimplementasian SNKI melalui pengembangan inovasi saluran distribusi, produk dan jasa sistem pembayaran. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengembangkan sebuah produk layanan keuangan tanpa kantor bank (branchless banking) yang dinamakan Layanan Keuangan Digital (LKD). Layanan keuangan ini menggunakan pihak ketiga (agen) sebagai perpanjangan layanan perbankan dengan menggunakan instrumen telepon genggam atau berbasis web. Melalui LKD diharapkan masyarakat mendapatkan akses layanan keuangan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat di wilayah Sumatera Barat yang memiliki kecenderungan bergerak di sektor perdagangan. Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, kelebihan dari program LKD yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah (1) fleksibilitas jam operasional LKD; (2) Lokasi LKD yang pada umumnya berada di kampung-kampung yang jauh dari kantor bank dan mesin ATM; serta (3) Kemudahan transaksi tanpa harus mengantri dan memiliki rekening tabungan. Adapun fasilitas LKD yang banyak digunakan oleh masyarakat antara lain transfer dana, pembayaran listrik, pembayaran cicilan kredit dan pembelian token listrik. 90

110 Tabel 5.2. Indikator Potensi Pengembangan Keuangan Inklusif di Sumbar 2015 Ranking Kabupaten/Kota Rasio Jumlah Pemegang Unik dengan Jumlah Agen LKD* Jumlah Rekening Tabungan (rekening)** Pendapatan / Kapita Masyarakat (Rp/tahun)*** 1 Kab. Kepulauan Mentawai Kota Sawahlunto 0, Kab/Kota Lainnya di Sumbar 0,03 n.a. n.a. 4 Kab. Pasaman 0, Kab. Tanah Datar 0, Kab. Sijunjung 0, Kab. Pasaman Barat 0, Kota Solok 0, Kota Padang Panjang 0, Kab. Solok Selatan 0, Kab. Solok 0,08 n.a Kab. Agam 0, Kota Payakumbuh 0, Kota Pariaman 0, Kab. Pesisir Selatan 0, Kab. Limapuluh Koto 0, Kota Padang 0, Kota Bukittinggi 0, Kab. Dharmasraya 1, Kab. Padang Pariaman 1, Sumber: *) LKPBU per Januari 2016, diolah **) Kubus Cognos Bank Indonesia per Februari 2016 ***) BPS Sumbar 2015 Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa sejumlah daerah di Sumatera Barat masih memiliki rasio keuangan inklusif yang cukup rendah. Rasio ini didasarkan atas perbandingan antara jumlah pemegang uang elektronik berbasis server dengan jumlah agen LKD. Rendahnya rasio tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan program keuangan inklusif melalui LKD di sebagian besar kabupaten/kota belum optimal. Di sisi lain, jumlah rekening tabungan dan pendapatan per kapita masyarakat yang tinggi menjadi salah satu indikator bahwa perekonomian di kabupaten/kota tersebut cukup berkembang. Daerah yang memiliki rasio jumlah uang elektronik dengan jumlah agen LKD yang kecil, namun ukuran perekonomiannya cukup signifikan, menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi cukup besar untuk mengembangkan program LKD dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Daerah tersebut antara lain Kab. Kepulauan Mentawai dan Kota Sawahlunto. 91

111 Grafik 5.5. Indikator Perekonomian Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dan Indonesia Grafik 5.6. Perbandingan Pendapatan per Kapita Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dan Indonesia Kota Sawahlunto menduduki peringkat keenam kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatera Barat pada tahun 2014 sebesar 6,04% (yoy). Tercatat, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Sawahlunto sejak tahun adalah sebesar 5,78%. Bahkan tahun 2013 dan 2014, laju pertumbuhan ekonomi Kota Sawahlunto sebesar 6,04% (year on year) melebihi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dan Indonesia yang berturut-turut sebesar 5,85% (yoy) dan 5,02% (yoy). Selain itu, sejak tahun 2010 hingga 2014, pendapatan per kapita Kota Sawahlunto lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita Sumatera Barat dan Indonesia. Namun demikian, prospek perekonomian yang terus membaik tersebut belum banyak berimbas pada pemerataan akses keuangan di Kota Sawahlunto. Berdasarkan data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat tercatat bahwa persentase jumlah pemilik rekening, baik rekening tabungan, deposito maupun giro nasabah bank umum yang berada di Kota Sawahlunto hanya 0,41% dibandingkan jumlah pemilik rekening bank umum secara keseluruhan di Sumatera Barat. Nilai tersebut cenderung sangat kecil bila dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat. Sebagai contoh, berdasarkan data BPS Kota Padang Panjang (2016), wilayah Kota Padang Panjang memiliki luas 23 km 2 dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa pada tahun 2015 dan memiliki persentase jumlah rekening 2,62% atau rekening. Sedangkan Kota Sawahlunto dengan luas wilayah 275,9 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa pada tahun 2015 hanya memiliki persentase jumlah rekening 0,41% atau rekening. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pemilik jumlah rekening di Kota Padang Panjang sejumlah pemilik rekening per km2 dan 17 rekening per penduduk, lebih tinggi dibandingkan Kota Sawahlunto yang hanya memiliki konsentrasi jumlah pemilik rekening yang sebesar 501 pemilik rekening per km 2 dan 2 rekening per penduduk. 92

112 Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.7. Indikator Perekonomian Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dan Indonesia Oleh karena itu, untuk mendorong tercapainya target keuangan inklusif Indonesia tahun 2019, peningkatan implementasi program LKD perlu dilakukan dengan mengupayakan sejumlah langkah strategis, antara lain menambahkan fasilitas pembayaran LKD selain yang sudah tersedia, menambah jumlah frekuensi sosialisasi dan penyebarluasan berbagai jenis media promosi, menambah jumlah agen LKD dan menggencarkan penggunaan telepon genggam sebagai instrumen transaksi di agenagen LKD serta mendorong integrasi sistem keuangan inklusf antara otoritas terkait. Beberapa rekomendasi tersebut diyakini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan LKD dan pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. 93

113 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Sumatera Barat tercatat kembali mengalami net inflow, sedangkan daerah lain di Sumatera mengalami net outflow pada periode laporan. Sumatera Barat tercatat mengalami net inflow sebesar Rp173 miliar pada periode triwulan IV Secara pertumbuhan, net inflow tersebut mengalami penurunan hingga 52,32% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp363 miliar. Penurunan pertumbuhan inflow tersebut ditengarai disebabkan oleh tingginya konsumsi masyarakat Sumatera Barat sehubungan dengan periode libur anak sekolah dan kenaikan sejumlah barangbarang kebutuhan pokok di akhir tahun. Berdasarkan data Bank Indonesia, hanya Sumatera Barat yang mengalami net inflow pada periode laporan, sedangkan provinsi lainnya di Sumatera mengalami net outflow. Aceh Rp2,38 T % 80 Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow triliun rupiah 2,50 Sumut Rp3,07 T Riau Rp4,0 T Sumbar Rp0,13 T Bengkulu Rp0,88 T Sumber: Bank Indonesia Lampung Rp0,14 T Jambi Rp1,44 T Kepri Rp1,86 T Sumsel Rp1,85 Babel Rp0,70 T I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Grafik 5.8. Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) di Wilayah Sumatera Grafik 5.9. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) di Sumatera Barat mengalami penurunan pada triwulan IV Pemusnahan UTLE pada periode laporan tercatat kembali mengalami penurunan 31,22% (yoy), atau menjadi Rp1,1 triliun. Namun demikian, rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow meningkat sebesar 38,2% dibandingkan triwulan sebelumnya 30,5%. Secara tahunan, pemusnahan UTLE dari Januari hingga Desember 2016 juga mengalami penurunan hingga 11,9% (yoy), atau sebesar Rp5,7 triliun dari tahun sebelumnya mencapai Rp6,5 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa peredaran uang layak edar (ULE) di Sumatera Barat tahun

114 mengalami perbaikan dan clean money policy berangsur-angsur dapat tercapai. Adanya program kas titipan, kas keliling dan penukaran uang yang melibatkan perbankan umum maupun bank perkreditan rakyat diyakini mampu mendukung kualitas ULE di Sumatera Barat. Di lain sisi, jumlah pemusnahan UTLE secara lembaran mengalami kenaikan. Peningkatan pemusnahan UTLE secara lembaran meningkat 4,2% (yoy), menjadi 50,7 juta lembar yang pada periode IV 2015 tercatat sebesar 48,7 juta lembar. Hal ini berbanding terbalik dengan pemusnahan UTLE secara nominal yang mengalami penurunan menjadi Rp1,1 triliun. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pemusnahan UTLE di Sumatera Barat untuk triwulan IV 2016 lebih banyak dipengaruhi oleh pemusnahan uang pecahan kecil (UPK). juta lembar Pemusnahan UTLE I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Pemusnahan UTLE di Sumbar Lembar Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Uang rupiah palsu yang berhasil diidentifikasikan mengalami penurunan. Setelah triwulan III 2016 rupiah palsu yang ditemukan cukup tinggi, bahkan merupakan temuan tertinggi selama tahun 2016, pada triwulan IV 2016 temuan rupiah palsu berkurang. Kantor Bank Indonesia Sumatera Barat mencatat terdapat 207 lembar temuan uang rupiah palsu. Sementara itu secara tahunan, total temuan uang rupiah palsu dari Januari hingga Desember 2016 di wilayah Sumatera Barat sebesar 756 lembar, atau mengalami peningkatan hingga 32,46% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 573 lembar. Untuk mencegah dan menanggulangi peredaran uang Rupiah palsu di masyarakat, Bank Indonesia mengeluarkan 11 pecahan mata uang rupiah baru tahun emisi (TE) 2016 yang telah diluncurkan pada tanggal 19 Desember Uang rupiah TE

115 tersebut memperkuat beberapa unsur pengaman di uang rupiah yang telah ada sebelumnya, antara lain melalui fitur color shifting, rainbow feature, latent image, ultra violet feature, blind code/tactile effect dan rectoverso. BOKS 3: Menjaga Kedaulatan Bangsa Melalui Sosialisasi Rupiah Pasca diluncurkannya 11 (sebelas) denominasi Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Desember 2016 yang juga bertepatan dengan Hari Bela Negara, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat (KPw BI Prov. Sumbar) secara aktif melakukan sosialisasi ke seluruh elemen masyarakat dengan berbagai latar belakang, dari Gubernur Sumatera Barat sampai dengan siswa/i Taman Kanak-Kanak. Gencarnya sosialisasi yang dilakukan guna memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan Rupiah TE 2016 tersebut serta meredam isu yang beredar di masyarakat luas terkait desain Uang Rupiah Tahun Emisi 2016, seperti isu desain rectoverso (salah satu fitur keamanan) yang mirip dengan simbol partai terlarang, pencetakan uang yang dilakukan bukan oleh PERURI sampai dengan desain yang serupa dengan mata uang negara lain. Gambar 1. Uang Rupiah Tahun Emisi

116 Untuk mengklarifikasi berita hoax tersebut, KPw BI Prov. Sumbar mengadakan sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 yang dikemas dalam acara Silaturahim Awal Tahun 2017 yang mengundang Asisten II Daerah Prov. Sumbar, Kapolda Sumbar, Danrem 032 Wirabraja, seluruh Pimpinan Redaksi Media Cetak Dan Elektronik, Pengurus Majelis Ulama Indonesia, Ketua Pengurus Organisasi Masyarakat Keagamaan (Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama), Akademisi serta Ketua Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau. Pada kegiatan tersebut, Kepala Perwakilan BI Sumbar mempresentasikan tentang fitur maupun desain Uang Rupiah Tahun Emisi 201 kepada seluruh pemangku kepentingan. Tidak hanya melakukan pemaparan satu arah, beberapa pertanyaan juga dilontarkan terkait isu yang beredar di masyarakat, termasuk isu gambar rectoverso yang disangkakan serupa dengan gambar simbol partai terlarang dan pemilihan gambar pahlawan. Beberapa tokoh masyarakat juga turut menyampaikan saran terkait pencetakan dan pengedaran uang baru tersebut. Peserta kegiatan juga ikut diajak melakukan simulasi Gambar Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 Gambar Sosialisasi Uang Rupiah TE pengenalan 2016 Kepada fitur-fitur Pemangku pengamanan Kepentingan Kepada Ketua MUI Prov. Sumbar Prov. Sumbar dengan bantuan dari Unit Pengelolaan Uang Rupiah, seperti menerawang rectoverso hingga membentuk logo Bank Indonesia, meraba blind code, serta melihat keindahan fitur pengamanan ultra violet di bawah sinar UV. Tidak hanya sampai di situ, KPw BI Prov. Sumbar selalu menyertakan materi terkait pencetakan dan pengedaran Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 pada beberapa kegiatan yang mengikutsertakan stakeholders, seperti kegiatan High Level Meeting TPID Prov. Sumbar yang juga dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat pada tanggal 24 Januari Pada kesempatan tersebut, KPw BI Prov. Sumbar juga membuka loket penukaran untuk peserta rapat yang ingin menukarkan Uang Rupiah TE

117 Gambar Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dalam kegiatan High Level Meeting TPID Prov. Sumbar Gambar Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 kepada siswa/i beserta orang tua murid TK Al Azhar 32 Dalam rangka mengenalkan tentang Bank Indonesia sedari dini, KPw BI Prov. Sumbar mengundang siswa/i TK Al Azhar 32 beserta dengan orang tua murid dan guru untuk lebih mengetahui tentang alat pembayaran di Indonesia pada tanggal 8 Februari Materi yang disampaikan dibuat dengan sangat mudah agar dapat dipahami oleh siswa/i TK, seperti warna uang dan angka nominal yang tertera pada uang serta kegunaan uang tersebut. Tim PUR pun turut melakukan sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 kepada orang tua murid serta guru-guru, guna memastikan pemahaman yang komprehensif terkait Uang Rupiah Tahun Emisi 2016, selain hadiah yang disediakan bagi peserta yang dapat menjawab pertanyaan seputar Rupiah TE Sebagai klarifikasi terhadao isu-isu tentang Uang Rupiah Tahun Emisi 2016, dapat diuraikan sekilas tentang fakta-fakta terkait pengeluaran Uang Rupiah Tahun Emisi 2016: No Isu Yang Beredar Tanggapan Bank Indonesia 1. Gambar simbol partai terlarang pada Uang Rupiah TE 2016 a. Gambar saling isi yang tertera merupakan salah satu fitur pengaman yang paling sulit untuk dipalsukan yang dikenal sebagai Rectoverso. b. Rectoverso dibuat dengan suatu teknik cetak khusus pada uang kertas yang membuat sebuah gambar berada pada posisi yang sama dan saling membelakangi di bagian depan dan belakang. c. Apabila dilihat tanpa diterawang, gambar akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan, namun apabila diterawang ke arah sumber cahaya, rectoverso akan membentuk gambar yang utuh, dalam hal ini adalah lambang BI yang merupakan singkatan dari Bank Indonesia. d. Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negaranegara lain seperti Euro, Thailand Bath (membentuk ornamen nilai nominal), UK Poundsterling, dan Korea Won (membentuk logo/gambar tertentu). 2. Warna Uang Rupiah TE a. Sebagian besar bank sentral di dunia menggunakan warna 98

118 No Isu Yang Beredar Tanggapan Bank Indonesia 2016 serupa dengan warna uang negara lain 3. Pencetakan Uang Rupiah TE 2016 tidak dilakukan oleh PERURI 4. Skema pemilihan gambar pahlawan pada Uang Rupiah TE 2016 sebagai pembeda antar pecahan. Berdasarkan survei, lebih dari 90% responden membedakan pecahan berdasarkan warna. b. Uang pecahan TE 2016 masih menggunakan warna dominan yang sama dengan desain uang sebelumnya. c. Terdapat beberapa mata uang di dunia yang memiliki skema warna serupa dengan Rupiah, antara lain Euro, Ringgit, Dolar Singapura, Baht, Yuan dan berbagai mata uang lainnya. a. Tidak benar bahwa pencetakan uang Rupiah TE 2016 dilakukan oleh perusahaan pencetakan selain Perum Peruri, baik di luar negeri ataupun di dalam negeri. b. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pasal 14, pelaksana pencetakan Rupiah dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk BUMN sebagai pelaksana Pencetakan Rupiah. Dalam kaitan ini, pelaksana pencetakan adalah Perum Peruri yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan pencetakan Rupiah tersebut. 1. Pencantuman gambar pahlawan di dalam uang Rupiah TE 2016 merupakan amanat UU No.7 Tahun Dalam penentuan gambar tokoh yang dimuat dalam uang Rupiah, Bank Indonesia berkonsultasi dengan Pemerintah pusat maupun daerah, sejarawan, akademisi, serta tokoh masyarakat. 3. Semua gambar pahlawan nasional yang dicantumkan pada uang Rupiah kertas dan logam diperoleh dari instansi yang berwenang menatausahakan pahlawan nasional dan telah disetujui oleh ahli waris pahlawan nasional. 4. Gambar pahlawan yang digunakan dalam Rupiah juga telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Presiden RI (Keppres No.31 Tahun2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 5 September 2016). Berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia selalu berpedoman pada Undang-Undang dalam menetapkan kebijakannya, termasuk dalam pengeluaran Uang Rupiah Tahun Emisi 2016, sehingga dapat kami sampaikan bahwa isuisu yang beredar di masyarakat luas seperti pada tabel di atas adalah berita hoax. Selain itu, Bank Indonesia juga berkomitmen terus untuk menjaga Rupiah sebagai alat pembayaran satu-satunya yang sah di Republik Indonesia, seperti dengan penyediaan uang layak edar di masyarakat serta mewajibkan seluruh masyarakat untuk bertransaksi menggunakan Rupiah di wilayah NKRI. Mari jaga kewibawaan Rupiah sebagai simbol kedaulatan Bangsa Indonesia dengan tidak menyebarkan isu-isu negatif terhadap Rupiah serta menjaga Rupiah dengan baik sehingga terjaga kualitasnya dan kelayakedarannya. 99

119 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 100

120 6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada tahun 2016, angka penggangguran terbuka pada Agustus 2016 menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya akibat perbaikan kinerja sektor pertambangan sehingga membutuhkan tambahan angkatan kerja untuk sektor tersebut. Pertumbuhan PDRB lapangan usaha pertambangan selama semester II 2016 laporan tercatat sebesar 7,77% (yoy) atau lebih tinggi dari semester sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 1,84% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas pertambangan seperti batubara dan emas di beberapa kabupaten. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun demikian dalam setahun terakhir, sektor pertanian justru merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja secara tahunan (yoy). Berdasarkan Survei Konsumen (SK) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, meskipun ekspektasi masyarakat terhadap penyerapan ketenagakerjaan di Sumbar selama semester II membaik, kondisi tersebut tidak diiringi dengan perbaikan tingkat penghasilan. Penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan serta sektor pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa sawit (CPO) dan karet terutama pada awal semester II Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rasio gini cenderung membaik di tengah meningkatnya persentase jumlah penduduk miskin. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Di sisi lain, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. 101

121 6.1 Ketenagakerjaan Daerah Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan secara umum justru membaik dibandingkan tahun 2015Tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus 2016 meningkat dibandingkan Agustus 2015, namun sedikit menurun dibandingkan Februari Di samping itu, angka pengangguran terbuka memperlihatkan kecenderungan menurun sejak tahun lalu (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Kegiatan Utama Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Penduduk Usia 15 Tahun Keatas 3,40 3,52 3,55 3,58 3,61 3,63 3,66 3,69 Angkatan Bekerja 2,46 2,22 2,50 2,33 2,48 2,35 2,58 2,47 Bekerja 2,30 2,06 2,34 2,18 2,33 2,18 2,43 2,35 Pengangguran 0,16 0,16 0,16 0,15 0,15 0,16 0,15 0,13 Bukan Angkatan Kerja 1,27 1,31 1,04 1,25 1,13 1,29 1,09 1,21 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 65,85 62,92 70,58 65,19 68,73 64,56 70,34 67,08 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % 6,39 7,02 6,32 6,50 5,99 6,89 5,81 5,09 Pekerja Tidak Penuh 0,84 0,90 0,79 0,80 0,87 0,74 0,87 0,76 Setengah Pengangguran 0,37 0,25 0,22 0,26 0,32 0,25 0,31 0,25 Pekerja Paruh Waktu 0,48 0,65 0,57 0,55 0,55 0,49 0,56 0,51 Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja 36,69 43,5 33,60 36,91 37,36 33,89 35,99 32,49 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat Meningkatnya kualitas ketenagakerjaan di Sumatera Barat terutama dipicu oleh peningkatan penyerakan tenaga kerja di sektor pertambangan. Meningkatnya jumlah penduduk yang bekerja antara lain disebabkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja di sektor pertambangan serta upaya perbaikan kinerja beberapa sektor antara lain pariwisata. Pertumbuhan PDRB lapangan usaha pertambangan selama semester II 2016 laporan tercatat sebesar 7,77% atau lebih tinggi dari semester sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 1,84% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas pertambangan seperti batubara dan emas di beberapa kabupaten. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian menyerap 855,6 ribu orang tenaga kerja atau 36,4% dari total tenaga kerja. Selama setahun terakhir (Agustus Agustus 2016), jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama meningkat pada hampir seluruh sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor lainnya (pertambangan, listrik, gas dan air) dengan penambahan 38,63 ribu orang (94,09 %), dan sektor industri sebanyak 59,98 ribu orang (41,06%). Sektor pertanian adalah sektor yang mengalami penurunan paling dalam selama semester II 2016 dengan persentase 102

122 sebesar -4,02% (yoy). Penurunan ini ditengarai disebabkan oleh adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pertambangan. Pada semester II 2016, kinerja sektor pertanian cenderung melambat akibat faktor cuaca yang kurang baik dan belum membaiknya harga komoditas perkebunan sehingga menjadi disinsentif bagi kelompok tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara di sisi lain, kinerja sektor pertambangan cenderung meningkat khususnya pertambangan batubara dan pertambangan emas yang menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk melakukan eskpansi usaha sehingga memicu peningkatan kebutuhan tenaga kerja. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 4,4 4,1 6,2 4,3 4,1 3,8 4,1 5,7 21,0 22,9 19,6 22,3 8,1 6,4 6,7 23,3 23,4 25,0 22,0 6,9 7,6 6,7 7,1 8,8 41,2 39,7 41,7 37,5 39,0 39,2 37,4 36,4 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Grafik 6.1. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Lainnya Jasa Transportasi Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian Sumber: BPS, periode Agustus 2016 Indeks Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Penghasilan Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Optimis Pesimis Grafik 6.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Indeks Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yad Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yad Indeks Kegiatan Usaha-6 bln yad Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 6.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan dan Kegiatan Usaha Yang Akan Datang Namun demikian, berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia, optimisme masyarakat terhadap kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat cenderung menurun. Di satu sisi, persepsi masyarakat terhadap penyerapan tenaga kerja meningkat, tercermin dari meningkatnya indeks ketersediaan lapangan pekerjaan selama semester II 2016 mencapai 91,5 atau lebih tinggi dibandingkan semester I 2016 sebesar 85,5. Di sisi lain, meski ketersediaan lapangan pekerjaan relatif 103

123 meningkat, persepsi terhadap tingkat pendapatan masyarakat justru menurun bahkan cenderung berada pada level pesimis. Indikasi tersebut terlihat pada penurunan indeks penghasilan konsumen pada semester II 2016 sebesar 95,5 atau lebih rendah dibandingkan semester I 2016 sebesar 105,5. Kondisi tersebut terindikasi disebabkan oleh menurunnya produksi kelapa sawit dan karet yang menjadi salah satu mata pencaharian penduduk di Sumatera Barat. Hal ini juga diperparah dengan belum membaiknya harga kedua komoditas tersebut di tengah perlambatan permintaan dunia. Hasil SKDU Bank Indonesia memperlihatkan terjadinya penurunan indeks, dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan serta sektor pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa sawit (CPO) dan karet. Ditinjau dari jenisnya, status pekerjaan di Sumatera Barat sebagian besar masih bersifat informal. Berdasarkan enam kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal. Dengan demikian pada posisi Agustus 2016, pangsa pekerja formal di Sumatera Barat sebesar 38,2% atau berjumlah 896,9 ribu orang, sedangkan pekerja non formal berjumlah ribu orang (Grafik 5.7). Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, pangsa pekerja informal cenderung menurun dari 64,4% (Agustus 2015) menjadi 61,8% (Agustus 2016). Bila dilihat lebih dalam, penurunan tenaga kerja informal dipicu oleh penurunan pada kelompok berusaha sendiri sementara di sisi lain tenaga kerja formal mengalami peningkatan pada kelompok berusaha dibantu buruh tetap. Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan menyambut bulan Ramadhan dan Lebaran serta adanya kebutuhan perusahaan tambang untuk mempekerjakan pegawai tetap diperkirakan menjadi faktor penyebab pergeseran tenaga kerja informal ke formal tersebut. 104

124 Pekerja bebas 12% Pekerja Berusaha sendiri keluarga/tak dibayar 17% 15% Buruh/ Karyawan 32% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 17% Berusaha dibantu buruh tetap 5% Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016 Grafik 6.4. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Total Universitas Diploma SMK SMA SMP SD ke bawah 2,63 4,43 5,09 5,76 6,71 7,46 8, Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016 Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi % Berbeda dari periode Februari 2016 yang didominasi oleh pengangguran yang berpendidikan diploma dan sarjana, pengangguran terbesar secara persentase pada Agustus 2016 justru pada tingkat SMA dan SMK. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah mengingat tamatan SMA mayoritas dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan memiliki keterbatasan untuk masuk ke lapangan pekerjaan formal. Sementara itu tamatan SMK relatif lebih siap dibandingkan tamatan SMA karena sudah memiliki keahlian. Dalam hal ini pemerintah daerah sebaiknya dapat mengakomodasi pengangguran tamatan SMK dengan bekerja sama dengan berbagai korporasi dan melakukan penguatan melalui balai latihan kerja dan peningkatan kemampuan seperti bahasa asing. 6.2 Kesejahteraan Daerah Kesejahteraan masyarakat terpantau menurun pada semester II Hal tersebut tercermin dari memburuknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada semester II 2016 (September 2016) tercatat sebanyak 376,5 ribu jiwa, atau meningkat dibandingkan semester I 2016 (Maret 2016) yang sebanyak 371,5 ribu jiwa. Dengan kondisi tersebut, persentase penduduk miskin sedikit meningkat dari 7,09% menjadi 7,14% (Grafik 6.6). Ditinjau secara spasial, mayoritas penduduk miskin di Sumatera Barat berdomisili di kawasan perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada September 2016 sebesar 68,3% total penduduk miskin Sumatera Barat (257 ribu jiwa), sementara sisanya berada di perkotaan (119,5 ribu jiwa). Sejalan dengan jumlahnya, peningkatan penduduk miskin lebih banyak terjadi di kawasan pedesaan 105

125 dibandingkan perkotaan. Dalam kurun waktu 6 (enam) bulan (Maret September 2016), jumlah penduduk miskin di pedesaan bertambah sebanyak jiwa, sementara peningkatan di perkotaan sebesar 548 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut terindikasi disebabkan oleh menurunnya tingkat penghasilan. Kondisi ini tercermin dari penurunan Indeks Penghasilan Konsumen dari 103,3 pada semester I 2016 menjadi 100,0 pada semester II Kegagalan panen akibat kemarau dan serangan hama menjadi penyebab turunnya penghasilan masyarakat, terutama yang bergantung pada sektor pertanian. Selain itu, melemahnya tingkat kesejahteraan ditenggarai disebabkan pula oleh meningkatnya inflasi pada semester II 2016 yang turut menggerus daya beli masyarakat. ribu jiwa % 500 Jumlah Penduduk Miskin Kota 10 9,5 9,0 Jumlah Penduduk Miskin Desa 9 8,2 8,1 Total Penduduk Miskin-rhs ,6 7, ,3 6,9 7, , Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat ribu Rp/kapita/bulan 500 Kota Desa Kota+Desa 450 g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 403, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah % (yoy) ,1 Grafik 6.7. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat (1) Peningkatan laju inflasi berdampak pada meningkatnya garis kemiskinan. Garis kemiskinan 8 pada semester II 2016 (September 2016) tercatat sebesar Rp438,1 ribu per kapita/bulan atau meningkat dibandingkan semester I 2016 (Maret 2016) sebesar Rp425,1 ribu per kapita/bulan (Grafik 6.7). Terkait pengeluaran terhadap komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai pangsa jauh lebih besar dibandingkan komoditas non makanan di dalam garis kemiskinan. Pada September 2016, pengeluaran untuk komoditas makanan meningkat sebesar Rp7.365 per kapita/bulan, lebih tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran untuk komoditas non makanan sebesar Rp5.569 per kapita/bulan. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa laju inflasi sebagian besar disebabkan oleh kenaikan kelompok bahan makanan. 8 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 106

126 ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 400 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Garis Kemiskinan untuk Makanan ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 129,4 122,0 77,9 81,4 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Garis Kemiskinan untuk Non Makanan % (yoy) Indikasi penurunan kesejahteraan tercermin dari semakin lebarnya ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Hal ini terlihat dari meningkatnya Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dari 0,2 (Maret 2016) menjadi 0,3 (September 2016) (Grafik 6.11). Secara spasial, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Pada semester II 2016 (September 2016) nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sebesar 1,2, sedangkan di perkotaan sebesar 1,0. Hal tersebut mencerminkan bahwa ketimpangan kemiskinan lebih tinggi terjadi di perdesaan dibandingkan di daerah perkotaan. Di sisi lain, indikator kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dengan garis kemiskinan belum menunjukkan perbaikan. Kondisi ini tercermin dari nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada semester II yang tercatat sebesar 1,1 atau relatif stabil dibandingkan semester I 2016 (Grafik 6.10). Hal ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata kemampuan daya beli atau pengeluaran per kapita/bulan penduduk miskin belum mengalami perubahan. Indeks 1,6 1,2 1,2 1,3 1,3 1,1 1,1 1,0 0,9 1,0 0,8 0,8 0,4 Sumber: BPS, diolah 0,0 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Kota Desa Kota+ Desa Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 Sumber: BPS, diolah 0,0 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Kota Desa Kota+ Desa Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 107

127 6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Berdasarkan data terbaru, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat tahun 2015 membaik. Kondisi ini tercermin dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 69,98 (tahun 2015), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 69,36 (tahun 2014). Dibandingkan provinsi lainnya di regional Sumatera dan secara nasional, IPM Sumatera Barat relatif cukup baik dan berada pada peringkat ke-3 (tiga) tertinggi. Kep. Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Kep. Bangka Belitung Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Nasional 67,46 66,95 69,05 68,89 68,59 69,98 69,51 69,45 69,55 70,84 73, Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 2015 Kep. Bangka belitung Sumatera Utara Sumatera Barat Aceh Kep. Riau Sumatera Selatan Jambi Riau Lampung Bengkulu Indonesia Sumber: BPS, diolah 0,28 0,32 0,33 0,33 0,35 0,35 0,35 0,35 0,36 0,36 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, ,4 Secara tahunan, indikator ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat cenderung membaik pada tahun Kondisi ini terlihat dari menurunnya rasio gini Provinsi Sumatera Barat dari 0,34 pada tahun 2015 menjadi 0,33 pada tahun Dengan nilai tersebut, ketimpangan di Sumatera Barat terpantau lebih baik dibandingkan nasional dengan rasio gini sebesar 0,40. Dibandingkan dengan provinsi lain di regional Sumatera, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan ke-3 (tiga) terendah di Sumatera, membaik dari tahun 2014 yang berada pada urutan ke-4 (empat) terendah di Sumatera. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah. Selain itu, penurunan ketimpangan juga dapat mengindikasikan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. 108

128 6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat Sejalan dengan kondisi nasional, nilai tukar petani (NTP) Sumatera Barat mengalami penurunan pada triwulan IV NTP Sumatera Barat secara ratarata selama triwulan IV 2016 mencapai 97,02 atau turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 97,28. Angka NTP < 100 menggambarkan kenaikan harga produksi dibandingkan dengan kenaikan harga yang dikonsumsi petani. Dengan demikian, hal tersebut mencerminkan bahwa pendapatan petani menurun dan nominalnya lebih kecil daripada pengeluarannya. Bila ditinjau lebih lanjut, penurunan NTP tersebut terutama berasal dari NTP subsektor perkebunan. Kondisi tersebut terjadi seiring dengan menurunnya produksi kelapa sawit dan karet akibat gangguan cuaca. Hal ini berimbas pula pada semakin dalamnya kontraksi ekspor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan IV Di sisi lain, penurunan NTP lebih lanjut tertahan oleh peningkatan NTP subsektor tanaman pangan. Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produksi tabama melalui pemanfaatan teknologi dan perluasan lahan tanam/panen terindikasi mendorong perbaikan subsektor tersebut. Berbeda dengan nasional dan Sumatera Barat, NTP di kawasan Sumatera relatif membaik pada triwulan IV Secara rata-rata, NTP Sumatera tercatat meningkat dari 97,79 pada triwulan III 2016 menjadi 98,63 pada triwulan IV Peningkatan tertinggi terutama di Provinsi Riau sementara terendah terjadi di Provinsi Lampung. Bila dibandingkan dengan nasional, hanya provinsi Lampung yang memiliki NTP di atas nasional. Tabel 6.2. Perkembangan NTP Provinsi di Sumatera Pr ov i ns i TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 L ampung 104, , , , , , , , , 15 Kepul auan Bangka Bel i t ung 101, , , , , , , , 09 99, 33 Sumat er a Ut ar a 100, 10 98, 52 98, 60 97, 67 99, 64 99, , 52 99, , 22 J ambi 97, 04 95, 95 95, 21 95, 13 95, 45 96, 57 99, 12 98, , 21 Ri au 96, 95 96, 84 95, 97 93, 55 94, 61 96, 61 99, 10 98, , 83 Kepul auan Ri au 100, , 14 98, 92 99, 95 98, 78 98, 38 98, 81 97, 54 97, 90 Sumat er a Bar at 100, 61 98, 72 97, 36 97, 14 97, 37 98, 15 98, 23 97, 28 97, 02 Ac eh 98, 17 96, 82 95, 95 96, 02 97, 75 97, 73 96, 31 95, 29 97, 02 Sumat er a Sel at an 100, 92 97, 84 97, 52 95, 94 96, 19 94, 95 94, 43 93, 91 95, 04 Bengkul u 96, 35 95, 47 94, 12 92, 71 93, 36 92, 24 93, 94 92, 44 93, 60 Nas i onal 101, , , , , , , , , 47 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat Penurunan NTP Sumatera Barat terjadi seiring dengan meningkatnya laju inflasi pedesaan pada triwulan IV Laju inflasi perdesaan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 5,1% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 109

129 5,0% (yoy). Peningkatan inflasi perdesaan tersebut terutama disebabkan oleh adanya kenaikan permintaan akhir tahun. Berdasarkan kelompoknya, peningkatan inflasi terbesar terjadi pada kelompok kesehatan sementara peningkatan terendah terjadi pada kelompok makanan jadi. 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 NTP Sumbar Indeks Harga Diterima (It) Indeks Harga Dibayar (Ib) 100,9101,2100,4 99,9 98,7 97,4 97,0 97,7 98,1598,2397,2897,05 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Indeks Harga Diterima (It) dengan Indeks Harga Dibayar (Ib Indeks NTP NTP Tanaman Pangan NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat NTP Peternakan NTP Perikanan Sumber: BPS, diolah Grafik NTP Sumbar Menurut Subsektor Rp/kg Harga Beras (tingkat konsumen) Harga Gabah Kering Penggilingan/GKP (tingkat produsen) *) rata-rata harga beras IR 42, cisokan, pandan jambi, sirandan bukittinggi Sumber : SPH KPw BI Sumbar & BPS Grafik Perkembangan Harga GKP (produsen) dan harga beras (konsumen) 110

130 s tahun ajaran baru dan kenaikan biaya yang tinggi secara umum (gabungan perkotaan dan de 7 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumbar di triwulan II 2017 diprakirakan meningkat didorong oleh akselerasi kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan prakiraan pertumbuhan pada triwulan I 2017 pada kisaran 4,8% - 5,2% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring dengan pemberian gaji ke-13 dan ke-14 serta perayaan keagamaan yang bergeser dari triwulan III pada tahun lalu menjadi triwulan II pada tahun Konsumsi pemerintah menguat di tengah komitmen pemerintah mempercepat administrasi lelang dan realisasi fisik proyek. Investasi diprakirakan meningkat seiring siklus peningkatan realisasi belanja modal dan gencarnya pembangunan infrastruktur secara nasional yang memicu kebutuhan semen dari perusahaan di Sumbar. Sementara aktivitas ekspor diprakirakan akan sedikit membaik dengan insentif perbaikan harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan di triwulan II 2017 diprakirakan akan ditopang oleh pertumbuhan lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan, lapangan usaha industri pengolahan, serta lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Laju inflasi triwulan II 2017 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dalam rentang 7,7% - 8,1% (yoy) yang terutama disebabkan oleh faktor musiman. Selain karena terdapat faktor musiman Lebaran, tingginya inflasi juga dipengaruhi faktor musiman tahun ajaran baru. Seluruh kelompok baik inflasi inti, inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food), dan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered price) cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, inflasi Sumbar menghadapi risiko berupa potensi kenaikan harga komoditas hortikultura seiring peningkatan permintaan menjelang dan saat perayaan keagamaan, tradisi pulang 111

131 basamo yang memicu kenaikan harga tiket angkutan, kenaikan harga BBM yang memiliki efek ikutan kenaikan harga komoditas lainnya, kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga emas internasional. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,26% (yoy). Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Sementara dari sisi penawaran, PDRB Sumbar ditopang oleh lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha industri pengolahan. Faktor utama pendorong ekonomi Sumbar di tahun 2017 antara lain perbaikan harga komoditas internasional, keseriusan pemerintah melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk membenahi iklim investasi, peningkatan kapasitas industri swasta serta upaya peningkatan kinerja sektor pariwisata. Inflasi tahun 2017 diproyeksikan pada kisaran 4,9% - 5,3% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 sebesar 4,89% (yoy). Proyeksi peningkatan harga minyak dunia berpotensi meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG bersubsidi. Selain itu, kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik ikut menambah tekanan pada kelompok administered price. Kenaikan harga barang administered price selanjutnya dapat meningkatkan biaya transportasi dan biaya operasional perusahaan (mis: listrik) yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan tekanan inflasi kelompok inti. Inflasi dari kelompok harga pangan bergejolak (volatile food) diprakirakan meningkat. Belum optimalnya manajemen stok beberapa komoditas pangan dan hortikultura serta faktor cuaca menjadi pendorong utama inflasi volatile food di tahun Prospek Ekonomi Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2017 diprakirakan tumbuh meningkat seiring dengan perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Berdasarkan historis periode tahun , pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan II cenderung lebih tinggi dari triwulan sebelumnya bahkan tertinggi di antara seluruh triwulan. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% 112

132 (yoy) atau meningkat dibandingkan prakiraan pertumbuhan di triwulan I 2017 sebesar 4,8% - 5,2% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga cenderung meningkat dibandingkan triwulan I 2017 seiring dengan perayaan keagamaan di triwulan II Investasi diprakirakan tumbuh lebih tinggi, seiring dengan peningkatan kapasitas pabrik semen di Sumbar dan eskalasi realisasi belanja modal pemerintah. Sementara aktivitas ekspor diprakirakan akan sedikit membaik akibat adanya insentif perbaikan harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan pada triwulan II 2017 diprakirakan akan ditopang oleh kinerja lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan, lapangan usaha industri pengolahan, serta lapangan usaha transportasi dan pergudangan. %, yoy 8,00 7,00 6,00 5,54 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 6,40 6,60 6, ,31 4,57 7,57 7,02 6,47 6, ,08 4,985,41 5,63 5,49 5,75 5,26 5,615,585,85 4,81 4, , , * 5,26 Tw II 2017* 5,3-5,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* II* Grafik 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2017 %,yoy 6,10 6,05 6,00 5,95 5,90 5,85 5,80 5,75 5,70 5,65 5,60 5,94 6,07 5,84 5,76 Tw I Tw II Tw III Tw IV Grafik 7.2. Historis Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Sumbar Tahun Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Okt 2016 Jan 2017 (%,yoy) p 2017p p 2018p Amerika Serikat 2,6 1,6 2,2 2,6 1,6 2,3 2,5 Kawasan Eropa 2,0 1,7 1,5 2,0 1,7 1,6 1,6 Kawasan Asia India 7,6 7,6 7,6 7,6 6,6 7,2 7,7 China 6,9 6,6 6,2 6,9 6,7 6,5 6,0 Jepang 0,5 0,5 0,6 1,2 0,9 0,8 0,5 Kawasan ASEAN* 4,8 4,8 5,1 4,8 4,8 4,9 5,2 Sumber : IMF *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 113

133 Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), relatif stabil dibandingkan tahun Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, ekspor dan investasi. Membaiknya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dunia, khususnya CPO dan karet yang mendorong perbaikan daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat. Aktivitas investasi diprakirakan membaik karena adanya paket kebijakan ekonomi I XII yang menekankan pada kemudahan berinvestasi dan perbaikan iklim investasi yang mulai terasa dampaknya secara nasional pada tahun Aktivitas perdagangan luar negeri diprakirakan membaik seiring dengan perbaikan perekonomian global, volume perdagangan dunia dan harga komoditas internasional yang berimbas pada permintaan ekspor. Di sisi penawaran, PDRB Sumbar ditopang oleh lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha industri pengolahan. Meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan imbas dari perbaikan harga komoditas (CPO dan karet) yang meningkatkan insentif petani untuk berproduksi. Kinerja lapangan usaha perdagangan membaik seiring dengan perbaikan daya beli dan tingkat pendapatan masyarakat. Dari industri pengolahan, peningkatan kapasitas industri olahan semen serta perkiraan peningkatan pembangunan infrastruktur menjadi faktor pendukung peningkatan kinerja lapangan usaha tersebut Prospek Sisi Permintaan Pertumbuhan perekonomian di triwulan II 2017 dari sisi permintaan diprakirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Kinerja konsumsi rumah tangga di triwulan II 2017 diprakirakan mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Siklus musiman seperti perayaan Idul Fitri serta pemberian gaji ke-13 dan 14 menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi. Mulai berjalannya berbagai proyek swasta dan pemerintah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum dan berpotensi meningkatkan konsumsi rumah tangga pada triwulan tersebut. Konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 mengalami akselerasi pertumbuhan. Selain karena siklus kenaikan anggaran, adanya komitmen pemerintah daerah untuk mempercepat proses lelang menjadi katalis percepatan 114

134 realisasi belanja pemerintah. Diharapkan pada awal Maret 2017 berbagai proyek sudah dapat dimulai proses pembangunan fisik. Sistem anggaran di tahun 2017 juga mengalami perbaikan dari sisi perencanaan dan target realisasi anggaran. Jika tahun lalu evaluasi target dan realisasi per triwulan belum berjalan maksimal, maka pada tahun 2017, Gubernur Sumbar berkomitmen dan meminta kepada seluruh OPD untuk melakukan perencanaan anggaran dengan lebih baik dan merealisasikan anggaran sesuai target triwulanan. Kondisi ini berdampak positif pada pemerataan anggaran agar tidak menumpuk pada akhir tahun dan memberikan efek berganda (multiplier effect) yang tersebar tiap triwulan. Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yad Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yad Indeks Kegiatan Usaha-6 bln yad Baseline Positif Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen Investasi pada triwulan II 2017 diprakirakan meningkat seiring dengan siklus eskalasi realisasi belanja modal pemerintah dan investasi sektor swasta. Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa permintaan semen nasional pada tahun 2017 akan membaik dibandingkan tahun sebelumnya seiring peningkatan pembangunan proyek-proyek fisik pemerintah. Peningkatan kapasitas salah satu perusahaan produsen semen di Sumbar diharapkan dapat memenuhi peningkatan permintaan semen dalam negeri yang pada gilirannya berdampak positif pada kinerja investasi Sumbar. Sementara itu, adanya komitmen pemerintah untuk mempercepat realisasi anggaran khususnya belanja modal diharapkan memberikan nilai tambah pada pertumbuhan PDRB komponen investasi pada triwulan II Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan II tahun 2017 diprakirakan membaik dalam level terbatas. Data World Bank menunjukkan bahwa harga beberapa 115

135 komoditas internasional Sumbar seperti CPO, karet dan kopi cenderung membaik di tahun Selain dari sisi perbaikan harga komoditas, potensi penguatan kinerja ekspor juga bersumber dari peningkatan pertumbuhan ekonomi beberapa negara tujuan ekspor utama Sumbar seperti India dan Amerika Serikat di tahun 2017 (proyeksi IMF dan World Bank). Khusus komoditas karet, dari hasil liaison diperoleh informasi bahwa penjualan ekspor olahan karet dalam 1 tahun mendatang diperkirakan relatif stagnan dan hanya mencapai penjualan yang relatif sama dengan tahun Kondisi pasar global sangat berpengaruh terhadap kinerja produsen karet olahan di tengah ketidakpastian arah kebijakan Tiongkok sebagai salah satu negara importir karet utama di Indonesia dan kompetitor dari Vietnam yang memberikan harga yang lebih murah dibandingkan Indonesia. $/mt ,36% ,43% -4,20% -24,12% p 2017p yoy 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% -30% 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 2,79 4,67% 1,95-4,46% 1,57 1,5 1,57-19,49% -30,11% p 2017p 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% -30% -35% Sumber: World Bank Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Palm Oil) Sumber: World Bank Grafik 7.5. Indeks Ekspektasi Konsumen USD/metric ton USD/k , ,7 4,0 3, ,5 3,0 2, Minyak Kelapa Sawit 2,62,0 1,5 1,0 200 Karet 0,5 0 0, Grafik 7.6. Perkembangan Harga Komoditas Internasional Minyak Kelapa Sawit dan Karet (s.d. Februari 2017) 116

136 7.1.2 Prospek Sisi Penawaran Kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan II 2017 diprakirakan meningkat seiring dengan masuknyasiklus panen tanaman bahan makanan dan proyeksi kenaikan harga komoditas CPO. Pada triwulan III 2016, produksi padi mengalami penurunan yang signifikan akibat musim kekeringan di beberapa sentra produksi padi terutama di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan. Sementara di triwulan IV 2016, kinerja sektor pertanian khususnya subkelompok tanaman bahan makanan juga tertahan akibat banjir dan puso yang terjadi di beberapa daerah. Selanjutnya banjir yang terjadi di beberapa daerah pada triwulan I 2017 menahan peningkatan produksi padi lebih tinggi. Dalam rangka mengatasi gagal panen dalam kurun waktu tersebut dan mencapai target tahunan produksi, pemerintah daerah berkomitmen melakukan program peningkatan luas tanam padi di triwulan I Ditambah dengan kondisi cuaca yang relatif lebih mendukung, produksi padi di triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan data historis, harga gabah cenderung mengalami penurunan pada triwulan II tahun 2014, 2015 dan 2016 sejalan dengan peningkatan panen padi. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk CPO dan karet yang sedikit meningkat, diprakirakan akan mendorong produksi kedua komoditas tersebut untuk tujuan ekspor. Ha Sasaran Tanam 2017 Sasaran Panen Sumber : Dinas Pertanian Provinsi SUmbar Grafik 7.7. Perkembangan Sasaran Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Sumbar Tahun 2017 Rp/kg %, yoy Rata-rata Harga Gabah GKP Pertumbuhan-skala kanan Sumber: BPS Grafik 7.8. Perkembangan Harga Gabah 117

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 76/11/19/Th.IX, November 01 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 01 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III-01 TUMBUH,96 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-01

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 No. 55/08/19/Th.X, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 3,67 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016 No. 74/11/19/Th. X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III- TUMBUH 3,83 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN TRIWULAN

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 58/8/21/Th. XII, 7 Agustus 217 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-217 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II 217 (Q TO Q) TUMBUH SEBESAR 1,16 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK No. 65/08/21/Th.X, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,35 PERSEN (C-TO-C) Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci