KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Triwulan I 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Erwin Syafii (erwin_sy@bi.go.id) Dythia Sendrata (dythia_s@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Rizky Shantika P (rs_putri@bi.go.id)iopiring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Triwulan I 215. Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami : pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami : Pada triwulan I 215, perekonomian Sumatera Barat hanya mampu tumbuh 5,46% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,54% (yoy). Namun demikian, perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh membaik pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy) pada triwulan II 215 yang berasal dari meningkatnya belanja pemerintah dan investasi. Sementara itu, laju inflasi Sumatera Barat turun signifikan dari 11,58% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan I 215 karena imbas dari turunnya harga komoditas pangan strategis dan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. Ke depan, tekanan inflasi Sumatera Barat diprakirakan meningkat dengan berada pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy) pada triwulan I 215 karena sejumlah kebijakan energi strategis dan potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan strategis. Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. v

6 Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri Padang, Mei 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT Kepala Perwakilan, (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... xi RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan BAB II INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa vii

8 2.3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Perkembangan DPK Perkembangan Kredit Intermediasi dan Risiko Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Perkembangan Transaksi Non Tunai BAB IV KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prakiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 2.1. LAJU INFLASI PROVINSI-PROVINSI DI SUMATERA TABEL 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI PADANG MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (%, QTQ) TABEL 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI BUKITTINGGI MENURUT KEL. BARANG DAN JASA ()%, QTQ) TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMBAR MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (YOY, %) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (QTQ, %) TABEL 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULAN SUMBAR KELOMPOK BAHAN MAKANAN (QTQ, %) TABEL 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU (QTQ, %) TABEL 2.8. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR (QTQ, %)... 3 TABEL 2.9. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK SANDANG (QTQ, %) TABEL 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK KESEHATAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMBAR KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN (QTQ, %) TABEL PERBANDINGAN INFLASI SUMATERA BARAT DENGAN WILAYAH LAINNYA TABEL 3.1. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PERTUMBUHAN HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA ix

10 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank x

11 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 2 GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I 215 DI PROVINSI KAWASAN SUMATERA... 2 GRAFIK 1.3. KONTRIBUSI PDRB MENURUT PERMINTAAN... 4 GRAFIK 1.4. PERTUMBUHAN KONSUMSI RT... 4 GRAFIK 1.5. INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN... 4 GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI... 4 GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KREDIT RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK... 5 GRAFIK 1.9. INDEKS TENDENSI KONSUMEN... 6 GRAFIK 1.1. REALISASI BELANJA APBD SUMATERA BARAT... 6 GRAFIK SIMPANAN PEMERINTAH DAERAH DI BANK UMUM... 7 GRAFIK INVESTASI PMA DAN PMDN... 7 GRAFIK KONSUMSI SEMEN... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI... 8 GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR... 9 GRAFIK PERTUMBUHAN EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 9 GRAFIK HARGA INTERNASIONAL KOMODITAS EKSPOR UTAMA... 1 GRAFIK NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 1 GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN DN GRAFIK 1.2. AKTIVISTAS PERDAGANGAN LN GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN UTAMA EKSPOR GRAFIK NILAI IMPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS UTAMA GRAFIK NILAI IMPOR MENURUT KATEGORI BARANG GRAFIK PORSI NEGARA ASAL UTAMA IMPOR GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH BKP SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI GRAFIK 1.3. KAPASITAS PRODUKSI TERPASANG LAPANGAN USAHA PERTANIAN GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA TANDAN BUAH SAWIT (TBS) DAN CPO DUNIA GRAFIK KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN PENJUALAN KENDARAAN BERMOTOR GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENUMPANG BIM GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK KAPASITAS PRODUKSI TERPASANG LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI GRAFIK 2.2. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI TERBESAR DI KOTA PADANG GRAFIK 2.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI TERBESAR DI KOTA BUKITTINGGI GRAFIK 2.4. BOBOT KONSUMSI KOMODITAS TERBESAR DI SUMBAR GRAFIK 2.5. LAJU INFLASI TAHUNAN SUMBAR BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.6. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMBAR BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.7. ANDIL INFLASI TRIWULANAN SUMBAR BERDASRKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.8. INDEKS KEYAKINAN DAN EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 2.9. INDEKS KEYAKINAN DAN EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 2.1. SUMBANGAN INFLASI DI DAERAH GRAFIK 2.11 MATRIKS KOMODITAS INFLASI SUMBAR GRAFIK 3.1. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 3.2. SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK 3.3. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) xi

12 GRAFIK 3.4. PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK 3.5. PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK 3.6. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK 3.7. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.8. PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN NPL SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.1. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENTIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN TRUK DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK PERTUMBUHAN ASET, DPK DAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM SYARIAH GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN FDR DAN NPF BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK 4.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.2. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.3. PERKEMBANGAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.4. JUMLAH DAN PERTUMBUHAN KENDARAAN BERMOTOR DI SUMBAR GRAFIK 4.5. PORSI REALISASI KOMPONEN DARI PENDAPATAN DAERAH PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.7. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD PADA TRIWULAN I GRAFIK 4.8. PORSI REALISASI KOMPONEN DARI BELANJA PADA TRIWULAN I GRAFIK 5.1. ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.2. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.3. PEKERJA TIDAK PENUH DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.4. PEKERJA BERDASARKAN LAPANGAN USAHA GRAFIK 5.5. PEKERJA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.6. INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA DAN INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN GRAFIK 5.7. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.8. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.9. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.1. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK 6.1. HISTORIS PENYERAPAN BELANJA BARANG PEMDA SUMBAR GRAFIK 6.2. HISTORIS PENYERAPAN BELANJA MODAL PEMDA SUMBAR GRAFIK 6.3. PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK 6.5. PRAKIRAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA SECARA UMUM GRAFIK 6.6. PRAKIRAAN INVESTASI SECARA UMUM GRAFIK 6.7. PRAKIRAAN KEGIATAN USAHA SECARA UMUM GRAFIK 6.8. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 6.9. JALUR PROYEKSI INFLASI TAHUN GRAFIK 6.1. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN xii

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 215 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat melambat Rendahnya aktivitas investasi dan konsumsi pemerintah kinerja lapangan usaha pertanian, dan industri pengolahan melambat Perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) pada awal tahun tumbuh dengan kecenderungan melambat. Perekonomian Sumbar hanya mampu tumbuh 5,46% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,54% (yoy). Lesunya pertumbuhan ekonomi Sumbar tersebut sejalan dengan perlambatan perekonomian pada hampir seluruh provinsi lainnya di wilayah Sumatera dan pada skala nasional Rendahnya aktivitas investasi dan lambatnya konsumsi pemerintah menjadi faktor utama tertahannya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada awal tahun. Realisasi belanja daerah yang relatif rendah sesuai siklusnya pada awal tahun dan pelemahan investasi baik PMA maupun PMDN, akibat lambatnya realisasi investasi pemerintah daerah, belum kondusifnya iklim usaha dan depresiasi nilai tukar Rupiah, berdampak pada melambatnya kedua komponen pengeluaran tersebut. Di sisi lain, menguatnya konsumsi domestik dan kinerja net ekspor mampu menahan penurunan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam. Membaiknya daya beli masyarakat seiring deflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 215 mendorong penguatan konsumsi rumah tangga. Sementara membaiknya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama dan menurunnya permintaan impor seiring dengan rendahnya investasi berdampak pada membaiknya net ekspor Sumbar. Dari sisi lapangan usaha, berlanjutnya penurunan harga komoditas perkebunan utama Sumbar mendorong perlambatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Penurunan harga komoditas perkebunan seperti karet dan kelapa sawit menahan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut diperburuk dengan menurunnya hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan perkebunan. Melemahnya ekspansi ekonomi juga bersumber dari perlambatan kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan pasca periode xiii

14 liburan akhir tahun 214 meskipun biaya transportasi menurun. Di sisi lain, membaiknya konsumsi masyarakat dan net ekspor berdampak pada meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat mereda pada triwulan I 215. Pertumbuhan aset bank umum dan intermediasi perbankan melambat Realisasi penerimaan dan penyerapan belanja pemerintah daerah membaik Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat mereda pada triwulan I 215. Laju inflasi di Sumbar turun secara signifikan dari 11,58% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan I 215. Meredanya tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari turunnya harga komoditas pangan strategis dan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. Terjaganya pasokan bahan pangan, khususnya cabai merah dan beras, seiring dengan masuknya musim panen cabai merah di Jawa dan dukungan cuaca yang kondusif dalam proses penjemuran gabah di Sumbar berdampak pada menurunnya harga kedua komoditas tersebut secara signifikan. Kondisi tersebut didukung oleh kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah pada awal dan pertengahan bulan Januari sejalan dengan tren menurunnya harga minyak dunia.. Meningkatnya biaya dana dan menurunnya kualitas kredit berdampak pada melambatnya pertumbuhan aset bank umum di Sumbar pada triwulan I 215. Sementara itu, membaiknya daya beli masyarakat mendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan pada triwulan I 215. Dari sisi pendanaan, mulai tersalurkannya anggaran pemerintah pusat di tengah minimnya realisasi belanja pemerintah daerah pada awal tahun berdampak pada meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) bank umum khususnya pada jenis giro. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat mengalami tren menurun meskipun masih berada pada level yang tinggi, yang tercermin dari penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 143,8% pada triwulan IV 214 menjadi 139,% pada triwulan I 215. Sementara itu, peningkatan kredit tidak diiringi dengan perbaikan kualitas penyaluran kredit terindikasi dari meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) kredit. Kinerja pendapatan daerah pemda Sumbar pada awal tahun 215 membaik dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Meningkatnya dana simpanan pemda dan lebih lancarnya penyaluran dana perimbangan dari pemerintah pusat mendorong perbaikan pendapatan daerah Sumbar. Di sisi lain, perlambatan perekonomian berdampak pada menurunnya kinerja penerimaan pajak daerah. xiv

15 Transaksi tunai mengalami netinflow dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun, namun kesejahteraan membaik Pertumbuhan ekonomi diprakirakan membaik pada triwulan II 215 Sama halnya dengan penerimaan, penyerapan belanja pema Sumbar pada triwulan laporan mengalami perbaikan. Namun demikian peningkatan realisasi belanja daerah masih terbatas dan sebagian besar digunakan untuk pengeluaran rutin, yaitu belanja hibah dan belanja pegawai. Sementara itu, reorganisasi pada sejumlah kementerian/lembaga berdampak pada lambatnya penyerapan belanja modal pada triwulan laporan Dari sistem pembayaran, perkembangan transaksi tunai dan non tunai pada triwulan I 215 meningkat. Perkembangan transaksi tunai di Sumbar kembali tercatat net inflow sebesar Rp2,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 214 sebesar Rp,74 triliun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia masih lebih besar dibandingkan uang keluar (outflow). Begitupula dengan transaksi non tunai melalui sarana BI RTGS dan kliring yang secara keseluruhan meningkat dari Rp36,9 triliun pada triwulan IV 214 menjadi Rp4,2 triliun pada triwulan I 215. Melambatnya aktivitas perekonomian berimbas pada menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan meningkatnya rasio pekerja tidak penuh pada awal tahun 215. Di tengah penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran menurun. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumbar masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Di sisi lain, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat mengalami perbaikan di tahun 214. Menurunnya jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan menjadi bukti adanya peningkatan kesejahteraan. Perbaikan kesejahteraan tersebut terjadi baik di masyarakat perkotaan maupun perdesaan. Inflasi yang rendah sampai dengan triwulan III 214 ditengarai menjadi penyebab membaiknya kesejahteraan masyarakat di Sumbar. Selain berkurangnya penduduk miskin, kesejahteraan penduduk miskin pun mengalami perbaikan terlihat dari meningkatnya daya beli penduduk miskin dan menurunnya ketimpangan di antara penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan membaik pada triwulan II 215. Perekonomian Sumbar diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy) pada triwulan II 215, atau meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I xv

16 Tekanan inflasi diprakirakan meningkat pada triwulan II sebesar 5,46% (yoy). Membaiknya perekonomian tersebut diprakirakan berasal dari meningkatnya belanja pemerintah dan investasi. Di sisi lain, terbatasnya konsumsi rumah tangga menahan laju pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Dari sektoral, lapangan usaha konstruksi serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran diprakirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan II 215. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan melambat dari 5,85% (yoy) pada tahun 214 menjadi tumbuh pada kisaran 5,6% - 6,% (yoy) pada tahun 215. Masih menurunnya harga komoditas ekspor utama serta lambatnya kinerja konsumsi pemerintah dan investasi pada triwulan I 215 menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sumbar. Tekanan inflasi Sumbar diprakirakan meningkat dengan berada pada kisaran 7,6% - 8,% (yoy) pada triwulan II 215. Berbagai kebijakan energi strategis dan potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan strategis pasca berakhirnya masa panen raya mengakhiri deflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 215. Namun, laju inflasi tahunan Sumbar pada akhir tahun 215 diprakirakan turun signifikan dan berada pada kisaran 4,% - 5,% (yoy) akibat base effect dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir tahun 214. Meskipun demikian, potensi kenaikan harga minyak dunia, depresiasi nilai tukar, dan terganggunya pasokan bahan pangan menjadi risiko utama inflasi pada sisa tahun 215 xvi

17 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT I II III IV I MAKRO IHK Sumatera Barat * 127,69 134,55 14,15 155,39 113,12 113,43 116,79 125,6 125,6 12,22 IHK Kota Padang 127,69 134,55 14,15 155,39 113,58 113,89 117,3 126,3 126,3 12,99 IHK Kota Bukittinggi 19,82 11,17 113,21 118,22 118,22 114,79 Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (y-o-y %) 7,84 5,37 4,16 1,87 8,63 6,16 6, 11,58 11,58 7,2 Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (y-o-y %) 7,84 5,37 4,16 1,87 8,87 6,26 5,95 11,9 11,9 6,9 Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (y-o-y %) 6,94 5,44 6,37 9,24 9,24 4,53 PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Perubahan Inventori (25) (89) (82) (27) (347) 91 - Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (1.543) (12.754) (6.276) (7.112) (33) (1.115) (31) (3.76) (4.795) (15) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6,3 6,3 6, 5,9 5,5 PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 3,3 34,1 4,2 43,6 47,6 46,8 48,7 48,1 48,1 5,8 DPK (Rp Triliun) 2,9 22,6 25,6 26,3 27, 29,2 3,8 29,7 29,7 31,8 - Giro (Rp Triliun) 3,6 4,3 4,9 4,3 4,9 6, 6,2 4,3 4,3 6,6 - Tabungan (Rp Triliun) 11,8 11,9 13,2 14,2 13, 13,3 14,3 15,3 15,3 14, - Deposito (Rp Triliun) 5,5 6,4 7,6 7,8 9,1 9,8 1,3 1,2 1,2 11,2 Kredit (Rp Triliun) 21,6 29,4 34,2 38,7 38,9 4,4 41,3 42,8 42,8 44,2 - Modal Kerja 7,5 1,6 13,1 14,4 14,6 15,5 15,8 16, 16, 16,3 - Investasi 4,5 4,9 5,3 7,1 6,8 7,2 7, 7,6 7,6 8,5 - Konsumsi 9,6 13,8 15,8 17,2 17,4 17,8 18,4 19,1 19,1 19,5 LDR (%) 13, 13, 133,4 147,1 144,2 138,6 134,1 143,8 143,8 139, NPL (gross, %) 2,1 2,3 2,3 2,2 3,2 2,9 3,1 2,9 2,9 3, Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 27=1, IHK th 214 menggunakan tahun dasar 212=1 ** PDRB menggunakan tahun dasar 21 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xvii

18 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank xviii

19 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) di awal tahun tumbuh dengan kecenderungan melambat. Perekonomian Sumbar hanya mampu tumbuh 5,46% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,54% (yoy). Lesunya pertumbuhan ekonomi Sumbar tersebut sejalan dengan perlambatan perekonomian pada hampir seluruh provinsi lainnya di wilayah Sumatera dan pada skala nasional. Rendahnya aktivitas investasi dan lambatnya konsumsi pemerintah menjadi faktor utama tertahannya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat di awal tahun. Realisasi belanja daerah yang relatif rendah sesuai siklusnya di awal tahun dan pelemahan investasi baik PMA maupun PMDN, akibat lambatnya realisasi investasi pemerintah daerah, belum kondusifnya iklim usaha dan depresiasi nilai tukar Rupiah, berdampak pada melambatnya kedua komponen pengeluaran tersebut. Di sisi lain, menguatnya konsumsi domestik dan kinerja net ekspor mampu menahan penurunan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam. Membaiknya daya beli masyarakat seiring deflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 215 mendorong penguatan konsumsi rumah tangga. Sementara membaiknya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama dan menurunnya permintaan impor seiring dengan rendahnya investasi berdampak pada membaiknya net ekspor Sumbar. Dari sisi lapangan usaha, berlanjutnya penurunan harga komoditas perkebunan utama Sumbar mendorong perlambatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Penurunan harga komoditas perkebunan seperti karet dan kelapa sawit menahan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut diperburuk dengan menurunnya hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan perkebunan. Melemahnya ekspansi ekonomi juga bersumber dari perlambatan kinerja lapangan usaha transportasi dan 1

20 pergudangan pasca periode liburan akhir tahun 214 meskipun biaya transportasi menurun. Di sisi lain, membaiknya konsumsi masyarakat dan net ekspor berdampak pada meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. 1.1 Perkembangan Umum Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I 215 cenderung melambat. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I 215 tercatat sebesar 5,46% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV 214 yang tumbuh sebesar 5,54% (yoy) (Grafik 1.1). Tertahannya pertumbuhan tersebut terjadi karena rendahnya investasi dan lambatnya pengeluaran konsumsi pemerintah di awal tahun. Sementara itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja net ekspor dapat menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar. Dari sisi lapangan usaha, berlanjutnya penurunan harga komoditas perkebunan utama Sumbar mendorong perlambatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Di sisi lain, deflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 215 mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. %, yoy , Nasional IV Sumber: BPS, diolah Sumatera Barat 5,5 5,5 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional 4, I % yoy 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1,, -1, -2, -3, 7,1 Sumber: BPS, diolah Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional 5,9 5,5 5,4 4,9 4,8 4,8 Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 215 di Provinsi Kawasan Sumatera 4,1 -,2-1,9 4,7 3,5 Secara umum, perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh provinsi di kawasan Sumatera. Pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera melambat dari 4,2% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 3,5% (yoy) pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I 215 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan 2

21 ekonomi provinsi di kawasan Sumatera. Secara umum, perekonomian Sumatera masih ditopang oleh tiga lapangan usaha utama yaitu pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan. Perlambatan yang sangat dalam terjadi pada dua provinsi di kawasan Sumatera yang bahkan mengalami kontraksi yaitu Provinsi Riau (-,2%, yoy) dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (-1,9%, yoy). Berlanjutnya perlambatan kinerja sektor pertambangan khususnya minyak bumi dan gas menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan di kedua provinsi tersebut. Dibandingkan dengan provinsi lain, Sumbar tercatat sebagai provinsi dengan pertumbuhan PDRB tertinggi ke-3 di wilayah Sumatera setelah Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Jambi (Grafik 1.2). Dilihat dari besarnya aktivitas perekonomian, kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbar di kawasan Sumatera sebesar 7%, atau berada di bawah Riau (23%), Sumut (23%), Sumsel (13%), Lampung (1%), dan Kepri (8%). Perlambatan ekonomi juga terjadi pada skala nasional. Perekonomian Indonesia melambat dari 5,1% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 4,71% (yoy) pada triwulan I 215. Pelemahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 215 terutama didorong melemahnya kinerja beberapa komponen permintaan domestik seperti konsumsi lembaga nonprofit, konsumsi pemerintah dan investasi pada sektor bangunan. Pelemahan pada konsumsi pemerintah terjadi akibat belum optimalnya penyerapan belanja, terutama terkait dengan APBN-P 215 yang baru disahkan dan belum terealisirnya belanja pada sepuluh kementrian dan lembaga yang baru. Sementara itu, penurunan yang terjadi pada pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit terutama akibat lebih rendahnya belanja pada periode ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sangat besar dengan adanya belanja pemilu (base effect). Pada investasi bangunan, pelemahan diakibatkan oleh masih adanya sikap wait and see sektor swasta dan masih belum berjalannya proyek-proyek pemerintah. Di sisi eksternal, kinerja ekspor juga menurun sejalan dengan masih lemahnya permintaan dan turunnya harga komoditas dunia. Sementara itu, pertumbuhan impor mengalami penurunan cukup dalam sejalan dengan melemahnya perkembangan permintaan domestik. 3

22 Net Ekspor LN; 8,5% Net Ekspor Antar Daerah; -,3% %, yoy 4,5 4, Konsumsi RT Investasi; 29,2% Konsumsi Pemerintah; 8,9% Konsumsi RT; 52,3% 3,5 3, 2,5 3,8 4,2 4, 4,1 4,2 4,2 Konsumsi LNPRT; 1,1% 2, IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Menurut Permintaan Sumber: BPS, diolah Grafik 1.4. Pertumbuhan Konsumsi RT 1.2 Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Membaiknya konsumsi rumah tangga menjadi salah satu penopang perekonomian Sumbar pada awal tahun 215. Konsumsi rumah tangga Sumbar pada triwulan I 215 tumbuh mencapai 4,2% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 214 yang tumbuh 4,1% (yoy) (Grafik 1.4). Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan Sumbar mengingat andil konsumsi rumah tangga mencapai sebesar 52,4% terhadap total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) (Grafik 1.3). Indeks Triliun Rp %, yoy Nominal Pertumbuhan-sisi kanan Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Membaiknya daya beli masyarakat seiring deflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 215 mendorong penguatan konsumsi rumah tangga. Menurunnya harga-harga barang dan jasa selama tiga bulan pertama di awal tahun 215 mendorong optimisme masyarakat terhadap perekonomian Sumbar 4

23 yang meningkat. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 1, sebagai salah satu hasil survei Bank Indonesia, menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi Sumbar masih optimis terlihat pada meningkatnya indeks menjadi 17,7 dibandingkan rata-rata indeks di triwulan IV 214 yang mencapai 16, (Grafik 1.5). Namun demikian, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini menurun sebagaimana tercermin pada menurunnya Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) seiring dengan perlambatan ekonomi yang terjadi pada awal tahun. Sementara itu, membaiknya pengaruh pergerakan harga terhadap konsumsi rumah tangga juga tergambar dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan adanya perbaikan indeks pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi yang cukup signifikan di awal tahun (Grafik 1.9). Namun, secara umum ITK di awal tahun 215 menurun akibat penurunan indeks pendapatan rumah tangga. Pergerakan IKE dan ITK yang menurun tersebut mengindikasikan bahwa pelemahan ekonomi yang terjadi dapat menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih tinggi. % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 5 g.kkb g.multiguna (sisi kanan) 4 g.kredit RT Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Sumber : PLN Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Listrik Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga terlihat dari sejumlah indikator konsumsi. Peningkatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga dapat diindikasikan dari meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi dari 11,4% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 11,9% (yoy) pada triwulan I 215 (Grafik 1.6). Pertumbuhan tersebut ditopang oleh meningkatnya kredit kepemilikan rumah 1 Indeks Keyakinan Konsumen merupakan komposit dari Indeks Kondisi Ekonomi dan Indeks Ekspektasi Konsumen 5

24 (KPR) dan kredit multiguna (Grafik 1.7). Indikator lain yang mengkonfirmasi perbaikan konsumsi rumah tangga adalah pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga yang meningkat dari 6,6% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 7,6% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.8). Indeks % 25% Tw I 214 Tw I % Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan I II III IV I II III IV I II III IV I % 1% 5% % Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Hibah Sumber: BPS, diolah Grafik 1.9. Indeks Tendensi Konsumen Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.1. Realisasi Belanja APBD Sumatera Barat Konsumsi Pemerintah Lambatnya kegiatan belanja pemerintah daerah pada awal tahun berdampak pada perlambatan konsumsi pemerintah. Pertumbuhan konsumsi pemerintah hanya mencapai 2,2% (yoy) pada triwulan I 215 melambat dibandingkan dengan akhir tahun 214 yang mencapai 2,9% (yoy). Sesuai siklusnya, belanja pemerintah relatif masih rendah akibat baru disahkannya APBN/APBD pada awal tahun serta proses administrasi dan tender yang cukup panjang. Lambatnya konsumsi pemerintah terlihat dari realisasi belanja barang dan jasa Provinsi Sumbar triwulan I 215 yang baru mencapai 12,1% (Grafik 1.1). Realisasi belanja daerah yang rendah tersebut juga terlihat dari meningkatnya simpanan pemerintah daerah di bank umum (Grafik 1.11). 6

25 Triliun Rp 7 Nominal Pertumbuhan-skala kanan %, yoy (2) 1 (4) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Jumlah Proyek PMDN PMDN (Miliar Rp)-skala kanan Juta US$/Miliar PMA 1. Rp PMA ( Juta US$)-skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Grafik Investasi PMA dan PMDN Investasi Rendahnya investasi sektor bangunan menjadi penyebab utama tertahannya perekonomian Sumbar pada awal tahun 215. Pertumbuhan investasi pada triwulan I 215 tercatat sebesar 5,% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 214 yang tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Pelemahan investasi terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan investasi sektor bangunan yang hanya tumbuh 1,8% (yoy). Pertumbuhan investasi sektor bangunan sangat berdampak pada pertumbuhan investasi secara umum mengingat pangsanya yang besar yaitu sekitar 63% dari total investasi. Sementara itu, pertumbuhan investasi non bangunan tumbuh cukup baik pada awal tahun dengan pertumbuhan sebesar 1,9% (yoy). Sebagai informasi, dengan perubahan tahun dasar PDRB 21 yang dirilis oleh BPS, pangsa investasi terhadap PDRB Sumbar terpantau meningkat signifikan menjadi 3%, dibandingkan dengan PDRB tahun dasar 2 yang hanya sekitar 18%. Hal ini dikarenakan adanya perluasan cakupan investasi yang diperhitungkan dalam perubahan tahun dasar PDRB 21, seperti memasukkan seluruh nilai tambah dalam proses eksplorasi dan produksi pertambangan/penggalian dan menghitung seluruh nilai tambah atau biaya yang dikeluarkan pada sektor pertanian dari mulai proses pembibitan, pemupukan, hingga proses panen. 7

26 Thousands ribu ton Konsumsi Semen %, yoy Pertumbuhan - skala kanan 35 2, 3 15, 1, 25 5, 2-15 (5,) 1 (1,) (15,) 5 (2,) (25,) I II III IV I II III IV I II III IV I Triliun Rp 9 Nominal Pertumbuhan-sisi kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Konsumsi Semen Grafik Perkembangan Kredit Investasi Lambatnya realisasi investasi pemerintah daerah, belum kondusifnya iklim usaha dan depresiasi nilai tukar Rupiah menahan laju investasi pada triwulan I 215. Realisasi investasi pemerintah daerah yang masih rendah terindikasi dari rendahnya belanja modal di triwulan pertama 215 yang hanya mencapai 6,7%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 214 yang terealisasi sebesar 8,%. Selain itu, berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Sumbar, sejumlah pelaku usaha belum berencana melakukan investasi besar pada tahun 215 seiring dengan pelemahan ekonomi dan nilai tukar Rupiah yang terjadi. Selain itu, berlanjutnya penurunan harga komoditas ekspor utama Sumatera Barat yaitu CPO dan karet mendorong para investor untuk melakukan penundaan dalam menanamkan modal usahanya di sektor perkebunan. Melambatnya investasi pada awal tahun juga tercermin dari indikator konsumsi semen Sumbar yang turun dibandingkan triwulan IV 214 (Grafik 1.13). Indikator lainnya juga menunjukkan perlambatan seperti penurunan jumlah proyek maupun nilai investasi di Sumatera Barat pada triwulan I 215 (Grafik 1.12). Total nilai investasi penanaman modal asing (PMA) pada triwulan I 215 tercatat sebesar US$1 juta, turun dibandingkan triwulan IV 214 sebesar US$61 juta. Kondisi yang sama juga terjadi pada nilai investasi PMDN yang menurun dari Rp314 miliar di akhir tahun menjadi Rp199 miliar pada periode laporan. Ditinjau dari sektornya, investasi PMDN di Sumbar masih terkonsentrasi pada sektor industri mineral non logam (semen), sektor tanaman pangan dan perkebunan, serta sektor listrik, gas, dan air. Namun demikian, indikasi perbaikan investasi mulai terlihat dengan peningkatan kredit investasi bank umum yang tumbuh dari 8,1% (yoy) pada triwulan IV 214, menjadi 23,6% (yoy) pada triwulan I 215 (Grafik 1.14). Setelah tertahannya pertumbuhan kredit selama periode 8

27 tahun politik di 214, perbankan di Sumbar mulai meningkatkan penyaluran kredit produktif terutama kredit investasi Ekspor Membaiknya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama turut menjadi penopang perekonomian pada awal tahun 215. Ekspor luar negeri mencatat pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) pada triwulan I 215, meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -5,1% (yoy) (Grafik 1.16). Peningkatan ekspor terlihat dari volume ekspor non migas yang meningkat dari 699,7 ribu ton pada triwulan IV 214 menjadi 738,5 ribu ton pada triwulan I 215 (Grafik 1.18). Kondisi yang sama juga terlihat pada volume ekspor yang melalui pelabuhan Teluk Bayur pada triwulan I 215 tumbuh sebesar 27,6% (yoy), dibandingkan pertumbuhan volume pada triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -35,4% (yoy). Peningkatan ekspor terjadi sejalan dengan mulai meningkatnya permintaan dari negara-negara tujuan utama ekspor Sumbar seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi negara ekspor tersebut khususnya India, dengan pangsa ekspor tertinggi mencapai 45%. Dari jenis komoditas, peningkatan ekspor terjadi pada komoditas karet sementara komoditas ekspor CPO sedikit mengalami penurunan pada triwulan I 215. %, yoy Net Ekspor Luar Negeri 6, Net Ekspor Antar Daerah 4, 2, 41,4 8,8 24,6 21, 13,3,, -23, -2, -38,8-32,6-5,8-31, -65,3-4, -6, -8, IV I Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan Ekspor %, yoy 3, 25, 2, 15, 1, 5,, -5, -1, -15, -2, 19,1 12,1 12,4-17,6 Sumber: BPS, diolah Ekspor Luar Negeri 9,9-14,4 Grafik Pertumbuhan Ekspor dan Impor Luar Negeri -5,1 IV Impor Luar Negeri 25, ,4 7,8 5,6 I 1,8 9

28 Millions USD/MT Harga CPO Dunia Sumber: Bloomberg USD cent/kg 45 Harga Karet Dunia - sisi kanan Grafik Harga Internasional Komoditas Ekspor Utama ribu ton Vol. Ekspor Non Migas Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I ribu ton Grafik Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama Kondisi berbeda terjadi pada net ekspor antar daerah yang masih mengalami kontraksi pada awal tahun 215. Pertumbuhan net ekspor antar daerah pada triwulan I 215 mengalami kontraksi sebesar -65,3% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar -32,6% (yoy). Perlambatan net ekspor antar daerah terjadi akibat menurunnya kinerja ekspor antar daerah dan meningkatnya aktivitas impor antar daerah. Kondisi tersebut terindikasi dari arus muat, yang mengindikasikan ekspor, di pelabuhan Teluk Bayur yang melanjutkan kontraksi dari -11,5% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi -12,9% (yoy) pada triwulan I 215 (Grafik 1.19). Sementara itu arus bongkar, yang mencerminkan impor, tumbuh 1,8% (yoy) pada triwulan I 215 dari sebelumnya yang terkontraksi sebesar -6,4% (yoy). Berdasarkan informasi dari salah satu contact liaison, kinerja penjualan salah satu komoditas terbesar pada ekspor antar daerah yaitu semen, mengalami penurunan akibat lemahnya permintaan seiring dengan lambatnya investasi pemerintah khususnya bangunan pada hampir seluruh provinsi di Sumatera. 1

29 juta Ton Vol Muat Vol Bongkar % yoy juta Ton Vol Ekspor Vol Impor % yoy 2,5 g.bongkar - skala kanan g.muat - skala kanan 5, 1,8 g.impor - skala kanan g.ekspor - skala kanan 35, 2, 1,5 1,,5 4, 3, 2, 1, - (1,) (2,) 1,6 1,4 1,2 1,,8,6,4,2 3, 25, 2, 15, 1, 5, - (5,) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (3,) - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (1,) Sumber: Pelindo 2, Teluk Bayur Sumber: Pelindo 2, Teluk Bayur Grafik Aktivitas Perdagangan DN Grafik 1.2. Aktivistas Perdagangan LN 4% 2% 8% 15% Minyak dan lemak nabati atau hewani Karet dan barang dari karet Eropa 7% Malaysia 2% Lainnya 19% India 45% 71% Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan Tiongkok 3% Singapura 9% Amerika 15% Lainnya Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Grafik Porsi Negara Tujuan Utama Ekspor Impor Berbeda dengan ekspor luar negeri, kinerja impor luar negeri menurun seiring dengan rendahnya investasi pada triwulan I 215. Impor pada triwulan I 215 tumbuh hanya tumbuh sebesar 1,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 214 yang dapat tumbuh mencapai 25,6% (yoy). Lemahnya investasi pemerintah dan swasta menjadi penyebab utama perlambatan impor khususnya pada impor barang modal seperti mesin yang turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, impor Sumbar masih ditopang oleh aktivitas impor bahan baku terutama pupuk dan limbah industri makanan/pakan ternak, yang menjadi komoditas impor utama Sumbar (Grafik dan 1.24). Kebutuhan pupuk masih cukup tinggi untuk menopang pertumbuhan di sektor pertanian dan perkebunan di Sumbar. Perlambatan impor tersebut juga terindikasi dari volume impor Sumbar di pelabuhan Teluk Bayur pada triwulan I 215 yang terpantau menurun dibandingkan triwulan IV

30 juta US$ Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan juta US$ % 2% 12% 12% 16% 3% Limbah dari industri makanan Pupuk Kertas dan kertas karton Garam, sulfur dan batubatuan Mesin I II III IV I II III IV I II III IV I Lainnya Grafik Nilai Impor Komoditas Utama Grafik Porsi Impor Komoditas Utama Berdasarkan kelompok barang, impor di Sumbar masih didominasi oleh nilai impor bahan baku. Nilai impor bahan baku terpantau meningkat di awal tahun, sementara nilai impor barang modal dan barang konsumsi turun signifikan (Grafik 1.25). Hampir seluruh impor luar negeri masih didominasi oleh impor bahan baku sebesar 9%. Minimnya investasi di Sumbar terlihat pada minimnya komposisi impor barang modal Sumatera Barat yang rata-rata hanya sebesar 5,5%. Berdasarkan negara asal, impor Sumbar pada triwulan I 215 didominasi dari negara Amerika Selatan (16%), Kanada (16%), Eropa (14%), dan India (11%) (Grafik 1.26). Juta US$ 12 1 Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Lainnya; 3% India; 11% Tiongkok; 7% 8 Kanada; 16% Amerika Selatan; 16% Eropa; 14% Rusia; 6% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Nilai Impor Menurut Kategori Barang Grafik Porsi Negara Asal Utama Impor 1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Penurunan hasil produksi tanaman bahan makanan (tabama) dan perkebunan menghambat pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I 215. Lapangan usaha pertanian 12

31 tumbuh sebesar 4,4% (yoy) pada triwulan I 215, melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 214 yang tumbuh sebesar 5,% (yoy) (Grafik 1.27). Kondisi ini disebabkan oleh penurunan hasil produksi lapangan usaha tabama dan perkebunan yang memiliki kontribusi tertinggi sebesar 32% dan 23% dari total lapangan usaha pertanian. Sublapangan usaha tanaman pangan dan sublapangan usaha perkebunan mengalami pertumbuhan pada triwulan I 215 yang relatif terbatas masing-masing sebesar 3,% (yoy) dan,9% (yoy). Pelemahan harga komoditas karet internasional sangat berpengaruh terhadap berkurangnya insentif petani dalam memproduksi hasil karetnya sehingga menurunkan produksi perkebunan karet di Sumbar. Perlambatan lapangan usaha pertanian tersebut juga berpengaruh pada menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin pada melemahnya rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan dari 1,6 di akhir 214 menjadi 98,4 di akhir triwulan I 215 (Grafik 1.29). %, yoy Sumbar Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan Transportasi dan Pergudangan 6,3 6,3 6, 5,5 5,9 5,5 IV I Rp/kg %, yoy 6. Rata-rata Harga Gabah GKP Pertumbuhan-skala kanan Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar Sumber: BPS Grafik Perkembangan Harga Gabah BKP Sumbar Indeks NTP Umum NTP Perkebunan NTP Tanaman Pangan Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani ,71 7,96 64,71 64,76 61,6 78,62 72,31 67,89 58,25 53,12 52,66 69,12 76,21 84,85 82,33 8,39 81,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.3. Kapasitas Produksi Terpasang Lapangan Usaha Pertanian 13

32 Berbagai kebijakan pemerintahan baru di sektor maritim mulai berdampak pada membaiknya pertumbuhan sublapangan usaha perikanan pada awal tahun 215. Sublapangan usaha perikanan, yang memiliki pangsa sebesar 15% dari total lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, tumbuh relatif baik sebesar 12,5% (yoy) pada triwulan I 215. Berbagai kebijakan pemerintahan baru yang berfokus pada sektor kemaritiman dan perikanan mulai berdampak pada meningkatnya produksi hasil perikanan Sumbar dan stabilnya harga sejumlah ikan-ikanan sepanjang triwulan I 215. Rp/kg Harga TBS Harga CPO Dunia-sisi kanan Sumber: Bloomberg dan Dinas Perkebunan USD/MT Lainnya 17,5% Transportasi dan Pergudangan 11,5% Sumber: BPS, diolah Jasa - Jasa 12,4% Perdagangan 15,2% Pertanian 23,3% Konstruksi 8,6% Industri Pengolahan 11,6% Grafik Perkembangan Harga Tandan Buah Sawit (TBS) dan CPO Dunia Grafik Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Membaiknya konsumsi masyarakat dan net ekspor berdampak pada meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan di triwulan I 215 meningkat menjadi 3,7% (yoy) dari triwulan IV 214 yang hanya tumbuh 1,8% (yoy). Pangsa lapangan usaha perdagangan merupakan tertinggi kedua mencapai 15,2% terhadap total PDRB Sumbar (Grafik 1.32). Meningkatnya konsumsi masyarakat seiring dengan perbaikan harga-harga barang dan jasa sepanjang triwulan I 215 mampu menopang kinerja lapangan usaha ini. Secara eksternal, aktivitas perdagangan juga meningkat tercermin dari pertumbuhan ekspor dan impor di pelabuhan Teluk Bayur. Total ekspor dan impor perdagangan luar negeri pada triwulan I 215 melalui Teluk Bayur mencapai 1,1 juta ton (48,8%, yoy), meningkat dibandingkan aktivitas pada triwulan IV 214 yang mencapai 1, juta ton (Grafik 1.2). Meningkatnya pertumbuhan perdagangan juga terindikasi dari pembiayaan perbankan kepada lapangan usaha 14

33 perdagangan yang tumbuh meningkat dari 11,6% (yoy) di triwulan IV 214 menjadi 12,8% (yoy) pada periode laporan (Grafik 1.33). Sementara itu, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan lebih tinggi tertahan akibat perlambatan penjualan kendaraan bermotor baik penjualan mobil maupun motor di awal tahun 215 (Grafik 1.34). Perlambatan penjualan kendaraan bermotor tersebut cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan lapangan usaha ini mengingat kontribusinya yang cukup tinggi sebesar 14% dari total lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Triliun Rp 14, Kredit Perdagangan Pertumbuhan (%,yoy) - skala kanan %,yoy 6 12, 5 1, 4 8, 3 6, 2 4, 2, 1, - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Unit Mobil Motor % (yoy) g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I Sumber: DPKD Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Di tengah melambatnya aktivitas perekonomian, kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan menurun pasca periode liburan akhir tahun 214. Lapangan usaha ini tumbuh sedikit melambat dari 9,1% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 8,9% (yoy) pada periode laporan. Perlambatan terjadi pada sublapangan usaha angkutan udara yang memiliki pangsa sebesar 2%, seiring dengan berakhirnya periode liburan akhir tahun. Melambatnya sublapangan usaha ini terindikasi dari pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara di Bandara Internasional Minangkabau yang menurun dari 17,2% (yoy) pada akhir tahun 214 menjadi sebesar 1,% (yoy) pada periode laporan (Grafik 1.35). Namun demikian, pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan masih tergolong tinggi ditopang oleh pertumbuhan subsektor angkutan darat sebesar 1,1% (yoy), dengan pangsa sebesar 66% dari total lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Menurunnya biaya transportasi akibat kebijakan penurunan BBM bersubsidi pada awal tahun 215 diyakini 15

34 menopang kinerja subsektor ini. Tingginya pertumbuhan pada lapangan usaha ini juga terlihat dari pertumbuhan kredit sektor angkutan sebesar 23,4% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 214 yang mengalami kontraksi sebesar -12,5% (yoy) (Grafik 1.36). Ribu Orang Total penumpang Pertumbuhan penumpang - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: PT. Angkasa Pura, BIM Grafik Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang BIM Persen Triliun Rp,7,6,5,4,3,2,1, Kredit Transportasi dan Pergudangan Pertumbuhan (% yoy) - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I %,yoy Grafik Perkembangan Kredit Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Berlanjutnya penurunan harga komoditas perkebunan seperti karet dan kelapa sawit menyebabkan perlambatan pada lapangan usaha industri pengolahan. Pada triwulan I 215, pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan melambat sebesar 7,1% (yoy), dibandingkan triwulan IV 214 yang mampu tumbuh sebesar 11,7% (yoy). Dengan pertumbuhan tersebut, andil lapangan usaha ini terhadap total PDRB mencapai 11,6%. Perlambatan lapangan usaha ini disebabkan terkontraksinya pertumbuhan sublapangan usaha industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar -3,5% (yoy) akibat penurunan harga komoditas karet yang berlanjut. Perlambatan sublapangan usaha tersebut cukup berpengaruh mengingat kontribusi industri karet cukup tinggi sebesar 13% dari total industri pengolahan. Perlambatan kinerja lapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari hasil SKDU KPw BI Provinsi Sumbar yang menunjukkan kapasitas produksi terpasang yang menurun di awal tahun 215 (Grafik 1.38). Sementara itu, industri makanan dan minuman, serta industri barang galian bukan logam (semen), yang merupakan dua sublapangan dengan pangsa tertinggi pada industri pengolahan, tumbuh cukup baik dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,1% (yoy) dan 16,2% (yoy). Membaiknya indeks harga-harga barang dan jasa pada triwulan I 215 mendorong 16

35 peningkatan industri pengolahan khususnya industri makanan dan minuman. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan ke lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan I 215 meningkat sebesar 34,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 23,8% (yoy) (Grafik 1.37). Triliun Rp %,yo Kredit Ind Pengolahan 5, 6, Pertumbuhan (% yoy) - skala kanan 4,5 4, 5, 3,5 4, 3, 2,5 3, 2, 1,5 2, 1, 1,,5, - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % ,4 76,4 78,1 73,9 76,1 76,9 78,3 79, 79,1 78,1 82, 83,1 73,7 67,9 69,5 65,1 53,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Kredit Industri Pengolahan Grafik Kapasitas Produksi Terpasang Lapangan Usaha Industri Pengolahan 17

36 2 Investasi merupakan suatu hal yang sangat penting dan menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi di suatu daerah. Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) relatif stagnan yang ditengarai akibat minimnya investasi di daerah. Kontribusi investasi di Sumbar relatif konstan selama beberapa tahun terakhir dan tertinggal oleh provinsi lainnya di Sumatera. Tingkat investasi terhadap total PDRB di Sumbar secara konsisten berada pada kisaran 18%-2% pada tahun 26 hingga 213. Dibandingkan dengan provinsi di Sumatera, peningkatan kontribusi investasi di Sumbar relatif sangat kecil, dan tertinggal oleh provinsi Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan provinsi lainnya. Minimnya proporsi investasi swasta dan asing di Sumbar merupakan salah satu faktor dibalik stagnasi pembentukan modal di Sumbar. Menarik investasi swasta agar masuk ke Sumbar merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas dan modernisasi ekonomi di provinsi ini. Selama 5 tahun terakhir, kontribusi investasi swasta baik investasi asing maupun dalam negeri di Sumbar relatif sangat kecil terhadap kontribusi investasi di Sumatera dan jauh tertinggal dibandingkan provinsi lainnya. 3 Penelitian ini akan berfokus pada analisis atas hambatan-hambatan terhadap investasi sektor swasta, dengan tetap mempertimbangkan peran penting yang dimiliki oleh investasi pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini berasumsi bahwa terkait dengan investasi dalam usaha, sektor swasta lebih efektif dalam menghasilkan jenis inovasi dan pertumbuhan produktifitas yang diperlukan untuk memelihara tingkat pertumbuhan dibandingkan dengan pemerintah. Para investor swasta kemungkinan memiliki informasi yang lebih baik karena mereka memiliki pemahaman tentang usaha tertentu. 4 Metodologi penelitian ini dilakukan mengikuti kerangka diagnostik pertumbuhan yang 5 BOKS 1: Identifikasi Hambatan-Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi di Bumi Minang dikembangkan oleh Hausmann, Rodrik dan Velasco (HRV, 25). Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemungkinan terdapat banyak alasan mengapa ekonomi tidak tumbuh, tapi masing-masing alasan itu menghasilkan satu kumpulan gejala yang sifatnya khas. Gejalagejala tersebut bisa menjadi dasar atas berbagai macam diagnostik dimana kemudian analis mencoba untuk membedakan diantara penjelasan-penjelasan tersebut mana yang lebih berpotensi mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini memperlihatkan pentingnya peran sektor swasta bagi pertumbuhan ekonomi. 18

37 Problem : Rendahnya Investasi Swasta Rendahnya pengembalian ekonomi Biaya Pembiayaan yang besar Rendahnya pengembalian sosial Kondisi Geografis Infrastruktur yang buruk Rendahnya appropriability Rendahnya tabungan domestik dan keuangan internasional Keuangan lokal kurang baik Rendahnya SDM Kegagalan Pemerintah Kegagalan Pasar Rendahnya kompetisi Tingginya Biaya Resiko yang tinggi Resiko Mikro:Hak milik,korupsi, pajak, keamanan Resiko makro: Monter, fiskal Informasi, Inovasi Koordinasi External 6 Source : Hausmann, Rodric, Velasco (25) Gambar 1. Kerangka Kerja, yang diadaptasi dari Hausmann, Rodric dan Velasco (25) 7 Dari cabang pertama model HRV mengenai faktor penghambat investasi dari sisi biaya keuangan yang besar dapat diketahui bahwa pendanaan, biaya, dan akses terhadap keuangan belum menjadi kendala yang signifikan bagi investasi swasta di Sumbar. Meski rasio kredit terhadap PDRB di Sumbar lebih rendah dibandingkan angka nasional dan provinsi lain di Sumatera, namun hal tersebut lebih dikarenakan kurangnya permintaan kredit dibandingkan karena kurangnya akses pembiayaan. Minimnya investasi di Sumbar terlihat dari rendahnya alokasi kredit kepada sektor produktif seperti kredit investasi dan modal kerja. Sementara itu, korelasi antara perubahan suku bunga dan laju pertumbuhan tidak terlihat secara signifikan di Sumbar. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan tidak responsif terhadap perubahan suku bunga dan dengan demikian bukan merupakan kendala pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, terjaganya NPL dan tingginya LDR dari perbankan di Sumbar menunjukkan bahwa sektor perbankan telah melakukan fungsi intermediasinya dengan baik, sehingga ini bukan menjadi kendala bagi pertumbuhan. 8 Sementara itu, dari sisi faktor rendahnya pengembalian sosial diketahui bahwa ketersediaan dan biaya tenaga kerja, serta kondisi infrastruktur bukan merupakan kendala utama bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi di Sumbar. Sumbar masih memiliki penggangguran yang cukup tinggi khususnya pengangguran pada tingkat SMA dan S1/S2/S3. 19

38 Hal ini dikarenakan masih minimnya industri khususnya industri padat karya di Sumbar yang dapat menyerap jumlah pekerja yang cukup besar dengan keterampilan tingkat menengah. Tingkat upah tenaga kerja di Sumbar masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera. Rendahnya tingkat upah tersebut seharusnya dapat menjadi daya tarik investasi di Sumbar. Dari sisi infrastruktur, kualitas jaringan jalan yang terlihat pada persentase kondisi jalan rusak (kondisi buruk dan sangat buruk) di Sumbar relatif minim bila dibandingkan dengan kualitas jalan provinsi lain di Sumatera. Kinerja pelabuhan Teluk Bayur juga terpantau semakin membaik yang terindikasi dari peningkatan kapasitas pelabuhan dan penurunan waktu tunggu (dwelling time) kapal saat melakukan bongkar muat. Namun, beberapa infrastruktur lain masih memerlukan perbaikan seperti akses sanitasi dan air bersih bagi masyarakatnya relatif rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera. Selain itu, infrastruktur dan pasokan listrik di Sumbar juga belum maksimal dalam mendukung perekonomian daerah yang terindikasi dari masih rendahnya produksi listrik yang dihasilkan daerah dibandingkan dengan konsumsi listrik yang digunakan. Dari sisi geografis, letak Sumbar yang berada di wilayah pantai barat Sumatera relatif kurang strategis karena bukan merupakan jalur perdagangan utama di Asia dan berada di wilayah rawan bencana gempa akan berdampak pada kurangnya minat investor dalam berinvestasi di Sumbar. Dari sisi faktor rendahnya appropriability teridentifikasi bahwa kesulitan dalam kepemilikan lahan dapat menjadi kendala bagi investasi di Sumbar. Sulitnya mendapatkan lahan untuk investasi akibat mayoritas berupa tanah ulayat seringkali menjadi kendala utama lambatnya investasi di provinsi ini. Hal ini juga dibuktikan berdasarkan survei yang dilakukan KPPOD menyebutkan Sumbar memiliki indeks akses lahan usaha yang cukup rendah, yaitu pada peringkat 29 dari 33 provinsi. Berdasarkan survei yang dilakukan BKPM, investor memilih menempatkan investasinya pada daerah yang memiliki pertumbuhan pangsa pasar yang besar dan memiliki regulasi yang tidak rumit, atau iklim bisnis yang lebih baik. Dari sisi daya saing provinsi, berdasarkan survei dari Nasional University of Singapore didapatkan bahwa peringkat daya saing Sumbar relatif rendah pada peringkat 17 dari 33 provinsi yang disebabkan rendahnya persepsi penilaian terhadap stabilitas ekonomi makro, perencanaan pemerintah & institusi, serta kondisi finansial, bisnis, dan tenaga kerja. Sementara itu, tingkat inflasi yang tinggi dan bergejolak di Sumbar dalam beberapa tahun terakhir dapat mempengaruhi motivasi investor untuk melakukan investasi di Sumatera Barat karena inflasi yang persisten tinggi akan menimbulkan biaya yang besar pula bagi operasional perusahaan. 2

39 2 BAB II INFLASI DAERAH Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat mereda pada triwulan I 215. Laju inflasi di Sumbar turun secara signifikan dari 11,58% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 6,28% (yoy) pada triwulan I 215. Meredanya tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari turunnya harga komoditas pangan strategis dan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. Terjaganya pasokan bahan pangan, khususnya cabai merah dan beras, seiring dengan masuknya musim panen cabai merah di Jawa dan dukungan cuaca yang kondusif dalam proses penjemuran gabah di Sumbar berdampak pada menurunnya harga kedua komoditas tersebut secara signifikan. Kondisi tersebut didukung oleh kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah pada awal dan pertengahan bulan Januari sejalan dengan tren menurunnya harga minyak dunia. 21

40 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Barat Laju inflasi Sumbar pada awal tahun 215 mulai mereda setelah mengalami kenaikan yang signifikan pada akhir tahun 214. Secara tahunan, inflasi di Sumbar pada triwulan I 215 tercatat sebesar 6,28% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai 11,58% (yoy) (Grafik 2.1). Realisasi inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 214 yang tercatat sebesar 8,36% (yoy). Meredanya tekanan inflasi disebabkan karena terjaganya pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai merah dan beras, seiring dengan mulai masuknya musim panen raya serta penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah. Berbeda halnya dengan kondisi pada akhir tahun 214, realisasi inflasi di Sumbar pada triwulan I 215 berada di bawah level nasional. Laju inflasi nasional pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,38% (yoy), turun dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 8,35% (yoy). Meskipun demikian, inflasi di Sumbar masih sedikit berada di atas rata-rata inflasi di wilayah Sumatera sebesar 6,12% (yoy). Dari sepuluh provinsi di Sumatera, laju inflasi Sumbar berada di posisi keempat tertinggi setelah Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung (Tabel 2.1). %, yoy Sumbar Nasional Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional Tabel 2.1. Laju Inflasi Provinsi-Provinsi di Sumatera No Provinsi Inflasi Triwulan I 215 (%, yoy) 1 Bengkulu Bangka Belitung Lampung Sumatera Barat Sumatera Selatan Riau Sumatera Utara Kepulauan Riau Nanggroe Aceh Darussalam Jambi Sumatera Nasional 6.38 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Secara spasial, meredanya tekanan inflasi di Sumbar terjadi di kedua kota sampel inflasi, yaitu Padang dan Bukittinggi. Realisasi inflasi di Kota Padang pada triwulan I 215 mencapai 6,52% (yoy), menurun dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 11,9% (yoy). Sama halnya dengan Kota Padang, pergerakan harga di Kota Bukittinggi mencatatkan perbaikan dengan laju inflasi mencapai 22

41 4,53% (yoy), turun dibandingkan triwulan IV 214 sebesar 9,24% (yoy). Secara nasional, laju inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi berada pada urutan ke-29 dan 78 dari 82 kota sampel inflasi 2. Dilihat dari lingkup regional, laju inflasi kedua kota tersebut berada pada urutan ke-5 dan 22 dari 23 kota sampel inflasi di Sumatera. 2.2 Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Pergerakan indeks harga Kota Padang mengalami deflasi pada triwulan laporan setelah sempat mengalami kenaikan harga yang signifikan pada akhir tahun 214. Secara triwulanan, pergerakan indeks harga Kota Padang turun dari 7,44% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi deflasi sebesar -3,99% (qtq) pada triwulan I 215. Laju deflasi tertinggi terutama berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Indeks harga kelompok bahan makanan turun dari 14,39% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi -14,8% (qtq) pada triwulan I 215 dikarenakan terjaganya pasokan bahan pangan strategis, yaitu beras dan cabai merah seiring dengan faktor cuaca yang kondusif dalam penjemuran gabah di Sumbar dan masuknya musim panen cabai merah di Jawa. Sementara itu, penurunan harga BBM bersubsidi yang dilakukan sebanyak dua kali oleh Pemerintah pada awal dan pertengahan bulan Januari 215 berdampak pada menurunnya indeks harga kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dari 12,5% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi - 6,7% (qtq) pada triwulan I 215. Komoditas cabai merah, bensin, dan beras menjadi komoditas utama penyumbang deflasi di Kota Padang pada triwulan laporan. Setelah mengalami kenaikan harga yang tinggi pada akhir tahun 214, ketiga komoditas tersebut mencatat penurunan harga secara signifikan selama tiga bulan pertama pada tahun 215. Selain cabai merah, bensin, dan beras, terdapat beberapa komoditas lain yang memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap rendahnya inflasi di Kota Padang yaitu angkutan udara, daging sapi, batubata, cabai hijau, tomat sayur, daun bawang dan semen (Grafik 2.4). 2 Diurutkan berdasarkan laju inflasi tertinggi ke terendah. 23

42 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (%, qtq) No Kelompok I II III IV I Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 4 Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa ()%, qtq) No Kelompok I II III IV I Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 4 Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 7 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Inflasi Kota Bukittinggi Sejalan dengan Kota Padang, pergerakan indeks harga di Kota Bukittinggi turut mencatat deflasi pada triwulan I 215. Secara triwulanan, pergerakan harga Bukittinggi mengalami penurunan dari 4,23% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi -2,9% (qtq) pada triwulan I 215. Laju deflasi tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan yang turun dari 7,17% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi -11,32% (qtq) pada triwulan I 215. Deflasi juga terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar -6,6% (qtq), turun signifikan dibandingkan triwulan IV 214 sebesar 12,46% (qtq). Sama halnya dengan Kota Padang, komoditas cabai merah, bensin dan beras memberikan sumbangan deflasi tertinggi di Kota Bukitttinggi pada triwulan laporan. Komoditas lain yang memberi sumbangan deflasi di Kota Bukittinggi adalah jeruk, angkutan antar kota, cabai hijau, kentang, daging ayam ras, tomat sayur dan telur ayam ras. 24

43 1. Andil, % qtq Beras - Semen Angkutan Udara (1.) Daging Sapi 1. Andil, % qtq - Daging Ayam Ras Beras (1.) Telur Ayam Ras Bensin Batu Bata/Batu Tela (2.) Tomat Sayur (3.) Daun Bawang Bensin Kentang (2.) Angkutan Antar Kota Jeruk Tomat Sayur (3.) (4.) Cabe Hijau (4.) (5.) (6.) (5.) Cabe Hijau (7.) (6.) Cabai Merah (8.) Cabai Merah (7.) (9.) (8.) Deflasi, % qtq Inflasi, % qtq Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Terbesar di Kota Padang Grafik 2.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Terbesar di Kota Bukittinggi 2.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Meredanya tekanan inflasi di Sumbar pada triwulan laporan berasal dari kelompok bahan makanan serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Setelah mengalami puncaknya pada akhir tahun 214, inflasi tahunan kelompok bahan makanan mencatat penurunan signifikan dari 2,98% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan I 215.Penurunan harga cabai merah dan beras menjadi faktor utama meredanya laju inflasi di Sumbar. Sementara itu inflasi tahunan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menurun drastis dari 13,88% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 5,45% (yoy) pada triwulan I 215 terutama akibat adanya penurunan harga BBM bersubsidi oleh Pemerintah pada awal tahun 215. Beras Bensin Mobil Tarip Listrik Kontrak Rumah Sewa Rumah Angkutan Dalam Kota Tukang Bukan Mandor Rokok Kretek Filter Nasi dengan Lauk Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.4. Bobot Konsumsi Komoditas Terbesar di Sumbar Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.5. Laju Inflasi Tahunan Sumbar Berdasarkan Disagregasi Inflasi 25

44 Mulai masuknya musim panen cabai merah di Jawa dan terjaganya pasokan beras di Sumbar berdampak pada rendahnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I 215. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan harga cabai merah dan beras yang terkonfirmasi dari Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Hasil SPH di beberapa pasar Kota Padang menunjukkan bahwa secara rata-rata harga cabai merah Jawa menurun signifikan dari Rp67.85/kg pada bulan Desember 214 menjadi Rp19.75/kg pada Maret 215 akibat lancarnya pasokan seiring dengan masuknya musim panen di Jawa. Sementara itu, rata-rata harga beras menurun dari Rp12.75/kg pada akhir tahun 214 menjadi Rp12.448/kg pada Maret 215. Meskipun menurun secara terbatas, andil deflasi dari komoditas beras cukup signifikan mengingat bobot konsumsinya yang besar mencapai 5,76%, atau merupakan bobot komoditas tertinggi di Sumbar. Menurut pemberitaan media lokal, membaiknya harga beras juga didukung oleh kondisi cuaca yang memungkinkan bagi petani untuk melakukan penjemuran padi sehingga dapat mengisi stok di gudang untuk beberapa waktu kedepan, serta melakukan pendistribusian ke berbagai tempat. Normalisasi harga BBM bersubsidi mampu menjaga tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Implementasi kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi pada awal tahun 215 lalu memberikan dampak pada menurunnya harga komoditas bensin dan tarif angkutan secara signifikan. Penurunan harga BBM bersubsidi mendorong penyesuaian tarif angkutan umum melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan No. 1 Tahun 215 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan Kelas Ekonomi yang menghimbau kepala daerah untuk menurunkan tarif minimal sebesar 5% pada angkutan perkotaan dan perdesaan, dan minimal 4% pada angkutan penyeberangan. 26

45 Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumbar Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Secara triwulanan, pergerakan indeks harga pada triwulan I 215 mengalami penurunan signifikan. Laju inflasi Sumbar menurun dari 7,8% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi -3,87% (qtq), atau mengalami deflasi pada triwulan I 215 (Tabel 2.5). Deflasi terutama bersumber dari kelompok bahan makanan; serta kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Terjaganya pasokan bahan pangan strategis seiring dengan masuknya musim panen di sejumlah daerah penghasil yang didukung dengan kondusifnya faktor cuaca menyebabkan turunnya harga komoditas bahan pangan. Sementara itu kebijakan penurunan harga BBM dan tarif angkutan umum menjadi faktor utama turunnya indeks harga kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV TW I Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 27

46 Sesuai historisnya, pergerakan harga di Sumbar kembali dipengaruhi oleh indeks harga dari kelompok bahan makanan. Laju inflasi kelompok bahan makanan mencatat penurunan secara signifikan dari 13,51% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi -13,76% (qtq), atau mengalami deflasi pada triwulan I 215 (Tabel 2.6). Secara triwulanan, kelompok bahan makanan pada periode laporan memberikan andil deflasi terbesar mencapai -3,46% (qtq). Meredanya inflasi kelompok bahan makanan terutama bersumber dari menurunnya harga subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok padi-padian pada triwulan laporan. Subkelompok bumbu-bumbuan pada triwulan I 215 tercatat mengalami deflasi sebesar -53,69% (qtq), atau turun signifikan dibandingkan triwulan IV 214 yang mencatat inflasi sebesar 88,29% (qtq). Begitu pula halnya dengan subkelompok padi-padian yang mencatat deflasi sebesar -5,2% (qtq) pada triwulan laporan, menurun dibandingkan triwulan IV 214 yang mengalami inflasi sebesar 8,24% (qtq). Harga komoditas cabai merah terpantau terus menurun dan menjadi penyumbang utama deflasi subkelompok bumbu-bumbuan. Mulai masuknya musim panen di daerah penghasil membuat pasokan cabai merah lokal dan cabai merah Jawa di Sumbar terjaga dan menurunkan harga komoditas tersebut secara signifikan hingga mencapai -69,63% (qtq). Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil SPH di beberapa pasar Kota Padang yang memperlihatkan bahwa secara rata-rata harga cabai merah Jawa turun dari Rp67.85/kg pada Desember 214 menjadi Rp19.75/kg pada Maret 215. Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulan Sumbar Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Bahan Makanan Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 28

47 Masuknya musim panen di sejumlah daerah sentra produksi beras mendorong penurunan harga subkelompok padi-padian. Harga beras mengalami penurunan sebesar -5,75% (qtq) pada triwulan I 215. Kondisi ini terpantau pula dari hasil SPH di Kota Padang yang menunjukkan bahwa harga rata-rata beras turun secara moderat dari Rp12.75/kg pada akhir tahun 214 menjadi Rp12.448/kg pada Maret 215. Sementara itu, harga beras di sejumlah pasar di Bukittinggi secara rata-rata turun dari Rp12.413/kg pada Desember 214 menjadi Rp11.881/kg pada Maret 215. Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol Penyesuaian harga makanan jadi oleh pelaku usaha pada awal tahun dan kenaikan cukai rokok mendorong laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Inflasi kelompok ini tercatat naik dari,89% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi 2,76% (qtq) pada triwulan I 215 (Tabel 2.7) dengan andil inflasi sebesar,51% (qtq). Tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari subkelompok makanan jadi serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Kenaikan harga pada subkelompok makanan jadi terutama terjadi pada komoditas empek-empek, dendeng, sate dan pecel diindikasi karena adanya penyesuaian harga oleh pelaku usaha. Sementara kenaikan cukai rokok oleh Pemerintah berdampak pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. 29

48 Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bahan Bakar (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga Faktor base effect dari meningkatnya tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga pada triwulan sebelumnya serta turunnya harga sebagian besar komoditas bahan bangunan dan berimbas pada meredanya laju inflasi kelompok perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar. Laju inflasi kelompok ini turun dari 5,8% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi 1,48% (qtq) pada triwulan I 215 (Tabel 2.8). Dengan perkembangan tersebut, andil inflasi pada kelompok ini turun dari,99% (qtq) menjadi,31% (qtq). Subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air menjadi penyebab utama meredanya tekanan inflasi. Turunnya indeks harga tersebut dikarenakan oleh faktor base effect yaitu akibat tingginya kenaikan tarif listrik 3 dan bahan bakar rumah tangga 4 pada triwulan IV 214. Dari subkelompok biaya tempat tinggal, sebagian besar komoditas bahan bangunan mengalami penurunan harga diindikasi akibat melemahnya permintaan di awal tahun. Khusus semen, Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga semen produksi BUMN sebesar Rp3./sak pada pertengahan Januari Terdapat implementasi kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebanyak dua kali yaitu pada bulan September dan bulan November 214 yang berdampak signifikan pada kenaikan harga TTL pada bulan Oktober dan Desember 214 (terdapat jeda waktu antara implementasi kebijakan dengan dampak inflasi karena metode pembayaran yang sebagain besar secara pasca bayar) 4 Terdapat implementasi kenaikan LPG 12 kg sekitar 39,8% pada tanggal 1 September 214 yang berdampak pada kelangkaan dan kenaikan harga LPG 3 kg di bulan Oktober

49 Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sandang Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Imported inflation menjadi faktor utama meningkatnya tekanan inflasi kelompok sandang. Indeks harga kelompok sandang pada triwulan I 215 mencapai 2,54% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan IV 214 yang mencatat deflasi sebesar -1,93% (qtq) dengan andil inflasi sebesar,16% (qtq) (Tabel 2.8). Tren kenaikan harga emas internasional memberi dampak rambatan pada meningkatnya harga emas perhiasan.hal ini terkonfirmasi dari hasil SPH yang menunjukkan harga emas 24 karat naik dari Rp477,2 ribu per gram pada Desember 214 menjadi Rp492,4 ribu per gram pada Maret 215. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tekanan inflasi kelompok kesehatan masih bertahan di level yang tinggi. Meskipun mereda, laju inflasi kelompok ini masih tergolong tinggi dari 4,25% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi 3,92% (qtq) pada triwulan I 215 dengan andil inflasi sebesar,16% (qtq) (Tabel 2.1). Masih tingginya laju inflasi tetap bersumber dari subkelompok jasa kesehatan khususnya tarif dokter, baik dokter gigi, dokter umum maupun dokter spesialis. 31

50 Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Pendidikan Kursus-kursus / Pelatihan Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Laju inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif stabil dengan tekanan yang mereda. Laju kenaikan indeks harga kelompok ini pada triwulan I 215 mencapai 1,12% (qtq), menurun dibandingkan triwulan IV 214 sebesar 1,75% (qtq) dan memberi sumbangan sebesar,8% (qtq) (Tabel 2.11). Menurunnya tekanan inflasi bersumber dari subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan subkelompok rekreasi. Indeks harga subkelompok kursus-kursus/pelatihan stabil pasca kenaikan tarif bimbingan belajar yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Sementara deflasi pada subkelompok rekreasi terutama berasal dari turunnya harga sejumlah alat elektronik. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumbar Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi menjadi faktor utama deflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kelompok ini mencatat deflasi sebesar -6,7% (qtq) pada triwulan I 215 setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi hingga double digit sebesar 12,1% (qtq) (Tabel 2.12). Perubahan arah tersebut berdampak pada sumbangan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang sebelumnya mencapai 2,26% (qtq) turun menjadi -1,11% (qtq). Adapun sumber utama deflasi kelompok ini berasal dari subkelompok transpor yang mengalami penurunan indeks harga sebesar -8,5% (qtq). Penurunan harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar 32

51 yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada awal dan pertengahan Januari 215, menyebabkan turunnya harga kedua komoditas tersebut masing-masing sebesar - 19,18% (qtq) dan -13,8% (qtq). Kondisi tersebut berdampak pula pada penurunan tarif angkutan antar kota yang diatur oleh SE Menteri Perhubungan No. 1 Tahun 215. Selain itu, rendahnya permintaan angkutan udara akibat berakhirnya masa liburan sekolah dan turunnya harga minyak mentah dunia berdampak pada penurunan tarif angkutan udara. 2.4 Disagregasi Inflasi Pergerakan harga tidak hanya dipengaruhi dari sisi permintaan saja, melainkan juga berasal dari sisi penawaran. Dari sisi permintaan, pembentukan inflasi di Sumbar sebagian besar dipengaruhi oleh inflasi inti yang memberikan kontribusi sebesar 54,9%. Sementara dari sisi penawaran, pembentukan inflasi dipengaruhi oleh inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food) dan inflasi komoditas yang harganya ditetapkan oleh Pemerintah (administered pricess), seperti BBM, LPG, tarif tenaga listrik (TTL), dan cukai barang tertentu. Kontribusi kelompok volatile food terhadap pembentukan inflasi Sumbar mencapai 23,5%, sedangkan porsi kelompok administered pricess sebesar 21,6%. Dengan demikian, 45,1% pembentukan inflasi berasal dari pergerakan harga dari sisi penawaran. %, qtq Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.6. Laju Inflasi Triwulanan Sumbar Berdasarkan Disagregasi Inflasi %, qtq Administered Price Volatile Food Core Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.7. Andil Inflasi Triwulanan Sumbar Berdasrkan Disagregasi Inflasi Meredanya laju inflasi di Sumbar pada triwulan I 215 sebagian besar diakibatkan oleh turunnya penurunan indeks harga kelompok volatile food. Kelompok ini pada triwulan I 215 mengalami deflasi sebesar -14,42% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mencatat inflasi sebesar 14,33% (qtq) 33

52 (Grafik 2.6). Dengan perkembangan tersebut, sumbangan inflasi kelompok volatile food turun dari 3,37% (qtq) menjadi -3,39% (qtq). Terjaganya pasokan cabai merah dan beras seiring dengan masuknya musim panen di daerah sentra produksi dan kondisi cuaca yang kondusif untuk melakukan penjemuran gabah berdampak pada turunnya harga kedua komoditas tersebut. Selain itu, turunnya harga BBM bersubsidi turut pula menyebabkan penurunan tarif angkutan dan berdampak pada rendahnya biaya distribusi bahan pangan. Sama halnya dengan kelompok volatile food, tekanan inflasi dari kelompok administered pricess turun signifikan pada triwulan laporan. Setelah tekanan inflasi kelompok ini meningkat signifikan paska kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG 12 kg pada triwulan lalu, kelompok administered pricess tercatat mengalami deflasi sebesar -3,65% (qtq). Dengan perubahan arah tersebut, kelompok administered pricess memberikan sumbangan inflasi sebesar -,78% (qtq), turun dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,53% (qtq). Turunnya harga minyak mentah dunia membuat Pemerintah melakukan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi pada awal dan pertengahan Januari 215 yang berdampak pada turunnya harga komoditas bensin dan solar serta memberi dampak lanjutan pada turunnya tarif angkutan umum. Turunnya harga minyak dunia juga berimbas pada penyesuaian harga tiket pesawat. Dari sisi permintaan, tekanan pada inflasi inti (core) sedikit meningkat pada triwulan laporan. Inflasi inti tercatat meningkat dari 1,48% (qtq) pada triwulan IV 214 menjadi 1,91% (qtq) pada triwulan I 215. Dengan kondisi tersebut, andil inflasi kelompok ini mencapai 1,8% (qtq), naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar,81% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini terutama disebabkan karena adanya penyesuaian harga di awal tahun oleh pelaku usaha dan imported inflation dari pergerakan harga komoditas internasional, khususnya emas. Meningkatnya tekanan inflasi inti terkonfirmasi dari Survei Konsumen (SK) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Setelah mengalami penurunan selama 2 triwulan terakhir, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat dari 16, menjadi 18,. Kondisi ini menunjukkan bahwa optimisme 34

53 masyarakat terhadap perekonomian Sumbar kembali membaik (Grafik 2.8). Sementara itu, hasil SKDU menunjukkan bahwa kapasitas produksi dunia usaha terpakai pada triwulan laporan relatif stabil di kisaran angka 77 (Grafik 2.9). Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 2.8. Indeks Keyakinan dan Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) Grafik 2.9. Indeks Keyakinan dan Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) 2.5 Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Selama periode 214, Sumatera Barat mencatatkan laju inflasi sebesar 11,58% (yoy). Kondisi besaran inflasi yang menyentuh double digit tersebut seakan mengulangi capaian inflasi Sumatera Barat tahun 213 yang mencapai 1,87% (yoy). Berkaca pada kondisi tersebut, TPID Provinsi Sumatera Barat berkomitmen untuk menurunkan laju inflasinya pada tahun 215 menjadi single digit yang tercermin pada rencana tindak lanjut hasil rapat high level meeting di Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada 19 Januari 215 yang lalu. Melalui rencana tindak lanjut tersebut, seluruh anggota TPID Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat fokus dalam melakukan aksi nyata dalam program pengendalian inflasi daerah. Berpedoman pada hasil koordinasi TPID selama triwulan I tahun 215 yang kemudian dituangkan dalam Surat Gubernur Sumatera Barat, terdapat beberapa poin penting yang perlu dilakukan oleh seluruh anggota TPID Provinsi Sumatera Barat, antara lain sebagai berikut: 1. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat berkoordinasi dengan 35

54 daerah yang mengalami surplus komoditas, terutama komoditas cabai merah dan beras di sekitar Sumatera Barat untuk memasok produknya ke wilayah Sumatera Barat demi menjaga ketersediaan pasokan. 2. Program Komoditas Rumah Pangan Lestari (KRPL) oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Barat dapat difokuskan pada komoditas cabai merah agar mampu menurunkan permintaan cabai merah di pasaran. 3. TPID Provinsi Sumatera Barat bersama dengan TPID Kota Padang dan Kota Bukittinggi perlu melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan pihakpihak terkait lainnya untuk memprioritaskan angkutan yang membawa komoditas pangan memasuki kedua kota tersebut dalam waktu 24 jam demi memperlancar arus distribusi barang. 4. Perlu dilakukan audit data surplus defisit komoditas pangan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat terutama terkait dengan kebutuhan konsumsi cabai merah di restoran dan rumah makan. 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatera Barat bersama dengan Pemko Padang diharapkan dapat berkoordinasi dengan distributor cabai merah di Kota Padang demi menstabilkan harga cabai merah di pasar. 6. Disperindag Provinsi Sumatera Barat perlu membentuk asosiasi pedagang pemasok cabai merah agar mampu ikut serta dalam upaya mengondisikan kestabilan harga dan ketersediaan pasokan cabai merah di wilayah masingmasing. 7. PT Andalas Tuah Sakato (ATS) dapat mengoptimalkan perannya sebagai perusahaan daerah untuk berperan dalam menyukseskan program konsumsi cabai olahan melalui penggilingan cabai olahan. 8. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Sumatera Barat bersama seluruh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten/Kota dan Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) di wilayah Sumatera Barat diharapkan berkoordinasi lebih intensif terkait dengan penyesuaian tarif angkutan umum. Hal ini ditempuh terkait dengan kebijakan pemerintah pusat untuk melakukan penyesuaian harga komoditas energi strategis. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh seluruh anggota TPID Provinsi Sumatera Barat dalam mengendalikan laju inflasi Sumatera Barat sekaligus menanggapi Surat Gubernur Sumatera Barat yang telah ditujukan ke Satuan Kerja 36

55 Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing telah membuahkan hasil nyata pada triwulan I tahun 215. Sumatera Barat mencatatkan laju inflasi sebesar 6,28% (yoy), membaik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 214 lalu. Hal ini tidak terlepas dari langkah nyata yang telah dilakukan, antara lain dengan: 1. BPS Provinsi Sumatera Barat telah melakukan audit terhadap data surplus defisit komoditas cabai merah di Sumatera Barat. Melalui Surat BPS no perihal pengendalian tingkat inflasi, dengan mempertimbangkan perkiraan kebutuhan konsumsi cabai merah di luar rumah tangga, didapatkan hasil perhitungan bahwa komoditas cabai merah di Sumatera Barat mengalami defisit mencapai kuintal per tahun. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan data surplus defisit selama ini yang menyatakan bahwa komditas cabai merah di Sumatera Barat mengalami surplus produksi. Data terbaru dari BPS Provinsi Sumatera Barat menjadi rujukan oleh TPID Provinsi Sumatera Barat dalam melakukan upaya pembenahan dari sisi produksi dan peningkatan ketersediaan pasokan. 2. Dishubkominfo Provinsi Sumatera Barat, Dishub Kota Padang dan Organda Kota Padang telah berkoordinasi lebih lanjut terkait penyesuaian tarif angkutan dalam kota. Berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat, ditetapkan bahwa tarif angkutan angkutan umum di Kota Padang turun Rp5, per tanggal 21 Januari

56 BOKS 2: Aksi Nyata Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Melalui Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang penting bagi sebuah negara. Laju inflasi yang terkendali di level rendah serta stabil dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi positif dan berkelanjutan yang akhirnya bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat suatu negara. Sementara itu, melihat sumber terjadinya inflasi di Indonesia, Kota Jakarta menyumbang 22,5% dari inflasi yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa inflasi di Indonesia bersumber dari inflasi daerah. Disamping itu, kecenderungan terjadinya inflasi di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor non-moneter seperti terganggunya pasokan, infrastruktur yang belum memadai, konektivitas antar daerah yang masih terbatas dan sebagainya. Untuk itu, perlu adanya bauran kebijakan moneter, fiskal dan sektoral baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menjaga kestabilan barang dan jasa. Sumatera 19,3% Grafik 2.1. Sumbangan Inflasi di Daerah Tabel Perbandingan Inflasi Sumatera Barat dengan Wilayah Lainnya Jawa Inflasi (%, yoy) No. Wilayah 41,7% NAD 3,43,22 7,31 8,8 KTI 2 Sumatera Utara 3,67 3,86 1,18 8,17 16,5% 3 Sumatera Barat 5,37 4,16 1,87 11,58 4 Riau 5,26 2,78 8,79 8,64 5 Kepulauan Riau 3,68 2,38 8,24 7,59 Jakarta 6 Jambi 2,76 4,22 8,74 8,75 22,5% 7 Sumatera Selatan 3,78 2,72 7,5 8,48 8 Bengkulu 3,96 4,61 9,94 1,85 9 Lampung 4,24 4,1 7,12 8,9 1 Bangka Belitung 5, 6,57 8,71 9,4 Sumatera Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ( ) Sumatera Barat mencatatkan laju inflasi yang cenderung fluktuatif. Bahkan, pada tahun 213 dan 214 inflasi Sumatera Barat menunjukan pola yang hampir sama, dimana inflasi tahunan menyentuh angka double digit setelah pada tahun sebelumnya sempat menyentuh angka 4,16% (yoy). Berfluktuasinya inflasi di Sumatera Barat disebabkan oleh kelompok komoditas bahan pangan bergejolak atau volatile food dan hargaharga yang diatur pemerintah atau administered pricess. Berkaca pada kondisi inflasi di Indonesia yang lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor non-moneter dan andil daerah yang cukup besar dalam terjadinya inflasi, TPID berupaya memperkuat perannya dalam melakukan stabilisasi harga sesuai dengan Instruksi Kementerian Dalam Negeri. Upaya pengendalian inflasi membutuhkan integrasi seluruh pihak dan perlunya sinergisitas dari seluruh stakeholders. Nasional Sumber: BPS, diolah 4,4 3,45 8,92 8,62 3,79 4,3 8,38 8,36 38

57 Banyaknya pihak yang berpartisipasi dalam menjaga stabilitas inflasi mendorong terjadinya misleading dalam implementasinya. Perlu sebuah peraturan yang dapat menyamakan langkah dari seluruh anggota TPID sehingga dapat tercipta solusi yang kongkrit, terfokus dan menyeluruh. TPID Sumatera Barat melihat hal tersebut sebagai langkah yang harus diselesaikan sesegera mungkin dengan menyusun peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi daerah yang mengatur dan mengawal program-program pengendalian inflasi di daerah. Frekuensi 17, 16, 15, 14, 13, 12, 11, 1, 9, 8, 7, Bawang Merah Jengkol Cabai Merah Rokok Putih Angkutan Udara Rokok Kretek Filter Rokok Kretek Daging Ayam Ras Tarif Listrik Beras Bobot 6 Grafik 2.11 Matriks Komoditas Inflasi Sumbar Berdasarkan hasil pemaparan yang telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada Rapat TPID Kabupaten/Kota yang dilaksanakan pada 16 Maret 215 di Aula Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat, ada beberapa langkah strategis yang dapat menjadi fokus utama seluruh anggota TPID Provinsi Sumatera Barat. Sejumlah program tersebut, antara lain peningkatan produksi; penyelesaian permasalahan tata niaga; pembangunan infrastruktur pertanian, pasar dan penghubung; penguatan kelembagaan petani, distributor dan pedagang; penguatan database harga bahan pangan pokok; peningkatan kompetensi SDM; penerbitan peraturan daerah terkait; dan mengomunikasikan ekspektasi positif ke masyarakat. Gambar 1. Gubernur Sumbar berbincang dengan Kepala KPw BI Provinsi Sumatera Barat Gambar 2. Kepala KPw BI Provinsi Sumbar mengomunikasikan pentingnya pengendalian inflasi 39

58 3 BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Meningkatnya biaya dana dan menurunnya kualitas kredit berdampak pada melambatnya pertumbuhan aset bank umum di Sumbar pada triwulan I 215. Sementara itu, membaiknya daya beli masyarakat mendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan pada triwulan I 215. Dari sisi pendanaan, mulai tersalurkannya anggaran pemerintah pusat di tengah minimnya realisasi belanja pemerintah daerah pada awal tahun berdampak pada meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) bank umum khususnya pada jenis giro. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat mengalami tren menurun meskipun masih berada pada level yang tinggi, yang tercermin dari penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 143,8% pada triwulan IV 214 menjadi 139,% pada triwulan I 215. Sementara itu, peningkatan kredit tidak diiringi dengan perbaikan kualitas penyaluran kredit terindikasi dari meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) kredit. Dari sistem pembayaran, perkembangan transaksi tunai dan non tunai pada triwulan I 215 meningkat. Perkembangan transaksi tunai di Sumbar kembali tercatat net inflow sebesar Rp2,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 214 sebesar Rp,74 triliun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa aliran uang masuk (inflow) ke Bank Indonesia masih lebih besar dibandingkan uang keluar (outflow). Begitupula dengan transaksi non tunai melalui sarana BI RTGS dan kliring yang secara keseluruhan meningkat dari Rp36,9 triliun pada triwulan IV 214 menjadi Rp4,2 triliun pada triwulan I

59 3.1 Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Meningkatnya biaya dana dan menurunnya kualitas kredit berdampak pada melambatnya pertumbuhan aset bank umum di Sumbar pada triwulan I 215. Total aset bank umum pada triwulan I 215 tercatat sebesar Rp5,8 triliun atau tumbuh 6,7% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV 214 yang tumbuh 1,2% (yoy) dengan nilai aset sebesar Rp48,1 triliun (Grafik 3.1). Perlambatan aset bank umum tersebut terjadi di tengah pertumbuhan kredit yang membaik. Hal ini disebabkan karena meningkatnya biaya dana yang dikeluarkan perbankan akibat peningkatan suku bunga DPK dan penurunan suku bunga kredit. Suku bunga tertimbang DPK meningkat dari 4,1% pada triwulan IV 214 menjadi 4,3% pada triwulan laporan. Sementara itu, suku bunga kredit menurun dari 12,8% menjadi 12,7% pada periode yang sama (Grafik 3.2). Peningkatan biaya dana tersebut akan mempengaruhi kinerja laba/rugi yang selanjutnya akan mempengaruhi aset perbankan. Selain itu, menurunnya kualitas kredit atau peningkatan NPL yang terjadi juga dapat mengurangi pertumbuhan aset akibat meningkatnya cadangan bank untuk mengcover kenaikan NPL tersebut yang selanjutnya dapat mengurangi pendapatan serta aset perbankan. Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 I-15 Aset ,8 1,9 1, 1,2 6,7 Giro ,3 23, 16,8 3,2 36, 2,8 Tabungan , 13,2 14,3 8,7 8,3 44,1 Deposito ,3 12,5 21,8 31,6 22,4 35,1 Total DPK ,8 14,8 17,2 14,6 18,1 Modal Kerja ,5 12,2 1,9 12,4 11,7 36,7 Investasi ,5 7,9 1,9 8,1 23,6 19,1 Konsumsi ,2 6,4 7,7 11,4 11,9 44,1 Total Kredit ,5 8,8 7,8 11,2 13,9 Pertanian ,2 2,8 1,4 3, 17,1 17,5 Pertambangan dan Penggalian ,4-4,8-1,6-4,2 11,2 1,9 Industri Pengolahan ,4 14,2 8,8 23,7 34,8 17,7 Listrik, Gas dan Air Bersih ,4-27,1-37,1-32,5 59,2,3 Konstruksi , 74, 71,2 75,9 26,5 3,7 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,6 14,2 12, 11,7 12,9 48,4 Pengangkutan dan Komunikasi ,5 16,4 3,3-12,5 23,4 2,6 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush ,3-29,5-34, -34, -37,9 3,9 Jasa-jasa ,4 37,1 63, 83, 62,5 3,9 Kredit Rumah Tangga ,2 6,4 7,7 11,4 11,9 LDR (%) 144,2 138,6 134,1 143,8 139, NPL (%) 3,2 2,9 3,1 2,9 3, Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) 41

60 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Triliun Rp Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I % yoy % 14 Suku Bunga Tertimbang Kredit Suku Bunga Tertimbang DPK - skala kanan % ,81 12, ,1 4, I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik 3.2. Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Perkembangan DPK Masih minimnya realisasi belanja pemerintah daerah berdampak pada meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan I 215. Penghimpunan DPK oleh perbankan meningkat dari Rp29,7 triliun, atau tumbuh 14,6% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi Rp31,8 triliun atau tumbuh 18,1% (yoy) pada triwulan I 215. Dilihat dari komponennya, pertumbuhan DPK tersebut bersumber dari meningkatnya pertumbuhan giro secara signifikan dari 3,2% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 36,% (yoy) pada triwulan laporan seiring dengan mulai tersalurkannya anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah sementara realisasi belanja pemerintah daerah masih terbatas (Grafik 3.3). Sementara itu, preferensi terhadap tingkat suku bunga berdampak pada masih tingginya pertumbuhan jenis simpanan deposito sebesar 22,4% (yoy). Di sisi lain, laju pertumbuhan simpanan tabungan sedikit melambat dari 8,7% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 8,3% (yoy) pada triwulan laporan. Ditinjau dari pangsanya, tingginya pertumbuhan giro meningkatkan pangsa giro terhadap total DPK dari 14,5% menjadi 2,8% pada triwulan laporan. Sementara itu, simpanan dalam bentuk tabungan masih memiliki pangsa terbesar meskipun menurun dari 51,3% menjadi 44,1% pada triwulan laporan dengan nominal Rp14, triliun (Grafik 3.4). 42

61 %, yoy DPK Tabungan Deposito Giro I II III IV I II III IV I II III IV I Rp triliun 35 3 DEPOSITO TABUNGAN GIRO 25 11, , 1 5 6,6 - I II III IV I II III IV I Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Perkembangan Kredit 5 Di tengah perlambatan ekonomi, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan membaik pada triwulan I 215. Laju pertumbuhan penyaluran kredit meningkat dari 11,2% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 13,9% (yoy) pada triwulan I 215. Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh pertumbuhan kredit investasi yang signifikan dari 8,1% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 23,6% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.5). Aksi sejumlah pengusaha dalam melakukan investasi terlihat mulai meningkat memasuki tahun 215 setelah melalui masa tahun politik. Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi sedikit meningkat dari 11,4% (yoy) menjadi 11,9% (yoy) pada triwulan laporan didorong oleh membaiknya daya beli seiring dengan menurunnya harga-harga barang dan jasa secara umum atau deflasi yang terjadi pada triwulan I 215,. Melihat pangsanya, pertumbuhan kredit perbankan Sumbar dipengaruhi oleh pergerakan kredit konsumsi mengingat porsi kredit tersebut yang sangat tinggi mencapai 44,1% dari total kredit, sedangkan total kredit produktif seperti kredit investasi dan kredit modal kerja hanya sekitar 55,9%. Pangsa kredit produktif di Sumbar tersebut relatif kecil dibandingkan dengan mayoritas provinsi di Sumatera yang mencapai lebih dari 7%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumbar masih relatif terbatas. 5 Data kredit berdasarkan lokasi proyek 43

62 %, yoy Total Kredit Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I % % 4, 139, 3,5 3, 3, 2,5 2, LDR (sisi kiri) 1,5 NPL (sisi kanan) 1,,5, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.5. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.6. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan I 215 konsisten berada di level yang tinggi. Kondisi ini terlihat dari tingginya Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah dana yang dihimpun oleh bank. Meski sedikit menurun, LDR bank umum pada triwulan I 215 berada pada level tinggi mencapai 139,% (Grafik 3.6). Kondisi ini (LDR di atas 1%) mengindikasikan adanya penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk proyek yang berlokasi di Sumbar. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa dana yang berhasil dihimpun relatif kecil dibandingkan penyaluran kredit oleh perbankan. Dalam meningkatkan penghimpunan dana masyarakat, perbankan harus memiliki berbagai program dan promosi yang menarik sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menyimpan dananya di perbankan. Kualitas kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sumatera Barat sedikit menurun. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) dari 2,9% pada triwulan IV 214 menjadi 3,% pada triwulan I 215. Berlanjutnya tren pelemahan harga komoditas ekspor utama seperti kelapa sawit dan karet berdampak pada tergerusnya kualitas kredit yang disalurkan di Sumbar. Namun demikian, level tersebut masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. 44

63 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Meskipun mengalami perlambatan ekonomi, kinerja kredit sektor pertanian dan industri pengolahan tetap kuat dan mendorong peningkatan kredit korporasi di Sumatera Barat pada triwulan I 215. Penyaluran kredit ke sektor korporasi di Sumatera Barat meningkat dari Rp23,6 triliun pada triwulan IV 214 menjadi Rp24,7 triliun pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan kredit korporasi naik dari 11,% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 15,5% (yoy) pada triwulan I 215. Namun pangsa kredit korporasi relatif stabil sebesar 55,9% dari total kredit yang disalurkan. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya pertumbuhan kredit pada sektor industri pengolahan dan pertanian yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 18% dan 17% dari total kredit korporasi (Grafik 3.7). Rencana program jangka menengah pemerintah baru yang berfokus sektor pertanian turut mendorong pertumbuhan kredit sektor pertanian dari 2,7% (yoy) pada akhir tahun 214 menjadi 17,1% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu peningkatan aktivitas produksi perusahaan untuk menghadapi tingginya konsumsi masyarakat khususnya industri makanan dan minuman menjelang liburan sekolah dan Ramadhan pada triwulan II 215 berdampak pada meningkatnya pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan dari 23,7% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 34,8% (yoy) pada triwulan I 215. Di sisi lain, pertumbuhan kredit sektor perdagangan besar dan eceran, sebagai sektor penyerap kredit terbesar di Sumbar, relatif stabil dari 11,3% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi 11,9% pada triwulan I 215 meskipun daya beli masyarakat membaik (Grafik 3.8). 45

64 8% 13% 17% Pertanian Industri Pengolahan yoy 6% 4% Total Kredit Korporasi g. Pertanian g. Ind Pengolahan g. Perdagangan 34,8% 18% Perdagangan Jasa-jasa 2% % 17,1% 11,9% 44% Lainnya -2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.7. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Korporasi Peningkatan penyaluran kredit korporasi tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit korporasi yang stabil tinggi pada kisaran 4,4% pada triwulan I 215 (Grafik 3.9). Tertahannya perbaikan NPL diakibatkan peningkatan pada NPL sektor pertanian dari 3,9% menjadi 4,4% pada triwulan laporan diindikasi karena pelemahan harga komoditas ekspor utama seperti kelapa sawit dan karet. Sementara itu, NPL sektor perdagangan juga bertahan pada level yang cukup tinggi sebesar 4,7%. % NPL Kredit Korporasi NPL. Ind Pengolahan NPL. Pertanian NPL. Perdagangan 4,7 4,4 4,4 5% 14% 12% KPR KKB Multiguna 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 1,2 1% 23% Kredit RT Lainnya Kredit Lain-lain Grafik 3.9. Perkembangan NPL Sektor Korporasi Grafik 3.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Peningkatan daya beli dan konsumsi masyarakat mendorong permintaan kredit sektor rumah tangga pada triwulan I 215. Penyaluran kredit sektor rumah tangga naik dari Rp19,1 triliun pada triwulan IV 214 menjadi Rp19,5 triliun pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 11,9% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV 214 yang tumbuh 11,4% (yoy) (Grafik 3.11). Pangsa kredit sektor rumah tangga mencapai 44% dari total kredit bank umum. Meningkatnya kredit sektor rumah tangga terutama bersumber dari peningkatan kredit multiguna dan kredit 46

65 kepemilikan rumah (KPR) yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 23% dan 14% dari total kredit konsumsi (Grafik 3.1). Daya beli masyarakat yang meningkat seiring penurunan harga yang terjadi selama triwulan I 215 mendorong tumbuhnya kredit multiguna yang tinggi sebesar 64,5% (yoy). Selain itu, setelah mengalami penurunan selama beberapa triwulan terakhir, kinerja kredit kepemilikan rumah (KPR) mulai membaik dengan pertumbuhan sebesar 14,% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 12,3% (yoy). Meskipun harga properti menunjukkan peningkatan, terlihat dari Survei Harga Properti dan Residensial (SHPR) oleh Bank Indonesia, minat masyarakat terhadap pembelian properti masih relatif baik (Grafik 3.12). Sementara itu, pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) melambat dengan pertumbuhan sebesar 26,8% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 32,1% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan kontraksinya penjualan mobil dan motor pada triwulan I 215 (Grafik 3.13). Pelemahan penjualan kendaraan bermotor juga terjadi secara nasional seiring dengan melambatnya perekonomian. Selain itu, harga mobil yang cenderung naik akibat pelemahan nilai tukar Rupiah diindikasi turut mendorong penurunan penjualan kendaraan bermotor. % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 12 g.kkb g.kredit lain-lain 4 1 g.multiguna (sisi kanan) g.kredit RT Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga % yoy % yoy 12 TOTAL 1 TIPE MENENGAH TIPE BESAR 8 TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Harga Properti Residential (SHPR) di Sumatera Barat Di tengah peningkatan kredit, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga sedikit menurun. Kondisi ini tercermin dari rasio NPL yang meningkat dari 1,% pada triwulan IV 214 menjadi 1,2% pada triwulan I 215 (Grafik 3.14). Peningkatan rasio NPL terjadi pada seluruh jenis kredit dengan peningkatan tertinggi terjadi pada KPR yang meningkat dari 3,2% menjadi 3,8%. Namun demikian, nilai NPL kredit rumah tangga tersebut relatif masih rendah dan mengindikasikan minimnya risiko kredit kepada sektor rumah tangga di Sumbar. 47

66 Unit Mobil Motor % (yoy) g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I yoy Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna 3,8 1,5 1,3 1,2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat Grafik Perkembangan Jumlah Mobil dan Truk di Sumatera Barat Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Ketahanan Sektor UMKM Meningkatnya kinerja penyaluran kredit secara umum tidak diikuti oleh perbaikan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan I 215. Kredit UMKM yang disalurkan bank umum pada triwulan I 215 tercatat mencapai Rp14,57 triliun atau tumbuh sebesar 13,3% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan IV 214 yang tercatat senilai Rp14,51 triliun atau tumbuh sebesar 16,2% (yoy) atau (Grafik 3.15). Secara umum, kegiatan usaha berskala UMKM menjadi salah satu penopang perekonomian di Sumatera Barat mengingat jumlah UMKM yang besar dan kontribusi kredit yang cukup tinggi mencapai 33% dari total kredit bank umum. Dari sisi sektoral, kegiatan perdagangan atau PHR masih mendominasi penyaluran kredit UMKM dengan pangsa sebesar 61%, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 13%, dan industri pengolahan sebesar 8% (Grafik 3.16). Triliun Rp Nominal Kredit Pertumbuhan - skala kanan %,yoy 35 13,3 I II III IV I II III IV I II III IV I Jasa-jasa 6% Lain-lain 12% PHR 61% Pertanian 13% Industri Pengolahan 8% Grafik Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik Proporsi Kredit UMKM Memburuknya kualitas pembiayaan perbankan juga terjadi pada kredit UMKM. Hal ini ditandai dengan peningkatan NPL kredit UMKM dari 5,3% pada 48

67 triwulan IV 214 menjadi 6,% pada triwulan I 215 (Grafik 3.17). Meskipun rasio NPL tersebut melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5%, perbankan diharapkan senantiasa mendukung ekspansi kredit UMKM dengan terus menjaga prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Upaya tersebut penting dilakukan karena pangsa sektor UMKM cukup besar di Sumatera Barat. Terlebih lagi potensi risiko meningkatnya NPL kredit UMKM ke depan diperkirakan cukup besar akibat masih tingginya tingkat suku bunga rata-rata kredit UMKM sebesar 14,6% pada triwulan laporan. %,yoy Pertumbuhan Kredit (% yoy) NPL - skala kanan 6, 13,3 I II III IV I II III IV I II III IV I % Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Indikator Perbankan Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 I-14 II-14 III-14 IV-14 I-15 I-15 Aset ,5-4,1-4,8-3, -1,5 DPK ,6 14,8 14,4 8,5,7 Giro ,1 29,3 19,4 3,1-11,6 5,1 Tabungan ,5 36,6 31,5 23,2 27,5 51,3 Deposito ,1-1,8,5-4,5-18,2 43,5 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan ,6,5-2,9-1, -2,7 Modal Kerja ,4 -,2-2,5 3,2-6,4 26,7 Investasi , 21, 16,3 24,4 31,9 13,1 Konsumsi ,1-2,1-6, -6,7-6,4 6,2 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi ,6,5-2,9-1, -2,7 Pertanian ,7 48,2 57, 6,3 7,4 3,8 Industri Pengolahan ,6 3,5 6,6 17,6 21,7 1,5 Konstruksi ,8 27,5 233,9 177,7 411,,6 Perdagangan ,5 28, 32,3 27,8 38,5 18,2 Transportasi dan Komunikasi , 312,5 351,1 37,5 524,3,8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,1-55,1-57,2-42,2-48,7 9,1 Jasa Sosial ,8 4,8 99,2 128,3 52,5 5,6 Sektor Rumah Tangga ,1 6,2-3,4-6,7-6,4 6,2 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 159,4 15,9 146,1 154,5 153,8 Non-Performing Financing (NPF) 1,9 2,2 3,2 4, 3,8 Perlambatan kinerja perbankan syariah di Sumbar masih berlanjut hingga triwulan I 215. Pertumbuhan aset bank umum syariah pada triwulan I 215 kembali mengalami kontraksi sebesar -1,5% (yoy) dengan nilai aset sebesar Rp4, 49

68 triliun, melanjutkan kontraksi pada triwulan IV 214 sebesar -3,% (yoy) (Tabel 3.2). Berlanjutnya koreksi pertumbuhan aset bank umum syariah sejalan dengan terus terkoreksinya pertumbuhan penyaluran pembiayaan (Grafik 3.18). Penghimpunan DPK pun turut mengalami perlambatan dari 8,5% (yoy) pada triwulan IV 214 menjadi,7% (yoy) pada triwulan I 215. Lambatnya pertumbuhan DPK perbankan syariah diindikasi oleh peningkatan suku bunga DPK bank umum konvensional. Penurunan tersebut berasal dari turunnya semua jenis dana simpanan, terutama deposito dan giro yang tumbuh negatif (Grafik 3.2). Persaingan imbal hasil dari suku bunga DPK bank umum konvensional dan sistem bagi hasil pada bank umum syariah masih menjadi pertimbangan masyarakat dalam menyimpan dananya. Pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah kembali mengalami kontraksi. Pembiayaan perbankan syariah pada triwulan I 215 mengalami kontraksi sebesar -2,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 214 sebesar -1,% (yoy) (Grafik 3.2). Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya pertumbuhan pembiayaan bersumber dari pembiayaan konsumsi dan modal kerja, yang keduanya terkontraksi sebesar -6,4% (yoy) pada triwulan I 215. Secara sektoral, perlambatan pembiayaan terutama dari pembiayaan sektor rumah tangga yang terkontraksi sebesar -6,4% (yoy). Kontraksi pembiayaan sektor rumah tangga tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan bank syariah mengingat pangsanya yang sangat besar mencapai 6,2%. Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran pembiayaan pada sektor-sektor korporasi utama masih mampu tumbuh tinggi. Sektor perdagangan, sebagai sektor korporasi terbesar dalam pembiayaan syariah, tumbuh cukup tinggi sebesar 38,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 27,8% (yoy). Selain itu, pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada sektor pertanian dan industri pengolahan yang masing-masing tumbuh sebesar 7,4% (yoy) dan 21,7% (yoy). Kondisi ini menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan bank umum syariah terhadap sektor - sektor utama dan produktif di Sumatera Barat terus meningkat. 5

69 %, yoy Aset 7 DPK 6 Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah %, yoy 8 7 DPK Giro 6 Tabungan Deposito I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah Kegiatan intermediasi perbankan syariah di Sumatera Barat relatif masih tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan I 215 sebesar 153,8%, sedikit menurun dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai 154,5% (Grafik 3.21). Penurunan FDR dikarenakan perlambatan pertumbuhan pembiayaan yang lebih dalam dibandingkan perlambatan pertumbuhan DPK. Di sisi lain, pengelolaan kualitas pembiayaan perbankan syariah sedikit membaik. Hal ini terlihat dari rasio Non Performing Financing (NPF) yang menurun dari 4,% pada triwulan IV 214 menjadi 3,8% pada triwulan I 215. Perbankan syariah di Sumbar perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan mengingat nilai NPL tersebut meningkat cukup tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan nilai NPL hanya 1,9%. %, yoy Pembiayaan Modal Kerja Investasi Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I % FDR NPF (sisi kanan) 2 6, ,8 5, 4, 12 3,8 3, 8 2, 4 1,, I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 3.2. Perkembangan Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah Grafik Perkembangan FDR dan NPF Bank Umum Syariah 51

70 3.4 Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Secara historis, perkembangan aliran uang kartal di Sumbar selama triwulan I 215 kembali net inflow sebesar Rp2,5 triliun atau dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 214. Apabila ditinjau lebih dalam, kenaikan nilai net inflow disebabkan karena jumlah uang masuk (inflow) dari perbankan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar meningkat disertai dengan penurunan signifikan jumlah uang yang ditarik (outflow) selama triwulan laporan. Aliran uang masuk tercatat sebesar Rp3,6 triliun atau naik 31,1% dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai Rp2,7 triliun. Sementara itu, nilai uang keluar pada triwulan laporan bernilai Rp1,5 triliun atau turun 47,7% dibandingkan triwulan IV 214 sebesar Rp2,1 triliun (Grafik 3.22). Triliun Rp Inflow Outflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % Pemusnahan UTLE (Sisi Kanan) Triliun Rp Rasio Pemusnahan UTLE terhadap inflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Selama beberapa tahun terakhir, KPw BI Prov. Sumbar menunjukkan posisi net inflow kecuali pada bulan Juli dan Desember. Hal ini dikarenakan meningkatnya pengeluaran masyarakat saat liburan sekolah pada bulan Juli serta perayaan natal dan tahun baru pada bulan Desember Aliran uang kas di KPwBI Prov. Sumbar didominasi oleh net inflow. Kondisi ini merupakan implikasi dari penggunaan transaksi tunai yang sangat dominan di masyarakat. Persentase transaksi non tunai di indonesia pada tahun 213 hanya sebesar.6%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Thailand (2.8%), Malaysia (7.7%) dan Singapura (44.5%) (McKinsey & Company, Asia Pacific Payments Trend, Global Payment Summit). 52

71 Untuk itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar terus melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi program kerja dalam rangka pengembangan transaksi non tunai di wilayah Sumatera Barat berkoordinasi dengan Pemda dan perbankan. Setelah melakukan launching Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) bekerjasama dengan Universitas Andalas pada 1 September 214 lalu, pengembangan transaksi non tunai semakin meluas dengan menyentuh pengembangan di kabupaten/kota. Penjajakan dengan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat dan Pemerintah Kota Padang telah dilakukan dalam rangka implementasi Gerakan Nasional Non Tunai Perkembangan Uang Tidak Layak Edar dan Uang Palsu Meningkatnya jumlah uang masuk ke Sumbar terindikasi penyebab rasio pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) di Sumbar turun selama triwulan laporan. Sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar secara rutin melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Selama triwulan I 215. Secara nominal, nilai UTLE yang dimusnahkan pada triwulan laporan mencapai Rp1,6 triliun atau meningkat 6,1% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.23). Meski demikian, secara rasio antara pemusnahan UTLE terhadap uang masuk di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar turun dari 54,6% pada triwulan IV 214 menjadi 44,2%. Kondisi ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah uang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar sementara kegiatan ekonomi masyarakat Sumbar pada awal tahun masih terbatas. Sesuai pola historisnya, pemusnahan UTLE di Sumbar mencapai puncaknya pada triwulan IV seiring meningkatnya transaksi masyarakat pada akhir tahun. Lembar I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Triliun Rp Nominal I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar Volume (sisi kanan) Ribu

72 Di sisi lain, jumlah uang palsu yang dilaporkan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat pada triwulan I 215 tercatat meningkat moderat. Jumlah uang palsu yang disetorkan oleh perbankan dan masyarakat pada triwulan laporan tercatat sebanyak 194 lembar, naik 3,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang berjumlah 188 lembar (Grafik 3.24). Denominasi uang palsu yang ditemukan sebagian besar terdiri dari uang pecahan Rp1. (68,%) dan Rp5. (26,8%). Sementara itu, uang palsu untuk pecahan kecil relatif jarang ditemukan di Sumbar. Sebagai upaya untuk meminimalisir peredaran uang palsu di Sumbar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Nilai transaksi non tunai BI RTGS masih terjaga meski volumenya mengalami penurunan implikasi dari penerapan kebijakan RTGS baru yang mulai diberlakukan pada tanggal 15 Desember 214 lalu. Secara agregat, nilai transaksi BI RTGS di Sumatera pada triwulan I 215 tercatat sebesar Rp36,3 triliun, naik 11,5% (qtq) dibandingkan dengan triwulan IV 214 yang mencapai Rp32,6 triliun (Grafik 3.26). Sementara itu, jumlah transaksi pada triwulan I 215 menurun secara signifikan dari menjadi transaksi atau turun 42,7% dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini disebabkan karena mulai diterapkannya kebijakan sistem pembayaran tertuang dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No. 16/18/DPSP tanggal 28 November 214 yang mensyaratkan bahwa setiap kegiatan transfer dana melalui BI-RTGS baru bisa dilakukan dengan nominal minimal sebesar Rp1 juta Transaksi Kliring Secara triwulanan, transaksi non tunai melalui sarana kliring mengalami kontraksi pada triwulan laporan setelah mengalami puncaknya pada akhir tahun lalu. Pertumbuhan nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan kondisi belum membaik. Nilai kliring pada triwulan I 215 mencapai Rp3,9 triliun, turun -7,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV 214 mencapai Rp4,3 triliun (Grafik 3.27). Demikian pula dengan jumlah perputaran kliring yang 54

73 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar mengalami penurunan sebesar -6,7% atau turun dari lembar pada triwulan IV 214 menjadi lembar. Nilai (Juta Rp) nilai volume - sisi kanan 1,8, 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, Jumlah (Lembar) 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar 55

74 BOKS 3: Geliat Elektronifikasi Hingga ke Pelosok Sumatera Barat Dalam rangka mewujudkan transaksi keuangan yang aman, efisien dan andal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sumbar melalui program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) terus melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi program kerja melalui sinergi dengan industri perbankan. Salah satu program dimaksud adalah upaya peningkatan transaksi non tunai untuk setiap kegiatan pembayaran yang dilakukan oleh instansi pemerintah dan setiap transaksi pembayaran yang diperuntukkan sebagai penerimaan pemerintah. Upaya yang terpadu dan terintegrasi untuk mengubah transaksi pembayaran dari tunai menjadi non tunai ini dikenal dengan istilah elektronifikasi. Penguatan koordinasi dalam rangka peningkatan transaksi non tunai di lingkungan pemerintah menjadi sangat penting, mengingat transaksi yang melibatkan pemerintah sedikit banyak juga melibatkan masyarakat. Dampaknya, keakuratan dan transparansi pencatatan keuangan menjadi faktor yang krusial guna mendukung good governance. Pengembangan transaksi non tunai ini akan lebih efektif jika diinisiasi di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) mengingat Pemda memiliki wewenang dalam merumuskan sejumlah peraturan daerah yang bisa disinergikan dengan penggunaan transaksi non tunai. Sebagai langkah awal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sumbar memulai koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat pada tanggal 4 Mei 215. Koordinasi awal tersebut melibatkan industri perbankan seperti BRI, Bank Mandiri, BNI, BCA, Bank Permata, Bank CIMB Niaga, Bank Nagari, BRI Syariah dan Bank Muamalat. Gambar 1. Kepala Perwakilan BI Prov. Sumbar didampingi Sekda Pasaman Barat Gambar 2. Suasana FGD Elektronifikasi bersama Pemda Pasaman Barat dan Perbankan 56

75 Beberapa peluang transaksi di lingkungan Pemkab Pasaman Barat yang dapat dimigrasikan menjadi non tunai adalah pembayaran gaji guru. Sekitar 3 guru yang pembayaran gajinya masih dilakukan secara tunai dikarenakan minimnya kantor cabang bank yang beroperasi di domisili guruguru tersebut. Selain itu, pembayaran pajak seperti PBB dan pajak kendaraan masih dilakukan secara tunai. Sementara itu, penyaluran bantuan pemerintah telah dilakukan secara non tunai melalui transfer ke rekening penerima bantuan. Peluang transaksi non tunai tersebut akan menjadi catatan bagi program kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sumbar. Sebagai tindak lanjut rapat koordinasi tersebut, pihak Pemkab Pasaman Barat dan KPwBI Prov. Sumbar sepakat untuk merumuskan bentuk koordinasi tersebut dalam sebuah Nota Kesepahaman. Tahun 215 menjadi tahun yang penting bagi KPwBI Prov. Sumbar dalam meningkatkan penggunaan transaksi non tunai di masyarakat. Pasalnya, strategi pengembangan transaksi non tunai akan lebih gencar dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah. Setelah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, Pemerintah Kota Padang ditargetkan menjadi mitra strategis dalam pengembangan transaksi non tunai di Kota Padang. Pertemuan dengan Pemerintah Kota Padang sebagai penjajakan awal pengembangan transaksi non tunai telah dilakukan pada tanggal 18 Mei 215. Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat selain sebagai pusat perekonomian juga memiliki akses perbankan dan infrastruktur yang memadai dalam pegembangan transaksi non tunai sehingga implementasinya diharapkan dapat terwujud dalam waktu dekat. Gambar 3. Pemaparan Elektronifikasi oleh KaKPwBI Prov. Sumbar bersama Walikota Padang Gambar 4. Suasana FGD Elektronifikasi bersama jajaran pimpinan dan staf Kota Padang 57

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2012 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Triwulan I-2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII TIM KAJIAN EKONOMI Jl. Jend.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau K A T A P E N G A N T A R Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci