KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

3 Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax

4 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat Penerbit : Divisi Ekonomi Moneter Tim Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Mardy Fery (mfery@bi.go.id) M. Setyawan Santoso (mssantoso@bi.go.id) Gaffari Ramadhan (gaffari_r@bi.go.id) Dini Nur Setiawati (dini_ns@bi.go.id) Eks. Bank Indonesia Muaro, Padang Belg : Jam Gadang, Bukittinggi dan Tari Piring

5 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga kami dapat kembali menghadirkan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), khsususnya untuk periode Triwulan I Publikasi ini ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan, kalangan akademisi, pelaku usaha serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Selain diterbitkan dalam bentuk buku, soft copy KER dapat diakses melalui Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I-2013 mampu tumbuh 7,2% (yoy), merupakan level pertumbuhan yang tinggi meski sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Di sisi lain, pada awal tahun 2013 terjadi inflasi yang relatif tinggi, dimana pada triwulan I-2013 mencapai 6,5% (yoy). bersama pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terus berupaya mengoptimalkan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui koordinasi dan kerjasama yang terkait upaya untuk menstabilkan inflasi di daerah, tentunya agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Padang, 8 Mei 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII Kepala Perwakilan, (ttd) Mahdi Mahmudy Direktur Eksekutif i

6 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GRAFIK...iv RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Perkembangan Sisi Permintaan Perkembangan Sisi Penawaran BOKS 1 Kesepakatan Bersama Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Wilayah Sumatera Bagian Tengah BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Perkembangan Inflasi Kota Padang Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa Disagregasi Inflasi BOKS 2 : Rakornas TPID 2013 : Memperkuat Kerjasama Daerah Untuk Meningkatkan Perekonomian Domestik & Menjaga Stabilitas Harga Untuk Kesejahteraan Masyarakat BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Bank Umum Syariah BOKS 3 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Sumbar: BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Keuangan Pemerintah Daerah Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Tunai Transaksi Kliring Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Perkiraan Ekonomi Perkiraan Inflasi ii

7 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan (yoy)... 7 Tabel 1.2. Indeks Tendensi Konsumen di Sumatera Barat Menurut Variabel Pembentuknya... 9 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Penawaran (yoy) Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %) Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq, %) Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq, %) Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq, %) Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %) Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %) Tabel Skema Pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun Tabel Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi di Sumbar Tabel Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi di Sumbar per Maret Tabel Sebaran Lokasi SPBU yang Menyediakan BBM Non-Subsidi di Sumbar Tabel Indikator Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah) Tabel Indikator Perkembangan BPR di Sumatera Barat (Juta Rupiah) Tabel Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat (Juta Rupiah) Tabel Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumbar Triwulan I Tabel Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumbar Triwulan I Tabel Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong Tabel Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Tabel Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan di Sumatera Barat Tabel Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan di Sumatera Barat Tabel Rata-rata Upah/Gaji/Pendapatan Buruh/Karyawan/Pegawai Sebulan Menurut Provinsi di Sumatera (Rupiah), Tabel Upah Minimum Propinsi Tabel Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Provinsi di Sumatera (rupiah) 2011 dan Tabel Rata-rata Konsumsi Protein (kkal) per Kapita per Hari Menurut Provinsi di Sumatera dantipe Daerah, Tabel Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Wilayah Sumatera Bagian Tengah Tabel Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Tabel Indeks Tendensi Konsumen di Sumatera Barat Menurut Variabel Pembentuknya Tabel Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tabel Proyeksi Inflasi Kota Padang iii

8 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat (yoy)... 6 Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah (yoy)... 6 Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Menurut Kegiatan Ekonomi... 7 Grafik 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Domestik (yoy)... 7 Grafik 1.5. Survei Konsumen Sumatera Barat... 8 Grafik 1.6. Pertumbuhan PDRB Konsumsi Berdasarkan Kelompok Barang... 8 Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor... 9 Grafik 1.8. Kredit Konsumsi... 9 Grafik 1.9. Perkembangan dan Pertumbuhan (yoy) Jumlah Tabungan Milik Perorangan Grafik Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (dibandingkan 6 bulan lalu) Grafik Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Sumbar Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Kegiatan Usaha Grafik Konsumsi Semen Grafik Kredit Investasi Bank Umum dan BPR Lokasi Proyek di Sumbar Grafik Penggunaan Listrik untuk Pelanggan Bisnis di Sumbar (Energi Jual) Grafik Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Eksternal (yoy) Grafik Nilai dan Volume Ekspor Non-Migas Grafik Rata-Rata Harga Internasional Crude Palm Oil (CPO) dan Karet Grafik Nilai dan Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Grafik Nilai dan Volume Ekspor Karet Mentah (Crude Rubber) Grafik Nilai Ekspor Non-Migas Sumbar Menurut Negara Tujuan Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Impor Non-Migas Grafik Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Impor Antar Daerah dalam PDRB Sumbar Grafik Volume Impor Non-Migas Sumbar Menurut Negara Asal Utama Grafik Kontribusi PDRB Menurut Sektor Ekonomi Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian (yoy) Grafik Nilai Tukar Petani (NTP) Grafik Produksi Cabe Merah dan Bawang Merah (Ton) Grafik Luas Panen Cabe Merah dan Bawang Merah (Hektar) Grafik Rata-Rata Harga Gabah Kualitas Gabah Kering Panen (GKP) Grafik Volume Impor Pupuk Grafik Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (yoy) Grafik Volume Impor Bahan Baku Industri Primer Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik Penggunaan Listrik Sektor Industri (Energi Jual) Grafik Struktur Biaya Produksi Kegiatan Sektor Industri di Sumatera Barat Grafik Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Grafik Arus Barang di Pelabuhan Teluk Bayur Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang Grafik Jumlah Wisman Melalui Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur. 23 Grafik Pertumbuhan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara International Minangkabau Grafik Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (yoy) Grafik Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Grafik Pergerakan Indeks Harga Bawang Merah, Bawang Putih dan Cabe Merah dalam Kelompok Bahan Makanan Grafik Perkembangan Disagregasi Inflasi Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Kegiatan Usaha di Sumbar iv

9 Kajian Ekonomi Regional Sumatera Barat Grafik Survei Konsumen Grafik Prakiraan Curah Hujan Januari-Maret Grafik Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi terhadap Pembentukan Inflasi Umum Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank (yoy) Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (yoy) Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Bank Umum Grafik PertumbuhanKredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Grafik Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan KUR Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Grafik Pertumbuhan Aset Bank Perkreditan Rakyat di Sumbar (yoy) Grafik Pertumbuhan (yoy) DPK BPR Menurut Jenis Simpanan Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) dan Non-Performing Loan (NPL) BPR Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah (yoy) Grafik Perkembangan Financing-to-Deposit Ratio (FDR) dan Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum Syariah Grafik Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Grafik Penerimaan Pajak APBN di Sumbar Grafik Persentase Penerimaan Pajak APBN di Sumbar Grafik Penerimaan Pajak Dalam Negeri APBN di Sumbar Grafik Persentase Penerimaan Pajak Dalam Negeri APBN di Sumbar Grafik Belanja APBN di Sumbar Grafik Persentase Belanja APBN di Sumbar Grafik Persentase Belanja Operasional APBN di Sumbar Grafik Belanja Operasional APBN di Sumbar Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) setiap bulan Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Grafik Rata-rata Harian Perputaran Kliring di KPw Bank Indonesia Wilayah VIII Grafik Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Grafik Prakiraan Curah Hujan Mei-Juni Grafik Prognosa Produksi dan Luas Panen Cabe Merah di Sumbar Grafik Prognosa Produksi dan Luas Panen Bawang Merah di Sumbar Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Secara Umum Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Sektor Pertanian Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Sektor Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Komoditas Volatile Food Grafik Ekspektasi Harga 3 dan 6 bulan ke Depan v

10 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2013 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tumbuh tinggi meski sedikit melemah Konsumsi rumah tangga penopang utama pertumbuhan ekonomi Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh meningkat Tekanan inflasi meningkat di awal tahun Kinerja bank umum masih belum banyak terlihat di awal tahun Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh pada level yang tinggi meski mengalami sedikit pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-2013 mencapai 7,2% (yoy), sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan triwulan sebelumnya juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari semula tumbuh 6,1% (yoy) menjadi 6,0% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Kegiatan konsumsi rumah tangga mencapai pertumbuhan tertinggi dibandingkan kegiatan ekonomi lainnya, dimana pada triwulan I-2013 tumbuh 6,3% (yoy), meski sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Pertumbuhan investasi masih terbatas mengingat belum banyaknya realisasi investasi melalui belanja modal pemerintah maupun para pelaku swasta di awal tahun. Kinerja ekspor terus menerun seiring permintaan dunia yang masih lemah, serta harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih dalam trend penurunan. Dari sisi penawaran, masih kuatnya permintaan dan konsumsi domestik mendorong penyerapan hasil produksi industri di pasar domestik. Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2013 tumbuh 11,8% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,7% (yoy). Maraknya aktivitas perdagangan antar daerah, revitalisasi pelabuhan, serta meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumbar meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran dari 8,8% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Sementara sektor pertanian tumbuh melambat dari 4,1% (yoy) menjadi 2,1% (yoy) terkait tidak optimalnya produksi pertanian akibat curah hujan yang tinggi. Memasuki tahun 2013, pergerakan inflasi kota Padang cenderung meningkat, dengan inflasi sebesar 6,5% (yoy). Kondisi ini terutama bersumber dari meningkatnya tekanan inflasi dari sisi penawaran akibat kenaikan harga kelompok bahan makanan terkait kurangnya pasokan seiring dengan produksi tanaman yang kurang optimal akibat curah hujan tinggi sepanjang triwulan I-2013, serta kebijakan pemerintah mengenai pembatasan impor produk hortikultura. Kinerja bank umum di Sumatera Barat pada triwulan I-2013 mengalami perlambatan pertumbuhan, baik dari sisi aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun penyaluran kreditnya. Pertumbuhan aset sedikit melambat dari triwulan sebelumnya 17,8% (yoy) menjadi 15,5% (yoy). Di sisi lain jumlah Dana Pihak 1

11 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Realisasi penerimaan dan belanja APBD masih terbatas di awal tahun Transaksi non-tunai mengalami netinflow yang meningkat Tingkat pengangguran meningkat Pertumbuhan ekonomi II-2013 diperkirakan tumbuh moderat Inflasi diperkirakan masih tinggi Ketiga (DPK) juga tumbuh melambat dari 9,8% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Intermediasi perbankan yang diindikasikan oleh Loan-to- Deposit Ratio (LDR) berjalan dengan baik, yakni mencapai 138,0%. Kualitas kredit bank umum secara umum masih relatif terjaga dengan rasio Non-Performing-Loan (NPL) di triwulan I-2013 sebesar 2,34%. Realisasi penerimaan serta belanja APBD pada triwulan I-2013 di Sumatera Barat masih relatif terbatas. Pos pendapatan pemerintah Sumbar baru terpenuhi sebesar 21,3%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama dari penerimaan pajak daerah berkontribusi sebesar 34,4% terhadap realisasi pendapatan daerah. Sementara itu, realisasi belanja daerah juga baru mencapai 10,1%, dengan kontribusi belanja pegawai sebesar 30,3% dari total realisasi belanja daerah. Transkasi tunai mengalami net-inflow yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara volume transaksi non-tunai melalui kliring tidak mengalami perubahan yang siginifikan. Meningkatnya net-inflow merupakan implikasi dari maraknya transaksi tunai pada triwulan sebelumnya. Sementara penurunan transaksi non-tunai, khususnya pada transaksi RTGS terjadi karena masih terbatasnya kegiatan perekonomian Sumatera Barat di awal tahun. Jumlah penduduk usia produktif dan angkatan kerja di Sumatera Barat terus meningkat, namun dengan tidak diimbanginya penciptaan lapangan kerja maka berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran. Sepanjang persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumbar mengalami peningkatan dari 6,25% menjadi 6,33%. Sektor ekonomi formal, khususnya sektor industri, mengalami peningkatan penyerapan kerja dari semula 7,2% menjadi 8,1%. Namun angka penyerapan tersebut relatif rendah jika melihat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja terdidik lulusan pendidikan tinggi formal. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-7,0% (yoy). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi domestik, khususnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Sementara ekspor diperkirakan masih akan melemah seiring dengan terjadinya pelemahan pertumbuhan ekonomi mitra dagang ekspor seperti Amerika dan Eropa, serta harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih berada pada trend penurunan. Tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi pada triwulan II Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran terkait dengan pasokan bahan pangan. Kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan impor pada komoditas pangan tertentu masih terlihat dampaknya pada peningkatan harga di pasar pada awal triwulan II Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi administered prices juga berpotensi meningkatkan inflasi, antara lain terkait dengan kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap yang menggiring meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat. Inflasi Kota Padang pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-6,8% (yoy). 2

12 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT INDIKATOR I II III IV I II III IV I MAKRO IHK Kota Padang**) Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) 10, , , , , , , , Pertanian 2, , , , , , , , Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 1, , , , , , , , , Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1, , , , , , , , , Pengangkutan dan Komunikasi 1, , , , , , , , , Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa 1, , , , , , , , , Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** PERBANKAN**** Bank Umum Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Giro (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%) NPL (gross, %) BPR Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp Triliun) Tabungan (Rp Triliun) Deposito (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek Modal Kerja Investasi Konsumsi Rasio NPL Gross (%) LDR (%) Keterangan : * Angka PDRB Tw.I-2013 merupakan angka rilis BPS ** Menggunakan tahun dasar 2007=100 *** Angka impor dan ekspor Tw. I-2013 angka sementara, posisi Feb 2013, open file **** Data Perbankan untuk Triwulan I-2013 menggunakan posisi akhir Feb 2013 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI - Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI 3

13 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 4

14 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh pada level yang tinggi meski mengalami sedikit pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-2013 mencapai 7,2% (yoy), sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Pelemahan pertumbuhan terjadi baik secara nasional maupun di daerah-daerah lain dalam wilayah Sumatera Bagian Tengah, yaitu Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami perlambatan pertumbuhan dari semula tumbuh 6,1% (yoy) menjadi 6,0% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Kegiatan konsumsi rumah tangga memiliki pangsa 52,8% dari total kegiatan ekonomi, dan mencapai pertumbuhan tertinggi dibandingkan kegiatan ekonomi lainnya. Pada triwulan I-2013 konsumsi rumah tangga tumbuh 6,3% (yoy), meski sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Pertumbuhan investasi masih terbatas mengingat belum banyaknya realisasi investasi melalui belanja modal pemerintah maupun para pelaku swasta di awal tahun. Kinerja ekspor terus menerun seiring permintaan dunia yang masih lemah, serta harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih dalam trend penurunan. Dari sisi penawaran, masih kuatnya permintaan dan konsumsi domestik mendorong penyerapan hasil produksi industri di pasar domestik. Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2013 tumbuh 11,8% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,7% (yoy). Maraknya aktivitas perdagangan antar daerah, revitalisasi pelabuhan, serta meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumbar meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran dari 8,8% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Sementara sektor pertanian tumbuh melambat dari 4,1% (yoy) menjadi 2,1% (yoy) terkait tidak optimalnya produksi pertanian akibat curah hujan yang tinggi. 5

15 Persen (yoy) Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 1.1. Perkembangan Umum Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I-2013 tumbuh tinggi meskipun sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2013 ekonomi Sumbar tumbuh 7,2% (yoy), merupakan level pertumbuhan yang tinggi meskipun sedikit melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 7,4% (yoy). Pertumbuhan tersebut pada periode yang sama lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh 6,0% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumbar sebagian besar ditopang oleh permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga. Masih tumbuhnya konsumsi domestik mendorong pertumbuhan di sisi penawaran, terutama sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang keduanya menunjukkan peningkatan pertumbuhan. 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Sumber: BPS Nasional Sumatera Barat Rata-Rata Pertumbuhan Sumbar Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat (yoy) Sumber: BPS Sumbar Riau Jambi Kepri Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah (yoy) Pertumbuhan ekonomi Sumbar searah dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah di wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) yang sama-sama menunjukkan terjadinya pelemahan pertumbuhan. Pertumbuhan terendah di wilayah Sumbagteng terjadi di Riau, dimana pada triwulan I-2013 hanya tumbuh 1,2% (yoy), lebih rendahnya dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,4% (yoy). Semakin menurunnya kinerja sektor pertambangan seiring dengan cadangan minyak bumi yang terus menurun, serta menurunnya kegiatan perkebunan terkait dengan menurunnya harga komoditas kelapa sawit di pasar internasional berkontribusi pada pelemahan pertumbuhan ekonomi Riau. Jambi sebagai salah satu penghasil karet utama juga mengalami 6

16 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pelemahan pertumbuhan, dari semula tumbuh 9,1% (yoy) menjadi 8,4% (yoy) yang disebabkan oleh kurang optimalnya produksi sektor pertanian akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif. Pelemahan pertumbuhan ekonomi juga terjadi di Kep. Riau, dari triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 9,5% (yoy), melambat menjadi 8,3% (yoy). Kondisi ini terjadi akibat melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan sejalan dengan permintaan dunia yang masih lesu. Produksi di kawasan industri Kep. Riau sebagian besar diorientasikan untuk pemenuhan ekspor Perkembangan Sisi Permintaan Sumber: BPS, diolah Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan (yoy) Jenis Penggunaan I II III IV I Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Net Ekspor (Impor) Ekspor (Impor) PDRB Investasi 24.1% Net-Ekspor 9.2% Konsumsi Rumah Tangga 52.8% Konsumsi Pemerintah 13.0% Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0.9% Sumber: BPS Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Menurut Kegiatan Ekonomi Sumber: BPS Grafik 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Domestik (yoy) 7

17 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumbar dari sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 6,3 (yoy) pada triwulan I-2013, meskipun sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,4% (yoy), namun pertumbuhan tersebut merupakan tertinggi dibandingkan kegiatan ekonomi lainnya. Kegiatan konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 52,8% terhadap total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pemenuhan konsumsi rumah tangga berupa makanan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya dengan mampu tumbuh mencapai 6,8% (yoy). Masyarakat di Sumbar tetap mengutamakan pemenuhan konsumsi makanan meskipun menghadapi peningkatan harga beberapa komoditas pangan di pasar (cabe merah, bawang merah dan daging sapi). Strategi pemenuhan konsumsi makanan yang dilakukan konsumen di Sumbar secara umum dengan mengurangi pemenuhan konsumsi non makanan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya pelemahan pertumbuhan konsumsi non makanan dari triwulan sebelumnya tumbuh 5,7% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia juga menunjukkan terjadinya penurunan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama dari semula 121,5 pada awal tahun, menjadi 109,5 pada akhir triwulan I Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik 1.5. Survei Konsumen Sumatera Barat Sumber: BPS Grafik 1.6. Pertumbuhan PDRB Konsumsi Berdasarkan Kelompok Barang Konsumen masih optimis terhadap pemenuhan konsumsinya yang dipicu oleh peningkatan ekspektasi pendapatan, khususnya terkait dengan peningkatan Upah Minimum Propinsi (UMP) pada Data BPS 8

18 Triliun Rupiah Persen (yoy) Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat menunjukkan bahwa Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan I-2013 mencapai 105,33, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 105,30. Peningkatan UMP di Sumbar yang meningkat sebesar 17,4% dari semula Rp per bulan menjadi Rp per bulan menciptakan peningkatan ekspektasi pendapatan konsumen yang kemudian direspon melalui pembelanjaan konsumsi yang tetap relatif stabil meskipun inflasi pada triwulan I-2013 mencapai 6,5% (yoy). Hal ini terlihat pada indikator variabel Pendapatan Rumah Tangga pembentuk Indeks Tendensi Konsumen yang meningkat dari 100,50 menjadi 104,52. Tabel 1.2. Indeks Tendensi Konsumen di Sumatera Barat Menurut Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk I II III IV I Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan Sumber: BPS Indeks Tendensi Konsumen Kredit Konsumsi (sisi kiri) Pertumbuhan (yoy) (sisi kanan) I II III IV I II III IV I* Sumber: DPKD, Sumbar Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Ruang pemenuhan konsumsi non makanan semakin terbatas jika inflasi yang tinggi terus berlanjut. Pemenuhan konsumsi non-makanan selain menghadapi persaingan prioritas pemenuhan konsumsi berupa makanan, juga terkait dengan kebijakan yang ditujukan untuk meredam terlalu tingginya pertumbuhan kredit konsumsi. Penerapan kebijakan Bank Indonesia melalui 9

19 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pembatasan minimal down payment kredit kendaraan bermotor (Loan-to-Value) mampu meredam terlalu tingginya pertumbuhan penjualan sepeda motor. Pada posisi terakhir di bulan Maret 2013, penjualan sepeda motor mengalami penurunan hingga 49,6% (yoy). Penyaluran kredit konsumsi juga mulai menunjukkan perlambatan pertumbuhan sepanjang triwulan IV-2012 dan triwulan I-2013, dari sebelumnya tumbuh 14,0% (yoy), kemudian melambat menjadi tumbuh 11,4% dengan total kredit konsumsi mencapai Rp16,1 triliun. Pemenuhan konsumsi sebagian dipenuhi melalui penarikan simpanan di perbankan, terlihat pada jumlah total simpanan milik perorangan di bank umum dan BPR di Sumbar yang selama dua triwulan terakhir menurun sebesar 5,6% dari semula Rp19,1 triliun menjadi Rp18,0 triliun. Sumber: SEKDA,Bank Indonesia Grafik 1.9. Perkembangan dan Pertumbuhan (yoy) Jumlah Tabungan Milik Perorangan Sumber: Survei Konsumen,Bank Indonesia Grafik Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (dibandingkan 6 bulan lalu) Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I-2013 sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,7% (yoy). Seperti pada siklus tahun-tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah daerah masih terbatas pada awal tahun. Sebagian besar realisasi belanja konsumsi pemerintah berupa belanja pegawai,baik belanja langsung maupun tidak langsung yang masingmasing hingga triwulan I-2013 realisasinya mencapai 11,1% dan 16,3% dari total APBD. Sementara realisasi belanja barang dan jasa baru mencapai 8,9%. Sebagian besar dana pemerintah daerah masih tersimpan di perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah simpanan milik pemerintah daerah di bank umum pada posisi 10

20 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat terakhir triwulan I-2013 mencapai Rp3,6 triliun, atau meningkat 110,6% dibandingkan triwulan sebelumnya seiring masuknya transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah. Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Sumbar Investasi Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Kegiatan Usaha Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Konsumsi Semen Kegiatan investasi, khususnya pembangunan investasi fisik belum banyak terlihat pada awal tahun. Pertumbuhan investasi pada triwulan I-2013 baru tumbuh sebesar 3,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,1% (yoy). Sebagian besar pelaku swasta belum banyak melakukan pengeluaran investasi pada awal tahun, dan sebagian pelaku swasta lainnya telah selesai merampungkan belanja investasi yang telah dimulai sejak awal tahun lalu 11

21 Triliun Rupiah Juta KWH Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat seperti revitalisasi Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT Pelindo II, maupun kelanjutan pembangunan pabrik baru oleh PT Semen Padang. Sejalan dengan itu realisasi belanja modal pemerintah daerah juga masih sangat terbatas di awal tahun. Realisasi belanja modal pemerintah daerah pada posisi terakhir triwulan I mencapai Rp700,4 miliar atau baru sebesar 3,3% dari total belanja modal di APBD tahun Kredit Investasi (sisi kiri) Pertumbuhan (yoy) (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I* 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Kredit Investasi Bank Umum dan BPR Lokasi Proyek di Sumbar Sumber: PLN Grafik Penggunaan Listrik untuk Pelanggan Bisnis di Sumbar (Energi Jual) Ke depan masih ada potensi peningkatan kegiatan investasi. Potensi akan terjadinya peningkatan kegiatan investasi selain berasal dari realisasi belanja modal yang akan dilaksanakan secara bertahap hingga akhir tahun, juga berasal dari kegiatan investasi oleh pelaku swasta. Indikasi ini terlihat pada peningkatan penyaluran kredit investasi oleh bank umum di Sumbar pada posisi terakhir di triwulan I yang tumbuh sebesar 16,2% (yoy) dengan total kredit investasi mencapai Rp6,03 triliun. Pertumbuhan kredit investasi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,0% (yoy) Ekspor Kinerja ekspor Sumbar terus mengalami penurunan. Pada triwulan I-2013 ekspor mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya dari semula menurun 7,2% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Permintaan dunia yang masih lesu serta insentif eksportir perkebunan yang terus menurun akibat penurunan harga minyak kelapa sawit mentah dan karet mentah di pasar internasional menjadi faktor utama terus menurunnya pertumbuhan ekspor. Aliran ekspor lebih banyak terjadi antar daerah dibandingkan ke negara mitra 12

22 USD per Metrik Ton USD sen per kg Juta USD Ribu Ton Persen Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat dagang utama. Berdasarkan komponen pembentuk ekspor dalam PDRB, kegiatan ekspor antar daerah mampu tumbuh mencapai 19,2% (yoy), meski lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 23,2% (yoy). Sedangkan kegiatan ekspor luar negeri menurun hingga 22,4% (yoy), penurunan tersebut lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga menurun sebesar 17,3% (yoy) Ekspor Luar Negeri Ekspor Antar Daerah (10) (20) (30) Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Eksternal (yoy) Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah dalam PDRB Sumbar Volume Ekspor Non-Migas (sisi kanan) Nilai Ekspor Non-Migas (sisi kiri) ,400 1,200 1, Crude Palm Oil (sisi kiri) Crude Rubber (sisi kanan) Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Nilai dan Volume Ekspor Non- Migas Sumber: Bloomberg Grafik Rata-Rata Harga Internasional Crude Palm Oil (CPO) dan Karet Nilai ekspor non-migas mengalami penurunan meskipun secara volume justru mengalami peningkatan. Nilai ekspor non-migas pada posisi terakhir bulan Februari 2013 mencapai USD137,5 juta, atau menurun 3,0% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara dari sisi volume menunjukkan peningkatan 35,4% (yoy) menjadi sebesar 219,4 ribu ton. Penurunan nilai ekspor non-migas tidak terlepas dari trend penurunan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional, khususnya karet mentah. Harga karet mentah di pasar 13

23 Juta USD Ribu Ton Juta USD ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat internasional pada posisi terakhir di triwulan I rata-rata sebesar USD327,5 sen per kg, atau 20,2% lebih rendah dibandingkan level harga pada posisi yang sama tahun sebelumnya. Upaya pembatasan ekspor karet yang digagas oleh tiga negara anggota The International Tripartie Rubber Council (ITRC), yaitu Thailand, Malaysia dan Indonesia belum sepenuhnya efektif untuk mendongkrak kembali harga karet di pasar internasional. Hal yang sama juga terjadi pada harga minyak kelapa sawit mentah yang mengalami penurunan sebesar 30,4%, yaitu dari tahun sebelumnya rata-rata mencapai USD1.082,7 per metrik ton menjadi USD753,3 per metrik ton Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Volume (sisi kanan) Nilai (sisi kiri) Grafik Nilai dan Volume Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Volume(sisi kanan) Nilai (sisi kiri) Grafik Nilai dan Volume Ekspor Karet Mentah (Crude Rubber) Nilai ekspor komoditas ekspor utama, khususnya karet mentah, menunjukkan penurunan. Nilai ekspor karet mentah pada posisi terakhir bulan Februari mencapai USD22,2 juta, atau menurun 30,4% (yoy). Kondisi ini terjadi seiring melemahnya permintaan karet sebagai bahan baku ban mobil baik dari Amerika maupun Eropa terkait melemahnya industri otomotif akibat krisis ekonomi. Sedangkan nilai ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) mencapai USD99,8 juta atau meningkat 13,4% (yoy). Masih mampu meningkatnya nilai ekspor CPO karena diimbangi dengan peningkatan volume ekspor yang tinggi mencapai 53,4% (yoy) seiring dengan tersedianya stok produksi dari hasil masa panen sebelumnya, dan juga penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar alternatif biofuel. 14

24 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Nilai Ekspor Non-Migas Sumbar Menurut Negara Tujuan Masih belum pulihnya perekonomian Amerika dan Eropa menyebabkan melemahnya penyaluran ekspor dari Sumbar ke kawasan tersebut. Nilai ekspor non-migas Sumbar ke Amerika pada posisi terakhir bulan Februari 2013 mencapai USD18,9 juta, sementara ke Eropa sebesar USD2,6 juta, masing-masing mengalami penurunan 17,2% dan 86,7% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, masih kuatnya pertumbuhan ekonomi Cina dan India mampu menopang penyerapan ekspor dari Sumbar. Nilai ekspor non-migas ke Cina mencapai USD32,5 juta, sementara ke India sebesar USD40,6 juta, masingmasing menunjukkan peningkatan sebesar 133,3% dan 9,1% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu Impor Bergairahnya kondisi permintaan domestik mendorong masih tumbuh positifnya impor baik untuk pemenuhan bahan baku industri maupun konsumsi. Di tengah terus menurunnya pertumbuhan ekspor, kegiatan impor justru masih dapat tumbuh positif sebesar 1,7% (yoy) pada triwulan I-2013, lebih tinggi dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang sempat menurun 0,7% (yoy). Berdasarkan pembentukan impor dalam PDRB, kegiatan impor antar daerah menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari semula tumbuh 18,5% (yoy) menjadi 19,2% (yoy). Faktor pendorong peningkatan pertumbuhan ini seiring dengan maraknya perdagangan antar daerah terutama dalam pemenuhan pasokan pangan maupun barang konsumsi 15

25 Ribu Ton ribu Ton Persen Juta USD Ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat lainnya di Sumbar yang sebagian masih sebagian besar dipasok dari daerah lain. Sementara di sisi lain, impor luar negeri menurun 22,4% (yoy), atau mengalami penurunan lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya menurun 1,22% (yoy) seiring belum pulih sepenuhnya permintaan dunia. Nilai impor nonmigas Sumbar pada posisi terakhir di bulan Februari mencapai USD6,4 juta, atau menurun 84,2% (yoy) Volume Impor Non-Migas (sisi kanan) Nilai Impor Non-Migas (sisi kiri) Impor Luar Negeri Impor Antar Daerah (20) (40) Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Impor Non-Migas (60) Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Impor Antar Daerah dalam PDRB Sumbar India Cina Eropa ASEAN (sisi kanan) Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Volume Impor Non-Migas Sumbar Menurut Negara Asal Utama Dengan terus menurunnya kinerja ekspor dibandingkan impor menyebabkan net-ekspor (ekspor dikurangi impor) Sumbar terus berlanjut tumbuh negatif. Pertumbuhan net-ekspor Sumbar pada triwulan I menurun sebesar 17,2% (yoy), melanjutkan pertumbuhan negatif pada triwulan sebelumnya yang menurun 12,9% (yoy). Dampak pelemahan ekonomi dunia melalui jalur perdagangan ekspor-impor masih berdampak pada ekonomi Sumbar. 16

26 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 1.3. Perkembangan Sisi Penawaran Sumber: BPS, diolah Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Penawaran (yoy) Sektor Ekonomi I II III IV I Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa - jasa PDRB Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4.5% Jasa - jasa 16.7% Pertanian 22.8% Pertambangan & Penggalian 2.7% Pengangkutan & Komunikasi 15.6% Perdagangan, Hotel & Restoran 19.2% Bangunan 6.3% Industri Pengolahan 11.3% Listrik,Gas & Air Bersih 0.9% Sumber: BPS Grafik Kontribusi PDRB Menurut Sektor Ekonomi Sektor Pertanian Tingginya curah hujan sepanjang Januari-Maret menyebabkan produksi pertanian menjadi tidak optimal sehingga berdampak pada pelemahan pertumbuhan sektor pertanian. Sektor pertanian pada triwulan I-2013 hanya tumbuh 2,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,1% (yoy). Perlambatan pertumbuhan utamanya terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan dari semula tumbuh 6,8% (yoy) menjadi hanya tumbuh 0,7% (yoy). Berdasarkan Badan Meteorologi, Klimatologi 17

27 Ton Hektar Indeks Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat dan Geofisika (BMKG) menunjukkan terjadinya intensitas hujan yang tinggi di Sumbar sepanjang Januari-Maret, lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di sekitarnya seperti Riau, Jambi dan Kep. Riau. Tingginya curah hujan berdampak pada tidak maksimalnya produksi tanaman pangan. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumbar, produksi bawang merah sepanjang triwulan I (Januari-Maret) total mencapai 14,7 ribu ton, menurun 3,7% dibandingkan triwulan sebelumnya 15,3 ribu ton. Sementara itu, produksi bawang merah juga mengalami penurunan sebesar 4,1% dari 9,7 ribu ton menjadi 9,3 ribu ton. 10% 8% Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Sektor Pertanian Tanaman Pangan T. Perkebunan Rakyat NTP 6% 120 4% % 90 0% -2% Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian (yoy) Sumber: BPS Grafik Nilai Tukar Petani (NTP) 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 CABE MERAH BAWANG MERAH CABE MERAH BAWANG MERAH * * Sumber: Badan Ketahanan Pangan Grafik Produksi Cabe Merah dan Bawang Merah (Ton) Sumber: Badan Ketahanan Pangan Grafik Luas Panen Cabe Merah dan Bawang Merah (Hektar) Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan kendala pada produksi perkebunan. Berdasarkan hasil survei liaison Bank Indonesia, pelaku perkebunan karet mengatakan bahwa dengan curah hujan yang tinggi menyulitkan proses penyadapan karet yang umumnya masih dilakukan secara tradisional, mengingat perkebunan karet sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang kondusif juga berpengaruh terhadap kualitas Tandan 18

28 Rp/kg Persen Ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit. Subsektor tanaman perkebunan pada triwulan I hanya tumbuh 1,4% (yoy), meski pertumbuhannya berada pada level rendah, namun menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang negatif 1,4% (yoy). Curah hujan yang tinggi juga berdampak pada penurunan kegiatan pemupukan lahan perkebunan. Indikasi ini terlihat pada menurunnya volume impor pupuk. Pada posisi terakhir di triwulan I volume impor pupuk baru mencapai 742,4 ribu ton, masih jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai hingga 15,2 juta ton Sumber: BPS Rata-rata Harga Gabah GKP (sisi kiri) Peningkatan (yoy) (sisi kanan) Grafik Rata-Rata Harga Gabah Kualitas Gabah Kering Panen (GKP) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* Sumber: SEKDA, Bank Indonesia Grafik Volume Impor Pupuk Penurunan volume dan kualitas produksi pertanian berdampak pada tingkat pendapatan petani. Kualitas gabah yang kurang baik akibat curah hujan tinggi menyebabkan harga jual di tingkat penggilingan mengalami penurunan. Harga gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan pada bulan Maret rata-rata sebesar Rp4.160 per kg, atau menurun 2,5% dibandingkan rata-rata harga di awal tahun sebesar Rp4.267 per kg. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) untuk tanaman pangan pada triwulan I berada pada posisi 93,9, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 95, Sektor Industri Pengolahan Kuatnya permintaan dan konsumsi domestik mampu menyerap hasil produksi sektor industri dan memicu peningkatan pertumbuhan sektor industri secara umum. Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya dengan angka 19

29 Juta KWH Ribu Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat pertumbuhan mencapai 11,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,7% (yoy). Tingginya konsumsi rumah tangga mampu menyerap hasil produksi industri di pasar domestik dan mendorong peningkatan pertumbuhan subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dari 8,9% (yoy) menjadi 10,5% (yoy). Sejalan dengan itu, pertumbuhan subsektor industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki juga mengalami peningkatan dari 5,7% (yoy) menjadi 15,7% (yoy). 20% 15% Sektor Industri Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Industrial Supplies Not Elswhere Specified (Primary) Industrial Supplies Not Elswhere Specified (Processed) 10% Semen & Brg. Galian bukan logam % 100 0% -5% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* -10% Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (yoy) Sumber: BPS Grafik Volume Impor Bahan Baku Industri Primer 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% -2.0% -4.0% 5.4% Sumber: BPS 1.1% 2.1% 6.5% 10.5% 10.4% 4.4% I II III IV I II III IV I 8.8% -1.9% Grafik Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Sumber: PLN Grafik Penggunaan Listrik Sektor Industri (Energi Jual) Peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan sebagian besar didorong oleh peningkatan produksi industri manufaktur besar dan sedang. Hal ini mengingat skala produksinya yang lebih besar dibandingkan dibandingkan industri mikro dan kecil. Produksi industri manufaktur besar dan sedang secara keseluruhan pada triwulan I-2013 tumbuh 8,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,4% (yoy). Indikasi 20

30 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat peningkatan produksi ini terlihat pada peningkatan penggunaan energi listrik untuk kebutuhan kegiatan industri. Energi jual listrik untuk industri dibandingkan triwulan sebelumnya meningkat dari 66,4 juta kwh menjadi 70,8 juta kwh. Selain itu,impor bahan baku industri yang sudah diproses pada sepanjang triwulan I mencapai 274,04 ribu ton atau meningkat 35,4% (yoy). Secara umum, penerapan kebijakan terkait energi dan upah oleh pemerintah belum terlihat dampaknya pada penurunan produksi di sektor industri di awal tahun. Kebijakan peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan peningkatan Upah Minimum Propinsi (UMP) belum terlihat dampaknya secara signifikan pada penurunan produksi di sektor industri, terbukti dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan I-2013 yang masih mampu tumbuh hingga 11,8% (yoy). Jika melihat truktur biaya produksi kegiatan sektor industri di Sumbar berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan biaya produksi utama sebagian besar didominasi oleh bahan baku, yaitu sebesar 48,1% dari total biaya produksi, disusul biaya tenaga kerja 22,6%, dan sementara biaya energi sebesar 11,1%. Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik Struktur Biaya Produksi Kegiatan Sektor Industri di Sumatera Barat 21

31 Juta Ton Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) 35% 30% 25% 20% Sektor PHR Perdagangan Besar & Eceran Hotel Restoran Perdagangan Luar Negeri Perdagangan Dalam Negeri 15% 10% % 0% -5% -10% Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: PT Pelindo II Grafik Arus Barang di Pelabuhan Teluk Bayur Aktivitas perdagangan antar daerah menopang peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan sektor PHR mengalami peningkatan dari 8,8% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Aliran distribusi pemenuhan barang dan jasa antar daerah baik dengan daerah-daerah di dalam maupun di luar kawasan Sumatera mendorong peningkatan pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran dari semula tumbuh 8,8% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Kelancaran bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur menjadi salah satu faktor pendukung kegiatan distribusi perdagangan. Revitalisasi fasilitas Pelabuhan Teluk Bayur meski baru diresmikan, namun sudah terlihat potensi peningkatan arus barang. Pada sepanjang triwulan I jumlah arus barang perdagangan luar negeri di pelabuhan tersebut mencapai 950,6 ribu ton, atau meningkat 42,9% dibandingkan triwulan sebelumnya 665,1 ribu ton. 22

32 Persen Orang Persen (yoy) Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 70 18, ,000 14,000 12,000 Jumlah Wisman (sisi kiri) Pertumbuhan (yoy) (sisi kanan) , , ,000 4,000 2, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Grafik Tingkat Hunian Hotel Berbintang Sumber: BPS Grafik Jumlah Wisman Melalui Bandara Internasional Minangkabau dan Pelabuhan Teluk Bayur Sumbar semakin atraktif menjadi salah satu destinasi tujuan pariwisata. Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Sumbar semakin meningkat. Total wisman pada triwulan I mencapai orang, atau terjadi peningkatan 26,4% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya, sementara triwulan sebelumnya jumlah wisman baru mencapai orang. Diselenggarakannya beberapa kegiatan internasional dan juga tersedianya rute penerbangan dari luar negeri langsung ke Sumbar menunjang semakin terbukanya akses kunjungan wisata dari mancanegara. Meskipun bukan masa puncak (peak season), tingkat hunian hotel berbintang di Sumbar mampu mendekati 50%. Selain itu, semakin banyaknya hotel-hotel baru yang beroperasi di daerah destinasi wisata utama di Sumbar turut menggerakkan kegiatan subsektor hotel. Pada triwulan I subsektor hotel tumbuh 11,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,8% (yoy) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi melemah salah satunya seiring dengan jumlah penumpang yang menggunakan jasa penerbangan menurun. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2013 tumbuh 7,7% (yoy), melemah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,3% (yoy). Pada triwulan I bukan merupakan momentum puncak liburan, sehingga jumlah penumpang yang menggunakan jasa penerbangan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya meskipun sudah 23

33 Ribu Orang Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat dibuka beberapa rute baru dari Padang ke beberapa daerah lain baik ke Pekanbaru maupun Bandung. Jumlah penumpang domestik (termasuk kedatangan, keberangkatan maupun transit) pada triwulan I di Bandara Internasional Minangkabau mencapai 564,2 ribu orang, menurun 12,1% dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 642 ribu orang. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah penumpang internasional dimana pada triwulan I mengalami penurunan 65,5% dibandingkan triwulan sebelumnya dari semula 129,3 ribu orang menjadi 44,6 ribu orang. Terhambatnya jalur distribusi darat terkait pembatasan bahan bakar solar bersubsidi yang dimulai pada triwulan I-2013 turut menjadi faktor terjadinya perlambatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1 Tahun 2013 mengenai Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak menerapkan pembatasan penggunaan solar bersubsidi untuk kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan mulai per tanggal 1 Maret Pemberlakukan peraturan tersebut sempat terjadi kendala selama bulan Maret 2013 yakni antrian panjang truk-truk pengangkut di SPBU. Panjangnya antrian tersebut menyebabkan waktu tempuh distribusi membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan sebelumnya, serta mengurangi jam operasi moda transportasi angkutan. Subsektor pengangkutan untuk angkutan jalan raya pada triwulan I-2013 tumbuh melambat menjadi 7,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy). 16% 14% 12% Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sub-Sektor Pengangkutan Sub-Sektor Komunikasi Domestik (sisi kiri) Internasional (sisi kiri) Pertumbuhan (Domestik) Pertumbuhan (Internasional) 200% 150% 10% 8% % 6% % 4% 2% % 0% I II III IV I II III IV I II III IV I -50% Sumber: BPS Grafik Pertumbuhan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sumber; PT Angkasa Pura Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara International Minangkabau 24

34 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat BOKS 1 Kesepakatan Bersama Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Wilayah Sumatera Bagian Tengah Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Rakorwil TPID) Wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau) dengan nama kegiatan Central Sumatera Inflation Forum (CSIF) dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2013, bertempat di Gedung. Kegiatan ini diikuti oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sumatera Bagian Tengah, yang meliputi TPID Provinsi Sumatera Barat, TPID Kota Padang, TPID Kabupaten Solok, TPID Kota Solok, TPID Kabupaten Pasaman, TPID Provinsi Riau, TPID Kota Pekanbaru, TPID Kota Dumai, TPID Provinsi Jambi, TPID Kota Jambi, TPID Provinsi Kepulauan Riau, TPID Kota Batam, dan TPID Kota Tanjung Pinang. Kegiatan ini diawali dengan sambutan dari Gubernur Sumatera Barat yang sekaligus secara resmi membuka pertemuan tersebut. Acara dilanjutkan dengan keynote speech dari Kepala. Beberapa poin penting hasil pertemuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. TPID-TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Wilayah Sumatera Bagian Tengah berupaya untuk meminimalkan gangguan dari sisi pasokan dan distribusi terutama bahan pangan yang merupakan sumber utama tingginya inflasi di daerah. 2. TPID-TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Wilayah Sumatera Bagian Tengah akan membangun komunikasi dan jejaring untuk memperkuat koordinasi dan kerjasama dalam rangka stabilisasi harga, yaitu melalui pertemuan antara produsen di sentra produksi yang mengalami surplus produksi pangan dengan distributor dan pedagang di daerah yang mengalami defisit produksi pangan untuk mengevaluasi dan memperbaiki mata rantai distribusi bahan pangan. 3. Koordinasi antar TPID baik dalam provinsi maupun lintas provinsi di Wilayah Sumatera Bagian Tengah akan terus diintensifkan dalam pelaksanaan strategi pengendalian inflasi. Selain dalam bentuk yang selama ini telah dilakukan baik inspeksi pasar, gudang, distributor dan intervensi melalui operasi pasar atau pasar murah, ke depan diperlukan upaya yang lebih serius dalam penyediaan layanan dan media komunikasi terkait informasi harga untuk mengurangi disparitas harga baik antar produsen-konsumen maupun antar daerah akibat terjadinya informasi yang tidak berimbang (asimetris) mengenai harga dan pasokan pangan. 25

35 Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat 4. Masing-masing TPID terutama di tingkat Provinsi di Wilayah Sumatera Bagian Tengah akan secara lebih konkrit untuk mewujudkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dengan menyesuaikan kondisi dan karakteristik kebutuhan daerahnya masing-masing. Ke depannya, diperlukan PIHPS yang terintegrasi dengan semua daerah di Wilayah Sumatera Bagian Tengah, termasuk dalam menggambarkan pemetaan jalur distribusi dan kondisi pasokan. 5. Monitoring harga dalam rangka PIHPS dapat memanfaatkan informasi harga baik di tingkat produsen maupun konsumen yang selama ini telah dilakukan oleh beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. 6. TPID-TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Wilayah Sumatera Bagian Tengah berupaya untuk meminimalkan dampak kebijakan pemerintah pusat terkait dengan harga, khususnya bahan bakar minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL), maupun komoditas energi dan bahan bakar lainnya. 7. TPID-TPID baik di tingkat Provinsi di Wilayah Sumatera Bagian Tengah akan membantu menginisiasi terbentuknya TPID-TPID di Kabupaten/Kota di dalam wilayahnya sebagai bagian dari upaya yang lebih serius dalam pengendalian inflasi di daerah. 26

36 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL Memasuki tahun 2013, pergerakan inflasi kota Padang cenderung meningkat, dengan inflasi sebesar 6,5% (yoy). Kondisi ini terutama bersumber dari meningkatnya tekanan inflasi dari sisi penawaran akibat kenaikan harga kelompok bahan makanan terkait kurangnya pasokan seiring dengan produksi tanaman yang kurang optimal akibat curah hujan yang tinggi sepanjang triwulan I-2013, serta kebijakan pemerintah mengenai pembatasan impor produk hortikultura. Sementara tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif minimal. Penurunan harga emas internasional juga turut berkontribusi pada minimalnya inflasi dari sisi permintaan. Kenaikan inflasi pada triwulan I-2013 juga diiringi dengan kenaikan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi, terutama terkait dengan implementasi peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang dilakukan secara bertahap, serta berbagai kebijakan pemerintah terkait pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi maupun rencana peningkatan harga ke depannya Perkembangan Inflasi Kota Padang Di awal tahun 2013, inflasi tahunan kota Padang menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Inflasi kota Padang pada triwulan I-2013 berada pada level yang cukup tinggi yakni mencapai 6,5% (yoy)dan berada di atas rata-rata inflasi selama 4 tahun terakhir ( ) yang mencapai 5,5%. Pergerakan inflasi kota Padang ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang meningkat dengan tingkat inflasi sebesar 5,9% (yoy). Tekanan inflasi didominasi oleh sisi penawaran. Kondisi ini terutama disebabkan oleh adanya gangguan pasokan bahan makanan khususnya pada subkelompok bumbu-bumbuan, sementara tekanan permintaan relatif terjaga. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami kenaikan 27

37 persen (%) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional yang signifikan di triwulan I-2013 yakni dari 0,3% (yoy) menjadi 9,0% (yoy). Beberapa komoditas yang mendorong kenaikan inflasi adalah bawang merah, cabe merah, dan bawang putih. 20 BBM Naik 15 BBM Naik BBM Turun 10 Padang 5 Nasional 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Nasional Padang * Mulai menggunakan tahun dasar 2007 Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (yoy) Sementara itu, tekanan dari sisi permintaan relatif stabil dan cenderung menurun. Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK), ekspektasi masyarakat terhadap inflasi masih cenderung meningkat. Indeks ekspektasi konsumen (IEK) meningkat dari 105,7 pada akhir triwulan IV-2012 menjadi 122,2 pada akhir triwulan I Menurunnya tekanan inflasi dari sisi permintaan terindikasi pula dari inflasi inti yang melambat, yaitu dari 5,3% pada triwulan IV-2012 menjadi 4,5% (yoy) 1. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh tren pergerakan harga emas internasional yang terus menurun. Inflasi kelompok sandang pada triwulan ini mencapai 4,1% (yoy), turun dari sebelumnya 6,95% (yoy) pada triwulan IV Inflasi triwulanan kota Padang juga mengalami peningkatan. Inflasi triwulanan kota Padang naik dari 1,0% (qtq) pada triwulan IV-2012 menjadi 2,3% 1 Inflasi inti adalah inflasi komoditas yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan hargaharga secara umum dan lebih bersifat permanen/menetap. 28

38 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop 2010 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Bab II : Perkembangan Inflasi Regional (qtq) pada triwulan I Kenaikan ini bersumber dari kenaikan inflasi yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan mencapai 5,5% (qtq), dari sebelumnya 1,3% (qtq). Kenaikan ini antara lain disebabkan oleh pasokan bumbubumbuan yang relatif terbatas akibat gangguan produksi dari daerah penghasil karena faktor cuaca. Laju kenaikan inflasi pada triwulan ini tertahan oleh pergerakan harga pada kelompok sandang yang terus menurun hingga terjadi deflasi sebesar 2,1% (qtq) Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga yoy (%) Nasional Padang Pakanbaru Batam Jambi Dumai Tanjung Pinang Sumber : BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga (yoy) Inflasi tahunan di beberapa kota di wilayah Sumatera Bagian Tengah lebih tinggi dibandingkan nasional. Pada periode laporan, inflasi tahunan kota Padang merupakan yang tertinggi dibandingkan seluruh kota di wilayah Sumbagteng dan lebih tinggi dibandingkan nasional, yakni mencapai 6,5% (yoy), diikuti oleh Jambi dengan inflasi sebesar 6,1% (yoy). Di sisi lain, meski mengalami kenaikan, namun inflasi di kota-kota lainnya berada di bawah inflasi nasional, dengan tingkat inflasi tahunan terendah terjadi di kota Batam sebesar 3,0% (yoy). Sementara inflasi di kota-kota lainnya berada pada level 5%, dengan inflasi kota Dumai sebesar 5,6%(yoy), Pekanbaru sebesar 5,4% (yoy), dan Tanjung Pinang sebesar 5,1% (yoy). 29

39 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Inflasi triwulanan di semua wilayah Sumbagteng memiliki pola pergerakan yang meningkat. Inflasi triwulanan tertinggi di wilayah Sumbagteng terjadi di kota Pekanbaru dengan inflasi sebesar 2,6% (qtq) diikuti oleh Padang sebesar 2,3% (qtq) dan Jambi sebesar 2,08% (qtq), sedangkan inflasi di kota-kota lainnya berada di bawah 2%. Dalam hal ini, inflasi triwulanan terendah terjadi di kota Batam dengan inflasi sebesar 1,2% (qtq). Sementara inflasi di kota Dumai mencapai 1,7% dan Tanjung Pinang sebesar 1,8% (qtq) Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa Inflasi Tahunan Sebagian besar pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa cenderung meningkat di triwulan I Inflasi tahunan kota Padang yang cukup tinggi di triwulan I-2013 terutama bersumber dari kenaikan inflasi yang signifikan pada kelompok bahan makanan yang tercatat mengalami inflasi sebesar 9,0% (yoy), naik dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 0,3% (yoy). Kelompok ini pun memberikan andil inflasi terbesar mencapai 2,7%. Kelompok lain yang juga memberikan andil inflasi cukup tinggi adalah kelompok makanan jadi yaitu mencapai 1,6%, dengan inflasi sebesar 8,5% (yoy). Sementara itu, beberapa kelompok lainnya tercatat mengalami inflasi yang melambat, yaitu kelompok sandang, kelompok transport, kelompok kesehatan, dan kelompok perumahan. Namun demikian, perlambatan ini belum mampu menahan laju kenaikan inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, sehingga secara umum inflasi kota Padang pada triwulan ini bergerak naik dan berada pada level yang cukup tinggi. Gangguan pasokan bahan makanan membuat pergerakan inflasi tahunan kelompok bahan makanan cenderung meningkat. Kenaikan inflasi kelompok bahan makanan terutama bersumber dari inflasi yang sangat tinggi pada subkelompok bumbu-bumbuan mencapai 58,2% (yoy). Subkelompok ini memberikan andil terhadap inflasi sebesar 1,5%. Komoditas utama yang mendorong kenaikan inflasi adalah bawang merah dan bawang putih. Dengan kenaikan harga mencapai 101,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, komoditas bawang merah memberikan andil inflasi sebesar 0,7%. 30

40 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Sementara itu, kenaikan harga komoditas bawang putih mencapai 258,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,3%. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan Bank Indonesia, rata-rata harga bawang merah di triwulan I-2013 naik sebesar 12,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh terganggunya produksi bawang merah akibat curah hujan yang cukup tinggi selama triwulan I Di sisi lain, kenaikan harga bawang putih disebabkan oleh keterbatasan pasokan akibat kebijakan pemerintah untuk membatasi impor pada beberapa komoditas termasuk bawang putih. Dari sisi permintaan, tekanan inflasi masih relatif terjaga. Meski konsumsi masyarakat pada triwulan ini cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya daya beli masyarakat terkait dengan kenaikan upah minimum regional (UMR), namun tekanan terhadap inflasi masih relatif stabil. Hal ini terindikasi dari pergerakan inflasi inti yang cenderung menurun, dari 5,3% (yoy) pada triwulan IV-2012 menjadi 4,5% (yoy) pada triwulan I Sementara itu, hasil survei konsumen menunjukkan adanya kenaikan indeks pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bulan yang lalu dari sebelumnya 167,5 pada periode yang sama tahun 2012 menjadi 180,5. Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %) Kelompok Barang & Jasa Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM / TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Sumber : BPS Sumbar, diolah. Sementara itu, pergerakan inflasi kelompok sandang terus cenderung menurun. Inflasi kelompok sandang pada triwulan I-2013 mencapai 4,1%, turun dari sebelumnya 6,9% (yoy) pada triwulan IV Penurunan ini terutama bersumber dari melambatnya pergerakan indeks harga pada subkelompok barang pribadi dan sandang lain yaitu dari 14,5% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari perkembangan harga emas, terutama harga emas dunia yang masih 31

41 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional terus bergerak turun selama triwulan I Pada triwulan ini harga emas di pasar internasional kembali menunjukkan adanya penurunan sebesar 5,5% yakni dari rata-rata sebesar USD1.685,8 per OZ pada triwulan IV-2012 menjadi USD1.593,6 per OZ. Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, harga rata-rata emas perhiasan (24 karat) pada triwulan I telah mengalami penurunan sebesar 9,5% dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari rata-rata Rp per gram menjadi Rp per gram Inflasi Triwulanan Inflasi triwulanan pada periode laporan mengalami peningkatan. Inflasi triwulanan kota Padang pada periode laporan tercatat sebesar 2,3% (qtq), naik dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,0% (qtq). Kenaikan ini terutama bersumber dari kenaikan harga yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan, dari sebelumnya 1,3% (qtq) menjadi 5,5% (qtq). Demikian pula kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami kenaikan indeks harga yaitu dari 0,5% menjadi 1,5% (qtq). Sementara itu kelompok sandang tercatat mengalami deflasi sebesar 2,1% (qtq), turun signifikan dari triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 1,5% (qtq), sedangkan inflasi pada kelompok pengeluaran lainnya relatif stabil. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM / TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Sumber : BPS Sumbar, diolah. Kenaikan indeks harga yang terjadi pada kelompok bahan makanan sejalan dengan kenaikan indeks harga yang signifikan pada subkelompok bumbu-bumbuan. Pada triwulan laporan, subkelompok bumbu-bumbuan tercatat mengalami lonjakan inflasi, yaitu dari 6,3% (qtq) pada triwulan IV-2012 menjadi 35% (qtq). Inflasi pada triwulan ini jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi 32

42 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional pada triwulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 35,4% (qtq). Subkelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 1,03%. Dilihat secara bulanan, inflasi pada kelompok bahan makanan terutama terjadi pada bulan Januari yang mencapai 3,8% (mtm), namun terus menurun menjadi 1,1% (mtm) pada bulan Februari dan 0,6% (mtm) pada bulan Maret Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi suplai atau pasokan yang terbatas akibat terganggunya produksi dan distribusi pasokan, sementara permintaan relatif stabil. Inflasi mtm, % Bawang Merah Bawang Putih Cabe Merah Inflasi mtm, % Sumber: BPS, diolah Grafik Pergerakan Indeks Harga Bawang Merah, Bawang Putih dan Cabe Merah dalam Kelompok Bahan Makanan Komoditas utama penyumbang inflasi pada triwulan laporan adalah bawang merah, cabe merah, dan bawang putih. Ketiga komoditas ini memberikan andil inflasi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1,02%. Kenaikan harga bawang merah yang mencapai 67,7% (qtq) terutama dipicu oleh adanya gangguan produksi di daerah penghasil utama di Jawa akibat tingginya curah hujan selama triwulan I Sebagian besar pasokan bawang merah di Sumatera Barat masih harus didatangkan dari luar daerah khususnya Jawa. Sejak Januari hingga Maret 2013, harga bawang merah terus menunjukkan adanya kenaikan. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) menunjukkan bahwa harga bawang merah di pasar terus bergerak naik dari rata-rata Rp per kg pada Januari 2013 menjadi Rp per kg pada Maret Selain karena dampak kendala produksi, kelancaran angkutan distribusi pangan yang kurang lancar akibat tersendatnya antrian truk-truk pengangkut untuk mendapatkan solar bersubsidi 33

43 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional di SPBU berdampak pada tingginya harga bawang merah pada akhir bulan Maret Sementara itu, meski mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Januari 2013, namun pergerakan harga cabe merah mulai membaik pada bulan berikutnya. Di bulan Januari, kenaikan harga cabe merah mencapai 48,4% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya, dan terus menurun hingga terjadi deflasi di bulan Maret 2013 sebesar 16,8% (mtm). Selain karena berkurangnya luas tanam, tingginya gelombang laut dan cuaca buruk juga mengakibatkan keterlambatan pengiriman pasokan dari Jawa melalui transportasi laut. Kurangnya pasokan di awal tahun ini dapat diindikasikan dari rata-rata harga cabe merah di tingkat petani/produsen pada beberapa daerah sentra penghasil di Sumbar yang menunjukkan adanya kenaikan signifikan sebesar 58,7%, yaitu dari sebelumnya Rp per kg menjadi Rp per kg (data Kementerian Pertanian). Di sisi lain, hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) di tingkat pedagang juga menunjukkan pergerakan harga yang meningkat sebesar 14,9%, dengan tingkat harga sebesar Rp per kg. Secara triwulanan, kenaikan harga cabe merah mencapai 25,6% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 52,5% (qtq). Komoditas ini memberikan andil inflasi sebesar 0,4%. Di sisi lain, kenaikan harga bawang putih disebabkan oleh keterbatasan pasokan sebagai dampak kebijakan pemerintah untuk membatasi impor bawang putih. Terhambatnya ijin impor bawang putih di Pelabuhan Belawan juga turut mempengaruhi kenaikan harga komoditas bawang putih. Kenaikan harga bawang putih yang sangat signifikan mulai terjadi di bulan Februari 2013 yaitu mencapai 28,5% (mtm), jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga pada bulan sebelumnya yang mencapai 3,3% (mtm). Secara triwulanan, komoditas ini mengalami kenaikan harga hingga mencapai 69,1% (qtq), dengan andil inflasi terbesar ketiga sebesar 0,2%. 34

44 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Bahan Makanan Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Sumber : BPS Sumbar, diolah. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok makanan jadi masih relatif stabil. Namun demikian, inflasi pada kelompok ini masih berada pada level di atas 1% yaitu mencapai 2,0% (qtq), relatif stabil dari sebelumnya 1,9% (qtq). Inflasi terutama terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mencapai 4,1% (qtq) dengan andil inflasi sebesar 0,2% dan subkelompok makanan jadi sebesar 1,2% (qtq) dengan andil inflasi sebesar 0,1%. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap peningkatan indeks harga pada subkelompok ini adalah rokok kretek sebesar 0,2%, rokok putih sebesar 0,1%, dan rokok kretek filter sebesar 0,04%. Kenaikan harga rokok ini tidak terlepas dari adanya kenaikan cukai rokok di tahun Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol Sumber : BPS Sumbar, diolah. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat terutama didorong oleh kenaikan subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Pada triwulan laporan, kenaikan indeks harga pada subkelompok ini mencapai 2,97% (qtq), terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik yang diterapkan secara berkala pada tahun Kenaikan tarif listrik 35

45 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional sebesar 15% yang dilakukan secara bertahap selama empat kali di 2013 menyebabkan terjadinya inflasi pada komoditas tarif listrik sebesar 3,1% (qtq), dengan andil inflasi sebesar 0,1%. Sementara itu, inflasi yang meningkat juga terjadi pada subkelompok biaya tempat tinggal, yaitu mencapai 1,1% (qtq). Hal ini terkait dengan kenaikan upah tukang bukan mandor, dengan inflasi mencapai 5,6% (qtq) dan memberikan andil inflasi sebesar 0,1%. Selain dipengaruhi oleh kenaikan UMP Sumbar 2013 sebesar 17,4% atau mencapai Rp , per bulan, kenaikan tarif tukang ini juga dipengaruhi oleh sisi permintaan, mengingat banyaknya pembangunan properti dan infrastruktur di Kota Padang yang sebagian besar tukang bangunannya berasal dari Jawa. Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga Sumber : BPS Sumbar, diolah. Pergerakan indeks harga kelompok sandang terus menurun. Pada triwulan ini, kelompok sandang tercatat mengalami deflasi sebesar 2,1% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang terjadi inflasi sebesar 1,5% (qtq) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,5% (qtq). Deflasi ini terutama bersumber dari deflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lain yang pada triwulan ini mencapai 7,4% (qtq) dan subkelompok sandang anak-anak yang mencapai 0,1% (qtq). Emas perhiasan masih menjadi komoditas utama yang mempengaruhi pergerakan indeks harga pada subkelompok ini. Penurunan indeks harga emas perhiasan di triwulan laporan tercatat sebesar 8,9% (qtq), dan memberikan andil deflasi sebesar 0,2%. Hal ini sejalan dengan pergerakan harga emas internasional yang sedikit menurun di akhir periode laporan sebesar 5,5% (qtq). Sejak Januari hingga Maret 2013, harga emas perhiasan terus menunjukkan adanya penurunan dan tercatat mengalami deflasi, dengan deflasi terbesar terjadi pada bulan Maret yaitu mencapai 5,0% (mtm). Secara triwulanan, komoditas ini memberikan andil deflasi sebesar 0,2%, sehingga dapat menahan laju inflasi kelompok sandang. 36

46 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Sandang Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain Sumber : BPS Sumbar, diolah. Inflasi pada kelompok kesehatan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Hal ini sejalan dengan pergerakan indeks harga subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang cenderung meningkat, sementara subkelompok lainnya relatif stabil. Komoditas utama yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan indeks harga subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika antara lain adalah pasta gigi, bedak, shampo, dan sikat gigi. Secara keseluruhan, kelompok kesehatan tercatat mengalami inflasi yang rendah sebesar 0,7% (qtq), dengan andil inflasi sebesar 0,03%. Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika Sumber : BPS Sumbar, diolah. Pergerakan indeks harga kelompok pendidikan pada triwulan laporan relatif stabil. Meski inflasi secara tahunan masih berada pada level yang tinggi dan mencapai dua digit atau sebesar 12,3% (yoy), namun secara triwulanan inflasi pada kelompok relatif stabil dibawah 1% atau mencapai 0,4% (qtq). Beberapa subkelompok yang mengalami inflasi adalah subkelompok kursus-kursus/pelatihan sebesar 2,2% (qtq) dan subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan sebesar 1,8% (qtq). Hal ini terkait dengan kenaikan biaya bimbingan belajar dan bukubuku pelajaran sekolah untuk SD hingga SMA, sebagai persiapan untuk menghadapi ujian akhir nasional yang dilaksanakan pada triwulan II Kedua 37

47 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional subkelompok tersebut memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01% dan 0,02%. Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Pendidikan Kursus-kursus / Pelatihan Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga Sumber : BPS Sumbar, diolah. Kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami kenaikan inflasi yang relatif rendah pada triwulan I-2013 sebesar 0,9% (qtq). Kenaikan ini bersumber dari kenaikan harga pada subkelompok transpor, terutama didorong oleh kenaikan harga mobil sebesar 6,2% (qtq). Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman tercatat mengalami deflasi sebesar 0,9%, terkait dengan turunnya harga telepon seluler. Tabel Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I Transp, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Sumber : BPS Sumbar, diolah Disagregasi Inflasi Disagregasi (pembagian) inflasi menunjukkan bahwa pergerakan inflasi tidak hanya bisa dikendalikan melalui sisi permintaan, namun juga di sisi penawaran. Inflasi di Kota Padang berdasarkan pembagian melaui subkelompok, core inflation (inflasi inti) yang sebagian besar mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, berkontribusi sebesar 51,11% terhadap pembentukan inflasi. Sementara dari sisi penawaran, volatile food yang sebagian besar terdiri dari sub- 38

48 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional kelompok barang bahan pangan berkontribusi sebesar 24,74% terhadap pembentukan inflasi. Selain itu masih dari sisi penawaran, pembentukan inflasi juga dipengaruhi oleh sub-kelompok yang pergerakan harganya sangat terkait dengan kebijakan pemerintah baik mengenai dalam penentuan harga bahan bakar minyak (BBM), gas, Tarif Tenaga Listrik (TTL), maupun cukai barang tertentu yang secara keseluruhan berkontribusi sebesar 24,11% terhadap pembentukan inflasi. Dengan demikian, total 48,89% pembentukan inflasi berasal dari pergerakan di sisi penawaran. Inflasi (%-yoy) Inflasi IHK (yoy) Core Volatile Food Administered Price Inflasi IHK (yoy) Core Volatile Food Administered Price Sumber: BPS (diolah) Grafik Perkembangan Disagregasi Inflasi Pergerakan inflasi inti (core) pada posisi terakhir di triwulan I-2013 menunjukkan pergerakan yang moderat. Inflasi inti pada triwulan I-2013 sebesar 4,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pada posisi terakhir di 2012 yang sebesar 5,3% (yoy). Masih relatif terjaganya pergerakan inflasi inti seiring dengan tidak banyaknya peningkatan konsumsi rumah tangga yang sangat tinggi di awal tahun. Tingginya permintaan umumnya terkait dengan momen tertentu seperti saat perayaan hari raya maupun masa liburan sekolah. Pergerakan harga subkelompok makanan jadi dan sandang masih relatif stabil hingga akhir triwulan I Meskipun kapasitas produksi kegiatan usaha berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menunjukkan terjadinya penurunan menjadi 59,8% dari triwulan sebelumnya yang mencapai 75,1%, namun hal ini masih dapat memenuhi tingkat permintaan yang cenderung meningkat, terlihat pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasi Survei Konsumen Bank Indonesia 39

49 Persen Indeks Bab II : Perkembangan Inflasi Regional yang meningkat sepanjang triwulan IV-2012 dan triwulan I-2013 dari 96,7 menjadi 115, III IV I II III IV I II III IV I Sumber: SKDU, Bank Indonesia Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Kegiatan Usaha di Sumbar Indeks Keyakinan Konsumen 60 Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 40 Indeks Ekspektasi Konsumen 20 Baseline (Batas Positif) - I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Grafik Survei Konsumen Sementara di sisi lain dari sisi penawaran, pergerakan inflasi dari kelompok komoditas yang harganya ditentukan oleh pemerintah (administered price) berada pada level tinggi. Inflasi administered price pada triwulan I-2013 mencapai 7,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,5%. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya inflasi administered price antara lain akibat kebijakan peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap yang telah dimulai awal tahun, dan pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi khususnya solar. Tabel Skema Pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun

50 Sumatera Barat Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Penerapan peraturan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi memberikan dampak pada panjangnya antrian kendaraan pengangkutan di SPBU. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1 Tahun 2013 mengenai Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak menerapkan pembatasan penggunaan solar bersubsidi untuk kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan mulai per tanggal 1 Maret Peraturan dikecualikan bagi usaha perkebunan rakyat yang mengelola kurang dari 25 hektar area perkebunan, bagi pertambangan rakyat dan juga hutan rakyat. Sehubungan dengan mekanisme teknis di lapangan yang kurang berjalan dengan baik, maka mengakibatkan terjadinya antrian panjang truk-truk pengangkut. Kondisi ini terjadi terutama salah satunya disebabkan oleh pelaku usaha di sektor yang ditargetkan dalam pembatasan penggunaan solar bersubsidi belum melakukan perubahan dalam penambahan biaya ongkos angkut, sehingga supir truk pengangkut tetap berupaya mendapatkan solar bersubsidi. Kebijakan tersebut turut berdampak pada truk-truk pengangkut bahan pangan yang ikut terjebak antrian untuk memperoleh solar bersubsidi sehingga waktu tempuh distribusinya menjadi relatif lebih lama. Wilayah Tabel Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi di Sumbar 2012 KUOTA APBN-P TAHAP III REAL Ytd 31 DES 2012 REAL vs KUOTA (%) Premium Kerosene Solar Premium Kerosene Solar Premium Kerosene Solar 1 Kab. Agam 43,593 6,882 21,237 44,300 6,900 20, Kab. Dharmas Raya 44,002 5,003 50,089 45,328 4,970 62, Kab. Kep. Mentawai 3,620 3,186 1,936 3,288 3,150 1, Kab. Lima Puluh Koto 34,683 7,622 23,891 34,752 7,570 23, Kab. Padang Pariaman 43,005 7,063 24,419 44,326 7,045 23, Kab. Pasaman 23,491 4,950 12,908 23,416 4,895 11, Kab. Pasaman Barat 52,805 9,591 28,210 52,870 9,450 27, Kab. Pesisir Selatan 50,214 13,458 24,934 50,626 13,430 24, Kab. Sawah Lunto SJJ 38,318 6,709 42,327 36,896 6,640 45, Kab. Solok 16,602-16,485 18,202-15, Kab. Solok Selatan 15,115 1,904 10,652 14,786 2,010 10, Kab. Tanah Datar 24,619 5,313 8,167 25,482 5,335 8, Kodya Bukit Tinggi 35,692 13,244 9,520 36,162 13,185 9, Kodya Padang 177,988 52,656 80, ,878 52,525 78, Kodya Padang Panjang 13,890 10,029 4,634 14,048 9,780 3, Kodya Payakumbuh 30,032 5,479 10,628 30,158 5,445 10, Kodya Sawah Lunto 9,245 2,611 7,826 9,324 2,580 8, Kota Pariaman 19,110 6,882 6,041 18,265 6,825 4, Kota Solok 30,320 12,317 23,804 28,084 11,680 18, SUMBAR 706, , , , , , Sumber: Pertamina Di sisi lain, kuota solar bersubsidi untuk 2013 di Sumbar lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kuota solar bersubsidi untuk 2013 di Sumbar sebesar 373,1 ribu kilo liter atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 41

51 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional sebesar 408,4 ribu kilo liter. Sementara realisasi penggunaan solar bersubsidi hingga bulan Maret 2013 dibandingkan kuotanya sudah mencapai 110,9%. Sebaran SPBU-SPBU penyedia solar non-subsidi maupun BBM non-subsidi (Pertamax) juga masih sangat terbatas dan tidak merata di seluruh 19 kab/kota di Sumbar. Tabel Kuota dan Realisasi BBM Bersubsidi di Sumbar per Maret 2013 BBM Bersubsidi Kuota 2013 Kuota s.d. 12 Maret 2013 Realisasi s.d. 12 Maret 2013 % Realisasi s.d. 12 Maret 2013 Premium 721, , , % Solar 373, , , % Sumber: Pertamina Tabel Sebaran Lokasi SPBU yang Menyediakan BBM Non-Subsidi di Sumbar No Kota/Kab SPBU BBM Non-Subsidi Pertamax Solar Non-Subsidi 1 Padang Bukittinggi Agam 4 4 Tanah Datar Kota 2 6 Sawah Lunto Padang Pariaman Pariaman 1 9 Pesisir Selatan Kota Solok 2 11 Kab Solok Solok Selatan Dharmasraya 1 7 Total Sumber: Pertamina Rencana peningkatan harga gas elpiji 12 kg sudah direspon melalui peningkatan harga. Rencana akan dinaikkannya harga elpiji 12 kg dari Rp menjadi Rp pada triwulan I-2013 sudah direspon oleh para penjual dengan peningkatan harga, meskipun belum ada pengumuman kenaikan harga secara menyesuaikan ekspektasi kebijakan untuk peningkatan harga. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk announcement effect (dampak pengumuman), yaitu dimana dampak sudah terjadi ketika rencana kebijakan baru diumumkan, padahal belum secara resmi dilaksanakan. 42

52 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Grafik Prakiraan Curah Hujan Januari-Maret 2013 Januari Februari Maret Tingginya curah hujan serta beberapa kebijakan terkait pembatasan impor bahan pangan berdampak pada tingginya kenaikan inflasi volatile food. Komoditas pangan bergejolak (volatile food) mengalami inflasi mencapai 8,9% (yoy) pada triwulan I-2013, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mengalami deflasi 0,2% (yoy). Berdasarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) curah hujan di Sumbar sepanjang Januari- Maret berada pada intensitas tinggi. Kebijakan Kementerian Pertanian RI mengenai pembatasan impor hortikultura berdampak pada meningkatnya komoditas bawang merah dan bawang putih di pasaran. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, rata-rata harga bawang merah pada akhir triwulan I-2013 mencapai Rp25.050/kg, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang rata-rata Rp20.238/kg. Tingginya curah hujan juga menyebabkan pasokan cabe merah dari Jawa mengalami kendala. Harga cabe merah pada triwulan I rata-rata mencapai Rp30.575/kg, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp26.700/kg. Peningkatan harga subkelompok bumbu-bumbuan yang mencapai 58,2% (yoy) menjadi salah satu sumber utama pendorong tingginya inflasi volatile food pada triwulan I

53 Persen (yoy, %) Bab II : Perkembangan Inflasi Regional Administered Price Volatile Food Core I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS (diolah) Grafik Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi terhadap Pembentukan Inflasi Umum Kebijakan pembatasan impor daging sapi juga berdampak pada tingginya harga daging sapi di pasaran. Kebijakan Kementerian Pertanian dalam membatasi masuknya daging sapi impor ternyata berdampak pada kenaikan harga daging sapi, dimana puncak harga tertinggi di akhir triwulan I mencapai Rp /kg, lebih tinggi dibandingkan rata-rata harga daging sapi pada triwulan sebelumnya Rp77.088/kg. Peningkatan harga subkelompok daging dan hasil-haslinya mencapai 7,9% (yoy) pada triwulan I Baik tekanan harga dari kelompok hortikultura maupun daging sapi turut memperbesar kontribusi volatile food terhadap pembentukan inflasi secara umum. 44

54 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional BOKS 2 : Rakornas TPID 2013 : Memperkuat Kerjasama Daerah Untuk Meningkatkan Perekonomian Domestik & Menjaga Stabilitas Harga Untuk Kesejahteraan Masyarakat Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. Boediono, M.Ec, didampingi oleh Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution, dan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) keempat, pada 8 Mei 2013, di Jakarta. "Melalui Rakornas ini diharapkan TPID dapat terus berkoordinasi dan melakukan berbagai kebijakan terutama untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas perekonomian, memitigasi potensi risiko gangguan pasokan, memperluas akses informasi harga serta berupaya mengelola ekspektasi inflasi agar searah dengan pencapaian sasaran inflasi yang rendah dan stabil untuk kepentingan masyakarakat luas", demikian Darmin Nasution, dalam laporannya mewakili Pokjanas TPID. Tema yang diangkat pada Rakornas keempat ini adalah "Memperkuat Kerjasama Daerah Untuk Meningkatkan Perekonomian Domestik dan Menjaga Stabilitas Harga untuk Kesejahteraan Masyarakat". Semakin kompleksnya tantangan dalam pengendalian inflasi ke depan membutuhkan sinergitas kebijakan dan kerjasama antar daerah mengingat tidak ada satu daerah yang dapat memenuhi sendiri semua kebutuhannya. Hingga saat ini, TPID telah terbentuk di seluruh provinsi. Sementara pada tingkat kabupaten/kota, TPID telah terbentuk di 53 kota dari 66 kota yang merupakan basis penghitungan inflasi oleh BPS. Jumlah TPID tersebut bertambah dari tahun lalu yang berjumlah 44 TPID. Kesadaran Pemerintah Daerah akan pentingnya menjaga stabilitas harga dan manfaat koordinasi dalam wadah TPID, telah mendorong 9 (sembilan) kabupaten/kota yang bukan merupakan basis penghitungan inflasi IHK nasional untuk turut membentuk TPID, yaitu Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tangerang Selatan, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Barito Selatan. 45

55 Bab II : Perkembangan Inflasi Regional "Ke depan, dengan adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 027 tahun 2013, TPID akan berada di seluruh kabupaten/kota di Indonesia sehingga peran TPID akan semakin strategis terutama dalam upaya pengembangan ekonomi domestik dan stabilitas harga yang mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional", demikian Darmin menambahkan. Untuk memperluas dan memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai informasi khususnya harga bahan pokok, sepanjang tahun 2012 beberapa TPID telah mengembangkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) baik dalam bentuk kajian, papan pengumuman di pasar maupun pembentukan laman yang dapat diakses masyarakat melalui internet. Hal ini seperti yang telah dilakukan oleh TPID Jawa Barat dengan Portal Informasi Harga Pangan (Priangan)-nya, TPID Jawa Timur dengan nama SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok), ataupun TPID Jawa Tengah yang telah membuat SiHaTi (Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi). Kehadiran PIHPS tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi tawar petani dan konsumen serta memperkecil kesenjangan informasi. Ke depan, proses pengembangan PIHPS akan diintegrasikan secara nasional yang pada saat ini sedang terus diupayakan Pokjanas TPID melalui kerjasama dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian serta Pemerintah Daerah. Sejumlah langkah lanjutan akan dilakukan dalam rangka mendorong perekonomian domestik dan menjaga stabilitas harga, antara lain melalui penguatan sinergi kebijakan perencanaan dan anggaran antar Pemerintah Daerah. Selain itu, upaya berkesinambungan juga akan ditempuh untuk mendorong penguatan kerjasama antar daerah. Dalam kaitan ini, langkah-langkah koordinasi antar TPID, baik dalam satu wilayah maupun antar wilayah, yang telah dilakukan selama ini perlu semakin ditingkatkan. 46

56 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja bank umum di Sumatera Barat pada triwulan I-2013 mengalami perlambatan pertumbuhan, baik dari sisi aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun penyaluran kreditnya. Pertumbuhan aset sedikit melambat dari triwulan sebelumnya 17,8% (yoy) menjadi 15,5% (yoy). Di sisi lain jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh melambat dari 9,8% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Penyebab perlambatan DPK terutama dikarenakan terjadinya penurunan jumlah giro secara tahunan. Penyaluran kredit juga menunjukkan perlambatan dari 15,7% (yoy) menjadi 15,0% (yoy). Kegiatan di sektor konstruksi dan keuangan yang tidak sesemarak triwulan sebelumnya menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan kredit di Sumbar. Meskipun demikian, intermediasi perbankan yang diindikasikan oleh Loan-to-Deposit Ratio (LDR) berjalan dengan baik, yakni mencapai 138,0%. Kualitas kredit bank umum secara umum masih relatif terjaga dengan rasio Non-Performing-Loan (NPL) di triwulan I-2013 sebesar 2,34%. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumbar juga menunjukkan perlambatan pertumbuhan baik dari sisi aset maupun penyaluran kredit. Meskipun pertumbuhan DPK meningkat dari triwulan sebelumnya dari 0,6% menjadi 5,7%, namun pertumbuhan aset melambat dari 12,2% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Total penyaluran kredit juga tumbuh melambat menjadi 3,5% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,2% (yoy). Perkembangan LDR masih baik dengan mencapai 110,4% meskipun menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 114,6%. Sementara itu kualitas kredit masih perlu diperhatikan mengingat NPL yang relatif tinggi mencapai 7,68%. Bank umum syariah tumbuh melambat setelah sebelumnya sempat mengalami ekspansi pertumbuhan. Aset bank umum syariah di triwulan I-2013 tumbuh 22,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 35,9% (yoy). Sementara itu penghimpunan DPK juga belum memperlihatkan peningkatan pertumbuhan setelah triwulan sebelumnya hanya mampu tumbuh 8,5% (yoy), kemudian pada triwulan I-2013 melemah menjadi 3,5% (yoy). 47

57 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 3.1. Perkembangan Bank Umum Tabel Indikator Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah) Indikator Perbankan (dalam juta rupiah) Pertumbuhan (yoy) Pangsa I II III IV I* IV-2012 I-2013* I-2013* Aset ,8% 15,5% Giro ,6% -2,5% 20,4% Tabungan ,2% 12,1% 46,8% Deposito ,0% 14,1% 32,8% Total DPK ,8% 9,4% Modal Kerja ,9% 18,9% 37,3% Investasi ,0% 16,5% 17,1% Konsumsi ,1% 11,5% 45,7% Total Kredit Jenis Penggunaan ,7% 15,0% Pertanian ,1% 15,0% 10,0% Pertambangan dan Penggalian ,8% -7,1% 1,2% Industri Pengolahan ,8% 33,8% 9,4% Listrik, Gas dan Air Bersih ,3% 520,6% 0,1% Konstruksi ,8% 28,7% 1,1% Perdagangan, Hotel dan Restoran ,7% 28,8% 24,2% Pengangkutan dan Komunikasi ,5% 47,4% 1,3% Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,9% 19,9% 2,3% Jasa-jasa ,4% -26,7% 4,8% Lain-lain ,1% 11,5% 45,7% Total Kredit Sektor Ekonomi ,7% 15,0% LDR 131,3% 136,4% 130,7% 137,0% 138,0% NPL 2,06% 2,12% 2,26% 2,06% 2,34% Sumber: SEKDA, Bank Indonesia *Data sementara hingga posisi terakhir di bulan Februari 2013 Pertumbuhan aset bank umum di Sumatera Barat pada triwulan I-2013 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Total aset bank umum di Sumbar pada triwulan I-2013 mencapai Rp41,8 triliun, atau tumbuh sebesar 15,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 17,8% (yoy) (Tabel 3.1). Meskipun kelompok bank swasta nasional tumbuh positif dengan pencapaian 16,5% (yoy), perlambatan pertumbuhan total aset bank pemerintah yang mendominasi total aset bank umum di Sumbar menyebabkan pertumbuhan aset bank umum melemah secara keseluruhan. Setelah pada triwulan sebelumnya mengalami ekspansi mencapai 18,9% (yoy), pada triwulan I-2013 bank pemerintah kembali melambat dengan pertumbuhan total aset sebesar 15,2% (yoy). 48

58 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 50% 40% 30% Bank Umum Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional 60% 50% 40% 30% DPK Tabungan Giro Deposito 20% 20% 10% 10% 0% 0% -10% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank (yoy) -10% -20% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Upaya penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh bank umum di Sumbar tumbuh melambat. Pertumbuhan DPK triwulan I-2013 melambat dari 9,8% (yoy) menjadi 9,4% (yoy) atau menjadi sebesar Rp25,3 triliun. Berdasarkan jenis simpanan, giro menyumbangkan perlambatan yang cukup signifikan. Angka pertumbuhan giro melambat dari 0,6% (yoy) pada triwulan IV-2012 menjadi -2,5% (yoy) pada triwulan I Hal ini terjadi sehubungan belum masuk sepenuhnya aliran dana pemerintah pusat ke daerah yang umumnya disimpan dalam bentuk giro di Bank Pembangunan Daerah. Di lain pihak, tabungan masih tumbuh menguat dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 9,2% (yoy) menjadi 12,2% (yoy). Hal ini dipicu belum banyaknya realisasi pemenuhan kebutuhan masyarakat di awal tahun melalui penarikan tabungan di bank umum. Sementara itu, deposito masih dapat tumbuh 14,1% (yoy) meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 17,0% (yoy). Pertumbuhan penyaluran kredit bank umum di Sumbar relatif bergerak moderat. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit bank umum di Sumbar masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan jumlah mencapai Rp15,8 triliun atau 45,7% dari total kredit, disusul oleh kredit modal kerja sebesar Rp 12,9 triliun dengan proporsi 37,3% serta kredit investasi sebesar Rp 5,9 triliun dengan proporsi 17,1%. Hampir semua jenis kredit tumbuh melambat di triwulan I-2013 dibandingkan triwulan sebelumnya seperti pada kredit konsumsi dengan pertumbuhan dari 14,1% (yoy) menjadi 11,5% (yoy) dan kredit modal kerja yang juga tumbuh melambat dari 21,9% (yoy) menjadi 18,9% (yoy). Di lain pihak kredit 49

59 Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah investasi cenderung meningkat cukup signifikan dari 7,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 16,5% (yoy). Hal ini diduga terkait dengan banyaknya proyek pembangunan khususnya oleh para pelaku swasta yang terjadi di Sumatera Barat pada tahun 2013 ini. 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% -10,00% -20,00% -30,00% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Total Kredit Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Grafik Pertumbuhan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (yoy) 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% Kredit Kendaraan Bermotor (Sisi Kiri) Pertumbuhan (yoy) -40,0% III-2011 IV-2011 I-2012 II-2012 III-2012 IV-2012 I-2013* *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Bank Umum 0 Berdasarkan sektor ekonomi, melemahnya pertumbuhan kredit di beberapa sektor ekonomi utama berkontribusi pada perlambatan pertumbuhan kredit. Meskipun sektor pertanian dan industri pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yakni berturut-turut dari 11,1% (yoy) menjadi 15,0% (yoy) dan 11,8 (yoy) menjadi 33,8% (yoy), namun sehubungan sedikit melemahnya penyaluran kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki pangsa relatif tinggi yakni 44,5% menyebabkan penyaluran kredit secara keseluruhan ikut melambat. Pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan I-2013 mampu tumbuh 28,8% (yoy), meski lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 33,7% (yoy). Salah satu penyebab perlambatan tersebut masih sejalan dengan melemahnya kredit konsumsi yang menyebabkan permintaan mengenai kebutuhan dan belanja masyarakat tidak setinggi pada momentum liburan yang berada pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, kredit di sektor pertambangan dan penggalian setelah pada triwulan sebelumnya menguat, di triwulan I-2013 kembali mengalami pertumbuhan yang melambat atau tumbuh lebih rendah dari 24,5% (yoy) menjadi 9,7% (yoy). 50

60 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel dan Restoran Konstruksi Industri Pengolahan Pertanian I-2013* IV-2012 III ,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 - Modal Kerja Investasi Konsumsi BI Rate *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% Grafik PertumbuhanKredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Sumber: SEKI, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit Suku bunga kredit bank umum konvensional di Sumbar masih berada pada trend yang relatif stabil. Dibandingkan posisi terakhir di triwulan IV- 2012, rata-rata suku bunga kredit modal kerja maupun investasi relatif tidak mengalami perubahan yakni masing-masing tetap berada pada level 11,5% dan 11,3%. Hal ini diiringi dengan kebijakan Bank Indonesia yang masih konsisten mempertahankan suku bunga acuan BI-rate sebesar 5,75% sampai dengan Maret Di sisi lain suku bunga kredit konsumsi sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dari 13,6% menjadi 13,2% meski tidak signifikan. Ini dilakukan demi kembali menopang pertumbuhan kredit konsumsi yang beberapa momen terakhir mengalami perlambatan. Namun masih sedikitnya penurunan suku bunga kredit konsumsi dipicu oleh masih tingginya persepsi risiko kegiatan ekonomi yang kemudian dicerminkan melalui kompensasi tingginya suku bunga kredit oleh perbankan. Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan oleh bank umum menunjukkan peningkatan. Perkembangan potensi UMKM di Sumbar tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Perkembangan kredit UMKM pada triwulan I-2013 mengalami pertumbuhan sebesar 23,6% (yoy) menjadi Rp10,7 triliun. Pertumbuhan ini relatif tinggi dan menguat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 22,3% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM cukup memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 30,8% dari total kredit bank umum di Sumatera Barat. Dari jumlah tersebut, 51

61 Juta Rupiah Juta Rupiah Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah sebesar Rp8,82 triliun atau 82,8% dari kredit UMKM merupakan kredit modal kerja, sisanya sebesar Rp1,84 triliun atau 17,2% merupakan kredit investasi % 29% 23% 22% 24% 30,00% 25,00% ,00% 100,00% ,00% 15,00% 10,00% ,00% 60,00% ,00% ,00% 0 0,00% ,00% - I-2011 II-2011 III-2011IV-2011 I-2012 II-2012 III-2012IV-2012I-2013* 0,00% Kredit UMKM (sisi kiri) *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Growth (yoy) - sisi kanan Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM *Data sementara Sumber: Bank Indonesia Total Plafon KUR Growth (yoy) - sisi kanan Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan KUR Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus tumbuh tinggi. Pertumbuhan KUR pada triwulan I-2013 mencapai 72,3% (yoy). Pertumbuhan ini menguat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 63,3% (yoy). Sampai dengan triwulan I-2013 penyaluran KUR terus menunjukkan perkembangan yang baik dan mengindikasikan antusiasme perbankan serta dunia usaha dalam mendorong kegiatan ekonomi. Penyaluran KUR pada triwulan I-2013 dari sisi plafon mencapai Rp3,6 triliun, dengan posisi outstanding sebesar Rp1,5 triliun dan jumlah nasabah mencapai orang. Dengan demikian, rata-rata kredit yang disalurkan per debitur di Sumbar senilai Rp18,0 juta, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp16,7 juta per debitur. Intermediasi bank umum di Sumbar masih tetap berjalan dengan baik. Loan-to-Deposit Ratio (LDR) bank umum di Sumbar pada triwulan I-2013 mencapai 138,0%, relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 137,0%. Meningkatnya rasio LDR terutama disebabkan oleh besarnya perlambatan DPK sementara pertumbuhan kredit meski sedikit menurun namun masih berada pada level tinggi. Kecenderungan terjadinya hal ini akan terus berlangsung ke depan jika belum adanya reorientasi fokus kegiatan perbankan untuk meningkatkan pendanaan yang signifikan di Sumbar. 52

62 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 160,0% 140,0% 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% LDR (sisi kiri) NPL (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I* 3,00% 2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% *Data Sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum masih relatif terjaga. Non-Performing-Loan (NPL) bank umum Sumbar pada triwulan I-2013 sebesar 2,34%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,06%. Namun nilai NPL ini masih terjaga di bawah batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Tetap terjaganya risiko kredit pada level yang moderat ini mengindikasikan bahwa bank umum di Sumbar masih mampu menjaga kualitas kredit yang telah disalurkan dengan baik Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumbar masih tumbuh melambat. Dibandingkan dengan triwulan IV-2012, pertumbuhan aset di triwulan I-2013 tumbuh lebih rendah yakni dari 12,2% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Total aset BPR di Sumbar pada triwulan I-2013 sebesar Rp1,55 triliun. Menurunnya pertumbuhan aset disebabkan oleh melambatnya secara signifikan ekspansi penyaluran kredit oleh BPR di Sumbar pada triwulan I Pertumbuhan DPK BPR di Sumbar mulai menguat. Jumlah DPK yang berhasil dihimpun BPR pada triwulan I-2013 mencapai Rp 945 miliar dengan tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 0,6% (yoy). Pertumbuhan tabungan relatif tinggi dengan tumbuh 5,4% (yoy), menguat dibandingkan 53

63 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah triwulan sebelumnya yang berada pada level negatif yakni -3,2% (yoy). Sementara itu, simpanan deposito tumbuh melambat dari 6,8% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Namun dengan deposito yang masih mampu tumbuh lebih dari 5% menunjukkan masih menariknya suku bunga deposito di BPR mengingat besaran suku bunga deposito yang ditawarkan secara rata-rata mampu berada di atas level suku bunga deposito bank umum. Indikator Perbankan Tabel Indikator Perkembangan BPR di Sumatera Barat (Juta Rupiah) (dalam juta rupiah) Pertumbuhan (yoy) Pangsa I II III IV I* IV-2012 I-2013* I-2013* Aset ,2% 9,2% Tabungan ,2% 5,4% 60,7% Deposito ,8% 6,1% 39,3% Total DPK ,6% 5,7% Modal Kerja ,9% 3,9% 64,1% Investasi ,9% 3,2% 11,4% Konsumsi ,0% 2,8% 24,6% Total Kredit Jenis Penggunaan ,2% 3,5% Pertanian ,5% 2,8% 17,3% Pertambangan dan Penggalian ,5% 9,7% 0,3% Industri Pengolahan ,4% -22,6% 1,5% Listrik, Gas dan Air Bersih ,1% -36,4% 0,0% Konstruksi ,6% -7,3% 0,8% Perdagangan, Hotel dan Restoran ,9% 6,3% 45,2% Pengangkutan dan Komunikasi ,5% 12,2% 3,0% Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,5% 150,3% 0,7% Jasa-jasa ,1% -8,5% 6,7% Lain-lain ,0% 2,4% 24,5% Total Kredit Sektor Ekonomi ,2% 3,4% LDR 112,7% 116,1% 115,1% 114,6% 110,4% NPL 7,46% 7,08% 8,16% 8,10% 7,68% Sumber: SEKDA, Bank Indonesia *Data sementara hingga posisi terakhir di bulan Februari 2013 Pertumbuhan kredit BPR di Sumbar terus tumbuh melambat baik pada penyaluran kredit modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja yang memiliki proporsi terbesar dalam penyaluran kredit BPR (mencapai 64,1% dari total kredit) meningkat sebesar 3,9% (yoy) menjadi sebesar Rp668 miliar pada triwulan I Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,9% (yoy). Sementara kredit investasi juga melambat dari 9,9% (yoy) menjadi 3,2% (yoy). Kredit konsumsi pun sejalan dengan kredit lainnya yang tumbuh melambat yakni dari tumbuh 8,0% (yoy) menjadi 2,8% (yoy). Nilai proporsi kredit modal kerja dan investasi yang sangat tinggi mencapai 75% dibandingkan kredit konsumsi mengindikasikan bahwa BPR juga mulai meningkatkan penyaluran kreditnya pada 54

64 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah sektor produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Namun demikian tingkat persaingan dalam menyasar target pasar kredit mikro dan kecil menjadi relatif tinggi sehubungan dengan semakin banyaknya unit kredit mikro dan kecil yang dijalankan oleh beberapa bank umum di Sumbar. 25% 20% 15% 10% 5% 0% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% Tabungan Simpanan Berjangka Total DPK *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Aset Bank Perkreditan Rakyat di Sumbar (yoy) *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan (yoy) DPK BPR Menurut Jenis Simpanan Dari sisi sektor ekonomi, penyaluran kredit di sektor perdagangan, hotel, restoran dan sektor pertanian tumbuh relatif melambat. Pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, dengan proporsi mencapai 45,2% dari total kredit yang disalurkan, pada triwulan I tumbuh 6,3% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,9% (yoy). Selain itu, pertumbuhan kredit sektor pertanian juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 8,5% (yoy) menjadi 2,8% (yoy). Proporsi yang sangat besar dari kedua sektor tersebut menyebabkan perlambatan pertumbuhannya berimplikasi kepada perlambatan total kredit yang disalurkan BPR dari 8,2% (yoy) menjadi hanya tumbuh 3,5% (yoy). Persaingan yang semakin tinggi dengan unit mikro kredit bank umum ditenggarai masih menjadi pemicu tekanan terhadap ekspansi penyaluran kredit oleh BPR. Kemudahan akses, pelayanan yang memuaskan, serta prosedur yang cepat dan jelas diharapkan dapat dilakukan untuk kembali memajukan pertumbuhan kredit di BPR. 55

65 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 35,00% 30,00% 25,00% Total Kredit Kredit Modal Kerja Kredit Investasi 120,0% 110,0% 12,00% 10,00% 20,00% Kredit Konsumsi 100,0% 8,00% 15,00% 10,00% 90,0% 6,00% 5,00% 80,0% LDR (LHS) 4,00% 0,00% 70,0% NPL (RHS) 2,00% -5,00% -10,00% 60,0% 0,00% -15,00% -20,00% *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan *Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) dan Non-Performing Loan (NPL) BPR Kinerja intermediasi BPR secara umum relatif baik. Pada triwulan I-2013 LDR BPR di Sumbar mencapai 110,4%, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 114,6%. Melambatnya pertumbuhan DPK di tengah kredit yang dapat tumbuh lebih tinggi menyebabkan LDR tetap terjaga diatas 100%. Sedangkan Non-Performing Loan (NPL) BPR mencapai 7,68%, mulai menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,1%. Namun nilai ini masih berada di atas batas toleransi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk NPL sebesar 5%. Hal ini mengindikasikan BPR di wilayah Sumbar masih perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian perbankan dalam memperbaiki kualitas kreditnya Perkembangan Bank Umum Syariah Kinerja bank umum syariah di Sumbar tetap tumbuh positif meski mulai melambat. Hal ini terlihat dengan pertumbuhan aset bank umum syariah di Sumbar dimana posisi triwulan I-2013 jumlahnya mencapai Rp 3,9 triliun, dengan pertumbuhan mencapai 22,8% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 35,9% (yoy). Melambatnya kenaikan akumulasi aset pada triwulan I-2013 sejalan dengan terjadinya perlambatan pertumbuhan pembiayaan. 56

66 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Tabel Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat (Juta Rupiah) (juta rupiah) Pertumbuhan (yoy) Pangsa I II III IV I* IV-2012 I-2013* I-2013* Aset 3,152,758 3,409,127 3,594,368 3,792,905 3,872, % 22.8% DPK 1,825,065 1,642,356 1,892,379 1,873,518 1,889, % 3.5% Giro 102, , , , , % 8.8% 5.9% Tabungan 818, , , , , % 1.9% 44.1% Deposito 904, , , , , % 4.3% 50.0% Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan 2,641,952 3,006,809 3,129,453 3,437,861 3,381, % 28.0% Modal Kerja 735, , , , , % 24.9% 27.2% Investasi 232, , , , , % 32.9% 9.2% Konsumsi 1,673,708 1,850,458 1,933,710 2,188,892 2,153, % 28.7% 63.7% Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi 2,641,952 3,006,809 3,129,453 3,437,859 3,381, % 28.0% Pertanian 58,941 66,751 66,073 71,917 68, % 17.0% 2.0% Pertambangan % 61.3% 0.0% Industri Pengolahan 56,937 54,690 48,779 68,110 40, % -28.6% 1.2% Listrik, Gas dan Air % Konstruksi 4,122 9,039 8,394 10,028 5, % 22.8% 0.1% Perdagangan 352, , , , , % 29.3% 13.5% Transportasi dan Komunikasi 9,735 14,739 15,955 5,339 6, % -37.9% 0.2% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 398, , , , , % 39.3% 16.4% Jasa Sosial 87,815 91,250 93,580 73,005 91, % 4.6% 2.7% Lain-Lain 1,673,708 1,850,458 1,933,710 2,188,892 2,158, % 29.0% 63.8% Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 144.8% 183.1% 165.4% 183.5% 179.0% Non-Performing Financing (NPF) 1.06% 1.13% 1.38% 1.18% 1.28% Sumber: LBU, Bank Indonesia Penyaluran pembiayaan oleh bank umum syariah masih berada pada tren positif walau sedikit melemah. Hal ini terlihat pada pertumbuhan pembiayaan bank umum syariah pada triwulan I-2013 mencapai 28,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 41,7% (yoy) dengan total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp3,4 triliun. Pelemahan bersumber dari ketiga jenis pembiayaan yakni pembiayaan konsumsi, pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, melihat pertumbuhan pembiayaan modal kerja yang mampu mencapai 24,9% (yoy) dan pembiayaan investasi 32,9% (yoy), dimana total pangsa kedua pembiayaan ini berada di atas 36,3%, memperlihatkan mulai digarapnya kegiatan produktif sebagai target penyaluran pembiayaan oleh bank umum syariah di tengah masih dominannya pembiayaan konsumsi yang mencapai 63,7% dari total pembiayaan. Peningkatan kinerja bank umum Syariah di Sumbar juga dapat menjadi indikasi terjaganya dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank umum syariah. 57

67 Persen Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah 100,0 90,0 80,0 70,0 Asset DPK Pembiayaan 200,00% 180,00% 160,00% 140,00% 3,50% 3,00% 2,50% 60,0 50,0 40,0 120,00% 100,00% 80,00% 2,00% 1,50% 30,0 20,0 10,0 60,00% 40,00% 20,00% FDR (%) (LHS) NPF (%) (RHS) 1,00% 0,50% 0,0 0,00% 0,00% Sumber: LBBU, Bank Indonesia Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah (yoy) Sumber: LBBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Financing-to-Deposit Ratio (FDR) dan Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum Syariah Dari sisi sektor ekonomi, penyaluran pembiayaan di sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tumbuh menguat. Penyaluran pembiayaan di sektor, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan I-2013 mencapai Rp554,5 miliar. Sektor ini memiliki pangsa tertinggi dari total pembiayaan yakni sebesar 16,4%. Sementara itu sektor perdagangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 29,3% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan dua triwulan sebelumnya yang berhasil menginjak angka pertumbuhan di atas 60% (yoy). Masih sejalan dengan sektor perdagangan, sektor pertanian juga tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 34,1%(yoy) menjadi 17,0% (yoy). Di sisi lain, sektor industri pengolahan hanya mampu mencetak pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp40,6 miliar dengan pangsa 1,2% dari total pembiayaan dimana sektor ini mengalami penurunan signifikan secara tahunan dan berada pada posisi negatif sebesar 28,6% (yoy). Sejalan dengan indikator lainnya, kinerja DPK bank umum syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat. DPK sebenarnya tumbuh positif secara tahunan yakni sebesar 3,5% (yoy). Namun hal ini masih lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat di angka 8,5% (yoy). Dari total DPK yang mencapai Rp1,8 triliun, deposito memiliki pangsa tertinggi yakni sebesar 50,0%. Deposito merupakan satu-satunya jenis simpanan yang tumbuh menguat dengan pertumbuhan sebesar 4,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumya yang hanya tumbuh 1,0% (yoy). Melihat pangsa yang cukup besar dan pertumbuhannya yang positif, deposito tampaknya sudah mulai dipercaya sebagai salah satu bentuk simpanan yang menggiurkan bagi para pelaku usaha. Berbeda dengan deposito, tabungan yang berada pada posisi 58

68 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Rp833,7 miliar atau memiliki pangsa 44,1% terlihat mengalami perlambatan pertumbuhan dengan hanya tumbuh 1,9% (yoy) pada triwulan I Hal yang sama juga terjadi pada simpanan berbentuk giro dengan pangsa yang masih relatif kecil yaitu 5,9% pertumbuhannya juga terus melemah selama dua triwulan terakhir dengan pertumbuhan sebesar 8,8% (yoy) di triwulan I Peran intermediasi bank umum syariah di Sumbar masih terjaga dengan baik. Total pembiayaan yang memiliki nominal hampir dua kali dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebakan Financing-to-Deposit Ratio (FDR) berada lebih dari level 150%. Posisi triwulan I-2013 menunjukkan FDR untuk bank umum syariah di Sumbar sebesar 179,0%. Hal ini dipicu dengan lebih cepat dan tingginya pertumbuhan penyaluran pembiayaan bank umum syariah dibandingkan dengan akselerasi pertumbuhan DPK-nya. Dari sisi pengelolaan kualitas pembiayaan, Non- Performing Financing (NPF) masih relatif terjaga dengan persentase sebesar 1,28%, meski ada pergerakan sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya 1,18%. Namun secara umum level NPF tersebut masih aman dan jauh lebih rendah dibandingkan batas maksimum yang telah ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. 59

69 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah BOKS 3 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Sumbar: Penyaluran KUR Kembali Menguat Pertumbuhan outstanding Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sumatera Barat kembali menguat. Setelah pada triwulan sebelumnya sempat mengalami pertumbuhan yang melambat, total outstanding KUR di Sumbar tercatat berada pada angka Rp1,54 triliun atau tumbuh sebesar 41,8% (yoy). Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dengan nominal Rp1,37 triliun maka pertumbuhan yang dicapai di triwulan I-2013 yaitu 12,2% (qtq). Tren positif ini diperkirakan akan terus terlihat hingga beberapa momen ke depan. Ini terindikasi oleh pertumbuhan outstanding KUR beberapa bank yang juga terus tumbuh tinggi. Pertumbuhan dan Total Outstanding KUR Terkait dengan peningkatan outstanding KUR, jumlah debitur KUR juga mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah debitur KUR di Sumbar pada posisi Maret 2013 sebesar nasabah atau meningkat sebesar 43,6% (yoy) dari nasabah di Maret Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pertumbuhan dari debitur KUR mencapai 11,2% (qtq). 60

70 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah BRI masih menjadi penyumbang terbesar debitur untuk Sumbar dengan pangsa 79,2% atau sekitar debitur. Tempat kedua dan ketiga pemberi andil terbesar adalah BPD Sumbar (Bank Nagari) dan Bank Mandiri. Kedua bank tersebut mengalami lonjakan pertumbuhan jumlah debitur yang cukup besar yakni 9,2% (yoy) dan 219,2% (yoy). Debitur KUR Maret Sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih menguasai sebagian besar penyaluran KUR di Sumatera Barat. Berdasarkan data realisasi KUR hingga Maret 2013 diketahui bahwa 56,6% penyaluran KUR terdistribusi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Namun persentase ini menurun dibandingkan tahun 2011 dimana penyaluran KUR pada sektor ini mencapai 78%. Sektor pertanian baru memperoleh alokasi sebesar 16,1%. Alokasi ini juga lebih baik dibandingkan data pada tahun sebelumnya yang baru 11%. Diharapkan sektor lain juga dapat terus tumbuh guna meratakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di Sumatera Barat. 61

71 Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 62

72 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi penerimaan serta belanja APBD pada triwulan I-2013 di Sumatera Barat masih relatif rendah. Pos pendapatan pemerintah Sumbar baru terpenuhi sebesar 21,3%. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama dari penerimaan pajak daerah berkontribusi sebesar 34,4% terhadap realisasi pendapatan daerah. Sementara itu, realisasi belanja daerah juga baru mencapai 10,1%, dengan kontribusi belanja pegawai sebesar 30,3% dari total realisasi belanja daerah. Realisasi yang masih relatif rendah di awal tahun ini juga diindikasikan dengan masih tersimpan dan meningkatnya jumlah simpanan pemerintah daerah di bank umum di Sumbar dari Rp1,7 triliun di triwulan sebelumnya menjadi Rp3,6 triliun di bulan Februari Penerimaan pemerintah pusat di Sumbar mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I-2013 total penerimaan pemerintah pusat di Sumbar mencapai Rp1,4 triliun, atau menurun sebesar 20,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan disebabkan oleh mulai dialihkannya beberapa komponen penerimaan pemerintah pusat seperti bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sejak tahun Di sisi lain, pajak perdagangan internasional juga terlihat mengalami penurunan seiring dengan masih belum sepenuhnya membaik kembali aktivitas perdagangan ekspor Sumbar pada triwulan I Peningkatan realiasi penerimaan terjadi pada komponen pajak dalam negeri yang mencapai angka Rp1,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,1% yang bersumber sebagian besar dari pajak penghasilan Keuangan Pemerintah Daerah Realisasi pendapatan ABPD Sumbar pada triwulan I-2013 masih relatif rendah. Hal ini terindikasi dari masih tersimpannya sejumlah dana pemerintah daerah di bank umum sejalan dengan meningkatnya simpanan pemerintah daerah di bank umum di Sumbar dari Rp1,7 triliun pada triwulan IV-2012 menjadi 63

73 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Miliar Rp Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Rp3,6 triliun (posisi Februari 2013) atau melonjak 110,6%. Masih terkait dengan pola realisasi tahun sebelumnya, realisasi belanja daerah di awal tahun cenderung rendah dan akan meningkat di akhir tahun. Berdasarkan laporan realisasi anggaran, realisasi belanja APBD sampai dengan akhir triwulan I-2013 baru mencapai 10,08%, atau sebesar Rp333,9 miliar Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Realisasi penerimaan melalui Dana Perimbangan menunjukkan persentase penerimaan tertinggi di triwulan I Pada triwulan I-2013, realisasi dana perimbangan pada ABPD mencapai Rp279,7 miliar, dimana sebagian besar merupakan Dana Alokasi Umum (DAU) yang nilainya mencapai Rp259,98 miliar atau 38,9% dari total realisasi pendapatan APBD Sumbar. Sementara itu Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak menyumbang sebesar Rp19,44 miliar dan Rp268 juta. Secara berturut-turut masing-masing kompononen tersebut memiliki persentase 2,91% dan 0,04% dari total penerimaan daerah. 64

74 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Tabel Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumbar Triwulan I-2013 Anggaran 2013 Realisasi Triwulan I-2013 % Pendapatan Daerah ,27 Pendapatan Asli Daerah ,53 Pajak Daerah ,81 Retribusi Daerah ,07 Hasil Pengelolaan kekayaan Daerah yang Dipisahkan ,00 Lain-Lain PAD ,96 Dana Perimbangan ,99 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak ,16 Dana Alokasi Umum ,00 Dana Alokasi Khusus ,00 Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah ,65 Pendapatan Hibah ,65 Dana Penyesiuaian dan Otonomi Khusus ,92 Sumber: DPKD Prov. Sumbar Realisasi belanja tidak langsung menempati porsi terbesar terhadap belanja daerah. Realisasi belanja tidak langsung pada triwulan I-2013 mencapai Rp236,87 miliar atau 13,05% dari yang dianggarkan (Tabel 4.1). Belanja tidak langsung atau merupakan belanja operasional sebagian besar digunakan untuk belanja hibah dan belanja pegawai, dengan porsi masing-masing mencapai 40,63% dan 30,32% dari total realisasi belanja APBD. Di sisi lain, persentase untuk belanja langsung baru terealisasi sebesar 6,47% dimana belanja barang dan jasa memiliki persentase terbesar dengan jumlah Rp61,9 miliar atau 18,54% dari total belanja daerah. Tabel Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumbar Triwulan I-2013 Anggaran 2013 Realisasi Triwulan I-2013 % Belanja Daerah ,08 Belanja Tidak Langsung ,05 Belanja Pegawai ,28 Belanja Hibah ,51 Belanja Bantuan Sosial ,00 Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota & Pem. Desa ,00 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota & Pem ,00 Desa Belanja Tidak Terduga ,00 Belanja Langsung ,47 Belanja Pegawai ,03 Belanja Barang dan Jasa ,98 Belanja Modal ,30 Sumber:DPKD Prov. Sumbar 65

75 50,26% 50,00% 90,81% 91,30% 90,59% 84,26% 70,59% 26,36% Miliar Rp Miliar Rp 16,20% Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah 4.2. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumbar belum menunjukkan peningkatan. Pada triwulan I-2013 total penerimaan pemerintah pusat di Sumbar mencapai Rp1,43 triliun, atau menurun sebesar 20,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut diduga masih sejalan dengan dengan telah dialihkannya beberapa jenis pajak yang sebelumnya merupakan pajak Pemerintah Pusat menjadi Pajak Daerah seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah diberlakukan sejak tahun Di tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga akan menjadi pajak daerah sehingga penerimaan pemerintah pusat di daerah akan semakin berkurang sementara PAD diperkirakan akan semakin meningkat. Penerimaan pajak perdagangan internasional melambat dibandingkan tahun lalu. Total penerimaan pajak perdagangan internasional hingga triwulan I sebesar Rp231,96 triliun menurun 51,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp475,4 triliun. Persentase pajak perdagangan internasional terhadap total pendapatan pada triwulan I-2013 hanya mencapai 16,0%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 26,4%. Hal ini disebabkan oleh melambatnya kinerja ekspor Sumbar seiring dengan turunnya permintaan ekspor dari luar negeri dan harga komoditas yang menurun. Bea masuk dan bea keluar pun mengalami penurunan sebesar 59,3% dan 51% dibandingkan tahun lalu Total Pendapatan Pajak Dalam Negeri Pajak Perdagangan Internasional (aksis kanan) I-2006 I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Penerimaan Pajak APBN di Sumbar 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 3,01% 0,62% 0,87% Sumber : Kemenkeu RI, diolah 7,87% 43,09% I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Rasio Pajak Dalam Negeri thd Total Pendapatan Rasio Pajak Perdagangan Internasional thd Total Pendapatan Grafik Persentase Penerimaan Pajak APBN di Sumbar Penerimaan pajak dalam negeri meningkat. Penerimaan pajak dalam negeri selama triwulan I-2013 sebesar Rp1,01 triliun atau meningkat 12,1%. Namun nilai 66

76 ,79% 69,54% 62,31% 58,55% 50,91% 50,69% 53,16% 29,80% 27,33% 34,89% 38,51% 48,68% 47,34% 45,51% Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah ini masih lebih rendah dibandingkan kenaikan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 20,5%. Peningkatan pajak dalam negeri bersumber dari kenaikan penerimaan pajak penghasilan sebesar 17,5%,dan pajak pertambahan nilai sebesar 7,7% dari tahun sebelumnya. Kenaikan pajak penghasilan terutama berasal dari pendapatan PPh pasal 25/29 badan dan PPh pasal 21. Sementara itu, naiknya penerimaan PPN didorong oleh kenaikan PPN Dalam Negeri seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang-barang konsumsi di dalam negeri. Persentase penerimaan PPN terhadap terhadap penerimaan pajak dalam negeri termasuk yang terbesar setelah pajak penghasilan, yakni sebesar 45,5%. Sementara itu pajak penghasilan memiliki persentase mencapai 53,2% terhadap seluruh penerimaan pajak dalam negeri. Miliar Rp Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Bumi dan Bangunan Pendapatan Pajak Lainnya % 90% 80% 70% Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Bumi dan Bangunan Pendapatan Pajak Lainnya 0,16% 0,74% 0,40% 0,37% 0,40% 0,64% 0,10% % 50% 40% 30% 20% 10% - I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Penerimaan Pajak Dalam Negeri APBN di Sumbar 0% I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Persentase Penerimaan Pajak Dalam Negeri APBN di Sumbar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berada pada tren negatif. Dilihat dari pertumbuhannya, penerimaan PBB cenderung menurun. Penurunan yang terjadi pada triwulan I-2013 mencapai angka 82,4%. Jauh berbeda dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat mengalami ekspansi hingga mencapai 91,9%. Persentase PBB terhadap total penerimaan pajak dalam negeri terbilang sangat kecil sehingga tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan pajak dalam negeri secara keseluruhan. Persentase PBB berkisar di posisi 0,1%, menurun cukup jauh dibandingkan triwulan yang sama pada periode sebelumnya yang memiliki persentase sebesar 0,6%. Faktor pendorong yang menyebabkan penurunan pajak bumi dan bangunan berasal dari tumbuh rendahnya sektor konstruksi dan pembangunan pada periode ini. Hal ini dipertegas juga dengan pertumbuhan kredit yang melambat pada sektor konstruksi maupun sektor keuangan, realestate dan jasa perusahaan. 67

77 69,05% 53,43% 72,06% 67,37% 76,16% 67,27% 73,52% 11,71% 10,78% 10,79% 19,47% 14,16% 19,67% 19,90% 16,31% 17,73% 20,71% 0,61% 16,00% 5,30% Miliar Rp Miliar Rp 85,07% 96,62% 90,76% 93,01% 93,57% 86,49% 88,37% 14,93% Miliar Rp 3,38% 9,24% 6,99% 6,43% 13,51% 11,63% Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Total Belanja Belanja Operasional Belanja Investasi I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I % 95% 90% 85% 80% 75% 70% 65% 60% 55% 50% Belanja Operasional Belanja Investasi I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Belanja APBN di Sumbar Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Persentase Belanja APBN di Sumbar 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sumber : Kemenkeu RI, diolah 11,30% I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Bantuan Sosial Belanja Lain-Lain Grafik Persentase Belanja Operasional APBN di Sumbar Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Bantuan Sosial Belanja Lain-Lain I-2007 I-2008 I-2009 I-2010 I-2011 I-2012 I-2013 Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik Belanja Operasional APBN di Sumbar Belanja investasi atau belanja modal sedikit menurun. Belanja investasi pada periode ini berada pada kisaran Rp98,5 miliar, atau menurun sebesar 10,8% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp110,5 miliar. Dari total belanja investasi, sebesar 92,1% merupakan belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; sementara 5,9% belanja modal peralatan dan mesin, serta 0,7% belanja modal gedung dan bangunan. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan menurun sebesar 8,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp99,03 miliar. Sementara itu belanja modal peralatan dan mesin serta belanja modal gedung dan bangunan juga mengalami hal yang sama. Belanja modal perlatan dan mesin turun dari Rp7,7 miliar menjadi Rp5,8 miliar atau sebesar 24% sedangkan belanja modal gedung dan bangunan turun dari Rp2,6 miliar menjadi Rp659,8 juta atau mengalami penurunan sebesar 74,6%. 68

78 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Pemenuhan belanja pegawai masih mendominasi penyerapan realisasi belanja operasional di triwulan I Persentase belanja pegawai terhadap total belanja operasional mencapai 73,5%. Dibandingkan tahun lalu realisasinya mengalami kenaikan sebesar 15,8% dari Rp475,6 miliar menjadi Rp550,6 miliar. Di sisi lain, pos belanja bantuan sosial penanggulangan kemiskinan juga mengalami peningkatan sebesar 33,6%. Kenaikan yang tinggi pada belanja badan layanan umum lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari Rp3,37 miliar tahun menjadi Rp35,04 miliar. 69

79 Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 70

80 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transkasi tunai mengalami net-inflow yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara volume transaksi non-tunai melalui kliring tidak mengalami perubahan yang siginifikan, tetapi terjadi penurunan pada transaksi Real-Time Gross Settlement (RTGS). Meningkatnya net-inflow merupakan implikasi dari maraknya transaksi tunai pada triwulan sebelumnya. Sementara penurunan transaksi non-tunai, khususnya pada transaksi RTGS terjadi karena masih terbatasnya kegiatan perekonomian Sumatera Barat di awal tahun Transaksi Tunai Pada triwulan I-2013 nilai transaksi tunai di Sumatera Barat tercatat net inflow dan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai transaksi tunai yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah transaksi tunai yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia. Total transaksi tunai inflow yang masuk ke KPw Bank Indonesia Wilayah VIII pada triwulan I-2013 mencapai Rp3,36 triliun, atau meningkat 52,2% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp2,21 triliun. Banyaknya jumlah uang yang disetorkan oleh perbankan pada triwulan I sebagai implikasi banyaknya uang tunai yang beredar pada akhir tahun mengingat tingginya konsumsi masyarakat terkait liburan dan perayaan akhir tahun. Masih terbatasnya aktivitas konsumsi masyarakat pada awal tahun berpengaruh terhadap turunnya kegiatan penarikan uang oleh perbankan, yang terlihat pada kondisi transaksi keluar yang mencapai Rp889 miliar atau turun 52,1 % dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1,86 triliun. Secara umum, pada triwulan I-2013 terjadi net-inflow sebesar Rp2,47 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan netinflow pada triwulan sebelumnya yang mencapai Rp349 miliar. 71

81 Juta Rp Triliun Rp Lembar Triliun Rp Triliun Rp Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran Inflow Outflow Net Inflow Inflow Outflow Net Inflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) setiap bulan Seiring dengan banyaknya uang tunai yang disetorkan oleh perbankan ke Bank Indonesia, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan mengalami peningkatan pada triwulan I Jumlah UTLE yang masuk ke KPw Bank Indonesia Wilayah VIII dari setoran perbankan Sumbar pada triwulan I mencapai Rp386,1 miliar, atau meningkat 57.8% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp244,7 miliar. Peningkatan penggunaan uang tunai pada akhir tahun 2012 akibat kegiatan liburan dan perayaan akhir tahun berimplikasi terhadap peningkatan jumlah UTLE yang disetor ke Bank Indonesia % Rasio PTTB terhadap inflow PTTB (Sisi Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Nominal (sisi kiri) Lembar (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Bank Indonesia Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Sumber : Bank Indonesia Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat Uang palsu yang ditemukan pada triwulan I-2013 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah uang palsu yang ditemukan oleh Bank Indonesia dari hasil setoran oleh perbankan di Sumbar pada triwulan I-2013 mencapai 111 lembar dengan nominal setara Rp7,05 juta, lebih tinggi 72

82 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran dibandingkan triwulan sebelumnya yang ditemukan sebanyak 100 lembar atau dengan nominal setara Rp6,91 juta. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan terjadi seiring dengan meningkatnya transaksi tunai (inflow) yang disetor ke Bank Indonesia. Peredaran uang palsu cenderung meningkat saat transaksi tunai marak di masyarakat, seperti di akhir tahun, sehingga ketika uang tunai tersebut disetor ke Bank Indonesia, banyak ditemui uang palsu. Untuk menekan peredaran uang palsu tentunya perlu kesadaran dan kerjasama semua pihak, baik dari masyarakat maupun perbankan khususnya dalam mengenali ciriciri keaslian uang Rupiah dengan baik sehingga terhindar dari terselipnya uang palsu dalam transaksi kegiatan ekonomi, khususnya pada uang pecahan besar. Pada triwulan I-2013 ditemukan uang palsu pecahan Rp sebanyak 41 lembar, pecahan Rp sebanyak 53 lembar, pecahan Rp sebanyak 13 lembar, pecahan Rp sebanyak 3 lembar, dan pecahan Rp5.000 sebanyak 1 lembar Transaksi Kliring Nilai dan volume transaksi non-tunai melalui kliring tidak mengalami perubahan yang siginifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Perputaran kliring pada triwulan I-2013 mencapai 101,4 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp4,2 triliun, tidak jauh berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya dengan transaksi mencapai 100,1 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp4,17 triliun. Kondisi ini disebabkan karena kegiatan perekonomian pada akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 tidak mengalami perubahan yang signifikan, sehingga transaksi keuangan non-tunai pun tidak mengalami perubahan yang signifikan. Rasio penolakan cek/bilyet giro (BG) juga tidak mengalami perubahan yang siginifikan dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2013 secara volume, penolakan cek/bilyet giro kosong mencapai lembar, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 3,418 lembar. Sebaliknya, nominal cek/bilyet giro (BG) yang ditolak sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dari Rp100,2 miliar menjadi Rp99,3 miliar. 73

83 Triliun Rp Ribu Lembar Miliar Rp Ratus Lembar Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran Tabel Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong Keterangan Pertumbuhan w I II III IV I II III IV I qtq yoy Perputaran Kliring Volume (ribu lembar) % 1.5% Nominal (miliar Rp) 3, , , , , , , , , % 5.5% Penolakan Cek/BG Kosong - Volume (lembar) 2, , , , ,972 3,409 2,037 3,418 3, % 15.8% - Nominal (miliar Rp) % 26.1% Sumber : Bank Indonesia Nominal Volume (sisi kanan) I II III IV I III IV I II III IV I % 2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% 0.0% Volume (sisi kanan) Nominal I II III IV I III IV I II III IV I % 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% Sumber : Bank Indonesia Grafik Rata-rata Harian Perputaran Kliring di KPw Bank Indonesia Wilayah VIII Sumber : Bank Indonesia Grafik Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring 5.3. Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Nominal Volume (sisi kanan) I II III IV I II III IV I Sumber : BI Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Volume transaksi non-tunai melalui RTGS menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berbeda dengan transaksi kliring yang mengalami peningkatan, nilai dan volume transaksi RTGS mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Turunnya tingkat transaksi melalui RTGS disebabkan karena masih terbatasnya kegiatan perekonomian di awal tahun. Volume transaksi RTGS di triwulan I-2013 mencapai transaksi. Volume transaksi dari wilayah Sumbar mencapai transaksi,

84 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran masing-masing mengalir ke wilayah Sumbar sendiri sebanyak transaksi dan ke luar wilayah Sumbar transaksi, volume transaksi ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai transaksi. Sementara aliran dari luar wilayah Sumbar ke Sumbar volumenya mencapai transaksi, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak transaksi. Begitu juga secara nominal nilainya lebih rendah dari total transakasi triwulan sebelumnya. Total nilai transaksi RTGS selama triwulan I-2013 mencapai Rp20,8 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai Rp21,2 triliun. Tabel Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat Sumber : Bank Indonesia 75

85 Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 76

86 Bab VI :Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Jumlah penduduk usia produktif dan angkatan kerja di Sumatera Barat terus meningkat, namun dengan tidak diimbanginya penciptaan lapangan kerja maka berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran. Sepanjang persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumbar mengalami peningkatan dari 6,25% menjadi 6,33%. Sektor ekonomi formal, khususnya sektor industri, mengalami peningkatan penyerapan kerja dari semula 7,2% menjadi 8,1%. Namun angka penyerapan tersebut relatif rendah jika melihat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja terdidik lulusan pendidikan tinggi formal. Namun demikian rata-rata gaji, upah dan pendapatan pekerja secara ratarata sudah lebih tinggi dibandingkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Ratarata upah pekerja di Sumbar pada 2012 mencapai Rp per bulan, lebih tinggi dibandingkan UMP tahun 2012 yang sebesar Rp per bulan dan bahkan juga telah melebihi peningkatan UMP 2013 sebesar 17,4% menjadi Rp per bulan. Rata-rata upah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan beberapa daerah lain di Sumatera. Hal ini ditengarai disesuaikan dengan pengeluaran konsumsi penduduk Sumbar, khususnya makanan, dengan kebutuhan protein yang merupakan tertinggi di Sumatera, serta juga seiring dengan tingkat inflasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Sumatera. 77

87 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah 6.1. Ketenagakerjaan Daerah Sumatera Barat mengalami peningkatan penduduk usia produktif, namun demikian pada awal tahun 2013 menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran. Pada data terakhir di bulan Februari 2013 jumlah penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) mencapai 3.399,4 ribu orang atau mengalami peningkatan 1,1% dibandingkan pada posisi yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 3.362,7 ribu orang. Secara umum angkatan kerja di Sumbar pada 2013 mencapai 2.390,6 ribu orang, atau meningkat 1,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian jumlah pengangguran mengalami peningkatan 3,0% dari 146,9 ribu orang menjadi 151,3 ribu orang. Dengan demikian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat dari 6,25% menjadi 6,33%. Jika dilihat lebih mendasar, banyak penduduk bekerja namun terhitung pekerja tidak penuh waktu, atau setengah menganggur yang menunjukkan peningkatan sebesar 5,1% dari 781,5 ribu orang menjadi 821,3 ribu orang. Sementara yang bekerja paruh waktu meningkat 1,8% dari semula 456,6 ribu orang menjadi 464,9 ribu orang. Sumber: BPS Tabel Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan di Sumatera Barat (ribu orang) No. Kegiatan Utama Peningkatan (%) Feb Feb Feb Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3, , , Angkatan Kerja 2, , , a. Bekerja 2, , , b. Pengangguran Bukan Angkatan Kerja 1, , , Pekerja Tidak Penuh a. Setengah Pengangguran b. Pekerja Paruh Waktu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 68.42% 69.92% 70.32% 6 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 7.14% 6.25% 6.33% Meningkatnya jumlah penggangguran terjadi seiring angkatan kerja yang terus meningkat namun tidak diimbangi oleh peningkatan lapangan kerja. Angkatan kerja terdidik yang umumnya memiliki pendidikan formal menengah ke atas tidak mampu terserap dengan baik pada lapangan kerja di sektor formal, seperti sektor industri pengolahan dikarenakan sektor ini relatif kurang berkembang pesat di Sumbar. Hal ini melihat peran penyerapan tenaga 78

88 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah kerja sektor industri pada data terakhir Februari 2013 hanya sebesar 8,1%. Meski meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang baru mencapai 7,2% namun pangsa ini belum cukup untuk membuka peluang lapangan kerja bagi angkatan kerja yang telah mengenyam pendidikan formal yang tinggi. Namun demikian, pada awal 2013 sudah mulai terjadinya peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri sebesar 14,0% dibandingkan tahun sebelumnya dari 158,4 ribu orang menjadi 180,5 ribu orang. Andalan utama penyerapan tenaga kerja masih terpusat pada sektor ekonomi informal dan semi-formal, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor pertanian pada awal tahun 2013 mampu menyerap 41,2% dari total penduduk di Sumbar yang bekerja. Namun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian menurun 1,1% dibandingkan tahun sebelumnya dari semula 933,4 ribu orang menjadi 923,2 ribu orang. Pangsa tenaga kerja di sektor pertanian secara umum juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 42,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa mulai banyak beralihnya pilihan tenaga kerja terdidik untuk mencari pekerjaan di sektor lain selain pertanian. Di sisi lain, sektor perdagangan mampu menyerap 20,8% pada 2013, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 19,8%. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor perdagangan juga terus meningkat dari semula 437 ribu orang menjadi 465,7 ribu orang, atau mengalami peningkatan sebesar 6,6%. Tabel Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama No. Jumlah (ribu orang) Pangsa (%) Pertumbuhan (%) Lapangan Pekerjaan Utama Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb 1 Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Angkutan Jasa Lainnya Total 2, , , Sumber: BPS Tidak banyaknya peluang lapangan kerja formal berdampak pada terlihatnya Fenomena ini terjadi ketika angkatan kerja terdidik yang mengenyam pendidikan tinggi semakin meningkat jumlahnya, 79

89 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah sementara peluang lapangan kerja formal tidak banyak mengalami peningkatan. Akibatnya, yang terjadi adalah perekrutan tenaga kerja terdidik untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak membutuhkan spesifikasi pendidikan tinggi. Dengan demikian fenomena ini menyebabkan peluang angkatan kerja yang tidak mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal menjadi lebih kecil. Kondisi ini bisa terlihat dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada angkatan kerja lulusan Sekolah Menengah Atas ke bawah menunjukkan persentase yang meningkat sepanjang Tingkat pengangguran terbuka angkatan lulusan SD ke bawah meningkat dari 3,16% menjadi 4,19%; lulusan SMP meningkat dari 6,92% menjadi 7,19%; sementara lulusan SMA meningkat dari 10,65% menjadi 12,70%. Kondisi yang berbeda terlihat pada lulusan Diploma dan Sarjana, yang masing-masing mengalami penurunan tingkat pengangguran dari 6,13% menjadi 4,23%; dan dari 5,61% menjadi 5,58%. Salah satu solusi dalam meningkatkan peluang lulusan sekolah menengah untuk dapat lebih terserap di lapangan pekerjaan adalah dengan lebih menguatkan peran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang lebih membekali dengan keterampilan yang lebih spesifik untuk dunia kerja. Hal ini terbukti dengan tingkat pengangguran para lulusan SMK di Sumbar yang menurun sepanjang dari semula 9,72% menjadi hanya 3,3%. Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Pendidikan di Sumatera Barat Tingkat Pendidikan Feb Feb SD ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Total Sumber: BPS 6.2. Kesejahteraan Daerah Rata-rata upah atau gaji buruh, karyawan dan pegawai di Sumatera Barat pada 2012 secara umum sudah melebihi Upah Minimum Propinsi (UMP). 80

90 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah Pada tahun 2012 rata-rata upah/gaji buruh/karyawan/pegawai di Sumbar mencapai Rp per bulan, lebih tinggi dibandingkan rata-rata upah/gaji di hampir semua propinsi di Sumatera, terkecuali di Riau dan Kepulauan Riau yang memang sektor formal seperti sektor industri pengolahan berkembang lebih marak dibandingkan di Sumbar. Rata-rata upah/gaji di Sumbar sudah melebihi UMP tahun 2012 yang sebesar Rp per bulan dan bahkan juga telah melebihi peningkatan UMP 2013 sebesar 17,4% menjadi Rp per bulan. Tabel Rata-rata Upah/Gaji/Pendapatan Buruh/Karyawan/Pegawai Sebulan Menurut Provinsi di Sumatera (Rupiah), Sumber: BPS Tabel Upah Minimum Propinsi Sumber: Kementerian Tenaga Kerja RI Meskipun sebagai daerah yang bukan berbasiskan kawasan industri, pengeluaran per kapita per bulan di Sumbar relatif tinggi dibandingkan daerah-daerah di Sumatera, terkecuali dibandingkan Riau dan Kep. Riau. Rata-rata pengeluaran per kapita di Sumbar pada 2012 mencapai Rp per bulan, dimana khusus untuk pengeluaran makanan sebesar Rp per bulan, 81

91 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah lebih tinggi dibandingkan daerah lain yang ekonominya lebih berkembang seperti di Sumatera Utara maupun Sumatera Selatan. Hal ini ditengarai disebabkan level dan tingkat inflasi di Sumbar yang relatif lebih tinggi, juga disebabkan oleh karakteristik penduduk Sumbar yang cenderung mengkonsumsi makanan berprotein lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Salah satunya dikonfirmasi oleh data rata-rata konsumsi protein per kapita per hari di Sumbar yang merupakan tertinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Sumatera. Rata-rata konsumsi protein per kapita per hari penduduk di Sumbar pada 2012 mencapai 2.023,38 kilo kalori (kkal), lebih tinggi dibandingkan Sumut (1.892,36 kkal), Riau (1.862,37 kkal) maupun Sumsel (1.925,99 kkal). Tabel Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Provinsi di Sumatera (rupiah) 2011 dan 2012 Sumber: BPS 82

92 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah Tabel Rata-rata Konsumsi Protein (kkal) per Kapita per Hari Menurut Provinsi di Sumatera dantipe Daerah, 2012 Sumber: BPS Pendapatan petani secara umum di Sumbar lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah tetangga lainnya di wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng). Sebagai daerah yang merupakan sentra produksi di wilayah Sumbagteng memiliki peluang bagi produsen produk bahan pangan di Sumbar untuk menjual hasil produksinya ke daerah-daerah lain di Sumbagteng. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) pada posisi terakhir di triwulan I-2013 pada bulan Maret mencapai 104,59, menunjukkan yang tertinggi dibandingkan Riau, Kep. Riau maupun Jambi. Posisi ini terus berlangsung selama dua tahun terakhir baik pada 2011 dan 2012 yang juga menunjukkan Indeks NTP tertinggi di wilayah Sumbagteng. Tabel Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Wilayah Sumatera Bagian Tengah Wilayah Jan Feb Mar Sumbar Riau Kepri Jambi Sumber: BPS 83

93 Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & KesejahteraanDaerah Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 84

94 Bab VI :Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-7,0% (yoy). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi domestik, khususnya konsumsi rumah tangga yang diperkirakan masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Sementara ekspor diperkirakan masih akan melemah seiring dengan terjadinya pelemahan pertumbuhan ekonomi mitra dagang ekspor seperti Amerika dan Eropa, serta harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih berada pada trend penurunan. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh membaik seiring dengan curah hujan yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kuatnya konsumsi domestik turut menopang pertumbuhan produksi di sektor industri pengolahan. Masuknya masa liburan tengah tahun dan pelaksanaan kegiatan berskala internasional di Sumbar diperkirakan akan mendorong peningkatan pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi pada triwulan II Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran terkait dengan pasokan bahan pangan. Kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan impor pada komoditas pangan tertentu masih terlihat dampaknya pada peningkatan harga di pasar pada awal triwulan II Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi administered prices juga berpotensi meningkatkan inflasi, antara lain terkait dengan kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap yang menggiring meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat. Ekspektasi inflasi akan semakin meningkat jika marak munculnya pemberitaan mengenai rencana pemerintah pusat untuk melaksanakan sejumlah kebijakan baik terkait harga maupun kuota BBM bersubsidi. Inflasi Kota Padang pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-6,8% (yoy). 85

95 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah 7.1. Perkiraan Ekonomi Tabel Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat 2012 I-2013 II Wilayah I II III IV P R P 2013P Sumatera Barat Sumber: Proyeksi KPw Bank Indonesia (P: Proyeksi; R: Realisasi) Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II-2013 mulai menunjukkan pertumbuhan yang lebih moderat. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-7,0% (yoy). Dari sisi permintaan diperkirakan pertumbuhan ekonomi masih dominan ditopang oleh kegiatan konsumsi rumah tangga. Beradasarkan data BPS, Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II-2013 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mengalami peningkatan dari 105,3 menjadi 107,5. Peningkatan ini didasarkan pada kecenderungan Indeks Pendapatan Rumah Tangga yang mengalami kenaikan dari semula 104,5 menjadi 107,7. Tabel Indeks Tendensi Konsumen di Sumatera Barat Menurut Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk I II III IV I II* Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan Sumber: BPS N/A N/A Indeks Tendensi Konsumen Pertumbuhan ekspor diperkirakan masih akan mengalami penurunan. Negara maju seperti Amerika dan Eropa yang menjadi tujuan ekspor utama Sumbar diproyeksikan oleh International Monetary Fund (IMF) pada 2013 mengalami pelemahan pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi Amerika pada 2013 diproyeksikan tumbuh 2,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan 2012 yang tumbuh 2,3% (yoy). Sementara ekonomi Eropa pada 2013 diproyeksikan mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,2% (yoy). Harapan untuk peningkatan nilai dan volume ekspor adalah negara-negara berkembang, terutama Cina dan India yang diproyeksikan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi. 86

96 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah Tabel Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Sumber: IMF P Dunia Negara maju Amerika Serikat Kawasan Eropa Negara berkembang China India Volume perdagangan dunia Pertumbuhan investasi diperkirakan belum banyak mengalami peningkatan di triwulan II Realisasi belanja modal pemerintah daerah diperkirakan masih terbatas di triwulan II-2013, sementara investasi swasta berskala besar masih terkait dengan kelanjutan pembangunan pabrik semen yang akan dirampungkan pada triwulan IV Selain itu, bentuk investasi lain berupa pengeboran/eksplorasi ML-A1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Labuh Kab. Solok Selatan yang diperkirakan akan menghasilkan energi listrik sebesar 220 MW. Grafik Prakiraan Curah Hujan Mei-Juni 2013 Mei Juni Pertumbuhan di sektor pertanian diperkirakan relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. BMKG menunjukkan bahwa curah hujan di Sumbar pada triwulan II-2013 akan berada pada intensitas menengah, atau relatif lebih kondusif dibandingkan curah hujan sepanjang triwulan I-2013 yang 87

97 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah mengalami intensitas tinggi dan sangat tinggi sehingga menyebabkan produksi pertanian menjadi kurang optimal. Prognosa Badan Ketahanan Pangan menunjukkan bahwa produksi cabe merah pada akhir triwulan II-2013 mencapai ton, lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan sebelumnya sebanyak ton. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan bahwa perkiraan situasi bisnis di sektor pertanian pada triwulan II-2013 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumber: Badan Ketahanan Pangan, Sumbar Grafik Prognosa Produksi dan Luas Panen Cabe Merah di Sumbar Sumber: Badan Ketahanan Pangan, Sumbar Grafik Prognosa Produksi dan Luas Panen Bawang Merah di Sumbar Masih kuatnya konsumsi domestik diperkirakan menstimulus bergairahnya beberapa sektor ekonomi. Sektor industri diperkirakan masih tumbuh positif, khususnya pada subsektor industri yang memproduksi barangbarang konsumsi (consumer goods) seperti subsektor industri makanan dan minuman. Namun demikian perkembangan di subsektor industri lainnya terutama yang berorientasi ekspor diperkirakan relatif melemah. Sementara itu, lebih maraknya masa liburan pertengahan tahun, terutama diwarnai oleh penyelenggaraan kegiatan berskala internasional Tour de Singkarak diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kegiatan perdagangan akan membaik, salah satunya dipicu oleh revitalisasi Pelabuhan Teluk Bayur yang ditujukan untuk memberikan pelayanan arus barang yang lebih cepat dan baik. Maraknya kunjungan wisatawan pada pertengahan tahun diperkirakan akan turut menggerakkan sektor transportasi dan komunikasi. 88

98 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah Sumber: SKDU, BI Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Secara Umum Sumber: SKDU, BI Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Sektor Pertanian Sumber: SKDU, BI Grafik Perkiraan Situasi Bisnis Kegiatan Perusahaan Sektor Industri Pengolahan 7.2. Perkiraan Inflasi Tabel Proyeksi Inflasi Kota Padang Wilayah I II III IV I IIP IIIP IVP Sumatera Barat ,5-6,8 5,9-6,2 6,0-6,3 Sumber: P: Proyeksi KPw Bank Indonesia Inflasi Kota Padang pada triwulan II-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,5-6,8% (yoy). Dari sisi kelompok bahan pangan yang harganya bergejolak (volatile foods) diperkirakan menunjukkan peningkatan harga. Pembatasan kuota impor daging sapi hingga awal triwulan II-2013 memberikan dampak pada peningkatan harga daging sapi hingga mencapai rata-rata Rp per kg. Pergerakan harga cabe merah juga masih menunjukkan trend peningkatan secara perlahan. Sementara di sisi lain harga beras cenderung stabil dengan tercukupinya pasokan di Sumbar. Penyerdehanaan ijin impor terkait kebijakan pembatasan impor hortikultura diharapkan mulai mengurangi tekanan 89

99 Bab VII : Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah harga pangan, namun efektivitasnya sangat bergantung dari implementasi yang dijalankan pemerintah. Pemberlakukan kebijakan dua harga bagi BBM solar bersubsidi dan non-subsidi apabila tidak secara cermat pengaturan mekanisme teknis pelaksanaannya berpotensi akan berdampak pada terhambatnya distribusi pangan akibat truk-truk pengangkut karena terkena antrian panjang di SPBU dalam persaingan mendapatkan solar bersubsidi. Sumber: Survei Pemantauan Harga, BI Grafik Perkembangan Komoditas Volatile Food Sumber: Survei Konsumen, BI Grafik Ekspektasi Harga 3 dan 6 bulan ke Depan Tekanan inflasi dari komoditas yang harga atau tarifnya diatur oleh pemerintah (administered price) diperkirakan masih akan berkontribusi pada peningkatan ekspektasi inflasi. Penerapan peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) mendorong ekspektasi inflasi masyarakat meningkat. Biaya produksi maupun biaya sewa rumah akan disesuaikan dalam merespon peningkatan TTL tersebut. Berdasarkan Survei Konsumen, Indeks Ekspektasi Kenaikan Harga dalam 3 dan 6 bulan ke depan menunjukkan trend yang meningkat hingga akhir triwulan II Koordinasi dan pelaksanaan tindakan konkrit dalam pengendalian inflasi sangat diperlukan. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang sudah terbentuk baik di tingkat Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, Kab. Pasaman, Kota Solok dan Kab. Solok diharapkan dapat menginisiasi terbentuknya TPID di kab/kota lainnya, sebagai wujud bahwa upaya pengendalian inflasi merupakan isu penting, karena terkait dengan kemampuan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, upaya untuk mengurangi disparitas harga baik antara produsen dan konsumen maupun antar daerah akibat informasi harga dan pasokan yang tidak berimbang (asimetris) dapat segera ditindaklanjuti melalui pembentukan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis. 90

100 LAMPIRAN

101 Tabel 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA BERLAKU (Juta Rupiah) PROVINSI: SUMATERA BARAT LAPANGAN USAHA Jumlah I II III IV Jumlah I 1. PERTANIAN 23,408, ,095, ,349, ,426, ,460, ,331, ,818, a. Tanaman Bahan Makanan 12,272, ,155, ,323, ,324, ,413, ,215, ,555, b. Tanaman Perkebunan 5,040, ,353, ,390, ,382, ,276, ,402, ,430, c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,950, , , , , ,217, , d. Kehutanan 1,344, , , , , ,458, , e. Perikanan 2,800, , , , , ,036, , PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 2,939, , , , , ,195, , a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas 358, , , , , , , c. Penggalian 2,580, , , , , ,812, , INDUSTRI PENGOLAHAN 11,267, ,892, ,008, ,154, ,223, ,278, ,386, a. Industri Migas Pengilangan Minyak Bumi Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas **) 11,267, ,892, ,008, ,154, ,223, ,278, ,386, Makanan, Minuman dan Tembakau 3,112, , , , , ,336, , Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 4,623, ,229, ,240, ,292, ,324, ,087, ,483, Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 346, , , , , , , Kertas dan Barang Cetakan 24, , , , , , , Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 570, , , , , , , Semen & Brg. Galian bukan logam 2,402, , , , , ,706, , Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya 183, , , , , , , Barang lainnya 3, , LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 965, , , , , ,043, , a. Listrik 877, , , , , , , b. Gas c. Air Bersih 87, , , , , , , BANGUNAN 6,515, ,697, ,777, ,881, ,993, ,349, ,893, PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 17,836, ,708, ,900, ,241, ,464, ,314, ,744, a. Perdagangan Besar & Eceran 17,259, ,555, ,741, ,071, ,291, ,660, ,566, b. Hotel 161, , , , , , , c. Restoran 415, , , , , , , PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 15,455, ,134, ,265, ,499, ,597, ,496, ,662, a. Pengangkutan 12,707, ,408, ,507, ,695, ,773, ,385, ,823, Angkutan Rel 61, , , , , , , Angkutan Jalan Raya 9,087, ,429, ,517, ,623, ,671, ,241, ,737, Angkutan Laut 645, , , , , , , Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 295, , , , , , , Angkutan Udara 1,595, , , , , ,926, , Jasa Penunjang Angkutan 1,021, , , , , ,149, , b. Komunikasi 2,748, , , , , ,111, , Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 4,475, ,172, ,215, ,267, ,322, ,977, ,343, a. Bank 1,396, , , , , ,602, , b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1,119, , , , , ,246, , c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan 1,839, , , , , ,996, , e. Jasa Perusahaan 119, , , , , , , JASA-JASA 16,092, ,184, ,359, ,642, ,930, ,116, ,998, a. Pemerintahan Umum 11,233, ,908, ,043, ,249, ,469, ,670, ,508, Adm. Pemerintahan & Pertahanan 7,070, ,787, ,875, ,998, ,139, ,802, ,159, Jasa Pemerintah lainnya 4,162, ,120, ,167, ,251, ,329, ,868, ,349, b. Swasta 4,859, ,275, ,316, ,392, ,460, ,445, ,490, Sosial Kemasyarakatan 1,953, , , , , ,193, , Hiburan & Rekreasi 462, , , , , , , Perorangan & Rumahtangga 2,443, , , , , ,728, , PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 98,957, ,896, ,929, ,192, ,084, ,103, ,920, Sumber: BPS

102 Tabel 2. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Juta Rupiah) PROVINSI: SUMATERA BARAT LAPANGAN USAHA Jumlah I II III IV Jumlah I 1. PERTANIAN 9,478, ,440, ,490, ,469, ,464, ,864, ,491, a. Tanaman Bahan Makanan 4,755, ,217, ,247, ,213, ,240, ,919, ,226, b. Tanaman Perkebunan 2,375, , , , , ,487, , c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 762, , , , , , , d. Kehutanan 513, , , , , , , e. Perikanan 1,071, , , , , ,117, , PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1,248, , , , , ,304, , a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas 220, , , , , , , c. Penggalian 1,028, , , , , ,079, , INDUSTRI PENGOLAHAN 5,010, ,250, ,289, ,325, ,347, ,212, ,398, a. Industri Migas Pengilangan Minyak Bumi Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas **) 5,010, ,250, ,289, ,325, ,347, ,212, ,398, Makanan, Minuman dan Tembakau 1,429, , , , , ,472, , Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 1,966, , , , , ,055, , Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 150, , , , , , , Kertas dan Barang Cetakan 15, , , , , , , Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 320, , , , , , , Semen & Brg. Galian bukan logam 1,029, , , , , ,109, , Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya 97, , , , , , , Barang lainnya 1, , LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 458, , , , , , , a. Listrik 413, , , , , , , b. Gas c. Air Bersih 44, , , , , , , BANGUNAN 2,256, , , , , ,416, , PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7,419, ,913, ,970, ,035, ,056, ,975, ,090, a. Perdagangan Besar & Eceran 7,147, ,843, ,898, ,960, ,980, ,683, ,013, b. Hotel 74, , , , , , , c. Restoran 197, , , , , , , PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 6,277, ,644, ,681, ,755, ,763, ,844, ,771, a. Pengangkutan 4,566, ,198, ,220, ,272, ,274, ,967, ,276, Angkutan Rel 31, , , , , , , Angkutan Jalan Raya 3,046, , , , , ,299, , Angkutan Laut 272, , , , , , , Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 81, , , , , , , Angkutan Udara 659, , , , , , , Jasa Penunjang Angkutan 474, , , , , , , b. Komunikasi 1,711, , , , , ,877, , Pos dan Telekomunikasi Jasa Penunjang Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 2,102, , , , , ,236, , a. Bank 743, , , , , , , b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 513, , , , , , , c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan 786, , , , , , , e. Jasa Perusahaan 59, , , , , , , JASA-JASA 7,038, ,801, ,856, ,933, ,983, ,575, ,989, a. Pemerintahan Umum 4,737, ,207, ,250, ,304, ,345, ,108, ,346, Adm. Pemerintahan & Pertahanan 3,008, , , , , ,207, , Jasa Pemerintah lainnya 1,728, , , , , ,900, , b. Swasta 2,301, , , , , ,466, , Sosial Kemasyarakatan 867, , , , , , , Hiburan & Rekreasi 256, , , , , , , Perorangan & Rumahtangga 1,176, , , , , ,256, , PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 41,291, ,597, ,880, ,159, ,275, ,911, ,361, Sumber: BPS

103 Tabel III. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Triwulan Menurut Penggunaan (Harga Berlaku) Sumber: BPS Tabel III. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Triwulan Menurut Penggunaan (Harga Konstan) Sumber: BPS

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2012 Triwulan II-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI MONETER Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2011 Kantor Triwulan IV-2011 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Penanggung Jawab: Unit Kajian, Statistik dan Survey (UKSS) Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Kata Pengantar Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL BAB 1. PERKEMBANGAN 7 BAB 1. PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2008 KANTOR 8 BAB 1. PERKEMBANGAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Kata Pengantar Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 21 Kantor Triwulan I-21 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2012 VISI BANK INDONESIA : nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi MISI BANK INDONESIA : pemeliharaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci