KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyongsong Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Berkualitas Februari 2017

2 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT [0380] / ; fax : [0380]

3 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang. Kupang, Februari 2017 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur ii

4 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Daftar Isi Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Daftar Grafik vi Daftar Tabel x Daftar Gambar xi Ringkasan Umum xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur xvi BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi Ekspor dan Impor Ekspor dan Impor Antar Daerah Ekspor dan Impor Luar Negeri Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor Sektor Konstruksi Sektor-Sektor Lainnya BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT BAB II KEUANGAN DAERAH 2.1 Kondisi Umum Pendapatan Daerah Belanja Daerah Belanja APBN Belanja Pemerintah provinsi NTT Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Dana Pemerintah di Perbankan BAB III PERKEMBANGAN INFLASI 3.1. Kondisi Umum Inflasi Bulanan Inflasi Berdasarkan Komoditas iii

5 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari Bahan Makanan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Komoditas Lainnya Disagregasi Inflasi NTT Volatile foods Administered prices Inflasi Inti (Core) Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Maumere Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. Kondisi Umum Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Eksposur Rumah Tangga di Perbankan Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Perkembangan Risiko Kredit UMKM Asesmen Ketahanan Korporasi Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi Asesmen Perbankan Kinerja Bank Umum Kinerja Bank Perkreditan Rakyat BOKS 7. Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Kondisi Umum Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Perkembangan Uang Palsu (UPAL) Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi Transaksi Pembayaran Non Tunai Perkembangan Layanan Keuangan Digital BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 6.1 Kondisi Umum Kondisi Kesejahteraan Perkembangan Tingkat Kemiskinan Perkembangan Nilai Tukar Petani Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK) Kondisi Ketenagakerjaan Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang iv

6 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II Pertumbuhan Sisi Penggunaan Pertumbuhan Sisi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun Inflasi Inflasi Triwulan-II Tahun Inflasi Tahun BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi v

7 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy) Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan Nasional (% yoy) Grafik 1.5 Survei Konsumen Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Bandara Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia 28 Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT vi

8 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/ Kota di NTT Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy) Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan Grafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Grafik 3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang vii

9 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Kupang 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Maumere 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun Terakhir Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun Terakhir Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha Grafik 4.12 Kondisi Keuangan Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.14 NPL UMKM Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) Grafik 4.23 Perkembangan LDR Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 5.4 Share Setoran Bank Grafik 5.5 Share Bayaran Bank Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT Grafik Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT Grafik Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi viii

10 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II Grafik 7.2 Survei Konsumen Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan ix

11 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT 57 Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah x

12 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 DAFTAR GAMBAR Gambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID - 74 Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah - 80 Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS xi

13 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur Februari 2017 EKONOMI MAKRO REGIONAL Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09 triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III Peningkatan ini ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas padi, serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga) daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan dan Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun Selain itu, panen komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya. xii

14 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92 triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung relatif stabil dan bahkan untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun Penurunan inflasi juga didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi seiring adanya penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif bertambahnya jumlah penerbangan di NTT. Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret Dorongan inflasi juga terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan seiring kondisi cuaca yang kurang baik di awal tahun. xiii

15 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga yang terindikasi pada masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada komponen kredit UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio kredit bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit yang masih cukup baik. Sementara itu, adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru Sementara itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada tahun 2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai) serta Lewoleba (Kab. Lembata). Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat yang ditengarai seiring dengn perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD). PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016 menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan menjadi 22,01% dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%). Menurunnya xiv

16 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang. Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terindikasi dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT. Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia triwulan IV PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama. Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-ii 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang diatur pemerintah. xv

17 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR %yoy*) IV III IV % qtq**) %yoy***) Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 76, , , , , Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 22, , , , , Pertambangan dan Penggalian 1, , Industri Pengolahan , Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi 7, , , , , Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8, , , , , Transportasi dan Pergudangan 3, , , , , Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 5, , , , , Jasa Keuangan dan Asuransi 2, , Real Estate 2, , Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9, , , , , Jasa Pendidikan 7, , , , , Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1, , Jasa lainnya 1, , Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 76, , , , , Konsumsi Rumah Tangga 57, , , , , Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2, , Konsumsi Pemerintah 21, , , , , Pembentukan Modal Tetap Bruto 30, , , , , Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri 1, , Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -38, , , , , Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 21,194 21, ,655 5,042 6, Volume Ekspor Nonmigas (ton) 78, , ,964 32,105 25, Impor Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 5,465 12, ,439 3, Volume Impor Nonmigas (ton) 3,633 22, , Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2016 dibandingkan 2015 **) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ***) Pertumbuhan Q dibandingkan Q ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan II. INFLASI INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV JAN Indeks Harga Konsumen NTT Kota Kupang Maumere Laju Inflasi Tahunan (yoy %) NTT Kota Kupang Maumere xvi

18 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Februari 2017 II. PERBANKAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 28,602 29,757 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,931 32,321 30,327 29, DPK 21,478 21,466 16,804 18,465 18,895 18,367 19,648 21,581 22,341 21,478 21,945 23,829 22,405 21,466 - Giro 4,372 3,722 3,954 5,310 5,015 3,634 5,412 6,290 6,537 4,372 5,604 6,429 5,059 3,722 - Tabungan 11,933 12,819 8,515 8,475 8,959 10,306 9,046 9,106 9,644 11,933 10,449 11,150 11,063 12,819 - Deposito 5,173 4,924 4,336 4,680 4,922 4,427 5,190 6,186 6,159 5,173 5,893 6,250 6,283 4, Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 20,284 22,837 15,695 16,587 17,153 17,698 17,843 18,908 19,742 20,284 20,525 21,731 22,383 22,837 - Modal Kerja 6,110 7,121 4,385 4,822 5,061 5,261 5,260 5,698 6,072 6,110 6,127 6,693 7,050 7,121 - Investasi 1,650 1,659 1,343 1,443 1,443 1,536 1,533 1,641 1,570 1,650 1,567 1,696 1,661 1,659 - Konsumsi 12,524 14,057 9,968 10,322 10,649 10,900 11,049 11,569 12,100 12,524 12,830 13,342 13,672 14, Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 19,492 21,913 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,556 20,845 21,508 21,913 - Modal Kerja 5,922 6,813 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,748 6,409 6,764 6,813 - Investasi 1,381 1,474 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 1,442 1,472 1,474 - Konsumsi 12,189 13,627 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,491 12,995 13,272 13,627 LDR (%) 90.8% 102.1% 89.7% 86.4% 87.5% 93.1% 87.7% 84.3% 84.6% 90.8% 89.1% 87.5% 96.0% 102.1% Kredit UMKM 6,301 7,358 4,324 4,922 5,176 5,329 5,422 5,814 6,180 6,301 6,395 6,933 7,308 7,358 B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) Total Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang LDR (%) 76.7% 75.2% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6% 79.8% 77.9% 75.2% C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset 29,112 30,377 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,233 33,232 29,112 31,466 32,866 30,900 30, Dana Pihak Ketiga 21,859 21,935 17,055 18,723 19,170 18,676 19,959 21,912 22,694 21,859 22,348 24,241 22,839 21, Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 19,858 22,362 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,546 19,250 19,858 19,924 21,235 21,929 22,362 D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total 1. Total Aset (%) 1.8% 2.0% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7% 1.7% 1.9% 2.0% 2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.7% 2.1% 1.5% 1.4% 1.4% 1.7% 1.6% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.7% 1.9% 2.1% 3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 2.0% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 2.0% III. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) Outflow (Rp. Triliun) Uang Palsu (lembar) 1, Transaksi Non Tunai BI-RTGS* To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 21, ,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3, Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 201, ,914 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315 75,723 73,560 86,316 Cek/BG Kosong 1,203 1, *Data Triwulan III dan IV 2016 tidak tersedia karena adanya perubahan sistem di Bank Indonesia xvii

19 EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun Pendorong utama pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya beli masyarakat yang terlihat dari komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi sektoral terutama berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada tahun Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari peningkatan pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran. Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring dorongan pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan administrasi pemerintahan. 1.1 Kondisi Umum Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016 PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor konstruksi dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang tahun Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang cukup tinggi Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

20 di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi moratorium perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring beroperasinya smelter serta peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama Provinsi Bali. Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016 Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09 triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV tercatat meningkat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III Peningkatan kedua sektor tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor utama tercatat tumbuh sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah masuknya panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan perbaikan irigasi, serta berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga terlihat pada sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Adanya peningkatan kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi yang mencapai 8,48% (yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

21 gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel. Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya sebesar 4,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat sebesar 3,77% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring beroperasinya pabrik gula di Kab. Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 6,61% (yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan Restoran) sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama. Grafik 1.3. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy) Grafik 1.4. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali, NTB dan Nasional (% yoy) Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3 (tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab. Lembata diperkirakan dapat mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat mendorong sektor administrasi pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan didorong oleh peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2016 dan diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan Motamasin serta Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain, Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

22 pertumbuhan sektor pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 6,80% (yoy) menjadi pendorong utama pada tahun Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta konsumsi makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional di NTT dan momen-momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian, tambahan gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya. Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga tercatat menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan triwulan-iii yang sebesar 7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan pendapatan masyarakat seiring panen komoditas pertanian juga mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan adanya peningkatan kegiatan proyek pemerintah di akhir tahun. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016 Uraian YOY Thn Tw IV Bobot qtq (yoy) TW IV TW III TW IV (yoy) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 57,361,610 64,246, ,875,399 16,073,052 17,390, Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,539,408 2,636, , , , Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21,765,744 22,518,264 (0.36) 7,289,527 6,946,749 7,359, Pembentukan Modal Tetap Bruto 30,996,063 35,724, ,827,478 9,341,925 10,143, Perubahan Inventori 967, ,340 (55.80) 352, , , Ekspor Luar Negeri 1,592,015 1,287,553 (20.81) 349, , , Impor Luar Negeri 261, , ,579 93,436 51, Net Ekspor Antar Daerah (38,769,998) (42,425,100) 2.00 (13,049,790) (11,537,570) (13,971,251) P D R B 76,190,854 84,172, ,299,511 21,875,236 22,096, Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) Konsumsi Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh 4,70% (yoy) melambat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy). Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah yang tercatat kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi realisasi belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 20,19 triliun. Namun Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

23 di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63 triliun pada tahun 2016) seiring upaya penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima) Pemerintah Daerah, yaitu Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember akhirnya terjadi pencairan. Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu oleh peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun 2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun 2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat, dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta keagamaan. Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan antara sub komponen konsumsi rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat menjadi 3,83% (yoy) dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) cenderung masih tumbuh pada trend negatif seperti triwulan IV Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di akhir tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa dengan alokasi mencapai Rp 1,84 triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan komponen restoran dan hotel yang mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini terindikasi dari data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016 sebesar 35,7% (yoy) dibandingkan Peningkatan juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan perayaan keagamaan, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut didorong penambahan rute pesawat serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

24 masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun. Sementara itu, komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi dengan bobot mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy). Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016 YOY Thn Tw IV Uraian Bobot (yoy) TW IV TW III TW IV (yoy) Kons Makanan dan Minuman 24,081,155 27,349, ,726,088 6,718,367 7,476, Kons Pakaian & Alas Kaki 2,775,990 3,104, , , , Kons Perumahan & Perl RT 10,073,481 10,341, ,757,343 2,744,537 2,895, Kesehatan & Pendidikan 4,053,827 4,905, ,121,180 1,293,448 1,325, Transportasi & Komunikasi 12,928,430 13,351, ,502,821 3,138,881 3,350, Restoran & Hotel 2,038,602 3,894, , ,088 1,099, Konsumsi Lainnya 1,410,124 1,298, , , , Konsumsi RT 57,361,610 64,246, ,875,399 16,073,052 17,390, Sumber: BPS (diolah) Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-iv juga terlihat dari hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang meningkat dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih menunjukkan pertumbuhan angka omset yang positif sebesar 27,13% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori sepeda motor, peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non pokok tersebut, kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat. Grafik 1.5. Survei Konsumen Grafik 1.6. Survei Penjualan Eceran Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan pada triwulan IV termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan dunia usaha-skdu yang menunjukkan peningkatan dan mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

25 sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi pada penjualan BBM (Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77% (yoy). Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan koneksi jaringan untuk penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada penyaluran kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan positifnya indikator perekonomian di NTT. Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-iv 2016 membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%. Grafik 1.7. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.8. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Sumber : BPS, diolah Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi BBM Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah Sumber : PT PLN, diolah Grafik Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

26 Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat masih berada pada tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya kegiatan organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode yang sama tahun Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu penyebab. Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi pemerintah di triwulan IV Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08% (yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi individu pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi secara umum masih terjadi peningkatan realisasi belanja konsumsi pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi belanja konsumsi APBN dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini diperkirakan turut dipengaruhi oleh program penghematan anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas pada penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang optimalnya realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi, penundaan DAU yang belum dicairkan pada tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja konsumsi tercatat sebesar Rp 8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04 triliun. Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015 seperti belanja barang dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil. Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016 Uraian YOY Thn Tw IV Bobot (yoy) TW IV TW III TW IV (yoy) Kons Kolektif Pemerintah 12,815,032 14,222, ,315,054 4,461,147 4,724, Kons Individu Pemerintah 8,950,713 8,295,690 (11.35) 2,974,472 2,485,602 2,634, (15.32) Konsumsi Pemerintah 21,765,744 22,518,264 (0.36) 7,289,527 6,946,749 7,359, (3.08) Sumber: BPS (diolah) Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-i 2017 diperkirakan cenderung stabil. Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja untuk kegiatan Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

27 Pertumbuhan tersebut didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga diperkirakan turut didorong oleh Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016 selama 50 hari pada tahun 2017 dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek. Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia pada bulan Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan perlambatan, namun dengan angka masih >100 maka masih terjadi optimisme pada masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan. Indikasi yang sama juga terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi indeks dan pendapatan rumah tangga di triwulan-i Grafik Perkembangan Survei Konsumen Grafik Perkembangan Survei Penjualan Eceran Sumber : SK Bank Indonesia Sumber: SPE Bank Indonesia Grafik Proyeksi Indeks Tendeksi Konsumen Sumber : BPS Provinsi NTT Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,06% (yoy) walaupun cenderung melambat apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

28 disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 terutama di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan embung). Sementara itu, PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur publik, seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan jalur sabuk perbatasan, Program Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain itu, masih terus pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah sakit dan pasar. Dari sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base Transceiver Station (BTS), hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa untuk pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga diperkirakan membantu pertumbuhan komponen PMTB/Investasi. Sementara itu, berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016 mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun. Realisasi investasi sepanjang tahun 2016 terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau pembangunan hotel berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota Kupang menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan dari banyaknya investasi baru, Kab. Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48 investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang pariwisata. Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB bangunan yang tumbuh mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan proyek pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit, pasar dan sarana perhubungan (dermaga), pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan pedesaan, pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula pembangunan sektor swasta, berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN diantaranya perbaikan bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87% (yoy) walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti penambahan dua unit Electric Rubber Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

29 dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal listrik MVPP Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan kapasitas listrik di Pulau Timor. Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016 Uraian YOY Thn Tw IV Bobot (yoy) TW IV TW III TW IV (yoy) PMTB Bangunan 24,089,547 28,518, ,800,994 7,683,971 8,393, PMTB Non Bangunan 6,906,516 7,206, ,026,485 1,657,954 1,750, PMTB 30,996,063 35,724, ,827,478 9,341,925 10,143, Sumber: BPS (diolah) Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi pada triwulan-iv Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data sebelumnya, pada triwulan-iv 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi triwulan-iii yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar. Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang Telekomunikasi Tanpa Kabel oleh PT. Telkomsel dan PT. XL Axiata, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung melambat walaupun masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy). Grafik Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT Sumber : BKPMD NTT, diolah Grafik Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016 Lokasi Investasi Jumlah Realisasi Nominal Kab. Manggarai Barat (48) Kota Kupang (Rp 1,47 T) Kab. Sumba Timur (13) Kab. Sumba Timur (Rp 724,3 M) Kota Kupang (12) Kab. Manggarai Barat (Rp 299,5 M) Kab. Kupang (7) Kab. Flores Timur (Rp 210,1 M) Kab. Sumba Barat (5) Kab. Rote Ndao (Rp 125,5 M) Investasi Sektoral Jumlah Realisasi Nominal Hotel Bintang (22) Telekomunikasi (Rp 738,2 M) Wisata Tirta (22) Pertanian Tanaman Serelia (Rp 361,1 M) Restoran dan Penyediaan Makanan (10) Real Estate (Rp 341,8 M) Ketenagalistrikan (6) Hotel Bintang (Rp 273 M) Peternakan, Hotel Melati (4) Penangkapan Ikan di Laut (Rp 210,1 M) Sumber: BKPMD NTT, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

30 triwulan IV Secara historis, nominal investasi/pmtb pada triwulan I cenderung selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena belum masifnya kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV Dorongan investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di tahun2017, adanya tambahan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot), rencana penyelesaian proyek pembangkit listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi di sektor non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan Ekspor Impor Ekspor-Impor Antar Daerah Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami perlambatan dari 14,31% (yoy) pada tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor antar provinsi yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy). Penurunan diperkirakan terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi lain. Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah mencatatkan peningkatan dari kontraksi sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV Pertumbuhan juga terindikasi dari adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6% (yoy) atau teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar sebesar ton untuk komoditas yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari keagamaan serta peningkatan kegiatan proyek/investasi di akhir tahun. Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

31 Grafik Perkembangan Peti Kemas Grafik Aktivitas Bongkar Muat Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun Selain itu, dengan kondisi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan telah diantisipasi oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan kebutuhan proyek pada periode sebelumnya Ekspor-Impor Luar Negeri Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar -25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65 Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara itu, nilai impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan ekspor terutama terjadi pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal cukup terbantu dengan peningkatan ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama berasal dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari Singapura yang dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan. Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan net ekspor pada triwulan-iv menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama pada ekspor semen, besi dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor komoditas garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM), sementara impor non BBM tercatat sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari Timor Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam dan India yang mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

32 komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB untuk NTT karena pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT. Grafik 1.19.Perkembangan Ekspor dan Impor Grafik Negara Tujuan Ekspor Sumber : Cognos BI, diolah Sumber : Cognos BI, diolah Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-i 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan turut didorong oleh penurunan kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan utama ekspor NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan menjadi faktor utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT seperti ikan tuna dan cakalang. 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama didorong oleh sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar & eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar 8,46% (yoy) yang didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas serta program infrastruktur pemukiman (PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,77% (yoy) yang didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan, peningkatan kegiatan proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama serta sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

33 Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama terjadi pada sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh adanya panen komoditas pertanian seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari ekor pada triwulan IV menjadi ekor di periode yang sama tahun Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang mencapai 8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan, pasar dan sarana irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan. Peningkatan juga didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat memasuki momen perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun. Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016 YOY Thn Tw IV Kategori Uraian Bobot qtq (yoy) TW IV TW III TW IV (yoy) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 22,765,546 24,315, ,627,528 6,417,780 6,094, B Pertambangan dan Penggalian 1,073,475 1,166, , , , C Industri Pengolahan 940,862 1,034, , , , D Pengadaan Listrik dan Gas 43,569 59, ,747 15,331 15, E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 47,150 48, ,305 12,691 12, F Konstruksi 7,908,227 9,095, ,243,992 2,389,245 2,464, G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,272,331 9,321, ,217,468 2,456,270 2,487, H Transportasi dan Pergudangan 3,986,583 4,528, ,089,803 1,186,069 1,210, I Penyediaan Akomodasi dan Makan 487, , , , , J Informasi dan Komunikasi 5,477,449 5,878, ,462,281 1,511,013 1,569, K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,995,475 3,362, , , , L Real Estate 2,054,341 2,209, , , , M,N Jasa Perusahaan 235, , ,344 66,388 69, O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 9,374,991 10,664, ,628,642 2,731,064 2,827, P Jasa Pendidikan 7,303,246 8,103, ,041,237 2,067,982 2,181, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,585,475 1,767, , , , R,S,T,U Jasa lainnya 1,639,515 1,771, , , , PDRB 76,190,854 84,172, ,299,511 21,875,236 22,096, Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy) melambat apabila dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

34 Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan sektor pertanian terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan, serangan hama serta proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga komoditas (jambu mete, kakao dan rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta penambahan luas tanam yang mendorong peningkatan produksi jagung dan padi. Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada akhir tahun 2016 terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai). Selain itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV. Indikasi ini terlihat dari adanya peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga masih ditopang oleh pengiriman ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak ternak. Untuk keseluruhan NTT, menurut data Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan ternak pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi ( ekor), Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651 ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebanyak ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak 300 ton di Bipoli, Kab. Kupang. Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi. Bab I - Ekonomi Makro Regional 16

35 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau Sumber : BPS, diolah Sumber : Pelindo II, diolah Tabel 1.7. Perkembangan Pengiriman Sapi Ternak (Ekor) I II III IV I II III IV Sapi 5,836 14,013 24,402 8,524 9,992 24,825 17,483 11,129 Kerbau , ,023 1, Kuda 593 2,357 2,166 1,683 1,052 2,780 1, Total 6,737 17,210 27,444 11,414 11,534 29,628 19,822 12,755 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau sebesar Rp 278,25 miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau sebesar Rp 259,5 miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian meskipun masih berada di level negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan). Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Grafik Perkembangan SKDU Pertanian Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Pada triwulan-i 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan. Indikasi ini terlihat pada hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya musim panen ke- Bab I - Ekonomi Makro Regional 17

36 2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi cuaca dan gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga, permintaan ternak yang masih terbatas dari daerah lain dan pengoperasian kapal ternak (KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah selesai antara Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan masih dapat terjadi seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete). Grafik Proyeksi SKDU Pertanian Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun Pertumbuhan tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja pegawai (10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan keuangan (85,6%) dengan total realisasi mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan gaji pegawai negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya perlambatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan secara tahunan pada realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat sebesar 1,60% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56% (yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan terjadi seiring adanya langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU pada periode triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan Bab I - Ekonomi Makro Regional 18

37 Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada tahun Apabila dilihat dari indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan untuk belanja barang dan jasa cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total realisasi keempat komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada Indikasi Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi penyebab perlambatan terlihat dari adanya kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016 atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena adanya peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran pemerintah pusat di daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di akhir tahun Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016 Grafik Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016 Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Bab I - Ekonomi Makro Regional 19

38 Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan akan meningkat. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi NTT, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun dan tidak terjadi pada tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara itu, untuk realisasi anggaran lainnya diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar 6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang diperkirakan turut ditopang oleh peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan kegiatan proyekproyek pemerintah dan swasta pada tahun Selain itu, kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan) diperkirakan turut mendorong kinerja penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal, Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy) melambat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya pertumbuhan sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-iv seiring momen natal, liburan sekolah dan menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy) menggambarkan masih terjaganya daya beli masyarakat di akhir tahun Adanya panen komoditas pertanian (padi dan jambu mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk kegiatan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab. Lembata diperkirakan menjadi faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun. Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Bab I - Ekonomi Makro Regional 20

39 Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual menunjukkan adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang dirasakan oleh para pelaku usaha pada triwulan IV Selain itu indikator Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi NTT di triwulan IV yang menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy) di triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi ini menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun. Grafik Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan Grafik Perkembangan Survei Konsumen Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah Grafik Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan IV Secara historis, pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena ketiadaan momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat Bab I - Ekonomi Makro Regional 21

40 secara umum. Namun, untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan tahunan terutama untuk alatalat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan alat tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank Indonesia terdapat trend penurunan pada indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang masih positif (>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan kegiatan dunia usaha pada triwulan I Grafik Proyeksi SKDU Perdagangan Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sektor Konstruksi Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear pemerintah yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk perbatasan, dan pos lintas batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di berbagai kabupaten-kota, pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan gedung pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN, diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan BTS dan pembenahan bandara. Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-iv 2016 tercatat 8,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-iii yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan pemerintah pada triwulan III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih memilih memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan diresmikan pada triwulan IV (Gedung Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara). Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada triwulan IV yang Bab I - Ekonomi Makro Regional 22

41 didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN Motamasin dan PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di Motaain dan Motamasin. Selain itu, pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan jalan, sarana irigasi dan gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS), pengembangan bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan. Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan masih tumbuh cukup stabil. Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyekproyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah memasuki masa kontruksi serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari di tahun Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada awal tahun, seperti pembangunan RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek swasta seperti pembangunan perumahan Sektor-sektor Lainnya Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 14,46% (yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor akomodasi pada tahun 2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional yang mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal dari kegiatan rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) di Kota Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya. Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan sebesar 13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan- III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even nasional yaitu Hari Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan wisata alam yang banyak terdapat di NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV. Namun, adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan menjelang tahun baru diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup Bab I - Ekonomi Makro Regional 23

42 tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya penurunan jumlah tamu hotel dari orang (triwulan III) menjadi orang (triwulan IV). Namun secara pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6% (yoy) di triwulan III menjadi 6,7% (yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV tercatat penumpang berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai orang atau tumbuh 13,9% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar orang atau tumbuh mencapai 29,1% (yoy). Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun hari besar di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat antusiasme kunjungan wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan timses pilkada di hotel atau restoran. Grafik Perkembangan Tamu Hotel Grafik Perkembangan Penumpang Bandara Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy) pada tahun Sementara itu pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi 8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy). Peningkatan kegiatan jasa keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun Pertumbuhan didorong oleh adanya perkembangan pada pendapatan FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga, Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016) dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp 22,84 triliun atau tumbuh 12,59% (yoy). Bab I - Ekonomi Makro Regional 24

43 Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank Umum juga mengalami kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV. Adanya peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV dibanding triwulan III diperkirakan menjadi salah satu penyebab. Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh cukup stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT, selain itu pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk musim tanam dan pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah di awal tahun. Grafik Perkembangan NTB Perbankan Sumber : Bank Indonesia, diolah Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy) di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun 2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute penerbangan baru seperti Garuda (Denpasar-Maumere dan Jakarta-Kupang (direct)), Airfast (Labuan Bajo-Ruteng), Trans Nusa (Ngada-Kupang), Nam Air (Denpasar-Labuan Bajo), serta Lion Air (Kupang-Alor dan Kupang-Atambua) Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal laut, seperti Kapal Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota Kupang. Selain itu juga, peningkatan penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri menjadi indikasi peningkatan lainnya. Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat. Perlambatan disebabkan oleh minimnya pembukaan rute baru pesawat yang tercatat hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-Tambolaka-Ende, serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk Bab I - Ekonomi Makro Regional 25

44 perjalanan di akhir tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun. Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat. Ketiadaan momen libur hari besar dan libur keagamaan diperkirakan mengurangi frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan dari daerah lain, sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor pergudangan. Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,53% (yoy) pada triwulan IV Pertumbuhan sektor real estate pada tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran perumahan seperti kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran BTN Expo 2016 pada bulan Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun Tracking pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I-2017 diperkirakan sedikit meningkat karena adanya tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang tahun Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di triwulan IV Sepanjang tahun 2016 belum terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan karena belum adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas menengah kecil, seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan industri cukup besar seperti semen kupang III dan pabrik gula (Sumba Timur) baru akan mulai dibangun pada tahun Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada triwulan-iv 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan minum memasuki momen natal dan akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar karena baru akan dimulainya pembangunan pabrik skala besar. Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61% (yoy) dan 11,52% (yoy) pada triwulan IV Pertumbuhan tahunan yang cukup tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas melalui pasokan mesin (diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat karena masih terbatasnya penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) Gokhan Bey Bab I - Ekonomi Makro Regional 26

45 berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun Sementara itu dengan adanya kapal MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan pertumbuhan triwulan I-2017 akan meningkat. Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun 2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada triwulan IV Sepanjang tahun 2016 pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan jaringan oleh PT. Telkomsel dan PT. XL Axiata. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi pengguna layanan Telkomsel ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di bulan September. Sementara itu, pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir tahun. Pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi paket dari provider dan ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat meningkatkan penggunaan trafik data dan telepon secara signifikan. Namun, potensi peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun. Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya penyaluran tunjangan sertifikasi guru.sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat. Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III, sektor pertambangan serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan PDAM Kota Kupang untuk pemasangan sambungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut berpengaruh bagi pencairan untuk kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum diperkirakan mengalami peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Bab I - Ekonomi Makro Regional 27

46 PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun rupiah, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa Tengah (1.095 triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar 0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan nilai sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB perkapita nasional yang sebesar 45 juta perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun. Grafik Boks 1.1. Ranking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi di Indonesia Grafik Boks 1.2. Ranking PDRB perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada menurunnya kinerja konstruksi di Kalimantan Timur. Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian, tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif terbesar ke-3 di Indonesia setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan, subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-rata nasional yang terlihat dari nilai LQ peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai 9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 28

47 besar pangsa terhadap PDB Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan komunikasi (LQ- 2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (LQ-3,16, bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah. Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk konsumsi makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran terbesar pada konsumsi untuk keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari investasi pembangunan fisik dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya belanja domestik ini tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah uang keluar NTT yang digunakan untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB NTT yang secara langsung mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa hanya 14, 37% terutama berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar negara masih didominasi oleh kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI ataupun banyaknya ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan sudah mencapai 1 juta orang. Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata berpotensi untuk berkontribusi lebih terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya potensi sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya investasi pembangunan hotel, restoran dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari 50% dari total 104 komitmen investasi di tahun Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 29

48 Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian tanaman pangan. Gejala La Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan sumbangan pertumbuhan ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker pemerintah pusat di NTT. Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama disebabkan oleh penurunan belanja modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang dilakukan. Grafik Boks 1.7. Ranking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kabupaten Kota di NTT Grafik Boks 1.8. Ranking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kabupaten Kota di NTT Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar dihasilkan oleh Kota Kupang dengan total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44 T), Ende (4,58T) dan Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan di sisi lain nilai nominal PDRB yang dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota Kupang yang memiliki nilai Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 30

49 PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah dengan pendapatan perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta per kapita per tahun. Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total PDRB Sektor pertanian di NTT. Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan. Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat tergantung pada sektor pertanian dan 12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor pertanian tersebut berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi yang terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi pertanian yang dilakukan. Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor primer dan pengeluaran pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan akan cenderung rendah pada kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan. Potensi pertumbuhan sebenarnya juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan dengan mengupayakan industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila peluang industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat segera diraih. Boks 1 Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia 31

50 Boks 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode cenderung stabil dalam kisaran 5% (yoy) dan belum mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu pada sektor pertanian dengan peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut. Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena menunjukkan keberhasilan Provinsi NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Sebagai landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan pendekatan Growth Diagnostic melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang mencakup analisis hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang dibangun oleh Bappenas, CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID. Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan utama yang dapat memberikan efek pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari aktivitas ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya infrastruktur, geografis yang buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan yang tinggi (ketidakcukupan pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi intermediasi yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga lainnya. Dari hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT, diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik. Keuangan Pendapatan dari Aktivitas Ekonomi Tabel Boks Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT Analisis Penjelasan Rasio Kredit/PDRB dan Simpanan/PDRB masih cukup rendah (<30%) Loan to Deposit Ratio (LDR) masih tergolong rendah (sekitar 80%) Pangsa Kredit Konsumsi sangat tinggi (rata-rata 63%) Suku Bunga Investasi tinggi (rata-rata >14%) Geografis Terdiri dari 8 musim kemarau dan 4 musim hujan dengan curah hujan rendah. Manajemen Produktivitas Pertanian dan alokasi pupuk subsidi yang rendah SDA Buruk Rasio Elektrifikasi masih rendah (58,6%) dengan konsumsi perkapita sangat rendah 139 Kwh/Kapita Jumlah jalan beraspal masih rendah Masih banyak terjadi sengketa lahan. Namun rasio penyelesaian cukup tinggi 80% Akses sanitasi dan air bersih masih rendah Domestik Pendapatan Sosial Resiko Makro Resiko Mikro Kompetisi Infrastruktur SDM Makro Mikro Biaya kirim logistik masih cukup tinggi Tenaga kerja mayoritas tidak terididik (>60%), IPM masih rendah peringkat ke 31 dari 34 Provinsi Produktivitas masih rendah 33,6 Juta/tahun dengan sektor terendah industri (Rp 8,2 juta/kapita) Pangsa pengangguran terdidik selalu meningkat setiap tahun (miss match lapangan kerja) Akses pendidikan dan kesehatan masih cukup rendah Inflasi masih searah dengan nasional Alokasi belanja modal Pemda masih sangat rendah Indeks Tata Kelola Daerah, Indeks Persepsi Korupsi, Indeks Tata Ekonomi Daerah dan Daya Saing masih rendah Persentase penyelesaian kasus masih cukup tinggi Jumlah tindak pidana masih rendah Jumlah kasus sengketa lahan rendah dan persentasi penyelesaian cukup tinggi Boks 2 Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 32

51 Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan Pemerintah Daerah, Akademisi dan Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor penghambat investasi di NTT. Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses listrik, 3) Kurangnya akses air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif pendorong ekonomi di Provinsi NTT. Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah (>60%). Hal ini juga tergambar dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%. Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga kerja yang berada di sektor pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab. Grafik Boks Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya kapasitas listrik, akses sanitasi dan kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi Provinsi NTT pada tahun 2015 baru mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%. Kondisi NTT yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated dan tidak terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru 56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat menyebabkan terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan pembebasan lahan juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti Pabrik Semen Kupang dan PT. Gulf Mangan, serta proyek pemerintah seperti bendungan Kolhua. Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM untuk mengkuantifikasikan dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan FGD terkait rencana pemerintah hingga tahun Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan lama sekolah dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM, 2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar 313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari 54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di NTT, 5) Penyelesaian permasalahan lahan untuk investasi PT. Semen Kupang dan PT. Gulf Mangan dan 6) Peningkatan kunjungan wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020). Boks 2 Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 33

52 Tabel Boks Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja No Kebijakan ASUMSI Dampak Makro Ekonomi PDRB Tenaga Kerja 1 Peningkatan Rata-Rata sekolah Peningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun Peningkatan Kapasitas Listrik Kenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW (2015) menjadi 474 MW (2020) Perbaikan Jalan Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70% Pembangunan Bendungan Pembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi Pertanian 10,09% (2020) dan akses air Permasalahan Lahan Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT Diversifikasi Pariwisata Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman Total Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di NTT dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35% dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi pengembangan ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%. Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan pembangunan bendungan, penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan. Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan investasi di Provinsi NTT, diantaranya: 1. Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan non formal (kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana penunjang di sekolah pedesaan, seperti internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau pelatihan, serta e) Upaya pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya. 2. Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan Strategis Pariwisata Nasional di NTT, b)pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor pariwisata, c) Promosi melalui media sosial dan elektronik, d)pembenahan akses dan fasilitas penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata. 3. Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro, arus laut, surya dan bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW. 4. Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap pembangunan 7 bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar, dan c) Konservasi daerah-daerah serapan air di NTT. 5. Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan investasi, b) Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c) Peningkatan koordinasi pusat dan daerah sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin. 6. Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b) pembenahan transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya. Boks 2 Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT 34

53 Boks 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM 1 di Provinsi NTT dengan total nilai omset lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan, penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan harga BBM yang terjadi di tahun 2016 mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari tingginya konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II Gejala peningkatan konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III 2015, penggunaan BBM cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh sentimen negatif paska kenaikan harga BBM di akhir tahun Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi oleh penjualan BBM bersubsidi berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non Subsidi di tahun 2016 menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali lipat, terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di 8 kota, Dexlite dan pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di 12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga meningkat signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi 4,16% di tahun Grafik Boks Penyaluran BBM di Provinsi NTT Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM Di Provinsi NTT Sumber: PT Pertamina, diolah Sumber: PT Pertamina, diolah Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang tersebar di Pulau Timor, Flores dan Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau Termintal Transit Utama (TTU) Tuban, Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM Maumere, 1 BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll Boks 2 Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 35

54 akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM Larantuka dan TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi. Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari TBBM Tenau. Gambar Boks 3.1. Peta Distribusi BBM Per Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber: PT Pertamina, diolah Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan skala ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM terbesar ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu (36 ribu kl), Sumba Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah dengan penggunaan BBM terendah di Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu kl dan 10,5 ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM lebih dari 100 ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl, 8 Kabupaten dengan penggunaan antara 10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan penggunaan kurang dari 10 ribu kl. Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi dan komunikasi ataupun dengan sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai PDRB sektor transportasi dan komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun minyak tanah menunjukkan nilai korelasi (R 2 ) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang didistribusikan ke masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing wilayah. Arah sebaran grafik cenderung bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka peningkatan kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada. Hanya Kota Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat dimungkinkan mendapat pasokan dari luar daerah. Boks 2 Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 36

55 Grafik Boks Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan Sumber: PT Pertamina, diolah Sumber: PT Pertamina, diolah Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat paling besar dibanding daerah lain. Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh penduduk pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah untuk 4 hari memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain dalam memasak makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar. Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter premium untuk kendaraannya. Tingkat konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang, dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara dengan 3 kali lipat ratarata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita Kota Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah kendaraan per rumah tangga juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan Kabupaten Manggarai Timur yang di tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Rasio penggunaan premium per jumlah kendaraan juga menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di Kota Kupang justru paling rendah dibanding kota lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan yang cukup menarik adalah tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan bahwa pasokan premium yang dikirimkan sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium per rumah tangga menunjukkan nilai yang rendah. Tingginya rasio penggunaan premium ataupun solar di Sabu Raijua kemungkinan besar disebabkan oleh adanya kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat dan juga penggunaan untuk bahan bakar kapal nelayan yang juga cukup tinggi. Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk membeli kendaraan dari luar daerah dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak mendapatkan pendapatan pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat juga berpotensi membuat perhitungan rasio penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada sulitnya menentukan kebijakan distribusi yang diambil. Boks 2 Distribusi BBM di Provinsi Nusa Tenggara Timur 37

56 Boks 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting Indonesia untuk menurunkan biaya transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih tergolong tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic Performance Index oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari 160 negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 4 dari 10 negara. Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagai provinsi kepulauan dengan pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan representasi penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik yang ada di provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik logistik di Indonesia pada umumnya. Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana perpindahan barang antara pulau satu ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT. Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut Tenau (Kupang), Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Selain itu, terdapat pelabuhan non komersial yang juga melayani transportasi barang di antaranya Pelabuhan Reo, Labuan Bajo, Aimere, Larantuka, Lewoleba, Baranusa, Atapupu, Rote, Sabu dan Waikelo. Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) masih menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga dead weight ton (DWT), sementara pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang dari DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan demikian, sebagian besar logistik dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan pengumpul, serta sebagian melalui Pelabuhan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut Tenau sebagai hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja pelabuhan tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di Provinsi NTT. Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih sangat tinggi, terutama Surabaya. Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah yang jauh lebih kecil. Pola ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke wilayah-wilayah lain menggunakan kapal yang lebih kecil. Namun berdasarkan hasil survei pola perdagangan antar wilayah di Provinsi NTT, diketahui bahwa antara Tenau (Timor) dan Flores tidak terhubung dalam jalur distribusi untuk 5 komoditas perdagangan penyumbang inflasi terbesar di Provinsi NTT yakni beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah. Masing-masing distributor atau pedagang lebih memilih untuk mengambil sendiri barang-barang komoditas dari pemasok dan mengirimkannya langsung ke tujuan tanpa melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai hub sentral untuk menekan biaya transportasi. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat barang relatif ramai di antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu (Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores). Boks 4 Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 38

57 Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur Surabaya-Kupang menjadi jalur utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores yang dilayani dengan truk-feri. Jalur Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan kapal laut dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup ramai dengan hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di Kupang. Gambar Boks 4.1. Peta Alur Transportasi Laut Barang Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara pengiriman barang keluar masih sangat rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5% dari total volume barang yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume barang yang dimuat di Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa barang yang dimuat hanya 4,89% dari total volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi per satuan berat di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim menjadi lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut, maka peningkatan kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT. Boks 4 Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 39

58 Grafik 4.1. Arus Barang berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau Grafik 4.2. Arus Barang berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui truk dan feri. Namun demikian, pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-Kupang yang jauh, juga karena biaya yang lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih lama. Sementara pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk pengiriman barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan volume barang yang rendah dan waktu tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin dari struktur ekonomi Provinsi NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dimuat tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar dibandingkan sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan tersier dengan nilai tambah tinggi mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori barang tersebut. Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil pencatatan diangkut menggunakan kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas angkut tiap kapal mulai dari ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar ekor per tahun. Akan tetapi pada tahun 2016 total jumlah sapi yang diangkut lebih besar daripada kapasitas maksimal kapal ternak tersebut, yakni ekor sapi, sehingga sisanya sebanyak ekor sapi diangkut dengan kapal cargo biasa. Hal tersebut menunjukkan peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama di Indonesia, sehingga kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien dibutuhkan agar mampu menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut berperan dalam menekan inflasi nasional. Boks 4 Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 40

59 Grafik 4.3. Kapasitas Muatan Sapi per Tahun Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi geografis kepulauan, peningkatan kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dengan daerah lain, baik dari segi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute kapal sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini, serta ketersediaan data dan informasi yang memadai. Ketidakseimbangan perdagangan yang berdampak pada tingginya biaya transportasi laut barang di Provinsi NTT dapat diatasi antara lain dengan peningkatan aktivitas perekonomian termasuk pemerataan pertumbuhan ekonomi antara Kupang dengan daerah lain yang didukung dengan kualitas infrastruktur, pelabuhan dan iklim usaha yang baik diantaranya regulasi dan kemudahan akses modal. Boks 4 Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di NTT 41

60

61 KEUANGAN DAERAH Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92 triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. 2.1 Kondisi Umum Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun. Secara persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni sebesar 446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara realisasi belanja pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52 triliun yang disertai adanya peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari pagu anggaran Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,41%. Grafik 2.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab II Keuangan Daerah 43

62 2.2 Pendapatan Daerah Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp 2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber pendapatan terutama dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN, Pajak Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 739,14 miliar) terutama dari Bagian Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp 3,86 triliun atau 104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun disusul oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF) APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72% dengan dominasi masih berasal dari pendapatan DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%. Pencairan kembali DAU yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran awal oleh pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat membantu pencapaian pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah. Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang memiliki pencapaian realisasi pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 106,91% dan 100,34% dari rencana Pencapaian tinggi Kab. Manggarai Barat disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum Bab II Keuangan Daerah 44

63 sebesar Rp 499,05 miliar atau 116,94% dari rencana Peringkat realisasi pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab. Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai (85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah sampai dengan Triwulan IV Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada triwulan laporan masih cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh Kota Kupang sebesar 12,26%, komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%) dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara (17,64%) terutama disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14 miliar. Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara dan Kab. Ngada masing-masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab. Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena keterlambatan rencana pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya hampir sama yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada bulan April hingga Juni dengan target selesai bulan Desember Sementara di Kab. Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya pemotongan DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari DAK dengan mengurangi paket pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket. Grafik 2.4. Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016 Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Bab II Keuangan Daerah 45

64 2.3 Belanja Daerah Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun (85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut dan berkontribusi pada realisasi belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan yearon-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pada triwulan III dan IV 2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan anggaran oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat cukup menahan diri untuk mendorong realisasi belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%) masih menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk komponen belanja modal, Kab. Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi. Grafik 2.5. Pangsa Belanja Kabupaten/Kota Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah mencapai 87,11%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015 dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam mendorong aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan laporan realisasi belanja modal sedikit menurun menjadi 81,72% dibandingkan triwulan Bab II Keuangan Daerah 46

65 IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena didorong oleh belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial (88,25%). Sementara turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan. Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian sebesar 106,41% (Rp 598,15 miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar. Grafik 2.6. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Grafik 2.7. Perkembangan Realisasi Belanja Modal Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Grafik 2.8. Pertumbuhan Realisasi Belanja (yoy) Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi belanja konsumsi lebih besar terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi 88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal ini sejalan dengan rencana belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial. Bab II Keuangan Daerah 47

66 Grafik 2.9. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp) Perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan dapat dijabarkan sebagai berikut : Belanja APBN Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83% (Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan realisasi belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016 menjadi 78,10% (Rp 2,21 triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04 triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan penurunan pagu belanja modal APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82 triliun sehingga hal tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi belanja APBN di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun (34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan pangsa realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas ekonomi di Provinsi NTT, seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan raya. Bab II Keuangan Daerah 48

67 2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41% dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016 sebesar Rp 242 miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III Namun demikian keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada bulan November dan Desember 2016 serta upaya dari Pemerintah Provinsi meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja mampu membantu pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41% atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar 17,20% atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa realisasi belanja modal masih perlu untuk ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar. Grafik Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab II Keuangan Daerah 49

68 2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp 20,02 triliun atau 86,65% dari total pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang mencapai Rp 8,67 triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun, dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi yang tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal masih perlu ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016 baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja sebesar Rp 5,99 triliun dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru mencapai Rp 3,33 triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan ratarata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru tercatat 81,59%. Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab. Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores Timur sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Ende menjadi daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing 75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi belanja modal terhadap total realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%. Sebaliknya, pangsa realisasi belanja modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab. Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai dengan triwulan IV 2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan pangsa tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5) didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja pegawai (39,6%), belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%). Hal ini menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja produktif untuk kemajuan ekonomi daerah setempat. Bab II Keuangan Daerah 50

69 Grafik Realisasi Belanja dan Komponennya Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda pemerintah pusat pada bulan November dan Desember 2016 mampu mendorong pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab. Kupang (87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat (94,27%). Hanya pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sementara tiga daerah lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar 102,16% (Rp 745,44 miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar). Bab II Keuangan Daerah 51

70 Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah 2.4 Dana Pemerintah Di Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun. Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis simpanan, giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat sebesar 38,16% (qtq) dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar 73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan pemerintah terbanyak dalam bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah dalam rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV Penurunan DPK pemerintah terjadi terutama di Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan sebelumnya Rp 4,73 triliun. Grafik Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah Bab II Keuangan Daerah 52

71 Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Bab II Keuangan Daerah 53

72

73 Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy) dan menjadi capaian inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa komoditas bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah. Penurunan harga tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan bahan bangunan serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga mampu membuat inflasi tahun 2016 terjaga rendah. Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami penurunan inflasi walaupun komoditas volatile food kembali meningkat pada triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas administered price mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara. Namun demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi. Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA, kenaikan cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya biaya investasi yang telah dilakukan Kondisi Umum Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan untuk komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok, selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi. Inflasi komoditas perumahan, listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga 55 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 55

74 relatif stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi yang terutama disebabkan oleh adanya penurunan tarif penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT. Grafik 3.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Tahun 2016 di Provinsi NTT Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di sepanjang tahun 2016, didapatkan 21 komoditas yang secara terus menerus menjadi penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan makanan, 2 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas dan bahan bakar serta 1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun 2016 dengan total sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh komoditas angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali), kentang (8 kali), tongkol, ayam hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit (6 kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan semen masing-masing sebanyak 5 kali. Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan terutama pada saat cuaca buruk, begitu pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang terjadi masih menunjukkan adanya keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan harga. Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang dibebankan bertahap di tiap bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum, besarnya fluktuasi inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 56 56

75 menjaga keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang berimbang menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan. Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali deflasi di bulan Februari, Maret, Juli, Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali. Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai mengalami penurunan signifikan pada triwulan III dan berlanjut di triwulan IV Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai inflasi terendah ke-10 di Indonesia. Grafik 3.3. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT komoditas Inflasi yoy sum yoy komoditas Deflasi yoy sum yoy Bawang Merah Bensin (11.52) (0.31) Rokok Kretek Filter Beras (3.55) (0.24) Sawi Putih Kembung (24.03) (0.20) Cabai Merah Semen (6.95) (0.17) Pisang Angkutan Udara (3.22) (0.08) Tahu Mentah Daun Singkong (45.82) (0.07) Kangkung Besi Beton (6.21) (0.05) Rokok Kretek Solar (23.03) (0.05) Bawang Putih Wortel (49.35) (0.05) Tongkol Daging Ayam Ras (3.39) (0.04) Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi yang terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember, bahkan terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di NTT. Komoditas rokok kretek dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih disebabkan oleh penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan bawang putih lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai dan impor bawang putih dari pemasok. Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas beras juga relatif stabil di sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari Makasar, Sumbawa dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi 57 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 57

76 cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan bangunan lebih disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan kondisi permintaan yang tidak sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket walaupun ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi yang terjadi, sedangkan penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh tingginya posisi harga di tahun sebelumnya Inflasi Bulanan Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding 3 triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq), terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal dan tahun baru, serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di Kabupaten Lembata. Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm). Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan juga mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ketersediaan pasokan ikan masih relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan laju inflasi bulan Oktober Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang berdampak pada menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama penyumbang inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya penurunan tarif angkutan udara mampu membantu menahan inflasi yang terjadi. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 58 58

77 Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Oktober November Desember Januari Komoditas Inflasi (%) Sumber : BPS, diolah Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya inflasi yang terjadi tersebut, membuat capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan November 2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru. Harga komoditas ikan-ikanan juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca, sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran juga mengalami penurunan dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan. Demikian pula dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan, selain karena adanya penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat pedagang dan petani turut menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional. Sumber : BPS, diolah Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi terbesar kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama 59 Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Daging Ayam Ras Sawi Putih Angkutan Udara Tarip Listrik Sawi Putih Daging Ayam Ras Kembung Tarip Pulsa Ponsel Beras Tomat Sayur Ayam Hidup Cabai Rawit Buncis Cabai Merah Sawi Putih Tembang Tarip Listrik Bawang Merah Kangkung Perpanjangan STNK Bayam Tongkol Bawang Merah Mobil Ayam Hidup Cabai Rawit Cabai Rawit Kangkung Tembang Rokok Kretek Filter Tomat Sayur Kakap Merah Bawang Putih Pepaya Tongkol Daging Babi Kubis Telur Ayam Ras Cakalang/Sisik Cakalang/Sisik Komoditas Oktober Deflasi (%) Andil (%) Komoditas November Desember Januari Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Deflasi (%) Andil (%) Komoditas Kangkung (11.39) (0.09) Angkutan Udara (5.69) (0.15) Cabai Merah (25.91) (0.08) Angkutan Udara (10.48) (0.30) Angkutan Udara (2.92) (0.08) Kakap Merah (22.33) (0.05) Daging Ayam Ras (4.59) (0.06) Sawi Putih (25.45) (0.27) Kembung (5.61) (0.05) Kangkung (5.42) (0.04) Air Minum Pikulan (9.05) (0.04) Ayam Hidup (10.04) (0.08) Kakap Merah (15.62) (0.04) Sepatu (13.30) (0.03) Tempe (5.60) (0.02) Bawang Merah (7.34) (0.04) Tomat Sayur (18.87) (0.04) Ekor Kuning (17.21) (0.02) Daun Singkong (14.34) (0.02) Daging Ayam Ras (3.25) (0.04) Tarip Pulsa Ponsel (2.01) (0.04) Beras (0.37) (0.02) Labu Siam/Jipang (28.98) (0.02) Tomat Sayur (9.38) (0.03) Wortel (22.85) (0.03) Kembung (1.98) (0.02) Merah (19.99) (0.02) Bunga Pepaya (17.70) (0.03) Ekor Kuning (12.39) (0.02) Cakalang (12.11) (0.01) Jeruk (11.79) (0.02) Beras (0.38) (0.03) Telur Ayam Ras (2.30) (0.02) Daging Ayam Kampu (8.74) (0.01) Gula Pasir (1.47) (0.01) Pucuk Labu (16.64) (0.02) Gula Pasir (1.92) (0.02) Jagung Manis (19.60) (0.01) Minyak Goreng (0.91) (0.01) Sepatu (4.07) (0.01) Inflasi (%) Deflasi (%) Andil (%) Andil (%) Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 59

78 disebabkan oleh tingginya inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh NTB (2,60% - yoy) dan Bali (3,34% - yoy). Grafik 3.4. Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia Grafik 3.5. Perbandingan Inflasi di Wilayah Balinusra Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016 dan kenaikan harga makanan jadi dan minuman tak beralkohol telah membuat kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT tahun Adapun komoditas bahan makanan menjadi penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok komoditas lainnya seperti perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil di sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan. Bahkan, kelompok komoditas transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami fluktuasi inflasi yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya peningkatan rute dan tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian, jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada saat-saat tertentu yang terlihat dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even nasional yang diselenggarakan di Provinsi NTT. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 60 60

79 Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan (2.52) 0.71 Sumber : BPS, diolah Bahan Makanan Komoditi Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy) jauh lebih rendah dibanding rata-rata inflasi bahan makanan dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan makanan hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan IV 2016 yang mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi bahan makanan di triwulan IV 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi beberapa produk hortikultura karena serangan hama, penurunan produktivitas ataupun perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan hama. Selain itu, banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT yang mencapai 5 meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya gelombang juga membuat distribusi barang terganggu seiring dengan ditutupnya beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat pasokan secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan IHK YOY Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan INFLASI UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 61 61

80 Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan permintaan komoditas bahan makanan secara cukup signifikan. Berdasarkan sub kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan cuaca yang terjadi. Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy). Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II 2016, sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih, kangkung, seledri, sawi putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca. Beberapa komoditas sayur lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan posisi harga tahun sebelumnya, harga komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah. Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi lain juga terjadi keterbatasan pasokan karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi nelayan yang tidak dapat melaut seiring dengan buruknya cuaca. Namun demikian, secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan berarti Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016 justru menjadi satu-satunya kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52% - yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga mengalami deflasi sebesar -1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih rendahnya harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran seiring penambahan rute dan frekuensi angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara masih dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi pesawat di sepanjang tahun Penambahan rute baru tersebut berdampak positif dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara yang terlihat dari Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 62 62

81 turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan masih kurang mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi, sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara hampir selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain berpotensi meningkatkan ekonomi, investasi dan lapangan kerja seiring dengan datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah frekuensi penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya peningkatan pasokan angkutan udara. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang disebabkan oleh adanya kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas sarana dan penunjang transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 7,74% (avyoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan oleh dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor 198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi produsen dengan menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan kenaikan harga terbesar pada rokok kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56% 63 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 63

82 (yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama disebabkan oleh kenaikan harga gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi komoditas mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua komoditas makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi tahun 2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi NTT sekiranya dapat diturunkan dengan terus membuka pusat kuliner baru di Kota Kupang pada khususnya. Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan Grafik Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol yang disebabkan oleh mulai lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir berangsur-angsur mengalami penurunan Komoditas Lainnya Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016 hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga pada kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki pada kelompok komoditas sandang. Penurunan harga justru terjadi pada komoditas sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak terlalu besar. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 64 64

83 3.3. Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi komoditas volatile food yang cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih relatif terjaga dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas administered price. Grafik Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Sumber : BPS, diolah Kelompok Volatile foods Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016, inflasi kelompok komoditas volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan terutama pada bulan November dan Desember yang disebabkan oleh tingginya permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas. Namun demikian, secara tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang tidak sebesar tahun sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibanding posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam kenaikan inflasi di tahun Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi, demikian pula dengan komoditas daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil menurunkan inflasi padi-padian sebesar -3,02% (yoy). Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 65 65

84 Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik terendah pada triwulan III Pada triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai datangnya musim penghujan dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai 5,38% (mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk merayakan hari raya Natal dan tahun baru Kelompok Administered prices Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif angkutan udara menjelang hari raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara tahunan inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar 0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan cukai rokok masih menjadi penyebab utama inflasi komoditas administered price. Namun demikian, adanya penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy), menurun dibanding posisi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi komoditas inti lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua komoditas pembentuknya juga mengalami penurunan inflasi. Dari 22 kelompok komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan. Berdasarkan andil inflasi, komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol, pendidikan dan penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol lebih disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang, walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya. Tingginya harga jual makanan jadi diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga yang mengalami kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 66 66

85 Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan adanya penurunan setelah bulan Januari Kenaikan diperkirakan akan terjadi pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di bulan Juli. Namun demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang cenderung meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun 2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli Grafik Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan Sumber : Bank Indonesia, diolah 3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota Inflasi Kota Kupang Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir dengan nilai inflasi sebesar 2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi pendorong utama rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 67 67

86 Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara, ikan segar dan biaya tempat tinggal telah mampu menahan inflasi dengan andil deflasi mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan, tembakau dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai 2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan segar mengalami peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun sebelumnya, membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan. Kenaikan harga signifikan pada komoditas bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke luar daerah yang disebabkan oleh harga barang yang lebih tinggi di daerah lain, sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang anak-anak dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar. Grafik Inflasi Tahunan Kota Kupang Sumber : BPS, diolah Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas Komoditi Transportasi, Komunikasi dan (2.40) 0.70 Sumber : BPS, diolah Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup besar pada triwulan IV antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq), bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya (11,86 qtq). Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh memburuknya cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan daging ayam ras dan ayam hidup yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan yang cukup tinggi untuk perayaan hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada. IHK YOY Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan INFLASI UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 68 68

87 3.4.2 Inflasi Kota Maumere Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota Maumere justru menunjukkan adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar 3,61% (yoy). Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah membuat inflasi bergerak naik dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya (25,29% - yoy) dan buah-buahan (23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasilhasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup dan daging ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan penyediaan DOC menjadi masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores, dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi dari Kupang, Bali atau Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan penyediaan DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa, sehingga harga buah mengalami kenaikan yang cukup besar. Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-sayuran (19,89 qtq) dan ikan segar (16,14 qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III 2016, harga komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh memburuknya cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara tahunan harga masih relatif terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menjadi komoditas penyumbang utama inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu memberikan andil pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga sebesar 19,80% (yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga 0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan 69 Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 69

88 oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang ada Grafik Inflasi Tahunan Kota Maumere Sumber : BPS, diolah Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan (3.44) 0.75 Sumber : BPS, diolah Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi komoditas utama yang menahan laju inflasi di Kota Maumere. Deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy), angkutan udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif angkutan udara kemungkinan disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember 2016 sebesar 0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I 2017 Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan Maret Adanya kenaikan listrik hingga dua kali tersebut, berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil terhadap inflasi triwulan I 2017 hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga akan membuat kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun Kondisi cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga bahan makanan. Harga komoditas transportasi diperkirakan masih cenderung rendah seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada bulan Januari dan kenaikan tarif pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi yang terjadi. Maumere NTT I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Komoditi IHK YOY Oct Nov Dec Jan Tw IV Jan INFLASI UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman dan Perumahan, Air, Listrik, Gas d Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 70 70

89 Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak pada adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan dan berhentinya kegiatan pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya nilai inflasi ikan segar pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya persediaan ikan di pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00% (mtm), sehingga dibanding triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70% (qtq). Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih relatif lebih terjaga. Adanya penurunan permintaan di bulan Januari 2017 dinilai mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan pasokan, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah adanya kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan STNK yang naik lebih dari 100%. Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi cuaca yang membaik. Namun demikian, adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei pemantauan harga minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang rendah. Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di pasar, demikian pula dengan penurunan harga telur dan daging ayam ras seiring mulai tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai membaik. Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu mentah, gula pasir dan emas perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu besar. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 71 71

90 3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT, TPID telah melakukan beberapa kegiatan pengendalian inflasi di triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut : 1. Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi NTT untuk panduan kegiatan hingga tahun 2018 dengan program unggulan dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program penguatan TPID hasil kompilasi RKPD yang telah disusun oleh masing-masing dinas. 2. Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29 Oktober Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh sekretaris daerah provinsi NTT dan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut meliputi : a. Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun dengan program yang diangkat yaitu JUPE RUN 10 K. b. Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya 1) Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen, 2) Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak. 3) Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang Oligopoli. 4) Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT. 5) Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan penggilingan lebih tinggi dari harga penetapan pemerintah 6) Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah sehingga harga meningkat di tingkat pengecer. Di NTT sendiri masih terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya: Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 72 72

91 1) Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT tahun ) Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), sehingga diharapkan kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran. 3) Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota. 4) Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan untuk menghindari penimbunan di akhir tahun. 5) Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi anggaran di daerah bagi pengembangan usaha kecil di daerah guna mendukung pariwisata. 6) Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan mendapatkan distribusi minyak tanah maupun bbm. Adanya dana desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub penyalur resmi tersebut. 7) Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan perhitungan inflasi di setiap daerah sehingga data historis dapat dimiliki guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah. 8) Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh seluruh kab/kota. 4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT, TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID Kota Kupang telah melakukan beberapa kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi pasar BULOG dan pasar murah oleh BMPD di Pasar Kasih Naikoten. Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 73 73

92 Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID Sumber : Sekretariat TPID, diolah 5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi NTT dengan bahasan utama berupa langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah dengan dinas pertanian sebagai koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu rupiah. Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu pada minggu kedua dapat turun hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5 Januari Bab III Perkembangan Inflasi Daerah 74 74

93 Boks 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan harga-harga komoditas yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi dihitung menggunakan indeks harga yang disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS. Pendekatan ini juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan pada saat survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga yang terjadi. Adapun komoditas yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total pengeluaran rumah tangga, atau bisa kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti pembelian saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei, dengan menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara rutin oleh BPS di tiap bulannya di Provinsi NTT. Grafik Boks Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Kupang 6 Tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di Kota Maumere 6 Tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak mengalami perubahan harga dan hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara ratarata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah atau setara dengan hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama tersebut dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi bulanan utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak sampel meliputi total 20 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya dalam jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut: Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT selama 6 tahun terakhir, didapatkan bahwa dari sampel, ternyata hanya terdapat 140 Boks 5 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 75

94 komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT dalam 6 tahun terakhir, 146 komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi penyumbang inflasi utama dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta 44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang. Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang samasama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan Maumere, antara lain angkutan udara, kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih, tomat sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar penyumbang inflasi utama di Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam. Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi tertinggi hingga di atas 55 kali dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang inflasi atau deflasi utama di Kota Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih. Di Kota Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan komoditas kangkung. Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga pasokan komoditas tersebut menjadi hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT. Grafik Boks Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun Terakhir Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun Terakhir Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir, maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan beberapa komoditas dari 44 dan 41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di masingmasing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan mengendalikan pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya menjaga harga dan pasokan pada 19 komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung, beras, bawang merah, cabe rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah, wortel, bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan tingkat korelasi mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan hanya melihat pergerakan harga ke-19 komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%. Boks 5 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 76

95 Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling mempengaruhi pergerakan inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau, kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara, bawang merah, ikan kembung, bayam, bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif listrik, rokok kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya mengetahui pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan tingkat korelasi mencapai 90%. Dari semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota Kupang maupun Maumere, yang berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling disinergikan. Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang menunjukkan bahwa dari 16 komoditas prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga apabila pemerintah ingin mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke- 19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota perhitungan inflasi. Bentuk pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT. Semoga dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi NTT dapat semakin dijaga rendah dan stabil. Boks 5 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir 77

96 Boks 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman terkait pola perdagangan komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan mengendalikan harga di daerah. Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa Tenggara Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas penyumbang inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras. Adapun pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah, sedangkan komoditas daging ayam ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola perdagangan yang cukup besar antara pola perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang, sedangkan di Pulau Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masingmasing komoditas, kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi, ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah yang kuat antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau Sumba. Gambar Boks 6.1. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600 ribu ton beras, sedangkan produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total penyaluran beras BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera dan sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi Boks 6 Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 78

97 pasar. Adapun pemenuhan beras melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan 55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok beras utama dengan pangsa mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan Flores bagian timur dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang mengalami surplus, sehingga tidak membutuhkan pasokan dari luar. Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub perdagangan ke semua Kabupaten di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur cenderung tersebar dengan Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan pelabuhan membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari produsen atau distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya perbedaan harga yang cukup material. Gambar Boks 6.2. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari 90% pasokan berasal dari Jawa Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola perdagangan di Pulau Timor masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan pola perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masingmasing daerah langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya dengan beberapa diantaranya memanfaatkan fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka. Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di Ende dan daerah sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya. Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil produksi juga relatif rendah, menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang masih menjadi hub utama distribusi cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan Sabu Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti Kabupaten Belu dan Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur Boks 6 Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 79

98 dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih cenderung oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga. Gambar Boks 6.3. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di Pulau Flores. Daerah Sikka yang seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada, baru didistribusikan di Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata justru dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun pasokan komoditas selain dari Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores Timur terutama berasal dari Kabupaten Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar terlebih ketika harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya interaksi perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan adanya kegiatan perdagangan dengan Kabupaten Ngada. Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya rantai distribusi komoditas ini. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain Pulau Semau di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya, pasokan diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga diperoleh dari Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan pasokan. Boks 6 Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 80

99 Gambar Boks 6.4. Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi di Kota Kupang. Pasokan dari daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali didistribusikan ke 11 kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor dan Timor Tengah Selatan. Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau Flores juga relatif terdistribusi walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores dari luar NTT didapatkan dari Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan yang juga berasal dari Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun dalam nilai yang tidak terlalu besar. Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat distribusi per masing-masing komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang membentuk suatu klaster antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Adapun biaya pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi, dan tonase angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian besar pengusaha memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu besar. Pembentukan harga jual sangat dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan keterbatasan moda transportasi masih menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang berpotensi menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan, pertama-tama diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya rencana pembangunan pabrik gula di Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini, sekiranya dapat dijadikan alat bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke depan, agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga. Boks 6 Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT 81

100

101 STABILITAS KEUANGAN DAERAH Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio NPL terjaga sebesar 1,15%. Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan rasio NPL masih relatif terjaga sebesar 2,97%. Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati peningkatan risiko kredit bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu sebesar 8,04%. Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset meningkat 4,04% (yoy), sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59% (yoy) dan penghimpunan dana mengalami kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena penarikan dana oleh pemerintah. 4.1 Kondisi Umum Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rumah tangga tetap optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya. Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang memegang porsi dominan kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan risiko kredit UMKM cukup rendah melihat rasio NPL yang membaik di tengah perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada sektor korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat. Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi aset terpantau meningkat pada triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang menunjukkan tren Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 83

102 meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat. Selain itu kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan rasio permodalan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang cukup kuat. 4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika rumah tangga menempatkan kelebihan dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian digunakan sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana. Sedangkan apabila rumah tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka disebut sebagai penerima dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas keuangan daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga. Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,27% (yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy), sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat yakni sebesar 3,94% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq). Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi RT Terhadap Konsumsi Agregat Grafik 4.2. IKK, IKE, dan IEK Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 84

103 Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan tahun lalu, didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan yang juga menurun. Namun demikian, tingkat keyakinan konsumen masih terjaga di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran puncak keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016 puncaknya telah terjadi pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen memiliki ekspektasi bahwa dalam setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi. Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan informasi bahwa pertumbuhan konsumsi secara tahunan menunjukkan adanya peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang. Peningkatan tersebut salah satunya karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang tercermin dari peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang berarti masyarakat masih meyakini tingkat keamanan dananya di perbankan, terutama karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah.. Grafik 4.3. Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas Grafik 4.4. Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga menunjukkan kondisi yang relatif stabil meskipun sedikit mengalami penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 85

104 pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian, secara umum masih relatif lancar yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78, walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masingmasing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016 yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas (hampir 80%) rumah tangga masih memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat kecenderungan penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan. Penurunan simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi menjelang hari raya dan tahun sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks pengeluaran konsumen Eksposur Rumah Tangga di Perbankan Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di bank umum dengan porsi sebesar 72,63% (Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 62,08% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian besar simpanan dana rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito (22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi tabungan rumah tangga mencapai 89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi. Grafik 4.5. Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK rumah tangga Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 86

105 berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh indeks simpanan rumah tangga yang menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan III 2016 yakni 1,24. Grafik 4.7. Preferensi DPK Rumah Tangga Grafik 4.8. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga juga mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Giro mengalami kontraksi menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga konsumsi untuk perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat menjadi 7,68% (yoy) dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09% (yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih sama yaitu menjelang akhir tahun lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau mencairkan simpanan deposito.sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75% dari total kredit yang disalurkan ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam bentuk kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun (15,19%) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%). Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 87

106 dan Peralatan Rumah Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy). Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun relatif lebih stabil dari 6,97% (yoy) menjadi 5,95% (yoy). Grafik 4.9. Kredit Konsumsi Rumah Tangga Grafik Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan laporan dengan tumbuh sebesar 6,26% (yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34% (yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT. Hal ini terkonfirmasi pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya. Selain itu, implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih perlu terus digencarkan untuk lebih mendorong kredit rumah tangga. Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap perlu dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat. Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau 28,27% dari total Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV Pertumbuhan kredit di Kab. Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 88

107 Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab. Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut. Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Sumber: Bank Indonesia, diolah 4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun tumbuh melambat, dengan kualitas yang terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016 kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang menilai kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya kegiatan usaha yang didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,89%. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 89

108 Grafik Perkembangan Dunia Usaha Grafik Kondisi Keuangan Sumber: Bank Indonesia, 2016 Sumber: Bank Indonesia, diolah Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT kondisi keuangan meskipun sedikit menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%, namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada perbankan relatif kecil karena NPL tetap terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi 2,97% dari sebelumnya 3,27% Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar 16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio NPL triwulan berjalan yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus konsisten di Provinsi NTT dengan dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dananya. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 90

109 Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik NPL UMKM Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 19,77%. Selain itu berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy). Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Sumber: Bank Indonesia, diolah Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi terutama di sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain sektor pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi, transportasi dan real estate. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 91

110 Grafik Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Risiko Kredit UMKM Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari 3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan rasio NPL disebabkan menurunnya kredit bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan 2,01% dari triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit meningkat menjadi 5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya. Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang naik menjadi 31,38% dari sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya disumbangkan oleh subsektor ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan sebelumnya 31,18%. Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor bangunan jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL sebesar 15,55%, atau meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,05%. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 92

111 Grafik NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha Grafik NPL UMKM 3 Sektor Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian perbankan perlu lebih cermat dan selektif dalam menyalurkan kredit terutama pada sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%. 4.4 Asesmen Ketahanan Korporasi Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas ekonomi suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di daerah tersebut dalam rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi. Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan rasio NPL yang meningkat di triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL kredit korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%. Hal ini perlu menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi. Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 93

112 Grafik Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi Grafik NPL Kredit Sektor Korporasi Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum meningkat pada hampir seluruh sektor. Peningkatan disumbangkan terutama oleh sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan sebesar 10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 46,40%, diikuti konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%. Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama berkaitan dengan realisasi pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru yang mendorong kegiatan konsumsi masyarakat. Grafik NPL Kredit 4 Sektor Korporasi Sumber: Bank Indonesia, diolah Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di sektor konstruksi, perdagangan, pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen sebesar 70,06% dari total posisi NPL. Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait aktivitas pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 94

113 pemerintah setempat dan masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan swasta di subsektor jasa perusahaan. 4.5 Asesmen Perbankan Kinerja Bank Umum Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT Sumber: Bank Indonesia, diolah Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36% terhadap nasional), mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi 4,04% (yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing meningkat sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy). Grafik Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy) Grafik Perkembangan LDR Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara penghimpunan dana dari masyarakat masih menurun sehingga rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari triwulan sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 95

114 sebelumnya 13,37% (yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,29% (yoy). Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh meskipun melambat menjadi 7,43% dari triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -14,85% dan - 4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro agregat terutama disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy). Grafik BOPO dan ROA Bank Umum Sumber: Bank Indonesia, diolah Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara kredit modal kerja mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari 66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy) lebih besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut menurunkan rentabilitas perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31% Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja. Permodalan menguat ditunjukkan dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara operasional sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari sebelumnya 82,00%. Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari triwulan sebelumnya 2,59%. Hal tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari sebelumnya Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 96

115 6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan kecenderungan meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR menunjukkan intermediasi BPR menurun disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana relatif stabil di triwulan IV Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan didukung dengan peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah, ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi 18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%. Grafik LDR dan CAR BPR Grafik BOPO, ROA, NPL BPR Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Bab IV Stabilitas Keuangan Daerah 97

116 Boks 7. Penyusunan Regional Financial Accounts Provinsi Nusa Tenggara Timur Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat pesat dan kompleks. Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di antara unit/ sektor dalam perekonomian yang memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan perilaku. Di sisi lain, indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau pengeluaran yang dilakukan oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator yang menerangkan tentang bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi tersebut hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana menempatkan penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang bisa digunakan untuk menerangkan posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber pembiayaan, hingga proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian. Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya potensi kerentanan sektor riil dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat diketahui. Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional Financial accounts and Balance Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi terjadinya krisis maupun jalur efek menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih bersifat preventif dapat segera dilakukan. Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni System of National Account (SNA) 2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam pedoman tersebut, aktivitas ekonomi dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account. Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet oleh Departemen Statistik Bank Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi yang terintegrasi (Integrated Economic Account) menyajikan data posisi dan arus (flows) uang yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian baik domestik maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi kegiatan antar berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat menjadi alat dalam menganalisis hubungan antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar institusi. Boks 7 Penyusunan RFA Provinsi NTT 98

117 Gambar Boks 7.1. Kerangka Integrated Economic Accounts Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account: - Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan konsumsi atau tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi dan penggunaan pendapatan. - Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang memengaruhi posisi neraca yang terdiri atas akun modal (capital account), akun keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset), dan akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account). - Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih antara aset dan hutang/kewajiban. Boks 7 Penyusunan RFA Provinsi NTT 99

118 Gambar Boks 7.2. Konsep Penyusunan FABS Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA) mencatat transaksi aset dan kewajiban finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni: perubahan aset dan kewajiban dan perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut: Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts PROVINSI NTT Luar NTT Korporasi Rumah Luar Instrumen Bank IKNB Pemda Total Nonfinansial Tangga Negeri (ODC) (OFC) (LG) Domestik (NFC) (HH) (ROW) Financial Asset XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX Monetary and gold SDRs X X X X X X X Currency and deposits X X X X X X X Debt Securities X X X X X X X Loans X X X X X X X Equity X X X X X X X Insurance and pension X X X X X X X Financial derivatives X X X X X X X Other accounts receivable X X X X X X X Financial Liabilities XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX Monetary and gold SDRs X X X X X X X Currency and deposits X X X X X X X Debt Securities X X X X X X X Loans X X X X X X X Equity X X X X X X X Insurance and pension X X X X X X X Financial derivatives X X X X X X X Other accounts Payable X X X X X X X Net Assets, atau Net Liabilities Financial Aset > Financial Liabilities Financial Aset < Financial Liabilities Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka dilakukan perhitungan dengan template sebagai berikut : Boks 7 Penyusunan RFA Provinsi NTT 100

119 Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi Assets Closing Position Liabilities TOTAL NFC ODC OFC LG HH ROI ROW TOTAL xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx NFC xxx - xxx xxx xxx xxx xxx xxx ODC xxx xxx - xxx xxx xxx xxx xxx OFC xxx xxx xxx - xxx xxx xxx xxx NTT LG xxx xxx xxx xxx - xxx xxx xxx HH xxx xxx xxx xxx xxx - xxx xxx ROI xxx xxx xxx xxx xxx xxx - - ROW xxx xxx xxx xxx xxx xxx - - Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran sebagai berikut: - Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari domestik sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%. - Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non finansial disusul oleh sektor perbankan, dan sektor rumah tangga. Kenaikan pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena peningkatan modal dan hutang. - Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan berupa peningkatan mata uang dan simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit kepada perbankan. - Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami peningkatan aset bersih disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor Pemerintah Daerah yang mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas. - Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar dari segi nilai adalah Rumah Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga menyimpan dana di perbankan. Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data tersebut dapat diperoleh informasi yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat menggambarkan aktivitas perekonomian secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor keuangan. Lebih lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan analisis dan kebijakan ekonomi di level regional. Boks 7 Penyusunan RFA Provinsi NTT 101

120

121 Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh daya beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun baru KONDISI UMUM Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 juga masih relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Povinsi NTT % % % % Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016 yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada triwulan III Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016 sebesar Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 103

122 Outflow Inflow uang palsu di NTT juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94% (yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar. Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat tumbuh melambat. Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD). Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring 2.000, , ,00 500,00 0,00-500, , , ,00 700% 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200% 500,00% 400,00% 300,00% 200,00% 100,00% 0,00% Volume Kliring Nominal Cek/BG Kosong Y-o-Y Nominal Kliring Volume Cek/BG Kosong 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% -20,00% ,00-300% -100,00% -40,00% Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy 5.2. Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan III 2016, namun cenderung melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya peningkatan konsumsi rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyekproyek pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net outflow) Bank Indonesia. Namun demikian, apabila dibandingkan triwulan IV 2015, jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6 triliun pada triwulan IV 2016, atau menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan ekonomi, seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang terlihat dari tingginya kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 104

123 III Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan pertukaran uang antar bank (TUKAB) menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy). Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016 Grafik 5.5 Share Bayaran Bank Bukan bank 0,04% - Bank swasta 32,02% - Bank pemerintah 67,94% - Bukan bank 0,23% - Bank swasta 0,50% - Bank pemerintah 99,27% Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih dominan dilakukan oleh bank pemerintah, namun terdapat 32,02% bank swasta yang juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran yang 99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola perputaran dan penyimpanan uang yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian kembali ditabung di bank swasta Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh 69,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang tumbuh 86,79% (yoy). Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar Rp.456,75 miliar. Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar dari Rp.1.066,73 miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 105

124 Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Inflow (Rp. Miliar) UTLE Outflow (Rp. Miliar) NetOutFlow % 1400% % % 800% % % 200% 500 0% 0-200% Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan uang rupiah yang baik dan benar serta pengenalan terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT selalu memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai tempat. Periode Kota/Kab Indikator *) Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT Sumba Timor Flores Jumlah Sumba Timor Flores Jumlah Kas Keliling Kas Titipan Total *) Frekuensi Sumber : KPw BI Provinsi NTT diolah Triwulan III 2016 Triwulan IV 2016 Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan perbankan di daerah untuk membuka Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT. Hingga saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan yang tersebar di beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu (Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa kas titipan didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan kegiatan Kas Keliling untuk penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 106

125 Tw1-12 Tw2-12 Tw3-12 Tw4-12 Tw1-13 Tw2-13 Tw3-13 Tw4-13 Tw1-14 Tw2-14 Tw3-14 Tw4-14 Tw1-15 Tw2-15 Tw3-15 Tw4-15 Tw1-16 Tw2-16 Tw3-16 Tw4-16 tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-daerah, dan selama tahun 2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan Perkembangan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami penurunan, dari 38 lembar pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami penurunan signifikan sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar 26,92% (yoy). Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang kertas pecahan Rp ,- dan Rp ,-. Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT. Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Povinsi NTT UPAL Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten Manggarai Timur Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016 Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI tahun emisi Penerbitan uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang mengatur ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 107

126 mata uang NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, dibanding mata uang lama yang hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat gambar Indonesia. Beberapa ciri umum yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam unggulan dan bunga khas nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional, Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp , Rp , Rp dan Rp , serta 4 uang logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp Terkait dengan penerbitan uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon dalam penerbitan uang baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan Taman Nasional Komodo yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp ,-. Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan total fitur keamanan mencapai 9-12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar tersembunyi, gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya uang baru ini diharapkan tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan juga dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia Transaksi Pembayaran Non Tunai Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak warkat atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini artinya bahwa fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun peningkatannya tidak setinggi pertumbuhan pada awal tahun Selain itu, sejak Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 108

127 triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal transfer dana menggunakan SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016 maksimal nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi SKNBI di NTT. Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume penyerahan Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun 2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan 22,95% atau dari 244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari perbankan kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk memperhatikan dana simpanannya. Grafik Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT Grafik Daerah Terbesar Asal SKNBI dintt 1 DKI JAKARTA 98,24% 2 NTT *) 0,65% 3 JAWA TIMUR 0,61% 4 JAWA BARAT 0,50% 5 BALI 0,00% NTT *) 69,51% DKI JAKARTA 27,15% JAWA TIMUR 2,37% BALI 0,67% SULAWESI SELATAN 0,29% 5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen LKD berjumlah agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah transaksi yang dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta. Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah diantaranya adalah : a. Melakukan sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita Perbankan NTT. b. Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan transaksi agen LKD. c. Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank. Bab V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 109

128

129 KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19% (Maret 2016) menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus menunjukkan penurunan dan ditandai peningkatan porsi tenaga kerja formal Kondisi Umum Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan. Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016 dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%). Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama dalam upaya pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT. Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif Kondisi Kesejahteraan Perkembangan Tingkat Kemiskinan Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada bulan Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

130 September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar 10,70% dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk miskin terbanyak masih berada di pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat nasional dan NTT cenderung berada pada trend menurun sejak tahun Dari sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua (28,4%). a r i D Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi s i Sumber : BPS, diolah s Sumber : BPS, diolah Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di NTT pada bulan September 2016 masih berada di daerah pedesaan sebanyak 1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu jiwa. Hal yang cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41% (September 2015) menjadi 10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin di pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun adanya keterbatasan keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi ketimpangan pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada pada level ketimpangan menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran masyarakat di NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional. Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

131 Grafik 6.3. Presentase Penduduk Miskin di NTT Grafik 6.4. Gini Ratio Nasional dan NTT D i s i s Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016 menjadi Rp ,- apabila dibandingkan Maret 2016 yang sebesar Rp ,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang mencapai 1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang terutama berasal dari komoditas rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan kembung). Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi dengan garis kemiskinan terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp ,- yang mengindikasikan rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu, garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar Rp ,-. Grafik 6.5. Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 6.6. Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula untuk kondisi NTT. P1 tercatat sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30) dan September 2015 (1,44). Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

132 Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran ratarata penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar bagi banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin. Grafik 6.7. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.8. Indeks Keparahan Kemiskinan Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) tahun 2016 didorong oleh kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya bahan bakar layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk peningkatan akses masyarakat terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Selain itu, disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dapat mewujudkan masyarakat produktif, inovatif dan berdaya saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, permasalahan SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga program-program pengembangan SDM (aksesibilitas, kesehatan, pendidikan serta keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan. Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan terhadap pengembangan investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya program dana desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat dan bernilai tambah Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

133 ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN hendaknya dapat didukung. Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas SDM NTT, perlu adanya program-program pelatihan keterampilan dan wirausaha masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan dalam pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong lapangan kerja bagi semua lapisan masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada Provinsi Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi 101,31 (triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi petani. Penurunan NTP sendiri terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi dibandingkan indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani, terutama untuk bahan makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya terjadi pada tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2 komoditas padi di akhir Sementara kondisi cuaca berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan. Grafik 6.9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

134 6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih menunjukkan indikasi positif. Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan dari 142 (TW-III 2016) menjadi (TW IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila dibandingkan triwulan II. Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya momen liburan sekolah, libur keagamaan dan disertai pendapatan dari sektor pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi beberapa penyebab peningkatan. Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen-BPS Sumber : BPS, diolah 6.3. Kondisi Ketenagakerjaan Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar orang menurun dibandingkan Februari 2016 yang sebesar orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari 2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%). Perkembangan positif pada sektor tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98 ribu orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kualitas tenaga kerja NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan. Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi berasal dari sektor jasa kemasyarakatan yang mencapai orang yang diperkirakan terjadi sebagai Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

135 salah satu dampak positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga administrasi. Di sisi lain, adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga dapat memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di masyarakat karena standar pendapatan yang tetap dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga kerja informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada tingginya angka kemiskinan di NTT karena status pendapatan yang kurang jelas. Grafik Perkembangan Tenaga Kerja di NTT Grafik Perkembangan Status Pekerja Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk barang galian bukan logam (32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh masih tingginya kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas, industri makanan dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut didorong oleh kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan libur sekolah. Grafik Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang Grafik Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

136 6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016 cenderung menunjukkan angka positif sebesar 0,97, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III Peningkatan terutama pada sektor keuangan, pengangkutan dan komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat di akhir tahun dan masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta. Grafik Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU Sumber : SKDU-BI, diolah Bab VI Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan

137 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama. Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-ii 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang diatur pemerintah. 7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau mengalami sedikit peningkatan dari kisaran pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara umum kondisi pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan masyarakat seiring tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13 dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung pemerintahan, perbaikan jalan, tempat pembuangan akhir sampah serta kegiatan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula rencana dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN. Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 119

138 5.60% Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II % 5.40% 9% 5.20% 7% 5.00% 5% 4.80% 3% 4.60% 1% 4.40% 4.20% 4.66% 5.13% 5.17% 5.15% 5.07% 5.35% 5.11% 5.19% 5-5.4% % I II III IV I II III IV I* II* % -3% PDRB (yoy) Pertanian, Kehutanan & Prkn (yoy) Administrasi Pemerintahan (yoy) Perdagangan Besar & Eceran (yoy) Konstruksi (yoy) Jasa Pendidikan (yoy) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Pertumbuhan Sisi Penggunaan Apabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan pendapatan masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir triwulan II Selain itu, adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah seiring kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah juga diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah rencana kegiatan Tour De Flores pada bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24 negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama pada sub komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi pertumbuhan sendiri telihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100 untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad dan Kondisi Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan optimisme masyarakat untuk triwulan II Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 120

139 Grafik 7.2. Survei Konsumen I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Ekspektasi penghasilan 6 bulan y.a.d. Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bulan y.a.d Sumber :Bank Indonesia (diolah) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan y.a.d. Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan masih tumbuh meskipun melambat pada triwulan II Pertumbuhan sektor investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya kegiatan proyek pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan bendungan, jalan, dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen kupang III. Namun demikian, terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan penambahan waktu kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan seperti penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU IPP Bolok pada bulan Maret) pada triwulan I Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan meningkat. Dari sisi impor antar daerah, peningkatan terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas lainnya dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan kegiatan proyek, seiring selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca yang mendukung juga diperkirakan mendorong para kontraktor dan pengusaha untuk memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang) Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-ii 2017 diperkirakan masih mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak sapi ke Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan, Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 121

140 serta peningkatan produksi perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab. Kupang dan Kab. Sabu Raijua serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan juga mengalami peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta realisasi dana desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan diperkirakan masih berlangsung hingga triwulan-ii. Di sisi lain, peningkatan juga diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi belanja paska selesainya penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif pada Triwulan II Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri sipil yang mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-ii Peningkatan turut ditunjang oleh proyek multiyears (bendungan dan jalan sabuk perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung pemerintahan. Selain itu, adanya kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan pendapatan sektor pertanian yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi, peningkatan aktivitas proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo (target akhir 2017), bendungan rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 122

141 pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan, dermaga, pasar dan pos lintas batas negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik (PLTU dan PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan perumahan. Beberapa investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun 2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu PT. Muria Sumba Manis (MSM) di Sumba Timur, pusat perbelanjaan Trans Mart di Kota Kupang, pembangunan Hotel Ayana dan Hotel Alila di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, pembangunan pabrik Semen Kupang III dan pengembangan terminal penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara itu, pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui peningkatan alokasi dana desa hingga 27,6% dari Rp 1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017). 7.2 Inflasi Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun % 5.41% 5.05% 5.03% 5.18% % * PDRB (yoy) Pertanian, Kehutanan & Prkn (yoy) Administrasi Pemerintahan (yoy) Perdagangan Besar & Eceran (yoy) Konstruksi (yoy) Jasa Pendidikan (yoy) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) Inflasi Triwulan-II Tahun 2017 Pertumbuhan inflasi pada triwulan-ii 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,4% (yoy) atau meningkat dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan terjadi karena dorong infasi administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering pengurangan subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan pada bulan Mei Kenaikan juga diperkirakan terjadi pada bulan Juni seiring libur sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga komoditas terutama yang dipasok dari pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang dan Tour De Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 123

142 7.2.2 Inflasi Tahun 2017 Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy). Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan subsidi pada pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor lainnya adalah adanya kenaikan tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga pada komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta ikan segar seiring telah rendahnya tingkat harga pada tahun 2016 dan diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu, potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor eksternal yaitu adanya kenaikan harga minyak dunia akibat rencana penurunan produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian perekonomian global dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan konektivitas melalui tol laut dan perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%. Grafik 7.4. Prediksi Inflasi TW II-2017 dan 2017 Sumber: BPS & BI (diolah) Bab VII Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 124

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Februari. pegunungan flores Februari 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR pegunungan flores Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Agustus 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Mei KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pantai Walakiri - Waingapu Foto By: Misha NR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko 0I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tari Caci - Manggarai Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN 2015 Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penerbit : KANTOR

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Triwulan I Foto Cover : Joni Trisongko KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I 2016 Foto Cover : Joni Trisongko Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2015 FOTO : DANAU KELIMUTU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 No. 31/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2017 TUMBUH SEBESAR 5,75% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,34% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Periode Februari 2018

Periode Februari 2018 i Periode Februari 2018 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally left blank ii Periode Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Agustus 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 No. 32/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2016 EKONOMI BALI TRIWULAN I-2016 TUMBUH SEBESAR 6,04% (Y-ON-Y) NAMUN MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR 1,46% (Q-TO-Q) Total perekonomian Bali

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci