KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau

2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau

3 Visi Bank Indonesia dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang Misi Bank Indonesia moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia -nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau peran dalam menjalankan tugas- Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga

4 K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II 2014 dapat diselesaikan. Selain itu dalam laporan ini juga dikemukakan hal-hal lain yang terkait dengan tugas Bank Indonesia antara lain perkembangan/pertumbuhan perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau secara umum serta prospeknya. Bank Indonesia menyadari bahwa peran perekonomian regional menjadi semakin penting dalam konteks pertumbuhan ekonomi nasional. Implementasi otonomi daerah serta potensi ekonomi regional yang besar telah terbukti ikut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau secara rutin melakukan asesmen perekonomian Provinsi Kepulauan Riau. Asesmen perekonomian mencakup perkembangan ekonomi makro regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran. Asesmen perekonomian Provinsi Kepulauan Riau dilakukan setiap triwulan dan laporan dimaksud dikenal dengan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Kepulauan Riau. Penyusunan KEKR dimaksud sebagai upaya memenuhi kebutuhan stakeholder eksternal serta bagi Kantor Pusat Bank Indonesia. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau yang telah bersedia bekerjasama dalam menyusun perhitungan PDRB Provinsi Kepulauan Riau secara triwulan, ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan kajian ini. Harapan kami hubungan yang baik ini dapat ditingkatkan lagi di masa yang akan datang, kami menyadari isi dari kajian yang kami susun ini masih mempunyai banyak kekurangan, kami mengharapkan masukan dari berbagai pihak untuk lebih meningkatkan kualitas kajian sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-nya dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada kita semua dalam meningkatkan kinerja kita semua. Batam, November 2014 KEPALA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KEPULAUAN RIAU ttd Gusti Raizal Eka Putra Deputi Direktur i

5 Halaman ini sengaja dikosongkan ii

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... viii DAFTAR DIAGRAM... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB I. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Ekspor Impor Sisi Penawaran Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Bangunan Sektor Pertambangan dan Penggalian BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL 2.1 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Perkembangan Inflasi Menurut Kota Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Kelompok Volatile Food Kelompok Administered Price Kelompok Inti Ekspektasi Inflasi Boks 1 Kesiapan Perekonomian Kepri Dalam Menghadapi Dampak Kenaikan Bbm 24 iii

7 BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 3.1 Perkembangan Perbankan Bank Umum Aset Dana Pihak Ketiga (DPK) Kredit Loan to Deposit Ratio (LDR) Risiko Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aset Dana Pihak Ketiga (DPK) Kredit Loan to Deposit Ratio (LDR) Risiko Kredit Perkembangan Perbankan Syariah (Bank Umum dan BPR) Aset Dana Pihak Ketiga (DPK) Pembiayaan Finance to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF) Perkembangan Sistem Pembayaran Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Rupiah Tidak Asli Transaksi Pembayaran Non Tunai Kliring Lokal Real Time Gross Settlement (RTGS) Perkembangan Transaksi Kegiatan Usaha PEnukaran Valuta Asing (KUPVA) dan Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Perkembangan Transaksi KUPVA Perkembangan Transaksi Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Boks 2 Soft Launching Operasional Kas Titipan di Tanjungpinang BAB IV. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1 Realisasi APBD di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Realisasi Penerimaan iv

8 4.1.2 Realisasi Belanja Realisasi Belanja APBN Infrastruktur di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan BAB V. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. Ketenagakerjaan Kesejahteraan Masyarakat Pendapatan Rumah Tangga Nilai Tukar Petani BAB VI. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL 6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi v

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy)... 4 Tabel 1.2 Pertumbuhan EkonomiKepri Sisi Penawaran (yoy) Tabel 2.1 Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) Tabel 2.2 Andil Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Tabel 2.3 Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Tabel 2.4 Andil Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%yoy) Tabel 2.5 Inflasi Bulanan di Kepulauan Riau Berdasarkan Kota Tabel 2.6 Ekspektasi Inflasi Tahunan Dunia Usaha Tabel 3.1 Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau Tabel 3.2 Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau Tabel 3.3 Indikator Perbankan Syariah di Kepulauan Riau Tabel 3.4 Pelaksanaan Kas Keliling Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Kepulauan Riau Tabel 3.6 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Tabel 4.2 Anggaran Belanja Pemerintah Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Februari 2012 Agustus Tabel 5.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut jenis kegiatan utama, Provinsi Kepulauan Riau Februari 2012 Agustus Tabel 5.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama, Provinsi Kepulauan Riau Februari 2012 Agustus Tabel 5.4 Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III Tabel 5.5 Nilai Tukar Petani Kepulauan Riau Per Subsektor Triwulan III vi

10 Tabel 5.6 Nilai Tukar Petani Per Subsektor Nasional dan Kepri Triwulan III Tabel 5.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kepri Tabel 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tabel 6.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Provinsi Kepulauan Riau vii

11 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1 Kontribusi terhadap PDRB dari Sisi Permintaan... 5 Grafik 1.2 Perkembangan Konsumsi Makanan dan Non Makanan... 6 Grafik 1.3 Perkembangan Hasil Survei Konsumen... 6 Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi... 6 Grafik 1.5 Perkembangan KPR, KKB dan Kredit Multiguna... 6 Grafik 1.6 Perkembangan Impor Barang Modal Kepulauan Riau... 7 Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Investasi (Bank Umum dan BPR) Kepulauan Riau... 7 Grafik 1.8 Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah... 8 Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor Migas dan Non Migas... 8 Grafik 1.10 Porsi Ekspor Migas dan Non Migas... 8 Grafik 1.11 Porsi Ekspor Komoditas Non Migas... 9 Grafik 1.12 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Non Migas... 9 Grafik 1.13 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Migas... 9 Grafik 1.14 Perkembangan Impor Bahan baku, Barang Modal dan Barang Konsumsi. 10 Grafik 1.15 Porsi Impor Migas dan Non Migas Grafik 1.16 Porsi Impor Migas dan Non Migas Grafik 1.17 Kontribusi Terhadap PDRB dari Sisi Permintaan Grafik 1.18 Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau Grafik 1.19 Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.20 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.21 Pertumbuhan Industri Besar Sedang dan Industri Mikro Kecil Grafik 1.22 Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.23 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan Rata-Rata Lama Menginap Hotel Berbintang di Kepulauan Riau Grafik 1.24 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha pada Sektor PHR Grafik 1.25 Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri di Pelabuhan Kota Batam. 14 Grafik 1.26 Konsumsi Semen Kepulauan Riau Grafik 1.27 Perkembangan KPR Grafik 1.28 Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Hasil Tambang Kepulauan Riau Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional viii

12 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Wilayah Sumbagteng % (yoy) Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau % (yoy) Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau Grafik 2.7 Perkembangan Bahan Komoditi Hasil Survei Pemantauan Harga Grafik 2.8 Perkembangan Harga SLTP Grafik 2.9 Perkembangan Harga Angkutan Udara Grafik 2.10 Ekspektasi Inflasi Grafik 2.11 Perkembangan Perkiraan Inflasi 3 bulan yad Grafik 3.1 Perkembangan Aset Bank Umum Grafik 3.2 Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.3 Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 3.4 Perkembangan DPK (berdasarkan komposisi) Grafik 3.5 Perkembangan DPK Berdasarkan Jenis Bank Grafik 3.6 Tiering DPK Bank Umum (Nominal) Grafik 3.7 Tiering DPK Bank Umum (Jumlah Rekening) Grafik 3.8 Pangsa DPK Bank Umum Berdasarkan Wilayah Grafik 3.9 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Wilayah Grafik 3.10 Perkembangan Kredit Bank Umum Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.12 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.13 Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Grafik 3.14 Porsi Kredit Bank Umum Secara Sektoral Grafik 3.15 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Secara Sektoral Grafik 3.16 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Wilayah. 34 Grafik 3.17 Tiering Kredit Produktif Bank Umum (Nominal) Grafik 3.18 Tiering Kredit Produktif Bank Umum (Jumlah Rekening) Grafik 3.19 Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Grafik 3.20 Perkembangan KUR Bank Umum Grafik 3.21 Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Grafik 3.22 Perkembangan Aset BPR Grafik 3.23 Perkembangan DPK BPR Grafik 3.24 Perkembangan DPK Berdasarkan Jenisnya Grafik 3.25 Perkembangan DPK BPR Berdasarkan Wilayah ix

13 Grafik 3.26 Perkembangan Kredit BPR Grafik 3.27 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Jenisnya Grafik 3.28 Porsi Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.29 Perkembangan Kredit UMKM oleh BPR Grafik 3.30 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Wilayah Grafik 3.31 Perkembangan LDR dan NPL BPR Grafik 3.32 Perkembangan Aset, DPK dan Pebiayaan Syariah Grafik 3.33 FDR dan NPF Perbankan Syariah Grafik 3.34 Perkembangan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau Grafik 3.35 Perkembangan Pertumbuhan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau Grafik 3.36 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 3.37 Pelaksanaan Kas Keliling Per Bulan Tahun Grafik 3.38 Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli di Kepulauan Riau Grafik 3.39 Perkembangan Kliring Kepulauan Riau Grafik 3.40 Perkembangan Pertumbuhan Kliring Kepulauan Riau Grafik 3.41 Perkembangan RTGS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 3.42 Perkembangan Transaksi KUPVA Grafik 3.43 Perkembangan Transaksi KUPVAterhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 50 Grafik 3.44 Porsi Mata Uang dalan Transaksi KUPVA Grafik 3.45 Perkembangan Transaksi PTD di Kepulauan Riau Grafik 3.46 Jenis Transasi PTD Grafik 4.1 Komposisi Pendapatan Pemda Grafik 4.2 Realisasi Pendapatan Pemda Grafik 4.3 Komposisi Anggaran Belanja Grafik 4.4 Realisasi Belanja Pemda Grafik 4.5 Komposisi Belanja Infrastruktur APBN Menurut Wilayah Grafik 4.6 Realisasi Belanja Infrastruktur Menurut Wilayah Grafik 4.7 Komposisi Belanja Infrastruktur APBN Menurut Proyek Grafik 4.8 Realisasi Belanja Infrastruktur Menurut Proyek Grafik 4.9 Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepulauan Riau Grafik 5.1 Jumlah Tenaga Kerja dan PDRB Perdagangan Grafik 5.2 Jumlah Tenaga Kerja dan Tingkat Konsumsi Grafik 5.3 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 5.4 Perkembangan NTP Grafik 5.5 NTP Menurut Subsektor Grafik 6.1 Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau x

14 Grafik 6.2 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor PHR (Berdasarkan SKDU) Grafik 6.3 Hasil Survei Konsumen Grafik 6.4 Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan (Berdasarkan SKDU) Grafik 6.5 Perkiraan Pengeluaran 3 bulan yang akan datang Dibandingkan Saat Ini (Berdasarkan Kelompok Komoditas ) xi

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Tabel 1 Ringkasan Eksekutif Indikator Ekonomi dan Moneter Triwulanan... a Tabel 2 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Batam... b Tabel 3 Perkembangan Inflasi Kota Batam, Pekanbaru dan Nasional... c Tabel 4 Data Perbankan (Bank Umum dan BPR) Provinsi Kepulauan Riau... d Tabel 5 Data Perbankan (Bank Umum dan BPR) Provinsi Kepulauan Riau... e Tabel 6 Data Perbankan (Bank Umum dan BPR) Kota Batam... f Tabel 7 Data Pengaliran Kas Masuk/Keluar dan Kegiatan PTTB KPw. BI Prov. Kepri... g Tabel 8 Perputaran Kliring Batam, Tanjungpinang dan Tanjung Balai Karimun.... h Tabel 9 Indikator Terpilih... i Tabel 10 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Lokasi Proyek dan Lokasi Kantor Cabang... j Tabel 11 Perkembangan Sistem Pembayaran di Provinsi Kepulauan Riau... k xii

16 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Trend penguatan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau masih berlanjut pada triwulan III 2014 Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi penopang penguatan pertumbuhan ekonomi Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh penguatan pertumbuhan pada sektor PHR. Laju inflasi triwulan III 2014, tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya Secara total, aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan Kepulauan Riau menunjukkan Pada triwulan III 2014 perekonomian Kepulauan Riau tumbuh 6,9% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,3% (yoy), juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,7% (yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan II 2014 tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional sebesar 5,0% (yoy). Dari sisi permintaan, penguatan pertumbuhan ekonomi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi, sementara kinerja ekspor mengalami penurunan. Penguatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi menjelang perayaan hari raya Lebaran, serta liburan sekolah dan tahun ajaran baru yang jatuh pada triwulan III, dan juga ditopang oleh perlambatan laju inflasi. Sementara itu, investasi meningkat ditopang oleh peningkatan impor barang modal. Namun, net ekspor mengalami penurunan, disebabkan oleh penurunan impor non migas khususnya pada produk elektronik yang dipengaruhi oleh penurunan permintaan. Secara sektoral, penguatan pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh penguatan pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), yang terjadi searah dengan peningkatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, industri pengolahan tetap tumbuh stabil di tengah pelemahan ekspor luar negeri, antara lain karena masih ditopang oleh permintaan domestik yang tercermin dari peningkatan pertumbuhan ekspor antar daerah. Tren penurunan inflasi terus berlanjut pada triwulan III Inflasi tercatat sebesar 4,41% (yoy) menurun dibanding inflasi triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (yoy). Penurunan inflasi dipengaruhi oleh dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di Juni 2013 yang semakin mereda di 2014, serta faktor kecukupan pasokan sejumlah bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan. Namun, terdapat sejumlah faktor yang menahan laju perlambatan inflasi pada triwulan laporan antara lain kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga elpiji, dan peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Lebaran. Secara total, aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan Kepulauan Riau menunjukkan perlambatan pada triwulan III Pada bank umum, kredit sebesar Rp29,7 triliun, tumbuh melambat dari 17,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,0% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara aset tercatat sebesar Rp46,4 triliun atau tumbuh Ringkasan Eksekutif KEKR Provinsi Kepulauan Riau 1

17 perlambatan pada triwulan III ,5% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,3% (yoy); DPK sebesar Rp40,0 triliun tumbuh 12,5% (yoy) juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 23,3% (yoy). Sementara itu, BPR mencatatkan penguatan pertumbuhan kredit, sementara aset dan DPK tumbuh melambat. Penyaluran kredit oleh BPR senilai Rp3,4 triliun, tumbuh 17,8% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar 16,4% (yoy). Adapun Aset dan DPK masing-masing sebesar Rp3,4 triliun dan Rp4,3 triliun, mencatatkan pertumbuhan masing-masing sebesar 9,7% (yoy) dan 12,2% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 17,8% (yoy) dan 18,0% (yoy). Aktivitas pembayaran tunai mengalami peningkatan, sebaliknya aktivitas non tunai yang tercermin melalui transaksi kliring dan RTGS, mengalami penurunan. Angka realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah pada triwulan III Jumlah pengangguran meningkat pada Agustus 2013 dibanding periode yang sama tahun lalu, yang terjadi karena peningkatan jumlah angkatan kerja tidak diimbangi dengan Ketersediaan lapangan pekerjaan. Kegiatan transaksi tunai meningkat di triwulan laporan, tercermin dari angka inflow dan outflow. Inflow sebesar Rp1 triliun meningkat signifikan sebesar 26,8% (yoy), sementara total outflow sebesar Rp3,1 triliun mengalami penurunan 0,1% (yoy). Sementara itu, nilai transaksi kliring dan Real Time Gross Settlement System (RTGS) masing-masing sebesar Rp4,1 triliun dan Rp23,5 triliun, atau tumbuh masing-masing sebesar negatif 15,5% (yoy) dan negatif 7,9% (yoy). Adapun angka realisasi belanja pemerintah tercatat masih sangat rendah di posisi akhir triwulan III Realisasi belanja sebesar 44,0% atau sebesar Rp5,6 triliun dari anggaran sebesar Rp12,8 triliun. Adapun realisasi pendapatan Pemda sebesar 63,1% atau sebesar Rp7,0 triliun dari pendapatan yang dianggarkan sebesar Rp11,1 triliun. Jumlah pengangguran meningkat sebesar 6,7% (yoy). Peningkatan pengangguran merupakan dampak dari peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 2,8% (yoy) yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan serta pengurangan jumlah tenaga kerja yang cukup besar pada beberapa sektor seperti sektor industri, konstruksi dan pertambangan. Sementara itu, daya beli petani meningkat, tercermin dari peningkatan NTP, yang tercatat sebesar 101,91 lebih tinggi dibanding NTP pada triwulan sebelumnya sebesar 100,82. Trend peningkatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih akan berlanjut pada triwulan IV Sementara laju inflasi Pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau diprakirakan masih akan menguat pada triwulan IV 2014, ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Ekonomi diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,1% (yoy), sementar pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2014 diprakirakan pada kisaran Ringkasan Eksekutif KEKR Provinsi Kepulauan Riau 2

18 diyakini akan menurun secara tahunan. 6,2% - 6,4% (yoy). Sementara itu, laju inflasi berpotensi meningkat pada triwulan IV 2014, terutama dipengaruhi oleh kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada November Meskipun demikian, secara keseluruhan tahun, inflasi 2014 diyakini masih lebih rendah dibanding inflasi Potensi kenaikan harga di akhir tahun akan bersumber dari kenaikan harga BBM bersubsidi, keterbatasan pasokan sejumlah komoditas bahan makanan karena penurunan hasil panen dan kondisi cuaca yang akan menghambat aktivitas nelayan (musim angin utara), sementara konsumsi masyarakat cenderung meningkat di akhir tahun. Ringkasan Eksekutif KEKR Provinsi Kepulauan Riau 3

19 BAB 1 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Tren penguatan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau masih berlanjut di triwulan III Ekonomi tercatat tumbuh 6,9% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,3% (yoy); maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,7% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional sebesar 5,0% (yoy). Dari sisi permintaan, penguatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan masih ditopang oleh penguatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (investasi). Penguatan konsumsi rumah tangga ditopang oleh peningkatan konsumsi menjelang perayaan hari raya Lebaran, liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Laju inflasi yang terus melambat di triwulan III 2014 turut menjadi faktor pendorong pertumbuhan konsumsi tersebut. Dari sisi penawaran, penguatan pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh penguatan pertumbuhan pada sektor-sektor utama yaitu sektor industri pengolahan khususnya pada subsektor logam dasar, besi dan baja, serta pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai dampak peningkatan konsumsi masyarakat SISI PERMINTAAN Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy) KOMPONEN PENGGUNAAN * Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.I** Tw.II** Tw.III** Konsumsi Rumah Tangga 7.1% 9.6% 7.4% 6.0% 4.8% 6.9% 5.0% 7.9% 9.1% Konsumsi Lembaga Swasta 5.7% 5.7% 3.0% 3.3% 4.2% 4.0% 10.0% 18.2% 17.8% Konsumsi Pemerintah 6.9% 8.7% 6.0% 5.0% 4.6% 6.0% 5.1% 5.0% 6.4% Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.6% 12.4% 11.4% 11.6% 10.0% 11.3% 9.9% 9.9% 10.6% Ekspor Barang dan Jasa 4.3% 4.2% -0.3% -0.4% 3.6% 1.8% -4.3% -2.6% -4.1% Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaa 7.6% 2.0% -2.4% -2.0% 1.2% -0.3% -4.8% -2.6% 2.8% PDRB 6.8% 7.9% 6.0% 5.7% 5.0% 6.1% 5.2% 6.3% 6.9% Sumber: BPS Kepulauan Riau * angka sementara ** angka sangat sementara 4

20 Net Ekspor, 20.6% Investasi, 22.5% Konsumsi RT, 51.6% Konsumsi Konsumsi Lembaga Pemerintah, Swasta Sumber: BPS, diolah 4.3% Nirlaba, 0.9% Grafik 1.1 Kontribusi terhadap PDRB dari Sisi Permintaan KONSUMSI RUMAH TANGGA Penguatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berlanjut dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan ketiga. Penguatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi menjelang perayaan hari raya Lebaran, serta liburan sekolah dan tahun ajaran baru yang jatuh pada triwulan ketiga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 9,1% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 7,9% (yoy). Penguatan pertumbuhan tersebut terjadi baik pada konsumsi makanan maupun non makanan. Pemberian THR dan gaji ketiga belas PNS di Juli, berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi hari raya, biaya sekolah di tahun ajaran baru maupun kegiatan pengisi liburan sekolah, yang kemudian mendorong laju pertumbuhan konsumsi. Peningkatan daya beli masyarakat tersebut juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi non makanan yang melaju lebih tinggi dibanding konsumsi makanan, dengan angka pertumbuhan masing-masing sebesar 9,8% (yoy) dan 8,1% (yoy). Peningkatan konsumsi juga ditopang oleh laju inflasi yang semakin melambat di triwulan ketiga. Laju inflasi pada triwulan ketiga sebesar 4,4% (yoy); lebih rendah dibanding laju inflasi triwulan sebelumnya sebesar 6,0% (yoy), juga lebih rendah dibanding laju inflasi pada triwulan yang sama pada tahun lalu sebesar 7,3% (yoy). Peningkatan konsumsi juga dipengaruhi oleh ekspektasi positif konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Hasil survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan angka indeks keyakinan konsumen (IKK), indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK) secara rata-rata masing-masing sebesar 110, 102, dan 119. Angka indeks di atas 100 tersebut menunjukkan peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, yang tercermin dari tingkat konsumsi responden dan ekspektasi positif responden terhadap kondisi perekonomian 6 (enam) bulan yang akan datang. 5

21 Di sisi lain, kredit konsumsi tumbuh melambat dipengaruhi oleh perlambatan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Trend perlambatan KKB dan KPR yang masih berlanjut di triwulan laporan antara lain dipengaruhi oleh peraturan loan to value (LTV) Bank Indonesia. Namun, kredit multiguna mengalami peningkatan pertumbuhan searah dengan peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan. (yoy) 20% Konsumsi Makanan Konsumsi Non Makanan 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agustus Sept 2014 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Kepulauan Riau Grafik 1.2 Perkembangan Konsumsi Makanan dan Non Makanan Grafik 1.3 Perkembangan Hasil Survei Konsumen (Rp miliar) 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Konsumsi growth- Konsumsi (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III (%, yoy) %, yoy (10.00) (20.00) KPR KKB Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.5 Perkembangan KPR, KKB dan Kredit Multiguna KONSUMSI PEMERINTAH Konsumsi pemerintah tumbuh menguat yaitu sebesar 6,4% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 5,0% (yoy). Meskipun konsumsi pemerintah meningkat secara tahunan, namun angka realisasi anggaran belanja pemerintah tercatat masih rendah. Hingga posisi akhir triwulan III 2014, total realisasi belanja pemerintah di Kepulauan Riau (gabungan kabupaten/kota dan provinsi) mencapai 44,0% dari total anggaran belanja, dengan porsi terbesar untuk belanja operasi sebesar 80,7%, sedangkan porsi belanja modal hanya sebesar 15,5%. Realisasi belanja operasi baru mencapai 49,2% dari anggaran, sementara realisasi belanja modal tercatat masih kecil yaitu sebesar 26,7% dari total anggaran. Pada belanja operasi, porsi terbesar realisasi berupa belanja pegawai (36,2%), 6

22 diikuti oleh belanja barang dan jasa (32,2%). Sementara pada belanja modal, porsi terbesar realisasi berupa belanja modal jalan, irigasi dan jaringan (7,8%), kemudian belanja modal peralatan dan mesin (2,6%), serta belanja modal gedung dan bangunan (3,8%). Untuk memberikan rangsangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, pemerintah perlu meningkatkan realisasi belanja modal yang lebih tinggi khususnya untuk pembiayaan infrastruktur sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, dan investasi PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (INVESTASI) Investasi juga mencatatkan penguatan pertumbuhan di triwulan laporan. Investasi tumbuh 10,6% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 9,9% (yoy), namun masih lebih rendah dibanding angka pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,6% (yoy). Peningkatan investasi mengindikasikan ekspektasi positif pelaku usaha terhadap kondisi bisnis di Kepulauan Riau. Peningkatan investasi antara lain didukung oleh peningkatan prompt indikator impor barang modal, yaitu berupa barang modal dan alat angkut industri. Total impor barang modal senilai USD 424,91 juta, atau tumbuh sebesar sebesar 34,5% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 16,3% (yoy). Peningkatan impor barang modal merupakan indikasi positif, adanya peluang peningkatan kapasitas produksi dan diharapkan dalam beberapa waktu ke depan akan mendorong peningkatan output sektor industri. Searah dengan penguatan impor barang modal, pembiayaan investasi melalui kredit perbankan juga meningkat. Kredit investasi pada akhir periode triwulan laporan tercatat sebesar Rp9,2 triliun atau tumbuh 21,6% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,5% (yoy). (Juta USD) I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Total Impor Barang Modal (LHS) growth - Impor Barang Modal (RHS) (%, yoy) Grafik 1.6 Perkembangan Impor Barang Modal Kepulauan Riau (Rp miliar) 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Investasi growth - Investasi (RHS) (%, yoy) Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Investasi (Bank Umum dan BPR)

23 EKSPOR Ekspor mencatatkan penurunan yang cukup dalam, dengan angka pertumbuhan sebesar negatif 4,1% (yoy) atau menurun dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar negatif 2,6% (yoy). Berdasarkan daerah tujuan ekspor, penurunan ekspor terutama terjadi pada ekspor luar negeri sementara ekspor antar daerah tumbuh menguat. Ekspor luar negeri menurun 4,5% (yoy), sementara ekspor antar daerah tumbuh 9,6% (yoy). (yoy) 15% Net Ekspor Ekspor Impor (Juta USD) 6000 Nilai Ekspor Non Migas growth - Ekspor Non Migas Nilai Ekspor Migas growth - Ekspor Migas (%, yoy) % % % % % -15% % % I II III IV I II III IV I II III IV I II III 0 I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Sumber: BPS, diolah Grafik 1.8 Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor Migas dan Non Migas Perlambatan total ekspor dipengaruhi oleh penurunan ekspor pada komoditas non migas. Komoditas non migas dengan porsi 63,4% terhadap total ekspor, tumbuh negatif 17,6% (yoy), atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 0,8% (yoy). Penurunan ekspor terjadi pada beberapa komoditas utama antara lain produk elektronik, produk dari besi dan baja, mesin-mesin, serta kapal dan konstruksi terapung lainnya. Berdasarkan survei liaison, beberapa perusahaan mengungkapkan bahwa penurunan ekspor produk elektronik antara lain dipengaruhi oleh penurunan permintaan terhadap partpart elektronik lama yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan, dan juga dipengaruhi oleh penghentian operasi beberapa pabrik elektronik di Kota Batam. Adapun penurunan ekspor pada besi dan baja antara lain dipengaruhi oleh penyelesaian sejumlah proyek konstruksi migas di triwulan kedua (ditandai dengan angka pertumbuhan ekspor produk besi dan baja yang tinggi di triwulan tersebut, sebesar 50,6% (yoy); sehingga ekspor cenderung akan menurun di triwulan ketiga. Namun, laju penurunan ekspor dimaksud tertahan oleh peningkatan ekspor pada komoditas migas. Komoditas migas dengan porsi 36,6% terhadap total ekspor, mencatatkan pertumbuhan sebesar 29,5% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,5% (yoy). Pertumbuhan ekspor terjadi pada komoditas gas alam, sementara ekspor minyak dan hasil minyak masih terus mengalami penurunan. 8

24 85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 28.17% 84 - Nuclear react.,boilers,mech. appli % 73 - Articles of iron and steel 13.36% Non Migas, 63.40% Migas, 36.60% 15 - Animal or vegt. fats and oils 89 - Ships,boats and floating structures 90 - Optical,photographic,medical instr Miscellaneous chemical products. 6.96% 5.51% 4.87% 4.39% 18 - Cocoa and cocoa preparations 2.95% 87 - Vehicles other than railway 2.01% 80 - Tin and articles thereof 1.39% Sumber: BPS, diolah Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.10 Porsi Ekspor Migas dan Non Migas Grafik 1.11 Porsi Ekspor Komoditas Non Migas (%, yoy) Lemak dan Minyak Nabati dan Hewani Produk dari Besi dan Baja Reaktor Nuklir, Pemanas, Mesin, dll Mesin Elektronik, Perekam Suara, TV, dll Perahu, Kapal, dan Struktur Terapung Lainnya (%, yoy) growth ekspor - Minyak mentah growth ekspor- Hasil gas I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.12 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Non Migas Sumber: BPS Kepulauan Riau Grafik 1.13 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Migas IMPOR Di sisi lain, impor mencatatkan penguatan pertumbuhan, yaitu dengan angka pertumbuhan sebesar 2,8% (yoy), meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar negatif 2,6% (yoy). Penguatan pertumbuhan impor terjadi baik pada komoditas migas maupun non migas. Penguatan impor non migas ditopang oleh penguatan impor barang modal yang cukup signifikan, sementara impor bahan baku dan barang konsumsi mencatatkan pertumbuhan negatif. Impor barang modal tumbuh 34,5% (yoy) sementara impor bahan baku dan barang konsumsi masing-masing tumbuh negatif 0,5% (yoy) dan negatif 24,1% (yoy). Peningkatan impor barang modal mengindikasikan adanya peluang peningkatan produksi atau ekspor dalam beberapa waktu ke depan, karena impor barang modal akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi. Sementara itu, penurunan impor bahan baku kemudian berdampak pada penurunan ekspor seperti yang terjadi pada triwulan laporan, karena ketergantungan industri pengolahan yang sangat tinggi terhadap impor. Sebaliknya, impor komoditas migas mencatatkan penguatan pertumbuhan, baik pada komoditas hasil minyak maupun hasil gas. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya 9

25 peningkatan kebutuhan domestik terhadap kedua komoditas tersebut. Komoditas hasil minyak dan hasil gas masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 22,9% (yoy) dan 16,3% (yoy). (%, yoy) Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Nilai impor Migas Nilai Impor Non Migas (Juta USD) growth impor migas growth impor non migas (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS, diolah Grafik 1.14 Perkembangan Impor Bahan Baku, Barang Modal dan Barang Konsumsi Grafik 1.15 Porsi Impor Migas dan Non Migas Migas, 17.11% Non migas, 82.89% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.16 Porsi Impor Migas dan Nonmigas 1.3. SISI PENAWARAN Pada sisi penawaran/sektoral, penguatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2014 terutama ditopang oleh penguatan pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Penawaran (yoy) year on year SEKTOR EKONOMI * Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.I** Tw.II** Tw.III** Pertanian 1.9% 2.5% 1.6% 1.3% 1.9% 1.8% 2.1% 5.1% 7.1% Pertambangan & Penggalian 5.4% 6.5% 4.1% 2.2% 1.4% 3.5% 1.4% 1.3% 1.8% Industri Pengolahan 5.7% 7.1% 5.6% 5.5% 4.5% 5.7% 4.6% 5.1% 5.2% Listrik, Gas & Air Bersih 5.7% 4.4% 4.5% 4.6% 4.3% 4.5% 2.8% 2.9% 4.5% Bangunan 10.1% 10.9% 8.6% 12.6% 13.6% 11.5% 15.2% 13.3% 9.9% Perdagangan, Hotel & Restoran 9.7% 10.6% 7.9% 7.0% 6.3% 7.9% 6.7% 9.8% 11.7% Pengangkutan & Komunikasi 7.0% 6.6% 5.4% 4.4% 3.5% 5.0% 3.2% 5.0% 7.1% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 7.3% 8.7% 5.0% 4.6% 3.5% 5.4% 2.7% 2.4% 2.1% Jasa-Jasa 6.7% 6.6% 4.2% 3.7% 2.5% 4.2% 3.2% 4.1% 6.6% PDRB 6.8% 7.9% 6.0% 5.7% 5.0% 6.1% 5.2% 6.3% 6.9% Sumber: BPS Kepulauan Riau * angka sementara ** angka sangat sementara 10

26 Pengangkutan & Komunikasi, 4.5% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, 4.9% Jasa-jasa, 2.5% Pertanian, 4.4% Pertambangan & Penggalian, 7.2% Perdagangan, Hotel & Restoran, 21.3% Bangunan, 8.8% Industri Pengolahan, 46.8% Listrik, Gas & Air Bersih, 0.6% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.17 Kontribusi terhadap PDRB dari Sisi Permintaan Sektor Industri Pengolahan Di tengah pelemahan ekspor luar negeri, industri pengolahan tetap tumbuh stabil, antara lain karena ditopang oleh permintaan domestik yang tinggi, tercermin dari penguatan pertumbuhan ekspor antar daerah. Sektor industri pengolahan tumbuh 5,2% (yoy) atau relatif stabil dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,1% (yoy). Penguatan permintaan dalam negeri yang tercermin dari ekspor antar daerah menjadi faktor penopang pertumbuhan industri pengolahan. Ekspor antar daerah tumbuh 9,6% (yoy) atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,1% (yoy). Berdasarkan subsektornya, penguatan industri pengolahan terutama ditopang oleh subsektor logam dasar, besi dan baja serta subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya, masing-masing dengan angka pertumbuhan sebesar 7,1% (yoy) dan 3,7% (yoy), meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,8% (yoy) dan 3,3% (yoy). Penguatan pertumbuhan subsektor logam dasar besi dan baja yang terutama berupa produk pipa besi dan baja dipengaruhi oleh permintaan perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak dan gas Australia yang tetap tinggi terhadap produk tersebut, seiring dengan kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang tetap tinggi di kawasan tersebut. Adapun untuk produk olahan CPO (subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya), melalui survei liaison, pelaku usaha mengungkapkan bahwa tingkat permintaan produk olahan CPO cenderung terus meningkat, karena sebagian besar merupakan bahan baku atau bahan pendukung beberapa produk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, shampoo, maupun kosmetik. 11

27 Alat Angk., Mesin & Peralatannya Logam Dasar Besi & Baja 8.15% 26.23% yoy 15.00% Logam Dasar Besi dan Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Semen dan Barang Galian Bukan Logam Semen & Brg. Galian bukan logam Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 3.47% 3.44% 10.00% Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Barang lainnya 3.08% 1.66% 5.00% Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan Makanan, Minuman dan Tembakau 0.68% 0.60% 0.15% 0.00% -5.00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia % Sumber: BPS, diolah Grafik 1.18 Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau Grafik 1.19 Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan Penguatan pertumbuhan sektor industri pengolahan juga terkonfirmasi melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau yang menunjukkan perbaikan realisasi kegiatan usaha pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya, dengan saldo bersih sebesar negatif 8,3 atau lebih baik dibanding saldo bersih pada triwulan sebelumnya sebesar negatif 12,0. Searah dengan hasil SKDU, pertumbuhan produksi baik pada industri mikro kecil maupun industri besar sedang juga tercatat lebih tinggi pada triwulan laporan, yaitu masing-masing sebesar 13,3% (yoy) dan 6,8% (yoy) lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar masing-masing 7,9% (yoy) dan 4,6% (yoy). (saldo bersih) 60 Ind.Pengolahan (SKDU)- Perkiraan Ind.Pengolahan (SKDU)- Realisasi %, yoy 30 Pertumbuhan Produksi Industri Mikro Kecil (%,yoy) I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Kep. Riau Grafik 1.20 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada Sektor Industri Pengolahan Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.21 Pertumbuhan Industri Besar Sedang dan Industri Mikro Kecil Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Penguatan konsumsi berdampak pula terhadap penguatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Sektor PHR tumbuh 11,7% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 9,8% (yoy). Berdasarkan subsektor, penguatan pertumbuhan terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran, sementara 12

28 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May June July August September October November Desember Januari Februari Maret April May June July August September subsektor hotel dan restoran tumbuh melambat searah dengan penurunan jumlah wisman di triwulan laporan. Pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat menjelang hari raya Lebaran, tahun ajaran baru dan liburan sekolah, serta ditopang pula oleh perlambatan laju inflasi pada triwulan laporan. Subsektor perdagangan besar dan eceran tumbuh 12,5% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 10,0% (yoy). Di sisi lain, subsektor hotel dan restoran tumbuh melambat searah dengan penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Kepulauan Riau. Subsektor hotel dan subsektor restoran tumbuh masing-masing sebesar 8,3% (yoy) dan 7,5% (yoy) atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar masing-masing 8,8% (yoy) dan 8,6% (yoy). Adapun kunjungan wisman tumbuh 4,4% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,5% (yoy). Penguatan pertumbuhan pada sektor PHR juga terkonfirmasi melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di Kepulauan Riau yang menunjukkan peningkatan realisasi kegiatan usaha pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya, dengan angka saldo bersih sebesar 55,0 lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar 50,00. Sementara itu, kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan Kota Batam, justru menunjukkan penurunan. Hal tersebut terjadi diprakirakan karena pedagang telah meningkatkan stok barang tahan lama di bulan Juni (untuk kebutuhan Lebaran di Juli), tercermin dari kegiatan bongkar muat yang tinggi di triwulan kedua, khususnya di bulan Juni. Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan bongkar muat di triwulan ketiga mengalami penurunan. 600, , , , , ,000 0 Jumlah Wisman (orang - LHS) Pertumbuhan (%, yoy - RHS) I II III IV I II III IV I II III TPK (% - LHS) Rata-Rata Lama Menginap (hari - RHS) Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.22 Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.23 Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan Rata-Rata Lama Menginap Hotel Berbintang di Kepulauan Riau 13

29 (saldo bersih) PHR (SKDU)- Perkiraan Kegiatan Usaha PHR (SKDU) - Realisasi Kegiatan Usaha I II III IV I II III IV I II III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Provinsi Kepulauan Riau Grafik 1.24 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha pada Sektor PHR Grafik 1.25 Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri di Pelabuhan Kota Batam Sektor Bangunan Tren perlambatan sektor bangunan berlanjut di triwulan laporan. Sektor bangunan tumbuh 9,9% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 13,3% (yoy). Perlambatan sektor bangunan dipengaruhi oleh penyelesaian sejumlah proyek pemerintah pada triwulan pertama dan kedua 2014 dan diprakirakan juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan pada properti residensial. Sejumlah proyek pemerintah maupun swasta telah terselesaikan pada triwulan pertama dan kedua 2014, sebagai bagian dari persiapan pemerintah maupun swasta untuk perhelatan MTQ Nasional pada triwulan kedua Dari sektor propersi residensial, melalui liaison kepada pelaku usaha, diperoleh informasi bahwa tingkat penjualan perumahan cenderung menurun di sepanjang 2014, dipengaruhi oleh kebijakan loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia, sementara kenaikan harga bahan material akibat pengaruh pelemahan nilai tukar menyebabkan harga rumah terus mengalami peningkatan. Berdasarkan survei harga properti residensial (SHPR) Kota Batam yang dilakukan oleh Bank Indonesia, indeks harga properti residensial Kota Batam menunjukkan peningkatan yaitu dari 106,6 pada triwulan sebelumnya menjadi 108,4 pada triwulan laporan. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konstruksi tercatat membaik meskipun masih tumbuh negatif. Total kredit yang disalurkan perbankan ke sektor konstruksi pada posisi akhir triwulan laporan sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh negatif 6,3% (yoy), lebih baik dibanding angka pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar negatif 18,4% (yoy). Searah dengan perlambatan sektor bangunan, pertumbuhan konsumsi semen Kepulauan Riau juga menunjukkan tren menurun. Total konsumsi semen sebesar ton, atau tumbuh negatif 7,3% (yoy). 14

30 (ton) 300, , , , ,000 50,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Realisasi Pengadaan Semen Kepri (lhs) Pertumbuhan Semen (rhs) (% yoy) (10) (20) (30) (Rp miliar) 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Sumber: Bank Indonesia Konstruksi Pertumbuhan Kredit Konstruksi I II III IV I II III IV I II III (%, yoy) (20.00) (40.00) Grafik 1.26 Konsumsi Semen Kepulauan Riau Grafik 1.27 Perkembangan KPR Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh menguat didorong oleh peningkatan hasil minyak dan gas. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 1,8% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,3% (yoy). Berdasarkan subsektor, subsektor minyak dan gas bumi tumbuh menguat searah dengan penguatan ekspor minyak dan gas. Subsektor minyak dan gas bumi tumbuh 1,7% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 0,8% (yoy). Peningkatan ekspor minyak dan gas mengindikasikan adanya peningkatan lifting minyak dan gas Kepulauan Riau. Di sisi lain, subsektor pertambangan tanpa migas dan penggalian mencatatkan perlambatan pertumbuhan, yang masih merupakan dampak pelarangan ekspor mineral mentah sesuai UU No.4 Tahun Kedua subsektor tersebut masing-masing mencatatkan angka pertumbuhan sebesar 1,3% (yoy) dan 2,6% (yoy), atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar masing-masing 3,2% (yoy) dan 3,0% (yoy). Searah dengan kondisi tersebut, nilai ekspor luar negeri untuk komoditas pertambangan non migas dan penggalian (aluminium, timah, pasir granit), masih mencatatkan pertumbuhan negatif, yaitu sebesar negatif 88,8% (yoy). (Juta USD) Nilai Ekspor - Pertambangan dan Penggalian Lainnya (RHS) Nilai Ekspor - Pertambangan Pasir/Bijih Metal (RHS) growth - Pertambangan Pasir/Bijih Metal (LHS) growth - Pertambangan dan Penggalian Lainnya (LHS) (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.28 Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Hasil Tambang 15

31 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Secara triwulanan, laju inflasi pada triwulan III 2014 meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi triwulan III sebesar 2,14% (qtq), lebih tinggi dibanding inflasi triwulan sebelumnya sebesar negatif 0,36% (qtq). Peningkatan laju inflasi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang terjadi seiring dengan peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat menjelang hari raya Lebaran. Selain itu, kenaikan tarif listrik dan gas elpiji di triwulan III juga turut mendorong laju inflasi pada triwulan laporan. Secara tahunan, inflasi pada triwulan III sebesar 4,41% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi tahunan triwulan sebelumnya sebesar 6,03% (yoy), karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan pada Juni 2013 sudah semakin menurun pengaruhnya di triwulan III PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Triwulanan (qtq) Secara triwulanan, laju inflasi pada triwulan III 2014 meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi triwulan III sebesar 2,14% (qtq), lebih tinggi dibanding inflasi triwulan sebelumnya sebesar negatif 0,36% (qtq). Peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat menjelang hari raya Lebaran mendorong peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Kelompok bahan makanan mengalami inflasi 4,92% (qtq) dan memberikan andil inflasi sebesar 1,03%; sementara kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mencatatkan inflasi 2,17% (qtq) dengan andil 0,34%. Pada triwulan III juga terjadi kenaikan tarif listrik, dan kenaikan harga gas elpiji mendorong terjadinya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Inflasi tercatat sebesar 1,28% (qtq) dengan dan memberikan andil inflasi 0,33%. 16

32 Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) No Kelompok I II III IV I II III 1 Bahan Makanan 2,47 1,51 6,71 2,79 2,86-5,76 4,92 2 Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,95 1,24 2,05 1,14 1,85 1,26 2,17 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,73 0,60 1,15 1,22 0,46 1,57 1,28 4 Sandang -1,14-2,22 3,77-0,40 0,66 0,52 0,35 5 Kesehatan 1,32 1,02 0,65 0,52 0,34 7,84 0,26 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,09 0,27 2,21 0,82 0,21 0,00 2,81 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,11 3,21 8,28 0,64 0,19-0,01 1,00 Umum 1,33 1,16 4,20 1,34 0,38-0,36 2,14 Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Namun, peningkatan laju inflasi tertahan oleh penurunan inflasi pada kelompok kesehatan seiring dengan semakin menurunnya dampak kenaikan tarif kesehatan di rumah sakit Otorita Batam yang dilakukan pada triwulan II. Kelompok kesehatan mencatatkan inflasi sebesar 0,26% (qtq) dengan andil 0,01% ; lebih rendah dibanding inflasi pada triwulan sebelumnya sebesar 7,84% (qtq) dan andil 0,32%. Tabel 2.2. Andil Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No Kelompok I II III IV I II III 1 Bahan Makanan 0,62 0,38 1,71 0,73 0,76-1,28 1, Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,36 0,23 0,38 0,21 0,33 0,19 0,34 0,40 0,14 0,27 0,28 0,10 0,39 0,33 4 Sandang -0,09-0,16 0,27-0,03 0,05 0,03 0,02 5 Kesehatan 0,05 0,04 0,02 0,02 0,01 0,32 0,01 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,00 0,02 0,12 0,04 0,01 0,00 0,21 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,02 0,52 1,37 0,11 0,03 0,00 0,20 Umum 1,33 1,16 4,20 1,34 0,38-0,36 2,14 Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah 17

33 2.1.2 Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi tahunan Kepulauan Riau pada triwulan III 2014 sebesar 4,04% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional sebesar 4,53% (yoy) dan juga relatif masih lebih rendah dibanding wilayah sekitar di area Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng), antara lain inflasi Kota Padang, Jambi dan Pekanbaru, dengan angka inflasi triwulan III masing-masing sebesar 6,00% (yoy), 4,31% (yoy) dan 5,5% (yoy). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa proses distribusi barang dan kerjasama antar daerah baik di dalam maupun di luar wilayah Kepulauan Riau, sehingga kecukupan pasokan barang terjaga dengan baik. Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%yoy) No Kelompok I II III IV I II III 1 Bahan Makanan 6,04 6,37 11,09 14,09 14,63 6,42 4,63 2 Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,53 5,04 6,47 6,52 5,62 5,65 5,77 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2,11 2,52 3,57 4,78 3,49 4,49 4,63 4 Sandang 1,26-0,16 1,19-0,09 2,67 5,55 2,07 5 Kesehatan 2,55 2,76 3,24 3,56 2,73 9,66 9,23 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,09 2,76 2,59 3,41 3,65 3,37 3,98 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,09 4,07 12,61 12,35 13,09 9,56 2,20 Umum 3,41 4,07 7,29 8,24 7,84 6,03 4,39 Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Secara tahunan, inflasi tertinggi di triwulan laporan terjadi pada kelompok kesehatan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, masing-masing dengan inflasi sebesar 9,23% (yoy) dan 5,77% (yoy). Inflasi pada kelompok kesehatan terjadi karena peningkatan harga sebagian besar obat-obatan yang diperkirakan dilakukan oleh produsen obat sebagai penyesuaian terhadap kenaikan biaya produksi sepanjang 2013 dan Adapun inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dipengaruhi oleh peningkatan permintaan makanan jadi menjelang Lebaran serta harga rokok yang cenderung terus mengalami kenaikan. 18

34 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Wilayah Sumbagteng % (yoy) Tabel 2.4. Andil Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%yoy) No Kelompok I II III IV I II III 1 Bahan Makanan 1,55 1,63 2,89 3,69 3,25 1,35 1,00 2 Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,83 0,93 1,17 1,18 0,87 0,89 0,91 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,49 0,59 0,81 1,08 0,87 1,15 1,17 4 Sandang 0,09-0,01 0,08-0,01 0,16 0,33 0,12 5 Kesehatan 0,10 0,11 0,12 0,13 0,11 0,43 0,40 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,17 0,15 0,14 0,18 0,27 0,25 0,30 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,18 0,66 2,18 2,13 2,58 1,89 0,43 Umum 3,41 4,07 7,29 8,24 7,84 6,03 4,39 Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sementara itu, andil inflasi tahunan terbesar dicatatkan oleh kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar serta kelompok bahan makanan, masing-masing dengan andil sebesar 1,17% dan 1,00%. Andil inflasi dihitung dari bobot komoditas (persentase nilai konsumsi) dikali inflasi yang terjadi pada komoditas tersebut. Bobot atau persentase nilai konsumsi yang cukup besar dengan inflasi yang cukup tinggi pada kelompok bahan makanan maupun kelompok air, listrik dan bahan bakar, menyebabkan kedua kelompok tersebut memberikan andil inflasi yang besar PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA Angka inflasi Provinsi Kepulauan Riau merupakan gabungan inflasi dua kota yaitu Kota Batam dan Tanjungpinang dengan bobot masing-masing sebesar 86% dan 14%. Pada 19

35 triwulan III 2014 inflasi Kota Batam sebesar 4,57% (yoy) dan Kota Tanjungpinang sebesar 3,54% (yoy) sehingga membentuk angka inflasi Kepulauan Riau sebesar 4,04% (yoy). Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau % (yoy) Sepanjang triwulan III, inflasi Kota Tanjungpinang relatif lebih tinggi dibanding inflasi Kota Batam. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh akses distribusi dan kelancaran pasokan ke Kota Batam yang relatif lebih baik karena didukung oleh infrastruktur transportasi (pelabuhan dan bandara) yang lebih memadai. Selain itu, terdapat sejumlah perusahaan perdagangan retail besar (berskala nasional) di Kota Batam sehingga pasokan barang cenderung lebih stabil, dan inflasi lebih terkendali. perkembangan perusahaan retail tidak sebaik di Kota Batam. Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Tabel 2.5. Inflasi Bulanan di Kepulauan Riau Berdasarkan Kota Sebaliknya di Kota Tanjungpinang, Inflasi mtm (%) Maret April Mei 2014 Juni Juli Agustus September Batam 0,10-0,53 0,07 0,27 1,15 0,50 0,48 Tanjungpinang 0,15-0,87-0,62 0,12 1,59 0,53 0,06 Kepulauan Riau 0,11-0,57-0,03 0,24 1,21 0,50 0,42 Nasional 0,08-0,02 0,16 0,43 0,93 0,47 0, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Berdasarkan disagregasi, penurunan inflasi Kepulauan Riau pada triwulan III 2014 dipengaruhi oleh penurunan inflasi pada kelompok volatile food, kemudian administered price dan kelompok inti. Kelompok volatile food, administered price, dan inti masing-masing mencatatkan inflasi triwulan II sebesar 4,69% (yoy); 6,68% (yoy) dan 3,80% (yoy); lebih rendah dibanding inflasi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,68% (yoy); 10,26% (yoy) dan 4,55% (yoy). 20

36 Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau Kelompok Volatile Food Pada kelompok volatile food, kenaikan harga terutama terjadi pada komoditas cabai merah, bayam dan kangkung. Peningkatan harga pada komoditas cabai merah di Kota Batam searah dengan data nasional yang mencatatkan inflasi pada komoditas tersebut. Kondisi ini dikarenakan pasokan dari petani cabai merah di sentra-sentra penghasil utama di Jawa mengalami penurunan. Sumber : Bank Indonesia, Survei Pemantuan Harga Grafik 2.7. Perkembangan Bahan Komoditi Hasil Survei Pemantauan Harga Kelompok Administered Price Sejumlah komoditas administered price mengalami peningkatan harga di triwulan III. PT PLN Persero secara bertahap menaikkan tarif listrik dari bulan Mei hingga November, sebagai penyesuaian terhadap peningkatan biaya produksi. Sementara itu PT PLN Batam juga menaikkan tarif listrik di Juni sehingga dampak inflasinya dirasakan pada Juli Pada bulan September 2014, PT Pertamina menaikan harga elpiji non subsidi 12 kg yang mendorong peningkatan inflasi kelompok bahan bakar rumah tangga. Inflasi juga terjadi pada komoditas rokok (rokok putih, rokok kretek, dan rokok kretek filter). 21

37 Selain itu, kenaikan tarif angkutan juga terjadi pada triwulan laporan yang merupakan pola musiman, yakni terjadi sebelum dan sesudah Lebaran (arus balik dan arus mudik Lebaran) Kelompok Inti Beberapa komoditas inti yang mengalami peningkatan di triwulan III 2014 diantaranya yaitu biaya pendidikan SLTP dan sejumlah komoditas pada kelompok makanan jadi. Kenaikan tarif SLTP merupakan kenaikan regular pada setiap tahun ajaran baru. Sementara kenaikan sejumlah komoditas makanan jadi juga merupakan pola musiman yang terjadi seiring dengan peningkatan permintaan menjelang hari raya Lebaran. Sumber : Survey Pemantauan Harga, diolah Grafik 2.8. Perkembangan Harga SLTP Sumber : Survey Pemantauan Harga, diolah Grafik 2.9. Perkembangan Harga Angkutan Udara Ekspektasi Inflasi Hasil survei konsumen menunjukkan bahwa ekspektasi konsumen terhadap Inflasi selama tiga bulan sampai dengan enam bulan yang akan datang lebih rendah dibanding inflasi pada triwulan III Grafik Ekspektasi Inflasi Grafik Perkembangan Perkiraan Inflasi 3 bulan yang akan datang 22

38 Ekspektasi inflasi oleh pelaku usaha relatif searah dengan ekspektasi konsumen. Hal ini sesuai hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) pada triwulan III 2014 dimana kalangan pengusaha memperkirakan angka inflasi triwulan IV lebih kecil dibandingkan triwulan III Tabel 2.6. Ekspektasi Inflasi Tahunan Dunia Usaha Sektoral Tw I Tw II Tw III Pertanian Perkebunan dan Kehutanan 7,00 6,67 7,11 Pertambangan 8,00 7,00 6,00 Industri pengolahan 5,64 7,82 7,15 Listrik, gas dan air bersih 5,00 7,00 6,00 Bangunan 6,14 6,38 7,43 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,80 6,19 6,16 Pengangkuta dan Komunikasi 8,00 7,17 6,50 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 6,37 5,83 6,22 Jasa-jasa 5,50 2,00 4,25 Rata-rata 6,38 6,83 6,31 Sumber : Bank Indonesia, Survei Kegiatan Dunia Usaha 23

39 BOKS - 1 KESIAPAN PEREKONOMIAN KEPULAUAN RIAU DALAM MENGHADAPI DAMPAK KENAIKAN BBM Langkah pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan bakar (BBM) bertujuan untuk mendorong penyehatan fiskal sehingga anggaran pemerintah dapat disalurkan ke sektor yang lebih produktif seperti infrastruktur, kesehatan dan pemberantasan kemiskinan. Hal tersebut terlihat dari pendapatan dari sektor migas yang tidak mampu mencukupi biaya untuk subsidi energi. Selain itu, konsumsi BBM bersubsidi yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan peningkatan impor minyak. Saat ini, minyak merupakan salah satu penyumbang impor terbesar pada neraca perdagangan. Ditengah kondisi neraca perdagangan yang defisit, nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak dapat dielakkan lagi karena akan berdampak terhadap nilai tukar Rupiah. Bila kondisi tersebut tidak segera ditangani, tentunya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi perekonomian Indonesia kedepannya. Kenaikan harga BBM yang tidak dapat dihindarkan lagi, tentunya akan memberikan tekanan terhadap perekonomian, dikarenakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak hanya mempengaruhi sektor perhubungan/transportasi, tetapi hampir keseluruhan sektor perekonomian lainnya. Pengurangan subsidi BBM yang direncanakan akan dilaksanakan oleh Pemerintah dalam waktu dekat perlu mendapat perhatian khusus oleh pemerintah daerah, dikarenakan kenaikan harga BBM bersifat katalis yang mendorong kenaikan harga barang-barang secara umum (inflasi). Bila hal tersebut tidak ditangani secara seksama akan menyebabkan inflasi yang tidak terkendali, yang selanjutnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM terakhir kali dilakukan oleh pemerintah pada Juni 2013, dimana terjadi kenaikan harga bensin dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 dan solar dari Rp4.500 menjadi Rp5.500 yang memberikan dampak inflasi yang cukup besar. Bila melihat dampaknya di Provinsi Kepulauan Riau, kelompok komoditas yang terkena dampak paling besar adalah kelompok transportasi kemudian kelompok bahan makanan dan makanan jadi, seperti pada tabel boks 1.1. Tabel Boks 1.1. Andil Inflasi Sebelum Dan Sesudah Kenaikan BBM (Kenaikan BBM Juni 2013) Komoditas BAHAN MAKANAN 0,04 0,16 0,19 0,99 0,43 0,28 0,06 2. MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU 0,07 0,12 0,04 0,17 0,02 0,19 0,06 3. PERUMAHAN, LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 0,08 0,05 0,01 0,01 0,19 0,06 0,07 4. SANDANG -0,06-0,07-0,03-0,06 0,20 0,12-0,06 5. KESEHATAN 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02 0,01 0,00 6. PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA 0,00 0,00 0,01 0,04 0,04 0,03 0,01 7. TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN 0,00 0,04 0,49 1,29 0,04 0,05 0,02 - Transpor 0,00 0,00 0,48 1,29 0,04 0,03 0,02 - Komunikasi dan Pengiriman 0,00 0,04 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 - Sarana dan Penunjang Transpor 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,00 - Jasa Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 UMUM 0,14 0,29 0,72 2,45 0,94 0,76 0,16 Khusus untuk kelompok transportasi, selain komoditas bensin dan solar, komoditas yang menyumbang andil terbesar pada bulan Juni 2013 adalah bensin sebesar 0,42 (mtm) dan angkutan dalam kota sebesar 0,04 (mtm) dari total andil transportasi sebesar 0,49 (mtm). Dampak kenaikan BBM mencapai puncaknya pada Juli Kenaikan tarif transportasi yang signifikan menyumbang 24

40 andil yang cukup besar, antara lain pada komoditas: angkutan sungai, danau dan penyebrangan sebesar 0,01 (mtm); angkutan dalam kota sebesar 0,22 (mtm); angkutan udara sebesar 0,04 (mtm); serta tarif taksi sebesar 0,04 (mtm). Sementara komoditas lainnya tidak memberikan andil terhadap inflasi dengan signifikan. Dengan kata lain penyumbang terbesar inflasi pada kelompok transportasi saat harga BBM dinaikan adalah tarif angkutan. Kenaikan tarif angkutan inilah yang selanjutnya menyebabkan kenaikan harga pada komoditas lainnya, khususnya komoditas makanan yang memang hampir sebagian besar dipasok dari daerah lain. Bila melihat dampak inflasi dari kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu, inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama. Umumnya inflasi hanya akan berlangsung dalam jangka pendek, dengan inflasi tinggi di satu bulan pertama kemudian inflasi akan terus menurun dalam tiga bulan dan inflasi akan normal kembali pada bulan keempat. Kenaikan harga BBM bersubsidi yang mulai berlaku sejak tanggal 18 November 2014, dengan kenaikan bensin dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 dan solar bersubsidi dari Rp5.500 menjadi Rp7.500 akan memberikan dampak langsung dan dampak tidak langsung pada laju inflasi. Dampak langsung akan terjadi pada komoditas bensin dan solar, sementara dampak tidak langsung akan mempengaruhi tarif angkutan (angkutan antar kota, angkutan dalam kota, angkutan laut, dan tarif taksi) serta komoditas lainnya (core dan volatile food). Dampak langsung kenaikan diproyeksikan akan menyumbang inflasi kumulatif sebesar 1,5%, serta dampak tidak langsung sebesar 1,0% sampai akhir tahun Secara total, kenaikan BBM diproyeksikan akan menyumbang inflasi sebesar 2,5% (kumulatif November-Desember 2014). Selanjutnya, untuk menjaga agar dampak dari kenaikan BBM tidak menyebabkan inflasi yang berlebihan, maka pemerintah daerah memiliki peranan yang sangat strategis dengan koordinasi antara lembaga terkait. Pemerintah daerah harus melakukan langkah antisipatif, khususnya untuk kelompok barang yang mendapat pengaruh paling besar, seperti kelompok transportasi. Beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah bersama instansi terkait lainnya yaitu: a. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan (penimbunan dan penyelewengan) BBM bersubsidi terutama menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi; b. Mengatur dan menjaga kenaikan tarif angkutan agar kenaikannya terjadi secara wajar dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat; c. Memperkuat program komunikasi kepada masyarakat dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi, dengan menyampaikan beberapa hal penting antara lain: (i) dampak inflasi dari kenaikan harga BBM bersifat temporer; (ii) penyesuaian harga BBM merupakan upaya reformasi bidang energi yang diperlukan untuk kesehatan perekonomian dalam jangka panjang; dan (iii) kenaikan harga barang dan jasa sepatutnya tidak berlebihan karena hanya diakibatkan oleh kenaikan biaya distribusi sementara persediaan mencukupi; d. Menjaga kecukupan stok pangan, antara lain melalui kerjasama dengan daerah terdekat Kepulauan Riau. Beberapa tantangan di akhir tahun yang dapat mendorong inflasi bahan makanan dan harus dapat diantisipasi oleh pemerintah daerah antara lain: (i) hingga saat ini BULOG menyatakan bahwa belum ada stok raskin untuk November dan Desember karena sudah disalurkan di Maret dan April (kecuali Pemerintah Pusat menyetujui untuk menyalurkan raskin ke 13 dan 14); (ii) harga cabai yang diperkirakan masih akan tinggi hingga awal tahun karena faktor penurunan hasil panen serta bencana di Gunung Sinabung yang masih berlanjut; (iii) angin musim utara yang akan mulai terasa di Desember akan berdampak pada keterbatasan pasokan ikan segar. (Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau) 25

41 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEMPEMBAYARAN DAERAH Secara total, aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan Kepulauan Riau menunjukkan perlambatan pada triwulan III Sementara di sisi sistem pembayaran tunai, tingginya net inflow pada triwulan III menunjukkan masih tingginya konsumsi masyarakat pada triwulan pelaporan. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau yang didorong oleh konsumsi masyarakat. Dari sisi sistem pembayaran non tunai, perlambatan kinerja perbankan juga berpengaruh pada penurunan transaksi kliring pada triwulan laporan PERKEMBANGAN PERBANKAN BANK UMUM Pada triwulan III 2014, bank umum mencatatkan perlambatan pertumbuhan tercermin dari pertumbuhan aset, dana, dan kredit. Total aset tercatat sebesar Rp46,4 triliun atau tumbuh 11,5% (yoy), lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,3% (yoy); sementara total DPK tercatat sebesar Rp40,0 triliun atau tumbuh 12,5% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 23,3% (yoy); sedangkan total kredit sebesar Rp29,7 triliun tumbuh 12,1% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0% (yoy). Tren perlambatan kredit masih terjadi di tahun 2014 yang telah dimulai dari awal tahun ini sejalan dengan target Bank IndonesiaI untuk mengarahkan pertumbuhan kredit di rentang 15-17%. Sejalan dengan perlambatan kredit, kualitas kredit di Kepulauan Riau menunjukkan perbaikan pada triwulan III. NPL pada triwulan IIII sebear 1,7% lebih baik dibandingkan dengan triwulan II sebesar 1,7%. Dari sisi fungsi intermediasi perbankan, LDR perbankan Kepulauan Riau mengalami peningkatan pada triwulan III sebesar 74,2% dibandingkan triwulan II sebesar 72,7%. Tabel 3.1 Indikator Utama Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau Perkembangan Indikator Utama Bank Umum (Rp miliar) 2013 dalam Rp miliar 2014 Pertumbuhan (yoy) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. I 2014 Tw. II 2014 Tw. III 2014 Total Aset ,34% 20,26% 11,49% Total Dana ,70% 23,26% 12,45% Total Kredit ,20% 16,96% 12,05% NPL 2,04% 1,56% 1,61% 1,39% 1,70% 1,74% 1,71% LDR 76,41% 76,38% 74,47% 73,54% 75,46% 72,74% 74,21%

42 Aset Aset bank umum pada triwulan III tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Total aset sebesar Rp46,4 triliun, tumbuh 11,5% (yoy), atau lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,3% (yoy) dan juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan I 2014 sebesar 19,3% (yoy). Berdasarkan kelompok bank, perlambatan juga terjadi di kelompok bank pemerintahdan swasta. Sedangkan kelompok bank asing dan campuran mengalami kontraksi cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.pertumbuhan kelompok bank pemerintah dan swasta sebesar 9,7% (yoy) dan 13,7% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 20,3% (yoy) dan 20,9% (yoy). Sedangkan pada kelompok bank asing dan campuran mengalami kontraksi sebesar -6,1% (yoy), turun lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,2% (yoy). Grafik 3.1 Perkembangan Aset Bank Umum Grafik 3.2 Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Sementara itu, dilihat dari sebaran aset perbankan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, bank umum di Kota Batam masih mendominasi porsi aset dengan pangsa/share sebesar 77,0%(yoy), diikuti oleh Kota Tanjungpinang dengan porsi aset sebesar 18,4% (yoy), dan sisa 4,6%(yoy) di wilayah Kab/Kota lainnya. Pertumbuhan aset di kota Batam tumbuh melambat sedangkan di kota Tanjungpinang dan Kab/Kota lainnya mengalami peningkatan. Di kota Batam aset perbankan umum tumbuh melambat sebesar 12,9% (yoy) dibandingkan triwulan II yang tumbuh sebesar 25,4% (yoy). Sedangkan di kota Tanjungpinang dan Kab/Kota lainnya, aset perbankan umum tumbuh sebesar 3,6% dan 29,7% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 3,1% (yoy) dan 18,2% (yoy). Hal ini mengindikasikan perbankan di Kepulauan Riau mulai melakukan ekspansi di kabupaten/kota selain Batam mengingat masih besarnya potensi di daerahdaerah tersebut untuk mendapatkan layanan jasa keuangan. 27

43 Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK bank umum mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2014, DPK bank umum tumbuh sebesar 12,5% atau melambat dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 23,3% (yoy). Grafik 3.3 Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 3.4 Perkembangan DPK (berdasarkan komposisi) Berdasarkan komposisi DPK, tabungan masih memiliki porsi terbesar yaitu mencapai 40,9% (yoy) dari total DPK atau senilai Rp16,4 triliun, adapun porsi giro dan deposito masingmasing sebesar 34,5% (yoy) atau senilai Rp13,8 triliun dan 24,7% (yoy) atau senilai Rp9,9 triliun. Perlambatan DPK pada bank umum juga tercermin dari komposisi DPK yang secara umum mengalami perlambatan. Kelompok DPK giro, tabungan, dan deposito mengalami perlambatan menjadi sebesar 0,1%, 10,2%, dan 41,8% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II yang secara berturut-turut tumbuh sebesar 16,6%, 18,3%, dan 46,4%. Diperkirakan banyaknya kebutuhan masyarakat pada triwulan III akibat dari mulai masuknya ajaran tahun baru murid serta bulan Ramadan dan hari raya lebaran mendorong pendapatan masyarakat cenderung dihabiskan untuk konsumsi. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan kredit multiguna yang tumbuh di triwulan III sebesar 33,8% (yoy) dibanding triwulan II sebesar 23,7%. Grafik 3.5 Perkembangan DPK Berdasarkan Jenis Bank 28

44 Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, porsi terbesar DPK diserap oleh bank swasta nasional (56,6%), kemudian bank pemerintah (36,7%), dan porsi terkecil diserap oleh bank asing dan campuran (5,0%). Perlambatan pertumbuhan terjadi di kelompok bank pemerintah dan swasta.sedangkan pada kelompok bank asing dan campuran terjadi kontraksi pada triwulan III dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan pada kelompok bank pemerintah, swasta, dan asing dan campuran secara berturut-turut sebesar 10%, 15,1%, dan -6,8% Perlambatan DPK ini tercermin dari pertumbuhan jumlah rekening yang melambat pada triwulan III dibandingkan dengan triwulan II. Ditinjau dari jumlah rekening, terdapat 1,9 juta akun yang ada di Kepulauan Riau pada triwulan III tumbuh sebesar 3,1% atau melambat dibandingkan dengan triwulan II yang memiliki pertumbuhan sebesar 6,2%. Ditinjau dari jumlah rekening kelompok dengan nominal kurang dari Rp10 juta mencapai 85,2% dari total rekening meskipun secara nominal hanya memiliki pangsa/share 4,6% terhadap DPK. Pangsa terbesar terhadap DPK berada di pemilik rekening Rp100 juta Rp500 Juta sebesar 21,3% dan pemilik rekening >Rp20 miliar sebesar 15,5%. Perlambatan DPK pada triwulan III ini didorong oleh pertumbuhan pemilik rekening >Rp20 miliar yang hanya tumbuh sebesar 8,4% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,0%. Grafik 3.6 Tiering DPK Bank Umum (Nominal) Grafik 3.7 Tiering DPK Bank Umum (Jumlah Rekening) Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK terdapat di Kota Batam yaitu mencapai 76,8% dari total DPK, diikuti oleh Kota Tanjungpinang (19,6%), dan di Kab/Kota lainnya (3,6%).Adapun pertumbuhan DPK Kota Batam sebesar 15,1% (yoy) pada triwulan laporan atau melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 30,6% (yoy). Searah dengan Kota Batam, DPK di Kota Tanjungpinang juga melambat tercatat sebesar 0,4% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7% (yoy). Sedangkan pertumbuhan Kab/Kota lainnya berada pada tren meningkat secara periode. Hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan 29

45 jasa keuangan di daerah selain Batam dan Tanjungpinang untuk menjangkau daerah-daerah yang selama ini minim terhadap akses keuangan. Grafik 3.8 Pangsa DPK Bank Umum Berdasarkan Wilayah Grafik 3.9 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kredit Sejalan dengan perlambatan aset dan DPK, tren perlambatan kredit bank umum masih berlanjut pada triwulan laporan.total kredit senilai Rp29,7 triliun atau tumbuh 12,1% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0% (yoy). Berdasarkan penggunaan, porsi terbesar kredit digunakan untuk kredit konsumsi (35,8%), kredit modal kerja (34,3%) dan kredit investasi (30,0%). Di sisi lain, suku bunga rata-rata tertimbang kredit tercatat meningkat sebesar 10,4% dibanding triwulan sebelumnya sebesar 10,1%. Grafik 3.10 Perkembangan Kredit Bank Umum Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Perlambatan pertumbuhan kredit bank umum dipengaruhi oleh kredit modal kerja dan konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 3,2% (yoy) dan 14,4% (yoy). Sedangkan kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 21,0% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,0% (yoy). Peningkatan kredit investasi sejalan dengan 30

46 peningkatan realisasi investasi di Kepulauan Riau 1 yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau yang mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan kredit investasi mengindikasikan perusahaan yang berada di Kepulauan Riau sedang melakukan ekspansi. Hal ini tercermin dari PDRB menurut penggunaan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengalami pertumbuhan di triwulan III sebesar 10,6% (yoy) dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar 9,9% (yoy). Kredit modal kerja mengalami pertumbuhan sebesar 3,2% (yoy) atau jauh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II sebesar 14,5% (yoy). Perlambatan pada sektor ini dipengaruhi perlambatan pertumbuhan dari sektor industri pengolahan yang memiliki pangsa/share sebesar 34,0% terhadap total kredit modal kerja. Perlambatan pada penyaluran pada sektor ini karena sebagian besar sumber pendanaan perusahaan berasal dari cash flow sendiri maupun perusahaan induk. Kecenderungan perusahaan untuk memilih pembiayaan dari internal perusahaan atau dari perusahaan induk diantaranya dipengaruhi meningkatnya rata-rata suku bunga tertimbang kredit modal kerja yang mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Suku bunga tertimbang kredit modal kerja pada triwulan III sebesar 9,2% atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,9%. Kredit konsumsi turut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III kredit konsumsi tumbuh sebesar 14,4% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan II sebesar 18,8% (yoy). Perlambatan pada kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang sejak tahun 2011 mulai mengalami trend perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan III KKB mengalami kontraksi sebesar negatif 10,3% (yoy) atau turun lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar negatif 6,8% (yoy). Hal ini diindikasikan akibat dari mulai melambatnya bisnis jual-beli mobil bekas dari Singapura karena adanya pendaftaran ulang bagi pemilik mobil bekas dari Singapura mulai Selain itu penetapan LTV yang pada tahun 2012 turut berdampak pada perlambatan KBB. Kontraksi yang terjadi pada triwulan ini juga turut disebabkan oleh meningkatnya suku bunga tertimbang untuk pemilikan roda empat dan sepeda motor yang masing-masing sebesar 9,0% dan 15,1% atau meningkat dibandingkan pada triwulan II sebesar 8,7% dan 14,7% Sedangkan kredit pemilikan rumah turut tumbuh melambat pada triwulan III sebesar 11,1% (yoy) dibandingkan triwulan II sebesar 22,1% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan KPR untuk Rumah Tinggal tipe 22 s.d. 70 yang memiliki pangsa/share sebesar 65% terhadap total KPR. Pertumbuhan kelompok tersebut pada 1 Berdasarkan hasil FGD dengan BP Batam, realisasi investasi baru tahun 2014 diperkirakan melebihi realisasi investasi baru pada 31

47 triwulan III sebesar 7,9 (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan II sebesar 15,2% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi tertahan oleh pertumbuhan kredit multiguna yang memiliki pangsa/sharesebesar 34% terhadap total kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit multiguna pada triwulan III sebesar 33,8% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II sebesar 23,7% (yoy). Pertumbuhan kredit multiguna ini disebabkan meningkatnya konsumsi masyarakat pada triwulan III akibat bulan Ramadhan dan hari raya lebaran yang lalu disusul oleh pendaftaran murid tahun ajaran baru. Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan kebutuhan masyarakat akan pendanaan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompok bank, porsi terbesar kredit disalurkan oleh bank pemerintah (54,8%), kemudian bank swasta nasional (43,7%), dan porsi terkecil oleh bank asing dan campuran (1,5%). Kredit dari bank pemerintah, bank swasta nasional serta bank asing dan campuran tumbuh melambat masing masing dengan angka pertumbuhan dari 19,5% (yoy), 13,6% (yoy), dan 33,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 18,4% (yoy), 4,7% (yoy), 24,6% (yoy) pada triwulan laporan. Grafik 3.12 PertumbuhanKredit Berdasarkan Kelompok Bank Grafik 3.13 Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Secara sektoral, penyerapan kredit terbesar berada di sektor ekonomi bukan lapangan usaha (konsumsi) sebesar 35,8% dari total kredit diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran (16,1%), sektor industri pengolahan (15,9%), serta sektor transportasi, gudang, dan komunikasi (13,4%). Sektor industri transportasi, gudang, dan komunikasi mengalami pertumbuhan dibandingkan sektor lainnya yang mengalami perlambatan diikuti oleh sektor konstruksi yang mulai mengalami perbaikan pertumbuhan. Perlambatan sisi kredit dapat dijelaskan dari sisi sektoral industri pengolahan yang melambat cukup signifikan dibandingkan triwulan II. Pada triwulan III industri pengolahan tumbuh sebesar 0,2% (yoy) atau melambat dibanding triwulan II sebesar 29,2% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit pada sektor industri pengolahan akibat dari menurunnya 32

48 kondisi usaha di sektor ini yang berbasis ekspor. Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau, menurunnya hasil penjualan pada sektor ini terutama berasal dari sub-sektor industri besi dan baja akibat telah selesainya permintaan proyek besar ke Australia. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan ekonomi sisi ekspor barang dan jasa yang mengalami kontraksi sebesar negatif 3,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar negatif 2,6% (yoy) Sektor konstruksi pada triwulan III mulai mengalami perbaikan pertumbuhan meskipun masih tumbuh negatif sebesar negatif 6,4% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan II sebesar negatif 18,4% (yoy). Setelah terkena dampak LTV yang dikenakan pada tahun 2013 mengakibatkan pertumbuhan pembangunan/konstruksi mengalami kontraksi pada triwulan III mulai terdapat indikasi perbaikan. Hal ini tercermin dari mulai masuknya pengembang skala nasional ke Kota Batam serta sejumlah rencana pembangunan baru dari salah satu pengembang terbesar di Batam. Grafik 3.14 Porsi Kredit Bank Umum Secara Sektoral Grafik 3.15 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Secara Sektoral Berdasarkan kabupaten dan kota, porsi terbesar kredit bank umum disalurkan di Kota Batam yang dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian yang sangat dominan di kota tersebut. Kota Batam menyerap 79,8% dari total kredit, dengan angka pertumbuhan kredit sebesar 11,2% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 17,7% (yoy). Sementara itu, porsi kredit di Kota Tanjungpinang sebesar 17,0% dari total kredit. Pertumbuhan kredit di Tanjungpinang berbeda dengan Kota Batam, dengan perkembangan kredit relatif stabil dari 12,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,7% (yoy) pada triwulan laporan. Daerah tingkat II (Kab/Kota) lainnya hanya menyerap 3,3% dari total kredit, namun mengalami penguatan pertumbuhan. Kredit pada Kab/Kota lainnya tumbuh 33,3% (yoy) atau meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 21,2% (yoy). 33

49 Grafik 3.16 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Wilayah Ditinjau dari sebaran kelompok nilai plafond, penyaluran kredit produktif (modal kerja dan investasi) didominasi oleh kelompok bernilai besar. Porsi terbesar kredit produktif pada kelompok nilai >Rp20 miliar sebesar 38,5% dari total kredit dengan jumlah rekening sebanyak 137 rekening (0,3% dari total rekening), diikuti oleh kelompok nilai >Rp2 miliar Rp5 miliar dengan porsi 13,1% dari total kredit dan jumlah rekening sebanyak 960 rekening (2,2%). Grafik 3.17 Tiering Kredit Produktif Bank Umum (Nominal) Grafik 3.18 Tiering Kredit Produktif Bank Umum (Jumlah Rekening) Trend perlambatan untuk penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih berlanjut di triwulan ini. Pada triwulan III mengalami pertumbuhan negatif sebesar negatif 1,3% (yoy) atau menurun signifikan dibandingkan triwulan II yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,6% (yoy). Selain itu dari pangsa/share kredit UMKM terhadap total kredit sedikit mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya. Share kredit UMKM pada triwulan III sebesar 24,3% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II sebesar 24,9%. Akan tetapi secara keseluruhan share kredit ini masih memenuhi target share kredit UMKM yang telah ditetapkan Bank Indonesia sebesar 20% 34

50 Sejalan dengan perlambatan di kredit UMKM, kredit usaha rakyat (KUR) juga mengalami perlambatan. Pada triwulan III penyaluran KUR sebesar Rp365 miliar mengalami pertumbuhan sebesar 0,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 36,8%. Grafik 3.19 Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Grafik 3.20 Perkembangan KUR Bank Umum Loan to Deposit Ratio (LDR) Melambatnya DPK terutama untuk kelompok rekening >Rp20 miliar serta mulai meningkatnya pertumbuhan kredit investasi menyebabkan rasio LDR mengalami peningkatan pada triwulan pelaporan sebesar 74,2%. Angka LDR tersebut masih lebih rendah dibandingkan standar LDR sebesar 85% - 100%.Hal ini menunjukkan kegiatan intermediasi oleh bank umum di Provinsi Kepulauan Riau belum berlangsung secara optimal Risiko Kredit Jumlah kredit bermasalah bank umum stabil dan cenderung membaik pada triwulan pelaporan. Angka Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan sebesar 1,7% atau meningkat dibanding NPL pada triwulan sebelumnya sebesar 1,7%. Grafik 3.21 Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum 35

51 Berdasarkan penggunaan, NPL investasi dan konsumsi mengalami perbaikan dibandingkan triwulan II. NPL investasi dan konsumsi pada triwulan III sebesasr 1,7% dan 1,8% atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,9% dan 2,0%. Perbaikan NPL konsumsi disebabkan oleh membaiknya kualitas kredit di KPR pada triwulan III sebesar 2,5% dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,9%. Sedangkan NPL untuk modal kerja sedikit meningkat menjadi 1,6% dibandingkan triwulan II yang sebesar 1,4%. Perlambatan di sektor industri pengolahan terutama akibat dari masih rendahnya permintaan ekspor di triwulan III diindikasikan menjadi salah satu penyebab memburuknya kualitas kredit modal kerja. Sementara sektor perdagangan besar dan eceran yang merupakan sektor dengan porsi terbesar di total kredit mengalami kenaikan NPL sebesar 2,1% dibandingkan triwulan II sebesar 1,8% BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Kinerja BPR mengalami penurunan pada triwulan III 2014, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset dan DPK sedangkan kredit mengalami penguatan. Adapun fungsi intermediasi BPR juga berjalan dengan optimal terlihat dari LDR yang berada pada threshold yang ditentukan Bank Indonesia, sementara NPL mengalami sedikit penurunan dan berada pada batas aman (<5%). Tabel 3.2 Indikator Utama BPR di Provinsi Kepulauan Riau Perkembangan Indikator Utama BPR (Rp miliar) dalam Rp miliar Pertumbuhan (yoy) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw. III Tw. I Tw. II Tw. III Total Aset ,12% 17,80% 9,65% Total Dana ,85% 18,04% 12,23% Total Kredit ,49% 16,39% 17,83% NPL 3,52% 3,24% 3,07% 2,46% 3,07% 3,31% 3,16% LDR 95,3% 99,2% 92,94% 97,17% 96,68% 97,77% 97,56% Aset Aset BPR pada triwulan III 2014 tumbuh melambat. Total aset sebesar Rp 4,3 triliun atau tumbuh 9,7% (yoy) mengalami penurunan dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,8% (yoy). Perlambatan aset tersebut dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan DPK yang dihimpun dan kemudian disalurkan dalam bentuk kredit oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau. 36

52 Grafik 3.22 Perkembangan Aset BPR Berdasarkan Kabupaten/Kota, porsi terbesar aset BPR terdapat di Kota Batam, mencapai 73,9% dari total aset BPR. Angka pertumbuhan aset BPR tersebut sebesar 9,2% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 19,0% (yoy). Sementara itu, porsi aset di Kota Tanjungpinang sebesar 10,7% dari total aset, dan tercatat tumbuh melambat dari 3,5% (yoy) menjadi 1,9% (yoy). Daerah Kab/Kota lainnya memiliki porsi aset 15,4%, dengan angka pertumbuhan sebesar 18,2% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 23,9% (yoy) Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh BPR tumbuh melambat pada triwulan laporan. Total DPK senilai Rp 3,5 triliun atau tumbuh 12,2% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,1% (yoy). Grafik 3.23 Perkembangan DPK BPR Grafik 3.24 Perkembangan DPK Berdasarkan Jenisnya Pertumbuhan dana pihak ketiga BPR terutama ditopang oleh pertumbuhan pada deposito yang memiliki porsi 85,8% dari total DPK, tumbuh sebesar 13,5% (yoy), namun melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar menjadi 18,1% (yoy). Hal yang sama juga terjadi pada sisi tabungan dengan porsi 14,2% dari total DPK, tercatat 37

53 tumbuh sebesar 5,2% (yoy), namun melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,1% (yoy). Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar DPK BPR terkonsentrasi di Kota Batam mencapai 70,6%, dan tumbuh melambat sebesar 12,5% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,0% (yoy). Porsi DPK BPR di Kota Tanjungpinang sebesar 12,4%, tumbuh melambat dari 3,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,9% (yoy) pada triwulan laporan. Di Daerah Kab/Kota lainnya, porsi DPK sebesar 17,0%, juga tumbuh melambat dari 26,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,0% (yoy) pada triwulan laporan. Grafik 3.25 Perkembangan DPK BPR Berdasarkan Wilayah Kredit Kredit BPR juga tercatat tumbuh menguat pada triwulan laporan. Total kredit sebesar Rp3,4 triliun atau tumbuh menguat dari 16,4% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 17,8% (yoy) pada triwulan laporan. Grafik 3.26 Perkembangan Kredit BPR Grafik 3.27 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Jenisnya 38

54 Penguatan pertumbuhan kredit BPR ditopang oleh penguatan pertumbuhan pada kredit modal kerja, investasi, dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja dengan porsi 30,2% dari total kredit BPR tumbuh menguat dari 13,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 18,0% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian pula kredit investasi, dengan porsi 10,6% dari total kredit, tumbuh menguat dari 33,4% pada triwulan sebelumnya menjadi 38,6% (yoy) pada triwulan laporan. Namun, laju pertumbuhan kredit BPR tertahan oleh perlambatan pada kredit konsumsi, dengan porsi terbesar terhadap total kredit sebesar 59,2%, dan tumbuh sebesar 14,7% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,2% (yoy). Secara sektoral, pertumbuhan kredit BPR terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran, dengan porsi 20,5% terhadap total kredit BPR, tumbuh 21,1% (yoy), kemudian sektor konstruksi, dengan porsi 3,7% tumbuh 75,6% (yoy) dan sektor transportasi, gudang dan komunikasi dengan porsi 3,6%, tumbuh 25,0%. Kredit BPR untuk sektor bukan lapangan usaha untuk rumah tangga (konsumsi) juga mengalami pertumbuhan setelah melambat pada triwulan sebelumnya. Dengan porsi 8,3% terhadap total kredit BPR, jenis kredit ini mengalami pertumbuhan yaitu dari negatif 11,3% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 3,1% pada triwulan laporan. Berdasarkan kabupaten/kota, porsi terbesar kredit BPR disalurkan di Kota Batam dengan porsi 73,7% dari total kredit dan tumbuh melambat dari 19,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 17,4% (yoy) pada triwulan laporan. Porsi kredit di Kota Tanjungpinang sebesar 12,3% dari total kredit dan mengalami peningkatan signifikan dari negatif 7,7% (yoy) pada triwulan II menjadi 13,4% pada triwulan III. Di daerah Kab/Kota lainnya, porsi kredit sebesar 14,0%, tumbuh melambat dari 25,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 24,4% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM oleh BPR juga tercatat tumbuh menguat. Total penyaluran kredit UMKM sebesar Rp1,1 triliun atau mencapai 33,7% dari total kredit, tumbuh melemah dari 22,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,2% (yoy) pada triwulan III

55 Grafik 3.28 Porsi Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 3.29 Perkembangan Kredit UMKM oleh BPR Grafik 3.30 Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Wilayah Loan to Deposit Ratio (LDR) Fungsi intermediasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau berjalan dengan efektif. Kondisi tersebut tercermin dari LDR sebesar 97,6% walaupun sedikit menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 97,8%. LDR tersebut berada pada rentang threshold yang ditentukan oleh Bank Indonesia yakni 92% s.d. 98%. 40

56 Grafik 3.31 Perkembangan LDR dan NPL BPR Risiko Kredit Angka NPL BPR menurun dari 3,3% (yoy) pada triwulan II menjadi sebesar 3,2% (yoy) pada triwulan III. Secara agregat NPL masih relatif stabil dan masih dalam batas aman yang ditentukan oleh Bank Indonesia PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH (BANK UMUM DAN BPR) Pada triwulan III 2014, kinerja perbankan Syariah masih pada trend melambat, tercermin dari perlambatan pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 3.3 Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Kepulauan Riau Perkembangan Indikator Utama Perbankan Syariah (Rp miliar) dalam Rp miliar Pertumbuhan (yoy) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. I 2014 Tw. II 2014 Tw. III 2014 Total Aset 2,410 2,586 2,798 2,718 2,602 2,695 2, % 4.19% 0.95% Total Pembiayaan 2,001 2,133 2,252 2,321 2,308 2,409 2, % 12.97% 8.41% Total Dana 1,753 1,884 2,031 1,986 1,772 1,746 1, % -7.35% -8.75% NPF 3.48% 2.37% 2.52% 2.12% 3.04% 3.98% 3.62% FDR % % % % % % % Sumber : Bank Indonesia Aset Pada akhir triwulan laporan,aset tercatat sebesar Rp 2,8 triliun atau tumbuh 1,0% (yoy), jauh lebih rendah bila dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,2% (yoy). Sebesar 94,9% atau senilai Rp 2,7 triliun dari total aset tersebut dimiliki oleh bank 41

57 umum syariah dan 5,1% atau senilai Rp 138,6 miliar dimiliki oleh BPR Syariah. Sementara itu, porsi aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan Kepulauan Riau masih relatif kecil yaitu sebesar 5,8% (yoy) Dana Pihak Ketiga (DPK) Trend perlambatan DPK Syariah masih berlanjut pada triwulan laporan. Total DPK sebesar Rp1,9 triliun, atau tumbuh negatif 8,8% (yoy), sedikit lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya negatif 7,3% (yoy). Dari tiga sumber penghimpunan dana BPR, giro dan deposito masih melanjutkan pelemahan dari triwulan sebelumnya, sedangkan tabungan mengalami pertumbuhan. Tabungan dengan porsi terbesar dari total DPK (42,6%), tumbuh sebesar 4,0% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar negatif 2,7% (yoy). Adapun giro, dengan porsi 34,8% dari total DPK, tumbuh negatif 10,0% (yoy), atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 5,1% (yoy). Sementara deposito, dengan porsi 22,6% dari total DPK, tumbuh negatif 24,5% (yoy), menurun semakin dalam dibanding triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif 18,1% (yoy). Berdasarkan kabupaten/kota, sebanyak 59,2% DPK Syariah terdapat di Kota Batam dan sisanya sebanyak 40,8%terdapat di Kota Tanjungpinang Pembiayaan Searah dengan aset dan DPK, pembiayaan oleh perbankan syariah juga melambat di triwulan III Total pembiayaan senilai Rp 2,4 triliun atau tumbuh 8,4% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan II 2014 sebesar 13,0% (yoy). Berdasarkan penggunaan, porsi terbesar pembiayaan syariah berupa pembiayaan konsumsi mencapai 73,7% dari total pembiayaan, diikuti oleh pembiayaan modal kerja (15,1%) dan porsi terkecil berupa pembiayaan investasi (11,2%). Pembiayaan investasi dan modal kerja mengalami sedikit pertumbuhan yang melambat, masing-masing dengan angka pertumbuhan sebesar negatif 35,7% (yoy) dan negatif 40,2% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya masing-masing sebesar negatif 56,3% (yoy) dan negatif 45,0% (yoy). Kredit konsumsi yang pada triwulan II mengalami pertumbuhan sebesar 71,6% juga menunjukkan penurunan pertumbuhan pada triwulan III menjadi sebesar 48,8%. Secara sektoral, pembiayaan pada perbankan syariah sebagian besar diserap oleh sektor bukan lapangan usaha (konsumsi) sebesar 73,7%, diikuti oleh sektor perdagangan 42

58 besar dan eceran (8,4%), dan sektor transportasi, gudang, dan komunikasi (4,3%). Komposisi ini mengalami perubahan dibandingkan dengan komposisi pada triwulan II yang didominasi oleh sektor bukan lapangan usaha (konsumsi), sektor perantara keuangan dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sementara berdasarkan persebaran pembiayaan menurut kabupaten/kota, sebanyak 72,2% di Kota Batam dan sisanya sebesar 27,8% di Kota Tanjungpinang. Searah dengan perlambatan pembiayaan syariah, penyaluran kredit UMKM juga mengalami perlambatan, yaitu dari negatif 17,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi negatif 35,0% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun porsi pembiayaan UMKM syariah terhadap total pembiayaan turun dari 18,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 15,1% pada triwulan laporan Finance to Deposit Ratio (FDR) dan Non Performing Financing (NPF) Angka FDR syariah tercatat menurun pada triwulan laporan, yaitu sebesar 131,7%, lebih rendah dibanding FDR pada triwulan sebelumnya sebesar 138,0%. Namun, hal ini masih menunjukkan peran intermediasi perbankan syariah di Provinsi Kepulauan Riau masih terjaga cukup baik. Jumlah kredit bermasalah juga menurun, tercemin dari penurunan NPF dari 4,0% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,6% pada triwulan laporan dan angka NPF tersebut masih terjaga di bawah batas maksimal yaitu 5%. Grafik 3.32 Perkembangan Aset, DPK dan Pembiayaan Syariah Grafik 3.33 FDR dan NPF Perbankan Syariah 43

59 3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI Perkembangan peredaran uang kartal dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow) Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Aliran uang kartal Bank Indonesia di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2014 kembali mengalami net outflow. Namun net outflow pada triwulan laporan mengalami penurunan disebabkan oleh inflow yang meningkat sedangkan outflow menurun. Transaksi pembayaran tunai cenderung mengalami peningkatan pada triwulan III 2014 yang dicerminkan dengan meningkatnya inflow walaupun outflow bergerak stabil. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi yang dicerminkan dari peningkatan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Grafik 3.34 Perkembangan Inflow dan OutflowKepulauan Riau Grafik 3.35 Perkembangan Pertumbuhan Inflow dan Outflow Kepulauan Riau Pada triwulan laporan, total outflow tercatat sebesar Rp3.080,73 miliar, menurun 0,07% (yoy). Sementara total inflow sebesar Rp900,16 miliar meningkat26,78% (yoy) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (clean money policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia, secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). UTLE tersebut berasal dari 44

60 setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan uang yang layak edar (fit for circulation). Grafik 3.36 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp173,7 miliar atau menurun 20,7% (yoy). Menurunnya jumlah uang rupiah tidak layak edar mengindikasikan bahwa sosialisasi 3D (Didapat, Disimpan, Disayang) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi. Kepulauan Riau kepada masyarakat, berjalan efektif. Sosialisasi 3D dilakukan untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang rendah dan agar masyarakat memahami cara-cara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang usia manfaat fisik uang. Untuk memenuhi kebutuhan uang layak edar di Kepulauan Riau, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau melakukan kegiatan kas keliling.tujuannya adalah agar masyarakat dapat menukarkan UTLE yang mereka miliki dengan uang baru. Pelaksanaan kegiatan kas keliling yang dilaksanakan sampai bulan September 2014 adalah sebanyak 28 kali, yang terdiri dari 11 kali di dalam kota Batam dan 17 kali di luar kota Batam. Grafik 3.37 Pelaksanaan Kas Keliling Per Bulan Tahun

61 Kas keliling di dalam kota Batam antara lain dilaksanakan di Batam Centre, Sei Harapan, Pasar Batu Aji, Pasar Nagoya. Sementara pelaksanaan kas keliling di luar kota antara lain di Tanjung Balai Karimun, Tanjungpinang, Tanjung Uban, Tanjung Batu, Ranai-Natuna dan Dabo Singkep. Tabel 3.4 Pelaksanaan Kas Keliling 2014 Lokasi Banyaknya pelaksanaan Keterangan Pasar Nagoya 2 Pasar Batu Aji 2 Sei Harapan 2 Batam Center 1 MTQ 4 Tanjung Balai Karimun 4 Tanjungpinang 4 Tanjung Uban 3 Tanjung Batu 2 Ranai-Natuna 2 Dabosingkep 2 Total 28 Dalam Kota Luar Kota Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah lembar uang palsu yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan. Pada triwulan laporan, jumlah uang Rupiah tidak asli yang ditemukan sebanyak 69 lembar, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebanyak 109 lembar. Uang palsu yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan besar Rp ,- dan pecahan Rp50.000,-. Sementara itu, uang palsu untuk jenis pecahan kecil relatif jarang ditemukan. Grafik 3.38 Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli di Kepulauan Riau 46

62 Temuan uang Rupiah tidak asli tersebut didasarkan atas permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai upaya mengatasi peredaran uang Rupiah tidak asli, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah, melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Sepanjang tahun 2014, Kantor Perwakilan Bank IndonesiaI Kepulauan Riau telah melakukan tiga kali kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah, yaitu pada bulan Februari 2014 bertempat di Kota Tanjungpinang, pada Mei 2014 bertempat di Kabupaten Natuna, dan pada September 2014 bertempat di Tanjung Balai Karimun TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Kliring Lokal Transaksi melalui kliring pada triwulan III 2014 tercatat mengalami penurunan. Penurunan transaksi kliring tersebut seiring dengan perlambatan pertumbuhan kinerja perbankan Kepulauan Riau pada triwulan laporan. Selain itu, penurunan transaksi melalui kliring ditengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi mengindikasikan banyak transaksi yang dilakukan antar bank (sesama bank) dibandingkan transaksi antara bank. Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Sumber: Bank Indonesia Warkat (lembar), Nominal (Rp juta) Kliring Peny erahan Kliring Pengembalian Jumlah Bulan Perputaran Jumlah Tolakan Net Kliring Warkat Nominal Warkat Nominal Warkat Nominal Tw-I Tw-II Tw III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw III Tw-IV Tw- I Tw-II Tw-III

63 Grafik 3.39 Perkembangan Kliring Kepulauan Riau Grafik 3.40 Perkembangan Pertumbuhan Kliring Kepulauan Riau Pada triwulan laporan, jumlah warkat transaksi kliring sebanyak lembar, menurun negative 20,0% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar positif 9,5% (yoy), juga lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan yang sama tahun lalu sebesar positif 11,5% (yoy). Sementara itu, nominal transaksi kliring sebesar Rp4,1 triliun, atau menurun sebesar negative 15,5% (yoy),dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar positif 14,4% (yoy), juga tercatat lebih rendah dibanding pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar positif 23,34% (yoy). Sementara itu, nominal penolakan yang tercatat sebesar Rp119 miliar juga mengalami kontraksi 3,7% dibanding triwulan sebelumnya. Nominal transaksi penolakan tersebut mencapai 2,9% dari keseluruhan nominal kliring sepanjang triwulan laporan. Penurunan jumlah lembar maupun nominal tolakan kliring mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dapat dikatakan handal Real Time Gross Settlement (RTGS) Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed) dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Kegiatan transaksi RTGS tercatat menurun pada triwulan laporan.sama halnya dengan kliring, penurunan RTGS tersebut seiring dengan perlambatan pertumbuhan kinerja perbankan Kepulauan Riau pada triwulan laporan.selain itu, penurunan transaksi RTGS 48

64 ditengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi mengindikasikan banyak transaksi yang dilakukan antar bank (sesama bank) dibandingkan transaksi antara bank. Tabel 3.6 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau Wilayah Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III RTGS Nilai (Rp Miliar) Batam Batam ke Luar Batam , , ,41 Luar Batam ke Batam , , ,45 Batam ke Batam , , ,52 Karimun Karimun ke Luar Karimun , ,33 Luar Karimun ke Karimun , ,12 Karimun ke Karimun , ,17 Natuna Natuna ke Luar Natuna , ,15 11,00 Luar Natuna ke Natuna , , ,65 Natuna ke Natuna , ,00 Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang , ,11 Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang , ,82 Tg. Pinang ke Tg. Pinang , ,69 Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri 0, ,87 0,78 Luar Kepri ke Kepri 2, ,59 21,43 Kepri ke Kepri 0, ,00 0,00 Kumulatif , RTGS Volume Batam Batam ke Luar Batam , ,00 Luar Batam ke Batam , ,00 Batam ke Batam , ,00 Karimun Karimun ke Luar Karimun ,00 Luar Karimun ke Karimun ,00 Karimun ke Karimun ,00 Natuna Natuna ke Luar Natuna ,00 3,00 Luar Natuna ke Natuna ,00 207,00 Natuna ke Natuna ,00 1,00 Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang ,00 Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang ,00 Tg. Pinang ke Tg. Pinang ,00 Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri ,00 14,00 Luar Kepri ke Kepri ,00 77,00 Kepri ke Kepri ,00 0,00 Kumulatif Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.41 Perkembangan RTGS Provinsi Kepulauan Riau Jumlah transaksi RTGS pada triwulan III 2014 sebanyak transaksi atau tumbuhnegatif 4,4% (yoy), angka tersebut menunjukkan perbaikan dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar negatif 5,4% (yoy), tetapi lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 6,3% (yoy). Sementara itu, nominal transaksi RTGS sebesar Rp23,5 triliun atau menurun 7,9% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun lalu, masing-masing sebesar positif 5,0% (yoy) dan positif 26,4% (yoy). 49

65 3.3. Perkembangan Transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) dan PTD (Penyelenggara Transfer Dana) Perkembangan Transaksi KUPVA Transaksi KUPVA pada triwulan III 2014 masih tetap tumbuh, namun melambat jika dibandingkan dengan triwulan II Perlambatan transaksi KUPVA antara lain dipengaruhi juga oleh penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Riau. Grafik 3.42 Perkembangan Transasi KUPVA Grafik 3.43 Perkembangan Transaksi KUPVAterhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Total transaksi pembelian uang kertas asing (UKA) pada triwulan III 2014 sebesar Rp2,6 triliun atau tumbuh sebesar 2,3% (yoy), pertumbuhan tersebut melambat bila dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 30,2% (yoy). Serupa dengan transaksi pembelian, total transaksi penjualan UKA sebesar Rp2,6 triliun, atau tumbuh 2%, pertumbuhan tersebut juga melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 29,5% (yoy). Perlambatan transaksi KUPVA juga dipengaruhi oleh nilai kurs pada triwulan III yang mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 3.44 Porsi Mata Uang dalam Transaksi KUPVA 50

66 Dari sisi jumlah mata uang, transaksi KUPVA dengan mata uang dollar Singapura (SGD) masih mendominasi, mencapai 87,9% dari total transaksi, kemudian ringgit Malaysia (MYR) sebesar 10,6%, dan dollar Amerika (USD) sebesar 7,2%. Lokasi Kepulauan Riau khususnya Batam yang sangat dekat dengan Singapura menyebabkan kebutuhan jual dan beli mata uang dollar Singapura (SGD) jauh lebih tinggi dibandingkan mata uang lainnya. Berdasarkan kabupaten/kota, persebaran PVA terbanyak di Kota Batam (93 KUPVA), kemudian Tanjungpinang (16 KUPVA), Tanjung Balai Karimun (13 KUPVA), Bintan (4 KUPVA) dan Tanjung Batu (2 KUPVA) Perkembangan Transaksi Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Sama halnya dengan transaksi KUPVA, transaksi PTD mengalami perlambatan pertumbuhan triwulan III 2014, jika dibandingkan dengan triwulan II Namun apabila dibandingkan dengan triwulan I 2014, maka triwulan II maupun triwulan III 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dengan masing-masing peningkatan mencapai 95,5% (yoy) dan 85,6% (yoy). Peningkatan yang signifikan tersebut dikarenakan peningkatan kepatuhan laporan sejak triwulan II 2014, dari penyelenggara PTD kepada Bank Indonesia. Nilai transaksi PTD pada triwulan laporan sebesar Rp951 miliar atau tumbuh melambat 85,6% (yoy), dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 95,5% (yoy). Dari total nilai transaksi PTD tersebut, porsi terbesar berupa transaksi ke luar wilayah RI (41,5%), kemudian transaksi antar wilayah RI (32,7%), dan porsi terkecil berupa transaksi dari luar wilayah RI (25,8%). Grafik 3.45 Perkembangan Transasi PTD di Kepulauan Riau Grafik 3.46 Jenis Transasi PTD Seperti halnya KUPVA, jumlah PTD juga terbanyak di Kota Batam (21 PTD), kemudian Kota Tanjungpinang (4 PTD), ), Kabupaten Tanjung Balai Karimun (2PTD), dan Bintan (1 PTD). 51

67 BOKS - 2 Soft Launching Operasional Kas Titipan di Tanjungpinang Untuk menjamin ketersediaan mata uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi yang layak edar serta guna mendukung stabilitas pertumbuhan ekonomi di daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau bekerja sama dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. cabang Tanjungpinang menyelenggarakan layanan Kas Titipan di Tanjungpinang. Pelayanan Kas Titipan di Kota Tanjungpinang ini rencananya akan mencakup bisnis perbankan yang ada di lima kabupaten Provinsi Kepulauan Riau, antara lain Kab. Bintan, Kab. Tanjung Balai Karimun, Kab. Lingga, Kab. Kepulauan Anambas, dan Kab. Natuna. Layanan kas titipan tersebut melengkapi layanan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia yaitu layanan kas dalam kantor dan layanan kas keliling. Untuk kegiatan kas keliling telah dilaksanakan secara periodik oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau kepada masyarakat untuk melayani penukaran dengan daerah tujuan diantaranya Kota Batam, Tanjungpinang, Tanjung Balai Karimun, Dabo Singkep dan Natuna. Pada hari Kamis, tanggal 13 Agustus 2014, bertempat di Gedung Daerah Tanjungpinang, diselenggarakan acara Soft Launching Operasional Kas Titipan Bank Indonesia yang dihadiri oleh H. Muhammad Sani Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, anggota Muspida, Otoritas Jasa keuangan Provinsi Kepulauan Riau, perbankan dan stakeholder lainnya. Gubernur Provinsi Kepulauan Riau menyambut baik atas peresmian kas titipan di Tanjungpinang dan menegaskan peran penting sektor perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau. Saat ini terdapat 25 lokasi layanan kas titipan yang telah diselenggarakan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa bank umum di berbagai daerah di Indonesia. Kas titipan ini merupakan salah satu upaya dalam mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia terkait pengedaran uang sekaligus memfasilitasi perbankan di Tanjungpinang dan sekitarnya dalam hal penyetoran dan penarikan uang tunai sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Batam. Penyediaan kas titipan ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan Rupiah bagi masyarakat Tanjungpinang dan sekitarnya dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, serta kondisi yang layak edar. Kas titipan di Tanjungpinang merupakan solusi atas tingginya kebutuhan uang kartal dari masyarakat dan perbankan di Tanjungpinang dan sekitarnya yang selama ini sangat bergantung pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Batam. Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi ekonomi yang tinggi namun terkendala oleh kondisi geografis yang berbentuk kepulauan dan kurangnya infrastruktur penghubung antar-daerah, dan diharapkan adanya Kas Titipan di Tanjungpinang menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan dimaksud. (Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau) 52

68 BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepulauan Riau) 2 lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan. Data realisasi belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III 2014 sebesar Rp5.627 miliar atau mencapai 44% dari total anggaran belanja yang telah ditetapkan sebesar miliar Rp miliar. Sementara, realisasi pendapatan triwulan III 2014 sebesar Rp7.029 miliar atau 63% dari total anggaran pendapatan yang ditetapkan sebesar Rp miliar. Realisasi pendapatan terbesar berasal dari dana perimbangan yang mencapai 60% sedangkan untuk pendapatan asli daerah mencapai 77%. Realisasi belanja pemerintah daerah yang lebih rendah dibandingkan realisasi pendapatan menyebabkan posisi dana simpanan Pemda di perbankan pada triwulan III 2014 meningkat 3,9% (qtq) dari Rp1.948 miliar menjadi sebesar Rp2.024 miliar REALISASI APBD DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU Realisasi Penerimaan Komposisi pendapatan pemerintah daerah (Pemda) di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan 7 kab/kota lainnya 3 berdasarkan APBD tahun 2014, pos pendapatan terbesar berasal dari dana perimbangan (70,8%) dan pendapatan asli daerah (19,4%) sedangkan sisanya berasal dari pos lain-lain pendapatan yang sah (6%), transfer pemerintah Provinsi (1%) dan transfer pemerintah pusat lainnya (3,4%). Sementara anggaran pendapatan terbesar di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yaitu Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp miliar atau 28,4% kemudian Kota Batam sebesar Rp1.949 miliar atau 17,5%. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Natuna (11,4%), Kabupaten Anambas (9,3%), Kabupaten Lingga (9,0%), Kabupaten Karimun (8,5%), Kabupaten Bintan (7,8%) dan Kota Tanjungpinang (8,2%). 2 Data APBD merupakan gabungan mencakup 7 Kab/kota (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Kep Anambas, Kab Natuna dan Kab. Karimun) dan Provinsi Kepulauan Riau 3 (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Kep Anambas, Kab Natuna dan Kab. Karimun) 53

69 TRILIUN RP 0,72% 2,69% 6,43% 9 8 Anggaran Realisasi 19,41% Pendapatan Asli Daerah 7 6 Dana Perimbangan Transfer pemerintah pusat lainnya Transfer Pemerintah Provinsi ,75% Lain-lain pendapatan daerah yang sah 0 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Transfer pemerintah pusat lainnya Transfer Pemerintah Provinsi Lain-lain pendapatan daerah yang sah Sumber: Dirjen Perbendaharaan Kanwil Provinsi Kep. Riau Grafik 4.1. Komposisi Pendapatan Pemda Sumber: Dirjen Perbendaharaan Kanwil Provinsi Kep. Riau Grafik 4.2. Realisasi Pendapatan Pemda Realisasi pendapatan Pemda di wilayah Provinsi Kepulauan Riau triwulan III 2014 mencapai 63,1% atau Rp7.029 miliar dari pendapatan yang dianggarkan sebesar Rp miliar. Berdasarkan persentase antara realisasi dan anggaran, realisasi pendapatan Pemda terbesar berasal dari realisasi pendapatan asli daerah yang telah mencapai 77,2% atau sebesar Rp1.669 miliar, selanjutnya diikuti realisasi transfer pemerintah pusat lainnya sebesar Rp230 miliar atau 76,7% dari total anggaran sebesar Rp299 miliar. Sementara realisasi pendapatan terendah pada pendapatan transfer pemerintah Provinsi yang baru terealisasi 55,1% atau Rp44 miliar dari total anggaran Rp80 miliar. Pendapatan terbesar disumbang oleh dana perimbangan, dengan pos pendapatan terbesar berasal dari realisasi dana alokasi umum sebesar Rp2.320 miliar diikuti dana bagi hasil bukan pajak (SDA) sebesar Rp miliar. Sumbangsih dana perimbangan terhadap total pendapatan pada triwulan laporan mencapai 67,3%, dimana persentase realisasi terbesar adalah Kabupaten Bintan dengan persentase mencapai 84,1%. Sementara persentase realisasi dana perimbangan terkecil adalah Kabupaten Natuna sebesar 23,4%. Sumber pendapatan terbesar lainnya diperoleh dari PAD yang telah terealisasi sebesar 77,2% atau Rp1.669 miliar dari target yang ditetapkan sebesar Rp2.162 miliar. Pendapatan asli daerah meningkat cukup signifikan pada triwulan III 2014 yaitu sebesar Rp1.669 miliar dari triwulan sebelumnya yang hanya Rp782 miliar atau meningkat sebesar 113,5%. Pos penerimaan pendapatan asli daerah terbesar berasal dari pajak daerah sebesar Rp1.362 miliar, selanjutnya diikuti oleh pendapatan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp202 miliar, retribusi daerah sebesar Rp83 miliar dan hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan Rp20 miliar. Sumbangsih PAD terhadap total pendapatan pada triwulan laporan mencapai 23,8%, dimana persentase realisasi terbesar adalah Kabupaten Karimun dengan persentase mencapai 95,6%. Sementara persentase realisasi dana perimbangan terkecil adalah Kabupaten Natuna sebesar 33,5%. 54

70 Triliun Rp Tabel 4.1. Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau 4 JENIS ANGGARAN ANGGARAN REALISASI S.D TW III 2014 RP STRUKTUR (%) RP % Pendapatan Asli Daerah ,41% ,20% Pajak daerah ,80% ,42% Retribusi daerah ,96% ,41% Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan ,21% ,68% Lain-lain PAD yang sah ,44% ,45% Dana Perimbangan ,75% ,95% Dana bagi hasil pajak/bukan pajak - Pajak ,39% ,17% - Bukan Pajak (SDA) ,24% ,91% Dana alokasi umum ,62% ,20% Dana alokasi khusus ,49% ,95% Transfer pemerintah pusat lainnya ,69% ,72% Transfer Pemerintah Provinsi ,72% ,07% Lain-lain pendapatan daerah yang sah ,43% ,94% TOTAL PENDAPATAN % ,07% Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia & DPKAAD Pemprov dan Pemkab/Kota (diolah) Realisasi Belanja Komposisi belanja Pemda di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan 7 kab/kota lainnya 5 berdasarkan APBD tahun 2014, pos belanja terbesar berasal dari belanja operasi 72,2% sedangkan sisanya berasal dari belanja modal 25,6%, transfer pemerintah daerah 2,2% dan belanja tidak terduga 0,1%. Sementara anggaran belanja terbesar di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yaitu Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp3.641 miliar kemudian Kota Batam sebesar Rp2.168 miliar. 0,10% 2,15% Anggaran Realisasi 25,55% 72,19% Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Transfer Pemerintah Daerah Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Transfer Pemerintah Daerah Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Belanja Grafik 4.4. Realisasi Belanja Pemda Realisasi belanja pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau triwulan III 2014 mencapai Rp5.627 miliar atau 44,0% dari anggaran 4 Data APBD merupakan gabungan mencakup 7 Kab/kota (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Kep Anambas, Kab Natuna dan Kab Karimun) dan Provinsi Kepulauan Riau 5 (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Kep Anambas, Kab Natuna, Kab Karimun dan Provinsi Kepulauan Riau) 55

71 sebesar Rp miliar dengan nilai realisasi belanja terbesar pada kelompok belanja operasi. Realisasi belanja operasi pada triwulan III 2014 mencapai 49,2% atau Rp4.542 miliar dari total anggaran sebesar Rp9.227 miliar. Sementara belanja modal hanya 26,7%, belanja tidak terduga12,9% dan transfer pemerintah daerah dengan persentase realisasi sebesar 76,9%. Realisasi belanja operasi pada triwulan III 2014 mencapai 80,7% dari total anggaran yang telah terealisasi sebesar Rp5.627 miliar. Untuk pos pengeluaran belanja operasi, realisasi belanja terbesar pada belanja pegawai Rp2.035 miliar diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp1.812 miliar. Hal ini menunjukkan realisasi anggaran masih didominasi oleh sektor konsumsi, yang terlihat dari peningkatan PDRB triwulan III 2014 yang ditopang oleh sektor konsumsi. Untuk realisasi belanja modal, realisasi belanja terbesar pada belanja modal peralatan dan mesin yang sudah mencapai 45,8% atau sebesar Rp212 miliar. Selanjutnya diikuti oleh realisasi belanja modal jalan, irigasi dan jaringan 29,6% atau sebesar Rp436 miliar. Realisasi belanja modal terendah pada belanja modal konstruksi dalam pengerjaan yang baru terealisasi 7,2%. Berdasarkan kabupaten/kota, realisasi belanja modal Pemda terbesar dibandingkan dengan total realisasi belanja adalah Kabupaten Anambas dengan 19,3% diikuti oleh Kota Batam dengan 16,9% dan Kabupaten Bintan dengan 16,8%. Sementara realisasi belanja modal terkecil adalah Kota Tanjungpinang dengan 10,8%, dengan rata-rata presentase sebesar 15,2% untuk Kabupaten/Kota di wilayah Kepulauan Riau. Secara aggregat, belanja modal hanya menyumbang 15,5% atau sebesar Rp871 miliar dari total aggaran yang terealisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran Pemda yang disalurkan untuk kegiatan ekonomi yang produktif baru terealisasi sebesar 15,5% dari total belanja, padahal belanja modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 56

72 Tabel 4.2. Anggaran Belanja Pemerintah Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau 6 JENIS ANGGARAN ANGGARAN REALISASI S.D TW III 2014 RP STRUKTUR (%) RP % Belanja Operasi ,19% ,72% Belanja Pegawai ,15% ,17% Belanja Barang dan Jasa ,80% ,22% Subsidi ,48% ,41% Hibah ,22% ,78% Bantuan Sosial ,42% ,19% Bantuan Keuangan ,12% ,96% Belanja Modal ,55% ,48% Belanja Modal Tanah ,83% ,19% Belanja Modal Peralatan dan Mesin ,63% ,78% Belanja Modal Gedung dan Bangunan ,10% ,81% Belanja Modal Jalan, Iringasi dan Jaringan ,54% ,76% Belanja Modal Aset Tetap Lainnya ,41% ,19% Belanja Modal Konstruksi dalam Pengerjaan ,37% ,22% Belanja Modal Aset Lainnya ,06% ,03% Belanja Tidak Terduga ,10% ,03% Transfer Pemerintah Daerah ,15% ,76% TOTAL BELANJA % ,03% SURPLUS/(DEFISIT) Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan Daerah Pengeluaran Pembiayaan Daerah SILPA Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (diolah) Realisasi Belanja APBN Infrastruktur Di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Komposisi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) khusus belanja infrastruktur di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup kabupaten dan kota 7 terdiri atas proyek jalan dan jembatan, sumber daya air, pelabuhan, gedung dan bangunan dan kelistrikan. Pos belanja terbesar berasal dari belanja untuk proyek jalan dan jembatan sebesar Rp326 miliar atau 37,6% dari total APBN infrastruktur yang mencapai Rp 869 miliar, diikuti belanja proyek sumber daya air sebesar Rp181 miliar (20,9%). Sementara belanja proyek APBN infrastruktur terkecil adalah proyek listrik sebesar Rp41 miliar (4,7%). Untuk spesifikasi wilayah, Kota Batam mendapat porsi anggaran APBN infrastruktur terbesar yaitu 37,1% atau sebesar Rp322 miliar, diikuti Kabupaten Natuna 29,70% atau sebesar Rp258 miliar. Sementara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendapat porsi belanja APBN infrastruktur terkecil yaitu 0,7% atau sebesar Rp6 miliar. 6 Data APBD merupakan gabungan mencakup 7 Kab/kota (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Kep Anambas, Kab Natuna, Kab Karimun) dan Provinsi Kepulauan Riau 7 (Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kab Lingga, Kab Bintan, Kab Natuna dan Kab Karimun) 57

73 MILIAR MILIAR ,60% 0,69% 6,52% 350 Anggaran Realisasi 8,22% ,07% 29,70% ,78% 4,41% 50 Provinsi (Pemprov) Kab. Bintan Kab. Karimun Kab. Natuna Kab. Lingga Kab. Kep. Anambas Kota Batam Kota Tj. Pinang 0 P R O V I N S I ( P E M P R O V ) K A B. B I N T A N K A B. K A R I M U N K A B. N A T U N A K A B. L I N G G A K A B. K E P. A N A M B A S K O T A B A T A M K O T A T J. P I N A N G Grafik 4.5. Komposisi Belanja Infrastruktur APBN Menurut Grafik 4.6. Realisasi Belanja Infrastruktur Menurut Wilayah Wilayah Realisasi APBN di wilayah Provinsi Kepulauan Riau triwulan III 2014 mencapai 63,0% dengan realisasi terbesar disalurkan untuk pembiayaan proyek jalan dan jembatan yang sudah terealisasi sebesar 72,5%, diikuti realisasi proyek sumber daya air sebesar 70,7% dari total anggaran sebesar Rp181 miliar. Sementara untuk wilayah, realisasi APBN infrastruktur terbesar pada Kabupaten Bintan sebesar 73,2%, diikuti oleh Kota Batam dengan realisasi 69,8%. Kabupaten Kepulauan Anambas mendapat realisasi terendah yaitu 51,8% atau sebesar Rp21,5 miliar dari total anggaran sebesar Rp41,5 miliar. Secara keseluruhan realisasi belanja APBN secara umum tersebar cukup merata baik menurut wilayah maupun jenis proyeknya. 4,72% Anggaran Realisasi 350 7,50% 6,43% 37,56% ,91% ,88% Jalan Dan Jembatan Sumber Daya Air Pelabuhan Laut Pelabuhan Udara Gedung Dan Bangunan Listrik - J A L A N D A N J E M B A T A N S U M B E R D A Y A A I R P E L A B U H A N L A U T P E L A B U H A N U D A R A G E D U N G D A N B A N G U N A N L I S T R I K Grafik 4.7. Komposisi Belanja Infrastruktur APBN Menurut Grafik 4.8. Realisasi Belanja Infrastruktur Menurut Proyek Proyek Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (diolah) Secara umum, pelaksanaan anggaran di wilayah kepulauan Riau yang bersumber dari APBN memberikan kontribusi terhadap arus kas masuk 8. Cash flow pemerintah pada triwulan III tercatat surplus Rp4,8 triiun yang disebabkan peningkatan pajak yang signifikan, mencapai Rp6,7 triliun. Sementara pengeluaran negara dan penyerapan anggaran hanya sebesar Rp2,7 triliun. Penerimaan pajak sebagian besar disumbangkan oleh PPH, PPN dan Bea Masuk. 8 Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, Realisasi APBN 2014 Kepulauan Riau s.d Triwulan III 58

74 4.3. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Dana simpanan Pemda di Perbankan pada posisi triwulan III 2014 naik menjadi Rp2.024 miliar dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1.948 miliar atau meningkat sebesar 3,9%(qtq). Peningkatan dana simpanan Pemda sesuai dengan kondisi realisasi belanja yang lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pendapatan sehingga terdapat surplus Rp1.401 miliar dengan SILPA sebesar Rp1.839 miliar. Selain itu, kondisi penerimaan dari dana perimbangan yang telah terealisasi sebesar 60,0% yang secara nominal merupakan realisasi terbesar untuk di pos penerimaan sebesar Rp4.726 miliar turut mempengaruhi peningkatan dana simpanan Pemda. Namun peningkatan dana simpanan Pemda bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan, dari 53,2% menjadi 3,9% pada triwulan III 2014 dikarenakan peningkatan belanja Pemda. Hal tersebut sesuai dengan perkiraan sebelumnya, dimana aktivitas belanja Pemda umumnya mulai meningkat di semester 2 pada tahun berjalan ,00 Dana Simpanan PEMDA Growth 0, ,00 0, ,00 0, , ,00 (0,20) 1.000,00 (0,40) 500,00 (0,60) (0,80) Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.9. Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepulauan Riau 59

75 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.1. KETENAGAKERJAAN Pada posisi Agustus 2014, tenaga kerja di Kepulauan Riau tercatat sebanyak orang, atau meningkat 1,7% (yoy). Peningkatan jumlah tenaga kerja terutama terjadi pada sektor perdagangan, sektor jasa kemasyarakatan dan keuangan. Andil terbesar peningkatan jumlah tenaga kerja disumbang oleh sektor perdagangan dengan porsi 28,5% dari total jumlah tenaga kerja, mengalami peningkatan sebesar 4% (yoy). Peningkatan tenaga kerja juga dicatatkan oleh sektor jasa kemasyarakatan dan sektor keuangan, mengalami peningkatan masing-masing sebesar 16% (yoy) dan 50% (yoy). Namun, laju peningkatan jumlah tenaga kerja tertahan oleh penurunan jumlah tenaga kerja di sektor Industri (porsi tenaga kerja 24,6%), konstruksi (porsi tenaga kerja 7,3%), dan sektor pertambangan (porsi tenaga kerja 1,5%), dengan pertumbuhan masing-masing sebesar -6%; -8%; -26%. Penurunan jumlah tenaga kerja antara lain karena dipengaruhi siklus penyelesaian pekerjaan yang telah diselesaikan pada periode berjalan. Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan, Februari 2012 Agustus 2014 No Lapangan Usaha % Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Share 1 Pertanian ,21% Pertumbuhan (yoy) -10% -11% 5% -1% 2 Pertambangan ,54% Pertumbuhan (yoy) 42% 2% -32% -26% 3 Industri ,55% Pertumbuhan (yoy) 6% 13% 0% -6% 4 Listrik, Gas dan air minum ,45% Pertumbuhan (yoy) -44% 33% -7% 6% 5 Konstruksi ,33% Pertumbuhan (yoy) 43% 9% 72% -8% 6 Perdagangan ,52% Pertumbuhan (yoy) -20% 1% 2% 4% 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi ,86% Pertumbuhan (yoy) 10% -4% -19% -2% 8 Keuangan ,63% Pertumbuhan (yoy) 51% -29% 4% 50% 9 Jasa Kemasyarakatan ,91% Pertumbuhan (yoy) 24% -8% -14% 16% Penduduk Bekerja % Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan searah dengan peningkatan PDRB pada sektor tersebut. PDRB pada sektor perdagangan, hotel dan restoran mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,7% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,8% (yoy). Penguatan pertumbuhan sektor PHR 60

76 dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Lebaran, tahun ajaran baru, dan liburan sekolah, serta ditopang pula oleh perlambatan laju inflasi pada triwulan laporan. Grafik 5.1. Jumlah Tenaga Kerja dan PDRB Perdagangan Grafik 5.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Tingkat Konsumsi Sementara itu, jumlah pengangguran meningkat sebesar 6,7% (yoy). Peningkatan tersebut merupakan dampak dari peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 2,8% (yoy) yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan serta pengurangan jumlah tenaga kerja yang cukup besar pada beberapa sektor seperti sektor industri, konstruksi dan pertambangan. Penurunan tenaga kerja pada sektor industri diperkirakan dipengaruhi oleh penutupan beberapa pabrik di Kota Batam, karena relokasi ke Vietnam. Sementara itu, penurunan tenaga kerja pada sektor pertambangan terjadi karena penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian di 2014 pasca diberlakukannya pelarangan ekspor mineral mentah sesuai UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Undangundang tersebut menegaskan bahwa barang tambang harus diolah terlebih dahulu sebelum di ekspor, sementara sebagian besar perusahaan penggalian dan pertambangan di Kepulauan Riau masih belum memiliki smelter sebagai fasilitas pengolahan bahan hasil galian. Adapun penurunan tenaga kerja pada sektor konstruksi terjadi pasca pembangunan beberapa proyek pemerintah (bangunan, perbaikan jalan), maupun swasta (hotel), sebagai persiapan MTQ Nasional di Kota Batam pada Juni yang lalu serta penyelesaian sejumlah infrastruktur publik pada Tw I dan Tw II tahun Tabel 5.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut jenis kegiatan utama, Provinsi Kepulauan Riau Februari Agustus 2014 Keterangan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 7,0% 7,8% 5,9% 5,4% 5,9% 5,6% 5,3% 6,7% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 68,1% 67,5% 69,3% 66,3% 70,5% 65,9% 67,8% 66,0% Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau 61

77 Tabel 5.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama, Provinsi Kepulauan Riau, Februari Agustus 2014 No Status Pekerjaan Utama Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus 1 Berusaha Sendiri % 19% 20% 19% 24% 19% 2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap % 5% 4% 3% 4% 5% 3 Berusaha dibantu buruh tetap % 5% 3% 4% 2% 5% 4 Buruh/karyawan % 64% 64% 67% 60% 64% 5 Pekerja bebas di pertanian % 1% 0% 1% 1% 1% 6 Pekerja bebas di non pertanian % 1% 2% 2% 3% 2% 7 Pekerja keluarga/tak dibayar % 5% 6% 4% 5% 4% Jumlah Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau 5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga meningkat pada triwulan laporan antara lain tercermin melalu peningkatan indeks tendensi konsumen. Salah satu variabel pembentuk indeks tendensi konsumen yaitu pendapatan rumah tangga yang tercatat mengalami peningkatan sebesar 112,34, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar 111,61. Sementara itu, secara total ITK meningkat dari 113,06 pada triwulan sebelumnya menjadi 113,18 pada triwulan laporan. Peningkatan ITK menandakan peningkatan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi. Tabel 5.4. Indeks Tendensi Konsumen Variabel Pembentuk IV I II III IV I II III Pendapatan Rumah Tangga 103,69 103, ,49 114,12 107,64 111,61 112,34 Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi 126,76 118,07 108,84 109,5 109,06 112,33 118,03 111,71 Tingkat Konsumsi makanan dan non makanan 102,73 102,56 106,54 115,72 110,87 114,94 110,30 117,05 Indeks Tendensi Konsumen 109,7 107,16 109,44 112,36 112,03 110,46 113,06 113,18 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Kondisi pendapatan rumah tangga yang meningkat di triwulan III 2014 mempengaruhi tingkat konsumsi makanan dan non makanan yang meningkat di triwulan III 2014 dengan nilai indeks 117,05 dibandingkan triwulan lalu dengan indeks sebesar 110,30. Peningkatan konsumsi antara lain didorong oleh peningkatan kebutuhan masyarakat menjelang Lebaran dan memasuki tahun ajaran baru. 62

78 Grafik 5.3. Indeks Tendensi Konsumen Nilai Tukar Petani (NTP) NTP pada triwulan laporan meningkat, yaitu tercatat sebesar 101,91 lebih tinggi dibanding NTP pada triwulan sebelumnya sebesar 100,82. Peningkatan NTP menunjukkan peningkatan kemampuan tukar atau nilai tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangganya dan untuk keperluan memproduksi produk pertanian. Sementara itu, angka NTP diatas 100 menunjukkan bahwa nilai indeks yang diterima oleh petani lebih tinggi dibanding nilai indeks yang dibayarkan oleh petani (terjadi surplus) Indeks Diterima Petani (LHS) Indeks Dibayar Petani (LHS) Nilai Tukar Petani (RHS) Umum Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Kepulauan Riau Grafik 5.4. Perkembangan NTP I II III IV I II III IV I II III Sumber: BPS Kepulauan Riau Grafik 5.5. NTP Berdasarkan Subsektor Berdasarkan subsektor, sektor perikanan mencatatkan NTP tertinggi. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh posisi geografis Kepulauan Riau dengan wilayah laut yang luas menyebabkan subsektor perikanan berkembang lebih baik dibanding subsektor lainnya di sektor pertanian. Selain itu, kondisi cuaca yang mendukung aktivitas nelayan serta tingkat permintaan yang tinggi pada triwulan III dengan adanya hari raya keagamaan (Lebaran) juga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan NTP sektor perikanan. Di sisi lain, subsektor perkebunan dan hortikultura serta subsektor tanaman pangan mencatatkan angka 63

79 NTP terendah. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah di Kepulauan Riau yang secara umum kurang sesuai untuk kegiatan bercocok tanam sehingga subsektor perkebunan dan hortikultura maupun tanaman pangan kurang dapat berkembang dengan baik. Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau Tabel 5.6. Nilai Tukar Petani Kepulauan Riau Per Sub Sektor I II III IV I II III IV I II III Umum 101,31 101,99 101,48 101,20 101,09 100,94 102,35 102,37 101,15 100,82 101,91 Tanaman Pangan 92,97 94,41 96,28 96,42 93,60 97,19 99,89 100,78 100,45 101,23 100,24 Hortikultura 99,29 101,88 101,03 99,54 99,06 99,07 101,47 99,60 99,13 98,10 99,13 Perkebunan 100,53 102,11 100,30 99,99 100,05 99,73 99,67 99,91 97,95 94,24 93,27 Peternakan 106,08 105,86 105,90 105,85 105,83 105,48 105,97 106,07 105,51 105,91 108,05 Perikanan 105,62 104,32 104,45 104,31 105,31 103,73 105,94 106,54 106,23 106,28 109,34 Sementara itu, apabila dibandingkan dengan data nasional, rata-rata NTP secara nasional pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 102,18 lebih tinggi dibandingkan NTP Kepulauan Riau sebesar 101,91, sehingga secara umum kesejahteraan petani di Kepulauan Riau relatif lebih rendah dibandingkan nasional. Sedangkan bila dilihat secara subsektor, NTP di Kepulauan Riau lebih rendah dibandingkan nasional untuk subsektor hortikultura dan subsektor perkebunan rakyat. Tabel 5.7. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor Nasional dan Kepulauan Riau No Subsektor Nasional Kepri 1 Tanaman Pangan 97,99 100,24 2 Hortikultura 102,76 99,13 3 Perkebunan Rakyat 101,9 93,27 4 Peternakan 107,68 108,05 5 Perikanan 103,65 109,34 6 Umum 102,18 101,91 Sumber: BPS (diolah) Tingkat konsumsi rumah tangga petani secara umum meningkat sebesar 1,25% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan konsumsi rumah tangga petani di Kepulauan Riau terjadi pada seluruh subsektor seiring dengan momen keagamaan seperti bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang terjadi pada TW III

80 Tabel 5.8. Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kepulauan Riau Sub Kelompok TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 Konsumsi Rumah Tangga 103,01 103,35 105,62 106,2 108,46 108,58 109,94 Bahan Makanan 103,64 104,09 107,08 107,35 111,44 110,78 112,73 Makanan Jadi 100,77 101,44 102,86 103,63 104,29 105,28 106,53 Perumahan 101,53 101,74 103,6 104,41 105,99 106,57 107,53 Sandang 102,47 101,74 102,03 103,71 104,81 105,14 106,63 Kesehatan 102,61 103,31 103,31 103,79 105,32 105,72 106,25 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 103,84 104,01 104,15 104,88 105,64 106,1 107,13 Transportasi dan Komunikasi 106,58 106,46 110,35 110,96 111,74 112,13 112,76 Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau 65

81 BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL 1.4. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) diprakirakan relatif stabil pada triwulan IV 2014, ditopang oleh penguatan konsumsi pemerintah dan investasi. Berdasarkan data historis dan perkembangan beberapa indikator terkini, pertumbuhan ekonomi Kepri triwulan IV 2014 diprakirakan berada pada kisaran 6,9% - 7,1% (yoy), dan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan 2014 diprakirakan pada kisaran 6,2% - 6,4% (yoy). (Rp triliun) PDRB Harga Konstan Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 10.0% 9.0% 8.0% 7.0% 6.0% 5.0% 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* % * Proyeksi Bank Indonesia Grafik 6.1 Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Dari sisi eksternal, perbaikan ekonomi global pada triwulan IV 2014 diperkirakan masih akan terus berlangsung, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Berdasarkan hasil consensus forecast pada Juli 2014, ekonomi dunia diprakirakan tumbuh 3,4% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan 2013 sebesar 3,1% (yoy). Perbaikan ekonomi global terutama akan ditopang oleh perbaikan perekonomian Amerika Serikat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang diprakirakan relatif terbatas. Penguatan ekonomi dunia diharapkan memberi dampak peningkatan kinerja ekspor ke negara-negara ASEAN termasuk ke Indonesia. Sementara itu, penguatan pertumbuhan investasi di Kepulauan Riau juga diyakini masih akan berlanjut di triwulan IV. Kondisi sosial politik dan ekonomi yang tetap kondusif pasca pelantikan presiden dan kabinetnya, akan menjadi salah satu faktor penopang pertumbuhan investasi. Selain itu, sejumlah kawasan yang dikategorikan sebagai kawasan berdampak penting dan cakupan luas bernilai strategis (DPCLS) di Kota Batam telah terbebas dari status hutan lindung dengan diterbitkannya SK Menhut No.867 tahun 2014 yang merevisi SK Menhut Nomor 463 tahun Sebelumnya, melalui survei maupun focus 66

82 group discussion (FGD), investor seringkali mengungkapkan bahwa status hutan lindung yang ditetapkan pada beberapa kawasan DPCLS di Kepulauan Riau menurut SK Menhut No.463/2013 telah menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan investasi di Kepulauan Riau. Tabel 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Adapun konsumsi pemerintah, masih berpeluang tumbuh menguat pada triwulan terakhir. Hingga posisi akhir triwulan III 2014, realisasi belanja pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan seluruh kabupaten/kota), tercatat masih rendah yaitu sebesar 44,06%. Kondisi tersebut memberikan peluang pertumbuhan konsumsi pemerintah yang lebih tinggi pada kuartal terakhir di Namun, konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat pada triwulan keempat, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang efektif berlaku pada tanggal 18 November Kenaikan harga BBM akan mendorong peningkatan laju inflasi terutama pada kelompok transpor dan bahan makanan, dan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Namun, laju penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan tertahan oleh perkiraan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) di akhir tahun yang merupakan pola musiman. 67

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Asesmen Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau November 216 Publikasi Triwulanan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II 215 dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 216 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Mei 2017 Publikasi Triwulanan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau i KEKR Provinsi Kepulauan Riau Periode Mei 2017 ii KEKR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II - 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Kajian Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci