Periode Februari 2018

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Periode Februari 2018"

Transkripsi

1 i Periode Februari 2018

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii

3 Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Kun Anifatussolikhah (kun_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) Langitantyo Tri Gezar (langitantyo_tg@bi.go.id) Nurmaya Hutasoit (nurmaya_h@bi.go.id) iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami kembali menghadirkan publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Februari Publikasi ini merupakan hasil asesmen terhadap perkembangan ekonomi terkini dari Sumatera Barat yang meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, keuangan daerah, stabilitas sistem keuangan dan perbankan, sistem pembayaran, kesejahteraan masyarakat, kondisi ketenagakerjaan, prospek perekonomian ke depan, serta ulasan atas beberapa isu terkini terkait ekonomi dan keuangan Sumatera Barat. Kami mengharapkan publikasi ini dapat menjadi rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami: pemerintah daerah, industri perbankan dan keuangan, akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui laman kami Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung penyediaan data dan informasi hingga terbitnya publikasi ini. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Februari 2018 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT (ttd) Endy Dwi Tjahjono Direktur v

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL... 3 DAFTAR GRAFIK... 4 RINGKASAN EKSEKUTIF... 8 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan I Perkembangan Ekonomi Keseluruhan Tahun BAB II KEUANGAN PEMERINTAH APBD Provinsi Sumatera Barat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Alokasi APBN di Sumatera Barat Rencana APBD Provinsi Sumatera Barat tahun BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

7 3.2.3 Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan I BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Rumah Tangga Kinerja Sektor Rumah Tangga Eksposur Sektor Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Risiko Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Sektor Korporasi Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Risiko Sektor Korporasi BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring Layanan Keuangan Digital Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prospek Sisi Permintaan Prospek Sisi Penawaran Prakiraan Inflasi

8 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) BERDASARKAN HARGA KONSTAN TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN HARGA KONSTAN TABEL 2.1. PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV TAHUN 2016 DAN TABEL 2.2. BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN II TAHUN 2016 DAN TABEL 2.3. PENDAPATAN 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV 2016 DAN TABEL 2.4. BELANJA 19 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV TABEL 2.5. BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV 2016 DAN TABEL 2.8 ANGGARAN PENDAPATAN APBD PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 2.9 ANGGARAN BELANJA APBD PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TABEL 3.1. PERBANDINGAN STANDAR DEVIASI DAN RATA-RATA INFLASI SUMBAR DAN NASIONAL TABEL 3.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% YOY) TABEL 3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% QTQ) TABEL 3.4. INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%,MTM) TABEL 3.5. ANDIL INFLASI BULANAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG (%) TABEL 3.6. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI BULANAN TRIWULAN IV 2017 (%,MTM) TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA PADA TRIWULAN III TABEL 4.2. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA PADA TRIWULAN IV TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 4.4. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN TABEL 6.1. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA

9 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA TRIWULAN IV GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT AGREGAT TAHUN GRAFIK 1.3. PANGSA PDRB TW III 2017 MENURUT PERMINTAAN BERDASARKAN HARGA BERLAKU GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN GRAFIK 1.5. SURVEI KONSUMEN GRAFIK 1.6. PERTUMBUHAN KONSUMSI LISTRIK GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN SKALA LIKERT PERMINTAAN DOMESTIK GRAFIK 1.8. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 1.9. KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 DAN GRAFIK REALISASI BELANJA PEMERINTAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN (YOY) INVESTASI BANGUNAN DAN NON BANGUNAN GRAFIK PERKEMBANGAN INVESTASI PMA DAN PMDN DI SUMATERA BARAT GRAFIK KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH GRAFIK SKALA LIKERT EKSPOR HASIL LIAISON GRAFIK PMI NEGARA MITRA DAGANG GRAFIK NEGARA TUJUAN EKSPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN IV GRAFIK KOMODITAS EKSPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN IV GRAFIK NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK VOLUME IMPOR NON MIGAS GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN III GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN IV GRAFIK PANGSA PDRB TRIWULAN IV 2017 SUMBAR MENURUT LAPANGAN USAHA BERDASARKAN HARGA BERLAKU GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PETA DISTRIBUSI CURAH HUJAN SUMATERA BARAT BULAN DESEMBER GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA PERTANIAN (HASIL SKDU) GRAFIK JUMLAH WISMAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK PENDAFTARAN KENDARAAN BERMOTOR BARU DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA JUAL LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN (HASIL SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH PENUMPANG BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH PENGIRIMAN KARGO MELALUI BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU GRAFIK INDEKS PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (HASIL SKDU) GRAFIK INDEKS PENGGUNAAN JUMLAH TENAGA KERJA LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN (HASIL SKDU) GRAFIK PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG DAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL GRAFIK INDEKS SBT PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN (HASIL SKDU) GRAFIK PERKEMBANGAN INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN, INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN, DAN INDEKS EKONOMI SAAT INI (SK BI) GRAFIK PERKIRAAN INVESTASI (HASIL SKDU) GRAFIK PRODUKSI KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT GRAFIK PRODUKSI PADI SAWAH DI SUMATERA BARAT GRAFIK 2.1. ANGGARAN, REALISASI DAN DAYA SERAP BELANJA DI PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN III GRAFIK 2.2. KOMPOSISI BELANJA (%) DI PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN III GRAFIK 2.3. KOMPOSISI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA BARAT GRAFIK 2.4. DAYA SERAP BELANJA SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN

10 GRAFIK 2.5. DAYA SERAP BELANJA PEGAWAI SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.6. DAYA SERAP BELANJA BARANG/JASA SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.7. DAYA SERAP BELANJA MODAL SUMATERA BARAT PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK 2.8. KOMPOSISI BELANJA PROVINSI SUMATERA BARAT GRAFIK 2.9. REALISASI 10 ANGGARAN BELANJA MODAL TERBESAR PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV GRAFIK REALISASI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT PADA TRIWULAN IV GRAFIK DAYA SERAP BELANJA KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA PEGAWAI KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA BARANG/JASA KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK DAYA SERAP BELANJA MODAL KAB/KOTA PER TRIWULAN 2016 DAN GRAFIK KOMPOSISI BELANJA 19 KAB/KOTA GRAFIK REALISASI BELANJA 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN KOMPOSISINYA GRAFIK KOMPOSISI PENDAPATAN 19 KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT GRAFIK KOMPOSISI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN FUNGSI GRAFIK KOMPOSISI BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BERDASARKAN JENIS GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMBAR, SUMATERA DAN NASIONAL GRAFIK 3.2. INFLASI TAHUNAN (YOY) PER KOTA SAMPEL INFLASI SUMBAR GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN (YOY) MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (TW IV 2017) GRAFIK 3.4. DISAGREGASI INFLASI BULANAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.5. IKK, IKE DAN IEK KONSUMEN DI SUMBAR GRAFIK 3.6. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN PROVINSI SUMBAR GRAFIK 3.7. PERBANDINGAN PANGSA DAN ANDIL INFLASI SUMBAR TAHUN 2016 DAN GRAFIK 3.8. EKSPEKTASI HARGA 3 DAN 6 BULAN MENDATANG GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN HARGA BULANAN BERAS, CABAI MERAH DAN BAWANG MERAH (VOLATILE FOOD) GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA BULANAN EMAS (INTI) GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA ROKOK DAN TIKET ANGKUTAN UDARA (ADMINISTERED PRICE) GRAFIK 4.1. IKE, IEK, DAN IKE GRAFIK 4.2. PROYEKSI PENGHASILAN RUMAH TANGGA GRAFIK 4.3. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA TW III DAN IV GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.6. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 4.9. PANGSA KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK LIKERT SCALE PERMINTAAN DOMESTIK DAN EKSPOR GRAFIK LIKERT SCALE INVESTASI DAN PERKIRAAN INVESTASI GRAFIK LS KAPASITAS UTILISASI, LS PERSEDIAAN DAN KAPASITAS TERPAKAI (SKDU) GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM BERDASARKAN KEPEMILIKAN GRAFIK PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT KEPEMILIKAN GRAFIK PERTUMBUHAN PENYALURAN KREDIT UNTUK KELAPA SAWIT DI SUMBAR GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL KREDIT KORPORASI DI SUMBAR GRAFIK NPL 3 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI UANG ELEKTRONIK BERBASIS SERVER DAN AGEN LKD DI SUMBAR GRAFIK 5.3. FREKUENSI TRANSAKSI DAN JUMLAH REKENING YANG BERTRANSAKSI MELALUI AGEN LKD DI SUMBAR GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK 5.5. ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) DI WILAYAH SUMATERA BARAT GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) DALAM LEMBAR

11 GRAFIK 5.7. TEMUAN UPAL DI SUMBAR GRAFIK 5.8. PEMBELIAN VALAS OLEH KUPVA BB GRAFIK 5.9. PENJUALAN VALAS OLEH KUPVA BB GRAFIK 6.1. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA GRAFIK 6.2. ANGKATAN BEKERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 6.3. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.4. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN PERIODE AGUSTUS GRAFIK 6.5.TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KAB/KOTA DI SUMATERA BARAT PERIODE AGUSTUS GRAFIK 6.6.SKALA LIKERT TENAGA KERJA DI SUMATERA BARAT (HASIL LIAISON) GRAFIK 6.7.INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI GRAFIK 6.8. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 6.9. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) GRAFIK6.14. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, SEPTEMBER GRAFIK6.17.PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB) GRAFIK6.18.NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.2. PERKEMBANGAN UMP PROVINSI SUMBAR GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (PALM OIL) GRAFIK 7.5 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (KARET) GRAFIK 7.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK INDUSTRI GRAFIK 7.7. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN GRAFIK 7.8. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK 7.9. PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL)

12 7

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE FEBRUARI 2018 Perekonomian Sumatera Barat triwulan IV 2017 sedikit melambat Pertumbuhan pada triwulan I 2018 diprakirakan masih akan tertahan Sumber penopang pertumbuhan Provinsi Sumatera Barat tahun 2017 berasal dari konsumsi rumah tangga, ekspor, serta Ekonomi Sumbar tumbuh moderat, dengan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 sebesar 5,37% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 5,39% (yoy). Perlambatan bersumber dari menurunnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi, serta menurunnya porsi dan realisasi belanja modal dalam struktur APBD. Di sisi lapangan usaha (LU), perlambatan bersumber dari LU pertanian, LU perdagangan dan LU industri pengolahan akibat tingginya curah hujan dan serangan hama. Selanjutnya, perilaku sebagian masyarakat yang menahan pembelian kendaraan bermotor dan penurunan kapasitas produksi akibat turunnya permintaan berdampak pada tertahannya LU perdagangan dan industri pengolahan. Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2018 diprakirakan melambat dalam kisaran 5,1 5,5% (yoy). Kinerja konsumsi rumah tangga dan masih terbatasnya aktivitas swasta dan pemerintah di awal tahun menahan laju perekonomian pada triwulan I Sementara itu realisasi belanja modal pemerintah dan investasi sektor swasta yang juga masih rendah di awal tahun berdampak pada tertahannya kinerja investasi. Meningkatnya harga komoditas internasional seperti CPO diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kinerja ekspor dan industri pengolahan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Barat tahun 2017 tumbuh 5,29% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,27% (yoy). Sumber penopang pertumbuhan tahun 2017 berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga, dan ekspor luar 8

14 perbaikan kinerja pertanian dan perdagangan Peningkatan nominal realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 diiringi dengan peningkatan realisasi belanja Terjaganya kecukupan pasokan bahan makanan menjadi faktor utama inflasi hingga penghujung 2017 negeri. Sedangkan secara lapangan usaha, pertumbuhan terjadi karena adanya perbaikan kinerja pertanian dan perdagangan. Kinerja realisasi keuangan pemerintah Provinsi Sumatera Barat triwulan IV 2017 secara umum meningkat. Dana Perimbangan yang naik dibandingkan realisasi pada triwulan IV 2016 menyebabkan realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 mencapai Rp5.767,50 miliar. Peningkatan juga terjadi pada realisasi belanja triwulan IV 2017 yang mencapai Rp5.755,98 miliar karena meningkatnya biaya belanja pegawai dari pengalihan sumber penggajian sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) dari APBD kabupaten/kota menjadi APBD provinsi. Selain itu peningkatan juga tercatat pada belanja barang/jasa dan modal di 19 kabupaten/kota yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tren inflasi rendah di triwulan III 2017 berlanjut ke penghujung tahun Laju inflasi Sumbar pada triwulan IV 2017 tercatat pada angka 2,03% (yoy) dipicu oleh menurunnya tekanan harga dari kelompok administered price dan keberhasilan pengendalian inflasi volatile food. Terjaganya pasokan pangan serta kenaikan harga tarif angkutan udara yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi faktor penjaga inflasi pada triwulan IV Akan tetapi, mulai terbatasnya pasokan komoditas hortikultura di tengah permintaan yang tinggi berdampak pada meningkatnya tekanan inflasi Sumbar pada triwulan I Berdasarkan Survei Pemantauan Harga, naiknya harga cabai merah, bawang merah, dan ayam ras memicu naiknya inflasi Sumbar pada triwulan I 2018 yang diprakirakan pada kisaran 2,0% - 2,4% (yoy). 9

15 Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga Pertumbuhan kredit bank melambat Transaksi non tunai menunjukkan penurunan pada transaksi kliring namun transaksi uang elektronik naik signifikan Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga. Hal tersebut didukung oleh kinerja sektor rumah tangga dan sektor korporasi yang ditopang oleh membaiknya harga komoditas unggulan Sumatera Barat, yakni CPO dan karet hingga triwulan IV 2017 ini. Kenaikan harga dua komoditas ini juga menyebabkan naiknya pendapatan masyarakat Sumatera Barat yang turut mendorong konsumsi rumah tangga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Selain itu, maraknya penyelenggaraan event berskala nasional maupun internasional dan semakin giatnya aktivitas pariwisata di Sumatera Barat ikut serta mendorong pendapatan dan konsumsi masyarakat Sumbar sebagaimana tercermin dalam Survei Konsumen (SK) berupa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Membaiknya kinerja sektor rumah tangga juga berkorelasi positif dengan peningkatan kredit multiguna dan kredit kepemilikan rumah (KPR). Sedangkan kinerja sektor korporasi juga menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 2017 akibat membaiknya permintaan domestik dan ekspor. Kredit sektor rumah tangga sedikit mengalami pertumbuhan pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan IV 2017 mencapai Rp24,4 triliun atau tumbuh sebesar 8,07% (yoy), serta ditopang oleh kredit KPR yang tumbuh sebesar 8,72% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan kredit rumah tangga lebih lanjut tertahan oleh kredit kendaraan bermotor (KKB) yang mengalami kontraksi dibanding triwulan sebelumnya Transaksi non tunai di Sumatera Barat menunjukkan tren penurunan. Transaksi kliring Sumatera Barat triwulan IV 2017 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya. Namun sebaliknya, transaksi uang elektronik mencatatkan kenaikan signifikan akibat mulai masuknya beberapa penyelenggara baru di Sumatera Barat. Perkembangan juga disebabkan oleh 10

16 perubahan mekanisme panyaluran bantuan sosial kepada masyarakat Kota Padang menjadi non tunai melalui automatic teller machine atau agen-agen bank yang telah ditunjuk menggunakan kartu. Lalu dari sisi pengelolaan uang rupiah di Sumatera Barat, transaksi tunai masih menjadi pilihan utama masyarakat Sumatera Barat sepanjang tahun 2017 yang berimbas pada tingginya jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan mencapai 247,55 juta lembar bilyet atau setara Rp8,87 triliun. Transaksi tunai mencatat net outflow Penyerapan tenaga kerja menurun diikuti peningkatan tingkat pengangguran Kesejahteraan daerah terpantau membaik pada tahun 2017 Pengelolaan uang rupiah, terjadi anomali arus kas (cashflow) perbankan. Karakteristik cashflow di Sumatera Barat pada triwulan IV dalam kurun waktu empat tahun terakhir menunjukkan kondisi net inflow. Namun, berbeda dengan triwulan IV 2017 yang justru mencatat net outflow. Berikutnya, perbaikan kinerja perekonomian Sumatera Barat ternyata belum sejalan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja, tercermin dari menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja yang diiringi oleh peningkatan pengangguran terbuka pada Agustus Perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi melonjaknya angkatan kerja baru. Keterbatasan jumlah industri dan ketidaksesuaian kualitas pencari kerja dengan kualifikasi perusahaan turut menyumbang turunnya angka penyerapan tenaga kerja. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja (Agustus 2017) masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Membaiknya pertumbuhan ekonomi diiringi dengan peningkatan kesejahteraan daerah. Jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan membaik pada tahun Ketimpangan atau ketidakmerataan penduduk menurun, tercermin dari angka rasio gini Sumatera Barat berada pada urutan terendah ke-3 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. Indikator lain 11

17 perbaikan kualitas hidup tercermin juga dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Perbaikan kesejahteraan daerah terindikasi didorong oleh meningkatnya pendapatan imbas dari peningkatan harga internasional (CPO dan karet) terutama bagi masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Perbaikan kinerja perekonomian diperkirakan masih berlanjut Laju inflasi Sumatera Barat di triwulan IV 2017 diprakirakan meningkat Walau demikian, kesejahteraan daerah terpantau membaik pada tahun 2017, tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan secara merata di perdesaan maupun perkotaan. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Selain itu, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat dengan membaiknya IPM, diikuti oleh perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Angka Rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-2 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. Setelah mengalami inflasi yang rendah dari triwulan I hingga triwulan III 2017 dengan capaian inflasi tahun kalender sebesar 0,66% (ytd), inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat. Pada triwulan IV 2017, inflasi Sumatera Barat diperkirakan lebih banyak bersumber dari kelompok volatile food dan administered price. Hingga bulan Oktober 2017, beberapa komoditas pangan utama seperti beras dan cabai merah mulai menunjukkan adanya kenaikan harga. Walaupun pemerintah telah memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras secara Nasional sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 yang berlaku efektif sejak 15 September 2017, harga beras tetap mengalami peningkatan. Kenaikan harga beras tersebut merupakan dampak dari adanya kenaikan harga gabah kualitas Gabah 12

18 Kering Panen (GKP) di tingkat petani dan di tingkat penggilangan. Khusus cabai merah, kenaikan harga komoditas ini terjadi sebagai dampak mulai terbatasnya produksi cabai pada sentra produksi akibat musim panen yang hampir selesai. Inflasi triwulan II tahun 2018 diprakirakan meningkat dengan agregat inflasi tahunan meningkat dibandingkan 2017 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan II 2018 diprakirakan meningkat dengan agregat tahunan cenderung stabil dibandingkan 2017 Laju inflasi di triwulan II 2018 diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan rentang inflasi 3,5% - 3,9% (yoy) yang dominan didorong oleh peningkatan harga volatile food dan administered price. Secara agregat, inflasi Sumbar tahun 2018 diprakirakan berada dalam kisaran 3,5% + 1% (yoy). Inflasi di triwulan II 2018 diperkirakan bersumber dari komoditas cabai merah dan tarif angkutan udara menjelang Idul Fitri. Konsumsi masyarakat yang meningkat juga diperkirakan berdampak pada inflasi inti. Lebih lanjut, tren kenaikan minyak dunia dan batubara berpotensi mengakibatkan kenaikan BBM nonsubsidi dan tarif listrik. Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2018 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan prakiraan sebesar 5,1% - 5,5% (yoy) disebabkan faktor siklikal perayaan keagamaan Idul Fitri dan perhelatan Pilkada di empat daerah Sumbar. Di sisi permintaan kondisi ini berdampak pada akselerasi konsumsi rumah tangga, sementara di sisi lapangan usaha (LU) berdampak positif pada LU perdagangan dan LU transportasi. Lebih lanjut, perkiraan meningkatnya harga komoditas CPO dan karet diperkirakan mampu mengangkat kinerja ekspor dan industri pengolahan. 13

19 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV 2017 MAKRO IHK Sumatera Barat * 120,22 122,70 124,09 126,41 126,41 128,19 126,66 130,42 132,59 132,59 133,08 132,99 133,76 135,28 135,28 IHK Kota Padang 120,99 123,48 124,83 127,10 127,10 127,72 127,38 131,16 133,48 133,48 134,04 134,01 134,43 136,30 136,30 IHK Kota Bukittinggi 114,79 117,15 118,87 121,52 121,52 121,09 121,56 125,20 126,29 126,29 126,31 125,77 126,62 128,00 128,00 Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 6,28 8,17 6,25 1,08 1,08 6,62 3,23 5,10 4,89 4,89 3,82 5,00 2,33 2,03 2,03 Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 6,52 8,42 6,42 0,85 0,85 4,97 3,16 5,07 5,02 5,02 3,98 0,34 2,49 2,11 2,11 Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 4,53 6,34 5,00 2,79 2,79 7,20 3,76 5,33 3,93 3,93 2,65 0,20 1,13 1,37 1,37 PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Perubahan Inventori (46) (50) 81 (142) (250) 272 (167) (455) Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah 74 (1.595) (732) (2.889) (5.142) (136) (145) (2.851) (1.481) 517 (2.468) (5.145) (1.712) (4.013) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5,86 5,48 4,93 5,74 5,41 5,55 5,86 4,82 4,86 5,26 4,99 5,32 5,38 5,37 5,29 Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100 ** PDRB menggunakan tahun dasar 2010 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia 14

20 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Ekonomi Sumbar tumbuh moderat, dengan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,37% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 5,39% (yoy). Perlambatan bersumber dari menurunnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi yang disebabkan oleh faktor menurunnya tingkat realisasi belanja pemerintah baik di sisi penerimaan maupun pengeluaran serta menurunnya porsi dan realisasi belanja modal dalam struktur APBD. Di sisi lapangan usaha (LU), perlambatan bersumber dari LU pertanian, LU perdagangan dan LU industri pengolahan. Faktor seperti tingginya curah hujan dan serangan hama berpengaruh pada penurunan kinerja LU pertanian. Selanjutnya, perilaku sebagian masyarakat yang menahan pembelian kendaraan bermotor berimbas pada melambatnya LU perdagangan Sementara penurunan kapasitas produksi akibat turunnya permintaan berdampak pada tertahannya LU industri pengolahan untuk tumbuh lebih tinggi. Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2018 diprakirakan melambat dalam kisaran 5,1 5,5% (yoy). Kinerja konsumsi rumah tangga di awal tahun 2018 diprakirakan mengalami perlambatan seiring masih terbatasnya aktivitas swasta dan pemerintah di awal tahun. Siklus masih rendahnya realisasi belanja modal pemerintah dan investasi sektor swasta di awal tahun berdampak pada tertahannya kinerja investasi. Mulai berangsur meningkatnya harga berbagai komoditas internasional seperti CPO diharapkan memberikan dampak lanjutan pada peningkatan kinerja ekspor dan industri pengolahan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Barat tahun 2017 tumbuh 5,29% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,27% (yoy). Sumber penopang pertumbuhan tahun 2017 berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga, dan ekspor luar negeri. Sedangkan secara lapangan usaha, pertumbuhan terjadi karena adanya perbaikan kinerja pertanian dan perdagangan. 1.1 Perkembangan Umum Dalam kurun waktu tiga triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi Sumbar cenderung tumbuh stabil di kisaran 5,4%. Realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,37% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan III

21 sebesar 5,39% (yoy). Sumber penopang pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari perbaikan kinerja dari sisi domestik maupun eksternal. Penguatan permintaan domestik berasal dari konsumsi rumah tangga sementara dari eksternal berasal dari penguatan kinerja ekspor luar negeri. Di sisi investasi, terjadinya penurunan realisasi belanja modal APBN dan APBD serta penurunan realisasi PMDN berdampak pada melambatnya investasi. Sedangkan dari sisi ekspor, kenaikan volume produksi CPO mendorong peningkatan kinerja ekspor luar negeri pada triwulan laporan. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan utamanya ditopang oleh lapangan usaha (LU) transportasi dan pergudangan sebagai dampak peningkatan permintaan transportasi seiring momen libur akhir tahun. Sementara itu, LU utama lainnya seperti LU pertanian, LU perdagangan dan LU industri pengolahan justru melambat. Perlambatan LU pertanian dipengaruhi oleh tingginya curah hujan dan serangan hama yang berdampak pada berkurangnya produksi. LU perdagangan tertahan seiring penurunan penjualan kendaraan bermotor. Khusus LU industri pengolahan, penurunan kapasitas produksi akibat turunnya permintaan berdampak pada perlambatan kinerja LU tersebut. % yoy 7,00 Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional % yoy 6,00 Provinsi di Sumatera Sumatera 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 5,93 5,56 5,37 5,31 5,20 4,60 3,58 2,94 2,58 2,57 5,19 4,43 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 5,51 5,29 5,17 5,12 4,99 4,64 4,51 4,19 2,71 2,01 4,3 0,00 0,00 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera Triwulan IV 2017 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Agregat Tahun 2017 Secara spasial, laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga di kawasan Sumatera. Pada triwulan laporan, kinerja perekonomian Sumatera Barat terpantau menjadi provinsi dengan laju pertumbuhan PDRB tertinggi ke-3 di Sumatera, setelah Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Secara agregat Sumatera, kinerja ekonomi kawasan ini mencatat sedikit perlambatan, yaitu dari 4,45% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 4,43% (yoy) pada triwulan IV Perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang membaik dengan struktur yang lebih berimbang. Realisasi pertumbuhan PDB triwulan IV 2017 yang membaik menjadi 5,19% dari 5,06% (yoy) pada triwulan sebelumnya menunjukkan terus 16

22 berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik. Perbaikan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung struktur yang lebih kuat dengan investasi dan ekspor sebagai sumber utama pertumbuhan. Investasi tumbuh cukup tinggi 7,27% (yoy) didorong kenaikan investasi bangunan sejalan berlanjutnya pembangunan infrastruktur dan meningkatnya investasi nonbangunan sebagai antisipasi peningkatan permintaan ke depan. Sementara, ekspor tumbuh cukup tinggi 8,5% (yoy) dipengaruhi dampak positif pemulihan ekonomi dunia dan peningkatan harga komoditas. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh akselerasi belanja pemerintah di tengah cukup stabilnya konsumsi rumah tangga yang didukung inflasi yang terkendali. Di sisi lapangan usaha (LU), berlanjutnya pemulihan ekonomi terutama didorong peningkatan kinerja LU Kontruksi, LU transportasi dan Pergudangan, serta LU Informasi dan Komunikasi. Sementara itu, kinerja LU industri pengolahan secara keseluruhan masih terbatas meski kinerja sejumlah industri telah mulai meningkat seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi dan industri logam dasar. 1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berdasarkan Harga Konstan Komponen Pengeluaran (%, yoy) I II 2016 Konsumsi Rumah Tangga 4,40 4,36 4,42 4,38 4,39 4,43 4,59 4,29 5,48 4,70 Konsumsi LNPRT 6,46 8,51 3,68 0,46 4,67 0,23 5,82 6,76 4,56 4,36 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,48 4,75-7,07-0,07 0,02 1,07 4,00 6,25-9,40-0,80 Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,84 7,24 5,26 5,98 6,31 4,99 2,94 6,63 2,76 4,31 Perubahan Inventori 897,53 469,75 0,43 816,83-2,34-31,76-60,59 76,19 1,15-37,15 Ekspor Luar Negeri -8,57-27,10-3,51-4,85-11,46 23,73 34,00 3,02 8,59 16,49 Impor Luar Negeri -33,11-20,81-13,00-54,08-30,90 17,91-13,64-3,16 71,82 12,36 Net Ekspor Antar Daerah 202,45-27,53-42,39 11,64-21,02-71,53 30,36 46,47-48,28-7,85 P D R B 5,59 5,85 4,81 4,87 5,27 5,01 5,36 5,39 5,37 5,29 Sumber: BPS, diolah 2017 III IV Total I II III Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat terutama ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri dengan andil sebesar 2,81% dan 1,12%. Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi terpantau melambat meski terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 dengan andil masing-masing sebesar -1,58% dan 0,85%. IV Total Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga mengalami akselerasi seiring meningkatnya permintaan barang dan jasa dalam menyambut libur akhir tahun. Konsumsi rumah tangga tumbuh 17

23 5,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan III ,29% (yoy). Pengeluaran konsumsi RT tumbuh didorong tumbuhnya kelompok konsumsi makanan dan minuman non beralkohol, pengeluaran untuk transportasi serta kenaikan penyaluran kredit konsumsi. Ditinjau dari struktur komponennya, konsumsi rumah tangga Sumatera Barat didominasi oleh konsumsi makanan dan minuman selain restoran dengan pangsa sebesar 46,05%, diikuti oleh kebutuhan untuk transportasi dan komunikasi (21,29%) serta perumahan dan perlengkapan (10,28%). Dengan pangsa yang besar, meningkatnya konsumsi makanan dan minuman dan transportasi memberikan dampak yang besar dalam penciptaan nilai tambah agregat konsumsi rumah tangga pada triwulan IV Kinerja konsumsi ditopang oleh maraknya kegiatan-kegiatan baik yang dilakukan oleh instansi pemerintahan, BUMN, maupun swasta menjelang akhir tahun. Di samping itu meningkatnya jumlah wisatawan domestik ke Sumatera Barat untuk pelaksanaan gathering maupun tujuan wisata lainnya seiring dengan liburan akhir tahun turut meningkatkan kinerja konsumsi. Membaiknya konsumsi rumah tangga terefleksi dari peningkatan sejumlah indikator konsumsi. Meningkatnya optimisme kegiatan konsumsi masyarakat tercermin dari penurunan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS menjadi 103,28 pada triwulan IV Peningkatany tersebut dominan karena meningkatnya indeks pengaruh inflasi terhadap konsumen dan indeks volume konsumsi. Sejalan dengan BPS, kondisi membaiknya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari hasil Survei Konsumen KPwBI Provinsi Sumbar yang menyatakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kembali menunjukkan kondisi optimis pada akhir tahun Kondisi tersebut terutama didorong oleh optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian saat ini sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang mengalami peningkatan pada akhir tahun Net Ekspor LN ; 22.1% Indeks Indeks Tendensi Konsumen Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan Pendapatan rumah tangga kini Tingkat konsumsi makanan dan non makanan Net Impor Antar Daerah ; -16.9% Konsumsi RT ; 52.4% Investasi ; 28.8% Konsumsi Pemerintah ; 11.4% ,58 107,48 108,91 106,14 94,58 101,07 100,61 99,10 101,85 109,04 109,53 103,73 109,67 99,93 102,76 103,28 Sumber: BPS, diolah Konsumsi LNPRT ; 1.1% Grafik 1.3. Pangsa PDRB Tw III 2017 Menurut Permintaan Berdasarkan Harga Berlaku 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen 18

24 Dari sisi pembiayaan perbankan, tertahannya konsumsi rumah tangga terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan jenis kredit konsumsi rumah tangga pada triwulan IV Bahkan bila ditinjau lebih lanjut, pertumbuhan komponen kredit KPR, KKB dan kredit rumah tangga lainnya meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan permintaan yang mencakup pembelian alat komunikasi, elektronik, furnitur, dan peralatan rumah tangga lainnya. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil SKDU KPw BI Sumbar. Survei yang dilakukan terhadap 150 responden yang tersebar di provinsi Sumatera Barat menyatakan bahwa akses kredit lebih mudah dari triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari Saldo Bersih akses kredit yang mengalami peningkatan dari 18,75% di triwulan III 2017 menjadi 29,63% di triwulan IV Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik 1.5. Survei Konsumen Juta Kwh ,8 8,4 13,1 6,6 7,6 5,2 Konsumsi Listrik (juta Kwh) Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan 4,6 0,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: PLN, diolah Grafik 1.6. Pertumbuhan Konsumsi Listrik 3,3 3,7 1,6 6,3 1,9 3,4 2,4 0,1 %, yoy ,4 1,3 1,2 1,1 0,9 1 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1-0,1 0-0,2-0,3-0,4-0,5 0,85-0,5-0,36-0,29 0,50 0,42 0,46 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik 1.7. Perkembangan Skala Likert Permintaan Domestik 0,9 1,3 0,7 0,5 %, yoy %, yoy g Kredit Rumah Tangga (sisi kanan) g KPR g KKB 55 g Kredit Lain-Lain 45 g Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik 1.8. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Menurunnya tingkat realisasi belanja pemerintah baik di sisi penerimaan maupun pengeluaran berdampak pada terjadinya kontraksi pertumbuhan konsumsi 19

25 pemerintah. Pada triwulan IV 2017, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi hingga - 9,40% (yoy), mengalami penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh hingga 6,25%. Dari sisi pendapatan, realisasi anggaran pada triwulan IV 2017 sebesar 94,38%, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi triwulan IV 2016 yang sebesar 100,02%. Sementara dari sisi pengeluaran, realisasi belanja sampai dengan triwulan IV 2017 hanya mencapai 92,45%, sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 93,70%. Daya serap belanja pegawai dan belanja modal pada triwulan IV 2017 bahkan menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan daya serap belanja triwulan IV Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik 1.9. Komposisi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 dan 2017 Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik Daya Serap Belanja Modal Provinsi Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan 2017 Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik Komposisi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 dan 2017 Miliar Rp Belanja Barang Belanja Pegawai Penyerapan Belanja Barang - sisi kanan Penyerapan Belanja Pegawai - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% Investasi Menurunnya realisasi belanja modal APBN dan APBD berdampak pada melambatnya kinerja investasi. Pada triwulan laporan laporan, PMTB Sumbar tumbuh sebesar 2,76% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,63% (yoy). Dalam struktur APBD tahun 2017 terlihat bahwa porsi belanja modal mengalami penurunan signifikan 20

26 dibandingkan tahun Porsi belanja pegawai justru mendominasi akibat bertambahnya jumlah anggaran APBD Provinsi Sumbar yang diperlukan untuk membayar gaji guru SMA/SMK sederajat. Lebih lanjut, penurunan daya serap belanja pegawai dan belanja modal pada triwulan IV 2017 juga berkontribusi pada melambatnya kinerja investasi. Di sisi swasta, penurunan signifikan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga berkontribusi pada melambatnya kinerja investasi secara agregat. Pada triwulan IV 2017, investasi PMDN hanya sebesar Rp150,72 miliar, menurun drastis dibandingkan triwulan sebelumnya Rp557,97 miliar maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,79 triliun. Faktor wait and see dari para investor di tengah perekonomian yang cenderung stagnan serta masih perlunya pembenahan iklim investasi dari berbagai sisi diperkirakan menjadi penyebab turunnya realisasi PMDN di triwulan akhir Total Investasi Investasi Bangunan Investasi Non Bangunan 5,40 2,76 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (2,08) Proyek PMA Proyek PMDN Investasi PMA (USD ribu) Investasi PMDN (Rp juta) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS Grafik Perkembangan Pertumbuhan (yoy) Investasi Bangunan dan Non Bangunan Sumber: BKPM, diolah Grafik Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Sumatera Barat Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik Komposisi Belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 dan 2017 Sumber: Badan Keuangan Daerah Prov. Sumbar Grafik Daya Serap Belanja Modal Provinsi Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan

27 1.2.4 Ekspor Kenaikan volume produksi CPO mendorong peningkatan kinerja ekspor luar negeri pada triwulan laporan. Harga komoditas ekspor utama Sumatera Barat, yaitu CPO dan karet, terpantau sedikit menurun memasuki triwulan IV 2017.Namun demikian, walaupun harga komoditas menurun, namun volume produksi CPO justru mengalami peningkatan dari ton di triwulan III 2017 menjadi ton di triwulan IV Kondisi ini berdampak pada meningkatnya nominal ekspor di triwulan IV 2017 hingga mencapai 18,62% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor ditopang pula oleh meningkatnya permintaan negara mitra dagang utama Sumatera Barat, tercermin dari meningkatnya aktivitas industri manufaktur negara mitra dagang utama Sumatera Barat seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Hal tersebut terkonfirmasi dari peningkatan purchasing manager s index (PMI) kedua negara tersebut. Di sisi lain, adanya kebijakan Pemerintah Tiongkok menerapkan program B5 atau biodiesel campuran 5% dengan solar memengaruhi permintaan ekspor CPO. %, yoy 80,00 60,00 40,00 20,00 - (20,00) (40,00) (60,00) Ekspor Luar Negeri Sumber: BPS, diolah Impor Luar Negeri I II III IV I II III IV Grafik Pertumbuhan Ekspor dan Impor Luar Negeri Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO (skala kanan) Vol. Ekspor Karet (skala kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor Impor Antar Daerah ribu ton Indeks 0,9 1 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1-0,1 0-0,2-0,3-0,4-0,5-0,2 0,50 Ekspor -0,67-0,88-1,0 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah 0, Grafik Skala Likert Ekspor Hasil Liaison 0,5 0,7 1,0 INDEKS Amerika Serikat Tiongkok INDEKS Jepang Batas Singapura I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: ieconomics, diolah Grafik PMI Negara Mitra Dagang 22

28 Meningkatnya ekspor Sumatera Barat tercermin dari perbaikan sejumlah indikator. Indikasi perbaikan ekspor tercermin dari skala likert pada triwulan IV 2017 sebesar 1,0, atau naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,7. Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat, volume penjualan ekspor salah satu perusahaan pengolahan CPO di triwulan IV 2017 mengalami peningkatan. Peningkatan pada periode tersebut didukung keadaan cuaca sepanjang 2017 yang cukup baik serta perawatan dan sistem pemupukan yang baik. Lainnya 28% Tiongkok 5% Singapura 12% Amerika Serikat 17% India 38% Sumber: BI, diolah Grafik Negara Tujuan Ekspor Sumatera Barat Triwulan IV % 4% 2%1% 8% 73% Minyak dan lemak nabati atau hewani Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempahrempah Aneka produk kimia Limbah dari industri makanan Lainnya Sumber: BI, diolah Grafik Komoditas Ekspor Sumatera Barat Triwulan IV Impor Semakin meningkatnya impor bahan bakar oleh Pertamina seiring dengan meningkatnya keperluan masyarakat menjadi penopang utama kinerja impor. Impor luar negeri Sumatera Barat pada triwulan laporan tumbuh 71,82% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi - 3,16% (yoy). Menjelang libur akhir tahun, akitivitas swasta dan pemerintah semakin meningkat yang memicu tambahan impor bahan bakar. Demikian halnya dengan tren peningkatan wisatawan seiring libur Natal dan Tahun baru, yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan transportasi baik angkutan udara maupun angkutan darat dan pada gilirannya akan memicu konsumsi bahan bakar. 23

29 Juta USD juta USD 120 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan Nilai Impor Pupuk Nilai Impor Mesin I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik Nilai Impor Non Migas Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Pupuk Juta Ton Vol. Impor Mesin 300 Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik Volume Impor Non Migas Khusus impor non migas, ditinjau dari klasifikasi pengelompokan barang, impor luar negeri masih didominasi oleh pupuk (20,24%), mesin (19,08%) dan limbah dari industri makanan (17,47%). Berdasarkan negara asal barang, impor luar negerinon migas Sumatera Barat pada triwulan laporan bersumber dari Tiongkok (15,4%), Kanada (15,3%), dan Australia (4,3%). Mesin; 19,08% Lainnya ; 25,59% Garam, sulfur, dan batubatuan; 9,73% Limbah dari industri makanan ; 17,47% Kertas; 7,90% Pupuk ; 20,24% Sumber: BI,diolah Grafik Porsi Impor Komoditas Non Migas Triwulan III 2017 Lainnya 58,3% Sumber: BI, diolah Jepang 0,6% Tiongkok 15,4% Kanada 15,3% Australia 4,3% Rusia Jerman 4,3% 1,8% Grafik Asal Barang Impor Sumatera Barat Triwulan IV Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Dari sisi lapangan usaha, pelemahan kinerja LU pertanian dan LU perdagangan merupakan pendorong utama sedikit melambatnya perekonomian pada triwulan laporan. Sementara itu, meningkatnya kinerja LU transportasi dan pergudangan serta LU informasi dan komunikasi menahan perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam. Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Harga Konstan 24

30 Lapangan Usaha (%, yoy) I II III IV Total I II III IV Total 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,38 2,65-0,44 0,82 2,01 4,12 4,18 3,57 1,82 3,40 2 Pertambangan dan Penggalian -3,17-0,48 2,74 9,26 2,00 2,98 1,28-0,02 0,37 1,13 3 Industri Pengolahan 1,68 7,23 5,93 4,74 4,90 3,84 0,46 3,03 1,81 2,26 4 Pengadaan Listrik dan Gas 14,09 15,01 14,80 1,32 10,94 2,18 0,25 5,71 8,06 4,06 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4,39 5,74 7,84 7,58 6,40 5,97 5,74 1,76 2,47 3,96 6 Konstruksi 5,60 6,14 7,14 7,40 6,59 7,68 5,85 7,00 8,33 7,23 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,28 4,64 3,91 5,89 5,41 4,93 6,67 7,72 6,65 6,50 8 Transportasi dan Pergudangan 7,69 9,46 9,21 4,36 7,67 5,04 6,85 6,56 9,95 7,10 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,83 10,43 9,43 8,87 9,62 8,26 9,40 8,33 9,04 8,76 10 Informasi dan Komunikasi 7,07 9,79 9,32 11,45 9,40 7,43 9,12 6,90 11,52 8,74 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 5,20 9,81 6,93 10,22 8,03 2,72 5,13 2,40-1,57 2,11 12 Real Estate 6,87 6,47 4,64 3,68 5,37 4,92 7,81 3,64 1,78 4,49 13 Jasa Perusahaan 5,91 4,82 4,06 5,02 4,94 5,21 7,28 5,72 2,68 5,19 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,22 6,95 5,84 1,09 4,96 2,11 3,56 4,89 7,34 4,49 15 Jasa Pendidikan 9,07 7,76 8,49 6,19 7,85 8,33 10,95 10,78 9,68 9,94 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,29 6,69 5,28 3,86 5,47 10,68 10,20 8,09 5,69 8,58 17 Jasa lainnya 9,00 8,98 9,35 10,05 9,35 7,35 8,87 8,87 6,74 7,95 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,59 5,85 4,81 4,87 5,27 5,01 5,36 5,39 5,37 5,29 Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jasa-jasa 13% Transportasi & Pergudangan 12% Lainnya 17% Perdagangan 15% Pertanian 23% Industri Pengolahan 10% Konstruksi 10% Sumber: BPS, diolah Grafik Pangsa PDRB Triwulan IV 2017 Sumbar Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Berlaku %, yoy Sumatera Barat Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan Pertanian Perdagangan 5,49 5,76 5,27 5,63 5,59 5,85 4,81 4,87 5,01 5,36 5,39 5,37 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Kinerja Lapangan usaha pertanian mengalami penurunan pada triwulan IV Tingginya curah hujan berdampak signifikan pada produksi berbagai subsektor pertanian. Di sektor tabama, jebolnya tanggul irigasi berdampak pada ancaman kekeringan pada Ha lahan sawah di Kabupaten Pasaman Barat. Di sisi hortikultura, curah hujan yang tinggi juga berdampak pada terganggunya produksi tanaman seperti cabai merah. Lebih lanjut, penurunan produksi karet dan kakao pada triwulan IV 2017 juga terjadi akibat curah hujan yang tinggi. Sementara itu, di sisi lain faktor serangan hama juga berperan besar dalam penurunan kinerja LU pertanian.berdasarkan informasi Dinas Tanaman Pangan,Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, pada bulan Oktober 2017 terdapat hama yang menyerang tanaman padi di beberapa daerah. Lebih lanjut, serangan hama tikus diperkirakan menyerang hampir merata di seluruh kecamatan, namun gangguan terluas terjadi di 28 Nagari. Hama wereng dan penyakit lain seperti virus kerdil rumput, penggerek batang, dan penyakit blast juga turut menyerang beberapa daerah sentra produksi padi. Khusus subkategori peternakan, melambatnya subsektor ini salah satunya disebabkan adanya KLB (Kejadian Luar Biasa) 25

31 pada sapi ditandai dengan kematian mendadak sapi peternak di daerah Dharmasraya Kecamatan Sitiung hampir mencapai seratus ekor sapi di triwulan IV Indikator menurunnya kinerja lapangan usaha pertanian tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan dunia usaha sektor pertanian pada kuartal IV tahun 2017 masih mengalami kontraksi sama dengan kuartal sebelumnya, bahkan kontraksinya semakin mendalam menjadi -2,78 %. Masih belum membaiknya kegiatan usaha sektor pertanian tersebut diduga berkaitan dengan belum membaiknya harga-harga komoditi ekspor andalan daerah seperti karet, kopi, dan casia vera yang dipasar dunia. Sumber: BMKG Grafik Peta Distribusi Curah Hujan Sumatera Barat Bulan Desember ,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0 1,94 6,54 5,96-0,11 1,30 5,87 3,86-3,54-1,99 Pertanian 0,29-3,41-4,29-6,76-0,70-0,03-2,89-2,32-5,25-2,52-2,78 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Sumber: BI, diolah Grafik Perkembangan Indeks Kegiatan Dunia Usaha Pertanian (Hasil SKDU) Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Walapun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, LU perdagangan memiliki kinerja baik dengan pertumbuhan mencapai 6,65% (yoy). Gencarnya kegiatan pariwisata di Sumatera Barat dan berbagai penyelenggaraan event mendorong aktivitas perdagangan selama triwulan IV Semarak kegiatan berskala nasional dan internasional mendorong wisatawan untuk datang ke Sumatera Barat sehingga berimbas pada peningkatan aktivitas perdagangan. Hal tersebut terkonfirmasi dari meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara pada triwulan IV 2017 menjadi orang atau tumbuh sebesar 17,60% (yoy) dibandingkan periode sama tahun Terpilihnya Sumatera Barat sebagai salah satu pemenang dalam ajang World s Best Halal Destinations WHTA 2016 turut berpengaruh mendorong semakin banyaknya jumlah wisman ke Sumatera Barat. 26

32 Orang Unit Mobil Motor g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan % (yoy) IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Jumlah Wisman di Sumatera Barat I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat Grafik Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru di Sumatera Barat (10) (20) (30) Selain faktor aktivitas perdagangan oleh wisman, kinerja lapangan usaha perdagangan ditopang oleh peningkatan penjualan mobil seiring dengan strategi promosi dan adanya peningkatan market share salah satu varian mobil. Pertumbuhan pendaftaran kendaraan mobil tercatat sebesar 6,9% (yoy) sementara kendaraan sepeda motor justru kontraksi sebesar -1,5%. Melambatnya pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor diperkirakan disebabkan oleh perilaku penundaan sebagian masyarakat golongan middle-up dengan pendapatan yang tetap seperti PNS dan karyawan swasta untuk melakukan pembelian kendaraan seiring dengan tren perlambatan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Sedikit menurunnya kinerja lapangan usaha tercermin juga dari penurunan indeks perkembangan harga jual lapangan usaha perdagangan hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat. 12,00 Indeks SBT Miliar Rp % (yoy) 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 4,91 4,48 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik Perkembangan Harga Jual Lapangan Usaha Perdagangan (hasil SKDU) Kredit Perdagangan Pertumbuhan - sisi kanan 16,00 14, , ,00 8, ,00 4, , ,00-2, ,00 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan 27

33 1.3.3 Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Libur Natal dan Tahun Baru berdampak pada meningkatnya kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Laju pertumbuhan lapangan usaha ini mencatatkan akselerasi dari 6,56% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 9,95% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan permintaan masyarakat pada liburan di penghujung tahun direspon oleh maskapai untuk meningkatkan kapasitas angkut melalui penambahan jumlah dan frekuensi penerbangan. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya pertumbuhan arus penumpang udara dari 2,1% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 13,2% (yoy) pada triwulan IV Selain faktor musiman liburan, peningkatan jumlah penumpang juga didorong oleh dibukanya rute pesawat tambahan dari dan ke Padang antara lain pesawat Wings rute Pekanbaru-Padang dan pesawat Wings rute Padang-Tanjung Pinang. Di samping itu, adanya beberapa event yang berskala internasional yang diadakan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota turut memberikan nilai tambah pada lapangan usaha ini. Orang Jumlah penumpang Domestik (orang) Jumlah penumpang Internasional (orang) Pertumbuhan Penumpang Domestik - sisi kanan Pertumbuhan Penumpang Internasional - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV %, yoy Sumber: PT Angkasa Pura II, diolah Grafik Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara Internasional Minangkabau 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 - (20,0) (40,0) Kg Kargo Domestik Pertumbuhan Kargo Domestik Kargo Internasional Pertumbuhan Kargo Internasional I II III IV I II III IV I II III IV %, yoy 1.400, , ,0 800,0 600,0 400,0 200,0 - (200,0) Sumber: PT Angkasa Pura II, diolah Grafik Perkembangan Jumlah Pengiriman Kargo Melalui Bandara Internasional Minangkabau Selain itu, meningkatnya aktivitas jasa pengiriman paket/barang seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terindikasi turut mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya volume pengiriman kargo di BIM selama triwulan IV Indikator lain tercermin dari meningkatnya saldo bersih tertimbang (SBT) penggunaan jumlah tenaga kerja sektor transportasi dan pergudangan, berdasarkan hasil SKDU yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat. 28

34 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0-1,0-2,0-3,0-4,0-5,0-2,45 3,90-0,51 3,36-3,79 0,97 3,85-0,90-1,98 1,04-3,26-0,39-2,71-3,72 4,71 4,41-3,93 4,35 2,80 2,16 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Transportasi Grafik Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha Transportasi dan Pergudangan (Hasil SKDU) Indeks ,0 2,0 0,8-0,2 0,3-3,2 1,6 1,0 Transportasi -2,2-1,8-2,7 0,1-1,5-0,5 3,0 2,4 0,3 0,3 1,9 2,8 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik Indeks Penggunaan Jumlah Tenaga Kerja Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan (Hasil SKDU) Lapangan Usaha Industri Pengolahan Penurunan harga komoditas internasional turut berimbas pada melambatnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan laporan. Pada triwulan akhir 2017, LU industri pengolahan tumbuh 1,81% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 3,03% (yoy). Penurunan kinerja lapangan usaha ini terefleksi dari penurunan penjualan ekspor pengolahan minyak sawit. Sebagai informasi, sublapangan usaha industri pengolahan makanan dan minuman (mamin) khususnya komoditas olahan minyak sawit (CPO) mendominasi struktur industri pengolahan Sumatera Barat. Di sisi lain, menurunnya alokasi dan persentase realisasi belanja modal yang digunakan untuk berbagai infrastruktur fisik juga berpengaruh pada perlambatan LU industri pengolahan. SKDU KPw BI Sumbar mengonfirmasi berbagai kondisi tersebut. Secara rata-rata berdasarkan realisasi penggunaan kapasitas produksi, terjadi penurunan kapasitas produksi pada industri pengolahan dari 55,78% di triwulan III 2017 menjadi 46,70% di triwulan IV %, yoy Industri Besar dan Sedang I II III IV I II III IV 2015 I II III IV Industri Mikro dan Kecil 1,15-1,91 Indeks SBT ,70 Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang dan Industri Mikro dan Kecil Sumber: BI, diolah I II III IV I II III IV 2015 I II III IV Grafik Indeks SBT Perkembangan Kegiatan Usaha Industri Pengolahan (Hasil SKDU) 29

35 1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2018 Pertumbuhan perekonomian di triwulan I 2018 diperkirakan berada dalam rentang 5,1% - 5,5% (yoy). Kinerja konsumsi rumah tangga di awal tahun 2018 diprakirakan mengalami perlambatan seiring masih terbatasnya aktivitas swasta dan pemerintah di awal tahun. Di sisi perbankan, masih lemahnya ekspansi kredit perbankan juga berdampak pada masih melambatnya kredit konsumsi. Sementara itu, Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat pada 2018 yang ditetapkan sebesar Rp atau meningkat sebesar 8,71% dibandingkan dengan tahun sebelumnya diharapkan dapat menahan perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta lebih jauh. Siklus masih rendahnya realisasi belanja modal pemerintah dan investasi sektor swasta di awal tahun berdampak pada tertahannya kinerja investasi. Mulai masuknya fase administrasi pengadaan barang menyebabkan realisasi belanja modal di semester I 2018 diperkirakan masih belum optimal. Mulai berangsur meningkatnya harga berbagai komoditas internasional seperti CPO diharapkan memberikan dampak lanjutan pada peningkatan kinerja ekspor dan industri pengolahan. Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah *Triwulan IV merupakan posisi sampai dengan bulan Oktober 2017 Grafik Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Ekonomi Saat Ini (SK BI) %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw IV 2017 Prakiraan Tw I 2018 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Sumber: BI, diolah Grafik Perkiraan Investasi (Hasil SKDU) 1.5 Perkembangan Ekonomi Keseluruhan Tahun 2017 Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Barat tahun 2017 tumbuh 5,29% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,27% (yoy). Sumber penopang pertumbuhan tahun 2017 berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga, dan ekspor luar negeri. Aktivitas konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh kenaikan daya beli dan tingkat penghasilan masyarakat. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yakni (1) rebound harga internasional CPO dan kelapa sawit memengaruhi kenaikan pendapatan mengingat sebagian besar mata pencaharian 30

36 masyarakat bergantung kepada kedua jenis komoditas tersebut; (2) kenaikan upah minimum provinsi sebesar 8,25% 1 ; (3) terkendalinya tingkat inflasi. Di sisi lain, kinerja ekspor luar negeri meningkat sejalan dengan perbaikan harga komoditas internasional serta membaiknya permintaan mitra dagang. Selain faktor eksternal, pelaku usaha eksportir juga turut andil dalam meningkatkan penjualan ekspor yakni melalui upaya sertifikasi produk agar sesuai dengan standardisasi yang dibutuhkan dunia. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison yang menyebutkan bahwa untuk meningkatkan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar global, maka pemerintah melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan menerapkan kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang mengatur berbagai kriteria yang harus dipenuhi perusahaan pengekspor CPO dan dinyatakan dalam bentuk sertifikasi. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.19/Permentan./OT.140/3/2011 yang mengatur pedoman perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Selain mengharuskan perusahaan sudah harus memiliki sertifikasi ISPO paling lambat tahun 2017, pemerintah juga akan mengeluarkan larangan ekspor bagi perusahaan yang tidak mengantongi sertifikasi tersebut. Salah satu kontak sektor perkebunan sawit telah menerima sertifikat ISPO dari Komisi ISPO sejak akhir tahun 2016 dan pada tahun ini direncanakan akan dievaluasi kembali kelayakan sertifikasi tersebut. Sedangkan kontak lainnya telah menjalani 2 tahap proses sertifikasi ISPO pada 2015 dan 2016 dan tinggal menunggu untuk mendapatkan sertifikasi ISPO dari Komisi ISPO yang direncanakan dapat diberikan pada tahun Diharapkan dengan adanya sertifikasi ini dapat mendorong peningkatan permintaan ekspor dari negara mitra dagang. Secara lapangan usaha, membaiknya pertumbuhan lapangan usaha pertanian dan perdagangan menopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada tahun Meningkatnya produksi tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit dan karet karena iklim dan cuaca kondusif mendorong perbaikan kinerja pertanian. Selain itu, produksi tabama meningkat sejalan dengan berbagai upaya pemerintah dalam melakukan ekstensifikasi lahan dan pemanfaatan teknologi penanaman budidaya padi, yakni sistem tanam jajar legowo yang diyakini dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian sebesar 20%. Sementara itu, membaiknya tingkat konsumsi masyarakat dan semakin banyaknya event besar skala nasional dan internasional berdampak pada peningkatan aktivitas perdagangan di Sumatera Barat. 1 Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat tahun 2017 mengalami kenaikan 8,25% yakni dari Rp pada tahun 2016 menjadi Rp pada tahun

37 Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Sept-Des Jan-April Mei-Agus Ribu Ton 1,200 Perkebunan Swasta Perkebunan Negara Perkebunan Rakyat Pertumbuhan Total Produksi Perkebunan - skala kanan 8.18 % yoy Ribu Ha 1, * 2017** Keterangan: *dan** angka perkiraan Sumber:Kementerian Pertanian, diolah Grafik Produksi Kelapa Sawit di Sumatera Barat Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Grafik Produksi Padi Sawah di Sumatera Barat BOKS 1: Analisis Kendala Investasi Dan Upaya Terobosan Dalam Meningkatkan Investasi Sektor Pariwisata Sumatera Barat Investasi merupakan faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi di Sumatera Barat. Meningkatnya investasi dalam perekonomian berarti juga merupakan akumulasi faktor produksi modal yang selanjutnya mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Sehingga investasi dapat mendukung dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memetakan dan mengidentifikasi kendala berkembangnya investasi dalam perekonomian Sumatera Barat, khususnya di sektor pariwisata serta menghasilkan rekomendasi dalam bentuk skema upaya terobosan untuk meningkatkan investasi di sektor tersebut. Sebagai proses akumulasi modal, investasi yang seharusnya berkembang di Sumatera Barat adalah investasi yang dapat mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian investasi yang direalisasikan tidak hanya diharapkan sebagai sumber penciptaan lapangan pekerjaan tetapi juga seharusnya mendorong penciptaan lapangan usaha bagi masyarakat Sumatera Barat. Berlandaskan kerangka pemikiran tersebut investasi dalam pembangunan ekonomi harus mampu mendorong peningkatan lapangan usaha masyarakat lokal tersebut. Penelitian ini merupakan sebuah analisis kebijakan, sehingga metode yang digunakan berdasarkan metode evidence based policy recommendation. Metode ini digunakan untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang didasarkan atas bukti-bukti empiris yang 32

38 diperoleh dari lapangan. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil publikasi resmi lembaga terkait. Data primer diperoleh dengan cara melakukan survei kepada wisatawan dengan menggunakan kuesioner, melakukan indepth interview dengan narasumber yang relevan dan melakukan FGD dengan pemangku kepentingan di sektor pariwisata. Hasil pengumpulan data selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan pemahaman yang komprehensif terhadap kondisi saat ini dan kendala investasi di sektor pariwisata. Skema upaya terobosan peningkatan investasi pariwisata di Sumatera Barat diperoleh berdasarkan hasil analisis proses transmisi keputusan investasi pada sektor pariwisata Sumatera Barat. Diawali dengan melakukan analisis terhadap kondisi saat ini pada sektor pariwisata, selanjutnya dari analisis tersebut diperoleh peta potensi pariwisata Sumatera Barat berdasarkan pendapat seluruh stakeholder sektor pariwisata yaitu pemerintah daerah, wisatawan, pelaku usaha pariwisata dan investor/calon investor lokal. Hasil analisis terhadap kondisi saat ini juga akan memberikan informasi terkait peluang investasi serta kendala-kendala yang muncul dalam upaya peningkatan investasi. Lebih jauh, transmisi investasi pariwisata di Sumatera Barat terlihat pada skema gambar 1 di bawah ini. Bagan Boks 1 Bagan Transmisi Investasi Pariwisata Sumatera Barat 33

39 Sumber: Hasil Analisis dan Evaluasi Temuan Penelitian Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini dapat dipaparkan beberapa hal sebagai berikut: Temuan pertama, yaitu terdapat permasalahan pada zonasi dan tata ruang. Namun permasalahan tersebut telah diselesaikan pada awal tahun 2018 dengan sudah disepakati dan disahkannya Perda yang terkait. Temuan Kedua, permasalahan kepemilikan lahan oleh kaum atau tanah ulayat, sehingga investor sulit untuk memperoleh lahan yang clear dan clean. Temuan Ketiga, permasalahan kapasitas fiskal pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur di kawasan pariwisata. Temuan keempat, koordinasi antar pemerintah daerah dalam upaya untuk memperbaiki kondisi infrastruktur wilayah dan akses ke wilayahnya. Temuan Kelima, investasi dalam skala kecil sudah masuk dan berkembang dengan cukup pesat di Sumatera Barat, namun belum terkelola oleh pihak terkait dan berpotensi (sebagian sudah) memberikan dampak negatif terhadap kesinambungan objek wisata di Sumatera Barat. Temuan Keenam, teridentifikasi kerusakan lingkungan dan objek wisata sebagai akibat perkebangan mass tourism yang tidak terkelola dengan baik. Berdasarkan hasil temuan tersebut, selanjutnya penelitian ini merekomendasikan arah pembangunan sektor pariwisata di Sumatera Barat sebagai berikut: Rekomendasi arah pengembangan pembangunan di sektor pariwisata: Rekomendasi studi ini adalah perlu dikembangkannya pariwisata alternatif di Sumatera Barat (alternative tourism). Konsep ini merupakan respon dari adanya dampak negatif jangka panjang dari pariwisata massal. Sehingga keberadaan pariwisata alternatif ini lebih memberikan dampak positif dan bersifat berkesinambungan bagi masyarakat lokal. Pariwisata alternatif lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, mempertahankan nilainilai budaya dan memiliki unsur edukasi, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif perkembangan sektor pariwisata. Kata kunci dari arah pengembangan ini adalah kesinambungan, keterlibatan masyarakat dan edukasi. Berdasarkan rekomendasi arah pengembangan pembangunan sektor pariwisata di Sumatera Barat, maka rekomendasi yang dapat segera dilaksanakan oleh pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di sektor tersebut sebagai upaya terobosan dalam pengembangan investasi di sektor pariwisata adalah sebagai berikut: 34

40 1. Pembenahan Kondisi Internal dan Peningkatan Kualitas Pengelolaan Objek Wisata a) Peningkatan koordinasi antara pemerintah provinsi bersama-sama dengan pemerintahan kabupaten dan kota untuk pembenahan dan perbaikan akses jalan menuju objek wisata yang melintasi beberapa wilayah kabupaten kota. b) Penyediaan dan pembenahan infrastruktur/fasilitas di objek wisata yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM). c) Pelaksanaan regulasi dan melakukan pengawasan (ketat) terhadap aktivitasaktivitas/atraksi wisata yang berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan wilayah rawan bencana. d) Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sektor pariwisata. 2. Membangun Sistem Informasi Pariwisata Berbasis Digital Di Sumatera Barat Teknologi informasi dan media sosial memiliki pengaruh yang sangat luas dalam membentuk pasar, kondisi persaingan, promosi dan membangun opini, governance dan pengawasan termasuk di sektor pariwisata dewasa ini. Penggunaan aplikasi yang dapat diakses dengan telepon pintar dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh wisatawan terkait dengan pariwisata Sumatera Barat. 3. Program Sosialisasi dan Edukasi tentang Pemanfaatan Tanah Ulayat untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melibatkan para pemangku kepentingan, khususnya Ninik Mamak tentang mekanisme kerjasama pemanfaatan tanah ulayat dengan investor. Selanjutnya memetakan wilayah objek wisata yang siap menerima investor untuk dikerjasamakan dengan berbagai alternatif skema kerjasama yang tersedia. 4. Pilot Project Desa Wisata Atau Kawasan Wisata Dengan Skema Public, Private and Community Partnership (PPCP) Menggunakan konsep pariwisata alternatif yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, skema yang kami rekomendasikan adalah dengan menggunakan model investasi Public-Private Community Partnership (PPCP). Skema ini perlu diaplikasikan untuk menjadi show case bagi upaya pendukung pengembangan pariwisata alternatif sesuai dengan arah pembangunan sektor pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode yang berdasarkan bukti empiris di lapangan untuk memberikan rekomendasi (evidence based policy) yang bersifat dapat dilaksanakan secepatnya oleh pemerintah dan pihak yang terkait. Hasilnya menunjukan bahwa di sektor pariwisata permasalahan internal di Sumatera Barat menjadi hal yang paling mendesak 35

41 untuk segera diatasi. Sehingga prioritas pertama rekomendasi yang dapat dilakukan adalah pembenahan infrastruktur di objek wisata, dan dalam jangka panjang yaitu menjalankan pilot project untuk arah pengembangan wisata yang berkesinambungan. 36

42 2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Peningkatan nominal realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 diiringi dengan realisasi belanja. Meningkatnya realisasi Dana Perimbangan menyebabkan realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 mencapai Rp5.767,50 miliar, meningkat dibandingkan realisasi pendapatan pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp4.630 miliar. Peningkatan pendapatan tersebut diikuti dengan kenaikan realisasi belanja pada triwulan IV 2017 yang mencapai Rp5.755,98 miliar dari sebelumnya Rp4.504,00 miliar pada triwulan IV Kenaikan realisasi belanja dimaksud disebabkan oleh meningkatnya biaya belanja pegawai karena adanya pengalihan beberapa kewenangan dan tanggung jawab penggajian sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) dari APBD kabupaten/kota menjadi APBD provinsi sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Realisasi pendapatan dan belanja 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota pada triwulan IV 2017 sebesar Rp18.623,48 miliar, meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang mencapai Rp16.870,35 miliar. Peningkatan ini didorong oleh capaian PAD dan Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi yang lebih besar. Realisasi belanja juga mengalami peningkatan dari Rp16.515,71 miliar pada triwulan IV 2016 menjadi Rp18.562,68 miliar pada triwulan IV Walau terjadi pengalihan kewenangan pembayaran gaji sejumlah ASN kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dampaknya tidak terlalu signifikan bagi keseluruhan realisasi belanja tahun Kemudian, peningkatan realisasi belanja lebih didorong oleh belanja barang/jasa dan modal yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk realisasi belanja kementerian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat yang bersumber dari APBN mengalami peningkatan nominal, yakni dari Rp16.515,71 miliar pada triwulan IV 2016 menjadi Rp18.562,68 miliar pada triwulan IV Kualitas belanja masih belum optimal, terlihat dari porsi belanja pegawai yang mendominasi realisasi belanja total, baik pada tingkat provinsi maupun 19 kabupaten/kota dan kementrian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat (grafik 2.2). Sementara itu, porsi belanja modal di Sumatera Barat masih sangat minim sehingga 37

43 diprakirakan efeknya sebagai pengganda pertumbuhan ekonomi daerah belum cukup signifikan. Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah Grafik 2.1. Anggaran, Realisasi dan Daya Serap Grafik 2.2. Komposisi Belanja (%) di Provinsi Belanja di Provinsi Sumatera Barat Triwulan III Sumatera Barat Triwulan III APBD Provinsi Sumatera Barat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi pendapatan Provinsi Sumatera Barat sampai dengan triwulan IV menurun dibandingkan realisasi sampai dengan triwulan IV Realisasi pendapatan secara persentase pada triwulan IV 2017 adalah 94,38%, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi triwulan IV 2016 yang sebesar 100,02%. Namun, secara nominal, realisasi pendapatan hingga triwulan IV 2017 meningkat menjadi Rp5.767,50 miliar dibandingkan triwulan IV 2016 yang hanya sebesar Rp4.629,00 miliar (tabel 2.2). Sementara itu, ketergantungan pendapatan terhadap transfer dana dari pusat semakin meningkat. Transfer dana dari pusat/dana perimbangan berkontribusi sebesar 67,07% terhadap realisasi pendapatan pada triwulan IV 2017 (grafik 2.3.), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang hanya sebesar 55,56%. Ketergantungan yang semakin tinggi akan dana perimbangan merupakan dampak langsung meningkatnya biaya pegawai secara signifikan yang sumber dananya berasal dari pemerintah pusat. Selain itu, ketergantungan yang tinggi juga menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD), terutama pajak daerah dan retribusi daerah masih belum optimal menjadi motor penghasil pendapatan bagi daerah. Akan tetapi, upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk menggenjot penerimaan PAD berdamppak positif pada penerimaan pajak daerah di triwulan IV 38

44 2017. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian pendapatan pajak daerah yang melebihi target (106,11%). Peraturan daerah (perda) yang memuat kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor di Sumatera Barat terbukti mampu mendongkrak pendapatan pajak daerah. Perubahan mendasar dari perda tersebut adalah adanya kenaikan terhadap pajak kendaraan bermotor untuk kepemilikan pertama dari 1,5% menjadi 1,65%, lalu untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dikenakan tarif pajak sebesar 2,5%, ketiga 3%, keempat 3,5%, serta kendaraan kelima dan seterusnya akan dikenakan pajak tetap sebesar 4%. Kemudian, strategi untuk memperluas jenis layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui pelayanan jemput ke alamat (quick response), drive-thru, pajak corner, dan Samsat Keliling juga terbukti memudahkan masyarakat untuk melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Didorong oleh kedua hal tersebut, pendapatan kendaraan bermotor (PKB) dapat berkontribusi bagi pendapatan daerah sebesar Rp563,67 miliar (105,21% dari target) atau yang paling tinggi di antara porsi pendapatan pajak daerah lainnya. Sehubungan dengan itu, kebijakan pemutihan pajak dan sanksi administrasi bea balik nama kendaraan bermotor juga mampu mendongkrak pendapatan pajak daerah dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hingga mencapai angka Rp398,91 miliar atau 108,93% dari target. Kebijakan ini berhasil mendorong masyarakat untuk melakukan balik nama atas kendaraannya dan membayarkan pajak kendaraan yang mungkin selama ini terkendala karena berbedanya nama pemilik kendaraan bermotor di Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dengan nama yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tabel 2.1. Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV Tahun 2016 dan Pangsa Uraian Anggaran Realisasi s.d Tw-IV Anggaran * Realisasi s.d Tw-IV 2017 (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (%) Pendapatan Daerah 4.629, ,00 100, , ,50 94,38 100,00 Pendapatan Asli Daerah 1.894, ,00 104, , ,68 89,74 31,81 Pajak Daerah 1.419, ,40 107, , ,92 106,11 28,21 Retribusi Daerah 20,00 19,40 97,00 19,95 22,91 114,84 0,40 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 90,00 90,20 100,22 98,87 94,61 95,69 1,64 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 365,00 338,00 92,60 392,38 90,24 23,00 1,56 Dana Perimbangan 2.647, ,00 97, , ,41 96,93 67,07 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 188,00 135,00 71,81 158,22 152,44 96,34 2,64 Dana Alokasi Umum 1.262, ,00 100, , ,65 97,43 34,93 Dana Alokasi Khusus 1.197, ,00 98, , ,32 96,40 29,50 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 88,00 83,00 94,32 75,59 64,41 85,88 1,12 Hibah 10,00 5,00 50,00 25,24 14,06 55,72 0,24 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 42,00 42,00 100,00 50,35 50,35 100,00 0,87 Bantuan Keuangan 12,00 12,00 9, ,00 Pendapatan Lainnya 24,00 24, ,00 *) Anggaran awal, sebelum perubahan 39

45 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.3. Komposisi Pendapatan Provinsi Sumatera Barat Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Barat Realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat secara nominal meningkat signifikan pasca perubahan kewenangan pembayaran gaji sejumlah guru SMA/SMK dan sederajat lainnya di tahun 2017 ini. Realisasi belanja sampai dengan triwulan IV 2017 mencapai Rp5.755,98 miliar (92,45% dari anggaran), meningkat dibandingkan dengan realisasi belanja sampai dengan triwulan IV 2016 yang hanya mencapai Rp4.504,00 miliar (93,70% dari anggaran) sebagaimana terlihat pada tabel 2.2. Meningkatnya belanja dimaksud terutama disebabkan oleh bertambahnya belanja pegawai karena terdapat sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya guru SMA/SMK dan sederajat yang penggajiannya sejak tanggal 1 Januari dialihkan dari APBD 19 Kabupaten/Kota menjadi APBD Provinsi Sumatera Barat sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Tabel 2.2. Belanja Provinsi Sumatera Barat Triwulan II Tahun 2016 dan 2017 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 40

46 Daya serap belanja Provinsi Sumatera Barat masih tergolong moderat. Realisasi belanja nominal pada triwulan IV 2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2016, namun secara persentase daya serap belanja sampai dengan triwulan IV 2017 hanya mencapai 92,45%, sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 93,70% (grafik 2.4). Daya serap belanja pegawai dan belanja modal pada triwulan IV 2017 bahkan menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan daya serap belanja triwulan IV 2016 (grafik 2.5 dan 2.7). Walau demikian, daya serap belanja barang/jasa mengalami lonjakan dengan realisasi daya serap mencapai 115,87% dari anggaran belanja 2017, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 (grafik 2.6). Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.4. Daya Serap Belanja Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan 2017 Grafik 2.5. Daya Serap Belanja Pegawai Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan 2017 Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.6. Daya Serap Belanja Barang/jasa Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan 2017 Grafik 2.7. Daya Serap Belanja Modal Sumatera Barat per Triwulan 2016 dan 2017 Porsi belanja pegawai masih mendominasi realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat. Porsi belanja pegawai pada triwulan IV 2017 sebesar 35,16%, melonjak tajam dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar 15,63% (grafik 2.8). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kenaikan porsi belanja pegawai dimaksud disebabkan oleh bertambahnya jumlah ASN yang sebagian besar merupakan guru SMA/SMK sederajat, yang penggajiannya sejak Januari 2017 menggunakan APBD Provinsi Sumatera Barat. Di samping itu, komposisi belanja modal Sumatera Barat para triwulan IV 2017 jauh lebih kecil dibandingkan dengan triwulan IV 2016 (grafik 2.8). Menurunnya komposisi belanja modal antara lain turut disebabkan oleh menurunnya anggaran belanja modal Provinsi 41

47 Sumatera Barat dari Rp1.117,40 pada tahun 2016 menjadi Rp832,18 miliar pada tahun Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.8. Komposisi Belanja Provinsi Sumatera Barat Realisasi 10 proyek belanja modal terbesar tergolong minim. Anggaran belanja modal terbesar Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 adalah untuk pembangunan gedung tempat kerja yang mencapai Rp299,96 miliar dengan realisasi sampai dengan triwulan IV 2017 sebesar 93,18%. Walau 6 proyek belanja modal terbesar memiliki daya serap di atas 90% pada triwulan IV 2017 ini, belanja modal Alat Peraga/Praktek Sekolah, belanja modal BLUD, dan pembangunan jembatan daya serapnya masih sangat rendah (grafik 2.9). Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik 2.9. Realisasi 10 Anggaran Belanja Modal Terbesar Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV

48 2.2 APBD 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi Pendapatan 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi pendapatan 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat sampai dengan triwulan IV 2017 mencapai Rp18.623,48 miliar atau sebesar 92,53% dari target pendapatan tahun 2017, meningkat secara nominal maupun persentase dibandingkan realisasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp ,35 atau 86,96% (tabel 2.3). Meningkatnya realisasi pendapatan dimaksud disebabkan oleh adanya peningkatan PAD dan dana bagi hasil dari provinsi. Tabel 2.3. Pendapatan 19 Kabupaten/kota di Sumatera Barat Triwulan IV 2016 dan Uraian Anggaran* Realisasi Tw-IV Anggaran Realisasi Tw-IV (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pendapatan Daerah , ,35 86, , ,48 92,53 Pendapatan Asli Daerah 1.784, ,26 81, , ,18 78,18 Pajak Daerah 530,27 380,83 71,82 620,85 600,98 96,80 Retribusi Daerah 196,05 133,95 68,33 208,91 161,29 77,20 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 160,87 157,00 97,59 174,04 158,27 90,94 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 896,88 787,48 87, , ,64 69,93 Dana Perimbangan , ,30 87, , ,50 95,22 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 368,16 294,88 80,10 399,00 350,74 87,90 Dana Alokasi Umum , ,80 94, , ,20 98,80 Dana Alokasi Khusus 3.839, ,62 68, , ,56 84,01 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 2.728, ,79 89, , ,80 91,11 Hibah 164,53 77,58 47,15 147,20 96,36 65,46 Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya 643,07 493,17 76,69 707,99 619,74 87,54 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 565,35 536,15 94,84 896,20 949,68 105,97 Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda lainnya 1.222, ,21 97,45 50,19 41,85 - Lain-lain 132,80 149,69 112,72 375,68 276,18 73,51 * Anggaran awal, sebelum perubahan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Pada triwulan IV 2017, terlihat bahwa realisasi pendapatan sebagian kabupaten/kota mengalami lonjakan yang jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun sebelumnya. Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Dharmas Raya, dan Kota Padang Panjang meraih predikat kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan tertinggi pada triwulan IV Pada grafik 2.10 juga terlihat bahwa masih terdapat sembilan kabupaten/kota yang daya serap pendapatan daerahnya pada triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan dengan daya serap pada triwulan IV Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Bukittinggi tercatat sebagai tiga kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan terendah pada triwulan IV

49 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumatera Barat Ketergantungan pendapatan 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat terhadap transfer dana dari pusat berupa dana perimbangan triwulan IV 2017 masih tetap tinggi (78,22%), bahkan cenderung naik dibandingkan triwulan IV 2016 (76,84%). Tingginya ketergantungan ini juga mengindikasikan bahwa PAD tiap kabupaten/kota perlu dioptimalkan lagi karena hasilnya masih terbilang sangat rendah sebesar 11,13%, walau kontribusinya sudah meningkatkan dibandingkan capaian triwulan III 2016 (grafik 2.11). Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumatera Barat Terdapat sembilan kabupaten/kota yang memiliki rasio PAD terhadap pendapatan daerah lebih dari 10%, dengan PAD tertinggi diraih Kota Padang sebesar Rp600,03 miliar atau 26,22% dari keseluruhan pendapatan daerahnya. Penopang PAD dari sembilan kabupaten/kota ini adalah pajak hotel/restoran dan pajak penerangan jalan. Sementara 44

50 itu, Kota Solok, Kota Pariaman, dan Kabupaten Solok Selatan tercatat sebagai kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan porsi PAD terhadap total pendapatan terkecil pada triwulan IV 2017 (grafik 2.12). Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumatera Barat pada Triwulan IV Realisasi Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Realisasi belanja 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan realisasi triwulan IV 2016, walau belanja pegawai untuk guru SMA/SMK dan sederajat dipindahkan dari beban belanja kabupaten/kota. Sampai dengan triwulan IV 2017, realisasi belanja mencapai Rp18.562,68 miliar atau 84,58% dari anggaran belanja tahun 2017, meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp16.515,71 miliar atau 52,58% dari anggaran belanja tahun Tabel 2.4. Belanja 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Triwulan IV

51 Belanja Anggaran* Anggaran (Miliar Rp) (Miliar Rp) % (Miliar Rp) (Miliar Rp) % , ,71 76, , ,68 84,58 Belanja Tidak Langsung , ,80 83, , ,28 93,06 Belanja Pegawai , ,23 81, , ,54 92,34 Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Uraian Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota, Pemdes dan Parpol Belanja tidak terduga 9,15 4,61 50,35 10,15 9,11 89,73 0, ,00 3,25 81,20 257,12 174,45 67,85 244,46 224,90 92,00 14,17 9,68 68,30 28,11 19,81 70,47 19,74 17,17 87,00 21,37 16,56 77, , ,27 105, , ,15 99,33 40,35 14,40 35,68 34,99 11,95 34,17 Belanja Langsung 9.950, ,91 69, , ,40 76,96 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa 486,68 425,59 87,45 985,53 465,26 47, , ,41 69, , ,87 79,78 Belanja Modal 5.021, ,92 67, , ,27 79,68 * Anggaran awal, sebelum perubahan Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah 2016 Realisasi Tw-IV 2017 Realisasi Tw-IV Walau cenderung meningkatkan dibandingkan daya serap belanja triwulan IV 2016, belum optimalnya daya serap belanja terlihat pada belanja barang/jas dan belanja modal (grafik 2.15 dan 2.16). Terjadi lonjakan realisasi belanja antara triwulan III 2017 dengan triwulan IV Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1. Keterlambatan proses tender yang baru dilakukan pada tahun berjalan, sehingga memperlambat realisasi belanja yang cenderung menumpuk di triwulan IV 2017; 2. Keterlambatan penetapan Surat Keputusan (SK) Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan penyampaian berkas ke Unit Layanan Pengadaan (ULP) oleh OPD juga kerap mengganjal proses administrasi realisiasi belanja. Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Daya Serap Belanja Kab/Kota per Triwulan 2016 dan 2017 Grafik Daya Serap Belanja Pegawai Kab/Kota per Triwulan 2016 dan

52 Sumber: DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Daya Serap Belanja Barang/jasa Kab/Kota per Triwulan 2016 dan 2017 Grafik Daya Serap Belanja Modal Kab/Kota per Triwulan 2016 dan 2017 Dalam hal komposisi, porsi belanja pegawai masih mendominasi realisasi belanja pada triwulan IV Porsi belanja pegawai pada triwulan IV 2017 mencapai 44,91% (grafik 2.17), menurun dibandingkan triwulan IV Sebaliknya, porsi belanja barang/jasa dan belanja modal mengalami peningkatan. Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Belanja 19 Kab/Kota Kabupaten Sijunjung tercatat sebagai kabupaten/kota dengan realisasi belanja tertinggi pada triwulan IV 2017 sebesar 92,09%. Sedangkan Kabupaten Pasaman menjadi kabupaten/kota dengan realisasi belanja terendah pada triwulan IV 2017 dengan daya serap belanja hanya 61,93%. Selain itu, terjadi lonjakan pada realisasi belanja triwulan IV 2017 pada delapan kabupaten/kota dibandingkan dengan triwulan IV

53 Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Belanja 19 Kab/Kota di Sumatera Barat Berdasarkan Komposisinya Sebagaimana ditunjukkan pada grafik 2.17, komposisi belanja pegawai dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat masih dominan. Walau demikian, tedapat peningkatan komposisi belanja barang/jasa dan belanja modal di beberapa kabupaten/kota yang mulai mengimbangi porsi belanja pegawai (grafik 2.19). Sumber : DPKD Sumatera Barat, diolah Grafik Komposisi Pendapatan 19 Kab/Kota di Sumatera Barat 2.3 Alokasi APBN di Sumatera Barat Daya serap belanja APBN untuk kementerian/lembaga di Provinsi Sumatera Barat triwulan IV 2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan IV Realisasi belanja APBN untuk kementerian lembaga di Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 menunjukkan angka sebesar Rp9.678,30 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp8.870 miliar (tabel 2.5). 48

54 Tabel 2.5. Belanja Kementerian/Lembaga di Sumatera Barat Triwulan IV 2016 dan Uraian Anggaran Realisasi Tw-IV Anggaran Realisasi Tw-IV Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Miliar Rp Nom (Mil Rp) % Berdasarkan Jenis Belanja , ,00 86, , ,30 91,71 Pegawai 4.011, ,00 93, , ,46 94,71 Barang 3.747, ,00 81, , ,94 91,87 Modal 2.505, ,00 81, , ,59 87,05 Bantuan Sosial 37,92 37,00 97,57 40,33 39,31 97,48 Berdasarkan Fungsi , ,00 86, , ,3 91,71 Pelayanan Umum 517,24 453,00 87,58 485,76 432,97 89,13 Pertahanan 380,43 375,00 98,57 387,01 387,70 100,18 Ketertiban dan Keamanan 1.508, ,00 96, , ,57 100,65 Ekonomi 2.537, ,00 79, , ,67 88,03 Lingkungan Hidup 151,42 129,00 85,19 190,75 142,05 74,47 Perumahan & Fasum 496,73 444,00 89,38 447,05 420,99 94,17 Kesehatan 1.084,63 820,00 75,60 913,84 835,65 91,44 Pariwisata dan Budaya 7,01 4,00 57,06 1,85 1,59 85,94 Agama 262,02 245,00 93,50 312,58 272,67 87,23 Pendidikan 3.307, ,00 87, , ,48 91,41 Perlindungan Sosial 48,52 44,00 90,68 42,93 39,96 93,10 Sumber : DJPB Sumatera Barat, diolah Permasalahan administrasi masih menjadi kendala yang menyebabkan daya serap belanja kementerian/lembaga di Sumatera Barat belum optimal, antara lain karena belum dibuatnya kontrak dengan pihak ketiga sebagai akibat dari e-katalog untuk barang tertentu yang belum tersedia/belum diperbarui serta terdapat ketidaksiapan dalam melakukan proses tender atau terdapat proses tender yang harus diulang. Selain itu, terlihat bahwa komposisi belanja pegawai masih dominan (39,41%) dibandingkan dengan belanja barang/jasa dan modal (grafik 2.21). Sedangkan berdasarkan fungsinya, belanja pendidikan menjadi porsi terbesar belanja kementerian/lembaga di Sumatera Barat (grafik 2.22). Sumber: Kanwil DPJB Sumatera Barat, diolah 49

55 Grafik Komposisi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Fungsi 2.4 Rencana APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 2018 Grafik Komposisi Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis Secara umum, Rencana APBD Provinsi Sumatera Barat tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017 pada anggaran pendapatan sebesar Rp320,92 miliar (5,25%) dan anggaran belanja sebesar Rp416,48 miliar (6,69%) (tabel ). Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) Perkembangan Keuangan di Sumatera Barat yang diselenggarakan pada 16 Januari 2018 antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan Provinsi Sumatera Barat, dan Badan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat, dipaparkan bahwa arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah tahun 2018 pada sisi pendapatan mengarah pada upaya: 1. Ekstensifikasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berencana untuk mengembangkan sumber pendapatan yang berasal dari pajak dan retribusi, termasuk penggalian sumber pendapatan yang berasal dari pihak ketiga. 2. Intensifikasi a. Mengevaluasi jenis pelayanan dan melakukan perubahan pola tarif dan pungutan pajak; b. Memperluas basis pelayanan, meningkatkan sarana, prasarana, dan SDM; c. Mengevaluasi dan menyempurnakan sistem dan prosedur pemungutan pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam pengelolaan penerimaan pendapatan daerah; d. Pemberian pungutan, keringanan, dan pembebasan pajak dan retribusi daerah dalam kurun waktu tertentu; e. Peningkatan pengawasan, pengendalian, dan koordinasi antar instansi melalui penerapan kebijakan automatic exchange of information AEOI dalam rangka meningkatkan basis pajak dalam mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan; f. Penguatan modal daerah dan mengevaluasi kinerja BUMD; g. Meningkatkan pengelolaan manajemen kas; dan h. Mengevaluasi obyek penerimaan negara yang berbagi hasil dengan daerah dan mengkoordinasikannya dengan instansi terkait. 50

56 Tabel 2.6 Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 No URAIAN PEND R-PEND Perubahan Pangsa 2018 (Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar) % % I PAD 2.044, ,94 276,43 13,52 34,66 Pajak Daerah 1.533, ,16 182,86 11,93 25,63 Retribusi Daerah 19,95 16,65 (3,30) -16,55 0,25 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 98,87 122,00 23,13 23,39 1,82 Lain-lain PAD 392,38 466,13 73,75 18,79 6,96 II DANA PERIMBANGAN 3.990, ,24 32,35 0,81 60,08 Bagi Hasil Pajak 151,34 162,07 10,73 7,09 2,42 Bagi hasil Bukan Pajak 6,88 21,31 14,43 209,71 0,32 DAU 1.953, ,65 61,05 3,13 30,08 DAU Kurang Sakur 114,24 - (114,24) -100,00 0,00 DAK 1.764, ,21 60,38 3,42 27,26 - DAK Fisik 221,39 248,03 26,63 12,03 3,70 - DAK Non Fisik 1.543, ,18 0,00 23,55 III Lain-lain Pendapatan yang Sah 75,59 87,72 12,14 16,06 1,31 Pendapatan Hibah Pemr. (WRISMP2) 8,77 - (8,77) -100,00 0,00 Pendapatan Hibah Swasta (Dana Parts.) 16,47 16,47 0,00 0,01 0,25 Dana Penyesuaian (DID) 50,35 71,25 20,90 41,51 1,06 Jumlah I + II + III 6.110, ,90 320,92 5,25 96,05 IV Penerimaan Pembiayaan 135,00 264,74 129,74 96,11 3,95 Sisa Lebih Perhitungan Tahun Lalu 135,00 250,00 115,00 85,19 3,73 SILPA dari DBH Kehutanan ,74 14,74 100,00 0,22 Jumlah I + II + III + IV 6.245, ,64 450,66 7,22 100,00 Surplus/Defisit* (115,00) (210,56) (95,56) 83,10-3,14 Sedangkan pada sisi belanja daerah, anggaran diarahkan pada peningkatan proporsi belanja untuk lebih memihak pada kepentingan publik, di samping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan. Hal tersebut terwujud dalam komitmen pemerintah untuk sektor pendidikan dengan alokasi anggaran mencapai Rp444,1 triliun dalam APBN, serta upaya pemerintah pusat untuk menekan angka kemiskinan dan percepatan program padat karya (cash for work) melalui Dana Desa, bersamaan dengan percepatan pembangunan infrastruktur di berbagai lini. Dalam penggunaannya nanti, belanja daerah harus tetap mengedepankan efisiensi, efektivitas, dan penghematan sesuai dengan prioritas. Selain itu, Pemilukada serentak pada tahun 2018 diperkirakan dapat mendorong perekonomian nasional. Untuk Provinsi Sumatera Barat, pemerintah pusat juga telah mengalokasikan anggaran KPU melalui APBN menjadi Rp212 miliar pada tahun 2018, atau naik lebih dari 100% dibandingkan tahun 2017 yang mencapai Rp100 miliar. 51

57 Tabel 2.7 Anggaran Belanja APBD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 No URAIAN BELANJA 2017 R-BELJ Perubahan Pangsa 2018 (Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar) % % I BELANJA TIDAK LANGSUNG 4.186, ,10 (181,68) -4,34 59,81 Belanja Pegawai 2.273, ,05 (111,40) -4,90 32,29 Belanja Hibah pada Badan/Lembaga/Org. 9,92 19,42 9,50 95,72 0,29 Belanja Hibah BOS 1.078,66 843,05 (235,61) -21,84 12,59 Belanja bagi hasil pada Kab/Kota 710,89 810,51 99,62 14,01 12,10 Belanja bantuan keuangan pada Kab/Kota 108,85 155,00 46,15 42,40 2,31 Belanja T idak terduga 5,00 15,07 10,07 201,43 0,23 II BELANJA LANGSUNG 2.039, ,36 598,16 29,33 39,38 Belanja Pegawai 23,47 28,41 4,94 21,04 0,42 Belanja Barang dan Jasa 1.065, ,89 430,59 40,42 22,34 Belanja Modal 950, ,06 162,63 17,11 16,62 Jumlah I + II 6.225, ,46 416,48 6,69 99,19 III PENGELUARAN PEMBIAYAAN 20,00 54,18 34,18 170,91 0,81 Penyertaan Modal pada : 20,00 20,00-0,00 0,30 - PT. Jamkrida 5,00 5,00-0,00 0,07 - Bank Nagari 15,00 15,00-0,00 0,22 IV SILPA Tahun Berkenaan - 34,18 34,18 100,00 0,51 Jumlah I + II + III + IV 6.245, ,64 450,66 7,22 100,00 Isu strategis yang dapat menjadi perhatian di wilayah Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018 antara lain adalah: 1. Pembangunan infrastruktur yang masih berfokus pada pembangunan jalan dan irigasi melalui lima rencana kegiatan dengan alokasi anggaran terbesar pada: a. Satuan kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) pelaksanaan jaringan pemanfaatan air di Batang Antokan, Kabupaten Agam; b. SNVT pelaksanaan jaringan sumber air Wilayah Sungai (WS) Indragiri dan WS Batanghari untuk sarana prasarana pengendalian banjir; c. Pembangunan jalan nasional wilayah I dan II Provinsi Sumatera Barat (Sijokjok dan Surian simpang Padang Aro); 2. Pelaksanaan belanja pada APBD Provinsi Sumatera Barat melalui pembayaran non tunai secara keseluruhan untuk tahun anggaran

58 3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tren rendahnya inflasi di triwulan III 2017 berlanjut ke penghujung tahun Laju inflasi Sumbar pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 2,03% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,33% (yoy), terutama dipicu oleh menurunnya tekanan harga dari kelompok administered price dan tetap rendahnya inflasi volatile food. Terjaganya pasokan pangan serta kenaikan harga tarif angkutan udara yang tidak setinggi historis pada tahun-tahun sebelumnya menjadi faktor utama rendahnya inflasi pada triwulan IV Mulai terbatasnya pasokan komoditas hortikultura di tengah permintaan yang tetap tinggi berdampak pada meningkatnya tekanan inflasi Sumbar pada triwulan I Berdasarkan Survei Pemantauan Harga, harga komoditas cabai merah mulai meningkat seiring mulai terbatasnya produksi cabai pada berbagai sentra produksi baik di dalam Sumbar maupun dari luar Sumbar. Sejalan dengan hal tersebut, harga bawang merah juga mulai meningkat dipicu oleh tingginya permintaan dari provinsi lain seperti Riau. Sementara itu, inflasi ayam ras juga meningkat akibat kenaikan harga pakan ternak dan menurunnya produksi ayam ras. Inflasi Sumbar pada triwulan I 2018 diprakirakan berada pada kisaran 2,0% - 2,4% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2017 sebesar 2,03% (yoy). 53

59 3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi tahunan Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 mereda. Pada periode laporan, Sumbar mengalami inflasi sebesar 2,03% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,33% (yoy). Pada akhir tahun 2017, inflasi Sumbar tercatat lebih rendah dari nasional (3,61%, yoy) dan inflasi Sumatera (3,30%, yoy). Capaian inflasi Sumbar ini merupakan yang terendah di Sumatera atau berada pada urutan kelima terendah secara nasional setelah Maluku, Papua Barat, Maluku Utara dan NTT. Terjaganya pasokan pangan serta kenaikan harga tarif angkutan udara yang tidak setinggi historis harga pada tahun-tahun sebelumnya menjadi faktor utama rendahnya inflasi pada triwulan IV Dalam jangka waktu yang lebih panjang ( ), inflasi Sumbar cenderung lebih berfluktuatif dan berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sumatera dan Nasional. Standar deviasi inflasi Sumbar dari tahun 2011 hingga 2017 mencapai 2,53, atau lebih tinggi dari Sumatera dan Nasional masing-masing pada level 1,73 dan 1,66. Namun demikian, secara tren, tingkat fluktuasi inflasi terus mengalami perbaikan. Pada periode , standar deviasi Sumbar mencapai 2,51, sedangkan pada periode , angka standar deviasi menurun ke level 2,00. Sejalan dengan kondisi tersebut, rata-rata inflasi juga mengalami penurunan dari 6,94% (tahun ) menjadi 4,80% (tahun ). Berbagai upaya nyata pengendalian inflasi dalam 3 tahun terakhir menjadi salah satu faktor penyebab meredanya inflasi. Ke depan, peran TPID diharapkan terus meningkat dengan menyasar berbagai permasalahan struktural di Sumbar agar inflasi tahunan terus menurun ke arah yang lebih rendah dan stabil. 54

60 StDev ( ) : Sumbar : 2,53 Sumatera : 1,73 Nasional : 1,66 Rata-rata ( ) : Sumbar : 6,02 Sumatera : 5,46 Nasional : 5,25 Tw III '17 Tw IV '17 3,72 3, Sumbar Sumatera Nasional 3,30 2,33 2, , Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumbar, Sumatera dan Nasional Tabel 3.1. Perbandingan Standar Deviasi dan Rata-rata inflasi Sumbar dan Nasional Periode Tahunan (yoy) Bulanan (mtm) Daerah StDev Rata-rata (avg) Selisih Selisih Sumbar 2,51 2,00-0,51 6,94 4,80-2,15 Nasional 1,61 1,50-0,11 5,76 4,57-1,19 Sumbar 1,06 0,78-0,27 0,63 0,22-0,41 Nasional 0,66 0,35-0,31 0,50 0,27-0,23 Secara spasial, inflasi tahunan Kota Padang tercatat lebih tinggi daripada Kota Bukittinggi. Pada triwulan IV 2017, Kota Padang mengalami inflasi 2,11% (yoy) sedangkan Kota Bukittinggi relatif lebih rendah yakni sebesar 1,37% (yoy). Rendahnya inflasi kedua kota ini didorong oleh meredanya tekanan inflasi secara tahunan (yoy) dari kelompok bahan makanan. 55

61 yoy 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Sumbar Padang Bukittinggi 2,49 2,11 2,03 2,33 1,13 I II III IV I II III IV I II III IV ,37 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Kesehatan 8,0 Umum 6,0 Bahan 4,0 Makanan 2,0 0,0-2,0-4,0 Makanan Jadi, -6,0 Minuman, Rokok dan Sandang Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Sumbar Padang Bukittinggi Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2. Inflasi Tahunan (yoy) Per Kota Sampel Inflasi Sumbar Grafik 3.3. Inflasi Tahunan (yoy) Menurut Kelompok Barang dan Jasa (Tw IV 2017) 3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tren deflasi kelompok bahan makanan berlanjut di triwulan IV Pada periode laporan, kelompok makanan mencatatkan deflasi sebesar 4,24% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami deflasi 4,46% (yoy). Pada triwulan IV 2017 subkelompok bumbu-bumbuan mengalami deflasi tertinggi hingga 23,62% (yoy) yang disumbang oleh komoditas cabai merah, bawang merah dan bawang putih. Penurunan ketiga komoditas tersebut disebabkan masih terjaganya pasokan cabai dari berbagai daerah, panen bawang merah di berbagai sentra produksi dan kebijakan impor bawang putih yang dilakukan pemerintah. Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% yoy) Inflasi Tahunan Andil Inflasi Tahunan No. Kelompok Tren Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Umum 4,89 3,82 5,00 2,33 2,03 4,89 3,82 5,00 2,33 2,03 1 Bahan Makanan 10,56 2,78 3,53-4,46-4,24 2,79 0,75 0,92-1,22-1,18 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 5,43 5,93 4,34 4,25 3,49 0,97 1,06 0,80 0,77 0,63 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,45 4,45 7,74 7,00 6,67 0,49 0,89 1,56 1,38 1,32 4 Sandang 1,59 1,77 2,13 2,34 3,93 0,10 0,11 0,13 0,14 0,23 5 Kesehatan 5,55 7,89 7,17 6,73 4,94 0,22 0,31 0,29 0,27 0,20 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 4,87 5,89 6,00 4,01 4,71 0,36 0,43 0,44 0,30 0,35 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0,26 1,59 4,93 4,15 2,90-0,05 0,28 0,87 0,71 0,50 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Penyesuaian tarif cukai rokok dan harga dari produsen dan pedagang untuk beberapa komoditas makanan jadi menjadi menjadi faktor pendorong inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Kelompok ini tercatat 56

62 mengalami inflasi sebesar 3,49% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 4,25% (yoy). Subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok ini dengan andil sebesar 0,35% (yoy), lebih rendah dari andil triwulan III 2017 sebesar 0,40% (yoy). Penyesuaian tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi pada subkelompok ini yang terkonfirmasi dari inflasi pada komoditas rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih dengan andil masing-masing sebesar 0,13% (yoy); 0,13% (yoy) dan 0,09% (yoy). Penyesuaian tarif listrik secara bertahap menjadi pendorong utama inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 6,67% (yoy) atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 7,00% (yoy). Kelompok ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi dari seluruh kelompok di triwulan IV 2017 dengan andil inflasi mencapai 1,32% (yoy). Subkelompok bahan bakar, penerangan dan air menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,94% (yoy). Peningkatan harga pada subkelompok ini didorong oleh peningkatan tarif listrik seiring dengan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pasca bayar daya 900 VA nonsubsidi yang dilakukan PLN. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 3,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 2,34% (yoy). Subkelompok barang pribadi dan sandang lain menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,14% (yoy). Peningkatan harga emas perhiasan seiring dengan peningkatan harga emas internasional menjadi faktor penyebab inflasi pada subkelompok ini. Kelompok kesehatan mencatatkan inflasi 4,94% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan III 2017 sebesar 6,73% (yoy). Subkelompok kesehatan menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,09% (yoy). Siklus musiman penyesuaian tarif Rumah Sakit menjadi faktor utama inflasi pada subkelompok ini dengan andil komoditas jasa sebesar 0,07%. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi sebesar 4,71% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 4,01% (yoy). Subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan subkelompok pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama masing-masing dengan andil 0,14% (yoy) dan 0,13% (yoy). Faktor musiman kenaikan jasa pendidikan bimbingan belajar, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) menjadi pendorong utama inflasi pada kelompok ini. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat inflasi sebesar 2,90% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 4,15% (yoy). 57

63 Subkelompok komunikasi dan pengiriman menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil sebesar 0,24% (yoy). Peningkatan tarif pulsa ponsel menjadi faktor utama peningkatan harga kelompok ini secara tahunan Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Indeks Harga Konsumen di Sumatera Barat mengalami peningkatan inflasi triwulanan yang signifikan pada triwulan IV 2017 ke level 1,36% (qtq). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, peningkatan inflasi terutama didorong oleh meningkatnya inflasi pada kelompok bahan makanan seiring dengan melonjaknya harga cabai di triwulan IV 2017 akibat berakhirnya musim panen di berbagai daerah pemasok. Pada triwulan IV 2017, cabai merah mengalami inflasi triwulanan hingga 36,57% (qtq), melonjak drastis dibandingkan triwulan sebelumnya yang justru deflasi sebesar -1,80% (qtq). Ffaktor curah hujan yang cukup tinggi juga berpengaruh pada peningkatan signifikan inflasi triwulanan (qtq). Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq) Inflasi Triwulanan Andil Inflasi Triwulanan No. Kelompok Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Umum 1,66 0,37-0,07 0,36 1,36 1,66 0,37-0,07 0,36 1,36 1 Bahan Makanan 3,30-3,16-3,99-0,52 3,54 0,90-0,88-1,07-0,14 0,91 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,04 1,76 0,29 1,10 0,30 0,19 0,32 0,05 0,20 0,06 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,77 1,87 2,96 0,25 1,45 0,35 0,37 0,59 0,05 0,30 4 Sandang -1,43 1,82 1,33 0,64 0,10-0,09 0,11 0,08 0,04 0,01 5 Kesehatan 1,88 3,37 0,25 1,09 0,18 0,07 0,13 0,01 0,04 0,01 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga -0,16 0,88 0,11 3,15 0,51-0,01 0,07 0,01 0,23 0,04 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,44 1,56 1,50-0,40 0,23 0,25 0,27 0,26-0,07 0,04 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tren Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Seperti halnya pola pada tahun sebelumnya, tekanan inflasi bulanan pada triwulan IV 2017 meningkat. Rata-rata inflasi bulanan pada triwulan IV 2017 sebesar 0,45% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi pada triwulan III 2017 sebesar 0,12% (mtm). Berdasarkan kelompok barang, peningkatan tekanan inflasi terutama disumbang oleh kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air listrik, gas dan bahan bakar. Tabel 3.4. Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%,mtm) 58

64 No. Kelompok Tw III 2017 Tw IV 2017 Rata-rata Tren Jul Agst Sept Okt Nov Des Tw III '17 Tw IV '17 Umum 0,48-0,28 0,15 0,22 0,46 0,68 0,12 0,45 1 Bahan Makanan -1,57 0,62 0,43 0,13 1,37 2,01-0,17 1,17 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,71 0,18 0,21 0,18 0,06 0,06 0,36 0,10 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,15 0,06 0,04 0,57 0,22 0,66 0,08 0,48 4 Sandang -0,44 0,54 0,54 0,01 0,09 0,00 0,21 0,03 5 Kesehatan 0,04 0,76 0,28 0,23 0,23-0,29 0,36 0,06 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 2,74 0,38 0,02 0,30 0,05 0,17 1,05 0,17 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3,06-3,12-0,25 0,02 0,17 0,04-0,10 0,08 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.5. Andil Inflasi Bulanan Berdasarkan Kelompok Barang (%) No. Kelompok Tw III 2017 Tw IV 2017 Rata-rata Tren Jul Agst Sept Okt Nov Des Tw III '17 Tw IV '17 Umum 0,48-0,28 0,15 0,22 0,46 0,68 0,12 0,45 1 Bahan Makanan -0,40 0,16 0,11 0,03 0,35 0,52-0,05 0,30 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,13 0,03 0,04 0,03 0,01 0,01 0,07 0,02 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,03 0,01 0,01 0,12 0,05 0,14 0,02 0,10 4 Sandang -0,03 0,03 0,03 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 5 Kesehatan 0,00 0,03 0,01 0,01 0,01-0,01 0,01 0,00 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,20 0,03 0,00 0,02 0,00 0,01 0,08 0,01 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,54-0,56-0,04 0,00 0,03 0,01-0,02 0,01 Dalam kurun waktu triwulan IV 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember sedangkan terendah terjadi pada Oktober Secara agregat bulanan, kelompok bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi pada triwulan IV Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan harga beberapa komoditas seperti cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras dan beras yang masuk dalam sepuluh komoditas utama penyumbang inflasi periode Juli hingga September Kenaikan harga ini disebabkan oleh berbagai hal seperti berakhirnya panen cabai merah, tingginya permintaan daging dan telur ayam ras serta faktor cuaca yang memengaruhi berkurangnya pasokan beras. Tabel 3.6. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi Bulanan Triwulan IV 2017 (%,mtm) Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan Triwulan IV 2017 (%, mtm) Oktober November Desember Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Cabai Merah 0,21 Cabai Merah 0,30 Cabai Merah 0,27 Pasir 0,03 Telur Ayam Ras 0,03 Tongkol/Ambu-ambu 0,08 Bahan Bakar Rumah Tangga 0,03 Mobil 0,03 Sewa Rumah 0,05 Sekolah Menengah Atas 0,02 Daging Ayam Ras 0,03 Bahan Bakar Rumah Tangga 0,04 Kontrak Rumah 0,02 Jengkol 0,02 Daging Ayam Ras 0,04 Batu Bata/Batu Tela 0,01 Upah Pembantu RT 0,02 Telur Ayam Ras 0,04 Beras 0,01 Jeruk 0,02 Beras 0,03 Rokok Kretek 0,01 Bahan Bakar Rumah Ta 0,02 Jengkol 0,02 Dokter Umum 0,01 Kangkung 0,01 Besi Beton 0,02 Sepat Siam 0,01 Cabe Hijau 0,01 Cabai Rawit 0,01 59

65 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Triwulan IV 2017 (%, mtm) Oktober November Desember Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Daging Ayam Ras -0,07 Kentang -0,05 Apel -0,01 Bawang Merah -0,03 Bawang Merah -0,01 Daging Sapi -0,01 Ayam Hidup -0,02 Daging Sapi -0,01 Daun Bawang -0,01 Bawang Putih -0,02 Beras -0,01 Bayam -0,01 Minyak Goreng -0,01 Tomat Sayur -0,01 Bumbu Masak Jadi -0,01 Buncis -0,01 Apel -0,01 Kopi Bubuk -0,01 Apel -0,01 Bawang Putih -0,01 Wortel -0,01 Jengkol -0,01 Sawi Putih -0,01 Parfum -0,01 Tongkol/Ambu-ambu -0,01 Sawi Hijau 0,00 Sabun Mandi 0,00 Tomat Sayur -0,01 Minyak Goreng 0,00 Emas Perhiasan 0,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah %mtm 6,00 Sumbar Volatile Food Administered Price Core 4,00 2,00 0,00-2,00-4,00 2,06 0,28 0, ,00-8,00-10,00 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.4. Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi Sumbar 3.3 Disagregasi Inflasi Secara tahunan, inflasi umum (IHK) Sumatera Barat mereda terutama didorong oleh menurunnya tekanan pada kelompok administered price. Kelangkaan LPG serta kenaikan bea cukai rokok yang efektif per September 2017 berkontribusi pada inflasi kelompok administered price di triwulan IV Inflasi administered price pada triwulan laporan tercatat 6,03% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,39% (yoy). Kelangkaan LPG yang terjadi di lingkup nasional dan Sumatera Barat terjadi akibat penyaluran LPG yang belum sesuai peruntukan. LPG 3 Kg tersebut awalnya diperuntukkan bagi warga miskin, namun dalam kenyataannya tidak tepat sasaran karena dikonsumsi juga oleh selain warga miskin. Selain LPG, komoditas yang mengalami inflasi adalah rokok. Kebijakan pemerintah menaikkan bea cukai rokok menyebabkan kenaikan harga rokok kretek, rokok putih, dan rokok kretek filter. 60

66 Secara tahunan, volatile foods mengalami peningkatan tekanan harga, utamanya pada komoditas cabai merah. Kelompok volatile food tercatat mengalami deflasi 4,65% (yoy) atau mengalami peningkatan tekanan dibandingkan triwulan III 2017 yang mencatat deflasi sebesar 4,82% (yoy). Kenaikan harga cabai terjadi akibat mulai terbatasnya produksi cabai pada sentra produksi seiring musim panen yang telah selesai. Selain itu, faktor cuaca seperti tingginya curah hujan baik di Sumatera Barat maupun di Jawa Tengah sebagai pemasok cabai merah ke Sumbar menyebabkan terganggunya produksi cabai merah. Selain cabai merah, beras di Sumatera Barat mengalami kenaikan sebesar 0,21%. Kebijakan pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras secara nasional sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 yang berlaku efektif sejak 15 September 2017 belum berdampak positif dalam pengendalian harga, tercermin dari harga beras yang justru mengalami lonjakan harga pada September dan Oktober Kenaikan harga beras tersebut merupakan dampak dari adanya kenaikan harga gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar 6,11% (mtm). Di samping itu, tingginya curah hujan menyebabkan berkurangnya aktivitas pengeringan gabah yang menyebabkan meningkatnya harga Gabah Kering Panen (GKP). Selain cabai merah, komoditas volatile food yang mengalami kenaikan harga adalah daging ayam ras dan telur ayam ras. Kenaikan harga tersebut merupakan dampak dari meningkatnya permintaan masyarakat menjelang akhir tahun. Inflasi kelompok inti didorong oleh kenaikan harga komoditas mengalami penyesuaian harga dari sisi produsen secara musiman. Inflasi tahunan (yoy) kelompok inti pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 3,78% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 3,76% (yoy). Inflasi kelompok inti dominan disumbang oleh kenaikan harga biaya Sekolah menengah Atas (SMA), kontrak rumah, batu bata, dokter umum, dan pasir. Biaya SMA mengalami kenaikan akibat meningkatnya biaya sekolah bulanan pasca penerimaan siswa baru yang terjadi pada September Komoditas lain yang juga mengalami kenaikan harga dari kelompok inti (core) adalah kontrak rumah dan sewa rumah yang secara siklikal terjadi setiap akhir tahun. Sementara itu, kenaikan harga pasir dan batu bata merupakan dampak dari terbatasnya stok serta tingginya permintaan yang didorong oleh melonjaknya proyek konstruksi jalan dan bangunan. Khusus mobil, kenaikan harga barang ini mengikuti tren kenaikan harga mobil pada setiap akhir tahun yang disertai dengan pemberian potongan harga yang besar. Dari sisi ekspektasi, Survei Konsumen mengonfirmasi cenderung stabilnya permintaan yang terindikasi dari pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini dari triwulan III ke triwulan IV

67 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.5. IKK, IKE dan IEK Konsumen di Sumbar %yoy Sumbar Volatile Food Administered Price Core 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 6,03 3,78-5, ,65-10,00 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.6. Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Sumbar 3.5. Perbandingan Inflasi Tahun 2016 dan Tahun 2017 Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, komposisi komoditas penyumbang inflasi mengalami perubahan. Pada tahun 2016, penyumbang inflasi didominasi komoditas pada kelompok volatile foods sedangkan pada tahun 2017 justru mayoritas disumbang komoditas kelompok administered price dan inti. Pergeseran komposisi kelompok inflasi di tahun 2017 terjadi akibat terkendalinya harga pangan sehingga komoditas volatile foods yang secara historis menjadi penyumbang inflasi utama justru menjadi penyumbang deflasi. Secara agregat selama setahun, komoditas cabai merah di tahun 2016 menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan andil sebesar 2,15% (yoy) atau 44% dari total inflasi akhir tahun 2016 sebesar 4,89% (yoy). Selain cabai merah, komoditas beras, 62

68 rokok kretek filter dan Sekolah Menengah Atas (SMA) juga menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil masing-masing sebesar 0,33% (yoy); 0,27% (yoy) dan 0,27% (yoy). Sementara di tahun 2017, komoditas tarif listrik yang masuk dalam kelompok administered price justru menjadi penyumbang inflasi utama dengan andil mencapai 0,90% (yoy) atau pangsa sebesar 38% dari seluruh komoditas inflasi. Berikutnya, tarif pulsa ponsel dan biaya perpanjangan STNK yang masuk dalam kelompok inti menjadi penyumbang inflasi utama setelah tarif listrik dengan andil masing-masing 0,26% (yoy) dan 0,16% (yoy). Pangsa 10 Komoditas Inflasi Tahunan 2016 Inflasi : 4,89% (yoy) Andil LAINNYA 18% LAINNYA Kentang 0,87 Rokok Putih Rokok Putih 3% Kentang 3% Bawang Merah 3% Angkutan Udara 3% 2016 Cabai Merah 44% 0,23 0,15 0,14 0,14 0,15 0,27 0,27 0,33 Bawang Merah Angkutan Udara Mobil Rokok Kretek Mobil 4% Rokok Kretek 5% Sekolah Menengah Atas 5% Rokok Kretek Beras Filter 7% 5% 2,15 1 Sekolah Menengah Atas Rokok Kretek Filter Beras Cabai Merah Rokok Kretek Filter 5% Rokok Kretek 5% Biaya Perpanjangan STNK 5% Bimbingan Belajar 6% Rokok Putih 4% Pangsa LAINNYA -7% Komoditas Inflasi Tahunan 2017 Inflasi : 2,03% (yoy) Tarip Listrik 38% 0,9 0,14 0,16 0,14 0,26 Andil 0,09 0,11 0,13 0,13 LAINNYA Rokok Putih Biaya Perpanjangan STNK Rokok Kretek Filter Rokok Kretek Bimbingan Belajar Emas Perhiasan Bensin Emas Perhiasan 6% Tarip Pulsa Ponsel Tongkol/Ambu 11% -ambu 7% Bensin 6% 1 (0,17) Tongkol/Ambu-ambu Tarip Pulsa Ponsel Tarip Listrik Grafik 3.7. Perbandingan Pangsa dan Andil Inflasi Sumbar Tahun 2016 dan Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Sebagai upaya meredam lonjakan harga menjelang akhir tahun 2017, TPID Prov. Sumbar telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menjaga keterjangkauan harga serta 63

69 membangun komunikasi untuk menciptakan ekspektasi positif. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh TPID Sumbar antara lain: 1. TPID Kota Padang telah menginisiasi kerja sama antar daerah dengan TPID Kota Bukittinggi, TPID Kota Payakumbuh, TPID Kab. Solok dan TPID Kab. Pesisir Selatan yang telah ditandatangani MoU nya pada tahun 2015 lalu. Selama ini, kesepakatan kerja sama antar daerah tersebut baru ditingkat pemerintah (G to G) sementara implementasinya membutuhkan suatu entitas/pelaku usaha dengan sistem distribusi yang jelas. TPID Kota Padang sendiri telah memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menangani masalah pangan yaitu Padang Sejahtera Mandiri (PSM), namun TPID daerah lain yang menjadi mitra kerja sama TPID Kota Padang belum memiliki suatu entitas yang secara teknis dapat mengakomodir pelaksanaan kerja sama antar daerah tersebut. 2. Sebagai langkah awal implementasi kerja sama antara daerah tersebut, TPID Kota Padang akan menyusun sistem logistik daerah yang ke depannya dapat menjadi acuan bagi TPID Kota Padang dalam mengatasi distribusi pangan dari sentra produksi hingga ke konsumen. Penyusunan sistem logistik daerah tersebut perlu didukung oleh ketersediaan data yang akurat seperti pemetaan daerah surplus dan defisit, data harga di tingkat produsen dan pengecer, komitmen dan payung hukum pelaksanaan kerja sama antar daerah serta mekanisme distribusi yang transparan dan menguntungkan produsen dan konsumen. 3. TPID Provinsi Sumatera Barat melakukan studi banding ke TPID Provinsi DKI Jakarta yang merupakan salah satu TPID Terbaik tingkat provinsi berdasarkan hasil Rakornas VIII tahun Sebagai daerah konsumen, TPID Provinsi DKI Jakarta telah berhasil mengelola distribusi bahan pangan strategis di wilayahnya sehingga kondisi pasokan relatif terjaga dan harga lebih terkendali. Keberhasilan TPID Prov. DKI didukung oleh sinergi dan baiknya kinerja BUMD yang dimiliki antara lain PD Pasar Jaya yang mengurusi kebutuhan sembilan bahan pokok; Food Station, yang lebih fokus pada beras; dan PD Dharma Jaya, yang berkepentingan menjaga pasokan dan stabilisasi harga daging. Kunci keberhasilan BUMD tersebut terletak pada efisiensi distribusi dengan menjalin kerja sama dengan daerah sentra produksi, dukungan anggaran yang kuat serta SDM yang profesional. Berkaca pada keberhasilan TPID Prov. DKI Jakarta, TPID Prov. Sumatera Barat ke depannya akan memfokuskan upaya pengendalian inflasi melalui kerja sama antar daerah khususnya antar kota/kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dengan memanfaatkan peran BUMD. 4. TPID Kota Padang menginisiasi pelaksanaan pasar murah bekerja sama dengan Bulog Divre Sumbar. TPID Kota Padang menyuplai cabai merah, bawang merah, beras, 64

70 minyak goreng serta hortikultura dengan harga di bawah harga pasar. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat mengurangi tekanan permintaan di pasar sehingga kenaikan harga lebih lanjut dapat dikendalikan. 5. Selain program pasar murah tersebut, TPID Kota Padang proaktif dalam menjaga ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tidur sebagai uji coba demplot bawang merah. Sebagai daerah konsumen, kebutuhan berbagai komoditas pangan strategis di Kota Padang disuplai dari luar daerah sehingga risiko inflasi di Kota Padang sangat tinggi apabila daerah sentra produksi mengalami gangguan panen. Untuk itu, TPID Kota Padang bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kota Padang dan BPTP Balitbangtan Sukarami melibatkan Kelompok Tani Sukses Mandiri menggarap lahan seluas 2 hektar sebagai pengembangan demplot bawang merah berlokasi di Kelurahan Koto Panjang Ikua Koto, Kec. Koto Tangah. Demplot tersebut telah berhasil panen perdana pada 6 Desember 2017 lalu. Ke depannya, program pemanfaatan lahan tidur ini akan diperluas ke daerah lain di Kota Padang yang terdata seluas 250 hektar lahan tidur. 3.4 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan I 2018 Mengawali tahun 2018, inflasi Sumbar pada triwulan I 2018 diperkirakan masih terjaga dalam kisaran 2,0% - 2,4% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2017 sebesar 2,03% (yoy). Pada triwulan awal 2018, inflasi Sumbar diperkirakan lebih banyak bersumber dari kelompok volatile food. Pada bulan Januari 2018, beberapa komoditas pangan seperti daging ayam ras, bawang merah, dan cabai merah menjadi pendorong utama tekanan inflasi kelompok volatile food. Kenaikan harga pakan ternak dan menurunnya produksi ayam ras menjadi faktor meningkatnya inflasi ayam ras. Sementara itu, kenaikan harga cabai merah dipicu oleh berkurangnya pasokan akibat gangguan cuaca dan tingginya permintaan dari daerah lain di luar Sumatera Barat. Khusus bawang merah, tekanan kenaikan harga lebih disebabkan oleh tingginya permintaan dari provinsi lain seperti Riau di tengah kondisi panen di beberapa sentra produksi bawang merah di Sumbar. Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Sumbar periode Januari 2018 mengonfirmasi tren harga pangan dan hortikultura yang cenderung meningkat pada awal triwulan I

71 Indeks Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Survei Konsumen BI Grafik 3.8. Ekspektasi Harga 3 dan 6 Bulan Mendatang Rp/gr Emas 24 Karat Emas 22 Karat Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Bulanan Emas (Inti) Rp/kg Beras Cabe Merah-sb kanan Bawang Merah- sb kanan Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Rp/kg Grafik 3.9. Perkembangan Harga Bulanan Beras, Cabai Merah dan Bawang Merah (Volatile Food) Rp/bungkus Rokok kretek filter 1 Rokok kretek filter 2 Tiket Angkutan Udara Rp Sumber: Survei Pemantauan Harga BI Grafik Perkembangan Harga Rokok dan Tiket Angkutan Udara (Administered Price) 0 Seperti halnya nasional, inflasi Sumbar secara keseluruhan tahun 2018 diproyeksikan berada pada kisaran 3,3% - 3,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 2,03%(yoy). Inflasi volatile foods diproyeksikan meningkat pada tahun 2018 akibat adanya keengganan petani untuk menanam cabai merah setelah mengalami penurunan harga yang signifikan hampir sepanjang tahun Inflasi inti diperkirakan cenderung stabil seiring dengan relatif terjaganya supply-demand komoditas pada kelompok inti di tengah kondisi nilai tukar yang dijaga dalam kisaran nilai fundamentalnya. Sementara itu, kenaikan tiket angkutan udara khususnya pada momen liburan dan perayaan keagamaan serta kenaikan harga cukai rokok diperkirakan masih menjadi pendorong utama kenaikan harga kelompok administered price. Dengan kecenderungan harga komoditas minyak dunia yang meningkat di awal tahun 2018 berpotensi memberikan tekanan pada kelompok administered price. Namun demikian adanya komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM, listrik dan LPG di tahun 2018 diperkirakan mampu menahan kenaikan kelompok administered price lebih lanjut. 66

72 4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga. Hal tersebut didukung oleh kinerja sektor rumah tangga dan sektor korporasi yang berlanjut menunjukkan perbaikan. Membaiknya harga komoditas penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat, yakni CPO dan karet, yang masih berlangsung hingga triwulan IV 2017 berdampak pada membaiknya kinerja sektor rumah tangga dan sektor korporasi. Kinerja sektor rumah tangga membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tumbuh signifikan pada triwulan IV Membaiknya konsumsi pada triwulan IV 2017 disinyalir merupakan dampak dari perbaikan pendapatan masyarakat Sumatera Barat akibat dari perbaikan harga 2 (dua) komoditas penopang perekonomian Sumatera Barat yaitu kelapa sawit dan karet. Selain itu, maraknya penyelenggaraan event berksala nasional maupun internasional di Sumatera Barat serta semakin giatnya aktivitas pariwisata di Sumatera Barat khususnya pada triwulan IV 2017 menjadi pemicu perbaikan pendapatan masyarakat yang selanjutnya mendorong perbaikan pada sektor rumah tangga. Perbaikan kinerja sektor rumah tangga juga tercermin dari membaiknya beberapa indikator hasil pelaksanaan Survei Konsumen (SK) oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 antara lain Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Membaiknya kinerja sektor rumah tangga tersebut juga terkonfirmasi dari meningkatnya pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada perbankan khususnya pada kredit multiguna dan kredit kepemilikan rumah (KPR). Kinerja sektor korporasi menunjukkan perbaikan pada triwulan IV Kinerja sektor korporasi Sumatera Barat membaik akibat ditopang oleh membaiknya permintaan domestik dan ekspor sebagaimana tercermin dari hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera Barat selama triwulan IV

73 4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Kinerja Sektor Rumah Tangga Kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh signifikan. Pada triwulan IV 2017, kinerja konsumsi rumah tangga di Sumatera Barat menunjukkan kinerja yang tetap tumbuh positif yaitu 5,48% (yoy), membaik dibandingkan pada triwulan III 2017 yang hanya sebesar 4,29% (yoy). Membaiknya pertumbuhan tersebut antara lain disebabkan oleh banyaknya event yang diselenggarakan di Provinsi Sumatera Barat serta semakin tingginya aktivitas pariwisata di Sumatera Barat yang mendorong konsumsi masyarakat. Banyaknya penyelenggaraan event serta tingginya aktivitas pariwisata di Sumatera Barat dinilai mendorong peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan tumbuh signifikannya konsumsi rekstor rumah tangga di Sumatera Barat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut juga terkonfirmasi dari membaiknya beberapa indikator hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) pada triwulan IV 2017 menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (grafik 4.1). Selain itu, optimisme rumah tangga di Sumatera Barat pada triwulan III 2017 terhadap kondisi penghasilan 6 bulan yang akan datang saat ini dibandingkan 6 bulan lalu juga menurun (grafik 4.2). Indeks Indeks 120,0 110,0 100, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.1. IKE, IEK, dan IKE ,0 80,0 70,0 60,0 50,0 Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu ,5 97,5 95,0 95,5 92,0 88,5 103,5 100,5 101,0 103,0 92,5 101,5 89,5 Perkiraan penghasilan pada 6 bulan 101,0 105,5 99,5 102,5 107,0 96,0 110,0 103,0 106,0 109,5 93,5 105,0 96,5 yang akan datang dibandingkan saat ini Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.2. Proyeksi Penghasilan Rumah Tangga Meningkatnya konsumsi sektor rumah tangga tersebut tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang menunjukkan bahwa persentase pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 mencapai 73,7% (grafik 4.3), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SK pada triwulan sebelumnya. Kenaikan tersebut terjadi pada seluruh masyarakat pada hampir seluruh range pengeluaran (tabel 4.2). 68

74 TW III'17 68,7% 13,7% 17,5% 68,7% 13,7% 17,5% TW IV'17 73,7% 16,8% 9,5% Konsumsi Konsumsi Cicilan/Pinjaman Cicilan/Pinjaman Tabungan Tabungan Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.3. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw III dan IV 2017 Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga pada Triwulan III 2017 Pengeluaran/bulan Penggunaan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 67,5 74,2 73,1 68,4 60,4 68,7 Cicilan/Pinjaman 15,1 12,7 12,9 15,6 12,3 13,7 Tabungan 17,4 13,1 13,9 16,0 27,4 17,5 Total Sumber : Bank Indonesia Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga pada Triwulan IV 2017 Penggunaan Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt Rp2,1-3 jt Rp3,1-4 jt Rp4,1-5 jt >Rp5 jt Rata-rata Konsumsi 79,6 78,1 74,9 76,1 60,1 73,7 Cicilan/Pinjaman 10,33 16,46 22,33 18,75 16,10 16,80 Tabungan 10,1 5,4 2,8 5,2 23,8 9,5 Total Sumber : Bank Indonesia Di sisi lain, persentase responden yang mengalokasikan pengeluarannya untuk pembayaran cicilan/pinjaman sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang terkonfirmasi dari sedikit meningkatnya pertumbuhan kredit rumah tangga pada triwulan IV 2017 (grafik 4.3). Dari 600 orang yang menjadi sampling, hanya 24,8% yang menyatakan Tidak Memiliki Pinjaman/TMP, sedangkan sisanya memiliki pinjaman dengan tingkat Debt Service Ratio (DSR) yang beragam (tabel 4.3). Lebih banyaknya responden yang memiliki pinjaman pada triwulan IV 2017 dinilai merupakan dampak dari lonjakan konsumsi. Meskipun responden yang memiliki pinjaman lebih tinggi, perilaku berhutang rumah tangga dinilai masih wajar mengingat persentase rumah tangga/konsumen yang memiliki Debt Service Ratio (DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) secara agregat hanya sebesar 8,5%. 69

75 Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan Triwulan IV 2017 Debt Service Ratio (DSR) Triwulan IV 2017 Tabungan TMP TMB Rp1-2 jt 2,2% 0,9% 0,5% 0,3% 0,2% Rp2,1-3 jt 4,8% 5,0% 2,6% 1,8% 6,8% Rp3,1-4 jt 4,2% 6,3% 4,3% 3,4% 8,4% Rp4,1-5 jt 2,2% 1,4% 0,8% 1,5% 2,7% >Rp5 jt 5,2% 2,3% 1,6% 1,3% 6,8% Total 18,4% 16,0% 9,8% 8,3% 24,8% Rp1-2 jt 0,7% 0,9% 0,2% 0,4% 0,7% Rp2,1-3 jt 4,1% 3,6% 1,1% 0,9% 3,1% Rp3,1-4 jt 5,5% 3,5% 1,7% 1,7% 4,5% Rp4,1-5 jt 1,3% 1,6% 0,6% 0,8% 1,4% >Rp5 jt 1,1% 1,5% 0,8% 4,8% 3,8% Total 12,6% 11,1% 4,3% 8,5% 13,5% Perubahan DSR* Perubahan Tabungan* TMP Rp1-2 jt 116,7% -8,3% -40,0% -50,0% -92,3% Rp2,1-3 jt 9,6% -9,1% -3,1% -15,4% -36,9% Rp3,1-4 jt -16,7% 0,0% 8,3% 2,5% -43,9% Rp4,1-5 jt -7,1% 6,2% -16,7% -25,0% -40,7% >Rp5 jt -6,1% -30,0% -26,9% -25,0% -40,4% Total 1,4% -8,6% -7,8% -15,3% -43,3% TMB Rp1-2 jt -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% Rp2,1-3 jt -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% Rp3,1-4 jt -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% Rp4,1-5 jt -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% >Rp5 jt -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% Total -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% -50,0% Sumber : Bank Indonesia Ket: TMP : Tidak Memiliki Pinjaman TMB : Tidak Memiliki Tabungan Eksposur Sektor Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menunjukkan tumbuhnya keyakinan dan optimisme pada sektor rumah tangga. Tumbuhnya DPK sektor rumah tangga/perseorangan sebesar 9,20% (yoy) pada triwulan IV-2017 yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (grafik 4.5) didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat. Pencairan dana proyek pemerintah pada akhir tahun serta pemberian bonus akhir tahun oleh beberapa perusahaan kepada pegawainya disinyalir kuat sebagai pemicu tumbuhnya DPK perseorangan. Ditinjau dari jenisnya, pendorong pertumbuhan DPK perseorangan tersebut adalah tabungan dan deposito (grafik 4.7) yang tercermin pada meningkatnya pangsa tabungan dan deposito perseorangan (grafik 4.4). 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 - BUKAN PERSEORANGAN PERSEORANGAN 7,14 7,90 6,77 26,24 27,10 20,49 28,20 28,91 21,60 87,69 89,21 83,11 92,86 92,10 93,23 73,76 72,90 79,51 71,80 71,09 78,40 12,31 10,79 16,89 II'17 III'17 IV'17 II'17 III'17 IV'17 II'17 III'17 IV'17 II'17 III'17 IV'17 TABUNGAN DEPOSITO GIRO TOTAL DPK Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.4. Komposisi DPK Sumatera Barat %, yoy 17 % g DPK g DPK PERSEORANGAN g DPK BUKAN PERSEORANGAN 8,89 8,75 9,20 8,34 4,39 6,66 7,45 9,01 1,38 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan 70

76 %, yoy Deposito Tabungan Giro 100,00 80,00 29,8 30,1 29,5 60,00 40,00 51,1 51,2 56,3 20,00 19,1 18,7 14,1 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.6. Komposisi DPK Perseorangan g DPK PERSEORANGAN (sisi kanan) g GIRO g TABUNGAN g DEPOSITO %, yoy %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.7. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 Kredit sektor rumah tangga sedikit mengalami pertumbuhan pada triwulan IV Kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor rumah tangga pada triwulan IV 2017 mencapai Rp24,4 triliun atau tumbuh sebesar 8,07% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2017 yang hanya sebesar 7,14% (yoy) (grafik 4.8). Pertumbuhan kredit sektor rumah tangga pada triwulan IV 2017 terutama berasal dari pertumbuhan yang signifikan pada kredit lain-lain yang menguasai 50,66% dari total kredit rumah tangga (grafik 4.9) serta ditopang oleh kredit KPR yang tumbuh sebesar 8,72% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan kredit rumah tangga lebih lanjut tertahan oleh kredit kendaraan bermotor (KKB) yang mengalami kontraksi dibanding triwulan sebelumnya. %, yoy g Kredit Rumah Tangga (sisi kanan) g KPR g KKB g Kredit Lain-Lain g Multiguna %, yoy ,55 14,24 KPR KKB Kredit Lain-Lain Multiguna 7,55-25 I II III IV I II III IV I II III IV ,66 Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.9. Pangsa Kredit Rumah Tangga Risiko Sektor Rumah Tangga Kualitas kredit sektor rumah tangga sedikit menunjukkan perbaikan pada triwulan IV Rasio non performing loan (NPL) sektor rumah tangga pada triwulan IV 2017 sedikit menurun dibandingkan dengan NPL pada triwulan sebelumnya (grafik 4.11). 71

77 Penurunan NPL juga diikuti dengan penurunan LAR 2 (Loan at Risk) dari 4,67% pada triwulan III 2017 menjadi 3,86% pada triwulan IV Penurunan NPL yang diikuti dengan penurunan LAR menunjukkan bahwa terdapat perbaikan repayment capacity pada sektor rumah tangga. Membaiknya repayment capacity tersebut disinyalir merupakan dampak dari membaiknya pendapatan masyarakat pada triwulan IV 2017 yang disebabkan oleh perbaikan harga komoditas pertanian utama Sumatera Barat (Kelapa Sawit dan Karet) serta banyaknya event serta aktivitas pariwisata di Sumatera Barat. %, yoy 5 4 NPL Kredit Rumah Tangga (sisi kanan) NPL KPR NPL KKB NPL Kredit Lain-Lain %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Nilai NPL sektor rumah tangga diprakirakan terus menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 2017 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2017 yang telah menurun menjadi sebesar 0,96% (yoy). 4.2 Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Sektor Korporasi Kinerja sektor korporasi Sumatera Barat tetap terjaga baik. Berdasarkan data serta hasil liaison terhadap beberapa korporasi di Sumatera Barat selama triwulan IV 2017, terlihat bahwa membaiknya kinerja korporasi di Sumatera Barat terjadi khususnya pada korporasi yang bergerak pada 4 (empat) sektor utama pendukung pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat (sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil, serta sektor transportasi dan 2 LAR = (Kredit Non Performing + Kredit Kol 2 (Dalam Perhatian Khusus) + Kredit Lancar (Kol.1) restrukturisasi) / Total Kredit 72

78 pergudangan) ditopang baik oleh pertumbuhan penjualan domestik maupun ekspor pada triwulan IV Perkembangan dunia usaha di Sumatera Barat pada triwulan III 2017 lebih baik. Membaiknya kinerja sektor korporasi juga terkonfirmasi dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya perbaikan pada hampir keseluruhan kegiatan dunia usaha kecuali untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada triwulan III 2017 yang mengalami kontraksi dibandingkan triwulan II tahun Permintaan Domestik Permintaan domestik Sumatera Barat tumbuh signifikan pada triwulan IV Tingginya permintaan domestik terjadi seiring dengan maraknya even-even yang berskala nasional maupun internasional di Sumatera Barat serta semakin banyaknya jumlah wisatawan dometik dan asing yang mengunjungi Sumatera barat untuk menikmati pesona pariwisata Sumatera Barat. Hal ini ditunjukkan dengan Likert Scale (LS) permintaan domestik yang meningkat tipis pada triwulan IV 2017 yakni sebesar 0,64; dibandingkan triwulan III 2017 yang mencapai 0,60 (grafik 4.12). Perbaikan yang terbatas pada triwulan IV 2017 juga tercermin dari hasil Survei Konsumen KPwBI Provinsi Sumbar. Survei tersebut menyatakan bahwa Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang kembali menunjukkan kondisi optimis pada triwulan IV 2017, yakni meningkat menjadi 105,2 dari 92,5 pada triwulan sebelumnya. Perbaikan beberapa harga komoditas ekspor Sumbar seperti CPO dan karet sepanjang tahun 2017 mendorong optimisme konsumen, namun seiring belum pulihnya perekonomian dunia yang berpotensi masih fluktuatifnya harga komoditas internasional menyebabkan optimisme terbatas dari konsumen atas perekonomian ke depan. Hal ini tercermin pada Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang relatif sama dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 99,8. Namun demikian, beberapa perbaikan dan dukungan Pemerintah Daerah terhadap proyek infrastruktur dan pariwisata Sumbar menyebabkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga akhir triwulan IV 2017 masih optimis yaitu sebesar 102,5. 73

79 likert scale I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Perkiraan Penjualan (RHS) Penjualan Ekspor Penjualan Domestik likert %, scale yoy Sumber : Hasil Liaison KPw BI Sumatera Barat, diolah Grafik Likert Scale Permintaan Domestik dan Ekspor Peningkatan LS yang terbatas pada triwulan IV 2017 ditandai dengan mulai membaiknya kinerja penjualan domestik pada beberapa sektor usaha seperti perdagangan mobil, jasa keuangan pembiayaan mobil, jasa wisata dan jasa transportasi atau pengiriman barang. Berdasarkan Liaison yang dilakukan diketahui bahwa kinerja penjualan mobil di Sumatera Barat mengalami peningkatan pada triwulan IV 2017 yang juga mendorong perbaikan kinerja pada sektor usaha jasa keuangan. Peningkatan permintaan juga terjadi pada kontak jasa pengiriman barang yang ditunjukkan dengan membaiknya volume pengiriman barang rata-rata harian pada tahun 2017 yang didukung dengan telah terjalinnya kerja sama dengan beberapa penjual online. Strategi perusahaan pada tahun 2017 akan fokus kepada pelanggan dari bisnis e- commerce, rencana penambahan 7 gerai di Padang dan menjalin kerja sama dengan instansi/lembaga di Padang Permintaan Ekspor Pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Barat menjadi penopang perbaikan kinerja sektor korporasi. Negara mitra dagang utama yang menjadi tujuan ekspor utama Sumatera Barat adalah India, China dan Amerika Serikat, yang ketiganya sedang mengalami peningkatan aktivitas perekonomian pada triwulan IV Purchasing Managers Index (PMI) India pada triwulan IV 2017 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 51,2 menjadi 54,7. Meskipun China dan Amerika Serikat mengalami penurunan PMI masing-masing dari 52,4 (triwulan III 2017) menjadi 51,6 (triwulan IV 2017) dan dari 60,8 (triwulan III 2017) menjadi 59,3 (triwulan IV 2017), PMI kedua negara tersebut tetap berada di atas 50 yang menunjukkan bahwa terdapat perkembangan ataupun perbaikan kinerja pada sektor manufaktur dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan permintaan ekspor juga diindikasikan dengan likert scale triwulan 74

80 IV 2017 yang mencapai 1,00, meningkat dibandingkan sebelumnya yang sebesar 0,67 (grafik 4.12). Kebijakan pengenaan bea impor atas CPO yang diberlakukan di negara India, negara utama tujuan ekspor CPO, tidak menyebabkan perubahan permintaan yang signifikan karena tingginya kebutuhan negara tersebut akan CPO. Membaiknya kinerja ekspor korporasi di Sumatera Barat juga tercermin dari hasil in-depth interview yang dilakukan terhadap beberapa pelaku usaha di Sumatera Barat. Penjualan ekspor CPO meningkat sebagai dampak positif kondisi iklim dan cuaca yang cukup baik serta adanya ekspektasi akan membaiknya harga CPO kedepannya. Demikian pula dengan ekspor karet yang meningkat didukung oleh salah satu korporasi yang menjalankan strategi perluasan pasar ekspor khususnya ke negara Australia dan Pakistan sejak triwulan II Terdapat optimisme yang tinggi akan penjualan pada tahun 2018 yang didukung dengan harga karet dunia yang membaik seiring dengan permintaan karet dunia yang masih terjaga walaupun relatif rendah Investasi Secara umum investasi mengalami peningkatan pada triwulan IV Sejumlah kontak Liaison khususnya industri pengolahan pakan, industri pengiriman barang dan industri perdagangan pupuk melakukan investasi pada tahun 2017 untuk menambah gudang penyimpanan, perbaikan infrastruktur dan mesin, renovasi gedung kantor dan pembangunan pabrik baru. Hal ini ditunjukkan dengan LS triwulan IV 2017 yang bernilai positif yaitu 0,79. Kondisi investasi yang masih positif tersebut sejalan dengan pertumbuhan Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV 2017 yang tumbuh signifikan menjadi 5,90% (yoy). likert scale %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV LS Investasi LS Perkiraan Investasi Sumber: Liaison BI dan BPS Grafik Likert Scale Investasi dan Perkiraan Investasi 75

81 Kapasitas Utilisasi Kapasitas utilisasi beberapa korporasi mengalami peningkatan dalam rangka pemenuhan naiknya permintaan. Peningkatan kapasitas tersebut sejalan dengan hasil LS yang meningkat dari 0,17 pada triwulan sebelumnya menjadi 0,30 pada triwulan IV 2017 Likert Scale LS kapasitas utilisasi LS persediaan Kapasitas terpakai (SKDU)-RHS % Sumber: Liaison dan Survei BI Grafik LS Kapasitas Utilisasi, LS Persediaan dan Kapasitas Terpakai (SKDU) 0,41 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV , Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi Penghimpunan DPK sektor korporasi/swasta pada triwulan IV 2017 menunjukkan perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. DPK korporasi/swasta di Sumatera Barat pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 16,72% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2017 yang hanya sebesar 9,4% (yoy) (grafik 4.17). Pertumbuhan DPK korporasi lebih tinggi tertahan oleh pertumbuhan deposito yang justru mengalami kontraksi sebesar 4,02% (yoy). Meski mengalami kontraksi, laju kontraksi pada triwulan III 2017 jauh lebih kecil dibanding dengan triwulan II 2017 yang mencapai 20,72% (grafik 4.18). Membaiknya pertumbuhan deposito tersebut menunjukkan perbaikan kondisi keuangan sektor korporasi di Sumatera Barat. %, yoy DPK Swasta/Korporasi (sisi kanan) Pemerintah (sisi kanan) Perseorangan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Berdasarkan Kepemilikan %, yoy %, yoy 27 g DEPOSITO g Swasta/Korporasi (sisi kanan) g Pemerintah (sisi kanan) g Perseorangan (sisi kanan) I'15 II'15 III'15 IV'15 I'16 II'16 III'16 IV'16 I'17 II'17 III'17 IV'17 Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Kepemilikan %, yoy

82 Penyaluran kredit korporasi pada triwulan IV 2017 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibanding triwulan sebelumnya. Kredit korporasi di Sumatera Barat pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 5,58% (yoy), naik signifikan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2017 yang mencapai 2,46% (yoy). Sektor pertanian dan perkebunan serta sektor perdagangan, yang memiliki pangsa sebesar 65,54% terhadap keseluruhan kredit korporasi, mengalami pertumbuhan kredit yang positif masing-masing sebesar 48,54% (yoy) dan 2,13% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor korporasi lebih lanjut tertahan oleh sektor pengolahan yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -16,22% (yoy) pada triwulan IV 2017 (grafik 4.20). Kontraksi pertumbuhan pada sektor pengolahan di tengah tumbuhnya permintaan domestik dan ekspor menunjukkan bahwa pelaku sektor pengolahan di Sumatera Barat masih belum beroperasi pada kapasitas penuh. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang didapat dari kegiatan Liaison oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat terhadap pelaku usaha di sektor pengolahan (pengolahan karet, minyak goreng, dan pakan ternak). Pertumbuhan kredit pada sektor pertanian dan perkebunan ditopang oleh meningkatnya penyaluran kredit untuk tanaman kelapa sawit yang tumbuh 66,89% (yoy) (grafik 4.19). Penyaluran kredit tersebut antara lain digunakan oleh pengusaha tanaman sawit baik untuk pembelian pupuk, pembelian lahan baru, dan replanting tanaman sawit. Tingginya permintaan kredit tersebut dilakukan dalam rangka merespons tren harga CPO yang masih tinggi serta masih tingginya keyakinan akan tren kenaikan harga pada waktu yang akan datang. Di sisi lain, pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan I 2018 juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada pertumbuhan kredit di bulan Januari 2018 yang mengalami pertumbuhan sebesar 48,5% (yoy). 68,57 68,01 66,89 %, yoy 62 g Sektor Korporasi (sisi kanan) g Kredit Pertanian, Kehutanan dan Perburuhan g Kredit Perdagangan g Industri Pengolahan %, yoy ,90 8,62 10,03 III'16 IV'16 I'17 II'17 III'17 IV'17 Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan penyaluran kredit untuk kelapa sawit di Sumbar I II III IV I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi di Sumbar

83 4.2.3 Risiko Sektor Korporasi Risiko kredit korporasi pada triwulan IV 2017 membaik. Membaiknya kinerja sektor korporasi juga diikuti dengan perbaikan NPL sektor korporasi pada triwulan IV 2017 yang tercacat sebesar 4,34% (grafik 4.21). NPL tersebut merupakan NPL terendah di sektor korporasi dalam kurun 2 tahun terakhir. Ditinjau dari sektor ekonomi, risiko kredit yang tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni perdagangan dan pertanian (grafik 4.22). Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan relatif masih rendah yang hanya berada di kisaran 0,70% (grafik 4.22). 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 5,06 5,00 2,00 4,34 3,23 3,21 2,78 1,00 0,96 1,00 0,88 - IV'16 III'17 IV'17 IV'16 III'17 IV'17 IV'16 III'17 IV'17 NPL Total NPL Sektor Korporasi NPL Sektor Rumah Tangga Sumber : Bank Indonesia Grafik NPL Kredit Korporasi di Sumbar 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00-7,24 4,49 4,30 0,75 0,79 0,70 5,90 6,53 IV'16 III'17 IV'17 IV'16 III'17 IV'17 IV'16 III'17 IV'17 Pertanian, Kehutanan, Perburuhan Ind. Pengolahan Perdagangan Sumber : Bank Indonesia Grafik NPL 3 Sektor Terbesar Kredit Korporasi 5,33 BOKS 2: Pengalihan Sistem Informasi Debitur (SID) menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Jakarta, 29 Desember Bank Indonesia (BI) mengalihkan fungsi pengaturan, pengembangan dan pengelolaan Sistem Informasi Perkreditan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengalihan fungsi dimaksud ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) pengalihan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengaturan, pengembangan dan pengelolaan Sistem Informasi Perkreditan oleh Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto dan Dewan Komisioner OJK, Riswinandi. Pengalihan fungsi pengaturan, pengembangan dan pengelolaan sistem informasi perkreditan telah melalui masa transisi sejak 31 Desember 2013, dengan berjalannya pelaporan Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikelola BI dan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola OJK secara paralel selama April-Desember Selama masa transisi tersebut, BI dan OJK telah melakukan koordinasi yang sangat baik, khususnya dalam penyempurnaan ketentuan dan pengelolaan SID serta penyusunan pengaturan dan pengembangan SLIK OJK. 78

84 Dengan pengalihan fungsi tersebut, BI menghentikan operasional dan layanan SID kepada seluruh Pelapor SID dan masyarakat sejak 31 Desember 2017, baik di kantor pusat maupun di seluruh kantor perwakilan dalam negeri Bank Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya, pengelolaan sistem informasi perkreditan hanya dilaksanakan oleh OJK melalui SLIK yang diimplementasikan secara penuh mulai 1 Januari SLIK merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting di sektor jasa keuangan yang dapat digunakan oleh pelaku industri untuk mitigasi risiko, khususnya risiko kredit sehingga dapat membantu menurunkan tingkat risiko kredit bermasalah. Selain itu, keberadaan SLIK juga mampu mendukung perluasan akses kredit/pembiayaan. Masyarakat yang bermaksud memperoleh Informasi Debitur Individual (IDI) di SLIK dapat mengunjungi kantor kantor OJK baik di pusat maupun daerah. Informasi mengenai alamat kantor kantor OJK tersebut dapat dilihat di Pengelolaan informasi perkreditan oleh BI (Public Credit Registry) yang dilakukan sejak tahun 1969 telah membantu masyarakat memperoleh informasi yang akurat dan mendorong akses pendanaan yang lebih inklusif, murah, dan mudah. Selain itu, penyedia dana pun dapat menyalurkan dana dengan menerapkan prinsip kehati hatian. Langkah langkah yang telah dilakukan baik dari sisi pengelolaan, pengembangan, dan peningkatan cakupan data serta peningkatan produk telah berkontribusi dalam peningkatan peringkat Ease of Doing Business Indonesia yang diterbitkan Bank Dunia, khususnya pada aspek Getting Credit. Pengalihan fungsi pengelolaan Sistem Informasi Kredit kepada OJK ini tidak akan mengurangi pelayanan yang selama ini telah dilakukan sebelumnya oleh BI. Nasabah dan masyarakat serta pemilik dana tetap akan mendapatkan akses informasi pendanaan yang inklusif, murah dan mudah serta memperhatikan prinsip kehati hatian, termasuk untuk mendukung kebijakan dan pengambilan keputusan lembaga negara dan pemerintahan lainnya. 79

85 5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Transaksi non tunai di Sumatera Barat menunjukkan tren penurunan. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) cenderung menurun, berbeda dengan pola biasanya. Transaksi kliring Sumatera Barat triwulan IV 2017 cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya. Namun sebaliknya, transaksi uang elektronik yang terdaftar, mencatatkan kenaikan yang signifikan akibat mulai masuknya beberapa penyelenggara baru di Sumatera Barat. Dari sisi pengelolaan uang rupiah, juga terjadi anomali arus kas (cashflow) perbankan di Sumatera Barat. Karakteristik cashflow di Sumatera Barat pada triwulan IV dalam kurun waktu empat tahun terakhir biasanya menunjukkan kondisi net inflow. Namun, pada triwulan IV 2017, justru mencatat net outflow. Inflow perbankan mengalami penurunan yang cukup signifikan terutama pada dua bulan terakhir Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sumatera Barat 2017 Transaksi non tunai di Sumatera Barat pada tahun 2017 terus menunjukkan perkembangan. Hal ini ditandai dengan dimulainya perubahan mekanisme panyaluran bantuan sosial kepada masyarakat Kota Padang yang sebelumnya diberikan secara tunai menjadi non tunai melalui alat pembayaran menggunakan kartu pada awal tahun. Masyarakat penerima bantuan dapat mencairkan bantuannya melalui automatic teller machine atau melalui agen-agen bank yang telah ditunjuk untuk melayani pencairan bantuan sosial non tunai. Selain itu, sejak dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 910/1866/SC tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Provinsi dan No. 910/1867/SC tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Kabupaten/Kota pada pertengahan tahun lalu, seluruh pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, mulai melakukan migrasi transaksinya yang sebelumnya didominasi secara tunai menjadi non tunai. Migrasi transaksi tersebut ditargetkan dapat terealisasi seratus persen pada Januari Perkembangan Transaksi Tunai di Sumatera Barat

86 Transaksi tunai masih tetap menjadi pilihan utama masyarakat Sumatera Barat sepanjang tahun Kondisi tersebut berimbas pada semakin tingginya jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, yakni mencapai Rp8,87 triliun secara nominal, atau 247,55 juta lembar uang tidak layak edar. Di sisi lain, dengan tingginya penggunaan transaksi tunai, risiko masyarakat Sumatera Barat mendapatkan uang Rupiah palsu juga semakin tinggi. Namun, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat telah memitigasi potensi risiko tersebut dengan menggencarkan edukasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah (Cikur). Efek edukasi yang telah dilakukan tersebut dapat membantu mengurangi peredaran uang palsu selama tahun 2017 mencapai 39,8% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. 81

87 Millions 5.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi Kliring Terjadi penurunan transaksi kliring di Sumatera Barat. Volume dan nominal transaksi kliring di Sumatera Barat menunjukkan penurunan pada triwulan IV Secara volume, penurunan transaksi kliring mencapai 27,85% (yoy) menjadi lembar dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar lembar. Sedangkan dari sisi nominal, transaksi kliring juga mengalami penurunan hingga berada di posisi Rp2,76 triliun dari Rp3,00 triliun pada triwulan sebelumnya. triliun rupiah Nominal (triliun Rp) Volume (lembar) ribu lembar 5, ,50 4, , ,00 2, ,00 1, , ,50 0,00 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar agen Jumlah Agen LKD Nominal Transaksi (Rp) - sisi kanan juta rupiah 600 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Uang Elektronik Berbasis Server dan Agen LKD di Sumbar (100) Layanan Keuangan Digital Transaksi uang elektronik di Sumatera Barat mengalami lonjakan drastis. Jumlah agen Layanan Keuangan Digital mencapai agen, atau mengalami kenaikan sebesar 71,4% (yoy). Kenaikan jumlah agen ini ditengarai berkorelasi positif dengan rencana pemerintah untuk memperluas sebaran bantuan sosial yang diberikan secara non tunai dengan salah satu kanal transaksinya melalui agen-agen LKD. Kenaikan jumlah agen tersebut juga dibarengi dengan kenaikan nominal transaksi yang dilakukan di agen. Tercatat, nominal transaksi yang dilakukan di agen pada triwulan IV 2017 mencapai Rp483,3 juta. Kondisi kenaikan tersebut juga searah dengan peningkatan frekuensi jenis transaksi dan jumlah uang elektronik yang ditransaksikan di agen. Jumlah frekuensi transaksi mencapai kali, sedangkan jumlah uang elektronik yang ditransaksikan di agen mencapai uang elektronik. Transaksi tersebut sebagian besar didominasi oleh transaksi registrasi, pembayaran tagihan rutin dan pengisian ulang uang elektronik. Peningkatan transaksi uang elektronik di sejumlah agen LKD tersebut akibat 82

88 dari bertambahnya jumlah penyelenggara uang elektronik baru yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada triwulan IV Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.3. Frekuensi Transaksi dan Jumlah Rekening yang Bertransaksi melalui Agen LKD di Sumbar triliun rupiah 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Inflow Outflow Net Flow-skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia triliun rupiah 5,00 Grafik 5.4. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 (1,00) (2,00) (3,00) 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Pengelolaan Uang Rupiah Sumatera Barat mencatatkan net outflow, di luar pola musimannya. Sejak 4 tahun terakhir, Sumatera Barat selalu mengalami net inflow setiap akhir tahun. Namun, pada triwulan IV 2017, Sumatera Barat tercatat mengalami net outflow sebesar Rp94 miliar, dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat mengalami net inflow sebesar Rp173 miliar. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perubahan pola arus kas masuk (inflow) yang lebih kecil dibandingkan arus kas keluar (outflow) pada triwulan IV 2017, berturut-turut sebesar Rp2,61 triliun dan Rp2,7 triliun. Penurunan kondisi inflow di Sumatera Barat terutama terjadi pada bulan November dan Desember 2017, berturutturut turun sebesar 12,0% (yoy) dan 30,5% (yoy). Kondisi tersebut merupakan imbas dari persiapan perbankan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat dalam menghadapi Tahun Baru 2018 dan Tahun Baru Imlek

89 % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) Inflow (Sisi Kanan) triliun rupiah 80 Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow 9, , ,00 6, , , , , ,00 0 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia juta lembar Pemusnahan UTLE dalam lembar I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.5. Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) di Wilayah Sumatera Barat Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dalam lembar Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu Uang tidak layak edar (UTLE) yang dimusnahkan mengalami kenaikan pada triwulan akhir Nominal pemusnahan UTLE di Sumatera Barat mengalami kenaikan mencapai 42,84% (yoy) menjadi Rp1,63 triliun. Kenaikan pemusnahan UTLE secara nominal tersebut juga sejalan dengan kenaikan pemusnahan secara lembaran. Terjadi peningkatan jumlah uang yang dimusnahkan menjadi 54,3 juta lembar atau 7,11% (yoy). Kenaikan pemusnahan UTLE tersebut mendorong peningkatan rasio pemusnahan UTLE terhadap arus kas perbankan yang masuk. Tercatat, terjadi kenaikan rasio sebesar 63,82% (yoy) menjadi 62,6% pada triwulan IV Lembar 300 Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.7. Temuan UPAL di Sumbar Temuan uang rupiah palsu kembali turun. Setelah pada triwulan sebelumnya uang Rupiah palsu yang berhasil diidentifikasi mengalami penurunan, temuan uang Rupiah palsu pada triwulan IV 2017 berlanjut turun. Tercatat terdapat 119 lembar temuan Rupiah palsu yang didominasi uang pecahan besar (pecahan Rp ,00 dan Rp50.000,00). 84

90 Secara tahunan, temuan Rupiah palsu pada tahun 2017 lebih sedikit dibandingkan dengan temuan pada tahun Pada tahun 2017, tercatat temuan sebesar 457 lembar, dari tahun 2016 sebesar 759 lembar. Efek gencarnya kampanye Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (Cikur) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, koordinasi antara instansi terkait yang menangani uang palsu dan diluncurkannya uang Rupiah baru yang memperkuat fitur-fitur pengamanan menjadi beberapa faktor menurunnya temuan uang palsu di Sumatera Barat selama tahun BOKS 3: Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Dalam rangka mendukung terwujudnya penyelenggaraan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang sehat, efisien, dan memiliki tata kelola yang baik, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/42/DKSP tanggal 30 Desember 2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Sesuai ketentuan dimaksud, para penyelenggara KUPVA BB (money changer) harus berbentuk badan hukum dan mendapatkan izin usaha dari Bank Indonesia. Setelah berakhirnya masa transisi pada 7 April 2017, Bank Indonesia terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait kewajiban berizin bagi penyelenggara KUPVA BB, termasuk melakukan pemetaan (mapping) dan penertiban terhadap penyelenggara KUPVA BB tidak berizin, bekerja sama dengan berbagai pihak terkait (Kepolisian, PPATK, BNN dan lainnya). Hingga akhir Desember 2017, jumlah penyelenggara KUPVA BB di wilayah Sumatera Barat yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia sebanyak 14 KUPVA BB (13 Kantor Pusat dan 1 Kantor Cabang) yang tersebar di kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, dan Kab. Padang Pariaman. Jumlah ini meningkat 100% dari tahun sebelumnya yang hanya 7 KUPVA BB berizin. 85

91 Table 1 Penyelenggara KUPVABB Berizin di Wilayah Sumatera Barat Posisi Desember 2017 No. Nama KUPVA BB Berizin 1 PT Inavalas Rekananda 2 PT Equator Valutamas 3 PT Uda Metro Money Exchange 4 PT Murni Valas Abadi 5 PT Vito Mandiri Sepakat 6 PT Rambuti Valuta Asing Alamat Jl. Batang Arau No. 88/C.8 Kel. Batang Arau, Kec. Padang Selatan Kota Padang - Terminal Kedatangan Internasional Lt 1 Bandara Internasional Minangkabau Kel. Nagari Ketaping, Kec. Batang Anai Kab. Padang Pariaman - Jl. Hayam Wuruk N. 31 Samping Hotel Savali (Kantor Cabang) Jl. Ir. H. Juanda No. 79 (Hotel Pangeran) Kel. Rimbo Kaluang Kec. Padang Barat Kota Padang Pasar Raya Barat III No. 3 C Kel. Kampuang Jao Kec. Padang Barat Kota Padang Jl. Imam Bonjol No. 2 D Kel. Belakang Pondok Kec. Padang Selatan Kota Padang Jl. Minangkabau No. 38 Kel. Benteng Pasar Atas Kec. Gugak Panjang Kota Bukittinggi 7 8 Kantor Cabang PT Indocev PT Cahaya Valuta Perkasa Terminal Domestik Bandara Internasional Minangkabau, Kel. Nagari Ketaping, Kec. Batang Anai Kab. Padang Pariaman Lantai I Ruang Kedatangan Internasional Bandar Udara Internasional Minangkabau, Kec. Batang Anai, Kab. Padang Pariaman. 9 PT Jasa Baguna Mandiri 10 PT Mutiara Jaya Valutamas 11 PT Asia Artha Lestari 12 PT Permata Valas Bukittinggi 13 PT Garuda Usaha Ibu Jl. Jhoni Anwar No. 3 A Kel. Lapai Kec. Nanggalo, Kota Padang Jl. Pasar Raya Bertingkat Fase III No. 7 Padang Jl. Gajah Mada No. 268 Kel. Nunang Daya Bangun Kec. Payakumbuh Barat, Payakumbuh Jl. Soekarno-Hatta No. 2 Kel. Aur Tajungkang Tengah Sawah, Kec. Guguk Panjang, Bukittinggi Berdasarkan data transaksi valuta asing yang dilakukan oleh penyelenggara Kegiatan Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank (BB) berizin, total volume transaksi jual dan beli valas di Sumatera Barat pada tahun 2017 mencapai Rp223,76 miliar. Transaksi valas tersebut didominasi oleh mata uang Ringgit Malaysia, Dollar Amerika, dan Dollar Singapura. 86

92 Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik 5.8. Pembelian valas oleh KUPVA BB Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik 5.9. Penjualan valas oleh KUPVA BB Perkembangan inovasi teknologi yang cukup pesat telah mendorong munculnya berbagai inovasi dalam kegiatan sistem pembayaran dan kegiatan usaha penukaran valuta asing sehingga produk/jasa dan transaksi serta model bisnis sistem pembayaran dan kegiatan penukaran valuta asing menjadi semakin kompleks. Kemajuan teknologi informasi saat ini juga telah menghilangkan batas negara yang memudahkan terjadinya kejahatan terorganisasi secara lintas batas (transnational crime) sehingga risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme menjadi semakin meningkat. Peningkatan risiko tersebut perlu direspons dengan penguatan pengawasan berbasis risiko (Risk Based Approach) agar pengawasan dapat dilakukan secara optimal. Perkembangan metode pencucian uang dan pendanaan terorisme merupakan fenomena global. Berdasarkan rekomendasi FATF (Financial Action Task Force) 3, setiap negara harus mengidentifikasi, menilai dan memahami risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berdasarkan hasil kajian penilaian risiko secara nasional (National Risk Assesment/NRA) atas Money Laundering/Terrorist Financing (ML/TF) tahun 2015, KUPVA dinilai memiliki risiko menengah dalam Money Laundering untuk kategori penyelenggara. Di sisi lain, berdasarkan hasil kajian Sectoral Risk Assesment (SRA) terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada Mei 2017, wilayah DKI Jakarta dan Kepulauan Riau serta Bali, yang memiliki banyak penyelenggara KUPVA termasuk dalam kategori risiko TPPU yang tinggi dan menengah, sedangkan wilayah lainnya termasuk Sumatera Barat memiliki risiko TPPU yang rendah. Dilihat dari produk atau mata uang yang digunakan, Dollar Amerika Serikat termasuk dalam risiko tinggi, disusul dengan 3 FATF merupakan lembaga antar negara yang diinisiasi dalam pertemuan negara-negara G7 di Paris tahun 1989 dan bertujuan untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme. 87

93 Dollar Singapura (risiko menengah) dalam praktek TPPU. Sementara dari sisi pelaku, yang termasuk kategori tinggi adalah pegawai swasta, sedangkan kategori menengah adalah pelaku bisnis dan ibu rumah tangga. Sesuai UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT), Bank Indonesia merupakan salah satu Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, pengaturan, dan mengenakan sanksi terhadap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Untuk menjalankan kewenangan tersebut Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 19/10/PBI tanggal 6 September 2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara KUPVA Bukan Bank, yang merupakan penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya. Penerapan APU dan PPT oleh Penyelenggara dan Pengawasan Bank Indonesia dilakukan dengan pendekatan berbasis risiko (risk based approach). Dalam hal ini, penyelenggara menerapkan manajemen risiko dan wajib melakukan identifikasi, penilaian, pengendalian, dan mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sedangkan Bank Indonesia akan melakukan pengawasan dengan mengombinasikan pendekatan kepatuhan dan pendekatan berbasis risiko. Dalam penerapan manajemen risiko, penyelenggara KUPVA wajib memiliki kebijakan dan prosedur terkait Customer Due Diligence (CDD), pengelolaan data, informasi dan dokumen, serta pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan laporan lainnya. Terkait dengan CDD, penyelenggara KUPVA BB wajib melaksanakan CDD terhadap pengguna jasa untuk memastikan efektivitas penerapan APU dan PPT. Salah satu penerapan CDD adalah dengan meminta informasi dan dokumen identitas (seperti nama, nomor identitas, alamat, tempat/tanggal lahir, tanda tangan dan data pendukung lainnya) kepada para pengguna jasa. 88

94 6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Perbaikan kinerja perekonomian Sumatera Barat belum sejalan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut tercermin dari menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja diiringi dengan meningkatnya tingkat pengangguran terbuka pada Agustus Terus bertambahnya angkatan kerja yang tidak sejalan dengan meningkatnya pembukaan lapangan kerja baru menyebabkan masih rendahnya penyerapan tenaga kerja. Terbatasnya jumlah industri dan belum sesuainya kualitas pencari kerja dengan kualifikasi perusahaan turut menjadi faktor penyebab turunnya angka penyerapan tenaga kerja. Kondisi tersebut berimbas pada tenaga kerja di Sumatera Barat yang banyak berada di sektor informal. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja (Agustus 2017) masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Di sisi lain, kesejahteraan daerah terpantau membaik pada tahun Kondisi tersebut tercermin dari membaiknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan yang menurun. Membaiknya kesejahteraan daerah terjadi merata baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Perbaikan pendapatan yang diiringi terjaganya daya beli masyarakat ditengarai sebagai penyebab membaiknya kesejahteraan daerah. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Selain itu, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM, diikuti dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di Sumatera Barat. Angka Rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-2 (tiga) di Sumatera dan ke-5 (lima) di nasional. 6.1 Ketenagakerjaan Daerah Membaiknya pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Agustus 2017, jumlah angkatan kerja di 89

95 Sumatera Barat mencapai 2,48 juta orang atau terjadi kenaikan sebesar 9,86 ribu orang bila dibandingkan Agustus Kenaikan tersebut justru diiringi oleh turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang pada Agustus 2017 tercatat sebesar 66,29 persen, turun 0,79 poin dibandingkan penyerapan tenaga kerja periode sama tahun lalu. Ditinjau dari jenis kelamin, partisipasi angkatan kerja laki-laki masih lebih besar dibandingkan perempuan. TPAK laki-laki tercatat sebesar 80,05% sementara TPAK perempuan sebesar 52,93%. Baik TPAK laki-laki maupun perempuan masing-masing turun sebesar 1,05 poin dan 0,55 poin bila dibandingkan periode Agustus Indikator lain yang menunjukkan menurunnya penyerapan pasar kerja terhadap penawaran tenaga kerja, tercermin dari kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT pada Agustus 2017 tercatat sebesar 5,58% atau naik 0,49% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara spasial, TPT di wilayah perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Pada Agustus 2017, TPT perkotaan terpantau sebesar 6,63% sedangkan di pedesaan sebesar 4,71%. Dari 19 kab/kota di Sumatera Barat, TPT di Kota Padang paling tinggi dibandingkan rata-rata Sumatera Barat yang kemudian disusul oleh Bukittinggi. Ditinjau dari latar belakang pendidikannya, pengangguran di Sumatera Barat masih didominasi lulusan diploma. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan komposisi pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan tahun-tahun sebelumnya. TPT untuk kategori diploma tercatat sebesar 10,26%, dan berikutnya diikuti oleh pengangguran pada kategori SMK sebesar 8,55%. Terbatasnya lapangan pekerjaan atau industri yang membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi atau spesialisasi khusus terindikasi menjadi penyebab rendahnya penyerapan tenaga kerja dengan pendidikan menengah ke atas. Sementara itu, TPT pendidikan menengah ke bawah terpantau rendah bahkan TPT untuk tingkat SD ke bawah hanya mencapai 3,47%. Hal ini terjadi karena lulusan pendidikan rendah cenderung menerima pekerjaan jenis apa saja. % Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Sumber: BPS, diolah % Bekerja % Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan 5.6 Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Sumber: BPS, diolah 90

96 Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Grafik 6.2. Angkatan Bekerja di Sumatera Barat Menurunnya penyerapan tenaga kerja tercermin juga dari persepsi terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia menunjukkan indeks kondisi ketersediaan lapangan pekerjaan pada triwulan III 2017 masih bernilai di bawah 100. Rendahnya serapan tenaga kerja terkonfirmasi pula dari hasil liaison yang menunjukkan adanya penurunan skala liker tenaga kerja. Sejumlah kontak liaison melakukan pengurangan tenaga kerja dalam rangka efisiensi melalui pengurangan biaya operasional perusahaan. Pengurangan karyawan tersebut mempertimbangkan produktivitas kinerja karyawan dan kondisi keuangan kontak. Selain itu, perusahaan juga tidak melakukan perpanjangan kontrak karyawan. Turunnya persepsi terhadap ketersediaan tenaga kerja tersebut berimbas pada melemahnya optimisme terhadap tingkat penghasilan. Kondisi tersebut terkonfimasi dari hasil SK Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa indeks penghasilan konsumen pada triwulan III ,5 atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 104,0. Buruh/Karyawan Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja keluarga/tak dibayar Pekerja bebas Berusaha dibantu buruh tetap Agustus 2017 Februari 2017 Agustus 2016 Sumber: BPS, diolah Grafik 6.3. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama % Agustus 2016 Februari 2017 Agustus SD ke bawah Sumber: BPS, diolah SMP SMA SMK Diploma Universitas Total Grafik 6.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Periode Agustus Padang Bukittinggi Pasaman Padang Pariaman Sawah Lunto Solok Pariaman Pesisir Selatan Kota Solok Solok Selatan Padang Panjang Agam Pasaman Barat Tanah Datar Dharmasraya Payakumbuh Sijunjung Lima Puluh Kota Kepulauan Mentawai Sumber: BPS, diolah Sumatera Barat = Sumber: BI, diolah 91

97 Grafik 6.5.Tingkat Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Sumatera Barat Periode Agustus 2017 Grafik 6.6.Skala Likert Tenaga Kerja di Sumatera Barat (Hasil Liaison) Secara sektoral, pekerja di Sumatera Barat lebih banyak bekerja pada lapangan usaha pertanian dan perdagangan. Pada Agustus 2017, sektor pertanian menyerap 824,7 ribu orang atau 35,2% dari total penduduk yang bekerja. Sedangkan penyerapan di sektor perdagangan terpantau mencapai 572,8 ribu orang atau 24,4% dari keseluruhan pekerja di Sumatera Barat. Meski sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja, pangsa sektor tersebut turun dibandingkan tahun 2016 (35,83%), sementara penyerapan sektor perdagangan meningkat. Indeks Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Indeks Penghasilan Konsumen Baseline I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BI, diolah Grafik 6.7.Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Lainnya Jasa Transportasi Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat menghadapi banyak tantangan selain turunnya penyerapan tenaga kerja dan naiknya tingkat pengangguran. Tambahan angkatan kerja setiap tahunnya yang tidak disertai dengan penambahan ketersediaan lapangan kerja baru terindikasi menjadi penyebab banyaknya tenaga kerja di sektor informal. Penyerapan tenaga kerja di sektor informal pada Agustus 2017 mencapai 64,39%, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2016 sebesar 61,80%. Masih relatif belum banyaknya investasi di Sumatera Barat diindikasikan memengaruhi terbatasnya permintaan tenaga kerja di sektor formal. Permasalahan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja yakni kualitas dan keterampilan pencari kerja yang masih rendah bahkan terkadang tidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, terbatasnya anggaran juga menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Sumatera Barat. Berdasarkan informasi dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Provinsi Sumatera Barat, kurangnya dukungan anggaran membatasi ruang gerak pemerintah melakukan pengelolaan balai latihan kerja, peningkatan sarana dan 92

98 prasarana pelatihan kerja, penambahan instruktur pelatihan, hingga peningkatan jumlah pengawas dan mediator ketenagakerjaan. Kurang optimalnya pelayanan bursa kerja yang terintegrasi antar daerah serta masih lemahnya koordinasi antar pembina sektor tenaga kerja juga menjadi kendala yang dihadapi oleh pemerintah. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Sumatera Barat, pemerintah melalui Dinaskertrans melakukan beberapa program peningkatan kapasitas tenaga kerja. Upaya tersebut meliputi revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), peningkatan kualitas pendidikan kejuruan, serta kerja sama program magang dengan pemerintah negara lain ( G to G ) yakni Jepang, Korea, dan Australia. Kesejahteraan tenaga kerja diharapkan meningkat tercermin dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun UMP Provinsi Sumatera Barat tahun 2018 tercatat sebesar Rp ,00 meningkat 8,71% dari tahun sebelumnya. Dibandingkan provinsi lain di Sumatera, UMP tersebut tercatat mengalami peningkatan tertinggi ke-4 setelah Provinsi Bengkulu, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. 6.2 Kesejahteraan Daerah Perbaikan ekonomi yang terjadi sejak awal tahun 2017 berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari membaiknya sejumlah indikator, seperti jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, dan indeks keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada September 2017 tercatat sebanyak 359,9 ribu jiwa, atau menurun dibandingkan September 2016 yang tercatat sebanyak 376,5 ribu jiwa. Dengan kondisi tersebut, persentase penduduk miskin turun dari 7,14% menjadi 6,7% (Grafik 6.9). Peningkatan kesejahteraan daerah terjadi merata baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Dalam kurun 1 (satu) terakhir, penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan terpantau masing-masing mengalami penurunan sebesar 4,92 ribu jiwa dan 11,59 ribu jiwa. Meskipun demikian, mayoritas penduduk miskin berada di perdesaan dengan jumlah sebanyak 245,41 ribu jiwa, sementara penduduk miskin di perkotaan sebanyak 114,59 ribu jiwa. 93

99 ribu jiwa % Jumlah Penduduk Miskin Kota Jumlah Penduduk Miskin Desa 9,5 9,0 9 Total Penduduk Miskin-rhs 400 8,2 8, ,6 7,4 7, ,1 7,1 7 6,9 6,7 6,9 6, Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa % (yoy) 500 Kota+Desa g.kota-sisi kanan 453,6 455, g.desa-sisi kanan (1) Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat Sumber: BPS, diolah Grafik Garis Kemiskinan di Sumatera Barat Perbaikan pendapatan yang diiringi terjaganya daya beli masyarakat ditengarai sebagai penyebab membaiknya kesejahteraan daerah. Peningkatan harga internasional (CPO dan karet) yang terjadi sejak akhir tahun 2016 berimbas pada kenaikan pendapatan masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya bergantung pada komoditas tersebut. Di sisi lain, inflasi yang terjaga juga berimbas pada perbaikan daya beli masyarakat dan terindikasi salah satu pendorong turunnya pertumbuhan garis kemiskinan 4. Pertumbuhan garis kemiskinan untuk makanan dan non makanan masingmasing mengalami penurunan sebesar 4,15% dan 5,21% yaitu untuk makanan turun dari 8,36% (yoy) pada September 2016 menjadi 4,21% (yoy) pada September Sedangkan pertumbuhan garis kemiskinan untuk non makanan turun dari 8,73% (yoy) pada September 2016 menjadi 3,52 % (yoy) pada September Lebih kecilnya penurunan persentase pertumbuhan garis kemiskinan untuk makanan mengindikasikan bahwa laju inflasi sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan. ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa % (yoy) 500 Kota+Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan g.kota+desa-sisi kanan (1) Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah ribu Rp/kapita/bulan Kota Desa % (yoy) 500 Kota+Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan g.kota+desa-sisi kanan (1) Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah 4 Representasidarijumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per harridan kebutuhan pokok bukan makanan. Garis kemiskinan juga merupakan indikator untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin melalui rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan. 94

100 Grafik Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan Di sisi lain, perbaikan kesejahteraan kurang memberikan dampak terhadap ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Kondisi tersebut tercermin dari indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks kedalaman kemiskinan (P1) yang mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan menunjukkan kenaikan, terutama di wilayah perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya penurunan kemampuan daya beli masyarakat miskin karena meningkatnya kesenjangan standar hidup penduduk miskin di wilayah perdesaan (grafik 6.13). Sejalan dengan P1, indeks keparahan kemiskinan (P2) yang menggambarkan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin terpantau mengalami kenaikan di wilayah perdesaan (grafik 6.14). Secara spasial, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan. Pada September 2017, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan sebesar 0,32, sedangkan di perkotaan sebesar 0,11. Indeks 1,6 1,2 0,8 0,4 0,0 1,1 1,2 1,0 1,3 0,9 0,8 1,0 1,3 1,1 1,1 1 0,99 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,3 0,3 0,2 0,3 0,2 0,1 0,2 0,3 0,2 0,3 0,2 0,2 Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Sumber: BPS, diolah Grafik6.14. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Perkembangan kualitas hidup di Sumatera Barat mengalami perbaikan pada tahun Kondisi tercermin dari meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 70,73 (tahun 2016), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 69,98 (tahun 2015). Dengan nilai tersebut, Sumatera Barat menduduki peringkat ke-3 tertinggi di kawasan Sumatera dan peringkat 9 secara nasional. Bahkan nilai IPM Sumatera Barat saat ini masih berada di atas IPM Indonesia sebesar 70,18. 95

101 Kepulauan Riau Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Jambi Kep. Bangka Belitung Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 2016 Kep. Bangka Belitung Sumatera Barat Riau Aceh Lampung Jambi Sumatera Utara Bengkulu Kep. Riau Sumatera Selatan Indonesia 0,28 0,31 0,33 0,33 0,33 0,33 0,34 0,35 0,36 0,37 0,39 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 Sumber: BPS, diolah Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, September 2017 Sepanjang tahun 2017 indikator ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi Sumatera Barat relatif baik. Hal tersebut tergambar dari kestabilan rasio gini Provinsi Sumatera Barat pada September 2016 dan September 2017 tercatat pada angka 0,312. Tidak hanya itu, nilai ketimpangan ekonomi di Sumatera Barat relatif sama dengan ratarata 9 provinsi lainnya di kawasan Sumatera (0,31) dan nasional (0,391) (grafik 6.16). Dengan nilai tersebut, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada urutan terendah ke-2 (dua) di Sumatera setelah Bangka Belitung (0,276) dan ke-5 (lima) secara nasional. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa pemerataan ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan pengeluaran penduduk suatu wilayah. Selain itu, penurunan ketimpangan juga dapat mengindikasikan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. 6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat Tabel 6.1. Perkembangan NTP Provinsi di Sumatera Provinsi I II III IV I II III IV I II III IV Lampung 102,90 102,00 103,77 103,99 103,34 104,09 104,04 104,15 104,32 104,28 105,00 107,02 Kepulauan Bangka Belitung 103,48 105,17 106,30 103,86 101,75 103,53 101,09 99,33 98,69 95,97 95,78 92,72 Sumatera Utara 98,52 98,60 97,67 99,64 99,26 100,52 99,72 101,22 99,97 99,39 98,79 99,43 Jambi 95,95 95,21 95,13 95,45 96,57 99,12 98,45 100,21 103,41 99,72 99,72 102,26 Riau 96,84 95,97 93,55 94,61 96,61 99,10 98,17 100,83 103,41 102,56 101,62 104,30 Kepulauan Riau 100,14 98,92 99,95 98,78 98,38 98,81 97,54 97,90 98,49 97,37 96,73 97,58 Sumatera Barat 98,72 97,36 97,14 97,37 98,15 98,23 97,28 97,02 98,25 97,48 96,13 96,03 Aceh 96,82 95,95 96,02 97,75 97,73 96,31 95,29 97,02 95,55 94,78 94,37 94,27 Sumatera Selatan 97,84 97,52 95,94 96,19 94,95 94,43 93,91 95,04 95,36 93,67 94,60 96,49 Bengkulu 95,47 94,12 92,71 93,36 92,24 93,94 92,44 93,60 95,41 93,93 93,45 95,17 Nasional 101,86 100,23 101,53 102,75 102,03 101,41 101,66 101,47 100,40 100,23 101,49 102,97 Sumber: BPS, diolah 96

102 Perbaikan kesejahteraan daerah tidak terlalu berimbas secara keseluruhan pada masyarakat petani. Nilai Tukar Petani (NTP) secara rata-rata masih terus mengalami penurunan sejak triwulan II hingga triwulan IV tahun 2017, setelah di awal tahun mengalami perbaikan. Kondisi tersebut menggambarkan adanya penurunan kesejahteraan petani. Selain itu, melemahnya NTP juga mencerminkan bahwa harga jual produk pertanian yang diterima petani lebih rendah dibandingkan dengan harga barangbarang yang dikonsumsi petani. Hal tersebut terpantau dari indeks harga yang dibayar petani (128,43) dibandingkan indeks harga yang diterima petani (123,33). Hal tersebut juga dapat dilihat pada perbandingan indeks yang dibayarkan petani pada triwulan IV 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (126,61). Sumber penurunan NTP terjadi di hampir semua subsektor yakni tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perikanan. Di sisi lain, peningkatan NTP hanya terjadi pada subsektor perkebunan rakyat. Indeks 102,0 101,0 100,0 99,0 98,0 97,0 96,0 95,0 94,0 93,0 92,0 NTP Sumbar Indeks Harga Diterima (It) Indeks Harga Dibayar (Ib) 128,43 123,33 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks 130,00 125,00 120,00 115,00 110,00 95,70 105,00 100,00 Indeks NTP NTP Tanaman Pangan 120 NTP Perkebunan Rakyat NTP Hortikultura NTP Peternakan NTP Perikanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Sumber: BPS, diolah Grafik6.17.Perkembangan Indeks Harga Diterima (It) dengan Indeks Harga Dibayar (Ib) Sumber: BPS, diolah Grafik6.18.NTP Sumbar Menurut Subsektor 97

103 7 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2018 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan prakiraan sebesar 5,1% - 5,5% (yoy) terutama disebabkan oleh faktor hari raya keagamaan. Sementara secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sumbar 2018 diprakirakan berada pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan prakiraan tahun 2017 sebesar 5,1 5,5% (yoy). Faktor siklikal berupa perayaan keagamaan (Ramadhan dan Idul Fitri) dan perhelatan Pilkada di empat daerah di Sumbar menjadi pendorong utama kinerja ekonomi Sumbar pada triwulan II Di sisi permintaan kondisi ini berdampak pada akselerasi konsumsi rumah tangga, sementara di sisi lapangan usaha (LU) berdampak positif pada LU perdagangan dan LU transportasi. Lebih lanjut, perkiraan meningkatnya harga komoditas internasional seperti CPO dan karet diperkirakan mampu mengangkat kinerja ekspor dan industri pengolahan. Laju inflasi di triwulan II 2018 diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan rentang inflasi 3,5% - 3,9% (yoy) yang dominan didorong oleh peningkatan harga volatile food dan administered price. Secara agregat, inflasi Sumbar tahun 2018 diprakirakan berada dalam kisaran 3,5% + 1% (yoy). Inflasi di triwulan II 2018 diperkirakan bersumber dari komoditas cabai merah dan tarif angkutan udara. Tingginya permintaan cabai merah baik di Sumbar maupun daerah di luar Sumbar khususnya dalam menghadapi Ramadhan dan Lebaran memberikan tekanan harga cabai merah di triwulan II Konsumsi masyarakat yang meningkat ini juga diperkirakan berdampak pada meningkatnya inflasi inti. Di sisi administered price, tradisi pulang basamo memicu kenaikan permintaan tiket angkutan udara. Lebih lanjut, tren kenaikan minyak dunia dan batubara berpotensi mengakibatkan kenaikan BBM nonsubsidi dan tarif listrik. 98

104 7.1 Prospek Ekonomi Pertumbuhan perekonomian di triwulan II 2018 diperkirakan berada dalam rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Setelah mengalami perlambatan di awal tahun, kinerja konsumsi rumah tangga di triwulan II 2018 diprakirakan mengalami akselerasi seiring momen Ramadhan dan Idul Fitri. Di samping itu Pilkada yang berlangsung di 4 daerah di Sumbar juga diperkirakan mampu mengangkat kinerja konsumsi lembaga non profit. Proyeksi sejumlah lembaga internasional seperti IMF dan World Bank terhadap harga komoditas internasional yang meningkat di triwulan II 2018 memberikan insentif bagi kegiatan ekspor. Dari sisi penawaran, lapangan usaha utama seperti pertanian meningkat sejalan dengan panen tanaman bahan makanan dan peningkatan produksi perkebunan dalam merespon kenaikan harga CPO dan karet. Lebih lanjut, industri pengolahan juga membaik akibat meningkatnya insentif harga sawit yang memengaruhi tingkat margin industri pengolahan sawit (CPO). Sebagai imbas dari konsumsi rumah tangga yang meningkat, lapangan usaha perdagangan juga tumbuh positif. Sementara itu lapangan usaha transportasi juga membaik akibat tingginya permintaan angkutan udara dan angkutan darat seiring tradisi pulang basamo. %, yoy 8,00 7,57 7,00 6,00 5,00 5,41 5,63 5,49 5,75 5,26 5,61 5,59 5,85 5,36 5,39 4,98 4,81 4,87 5,01 4,00 3,00 2,00 1, , , , * 5,1-5,5 Tw II 2018* 5,2-5,6 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV IP IIP IIIP IVP Grafik 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun Prospek Sisi Permintaan Kinerja konsumsi rumah tangga di triwulan II 2018 diprakirakan mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Siklus musiman seperti perayaan Idul Fitri serta pemberian gaji ke-13 dan 14 menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi. Mulai berjalannya berbagai proyek swasta dan pemerintah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum dan berpotensi meningkatkan konsumsi rumah 99

105 tangga pada triwulan tersebut. Di sisi perbankan, mulai meningkatnya ekspansi kredit perbankan sebagai bentuk respon perbankan dalam menghadapi peningkatan konsumsi pada saat Ramadhan dan Idul Fitri juga berdampak pada penciptaan nilai tambah konsumsi Rumah Tangga. Pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) juga diperkirakan meningkat karena faktor dorongan dari pelaksanaan Pilkada di empat Kota di Sumbar yaitu Kota Pariaman, Kota Padang, Kota Padang Pajang dan Kota Sawahlunto. Perkiraan meningkatnya konsumsi rumah tangga di triwulan II 2018 tercermin dari indeks ekspektasi konsumen 6 bulan yang akan datang yang berada pada level 102,1 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 101,9. Rp % yoy Sumatera Barat Pert. (yoy) , , Grafik 7.2. Perkembangan UMP Provinsi Sumbar Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yad Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yad Indeks Kegiatan Usaha-6 bln yad Baseline Positif Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen Walaupun tumbuh positif, kinerja investasi di triwulan II 2018 diperkirakan cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perilaku wait and see para investor terkait situasi politik menjelang Pilkada di beberapa daerah di Sumbar serta perayaan keagamaan diperkirakan berpengaruh pada melambatnya aktivitas investasi di triwulan II Selain itu, peluang investasi yang telah ditawarkan dalam Forum Investasi Sumbar pada tanggal 8 Februari 2018 masih dalam tahap perencanaan dan memerlukan waktu implementasi. Dalam forum tersebut, peluang investasi di berbagai sektor seperti pariwisata dan energi ditawarkan ke berbagai investor. Forum Investasi Sumatra Barat 2018 berhasil memikat investor dari Singapura, Malaysia, dan Jepang untuk menandatangani Letter of Intent (LoI) terkait proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Solok Selatan. Kinerja investasi Sumbar menghadapi risiko alokasi belanja modal yang menurun di tahun Tingginya kebutuhan bidang pendidikan yang harus ditanggung Sumbar pasca pengalihan kewenangan SMA/SMK ke provinsi mengakibatkan porsi belanja modal di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 merosot. Belanja modal di APBD 2018 diperkirakan hanya berada di angka 16% atau 18% dari total APBD. Belanja 100

106 modal Sumbar tersebut belum mampu memenuhi target rata-rata belanja modal nasional yang ditetapkan sekitar 21,11%. Tren kenaikan harga internasional diperkirakan berimplikasi pada membaiknya kinerja ekspor. Proyeksi IMF menunjukkan harga beberapa komoditas internasional Sumbar seperti CPO dan karet menunjukkan arah peningkatan di triwulan II Kenaikan harga CPO lebih ditopang oleh aksi sejumlah pejabat dunia yang menentang diskriminasi pada CPO dan pelarangan impor biodiesel. Di samping itu, kenaikan harga minyak dunia di semester I 2018 akan memicu konsumsi biodiesel yang lebih besar yang pada gilirannya berdampak positif pada permintaan CPO. Sebelumnya, kampanye hitam di Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit berimbas penurunan ekspor CPO Indonesia yang signifikan ke negara kawasan Euro. Namun, peningkatan harga CPO ini diperkirakan tetap dapat dinikmati dampaknya seiring dengan kuatnya permintaan biodiesel sawit dari India yang berencana untuk mengembangkan mobil hemat polusi. Sejalan dengan CPO, karet juga menunjukkan pemulihan harga seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dan penurunan pasokan yang disepakati sebelumnya oleh tiga produsen utama (Thailand, Malaysia dan Indonesia). Di sisi permintaan, konsumsi karet di beberapa negara seperti China, Eropa, India, AS dan Jepang menunjukkan terjadinya peningkatan di triwulan I dan diperkirakan berlanjut di triwulan II Harga CPO ($/MT) Pert. (yoy) Harga Karet (cts/lb) Pert. (yoy) Sumber: IMF, diolah Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Palm Oil) Sumber: IMF, diolah Grafik 7.5 Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Internasional (Karet) Prospek Sisi Penawaran Kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan II 2018 diprakirakan meningkat seiring dengan masuknya siklus panen tanaman bahan makanan dan proyeksi kenaikan harga komoditas CPO dan karet. Program peningkatan produksi padi tahun 2018 masih difokuskan pada intensifikasi lahan termasuk pemanfaatan teknologi, pembenihan, pengairan irigasi dan teknologi budidaya. Namun demikian, kinerja tabama 101

107 masih menghadapi sejumlah kendala seperti tren peningkatan alih fungsi lahan, serta terbatasnya lahan baru untuk dilakukan program ekstensifikasi. Khusus subsektor perkebunan, contact liaison menginformasikan bahawa produksi CPO ke depan diprakirakan membaik seiring membaiknya iklim yang mendukung produksi dan dapat memengaruhi supply bahan baku ke perusahaan. Hal ini didukung dengan potensi membaiknya harga CPO ke depannya yang akan memengaruhi penjualan perusahaan. Perusahaan memprediksi produksi pada tahun 2018 dapat lebih baik dibandingkan tahun Selain CPO, peningkatan harga karet diperkirakan memberikan insentif bagi petani yang berdampak pada meningkatnya nilai tambah subsektor perkebunan. Kinerja sektor perdagangan diprakirakan tumbuh cukup tinggi akibat adanya kegiatan perayaan keagamaan. Perayaan Idul Fitri pada triwulan II 2018 memicu peningkatan permintaan berbagai barang dan jasa. Korporasi swasta akan merespon peningkatan permintaan ini melalui peningkatan impor antar daerah maupun impor dari luar negeri. Demikian halnya dengan proyek pemerintah. Setelah melakukan proses perencanaan dan administrasi proses pengadaan barang dan jasa di triwulan awal 2018, pemerintah akan meningkatkan realisasi pembangunan fisik yang mulai dilakukan pada triwulan II 2018 yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan. Meningkatnya aktivitas industri swasta mendorong perbaikan industri pengolahan. Proyeksi meningkatnya harga CPO di triwulan II 2018 memberikan insentif bagi produsen dan industri pengolahan CPO di Sumbar untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Perayaan Idul Fitri pada akhir triwulan II 2018 secara historis akan memicu peningkatan berbagai kebutuhan makanan dan minuman. Para produsen dan pedagang akan meningkatkan produksi dan stok bahan makanan dan makanan jadi yang akan memberikan nilai tambah pada industri pengolahan. Siklus peningkatan aktivitas industri pada triwulan II terkonfirmasi dari konsumsi listrik yang cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. 102

108 Juta Kwh ,4 4,5 6,8 3,8-3,5 1,5 Konsumsi Listrik (juta Kwh) Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan -0,8 1,2-2,4-2,0-1,7-0,7 15,1 15,4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: PLN Grafik 7.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Industri 23,8 29,3 %, yoy Tradisi pulang basamo memberikan dampak langsung berupa peningkatan permintaan angkutan udara dan angkutan darat yang memicu peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Berdasarkan data historis, peningkatan jumlah masyarakat minang yang mudik terkonfirmasi dari peningkatan drastis harga tiket angkutan udara sebelum dan pasca Lebaran. Dari hasil liaison diketahui bahwa tradisi ini juga memberikan dampak lanjutan berupa peningkatan paket kiriman dan lalu lintas barang antar daerah yang berdampak positif pada kinerja pergudangan. Di sisi lain rencana maskapai penerbangan Air Asia Indonesia untuk membuka rute internasional dari Singapura ke Kota Padang mulai 9 Februari 2018 serta rencana pengembangan Garuda Indonesia untuk rute baru Palembang-Padang-Pekanbaru per April 2018 diperkirakan turut memberikan dampak positif pada pertumbuhan lapangan usaha transportasi. Dalam arahannya di akhir tahun 2017, pemerintah Provinsi Sumbar cenderung mengambil prinsip kebijakan ekonomi Sumatra Barat tahun 2018 yang tidak jauh berbeda dengan Sejumlah kebijakan penting tetap dilanjutkan seperti penarikan arus wisatawan ke Sumbar, dorongan insentif bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan menyedot laju investasi. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar di tahun 2018 diprakirakan berada pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy), cenderung stabil dibandingkan tahun Seperti halnya tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumbar dominan bersumber dari konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh moderat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan kelas menengah. Di sisi lain, pelaksanaan Pilkada secara serentak khususnya di Kota Pariaman, Kota Padang, Padang Pajang dan Sawahlunto pada pertengahan tahun 2018 diperkirakan mampu meningkatkan geliat LNPRT dan memberikan dampak lanjutan pada konsumsi rumah tangga. Sementara itu, 103

109 peningkatan harga komoditas internasional diperkirakan berkontribusi dalam mengangkat kinerja ekspor Sumatera Barat. Di tahun 2018, aktivitas investasi diprakirakan membaik seiring realisasi investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri seperti proyek geothermal (Sijunjung), renovasi bandara dan pelabuhan (Padang) serta investasi untuk mendorong kinerja pariwisata di berbagai daerah. Di tahun 2018, pertumbuhan ekonomi menghadapi sejumlah risiko antara lain daya beli konsumen yang masih terbatas, khususnya segmen menengah ke bawah serta sejumlah regulasi pemerintah yang sering berubah pada sektor-sektor tertentu, termasuk regulasi pajak. Kondisi tersebut akan berdampak pada tertahannya ekspansi usaha oleh korporasi. Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Jul 2017 Okt 2017 (%,yoy) p 2018p p 2018p Dunia 3,2 3,5 3,6 3,2 3,6 3,7 Amerika Serikat 1,6 2,1 2,1 1,5 2,2 2,3 Kawasan Eropa 1,8 1,9 1,7 1,8 2,1 1,9 Kawasan Asia India 7,1 7,2 7,7 7,1 6,7 7,4 China 6,7 6,7 6,4 6,7 6,8 6,5 Jepang 1 1,3 0,6 1 1,5 0,7 Kawasan ASEAN* 4,9 5,1 5,2 4,9 5,2 5,2 Sumber : IMF *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 7.2 Prakiraan Inflasi Perayaan keagamaan diperkirakan memberikan dampak signifikan pada tekanan inflasi triwulan II Laju inflasi secara umum (IHK) diproyeksikan berada dalam rentang 3,5% - 3,9% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I Tekanan inflasi pada triwulan II 2018 utamanya diperkirakan berasal dari kelompok volatile foods khususnya pada komoditas cabai merah dan kelompok administered price yang mayoritas bersumber dari kenaikan tiket angkutan udara. 104

110 %, yoy 14,00 Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang 12,00 10,00 8,00 11,58 8,63 8,17 6,166,00 6,28 6,25 6,62 Indeks Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini 6,00 5,10 4,89 3,825, ,00 3,24 2, ,00 0,00 1,08 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV* 2, Tw II 2018* 100 3,5-3,9 80 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 7.7. Proyeksi Inflasi Sumbar Tahun 2018 Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Harga ke Depan Tekanan harga kelompok volatile foods diperkirakan berlanjut di triwulan II 2018 pada level yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Komoditas cabai merah diperkirakan kembali mengalami kenaikan harga akibat peningkatan konsumsi domestik Sumbar dalam mengadapi Ramadhan dan Lebaran. Tingginya permintaan cabai merah dari provinsi lain seperti Riau juga memberikan tekanan tambahan pada pasokan cabai merah di Sumbar. Momen perayaan keagamaan dan kenaikan harga energi diperkirakan memberikan tekanan inflasi administered price di atas level normal. Tradisi pulang basamo diperkirakan akan memicu peningkatan permintaan tiket angkutan dari dan keluar Sumbar yang akan direspon oleh berbagai maskapai dengan kenaikan harga tiket angkutan udara. Besaran inflasi angkutan udara dapat menjadi lebih tinggi seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menaikkan batas bawah tarif angkutan udara. Sementara itu, berlanjutnya kenaikan harga batubara berpotensi berdampak pada penyesuaian tarif listrik. Lebih lanjut, tren kenaikan harga minyak dunia juga dapat berdampak pada kenaikan harga BBM nonsubsidi dan memberikan dampak lanjutan (tidak langsung) pada barang dan jasa lainnya. 105

111 Sumber : Financial Forecast Center Grafik 7.9. Proyeksi Harga Emas (USD/Troy) Sumber : Financial Forecast Center Grafik Proyeksi Harga Minyak Mentah Dunia (USD/barrel) Meningkatnya permintaan menjelang dan saat perayaan keagamaan berdampak pada peningkatan harga barang dan jasa kelompok inflasi inti dibandingkan kondisi normal. Karakter masyarakat yang cenderung melihat faktor historis (backward looking) menyebabkan pedagang di Sumbar cenderung menaikkan harga berbagai barang menjelang dan saat Lebaran walaupun pasokan relatif terjaga. Berdasarkan proyeksi World Bank dan informasi anekdotal lainnya, risiko inflasi juga bersumber dari proyeksi pergerakan harga emas internasional yang akan ditransmisikan ke harga emas domestik. Laju inflasi Sumbar tahun 2018 diproyeksikan pada kisaran 3,5% + 1% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun Dari sisi eksternal, faktor yang memengaruhi inflasi inti relatif terjaga berupa terjaganya volatilitas nilai tukar dan harga komoditas internasional. Dari sisi internal Sumbar, meningkatnya permintaan domestik diprakirakan masih dapat direspons oleh sisi penawaran tanpa menyebabkan tekanan terhadap inflasi yang signifikan. Tekanan inflasi di tahun 2018 diperkirakan dominan bersumber dari kelompok volatile foods. Sementara terkait dengan kelompok administered price, walaupun proyeksi dari beberapa lembaga internasional menunjukkan adanya potensi kenaikan harga internasional minyak mentah, adanya jaminan dari pemerintah pusat untuk tidak menaikkan harga barang/jasa yang diatur pemerintah seperti BBM subsidi dan LPG 3 kg menjadi faktor penting penahan inflasi di tahun Inflasi pada kelompok volatile foods masih dibayangi risiko berupa gangguan hama, gangguan jalur distribusi bahan pokok, dan perubahan iklim. Di samping itu, fenomena sempat anjloknya harga cabai merah di tahun 2017 menjadi faktor risiko yang harus diantisipasi khususnya menghadapi keengganan petani untuk menanam kembali cabai merah dalam jumlah yang besar. Pemerintah bersama dengan TPID harus terus 106

112 mendorong berbagai upaya agar dapat menyerap hasil panen petani dan menjaga buffer stock pada saat paceklik. Mencermati risiko inflasi yang lebih tinggi di tahun 2018 yang masih bersumber dari volatile food dan kelompok administered price, upaya pengendalian inflasi di 2018 akan dititikberatkan pada percepatan implementasi kerja sama antar daerah yang telah dijajaki pada tahun Di awal tahun 2018, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menjajaki kerja sama antar daerah dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di berbagai sektor termasuk pangan dan perdagangan. Menindaklanjuti upaya nyata kerja sama antar daerah baik di dalam maupun di luar Sumbar, TPID Provinsi Sumatera Barat akan membangun database yang berisi informasi mengenai jumlah produksi, stok dan konsumsi komoditas pangan strategis di Sumatera Barat yang nantinya akan dikembangkan dalam sebuah website. Sementara itu, beberapa program TPID lain yang berhasil di tahun 2017 seperti Pasar Tani, program sejuta polybag cabai, dan penguatan Satgas Pangan akan dilanjutkan di tahun Program perbaikan tata niaga seperti Minang Mart juga rencananya akan diperluas. Setelah diluncurkan pada tanggal 24 Mei 2016 hingga akhir 2017 lalu, Minang Mart terus bertambah hingga mencapai 36 gerai tersebar di kabupaten/kota di Sumatera Barat. Komoditas yang dijual di Minang Mart meliputi barang kebutuhan sehari-hari dan beberapa barang kebutuhan pokok seperti beras dan telur. Ke depannya, Minang Mart akan memasok komoditas pangan segar seperti cabai merah dan bawang merah sehingga diharapkan harga-harga komoditas tersebut lebih terjaga dan tercapai inflasi yang rendah dan stabil. 107

113 Lampiran 108

114 Bruto (PDRB) ADHB Menurut Lapangan Usaha (Dalam Miliar Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK Menurut Lapangan Usaha (Dalam Miliar Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik 109

115 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHB Menurut Pengeluaran, (Dalam Miliar Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK Menurut Pengeluaran, (Dalam Miliar Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik Indeks Harga Konsumsi (IHK) dan Laju Inflasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Inflasi IHK Sumatera Barat IHK Kota Padang IHK Kota Bukittinggi Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (%, yoy) Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (%, yoy) Laju Inflasi Tahunan Kota Bukttinggi (%, yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik Indikator Perbankan Sumber: Badan Pusat Statistik 110

116 Data RTGS dan Perputaran Kliring Sumber: Badan Pusat Statistik 111

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali gan a Pul Februari 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI FebruarI 2017 Untuk informasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017 Untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015 Rakordal KALTENG 2015 Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook 2015 19 Oktober 2015 Outline 1 Perekonomian Nasional PDB Inflasi Rupiah Outlook 2015 3 Perekonomian Proyeksi PDRB Target Inflasi Kalteng

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali MEI Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali MEI Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali MEI 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI MEI 217 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci