PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017

2

3 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. VISI DAN MISI i

4 VISI DAN MISI ii

5 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 yang meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data dari instansi/lembaga terkait serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,25% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,50% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,01% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor, khususnya perdagangan ekspor antar daerah sementara ekspor luar negeri membaik. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Sementara itu, kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraaan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan kembali normalnya konsumsi pemerintah. Ke depan, konsumsi masyarakat diperkirakan semakin kuat seiring dengan peningkatan konsumsi memasuki bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu, realisasi belanja Pemerintah juga diharapkan meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Namun, perbaikan perekonomian pada triwulan II juga diperkirakan akan diikuti dengan peningkatan tekanan inflasi seiring dengan pola seasonal saat bulan Ramadhan. Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, kami mengambil tema "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan " sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional edisi Mei Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa mendatang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif KATA PENGANTAR iii

6 KATA PENGANTAR iv

7 DAFTAR ISI VISI DAN MISI... I KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI... V DAFTAR GRAFIK... VII DAFTAR TABEL... X TABEL INDIKATOR... XI RINGKASAN UMUM... XIII BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH GAMBARAN UMUM APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ANGGARAN PENDAPATAN APBD PROVINSI SUMATERA UTARA REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA ANGGARAN BELANJA APBD PROVINSI SUMATERA UTARA APBN PROVINSI SUMATERA UTARA BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH KONDISI UMUM PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA KELOMPOK BAHAN MAKANAN KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR KELOMPOK SANDANG KELOMPOK KESEHATAN KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA STABILITAS KEUANGAN DAERAH DI SUMATERA UTARA KETAHANAN SEKTOR KORPORASI KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM PENYALURAN KREDIT UMKM BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAFTAR ISI v

8 5.1.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ELEKTRONIFIKASI SISTEM PEMBAYARAN UANG ELEKTRONIK KEGIATAN PENGAWASAN DAN PERIZINAN KEGIATAN LAYANAN UANG (KLU) PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH OUTFLOW-INFLOW DISTRIBUSI RUPIAH BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KETENAGAKERJAAN KESEJAHTERAAN PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI vi

9 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha... 2 Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal... 3 Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan... 4 Grafik 1.4 Survei Konsumen... 4 Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar... 4 Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi... 5 Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran... 5 Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi... 5 Grafik 1.9 Konsumsi Listrik... 5 Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja... 6 Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan 2017 di Sumatera Utara... 6 Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda... 6 Grafik 1.13 Kredit Investasi... 7 Grafik 1.14 Penjualan Semen... 7 Grafik 1.15 Impor Barang Modal... 7 Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama... 8 Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara... 9 Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara... 9 Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama... 9 Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Grafik 1.21 Ekspor Karet Grafik 1.22 Ekspor CPO Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi DAFTAR GRAFIK vii

10 Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Grafik Anomali Curah Hujan Saat El Nino Grafik 1.49 Anomali Curah Hujan saat La-Nina Grafik Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sumatera Utara Tahun Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal Keuangan Daerah Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung terhadap Anggaran Belanja Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan Grafik 3.4 Stok Beras Bulog Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha DAFTAR GRAFIK viii

11 Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual Grafik 4.15 Akses Kredit Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga Kerja Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan Grafik 6.8 Survei Konsumen Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Grafik 7.1 Survei Konsumen Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan Grafik 7.4 Purchasing Manager Index Grafik 7.5 Stock Beras BULOG Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga DAFTAR GRAFIK ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan... 3 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara... 8 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama... 9 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Tabel 1.5. Indeks El Nino Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan 65 Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan DAFTAR TABEL x

13 TABEL INDIKATOR TABEL INDIKATOR xi

14 TABEL INDIKATOR xii

15 RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun terutama terjadi pada ekspor antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik karena masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai dengan adanya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian, kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada kisaran 5,0-5,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat. ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Provinsi Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7% dari Pagu 2017, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,1% dari Pagu Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari Pagu 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang tercatat 11,6% dari Pagu Kondisi tersebut diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan, yang pada triwulan sebelumnya tumbuh negatif terkait dengan adanya penundaan penyaluran DAU. ASESMEN INFLASI Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian, capaian ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang sempat meningkat cukup tinggi pada tahun Ketersediaan pasokan yang memadai juga tercermin pada perkembangan harga di April 2016 yang masih mengalami deflasi cukup dalam. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif menurun ditopang oleh relatif terjaganya permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan akhir tahun yang selanjutnya mendorong penurunan tekanan inflasi kelompok makanan jadi, kelompok minuman tidak beralkohol serta kelompok sandang. Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas yang harganya diatur pemerintah telah meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Dengan kondisi tersebut, inflasi kalender Sumatera Utara sampai dengan Triwulan I 2017 baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices. RINGKASAN UMUM xiii

16 Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus dilaksanakan secara intensif. TPID se-provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. Kerjasama dengan satgas pangan juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan komoditas dan kestabilan harga terutama komoditas yang HET-nya telah ditetapkan. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga. Intermediasi perbankan di Sumatera Utara masih cukup baik dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. Pertumbuhan DPK dan Kredit pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni masingmasing mencapai 11,5% dan 12,4% (sebelumnya 9,5% dan 6,0%). Peningkatan tersebut diikuti oleh penurunan LDR perbankan Sumatera Utara dari 93,3% menjadi 92,5%, serta diikuti oleh Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah, yakni sebesar 2,7% di triwulan I Terjaganya stabilitas keuangan didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga yang masih kuat. Di sisi korporasi, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung stabil pada triwulan I Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh membaiknya kinerja korporasi yang bergerak pada komoditas karet, sementara perbaikan kinerja korporasi yang bergerak di komoditas CPO membaik secara terbatas. Di sektor rumah tangga, kondisi ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif meningkat. Hal tersebut tercermin pada pertumbuhan konsumsi swasta yang membaik dan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Sejalan dengan pola seasonal-nya, transaksi uang kartal 1 di Sumatera Utara mencatat net inflow 2 sebesar Rp5,18 Triliun, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net outflow sebesar Rp3,07 triliun. Volume penyetoran meningkat 24,3% dibandingkan triwulan sebelumnya, pasca Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, transaksi non tunai Sumatera Utara justru menunjukkan kegiatan yang meningkat. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat 4,3% (qtq) pada triwulan I 2017, sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, transaksi RTGS meningkat cukup tinggi, dimana secara nominal dan volume masing-masing tumbuh 54,5% dan 16,1%. Pada transaksi nominal SKNBI hanya tumbuh 0,3% (qtq) sementara volume transaksi melambat 0,1% (qtq). 1 Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam 2 Net outflow mencerminkan arus masuk/penyetoran (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah arus keluar/penarikan (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar. RINGKASAN UMUM xiv

17 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada Februari Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran. Sejalan dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan ditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp ,-. UMP tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp ,-. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil dibandingkan Triwulan II 2017 yang ditopang oleh baiknya permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat saat bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri. Di sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya kenaikan harga komoditas. Meredanya permintaan masyarakat juga turut mendorong redanya tekanan inflasi pada triwulan III Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% (yoy) - 5,4% (yoy). Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun RINGKASAN UMUM xv

18 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy), bahkan terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia. Kinerja permintaan domestik lebih tinggi dari perkiraan semula seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara, kinerja ekspor menurun terutama terjadi pada ekspor antar daerah. Ekspor luar negeri relatif membaik di tengah masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang. Namun demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan akan bangkit dan tumbuh pada kisaran 5,0-5,4% (yoy) seiring dengan peningkatan konsumsi karena masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri serta realisasi belanja Pemerintah yang diharapkan meningkat. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1

19 1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,5% (yoy), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,0% (yoy). Ditengah tren perbaikan pertumbuhan ekonomi yang terlihat sejak awal tahun 2016, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 tersebut justru tercatat yang terendah dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja ekspor, khususnya antar daerah sementara ekspor luar negeri membaik. Perlambatan ekspor tersebut dibarengi oleh meningkatnya impor terutama impor luar negeri. Peningkatan impor tersebut mengindikasikan perbaikan ekonomi sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat. Kegiatan ekonomi domestik tersebut didukung oleh menguatnya aktivitas konsumsi ditengah kinerja investasi yang relatif stabil. Penurunan kinerja ekspor antar daerah terjadi sejalan dengan menurunnya produksi tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera Utara seiring dengan pergeseran masa panen raya menjadi triwulan II Sementara itu, permintaan domestik akan produk makanan dan minuman juga belum kuat yang tercermin dari hasil liaison kepada industri pengolahan yang menyatakan bahwa permintaan domestik cenderung menurun yang disertai dengan menurunnya aktivitas manufaktur domestik. Sementara peningkatan impor luar negeri terjadi untuk komponen barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan bagi perbaikan perekonomian ke depan. Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumut terutama didorong oleh penurunan kinerja kategori/sektor pertanian dan kategori perdagangan, sementara kategori industri pengolahan relatif membaik. Penurunan kinerja sektor pertanian terutama didorong oleh produksi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Penurunan produksi tanaman pangan dan hortikultura terjadi seiring dengan bergesernya periode tanam akibat anomali cuaca pada tahun Bahkan pada bulan November 2016 Gunung Sinabung yang berdekatan dengan sentra hortikultura dan sayur mayur kembali mengalami erupsi sehingga mengganggu aktivitas tanam untuk kedua komoditas tersebut. Meskipun demikian, tingkat produksi masih memadai untuk memenuhi kebutuhan intra Sumut yang tercermin dari harga beras yang relatif stabil maupun harga cabai yang mengalami deflasi. Kondisi tersebut menyebabkan deflasi yang terjadi di awal tahun dimana ytd mencapai -0,76%. Memasuki awal Triwulan II 2017, harga komoditas perkebunan terutama CPO dan karet menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga CPO bulan April menurun -4,2% (mtm) atau turun sekitar -13,5% dibandingkan dengan awal tahun 2017 dimana harga CPO mencapai puncak tertingginya. Sementara itu, untuk karet, harga juga mengalami penurunan sebesar -5,9% (mtm) dibandingkan bulan Maret Namun demikian, harga karet masih termasuk tinggi Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 2

20 dibandingkan tahun sebelumnya dimana pada bulan April 2017 masih mengalami kenaikan sebesar 22,1% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Harga komoditas yang masih menarik tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor yang selanjutnya akan mendorong daya beli masyarakat sehingga mampu mendorong perekonomian lebih lanjut. Selain itu, masuknya bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri juga akan meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan positifnya perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan. Mulai meningkatnya konsumsi pemerintah juga turut diasumsikan turut berkontribusi dalam perbaikan perekonomian pada periode mendatang. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Membaiknya prospek ekonomi ke depan juga tercermin dari peningkatan kredit perbankan. Peningkatan tersebut terjadi di seluruh komponen kredit baik kredit konsumsi yang naik dari 6,5% (yoy) menjadi 7,6% (yoy), kredit investasi dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy), dan kredit modal kerja dari 6,0% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian ke depan yang perlu diwaspadai diantaranya peningkatan inflasi dari komoditas VF karena memasuki Ramadhan dan Inflasi AP dari kenaikan tarif listrik dan LPG yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, peningkatan harga komoditas perkebunan yang bersifat temporer seiring dengan membaiknya kondisi pasokan di pasar internasional dapat menjadi downside risk pertumbuhan PDRB di Triwulan II Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perlambatan ekonomi Sumatera Utara terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor eksternal (terutama ekspor antar daerah) di tengah peningkatan harga komoditas dunia. Kinerja ekspor menurun terutama terjadi pada ekspor antar daerah sedangkan ekspor luar negeri relatif membaik ditengah masih cukup baiknya harga terutama karet meski aktivitas manufaktur negara mitra dagang cenderung melandai yang disertai dengan kembali giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang %, yoy Permintaan domestik Permintaan eksternal I II III IV I II III IV I II III IV IP II III IV I Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 3

21 Sementara itu, ekonomi domestik relatif stabil seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat dan meningkatnya konsumsi pemerintah. Meningkatnya konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 terkait dengan kembali normalnya penyaluran dana transfer berupa Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Alokasi Khusus (DAK). Meskipun demikian, realisasi belanja APBD secara akumulasi sampai dengan bulan Maret 2017 relatif masih terbatas yaitu hanya mencapai 5,7% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 14,1% terhadap pagu. Di sisi lain konsumsi rumah tangga masih stabil didorong oleh masih terjaganya daya beli masyarakat. berakhirnya perayaan Natal dan tahun baru. Menurunnya perilaku konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya pada awal tahun 2017 juga tercermin dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan penurunan pada triwulan I Namun demikian, permintaan akan jasa-jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi dan komunikasi meningkat dari 4,7% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). Meningkatnya frekuensi terbang beberapa maskapai penerbangan turut menyumbang kenaikan konsumsi penggunaan jasa transportasi dan komunikasi. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari jumlah penumpang pesawat terbang yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan Di sisi permintaan domestik, daya beli masyarakat masih terjaga tercermin dari stabilnya konsumsi rumah tangga yang mencapai 5,5% (yoy) sebagaimana triwulan sebelumnya. Stabilnya konsumsi rumah tangga juga turut didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan gaji di 2017 dan pendapatan dari kinerja ekspor luar negeri yang membaik yang terkait dengan peningkatan harga komoditas global. Meski demikian, kinerja konsumsi makanan dan minuman sedikit melambat dari triwulan sebelumnya dari 6,5% (yoy) menjadi 6,2% (yoy) di triwulan I Hal tersebut terjadi karena Grafik 1.4 Survei Konsumen Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga turut menunjang perbaikan kinerja konsumsi yang meningkat dari 4,7% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Masih tingginya konsumsi restoran dan hotel tersebut didorong oleh pertumbuhan wisman yang masih tumbuh positif pada bulan Maret 2017 yang mencapai 25,5% (yoy). 16,000.0 Rupiah Rp/USD yoy % , , , , , , , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4

22 Terjaganya konsumsi masyarakat didukung pula oleh penguatan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan I Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya Indeks Indeks SPE % 70 Growth % yoy (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran 50 triliun rupiah % 18 Jumlah Kredit % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi Masih optimisnya tingkat konsumsi juga tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi yang meningkat dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan I 2017 tercatat meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi 7,6% (yoy). Meskipun demikian, kinerja konsumsi diindikasikan masih belum optimal dalam mendorong perekonomian. Indeks Penjualan Eceran pada triwulan I menunjukkan penurunan. Tertahannya kinerja konsumsi terutama disebabkan oleh peningkatan biaya hidup akibat kenaikan tarif listrik dan cukai rokok di awal tahun Begitu juga dengan kinerja impor barang konsumsi yang turut melambat pada triwulan I Penurunan kinerja impor barang konsumsi terutama terjadi pada kelompok makanan pokok seiring dengan program swasembada pangan oleh pemerintah. 400 Ton Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi Selain itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. Hal tersebut disinyalir karena kenaikan tarif listrik yang berdampak pada penghematan listrik oleh pelanggan khususnya rumah tangga. Dapat ditambahkan bahwa memasuki tahun 2017, pasokan listrik di Sumatera Utara sudah relatif memadai seiring dengan pembangunan beberapa pembangkit baru. Hal tersebut tercermin dari konsumsi listrik industri yang mengalami peningkatan. Miliar Kwh Volume (Ton) Growth %(yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Industri Rumah Tangga Bisnis G Rumah Tangga G Bisnis G Industri 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah Grafik 1.9 Konsumsi Listrik Memasuki awal triwulan II 2017, potensi semakin membaiknya tingkat konsumsi rumah tangga menghadapi tantangan. Perbaikan harga PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5

23 komoditas perkebunan yang diperkirakan temporer dapat mengganggu optimisme tingkat pendapatan masyarakat maupun ketersediaan lapangan pekerjaan ke depan. Hal tersebut tercermin dari survei konsumen terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan pada triwulan I dan II 2017 yang cenderung menurun. Meskipun demikian, daya beli masyarakat di triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik dalam mendorong aktivitas konsumsi seiring dengan pemberian THR untuk pegawai perusahaan dan gaji ke 13 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) serta tingkat inflasi yang relatif terjaga. Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja periode yang sama tahun lalu yang mencapai 14,1% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja APBD di Sumatera Utara ini terutama didorong oleh terhambatnya proses pengesahan APBD 2017 di 15 Kab/Kota. 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 14% 4% 15% 10% Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan I 2016 dan 2017 di Sumatera Utara Berbeda dengan APBD, realisasi APBN di Sumatera Utara pada Triwulan I 2017 mencapai 13,5% atau meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 11,6%. Meningkatnya belanja APBN terutama terjadi pada belanja modal sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur strategis di Sumatera Utara. 5% 3% 3% 1% Di triwulan I 2017 konsumsi pemerintah meningkat dari -4,8% (yoy) dari triwulan IV 2016 menjadi 4,6% (yoy). Peningkatan tersebut terkait dengan kembali normalnya realisasi APBD dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang mengalami penundaan penyaluran DAU dan DAK. Namun, realisasi belanja Pemerintah di triwulan I 2017 juga masih terhitung rendah. Selain itu, baru 18 kab/kota yang melaksanakan pengesahan angaran pada tahun berjalan. Masih rendahnya konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh realisasi belanja APBD yang lebih rendah dibandingkan triwulan I Realisasi belanja APBD pada triwulan I 2017 hanya mencapai 5,7% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda Memasuki triwulan II 2017, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat. Akselerasi belanja pemerintah tersebut didorong oleh penyaluran DAU dan DAK oleh pemerintah pusat, pengeluaran belanja barang dan modal, pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan pencairan gaji ke 13 untuk ASN. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 6

24 Kinerja investasi di triwulan I 2017 masih relatif stabil jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan investasi pada triwulan I 2017 sebesar 4,0% (yoy) atau stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Stabilnya kinerja investasi terutama didukung oleh kinerja investasi non bangunan yang meningkat dari 1,0% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 1,8% (yoy) di triwulan I Peningkatan tersebut ditopang oleh penjualan mesin dan perlengkapan, serta suku cadang kendaraan untuk angkutan perkebunan yang meningkat merespon peningkatan produksi perkebunan. Sementara itu, investasi bangunan cenderung melambat dari 4,8% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 4,5% (yoy) di triwulan I Perlambatan tersebut seiring dengan masih rendahnya belanja modal pemerintah daerah. 60 triliun rupiah % 50 Jumlah Kredit % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.13 Kredit Investasi Peningkatan kinerja investasi non bangunan tercermin juga dari peningkatan kredit investasi. Di triwulan I 2017, kredit investasi meningkat signifikan menjadi 19,5% (yoy) dari triwulan IV 2016 yang hanya mencapai 7,8% (yoy). Akselerasi pertumbuhan kredit tersebut seiring peningkatan kebutuhan sektor swasta untuk meningkatkan kinerja produksi perkebunan merespon peningkatan harga komoditas. Perlambatan kinerja investasi bangunan juga diperkuat dengan penurunan kinerja penjualan semen. Penjualan semen mengalami kontraksi dari sebelumnya tumbuh 11,4% (yoy) menjadi -11,8% (yoy). Masih belum maksimalnya realisasi belanja modal pemerintah menyebabkan kinerja investasi bangunan sedikit terhambat di triwulan I Grafik 1.14 Penjualan Semen Menurunnya kinerja investasi bangunan masih mampu diimbangi oleh stabilnya investasi non bangunan sehingga mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Sementara di sisi investasi non bangunan, perbaikan faktor eksternal menjadi salah satu faktor penopang. Berlanjutnya perbaikan harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi global menjadi salah satu faktor pendorong positifnya investasi yang tercermin pada volume impor barang modal yang membaik secara signifikan meski masih teritori negatif, yaitu dari kontraksi -39,0% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). Hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha di sektor industri yang menyatakan adanya aktivitas investasi terkait dengan peningkatan kapasitas produksi seperti pembangunan galangan kapal, pembangunan pabrik pengolahan biodiesel, oleochemical maupun kernell pressing plant maupun pemeliharaan mesin. Grafik 1.15 Impor Barang Modal PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 7

25 Industri Listrik, Gas dan Air mengalami peningkatan seiring dengan rencana PLN untuk pembangunan beberapa pembangkit listrik di awal tahun Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara Periode PMA PMDN Proyek I (juta USD) Proyek I (Rp miliar) 2014 I , ,5 Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama Ke depan, optimisme perbaikan ekonomi dan berlanjutnya perbaikan iklim investasi mendorong pulihnya tingkat kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera Utara. Selain itu, dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Memasuki awal tahun 2017 investasi di Sumatera Utara meningkat tajam. Nilai investasi PMDN pada triwulan I 2017 mencapai Rp4.311,2 miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp2.685,2 miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada kategori industri pengolahan (97% terhadap total PMDN) khususnya industri makanan terkait dengan meningkatkatnya kinerja industri pengolahan merespon kenaikan harga global. Dalam kaitan itu, investasi pada kategori industri pertanian khususnya tanaman pangan dan perkebunan juga meningkat. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja investasi. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong penanaman modal ke depan semakin kuat. Sementara itu, penyaluran PMA pada triwulan I 2017 menurun dari USD393,5 juta di triwulan sebelumnya menjadi USD195,3 juta. Sama halnya dengan PMDN, realisasi PMA tersebut didominasi oleh industri pengolahan terutama industri makanan. Selain itu, PMA untuk sektor II , ,8 III , ,5 IV , , I , ,1 II , ,1 III , ,8 IV , , I 39 18, ,3 II , ,2 III , ,5 IV , , I , ,5 P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada triwulan II 2017 diperkirakan akan kembali meningkat. Meningkatnya kinerja industri pengolahan dalam merespon peningkatan harga komoditas diperkirakan akan menjadi daya tarik terhadap investor. Selain itu, peningkatan belanja pemerintah seiring dengan selesainya pengesahan APBD 2017 dan proses pengadaan yang diperkirakan sudah dalam tahap penyelesaian diharapkan juga mampu mendorong perbaikan iklim investasi di Sumatera Utara. Namun demikian, berakhirnya puncak harga CPO di triwulan I 2017 dapat menjadi risiko penghambat investasi di triwulan II Sejalan dengan membaiknya permintaan maupun harga komoditas global, ekspor mengalami peningkatan. Pertumbuhan eskpor PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 8

26 luar negeri (LN) meningkat cukup signifikan menjadi 6,5% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang kontraksi sebesar -5,6% (yoy). Namun, kinerja ekspor antar daerah turun signifikan dari 13,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi -2,6% (yoy). Kontraksi ekspor antar daerah tersebut telah menyebabkan kinerja ekspor Sumatera Utara secara keseluruhan mengalami perlambatan dari 3,8% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 1,4% (yoy) di triwulan I Dapat ditambahkan bahwa dalam struktur ekspor Provinsi Sumatera Utara, 54% adalah ekspor antar daerah. Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara 3 Pada triwulan I 2017, ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 46,8% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 6,5% dan kopi 0,9%. Pangsa komoditas kelapa sawit dan karet cenderung meningkat sedangkan kopi menurun dibandingkan dengan triwulan IV Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan kinerja ekspor Sumatera Utara relatif sangat sensitif terhadap perubahan harga komoditas. Harga komoditas yang masih membaik di triwulan I 2017 mendorong melonjaknya kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara, terutama untuk komoditas karet maupun CPO. Perbaikan harga komoditas tersebut disertai dengan meningkatnya permintaan kendaraan bermotor di Amerika dan Tiongkok. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Komoditas Pangsa Kelapa Sawit 46,8% Karet 6,5% Kopi 0,9% Lainnya 45,8% Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 43,1%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,2% terhadap total ekspor Sumatera Utara. Harga karet mencapai level tertingginya di triwulan I 2017 yang mencapai 253 USD cents/kg atau naik 38,6% (yoy). Sementara itu, harga CPO juga mencapai level harga tertinggi di triwulan I 2017 yang mencapai 708 USD/metric ton atau naik 8,8% (yoy). Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 9

27 Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Perbaikan ekspor luar negeri karet sejalan dengan meningkatnya permintaan kendaraan bermotor di Amerika dan Tiongkok. Sebagian besar karet di Sumut masih berbentuk SIR 20 yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku ban kendaraan. Selain itu, risiko penurunan permintaan CPO dari India dan Eropa karena kebijakan proteksionisme juga dapat menjadi hambatan bagi peningkatan ekspor di triwulan II. Namun demikian, peningkatan permintaan komoditas karet khususnya dari AS dan Tiongkok serta masih tingginya level harga akan menjadi pendorong untuk menggerakan sektor eksternal dan sektor industri. Sehingga ke depan kinerja ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.22 Ekspor CPO Grafik 1.21 Ekspor Karet Sementara itu, peningkatan kinerja ekspor luar negeri sawit terjadi seiring dengan tingginya tingkat konsumsi makanan dan minuman di Tiongkok dan Amerika seiring dengan perayaan Tahun Baru, Imlek dan Golden Week Holiday yang tercermin dari tingginya aktivitas manufaktur makanan di kedua negara tersebut. Sementara itu, konsumsi makanan di India cenderung menurun yang tercermin dari Industrial Production Index (IPI) produk makanan yang menurun. Aktivitas konsumsi di India masih mengalami penyesuaian akibat shock penghapusan uang denominasi tinggi pada bulan November Memasuki awal triwulan II 2017, harga komoditas kembali menurun dan ke depan pergerakan harganya diperkirakan tidak akan setinggi pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut menjadi downside risk yang perlu mendapatkan perhatian terhadap kinerja ekspor ke depan. Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama Dari sisi perdagangan antar daerah, penurunan ekspor terjadi seiring dengan harga komoditas pangan di Sumatera Utara yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Sumatera lainnya. Harga pada periode sebelumnya mendorong ekspektasi pedagang dalam menjual hasil panennya. Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10

28 Penurunan ekspor antar daerah diduga terutama terjadi menuju Sumatera Barat yang selama ini menjadi salah satu tujuan perdagangan antar daerah Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut ditengarai karena produksi yang ada di Sumatera Utara digunakan untuk kebutuhan domestik Sumatera Utara. Selain itu, hal ini juga disebabkan adanya pergeseran periode panen raya tanaman pangan dan hortikultura yang seharusnya terjadi pada triwulan I 2017 menjadi triwulan II Permintaan dari daerah lain juga cenderung minimal yang tercermin dari indeks produksi yang cenderung menurun. triwulan I 2017 mengalami peningkatan mencapai 47,8% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -13,1% (yoy). Sementara itu, impor barang konsumsi juga mengalami perbaikan meskipun masih kontraksi sebesar -8,8% yoy (-25,0% di triwulan IV 2016). Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal masih cukup tinggi yaitu berada pada level 44,9% (yoy). Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Impor Luar Negeri Sumut Pada triwulan I 2017, impor juga tumbuh meningkat. Tercatat impor pada triwulan laporan tumbuh sebesar 2,2% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 1,5% (yoy). Meningkatnya impor pada triwulan I 2017 dipengaruhi terutama oleh peningkatan impor luar negeri berupa bahan baku. Namun disisi lain, impor antar daerah cenderung menurun dari 0,8% (yoy) di triwulan IV 2016, menjadi kontraksi -0,6% (yoy) pada triwulan I Grafik 1.25 Pertumbuhan Volume Impor Luar Negeri Dari sisi volume, pertumbuhan impor luar negeri Sumatera Utara pada triwulan I 2017 mencapai 41,9% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -8,8% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan impor bahan baku dimana pada Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal terjadi seiring dengan melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga membutuhkan barang intermediate untuk bisa menghasilkan produk lanjutannya. Signifikannya volume impor barang modal ini juga mengindikasikan masih adanya kepercayaan pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera Utara. Memasuki awal triwulan II tahun 2017, kinerja impor diperkirakan akan terus meningkat. Masuknya bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri diperkirakan akan meningkatkan impor khususnya barang konsumsi. Selain itu, mulai terealisasinya belanja pemerintah khususnya belanja modal dan infrastruktur akan meningkatkan impor khususnya impor barang modal. Selain itu, masih baiknya kinerja harga komoditas perkebunan diperkirakan meningkatkan kebutuhan akan barang modal dan bahan baku dalam mendukung aktivitas industri pada triwulan mendatang. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 11

29 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perlambatan perekonomian pada triwulan I 2017 disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Penurunan tersebut terutama terkait dengan Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran pergeseran musim panen, menurunnya perdagangan antar daerah dan masih rendahnya belanja modal pemerintah. Sementara itu, pebaikan kinerja industri pengolahan, transportasi pergudangan dan real estate menahan laju perlambatan PDRB pada triwulan I Keenam kategori tersebut menyumbang lebih dari 77% PDRB Sumatera Utara. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah 10.0 %, yoy Menurunnya produksi tanaman pangan dan hortikultura dipengaruhi oleh bergesernya periode panen tanaman pangan dan hortikultura terkait dengan anomali cuaca pada tahun 2016 (curah hujan pada musim tanam kurang memadai). Pertumbuhan kategori pertanian hanya mencapai 2,0% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan rataan historisnya dalam 4 tahun terakhir yang mencapai 4,7% (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Industri Pengolahan Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan Periode panen raya pada umumnya terjadi pada triwulan I setiap tahunnya. Namun pada triwulan I 2017 terjadi pergeseran masa panen raya yang diakibatkan oleh terjadinya pergeseran periode tanam padi yang terjadi di akhir tahun 2016, dikarenakan terlalu keringnya cuaca akibat kondisi sawah di Sumut yang masih PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 12

30 didominasi oleh sawah tadah hujan. Dengan demikian, capaian produksi padi pada triwulan I 2017 hanya mencapai 1,9% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang mencapai 42,2% (yoy). Produksi Triwulan III 2016 (%, yoy) Padi Cabai Besar 0-42 Bawang Merah -6 Produksi hasil pertanian di triwulan I 2017 tersebut terkait dengan berbagai gangguan yang terjadi tahun 2016 yang berdampak pada pergeseran masa tanam di akhir 2016 dan akhirnya berdampak pada masa panen di awal Beberapa kendala yang dihadapi di 2016 diantaranya curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan puso di lahan pertanian, adanya serangan virus kuning dan keriting serta gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Sehingga pada triwulan I 2017 produksi cabai merah di Sumatera Utara masih mengalami kontraksi sebesar -36,0% (yoy). Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Maret 2017 Di awal tahun 2017 kondisi tanam produk pertanian dinilai cukup kondusif. Mulai membaiknya curah hujan memberikan dampak positif terhadap panen yang diperkirakan akan mencapai puncaknya di triwulan II BMKG memperkirakan tidak akan terjadi El Nino sampai dengan triwulan III 2017, yang tercermin dari rendahnya nilai probabilitas El-Nino. Sehingga diharapkan kinerja sektor pertanian tersebut akan meningkat di triwulan mendatang. Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.31 Penyaluran Pupuk Bersubsidi Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017 Penurunan kinerja pertanian juga berimbas pada daya beli masyarakat petani. Rataan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I cenderung menurun dari 101,2 pada triwulan lalu menjadi 100,0. Penurunan NTP ini terutama didorong oleh kembali menurunnya NTP tanaman pangan dan NTP hortikultura. Sementara itu, NTP peternakan, perikanan maupun perikanan tangkap relatif membaik. Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori pertanian tercermin dari NPL yang cenderung meningkat. NPL sektor pertanian meningkat dari 1,5% pada triwulan IV 2016 menjadi 1,7% di PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 13

31 triwulan I Namun demikian, pertumbuhan kredit pertanian cenderung stabil dengan pertumbuhan sebesar 19% (yoy) atau sama dengan triwulan sebelumnya. Indeks NTP NTPR NTPH NTPP I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian Dari sisi pemerintah, dengan menerapkan prinsip kebijakan counter cyclical policy, pada triwulan I 2017, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melalui Dinas Pertanian menyalurkan pupuk dengan volume dan frekuensi yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga penyaluran pupuk bersubsidi pada triwulan I 2017 mencapai 23,1% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,4% (yoy), atau lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun terakhir yang mencapai 8,7% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemda Sumatera Utara yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas. Pemenuhan kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik tercermin pada volume impor pupuk yang meningkat dari 3,1% (yoy) menjadi 44,9% (yoy). Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Pada triwulan I 2017, melambatnya kinerja sektor pertanian sedikit tertahan karena membaiknya kinerja kategori perkebunan. Perbaikan tersebut terutama ditopang oleh komoditas karet yang mengalami kenaikan harga yang signifikan. Di triwulan I 2017 harga karet melonjak sekitar 38,6% (yoy) lebih tinggi dibandingkan CPO yang hanya meningkat 8,8% (yoy). Perbaikan harga komoditas ini juga turut ditunjang oleh mulai membaiknya permintaan mitra dagang utama yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index (PMI) yang cenderung meningkat. Selain itu, peningkatan kinerja sektor automobile di AS dan Tiongkok turut meningkatkan permintaan Karet di awal tahun Namun demikian, kenaikan harga diperkirakan temporer seiring dengan ketidakpastian kesepakatan pembatasan ekspor oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) di tahun Sementara itu, peningkatan produksi CPO di awal tahun 2017 belum signifikan, walaupun harga sempat membaik dari akhir tahun 2016 dan awal tahun Hal tersebut disinyalir disebabkan oleh tertahannya ekspor CPO terutama ke India karena melambatnya industri makanan dan minuman di India. Selain itu, perbaikan harga juga diperkirakan temporer karena penurunan permintaan India tersebut dan meningkatnya produksi CPO Malaysia. Pun kebijakan dagang Malaysia yang memberikan discount price untuk CPO juga menurunkan daya saing CPO Indonesia di Pakistan. Hal tersebut tercermin dari harga CPO pada bulan April yang sudah mengalami kontraksi sebesar -6,4% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 14

32 pertumbuhan PDRB sebesar 1,2% atau 0,2% begitu pula sebaliknya (ceteris paribus). Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan Masih tingginya risiko di sektor perkebunan tercermin dari masih tingginya NPL untuk kategori kredit perkebunan karet dan kelapa sawit yang pada triwulan I 2017 mencapai 6,54% dan 1,25% meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,22% dan 0,97%. Dari pertumbuhan kredit juga masih belum terlihat perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan kredit perkebunan karet dan kelapa sawit pada triwulan I 2017 hanya mencapai -18,3% (yoy) dan 19,5% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai -17,8% (yoy) dan 19,5% (yoy). Memasuki awal triwulan II 2017, indikasi perbaikan kinerja pertanian masih moderat. Perbaikan tersebut terutama didorong oleh produksi karet yang meningkat karena merespon tingkat harga yang masih menarik. Selain itu, perbaikan kondisi cuaca juga menopang perbaikan produksi pertanian dan perkebunan. Namun demikian, ke depan risiko penurunan harga diperkirakan cukup besar. Tren jangka panjang harga karet dan CPO diperkirakan masih dalam fase downward sejalan dengan pelemahan ekonomi Tiongkok. Sehingga perbaikan harga saat ini diperkirakan akan temporer dan akan berdampak negatif terhadap kinerja sektor perkebunan. Dari hasil simulasi yang dilakukan Bank Indonesia, sensitivitas harga CPO dan Karet terhadap pertumbuhan PDRB Sumatera Utara yaitu masing-masing sebesar 1,2% untuk CPO dan 0,2% untuk karet. Sehingga 1% peningkatan harga CPO atau karet dapat meningkatkan Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 Industri pengolahan pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 4,9% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 5,6% pada triwulan I Perbaikan kinerja kategori industri pengolahan pada triwulan I 2017 didukung oleh adanya peningkatan produksi yang ditengarai terkait dengan ekspektasi terhadap permintaan yang lebih kuat dan perbaikan harga komoditas. Membaiknya kinerja industri pengolahan pada triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun 2016 tercermin dari meningkatnya volume produksi meski diperkirakan belum optimal. Peningkatan volume total pesanan termasuk barang pesanan input dipenuhi dari barang inventori sehingga berpengaruh pada menurunnya volume persediaan barang jadi (inventori). Perkembangan industri juga ditopang oleh peningkatan pengadaan listrik di Sumatera Utara. Pembangunan beberapa pembangkit telah meningkatkan kapasitas listrik sehingga di tahun 2017 Sumatera Utara surplus daya listrik. Peningkatan kinerja industri juga tercermin dari peningkatan pemakaian listrik industri yang meningkat dari 6% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 10% (yoy) di triwulan I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 15

33 25,942 26,899 29,867 31,883 31,211 33,207 33,380 33,030 35,073 37,803 38,846 36,369 35,425 36,731 38, , Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei DMP (MW) BEBAN PUNCAK (MW) Reserve Margin (%) Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah) Grafik 1.37 Perkiraan Supply Daya Listrik 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Nominal Growth (yoy) -1.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan yoy 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 2.4% 5.0% 0.0% -5.0% Perbaikan kinerja industri pengolahan ini juga disertai dengan penyaluran kredit ke kategori dimaksud yang meningkat signifikan, yaitu dari -2,4% (yoy) menjadi 17,8% (yoy). Perbaikan harga komoditas meningkatkan minat perbankan dalam menyalurkan kredit pada sektor ini. Selain itu, beberapa faktor lain yang mendorong industri pengolahan adalah masih tingginya konsumsi CPO dari domestik seiring dengan diperpanjangnya implementasi program mandatori biodiesel B20 (pencampuran solar dengan 20% sawit untuk konsumsi domestik) hingga bulan April 2017 serta persiapan produksi untuk merespon peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Sumber: PLN Wilayah Sumatera Utara (data diolah) Grafik 1.38 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017 Peningkatan kinerja industri pengolahan juga tidak lepas dari membaiknya ekspor seiring dengan peningkatan permintaan khususnya dari AS dan Tiongkok. Ekspor manufaktur di triwulan I 2017 meningkat sebesar 48,9% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang sebesar -1,2% (yoy). Selain itu, ekspor ke AS dan Tiongkok juga meningkat signifikan yaitu masing-masing sebesar 71,8% (yoy) dan 102,6% (yoy). Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur Ke depan, berbagai risiko masih membayangi kinerja industri pengolahan. Keterbatasan pasokan bahan baku masih belum mampu mengimbangi laju produksi sehingga harga komoditas yang sedang membaik tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, infrastruktur pendukung juga belum optimal. Harga gas di Sumatera Utara yang masih tinggi dinilai dapat menyebabkan capaian kinerja industri tidak maksimal. Harga gas Industri di Sumatera Utara masih mencapai US$12,2/MMBTU. Surat Keputusan Kementerian ESDM yang mulai berlaku per Februari 2017 belum diikuti oleh penurunan harga gas yang direncanakan menjadi sekitar US$9/MMBTU. Tentu saja sebagai faktor input produksi, harga gas sangat menentukan kinerja industri untuk bekerja lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan kompetitor dari daerah lainnya. Sementara itu, kondisi jalan dan konektivitas di Sumatera Utara juga masih belum optimal. Secara umum, perbaikan kondisi dan peningkatan konektivitas jalan terkendala anggaran yang terbatas. Jalan dengan kondisi mantap di Kabupaten/kota hanya mencapai PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 16

34 58,0% lebih rendah dibandingkan jalan kondisi mantap provinsi sebesar 80,8% dan nasional sebesar 81,4%. Berbagai kendala yang dihadapi Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara adalah kemampuan APBD yang terbatas, kondisi topografi jalan yang sulit untuk dikembangkan atau diperbaiki, proses pembebasan lahan dan kelangkaan material aspal. Namun demikian, dengan segala kendala yang ada, perbaikan kondisi dan peningkatan konektivitas jalan tetap sangat diperlukan guna mendukung peningkatan produktivitas dari semua sektor baik pertanian, pariwisata maupun industri, yang selanjutnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Memasuki awal triwulan II 2017, sektor industri diperkirakan akan terus membaik didukung oleh perbaikan penjualan di triwulan I Investasi juga diharapkan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya permintaan global serta masih tingginya level harga komoditas terutama karet. Namun beberapa faktor risiko harus segera dimitigasi termasuk perbaikan iklim investasi yang lebih bersahabat bagi investor. Perbaikan birokrasi perijinan dan insentif bagi investor mutlak diperlukan untuk menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Sumatera Utara. Berbeda dengan kondisi di nasional, pertumbuhan kategori konstruksi Sumatera Utara di triwulan I 2017 mengalami perlambatan dimana hanya tumbuh sebesar 5,2% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar 7,3% (yoy). Perlambatan tersebut sejalan dengan investasi bangunan yang melambat. Masih rendahnya belanja modal Pemerintah Daerah menahan perbaikan kategori ini lebih lanjut. Sumber: BPS Sumatera Utara (data diolah) Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Meski kinerjanya masih tertahan, penyaluran kredit oleh perbankan masih cukup baik bahkan meningkat. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit konstruksi yang tercatat meningkat dari 11,1% (yoy) menjadi 21,0% (yoy). Sehingga, perlambatan kinerja kategori konstruksi diyakini hanya bersifat sementara dan didasari juga dengan keyakinan fokus pemerintah yang tetap memprioritaskan percepatan pembangunan infrastruktur strategis ke depan. Kendala yang dihadapi dalam perkembangan lapangan usaha konstruksi adalah lambatnya realisasi belanja modal pemerintah daerah. Sesuai dengan siklusnya, proses pengadaan akan rampung pada awal triwulan II, sehingga pada akhir triwulan II realisasi belanja infrastruktur diperkirakan akan semakin meningkat. Di sisi lain, terdapat potensi peningkatan dari sektor pembangunan properti yang tercermin dari peningkatan pertumbuhan sektor real estate sebesar 9,9% (yoy) dari 6,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Meningkatnya permintaan akan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 17

35 hunian seiring dengan kebijakan relaksasi LTV juga diharapkan mendorong konsumsi properti. Memasuki triwulan II 2017 pertumbuhan lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan terus membaik. Disamping percepatan pembangunan infrastruktur yang sudah ada seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung, penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan, serta jalan tol Medan-Tebing Tinggi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan beberapa proyek yang siap untuk dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat pembangunan diperkirakan akan kembali membaik pada triwulan mendatang. Tabel 1.6 Proyek-proyek yang Siap Untuk di Kerjasamakan Kategori perdagangan melambat di tengah masih tingginya konsumsi domestik. Di triwulan I 2017 sektor perdagangan melambat dari 7,7% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,8% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya perdagangan antar daerah. Selain itu, menurunnya aktivitas perdagangan tersebut juga disebabkan oleh berkurangnya aktivitas konsumsi seiring dengan berakhirnya masa perayaan Natal dan tahun baru. Penurunan sektor perdagangan juga tercermin dari menurunnya sektor pariwisata. Melambatnya kinerja pariwisata tercermin dari occupancy rate hotel/penginapan dan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang menurun. Telah berlalunya perayaan Natal dan tahun baru menyebabkan kunjungan wisata menurun. Namun demikian, pertumbuhan wisman yang berkunjung ke Sumatera Utara masih diatas historisnya sehingga potensi peningkatan kinerja kategori tersebut masih dapat ditingkatkan. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih rendahnya realisasi belanja khususnya belanja barang juga telah menahan laju pertumbuhan sektor perdagangan. Realisasi belanja barang APBD Sumatera Utara secara akumulasi pada triwulan I 2017 hanya mencapai 3,0% dari pagu belanja APBD 2017 dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 5,0%. Masih belum rampungnya penetapan APBD 2017 di beberapa kabupaten/kota dan masih berlangsungnya proses pengadaan disinyalir menyebabkan rendahnya realisasi belanja pada triwulan I 2017 tersebut sehingga turut menyebabkan capaian kinerja sektor perdagangan tidak optimal. Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif melambat namun capaian pertumbuhan kredit perdagangan justru meningkat. Di triwulan I 2017 kredit perdagangan tumbuh sebesar 6,5% (yoy) dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan optimisme pelaku usaha bahwa ke depan sektor perdagangan masih akan terus berkembang. Memasuki triwulan II 2017, aktivitas perdagangan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 18

36 perayaan Idul Fitri. Sesuai dengan pola musimannya aktivitas konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan akan meningkat signifikan sehingga diharapkan akan meningkatnya kinerja sektor perdagangan. bisnis di Sumatera Utara karena peningkatan kinerja industri pengolahan dan peningkatan harga komoditas. Berdasarkan informasi dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bahwa 75% orang datang ke Sumatera Utara adalah untuk kegiatan bisnis. Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE Peningkatan kinerja industri pengolahan dan perbaikan harga komoditas mendorong peningkatan kinerja transportasi dan pergudangan yang tumbuh mencapai 7,4%. Adanya perbaikan harga komoditas juga mendorong tingginya arus transportasi dan pergudangan barang sehingga membutuhkan kapasitas pergudangan yang memadai. Meningkatnya aktivitas impor meningkatkan kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas bongkar di Sumatera Utara meningkat dari 0,7% (yoy) menjadi 27,1% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Memasuki awal triwulan II 2017, kinerja transportasi dan pergudangan diperkirakan masih tinggi. Perkiraan akan kembali membaiknya aktivitas konsumsi masyarakat terkait Ramadhan dan perayaan Idul Fitri diperkirakan mampu meningkatkan kinerja subkategori transportasi. Sebagaimana pola musimannya, baik jumlah penumpang maupun frekuensi datang dan pergi seluruh moda transportasi akan meningkat terkait dengan aktifitas tradisi mudik Idul Fitri. Di sisi lain, masuknya periode puncak produksi yang disertai dengan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama yang mulai membaik akan mendorong produktivitas industri. Dengan demikian, kebutuhan akan pergudangan juga diekspektasikan akan meningkat sehingga mendorong kinerja subkategori pergudangan. Hal tersebut juga semakin didorong oleh masih tingginya harga komoditas khususnya karet. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara Selain itu, peningkatan sektor transportasi juga didorong oleh peningkatan penumpang udara maupun laut dimana pada triwulan I 2017 masing-masing tumbuh sebesar 38,2% (yoy) dan 4,5% (yoy) dari -8,9% (yoy) dan 1,6% (yoy) di triwulan IV Tingginya jumlah penumpang tersebut terkait dengan masih tingginya aktivitas Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 19

37 Meskipun demikian, perbankan masih cenderung berhati-hati dalam memberikan pembiayaan kepada sektor ini. Kinerja yang diperkirakan masih akan terus membaik tersebut belum direspon oleh penyaluran kredit yang lebih agresif. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit yang kembali menurun pada triwulan I Kredit kategori transportasi dan pergudangan masih terkontraksi sebesar -4,4% (yoy) meskipun membaik dari triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar -6,1% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 20

38 Pola Musim Tanam Komoditas Pangan di Sumatera Utara Salah satu penentu tidak optimalnya kinerja produksi tanaman pangan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim yang cukup sulit diantisipasi. Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktivitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan suhu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di beberapa daerah. El-Nino adalah kejadian iklim dimana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik yang mendorong mengalirnya massa uap air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim dimana terjadinya peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah Indonesia. Sehingga El-Nino akan menyebabkan bencana kekeringan sedangkan La-Nina akan menyebabkan bencana banjir. Di Indonesia sendiri, fenomena El Nino yang terjadi sejak akhir tahun 2014 sampai dengan pertengahan Adanya El Nino berdampak pada penurunan produksi padi di semester I Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, luas tanam padi periode Oktober 2015-Maret 2016 diperkirakan hanya mencapai hektar. Jumlah tersebut menurun 4,38% jika dibandingkan dengan masa tanam Oktober 2014-Maret 2015 yang mencapai hektar. Jumlah tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis lima tahun sebelumnya yang mampu mencapai hektar. Di Sumatera Utara, sama halnya dengan nasional, panen padi pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 6% (yoy). Hal tersebut merupakan dampak kekeringan yang diakibatkan oleh El-Nino. Terjadinya anomali curah hujan di bawah normal menyebabkan terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah. Secara umum, perubahan iklim akan berdampak pada degradasi (penurunan fungsi) sumber daya lahan, air dan infrastruktur terutama irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Selain itu, pergeseran pola hujan sangat mempengaruhi sumber daya dan infrastruktur pertanian yang menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim dan pola tanam, serta degradasi lahan. Terlepas dari keadaan cuaca, pola musim tanam padi dan palawija pada dasarnya dapat ditanam sepanjang tahun, namun petani menanam padi berdasarkan ketersediaan air yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode tanam, yaitu: 1. Musim tanam utama, pada bulan November-Maret; 2. Musim tanam gadu, pada bulan April-Juli; 3. Musim tanam kemarau, pada bulan Agustus-Oktober. Suplemen 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 21

39 Tabel 1.5. Indeks El Nino Grafik Anomali Curah Hujan Saat El Nino Sumber: BMKG Sumatera Utara Grafik 1.49 Anomali Curah Hujan saat La-Nina 2016 Tabel 1.6. Periodesasi musim tanam dan panen Padi Panen akan terjadi rata-rata empat bulan setelah tanam, dan karena tanamnya pada periode satu bulan, panen juga dalam periode satu bulanan. Musim tanam utama menghasilkan panen raya (panen besar), musim tanam gadu menghasilkan panen gadu, dan musim tanam kemarau menghasilkan panen kecil. Di Sumatera Utara, terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun 2016 berdampak terhadap pergeseran musim dan pola tanam pertanian pangan. Pada triwulan IV 2016, seharusnya petani sudah dapat menanam tanamannya sesuai dengan pola tanam utama di bulan November-Desember sehingga panen pada bulan Februari-Maret. Namun demikian, diperkirakan petani di Sumatera Utara baru dapat menanam padinya pada awal 2017 diakibatkan oleh bencana banjir karena curah hujan yang berlebihan dan dampak erupsi Gunung Sinabung serta gangguan dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Sehingga, akibat pergeseran masa tanam tersebut maka masa panen raya juga diperkirakan bergeser dan baru akan terjadi pada triwulan II Di tahun 2017, berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas lahan tanam pertanian diperkirakan mencapai (ha) atau meningkat sekitar 8,3% dari tahun 2016 yang mencapai (ha). Potensi lahan tanam tersebut terdiri dari: (i) potensi tanam pada Oktober 2016-Maret 2017 sebesar (ha) dan (ii) potensi tanam pada April-September 2017 sebesar (ha). Lebih tingginya potensi tanam padi pada periode April-September 2017 mendatang didukung oleh rendahnya probabilitas terjadinya El-Nino dan La-Nina pada tahun ini, sehingga kondisi cuaca diperkirakan akan cukup kondusif. Selain itu, risiko terjadinya bencana di beberapa daerah di Sumatera Utara terbilang cukup moderat. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 22

40 Grafik Ilustrasi Event Analisis Pegeseran Masa Tanam dan Panen Tabel 1.7. Potensi Tanam Padi dan Risiko Bencana Sumatera Utara 2017 Sumber: (Kementerian Pertanian) PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 23

41 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 24

42 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,1%. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 11,0%, sehingga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan dengan kapasitas terbatas. KEUANGAN PEMERINTAH 25

43 2.1 Gambaran Umum Pada periode 2017, pagu anggaran belanja keuangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat di Sumatera Utara 4 mencapai Rp74,3 triliun yang meliputi APBD Provinsi 18,4% (Rp13 triliun), APBD Kabupaten/Kota 59,1% (Rp41,8 triliun), dan APBN 27,6% (19,5 triliun). Nilai pagu tersebut meningkat 9,3% dibandingkan tahun sebelumnya senilai Rp68,3 triliun. Meningkatnya nilai pagu diharapkan dapat memberikan efek multiplier positif terhadap perekonomian Sumatera Utara karena terlambatnya pengesahan anggaran 2017 di 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Keuangan Pemerintah Daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) masih sangat tergantung Pemerintah Pusat. Fenomena flypaper effect hampir terjadi di seluruh daerah di Sumatera Utara 6. Dari sisi pendapatan, keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung dari transfer dana perimbangan, sehingga kemandirian fiskal masih sangat kurang. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, rasio PAD terhadap pendapatan cenderung menurun, bahkan pada tahun 2017 kemandirian fiskal pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tercatat 18,7% (kategori kurang). Grafik 2.1 Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sumatera Utara Tahun 2017 Sampai dengan triwulan I 2017, realisasi belanja APBN memiliki porsi terbesar dibandingkan kelompok belanja lainnya. Realisasi APBN di Sumatera Utara pada periode laporan mencapai Rp2,6 miliar atau sekitar 13,5%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 11%. Sementara realisasi belanja Provinsi dan Kabupaten /Kota mencapai Rp2.342 miliar atau 5,7% 5. Sedangkan APBD provinsi hanya mencapai Rp410 miliar atau sekitar 3,2%. Rendahnya serapan belanja APBD kabupaten/kota dan provinsi disinyalir Grafik 2.2 Pertumbuhan PAD dan Kemandirian Fiskal Keuangan Daerah Fenomena ini menjelaskan bagaimana daerah merespon kebutuhan pembiayaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun tanpa diikuti dengan peningkatan PAD nya. Dalam konteks ideal, peningkatan anggaran pendapatan seharusnya sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang berujung pada potensi peningkatan pajak daerah. Namun realitanya, dana perimbangan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan penyediaan layanan kepada masyarakat, justru lebih banyak digunakan untuk membiayai belanja pegawai pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sehingga terjadi inefisiensi penggunaan dana 26

44 transfer dan terjadi asimetri yang dikenal dengan flypaper effect. Hampir seluruh wilayah di Sumatera Utara memiliki rasio kemandirian fiskal dengan kategori sangat kurang, dibawah 10% 7. Kota Medan sebagai pusat aktivitas ekonomi Sumatera Utara memiliki rasio kemandirian fiskal yang jauh lebih baik (37,5%) dibandingkan kabupaten Nias Selatan (1,2%). Selain itu, hanya ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki rasio kemandiran fiskal diatas 10%, yaitu Deli Serdang, Labuhan Batu, Binjai, Medan, Pematang Siantar, Sibolga, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, dan Padang Sidempuan. Dengan demikian, peranan PAD masih perlu ditingkatkan. Tidak hanya bersumber dari pajak dan retribusi daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota juga diharapkan dapat menciptakan sumber pendapatan baru salah satu diantaranya melalui pengelolaan BUMD dan pemberdayaan dana desa. Nilai pagu pendapatan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota mencapai Rp52,5 triliun, yang didukung oleh subkomponen utama dana perimbangan (69,4%; Rp36,5T), disusul dengan pendapatan asli daerah (18,7%; Rp9,8T), dan lain-lain PAD yang sah (11,9%; Rp6,2T). Dari sisi belanja, pagu anggaran keuangan daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) 2017 mayoritas masih digunakan untuk belanja tidak langsung dengan porsi 58% (Rp31,5 triliun) dan belanja langsung 42% (Rp23,2 triliun). Grafik 2.3. Kemandirian Fiskal Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota 2017 Anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari anggaran belanja tidak langsung dan belanja langsung. Anggaran belanja tidak langsung terdiri atas komponen belanja pegawai tidak langsung dan belanja lainnya (belanja hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota, serta belanja tak terduga). Sementara belanja langsung meliputi komponen belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai pada komponen belanja langsung merupakan honor dan insentif. Rp54,8 T Ukuran kemandirian fiskal : 1) 0 10 : sangat kurang; 2) 10,01 20 : kurang; 3) 20,1 30 : sedang; 4) 30,1 40 : Cukup; 5) 40,1 50 : baik; 6) >50 : sangat baik Grafik 2.4 Porsi Anggaran Belanja Keuangan Daerah

45 Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah mencapai Rp31,5 triliun (pangsa 58%), sementara Belanja Langsung mencapai Rp23,2 triliun (pangsa 42%). Sub komponen belanja tidak langsung didominasi oleh belanja pegawai (61,9%; Rp19,5 triliun) disusul dengan bantuan keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/kota (17,2%; Rp5,4 triliun), belanja hibah (13,2%; Rp4,1 triliun) dan Bagi hasil kepada pemprov/kabupaten/kota (6,9%; Rp2,1 triliun). Sementara biaya langsung didominasi oleh belanja barang dan jasa (46%; Rp10,7 triliun), belanja modal (44%; Rp10,3 triliun) dan belanja pegawai langsung (9%; Rp2,1 triliun). Grafik 2.5 Porsi Pagu Belanja Tidak Langsung Keuangan Daerah 2017 Grafik 2.6 Porsi Pagu Belanja Langsung Keuangan Daerah APBD Provinsi Sumatera Utara Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 merupakan bagian dari pencapaian visi tahun keempat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Utara Pada tahun 2017 arah dan kebijakan ditujukan untuk memantapkan capaian pembangunan yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya dengan terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan, sinergitas kebijakan, program dan kebijakan antar bidang dalam rangka mewujudkan Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan 9 (sembilan) prioritas pembangunan sebagai berikut: 1) Peningkatan Kehidupan Beragama, Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan. 2) Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas Pendidikan. 3) Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan Kesehatan. 4) Peningkatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Mendukung Daya Saing Perekonomian. 5) Peningkatan produksi, produktifitas dan Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan Perikanan. 6) Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Penerapan Teknologi, Inovasi dan Kreatifitas daerah. 7) Peningkatan Ekonomi Kerakyatan. 8) Perluasan Kesempatan kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin. 9) Mendukung dan Mendorong Kebijakan Nasional di daerah. Komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mewujudkan prioritas pembangunan tersebut itu tercermin pada target anggaran pendapatan maupun belanja Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 meningkat tajam dibandingkan tahun Sejalan dengan perkembangan asumsi makroekonomi regional, khususnya pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh lebih baik, nilai APBD Provinsi Sumatera Utara tercatat meningkat pada tahun Anggaran pendapatan provinsi 28

46 ditargetkan sebesar Rp12,1 triliun pada tahun 2017, meningkat 21% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan pagu anggaran pendapatan utamanya bersumber pada peningkatan Dana Perimbangan menjadi Rp7,2 triliun (pangsa 59%) dari sebelumnya Rp 5,1 triliun (pangsa 51%). Sementara itu, pangsa sub komponen PAD dan Lain-Lain Pendapatan yang sah cenderung menurun masing-masing menjadi Rp4,9 triliun (pangsa 40,5%) dan Rp10 miliar (pangsa 0,1%). Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.7 Porsi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Dibandingkan tahun 2016, pangsa PAD menunjukkan penurunan (Grafik 2.2) sementara pangsa dana perimbangan meningkat. Hal ini menunjukkan rasio kemandirian fiskal Sumatera Utara menurun dari 46,7% tahun 2016 menjadi 40,5% tahun 2017, namun masih dikategorikan baik. 8 Di sisi lain, porsi dana perimbangan yang besar dan cenderung meningkat tersebut diperkirakan sesuai dengan komitmen Pemerintah Pusat terkait penguatan desentralisasi fiskal keuangan daerah yang bertujuan meningkatkan perbaikan kuantitas dan kualitas pelayanan publik serta perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Realisasi pendapatan lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan mencapai Rp859 miliar atau sekitar 7,1% dari target, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (23,1%). Dari aspek persentase realisasi, subkomponen lainlain pendapatan memiliki pencapaian yang tertinggi dengan realisasi sebesar Rp1,1 miliar atau 11,6% dari total target Rp10 miliar. Dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi pendapatan tercatat menurun signifikan, sehingga berdampak pada ketatnya ruang fiskal 9 pemerintah untuk menggerakkan perekonomian. Rendahnya realisasi PAD dan Pendapatan Transfer menjadi pendorong menurunnya realisasi total pendapatan APBD Sumatera Utara Penurunan realisasi pendapatan pada periode triwulan laporan disebabkan oleh penurunan realisasi pada 2 komponen utama pendapatan, yaitu realisasi pendapatan asli daerah dan realisasi pendapatan transfer. Sementara realisasi lain-lain pendapatan yang sah tercatat meningkat. Ruang Fiskal (Fiscal Space) merupakan ruang gerak pemerintah mengalokasikan dana untuk investasi dan pembangunan. 29

47 Tabel 2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara URAIAN Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAGU 2016 REALISASI TW I PAGU REALISASI TW I 2017 NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI (Dlm Miliar Rp) % Growth Realisasi (YoY) I. PENDAPATAN 10,056 2, % 12, % -63.0% 1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4, % 4, % -61.8% Pajak daerah 4, % 4, % -61.9% Retribusi daerah % % -55.1% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan % % -62.1% Lain-lain PAD yang sah % % -61.6% 1.2 DANA TRANSFER 5, % 7, % -20.2% DANA PERIMBANGAN 5, % 7, % -20.2% Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak % % 2.5% Dana Alokasi Umum 1, % 2, % -60.2% Dana Alokasi Khusus 3, % 4, % 100.0% DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS % % 0.0% 1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH % % 100.0% Transfer antar Pemda/Pusat % % % Dana Darurat % % 0.0% Hibah % % -81.7% Pendapatan Lain-Lain % % -86.1% Komponen PAD masih didominasi oleh Pajak daerah dengan pangsa sebesar 91,1% dari PAD, disusul dengan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (5,6%), Lain-Lain PAD yang sah (2,6%), dan Retribusi Daerah (0,7%). Membaiknya kinerja konsumsi di Sumatera Utara dan tingginya capaian tahun 2016 mendorong Pemerintah untuk menaikkan target penerimaan pajak daerah menjadi Rp4,9 triliun. Rendahnya realisasi PAD mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2017 masih belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD Sumatera Utara. Sampai dengan triwulan I 2017, PAD hanya terealisasi sebesar Rp359 miliar atau 7,3% dari targetnya, mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya (21,7%). Hal ini didorong oleh penurunan realisasi ketiga subkomponen pembentuk PAD, diantaranya pajak daerah yang tercatat hanya terealisasi sebesar 7,6%, disusul dengan realisasi penerimaan dari retribusi daerah (10,3%) dan Lain-Lain PAD yang sah (11,4%). Pencapaian tersebut, bahkan, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 2.1). Grafik 2.8 Pangsa PAD APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 Rendahnya realisasi pajak daerah 10 disinyalir terkait dengan menurunnya aktivitas pembelian kendaraan bermotor yang menjadi sumber Sesuai UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan pajak daerah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Yang termasuk pajak daerah untuk provinsi adalah (a) Pajak Kendaraan Bermotor; (b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d) Pajak Air Permukaan; (e) Pajak Rokok. Sedangkan yang termasuk pajak daerah untuk kabupaten/kota terdiri atas Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan Bangunan; (k) BPHTB 30

48 utama pajak daerah. Selain itu, kecenderungan masyarakat untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang memiliki nilai pajak lebih rendah menjadi faktor penyebab serapan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) menjadi rendah. Sejalan dengan hal tersebut, pencapaian realisasi retribusi daerah dan Lain- Lain PAD yang sah juga mengalami penurunan. Realisasi Dana Perimbangan Peningkatan porsi DAU mengindikasikan upaya pemerataan kapasitas fiskal (fiscal gap) yang semakin meningkat. Pendapatan dana perimbangan merupakan semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Sama dengan periode sebelumnya, subkomponen Dana Alokasi Khusus menjadi sumber utama dana perimbangan dengan porsi 55,7%, disusul dengan DAU (36,5%) dan DBH (7,8%) pada Meningkatnya porsi DAU yang cukup signifikan, yaitu dari 27,2% menjadi 36,5%, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan layanan publik di daerah. Di sisi lain, masih besarnya porsi Dana Alokasi Khusus mengindikasikan besarnya alokasi dana Pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai kegiatan khusus urusan daerah maupun prioritas nasional. 11 DAK dapat digunakan untuk membiayai 11 Bidang, meliputi 1. Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Prasarana Jalan; 4. Prasarana Irigasi; 5. Prasarana Air Minum; 6. Kelautan dan Perikanan; 7. Prasarana Pertanian; 8. Prasarana Pemerintahan; 9. Lingkungan Hidup; 10. Kependudukan; 11. Kehutanan. Di bidang pendidikan misalnya, DAK dapat digunakan untuk Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas, pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana, serta pembangunan fisik lainnya. Grafik 2.9 Pangsa Dana Perimbangan APBD Provinsi Sumatera Utara Perubahan mekanisme transfer ke daerah yang baru diputuskan pada April 2017, ditengarai menjadi penyebab rendahnya realisasi dana perimbangan. Sampai dengan triwulan I 2017, realisasi pendapatan transfer tercatat mengalami penurunan. Secara nominal, realisasi dana perimbangan turun menjadi Rp498,5 miliar (6,9% dari pagu) dari sebelumnya Rp625 miliar (12,2% dari pagu). Penurunan tersebut utamanya didorong oleh rendahnya realisasi Dana Alokasi Umum, yaitu hanya mencapai 7,9% dari pagu anggaran, disusul dengan realisasi DBH yang sedikit menurun menjadi Rp105,9 miliar atau 18,7% dari pagu. Rendahnya realisasi transfer dana alokasi umum disinyalir disebabkan oleh perubahan mekanisme transfer ke daerah yang baru diputuskan April Revisi kebijakan ini dilakukan guna memperbaiki kinerja penerimaan agar penggunaannya lebih efektif. Terdapat 6 poin utama yang tertuang dalam PMK Transformasi Mekanisme Transfer Dana Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Pertama, pengalokasian DAU besaran nilai per daerah akan bersifat dinamis dan tergantung pada perkembangan Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Neto. Kedua, penyaluran TKDD akan mempertimbangkan kinerja penyerapan dan capaian output atas penggunaan TKDD pada triwulan atau tahun sebelumnya. Kebijakan ini berlaku untuk DAU, DAK Fisik dan Non Fisik, Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan tambahan infrastruktur Ketiga, terdapat perubahan proses penyaluran DAK fisik dan dana desa dari yang sebelumnya 31

49 dikelola Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) bergeser kepada KPPN di seluruh Indonesia. Keempat, PMK.50/2017 memberikan wewenang yang lebih besar kepada gubernur untuk memberikan rekomendasi atas usulan DAK fisik level Kabupaten/Kota dengan alasan sinkronisasi dan harmonisasi perencanaan pendanaan. Kelima, penyempuranaan kriteria dalam pengalokasian DID berdasarkan beberapa indikator tertentu seperti pengelolaan keuangan daerah (e-budgeting, e-planning, dan e- procurement), pelayanan dasar publik dengan menganggarkan persentase tertentu dari data tranfer. Di tengah rendahnya realisasi DAU dan DBH, realisasi DAK justru menunjukkan peningkatan. Realisasi DAK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp184,7 miliar. Peningkatan realisasi diperkirakan akibat perubahan kebijakan pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) SMA/SMK yang sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi Pemerintah Daerah Provinsi sejak tahun Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan SMA/SMK saat ini berada dalam kewenangan pemerintah provinsi. Selain itu, tingginya realisasi DAK disinyalir bersumber dari pengembalian DAU dan DAK pasca penundaan yang direalisasikan kembali ke daerah akhir tahun lalu. Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah justru tercatat meningkat. Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat Rp1,1 miliar atau sekitar sebesar 11,6% dari target, meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 1,1%. Realisasi tersebut didorong oleh realisasi pos pendapatan hibah dan pendapatan lain-lain. Selain itu, kenaikan persentasi yang cukup signifikan utamanya didorong oleh perubahan pagu anggaran Lain-Lain Pendapatan yang sah, dimana tahun sebelumnya ditargetkan sebesar Rp222,2 miliar, sementara tahun 2017 hanya Rp9,5 miliar Anggaran Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara Secara nominal, pagu anggaran Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 tercatat meningkat. Nilai pagu belanja APBD Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar Rp13,1 triliun, meningkat 28,0% dibandingkan tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp10,1 triliun. Peningkatan pagu anggaran belanja di tahun 2017 utamanya didorong oleh peningkatan pada pos pagu belanja langsung maupun tidak langsung. Pada sub komponen belanja tidak langsung, peningkatan tertinggi terjadi pada belanja pegawai yang menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 110,3% atau menjadi Rp3,1 triliun. Selain itu, belanja hibah juga turut meningkatkan pagu anggaran belanja tidak langsung dengan peningkatan sebesar 18,9%. Sementara itu, pagu anggaran belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota lain mengalami penurunan sebesar -28,6% (yoy). Dengan demikian, porsi belanja pegawai masih mendominasi struktur anggaran belanja tidak langsung, yaitu mencapai 35,3%. Peningkatan belanja daerah 2017 juga diharapkan dapat lebih optimal seiring dengan peningkatan pagu belanja langsung. Peningkatan sub komponen belanja langsung utamanya didorong oleh adanya peningkatan pagu anggaran belanja modal serta barang dan jasa yang masing-masing meningkat lebih dari 50%. Anggaran belanja modal meningkat dari Rp1,1 triliun menjadi Rp1,9 triliun. Sementara anggaran barang dan jasa meningkat dari Rp1,5 triliun (2016) menjadi Rp2,3 triliun (2017). Semakin besarnya porsi belanja langsung pada tahun 2017 mengindikasikan semakin baiknya kualitas keuangan pemerintah yang diharapkan semakin produktif. 32

50 jasa sebesar Rp13,5 triliun menahan deviasi realisasi yang lebih dalam. Grafik 2.10 Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung terhadap Anggaran Belanja Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara di triwulan I-2017 tercatat hanya mencapai 3%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 10% dari total pagu anggaran. Realisasi tersebut bahkan lebih rendah dari historisnya 3 tahun terakhir. Lambatnya serapan anggaran utamanya disebabkan oleh rendahnya serapan belanja langsung yang tercatat hanya 0,4% dari pagu anggaran, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat 2,8%. Selain itu, serapan belanja tidak langsung juga turut memberikan tekanan pada kinerja belanja daerah, yang hanya menyerap 4,5% dari pagu anggaran, jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,5%. Grafik 2.11 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara Pada komponen belanja langsung, terjadi penurunan penyerapan dibandingkan triwulan I pada tahun sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun dari 2,8% menjadi 0,4%. Penurunan tersebut utamanya berasal dari pos belanja modal yang belum terealisasi. Namun demikian, adanya realisasi belanja barang dan Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.12 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara Potensi back-loaded expenditure atau pengeluaran yang meningkat menjelang akhir tahun relatif tinggi seiring dengan rendahnya serapan belanja pada awal tahun. Rendahnya serapan belanja langsung, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, menunjukkan pola-pola yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana persentase realisasi meningkat menjelang akhir tahun. Sementara realisasi triwulan I, umumnya cenderung kecil seiring dengan masih dilakukannya pemenuhan administrasi dan pelelangan pengadaan infrastruktur, barang dan jasa. Hal ini tercermin pada kinerja investasi PDRB Sumatera Utara yang pada triwulan laporan tumbuh lebih rendah (4,05% yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (5,23% yoy). Lebih lanjut, realisasi belanja tidak langsung (pangsa 67,1%) sampai triwulan I 2017 juga hanya mencapai 4,5%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Serapan belanja pegawai yang rendah menjadi salah satu faktor pendorong rendahnya kinerja belanja tidak langsung. Realisasi belanja pegawai hanya mencapai 5,6% dari total pagu anggaran, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 15%. Hal ini ditengarai karena masih belum berlangsungnya aktivitas kegiatan kedinasan dan rapat serta acara yang terkait dengan meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE), akibat adanya perbaikan 33

51 formulasi transfer yang menyesuaikan dengan kondisi penerimaan Pemerintah Pusat. Namun demikian, penurunan tersebut dapat diimbangi dengan tingginya realisasi pos Pemerintahan Desa yang meningkat menjadi 11,2%. Hal tersebut didorong oleh tingginya penyaluran dana desa kepada provinsi yang selanjutnya akan disampaikan pada Pemerintahan Desa. Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara Pada 1 April 2017, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) guna memperbaiki pengalokasian dan optimalisasi penggunaan TKDD agar lebih tepat sasaran. Nantinya, Pemerintah akan melakukan reformasi sistem penyaluran TKDD, antara lain melalui perubahan pengajuan proposal yang sebelumnya diajukan ke Pemerintah Pusat menjadi melalui kantor KPPN di masing-masing Kabupaten/Kota. Selanjutnya, kantor KPPN tersebut akan melakukan pengecekan langsung ke lokasi proposal. Mekanisme transformasi inilah yang diperkirakan menjadi terlambatnya transfer ke daerah dan berakibat pada rendahnya serapan belanja di daerah. Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun URAIAN Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara REALISASI TW I PAGU 2016 PAGU 2017 REALISASI TW I NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI % Growth Pagu Anggaran II. BELANJA DAN TRANSFER 10, , % 13, % 28.0% -62.5% BELANJA TIDAK LANGSUNG 7, % 8, % 16.5% -59.9% 2.1 Belanja Pegawai 1, % 3, % 110.3% -22.2% 2.2 Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah 3, % 3, % -100% 2.5 Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Bantuan Hasil Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota Kepada Provinci/Kabupaten/Kota dan Pemerintah dan Desa 2, % 1, % -28.6% 515% Pemerintahan Desa % 0% 2.8 Belanja Tidak Terduga % 0% 2.9 Belanja Lain-Lain % 0% BELANJA LANGSUNG 2, % 4, % 60% -78% 2.1 Belanja Pegawai % 0% 0% 2.2 Belanja Barang & Jasa 1, % 2, % 53% -82% % Growth Realisasi (YoY) 2.3 APBN Provinsi Sumatera Utara Tabel 2.3 Realisasi APBN Triwulan I URAIAN PAGU REALISASI TW I PAGU REALISASI TW I % Perubahan (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu BERDASARKAN JENIS BELANJA 19,330 Belanja Pegawai 7,523 1, % 7,640 1, % 1.6% Belanja Barang 6, % 5, % -4.9% Belanja Modal 5, % 6, % 6.3% Belanja Bantuan Sosial % % 5.7% BERDASARKAN FUNGSI Agama % % 28.0% Ekonomi 6, % 7, % 9.4% Kesehatan 1, % 1, % -10.8% Ketertiban dan Keamanan 3, % 2, % -11.6% Lingkungan Hidup % % 2.3% Pariwisata dan Budaya 4-0.0% % 227.5% Pelayanan Umum 1, % % -20.2% Pendidikan 3, % 4, % 5.4% Perlindungan Sosial % % -3.1% Pertahanan 2, % 2, % 7.7% Perumahan dan Fasilitas Umum % % -30.2% TOTAL 19,330 2, % 19,519 2, % 1.0% Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara 34

52 Target realisasi APBN 12 Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 meningkat tipis dari 19,3T menjadi Rp19,5 triliun (1,1%). Berdasarkan jenisnya, peningkatan alokasi anggaran APBN utamanya didorong oleh peningkatan pagu anggaran belanja modal (6,3%), belanja bantuan sosial (5,7%), dan belanja pegawai (1,6%). Sementara alokasi pagu anggaran untuk belanja barang menurun -4,9% dibandingkan tahun Stagnasi alokasi pagu APBN ke daerah berkaitan tantangan dan strategi APBN ke depan ditengah ruang fiskal yang terbatas, mandatory dan non-discretionary spending 13 yang masih cukup besar sehingga perlu melakukan perbaikan kualitas belanja dengan pembiayaan anggaran yang lebih efisien. Program prioritas dan kebijakan nasional yang diejawantahkan melalui beberapa Kementerian/Lembaga menentukan besaran pagu anggaran APBN di Sumatera Utara. Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di Sumatera Utara terpusat pada fungsi ekonomi (pangsa 36%), fungsi pendidikan (pangsa 20,6%) dan fungsi ketertiban dan keamanan (pangsa 14,5%). Tingginya porsi anggaran ekonomi didorong oleh komitmen Pemerintah Pusat untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar wilayah, pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan, perumahan, sanitasi dan air bersih. Selain itu, pelaksanaan program prioritas di bidang pendidikan serta upaya stabilisasi pertanahan dan keamanan, melalui pemberantasan dan penegakan hukum terhadap peredaran gelap narkoba, tindak terorisme serta pengadaan alutsista, turut mendorong peningkatan alokasi anggaran pendidikan dan ketertiban dan keamanan. Realisasi belanja APBN di Sumatera Utara hingga triwulan I 2017 sebesar 13,5% 14, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 11,6% dari pagunya (Tabel 2.3). Peningkatan ini sejalan dengan upaya percepatan realisasi belanja pemerintah di awal tahun. Berdasarkan jenisnya, dana APBN ini terutama digunakan untuk belanja pegawai yang merupakan belanja rutin yang mencatat realisasi terbesar, yaitu 18,5% 15 dari pagunya, atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. Serapan belanja barang dan belanja modal juga tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dengan realisasi masing-masing sebesar 11,3% dan 9,5%. Nilai realisasi tersebut diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan di tengah rendahnya realisasi keuangan daerah (APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Selain itu, realisasi belanja modal yang lebih tinggi sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur strategis. Sementara itu, belanja bantuan sosial merupakan belanja dengan realisasi terendah yakni 0,8%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang terealisasi 2,5%. Realisasi belanja barang (11,3%) didorong oleh belanja perjalanan dinas biasa dan dalam kota, belanja keperluan perkantoran, serta honor 12 Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian atau instansi Pemerintah Paerah yang berada di Sumatera Utara dan proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Paerah. 13 Mandatory spending merupakan pengeluaran pemerintah dalam rangka pemenuhan hak setiap warga negaranya yaitu kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan layanan dasar umum. Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi anggaran terhadap total anggaran belanja APBN Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN 35

53 kegiatan dan operasional satuan kerja. Sementara realisasi barang modal (9,5%) didorong oleh belanja modal peralatan dan mesin dan belanja penambahan nilai jaringan. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan (21% dari pagunya) yang merupakan pengeluaran rutin untuk menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat. Pengeluaran tertinggi berikutnya adalah belanja fungsi pertahanan (18,7% dari pagunya), belanja fungsi pelayanan umum (17,5%) dan belanja fungsi pendidikan (14,2%) Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, realisasi belanja pada mayoritas fungsi tercatat meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada fungsi belanja pariwisata dan budaya (5,8%), fungsi pelayanan umum (4,1%), fungsi pendidikan (2,6%) dan fungsi ketertiban dan keamanan (2,5%). Peningkatan realisasi beberapa fungsi tersebut diperkirakan sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan pengembangan pariwisata, peningkatan kualitas pelayanan umum dan pendidikan di Sumatera Utara. Grafik 2.14 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Kantor Wilayah Sumatera Utara Grafik 2.15 Persentase Perbandingan Realisasi APBN Berdasarkan Fungsi 36

54 BAB 3 PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai dengan tajamnya penurunan tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian, capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan di pasaran sehingga mendorong normalisasi harga pangan yang cukup tinggi pada tahun Tekanan inflasi inti juga relatif menurun yang akomodatif dalam meredanya tekanan inflasi sepanjang triwulan I Namun, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan beberapa komoditas yang diatur pemerintah meningkatkan tekanan inflasi administered prices. Meskipun demikian, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32% (ytd). Hal tersebut mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang akan kembali terjangkar pada sasaran inflasi nasional, yaitu sebesar 4±1%, meski masih diwarnai risiko peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices. Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus dilaksanakan secara intensif. TPID se-provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 37

55 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei Kondisi Umum Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2017 juga turut disertai dengan penurunan tajam tekanan inflasi, dari 6,3% menjadi 3,9% (yoy). Meskipun demikian, inflasi pada triwulan laporan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 3,6% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan di pasaran sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup tinggi pada tahun Dengan demikian, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,32% (ytd). Dengan perkembangan tersebut dan inflasi April 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. (% yoy) Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional Berdasarkan disagregasinya, meredanya tekanan inflasi Sumut pada triwulan I 2017 terjadi pada semua kelompok yang terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi inti. Kontribusi tekanan inflasi inti turun tajam 3,5% (yoy) menjadi 2,2% (yoy) yang diikuti oleh penurunan kontribusi kelompok inflasi volatile food dari 1,4% (yoy) menjadi 0,9% (yoy) dan kontribusi administered prices dari 1,4% (yoy) menjadi 0,9% (yoy). Masih terbatasnya peningkatan permintaan masyarakat terkait dengan perbaikan harga komoditas perkebunan yang berjalan lambat Nasional Sumut I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I mendorong rendahnya demand pull inflation 16 sehingga berkontribusi bagi menurunnya tekanan inflasi inti pada triwulan I Sementara itu, ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik juga akomodatif dalam mendorong menurunnya kontribusi tekanan inflasi inti. Pasokan pangan di pasaran yang membaik turut mendorong penurunan tekanan inflasi volatile foods. Dengan produksi yang cenderung lebih baik dari tahun sebelumnya, pasokan yang ada masih cukup memenuhi tingkat konsumsi masyarakat di Sumatera Utara. Dengan demikian, harga pangan disepanjang triwulan I 2017 bergerak normal. Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap komoditas-komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah mendorong memberikan sumbangan inflasi Administered Prices. Adanya atensi pemerintah untuk melakukan penyaluran subsidi tepat sasaran melalui penyesuaian penyaluran subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga menjadi penyebab utama meningkatnya tekanan inflasi kelompok administered prices pada triwulan I %, YoY Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara Secara spasial, penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kota Survei Biaya Hidup (SBH). Kota dengan penurunan tekanan inflasi tertajam adalah Kota Sibolga, yaitu dari 7,4% (yoy) menjadi 3,2% (yoy), disusul Kota Medan Inti VF AP Umum I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 38

56 dari 6,6% (yoy) menjadi 3,9% (yoy), Kota Padangsidimpuan yang turut menurun dari 4,3% (yoy) menjadi 3,8% (yoy) serta Kota Pematangsiantar yang menurun dari 4,8% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). INFLASI BULANAN (% mtm) Januari 2017 Februari 2017 Maret ,5% -0,6% -0,2% Tingkat Inflasi bulanan Sumatera Utara sepanjang triwulan I 2017 lebih rendah dibandingkan dengan rataan historisnya dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan Januari 2017 realisasi inflasi Sumatera Utara mencapai 0,5% (mtm), sementara bulan Februari dan Maret 2017 justru tercatat deflasi -0,6% (mtm) dan -0,2% (mtm). Inflasi pada bulan Januari 2017 terutama didorong oleh inflasi administered prices dan inflasi inti, sementara inflasi volatile foods cenderung menurun. Peningkatan tekanan inflasi adminitered prices terutama terjadi seiring dengan penyesuaian tarif komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti STNK, SIM, dan tarif listrik. Inflasi inti juga cenderung meningkat pada bulan Januari 2017 seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat terkait dengan perbaikan harga komoditas perkebunan internasional. Membaiknya daya beli tercermin pada tingginya intensitas penggunaan pulsa ponsel yang juga turut mendorong peningkatan inflasi. Sementara itu, penurunan harga komoditas pangan mulai terjadi memasuki tahun 2017 yang ditandai dengan tekanan inflasi kelompok volatile foods yang mereda. Pasokan di pasaran relatif membaik, terutama untuk komoditas bumbu-bumbuan. Cabai merah menjadi kontributor utama rendahnya inflasi Volatile Foods pada triwulan I Beberapa sentra produksi mulai melakukan aktivitas panen pasca terjangkit virus kuning sepanjang Sementara itu, mulai dipanennya bawang merah di kawasan Jawa juga berkontribusi dalam penurunan tekanan inflasi kelompok ini. Sekitar 27% kebutuhan bawang merah di Kota Medan dipasok dari Brebes, Jawa Tengah 17. Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 Jan-17 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, yoy) (%, yoy) 1 Biaya Perpanjangan STNK Cabai Merah Tarip Listrik Bawang Merah Daging Ayam Ras Cabe Hijau Feb-17 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, yoy) (%, yoy) 1 Tarip Listrik Cabai Merah Tarip Pulsa Ponsel Daging Ayam Ras Kembung/Gembung/Bany ar/gembolo/aso-aso Angkutan Udara Mar-17 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi (%, yoy) (%, yoy) 1 Bawang Merah Cabai Merah Tarip Pulsa 2 Sabun Cuci Batangan Ponsel 3 Daging Ayam Ras Cabai Rawit Sumber BPS Memasuki bulan Februari, penurunan inflasi terus berlanjut, bahkan tercatat deflasi -0,6% (mtm). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh kelompok disagregasi, terutama volatile foods. Penurunan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods terus berlanjut seiring dengan masih tingginya pasokan pangan di pasaran. Begitu juga dengan tekanan inflasi administered prices yang turut mereda pasca penyesuaian tarif listrik pada triwulan lalu. Sementara itu, tekanan inflasi inti turut mereda. Penurunan tekanan inflasi kelompok volatile foods terutama didorong oleh berlanjutnya penurunan harga cabai merah serta daging ayam ras. Periode panen tahap I cabai merah yang biasanya mulai terjadi pada bulan Februari mendorong baiknya pasokan di pasaran. Pasokan secara umum diperoleh dari daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Batu Bara. Sementara itu, adanya panen jagung di beberapa sentra produksi menekan harga pakan Riset Perdagangan Antar Wilayah (2015), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 39

57 ternak sehingga mendorong rendahnya harga daging ayam ras. Penurunan ini juga turut ditopang oleh permintaan masyarakat pasca perayaan tahun baru dan Imlek pada bulan Januari lalu. Penurunan tekanan inflasi juga ditopang oleh penurunan tekanan inflasi kelompok administered prices. Menurunnya permintaan masyarakat akan angkutan udara seiring dengan selesainya perayaan tahun baru dan Imlek menjadi pemicu utama rendahnya capaian inflasi kelompok ini. Inflasi pada kelompok ini didorong oleh relatif rendahnya dampak lanjutan dari penyesuaian tarif listrik serta penerimaan bukan pajak terkait kendaraan bermotor pada periode lalu. Skema penyesuaian tarif listrik 18 dari pelanggan subsidi menjadi pelanggan non subsidi tidak terjadi di bulan Februari, sehingga mendorong meredanya tekanan inflasi komoditas tarif listrik. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga cenderung mereda terkait dengan meredanya permintaan yang ditunjang oleh stabilisasi nilai tukar rupiah serta ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan baik. Pada akhir triwulan I 2017, inflasi Sumatera Utara kembali rendah, yaitu -0,2% (mtm). Kembali rendahnya tekanan inflasi pada bulan Maret terutama didorong oleh deflasi kelompok volatile foods, sementara tekanan inflasi inti dan administered prices relatif terjaga. Aktivitas panen raya tanaman pangan dan hortikultura yang berjalan baik mendorong masih primanya pasokan pangan di pasaran sehingga mendorong kelompok volatile foods tercatat deflasi. Deflasi volatile food tidak terlepas dari penurunan harga cabai merah yang Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terus berlanjut. Cuaca sepanjang bulan Januari- Maret dilaporkan cukup kondusif dalam mendorong aktivitas tanam. Meskipun demikian, capaian panen ini ditengarai belum optimal terkait dengan penyaluran pupuk subsidi yang masih belum optimal serta ketersediaan pupuk impor yang masih terbatas. Dengan demikian, hampir seluruh subkelompok mengalami deflasi kecuali untuk subkelompok daging-dagingan, subkelompok ikan serta subkelompok buah-buahan. Deflasi yang kembali terjadi dalam bulan Maret 2017 juga turut didukung oleh penurunan tekanan inflasi administered prices (AP) ditengah masih berlangsungnya program migrasi pelanggan listrik dalam mendorong alokasi subsidi tepat sasaran. Penurunan tekanan inflasi utamanya disumbang oleh deflasi komoditas angkutan udara berkaitan dengan masih relatif rendahnya permintaan masyarakat seiring dengan tidak adanya perayaan HBKN. Meredanya siklus kenaikan cukai rokok juga mendorong penurunan tekanan inflasi administered prices. Menurunnya permintaan masyarakat untuk tarif pulsa ponsel serta gaun seiring dengan menurunnya permintaan masyarakat mendorong rendahnya tekanan inflasi inti. Ekspektasi inflasi juga terjaga, baik di level pedagang maupun konsumen. Stabilisasi nilai tukar juga mampu menunjang kembali rendahnya tekanan inflasi inti. Primanya pasokan pangan di pasaran masih terus berlangsung hingga bulan April 2017 hingga kembali mencatatkan deflasi hingga -0,4% (mtm). Penurunan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kembali rendahnya tekanan inflasi kelompok volatile foods dan inflasi inti. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered prices menahan penurunan tekanan inflasi lebih dalam. Terus berlangsungnya penurunan harga pangan pasca shock anomali produksi sepanjang tahun 2016 lalu mendorong koreksi harga pangan sehingga PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 40

58 mendorong masih rendahnya capaian inflasi tahun kalender Sumatera Utara yang hanya mencapai -0,76% (ytd). % (yoy) Inflasi IHK Core Volatile Foods Administered Prices Meski tekanan inflasi pada awal triwulan II masih cukup rendah, lonjakan permintaan masyarakat diperkirakan meningkat hingga akhir triwulan II 2017 seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kondisi tersebut diperkirakan mendorong peningkatan tekanan inflasi, terutama pada kelompok volatile foods. Lebih lanjut, seiring dengan momen puasa dan Idul Fitri, tekanan inflasi diperkirakan bertambah didorong oleh kenaikan tarif angkutan umum. Selanjutnya, kenaikan harga pada kedua kelompok tersebut meningkatkan ekspektasi inflasi yang akan mendorong peningkatan inflasi inti. Dengan kondisi tersebut, TPID se-provinsi Sumatera Utara melakukan berbagai langkah antisipatif melalui peningkatan koordinasi pengendalian inflasi. Dalam kaitan tersebut, TPID se-sumatera telah melaksanakan rapat koordinasi pada awal Mei TPID se-provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkahlangkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. 3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Tekanan inflasi dari faktor non fundamental menurun. Penurunan tersebut pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi volatile foods, sementara tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Membaiknya pasokan pangan di pasaran mendorong penurunan harga pangan, sementara penyesuaian harga beberapa komoditas yang diatur oleh pemerintah mendorong peningkatan tekanan inflasi administered prices I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan Penurunan tekanan inflasi volatile foods masih menjadi pendorong utama penurunan tekanan inflasi pada triwulan I Inflasi volatile foods turun tajam dari 13,2% (yoy) menjadi 2,9% (yoy). Meredanya tekanan inflasi kelompok ini terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, sayursayuran, kacang-kacangan serta telur, susu dan hasil-hasilnya. Harga bumbu-bumbuan terpantau mulai kembali ke level yang relatif rendah sehingga mendorong tajamnya penurunan tekanan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dari 88,5% (yoy) menjadi -8,0% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh penurunan harga cabai merah yang menurun signifikan dari 169,5% (yoy) menjadi -9,9% (yoy), disusul oleh cabai rawit yang turun dari 90,8% (yoy) menjadi 33,3% (yoy), diikuti oleh bawang putih yang turun dari 53,4% (yoy) menjadi 22,5% (yoy) serta bawang merah yang turun dari -4,4% (yoy) menjadi -21,8% (yoy). Membaiknya pasokan cabai merah di pasaran mendorong penurunan harga cabai merah yang tinggi sepanjang tahun 2016 akibat gangguan produksi. Meski belum optimal, tanaman cabai di beberapa sentra produksi sudah mulai bisa dipanen, seperti di daerah dataran tinggi terutama Kabupaten Karo yang mulai panen pada Februari Adapun tingkat produksi cabai yang ada masih cukup memenuhi konsumsi masyarakat dimana produksi cabai merah masih akan berlangsung akibat pergeseran periode panen raya yang baru akan terjadi pada triwulan II mendatang. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 41

59 Penurunan harga bawang merah seiring dengan mulai masuknya periode panen di kawasan Jawa juga mendorong rendahnya tekanan inflasi volatile foods. Sementara aktivitas produksi bawang merah di Sumatera Utara cenderung menurun seiring dengan gagal panennya bawang merah di Silalahi selain akibat rendahnya kualitas bibit yang digunakan. Pasokan bawang merah ditunjang oleh impor bawang merah yang meningkat tajam dari 9,5 juta ton pada triwulan lalu menjadi 14,14 juta ton pada triwulan I Sementara itu, penurunan harga cabai rawit terutama didorong oleh kembali baiknya pasokan di pasaran seiring dengan masuknya periode panen. Jalur Medan-Berastagi yang sempat terputus pada awal tahun 2017 mulai membaik memasuki akhir triwulan I 2017 sehingga menunjang lancarnya distribusi cabe rawit. Fenomena serupa juga terjadi pada komoditas bawang putih, dimana pasokan di pasaran dipenuhi oleh barang impor yang meningkat dari -10% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3% (yoy). Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi kelompok volatile foods diperkirakan masih menurun dari 3,8% (yoy) menjadi 2,6% (yoy). Kembali menurunnya tekanan inflasi ini masih didorong oleh masih mencukupinya pasokan pangan di pasaran sehingga harga pangan terus terkoreksi. Kondisi tersebut tercermin pada inflasi volatile foods yang mengalami deflasi pada bulan April. Meskipun demikian, hal ini diperkirakan tidak berlangsung lama. Masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan mendorong permintaan masyarakat akan bahan pangan. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan meningkat. Namun, masih terus berlangsungnya panen tanaman pangan dan hortikultura seiring dengan pergeseran periode panen diperkirakan mampu menahan lonjakan tekanan inflasi ini lebih jauh sehingga mampu berkontribusi pada stabilitas harga pangan. TPID Provinsi Sumatera Utara melalui BULOG juga telah bersiap meredam lonjakan tekanan inflasi yang biasanya terjadi pada periode Ramadhan dan Lebaran yang tercermin dari meningkatnya stok beras yang dimiliki oleh BULOG. juta ton Sumber: BULOG Volume Growth Grafik 3.4 Stok Beras Bulog 355.7% 402.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 400.0% 300.0% 200.0% 100.0% % % Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi administered prices (AP) cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat dari 1,1% (yoy) menjadi 4,0% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada subkelompok Bahan Bakar, Penerangan dan Air serta subkelompok Transportasi, Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol relatif menurun. Tekanan inflasi subkelompok Bahan Bakar, Penerangan dan Air meningkat signifikan dari -0,6% (yoy) menjadi 8,3% (yoy). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik secara signifikan dari 1,7% (yoy) menjadi 16,0% (yoy). Adanya kebijakan pemerintah untuk menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan listrik rumah tangga daya 900 VA mendorong peningkatan tarif listrik 19. Tren perbaikan harga minyak dunia yang terus berlanjut di tengah nilai tukar yang terkendali Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yoy 0.0% PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 42

60 juga mendorong kembali meningkatnya tarif listrik. Selain itu, pada awal tahun 2017 juga pemerintah melakukan kebijakan untuk melakukan penyesuaian tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari perpanjangan STNK dan SIM. Sejak 6 Januari 2017 terjadi kenaikan biaya perpanjangan STNK sebesar 107% (weighted average) berdasarkan PP No. 60 Th 2016 yg menggantikan PP No. 50 Th 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP sehingga menyumbang inflasi cukup signifikan, yaitu sebesar 0,2%. Memasuki triwulan II, tekanan inflasi kelompok ini kembali meningkat dari 4,0% (yoy) menjadi 6,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini kembali didorong oleh penyesuaian tarif secara bertahap untuk pelanggan rumah tangga 900 VA serta kenaikan harga komoditas rokok terkait dengan penyesuaian tarif cukai rokok pada akhir tahun 2016 lalu. Peningkatan tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan II terkait dengan belum selesainya tahapan penyesuaian tarif listrik untuk kelompok non subsidi. Sementara itu, tren perbaikan harga minyak dunia yang terus berlanjut juga turut menimbulkan risiko penyesuaian lebih lanjut terhadap tarif listrik untuk kelompok non subsidi. 3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental Seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi inti turut melandai dari 5,4% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Penurunan tekanan inflasi inti ditopang oleh relatif terjaganya permintaan masyarakat yang masih dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran. Hal tersebut juga turut diiringi oleh stabilitas nilai tukar yang relatif terjaga serta ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik. Berdasarkan komoditasnya, penurunan tekanan inflasi inti terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi kelompok makanan jadi, kelompok minuman tidak beralkohol serta kelompok sandang. Menurunnya tekanan inflasi makanan jadi terutama didorong oleh terlewatinya puncak permintaan konsumen yang pada umumnya memuncak pada triwulan IV seiring dengan perayaan Natal, tahun baru serta libur sekolah. Permintaan konsumen yang relatif terjaga juga mendorong meredanya tekanan inflasi kelompok sandang. Berakhirnya year end sale juga turut menunjang rendahnya capaian inflasi kelompok sandang. Hal tersebut sesuai dengan hasil liaison kepada perusahaan ritel yang menyatakan bahwa permintaan masyarakat menurun pasca puncak permintaan yang pada umumnya terjadi ketika akhir tahun. Sementara itu, masih cukup memadainya pasokan gula pasir di pasaran juga turut mendorong rendahnya capaian inflasi inti. Tekanan inflasi gula pasir kembali turun dari 19,4% (yoy) menjadi 12,7% (yoy). Turut ditunjang oleh permintaan masyarakat yang masih terkendali, impor gula maupun pemanis turun dari 40,7 juta ton pada triwulan lalu menjadi 36,9 juta ton. Realisasi proyek yang biasanya digencarkan pada akhir tahun juga menekan permintaan akan semen sehingga bisa mendorong rendahnya tekanan inflasi pada komoditas ini. Hal tersebut terkonfirmasi dari konsumsi semen yang cenderung menurun pada triwulan I Sementara itu, ekspektasi inflasi relatif terjaga tercermin pada ekspektasi inflasi di level pedagang yang cenderung meningkat dan ekspektasi inflasi pada level konsumen yang relatif tertahan. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 43

61 9,694 9,789 10,664 11,689 11,847 11,618 11,762 12,247 12,799 13,134 13,639 13,578 13,533 13,318 13,134 13,248 13,348 13,306 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Mei 2017 Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman serta sarana dan penunjang transpor menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih lanjut. Tingginya konsumsi paket data seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang melek teknologi mendorong meningkatnya tekanan inflasi pada subkelompok komunikasi. Tarif pulsa ponsel relatif meningkat dari 3,7% (yoy) menjadi 7,0% (yoy) yang diikuti oleh peningkatan tekanan inflasi pada kelompok telepon seluler yang meningkat dari 1,1% (yoy) menjadi 1,7% (yoy). Dalam mempersiapkan aktivitas mudik yang akan dilaksanakan pada triwulan II 2017 mendatang, permintaan akan sparepart cenderung meningkat. Dengan demikian, impor sparepart untuk kendaraan bermotor naik dari 887 ribu ton menjadi 1,2 juta ton yang terutama didominasi oleh komponen brakes dan gearboxes. Hal tersebut mendorong penjualan eceran suku cadang yang meningkat dari 63,7% (yoy) menjadi 67,1% (yoy). USD/Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - RptoUS Growth -2.1% Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Memasuki triwulan II, tekanan inflasi inti relatif stabil dari 4,6% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Daya beli masyarakat relatif stabil ditengah 0.2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II % %, yoy 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% menurunnya harga komoditas perkebunan. Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat masih cukup baik yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung meningkat. Begitu juga dengan ekspektasi inflasi yang masih terkelola dengan baik. Namun demikian, nilai tukar yang cenderung apresiatif menahan penurunan tekanan inflasi inti lebih lanjut. Meskipun demikian, potensi lonjakan permintaan masih cukup kuat sejalan dengan majunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dengan kondisi tersebut, tekanan inflasi inti diperkirakan masih meningkat namun masih dalam level yang terkendali. 3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2017 didorong oleh meredanya tekanan inflasi kelompok bahan makanan, makanan jadi dan sandang. Ketiga kelompok tersebut berkontribusi dalam inflasi umum Sumatera Utara dengan pangsa mencapai 47%. Sementara itu, kelompok barang dan jasa lainnya cenderung stabil bahkan meningkat. Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok IV I II III IV I Arah Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum Sumber : BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan I 2017, yaitu dari 14,9% (yoy) menjadi 3,5% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tertajam terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yang turun signifikan dari 88,5% (yoy) menjadi -8,0% (yoy) disusul oleh PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 44

62 sayur-sayuran yang turun dari 16,0% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penurunan tekanan inflasi kelompok bumbubumbuan, terutama oleh komoditas cabai merah dan bawang merah, terjadi seiring dengan masih terpenuhinya permintaan masyarakat oleh kondisi pasokan yang ada. Beberapa sentra cabai merah di Sumatera Utara juga telah melakukan aktivitas panen di dataran tinggi, terutama Kabupaten Karo. Penurunan tekanan inflasi juga ditopang oleh penurunan harga bawang merah dan bawang putih seiring dengan baiknya pasokan, yang dipenuhi baik oleh impor antar daerah maupun impor luar negeri. Penurunan tekanan inflasi juga terlihat pada subkelompok sayur-sayuran yang turun dari 16,0% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Penurunan subkelompok ini terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada komoditas cabe hijau yang turun dari 85,3% (yoy) menjadi -1,1% (yoy) serta kentang yang turun dari 43,1% (yoy) menjadi 23,0% (yoy). Seiring dengan baiknya pasokan cabe merah di pasaran, permintaan cabe hijau sebagai substitusi cabe merah juga cenderung menurun. Sementara itu, pasokan kentang terus membaik pasca erupsi Gunung Sinabung pada beberapa periode lalu. Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat juga masih terjaga dengan baik. Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok Sumber: BPS, diolah Arah I II III IV I Andil (yoy) BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Bumbu-bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya Sementara itu, berlanjutnya kenaikan inflasi komoditas ikan segar menahan penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan lebih lanjut. Subkelompok ini meningkat dari 4,3% (yoy) menjadi 12,8% (yoy). Hal ini didorong oleh kondisi pasokan yang semakin menipis seiring dengan menurunnya aktivitas melaut nelayan. Menurunnya pasokan bahan baku juga turut mengerek kenaikan tekanan inflasi kelompok ikan yang diawetkan, dari 9,7% (yoy) ke 24,5% (yoy). Kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi pada komoditas teri, udah kering (ebi) dan ikan asin. Begitu juga dengan subkelompok lemak dan minyak yang cenderung meningkat dari 6,2% (yoy) menjadi 6,4% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya harga minyak goreng dari 5,5% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Tren harga CPO yang cenderung meningkat pada triwulan I mendorong kenaikan harga minyak goreng. Selain itu, adanya rencana kebijakan untuk menghapuskan minyak goreng curah juga turut mendorong spekulasi pasar sehingga mendorong kenaikan harga minyak goreng meski tingkat permintaan masyarakat masih terjaga. Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi kelompok bahan makanan mulai meningkat ke 4,7% (yoy). Hal ini didorong oleh kenaikan tekanan inflasi pada subkelompok ikan segar, daging dan hasil-hasilnya serta subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya. Hal ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan II 2017 seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat menyambut Ramadhan dan Idul Fitri. Peningkatan tekanan inflasi subkelompok ikan segar masih didorong oleh belum normalnya aktivitas melaut nelayan sehingga menyebabkan kembali rendahnya pasokan ikan di pasaran. Komoditas yang mendorong kenaikan tekanan inflasi pada kelompok ini diantaranya adalah ikan dencis dan ikan kembung. Kenaikan tekanan inflasi subkelompok daging dan hasil-hasilnya juga mendorong kenaikan tekanan inflasi bahan makanan, terutama yang PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 45

63 bersumber dari komoditas daging ayam ras. Ongkos produksi daging ayam ras yang disertai dengan relatif menurunnya pasokan daging ayam mendorong kenaikan tekanan inflasi. Harga bibit ayam ras (days old chicken (DOC)) cenderung meningkat yang disertai dengan kenaikan pakan yang diduga didorong oleh persiapan pelaku usaha menyambut rencana ditutupnya keran impor jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak. Kondisi cuaca yang kurang baik juga mengundang tingginya hama penyakit sehingga pasokan relatif terganggu. Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya juga cenderung meningkat dari dari -0,1% (yoy) menjadi 0,3% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi kelompok ini terutama terjadi pada komoditas beras dan tepung beras. Kenaikan tekanan inflasi diduga didorong oleh meningkatnya harga beras kualitas rendah yang tercermin dari harga gabah kualitas rendah baik di tingkat petani maupun penggilingan. Bergesernya periode panen raya mendorong belum optimalnya pasokan beras di pasaran sehingga mendorong kenaikan tekanan inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Penurunan harga bahan baku juga mendorong rendahnya capaian inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 11,9% (yoy) menjadi 6,9% (yoy). Hampir seluruh subkelompok menunjukkan penurunan tekanan inflasi, terutama subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Rendahnya capaian inflasi subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terutama didorong oleh turunnya tekanan inflasi seluruh komoditas rokok. Dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok pada akhir 2016 lalu relatif minim sehingga mendorong melandainya tekanan inflasi subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok Arah I II III IV I Andil (yoy) MAKANAN JADI Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol Memasuki triwulan II 2017, tekanan inflasi kelompok ini kembali menurun dari 6,9% (yoy) menjadi 6,4% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi subkelompok makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol. Komoditas gula pasir tercatat turun dari 19,4% (yoy) menjadi 12,7% (yoy). Kembali melimpahnya pasokan gula pasir di pasaran mendorong menurunnya tekanan inflasi komoditas ini. Impor gula pasir cenderung meningkat pada triwulan I juga semakin menguatkan pasokan. Namun, seiring dengan tingginya permintaan masyarakat menyambut lebaran, tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan meningkat Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif meningkat dari 2,5% (yoy) menjadi 4,4% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air sementara tekanan inflasi subkelompok lain cenderung stabil bahkan menurun. Melonjaknya tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air dari -0,6% (yoy) menjadi 8,3% (yoy) terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik akibat adanya proses migrasi pelanggan subsidi untuk golongan 900 Va, yang disertai dengan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan listrik non subsidi seiring dengan perkembangan harga minyak WTI yang meningkat serta nilai tukar yang cenderung depresiatif. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 46

64 Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar kembali meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air, sementara tekanan inflasi subkelompok lain cenderung stabil bahkan menurun. Meningkatnya tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air dari 8,3% (yoy) menjadi 13,7% (yoy) terutama didorong oleh kembali meningkatnya tekanan inflasi kelompok tarif listrik. Hal ini masih didorong oleh berlanjutnya kebijakan pemerintah untuk menyalurkan subsidi tepat guna. Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar diperkirakan masih terus berlangsung hingga akhir triwulan II seiring dengan berlanjutnya kebijakan pemerintah tersebut Kelompok Sandang Arah I II III IV I PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumah Tangga Penyelenggaraan Rumah Tangga Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang dari 2,8% (yoy) menjadi 1,3% (yoy) juga turut mendorong penurunan tekanan inflasi pada triwulan I Penurunan tekanan inflasi kelompok ini terutama didorong oleh berakhirnya puncak permintaan masyarakat akan komoditas sandang yang biasanya memuncak pada akhir tahun. Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Kelompok Arah I II III IV I Andil (yoy) Andil (yoy) SANDANG Sandang Laki-Laki Sandang Wanita Sandang Anak-Anak Barang Pribadi dan Sandang Lain belum mendorong permintaan yang signifikan untuk kelompok ini. Permintaan diperkirakan melonjak mendekati Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi menjelang akhir triwulan II Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan meningkat Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan I 2017 turut meningkat dari 4,8% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok jasa perawatan jasmani, sementara subkelompok lain relatif menurun. Kenaikan tarif listrik yang terjadi pada triwulan I mendorong kenaikan biaya operasional penyelenggara jasa perawatan jasmani. Dengan demikian, tarif gunting rambut relatif meningkat. Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok Arah I II III IV I Andil (yoy) KESEHATAN Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok kesehatan kembali meningkat dari 5,0% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Hal ini terutama masih didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok jasa perawatan jasmani, diikuti dengan jasa kesehatan dan obat-obatan, sementara perawatan jasmani dan kosmetika relatif stabil. Kenaikan harga minyak dunia yang diiringi dengan nilai tukar yang cenderung depresiatif masih mendorong kenaikan tarif listrik sehingga menambah tekanan harga pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan kesehatan. Selain itu, obat-obatan yang masih dipenuhi dengan impor juga terkendala depresiasi nilai tukar. Dengan demikian, potensi kenaikan tekanan inflasi pada kelompok kesehatan masih cukup tinggi pada triwulan II Memasuki bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok sandang relatif stabil. Kebiasaan masyarakat untuk bersolek di hari raya Idul Fitri PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 47

65 3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Stabilisasi tekanan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mampu menahan penurunan tekanan inflasi lebih jauh. Hal ini terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi pada subkelompok rekreasi yang mampu diimbangi dengan penurunan tekanan inflasi pada subkelompok perlengkapan dan peralatan pendidikan. Masih didorong oleh biaya operasional yang cenderung meningkat pasca kenaikan tarif listrik, tekanan inflasi subkelompok rekreasi cenderung meningkat dari -0,1% (yoy) menjadi 0,6% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada komoditas VCD/DVD player serta sepeda anak. Sementara itu, penurunan tekanan inflasi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan didorong oleh semakin rendahnya permintaan masyarakat akibat terlaluinya pelaksanaan tahun ajaran baru yang telah dilaksanakan pada triwulan III 2016 lalu. Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok Arah I II III IV I Andil (yoy) PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Pendidikan Kursus-Kursus / Pelatihan Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga Menjelang paruh kedua semester I 2017, tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masih relatif stabil di level 4,2% (yoy). Stabilisasi kelompok ini tidak terlepas dari masih rendahnya permintaan masyarakat seiring dengan belum masuknya tahun ajaran baru. Stabilisasi ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan II Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Naiknya tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan dari -1,8% (yoy) menjadi 1,9% (yoy) menahan penurunan tekanan inflasi umum lebih lanjut. Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok transpor, komunikasi dan pengiriman serta sarana dan penunjang transpor. Sementara itu, tekanan inflasi jasa keuangan relatif minimal. Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok transpor terutama didorong oleh peningkatan harga komoditas bensin, terutama untuk bensin non subsidi seiring dengan tren perbaikan harga minyak dunia yang masih cukup kuat yang turut ditunjang oleh nilai tukar yang cenderung apresiatif. Sementara itu, kenaikan tekanan inflasi subkelompok komunikasi dan pengiriman terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi pada komoditas tarif pulsa ponsel dan telepon seluler seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan paket data dan semakin meleknya masyarakat akan teknologi komunikasi. Adapun kenaikan subkelompok sarana dan penunjang transpor didorong oleh peningkatan biaya perpanjangan STNK yang dilakukan oleh pemerintah pada awal tahun 2017 lalu. Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok Arah I II III IV I Andil (yoy) TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor Komunikasi dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Pada bulan April 2017, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan kembali meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 3,3% (yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi transpor akibat penyesuaian harga bahan bakar non subsidi seiring dengan perbaikan harga komoditas minyak dunia ke depan. Kondisi ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan II 2017, yang semakin diperkuat dengan tingginya permintaan akan angkutan udara dalam menyemarakkan budaya mudik Idul Fitri. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 48

66 3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,9% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 3,6% (yoy). Tekanan inflasi ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu yang mencapai 4,5% (yoy). Hampir seluruh provinsi mencapai tekanan inflasi dibawah 5%, kecuali Provinsi Bengkulu dan Provinsi Bangka Belitung. Penurunan tekanan inflasi terjadi terutama pada kelompok volatile foods, sementara tekanan inflasi inti cenderung stabil dan tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera PROVINSI Tw IV-16 Tw I-17 ACEH 4,0 3,5 SUMUT 6,3 3,9 SUMBAR 4,9 3,8 RIAU 4,0 5,0 JAMBI 4,4 2,9 KEPRI 3,5 3,1 SUMSEL 3,6 3,7 BENGKULU 4,6 6,0 BABEL 6,8 6,4 LAMPUNG 2,8 3,7 3.6 Upaya Pengendalian Inflasi Meski tekanan inflasi pada triwulan I 2017 relatif rendah, namun koordinasi TPID se-sumatera Utara masih terus dieratkan untuk menjangkar capaian inflasi tahun 2017 kembali ke sasarannya, yaitu 4±1%. Adapun program pengendalian harga telah disusun secara sistematis dan berkesinambungan sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun sebelumnya. Beberapa program diantaranya meliputi: 1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi harga, menjamin ketersediaan pasokan dan memangkas jalur distribusi. Dengan keberadaan BUMD pangan, Pemerintah dapat secara aktif melakukan pemenuhan pasokan, pembelian dan penyaluran ke pedagang eceran yang langsung berhubungan ke konsumen sehingga beban yang harus dibayarkan oleh konsumen berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD pangan juga bisa melakukan sourcing ke provinsi lain untuk menambah pasokan di dalam provinsi serta membantu melakukan penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD pangan yang saat ini sedang dalam proses pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli Serdang. 2. Pembuatan pasar induk provinsi dan pembenahan PD Pasar Kota Medan. Saat ini Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam tahap perencanaan pembuatan pasar induk provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran yang bersinergi dengan BUMD pangan bentukan. Sementara pembenahan PD Pasar Kota Medan akan terus dilakukan. 3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja beras murah bagi para masyarakat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana untuk menambah cabang Toko Tani, serta melakukan perluasan wewenang dengan menambah komoditas lainnya.toko Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana pemasaran, yang menjembatani antara penjual dan konsumen akhir. 4. Perluasan area tanam dan peningkatan indeks tanam padi. Dinas Pertanian Sumatera Utara akan berkoordinasi untuk melakukan perluasan area tanam, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti cabai merah. Salah satunya, Deli Serdang, bekerja sama dengan Bank Indonesia, akan mendirikan klaster cabai merah dengan harapan dapat berfungsi sebagai buffer pasokan bagi Kota Medan. Selain itu, peningkatan indeks tanam melalui PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 49

67 modernisasi dan penggunaan bibit unggul, juga terus diupayakan Dinas Tanaman Pangan dan Holtikulturauntuk peningkatan produksi padi Sumatera Utara. 5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya serangan virus kuning pada paruh kedua tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas pentingnya peran para penyuluh dalam memberikan arahan bagi para petani sehingga kejadian serupa tidak terjadi kembali. 6. Perencanaan tanam dan kalender tanam yang terintegrasi dan akurat. Untuk menanggulangi kejadian overproduksi atau kurangnya volume panen, perencanaan tanam dan kalender tanam yang lebih akurat dan terintegrasi di level provinsi menjadi fokus utama TPID Provinsi Sumut. 7. Penjajakan kerjasama dengan distributor besar komoditas pangan. Melihat besarnya kemampuan para distributor pangan dalam menentukan harga, TPID Provinsi Sumut berencana melakukan pendekatan dan penyelarasan visi dengan distributor utama komoditas pangan, agar mereka menjadi bagian dalam pengendalian harga. 8. Melakukan penguatan basis data dalam menunjang pengambilan keputusan maupun perumusan program pengendalian inflasi daerah. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 50

68 Suplemen 3 Pola Inflasi Menyambut Ramadhan Menyambut Ramadhan hingga Idul Fitri, tekanan inflasi Sumatera Utara pada umumnya cukup tinggi dengan total inflasi diatas 1% (mtm) dalam kedua periode tersebut. Berdasarkan historisnya, inflasi Ramadhan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Lebaran. Rata-rata inflasi Ramadhan dalam 5 tahun terakhir mencapai 0,78% (mtm), sementara inflasi Lebaran memiliki rataan 0,60% (mtm). Secara mingguan, lonjakan inflasi lebaran mulai terasa 1 minggu menjelang Idul Fitri. Lonjakan inflasi mingguan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan kenaikan mencapai 0,32%. Kenaikan harga barang mulai mereda 1 minggu pasca Idul Fitri. Lebih tingginya inflasi Ramadhan diperkirakan didorong oleh tingginya cost push inflation, sementara itu demand pull inflation diperkirakan relatif menurun yang tercermin dari IKK yang pada umumnya menurun pada periode Ramadhan dan baru kembali meningkat pada periode lebaran. Tingginya capaian inflasi pada periode Ramadhan dan Lebaran juga disebabkan oleh meningkatnya ekspektasi inflasi pada tingkat konsumen. Hal tersebut tercermin dari indeks persepsi perubahan harga umum dalam 3 bulan ke depan pada level konsumen yang cenderung meningkat. Ramadhan Idul Fitri Grafik 3.7 Inflasi Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran t-1 Ramadhan Lebaran t+1 Grafik 3.8 IKK Sumut Periode Ramadhan dan Lebaran %, wbw t-1 Ramadhan Lebaran t+1 Grafik 3.9 Ekspektasi Inflasi Konsumen t = minggu pertengahan puasa Rata-Rata ( ) t-4 t-3 t-2 t-1 t t+1 t+2 t+3 t+4 Sumber: Departemen Regional I Grafik 3.10 Perkembangan Harga Mingguan Secara bulanan, komoditas yang pada umumnya menjadi penyumbang inflasi pada periode Ramadhan dan Lebaran dalam 3 tahun terakhir diantaranya adalah daging ayam ras, cabai merah dan angkutan udara. Kenaikan harga cabai merah pada umumnya mulai terjadi pada H-1 bulan sebelum Ramadhan, namun cenderung mereda memasuki bulan Ramadhan dan periode lebaran itu sendiri. Perilaku konsumen untuk meningkatkan stok sebelum lebaran mendorong tingginya permintaan akan cabai merah. Sementara itu, peningkatan harga daging ayam ras pada umumnya terjadi pada periode Ramadhan dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,09% (mtm). Tingginya kebutuhan akan daging-dagingan juga turut mendorong tingginya permintaan akan bumbubumbuan seperti bawang merah dan cabai merah. PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 51

69 Semarak perayaan mudik seiring dengan perayaan Lebaran mendorong tingginya permintaan akan angkutan udara. Komoditas angkutan udara pada umumnya memberikan andil inflasi yang tinggi pada periode lebaran. Komoditas ini secara konsisten menyumbang inflasi lebaran dalam 3 tahun terakhir dengan rata-rata sumbangan mencapai 0,08% (mtm). Sementara itu, sumbangan harga komoditas pangan cenderung mereda dibandingkan dengan periode Ramadhan. Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi Ramadhan dan Lebaran di Sumut Periode Komoditas Andil Komoditas Andil Komoditas Andil Cabai Merah 0.19 Cabai Merah 0.72 Daging Ayam Ras 0.12 Tomat Buah 0.16 Daging Ayam Ras 0.10 Gula Pasir 0.07 t-1 Bawang Merah 0.14 Kontrak Rumah 0.04 Cabai Merah 0.05 Rokok Putih 0.09 Cabe Hijau 0.03 Daging Sapi 0.03 Wortel 0.08 Gula Pasir 0.03 Emas Perhiasan 0.03 Daging Ayam Ras 0.14 Cabai Merah 0.30 Gula Pasir 0.10 Bawang Merah 0.11 Bawang Merah 0.06 Daging Ayam Ras 0.09 Ramadhan Wortel 0.07 Pasta Gigi 0.05 Wortel 0.07 Bayam 0.06 Tomat Buah 0.05 Dencis 0.07 Sepeda Motor 0.04 Daging Ayam Ras 0.05 Kentang 0.05 Dencis 0.11 Cabai Merah 0.14 Angkutan Udara 0.12 Angkutan Udara 0.05 Dencis 0.07 Kontrak Rumah 0.08 Lebaran Mobil 0.05 Angkutan Udara 0.06 Gula Pasir 0.07 Bayam 0.05 SD 0.04 Daging Ayam Ras 0.06 Kontrak Rumah 0.04 Tongkol/Ambu-am 0.04 Kentang 0.04 Tarip Listrik 0.13 Angkutan Udara 0.31 Cabai Merah 0.24 SMP 0.11 Daging Ayam Ras 0.15 SMP 0.10 t+1 Angkutan Udara 0.11 Beras 0.09 Dencis 0.07 Kacang Panjang 0.05 SMA 0.05 Tarip Listrik 0.06 Kontrak Rumah 0.05 SD 0.04 SMA 0.04 PERKEMBAGAN INFLASI DAERAH 52

70 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Di tengah perlambatan kinerja perekonomian pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang masih cukup baik dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif. Pertumbuhan DPK dan kredit pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan indikator tersebut diikuti oleh Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah. Terjaganya stabilitas keuangan juga didukung oleh ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga yang masih kuat. Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 didorong oleh membaiknya kinerja korporasi yang bergerak di industri karet. Di sektor rumah tangga, kondisi ketahanannya masih baik yang didukung oleh daya beli yang masih kuat seiring dengan peningkatan penghasilan karena kenaikan gaji dan penerimaan hasil ekspor yang relatif meningkat. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 53

71 Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara Indikator Perbankan I II III IV I II III IV I Aset (Rp T) 233,1 239,9 254,3 245,2 242,4 256,9 262,6 266,2 279,3 Pertumbuhan Aset (yoy) 8,4% 8,2% 11,3% 5,7% 4,0% 7,1% 3,3% 8,6% 15,2% DPK (Rp T) 177,7 182,6 190,1 184,5 186,0 194,6 197,3 201,1 207,5 Pertumbuhan DPK (yoy) 12,8% 9,6% 9,3% 3,2% 4,7% 6,5% 3,8% 9,0% 11,5% Kredit (Lokasi Proyek, Rp T) 163,6 168,4 172,3 173,6 169,1 177,4 182,4 184,9 190,0 Pertumbuhan Kredit (LP, yoy) 10,4% 8,7% 9,7% 6,6% 3,3% 5,4% 5,8% 6,5% 12,4% Non Performing Loan (gross) 2,8% 3,1% 3,3% 2,9% 3,2% 3,2% 3,1% 2,5% 2,7% Loan to Deposit Ratio 93,6% 93,8% 94,2% 96,6% 92,4% 92,4% 93,0% 93,3% 92,5% Sumber : Bank Indonesia Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan I 2017, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga dengan baik. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,5% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,7%). Ketahanan sektor rumah tangga (RT) masih cukup kuat yang didukung oleh daya beli yang terjaga. Kondisi tersebut sejalan dengan menurunnya harga-harga yang bahkan tercatat deflasi selama 3 bulan berturut-turut (Februari s.d April), sementara pendapatan RT diperkirakan membaik sejalan dengan perbaikan harga komoditas. Peningkatan penghasilan ini mendorong peningkatan konsumsi RT di Sumatera Utara di triwulan I 2017, tercatat konsumsi tumbuh 5,6% relatif dibandingkan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) gross kredit sektor RT juga tercatat masih rendah dan berada dalam batas aman. Stabilitas keuangan juga didukung oleh ketahanan sektor korporasi seiring dengan membaiknya penjualan dan rentabilitas sektor korporasi. Perbaikan ini mendorong meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor korporasi dengan risiko kredit yang terjaga pula. Kinerja sektor UMKM secara keseluruhan mengalami peningkatan signifikan pada triwulan I Kredit kepada sektor UMKM tumbuh signifikan menjadi 18,2% (yoy) dari sebelumnya sebesar 2,5% (yoy). Kondisi tersebut mendorong porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan meningkat menjadi 30,0% dari sebelumnya sebesar 27,1%, jauh di atas persyaratan minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (15%). Namun tekanan finansial di sektor UMKM patut dicermati dengan NPL yang mencapai 5,3%, sedikit di atas target indikatif 5%. Mengingat peran UMKM yang cukup penting dalam perekonomian, Bank Indonesia terus melakukan berbagai program kerja untuk pengembangan UMKM. Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus melakukan sinergi dan kolaborasi untuk mendukung tercapainya ketahanan dan kemandirian pangan dengan melakukan pengembangan klaster. Perkembangan perbankan Sumatera Utara Kondisi Umum Pada triwulan I 2017 kinerja perbankan terjaga baik. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang tumbuh melambat, kinerja perbankan pada triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan pertumbuhan baik dari sisi Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit Secara keseluruhan fungsi intermediasi perbankan sampai dengan triwulan I 2017 relatif baik dengan risiko kredit yang terjaga. Hal ini terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang cukup baik (sedikit menurun dari 93,3% ke 92,5%). Selain itu, rasio kredit bermasalah STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 54

72 berada di bawah batas target indikatif NPL, sedikit meningkat dari 2,5% menjadi 2,7% (Tabel 4.1). Namun demikian, terdapat beberapa sektor yang NPL-nya patut dicermati, yaitu sektor informasi dan komunikasi, sektor konstruksi, sektor perkebunan karet dan sektor akomodasi dan makan minum. Sementara dari sisi penggunaan, NPL kredit konsumsi, modal kerja maupun investasi masih dalam batas aman. Pertumbuhan aset, kredit dan DPK menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, jauh di atas realisasi triwulan lalu maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, aset dan DPK masing-masing tercatat tumbuh sebesar 15,2% (yoy) dan 11,5% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,6% (yoy) dan 9,0% (yoy) maupun triwulan I 2016 yang hanya mencapai 4,0% (yoy) dan 4,7% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan aset dan DPK, kredit juga tumbuh sebesar 12,4% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,5% (yoy). Pertumbuhan DPK dan kredit yang double digit ini pertama kali sejak triwulan II Sementara itu, risiko kredit di triwulan I 2017 sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 2,5% menjadi 2,7%. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh kondisi perekonomian yang masih dalam proses pemulihan yang terkait dengan perbaikan harga komoditas utama karet yang belum konsisten. Aset Perbankan Pada triwulan I 2017 aset perbankan di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp279,3 triliun, atau tumbuh 15,2% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,6% (yoy) maupun nasional yang mencapai 10,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan di Sumatera Utara merupakan dampak dari meningkatnya pertumbuhan DPK dan kredit, sejalan dengan masih stabilnya kinerja konsumsi domestik di tengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara secara umum. Bila dilihat dari kelompok banknya, bank swasta nasional masih memiliki aset terbesar di antara bank lainnya, dengan pangsa sebesar 42,0%, diikuti bank persero 38,4% dan bank asing dan campuran sebesar 7,9%. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Penghimpunan DPK meningkat signifikan di triwulan I 2017 mencapai double digit untuk pertama kalinya sejak triwulan II 2015 (Tabel 4.1). Penghimpunan DPK pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp207,5 triliun atau tumbuh sebesar 11,5% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,0% (yoy) maupun triwulan sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,7% (yoy). Pertumbuhan DPK Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan DPK nasional (tumbuh 10,0%, yoy), dengan pangsa terhadap DPK perbankan nasional mencapai 4,2%. Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan I 2017 Berdasarkan kelompok bank, sebesar 49,4% proporsi Dana Pihak Ketiga (DPK) di Sumatera Utara berasal dari kelompok Bank Swasta Campuran, kemudian disusul oleh Bank Persero (BUMN) sebesar 34,1%. Perbaikan pertumbuhan DPK terjadi pada bank persero (dari 12,2% menjadi 17,9%) dan bank swasta nasional (dari 9,3% menjadi 11,0%), sementara Bank Asing Campuran terkontraksi lebih dalam (-8,8% dari sebelumnya -5,1%). Meningkatnya DPK di bank persero sejalan dengan masih belum terealisasikannya belanja modal pemerintah sebagaimana polanya. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 55

73 Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara Berdasarkan komponennya, deposito mendominasi DPK sebesar 44,6%, diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing sebesar 37,2% dan 18,2% (Grafik 4.1). Komposisi DPK di Sumatera Utara relatif tidak berubah selama kurun waktu enam tahun terakhir. Dengan tingginya komposisi deposito tersebut, biaya dana menjadi mahal, namun relatif bersifat jangka panjang. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan DPK didukung oleh pertumbuhan deposito (dari 6,8% menjadi 8,4%), giro (dari 13,6% menjadi 22,9%) dan tabungan (dari 9,7% menjadi 10,4%). Meningkatnya pertumbuhan DPK tersebut sejalan dengan membaiknya harga komoditas di tengah efisiensi operasional sektor korporasi (Grafik 4.2). Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor swasta pada perbankan Sumatera Utara menunjukkan angka 91,0%, sementara sektor Pemerintah menunjukkan proporsi 9,0%. Pertumbuhan DPK didukung terutama oleh pertumbuhan DPK sektor swasta yang menunjukkan angka sebesar 12,0% (yoy) pada periode berjalan tumbuh meningkat dari 9,6% (yoy) pada triwulan IV DPK sektor pemerintah juga menunjukkan perbaikan yaitu dari 1% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 2,7% (yoy) pada triwulan berjalan. Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan membaiknya harga komoditas karet meski masih terbatas. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah masih berupa belanja rutin sesuai polanya karena belum terlaksananya proses pengadaan untuk belanja modal. Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial Pada triwulan I 2017, DPK perbankan di Sumatera Utara sebagian besar masih berasal dari Kota Medan dengan proporsi 73,1% dengan pertumbuhan sebesar 12,1% (yoy), Kabupaten Asahan dengan proporsi 5% dengan pertumbuhan sebesar 7,0% (yoy) dan Kota Pematangsiantar sebesar 4,8% dengan pertumbuhan sebesar 13,2% (yoy). Tingginya aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk mempengaruhi penghimpunan dana yang jauh lebih besar dari kota/kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Kondisi ini juga mencerminkan masih belum meratanya akses terhadap perbankan terkait keterbatasan jaringan perbankan. Hal ini perlu dicermati agar seluruh masyarakat di Sumatera Utara dapat menikmati akses keuangan, diantaranya melalui branchless banking dan layanan keuangan digital (Grafik 4.3 dan 4.4). Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sumatera Utara berdasarkan lokasi proyek pada triwulan I 2017 mencapai Rp190,0 triliun, tumbuh meningkat dari 6,5% (yoy) menjadi 12,4% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan kredit di STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 56

74 Sumatera Utara pada triwulan laporan juga lebih tinggi dari nasional yang mencapai 9,3% (yoy) dan merupakan yang tertinggi sejak triwulan II Penyaluran kredit di Sumatera Utara mencapai 4,3% dari total kredit perbankan nasional. Berdasarkan tujuan penggunaan, kredit terbesar digunakan untuk modal kerja dengan proporsi 48,9%, diikuti oleh kredit investasi 26,8% dan kredit konsumsi 24,3%. Proporsi ini relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi seluruhnya tumbuh meningkat dari masing-masing 6,0%, 7,8%, dan 6,5% (yoy) menjadi 11,2%, 19,5% dan 7,6% (yoy) (Grafik 4.6). Peningkatan ini sejalan dengan masih kuatnya kinerja konsumsi domestik dan aktivitas perdagangan. Meningkatnya kinerja kredit diharapkan mampu mendorong perekonomian Sumatera Utara untuk tumbuh lebih baik. Namun demikian, pelaku usaha sebagian besar masih cenderung menggunakan dana sendiri yang berasal dari laba ditahan untuk pembiayaan investasinya (hasil liaison) ditengah masih terbatasnya pemulihan ekonomi global. pangsa 23,6% yang juga tumbuh meningkat sebesar 9,4% (yoy) dari 2,6% (yoy) pada periode sebelumnya. Kredit sektor pertanian dengan pangsa 18,5% mencatat pertumbuhan stabil sebesar 19,0% (Grafik 4.6). Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang membaik, sementara untuk sektor pertanian dan sektor perdagangan pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan. Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Membaiknya pertumbuhan kredit di Sumatera Utara tersebut diperkirakan ditopang oleh ekspektasi membaiknya harga komoditas meski di tahun 2017 kenaikannya tidak setinggi tahun sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan kredit didukung oleh tren penurunan suku bunga sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter. 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% Pertumbuhan Kredit, yoy NPL (RHS) 3.5% 3.0% 2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan 0.0% 0.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 4.7 Perkembangan Kualitas Kredit Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, pertumbuhan kredit ke sektor utama ekonomi Sumatera Utara menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan kredit pada triwulan I 2017 ditopang oleh pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan dengan pangsa 22,0% yang tumbuh meningkat sebesar 17,8% (yoy) dari sebelumnya 2,4% (yoy) dan sektor perdagangan besar dan eceran dengan Membaiknya penyaluran kredit disertai dengan meningkatnya risiko kredit perbankan Sumatera Utara pada triwulan I 2017, meski masih di bawah batas target indikatif (5%). Hal ini tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,5% (Grafik 4.7). Meningkatnya risiko kredit terjadi pada seluruh jenis kredit baik kredit konsumsi, kredit investasi, maupun kredit modal kerja yang ketiganya masih STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57

75 di bawah 5%. Secara sektoral, risiko kredit ketiga sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan besar dan ecerah) masih di bawah batas indikatif. Adapun risiko kredit yang perlu mendapat perhatian adalah kredit kepada sektor informasi dan komunikasi, akomodasi makan minum, dan perkebunan karet. (yoy). Sejalan dengan pertumbuhannya yang menurun, pangsa DPK syariah terhadap total DPK mengalami penurunan dari 5,1% menjadi 4,7%. Grafik 4.10 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.8 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial Grafik 4.11 Perkembangan Pembiayaan Syariah Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit spasial Sejalan dengan penghimpunan DPK, penyaluran kredit terbesar di Sumatera Utara juga terdapat di kota Medan dengan proporsi sebesar 55,8%, disusul oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar 15,4% dan Kabupaten Asahan sebesar 3,2%. Kredit di ketiga daerah tersebut tumbuh meningkat masing-masing sebesar 11,8%, 24,3% dan 6,1% (yoy). Sebagaimana halnya DPK, sebaran kredit di Sumatera Utara juga masih belum merata sehingga turut berdampak pada tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di berbagai daerah (Grafik 4.8 dan 4.9). Perbankan Syariah Pertumbuhan DPK Syariah pada triwulan I-2017 sebesar 20,5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan IV-2016 yang tumbuh sebesar 22,6% Pada triwulan I-2017 pembiayaan syariah berdasarkan lokasi bank di Sumatera Utara mencapai Rp9,1 triliun atau tumbuh sebesar 9,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan sebelumnya (9,3%, yoy). Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan maraknya kegiatan usaha syariah. Peningkatan kredit tersebut diikuti oleh kualitas kredit yang membaik meski masih di atas level indikatif 5% (Grafik 4.10). Intermediasi Perbankan Intermediasi perbankan pada triwulan I 2017 masih tetap terjaga meskipun melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio) yang tercatat menurun sebesar 0,8% atau dari 93,3% menjadi sebesar 92,5% (Tabel 4.1). Penurunan LDR sejalan dengan pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibanding pertumbuhan DPK, tertinggi sejak triwulan II STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58

76 Sementara itu, dari sisi perbankan syariah Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan berjalan mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi Triwulan IV-2016 yaitu dari 90,4% menjadi 92,1%. Peningkatan FDR tersebut disebabkan oleh pembiayaan tumbuh lebih melambat dibandingkan dengan DPK dan diikuti oleh meningkatnya risiko pembiayaan (Non Performing Financing atau NPF) seiring dengan pemulihan ekonomi yang belum kuat. Namun masih tingginya FDR menunjukkan masih tingginya minat masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan syariah Ketahanan Sektor Korporasi Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi Faktor-faktor yang dapat memberikan tekanan terhadap kinerja sektor korporasi di Sumatera Utara diantaranya tingkat permintaan domestik maupun mitra dagang. Korporasi atau industri pengolahan yang ada di Sumatera Utara didominasi oleh industri makanan dan minuman akibat melimpahnya sumber daya kelapa sawit sebagai bahan baku. Adapun kinerja permintaan luar negeri untuk komoditas CPO masih relatif baik seiring dengan baiknya permintaan di Tiongkok dan Amerika Serikat, sementara permintaan dari India relatif menurun. Permintaan domestik diperkirakan masih belum optimal. Sementara itu, seiring dengan telah lewatnya puncak permintaan domestik di akhir tahun, mendorong rendahnya kinerja ekspor antar daerah (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian Ekspor). Tingkat konsumsi domestik juga masih menunjang baiknya kinerja korporasi pada triwulan I Konsumsi swasta masih cukup baik ditengah mulai menurunnya harga komoditas perkebunan internasional, yang terkait erat dengan mata pencaharian sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Utara. Stabilnya konsumsi swasta terjadi seiring dengan masih cukup baiknya perayaan event tahun baru dan Imlek, rendahnya tekanan inflasi yang menopang daya beli, serta kenaikan upah terkait dengan penyesuaian UMP tahun 2017 (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian Konsumsi Rumah Tangga). Kinerja Korporasi Di tengah pemulihan ekonomi yang masih lambat, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia Usaha yang cenderung stabil pada triwulan I Stabilnya kinerja korporasi pada triwulan I 2017 diperkirakan didorong oleh membaiknya kinerja korporasi yang bergerak pada komoditas karet, sementara perbaikan kinerja korporasi yang bergerak di komoditas CPO membaik secara terbatas. Pasokan bahan baku karet cenderung meningkat seiring dengan mulai kembali digarapnya tanaman karet oleh petani akibat perbaikan harga karet yang terus berlanjut. Tingkat permintaan karet juga cenderung meningkat seiring dengan adanya supply shock di pasar internasional. Sementara itu, kinerja produksi CPO cenderung tertahan seiring dengan kondisi cuaca yang kurang kondusif (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran bagian Pertanian). Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/sub sektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban menurun dan mengabaikan jawaban sama STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59

77 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% Grafik 4.12 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Realisasi kinerja sektor korporasi ini lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pelaku usaha yang tercermin dari indeks perkiraan kegiatan dunia usaha yang justru meningkat. Hal ini diduga disebabkan oleh kinerja faktor input yang tidak sebaik perkiraan semula sehingga belum cukup optimal dalam mendorong baiknya kinerja korporasi yang turut dibayangi dengan mulai menurunnya harga komoditas internasional terutama CPO I II III IV I II III IV I II III IV I II ROA Perkembangan Kegiatan Usaha ROE Grafik 4.13 ROA ROE Sumatera Utara Meski tren perekonomian Sumatera Utara dalam 3 triwulan terakhir terus menunjukkan perlambatan, namun kinerja korporasi masih cukup solid 21. Risiko rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, interest service coverage ratio yang meningkat, sementara tingkat turn over aset dan persediaan relatif stabil. Risiko rentabilitas masih dapat diatasi dengan baik oleh korporasi yang tercermin dari beberapa indikator yang justru menunjukkan perbaikan. Kondisi ini mengindikasikan baiknya korporasi di Sumatera Utara dalam ata terakhir per triwulan IV Perkiraan Kegiatan Usaha I II III IV I II III IV I II III IV menggunakan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Hal tersebut tercermin dari terus membaiknya indikator Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) sejak akhir Tingginya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba perusahaan terutama didorong oleh perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi sepanjang tahun 2016 lalu. Hal tersebut tercermin dari tingginya perbaikan ROA dan ROE untuk sektor industri pengolahan, pertanian dan perdagangan pada triwulan IV Ketiga sektor ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan dinamika perdagangan komoditas perkebunan, sehingga perbaikan harga komoditas tersebut mampu memberikan dampak yang signifikan dalam perbaikan kinerja keuangan korporasi. Baiknya permintaan akibat shock produksi di beberapa negara produsen utama CPO juga mendorong rendahnya risiko rentabilitas korporasi pada triwulan IV Baiknya harga komoditas perkebunan pada triwulan IV 2016 juga turut mendorong membaiknya profit margin korporasi di Sumatera Utara. Profit margin korporasi di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif meningkat dari 5,5% pada triwulan III 2016 menjadi 8,8%. Peningkatan profit margin terjadi seiring dengan peningkatan harga jual produk yang memuncak pada triwulan IV % 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% Harga Jual Perkiraan Harga Jual I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 4.14 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual Meningkatnya performa keuangan perusahaan diduga didorong oleh langkah efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan seiring dengan menurunnya Debt to Equity Ratio (DER). STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 60

78 Penurunan DER ditengah membaiknya capaian ROA maupun ROE mengindikasikan preferensi korporasi untuk menggunakan modal maupun aset internalnya dalam operasional perusahaan dibandingkan dengan meningkatkan hutang untuk modal kerjanya. Aset dan modal yang dimiliki dinilai cukup memadai untuk membiayai aktivitas produksi saat ini. Hal tersebut diduga akibat utilitas produksi saat ini masih belum optimal yang tercermin dari kapasitas produksi yang justru cenderung menurun berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari penyaluran kredit investasi yang cenderung melambat pada triwulan IV 2016, sementara kredit modal kerja cenderung membaik. Meski DER korporasi di Sumatera Utara cenderung menurun, namun kemampuan korporasi dalam membayar utang jangka pendek masih perlu diperhatikan. Pasalnya, secara agregat nilai DER korporasi di Sumatera Utara masih berada di atas 1 yang terutama didorong oleh sektor properti. Kebijakan kepatuhan pajak sejak 2016 lalu berdampak pada lesunya permintaan akan properti. Pasar hunian premium cenderung menurun sementara permintaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih relatif tinggi. Oleh karena itu, kinerja korporasi pada sektor properti masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Namun demikian, kemampuan membayar total utang baik jangka pendek maupun jangka panjang justru cenderung membaik. Semakin efisiennya korporasi dalam mengelola modal yang dimiliki yang disertai dengan peningkatan profit margin perusahaan juga turut mendorong membaiknya kapasitas korporasi dalam memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas korporasi masih dapat terkelola dengan baik yang tercermin dari current ratio yang relatif meningkat dari 1,2 menjadi 1,5. Membaiknya kinerja perusahaan diperkirakan lebih banyak didorong oleh faktor harga, sementara perbaikan permintaan masih terbatas. Kondisi ini tercermin dari tingginya return yang dihasilkan oleh perusahaan sementara tingkat pengembalian aset maupun persediaan relatif stagnan. Dengan demikian, produktivitas korporasi cenderung stagnan. Peningkatan penjualan yang ada masih bisa direspon oleh kapasitas produksi perusahaan seiring dengan belum optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan. Meningkatnya harga jual juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang cenderung meningkat pada triwulan IV Seiring dengan meningkatnya kinerja keuangan korporasi, kemampuan membayar utang yang tercermin dari Debt to Service Ratio (DSR) cenderung membaik. DSR korporasi di Sumatera Utara cenderung menurun dari 83,7% menjadi 65,0%. Membaiknya kemampuan membayar utang juga didorong oleh menurunnya kewajiban pembayaran bunga korporasi sementara utang jangka pendek cenderung meningkat. Hal ini turut mengindikasikan optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian ke depan relatif belum terbangun secara kuat. Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Stabilitas kinerja korporasi mendukung peningkatan akses kredit korporasi. Hal tersebut tercermin dari SBT akses kredit yang meningkat tajam pada triwulan I Kualitas kredit yang terus terjaga ditengah masih baiknya harga komoditas perkebunan mendorong baiknya akses kredit kepada korporasi. Baiknya akses kredit kepada pelaku usaha juga tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang cenderung meningkat signifikan dari 6,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 14,0% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit korporasi juga masih diiringi dengan kualitas kredit yang masih cukup baik, yang tercermin dari nilai NPL yang jauh lebih rendah dari level indikatifnya, yaitu STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 61

79 baru mencapai 2,8% atau meningkat dari periode sebelumnya sebesar 2,5%. 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% Rp Miliar 160, , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000-93,407 I II III IV I II III IV I II III IV I 100, , ,911 Grafik 4.15 Akses Kredit 110, , , ,886 Nominal 122,669 Grafik 4.16 Penyaluran Kredit Korporasi Penyaluran kredit korporasi pada umumnya masih didominasi oleh penyaluran kredit modal kerja dengan pangsa 67% dari total kredit yang diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa sebesar 33% dari total kredit. Penyaluran kredit korporasi terutama didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit investasi yang meningkat signifikan dari 7,8% (yoy) menjadi 19,5% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit investasi mengindikasikan kembali optimisnya pelaku usaha terhadap perbaikan perekonomian ke depan. Hal tersebut turut ditunjang oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan optimisme pelaku usaha akan kegiatan usaha ke depan. Grafik 4.17 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan 126, , ,803 Growth (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 126, , , Rp Triliun Modal Kerja Investasi 160 G. Modal Kerja G. Investasi I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I , , yoy 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% Begitu juga dengan kredit modal kerja yang turut meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 11,2% (yoy). Peningkatan kredit modal kerja ini terjadi seiring dengan persiapan menghadapi lonjakan permintaan masyarakat yang pada umumnya tinggi pada periode Ramadhan hingga Lebaran. Hal tersebut turut diperkuat dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang meningkat pada bulan April Rp Triliun Konstruksi Pertanian Industri Pengolahan PBE G. Pertanian G. Industri Pengolahan G. Konstruksi G. PBE I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I Grafik 4.18 Kredit Korporasi Berdasarkan Sektor Utama Berdasarkan kategori lapangan usahanya, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh penyaluran pada kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) (33% dari total kredit), kategori Industri Pengolahan (29% dari total kredit) serta kategori Pertanian (24% dari total kredit). Dengan demikian, dinamika penyaluran kredit korporasi berkaitan erat dengan kinerja sektor tersebut. PBE 31% Lainnya 16% Pertanian 24% Industri Pengolahan 29% Grafik 4.19 Proporsi Kredit Sektor Korporasi 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% -10% Seiring dengan masih baiknya harga komoditas perkebunan dan permintaan luar negeri, kinerja kredit industri pengolahan naik tajam dari 2,4% (yoy) menjadi 17,8% (yoy). Sistem kontrak yang dilakukan pada industri pengolahan juga mendorong kepastian pendapatan sehingga masih menunjang baiknya tingkat kepercayaan 0% STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 62

80 perbankan untuk kembali menyalurkan kredit pada sektor ini. Selain itu, kualitas kredit yang disalurkan juga semakin baik seiring dengan masih tingginya kemampuan bayar industri pengolahan yang dipengaruhi oleh tingginya penjualan, terutama yang bersumber dari luar negeri. Non Performing Loan (NPL) industri pengolahan tercatat membaik, yaitu dari 1,6% menjadi 1,4%, jauh lebih rendah dari level indikatifnya (5%). Persepsi akan membaiknya perekonomian ke depan juga tercermin dari penyaluran kredit pada sektor PBE yang turut membaik dari 2,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Masih baiknya aktivitas ekspor luar negeri diduga mendorong masih baiknya penyaluran kredit pada sektor ini. Lonjakan aktivitas konsumsi yang biasanya terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri juga mendorong positifnya persepsi kinerja sektor perdagangan kedepan. Sementara itu, iklim produksi pertanian yang belum sepenuhnya pulih mendorong relatif stabilnya penyaluran kredit pada sektor pertanian yang berada di kisaran 19% (yoy). Produktivitas tanaman pangan dan hortikultura yang turun tajam pada triwulan I 2017 mendorong turunnya daya bayar masyarakat pertanian yang tercermin dari nilai NTP yang cenderung menurun. NPL pada sektor ini juga cenderung meningkat dari 1,5% menjadi 1,7%. Meningkatnya risiko pada kategori ini juga cenderung menahan perbankan dalam menyalurkan kredit pada kategori ini. tinggal di perkotaan dan sisanya 50,8% tinggal di perdesaan. Pengeluaran penduduk masih didominasi oleh kelompok barang makanan dengan kecenderungan menurun. Pada tahun 2015, persentase pengeluaran per kapita untuk kelompok barang makanan tercatat sebesar 53,5% dan untuk kelompok barang bukan makanan sebesar 46,5%. Komponen pengeluaran kelompok barang bukan makanan didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar 23,35% dan aneka barang dan jasa sebesar 13,1%. Sumber: BPS, diolah Grafik 4.20 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang Profil Sektor Rumah Tangga Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan jumlah penduduk Sumatera Utara pada 2015 sebanyak 13,9 juta jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 6,95 juta jiwa (49,9%) dan perempuan sebesar 6,98 juta jiwa (50,1%). Pada tahun 2014 sebanyak 49,2% penduduk Grafik 4.21 Perkembangan Kontribusi Konsumsi RT dan LNPRT terhadap PDRB Sumatera Utara Konsumsi swasta, terdiri atas konsumsi Rumah Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT), merupakan komponen utama penopang perekonomian Sumatera Utara dengan kontribusi mencapai Rp89,3 triliun atau sebesar 54,3% dari PDRB Sumatera Utara pada triwulan I Kontribusi konsumsi swasta cenderung menurun dibanding triwulan IV 2016 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 63

81 sebesar 54,0%. Konsumsi RT mendominasi konsumsi swasta dengan komposisi mencapai 98,3% atau senilai Rp87,8 triliun. Sementara pangsa LNPRT dalam struktur PDRB Sumatera Utara pada triwulan I 2017 sebesar 1,7% dengan nominal Rp1,48 triliun (grafik 4.22). meningkatnya aktivitas ekonomi selama bulan puasa dan Lebaran sebagaimana polanya. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Pada triwulan I 2017, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,6% (yoy), dengan pangsa terhadap perekonomian sebesar 53,4% (Grafik 4.19). Kondisi ini sejalan dengan optimisme masyarakat yang tetap terjaga. Indeks Ekspektasi Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan I 2017 sedikit dibawah level optimis 100, yaitu mencapai 99,3 atau menurun dari sebelumnya sebesar 105,1. Hal ini diperkirakan terkait dengan menurunnya tekanan inflasi dan adanya perbaikan penghasilan masyarakat seiring dengan peningkatan harga komoditas. Dengan harga yang menurun, konsumsi masyarakat terjaga dengan daya beli yang masih kuat seiring harga komoditas utama yang masih relatif tinggi. Sumber: BPS, diolah Grafik 4.22 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga Ke depan, sektor RT masih optimis yang tercermin pada meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 111,4 ke level 112,0 (Grafik 4.23). Optimisme masyarakat ini terlihat pada ketiga aspek yang disurvei, yaitu ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini diperkirakan seiring dengan ekspektasi akan adanya pendapatan tambahan antara lain THR dan gaji ke 13 serta Grafik 4.23 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Kinerja Keuangan Rumah Tangga Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang masih kuat pada triwulan I 2017, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan alokasi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi yang masih dominan meski menurun dari 70,5% pada triwulan IV 2016 menjadi 64,7%. Indikasi masih kuatnya konsumsi juga tercermin pada alokasi pengeluaran untuk tabungan yang menurun dari 21,9% menjadi 20,6%. Selain itu, penghimpunan dana perbankan di sektor RT pada periode laporan mengalami penurunan (-0,9%, qtq). Alokasi untuk pembayaran pinjaman meningkat yang diindikasikan pada peningkatan pertumbuhan kredit RT dari 6,5% (yoy) menjadi 7,6% (yoy). Hasil survei juga menggambarkan perilaku RT dalam berutang, dimana RT dengan pendapatan yang semakin besar cenderung memiliki komposisi pinjaman yang lebih besar dengan alokasi pengeluaran untuk konsumsi yang lebih rendah. Sebaliknya, RT dengan pendapatan rendah memiliki porsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi dan lebih sedikit untuk pinjaman. Pada triwulan I 2017, peningkatan alokasi pengeluaran untuk angsuran pinjaman terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran. Meningkatnya alokasi pengeluaran untuk angsuran pinjaman diikuti dengan penurunan alokasi pengeluaran untuk tabungan pada RT kelompok pengeluaran di atas Rp3 juta rupiah per bulannya (Grafik 4.25 dan Tabel 4.2). STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 64

82 Jika dilihat dari perilaku berhutang, terdapat peningkatan risiko kredit, tercermin melalui peningkatan jumlah RT dengan Debt Service Ratio (DSR) 22 diatas 30% yang sebesar 8,57%. Peningkatan risiko kredit terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran kecuali kelompok pengeluaran Rp4-5 juta, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran Rp3-4 juta. Perlu diperhatikan adanya peningkatan perilaku berhutang pada seluruh kelompok pengeluaran yang tercermin dari menurunnya persentase RT yang tidak melakukan pinjaman (TMP) dari 61,59% pada triwulan sebelumnya menjadi 39,89% (Tabel 4.3). Peningkatan risiko kredit ini tercermin pada kenaikan NPL perbankan sektor RT menjadi sebesar 2,5% (dari sebelumnya 2,4%) meskipun masih di bawah batas level indikatif (5%). Pada triwulan I 2017 kemampuan masyarakat untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa menabung (TBM 23 ) menjadi sebesar 11,01% dan peningkatan komposisi tabungan 0-10% dan 20-30% (Tabel 4.4). Penurunan perilaku menabung terutama terjadi pada kelompok pengeluaran Rp3-4 juta dan di atas Rp5 juta. Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan alokasi pengeluaran untuk pinjaman yang meningkat signifikan pada kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, perbaikan perilaku menabung terutama terjadi pada RT kelompok pengeluaran Rp2-3 juta. Hal ini tercermin dari penurunan komposisi TBM, kenaikan komposisi tabungan 0-10%, 20-30% dan di atas 30%. Perbaikan tersebut diperkirakan sejalan dengan penurunan alokasi pengeluaran untuk konsumsi akibat menurunnya tekanan Umumnya bank menetapkan DSR bagi rumah tangga maksimal sebesar 30% bagi calon debitur Merupakan persentase orang yang tabungannya 0%, merupakan bagian dari data survei konsumen Bank Indonesia inflasi di tengah perbaikan harga komoditas karet yang dirasakan RT pada kelompok pengeluaran tersebut. Grafik 4.24 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan PENGELUARAN / BULAN TW IV 2016 RP 1-2 JUTA RP 2-3 JUTA RP 3-4 JUTA RP 4-5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA KONSUMSI (%) 83,60 76,27 67,90 55,46 52,78 70,5 CICILAN PINJAMAN (%) 4,33 7,62 9,13 8,08 8,64 7,6 TABUNGAN (%) 12,07 16,10 22,92 36,46 38,58 21,9 PENGELUARAN / BULAN TW I 2017 RP 1-2 JUTA RP 2-3 JUTA RP 3-4 JUTA RP 4-5 JUTA > RP 5 JUTA RATA-RATA KONSUMSI (%) 71,88 68,85 64,32 60,90 51,76 64,7 CICILAN PINJAMAN (%) 9,72 13,69 15,04 15,72 17,31 14,3 TABUNGAN (%) 18,40 17,46 20,65 23,38 30,93 21,0 Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan PENGELUARAN/BULAN TOTAL TW IV 2016 TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30% PENGELUARAN/BULAN TOTA >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 12,28% 1,38% 1,38% 0,53% 0,32% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,2 >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 21,80% 5,93% 5,93% 2,96% 0,74% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,9 >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 13,23% 3,28% 4,66% 2,65% 0,63% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,1 >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 8,99% 0,74% 2,22% 1,27% 0,53% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,7 >Rp5 juta 8,57% 5,29% 0,63% 1,06% 1,59% 0,00% >Rp5 juta 12,9 Total 100,00% 61,59% 11,96% 15,24% 8,99% 2,22% Total 100,0 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 65

83 2016 PENGELUARAN/BULAN TOTAL TW I % >20-30% >30% TMP 0-10% >10-20% >20-30% >30%,38% 0,53% 0,32% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 8,04% 0,95% 2,22% 0,85% 1,16%,93% 2,96% 0,74% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 13,76% 1,80% 7,94% 6,24% 2,22%,66% 2,65% 0,63% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 10,05% 4,97% 7,41% 4,66% 3,07%,22% 1,27% 0,53% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 3,07% 2,33% 3,17% 2,65% 0,53%,06% 1,59% 0,00% >Rp5 juta 12,91% 4,97% 0,85% 2,96% 2,54% 1,59%,24% 8,99% 2,22% Total 100,00% 39,89% 10,90% 23,70% 16,93% 8,57% Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan PENGELUARAN/BULAN TOTAL TW IV 2016 TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30% PEN >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 15,87% 6,77% 2,86% 4,23% 0,95% 1,06% >R >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 37,35% 7,09% 8,57% 15,77% 3,17% 2,75% >R >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 24,44% 1,59% 6,14% 9,74% 1,48% 5,50% >R >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 13,76% 0,32% 2,33% 2,33% 0,53% 8,25% >R >Rp5 juta 8,57% 0,53% 1,06% 0,95% 0,42% 5,61% >R Total 100,00% 16,30% 20,95% 33,02% 6,56% 23,17% To IV 2016 TABUNGAN TW I 2017 PENGELUARAN/BULAN TOTAL 0-20% >20-30% >30% TBM 0-10% >10-20% >20-30% >30% 4,23% 0,95% 1,06% >Rp1 juta s.d Rp 2 juta 13,23% 3,92% 2,12% 2,86% 1,80% 2,54% 15,77% 3,17% 2,75% >Rp2 juta s.d Rp 3 juta 31,96% 4,23% 9,31% 11,43% 4,02% 2,96% 9,74% 1,48% 5,50% >Rp3 juta s.d Rp 4 juta 30,16% 2,01% 10,05% 10,05% 3,17% 4,87% 2,33% 0,53% 8,25% >Rp4 juta s.d Rp 5 juta 11,75% 0,11% 4,02% 3,70% 1,59% 2,33% 0,95% 0,42% 5,61% >Rp5 juta 12,91% 0,74% 3,07% 2,43% 1,27% 5,40% 33,02% 6,56% 23,17% Total 100,00% 11,01% 28,57% 30,48% 11,85% 18,10% Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perseorangan di Perbankan Secara umum, RT berperan sebagai surplus unit (net saving) yaitu secara agregat jumlah simpanan lebih besar dibanding kredit. Pada triwulan I 2017, dana pihak ketiga (DPK) perseorangan di perbankan Sumatera Utara mencapai Rp145,6 triliun. Sementara kredit perseorangan di perbankan tercatat sebesar Rp46,1 triliun. Dengan demikian, perseorangan di Sumatera Utara memiliki net saving di perbankan sebesar Rp99,4 triliun. Grafik 4.26 Komposisi Jenis DPK Perseorangan Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sumatera Utara (Grafik 4.23). Pangsa DPK rumah tangga pada perbankan Sumatera Utara pada triwulan I 2017 tercatat 70,2% atau sebesar Rp145,6 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 73,7% atau Rp148,5 triliun. Penurunan pangsa DPK perseorangan didorong oleh menurunnya komponen tabungan dan giro meskipun komponen deposito sedikit meningkat. Sejalan dengan penurunan pangsa DPK perseorangan, DPK rumah tangga tercatat tumbuh 8,7% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,5% (yoy). Perlambatan pertumbuhan komponen DPK perseorangan terutama terjadi pada komponen deposito dan tabungan yang tumbuh melambat masing-masing sebesar 6,5% (yoy) dan 10,2% (yoy) dari sebelumnya sebesar 7,3% (yoy) dan 11,1% (yoy). Penurunan DPK perseorangan diperkirakan sejalan dengan menurunnya alokasi tabungan masyarakat karena dialihkan untuk konsumsi dan membayar cicilan pinjaman. Meskipun demikian, indeks pendapatan rumah tangga menurun menjadi 99,03 dari sebelumnya sebesar 103, Grafik 4.25 Komposisi DPK Perseorangan Komponen Pembentuk Indeks Tendensi Konsumen, BPS Sumatera Utara, 5 Mei 2017 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 66

84 Kredit Perseorangan di Perbankan Pada triwulan I 2017, pangsa kredit yang disalurkan ke sektor rumah tangga tercatat sebesar Rp46,1 triliun atau 24,3% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara, dengan tren yang menurun dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Kredit RT terutama digunakan untuk Multiguna (46,8%) dan pemilikan perumahan (27,6%), diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (13,9%) dan perlengkapan RT (1,5%). Pada triwulan I 2017, kredit kepada sektor rumah tangga tumbuh sebesar 7,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy). Namun pertumbuhan kredit RT masih lebih rendah dari pertumbuhan total kredit industri perbankan yang mencapai 14,0% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit RT terutama didorong oleh kredit perlengkapan rumah tangga yang tumbuh sebesar 39,1%, meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 35,9%. Namun peningkatan kredit perlengkapan rumah tangga ini masih belum sebaik puncaknya pada triwulan II 2016 yang tumbuh hingga mencapai 167,3%. Selain itu, peningkatan kredit juga terjadi pada ketiga jenis kredit rumah tangga (RT) lainnya, yaitu kredit kepemilikan perumahan (KPR) dan kredit multiguna. Untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) juga tumbuh membaik meski masih dalam level negatif (-2,81%, yoy) dari sebelumnya -4,9% (yoy). Pada triwulan I 2017 kredit perumahan (KPR) menunjukkan peningkatan, dari 3,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,0% (yoy). Meningkatnya kredit KPR disebabkan oleh kenaikan kredit rumah tinggal seluruh tipe, kredit apartemen tipe di atas 70, dan kredit ruko atau rukan. Peningkatan KPR tertinggi terjadi pada pemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70 dan apartemen tipe di atas 70. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya masyarakat kelas menengah, penurunan suku bunga kredit, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia seperti pelonggaran Loan to Value (LTV), program 1 juta rumah, pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah); serta paket kebijakan XII yang bertujuan untuk mempercepat penyediaan rumah bagi MBR. Kredit multiguna tumbuh stabil sebesar 8,5% (yoy), dengan pangsa sebesar 46,8% dari total kredit RT, terbesar di antara kredit perseorangan lainnya. Dominasi kredit multiguna turut meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang terbaik di antara kredit perseorangan lainnya. NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar 1,02%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (0,94%), jauh di bawah target indikatif 5%. Kredit Kendaraan Bermotor juga tumbuh lebih baik (-2,8% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang terkontraksi sebesar -4,9% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh kredit kendaraan mobil beroda empat dan kredit sepeda motor yang tercatat meningkat masing-masing -2,7% (yoy) dan 1,4% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing terkontraksi sebesar -4,4% (yoy) dan -2,8% (yoy). Perbaikan NPL kredit mobil beroda empat dan sepeda motor, serta penurunan suku bunga kredit kendaraan mobil beroda empat di tengah menurunnya pendapatan dan kenaikan tarif STNK, turut mendukung perbaikan kinerja KKB. Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama Risiko kredit sektor RT masih terjaga, meskipun menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 67

85 tren penurunan rasio NPL gross pada akhir triwulan I 2017 menjadi sebesar 2,5%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,4%. Peningkatan risiko kredit RT terjadi pada kredit perumahan dan kredit multiguna, sementara kredit kendaraan bermotor relatif menurun. Peningkatan NPL sejalan dengan menurunnya pendapatan yang didorong oleh perbaikan ekonomi Sumatera Utara yang belum stabil. Hal ini juga terkonfirmasi dari memburuknya Debt Service Ratio dari 7,6% menjadi 14,3% pada triwulan laporan. Peningkatan risiko kredit ke depan perlu tetap dicermati, mengingat pemulihan ekonomi global dan perbaikan harga komoditas yang masih terbatas, serta kenaikan Tarif Dasar Listrik yang dapat mempengaruhi kemampuan bayar sektor RT atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan. Grafik 4.28 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga Penyaluran Kredit UMKM Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi, mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20%. Pemberlakuan ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap, yaitu tahun 2015 sebesar 5%, 2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar 20%. 25 Kebijakan ini diperkuat pula dengan kebijakan pelonggaran LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi bank tertentu yang telah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas yang baik. 26 Menyadari pemberlakuan batas minimum kredit UMKM dari 10% menjadi 15% pada akhir tahun 2017, perbankan Sumatera Utara tampak menggenjot penyaluran kredit kepada UMKM sejak awal tahun. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan I 2017 yang meningkat tajam sebesar 18,2% (yoy), dibandingkan triwulan lalu yang tercatat hanya tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Dengan demikian, pangsa kredit UMKM di Sumatera Utara meningkat menjadi 30,0% atau Rp56,9 triliun dari sebelumnya sebesar 27,1%. Peningkatan kredit UMKM terutama didorong oleh peningkatan kredit menengah sedangkan secara penggunaan, didorong oleh kredit investasi dan kredit modal kerja. Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar digunakan untuk modal kerja sebesar 65,6%, dan kredit investasi sebesar 34,4%, sementara tidak ada yang dialokasikan untuk kredit konsumsi. Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing yang telah disempurnakan dengan PBI No.18/14/PBI/2016 tgl. 18 Agustus 2016 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 68

86 triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing tumbuh 35,4% (yoy) dan 10,8% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy) dan 1,5% (yoy). lain pelaku UMKM banyak yang tidak memiliki jaminan yang memadai untuk meningkatkan keyakinan perbankan tersebut. Grafik 4.29 Perkembangan Kredit UMKM Perkembangan perekonomian yang terjadi belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi usahanya lebih lanjut. Akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya keahlian SDM yang menangani UMKM terkait dengan beragamnya jenis usaha UMKM. Di sisi Grafik 4.30 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan I 2017 Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan, pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan I 2017 terutama ditopang oleh kredit menengah yang meningkat signifikan dari -2,7% (yoy) menjadi 38,9% (yoy), dengan pangsa mencapai 50,5% dari total kredit UMKM. Sementara kredit usaha kecil dan kredit mikro tumbuh masing-masing dari melambat menjadi 1,5% (yoy) dan 4,1% (yoy). Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017 Sektor Ekonomi Mikro Kecil Menengah Kredit (Rp M) Growth Pangsa Kredit (Rp M) Growth Pangsa Kredit (Rp M) Growth Pangsa Pertanian ,5% 34,6% ,8% 21,2% ,0% 25,4% Pertambangan 9-19,9% 0,1% 25-4,1% 0,2% 32 35,9% 0,1% Industri Pengolahan 266-1,2% 2,1% ,2% 3,7% ,3% 15,9% Pengadaan Listrik Gas 10 49,2% 0,1% 16 37,5% 0,1% 51 13,8% 0,2% Pengadaan Air 7-1,8% 0,1% 3 51,2% 0,0% 7 107,5% 0,0% Konstruksi 92 15,3% 0,7% 460 0,7% 2,9% ,7% 9,5% PBE ,8% 50,8% ,4% 57,8% ,7% 37,8% Transportasi 139 5,0% 1,1% 277-0,6% 1,7% 969 9,1% 3,4% Akomodasi dan Mamin 235 6,8% 1,9% 516-6,7% 3,3% ,9% 1,9% Informasi dan Komunikasi 6 0,2% 0,0% 14-16,1% 0,1% 14 20,5% 0,0% Perantara Keuangan 4-69,6% 0,0% 90 9,3% 0,6% ,8% 0,7% Real Estate 25-11,3% 0,2% 93 28,1% 0,6% ,0% 1,0% Jasa Perusahaan 87-24,3% 0,7% ,8% 2,1% ,8% 1,3% Adm Pemerintahan 1-40,4% 0,0% 3-41,7% 0,0% ,8% 0,0% Jasa Pendidikan 43 25,7% 0,3% 100 7,5% 0,6% ,6% 0,4% Jasa Kesehatan 95 5,3% 0,8% ,3% 1,0% 361-3,4% 1,3% Jasa Lainnya ,2% 6,4% ,0% 4,1% 293-5,8% 1,0% Total ,1% 100% ,5% 100% ,9% 100% Berdasarkan lapangan usaha, pada triwulan I 2017 pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran (46,2%), Pertanian (26,2%) dan Industri Pengolahan (9,5%). Pertumbuhan kredit UMKM lapangan usaha PBE tercatat sebesar 3,4% meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,2%. Kredit UMKM pertanian dan industri pengolahan juga tumbuh signifikan masing-masing sebesar 60,4% dan 44,8% dari sebelumnya sebesar 4,3% (yoy) dan 10,7% (yoy). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM, risiko kredit UMKM kembali STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 69

87 meningkat di atas level indikatif. Pada triwulan I 2017, tingkat NPL kredit UMKM meningkat menjadi 5,3% dari triwulan sebelumnya sebesar 4,9%. Meningkatnya risiko kredit UMKM tersebut didorong oleh kenaikan NPL kredit kecil yang mencapai 7,4%, sementara NPL kredit mikro dan menengah sudah berada di bawah level indikatif masing-masing sebesar 3,6% dan 4,9%. Secara sektoral, risiko kredit terbesar terdapat pada sektor kredit informasi dan komunikasi disusul oleh sektor real estate dan konstruksi. Sektor utama yaitu sektor pertanian dan industri pengolahan masih mencatat risiko kredit di bawah level indikatif (2,8% dan 5,0%) sementara sektor perdagangan besar dan eceran mencatat risiko kredit sedikit di atas target indikatif (5,8%). Program Kerja Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM Guna memperkuat ketahanan pangan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara untuk mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia di bidang pengendalian inflasi, sejak tahun 2014 Bank Indonesia telah melaksanakan program kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan pangan. Isu ketahanan pangan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara penting untuk dikembangkan mengingat berdasarkan data historis komoditas pangan menjadi salah satu sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang merah, dan cabe merah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran menyebabkan terjadinya gejolak harga pada beberapa komoditas dimaksud. Untuk itu pada triwulan I 2017 Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan untuk membina klaster pangan di berbagai daerah, diantaranya: No. Wilayah Kerja Klaster Lokasi 1 Bawang merah Dairi 2 Bawang merah Karo 3 Bawang merah Medan-Marelan 4 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Padi Organik Serdang Bedagai 5 Provinsi Sumatera Utara Padi Pulau Kampai 6 Desa Pesisir Serdang Bedagai 7 Kopi Karo 8 Integrasi padi sapi Langkat 9 Sapi Potong Labuhan Batu 10 Bawang merah Simalungun Kantor Perwakilan Bank Indonesia 11 Batubara Pematangsiantar 12 Asahan 13 Cabai merah Pematangsiantar 14 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cabai merah Tapanuli Utara 15 Sibolga Pertanian terintegrasi Mandailing Natal Selain itu Bank Indonesia juga melakukan peningkatan akses keuangan UMKM dalam berbagai bentuk local economy development seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis, pendampingan, capacity building, pembentukan Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), dan elektronifikasi (Layanan Keuangan Digital). STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 70

88 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru. Sedangkan volume penyetoran terkontraksi mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah dari triwulan lalu dan triwulan satu tahun Penurunan ini sejalan dengan aktivitas perekonomian Sumut yang melambat pada Triwulan I Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non tunai Sumatera Utara relatif stabil dengan kecenderungan nominal yang meningkat dan volume yang melambat. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat 4,3% pada triwulan berjalan sedangkan volumenya tumbuh melambat 1,2% dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi nominal SKNBI juga tumbuh 0,3% dengan volume transaksi yang melambat 0,1%. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 71

89 5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Transaksi pembayaran tunai Provinsi Sumatera Utara mengalami net inflow. Volume penyetoran yang meningkat 24,3% pada triwulan berjalan dibandingkan triwulan sebelumnya masih sesuai dengan pola historisnya. Peningkatan bersumber dari dampak pasca Natal dan Tahun Baru. Sedangkan volume penyetoran terkontraksi mencapai 70,6%. Angka ini jauh lebih rendah dari triwulan lalu dan triwulan satu tahun Penurunan ini sejalan dengan aktivitas perekonomian Sumut yang melambat pada Triwulan I Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non tunai Sumatera Utara relatif meningkat baik dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat 54,5% (yoy) pada triwulan berjalan sementara volumenya tumbuh 16,1% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, nominal transaksi menggunakan SKNBI juga tumbuh 2,8% (yoy). Masih meningkatnya transaksi non tunai mengindikasikan masih baiknya daya beli masyarakat ditengah perlambatan ekonomi Sumut pada triwulan laporan Sistem Pembayaran Non Tunai Sistem pembayaran non tunai di Indonesia dikategorikan menjadi dua kategori. Sistem pembayaran bernilai besar (high value) yang diselenggarakan langsung oleh Bank Indonesia dan sistem pembayaran bernilai ritel (retail value). Infrastruktur sistem pembayaran non tunai nilai besar terdiri dari BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement), BI-SSSS (Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia). Untuk sistem pembayaran non tunai bernilai ritel diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri keuangan. Infrastrukturnya terdiri dari APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu), Uang Elektronik dan Penyelenggara Transfer Dana atau yang populer disebut sebagai money changer Transaksi Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) BI-RTGS merupakan sistem yang digunakan untuk transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana yang dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. BI-RTGS merupakan muara dari keseluruhan transaksi keuangan yang dilakukan di Indonesia. Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Transaksi RTGS-BI Sumatera Utara meliputi keseluruhan transaksi dana masuk (incoming) dan dana keluar (outgoing) di wilayah Sumatera Utara. Secara nilai, transaksi RTGS Sumatera Utara pada triwulan I 2017 mencapai Rp314,3 triliun atau tumbuh 54,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 39,1% (yoy). Tren peningkatan ini mulai terjadi sejak triwulan I Tahun Sejalan dengan hal tersebut, jumlah warkat yang ditransaksikan juga meningkat 16,1% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang justru terkontraksi (- 30,2%,yoy). Rata-rata harian outgoing transaksi BI-RTGS Sumatera Utara mencapai Rp4,9 triliun atau 1,2% dari rata-rata harian transaksi BI-RTGS nasional yang mencapai Rp473,9 triliun. Pasca penerapan RTGS Gen II pada Desember 2015, PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 72

90 Transaksi incoming daerah disentralisasikan di Jakarta. (Tabel 5.1) Tabel 5.1. Transaksi Outgoing Provinsi Sumatera Utara Kabupaten/Kota Volume Nilai Kab. Deli Serdang 24 Rp Kab. Karo 20 Rp Kab. Kisaran 248 Rp Kota Medan Rp Kota Tebing Tinggi 142 Rp Sumatera Utara Rp Saat ini terdapat 5 wilayah yang menggunakan fasilitas RTGS di Sumatera Utara. Peserta 27 di wilayah tersebut adalah kantor cabang bank umum. Pertimbangan fasilitas RTGS di kelima wilayah tersebut adalah kebutuhan transaksi nilai besar nasabah di wilayah tersebut. Dari keseluruhan transaksi yang dilakukan, 98,6% transaksi outgoing dilakukan di Kota Medan dan hanya 0,8% transaksi yang berasal dari Tebing Tinggi dan 0,6% dari Kisaran. Dominasi transaksi di kota Medan diperkirakan berkaitan dengan masih terpusatnya aktivitas ekonomi Sumatera Utara di kota tersebut Perkembangan Transaksi SKNBI Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang diselenggarakan Bank Indonesia adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data keuangan elektronik transaksi card based melalui mesin EDC (kartu kredit dan kartu debet) dan transaski paper based (cek, bilyet giro dan nota debet). Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi SKNBI Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dari 3 provinsi di Indonesia yang memiliki mesin sortasi cek dan bilyet giro. Hal ini dikarenakan transaksi yang dilakukan melalui cek dan bilyet giro yang relatif tinggi. Rata-rata jumlah warkat kliring yang diproses untuk triwulan I tahun 2017 mencapai lembar warkat per hari, lebih tinggi dari rata-rata transaksi triwulanan selama 3 tahun terakhir yang mencapai lembar warkat per hari. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, transaksi menggunakan kliring mencatatkan peningkatan baik dari sisi nominal (2,84%,yoy) maupun volume warkat (2,3%,yoy). (Grafik 5.2). Secara spasial, mayoritas transaksi kliring di Sumatera Utara dilakukan di Kota Medan dengan share mencapai 94,2% dari total transaksi Sumatera Utara. Sedangkan transaksi kliring di Tebing Tinggi dan Kabanjahe masingmasing hanya mencapai 4,5% dan 1,2%. Meskipun tertinggi, secara rata-rata nominal, Tebing Tinggi menjadi wilayah dengan nominal transaksi rata-rata tertinggi yang mencapai Rp ,-/warkat lebih tinggi dibandingkan Medan yang mencapai Rp /warkat. Sistem Kliring Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara melayani kebutuhan kliring 61 Bank. Selain itu, untuk mendukung kemudahan bertransaksi dan tetap menjaga kehandalan dan keamanan, mulai akhir tahun 2016, Bank Indonesia melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD) di wilayah PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73

91 kerja Sumatera Utara. Pengawasan dilakukan pada 23 kantor cabang KPWD yang tersebar di Kota Tebing Tinggi sebanyak 16 kantor cabang dan Kabanjahe sebanyak 7 kantor cabang Bank anggota KPWD. Fokus pemantauan kepada KPWD adalah aspek tata kelola, operasional dan Bussiness Continuity Plan (BCP). Pada November 2016, Bank Indonesia mengeluarkan 2 regulasi baru terkait infrastruktur pembayaran melalui SKNBI, yaitu Peraturan Bank Indonesia No.18/41/PBI tahun 2016 tentang Bilyet Giro dan No.18/43/PBI/2016 tentang Perubahan Peraturan Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Ketentuan ini diperbaharui untuk menjaga aspek keamanan dari bilyet giro sebagai alat pembayaran. Perubahan tersebut bersifat minor seperti kesesuaian tanda tangan dan tinta yang digunakan untuk menandatangani warkat. Perubahan tersebut bertujuan untuk menjaga otentifikasi warkat, juga untuk memudahkan pendataan perputaran warkat. Kedua regulasi tersebut diimplementasikan mulai 1 April Elektronifikasi Sistem Pembayaran. Di samping memperkuat infrastruktur pembayaran, mulai tahun 2014, Bank Indonesia menggiatkan elektronifikasi sistem pembayaran. Salah satunya melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Gerakan ini meliputi transaksi menggunakan uang elektronik maupun Layanan Keuangan Digital. Uang Elektronik Uang elektronik merupakan salah satu infrastruktur pembayaran non tunai ritel yang diperkenalkan mulai tahun Sebelumnya pada tahun 2014, Bank Indonesia bekerja sama dengan perbankan membentuk kawasan non tunai di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara. Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang digunakan untuk nominal kecil, cepat dan tidak harus memiliki tabungan di bank tertentu untuk dapat menggunakannya. Berdasarkan medianya, uang elektronik ada yang bersifat chip based (nilai uang disimpan dalam chip dan digunakan secara offline) maupun server based (nilai uang disimpan dalam server dan digunakan secara online). Sebagai bentuk dukungan terhadap GNNT, pada tahun 2017, Pemerintah melakukan reformasi penyaluran bantuan pangan. Penyaluran bantuan pangan yang lebih dikenal dengan istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebelumnya diberikan melalui kantor pos dalam bentuk uang tunai dengan jumlah tertentu setiap bulannya. Dewasa ini, penyaluran bantuan tidak diberikan langsung dalam bentuk uang tunai, tetapi menggunakan uang elektronik dan dikenal dengan istilah BPNP (Bantuan Pangan Non Tunai). Skema penyaluran bantuan dimulai dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima uang elektronik yang akan di top up setiap bulannya. Uang elektronik tersebut terintegrasi dengan beberapa jenis bantuan lain dalam bentuk wallet dan dapat juga menjadi media penyimpanan dana. Setelah dana cukup tersedia, KPM datang ke agen LKD terdekat yang ditunjuk sesuai dengan kecamatannya. Agen LKD akan mencocokkan data yang diterima dari Kementeran Sosial melalui Bank yang ditunjuk. Dalam penyalurannya, Agen LKD juga didampingi oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan dari Dinas Sosial. Transaksi kemudian dilakukan menggunakan mesin EDC (Electronic Data Captured). Agen penyedia bantuan disebut juga e-waroeng menyalurkan paket bantuan komoditas pangan berupa beras dan gula seharga Rp ,-. Di sisi lain, BULOG akan menyampaikan paket bantuan tersebut berdasarkan purchase order yang disampaikan Bank setiap bulannya. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 74

92 Tabel 5.2 Skema Penyaluran BLNT Jumlah bantuan yang akan disalurkan secara nasional adalah sebesar Rp. 141,5 Milyar yang akan disalurkan untuk 16 provinsi, termasuk Sumatera Utara. Target penyaluran BPNP Sumatera Utara adalah sebesar Rp.8,85 Milyar untuk didistribusikan kepada KPM yang tersebar di 21 kecamatan Kota Medan. Sampai dengan triwulan laporan, 66,4% atau sekitar KPM dari target KPM di triwulan I tahun 2017 telah menerima BLNT Kegiatan Pengawasan dan Perizinan Kegiatan Layanan Uang (KLU) Sebagai satu-satunya lembaga otorisas sistem pembayaran, Bank Indonesia memegang peranan strategis dalam menjaga kelancaran sistem pembayaran, antara lain kebijakan, perizinan dan pengawasan. Ruang lingkup penerbitan izin dan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain : - Perusahaan Transfer Dana (PTD) - Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) - Pembukaan Kas Titipan - Penyelenggaraan Koordinator Warkat Debit - Kewajiban Penggunaan Mata Uang Rupiah di Wilayah NKRI - Fintech Mekanisme pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung (offsite) dan pengawasan langsung (onsite). Pengawasan langsung dilakukan melalui monitoring, analisis dan evaluasi dokumen, data, informasi, laporan dan keterangan yang disampaikan secara rutin oleh penyelenggara. Sedangkan pengawasan langsung dilakukan secara rutin maupun tematik sesuai dengan kebutuhan. Khusus untuk kewajiban penggunaan uang rupiah, Bank Indonesia telah menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Kewajiban penggunaan rupiah tidak hanya untuk transaksi, tetapi juga kuotasi pada invoice maupun harga yang tercantum pada barang dan jasa yang ditawarkan Provinsi Sumatera Utara memiliki 7 PTD berizin yang dan 55 KUPVA berizin yang berlokasi di Kota Medan. Selain itu terdapat 3 KUPVA lainnya di Kota Pematang Siantar dan 1 KUPVA di Kota Binjai. Saat ini, Bank Indonesia bergiat melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada PTD dan KUPVA yang belum berizin untuk segera mendaftarkan perusahaannya. Tabel 5.3 Transaksi Transfer Dana Triwulan I Tahun 2017 Komponen Incoming Outgoing Nilai Rp Rp Volume Rata-rata per Transaksi Rp Rp Sumber : Bank Indonesia Transaksi Transfer Dana di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp585,7 miliar, terdiri dari transaksi incoming 28 sebesar Rp538,7 miliar dan transaksi outgoing sebesar Rp47,1 miliar. Meski secara nominal transaksi incoming lebih jauh lebih besar dibandingkan outgoing, namun secara rata-rata transaksi incoming hanya tercatat Rp2,1 juta/transaksi. Sementara PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 75

93 transaksi outgoing mencapai Rp59,3 juta per transaksi. Sesuai informasi yang diperoleh dari PTD, transaksi incoming pada umumnya merupakan pengiriman uang dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri untuk keluarganya di Indonesia. Sedangkan transaksi outgoing biasanya merupakan pengiriman uang sekolah bagi yang berkuliah di Luar Negeri. negara tetangga. Sejalan dengan hal tersebut, Malaysia Ringgit (MYR) menjadi mata uang yang paling diminati. Hal ini terkonfirmasi dari besaran proporsi penjualan dan pembelian valas MYR yang mencapai 34,5% dari pembelian valas, diikuti dengan USD sebesar 32,2%. (Grafik 5.3) Grafik 5.3 Transaksi Pembelian dan Penjualan Rupiah melalui KUPVA Total transaksi Uang Kertas Asing pada KUPVA sampai triwulan I tercatat sebesar Rp575,2 miliar, terdiri dari transaksi pembelian sebesar Rp286,5 miliar dan transaksi penjualan mencapai Rp288,6 miliar. Secara tren, transaksi valuta asing tertinggi biasa terjadi pada periode libur anak sekolah (mid semester) yang umumnya terjadi pada pertengahan tahun dan periode akhir tahun. Selain mengikuti pola liburan panjang, mayoritas transaksi di Sumatera Utara juga diperuntukkan untuk keperluan berobat ke Malaysia dan Penang. Kualitas pengobatan di negeri jiran yang dikenal sangat baik, harga yang relatif terjangkau serta kemudahan moda transportasi dari Medan menjadi faktor pendorong banyaknya masyarakat yang memilih berobat ke Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.4 Share Pembelian Valas berdasarkan Mata Uang Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.5 Share Penjualan Valas berdasarkan Mata Uang Tabel 5.4. Rekapitulasi Transaksi Pengelolaan Uang Rupiah Uraian Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Penarikan (Triliyun Rp) 3,73 7,05 8,09 9,01 4,49 12,16 5,83 9,48 2,79 Penyetoran (Triliyun Rp) 8,31 6,38 9,59 5,97 9,62 7,05 11,36 6,41 7,97 Net Penarikan (Triliyun Rp) -4,59 0,67-1,5 3,04-5,12 5,11-5,53 3,07-5,18 Pemusnahan 3,24 2,63 3,84 3,21 2,93 4,6 4,06 4,05 4,05 % Pemusnahan 39% 41% 40% 54% 30% 65% 36% 63% 54% UPAL (lembar) Sumber : Bank Indonesia 5.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Pengelolaan sistem pembayaran tunai meliputi rencana pencetakan, distribusi sampai dengan pemusnahan. Tujuan akhirnya adalah PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 76

94 memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai dan kondisi yang layak edar Outflow-Inflow Sejalan dengan melambatnya perekonomian Sumatera Utara, transaksi uang kartal di Sumatera Utara mencatat net inflow sebesar Rp5,18 triliun dari Rp3,07 triliun pada triwulan seblumnya. Pola aliran uang masuk dan keluar pada umumnya mengikuti kebutuhan masyarakat. Penarikan rupiah pada triwulan I tahun 2017 menurun menjadi Rp2,8 triliun dari Rp9,48 triliun, sedangkan, nominal penyetoran meningkat dari Rp6,41 triliun di triwulan sebelumnyamenjadi Rp7,97 triliun pada triwulan laporan. Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh pola seasonalnya karena berakhirnya puncak konsumsi masyarakat pada saat perayaan Natal dan tahun baru. Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.6 Inflow/Outflow Sumatera Utara Sejalan dengan Sumatera Utara yang mencatatkan net inflow, Kota Medan juga mencatatkan net inflow sebesar Rp2.715 miliar Kota Pematang Siantar dan Sibolga mengalami net outflow dengan besaran masing-masing Rp1.703 miliar dan Rp1.425 miliar. Meskipun secara umum kota besar memiliki perputaran uang lebih tinggi dari kota satelit di bawahnya, pola net inflow yang terjadi di kota Medan juga terjadi karena terdapat keterbatasan pengelolaan uang oleh kantor cabang Bank Umum di Pematang Siantar dan Sibolga. Perbankan umumnya menggunakan jasa CiT (Cash in Transit) yang umumnya berkantor di Kota Medan. Untuk efisiensi, uang yang telah diproses kemudian disetorkan di KpwBI Provinsi Sumut. Hal ini terlihat dari ratarata posisi kas minimum Sibolga dan Siantar yang mencapai 125% dan selalu mengalami net outflow Distribusi Rupiah Sebagai bentuk komitmen dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan rupiah dalam jenis, jumlah pecahan dan kualitas yang baik Bank Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain pembukaan kas titipan dan kas keliling. Kas titipan bertujuan untuk memperluas jaringan distribusi uang untuk suatu daerah tertentu yang memiliki kapasitas ekonomi yang cukup besar dengan bekerjasama dengan perbankan. Kas titipan mengantisipasi tingginya perputaran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan menggantinya dengan Uang Layak Edar (ULE). Mekanisme Kas Titipan adalah dengan menitipkan sejulah besar ULE kepada bank pada daerah tertentu yang telah diases terlebih dahulu kemampuan kapasitas dan keamanan khasanahnya untuk titipan uang tersebut. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara telah membuka 2 kantor Kas Titipan di Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara telah melakukan 11 kali kas keliling selama triwulan I tahun Kas keliling tersebut ada yang dilakukan di dalam kota Medan yaitu di Pasar Marelan, Pasar Patumbak, Pasar Melati dan Pasar Tembung dengan serapan Rp420 Juta Rupiah. Selain itu dilakukan juga kas keliling berkala di luar Kota Medan yaitu di Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Dairi dengan total serapan sebesar Rp2,7 Milyar. Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya mengoptimalkan jumlah setoran Uang Hasil Cetak Sempurna (HCS) kepada Perbankan. Pada periode laporan, keluaran uang HCS tercatat PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77

95 sebesar Rp1,4 triliun, atau mencapai 48,2% dari penarikan uang kartal oleh perbankan. Distribusi HCS cenderung stabil meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya sejalan dengan menurunnya penarikan rupiah. Distribusi HCS tersebut terutama untuk mata uang tahun emisi Pembatasan distribusi HCS ini juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan HCS pada perayaan HBKN lebaran pada triwulan mendatang Uang yang Diragukan Keasliannya Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengklarifikasi keaslian rupiah. Sampai dengan triwulan laporan, terdapat 760 lembar rupiah yang diragukan keasliannya. Jumlah tersebut mencapai 22% dari keseluruhan temuan pada tahun 2016 sejumlah lembar. Temuan tersebut didapat dari masyarakat maupun setoran Bank. (Grafik 5.7). Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.7 Grafik Laporan Klarifikasi UPAL 2010 s/d 2017 Jumlah temuan didominasi oleh Uang Pecahan Besar (UPB) yang mencapai 94,7%. Kontribusi temuan uang yang diragukan keasliannya di Sumatera Utara mencapai 1,2% dibandingkan temuan Nasional. Angka ini terendah dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir. Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat baik dalam kota maupun luar kota. Pada tahun 2017 sampai dengan triwulan laporan, Bank Indonesia telah 12 kali melakukan sosialisasi ciriciri keaslian rupiah. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 78

96 PERLINDUNGAN KONSUMEN SISTEM PEMBAYARAN Suplemen 3 Sistem Pembayaran Aman, Handal dan Efisien Semakin tingginya aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat mendorong peningkatan kebutuhan sistem pembayaran yang handal, cepat dan aman. Hal ini terlihat dari transformasi alat pembayaran dalam 10 tahun terakhir yang berkembang sangat cepat. Beragam alat pembayaran yang kita kenal mulai dari uang kartal sampai dengan digital currency. Perubahan yang semankin cepat dan tidak hanya dari otoritas tetapi juga diinisiasi oleh industri. Kondisi ini membutuhkan otoritas yang dinamis dan tanggap terhadap perubahan. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan yang resilen, langkah strategis yang dilakukan antara lain melalui pembangunan infrastruktur yang handal, perizinan, pengawasan dan fungsi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan mekanisme feedback dari pengguna kepada penyelenggara yang bertujuan untuk memberikan keseimbangan hak dan kewajiban antara konsumen dan penyedia jasa sistem pembayaran. Perlindungan konsumen harus memenuhi prinsip keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data/atau informasi konsumen serta penyelesaian pengaduan secara efektif. Bank Indonesia mewajibkan industri penyelenggara sistem pembayaran untuk memiliki sistem perlindungan konsumen yang dibakukan dalam bentuk Standard Operating Procedure-nya. Kewajiban ini dituangkan melalui PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran dan Surat Edaran No.16/16/DKSP tentang Jasa Sistem Pembayaran. Bank Indonesia mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran memiliki mekanisme perlindungan konsumen yang sesuai dengan standar yang ditetapkan, antara lain : call center, mekanisme penerimaan pengaduan dan jangka waktu tindak lanjut yang cepat. Selain itu, setiap jaringan kantor Bank Indonesia, termasuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara memiliki unit Perlindungan Konsumen. Unit ini menjalankan fungsi edukasi, konsultasi dan fasilitasi. Edukasi Konsultasi Fasilitasi Memberikan pemahaman produk sistem pembayaran melalui berbagai media Memberikan pemahaman apabila terdapat permasalahan dalam penggunaan jasa SP melalui tatap muka, telepon, surat atau media lain Upaya penyelesaian pengaduan konsumen yang mengandung unsur sengketa keperdataan dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan memotivasi Cakupan perlindungan konsumen sistem pembayaran Bank Indonesia meliputi Instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana (cek dan bilyet giro), transfer dana termasuk RTGS dan SKNBI, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (Kart ATM/Debet/Kredit), uang elektronik, penyediaan dan/penyetoran Rupiah, dan penyelenggaraan sistem pembayaran lain yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 79

97 Saat ini terdapat 56 KUPVA dan 7 Perusahaan Transfer Dana berizin, 63 Bank Peserta Kliring dan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bnak Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, Sumatera Utara memiliki 2 Kantor Pusat Bank, 112 Kantor Cabang Bank, 469 Kantor Cabang Pembantu dan 162 Kantor Kas. Keseluruhan penyelenggara keuangan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan transaksional 33 Kabupaten/Kota dan 8,2 Juta Penduduk Sumatera Utara. Keseluruhan transaksi yang terjadi antara penyelenggara dan masyarakat ini yang menjadi objek perlindungan konsumen Bank Indonesia. Pengaduan sistem pembayaran didominasi oleh permasalahan kredit macet nasabah yang mencapai 48,6%, APMK (terutama kartu kredit) mencapai 20% dan SID mencapai 11,4%. Untuk permasalahan kredit macet surat akan diteruskan ke otoritas perbankan, sedangkan untuk permasalahan yang berkaitan dengan alat pembayaran akan diselesaikan melalui mekanisme fasilitasi dan/atau konsultasi. Surat Pengaduan yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Skema pengaduan dimulai melalui surat pengaduan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Setelah itu Bank Indonesia akan memastikan bahwa nasabah telah melalui mekanisme pengaduan yang telah disediakan penyelenggara sistem pembayaran. Jika mekanisme telah dilakukan dan tidak menemukan titik temu, Bank Indonesia kemudian akan mengundang para pihak untuk duduk bersama dan membicarakan permasalahan tersebut dan mencari jalan keluar terbaik dari permasalahan tersebut. Selain itu, Nasabah juga perlu berhati-hati dalam melakukan transaksi. Berikut beberapa contoh kasus dan modus operandi yang sering terjadi : Contoh Kasus Pemalsuan Penawaran upgrade Kartu Kredit Penipuan Internet Banking Kartu hilang atau dicuri Kasus Transfer Dana Phising Card Trapping Modus Operandi Pelaku menawarkan upgrade kartu kredit atas nama bank Pelaku mengaku sebagai pihak bank dan mengambil kartu kredit nasabah Saat nasabah melakukan akses melalui laman internet banking muncul tampilan agar nasabah melakukan sinkronisasi token Pada saat Nasabah melakukan pengecekan data kemudian diketahui bahwa dana Nasabah telah berkurang Kartu kredit hilang maupun dicuri dan tidak segera dilakukan blokir Merchant tidak mengecek keaslian identitas nasabah PTD menolak mencairkan dana dengan alasan penerima tidak memenuhi syarat Penerima dana mendatangi PTD cabang lain namun dana telah diambil oleh pihak lain Nasabah menerima dari bank untuk pengkinian data dan diminta melengkapi data pribadi Call center palsu menghubungi nasabah dan memandu nasabah untuk bertransaksi melalui internet banking Kartu ATM Nasabah tersangkut di mesin ATM Pelaku memasang nomor call center palsu/kamera untuk mendapatkan PIN Pelaku menarik dana nasabah dengan kartu ATM dan PIN yang didapatkan PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 80

98 FD Apabila terjadi kondisi seperti tersebut di atas, langkah pertama yang dilakukan antara lain menghubungi call center penyelenggara sistem pembayaran tersebut. Sebagai contoh kartu hilang, dicuri atau card tapping segera lakukan pemblokiran dengan menghubungi call centre terpercaya. Nasabah harap meminta nomor call center yang benar ketika pertama mendaftar untuk layanan pembayaran. Selain itu, nasabah juga perlu hati-hati dan ingat bahwa sekalipun tidak memberitahukan nomor pin maupun identitas pribadi kepada orang terdekat termasuk petugas penyelenggara sistem pembayaran. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 81

99 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 82

100 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama pada sebelumnya. Pada Februari 2017 terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada Februari 2016 menjadi 69,1 %. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian dan perdagangan, hotel & restoran. Sejalan dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan diditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp ,-. UMP tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp ,-. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83

101 Sumber : BPS Sumatera Utara Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi Agustus 2014 Februari 2015 Agustus 2015 Februari 2016 Agustus 2016 Februari 2017 LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah % % % Persen % (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) % Pertanian ,5% ,2% ,3% ,5% ,5% ,6% Perdagangan, rumah makan dan akomodasi ,1% ,9% ,3% ,5% ,2% ,0% Jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan Di tengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif membaik dibandingkan dengan periode yang sama pada sebelumnya. Berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terdapat perbaikan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Utara yang meningkat sebesar 0,2% dari 68,8% pada Februari 2016 menjadi 69,1 % pada Februari Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian serta perdagangan, hotel & restoran. Sejalan dengan hal tersebut, sejak 1 Januari 2017 terdapat peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan ditetapkannya UMP Provinsi Sumatera Utara menjadi Rp ,-. UMP tersebut naik sebesar 8,2% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp ,-. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di triwulan I 2017, kesejahteraan masyarakat pedesaan yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) juga mengalami penurunan yaitu dari 101,6 di triwulan IV 2016 menjadi 99,8 di triwulan I Penurunan NTP dimaksud didorong oleh penurunan NTP di hampir seluruh sub sektor pertanian, kecuali subsektor tanaman perkebunan yang sedikit meningkat akibat adanya perbaikan harga komoditas karet dan CPO di awal tahun. Sementara itu pada triwulan I 2017 Nilai Tukar Nelayan Perikanan (NTNP) di Sumatera Utara sedikit meningkat menjadi 102,5. Hal ini terjadi terkait dampak kebijakan Pemerintah yang membatasi penangkapan ikan oleh kapal asing di wilayah Sumatera Utara. Kondisi tersebut ,4% ,5% ,5% ,8% ,1% ,2% Industri 461 7,8% 528 8,6% 450 7,5% 516 8,4% 456 7,6% 460 7,3% Lainnya ,2% ,8% ,4% ,8% ,5% ,9% JUMLAH ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% menyebabkan pasokan ikan terbatas sehingga mendorong kenaikan harga ikan. Hal ini terkonfirmasi dari sumbangan inflasi dari subkelompok ikan-ikanan pada April Ketenagakerjaan Ditengah perlambatan ekonomi Sumatera Utara di triwulan I 2017, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara per Februari 2017 mengalami perbaikan dibandingkan Februari Jumlah angkatan kerja mengalami peningkatan sebanyak 122 ribu. Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 120 ribu (1,9%), yaitu dari 6,1 juta orang pada Februari 2016 menjadi 6,3 juta orang Februari Hal ini berarti sebanyak 98% dari peningkatan jumlah angkatan kerja telah mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, di sisi lain jumlah penduduk yang menganggur juga mengalami peningkatan sebanyak 3 ribu orang yaitu dari 427 ribu orang per Februari 2016 menjadi 430 ribu orang per Februari Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara tersebut menunjukkan terdapat harapan perbaikan kondisi ekonomi Sumatera Utara. Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 84

102 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2017 sebesar 6,4%, atau lebih rendah dibandingkan dengan posisi Februari 2016 sebesar 6,5%. Jika dibandingkan dengan angka Nasional yaitu 5,3%, angka TPT Sumatera Utara berada di posisi ke-27 terendah dari 34 provinsi, setelah Provinsi Sulawesi Utara dengan TPT 6,1%. kontraksi sebesar -5,9% (yoy) atau berkurang sebesar 141 ribu orang. Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal-Informal Sumber : BPS Sumatera Utara Grafik 6.2 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi Secara sektoral, komposisi tenaga kerja di Sumatera Utara pada Februari 2017 tidak jauh berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor Pertanian masih menjadi kontributor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan dominasi sebesar 42,6%, diikuti dengan sektor perdagangan 21,0%, serta sektor jasa kemasyarakatan sebesar 17,2%. Sementara itu, proporsi penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan dan sektor lainnya cenderung sedikit menurun. Secara umum, tidak terdapat pergeseran komposisi tenaga kerja pada sektor utama di Sumatera Utara (Tabel 6.1). Berdasarkan status pekerjaan utama, jumlah tenaga kerja di sektor formal per Februari 2017 menurun sebanyak 120 ribu dibandingkan Februari Meskipun menurun, namun proporsi tenaga kerja di sektor formal menurun dari 40,0% di Agustus 2016 menjadi 39,1% di Februari Peningkatan tenaga kerja formal terjadi pada kelompok berusaha dibantu buruh tetap yang tumbuh 10,1% (yoy) atau bertambah 21 ribu orang. Sementara kelompok buruh/karyawan/pegawai mengalami Sementara itu, sektor informal mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sebanyak 240 ribu, yaitu 3,6 juta orang di Februari 2016 menjadi 3,8 juta orang pada Februari 2017 atau meningkat sebesar 6,7%. Peningkatan jumlah tenaga kerja informal tersebut didorong oleh peningkatan kelompok pekerja keluarga/tak dibayar sebesar 23,8% (yoy) dan kelompok pekerja berusaha sendiri sebesar 4,2% (yoy) dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 5,3% (yoy). Sedangkan komponen yang lain yaitu pekerja bebas mengalami penurunan sebesar 16,6% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan telah terjadi pergeseran jumlah tenaga kerja di sektor formal ke sektor informal, yang diindikasikan terjadi pada kelompok buruh/karyawan ke kelompok berusaha sendiri atau pekerja keluarga. Selaras dengan data tenaga kerja per sektor ekonomi, pergeseran tenaga kerja formal ke informal terindikasi terjadi pada sektor pertanian dan sektor perdagangan yang dipicu oleh pergeseran musim panen dan persiapan puasa dan Lebaran yang pada umumnya konsumsi masyarakat meningkat. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 85

103 Tabel 6.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan dalam ribuan LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Feb Agst Feb Agst Feb SD ke bawah SMP SMA SMK Diploma I/II/III dan universitas JUMLAH Sumber : BPS Sumatera Utara Tabel 6.3 SKDU Penyerapan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi Keterangan I II III IV I II III IV I Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan P 5,16-0,51-0,19-3,95-1,04 1,31-1,15-1,57-0,94 Industri Pengolahan 1,90 1,47 0,69-0,05 1,26-1,01 0,65-1,55 6,63 Bangunan 0,71-1,15 0,38 0,77 1,41 0,97 1,72 0,72 0,92 Perdagangan, hotel, restoran 0,76 0,00 1,38 0,64 2,81 1,56 0,32 1,22 0,81 Pengangkutan dan Komunikasi 0,63-1,04 0,47 1,73 3,06 3,90 2,83 0,91 1,27 Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan 0,74 1,21 0,66 0,83 0,12 2,27-0,52-1,56 2,37 Jasa-jasa 0,95 0,06 0,34 0,29 4,22 0,48 0,98 0,57 0,00 Total 10,20 0,04 3,72 0,24 11,85 11,95 4,83-1,25 11,05 Sumber: BPS Sumatera Utara Kondisi ketenagakerjaan dilihat dari latar belakang pendidikan menunjukkan adanya pergeseran yang diindikasikan oleh peningkatan tenaga kerja kelompok Sekolah Dasar dan Diploma dan Universitas, serta penurunan jumlah tenaga kerja kelompok Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas pada Februari Jumlah tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah masih di posisi teratas (share 32,4%) dan mengalami peningkatan sebesar 9,9% (yoy) yaitu dari 1,8 juta orang pada Februari 2016 menjadi 2 juta orang pada Februari Tenaga kerja dengan pendidikan SMA berada di posisi kedua dengan share sebesar 22,5%, mengalami penurunan sebesar -8,2% dari 1,5 juta orang menjadi 1,4 juta orang. Sebaliknya tenaga kerja kerja dengan pendidikan SMP dan universitas yang masingmasing berada di posisi ketiga dan keempat dengan share sebesar 20,9% dan 12,3% yaitu masing-masing dari 1,38 juta orang menjadi 1,31 juta orang dan 641 ribu orang menjadi 771 ribu orang. Sementara itu, tenaga kerja dengan pendidikan SMK dengan share 11,9% mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan yaitu dari 747 ribu orang menjadi 749 ribu orang pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut secara umum menunjukkan perbaikan kualitas pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara. Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja dengan pendidikan sekolah dasar diindikasikan bekerja secara informal di sektor pertanian dan sektor perdagangan yang juga mengalami peningkatan di Februari Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan SKDU Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara periode triwulan I 2017, secara triwulanan (qtq) terjadi peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 12,3 SBT dibandingkan triwulan IV 2016 yaitu dari -1,3 SBT menjadi 11,1 SBT. Pendorong peningkatan terbesar penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara diindikasikan berasal dari sektor industri pengolahan yang meningkat sebesar 8,2 SBT dari -1,6 SBT pada triwulan IV 2016 menjadi 6,6 SBT pada triwulan berjalan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan pada sektor tersebut secara year on year yang utamanya didorong oleh membaiknya harga komoditas CPO di awal triwulan I KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 86

104 Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.4 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Utama Sejalan dengan hal tersebut, ekspektasi pelaku usaha terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini dan 6 bulan yang akan datang serta keyakinan masyarakat terhadap kondisi penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan datang juga positif. Hal ini menggambarkan masyarakat pelaku usaha optimis perekonomian akan semakin membaik sehingga diharapkan terdapat penambahan jumlah tenaga kerja serta peningkatan penghasilan. Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi terhadap Penambahan Tenaga Kerja Sementara itu berdasarkan hasil SKDU tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera Utara relatif membaik. Hal ini tercermin dari ekspektasi masyarakat terhadap penambahan tenaga kerja yang positif yaitu 11,1 SBT dibandingkan dengan angka realisasinya 3,2 SBT. Berdasarkan Survei Konsumen, keyakinan masyarakat terhadap penghasilan saat ini pada level 126,0 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat pada level 118,4. Membaiknya keyakinan masyarakat tersebut didorong oleh membaiknya harga komoditas terutama CPO dan karet yang merupakan komoditas unggulan di awal triwulan I 2017, serta terdapat kenaikan upah minimum sebesar 8,25% menjadi Rp ,- yang diimplementasikan sejak tanggal 1 Januari Grafik 6.8 Survei Konsumen Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 6.7 SKDU Ekspektasi Penghasilan Persepsi penghasilan yang meningkat pada triwulan I 2017 ikut mendorong aktivitas konsumsi masyarakat yang antara lain tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat dari 111,4 pada triwulan IV 2016 menjadi 119,1 pada triwulan I Dilihat komponennya, IEK didorong oleh peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang seluruhnya meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 114,4 dan 109,7 (Grafik 6.7). KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 87

105 6.2 Kesejahteraan Seiring dengan perlambatan ekonomi di sektor pertanian yaitu dari 4,9% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 2,0% (yoy) di triwulan I 2017, terdapat penurunan NTP pada triwulan I 2017 dari 101,6 ditriwulan IV 2016 menjadi 99,8 di triwulan I Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan pada Indeks yang diterima petani (IT) sebesar 1,46 yaitu dari 129,7 pada triwulan IV 2016 menjadi 128,2 pada triwulan I 2017 dan peningkatan indeks yang dibayar (IB) sebesar 0,82. NTP masih berada di bawah ambang batas 100, hal ini menunjukkan bahwa petani masih mengalami defisit yaitu pendapatan petani masih lebih kecil dibandingkan dengan pengeluarannya. Sehingga untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan petani diperlukan peningkatan daya saing produk pertanian dengan peningkatan kualitas dan spesialisasi produk terutama pada produk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Sementara itu, Indeks Kesejahteraan Nelayan Perikanan (NTPN) Sumatera Utara meningkat sebesar 0,27 dari 102,3 pada triwulan IV 2016 menjadi 102,6 di triwulan I Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan IT dari 126,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 127,8 di triwulan I Peningkatan NTPN didorong sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam membatasi jumlah penangkapan ikan oleh kapal asing di wilayah perairan Indonesia, khususnya di Sumatera Utara di daerah perairan Sibolga, Tanjung Balai dan Belawan. Kesejahteraan Petani Dibandingkan triwulan IV 2016, NTP provinsiprovinsi di kawasan Pulau Sumatera menurun, dengan penurunan terbesar terjadi di provinsi Sumatera Utara sebesar -1,8. Penurunan NTP terjadi di semua sub sektor kecuali perkebunan yang meningkat dari 99,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 99,7 pada periode berjalan. Sementara itu, penurunan NTP tertinggi terjadi di subsektor tanaman hortikultura dari 98,9 pada triwulan IV 2016 menjadi 94,9 pada triwulan I Seluruh komponen NTP masih di bawah level memadai (di bawah 100) menunjukkan pendapatan yang diterima petani masih lebih rendah dibandingkan biaya produksi yang dikeluarkan petani (Grafik 6.8). Kondisi ini patut diwaspadai agar daya beli petani tidak tergerus. Sumber: BPS Pusat Grafik 6.9 Nilai Tukar Petani Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.10 Nilai Tukar Petani berdasarkan Sub Sektor Indeks harga yang diterima (IT) petani menggambarkan fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai IT petani di Sumatera Utara pada triwulan ini sebesar 128,2, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 129,6. Sementara itu penurunan terbesar IT petani terjadi pada sub sektor tanaman hortikultura sebesar -4,04 yaitu dari 126,6 pada triwulan IV 2016 menjadi 122,6 pada triwulan I 2017 yang disebabkan oleh penurunan indeks tanaman sayuran sebesar -1,6 dan tanaman obat sebesar -2,0. Hal ini sejalan dengan penurunan indeks harga sayuran pada level konsumen yang mengalami deflasi sebesar -1,4. Rendahnya IT Petani juga disebabkan oleh melimpahnya KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 88

106 pasokan komoditas pangan yang menyebabkan penurunan harga. Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar (IB) petani menggambarkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakan pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada triwulan I 2017 IB petani mengalami peningkatan dari 127,7 pada per triwulan IV 2016 menjadi 128,5 per triwulan I 2017 yang didorong oleh peningkatan pada indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM). Peningkatan indeks tersebut terjadi pada seluruh subsektor pertanian, dengan peningkatan IB terbesar pada subsektor tanaman pangan yang meningkat dari 129,01 pada triwulan IV 2016 menjadi 130,21 pada triwulan I Peningkatan pada IB inilah yang ikut mendorong penurunan NTP. Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Berdasarkan Subsektor peningkatan indeks harga yang diterima (IT) nelayan sebesar 1,3 yaitu dari 126,5 pada triwulan IV 2016 menjadi 127,78. Sementara itu, peningkatan NTNP didukung oleh peningkatan pada nilai tukar kelompok penangkapan ikan (NTN) sebesar 0,6 dari 107,8 pada triwulan IV 2016 menjadi 108,35. Sementara itu indeks nilai tukar nelayan kelompok budidaya ikan relatif stabil. Peningkatan IT nelayan terjadi terbesar terjadi pada kelompok penangkapan ikan yaitu dari 133,2 pada triwulan IV 2016 menjadi 135,0 pada triwulan I 2017 yang disebabkan oleh peningkatan IT pada penangkapan ikan perairan umum yang meningkat sebesar 2,6 dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini sejalan dengan peningkatan indeks ikan segar pada level konsumen yang mengalami inflasi sebesar 0,4. Peningkatan pada IT inilah yang ikut mendorong penurunan NTNP. Sementara itu, triwulan I 2017 IB nelayan juga mengalami peningkatan dari 123,6 pada triwulan IV 2016 menjadi 124,6 pada triwulan I 2017 yang didorong oleh peningkatan pada indeks konsumsi rumah tangga sebesar 1,1 dan peningkatan indeks BPPBM sebesar 0,8 dari periode sebelumnya. Peningkatan indeks tersebut terjadi pada seluruh kelompok perikanan yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 6.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumber: BPS Sumatera Utara Kesejahteraan Nelayan Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP) merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur indeks kesejahteraan nelayan. Pada triwulan I 2017 tercatat indeks NTNP Sumatera Utara sebesar 102,6 atau meningkat sebesar 0,3 dibandingkan dengan posisi triwulan IV Peningkatan tersebut didorong oleh Pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Utara yang diproksikan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan yaitu dari status sedang menjadi status tinggi atau mencapai angka 70,0. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia. Ukuran keberhasilan tersebut antara lain diukur melalui keberhasilan dalam memperoleh dan KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 89

107 mengakses pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya dalam jangka panjang. Selama kurun waktu tujuh tahun terakhir IPM Sumatera Utara terus mengalami peningkatan sebagaimana disajikan dalam grafik berikut. Grafik 6.11 Perkembangan IPM Sumatera Utara sebesar 42,4%, dengan 3 kabupaten/kota dengan IPM tertinggi adalah Kota Medan (79,3); Kota Pematangsiantar (76,9) dan Kota Binjai (74,1). Sementara itu IPM status sedang sebanyak 16 kabupaten/kota atau sebesar 48,5%. Sementara itu, masih terdapat 3 kabupaten yaitu Nias, Nias Selatan dan Nias Barat yang masih berstatus rendah dengan angka IPM masing-masing sebesar 59,8; 59,1; dan 59,0. Selaras dengan pembangunan yang lebih banyak dilakukan di Pantai Timur, sehingga tingkat kesejahteraan dan pembangunan manusia di Sumatera Utara juga relatif lebih baik di wilayah Pantai Timur (Grafik 6.11). Secara nasional, IPM Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 menduduki peringkat ke 11 setelah Provinsi Jawa Barat dengan angka 70,0. IPM Sumatera Utara tersebut masih berada di bawah rata-rata Nasional dengan angka 70,9. Perhitungan IPM didasarkan pada tiga dimensi dasar perhitungan yaitu i)umur panjang dan hidup sehat; ii) pengetahuan; serta iii) standar harapan hidup layak. Secara nasional dimensi umur panjang dan hidup sehat yang diproksikan melalui Angka Harapan Hidup (AHH), Sumatera Utara menduduki peringkat ke-24 dengan angka 68,3 atau lebih rendah dibandingkan rata-rata Nasional yang mencapai angka 70,9. Sementara dimensi pengetahuan yang diproksikan dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), secara nasional Sumatera Utara menduduki peringkat ke-12 dan ke-5 dengan angka masing-masing 13,0 dan 9,1. Dimensi standar harapan hidup layak yang dinilai melalui pengeluaran per kapita per tahun, Sumatera Utara berada di peringkat ke 19 secara Nasional dengan pengeluaran sebesar 9,4 juta per tahun, atau masih berada di bawah rata-rata Nasional yang mencapai Rp10,4 juta per tahun. Sementara itu, dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, yang menyandang IPM status tinggi sebanyak 14 kabupaten/kota atau Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.12 Sebaran IPM di Sumatera Utara Sejak tahun 2004, IPM digunakan sebagai salah satu indikator dalam menghitung kebutuhan fiskal daerah dalam hal ini DAU. Implikasinya semakin tinggi IPM semakin tinggi DAU yang diterima daerah. Sementara itu, DAU yang dikelola dalam APBD berfungsi sebagai sirkulasi dalam perekonomian daerah terutama bagi stimulus pembangunan, dengan demikian dapat mempengaruhi PDRB atau kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan IPM di suatu daerah menjadi suatu keharusan. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara untuk meningkatkan IPM di Sumatera Utara antara lain dengan meningkatkan akses masyarakat Sumatera terhadap hasil pembangunan seperti akses terhadap fasilitas KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 90

108 kesehatan baik dari sisi ketersediaan maupun keterjangkauan biaya, kemudahan memperoleh pendidikan melalui ketersediaan sekolah dengan disertai fasilitas yang memadai, serta ketersediaan lapangan pekerjaan dengan mengoptimalkan potensi sektor unggulan di masing-masing kabupaten/kota. Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.13 Sebaran IPM per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tabel 6.5 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok Sumber: BPS Sumatera Utara KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 91

109 Pergeseran Profil Tenaga Kerja di Sumatera Utara Suplemen 4 Berdasarkan klasifikasi pekerjaan formal dan informal, per posisi Februari 2017 lapangan usaha informal masih mendominasi penyediaan pekerjaan di Sumatera Utara dengan pangsa pasar sebesar 61% (3,8 juta orang), sedangkan sisanya bekerja di sektor formal. Dalam perkembangannya, sektor formal cenderung mengalami peningkatan yang terlihat dari perkembangan pangsa dari 34% pada Februari 2012 menjadi 39% pada Februari Sementara itu, pertumbuhan sektor formal dan non formal cenderung fluktuatif. Pada sektor informal hal ini terutama terjadi pada kelompok buruh tidak tetap, pekerja bebas, sementara pada sektor formal hal ini terjadi pada kelompok berusaha dibantu buruh tetap. Grafik 6.14 Pertumbuhan sektor formal dan non formal Komposisi demografi penduduk Sumatera Utara juga mengalami pergeseran. Komposisi penduduk usia kerja usia di atas 15 tahun meningkat dari 57,9% (7,6 juta orang) pada tahun 2012 menjadi 57,2% (7,9 juta orang) pada tahun Sementara komposisi usia di bawah 15 tahun mengalami penurunan yaitu 32,4% pada 2012 menjadi 32,0 pada Di sisi lain, komposisi penduduk pada usia kurang produktif cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 9,8% pada 2012 menjadi 10,7% pada Hal tersebut berimplikasi pada perubahan komposisi tenaga kerja di lapangan pekerjaan utama. Komposisi tenaga kerja di sektor pertanian, dimana mayoritas merupakan sektor informal mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari data BPS Sumatera Utara pada Februari 2012 dimana jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 3,1 juta orang atau 51% dari total tenaga kerja menurun menjadi 2,6 juta orang atau 43% dari total tenaga kerja pada Feb Hal tersebut terjadi karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perumahan dan infrastruktur lainnya dan menurunnya minat bekerja di sektor pertanian. Grafik 6.15 Struktur Demografi Sumatera Utara Grafik 6.16 Jumlah Demografi Sumatera Utara KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 92

110 Secara umum kualitas pendidikan di Sumatera Utara mulai membaik, yang tercermin dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang mengalami peningkatan yaitu 8,52 pada 2010 meningkat menjadi 9,12 pada Selain itu, dibandingkan data Nasional RLS di Sumatera Utara juga lebih tinggi. Sementara itu kualitas pendidikan tenaga kerja di Sumatera Utara relatif membaik yang tercermin dari penurunan jumlah proporsi tenaga kerja lulusan SD, SMP serta peningkatan tenaga kerja lulusan SMA/SMK dan peningkatan jumlah tenaga kerja lulusan Diploma/Universitas. Sementara itu, dilihat dari alokasi anggaran pendidikan baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah di tahun 2016 dan 2017 juga relatif meningkat. Grafik 6.17 Rata-rata Lama Sekolah Grafik 6.18 Struktur Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Tren pergeseran tenaga kerja di Sumatera Utara terjadi karena perkembangan ekonomi yang mulai relatif merata terutama di daerah-daerah yang dalam lima tahun terakhir mengalami i) peningkatan perekonomian terutama dari sisi infrastruktur; ii) peningkatan kualitas pendidikan dan akses masyarakat terhadap sekolah; iii) teknologi informasi yang semakin mempermudah komunikasi; iv) beralihnya lahan pertanian menjadi lahan perumahan, serta v) pergeseran angkatan kerja dari sisi usia. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 93

111 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 94

112 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan cenderung stabil dibandingkan Triwulan II Pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017 diperkirakan kisaran 5,1-5,5% (yoy) didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah yang semakin meningkat. Sementara itu, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat saat bulan ramadhan dan perayaan hari raya idul fitri. Di sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan sedikit terhambat akibat mulai melambatnya kenaikan harga komoditas. Sementara itu, secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan cenderung stabil, berada dalam kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari sisi sektor eksternal. Dari sisi eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, dari domestik, perbaikan juga didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun PROSPEK PEREKONOMIAN 95

113 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Mencermati perkembangan indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan akan stabil dibandingkan triwulan II 2017 dengan magnitude yang sama dengan perkiraan semula 29. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya performa konsumsi pemerintah setelah rampungnya proses pengadaan dan berlanjutnya pembangunan infrastruktur strategis. Sementara itu, kinerja sektor swasta diperkirakan masih positif seiring dengan masih kondusifnya sektor eksternal yang menopang akselerasi perekonomian. Kinerja ekspor pada tahun triwulan III 2017 juga diperkirakan masih tumbuh positif, seiring dengan perbaikan permintaan dari negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok serta peningkatan harga komoditas perkebunan baik di pasar domestik maupun internasional. Dengan demikian, kinerja impor juga turut meningkat. Di sisi konsumsi, optimisme konsumen diperkirakan terjaga namun tidak setinggi pada triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya puncak aktivitas konsumsi masyarakat pada perayaan Idul Fitri. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat perbaikan konsumsi rumah tangga diantaranya kenaikan tarif listrik dan gas yang mendorong adanya penurunan konsumsi listrik oleh masyarakat. Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 7.1 Survei Konsumen Perkiraan pada edisi Februari 2017 adalah 5,1%-5,5%. Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan Pesimisme penurunan tingkat konsumsi masyarakat tersebut juga tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Dimana, ekspektasi terhadap penghasilan, lapangan kerja dan kondisi ekonomi pada triwulan III 2017 akan Menurun. Namun demikian, pedagang lebih optimis dalam melihat ekspektasi peningkatan kinerja konsumsi masyarakat ke depan. Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke depan dipekirakan akan meningkat. Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah di triwulan III 2017 juga diperkirakan akan PROSPEK PEREKONOMIAN 96

114 membaik dari triwulan sebelumnya seiring dengan rampungnya proses pengadaan dan lelang sehingga belanja terutama modal dan infrastuktur dapat terealisir secara optimal. Selain itu, prioritas pemerintah dalam penyelesaian pembangunan infrastruktur strategis juga akan mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah. Namun, risiko rendahnya realisasi anggaran pemerintah daerah kabupaten/kota masih tinggi terkait terlambatnya pengesahan APBD di beberapa kabupaten/kota yang akan berimplikasi terhadap keterlambatan proses lelang dan pengadaan. Investasi diperkirakan akan membaik seiring dengan siklus anggaran pemerintah yang akan terealisasi lebih optimal di triwulan III Investasi Pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan akan lebih tinggi dari periode sebelumnya. Pertumbuhan investasi tersebut didorong oleh gencarnya realisasi proyek infrastruktur strategis nasional seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Disamping itu, investasi swasta juga diperkirakan meningkat meski masih terbatas. Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta tersebut masih cukup kuat, tercermin dari beberapa kontak liaison yang menyatakan rencananya untuk merealisasikan investasi berupa barang modal pada periode mendatang. Selain itu, peningkatan investasi swasta pada triwulan I dan II 2017 terkait dengan peningkatan produksi yang merespon peningkatan harga komoditas menjadi modal utama optimisme perbaikan investasi ke depan. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan stabil atau sama dengan triwulan sebelumnya. Masih baiknya kinerja ekspor luar negeri ini tidak terlepas dari perbaikan harga komoditas perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya di awal tahun 2017 yang disertai dengan mulai menggeliatnya industri manufaktur negara tujuan ekspor utama Sumatera Utara. Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Komoditas Harga Tw II 2017 (%, yoy, proyeksi) Harga Tw III 2017 (%, yoy, proyeksi) Kelapa Sawit Karet Kopi Sumber: IMF Edisi Februari 2017, diolah Ke depan, harga CPO diperkirakan akan kembali menurun seiring dengan kembali normalnya pasokan dari negara-negara produsen pasca adanya gangguan cuaca El-Nino pada tahun Selain itu, dari sisi permintaan akan ada hambatan ekspor karena kembali giatnya aktivitas proteksionisme negara mitra dagang diantaranya: 1. Peningkatan tarif bea masuk impor minyak sawit di India dari 2,5% menjadi 7,5% untuk CPO, sementara untuk refined oil ditingkatkan dari 10% menjadi 15% serta kebijakan peningkatan penyerapan kopra. 2. Penerapan tarif impor CPO di Tiongkok sebesar 9% serta pemberian kredit murah dan subsidi harga untuk komoditas canola dan kedelai. 3. Pemberian Subsidi pertanian dan biodiesel dan resolusi sawit di Eropa. 4. Peningkatan produksi CPO dan pemberian discount price bagi pembelian CPO di beberapa negara mitra dagang di Malaysia. Sementara itu, untuk harga karet diperkirakan akan stabil dan tetap pada level yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016 yang didorong oleh peningkatan permintaan dari AS dan Tiongkok serta rencana pembatasan kembali oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC). Momentum membaiknya aktivitas industri manufaktur negara mitra dagang utama juga diperkirakan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian. Perkembangan nilai Purchasing Manager Index (PMI) pada awal triwulan II menunjukkan pergerakan yang cukup menggembirakan. Meskipun sedikit menurun PMI negara mitra dagang utama Sumatera Utara masih dalam fase ekspansi, sehingga cukup PROSPEK PEREKONOMIAN 97

115 menambah optimisme kinerja sektor eksternal ke depan. Grafik 7.4 Purchasing Manager Index Dari sisi penawaran, membaiknya perekonomian Sumatera Utara terutama ditopang oleh peningkatan kinerja sektor/kategori pertanian, kategori industry pengolahan, kategori perdagangan, dan kategori konstruksi. Kinerja kategori pertanian, kategori perdagangan dan kategori industri pengolahan tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas perkebunan. Gencarnya realisasi proyek infrastruktur strategis seperti Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung turut mendorong kinerja kategori konstruksi. Bergesernya periode puncak panen raya tanaman pangan dan hortikultura diperkirakan akan mendorong kinerja kategori pertanian di triwulan II Tingginya intensi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi ditandai dengan tingginya penyaluran bantuan dalam bentuk alat atau benih diharapkan mampu meningkatkan produksi pangan. Sementara itu, kinerja subkategori perkebunan diperkirakan masih akan meningkat seiring dengan puncak produksi karet dan kopi serta masih tingginya harga komoditas di pasar internasional. Kinerja kategori industri pengolahan diperkirakan masih akan bergerak positif seiring dengan ekspektasi akan meningkatnya permintaan masyarakat memasuki bulan Ramadhan. Meningkatnya kapabilitas industri pendukung seperti listrik dan gas mampu menunjang aktivitas industri. Meningkatnya realisasi belanja infrastruktur pemerintah akan meningkatkan kinerja kategori konstruksi. Disamping percepatan pembangunan infrastruktur existing seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung, penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan, serta jalan tol Medan-Tebing tinggi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan beberapa proyek yang siap untuk dikerjasamakan. Dengan demikian, geliat pembangunan diperkirakan akan kembali membaik pada triwulan mendatang. Sementara itu, peningkatan aktivitas konsumsi seiring dengan masuknya bulan Ramadhan dan perayaan idul fitri juga turut meningkatkan kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Selain itu, perbaikan kategori perdagangan juga akan didorong oleh perbaikan perdagangan antar daerah seiring dengan masuknya musim panen komoditas pangan. Untuk keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan cenderung stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan masih ditopang oleh perekonomian domestik dan perbaikan dari sisi sektor eksternal. Perbaikan tersebut didorong oleh aktivitas belanja pemerintah yang lebih baik dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK. Selain itu, dari eksternal meningkatnya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dan lebih tingginya harga komoditas khususnya karet dan CPO telah mendorong produktivitas industri pengolahan. Sementara itu, kinerja investasi non-bangunan tetap ditopang oleh penjualan mesin dan perlengkapan, serta kendaraan. Selain itu, dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Sementara itu kinerja sektor eksternal juga diperkirakan mengalami PROSPEK PEREKONOMIAN 98

116 perbaikan seiring dengan kinerja net ekspor yang semakin membaik dengan memanfaatkan momentum perbaikan permintaan global dan harga komoditas. Dari sisi lapangan usaha, membaiknya kinerja kategori atau lapangan usaha industri pengolahan, kategori pertanian, dan kategori perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi pendorong utama perekonomian domestik. Membaiknya permintaan global menjadi salah satu faktor utama perbaikan sektoral khususnya pada industri. Di sisi nontradable, perbaikan kinerja sektor PHR dipengaruhi oleh peningkatan transaksi ekspor-impor, sementara kinerja sektor konstruksi didukung oleh semakin membaiknya investasi bangunan. 7.2 Prospek Inflasi F (%,yoy) Adm Prices (%, yoy) Tw-III ± 0,5% PROYEKSI INFLASI Berlangsungnya aktivitas panen raya ke II yang pada umumnya terjadi pada triwulan III dan menurunnya permintaan masyarakat mendorong meredanya tekanan inflasi pada triwulan III Tekanan inflasi diperkirakan berada pada sasaran nasional yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan inflasi volatile foods, sementara inflasi administered prices cenderung stabil. Menurunnya tekanan inflasi pada triwulan III pada kelompok inflasi volatile foods diperkirakan terkait dengan aktivitas panen komoditas tanaman pangan maupun hortikultura yang diperkirkan berlangsung normal. Kondisi ini merupakan perkembangan yang positif setelah terjadi gagal panen pada triwulan III tahun lalu seiring dengan adanya gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang diiringi dengan anomali cuaca yang menggeser periode tanam tanaman pangan maupun hortikultura. Baiknya aktivitas tanam pada triwulan III juga ditopang oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif serta baiknya penyaluran pupuk subsidi. Kondisi cuaca terebut juga diharapkan mendukung kelancaran kegiatan distribusi bahan pangan. Meski risiko tekanan inflasi kelompok Volatile Foods pada triwulan III diperkirakan masih rendah, namun koordinasi TPID Provinsi Sumatera Utara masih terus diintensifkan dalam merealisasikan program yang telah disusun dalam roadmap pengendalian inflasi. Persediaan beras BULOG diperkirakan sangat cukup untuk meredam tekanan inflasi. juta ton Volume Growth 355.7% Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah Grafik 7.5 Stock Beras BULOG 402.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 400.0% 300.0% 200.0% 100.0% % % Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong tekanan inflasi volatile foods yang lebih tinggi dari perkiraan. Menurunnya penyaluran bantuan benih yang disertai dengan stabilisasi kondisi akibat erupsi Gunung Sinabung yang tidak berjalan cukup cepat dapat mengganggu produksi tanaman pangan, hortikultura dan sayur-mayur kedepan. Sementara itu, lonjakan inflasi pendidikan yang pada umumnya terjadi pada triwulan III diperkirakan mendorong tekanan inflasi inti. Secara historis, dampak inflasi pendidikan diperkirakan masih dalam level yang masih terkendali. Stabilisasi nilai tukar yang terus diupayakan yang disertai dengan demand pull yang diperkirakan mereda diperkirakan mampu yoy 0.0% PROSPEK PEREKONOMIAN 99

117 menahan peningkatan tekanan inflasi inti. Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan masih cukup terkendali SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga Pada kelompok administered prices, selesainya program migrasi pelanggan listrik bersubsidi diperkirakan akan menjaga stabilisasi tekanan inflasi administered prices. Meredanya permintaan akan angkutan udara seiring dengan terlaluinya kemeriahan budaya mudik dalam menyambut Lebaran juga mampu menopang stabilisasi harga pada kelompok ini. Meskipun demikian, risiko tekanan inflasi pada kelompok ini masih cukup tinggi terkait dengan masih berlanjutnya tren perbaikan harga minyak dunia yang dapat mendorong kenaikan harga BBM maupun tarif listrik ke depannya. Risiko penyesuaian harga BBM terkait dengan diskrepansi harga minyak mentah dunia yang sudah cukup lebar bila dibandingkan dengan April 2016 (periode terakhir pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi). Selain itu, potensi kenaikan tekanan inflasi juga didorong oleh rencana skema BBM satu harga juga dapat mendorong peningkatan tekanan inflasi ke depan. Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan berada pada kisaran 4,0% ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh membaiknya pasokan pangan yang terutama tersedia secara lebih merata pada awal tahun Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya. Sementara itu, tekanan inflasi dua kelompok disagregasi lainnya diperkirakan meningkat. Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok Administered Prices pada tahun 2017 masih cukup tinggi. Pergerakan harga minyak dunia yang kembali merangkak direspon pemerintah dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam beberapa periode. Hal tersebut juga meningkatkan risiko kenaikan harga BBM subsidi maupun non subsidi. Selain itu, adanya beberapa kebijakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga mendorong peningkatan tekanan inflasi kelompok administered prices. Kebijakan pemerintah untuk melakukan migrasi pelanggan rumah tangga subsidi yang tidak layak mendapatkan subsidi untuk menempuh penyaluran subsidi tepat sasaran juga turut mendorong peningkatan tekanan inflasi administered prices sepanjang semester I Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan prakiraan perbaikan harga komoditas perkebunan. Situasi global yang masih dirundung ketidakpastian juga masih memberikan tekanan terhadap satabilitas nilai tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam level yang terkendali sehingga inflasi secara umum masih mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 7.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Ke depan, perbaikan ekonomi diprakirakan masih akan terus berlanjut. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih tinggi dan perbaikan ekonomi dunia yang terus PROSPEK PEREKONOMIAN 100

118 berlanjut menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Namun, indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut tersebut masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di antaranya adalah: 1. Mendorong dan mengintensifkan monitoring realisasi APBD agar realisasi dana APBD dapat optimal dan tepat guna. 2. Memperkuat infrastruktur dalam rangka mendorong pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang baru 3. Meningkatkan pemanfaatan elektronifikasi untuk mendukung efisiensi perekonomian. 4. Mengintensifkan koordinasi di daerah dan pusat untuk pengembangan pariwisata dan sektor jasa pendukungnya. 5. Memastikan perbaikan iklim investasi dapat berjalan dengan baik dan dirasakan oleh dunia usaha terutama terkait dengan perizinan satu pintu dan aspek keamanan. 6. Memberikan insentif terhadap pengembangan riset dan teknologi yang mendukung pengembangan industri yang bernilai tambah tinggi (hilirisasi produk perkebunan). Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi dapat terjaga pada kisaran sasaran inflasi 4±1%, diantaranya: 1. Meningkatkan produksi pangan melalui perluasan atau diversifikasi areal pertanaman maupun sentra produksi baru di daerah yang tidak rentan bencana 2. Meningkatkan dan mempercepat riset terapan yang menghasilkan benih yang tahan penyakit, cuaca, dan menghasilkan produktivitas yang tinggi, disamping penggunaan teknologi tepat guna. 3. Meningkatkan program pendampingan dan pembinaan kelompok petani dalam mengantisipasi gangguan OPT yang meluas pada tahun 2016 lalu serta memperluas kesempatan petani dalam memperoleh permodalan dari perbankan. 4. Memperkuat kerja sama antar daerah melalui identifikasi pola perdagangan antar wilayah, yang dibarengi dengan pengembangan Kab/Kota sebagai penyangga pangan. 5. Mempercepat pembentukan BUMD dan BUMDes untuk memperkuat sinergi dengan Toko Tani sebagai bagian dari jaringan pangan Bulog. 6. Memperkuat basis data yang terintegrasi dalam mendukung kebijakan yang terarah dan tepat sasaran. 7. Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama dengan distributor maupun pelaku usaha untuk membangun komitmen bersama terhadap pengendalian inflasi. 8. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM untuk mengembangkan industri kreatif pangan dan non-pangan. 9. Menggiatkan program diversifikasi konsumsi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap komoditas tertentu. PROSPEK PEREKONOMIAN 101

119 LAMPIRAN INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah) LAMPIRAN 102

120 INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah) LAMPIRAN 103

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Agustus 2017 VISI DAN

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA MEI 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA Agustus 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman ini sengaja dikosongkan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015 Rakordal KALTENG 2015 Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook 2015 19 Oktober 2015 Outline 1 Perekonomian Nasional PDB Inflasi Rupiah Outlook 2015 3 Perekonomian Proyeksi PDRB Target Inflasi Kalteng

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Kajian Triwulanan Periode Mei 2017 1 Visi, Misi, dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali gan a Pul Februari 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI FebruarI 2017 Untuk informasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci