Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank"

Transkripsi

1 i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

3 Triwulan IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp Fax iii

4 Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : Fax : Bimo Epyanto (bimo@bi.go.id) Amran Ardiyan (amran_a@bi.go.id) Hasudungan P. Siburian (hasudungan_ps@bi.go.id) Reza Hidayat (reza_h@bi.go.id) Rizky Shantika Putri (rs_putri@bi.go.id) iring Piring Piring iv

5 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode Triwulan IV 215. Kami mengharapkan publikasi ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku kepentingan kami : pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi, pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku (hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs kami : Setelah mengalami perlambatan selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut, perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 215. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan mencapai 5,74% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan III 215 sebesar 4,93% (yoy). Meski meningkat, perbaikan ekonomi Sumbar hanya ditopang oleh membaiknya ekspor antar daerah dan meningkatnya konsumsi lembaga non profit rumah tangga seiring dengan penyelenggaraan Pilkada Sedangkan kinerja komponen lainnya masih melemah sebagai dampak dari masih lemahnya daya beli masyarakat dan rendahnya aktivitas investasi. Sementara itu, Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat menurun signifikan pada akhir tahun 215. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat tahun 215 tercatat hanya sebesar 1,8% (yoy) atau menurun signifikan dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 11,58% (yoy). Laju inflasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera, bahkan tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah secara nasional. Relatif lebih terjaganya pasokan pangan dibandingkan tahun sebelumnya,kecenderungan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi strategis sebagai dampak turunnya harga energi strategis dunia, imbas pelemahan daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan ekonomi Sumatera Barat sepanjang tahun 215, menjadi faktor-faktor dominan yang menjadikan meredanya inflasi Sumbar. v

6 Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung data dan informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan datang. Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri. Padang, Februari 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT Kepala Perwakilan, (ttd) Puji Atmoko Direktur vi

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GRAFIK... x RINGKASAN EKSEKUTIF... xiii 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Perkembangan Umum Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan BAB II INFLASI DAERAH Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Inflasi Menurut Kota Inflasi Kota Padang Inflasi Kota Bukittinggi Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Disagregasi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Perkembangan DPK Perkembangan Kredit Intermediasi dan Risiko Perbankan vii

8 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Ketahanan Sektor UMKM Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Perkembangan Transaksi Non Tunai BAB IV KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah Daerah Belanja Pemerintah Daerah BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Ketenagakerjaan Daerah Kesejahteraan Daerah Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Prakiraan Inflasi viii

9 DAFTAR TABEL TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PENGELUARAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN... 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA TABEL 2.1. LAJU INFLASI PROVINSI-PROVINSI DI SUMATERA TABEL 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (%, YOY) TABEL 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BUKITTINGGI MENURUT KEL. BARANG DAN JASA (%, QTQ) TABEL 2.4. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG & JASA (YOY, %) TABEL 2.5. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (QTQ, %) TABEL 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULAN SUMATERA BARAT KELOMPOK BAHAN MAKANAN (QTQ, %) TABEL 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU (QTQ, %) TABEL 2.8. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR (QTQ, %) TABEL 2.9. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK SANDANG (QTQ, %)... 3 TABEL 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK KESEHATAN (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA (QTQ, %) TABEL PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN (QTQ, %) TABEL KEBUTUHAN BAHAN PANGAN DI KOTA PADANG TABEL POLA PERGILIRAN TANAM PROGRAM GTCK TABEL MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN CABAI MERAH DI SUMATERA BARAT TABEL 3.1. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT TABEL 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH SUMATERA BARAT TABEL 6.1. PERTUMBUHAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS EKSPOR INDONESIA TABEL 6.2. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA ix

10 DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN IV GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL... 3 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB MENURUT PERMINTAAN... 5 GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN... 5 GRAFIK 1.6. INDEKS KONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMA... 5 GRAFIK 1.7. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA... 6 GRAFIK 1.8. PERTUMBUHAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR... 6 GRAFIK 1.9. PENJUALAN KENDARAAN BERMOTOR... 6 GRAFIK 1.1. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK... 6 GRAFIK REALISASI BELANJA APBD PROV. SUMBAR... 7 GRAFIK KAPASITAS PRODUKSI TERPAKAI... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN PMDN... 8 GRAFIK PERKEMBANGAN PMA... 9 GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI... 9 GRAFIK EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI... 9 GRAFIK EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH... 9 GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 1 GRAFIK PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA... 1 GRAFIK 1.2. HARGA KOMODITAS KARET GRAFIK HARGA KOMODITAS CPO GRAFIK PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR GRAFIK AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR GRAFIK PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS GRAFIK VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS GRAFIK NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS GRAFIK PORSI IMPOR KOMODITAS NONMIGAS GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMBAR BERDASARKAN REGIONAL GRAFIK ASAL BARANG IMPOR SUMBAR BERDASARKAN NEGARA DI ASIA GRAFIK 1.3. KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA GRAFIK PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA GABAH GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA JUAL KOMODITAS PERTANIAN, PETERNAKAN, DAN PERIKANAN GRAFIK PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN (SKDU) GRAFIK PENJUALAN MOBIL GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENUMPANG BIM GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI GRAFIK KAPASITAS TERPASANG LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU BI) GRAFIK 1.4. PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA JUAL LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU BI) GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI GRAFIK 2.2. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI TAHUNAN TERBESAR DI SUMATERA BARAT TAHUN GRAFIK 2.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI TAHUNAN TERBESAR DI SUMATERA BARAT TAHUN GRAFIK 2.4. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.5. KONTRIBUSI INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI GRAFIK 2.6. INDEKS KEYAKINAN DAN EKSPEKTASI KONSUMEN (SURVEI KONSUMEN) GRAFIK 2.7. KAPASITAS INDUSTRI TERPASANG (SKDU) GRAFIK 2.8. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI SUMATERA BARAT TAHUN GRAFIK 3.1. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT GRAFIK 3.2. SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR GRAFIK 3.3. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) GRAFIK 3.4. PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN x

11 GRAFIK 3.5. PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN GRAFIK 3.6. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM GRAFIK 3.7. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR KORPORASI GRAFIK 3.8. PERTUMBUHAN KREDIT KORPORASI GRAFIK 3.9. PERKEMBANGAN NPL SEKTOR KORPORASI... 5 GRAFIK 3.1. PANGSA KREDIT MENURUT SEKTOR RUMAH TANGGA... 5 GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENTIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN TRUK DI SUMATERA BARAT GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA GRAFIK PERTUMBUHAN KREDIT UMKM GRAFIK PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL GRAFIK PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM GRAFIK PERTUMBUHAN ASET, DPK DAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM SYARIAH GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN FDR DAN NPF BANK UMUM SYARIAH GRAFIK PERKEMBANGAN ASET BPR DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN DPK BPR MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PANGSA DPK BPR MENURUT JENIS SIMPANAN GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT BPR MENURUT JENIS PENGGUNAAN GRAFIK PANGSA KREDIT BPR MENURUT JENIS PENGGUNAAN... 6 GRAFIK PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BPR... 6 GRAFIK PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) GRAFIK PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) GRAFIK 3.3. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT, PANGSA, DAN NPL UMKM NASIONAL GRAFIK PERKEMBANGAN KREDIT, PANGSA, DAN NPL UMKM DI SUMATERA BARAT GRAFIK 4.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.2. PERKEMBANGAN TRIWULANAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.3. PERKEMBANGAN TRIWULANAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.4. PENCAPAIAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.5. PERKEMBANGAN TRIWULANAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.6. PORSI KOMPONEN DARI PENDAPATAN DAERAH GRAFIK 4.7. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN TRIWULANAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN BELANJA MODAL TERHADAP TARGET APBD GRAFIK 4.1. PENCAPAIAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD GRAFIK PORSI KOMPONEN DARI BELANJA DAERAH GRAFIK 5.1. ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.2. TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.3. PEKERJA TIDAK PENUH DI SUMATERA BARAT GRAFIK 5.4. PEKERJA BERDASARKAN LAPANGAN USAHA GRAFIK 5.5. PEKERJA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.6. INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA DAN INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN GRAFIK 5.7. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA GRAFIK 5.8. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI GRAFIK 5.9. UMP SUMATERA BARAT GRAFIK 5.1. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN GRAFIK GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN GRAFIK INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN xi

12 GRAFIK INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN GRAFIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, GRAFIK 6.1. PERKEMBANGAN KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA GRAFIK 6.2. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN GRAFIK 6.3. PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI GRAFIK 6.4. PRAKIRAAN INVESTASI SECARA UMUM GRAFIK 6.5. PRAKIRAAN KEGIATAN USAHA SECARA UMUM GRAFIK 6.6.PRAKIRAAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA SECARA UMUM GRAFIK 6.7. PERKEMBANGAN HARGA TBS DAN HARGA CPO DUNIA GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR CPO DAN KARET GRAFIK 6.9. PROYEKSI INFLASI TW I GRAFIK 6.1. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN GRAFIK PRAKIRAAN CURAH HUJAN SUMATERA BARAT GRAFIK PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) GRAFIK PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) xii

13 RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT TRIWULAN IV 215 Perekonomian Sumatera Barat mulai meningkat. Setelah mengalami perlambatan selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut, perekonomian Sumatera Barat menunjukkan perbaikan di triwulan IV 215. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat di triwulan laporan mencapai 5,74% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 215 sebesar 4,93% (yoy). Peningkatan ekonomi hanya ditopang ekspor antar daerah dan konsumsi LNPRT. Sementara komponen lainnya masih melemah. Meskipun meningkat, perbaikan ekonomi Sumatera Barat hanya ditopang oleh membaiknya ekspor antar daerah dan meningkatnya konsumsi lembaga non profit rumah tangga. Membaiknya kinerja ekspor antar daerah disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap komoditas pertanian dan bahan makanan lokal Sumatera Barat khususnya dari daerah lain yang terkena dampak kabut asap di regional Sumatera. Sedangkan peningkatan konsumsi lembaga non profit rumah tangga disebabkan oleh Pilkada. Sedangkan kinerja komponen lainnya masih menunjukkan penurunan, sebagai dampak dari masih lemahnya daya beli masyarakat dan rendahnya aktivitas investasi. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan laporan berasal dari membaiknya kinerja pertanian dan industri pengolahan yang memiliki kontribusi total sebesar 39,53% dari total PDRB. Secara keseluruhan tahun 215, perekonomian Sumatera Barat melambat Secara keseluruhan tahun 215, kinerja Sumatera Barat mengalami perlambatan dibandingkan tahun 214, bahkan terendah selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat di tahun 215 tercatat sebesar 5.41% (yoy), turun dibandingkan tahun 214 yang mampu mencapai 5,86% (yoy). Masih terbatasnya realisasi investasi dan melemahnya kinerja net ekspor luar negeri menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi tahun 215. Berdasarkan sektor lapangan usaha, melambatnya perekonomian berasal dari penurunan kinerja industri pertanian, perdagangan, pengolahan dan industri transportasi dan komunikasi Laju inflasi tahunan Sumatera Barat menurun signifikan di akhir tahun 215. Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat menurun signifikan di akhir tahun 215. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat tahun 215 tercatat hanya sebesar 1,8% (yoy), menurun signifikan dibandingkan xiii

14 tahun 214 yang mencapai 11,58% (yoy). Laju inflasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera, bahkan tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah secara nasional. Relatif lebih terjaganya pasokan pangan dibandingkan tahun sebelumnya, kecenderungan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi strategis sebagai dampak turunnya harga energi strategis dunia, imbas pelemahan daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan ekonomi Sumatera Barat sepanjang tahun 215, menjadi faktor-faktor dominan yang menjadikan meredanya inflasi Sumbar. Pertumbuhan aset, DPK, dan kualitas kredit perbankan meningkat, sementara pertumbuhan kredit masih terbatas. Ditengah peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dan berbagai kebijakan pemerintah di bidang perbankan, perbankan mulai menunjukan kinerja yang membaik seperti ditunjukkan oleh perkembangan sejumlah indikator yaitu pertumbuhan aset, DPK, dan kualitas kredit. Perbaikan kualitas kredit perbankan melalui kebijakan restrukturisasi, diharapkan dapat memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset bank umum. Pencairan dana proyek pemerintah dan swasta, berdampak pada meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) khususnya jenis tabungan. Sementara itu, pertumbuhan kredit masih sedikit melambat seiring dengan lemahnya daya beli masyarakat dan melemahnya kinerja sebagian korporasi. Perlambatan kredit terjadi pada sektor korporasi antara lain sektor pertanian, industri pengolahan, dan jasa, sementara sektor perdagangan mulai menunjukkan peningkatan. Selain itu, melambatnya konsumsi rumah tangga berdampak pada perlambatan kredit di sektor rumah tangga. Intermediasi perbankan meningkat dan berada pada level yang tinggi. Kualitas kredit membaik. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat terus meningkat sesuai dengan siklus akhir tahun dan tetap berada pada level yang tinggi, tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai sebesar 145,1% di triwulan IV 215. Sementara itu kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan oleh pemerintah dan OJK mulai berdampak pada membaiknya kualitas penyaluran kredit, terindikasi pada menurunnya Rasio Non Performing Loans (NPL) kredit dari 3,1% menjadi 2,7%. Transaksi tunai dan non tunai mengalami penurunan signifikan. Dari sistem pembayaran, pertumbuhan transaksi tunai dan nontunai mengalami penurunan di triwulan IV 215. Net inflow uang kartal triwulan laporan tercatat sebesar Rp363 miliar, turun sebesar minus 5,8% (yoy). Sementara pada transaksi non tunai, nilai transaksi RTGS di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp15 triliun, turun signifikan sebesar minus 53,8% (yoy) sebagai dampak implementasi BI- xiv

15 RTGS Generasi II. Realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan. Realisasi belanja daerah meningkat. Realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat di triwulan IV 215 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran Dana Perimbangan Pemerintah Pusat yang lebih banyak diberikan pada awal tahun menjadi faktor utama berkurangnya pendapatan daerah pada triwulan laporan. Sementara itu, realisasi belanja Pemerintah Daerah pada triwulan IV 215 meningkat seiring dengan pembayaran proyek-proyek Pemerintah yang mengalami puncaknya pada akhir tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun. Tingkat pengangguran meningkat. Perlambatan ekonomi yang terjadi di tahun 215 berimbas pada menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio pekerja tidak penuh pada periode Agustus 215. Selain itu, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan tingkat pengangguran yang meningkat. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Selain itu, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat meningkat Sementara itu,, kondisi kesejahteraan masyarakat di semester kedua tahun 215 relatif membaik. Kondisi ini tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Penurunan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Namun demikian, perbaikan kesejahteraan masyarakat tersebut tidak diikuti dengan perbaikan kesenjangan dan ketimpangan di antara penduduk miskin. Hal ini ditandai dengan peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan pada paruh kedua tahun 215. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh melambat di triwulan I 216. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh melambat di triwulan I 216. Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan tumbuh dikisaran 5,2% -5,6% (yoy) pada triwulan I 216, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 215 sebesar 5,7% (yoy). Melambatnya kinerja perekonomian tersebut diprakirakan terutama berasal dari perlambatan kinerja ekspor, belanja pemerintah dan investasi. Berdasarkan sisi penawaran, faktor perlambatan terutama bersumber dari lapangan usaha pertanian; perdagangan besar dan eceran; serta konstruksi. xv

16 Tekanan inflasi Sumatera Barat di triwulan I 216 diprakirakan meningkat. Setelah mengalami inflasi yang rendah pada akhir tahun 215, laju inflasi Sumatera Barat diperkirakan meningkat di triwulan I 216 dengan kisaran 4,7% - 5,1% (yoy). Faktor utama pendorong inflasi di triwulan I 216 tersebut adalah prakiraan curah hujan yang tinggi serta permasalahan banjir yang terjadi di beberapa sentra produksi di Sumatera Barat. Hal tersebut diperkirakan dapat memengaruhi ketersediaan pasokan pangan utama seperti beras, cabai merah, bawang merah dan komoditas pangan lainnya. Namun demikian disisi lain terdapat faktor penahan inflasi khususnya dari kelompok administered price, seiring dengan kembali normalnya tarif angkutan udara pasca liburan akhir tahun 215 dan diterapkannya kebijakan penyesuaian penurunan harga BBM dan LPG 12 kg yang dilakukan pemerintah pusat. xvi

17 INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT I II III IV I II III IV MAKRO IHK Sumatera Barat * 127,69 134,55 14,15 155,39 113,12 113,43 116,79 125,6 125,6 12,22 122,7 124,9 126,41 126,41 IHK Kota Padang 127,69 134,55 14,15 155,39 113,58 113,89 117,3 126,3 126,3 12,99 123,48 124,83 127,1 127,1 IHK Kota Bukittinggi 19,82 11,17 113,21 118,22 118,22 114,79 117,15 118,87 121,52 121,52 Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 7,84 5,37 4,16 1,87 8,63 6,16 6, 11,58 11,58 6,28 8,17 6,25 1,8 1,8 Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 7,84 5,37 4,16 1,87 8,87 6,26 5,95 11,9 11,9 6,52 8,42 6,42,85,85 Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 6,94 5,44 6,37 9,24 9,24 4,53 6,34 5, 2,79 2,79 PDRB - harga konstan (miliar Rp) ** PDRB berdasarkan sisi Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Perubahan Inventori (25) (34) (28) 69 (46) (5) 81 - Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (1.543) (12.754) (6.276) (7.112) (318) (1.259) (462) (3.434) (5.472) 74 (1.595) (732) (2.889) (5.142) PDRB berdasarkan Lapangan Usaha - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6,34 6,31 6,2 7,52 4,97 5,44 5,59 5,85 5,86 5,48 4,93 5,74 5,41 PERBANKAN INDIKATOR Bank Umum Total Aset (Rp triliun) 3,3 34,1 4,2 43,6 47,6 46,8 48,7 48,1 48,1 5,8 52,9 53,8 54,3 54,3 DPK (Rp Triliun) 2,9 22,6 25,6 26,3 27, 29,2 3,8 29,7 29,7 31,8 33, 34, 33,1 33,1 - Giro (Rp Triliun) 3,6 4,3 4,9 4,3 4,9 6, 6,2 4,3 4,3 6,6 7,4 6,8 4,9 4,9 - Tabungan (Rp Triliun) 11,8 11,9 13,2 14,2 13, 13,3 14,3 15,3 15,3 14, 14,5 15,5 17,5 17,5 - Deposito (Rp Triliun) 5,5 6,4 7,6 7,8 9,1 9,8 1,3 1,2 1,2 11,2 11,2 11,7 1,7 1,7 Kredit (Rp Triliun) 21,6 29,4 34,2 38,7 38,9 4,4 41,3 42,8 42,8 44,2 45,8 47,4 48, 48, - Modal Kerja 7,5 1,6 13,1 14,4 14,6 15,5 15,8 16, 16, 16,3 16,9 17,2 17,1 17,1 - Investasi 4,5 4,9 5,3 7,1 6,8 7,2 7, 7,6 7,6 8,5 8,8 9,3 1, 1, - Konsumsi 9,6 13,8 15,8 17,2 17,4 17,8 18,4 19,1 19,1 19,5 2,1 2,8 2,9 2,9 LDR (%) 13, 13, 133,4 147,1 144,2 138,6 134,1 143,8 143,8 139, 138,8 139,4 145,1 145,1 NPL (gross, %) 2,1 2,3 2,3 2,2 3,2 2,9 3,1 2,9 2,9 3, 3, 3,1 2,7 2,7 215 Keterangan : * IHK th menggunakan tahun dasar 27=1, IHK th 214 menggunakan tahun dasar 212=1 ** PDRB menggunakan tahun dasar 21 Sumber : - Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia xvii

18 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank xviii

19 1 BAB I EKONOMI MAKRO DAERAH Setelah mengalami perlambatan selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut, perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 215. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan mencapai 5,74% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan III 215 sebesar 4,93% (yoy). Meski meningkat, perbaikan ekonomi Sumbar hanya ditopang oleh membaiknya ekspor antar daerah dan meningkatnya konsumsi lembaga non profit rumah tangga seiring dengan penyelenggaraan Pilkada. Sedangkan kinerja komponen lainnya masih melemah dan belum menunjukkan perbaikan, sebagai dampak dari masih lemahnya daya beli masyarakat dan rendahnya aktivitas investasi. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan berasal dari membaiknya kinerja pertanian dan industri pengolahan yang memiliki kontribusi total sebesar 39,53% dari total PDRB. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumbar pada tahun 215 mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, bahkan termasuk yang terendah selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada tahun 215 tercatat sebesar 5.41% (yoy), turun dibandingkan tahun 214 yang mampu mencapai 5,86% (yoy). Masih terbatasnya realisasi investasi dan melemahnya kinerja net ekspor luar negeri menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi tahun 215. Berdasarkan sektor lapangan usaha, melambatnya perekonomian berasal dari penurunan kinerja pertanian dan perdagangan. Sementara itu, meningkatnya kinerja lapangan usaha transportasi dan komunikasi mampu menjaga ekonomi Sumbar tumbuh terbatas. 1

20 1.1 Perkembangan Umum Setelah mengalami perlambatan selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut, perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan perbaikan pada triwulan IV 215. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan mencapai 5,74% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan III 215 sebesar 4,93% (yoy) 1. Meski meningkat, pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV 215 hanya ditopang oleh perbaikan ekspor antar daerah dan peningkatan konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT) seiring dengan penyelenggaran Pilkada menjelang akhir tahun, sementara komponen lainnya tercatat melemah. Dari sisi lapangan usaha, sumber perbaikan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan berasal dari meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor. Sedangkan lapangan usaha industri pengolahan dan transportasi dan komunikasi belum mampu menunjukkan perbaikan kinerja. Secara keseluruhan tahun 215, kinerja Sumbar pada tahun 215 mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya dan menunjukkan kinerja terendah selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada tahun 215 tercatat sebesar 5.41% (yoy), turun dibandingkan tahun 214 yang mampu mencapai 5,86% (yoy). Masih terbatasnya realisasi investasi dan melemahnya kinerja net ekspor luar negeri menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi tahun 215. Berdasarkan sektor lapangan usaha, melambatnya perekonomian berasal dari penurunan kinerja pertanian dan perdagangan. Sementara itu, meningkatnya lapangan usaha transportasi dan komunikasi mampu menjaga ekonomi Sumbar tumbuh terbatas. Perlambatan pertumbuhan tahun 215 tersebut tercatat merupakan pertumbuhan terendah dalam kurun 4 (empat) tahun terakhir). 1 Perubahan pertumbuhan ekonomi triwulan III 215 dari 4,71% (yoy) menjadi 4,93% (yoy) pada BRS No. 11/2//13/Th XIX, 5 Februari 215 tentang Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat

21 % yoy Sumber: BPS, diolah Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional 1.42 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan IV %, yoy Nasional Sumber: BPS, diolah Sumatera Barat I II III IV Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Secara umum, perbaikan ekonomi pada triwulan IV 215 juga terjadi di skala regional Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Sumatera mencatat peningkatan dari 3,13% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 4,56% (yoy) pada triwulan IV 215. Sumber pertumbuhan ekonomi tersebut berasal dari meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, ekspor antar daerah, dan konsumsi LNPRT. Ditinjau secara spasial, meningkatnya pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera terjadi di sebagian besar provinsi, yaitu Nangroe Aceh Darussalam (1,42% yoy), Sumatera Utara (5,32% yoy), Riau (4,45% yoy), Lampung (5,33% yoy), Bangka Belitung (4,28% yoy), serta Sumbar (5,74% yoy). Sedangkan 4 (empat) provinsi lainnya walaupun menunjukkan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) yang relatif tinggi, mengalami pertumbuhan yang melambat di triwulan laporan yaitu provinsi Kepulauan Riau (5,2%), Bengkulu (4,86%), Sumatera Selatan (3,94%), dan Jambi (3,18%). Sesuai kondisi tersebut, perekonomian Sumatera Barat di triwulan IV 215 tumbuh paling tinggi dibandingkan 9 (sembilan) provinsi lainnya di regional Sumatera (Grafik 1.1). Sejalan dengan kondisi di Sumatera, pertumbuhan ekonomi juga terjadi di skala nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat meningkat dari 4,74% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan IV 215, dan tertinggi sepanjang tahun 215. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 215 terutama ditopang oleh perbaikan konsumsi pemerintah, peningkatan realisasi investasi dan peningkatan konsumsi LNPRT. Ditinjau dari lapangan usaha, membaiknya pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari meningkatnya kinerja konstruksi, perdagangan, transportasi, dan penyediaan akomodasi. 3

22 1.2 Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Sumatera Barat Berdasarkan kelompok permintaan, perbaikan ekonomi Sumbar pada triwulan laporan ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor antar daerah serta meningkatnya konsumsi LNPRT sebagai dampak dari penyelenggaran Pilkada di beberapa daerah (Tabel 1.1). Permintaan LNPRT pada triwulan IV 215 tercatat sebesar 8,69% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 sebesar 7,94% (yoy). Sedangkan ekspor antar daerah pada triwulan IV 215 mampu tumbuh sebesar 13,94% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih menunjukkan kontraksi sebesar -1,94% (yoy). Meskipun secara agregat pertumbuhan ekonomi mulai membaik, secara umum permintaan rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan realisasi investasi masih belum menunjukkan tanda-tanda penguatan. Kondisi tersebut menahan perekonomian Sumatera Barat untuk tumbuh lebih tinggi lagi. Tabel 1.1. Pertumbuhan Pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran Sumber: BPS, diolah Konsumsi Rumah Tangga Belum membaiknya daya beli masyarakat menjadi penyebab utama konsumsi rumah mengalami penurunan pada triwulan IV 215. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 215 tercatat sebesar 4,24% (yoy), atau tumbuh melambat dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 4,48% (yoy) (Grafik 1.3). Masih lemahnya konsumsi rumah tangga terindikasi menahan pertumbuhan ekonomi Sumbar untuk tumbuh lebih tinggi, mengingat andil konsumsi rumah tangga masih mendominasi dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumbar (Grafik 1.4). 4

23 Miliar Rp Konsumsi RT Net Ekspor Antar Daerah; - 8.% 19,, 18,5, 18,, 17,5, 17,, 16,5, 16,, 15,5, 15,, I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan Investasi; 3.3% Net Ekspor LN; 8.1% Konsumsi Pemerintah; 17.2% Sumber: BPS, diolah Konsumsi RT; 51.4% Konsumsi LNPRT; 1.1% Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Menurut Permintaan Pelemahan konsumsi rumah tangga sejalan dengan turunnya ekspektasi optimisme masyarakat terhdap kondisi ekonomi saat ini. Penurunan optimisme rumah tangga terindikasi dari menurunnya Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari 1,61 pada triwulan III 215 menjadi 99,1 pada triwulan IV 215 (Grafik 1.5). Kondisi tersebut disebabkan oleh melemahnya tingkat konsumsi makanan dan bukan makanan, serta menurunnya pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi. Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Konsumsi Baseline (Batas Positif) Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan Indeks Konsumsi Barang-barang kebutuhan tahan lama Baseline (Batas Positif) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6. Indeks Konsumsi Barang-barang Kebutuhan tahan Lama Penurunan tingkat konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator konsumsi. Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga terhadap barang-barang kebutuhan tahan lama menurun, bahkan berada di bawah level 1 (Grafik 1.6). Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat mengalami penurunan menjadi 9,26% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan 5

24 sebelumnya sebesar 12,94% (yoy) (Grafik 1.7). Bauran kebijakan Bank Indonesia dalam menyesuaikan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) bagi kredit properti dan kendaraan bermotor serta kebijakan pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, belum mampu mendorong konsumsi masyarakat khususnya terhadap permintaan kendaraan bermotor. Kondisi ini tercermin dari terkontraksinya pertumbuhan kredit kendaraan bermotor menjadi -14,52% (yoy) di triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 9,87% (yoy) pada triwulan III 215 (Grafik 1.8). Melemahnya permintaan masyarakat atas kendaraan bermotor diperkuat juga oleh turunnya penjualan kendaraan bermotor menjadi hanya unit di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya yang mampu terjual sebanyak unit pada triwulan III 215 (Grafik 1.9). Selain itu penurunan tingkat penjualan listrik rumah tangga menjadi sebesar 751,2 juta KWh di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 761,3 juta KWh, memperkuat penilaian bahwa tingkat konsumsi masyarakat masih belum menunjukan penguatan (Grafik 1.1). Triliun Rp Kredit Konsumsi Pertumbuhan - sisi kanan % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy 5 g.kkb g.kredit lain-lain 4 4 g.multiguna (sisi kanan) g.kredit RT Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 1.8. Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Unit Mobil Motor % (yoy) 4, g.mobil - sisi kanan g.motor - sisi kanan 4 35, 3 3, 2 25, 1 2, 15, 1, -1 5, -2-3 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah,diolah Grafik 1.9. Penjualan Kendaraan Bermotor Sumber : PLN Konsumsi Listrik (Juta KWh) Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.1. Perkembangan Konsumsi Listrik

25 1.2.2 Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) Penyelenggaraan Pilkada menjelang akhir tahun tercatat mampu meningkatkan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan. Konsumsi LNPRT pada triwulan IV 215 mencapai 8,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang tumbuh sebesar 7,94% (yoy). Secara umum, peningkatan konsumsi LNPRT berasal dari aktivitas lembaga formal dan informal dalam pelaksanaan Pilkada Provinsi, 2 (dua) kota, dan 11 kabupaten. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan menjadi salah satu sumber penopang perbaikan ekonomi Sumbar secara keseluruhan Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah Sumatera Barat menunjukkan perlambatan di triwulan IV 215. Meskipun realisasi belanja pemerintah daerah mengalami puncaknya pada akhir tahun (Grafik 1.11), pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan laporan hanya tumbuh 5,33% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan III 215 yang dapat mencapai 6,% (yoy). Kondisi ini terindikasi disebabkan oleh masa transisi pemerintahan sebagai akibat belum dilantiknya kepala daerah terpilih serta adanya kehati-hatian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam melakukan penyerapan belanja seiring dengan meningkatnya regulasi dan pengawasan Pemerintah Pusat. 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Belanja Daerah 1,772 1,276 1,399 1, I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik Realisasi Belanja APBD Prov. Sumbar Investasi Perilaku wait and see investor ditengah Pilkada dan transisi masa pemerintahan, serta faktor infrastruktur listrik yang belum memadai 7

26 menjadi penyebab tertahannya kinerja investasi 2. Investasi tercatat melambat dari 4,63% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 4,21% (yoy) pada triwulan IV 215. Kondisi ini juga sejalan dengan hasil liason yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar yang menunjukkan adanya penurunan nilai skala likert menjadi 1,8 pada triwulan IV 215 dari sebelumnya yang mampu mencapai 1,5 pada triwulan III 215. Informasi liason juga menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan kontak tidak melakukan realisasi investasi selain pemeliharaan dan perawatan rutin. Selain itu, masih rendahnya kapasitas produksi terpakai terindikasi menyebabkan kegiatan investasi belum menjadi hal yang prioritas. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menunjukkan bahwa kapasitas produksi menurun dari 68,9 pada triwulan III 215 menjadi 65,8 pada triwulan IV 215 (Grafik 1.12). Melambatnya kegiatan investasi juga terlihat dari penurunan nilai investasi, terutama PMDN pada triwulan IV 215 (Grafik 1.13). Rendahnya realisasi investasi juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit dari 32,2% (yoy) pada triwulan III 215 menjadi 3,76% (yoy) pada triwulan IV 215 (Grafik 1.15). (%) Total 1 Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Industri Pengolahan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Miliar Rp 14 Realisasi PMDN Pertumbuhan PMDN - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Grafik Perkembangan PMDN 2 Di Banyak Masalah menyebabkan banyak pengusaha berpikir ulang untuk mendirikan perusahaan di Sumbar. 8

27 Realisasi PMA Pertumbuhan PMA - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Triliun Rp Kredit Investasi Pertumbuhan - sisi kanan % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan PMA Grafik Pertumbuhan Kredit Investasi %, yoy Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri I II III IV % yoy Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik Ekspor dan Impor Luar Negeri Grafik Ekspor Impor Antar Daerah Ekspor Kinerja ekspor luar negeri Sumatera Barat di triwulan IV 215 mengalami kontraksi, seiring dengan masih menurunnya permintaan negara tujuan ekspor dan terbatasnya harga komoditas. Pertumbuhan ekspor luar negeri Sumatera Barat di triwulan laporan tercatat sebesar minus 4,16% (yoy), turun signifikan dibandingkan triwulan III 215 yang mampu mencatatkan angka pertumbuhan positif sebesar 4,13% (yoy) (Grafik 1.16). Melambatnya pertumbuhan ekspor tercermin dari menurunnya nilai ekspor non migas menjadi USD361,41 juta di triwulan IV 215 dari sebesar USD37,6 juta pada triwulan III 215 (Grafik 1.18). Kondisi ini terutama berasal dari penurunan ekspor karet dan CPO yang menjadi komoditas utama ekspor Sumatera Barat (Grafik 1.19). Cenderung masih melemahnya harga karet dunia (Grafik 1.2) berdampak 9

28 signifikan pada penurunan nilai ekspor komoditas karet Sumatera Barat menjadi USD54,63 juta dibandingkan USD64,19 juta pada triwulan III 215. Secara volume, ekspor komoditas karet juga mengalami penurunan menjadi 43,49 ribu ton di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 43,89 ribu ton (Grafik 1.18). Sejalan dengan kondisi komoditas karet, meskipun harga CPO sudah mulai naik terbatas (Grafik 1.21), nilai ekspor komoditas CPO masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan karena masih rendahnya permintaan dari negara buyer. Nilai ekspor CPO turun menjadi USD258,5 di triwulan IV 215 dibandingkan triwulan III 215 yang sebesar USD262,15 juta (Grafik 1.18). Juta USD Nilai Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Karet Nilai Ekspor CPO Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) ribu ton % 16% 2% 2% Minyak dan lemak nabati atau hewani 75% Karet dan barang dari karet Kopi, teh dan rempahrempah Limbah dari industri makanan 1 1 Lainnya I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama Grafik Porsi Ekspor Komoditas Utama Ekspor antar daerah Sumatera Barat menunjukan kinerja perbaikan, sebagai dampak meningkatnya permintaan terhadap komoditas pertanian dan bahan makanan lokal Sumatera Barat khususnya dari daerah lain yang terkena dampak kabut asap di regional Sumatera. Ekspor antar daerah di triwulan IV 215 tumbuh signifikan sebesar 13,94% (yoy) setelah sebelumnya mengalami kontraksi sebesar minus 1,94% (yoy) pada triwulan III 215. Sesuai informasi Dinas Perdagangan Provinsi Sumatera Barat, peningkatan kinerja ekspor antar daerah terutama disebabkan oleh turunnya produksi pertanian dan bahan makanan di beberapa daerah seperti Jambi, Pekanbaru, dan Palembang sebagai dampak terjadinya kabut asap. Dengan kondisi seperti itu Sumatera Barat sangat diuntungkan, tercermin dari meningkatnya permintaan produk lokal pertanian dan bahan pangan sehingga Sumatera Barat menjadi pemasok komoditas terkait ke daerah tersebut. Dampak keuntungan selanjutnya selain transaksi dagang langsung dengan daerah yang terkena kabut asap, Sumatera Barat juga melakukan transaksi dagang kepada mitra dagang ketiga 1

29 daerah tersebut seperti Lampung dan DKI Jakarta karena daerah yang terkena kabut asap tidak dapat berproduksi dan mendistribusikan produknya. Transaksi perdagangan ekspor antar daerah tersebut tercermin dari meningkatan aktivitas muat di pelabuhan Teluk Bayur yang mencapai 961,29 ribu ton di triwulan IV 215 dibandingkan triwulan III 215 sebesar 856,89 ribu ton (Grafik 1.23) Rata-rata Harga Bokar Rata-rata Harga Karet Dunia - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV , 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Rata-rata Harga TBS Rata-rata Harga CPO Dunia I II III IV I II III IV I II III IV 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Grafik 1.2. Harga Komoditas Karet Grafik Harga Komoditas CPO Tiongkok Bangladesh 2% 4% Mianmar Belanda Pakistan 5% Amerika Serikat 13% Lainnya 13% India 44% Singapura 13% juta Ton Vol Muat Vol Bongkar 2,5. g.bongkar - skala kanan g.muat - skala kanan 2,. 1,5. 1, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % yoy (1.) (2.) (3.) Sumber: Pelindo Grafik Porsi Negara Tujuan Ekspor Grafik Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur Impor Impor luar negeri Sumbar mencatat perbaikan pada triwulan IV 215. Pertumbuhan impor pada triwulan IV 215 mengalami peningkatan menjadi negatif 4,91% (yoy) dari sebelumnya sebesar negatif 7,34% (yoy) pada triwulan III 215 (Grafik 1.16). Perbaikan impor terutama berasal dari peningkatan impor komoditas non migas. Nilai impor non migas pada triwulan IV 215 mencapai USD22,81 juta, meningkat dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat sebesar USD15,5 juta (Grafik 1.24). Sejalan dengan nilainya, volume impor non migas 11

30 juga mencatat peningkatan dari 5,19 juta ton pada triwulan III 215 menjadi 12,84 juta ton pada triwulan IV 215 (Grafik1.25). juta USD juta USD 12 Nilai Impor Nonmigas Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan Nilai Impor Pupuk-sisi kanan Nilai Impor Mesin-sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Nilai Impor Non Migas Ribu Ton Vol. Impor Nonmigas Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisi kanan Vol. Impor Pupuk - sisi kanan Vol. Impor Mesin - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV Ribu Ton Grafik Volume Impor Komoditas Utama Non Migas Berdasarkan kelompok barang, komoditas impor Sumatera Barat masih didominasi oleh bahan baku. Porsi impor bahan baku di triwulan IV 215 mencapai 58,82% terhadap total barang impor Sumatera Barat, sementara barang konsumsi dan barang modal masing-masing memiliki kontribusi sebesar 33,93% dan 7,25% dari keseluruhan impor (Grafik 1.26). Berdasarkan negara asalnya, impor Sumatera Barat di triwulan laporan masih didominasi oleh negara-negara di kawasan Asia seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan India (Grafik 1.28 dan 1.29). Juta US$ 12 1 Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku Lainnya 3% Mesin 9% Limbah dari industri makanan 1% 8 6 Pupuk 26% 4 2 Sereal 42% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Kertas 2% Garam, sulfur, dan batubatuan 8% Grafik Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Komoditas Grafik Porsi Impor Komoditas Nonmigas 12

31 Amerika 18% Eropa 5% Lainnya 9% Tiongkok 35% Asia 77% ASEAN 51% Korea Selatan 4% India 1% Grafik Asal Barang Impor Sumbar Berdasarkan Regional Grafik Asal Barang Impor Sumbar Berdasarkan Negara di Asia 1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat Berdasarkan perspektif sektoral, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat di triwulan IV 215 terutama didorong oleh perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan, sedangkan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan dan transportasi terpantau masih tumbuh justru melambat. Lapangan usaha pertanian dan perdagangan masing-masing mencatat peningkatan pertumbuhan yang signifikan 11,84% (yoy) dan 7,52% (yoy) di triwulan IV 215, dibandingkan triwulan III 215 masing-masing sebesar 1,62% (yoy) dan 2,94% (yoy). Membaiknya kinerja kedua lapangan usaha tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat secara keseluruhan, karena kedua lapangan usaha tersebut mempunyai total kontribusi mencapai 39,53% dari keseluruhan PDRB (Grafik 1.3). Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi masih tertahan oleh melemahnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan serta industri transportasi dan pergudangan yang memberikan total kontribusi sebesar 22,13% terhadap PDRB. Pertumbuhan industri pengolahan dan industri transportasi pergudangan masing-masing menunjukkan pelemahan menjadi minus 2,% (yoy) dan 3,42% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya yang dapat tumbuh 1,6% (yoy) dan 9,23% (yoy) pada triwulan III

32 Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Meningkatnya produksi hasil perkebunan Sumatera Barat yang disertai dengan perbaikan harga kelapa sawit mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan di triwulan IV 215. Pertumbuhan lapangan usaha pertanian meningkat signifikan menjadi 11,84% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 1,62% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan tersebut terutama berasal dari peningkatan hasil perkebunan seiring dengan mulai membaiknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan CPO dunia, yang masing-masing tercatat mencapai Rp1.277/kg dan USD1.262/MT di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 sebesar Rp1.243/kg dan USD1.225/MT (Grafik 1.21). Lainnya 17.1% Transportasi dan Pergudangan 11.4% Jasa - Jasa 12.3% Perdagangan 15.4% Pertanian 24.2% Konstruksi 8.9% Industri Pengolahan 1.8% %, yoy Sumatera Barat Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan Pertanian Perdagangan I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Grafik Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar 14

33 Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian sejalan dengan informasi Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat yang menjelaskan bahwa produksi kelapa sawit masih terjaga, seiring dengan adanya upaya pemerintah mendorong produksi sawit melalui kebijakan yang mengharuskan industri (pabrik) kelapa sawit menyerap komoditas terkait berdasarkan harga acuan. Lebih lanjut Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat menginformasikan bahwa menguatnya kinerja lapangan usaha pertanian khususnya perkebunan didorong oleh meningkatnya nilai jual kakao dan kopi, seiring perbaikan kualitas hasil komoditas tersebut. Indikator lain yang mencerminkan peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian adalah hasil SKDU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan terjadinya peningkatan indeks harga jual lapangan usaha pertanian yang signifikan menjadi 5,1 di triwulan IV 215 dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,94 (Grafik 1.33). Rp/Kg Rata-rata Harga Gabah GKP Pertumbuhan - sisi kanan 6, 5, 4, 3, 2, 1, I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: BPS, diolah Grafik Perkembangan Harga Gabah Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Grafik Perkembangan Harga Jual Komoditas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan I II III IV I II III IV I II III IV Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Momentum liburan akhir tahun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, serta reparasi mobil dan motor. Lapangan usaha perdagangan mencatatkan perbaikan yang sangat signifikan menjadi 7,52% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang hanya tumbuh 2,94% (yoy) (Grafik 1.31). Meningkatnya kinerja lapangan usaha perdagangan terindikasi dari hasil liason Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan adanya peningkatan skala likert tingkat utilisasi perusahaan kontak 15

34 dari minus,11 pada triwulan III 215 menjadi,4 di triwulan laporan. Hasil SKDU juga mencerminkan adanya perbaikan indeks perkembangan kegiatan usaha perdagangan dari minus 5,93 pada triwulan III 215 menjadi minus 4,35 di triwulan laporan (Grafik 1.34). Meningkatnya aktivitas perdagangan Sumatera Barat tercermin dari peningkatan volume penjualan mobil, penambahan volume kegiatan bongkar muat barang, serta perbaikan pertumbuhan pembiayaan perbankan untuk lapangan usaha perdagangan. Penjualan mobil mengalami peningkatan menjadi 3.69 unit di triwulan IV 215 dari triwulan sebelumnya yang hanya mampu mencapai unit (Grafik 1.35). Total volume bongkar dan muat melalui pelabuhan Teluk Bayur di triwulan IV 215 tercatat mencapai sebesar 2,23 juta ton, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 215 yang hanya 1,84 juta ton (Grafik 1.23). Sementara berdasarkan sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan untuk lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan signifikan menjadi 11,34% (yoy) di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang hanya sebesar 6,72% (yoy) (Grafik 1.36) I II III IV I II III IV I II III IV Perdagangan 3.33 Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha Lapangan Usaha Perdagangan (SKDU) Unit 5, 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Mobil Sumber: DPKD, diolah g.mobil - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Penjualan Mobil % (yoy) Triliun Rp Kredit Perdagangan Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV %,yoy Ribu Orang 1, Total penumpang Pertumbuhan penumpang - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: PT. Angkasa Pura, BIM Persen Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik Perkembangan Jumlah dan Pertumbuhan Penumpang BIM 16

35 1.3.3 Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Menurunnya daya beli masyarakat berdampak pada turunnya kunjungan wisatawan dan aktivitas penerbangan, sehingga berpengaruh pada kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan yang tumbuh melambat di triwulan laporan. Pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami penurunan menjadi hanya 3,42% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh mencapai 9,23% (yoy). Tertahannya kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan terutama berasal dari perlambatan pertumbuhan sublapangan usaha transportasi darat dan udara yang masing-masing turun menjadi 3,8% (yo) dan,73% (yoy) di triwulan laporan dibandingkan triwulan III sebesar 1,2% (yoy) dan 19,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut didukung pula oleh penurunan jumlah penumpang Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang yang hanya mencapai 88,8 ribu orang di triwulan IV 215, turun cukup besar dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 95,21 ribu penumpang (Grafik 1.37). Selain itu, perlambatan pertumbuhan sektor ekonomi terkait juga tercermin dari masih negatifnya pertumbuhan kredit perbankan bagi industri transportasi dan pergudangan di triwulan IV 215, yaitu sebesar minus 22,39% (yoy) (Grafik 1.38). Miliar Rp Kredit Transportasi Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV %,yoy (1.) (2.) (3.) (4.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi Grafik Kapasitas Terpasang Lapangan Usaha Industri Pengolahan (SKDU BI) Lapangan Usaha Industri Pengolahan Menurunnya konsumsi domestik yang disertai dengan melemahnya permintaan dunia, menyebabkan kinerja lapangan usaha industri pengolahan terkontraksi di triwulan laporan. Pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan mencatatkan pertumbuhan negatif 2,% (yoy) di triwulan IV 215, melemah signifikan dari sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 1,6% 17

36 (yoy) pada triwulan III 215. Permintaan masyarakat yang masih terbatas sebagai akibat belum membaiknya daya beli, yang tercermin dari memburuknya nilai skala likert liason penjualan domestik dari minus,18 pada triwulan III 215 menjadi minus,36 di triwulan IV 215 menjadi salah satu faktor kontraksi pertumbuhan lapangan usaha tersebut. Selain itu, penurunan penjualan ekspor sebagai dampak dari menurunnya permintaan dan melemahnya ekonomi negara pembeli, serta masih terbatasnya harga komoditas dunia khususnya karet juga memberi kontribusi pada kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Beberapa indikator yang mencerminkan penurunan aktivitas industri pengolahan adalah pertama, hasil SKDU Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa indeks harga jual industri pengolahan turun menjadi minus,38 di triwulan laporan, dibandingkan sebelumnya yang masih mencatat angka positif 2,43 (Grafik 1.41). Kedua, indeks kapasitas terpasang hasil SKDU yang turun menjadi 68,13 di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 sebesar 74,56 (Grafik 1.39). Ketiga, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan kepada industri pengolahan Sumatera Barat walaupun masih tinggi, pertumbuhannya melambat menjadi hanya 57,15% di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh mencapai 68,4% (Grafik 1.4). Sesuai informasi liason, tingginya pertumbuhan penyaluran kredit kepada industri pengolahan terutama disebabkan oleh adanya kebutuhan pembukaan pabrik baru pengolahan CPO untuk penjualan domestik dan pengolahan minyak asiri. Triliun Rp Kredit Industri Pengolahan Pertumbuhan - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 1.4. Pertumbuhan Kredit Industri Pengolahan %,yo Indeks Industri Pengolahan 4.3 I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Harga Jual Lapangan Usaha Industri Pengolahan (SKDU BI)

37 2 BAB II INFLASI DAERAH Tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat menurun signifikan pada akhir tahun 215. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat tahun 215 tercatat hanya sebesar 1,8% (yoy) atau menurun signifikan dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 11,58% (yoy). Laju inflasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera, bahkan tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah secara nasional. Relatif lebih terjaganya pasokan pangan dibandingkan tahun sebelumnya, kecenderungan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi strategis sebagai dampak turunnya harga energi strategis dunia, imbas pelemahan daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan ekonomi Sumatera Barat sepanjang tahun 215, menjadi faktor-faktor dominan yang menjadikan meredanya inflasi Sumbar. Selain itu, hilangnya faktor base effect dari dampak kenaikan BBM bersubsidi yang terjadi pada akhir tahun 214 juga menjadi penyebab rendahnya laju inflasi tahunan di 215. Namun demikian, pergerakan harga di Sumatera Barat secara triwulanan pada triwulan IV 215 terpantau meningkat. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat meningkat dari hanya sebesar 1,14% (qtq) dari pada triwulan III 215 menjadi 1,87% (qtq) pada triwulan IV 215. Keterbatasan pasokan bahan makanan utama khususnya cabai merah dan beras, serta tingginya permintaan tiket transportasi udara akibat liburan akhir tahun menjadi faktor utama pendorong meningkatnya laju inflasi tersebut. 19

38 2.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat Pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa Sumatera Barat turun signifikan pada akhir tahun 215. Secara tahunan, inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 215 hanya sebesar 1,8% (yoy), menurun signifikan dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai sebesar 6,25% (yoy). Beberapa faktor penyebab rendahnya inflasi pada tahun 215 ini antara lain relatif lebih terjaganya pasokan pangan dibandingkan tahun sebelumnya, adanya kecenderungan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi strategis sebagai dampak turunnya harga energi strategis dunia, imbas pelemahan daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan ekonomi Sumatera Barat sepanjang tahun 215, serta hilangnya base effect dari dampak kenaikan BBM bersubsidi yang terjadi pada triwulan terakhir tahun 214. Inflasi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi terendah secara nasional pada tahun 215. Laju inflasi nasional pada akhir 215 tercatat mencapai 3,53% (yoy), sementara inflasi rata-rata provinsi di regional Sumatera hanya sebesar 3,5% (yoy). Dibandingkan dengan seluruh provinsi di regional Sumatera dan Indonesia, inflasi tahunan provinsi Sumatera Barat merupakan laju inflasi terendah secara nasional (Tabel 2.1). Pencapaian tersebut sangat kontradiktif dengan keadaan inflasi pada tahun 214, ketika pada saat itu Sumatera Barat merupakan provinsi dengan pencapaian inflasi tertinggi secara nasional yaitu sebesar 11,58% (yoy). Laju inflasi yang fluktuatif tersebut harus terus diwaspadai pemerintah daerah Sumatera Barat agar volatilitasnya dapat dikendalikan dan menciptakan besaran inflasi yang tetap rendah dan stabil. Meskipun secara tahunan laju inflasi Sumatera Barat relatif rendah, pergerakan harga secara triwulanan pada akhir tahun 215 terpantau meningkat. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat meningkat dari hanya sebesar 1,14% (qtq) pada triwulan III 215 menjadi 1,87% (qtq) pada triwulan IV 215. Keterbatasan pasokan bahan makanan utama khususnya cabai merah dan beras, serta tingginya permintaan tiket transportasi udara menjadi faktor utama pendorong meningkatnya laju inflasi tersebut. 2

39 %, yoy ,87 Sumbar Nasional 11, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat dan Nasional 6,25 1,8 Tabel 2.1. Laju Inflasi Provinsi-Provinsi di Sumatera No Provinsi 1 Provinsi Sumatera Barat 1,8 2 Provinsi Jambi 1,37 3 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 1,53 4 Provinsi Riau 2,64 5 Provinsi Sumatera Selatan 3,1 6 Provinsi Sumatera Utara 3,24 7 Provinsi Bengkulu 3,25 8 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 3,27 9 Provinsi Lampung 4,34 1 Provinsi Kepulauan Riau Sumatera Nasional 4,4 3,5 3,35 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Tw IV-15 (%, yoy) 2.2 Inflasi Menurut Kota Secara spasial, meredanya tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat terjadi di Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Pada akhir tahun 215 realisasi inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing hanya sebesar,85% (yoy) dan 2,79% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing mencapai 6,42% (yoy) dan 5,% (yoy). Secara nasional, Kota Padang tercatat sebagai kota dengan pencapaian laju inflasi terendah ke-2 (dua) dan Kota Bukittinggi di posisi ke-35 (tiga puluh lima) dari seluruh 82 kota sampel inflasi di Indonesia. Pada regional Sumatera, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing berada pada urutan ke-2 (dua) dan ke-14 dari sebanyak total 23 kota sampel inflasi. Dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi menunjukkan kecenderungan perbaikan tercermin dari peringkat nasional dan regional Sumatera yang cenderung membaik Inflasi Kota Padang Inflasi tahunan pada akhir tahun 215 di Kota Padang mengalami penurunan signifikan. Setelah mengalami laju inflasi tahunan yang mencapai double digit pada akhir tahun 214 yaitu sebesar 11,9% (yoy), tekanan inflasi tahunan (yoy) di Kota Padang pada akhir tahun 215 turun signifikan menjadi hanya sebesar,85% (Tabel 2.2). Laju inflasi tersebut juga turun dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 6,42% (yoy). Meredanya tekanan inflasi tahunan 21

40 tersebut terutama disebabkan oleh membaiknya pasokan sejumlah bahan pangan sepanjang tahun 215 dibandingkan tahun sebelumnya turut memberikan pengaruh yang signifikan atas rendahnya capaian inflasi Kota Padang. Perbaikan pasokan tersebut tercermin dari capaian deflasi pada kelompok bahan pangan yaitu sebesar -5,2% (yoy), turun dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai inflasi 4,91% (yoy) dan dibandingkan inflasi yang sangat tinggi pada akhir tahun 214 sebesar 21,73% (yoy). Selain kelompok bahan pangan yang mengalami deflasi, tecatat juga kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang triwulan IV 215 ini juga turut mengalami deflasi sebesar -2,4% (yoy) sebagai dampak dari penyesuaian harga BBM, LPG 12 kg, dan angkutan luar kota. Selain itu, hilangnya faktor base effect kenaikan BBM yang terjadi pada akhir 214 yang lalu juga berimplikasi terhadap penurunan inflasi tahunan di Kota Padang Sebagian besar kelompok barang dan jasa di Kota Padang tercatat mengalami penurunan inflasi dibandingkan triwulan III 215. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (%, yoy) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV Umum 8,87 6,26 5,95 11,9 6,52 8,42 6,42,85 1 Bahan Makanan 11,52 2,75 1,75 21,73 4,21 12,15 4,91-5,2 Makanan Jadi, Minuman, 2 7,61 7,66 3,95 3,7 6,8 5,94 5,53 5,49 Rokok Dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas 3 4,73 5,18 6,22 11,4 11, 9,54 7,8 3,96 dan Bahan Bakar 4 Sandang 7,43 7,38 1,58 -,56 1,13 2,51 2,19 2,75 5 Kesehatan 4,21 4,38 5,9 8,97 12,81 12,56 12,3 7,75 Pendidikan, Rekreasi dan 6 1,13 2,26 5,53 7,45 8,51 8,8 11,22 9,35 Olah Raga Transpor, Komunikasi dan 7 16,13 12,91 3,1 13,78 5,35 6,2 6,44-2,4 Jasa Keuangan Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa (%, qtq) No Kelompok TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV Umum 6,94 5,44 6,37 9,24 4,53 6,34 5, 2,79 1 Bahan Makanan 9,86 5,4 11,63 15,45,28 3,73-1,1 -,59 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau 5,6 5,8 4,92 3,2 3,41 4,29 5,39 7,32 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas 4,49 dan Bahan Bakar 4,46 7,32 9,9 1,49 12,26 9,78 6,78 4 Sandang 3,15 3,99 2,15 1,3,5 2,16 3,77 2,98 5 Kesehatan 2,78 2,57 2,58 3,28 4,88 5,7 5,5 3,72 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 4,1 4,1 6,63 6,85 5,7 5,78 5,99 5,94 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 13,24 1,36 2,9 14,57 6,16 7,85 8,27-3, Inflasi Kota Bukittinggi Seperti terjadi di Kota Padang, pergerakan harga bahan pangan dan kelompok transportasi menjadi pendorong utama turunnya inflasi tahunan Kota Bukittinggi pada triwulan IV 215. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi turun menjadi hanya sebesar 2,79% (yoy) pada triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 5,% (yoy). Laju inflasi tahunan (yoy) Kota Bukittinggi pada akhir tahun 215 tersebut turun signifikan dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 9,24% (Tabel 2.3). Sepanjang tahun 215 inflasi Kota Bukittinggi relatif lebih berfluktuatif dibandingkan inflasi 22

41 Kota Padang, karena Kota Bukittinggi merupakan daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang cukup besar dan kompleksitas penduduk yang lebih beragam, serta menjadi destinasi kunjungan wisatawan dari daerah lain di luar Sumatera Barat. Sebagai dampak dari destinasi wisatawan dan relatif dekatnya jarak dengan provinsi lain seperti provinsi Riau, masyarakat Bukittinggi memiliki daya beli yang relatif tinggi sehingga memberikan tekanan permintaan yang besar akan komoditas bahan lokal. Salah satu destinasi utama distribusi pasokan bahan pangan Kota Bukittinggi adalah Kota Pekanbaru. Hal ini seringkali menjadi penyebab utama terganggunya pasokan bahan pangan di Kota Bukittinggi. 2.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dan Jasa Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Pergerakan harga kelompok bahan makanan mendominasi turunnya laju inflasi tahunan Sumatera Barat di akhir tahun 215. Secara tahunan, inflasi Sumatera Barat triwulan IV 215 mencapai 1,8% (yoy), menurun signifikan dibandingkan akhir tahun 214 yang mencapai 11,58% (yoy). Relatif lebih terjaganya pasokan pangan dibandingkan tahun sebelumnya, adanya kecenderungan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi strategis sebagai dampak turunnya harga energi strategis dunia, dan melemahnya daya beli masyarakat sebagai dampak melambatnya ekonomi Sumatera Barat sepanjang tahun 215, menjadi faktor-faktor yang menyebabkan meredanya laju inflasi Sumatera Barat. Sementara itu, hilangnya faktor base effect atas dampak kenaikan BBM bersubsidi yang terjadi di akhir tahun 214 juga berimplikasi terhadap rendahnya inflasi tahunan 215. Terjaganya pasokan cabai merah dan beras menjadi faktor pendorong turunnya inflasi bahan pangan di Sumatera Barat tahun 215. Komoditas cabai merah dan beras masih menjadi penggerak pergerakan harga di Sumatera Barat, tercermin dari selalu munculnya kedua komoditas tersebut dalam 1 (sepuluh) komoditas utama penggerak inflasi/deflasi bulanan sepanjang tahun 215. Komoditas beras dan cabai merah berkontribusi besar dalam pembentukan inflasi Sumatera Barat, karena masing-masing komoditas memiliki bobot yang tinggi yaitu sebesar 5,62% dan 2,95% dari total inflasi. Namun demikian pergerakan harga kedua komoditas tersebut relatif lebih baik dibandingkan 23

42 tahun 214, tercermin dari turunnya harga kedua komoditas utama tersebut secara tahunan di tahun 215 sehingga menjadi penyumbang deflasi (Grafik 2.3). Bahkan dalam 6 (enam) bulan di tahun 215, komoditas cabai merah tercatat mengalami deflasi bulanan. Terjadinya fluktuasi harga cabai merah diakibatkan oleh adanya ketergantungan supply dari sentra distribusi di Jawa dan Sumatera Utara, serta karena tingginya permintaan masyarakat Sumatera Barat terhadap komoditas terkait. Pelemahan harga minyak dunia di sepanjang tahun 215 berkontribusi terhadap rendahnya laju inflasi Sumatera Barat. Kebijakan pemerintah untuk menghapus subsidi BBM dan menyesuaikan harga BBM domestik berdasarkan pergerakan harga minyak dunia sangat berpengaruh kepada pergerakan inflasi nasional. Setelah sempat naik signifikan pada bulan November 214, pemerintah kembali menyesuaikan harga BBM di sepanjang tahun 215 akibat terus merosotnya harga minyak dunia yaitu pada tanggal 1 Januari 215, 19 Januari 215, dan 1 Oktober 215. Dampak penyesuaian harga BBM tersebut, terlihat pada pergerakan harga tahunan (yoy) kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi sebesar -2,57% (Tabel 2.5). Namun demikian pada momen liburan, pergerakan harga tiket angkutan udara tetap meningkat signifikan terutama pada periode libur Idul Fitri, sekolah, dan akhir tahun. Kondisi ini menyebabkan komoditas terkait menjadi salah satu komoditas utama penyumbang inflasi pada tahun 215. Selanjutnya selain penyesuaian BBM domestik, kebijakan pemerintah juga dilakukan pada harga LPG 12 kg yang mengalami penyesuaian harga beberapa kali di sepanjang tahun 215. Bawang Merah Tukang Bukan Mandor Sekolah Menengah Atas Cabai merah Bensin Beras Angkutan Udara Kontrak Rumah Minyak Goreng Besi Baja Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.3. Komoditas Penyumbang Deflasi 24

43 Tahunan Terbesar di Sumatera Barat Tahun 215 Tahunan Terbesar di Sumatera Barat Tahun 215 Beberapa komoditas dalam kelompok inti menjadi faktor pendorong inflasi tahun 215. Di sepanjang tahun 215, komoditas tukang bukan mandor tercatat dalam 5 (lima) bulan sebagai komoditas utama penyumbang inflasi bulanan Sumatera Barat. Kebutuhan tukang bukan mandor seringkali meningkat, terutama saat menjelang bulan Ramadhan dan pada kegiatan investasi pemerintah yang meningkat menjelang akhir tahun. Sementara itu pada tahun ajaran baru yaitu periode Juli Agustus 215, biaya Sekolah Menengah Atas dan beberapa biaya pendidikan lainnya turut mendorong peningkatan harga yang cukup signifikan pada kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Selain itu, komoditas kontrak rumah tercatat sebanyak 4 (empat) kali di tahun 215 sebagai komoditas penyumbang inflasi bulanan. Harga kontrak rumah terindikasi terus meningkat khususnya di Kota Bukittinggi, sejalan dengan fungsi kota tersebut sebagai kota pariwisata di Sumatera Barat. Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (yoy, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 6,5 6,5 7,94 7,94 1,3 1,3 1,87 1,87 8,63 8,63 6,16 6,16 6, 6, 11,58 11,58 6,28 6,28 8,17 8,17 6,25 6,25 1,8 1,8 Bahan Makanan 9,4 2,68 11,34 3,41 13,5 3,97 16,21 4,78 11,31 2,91 3,3,76 1,86 2,87 2,98 5,88 3,73,94 11,1 2,88 4,18 1,8-4,67-1,23 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 8,47 1,64 8,29 1,6 9,43 1,85 8,52 1,68 7,31 1,34 7,35 1,36 4,6,74 3,64,62 5,77 1,6 5,75 1,4 5,51,99 5,7 1,2 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,49,47 3,9,57 4,34,79 4,66,85 4,7,93 5,9 1,2 6,35 1,27 1,8 2,11 1,94 2,26 9,87 2,1 8,4 1,63 4,3,87 Sandang 4,12,26 1,43,9 4,67,3 3,1,19 6,91,47 6,97,47 1,65,11 -,37 -,2 1,6,7 2,47,16 2,38,15 2,78,17 Kesehatan 3,27,12 3,4,11 4,28,15 5,16,18 4,3,15 4,15,16 4,77,18 8,24,31 11,8,47 11,62,46 11,16,44 7,26,29 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 12,32,75 11,74,71 1,92,13 1,83,12 1,47,1 2,47,18 5,66,41 7,38,51 8,17,59 7,81,56 1,59,8 8,95,66 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3,57,58 8,92 1,44 17,51 2,85 19, 3,7 15,78 2,9 12,6 2,33 2,9,52 13,88 2,59 5,45,99 6,24 1,13 6,66 1,19-2,57 -,46 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Berkurangnya pasokan bahan pangan ditengah permintaan akhir tahun yang tinggi, mendorong peningkatan pergerakan indeks harga triwulanan pada triwulan IV 215. Laju inflasi triwulanan Sumatera Barat meningkat dari hanya sebesar 1,14% (qtq) di triwulan III 215 menjadi 1,87% (qtq) pada triwulan IV 215 (Tabel 2.6). Peningkatan inflasi triwulanan (qtq) tertinggi berasal dari kelompok bahan makanan (3,86%); dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (2,4%). Sementara inflasi terendah terjadi pada kelompok sandang yaitu deflasi -1,55% (qtq) 25

44 Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW I TW II TW III TW IV Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM/TOTAL 2,33 2,33 2,61 2,61 3,74 3,74 1,78 1,78,92,92,28,28 2,97 2,97 7,8 7,8-3,87-3,87 2,6 2,6 1,14 1,14 1,87 1,87 Bahan Makanan 5,48 1,61 5,4 1,53 1,17,36 3,68 1,12,57,15-1,7 -,44 7,8 2, 13,51 3,57-13,76-3,46 5,29 1,37 1,9,28 3,86 1,2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,95,38,72,14 4,58,88 1,7,21,69,13,83,15 1,18,21,89,16 2,76,5,81,15,95,17 1,7,19 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1,53,28,96,17 1,26,22,83,14 1,35,27 1,67,33 2,32,46 5,8 1,1 1,48,31,69,14,62,13 1,44,29 Sandang -2,12 -,14 -,97 -,6 6,41,38 -,14 -,1 1,1,7 -,59 -,4 1,8,7-1,93 -,13 2,55,16,8,5 1,,6-1,55 -,1 Kesehatan,74,3 1,53,5 1,76,6 1,4,3,61,2 1,21,5 1,97,7 4,25,16 3,92,16 1,5,4 1,55,6,59,2 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,39,3 -,32 -,2 1,64,1,13,1,38,3,71,5 4,39,32 1,75,13 1,12,8,38,3 7,8,5,24,2 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan,87,14 5,,8 1,58 1,73 1,61,28 1,44,26,94,17 -,78 -,15 12,1 2,16-6,7-1,11 1,69,31 -,39 -,7 2,4,43 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Subkelompok bumbu-bumbuan kembali menjadi penggerak tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan di triwulan IV 215. Inflasi kelompok bahan makanan meningkat signifikan menjadi 3,86% (qtq) pada triwulan laporan dari sebelumnya yang hanya sebesar 1,9% (qtq) pada triwulan III 215. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh harga subkelompok bumbu-bumbuan yang naik signifikan menjadi 17,61% (qtq) dari sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi sebesar -2,33% (qtq). Sesuai pola historisnya, inflasi subkelompok bumbu-bumbuan sangat berdampak pada laju inflasi Sumatera Barat yang tercermin dari pergerakan harganya yang selalu berfluktuasi (Tabel 2.7). Sementara itu, subkelompok bahan makanan yang juga mengalami inflasi triwulan (qtq) cukup tinggi adalah subkelompok padi-padian (4,94%); dan subkelompok ikan diawetkan (4,57%). Secara umum kontribusi kelompok bahan makanan terhadap keseluruhan inflasi Sumatera Barat pada triwulan IV 215 mencapai 1,2% (qtq). Cabai merah masih menjadi komoditas utama yang menyebabkan tingginya pergerakan harga subkelompok bumbu-bumbuan. Cabai merah memiliki peranan cukup besar terhadap inflasi Sumatera Barat, tercermin dari tingginya bobot konsumsi komoditas terkait yang mecapai porsi 2,95% terhadap total konsumsi masyarakat. Secara historis, tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai selalu meningkat terutama pada periode liburan akhir tahun. Pada kondisi ini, konsumsi cabai baik rumah tangga maupun industri seperti restoran/rumah makan minang dan toko oleh-oleh yang dibanjiri wisatawan menjadi sangat tinggi. Di sisi pasokan, ketersediaan pasokan dari sentra produksi di Pulau Jawa 26

45 yang menjadi produsen terbesar cabai merah regional Sumatera Barat sangat menentukan pergerakan harga komoditas tersebut. Secara siklusnya, produksi cabai merah dari Jawa di akhir tahun cenderung rendah karena belum memasuki masa panen raya, sehingga menyebabkan pasokan cabai merah di Sumatera Barat terbatas. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga KPw BI Provinsi Sumatera Barat, pergerakan harga cabai merah mulai menunjukkan peningkatan di triwulan akhir 215. Secara berturut-turut harga rata-rata per kilogram cabai merah di Kota Padang meningkat dari Rp 2.313,- (Oktober 215), menjadi Rp (November 215), dan kemudian kembali meningkat signifikan menjadi Rp 41.35,- di akhir tahun 215. Selain cabai merah, komoditas bumbu-bumbuan lainnya yang harganya meningkat adalah bawang merah dan bawang putih. Intensitas hujan yang mulai tinggi mendorong peningkatan harga subkelompok padi-padian di triwulan IV 215. Subkelompok padi-padian tercatat mengalami inflasi sebesar 4,94% (qtq) di triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat mengalami deflasi -,24% (qtq). Pasokan beras, berdasarkan siklusnya, akan terganggu dengan tingginya tingkat curah hujan di 2 (dua) bulan menjelang akhir tahun, sehingga menyebabkan petani kesulitan dalam melakukan aktivitas penjemuran gabah 3. Namun demikian peningkatan harga tersebut relatif terbatas dibandingkan akhir tahun 214, karena adanya jaminan pasokan beras sejahtera (rastera) BULOG hingga akhir tahun Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat 4 Bulog Divre II Provinsi Sumatera Barat 27

46 Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Triwulan Sumatera Barat Kelompok Bahan Makanan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Bahan Makanan -3, 2,87 -,77 1,27 5,48 5,4 1,17 3,68,57-1,7 7,8 13,51-13,76 5,29 1,9 3,86 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 3,73-9,93 2,95 2,52 1,42-1,26 4,14 6,17 1,56,1 11,64 8,24-5,2-1,75 -,24 4,94 Daging dan Hasil-hasilnya 1,41,15 3,65 2,36 1,53 1,82 4,35-2,28,19 4,5,7-4,58 -,84 7,72,24-1,54 Ikan Segar 4,74 1,57 1,29,9 3,51 1,56 2,58-1,85 8,4-1,69-2,61-1,83 2, 1,48 -,54 -,2 Ikan Diawetkan 1,51,18 14,7,44,82 2,6 1,8 5,47 7,84-3,35 1,54-8,86 4,48-2,47 5,3 4,57 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 3,89,5 2,3 -,41 2,34 4,13 3,46,54 2,61 4,35 3,2,43,45 2,82 2,57,11 Sayur-sayuran -6,85 4,47 5,14-2,89 6,81 6,6 4,86 2,61 3,19 7,38 8,64-3,54-2,93 1,91 8,64,34 Kacang - kacangan 7,45-1,75 14,46 -,2,29 3,6 12,15,26 7,69 -,7,7,6 1,,78,16 -,1 Buah - buahan,25 2,88 4,48 -,3 1,73 3,62 5,89 2,26 2,17 2,37 2,6 1,28 1,2,83 6,6 1,84 Bumbu - bumbuan -35,41 54,77-28,8 6,34 34,97 28,58-15,6 15,76-12,57-22,45 35,89 89,29-53,69 33,49-2,33 17,61 Lemak dan Minyak,41,71 1,95-1,29 -,2,26 4,47,44 1,41 2,5-1,44-1,12 1,26 -,1-2,16-3,6 Bahan Makanan Lainnya,15,, -,92, 1,23 3,51,12,38 1,68,15,21,95,81 1,96,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Peningkatan harga cukai rokok dan permintaan akhir tahun mendorong peningkatan harga kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Inflasi triwulanan (qtq) kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat sebesar 1,7% pada triwulan laporan, sedikit meningkat dari triwulan III 215 yang hanya,95% (Tabel 2.8). Meningkatnya tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari subkelompok tembakau dan minuman beralkohol dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Kebijakan penyesuaian cukai rokok yang mulai diterapkan pada November 215 mendorong peningkatan harga beberapa komoditas rokok, seperti rokok filter dan rokok kretek filter. Sementara itu, momentum liburan akhir tahun mendorong peningkatan konsumsi masyarakat khususnya minuman tidak beralkohol seperti juice buah dan kopi. Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Rokok, dan Tembakau (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 1,67,89 3,49 1,91 1,95,72 4,58 1,7,69,83 1,18,89 2,76,81,95 1,7 Makanan Jadi,9,47 1,9,15 1,17,2 6,24 1,17,41,45 1,1 1,3 3,47,21,74,39 Minuman yang Tidak Beralkohol 1,61 2,67 5,63 -,12,4 -,29 3,47-1,26,83,23,56,93,74 1,5,61 1,29 Tembakau dan Minuman Beralkohol 5,6,85 5,61 6,36 4,7 2,8 2,16 1,91 1,23 2, 1,92,59 2,42 2,2 1,58 2,39 Tingginya permintaan jasa tukang bangunan di akhir tahun 215 berimbas pada meningkatnya tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Laju inflasi triwulanan pada kelompok ini tercatat meningkat menjadi 1,44% di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 28

47 215 yang hanya sebesar,62% (Tabel 2.9). Peningkatan harga pada subkelompok biaya tempat tinggal terutama disebabkan oleh meningkat signifikannya harga komoditas sebagai akibat adanya realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah yang sesuai siklusnya mengalami peningkatan di akhir tahun. Komoditas tersebut tercatat menjadi komoditas utama penyumbang inflasi bulanan Sumatera Barat selama 3 (tiga) bulan berturut-turut. Peningkatan permintaan tukang bukan mandor yang diikuti dengan peningkatan harga kontrak rumah, mendorong inflasi triwulanan (qtq) pada subkelompok biaya tempat tinggal dari hanya sebesar,44% pada triwulan III 215 menjadi 2,17% di triwulan laporan. Penyesuaian penurunan harga beberapa komoditas energi strategis menyebabkan rendahnya laju inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga Elpiji 12 kg sebesar Rp6./tabung pada tanggal 16 September 215 lalu mendorong penurunan harga komoditas bahan bakar rumah tangga pada bulan Oktober 215. Sementara itu seiring dengan berlanjutnya penurunan harga minyak dunia, pemerintah melakukan penyesuaian penurunan harga BBM jenis solar sebesar Rp2/liter dan pertalite sebesar Rp1/liter. Kebijakan pemerintah tersebut mendorong turunnya inflasi triwulan (qtq) pada subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air menjadi hanya sebesar,49% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar,78% di triwulan III 215. Sementara itu, penurunan harga lebih dalam dapat tertahan dengan kebijakan tariff adjustment listrik yang diterapkan pemerintah bagi pelanggan rumah tangga daya 13 VA dan 22 VA. Sejak tanggal 1 Desember 215, kedua golongan listrik tersebut akan mengalami tariff adjustment secara berkala akibat adanya penyesuaian atas perubahan nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang Rupiah, harga minyak, dan inflasi bulanan. Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %) 29

48 Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,,37,5,51 1,53,96 1,26,83 1,35 1,67 2,32 5,8 1,48,69,62 1,44 Biaya Tempat Tinggal 3,41,56,1,92 1,5 1,74 1,18,31,4 3,23,15 3,98,88,17,44 2,17 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,8,4,, 2,97 -,48 1,2 1,9 3,99-1,56 7,5 9,81 2,64 2,1,78,49 Perlengkapan Rumahtangga -,14,3, -,25,38 -,18 3,65 1,7,72 1,19,75 2,63 2,98,81,96,79 Penyelenggaraan Rumahtangga,74,6,53,18,79 1,49,12,56,8 1,19 4,11,4,36,52 1,8,24 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pelemahan daya beli masyarakat dan penurunan harga emas internasional mendorong terjadinya deflasi pada kelompok sandang. Pergerakan harga triwulanan (qtq) kelompok sandang tercatat mengalami deflasi sebesar -1,55% pada triwulan laporan, menurun signifikan dari triwulan III 215 dengan inflasi sebesar 1% (Tabel 2.1). Seluruh subkelompok sandang baik sandang laki-laki, wanita, maupun anak-anak mengalami koreksi harga dibandingkan triwulan III 215, terutama disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Sementara itu, penurunan harga emas internasional yang terus berlangsung sepanjang triwulan akhir 215 memberikan efek pada penurunan harga emas perhiasan di pasar domestik. Kondisi ini menyebabkan deflasi yang dalam pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar -5,84% (qtq). Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Sandang (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Sandang,54 1,66 3,12 1,48-2,12 -,97 6,41 -,14 1,1 -,59 1,8-1,93 2,55,8 1, -1,55 Sandang Laki-laki,9 2,83 1,17,6,38,48,72, 1,71,33 1,95,5 2,4,57 1,7,4 Sandang Wanita,25 1,97,54,,74,37,12,27 1,2,54 1,56,65,6,39,66,17 Sandang Anak-anak,12 1,29,73,13 -,8,5,8,21 -,15,38 1,9,17 1,82,24 1,8,5 Barang Pribadi dan Sandang Lain,7,63 8,53 4,13-7,4-4,19 2,5 -,71 1,28-2,97 -,65-7,88 5,4 1,81,73-5,84 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tekanan inflasi kelompok kesehatan pada triwulan laporan mereda dibandingkan triwulan III 215. Laju inflasi triwulanan (qtq) kelompok kesehatan tercatat mengalami penurunan signifikan menjadi hanya sebesar,59% di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya 1,55% pada sebelumnya (Tabel 2.11). Meredanya tekanan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh turunnya beberapa harga komoditas perawatan jasmani dan kosmetika seperti sabun mandi, shampo, dan perlengkapan lainnya. Sementara itu, subkelompok jasa 3

49 kesehatan terpantau sedikit meningkat seiring terjadinya peningkatan harga tarif dokter umum pada bulan Oktober 215. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Kesehatan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Kesehatan 1,23 1,76,55,19,74 1,53 1,76 1,4,61 1,21 1,97 4,25 3,92 1,5 1,55,59 Jasa Kesehatan 3,44 2,53,,,,,,,2 1,81 2,69 8,77 6,83,79,5,67 Obat-obatan,4 4,2 1,16,45,47 2,2 2,56,99,72,36,11, 1,75 2,64,,2 Jasa Perawatan Jasmani,,,,, 2,8 5,68 4,5,93 1,4,3 2,36, 4,4,1, Perawatan Jasmani dan Kosmetika,35,59,78,25 1,5 2,27 2,3 1,27,98,98 2,35 2,25 2,76,29 3,61,77 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sesuai siklusnya, pergerakan harga kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif rendah di triwulan IV 215. Laju inflasi triwulanan (qtq) kelompok ini pada triwulan laporan tercatat hanya,24%, menurun signifikan dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 7,8% (Tabel 2.12). Rendahnya inflasi kelompok ini disebabkan oleh kembali normalnya biaya pendidikan setelah berakhirnya tahun ajaran baru. Sementara itu tingginya permintaan rekreasi pada periode liburan akhir tahun mendorong peningkatan harga pada subkelompok rekreasi, tercermin dari meningkatnya inflasi triwulanan yang hanya,15% di triwulan III 215 menjadi sebesar 1,53% pada triwulan akhir 215. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,38,2 11,43,21,39 -,32 1,64,13,38,71 4,39 1,75 1,12,38 7,8,24 Pendidikan,, 17,6,,, 2,8,,22,72 3,3,,, 11,76, Kursus-kursus / Pelatihan,, 6,97, 2,17,43,,,34 1,95,49 2,61,,,49, Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 2,74 -,41 1,26, 1,81-1,33,,1 -,4,7 2,39 1,44 8,25 1,69,44,6 Rekreasi,2 1,77, 1,57, -1,36 1,93,73 1,59,73 12,95,8 -,16,8,15 1,53 Olahraga,,,,,42,19 1, 2,2,21, 7,7,,1,,3, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingginya permintaan tiket transportasi angkutan udara pada liburan akhir tahun berimbas terhadap peningkatan harga pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kelompok ini tercatat mengalami inflasi triwulanan (qtq) sebesar 2,4% di triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan III 215 yang mencatat deflasi -,39% (Tabel 2.13). Penyebab utama terjadinya inflasi pada kelompok ini adalah peningkatan jumlah 31

50 wisatawan ke Sumatera Barat, sehingga mendorong kenaikan harga tiket angkutan udara. Komoditas tiket angkutan udara bahkan mengalami inflasi bulanan (mtm) lebih dari 4% di bulan Desember 215. Sementara itu, penurunan harga BBM jenis solar pada tanggal 1 Oktober 215 lalu, belum diikuti dengan penurunan harga tranportasi angkutan darat baik dalam kota maupun luar kota. Tabel Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Kelompok Transportasi, Komunikasi, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2.4 Disagregasi Inflasi dan Jasa Keuangan (qtq, %) Kelompok / Subkelompok TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 1,41 -,16 2,5,33,87 5, 1,58 1,61 1,44,94 -,78 12,1-6,7 1,69 -,39 2,4 Transpor 2,1 -,1 3,25,42 1,3 6,41 13,57 1,99 1,84 1,19-1,17 16,31-8,5 2,25 -,58 3,19 Komunikasi Dan Pengiriman -2,92-1,18,3, -,94,,,,31,18 -,19 -,29,,,,2 Sarana dan Penunjang Transpor 4,25,33,8,15,2 1,5,31,32,41,36 2,4,97 1,13,4,68 -,1 Jasa Keuangan,, 1,4,,81,,,,,, 8,44,,,, Secara disagregat, pergerakan harga akhir tahun 215 di Sumatera Barat disebabkan oleh peningkatan harga pada kelompok volatile food dan administered price. Meskipun pangsanya relatif tidak terlalu besar yaitu sebesar 23,5%, namun pergerakan harga bahan pangan yang bergejolak (volatile food) sangat fluktuatif dan berpengaruh terhadap inflasi Sumatera Barat. Selain itu, kelompok komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) dengan pangsa 21,6% juga turut memiliki peran besar dalam pergerakan harga di Sumatera Barat. Meski memiliki porsi kontribusi terbesar yaitu 54,9%, pergerakan harga pada kelompok inti relatif stabil dan tidak banyak terpengaruh oleh ketersediaan dan distribusi pasokan. 32

51 %, qtq 2 15 Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Price %, qtq 8, 6, Administered Price Volatile Food Core 1 4, 5-5 2,, -1-2, Sumber : BPS, diolah , -6, Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.4. Laju Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 2.5. Kontribusi Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi Secara triwulanan, meningkatnya inflasi Sumatera Barat di triwulan IV 215 didorong oleh inflasi kelompok volatile food yang cukup tinggi. Inflasi triwulanan (qtq) kelompok volatile food tercatat meningkat menjadi 3,92% di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang hanya sebesar,86%, sehingga menjadi pendorong utama bagi peningkatan inflasi triwulanan Sumatera Barat dengan andil triwulanan sebesar,92% (Grafik 2.4). Sesuai penjelasan di atas, meningkatnya laju inflasi volatile food pada triwulan laporan didominasi oleh kelompok bahan makanan yang terutama disebabkan oleh terbatasnya supply cabai merah dari daerah sentra produksi di Pulau Jawa di tengah permintaan akhir tahun yang cenderung meningkat. Sebagian besar cabai merah yang dikonsumsi masyarakat Sumatera Barat masih didatangkan dari Jawa, sehingga kendala pasokannya akan sangat mempengaruhi harga komoditas terkait di Sumatera Barat. Selain itu, komoditas beras terpantau meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan di 2 (dua) bulan menjelang akhir tahun 215. Oleh karena itu, kedua komoditas tersebut masih tercatat sebagai penggerak utama inflasi Sumatera Barat. Meningkatnya permintaan tiket pesawat udara menjadi faktor utama pendorong peningkatan inflasi kelompok administered price. Kontribusi inflasi triwulanan (qtq) kelompok administered price meningkat menjadi sebesar,51% di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang hanya sebesar,4% (Grafik 2.5). Pergerakan harga kelompok administered price ini dibentuk dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air; subkelompok transpor; dan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Peningkatan inflasi pada akhir 33

52 215 ini lebih disebabkan oleh subkelompok transpor, terutama akibat tingginya harga tiket angkutan udara seiring dengan meningkatnya permintaan pada periode libur akhir tahun. Selain itu, peningkatan cukai tembakau pada bulan November 215 dan tariff adjustment listrik khusus daya 13 VA dan 22 VA sejak tanggal 1 Desember 215 turut mendorong tekanan inflasi kelompok tersebut. Sementara itu, kebijakan penyesuaian harga LPG 12kg sebesar Rp6.4/tabung pada tanggal 16 September 215 dan penurunan harga BBM jenis solar sebesar Rp2/liter pada tanggal 1 Oktober 215 dapat menahan laju inflasi kelompok administered price lebih tinggi. Penurunan harga emas internasional berkontribusi terhadap meredanya pergerakan harga inflasi inti (core inflation) pada triwulan laporan. Laju inflasi inti secara triwulanan (qtq) pada triwulan laporan tercatat menurun menjadi hanya,63% dibandingkan triwulan III 215 sebesar 1,7%, sehingga kontribusi triwulanan (qtq) inflasi inti pun turun menjadi hanya,34% dari sebelumnya sebesar,92% (Grafik 2.5). Penurunan harga emas internasional mendorong terjadinya deflasi atas komoditas emas perhiasan di Sumatera Barat sepanjang triwulan akhir 215. Sementara itu, pelemahan nilai tukar tidak berdampak signifikan pada kenaikan permintaan dan harga atas barang-barang yang mengandung unsur bahan baku impor di Sumatera Barat. Penurunan daya beli masyarakat akibat pelemahan ekonomi, berimbas pada kegiatan pelaku usaha untuk menahan peningkatan harga barang produksinya. Survei Konsumen (SK) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang diselenggarakan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat mengindikasikan masih lemahnya permintaan masyarakat. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih menunjukkan angka pesimis di bawah 1 pada akhir tahun 215 yaitu sebesar 97,42. Indeks tersebut mengindikasikan adanya kekhawatiran masyarakat terhadap masih lemahnya perekonomian nasional dan perekonomian Sumatera Barat di tahun 215 (Grafik 2.6). Kondisi menurunnya permintaan tersebut juga diperkuat dari hasil SKDU yang menunjukkan bahwa indeks kapasitas terpakai dunia usaha pada triwulan laporan semakin turun dan hanya berada pada kisaran 66% (Grafik 2.9). Pelaku usaha terindikasi mulai menurunkan kapasitas produksinya akibat melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat. 34

53 Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) 4 2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 2.6. Indeks Keyakinan dan Ekspektasi Konsumen (Survei Konsumen) Grafik 2.7. Kapasitas Industri Terpasang (SKDU) 2.5 Upaya Pengendalian Inflasi Sumatera Barat Dalam menjaga ketersediaan pasokan di Kota Padang sebagai daerah konsumen, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat bersinergi dengan TPID Kota Padang mengadakan program kerja sama antar daerah terkait penyediaan bahan pangan strategis. Kota Padang dengan jumlah penduduk kurang lebih satu juta orang membutuhkan pasokan pangan yang berkelanjutan, agar tidak terjadi kenaikan harga akibat langkanya supply barang. Tabel Kebutuhan Bahan Pangan di Kota Padang Komoditi kg/kap/th ton/th ton/bulan ton/hari Beras , ,8 375,4 Beras ketan, ,1 13,,43 Tepung beras, ,3 21,75,73 Jagung manis, ,5 47,59 1,59 Tahu 6, ,67 581,72 19,39 Tempe 7,9 7.9,68 59,89 19,7 Gula pasir 6, ,62 539,22 17,97 Ubi kayu 3, ,34 299,2 9,97 Kelapa (butir) 6, ,67 577,56 19,25 Minyak kelapa 1,3 1.3,12 18,34 3,61 Bawang merah 2, ,26 23,2 7,67 Bawang putih 1,6 1.6,15 133,35 4,44 Cabai merah 1, ,16 137,51 4,58 Cabai rawit 1,4 1.4,13 116,68 3,89 Daging sapi 3,9 3.9,3 257,52 8,58 Jumlah , ,39 59,98 Sumber: Paskomnas Indonesia. Dalam hal ini, TPID Kota Padang telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan TPID Pesisir Selatan, TPID Kota Bukittinggi, TPID Kabupaten Solok dan TPID Kota 35

54 Payakumbuh berkaitan dengan penyediaan komoditas beras, cabai merah, bawang merah dan telur ayam ke Kota Padang. Penandatangan naskah tersebut dilaksanakan pada tanggal 24 November 216 di Ruang Pertemuan Bagindo Aziz Chan Kantor Walikota Padang. Selain itu dalam mengantisipasi berkurangnya pasokan cabai merah akibat kemarau pada akhir-akhir tahun, TPID Provinsi Sumatera Barat mencoba melakukan sebuah program terobosan yaitu program gerakan menanam cabai merah pada saat musim kemarau di sejumlah sentra produksi cabai di Sumatera Barat. Program ini diprakarsai oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Sumatera Barat dengan mengajak serta para petani untuk menanam cabai merah di awal triwulan III 215 atau pada saat pertengahan musim kemarau, sehingga di triwulan IV 215 komoditas cabai merah dapat dipanen. Awal Tabel Pola Pergiliran Tanam Program GTCK 215 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept POLA Panen Pindah Okt lokasi Nov Des 4 Tanam Cabai Panen Pola 1 Panen Sayuran/Jagung Manis Tanam Cabai Pola 2 Panen Sayuran Daun Tanam Cabai Pola 3 Panen Komoditas Pilihan Petani Tanam Cabai Pola 4 Panen Pindah Lokasi Tanam Cabai Panen Panen Panen Panen Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Sumbar. Dengan tersedianya pasokan cabai merah yang ditanam pada musim kemarau tersebut, diharapkan dapat menjaga ketersediaan pasokan komoditas terkait pada akhir tahun. Program penanaman cabai pada musim kemarau ini menggunakan metode penanaman irigasi tetes sederhana guna merekayasa minimnya ketersediaan air yang berkurang di bulan kemarau. Selain itu untuk menjaga kualitas tanaman cabai yang siap dipanen seiring dengan masuknya musim hujan, penggunaan rain shelter dengan terpal juga menjadi salah satu teknologi yang diterapkan dalam program GTCK

55 BOKS 2: Tantangan Struktural Komoditas Cabai Merah di Sumatera Barat dan Langkah Antisipasi Ke depan Inflasi Sumatera Barat yang diwakili oleh Kota Padang dan Kota Bukittinggi, dalam kurun waktu 213 hingga 214 selalu menyentuh double digit. Bahkan, pada tahun 214 laju inflasi Sumatera Barat merupakan yang tertinggi secara nasional sebesar 11,58% (yoy). Namun demikian, inflasi Sumatera Barat pada tahun 215 sebesar 1,8% (yoy) menjadikan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan terendah nasional. Volatilitas inflasi Sumatera Barat yang tinggi tersebut sebagian besar diakibatkan oleh kelompok volatile foods, yang salah satunya adalah komoditas cabai merah. Komoditas cabai merah menjadi salah satu sumber utama inflasi di Sumatera Barat akibat sejumlah permasalahan struktural, antara lain preferensi konsumsi cabai merah masyarakat terhadap cabai dari luar Sumatera Barat, dan relatif panjangnya rantai distribusi komoditas cabai merah Sumatera Barat. Grafik 2.8. Komoditas Penyumbang Inflasi Sumatera Barat tahun 215 %, mtm Cabai Merah Beras Inflasi Sumbar(%, mtm) 2,5 1,5,5 -,1,59,67,79 1,26,4,52 1,79 -,5 -,51 -,44-1,5-2,5-1,79-2,11 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des 215 Sumber: BPS, diolah, diperoleh informasi bahwa pasokan cabai merah di Sumatera Barat lebih banyak didatangkan dari beberapa wilayah sentra produksi di luar Sumatera Barat terutama wilayah Jawa Timur yakni sebesar 63,24%. Daerah-daerah lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Jawa Tengah memberikan sumbangan sebesar 12,5%, sementara Sumatera Barat berkontribusi sebesar 24,27% terhadap pemenuhan cabai. Provinsi Riau yang selama ini ditengarai banyak mendatangkan cabai merah dari wilayah Sumatera Barat, ternyata hanya mengonsumsi 7,43% cabai merah produksi Sumatera Barat. 37

56 Dengan demikian, apabila terjadi gangguan pasokan pada daerah-daerah sentra produksi tersebut, maka dapat dipastikan pasokan cabai ke Sumatera Barat akan terganggu dan berimbas pada kenaikan harga cabai di Sumatera Barat. Sumber: BPS Sumbar Gambar 1 Peta Distribusi Perdagangan Cabai Merah di Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan pola penjualan produksi, produsen cabai merah yang berada di Sumatera Barat menjual sebagian besar hasil produksi cabai merahnya kepada pedagang pengepul (88,46%). Selanjutnya pengepul akan menjual sebagian besar cabai merah melalui pengecer (91,65%) dan kemudian sisanya dijual langsung kepada konsumen akhir rumah tangga (8,35%). Kondisi ini menunjukan bahwa pola distribusi cabai dari produsen sampai dengan konsumen akhir rumah tangga relatif panjang. Sementara itu, produsen yang langsung menjual hasil panennya kepada pengecer dan rumah tangga relatif sangat kecil yaitu masing-masing hanya sebesar 9,62% dan 1,92%. Gambar 2 Porsi Distribusi Penjualan Komoditas Cabai Merah di Sumatera Barat 38

57 Sumber: BPS Sumbar Gambar 3 Jalur Distribusi Perdagangan Komoditas Cabai Merah di Sumatera Barat Selanjutnya, berdasarkan hasil survei BPS diperoleh informasi bahwa pedagang besar cabai merah rata-rata memperoleh marjin perdagangan dan pengangkutan (rasio MPP) sebesar 19,93% dan rata-rata marjin perdagangan (rasio MP) setelah dikurangi biaya transportasi adalah sebesar 18,43%. Panjangnya rantai distribusi komoditas cabai merah di Sumatera Barat tersebut berpengaruh terhadap mekanisme pembentukan harga jual cabai di tingkat konsumen yang cukup tinggi. Tabel Marjin Perdagangan dan Pengangkutan Cabai Merah di Sumatera Barat Selain dua permasalahan dari sisi produksi dan distribusi di atas, sisi permintaan juga menjadi sumber permasalahan struktural lainnya. Berdasarkan penelitian preferensi konsumen cabai merah di Kota Padang yang pernah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat diperoleh hasil bahwa masyarakat Padang lebih memilih cabai merah yang didatangkan dari Jawa dibandingkan cabai lokal produksi Sumatera Barat. Preferensi ini menyebabkan cabai merah dari Jawa Timur yang diperdagangkan di Sumatera Barat memiliki peran yang signifikan guna memenuhi permintaan masyarakat. Bahkan berdasarkan informasi yang dihimpun dari TPID Provinsi Sumatera Barat, cabai merah yang didatangkan dari Jawa ke Kota Padang per harinya mencapai 5 ton. 39

58 Selain itu, dari survei tersebut juga diketahui bahwa ketika harga cabai mengalami kenaikan, masyarakat Kota Padang lebih memilih untuk mengurangi jumlah konsumsi cabai merah daripada tidak mengonsumsi cabai sama sekali. Kondisi tersebut memberikan tekanan yang persisten terhadap inflasi Sumatera Barat khususnya di sisi permintaan. Dari pemetaan permasalahan struktural tersebut, TPID Provinsi Sumatera Barat berupaya menyusun langkah-langkah strategis seperti yang telah disusun dalam roadmap pengendalian inflasi, salah satunya adalah dengan melakukan optimalisasi infrastruktur perdagangan dan rencana pembangunan pasar induk. Pemanfaatan gudang dan cold storage guna menampung komoditas cabai merah sebagai buffer stock menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat diimplementasikan. Di satu sisi rencana pembangunan pasar induk diharapkan dapat memperpendek jalur distribusi, sehingga harga yang diterima oleh konsumen dapat lebih ditekan. Di sisi lain penambahan kewenangan BULOG untuk menangani komoditas strategis pangan lainnya selain beras, diharapkan dapat memperbaiki rantai pasok cabai merah yang selama ini mengalami fluktuasi di sisi pasokan. 4

59 3 BAB III PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Ditengah peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dan berbagai kebijakan pemerintah di bidang perbankan, perbankan mulai menunjukan kinerja yang membaik seperti ditunjukkan oleh perkembangan sejumlah indikator yaitu pertumbuhan aset, DPK, dan kualitas kredit. Perbaikan kualitas kredit perbankan melalui kebijakan restrukturisasi, diharapkan dapat memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset bank umum. Pencairan dana proyek pemerintah dan swasta, berdampak pada meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) khususnya jenis tabungan. Sementara itu, pertumbuhan kredit masih sedikit melambat seiring dengan lemahnya daya beli masyarakat dan melemahnya kinerja sebagian korporasi. Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat terus meningkat sesuai dengan siklus akhir tahun dan tetap berada pada level yang tinggi, tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai sebesar 145,1% di triwulan IV 215. Sementara itu kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan oleh pemerintah dan OJK mulai berdampak pada membaiknya kualitas penyaluran kredit, terindikasi pada menurunnya Rasio Non Performing Loans (NPL) kredit dari 3,1% menjadi 2,7%. Dari sistem pembayaran, pertumbuhan transaksi tunai dan nontunai mengalami penurunan pada triwulan IV 215. Net inflow uang kartal triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp363 miliar, atau menurun -5,8% (yoy). Sementara pada transaksi non tunai, nilai transaksi RTGS di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp15 triliun, turun sebesar minus 53,8% (yoy). Nilai transaksi BI- RTGS Sumatera Barat selama triwulan IV 215 turun signifikan, sebagai dampak implementasi BI-RTGS Generasi II. 41

60 3.1 Perkembangan Bank Umum Perkembangan Aset Perbankan Pertumbuhan aset bank umum Sumatera Barat pada akhir 215 mulai menunjukkan perbaikan, sejalan dengan implementasi berbagai kebijakan pemerintah pada sektor keuangan. Total aset bank umum pada triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp54,3 triliun, tumbuh meningkat 12,9% (yoy) setelah sebelumnya hanya mampu tumbuh sebesar 1,4% (yoy) di triwulan III 215 (Grafik 3.1). Selain itu, pertumbuhan aset di akhir 215 tersebut juga lebih baik dibandingkan akhir tahun 214 yang hanya mencapai 1,2% (yoy). Peningkatan aset perbankan tersebut didukung dengan membaiknya kualitas kredit secara umum sehingga menurunkan cadangan bank dalam pos Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kebijakan yang dikeluarkan OJK terkait restrukturisasi kredit turut mendorong perbaikan kualitas kredit bank umum. Selain itu, turunnya biaya dana akibat penyesuaian suku bunga tertimbang DPK yang cukup besar ditengah perkembangan suku bunga kredit tertimbang yang relatif stabil, diharapkan dapat memengaruhi kinerja laba perbankan dan pada akhirnya diperkirakan memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset perbankan. Pada triwulan laporan suku bunga tertimbang kredit menurun terbatas menjadi 12,3% (yoy) dari sebelumnya sebesar 12,4% (yoy) di triwulan III 215, sementara suku bunga tertimbang DPK turun lebih dalam dari 4,% (yoy) menjadi 3,7% (yoy) pada akhir

61 Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat Nilai Kredit (miliar Rupiah) Indikator Perbankan IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 IV-15 Aset ,2 6,7 13, 1,4 12,9 Giro ,2 36, 22,9 1,8 13,9 14,8 Tabungan ,7 8,3 8,6 8,4 14,4 52,8 Deposito ,6 22,4 13,6 12,9 5,4 32,4 Total DPK ,6 18,1 13,2 1,4 11,3 Modal Kerja ,4 11,7 9, 9,2 6,9 35,7 Investasi ,1 23,6 23,1 32,3 3,8 2,8 Konsumsi ,4 11,9 13,3 12,9 9,3 43,5 Total Kredit ,2 13,9 13,4 14,8 12,2 Pertanian , 17,1 17,5 21,3 15,3 16,7 Pertambangan dan Penggalian ,2 11,2 4,5 4,3-6,4 1,6 Industri Pengolahan ,7 34,8 44,7 68, 57,2 21,8 Listrik, Gas dan Air Bersih ,5 59,2 175,1 296,9 288,6,4 Konstruksi ,9 26,5 8,8 4,9 2, 3,3 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,7 12,9 7,7 6,7 11,3 47,9 Pengangkutan dan Komunikasi ,5 23,4-21,6-28,9-22,4 1,6 Keuangan, Real Estate & Jasa Perush , -37,9-16,3-17,3-19,1 3,5 Jasa-jasa , 62,5 45,1 -,9-18,3 3,1 Kredit Rumah Tangga ,4 11,9 13,3 12,9 9,3 LDR (%) 143,8 139, 138,8 139,4 145,1 NPL (%) 2,9 3, 3, 3,1 2,7 *Kredit berdasarkan lokasi proyek. Triliun Rp % yoy 6 Nominal Pertumbuhan (sisi kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pertumbuhan (%,yoy) Pangsa (%) % Suku Bunga Tertimbang Kredit % 14 Suku Bunga Tertimbang DPK - skala kanan ,4 12,3 4, 3,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat Grafik 3.2. Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar Perkembangan DPK Pencairan dana realisasi belanja pemerintah daerah berdampak pada membaiknya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di triwulan IV 215. Penghimpunan DPK oleh perbankan di triwulan laporan tercatat mencapai sebesar Rp33, triliun, tumbuh 11,3% (yoy) dibandingkan triwulan III 215 yang hanya tumbuh 1,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK pada akhir tahun 215 tersebut terjadi pada jenis tabungan dan giro (Grafik 3.3). Berdasarkan focus group discussion (fgd) yang dilakukan bersama perbankan Sumatera Barat, peningkatan DPK khususnya tabungan hanya terjadi pada periode/bulan tertentu 43

62 (setiap akhir tahun) dan bersifat situasional. Kondisi ini biasanya terjadi karena adanya perpindahan dana pemerintah ke rekening rekanan untuk pembayaran proyek/kegiatan pemerintah. Struktur DPK bank umum Sumatera Barat cenderung masih didominasi dana murah seperti tabungan dan giro, dibandingkan deposito. Porsi dana murah tercermin dari komposisi tabungan dan giro yang mencapai sebesar 67,6% dari keseluruhan DPK, sementara porsi deposito sebesar 32,4% (Grafik 3.4). %, yoy DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.3. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy) 11,3 14,4 13,9 5,4 Rp triliun DEPOSITO TABUNGAN GIRO 11,7 1,7 15,5 17,5 6,8 4,9 I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.4. Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan Sementara itu pertumbuhan deposito melambat menjadi hanya sebesar 5,4% (yoy) di triwulan laporan, dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh mencapai 12,9% (yoy). Menurut perbankan, hal ini terjadi akibat adanya penarikan sejumlah dana deposito korporasi dalam rangka membiayai investasi dan operasional perusahaan dibandingkan menggunakan kredit dari perbankan. Pencairan deposito pemda untuk membiayai proyek pemerintah di akhir tahun turut mendorong penurunan deposito di akhir tahun. Melambatnya pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 214 juga ditengarai akibat kurang menariknya simpanan deposito karena perbankan mulai melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal tersebut, tercermin dari penurunan rata-rata suku bunga deposito menjadi 7,45% (akhir tahun 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 8,11% (akhir tahun 214). Selain itu, tersedianya alternatif produk investasi lain dengan imbal hasil lebih tinggi seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ditengarai juga memberikan pengaruh terjadinya perpindahan dana deposito kepada produk investasi tersebut. 44

63 3.1.3 Perkembangan Kredit 5 Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan masih mengalami perlambatan di akhir tahun 215. Kredit bank umum tumbuh melambat menjadi sebesar 12,2% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya yang dapat tumbuh mencapai 14,8% (yoy) pada triwulan III 215. Namun demikian, pertumbuhan tersebut relatif masih lebih baik dibandingkan akhir tahun 214 yang hanya tumbuh sebesar 11,2% (yoy). Seluruh jenis kredit perbankan baik kredit produktif maupun konsumtif mengalami perlambatan, terutama pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang hanya tumbuh masing-masing sebesar 6,9% (yoy) dan 9,3% (yoy). Kredit investasi meskipun sedikit melambat, relatif masih dapat tumbuh tinggi sebesar 3,8% (yoy) (Grafik 3.5). Berdasarkan pangsanya,kredit modal kerja dan investasi di Sumatera Barat masing-masing memiliki pangsa sebesar 35,7% dan 2,8%. Sementara itu, kredit konsumsi memiliki pangsa yang relatif besar yaitu sebesar 43,5% dari keseluruhan kredit perbankan. Porsi kredit produktif bank umum Sumatera Barat yang hanya sebesar 56% dari total kredit dinilai masih relatif kecil, dibandingkan dengan rata-rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 7% dari total kredit. Kondisi ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat masih relatif terbatas. Sejumlah kebijakan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia di 215 dapat menahan perlambatan kredit lebih dalam. Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan makroprudensial di sepanjang tahun 215 antara lain menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah dan melakukan penyesuaian kebijakan rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit/ pembiayaan properti dan uang muka kredit kendaraan. Kebijakan GWM Primer dalam Rupiah berlaku efektif sejak 1 Desember 215, dengan melakukan penyesuaian rate menjadi 7,5% dari sebelumnya sebesar 8,%. Pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Sementara itu, kebijakan pelonggaran LTV dilakukan dengan 5 Data kredit berdasarkan lokasi proyek 45

64 pertimbangan bahwa sektor kredit properti dan kendaraan bermotor memiliki keterkaitan yang cukup besar terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan untuk tempat tinggal, khususnya untuk rumah pertama. Berbagai kebijakan makroprudensial tersebut diharapkan dapat mendorong akselerasi pertumbuhan kredit dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Perlambatan pertumbuhan kredit masih dibayangi oleh pelemahan daya beli masyarakat dan kinerja korporasi di Sumatera Barat. Sesuai hasil fgd bersama perbankan Sumatera Barat, bank umum cenderung untuk menahan akselerasi ekspansi kredit sampai dengan akhir tahun 215 dan memilih untuk lebih memperbaiki kualitas penyaluran kreditnya. Selain itu sikap dunia usaha yang cenderung wait and see menyebabkan permintaan kredit tidak terlampau kuat, meskipun rata-rata suku bunga kredit modal kerja dan investasi telah mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan dari 12,97% pada triwulan III 215 menjadi 12,91% pada triwulan laporan, sejalan dengan hal tersebut suku bunga kredit investasi juga mengalami penurunan dari 12,23% menjadi 12,15%. %, yoy 4 35 Total Kredit Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi % 145,1 4, 139,4 3, ,1 2,7 3, 2, LDR (sisi kiri) NPL (sisi kanan) 2, 1,5 1, 5 2,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV, Grafik 3.5. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Grafik 3.6. Perkembangan LDR dan NPL Bank Berdasarkan Jenis Penggunaan Umum Intermediasi dan Risiko Perbankan Sesuai dengan polanya, fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan IV 215 meningkat signifikan dan secara konsisten tetap berada di level yang tinggi. Meningkatnya fungsi intermediasi tercermin 46

65 dari tingginya nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank. Pada triwulan laporan ini, rasio LDR tercatat meningkat menjadi 145,1% dibandingkan sebelumnya sebesar 139,4% di triwulan III 215 (Grafik 3.6). Selama beberapa tahun terakhir, DPK nominal khususnya giro dan deposito di akhir tahun selalu terpantau turun dibandingkan triwulan III-nya seiring dengan pencairan sejumlah dana besar untuk digunakan sebagai realisasi belanja pemerintah daerah yang menurut siklusnya terfokus pada akhir tahun. Kondisi turunnya DPK ditengah kredit yang terus meningkat, berimplikasi pada peningkatan LDR yang signifikan di akhir tahun. Selain itu, rasio LDR di atas 1% menunjukan adanya penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. DPK yang berhasil dihimpun, dinilai masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kredit oleh perbankan. Kondisi ini memberikan sinyal bahwa terdapat potensi adanya kekurangan likuiditas pada perbankan di Sumatera Barat, sehingga perbankan diharapkan dapat tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK yang bersumber dari dalam Sumatera Barat. Sementara itu, sejumlah kebijakan di sektor keuangan yang ditempuh pemerintah dan otoritas terkait berdampak terhadap peningkatan kualitas kredit bank umum di Sumatera Barat di akhir tahun 215. Pada triwulan IV 215 rasio Non Performing Loans (NPL) perbankan turun menjadi 2,7% dari sebelumnya sebesar 3,1% di triwulan III 215. Perbaikan kualitas kredit tersebut terjadi pada sektor korporasi maupun sektor rumah tangga. Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan, yaitu ketentuan perbaikan kualitas kredit melalui pelaksanaan restrukturisasi sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit. Kebijakan tersebut sangat disambut positif khususnya bagi perbankan Sumatera Barat, mengingat nilai NPL perbankan yang terus meningkat sebelumnya hingga triwulan III 215. Penurunan daya beli masyarakat dan harga komoditas perkebunan Sumatera Barat merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan NPL perbankan. 47

66 3.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Kinerja beberapa sektor ekonomi utama masih menujukkan pelemahan, sehingga berdampak pada perlambatan kredit sektor korporasi Sumatera Barat di triwulan IV 215. Kredit korporasi dengan total penyaluran kredit sebesar Rp27,1 triliun pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 14,6% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh mencapai 16,3% (yoy). Perlambatan kredit terutama terjadi pada sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor jasa dengan pangsa kredit masing-masing sebesar 22%, 17%, dan 3%. Kredit sektor industri pengolahan meskipun tumbuh sangat tinggi, pada triwulan laporan tumbuh melambat menjadi 57,2% (yoy) dari sebelumnya sebesar 68,% (yoy). Subsektor utama dari industri pengolahan adalah industri pengolahan semen, kapur dan gips yang tumbuh sangat signifikan menjadi 371,6% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya sebesar 22,1% (yoy). Berdasarkan liaison yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat, tingginya pertumbuhan kredit industri pengolahan terutama disebabkan oleh ekspansi investasi perusahaan semen di Sumatera Barat. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, diketahui bahwa perusahaan sedang melakukan pembangunan pabrik baru dan diprakirakan selesai pada akhir tahun 216. Namun demikian pertumbuhan kredit industri pengolahan lainnya seperti industri pengolahan CPO dan crumb rubber terus melambat sepanjang tahun 215, sejalan dengan harga komoditas yang rendah. Kondisi harga komoditas yang rendah tersebut, juga menyebabkan kredit sektor pertanian tumbuh melambat menjadi hanya 15,3% (yoy) di akhir tahun 215 dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh mencapai 21,3% (yoy). Perlambatan sektor pertanian tersebut, terkonfirmasi dengan informasi perbankan Sumatera Barat pada saat fgd yang menyatakan bahwa perlambatan sektor pertanian terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas CPO dan karet yang masih berlanjut serta pelemahan sektor usaha peternakan ayam ras petelur yang cukup besar di Sumatera Barat. Bahkan imbas lemahnya harga komoditas karet dunia dan domestik, sangat berdampak pada perkebunan karet lokal yang tumbuh negatif sebesar -5,77% (yoy) di akhir 215. Setelah terus melambat sejak awal tahun 215, pertumbuhan kredit sektor perdagangan sebagai kredit dengan pangsa terbesar mulai 48

67 menunjukkan perbaikan di akhir triwulan IV 215. Sektor perdagangan sebagai penyumbang penyaluran kredit terbesar yaitu mencapai 46% dari total penyaluran kredit, kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit Sumatera Barat secara keseluruhan. Pada triwulan laporan, kredit sektor perdagangan tercatat mulai tumbuh meningkat mencapai 11,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 6,7% (yoy). Peningkatan tersebut diindikasi sebagai akibat meningkatnya permintaan masyarakat pada periode pemilihan kepala daerah serta sebagai dampak liburan akhir tahun. Meskipun demikian peningkatan kredit sektor tersebut masih relatif terbatas, seiring dengan masih lemahnya daya beli masyarakat secara keseluruhan tahun 215. Sebagian besar bank umum di Sumatera Barat menilai bahwa usaha di sektor perdagangan seperti kendaraan bermotor, elektronik, dan barang tersier lainnya masih terus mengalami tekanan, sebagai dampak melemahnya nilai tukar dan daya beli masyarakat. 1% 3% 48% 17% 22% Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa Lainnya %, yoy Total Kredit Korporasi %, yoy g. Pertanian 6 1 g. Perdagangan 5 g. Ind Pengolahan (sisi kanan) 8 g. Jasa (sisi kanan) , ,3 11, ,6 (18,3) -4 I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.7. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Korporasi Kualitas kredit korporasi mulai membaik seiring dengan beberapa penyesuaian kebijakan pemerintah di bidang perbankan. Pada triwulan laporan, NPL kredit korporasi tercatat mengalami penurunan menjadi 3,9% dibandingkan triwulan III 215 sebesar 4,7% (Grafik 3.9). Secara umum, perbaikan NPL terjadi pada seluruh sektor ekonomi utama seperti perdagangan, pengolahan, pertanian, dan jasa-jasa. Pada triwulan laporan walaupun relatif masih cukup besar, NPL sektor perdagangan tercatat turun menjadi 5,% dibandingkan di triwulan III 215 sebesar 5,5%. Sementara NPL sektor pertanian turun menjadi 2,7% dari sebelumnya 3,1%. Perbaikan kualitas kredit tersebut, didukung dengan sejumlah penyesuaian kebijakan pemerintah di bidang 49

68 perbankan khususnya terkait restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit. Beberapa upaya yang ditempuh perbankan dalam melakukan restrukturisasi kredit antara lain melalui penurunan suku bunga dan perpanjangan tenor/waktu pelunasan kredit. Meskipun mulai membaik, perbankan masih memberi perhatian khusus terhadap perbaikan kualitas kredit karena secara umum kinerja pelaku usaha masih belum menunjukan kinerja yang kuat dan cenderung wait and see menunggu perbaikan ekonomi nasional. % NPL Kredit Korporasi NPL. Pertanian NPL. Ind Pengolahan NPL. Perdagangan NPL. Jasa-jasa 6,4 5, 4,5 3,9,9 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV % 15% 9% 25% 1% KPR KKB Multiguna Kredit RT Lainnya Kredit Lain-lain Grafik 3.9. Perkembangan NPL Sektor Korporasi Grafik 3.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Rumah Tangga Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan melambatnya pertumbuhan kredit sektor rumah tangga di triwulan IV 215. Kredit sektor rumah tangga yang tercatat sebesar Rp 2,9 triliun memiliki porsi 43% dari total kredit bank umum dan tumbuh melambat sebesar 9,3% (yoy) di triwulan laporan dibandingkan pada triwulan III yang mampu tumbuh 12,9% (yoy) (Grafik 3.11). Melambatnya pertumbuhan kredit sektor rumah tangga ini terutama terjadi pada jenis kredit multiguna, kredit kendaraan bermotor dan kredit rumah tangga lainnya. Kredit multiguna tumbuh melambat sejalan dengan melemahnya daya beli masyarakat, menjadi 21,6% (yoy) di triwulan IV 215 dibandingkan sebelumnya yang tumbuh tinggi mencapai 43,2% (yoy). Sementara itu kredit kendaraan bermotor (KKB) tercatat tumbuh negatif sebesar -14,5% (yoy), menurun signifikan dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh sebesar 9,9% (yoy). Berlanjutnya kontraksi penjualan kendaraan bermotor baik mobil maupun motor di Sumatera Barat sejak awal tahun 215, menjadi penyebab utama perlambatan kredit sektor rumah tangga (Grafik 3.13). Kondisi tersebut sesuai dengan informasi dari Dinas Pengelolaan 5

69 Keuangan Daerah Sumatera Barat yang menyatakan bahwa penjualan mobil dan motor masing-masing mengalami kontraksi sebesar -19% (yoy) dan -21% (yoy) hingga akhir 215. Penyesuaian kebijakan rasio LTV bagi kredit properti mulai berdampak pada peningkatan kredit pemilikan rumah (KPR) di akhir tahun 215. Pada triwulan laporan, KPR tercatat mampu tumbuh menjadi sebesar 11,6% (yoy) dibandingkan triwulan III 215 yang hanya tumbuh 9,2% (yoy). Sejak dikeluarkannya penyesuaian kebijakan rasio LTV pada tanggal 18 Juni 215, KPR mulai menunjukkan peningkatan di semester II 215 setelah sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan di awal tahun 215. Penyesuaian kebijakan tersebut memang ditujukan dan diharapkan dapat membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan rumah pertamanya sebagai tempat tinggal. Selain itu, peningkatan permintaan kredit sektor perumahan juga disebabkan oleh insentif program yang diresmikan pada akhir April 215. Hampir sebagian besar kabupaten/ kota di Sumatera Barat mengajukan permohonan permintaan kredit perumahan yang disubsidi suku bunganya oleh pemerintah. Sebagai akibatnya, harga properti secara umum di Sumatera Barat mulai merangkak naik sesuai hasil Survei Harga Properti dan Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Grafik 3.12). % yoy g.total Kredit Rumah Tangga g.kpr % yoy g.kkb g.kredit lain-lain 5 4 g.multiguna (sisi kanan) , , (14,5) 21, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga % yoy TOTAL TIPE MENENGAH % yoy 12 TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Harga Properti Residential (SHPR) di Sumatera Barat Di tengah perlambatan pertumbuhannya, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga relatif membaik dan jauh di bawah ketentuan yang ditetapkan. Secara keseluruhan nilai rasio NPL rumah tangga tercatat relatif rendah hanya sebesar 1,% (yoy) di triwulan IV 215 (Grafik 3.14). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa risiko kredit kepada sektor rumah tangga di Sumatera Barat masih dinilai relatif rendah. Walaupun secara keseluruhan 51

70 menunjukkan risiko kredit yang rendah, potensi peningkatan risiko masingmasing jenis kredit tetap perlu diwaspadai khususnya pada KPR dibandingkan jenis kredit rumah tangga lainnya. Pada triwulan laporan, nilai rasio NPL KPR relatif cukup tinggi sebesar 3,4%, sementara NPL KKB dan Multiguna hanya sebesar 1,1% dan 1,2%. Unit Mobil g.mobil - sisi kanan Motor g.motor - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV % (yoy) Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat yoy Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV , 3,4 1,2 1,1 Grafik Perkembangan Jumlah Mobil dan Truk di Sumatera Barat Grafik Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Ketahanan Sektor UMKM Perlambatan kinerja penyaluran kredit sangat berdampak pada pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sepanjang tahun 215. Secara tahunan (yoy) kredit UMKM yang disalurkan bank umum pada akhir tahun 215 tercatat mencapai Rp14,8 triliun, tumbuh melambat 2,7% dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh sebesar 4,3% (Grafik 3.15). Sejak akhir tahun 214, pertumbuhan kredit UMKM ini cenderung melambat. Berdasarkan diskusi bersama perbankan, penyebab utama melambatnya kredit UMKM antara lain disebabkan oleh kondisi perekonomian yang melambat, terhentinya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak Desember 214 dan terbatasnya bank pelaksana penyalur KUR di tahun 215, serta adanya pengendalian ekspansi kredit sebagai dampak meningkatnya rasio NPL kredit UMKM. Kontribusi terbesar dalam perlambatan pertumbuhan UMKM terjadi pada kredit skala menengah yang terus mengalami perlambatan sejak setahun terakhir dan bahkan mengalami kontraksi yang signifikan sebesar minus 13,5% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu pertumbuhan kredit skala mikro dan skala kecil tumbuh meningkat, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 2,8% (yoy) dan 9,4% (yoy). Dengan adanya perlambatan kredit tersebut, 52

71 pangsa kredit UMKM terhadap total kredit terus mengalami penurunan menjadi 3,9% (215) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 33,7% (214). Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit UMKM terutama terjadi pada sektor ekonomi pertanian, industri pengolahan, dan jasa-jasa. Kredit UMKM sektor pertanian tumbuh melambat menjadi 8,5% (yoy), dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 1,4% (yoy). Bahkan sektor industri pengolahan dan jasa-jasa mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar minus 48,8% (yoy) dan minus 13,6% (yoy). Namun demikian kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) sebagai kredit UMKM dengan pangsa tertinggi yaitu mencapai 66%, mampu tetap menunjukkan pertumbuhan yang meningkat menjadi 12,8% (yoy) pada triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang hanya tumbuh 6,6% (yoy). 5 % UMKM Mikro Kecil Menengah 2,8 9,4 2,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (13,5) Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Jasa-jasa 5% Lain-lain 11% Pertanian 14% Perdagangan, 66% Industri Pengolahan 4% Grafik Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM tidak didukung dengan kualitas kredit yang baik. Pada triwulan laporan rasio NPL kredit UMKM relatif stabil di kisaran 6,6%, telah melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 5% (Grafik 3.17). Oleh karena itu, perbankan daerah harus memberikan perhatian yang lebih untuk terus melakukan pengawasan secara mendalam terhadap kinerja debitur UMKM dan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kreditnya. Upaya tersebut harus dilakukan, karena sektor UMKM mempunyai porsi yang cukup besar di Sumatera Barat. Selain itu potensi risiko meningkatnya NPL kredit UMKM ke depan diperkirakan masih cukup besar, sebagai dampak masih tingginya suku bunga rata-rata kredit UMKM yang mencapai 14,6% pada triwulan laporan. Faktor tersebut menyebabkan UMKM dinilai sebagai sektor yang paling sangat terpengaruh akibat tingginya suku bunga kredit perbankan. Di tengah pelemahan ekonomi, perbankan menganggap 53

72 kredit UMKM merupakan kredit yang sangat rentan dan mudah terganggu kualitasnya. Beberapa bank bahkan menerapkan kebijakan untuk menahan ekspansi kredit UMKM. % 12, 1, 8, 6, 4, 2, - UMKM Mikro Kecil Menengah 9,1 6,6 5,6 2,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan NPL Kredit UMKM 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Indikator Perbankan Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah Sumatera Barat Nilai Kredit Pertumbuhan Pangsa (%) (miliar Rupiah) (%,yoy) IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 IV-15 Aset , -1,5-1,2-2, 3,9 DPK ,5,7-3,9 -,9 7,6 Giro ,1-11,6-26,2-22,3 5, 6,2 Tabungan ,2 27,5 8,5 7,5 12,8 53,7 Deposito ,5-18,2-12,3-6,4 1,8 4,1 Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan , -2,7-3,6-3,6-3, Modal Kerja ,2-6,4-7,6-1,3-9,6 26,7 Investasi ,4 31,9 16,7 12,4 14,8 14,3 Konsumsi ,7-6,4-5,4-3,4-3,4 58,9 Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi , -2,7-3,6-3,6-3, Pertanian ,3 7,4 32,3 21,3 46,6 4,9 Industri Pengolahan ,6 21,7 43,4 17,5 13,4 1,7 Konstruksi ,7 411, 18,1-13,7-9,3,5 Perdagangan ,8 38,5 5,9 6, 2,3 17,4 Transportasi dan Komunikasi ,5 524,3 36, 19,2 193,2 1,7 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan ,2-48,7 14,9 13,9-1,9 9,2 Jasa Sosial ,3 52,5 14, -15,7-35,6 5,5 Sektor Rumah Tangga ,7-6,4-5,4-3,4-3,4 58,9 Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 154,5 153,8 151,3 142,1 139,3 Non-Performing Financing (NPF) 4, 3,8 3,9 4,1 4, Setelah terus mengalami kontraksi pertumbuhan selama setahun terakhir, kinerja perbankan syariah di Sumatera Barat mulai mengalami perbaikan. Beberapa indikator perbankan mulai mengalami pertumbuhan di akhir tahun 215 terutama pada sisi aset dan DPK. Secara tahunan (yoy), aset bank umum syariah di triwulan III 215 tumbuh sebesar 3,9% dengan nilai aset tercatat sebesar Rp4,13 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -2,% (yoy) (Tabel 3.2). Meningkatnya aset disebabkan oleh membaiknya kualitas pembiayaan yang disalurkan, tercermin 54

73 dari nilai rasio NPL yang cenderung turun sehingga memberikan pengaruh terhadap berkurangnya nilai cadangan kerugian bank. Penghimpunan DPK mulai mengalami peningkatan. DPK bank umum syariah di Sumatera Barat mampu tumbuh sebesar 7,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan di triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis simpanan baik tabungan, deposito, maupun giro, dengan pertumbuhan tertinggi pada tabungan yang tumbuh mencapai 12,8% (yoy), sedangkan giro dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 5,% (yoy) dan 1,8% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan DPK perbankan syariah masih lebih rendah dibandingkan perbankan umum konvensional di Sumatera Barat (Grafik 3.19). Persaingan antara besarnya sistem bagi hasil yang ditawarkan bank umum syariah dengan imbal hasil suku bunga DPK bank umum konvensional, masih menjadi pertimbangan masyarakat dalam menyimpan dananya di perbankan. Berdasarkan pangsanya, jenis tabungan masih mendominasi penghimpunan DPK pada perbankan syariah yang mencapai 53,7% dari keseluruhan DPK, sementara deposito dan giro memiliki pangsa masingmasing sebesar 4,1% dan 6,2%. Kontraksi pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah masih berlanjut. Setelah terus mengalami penurunan, pembiayaan perbankan syariah secara nominal mengalami sedikit peningkatan menjadi Rp 3,57 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 3,55 triliun. Namun demikian, pembiayaan perbankan syariah masih terus mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar minus 3,% (yoy) di triwulan IV 215 (Grafik 3.2). Kontraksi pembiayaan perbankan syariah terjadi pada jenis penggunaan pembiayaan modal kerja dan konsumsi, yang masing-masing terkontraksi sebesar minus 9,6% (yoy) dan minus 3,4% (yoy) di triwulan laporan. Secara sektoral, penurunan pembiayaan terutama berasal dari pembiayaan sektor rumah tangga yang terkontraksi sebesar minus 3,4% (yoy). Pelemahan daya beli masyarakat yang masih berlangsung menjadi penyebab melambatnya pembiayaan di sektor rumah tangga. Kontraksi pembiayaan sektor rumah tangga tersebut pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan bank syariah, karena pangsanya yang sangat besar mencapai 59% dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh bank syariah. 55

74 %, yoy Aset 7 DPK 6 Pembiayaan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah %, yoy 8 DPK Giro 6 Tabungan Deposito 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Pertumbuhan DPK Bank Umum Syariah Secara umum, kinerja perlambatan pembiayaan bank umum syariah terjadi pada sektor korporasi utama di Sumatera Barat. Sektor perdagangan sebagai sektor korporasi terbesar dalam pembiayaan syariah, mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 2,3% (yoy) di triwulan laporan dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh sebesar 6,% (yoy). Pembiayaan sektor industri pengolahan juga cenderung tumbuh melambat sepanjang tahun 215, dan pada triwulan laporan hanya tumbuh sebesar 13,4% (yoy) dibandingkan sebelumnya yang mampu mencapai 17,5% (yoy). Sektor jasa keuangan dan jasa sosial lainnya, bahkan mencatatkan pertumbuhan yang negatif masing-masing sebesar minus 1,9% (yoy) dan minus 35,6% (yoy). Iklim usaha yang belum cukup baik pada triwulan IV 215, diperkirakan menjadi pendorong perlambatan pembiayaan di sektor korporasi. %, yoy Pembiayaan Investasi Modal Kerja Konsumsi I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 3.2. Perkembangan Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah % FDR NPF (sisi kanan) 2 8, 7, ,3 6, 5, 4, 8 4, 3, 4 2, 1,, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan FDR dan NPF Bank Umum Syariah Seperti kondisi pada bank umum konvensional, fungsi intermediasi perbankan syariah Sumatera Barat tetap konsisten berada pada level yang tinggi. Pada triwulan laporan, nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) 56

75 menurun menjadi sebesar 139,3% dibandingkan triwulan III 215 yang mencapai 142,1% (Grafik 3.21). Turunnya nilai FDR tersebut sebagai dampak dari perlambatan pertumbuhan pembiayaan yang lebih dalam dibandingkan DPK yang mulai tumbuh meningkat. Walapun mengalami penurunan, nilai FDR tetap konsisten berada di atas 1%. Kondisi ini menunjukan bahwa masih adanya penggunaan dana dari luar provinsi atau dana dari kantor pusat bank syariah sebagai salah satu sumber penyaluran pembiayaan untuk proyek yang berlokasi di Sumatera Barat. Selain itu, nilai FDR tersebut juga menunjukkan bahwa penghimpunan simpanan di bank Syariah masih sangat terbatas dibandingkan penyaluran pembiayaannya. Bahkan, kondisi terbatasnya penghimpunan DPK tersebut dibandingkan penyaluran pembiayaannya menyebabkan adanya potensi risiko likuiditas di Sumatera Barat khususnya pada bank syariah. Walaupun demikian, potensi risiko likuiditas tersebut masih dapat dimitigasi oleh sumber dana dari pihak terkait bank syariah yaitu dari kantor pusatnya di luar Sumatera Barat. Sejalan dengan perbaikan kualitas kredit perbankan secara umum, kualitas pembiayaan perbankan syariah juga turut membaik pada triwulan laporan. Rasio Non Performing Financing (NPF) pada triwulan laporan sedikit menurun menjadi 4,% dari sebelumnya sebesar 4,1% pada triwulan III 215. Namun demikian, nilai rasio NPF tersebut masih cukup tinggi dan mendekati batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Nilai NPF tersebut terpantau terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi dalam 1 (satu) tahun terakhir, dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai sebesar 1,9%. Oleh karena itu, perbankan syariah Sumatera Barat perlu terus mewaspadai kecenderungan peningkatan nilai rasio NPF tersebut dengan tetap melakukan pengawasan secara mendalam terhadap kinerja debitur dan meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaannya. 3.4 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pertumbuhan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) relatif stabil. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, aset BPR pada triwulan IV 215 tercatat tumbuh menjadi 7,3% (yoy) dengan total aset mencapai Rp 1,43 triliun, relatif stabil dari sebelumnya yang juga tumbuh sebesar 7,3% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan aset disebabkan oleh mulai membaiknya kualitas 57

76 kredit BPR seiring dengan dilakukannya kebijakan restrukturisasi kredit. Perbaikan NPL tersebut akan mengurangi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) BPR sehingga diharapkan dapat meningkatkan aset BPR. % yoy Total Aset - sisi kanan Aset miliar Rp ,5 7 1,4 6 1,3 5 1, ,1 3 1, I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Aset BPR di Sumbar Total DPK - sisi kanan g. Total DPK % yoy g. Tabungan g. Deposito miliar Rp 3 1,245 1, ,2 2 1, , I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan DPK BPR menurut Jenis Simpanan Perkembangan DPK BPR Sumatera Barat menunjukkan kecenderungan melambat, namun dengan pertumbuhan yang relatif cukup tinggi. Jumlah DPK yang berhasil dihimpun BPR di triwulan IV 215 mencapai Rp 1,25 triliun dengan pertumbuhan 14,6% (yoy), tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,1% (yoy). Perlambatan DPK terjadi pada jenis deposito yang tumbuh 22,8% (yoy) pada triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 24,% (yoy). Meskipun tumbuh melambat, pertumbuhan deposito jauh lebih tinggi dibandingkan tabungan. Pada triwulan laporan, tabungan tumbuh sedikit meningkat menjadi 9,4% (yoy) dibandingkan triwulan III 215 yang sebesar 9,1% (yoy). Pertumbuhan deposito yang sangat signifikan tersebut menunjukkan bahwa suku bunga deposito di BPR tetap menarik, hal ini karena besaran suku bunga deposito BPR yang ditawarkan secara rata-rata berada di atas level suku bunga deposito bank umum. Deposito 42% Tabungan 58% % yoy Total Kredit - sisi kanan g. Total Kredit g. Modal Kerja g. Investasi g. Konsumsi I II III IV I II III IV miliar Rp 1,3 1,228 1, , ,15 (2.3) 1,35.8 1,1 1,5 1, Grafik Pangsa DPK BPR menurut jenis simpanan Grafik Perkembangan Kredit BPR menurut Jenis Penggunaan 58

77 Penyaluran kredit BPR masih melambat, sejalan dengan kinerja kredit bank umum dan bank syariah. Penyaluran kredit BPR di triwulan IV 215 mengalami kontraksi sebesar minus 2,3% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar minus 2,1% (yoy). Perlambatan kredit BPR tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kredit investasi dan konsumsi, sementara kredit modal kerja relatif stabil. Kredit investasi tumbuh sebesar 5,4% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,9% (yoy). Sedangkan kredit konsumsi tumbuh 4,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 215 yang mampu tumbuh 8,4% (yoy). Selanjutnya, kredit modal kerja hanya mampu tumbuh rendah sebesar,8% (yoy). Kredit produktif mendominasi penyaluran kredit BPR di Sumatera Barat. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja merupakan jenis kredit dengan pangsa tertinggi yaitu mencapai 62% dari total kredit BPR. Sementara kredit investasi dan konsumsi memiliki pangsa masing-masing sebesar 14% dan 25%. Proporsi kredit produktif (modal kerja dan investasi) yang tinggi mencapai 76% dibandingkan penyaluran kredit konsumtif, mengindikasikan bahwa BPR mulai meningkatkan penyaluran kreditnya pada sektor produktif. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Namun demikian tingkat persaingan BPR dalam memperebutkan pasar kredit mikro dan kredit kecil relatif tinggi, sebagai dampak dari semakin banyaknya unit kredit mikro dan kecil yang dijalankan bank umum di Sumatera Barat. Selanjutnya berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit BPR masih didominasi oleh sektor perdagangan dan pertanian yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 54% dan 16% dari keseluruhan kredit BPR. 59

78 Konsumsi 25% Investasi 14% Modal Kerja 62% % % LDR NPL - sisi kanan 2 I II III IV I II III IV Grafik Pangsa Kredit BPR menurut Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan LDR dan NPL BPR Seiring dengan perlambatan pertumbuhan kredit, fungsi intermediasi BPR turut mengalami penurunan. Secara umum rasio LDR BPR Sumatera Barat di triwulan IV 215 mencapai 98,6%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,9%. Meningkatnya pertumbuhan DPK yang lebih tinggi ditengah pertumbuhan kredit yang terkontraksi menyebabkan turunnya LDR BPR. Sementara itu sejalan dengan adanya penyesuaian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan OJK, BPR mulai menerapkan kebijakan restrukturisasi sesuai ketentuan terkait. Hal tersebut memberikan dampak bagi perbaikan kualitas kredit BPR, walaupun secara umum masih tercatat memiliki tingkat rasio NPL yang masih relatif sangat tinggi (di atas ketentuan 5%) yaitu sebesar 8,%. Rasio NPL BPR tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,4%. Dengan kondisi tersebut, BPR di wilayah Sumatera Barat harus melakukan peningkatan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditnya dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap kinerja debiturnya. 3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi Tunai Sesuai pola aliran uang kartal di Sumatera Barat yang memiliki karakteristik net inflow dan berdasarkan siklus tahunan, net inflow di triwulan IV 215 kembali berada pada posisi terendah. Net inflow uang kartal triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp363 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai Rp738 miliar atau menurun sebanyak 5,8%. Penurunan net inflow terutama disebabkan oleh turunnya setoran jumlah uang masuk (inflow) dari perbankan disertai dengan turunnya jumlah uang yang ditarik (outflow) oleh perbankan, yang keduanya masing-masing disetorkan ke dan 6

79 ditarik dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Sesuai siklusnya, penurunan inflow dan outflow di akhir tahun disebabkan oleh aktifitas perekonomian yang meningkat seiring dengan liburan akhir tahun dan realisasi pencairan dana pemerintah daerah, sehingga uang yang beredar di masyarakat cukup tinggi. Namun demikian khusus untuk akhir tahun 215 ini, peredaran uang yang cukup tinggi di masyarakat ditengarai sebagai akibat kegiatan pemilihan kepala daerah secara serentak di provinsi dan 12 kabupaten/kota. Aliran uang masuk (inflow) selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp2,2 triliun, turun sebesar 17,2% (yoy). Sementara itu aliran uang keluar (outflow) selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,9 triliun, turun 4,8% (yoy) (Grafik 3.28). Grafik Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Grafik Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Tidak Layak Edar dan Uang Palsu Semakin intensifnya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat melakukan kegiatan kas keliling dan kegiatan layanan penukaran kepada masyarakat dalam rangka menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari peredaran, memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah pemusnahan UTLE. Jumlah pemusnahan UTLE selama triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp1,6 triliun, sedikit meningkat sebesar,11% (yoy) dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai Rp1,5 triliun. Berdasarkan rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow, terjadi peningkatan rasio yang cukup signifikan dari 54,6% (triwulan III 215) menjadi 73,1% (triwulan laporan). KPw BI Prov. Sumatera Barat melalui kebijakan Clean Money Policy diantaranya melalui pemusnahan UTLE secara rutin, selalu berupaya menjaga kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat sehingga tetap berada dalam kondisi layak edar. Dalam rangka mengendalikan jumlah UTLE yang dimusnahkan tersebut, KPw BI Prov. Sumatera 61

80 Barat terus melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi perbankan. Oleh karena itu dengan melakukan upaya-upaya tersebut, diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang dan akan mengurangi besarnya volume UTLE dan mengurangi biaya percetakan uang baru. Grafik 3.3. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar Grafik Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar Di tengah peningkatan aktifitas ekonomi di akhir tahun 215 dan pelaksanaan pilkada serentak, jumlah temuan uang palsu relatif menurun. Jumlah temuan uang palsu di Sumatera Barat selama triwulan IV 215 tercatat hanya sebanyak 14 lembar, menurun sebesar 44,7% (yoy). Angka tersebut, menurun signifikan dibandingkan triwulan IV 214 yang mencapai 188 lembar uang palsu (Grafik 3.3). Adapun temuan uang palsu terutama berasal dari klarifikasi perbankan, penukaran yang dilakukan oleh masyarakat di KPw BI Prov. Sumatera Barat dan hasil sortiran pengolahan uang KPw BI Prov. Sumatera Barat. Jenis pecahan uang palsu yang paling umum ditemukan adalah yang menyerupai pecahan besar seperti Rp1. dan Rp5., dengan komposisi masing-masing sebanyak 52% dan 45% pada periode triwulan laporan. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan menekan peredaran uang palsu di Sumatera Barat, KPw Prov. Sumatera Barat secara intensif melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, sebagai tindakan preventif lainnya Bank Indonesia juga terus meningkatkan unsur pengaman pada fisik uang baru, bekerja sama dengan instansi lainnya yang terkait di dalam maupun luar negeri. 62

81 3.5.2 Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) Nilai transaksi BI-RTGS Sumatera Barat selama triwulan IV 215 turun signifikan, sebagai dampak implementasi BI-RTGS Generasi II. Nilai transaksi RTGS di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp15 triliun, turun sebesar minus 53,8% (yoy) dibandingkan triwulan IV 214. Penurunan nilai transaksi BI- RTGS tersebut diikuti dengan penurunan volume transaksi menjadi hanya sebanyak transaksi, turun sebanyak 78,1% (yoy) dibandingkan triwulan IV 214 (Grafik 3.31). Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI RTGS berperan penting dalam aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar. Transaksi HPVS saat ini mencapai 9% dari keseluruhan transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan. Sebagai upaya meningkatkan keamanan, kelancaran dan keandalan transaksi melalui BI-RTGS, Bank Indonesia meluncurkan sistem BI-RTGS Generasi II pada tanggal 16 November 215. Terhitung sejak tanggal peluncuran BI RTGS Generasi II hingga tanggal 3 Juni 216 yang merupakan periode masa transisi, batas minimal nilai transfer dana antar bank untuk kepentingan nasabah melalui sistem RTGS adalah di atas Rp5 juta. Namun demikian, setelah periode masa transisi tersebut berakhir, batas minimal nilai transfer melalui sistem RTGS kembali menjadi di atas Rp1 juta. Perubahan batas minimal transaksi BI-RTGS tersebut memberikan dampak penurunan nilai dan volume transaksi BI-RTGS selama periode triwulan laporan Transaksi Kliring Transaksi kliring debet Sumatera Barat di triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp4,36 triliun, meningkat 2,6% (yoy). Sesuai pola historisnya, pertumbuhan nilai transaksi kliring debet cenderung stabil dengan rata-rata pertumbuhan sebesar,86% (yoy) setiap triwulannya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan cek dan bilyet giro masih menjadi pilihan 63

82 transaksi masyarakat Sumatera Barat. Namun demikian berdasarkan volume transaksi, pada triwulan IV 215 volume transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tercatat mengalami penurunan sebesar 3% (yoy) dibandingkan triwulan IV 214 (Grafik 3.32). SKNBI merupakan sarana transfer dana non tunai secara ritel selain RTGS, namun dengan nominal transaksi yang lebih kecil. Pada wilayah regional Sumatera Barat, penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 4 (empat) daerah yaitu Kota Padang, Bukittinggi, Solok, dan Payakumbuh. Triliun Rp 5, 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, Nominal Volume (Sisi Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Lembar Grafik Perkembangan Transaksi Kliring di Sumbar 64

83 BOKS 2: STIMULUS PEREKONOMIAN MELALUI INTENSIFIKASI KREDIT UMKM Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dan strategis dalam perekonomian baik secara nasional maupun regional khususnya di Sumatera Barat. Peran strategis UMKM terlihat dari penyerapannya terhadap tenaga kerja yang mencapai 97,3% dan kontribusinya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang mencapai 57,9%. Untuk lebih memperkuat peran UMKM dalam struktur perekonomian nasional, maka perlu adanya pengembangan UMKM yang salah satunya berupa dukungan pembiayaan dari perbankan kepada UMKM. Upaya ini perlu didukung kebijakan yang dapat lebih mendorong pertumbuhan kredit UMKM antara lain melalui pemberian insentif dan pengenaan disinsentif bagi bank umum yang porsi kredit UMKM nya tidak dapat memenuhi standar ketentuan tertentu. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/22/PBI/212 tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana diubah dalam PBI No. 17/12/PBI/215 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/212 tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Ketentuan tersebut mengatur tentang kewajiban bank umum untuk memberikan kredit atau pembiayaan kepada UMKM, dengan ketentuan paling rendah sebesar 2% yang dihitung berdasarkan rasio pangsa kredit UMKM terhadap total kredit. Pencapaian rasio kredit UMKM tersebut dilakukan secara bertahap, yaitu dimana 5% (215), 1% (216), 15% (217), dan 2% (218). Sejalan dengan target pencapaian pangsa kredit UMKM, ketentuan Bank Indonesia tersebut juga mewajibkan pemantauan terhadap kualitas kredit UMKM melalui rasio Non Performing Loan (NPL) UMKM yang ditetapkan maksimal sebesar 5%. Sebagai konsekuensi berlakunya ketentuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan insentif bagi bank umum yang dinilai mematuhi ketentuan maupun dis-insentif bagi bank bank umum yang melanggar ketentuan. Insentif bagi bank umum yang telah memenuhi ketiga kriteria adalah dengan memberikan pelonggaran batas atas Loan to Funding Ratio (LFR) dan insentif non Giro Wajib Minimum (GWM) berupa pelatihan kepada Pejabat Kredit/Account Officer UMKM Bank. Sebaliknya dis-insentif yang diberikan, berupa pengurangan jasa giro khususnya untuk bank umum konvensional dan membebankan kewajiban bank umum untuk memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapatkan kredit/pembiayaan UMKM. Selain itu, Bank 65

84 Indonesia juga akan memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada bank umum yang dikenakan dis-insentif.. Pangsa Kredit UMKM Growth (yoy) NPL Pangsa Kredit UMKM Growth (yoy) NPL 25,% 4,% 2,% 35,% 3,% 15,% 1,% 25,% 2,% 15,% 5,% 1,% 5,%,% I II III IV I II III IV I II III IV,% I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Perkembangan Kredit, Pangsa, dan NPL UMKM Nasional Grafik Perkembangan Kredit, Pangsa, dan NPL UMKM di Sumatera Barat Pangsa kredit UMKM relatif stabil ditengah perlambatan ekonomi. Secara nasional, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit bank umum dan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar 19.3%, sedikit menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 19.7%. Meskipun terjadi penurunan, angka rasio pangsa penyaluran kredit UMKM tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia, yakni sebesar 5% pada tahun 215. Sementara itu, dari sisi NPL pada triwulan laporan tercatat sebesar 4.2%, secara agregat posisi NPL tersebut masih dalam batas wajar. Dalam lingkup Sumatera Barat, rasio pangsa kredit umkm jauh melebihi posisi nasional. Pada triwulan IV-215, rasio pangsa kredit umkm telah mencapai angka 3.87%, angka sudah berada di atas target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Namun demikian kualitas kredit umkm di Sumatera Barat mengalami penurunan yang ditujukkan oleh peningkatan angka NPL sebesar 6.6%. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih dari semua pihak terkait, mengingat angka NPL sudah berada di atas batas maksimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Diharapkan dengan diberlakukannya PBI yang mengatur tentang rasio pangsa kredit UMKM ini dapat meningkatkan pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan dengan tetap memperhatikan ambang batas NPL yang telah ditetapkan. Dalam mendukung terpenuhinya target penyaluran rasio pangsa kredit UMKM sebesar 2%, Bank Indonesia turut berkontribusi dalam memberikan bantuan teknis kepada pelaku UMKM, antara lain penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan/atau fasilitasi bazar intermediasi perbankan. Hal ini bertujuan 66

85 meningkatkan kompetensi dan kapasitas pelaku UMKM agar mendapatkan akses ke lembaga pembiayaan. Peningkatan rasio pangsa kredit UMKM menjadi isu penting ditengah perlambatan ekonomi nasional. UMKM sebagai tulang punggung perekonomian bangsa memiliki kontribusi signifikan dalam menggerakkan roda perekonomian Indoneia. Oleh karenanya, UMKM perlu mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah melalui sinergi yang berkelanjutan dengan seluruh pihak terkait, antara lain dengan pemberlakuan kebijakan pemerintah dalam mendukung pembiayaan UMKM dan peningkatan koordinasi terkait penyaluran kredit kepada pelaku UMKM. 67

86 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 68

87 4 BAB IV KEUANGAN DAERAH Realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat pada triwulan IV 215 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat yang lebih banyak diberikan pada awal tahun menjadi faktor utama berkurangnya pendapatan daerah pada triwulan laporan. Sementara itu, realisasi belanja Pemerintah Daerah pada triwulan IV 215 meningkat seiring dengan pembayaran proyek-proyek Pemerintah yang mengalami puncaknya pada akhir tahun. Secara keseluruhan tahun 215, realisasi nominal pendapatan dan belanja daerah meningkat, namun persentase penerimaan terhadap target APBD mengalami penurunan dibandingkan tahun 214. Turunnya pendapatan pajak dan penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) pajak/bukan pajak seiring dengan terjadinya perlambatan ekonomi menjadi penyebab utama berkurangnya penerimaan daerah Sumatera Barat pada tahun 215. Sejalan dengan kondisi pos penerimaan, penyerapan belanja daerah tercatat juga mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh penurunan belanja modal dan belanja barang dan jasa seiring dengan meningkatnya kehati-hatian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengeksekusi anggaran. Rendahnya penyerapan belanja tersebut sejalan dengan terbatasnya realisasi investasi Sumatera Barat yang tumbuh melambat menjadi hanya sebesar 4,3% (yoy) pada tahun 215 dibandingkan tahun 214 yang mampu tumbuh mencapai 5,2% (yoy). 69

88 4.1 Pendapatan Pemerintah Daerah Tekanan ekonomi sepanjang tahun 215 serta penurunan transfer dana Pemerintah Pusat menjadi penyebab turunnya realisasi penerimaan pada triwulan IV 215. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan IV 215 tercatat sebesar Rp4.58,1 miliar atau terealisasi 1,54% dari keseluruhan target APBD. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan IV 214 yang terealisasi sebesar Rp3.635,88 miliar atau 13,22% dari keseluruhan target yang ditetapkan. Pada triwulan IV 215 ini pendapatan daerah hanya terealisasi sebesar Rp97,6 miliar, lebih rendah dibandingkan pencapaian triwulan III 215 sebesar Rp1.4,2 miliar (Grafik 4.1). Penurunan pendapatan daerah pada triwulan IV 215 tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya seluruh komponen dana perimbangan yang disalurkan oleh Pemerintah Pusat yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) pajak/bukan pajak. Lebih lanjut, turunnya penerimaan DAU dan DAK pada triwulan laporan disebabkan oleh telah terealisasi cukup besar proporsi penyaluran kedua dana transfer tersebut pada awal tahun 215. Sementara itu, terjadinya penurunan transfer DBH pajak/bukan pajak lebih disebabkan oleh turunnya penerimaan pajak daerah seiring dengan terjadinya perlambatan ekonomi di beberapa triwulan terakhir. Namun demikian, secara keseluruhan penurunan penerimaan daerah yang lebih dalam tersebut di atas masih dapat ditopang dengan meningkatnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah yang mencapai sebesar Rp529,3 miliar. Angka PAD tersebut meningkat dibandingkan triwulan III 215 yang hanya mencapai Rp488,6 miliar dan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan IV 214 sebesar Rp482,4 miliar (Grafik 4.2). Kenaikan angka PAD triwulan IV 215 tersebut terutama bersumber dari komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan serta Lain-lain PAD yang Sah. Lebih lanjut, penerimaan pos Lain-lain Pendapatan yang Sah meningkat menjadi Rp221,1 miliar di triwulan IV 215 dari sebelumnya yang hanya sebesar Rp187,1 miliar pada triwulan III 215. Peningkatan Lain-lain Pendapatan yang Sah berasal dari peningkatan seluruh komponennya, yaitu Pendapatan Hibah dan Penyesuaian. 7

89 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% 3.1% 28.5% 27.5% 26.8% 25.3% 25.6% 25.3% 25.8% 25.4% 23.8% 23.6% 24.1% 23.8% 24.% 22.5% 21.% 12% 1% 8% 6% 4% 2% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Pajak Retribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan PAD Lainnya Pendapatan Asli Daerah 27.3% 27.5% 29.8% 21.4% % % I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan % I II III IV 215 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan Daerah terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.2. Perkembangan Triwulanan PAD dan Komponennya terhadap Target APBD Secara keseluruhan tahun 215 realisasi pendapatan daerah secara nominal meningkat, namun persentasenya terhadap target APBD mengalami penurunan dibandingkan tahun 214. Penerimaan Pemerintah Daerah Sumatera Barat pada tahun 215 mencapai Rp4.65,5 miliar, meningkat dibandingkan tahun 214 yang hanya mencapai Rp3.635,9 miliar. Meskipun demikian persentase realisasi penerimaan terhadap target APBD pada tahun 215 tercatat sebesar 1,7%, menurun dibandingkan pencapaian tahun 214 yang sebesar 13,2%. Menurunnya aktivitas perekonomian pada tahun 215 menjadi penyebab turunnya kinerja penerimaan daerah khususnya yang berasal dari pajak daerah dan hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahk, serta turunnya DBH pajak/bukan pajak (Grafik 4.4 dan 4.5). 35% 3% 25% DBH Pajak/Bukan Pajak DAU DAK Dana Perimbangan 3.8% 24.5% 24.8% Target APBD 14% % 126.9% 12% 112.3% 12.3% 17.3% 18.9% 16% 16% 14.2% 12.4% 12% 99.5% 1.4% 1% 99.4% 94.% 9.4% 124.1% 15.% 16% 94.5% 2% 8% 15% 15.% 6% 1% 4% 5% 2% % I II III IV % Pendapatan Asli Daerah Pajak Retribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan PAD Lainnya 215 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.3. Perkembangan Triwulanan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.4. Pencapaian PAD dan Komponennya terhadap Target APBD 71

90 Komponen pendapatan daerah Pemerintah Daerah Sumatera Barat pada tahun 215 mempunyai struktur porsi pendapatan yang relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya. Porsi PAD terhadap penerimaan daerah masih mendominasi APBD Sumatera Barat dengan persentase mencapai 46,4%. Sumber penerimaan dari Dana Perimbangan Pemerintah Pusat menempati posisi terbesar kedua dengan realisasi pencapai sebesar 34,3%, sedangkan pos Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah menempati posisi terakhir persentase sebesar 19,3% (Grafik 4.6). Masih besarnya proporsi PAD terhadap pos pendapatan APBD mengindikasikan bahwa kualitas dan kinerja kemandirian pemerintah daerah masih dapat diandalkan. Selain kemandirian, besarnya porsi PAD juga mencerminkan bahwa kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanjanya sendiri masih relatif tinggi. Target APBD 14% 12% % 1% 9% 8% 18.9% 17.2% 15.8% 19.3% 1% 8% 6% 13.3% 97.2% 97.8% 95.% 83.% 79.9% 56.8% 1.% 1.% 1.% 1.% 1.% 1.% 1.% 1.% 7% 6% 5% 4% 39.1% 39.4% 36.7% 34.3% 4% 2% 3% 2% 41.9% 43.4% 47.6% 46.4% % Dana Perimbangan DBH Pajak/Bukan Pajak DAU DAK 1% % Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.5. Perkembangan Triwulanan Dana Perimbangan dan Komponennya terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.6. Porsi Komponen dari Pendapatan Daerah 4.2 Belanja Pemerintah Daerah Realisasi belanja Pemerintah Daerah Sumatera Barat mengalami puncaknya pada akhir tahun. Penyerapan belanja daerah pada triwulan IV 215 mencapai Rp1.772,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan III 215 sebesar Rp1.76,9 miliar dan meningkat dibandingkan triwulan IV 214 sebesar Rp1.399,24 miliar (Grafik 4.7 dan 4.8). Secara akumulasi sampai dengan triwulan IV 215, belanja daerah terealisasi sebesar 95,3 % dari target APBD yang ditetapkan. Berdasarkan komponennya, kenaikan belanja daerah secara triwulan tersebut terutama berasal dari pos Belanja Modal, Belanja Bagi Hasil Kepada kab/kota dan pemerintah desa, serta Belanja Barang dan Jasa (Grafik 4.9). Realisasi 72

91 belanja modal meningkat signifikan menjadi menjadi Rp319,3 miliar pada triwulan laporan dari sebelumnya yang hanya sebesar Rp171,1 miliar di triwulan III 215. Secara akumulasi sampai dengan triwulan IV 215, realisasi belanja modal mencapai sebesar 9,8% dari target APBD yang ditetapkan. Meningkatnya belanja modal pada akhir tahun 215 disebabkan oleh pembayaran proyek-proyek pemerintah daerah yang sebagian besar dilakukan pada akhir tahun. Selanjutnya, realisasi penyaluran dana bagi hasil pemerintah provinsi kepada 19 pemerintah kab/kota pada triwulan IV 215 mencapai Rp413,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan III 215 yang tercatat hanya sebesar Rp127,8 dan menurun dibandingkan triwulan IV 214 sebesar Rp277,3 miliar. Secara akumulasi sampai dengan triwulan IV 215, penyaluran dana bagi hasil terealisasi sebesar 1,% dari target APBD yang ditetapkan. Adapun daerah yang paling besar mendapatkan dana bagi hasil tersebut adalah Kota Padang, yang merupakan kota di Sumatera Barat dengan kontribusi pajak terbesar. 5% 4% 3% 2% 1% Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 42.1% 41.9% 38.3% 38.3% 24.6% 25.4% 23.1% 22.% 21.9% 2.2% 2.9% 16.1% 1.% 11.6% 1.1% 1.5% 12% 1% 8% 6% 4% 2% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 11.6% 16.1% 25.4% 41.9% % I II III IV % % I II III IV 215 Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.7. Perkembangan Belanja Daerah terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.8. Perkembangan Triwulanan Belanja Daerah dan Komponennya terhadap Target APBD Secara keseluruhan tahun 215 realisasi belanja daerah meningkat, namun persentase penyerapannya terhadap APBD mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 214. Realisasi belanja daerah pada tahun 215 tercatat sebesar Rp4.22,4 miliar, meningkat dibandingkan tahun 214 yang hanya sebesar Rp3.483,7 miliar. Namun demikian, persentase penyerapan belanja daerah terhadap APBD secara keseluruhan tahun sedikit menurun dari posisi 95,4% pada tahun 214 menjadi 95,% di tahun 215 (Grafik 4.1). Ditinjau dari komponen belanja daerah, menurunnya persentase penyerapan belanja secara tahunan terutama bersumber dari pos belanja modal dan belanja barang dan jasa. 73

92 Realisasi pos belanja modal serta pos belanja barang dan jasa pada tahun 215 masing-masing hanya mencapai 9,8% dan 89,5% dari target APBD, lebih rendah dibandingkan penyerapan tahun 214 yang mencapai masing-masing sebesar 93,9% dan 91,% dari target yang ditetapkan. Menurunnya penyerapan belanja daerah disebabkan oleh kehati-hatian Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) dalam menggunakan anggarannya, seiring dengan semakin ketatnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah pusat. Selain itu transisi masa pemerintahan dan belum dilantiknya kepala daerah terpilih, terindikasi sebagai faktor penyebab melambatnya penyerapan belanja pada tahun 215. Perlambatan penyerapan belanja pemerintah daerah juga sejalan dengan masih lemahnya investasi pemerintah, tercermin dari pertumbuhannya yang melambat dari 5,23% (yoy) pada tahun 214 menjadi 4,24% (yoy) pada tahun 215. Meskipun persentase belanja daerah tahun 215 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi penyerapan belanja daerah Sumatera Barat pada tahun 215 sudah mencapai target kontrak kinerja antara Gubernur Sumatera Barat dan seluruh SKPD. Hal tersebut tercermin dari daya serap belanja daerah pada akhir tahun 215 yang minimal telah mencapai sebesar 95,% dari alokasi anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi target tersebut, yaitu melalui upaya pemantauan dan evaluasi pemakaian secara berkala di seluruh satuan kerja serta penguatan sinergitas dan harmonisasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam mengoptimalkan penyerapan belanja daerah. 6% 5% 4% 3% 2% 1% 7.8% 7.8% 5.4% 3.2% 14.7% 25.5% 22.8% 12.5% 2.4% 19.1% 15.3% 15.5% 56.9% 53.7% 48.% 45.8% 1% 8% 6% 4% 2% 12% 1% 98% 96% 94% 92% 9% 88% 93.4% 95.4% 95.4% 95.5% 95.% % 92.7% 99.7% 99.3% 1.% 1.% 1.% 91.% 9.7% 89.5% 94.8% 93.9% 9.8% % % I II III IV Akumulasi 212-sisi kanan Akumulasi 213-sisi kanan Akumulasi 214-sisi kanan Akumulasi sisi kanan 86% 84% Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bagi Hasil Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.9. Perkembangan Belanja Modal terhadap Target APBD Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik 4.1. Pencapaian Belanja Daerah dan Komponennya terhadap Target APBD 74

93 Komponen belanja daerah Pemerintah Daerah Sumatera Barat pada tahun 215 mempunyai struktur yang sedikit berbeda dibandingkan tahun 214 yang ditandai oleh menurunnya porsi belanja modal. Secara keseluruhan tahun, proporsi belanja daerah tahun 215 didominasi oleh pos Belanja Hibah (22,2%), kemudian diikuti oleh pos Belanja Modal (19,6%), Belanja Barang dan Jasa (19,3%), serta Belanja Bagi hasil (16,6%) (Grafik 4.11). Porsi belanja modal terhadap total belanja daerah di tahun 215 ini sedikit menurun dibandingkan tahun 214. Kondisi ini mencerminkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, karena besarnya peran belanja modal sebagai pengeluaran produktif yang dapat memberikan dampak multiplier bagi perekonomian Sumatera Barat. 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 13.2% 13.4% 15.7% 16.6% 21.9% 18.4% 17.% 21.8% 22.2% 22.6% 2.5% 2.4% 21.5% 22.2% 19.6% 19.3% 21.6% 21.9% 2.5% 19.2% % Belanja Tidak Terduga Bantuan Keuangan Bagi Hasil Bantuan Sosial Belanja Hibah Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Pegawai Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah Grafik Porsi Komponen dari Belanja Daerah 75

94 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 76

95 5 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH Perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 215 berimbas pada menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio pekerja tidak penuh pada periode Agustus 215. Selain itu, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan tingkat pengangguran yang meningkat. Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan dengan status pekerjaan sebagian besar bersifat informal dan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Selain itu, masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan pengangguran terdidik masih tinggi. Di tengah perlamatan ekonomi Sumatera Barat, kondisi kesejahteraan masyarakat di semester kedua tahun 215 relatif membaik. Kondisi ini tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Penurunan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat perdesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan relatif stabil. Namun demikian, perbaikan kesejahteraan masyarakat tersebut tidak diikuti dengan perbaikan kesenjangan dan ketimpangan di antara penduduk miskin. Hal ini ditandai dengan peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan pada paruh kedua tahun

96 5.1 Ketenagakerjaan Daerah Perlambatan ekonomi pada tahun 215 berimbas pada menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio pekerja tidak penuh pada periode Agustus 215. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus 215 adalah sebesar 64,56%, menurun dibandingkan Agustus 214 sebesar 65,19% dan juga menurun dibandingkan Februari 215 sebesar 68,7% (Grafik 5.2). Minimnya lapangan kerja yang tersedia, mengurangi insentif masyarakat untuk masuk ke dalam angkatan kerja. Sementara itu, rasio pekerja tidak penuh, yaitu pekerja paruh waktu dan setengah pengangguran, juga turut menurun menjadi 33,9% (Agustus 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 36,9% (Agustus 214) seiring dengan bertambahnya pengangguran di Sumatera Barat (Grafik 5.3). Melambatnya aktivitas perekonomian terindikasi pada menurunnya kapasitas utilisasi perusahaan dan jam kerja pekerja. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan atas kapasitas produksi perusahaan menjadi hanya 68% (triwulan III 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 79% (triwulan II 215). Selain itu, seluruh jenis pekerja dengan rentang waktu kerja mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Pekerja yang bekerja di atas 35 jam kerja per minggu menurun sebesar 16,8 ribu orang dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sementara pekerja yang bekerja selama jam kerja per minggu mengalami penurunan terbesar mencapai 75,1 ribu orang, diikuti oleh pekerja dengan 8 14 jam kerja per minggu yang turun 22,3 ribu orang, dan jam kerja per minggu yang turun 12,6 ribu orang. juta orang % 3.5 Bekerja Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt % Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 5.99 Tingkat Pengangguran Terbuka - sisi kanan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt % Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 5.1. Angkatan Kerja di Sumatera Barat Grafik 5.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sumatera Barat 78

97 Selain penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, menurunnya kualitas ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan tingkat pengangguran yang meningkat. Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan menjadi 6,89% (Agustus 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 6,5% (Agustus 214) (Grafik 5.1). Secara jumlah, penduduk yang menganggur tercatat meningkat sebesar 9,9 ribu orang menjadi 161,6 ribu orang di Agustus 215 dibandingkan periode yang sama tahun 214. Meskipun jumlah masyarakat yang bekerja sedikit meningkat sebesar 4 (empat) ribu orang, peningkatan jumlah pengangguran jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang bekerja tersebut. Meningkatnya jumlah pengangguran tersebut sebagai dampak dari melemahnya kinerja lapangan usaha akibat pelemahan ekonomi. Kondisi tersebut juga terkonfirmasi oleh beberapa pelaku usaha pada diskusi dan liaison yang dilakukan KPw BI Provinsi Sumatera Barat. Pelaku usaha mengatakan bahwa mulai terdapat pengurangan karyawan atau terjadinya PHK akibat melemahnya daya beli dan kondisi ekonomi masyarakat terutama di bidang usaha perhotelan. Adanya kebijakan pembatasan penggunaan hotel untuk kegiatan pemerintah pada akhir tahun 214 dan melemahnya daya beli masyarakat dalam melakukan kegiatan wisata sangat berdampak pada berkurangnya pendapatan usaha perhotelan dan berimplikasi pada pengurangan karyawan. ribu orang % 1,2 Setengah Pengangguran 6 1, Pekerja Paruh Waktu Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja-sisi kanan Lainnya 3.8% Transportasi 4.4% Jasa 17.2% Pertanian 39.2% Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Sumber: BPS, diolah Perdagangan 23.4% Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 215 Industri Pengolahan Konstruksi 6.7% 5.2% Grafik 5.3. Pekerja Tidak Penuh di Sumatera Barat Grafik 5.4. Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha Penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Sektor pertanian menyerap 856,4 ribu pekerja atau sebesar 39,2% dari total penduduk yang bekerja (Grafik 5.4). 79

98 Pangsa penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sedikit meningkat dari periode sama tahun sebelumnya sebesar 37,5%. Sementara itu, pangsa sektor perdagangan juga mengalami sedikit peningkatan menjadi 23,4% (Agustus 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 22,3% (Agustus 214). Peningkatan tenaga kerja pada kedua sektor ini ditengarai merupakan perpindahan dari tenaga kerja pada sektor jasa. Kondisi ini sejalan dengan informasi pada pelaku usaha jasa perhotelan yang mengalami penurunan tenaga kerja. Para pekerja pada sektor jasa tersebut diduga beralih kepada sektor non formal seperti pertanian dan perdagangan akibat adanya pengurangan karyawan. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat masih relatif rendah. Jumlah tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah masih mendominasi pasar tenaga kerja Sumatera Barat dengan pangsa sebesar 39,3%. Sementara itu tenaga kerja dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas hanya mencapai sebesar 12,5% dari total tenaga kerja, relatif kecil apabila dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya (Grafik 5.5). Secara umum, komposisi tingkat pendidikan tenaga kerja tersebut relatif tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Permasalahan struktural ini perlu segera diatasi, karena Sumatera Barat bersama seluruh provinsi lain di Indonesia akan memasuki implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 1 Januari 216. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, tenaga kerja Sumatera Barat dikhawatirkan tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Namun demikian kualitas penduduk yang bekerja mulai membaik, tercermin dari menurunnya pekerja yang berpendidikan rendah yaitu tingkat pendidikan SMP ke bawah. Dalam setahun terakhir, tenaga kerja berpendidikan rendah mencatat penurunan sebesar 47,2 ribu orang. Sementara itu, tenaga kerja lulusan SMA, SMK, dan diploma mengalami peningkatan sebesar 26,5 ribu orang. 8

99 Diploma 3.1% Universitas SMK 9.5% 9.5% SMA 19.5% Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 215 SMP 19.1% SD ke bawah 39.3% Indeks 14, Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja 12, 1, 8, 6, 4, 2,, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.5. Pekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Grafik 5.6. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Penghasilan Konsumen Pelemahan kondisi ketenagakerjaan telah dirasakan masyarakat Sumatera Barat hingga triwulan III 215. Pesimisme masyarakat terhadap lapangan usaha tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, terindikasi dari indeks ketersediaan lapangan kerja yang terus menurun sejak tahun 214 dan mencapai level 52,5 pada triwulan III 215. Kondisi ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lapangan usaha di Sumatera Barat semakin buruk dan cenderung bersikap pesimis dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu, tingkat pendapatan masyarakat juga menurun dan telah berada pada level pesimis dengan indeks penghasilan konsumen sebesar 98,5 pada triwulan III 215. Secara umum hal ini mencerminkan kondisi masyarakat yang mulai pesimis terhadap tingkat pendapatan dan daya belinya sebagai akibat terjadinya pelambatan ekonomi yang terus berlanjut (Grafik 5.6). Status pekerjaan di Sumatera Barat sebagian besar masih bersifat informal. Berdasarkan enam kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja informal.dengan demikian posisi Agustus 215, pangsa pekerja formal di Sumatera Barat hanya mencapai 35,6% atau berjumlah 773,9 ribu orang, sedangkan pekerja non formal berjumlah 1.46,4 ribu orang (Grafik 5.7). Perbandingan pekerja formal dan informal tersebut hampir tidak berubah apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dengan pangsa pekerja formal sebesar 35,5% (Agustus 214). 81

100 Pekerja bebas 12% Pekerja keluarga/tak dibayar 14% Buruh/ Karyawan 32% Berusaha sendiri 21% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 17% Total Universitas Diploma SMK SMA SMP Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 215 Berusaha dibantu buruh tetap 4% SD ke bawah Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 215 % Grafik 5.7. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Grafik 5.8. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Dari sisi tingkat pendidikannya, pengangguran terdidik masih tergolong tinggi sebagai dampak masih terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Tingkat pengangguran tenaga kerja berpendidikan universitas dan diploma masing-masing mencapai 8,2% dan 11,2%, meningkat dari periode yang sama tahun lalu masing-masing sebesar 8,1% dan 5,8% (Grafik 5.8). Tingkat pengangguran terendah justru berada di kelompok tenaga kerja yang berpendidikan SD ke bawah. Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 13,3%. Minimnya industri pengolahan yang dapat menyerap tenaga kerja dengan pendidikan kejuruan (vokasi) dan politeknik diindikasi menjadi penyebab tingginya pengangguran pada kelompok tenaga kerja berpendidikan SMK tersebut. Masih tingginya pengangguran terdidik ini mengindikasikan bahwa peningkatan angkatan kerja lulusan universitas tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja formal. Kondisi ini dikarenakan kegiatan usaha di Sumatera Barat masih didominasi oleh kegiatan informal seperti sektor pertanian serta sektor perdagangan besar dan eceran sebagai lapangan usaha utama. 82

101 ribu Rp UMP 1.15 Pertumbuhan % (yoy) Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov.Sumatera Barat Grafik 5.9. UMP Sumatera Barat Ke depan, kondisi ketenagakerjaan di Sumbar relatif membaik didukung peningkatan upah tenaga kerja. Pemerintah provinsi Sumbar menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 216 sebesar Rp naik 11,5% (yoy) dibanding tahun lalu sebesar Rp (Grafik 5.9). Kenaikan UMP tahun 216 relatif baik dan meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,4% (yoy). Penentuan besaran UMP tahun 216 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana tahun lalu besaran UMP didapat dari survei Kondisi Hidup Layak (KHL), namun tahun ini tidak lagi memakai standar KHL. Mulai tahun 216 penentuan UMP merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 215 tentang Pengupahan dimana penghitungannya didasarkan dari UMP tahun 215, data inflasi nasional dan Pertumbuhan Domestic Bruto (PDB) tahun berjalan. 5.2 Kesejahteraan Daerah Di tengah perlambatan ekonomi Sumatera Barat di sepanjang tahun 215, kondisi kesejahteraan masyarakat pada semester kedua tahun 215 menunjukkan perbaikan. Membaiknya kesejahteraan masyarakat tercermin dari menurunnya jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat mengalami penurunan menjadi 349,5 ribu jiwa (September 215) dibandingkan sebelumnya sebesar 379,6 ribu jiwa (Maret 215), sehingga menyebabkan persentase penduduk miskin terhadap keseluruhan penduduk Sumatera Barat mengalami penurunan menjadi 6,71% dari sebelumnya yang mencapai sebesar 7,31% (Grafik 5.1). Penurunan jumlah penduduk miskin terutama terjadi pada masyarakat pedesaan Sumatera Barat. Jumlah penduduk miskin di perdesaan menurun 83

102 sebanyak 3,5 ribu jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 231 ribu jiwa. Sementara penduduk miskin di perkotaan sedikit meningkat sekitar 4 jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 118,5 ribu jiwa. Mayoritas penduduk miskin berdomisili di daerah perdesaan yaitu mencapai 66%, sementara penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya berkisar 34% dari total keseluruhan penduduk miskin di Sumatera Barat (Grafik 5.11) Jumlah Penduduk Miskin Kota Penduduk Miskin Kota-rhs Jumlah Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Desa-rhs Total Penduduk Miskin-rhs Sumber: BPS, diolah ribu jiwa % ,3 6,7 6 Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep ribu Rp/kapita/bulan 5 Kota Desa Kota+Desa ,3 4 g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah % (yoy) 24 43, (1) Grafik 5.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat Grafik Garis Kemiskinan di Sumatera Barat Meski garis kemiskinan terindikasi meningkat, kondisi kesejahteraan masyarakat relatif membaik. Garis kemiskinan 6 mencapai Rp per kapita/bulan (September 215), meningkat dari sebelumnya sebesar Rp per kapita/bulan (Maret 215) (Grafik 5.11). Terkait pengeluaran terhadap komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai peran jauh lebih besar terhadap garis kemiskinan dibandingkan komoditi non makanan. Di pedesaan pertumbuhan garis kemiskinan yang meningkat cukup signifikan terutama ditujukan untuk pengeluaran komoditas makanan, sedangkan garis kemiskinan untuk makanan di perkotaan relatif stabil (Grafik 5.12). Sementara itu, garis kemiskinan untuk pengeluaran komoditas non makanan terjadi peningkatan yang cukup tinggi baik di perkotaan maupun perdesaan (Grafik 5.13). 6 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin. 84

103 ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 4 2 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 35 31,4 313, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah ribu Rp/kapita/bulan % (yoy) 14 Kota Desa g.kota-sisi kanan g.desa-sisi kanan 117,9 122, , 77, Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Grafik Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik Garis Kemiskinan untuk Non Makanan Perbaikan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat belum diikuti dengan menurunnya kesenjangan masyarakat. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 7 dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 8. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan dari Maret 215 ke September 215 (Grafik 5.14), sehingga memberikan sinyal negatif dalam upaya pengentasan kemiskinan. Apabila dilihat berdasarkan daerah, indeks P1 baik di pedesaan maupun perkotaan mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya indeks P1 mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita perbulan penduduk miskin semakin besar, sehingga tidak ada kesempatan untuk menabung bagi penduduk miskin dan semakin mendalam di garis kemiskinan. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga meningkat baik di perkotaan maupun perdesaan (Grafik 5.15). Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga meningkat. 7 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), bertujuan untuk mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif terhadap garis kemiskinan. 8 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin 85

104 Indeks 1,6 Indeks,4 1,2,8,4,75,98 1,26,3,2,1,15,21,29 Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Sumber: BPS, diolah Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Kota Desa Kota+ Desa Kota Desa Kota+ Desa Grafik Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Indeks Keparahan Kemiskinan 5.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat terus meningkat. Kondisi ini tercermin dari peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 69,36 (tahun 214), meningkat dibandingkan sebelumnya 68,91 (tahun 213). Dibandingkan provinsi lainnya di regional Sumatera dan secara nasional, IPM Sumatera Barat relatif cukup baik dan berada pada peringkat ke-3 (tiga) tertinggi di Sumatera, serta sedikit berada di atas rata-rata IPM nasional yang sebesar 68,9. Indikator IPM digunakan untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan. Kep. Riau 73,4 Kep. Bangka Belitung,3 Riau 7,33 Aceh,32 Sumatera Barat 69,36 Sumatera Utara,32 Sumatera Utara 68,87 Jambi,33 Aceh 68,81 Sumatera Barat,33 Kep. Bangka Belitung 68,27 Lampung,35 Jambi 68,24 Riau,35 Bengkulu 68,6 Bengkulu,36 Sumatera Selatan 66,75 Kep. Riau,4 Lampung 66,42 Sumatera Selatan,4 Nasional 68,9 Indonesia, ,,1,2,3,4,5 Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Sumatera, 214 Grafik Gini Ratio Provinsi di Sumatera, 214 Peningkatan kualitas hidup masyarakat diikuti dengan perbaikan ketidakmerataan ekonomi penduduk Sumatera Barat. Kondisi ini tercermin dari membaiknya nilai rasio gini provinsi Sumatera Barat yang berkisar pada angka,33 (tahun 214) dibandingkan sebelumnya yang 86

105 mencapai,36 (213). Nilai tersebut lebih baik dibandingkan angka rasio gini nasional yang mencapai,41. Dibandingkan dengan provinsi lain di regional Sumatera, angka rasio gini Sumatera Barat relatif masih cukup baik yaitu berada pada urutan ke-5 (lima) terendah di Sumatera. Semakin kecil angka rasio gini maka akan semakin baik. Semakin kecil rasio gini mengindikasikan bahwa pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah. 87

106 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 88

107 6 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat diprakirakan tumbuh melambat di triwulan I 216. Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan tumbuh dikisaran 5,2% -5,6% (yoy) pada triwulan I 216, melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 215 sebesar 5,74% (yoy). Melambatnya kinerja perekonomian tersebut diprakirakan berasal dari perlambatan kinerja ekspor, belanja pemerintah dan investasi. Berdasarkan sisi penawaran, faktor perlambatan terutama bersumber dari lapangan usaha pertanian; perdagangan besar dan eceran; serta konstruksi. Kondisi belum membaiknya kinerja ekspor, masih rendahnya realisasi belanja pemerintah, dan stagnannya kinerja investasi menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sumatera Barat. Setelah mengalami inflasi yang rendah pada akhir tahun 215, laju inflasi Sumatera Barat diperkirakan meningkat di triwulan I 216 dengan kisaran 4,7% - 5,1% (yoy). Faktor utama pendorong inflasi di triwulan I 216 tersebut adalah prakiraan curah hujan yang tinggi serta permasalahan banjir yang terjadi di beberapa sentra produksi di Sumatera Barat. Hal tersebut diperkirakan dapat memengaruhi ketersediaan pasokan pangan utama seperti beras, cabai merah, bawang merah dan komoditas pangan lainnya. Namun demikian, terdapat faktor penahan laju inflasi khususnya dari kelompok administered price, seiring dengan kembali normalnya tarif angkutan udara pasca liburan akhir tahun 215 dan diterapkannya kebijakan penyesuaian penurunan harga BBM dan LPG 12 kg yang dilakukan pemerintah pusat. 89

108 6.1. Prospek Ekonomi Mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sumatera Barat di triwulan I 216 diprakirakan tumbuh melambat. Perekonomian Sumatera Barat diprakirakan tumbuh di kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 215 sebesar 5,74% (yoy). Pada awal tahun pengeluaran pemerintah dan investasi diprakirakan cenderung melambat, sehingga diprakirakan menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi. Sementara berdasarkan lapangan usaha, industri pengolahan dan industri transportasi dan pergudangan diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Sedangkan lapangan usaha lainnya yaitu industri pertanian; perdagangan besar dan eceran, dan konstruksi diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan IV 215. Beberapa faktor utama penyebab terjadinya perlambatan tersebut antara lain masih rendahnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO dan karet, terjadinya bencana banjir dan longsor di berbagai daerah serta masih rendahnya realisasi anggaran pemerintah di awal tahun Prospek Sisi Permintaan Pada sisi penggunaan, melambatnya pertumbuhan perekonomian di triwulan I 216 diprakirakan berasal dari perlambatan kinerja konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor. Konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa terbesar dalam struktur PDRB di sisi pengeluaran cenderung tumbuh moderat. Faktor pendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga adalah kebijakan pemerintah berupa penyesuaian penurunan harga BBM dan elpiji yang diharapkan dapat berimbas pada penurunan harga barang/jasa lainnya dan berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat. Disamping itu, berdasarkan liaison diketahui bahwa sekitar 91,67% perusahaan kontak mengkonfirmasi adanya kenaikan tingkat upah sebagai tindak lanjut penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Barat No tanggal 3 Oktober 215 tentang Upah Minimum (UMP) Provinsi Sumbar Tahun 216. UMP Sumatera Barat tahun 216 ditetapkan sebesar Rp , meningkat 11,5% dibandingkan UMP tahun 215 yang sebesar Rp Kondisi ini memberikan ruang bagi peningkatan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat. Selanjutnya, meningkatnya alokasi dana 9

109 desa pada tahun 216 diharapkan dapat menstimulus kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan. Namun demikian ada beberapa faktor yang dapat menahan konsumsi masyarakat untuk tumbuh lebih tinggi. Pertama, masih rendahnya harga komoditas utama seperti CPO dan karet yang menjadi sumber penghasilan utama sebagian masyarakat. Kedua, tingkat keyakinan konsumen yang masih menunjukkan kondisi pesimis hingga periode Januari 216 sebagaimana tercermin dari hasil Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat. Hal ini terutama disebabkan oleh persepsi masyarakat yang belum sepenuhnya yakin terhadap kondisi perekonomian saat ini seperti terpantau dalam Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang masih menunjukan level pesimis sejak periode Februari 215 hingga awal tahun 216. Triliun Rp Kredit Konsumsi Pertumbuhan - sisi kanan % yoy 25 25, 2 2, 15 15, 1 1, 5 9,26 5, -, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKK) 4 2 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Baseline Positif I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 6.1. Perkembangan Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 6.2. Indeks Ekspektasi Konsumen Investasi di triwulan I 216 diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan pola realisasi anggaran pemerintah yang masih belum tinggi di awal tahun dan adanya proses transisi kepada pimpinan pemerintahan daerah terpilih yang baru. Berakhirnya tahun politik (Pilkada) dan terpilihnya pimpinan pemerintahan daerah yang baru, diyakini dapat mengakhiri masa wait and see pelaku usaha dan investor untuk berinvestasi di Sumatera Barat. Namun demikian adanya transisi ke pemerintahan baru diperkirakan belum dapat mendongkrak kinerja investasi di triwulan I 216. Secara historis, realisasi anggaran belanja pemerintah daerah di triwulan I juga relatif masih rendah sehingga belum dapat memberikan stimulus yang besar pada investasi bangunan dan non bangunan.indikator lain yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, mengkonfirmasi bahwa terdapat perlambatan investasi secara umum di triwulan I 216 (Grafik 6.4 ). 91

110 Triliun Rp Kredit Investasi Pertumbuhan - sisi kanan % yoy , I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw IV 215 Prakiraan Tw I 216 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Grafik 6.3. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 6.4. Prakiraan Investasi Secara Umum %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw IV 215 Prakiraan Tw I 216 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih %, saldo bersih tertimbang Realisasi Tw IV 215 Prakiraan Tw I 216 Pertanian PHR Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih Grafik 6.5. Prakiraan Kegiatan Usaha Secara Umum Grafik 6.6.Prakiraan Penggunaan Tenaga Kerja Secara Umum Kinerja ekspor di triwulan I 216 diprakirakan sedikit melambat. Turunnya kinerja ekspor minyak sawit Sumatera Barat dipengaruhi beberapa faktor strategis yaitu berkurangnya permintaan negara tujuan ekspor utama dan permasalahan kebakaran lahan dalam penanaman sawit (sustainable palm oil sourcing). Rilis data BPS menunjukkan nilai ekspor Sumatera Barat bulan Januari 216 mencapai US$98,2 juta, turun relatif tinggi sebesar 17,23% dibandingkan ekspor bulan Desember 215. Berdasarkan siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) diketahui bahwa terdapat sejumlah risiko penurunan ekspor kepada sejumlah negara mitra utama, dengan berbagai penyebab utama. Penurunan permintaan dari India disebabkan oleh ketentuan pemerintah Indonesia yang melarang kegiatan penumpukan minyak nabati di dalam negeri dan kebijakan pemerintah India meningkatkan tarif impor menjadi 4% dari sebelumnya yang hanya 3% khususnya bagi komoditas Butter Oil. Terkait dengan kebijakan tarif impor tersebut, bahkan para pengusaha industri hilir India 92

111 mengusulkan untuk menaikan tarif bea masuk menjadi empat kali lipat dari yang berlaku saat ini. Kebijakan tersebut dirasakan perlu untuk ditetapkan oleh pemerintah India, karena saat ini harga minyak sawit sudah terlalu murah sehingga telah mematikan industri hilir minyak nabati India. Walaupun demikian masih terdapat sentimen positif yang diperkirakan berpengaruh pada kinerja ekspor, antara lain perkiraan harga CPO yang akan meningkat (rebound) sebagai akibat kondisi cuaca yang sudah memasuki musim hujan di beberapa daerah sentra sawit, dan telah ditindaklanjutinya kebijakan pemerintah oleh Pertamina untuk menyerap CPO di dalam negeri. Selanjutnya harga tandan buah segar (TBS) dan CPO dunia bulan Januari 216 mulai menunjukkan adanya peningkatan harga. Harga TBS mencapai Rp1.34/kg, meningkat 3,9% dibandingkan posisi akhir tahun 215. Sementara, harga CPO meningkat sebesar 1,2% hingga menjadi USD 511,1/ton. Rp/kg USD/MT Harga TBS Harga CPO Dunia-sisi kanan ribu ton Vol. Ekspor Non Migas Vol. Ekspor CPO Vol. Ekspor Karet (skala kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ribu ton Grafik 6.7. Perkembangan Harga TBS dan Harga CPO Dunia Grafik 6.8. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Karet Tabel 6.1. Pertumbuhan dan Proyeksi Harga Komoditas Ekspor Indonesia 93

112 Tabel 6.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Okt 215 Jan 216 (%,yoy) p 216p p Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 2,4 2,5 2,6 Kawasan Eropa,9 1,5 1,6,9 1,5 1,5 Kawasan Asia India 7,3 7,3 7,5 7,3 7,3 7,5 China 7,3 6,8 6,3 7,3 6,9 6,3 Jepang -,1,6 1,6 1 Kawasan ASEAN* 4,6 4,6 4,9 4,6 4,7 4,8 Sumber : IMF *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Prospek Sisi Penawaran Berdasarkan perspektif sektoral, lapangan usaha pertanian, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, lapangan usaha konstruksi serta lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan masih menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dan tumbuh melambat di triwulan I 216, kecuali industri pengolahan diprakirakan tumbuh terbatas. Sektor pertanian diprakirakan tumbuh melambat sebagai akibat tingginya curah hujan dan banjir yang terjadi di beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan gagal panen dan gangguan produksi pada komoditas pertanian. Selanjutnya, adanya bencana asap tahun lalu mengganggu kinerja produksi padi (proses fotosintesis tidak berjalan optimal) yang pada akhirnya berdampak pada potensi penurunan produksi tanaman bahan makanan di triwulan I 216. Masih rendahnya harga komoditas CPO dan karet diperkirakan masih menghambat kinerja subsektor perkebunan untuk tumbuh lebih tinggi sehingga ikut memberikan kontribusi pada perlambatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian. Kinerja sektor perdagangan diprakirakan melambat di triwulan I 216. Masih rendahnya harga komoditas utama seperti CPO dan karet yang menjadi sumber penghasilan utama masyarakat berdampak pada masih terbatasnya daya beli masyarakat. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison kepada contact perusahaan perdagangan otomotif yang mengalami penurunan penjualan otomotif akibat daya beli masyarakat yang menurun. Di sisi lain masih relatif rendahnya realisasi 94

113 anggaran pemerintah mengakibatkan multiplier effect ke sektor perdagangan masih tertahan. Kinerja sektor industri pengolahan diprakirakan meningkat, namun masih pada level yang terbatas. Perbaikan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan I 216 didukung oleh investasi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan skala besar di Sumbar dalam meningkatkan kapasitas produksinya di tahun 216. Di sisi lain kebijakan pemerintah untuk mempercepat penyaluran dan penyerapan KUR di tahun 216, berpotensi meningkatkan produksi sektor pengolahan khususnya UMKM. Perkiraan peningkatan kinerja industri pengolahan juga terkonfirmasi dari hasil SKDU yang menunjukkan adanya perbaikan kegiatan usaha dan tenaga kerja khususnya di industri pengolahan. Meskipun demikian, kinerja sektor industri pengolahan tertahan lebih lanjut, seiring dengan masih rendahnya permintaan ekspor industri pengolahan CPO dan karet sejalan dengan belum membaiknya perekonomian Tiongkok. Kinerja lapangan usaha konstruksi cenderung melambat. Masa transisi pemerintahan lama ke pemerintahan baru di triwulan I 216 yang berpengaruh kepada realisasi belanja di awal tahun yang belum berjalan optimal diperkirakan menjadi penyebab melambatnya industri konstruksi di Sumatera Barat. Selain itu, berdasarkan siklusnya pola realisasi proyek fisik bangunan cenderung menunjukkan kinerja yang rendah di awal tahun. 6.2 Prakiraan Inflasi Laju inflasi triwulan I 216 secara umum diperkirakan berada pada level moderat dalam rentang 4,7% - 5,1% (yoy). Faktor utama pendorong laju inflasi di triwulan I 216 adalah curah hujan yang tinggi dan banjir yang terjadi di beberapa sentra produksi Sumatera Barat, sehingga berpotensi memengaruhi ketersediaan pasokan pangan utama seperti beras, cabai merah, bawang merah dan lain-lain. Namun demikian, terdapat faktor penahan laju inflasi khususnya dari kelompok administered price, seiring dengan kembali normalnya tarif angkutan udara pasca liburan akhir tahun 215 dan diterapkannya kebijakan penyesuaian penurunan harga BBM dan LPG 12 kg yang dilakukan pemerintah pusat. 95

114 % Inflasi Tahunan Nasional (yoy) Inflasi Tahunan Sumbar (yoy) Proyeksi Inflasi Sumbar Tw I 216 (yoy) Indeks Perubahan harga sec umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Grafik 6.9. Proyeksi Inflasi Tw I 216 Grafik 6.1. Indeks Ekspektasi Harga ke Depan Kelompok volatile food pada triwulan I 216 diperkirakan memberikan tekanan inflasi yang kuat. Curah hujan yang tinggi dan banjir yang terjadi di berbagai daerah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Dharmasaraya, Kota Sawahlunto, dan Kota Payakumbuh berpotensi menyebabkan gangguan pasokan bahan pangan seperti beras, cabai merah, bawang merah dan komoditas pangan lainnya. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diketahui bahwa curah hujan pada bulan Januari hingga Maret 216 cenderung pada kriteria menengah-tinggi. Dalam hal ini perlu dilakukan langkah antisipasi terhadap dampak negatif yang dapat ditimbulkan faktor cuaca yang tidak kondusif baik pada musim tanam maupun musim panen komoditas pangan. Februari 216 Maret 216 Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik Prakiraan Curah Hujan Sumatera Barat 96

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank TRIWULAN I 216 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank i Periode Agustus Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Periode November 2016

Periode November 2016 i Periode November ii Periode November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY i Periode Mei 2017 ii Periode Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Periode Agustus 2017

Periode Agustus 2017 i Periode Agustus 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Periode Agustus 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau dan Jambi) i Halaman ini sengaja dikosongkan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan IV-2013 KANTOR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII i Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat Halaman ini sengaja dikosongkan This

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 58/8/21/Th. XII, 7 Agustus 217 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-217 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II 217 (Q TO Q) TUMBUH SEBESAR 1,16 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 2013 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH VIII DIVISI EKONOMI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2014 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

Periode November 2017

Periode November 2017 i Periode November 2017 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode November 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XIX, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2016 EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2016 DENGAN MIGAS NAIK 3,59 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,35 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG No. 12/02/19/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI TAHUN TUMBUH 4,08 PERSEN MELAMBAT SEJAK EMPAT TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 Laju Pertumbuhan (persen) PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 EKONOMI RIAU TRIWULAN I/2016 TUMBUH 2,34 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TRIWULAN I/2015 No. 24/05/14/Th. XVII, 4 Mei 2016 Perekonomian Riau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 38/05/21/Th.XI, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016 No. 74/11/19/Th. X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III- TUMBUH 3,83 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN TRIWULAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK No. 65/08/21/Th.X, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2015 EKONOMI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,35 PERSEN (C-TO-C) Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 No. 55/08/19/Th.X, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 3,67 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOVEMBER 2017 Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Penanggung Jawab: Tim Asesmen dan Advisory Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH AGUSTUS 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2015 -9,000-8,000 4,85481 4,52823 3,92159 6,47735 6,82849 7,15099 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH TAHUN DENGAN MIGAS TURUN 0,72 PERSEN,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan IV 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci